DESKRIPSI
KAPOLAGA
Oleh :
Tatang Hernawan Hernawan Wahyono
CIAMIS – JAWA BARAT
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
1
PENGANTAR
Indonesia merupakan negara kedua terkaya di dunia dalam hal keanekaragaman hayati. Terdapat sekitar 30.000 jenis (spesies) yang telah diidentifikasi dan 950 spesies diantaranya diketahui memiliki fungsi biofarmaka, yaitu tumbuhan, hewan, maupun mikroba yang memiliki potensi sebagai obat, makanan kesehatan, nutraceuticals, baik untuk manusia, hewan maupun tanaman. Dengan kekayaan tersebut Indonesia berpeluang besar untuk menjadi salah satu negara terbesar dalam industri obat tradisional dan kosmetika alami berbahan baku tumbuh-tumbuhan yang peluang pasarnya pun cukup besar. Masyarakat Indonesia sejak dahulu telah mengenal dan menggunakan tanaman obat sebagai salah satu upaya penanggulangan masalah kesehatan. Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang bangsa Indonesia sejak berabad-abad yang lalu dan dilestarikan sebagai warisan budaya hingga kini. Di Indonesia diketahui tidak kurang dari 7.000 spesies tanaman dan tumbuhan yang memiliki khasiat obat aromatik. Hutan Indonesia memiliki spesies biofarmaka tidak kurang dari 9.606 spesies. Berdasarkan jumlah tersebut, baru 3% – 4% tanaman biofarmaka yang sudah dibudidayakan dan dimanfaatkan secara komersial atau tercatat 350 biofarmaka telah diidentifikasi mempunyai khasiat obat. Pemanfaatan bahan baku obat tradisional oleh masyarakat mencapai kurang lebih 1.000 jenis, dimana 74% diantaranya merupakan tumbuhan liar yang hidup di hutan (Pharmacybusiness, 2007;2). Peningkatan jumlah penduduk yang tinggi dan harga obat sintetis (obat farmasi) yang jauh di atas harga obat tradisional pada saat ini mengakibatkan masyarakat berpikir untuk kembali ke alam atau back to nature . Hal ini yang menyebabkan obat sintetis mulai ditinggalkan karena terlalu mahal dengan efek samping yang cukup membahayakan. Masyarakat berpikir dengan obat tradisional akan lebih murah dan tidak membahayakan kesehatan karena bahannya yang berasal dari alam. Selain itu faktor pengalaman dan alasan hasil warisan turun-menurun yang dipercaya kemanjurannya telah menjadi salah satu motivasi bagi mereka untuk mengembangkan industri jamu (obat tradisional) di Indonesia. Sebagai salah satu alternatif pengembangan biofarmaka, fitofarmaka atau lebih dikenal dengan tanaman obat, sangat berpotensi dalam pengembangan industri obat tradisional dan kosmetika Indonesia. Selama ini, industri tersebut berkembang dengan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan yang diperoleh dari hutan alam dan sangat sedikit yang telah dibudidayakan petani. Bila adapun, teknik budidaya dan pengolahan bahan baku belum menerapkan persyaratan bahan baku yang diinginkan industri , yaitu bebas bahan kimia dan tidak terkontaminasi jamur ataupun kotoran lainnya. Dalam memacu pengembangan agribisnis berbasis fitofarmaka di tingkat petani, sangatlah penting peningkatan kemampuan petani dalam hal budidaya tanaman obat. Disamping hal budidaya, segi pasca panen dan pemasaran juga perlu ditingkatkan dalam teori dan pengetahuan dalam upaya memacu pengembangan industri obat tradisional dan kosmetika Indonesia.
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
2
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I
BAB II
BAB III I II
.................................................................................................
2
...........................................................................................................
3
PENDAHULUAN
..................................................................................
5
A.
Sejarah Penggunaan Tanaman Obat .............................................
7
B.
Tanaman Obat Keluarga Keluarga (Toga) (Toga)
....................................................
7
C.
Simplisia Tanaman Obat ................................................................
7
BUDIDAYA BUDIDAYA TANAMAN OBAT-OBAT OBAT-OBATAN AN SECARA UMUM
.....................
9
A.
Persiapan dan Pengolahan Tanah ................................................
9
B.
Persiapan Bibit
C.
Perbanyakan Generatif
................................................................
11
D. Perbanyakan Vegetatif
................................................................
12
E.
Penanaman ...................................................................................
14
F.
Pemeliharaan
...............................................................................
14
G. Pemupukan
..................................................................................
14
H. Penyiraman
..................................................................................
14
...........................................................................
I.
Penyiangan dan Pembumbunan
J.
Pengendalian Hama dan Penyakit
..................................................
15
...............................................
15
PENANGANAN PENAN GANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM
BAB IV
11
...................................................
17
A.
Penanganan dan Pengelolaan Saat Panen
...................................
17
B.
Penanganan dan Pengelolaan Pascapanen
.................................
17
C.
Pengaruh Pengelolaan Pascapanen Terhadap Sifat Hasil
............
18
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sifat Hasil Tanaman Obat ......
20
SIMLISIA SELURUH TANAMAN
.......................................................
22
.............................................................................. ........................................................................ ......
22
A.
Simplisia Akar
B.
Simplisia Rhizome/ Rimpang
C.
Simplisia Umbi
........................................................ ........................................................
22
............................................................................. .................................................................... .........
23
D. Simplisia Batang Dan Kulit Batang
.............................................
23
E.
Simplisia Daun
............................................................................. .................................................................... .........
24
F.
Simplisia Bunga
........................................................................... ......................................................................... ..
24
.............................................................................
24
................................................................................ ................................................................................
25
G. Simplisia Buah H. Simplisia Biji I.
Terapi Jus Dari Umbi Akar Dan Buah
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
..........................................
25 3
Halaman
BAB V
KAPULAGA (Amomum Cardamomum Auct)
...................................
27
.....................................................................
27
............................................................................ ................................................................ ............
30
A.
Deskripsi Tanaman
B.
Syarat Tumbuh
C.
Budidaya Tanaman
.....................................................................
31
D. Antara Kapulaga Sabrang Dan Lokal .............................................
35
E.
Potensi Pengembangan Buah Kapulaga
......................................
37
F.
Penyebab Kapolaga Tidak Berbuah
............................................
39
G. Analisis Usaha Tani Kapol BAB VI
.............................................................
HASIL PENELITIAN BUDIDAYA KAPULAGA SEBAGAI TANAMAN SELA PADA TEGAKAN SENGON
BAB VII
..........................
34
.............................................................................. ........................................................................ ......
34
A.
Pendahuluan
B.
Metode Penelitian
C.
Hasil Dan Pembahasan
...................................................................... ...............................................................
35 36
KARAKTERISTIK KARAKT ERISTIK BEBERAPA BEBER APA MINYAK ATSIRI FAMILI ZINGIBERACEAE ZINGIBER ACEAE DALAM PERDAGANGAN
BAB VIII
39
............................
43
STA STATUS PENGUSAHAAN PENGU SAHAAN MINYAK ATSIRI DAN FAKTOR-FAKTOR TEKNOLOGI PASCA PANEN YANG MENYEBABKAN RENDAHNYA RENDEMEN RENDEM EN MINYAK
BAB IX
...............
45
.....................................
47
PASAR DOMESTIK DOMESTI K DAN EKSPOR PRODUK TANAMAN OBAT (BIOFARMAKA)
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
4
BAB I PENDAHULUAN
Pemanfaatan tanaman sebagai obat sudah seumur dengan peradaban manusia. Tumbuhan Tumbuhan adalah gudang bahan kimia yang memiliki sejuta manfaat termasuk untuk obat berbagai penyakit. Kemampuan meracik tumbuhan berkhasiat obat dan jamu merupakan warisan turun temurun dan mengakar kuat di masyarakat. masyarakat. Tumbuhan Tumbuhan yang merupakan bahan baku obat tradisonal tersebut tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Di hutan tropis tropis Indonesia terdapat terdapat 30.000 spesies tumbuhan. tumbuhan. Dari jumlah tersebut tersebut sekitar 9.600 spesies diketahui diketahui berkhasiat obat, tetapi tetapi baru 200 spesies spesies yang telah telah dimanfaatkan dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri obat tradisional. Peluang pengembangan budidaya tanaman obat-obatan obat-obatan masih sangat terbuka luas sejalan dengan semakin berkembangnya industri jamu, obat herbal, fitofarmaka dan kosmetika tradisional. Tanaman obat didefenisikan sebagai jenis tanaman yang sebagian, seluruh tanaman dan atau eksudat tanaman tersebut digunakan sebagai obat, bahan, atau ramuan obat-obatan. obat-obatan. Ahli lain mengelompokkan tanaman tanaman berkhasiat obat obat menjadi tiga kelompok, yaitu : 1) Tumbuhan obat tradisional merupakan spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercayai masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. 2) Tumbuhan obat modern merupakan spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis. 3) Tumbuhan obat potensial merupakan spesies tumbuhan yang diduga mengandung atau memiliki senyawa atau bahan biokatif berkhasiat obat tetapi belum dibuktikan penggunaannya secara ilmiah-medis sebagai bahan obat. Sedangkan Departemen Kesehatan RI mendefenisikan tanaman obat Indonesia seperti yang tercantum tercantum dalam SK Menkes No. 149/SK/Menkes/IV 149/SK/Menkes/IV/1978, /1978, yaitu : 1) Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional atau jamu. 2) Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan pemula bahan baku obat (precursor). 3) Tanaman atau bagian tanaman yang diekstraksi dan ekstrak tanaman tersebut digunakan sebagai obat. Sejalan dengan perkembangan industri jamu, obat herbal, fitofarmaka dan kosmetika tradisional juga mendorong berkembangnya budidaya tanaman obat di Indonesia. Selama ini upaya penyediaan bahan baku untuk industri obat tradisional sebagian besar berasal dari tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di alam liar atau dibudidayakan dalam skala kecil di lingkungan sekitar rumah dengan kuantitas dan kualitas yang kurang memadai. Maka perlu dikembangkan aspek budidaya yang sesuai dengan standar bahan baku obat tradisional. Penggunaan bahan alam sebagai obat cenderung mengalami peningkatan dengan adanya isu back to nature dan krisis berkepanjangan yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat terhadap obat-obat modern yang relatif lebih mahal harganya. Obat bahan alam juga dianggap hampir tidak
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
5
memiliki efek samping yang membahayakan. Pendapat itu belum tentu benar karena untuk mengetahui manfaat dan efek samping obat tersebut secara pasti perlu dilakukan penelitian dan uji praklinis dan uji klinis. Obat bahan alam Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu jamu yang merupakan ramuan tradisional yang belum teruji secara klinis, obat herbal yaitu obat bahan alam yang sudah melewati tahap uji praklinis, sedangkan fitofarmaka fitofarmaka adalah obat bahan alam yang sudah melewati uji praklinis dan klinis (SK Kepala BPOM No. HK.00.05.4.2411 tanggal 17 Mei 2004). Penyebaran informasi mengenai hasil penelitian dan uji yang telah dilakukan terhadap obat bahan alam harus menjadi perhatian bagi semua pihak karena menyangkut faktor keamanan penggunaan obat tersebut. Beberapa hal yang perlu diketahui sebelum menggunakan obat bahan alam adalah keunggulan dan kelemahan obat tradisional dan tanaman obat.
1)
2)
3)
4)
Keunggulan obat bahan alam antara lain : Efek samping obat tradisional relatif lebih kecil bila digunakan secara benar dan tepat, baik tepat takaran, waktu penggunaan, cara penggunaan, ketepatan pemilihan bahan, dan ketepatan pemilihan obat tradisional atau ramuan tanaman obat untuk indikasi tertentu. Adanya efek komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan obat/ komponen bioaktif tanaman obat. Dalam suatu ramuan obat tradisional umumnya terdiri dari beberapa jenis tanaman obat yang memiliki efek saling mendukung satu sama lain untuk mencapai efektivitas pengobatan. Formulasi dan komposisi ramuan tersebut dibuat setepat mungkin agar tidak menimbulkan efek kontradiksi, bahkan harus dipilih jenis ramuan yang saling menunjang terhadap suatu efek yang dikehendaki. Pada satu tanaman bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi. Zat aktif pada tanaman obat umumnya dalam bentuk metabolit sekunder, sedangkan satu tanaman bisa menghasilkan beberapa metabolit sekunder, sehingga memungkinkan tanaman tersebut memiliki lebih dari satu efek farmakologi. Obat tradisional lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeratif. Perubahaan pola konsumsi mengakibatkan gangguan metabolisme dan faal tubuh sejalan dengan proses degenerasi. Yang termasuk penyakit metabolik antara lain diabetes (kencing manis), hiperlipidemia (kolesterol tinggi), asam urat, batu ginjal, dan hepatitis. Sedangkan yang termasuk penyakit degeneratif antara lain rematik (radang persendian), asma (sesak nafas), ulser (tukak lambung), haemorrhoid (ambein/ wasir) dan pikun (lost of memory). Untuk mengobati penyakit-penyakit tersebut diperlukan waktu lama sehingga penggunaan obat alam lebih tepat karena efek sampingnya relatif lebih kecil.
Di samping keunggulannya, obat bahan alam juga memiliki beberapa kelemahan yang juga merupakan kendala dalam pengembangan obat tradisional antara lain : efek farmakologisnya lemah, bahan baku belum terstandar dan bersifat higroskopis serta volumines, belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar berbagai mikroorganisme. Upaya-upaya pengembangan obat tradisional dapat ditempuh dengan berbagai cara dengan pendekatan-pendekatan tertentu, sehingga ditemukan bentuk obat tradisional yang telah teruji khasiat dan keamanannya, bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah serta memenuhi indikasi medis, yaitu kelompok obat fitoterapi atau fitofarmaka. Untuk mendapatkan produk fitofarmaka harus melalui beberapa tahap (uji farmakologi, toksisitas dan uji klinik) hingga bisa menjawab dan mengatasi kelemahan tersebut.
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
6
A.
Sejarah Penggunaan Tanaman Obat-Obatan Penggunaan tanaman sebagai obat-obatan telah sejak berlangsung ribuan tahun yang lalu. Para ahli kesehatan bangsa Mesir kuno pada 2500 tahun sebelum masehi telah menggunakan tanaman obat-obatan. Sejumlah besar resep penggunaan produk tanaman untuk pengobatan berbagai penyakit, gejala-gejala penyakit dan diagnosanya tercantum dalam Papyrus Ehers. Bangsa Yunani kuno juga banyak menyimpan catatan mengenai penggunaan tanaman obat yaitu Hyppocrates (466 tahun sebelum masehi), Theophrastus (372 tahun sebelum masehi) dan Pedanios Dioscorides (100 tahun sebelum masehi) membuat himpunan keterangan terinci mengenai ribuan tanaman obat dalam De Materia Medica. Di Indonesia, pemanfaatan tanaman sebagai obat-obatan juga telah berlangsung ribuan tahun yang lalu. Tetapi penggunaan belum terdokumentasi dengan baik. Pada pertengahan abad ke XVII seorang botanikus bernama Jacobus Rontius (1592-1631) mengumumkan khasiat tumbuh-tumbuhan dalam bukunya De Indiae Untriusquere Naturali et Medica. Meskipun hanya 60 jenis tumbuhtumbuhan yang diteliti, tetapi buku ini merupakan dasar dari penelitian tumbuhtumbuhan obat oleh N.A. van Rheede tot Draakestein (1637-1691) dalam bukunya Hortus Indicus Malabaricus. Pada tahun 1888 di Bogor didirikan Chemis Pharmacologisch Laboratorium sebagai bagian dari Kebun Raya Bogor dengan tujuan menyelidiki bahan-bahan atau zat-zat yang terdapat dalam tumbuhtumbuhan yang dapat digunakan untuk obat-obatan. Selanjutnya penelitian dan publikasi mengenai khasiat tanaman obat-obatan semakin berkembang.
B.
Tanaman Obat Keluarga (Toga) Tanaman obat keluarga merupakan beberapa jenis tanaman obat pilihan yang ditanam di pekarangan rumah atau lingkungan sekitar rumah. Tanaman obat yang dipilih biasanya tanaman obat yang dapat digunakan untuk pertolongan pertama atau obat-obat ringan seperti demam dan batuk. Tanaman obat yang sering ditanam di pekarangan rumah antara lain sirih, kunyit, temulawak, kembang sepatu, sambiloto, dan lain-lain. Tanaman obat keluarga selain digunakan sebagai obat juga memiliki berapa manfaat lain yaitu : 1) Dapat dimanfaatkan sebagai penambah gizi keluarga seperti pepaya, timun dan bayam. 2) Dapat dimanfaatkan sebagai bumbu atau rempah-rempah masakan seperti kunyit, kencur, jahe, serai, dan daun salam. 3) Dapat menambah keindahan (estetis) karena di tanam di pekarangan rumah seperti mawar, melati, bunga matahari, kembang sepatu, tapak dara dan kumis kucing. Tanaman obat-obatan dapat ditanam dalam pot-pot atau di lahan sekitar rumah. Apabila lahan yang dapat ditanami cukup luas, maka sebagian hasil panen dapat dijual dan untuk menambah penghasilan keluarga.
C.
Simplisia Tanaman Obat Gunawan dan Mulyani, 2002 menjelaskan bahwa simplisia merupakan istilah yang dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam yang berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk. Pengertian simplisia menurut
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
7
Departemen Kesehatan RI adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apa pun, dan kecuali dinyatakan d inyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan.
1)
2)
3)
Tabel 1.
Simplisia dibagi menjadi tiga golongan, golongan, yaitu : Simplisia nabati Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya, misalnya Datura Folium dan Piperis nigri Fructus. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan/ diisolasi dari tanamannya. tanamannya. Simplisia hewani Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat berupa hewan utuh at;au zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni, misalnya minyak minyak ikan (Oleum iecoris asselli) dan madu (Mel depuratum). Simplisia pelikan atau mineral Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni, contoh serbuk seng dan serbuk tembaga. Simplisia tanaman obat termasuk dalam golongan simplisia nabati. Secara umum pemberian nama atau penyebutan simplisia didasarkan atas gabungan nama spesies diikuti dengan nama bagian tanaman. Contoh : merica dengan nama spesies Piperis albi maka nama simplisianya disebut sebgai Piperis albi Fructus. Fructus menunjukkan bagian tanaman yang artinya buah. Nama Latin dari Bagian Tanaman yang digunakan dalam Tata Tata Nama Simplisia Nama Latin Radix Rhizome Tubera Flos Fructus Semen Lignum Caulis Cortex Folia Herba
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
Bagian Tanaman Akar Rimpang Umbi Bunga Buah Biji Kayu Kulit kayu Batang Daun Seluruh
8
BAB II BUDIDAYA TANAMAN OBAT-OBATAN SECARA UMUM
Keragaman jenis tanaman obat mulai dari jenis tanaman dataran rendah sampai tanaman dataran tinggi menuntut penyesuaian lingkungan untuk kegiatan budidaya tanaman tersebut. Setiap jenis tanaman obat membutuhkan kondisi lingkungan tertentu agar dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal. Lingkungan pertumbuhan yang dimaksud meliputi iklim dan tanah. Beberapa unsur iklim seperti suhu, curah hujan dan penyinaran matahari secara langsung berpengaruh bagi pertumbuhan tanaman. Setiap tanaman obat membutuhkan suhu udara yang sesuai agar proses metabolisme dapat berjalan baik, sedangkan suhu tanah akan mempengaruhi proses perkecambahan benih. Suhu tanah yang terlalu rendah dapat menghambat proses perkecambahan, sedangkan suhu tanah yang terlalu tinggi dapat mematikan embrio yang terdapat pada biji. Tanaman obat-obatan membutuhkan curah hujan yang cukup dengan distribusi yang merata. Ketersediaan air merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan budidaya tanaman obat. Apabila jumlah curah hujan tidak dapat memenuhi kebutuhan air bagi tanaman obat maka harus dilakukan penyiraman atau pengairan melalui irigasi. Penyinaran matahari juga sangat penting pada budidaya tanaman obat. Sudut dan arah datangnya sinar matahari, lama penyinaran dan kualitas sinar merupakan faktor faktor yang mempengaruhi proses fotosintesis pada tanaman obat. Jumlah radiasi matahari yang tidak optimal akan menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas produksi tanaman obat. Beberapa jenis tanaman obat membutuhkan pelindung untuk mengurangi jumlah radiasi matahari yang diterima, tetapi jenis tanaman obat lainnya membutuhkan jumlah radiasi matahari maksimal untuk berfotosintesis. berfotosintesis. Unsur-unsur iklim lain seperti kelembaban, angin dan keawanan juga perlu diperhatikan dan disesuaikan dengan kebutuhkan tanaman obat yang akan dibudidayakan. Kesuburan tanah tempat bercocok tanam tanaman obat juga merupakan penentu keberhasilan budidaya tanaman obat tersebut. Kesuburan tanah yang harus diperhatikan meliputi kesuburan fisik, kimia dan biologi. Tanah sebaiknya memiliki perbandingan fraksi liat, lempung dan pasir yang seimbang, gembur, gembur, kandungan bahan organik organik tinggi, aerase dan drainase drainase baik, memiliki kandungan kandungan hara yang tinggi, pH tanah cenderung netral antara 6,0 – 7,0. A.
Persiapan dan Pengolahan Tanah Tanah merupakan medium alam untuk pertumbuhan tanaman. Tanah menyediakan unsur-unsur hara yang merupakan makanan bagi tanaman. Pada budidaya tanaman obat persiapan lahan dan pengolahan lahan harus menjadi perhatian pertama. Lokasi penanaman penting diperhatikan karena berkaitan langsung dengan lingkungan tumbuh tanaman yaitu iklim dan kondisi lahan. Ketinggian tempat sangat mempengaruhi iklim setempat seperti suhu, curah hujan, kelembaban, penyinaran matahari, dan angin. Kemiringan lahan juga menentukan teknik pengolahan tanah dan teknik budidaya tanaman. Setiap jenis tanaman obat membutuhkan kondisi tanah tertentu agar dapat tumbuh dan berkembang optimal. Kondisi tanah yang harus diperhatikan meliputi kesuburan fisik tanah (struktur, tekstur, konsistensi, porositas, suhu tanah, aerase dan drainase tanah), kesuburan kimia (ketersediaan hara, kapasitas tukar kation, Ph tanah), kesuburan
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
9
biologi (aktivitas mikroorganisme tanah dan bahan b ahan organik tanah). Kesuburan tanah harus selalu dipertahankan. Setelah ditentukan lokasi penanaman dan jenis tanah yang sesuai untuk budidaya tanaman obat selanjutnya dapat dilakukan kegiatan persiapan dan pengolahan tanah. Persiapan dan pengolahan tanah tanah bertujuan untuk : 1) Membuat kondisi fisik tanah menjadi lebih gembur, meningkatkan porositas tanah,memperbaiki aerase dan drainase tanah. 2) Membersihkan lahan dari gulma, semak, sisa-sisa tanaman, dan batu-batuan yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. 3) Pada areal penanaman yang terletak di lereng bukit atau pegunungan sebaiknya dibuat teras untuk mencegah erosi dan mempermudah pemeliharaan tanaman. Teknik persiapan dan pengolahan tanah ditentukan oleh jenis tanaman obat yang akan dibudidayakan dan kondisi awal lahan tersebut. Secara umum tahapan pengolahan tanah adalah : 1) Pembersihan lahan dari gulma, sisa-sisa tanaman, dan batu-batuan. 2) Pembajakan yaitu membalik tanah dengan menggunakan bajak atau traktor 3) Penggaruan yaitu menghancurkan gumpalan tanah yang besar sehingga menjadi lebih halus dan merata. Pada partikel tanah yang lebih kecil maka hubungan antara partikel tanah dengan akar tanaman akan lebih luas dan akar akan lebih mudah mendapatkan zat hara yang dibutuhkan. Tanah yang lebih porous akan membuat lingkungan perakaran yang lebih baik terutama untuk tanaman obat yang memiliki rhizome/rimpang dan tanaman obat berakar dangkal dan kecil. Kondisi fisik tanah yang baik juga akan meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah yang dapat membantu meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman dan mempercepat dekomposisi bahan organik. 4) Pembuatan bedengan. Beberapa jenis tanaman obat sebaiknya dibudidayakan di budidayakan pada bedengan-bedengan terutama untuk jenis tanaman semusim atau tanaman berbentuk perdu dan memiliki habitus kecil yang relatif tidak tahan air yang tergenang seperti pegagan, memiran, daun dewa, temu-temuan. Sedangkan untuk tanaman obat tahunan seperti kayu manis, mahkota dewa, kina, dan pala tidak membutuhkan bedengan untuk tempat tumbuhnya. Bedengan dibentuk dengan cara menimbun tanah atau meninggikan permukaan tanah dari hasil galian parit sebagai batas bedengan. Bedengan sebaiknya dibuat memanjang dengan arah timur - barat. Panjang dan lebar bedengan dibuat sesuai dengan kebutuhan. Jarak antar bedengan yang merupakan saluran air juga dapat digunakan untuk berjalan pada saat pemeliharaan. Saluran Saluran air berfungsi untuk menghindarkan tergenangnya air pada saat musim hujan (Syukur dan Hernani, 2001). Lubang-lubang tanam dan alur-alur tanam dibuat pada bedengan. Jarak tanam dibuat sesuai jenis tanaman dan tingkat kesuburan tanah. Ukuran lubang tanam disesuaikan dengan jenis tanaman dan jenis bibit yang telah disiapkan. Pada waktu penggalian lubang tanam sebaiknya tanah topsoil dan subsoil dipisahkan, sebaiknya tanah galian tersebut dicampur dengan pupuk kandang atau kompos yang dosisnya tergantung jenis tanaman dan jarak tanam. Pada tanaman yang membutuhkan tegakan, seperti sirih dan lada dapat
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
10
semai, sedangkan sungkup berfungsi untuk melindungi bibit dari pengaruh lingkungan yang kurang baik dan gangguan hama. Bedengan persemaian dapat dibuat dengan lebar 1,5 m, panjang bedengan disesuaikan dengan kondisi lahan dan populasi bibit, tinggi bedengan 30 cm, arah bedengan timur - barat. Drainase pada bedengan pembibitan harus baik untuk menghindari tergenangnya air. Permukaan bedengan harus gembur untuk menampung air sisa resapan dari media pembibitan. Polibeg-polibeg yang telah berisi benih tanaman dapat disusun pada bedengan dengan rapi. Sungkup dapat dibuat dengan menggunakan kerangka dari bambu atau plat besi yang dibentuk setengah lingkaran. Tinggi sungkup sekitar 80 cm. Kerangka sungkup ditutup dengan plastik transparan, bagian pinggir sungkup dapat dibuka agar memudahkan memudahkan penyiraman dan pemeliharaan bibit. Pemeliharaan bibit dipersemaian meliputi penyiraman, pemupukan, penyiangan gulma, dan pengendalian hama dan penyakit. Media tanam pada persemaian harus selalu dijaga kelembaban, penyiraman sebaiknya dilakukan dua kali sehari pagi dan sore hari dengan menggunakan gembor. Pemupukan dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk daun atau pupuk cair dengan cara menyemprot bibit atau menyiramkan pupuk pada media tanam. Penyiangan gulma sebaiknya dilakukan secara intensif untuk menjaga agar tidak terjadid kompetisi antara gulma dan tanaman utama, gulma juga dapat menjadi tanaman inang bagi hama. Pengendalian hama dan penyakit sebaiknya dilakukan dengan menggunakan pestisida dan fungisida nabati. Beberapa hari sebelum bibit dipindahkan ke lapangan, sungkup plastik transparan dapat dibuka secara bertahap agar bibit dapat beradaptasi dengan lingkungan terbuka. Selanjutnya bibit dapat dipindahkan ke areal penanaman. Beberapa jenis tanaman obat terutama tanaman obat tahunan ada yang harus dibibitkan beberapa tahap, yaitu persemaian pada polibeg atau kotak perkecambahan, kemudian kecambah dipindahkan ke polibeg kecil berdiameter 15 cm, setelah beberapa minggu bibit harus dipindahkan ke polibeg yang lebih besar selama beberapa bulan sebelum dipindahkan ke lapangan. Tetapi beberapa jenis tanaman obat tidak perlu melalui tahapan pembibitan, biji yang telah dipilih dapat ditanam langsung pada bedengan yang telah disiapkan di areal penanaman. D.
Perbanyakan Vegetatif Pebanyakan vegetatif bertujuan untuk mendapatkan bahan tanaman yang memiliki sifat-sifat yang sama dengan induknya dan mempercepat masa produksi tanaman. Perbanyakan vegetatif juga memiliki beberapa kelemahan yaitu perakarannya lebih lemah sehingga tanaman kurang kokoh dan umur tanaman relatif lebih pendek dibandingkan tanaman yang diperbanyak dengan biji. 1)
Setek Setek merupakan perlakuan pemisahan, pemotongan beberapa bagian tanaman (akar, batang, daun dan tunas) dengan tujuan agar bagian-bagian itu membentuk akar. Dengan dasar itu maka muncul istilah setek akar, setek cabang, setek daun, setek umbi, dan sebagainya. Setek batang diambil dengan cara memotong batang atau bagian pucuk tanaman induk dan selanjutnya ditanam di pembibitan. Tanaman obat yang diperbanyak dengan setek batang antara lain sirih, brotowali, dan lada. Batang dipotong miring atau datar sepanjang 10-30 cm, kemudian dicelupkan pada ZPT seperti AIA atau Rootone F untuk mempercepat pertumbuhan akar. Setek batang ditanam pada polibeg
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
12
2)
3)
4)
yang telah berisi media tanam, disiram air secukup dan diletakkan pada bedengan persemaian. Setek rimpang (rhizome) dan stek akar juga cara perbanyakan yang sering dilakukan pada tanaman obat-obatan. Tanaman obat yang umumnya diperbanyak dengan setek rimpang adalah jenis temutemuan (Zingirberaceae) seperti kunyit, jahe, temulawak, dan kencur, sedangkan tanaman daun dewa sering diperbanyak dengan setek akar. Rimpang atau akar dipotong-potong menjadi beberapa bagian. Potongan rimpang ini dapat ditunaskan di persemaian dengan media jerami yang selalu dijaga kelembabannya selama 2-6 minggu. Rimpang yang telah bertunas dapat ditanam di lapangan. Cangkok Beberapa jenis tanaman obat terutama jenis tanaman tahunan yang memiliki batang berkayu dapat diperbanyak dengan cara mencangkok seperti mahkota dewa, mawar, melati, dan kenanga. Sebelum mencangkok harus dipilih pohon induk yang telah pernah berbuah, tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua, kemudian dipilih salah satu cabang yang ukurannya sebesar kelingking atau pinsil, berkulit mulus dan berwarna coklat muda. Kemudian sekeliling kulit cabang disayat dengan pisau okulasi yang telah disterilkan sepanjang 2-3 cm, kemudian kambium dibersihkan sampai tidak terasa licin dan dikering anginkan selama 2-4 hari. Luka sayatan kemudian dibungkus dengan plastik yang diikat pada bagian atas dan bawah sayatan, ke dalam plastik pembungkus dimasukkan media berupa campuran tanah topsoil dan kompos dengan perbandingan 1 : 1, kemudian cangkokan disiram air secukupnya, kelembaban media harus dijaga. Akar akan tumbuh setelah 1-3 bulan. Sebelum dipindah ke lapangan batang dipotong tepat di bawah pembungkus cangkokan untuk memisahkannya dari pohon induk. Okulasi Cara perbanyakan tanaman dengan okulasi mempunyai kelebihan jika dibanding dengan setek dan cangkok karena bibit okulasi mempunyai mutu lebih baik dari induknya yaitu dengan memadukan sifat baik dari batang bawah dan mata entres. Untuk mengokulasi harus disediakan batang bawah yaitu pohon pangkal tempat menempelkan mata tunas. Batang bawah dapat diperoleh dari biji yang disemaikan. Mata entres dapat diambil mata tunas dari pohon yang telah dipilih. Kulit batang bawah diiris bentuk huruf T dengan menggunakan pisau okulasi. Mata tunas yang akan diokulasi diambil dengan cara mengiris secara horizontal 1,5 cm di atas dan bawah mata, kemudian diiris sehingga membentuk segiempat. Kemudian mata tunas diisipkan pada irisan batang bawah, lalu tempelan diikat dengan pita plastik dari bawah ke arah atas. Setelah Setelah 2 minggu, okulasi dapat dibuka, jika mata tempelan masih hijau segar dan sudah melekat dengan batang berarti okulasi berhasil. Sebelum dipindahkan ke lapangan batang bawah dipotong kira-kira 1 cm dari pertautan okulasi. Cara okulasi biasanya dilakukan untuk memperbanyak tanaman obat tahunan seperti pala, kayu manis dan mawar. Tunas Perbanyakan dengan tunas banyak dilakukan untuk tanaman berumpun seperti kapulaga. Dari tunas yang ditanam kemudian akan tumbuh menjadi rumpun besar. Selanjutnya rumpun tersebut akan berbiak dan menghasilkan tunas-tunas baru.
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
13
E.
Penanaman Bibit yang akan ditanam di areal budidaya tanaman obat adalah bibit yang sudah diseleksi yaitu bibit yang sehat dan pertumbuhannya baik. Bibit yang disemaikan dengan menggunakan polibag dipindahkan ke lubang tanam dengan cara menyobek satu sisi polibeg, kemudian bibit dimasukkan ke lubang tanam yang telah disiapkan. Harus diusahakan agar media tanam yang melekat pada bibit tidak terpisah. Selanjutnya tanah galian lubang tanam dimasukkan kembali dan dipadatkan agar bibit dapat tumbuh dengan kokoh. Bibit yang baru ditanam disiram dengan air secukupnya. Sebaiknya pemindahan bibit ke lapangan dilakukan pada pagi atau sore hari.
F.
Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman meliputi kegiatan pemupukan, penyiraman, penyiangan dan pembumbunan, serta pengendalian hama dan penyakit.
G.
Pemupukan Pupuk yang diberikan pada tanaman obat dapat berupa pupuk organik maupun anorganik. Sebaiknya pupuk yang digunakan dalam budidaya tanaman obat adalah pupuk organik, penggunaan pupuk anorganik dikhawatirkan dapat menimbulkan pengaruh yang kurang baik bagi kandungan/senyawa-senyawa berkhasiat obat yang ada pada tanaman. Pupuk organik yang dapat digunakan adalah berbagai jenis pupuk kandang dan kompos, yang harus diperhatikan pupuk organik yang digunakan harus benar-benar matang dan tidak mengandung bahan pencemar. Pupuk organik dapat diberikan dengan cara mencampurkannya pada lubang tanam pada saat penanaman atau mencampurkannya pada tanah di antara barisan tanaman atau areal di bawah tajuk tanaman. Apabila menggunakan pupuk anorganik dapat diberikan dalam tiga tahap. Pertama, pupuk diberikan sebagai pupuk dasar pertama yang berupa pupuk organik dan pupuk fosfat yaitu pada saat pengolahan tanah dengan cara dicampur rata dengan tanah, baik di dalam lubang tanam, alur tanam, dan di permukaan bedengan. Kedua, pupuk diberikan sebagai pupuk dasar kedua berupa urea, TSP, KCl yang diberikan sebelum benih ditanam atau bersamaan pada saat penanaman. Ketiga, pupuk tambahan berupa pupuk anorganik yang diberikan sebagai pupuk susulan. Dosis pupuk disesuaikan dengan jenis dan kondisi tanaman. Pupuk sebaiknya diberikan pada awal atau akhir musim hujan dan pada pagi atau sore hari.
H.
Penyiraman Pada awal penanaman dan musim kemarau penyiraman harus dilakukan dengan teratur. Kelembaban tanah harus selalu dijaga, sebaiknya penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari. Pada musim hujan frekuensi penyiraman dapat dikurangi tergantung kondisi kelembaban tanah. Apabila tanaman obat dibudidayakan pada lahan yang tidak terlalu luas, pekarangan rumah atau di dalam pot maka penyiraman dapat menggunakan gembor. Tetapi apabila tanaman obat dibudidayakan dalam skala luas sebaiknya menggunakan sprinkle untuk membantu penyiramannya. Sarana irigasi dan sistem pengairan lain juga dapat dimanfaatkan untuk mengairi lahan. Selain pengairan, sistem pembuangan air yang berlebih juga harus diperhatikan. Harus diusahakan agar lahan tidak tergenang. Beberapa jenis tanaman obat sangat rentan terhadap penggenangan air.
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
14
Upaya lain yang dapat dilakukan untuk menjaga kelembaban tanah adalah dengan menggunakan mulsa. Berbagai jenis mulsa dapat dimanfaatkan seperti mulsa jerami, mulsa plastik hitam perak dan mulsa plastik hitam. Masing-masing jenis mulsa memiliki keunggulan dan kelemahan, sebaiknya penggunaannya disesuaikan dengan jenis tanaman obat yang dibudidayakan dan kondisi lingkungan. I.
Penyiangan dan Pembumbunan Penyiangan gulma harus dilakukan secara intensif untuk menghindarkan kompetisi antara gulma dengan tanaman obat yang dibudidayakan, yaitu persaingan dalam penyerapan unsur hara dan air, penerimaan cahaya matahari, dan gulma juga dapat menjadi tanaman inang bagi hama yang dapat menyerang tanaman obat yang dibudidayakan. Penurunan produksi akibat gulma cukup besar bisa lebih dari 50%. Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain secara manual yaitu dengan menggunakan cangkul, arit atau koret, secara kultur teknis yaitu dengan mengatur jarak tanam dan penggunaan mulsa, secara kimia yaitu dengan penggunaan herbisida. Pada budidaya tanaman obat hendaknya penggunaan herbisida merupakan alternatif terakhir karena dikhawatirkan residu herbisida terserap oleh tanaman sehingga berpengaruh terhadap senyawa-senyawa berkhasiat obat yang terdapat pada tanaman. Pembumbunan dapat dilaksanakan bersamaan dengan penyiangan gulma. Pembumbunan bertujuan untuk memperkokoh tanaman, menutup bagian tanaman di dalam tanah seperti rimpang atau umbi, memperbaiki aerase dan menggemburkan tanah sekitar perakaran, dan mendekatkan unsur hara dari tanah di sekitar tanaman. Pembumbunan dapat dilakukan dengan menggunakan cangkul atau koret.
J.
Pengendalian Hama dan Penyakit Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan secara mekanis, kultur teknis, dan kimia. Pengendalian secara mekanis adalah dengan cara menangkap hama yang menyerang tanaman atau membuang bagian tanaman yang terserang hama atau penyakit. Pengendalian secara kultur teknis antara dengan pengaturan kelembaban udara, pengaturan pelindung dan intensitas sinar matahari. Pengendalian secara kimia dengan menggunakan insektisida dan fungsida. Sebaiknya penggunaan insektisida dan fungisida pada budidaya tanaman obat dihindari, dikhawatirkan residu bahan kimia tersebut dapat mempengaruhi senyawa-senyawa berkhasiat obat pada tanaman. Apabila dibutuhkan dapat digunakan insektisida dan fungisida nabati. Beberapa ramuan pestisida nabati yang dapat digunakan antara lain : a) Daun mimba 8 kg, daun lengkuas 6 kg, daun serai 6 kg. Bahan-bahan ini dihaluskan kemudian diaduk dalam 20 liter air dan direndam selama 24 jam. Keesokan harinya larutan disaring dengan kain halus. Larutan hasil penyaringan diencerkan dengan 60 liter air sambil dicampur 20 g detergen dan dapat digunakan untuk menyemprot lahan seluas 1 hektar (Kardinan, 2000 dalam Novizan, 2002). b) Daun mimba ( Azadiractha indica), tembakau (Nicotiana tabacum ), dan akar tuba (Derris eclipta). Semua bahan ditumbuk sampai halus, kemudian direndam dalam air. Setelah tercampur rata, ramuan dibiarkan selama satu
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
15
c)
d)
e)
f)
g) h)
malam. Keesokan harinya, ramuan disaring dan dilarutkan dalam air hangat. Sebagai perekat ditambahkan detergen 1 g per 10 liter (Mahendra, 2005). Beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati dan digunakan dalam pengendalian hama antara lain adalah : Tembakau (Nicotiana tabacum ) yang mengandung nikotin dan insektisida kontak sebagai fumigant atau racun perut. Aplikasi untuk serangga kecil misalnnya aphids. Piretrum ( Chrysanthemum cinerariaefolium) yang mengandung piretin yang dapat digunakan sebai insektisida sistemik yang menyerang urat syaraf pusat. Aplikasi pada serangga lalat rumah, nyamuk, kutu, hama gudang, dan lalat buah. Mimba ( Azadiractha indica) yang mengandung azadirachtin yang bekerja cukup selektif. Aplikasi racun ini terutama pada serangga penghisap seperti wereng dan serangga pengunyah seperti hama penggulung daun (Chaphalocrocis medinalis). Bahan ini juga efektif untuk menanggulangi serangan virus RSV, GSV, dan tungro. Tuba (Derris elliptica dan Derris malaccensis ) yang mengandung rotenone untuk insektisida kontak yang diformulasikan dalam bentuk hembusan dan semprotan. Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) yang bijinya mengandung rotenoid yaitu pakhirizida yang dapat digunakan sebagai insektisida dan larvasida. Jeringau ( Acorus calamus) yang rimpangnya mengandung komponen utama asaron dan biasanya digunakan untuk racun serangga dan pembasmi cendawan, serta hama gudang Callosobrocus. Beberapa fungisida dan bakterisida nabati.
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
16
BAB III PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM
A.
Penanganan dan Pengelolaan Saat Panen Mengingat produk tanaman obat dapat berasal dari hasil budidaya dan dari hasil eksplorasi alam maka penanganan atau penentuan saat panen secara tepat sangat berarti. Tanaman obat pada umumnya memiliki sifat khas terutama dalam hal pemanfaatannya berdasarkan kandungan zat berkhasiat yang kadarnya sangat bervariasi. Oleh karena itu, waktu dan cara panen yang tepat dan benar amat menentukan kadar senyawa aktif atau zat berkhasiat yang ada di dalam tanaman. Pada dasarnya tujuan penanganan dan pengelolaan saat panen adalah sebagai berikut : 1) Untuk memperoleh bahan baku yang memenuhi standar mutu. 2) Menghindari terbuangnya hasil panen secara percuma serta mengurangi kerusakan hasil panen. 3) Agar semua hasil panen dapat dimanfaatkan sesuai harapan.
B.
Penanganan dan Pengelolaan Pascapanen Penanganan dan pengelolaan pascapanen adalah suatu perlakuan yang diberikan pada hasil pertanian hingga produk siap dikonsumsi. Penanganan dan pengelolaan pascapanen tanaman obat dilakukan terutama untuk menghindari kerugian-kerugian kerugian-kerugian yang mungkin timbul akibat perlakuan prapanen dan pascapanen yang kurang tepat. Hal-hal yang dapat mengakibatkan kerugian, misalnya terjadinya perubahan sifat zat yang terdapat dalam tanaman, perlakuan dan cara panen yang tidak tepat, masalah daerah produksi yang menyangkut keadaan iklim dan lingkungan, teknologi pascapanen yang diterapkan, limbah, serta masalah sosialekonomi dan budaya masyarakat. Pengelolaan pascapanen tanaman obat perlu dilakukan secara hati-hati. Pengelolaan pascapanen meliputi kegiatan penyortiran, pencucian, pengolahan hasil (pengupasan kulit serta pengirisan), pengeringan, pengemasan, sampai pada penyimpanan. Adapun tujuan pengelolaan pascapanen tanaman obat dapat dirangkum sebagai berikut : 1) Mencegah kerugian karena perlakuan prapanen yang tidak tepat. 2) Menghindari kerusakan akibat waktu dan cara panen yang tidak tepat. 3) Mengurangi kerusakan pada saat pengumpulan, pengemasan, dan pengangkutan saat pendistribusian hasil panen. 4) Menghindari kerusakan karena teknologi pascapanen yang kurang tepat. 5) Menekan penyusutan kuantitatif dan kualitatif hasil. 6) Terjaminnya suplai bahan baku produksi tanaman obat meskipun tidak pada musimnya. 7) Pengolahan limbah yang dapat memberikan nilai tambah bagi produsen simplisia, contoh sisa-sisa hasil pengolahan simplisia untuk pembuatan pupuk kompos. 8) Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya alam dan menjamin kelestariannya.
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
17
Kegiatan pengelolaan pascapanen tanaman obat menunjukkan suatu sistem yang kompleks serta melibatkan banyak faktor, baik teknis, sosial budaya, dan ekonomi. Melihat hubungan yang saling berkait dan kompleks tersebut maka diperlukan peran pemerintah dan swasta secara aktif dalam membantu meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan tanaman obat. C.
Pengaruh Pengelolaan Pascapanen Terhadap Sifat Hasil Pemanenan tanaman obat bertujuan untuk memperoleh hasil produk berupa simplisia. Ada tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagian atau seluruhnya sebagai simplisia. Bagian tanaman obat yang dipanen sebagai produk simplisia merupakan hasil utama tanaman bersangkutan. Dengan demikian bagia-bagian lain meskipun juga juga dimanfaatkan dimanfaatkan merupakan hasil sampingan sampingan saja. Hasil utama tanaman obat yang beragam tersebut memiliki sifat yang berbedabeda baik fisik, kimia maupun fisiologisnya. Diantara berbagai bagian tanaman obat yang ada, seperti daun, akar, rimpang, buah, dan bunga memiliki persamaan dan perbedaan sifat umum. Dengan adanya perbedaan sifat tersebut maka kita perlu memperhatikan cara penanganan dan pengelolaannya. Cara pengelolaan dan penanganan beberapa jenis tanaman obat berdasar sifat umum yang dimiliki masing-masing tanaman atau simplisia dapat disebutkan sebagai berikut : 1) Daun : Daun umumnya bertekstur lunak karena kandungan airnya tinggi, antara 70 %-80 %. Jaringannya tersusun atas sel-sel parenkim, sedang pada permukaan daun kadang-kadang dijumpai lapisan semacam zat lilin, mengilat, dan ada pula yang berbulu halus atau berambut dengan bentuk yang beragam. Beberapa simplisia daun tanaman obat dipanen pada waktu masih muda atau masih berbentuk tunas daun, misalnya kumis kucing dan teh. Namun, ada pula daun yang dipanen pada saat daun mengalami pertumbuhan maksimal atau tua, misalnya daun sirih dan menta. Umur petik daun tidak sama sehingga penanganan dan pengelolaan pascapanennya juga berbeda. Daun yang dipanen muda biasanya dikeringkan secara perlahan mengingat kandungan airnya tinggi, yang memungkinkan reaksi enzimatis masih berlangsung dengan cepat. Disamping itu jaringan yang dimiliki daun muda masih sangat lunak sehingga mudah hancur atau rusak. Sementara daun-daun yang dipanen pada umur umur tua diberi perlakuan perlakuan khusus berupa pelayuan yang dilanjutkan dengan proses pengeringan secara perlahan agar diperoleh warna yang menarik. Pemanenan daun yang mengandung minyak asiri harus ditangani secara hati-hati. Bila hendak memanfaatkan minyaknya maka daun langsung diolah ketika masih segar. 2) Buah : Buah juga memiliki kandungan air yang cukup tinggi, yaitu antara 70 % - 80 %. Namun, ada beberapa beberapa jenis buah yang memiliki kandungan air kurang dari 70 %. Selain mengandung air, buah-buah yang lunak juga mengandung lemak, protein, atau zat-zat lain sehingga membutuhkan tindakan khusus dalam proses pengeringan agar kandungan zat yang dimiliki tidak hilang. Jaringan buah tersusun dari sel-sel parenkim yang menyebabkan buah menjadi lunak. Beberapa jenis buah ada yang hanya dimanfaatkan kulit buahnya (perikarpium) untuk simplisia. Buah dipanen ketika masak karena dipekirakan memiliki kandungan senyawa aktif maksimal. Penanganan dan pengelolaan buah harus dilakukan secara tepat, khususnya pada buah yang
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
18
3)
4)
5)
6)
7)
memiliki kandungan minyak asiri. Hal ini penting dilakukan agar kandungan minyak asiri dalam buah tidak hilang. Buah-buah yang akan diambil minyak asirinya biasanya diolah pada saat buah dalam keadaan segar. Bunga : Bunga memiliki kandungan air lebih dari 70 %, bersifat lunak, dan mudah rusak. Setelah melewati proses pengeringan atau didiamkan agak lama maka zat warna bunga akan mengalami perubahan karena reaksi oksidasi dan fermentasi. Dengan demikian, bunga-bunga yang memiliki aroma atau mengandung minyak asiri perlu segera ditangani sehingga diperoleh kestabilan aroma dan minyaknya. Cara pengeringan bunga pada prinsipnya hampir sama dengan penanganan dan pengelolaan daun. Pengeringan dilakukan dengan hati-hati karena sifat dan keadaan bunga yang terdiri dari bagian-bagian yang rapuh serta mudah rontok. Batang dan dan kulit batang : Batang dan kulit batang memiliki sifat yang hampir sama, yaitu kaku, keras, dan ulet. Hal ini karena keduanya memiliki kandungan serat selulosa, hemiselulosa, serta lignin yang tinggi. Penanganan dan pengelolaan terhadap kedua jenis produk tersebut harus sesuai anjuran dengan memperhatikan sifat yang dimiliki oleh simplisia tersebut. Akar : Akar sebagai produk tanaman obat dapat dibedakan dalam dua golongan menurut asal dan jenis tanamannya, yaitu akar lunak dan akar keras. Akar lunak biasanya banyak mengandung air (lebih dari 60 %), misalnya akar pacar air ( Impatiens balsamina L.). Sementara akar yang bersifat keras biasanya memiliki kandungan serat yang tinggi, misalnya akar cempaka (Michelia champaka) dan akar trengguli ( Cassia fistula ). Melihat perbedaan sifat akar tersebut tentu dibutuhkan penanganan dan pengelolaan yang berbeda. Akar-akar yang banyak mengandung air, pengeringannya dilakukan secara perlahan untuk menghindari proses pembusukan dan fermentasi. Pada akar-akar keras penangannanya hampir sama dengan penanganan simplisia batang dan kulit batang. Rimpang dan umbi-umbian umbi-umbian : Rimpang, umbi batang, umbi lapis, dan umbi akar umumnya memiliki sifat yang hampir sama, yakni keras dan agak rapuh. Ini disebabkan adanya zat pati, protein yang tinggi, dan kandungan air yang tinggi pula. Beberapa jenis umbi lapis memiliki sifat agak lunak misalnya bawang putih ( Allium sativum ). Penanganan dan pengelolaan untuk produk tanaman obat berupa rimpang dan umbi-umbian ini harus sesuai dengan memperhatikan sifat-sifat umum yang dimiliki. Biji-bijian : Biji-bijian ada yang keras dan ada yang lunak. Biji banyak mengandung zat tepung, protein, dan minyak. Selain itu, biji-bijian memiliki kadar air bervariasi dari rendah sampai tinggi tergantung dari umur biji saat dipanen. Semakin tua umur biji maka kadar airnya pun semakin rendah. Untuk itu penanganannya harus memperhatikan sifat umum biji agar biji tidak mudah hancur, pecah, dan rusak. Demikian juga dengan penyimpanan, sedapat mungkin dihindari tempat yang lembab. Hal ini bila dibiarkan berlanjut akan merangsang perkecambahan.
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
19
D.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sifat Hasil Tanaman Obat Disamping sifat-sifat umum yang disebutkan di atas masih terdapat sifat-sifat khusus dari setiap tanaman obat, misalnya penanganan simplisia daun tanaman yang satu berbeda dengan penanganan simplisia daun tanaman yang lain. Perbedaan ini muncul selain akibat beragamnya sifat juga akibat beragamnya kandungan serta umur panen hasil tanaman obat. Secara garis besar, faktor yang mempengaruhi perbedaan sifat dan komposisi masing-masing hasil tanaman obat dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu faktor dalam, faktor luar, dan faktor tingkat kemasakan kemasakan hasil. 1)
Faktor Dalam Faktor ini merupakan sifat yang diwariskan induk tanaman, seperti rasa, bau, komposisi kimia, dan kemampuan produksi biomassanya. Faktor dalam meliputi halhal yang bersifat genetis. Jenis atau varietas tanaman menyebabkan pula perbedaan sifat, seperti rasa, bau, kandungan kimia, dan jumlah produksi yang dihasilkan. Pengaruh faktor genetis pada sifat hasil tanaman obat dapat dimanfaatkan dalam upaya mendapatkan kandungan senyawa aktif yang tinggi dengan produksi biomassa yang tinggi pula.
2)
Faktor Luar Faktor-faktor luar yang turut mempengaruhi sifat, komposisi, kenampakan (morfologi), serta produksi biomassa dari tanaman banyak dipengaruhi oleh faktor budidaya, perawatan, dan lingkungan, seperti cahaya, temperatur, musim, dan unsur hara yang tersedia. a) Cahaya matahari Cahaya matahari berpengaruh terhadap sintesis zat-zat makanan yang terdapat dalam jaringan tanaman. Melalui fotosintesis cahaya matahari dapat membentu pembentukan zat-zat makanan dalam jaringan tanaman. Aktivitas sintesis zat-zat makanan juga berbeda-beda tergantung kepada banyaknya cahaya matahari yang mengenai tanaman. Hal ini mempengaruhi sifat hasil tanaman obat yang diperoleh, misalnya kadar alkaloida daun tapak dara ( Vinca rosea) yang kena sinar matahari langsung lebih tinggi dibanding daun-daun yang ternaungi. b) Suhu dan kelembaban Suhu dan kelembaban juga merupakan faktor penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Proses-proses fisik dan kimia dalam tanaman banyak dikendalikan oleh suhu. Kelembaban dan suhu optimal bagi suatu jenis tanaman obat tidak selalu merupakan suhu dan kelembaban optimal bagi tanaman obat lainnya. Dengan demikian sifat hasil tanaman obat di dataran rendah dengan suhu dan kelembaban relatif lebih tinggi akan berbeda dengan tanaman obat yang tumbuh di dataran tinggi. Pada beberapa jenis tanaman yang mengandung minyak asiri, kadar minyaknya semakin tinggi dengan semakin tingginya tempat tumbuh atau semakin rendahnya suhu lingkungan. c) Musim Pengaruh musim terhadap hasil pertanian secara umum, termasuk tanaman obat, sangat jelas. Musim erat hubungannya dengan suhu, cahaya, dan kelembaban yang berpengaruh terhadap faktor-faktor fisik,
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
20
3)
kimia, dan biologi yang terjadi di dalam tanaman. Oleh karena itu, pengaruh musim juga tidak berbeda jauh dengan faktor di atas. Tanaman obat yang tumbuh pada musim kemarau umumnya mempunyai kandungan zat-zat aktif yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanaman obat pada musim hujan. d) Habitat Salah satu hal yang berhubungan erat dengan habitat adalah sifat tanah. Tanaman yang ditanam di tanah berlempung atau berkapur akan berbeda sifatnya. Habitat berkaitan erat dengan mutu, kandungan senyawa aktif, dan bentuk fisik atau morfologi tanaman. Beberapa jenis rempah-rempah akan memberikan hasil optimal jika ditanam di tanah yang sedikit berlempung dan tidak akan memberikan hasil yang memuaskan jika ditanam di tanah berpasir be rpasir yang bersifat porous. e) Unsur Hara Tanaman akan tumbuh subur apabila tempat tumbuhnya banyak mengandung unsur hara yang diperlukan. Oleh karena itu, pada budidaya tanaman obat, unsur hara tanah merupakan faktor yang sangat penting. Tanaman obat yang tumbuh liar di alam pada umumnya memiliki sifat yang sangat bervariasi tergantung kesuburan tanah. Tanaman obat yang tumbuh di lahan subur atau di hutan berhumus tebal akan menghasilkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman obat yang tumbuh di tanah berkapur yang kering atau tandus. Faktor Tingkat Kemasakan Produk tanaman obat yang diinginkan untuk memproduksi simplisia berbeda-beda tingkat kemasakannya. Banyak tanaman obat yang dipanen dalam keadaan belum masak atau setengah masak sehingga harus diperam dahulu. Beberapa daun tanaman obat dipanen pada waktu muda bersama dengan pucuknya, misalnya sambiloto ( Andrographis paniculata) dan kumis kucing (Orthosipon stamineus). Ada pula yang dipanen setelah mengalami pertumbuhan maksimal atau tua, misalnya daun jati belanda ( Guazuma ulmifolia) dan sembung ( Blumea balsamifera ). Tingkat kemasakan yang berbeda tersebut mengakibatkan perbedaan sifat hasil, seperti fisik, kimia, maupun biologi tanaman obat itu sendir. Perbedaan tersebut terutama terlihat pada kandungan zat-zat penyusun, tekstur, dan warnanya.
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
21
BAB IV SIMPLISIA SELURUH TANAMAN
Gunawan dan Mulyani, 2002 menjelaskan bahwa simplisia merupakan istilah yang dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam yang berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk. Pengertian simplisia menurut Departemen Kesehatan RI adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apa pun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan. dikeringkan. Simplisia seluruh tanaman terdiri seluruh bagian tanaman mulai dari akar, batang dan daun yang digunakan sebagai obat. Simplisia seluruh tanaman umumnya merupakan tanaman jenis herba yang memiliki habitus kecil. Beberapa jenis herba yang seluruh bagian tanamannya dapat digunakan sebagai obat antara lain, antara lain : 1) Meniran (Phyllanthus urinaria Linn) 2) Pegagan (Centella asiatica (L) Urban) 3) Sangitan ( Sambucus javanica Reinw) 4) Sambiloto ( Andrographis paniculata paniculata (Burn.f) Ness) 5) Sosor bebek ( Kalanchoe pinnata (Lam.) Pers) 6) Patikan Kerbau ( Euphorbia hirta L) 7) Beluntas ( Pluchea indica (L) Ness) 8) Bandotan ( Ageratum conyzoides conyzoides L) 9) Urang-aring ( Eclipta alba (L.) Hassk.) A.
Simplisia Akar Akar tanaman (radix) yang sering dimanfaatkan untuk bahan obat dapat berasal dari jenis tanaman perdu atau tanaman jenis terna yang umumnya berbatang lunak dan memiliki kandungan air yang tinggi. Tetapi ada juga simplisia akar yang berasal dari tanaman berkayu keras, kaku, dan ulet. Beberapa jenis tanaman yang bagian akarnya dapat digunakan sebagai obat antara lain : 1) Alang-alang ( Imperata cylindrica (L.) Beauv.) 2) Jali-jali (Coix lacryma-jobi L.) 3) Pacar air (Impatiens balsamina Linn.) 4) Akar wangi ( Andropogon muricatus muricatus Retz.) 5) Putri malu ( Mimosa pudica L.) 6) Mondokaki (Ervatamia divaricata (L.) Burk.) 7) Kompri (Symphytum officinale L.) 8) Bunga pagoda ( Clerodendrum japonicum (Thumb.) Sweet 9) Bunga tasbih ( Canna indica Linn.) 10) Pulutan (Urena lobata L.)
B.
Simplisia Rhizome/ Rimpang Istilah empon-empon berasal dari bahasa jawa. Asal katanya adalah empu yang berarti rimpang induk atau akar tinggal. Kata ini digunakan untuk menyebut kelompok tanaman yang mempunyai rimpang atau akar tinggal tanaman yang termasuk kelompok ini umumnya adalah tanaman yang bias dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional tradisional dan bumbu-bumbu masakan. Sehubungan dengan kemajuan
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
22
zaman, kini penggunaan empon-empon meluas dalam industri makanan, minuman, kosmetika,bahan warna, dan untuk diambil minyak asirinya. Penggolongan nama empon-empon tidak dilakukan berdasarkan klasifikasi ilmiah tertentu. Nama-nama tersebut lebih merujuk kepada penggolongan tanaman tertentu yang dilakukan oleh masyarakat Jawa, meskipun jenisnya didominasi oleh tanaman famili Zingiberaceae. Masih banyak tanaman lain dari Zingiberaceae yang tergolong dalam empon-empon, misalnya bunga kana yang tidak dimanfaatkan rimpangnya. Dari sekitar 283 jenis tanaman obat, ada 12 jenis tanaman yang paling sering dipakai. Dua belas jenis tanaman itu ialah temu lawak, jahe, lempuyang gajah, cabe jawa, kedawung, lengkuas, lempuyang wangi, kencur, kencur, pula sari, kunyit, bangle dan adas. Temu-temuan dan empon-empon mendominasi jenis-jenis tanaman obat di atas. Oleh sebab itu, temu-temuan dan empon-empon perlu dimasyarakatkan dan dikembangkan. Beberapa jenis tanaman yang bagian rimpangnya dapat digunakan sebagai obat antara lain : 1) Kunyit (Curcuma domestica ) 2) Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) 3) Jahe ( Zingiber Zingiber officinale Roxb.) 4) Kencur (Kaempferia galanga L.) 5) Bangle ( Zingiber purpureum Roxb.) 6) Kunci pepet (Kaempferia rotunda L.) 7) Lempuyang ( Zingiber spp.) 8) Lengkuas ( Alpinia Alpinia galanga (L.) Sw) 9) Temu hitam ( Curcuma aeruginosa Roxb.) 10) Temu kunci (Boesenbergia pandurata Roxb.) C.
Simplisia Umbi Simplisia umbi adalah produk berupa potongan atau rajangan rajangan umbi lapis, umbi akar atau umbi batang. Bentuk dan ukuran umbi bermacam-macam tergantung dari jenis tanamannya. tanamannya. Beberapa jenis tanaman yang bagian umbinya dapat digunakan sebagai obat antara lain : 1) Bawang putih ( Allium sativum L.) 2) Daun Dewa ( Gynura segetum (Lour.) Merr.) 3) Bengkuang (Pachyrrhizus erosus URB.) 4) Bidara upas ( Merremia mammosa (Lour.) Hall.f) 5) Kentang (Solanum tuberosum L.) 6) Ophiopogon (Ophiopogon japonicus (L.f.) Ker-Gawl) 7) Teki (Cyperus rotundus L.)
D.
Simplisia Batang Dan Kulit Batang Simplisia batang (caulis) dan kulit batang (cortex) merupakan bagian batang atau kulit yang digunakan sebagai ramuan obat. Simplisia kulit batang umumnya diambil dari bagian kulit terluar tanaman tingkat tinggi yang berkayu. Bagian yang sering digunakan sebagai bahan ramuan meliputi kulit batang, cabang atau kulit akar sampai ke lapisan epidermis. Sedangkan simplisia batang dapat diperoleh dari bagian batang batang tumbuhan tahunan atau tumbuhan semusim. Beberapa jenis tanaman yang seluruh bagian batang atau kulit batangnya dapat digunakan sebagai obat antara lain, antara lain : 1) Brotowali ( Tinospora crispa (L.) Miers )
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
23
2) 3) 4) 5) 6) 7)
Kapulaga ( Amomum cardamomum Auct. Non L.) Kayu manis ( Cinnamomum burmannii (Ness.) Bl) Kina (Chinchona spp.) Kayu putih ( Melaleuca leucadendra L.) Turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers.) Pulai ( Alstonia scholaris scholaris (L.) R. Br.)
E.
Simplisia Daun Simplisia daun (folium) merupakan jenis simplisia yan paling umum digunakan sebagai bahan baku ramuan obat tradisional atau minyak atsiri. Simplisia ini dapat berupa lembaran daun tunggal atau majemuk. Simplisia daun biasanya dipakai dalam bentuk segar atau dikeringkan. Sebagian simplisia daun terkadang berupa pucuk tanaman yang terdiri terdiri dari beberapa beberapa daun muda. muda. Beberapa jenis jenis tanaman yang daunnya dapat digunakan sebagai obat antara lain, antara lain : 1) Sirih (Piper betle L.) 2) Daun Dewa ( Gynura segetum (Lour.) Merr.) 3) Kumis kucing ( Orthosiphon spicatus B.B.S) 4) Lidah Buaya ( Aloe vera L.) 5) Keji beling (Strobilanthes crispus Bl) 6) Gandarusa ( Justicia gendarussa gendarussa Burn.f.) 7) Kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack) 8) Puring (Codiaeum variegatum (L.) BI) 9) Lidah Mertua ( Sanseviera trifasciata Prain)
F.
Simplisia Bunga Simplisia bunga (flos) dapat berupa bunga tunggal atau majemuk, bagian dari bunga majemuk, serta komponen penyusun bunga. Beberapa jenis tanaman yang daunnya dapat digunakan sebagai obat antara lain, antara lain : 1) Melati ( Jasminum sambac (L.) Ait) 2) Mawar (Rosa chinensis Jacq.) 3) Rosela (Hibiscus sabdariffa Linn) 4) Kembang Merak ( Caesalpinia pulcherrima (L.) Sw) 5) Bunga Matahari ( Helianthus annuus L) 6) Pacar Air (Impatiens balsamina Linn) 7) Tahi Kotok ( Tagetes erecta L) 8) Tapak Dara ( Cantharanthus roseus (L.) G. Don) 9) Kembang Sepatu ( Hibiscus rosasinensis L.)
G.
Simplisia Buah Simplisia buah (fructus) ada yang lunak dan ada yang keras. Buah yang lunak akan menghasilkan simplisia dengan benatuk serta warna yang sangat berbeda, khususnya bila buah masih dalam keadaan segar. Selain simplisia buah yang utuh, ada juga simplisia kulit buah (perikarpium) yang bentuknya juga bervariasi. Beberapa jenis tanaman yang buah atau kulit buahnya dapat digunakan sebagai obat antara lain, antara lain : 1) Mengkudu (Morinda citrifolia L.) 2) Mahkota Dewa ( Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl) 3) Buah Merah ( Pandanus conoideus Lam) 4) Jambu Biji ( Psidium guajava L.)
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
24
5) 6) 7) 8)
Rambutan ( Nephelium lappaceum L.) Pisang (Musa paradisiaca L) Pare (Momordica charantia L) Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia (Christm. & Panz) Swingle)
H.
Simplisia Biji Biji diambil dari buah yang telah masak sehingga umumnya sangat keras. Bentuk dan ukuran simplisia biji pun bermacam-macam tergantung dari jenis tanaman. Beberapa jenis tanaman yang yang bijinya dapat digunakan sebagai obat antara lain, antara lain : 1) Teratai (Nelumbium nelumbo Druce) 2) Jali-jali (Coix lachryma- jobi L.) 3) Pinang ( Areca catechu L.) 4) Kapulaga Lokal (Amomum cardamomum Willd.) dan Kapulaga Sabrang (Elettaria cardamomum (L.) Maton) 5) Lamtoro (Leucaema glauca (L.) Benth.) 6) Kedelai (Glycine max L. Merill.) 7) Selasih (Ocinuum basillicum ) 8) Jarak pagar ( Jantropha arcas) 9) Mahoni (Swietenia mahogany Jacq.) 10) Kapas (Gossypium herbaceum L.) 11) Boroco (Celosia argentea L.) 12) Buncis ( Phaseolus vulgaris L.)
I.
Terapi Jus Dari Umbi Akar Dan Buah a)
Kelebihan makanan segar dari makanan yang yang dimasak : 1) Makanan yang dimasak akan merusak 30-80% gizinya; 2) Makanan segar mempunyai gizi lengkap yang dibutuhkan untuk kesehatan, pertumbuhan, pemeliharaan dan perbaikan pada sel-sel tubuh; 3) Makanan segar lebih gampang dicerna; 4) Makanan segar memberi lebih banyak energi; 5) Makanan segar dapat menaikkan dan menurunkan berat badan jadi normal; 7) Makanan segar akan menghindarkan dari penyakit-penyakit penyakit -penyakit berbahaya; 8) Makanan segar akan menimbulkan rasa segar, menambah tenaga dan tidur nyenyak; 9) Makanan segar akan menghilangkan bau badan dan nafas bau; 10) Makanan segar akan membereskan menstruasi dan menopause; 11) Makanan segar akan menolong pikiran, ingatan dan konsentrasi; 12) Makanan segar akan menolong seseorang menjadi lebih tenang dan stabil; 13) Makanan segar tidak akan menimbulkan perasaan bergejolak, seperti perasaan murung, perasaan gembira seperti seperti yang disebabkan oleh makanan dan minuman perangsang seperti minuman keras, kopi, teh, minuman-minuman botol makanan berlemak, yang mengandung pengawet dan makananan dimasak lainnya; 14) Makanan segar lebih murah, lebih gampang disediakan.
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
25
b)
Manfaat makan makan buah dan sayuran : 1) Memberikan kecukupan kebutuhan tubuh dan membangun sel-sel tubuh 2) Akan membersihkan lender-lendir dari tubuh yang merupakan penyebab polip, tumor, kista dan penyebab kelihatan menua 3) Memperbaiki kerusakan jaringan tubuh 4) Mengaktifkan peredaran darah dan membantu alat-alat pembuangan dari dalam tubuh 5) Menjaga berat badan normal
c)
Keuntungan penggunaan penggunaan sari buah dan sayuran : 1) Makanan keras mebutuhkan beberapa jam untuk dicerna dan diserap ke dalam sel-sel dan jaringan tubuh, sedangkan kalau dalam bentuk sari dapat dicerna dan diserap lebih cepat tanpa membebani alat-alat pencernaan. 2) Sari sayuran dan buah dengan cepat memenuhi kebutuhan sel-sel dan jaringan tubuh sehingga dengan segera pula membangun sel-sel baru menggantikan sel-sel yang sudah rusak 3) Sari sayuran dan buah sangat menolong bagi mereka yang mempunyai pencernaan lemah dan usia tua, karena pencernaan dan gigi tidak akan digunakan terlalu banyak dengan meminum sari. 4) Gizi sayuran dan buah sebenarnya terdapat pada sarinya bukan pada ampasnya 5) Minum sari buah dan sayuran angat perlu bagi orang yang sakit.
d)
Cara membuat sari buah dan sayuran: s ayuran: Persiapan untuk menghilangkan sisa-sisa pestisida, cucilah sayur dan buah dengan air yang seang mengalir dan bila perlu sikatlah dengan bersih, kemudian dapat digunakan dengan cara : 1) Dengan juicer listrik : buah dan sayuran yang sudah dicuci bersih, dipotong-potong, dimasukkan ke dalam juicer, jangan ditambah air. Maka juice dari buah dan sayuran akan terpisah dari ampasnya. Kalau ampasnya itu belum terlalu kering boleh dimasukkan kembali kedalam juicer supaya semua sarinya sarinya dimanfaatkan. 2) Dengan parutan : buah dan sayuran yang sudah dicuci bersih dan diparut, diremas dengan kain kasa atau disaring dengan saringan. Buah dan sayuran yang diparut jangan dicampur dengan air.
e)
Terapi jus dapat digunakan sayuran dan buah sebagai berikut : 1) Seledri ( Apium Apium graveolens L.) 2) Mentimun (Cucumis sativus L.) 3) Wortel (Daucus carota L.) 4) Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) 5) Pepaya (Carica papaya L.) 6) Delima (Punica granatum L.) 7) Jeruk nipis ( Citrus aurantifolia L.) 8) Semangka (Citrulus lanatus) 9) Belimbing manis ( Averrhoa sp.) 10) Mangga ( Mangifera indica L.)
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
26
BAB V KAPULAGA (Amomum Cardamomum Auct)
A.
Deskripsi Tanaman Kapulaga (Amomum cardamomum) selama ini dikenal sebagai rempah untuk masakan dan juga lebih banyak digunakan untuk campuran jamu. Di beberapa daerah kapulaga dikenal dengan nama kapol, palago, p alago, karkolaka, karkolaka, dan lain-lain. Nama asing kapulaga adalah pai thou kou (bahasa Tionghoa). Orang Yunani menyebut buah itu cardamomom yang kemudian di-Latinkan oleh orang Romawi menjadi cardamomum. Dalam bahasa Inggris disebut cardamom. Dalam bahasa Thai disebut krava, elaichi dalam bahasa Hindi, dan elakkaai dalam bahasa Tamil . Semula ditemukan tumbuh alamiah di daerah Pegunungan Malabar, pantai barat India. Karena laku di pasar dunia, kemudian banyak ditanam di Sri Lanka, Thailand, dan Guatemala. Di Indonesia mulai dibudidayakan sejak 1986 . Dalam perdagangan kemudian ditawarkan juga varietas kapulaga lain dari pegunungan tinggi Mysore (India) yang buah lonjongnya lebih membulat, dan lebih disukai karena lebih sedap. Berbeda dengan kapulaga Malabar yang tandan bunganya merayap, tandan bunga kapulaga Mysore tumbuh tegak. Dari Sri Lanka ditawarkan Elettaria cadamomum var. major sebagai Ceylon cardamom. Buahnya lebih lebar dan pipih daripada kapulaga Malabar, E. cardamomum var. minor. Dari Thailand, kemudian juga ditawarkan Siamese cardamom yang masih sejenis dengan dengan kapulaga kapulaga Indonesia , Amomum cardamomum. Habitus ; semak, tinggi 2-4 m, Batang ; semu, bulat, beruas, masif, batang di dalam tanah membentuk rimpang, hijau pucat, Daun ; tunggal, berseling, lanset, tepi rata, ujung runcing, pangkal pangkal meruncing, panjang 50-100 cm, lebar 10-15 cm, pertulangan melengkung, halus, hijau, Bunga ; majemuk, bentuk malai, di pangkal batang, tangkai pipih, panjang 20-30 cm, putih, kelopak bentuk corong, halus, kuning, benang sari silindris, panjang 5-7 mm, putih, kepala kepala sari bulat, kuning, tangkai tangkai putik silindris, panjang 0,5-1 cm, coklat, mahkota berbagi, putih, putih, Buah ; buni, bulat, diameter 1-1,5 cm, putih, Biji ; bulat, diameter 2-3 mm, hitam, Akar ; serabut, putih kotor, kotor, Kandungan kimia ; daun dan buah Elettaria cardamomum mengandung saponin, saponin, di samping itu daunnya daunnya juga juga mengandung polifenol, buah dan rimpangnya rimpangnya mengandung flavonoida flavonoida dan minyak minyak atsiri, Khasiat ; Buah Elettaria cardamomum berkhasiat untuk pelega perut, di samping digunakan untuk rempahrempah dan kosmetika. Untuk pelega perut dipakai ± 25 gram buah Elettaria cardamomum kering, ditumbuk halus dan dilumatkan dengan minyak kayu putih hingga menyerupai pasta. Pasta dioleskan ke perut sebagai tapal. Menurut Syukur dan Hernani (2001), di Indonesia dikenal ada dua spesies kapulaga, yaitu kapulaga lokal dan kapulaga sabrang.Jenis kapulaga lokal merupakan tumbuhan asli Indonesia yang banyak dibudidayakan di Jawa, Sumatera, dan Semenanjung Malaya. Sementara kapulaga sabrang datang ke Indonesia diintroduksi dari India sejak pertengahan abad ke-18. Dalam perdagangan internasional, kapulaga lokal dikenal sebagai false cardamon dan kapulaga sabrang dikenal sebagai true cardamon. Perbedaan penyebutan ini didasarkan karena perbedaan kandungan minyak asiri. Kapulaga sabrang mengandung 3,5-7% minyak asiri, sedangkan kapulaga lokal hanya 2,4%. Dari kedua jenis kapulaga tersebut,
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
27
kapulaga sabrang mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi. Tumbuhan berupa herba tahunan, tingginya dapat mencapai 1 -5 meter. Tumbuh bergerombol, membentuk banyak anakan. Batang semu yang tersusun oleh pelepah- pelepah daun, berbentuk silindris, berwarna hijau. Umbi batang agak besar dan gemuk. Daun tunggal, tersebar, berwarna hijau.tua. Helai daun licin atau agak berbulu, berbentuk lanset atau tombak, dengan pangkal dan ujung runcing, dan tepi daun rata. Panjang Panjang daun sekitar 30- 60 cm, dan lebarnya 10-12 cm. Pertulangan menyirip. Tangkai daun sangat pendek. Panjang pelepah dan tangkai daun sekitar 1-1,5 meter. Antara palepah dan helai daun terdapat lidah yang ujungnya tumpul, panjang sekitar 0,5 cm. Perbungaan berupa bulir (bongkol) yang kecil terletak di ujung batang, berwarna putih atau putih kekuningan. Tangkai bunga muncul dari umbi batang, menjuntai, ramping. Kelopak panjang, lebih kurang 1-1,5 cm, berbulu, berwarna hijau. Bunga berwarna putih.bergaris-garis lembayung, dengan warna kemerahmerahan di bagian tengahnya. Mahkota berbentuk tabung, panjang 1-1,5 cm, berwarna putih atau putih kekuningan. Taju biasanya lebih panjang dari tabungnya. Bibir bunga berwarna biru berlajur putih, tepinya kuning. Benang sari panjangnya 11,5 cm, kepala sari bentuk elips, panjang sekitar 2 mm. Tangkai putik tidak berbulu, kepala putik berbulu, berbentuk be rbentuk mangkok. Buahnya berupa buah kotak, terdapat, dalam tandan kecil-kecil dan pendek. Buah bulat memanjang, berlekuk, bersegi tiga, agak pipih, kadang-kadang berbulu, berwarna putih kekuningan atau kuning kelabu. Buah beruang 3, setiap ruang dipisahkan oleh selaput tipis setebal kertas. Tiap ruang berisi 5-7 biji kecil-kecil, berwarna coklat atau hitam, beraroma harum yang khas. Dalam ruang biji-biji ini tersusun memanjang 2 baris, melekat satu sama lain. Akar serabut, berwarna putih kotor. Rimpang bulat panjang, bercabang simpodial, berwarna putih kekuningan. Pada awalnya awalnya cabang-cabang rimpang ini dibungkus oleh sisik-sisik yang pendek. Semua bagian dari tumbuhan ini berbau harum. a).
Kapulaga Lokal Terna tahunan, tumbuh berumpun rapat, satu satu rumpun terdiri dari 30-50 batang, tinggi antara 1-3 m. Batang semu, bentuk bulat, berwarna hijau, terdiri dari pelepah yang menyatu, membentuk rimpang, tumbuh tegak, tumbuh dari rhizome yang berada dalam tanah. Daun tunggal, duduk atau bertangkai pendek, pendek, letak berseling berhadapan, berhadapan, bentuk lanset, lanset, panjang 20-55 cm, lebar 2,5-11 cm, tepi rata, pangkal runcing, ujung meruncing, pertulangan daun menyirip, berbulu halus. Bunga majemuk, bentuk bulir seperti kerucut, tangkai utama berbuku rapat, mempunyai daun pelindung tersusun seperti sisik, kelopak berwarna putih, melekat pada ujung buah, mahkota berwarna putih, berkerut di bagian tepi, bagian tengah berwarna kuning dengan garis cokelat pada bagian tepi, benang sari satu, bertangkai pendek, menyerupai lempeng, kepala sari beruang, tangkai putik menyerupai benang. Buah buni, tersusun rapat pada tandan, terdapat 5-18 buah pada setiap tandan, bentuk bulat beruang tiga, ukuran buah bervariasi, panjang 14-16 mm, lebar 10-15 mm. Biji berwarna cokelat sampai hitam. 1. Klasifikasi Tanaman Kingdom : Plantae, Species : Amomum cardamomum Willd, Divisio : Spermatophyta, Sub Divisio : Angiospermae, Class : Monocotyledonae, Ordo : Zingiberales, Family : Zingiberaceae, Genus : Amomum,
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
28
2.
Nama a) Daerah : Aceh : Kapulaga, Jakarta : Kardamunggu, Gardamunggu, Minangkabau : Pua Pulago, Gardamunggu, Sunda : Kapol Jawa : Kapulago, Kapulaga, Madura : Kapolagha, Palahga, Bali : Kapulaga, Karkolaka, Ujung Pandang : Garidimong, Kapulaga, Kapulaga, Bugis : Garidimong, Kapulaga. b) Asing : Belanda : Ronde Kardemom, Perancis : Amome A Grappe.
b).
Kapulaga Sabrang Terna tahunan, berumpun rapat, tinggi antara 2-4 m. Batang semu, bulat, beruas, masif, masif, batang di dalam tanah membentuk rimpang, warna hijau pucat. Daun tunggal, berseling, bentuk lanset, tepi rata, ujung runcing, pangkal meruncing, panjang 50-100 cm, lebar 5-100 cm, pertulangan melengkung, permukaan halus, dan berwarna hijau. Bunga majemuk, bentuk malai keluar dari pangkal pangkal batang, batang, tangkai tangkai pipih, panjang panjang 20-30 cm, mahkota mahkota bunga berbagi, warna putih, kelopak bentuk corong, halus, warna kuning, benang sari silindris, silindris, panjang 5-7 mm, warna warna putih, putih, kepala kepala sari bulat, warna warna kuning, tangkai putik silindris, panjang 0,5-1,0 cm, warna cokelat. Buah buni, bentuk bulat lonjong, diameter 1-1,5 cm, warna putih. Biji bulat, diameter 2-3 mm, mm, warna cokelat sampai hitam. 1. Klasifikasi Tanaman : Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta, Sub Divisio Angiospermae, Class : Monocotyledonae, Ordo : Zingiberales, Family : Zingiberaceae, Genus : Elettaria, Species : Elettaria cardamomum (L.) Maton 2. Nama a) Daerah : Sunda : Kapol Sabrang b) Asing : Belanda : Echte Kardemom, Lange Kardemom, Perancis : Kardamome, Jerman: Gewurzkardemom, Lesse Cardamom, Inggris : True Cardamon, Bengali : Elachi, Birma : Bhala, Arab : Hola, Srilangka : Ensal.
c)
Habitat Dan Persebaran Tumbuh liar di hutan primer dan hutan jati, di daerah pegunungan yang rendah dan tanahnya agak basah, bercurah hujari tinggi, atau di daerah yang selalu berawan, pada ketinggian 200-1000 m di atas permukaan laut. Tumbuh subur di bawah naungan pohon-pohon kayu hutan, di tempat-tempat yang sangat terlindung. Tumbuhan ini juga banyak dibudidayakan, sebab buahnya dipergunakan dipergunakan sebagai rempah pada berbagai jenis masakan. Tumbuhan ini tersebar hampir di seluruh Indonesia, terutama di Jawa Barat (Kabupaten Ciamis yang memiliki tiga lokasi potensial untuk budidaya biofarmaka, biofarmak a, yakni Gunung Sawal, Pangandaran, dan Panjalu) , , dan Sumatera Selatan. Selain di Indonesia, kapulaga banyak ditemukan di Srilangka, India, Guatemala, Tanzania, Papua Nugini, dan Malabar.
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
29
B.
d)
Kandungan Kimia Buahnya mengandung minyak atsiri yang terutama mengandung sineol, terpineol, dan borneol. Kadar sineol dalam buah lebih kurang 12%. Disamping itu buah kapulaga banyak mengandung saponin, flavnoida, senyawa-senyawa polifenol, mangan, mangan, pati, gula, lemak, protein protein dan silikat. Kandungan kimia dalam buahnya adalah minyak asiri (sineolterpen dan terpineol), minyak lemak, pigmen, protein, selulosa, gula, pati, silika, kalium oksalat, dan mineral. Komponen terbesar adalah pati, dan kulitnya mengandung serat kasar (dapat mencapai 31%). Biji mengandung 3-7 % minyak atsiri yang terdiri atas terpineol, terpinil asetat, sineol, alfa borneol, dan beta.kamfer. Di samping itu biji juga mengandung minyak lemak, protein, kaisium oksalat dan asam kersik. Dengan penyulingan dari biji diperoleh minyak atsiri yang disebut Oleum Cardamomi , yang digunakan sebagai stimulans dan pemberi aroma. Rimpangnya mengandung saponin, flavonoida dan polifenol, disamping juga minyak atsiri. Daun dan buah Elettaria cardamomum mengandung saponin, di samping itu daunnya juga mengandung polifenol, buah dan rimpangnya mengandung flavonoida dan minyak atsiri. atsiri.
e)
Penggunaan Tradisional Air rebusan seluruh bagian tanaman digunakan untuk obat kuat bagi orang yang merasa lemas atau lemah akibat kecapaian. Juga berguna bagi orang yang berpenyakit encok atau rematik. Kadang-kadang juga digunakan sebagai afrodisiaka (untuk meningkatkan libido). Air rebusan batang digunakan sebagai obat menurunkan panas (demam). Buahnya dipergunakan untuk bahan penyedap dan penyegar makanan dan minuman. Buah juga berkhasiat menghilangkan rasa gatal pada tenggorokan, sebagai obat batuk, dan obat sakit perut. Rimpang sering digunakan untuk menghilangkan bau mulut, untuk obat batuk, dan menurunkan panas (sebagai antipiretikum). Rimpang yang dikeringkan, digiling, lalu direbus dapat menjadi minuman penghangat bagi orang yang kedinginan, terutama bagi yang tinggal di pegunungan, di daerah beriklim dingin atau di hutan yang sangat lembab. Minuman ini sekaligus dapat mengobati sakit panas dalam. Buah Elettaria cardamomum berkhasiat untuk pelega perut, di samping digunakan untuk rempah-rempah dan kosmetika. Untuk pelega perut dipakai ± 25 gram buah Elettaria cardamomum kering, ditumbuk halus dan dilumatkan dengan minyak kayu putih hingga menyerupai pasta. Pasta dioleskan ke perut sebagai tapal.
Syarat Tumbuh Lokasi yang baik untuk penanaman kapulaga antara lain dibawah tegakan hutan atau di tempat terbuka. Tanaman kapulaga dapat dibudidayakan di dataran rendah hingga dataran tinggi, yaitu dari ketinggian 50-1000 m dpl dengan curah hujan 2000-4000 mm/ th dan suhu antara 20-30 ⁰C. Secara umum, kapulaga sabrang cenderung lebih baik ditanam di daerah yang lebih tinggi dibandingkan kapulaga lokal. Jenis tanah yang cocok adalah latosol, andosol, dan aluvial. Derajat keasaman (pH) tanah yang sesuai adalah antara 5-6,8.
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
30
C.
Budidaya Tanaman Menurut pengalaman dari beberapa Negara yang membudidayakan tanaman kapulaga ini, tanaman ini tidak cocok ditanam di daerah yang berangin kencang terus menerus. Untuk itu harus dipilih benar-benar akan tempat yang daerahnya lebih rendah. Selain itu, dalam pembudidayaannya tanaman ini pun tidak memerlukan lahan tersendiri, dalam arti tumbuh di bawah naungan tanaman lain sebagai tanaman sela atau tanaman tumpangsari. Sistem pola tanam yang dapat diterapkan dalam pengembangan tanaman kapulaga adalah sistem pola tanam pekarangan dan pola tanam perkebunan. Dengan adanya pola tanam terpadu maka dapat diharapkan penghasilan petani meningkat disamping itu juga dapat meningkatkan produktivitas lahan perkebunan dan konservasi. Beranjak dari kapulaga yang relatif mudah dibudidayakan dan bisa dipanen 4 kali dalam setahun, maka hal tersebut telah banyak menarik minat petani untuk membudidayakan. membudidayakan. Untuk bahan tanam yang dipakai menggunakan bibit kapulaga yang umumnya diperbanyak dengan anakan atau tunas baru atau percabangan rizoma yang membentuk tunas. Bibit yang baik adalah tunas yang tingginya lebih kurang 50 cm dengan akar rizoma yang muda dan mata tunasnya banyak, rizoma yang sudah tua pertumbuhannya kurang baik. Untuk penanaman pada lahan yang sangat luas atau di perkebunan, digunakan bibit dari biji buah yang lebih dulu disemaikan. Bibit ini harus berasal dari buah yang sudah masak. Bibit kapulaga yang tingginya sudah mencapai 70 s.d. 80 sentimeter dan memiliki dua atau tiga daun telah siap ditanam di lahan. Dalam waktu satu tahun sudah akan terbentuk suatu rumpun kapulaga yang bisa mencapai diameter antara 50 s.d. 60 sentimeter. Rumpun ini akan terus melebar, sehingga sudah perlu disiapkan lahan setidaknya sejumlah yang telah disebutkan di atas. Setelah dua minggu sampai satu bulan setelah bibit ditanam, sudah mulai bisa mulai diberikan pupuk. Tentu dianjurkan pupuk kandang. Setiap bulannya akan muncul satu batang baru dalam pertumbuhannya. Sehingga dalam 7 bulan, setiap rumpun akan akan menghasilkan 6-7 batang baru dan menghasilkan pula 10 buah manggar buah kapulaga. Untuk media penanaman tanaman kapulaga , tempat yang akan ditanami tanaman rempah ini hendaklah tanah yang kaya akan kandungan humus dan mineralnya, serta tanah yang cukup lembab. Akan tetapi tanaman ini sangat tidak tahan akan air yang tergenang. Pengolahan Tanah, dilakukan pada bulan September – Oktober dengan membersihkan tanah dari batu, rumput-rumputan/gulma dan sisa tanaman lainnya. Pencangkulan tanah dilakukan sedalam kurang lebih 30 cm. Persiapan lobang tanam dilakukan sebulan sebelum penanaman dengan terlebih dahulu dibuat lobang tanam dengan ukuran panjang 50 cm dan dalamnya 40 cm. Sebaiknya 15 hari setelah pembuatan lobang, tanah dikembalikan lagi ke dalam lobang, sebelumnya tanah dicampur dulu dengan pupuk kandang secukupnya. Karena pupuk akan merangsang tanaman tumbuh lebih sehat pada fase pertumbuhan. Demikian pemupukan boleh diberikan secara rutin secukupnya.
a)
b)
c)
Pembibitan Perbanyakan tanaman dilakukan dengan cara vegetatif dengan setek anakan atau sobekan rumpun tanaman yang mengandung rimpang dan akar. Setek anakan dipilih dipilih yang telah mempunyai mempunyai helaian daun daun diatas 4 daun atau bibit yang sudah sudah dewasa. dewasa. Akar yang rusak akibat pemecahan pemecahan sebaiknya dipotong karena tidak akan tumbuh. Penyiapan lahan Pada lahan lahan penanaman penanaman yang sudah diolah, diolah, dibuat bedengan-bedengan. bedengan-bedengan. masing-masing lubang dimasukkan 2 kg pupuk kandang dan diaduk rata dengan tanah. Pembuatan lubang tanam dibuat sekitar 1 bulan sebelum tanam. Penanaman Penanaman kapulaga sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan.
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
31
d)
e)
Dengan demikian, pada pertumbuhan awal tanaman tidak kekurangan air dan tidak terkena cahaya matahari yang terlalu panas. Tanah pada lubang tanam diusahakan gembur dan dengan aerasi yang baik sehingga sehingga setek yang ditanam tidak terendam air. Penanaman setek ke dalam lubang tanam dilakukan sampai batas rimpang dan tunas yang telah tumbuh tertimbun tanah setinggi 2-3 cm akan mempercepat pertumbuhannya. Penanaman setek yang terlalu dalam atau atau lebih dari dari 5 cm akan akan menghambat keluarnya keluarnya tunas dari rimpang. Sebaliknya penanaman yang terlalu dangkal akan memudahkan tanaman rebah maka daripada itu harus menggunakan ajir. Dalam satu lubang ditanam 3 setek atau batang, arak tanam yang diterapkan dan 1.5 m x 2 m atau per 14 m2 3 lubang untuk system tanam tumpang sari. Pemupukan Mengingat tanaman kapulaga yang rakus akan unsur hara dan untuk peningkatan mutu, sehingga pemupukan sangat diperlukan sekali pupuk organik dan pupuk buatan. Adapun cara dan jumlah pupuk yang diberikan adalah berdasarkan masa pertumbuhan TBM (Tanaman Belum Menghasilkan). Untuk ini pupuk organik diberikan pada saat pengolahan tanah, dan pada saat penggemburan diluar rumpun sebanyak 1 – 1,5 kg pupuk kandang, pemupukan berikutnya setiap 3 bulan sekali. Sedangkan untuk pupuk buatan diberikan pada umur 1 bulan sebanyak 1 sendok makan pupuk urea dan diulang pada umur 3 bulan dengan 1 sendok pupuk urea disebar diluar rumpun atau disemprotkan pada daun. Bagi tanaman kapulaga yang sudah menghasilkan, pupuk kandang diberikan sebanyak 10 – 15 kg setiap rumpun dan pemberian selanjutnya disesuaikan dengan kondisi tanaman dan lingkungan. Pupuk buatan diberikan 10 – 12,5 gram berupa Urea dan TSP. Pupuk ini diberikan diluar rumpun pada batas perakaran dengan membuat selokan kecil, kemudian ditutup dengan tanah dan disiram seperlunya. Tanda-tanda pertumbuhan yang baik pada tanaman kapulaga ini adalah dengan banyaknya tunas yang tumbuh segar dan menghasilkan bunga. Lalu, untuk pekerjaan selanjutnya adalah menjaga agar tanaman tumbuh dengan baik, dan tidak tertular hama penyakit seperti kutu, ulat pemakan daun, penggerek akar rimpang, penggerek batang, penggerek buah dan kumbang pamakan daun. Sampai 3 tahun setelah biji disemaikan Pemeliharaan Tanaman Tanaman yang mati dan pertumbuhannya tidak normal sebaiknya dicabut dan diganti dengan bibit yang baik. Sementara penyiangan gulma dilakukan 2-3 bulan sekali atau tergantu tergantung ng dari tingkat pertumbuhan pertumbuhan gulma. Pupuk kandang yang diberikan sebanyak 2 kg per lubang, Untuk mempertahankan kelembaban tanah di sekitar perakaran diperlukan mulsa jerami atau serasah, terutama pada musim kemarau. kemarau. Ketebalan mulsa yang diperlukan antara 3-5 cm. Pemangkasan pohon pelindung yang terlalu rimbun dilakukan secara teratur 3 atau 6 bulan sekali, tergantung dari rimbunnya pohon pelindung. Batang tua yang telah mati dipangkas dan ini biasanya terjadi pada tanaman yang telah membentuk rumpun penuh. Tanah disekitar rumpun digemburkan untuk memperbaiki aerasi tanah di daerah perakaran sehingga strukturnya menjadi gembur. Pada umumnya tanaman kapulaga yang berada di bawah pohon naungan yang cukup rapat, kurang atau jarang terserang hama dan penyakit.
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
32
f)
Kadang-kadang kapulaga diserang pula oleh kutu daun, ulat pemakan daun, penggerek akar, penggerek batang serta rayap. Sedangkan penyakit yang ditemukan adalah penyakit mosaik, busuk daun, busuk akar, penyakit layu bakteri, penggerek akar rimpang, dan penggerek buah. Pemberantasannya bisa dilakukan dengan mempergunakan berbagai insektisida yang dijual di pasaran bebas.Untuk penyakit yang menyerang biasanya penyakit busuk (Mozaik) yang disebabkan oleh virus. Cara pengendalian yang efektif adalah dengan jalan membuang tanaman yang terserang terserang dan menanam tanaman baru yang berasal dari pembibitan asal biji Panen dan Pascapanen Kapulaga mulai dapat dipanen setelah tujuh bulan. Pemanenan dapat dilakukan dengan tanda-tanda sisa-sisa perhiasan bunga yang terdapat pada bagian ujung karangan bunga mulai rontok. Sebaiknya buah dipanen sebelum masak sempurna karena bila biji telah masak biasanya akan pecah pada waktu dikeringkan dan warnanya menjadi kurang baik. Waktu panen yang tepat adalah jika buah sudah berwarna hijau kekuning-kuningan.Cara panen yaitu dengan memotong karangan bunga dibawah dompolan buah Setelah pemanenan, buah dicuci atau dibersihkan terlebih dahulu lalu dijemur langsung dengan sinar matahari sampai kering dan kadar airnya mencapai 1012 %. Buah kering dimasukkan ke dalam karung atau kantong plastik dan diikat atau ditutup rapat. Penyimpanan dilakukan di tempat yang kering. Setelah masa panen, yang penting dibicarakan adalah pengeringan, pemutihan, pengguntingan, pemilihan, pengemasan, dan penyimpanan. 1) Pengeringan. Untuk mencapai hasil yang bermutu tinggi, dalam perdagangan semua buah yang sudah selesai dipetik hendaklah dikeringkan terlebih dahulu. Ada bermacam cara yang digunakan untuk pengeringan tersebut. Diantaranya pengeringan dengan sinar matahari langsung dan pengeringan menggunakan pemanas buatan (rumah pengering, tungku api tertutup, dll), dan secara alamiah (diangin-anginkan). Menjemur buah kapulaga dengan sinar matahari adalah cara yang paling mudah dan paling praktis. Selain itu dengan menjemur langsung buah ini, akan menghasilkan warna yang lebih baik dan lebih bersih.. Akan tetapi jika tidak cermat dalam memilah waktu untuk menjemur, buah akan mengembang dan kulitnya akan pecah karena bijinya kepanasan. 2) Pemutihan. Berbagai cara dilakukan agar hasil panen dapat memperoleh warna putih atau pucat jerami dan diusahakan agar tidak merusak atau membuat pecah buah kapulaga kapulaga tersebut 3) Pengguntingan. Sesudah dijemur, tangkai yang melekat digunting, dihilangkan sambil menyisihkan buah yang hampa dan memilih buah yang pecah. Setelah tangkainya tangkainya digunting, beratnya beratnya berkurang sekitar 25-30%. 25 -30%. 4) Pemilihan. Setelah tangkai buah dan kelopak kecil yang kering di ujung buah digunting, buah dipilih menurut warna, asal tanam buah dan besar kecilnya bentuk buah kapulaga tersebut. Pemilihan dilakukan untuk menentukan baik tidaknya mutu buah tersebut.
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
33
5)
g)
h)
Pengemasan dan Penyimpanan. Buah kapulaga yang selesai dipilih, dapat dikemas dengan menggunakan peti teh ataupun dalam kaleng. Untuk penyimpanan kapulaga dalam waktu lama, peti atau kaleng harus kedap udara, sehingga udara lembab tidak bisa masuk. Karena buah akan menggembung akibat terlalu banyak menyerap air. Buah kapulaga yang kering harus disimpan di dalam ruangan yang gelap. Karena cahaya yang terang dapat membuat warnanya menjadi rusak. Secara umum, buah kapulaga ini banyak digunakan sebagai rempah . kapulaga dimanfaatkan sebagai bumbu masakan, campuran manisan atau gula-gula, cokelat (konfeksionari), campuran minuman kopi / teh (gahwa). Sebagai kunyah-kunyahan (masticatory), untuk ramuan jamu-jamuan/obat tradisional,. Untuk campuran wangiwangian, campuran minuman keras, untuk dupa, campuran saus rokok, dan lain-lain. Selain itu campuran buah kapulaga dan rempah-rempah lain juga banyak dimanfaatkan sebagai obat-obatan tradisional, seperti obat untuk penyakit batuk, haid yang tak teratur, influensa, mulas, muntah-muntah, nafas yang berbau, perut sagah, radang lambung, tenggorokan gatal, dan lain-lain Efek Farmakologis dan Hasil Penelitian Biji kapulaga terkenal sebagai Semen cardomomi. Semen cardomomi digunakan sebagai karminatif, aromatikum, dan bumbu dalam berbagai masakan. Biji kapulaga memiliki efek melancarkan dahak (ekspektoran), mengatasi tenggorokan gatal-gatal, influenza, mengatasi radang amandel serta radang lambung,memperlancar pengeluaran gas dari perut (karminatif), mencegah masuk angin, penambah aroma, menyembuhka menyembuhkan n encok, mencegah mual dan mengurangi demam, lelah serta kejang otot . Khasiat dan Cara Pemakaian 1. Batuk Bahan : Kapulaga 6 buah, kayu manis 2 jari, daun jintan 10 lembar, gula enau 3 jari, air 3 gelas. Pemakaian : Bahan dicuci dicuci bersih dan dipotong-potong, direbus dengan dengan air bersih sebanyak 3 gelas hingga airnya hanya tinggal ¾. Sesudah dingin disaring lalu minum 3 kali sehari, sehari, 1 kali minum minum sebanyak sebanyak ¾ gelas. 2. Radang lambung Bahan : Kapulaga 6 buah, bawang merah 4 siung, kencur 2 jari, beras tumbuk 3 sendok makan, makan, madu 3 sendok makan, makan, air masak 1½ gelas Pemakaian : Bahan dicuci lalu ditumbuk halus, diberi air masak 1½ gelas, ditambahkan madu, diperas dan disaring, diminum 3 kali sehari. Tiap kali minum sebanyak ¾ gelas. 3. Tenggorokan gatal-gatal Biji kapulaga dikunyah-kunyah ditelan airnya, bermanfaat untuk menyembuhkan gatal-gatal di kerongkongan, biasanya terjadi akibat batuk, untuk menghilangkan lendir, dipakai juga umbi kencur yang ditumbuk halus, diperas diperas airnya airnya dan diminum, untuk untuk anak-anak 1 sendok teh sehari. 4. Radang sendi (artritis) Bahan : Kapulaga 5 butir, ubi jalar merah 200 g, cengkeh 5 butir, jahe merah 25 g, merica 10 btr, gula merah secukupnya, air 1½ ltr.
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
34
5.
D.
Pemakaian : Seluruh bahan direbus dengan 1½ ltr air hingga tersisa ½ ltr, kemudian airnya airnya diminum selagi hangat dan ubinya ubinya dapat dimakan. Bau mulut Bahan : Kapulaga 10 butir, daun pegagan 30 g, air secukupnya Pemakaian : Kapulaga dan daun pegagan direbus dengan air secukupnya, kemudian airnya diminum selagi hangat. Lakukan secara teratur dua kali sehari.
Antara Kapulaga Sabrang Dan Lokal Kapulaga adalah komoditas rempah yang sudah dikenal sejak ribuan tahun sebelum Masehi. Sama halnya dengan cengkeh, pala, lada dan kayu manis. Dalam perdagangan dunia, kapulaga disebut sebagai Cardamon. Ada dua macam Cardamon. Pertama True Cardamon alias kapulaga sabrang yang berasal dari India. Kedua adalah False Cardamon atau kapulaga lokal dari Indonesia. Nama latin True Cardamon adalah Elettaria cardamomum. Ada dua varietas E. cardamomum. Pertama E. cardamomum var. malabar dan kedua E. cardamomum var. mysore. Yang disebut sebagai kapulaga palsu adalah Amomum cardamomum alias kapulaga lokal. Sosok tanaman kapulaga mirip dengan tanaman lengkuas. Batangnya berupa rimpang yang berada dalam tanah, sementara batang yang menyembul ke permukaan tanah merupakan batang semu yang sebenarnya merupakah gabungan dari beberapa pelepah daun. Daunnya berbentuk dan berukuran mirip dengan daun lengkuas. Daun kapulaga lokal lebih lebar dengan bagian pangkal dan ujungnya kurang meruncing. Sementara daun kapulaga sabrang lebih ramping dengan bagian pangkal derta ujungnya meruncing. Tanaman kapulaga lokal berukuran lebih kecil dan juga lebih pendek. Tinggi rata-rata tanaman tanaman kapulaga lokal kurang dari dua meter. Sementara kapulaga sabrang tumbuh jangkung jangkung dengan ketinggian ketinggian lebih dari dua meter dan perawakan perawakan batangnya lebih kekar. Tiap rumpun tanaman kapulaga ditumbuhi sekitar 30 sampai dengan 40 batang tanaman. Kapulaga lokal adalah tanaman dataran rendah. Dia hanya bisa tumbuh baik dan berproduksi optimal pada lahan dengan ketinggian mulai dari 0 sampai dengan 700 meter di atas permukaan laut (m. dpl). Sebaliknya, kapulaga sabrang justru hanya mau tumbuh baik di dataran tinggi mulai dari 700 sampai dengan 1.500 m. dpl. Yang juga membedakan kapulaga lokal dengan kapulaga sabrang adalah buahnya. Buah kapulaga lokal tumbuh berupa dompolan yang menempel di atas tanah. Tiap dompolan berisi antara 10 sampai dengan 20 butiran buah. Buah kapulaga lokal berbentuk bulat. Diameternya sekitar 1 cm. Dalam buah tersebut ada segmen-segmen yang terpisah dan dan berisi butiran butiran biji. Daging buahnya berupa berupa lapisan lendir tipis, rasanya manis agak masam, membalut butiran biji. Kulit buah kapulaga lokal berbulu halus berwarna berwarna cokelat kemerahan dan dan menjadi cokelat terang keputihan setelah tua. Buah kapulaga sabrang var. malabar menempel pada malai yang tumbuh memanjang ke atas sampai 50 cm. Sementara var. mysore malai buahnya menjalar di permukaan tahnah dengan butiran buahnya juga menempel di tanah. Karenanya penanaman kapulaga sabrang var. mysore harus menggunakan mulsa. Biasanya digunakan mulsa plastik untuk menjaga kualitas buahnya. Ukuran buah kapulaga sabrang relatif lebih kecil dibanding kapulaga lokal. Bentuknya juga agak memanjang. Kulit buah licin berwarna hijau muda dan menjadi kekuningan setelah masak.
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
35
Yang juga membedakan kapulaga lokal dengan kapulaga sabrang adalah produktifitasnya. Kapulaga lokal dengan sistem tanam tumpangsari populasi 1.400 tanaman per hektar, akan mampu berproduksi sekitar 2,8 sd. 3 ton buah basah per tahun. Produksi kapulaga sabrang var. malabar lebih tinggi yakni 4,2 sd. 4,5 ton per hektar per tahun. Sementara var. mysore hanya sekitar 2 ton per hektar per tahun. Hingga yang selama ini lebih banyak dikembangkan oleh para petani kita hanya var. malabar. Kapulaga lokal sudah mamupu berproduksi pada umur 1,5 tahun setelah tanam dengan bibit anakan anakan yang baik. Sementara kapulaga kapulaga sabrang, sabrang, baik yang malabar maupun mysore baru mulai mulai berbuah pada umur 2 tahun. Harga kapulaga lokal selalu lebih murah dibanding kapulaga sabrang. Biasanya harga kapulaga sabrang tiga kali lipat dibanding kapulaga lokal. Dengan catatan petaninya tahu bahwa komoditas yang dijualnya memang bisa bernilai tinggi. Jadi kalau harga buah kapulaga lokal kering Rp 20.000,- per kg, maka harga kapulaga sabrang bisa mencapai Rp 60.000,- per kg. Namun kalau petani tidak tahu, komoditas mahal ini bisa hanya dijual dengan dengan harga dua kali lipat atau atau sama dengan kapulaga lokal. Pemanfaatan kapulaga lokal sebagian untuk industri farmasi dan sebagian lagi sebagai bumbu. Baik kapulaga lokal maupun sabrang adalah komoditas ekspor. Selain untuk bumbu dan industri farmasi, kapulaga juga merupakan bahan minyak asiri dan oleoresin. Dalam perdagangan internasional, minyak kapulaga dikenal dengan nama Cardamon Oil. Kandungan True Cardamon Oil adalah terpen, terpeneol dan sineol. Sementara False Cardamon Oil selain mengandung tiga bahan tadi juga masih ada kandungan berneol dan kamfernya. Kapulaga hanya mau tumbuh baik di bawah naungan. Hingga komoditas ini cocok untuk dikembangkan sebagai tanaman tumpangsari pada kebun-kebun tanaman keras. Misalnya Misalnya di hutan jati, kebun kopi, kakao, petai, jeruk dan lain-lain yang bagian bawah tegakannya masih menerima sedikit sinar matahari. Kebun sawit dan karet misalnya, sulit untuk diberi tumpangsari kapulaga karena tajuknya sangat rapat. Bisa juga kapulaga ditumpangsarikan dengan pisang. Satu baris tanaman pisang diselingi dengan satu baris tanaman kapulaga. Untuk naungan kapulaga bisa dipilih lamtoro, glirisidia, kaliandra, albisia atau dadap. Sebab meskipun sudah ditumpangsarikan dengan pisang, apabila tidak diberi naungan khusus, pertumbuhan kapulaga tidak akan optimal. Dengan cara tanam tumpangsari, satu hektar lahan dapat diisi dengan pisang atau tanaman tahunan sebanyak 300 sampai 400 pohon dan kapulaganya sekitar 1.400 sampai dengan 1.500 rumpun. Tanaman pisang, setelah lewat umur satu tahun, tiap tahunnya dapat dipanen dua kali masing-masing satu tandan @ 15 kg. per rumpun. Bararti dari pisang akan didapat hasil antara 9 sampai dengan 12 ton buah. Dengan harga per kg Rp 500,- (di Jawa) maka dari satu hektar lahan tumpangsari itu akan didapat hasil Rp 4.500.000,sampai dengan Rp 6.000.000,- Kalau yang ditanam kapulaga lokal (ketinggian lahan di bawah 700 m. dpl), maka hasilnya per rumpun per tahun 2 kg. buah kapulaga basah atau 0,5 kering. Berarti dari tiap hektar dengan populasi 1.400 sampai 1.500 rumpun kapulaga lokal itu itu akan didapat hasil 2.8 sampai dengan 3 ton buah buah basah atau 560 kg. sampai 600 kg. buah kering (bobot buah kering ± 20% dari bobot buah basah). Dengan harga Rp 20.000,- per kg. maka hasilnya antara Rp 11.200.000,sampai Rp 12.000.000,- per hektar per p er tahun. Kalau yang ditanam kapulaga sabrang var. malabar, hasil per rumpunnya 3 kg. buah basah per tahun (hasil var. malabar malabar 1,5 x lokal) atau per hektar antara 4,2 4,2 sampai dengan 4,5 ton. Hasil keringnya 840 kg. sampai dengan 900 kg. Namun harga kapulaga sabrang bisa mencapai Rp 60.000,- per kg. Hingga hasil per
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
36
hektarnya cukup besar. Yakni Rp 50.400.000,- sampai dengan Rp 54.000.000,Meskipun hasil agribisnis true cardamon cukup menarik, namun dari tahun 1970an sampai dengan tahun 2002 ini, areal tanaman kapulaga sabrang relatif lamban perkembangannya. Penanaman true cardamon var. malabar baru terbatas dilakukan oleh perorangan di Kab. Tasikmalaya dan Kab. Bandung, Jawa Barat. Arelnya juga masih sebatas hektaran. Untuk mencapai luasan optimal, mestinya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) yang memiliki kawasan dengan ketinggian di atas 700 m. dpl. segera mengembangkan komoditas ini. Kita tahu bahwa kawasan dengan ketinggian di atas 700 m. dpl, di Jawa hanya dimiliki oleh P.T. Perhutani dan P.T. Perkebunan Nusantara (PTPN). Areal Perhutani dengan ketinggian tersebut, biasanya didominasi oleh Pinus merkusii. Sementara kebun PTPN dengan ketinggian ke tinggian tersebut ditanami teh. Bekas tebangan Pinus, biasanya dimanfaatkan masyarakat setempat untuk penanaman penanaman palawija dan padi ladang. Di Kab. Kab. Tegal (Jateng) dan Kuningan (Jabar), masyarakat telah mulai menanam nilam pada lahan bekas Pinus yang telah selesai ditanami palawija. Perhutani mestinya bisa menyisihkan sebagian lahannya untuk budidaya true cardamon. Demikian juga dengan PTPN. Di areal yang masih belum ditanami teh, mestinya bisa dikembangkan true cardamon. Di Kab. Lebak, Jabar, ada areal kebun Ylang-ylang milik Perhutani yang bagian bawahnya masih menganggur. Di sini mestinya bisa dikembangkan false cardamon yang tidak akan mengganggu tanaman pokoknya. Sementara di PTPN XII di pegunungan Ijen, Jawa Timur yang ketinggiannya di atas 1.000 m. dpl. masih banyak b anyak lahan-lahan nganggur yang potensial untuk pengembangan true cardamon. Baik di kebun PTPN maupun swasta besar, memang masih banyak lahan-lahan berketinggian di atas 1.000 meter yang belum termanfaatkan. Kalau memang hasil true cardamon demikian baiknya, mengapa sampai sekarang pengembangannya sangat lamban? Pertama komoditas ini belum banyak diketahui masyarakat. Nama "kapulaga" sendiri masih sangat asing di telinga para investor agribisnis. Lebih-lebih bagi masyarakat awam. Belum lagi memperkenalkan bahwa ada dua macam kapulaga. Para pedagang kapulaga lokal pun, sampai sekarang masih sering kebingungan bila kepadanya ditanyakan apakah apakah bersedia menampung true cardamon alias kapulaga sabrang. Sebab setahu mereka yang namanya kapol (sebutan untuk buah kapulaga kering) ya hanya satu macam. Mereka akan lebih kebingungan lagi kalau diberitahu bahwa kapulaga sabrang alias true cardamon ada beberapa varietas. Dua varietas di antaranya sudah diintroduksi ke Indonesia. Padahal, kalau kita menyantap gulai kambing, salah satu komponen bumbunya adalah kapulaga. Tetapi masih ada cara untuk mengetahui dengan lebih mendalam, apa itu komoditas kapulaga, hitung-hitungan bisnisnya, peluang pasarnya, ketersediaan bibitnya dan sebagainya. Caranya dengan mendatangi Balai Penelitian Tanaman Rempah Dan Obat (Balittro), Departemen Pertanian. Kantor Balittro ada di Cimanggu, Bogor. Kalau ingin tahu teleponnya bisa minta ke kode Bogor dan 108. Balittro punya beberapa "Instalasi Penelitian" (dulu namanya Sub Balai). Antara lain di desa Sukamulya, Kab. Sukabumi, di Cipanas, Kab. Cianjur dan di Lembang, Kab. Bandung. Yang juga tahu banyak tentang seluk-beluk kapulaga adalah pabrik jamu dan eksportir. Di antara pelaku ekspor komoditas rempah dan obat serta minyak asiri adalah P.T. Djasula Wangi yang kantornya ada di Kemayoran, Jakarta. Dinasdinas Perkebunan di Kab. Tasikmalaya, Kab. Bandung dan juga beberapa Kabupaten yang memiliki wilayah berketinggian di atas 700 m. dpl, juga bisa dikontak untuk tahu lebih jauh tentang kapulaga. Dengan informasi yang lebih lengkap dan akurat,
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
37
niscaya komoditas ini akan kelihatan lebih menarik lagi untuk dipertimbangkan sebagai salah satu pilihan investasi. Namun dengan tahu lebih banyak lagi, berbagai kendala lapangan juga akan mulai kelihatan. Di sinilah menariknya terjun ke sektor apa pun, termasuk sektor agribisnis. E.
Potensi Pengembangan Buah Kapulaga Hasil berupa buah jika sudah kering mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Buah kering kapulaga disamping sebagai bahan jamu, juga diambil minyak atsirinya untuk bahan penyedap atau pengharum makanan, minuman dan sebagai bahan baku atau campuran di dalam industri parfum. Biji, yang diambil dari tumbuhan sebelum buah masak benar, dapat dimanfaatkan sebagai obat. Dalam dunia obat-obatan biji yang telah dikeringkan dinamakan semen cardamomi. Selain bijinya, yang digunakan untuk obat adalah bagian akar, buah, dan batangnya. Kapulaga mengandung minyak atsiri, sineol, terpineol, borneol, protein, gula, lemak, silikat, betakamfer, sebinena, mirkena, mirtenal, karvona, terpinil asetat, dan kersik. Dari kandungan tersebut kapulaga memiliki khasiat sebagai obat batuk. Kapulaga juga memiliki khasiat untuk untuk mencegah keropos tulang. Kapulaga memiliki aroma sedap sehingga orang Inggris menyanjungnya sebagai grains of paradise. Aroma sedap ini berasal dari kandungan minyak atsiri pada kapulaga. Minyak atsiri ini mengandung lima zat utama, yaitu borneol (suatu terpena) yang berbau kamper seperti yang tercium dalam getah pohon kamper. Beberapa pabrik bumbu juga mengekstrakkan minyak asiri dari biji kapulaga menjadi Cardamom oil yang kemudian dikemas dalam botol. Dalam bentuk minyak ini pula, kapulaga dipakai untuk menyedapkan soft drink dan es krim di pabrik Amerika. Jenis tanaman rempah-rempah ini hanya sekali tanam dan dapat dipanen berkali-kali setiap bulan. Harga kapulaga kering mencapai Rp 40 ribu per kilogram, sedangkan kapulaga basah mencapai Rp 8 ribu per kilogram. Di samping itu, perawatan terhadap tanaman ini tidak terlalu rumit, bahkan sebagian besar menjadi kegiatan sampingan ibu-ibu rumah tangga.Di samping sebagai kegiatan sampingan, tanaman jenis kapulaga ini juga mudah perawatanya. Yang dibutuhkan hanya membersihkan rumput yang tumbuh di sekitar tananam disertai pemupukan. Penanaman kapulaga ini sekaligus juga sebagai program pupuk organik yang dilakukan oleh para petani. Mereka memanfaatkan pupuk kandang dan kompos rumah tangga untuk memupuk tanaman ini. Kapulaga dapat tumbuh subur di tempat teduh atau di bawah kayu tegakan Perhutani, yang sebagian besar berupa tanaman pinus. Kapulaga hanya mau tumbuh baik di bawah naungan. Komoditas ini cocok untuk dikembangkan sebagai tanaman tumpangsari pada kebun-kebun tanaman keras. Misalnya di hutan jati, kebun kopi, kakao, petai, jeruk dan lain-lain yang bagian bawah tegakannya masih menerima sedikit sinar matahari. Untuk kebun sawit dan karet misalnya, sulit untuk diberi tumpangsari kapulaga karena tajuknya sangat rapat. Bisa juga kapulaga ditumpangsarikan dengan pisang. Satu baris tanaman pisang diselingi dengan satu baris tanaman kapulaga. Untuk naungan kapulaga bisa dipilih lamtoro, glirisidia, kaliandra, albisia atau dadap. Meskipun sudah ditumpangsarikan dengan pisang, apabila tidak diberi naungan khusus, pertumbuhan kapulaga tidak akan optimal. Dengan cara tanam tumpangsari, satu hektar lahan dapat diisi dengan pisang atau tanaman tahunan sebanyak 300 sampai 400 pohon dan kapulaganya sekitar 1.400 sampai dengan 1.500 rumpun. Tanaman pisang, setelah lewat umur satu
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
38
tahun, tiap tahunnya dapat dipanen dua kali masing-masing satu tandan @ 15 kg. per rumpun. Bararti dari pisang akan didapat hasil antara 9 sampai dengan 12 ton buah. Dengan harga per kg Rp 500,- (di Jawa) maka dari satu hektar lahan tumpangsari itu akan didapat hasil Rp 4.500.000,- sampai dengan Rp 6.000.000,Kalau yang ditanam kapulaga lokal (ketinggian lahan di bawah 700 m. dpl), maka hasilnya per rumpun per tahun 2 kg buah kapulaga basah atau 0,5 kering. Berarti dari tiap hektar dengan populasi 1.400 sampai 1.500 rumpun kapulaga lokal akan didapat hasil 2.8 ton – 3 ton buah basah atau 560 kg – 600 kg. Buah kapulaga kering (bobot buah kering ± 20% dari bobot buah basah). Dengan harga Rp 20.000, - per kg, maka hasilnya antara Rp 11.200.000 sampaiRp 12.000.000 per hektar per tahun F.
Penyebab Kapolaga Tidak Berbuah Budidaya kapolaga gampang-gampang susah ! Bisa saja tanamannya tumbuh subur tapi tidak dapat berbuah. Untuk itu perlu dicari penyebabnya. Di Indonesia dikenal ada 2 jenis kapolaga, yaitu kapolaga sabrang dari marga Elettaria, dan kapolaga lokal dari marga Amomum. Tanaman ini dapat diperbanyak secara generatip (dari biji) maupun vegetatip (s), tetapi petani umumnya lebih suka secara vegetatip. Berdasarkan hasil pengamatan tanaman kapolaga yang tumbuh subur tetapi tidak berbuah, beberapa kemungkinan faktor faktor penyebab dominan : a) Kondisi lingkungan tumbuh tanaman tidak sesuai. Untuk jenis kapolaga sabrang (seperti telah dijelaskan di atas) umumnya dapat tumbuh, berkembang dan berproduksi baik pada lahan-lahan dengan ketinggian tempat > 500 m dpl (pegunungan). Sedangkan jenis kapolaga lokal, lebih sesuai untuk dataran rendah sampai menengah ( < 500 m dpl). b) Faktor iklim, seperti jumlah dan pola penyebaran curah hujan yang tidak terpenuhi. Tanaman umumnya menghendaki adanya bulan kering yang cukup tegas (3-4 bulan) dalam satu tahun. Hal ini sangat diperlukan untuk merangsang inisiasi bunga. Sebaliknya, jumlah dan pola penyebaran curah hujan yang terlalu banyak dan hampir sepanjang tahun, juga berdampak tidak baik dalam pembentukan buah. Bahkan pada tanaman tertentu, bakal bunga yang sudah terbentuk dapat gagal (berubah) menjadi daun, bila kondisi iklim terlalu banyak hujan atau kurang pencahayaan (lama penyinaran). c) Penyerbukan bunga yang gagal. Berdasarkan karakter (morfologi) bunganya, agen penyerbuk bunga kapolaga dapat oleh angin atau serangga. Dalam hal ini tidak diperoleh informasi agen mana yang lebih dominan. Kalau faktor yang lebih dominan adalah serangga, maka biasanya tidak terjadi sepanjang tahun. Artinya, hanya tahun terjadi pada tahun tertentu, mungkin karena faktor iklim yang terlalu panas (curah hujan ekstrim rendah) sehingga populasi serangga penyerbuk turun drastis. Sebaliknya, kalau kapolaganya hampir sepanjang tahun tetap berbunga normal tetapi tidak berhasil membentuk buah, maka mungkin perlu kajian lebih lanjut untuk mengidentifikasi faktor penyebab yang sesungguhnya.
G.
Analisis Usaha Tani Kapol 1) Kebutuhan Bibit a) Setiap satu hektar (10.000 m²/ 700 bt) dibutuhkan 2.142 pohon dengan jarak tanam per 14 m² adalah 3 pohon, untuk system tumpang sari . Harga bibit /batang Rp. 1000 jadi 1 Ha = 2.142 X 3 X Rp. 1000 = Rp. 6.426.000.
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
39
b)
c) 2)
c)
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp
250.000 428.400 250.000 2.800.000 3.728.400 10.154.400
Biaya Penanaman Awal. Pembuatan lubang 10 hok X Rp. 25.000 - Pembuatan Pembuatan ajir 2.142 X Rp. 200 - Pembuatan - Penanaman/ ha 10 hok X Rp. 25.000 - Biaya pupuk/ ha 4 kg X 7 X Rp. 100.000 Total (a) Rp. 10.000.000 + (b) Rp. 3.728.400
= = = = =
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
250.000 428.400 250.000 2.800.000 3.728.400
=
Rp.
13.728.400
Pemeliharaan *) Untuk pupuk organik (Agro Top) dilakukan 1 bulan sekali selama 7 bulan, untuk lahan 1 Ha Ha (dengan (dengan jumlah pohon 2.142) X 4 kg X 7 kali kali pemupukan, maka yang dibutuhkan dibutuhkan untuk/ ha = 4 kg X 7 X Rp. 100.000 = Rp. 2.800.000. *)
4)
Total (a) Rp. 6.426.000 + (b) Rp. 3.728.400
= = = = = =
Kebutuhan Bibit a) Setiap satu hektar (10.000 m²/ 700 bt) dibutuhkan 2.142 pohon dengan jarak tanam 1,5 m X 2 m adalah 3 pohon, untuk system konvensional . Harga bibit/ batang Rp. 1000 jadi 1 Ha = (10.000 : 3) X 3 X Rp. 3000 = Rp. 10.000.000 b)
3)
Biaya Penanaman Awal. Pembuatan lubang 10 hok X Rp. 25.000 - Pembuatan Pembuatan ajir 2.142 X Rp. 200 - Pembuatan - Penanaman/ ha 10 hok X Rp. 25.000 - Biaya pupuk/ ha 4 kg X 7 X Rp. 100.000
biaya sudah tercantum pada poin b) di atas
Hitungan Hasil Produksi/ Pola Tanam Tumpang Tumpang Sari Setiap rumpun menghasilkan menghasi lkan rata-rata 1 kg kapol basah atau setara dengan 3 ons kapol kering, dengan hitungan 2.142 rumpun X 1 kg = 2.142 kg kapol basah atau atau 2.142 kg : 3 Ons = 714 kg kapol kering, kering, dengan harga harga kapol basah basah per kg = Rp. 12.000 X 2.142 kg = Rp 25.704.000 dan kapol kapol kering kering per per kg = Rp. 50.000 X 714 kg = Rp 35.700.000, dalam 1 tahun 2 kali masa panen. Jadi kapol yang yang dihasilkan dihasilkan dari lahan 1 ha dalam dalam waktu 1 tahun tahun yaitu 2.142 kg kapol basah X Rp. 12.000 = Rp. 51.408.000 atau setara setara dengan 1.260 kg kapol kering X Rp. 50.000 = Rp. 71.400.000. Keuntungan a) Panen perdana. Kapol kering Rp. 71.400.000 - Rp. 10.154.400 Kapol basah Rp. 51.408.000 - Rp. 10.154.400 Selisih harga b)
Panen kedua. Kapol kering Kapol basah Selisih harga
Rp. 71.400.000 - Rp. 2.800.000 Rp. 51.408.000 - Rp. 2.800.000
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
= Rp. 61.245.600 = Rp. Rp . 41.253.600 = Rp. 19.992.000 = Rp. 68.600.000 = Rp. 48.600.000 = Rp. 19.992.000 40
BAB VI HASIL PENELITIAN BUDIDAYA KAPULAGA SEBAGAI TANAMAN SELA PADA TEGAKAN SENGON Cardamon Production Under Albizia Stands
Oleh : Prasetyo Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh perbedaan umur tegakan sengon, pemupukan urea dan TSP terhadap pertumbuhan tanaman kapulaga. Penelitian ini meliputi 3 tahap percobaan yang dilakukan pada bulan September 2001 sampai dengan Juli 2003. Penelitian I merupakan survei tentang keadaan lingkungan mikro pada berbagai umur tegakan sengon. Penelitian II adalah percobaan pendahuluan tentang pengaruh naungan terhadap pertumbuhan kapulaga. Percobaan dengan faktor tunggal tingkat tingkat naungan buatan yaitu 0, 35 dan 70% yang disusun dalam RAKL dengan 3 ulangan. Penelitian III adalah tentang pengaruh umur tegakan sengon, dosis pupuk Urea dan dosis pupuk TSP terhadap pertumbuhan dan hasil kapulaga. Percobaan faktorial (2x4x3) dengan tiga ulangan disusun dalam RAKL, dengan perlakuan sebagai berikut berikut : (i) umur tegakan sengon terdiri terdiri atas : 3 dan 6 tahun; (ii) dosis pupuk N, terdiri atas : 0, 50, 100, 150 kg ha-1 ; dan (iii) dosis pupuk P, terdiri atas : 0, 100, dan 200 kg ha-1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (i) Terdapat perbedaan keadaan lingkungan mikro pada umur tegakan sengon yang berbeda, lingkungan dengan naungan lebih tinggi (tanaman sengon umur 6 tahun atau 70 %) menguntungkan bagi pertumbuhan dan hasil kapulaga : (1) Pertumbuhan kapulaga di bawah naungan (35% dan 70%) lebih baik dibanding dibanding tanpa naungan sama sekali; (2) Pertumbuhan tanaman kapulaga dipengaruhi secara bersama oleh perlakuan perlakuan naungan maupun dosis pupuk nitrogen (urea) dan fosfor (TSP) setelah umur 4 bulan; (3) Tingkat naungan dan umur tegakan sengon secara tunggal (sendiri) berpengaruh terhadap pertumbuhan kapulaga hingga umur 6-10 bulan; (4) Kombinasi perlakuan naungan 70% atau umur tegakan sengon 6 tahun (intensitas cahaya sekitar 80.57 kkal cm-2 detik-1 ), dengan dosis dosis pupuk urea 100 kg ha-1 (46 kg N ha-1) dan pupuk TSP 200 kg ha-1 (48 kg P2O5 ha-1) menunjukkan menunjukkan pengaruh terbaik bagi pertumbuhan dan hasil tanaman kapulaga; (5) Penggunaan dosis pupuk pupuk urea urea dan TSP hingga hingga dosis 100 kg urea ha-1 ha-1 dan 100 kg TSP ha-1 mampu meningkatkan hasil tanaman kapulaga (19.95 kg bunga kering ha-1). A.
Pendahuluan Laju pertambahan pertambahan penduduk yang sangat sangat cepat menimbulkan masalah yang kompleks, akhir-akhir ini. Peningkatan jumlah penduduk diikuti oleh peningkatan kebutuhan pangan, sandang, obat-obatan, perumahan dan lain-lain. Lahan yang memadai diperlukan untuk penyediaan kebutuhan tersebut, terutama untuk budidaya pertanian. Kualitas dan kuantitas lahan menurun dengan peningkatan
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
41
tekanan oleh manusia, karena adanya pengalih-fungsian lahan pertanian menjadi areal non-pertanian. Pengelolaan lahan yang tidak akrab lingkungan dapat mempercepat terjadinya degradasi kesuburan tanah. Karenanya, permasalahan lahan ini perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh dari semua pihak. Pengelolaan lahan yang diperlukan ialah jenis upaya yang dapat mengatasi beberapa masalah, di antaranya pengelolaan yang dapat memenuhi kebutuhan penduduk dan pelestarian tanah dan lingkungan. Upaya yang dapat berperan ditinjau dari segi tanaman dan konsumsi melalui diversifikasi tanaman. Diversifikasi tanaman dapat dapat memberikan dampak positif pada ketahanan ketahanan usaha tani karena dapat mengurangi resiko, peningkatan pendapatan petani dan nilai tambah dari lahan yang ditanami. Dari segi konsumsi diversifikasi tanaman dapat meningkatkan penganekaragaman jenis pangan. Diversifikasi produksi dapat di tempuh melalui pola tanam tumpangsari, baik antara tanaman tanaman semusim maupun tanaman tanaman semusim dengan tanaman tahun. Peningkatan efisiensi efisiensi penggunaan sumber daya daya alam yang ada ialah dengan penerapan pola tanam tumpang sari yang tepat dan sesuai dengan kondisi agro-ekologi setempat. Penanaman tanaman pertanian di areal hutan atau perkebunan yang dikenal dengan system agroforestri merupakan alternatif pemecahan masalah yang ada. Pengelolaan sistem agroforestri selalu dihadapkan pada berbagai tantangan terutama tingkat naungan yang cukup tinggi sehingga intensitas cahaya matahari yang dapat diterima menjadi rendah dan ini berakibat pada budidaya tanaman di bawah kanopi pohon. Selain itu lahan yang mempunyai topografi dengan undulasi yang berombak hingga bergelombang, sebagai masalah lain yang dihadapi dalam system agroforestri ialah kehilangan unsur hara terutama nitrogen akibat pencucian oleh air hujan maupun mengalami volatilisasi. Namun dengan penanaman jenis-jenis tanaman toleran terhadap naungan salah satunya kapulaga, akan dapat mengatasi masalah keterbatasan intensitas cahaya. Demikian pula dengan kehilangan unsur hara dapat diatasi dengan pengembangan teknologi budidaya. Tanaman Kapulaga (Paraserianthes cardamomum) cardamomum) merupakan jenis jenis tanaman perdu yang potensial dalam agroforestri dan berfungsi sebagai obat-obatan (jamu), rempah-rempah, dan pengharum nafas. Budidaya kapulaga dengan sistem agroforestri belum banyak dilakukan, misalnya penelitian tentang umur kanopi yang sesuai untuk budidaya tanaman sehingga dapat berproduksi secara optimal tanpa mengganggu pertumbuhan tanaman pokok yang ada. Di samping itu tingkat naungan, teknologi budidaya seperti pemupukan nitrogen dan fosfor serta daya hasil kapulaga belum banyak diketahui. diketahui. Oleh karena itu, perlu kajian mendalam tentang pengaruh tingkat naungan, pemupukan nitrogen dan fosfor terhadap tanaman kapulaga sebagai tanaman sela pada sistem agroforestri. Tujuan umum penelitian ini ialah untuk mendapatkan : teori tentang hubungan antara naungan/umur tegakan sengon dan pemupukan dengan pertumbuhan dan hasil tanaman kapulaga sebagai tanaman sela. Konsep pemberdayaan hutan dan masyarakat hutan dalam rangka pengembangan hutan tanaman industri. Teknologi pemanfaatan lahan diantara tanaman hutan khususnya di bawah tegakan sengon dalam system agroforestri. B.
Metode Penelitian Tahap I : Penelitian pendahuluan berupa kegiatan survai survai kondisi kondisi lingkungan di bawah kanopi sengon 3, 4, 5, 6, dan 7 tahun yang dilakukan 2 kali yaitu pada musim
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
42
penghujan dan kemarau. Objek yang diamati ialah: intensitas cahaya, suhu udara dan tanah, kelembaban udara (RH), kandungan bahan organik tanah, pH tanah, vegetasi bawah, dan produksi serasah. Pengamatan dilakukan pada jam 12.00 – 14.00, masing-masing pada tiga titik sampling yang berada minimal 10 m dari bagian tepi petak pengamatan. Hasil pengamatan dianalisis statistik dan secara morfologis untuk menentukan penelitian berikutnya. be rikutnya. Tahap II : Percobaan pengaruh tingkat naungan terhadap iklim mikro dan pertumbuhan tanaman kapulaga. Penelitian dilakukan dengan pola Rancangan Acak Kelompok (RAK) factor tunggal Tingkat naungan naungan yang terdiri atas atas 3 taraf perlakuan yaitu : 0, 35, dan 70%, dengan sampel tanaman setiap ulangan 75 tanaman dan masingmasing diulang sebanyak 3 ulangan. Pengamatan variabel pertumbuhan tanaman dilakukan pada minggu ke 4, 8, dan 12 setelah tanam dengan metode destruktif. Adapun variabel-variabel yang diukur ialah : persentase tanaman hidup atau tumbuh, luas daun, berat daun, jumlah daun, tinggi tajuk. Data yang diperoleh digunakan untuk menentukan penelitian berikutnya di bawah kanopi sengon. Tahap III : Percobaan pengaruh tingkat naungan naungan dan dosis pupuk nitrogen dan fosfor pada pertumbuhan dan hasil tanaman tanaman kapulaga di bawah kanopi sengon berumur 3 dan 6 tahun. Penelitian dilakukan dengan pola Rancangan Acak Kelompok dengan 3 faktor : 1). Tingkat naungan yang terdiri atas 2 taraf yaitu : 35% dan 70%, 2). Dosis nitrogen terdiri atas 4 taraf taraf perlakuan yaitu yaitu : 0, 50,100 dan 150 kg ha-1, 3). Dosis fosfor yang terdiri atas 3 taraf perlakuan yaitu : 0, 100 dan 200 kg ha-1. Pengamatan variable pertumbuhan tanaman dilakukan pada minggu ke 10, 20, 30, 40, 50, dan 60 setelah tanam meliputi rata-rata tinggi tanaman, total tinggi tanaman, total jumlah daun, rerata jumlah daun per tanaman, jumlah tunas, diameter tunas, kepadatan stomata, kandungan khlorofil, luas daun, bobot segar daun, bobot segar batang, bobot segar akar, bobot segar umbi, bobot total brangkasan, bobot kering daun, bobot kering batang, bobot kering akar, bobot kering umbi, bobot total brangkasan, kandungan N jaringan tanaman. Pengamatan tanaman diambil 3 sampel sampel secara acak untuk untuk setiap perlakuan. Dari data pengamatan kemudian dihitung pula : ILD, CGR, NAR, SLA, EKE. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam, untuk melihat perbedaan antar perlakuan yang berbeda nyata dilakukan uji beda nyata terkecil (BNT) dan untuk melihat bentuk hubungan antar karakter pertumbuhan dilakukan analisis regresi korelasi C.
Hasil Dan Pembahasan Pertumbuhan tanaman kapulaga yang di tanam di bawah tegakan sengon pada umur 12 bulan bulan setelah tanam tanam variabel total total luas daun, indeks luas daun, jumlah daun dan tinggi tanaman tanaman tertera pada Tabel 1. Ke tiga variabel di atas terjadi interaksi antara dosis nitrogen dengan dosis fosfor yang diuji. Pertumbuhan tanaman kapulaga yang di tanam di bawah tegakan tegakan sengon pada umur 12 bulan setelah tanam variabel diameter batang dan saat muncul bunga pertama tertera pada Tabel 2. Variabel diameter batang dan saat muncul bunga pertama tanaman kapulaga
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
43
yang di tanam di bawah tegakan sengon dengan sistem agroforestri terjadi pengaruh interaksi antara tingkat naungan dengan dosis fosfor yang diuji. Pertumbuhan tanaman tanaman kapulaga yang di tanam di bawah tegakan tegakan sengon pada umur 12 bulan setelah tanam variabel jumlah tunas dan saat muncul bunga pertama tertera pada Tabel 3. Pertumbuhan tanaman kapulaga yang di tanam di bawah tegakan sengon pada umur 12 bulan setelah setelah tanam variabel variabel jumlah tunas tunas dan saat muncul bunga pertama tertera pada Tabel 4. Variabel saat muncul bunga pertama juga terjadi interaksi antara doisis pupuk nitrogen dengan dosis pupuk fosfor yang diberikan. Tabel 1.
Pengaruh bersama dosis nitrogen dan dosis fosfor terhadap total luas daun, indeks luas daun, jumlah daun dan tinggi tanaman ,tanaman Kapulaga di bawah tegakan sengon umur 12 bulan.
Dosis fosfor (kg ha -1) 0 5475.444d 3678.467d 7681.91bd
0 100 200
Dosis fosfor (kg ha -1) 0 0.55cd 1.61ad 0.77cd
0 100 200
Dosis fosfor (kg ha -1) 0 65.91e 77.54be 68.44e
0 100 200
Total Luas Daun Dosis nitrogen (kg ha- 1) 50 100 14509.38ad 20156.34ab 19615.62ac 22603.75a 18996.58ac 21143.66ab
150 8006.29bd 9648.99ad 18148.61ac
Indeks Luas Daun Dosis nitrogen (kg ha- 1) 50 100 0.80cd 2.40a 1.45ad 2.32ab 2.24ab 1.82ac
150 1.01bd 1.63ad 0.37 d
Tinggi Tanaman (cm) Dosis nitrogen (kg ha- 1) 50 100 77.19be 96.77ab 98.44a 75.53ce 94.15ac 90.89ad
150 73.60de 77.19be 60.45e
Angka-angka yang d iikuti huruf hu ruf yang sama be rbeda tidak nyat a pada taraf uji 0.05
Tabel 2.
Pengaruh bersama tingkat naungan dan dosis fosfor terhadap diameter batang dan saat muncul bunga pertama tanaman kapulaga di bawah tegakan sengon umur 12 bulan.
Tingkat naungan (%) 35 70
Tingkat naungan (%) 35 70
Diameter batang (mm) Dosis fosfor (kg ha- 1) 0 100 9.60d 10.52c 11.49b 12.75a Saat Muncul Bunga (minggu) Dosis fosfor (kg ha- 1) 0 100 54.50b 46.42c 57.92a 34.06d
200 9.57d 10.67c
200 44.75c 36.03d
Angka-angka yang d iikuti huruf hu ruf yang sama be rbeda tidak nyat a pada taraf uji 0.05
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
44
Tabel 3.
Pengaruh dosis nitrogen dan fosfor terhadap jumlah tunas dan saat muncul bunga pertama tanaman kapulaga di bawah tegakan sengon umur 12 bulan.
Dosis nitrogen (kg ha- 1) 0 50 100 150
Jumlah tunas (buah) 8.78c 13.06b 19.61a 11.54bc
Saat muncul bunga (minggu) 53.87a 40.65b 35.306c 52.63a
Dosis nitrogen (kg ha- 1) 0 100 200 0
Jumlah tunas (buah) 11.15b 14.74a 13.86ab 11.15b
Saat muncul bunga (minggu) 62.78a 37.21b 36.85b 62.78a
Angka-angka yang d iikuti huruf hu ruf yang sama be rbeda tidak nyat a pada taraf uji 0.05
Tabel 4.
Pengaruh bersama dosis nitrogen dan fosfor terhadap Saat Muncul Bunga tanaman Kapulaga di bawah tegakan Sengon umur 12 bulan.
Tingkat naungan (%) 0 0 100 200
66.22a 49.28c 46.11cd
Saat Muncul Bunga (minggu) Dosis fosfor (kg ha- 1) 50 100 63.22ab 31.33e 27.39ef
58.72b 22.72f 24.44f
150
62.95ab 44.06d 50.89c
Angka-angka yang d iikuti huruf hu ruf yang sama be rbeda tidak nyat a pada taraf uji 0.05
Pertumbuhan tanaman kapulaga yang di tanam di bawah tegakan sengon pada umur 12 bulan setelah tanam variabel Crop Growth Rate, Net Asimilation Rate, Spesifik Leaf Area dan Efisiensi Konversi Energi tertera pada Tabel 5. Pada pengukuran laju tumbuh pertanaman (CGR), hasil bersih asimilasi (NAR), luas daun spesifik (SLA) dan efisiensi konversi energi (EKE) terdapat pengaruh tunggal dari dosis nitrogen nitrogen yang diberikan. Keeratan hubungan hubungan antar antar variable pengamatan tertera pada Tabel 6. Hasil perhitungan menunjukkan 90% terdapat korelasi yang nyata , berarti perubahan variabel yang satu erat sekali hubungannya dengan perubahan variabel lainnya. Tabel 5.
Pengaruh Dosis Nitrogen terhadap Crop Growth Rate, Net Asimilation Rate, Spesifik Leaf Area dan Efisiensi Konversi Energi Tanaman Kapulaga di Bawah Tegakan Sengon umur 12 bulan.
DN (kg ha -1) 0 50 100 150
CGR (g cm2 hr-1) 6.70c 17.62a 17.62a 12.15b
NAR (g cm2 hr-1) 16.48c 19.42b 23.67a 18.40bc
SLA (cm2 g- 1) 235.80b 277.47a 290.37a 266.25ab
EKE (%) 0.45c 0.86b 1.10a 0.78bc
Angka-angka yang d iikuti huruf hu ruf yang sama be rbeda tidak nyat a pada taraf uji 0.05
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
45
Tabel 6. Variabel J.Stomata Khlorofil LDS
Matriks korelasi hubungan antar variable. J.Stomata 0 0.3871* 0.3580*
Khlorofil
LDS
LPR
NAR
0 0.2870*
0
LPR NAR RtLD
0.4971* -0.299* 0.2238
0.5071* -0.0984 0.0986*
0.2526* -0.348* 0.4183*
0 -0.503* 0.2881*
0 0.4883*
SMB
0-0.601*
-0.314*
0.003*
-0.241*
-0.239*
RtLD
SMB
0 -0.01*
0
* = korelasi nyata antar karakter/variabel yang diamati/diukur
Gambar 1. Kurva hubungan antara dosis nitrogen, laju tumbuh per tanaman (CGR) dan hasil bersih asimilasi asimilasi (NAR) tanaman tanaman kapulaga di bawah tegakan tegakan sengon.
Gambar 2. Kurva hubungan antara dosis nitrogen, Efisiensi Konversi Energi (EKE) dan saat muncul bunga pertama tanaman kapulaga di bawah bawah tegakan sengon
Gambar 3. Kurva hubungan antara dosis nitrogen, laju Pertumbuhan tanaman (CGR), hasil hasil bersih asimilasi (NAR), (NAR), ketebalan daun (SLA), efisiensi konversi (EKE) dan saat muncul bunga(SMB)
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
46
Total luas daun terjadi interaksi dari tiga faktor yang diteliti. Interaksi umur kanopi sengon 6 tahun, dosis nitrogen 100 kg ha- 1 dan fosfor 200 kg ha- 1 mempunyai total luas daun yang paling besar dan berbeda dengan perlakuan lainnya. Luas daun ialah organ tanaman yang sangat berkontribusi pada kehidupan tanaman, karena pada daun tersebut berlangsung proses fotosintesis. Perbedaan ukuran daun sampai batas tertentu, dengan catatan setiap helaian daun mampu menerima cahaya matahari secara langsung akan berdampak pada kapasitas tanaman dalam memproduksi fotosintat. Faktor tingkat naungan, dosis nitrogen dan fosfor pada variabel luas daun sangat berpengaruh pada pertumbuhan luas daun tanaman kapulaga. Daun merupakan tempat berlangsungnya proses fotosintesis, maka adanya perbedaan luas daun pada tanaman akan berdampak pada kemampuan tanaman tersebut membentuk fotosintat, makin banyak daun yang dapat melakukan proses fotosintesis maka fotosintatnya akan makin banyak juga. Unsur mineral pada imbangan tertentu mempunyai banyak fungsi di dalam tanaman, dapat berfungsi sebagai katalis dalam jaringan, regulator osmosis, sistem penyangga dan permeabilitas membrane (Kramer dan Kozlowski, 1979). Tanaman yang cukup unsur hara, air dan iklim mikro lain mendukung, maka daun akan dapat melakukan proses fotosintesis dengan optimal seperti diuraikan oleh Foyer (1996). Indeks luas daun pada umur 12 bulan setelah tanam, terjadi interaksi dari tiga faktor yang diteliti. Interaksi umur kanopi/tegakan sengon 6 tahun dengan dosis nitrogen 100 100 kg ha-1 dan fosfor fosfor 200 kg ha-1 mempunyai indeks indeks luas daun yang yang paling besar dan berbeda dengan perlakuan lainnya. Nilai ILD mencerminkan tingkat potensi permukaan yang difungsikan untuk proses fotosintesis. Makin tinggi ILD, makin tinggi potensi penghasil fotosintat. fotosintat. Nilai ILD yang tinggi dapat membawa konsekuensi pada tingkat persaingan cahaya bagi helaian daun, makin tinggi nilai ILD tanaman makin tinggi kemampuan tajuk untuk mengurangi energi matahari yang sampai pada bagian tajuk lebih dalam, akibatnya daun tanaman tanaman bagian bawah menjadi tidak efisien. ILD berperan penting dalam penentuan efisiensi distribusi energy matahari di dalam profil tajuk tanaman. Makin tinggi nilai ILD makin tinggi penaungan sesame daun, akibatnya proses distribusi energi ke bagian dalam profil tajuk makin rendah. Dengan nilai ILD yang terlalu tinggi tinggi justru akan merugikan bagi hasil bersih fotosintesis tanaman (Gardner et al., 1985). Laju pertumbuhan relatif tanaman menunjukkan adanya pengaruh nyata pada perlakuan tunggal dosis nitrogen dan pengaruh yang diberikan membentuk pola kuadratik dengan dosis optimal sekitar 100 kg ha -1 . Hal ini sejalan dengan peranan nitrogen pada pertumbuhan vegetatif tanaman. Laju pertumbuhan relative tanaman, pertumbuhan tanaman adalah suatu proses pertambahan ukuran suatu tanaman dari suatu waktu ke waktu berikutnya. Pengukuran laju pertumbuhan pertumbuhan relatif tanaman dilakukan dengan menganalisis pertambahan bahan kering tanaman per satuan waktu. (Rosenthal (Rosenthal and Gerik, 1996). Luas Daun Spesifik / Spesific Leaf Area (LDS/ SLA), menunjukkan pengaruh faktor tunggal nitrogen. Luas daun spesifik merupakan salah satu cara untuk mengkaji perubahan karakteristik daun akibat pengaruh perubahan lingkungan tumbuh tanaman. Nilai SLA ditetapkan berdasarkan besarnya luas daun dengan berat kering daun. Nilai LDS/ SLA yang rendah menggambarkan bahwa daun tersebut tebal. Pengaruh perlakuan membentuk pola kuadratik dengan dosis optimal nitrogen sekitar 100 kg ha -1. Hal ini ada kemungkinan dengan kondisi tingkat naungan yang lebih rendah, daun akan membentuk morfologi yang lebih
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
47
tebal dalam adaptasinya mengurangi terjadinya transpirasi dari daun. Dari hasil ini terlihat bahwa untuk pertumbuhan vegetatif tanaman seperti luas daun spesifik, nitrogen pada dosis yang tepat maka pertumbuhan daun akan optimal. Jumlah daun ialah suatu cerminan dari potensi tanaman dalam menyediakan tempat berlangsungnya proses fotosintesis. Tanaman yang tumbuh pada tempat yang lebih terlindung mempunyai titik kompensasi hasil asimilasi yang lebih rendah dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh pada tempat yang lebih banyak menerima cahaya matahari sesuai dengan pandangan Levitt (1980). Laju penimbunan bahan kering suatu tanaman menggambarkan besarnya potensi tanaman untuk tumbuh dan berproduksi dengan baik seperti telah diuraikan oleh Williams dan Joseph (1976) serta Evans (1974). Niai hasil bersih asimilasi/ Net Asimilation Rate (NAR) bagi tanaman dapat digunakan untuk mengevaluasi tingkat efisiensi daun dalam berfotosintesis. Efisiensi Konversi Energi (EKE) menunjukkan pengaruh nyata pada faktor tunggal nitrogen. Pengaruh yang ditunjukkan dengan penggunaan nitrogen membentuk pola kuadratik dengan dosis optimal sekitar 100 kg ha -1 . Berati pada dosis tersebut, tanaman lebih efisien dalam memanfaatkan energy matahari yang diterima. Efisiensi Konversi Energy (EKE) pada tanaman dipengaruhi oleh intensitas radiasi matahari dan suhu. Pengukuran saat muncul bunga pada tanaman kapulaga yang ditanam di bawah kanopi/tegakan sengon berbeda dengan perlakuan dosis pemupukan pemupukan nitrogen dan fosfor berbeda, berpengaruh pada saat munculnya bunga. Tanaman yang ditanam dibawah kanopi/ tegakan sengon umur 3 tahun berbunga lebih lambat (p=0.05) yaitu 46.79 minggu setelah tanam dibandingkan dengan yang ditanam di bawah kanopi sengon umur 6 tahun yang berbunga pada umur 44.44 minggu setelah tanam. Hal ini berkaitan dengan pertumbuhan vegetatif tanaman yang lebih bagus pada tanaman yang ditanam di bawah tempat yang lebih ternaungi. Pada tanaman kapulaga dengan hasil utamanya berupa bunga, berarti tanaman kapulaga untuk dapat tumbuh dan berproduksi baik serta lebih menguntungkan maka apabila di tanam pada tempat dengan tingkat naungan sekitar 70%, hasil kapulaganya akan lebih banyak. Tanaman kapulaga akan berbunga lebih cepat (p=0.01) pada umur 35.31 minggu setelah tanam pada dosis 100 kg ha-1 nitrogen. Nitrogen Nitrogen dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan vegetative tanaman, dengan dengan jumlah dan saat yang tepat sesuai kebutuhan tanaman akan menghasilkan pertumbuhan yang optimal. Organ fososintesis yang dihasilkan oleh tanaman seperti pembentukan daun, tinggi tanaman yang memungkinkan proses fotosintesis berlangsung optimal maka hasil bersih fotosintesisnya juga optimal. Sebaliknya apabila dosis yang diberikan terlalu sedikit atau terlalu banyak dan tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman maka pembentukan organ untuk berlangsungnya proses fotosintesis juga tidak optimal. Pada pembentukan daun yang terlalu sedikit sehingga kapasitas daun untuk melakukan fotosintesis sedikit, atau terlalu banyak sehingga terjadi peristiwa saling menaungi (mutual shading) antar daun-daun, maka banyak daun negatif yang ada dan ini mengurangi NAR yang dihasilkan. Pembungaan tanaman kapulaga dipengaruhi oleh pemberian fosfor dan nyata (p=0.05) dibandingkan dengan tanpa fosfor. Kombinasi antara pemupukan nitrogen 100 kg ha -1 dan fosfor 100 kg ha- 1 ialah berbunga berbunga paling cepat yaitu 22.72 minggu setelah tanam. Pemupukan nitrogen sangat dibutuhkan untuk memperoleh tanaman kapulaga yang dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada sistem agroforestri kanopi sengon. Dengan penanaman kapulaga pada sistem agroforestri
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
48
ini disamping diperoleh hasil tambahan juga tanaman pokoknya sendiri tidak terganggu dan bahkan dapat mengurangi biaya penyiangan atau pengendalian gulma karena dalam jangka satu tahun lahan diantara kanopi sengon sudah tertutup rapat oleh tanaman kapulaga. Penanaman kapulaga ini juga dapat meningkatkan bahan organik tanah dari hasil dekomposisi mulsa sisa tanaman kapulaga yang telah gugur (Onwueme, 1978). Tanaman kapulaga yang ditanam di bawah kanopi sengon dengan kondisi kebutuhan air yang terbatas dan dengan kodisi rata-rata iklim mikro untuk tingkat naungan 35% kelembaban = 67.33%; T udara = 34.92 ⁰C; pH= 5.6; T tanah 31.82 ⁰C dan cahaya 245.87 kkal cm-2 detik-1 serta cahaya bebas di sekitar lahan lahan 338.91 kkal cm-2 detik- 1. tingkat naungan 70 % kelembaban = 84.5%; T udara = 30.8 ⁰C; pH= 5.08; T tanah 29.3 ⁰C dan cahaya 148.22 kkal cm-2 detik- 1 serta cahaya bebas di sekitar lahan 342.16 kkal cm-2 detik- 1 . Pada tanaman tanaman yang ditanam dengan kondisi mikroklimat tersebut, hasil bersih asimilasi (NAR), Luas Daun Spesifik (SLA) dan Efisiensi Konversi Energi (EKE) sampai dosis nitrogen tertentu akan makin meningkat nilai tersebut, namun setelah mencapai dosis optimal akan terjadi penurunan. Ini akan memberikan hasil sebaliknya terhadap saat muncul bunga pertama yang makin cepat dengan penambahan dosis nitrogen tersebut. Pertumbuhan dan hasil tanaman kapulaga, di samping dipengaruhi pemberian nitrogen dan fosfor, pola perubahannya juga berhubungan dengan perubahan lingkungan mikro yang ada di lahan pertanaman. Tanaman kapulaga dapat dipakai sebagai tanaman sela dalam system system agroforestri khususnya sengon sejak sejak lepas dari pesanggem (umur 3 tahun). Diharapkan di samping dapat memberikan keuntungan ekonomi, tanaman kapulaga tersebut juga dapat menjaga kelestarian lahan mengingat tanaman kapulaga memiliki ukuran daun yang lebar sehingga cepat menutup permukaan tanah. Sebagai akibatnya produksi bahan organiknya akan semakin banyak, dan dengan perakarannya yang tidak dalam maka tidak mengganggu pertumbuhan tanaman pokok.Dengan kondisi lahan yang relatif tertutup disamping dapat sebagai konservasi lahan juga dapat menjamin kehidupan makro/mikro fauna yang ada di dalam tanah (Nair, 1993). Matriks korelasi antara variabel menunjukkan 90% perubah berkorelasi nyata, ada yang berkorelasi positif maupun negatif, berarti perubahan variabel yang satu akan diikuti oleh perubahan variabel yang lain secara nyata.
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
49
BAB VII KARAKTERISTIK BEBERAPA MINYAK ATSIRI FAMILI ZINGIBERACEAE DALAM PERDAGANGAN
Minyak atsiri dari famili zingiber-aceae seperti minyak kapolaga, minyak jahe dan minyak temulawak termasuk minyak atsiri yang banyak digunakan dan diperdagangkan, terutama dipasar luar negeri. Minyak ka-polaga dihasilkan dari tanaman kapolaga jenis sabrang (Elettaria cardamomum) dan banyak diproduksi oleh India dan Sri Langka. Minyak jahe (Ginger officinale ) banyak dihasilkan dari Cina dan India. Telah dilakukan identifikasi karakteristik minyak atsiri kapolaga jenis sabrang dan jenis lokal ( Amomum cardamo-mum), minyak jahe dan minyak temulawak ( Curcuma xanthorriza) yang diperoleh bahan dari daerah Jawa Barat , Jawa Tengah, Lampung dan dari beberapa eksportir di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Karakteristik minyak-minyak tersebut dibandingkan dengan spesifikasi minyak atsiri menurut Standar Internasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik minyak kapolaga jenis lokal sangat berbeda dari minyak kapolaga jenis sabrang. Akan tetapi karakteristik minyak kapolaga sabrang tersebut menyerupai karakteristik yang ditentukan Standar Internasional. Minyak jahe karakteristiknya tidak sesuai dengan Standar Internasional, terutama nilai putaran optiknya, sementara minyak temulawak belum ada standar mutunya. Indonesia termasuk salah satu negara penghasil utama minyak atsiri di dunia. Terdapat kurang lebih 45 jenis tanaman penghasil minyak atsiri tumbuh di Indonesia, namun baru kira-kira 15 jenis yang sudah menjadi komoditi ekspor, yaitu minyak sereh wangi (Citronella oil), minyak akar wangi (Vetiver oil), minyak nilam (Patchouly oil), minyak kenanga (Cananga oil), minyak cendana (Sandalwood oil), minyak pala dan fuli (Nutmeg and Mace oil), minyak daun, gagang dan bunga cengkeh (Clove leaf, stem, bud oil), minyak lawang (Cullilawan oil), minyak massoi (Massoi oil), minyak pangi (Sassafras oil), minyak jahe (Ginger oil), minyak lada (Black pep-per oil), minyak gaharu (Agarwood oil), minyak terpentin (Turpentine (Turpentine oil), minyak minyak kayu putih (Cajeput oil) minyak minyak daun jeruk purut (Kafir lime oil), sementara di pasar Internasional terdapat 90 jenis minyak atsiri diperdagangkan. diperdagangkan. Beberapa jenis minyak minyak atsiri yang bersumber dari famili famili Zingiberaceae, seperti minyak kapolaga (cardamom oil) dan minyak jahe (ginger oil) mempunyai nilai yang cukup tinggi di pasar dunia, namun keduanya keduanya bukan berasal dari Indonesia. Harga minyak cardamom (kapolaga) di pasar Eropa saat ini $ US 90 per kg, sementara minyak minyak jahe asal Cina Cina $ US 65 per kg dan minyak yang sama asal asal India $ US 85 per kg (Public Ledger, 2006). Minyak cardamom yang terdapat dipasar internasional berasal dari jenis kapolaga sabrang (E. cardamomum), banyak dibudidayakan di India dan Sri Langka dan dianggap sebagai true cardamom. Sedangkan jenis kapolaga yang banyak ditanam di Indonesia adalah jenis A. cardamomum yang disebut juga sebagai pals cardamom (Leung, 1980). Minyak temulawak belakangan ini banyak diminati, walaupun masih dalam jumlah terbatas dan untuk kebutuhan lokal (Komunikasi pribadi, 2006). Minyak carda-mom banyak digunakan dalam formula parfum dan sebagai flavor pada makanan dan minuman. Minyak jahe digunakan dalam obat-obatan, penyedap makanan serta aromaterafi, sementara minyak temulawak banyak digunakan pada pengobatan penyakit lever dan gangguan pencernaan.
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
50
Hingga saat ini Indonesia belum banyak memanfaatkan peluang ekspor minyak jahe, minyak cardamom maupun minyak temulawak. Hal ini disebabkan belum dikenalnya minyak-minyak asal Indonesia dari jenis-jenis tersebut di atas. Minyak minyak atsiri ditentukan karakteristiknya dengan menggunakan metode analisis menurut Standar Internasional. Tahapan-tahapan Tahapan-tahapan pengerjaannya sebagai berikut : 1. Pencucian dan pengeringan Buah kapolaga yang diperoleh dari petani p etani terlebih dahulu dibersihkan, dijemur dibawah sinar matahari sampai ting-kat kekeringan dengan kadar air 10 – 15%. Buah kapolaga yang berasal dari eksportir sudah dalam keadaan kering dengan kadar air rata-rata 12,50%. Rimpang jahe dan temulawak, dicuci, dipotong-potong dengan ketebalan kira-kira 0,30 cm, dijemur dibawah sinar matahari hingga tingkat kekeringan dengan kadar air 10 – 15%. 2. Penggilingan Bahan-bahan yang sudah kering selanjutnya selanjutnya digiling digiling dan dan diayak diayak pada saat akan dilakukan penyulingan, ukuran kehalusan pengayakan 0,10 – 0,30 cm. 3. Penyulingan minyak Penyulingan minyak dilakukan dengan menggunakan metode air dan uap (kukus). Jumlah bahan yang disuling masing-masing 2 kg, dengan lama penyulingan 8 jam. Minyak yang dihasilkan kemudian disaring dengan kertas saring sampai jernih. 4. Analisis minyak Minyak hasil penyulingan dianalisis karakteristik fisika-kimianya, meliputi berat jenis, indeks bias, putaran optik, kelarutan kelarutan dalam alkohol, bilangan asam dan bilangan ester. Metode analisis yang digunakan mengikuti Standar Internasional sesuai dengan standar mutu yang diacu, yaitu ISO 4733:1987 (Oil of cardamom) dan ISO 7355:1985 (Oil of ginger).
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
51
BAB VIII STATUS PENGUSAHAAN MINYAK ATSIRI DAN FAKTOR-FAKTOR TEKNOLOGI PASCA PANEN YANG MENYEBABKAN MENYEBABKA N RENDAHNY RENDAHN YA RENDEMEN RENDE MEN MINYAK MINYAK
Tanaman atsiri umumnya diusahakan oleh petani dengan modal dan luasan terbatas serta kebanyakan menggunakan alat penyuling yang sederhana, sehingga mutu dan rendemen yang dihasilkan masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status pengusahaan minyak atsiri dan faktor-faktor yang menyebabkan rendemen minyaknya rendah. Penelitian dilakukan pada bulan April-Juli 2004 di tujuh Propinsi daerah sentra produksi minyak atsiri dengan menggunakan metoda studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi alat pe-nyulingan di 7 propinsi kajian, pada umumnya masih menggunakan teknologi pengolah-an yang sederhana, dimana ketel penyulingnya terbuat dari bekas drum atau plat besi, kecuali di Propinsi Banten, Jawa Barat dan Jawa Tengah sudah ada yang menggunakan alat penyulingan berteknologi cukup baik/ maju (minyak nilam dan kenanga). Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya rendemen dan mutu minyak antara lain adalah bahan konstruksi alat penyuling, penyiapan/ penanganan bahan baku dan proses penyu-lingan. Minyak atsiri adalah salah satu komoditas ekspor tradisional Indonesia yang sudah diusahakan sejak sebelum Perang Dunia II. Sampai saat ini hampir seluruh minyak atsiri Indonesia masih diekspor. diekspor. Pada tahun 2001, ekspor minyak atsiri atsiri Indonesia 5.080 ton dengan nilai US $ 52,97 juta (BPS, 2002). Di pasar dunia, minyak atsiri Indonesia selain bersaing dengan sesama negara produsen juga bersaing dengan produk sintetik. Kualitas minyak atsiri terus ditingkatkan dan harga relatif rendah agar bisa bersaing di pasar dunia. Sebagai contoh pada tahun 2000, harga minyak seraiwangi asal Indonesia dan Srilangka masing-masing US $ 4,25 dan US $ 6,50/ kg, sedangkan untuk minyak akar wangi asal Indonesia dan RRC berturut-turut US $ 36,50 dan US $ 45/ kg (George Uhe, 2001). Perlu diketahui bahwa RRC merupakan negara baru sebagai produsen minyak akar wangi, sedangkan untuk minyak seraiwangi sudah dikenal bahwa mutu Java citronella oil lebih baik dari minyak asal Srilangka. Tanaman atsiri umumnya diusahakan oleh petani dengan modal dan luasan terbatas serta kebanyakan menggunakan alat penyuling yang sederhana, sehingga mutu dan rendemen yang dihasilkan masih rendah (Hobir et al ., ., 2003). Untuk mendapatk men dapatkan an minyak atsiri yang ber-mutu be r-mutu tinggi dengan harga pokok relatif rendah (rendemen tinggi misalnya untuk nilam > 2,00%) antara lain harus menggunakan alat penyuling yang efektif dan efisien. Tingkat pencapaian rendemen pro-duksi minyak atsiri yang dihasilkan oleh pengrajin/ pengusaha Usaha Kecil dan Menengah (UKM) minyak atsiri di Indonesia pada umumnya masih sangat rendah (< 2%). Hal ini disinyalir sebagai akibat dari rangkaian proses penanganan usaha yang kurang profesional mulai dari sistem penanaman, waktu pemanenan, perlakuan pasca panen dan penanganan bahan baku sampai pada proses penyulingan (Anonymous, 2001). Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan kajian faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya rendahnya rendemen alat penyuling minyak atsiri yang dimiliki petani/ pengrajin. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui status pengusahaan minyak atsiri dan faktor-faktor yang menyebabkan masih rendahnya rendemen minyak yang dihasilkan di tingkat petani/pengrajin minyak atsiri di sentra produksi. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab rendahnya rendemen minyak atsiri yang
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
52
dihasilkan oleh petani/ petani/ penyuling minyak atsiri telah telah dilakukan studi kasus kasus di 7 Propinsi yang meru-pakan daerah sentra produksi. Contoh/ sampel kasus untuk setiap daerah sentra produksi diambil 2 – 3 sampel unit usaha penyulingan. Ketujuh Propinsi daerah sentra produksi minyak atsiri dan je-nis minyak yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel di atas. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan para petani/ pengrajin minyak atsiri dan pengamatan langsung di lapangan. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari instansi terkait di masing-masing lokasi/daerah. Penelitian dilakukan pada bulan April – Juli 2004. Parameter Parameter yang di-amati dalam studi kasus adalah : kapasitas alat suling, Bahan pembuat alat suling, metoda/cara penyulingan, tipe alat penyulingan, cara penyiapan penyiapan bahan baku, bahan bakar yang dipakai, dan rendemen minyak. No
Propinsi/ Province
1.
Jawa Barat/West Java
2.
Jawa Tengah/Central Java
3. 4. 5.
Yogyakarta D.I. Yogyakarta/Special region Yogyakarta Jawa Timur/East Java Banten/Bantan
6.
Sumatera Barat/West Sumatera
7.
Maluku Utara/North Maluku
Minyak atsiri/essential oils Kenanga/ cananga, akarwangi/vetiver , pala/nutmeg, nilam/ patchouly Nilam/ patchouly , cengkeh/clove, ylang-ylang/ Ylangylang Nilam/ patchouly , cengkeh/clove Cengkeh/c love Ylang-ylang/ Ylang-ylang Seraiwangi/ fragrant serai , pala/nutmag, nilam/ patchouly Pala/nutmag, cengkeh/clove
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
53
BAB IX PASAR DOMESTIK DAN EKSPOR PRODUK TANAMAN OBAT (BIOFARMAKA)
Pasar bahan baku biofarmaka merupakan keragaan supply dan demand dari bahan baku biofarmaka yang dibutuhkan oleh pabrik, dibedakan atas rimpang dan simplisia. Demand dan kebutuhan akan jenis biofarmaka yang diperlukan oleh industri obat tradisional, baik IKOT maupun IOT, juga sangat variatif. Hampir semua jenis biofarmaka dibutuhkan sebagai bahan baku pembuatan obat tradisional/ jamu oleh berbagai industri obat tradisional Indonesia. Namun demikian, ada beberapa jenis biofarmaka budidaya yang dibutuhkan industri obat tradisional dalam jumlah besar, antara lain jahe ( Zingiber officinale Roxb.) sebesar 5.000 ton/ tahun, kapulogo (Ammomum cardamomum Auct.) 3.000 ton/tahun, temulawak ( Curcuma aeruginosa Roxb.) 3.000 ton/ tahun, adas (Foeniculum vulgare Mill.) 2000 ton/ tahun, kencur ( Kaempferia galanga L.) 2.000 ton kering/ tahun, kunyit ( Curcuma domestica Val.) Val.) 3.000 ton kering/ kering/ tahun dan 1.500 ton basah/ tahun. Seperti tersaji pada Tabel 1. Berbagai jenis biofarmaka budidaya budidaya yang dibutuhkan oleh pabrik PT Sidomuncul, PT Air Mancur, PT Indo Farma, Dayang Sumbi, CV Temu Kencono, Indotraco, PT Nyonya Meneer, Herba Agronusa dan Jamu Jenggot, merupakan sebagian dari serapan simplisia biofarmaka biofarmaka oleh 10 industri besar dan 12 industri menengah obat tradisional di Indonesia. Di pasar domestik, rimpang temulawak ( Curcuma aeruginoso Roxb.) dan rimpang jahe ( Zingiber Zingiber officinale Roxb.) merupakan dua jenis biofarmaka budidaya yang banyak dipasok oleh petani untuk industri obat tradisional, baik industri besar maupun menengah, yaitu rata-rata rata-rata 310.870 kg/ tahun dan 272.854 kg / tahun. Di Indonesia, komoditas jahe ( Zingiber officiniale Rosc.) yang memiliki demand cukup tinggi baik di pasar domestik, disesuaikan dengan bentuk, ukuran dan warna rimpangnya. Tiga jenis jahe yang berprospek adalah jahe putih besar (jahe gajah), jahe putih kecil dan jahe merah. Diantara Diantara ketiga ketiga jenis jahe tersebut, jahe gajahlah yang memiliki demand terbesar, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Demand jahe dalam negeri terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan trend peningkatan konsumsinya, yaitu dengan pertumbuhan 18,71% setiap tahunnya selama periode 1984-1990. Demand jahe jahe gajah di pasar domestik, seperti catatan catatan Koperasi BPTO (Kobapto) Kabupaten Tawangmangu, Jawa Tengah, berkisar 5.000 ton/ tahun. Hampir semua industry obat tradisional di Jawa Tengah membutuhkan jahe gajah sebagai bahan baku produksinya, produksinya, seperti seperti PT Sidomuncul membutuhkan membutuhkan sekitar 15 ton/ bulan, PT Air Mancur 15 ton/ bulan, CV Temu Temu Kencono 10-12 ton per tahun dan PT Indotraco 40 ton per bulan (lihat tabel 1). Rimpang jahe juga banyak dimanfaatkan oleh 10 industri besar obat tradisional dan 12 industri obat tradisional menengah pada Tahun 1995-1999, yaitu sebanyak 1.364.270 kg. Sedangkan menurut Survey SUBDIT ANEKA TANAMAN (2001), jumlah kebutuhan jahe dalam negeri adalah 36.200 kg/ bulan. Untuk kebutuhan kebutuhan lokal, demand komoditas jahe gajah yang meningkat seiring dengan semakin banyaknya pabrik jamu, farmasi, dan kosmetik banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku obat tradisional (jamu), bahan makanan, minuman dan kosmetika.
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
54
Tabel 1.
No
Kebutuhan Industri Obat Tradisional Tradisional Indonesia Berbagai Jenis Biofarmaka
Nama Bahan Baku
Kebutuhan/ Tahun
Industri/ Perusahaan Penerima Sido Muncul Air Mancur Temu Kencono Indotraco Herba
15 ton/bln 15 ton/bln 10-12 ton/thn ton/th n 40 ton/bln (gajah) 10 ton/bln 10 ton/bln 20 ton/bln
1
Jahe Zingiber officinale Roxb.) ( Zingiber
5000 ton
2
Kapulogo ( Ammomum Cardamomum Auct )
3000 ton
Sido Muncul Nyonya Meneer Indotraco Herba
3
Temulawak (Curcuma aeruginosa Roxb.) Adas (Foeniculum vulgare Mill.)
3000 ton
Semua pabrik
2000 ton
Semua pabrik
4
Sidomuncul
7-8 ton/bln
Temu Kencono Indotraco Herba Agronusa Sido Muncul
200 ton
Sido Muncul Air Mancur Indo Farma Sido Muncul Sido Muncul
5-8 ton/thn ton/th n 200-300 ton/thn 40 ton/thn 6 ton kering/bln; 5 ton basah/hr 5-7 ton/bln 2-3 ton/bln 8-12 ton/bln 2-3 ton/bln 15 ton/bln
100 ton 100 ton 100 ton
Sido Muncul Sido Muncul Sido Muncul
2 – 3 ton/bln 2 – 3 ton/bln 2 – 3 ton/bln
Sido Muncul Dayang Sumbi Sido Muncul Sido Muncul Indo Farma Semua pabrik
2 – 3 ton/bln 1 – 5 ton/thn 3 – 4 ton /bln 2 – 3 ton/bln 1 ton/bln
1-2 ton/bln 1 – 2 ton/bln 2 – 3 ton/bln 2 – 3 ton/bln 200 kg/bln 5-10 ton/thn 200 kg/bln
15 ton 10 ton 10 ton
Sido Muncul Indo Farma Sido Muncul Sido Muncul Jamu Jenggot Dayang Sumbi Sidomuncul Semua pabrik Semua pabrik Semua pabrik
3-4 ton
Semua pabrik
5
Kencur (Kaempferia galangal L.)
2000 ton kering
6
Kunyit (Curcuma domestica Val.) Bengle (Zingiber purpureum Roxb.) Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia L.) Lempuyang Zingiberis zerumbeti R) ( Zingiberis Daun Sembung Daun Sendok Pegagan (Centella asiatica) Daun Tempuyung (Sonchus arvensis) Daun Cengkih Greges Otot Daun Katuk Kunci Pepet (Boesenbergia pandurata R.) Daun Ungu (Graptophyllumpictum (L) Griff .) .) Bunga Sidowayah Tapak Liman Kumis Kucing (Orthosipphonaristatus)
3000 ton kering 1500 ton basah 300 ton
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
22 23 24 25
Kayu Angin Waron Daun Kemuning (Murraya paniculata Jack.) Kayu secang
300 ton
70 ton 50 50 50 30
ton ton ton ton
30 ton 30 ton 25 ton 20 ton
sumber : dari berbagai sumber, 2002.
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
55
Namun demikian, kenyataan kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa agribisnis biofarmaka tidak berkembang dengan baik dan merata di seluruh Indonesia, karena petani dan pelaku usaha kurang memahami kebutuhan pasar domestik dan ekspor yang menginginkan produk siap pakai yang telah diolah. Kurangnya pemahaman tersebut karena menjual biofarmaka memang tak semudah menjual tanaman hortikultura lainnya, seperti sayursayuran atau buah-buahan. Di samping itu, keengganan petani untuk mengusahakan biofarmaka karena demand-nya relatif belum semassal komoditas sayur-sayuran ataupun buah-buahan dan diantara ratusan ratusan jenis yang diperlukan industri obat tradisional hanya sedikit tanaman yang biasa dibudidayakan petani, seperti kencur di Nogosari dan jahe emprit di Ampel dan dan Boyolali. Sebagai dampak dari kondisi di atas adalah belum/ tidak terpenuhinya jumlah pasokan yang diminta oleh industri obat tradisional akan beberapa komoditas biofarmaka yang diperlukan, baik yang tumbuh liar maupun tanaman yang telah dibudidayakan. Bahkan sangat ironis sekali dengan adanya pernyataan dari APETOI bahwa stok biofarmaka Indonesia hanya cukup memenuhi permintaan untuk enam bulan saja. Hal ini menunjukkan bahwa eksistensi simplisia biofarmaka benar-benar sangat terbatas. terbatas. Sebagai contoh, komoditas pegagan ( Centella asiatica ), herba liar yang tumbuh di pekarangan, kebun atau dibawah tegakan hutan, yang dibutuhkan pabrik lokal 25 ton per tahun hanya sanggup dipasok sebesar empat ton per tahun. Tidak hanya tanaman liar yang masih diburu dari alam bebas, beberapa biofarmaka yang telah dibudidayakan pun banyak yang belum mampu memenuhi permintaan pasar domestik. Jahe merah dan jahe emprit, biofarmaka yang selama ini telah dibudidayakan, yang dibutuhkan industri obat tradisional sebanyak 250 ton per tidak dapat terpenuhi dari pasar domestik sehingga perlu dipasok dari pasar luar negeri yaitu melalui impor dari negara Cina. Komoditas adas yang kebutuhan nasionalnya mencapai 2000 ton per tahun, juga masih dipenuhi dipenuhi dari impor. impor. Kencur (Kaempferia galanga L.), yang termasuk salah satu komoditas budidaya yang belum mampu memenuhi permintaan permintaan industri obat tradisional, dengan tingkat kebutuhan nasional 125-150 ton per minggu baru dapat terpenuhi sekitar 80-100 ton. Demikian pula halnya dengan daun makuto dewa, dari kebutuhan pabrik sebesar satu ton per bulan baru terpenuhi tidak lebih dari 15-20 kg/ bulan. Di Jawa Tengah, dengan lebih dari 100 industri obat tradisional besar, menengah dan kecil (rumahan), mengalami masalah yaitu tidak dapat terpenuhinya kapasitas produksi pabrik karena kekurangan bahan baku biofarmaka. Sebagai contoh, PT Indotraco Jaya Utama yang membutuhkan 180 ton kapulaga ( Ammomum cardamomum Auct.) gelondong per tahun belum dapat terpenuhi dari pasokan dalam negeri. Padahal, jika melihat potensi di wilayah Priangan Timur, lahan biofarmaka ini cukup luas. Misalnya, di wilayah Kabupaten Ciamis yang memiliki tiga lokasi potensial untuk budidaya biofarmaka, yakni Gunung Sawal, Pangandaran, dan Panjalu. Di Kabupaten Tasikmalaya, terdapat sekitar 62.757 hektare perkebunan rakyat yang bisa digunakan untuk menanam biofarmaka. Juga di Kabupaten Garut, yang memiliki ketinggian mulai 0 hingga 1500 derajat, sangat potensial untuk budidaya biofarmaka. Di Kabupaten Sumedang sendiri, tanaman herbal telah ditanam diatas areal seluas 2054.2 hektar dengan produksi 9.107 ton dengan jumlah petani yang terlibat 9.218 9 .218 orang. PT Sidomuncul, produsen jamu terbesar di Indonesia, membutuhkan pasokan sekitar 650 ton bahan baku biofarmaka (kapulaga, temulawak, temu ireng, kunyit, lengkuas dan lempuyang) setiap bulan. Jumlah ini masih dibawah kapasitas produksi yang mencapai 800 ton per bulan. Selain itu, PT Sidomuncul membutuhkan kunyit ( Curcuma domestica Val.) tidak kurang dari lima ton rimpang basah per hari, itupun belum
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
56
terpenuhi. Komoditas lengkuas ( Languas galanga (L) Stuntz.) dan lempuyang ( Zingiberis zerumbeti R) yang masing-masing diperlukan sebanyak 15 ton kering setiap bulan namun baru sekitar 30 – 40 ton per tahun yang dipasok oleh ole h para petani mitra. Kebutuhan pabrik akan komoditas kencur ( Kaempferia galanga L.) sebanyak 7-8 ton per hari atau 100 ton per tahun baru terpenuhi dari kontribusi petani sebanyak 20 ton (lihat tabel 3 diatas). PT Jamu Nyonya Meneer yang memproduksi 200 ton jamu bubuk dan empat ton kapsul per bulan, juga mengalami kesulitan dalam memperoleh pasokan. Komoditas kapulaga ( Ammomum cardamomum Auct.) misalnya, misalnya, dari kebutuhan kebutuhan 10-15 ton per bulan bulan baru sekitar lima ton yang dapat dipasok secara rutin oleh para petani pemasok. PT Indofarma, yang merupakan badan usaha milik negara di bawah Departemen Kesehatan, juga mengalami kesulitan pasokan bahan baku daun jati belanda ( Guazuma ulmifolia Lamk.) yang membutuhkan minimal 8-12 ton per bulan hanya dapat dipasok oleh petani sebanyak empat ton per tahun. Sebagai dampaknya, industri obat tradisional PT Indofarma tersebut hanya mampu memproduksi Prolipid (pil antikolesterol) sebanyak 20.000 botol per bulan atau 1,2 juta butir per bulan dari kapasitas produksi pabrik yang mencapai 50.000 botol per bulan atau target produksi 25.000-30.000 botol per bulan sesuai dengan permintaan pasar pada Tahun 2001. Demikian pula halnya dengan komoditas daun katuk, yang menjadi bahan baku produk Proasi, yang membutuhkan satu ton per bulan juga tidak dapat terpenuhi. Fenomena tersebut diatas menunjukkan bahwa pasar domestik bahan baku dan simplisia biofarmaka masih terbuka sangat lebar. Namun demikian, kita juga tidak dapat menutup mata dengan permasalahan yang dihadapi para petani pemasok, yaitu rendahnya kualitas bahan baku dan simplisia yang dihasilkannya, sementara industri obat tradisional menuntut kualitas yang tinggi agar bahan baku dan simplisia biofarmaka dapat diproses lebih lanjut menjadi obat atau kosmetika. Perkembangan industri herbal medicine dan health food di Indonesia dewasa ini meningkat dengan pesat. Pemanfaatan sumberdaya alam hayati, khususnya dari jenis biofarmaka, akan terus berlanjut, sehubungan dengan kuatnya keterkaitan bangsa Indonesia terhadap tradisi kebudayaan memakai obat tradisional. Kecenderungan ini telah meluas ke seluruh dunia dan dikenal sebagai gelombang hijau baru new green wave atau trend gaya hidup kembali ke alam back to nature . Indonesia termasuk salah satu pusat raksasa ( mega center ) keanekaragaman hayati. Meskipun mempunyai keanekaragaman hayati yang melimpah namun sebagian besar belum diketahui manfaatnya. manfaatnya. Baru sekitar 600 jenis tumbuhan, 1000 jenis hewan dan 100 jenis jasad renik yang telah diketahui potensinya potensinya dan dimanfaatkan dimanfaatkan oleh masyarakat. masyarakat. Indonesia, dengan kekayaan alamnya yang melimpah dan belum termanfaatkan secara optimal, mempunyai potensi yang tinggi untuk digunakan sebagai lahan pengembangan industri herbal medicine dan health food yang berorientasi ekspor. Kondisi lahan yang variatif tersedia mulai lahan dengan kondisi pantai hingga lahan pegunungan dengan sebagian besar lahan yang ada belum termanfaatkan dengan baik. Komoditas-komoditas seperti tanaman atsiri, tanaman rempah-rempah dan biofarmaka-obatan secara tradisional adalah komoditas andalan ekspor Indonesia. Berbeda dengan komoditas yang mempunyai pasar lokal, komoditas ini sangat tangguh terhadap gangguan krisis moneter karena basis harga pemasarannya dalam dollar Amerika. Dalam kondisi saat ini harga jual yang tinggi (dalam rupiah) ini menjadikan produk berbasis sumberdaya alam ini sebagai penghasil devisa yang tangguh. Pasar herbal dunia pada Tahun 2000 adalah sekitar USD 20 milyar dengan pasar terbesar adalah di Asia (39%), diikuti dengan Eropa (34%), Amerika Utara (22%) dan belahan dunia lainnya sebesar lima persen. Sedangkan nilai pasar untuk beberapa
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
57
komoditas agromedisin dalam bentuk ekstrak herbal tunggal, menurut IRI untuk Tahun 1999 (dalam juta USD) adalah Gingko 90.197; Ginseng 86,048; Garlic 71.474; Echinaceae 49,189; St. John’s Wort 47 .774 dan Saw Palmetto 18.381. Dari total nilai pasar food supplement di Eropa pada Tahun 1999 yaitu sebesar USD 13.5 milyar, sebesar 55 % diantaranya adalah produk herbal (sekitar USD 7.43 milyar). Dalam mana Jerman mendapat mendapat pangsa sekitar 48% (+ USD 3.57 milyar), milyar), Perancis 24% (USD 2 milyar), Italia 9% (USD 0.73 milyar), Inggris enam persen ( USD 0.52 milyar) dan sisanya negara Eropa lainnya. Hal yang menarik adalah nilai penjualan obat-obatan di Jerman diperoleh melalui resep dokter yang biayanya ditanggung oleh sistem asuransi kesehatan, yaitu sebanyak 54,3% (DAZ-138 Jg Nr.19, 1998) dan sisanya diperoleh melalui cara pengobatan sendiri. Di Amerika Serikat, total pasar food supplement pada Tahun 2000 mencapai US$ 16.7 milyar, sebesar 25% diantaranya (USD 4.2 milyar) adalah produk herbal. Untuk kawasan Asia, dalam hal ini Cina (dengan kurang lebih 1200 industri dan 600 di antaranya memiliki kebun terintegrasi dengan pabrik), dari sumber yang layak dipercayai dapat meraup omset USD 5 milyar (domestik) dan USD satu milyar (ekspor). Dari pangsa pasar sebesar itu, sebanyak 180 jenis Traditional Chinese Medicine (TCM) diakui oleh Pemerintah dan dimasukkan dalam Daftar Obat Program Pemerintah bersama-sama dengan obat modern. Nilai yang besar dapat teramati teramati untuk penjualan TCM ke Hongkong, Benin, Jepang, Arab Saudi, dan Australia. Sementara dari daftar yang lain dapat diketahui bahwa nilai ekspor TCM, bahan baku maupun ekstrak dari Cina jauh lebih tinggi dari nilai impornya. Lebih jauh tentang Cina, berdasar data terakhir Tahun 2000, ada 11.146 jenis biofarmaka yang dimanfaatkan pada industri TCM dengan memanfaatkan area seluas 760.000 hektar dengan total output 8.500.000 metrik ton dan secara rutin membudidayakan membudidayakan sekitar 200 jenis biofarmaka utama sepanjang tahun. Saat ini produk industri herbal medicine dan health food Indonesia dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu kelompok jamu, kelompok ekstrak dan kelompok fitofarmaka. Secara umum upaya pengembangan obat tradisional mengarah kepada pengembangan kelompok fitofarmaka. Jika sasaran ini tercapai, maka peluang pemanfaatannya akan semakin besar; dengan tidak hanya digunakan sebagai produk swamedikasi tetapi juga dapat dimanfaatkan dalam sistem pelayanan kesehatan formal. Omset penjualan herbal medicine di Indonesia sangat kecil dibandingkan dengan di Cina, Jerman maupun USA. Berdasarkan hasil pemantauan diperkirakan di seluruh dunia terdapat 250.000 tumbuhan tinggi dan diperkirakan paling sedikit 20% berupa tumbuhan obat yang digunakan dalam obat tradisional. Indonesia telah dikenal sebagai salah satu dari ketujuh negara yang mempunyai keanekaragaman hayati yang menakjubkan dan tercatat sebagai negara dengan kekayaan hayati nomor dua di dunia. Bagi manusia, sudah jelas manfaatnya yaitu sebagai obat, kosmetik, pengharum, penyegar, pewarna, senyawa model dan sebagainya. Pemanfaatan oleh manusia ini didasarkan pada keanekaragaman struktur dan aktivitas metabolit sekunder tersebut. Keanekaragaman metabolit sekunder ini memberikan harapan untuk dikembangkan lebioh lanjut menjadi obat dari berbagai macam penyakit seperti anti bakteri, anti jamur, antimalaria, anti kanker dan anti HIV. Di Indonesia diketahui tidak kurang dari 7.000 spesies tanaman dan tumbuhan yang memiliki khasiat obat aromatik. Hutan Indonesia memiliki spesies biofarmaka tidak kurang dari 9.606 spesies. Dari jumlah itu, baru 3-4% yang sudah dibudidayakan dan dimanfaatkan secara komersial atau tercatat 350 biofarmaka telah diidentifikasi mempunyai khasiah obat.
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
58
Pemanfaatan bahan baku obat tradisional oleh masyarakat mencapai mencapa i kurang lebih 1.000 jenis, dimana 74% diantaranya merupakan tumbuhan liar yang hidup di hutan. Tingkat pemanfaaatan tumbuhan obat yang ada dapat dinyatakan masih jauh dari potensi yang ada di alam. Oleh karena itu dengan meningkatnya meningkatnya kebutuhan bahan baku simplisia, dan meluasnya permintaan pasar domestik maupun ekspor, akan meningkatkan pemanfaatan pemanfaatan tumbuhan obat liar di hutan-hutan yang mungkin selama ini hanya dianggap sebagai semak belukar atau diambil hasilnya sebagai kayu bakar atau kayu bangunan. Dan kenyataan ini akan memaksa akan perlunya suatu kesadaran terhadap pemanfaatan sumber daya alam hayati secara lebih hati-hati dan lebih optimal dan lebih didasarkan pada kesadaran kesadaran bahwa alam merupakan stok stok bahan baku obat-obatan yang potensial. Peningkatan demand biofarmaka lokal berjalan seiring dengan semakin banyaknya jumlah industri jamu, farmasi dan kosmetika. kosmetika. Perkembangan Perkembangan jumlah industri obat tradisional dan keanekaragaman produknya, dengan ciri khas ekologi dan topografi masing-masing wilayah wilayah di Indonesia, terus meningkat sepanjang tahun. Demam obat-obat alami dan ramuan tradisional ( back to nature ) tidak hanya melanda konsumen di negara Indonesia namun juga sudah menjangkiti Eropa dan Amerika sejak beberapa tahun yang lalu. Seiring dengan meningkatnya meningkatnya minat masyarakat, masyarakat, di pasar bermunculan pula beraneka jenis obat-obatan obat-obatan dari tumbuhan alami. Tak hanya dalam bentuk jamu tradisonal, obat alami itu telah diolah dan dikemas secara modern. Berbagai aneka obat dari ekstrak tumbuhan alias fitofarmaka yang gencar beriklan dan sekarang mulai jadi primadona. Contohnya Prolipid, Prouric, Prorelax, Prodiab, Ginko Biloba dan lain sebagainya. Prolipid, obat penurun kolesterol yang dibuat dari ekstrak daun jati Belanda dan tempuyung, yang diproduksi pabrik obat di Indonesia memiliki pangsa pasar cukup tinggi. Sejak diluncurkan empat tahun silam, penjualan obat Prolipid meningkat 100% setiap tahunnya. Secara nasional permintaan obat tradisional yang lainnya juga cukup besar dan terus meningkat. Tahun 2002 ini diperkirakan omzet obat alami secara nasional nilainya minimal satu triliun rupiah, dan tahun depan (Tahun 2003) diperkirakan meningkat meningkat menjadi Rp. 1,4 triliun. Industri obat tradisional Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun 1992 jumlah Industri Obat Tradisional Tradisional Indonesia berjumlah 449 buah yang terdiri dari 429 buah Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) dan 20 buah Industri Obat Tradisional (IOT). Pada Tahun 1999 jumlah Industri Obat Tradisional Tradisional Indonesia telah meningkat menjadi 810 yang terdiri atas 833 buah IKOT dan 87 buah IOT (diperkirakan pada Tahun 2002 ini sudah mencapai sekitar 1000 industri). Industri sebanyak ini mampu menghasilkan perputaran dana sekitar Rp. 1.5 trilyun per tahun. Peningkatan jumlah industri obat tradisional tersebut signifikan dengan dengan peningkatan total nilai jual produk obat asli Indonesia di dalam negeri, yang mana 95,5 milyar rupiah pada Tahun 1991 meningkat hingga mencapai nilai 600 milyar rupiah pada Tahun 1999. Disamping meningkatnya jumlah IKOT dan IOT, potensi pasar dalam negeri di Indonesia masih terbuka lebar leb ar dengan adanya kebiasaan masyarakat masyarakat Indonesia meminum jamu. Survey perilaku konsumen dalam negeri menunjukkan 61,3% responden mempunyai kebiasaan meminum jamu tradisional. Hal ini menunjukkan bahwa budaya minum jamu yang merupakan tradisi leluhur sebagian bangsa Indonesia sudah memasyarakat. Ini adalah potensi besar untuk mengembangkan pasar domestik dari produk biofarmaka. Prospek pemasaran biofarmaka di Indonesia masih cerah. Hal ini didukung selain jamu tetap digemari oleh masyarakat Indonesia secara luas karena merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari budaya masyarakat, harga jamu juga lebih murah dibandingkan obat farmasi serta sugesti masyarakat terhadap khasiat jamu adalah salah satu faktor pendukung pengembangan industri jamu.
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
59
Potensi biofarmaka Indonesia juga masih besar untuk digali. Sebagai negara yang kaya akan jumlah jenis biofarmaka dan yang merupakan negara kedua terbesar setelah Brazil, Indonesia memiliki 40.000 spesies tanaman dan 940 diantaranya berkhasiat obat. Namun demikian, dari 646 biofarmaka yang diteliti baru sekitar 465 jenis yang dimanfaatkan oleh Industri Tradisional, sehingga prospek biofarmaka untuk lebih dieksplorasi dan dikembangkan seiring kemajuan ilmu dan teknologi terbuka lebar. Peningkatan ekspor simplisia biofarmaka ke berbagai negara tujuan cukup meningkat sejalan dengan meningkatnya industri-industri farmasi di dunia. Sebagai gambaran, total nilai dagang biofarmaka dunia mencapai US$ 45 miliar pada Tahun Tahun 2001, dan diperkirakan akan terus meningkat menjadi US$ 5 triliun pada Tahun Tahun 2005. Dari total nilai perdagangan perdagangan produk biofarmaka dunia tersebut, omzet penjualan biofarmaka Indonesia baru mencapai US$ 100 juta per tahun. Hal ini berarti, kontribusi ekspor biofarmaka Indonesia baru sekitar 0,22 % saja. Walaupun kontribusi kontribusi pada nilai perdagangan perdagangan dunia kecil, kecil, namun secara riil ekspor simplisia biofarmaka Indonesia pada Tahun 1979 sebesar US$ 700.687 dan pada Tahun 1987 meningkat sebesar US$ 3.733.000. Kecenderungan masyarakat dunia yang memprioritaskan produk yang ekologis daripada kimiawi, menyebabkan demand akan obat bahan alami juga akan meningkat terus. Nilai obat modern yang berasal dari ekstrak tumbuhan tropis di dunia pada Tahun 1985 mencapai US$ 43 milyar, 25 % obat modern tersebut bahan bakunya bakunya berasal dari tumbuhan. Sedangkan nilai jual obat tradisional tradisional pada pa da Tahun 1992 di dunia mencapai US$ 8 milyar. Ekspor bahan baku dan simplisia biofarmaka Indonesia mengalami peningkatan yang cukup menggembirakan. Tahun 1979 nilai jual biofarmaka Indonesia adalah US$ 700.687 dan pada Tahun 1987 meningkat menjadi US$ 3.733.000. Dengan demikian terjadi peningkatan sebesar 432,76%, lihat Tabel 2 dibawah. Tabel 2.
Perkembangan Perkembangan Nilai Ekspor Biofarmaka 1998-Oktober 2002 Tahun
Nilai Ekspor (Juta US$)
Pertumbuhan (%)
1998 1999 2000 2001 Oktober 2002
4.8 5.5 7.4 5.3 3.6
15,39 33,64 -23,24 -23,17
Sumber : Departemen Perindustrian Dan Perdagangan, 2003.
Peningkatan rata-rata per tahun sejak Tahun 1979 hingga Tahun 1984 adalah sebesar 29.47 % per tahunnya. Jika seandainya tidak ada faktor-faktor lain ceteris paribus yang mempengaruhi sampai Tahun 1984, maka ekspor biofarmaka Indonesia Tahun 2000 dapat mencapai US$ 26.055.063 dan pada Tahun Tahun 2001 dapat mengekspor 839.590.000 839 .590.000 Kg dengan nilai US$ 890.240.000. Perusahaan yang terlibat langsung dalam ekspor simplisia biofarmaka antara lain PT Djasula Wangi senilai US$ 4 494,75 dan PT Teluk Intan Sejahtera senilai US$ 13 475, dengan negara tujuan ekspor adalah Istambul. Sedangkan negara tujuan ekspor tumbuhan obat Indonesia Tahun Tahun 1987 sampai Tahun Tahun 1991 disajikan. Beberapa negara pengimpor terbesar biofarmaka asal Indonesia pada kurun tahun 1987 hingga Tahun 1991 adalah Singapore, Taiwan, Hongkong dan Jepang. Secara umum, trend nilai penjualan biofarmaka yang diekspor ke berbagai negeri berfluktuatif, berfluktuatif, menurun dalam kurun waktu 1987-1990 kemudian naik pada Tahun 1991. Selanjutnya, peningkatan ekspor simplisia biofarmaka ke pasar internasional dapat ditunjukkan dari neraca
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
60
perdagangan internasional biofarmaka Indonesia adalah positif pada lima tahun terakhir (Tahun 1996-2001). Pada kurun waktu tersebut, nilai surplus ekspor tertinggi terjadi pada Tahun 1997 dengan nilai sebesar US$ 400 476 000. Tabel 3.
Negara Tujuan Ekspor Biofarmaka Indonesia Tahun 1987-1991
No
Negara Tujuan
Nilai Ekspor/Tahun Ekspor/Tahun (dalam ribuan US$) 1988 1988 1989 1990 476 391 205 427
1991 390
1.
Jepang
2.
Hongkong
756
277
196
316
700
3. 4.
Republic of Korea Taiwan
902
550
5 8
77
4 11
5. 6.
Thailand Singapore
1.449
1.369
2 771
410
385
7.
Philipina
-
98
35
83
9
8. 9. 10.
Malaysia Uni Arab Emirat Netherland
10 9 2
1 -
-
23 -
47 -
11.
Perancis
32
105
56
87
-
12.
Jerman
135
-
107
288
117
13.
India
-
-
-
-
409
14.
Belgia & Luxemburg
-
-
-
-
12
15.
Spanyol
3 3.774
2.791
1.385
1.711
2.084
Total
Total Sumber : Biro Pusat Statistik (1991) Dalam Sjahroel (1993). (1993).
Berbagai jenis biofarmaka Indonesia banyak diminta oleh pasar dunia internasional. Sebagai gambaran, sebanyak dari 45 macam obat penting di Amerika berasal dari tumbuhan obat dan aromatik tropika, 14 spesies diantaranya berasal dari biofarmaka asli Indonesia. Hasil penelitian yang dilakukan oleh International Trade Centre (ITC) UNCTAD/ GATT GATT di enam negara terbesar pasaran pasaran biofarmaka-obatan biofarmaka-obatan dan olahan-olahan, mencatat mencatat beberapa jenis tanaman yang memiliki tingkat demand tinggi di negara-negara negara-negara industri farmasi, seperti tersaji pada tabel 4. Tabel 4.
Jenis Biofarmaka yang Dominan Dipasok Negara Industri Farmasi
Tapak Dara
Catharanthus Roseus
Bagian Yang Digunakan Daun
Kina
Datura Metel
Kulit Batang
Kecubung
Caphaelis
Daun
Wortel Liquorice Jahe Pulai Pandak Valerian
Ipecacuantha Glyzirizha Glabra Zingiber Officinale Rauwolfia Vomitoria Valerian Officinalis
Umbi Akar Rimpang Akar Akar
Komoditas
Nama Ilmiah
Negara Tujuan Ekspor Amerika Serikat Jepang Federal Republik Ghana Perancis Switzerland United Kingdom
sumber : dari berbagai sumber, 2002.
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
61
Beberapa negara industri farmasi dan negara tujuan ekspor komoditas biofarmaka Indonesia yang memiliki potensi pasar yang baik dan berprospek adalah USA, Perancis, Jepang, FRG, Switzerland dan Inggris. Disamping itu, jenis-jenis biofarmaka yang diminta oleh negara-negara industri farmasi. Jika dilihat dari besarnya peluang pasar di luar negeri maka dalam kaitannya dengan peningkatan jenis bahan obat alam yang diekspor ini perlu dilakukan pengecekan tentang jenis-jenis simplisia yang dibutuhkan oleh pasaran internasional dan dapat diusahakan di Indonesia mengingat Indonesia memiliki sumberdaya alam yang sangat besar. Beberapa simplisia biofarmaka tertentu yang saat ini dibutuhkan oleh pasar internasional dan dapat diusahakan di Indonesia serta negara yang berpotensi untuk menerima menerima pasokan dari dari Indonesia, yaitu yaitu : (1)
(2)
Komoditi yang dibutuhkan negara Jepang, adalah: Zizyphi Fructus , Cinanomi Cortex , Amomi Semen, Cinchonae Cortex , Caryophylli Flos, Cardamomi Fructus, Bupleuri Radix , Rhei Rhizoma, Coix lacrymajobi , dan Rauwolfiae Radix . Komoditi yang dibutuhkan negara Republik Federasi Jerman, adalah: Kulit kina, alkaloid kina ( Cinchonae Cortex ), ), ketumbar ( Coriandri Fructus), lidah buaya ( Alloe vera), adas ( Anisi Fructus), biji pinang ( Arecae Semen), daun kayu putih ( Eucalypti ), kulit kayu manis ( Cinnamomi Cortex ), Folium), akar pulai pandak ( Rauwolfiae Radix ), Cinnamomi Cortex ), meniran (Phyllanti Herba), kapulaga ( Amomi Fructus), dan Sambiloto ( Andrographidis Andrographidis Herba).
Demikian pula halnya dengan biofarmaka yang lain. Jika dilihat dari prospeknya, maka pemasaran di luar negeri bukanlah masalah, karena pasar biofarmaka ini masih belum optimal dan terbuka lebar, sementara pasokannya jauh lebih kecil. Tanaman kapulaga ( Ammomum Ammomum cardamomum Auct.) misalnya, dari demand negara Cina yang berjumlah 400 ton per bulan, negara Indonesia baru bisa men- supply 40 ton atau hanya sekitar 10% -nya. Komoditas kapulaga ini selain diminta negara Cina, juga diminta oleh negara Singapura, Korea dan Hongkong. Dari demand negara Singapura akan kapulaga gelondong sebesar 180 ton per tahun, Indonesia baru dapat memenuhi sebesar 80 ton kapulaga gelondong per tahun. Sementara demand Singapura untuk kapulaga kupasan 72 ton per tahun tidak dapat terpenuhi karena keterbatasan keterbatasan bahan dan teknologi yang dimiliki oleh para petani dalam negeri. Permintaan kapulaga kupasan oleh negara Korea sebesar 6 ton/ tahun dan negara Hongkong sebesar 5 ton per/ tahun, juga tidak terpenuhi.
[email protected] , http://facebook.com/tatang.hernawan1
62