Transportasi Online dan Dilematis Pemerintah
Seiring perkembangan zaman, teknologi juga ikut berkembang. Perkembangan teknologi yang tidak dapat dibendung juga memberikan kemudahan bagi para penggunanya. Konsumen Konsumen utama dalam penggunaan teknologi ini adalah para anak muda yang jelas selalu menunggu keluaran terbaru dari produk- produk teknologi. Namun, hal ini kadang sering terbentur dengan regulasi- regulasi pemerintah yang belum mengatur tentang penggunaan teknologi tersebut. Contoh dari hal ini adalah banyak pelarangan layanan jasa transportasi online di berbagai daerah, padahal para konsumen transportasi online tersebut
berkilah bahwa layanan ini adalah solusi dari kemacetan di Indonesia.
Penolakan tentang trasnportasi
online ini
di Indonesia setiap perusahaan transportasi
sering terjadi berbagai kota- kota besar
online mengumumkan
akan ekspansi di kota
tersebut. Penolakan ini ditenggarai oleh para pengemudi di angkutan transportasi konveksional seperti ojek, taksi, dan angkot. Semua penolakan tersebut tidak lain tidak bukan karena semakin lama masyarakat lebih menyukai angkotan transportasi
online
daripada konvensional. Hal itu yang membuat pendapatan pengemudi angkotan transportasi konvensional menurun dan berdalih bahwa hal ini tidak adil. Nadiem Makarim mungkin adalah seorang yang membuat pemeritah merasa pusing untuk membuat regulasi tentang angkutan umum berbasis
online di
Indonesia.
Nadiem adalah pendiri Go-Jek, sebuah perusahaan teknologi angkutan umum yang didirikan tahun 2010 dengan menggunakan sistem
online untuk
memesannya. Awalnya
Go-Jek hanya menyediakan layanan amgkutan umum berroda dua (ojek) namun seiring perkembangan waktu Go-Jek berekspansi kelayanan lainnya seperti Go-Car layanan angkutan mobil, Go-Food layanan pemesanan makanan, Go-Tix layanan pemesanan tiket, dan masih banyak layanan lainnya. Go- Jek membuat beberapa perusahaan terdorong untuk membuat hal yang serupa di Indonesia seperti Grab asal Malaysia dan pemain lama dalam dunia transportasi
online
Uber dari Amerika Serikat. Uber yang
didirikan tahun 2009 di San Fransisco bisa saja menjadi alasan Nadiem Makarim untuk membuat layanan transportasi online dengan versi kearifan lokal di negaranya. Hadirnya beberapa transportasi
online
disambut baik oleh rakyat Indonesia. Soni S Wibowo
seorang pakar transportasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) mengatakan bahwa munculnya transportasi
online
itu membuktikan bahwa pemerintah belum bisa
menyediakan moda transportasi yang baik bagi masyarakat, dia juga menyampaikan masyarakat tidak akan memikirkan legal atau tidaknya selama hal itu baik untuk masyarakat. Penolakan angkutan transportasi online ini telah terjadi di berbagai kota besar di Indonesia. Pertama kali penolakan ini menyeruak adalah saat unjuk rasa oleh para supir taksi di Jakarta 14 Maret 2016, namun sebelumnya sudah banyak unjuk rasa dengan massa yang sedikit dan pelarangan transportasi online memasuki area tertentu. Pada unjuk rasa supir taksi tersebut dinilai tidak kondusif dan merugikan banyak pihak. Sebaliknya, unjuk rasa juga seringkali disampaikan oleh para supir transportasi online. Terakhir unjuk rasa ini terjadi di Bandung pada 16 Oktober 2017, mereka ingin meminta untuk segera dilegalkan karena sering terjadi penolakan di jalan- jalan utama Bandung yang kerap membahayakan keselamatan diri mereka. Berbicara tentang kelegalan trasnportasi
online sebelum
di Indonesia pelarangan
ini sudah pernah dilayangkan oleh pemerintah di berbagai negara maju di dunia. Seperti di San Fransisco dan California, namun akhirnya Uber selaku pihak yang dilarang berhasil meyakinkan pemerintah setempat dan diberikan izin. Penolakan ini juga tidak terelakan di Paris bahkan disana sampai terjadi perusakan pada mobil- mobil Uber. Sebenarnya Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat telah mengeluarkan larangan angkutan
online beroperasi.
Larangan ini pada akhirnya tak bisa
dieksekusi dengan alasan layanan online seperti itu masih dibutuhkan masyarakat. 1 tahun kemudian Kementrian Perhubungan mengulangi hal senada dengan mengusulkan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika agar memblokir aplikasi taksi
online.
Namun Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menolak usulan itu dengan alasan bahwa regulasi tersebut harusnya diatur oleh Kemenhub karena lebih banyak ranahnya kesana. Dilematis pemerintah tersebut antara menghentikan atau melanjutkan telah terjadi berlarut- larut dan tidak menghasilkan suatu keputusan. Pemerintah seakan belum bisa menengahi masalah ini selama bertahun- tahun. Di satu sisi pemerintah pastinya menginginkan keadilan bagi seluruh transportasi umum. Tentang keadilan yang dimaksud adalah transportasi umum seperti angkot, taksi, bahkan bus yang memakai plat kuning dibebankan pajak kendaraan umum sedangkan transportasi online hanya memakai plat hitam dengan pajak kendaraan pribadi. Di sisi lain pemerintah ingin mendukung
perubahan teknologi dan kebiasaan masyarakat dengan menganggap bahwa transportasi online adalah solusi bagi permasalahan, ditambah animo masyarakat yang tinggi membuat pemerintah seakan takut untuk menutup transportasi online. Peraturan Menteri (PM) Nomor 108 Tahun 2017 yang baru- baru ini keluar menggantikan Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2017 akan berlaku mulai 1 November 2017. Dalam peraturan ini ada beberapa hal yang wajib ditaati oleh para pelaku transportasi
online
dari operator sampai supir. Aturan tersebut antara lain adalah
argometer yang jelas, tarif yang disepakati antara penyedia jasa dan pengguna namun tarif atas dan bawah diatur oleh Dirjen Perhubungan, wilayah operasi yang ditetapkan juga oleh Dirjen Perhubungan, kuota kendaraan yang sudah ditetapkan, jumlah kendaraan dengan minimal 5 kendaraan, bukti kepemilikan kendaraan bermotor, sertifikasi registrasi uji tipe, dan yang terakhir adalah peran aplikator. Dari beberapa peraturan tersebut ada beberapa p eraturan yang membuat penyedia jasa transportasi online harus memutar otak untuk menyiasati agar bisa bisnisnya terus berjalan, seperti pada tarif yang diatur tarif bawah dan atasnya bisa membuat transportasi online
tidak menyediakan tarif murah lagi apalagi gratis yang biasanya sering di
promosikan, selanjutnya kuota kendaraan yang ditetapkan membuat pergerakan bisnis ini terbatas, pasalnya ada batas maksimal berapa banyak kendaraan yang boleh beroperasi. Patut untuk ditunggu bagaimana kelanjutan dari transportasi
online yang
mulai dibatasi
pergerakannya. Pastinya masyarakat masih sangat membutuhkan peran transportasi online ,
apalagi yang sudah bergantung setiap harinya, dalam konteks yang lain
pemerintah juga harus tegas untuk menerapkan aturan yang sudah dibuat tersebut.