Filsafat Ilmu dalam Tinjauan al-Quran Oleh : Agus Jaya Pendahuluan Di dalam al-Qur’an kata ilm (‘ilma, ‘ilmi, ilmu, ilman, ilmihi, ilmuha, ilmuhum) diulang sebanyak 99 kali.1 Bentuk-bentuk tersebut didalam terjemah al-Qur’an Departemen Agama RI, cetakan Madinah al-Munawwaroh (1990) diartikan dengan pengetahuan, ilmu, ilmu pengetahuan, kepintaran dan keyakinan. Sedang kata ilmu itu sendiri berasal dari bahasa Arab ‘alima yang berarti mengetahui, mengerti. Maknanya, seseorang dianggap mengerti karena sudah mengetahui obyek atau fakta lewat pendegaran, penglihatan dan hatinya. Jadi ‘ilmu secara teknis operasional memiliki pengertian kesadaran tentang realitas. Hal ini bisa kita temukan dalam al-Qur’an bahwa “mereka yang memiki kesadaran tentang realitas (tidak mengikuti sesuatu yang ia tidak memiliki pengetahuan tentangnya) melalui pikiran, penglihatan dan hati akan berfikir rasional dalam menggapai kebenaran.2 Untuk lebih memahami urgensi filsafat ilmu dan kaitannya dengan wahyu maka dalam makalah ini penulis mengangkat filsafat ilmu dalam tinjauan al-Quran. Urgensi Filsafat Ilmu Sebelum tembok Berlin runtuh maka peta dunia berdasarkan idiologi politik Blok Barat dan Blok Timur. Dan sejak runtuhnya tembok Berlin pada tahun 1989 maka dunia masuk periode tanpa batas, kemudian masuklah era Science & Technologi. Pada era ini dunia dipetakan menurut Science & Technologi yang kemudian terbagi menjadi tiga bagian : yaitu 15 % negara Innovator, 50 % negara Adoptor, dan 35 % negara Excluded. 15% negara Innovator yaitu USA, Inggris, Jepang, Taiwan China, Perancis dan Jerman. Mereka inilah yang menguasai sumber energi untuk mengubah dunia. Meskipun demikian pada negara Innovator tetap ada wilayah yang Adaptor bahkan excluded, dan sebaliknya pada 1
Ali Audah, Konkordasi Qur’an 1997, Litera Antar Nusa, Mizan, Bogor Bandung , hal : 178-179 “dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati , semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya. QS : al-Isra : 36 2
1
negara Excluded atau Adaptor bisa muncul teknologi canggih seperti yang dialami India yang menekankan kunci kebangkitan melalui Universitas. Filsafat Ilmu adalah instrumen kecil yang dibutuhkan untuk memahami bahwa manusia adalah makhluk yang “berbuat”3 dan Tuhan adalah pemberi potensi, baik Potensi positive maupun potensi negative.4 Selanjutnya potensi tersebut perlu dikembangkan. Guna mengembangkan potensi ini manusia terlebih dahulu dituntut untuk mengembangkan pengetahuan yang akhirnya akan mendorong manusia untuk berbuat dan menjadi makhluk yang khas.5 Ada dua faktor pada diri manusia yang memicu berkembangnya pengetahuan yaitu : bahasa yang dimiliki manusia sebagai sarana komunikasi informasi dan kemampuan berfikir menurut alur kerangka berfikir tertentu atau dikenal dengan penalaran. Jadi, penalaran merupakan kegiatan berfikir yang memiliki karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.6 Pengembangan potensi pada diri manusia memberikan kontribusi yang sangat besar untuk menentukan hasil dan Filsafat Ilmu menjadi salah satu instrumen untuk membantu dalam memahami peradaban mencapai hasil yang diinginkan. Defenisi Ilmu Ilmu adalah alat untuk memahami, mengerti, mengenal hal/keadaan, kemudian mengubah sesuai dengan diri kita untuk mencapai kebutuhan kita. Atau sebaliknya, kita menyesuaikan diri dengan keadaan sehingga bisa digiring pada tempat yang kita inginkan. Ilmu merupakan sistem ciptaan manusia untuk memahami, menguasai, mengelola dan mengembangkan keadaan/lingkungan dalam rangka membangun kehidupan yang lebih baik. Atau pemerakarsa sistim tersebut yang menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk membangun kehidupan yang lebih baik. Ilmu juga bisa diartikan lukisan dan keterangan yang lengkap dan konsisten mengenai hal-hal yang dipelajarinya dalam ruang dan waktu 3
“….. dan disempurnakan bagi tiap-tiap jiwa apa yang telah mereka perbuat”. QS : az-Zumar : 70, “….. dan hari (manusia) dikembalikan kepada-Nya lalu diterangkan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat”. QS : an-Nur : 64, “… dan mereka dapatiapa yang telah mereka perbuat, …” QS : al-Kahfi : 49 4 ”dan kami berikan kepada mereka dua jalan (jalan negatif dan jalan positif).” QS : al-Balad : 10 5 Zulhemi, Filsafat Ilmu 2004, IAIN Raden Fatah Press, Palembang, hal : 16. 6 Zulhemi, Ibid, hal : 17.
2
sejauh jangkauan logika serta dapat diamati panca indra manusia.7 (Amsal Bakhtiar, 2005 : 88). Di dalam al-Mantiq al-Aristo al-Qodim fi Dho’u al-Fikri al-Islami diebutkan bahwa definisi ilmu adalah “pemahaman, persepsi secara mutlak, baik logis maupun tidak yang terekam dalam akal pikiran”.8 Istilah ilmu atau science merupakan suatu perkataan yang mengandung makna ganda yaitu : pertama, merupakan sebuah istilah umum untuk menyebut segenap pengetahuan ilmiah dipandang dari satu kebulatan (science ingenaral). Kedua, menunjuk pada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari sesuatu pokok soal tertentu, yang merupakan ilmu khusus
seperti antropologi, biologi, dll.9. Dengan
memahami defenisi di atas tampaklah perbedaan ilmu dengan pengetahuan. International Discionery of Education mendefinisikan pengetahuan sebagai ‘kumpulan fakta-fakta, nilainilai keterangan dan sebagainya yang diperoleh manusia melalui penelaahan, ilham atau pengalaman. Sedang ilmu bukanlah fakta-fakta. Lebih tepatnya ilmu senantiasa berdasarkan fakta.10 Sebagai mahluk yang “berbuat” memang Tuhan menentukan hidup manusia namun kehidupan manusia berada pada dirinya sendiri, Tuhan memberikan kesempatan kepada manusia untuk menentukan arah dan langkah kehidupannya sendiri. Inilah yang membedakan antara manusia dengan makhluk lain, bahwa manusia memiliki daya upaya untuk menentukan arah kehidupannya11 sehingga manusia mampu membuat sejarah, peradaban dan budaya, sedangkan makhluk lain hidup dan kehidupannya ada di tangan Tuhan. dalam hal ini bisa disimpulkan bahwa ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang benar dan disusun dengan system dan metode untuk mencapai tujuan yang berlaku universal dan dapat diuji/diverifikasi kebenarannya, dan ilmu memiliki ciri-ciri pokok : bukan satu, melainkan banyak (plural), bersifat tebuka (dapat dikritik), dan berkaitan dalam memecahkan masalah.12
7
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu 2005, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hal : 88 Tholaat Ghonam, al-Mantiq al-Aristo al Qodim, tt, Al-Azhar Press, Kairo, Hal : 9 9 Zulhemi, Op. Cit hal : 19. 10 Ibid 11 “… sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan suatu kaum sehingga mereka merobah yang ada pada diri mereka sendiri QS : ar-Ra’du, ayat :11 12 M. Husni Maricar, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Ppresentasi makalah Filsafat Ilmu PPS 3 8
3
Bagan ilmu tersebut berbentuk : Aktifitas
Ilmu Metode
Pengetahuan
Sumber Ilmu Ada dua sumber ilmu dalam kehidupan manusia yaitu : 1. kesadaran tentang realitas yang diperoleh dari pendengaran, penglihatan dan hati. Realitas utama yang dihadapi manusia ketika lahir adalah alam semesta (mikro kosmos dan makro kosmos). Dialam inilah manusia mulai mendengar, melihat dan merasakan obyek-obyek yang dialaminya berupa suara, bentuk dan perasaan. Alam ini merupakan satu titik kesadaran awal untuk mengenal realitas terutama diri sendiri. Dan setelah manusia menginjak dewasa maka ia mulai berfikir matarealistis, yakni suatu kekuatan supranatural yang ikut berperan mengurus proses-proses penciptaan dari tiada menjadi ada dan dari ada menjadi tiada. 13 Bahwa tangan Tuhan (invisible hand) senantiasa ada dalam setiap realita, karena ”... bahwa segala sesuatu realita adalah dari sisi Allah swt”. .....14 2. Alam semesta adalah sumber ilmu yang kedua yang merupakan ciptaan Allah, oleh karena ilmu yang berasal dari Allah bersifat absolut sementara ilmu yang didapatkan melalui alam bersifat relatif.15 Dengan mempelajari kitab alam akan mengungkapkan rahasia-rahasianya kepada manusia dan menempatkan koheransi, konsistensi dan aturan didalamnya. Hal ini membuka peluang bagi manusia untuk menggunakan ilmunya sebagai perantara untuk menggali kekayaan-kekayaan dan 13
Yusra Marasabessy, Filsafat Ilmu dalam Persfektif al-Qur’an, tt. Jurnal Ilmiah. ”katakanlah : ”semuanya berasal dari sisi Allah swt, ....”. QS : An Nisa : 78 15 Yusra Marasabessy, op. cit 14
4
sumber-sumber tersembunyi didalam alam dan mencapai kesejahteraan material lewat penemuan-penemuan ilmiahnya.16 Al-Qur’an sebagai kitab ”tertutup” merupakan kondifikasi wahyu yang menurut teori-teori keilmuan yang tak terhingga penafsirannya sampai hari akhir, sedang alam semesta adalah kitab ”terbuka” yang tak terhingga pula untuk dieksprimenkan sampai hari akhir. Al-Qur’an sebagai kitab ”tertutup” dan alam semesta sebagai kitab ”terbuka” saling memperkokoh eksistensi masing-masing. Al-Qur’an memuat informasi-informasi tentang material dan struktural alam semesta, sedang rahasia-rahasia alam semesta bisa kita cari informaisnya lewat al-Qur’an dan alam semesta itu sendiri, karena al-Quran merupakan wahyu Allah dan alam semesta merupakan ciptaan-Nya. Dengan demikian realitas kebenaran bisa ditemukan dalam al-Qur’an dan alam semesta karena keduanya berasal dari satu sumber yaitu Allah swt yang Maha Pencipta. 17 Untuk menjelaskan al-Qur’an yang merupakan ”kitab terbuka” dan universal namun masih global maka dibutuhkan as-Sunnah yang merincinya. Karena as-Sunnah juga merupakan sumber hukum yang universal, juga merupakan sumber bagi dakwah dan bimbingan bagi seorang muslim, disamping itu juga as-Sunnah menjadi sumber ilmu pengetahuan relegius (keagamaan/mitos), humaniora (kemanusiaan) dan sosial yang dibutuhkan umat manusia untuk meluruskan jalan mereka, membetulkan kesalahan mereka ataupun melengkapi pengetahuan eksprimental mereka.18
Tujuan Ilmu Tujuan dari ilmu adalah alat untuk mengkonstruksi kehidupan. Ilmu adalah sebuah sarana untuk “menjadi”. Menurut Brawnoski, tujuan akhir dari ilmu adalah untuk menemukan kebenaran di dunia ini. Dalam proses pencarian kebenaran sebuah ilmiah 16
Mahdi Ghulsyani, Filsafat Sains menurut al-Qur’an 1990, penerj. Agus Efendi, Mizan, Bandung.
Hal. 54 17
Yusra Marasabessy, Op.Cit Yusuf al-Qordhawy, as-Sunah Sumber Iptek dan Peradaban, penerj. Setiawan Budi Utomo, Pustaka al-Kautsar, Jakarta : hal . 101 18
5
pendapat-pendapat/dugaan-dugaan akan senantiasa didebat, diuji, dites, dibuktikan dan direvisi untuk akhirnya diterima atau ditolak. Kegiatan ini menyebabkan para peneliti dari berbagai laboratorium, perguruan tinggi berbagai negara selalu berbincang mengenai kebenaran ilmu sehingga menggiring para cendekiawan baik secara individual maupun kolektif selalu bertukar fikiran. Ilmu tampil menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia faktual.19 dan dengan ilmu juga akan membawa manusia kepada kemajuan dalam pengetahuannya.20 Sekalipun kebenaran ilmu tidaklah mencapai kebenaran mutlak, akan tetapi dalam keterbatasannya, ilmu membantu kehidupan dan kepentingan manusia pada bidangnya masing-masing. Pengalaman manusia tidaklah sempurna dan pengetahuannya tumbuh dan berkembang sepanjang pertumbuhan pengalaman itu sendiri. Pertumbuhan merupakan salah satu hukum fundamental dalam hidup ini.21 Posisi dan Peran Ilmu Posisi dan Peran Ilmu adalah sebagai : a. Instrumen untuk membangun/mengkonstruksi kehidupan yang baik atau sebagai instrumen untuk menuju puncak pencapaian yang tertinggi yang tak pernah berhenti.22 b. Menjelaskan fenomena kehidupan. Karena tidak selayaknya seseorang mengerjakan sesuatu tanpa ia ketahui.23 c. Meramalkan apa yang akan terjadi bila sesuatu sudah berubah / bergeser. d. Mengidentifikasi sebab akibat. e. Memahami
peluang
dan
potensi
untuk
mengolah,
memanfaatkan
dan
mengembangkan termasuk mengubah tantangan menjadi modal pembangunan.24 19
Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat 1995, Bumi Aksaara Jakarta, cet. 3 hal 11 Ibid 21 Ibid. Hal 25, diungkapkan oleh Harold dan dikutip oleh Burhanuddin. 22 ”hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup melintasi penjuru langit dan bumi maka lintasilah, kamu tidak akan mampu melintasnya kecuali memiliki kekuatan (ilmu). QS : ar-Rahman : 33 23 “dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati , semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya. QS : al-Isra : 36 24 ”yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah nikmat yang telah dianugerahkannya kepada satu kaum sehingga kaum tersebut mengubahnya seniri....”. QS : al-Anfal 53, 20
6
f. Menemukan hal-hal / kekuatan baru. g. Memudahkan kehidupan h. Ilmu tampil : 1. Mereduksi makna, karena dalam merumuskan biasanya hal yang kita tahu saja. 2. Kontradiksi, menimbulkan perbedaan pendapat. 3. Hanya mampu mencapai kebenaran sementara. i. Ilmu memiliki : 1) Plicit knowledge, yaitu ilmu secara normatif, rumus explisit. 2) Tacit knowledge, yaitu ilmu yang kebenarannya tersembunyi. Ilmu memberikan jawaban terhadap setiap masalah yang timbul, sedang falsafah menganalisa kebenaran jawaban yang dikemukakan oleh ilmu tersebut, dan agama berperan sebagai penuntun jalan mencapai puncak tertinggi dalam hidup. Sifat/karakter Ilmu Ilmu senantiasa berkembang, stabilitas bukanlah menjadi musuh progresifitas. Hal ini bisa tampak pada sebuah permainan “gasingan” yang akan semakin stabil ketika berputar dengan sangat cepat. Artinya semakin progresif sebuah ilmu maka semakin stabil. Ilmu yang tampil untuk menjawab “bagaimana” menuntut ilmu untuk senantiasa exis dan tanpa batas. Ilmu mengusung kebenaran namun kebenaran ilmu itu sendiri masih tetap relatif sebagai proses yang tidak pernah selesai dan senantiasa berproses untuk “menjadi”. Adapun sifat ilmu tersebut adalah sebagai berikut : Sifat Ilmu25
Sistematik Konsisten, (antara teori satu dengan yang lain tak
“… sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan suatu kaum sehingga mereka merobah yang ada pada diri mereka sendiri QS : ar-Ra’du, ayat :11 QS : ar-Ra’du : 11 25 M. Husni Maricar, Op. Cit
7
bertentangan) Eksplisit, disepakati secara universal bukan hanya Ilmiah,
di kalangan kecil) benar (pembuktian
dengan
metode
ilmiah)26
Rasionalits dan Spiritualitas Dalam Ilmu Kesadaran tentang realitas yang ditangkap oleh indra dan hati, kemudian diproses oleh akal untuk menentukan sikap ”benar atau salah” terhadap satu obyek merupakan proses rasionalitas dalam ilmu. proses rasionalitas itu kemudian mampu mengantar manusia untuk memahami untuk memahami metarsional sehingga muncul suatu kesadaran baru tentang realitas metafisika, yakni apa yang terjadi dibalik obyek rasional yang bersifat fisik itu. Kesadaran semacam ini disebut sebagai transendensi, yang diabadikan oleh Allah swt dalam al-Qur’an : ”(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dn mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : Ya Tuhan kami, tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia.maka perihalah kami dari siksa api neraka.27 Berbeda dengan kalangan yang hanya punya pandangan sisi material yang menyadari keutuhan alam semesta dengna paradigma materialistik sebagai suatu proses kebetulan yang memeang sudah ada pada alam itu sendiri. Kehidupan dan kematian dipahami sebagai siklus alami dalam mata rantai perputaran alam semesta. Dengan paradigma tersebut memunculkan kesadaran tentang realitas alam sebagai obyek yang harus dieksploitasi dalam rangka mencapai tujuan-tujuan hedonistis yang tidak benar. Alam di laboratorium untuk eksprimen atheistik mereka, dimana kesadaran spritualitas tidak tampak bahkan senganja tidak dihadirkan dalam wacana pengembangan ilmu. orientai 26
sifat ilmu dalam bagan tersebut seiring dengan firman Allah : “dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati , semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya. QS : al-Isra : 36 27 QS : Ali Imron : 191
8
mereka yang seperti itu bukan menambah kesyukuran dan ketakwaan melainkan fenomena alam tersebut yang diciptakan (oleh yang maha pencipta) justru menambah kekufuran.28 Perkembangan Filsafat dan Ilmu Secara metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, namun karena permasalahan-permasalahan teknis yang khas maka filsafat ilmu kemudian menjadi dua bagian yaitu filsafat ilmu-ilmu Alam ( the natural science) dan filsafat ilmu sosial (the social sciences)29 Pada perkembangan selanjutnya maka muncullah sciences and technologi. Science sebagai ilmu fisika tampil untuk mengkonstruksi dan technologi sebagai aplikasi. Menurut Thomas Hugnes, sejak awal abad 21 tehnologi sudah berkembang menjadi mandiri dan merambah pada setiap disiplin ilmu. Untuk lebih jelasnya perkembangan filsafat dan ilmu dapat di gambarkan sebagai berikut :
Perkembangan Filsafat dan Ilmu Filsafat Thales Kosmologi Plato Filsafat Spekulatif
Ilmu Thales Astronomi Fisika
Matematika Thales Geometri
Logika Aristoteles Analytika Dialektika Organan
Phythagoras
Aristoteles Metafisika Zaman Romawi Kuno 28
QS : al-Isra’ : 94-100 Jujun Suri Sumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer 1988, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, cet 5 hal : 29
9
Logika
Zaman Romawi Kuno
Cicero Pengetahuan tentang Hidup Abad Tengah pengetahuan yang tertinggi Pelayan Teologi
Abad Tengah Logika Tradisional
Zaman Renaissance Galileo Bacon Metode Eksperimental
Zaman Modern Abad XVII
Abad XVIII
Filsafat Mental dan Moral
Zaman Modern Abad XVII Descartes Newton
Zaman Modern Abad XVII
Zaman Modern
Descartes Newton Leibniz Abad XIX Boole De Morgan Frege
Filsafat Alam Abad XVIII Fisika
Abad XX Filsafat Analitik
Abad XX Berbagai Ilmu Baru
Abad XX Berbagai Cabang Matematika
abad XX Logika modern
FILSAFAT ILMU
Hubungan Filsafat dengan Ilmu
10
Filsafat adalah pemikiran sedangkan ilmu adalah ”kebenaran” jadi Filsafat Ilmu adalah pemikiran tentang kebenaran. Apakah benar itu benar? Kalau itu benar maka akan timbul sebuah pertanyaan ”berapa kadar kebenarannya”? Lalu apakah ukuran kebenarannya? Dan dimana otoritas kebenarannya ? serta apakah kebenarannya itu abadi?. Ilmu pengetahuan adalah hasil usaha pemahaman manusia terhadap berbagai fenomena alam, manusia dan juga agama disusun dalam satu sistem dengna menggunakan daya fikiran yang dibantu oleh panca indranya. Sedangkal filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami secara radikal dan integral hakikat semua yang ada, yaitu hakikat Tuhan, hakikat alam, hakikat manusia. Filsafat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjangkau oleh ilmu pengetahuan.30 Tujuan Filsafat dan ilmu adalah sama-sama mencari kebenaran. Hanya saja filsafat tidak berhenti pada satu garis kebenaran, akan tetapi senantiasa mencari kebenarankebenaran selanjutnya, sedangkan ilmu terkadang merasa cukup dengan sebuah kebenaran. Bila ilmu di suntik dengan filsafat maka ilmu akan senantiasa bergerak maju untuk mencari kebenaran yang lain lagi. Filsafat dan ilmu bahu membahu mengusung kebenaran, namun kebenaran yang dihasilkan oleh
keduanya tetap saja bersifat relatif sebagai proses yang senantiasa
berproses dan menjadi yang tidak pernah selesai, yang dalam hukum Dialektika (Thesis, Antithesis, Sinthesis) dan seterusnya.31 Kebenaran mutlak hanya ada pada wahyu Tuhan,32 walaupun demikian manusia tetap dianjurkan untuk megikuti kebenaran relatif33 yaitu hasil tafsiran manusia tehadap ayat-ayat Tuhan.34
30
H. Muhammad Ansoruddin Sidik, Pengembangan Wawasan Iptek Pondok Pesantren, Jakarta : Bumi Aksara, 2001 cet. 2 hal. 49 31 Yusra Marasabessy, Op.Cit 32 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta : INIS, 1994, hal . 16 33 QS; Az-Aumar : 17-18. maksud ungkapan relative adalah kita ambil suatu kebenaran itu, karena kita hanya dapat hidup dengan benar apabila mengikuti kebenaran yang mutlak dan kita dapat hidup dengan wajar apabila kita mengikuti kebenaran yang relatif yang merupakan eksistensi ilmu pengetahuan dan filsafat. 34 Mastuhu, Op.Cit
11
Hal ini semua menandakan bahwa manusia, pemikiran dan ciptaannya bersifat relatif. Sedang kebenaran itu sendiri identik dengan pencipta kebenaran. Karenanya yang Maha benar hanyalah Allah swt.35 Walaupun antara filsafat dan ilmu bahu membahu dalam mengusung kebenaran tetap saja antara keduanya memiliki perbedaan. Perbedaan yang ada antara filsafat dan ilmu tidaklah menjadikan pertentangan antara keduanya justru menjadikan keduanya saling melengkapi dan mengisi. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain : Ilmu (science)
Filsafat
Anak Filsafat Analisis, memeriksa semua gejala melalui unsur
terkecilnya
untuk
menperoleh
gambaran nyata menurut bagiannya.
Induk Ilmu Sinopsis, memandang alam semesta sebagai keseluruhan
agar
menafsirkan
dan
dapat
menerangkan,
memahaminya
secara
keseluruhan. Menekankan faka-fakta untuk melukiskan Menekankan keadaan sebenarnya dari obyeknya, netral dan mengabstrakkan faktor obyek
dan
menentukan
bagaimana
keinginan dan penilaian manusia seharusnya obyek. Memulai sesuatu dengan memakai asumsi Memeriksa dan meragukan semua asumsi Eksprimen yang terkontrol sebagai cara Menggunakan semua penemuan ilmu kerja dan sifat penting menguji sesuatu pengetahuan, menguji seseuatu berdasarkan dengan menggunakan penginderaan
pengalaman dengan mamakai fikiran.36
Kalau dihubungkan antara ilmu dan filsafat pendidikan akan kita dapatkan hubungna yang sangat erat dan menguatkan keyakinan bahwa materi pelajaran dapat memberi individu kesempatan yang banyak untuk mengungkap realitas alam serta mengembangkan orientasi, kecendrungan dan pola-pola tingkah laku yang akan
35
“katakanlah : sesunggunya tuhanku mewahyukan kebenaran. Dia Maha mengetahui semua yang gaib”. QS; Saba’: 48 36 H. Muhammad Ansoruddin Sidik, Op. Cit, hal 74
12
membantunya dalam memahami alam serta menjadikan manusia yang lebih responsif dan sadar dalam berinteraksi dengan kondisi sosial sekitarnya.37 Metodologi Ilmu Metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut. Metodologi ilmu adalah prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang selanjutnya disebut ilmu. Tidak semua pengetahuan dapat disebut sebagai ilmu, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut Senn, metodologi ilmu merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Metodologi ilmu merupakan ekspresi cara bekerja pikiran. Dengan cara bekerja ini maka pengetahuan yang dihasilkan diharapkan mempunyai karakteristik-karekteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah, yaitu sifat rasional dan teruji yang memungkinkan tubuh pengetahuan yang disusunnya merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan. Dalam hal ini metodologi ilmu mencoba menggabungkan cara berfikir deduktif dan induktif dalam membangun tubuh pengetahuannya. Metode Ilmiah tersebut bisa dideskripsikan dalam langkah-langkah sebagai berikut : Penentuan Masalah, menentukan masalah yang akan ditelaah dengan ruang lingkup dan batasan-batasan yang jelas. Penyusunan Kerangka Masalah, identifikasi faktor yang terlibat dalam masalah tersebut , hingga factor-faktor tersebut membentuk kerangka masalah
37
Hery Noer Aly., H. Munzier S., Watak Pendidikan Islam, (Friska Agung Insani : Jakarta, 2000), Cet 1. hal 44
13
Pengajuan Hipotesis, memberikan penjelasan sementara mengenai hubungan sebab akibat yang mengikat factor-faktor yang membentuk kerangka masalah tersebut Deduksi dari Hipotesis, langkah perantara dalam usaha menguji hipotesis yang diajukan Pengujian Hipotesis, untuk menilai benar tidaknya sebuah hipotesis, sehingga jika hipotesis tersebut tidak terbukti maka bisa mengajukan hipotesis baru
Tidak Benar ? Ya Teori, hipotesis yang terbukti kebenarannya merupakan pengetahauan baru dan dapat diterima sebagai bagian dari ilmu38 Penutup Kontribusi Islam yang paling mendasar terhadap ilmu pengetahuan adalah prinsipprinsip ajaran Islam yang memberikan ruang dan kebebasan kepada manusia untuk berekspresi sesuai bekal akal (amanah) yang diberikan Allah.39 Demikian juga proses berfikir adalah ibadah40 yang sangat berharga, disamping ibadah ritual yang dibebankan kepada setiap umat Islam yang telah mukallaf (memenuhi kriteria untuk dibebani perintah). 38
Op. Cit, QS : al-Isra : 36 “sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, mereka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatina, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh’. QS : al-Ahzab : 72 40 “katakanlah : sesungguhnya solatku, ibadatku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam”.QS : al-An’am 162 39
14
Dari rangkuman diatas kita temukan judtifikasi yang mapan dari Islam terhadap ilmu pengetahuan. Filsafat Ilmu adalah sebuah disiplin kehidupan alam menyikapi ilmu pengetahuan yang semakin berkembang. Melihat urgensi Filsafat ilmu ini maka sudah semestinya materi Filsafat Ilmu menjadi materi tetap di perguruan-perguruan tinggi, karena dengan memahami filsafat ilmu bisa menjadi modal dasar untuk mengaktualisasikan pemikiran dalam menghadapi persoalan-persoalan keilmuan dan kehidupan dari tatanan teoritis sampai pada tatanan aflikatif.
DAFTAR PUSTAKA
AL-Qur’an dan Terjamahnya, Mujamma’ al-Malik al-Fahd li Thiba’at al-Mushaf asy-Syarif Madinah al-Munawwarah, 1424 H. Audah, Ali Konkordasi Qur’an, Litera Antar Nusa, Mizan, Bogor, Bandung, 1997
15
Aly, Hery Noer, H. Munzier S., Watak Pendidikan Islam, Friska Agung Insani : Jakarta, cet. 1, 2000. Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu 2005, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005 Ghonaan, Tholaat, al-Mantiq al-Aristo al Qodim fi Dhou’I al-Fikri al-Islamy, AlAzhar Press, Kairo, Tt Ghulsyani, Mahdi, Filsafat Sains menurut al-Qur’an, penerj. Agus Efendi, Mizan, Bandung. 1990. Maasabessy, Yusra, Filsafat Ilmu dalam Persfektif al-Qur’an, tt. Jurnal Ilmiah Maricar, M. Husni, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Presentasi makalah Filsafat Ilmu PPS 3 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta : INIS, 1994, Al-Qordhowy, Yusuf, as-Sunah Sumber Iptek dan Peradaban, penerj. Setiawan Budi Utomo, Pustaka al-Kautsar, Jakarta, 1998 Salam, Burhanuddin, Pengantar Filsafat, Bumi Aksaara Jakarta, cet. 3, 1995 Sidik, H. Muhammad Ansoruddin, Pengembangan Wawasan Iptek Pondok Pesantren, Jakarta : Bumi Aksara, cet. 2, 2001. Sumantri, Jujun Suri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, cet 5, 1998. Zulhemi, Filsafat Ilmu, IAIN Raden Fatah Press, Palembang, 2004
16