BAB III LANDASAN TEORI 3.1.
JALAN TAMBANG Jalan tambang digunakan untuk mengangkut manusia, material dan
peralatan di seluruh daerah tambang. Jalan pada daerah tambang terbagi atas: 1) Jalan utama (Main Road) - jalan angkut utama yang menghubungkan pit dengan daerag ROM. Jalan ini menjadi jalan angkut dari jaringan kerja haul road batubara yang lebih permanen dengan jangka lebih lama. 2) Ex-pit Road - Expit haul road atau haul road sekunder. Memiliki standar yang lebih rendah dan ramp jangka panjang yang keluar dari pit dan merupakan jalan menuju dump area jangka panjang. 3) In-pit Road β jalan dengan standar lebih rendah yang memiliki umur lebih pendek dan tidak menjamin adanya lapisan atas batu merah. Standar sekunder jalan di dalam pit dan biasanya berada pada dinding pit menuju ke loading face. 4) Bench/Dump Road β standar jalan yang serupa dengan in-pit road. Jenis jalanan ini adalah perpanjangan system jalan sekunder, menuju dump, sepanjang dinding dump menuju dump face. Dalam pembuatan jalan tambang, baik itu jalan masuk ke dalam tambang untuk pemuatan bijih/endapan bahan galian yang ditambang atau jalan yang digunakan untuk penimbunan, memiliki beberapa pertimbangan geometri dalam merencanakannya. Pertimbangan geometri ini akan mempengaruhi bentuk geometri daerah penambangan secara umum. Geometri jalan tersebut meliputi
III - 1
lebar, kemiringan alan yang dipengaruhi oleh alat yang digunakan dalam operasi penambangan. Pada sistem penambangan terbuka, sarana jalan merupakan alat vital bagi kegiatan produksi. Untuk itu diperlukan kondisi jalan yang dapat mendukung beban kendaraan serta material yang akan dipindahkan. Perencanaan pembuatan jalan tambang terdiri dari 4 (empat) tahapan yaitu: 1. Perencanaan geometri jalan 2. Perencanaan tebal perkerasan jalan 3. Perencanaan bagunan pelengkap jalan 4. Metode pelaksanaan konstruksi jalan Berdasarkan jenisnya jalan terdiri dari jalan tambang, jalan utama, jalan pengupasan dan jalan pembuangan. Secara garis besar jalan angkut tambang mempunyai perstyaratan hampir sama dengan jalan angkut di kota dan di dessa. Perbedaan yang utama antara jalan raya dengan jalan tambang adalah pada bagian permukaan jalan. Untuk jalan angkut tambang permukaan jarang sekali ditutupi dengan aspal karena jalan angkut tersebut sifatnya tidak permanen dan akan sering dilalui alat-alat berat. 3.2.
PERENCANAAN JALAN TAMBANG
3.2.1. Kecepatan Rencana Kecepatan rencana adalah kecepatan yang dipilih untuk keperluan desain setiap segmen jalan angkut tambang seperti tikungan, kemiringan jalan, jarak pandang dan lain-lain. Kecepatan yang dipilih tersebut adalah kecepatan tertinggi dimana kendaraan dapat berjalan dengan aman dan keamanan tersebut sepenuhnya
III - 2
tergantung dari bentuk jalan. Keseimbangan antara fungsi jalan dani keadaan medan akan menentukan biaya pembangunan jalan tersebut. Medan dikatakan mendatar jika kecepatan truk sama atau mendekati kecepatan mobil penumpang. Medan dikatakan pegunungan jika kecepatan kendaraan truk berkurang banyak sehingga truk tersebut merangkak melewati jalan tersebut dengan frekuensi yang sering. Kecepatan rencana dapat ditetapkan berdasarkan pengamatan radius tikungan (R) dan superelevasi maksimum (emax) dengan pendekatan formulasi sebagai berikut. π = βππππ₯ Γ 127 Γ π
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦ (1) Dimana: V
= kecepatan rencana (km/jam)
emax
= superelevasi maksimum (%)
R
= Jari-jari tikungan (m) Tabel 3.1. Kecepatan Rencana (VR) sesuai klasifikasi fungsi dan medan jalan Kecepatan rencana, VR km/jam Fungsi Datar
Bukit
Pegunungan
Arteri
70 - 120
60 - 80
40 - 70
Kolektor
60 - 90
50 - 60
30 - 50
Lokal
40 - 70
30 - 50
20 - 30
(Sumber: Data Bina Marga, TCPGJAK 1997, hal; 11)
III - 3
3.2.2. Perencanaan Geometri Perencanaan geometri jalan adalah rencana jalan menyangkut ukuran (dimensi) jalan di permukaan bumi. Geometri jalan tambang merupakan suatu bentuk yang dapat memenuhi fungsi dasar dari jalan. Fungsinya yaitu untuk menunjang
kelancaran
operasi
penambangan
terutama
dalam
kegiatan
pengangkutan. Medan yang berat mungkin terdapat disepanjang rute jalan tambang harus diatasi dengan mengubah rancangan jalan untuk meningkatkan aspek manfaat dan keselamatan kerja. Karena alat angkut atau truk-truk pada tambang umumnya memiliki dimensi lebih besar, panjang, dan lebih berat, oleh sebab itu geometri jalan harus sesuai dengan dimensi alat angkut yang akan melewatinya agar alat tersebut dapat bergerak leluasa pada kecepatan normal dan aman. Dalam pembuatan geometri jalan yang perlu diperhatikan antara lain : 1. Trase Jalan 2. Lebar jalan angkut 3. Jari-jari tikungan dan superelevasi 4. Kemiringan jalan 5. Kecepatan rencana 6. Lengkung Vertikal 3.2.3. Bangunan Pelengkap Jalan Bangunan pelengkap jalan adalah bangunan β bangunan yang dibangun untuk fasilitas penunjang jalan dalam segi keamanan dan keselamatan pengguna
III - 4
jalan yang meliputi saluran drainase, rambu-rambu jalan, guide post serta lampu penerangan jalan. 1.
Saluran Drainase Drainase yang baik sangat menentukan terciptanya jalan yang stabil. Untuk
menghindari timbulnya masalah, jalan harus dibuat sedemikian rupa sehingga mudah kering, ait tidak boleh dibiarkan menggenangi permukaan jalan atau daerah dekat aspal jalan, genangan air tersebut akan meresap ke permukaan tanah dan merusaknya atau merusak material lapisan bawah, jika hal ini terjadi, gerakan dan penyimpangan lapis permukaan akan semakin bertambah. Saluran air di tambang berfungsi untuk menampung limpasan permukaan pada suatu daerah dan mengalirkannya ke tempat pengumpulan (sumuran) atau tempat lain yang lebih rendah. Untuk menghitung jumlah air/limpasan permukaan dari suatu daerah dapat digunakan rumus rasional yaitu : π = 0,278 . πΆ. πΌ. π΄
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.(4)
Dimana : Q
= Debit air (m3/s)
I
= Intensitas curah hujan (mm/jam)
C
= Koefisien Limpasan
A
= Luas daerah (km2)
Beberapa asumsi dalam penggunaan rumus ini adalah :
III - 5
-
Frekuensi hujan = frekuensi limpasan
-
Hujan terdistribusi secara merata diseluruh daerah
-
Debit maksimal merupakan fungsi intensitas hujan dan tercapai pada akhir waktu konsentrasi Dengan demikian penggunaan rumus ini hanya terbatas pada suatu daerah
yang relative lebih kecil dan homogen. Persyaratan ini umumnya dipenuhi oleh daerah-daerah tambang terbuka. Koefisien limpasan merupakan bilangan yang menunjukan perbandingan besarnya limpasan permukaan dengan intensitas curah hujan yang terjadi pada daerah tangkapan hujan. Tabel 3.2. Beberapa Harga Koefisien Limpasan Macam Permukaan
Koefisien Limpasan
Lapisan Batubara (Coal Seam)
1.00
Jalan Pengangkutan (Haul Road)
0.90
Dasar Pit dan Jenjang (Pit Floor and Bench)
0.75
Lapisan Tanah Penutup (Fresh Overburden)
0.65
Lapisan Tanah Penutup yang telah ditanami
0.55
(Revegetated overburden) Hutan (Natural Rain Forest)
0.50
(Sumber: Diktat Penyaliran Tambang)
Bentuk penampang saluran air umumnya dipilih berdasarkan debit air, tipe material pembentuk saluran beserta kemudahan dalam pembuatannya. Saluran air dengan penampang segiempat atau segitiga umumnya untuk debit air kecil, sedangkan penampang trapezium untuk penampang yang besar.
III - 6
Perhitungan kapasitas pengaliran suatu saluran air dilakukan dengan rumus manning : π = 1βπ . π
2β3 . π 1β2 . π΄
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(5)
π = (π΄5β3 . π 1β2 )β(π . π 2β3 )
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(6)
Dimana : Q
= debit
R
= Jari-jari hidrolik (A/P)
S
= Gradien
A
= Luas penampang basah
P
= Keliling basah
n
= koefisien kekasaran manning yang menunjukkan kekasaran dinding saluran. Tabel 3.3. Beberapa Harga Koefisien Manning Tipe Dinding Saluran Semen Beton Bata Besi Tanah Gravel Tanah Yang Ditanami
Koefisien Manning 0.010 β 0.014 0.011 β 0.016 0.012 β 0.020 0.013 β 0.017 0.020 β 0.030 0.022 β 0.035 0.025 β 0.040
(Sumber: Diktat Penyaliran Tambang)
III - 7
Dimensi penampang yang paling efisien, yaitu dapat mengalirkan debit yang maksimum untuk suatu luas penampang basah tertentu, diperoleh jika P minimum. Salah satu dimensi saluran penampang drainase yang efisien adalah penampang trapezium. Dimana : Ξ±
= Kemiringan dinding aluran
Z
= cotg Ξ±
β¦β¦β¦β¦β¦..(7)
Lebar bawah saluran (b)
= 2((βz2+1)-z))h
β¦β¦β¦β¦β¦..(8)
Lebar atas saluran (B)
= b + 2 (h/tan Ξ±)
β¦β¦β¦β¦β¦..(9)
Panjang sisi saluran (a)
= h/sin Ξ± (b + zh) h
β¦β¦β¦β¦β¦.(10)
Luas penampang basah (A) = (b + zh) h
β¦β¦β¦β¦β¦ (11)
Keliling basah (P)
= b + 2h (2βz2 + 1)
β¦β¦β¦β¦β¦.(12)
Jari β jari hidrolit (R)
= A/P
β¦β¦β¦β¦β¦.(13)
(Sumber Diktat Penyaliran Tambang)
Gambar 3.1. Penampang Trapesium
III - 8
Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan yang turun tiap jam (mm/jam) dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
πΌ=
π
24 24 ( ) β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ (14) 24 2β3
Dimana : I
= intensitas curah hujan
t
= lamanya curah hujan (2/3)
R24
= Curah hujan maksimal 24 jam (mm)
2.
Safety Bund Tujuan
dibuatnya
tanggul
pengaman
adalah
untuk
menghindari
tergulingnya kendaraan pada tepi jalan dan juga untuk menghindari segala bahaya yang dapat mengancam keselamatan pekerja dan peralatan. Dengan demikian secara tidak langsung tanggul tersebut dapat mengembalikan posisi kendaraan pada badan jalan dan menjauhkannya dari tepi-tepi jalan yang berbahaya (Prodjosumarto dan Kramadibrata, 1998). ππ π = 3β4 Γ π‘πππππ π΅ππ ππππ‘ πππππ’π‘ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ . (15) πΏππ΅ = 2 Γ πππ΅ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ (16) Dimana : TSB
= Tinggi safety bund
LSB
= Tebar safety berm
III - 9
(Sumber: Diktat Perencanaan Tambang)
Gambar 3.2. Safety Bund 3.
Rambu-rambu Penunjuk Jalan Setiap haul road memiliki sifat tersendiri yang memerlukan berbagai
macam rambu. Kita harus benar-benar memastikan bahwa semua rambu dipasang pada ketinggian dan lokasi yang berbeda dalam jangkauan penglihatan semua pengemudi kendaraan yang akan melewati jalan tersebut. -
Rambu-rambu lalu lintas seperti tanda tikungan, tanda hati-hati, dan tanda kurangi kecepatan,
4.
-
Guide Post (patok pengarah),
-
Guard Rail (rel pengaman). Guide Post Guide post biasanya terbuat dari kayu yang dicat putih dengan delineator
merah yang dipasangkan pada muka lalu lintas yang mendekat dan delinator putih untuk lalu lintas yang menjauh. Guide post memiliki tinggi 3,5 m. Jarak guide post pada bagian jalan yang lurus tidak boleh dari 75 meter, dan guide post dipasang secara berpasangan, masing-masing guide post dipasang di
III - 10
salah satu sisi jalan, jarak ini bias dikurangi sampai 40 m di wilayah-wilayah dimana penglihatan sering terganggu pada malam hari, seperti kabut dan debu. Pada tikungan/lengkung-jarak guide post harus memungkinkan reflector yang berjarak paling tidak tiga guide post pada sisi yang sama selalu terlihat ketika melewati tikungan. Pada gorong-gorong jika pagar pengaman atau tanggul tidak disediakan sebuah guide post harus disediakan pada setiap sisi dinding penahan. 5.
Lampu Penerangan Jalan Lampu penerangan perlu dipasang apabila jalan angkut akan digunakan
pada malam hari. Pemasangan bias dilakukan berdasarkan jarak maupun tingkat bahayanya. Lampu-lampu tersebut dipasang antara lain pada : -
Tikungan (belokan),
-
Perempatan atau pertigaan jalan,
-
Jembatan,
-
Tanjakan maupun turunan yang cukup tajam.
III - 11
3.3.
PERENCANAAN GEOMETRI JALAN ANGKUT
3.3.1. Aliyenmen Horizontal Alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal. Alinyemen horizontal terdiri dari garis-garis lurus yang dihubungkan dengan garisgaris lengkung. Garis lengkung tersebut dapat terdiri dari busur lingkaran ditambah busur peralihan. 1.
Trase Jalan Tambang Trase jalan adalah alur jalan dari dimulainya titik awal pengamatan hingga
titik akhir pengamatan. Trase jalan untuk memudahkan dalam perencanaan dan pelaksanaan dibuat stasion-stasion atau disingkat sta disepanjang trase jalan. Penempatan station pada gambar perencanaan maupun pelaksanaannya dilapangan tergantung pada kondisi topografi daerah. Penomoran stasion dimulai dari awal perencanaan jalan bergerak maju sampai ke ujung rencana jalan. Cara penempatan nomor stasion dilakukan dengan pembuatan patok-patok bernomor dengan jarak sebagai berikut : a. Untuk daerah datar, jarak antara patok adalah 100 meter b. Untuk daerah berbukit, jarrak antara patok adalah 50 meter c. Untuk daerah pegunungan, jarak antara patok adalah 25 meter. 2.
Lebar Jalan Angkut Perhitungan lebar jalan angkut harus mempertimbangkan jumlah lajur, yaitu
lajur tunggal untuk jalan satu arah atau lajur ganda untuk jalan dua arah. Dalam
III - 12
kenyataannya, semakin lebar jalan angkut maka akan semakin baik dimana lalu lintas pengangkutan semakin aman dan lancar. Sebaliknya, semakin lebar jalan angkut, biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan dan perawatan juga akan semakin besar. (Prodjosumarto dan Kramadibrata, 1998) -
Lebar Jalan Angkut Pada Kondisi Lurus Penentuan lebar jalan lurus dikemukakan oleh AASHTO (American
Association of State Highway and Transportation Officials) Manual Rular Highway Design (1990) yaitu jumlah lajur dikali dengan lebar dump truck ditambah setengah lebar truk untuk masing-masing tepi kiri, kanan, dan jarak antara dua dump truck yang sedang bersilangan. Dari ketentuan tersebut dapat digunakan cara sederhana untuk menetukan lebar jalan angkut minimum, yaitu menggunakan rule of thumb atau angka perkiraan seperti terlihat pada tabel 3.4. dengan pengertian bahwa lebar alat angkut sama dengan lebar jalur. Tabel 3.4. Lebar Jalan Angkut Minimum Jumlah lajur truck 1 2 3 4 (Sumber: AASTHO)
Perhitungan 1 + (2 x Β½) 2 + (3 x Β½) 3 + (4 x Β½) 4 + (5 x Β½)
Lebar jalan angkut minimum 2,00 3,50 5,00 6,50
Dari kolom perhitungan pada Tabel 3.4 dapat ditetapkan rumus lebar jalan angkut minimum pada jalan lurus. Seandainya, lebar kendaraan dan jumlah lajur yang direncanakan masing-masing adalah Wt dan n, maka lebar jalan angkut pada jalan lurus dapat dirumuskan sebagai berikut:
III - 13
L min = n .Wt + (n+1) (Β½ . Wt.).......................................................(17) Dimana : L
: Lebar jalan angkut minimum (m)
n
: Jumlah Lajur
Wt
: Lebar Alat Angkut
(Sumber: Diklat perencanaan jalan tambang, UNISBA)
Gambar 3.3. Lebar jalan angkut lurus -
Lebar Jalan Pada Tikungan Lebar jalan angkut pada tikungan selalu dibuat lebih besar dari pada jalan
lurus. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi adanya penyimpangan lebar alat angkut yang disebabkan oleh sudut yang dibentuk oleh roda depan dengan badan truk saat melintasi tikungan. Untuk lajur ganda, lebar jalan minimum pada tikungan dihitung dengan berdasarkan pada: lebar jejak roda, lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan belakang pada saat membelok, jarak antar alat angkut saat bersimpangan, dan jarak alat angkut terhadap tepi jalan.
III - 14
Adapun persamaan yang digunakan untuk menghitung lebar jalan angkut pada tikungan adalah sebagai berikut: Wmin = n (U + Fa + Fb + Z) + Cβ¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.(18)
Untuk mendapatkan nilai jarak penyimpangan alat angkut saat bertemu (C) digunakan persamaan berikut: C = Z = Β½ (U + Fa + Fb)β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(19) Dimana: Wmin
: Lebar jalan angkut minimum pada belokan (m)
n
: Jumlah lajur
U
: Lebar jejak roda (center to center tires) (m)
Fa
: Lebar juntai (overhang) depan (m)
Fb
: Lebar juntai belakang (m)
Z
: Lebar bagian tepi jalan (m)
C
: Jarak antar kendaraan/alat angkut saat bersimpangan (total lateral clearance) (m)
(Sumber: Diklat Perencanaan Jalan Tambang UNISBA)
Gambar 3.4. Lebar jalan angkut pada tikungan
III - 15
3.
Jari-Jari Tikungan dan Superelevasi Pada saat kendaraan melalui tikungan atau belokan dengan kecepatan
tertentu akan menerima gaya sentrifugal yang menyebabkan kendaraan tidak stabil. Untuk mengimbangi gaya sentrifugal tersebut, perlu dibuat suatu kemiringan melintang ke arah titik pusat tikungan yang disebut superelevasi (e). Gaya gesek (friksi) melintang yang cukup berarti antara ban dengan permukaan jalan akan terjadi pada daerah superelevasi. Implementasi matematisnya berupa koefisien gesek melintang (f) yang merupakan perbandingan antara besar gaya gesek melintang dengan gaya normal (Ir. Awang Swandhi.Msc). -
Jari-Jari Tikungan Jari-jari tikungan jalan angkut berhubungan dengan konstruksi alat angkut
yang digunakan, khususnya jarak horizontal antara poros roda depan dan belakang. Gambar 3.5. memperlihatkan jari-jari lingkaran yang dijalani oleh roda belakang dan roda depan berpotongan di pusat C dengan besar sudut sama dengan sudut penyimpangan roda depan. Dengan demikian jari-jari belokan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: π
π
= sin π½ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ . . β¦ β¦ β¦ β¦ (20) Dimana: R
: jari-jari belokan jalan angkut (m)
W
: jarak poros roda depan dan belakang (m)
Ξ²
: sudut penyimpangan roda depan (Β°)
III - 16
(Sumber: Diklat Perencanaan Jalan Tambang, UNISBA)
Gambar 3.5. Sudut maksimum penyimpangan kendaraan Namun, rumus di atas merupakan perhitungan matematis untuk mendapatkan lengkungan belokan jalan tanpa mempertimbangkan faktor-faktor kecepatan alat angkut, gesekan roda ban dengan permukaan jalan dan superelevasi. Apabila ketiga faktor tersebut diperhitungkan, maka rumus jari-jari tikungan menjadi sebagai berikut :
π
=
π2 β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ . (21) 127(π + π)
π·=
25 Γ 360Β° 2ππ
β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ (22)
Di mana V, e, f dan D masing-masing adalah kecepatan (km/jam), superelevasi (%), koefisien gesek melintang dan besar derajat lengkung. Agar terhindar dari kemungkinan kecelakaan, maka untuk kecepatan tertentu dapat dihitung jarijari minimum untuk superelevasi maksimum dan koefisien gesek maksimum.
π
=
ππ2 127(ππππ₯ + ππππ₯ )
β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ . (23)
III - 17
π·=
181913,53(ππππ₯ + ππππ₯ ) β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ (24) ππ2
Vr adalah kecepatan kendaraan rencana dan hubungannya emax dan fmax terlihat pada gambar 3.6., dimana titik-titik 1, 2 dan 3 pada kurva tersebut adalah harga emak 6%, 8% dan 10%. Untuk pertimbangan perencanaan, digunakan emax = 10%. Dengan menggunakan rumus (5) dapat dihitung jari-jari tikungan minimal (Rmin) untuk variasi VR dengan konstanta emax = 10% serta harga fmax sesuai kurva pada gambar 3.6. Tabel 3.5. Jari-jari minimum untuk emax = 10% Vr, km/jam
120
100
90
80
60
50
40
30
20
Rmin, m
600
370
280
210
113
77
48
27
13
(Sumber: Diklat Perencanaan Jalan Tambang, UNISBA)
(Sumber: Dasar-Dasar Perencanaan Geometri Jalan, Silvia Sukirman)
Gambar 3.6. Kurva Koefisien Gesek Untuk emax 6%, 8% dan 10% (menurut AASHTO)
III - 18
-
Bentuk Busur Lengkung Pada Tikungan Badan jalan secara horizontal dapat terbagi dua bagian, yaitu: bagian yang
lurus dan bagian yang melengkung. Rancangan pada kedua bagian tersebut berbeda, baik ditinjau dari konsistensi lebar jalannya maupun bentuk potongan melintangnya. Yang perlu diperhatikan dalam merancang bagian jalan yang lurus adalah harus mempunyai panjang maksimum yang dapat ditempuh dalam tempo sekitar 2,50 menit dengan pertimbangan keselamatan pengemudi akibat kelelahan. Sedangkan pada bagian yang melengkung, biasanya digunakan tiga jenis rancangan, yaitu: a. Tikungan berbentuk lingkaran (FC) Tikungan berbentuk lingkaran artinya bahwa diantara bentuk badan jalan yang lurus terdapat tikungan yang lengkungannya dirancang cukup dengan sebuah jari-jari saja. Bentuk tikungan FC ini biasanya dirancang untuk tikungan yang besar, sehingga tidak terjadi perubahan panjang jari-jari (R) sampai ke bentuk jalan yang lurus berikutnya.
(Sumber: Dasar Perencanaan Geometrik Jalan)
Gambar 3.7. Tikungan FC
III - 19
Dimana : Ξ = sudut tikungan O = titik pusat lingkaran Tc = panjang tangen jarak dari TC ke PI atau PI ke CT Rc = jari-jari lingkaran Lc = panjang busur lingkaran Ec = jarak luar dari PI ke busur lingkaran Parameter-parameter yang ditetapkan di dalam merancang tikungan FC meliputi kecepatan (km/jam), sudut Ξ dan jari-jari (m). Sedangkan panjang Tc, Ec dan Lc dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: ππ = π
π tan 1β2 β
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.(25)
πΈπ = ππ tan 1β4 β β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.(26) πΏπ =
β 2 π π
π 360Β°
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦...(27)
b. Tikungan berbentuk Spiral-Lingkaran-Spiral (SCS) Lengkung SCS dibuat untuk menghindari terjadinya perubahan alinemen yang tiba-tiba dari bentuk lurus ke bentuk lingkaran ( R=β ο R=Rc), jadi lengkung ini diletakkan antara bagian lurus dan bagian lingkaran (circle) yaitu pada sebelum dan sesudah tikungan berbentuk busur lingkaran.
III - 20
(Sumber: Dasar Perencanaan Geometrik Jalan)
Gambar 3.8. Tikungan S-C-S Dimana: Xs
= absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik TS ke SC (jarak lurus lengkung peralihan),
Ys
= ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen, jarak tegak lurus ke titik SC pada lengkung,
Ls
= panjang lengkung peralihan (panjang dari titik TS ke SC atau CS ke ST),
Lc
= panjang busur lingkaran (panjang dari titik SC ke CS),
Ts
= panjang tangen dari titik P1 ke titik TS atau ke titik ST,
TS
= titik dari tangen ke spiral,
SC
= titik dari spiral ke lingkaran,
Es
= jarak dari P1 ke busur lingkaran,
III - 21
ΞΈs
= sudut lengkung spiral,
Rc
= jari-jari lingkaran,
p
= pergeseran tangen terhadap spiral,
k
= absis dari p pada garis tangen spiral
Persamaan yang digunakan untuk menghitung tikungan jenis S-C-S adalah sebagai berikut:
ππ = πΏπ [1 β
ππ =
πΏπ 2 6 π
π
ππ =
90 πΏπ π π
π
π=
πΏπ 2 ] β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ . . (28) 40 π
π
β¦ β¦ β¦ β¦ . β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ . . (29)
β¦ β¦ β¦ . . β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ . . (28)
πΏπ 2 β π
π (1 β πππ ππ ) β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ . . (28) 6 π
π
πΏπ 3 π = πΏπ β β π
π sin ππ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ (29) 40 π
π 2 ππ = (π
π + π) π‘ππ 1β2 β + π β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ (30) πΈπ = (π
π + π) cos 1β2 β β π
π β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ . (31) πΏπ =
(β β 2ππ ) . π. π
π β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ . (32) 180
πΏπ‘ππ‘ = πΏπ + 2πΏπ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ . (33)
III - 22
Jika diperoleh Lc < 20 m, maka sebaiknya tidak digunakan lengkung SCS tetapi digunakan lengkung SS, yaitu lengkung yang terdiri dari dua lengkung spiral. c. Tikungan berbentuk Spiral-Spiral (S-S)
(Sumber: Dasar perencanaan geometric jalan)
Gambar 3.9. Tikungan S-S Persamaan yang digunakan untuk menghitung jenis tikungan Spriral-Spiral adalah sebagai berikut: πΏπ = 0 β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ (34) ππ = 1β2 β β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ . (35) πΏπ‘ππ‘ = 2 πΏπ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ (36) πΏπ =
ππ . π . π
π 90
β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ . . (37)
III - 23
Dimana untuk harga nilai p, k, Ts, dan Es dapat menggunakan rumus (28) sampai (31). -
Superelevasi
Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan pada saat berjalan melalui tikungan pada kecepatan VR. Nilai superelevasi maksimum ditetapkan 10%.
(Sumber: Dasar perencanaan geometrik Jalan)
Gambar 3.10. Perubahan kemiringan melintang pada tikungan a) Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang normal pada bagian jalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh (superelevasi) pada bagian lengkung. b) Pada tikungan SCS, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear, diawali dari bentuk normal sampai awal lengkung peralihan (TS) yang berbentuk pada bagian lurus jalan, 'lalu dilanjutkan sampai superelevasi penuh pada akhir bagian lengkung peralihan (SC).
III - 24
c) Pada tikungan FC, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear, diawali dari bagian lurus sepanjang 2/3 LS sampai dengan bagian lingkaran penuh sepanjang 1/3 bagian panjang LS. d) Pada tikungan S-S, pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan pada bagian spiral. e) Diagram superelevasi :
(Sumber: Dasar perencanaan geometric jalan)
Gambar 3.11. Metode pencapaian superelevasi pada tikungan FC
(Sumber: Dasar perencanaan geometric jalan)
Gambar 3.12. Metode pencapaian superelevasi pada tikungan S-C-S III - 25
(Sumber: Dasar perencanaan geometric jalan)
Gambar 3.13. Metode pencapaian superelevasi pada tikungan S-S Kemiringan melintang atau kelandaian pada penampang jalan diantara tepi perkerasan luar dan sumbu jalan sepanjang lengkung peralihan disebut landai relatif. Harga landai relatif disesuaikan dengan kecepatan rencana (VR) dan jumlah lajur yang tersedia. Persamaan (38) dipakai untuk menghitung landau relatif dan Tabel 3.6. merupakan hasil perhitungan landai relative dengan variasi kecepatan. 1 (π + ππ )π΅ = π πΏπ
β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ (38)
Dimana: 1/m = landai relatif, % e = superelevasi, m/mβ en = kemiringan melintang normal, m/mβ B = lebar lajur, m Ls = panjang lengkung peralihan, m (gunakan rumus Modifikasi Shortt)
III - 26
Tabel 3.6. Landai Relatif Maksimum Vr, Km/Jam
20
30
40
50
60
80
Kemiringan Maksimum
1/50
1/75
1/100
1/115
1/125
1/150
(Sumber: Diklat perencanaan geometri jalan tambang, UNISBA)
4.
Aspek Keselamatan Jalan Angkut Aspek-aspek teknis yang telah diuraikan sebelumnya, di samping diarahkan
untuk meraih umur layanan jalan sesuai yang direncanakan, juga harus memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan pengemudi. Beberapa aspek keselamatan sepanjang jalan angkut yang akan diuraikan meliputi jarak pandang yang aman, rambu-rambu pada jalan angkut, lampu penerangan, dan jalur pengelak untuk menghindari kecelakaan. 1.
Jarak Pandang Yang Aman Jarak pandang yang aman (safe sight distance) diperlukan oleh pengemudi
(operator) untuk melihat ke depan secara bebas pada suatu tikungan. Jika pengemudi melihat suatu penghalang yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan antisipasi untuk menghindari bahaya tersebut dengan aman. Jarak pandang minimum sama dengan sama dengan jarak berhenti. Jarak pandang terdiri dari (1) Jarak Pandang Henti (Jh) dan (2) Jarak Pandang Mendahului (Jd). Jarak Pandang Henti adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan di depan. Ketinggian mata pengemudi berkisar antara 4,00 β 4,90 m,
III - 27
sedangkan tinggi penghalang yang dapat menimbulkan kecelakaan berkisar antara 0,15 β 0,20 m diukur dari permukaan jalan. Jarak Pandang Henti berkaitan erat dengan kecepatan laju kendaraan, gesekan ban dengan jalan, waktu tanggap dan gravitasi dan dapat diformulasikan sebagai berikut: ππ 2 π½β = 0,278 . ππ. π + 254ππ π½β = 0,278 . ππ. π +
β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ . (39)
ππ 2 β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ . (40) 254(ππ Β± πΏ)
Dimana : VR
= kecepatan rencana, km/jam
T
= waktu tanggap, ditetapkan 2,50 detik
fp
= koefisien gesek memanjang antara ban dengan perkerasan jalan, menurut AASHTO = 0,28 β 0,45; menurut Bina Marga = 0,35 β 0,55
L
= kemiringan jalan, % Tabel 3.7. Panjang Jh minimum yang dihitung berdasarkan rumus (39) dengan pembulatan-pembulatan.
Vr, Km/jam
120
100
80
60
50
40
30
20
Jh minimum (m)
250
175
120
75
55
40
27
16
(Sumber: Diklat perencanaan geometric jalan tambang, UNISBA)
III - 28
2.
Jarak Pandang Pada Lengkung Horizontal Jarak pandang pengemudi pada lengkung horizontal (di tikungan) adalah
pandangan bebas pengemudi dari halangan benda-benda di sisi jalan (daerah bebas samping). Daerah bebas samping adalah ruang untuk menjamin kebebasan pandang di tikungan sehingga Jh terpenuhi. Dengan demikian, daerah bebas samping dimaksudkan untuk memberikan kemudahan pandangan di tikungan dengan membebaskan objek-objek penghalang sejauh E meter diukur dari garis tengah lajur dalam sampai objek penghalang pandangan. Daerah bebas samping dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: -
Jika Jh < Lt πΈ = π
β² (1 β πππ
-
28,65π½β ) π
β²
β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ . (41)
Jika Jh > Lt πΈ = π
β² (1 β πππ
28,65π½β π½β β πΏπ‘ 28,65π½β )+ ( πππ ) β² π
π π
β²
Dimana : R
= jari-jari tikungan, m
Rβ
= jari-jari sumbu lajur dalam, m
Jh
= jarak pandang henti, m
Lt
= panjang tikungan, m
III - 29
β¦ β¦ β¦ β¦ . (42)
(Sumber: Diklat perencanaan jalan tambang, UNISBA)
(Sumber: Diklat perencanaan jalan tambang, UNISBA)
Gambar 3.14. Jarak pandang pada lengkung Horizontal 3.3.2. Alinyemen Vertikal Alinyemen vertikal adalah proyeksi dari sumbu jalan pada suatu bidang vertical yang melalui sumbu jalan tersebut. Alinyemen vertikal terdiri atas bagian landai vertikal dan bagian lengkung vertikal. Ditinjau dari titik awal perencanaan, alinyemen vertikal dapat berupa tanjakan (landai positif), turunan (landai negatif), dan datar (landai nol) maka lengkung vertikal dan perencanaan ialah : 1. Diadakan pada setiap pergantian kelandaian. 2. Memenuhi syarat kriteria keamanan, kenyamanan, drainase dan keindahan bentuk (estetis). 3. Lengkung yang digunakan ialah parabola tingkat dua yang memberikan perubahan yang konstan sebanding dengan jaraknya.
III - 30
4. Lengkung vertikal dapat berupa lengkung vertikal cembung dan lengkung cekung. 1.
Kemiringan Memanjang Jalan Kemiringan atau grade jalan angkut berhubung langsung dengan
kemampuan alat angkut dalam pengereman ataupun dalam mengatasi tanjakan. Kemiringan jalan umumnya dinyatakan dalam persen (%).
Gambar 3.15. Pengaruh Kemiringan Terhadap Alat Angkut πΊππππ (Ξ±) =
ββ Γ 100% βπ₯
β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ (43)
Dimana : οh
: beda tinggi antara 2 titik yang diukur (meter)
οx
: jarak datar antara 2 titik yang diukur (meter) Kemiringan jalan angkut biasanya dinyatakan dalam persen (%). Dalam
pengertiannya, kemiringan(Ξ±) 1% berarti jalan tersebut naik atau turun 1 m atau 1 ft untuk setiap jarak mendatar 100 meter atau 100 feet. Kemiringan jalan akan menghasilkan tahanan kemiringan. Kemiringan jalan yang terlalu besar akan menyebabkan ban sering slip sehingga akan mempercepat keausan ban, meningkatkan pemakaian bahan bakar dan mengurangi efisiensi kerja. Hubungan
III - 31
antara kemiringan jalan dan tingkat keausan ban karet dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 3.8. Hubungan antara kemiringan jalan dan keausan ban Kemiringan Kecocokan
Pengaruh pada Ban
0-6
Sangat Baik
pengaruh minimum pada umur ban & laju operasi
6-8
Baik
8-10
Buruk
>10
Sangat Buruk
Jalan (%)
10% umur ban, mengurangi laju operasi, sedikit kenaikan konsumsi BBM 20% umur ban, sangat mengurangi laju operasi, kenaikan konsumsi BBM 40% umur ban, sangat menaikkan konsumsi BBM, menurunkan efisiensi kerja
(Sumber: Diktat Perencanaan Jalan Tambang)
2.
Lengkung Vertikal Lengkung vertikal direncanakan untuk mengubah secara bertahap
perubahan dari dua macam kemiringan arah memanjang jalan pada setiap lokasi yang diperlukan. Hal ini dimaksudkan untuk menyediakan Jarak Pandang Henti yang cukup demi keamanan dan kenyamanan. Lengkung vertikal terdiri dari dua jenis, yaitu (1) Lengkung Cembung dan (2) Lengkung Cekung. -
Lengkung Vertikal Cembung Pada lengkung vertikal cembung, pembatasan berdasarkan jarak pandangan
dapat dibedakan atas 2 keadaan yaitu : a. Jarak pandangan berada seluruhnya dalam daerah lengkung (SL).
III - 32
(Sumber: Dasar perencanaan geometric jalan, Silvia Sukirman)
(Sumber: Dasr perencanaan geometric jalan, Silvia Sukirman)
Gambar 3.16. Jarak pandangan pada lengkung vertikal cekung Untuk jarak pandang dalam perencanaan digunakan jarak pandang henti (JPH) dan jarak pandang menyiap (JPM) dari Bina Marga dan AASTHO serta besarnya nilai kostanta garis pandang lengkung vertikal cembung (C) yaitu sebagai berikut. Tabel 3.9. Nilai C untuk beberapa, h1 & h2 berdasarkan AASTHO dan Bina Marga
Tinggi mata pengemudi (h1) (m) Tinggi Objek (h2) (m) Konstanta (C)
AASHTO β90 JPH JPM 1,07 1,07
Bina Marga β90 JPH JPM 1,20 1,20
0,15 404
0,10 399
1,30 946
1,20 960
(Sumber: Dasar perencanaan geometric jalan, Silvia Sukirman)
Untuk menentukan nilai jarak pandang rencana untuk vertikal cembung digunakan persamaan sebagai berikut. III - 33
ο§
Jarak pandangan berada seluruhnya dalam daerah lengkung (S
-
Untuk JPH & JPM digunakan persamaan sebagai berikut: πΏ=
π΄ . π2 β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ (44) πΆ
ο§
Jarak pandang berada diluar dan didalam daerah lengkung (S >L).
-
Untuk JPH & JPM digunakan persamaan sebagai berikut: πΏ = 2. π β
πΆ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ (45) π΄
Dimana :
ο·
L
= panjang daerah lengkung (m)
C
= Nilai konstanta (C)
A
= Grade (%)
S
= Jarak pandang didaerah lengkung (m)
Lengkung Vertikal Cekung Tidak ada dasar yang dapat digunakan untuk menentukan panjang lengkung
cekung vertikal (L), akan tetapi ada empat kriteria sebagai pertimbangan yang dapat digunakan, yaitu: -
Jarak sinar lampu kendaraan (Gambar 3.17 dan 3.18)
-
Kenyamanan pengemudi
-
Ketentuan drainase
-
Penampilan secara umum
III - 34
ο§
Jarak Sinar Lampu Kendaraan Jangkauan lampu depan kendaraan pada lengkung vertikal cekung merupakan batas jarak pandangan yang dapat dilihat oleh pengemudi pada malam hari. Di dalam perencanaan umumnya tinggi lampu depan diambil setinggi 60 cm, dengan sudut penyebaran sebesar 1o. Letak penyinaran lampu dengan kendaraan dapat dibedakan atas 2 keadaan yaitu :
a. Jarak pandangan akibat penyinaran lampu depan S< L.
(Sumber: Dasar perencanaan geometric jalan, Silvia Sukirman)
Gambar 3.17. Jarak pandang akibat penyinaran lampu depan S
πΏ=
π΄. π 2 120 + 3,5 . π
. . β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ (46)
b. Jarak pandangan akibat penyinaran lampu depan S> L.
III - 35
(Sumber: Dasar perencanaan geometric jalan, Silvia Sukirman)
Gambar 3.18. Jarak pandang akibat penyinaran lampu depan S>L
πΏ = 2. π β
Dimana:
3.
120 + 3,5 . π π΄
β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ . (47)
L
: panjang daerah lengkung (m)
A
: Grade (%)
S
: Jarak pandang (m)
Penampang Memanjang Jalan Penampang jalan di buat dengan skala horizontal 1 : 1000 atau 1 : 2000 dan
skala vertikalnya adalah 1 : 100. Penampang memanjang jalan digambarkan secara langsung dari pengukuran lapangan untuk mengetahui dan bagian yang harus digali dan bagian yang harus ditimbun dalam arah memanjang trase jalan. Gambar perencanaan penampangan memanjang jalan didasarkan pada hasil perhitungan alinyemen vertikal serta standar β standar yang digunakan. 4.
Penampang Melintang Jalan Cross slope adalah sudut yang dibentuk oleh dua sisi permukaan jalan
terhadap bidang horizontal. Pada umumnya jalan angkut mempunyai bentuk penampang melintang cembung. Dibuat demikian dengan tujuan untuk memperlancar penyaliran. Apabila turun hujan atau sebab lain, maka air yang ada
III - 36
pada permukaan jalan akan segera mengalir ke tepi jalan angkut, tidak berhenti dan mengumpul pada permukaan jalan. Hal ini penting karena air yang menggenang pada permukaan jalan angkut akan membahayakan kendaraan yang lewat dan mempercepat kerusakan jalan. Angka crose slope dinyatakan dalam perbandingan jarak vertical (b) dan horizontal (a) dengan satuan mm/m atau m/m. Jalan angkut yang baik memilki cross slope antara 1/50 sampai 1/25 atau 2% sampai 4%.
(Sumber: Diktat perencanaan jalan tambang)
III - 37