PEMBUATAN SEDIAAN SUPPOSITORIA MENGGUNAKAN ZAT AKTIF ASPIRIN DENGAN BASIS OLEUM CACAO DAN EVALUASI KONTROL KUALITAS
I.
Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui bentuk sediaan suppositoria. 2. Mahasiswa dapat mengetahui bahan dasar suppositoria. 3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami cara pembuatan suppositoria. 4. Mahasiswa dapat membuat sediaan suppositoria menggunakan zat aktif aspirin dengan menggunakan basis oleum cacao dengan baik dan benar. 5. Mahasiswa dapat melakukan uji kontrol kualitas suppositoria (Uji Orgonoleptis, Uji Homogenitas, Uji Keseragaman Bobot, Uji Kerapuhan, Uji Titik Lebur, dan Uji Waktu Hancur) dengan baik dan benar. 6. Mahasiswa dapat mengetahui khasiat dari suppositoria dengan zat aktif aspirin.
II.
Dasar Teori A. Pengertian Suppositoria
Suppositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang berbentuk torpedo, bentuk ini memiliki kelebihan yaitu bila bagian yang besar masuk melalui otot penutup dubur, maka supositoria akan tertarik masuk dengan sendirinya. (Anief, 2006) Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rectal, vagina atau uretra. (Anonim, 1979) Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur, umumnya berbentuk torepedo dapat melarut, melunak atau meleleh pada subu tubuh. (Anonim, 1995) Umumnya, suppositoria rectum panjangnya ± 32 mm (1,5 inci), berbentuk silinder dan kedua ujungnya tajam. Beberapa suppositoria untuk rectum diantaranya ada yang berbentuk seperti peluru, torpedo atau jari-jari kecil tergantung kepada bobot jenis bahan obat dan habis yang digunakan, beratnya pun berbeda-beda. USP menetapkan berat suppositoria 3 gram untuk orang dewasa apabila oleum cacao yang digunakan sebagai basis. Sedang suppositoria untuk bayi dan anak-anak, ukuran dan beratnya ½ dari ukuran dan berat untuk orang dewasa, bentuknya kira-kira seperti pensil. Suppositoria untuk vagina yang juga disebut pessarium biasanya berbentuk bola lonjong atau seperti kerucut, sesuai dengan kompendik resmi beratnya 5 gram, apabila basisnya oleum cacao. Suppositoria untuk saluran urin yang juga disebut bougie bentuknya ramping seperti pensil, gunanya untuk dimasukkan ke dalam saluran urin pria atau wanita. Suppositoria saluran urin pria bergaris tengah 3-6 mm dengan panjang ± 140 mm, walaupun ukuran ini masih bervariasi satu dengan lainnya. Apabila basisnya dari oleum cacao maka beratnya ± 4 gram. Suppositoria untuk saluran urin wanita panjang dan beratnya ½ dari ukuran untuk pria, panjang ± 70 mm dan beratnya 2 gram dan basisnya oleum cacao (Ansel, 1989).
B. Keuntungan Sediaan Suppositoria
Beberapa keuntungan sediaan suppositoria dibandingkan sediaan lain adalah : 1. Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung. 2. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan. 3. Langsung dapat masuk saluran darah berakibat akan memberi efek lebih cepat daripada penggunaan obat per oral. 4. Dapat mempermudah bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar. 5. Bentuknya seperti torpedo menguntungkan kerena suppositoria akan tertarik masuk dengan sendirinya bila bagian yang besar masuk melalui obat penutup dubur. (Anief, 2006)
C. Kerugian Sediaan Suppositoria
Selain ada keuntungan, Suppositoria juga memiliki kerugian diantaranya : 1. Tidak menyenangkan penggunaan. 2. Absorbsi obat sering tidak teratur dan sedikit diramalkan. 3. Tidak dapat disimpan pada suhu ruangan. (Anief, 2006)
D. Tujuan Penggunaan Suppositoria
Pengguanaan suppositoria bertujuan untuk : 1. Supositoria dipakai untuk pengobatan lokal, baik di dalam rectum, vagina, atau uretra, seperti pada penyakit haemorroid / wasir / ambeien, dan infeksi lainnya. 2. Cara rectal juga digunakan untuk distribusi sistemik, karena dapat diserap oleh membran mukosa dalam rectum. 3. Jika penggunaan obat secara oral tidak memungkinkan, misalnya pada pasien yang mudah muntah atau pasien yang tidak sadarkan diri. 4. Aksi kerja awal akan cepat diperoleh, karena obat diabsorpsi melalui mukosa rectum dan langsung masuk dalam sirkulasi darah.
5. Agar terhindar dari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia di dalam hati.
E. Penggolongan Suppositoria 1. Penggolongan
suppositoria
berdasarkan
tempat
pemberiannya : a. Suppositori rectal
Suppositoria untuk dewasa berbentuk lonjong pada satu atau kedua ujungnya dan biasanya berbobot lebih kurang 2 gram. (Ansel, 1989) b. Suppositoria vaginal
Suppositoria vaginal umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan berbobot lebih kurang 5,0 g dibuat dari zat pembawa yang larut dalam air atau yang dapat bercampur dalam air seperti polietilen glikol atau gelatin tergliserinasi. Suppositoria ini biasa dibuat sebagai pessarium. (Ansel, 1989) c. Suppositoria Uretra
Suppositoria uretra adalah suppositoria untuk saluran urine yang juga disebut “bougie”. Bentuknya ramping seperti pensil, gunanya untuk dimasukkan ke dalam saluran urine pria atau wanita. Suppositoria saluran urin pria berdiameter 3- 6 mm dengan panjang ± 140 mm, walaupun ukuran ini masih bervariasi satu dengan yang lainnya. Apabila basisnya dari oleum cacao maka beratnya ± 4 gram. Suppositoria untuk saluran urin wanita panjang dan beratnya ½ dari ukuran untuk pria, panjang ± 70 mm dan beratnya 2 gram, bila digunakan oleum cacao sebagai basisnya. (Ansel, 1989) d. Suppositoria untuk hidung dan untuk telinga
Suppositoria untuk hidung dan telinga disebut juga “kerucut
telinga”,
keduanya
berbentuk
sama
dengan
suppositoria uretra hanya ukuran panjangnya lebih kecil,
biasanya 32 mm. Suppositoria telinga umumnya diolah dengan basis gelatin yang mengandung gliserin. Namun, suppositoria untuk obat hidung dan telinga jarang digunakan (Ansel, 1989) 2. Penggolongan suppositoria berdasarkan basisnya a. Suppositoria basis dasar lemak coklat (Oleum cacao)
Lemak
coklat
merupakan
trigliserida,
berwarna
kekuningan , bau yang khas. Jika dipanasi sekitar 30 0 mulai mencair dan biasanya meleleh sekitar 340 - 350 C, tetapi pada suhu dibawah 30 0 merupakan masa semi padat dan merupakan bagian nyata dari cairan. Dan yang cair diikat dengan tenaga tegangan muka. Jika tentang suppositoria yang harus dibuat tidak dikatakan apa-apa yang penting maka suppositoria dibuat dengan Oleum cacao boleh diganti dengan malam kuning atau unguentum simplex. Selanjutnya Farmakope menyatakan, bahwa menurut sifatnya obat harus dilarutkan atau dibagikan dalam air sebelum dicampurkan dengan oleum cacao. (Ansel, 1989) Hal-hal yang harus diperhatikan sebagai berikut: Penggantian sebagian dari Oleum cacao dengan Unguentum simplex pada umumnya tidak perlu dan hanya dipergunakan : a. Jika suatu obat padat harus kita olah dalam suppositoria, tidak dilarutkan atau tidak digerus dengan air, seperti: Folia digitalis, Diuretin, tanin dan sebagainya. Kedalam golongan ini tentu termasuk pula obat-obatan yang harus diolah secara kering, karena satu sama lainnya bereaksi, misalnya : Kalomel dengan Hydrochloras Cocaini. b. Jika suppositoria itu karena sifat obatnya tidak dapat dibuat dengan suatu pengempa hal ini teroritik kita jumpai, jika ada garam-garam dari bagian-bagian yang dalam deret potensial terletak dibawah timah, tetapi dalam prakteknya hanya perlu suppositoria
dengan raksa sublimat, dan perak nitrat. Maka suppositoria itu harus dibuat dengan tangan dan untuk ini kita perlukan massa yang lebih lunak daripada
masa
yang
harus
dibuat
dengan
pengempaan. c. Jika suppositoria tidak dikempa satu persatu dengan pengempa tetapi seluruh masnya dibuat dengan batang yang panjang dengan suatu kempa batang dan masing-masing bagian di runcingkan dengan tangan. Jika dipakai Unguentum simplex, maka untuk ini kita ambil sebanyak - banyaknya 5% dari massa seluruhnya. (Syamsuni, 2007) Penggantian sebagian dari Oleum cacao dengan malam kuning jarang diperlukan : a. Kebanyakan jika persenyawaan-persenyawaan yang harus diolah dalam masa mencair dengan Oleum cacao, seperti: Hydras Chlorali, Chloretum ferricum dan lain-lain. Banyak Cera flava yang dibutuhkan sangat bergantung kepada banyaknya obat sepeti itu, sebaliknya jangan dilupakan bahwa massa harus mencair pada kurang lebih 37 0, jadi tak boleh banyak mengandung cera flava. Cera flava yang kurang dari 4% tak dapat dipergunakan karena campuran Cera flava dengan Oleum cacao harus mempunyai titik cair yang lebih tinggi dari pada titik cair Oleum cacao sendiri. Dengan 6% Cera falava titik cairnya 370 diperlukan lebih banyak, karena penambahan obat itu menyebabkan penurunan titik cair yang besar. b. Pembagian obat dalam massa, seperti diatas tidak selamanya berlangsung dengan cara yang sederhana yang ditunjukkan Farmakope. Cara yang sederhana inilah yang kita pakai peraturan-peraturan yang sama seperti pembagian obat dalam massa salep, tetapi
dengan pembatasan bahwa disini kita hanya dapat mengikat air sedikit. c. Suppositoria dengan Oleum cacao untuk orang dewasa bobotnya 3 gram dan untuk anak-anak 2 gram. Pada pembuatannya kita selalu mengambil masa untuk satu suppositoria lebih banyak daripada yang harus kita serahkan. Jika pada pembuatan suppositoria ini harus dituang suatu massa yang mencair, dapat kita tuangkan kedalam cetakancetakan logam. Yang telah diulas dengan sedikit spiritus saponatus atau kita tuangkan kedalam cetakan plastik yang sekarang ada diperdagangan. Cetakan-cetakan ini gunanya untuk diberikan dengan suppositorianya.
Jadi
berlaku
sebagai
bahan
pembungkus. Tetapi cetakan-cetakkan plastik ini tidak dapat pula dipakai berulang-ulang. Pada waktu menuangkan seingkali kehilangannya lebih besar, maka dari itu kita harus membuatnya sangat berlebih. (Syamsuni, 2007) Suppositoria dengan bahan dasar lemak coklat (oleum cacao) : Merupakan trigliserida dari asam oleat, asam stearat, asam palmitat; berwarna putih kekuningan; padat, berbau seperti coklat, dan meleleh pada suhu 31 0340C. Karena mudah berbau tengik, harus disimpan dalam wadah atau tempat sejuk, kering, dan terlindung dari
cahaya.
Oleum
cacao
dapat
menunjukkan
polimorfisme dari bentuk kristalnya pada pemanasan tinggi. Di atas titik leburnya, oleum cacao akan meleleh sempurna seperti minyak dan akan kehilangan inti kristal stabil yang berguna untuk membentuk kristalnya kembali :
b. Bentuk α (alfa) : terjadi jika lelehan oleum cacao tadi didinginkan dan segera pada 0 0C dan bentuk ini memiliki titik lebur 24 0C. c. Bentuk β (beta) : terjadi jika lelehan oleum cacao tadi diaduk-aduk pada suhu 18 0-230C dan bentuk ini memiliki titik lebur 28 0-310C. d. Bentuk β stabil (beta stabil) : terjadi akibat perubahan bentuk secara perlahan-lahan disertai kontraksi volume dan bentuk ini mempunyai titik lebur 340-350C. e. Bentuk γ (gamma) : terjadi dari pendinginan lelehan oleum cacao yang sudah dingin (20 0C) dan bentuk ini memiliki titik lebur 18 0C. (Syamsuni, 2005) Untuk menghindari bentuk-bentuk kristal tidak stabil diatas dapat dilakukan dengan cara : a. Oleum cacao tidak dilelehkan seluruhnya, cukup 2/3 nya saja yang dilelehkan. b. Penambahan sejumlah kecil bentuk Kristal stabil kedalam lelehan oleum cacao untuk mempercepat perubahan bentuk karena tidak stabil menjadi bentuk stabil. c. Pembekuan lelehan selama beberapa jam atau beberapa hari. (Syamsuni, 2005) Keuntungan basis oleum cacao : 1. Lemak coklat meleleh pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan dengan cairan tubuh, oleh karena itu dapat menghambat difusi obat yang larut dalam lemak pada tempat yang diobati. 2. Lemak coklat jarang dipakai untuk sediaan vagina karena meninggalkan residu yang tidak dapat terserap, sedangkan gelatin tergliserinasi jarang dipakai untuk sediaan rectal karena disolusinya lambat. (Ansel, 1989)
Kerugian basis oleum cacao adalah : a. Meleleh pada udara yang panas. b. Dapat menjadi tengik pada penyimpanan yang lama. c. Titik
leburnya
dapat
turun
atau
naik
jika
ditambahkan bahan tertentu. d. Adanya sifat polimorfisme. e. Sering bocor (keluar dari rectum karena mencair) selama pemakaian. f. Tidak dapat bercampur dengan cairan sekresi (Syamsuni, 2007). b. Suppositoria dengan basis gelatin
Gelatin tidak tahan terhadap penghangatan dengan senyawa-senyawa yang bereaksi asam, maka lebih baik obatn ya kita larutkan dalam air yang disisihkan. (Anonim,1979) Keuntungan basis gelatin adalah : 1. Dapat memberikan efek yang lama. 2. Lebih lambat melunak. 3. Lebih mudah bercampur dengan cairan tubuh dibandingkan dengan oleum cacao. (Ansel,1989) Kerugian dari basis gelatin adalah : 1. Cenderung menyerap uap air karena sifat gelatin yang menyerap
uap
air
yang
higroskopis
yang
dapat
menyebabkan dehidrasi atau iritasi jaringan. 2. Memerlukan tempat untuk melindungi diudara lembab agar bentuk dan konsistensinya terjaga. (Ansel, 1989) c. Suppositoria dengan basis PEG
P.E.G
adalah
Polyaethylenglycolum
merupakan
polimerisasi etilenglikol dengan berat molekul 300 – 6000. P.E.G dibawah 1000 adalah cair sedangkan diatas 1000 adalah padat lunak seperti malam. Keuntungnnya dari bahan dasar P.E.G adalah mudah larut dalam cairan dalam rektum, dan tidak ada modifikasi titik lebur yang berarti tidak mudah meleleh pada penyimpanan suhu kamar. (Syamsuni, 2007)
Beberapa keuntungan PEG sebagai basis suppositoria adalah : a. Tidak mengiritasi atau merangsang. b. Dapat disimpan diluar lemari es. c. Tidak ada kesulitan dengan titik leburnya, jika dibanding oleum cacao. d. Tetap kontak dengan lapisan mokosa karena tidak meleleh pada suhu tubuh. (Syamsuni, 2007) Kerugian PEG sebagai basis suppositoria adalah : a. Menarik cairan dari jaringan tubuh setelah dimasukkan, sehingga terjadi rasa yang menyengat. Hal ini dapat diatasi dengan cara mencelupkan Suppositoria ke dalam air sebelum digunakan. Pada etiket Supositoria ini harus tertera petunjuk " Basahi dengan air sebelum digunakan " . b. Dapat
memperpanjang
waktu
disolusi
sehingga
menghambat pelepasan obat. (Syamsuni, 2007)
F. Basis Suppositoria
Sediaan supositoria ketika dimasukkan dalam lubang tubuh akan melebur, melarut dan terdispersi. Dalam hal ini, basis supositoria memainkan peranan penting. Maka dari itu basis supositoria harus memenuhi syarat utama, yaitu basis harus selalu padat dalam suhu ruangan dan akan melebur maupun melunak dengan mudah pada suhu tubuh sehingga zat aktif atau obat yang dikandungnya dapat melarut dan didispersikan merata kemudian menghasilkan efek terapi lokal maupun sistemik. Basis suppositoria yang ideal juga harus mempunyai beberapa sifat seperti berikut : a. Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi. b. Dapat bercampur dengan bermacam-macam obat. c. Stabil dalam penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna dan bau serta pemisahan obat. d. Kadar air mencukupi.
e. Untuk basis lemak, maka bilangan asam, bilangan iodium dan bilangan penyabunan harus diketahui jelas. (Syamsuni, 2007)
G. Persyaratan Basis Suppositoria
Beberapa persyaratan basis suppositoria adalah : a. Secara fisiologi netral (tidak menimbulkan rangsangan pada usus, hal ini dapat disebabkan oleh massa yang tidak fisiologis ataun tengik, terlalu keras, juga oleh kasarnya bahan obat yang diracik) b. Secara kimia netral (tidak tersatukan dengan bahan obat) c. Tanpa alotropisme (modifikasi yang tidak stabil) d. Interval yang rendah antara titik lebur dan titik beku (pembekuan dapat berlangsung cepat dalam cetakan, kontraksibilitas baik, mencegah pendinginan mendaak dalam cetakan) e. Interval yang rendah antara titik lebur mengalir denagn titik lebur jernih (ini dikarenakan untuk kemantapan bentuk dan daya penyimpanan, khususnya pada suhu tinggi sehingga tetap stabil). (Ansel, 1989)
H. Bahan Dasar Suppositoria
Beberapa
bahan
dasar
suppositoria
yang
umum
digunakan adalah : a. Lemak coklat
Lemak
coklat
merupakan
trigliserida
berwarna
kekuningan, memiliki bau yang khas dan bersifat polimorf (mempunyai banyak bentuk krital). Jika dipanaskan pada suhu sektiras 30°C akan mulai mencair dan biasanya meleleh sekitar 34°-35°C, sedangkan dibawah 30°C berupa massa semi padat, mengandung banyak kristal dari trigliserida padat dan merupakan bagian nyata dari cairan. Dan yang cair diikat dengan tenaga tegangan muka. Sering dilupakan dalam melelehkan lemak coklat terdapat kondisi pemanasan, karena
akan memperoleh hasil yang kurang menyenangkan dengan adanya modifikasi sifat fisika yang karakteristik dari lemak coklat. Jika pemanasannya tinggi, lemak coklat akan mencair sempurna seperti minyak dan kehilangan semua inti kristal yang stabil yang berguna untuk memadat kembali. Bila didinginkan dibawah 15°C akan mengkristal dalam bentuk kristal meta stabil. Maka pemanasan untuk lemak coklat sebaiknya dilakukan sampai cukup meleleh yang dapat dituang, tetap
mengandung
suppositoria
yang
inti
kristal
dibuat
dari
dengan
bentuk cara
stabil,
ini
dan
merupakan
suppositoria yang stabil. Untuk meninggikan titik lebur lemak coklat digunakan cera atau tetaceum. Penambahan cera flava tidak boleh dari 6 % sebab akan memperoleh campuran yang mempunyai titik lebur diatas 37°C dan jangan kurang dari 4 % karena akan memperoleh titik lebur yang lebih rendah dari titik lebur lemak coklat (<33°C). Jika obatnya merupakan larutan dalam air perlu diperhatikan bahwa lemak coklat hanya menyerap sedikit air. Penambahan cera flava dapat menaikkan daya serap lemak coklat terhadap air. Pada pengisian massa suppositoria ke dalam cetakan, lemak coklat cepat membeku dan pada pendinginan terjadi susut volume hingga terjadi lubang diatas massa, maka pada pengisian cetakan harus diisi lebih, baru setelah dingin kelebihan dipotong. (Anief, 2006) Keuntungan oleum cacao adalah : 1. Dapat melebur pada suhu tubuh. 2. Dapat memadat pada suhu kamar. (Anief, 2006) Kerugian oleum cacao adalah : 1. Tidak dapat bercampur dengan cairan sekresi (cairan pengeluaran). 2. Titik leburnya tidak menentu, kadang naik dan kadang turun apabila ditambahkan dengan bahan tertentu. 3. Meleleh pada udara yang panas. (Anief, 2006)
b. P.E.G
P.E.G
adalah
Polyaethylenglycolum
merupakan
polimerisasi etilenglikol dengan berat molekul 300 – 6000. P.E.G dibawah 1000 adalah cair sedangkan diatas 1000 adalah padat lunak seperti malam. Keuntungnnya dari bahan dasar P.E.G adalah mudah larut dalam cairan dalam rektum, dan tidak ada modifikasi titik lebur yang berarti tidak mudah meleleh pada penyimpanan suhu kamar. (Syamsuni, 2007) Beberapa keuntungan PEG sebagai basis suppositoria adalah : 1. Tidak mengiritasi atau merangsang. 2. Dapat disimpan diluar lemari es. 3. Tidak ada kesulitan dengan titik leburnya, jika dibanding oleum cacao. 4. Tetap kontak dengan lapisan mokosa karena tidak meleleh pada suhu tubuh. (Syamsuni, 2007) Kerugian PEG sebagai basis suppositoria adalah : 1. Menarik cairan dari jaringan tubuh setelah dimasukkan, sehingga terjadi rasa yang menyengat. Hal ini dapat diatasi dengan cara mencelupkan Suppositoria ke dalam air sebelum digunakan. Pada etiket Supositoria ini harus tertera petunjuk " Basahi dengan air sebelum digunakan " . 2. Dapat memperpanjang waktu disolusi sehingga menghambat pelepasan obat. (Syamsuni, 2007) c. Gelatin
Dapat digunakan sebagai bahan dasar suppositoria vaginal, tidak melebur pada suhu tubuh, tetapi melarut dalam cairan sekresi tubuh. Diharapkan memberikan efek cukup lama, lebih lambat melunak, dan lebih mudah tercampur dengan cairan tubuh dibandingkan oleum cacao. (Ansel, 1989)
I. Faktor-faktor yang mempengaruhi absobsi obat per rektal
Rektum mengandung sedikit cairan dengan PH 7,2 dan kapasitas dapar rendah. Epitel rektum sifatnya berlipoid (berlemak) maka diutamakan permeabel terhadap obat yang tidak terionisasi (obat yang mudah larut lemak). (Anief, 2006)
J. Nilai Tukar
Pada pembuatan supositoria menggunakan cetakan, volume supositoria harus tetap. Tetapi, bobotnya beragam tergantung pada jumlah dan bobot jenis yang dapat diabaikan, misalnya ekstrak belladonea dan garam alkaloid. Nilai tukar dimaksudkan untuk mengetahui bobot minyak cokelat yang mempunyai volume yang sama dengan 1 gram obat.
Nama Obat
Nilai tukar ol cacao per 1g
Acidum boricum
0.65
Garam alkaloid
0.7
Bismuth subgallas
0.37
Ichtam molum
0.72
Tanninum
0.68
Aethylis aminobenzoas
0.68
Aminoplhylinum
0.86
Bismuth subnitras
0.20
Sulfonamidum
0.60
Zinci oxydum
0.25
Dalam praktik, nilai tukar beberapa obat adalah 0,7 kecuali untuk garam bismuth dan zink oksida. Untuk larutan nilai tukarnya dianggap satu. Jika suppositoria mengandung obat atau zat padat yang banyak, pengisisan pada cetakan berkurang dan jika dipenuhi dengan campuran massa, akan diperoleh jumlah obat yang melebihi dosis. Oleh sebab itu, untuk membuat supositoria
yang
sesuai
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan perhitungan nilai tukar. (Syamsuni, 2005).
cara
K. Metode Pembuatan Suppositoria
Pembuatan supositoria secara umum yaitu bahan dasar supositoria yang digunakan dipilih agar meleleh pada suhu tubuh atau dapat larut dalam bahan dasar, jika perlu dipanaskan. Jika obat sukar larut dalam bahan dasar, harus dibuat serbuk halus. Setelah campuran obat dan bahan dasar meleleh atau mencair, tuangkan ke dalam cetakan supositoria kemudian didinginkan. Tujuan dibuat serbuk halus untuk membantu homogenitas zat aktif dengan bahan dasar. (Ansel, 1989) Cetakan suppositoria terbuat dari besi yang dilapisi nikel atau logam lainnya, namun ada juga yang terbuat dari plastik. Cetakan
ini
mudah
dibuka
secara
longitudinal
untuk
mengeluarkan supositoria. Untuk mengatasi massa yang hilang karena melekat pada cetakan, supositoria harus dibuat berlebih (±10%), dan sebelum digunakan cetakan harus dibasahi lebih dahulu dengan parafin cair atau minyak lemak, atau spiritus sapotanus (Soft Soap liniment ) agar sediaan tidak melekat pada cetakan. Namun, spiritus sapotanus tidak boleh digunakan untuk supositoria yang mengandung garam logam karena akan bereaksi dengan sabunnya dan sebagai pengganti digunakan oleum recini dalam etanol. Khusus supositoria dengan bahan dasar PEG dan Tween bahan pelicin cetakan tidak diperlukan, karena bahan dasar tersebut dapat mengerut sehingga mudah dilepas dari cetakan pada proses pendinginan. (Ansel, 1989) Beberapa metode pembuatan suppositoria diantaranya adalah : a. Metode dengan tangan
Yaitu dengan cara menggulung basis suppositoria yang telah dicampur homogen dan mengandung zat aktif, menjadi bentuk yang dikehendaki. Mula-mula basis diiris, kemudian diaduk dengan bahan-bahan aktif dengan menggunakan mortir dan stamper, sampai diperoleh massa akhir yang homogen dan mudah dibentuk. Kemudian massa digulung menjadi suatu batang silinder
dengan garis tengah dan panjang yang
dikehendaki. Amilum atau talk dapat mencegah pelekatan pada tangan. Batang silinder dipotong dan salah satu ujungnya diruncingkan. (Ansel, 1989) b. Metode dengan mencetak kompresi
Hal ini dilakukan dengan mengempa parutan massa dingin menjadi suatu bentuk yang dikehendaki. Suatu roda tangan berputar menekan suatu piston pada massa suppositoria yang diisikan dalam silinder, sehingga massa terdorong kedalam cetakan. (Ansel, 1989) c. Metode dengan mencetak tuang
Pertama-tama bahan basis dilelehkan, sebaiknya diatas penangas air atau penangas uap untuk menghindari pemanasan setempat
yang
berlebihan,
kemudian
bahan-bahan
aktif
diemulsikan atau disuspensikan kedalamnya. Akhirnya massa dituang kedalam cetakan logam yang telah didinginkan, yang umumnya dilapisi krom atau nikel. (Ansel, 1989)
L. Evaluasi Sediaan Suppositoria
Beberapa evaluasi sediaan suppositoria adalah : a. Uji Organoleptis
Diamati bentuk, warna, dan bau. Bentuk suppositoria juga perlu diperhatikan karena jika dari bentuknya tidak seperti sediaan suppositoria pada umunya, maka seseorang yang tidak tahu akan mengira bahwa sediaan tersebut bukanlah obat. Untuk itu, bentuk juga sangat mendukung karena akan memberikan keyakinan pada pasien bahwa sediaa tersebut adalah suppositoria. Selain itu, suppositoria merupakan sediaan padat yang mempunyai bentuk torpedo. (Syamsuni, 2007) b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah bahan aktif dapat tercampur rata dengan bahan dasar suppo atau
tidak,
jika
tidak
dapat
tercampur
maka
akan
mempengaruhi proses absorbsi dalam tubuh. Obat yang terlepas akan
memberikan
terapi
yang
berbeda.
Cara
menguji
homogenitas yaitu dengan cara mengambil 3 titik bagian suppo (atas – tengah - bawah atau kanan – tengah - kiri) masingmasing bagian diletakkan pada kaca objek kemudian diamati dibawah mikroskop, cara selanjutnya dengan menguji kadarnya dapat dilakukan dengan cara titrasi. (Syamsuni, 2007) c. Uji Waktu Hancur
Uji waktu hancur ini dilakukan untuk mengetahui berapa lama sediaan tersebut dapat hancur dalam tubuh. Cara uji waktu hancur dengan dimasukkan dalam air yang di set sama dengan suhu tubuh manusia, kemudian pada sediaan yang berbahan dasar PEG 1000 waktu hancurnya ±15 menit, sedangkan untuk oleum cacao dingin 3 menit. Jika melebihi syarat diatas maka sediaan tersebut belum memenuhi syarat untuk digunakan dalam tubuh. Mengapa menggunakan media air ? dikarenakan sebagian besar tubuh manusia mengandung cairan. (Syamsuni, 2007) d. Keseragaman Bobot
Keseragaman
bobot
dilakukan
untuk
mengetahui
apakah bobot tiap sediaan sudah sama atau belum, jika belum maka perlu dicatat. Keseragaman bobot akan mempengaruhi terhadap kemurnian suatu sediaan karena dikhawatirkan zat lain yang ikut tercampur. Caranya dengan ditimbang saksama 10 suppositoria, satu persatu kemudian dihitung berat rataratanya. Dari hasil penetapan kadar , yang diperoleh dalam masing-masing monografi, hitung jumlah zat aktif dari masingmasing 10 suppositoria dengan anggapan zat aktif terdistribusi homogen. Jika terdapat sediaan yang beratnya melebihi ratarata maka suppositoria tersebut tidak memenuhi syarat dalam keseragaman bobot. Karena keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui kandungan yang terdapat dalam masingmasing suppositoria tersebut sama dan dapat memberikan efek terapi yang sama pula. (Syamsuni, 2007)
e. Uji Titik Lebur
Uji ini dilakukan sebagai simulasi untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan sediaan supositoria yang dibuat melebur dalam tubuh. Dilakukan dengan cara menyiapkan air dengan suhu ± 37°C. Kemudian dimasukkan supositoria ke dalam air dan diamati waktu leburnya. Untuk basis oleum cacao dingin persyaratan leburnya adalah 3 menit, sedangkan untuk PEG 1000 adalah 15 menit. (Syamsuni, 2007) f.
Kerapuhan
Supositoria sebaiknya jangan terlalu lembek maupun terlalu keras yang menjadikannya sukar meleleh. Untuk uji kerapuhan dapat digunakan uji elastisitas. Supositoria dipotong horizontal. Kemudian ditandai kedua titik pengukuran melalui bagian yang melebar, dengan jarak tidak kurang dari 50% dari lebar bahan yang datar, kemudian diberi beban seberat 20 N (lebih kurang 2 kg) dengan cara menggerakkan jari atau batang yang dimasukkan ke dalam tabung. (Syamsuni, 2007)
M. Pengemasan Suppositoria
Beberapa cara pengemasan suppositora adalah : a. Suppositoria gliserin dan suppositoria gelatin gliserin umumnya dikemas dalam wadah gelas ditutup rapat supaya mencegah perubahan kelembapan dalam isi supositoria. b. Suppositoria yang diolah dengan basis oleum cacao biasanya dibungkus terpisah-pisah atau dipisahkan satu sama lain pada celah-celah dalam kotak untuk mencegah perekatan. c. Suppositoria dengan kandungan obat yang sedikit lebih pekat biasnya dibungkus satu per satu dalam bahan tidak tembus cahaya seperti lembaran metal (alumunium foil). (Ansel, 1989)
N. Penyimpanan Suppositoria
Beberapa cara penyimpanan suppositoria adalah dalam wadah tertutup baik dan pada suhu yang berkisar 2°C - 8°C serta terlindung dari cahaya.
O. Cara Penggunaan Suppositoria
Cara penggunaan suppositoria adalah sebagai berikut : a. Cuci tangan anda sampai bersih dengan air sabun. b. Keluarkan supositoria dari kemasan dan basahi sedikit dengan air bersih. c. Bila supositoria terlalu lembek, maka dinginkan lebih dahulu dalam lemari es selama 30 menit, atau rendam dalam air dingin sebelum membuka kemasan. d. Atur posisi tubuh anak berbaring menyamping dengan kaki bagian bawah diluruskan, sementara kaki bagian atas ditekuk ke arah perut e. Angkat bagian atas dubur untuk menjangkau daerah anus. f.
Masukan supositoria, ditekan dan ditahan dengan jari telunjuk sampai betul betul masuk ke bagian otot sfinkter rektum (sekitar 0,5 – 1 inci dari lubang dubur). Jika tidak dimasukan sampai bagian otot sfinkter, supositoria akan terdorong keluar lagi dari lubang dubur
g. Tahan
posisi
tubuh
anak
agar
tetap
berbaring
menyamping dengan kedua kaki menutup selama kurang lebih 5 menit untuk menghindari supositoria terdorong keluar.
(http://dokteranakku.net/articles/2012/10/cara-
pemakaian-supositoria-yang-benar.html)