2. Sifat Fisika dan Kimia
Kelarutan : Sukar larut dalam eter; agak sukar larut dalam air, dalam etanol, dan dalam kloroform. Satu bagian metronidazol larut dalam 100 bagian air, 200 bagian etanol, 250 bagian kloroform; sukar larut dalam aseton dan diklorometan; agak larut dalam dimetilformamida; larut dalam larutan asam. (Farmakope Indonesia, edisi IV, hal. 560) pH
:
larutan metronidazole jenuh memiliki pH 5,8. Konstanta disosiasi pKa = 2,5 ; Koefisien partisi :Log P (octanol/pH 7,4), -0,1
3. Stabilitas
Harus disimpan pada suhu 15-30 C, gel vaginal tidak boleh beku (untuk 0,75 % krim topikal dan 0,75 % gel vaginal). Krim metronidazol 1 % disimpan pada suhu 20-25 C. Metronidazol stabil di udara tapi menjadi gelap pada penampakan cahaya. Bila disimpan dalam kondisi baik, gel vaginal dapat stabil untuk 3 tahun.
b. Nistatin 1.
Monografi
Struktur kimia :
Ana Espinel-Ingroff, Kedokteran ilmu cendawan di Amerika Serikat: sebuah analisis historis (1894-1996), Springer, 2003, hal 62. 62.
Nama resmi : Nystatinum
4
Pemerian
: Serbuk berwarna kuning hingga cokelat muda, berbau biji – bijian, higroskopik dan dapat terpaengaruh cahaya, panas dan udara dalam waktu lama. (Farmakope Indonesia Edisi IV hal 625)
2.
Sifat Fisika dan Kimia
Kelarutan
: Sangat sukar larut dalam air, sukar hingga agak sukar
larut dalam etanol, metanol dalam n- propanolol,dan dalam nbutanol, tidak larut dalam kloroform dalam eter dan dalam benzene. pH
: 6,5 - 8 (Farmakope Indonesia Edisi IV hal 625)
2.4
Farmakologi
a. Metronidazol 3. Mekanisme Kerja
Metronidazol bekerja dengan cara merusak membrane sel dan juga menghambat sintesis DNA pada
T vaginalis
and Clostridium
bifermentans (Goodman and Gilman’s edisi 9, 1996, hal: 996)
Berdasarkan perintangan sintesis asam nukleinat setelah direduksi oleh enzim yang terdapat pada bakteri anaerob. Efek mutagennya diperkirakan juga berdasarkan mekanisme ini. (Katzung hal 744) 4.
Farmakokinetik
Absorpsi metronidazol berlangsung dengan baik sesudah pemberian oral. Satu jam sesudah pemberian dosis tunggal 500 mg per oral diperoleh kadar plasma kira-kira 10 mikrogram/ ml. Waktu paruhnya berkisar antara 8-10 jam. Obat ini dieksresi melalui urine dalam bentuk asal dan bentuk metabolit hasil oksidasi
dan glukuronidasi. Juga
dieksresi melalui urin dalam bentuk melalui air liur, air susu, cairan vagina (Farmakologi dan Terapi, edisi IV, hal. 540).
5
5.
Penggunaan
Merupakan pilihan pertama Helicobacter
pylori
(
untuk amubiasis hati. Pada infeksi
tukak
usus
12
jari)
digunakan
pada
triple/quadruple therapy, bersamaan dengan 2 atau 3 obat lain (bismutoksida, omeprazole, amoksisilin). Selain itu juga diindikasikan untuk pengobatan infeksi intra – abdomen anaerob atau campuran, Pengobatan
vaginitis
oleh
Trichomonas vaginalis,
pengobatan
enterokoloitis yang terkait antibiotic. (Katzung edisi 8 jilid 3,2002, hal: 163) 6.
Efek samping, Kontra Indikasi, dan Interaksi Obat Efek Samping :
ringan berupa gangguan saluran cerna, mulut kering dan rasa logam, pusing atau sakit kepala, rash kulit dan sewaktu-waktu leukopenia. Air kemih dapat menjadi coklat kemerah-merahan disebabkan oleh zat warna yang terbentuk Kontra Indikasi : Gangguan ringan seperti vaginitis Interaksi Obat :
- Kombinasi dengan Disulfiram menyebabkan perilaku psikotik (kebingungan). - Dengan antikoagulan dapat meningkatkan efek antikoagulan, akibatnya resiko pendarahan meningkat. - Dengan alkohol dapat menyebabkan reaksi yang sama seperti yang disebabkan oleh difulsiram yakni dengan gejala pusung, wajah merah, sakit kepala dan sesak nafas. (Harkness, Richard., Interaksi Obat ,, hal. 8, 52, 202, 213) 5.
Dosis
Vaginal 500 mg, diberikan pada waktu malam hari selama 10 hari. ( Goodman & Gilman hal 1107)
6
b. Nistatin 1. Mekanisme Kerja
Nistatin akan diikat oleh jamur atau ragi yang sensitive aktivitas anti jamur tergantung dari adanya ikatan dengan sterol membrane jamur, terutama ergosterol. Akibat dari terbentuknya ikatan antara sterol dengan nistatin maka terjadi perubahan permeabilitas membrane sel sehingga menyebabkan hilangnya kation dan makromolekul dalam sel. (Katzung edisi 6, 1998, hal; 757)
2. Farmakokinetik
a. Absorbsi Nistatin tidak diabsorpsi jika diberikan per oral dan terlalu toksik jika diberikan secara parenteral sehingga diberikan secara topical tetapi tidak diabsorbsi secara bermakna dari kulit, mukosa, atau saluran pencernaan. b. Eliminasi Nistatin dieksresikan ke dalam feses (Katzung edisi 6,1998, hal: 757).
3. Penggunaan
1. Pengobatan infeksi kandida di kulit, selaput lendir dan selaput cerna 2. Pengobatan infeksi kandida di vagina 3. pengobatan guam oropharyngeal (Katzung edisi 8 jilid 3, 2002, hal: 122)
4. Efek samping, Kontra Indikasi, dan Interaksi Obat Efek Samping : Mual, muntah dan diare ringan, Iritasi kulit maupun
selaput lendir pada pemakaian topical belum pernah dilaporkan. Kontraindikasi (Goodman and Gilman’s edisi 9, 1996, hal: 1188)
Sampai sekarang tidak ada kontraindikasi pada pemakaian nistatin.
7
5. Dosis
Tiap 1 mg nistatin mengandung tidak kurang dari 200 unit nistatin 1. Dalam bentuk krim dan salep mengandung 100.000 unit nistatin pemakaian 2-3 kali sehari. 2. Tablet Vaginal mengandung 100.000 unit nistatin/tablet pemakaian 1-2 kali sehari 3. Suspensi obat tetes oral mengandung 500.000 unit nistatin
2.5
Penggolongan Obat
Golongan obat adalah penggolongan yang dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi yang terdiri dari obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek, obat keras, psikotropika dan narkotika ( DepKes RI, 2006).
2.5.1
Obat Keras
Golongan obat yang hanya boleh diberikan atas resep dokter, dokter gigi, dan dokter hewan ditandai dengan tanda lingkaran merah dan terdapat huruf K di dalamnya. Yang termasuk golongan ini adalah beberapa obat generik dan Obat Wajib Apotek (OWA). Juga termasuk didalamnya narkotika dan psikotropika tergolong obat keras. Logo dari Obat Keras
Dexamethason termasuk dalam golongan obat keras, sehingga penandaan pada kemasan menggunakan logo obat keras ( DepKes RI, 2006 ).
8
III.
Rancangan Penentuan Formula dan Proses pembuatan
Formula : Dibuat 3 tablet vaginal / ovula @ 3 g Dalam tiap ovula mengandung : No.
Nama Bahan
Jumlah/ovula
500 mg
Fungsi
Antiamuba/
1.
Metronidazol
2.
Nistatin
100000 UI
Anastetik Lokal
3.
Gylesrin
2%
Emollient
3.
PEG 1000 : PEG 6000
2:8
Basis
antitrikhomoniasis
Alasan Pemilihan Formula Metronidazol (antiprotozoa yang ditujukan untuk penggunaan lokal) larut dalam 100 bagian air, dan nistatin sangat sukar larut dalam air sehingga diperlukan
basis yang larut air untuk memudahkan pelepasan zat aktif dari
basisnya dalam vagina. PEG (polyetilen glikol) dipilih sebagai basis karena sifatnya yang hidrofil, non iritan, pelepasan zat aktif tidak bergantung pada titik leleh, stabil secara fisik pada suhu penyimpanan. PEG. Zat aktif dalam ovula, dengan efek lokal, dilepaskan lambat dari basisnya, dan pada pendekatan formula ini, kita memakai basis PEG 1000 : PEG 6000 dengan perbandingan 2 : 8. Dosis metronidazol yang digunakan yaitu 500 mg dan nistatin 100000 UI. Hal ini berdasarkan sediaan ovula yang berada dipasaran. Zat aktif metronidazol dan nistatin berkhasiat unutk mengatasi vaginitis sehingga akan lebih baik jika diformulasikan dalam bentuk sediaan yang berefek lokal. Oleh karena itu dipilih sediaan ovula yang memberikan efek lokal disekitar vagina. (Katzung, hal 744)
9
Keterangan perhitungan : a) Metronidazol
: 500 mg
b) Nistatin
: 100000 UI
Bentuk sediaan Nistatin yang ada di lab yaitu 500000 UI/ gr Jadi
=
, jadi untuk 100000 UI dibutuhkan 200 mg : 2 % x 3 g = 0,06 g ≈ 60 mg
c) Glyserin
d) PEG 1000 : PEG 6000 = 2 : 8
Yang dibuat adalah ovula @ 3 g, sehingga basis untuk tiap masing masing ovula Basis =
3000 mg – (500 mg + 200 + 60)
=
3000 mg – 760 mg
=
2240 mg
dengan berat masing-masing PEG sbb : PEG 1000 = PEG 6000 =
2 10 8 10
x 2240 = 448 mg ~ 0,5 g x 2240 = 1792 mg ~ 1,8 g
Proses pembuatan : Tergantung dari basis yang digunakan, dalam hal ini basisnya PEG 1000: PEG 6000 dengan perbandingan 2 : 8, Tahap-tahapnya pembuatannya sebagai berikut: 1. Masing – masing bahan di timbang dengan seksama o
2. Basis PEG 1000 dipanaskan sampai 60 C (karena jumlahnya lebih sedikit), lalu
ditambahkan PEG 6000
sampai meleleh sempurna,
kemuadian ditambahkan glyserin. 3. Metronidazol dan nistatin digerus halus sampai homogen 4. Setelah kombinasi basis meleleh dan tidak terlalu panas lalu zat aktif ( metronidazol dan nistatin) ditambahkan ke dalamya, 5. Diaduk tetapi tidak terlalu kuat agar tidak terbentuk gelembung,
10
6. Cetakan diisi sampai penuh (sedikit berlebih, untuk menghindari kontraksi volume), 7. Didiamkan sampai suhu kamar, 8. Dimasukkan ke lemari pendingin (8 - 10 C) selama 10 menit, 9. Dimasukkan dalam freezer.
IV.
Rancangan Pembungkusan dan Penandaan
1. Wadah Ovula dibungkus dengan aluminium foil, kemudian dimasukkan ke dalam kemasan dus. 2. Kemasan Di dalam kemasan dilengkapi dengan penahan / pembatas antar ovula : Pada kemasan tertera :
Nama produk :
Komposisi dari tiap 1 ovula
Kemasan produk (kotak berisi sekian ovula)
Harus dengan resep dokter
Indikasi
Dosis pemakaian
Penyimpanan
Peringatan : Ovula ini bukan untuk ditelan
No. Reg : DKL 0902123917B1
Batch No. : 151005
Expire Date : Des 2010
Diproduksi oleh (produsen) :
11
Kemasan sekunder
12
3. Brosur Di dalam kemasan terdapat brosur yang memuat keterangan yang lebih lengkap dari sediaan yang dibuat, meliputi nama perusahaan. Nama obat bentuk sediaan, komposisi, indikasi dan kontraindikasi, dosis, efek samping, peringatan dan perhatian, interaksi obat, isi bersih, nomor registrasi, nomor batch, expire date, dan tanda peringatan. Brosur terbuat dari kertas putih.
13
V. Evaluasi Sediaan
1. Keseragaman sediaan (Keseragaman bobot dan keseragaman kandungan)
Keseragaman bobot dapat ditetapkan pada produk yang mengandung zat aktif 50 mg atau lebih yang merupakan 50 % atau lebih dari bobot sediaan
Keseragaman kandungan zat aktif supositoria yang tidak dinyatakan lain dlam masing-masing monografi terletak antara 85,0 – 11,5 % dari yang tertera pada etiket dan dan simpangan baku relatif kurang dan atau sama dengan 6 %. (Teknologi Farmasi, Voight, hal.305)
2. Uji Kisaran dan Waktu Meleleh
Kisaran leleh merupakan rentang suhu zat padat mulai meleleh sampai meleleh semourna, sedangkan waktu meleleh adalah waktu dari mulai zat padat meleleh adalah waktu dari mulai zat padat meleleh sampai meleleh sempurna. Waktu meleleh supositoria diukur pada suhu 37 + 0
0,5 C (Teori dan Praktek Farmasi Industri, edisi III, 1994, hal.1191)
3. Uji Titik Patah Dilakukan pada suhu kamar dengan cara memberikan tekanan pada ovula sesuai dengan air yang diteteskan pada penampung. Pada saat ovula mulai pecah (terpotong), berat air yang ditampung dicatat dan inilah yang disebut titik patah (Breaking point)
4. Uji Kekerasan Ovula yang baik memiliki kekerasan yang besar tetapi tetap meleleh pada 0
suhu tubuh (37 +0,5 C) (Teknologi Farmasi, Voight, hal.305)
14
VI.
REALISASI FORMULASI Formula lengkap
Tiap 1 ovula (3 g) mengandung :
VII.
Metronidazol
500 mg
Nistatin
200 mg
Glyserin
60 mg
PEG 1000
0,5 g
PEG 6000
1,8 g
REALISASI PEMBUATAN SEDIAAN 7.1 Penimbangan bahan Jumlah
No
Nama Bahan
1 buah
Paraf
Cek
Waktu
Perencanaan (3 ovula)
1.
Metronidazol
0,5 g
1,5 g
2
Nistatin
0,2 g
0,6 g
3
Glyserin
0,06 g
0,18 g
4
PEG 1000
0,5 g
1,5 g
5
PEG 6000
1,8 g
5,4 g
15
7.2 Prosedur pembuatan No
Prosedur
Paraf
1
Ditimbang masing – masing bahan
2
Metronidazol dan nistatin digerus halus samapai
Cetak
homogen. 3
o
Basis PEG 1000 dipanaskan sampai 60 C (karena jumlahnya lebih sedikit), lalu 6000
sampai
meleleh
ditambahkan PEG
sempurna,
kemudian
ditambahkan 60 mg glyserin. 4
Setelah kombinasi basis meleleh dan tidak terlalu panas lalu metronidazol dan nistatin ditambahkan.
5
Diaduk tetapi tidak terlalu kuat agar tidak terbentuk gelembung,
6
Campuran dimasukan ke dalam cetakan. cetakan diisi
sampai
penuh
(sedikit
berlebih,
untuk
menghindari kontraksi volume), 7
Didiamkan sampai suhu kamar, sekitar 15-30 menit
8
Dimasukkan ke lemari pendingin (8 - 10 C) selama 10 menit,
9
Ovula yang telah memadat dimasukan kedalam wadah
16
VIII.
EVALUASI SEDIAAN Evaluasi fisik/ farmasetik
Keseragaman bubur Bobot minimal 3 ovula diukur lalu hasilnya dirata-ratakan No.
Berat (mg)
Paraf
1. 2. 3. Rata - rata
Uji titik patahan No
Banyaknya air (ml)
Paraf
Keterangan
1. 2. 3.
Uji waktu dan kisaran meleleh
No.
Titik leleh ( C)
Titik leleh (Menit)
Paraf
1. 2. 3.
17
DAFTAR PUSTAKA
AHFS Drug Information, Published by Authority of The Board of Director of The American Society of Health System Pharmacist, 2002
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope III . Edisi ke-3. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope IV . Edisi ke-4. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional. Edisi ke-2. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Ganiswarna, G.S. et al. 1995. Farmakologi dan Terapi . Edisi ke-4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UI Katzung, B.G. 2004. Farmakologi : Dasar dan Klinik . Edisi ketiga. Penerbit : Salemba Medika. Lachman, L., et al., 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri . Edisi ke-3. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Martindale The Extra Pharmacopeiea, Thirty-first Edition, Vol. II, The Royal Pharmaceutical Society, London 1990 MIMS annual Indonesia, Medi Media International Group
Mutschler, Ernst., Dinamika Obat, edisi kelima, Penerbit ITB Bandung, 1991 Richard Harkness, Interaksi Obat, Penerbit ITB Bandung, 1989 Tan,Hoan Tjay, Obat-Obat Penting, edisi kelima, cetakan kedua, Jakarta, November 2002, The Pharmaceutical CODEX , “Principle and Practice of Pharmaceutics”. 12nd ed. 1994. London: The Pharmaceutical Press.
Wade, A. & P.J. Weller, Handbook of Pharmaceutical Excipients, 1994, 2 The Pharmaceutical Press London.
nd
ed,
18