PORTOFOLIO DEPARTEMEN BEDAH MULUT
PEMERIKSAAN KLINIS TMJ
OLEH: ENDY WIRA PRADANA 130070400011024
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS UNIVERSITAS BRAWIJAYA BRAWIJAYA MALANG 2018
Pemeriksaan Klinis TMJ Temporomandibular Joint (TMJ) merupakan suatu persendian yang komplek pada kepala manusia. Temporomandibular joint (TMJ) adalah bagian dari sistem stomatognatik yang terdiri dari beberapa struktur internal dan eksternal, mampu melakukan gerakan kompleks, seperti mengunyah, menelan dan fonasi Gerakan-gerakan ini sangat bergantung pada fungsi, kesehatan dan stabilitas sendi untuk bekerja dengan benar. 3 Temporomandibular Joint (TMJ) dibentuk oleh condyl mandibula yang masuk ke dalam fossa mandibula dari tulang temporal. Dua tulang ini dipisahkan oleh discus artikularis. TMJ memiliki beberapa komponen. Komponen aktif terdiri dari m. Masseter, m. Temporalis, m. Pterygoideus medialis, m. Pterygoideus lateralis. Komponen pasif terdiri dari fossa mandibularis, condyle mandibula, articular eminence, ligamen dan discus articularis. 11
Gambar Anatomis sistem pengunyahan
Lateral view. B, Gambar menunjukkan komponen anatomi. ACL anatomi. ACL,, Anterior capsular ligament (collagenous); AS (collagenous); AS,, articular surface; IC, inferior joint cavity; ILP, inferior lateral pterygoid muscles; IRL, IRL, inferior retrodiscal lamina (collagenous); RT , retrodiscal tissues; SC , superior joint cavity; SLP , superior lateral pterygoid muscles; SRL, SRL, superior retrodiscal lamina (elastic).
Gangguan temporomandibular (TMD) adalah istilah kolektif yang digunakan untuk gangguan struktural dan fungsional yang terkait dengan sendi temporomandibular, otot pengunyahan, atau keduanya. Ini juga dikenal sebagai gangguan disfungsi nyeri temporomandibular. TMD dianggap sebagai kelompok gangguan sendi dan otot di daerah orofasial yang ditandai terutama oleh nyeri wajah, nyeri otot saat palpasi, nyeri saat gerakan rahang, pengurangan gerakan mandibula, sakit kepala dan suara sendi yang abnormal. 3
TMD merupakan penyebab utama nyeri nondental di daerah orofasial. Studi berbasis populasi menunjukkan bahwa TMD mempengaruhi 10% hingga 15% orang dewasa, tetapi hanya 5% mencari pengobatan. Insiden terbanyak TMD mengenai dari usia 20 hingga 40 tahun; itu dua kali lebih umum pada wanita dibandingkan pada pria. 11
Etiologi TMD adalah multifaktorial dan mencakup pemicu biologis, lingkungan, sosial, emosional, dan kognitif. Faktor yang secara k onsisten terkait dengan TMD termasuk kondisi nyeri lain (misalnya, sakit kepala kronis), fibromyalgia, gangguan autoimun, sleep apnea, dan penyakit psikiatrik. 11
TMD diklasifikasikan sebagai berikut :
10
A . Derang ement of the condyle-dis c complex 1. Disc displacements 2. Disc dislocation with reduction 3. Disc dislocation without reduction
B . S tructural incompatibility of the articular s urfaces 1. Deviation in form a. Disc b. Condyle c. Fossa 2. Adhesions a. Disc to condyle b. Disc to fossa 3. Subluxation (hypermobility) 4. Spontaneous dislocation
C . Inflammatory dis orders of the TMJ 1. Synovitis/capsulitis 2. Retrodiscitis 3. Arthritides a. Osteoarthritis
b. Osteoarthrosis c. Polyarthritides 4. Inflammatory disorders of associated structures a. Temporal tendonitis b. Stylomandibular ligament inflammation
Pemeriksaan Klinis A. Observasi Setelah mendapatkan informasi dari anamnesa, maka dilakukan pemeriksaan klinis. Sehubungan dengan observasi, operator seharusnya mencatat kekurangan bentuk secara umum, prominen otot-otot wajah dan leher, ukuran dan bentuk mandibula, kesimetrisan dan suhu kulit serta warna. Struktur oral seperti gigi, gingiva,frenulum, lidah, palatum lunak dan keras, amandel, dan uvula harus divisualisasikan dan diperiksa apabila ada kelainan. Struktur ekstra-oral yang relevan seperti arteri, vena, kelenjar getah bening, serta kelenjar parotid dan kelenjar submandibular harus diperiksa bila dianggap perlu. 12
Pemeriksaan asimetris wajah
B. Palpasi Otot Otot yang sehat tidak menimbulkan sensasi ketidaknyamanan atau rasa sakit saat dipalpasi. Deformasi dari jaringan otot yang terganggu dengan palpasi dapat menimbulkan sakit. Oleh karena itu jika pasien melaporkan ketidaknyamanan selama palpasi otot tertentu, bisa disimpulkan bahwa jaringan otot telah dikaitkan dengan trauma atau kelelahan. Nyeri bersifat subjektif dan dirasakan serta diungkapkan dengan sangat berbeda dari pasien ke pasien. Namun tingkat ketidaknyamanan bisa menjadi penting untuk mengenali masalah nyeri pasien, juga metode yang sangat baik untuk mengevaluasi efek perawatan. Oleh karena itu upaya dilakukan tidak hanya mengidentifikasi otot yang terkena tetapi juga untuk
mengklasifikasikan tingkat rasa sakit di masing-masing. Ketika otot dipalpasi,respons pasien ditempatkan di salah satu empat kategori. Angka nol (0) dicatat ketika otot dipalpasi dan tidak ada rasa sakit atau ketidaknyamanan dilaporkan oleh pasien. Angka 1 dicatat jika pasien merespon bahwa palpasi tidak nyaman (nyeri). Kategori angka 2 dicatat jika pasien mengalami ketidaknyamanan atau rasa sakit yang pasti. Angka 3 dicatat jika pasien menunjukkan tindakan mengelak atau mata menangis atau menyatakan keinginan untuk tidak memiliki daerah yang dipalpasi lagi. 10
Temporalis Otot temporalis dibagi menjadi tiga bidang fungsional oleh karena itu masing-masing daerah dipalpasi. Anterior, middle dan posterior. Daerah anterior dipalpasi di atas zygomatic arc dan anterior TMJ .Daerah tengah teraba langsung di atas TMJ dan lebih superior dari zigomatik arc. Daerah posterior dipalpasi di atas dan di belakang telinga. Pada saat penempatan jari pasien diminta untuk mengatupkan gigi. Temporalis akan berkontraksi, dan dapat dirasakan di bawah ujung jari. Posisi yang mudah untuk melakukan palpasi adalah berada di belakang pasien dan gunakan tangan kanan dan kiri untuk meraba masing-masing daerah otot secara bersamaan. Selama palpasi setiap area pasien ditanya apakah sakit atau tidak dan responsnya diklasifikasikan sebagai 0, 1, 2, atau 3. Tekanan palpasi kira-kira 1kg
10
Pemeriksaan Klinis Otot Temporalis. A. Anterior B.
Gambar m Temporalis.
Medial C. Posterior
1. Anterior 2. Medial 3. Posterior
Masseter Masseter dipalpasi secara bilateral pada superior dan inferiornya. Pertama, jari ditempatkan pada setiap zygomatic arc lalu lebih anterior dari TMJ. Otot seperti temporalis dan masseter dapat dipalpasi dalam keadaan rileks dan di bawah beban (dengan meminta pasien
membuka mulut atau dengan mengatupkan). Minta pasien mengatup dan rabalah.(PT). Tekanan palpasi kira-kira 1kg. 10
Pemeriksaan Klinis Otot Masseter A. Superior B.
Gambar m. masseter
Inferior
Sternokleidomastoideus Meskipun SCM tidak berfungsi secara langsung dalam menggerakkan mandibula,itu disebutkan secara khusus karena sering menjadi simtomatik dengan TMD dan itu mudah teraba. Palpasi dilakukan secara bilateral di dekat tempat insersinya pada permukaan luar fossa mastoid, di belakang telinga. Seluruh otot dipalpasi, sampai ke dekat klavikula. 10
Pemeriksaan Klinis Otot Sternocleidomastoideus A. Palpasi
Gambar m.Sternocleidomastoideus
m.Sternocleidomastoideus B. Palpasi hingga klavikula
Pterygoid Lateral Otot pterygoid lateral membentang dari sisi lateral lateral pterygoid plate ke kondilus. Secara perlahan telusuri secara superior, posterior dan medial di dalam ruang antara gigi dan pipi. Mengalihkan mandibula dari sisi ke sisi dapat memungkinkan untuk lebih baik akses ke otot pterygoid lateral. Menginstruksikan pasien untuk membuka mulut juga bisa membawa otot secara inferior ke arah jari Anda untuk palpasi yang lebih mudah. 8
Pemeriksaan klinis Otot Pterygoid Lateral
Pterygoid Medial Melewati medial bawah lateral pterygoideus plate untuk meraba pterygoideus medialis. Jika ada refleks muntah, itu karena jari terlalu posterior.8
Pemeriksaan klinis Otot Pterygoid Medial
Temporomandibular Joint (TMJ) Untuk memeriksa TMJ, tempatkan ujung jari pada aspek lateral dari kedua sendi secara bersama. Pasien diminta untuk membuka menutup mulut beberapa kali. Pasien diminta untuk melaporkan apa yang dirasakan. Tekanan palpasi kira-kira 0,5kg. 10 Lakukan palpasi pada kondilus. Daerah anterior, tengah dan posterior dari ruang sendi temporomandibular eksternal harus dipalpasi secara independen. Daerah anterior berada di atas lengkungan zigomatik dan anterior ke TMJ. Daerah tengah dipalpasi langsung di atas TMJ dan lebih superior dari lengkungan zygomatic. Daerah posterior dipalpasi di atas dan di belakang telinga dan di meatus auditori eksternal.
TMJ A. Menutup mulut B. Membuka mulut C. Palpasi aspek posterior sendi
Gangguan TMJ ini dibagi menjadi dua tipe, yaitu pembatasan pergerakan sendi dan suara sendi. Pemeriksaan untuk suara sendi disebut auskultasi . Pembatasan gerak biasanya diperiksa dengan dilakukan sebuah pengukuran. Pasien diminta untuk membuka mulut sampai rasa sakit dirasakan pertama kali. Pada titik ini jarak antara incisal edge dari gigi anterior maksila mandibula diukur. Pengukuran ini disebut the maximum comfortable mouth opening. Pasien kemudian diminta untuk membuka selebar mungkin bahkan hingga terasa rasa sakit. Pengukuran ini disebut the maximum mouth opening. Jarak normal pembukaan mulut adalah 40-55mm. 10
A. Maximum comfortable mouth opening B. maximum mouth opening
Jika pembukaan mulut terbatas, akan sangat membantu untuk dilakukan uji "end feel." End feel menggambarkan karakteristik pembatasan yang membatasi jangkauan penuh dari gerakan sendi. End feel dapat dievaluasi dengan meletakkan jari di antara gigi bagian atas dan bawah pasien dan dengan gerakan lembut tapi stabil memaksa secara pasif untuk menambah jarak interinsisal . Jika end feel terasa "soft",Pembukaan mulut dapat ditambah tetapi harus dilakukan perlahan. Soft end feel menunjukkan muscleinduced restriction. Jika tidak ada peningkatan dalam pembukaan, end feel dapat dikatakan "hard." Hard end feel besar kemungkinan terkait dengan intracapsular. 10
Pemeriksaan End Feel
Pengukuran selanjutnya adalah meminta pasien untuk menggerakan mandibula nya ke lateral. Lalu dicatat berapa pergeserannya. Jika kurang dari 8mm berarti terdapat pembatasan gerak sendi. Pasien juga diminta untuk gerakan protrusi dan retrusi, lalu catat berapa pergeserannya. 10
Pemeriksaan pergerakan lateral
Pemeriksaan protrusi dan retrusi mandibula
Pada observasi juga dilihat adanya kelainan gerakan yaitu deviasi dan defleksi. Deviasi mandibula adalah gerakan menjauh dari garis tengah diikuti oleh kembali ke pusat dan sering digambarkan sebagai pola "C" atau "S". 8 Deviasi biasanya disebabkan oleh gangguan diskus di salah satu atau kedua sendi dan merupakan hasil dari gerakan condylar yang diperlukan untuk melewati disk selama translasi. Setelah condyle telah mengatasi gangguan ini, gerakan condyle kembali garis tengah. 10 Jika deviasi terjadi dengan rentang pembukaan gerak terbatas pada 35mm atau kurang dan jika kecepatan pembukaan mengubah lokasi dan pola deviasi, masalah biasanya intraartikular. Deviasi intraartikular umumnya terkait dengan joint noise. Defleksi mandibula adalah gerakan menjauh dari garis tengah selama pembukaan tanpa kembali ke pusat selama gerakan. ROM protrusif dapat membantu membedakan intraartikular dibandingkan otot penyebab defleksi. Gerakan Ipsilateral biasanya akan terjadi jika blok intraartikular terjadi. 8
A. Deviasi B. Defleksi
C. Auskultasi Suara sendi biasanya berupa clicking atau krepitasi. Clicking
adalah suara tunggal dan
berdurasi pendek. Jika suaranya keras, terkadang akan disebut pop. Krepitasi adalah sebuah suara multipel menyerupai kerikil digambarkan seperti kasar dan mengkeretak. Krepitasi umumnya dihubungkan dengan kasus osteoartritis dari permukaan sendi artikular.10 Adanya suara sendi selama pembukaan mulut dan pergerakan mandibula dapat berguna dalam diagnosis inkoordinasi disk-kondilus. Ini diyakini klinis dengan cara permeriksaan manual atau dengan menggunakan stetoskop sangat memungkinkan dalam deteksi suara artikular. Kliking yang terjadi pada awal fase membuka mulut menunjukkan dislokasi diskus anterior ringan, sementara clicking yang terjadi atau timbul lebih lambat berkaitan dengan kelainan meniskus. 10
Pemeriksaan joint sound dengan stetoskop
Clicking dapat terjadi pada saat membuka, menutup atau keduanya. Reciprocal clicking (clicking pada saat membuka dan menutup) biasanya dihubungkan dengan anterior disc displacement with reduction. Clicking di sendi mungkin karena otot atau ligamen dan jika asimptomatik tidak dibutuhkan indikasi perawatan. Ini dapat ditandai adanya microtrauma atau muscular imbalance. Crepitus dapat menunjukkan masalah degeneratif seperti kerusakan diskus (misalnya perforasi), osteoarthritis, dan pada beberapa tahap akhir kasus "bone on bone" grinding. Locking adalah kemampuan terbatas untuk membuka atau menutup mulut. Ini bisa disebabkan oleh tulang, diskus, otot, ligamen, kapsuler, atau penyebab patologis lainnya. Obstruksi mekanis umumnya menyebabkan dagu menyimpang atau membelok ke sisi obstruksi.8
Gambaran gangguan pergerakan tmj
Pemeriksaan TMJ berkaitan pada Intraoral. A. Oklusi Oklusi gigi sangat penting untuk stabilitas sistem craniomandibular, meliputi gigi, otot pengunyah dan TMJ. Maloklusi mungkin membuat sistem tidak stabil dan bertindak sebagai inisiator, faktor predisposisi dalam TMD. Sebagai kejadian kontak prematur lebih tinggi pada pasien TMD dibandingkan pada yang sehat, yang dapat mengakibatkan perpindahan kondilus, berpotensi menyebabkan perubahan pada struktur TMJ karena gesekan, peningkatan tekanan intra-artikular, ketegangan otot dan asimetri bilateral dalam gaya oklusal. 12 Gigitan terbuka anterior skeletal dan dental telah dicatat pada pasien dengan nyeri myofascial dan internal derangement, karena ditemukan bahwa 96% dari sekelompok individu yang terdapat open bite anterior memiliki anterior disc displacement without reduction.12
Contoh gambar kondisi gigitan terbuka Unilateral posterior crossbite telah ditemukan pada pasien yang terkena TMD dan bilateral posterior crossbite telah dilaporkan sebagai kemungkinan penyebab disfungsi. Diagnosis disc displacement, dan tanda-tanda serta gejala TMD, seperti nyeri otot, clicking, dan sakit kepala, dikaitkan dengan crossbite posterior, ini memperlihatkan hubungan sebab akibat antara maloklusi dengan TMD. Hubungan positif antara crossbite posterior unilateral sebagai maloklusi ini dapat menyebabkan deviasi mandibula dan disertai dengan tekanan berlebihan, kekuatan lateral bisa menjadi penyebab TMD. 12 Michelotti et al, 2016 melakukan sebuah penelitian yang menunjukkan hubungan yang signifikan antara cross-bite posterior unilateral dan clicking TMJ pada 10 tahun follow-up. Insiden clicking TMJ adalah 38%. 6
Contoh gambar kondisi unilateral posterior crossbite Overjet sama dengan atau lebih besar dari 4 mm lebih berprevalensi dalam kelompok pasien symptomatic dibandingkan dengan asimptomatik. Subyek menunjukkan overjet 5 mm dan 6-7 mm memiliki risiko lebih besar untuk pengembangan TMD dengan diagnosis spesifik disc displacement with reduction dan mialgia. Namun, maloklusi ini tidak ditemukan menjadi lazim dalam jumlah populasi besar dengan gejala TMD. Kehadiran overjet lebih dari 4 mm menunjukkan risiko 7,7 kali lebih besar untuk perkembangan nyeri intra-artikular dan diskus artikular displacement. Temuan serupa dilaporkan oleh Chiappe et al. yang melaporkan bahwa individu dengan overjet lebih dari 5 mm memiliki dua kali kesempatan memiliki disc displacement with reduction dari orang yang tidak maloklusi. Ini mungkin disebabkan oleh tidak adanya oklusi segera pada gigi atas anterior selama gerakan protrusif, mengarah untuk kemungkinan gangguan oklusal posterior, yang bisa mengirimkan kekuatan ke TMJ dan juga menyebabkan gangguan fungsi otot. Sebaliknya,gejala seperti nyeri, sakit kepala, ketidaknyamanan
atau disfungsi sendi temporomandibular dan
ketidaknyamanan atau disfungsi telinga serta tanda-tanda ketidaknyamanan pada palpasi otot pterygoideus dan TMJ sering disertai overbite 2 mm. 12 Pada kasus deepbite (gigitan dalam) ini gigi geligi pada rahang atas menutupi gigi geligi pada rahang bawah. Akibatnya, gigitan menjadi tidak normal dan mempengaruhi posisi kondilus. 4
Contoh gambar kondisi deep bite dan overjet besar
B. Kehilangan Gigi Hilangnya dukungan posterior dianggap sebagai salah satu dari beberapa faktor gigi sebagai penyebab TMD. Lima atau lebih gigi posterior yang hilang untuk peningkatan risiko yang signifikan bagi seorang individu untuk memiliki TMD, terutama osteoarthritis. Meskipun demikian temuan penulis membahas pentingnya ketidak adanya gigi sebagai faktor risiko, yang menunjukkan bahwa efek telah dilaporkan sangat sedikit atau nol kejadian disfungsi. Sejumlah gigi dan edentulous dikaitkan dengan maksimum pembatasan jarak interincisal, nyeri TMJ pada palpasi dan nyeri otot pengunyahan pada palpasi.Ini juga disepakati oleh Dulcic et al. melaporkan bahwa pasien dengan kehilangan gigi yang lebih besar di area pendukung lebih banyak ada myofascitis dari otot pterygoid lateral, capsulitis, dan partial anterolateral disc displacement, yang dapat mempercepat pengembangan penyakit degeneratif TMJ.12 Hilangnya satu gigi geraham saja pada rahang bawah misalnya, akan membuat posisi gigi geraham pada rahang yang berlawanan menjadi turun dan sebaliknya. DI smping itu, gigi yang berada dis eelah kiri dan kanan geraham yang hilang tersebut miring ke arah ruang kosong. Akibatnya, gigitan menjadi tidak benar (maloklusi). 4
Gambar kondisi pergerakan gigi akbat kehilangan satu gigi Hal yang sering terjadi pada pasien yang kehilangan gigi posterior adalah terdapatnya perbedaan posisi salah satu atau kedua processus condylaris sendi temporomandibular ketika beroklusi. Kepala processus condylaris bisa saja mengalami penekanan terlalu keras terhadap fossa glenoidalis dan menyebabkan kartilago discus articularis rusak. Kemudian akan menarik ligamen terlalu kuat. Hal ini menunjukkan bila oklusi terlalu kuat, akan menyebabkan gangguan pada kedua sendi rahang. Menurut penelitian sebelumnya penyebab gangguan sendi temporomandibular sendiri adalah multifaktorial. Salah satu faktornya adalah oklusi yang tidak tepat. Bisa diartikan gangguan sendi temoporomandibular bukan hanya disebabkan oleh hilangnya gigi posterior yang mengakibatkan tidak adanya kontak oklusal dan dimensi vertikal. Sedangkan kehilangan
gigi
posterior
temporomandibular. 14
bilateral
free
end
26 sampel (63,4%) dengan kondisi mengalami
clicking
pada
sendi
C. Poor Dental Work Perawatan gigi yang kurang baik juga dapat memicu terjadinya TMD. Contohnya adalah restorasi gigi yang terlalu tinggi atau rendah, atau tidak memenuhi kurva bidang oklusal yang benar. Ini mengakibatkan kontak gigi yang
tidak ideal. 4 Kontak oklusal prematur
merupakan kemungkinan penyebab sakit kepala, nyeri wajah, dan TMD, mempengaruhi fungsi mengunyah dan menyebabkan asimetri sistem stomatognatik. Gangguan ini dapat menjadi konsekuensi sekunder perubahan posisi oklusal karena nyeri sendi dan otot,menyebabkan deviasi tekanan mandibula dan berlebihan di wilayah sendi dan bilamellar. Pada fase pertumbuhan, interferensi oklusal dapat memperburuk gejala karena deviasi fungsi mandibula serta perubahan periodontal karena rasa sakit. Perubahan fungsional ini antara lengkung gigi mungkin memiliki konsekuensi negatif neuromuskular untuk struktur kepala dan leher, memicu perkembangan TMD, dengan dampak negatif pada kualitas hidup. 5
Contoh pembuatan gigi tiruan dengan kurva bidang oklusal yang tidak benar
D. Perubahan Bentuk dan Kondisi Gigi Pemeriksaan pada intraoral juga dilakukan pada kondisi setiap gigi apakah ada kelainan atau tidak. Misalnya dilihat apakah ada keausan pada bentuk gigi. Keausan pada gigi disebabkan karena berbagai hal. Disebut erosi kalau penyebabnya sering mengonsumsi minuman bersoda, cuka dan sejenisnya. Disebut abrasi apabila penggunaan sikat gigi yang salah. Atrisi yaitu gigi aus karena pemakaian. Kebiasaan bruxism dapat mengakibatkan keausan gigi, gigi goyang, hipersensitifitas, gigi retak, sakit pada gusi, gangguan pengunyahan, nyeri pada otot temporalis, atau pembesaran otot pengunyahan. Oleh sebab itu, dokter gigi harus memeriksa apakah ada kelainan bentuk pada gigi yang dimungkinkan berpotensi adanya TMD. Gigi yang crowding juga menyebabkan oklusi menjadi tidak ideal. Beban kunyah tidak merata dan memungkinkan adanya TMD. 4 Diagnosis gigi permanen
yang impaksi sangat mudah,melibatkan pemeriksaan klinis yang mengungkapkan tidak adanya gigi dalam posisi normal dikombinasikan dengan penilaian radiografi yang menunjukkan posisi gigi yang belum erupsi. Ketika banyak atau jarang gigi impaksi yang terkena ditemukan, ahli bedah harus mengevaluasi untuk yang mendasarinya penyebab sistemik.Penilaian radiografi gigi yang terkena, memiliki dampak pentingdalam persiapan untuk perawatan bedah atau ortodontik. Hal yang sering muncul pada gigi impaksi adalah gejala trismus dan asimetri wajah. 7
Gambaran klinis kondisi bruxism dan crowding Pemeriksaan Pada Ankilosis Ankilosis dapat diklasifikasikan menurut lokasinya (intra-artikular vs ekstra-artikular), jenis jaringan yang terlibat (bony, fibrous, atau campuran), dan tingkat fusi (lengkap vs.tidak lengkap). True ankilosis disebabkan oleh fusi fibrous atau tulang dari struktur yang terkandung dalam kapsul TMJ dan, dalam kondisi yang paling parah, ditandai oleh penyatuan tulang kondilus ke fossa glenoid. True ankylosis lebih lanjut diklasifikasikan menjadi subtipe tergantung pada anatomi memposisikan kondilus dan sejauh mana menjembatani tulang. True ankylosis terutama terjadi pada anak-anak, termasuk penurunan mobilitas rahang dan fungsi, penurunan pertumbuhan pada sisi yang terlibat, asimetri wajah dengan mandibula bergeser ke arahsisi ipsilateral, mandibula retruded, penurunan tinggi vertikalmaksila dan mandibula pada sisi ipsilateral, biasanya kelas IIoklusi dan kecenderungan crossbite pada sisi ipsilateral. 7 ROM sangat terbatas pada pembukaan dengan defleksi ke sisi yang terkena. dan ditandai terbatas laterotrusion ke sisi kontralateral. Dalam kasus ankilosis tulang, mobilitas rahang bisa saja tidak terjadi. 8 Disebut
false
ankilosis (pseudoankylosis), sebaliknya, menjelaskan mobilitas terbatas
berdasarkan faktor ekstra-artikular seperti fibrosis, obstruksi mekanik (misalnya, fraktur lengkung zigomatik), spasme otot, atau patologi lainnya Pada pemeriksaan klinis rahang masih bisa digerakan walaupun terbatas. Biasanya diikuti oleh spasme otot. Tanda-tanda klinis yang lain yaitu adanya muskular trismus( bisa karena pericoronitis), myositis, riwayat tetanus, neurogenic cause (epilepsi, brain tumor), drug induced spasm, osteoma, fraktur lengkung zygomatic, fraktur mandibula, sacrs and burn of the face ( post irradiation fibrosis menyebabkan hipomobiliti mandibula), 7
Pemeriksaan pada pasien trismus Trismus merupakan suatu gejala yang ditandai dengan terbatasnya pembukaan mulut.
Pembukaan interincisal, mild trismus as 20 –30 mm moderate as 10 –20 mm dan severe kurang dari 10 mm , alat pengukurannya bisa dengan menggunakan Therabite. 8 Biasanya trismus diikuti dengan rasa sakit dan clicking. Trismus persisten dapat terjadi karena tumor, fibrosis intraartikular atau tulang ankylosis setelah trauma, infeksi atau penyakit tertentu seperti rheumatoid radang sendi. Ini juga mungkin sekunder untuk ekstra-fibrosis artikular atau jaringan parut. Pada pemeriksaan klinis pasien trismus, selain dilakukan pengukuran ROM, kita lakukan observasi dan palpasi. Melihat asimetri wajah, perubahan suhu dan apakah ada bekas luka di ekstraoral. Pemeriksaan intraoral seperti adanya abses, pericoronitis karena impaksi, ataupun trauma. Dari pemeriksaan klinis kita mencari sumber penyebab munculnya trismus. Trismus dapat mempengaruhi kualitas hidup si penderita dalam berbagai cara. Komunikasi akan sulit dilakukan jika seseorang mengalami trismus. Tidak hanya gangguan dalam berbicara akibat mulut tidak bisa terbuka dengan sempurna, tetapi juga mengunyah dan menelan. 9
Pemeriksaan Orthopedic Khusus
Gait Challenge. Setelah mengamati mandibular gait tanpa gangguan, pandu mandibula untuk
mengikuti
gerakan
normal.
Rasakan
arah
dan
besarnya
resisten
dapat
mengindikasikan jaringan terlibat. Semakin lunak resistensi yang ditawarkan oleh jaringan, semakin besar kemungkinan keterlibatan muscular; sedangkan gait yang berubah dengan lebih resisten terhadap dorongan praktisi dapat menunjukkan potensi keterlibatan disk. 8
Gait Challenge Uji Fleksi / Ekstensi . Keterlibatan otot suprahyoid dapat dinilai dengan melenturkan dan memperpanjang tulang belakang leher sampai ke ujung sambil menjaga mulut tertutup, lidah
bersentuhan dengan atap mulut dan gigi depan dalam kontak. Kehilangan kontak dapat mengindikasikan glossal atau hipertonisitas hyoid. Uji Swallow . Prosedur ini juga digunakan untuk mengevaluasi struktur suprahyoid. Pasien diminta untuk menelan ketika praktisi memperhatikan pola rekrutmen seperti ekstensi di tulang belakang leher atas dan aktivasi kelompok otot suboksipital. Perpanjangan oksipital, tonjolan kepala atau aktivasi suboksipital mungkin menunjukkan otot suprahyoid yang lemah, terhambat atau lambat merespon. Separation Clench. Distraksi atau kompresi pada sendi dan otot dapat membantu mengisolasi rasa sakit yang mungkin terjadi. Pasien diminta untuk clench unilateral pada gulungan kapas, wax separator atau sarung tangan ujian yang digulung untuk mengalihkan sendi ipsilateral dan menekan kontralateral. Pasien harus menunjuk ke sisi yang mengalami nyeri. Jika rasa sakit berasal dari otot yang menutup mulut, itu berarti dari sisi mana gulungan kapas berada di karenakan otot akan berada di bawah ketegangan aktif. Jika rasa sakit berasal dari artikular pada sisi distraksi mengarah pada gangguan kapsular dan pada sisi kompresi kemungkinan karena peradangan sekunder untuk plica, OA, retrodiscits, atau cedera disk akut (bukan kronis). Ini juga dapat dilakukan secara bilateral untuk membandingkan aktivasi otot dengan kompresi dan gangguan sendi. Clenching selama beberapa detik seharusnya tidak terasa sakit di rahang normal saat oklusi penuh. 8
Separation Clench
Pasif
Mandibular
Distalization *
(AKA
Passive
mandibular
compression).
Untuk
mengevaluasi peradangan dalam aspek posterior sendi, tes distalisasi mandibula pasif dilakukan. Dokter itu berada di belakang pasien,sentuh mandibula bilateral, dan lakukan dari anterior ke posterior, inferior ke superior tekan melalui kondilus ke dalam sendi. Gejala reproduksi dapat menunjukkan peradangan retrodiscal. Nyeri juga dapat diciptakan kembali oleh kontraksi pelindung pterygoid lateral untuk mencegah permukaan gabungan dari perkiraan.8
“Pull” Compression dan “Push” Compression Joint Loading Protrusi . Untuk mengevaluasi ruang sendi anterior (kemiringan eminensia), joint loading di dalam penonjolan dilakukan. Dengan pasien terlentang, mereka diminta untuk sedikit membuka mulut dan protrusi mandibula, operator menambahkan tekanan dalam arah anterior dan superior. Tujuan adalah memuat kemiringan untuk mengakses mekanisme meluncur protrusif. Gejala reproduksi dapat menunjukkan peradangan sendi anterior atau keterlibatan diskus. Locking, pembatasan dalam pergerakan, atau peningkatan volume atau penundaan dalam clicking menunjukkan disk yang dibatasi. 8
Joint Loading in Protrusion
Joint distraction. Gangguan dan evaluasi gerakan kapsular dapat dicapai secara unilateral atau secara bilateral. Ibu jari ditempatkan di atas gigi rahang bawah dan tekanan superior ke inferior diterapkan sementara jari-jari lainnya menempatkan tekanan inferior ke superior pada dagu. Hati-hati jangan menjepit bibir bawah terhadap gigi. Tujuannya adalah untuk mengalihkan perhatian dan memperpanjang kondilus dan menilai integritas dan tone otot dan kapsul sendi. Nyeri di sendi menunjukkan peradangan sendi atau kapsul atau adhesi sementara rasa sakit di masseter atau temporalis dapat menunjukkan titik pemicu atau hipertonitas otot-otot penutupan. 8
Joint Distraction
Tes Reload . Jika clicking atau popping terasa selama palpasi, pasien diminta untuk membuka pada saat bunyi itu muncul dan tongue blade ditempatkan di antara gigi-gigi di sisi itu. Dengan tongue blade dimasukkan, pasien diinstruksikan untuk membuka dan menutup, mencoba untuk mereproduksi suara. Jika hilang,splint dapat membantu mengurangi beban posterior penuh untuk memungkinkan waktu remodelling. Dalam hal ini, depressor lidah menunjukkan bahwa oklusi penuh diperlukan untuk "memuat kembali" disk dan membuat sendi. 8
Reload Test
REFERENSI
1.
Alzarea, Bader K. 2015. Temporomandibular Disorders (tMD) in Edentulous Patients: A Review and Proposed Classification. Joournal of Clinical and Diagnostic Research Apr.Vol.9(4)
2.
Apostu, A., Pendefunda ., 2014. Holistic Aproach In Tmj Clinical Examination. Romania. Romanian Journal Of Oral Rehabilitation Vol. 6, No. 4, October December 2014
3.
Bader, T., Pavicin, I., Cimic, S., Zadravec, D.,2016. Diagnostic and Management of Temporomandibular Joint Disorder- a Reported case With a Review of Literature. J Dent Probi Solut 3(1): 018-023
4.
Himawan, LS. 2018. Gangguan Sendi Rahang. Jakarta. Kompas
5.
Lauriti, L., Mott, LJ. 2013. Are Occlusal Characteristics, Headache, Parafunctional Habits and Clicking Sounds Associated with the Signs and Symptoms of Temporomandibular Disorder in Adolescents?. Brazil. J. Phys. T 1332 her. Sci. Vol. 25, No. 10, 2013
6.
Michelotti., Iodice, G.,2015. Incidence Of Temporomandibular Joint Clicking In Adolescents With And Without Unilateral Posterior Cross-Bite: A 10-Year Follow-Up Study. New Zealand. Journal Of Oral Rehabilitation 2016 43; 16 –22
7.
Miloro, M., Ghali, G.E., Larsen, P.E., Waite, P.D., 2012, Peterson’s Principles of Oral and Maxillofacial Surgery, Third Edition, People’s Medical Publishing House, United States of America.
8.
Mitchel, B.,Cummins,C.,LeFebre., R. 2015. Temporomandibular Joint Disorders (TMD): A Clinical Assessment. University of Western States
9.
Moore, U,J., 2011. Principles of Oral and Maxillofacial Surgery Sixth Edition. USA. Blackwell Publishing Ltd.
10.
Okeson, Jeffrey P. 2008. Management of Temporomandibular Disirder and Occlusion sixth edition. St. Louis Missouri. Elsevier Mosby
11.
Robert, L., Michael, J.,. 2015. Diagnosis and Treatment of Temporomandibular Disorders. American Family Physician, Volume 91,number 6.
12.
Shaffer, S.,Brismee, J., Sizer, P., Courtney, Carol. 2014. Temporomandibular Disorders. Part1: Anatomy and Examination/Diagnosis. Journal of Manual and Manipulative Therapy Vol 22 No. 1
13.
Sousa, S.T.,Mello V.V, 2015. TMJ: The Role Of Occlusal Factors On The Occurrence
Of
Temporomandibular
Disorders.
Craniomandibular & Sleep Practice Vol 3 No 3.
Brazil.
The
Journal
of
14.
Ulpa, J.R., Priyanto,J.,Benyamin,B. 2015. Hubungan Kehilangan Gigi Posterior Bilateral Free End Terhadap Timbulnya Clicking Pada Sendi Temporomandibular. Semarang. Medali Jurnal Volume 2 Edisi 1 Media Dental Intelektual