ASUHAN KEPERAWATAN TN.Y DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN DAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG KRESNA LAKI-LAKI RS DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR
Disusun oleh:
Aminatus Sa’diyah Dewi Rahmatika Fidinia Hastuti Musiskah Qoys M. Iqbal A Risma Budianti Sumaryani Ummi Zulaikhah
PROGRAM PROFESI NERS PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH H IDAYATULLAH 2014
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan jiwa merupakan suatu kebutuhan tiap individu yang sangat penting. Oleh karena itu kesehatan jiwa harus juga diperhatikan. Selain hal ini merupakan peran petugas kesehatan, tetapi merupakan hal yang menuntut adanya keselarasan dan kerja sama dari berbagai pihak selain individu itu sendiri, keluarga maupun lingkungan (Yosep, 2007). Seiring dengan perubahan jaman, peran perawat kesehatan jiwa mulai muncul pada tahun 1950-an. Maramis (2005) menggambarkan beda perawatan kesehatan jiwa dengan perawatan umum yaitu adanya terapi sikap. Perawat menggunakan sikap yang baik dalam menyembuhkan pasien. Dalam mengimplementasikan terapi ini, perawat mendemonstrasikan penerimaan, pengertian tentang klien, meningkatkan motivasi dan partisipasi. Pada realitas, klien diperlakukan secara individual dan unik, jadi sikap perawat harus sesuai dengan masalah yang dihadapi pasien. Perawatan
kesehatan
jiwa
adalah
proses
berhubungan
yang
meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang akan men yokong integritas fungsi. Yang dimaksud klien meliputi individu, kelompok, keluarga, organisasi atau masyarakat. Menurut American Nurses Association (ANA) divisi perawatan kesehatan jiwa, mendefinisikan perawatan kesehatan jiwa sebagai area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu perilaku manusia dan diri sendiri secara terapeutik untuk meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan jiwa klien dan meningkatkan kesehatan mental masyarakat dimana klien berada. (Yosep, 2007). Di era er a globalisasi global isasi ini sering ser ing kita jumpai jum pai masalah m asalah-- masalah yang harus kita hadapi, masalah tersebut bisa berasal dari faktor-faktor faktor-faktor internal eksternal. Tidak semua individu memiliki koping yang efektif,
dan
sehingga
dapat menimbulkan masalah-masalah gangguan jiwa, salah satunya adalah halusinasi (Arif Widodo, 2005).
1
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002). Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu s esuatu yang sebenarnya tidak terjadi. terj adi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Jenis-jenis halusinasi antara lain halusinasi pendengaran, halusinasi penglihatan, halusinasi penghidu, halusinasi peraba, dan halusinasi pengecap. Adanya
gangguan
persepsi
sensori
halusinasi
dapat
beresiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend, M.C perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupun orang lain. Akibat dari resiko perilaku kekerasan
yaitu
adanya
kemungkinan mencederai diri, orang lain dan
merusak lingkungan adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami perilaku yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri, orang
lain
maupun
lingkungannya.
Kondisi
ini biasanya akibat
ketidakmampuan mengendalikan marah secara konstruktif. Berdasarkan hal-hal di atas kami penulis tertarik untuk mengangkat masalah halusinasi dan perilaku kekerasan pada Tn.Y di ruang Kresna lakilaki Rumah Sakit Dr.H.Marzoeki Dr.H.Marzoeki Mahdi Bogor. Bogor.
B. RUMUSAN MASALAH
Tn. Y (41 tahun) dibawa ke RS dengan alasan 3 hari dirumah tidak bisa tidur, marah-marah dan merasa kesal dengan anaknya. Klien mudah tersinggung, tampak bicara dan tertawa sendiri, dan malas merawat diri. Sebelumnya klien pernah di rawat di RS ini pada bulan Januari 2014. Pengobatan sebelumnya klien pernah melakukan rawat jalan juga dan klien mengatakan obatnya tidak diminum, Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang muncul adalah “Bagaimana aplikasi aplikasi asuhan keperawatan keperawatan pada klien T n . Y dengan dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran dan risiko perilaku ke ke ra sa n di ruan ruang g K re sn a la ki -l ak i Rumah Rumah Saki Sakitt Dr.H Dr.H.M .Mar arzo zoek ekii Mah Mahdi di Bogor.
2
C. TUJUAN PENULISAN a) Tujuan Umum
Untuk menjelaskan gambaran proses asuhan keperawatan pada klien Tn. Y dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran dan risiko perilaku kekerasan di ruang Kresna laki-laki Rumah Sakit Dr.H.Marzoeki Dr.H.Marzoeki Mahdi Bogor. b) Tujuan Khusus
1. Dapat menggambarkan hasil pengkajian, analisa data, perumusan masalah keperawatan, pohon masalah, dan menetapkan diagnosa keperawatan pada Tn.Y dengan halusinasi pendengaran d a n r i s i k o p e r i l a k u k e k e r a s a n di ruang K r es e s n a l a ki k i - l a ki ki Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Bogor. 2. Dapat
menjelaskan
rencana
tindakan
keperawatan
dan
implementasi pada Tn.Y dengan halusinasi pendengaran d a n r i s i k o p e r i l a k u k e k e r a s a n di ruang K r es e s n a l a ki k i - l a ki ki Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Bogor. 3. Dapat mengevaluasi perkembangan Tn.Y dengan halusinasi p e n d e n g a r a n d a n r i s i k o p e r i l a k u k e k e r a s a n di ruang Kresna laki-laki Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan. dilakukan.
D. RUANG LINGKUP
Maka Makalah lah ini ini meru merupa paka kan n hasil hasil peng pengka kajia jian n dari dari Tn . Y
dengan
halusinasi pendengaran dan risiko perilaku kekerasan di ruang Kresna laki-laki Rumah Sakit Dr.H.Marzoeki Mahdi Bogor. Makalah ini menyajikan tentang data hasil pengkajian, analisa data, masalah keperawatan, pohon masalah, diagnosa keperawatan, rencana tindakan keperawatan,
tindakan
keperawatan
yang
dilakukan,
dan
catatan
perkembangan pada Tn.Y.
3
E. PROSES PEMBUATAN MAKALAH
Proses pembuatan makalah ini terdiri dari beberapa tahapan, diantaranya: 1. Studi kasus
Anggota kelompok menganalisa masalah yang dianggap unik di ruangan untuk dijadikan tema diskusi kasus. 2. Studi literatur
Anggota kelompok melakukan kajian pada literatur/textbook terkait teori halusinasi pendengaran. 3. Pengkajian komprehensif
Anggota kelompok melakukan pengkajian menyeluruh meliputi: identitas klien, alasan masuk, faktor predisposisi, keluhan fisik, psikososial, status mental, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping, maupun aspek medis. Selanjutnya, anggota kelompok membuat prioritas masalah berdasarkan pohon masalah dan analisa data subjektif dan objektif. 4. Proses pelaksanaan tindakan keperawatan
Anggota kelompok melakukan intervensi yang telah direncanakan pada pasien yang didiskusikan. 5. Analisa Kasus
Anggota kelompok mendiskusikan adanya keterkaitan atau kesenjangan antara teori dan praktik di lapangan terkait proses keperawatan, meliputi: pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi. 6. Penyimpulan
Anggota kelompok menyimpulkan hasil pembahasan masalah yang telah dibuat.
4
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan membahas uraian diagnosa keperawatan yang meliputi halusinasi,dan risiko perilaku kekerasan, penatalaksanaan regimen terapeutik tidak efektif, dan koping keluarga tidak efektif. Masing-masing diagnosa akan diuraikan pengertian, etiologi, manifestasi klinis, proses terjadinya/ psikopatologi, pohon masalah, diagnosa keperawatan, serta data yang perlu dikaji.
A. Konsep Sehat-Sakit 1. Definisi Sehat
Menurut WHO sehat adalah keadaan keseimbangan yang sempurna baik fisik, mental, dan sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit fisik dan kelemahan. Menurut Undang-Undang Kesehatan RI No.23 Tahun 1992 sehat adalah keadaan sejahtera tubuh, jiwa, sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
2. Definisi Sakit
Menurut
Parson
dalam
Asmadi
(2008)
sakit
adalah
ketidakseimbangan fungsi normal tubuh manusia termasuk sejumlah sistem biologis dan kondisi penyesuaian. Menurut Bauman dalam Asmadi (2008) terdapat tiga kriteria keadaan sakit, yaitu adanya gejala, persepsi tentang keadaan sakit, dan sakit yang dirasakan, dan kemampuan beraktivitas sehari-hari menurun. Rentang sehat dan sakit adalah skala ukur hipotesis untuk mengukur keadaan sehat atau kesehatan seseorang (Asmadi, 2008).
3. Faktor yang Mempengaruhi Status Kesehatan
Menurut Asmadi (2008 ) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan, yaitu:
5
a. Lingkungan Lingkungan memberi pengaruh yang besar terhadap status kesehatan individu yang terdiri dari lingkungan fisik, ekonomi, sosial, dan budaya b. Perilaku Perilaku tergantung pada individu, jika individu berperilaku baik maka akan menjadi sehat dan sebaliknya. Adapun faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu pendidikan, adat istiadat, kepercayaan, kebiasaan , dan sebagainya. c. Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan dapat mempengaruhi status kesehatan individu dan masayarakat. d. Keturunan Faktor
gen
dapat
mempnegaruhi
status
kesehatan
seseorang, contohnya adalah penyakit diabetsem melitus. Dari beberapa faktor tersebut yang mempunyai andil besar dalam kesehatan adalah faktor lingkungan 45% dan faktor perilaku 35%.
B. Gangguan Jiwa
Kartini Kartono (2006) menjelaskan pengertian penyakit jiwa bahwa: 1. penyakit jiwa bukanlah penyakit keturunan semata, namun lebih banyak disebabkan oleh tekanan-tekanan batin dan faktor-faktor sosial; 2. penyakit jiwa bukan tidak bisa disembuhkan, kemungkinan kesembuhannya masih bisa diusahakan; 3. penyakit mental tidaklah datang secara tiba-tiba, tapi bibit-bibitnya telah ada sebelumnya, sebab-sebab yang bersifat kompleks dari kejadian-kejadian masa lalu. Misalnya, kematian seorang yang dikasihi, kebangkrutan finansial, dan sebagainya. 4. penyakit mental bukanlah noda hitam dari suatu dosa, sebab penyakit mental merupakan akibat dari sebab-sebab sosial yang
6
lumrah; merupakan produk dari tekanan kehidupan sehari-hari, dan umum terjadi. 5. penyakit
mental
bukanlah
penyakit
tunggal,
tapi
banyak
penyebabnya dan saling terkait. Misalnya gangguan psiko-neurosa biasanya bertalian dengan anxiety-neurosis, ketakutan-ketakutan yang riil; reaksi dissosiasi terhadap lingkungan, histeria konversia, fobia-fobia, kompulsif, obsessif, dan sebagainya. 6. seks bukanlah sebab penyakit mental, tapi menjadi salah satu unsur saja. Yang utama adalah perasaan bersalah, ketakutan, ketidak puasan, yang menyertainya. Perasaan itu sendiri bisa terjadi oleh perilaku-perilaku lain, bukan hanya disebabkan seks. Dari uraian tersebut bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud penyakit jiwa bukanlah semata kondisi mental yang ditandai perilaku yang "berbeda" dengan orang pada umumnya. Keadaan kalut, gelisah, marah, dan sebagainya, juga merupakan bentuk perilaku jiwa yang abnormal, mengalami gangguan jiwa.
C. Halusinasi 1. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002). Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005). Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007). Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas, maka penulis
mengambil kesimpulan bahwa
halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
7
2. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain : a. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 % Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu. b.
Halusinasi penglihatan (Visual) 20 % Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu (olfactory) Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia. d. Halusinasi peraba (tactile) Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain. e. Halusinasi pengecap (gustatory) Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses. f.
Halusinasi sinestetik Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
g. Halusinasi Kinesthetic Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
8
3. Fase Halusinasi
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart 2007): a.
Comforting Klien
mengalami
perasaan
mendalam
seperti
ansietas sedang, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk
berfokus
pada
pikiran
yang
menyenangkan
untuk
meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik. b.
Condemning Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk
mengambil
jarak
dirinya
dengan
sumber
yang
dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman
sensori
dan
kehilangan
kemampuan
untuk
membedakan halusinasi dengan realita. c.
Controling Pada
ansietas
berat,
klien
berhenti
menghentikan
perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain. d.
Consquering Terjadi
pada
panik
Pengalaman
sensori
menjadi
mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon
lebih
dari
1
orang.
Kondisi
klien
sangat
membahayakan.
9
4. Psikodinamika a.
Penyebab 1)
Faktor predisposisi a)
Biologis: lesi pada area frontal, temporal dan limbik. Selian itu terdapat beberapa kimia otak yang dikaitkan dengan skizofrenia seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah pada respon dopamin
b) Psikkologis:
teori
psikodinamika
menggambarkan
bahwa halusinasi terjadi karena adanya isi alam tidak sadar yang masuk alam sadar sebagai suara respon terhadap konflik psikologis dan kebutuhan yang tidak terpenuhi c)
Sosial
budaya:
stress
yang
menumpuk
dan
berkelanjutan 2) Faktor presipitasi a)
Biologi: stressor biologi yang berhubungan dengan respon neurobiologi yang maladaptif
b) Stress lingkungan: secara biologis menetapkan ambang
toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
linkungan
untuk
menentukan
terjadinya
gangguan perilaku c)
Pemicu gejala:
respon neurobiologi yang maladaptif
berhubungan dengan kesehatan (gizi buruk, infeksi) lingkungan
rasa
bermusuhan,
gangguan
dalam
hubungan interpersonal, sikap dan perilaku
b.
Manifestasi Klinis 1) Halusinasi penglihatan a)
Melirikkan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa yang sedang dibicarakan
10
b) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain
yang sedang tidak bebicara atau pada benda seperti mebel c)
Terlihat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang tidak tampak
d) Menggerakkan mulut seperti sedang berbicara atau
sedang menjawab suara 2) Halusinasi pendengaran a)
Tiba-tiba tampak tanggap, ketakutan atau ditakuti oleh orang lain, benda mati atau stimulus yang tampak
b) Tiba-tiba berlari ke ruangan lain c)
Terlihat berbicara sendiri dan telinga seperti didekatkan ke satu arah
3) Halusinasi penciuman a)
Hidung yang dikerutkan seperti mencium bau yang tidak enak
b) Mencium bau tubuh c)
Mencium bau udara ketika sedang berjalan ke arah orang lain
d) Merespon terhadap bau dengan panik e)
Melempar selimut atau menuang air pada orag lain seakan sedang memadamkan api
4) Halusinasi pengecapan a)
Meludahkan makanan atau minuman
b) Menolah untuk makan, minum atau minum obat c)
Tiba-tiba meninggalkan meja makan
5) Halusinasi perabaan
Meraba tubuhnya seakan ada yang menyentuhnya
11
c.
Rentang Respon
d.
Akibat
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend, M.C perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupuan orang lain. Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku : Data subjektif : Mengungkapkan mendengar
atau
melihat
objek
yang
mengancam,
Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir.
Data
objektif : Wajah tegang, merah, Mondar-mandir, Mata melotot rahang mengatup, Tangan mengepal Keluar keringat banyak dan Mata merah
12
e.
Pohon Masalah
Risiko perilaku kekerasan
Gangguan sensori persepsi: halusinasi ... Isolasi sosial
5. Sumber Koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman tentang pengaruh gangguan otak pada perilaku. Kekuatan dapat meliputi modal, seperti intelegensi atau kreativitas yang tinggi. Orang tua harus secara
aktif
mendidik
anak-anak
dan
dewasa
muda
tentang
keterampilan koping karena mereka biasanya tidak hanya belajar dari pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit, financial yang cukup, ketersedian waktu dan tenaga, dan kemampuan untuk memberikan dukungan secara berkesinambungan.
6. Mekanisme koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi pasien dari pengalaman
yang
menakutkan
berhubungan
dengan
respon
neurobiologis maladaptive meliputi: a.
Regresi, berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energy untuk aktivitas hidup sehari-hari.
b.
Proyeksi, sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi.
c.
Manarik diri
7. Diagnosa keperawatan a. Risiko perilaku kekerasan b. Gangguan sensori persepsi: halusinasi... c. Isolasi sosial
13
D. Risiko Perilaku Kekerasan 1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik terhadap diri sendiri, orang
lain
maupun
lingkungan. Marah
merupakan perasaan jengkel yang timbul terhadap kecemasan yang dirasakan
sebagai
ancaman
kekerasan
adalah
suatu
(Stuart
keadaan
& Sundeen, 2007). Perilaku
dimana
seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007)
2. Psikodinamika a. Penyebab 1) Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi menurut (Stuart & Sundeen, 2007), berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi, artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu : a) Psikologi,
kegagalan
menimbulkan
frustasi
yang
dialami
dapat
yang kemudian
dapat
menyebabkan agresif atau amuk, masa kanak – kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanki penganiayaan dapat menyebabkan
gangguan jiwa pada usia
dewasa atau remaja. b) Biologis, respon biologis timbul karena kegiatan system syaraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin, sehingga tekanan darah meningkat, takhikardi,
wajah
frekuensi
pengeluaran urine meningkat.
gejala
yang
sama
merah,
dengan
pupil
melebar
kecemasan
dan Ada
seperti
14
meningkatnya
kewaspadaan,
ketegangan
otot
seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku
dan
reflek
cepat.
Hal
ini
disebabkan
energi yang dikeluarkan saat marah bertambah. c) Perilaku,
Reinforcement
melakukan
kekerasan,
yang
diterima
saat
sering mengobservasi
kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek
ini menstimulasi individu mengadopsi
perilaku kekerasan. d) Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara
diam
(pasif agresif) dan
kontrol sosial
yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah – olah perilaku kekerasan diterima (permissive). e) Aspek spiritual, kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi
ungkapan marah individu. Aspek
tersebut mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal ini bertentangan dengan norma yang
dimiliki
dapat menimbulkan
kemarahan
yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa. Individu yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, selalu meminta kebutuhan dan bimbingan kepadanya 2) Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu bersifat buruk. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar maupun dalam. Contoh stressor yang berasal dari luar antara lain serangan fisik, kehilangan, kematian, krisis dan lain-lain. Sedangkan dari dalam adalah putus hubungan dengan seseorang yang berarti, kehilangan rasa cinta, ketakutan terhadap penyakit fisik, hilang
kontrol,
menurunnya
percaya
diri
dan
lain-
15
lain.Selain itu lingkungan yang terlalu ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan.
b. Manifestasi Klinis
Menurut Stuart & Sundeen (2007): 1) Emosi: Jengkel,
marah
(dendam),
rasa
terganggu,
merasa takut, tidak aman, cemas. 2) Fisik: Muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. 3) Intelektual: Mendominasi, bawel, berdebat, meremehkan. 4) Spiritual: Keraguan, kebijakan / keberanian diri, tidak bermoral, kreativitas terhambat. 5) Sosial: Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
c. Rentang Respon Rentang Respon Perilaku Marah
1) Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain 2) Frustasi : Respon yang terjadi akibat individu gagal mencapai tujuan, keputusan / rasa aman dan individu tidak menemukan alternatif lain. 3) Pasif : Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realitas atau terhambat.
16
4) Agresif : Memperlihatkan menuntut,
mendekati
permusuhan,
orang
keras,
dan
lain dengan ancaman,
memberi kata – kata ancaman tanpa niat melukai orang lain. 5) Kekerasan : Dapat disebut juga dengan amuk yaitu perasaan marah dan bermusuhan yang kuat
disertai
kehilangan kontrol diri individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Contohnya membanting barang-barang menyakiti diri sendiri (bunuh diri).
d. Akibat
Akibat dari resiko perilaku kekerasan yaitu adanya kemungkinan mencederai diri, orang lain dan merusak lingkungan adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami perilaku yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungannya. Kondisi ini biasanya akibat ketidakmampuan mengendalikan marah secara konstruktif.
e. Pohon Masalah
Resiko Perilaku Kekerasan
Harga Diri Rendah Kronis
3. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko Perilaku Kekerasan b. Harg a Diri Rendah
17
BAB III PROSES KEPERAWATAN
A. HASIL PENGKAJIAN
FORMULIR PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA PRODI ILMU KEPERAWATAN FKIK UIN SYAIF HIDAYATULLAH
RUANG RAWAT
Kresna laki-laki
TANGGAL DIRAWAT
9 April 2014
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial
:
Tn.Y
(L)
Umur
:
41 tahun
Sumber Informasi :
Tanggal Pengkajian
:
No RM
15 April 2014 :
028066
Klien dan rekam medis
II. ALASAN MASUK
3 hari dirumah tidak bisa tidur, klien mengatakan dirumah marah-marah dan merasa kesal dengan anaknya, menurut rekam medis klien mudah tersinggung, bicara-bicara dan tertawa sendiri, malas merawat diri
III. FAKTOR PREDISPOSISI
1.
Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu
Ya
Tidak
2. Pengobatan sebelumnya Berhasil
3.
Pelaku/Usia
Aniaya Fisik
Tidak Berhasil
Korban/Usia
Saksi/Usia
√
Aniaya seksual 18
Penolakan
Kekerasan
Tindakan kriminal
Jelaskan no1,2,3 : klien mengatakan sebelumnya pernah di rawat di RS. ini pada bulan januari 2014, pengobatan sebelumnya klien pernah melakukan rawat jalan juga dan klien mengatakan obatnya tidak diminum, klien mengatakan kecewa pada anaknya karena motor yang dibelikan untuk anaknya dijual lagi oleh anaknya, selain itu juga anak minta dikuliahkan sehingga jadi beban pikiran dan membuat klien marah lalu mementokkan kepalanya ke tembok dan kepalanya berdarah Diagnosa keperawatan : Resiko perilaku kekerasan
4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Ya Hubungan keluarga:
Tidak
tidak ada masalah
Gejala: tidak ada masalah Riwayat pengobatan: tidak ada masalah Diagnosa keperawatan: tidak ada masalah
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan : klien
mengatakan
merasa kesal dengan anaknya karena meminta untuk kuliah dan menjual motornya yang baru dibeli Diagnosa keperawatan :
Resiko perilaku kekerasan
IV. FISIK
1. Tanda Vital 2. Keluhan Fisik
TD : 120/80 N: 80x/m S: Ya
36 o C
P: 20x/mnt Tidak
19
Jelaskan :
klien mengatakan tidak mengalami keluhan fisik
Diagnosa keperawatan :
tidak ada masalah
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Jelaskan
:
klien menikah 2 kali namun berakhir dengan
perceraian. Memiliki 2 orang anak. Klien tinggal bersama adik perempuannya
2. Konsep Diri a. Gambaran diri
: _klien mengatakan sangat menyukai hidungnya yang mancung_
b. Identitas
:_klien mengatakan bahwa dirinya merupakan pensiunan guru SD
c. Peran
:_sebelum masuk RS klien bekerja di poliklinik milik adik perempuannya sebagai tukang parkir
d. Ideal Diri
: _klien mengatakan tidak mau menikah lagi setelah pulang dari RS klien hanya ingin mengurus anaknya
e. Harga Diri
: _klien mengatakan sedih sudah tidak berguna karena tidak ada lagi yang mau mengurusinya
20
karena
orang
yang
disayang
sudah
meninggalkannya klien tampak sering merunduk saat bercerita mengenai keluarganya. Diagnosa keperawatan :
Harga diri rendah kronis
3. Hubungan Sosial a. orang yang berarti :
adik perempuannya
b. Peran serta dalam kegaiatan kelompok/masyarakat
:_jarang
mengikuti kegiatan kerja bakti di rumahnya selama sakit c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :
klien
merasa
tersinggung dan minder di saat orang lain mengatakan bahwa dirinya gila sehingga membuat kesal Diagnosa keperawatan :
tidak ada masalah
4. Spiritual & Religi: a. Nilai dan keyakinan : klien mengatakan agamanya islam dan berkeyakinan kepada Allah SWT b. Kegiatan Ibadah
: ibadah yang dilakukan selama di rumah
sholat 5 waktu namun selam di RS tidak sholat. c. Diagnosa keperawatan :
tidak ada masalah
VI STATUS MENTAL
1. Penampilan Tidak rapi
penggunaan pakaian tidak sesuai
Jelaskan :
cara berpakaian tak seperti biasanya
klien menggunakan baju dengan tidak dikancing dan klien
mengatakan malas mandi badannya bau klien tampak tidak rapi klien mengatakan belum mandi pagi Diagnosa keperawatan: Defisit perawatan diri: Hygiene care dan berhias
2. Pembicaraan Cepat
lambat
Gagap
Inkoheren
21
Membisu Jelaskan :
tidak mampu memulai pembicaraan
klien tampak bicara tidak nyambung banyak bicara sendiri
dan sering berteriak saat bicara dana nada sura tinggi sering berkomatkamit dan tertawa sendiri Diagnosa keperawatan :
Gangguan
sensori
persepsi:
halusinasi
pendengaran dan Resiko perilaku kekerasan
3. Aktivitas Motorik
Tegang
Lesu
Gelisah
Tremor
Kompulsif
Jelaskan :
klien mudah tersinggung cenderung mengikuti keinginan
sendiri Diagnosa keperawatan :
Resiko perilaku kekerasan
4. Alam Perasaan
Sedih
Ketakutan
Putus asa
Khawatir
Gembira berlebihan Jelaskan :
klien
mengatakan
sedih
disaat
mencerikan
tentang
pekerjaan karena sudah pensiun dari guru SD Diagnosa keperawatan :
Harga diri rendah kronis
5. Afek Datar Jelaskan :
Tumpul
Labil
Tidak sesuai
klien tampak saat berbicara dengan nada suara tinggi
sering berteriak-teriak banyak bicara sendiri Diagnosa keperawatan :
Resiko
perilaku
kekerasan
dan
Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran
6. Interaksi selama wawancara
Tidak kooperatif Defensif
mudah tersinggung
Kontak mata kurang
curiga
22
Jelaskan :
klien kadang memotong pembicaraan saat wawancara dan
memutuskan pembicaraan sebelum waktu kontrak selesai Diagnosa keperawatan :
Resiko perilaku kekerasan
7. Persepsi Halusinasi
Pendengaran
Penglihatan
Perabaan
Pengecapan
Penciuman Jelasakan :
klien tampak sering bicara sendiri dan mengatakan
mendengar suara-suara orang yang tidak diketahuinya Diagnosa keperawatan : halusinasi
Gangguan
sensori
persepsi:
pendengaran
8. Proses Pikir Sirkumtansial Flight of ideas
Blocking
Pengulangan Pembicaraan
Jelaskan :
pembicaraan klien inkoheren dan juga selalu melompat-
lompat ke topik yang tidak dipertanyakan klien tampak bingung Diagnosa keperawatan :
kerusakan komunikasi verbal
9. Proses Pikir: Waham Agama
Somatik
Kebesaran
Sisip pikir
Siar Pikir
Kontrol Pikir
Curiga
Nihilstik
Jelaskan : Diagnosa keperawatan:
tidak ada masalah
10. Tingkat Kesadaran
Bingung
Sedasi
Stuppor
Disorientasi
Waktu Jelaskan :
Tempat
Orang
klien tampak saat dilakukan wawancara bingung dan saat
ditanya terkait hari tanggal dan tempat klien menjawab hari kamis
23
tanggal tidak tahu lalu mengatakan bahwa ini tempat ini adalah gedung kesenian Diagnosa keperawatan:
gangguan
sensori
persepsi
halusinasi:
pendengaran
11. Memori Gangguan daya ingat jangka panjang Gangguan daya ingat jangka pendek Gangguan daya ingat saat ini Jelaskan : Diagnosa keperawatan :
12. Tingkat Kosentrasi dan berhitung : Mudah Beralih
Tidak mudah Berkosentrasi
Jelaskan :
Tidak mampu berhitung sederhana
di saat diberikan pertanyaan berhitung klien tidak mudah
berkonsentrasi klien dapat berhitung dengan benar namun lambat. Diagnosa keperawatan :
13. Kemampuan penilaian Gangguan ringan
Gangguan bermakna
Jelaskan : Diagnosa keperawatan:
14. Daya tilik diri : Mengingkari penyakit yang diderita Menyalahkan hal-hal diluar dirinya Jelaskan:
Klien menyadari kalau dirinya sedang sakit
Diagnosa keperawatan :
tidak ada masalah
24
VII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1. Makan √
Bantuan Minimal
Bantuan total
2. BAB/BAK Bantuan Minimal
Bantuan total
3. Mandi Bantuan Minimal
Bantuan total
4. Berpakaian/berhias Bantuan Minimal
Bantuan total
5.Penggunaan obat Bantuan Minimal
Bantuan total
6. Istirahat dan tidur Tidur siang lama:
2 jam
Tidur malam lama :
8 jam
7. Pemeliharaan Kesehatan
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Perawatan Lanjutan Sistem Pendukung 8. Kegiatan di dalam rumah Mempersiapkan makanan Menjaga Kerapihan rumah Mencuci pakaian Pengaturan Keuangan 9. Kegiatan di luar rumah Belanja
Ya
Tidak √
Transportasi Lain-lain
25
Jelaskan : klien mampu memenuhi kebutuhan secara mandiri seperti mandi dan BAB/BAK. Hanya saja yang harus diperhatikan minum obat secara teratur oleh keluarga karena dikhawatirkan akan putus obat kembali Diagnosa keperawatan : penatalaksanaan regimen individu tidak efektif
VII. MEKANISME KOPING
Adaptif
Maladaptif
Bicara dengan orang lain
Minum alkohol
Mampu menyelesaikan masalah
Reaksi lambat/berlebihan
Teknik relaksasi
Bekerja berlebihan
Aktifitas konstruktif
Menghindar
Olahraga
Mencederai diri
Lainnya
Lainnya
marah-marah
membanting barang-barang yang ada di rumah Diagnosa keperawatan: Resiko perilaku kekerasann dan Koping individu tidak efektif
VIII. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik
klien
mengatakan
sudah tidak mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di lingkungan rumahnya dan tidak ada dukungan dari teman-teman. Klien juga pernah memelintir tangan tetangganya karena dikatakan gila Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik klien
merasa
tersinggung ketika ada orang lain di lingkungan sekitar rumah yang mengatakan klien gila Masalah dengan pendidikan, spesifik tidak ada masalah klien lulus SLTA Masalah dengan pekerjaan, spesifik
klien merupakan pensiun PNS guru
SD
26
Masalah dengan perumahan, spesifik sama klien mengatakan sekarang
tinggal bersama tinggal bersama dengan adik permpuannya setelah 2 orang istrinya meninggalkannya Masalah berhubungan dengan ekonomi, spesifik
klien
mengatakan
semenjak pensiun uangnya habis dibawa istrinya yang mata duitan dan sekarang pekerjaannya menjadi tukang parkir di piliklinik poliklinik Masalah berhubungan dengan pelayanan kesehatan, spesifik
sering keluar masuk RS karena putus obat
______
tidak ada masalah
Masalah lainnya, spesifik
Diagnosa keperawatan:
klien
Resiko Perilaku kekerasan
IX. PENGETAHUAN KURANG TENTANG:
Penyakit Jiwa
Sistem Pendukung
Faktor Presipitasi
Penyakit fisik
Koping
√
obat-obatan
Lainnya Diagnosa keperawatan:
regimen terapeutik tidak efektif
XI. ASPEK MEDIK
Diagnosa Medik: Skizofrenia Paranoid
Terapi Medik: Depakote 2x 500mg Dandoz 1x 10mg Haloperidol 3x 5gr Clozapine 2x 50mg Merlopam 1x 2gr
27
B. POHON DIAGNOSA
Resiko perilaku kekerasan
Gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran
Harga diri rendah kronis
28
C. ANALISA DATA
Data Data subjektif: Klien mengatakan di rumah marah-marah dan merasa kesal dengan anaknya karena anaknya meminta untuk kuliah dan menjual motor yang baru dibelinya. klien mengatakan saat marah pernah mementokkan kepalanya ke tembok dan kepalanya berdarah klien mengatakan merasa tersinggung di saat ada orang yang mengatakan bahwa dirinya gila kemudian memelintir tangannya. Data objektif: klien tampak mudah tersinggung klien sering berteriak saat berbicara klien berbicara dengan nada suara tinggi klien cenderung mengikuti keinginannya sendiri klien kadang memotong pembicaraan saat wawancara dan memutuskan pembicaraan sebelum waktu kontrak sesuai Data subjektif: klien mengatakan mendengar suara-suara orang yang tidak ketahui Data objektif: klien tampak bicara dan tertawa sendiri klien sering komat-kamit bicara tidak nyambung/inkoheren Data subjektif: klien mengatakan malas untuk mandi dan belum mandi pagi Data objektif: klien tamapak menggunakan baju tidak dikancing badan klien bau klien tampak tidak rapi Data subjektif: klien mengatakan sedih klien mengatakan sudah tidak berguna karena tidak ada lagi yang mau mengurusnya karena orang yang disayang yaitu 2 orang istrinya telah meninggalkannya
Diagnosa Keperawatan Resiko perilaku kekerasan
Gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran
Defisit perawatan diri: hygiene care/ berhias
Harga diri rendah kronis
29
klien mengatakan pensiuan dari guru SD
Data objektif: klien tampak merunduk saat berbicara menganai keluarganya. Data subjektif: -----
Kerusakan komunikasi verbal
Data objektif: klien tampak bicara inkoheren/ tidak nyambung flight of ideas klien tampak binggung
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran 2. Risiko perilaku kekerasan 3. Defisit perawatan diri: Hygiene care/berhias 4. Harga diri rendah kronis 5. Kerusakan komunikasi verbal
30
E. EVALUASI
Catatan Perkembangan Implementasi TGL/JAM : 15 April 2014 (Selasa) Data : DS : Klien mengatakan meminta fiksasi pada tanganya dilepaskan dan meminta untuk dibukakan pintu kamarnya DO: klien tampak kedua tangan terfiksasi dan kedua kaki juga terfiksasi Klien tampak tidur Klien tampak berbicara sendiri saat tidur Klien tampak tiba-tiba teriak saat tidur Klien tampak nada suara keras
Evaluasi S:
klien mengatakan meminta pintu kamar untuk dibuka O:
Klien tampak tidur Klien tampak berbicara sendiri
saat tidur Klien tampak tidur gelisah Klien tampak tiba-tiba teriak saat tidur dengan suara yang keras
A:
Resiko perilaku kekerasan Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran P:-
DX Keperawatan: Resiko perilaku kekerasan Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran Tindakan : Mengidentifikasi keadaan klien RTL : Membina hubungan saling percaya
31
Catatan Perkembangan Implementasi TGL/JAM : 16 April 2014 (Rabu) Data : DS : Klien mengatakan kesal sama anaknya karena dibelikan motor dijual Klien mengatakan anaknya meminta kuliah Klien mengatakan pusing DO: klien tampak berbicara sendiri dengan suara keras Klien tampak mengepal tanganya dengan handuk Klien tampak pandangan tajam setiap melihat orang Klien tampak tiba-tiba teriak Klien tampak nada suara keras
Evaluasi S:
Klien menyebutkan nama TN. Y klien mengatakan kesal pada anaknya dibelikan motor lalu dijual dan ingin kuliah klien mengatakan bapaknya sudah meninggal dan tinggal bersama adiknya klien mengatakan pernah mendengar suara O:
Klien tampak kontak mata (+)
DX Keperawatan: Resiko perilaku kekerasan Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran Tindakan : Membina hubungan saling percaya Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang dilakukanya Mengidentifikasi jenis halusinasi
dengan perawat Klien tampak berbicara dengan suara keras Klien tampak sering mondarmandir berjalan disekitar ruangan Klien tampak mengepalkan tanganya dengan handuk Klien tampak memutuskan interaksi dengan perawat
A:
Resiko perilaku kekerasan Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran P:-
RTL :
Mengidentifikasi tanda dan
gejala perilaku kekerasan Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan Mengidentifikasi isi halusinasi
32
Catatan Perkembangan Implementasi TGL/JAM : 17 April 2014 (kamis) Data : DS : Klien mengatakan bertemu dengan adik perempuanya, Klien mengatakan kalau dirumah suka marah-marah Klien mengatakan istrinya tidak suka kalau ia sedang marag DO: klien tampak senang berjalan disekitar ruangan Klien tampak pandangan tajam setiap melihat orang Klien tampak tiba-tiba teriak Klien tampak nada suara keras Klien tampak sering berbicara sendiri DX Keperawatan: Resiko perilaku kekerasan Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran Tindakan : Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan Mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan marah : cara fisik tarik nafas dalam Mendemontrasikan cara tarik nafas dalam Mengidentifikasi isi halusinasi
Evaluasi S:
klien mengatakan dirumah pernah kesal dan marah kuliah klien mengatakan jika marah mata melotot dan ingin menonjok klien mengatakan saat marah mementokan kepala ketembok dan membanting banting barang klien mengatakan cara mengontrol marah dengan cara tarik nafas dalam O:
Klien tampak kooperatif Klien tampak pandangan
mata tajam Klien tampak melakukan cara tarik nafas dalam
A:
Resiko perilaku kekerasan
Klien mampu mengontrol marah dengan mendemonstrasikan cara fisik dengan tarik nafas dalam Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran
P:
melatih kegiatan cara fisik tarik nafas dalam dengan mandiri sesuai jadwal kegiatan
RTL :
Mengevaluasi cara mengontrol
marah Melatih cara mengontrol kedua : cara fisik pukul bantal Mengidentifikasi isi halusinasi
33
Catatan Perkembangan Implementasi TGL/JAM : 18 April 2014 (Jum’at) Data : DS : Klien mengatakan pernah dikatakan gila oleh tetangga Klien mengatakan setelah itu memelintir tangan orang karena kesal Klien mengatakan merasa sedih telah diperlakukan seperti itu DO: klien tampak senang berjalan disekitar ruangan Klien tampak pandangan tajam setiap melihat orang Klien tampak inkoheren Klien tampak nada suara keras Klien tampak sering berbicara sendiri
Evaluasi S:
klien mengatakan sudah
O:
Klien tampak kooperatif Klien tampak
DX Keperawatan: Resiko perilaku kekerasan Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran
Tindakan : Mengevaluasi cara mengontrol marah Melatih cara mengontrol kedua : cara fisik pukul bantal Mengidentifikasi isi halusinasi Memasuka ke dalam jadwal kegiatan harian cara mengontrol marah tarik nafas dalam dan pukul bantal atau kasur Mengidentifikasi jenis halsinasinya Mengidentifikasi wakt halusinasinya
RTL :
Mengevaluasi cara mengontrol
marah: pukul bantal Mengidentifikasi jenis halsinasinya
melatih cara tarik nafas dalam setelah makan dan siang sebelum tidur siang klien mengatakan ingin latihan cara pukul bantal klien mengatakan perasaan kesalnya hilang klien mengatakan dirinya lutung kasarung klien mengatakan tidak tau dengan suara yang sering membisikannya
mendemonstrasikan atau melatih cara tarik nafas dalam Klien tampak berbicara sendiri Klien tampak berbicara dengan suara keras sendirian Klien tampak mendemonstrasikan atau melatih cara pukul bantal
A:
Resiko perilaku kekerasan
Klien mampu melatih cara tarik nafas dalam dengan mandiri, klien mampu melatih pukul bantal Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran
P:
melatih kegiatan cara fisik kedua : pukul bantal atau kasur mandiri sesuai jadwal kegiatan
34
Mengidentifikasi wakt
halusinasinya Mengidentifikasi frekuensi halsinasi Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halsinasi Mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
35
Catatan Perkembangan Implementasi TGL/JAM : 19 April 2014 (Sabtu) Data : DS : Klien mengatakan perasaan hari ini baik Klien mengatakan ingin bertemu dengan adiknya DO: klien tampak berada didalam kamar Klien tampak berteriak memanggil orang atau temanya Klien tampak inkoheren Klien tampak nada suara keras Klien tampak sering berbicara sendiri
Evaluasi S:
klien mengatakan sudah
O:
Klien tampak kooperatif Klien tampak mendemonstrasikan atau melatih cara tarik nafas dalam Klien tampak berbicara sendiri saat dikamar Klien tampak berbicara dengan suara keras sendirian Klien tampak melakukan cara menghardik dengan bantuan perawat
DX Keperawatan: Resiko perilaku kekerasan Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran Tindakan : Mengevaluasi cara mengontrol marah : tarik nafas dalam Mengevaluasi cara mengontrol marah: pukul bantal Mengidentifikasi isi halsinasinya Mengidentifikasi wakt halusinasinya Mengidentifikasi frekuensi halsinasi Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halsinasi Mengidentifikasi respon klien terhadap halusinasi Mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
melatih cara tarik nafas setelah bangun tidur klien mengatakan belum melatih cara pukul bantal klien mengatakan ingin bertemu dengan adiknya klien mengatakan mendengar suara-suara klien mengatakan tidak tau suara siapa yang didengarnya dan tidak tahu suara itu muncul nya
A:
Resiko perilaku kekerasan Klien belum melatih cara pukul bantal dan vara perbal Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran Klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara menghardik dibantu perawat P:
melatih kegiatan cara fisik kedua : pukul bantal atau kasur mandiri sesuai jadwal kegiatan melatih cara verbal melatih cara menghardik secara mandiri
36
RTL :
Mengevaluasi cara
mengontrol marah: cara verbal Mengevaluasi waktu dan frekuensi halusinasi Mengevaluasi cara mengontrol halusinasi : menghardik
37
Catatan perkembangan Implementasi TGL/ JAM : 21 April 2014 DATA: DS: Klien mengatakan - Senang DO: Klien tampak - Berbicara dengan nada suara keras - Sering berbicara sendiri - Kooperatif - Klien sudah mampu melakukan cara mengontrol marah (tarik nafas dalam dan pukul bantal) - Klien sudah mampu menghardik Diagnosa Keperawatan: - Resiko perilaku kekerasan - Gangguan sensori persepsi Tindakan Keperawatan - Mengevaluasi cara mengontrol marah dengan tarik nafas dalam - Mengevaluasi cara mengontrol marah dengan pukul bantal dan pukul kasur - Mengevaluasi cara mengontrol marah dengan cara verbal - Mengidentifikasi isi halusinasi - Mengidentifikasi waktu halusinasi - Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi - Mengidentifikasi respon klien terhadap halusinasi - Mengevaluasi cara klien mengontrol halusinasi: menghardik - Menganjurkan klien cara mengontrol marah dan mengontrol halusinasinya kedalam jadwal kegiatan harian RTL - Mengevaluasi cara mengontrol marah dengan cara verbal - Mengidentifikasi isi, waktu, situasi, frekuensi serta respon klien terhadap halusinasi - Mengevaluasi cara menghardik - Menganjurkan memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
Evaluasi
S: klien mengatakan: - Sudah melatih cara tarik nafas dalam dan pukul bantal - Belum melatih cara verbal yang telah diajarkan kemarin - Suara- suara tidak muncul lagi - Sudah mengetahui cara menghardik O: klien tampak - Mendemonstrasikan cara tarik nafas dalam dan pukul bantal - Klien tampak mendemonstrasikan cara menghardik - Berbicara sendiri saat tidak ada orang yang menemani bicara - Tiba- tiba berbicara dengan berteriak A: Resiko Perilaku kekerasan - Klien sudah mampu melakukan cara tarik nafas dalam dan pukul bantal akan tetapi belum mampu melatih cara verbal untuk mengatasi rasa marahnya Gangguan sensori persepsi (halusinasi pendengaran) - Klien mampu melakukan cara menghardik secara mandiri (klien belum mampu mengidentifikasi isi, waktu, frekuensi, situasi dan respon klien terhadap halusinasinya) P: latih cara mengontrol marah dengan cara verbal
38
Catatan perkembangan Implementasi Evaluasi TGL/ JAM: 22 April 2014 S : klien mengatakan DATA: - sudah melatih cara tarik Ds: Klien mengatakan nafas dalam dan pukul - kesal dan marahnya masih sering muncul bantal - telah melakukan cara tarik nafas dalam, - sudah melatih cara pukul bantal dan meminta dengan baik verbal: meminta dengan serta menolak dengan baik baik dan menolak Do: klien tampak dengan baik kepada - mengikuti kegiatan RS (senam pagi) perawat - berbicara terkadang masih suka berteriak - biasanya menggunakan - masih sering berbicara sendiri cara berzikir, sholat dan berwudhu serta mengaji Diagnosa Keperawatan: - Resiko perilaku kekerasan O : klien tampak - Gangguan sensori persepsi - kooperatif - mendemonstrasikan cara Tindakan : mengontrol marah (tarik - mengevaluasi cara mengontrol marah nafas dalam, pukul dengan cara verbal: meminta dengan baik, bantal, dan verbal: menolak dengan baik dan meminta dengan baik mengungkapkan dengan baik dan menolak dengan - mengevaluasi cara mengontrol marah baik) dengan cara fisik: cara tarik nafas dalam - mendemonstrasikan cara serta pukul bantal berzikir - mengidentifikasi cara konstruktif untuk A: mengontrol marah dengan cara spiritual - klien mampu melatih - melatih klien cara mengontrol marah cara mengontrol marah dengan cara spiritual dengan spiritual: - menganjurkan klien memasukkan berzikir, berdoa dengan kedalam jadwal kegiatan harian bantuan perawat P: RTL: - Latih cara mengontrol - mengevaluasi cara konstruktif mengontrol marah dengan spiritual : marah dengan cara spiritual: berdzikir, berzikir, berdoa, berdoa, mengaji dan berwudhu mengaji dan berwudhu - mendiskusikan manfaat obat - menjelaskan kerugian jika tidak patuh obat - menjelaskan 5 benar dalam pemberian obat
39
Catatan perkembangan Implementasi TGL/ JAM: 23 April 2014 DATA: Ds: Klien mengatakan - sudah melakukan kegiatan yang ada di jadwal yaitu: tarik napas dalam pukul bantal verbal dan spiritual untuk mengontrol marah Do: klien tampak - klien dapat mempraktekan cara yang sudah dilatih: tarik napas dalam cara verbal spiritual (zikir) - klien kooperatif Diagnosa Keperawatan: - Resiko perilaku kekerasan - Gangguan sensori persepsi Tindakan : - Mengevaluasi cara mengontrol marah dengan cara yang telah dilatih: tarik napas dalam pukul bantal verbal dan spiritual - Menjelaskan manfaat menggunakan obat secara teratur - Menjelaskan kerugiaan jika tidak menggunakan obat - Menjelaskan 5 benar dalam memberikan obat - Menganjurkan klien: untuk meminta dan menggunakan obat tepat waktu serta lapor ke perawat/dokter jika mengalami efek yang tidak biasa - Member pujian terhadap kedisplinan klien mengkonsumsi obat RTL: - Mengevalusi cara mengontrol marah yang sudah dilatih - Evaluasi cara klien minum obat
Evaluasi S : klien mengatakan - Sudah melakukan tarik napas dalam sesuai jadwal - Sudah melakukan cara pukul bantal sesuai jadwal begitu pula dengan cara verbal - Meminum obat 5 macam dalam sehari yaitu: HPTHP Depakote 3x/sehari tetapi 2 obat lagi pasien lupa namanya - Kadang merasa pusing setelah minum obat - 5 benar dalam pemberian obat; benar namaobatdosiswaktu dan rute O : klien tampak - kooperatif - mendemonstrasikan cara mengontrol marah (tarik nafas dalam, pukul bantal, dan verbal: meminta dengan baik dan menolak dengan baik) - mendemonstrasikan cara berzikir dan mengaji - menyebutkan dan menjelaskan obat yang diminum - senang dan memahami obat yang diminum A: - klien mampu menyebutkan 3 nama obat yang dikonsumsi - klien dapat mendemonstrasikan latihan cara mengontrol marah dengan cara fisik verbal spiritual dan obat P: - anjurkan klien untuk minum obat secara teratur.
40
BAB IV PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas adanya kesenjangan ataupun keterkaitan antara teori dan kasus pada Ny. Y dengan resiko perilaku kekerasan di ruang Kresna Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Pembahasan ini disusun sesuai tahap-tahap proses keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan. A. Pengkajian
Tn. Y didiagnosis mengalami Skizoprenia paranoid. Klien masuk dengan alasan 3 hari dirumah tidak bisa tidur, klien mengatakan dirumah marah-marah dan merasa kesal dengan anaknya klien mengatakan merasa kesal dengan anaknya, menurut rekam medis klien mudah tersinggung, bicara-bicara dan tertawa sendiri, malas merawat diri. Klien sebelumnya pernah masuk RSMM pada bulan januari 2014, pengobatan sebelumnya klien pernah melakukan rawat jalan juga dan klien mengatakan obatnya tidak diminum. Gejala-gejala tersebut sesuai dengan teori bahwa skizoprenia paranoid ditunjukkan dengan tingkah laku seperti mendengar suara-suara dan bunyi, isolasi dan menarik diri dari hubungan sosial, bersikap apatis dan cenderung melakukan tindakan kekerasan (Stuart & Sundeen, 2007). Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya gangguan jiwa menurut Stuart & Sundeen (2007) dibagi kedalam faktor-faktor predisposisi dan presipitasi. Faktor predisposisi yang terjadi pada klien adalah klien mengatakan sebelumnya pernah di rawat di RS. Ini pada bulan januari 2014, pengobatan sebelumnya klien pernah melakukan rawat jalan juga dan klien mengatakan obatnya tidak diminum, klien mengatakan bahwa dirinya merupakan pensiunan guru SD dan bercerai dengan 2 orang istrinya. Faktor presipitasi pada diri klien adalah klien mengatakan bahwa dirinya kecewa pada anaknya karena motor yang dibelikan untuk anaknya dijual lagi oleh anaknya, selain itu juga anak minta dikuliahkan sehingga jadi beban pikiran dan membuat klien marah lalu mementokkan kepalanya ke tembok dan kepalanya berdarah.
41
Setelah interaksi selama 8 hari, klien mengatakan di rumah marahmarah dan merasa kesal dengan anaknya karena anaknya meminta untuk kuliah dan menjual motor yang baru dibelinya, saat marah pernah mementokkan kepalanya ke tembok dan kepalanya berdarah, klien klien tampak mudah tersinggung, sering berteriak, berbicara dengan nada suara tinggi, pandangan tajam, cenderung mengikuti keinginannya sendiri dan terkadang memutuskan pembicaraan sebelum waktu kontrak selesai. Berdasarkan hasil pengkajian klien ditemukan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan dengan tanda dan gejala yaitu marah, kesal, pandangan tajam, kekerasan, mudah tersinggung. Tanda dan gejala pada Tn.Y sejalan dengan pendapat yang dikatakan oleh Yosep (2007) bahwa perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Tanda dan gejalanya adalah jengkel, marah (dendam), rasa terganggu, merasa
takut, tidak aman, cemas, muka merah,
pandangan
tajam, kekerasan (Stuart & Sundeen, 2007). Perilaku kekerasan disebabkan oleh kegagalan yang dialami yang dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat menyebabkan frustasi atau amuk, perasaan ditolak, dihina, dianiaya yang dapat menyebabkan gangguan jiwa pada usia dewasa atau remaja, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif), kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah – olah perilaku kekerasan diterima (permissive), dan reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan (Stuart & Sundeen, 2007). Dalam kasus Tn.Y ini, klien mengatakan sudah pensiun dari guru SD dan uang hasil pensiunnya diambil semua oleh kedua istrinya semenjak itu klien merasa kesal dan marah serta melakukan tindak kekerasan. Selain itu juga klien mengatakan merasa sudah tidak berguna lagi karena bercerai dengan kedua istrinya dan sudah tidak ada lagi yang mengurusinya, lalu klien juga mengatakan kesal disaat ada orang yang mengatakan dirinya gila yang membuat sikap klien semakin marah dan melakukan tindak
42
kekerasan karena merasa telah diejek. Adanya reinforcement yang diterima oleh klien tidak menyenangkan ini menstimulasi klien untuk selalu melakukan perilaku kekerasan dalam dirinya. Dari diagnosa yang sudah dijabarkan diatas, tindakan yang sudah dilakukan adalah SP 1 resiko perilaku kekerasan. Pada pertemuan pertama hanya dapat mengidentifikasi kondisi Tn.Y karena pada saat itu kondisi klien tampak tertidur gelisah, berteriak-teriak dan terfiksasi kedua tangan serta kedua kakinya. Pada pertemuan kedua klien mampu mengungkapkan perasaan kesal pada anaknya dibelikan motor lalu dijual dan ingin kuliah, klien juga mengatakan mendengar suara-suara, tampak sering mondar-mandir berjalan disekitar ruangan, mengepalkan tanganya dengan handuk namun setelah itu klien memutuskan pembicaraan sebelum kontrak selesai. Pada pertemuan ketiga Tn.Y sudah mampu mengungkapkan perasaan marah dan kesalnya, mampu mengungkapkan tanda dan gejala, perilaku kekerasan yang dilakukan, dan klien mampu mempraktikkan cara mengontrol marah dengan tarik napas dalam. Pada SP 2 Tn.Y mampu mempraktikkan kembali cara mengontrol marah dengan cara fisik yaitu tarik napas dalam dan pukul bantal. Pertemuan kedua klien mampu mempraktikkan kembali cara fisik tarik napas dalam namun belum mampu melatih cara pukul bantal serta cara verbal. Pada pertemuan ini juga klien mengatakan bahwa mendengar suara-suara namun saat dilakukan identifikasi tentang suara yang didengarnya klien mengatakan tidak tahu tetapi klien mampu melakukan cara menghardik. Pada pertemuan ke delapan klien sudah mampu melatih cara mengontrol marah dengan cara fisik tarik napas dalam dan pukul bantal, cara verbal, cara spiritual, dan minum obat namun untuk evaluasi tentang halusinasi yang pernah muncul pada Tn.Y perawat tidak dapat mengidentifikasi lebih dalam karena klien mengatakan sudah tidak mendengar suara dan melihat bayangan lagi.
43