SOURCE ROCK PADA CEKUNGAN SUMATERA TENGAH
Disusun Oleh : Chandra Falqahiyah 072.15.026 Dhany Rizky 072.15.026 Dimas Aditya Nugraha 072.15.026
TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 2017
CEKUNGAN SUMATERA TENGAH
Kerangka Tektonik dan Geologi Regional
Indonesia merupakan hasil dari evolusi dan interaksi dari gerak Lempeng Eurasia, Lempeng Samudera Pasifk, dan Lempeng Indo-Australia (Gambar 1). Cekungan Sumatera Tengah merupakan back arc basin yang berkembang di sepanjang tepi barat dan selatan Paparan Sunda. Cekungan ini terbentuk akibat adanya subduksi Lempeng Samudera Hindia yang menujam ke bawah Lempeng Benua Eurasia pada awal Tersier.
Gambar 1. Lempeng – Lempeng yang membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (Hall, 1995)
Terdapat 2 pola struktur utama di Cekungan Sumatera Tengah, yaitu pola-pola tua berumur Paleogen yang cenderung berarah utara-selatan (N-S) dan pola-pola muda berumur Neogen Akhir yang berarah baratlaut-tenggara (NW-SE) (Eubank & Makki, 1981). Secara tektonik, Cekungan Sumatera Tengah di bagian barat dan barat daya dibatasi oleh Bukit Barisan, pada bagian timur dibatasi oleh Semenanjung Malaya, bagian utara dibatasi oleh Busur Asahan, di sebelah tenggara oleh Tinggian Tigapuluh dan pada Timurlaut dibatasi oleh Kraton Sunda, dan pada bagian selatan tidak diketahui secara baik.
Gambar 2. Tektonik Pulau Sumatera (Heidrick & Aulia 1993) Struktur dan Tektonik Regional
Cekungan Sumatera Tengah terbentuk karena adanya penujaman secara miring (oblique subduction) antara Lempeng Samudera Hindia ke bawah Lempeng Benua Asia. Mertosono dan Naoyan (1974), membagi pola struktur utama di Cekungan Sumatera Tengah menjadi 2 bagian, yaitu: pola utara-selatan untuk struktur yang berumur tua dan pola barat laut-tenggara untuk struktur yang memiliki umur muda. Sedangkan menurut Eubank dan Makki (1981), terdapat sesar-sesar yang berarah utara-selatan dengan umur Paleogen yang aktif kembali selama fasa kompresi pada kala Plio-Pleistosen. Penujaman miring (oblique subduction) pada Cekungan Sumatera Tengah menyebabkan adanya gaya tarikan yang merupakan cekungan belakang busur. Akibat dari penujaman miring ini, terbentuk suatu sistem sesar mendatar menganan di bagian barat dan baratdaya Pulau Sumatera. Sistem sesar mendatar menganan tersebut dicirikan dengan adanya kenampakan flower structure, en echelon fault, dan fold yang terlihat pada rekaman seismik (Yarmanto dan Aulia, 1988).
Gambar 3. Pola Struktur Utama Cekungan Sumatera Tengah (Heidrick dan Aulia, 1993). Menurut Heidrick & Aulia (1993), perkembangan tektonik selama Tersier dapat dibagi ke dalam 4 fase sebagai berikut (Gambar 4) : 1. Episode Tektonik Pra Tersier (F0)
Batuan dasar Pra Tersier di Cekungan Sumatera Tengah terdiri dari lempeng benua dan samudera yang berbentuk mozaik. Data-data sumur yang ada di mengindikasikan bahwa Cekungan Sumatra Tengah tersusun oleh pinggiran kontinen yang stabil selama periode Paleogen hingga Eosen (Sapiie & Hadiana, 2007). Pola struktur batuan dasar ini merupakan pola struktur tua Pra Tersier yang akan mengontrol perkembangan cekungan di Cekungan Sumatra Tengah. 2. Episode Tektonik Eosen – Oligosen (F1)
Episode tektonik ini berlangsung pada kala Eosen-Oligosen (50-26 Ma). Fase kestabilan struktur ini berhenti selama waktu Eosen hingga terjadinya tabrakan antara India dengan Asia Tenggara (Tapponier et.al., 1986 dalam Sapiie & Hadiana, 2007). Akibat dari tabrakan Lempeng Samudera Hindia terhadap Lempeng Benua Asia Tenggara sekitar 45 Ma berkembang sesar-sesar mendatar dekstral yang berarah utara – utara baratlaut yang memanjang dari Cekungan Sumatra Tengah hingga Peninsula Malaysia (Heidrick & Aulia, 1993). Pada daerah dimana sesar mendatar dekstral ini menangga ke arah kanan maka terbentuk cekungan-cekungan pull apart dengan relief hingga 15000 kaki pada batuan dasar dengan bentuk cekungan graben setengah. Selanjutnya cekungan- cekungan graben setengah ini diisi sedimen-sedimen hasil erosi batuan dasar mulai dari konglomerat kontinen, batupasir dan batulempung termasuk batuan sumber lakustrin yang kaya akan organisma (Heidrick et.al , 1996). Endapan syn-
rift yang terakumulasi pada periode ini membentuk batuan sedimen Kelompok Pematang
Gambar 4. Perkembangan Tektonostratigrafi Cekungan Sumatera Tengah Heidrick & Aulia (1993).
3. Episode Tektonik Miosen Bawah – Miosen Tengah (F2)
Episode ini berlangsung pada Miosen Bawah-Tengah (26-13 Ma). Pada awal episode ini terbentuk sesar geser menganan (dextral ) yang berarah utara-selatan. Pada episode ini juga Cekungan Sumatera Tengah mengalami transgresi dan awal diendapkannya batupasir fluvial dan transisi Formasi Mengga sebagai awal dari pengendapan sedimen-sedimen dari Kelompok Sihapas hingga terjadinya penurunan regional dan diendapkannya serpih dan batulempung yang bertindak sebagai batuan tudung regional (Sapiie & Hadiana, 2007)
4. Episode Tektonik Miosen Atas – Sekarang (F3)
Episode ini berlangsung pada kala Miosen Atas hingga sekarang (13 Ma- sekarang). Pada awal episode ini terjadi pengaturan kembali lempeng Indo- Australia yang mengakibatkan terjadinya pengangkatan, teraktifkannya kembali pensesaran mendatar dekstral sepanjang sistim sesar besar Sumatra yang berarah baratlaut dan aktifnya busur vulkanisma sepanjang rantai Pegunungan Barisan yang saling tumpang tindih dengan kerangka struktur yang telah terbentuk pada periode sebelumnya (Heidrick et.al ., 1996 dalam Sapiie & Hadiana, 2007). Pada awal episode ini Cekungan Sumatera Tengah mengalami regresi dan pengendapan sedimen-sedimen dari Formasi Petani. Pada episode ini juga diendapkan Formasi Minas secara tidak selaras.
Stratigrafi Regional
Cekungan Sumatera Tengah memiliki sejarah geologi yang dipengaruhi oleh sejarah tektoniknya. Maka dari itu pembahasan mengenai stratigrafi Cekungan Sumatera Tengah akan diletakan dalam kerangka tektonostratigrafi (Gambar 5)
Gambar 5. Tektonostratigrafi Cekungan Sumatera Tengah (Heidrick dan Aulia, 1993; dalam Sayentika, dkk., 2003).
Menurut Eubank dan Makki (1981) dalam Heidrick dan Aulia (1993), stratigrafi regional pada Cekungan Sumatera Tengah dibagi menjadi lima unit stratigrafi, yaitu : Sebelum membahas lebih lanjut kepada stratigrafi Cekungan Sumatera Tengah, terlebih dahulu penulis akan membahas bagaimana batuan dasar yang terdapat pada cekungan ini. Batuan dasar berumur pra-Tersier ini terbagi menjadi empat satuan litologi (Eubank dan Makki, 1981 dalam Hedrick dan Aulia, 1993) (Gambar 6), yaitu:
Gambar 6. Peta Distribusi Batuan Dasar Cekungan Sumatera Tengah (Pertamina BPPKA, 1996)
a. Mallaca Terrane atau kelompok kuarsit yang terdiri dari kuarsit, argilit, batugamping kristalin, dan pluton-pluton granit dan granodiorit yang memiliki umur Jura. Kelompok ini dapat kita jumpai pada coastal plain di bagian timurlaut.
b. Mutus assemblages, zona sutura yang memisahkan antara Mallaca Terrane dengan Mergui Terrane. Kumpulan Mutus terletak di sebelah baratdaya coastal plain dan terdiri dari batu rijang radiolarian, meta-argilit, serpih merah, lapisan tipis batugamping dan batuan beku basalt.
c. Mergui Terrane, terletak di bagian barat dan baratdaya dari Kelompok Mutus. Kelompok ini tersusun oleh greywacke, pebbly-mudstone dari Formasi Bahorok, serta kuarsit. Kemudian juga argilit, filit, batugamping, dan tuff dari Formasi Kluet, serta sandstone-shale dan juga terdapat Batugamping Alas.
d. Kualu Terrane, terletak di bagian baratlaut Kelompok Mergui berumur Perm-Karbon. Kelompok ini tersusun oleh filit, sabak, tuff, dan
batugamping. 1. Kelompok Pematang
Kelompok Pematang diendapkan secara tidak selaras di atas batuan dasar yang memiliki umur Eosen-Oligosen. Distribusi sedimen diperkirakan berasal dari blok yang mengalami pengangkatan pada lingkungan fluviatil dan blok lain turun menjadi danau. Sedimen pada kelompok ini umumnya diendapkan pada lingkungan danau, sungai, dan delta. William dan Kelley (1985) membagi Kelompok Pematang menjadi lima formasi, yaitu:
e. Formasi Lower Red Beds, terdiri atas batulumpur, batulanau, batupsir, dan sedikit konglomerat. Formasi ini diendapkan pada lingkungan rawa atau danau.
f.
Formasi Brown Shale, terdiri atas serpih berlaminasi, kaya material organik, berwarna coklat sampai hitam yang diendapkan pada lingkungan lakustrin. Formasi ini diendapkan di atas Formasi Lower Red Beds dan dibeberapa tempat menunjukkan adanya kesamaan fasies secara lateral. Formasi ini merupakan batuan induk pada Cekungan Sumatera Tengah. Di cekungan yang lebih dalam dijumpai perselingan batupasir yang diperkirakan diendapkan oleh mekanisme arus turbidit.
g. Formasi Coal Zone, pada beberapa tempat dijumpai hubungan menjari dengan Formasi Brown Shale dan di tempat lain menumpang di atasnya. Litologinya terdiri dari serpih, batubara dan sedikit batupasir.
h. Formasi Lake Fill , tersusun atas batupasir delta dan fluvial, konglomerat, serta serpih endapan danau dangkal. Formasi ini memiliki ketebalan hingga 2000 kaki dengan proses pengendapan yang cukup cepat pada sistem fluviolacustrine-delta yang cukup kompleks.
i.
Formasi Fanglomerat , tersusun dari batupasir dan konglomerat dengan sedikit batulumpur berwarna merah hingga hijau. Formasi ini diendapkan sebagai sistem endapan alluvial fan disepanjang batas gawir sesar. Secara lateral dan vertikal formasi ini mengalami transisi menuju Formasi Lower Red Beds, Foramasi Brown Shale, Formasi Coal Zone, dan Formasi Lake Fill . Formasi Coal Zone, Formasi Lake Fill, dan Formasi Fanglomerat juga dapat disebut dengan Formasi Upper Red Beds.
2. Kelompok Sihapas
Kelompok Sihapas diendapkan secara tidak selaras di atas Kelompok Pematang pada Oligosen Akhir-Miosen Awal. Kelompok ini terutama terdiri dari batupasir dan serpih. Kelompok Sihapas ini meluas ke seluruh cekungan dan tertutup
oleh sedimen laut di bagian atas (Formasi Telisa) yang menunjukkan puncak proses transgresi. Kelompok Sihapas terdiri atas lima formasi, dari tua ke muda yaitu:
a. Formasi Menggala, merupakan formasi tertua di kelompok ini, dimana bagian deposenter formasi ini memiliki ketebalan lebih 9000 kaki.
b. Formasi Bangko, berumur Miosen Awal (Zona N1-N2) dan berfungsi sebagai batuan tudung ( seal ) bagi batupasir yang ada di bawahnya.
c. Formasi Bekasap, diendapkan selaras di atas Formasi Bangko dan memiliki umur Miosen Awal (Zona N2-N3). Batupasir Bekasap merupakan lapisan sedimen yang secara diakronous menutup Sumatera Tengah dan akhirnya menutup semua tinggian yang terbentuk sebelumnya.
d. Formasi Duri, berumur Miosen Awal (Zona N3) dan mempunyai tebal lebih dari 300 kaki. Di beberapa tempat umur formasi ini sama dengan umur Formasi Bekasap.
e. Formasi Telisa, berumur Miosen Awal-Tengah (Zona N4-N5) dan merupakan suatu batuan penutup ( seal ) regional bagi Kelompok Sihapas dengan ketebalan mencapai lebih dari 9000 kaki. 3. Kelompok Petani
Kelompok Petani di endapkan secara tidak selaras di atas Kelompok Sihapas. Kelompok Petani terdiri dari Lower Petani yang merupakan endapan laut dan Upper Petani yang merupakan endapan laut sampai delta. Formasi
ini
diendapkan mulai dari lingkungan laut dangkal, pantai dan ke atas sampai lingkungan delta yang menunjukkan penurunan muka air laut. Formasi Petani tersusun atas batupasir, batulempung, dan batupasir gloukonitan dan batugamping yang dijumpai pada bagian bawah dari seri sedimen tersebut, sedangkan batubara banyak dijumpai pada bagian atas dan terjadi pada saat pengaruh laut semakin berkurang. Batupasir mempunyai komposisi dominan kuarsa, berbutir halus sampai kasar, pada umumnya tipis- tipis, mengandung sedikit lempung dan secara umum mengkasar ke atas. Di beberapa tempat batupasir membentuk lensa-lensa dengan penyebaran yang terbatas yang menunjukkan pengendapan pada lingkungan offshore bar dan delta front/delta lobe sand sejajar dengan pantai purba ( paleobeach). Secara keseluruhan Formasi Petani memiliki tebal 6000 kaki berumur Miosen Akhir-Pliosen Awal. Penentuan umur pada bagian atas Formasi Petani terkadang membingungkan karena tidak adanya fosil laut. Hidrokarbon yang berada pada batupasir Formasi Petani dianggap tidak komersial karena dibagian bawah Formasi ini terdapat batulempung Telisa yang tebal. Gas biogenik terdapat dalam jumlah yang besar dan telah dijadikan target eksplorasi terutama di Lapangan Seng
dan Segat.
4. Formasi Minas
Formasi Minas merupakan endapan Kuarter yang terdapat secara tidak selaras di atas Formasi Petani. Formasi ini tersusun atas pasir dan kerikil, pasir kuarsa lepas berukuran halus sampai sedang serta limonit berwarna kuning yang diendapkan pada lingkungan fluvial sampai darat. Proses pengendapan Formasi Minas masih berlangsung sampai saat ini dan menghasilkan endapan aluvial berupa campuran kerikil, pasir, dan lempung. Pembahasan
Cekungan Sumatra Tengah merupakan cekungan minyak terbesar di Asia Tenggara dengan kandungan cadangan lebih dari 26 milyar barrel (C&C Reservoir, 1998). Cekungan Sumatra Tengah tersusun oleh beberapa sub- cekungan synrift yang menjadi sumber terbentuknya hidrokarbon, dengan sub - cekungan terbesar antara lain sub-Cekungan Aman, Kiri, Balam, Bengkalis, dan Rangau. Tektonik konvergen (subduksi) antara Lempeng samudra Hindia dan Lempeng benua Eurasia mengontrol pembentukan dan perkembangan Cekungan Sumatra Tengah. Adanya perubahan dominasi regim tektonik menyebabkan Cekungan Sumatra Tengah merupakan suatu cekungan multi-histori atau mengalami perubahan kerangka tektonik sepanjang perkembangannya. Evolusi tektonostratigrafi Tersier di Cekungan Sumatra Tengah yang disusun oleh Heidrick dan Aulia (1993), membagi menjadi 4 fase tektonik, yaitu : Deformasi yang terjadi pada zaman pra-Tersier yaitu ditandai dengan pembentukan batuan dasar cekungan dan menyusun terjadinya suture antar lempeng mikro, dan menurut Pulunggono dan Cameron (1984) merupakan suatu struktur tua berarah U-S dan N300oE di kawasan Sumatra (bagian barat Sundaland); fase deformasi berikutnya terjadi pada 50-26 juta yang lalu ditandai dengan regim transtensional rifting membentuk fase rift basin, dengan pengendapan Grup Pematang sebagai synrift sedimentation yang berperan besar sebagai batuan sumber hidrokarbon; fase deformasi berikutnya adalah yang terjadi pada 26-13 juta tahun yang lalu ditandai dengan terjadi thermal subsidence yang membentuk fase sag basin, dengan pengendapan agradasional Grup Sihapas, serta reaktivasi struktur berarah U-S dengan pergerakan dextral wrenching yang kemudian dilanjutkan fase deformasi yang terjadi pada 13 juta tahun yang lalu hinggá sekarang ditandai dengan pengendapan Formasi Petani dan diikuti oleh efek dari tektonik subduksi (struktur inversi), hingga terjadi migrasi dan penjebakan hidrokarbon terutama pada struktur-struktur antiklin besar, hingga terakhir terjadi pengendapan Formasi Minas. Kolom tektonostratigrafi
Cekungan Sumatra Tengah dapat dilihat pada gambar 8.
Secara umum Wongsosantiko A., (1976) menyatakan sedimentasi pra- inversi terjadi dari arah utara ke selatan. Yarmanto, dkk (1996) menyusun kerangka stratigrafi berdasarkan studi inti bor, fosil plankton foram, log sumur, dan seismik menjadi tiga episode pengendapan, yaitu synrift deposition (Grup Pematang), post-rift transgresional (Grup Sihapas), dan episode regresi. Pengendapan synrift (Eo-Oligosen) merupakan strata fluvio-lacustrin (Grup Pematang: Formasi Upper/Lower Red Bed dan Brown Shale). Formasi Brown Shale sebagai anggota Grup Pematang terbukti menjadi batuan sumber hidrokarbon baik minyak dan gas bumi (C&C Reservoir, 1998). Di beberapa tempat, Formasi Upper Red Bed terbukti cukup potensial sebagai reservoir yang produktif. Pengendapan Grup Sihapas yang diawali oleh For masi Menggala, diendapkan secara tidak selaras di atas Grup Pematang (SB25.5) dengan karakter endapan stacked fluvial channel , diteruskan dengan intertidal hingga open marine shales dari Formasi Bangko, serta kompleks delta dengan tidal-influence hingga outer neritic dari Formasi Bekasap, Duri, dan Telisa. Suatu transisi signifikan terjadi pada masa 22 dan 21 juta yang lalu dengan ditemui suatu bukti peningkatan secara tajam mineral glaukonit, foraminifera, fosil jejak (Glossifungites), serta semen kalsit (Johansen dan Djamaoeddin, 1997), sehingga diidentifikasi sebagai suatu batas sikuen (SB22 dan SB21) dan untuk skala regional berada di bagian tengah Formasi Menggala dan bagian bawah Formasi Bekasap (Yarmanto, et al., 1996). Endapan batupasir dari Grup Sih apas menjadi reservoir utama di Cekungan Sumatra Tengah, baik sebagai reservoir minyak dan gas bumi. Selanjutnya episode regresi akibat tektonik inversi membentuk SB13.3 dan menghasilkan pengendapan Formasi Petani (inner neritic) hingga Formasi Minas. Kolom stratigrafi regional Cekungan Sumatra Tengah yang disusun oleh Yarmanto (1996) dapat dilihat pada gambar 7
PALEOBATHMETRY O
L A E IC R Y L T I E H D RP T D I EPA
TST
PALAGIC SILTSTONES SB 15.5 ma
T
PELAGIC SHALE, SILTSTONES
HST HARDGROUND
PELAGIC SHALE,
SILTSTONES AND SANDS
N I
N
E AK M EC R I IR AH TU NSD RDE ENM HA O TS C R E E OS B NE
TST
SB 16.5 ma
MNUB
OEC I T L T I RD E ID R E
FORMATION NAMES
SYSTEMS TRACTS
SEQU ENCES
PALEO - ENVIRONMENTS
TST
SB 17.5 ma
HO N I TT
PELAGIC SHALE
N
O I T
A M R O
F
A I S L E T
MN
C I RT I ER NE I N O C RTRI
E L ET I T
Res. Rindu NEAR SHORE SHALE AND SILTSTONES INTERBEDDED WITH ESTUARINE AND INTERTIDAL SANDSTONES
BEKASAP SANDS
Res. Pertama
ANR
N I D I I E N T
SB21 ma
SUBMARINEER OSION
HST
INTERTIDAL SHALES
Hs AR GRa D ga Re .DB OjUi N-J TST
ESTUARINE SANDSTONES
/
TST
E NE
BANGKOSHALE LOCALLY SINTONG SANDS
I N I
RR AA M U NT O S NE
LST (IVF)
BRAIDEDFLUVIAL SANDSTONES
SB22 ma
INTERTIDAL
ESTUARNE /
OR
MENGGALA FORMATION SUBAERIAL EROSION
TST
INTERT IDAL SHALES LST
E N I R A M
I
SB25.5 ma
MENGGALA FORMATION
(I V F) SUBAERIAL EROSION
STACKED FLUVIAL CHANNELS AND ALLUVIAL CONGLOMERATES
PEMATANG GROUP (UPPER RED BEDS)
N
O N
DEEPWEATHEREDZONE (PALEOSOL)
METASEDIMENTS; QUARTZITE, CARBONATE, METAGREYWACKES, GRANITE.
SUBAERIAL UNCONFORMITY
+ ++ +++
REGIONAL, ANGULAR
BASEMENT
Gambar 7. Kolom tektonostratigrafi (Heidrick dan Aulia, 1993) – kiri, dan stratigrafi regional (Yarmanto, dkk, 1996) – kanan, Cekungan Sumatra Tengah, serta kesepadanan dari reservoir-reservoir produktif di Lapangan Minyak Duri. Kemudian stratigrafi daerah Duri, Sumatera tengah tersusun dari Formasi Upper Red Bed (anggota Grup Pematang) yang tipis di bagian terbawah dan tersebar di wilayah barat hingga tengah. Dari penampang seismik terdapat kenampakan truncated di atas batuan dasar dan ketidakselarasan bersudut di batas atas pada wilayah tengah Lapangan Duri. Grup Sihapas dimulai dengan Formasi Menggala yang sangat tipis diendapkan tidak selaras di atas Formasi Upper Red Bed, serta Formasi Bangko di atasnya dengan penyebaran kedua formasi yang terbatas. Di bagian tengah Lapangan Duri, batupasir Formasi Bangko berperan sebagai reservoir (Dalam) dengan penyebaran terbatas. Formasi Bekasap dan Duri sebagai suatu endapan transgresif (tidal-delta) pada fase sag basin tersebar dengan ketebalan relatif merata di seluruh Lapangan Duri. Kedua formasi ini berperan sebagai reservoir utama (Jaga, Baji, Kedua, Pertama, dan Rindu) di Lapangan Duri. Di bagian atas Formasi Duri terdapat 2 lapisan batupasir t ipis yang disebut sebagai 240ft dan 140ft sand , dan tidak berperan sebagai reservoir yang potensial. Formasi Telisa dan Petani tidak ditemukan di Lapangan Duri, dan diperkirakan telah tererosi pada saat terjadi fase inversi regional di Cekungan Sumatra Ten gah. Berdasarkan data inti bor sumur 4K50C mengidentifikasi suksesi fasies reservoir Rindu-Pertama-Kedua-Baji-Jaga-Dalam di lapangan Duri sebagai outer delta front hingga estuarine distributary facies. Studi lanjutan pada inti bor sumur 4K-50C
menyimpulkan suatu fasies pengendapan yang dibentuk oleh lingkungan kompleks distal dari sistem delta dengan pengaruh arus pantai (tidal ). Kolom stratigrafi yang menggambarkan litologi secara umum pada daerah penelitia n dapat dilihat pada gambar 8. Seluruh formasi yang ada di Cekungan Sumatera Tengah dapat dijumpai di lapangan minyak Duri. Formasi Pematang yang merupakan endapan rift-basin valley terbentuk pada Paleogen, merupakan unit sedimen yang paling tua di Cekungan Sumatra Tengah dan di lapangan Duri dijumpai berupa tight sand dengan porositas yang hanya mencapai 5 %. Secara stratigrafi sikuen, Formasi Pematang di lapangan Duri berada pada sikuen 1 yang dimulai dari batuan dasar hingga top formasinya.
Gambar 8. Kolom stratigrafi daerah penelitian Selanjutnya di bagian atas secara tidak selaras diendapkan Grup Sihapas yang dimulai dari Formasi Menggala hingga Formasi Telisa. Berdasarkan analisis biostratigrafi, ketidak-selarasan ini ditandai dengan sequence boundary (SB) 25.5. Formasi Menggala umumnya berkembang baik di bagian barat dan menipis ke arah timur. Walaupun formasi ini memiliki kualitas Reservoir yang sangat baik namun di lapangan Duri, posisinyanya berada di bagian bawah oil water contact (OWC), sehingga formasi ini di Lapangan Duri bukan merupakan reservoir hidrokarbon. Di atas Formasi Menggala diendapkan Formasi Bangko yang dicirikan oleh perselingan antara batupasir halus hingga kasar dan serpih. Formasi Bangko di lapangan Duri dibagi lagi menjadi reservoir Baji, Jaga dan Dalam, yang masing-masingnya dipisahkan oleh lapisan serpih. Walaupun reservoir Baji, Jaga, dan Dalam tersebar cukup
luas namun yang bertindak sebagai Reservoir hidrokarbon hanya bagian yang berada di sekitar tinggian struktur pada bagian selatan lapangan minyak Duri. Formasi Menggala dan Formasi Bangko di lapangan Duri berada pada sikuen 2 yang dibatasi oleh SB-25.5 dan SB-22. Reservoir Pertama/Kedua yang ekivalen dengan Formasi Bekasap, berada di atas reservoir Baji dan ditandai dengan sequence boundary 22 di bagian bawahnya. Reservoir ini dicirikan dengan satuan batupasir yang tebal dengan sisipan laminasi serpih. Di lapangan Duri, reservoir
ini
merupakan reservoir yang sangat ekonomis dengan
kandungan minyaknya yang tebal serta penyebarannya yang sangat luas. Reservoir Rindu yang ekivalen dengan Formasi Duri berada di atas reservoir Pertama/Kedua. Reservoir ini dicirikan oleh selang-seling antara batupasir halus hingga sedang dengan lapisan serpih yang tebal. Pada bagian atas unit reservoir ini di jumpai sequence boundary 21. Dengan demikian, Formasi Bekasap dan Formasi Duri berada pada sikuen 3 yang dibatasi oleh SB-22 dan SB-21. Reservoir Rindu mengandung cadangan minyak bumi terbanyak kedua di lapangan minyak Duri, dan secara lateral melampar cukup luas dan menutupi daerah seluas 25.000 acre. Sulistyo dkk. (1995), mengungkapkan bahwa ada sekitar 1,2 miliar barel minyak bumi yang terkandung dalam reservoir Rindu. Secara keseluruhan Reservoir Rindu terdiri dari 5 Reservoir utama yang kemudian dinamakan sebagai Rindu-1 hingga Rindu-5. Ke-5 tubuh reservoir ini secara vertikal umumnya dipisahkan oleh lapisan serpih ( shale) atau batulanau ( siltstone). Dari ke-5 reservoir ini hanya Rindu-1 yang merupakan reservoir yang berkembang sangat baik dengan pelamparannya yang cukup luas serta lapisannya yang cukup tebal. Reservoir Rindu-1 merupakan unit Reservoir yang terletak di antara flooding surface Rindu-1 (FS_RN1) dan Sequence Boundary Intra Rindu (SB_INTRN). Berdasarkan litotratigrafi, Reservoir Rindu-1 merupakan lapisan batupasir yang dibatasi oleh lapisan tipis serpih di bagian bawah dan lapisan sarpih yang sangat tebal di bagian atasnya. Pada top reservoir Rindu-1, di beberapa tempat umumnya dicirikan oleh hadirnya batupasir karbonatan (calcareous sandstone) yang sangat keras (tight sand ). Reservoir 140’ Sand dan 240’ Sand yang terletak di bagian paling atas Formasi Duri dicirikan oleh batupasir halus dan mempunyai pemilahan yang tidak terlalu baik, serta kandungan material lempungnya yang relatif banyak. Kedua reservoir ini berkembang sebagai reservoir hidrokarbon hanya pada daerah sekitar tinggian struktur di bagian utara, sedangkan pada bagian selatan, kedua Reservoir kurang berkembang sehingga bukan merupakan target pengembangan produksi. Secara stratigrafi, Reservoir 240’ Sand dan 140’ Sand berada dalam sikuen 4 yang dibatasi oleh SB21 dan SB13.
LAMPIRAN