PRAKATA
Terima kasih kepada Allah SWT atas ridhoNya selama penyusunan sampai terselesaikannya buku ajar ini. Selain itu kami juga sampaikan banyak terima kasih kepada rekan-rekan sejawat yang membantu dalam proses penyusunan buku ajar ini. Diharapkan dengan selesainya buku ajar Sistem Kontrol ini dapat digunakan dalam perkuliahan Sistem Kontrol.
Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dalam pengembangan buku ajar ini, sehingga kedepannya dapat menjadi lebih baik lagi.
Jember, 19 Nopember 2016
Penulis
"
PRAKATA
Terima kasih kepada Allah SWT atas ridhoNya selama penyusunan sampai terselesaikannya buku ajar ini. Selain itu kami juga sampaikan banyak terima kasih kepada rekan-rekan sejawat yang membantu dalam proses penyusunan buku ajar ini. Diharapkan dengan selesainya buku ajar Sistem Kontrol ini dapat digunakan dalam perkuliahan Sistem Kontrol.
Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dalam pengembangan buku ajar ini, sehingga kedepannya dapat menjadi lebih baik lagi.
Jember, 19 Nopember 2016
Penulis
"
DAFTAR ISI
PRAKATA
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENGANTAR SISTEM KONTROL
01
1.1.
ISTILAH-ISTILAH DALAM SISTEM KONTROL
02
1.2.
SISTEM KONTROL LOOP TERBUKA
10
1.3.
SISTEM KONTROL LOOP TERTUTUP
13
RINGKASAN
17
LATIHAN
17
KOMPONEN SISTEM KONTROL
19
2.1.
EROR DETEKTOR
20
2.2.
KONTROLER
23
2.3.
AKTUATOR
29
2.4.
SENSOR DAN TRANDUSER
34
RINGKASAN
39
LATIHAN
39
MODEL MATEMATIS SISTEM
41
3.1.
PERSAMAAN KEADAAN
42
3.2.
REDUKSI DIAGRAM BLOK
46
3.3.
GRAFIK ALIRAN SINYAL
51
3.4.
PENGUATAN MASON
56
RINGKASAN
59
LATIHAN
60
KARAKTERISTIK SISTEM
61
4.1.
KARAKTERISTIK SISTEM ORDE PERTAMA
62
4.2.
KARAKTERISTIK SISTEM ORDE KEDUA
70
4.3.
KRITERIA KESTABILAN ROUTH
80
RINGKASAN
85
LATIHAN
85
BAB II
BAB II I
BAB IV
"""
BAB V
KONTROLER
87
5.1.
KONTROLER P
88
5.2.
KONTROLER PI
91
5.3.
KONTROLER PD
93
5.4.
KONTROLER PID
95
RINGKASAN
98
LATIHAN
99
DAFTAR PUSTAKA
101
"#
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Continuous Stirred-Tank Reactor
03
Gambar 1.2. Diagram Blok Variabel Sistem
04
Gambar 1.3. Diagram Blok Klasifikasi Variabel CSTR
05
Gambar 1.4. Diagram Blok Klasifikasi Variabel
05
Gambar 1.5. Diagram Blok Klasifikasi Variabel CSTR (2)
06
Gambar 1.6. Diagram Blok Sistem Kontrol Temperatur
07
Gambar 1.7. Diagram Blok Sistem Kontrol Loop Terbuka
10
Gambar 1.8. Diagram Blok Sistem Kontrol Nyala Api
10
Gambar 1.9. Diagram Blok CSTR Solusi 1
11
Gambar 1.10. Diagram Blok CSTR Solusi 1
11
Gambar 1.11. Diagram Blok Sistem Kontrol Loop Tertutup
13
Gambar 1.12. Diagram Blok Sistem Kontrol Temperatur Cairan CSTR
14
Gambar 1.13. Diagram Skematik Sistem Kontrol Kecepatan Governor
15
Gambar 1.14. Diagram Blok Sistem Kontrol Temperatur
15
Gambar 2.1. Lokasi Eror Detektor pada Blok Diagram Sistem Kontrol Loop Tertutup
20
Gambar 2.2. Rangkaian Eror Detektor dengan Summing Amplifier
21
Gambar 2.3. Rangkaian Eror Detektor dengan Summing Amplifier + Inverting Amplifier
22
Gambar 2.4. Feedforward Controller
23
Gambar 2.5. Feedback Controller
23
Gambar 2.6. Model Reference Controller
24
Gambar 2.7. Model Following Controller
24
Gambar 2.8. Diagram Blok Kontroler On/Off
25
Gambar 2.9. Sistem Kontrol Level Air
25
Gambar 2.10. Diagram Skematik Kontroler Proporsional Elektrik
27
Gambar 2.11. James Watt Flyball Governor
27
Gambar 2.12. Diagram Skematik Kontroler Proporsional Hidrolik
28
Gambar 2.13. Diagram Skematik Kontroler Proporsional Pneumatik
28
Gambar 2.14. Letak Aktuator pada Diagram Blok Sistem Kontrol Loop Tertutup
29
Gambar 2.15. Selenoid
29
#
Gambar 2.16. Rangkaian Chopper
30
Gambar 2.17. Rangkaian Push-Pull Amplifier
30
Gambar 2.18. Prinsip Kerja Motor DC
31
Gambar 2.19. Direct Pneumatic Actuator
32
Gambar 2.19. Direct Hydrolic Actuator
32
Gambar 2.21. Letak Sensor/Tranduser pada Diagram Blok Sistem Kontrol Loop Tertutup
34
Gambar 2.22. Rangkaian Potensiometer Linier
36
Gambar 2.23. Potensiometer Rotary
37
Gambar 2.24. Sistem Kontrol Posisi Motor DC
37
Gambar 2.25. Sistem Kontrol Posisi Motor AC 2 fase
37
Gambar 2.26. Sensor kapasitif
38
Gambar 2.27. Induktor
38
Gambar 3.1. Rangkaian RL
44
Gambar 3.2. Diagram Blok C(s)/R(s)
48
Gambar 3.3. Diagram Aliran Sinyal
51
Gambar 4.1. Diagram Blok Sistem Orde Pertama
62
Gambar 4.2. Kurva Respon Sistem Orde Pertama Terhadap Masukan Unit Step
63
Gambar 4.3. Kurva Respon Orde Pertama Terhadap Masukan Unit Step Jika K=1
64
Gambar 4.4. Kurva Respon Orde Pertama Terhadap Masukan Unit Step Jika K 1
64
Gambar 4.5. Kurva Respon Orde Pertama Terhadap Masukan Unit Ramp Jika K=1
66
Gambar 4.6. Pembagian Karakteristik Respon Waktu Sistem Sinyal Step Jika K=1
66
Gambar 4.7. Plant Motor DC Berbeban dengan Tachogenerator
68
Gambar 4.8. Respon Keluaran Sinyal Masukan Unit Step pada Tachogenerator
68
Gambar 4.9. Diagram Blok Sistem Orde Dua
70
Gambar 4.10. Respon Keluaran Sinyal Masukan Unit Step dalam Redaman Kurang Orde Kedua
71
Gambar 4.11. Respon Keluaran Sinyal Masukan Unit Step dalam Redaman Kurang Orde Kedua
72
#"
Gambar 4.12. Respon Keluaran Sinyal Masukan Unit Step pada Redaman Lebih Orde Kedua
74
Gambar 4.13. Waktu Tunak pada Pita Toleransi 2% dan 5%
77
Gambar 5.1. Diagram Blok Kontroler Proporsional
88
Gambar 5.2. Rangkaian Kontroler P menggunakan Inverting Amplifier
89
Gambar 5.3. Rangkaian Kontroler P menggunakan Non Inverting Amplifier
90
Gambar 5.4. Diagram Blok Kontroler Proporsional Integral
91
Gambar 5.5. Rangkaian Kontroler PI menggunakan Inverting Amplifier
92
Gambar 5.6. Diagram Blok Kontroler Proporsional Diferensial
93
Gambar 5.7. Rangkaian Kontroler PD menggunakan Inverting Amplifier
94
Gambar 5.4. Diagram Blok Kontroler Proporsional Diferensial Integral
95
Gambar 5.9. Rangkaian Kontroler PID menggunakan Inverting Amplifier
96
#""
#"""
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
PENGANTAR SISTEM KONTROL
I
TUJUAN PEMBELAJARAN
Sistem kontrol khususnya pengaturan otomatis memegang peranan yang sangat penting dalam perkembangan ilmu dan teknologi. Dalam bahasan ini, akan diberikan istilah–istilah
yang
diperlukan
untuk
menjelaskan
sistem
kontrol
sehingga
pemahaman tentang bidang ini menjadi lebih mudah.
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
0
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
1.1. ISTILAH-ISTILAH DALAM SISTEM KONTROL
Sistem
Sistem merupakan kumpulan komponen-komponen yang saling berhubungan dan bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan t ujuan tertentu. Sistem tidak dibatasi hanya untuk sistem fisik saja. Konsep sistem dapat digunakan pada gejala yang abstrak dan dinamis seperti yang dijumpai dalam ekonomi. Oleh karena itu istilah ”sistem” dapat diinterpretasikan untuk menyatakan sistem : •
Fisik
•
Biologi
•
Sosial
•
Ekonomi, dan lain-lain
Contoh sistem : 1. Sistem pencernaan makanan pada manusia Komponen-komponen sistem pencernaan makanan pada manusia terdiri dari mulut, kerongkongan, lambung, usus 12 jari, usus besar dan anus 2. Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Air Komponen – komponen Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Air terdiri dari air terjun, turbin, dan generator.
Hal ini mengantar kita pada istilah lain yaitu proses dan plant dan plant
Proses
Proses adalah nama lain untuk sistem. Kamus Merriam-Webster mendefinisikan proses sebagai operasi atau perkembangan alamiah yang berlangsung ber langsung secara kontinyu yang ditandai oleh suatu deretan perubahan kecil yang berurutan dengan cara yang relatif tetap dan menuju ke suatu hasil atau keadaan akhir tertentu. Pada umumnya, setiap operasi yang dikontrol disebut proses. Sebagai contoh adalah proses kimia, ekonomi, dan biologi.
1
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Plant
Plant adalah nama lain untuk sistem. Plant adalah seperangkat peralatan mungkin hanya terdiri dari beberapa bagian mesin yang bekerja bersama-sama, yang digunakan untuk melakukan suatu operasi tertentu. Pada sistem kontrol, setiap obyek fisik yang dikontrol disebut plant disebut plant .
Contoh plant Contoh plant : : Continuous Stirred-Tank Reactor (CSTR). (CSTR). Continuous Stirred-Tank Reactor (CSTR) merupakan suatu tangki reaktor yang digunakan untuk mencampur dua atau lebih bahan kimia dalam bentuk cairan dengan menggunakan pengaduk (mixer ( mixer ). ). Pada Continuous Stirred-Tank Reactor terdapat heater yang yang akan menghasilkan panas untuk mengatur temperatur cairan pada harga tertentu. Gambar fisik Continuous Stirred-Tank Reactor dapat dapat dilihat pada gambar di bawah ini
Gambar 1.1. Continuous Stirred-Tank Reactor
Pada saat steady saat steady state, state, CSTR memenuhi persamaan berikut : !!"#
!
!!" !
! !"
$%&%'
dimana C
: panas spesifik dari cairan
w
: laju aliran cairan
T in in
: temperatur cairan pada aliran masuk
T out out
: temperatur cairan pada aliran keluar
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
2
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Variabel
Variabel adalah suatu besaran yang nilainya dapat berubah-ubah Variabel dapat diklasifikasikan menjadi masukan, keluaran, dan parameter. •
Masukan merupakan variabel yang menyebabkan atau menghasilkan keluaran. Masukan juga dapat didefinisikan sebagai rangsangan yang diberikan pada sistem kontrol dari sumber daya luar, biasanya untuk menghasilkan respon tertentu dari sistem kontrol tersebut. Sebagai contoh, pada sistem Continuous Stirred-Tank Reactor (CSTR) yang merupakan variabel masukan adalah temperatur cairan pada aliran masuk (T (T in in), laju aliran cairan (w (w) dan panas yang dihasilkan heater (Q (Q)
•
Keluaran merupakan variabel yang merupakan hasil atau respon nyata dari sistem kontrol, dapat sama dengan yang diharapkan sebagai akibat dari masukan, dapat juga tidak sama. Sebagai contoh, pada sistem Continuous Stirred-Tank Reactor (CSTR) yang merupakan variabel keluaran adalah temperatur cairan pada aliran keluar (T (T out out )
•
Parameter merupakan variabel yang tertentu dan konstan berkaitan dengan batasan fisik dari sistem Sebagai contoh, pada sistem Continuous Stirred-Tank Reactor (CSTR) yang merupakan parameter adalah panas spesifik (C (C ). ).
Klasifikasi variabel ini dapat dinyatakan dalam diagram blok berikut :
Gambar 1.2. Diagram Blok Variabel Sistem
Sedangkan untuk Continuous Stirred-Tank Reactor (CSTR) (CSTR) klasifikasi variabelnya dapat dinyatakan dalam diagram blok berikut :
3
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Gambar 1.3. Diagram Blok Klasifikasi Variabel CSTR
Selain itu, variabel juga dapat diklasifikasikan menjadi : •
Variabel yang dimanipulasi adalah variabel atau keadaan yang diubah oleh kontroler untuk mempengaruhi nilai variabel yang dikontrol. Variabel yang dimanipulasi dapat juga didefinisikan sebagai masukan yang dapat kita atur. Sebagai contoh, pada sistem Continuous Stirred-Tank Reactor (CSTR) yang merupakan variabel yang dimanipulasi adalah panas yang dihasilkan heater (Q)
•
Variabel yang dikontrol adalah besaran atau keadaan yang diukur dan dikontrol. Sebagai contoh, pada sistem Continuous Stirred-Tank Reactor (CSTR) yang merupakan variabel yang dikontrol adalah temperatur cairan pada aliran keluar (T out )
•
Variabel exogenous adalah masukan yang berasal dari luar sistem dan tidak dapat diubah oleh kontroler. Sebagai contoh, pada sistem Continuous Stirred-Tank Reactor (CSTR) yang merupakan variabel exogenous adalah temperatur cairan pada aliran masuk (T in) dan laju aliran cairan (w)
Klasifikasi variabel ini dapat dinyatakan dalam diagram blok berikut :
Gambar 1.4. Diagram Blok Klasifikasi Variabel
dimana d
: variabel exogenous
u
: variabel yang dimanipulasi
y
: variabel yang dikontrol
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
4
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Sedangkan untuk Continuous Stirred-Tank Reactor (CSTR) klasifikasi variabelnya dapat dinyatakan dalam diagram blok berikut :
Gambar 1.5. Diagram Blok Klasifikasi Variabel CSTR (2)
Sistem Kontrol
Sebelum menjelaskan apakah yang dimaksud dengan sistem kontrol, terlebih dahulu perlu diketahui arti dari kata kontrol. Kontrol atau pengaturan adalah upaya yang dilakukan untuk menjaga/mencapai kondisi yang diinginkan pada sistem fisik dengan mengubah-ubah variabel tertentu yang dipilih. Kontrol dapat juga berarti mengukur nilai dari variabel sistem yang dikontrol dan menerapkan variabel yang dimanipulasi ke sistem untuk mengoreksi atau membatasi penyimpangan nilai yang diukur dari nilai yang dikehendaki.
Sebagai contoh : kontrol temperatur cairan pada Continuous Stirred-Tank Reactor (CSTR). Temperatur cairan pada aliran keluar diatur sedemikian hingga sama dengan temperatur yang diinginkan atau setpoint (T sp) dengan mengubah-ubah besarnya panas yang dihasilkan heater (Q).
Sistem kontrol merupakan sistem yang komponen-komponennya telah dikonfigurasi untuk menghasilkan karakteristik sistem yang diinginkan. Teknik sistem kontrol merupakan pengembangan konfigurasi komponen-komponen yang tepat untuk mencapai obyek performansi.
5
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Kontroler
Kontroler adalah komponen dalam sistem kontrol yang menghasilkan sinyal kontrol. Dalam sistem kontrol khususnya sistem kontrol loop tertutup, kontroler akan membandingkan setpoint dengan variabel keluaran (keluaran terukur), menghitung berapa banyak koreksi yang perlu dilakukan, dan mengeluarkan sinyal koreksi (sinyal kontrol) sesuai dengan perhitungan tadi.
Contoh kontroler adalah kontroler on-off , kontroler PID, kontroler logika fuzzy, dan lain-lain.
Sistem Kontrol Umpanbalik
Sistem kontrol umpanbalik adalah sistem yang cenderung mempertahankan suatu hubungan yang telah ditentukan antara keluaran sistem dan masukan acuan ( setpoint ) dengan membandingkan keduanya dan menggunakan perbedaannya sebagai sinyal kontrol. Pada sistem kontrol umpan balik, keluaran sistem berpengaruh terhadap aksi pengaturan.
Sistem kontrol umpan balik tidak terbatas di bidang rekayasa, tetapi dapat juga ditemukan diberbagai macam bidang bukan rekayasa. Contohnya : tubuh manusia.
Tubuh manusia adalah sistem kontrol umpanbalik yang sangat maju. Baik suhu tubuh maupun tekanan darah dijaga tetap konstan dengan alat umpan balik faal tubuh.
Contoh sistem kontrol umpanbalik lainnya : sistem kontrol temperatur pada oven listrik.
Diagram blok dari sistem kontrol temperatur pada oven listrik adalah sebagai berikut :
Gambar 1.6. Diagram Blok Sistem Kontrol Temperatur !"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
6
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Temperatur di dalam oven listrik diukur oleh sensor temperatur, yang merupakan alat analog. Temperatur analog dikonversi menjadi temperatur digital oleh konverter A/D. Temperatur digital tersebut dimasukkan ke kontroler melalui sebuah antarmuka. Temperatur digital ini dibandingkan dengan temperatur masukan yang diprogram, dan jika terdapat kesalahan, kontroler mengirim sinyal ke pemanas, melalui sebuah antarmuka, penguat, dan relai untuk membawa temperatur oven listrik ke nilai yang dikehendaki.
Sistem Kontrol Sekuensial
Sistem kontrol sekuensial adalah sistem yang melakukan beberapa operasi secara otomatis step by step yang bekerja sesuai dengan aturan ( sequence) yang telah ditentukan. Kebanyakan kontrol sekuensial hanya melaksanakan perintah yang mempunyai dua keadaan ( state) secara berurutan; misalnya : start/stop, up/down, tutup/buka, sinyal on/off dan lain-lain.
Kontrol sekuensial dapat dibagi menjadi tiga kategori sebagai berikut : 1. Sistem melakukan urutan berikutnya jika kondisi yang ditentukan sebelumnya terpenuhi (conditional control ) 2. Sistem melaksanakan urutan berikutnya jika telah mencapai waktu yang telah ditentukan (time schedule control ). 3. Sistem di mana waktu pelaksanaan atau interval waktu tidak penting, hanya urutan operasi yang telah ditetapkan yang dipentingkan (executive control ).
Contoh sistem kontrol sekuensial: sistem kontrol pada lampu lalu lintas, konveyor, lift, mesin cuci dan lain-lain.
Sistem Kontrol Proses
Sistem kontrol proses merupakan sistem kontrol otomatis dimana keluarannya adalah suatu variabel seperti temperatur, tekanan, aliran, level cairan atau pH. Kontrol proses secara luas digunakan di industri.
7
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Contoh sistem kontrol proses adalah : 1. Pengaturan temperatur pada oven listrik 2. Pengaturan level air pada tandon air, dan lain-lain
Servomekanik
Servomekanik merupakan sistem kontrol umpanbalik dimana keluarannya adalah variabel berupa posisi, kecepatan, atau percepatan. Oleh karena itu, istilah servomekanisme dan sistem kontrol posisi adalah sinonim. Pada umumnya, keluaran pada servomekanik diharapkan dapat mengikuti perubahan perubahan masukannya.
Contoh servomekanik : 1. Sistem kontrol lengan robot, dimana lengan robot harus mengikuti jalan tertentu di ruangan yang telah ditentukan 2. Sistem pendaratan otomatis pesawat udara, dimana pesawat udara harus mengikuti jalan di angkasa yang telah ditentukan, dan lain-lain
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
8
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
1.2. SISTEM KONTROL LOOP KONTROL LOOP TERBUKA TERBUKA
Sistem kontrol loop terbuka loop terbuka merupakan suatu sistem kontrol yang keluarannya tidak mempunyai pengaruh terhadap aksi kontrol. Pada sistem kontrol loop loop terbuka tidak terdapat jaringan umpan balik. Dengan kata lain, sistem kontrol loop loop terbuka keluarannya tidak dapat digunakan sebagai perbandingan umpan balik dengan masukan. Oleh karena itu sistem kontrol loop loop terbuka hanya dapat digunakan jika hubungan antara masukan dan keluaran sistem diketahui dan tidak terdapat gangguan internal maupun eksternal.
Representasi diagram blok sederhana dari sistem kontrol loop terbuka loop terbuka adalah sebagai berikut :
Gambar 1.7. Diagram Blok Sistem Kontrol Loop Kontrol Loop Terbuka Terbuka
Berdasarkan diagram bloknya, dapat kita ketahui bahwa pada sistem kontrol loop terbuka keluaran sistem tidak mempengaruhi masukan ke plant ke plant
Contoh sistem kontrol loop terbuka loop terbuka : 1. Sistem kontrol nyala api pada kompor gas
Gambar 1.8. Diagram Blok Sistem Kontrol Nyala Api
Besar kecilnya nyala api pada kompor gas tergantung pada tinggi rendahnya tekan gas Ps yang diatur melalui valve input . Sehingga pada kontrol nyala api kompor gas, output nyala api open loop terhadap loop terhadap valve input .
09
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
2. Sistem kontrol temperatur cairan pada Continuous Stirred-Tank Reactor (CSTR). Solusi 1 untuk kontrol temperatur cairan pada CSTR : Temperatur cairan pada aliran masuk (T ( T in ( w) ditentukan. in) dan laju aliran cairan (w Temperatur cairan pada aliran keluar (T (T out out ) diatur sehingga mencapai nilai yang dikehendaki (T (T sp) dengan cara menentukan besarnya panas yang dihasilkan oleh heater , dimana besarnya panas yang dihasilkan oleh heater adalah Q = wC (T sp - T in in ).
Diagram blok untuk solusi 1 adalah sebagai berikut :
Gambar 1.9. Diagram Blok CSTR Solusi 1
Solusi 2 untuk kontrol temperatur cairan pada CSTR : Temperatur cairan pada aliran masuk (T (T in (w) diukur setiap in) dan laju aliran cairan (w saat. Temperatur cairan pada aliran keluar (T (T out out ) diatur sehingga mencapai nilai yang dikehendaki (T (T sp) dengan cara menentukan besarnya panas yang dihasilkan oleh heater dimana besarnya panas yang dihasilkan oleh heater adalah Q = wC ( T sp - T in in )
Diagram blok untuk solusi 2 adalah sebagai berikut :
Gambar 1.10. Diagram Blok CSTR Solusi 2
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
00
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Dibandingkan dengan sistem kontrol loop tertutup, kelebihan sistem kontrol loop terbuka adalah : •
Konstruksi sederhana
•
Tidak memerlukan banyak komponen sehingga pemeliharaan lebih murah
•
Tidak ada persoalan stabilitas
•
Cocok apabila keluaran sulit diukur atau secara ekonomis tidak fisibel
Sedangkan kekurangan sistem kontrol loo p terbuka adalah : •
Keluaran sistem mungkin berbeda terhadap apa yang diinginkan
•
Rekalibrasi harus dilakukan dari waktu ke waktu.
•
Dapat digunakan hanya jika hubungan antara masukan dan keluaran diketahui
•
Dapat digunakan hanya jika tidak terdapat gangguan internal maupun eksternal.
01
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
1.3. SISTEM KONTROL LOOP TERTUTUP
Sistem kontrol loo p tertutup merupakan sistem kontrol dimana sinyal keluaran mempunyai pengaruh langsung terhadap sinyal kontrol (aksi kontrol). Pada sistem kontrol loop tertutup terdapat jaringan umpanbalik ( feedback ) karenanya sistem kontrol loop tertutup seringkali disebut sebagai sistem kontrol umpanbalik. Praktisnya, istilah kontrol loop tertutup dan sistem kontrol umpanbalik dapat saling dipertukarkan penggunaannya.
Representasi diagram blok dari sistem kontrol loop tertutup adalah sebagai berikut :
Gambar 1.11. Diagram Blok Sistem Kontrol Loop Tertutup
Pada sistem kontrol loop tertutup, sinyal keluaran dari plant atau sinyal keluaran terukur dari elemen ukur (biasanya sensor atau tranduser) diumpanbalikkan untuk dibandingkan dengan setpoint . Perbedaan antara sinyal keluaran dan setpoint yaitu sinyal kesalahan atau error , disajikan ke kontroler sedemikian rupa untuk mengurangi kesalahan dan membawa keluaran sistem ke nilai yang dikehendaki.
Jadi, pada sistem kontrol loop tertutup keluaran sistem digunakan untuk menentukan sinyal masukan ke plant.
Contoh sistem kontrol loop tertutup : 1. Sistem kontrol temperatur cairan pada Continuous Stirred-Tank Reactor (CSTR). Diagram blok dari Sistem kontrol temperatur cairan pada Continuous Stirred-Tank Reactor (CSTR) adalah sebagai berikut :
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
02
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Gambar 1.12. Diagram Blok Sistem Kontrol Temperatur Cairan CSTR
Dengan mengukur temperatur cairan pada aliran keluar (T out ) dan membanding kannya dengan temperatur cairan yang dikehendaki (T sp), maka sinyal error yaitu selisih antara T out dengan T sp diumpankan ke kontroler. Kontroler akan menghasilkan sinyal kontrol berupa panas yang dihasilkan oleh heater (Q) sedemikian hingga temperatur cairan di aliran keluar sama dengan temperatur cairan yang dikehendaki.
2. Sistem kontrol kecepatan Governor Prinsip kerja dari sistem kontrol kecapatan governor adalah sebagai berikut : •
Kecepatan governor disetel sesuai dengan kecepatan yang diinginkan dan tidak terdapat tekanan minyak yang masuk dalam sisi silinder.
•
Jika kecepatan mesin yang sebenarnya turun di bawah harga yang diinginkan, maka gaya sentrifugal dari governor kecepatan mengecil, menyebabkan katup pengontrol (katup pilot) bergerak ke bawah, mencatu bahan bakar yang lebih banyak sehingga kecepatan mesin membesar sampai dicapai harga yang diinginkan.
•
Sebaliknya, jika kecepatan mesin melebihi nilai yang diinginkan, maka gaya sentrifugal dari governor kecepatan membesar, menyebabkan katup pengontrol (katup pilot) bergerak ke atas. Hal ini akan memperkecil catu bahan bakar sehingga kecepatan mesin mengecil sampai dicapai nilai yang diinginkan.
Diagram skematik dari sistem kontrol kecepatan governor adalah sebagai berikut
03
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Gambar 1.13. Diagram Skematik Sistem Kontrol Kecepatan Governor
3. Sistem kontrol temperatur pada oven listrik Diagram blok dari sistem kontrol temperatur pada oven listrik adalah sebagai berikut :
Gambar 1.14. Diagram Blok Sistem Kontrol Temperatur
•
Temperatur di dalam oven listrik diukur oleh sensor temperatur, yang adalah alat analog. temperatur analog dikonversi menjadi temperatur digital oleh konverter A/D.
•
Temperatur digital tersebut dimasukkan ke kontroler melalui sebuah antarmuka.
•
Temperatur digital ini dibandingkan dengan temperatur masukan yang diprogram dan jika terdapat penyimpangan (error ), kontroler mengirim sinyal ke pemanas, melalui sebuah antarmuka, penguat, dan relai untuk membawa temperatur pada oven listrik ke nilai yang dikehendaki !"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
04
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Dibandingkan dengan sistem kontrol loop terbuka, kelebihan sistem kontrol loop tertutup adalah : •
Dapat mengatasi ketidakpastian pengetahuan akan plant dan perubahan kelakuan atau karakteristik plant
•
•
Nonlinearitas komponen tidak terlalu mengganggu Ketelitian (accuracy) terjaga
Sedangkan kekurangan sistem kontrol loop tertutup adalah : •
Perlengkapannya lebih komplek dan lebih mahal dibandingkan dengan kontrol loop terbuka
•
Instalasi dan perawatannya lebih sulit
•
Kecenderungan ke arah osilasi
05
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
RINGKASAN
1. Pada sistem kontrol loop terbuka tidak terdapat jaringan umpan balik 2. Keluaran sistem kontrol loop terbuka tidak mempengaruhi sinyal masukan ke plant 3. Sistem kontrol loop terbuka tidak mampu mengatasi ketidakpastian pengetahuan akan plant dan perubahan kelakuan/karakteristik plant 4. Pada sistem kontrol loop tertutup terdapat jaringan umpan balik ( feedback ). 5. Pada sistem kontrol loop tertutup, keluaran sistem digunakan untuk menentukan masukan ke plant 6. Feedback merupakan fitur esensial pada sistem kontrol yang efektif (hal ini membantu kita mengatasi ketidakpastian pada pengetahuan akan plant dan perubahan kelakuan/karakteristik plant )
LATIHAN
1. Berikan 2 contoh sistem kontrol loop terbuka dalam kehidupan sehari – hari ! 2. Beri satu contoh sistem kontrol loop tertutup serta jelaskan dan gambar diagram
bloknya!
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
06
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
07
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
KOMPONEN SISTEM KONTROL
II
TUJUAN PEMBELAJARAN
Sistem
kontrol
memiliki
beberapa
komponen-komponen
penting
dalam
pengoperasiannya. Dalam bahasan ini, akan diberikan penjelasanan mengenai komponen-komponen tersebut, klasifikasinya serta penggunaan dalam sistem kontrol.
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
08
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
2.1. EROR DETEKTOR
Error detektor merupakan salah satu komponen sistem kontrol yang sangat penting. Dalam sistem kontrol khususnya sistem kontrol loop tertutup atau sistem kontrol umpanbalik, eror detektor digunakan untuk membandingkan sinyal keluaran sebenarnya atau sinyal keluaran terukur dengan sinyal masukan acuan ( setpoint ). Kedudukan eror detektor dalam sistem kontrol dapat dilihat pada blok diagram berikut ini :
Gambar 2.1. Lokasi Eror Detektor pada Blok Diagram Sistem Kontrol Loop Tertutup
Simbol untuk menyatakan sebuah error detektor adalah sebagai berikut :
Atau
dimana, E
: sinyal kesalahan (error )
R
: sinyal masukan acuan ( setpoint )
C *
: sinyal keluaran terukur
19
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Rangkaian eror detektor dapat diklasifikasikan menjadi rangkaian analog dan digital. Rangkaian eror detektor secara analog dapat berupa rangkaian elektronik dan rangkaian mekanik. Rangkaian elektronik dari suatu eror detektor pada umumnya diimplementasikan dalam bentuk rangkaian amplifier.
Rangkaian eror detektor dengan Summing Amplifier + Inverting Amplifier : • Analisa Summing Amplifier :
Gambar 2.2. Rangkaian Eror Detektor dengan Summing Amplifier
Analisa rangkaian summing amplifier diatas adalah sebagai berikut : Di node A :
!! ! !! ! !! !!
!
!!
!
! !"#$%$ !!
!
! !"# !!
!
!
!
!
!!!! ! !! !
! !!
!
!!
!! !!
! !!
!
!!
!
!"#$ !!
!!
!
!!
! !
!!
! !! !!
!
!!
! !! !!
!! !!
!
!!
maka !!
!
!!
!
!!
!! ! !!
(2.1)
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
10
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
• Analisa Summing Amplifier + Inverting Amplifier :
Gambar 2.3. Rangkaian Eror Detektor dengan Summing Amplifier + Inverting Amplifier
Analisa rangkaian summing amplifier + inverting amplifier diatas adalah sebagai berikut : !!
!
!!
!
!!
!! ! !!
!
!! !!
!!
! !!
(2.2)
Jika !!
!
!!
!
!
maka !!
!
!!
! !!
Jika diasumsikan V0 adalah sinyal error (E(s)), V 2 adalah sinyal keluaran terukur (C*(s)) dan 1 V adalah sinyal masukan acuan (R(s)) maka didapatkan : ! !! !
11
!
! !! !
! ! !!! !
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
(2.3)
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
2.2. KONTROLER
Kontroler merupakan salah satu komponen sistem kontrol yang berfungsi mengolah sinyal umpan balik dan sinyal masukan acuan ( setpoint ) atau sinyal eror mejadi sinyal kontrol. Sinyal eror disini adalah selisih antara sinyal umpan balik yang dapat berupa sinyal keluaran plant sebenarnya atau sinyal keluaran terukur dengan sinyal masukan acuan ( setpoint ). Kebanyakan masukan kontroler adalah sinyal eror dan keluaran kontroler disebut sinyal kontrol.
Letak kontroler dalam sistem kontrol khususnya sistem kontrol loop tertutup dapat bervariasi sesuai dengan kebutuhan desain, yaitu : 1. Kontroler terletak pada lintasan umpan maju ( feedforward ), seperti pada diagram blok berikut ini :
Gambar 2.4. Feedforward Controller
Dalam hal ini kontroler disebut sebagai feedforward controller atau direct controller
2. Kontroler terletak pada lintasan umpan balik ( feedback ), seperti pada diagram blok berikut ini :
Gambar 2.5. Feedback Controller
Dalam hal ini kontroler disebut sebagai feedback controller
3. Kontroler diletakkan seri dengan loop tertutup, seperti pada diagram blok berikut ini :
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
12
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Gambar 2.6. Model Reference Controller
Dalam hal ini kontroler disebut sebagai model reference controller 4. Kontroler terletak pada lintasan umpan maju ( feedforward ), lintasan umpan balik ( feedback ) dan diletakkan seri dengan loop tertutup. Dalam hal ini kontroler disebut sebagai model following controller . Hal ini dapat kita lihat seperti pada diagram blok berikut ini :
Gambar 2.7. Model Following Controller
Kontroler dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa sudut pandang tertentu. Berdasarkan aksi kontrolnya, kontroler dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kontroler on/of marupakan kontroler yang aksi kontrolnya hanya mempunyai dua nilai tertentu, yaitu : 13
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!
!
!
!! !"#!$
!
!
!! !"#!$
!
!
! !
!!! ! !
(2.4)
Diagram blok kontroler on/off adalah sebagai berikut :
Gambar 2.8. Diagram Blok Kontroler On/Off
Berikut ini merupakan contoh kontroler on/off : Tinjau sistem kontrol level air pada tangki berikut.
Gambar 2.9. Sistem Kontrol Level Air
Katup elektromagnet digunakan untuk mengontrol laju aliran masuk. Katub ini bisa dalam posisi terbuka atau tertutup. Dengan sistem kontrol dua posisi ini, laju aliran masuk dapat positip, tetap atau nol.
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
14
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Berdasarkan fungsinya, kontroler dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Berdasarkan periodanya, kontroler dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
15
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Berdasarkan sumber daya (energi) dan tipe komponen yang digunakan kontroler dapat diklasifikasikan menjadi : 1. Kontroler elektrik Contoh : kontroler proporsional elektrik Berikut ini adalah diagram skematik dari kontroler proporsional elektrik dengan menggunakan rangkaian inverting amplifier
Gambar 2.10. Diagram Skematik Kontroler Proporsional Elektrik
2. Kontroler mekanik Contoh kontroler mekanik dapat anda lihat pada James Watt Flyball Governor berikut.
Gambar 2.11. James Watt Flyball Governor
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
16
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
3. Kontroler hidrolik Contoh : kontroler proporsional hidrolik Berikut ini adalah diagram skematik dari kontroler proporsional hidrolik :
Gambar 2.12. Diagram Skematik Kontroler Proporsional Hidrolik
4. Kontroler pneumatik Berikut ini adalah diagram skematik dari kontroler proporsional pneumatik :
Gambar 2.13. Diagram Skematik Kontroler Proporsional Pneumatik
17
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
2.3. AKTUATOR
Aktuator merupakan komponen penguat dan pengkonversi daya yang berfungsi untuk menguatkan sinyal kontrol yang berasal dari kontroler menjadi sinyal baru dengan daya yang besar dan sesuai dengan daya yang dibutuhkan oleh plant.
Letak aktuator dalam sistem kontrol dapat dilihat pada blok diagram sistem kontrol loop tertutup berikut ini :
Gambar 2.14. Letak Aktuator pada Diagram Blok Sistem Kontrol Loop Tertutup
Berdasarkan daya yang dihasilkan, aktuator dapat diklasifikasikan menjadi : 1. Aktuator elektrik 2. Aktuator mekanik 3. Aktuator pneumatik 4. Aktuator hidrolik
Aktuator Elektrik
1. Selenoid Solenoid merupakan peralatan dasar yang mengubah sinyal elektrik menjadi gerakan mekanik, biasanya rectilinear (dalam satu garis lurus). Solenoid terdiri dari coil dan plunger , dengan plunger yang berkedudukan bebas. Coil akan memiliki beberapa tingkat tegangan atau arus (ac ataupun dc). Solenoid termasuk plunger-nya akan menarik atau memberikan suatu gaya jika dieksitasi dengan tegangan tertentu.
Gambar 2.15. Selenoid !"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
18
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
2. Konverter DC ke DC ( DC Chopper ) Konverter dc ke dc, pada umumnya disebut chopper karena prinsip pengoperasiannya digunakan untuk memvariasikan nilai rata-rata dari tegangan langsung, yang diaplikasikan pada rangkaian muatan dengan mengenalkan satu atau lebih thyristor antara rangkaian muatan dan sumber dc. Chopper digunakan pada drive dc kecepatan variabel, bertujuan menghilangkan limbah energi dalam bentuk panas yang dihasilkan saat menyalakan dan mengendalikan tahanan. Berikut ini adalah contoh rangkaian chopper :
Gambar 2.16. Rangkaian Chopper
3. Konverter DC ke AC ( Inverter ) Sebagai contoh sederhana sebuah inverter DC-AC linier adalah penguat push-pull . Diagram skematik dari penguat push-pull adalah sebagai berikut berikut :
Gambar 2.17. Rangkaian Push-Pull Amplifier
Pada push-pull amplifier , kedua transistor dihubungkan dan difungsikan sebagai rangkaian emitter follower , untuk T 1 dioperasikan saat tegangan input V s positip dan T 2 dioperasikan saat tegangan input V s negatip. Oleh karena itu tegangan output mengikuti kondisi tegangan input , dan transistor berfungsi sebagai penguat arus untuk memperoleh daya output yang diinginkan. 29
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Aktuator Mekanik
Salah satu contoh aktuator mekanik adalah motor DC. Motor DC mengubah energi listrik berupa sinyal tegangan menjadi energi mekanik berupa putaran yang kontinyu. Prinsip kerja dari motor DC dijelaskan melalui sketsa berikut :
Gambar 2.18. Prinsip Kerja Motor DC
Rangkaian penguat medan yang menghasilkan medan magnet konstan melintang dari dua kutub. Diantara kutub terhubung suatu lilitan kawat yang dapat bebas berotasi dan terhubung ke sumber arus dc yang melewati switch yang ada pada shaft (comutator ) seperti anda lihat pada gambar (a). Pada kondisi tersebut arus pada coil akan menghasilkan medan magnet dengan orientasi kutub utara/selatan seperti pada gambar (b). Tolakan dari medan magnet selatan dan coil selatan akan menyebabkan torsi yang akan memutar coil . Jika komutator tidak terbelah coil akan berputar sampai medan magnet dan coil utara dan kutub selatan sejajar, tetapi karena komutator dengan arah putaran arus melalui coil juga berubah maka dengan kondisi seperti pada gambar (c) torsi putar akan tetap ada dan coil akan terus berputar.
Aktuator pneumatik sering digunakan untuk mentranslasikan sinyal kontrol menjadi suatu gaya atau torsi yang besar untuk memanipulasi elemen kontrol. Prinsip kerjanya berdasarkan konsep tekanan.
!
!
!!! ! !! ! !
(2.5)
dimana P 1 - P 2 = beda tekanan ( P a) A
= luas diafragma (m2)
F
= gaya ( N ) !"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
20
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Aktuator Pneumatik
Biasanya aktuator pneumatik dilengkapi dengan valve kontrol. Seperti terlihat pada direct pneumatic actuator pada gambar berikut ini
Gambar 2.19. Direct Pneumatic Actuator
Aktuator Hidrolik
Ide dasar dari aktuator hidrolik pada dasarnya sama dengan aktuator pneumatik, hanya saja aktuator hidrolik menggunakan fluida yang incompressible.
Gambar 2.20. Direct Hydrolic Actuator
Sebuah aktuator hidrolik mengubah gaya kecil F in menjadi gaya yang diperbesar F out Tekanan hidrolik diberikan oleh persamaan berikut :
!!
21
!
!! !!
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
(2.6)
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
dimana P H
= tekanan hidrolik ( P a)
F 1
= gaya yang diterapkan, applied force ( N )
A1
= luas forcing piston (m2)
Gaya yang dihasilkan pada working piston adalah
!!
!
!! !!
(2.7)
dimana F w
= gaya pada working piston, working force ( N )
A2
= luas working piston (m )
2
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
22
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
2.4. SENSOR DAN TRANDUSER
Tranduser merupakan perangkat fisik yang digunakan untuk mentransformasikan suatu sinyal dari bentuk energi yang satu menjadi bentuk energi yang lain atau dari besaran fisik yang satu menjadi besaran fisik yang lain. Pada umumnya keluaran tranduser adalah sinyal listrik yang dapat berupa arus, tegangan, resistansi, kapasitansi atau frekuensi. Pada dasarnya sensor juga merupakan tranduser. Yang membedakan antara sensor dengan trnduser adalah aplikasi dan penggunaannya.
Tranduser merupakan salah satu komponen dalam sistem kontrol khususnya sistem kontrol loop tertutup. Letak tranduser atau sensor dalam sistem kontrol dapat dilihat pada blok diagram sistem kontrol loop tertutup berikut ini:
Gambar 2.21. Letak Sensor/Tranduser pada Diagram Blok Sistem Kontrol Loop Tertutup
Pada sistem kontrol loop tertutup, sensor atau tranduser mengubah bentuk energi sinyal keluaran dari plant menjadi sama dengan bentuk energi sinyal masukan acuan ( setpoin). Respon tranduser atau sensor terhadap sinyal masukan bisa berupa sistem orde pertama atau orde kedua. Pada umumnya tranduser atau sensor merupakan sistem orde pertama, maka hubungan antara masukan dan keluaran tranduser dalam domain s dapat dinyatakan dalam fungsi alih sebagai berikut :
!
!
!! !
! !!!
!
! !! ! !!
(2.8)
Dimana C *(s) dan C(s) masing masing adalah masukan dan keluaran tranduser, K adalah gain dan ! t adalah konstanta waktu tranduser atau sensor.
23
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!
!
!! !
! !!!
!
!
(2.9)
Jika konstanta waktu tranduser lebih cepat daripada konstanta waktu plant, dalam hal ini ! t << ! maka konstanta waktu tranduser bisa diabaikan sehingga fungsi alih tranduser merupakan gain proporsional yaitu
Contoh : tachogenerator (tranduser kecepatan) Pada umumnya tranduser atau sensor temperatur memiliki konstanta waktu yang sangat lambat.
Performansi dari suatu tranduser atau sensor dinyatakan dalam 2 spesifikasi yaitu spesifikasi teknis dan spesifikasi dinamik. Spesifikasi teknis menyatakan seberapa baik korelasi antara masukan dan keluaran tranduser atau sensor. Spesifikasi teknis terdiri dari : 1. Akurasi Akurasi digunakan untuk menentukan error maksimum yang diharapkan dari suatu tranduser atau sensor ( dalam % eror) 2. Sensitifitas Sensitifitas menunjukkan kemampuan tranduser atau sensor dapat memberikan keluaran terhadap perubahan masukan yang kecil. 3. Resolusi Resolusi menyatakan perubahab masukan terkecil yang menyebabkab perubahan pada keluaran tranduser atau sensor 4. Hysterisis Hysterisis menunjukkan nilai keluaran yang berbeda terhadap pengukuran nilai variabel masukan dari rendah ke tinggi dan dari tinggi ke rendah. 5. Repeatability Repeatability menyatakan seberapa baik tranduser atau sensor memberikan keluaran yang sama terhadap suatu masukan yang diberikan secara berulang-ulang.
Spesifikasi dinamik menyatakan seberapa cepat perubahan keluaran yang terjadi terhadap perubahan masukan. Spesifikasi dinamik terdiri dari :
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
24
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
1. Rise time 2. Time konstan 3. Dead time 4. Respon frekuensi 5. Parameter orde kedua seperti rasio peredaman, frekuensi natural, settling time, dan maksimum overshoot .
Berdasarkan bentuk energi atau besaran dari sinyal masukan, tranduser atau sensor dalam sistem kontrol pada umumnya dapat diklasifikasikan menjadi : 1. Tranduser atau sensor mekanik. Termasuk sensor perpindahan, lokasi atau posisi, sensor level, dan sensor gerakan (kecepatan). Tranduser mekanik banyak digunakan pada sistem servomekanik 2. Tranduser atau sensor temperatur Tranduser atau sensor temperatur banyak digunakan pada sistem kontrol proses.
Contoh sensor perpindahan, lokasi atau posisi : 1. Potensiometer linier Potensiometer linier mengubah gerakan linier ke dalam suatu resistansi variabel yang bisa diubah langsung ke sinyal tegangan dan/atau arus.
Gambar 2.22. Rangkaian Potensiometer Linier
Besarnya keluaran potensiometer linier adalah : !!"#
!
!! !!
!!"
(2.10)
2. Potensiometer rotary Potensiometer rotary mengubah gerakan anguler ke dalam suatu resistansi variabel yang bisa diubah langsung ke sinyal tegangan dan/atau arus.
25
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Gambar 2.23. Potensiometer Rotary
Besarnya keluaran potensiometer rotary adalah :
!!"#
! !
!"#$
!!"
(2.11)
Penggunaan potensiometer rotary pada sistem kontrol posisi motor DC dapat anda lihat seperti diagram blok berikut ini :
Gambar 2.24. Sistem Kontrol Posisi Motor DC
Penggunaan potensiometer rotary pada sistem kontrol posisi motor AC 2 fase dapat anda lihat seperti diagram blok berikut ini :
Gambar 2.25. Sistem Kontrol Posisi Motor AC 2 fase !"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
26
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
3. Sensor kapasitif Sensor kapasitif digunakan untuk mengubah perubahan kapasitansi menjadi sinyal arus atau tegangan.
Gambar 2.26. Sensor kapasitif
Operasi dasar dari sensor kapasitif dapat dilihat dari persamaan untuk suatu kapasitor plat paralel sebagai berikut :
!
!
! !!
!
!
(2.11)
dimana K adalah konstanta dielekrik,
!0
adalah permitivitas = 8,85 pF/m, A adalah
luas penampang plat, dan d adalah jarak antar-plat
4. Sensor induktif Jika sebuah inti (core) permeable dimasukkan ke dalam suatu induktor seperti tampak pada gambar, maka induktansi terkait akan naik. Tiap posisi baru dari inti menghasilkan induktansi yang berbeda. Dalam kondisi ini, gabungan antara induktor dan movable core tersebut dapat digunakan sebagai sensor perpindahan.
Gambar 2.27. Induktor
27
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
RINGKASAN
1. Pada sistem kontrol, error detektor berfungsi membandingkan sinyal keluaran sebenarnya atau sinyal keluaran terukur dengan sinyal masukan acuan (setpoint). 2. Keluaran error detektor adalah sinyal kesalahan atau sinyal eror. 3. Pada sistem kontrol, kontroler berfungsi menghasilkan sinyal kontrol 4. Kontroler dapat diklasifikasikan berdasarkan letaknya dalam sistem kontrol, fungsinya, periodanya, dan sumber daya (energi) serta tipe komponen yang digunakan. 5. Pada sistem kontrol, actuator berfungsi untuk menguatkan sinyal kontrol yang berasal dari kontroler menjadi sinyal baru dengan daya yang besar dan sesuai dengan daya yang dibutuhkan oleh plant. 6. Berdasarkan daya yang dihasilkan, aktuator dapat diklasifikasikan menjadi aktuator elektrik, aktuator mekanik, aktuator pneumatik dan aktuator hidrolik 7. Pada sistem kontrol, sensor atau tranduser mengubah bentuk energi sinyal keluaran dari plant menjadi sama dengan bentuk energi sinyal masukan acuan. 8. Sensor mekanik banyak digunakan pada sistem servomekanik dan sensor temperatur banyak digunakan pada sistem kontrol proses.
LATIHAN
1. Beri satu contoh lainnya realisasi error detektor dengan menggunakaan rangkaian elektronika. 2. Tinjau sistem kontrol level cairan pada tangki berikut :
Bagian manakah yang berfungsi sebagai kontroler ?
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
28
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
3. Beberapa peralatan modern menggunakan sebuah turntable untuk memutar sebuah disk pada kecepatan yang konstan, sebagai contoh CD player, disk drive komputer, dan lain-lain. Berikut ini adalah diagram blok dari sistem kontrol kecepatan untuk turntable.
Bagian manakah yang berfungsi sebagai aktuator ? 4. Berdasarkan gambar pada soal nomor tiga, bagian manakah yang berfungsi sebagai tranduser ?
39
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
MODEL MATEMATIS
III
TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada pokok bahasan ini akan dibahas metode representasi ruang keadaan (state-space) dari sistem, yang dikenal sebagai diskripsi internal dari sistem. Selain itu dijelaskan pula bagaimana cara menyederhanakan model matematis persamaan sistem melalui reduksi diagram blok dan penyederhanaan grafik aliran sinyal.
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
30
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
3.1. PERSAMAAN KEADAAN
Keadaan dari sistem saat t 0 adalah informasi minimal yang cukup untuk menentukan keadaan dan output dari sistem untuk semua t " t 0 jika input sistem diketahui untuk t " t 0. Variabel yang mengandung informasi tersebut disebut variabel keadaan ( statevariable).
Variabel keadaan dari sistem dapat diinterpretasikan sebagai elemen memori dari sistem, yang dibentuk oleh integrator, amplifier, dan penjumlah. Sedangkan output integrator dapat dipilih sebagai variabel keadaan suatu sistem. Jika suatu sistem waktu kontinyu memiliki elemen penyimpan energi secara fisik, maka output dari memory tersebut dapat dipilih sebagai variabel keadaan sistem. Perlu diperhatikan bahwa pemilihan variabel keadaan dari sistem tidaklah tunggal/unik. Terdapat banyak pilihan variabel keadaan untuk sistem yang diberikan.
Tinjau sistem LTI yang dinyatakan oleh PD input-output sebagai berikut : !
!
! !! !
!" !
!
!
!!!
! !! !
!" !!!
!! ! ! ! !!! ! !!!
1
N-1
dimana y(0), y (0), ... . y
!
!
!!!
(3.1)
(0) diketahui. Definisikan variabel keadaan v1(t), v2(t), ...,
vn(t) sebagai berikut : !!
!!!
!
! !! !
!
!!
!
!!
!! !
!
! !! !
! ! ! ! ! !
!!
!! !
!
!
!! !
!! !
(3.2)
maka
!! ! !! !! ! !! !! ! !!
!
!
!! ! !! !! ! !! !! !
! !
!!
!!!
!
!!! !! !!!!!!!! !! !!!!! ! ! ! !!! !! !!!
(3.3)
dan
!!!!
31
!
!!
!! !
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
(3.4)
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Dalam bentuk matriks, Persamaan (3.3) dan (3.4) dapat ditulis sebagai berikut :
(3.5)
(3.6) Secara umum, suatu sistem LTI waktu kontinyu dapat ditulis sebagai berikut :
!! !
!
!" !!! ! !"!! !
(3.7)
!!!!
!
!"!!! ! !"!!!
(3.8)
!
dimana A, B, C, D masing-masing adalah matrik sistem, matrik input , matrik output , dan matrik input pada output . Sedangkan v, x dan y masing-masing adalah vektor keadaan, vektor input dan vektor output . Persamaan (3.7) dikenal sebagai Persamaan Keadaan, sedangkan Persamaan (3.8) disebut Persamaan Output .
Jika sisi kanan dari Persamaan (3.1) memiliki turunan, yaitu !
!
! !! !
!" !
!
!
!!
!!!
! !! !
!" !!!
!! ! ! ! ! !!! !!!!
!!
!
!
!
!!!
!" !
!
!! ! ! ! ! !!!
!
!
!
!"
!! ! !
! !!
!" !! ! !"
! !! ! !!!
(3.9)
maka salah satu cara untuk mencari persamaan keadaan adalah menganggap inputn tanpa turunan. Kemudian dengan menggunakan sifat sistem LTI jika x(t) y(t) maka x(t) y(t) . Sehingga output dapat dinyatakan dalam bentuk kombinasi linier dari y(t) dan turunannya.
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
32
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Contoh : Dapatkan persamaan state-space untuk sistem rangkaian listrik berikut dimana input dan output dari sistem berturut-turut adalah e(t) dan i(t) dan semua kondisi mula = 0 !
Gambar 3.1. Rangkaian RL
Penyelesaian : Untuk sistem tersebut berlaku :
!!
!! !
! !!!! ! !
!
!! ! ! ! !"
atau !! ! ! ! !"
!
!
!
!
! !! ! !
!!
!!!
!
dengan memilih variabel keadaan v(t) = i(t), input x(t) = ei(t) dan output y(t) = i(t) maka diperoleh persamaan keadaan :
!
!! !
!
!
!!!!
!
!
!
!
!
!! ! !
!
!
!
!! !
!!!
Contoh : Dapatkan persamaan state-space untuk sistem yang dinyatakan oleh PD input-output berikut : !!!! ! !!!! ! !!!!!
!
!
!! !
Penyelesaian : Definisikan : !!
!!!
33
!
! !! !
!
!!
!! !
!
! !! !
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
maka !!
!!!
!
!!
!!
!! !
!
!!!! !!! ! !! !!! ! !!!!
!!!!
!
!!
!! !
!! !
atau
!! !
!
!!!!
!
!
!" !!!!"!!! !"!!! ! !"!!!
dimana
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
34
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
3.2. REDUKSI DIAGRAM BLOK
Blok-blok hanya dapat dihubungkan secara seri bila tak ada pengaruh pembebanan. Blok-blok yang terhubung seri tanpa faktor pembebanan dapat diganti dengan blok tunggal dengan fungsi alihnya adalah perkalian masing-masing fungsi alih blok-blok tersebut.
Diagram blok yang kompleks dapat disederhanakan menjadi diagram blok yang lebih sederhana melalui reduksi yang dilakukan secara bertahap dengan menggunakan aturan aljabar diagram blok.
Dalam menyederhanakan diagram blok harus diingat bahwa : 1. Perkalian fungsi alih beberapa blok dalam arah litasan maju harus tetap sama 2. Perkalian fungsi alih beberapa blok dalam loop harus tetap sama.
Aturan aljabar diagram blok dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Pertukaran posisi antara titik jumlahan yang terhubung seri
2. Penguraian titik jumlahan
3. Blok seri
35
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
4. Blok paralel
5. Pertukaran posisi antara titik jumlahan dengan blok (a) Blok terletak sebelum titik jumlahan
(b) Blok terletak sesudah titik jumlahan
6. Pertukaran posisi antara titik cabang dengan blok (a) Blok terletak sebelum titik cabang
(b) Blok terletak sesudah titik cabang
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
36
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
7. Pertukaran posisi antara titik cabang dengan titik jumlahan
8. Sistem dengan feedback (a) Negatif feedback
(b) Positif feedback
Contoh : Sederhanakan diagram blok berikut ini dengan menggunakan aturan aljabar diagram blok dan dapatkan fungsi alih loop tertutup C(s) / R(s)
Gambar 3.2. Diagram Blok C(s)/R(s)
37
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Penyelesaian : 1. Menggerakkan titik penjumlahan dari umpan balik negatif yang berisi H 2 di luar loop umpan balik positif yang berisi H 1
2. Menyederhanakan loop umpan balik positif yang berisi H 1 menjadi blok tunggal A
3. Menyederhanakan loop umpan balik negatif yang berisi H 2 / G1 menjadi blok tunggal B
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
38
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
4. Menyederhanakan loop umpan balik negatif yang merupakan unity feedback
49
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
3.3. GRAFIK ALIRAN SINYAL
Grafik aliran sinyal merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk menyajikan dinamika sistem kontrol. Grafik aliran sinyal merupakan suatu diagram yang mewakili seperangkat persamaan aljabar linier. Untuk menganalisis sistem kontrol dengan grafik aliran sinyal, pertama-tama kita harus mentransformasikan persamaan differensial linier dalam persamaan aljabar di bidang s.
Grafik aliran sinyal berisi kerangka kerja dengan suatu simpul dihubungkan secara langsung dengan cabang. Tiap-tiap simpul menyatakan, variabel sistem, dan tiap cabang yang dihubungkan antara dua simpul berfungsi sebagai penguat sinyal. Arah aliran sinyal ditunjukkan dengan tanda panah yang berada pada cabang dan faktor pengali ditunjukkan sepanjang cabang. Perhatikan bahwa aliran sinyal hanya dalam satu arah. Grafik aliran sinyal menggambarkan aliran sinyal dari satu titik sebuah sistem ke titik yang lain dan memberikan hubungan antara sinyal-sinyal tersebut.
Secara matematis, grafik aliran sinyal ( signal flow graph) adalah suatu diagram yang menggambarkan sekumpulan persamaan aljabar linier sebagai berikut : !!
!
!
!
!
!
!!" !!
!
!
!
! ! ! ! ! ! ! !
!
(3.10)
!
Sebagai contoh, perhatikan grafik aliran sinyal berikut ini :
Gambar 3.3. Diagram Aliran Sinyal
Persamaan aljabar linier : ! !!! !
!!
!
! !!
!!
!
!!!
!!
!
! !!
!!
!
!!! ! !!!
! !!
! ! !!
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
40
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Untuk lebih memahami materi tentang grafik aliran sinyal ini, berikut akan dijelaskan beberapa definisi / istilah pada grafik aliran sinyal. 1. Simpul adalah titik yang menyajikan variabel atau sinyal. Contoh pada gambar (1) : y1 , y2 , y3 , y4 , dan y5 2. Cabang adalah segmen garis untuk menghubungkan simpul. Contoh pada gambar (1) : a, b, c, d, e, f, g, dan h 3. Source atau simpul masukan adalah simpul yang hanya memiliki percabangan keluar saja. Contoh pada gambar (1) : y1 4. Sink atau simpul keluaran adalah simpul yang hanya memiliki percabangan masuk saja. Contoh pada gambar (1) : y5 5. Transmitan adalah penguatan real atau penguatan komplek antara dua simpul 6. Simpul campuran adalah simpul yang memiliki percabangan masuk dan keluar Contoh pada gambar (1) : y2 , y3, dan y4 7. Path atau lintasan adalah sekelompok cabang yang berhubungan dan memiliki arah yang sama. Contoh pada gambar (1) : eh, adfh dan b. 8. Lintasan maju adalah lintasan yang dimulai dari source dan berakhir di sink , tetapi tidak ada node yang dilalui lebih dari satu kali Contoh pada gambar (1) : eh, ecdg, adg dan adfh 9. Loop atau lintasan tertutup adalah lintasan yang berawal dan berakhir pada node yang sama, tetapi node tersebut tidak boleh dilalui lebih dari satu kali Contoh pada gambar (1) : b, dfc 10. Penguatan lintasan adalah hasil kali penguatan pada cabang-cabang sepanjang lintasan 11. Penguatan loop adalah hasil kali penguatan pada cabang-cabang yang membentuk loop
Untuk menentukan hubungan masukan dan keluaran pada grafik aliran sinyal kita bisa menggunakan rumus penguatan Mason yang akan dibahas pada obyek pembelajaran ”Penguatan Mason” atau kita dapat menyederhanakan grafik aliran sinyal menjadi
41
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
grafik yang hanya terdiri dari simpul masukan ( source) dan simpul keluaran ( sinks).melalui reduksi dengan menggunakan aturan aljabar grafik aliran sinyal.
Aturan aljabar grafik aliran sinyal dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Nilai suatu simpul dengan satu cabang masuk
2. Transmitan total dari cabang yang terhubung seri sama dengan hasil kali masingmasing transmitan dari semua cabang
3. Transmitan total dari cabang yang terhubung paralel sama dengan penjumlahan masing-masing transmitan dari semua cabang
4. Simpul campuran dapat dihilangkan
5. Suatu loop dapat dihilangkan
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
42
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Hubungan antara diagram blok dengan grafik aliran sinyal dapat kita lihat pada beberapa contoh berikut ini :
Contoh : 1. Gambarkan grafik aliran sinyal dari diagram blok sistem berikut ini :
43
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Penyelesaiannya adalah sebagai berikut
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
44
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
3.4. PENGUATAN MASON
Grafik aliran sinyal mengandung informasi yang sama dengan diagram blok dari suatu sistem. Melalui grafik aliran sinyal kita juga dapat menentukan fungsi alih loop tertutup dari suatu sistem tanpa perlu melakukan reduksi diagram blok secara bertahap, yaitu dengan menggunakan rumus penguatan Mason.
Rumus penguatan Mason, yang dapat diterapkan untuk semua penguatan diberikan sebagai berikut : !
!
!
!
! !!
!
!! !!
(3.11)
dimana P k
: penguatan lintasan maju ke k
#
: determinan grafik = 1 – (jumlah semua penguatan loop) + (jumlah hasil kali penguatan dari semua kombinasi dua loop tak berhubungan yang mungkin) – (jumlah hasil kali penguatan semua kombinasi tiga loop tak berhubungan) + …. = 1$ % L1 + % L2 $ % L3 + .... + ( $1)m % Lm
% L1
: jumlah penguatan setiap loop (tertutup)
% L2
: jumlah hasil kali penguatan dari semua kombinasi dua loop yang tak berhubungan (tidak memiliki simpul bersama).
% L3
: jumlah hasil kali penguatan dari semua kombinasi tiga loop yang tak berhubungan (tidak memiliki simpul bersama).
#k
: nilai # bila bagian grafik tidak menyentuh lintasan meju ke k , atau nilai # sisa jika lintasan yang menghasilkan P k dihilangkan.
Contoh : Dapatkan fungsi alih loop tertutup C(s)/R(s) dari diagram blok sistem berikut ini dengan menggunakan rumus penguatan Mason.
45
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Penyelesaian : Grafik aliran sinyal dari diagram blok sistem diberikan sebagai berikut :
Pada sistem ini hanya terdapat satu lintasan maju antara masukan R(s) dan keluaran C(s). Penguatan lintasan maju adalah :
!!
!
!! !! !!
Terdapat tiga buah loop. Penguatan masing-masing loop adalah : !!
!
!! !! !!
!!
!
!!! !! !!
!!
!
!!! !! !!
Karena ketiga loop mempunyai cabang bersama, maka tidak terdapat loop bebas. Sehingga determinan # diberikan oleh : !! !
! !!! ! !! ! !! !
!
!
! !! !! !! ! !! !! !! ! !! !! !!
Faktor #1 dari determinan sepanjang lintasan maju menghubungkan simpul masukan dan simpul keluaran diperoleh dari # dengan menghilangkan loop yang menyentuh lintasan. Karena lintasan P 1 menyentuh ketiga loop, diperoleh !! ! !
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
46
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Oleh karena itu, pengutan seluruhnya antara masukan R(s) dan keluaran C(s), atau fungsi alih loop tertutup, diberikan oleh ! !!! ! !! !
47
!
!
!
!! !!
!
!
!! !! !! !!!! !! !! !!! !! !! !!! !! !!
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
RINGKASAN
1. Suatu sistem LTI waktu kontinyu dapat dinyatakan dalam bentuk PD:
!!!
!
!"!!! ! !"!!!
! !! !
!
!"!!! ! !"!!!
!
dimana : v(t) = variabel keadaan, x(t) = variabel input , y(t) = variabel output 2. Untuk mendapatkan persamaan keadaan dari PD input output dapat dilakukan dengan mendefinisikan :
!!
!! !
!
! !! !
!
!!
!! !
!
! !! !
! ! ! ! ! !
!!
!! !
!
!
!! !
!! !
3. Dalam menyederhanakan diagram blok perkalian fungsi alih beberapa blok dalam arah lintasan maju harus tetap sama 4. Dalam menyederhanakan diagram blok perkalian fungsi alih beberapa blok dalam loop harus tetap sama. 5. Pada
sistem
kontrol
diagram
aliran
sinyal
biasanya
digunakan
untuk
penggambaran diagram sistem. 6. Grafik aliran sinyal merupakan sekumpulan persamaan aljabar linier melalui simpul dan percabangan, dimana simpul menyatakan variabel atau sinyal pada sistem dan cabang menghubungkan dua simpul dengan arah dan penguatan tertentu. 7. Grafik aliran sinyal mengandung informasi yang sama dengan diagram blok. 8. Rumus penguatan Mason memudahkan dalam penentuan fungsi alih loop tertutup suatu sistem dari grafik aliran sinyalnya, karena tanpa perlu melakukan reduksi diagram blok secara bertahap. 9. Rumus penguatan Mason dapat digunakan untuk penyederhanaan diagram blok suatu sistem
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
48
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
LATIHAN
1. Dapatkan persamaan state-space untuk sistem yang dinyatakan oleh PD inputoutput berikut : ! !! ! ! ! ! ! ! ! ! ! !! !
!
!
!!! ! !! !!!
2. Sederhanakan diagram blok berikut ini :
3. Gambarkan grafik aliran sinyal dari diagram blok sistem berikut ini :
4. Tinjau sistem yang direpresentasikan dalam benuk grafik aliran sinyal berikut :
Dapatkan fungsi alih loop tertutup C(s) / R(s)
59
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
KARAKTERISTIK SISTEM
IV
TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bagian ini akan dibahas mengenai karakteristik respon waktu untuk sistem orde pertama dan kedua baik karakteristik respon transien maupun karakteristik respon pada keadaan tunak. Selain itu dilakukan pula pembahasan mengenai karakteristik respon orde tinggi dan Kriteria Kestabilan Routh.
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
50
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
4.1. KARAKTERISTIK SISTEM ORDE PERTAMA
Model matematika dari sistem orde pertama dapat dinyatakan dalam bentuk diagram blok seperti berikut ini :
Gambar 4.1. Diagram Blok Sistem Orde Pertama
Dimana R(s) dan C(s) masing-masing adalah sinyal masukan dan sinyal keluaran sistem orde pertama dalam domain s. Sehingga fungsi alih loop tertutup (CLTF) sistem orde pertama adalah : ! !!! ! !! !
!
!
(4.1)
!"!!
dimana K
: Gain overall
!
: konstanta waktu
Selanjutnya kita akan menganalisa respon sistem orde pertama untuk masukan sinyal impuls, sinyal step dan sinyal ramp. Dalam bahasan ini, kita mengasumsikan bahwa syarat awalnya adalah nol.
Respon sistem orde pertama terhadap masukan sinyal impuls
Untuk masukan unit impuls, r(t) = (t) R(s) = 1, maka keluaran sistem orde pertama dalam domain s adalah :
! !! !
!
! !"!!
!
! !! !
! !
!
!
!!
(4.2)
!
sehingga dengan menggunakan transformasi Laplace invers diperoleh
!
!! !
51
!
! !
!
!
!
!
!
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
(4.3)
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Kurva respon sistem orde pertama terhadap masukan unit impuls ditunjukkan pada gambar berikut :
Gambar 4.2. Kurva Respon Sistem Orde Pertama Terhadap Masukan Unit Step
Kurva respon impuls sistem orde pertama merupakan eksponensial turun. Mula-mula c(t) bernilai sama dengan K/ ! sampai pada akhirnya pada saat t mendekati tak berhingga, c(t) bernilai mendekati sama dengan nol.
Garis l melalui K/ ! dengan koefisien arah : !" !" ! !!
!
!
!
!
!! !!
!
! ! !!
!
!
!
!
!
!
!
Sehingga persamaan garis l : !!!!
!
!
!
!
!
! !
! !
(4.4)
Respon sistem orde pertama terhadap masukan sinyal step
Untuk masukan unit step, r(t) = 1u(t) R(s) = 1/s, maka keluaran sistem orde pertama dalam domain s adalah :
! !! !
!
!
! !
!
!
!"!!
!
! !! !
!
! !! !
!
!
!
!
!
! !!
!
!
! !
!
!
! !
!
! !!
!
!
!
!!!
!
!
!
!
!!
!
!
!!
!!
!
! !
!
!
!!
!
(4.5)
!
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
52
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Sehingga dengan menggunakan transformasi Laplace invers diperoleh !
!
!! !
!
!
!
! !!
!
!
! ! !
(4.6)
Kurva respon sistem orde pertama terhadap masukan unit step ditunjukkan pada gambar berikut :
Untuk K = 1
Gambar 4.3. Kurva Respon Orde Pertama Terhadap Masukan Unit Step Jika K=1
Kurva keluaran c(t) mula-mula nol kemudian akhirnya menjadi sama dengan 1. Salah satu karakteristik penting dari kurva respon eksponensial c(t) tersebut adalah bahwa pada t = ! harga c(t) adalah 0,632 atau respon c(t) telah mencapai 63,2% perubahan totalnya. Tampak pada kurva tidak terdapat offset , sehingga untuk K = 1 sistem ini merupakan sistem orde pertama zero offset .
Untuk K
1
Gambar 4.4. Kurva Respon Orde Pertama Terhadap Masukan Unit Step Jika K 1
53
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Kurva keluaran c(t) mula-mula nol kemudian akhirnya menjadi sama dengan K. Pada t = ! harga c(t) adalah 0,632K. Tampak pada kurva terdapat offset , sehingga untuk K 1 sistem ini merupakan sistem orde pertama non zero offset .
Offset adalah eror sistem pada keadaan tunak ( steady state) atau biasa disebut dengan error steady state (e ss). Besarnya offset atau error steady state dari sistem orde pertama terhadap masukan sinyal step adalah :
!!!
!!!
!"#!!! ! !!!
!
!
!"#!!! ! !! !!!
! ! !!!!
!
! !
!
!
!"#!!! !" !! !
!
!"#!!!
! !
!
!
!
!
!"!!
(4.7)
Suatu sistem orde pertama dengan zero offset (tidak mempunyai error steady state) jika K = 1
Respon sistem orde pertama terhadap masukan sinyal ramp
Untuk masukan ramp, r(t) = t.u(t) R(s) = 1/s2 maka keluaran sistem orde pertama dalam domain s adalah
! !! !
! !
!
!
! ! !! ! !
!
!
!
!
!
!
!
!
! !
!
! !!
!
(4.8)
!
dimana
!
!
!
! !
!
! !!
!
!
!
! !
!" !
!
!
!
!!
!
!
!
!
!
!!!
!!
!
!!"
!!!
!
!"
!!
Dengan mensubstitusikan nilai A, B, dan C sehingga didapatkan ! !! !
!
!"
! !
!
!
!
!
!" !!
!
(4.9)
!
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
54
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
atau !
!
!! !
!
!"
! !"
!
! !!
!
!
! ! !
(4.10)
Kurva respon sistem orde pertama ( K=1) terhadap masukan unit ramp ditunjukkan pada gambar berikut :
Gambar 4.5. Kurva Respon Orde Pertama Terhadap Masukan Unit Ramp Jika K=1
Karakteristik respon waktu untuk sistem orde pertama diberikan berdasarkan respon sistem terhadap masukan sinyal step. Karakteristik respon waktu sistem orde pertama dibedakan menjadi karakteristik respon transien dan karakteristik respon keadaan tunak atau steady state.
Gambar 4.6. Pembagian Karakteristik Respon Waktu Sistem Sinyal Step Jika K=1
Karakteristik respon transien sistem orde pertama terdiri dari : Spesifikasi teoritis : Konstanta waktu (! ), adalah waktu yang dibutukan respon mulai
t = 0 sampai dengan respon mencapai 63,2% dari respon steady state. Konstanta waktu menyatakan kecepatan respon sistem. Konstanta waktu yang lebih kecil akan mempercepat respon sistem. 55
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Spesifikasi praktis :
1. Waktu tunak atau settling time (t s ), adalah ukuran waktu yang menyatakan bahwa respon sistem telah masuk pada daerah stabil (dapat dianggap stabil) Jika dihubungkan dengan konstanta waktu ! , maka t s dapat diformulasikan sebagai berikut : !! !!!"!
!
!!
!! !!!"!
!
!!
!! !!!
!!"!
!
!!
(4.11)
2. Waktu naik atau rise time (t ), r adalah ukuran waktu yang menyatakan bahwa respon sistem telah naik dari 5% ke 95% atau 10% ke 90% dari nilai respon pada keadaan tunak ( steady state) Jika dihubungkan dengan konstanta waktu ! , maka t r dapat diformulasikan sebagai berikut : !! !!"
! !"#!
!! !!"#
!
! !"#!
! !"
!
!"
! !"
!
(4.12)
3. Waktu tunda atau delay time (t d ), adalah waktu yang dibutuhkan respon mulai t = 0 sampai respon mencapai 50% dari nilainya pada keadaan tunak ( steady state). Waktu tunda menyatakan besarnya faktor keterlambatan respon akibat proses sampling . Jika dihubungkan dengan konstanta waktu
! , maka t d dapat
diformulasikan sebagai berikut : !!
!
! !"
!
(4.13)
Karakteristik respon keadaan tunak ( steady state) sistem orde pertama diukur berdasarkan kesalahan pada keadaan tunak atau error steady state (e ss ). Besarnya kesalahan pada keadaan tunak adalah !!!
!
!!!
!! !!
(4.14)
Dimana C ss dan R ss masing-masing adalah keluaran dan masukan sistem pada keadaan tunak, yang besarnya adalah !"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
56
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!!!
!
!"#! !! ! !! !
!
!"#!!! ! !! !
!
!"#!!! !" !! !
!
!"#!!! !
!
!
!
! !"!!
!
!
(4.15)
dan
!!!
!
!"#!!! !" !! !
!
!"#!!! !
! !
!
!
(4.16)
Sehingga besarnya kesalahan pada keadaan tunak adalah !!!
!
!
! !
(4.17)
Contoh : Sebuah sistem terdiri dari plant motor DC berbeban dilengkapi dengan tachogenerator diuji dengan cara sebagai berikut :
Gambar 4.7. Plant Motor DC Berbeban dengan Tachogenerator
Jika motor DC diberi sinyal masukan unit step V i(t) = 12 u(t) Volt , sistem memberikan respon keluaran (keluaran tachogenerator) menyerupai orde pertama sebagai berikut :
Gambar 4.8. Respon Keluaran Sinyal Masukan Unit Step pada Tachogenerator
57
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Tentukan model matematika dari plant motor DC dalam bentuk fungsi alih &(s) / V i(s) (rad/volt.det) yang diperoleh melalui pendekatan respon.
Penyelesaian :
!!
!!
!
!! !! ! !
!" !"#$
!
!" !
!!! !
!!
!
!
!
!!
!!
!"" ! !
!!
!
!"
!!! !
!" !
!!!"
!"
!"#
!"#!!! !
!" !
!
!
!!
!!!" !"
!"" ! !
!
!"#!!"#
!"
!"" ! !
!"
Dari kurva respon diketahui ! = 0,25 det Maka fungsi alih motor DC : !!!! !! !! !
!"" ! !
!" !!!"!!!
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
58
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
4.2. KARAKTERISTIK SISTEM ORDE KEDUA
Model matematika dari sistem orde kedua dapat dinyatakan dalam bentuk diagram blok seperti berikut ini :
Gambar 4.9. Diagram Blok Sistem Orde Dua
dimana R(s) dan C(s) masing-masing adalah sinyal masukan dan sinyal keluaran sistem orde kedua dalam domain s. Sehingga fungsi alih loop tertutup (CLTF) sistem orde kedua adalah : ! !!! ! !! !
!
! !!
!
!
!
!
!!! !! !!!!
(4.18)
dengan K
= Gain overall
'n
= frekuensi alami tak teredam
(
= rasio peredaman
Berdasarkan fungsi alih loop tertutupnya dapat kita lihat bahwa kelakuan dinamik sistem orde kedua dapat digambarkan dalam parameter ( dan 'n. Letak kutub loop tertutup C(s)/R(s) dari sistem orde kedua dapat ditinjau berdasarkan nilai rasio peredaman ( , yaitu : 1. Untuk 0 < ( < 1, kutub loop tertutup merupakan konjugat komplek yaitu
!!
!
!! !
!!
!
!! ! ! !!
!
!
! !!!
!
!
! !!
!
! !!
Dalam hal ini sistem dikatakan mengalami redaman kurang (under damped ). Oleh karena itu C(s)/R(s) dapat dituliskan ! !! ! ! !! !
69
! !! !
!!!! !! !! !! !!!!! !! !! !! !
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
(4.19)
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
dimana
!!
!
!
!!
Frekuensi
! !!
(4.20)
'd disebut frekuensi alami teredam. Untuk masukan unit step
r(t) = 1.u(t) R(s) = 1/s, C(s) dapat dituliskan ! !!
! !! !
!
!!
!
!
!!! !! ! !!! !!
!
! !
!!
!!
!!
! !!
! !! !
!
! !! !
!! !
!!
!!
! ! !! !! !!!
(4.21)
Dengan menggunakan transformasi Laplace balik diperoleh
!
!
!
! ! !!
!
!
!
!
!
!! !
!!!!! !!!
!
!"#!! !
!"#
!! !
!
!
! !!!
! !!!
!
!
!"# !! !
!"#
!!
!!!
!
!
!!
! !!
(4.22)
Kurva respon sistem orde kedua dalam keadaan redaman kurang (under damped ) terhadap masukan unit step ini dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4.10. Respon Keluaran Sinyal Masukan Unit Step dalam Redaman Kurang Orde Kedua
Tampak bahwa pada keadaan redaman kurang atau underdamped respon sistem orde kedua terhadap masukan unit step mengalami osilasi (terdapat overshoot ). 2. Untuk ( = 1, kutub loop tertutup merupakan bilangan riel negatif dan kembar yaitu !!
!
!!
!
!!
!
Dalam hal ini sistem dikatakan mengalami redaman kritis (critically damped ). Untuk masukan unit step, r(t) = 1.u(t) R(s) = 1/s, C(s) dapat dituliskan !"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
60
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
! !! !
! !! !
!!!!! !
!
!
!
!
!
!
!!!!! !
!
!
!
!
! ! !! ! !
(4.23)
Dimana
!
!
!
! !! !
!
! !
!!!
! !!
!
!
!
!!!!! !!
!
!!
!!!
!!
!
! !! !
!"
!
! !!!
!
!!
!!!
!
!
!!
!!!
!!
Sehingga ! !! !
!
! !
!
!!!
!!
!!!!
!
!
!!
!!!!
!
(4.24)
Dengan menggunakan transformasi Laplace balik diperoleh !
!
!
!
! !!
!! !
!!
!! !
!!
! !!
(4.25)
Kurva respon sistem orde kedua (critically damped ) terhadap masukan unit step ini dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4.11. Respon Keluaran Sinyal Masukan Unit Step pada Redaman Kritis Orde Kedua
Tampak bahwa pada keadaan redaman kritis atau critically damped respon sistem orde kedua terhadap masukan unit step tidak terdapat overshoot dan menyerupai respon sistem orde pertama. 3. Untuk ( > 1, kutub loop tertutup merupakan bilangan riel negatif dan berbeda yaitu
61
!!
!
!! !
!!
!
!! ! ! !
!
!
!
!!
!
!! ! ! !! ! !
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Gambar 4.12. Respon Keluaran Sinyal Masukan Unit Step pada Redaman Lebih Orde Kedua
Tampak bahwa pada keadaan redaman lebih atau over damped respon sistem orde kedua terhadap masukan unit step tidak terdapat overshoot dan menyerupai respon sistem orde pertama
Karakteristik respon waktu sistem orde kedua
Karakteristik respon waktu untuk sistem orde kedua diberikan berdasarkan respon sistem terhadap masukan unit step. Karakteristik respon waktu sistem orde kedua dibedakan menjadi karakteristik respon transien dan karakteristik respon keadaan tunak atau steady state. Karakteristik respon waktu menjadi penting karena kebanyakan sistem kontrol merupakan sistem daerah waktu.
Karakteristik respon transien sistem orde kedua terdiri dari: Spesifikasi teoritis : frekuensi alami tak teredam (n) dan rasio peredaman ( ).
Spesifikasi praktis : Spesifikasi praktis didapatkan dengan asumsi respon sistem orde kedua dalam keadaan redaman kurang (underdamped ). Spesifikasi praktis terdiri dari: 1. Waktu tunda (delay time), t d Waktu tunda adalah waktu yang diperlukan oleh respon untuk mencapai setengah dari nilai steady state tunak untuk waktu pertama 2. Waktu naik (rise time), t r Waktu naik adalah waktu yang dibutuhkan oleh respon untuk naik dari 5% ke 95% atau 10% ke 90% dari nilai steady state.
63
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Waktu naik terjadi bila : c(t ) r = 1
!
!! ! !
!
!
!
!
! !!
!! !!
!"# !! !!
!
! !! !
!
!"# !! !!
(4.30)
Mengingat : !
!!! !!
! !
maka
!"# !! !!
!
!
!!! !
!"# !! !!
!
!
atau
!"# !! !!
!!!
!
!
!
!
!
!!
!
!
diperoleh
!!
!
!
!!
!"#
!!
!!
!
! !
!!
!!
!
(4.31)
3. Waktu puncak (peak time), t p Waktu puncak adalah waktu yang diperlukan respon untuk mencapai puncak pertama overshoot . Waktu puncak terjadi pada saat : !" !" ! !! !
!
!!"# !! !! !
!!
!!!
!
!
!!"! !!
!
!
(4.32)
Mengingat !
!!! !!
! !
maka !"# !! !!
!
!
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
64
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
diperoleh !! !!
!
!
!
!!
!! !! !
!
! ! !!
Mengingat waktu puncak tejadi pada puncak pertama, maka : !!
! !
!!
(4.33)
Waktu puncak t p berhubungan dengan setengah putaran frekuensi osilasi teredam.
4. Overshoot maksimum, M p Overshoot maksimum adalah nilai puncak kurva respon diukur dari satuan. Apabila nilai akhir keadaan tunak responnya jauh dari satu, maka biasa digunakan persen overshoot maksimum, dan didefinisikan oleh
!"#$%&'& !"#$%!!!" !!!
! !
!!! !!! !!! !
!
!""#
! !
Besarnya persen overshoot maksimum menunjukkan kestabilan relatif dari sistem. Simpangan puncak terjadi pada : !
!
!!
! !
!!
Sehingga :
!!
!
!
!
!
!
!!
!!
!
!!
!
!
!
!! !!
!
!!
!"# !
!
! !!!
!
!"# !
(4.34)
5. Waktu tunak (settling time), t s Waktu tunak adalah waktu yang dibutuhkan respon untuk mencapai keadaan stabil (keadaan tunak) atau dianggap stabil. Waktu tunak berhubungan dengan pita toleransi ± 2% atau ± 5% yang diukur dalam konstanta waktu = 1/ n pada nilai yang berbeda. Hasil yang diperoleh ditunjukkan pada gambar (4.13) berikut ini.
65
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Gambar 4.13. Waktu Tunak pada Pita Toleransi 2% dan 5%
Apabila kriteria 2% digunakan, maka : !! ! !! !
! !
!
!
! !!
Jika kriteria 5% yang digunakan, maka : !! ! !! !
! !
!
!
! !!
Perhatikan bahwa waktu tunak berbanding terbalik dengan hasil kali rasio peredaman dan frekuensi alami tak teredam sistem. Karena nilai biasanya ditentukan dari overshoot maksimum yang diijinkan, maka pada dasarnya waktu tunak ditentukan dari frekuensi alami tak teredam n.
Karakteristik respon keadaan tunak ( steady state) sistem orde kedua diukur berdasarkan kesalahan pada keadaan tunak atau error steady state (e ss ). Besarnya kesalahan pada keadaan tunak adalah !!!
!
!!!
!!
!!
Dimana Css dan Rss masing-masing adalah keluaran dan masukan sistem pada keadaan tunak, yang besarnya adalah
!!!
!
!"#!!! !" !! !
!
!"#!!! !
! ! !
!
!
!!! !! !!!!
!
!
(4.35)
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
66
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
dan
!!!
!"#!!! !" !! !
!
!
!"#!!! !
!
!
!
!
(4.36)
Sehingga diperoleh !!!
!
!
!!
Contoh : Suatu sistem orde kedua memiliki fungsi alih loop tertutup : ! !!
! !!!
!
! !! !
!
!
!
!!! !! !!!!
dengan = 0,6 dan n = 5rad/sec Tentukan waktu naik t r, waktu puncak t p, overshoot maksimum M p, dan waktu tunak t s bila sistem diberi masukan unit step.
Penyelesaian : Dari nilai dan n yang diberikan, kita dapatkan :
!!
!
!
!!
! !!
!
!
Besarnya waktu naik adalah !
!!
!
!!
!
!!!"!! !
!!
Dengan diberikan oleh
!
!
! ! !!
!"#
!
!! !
!"#
!
!
!
!!!" !"#
Jadi waktu naik adalah
!!
67
!
!!!"!!!!" !
!
!!!! !
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Besarnya waktu puncak adalah
!!
! !
!
!!
!!!"
!
!
!!!"# !
Besarnya overshoot maksimum adalah
!!
!
!
!
!
!!
!
=! !
! !
!!!"
!
!!!"#
Jadi persen overshoot maksimum adalah 9,5% Besarnya waktu tunak adalah Untuk kriteria 2% :
!!
!
!
!
!
!
!
!
!!!!
!
Untuk kriteria 5% :
!!
! !
! !
!
!
!
!
!
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
68
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
4.3. KRITERIA KESTABILAN ROUTH
Suatu sistem pengaturan dikatakan stabil jika dan hanya jika semua kutub loop tertutup berada pada setengah sebelah kiri bidang s. Karena pada umumnya sistem linier mempunyai fungsi alih loop tertutup dalam bentuk : ! !!! ! !! !
!
!! !
!
!! !
!!! !
!
!! !!!!!!
!
!
!!! !
!! !!!!!!
!
!! !!!!
! ! ! !! !
!
!
! !!! ! !! !
(4.37)
dengan an s dan bm s adalah tetapan dan m ) n , maka pertama-tama kita harus memfaktorkan polinomial A(s) untuk memperoleh kutub loop tertutup. Proses ini sangat memakan waktu untuk poliomial derajat dua atau lebih. Persamaan karakteristik dari sistem loop tertutup ini adalah : !! !
!
!
!! !
!
!!
!! ! ! !!!!! ! !
!!
!
!
(4.38)
Kriteria kestabilan Routh memberi informasi pada kita apakah terdapat akar positip pada persamaan polinomial tanpa pemecahan atau pemfaktoran. Kriteria ini berlaku untuk polinomial hanya dengan beberapa suku saja. Apabila kriteria ini diterapkan untuk suatu sistem pengaturan, informasi tentang kestabilan mutlak dapat diperoleh secara langsung dari koefisien persamaan karakteristik.
Prosedur kriteria kestabilan Routh adalah sebagai berikut : 1. Tulis persamaan karakteristik sistem : !! !
!
!
!! !
!
!!
!! ! ! !!!!! ! !
!!
!
!
dengan koefisien merupakan besaran real. Anggap bahwa an 0 sehingga terdapat akar nol yang dihilangkan. 2. Apabila terdapat koefisien nol atau negatif maka koefisien positip terkecil adalah akar atau akar imajiner yang mempunyai bagian real positip, Dalam hal ini, sistem tidak stabil. Jika kita berkepentingan hanya dengan kestabilan mutlak, maka prosedur lebih lanjut tidak perlu. Penting diperhatikan bahwa kondisi dengan semua koefisien positip belum cukup untuk mendapatkan kestabilan. Syarat perlu namun tidak cukup adalah koefisien pada persamaan 79
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
karakteristik semua harus ada dan positip. (Bila semua an s negatif dapat dibuat positip dengan mengalikan kedua ruas dengan -1). 3. Jika semua koefisien positip, susun koefisien polinomial dalam baris dan kolom sesuai pola berikut :
Koefisien b1 , b2 , b3 , ...., dan seterusnya dihitung sebagai berikut : !!
!
!!
!
!!
!
!! !!
!!! !!
!! !! !!
!!! !!
!! !! !!
!!! !!
!!
Perhitungan nilai bm s diteruskan sampai semua sisa nol. Pola yang sama dengan perkalian silang koefisien dua baris sebelumnya digunakan untuk perhitungan co s, d p s, eq s dan seterusnya. Oleh karena itu :
!!
!
!!
!
!!
!
!! !! !!! !! !! !! !! !!! !! !! !! !! !!! !! !!
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
70
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
dan !!
!
!!
!
!! !!
!!! !!
!! !! !!
!!! !!
!!
Proses ini diteruskan sampai baris ke-n secara lengkap. Susunan lengkap dari koefisien berbentuk segitiga (triangular ). Perhatikan bahwa dalam menyusun semua baris mungkin dibagi atau dikalikan dengan suatu bilangan positip untuk menyederhanakan perhitungan numerik tanpa merubah kestabilannya. 4. Jumlah akar persamaan karakteristik dengan bagian real positip sama dengan jumlah perubahan tanda dari koefisien kolom pertama. Harus diperhatikan bahwa nilai yang tepat dari suku kolom pertama tidak penting untuk diketahui namun hanya tandanya yang diperlukan.
Contoh : Terapkan kriteria kestabilan Routh untuk polinomial orde 4 berikut : !
!
! !!
!
! !!
!
! !! ! !
!
!
Penyelesaian : Marilah kita ikuti prosedur untuk membuat susunan koefisien. (Dua baris pertama dapat diperoleh secara langsung dari polinomial yang diberikan. Suku selanjutnya diperoleh dengan jalan apabila ada koefisienyang hilang maka dalam susunannya diganti dengan nol)
Jumlah koefisien yang diubah tandanya pada kolom pertama ada dua. Ini berarti bahwa terdapat dua akar dengan bagian real positip.
71
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Penerapan kriteria kestabilan Routh untuk analisis sistem kontrol.
Kriteria kestabilan Routh memungkinkan kita menentukan pengaruh perubahan satu atau dua parameter sistem dengan menentukan nilai yang menyebabkan tidak stabil. Berikut akan kita tinjau masalah untuk menentukan daerah kestabilan nilai parameter.
Contoh : Tinjau sistem berikut :
Selanjutnya akan kita tentukan daerah K untuk kestabilan. Fungsi alih loop tertutupnya adalah ! !!! ! !! !
!
!
!
! !
!
!! !!!!!!!!!!
Persamaan karakteritiknya adalah !
!
! !!
!
! !!
!
! !! ! !
!
!
Sehingga susunan koefisiennya adalah
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
72
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Untuk kestabilan K harus positip dan semua koefisien pada kolom pertama harus positip. Oleh karena itu, !" !
! ! ! !
Apabila K = 14/9, maka sistem menjadi berisolasi dan secara matematis osilasi tersebut pada amplitudo tetap.
73
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
RINGKASAN
1. Karakteristik respon transien sistem orde pertama untuk spesifikasi teoritis adalah konstanta waktu ( ! ) dan untuk spesifikasi praktis terdiri dari waktu tunak ( t s ), waktu naik ( t r ), dan waktu tunda ( t d ). 2. Karakteristik respon steady state sistem orde pertama diukur berdasarkan kesalahan pada keadaan tunak (error steady state) 3. Spesifikasi teoritis dari karakteristik respon transien sistem orde kedua dinyatakan dalam frekuensi alami tak teredam ( 'n) dan rasio peredaman (( ). Sedangkan spesifikasi prakteknya dinyatakan dalam waktu tunda (t d) , waktu naik (t r ), waktu puncak (t p), overshoot maksimum ( M p), dan waktu turun (t s). 4. Karakteristik respon steady state sistem orde kedua diukur berdasarkan kesalahan pada keadaan tunak (error steady state) 5. Respon sistem orde kedua untuk redaman lebih dan redaman kritis dapat didekati dengan respon sistem orde pertama 6. Respon sistem orde kedua untuk redaman kurang terdapat overshoot (mengalami osilasi) 7. Kriteria kestabilan Routh memberi informasi pada kita tentang kestabilan mutlak suatu sistem pengaturan berdasarkan koefisien persamaan karakteristik 8. Penerapan kriteria kestabilan Routh memungkinkan kita menentukan pengaruh perubahan satu atau dua parameter sistem dengan menentukan nilai yang menyebabkan sistem tidak stabil
LATIHAN
1. Sistem orde pertama diketahui memiliki fungsi alih loop tertutup :
Hitung waktu tunak t s (±5% ), waktu naik t r (5%-95%) dan waktu tunda dari respon sistem orde pertama tersebut jika diberi masukan sinyal step r(t) = u(t) 2. Untuk sistem berikut :
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
74
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
tentukan nilai penguatan K dan tetapan umpan balik kecepatan K h sehingga overshoot maksimum pada respon unit step sebesar 0,2 dan waktu puncak 1 det. Dengan nilai K dan K h tersebut tentukan waktu naik dan waktu tunak. 3. Tinjau sistem berikut :
Tentukan daerah K untuk kestabilan sistem di atas.
75
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
KONTROLER
V
TUJUAN PEMBELAJARAN
Salah satu jenis kontroler berdasarkan aksi kontrolnya adalah kontroler proporsional ditambah integral ditambah differensial (PID). Kontroler proporsional ditambah integral ditambah differensial merupakan kontroler yang aksi kontrolnya merupakan kombinasi dari aksi kontrol proporsional, aksi kontrol integral dan aksi kontrol differensial. Pada bagian ini kita akan membahas mengenai kontroler proporsional, kontroler PI, kontroler PD, dan kontroler PID termasuk realisasi rangkaiannya.
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
76
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
5.1. KONTROLER P
Untuk kontroler proporsional (P), sinyal kesalahan e(t) merupakan masukan kontroler sedangkan keluaran kontroler adalah sinyal kontrol u(t). Hubungan antara masukan kontroler e(t) dan keluaran kontroler u(t) adalah !
!!!
!
!! ! !!!
(5.1)
atau dalam besaran transformasi Laplace !!! !
!
!! ! !! !
(5.2)
dimana K p adalah penguatan proporsional. Sehingga fungsi alih kontroler proporsional adalah ! !! ! ! !!!
!
!!
Apapun mekanisme sebenarnya dan apapun bentuk gaya operasinya, kontroler proporsional pada dasarnya merupakan suatu penguat dengan penguatan yang dapat diatur.
Diagram blok kontroler proporsional adalah sebagai berikut
Gambar 5.1. Diagram Blok Kontroler Proporsional
Kontroler P elektronik
Realisasi kontroler proporsional dengan rangkaian elektronika dapat dibuat dengan menggunakan operasional amplifier jenis inverting amplifier dan non inverting amplifier.
77
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
1. Dengan inverting amplifier :
Gambar 5.2. Rangkaian Kontroler P menggunakan Inverting Amplifier
Tegangan keluaran inverting amplifier dalam transformasi Laplace : ! !! !
!
!! !!
! ! ! !
(5.4)
Dengan membandingkan persamaan (1) dan persaman (2) maka besarnya penguatan proporsional ( K p) adalah !!
!
!! !!
(5.5)
Dengan range K p adalah sebagai berikut : a. Jika R F bernilai tertentu dan Ri variabel (0 sampai dengan Ri max) maka : !! !! !"#
! !! !
!
b. Jika Ri bernilai tertentu dan R F variabel (0 sampai dengan R F max) maka : ! ! !! !
!! !"# !!
Dalam prakteknya K p = tidak dapat mengakibatkan u(t) = karena u(t)max = V cc (saturasi). Biasanya nilai maksimum untuk K p adalah 100X dan nilai minimum untuk K p adalah nol.
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
78
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
2. Dengan non inverting amplifier :
Gambar 5.3. Rangkaian Kontroler P menggunakan non Inverting Amplifier
Tegangan keluaran non inverting amplifier dalam transformasi Laplace : ! !! !
!
!!
!! !!
! !! !
(5.6)
Dengan membandingkan persamaan (5.2) dan persaman (5.4) maka besarnya penguatan proporsional K p adalah !!
!
!!
!! !!
(5.7)
Dengan range K p adalah sebagai berikut : a. Jika R F bernilai tertentu dan Ri variabel (0 sampai dengan Ri max) maka : !!
!! !! !"#
! !! !
!
b. Jika R i bernilai tertentu dan R F variabel (0 sampai dengan R F max) maka :
!
89
! !! ! ! !
!! !"# !!
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
5.2. KONTROLER PI
Untuk kontroler proporsional ditambah integral (PI), sinyal kesalahan e(t) merupakan masukan kontroler sedangkan keluaran kontroler adalah sinyal kontrol u(t). Hubungan antara masukan kontroler e(t) dan keluaran kontroler u(t) adalah
!
!! !
!
!!
!
!! ! !
!
! !!
!
!
!!!!"
(5.8)
atau dalam besaran transformasi Laplace ! !! !
!
!!
!!
! !! !
! !! !
(5.9)
dimana K p adalah penguatan proporsional dan i adalah waktu integral. Parameter K p dan i keduanya dapat ditentukan. Sehingga fungsi alih kontroler proporsional ditambah integral adalah ! !! ! ! !! !
!
!!
!!
! !! !
Diagram blok kontroler proporsional ditambah integral adalah sebagai berikut
Gambar 5.4. Diagram Blok Kontroler Proporsional Integral
Kontroler PI elektronik
Realisasi kontroler proporsional ditambah integral dengan rangkaian elektronika dapat dibuat dengan menggunakan operasional amplifier jenis inverting amplifier.
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
80
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Gambar 5.5. Rangkaian Kontroler PI menggunakan Inverting Amplifier
Pada bagian proporsional, tegangan di titik P dalam transformasi Laplace : !! !! !
!
!! !!!
(5.10)
Pada bagian integral, tegangan di titik I dalam transformasi Laplace : !! !! !
!
!
!
! ! !! !
! !! !
(5.11)
Pada rangkaian summing amplifier , kita dapatkan besarnya tegangan keluaran dalam transformasi Laplace, yaitu : ! !! !
!
!
!! !!
!!! !!! ! !! !!!!
(5.12)
Dengan mensubstitusikan persamaan tegangan di titik P dan persamaan tegangan di titik I kita dapatkan ! !! !
!
!! !!
!!
! ! ! !! !
! !! !
(5.13)
Dengan membandingkan persamaan (5.9) dan (5.13) maka besarnya penguatan proporsional K p dan waktu differensial i masing-masing adalah
!! !!
81
!
!
!! !!
!! !!
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
5.3. KONTROLER PD
Untuk kontroler proporsional ditambah differensial (PD), sinyal kesalahan e(t) merupakan masukan kontroler sedangkan keluaran kontroler adalah sinyal kontrol u(t). Hubungan antara masukan kontroler e(t) dan keluaran kontroler u(t) adalah
!
!! !
!
!!
!
!!! ! !!
!" !! ! !"
(5.14)
atau dalam besaran transformasi Laplace ! !! !
!
!! !! !
!! !
!! !!!
(5.15)
dimana K p adalah penguatan proporsional dan d adalah waktu diffrensial. Parameter K p dan d keduanya dapat ditentukan. Sehingga fungsi alih kontroler proporsional ditambah differensial adalah ! !! ! ! !! !
!
!! !! !
!! !
!
Diagram blok kontroler proporsional ditambah differensial adalah sebagai berikut
Gambar 5.6. Diagram Blok Kontroler Proporsional Diferensial
Kontroler PD elektronik
Realisasi
kontroler
proporsional
ditambah
differensial
dengan
rangkaian
elektronika dapat dibuat dengan menggunakan operasional amplifier jenis inverting amplifier .
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
82
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Gambar 5.7. Rangkaian Kontroler PD menggunakan Inverting Amplifier
Pada bagian proporsional, tegangan di titik P dalam transformasi Laplace : !! !! !
!
!! !!!
Pada bagian differensial, tegangan di titik D dalam transformasi Laplace : !! !!!
!
!!! !! !"!!!
(5.16)
Pada rangkaian summing amplifier , kita dapatkan besarnya tegangan keluaran dalam transformasi Laplace, yaitu : ! !! !
!
!
!! !!
!!! !!! ! !! !!!!
(5.17)
Dengan mensubstitusikan persamaan tegangan di titik P dan persamaan tegangan di titik D kita dapatkan ! !! !
!
!! !!
!! ! !! !! !!! !!!
(5.18)
Dengan membandingkan persamaan (5.15) dan (5.18) maka besarnya penguatan proporsional K p dan waktu differensial ! d masing-masing adalah !! !!
83
!
!
!! !!
!! !!
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
5.4. KONTROLER PID
Untuk kontroler proporsional ditambah integral ditambah differensial (PID), sinyal kesalahan e(t) merupakan masukan kontroler sedangkan keluaran kontroler adalah sinyal kontrol u(t). Hubungan antara masukan kontroler e(t) dan keluaran kontroler u(t) adalah
!
!!!
!
!!
!
!! ! !
! !!
!
!
!
!! !!" ! !!
!" !! ! !"
(5.19)
atau dalam besaran transformasi Laplace !!! !
!
!!
!!
!
!
!! !
!! !
! !! !
(5.20)
dimana K p adalah penguatan proporsional dan ! i adalah waktu integral dan ! d adalah waktu differensial. Parameter K p , ! , i dan ! d ketiganya dapat ditentukan. Sehingga fungsi alih kontroler proporsional ditambah integral ditambah differensial adalah ! !! ! ! !!!
!
!
!!
!!
! !! !
!
!! !
Diagram blok kontroler proporsional ditambah differensial adalah sebagai berikut
Gambar 5.8. Diagram Blok Kontroler Proporsional Integral Diferensial
Kontroler PID elektronik
Realisasi kontroler proporsional ditambah integral ditambah differensial dengan rangkaian elektronika dapat dibuat dengan menggunakan operasional amplifier jenis inverting amplifier.
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
84
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Gambar 5.9. Rangkaian Kontroler PID menggunakan Inverting Amplifier
Pada bagian proporsional, tegangan di titik P dalam transformasi Laplace : !! !! !
!
! ! !! !
Pada bagian integral, tegangan di titik I dalam transformasi Laplace : !! !! !
!
!
!
!! !! !
! !! !
Pada bagian differensial, tegangan di titik D dalam transformasi Laplace : !! !! !
!
!!! !! !" !!!
Pada rangkaian summing amplifier , kita dapatkan besarnya tegangan keluaran dalam transformasi Laplace, yaitu : !!! !
!
!
!! !!
!!! !!! ! !! !!! ! !! !!!!
(5.21)
Dengan mensubstitusikan persamaan tegangan di titik P, tegangan di titik I dan tegangan di titik D maka kita dapatkan !!
!
!!! !
!
85
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!!
!!
!! !! !
! !! !! !
! !! !
(5.22)
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
Dengan membandingkan persamaan (5.20) dan (5.22) maka besarnya penguatan proporsional K p , waktu integral ! i, dan waktu differensial ! d masing-masing adalah !! !! !!
!
!
!
!! !!
!! !!
!! !!
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
86
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
RINGKASAN
1. Pada kontroler proporsional, sinyal kontrol proporsional terhadap sinyal kesalahan 2. Hubungan antara masukan dan keluaran kontroler proporsional dinyatakan oleh persamaan : !
!! !
!
!! ! !!!
3. Pada kontroler proporsional ditambah integral, sinyal kontrol mempunyai sifat proporsional dan integral terhadap sinyal kesalahan. 4. Hubungan antara masukan dan keluaran kontroler proporsional ditambah integral dinyatakan oleh persamaan :
!
!! !
!
!!
!
!! ! !
! !!
!
!
!
!!!!"
5. Pada kontroler proporsional ditambah differensial, sinyal kontrol mempunyai sifat proporsional dan differensial terhadap sinyal kesalahan. 6. Hubungan antara masukan dan keluaran kontroler proporsional ditambah differensial dinyatakan oleh persamaan :
!
!! !
!
!!
!
!!! ! !!
!" !! ! !"
7. Pada kontroler PID, sinyal kontrol mempunyai sifat proporsional dan integral dan differensial terhadap sinyal kesalahan. 8. Hubungan antara masukan dan keluaran kontroler proporsional ditambah integral ditambah differensial dinyatakan oleh persamaan :
!
87
!! !
!
!!
!
!! ! !
! !!
!
!
!
!!!!" ! !!
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
!" !! ! !"
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
LATIHAN
1. Gambarkan Rangkaian Pneumatik Kontroler P, PI, PD dan PID ! Jelaskan ! 2. Gambarkan Rangkaian Hidrolik Kontroler P, PI, PD dan PID ! Jelaskan !
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
88
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/
099
!"#" %&%' ()(*+, #-.*'-/