14 " Page
DESENTRALISASI FISKAL di INDONESIA:
PENCAPAIAN dan PERMASALAHAN
Fiscal Desentralization in Indonesia : Achievement and it's problems
Isnu Rahadi Wiratama (7A Reguler/20)
STAN,Tangerang Selatan,
[email protected]
Abstrak- Era baru desentralisasi fiskal di Indonesia dimulai setelah reformasi 1998. Daerah diberikan kewenangan untuk mengelola keuangannya masing-masing. Harapannya adalah, penggunaan sumber daya yang terbatas akan efisien dan efektif serta mengurangangi ketidakseimbangan vertikal yang pada akhirnya mampu meningkatkan pelayanan publik. Hal ini karena Pemerintah Daerah dianggap sebagai pihak yang paling tahu akan kebutuhan masing-masing. Namun demikian dalam pelaksanaannya timbul berbagai permasalahan seperti masalah pengelolaan belanja daerah, korupsi, fenomena daerah kaya dan daerah miskin, dan lainnya. Permasalahan-permasalahan tersebut timbul salah satunya karena sumber daya yang dimiliki tiap daerah berbeda.
Kata Kunci : Desentralisasi Fiskal, IPM, PDB, Pertumbuhan Ekonomi
Abstract- The new era of fiscal decentralization in Indonesia began after the reform of 1998. The local goverment is given the authority to manage its finances respectively . The hope is, the use of limited resources efficiently and effectively and reduce vertical imbalance which in turn can improve public services. However, in practice arises various problems such as the problem of managing expenditure, corruption, the phenomenon of rich areas and poor areas, and more. The problems arise because of the availability resources of each area is different.
Keyword :Fiscal Desentralization, HDI, PDB, Economic Growth
PENDAHULUAN
Babak baru era desentralisasi di Indonesia dimulai setelah reformasi tahun 1998 dengan ditandai dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Menurut Yustika (2008), sebagaimana dikutip Sampurna (2011), mengemukakan bahwa tuntutan adanya sebuah model desentralisasi muncul karena dua alasan utama. Pertama, secara substantif wilayah Indonesia yang begitu luas dengan jumlah penduduk yang besar, beragam, dan aspirasi politik yang berlainan menyebabkan sangat sulit untuk dikelola dengan model sentralistik. Alasan kedua berhubungan dengan perubahan politik yang sangat cepat pada awal reformasi menyebabkan apa saja yang dianggap sebagai warisan Orde Baru, termasuk di dalamnya kekuasaan yang sentralistik, harus dirubah dan digantikan dengan model baru.
Kemudian penelitian Tim Peneliti Fisipol UGM yang dikutip Sampurna (2011) menemukan alasan mengapa Desentralisasi menjadi penting untuk diterapkan di Indonesia. Beberapa alasan tersebut adalah :
Semakin langkanya sumber daya yang dimiliki oleh pemerintah pusat untuk menyelenggarakan pelayanan publik dan pembangunan;
Mengurangi ketergantungan pada pemerintah pusat dalam pelaksanaan pembangunan;
Banyak sumber pendapatan daerah yang besar dikelola oleh pemerintah tingkat provinsi bahkan pungutan pada level pemerintah propinsi lebih besar daripada subsidi yang diberikan kepada kabupaten dan kota.
Bentuk desentralisasi yang dilakukan salah satunya adalah desentralisasi fiskal yang ditandai dengan dialokasikannya Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) dari hasil sumber daya alam yang berada di daerah yang bersangkutan, dan diberikannya kewenangan memungut pajak daerah kepada pemerintah daerah agar dapat melaksanakan fungsi-fungsi yang didesentralisasikan.
Kemudian pada tahun 2001, dikeluarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua. Dalam perspektif transfer keuangan dari pusat, Implikasi dari diberlakukannya Undang-Undang tersebut adalah adanya tambahan transfer dari pemerintah pusat bagi daerah tersebut berupa Dana Otonomi Khusus.
Selanjutnya pada tahun 2004 Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 mengalami amandemen melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 mengalami amandemen dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 33 tahun 2004 yang membawa implikasi bahwa basis bagi hasil pajak dari sumber daya alam yang dimiliki daerah akan semakin besar sehingga memperbesar total dana yang menjadi sumber DAU.
Total belanja pemerintah propinsi, kota, dan kabupaten di seluruh Indonesia yang tertuang dalam APBD pada tahun 2014 mencapai 855 Trilyun, dengan total pendapatan sebesar 796 Trilyun, dimana 60% dari pendapatan atau sebesar 481 Trilyun berasal dari dana perimbangan pemerintah pusat. Dari jumlah tersebut, 403 Trilyun merupakan dana perimbangan yang diterima pemerintah kabupaten/kota dan berkontribusi sebesar 73% bagi penerimaan pemerintah kabupaten/kota. Artinya, dana perimbangan yang diterima pemerintah kota/kabupaten merupakan sumber pendapatan utama bagi kota/kabupaten di Indonesia. Namun demikian, walaupun dana perimbangan yang diberikan sudah cukup besar, hasil evaluasi efektifitas pelaksanaan otonomi daerah yang dilakukan oleh Bappenas pada tahun 2011, sebagaimana dikutip oleh oswar (2011), menunjukkan bahwa pelaksanaan otonomi daerah belum mencapai tujuan yang hakiki dari otonomi daerah yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Bahkan pada awal tahun 2015 gubernur Kalimantan Timur menuntut diberikan otonomi khusus agar permasalahan-permasalahan yang terjadi didaerahnya dapat terselesaikan.
Oleh sebab itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai pencapaian dan permasalahan yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan Desentralisasi Fiskal.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Desentralisasi Fiskal
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, desentralisasi diartikan sebagai penyerahan kewenangan pemerintah oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desentralisasi merupakan sebuah alat untuk mencapai salah satu tujuan bernegara, khususnya dalam rangka memberikan pelayanan umum yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan publik yang lebih demokratis.
Salah satu bentuk dari desentralisasi adalah Desentralisasi Fiskal yang merupakan komponen utama dari desentralisasi. Desentralisasi Fiskal adalah pemberian kewenangan dari pusat kepada daerah untuk mengatur sendiri keuangannya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan agar pemerintah daerah dapat menjalankan fungsinya dengan efisien dan efektif.
Apabila Pemerintah Daerah melaksanakan fungsinya secara efektif dan mendapat kebebasan dalam pengambilan keputusan pengeluaran di sektor publik, maka mereka harus mendapat dukungan sumber-sumber keuangan yang memadai baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Pinjaman, maupun Subsidi/Bantuan dari Pemerintah Pusat.
Instrumen Pendapatan Daerah
Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi yang didelegasikan ke Daerah, maka daerah memerlukan sumber penerimaan yang terdiri dari beberapa instrumen pendapatan daerah. Secara garis besar adalah
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pengeritan pendapatan asli daerah menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 yaitu sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Transfer pemerintah pusat
Dana Perimbangan : DBH, DAU, DAK
Dana Otonomi Khusus, dana penyesuaian
Hibah
Skema Dana Desentralisasi
Sumber : DJPK
Maksud dan Tujuan Desentralisasi Fiskal
Menurut Mardiasmo (2009), sebagaimana dikutip Zulyanto (2010), mengungkapkan bahwa pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia sebagai salah satu instrument kebijakan pemerintah mempunyai prinsip dan tujuan antara lain :
Mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (vertical fiscal imbalance) dan antar daerah (horizontal fiscal imbalance).
Meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antar daerah.
Meningkatkan efisiensi peningkatkan sumber daya nasional.
Tata kelola, transparan, dan akuntabel dalam pelaksanaan kegiatan pengalokasian transfer ke daerah yang tepat sasaran.
Mendukung kesinambungan fiskal dalam kebijakan ekonomi makro
Kemudian Hirawan (2007), sebagaimana dikutip Zulyanto, menyatakan bahwa otonomi daerah sebagai landasan dari pelaksanaan desentralisasi adalah untuk memenuhi tujuan demokratisasi dan demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Pelayanan publik yang paling efisien seharusnya dapat diselenggarakan oleh wilayah yang memiliki kontrol geografis yang paling minimum karena :
Pemerintah lokal sangat menghayati kebutuhan masyarakatnya;
Keputusan pemerintah lokal sangat responsif terhadap kebutuhan masyarakat, sehingga mendorong pemerintah lokal untuk melakukan efisiensi dalam penggunaan dana yang berasal dari masyarakat;
Persaingan antar daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya akan mendorong pemerintah lokal untuk meningkatkan inovasinya.
Bahl dan Linn (1992), sebagaimana dikutip Zulyanto (2010) menyatakan bahwa dengan diserahkannya beberapa kewenangan ke pemerintah daerah, diharapkan pelayanan masyarakat semakin efisien dan pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat lokal. Karena daerah lebih mengetahui karakteristik daerahnya masing-masing, maka pengeluaran infrastruktur dan sektor sosial akan efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu daerah.
Kemudian dalam makalahnya, Oswar Mungkasa menyebutkan bahwa melalui desentralisasi, kesejahteraan masyarakat di daerah akan lebih cepat terwujud karena pemerintah daerah akan lebih fleksibel bertindak dalam respons perubahan lingkungan dan kebutuhan masyarakat di daerah. Desentralisasi juga lebih melibatkan partisipasi aktif dalam pengambilan keputusan ketimbang menunggu keputusan dari pemerintah pusat sehingga kehidupan demokrasi lebih terwujud, lebih memberi ruang untuk berkreasi dan berinovasi, dan menghasilkan semangat kerja, komitmen dan produktivitas yang lebih tinggi.
Selanjutnya dalam Undang-Undang Otonomi khusus papua, salah satu pertimbangannya adalah dalam rangka integrasi bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang harus tetap dipertahankan dengan menghargai kesetaraan dan keragaman kehidupan sosial budaya masyarakat Papua, melalui penetapan daerah Otonomi Khusus.
Visi dan Misi Desentralisasi Fiskal
Berdasarkan Grand Design Desentralisasi Fiskal di Indonesia, Visi jangka panjang yang ingin di capai pada tahun 2030 adalah Menciptakan Alokasi Sumber Daya Nasional yang Efisien Melalui Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah Yang Transparan, Akuntabel, dan Berkeadilan. Untuk mencapai Visi tersebut, terdapat 4 misi berikut :
Mengembangkan hubungan keuangan pusat dan daerah yang meminimumkan ketimpangan vertikal dan horizontal
Mengembangkan sistem pajak daerah yang mendukung alokasi sumber daya nasional yang efisien
Mengembangkan keleluasaan belanja daerah yang bertanggung jawab untuk mencapai standar pelayanan minimum
Harmonisasi belanja pusat dan daerah untuk penyelenggaraan layanan publik yang optimal
Indeks Pembangunan Manusia
Menurut BPS, Pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki oleh manusia. Diantara banyak pilihan tersebut, pilihan yang terpenting adalah untuk berumur panjang dan sehat, untuk berilmu pengetahuan, dan untuk mempunyai akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan agar dapat hidup secara layak.
Menurut BPS, komponen Indeks Pembangunan Manusia adalah sebagai berikut :
Angka Harapan Hidup
Angka Melek Huruf
Rata-Rata Lama Sekolah
Pengeluaran Riil per Kapita yang disesuaikan
KesejahteranKesejahteran
Kesejahteran
Kesejahteran
IPMIPMDesentralisasi FiskalDesentralisasi FiskalPendidikanPendidikan
IPM
IPM
Desentralisasi Fiskal
Desentralisasi Fiskal
Pendidikan
Pendidikan
KesehatanKesehatan
Kesehatan
Kesehatan
Pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu.
Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi nasional merupakan rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah. Pertumbuhan ekonomi di daerah merupakan laju pertumbuhan PDRB di daerah tersebut.
PDRB DaerahPDRB DaerahPDB NasionalPDB NasionalDesentralisasi FiskalDesentralisasi Fiskal
PDRB Daerah
PDRB Daerah
PDB Nasional
PDB Nasional
Desentralisasi Fiskal
Desentralisasi Fiskal
METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Berpikir
Variabel yang akan diteliti terkait pencapaian desentralisasi fiskal adalah Indeks pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi (mewakili pencapaian pembangunan sosial dan ekonomi). Selanjutnya penulis akan mengkaitkan dengan besaran dana perimbangan yang dterima tiap daerah dengan pencapaian IPM dan pertumbuhan ekonomi.
IPM, Pertumbuhan EkonomiIPM, Pertumbuhan Ekonomi Desentralisasi Fiskal Desentralisasi Fiskal
IPM, Pertumbuhan Ekonomi
IPM, Pertumbuhan Ekonomi
Desentralisasi Fiskal
Desentralisasi Fiskal
Terdapat PermasalahanTerdapat Permasalahan
Terdapat Permasalahan
Terdapat Permasalahan
PenyebabPenyebabPenyebabPenyebabPenyebabPenyebabPenyebabPenyebab
Penyebab
Penyebab
Penyebab
Penyebab
Penyebab
Penyebab
Penyebab
Penyebab
Terdapat perbedaan antara tujuan dari desentralisasi fiskal dan kenyataan di lapangan yang disebabkan oleh beberapa faktor.
Metode pengumpulan data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data data sekunder. Data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain).. Pengumpulan data-data dalam rangka penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian kepustakaan (Library Research). Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan dengan cara mempelajari teori dan informasi yang erat kaitannya dengan objek penelitian.
Beberapa data sekunder yang dikumpulkan antara lain :
Data pertumbuhan ekonomi dari BPS
Data Indeks Pembangunan Manusia dari BPS
Data dana perimbangan dari Kementrian Dalam Negeri
Data-data dari Dirjen Perimbangan Keuangan
Data-data dari penelitian sebelumnya
Metode Analisis
Metode penelitian menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif yaitu dengan memberikan ulasan atau interpretasi terhadap data yang diperoleh sehingga menjadi lebih jelas dan bermakna dibandingkan dengan sekedar angka-angka (dedy dkk;2014). Penulis juga akan mennggunakan terknik Analisa sebab akibat dari prof.Ishikawa (Fishbone Analysis) untuk menganalisis permasalahan-permasalahan pelaksanaan desentralisasi.
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Indeks Pembangunan Manusia
Dari grafik Indeks pembangunan manusia (IPM), dapat diketahui bahwa sejak era desentralisasi diberlakukan di Indonesia, IPM terus mengalami kenaikan. Grafik IPM yang naik menunjukkan bahwa tingkat kelayakan hidup, tingkat pendidikan, dan tingkat harapan hidup juga semakin meningkat. Namun demikian, dari tabel peringkat (lampiran 1) IPM, terlihat bahwa beberapa daerah belum mampu memperbaiki peringkat IPM nya. Bahkan beberapa daerah seperti maluku, maluku utara, dan banten mengalami penurunan yang sangat turun signifikan. Selain itu, daerah papua yang menerima dana transfer (Dana perimbangan dan Otonomi khusus) yang besar relatif tidak mampu menaikkan IPM nya. Kemudian pada tahun 2013, 8 dari 10 peringkat IPM tertinggi berasal dari provinsi di luar Jawa yang meliputi, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Provinsi DIY memiliki IPM tinggi walaupun dana perimbangan yang diterima termasuk yang terkecil di Indonesia (lampiran II).
Grafik Indeks Pembangunan Manusia
Sumber : BPS
Dari sudut pandang IPM, pencapaian pelaksanaan desentralisasi di beberapa daerah dapat dikatakan berhasil, sedangkan di daerah lain masih belum berhasil. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan tersebut akan dibahas pada bagian selanjutnya.
Tabel Peringkat IPM Provinsi di Indonesia Tahun 2013
Sumber : BPS
Pertumbuhan Ekonomi
Tabel Laju PDRB Propinsi di Indonesia
Sumber : BPS
Dari tabel laju PDRB propinsi yang ada di Indonesia, 12 dari 14 peringkat tertinggi berasal dari daerah luar jawa. Bahkan di propinsi papua, pertumbuhan ekonomi mencapai 2 digit. Namun demikian, propinsi Kalimantan Timur yang memiliki APBD yang besar menempati peringkat terakhir dalam tabel pertumbuhan laju PDRB di Tahun 2013 (Lampiran III). Hal ini menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal di kebanyakan daerah cukup mampu meningkatkan perekonomian daerah yang tadinya dianggap tidak berkembang perekonomiannya. Selanjutnya dari tabel angka kemiskinan (lampiran IV), angka presentase kemiskinan terus turun hingga 50% dari rentang waktu tahun 1998 s.d 2013.
Permasalahan Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal
Korupsi di Daerah
Berdasarkan keterangan dari Dirjen Otonomi Daerah kemendagri, sebagaimana diberitakan dalam Republika (9/5) sebanyak 325 kepala daerah terjerat masalah hukum. Dari jumlah tersebut sebagian sudah menjadi Narapidana, sementara sebagian lagi masih berstatus tersangka. Para pejabat kepala daerah yang seharusnya memimpin jalannya pelaksanaan desentralisasi, justru banyak yang bermasalah dengan hukum. Hal ini bisa menghambat jalannya pembangunan di Daerah. Faktor yang menyebabkan banyaknya kasus korupsi ini adalah karena mahalnya biaya kampanye pilkada dan kurangnya kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan desentralisasi.
Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Bambang Suprayitno, S.E sebagaimana dikutip Dedi,dkk., dalam artikel ilmiah yang berjudul Desentralisasi Fiskal dan Korupsi: Fakta dalam Otonomi Daerah di Indonesia, menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh positif terhadap korupsi artinya semakin tinggi tingkat desentralisasi fiskal daerah tersebut maka meningkatkan korupsi pada daerah yang bersangkutan.
Daerah kaya dan Daerah Miskin
Fenomena yang timbul dari desentralisasi fiskal selanjutnya adalah adanya daerah miskin dan daerah kaya. Hal ini karena potensi PAD yang dimiliki setiap daerah pada hakekatnya memang berbeda. Faktor selanjutnya yang menyebabkan perbedaan adalah karena potensi sumber daya alam yang dimiliki setiap daerah juga berbeda. Daerah yang memiliki sumber daya alam yang besar akan menerima DBH yang besar. Perbedaan sumber pendapatan di tiap daerah dapat mengakibatkan perbedaan tingkat pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi yang dapat berakhir dengan kecemburuan antar daerah. Ketimpangan ini oleh pemerintah pusat diselesaikan melalui mekanisme pemberian DAU. Daerah yang memiliki PAD besar/DBH yang besar, akan mendapatkan DAU yang lebih sedikit daripada daerah lain.
Contoh dari daerah kaya adalah Pemda DKI yang pada tahun 2014 hanya meneriman DAU sebesar 86 Milyar dikarenakan PAD yang dimiliki sudah sangat besar.
Pengelolaan Keuangan Daerah
Desentralisasi Fiskal yang memberikan keweangan kepada pemerintah daerah untuk mengelola keuangannya sendiri banyak menimbulkan masalah pada tahap pelaksanaannya. Berikut beberapa masalah terkait dengan pengelolaan keuangan daerah (DJPK;2011) :
Alokasi Belanja
Alokasi belanja pegawai yang besar. Bahkan pada tahun 2011 mencapai 39,5% dari total APBD yang digunakan untuk belanja pegawai baik langsung maupun tidak langsung. Menurut DJPK, data di lapangan menunjukkan bahwa rata-rata belanja pegawai tidak langsung per pegawai per tahun cukup bervariasi antar daerah. Rata-rata mencapai Rp51 juta per pegawai per tahun (sekitar Rp3,9 juta per bulan). Namun demikian ada beberapa daerah yang belanja pegawai tidak langsung per pegawai per tahunnya mencapai hingga lebih dari Rp100 juta (sekitar Rp7,7 juta per bulan).
Tabel Proporsi Alokasi Belanja Pegawai
Sumber : DJPKSumber : DJPK
Sumber : DJPK
Sumber : DJPK
Dengan semakin tingginya porsi belanja pegawai, maka porsi belanja modal semakin tergerus dari tahun ke tahun. Hal ini berakibat pada minimnya pembangunan infrastruktur yang produktif yang efeknya memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Penyerapan belanja modal
Permasalahan hukum kerap menghantui aparat pemerintah terkait dengan pelaksanaan kegiatan belanja modal. Hal ini menyebabkan aparat tersebut enggan untuk melaksanakan kegiatan belanja modal. Belum lagi resiko terkait dengan pemenang lelang yang kadang tidak sesuai dengan harapan. Pada akhirnya banyak anggaran belanja modal yang tidak terserap diakhir tahun dan pemerintah.
Solusi atas Permasalahan
Pemerintah pusat perlu mengatur sistem pemilukada langsung yang hemat biaya politik. Selain agar biaya politik yang timbul tidak besar, agar pemimpin daerah yang terpilih merupakan yang terbaik. Dalam kaitannya untuk meminimalisir politik dinasti, pemerintah juga perlu untuk memperketat persyaratan pencalonan kepala daerah.
Pemerintah pusat sebagai regulator perlu mengupayakan agar pemerintah daerah dapat mengalihkan porsi belanja lebih besar untuk peningkatan infrastruktur yang produktif sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi daerah.
Perlu dibuat mekanisme pengukuran kinerja dengan Balanced Scrore Card dalam rangka pemberian reward dan punishment terkait dengan evaluasi efektivitas pengelolaan keuangan daerah. Hal ini perlu dilakukan untuk mendorong pemerintah daerah mengelola keuangan daerahnya dengan lebih baik dan profesional.
KESIMPULAN DAN SARAN
Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal cukup efektif dilaksanakan di beberapa daerah seperti DIY, DKI Jakarta, Riau dan Kepulauan Riau yang ditunjukkan peringkat pertumbuhan ekonomi dan indeks pembangunan manusia yang relatif tinggi. Sementara daerah lain seperti papua belum dapat diakatakan berhasil. Walaupun pertumbuhan ekonomi di daerah papua sangat tinggi, namun indeks pembangunan manusia masih yang terendah. Sementara daerah Kalimantan Timur sebagai salah satu daerah kaya, memiliki indeks pembangunan manusia yang baik. Namun pertumbuhan ekonomi tahun 2013 di Kalimantan Timur adalah yang terendah.
Indikator keberhasilan dari pelaksanaan desentralisasi fiskal yang lain adalah :
Tingkat pembangunan ekonomi yang sudah tidak sentralistik (Jawa). Tetapi didominasi daerah luar Jawa.
Peringkat 10 besar terbaik indeks pembangunan manusia didominasi daerah luar Jawa.
Rasio penduduk miskin yang terus menurun semenjak diberlakukannya desentralisasi fiskal
Bagi daerah yang belum berhasil menerapkan desentralisasi fiskal disebabkan antara lain karena :
Korupsi di daerah yang cukup tinggi
Sumber PAD yang terbatas sehingga sangat tergantung dari besaran dana perimbangan
Kesalahan pengelolaan keuangan daerah
PAD terbatasPAD terbatasKorupsiKorupsiDesentralisasi tidak sesuai harapanDesentralisasi tidak sesuai harapan
PAD terbatas
PAD terbatas
Korupsi
Korupsi
Desentralisasi tidak sesuai harapan
Desentralisasi tidak sesuai harapan
Salah kelola keuanganSalah kelola keuangan
Salah kelola keuangan
Salah kelola keuangan
Solusi yang bisa dilakukan oleh pemerintah antara lain :
Perbaikan sistem pilkada
Regulasi mengenai pengelolan keuangan daerah
Penerapan sistem penilaian kinerja dengan Balanced Scorecard dan pemberian reward bagi daerah yang berhasil menjalankan desentralisasi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. 2011. Strategi Peningkatan Efektivitas Belanja Daerah dalam Kebijakan Transfer ke Daerah tahun 2012.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Grand Design Desentralisasi Fiskal Indonesia.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Data APBD di Indonesia. Diakses melalui : www.depkeu.djpk.go.id
Badan Pusat Statistik. Data Angka Kemiskinan, Data Indeks Pembangunan Manusia, Data Laju Pertumbuhan PDRB. Diakses melalui : www.bps.go.id
Direktorat Jenderal Keuangan Daerah. Data Keuangan Daerah. Diakses melalui : www.kemendagri.go.id
Dedi, dkk. STAN. 2014. Perwujudan Desentralisasi Fiskal Yang Efisien Dan Efektif Menuju Kemandirian Daerah Di Indonesia.
Sampurna Budi Utama. 2011. Seri Desentralisasi Fiskal. Diakses melalui : https://percikgagasan.wordpress.com/tag/desentralisasi-fiskal/
Oswar Mungkasa. Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia:Konsep, Pencapaian dan Agenda Kedepan. Diakses melalui : http://www.academia.edu/2759012/Desentralisasi_dan_Otonomi_Daerah_di_Indonesia_Konsep_Pencapaian_dan_Agenda_Kedepan
Aan Zulyanto. UNDIP. 2010. Tesis : Pengaruh Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Bengkulu.
SB Hirawan. UI. 2007. Pidato Pengukuhan Guru Besar : Desentralisasi Fiskal Sebagai Suatu Upaya Meningkatkan Penyediaan Layanan Publik (Bagi Orang Miskin) di Indonesia.