BUKU BUK U PIN PINT TAR
PENGELOLAAN
ASE A SET T DESA
Sutaryono Dyah Widuri Akhmad Murtajib Australian Community Development and Civil Society Strengthening Scheme (ACCESS) Tahap II
BUKU PINT PINTAR AR
PENGELOLAAN
ASET AS ET DE DESA SA
Sutaryono Dyah Widuri Akhmad Murtajib Australian Community Development and Civil Society Strengthening Scheme (ACCESS) Tahap II
BUKU PINT PINTAR AR
PENGELOLAAN
ASET AS ET DE DESA SA
Sutaryono Dyah Widuri Akhmad Murtajib Australian Community Development and Civil Society Strengthening Scheme (ACCESS) Tahap II
Buku Pintar PENGELOLAAN ASET DESA Penulis
: Sutaryono Dyah Widuri Akhmad Murtajib Kontributor : Marcelinus Supardi, ANIMASI, TTS I Kadek Bawa, Sekdes Wa Ode Angkalo, Buton Utara. Penyunting : Sutoro Eko Yunanto Reviewerr Reviewe : R. Endi Jaweng Budhi Hermanto Penata Letak : Candra Coret Desain Cover : Dedi, Candra & Erni llustrasi : Bintang & Darban Copyleft@Diperkenankan untuk melakukan modifikasi, penggandaan maupun penyebarluasan buku ini untuk kepentingan pendidikan dan bukan untuk kepentingan komersial dengan tetap mencantumkan atribut penulis dan keterangan dokumen ini secara lengkap. Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD) Jl. Karangnangk Karangnangka a No. 175 Dusun Dusun Demangan Desa Maguwoharjo Kec. Depok Sleman Yogyakarta Telp./fax: 0274 4333665, mbl: 0811 250 3790 Email:
[email protected] [email protected] t.id Website: W ebsite: http//www http//www.. forumdesa.org Cetakan Pertama : Februari 2014 14,5 x 21 cm, xxiv + 114 Hal ISBN : 978-602-14643-2-8
KATA PENGANTAR ACCESS Kemandirian desa, mendukung demokratisasi desa, kearifan lokal, partisipasi, keadilan gender, penanggulangan kemiskinan, dan akuntabilitas pembangunan desa
K
emampuan desa untuk mengelola pembangunan lebih mandiri yang didukung oleh semua unsur dan sumber daya desa sangat penting bagi perbaikan kesejahteraan masyarakat, terlebih bagi masyarakat miskin di desa. Desa yang dapat menjalankan pengelolaan pembangunan secara mandiri bukan hanya mampu menggerakkan seluruh aset sumber daya yang dimiliki desa, tetapi desa juga akan mampu memperbaiki kebutuhan dasar warga, kebutuhan penghidupan, memperjuangkan hak warga dan menata kehidupan secara berkelanjutan. Hadirnya serial buku pintar tentang kemandirian desa ini diharapkan dapat menjadi bacaan segar di desa, khususnya bagi para Kepala Desa, Perangkat Desa, Kader Desa termasuk Kader Posyandu, para pengelola atau pengguna keuangan desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan Pengelolaan Aset Desa
iii
juga masyarakat desa - baik laki-laki maupun perempuan - untuk menata desanya. Buku ini juga menarik untuk dibaca kawan-kawan para pegiat pemberdayaan masyarakat dan desa, fasilitator desa, dan rekan-rekan Lembaga Swadaya Masyarakat peduli desa. Terlebih dengan lahirnya Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka kehadiran buku-buku pintar ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi pemberdayaan desa. Serial buku pintar meliputi 1) Kedudukan dan Kewenangan Desa, 2) Pengelolaan Aset Desa, 3) Pengembangan Regulasi Desa, 4) Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Demokrasi Desa, 5) Perencanaan dan Penganggaran Desa, 6) Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Desa, 7) Pengembangan dan Pengelolaan BUM Desa, 8) Sistem Administrasi dan Informasi Desa, 9) Pertanggung jawaban Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, dan 10) Reposisi Peran Publik Perempuan di Desa. Buku-buku pintar tersebut disusun terutama berdasarkan pengalaman desa dan daerah wilayah kerja Program ACCESS Tahap II. ACCESS Tahap II merupakan program pengembangan kapasitas warga dan organisasi warga yang didukung oleh dana hibah dari Pemerintah Australia. Program ini berupaya mendukung kerja-kerja pemberdayaan yang menghargai aspek lokalitas dan menempatkan perempuan, masyarakat miskin, dan kelompok marginal sebagai subyek pembangunan yang memiliki posisi setara dengan pelaku lainnya.
iv
Pengelolaan Aset Desa
Akhirnya, kami sampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada tim Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD) yang telah menghimpun serial buku dalam rangka memberi bahan kepada pelaku dan pejuang di desa dan daerah untuk membantu mereka mengelola desa dengan menghargai kearifan lokal serta memanfaatkan peluang yang diberikan melalui UU Desa menuju desa yang demokratis, berkeadilan gender, dan bebas dari kemiskinan berbagai segi. Semoga buku-buku tersebut dapat menambah khazanah pengetahuan bagi pelaku dan pegiat pembangunan desa di Indonesia.
Paul Boon Direktur Program ACCESS Tahap II
Pengelolaan Aset Desa
v
KATA PENGANTAR Forum Pengembangan Pembaharuan Desa
D
esa yang kuat adalah desa yang memiliki pemerintahan yang kuat sekaligus masyarakat yang kuat. Oleh karena itu desa memiliki makna penting yaitu, pertama, sebagai institusi yang memiliki organisasi dan tata pemerintahan yang mengelola kebijakan, perencanaan, keuangan, dan melakukan pelayanan dasar bagi warga masyarakat; kedua, sebagai subyek yang mampu memandirikan diri dengan mengembangkan aset-aset lokal sebagai sumber penghidupan bersama. Banyak desa telah mampu mengelola aset lokal mereka secara mandiri untuk menggerakkan nadi kehidupan ekonomi warganya seperti desa kerajinan, desa pertanian, dan desa wisata; atau menyediakan pelayanan publik yang sangat mendasar seperti desa mengelola air bersih. Ada banyak cerita di nusantara tentang bagaimana warga desa dan pemerintahan desa mampu mengelola aset desa de-
Pengelolaan Aset Desa
vii
ngan lebih baik. Cerita semacam itu perlu dikabarkan, dan spiritnya ditiru oleh desa-desa lain di Indonesia. Replikasi atau mencontoh dan menerapkan praktek pengelolaan aset desa yang sudah dilakukan oleh desa-desa tersebut men jadi hal yang perlu dilakukan, agar semua pihak mampu mengambil manfaat dari aset yang mereka miliki serta berdaya guna dalam jangka panjang. Tujuan ditulisnya Buku Pintar adalah, pertama, dapat menjadi bahan dan media belajar bagi stakeholder desa baik aparat desa, institusi supra desa, dan masyarakat desa. Mereka dapat memperoleh pemahaman umum tentang aset desa beserta pengelolaannya. Kedua, dapat menjadi bahan acuan bagi Pemerintahan Desa dalam melakukan pengelolaan aset desa.. Bahan acuan ini diharapkan mampu mendorong pengelolaan aset desa yang berdayaguna dan berhasilguna untuk meningkatkan pendapatan desa, menyejahterakan masyarakat desa, dan menjaga keberlan jutannya. Buku pintar ini diperuntukkan semua stakeholder yang berkepentingan terhadap penggalian, pengelolaan dan pelestarian aset desa. Mereka adalah pemerintah desa, otoritas supra desa, dan tokoh masyarakat, yang berkaitan langsung sebagai pengelola aset desa agar memiliki kemampuan menggali, mendokumentasi, mengelola dan melestarikan aset desa. Buku ini juga diperuntukkan bagi masyarakat desa secara umum diantaranya kader pember-
viii
Pengelolaan Aset Desa
dayaan, tokoh masyarakat, anggota PKK dan Dasa Wisma, anggota-anggota kelompok tani dan organisasi warga lainnya, agar mereka memiliki wawasan tentang arti pentingnya pendokumentasian dan pengelolaan aset desa. Pemahaman masyarakat umum tentang aset desa apalagi jika aset tersebut menyuguhkan kemanfaatan bagi warga, akan berdampak pada keamanan dan keberlanjutan aset desa.
Sutoro Eko Yunanto Ketua Steering Committee
Pengelolaan Aset Desa
ix
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ACCESS ......................................
iii
KATA PENGANTAR FPPD ..........................................
vii
DAFTAR ISI ................................................................
xi
DAFTAR SINGKATAN .................................................
xv
DAFTAR ISTILAH ...................................................... xvii BAB I
PENGERTIAN ASET DESA ............................
1
A.
Apakah yang dimaksud dengan Aset Desa?
1
B.
Apa Bentuk-Bentuk Aset Desa? ..............
6
a. b. c. d. e. f. g.
Aset Sumber daya Manusia .............. Sumber daya Alam .......................... Aset Sosial ....................................... Aset Finansial .................................. Aset Fisik (Sarana Prasarana)........... Aset Kelembagaan ........................... Aset Spiritual/Budaya .......................
Pengelolaan Aset Desa
8 8 9 12 14 15 17
xi
C.
Bagaimana Status Kepemilikan Aset Desa? 19 1. 2. 3.
Kepemilikan oleh Desa..................... 19 Kepemilikan oleh warga .................. 22 Kepemilikan oleh masyarakat .......... 24
D. Mengapa Aset Desa Penting? .................. 30 BAB II BAGAIMANA DESA MENGATUR DAN MENGELOLA ASET DESA ? .......................... 33 A.
Bagaimana Mengadministrasikan Aset Desa?.............................................. 38
B.
Siapa yang Bisa mengelola Aset Desa? ... 41
C.
Apa Jenis-Jenis Pemanfaatan Aset Desa? 47
D. Berapa lama Aset Desa Dikelola dan Dimanfaatkan Pemerintah Desa dan Pihak Lain? ............................................. 56 E.
Bagaimana Proses Pengaturan untuk Pengelolaan dan Pemanfaatan Aset Desa?.............................................. 58
F.
Bisakah Aset Desa Dilepaskan atau Dijual? .................................................... 61
G. Bagaimana dengan Sanksi-Sanksi? ........ 66
xii
Pengelolaan Aset Desa
H. Bagaimana Melakukan Pendampingan dan Pengawasan terhadap Aset Desa? .... 67 BAB III APA TANTANGAN DAN ALTERNATIF PENGELOLAAN ASET DESA? ...................... 73 A.
Apa tantangan dalam pengelolaan aset desa?............................................... 74
B.
Apa alternatif dalam menghadapi tantangan pengelolaan aset desa? .......... 77
C.
Bagaimana memetakan aset desa sebagai dasar perencanaan pembangunan desa? 92
D. Bagaimana desa memfasilitasi aset warga dan aset masyarakat? ................... 96 BAB IV PENUTUP ...................................................... 101 BAHAN BACAAN ....................................................... 105 TENTANG PENULIS .................................................. 111 PROFIL FPPD ............................................................ 113
Pengelolaan Aset Desa
xiii
DAFTAR SINGKATAN
ADD APB Desa BMN BPD BUM Desa CC HKm HTI HTR IUPHHK-HTR
: : : : : : : : : :
KK KPUK LPM LSM NTB PAB PADes PDAM
: : : : : : : :
Alokasi Dana Desa Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Barang Milik Negara Badan Permusyawaratan Desa Badan Usaha Milik Desa Community Center Hutan Kemasyarakatan Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Rakyat Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan KayuHutan Tanaman Rakyat Kepala Keluarga Kelompok Perempuan Usaha Kecil Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Lembaga Swadaya Masyarakat Nusa Tenggara Barat Pengelolaan Air Bersih Pendapatan Asli Desa Perusahaan Daerah Air Minum
Pengelolaan Aset Desa
xv
Perbup Perdes Pergub Permendagri Permenhut PKK PLDT PNPM PPK RUU SK Kades TTS TV UU VCD
xvi
: : : : : : : : : : : : : : :
Peraturan Bupati Peraturan Desa Peraturan Gubernur Peraturan Menteri Dalam Negeri Peraturan Menteri Kehutanan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga Pemanfaatan Lahan di Bawah Tegakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Program Pengembangan Kecamatan Rancangan Undang-Undang Surat Keputusan Kepala Desa Timor Tengah Selatan Televisi Undang-Undang Video Compact Disc
Pengelolaan Aset Desa
DAFTAR ISTILAH
Alokasi Dana Desa (ADD): dana yang dialokasikan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk desa, menjadi hak desa, bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota. Aset desa: segala sesuatu yang bernilai, yang dapat dikelola dan dikontrol oleh desa, dan dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Aset desa berasal dari kekayaan asli desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau perolehan hak lainnya yang sah. Pada umumnya aset desa merupakan aset yang berwujud (tangible). Asosiasi: perkumpulan orang yang memiliki kepentingan bersama yang saling berkomunikasi dan berinteraksi. Bengkok/lungguh: tanah desa yang menjadi hak pamong desa untuk menggarapnya sebagai kompensasi gaji. Chainshaw: gergaji tangan/jinjing bertenaga listrik, tekanan udara, dan hidrolik; berbahan bakar solar dan oli; praktis digunakan dalam aktivitas penebangan kayu dan pembukaan ladang.
Pengelolaan Aset Desa
xvii
Community Centre: ruang yang digerakkan warga masyarakat sipil di Lombok Barat yang didampingi para mitra ACCESS II, berfungsi sebagai pusat layanan informasi, pengaduan dan pembelajaran sederhana bagi warga, dan menjadi alat kontrol bagi unit-unit pelayanan publik. Gelondongan: pada umumnya merujuk pada pengertian kayu yang sudah ditebang dalam ukuran tertentu. Genset: merupakan singkatan dari generator (pembangkit) set (paket), adalah rangkaian elektrik dan elektronik yang dihubungkan dengan mesin penggerak, mengeluarkan putaran tertentu sehingga menghasilkan suatu tenaga listrik. Genset sangat dibutuhkan di daerah-daerah terpencil yang akses listriknya sangat terbatas.
Gong: alat musik perkusi yang terbuat dari logam, dipukul dengan nada tertentu menghasilkan bunyi untuk mengiringi acara ritual dan kesenian. Investor : orang atau lembaga yang melakukan bentuk investasi atau penanaman modal sesuai jenis investasi dan jangka waktu yang dipilih Kalakeran negeri: adalah tanah desa, tanah adat, tanah milik bersama penduduk desa, yang terdiri dari tanah pekuburan, jalan desa, dan sarana publik lainnya seperti lapangan sepak bola, dan pasar. Tanah kalakeran negeri terdapat di Minahasa. Ketinting: perahu yang menggunakan motor luar dengan poros panjang yang dipasang di sisinya, dapat dibenamkan ke dalam air atau diangkat ke permukaan air.
xviii
Pengelolaan Aset Desa
Kapulaga: sejenis buah yang sering digunakan sebagai rempah (bumbu) untuk masakan tertentu dan juga untuk campuran jamu. Kapulaga yang lazin ditanam di Indonesia adalah kapulaga Jawa ( Amomum compactum).
Kelompok Perempuan Usaha Kecil (KPUK): terdiri dari 10-20 anggota perempuan usaha kecil yang bergabung untuk bekerja sama dalam mengembangkan usaha kecil mikro skala rumah tangga guna meningkatkan pendapatan keluarga. Beberapa KPUK bergabung dalam JARPUK (Jaringan Perempuan Usaha Kecil) mengembangkan jaringan dengan berbagai pihak untuk mendapat pengetahuan dan keterampilan kewirausahaan. Mereka menggerakkan emansipasi lokal perempuan miskin pedesaan yang berupaya mengentaskan kemiskinan secara mandiri. Lembo : atau kebun buah merupakan satu bidang lahan bekas ladang tempat pemukiman atau rumah panjang (lamin) yang telah ditinggalkan oleh pemiliknya. Dikenal berbagai macam lembo diantaranya lembo ladang dan lamin yang merupakan kawasan tradisional masyarakat Dayak Benuaq di Kalimantan Timur, tempat beragam tanaman hidup menunjang kelestarian alam. Mamar : sistem usaha tani yang dikembangkan di lahan sekitar sumber mata air yang subur, terdiri dari berbagai jenis tanaman jangka panjang, tanaman semusim, ternak dan sumber hasil hutan yang dikelola para pemangku adat di wilayah pulau Timor, NTT. Saat ini berkembang wacana pemanfaatan mamar yang lestari untuk meno-
Pengelolaan Aset Desa
xix
pang kehidupan masyarakat sekitar hutan di mana terdapat aturan adat yang melarang warga mengambil hasil hutan atau berburu binatang tanpa mengindahkan kelestarian alam. Manik: butir kecil-kecil dari merjan, karang, monte, yang dilubangi di bagian tengah sebagai tempat tali atau kawat dan dicocok sedemikian rupa sehingga membentuk perhiasan seperti kalung, gelang, dan anting. Musrenbang desa: adalah forum musyawarah tahunan yang dilaksanakan oleh pemerintah desa dan BPD bekerja sama dengan warga desa dari berbagai kalangan termasuk perempuan, kaum miskin, dan kaum marjinal untuk membangun kesepakatan tentang program yang memajukan desa dan mengentaskan kemiskinan, kemudian membahasnya dalam rencana kerja tahunan dengan mengacu pada RPJMDesa. Nilam: nama ilmiahnya Pogostemon cablin Benth adalah suatu semak tropis penghasil sejenis minyak atsiri yang dinamakan minyak nilam. Aroma minyak nilam dikenal ‘berat’ dan ‘kuat’ dan telah berabad-abad digunakan sebagai wangi-wangian dan bahan dupa (setanggi). Tanaman ini berasal dari Filipina, kemudian menyebar dan berkembang ke Malaysia, Madagaskar, Paraguay, Brasil, dan Indonesia. Palawija: secara harfiah berarti tanaman kedua atau tanaman hasil panen kedua setelah padi; kini palawija diartikan sebagai tanaman pertanian semusim yang ditanam pada lahan kering diantaranya jagung, kacang-kacang-
xx
Pengelolaan Aset Desa
an, dan umbi-umbian, sebagai sumber pangan selain padi. Parabola: lazim untuk menyebut antena parabola yaitu suatu alat penangkap sinyal digital yang digunakan untuk melihat siaran televisi satelit. Pecatu: dikenal pada masyarakat Sasak di Lombok yaitu tanah yang diberikan kepada pejabat tertentu oleh masyarakat adat untuk menyelenggarakan pemerintahan di wila yahnya berdasarkan prinsip bahwa tanah tersebut diberikan selama yang bersangkutan memangku jabatan dan dapat dianggap suatu pembayaran kepada kepala desa oleh persekutuan untuk memelihara keluarganya. Tanah-tanah ini adalah tanah hak milik adat di mana mereka mempunyai hak atas pendapatan dan penghasilan dari tanah itu.
Pemanfaatan Lahan di Bawah Tegakan: pola penanaman yang memanfaatkan sinar matahari dan tanah untuk meningkatkan produktivitas lahan. Pada petak-petak lahan hutan ditanama tanaman besar seperti jati, di ba wahnya petani menanam tanaman yang memerlukan naungan untuk berproduksi seperti palawija. Pola semacam ini mendorong peningkatan produkti vitas lahan hutan, mencegah kerusakan dan penurunan kesuburan tanah secara alami. Pengarem-arem: tanah kas desa yang menjadi hak pamong desa sebagai penggarap ketika pensiun, jika ia meninggal tanah pengarem-arem dikembalikan pengelolaannya ke desa.
Pengelolaan Aset Desa
xxi
Repong: kebun damar yang dimiliki warga secara turun temurun, diolah dan diambil getahnya untuk menunjang mata pencaharian masyarakat Krui di Lampung Barat. Damar dijaga kelestariannya dan dihindari untuk ditebang demi keuntungan ekonomi. Untuk memperoleh pendapatan, warga menanam tanaman buah-buahan dengan cara tumpangsari di kebun damar.
Sumpit: di kalangan masyarakat Dayak dikenal dengan istilah sum pitan yang digunakan dengan cara ditiup, merupakan senjata tradisional untuk berburu, bertempur secara terbuka atau senjata rahasia untuk pembunuhan diamdiam. Sumpit dibuat dari tabung bambu berukuran 1-3 meter, dilengkapi anak sumpit (damek) yang kadangkadang dilumuri racun untuk mematikan musuh. Tanah kas desa: tanah milik desa berupa bengkok/lungguh, pen garem-arem, titisara, kuburan, jalan desa, penggembalaan hewan, danau, tanah pasar desa, tanah keramat, lapangan, dan tanah yang dikuasai oleh Pemerintah Desa. Tanah kas desa dikelola oleh desa untuk mendanai kegiatan pembangunan desa, pemberdayaan, dan pemerintahan. Tembawang: sistem penggunaan lahan masyarakat Da yak di Kalimantan Barat yang mengandung nilai keanekaragaman hayati, ekonomi dan konservasi. Dalam pengelolaannya, masyarakat adat membagi tembawang menjadi empat jenis, salah satunya adalah tembawang umum yang dimanfaatkan bersama bagi penduduk dalam satu desa atau lebih. Lainnya adalah tembawang
xxii
Pengelolaan Aset Desa
yang dimiliki kelompok seketurunan, keluarga besar satu atau dua generasi, dan perorangan. Tempayan: tempat air yang besar, dibuat dari tanah liat, perutnya besar, mulutnya sempit. Pada umumnya dipakai juga untuk menyimpan beras atau membuat ikan asin. Tombak: tanah hutan yang dimiliki komunitas masyarakat adat Batak Toba secara komunal dan turun-temurun, yang ditanami haminjon /kemenyan sehingga lazim dikenal tombak haminjon.
Pengelolaan Aset Desa
xxiii
BAB I
PENGERTIAN ASET DESA
Aset adalah sesuatu yang mempunyai nilai tukar, modal atau kekayaan.1 Dalam hal ini, pengertian aset sama maknanya dengan konsep kekayaan. Aset Desa sama pengertiannya dengan kekayaan desa sebagaimana disebut dalam berbagai regulasi pemerintah yang mengatur tentang Desa, meskipun tidak terbatas pada kekayaan yang bersifat fisik.
A. Apakah yang dimaksud dengan Aset Desa? UU No. 6/2014 tentang Desa mendefinisikan Aset Desa adalah barang milik desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pen-
1
Kamus Besar Bahasa Indonesia, hp://kbbi.web.id/
Pengelolaan Aset Desa
1
dapatan dan Belanja Desa atau perolehan hak lainnya yang sah. Kemudian pasal 76 ayat (1) dan (2) menyebutkan secara rinci jenis Aset Desa, yaitu sebagai berikut: (1) Aset Desa dapat berupa:
2
a.
Tanah kas Desa;
b.
Tanah ulayat;
c.
Pasar Desa;
d.
Pasar hewan;
e.
Tambatan perahu;
Pengelolaan Aset Desa
f.
Bangunan Desa;
g.
Pelelangan ikan;
h.
Pelelangan hasil pertanian;
i.
Hutan milik Desa;
j.
Mata air milik Desa;
k.
Pemandian umum; dan
l.
Aset lainnya milik Desa.
(2) Aset lainnya milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain: a.
kekayaan Desa yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Pengelolaan Aset Desa
3
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; b.
kekayaan Desa yang diperoleh dari hibah dan sumbangan atau yang sejenis;
c.
kekayaan Desa yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak dan lain-lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d.
hasil kerja sama Desa; dan
e.
kekayaan Desa yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Rincian mengenai jenis Aset Desa tersebut merupakan pengakuan dari pemerintah bahwa desa memiliki aset yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan asli desa. Aset desa tidak hanya untuk kepentingan meningkatkan pendapatan asli desa, tetapi juga untuk kepentingan yang lebih luas seperti pembangunan pasar desa, sarana pendidikan dan sarana sosial lainnya untuk menunjung pela yanan publik, dan lain-lain. Selanjutnya pasal 76 ayat (3) hingga (6) memuat halhal sebagai berikut: (3) Kekayaan milik Pemerintah dan Pemerintah Daerah berskala lokal Desa yang ada di Desa dapat dihibahkan kepemilikannya kepada Desa. 4
Pengelolaan Aset Desa
(4) Kekayaan milik Desa yang berupa tanah disertifikatkan atas nama Pemerintah Desa. (5) Kekayaan milik Desa yang telah diambil alih oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dikembalikan kepada Desa, kecuali yang sudah digunakan untuk fasilitas umum. (6) Bangunan milik Desa harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan ditatausahakan secara tertib.
UU No. 6/2014 tentang Desa membawa kemajuan yang sangat berarti berkenaan dengan Aset Desa. Pertama, penegasan digunakannya istilah aset desa yang memiliki makna lebih luas dari kekayaan desa. Ke dua, bervariasinya uraian mengenai aset milik Desa baik aset fisik/infrastruktur, aset finansial, dan aset sumber daya alam. Pemerintah telah memberi pengakuan (rekognisi) dan proteksi terhadap aset desa seperti hutan milik Desa, tambatan perahu, dan mata air milik Desa. Dengan kata lain, Pemerintah telah memberi proteksi dengan melakukan redistribusi sumber daya alam yang selama ini dikuasai oleh negara.2 Ke tiga, aset finansial bukan hanya meliputi kekayaan desa yang dibeli dan diperoleh atas beban APB Desa/Dae2
DESA=Demokras Emansipasi Sejahtera Adil. Posion Paper untuk RUU Desa. Yogyakarta: FPPD. 2013, hal. 77-78.
Pengelolaan Aset Desa
5
rah, namun juga meliputi kekayaan desa yang dibeli dan diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Ini merupakan kemajuan bahwa desa mendapat pengakuan dan penghormatan sebagai bagian dari sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, bukan sebagai sub sistem kabupaten/kota. Ke empat, proteksi terhadap Aset Desa juga diberikan pada kekayaan milik desa yang selama ini telah diambil alih Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dikembalikan kepada Desa kecuali yang sudah digunakan untuk fasilitas umum. Hal ini membuka upaya lebih luas bagi Desa dalam mengelola berbagai aset Desa untuk kesejahteraan warganya, sejalan dengan salah satu tujuan pengaturan Desa yaitu mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan aset Desa guna kesejahteraan bersama.
B. Apa Bentuk-Bentuk Aset Desa? Dalam konteks pemberdayaan desa, Aset Desa dibedakan menjadi 7 (tujuh) bentuk sebagaimana tertuang dalam Gambar 1 berikut. 3 Aset desa tersebut untuk membangun kemandirian desa sebagaimana tujuan pengaturan desa (Lihat pasal 4 UU No, 6/2014). 3
6
Sumber: Dureau, Christopher, Pendekatan Berbasis Aset (Strength Based Approach). Manual bagi Staf dan Mitra ACCESS. Denpasar: ACCESS Phase II.
Pengelolaan Aset Desa
Gambar 1. Bentuk-bentuk Aset Desa
Pengelolaan Aset Desa
7
Agar lebih jelas tentang bentuk-bentuk aset desa, berikut ini kita coba pahami mengenai aset-aset desa tersebut.
a.
Aset Sumber daya Manusia Aset sumber daya manusia adalah keahlian yang dimiliki oleh warga desa, misalnya, kemampuan warga desa di bidang menjahit, membuat ukiran, membangun rumah, dan lain-lain. Keahlian lainnya berkaitan dengan pemikiran, misalnya seorang guru yang bisa menga jarkan kepada warga desa tentang ilmu tertentu. Sumber daya manusia ini pada dasarnya adalah milik si individu, tetapi pemerintah desa bisa memanfaatkan keahlian tersebut. Misalnya pemerintah desa mendirikan sekolahan, dan para guru terlibat mengajar di sekolah itu.
b.
Sumber daya Alam Sumber daya alam misalnya berbentuk lahan perkebunan, ikan-ikan atau kerang yang ada di sungai desa, sumber air, sinar matahari, dan pohon. Sumber daya alam adalah sumber-sumber yang berkait dengan lingkungan alam baik udara, tanah maupun air yang memberikan penghidupan bagi masyarakat. Sumber daya alam menjadi aset/kekayaan desa manakala desa menguasai atau memiliki aset tersebut dan pemerintahan desa bersama-sama warga masyarakat terlibat dalam
8
Pengelolaan Aset Desa
pengelolaannya. Penguasaan dan keterlibatan pengelolaan itu dimaksudkan untuk kesejahteraan warga desa.
c.
Aset Sosial Aset sosial pada umumnya dikaitkan dengan kolektivisme dan kebersamaan yang memungkinkan berpengaruh secara politik, sehingga sering disebut juga sebagai aset sosial dan politik. Contoh aset sosial adalah organisasi yang ada di desa seperti kelompok keagamaan yaitu NU, Muhammadiyah, Pemuda Katolik, dan lain-lain. Selain itu kelompok-kelompok kultural seperti kelompok paduan suara dan kelompok tari-tarian juga merupakan aset sosial. Organisasi atau kelompok di luar desa, misalnya LSM, bisa disebut aset sosial selagi berkait dengan komunitas. Misalnya, LSM Lembu Peteng bekerja dalam isu penanganan kekerasan terhadap rumah tangga di desa Sumberadi kabupaten Sleman. LSM Lembu Peteng itu adalah aset sosial. Warga desa dan pemerintah desa bisa memanfaatkan aset sosial ini dengan cara misalnya membentuk jejaring dengan mereka. Buah dari jejaring sosial itu akan berdampak kepada, misalnya masyarakat desa menjadi semakin tahu tentang cara mengelola hutan rakyat yang ada di desa setelah mengikuti serangkaian kegiatan LSM.
Pengelolaan Aset Desa
9
Berikut ini adalah contoh bagaimana masyarakat desa mendapatkan manfaat dari aset sosial berupa organisasi. Masyarakat membentuk Asosiasi Mareje Bonga untuk mengelola kawasan hutan Mareje Bonga di kabupaten Lombok Tengah. Asosiasi Mareje Bonga merupakan aset sosial yang lahir dari masyarakat dan kemudian didukung oleh pemerintah. Apa yang dilakukan oleh AMB berdampak bagi kesejahteraan warga. AMB adalah contoh aset sosial (Lihat Kotak 1).
Kotak 1. Masyarakat membentuk Asosiasi Mareje Bonga untuk Mengelola Hutan Mareje Bonga di Lombok Tengah Kemiskinan yang dialami warga desa di sekitar hutan Mareje Bonga di Lombok Tengah mendorong mereka membentuk sebuah organisasi untuk mengembangkan aset lokal sebagai sumber penghidupan masyarakat yakni Asosiasi Mareje Bonga. Kawasan hutan ini merupakan hutan produksi seluas sekitar 3.300 Ha, kaya tanaman kayu dan buah-buahan seper mete, ja, mahoni, mangga, dan nangka, serta tanaman musiman seper ubi, jagung, kedelai dan padi.
10
Pengelolaan Aset Desa
Asosiasi yang terdiri dari ga kelompok tani hutan ini dibentuk untuk mendorong pengelolaan hutan yang berpihak pada masyarakat yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan. Kini mereka memperoleh akses terhadap sumber daya hutan tanpa harus berhadapan dengan ndak kekerasan aparat pemerintah dan menjamin seap usaha hutan mereka ditujukan pula untuk menjaga kelestarian hutan Mareje Bonga. Masyarakat di desa Kabul dan ga desa lainnya berhasil merins perubahan dari pengelola pasif menjadi pengelola akf karena mereka memperoleh izin resmi pengelolaan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dari pemerintah pusat. Warga desa dapat bekerja lebih giat memanfaatkan sumber daya hutan dan mengembangkan usaha di bidang lain seper peternakan dan berjualan barang kebutuhan sehari-hari.4
4.
Sumber: Eko, Sutoro, et.al., 2013, Muara Perubahan. Inovasi dan Emansipasi Desa dari Indonesia Timur. Yogyakarta: IRE-ACCESS; Mariana, Dina dan Sutoro Eko, 2012, Memanfaatkan Modal Sosial menjadi Modal Ekonomi. Pelajaran Berharga dari Kabupaten Lombok Tengah, NTB. Stocktake Pembelajaran Program ACCESS II terhadap Kemandirian Desa dan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. IRE-ACCESS. Hal. 187-189.
Pengelolaan Aset Desa
11
d.
Aset Finansial Aset finansial adalah segala sesuatu yang bisa kita jual, atau bisa dimanfaatkan untuk menjalankan bisnis kecil-kecilan. Juga disebut aset finansial adalah kemampuan memperbaiki cara-cara menjual barang sehingga anda bisa mendapatkan uang dan menggunakan apa yang ada secara lebih bijak. Aset finansial juga bisa berupa sumber-sumber keuangan seperti tabungan, kredit, pengiriman uang sebagai hasil kerja dari luar negeri (remitansi), dan pensiun, yang memberi alternatif bagi sumber penghidupan secara berbeda. Secara lebih khusus, aset finansial desa adalah segala macam bentuk keuangan desa, baik yang bersumber dari Alokasi APBN, swadaya masyarakat, Pendapatan Asli Desa (PADes), Alokasi Dana Desa (ADD), bantuan pemerintah maupun bantuan dari pihak ketiga. Kotak 2 berikut ini menunjukkan contoh bagaimana warga desa bisa mengambil manfaat dari aset finansial.
12
Pengelolaan Aset Desa
Kotak 2. Lembaga Ekonomi Perempuan (LEP) Amanah Desa Wa Ode Angkalo Kabupaten Buton Utara
Ibu-ibu di desa Wa Ode Angkalo, Buton Utara, melahirkan gerakan keuangan mikro dengan mendirikan Lembaga Ekonomi Perempuan (LEP) Amanah. Awalnya para ibu yang tergabung dalam kelompok pengajian menghimpun tabungan selama beberapa waktu, kemudian diambil oleh anggota hanya menjelang hari lebaran. Mitra ACCESS di daerah mendorong para ibu merubah pola menabung menjadi pola simpan pinjam kelompok. Anggota kelompok kini berkembang menjadi 35 orang dari semula hanya 7 orang. Seap anggota menyetorkan simpanan pokok Rp. 50.000 dan simpanan wajib Rp. 10.000 per bulan. Dana anggota yang disimpan di LEP mendapat bunga simpanan sebesar 0,2% per bulan. Para peminjam boleh memin jam uang sebesar 5 kali dari jumlah uang yang dia simpan di LEP, dengan bunga pinjaman 1% per bulan. Dengan pola simpan pinjam tersebut, LEP kini menyimpan dana hingga Rp 41,5 juta pada akhir 2012, termasuk Rp 25 juta yang sedang dipin jam para anggota.
Pengelolaan Aset Desa
13
LEP memiliki aset nansial yang dapat dimanfaatkan anggota untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk keka warga mengalami gagal panen. Pemerintah propinsi juga mendorong tumbuhnya lembaga ekonomi yang dikelola para perempuan ini dengan memberi sunkan dana sebesar Rp. 20 juta melalui program Bahteramas. Hal ini menunjukkan bahwa LEP telah membukkan sebagai kelembagaan desa yang tumbuh dari tradisi masyarakat sipil desa. LEP adalah aset nansial bagi desa.5
e.
Aset Fisik (Sarana Prasarana) Aset fisik misalnya dalam bentuk alat-alat pertanian, pertukangan, alat-alat untuk pertamanan, pemancingan, alat transportasi yang bisa disewa, rumah-rumah yang bisa jadi tempat pertemuan, atau alat-alat lain seperti kendaraan, pipa air, dan sebagainya. Aset fisik bisa juga disebut sebagai infrastruktur dasar (baik berupa transportasi, shelter, air, energi, komunikasi), peralatan produksi dan alat-alat yang bisa mendorong warga me-
5
14
Eko, Sutoro et.al., 2013, Muara Perubahan. Inovasi dan Emansipasi Desa dari Indonesia Timur. Yogyakarta: IRE-ACCESS, Hal. 197-198.
Pengelolaan Aset Desa
miliki kemampuan untuk mendapatkan penghidupan, termasuk di dalamnya adalah bangunan kantor, toko/ kios dan gedung serbaguna.
f.
Aset Kelembagaan Aset kelembagaan berbentuk badan-badan pemerintah atau lembaga-lembaga lain yang memiliki hubungan dengan masyarakat, misalnya Komite Sekolah, la yanan kesehatan, lembaga penyedia air minum atau listrik, Posyandu, layanan pertanian dan peternakan. Contoh-contoh ini biasanya memang disebut aset sosial karena berkait dengan komunitas dan bisa disebut aset kelembagaan bila disponsori atau didanai oleh pemerintah. BUM Desa yang siponsori oleh desa merupakan contoh aset kelembagaan. Salah satu kisah sukses tentang BUM Desa adalah BUM Desa desa Labbo di Kabupaten Bantaeng dapat dilihat pada kotak 3.
Pengelolaan Aset Desa
15
Kotak 3. BUM Desa di Desa Labbo Kabupaten Bantaeng Bagaimana rasanya bila sebuah desa mengalami kelangkaan air? Bagi masyarakat manapun, apalagi masyarakat desa, kelangkaan air adalah sebuah petaka. Karena air adalah kebutuhan dasar sekaligus sumber kehidupan. Masyarakat manapun akan melakukan upaya untuk bisa mendapatkan air. Demikian juga yang dialami oleh warga di desa Labbo, kabupaten Bantaeng. Warga desa ini mengalami kelangkaan air bertahuntahun sampai kemudian mendapat bantuan sarana prasarana air bersih tahun 1980-an dari lembaga internasional dan tahun 2003 dari PPK. Karena dak ada penataan dan pengaturan yang baik, pihak desa atas dukungan warga desa berinisiaf membuat BUM Desa pada tahun 2010 yang bertujuan memaksimalkan tata kelola air bersih. Pemerintah kabupaten Bantaeng mengalokasikan dana hibah untuk modal awal BUM Desa sebesar Rp. 100 juta dan untuk pembelian dan pemasangan pipa & meteran sebesar Rp. 50 juta. Saat ini UMDes Labbo memiliki 415 pelanggan. Penggunaan air dikenai tarif Rp. 250/kubik dan biaya beban Rp. 500/kubik.
16
Pengelolaan Aset Desa
Pengelolaan air kini berkembang baik, memberi kemanfaatan bagi warga desa atas air bersih dan secara sosial warga desa terhindar dari konik internal karena berebut akses air bersih. Selain itu pengelolaan dana air bersih ini menghasilkan pemasukan bagi PADes.6
g.
Aset Spiritual/Budaya Aset ini mengenai nilai-nilai yang penting dan menggairahkan hidup seperti nilai keimanan, kerelaan untuk berbagi dan saling mendoakan. Nilai yang lain adalah nilai budaya seperti menghormati orang tua dan men jalankan tradisi-tradisi lokal dalam menjalin kerukunan dan kebersamaan. Semua aset tersebut mempunyai peran yang sama dalam mendorong pencapaian cita-cita menuju kehidupan dan kesejahteraan masyarakat dan desa yang lebih baik. Aset desa dalam berbagai bentuknya tidak
6
Sumber: Roviana, Sri dan Borni Kurniawan, 2012, Pengelolaan Aset Desa untuk Kese jahteraan dan Pendidikan Sosial menuju Desa Demokras. Stocktake Pembelajaran Program ACCESS II terhadap Kemandirian Desa dan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. IRE-ACCESS.
Pengelolaan Aset Desa
17
akan bermanfaat dan berkembang untuk menyejahterakan warga masyarakat jika tidak dikelola dengan baik. Desa sebagai entitas yang terdiri dari warga masyarakat, wilayah bernaung, dan pemerintah desa-dapat menjadi arena bersama untuk menyemai kehidupan dan penghidupan dengan memanfaatkan aset yang mereka miliki. Pembangunan komunitas berbasis aset yang diperkenalkan oleh ACCESS Tahap II mengajak warga dan masyarakat desa menggali dan menemukan aset yang mereka miliki untuk dapat dikembangkan demi peningkatan kesejahteraan di berbagai bidang diantaranya sosial dan ekonomi.7 Aset ditempatkan sebagai kekuatan yang sudah dimiliki, namun banyak aset yang belum dimanfaatkan secara optimal dan belum disadari bahwa aset tersebut dapat bermanfaat untuk meraih cita-cita di masa depan. Aset desa dalam arti luas dimiliki baik di tingkat individu dan komunitas
7
18
ACCESS Tahap II adalah program kemitraan Pemerintah Australia dan Pemerintah Indonesia, bertujuan untuk membantu upaya pengentasan kemiskinan, mendorong pemberdayaan masyarakat dan penguatan masyarakat sipil di Indo nesia terutama di delapan kabupaten di Kawasan Timur Indonesia. ACCESS Tahap II dikembangkan berdasarkan keberhasilan ACCESS Tahap I, memberikan fokus yang lebih besar pada penguatan kapasitas OMS lokal dan membangun tuntutan terhadap tata kepemerintahan yang lebih baik, dan bekerja di berbagai lingkup (antara lain di lingkup masyarakat, desa, kecamatan, kabupaten, propinsi dan nasional), untuk meningkatkan tata kepemerintahan lokal yang demokras dengan cara memberikan dukungan agar masyarakat, organisasi-organisasi masyarakat dan warga negara dapat berperan lebih besar, dan mampu secara konstrukf berinteraksi dinamis dengan pemerintah (Lihat hp://www.access-indo.or.id)
Pengelolaan Aset Desa
menjadi dasar bagi warga dan masyarakat untuk meningkatkan kekayaan dan kesejahteraan.
C. Bagaimana Status Kepemilikan Aset Desa? Berdasarkan status kepemilikannya, aset desa dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.
Kepemilikan oleh Desa
Aset desa ini dikelola dan dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat desa, dimiliki oleh desa secara legal seperti surat bukti kepemilikan bagi tanah kas desa atau status kepemilikan bagi bangunan desa. Aset tersebut dapat diperoleh melalui pembelian, sumbangan, bantuan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah maupun pihak lain, dan bantuan dari pihak ketiga yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan paraturan perundang-undangan. Pada umumnya desa-desa di Jawa memiliki tanah kas desa sebagai aset desa yang belum semuanya memiliki bukti kepemilikan yang diakui secara formal. Pengelolaan dan pemanfaatan tanah kas desa telah diatur oleh regulasi di daerah di antaranya DIY dan Kabupaten Bekasi. Peraturan Gubernur DIY No. 11/2008 tentang Pengelolaan Tanah Kas Desa di DIY, mendefinisikan tanah kas desa adalah tanah milik desa berupa bengkok/lungguh,
Pengelolaan Aset Desa
19
pengarem-arem, titisara, kuburan, jalan desa, penggembalaan hewan, danau, tanah pasar desa, tanah keramat, lapangan, dan tanah yang dikuasai oleh Pemerintah Desa.4 Peraturan Bupati Bekasi No. 12/2010 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Tanah Kas Desa di kabupaten Bekasi, menyebutkan tanah kas desa adalah suatu tanah yang dimiliki pemerintah desa dan dikelola untuk kegiatan pembangunan sehingga menjadi salah satu sumber pendapatan desa bersangkutan berupa tanah bengkok, titisara, kuburan, jalan-jalan desa, danau-danau, tanah pasar desa, makam keramat, lapangan-lapangan dan lain-lain. 5 Selain tanah desa seperti dikemukakan di atas, desa juga memiliki aset desa yang tidak memiliki bukti kepemilikan formal seperti hutan milik desa, tambatan perahu, tempat pelelangan ikan, dan mata air milik desa, tetap disebut sebagai aset desa karena merupakan sumber daya desa yang berasal dari hak asal-usul. Hak asal-usul harus diakui, dihargai dan dihormati oleh negara. Desa dapat memanfaatkan dan mengelola hutan desa untuk kese jahteraan warga masyarakat yang tinggal di wilayah hutan dan sekitarnya, akan tetapi kepemilikan formal tetap di tangan negara sesuai amanat UUD 1945 pasal 33 ayat 3 bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
20
Pengelolaan Aset Desa
Istilah tanah kas desa tidak lazim digunakan desa-desa di Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, Sulawesi, atau Sumatera. Setiap pendukung kebudayaan memiliki istilah sendiri yang menunjuk pada tanah desa. Contohnya adalah tanah pecatu di Lombok dan tanah kalakeran negeri di Minahasa. Tanah kalakeran negeri adalah tanah desa, tanah adat, tanah milik bersama penduduk desa, yang terdiri dari tanah pekuburan, jalan desa, dan sarana publik lainnya seperti lapangan sepak bola, dan pasar.8 Di Nusa Tenggara Timur, tanah adat yang dimiliki klen dari keluarga raja dapat berupa tanah penggembalaan dan hutan yang dimanfaatkan untuk memenuhi kehidupan warga masyarakat dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan publik seperti tempat membangun kantor pelayanan desa, Puskesmas, sekolah, pasar desa, dan lain-lain. Tanah-tanah tersebut pada umumnya tidak memiliki bukti kepemilikan formal namun harus diakui oleh negara sebagai aset desa yang dapat dikelola dan dimanfaatkan oleh masyarakat sekitarnya. Aset sumber daya alam seperti hutan, ladang penggembalaan, sungai dan mata air, pada umumnya dimiliki berdasarkan konsensus masyarakat lokal atau masyarakat adat yang telah lama mengelola sumber daya alam mereka secara turun-temurun sebagai warisan leluhur yang harus 8
Soeripto, Sri Rahayu, Penggunaan Tanah Adat Untuk Kepenngan Pembangunan Di Kecamatan Langowan Kabupaten Minahasa Propinsi Sulawesi Utara, Tesis Prodi Mag. Kenotariatan Univ. Diponegoro. Semarang. 2007.
Pengelolaan Aset Desa
21
dijaga keberadaannya karena menjadi sumber kehidupan bersama. Aset sumber daya alam tersebut dikelola bersama untuk memenuhi kehidupan dan penghidupan warga masyarakat. Contohnya adalah mamar pada masyarakat Timor di Nusa Tenggara Timur, Lembo pada masyarakat Dayak di Kalimantan Timur, Tembawang pada masyarakat Dayak di Kalimantan Barat, Repong pada Masyarakat Peminggir di Lampung, dan Tombak pada masyarakat Batak di Tapanuli Utara.9 Meskipun demikian, konsensus semacam ini menjadi lemah karena ketidakjelasan kepemilikan dan ketiadaan pengakuan dari negara, mengakibatkan tekanan terhadap aset sumber daya dari pihak luar sangat kuat.
2.
Kepemilikan oleh warga
Kepemilikan aset oleh warga atau aset warga adalah aset yang dimiliki dan dikelola oleh warga desa, merupakan aset individu atau aset rumah tangga. Pada umumnya warga dan rumah tangga di Jawa memiliki rumah, tanah garapan (tegalan atau sawah), ternak, dan peralatan elektronik. Pada orang Punan di Kalimantan Timur, aset rumah tangga yang penting bagi mereka adalah perahu mesin (ketinting dan mesin tempel), chainsaw, genset, TV, parabola, VCD, dan kulkas. Orang Punan juga memi9
22
Sirait, Martua, et.al. Kajian Kebijakan Hak-Hak Masyarakat Adat di Indonesia; Suatu Reeksi Pengaturan Kebijakan dalam era Otonomi Daerah. Seri Kebijakan I. ICRAF-LATINP3AE_UI, Maret 2001.
Pengelolaan Aset Desa
liki aset tradisional bernilai ritual seperti tempayan, gong, sumpit, manik, dan cerapa. Orang Punan adalah kelompok masyarakat asli yang mendiami hutan Borneo di Kalimantan Timur.10 Seperti pada umumnya masyarakat di Nusa Tenggara Timur, warga desa Loli dan Enoneontes di Kabupaten Timor Tengah Selatan memiliki aset ternak terutama babi dan sapi yang bernilai ritual dan sosial. Sapi dan babi sangat penting dalam aktivitas ritual memperingati lingkaran hidup manusia maupun dalam aktivitas sosial seperti memenuhi kebutuhan sekolah dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Pada umumnya babi dipelihara di halaman belakang rumah, sedangkan sapi dibiarkan mencari makan di hutan. Warga desa Gunungsari di kabupaten Buton Utara memiliki dan mengelola ternak sebagai aset rumah tangga yang berharga untuk mendukung perekonomian rumah tangga. Mereka menerapkan sistem bagi hasil untuk pemilik dan pemelihara sapi penggemukan dengan komposisi keuntungan masing-masing 50%. Ada pula kerjasama antara peternak pemilik dan peternak penyewa sapi untuk menarik kayu gelondongan dari hutan dengan komposisi keuntungan masing-masing juga 50%. 11
10 Sitorus, Soaduon, et.al., Potret Punan Kalimantan Timur. Sensus Punan 2002-2003. Jakarta: CIFOR, 2004. 11 Kurniawan, Borni, 2013. Gerakan Perempuan Membangun Ekonomi Hijau dari Indonesia
Timur. Themac Paper. IRE-ACCESS.
Pengelolaan Aset Desa
23
3.
Kepemilikan oleh masyarakat
Kepemilikan oleh masyarakat atau aset masyarakat adalah aset yang diinisiasi dan dikelola oleh kelompokkelompok masyarakat dan organisasi warga yang kemanfaatannya dapat menyentuh masyarakat banyak. Contoh-contoh tentang aset masyarakat adalah kegiatan pembangunan dan pemberdayaan yang dikelola oleh kaum perempuan seperti community center (Lihat Kotak 4). Aset masyarakat yang secara langsung menghasilkan nilai ekonomi misalnya gerakan perempuan untuk penguatan ekonomi lokal (Lihat Kotak 5). 12
12 Sumber: Dyah Widuri dan Patje Saubaki, 2012, Parsipasi Warga dalam Pengentasan
Kemiskinan. Pelajaran Berharga dari Kabupaten Kupang, NTT. Stocktake Pembelajaran Program ACCESS II terhadap Kemandirian Desa dan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. IRE-ACCESS.
24
Pengelolaan Aset Desa
Kotak 4. Community centre di Lombok Barat
Community centre merupakan gejala sosial yang menarik karena diinisiasi dan digerakkan oleh masyarakat sipil, memfungsikan diri sebagai pusat layanan informasi, pengaduan dan pembelajaran sederhana bagi warga, serta menjadi alat kontrol yang efekf bagi unit-unit pelayanan publik. Di Lombok Barat, dijumpai 13 community centre yang menjalankan fungsinya hingga menyentuh isu kekerasan dalam rumah tangga yang sangat sensif bagi kaum perempuan dan warga masyarakat luas. Peran-peran yang dilakukan community centre diantaranya adalah: Pertama, CC menjadi sarana penyampaikan complain warga terhadap pelayanan publik; Kedua, CC menjadi wadah berbagi ilmu dan keterampilan bagi para perempuan anggotanya, memahami penngnya penguatan perempuan di ruang domesk dan publik, serta penngnya parsipasi perempuan dalam perencanaan penganggaran desa. Kega, CC melakukan kontrol terhadap kualitas pelayanan publik terutama di bidang kesehatan dan pendidikan.
Pengelolaan Aset Desa
25
Keempat, CC melakukan fasilitasi dan pendampingan bagi calon buruh migran dan buruh migran itu sendiri, serta melakukan advokasi pada pemerintah desa agar turut memberikan perlindungan pada warganya.13
13 Sumber: Dina Mariana & Sutoro Eko, 2012, Emansipasi Lokal di Desa Transisional. Pelajaran Berharga dari Kabupaten Lombok Barat, NTB. Stocktake Pembelajaran Program ACCESS II terhadap Kemandirian Desa dan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. IRE-ACCESS.
26
Pengelolaan Aset Desa
Kotak 5. Gerakan Ekonomi Kaum Perempuan
Gerakan perempuan selain melahirkan community centre di Lombok Barat, juga mendorong bangkitnya peran perempuan dalam ekonomi lokal. Pada tahun 2004 telah lahir Kelompok Perempuan Usaha Kecil (KPUK) Usaha Baru di desa Oemasi, kabupaten Kupang. Beranggotakan 16 ibu, mereka menyeleng-
Pengelolaan Aset Desa
27
garakan arisan dan simpan pinjam. Pada awal pembentukan kelompok, mereka mematok iuran pokok Rp 10.000 dan iuran wajib Rp 1.000/bulan/anggota. Hingga tahun 2012 modal simpan pinjam kelompok berkembang menjadi Rp 8.500.000. Para anggota memanfaatkan uang pinjaman untuk menambah modal produksi kain tenun. Menenun telah menjadi bagian dari mata pencaharian perempuan desa Oemasi selain menjadi petani ladang. Uang hasil menenun digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari termasuk membeli beras dan untuk membiayai pendidikan anak. Kelompok ini membangun jaringan pemasaran dengan banyak toko di Kupang yang men jual souvenir berbahan tenun ikat seper selendang/syal kecil, sarung, kain, tas, dompet, tempat kacamata, tempat pensil dan lain-lain. Sayangnya, mereka hanya bisa membuat selendang dan sarung seper kebanyakan para penenun di kabupaten Kupang. Padahal, pasar membutuhkan banyak ragam produk. Menyadari kebutuhan pasar serta potensi ekonomi tenun ikat, saat ini mereka mengembangkan keterampilan untuk menghasilkan aneka souvenir agar makin banyak produk yang bisa diserap pasar. Di desa Enoneontes kabupaten Timor Tengah Selatan, masyarakat membentuk kelompok-kelompok tani mengembangkan lumbung pangan untuk meningkatkan ketahanan pangan. Keterbatasan sumber daya air untuk kebutuhan rumah tang-
28
Pengelolaan Aset Desa
ga dan lahan pertanian mengakibatkan sistem penanaman tanaman jangka pendek kurang dikembangkan, padahal tanaman jangka pendek dapat menjadi jaminan ketersediaan akses pangan masyarakat. Mereka kemudian membentuk kelompok, menentukan lahan untuk pertanian palawija, mengiku pelahan dan pendampingan yang diselenggarakan pemerintah daerah dan LSM setempat. Salah satu kelompok perempuan (Mawar) membuka lahan bersama, melakukan penanaman tanaman sayur-sayuran dan memeliharanya. Hasil pertanian dijual untuk penghasilan kelompok dan pembelian bibit dan kebutuhan lainnya.14
Aset masyarakat yang menghasilkan nilai ekonomi selain organisasi warga yang membentuk kelompok-kelompok ekonomi perempuan adalah hutan rakyat kemitraan. Hutan Rakyat adalah salah satu skema perhutanan sosial yang diinisiasi oleh Kementerian Kehutanan. Hutan rakyat yang berdiri di atas hutan milik petani merupakan model 14 Sumber: Dyah Widuri dan Patje Saubaki, 2012, Parsipasi Warga dalam Pengentasan
Kemiskinan. Pelajaran Berharga dari Kabupaten Kupang, NTT. Stocktake Pembelajaran Program ACCESS II terhadap Kemandirian Desa dan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. IRE-ACCESS.
Pengelolaan Aset Desa
29
kemitraan dengan pola bagi hasil antara petani pemilik lahan dengan pihak-pihak lain yang dikelola berdasar prinsip saling menguntungkan. Petani menanam tanaman kayu untuk memenuhi permintaan bahan baku kayu di pasar dalam dan luar negeri. Contohnya, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Unda Anyar pada tahun 2010 membangun model hutan rakyat kemitraan seluas 175 hektar di kabupaten Karangasem, Bangli, Buleleng, dan Jembrana. Di Jawa Timur, perusahaan produksi plywood bekerja sama dengan petani pemilik lahan hutan untuk menghasilkan tanaman sengon melalui program kemitraan hutan rak yat. Sengon sangat dibutuhkan oleh dunia industri merupakan bahan pembuat petik, papan penyekat, pengecoran semen, industri korek api, pensil, papan partikel, dan bahan baku industri pulp kertas. Dari sisi ekonomi warga masyarakat memperoleh peningkatan pendapatan, dari sisi sosial skema ini merupakan bagian dari pemberdayaan masyarakat, dari sisi lingkungan membantu rehabilitasi lahan dan men jaga kelestarian lingkungan.
D. Mengapa Aset Desa Penting? Aset desa penting karena dapat memberi manfaat bagi pemerintah desa dan masyarakat. Bagi pemerintah desa, aset desa dapat menjadi sumber pendapatan desa,
30
Pengelolaan Aset Desa
kekayaan desa, dan modal usaha desa untuk kegiatan-kegiatan pembangunan. Bagi masyarakat desa, pengelolaan aset desa dapat memberi manfaat, diantaranya adalah sebagai berikut: 1.
Membuka kesempatan bekerja dan berusaha
2.
Meningkatkan pendapatan masyarakat desa
3.
Memberikan penguatan dan eksistensi untuk kemandirian masyarakat desa
Keberadaan aset desa di wilayah desa memiliki nilai strategis karena diakui secara legal dengan bukti kepemilikan yang sah, dapat menghasilkan nilai ekonomi melalui proses pengelolaan dan pengembangan, serta memiliki kemanfaatan bagi masyarakat luas. Pemanfaatan aset desa bagi masyarakat luas akan lebih maksimal jika desa melakukan distribusi yang adil. Aset tidak lagi bermakna aset pasif tetapi aset aktif yang dapat menjamin pemanfaatan hasil pengelolaan diperoleh masyarakat luas terutama kaum perempuan dan masyarakat miskin di pedesaan. Aset desa sebagai aset aktif yang dikelola oleh kelembagaan desa dapat mewujudkan kemandirian desa. Kemandirian desa dalam arti desa memiliki emansipasi (prakarsa, kemampuan, dan gerakan kolektif) untuk mengelola aset desa yang menyumbang pada kemakmuran dan kese-
Pengelolaan Aset Desa
31
jahteraan. Melalui pengelolaan aset desa, desa dapat bermanfaat dalam pemberian pelayanan publik dan mengembangkan aset lokal dan aset milik bersama sebagai sumber penghidupan ekonomi. 15
15 DESA=Demokras Emansipasi Sejahtera Adil. Posion Paper untuk RUU Desa. Yogyakarta: FPPD. 2013, hal. 24-25.
32
Pengelolaan Aset Desa
BAB II
BAGAIMANA DESA MENGATUR DAN MENGELOLA ASET DESA ?
UU No. 6/2014 tentang Desa pasal 77 ayat (1) menyebutkan bahwa pengelolaan kekayaan milik Desa dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat Desa serta meningkatkan pendapatan desa. Tujuan pengelolaan kekayaan milik Desa ini sejalan dengan regulasi sebelumnya yang tertuang dalam Permendagri No. 4/2007 di mana Pemerintah desa memperoleh mandat untuk mengelola kekayaan desa yang dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat desa. Pengelolaan aset desa adalah segala kegiatan dan tindakan terhadap aset desa mulai dari perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penghapusan, pemindah-tanganan, penatausahaan, penilaian, pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Sekalipun mendapat mandat pengelolaan, pemerin-
Pengelolaan Aset Desa
33
tah desa tidak dapat memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi atau segelintir orang. Rambu-rambu ini telah jelas dibuat dalam regulasi tentang aset desa. Pengelolaan aset desa harus mendapatkan persetujuan dari BPD yang merupakan lembaga perwakilan desa. Jika dilakukan pelepasan hak kepemilikan aset desa harus mendapat persetujuan BPD dan ijin tertulis dari Bupati/Walikota dan Gubernur. Dalam pengelolaan aset desa, semua proses harus dijalankan mengikuti asas atau prinsip dasar tertentu mengikuti azas umum pengelolaan barang milik negara (BMN). Prinsip dasar atau kaidah-kaidah dalam pengelolaan aset desa adalah sebagai berikut: Fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah di bidang pengelolaan barang milik desa yang dilaksanakan pengelola harus sesuai fungsi, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing. Kepastian hukum, yaitu pengelolaan aset desa harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan. Keterbukaan, penyelenggaraan pengelolaan aset desa harus terbuka bagi semua pihak. Masyarakat berhak menerima informasi mengenai tujuan, sasaran, dan hasil pengelolaan aset desa. Efisiensi, pengelolaan aset desa diarahkan agar digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang di-
34
Pengelolaan Aset Desa
perlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan secara optimal. Akuntabilitas, seluruh proses dan kegiatan pengelolaan aset desa dari usulan hingga pencapaian hasilnya harus dapat dipertanggungjawabkan pada semua pihak terutama masyarakat desa. Kepastian nilai, pengelolaan aset desa harus didukung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dan pemindahtanganan aset serta penyusutan neraca pemerintah. 16 UU No. 6/2014 pasal 77 ayat (1) menambahkan asas atau prinsip dasar dalam pengelolaan aset desa adalah asas kepentingan umum, yang mengandung pengertian bah wa pengelolaan aset desa didasarkan pada kepentingan masyarakat luas di atas kepentingan individual, kelompok, atau golongan tertentu. Kepentingan masyarakat luas ini dalam pelaksanaannya dijamin dan dilindungi oleh peraturan perundang-undangan. Pengelolaan aset desa harus memenuhi azas-azas sebagaimana disebutkan di atas, dengan tujuan sebagai berikut: 1.
Meningkatkan pendapatan asli desa (PAD)
2.
Memfasilitasi pelayanan publik bagi warga desa
16 Sumber:hp://barang-milik-negara.blogspot.com/2011/04/asas-umum-pengelolaan-
barang-milik.html#.UbMuqJz67cM. Diunduh 8 Juni 2013. hp://www.djkn.depkeu. go.id/pages/layanan-bmn.html. Diunduh 8 Juni 2013.
Pengelolaan Aset Desa
35
3.
Mengembangkan aset lokal dan aset milik bersama untuk meningkatkan kesejahteraan warga desa
4.
Memberdayakan dan mengembangk mengembangkan an kapasitas warga desa untuk melakukan pemetaan dalam mengembangkan aset lokal dan aset milik bersama untuk meningkatkan perekonomian perekonomian warga desa.
Agar pengaturan dan pengelolaan aset desa menjadi lebih optimal dan berkekuatan, pemerintah Kabupaten perlu membuat kebijakan khusus mengenai pengelolaan aset desa seperti dilakukan Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Bima. Kebijakan ini akan menjadi landasan bagi pemerintah desa dalam melakukan pengelolaan aset desa. Perda Kabupaten Grobogan No. 5/2009 tentang Sumber Pendapatan dan Kekayaan Desa diantaranya diantara nya mengatur pengelolaan sumber pendapatan dan kekayaan desa yang terdiri dari pengurusan dan pengelolaan; administrasi dan status hukum; alih fungsi dan perubahan status hukum kekayaan desa. Perda mengamanatkan Pemerintah Desa bersama-sama dengan BPD berkewajiban mengamankan, melestarikan serta mengelola sebaik-baiknya kekayaan desa yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh Desa. Perda Kabupaten Bima No. 4/2008 tentang Sumber Pendapatan Desa mengklasifikasikan kekayaan desa lebih beragam dibandingkan kekayaan desa yang dirinci dalam Permendagri No. 4/2007, yakni:
36
Pengelolaan Aset Desa
a.
tanah kas desa;
b.
pasar desa;
c.
pasar hewan milik desa;
d.
tambatan perahu milik desa;
e.
bangunan desa;
f.
pelelangan ikan yang dikelola oleh desa;
g.
objek rekreasi milik desa;
h.
pemandian umum milik desa;
i.
hutan desa;
j.
tempat pemancingan umum desa;
k.
jalan desa;
l.
tanah makam desa;
m. tanggul, saluran tersier desa; n.
lain-lain kekayaan milik desa.
Desa wisata saat ini sedang menjadi wacana bagi berbagai pihak karena dalam perkembangannya perkembanganny a dapat memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Kehadiran desa wisata yang tidak dikelola dengan baik oleh Pemerintah Desa dan tidak didukung regulasi yang memadai, akan menjadi persoalan di kemudian hari. Pengelolaan oleh individu atau kelompok memungkinkan terjadinya kompetisi kom petisi yang tidak sehat antarmereka dan memungkinkan terjadinya pengalihan pengelolaan secara sepihak oleh pihak lain yang lebih kuat seperti Pemerintah Daerah atau
Pengelolaan Aset Desa
37
pengusaha besar. besar. Aset desa yang seharusnya se harusnya dapat dapa t melahirkan spirit pemberdayaan dan mengembangkan kewirausahaan untuk meningkatkan kehidupan warga menjadi tidak terwujud, akibatnya warga desa hanya menge me ngenyam nyam tetesantetesan ekonomi yang dinikmati segelin segelintir tir warga saja. Setiap daerah dan desa dapat menyusun regulasi dalam melakukan pengelolaan aset desa dengan mempertimbangkan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masing-masing daerah. Contohnya pengelolaan wisata yang berkaitan ber kaitan dengan keberadaan pura Tanah Lot di Bali berada di tangan Desa Adat, bukan di tangan Desa Dinas, diperkuat dengan Peraturan Daerah. Berbeda dengan pengelolaan nge lolaan desa wisata di kabupaten Gunung Kidul dilakukan oleh BUM Desa yang dikelola oleh pemerintah desa dan masyarakat Bleberan. Pada bab ini, buku ini membahas cara mengatur dan mengelola aset desa, yaitu kegiatan-kegiatan yang dilakukan agar pengelolaan aset desa teradministrasi dengan baik sehingga optimalisasi aset dapat dicapai.
A. Ba Baga gaim iman ana a Me Meng ngad adm min inis istr tras asik ikan an As Aset et Des esa? a? Karena manfaatnya sangat besar bagi masyarakat, aset desa perlu dikelola secara baik berlandaskan pada azas-azas pengelolaan sebagaimana telah disebutkan di atas. Hal yang penting adalah pengadministrasian seluruh 38
Pengelolaan Aset Desa
a s e D t e s A n a t a t a c n e P . 1 n a g a B
Pengelolaan Aset Desa
39
aset desa secara tertib. Seluruh aset desa tersebut harus dilindungi dengan bukti atau alas hak yang kuat berupa dokumen kepemilikan yang sah atas nama desa, utamanya adalah aset-aset yang berupa tanah dan aset fisik lainnya. Bagan 1 merupakan hal-hal pokok yang harus diperhatikan dalam mengadministrasikan aset desa. Bukti kepemilikan terutama tanah ada yang berbentuk sertifikat, ada pula yang masih berbentuk Letter C. Di desa Sumbermulyo kecamatan Bambanglipuro kabupaten Bantul memiliki tanah kas desa yang sebagian besar masih dalam bentuk Letter C, digunakan untuk kantor desa, kantor-kantor pemerintah lainnya seperti sarana pendidikan dan kesehatan, lapangan, jalan-jalan desa, bantaran sungai, dan tanah-tanah pekarangan yang produktif dan tidak produktif. Letter C adalah tanda bukti berupa catatan dan keterangan tanah yang berada di kantor desa atau kelurahan. Secara hukum Letter C lemah sebagai bukti kepemilikan tanah karena buku letter C sebenarnya dijadikan dasar dalam catatan penarikan pajak, bukan sertifikat yang merupakan bukti kepemilikan yang sah. Desa secara bertahap perlu melakukan sertifikasi tanah kas desa agar terhindar dari perselisihan kepemilikan di kemudian hari. Asal atau cara memperoleh aset desa dicantumkan dalam aset desa, misalnya berasal dari pembelian melalui APBDes, swadaya masyarakat murni, swadaya masyarakat
40
Pengelolaan Aset Desa
dan PNPM Mandiri Perdesaan, hibah dari pihak ketiga, dan lain-lain. Agar pengadministrasian rapi, tertib dan aman, desa perlu menetapkan orang-orang yang bertanggungjawab terhadap pendataan, pengelolaan, pemeliharaan dan pengamanan aset. Dalam melakukan pencatatan dan pendataan, buku aset desa selain memuat aset fisik dapat memuat aset desa yang lain yaitu aset sumber daya manusia, aset sumber daya alam, aset fisik atau infrastruktur, aset sosial atau perkumpulan, aset institusi, aset finansial, aset spiritual dan budaya, beserta asal atau cara memperoleh aset desa tersebut.
B. Siapa yang Bisa mengelola Aset Desa? Setelah seluruh aset desa terkelola dan teradministrasi secara baik, agar lebih berdayaguna dan berhasilguna bagi pemerintah desa dan masyarakat desa, maka aset desa perlu dikelola dan dimanfaatkan. Mereka yang diperbolehkan melakukan pengelolaan dan pemanfaatan aset desa adalah: 1.
Anggota Masyarakat
2.
Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa)
3.
Instansi Pemerintah
4.
Swasta
Pengelolaan Aset Desa
41
Untuk mengefektifkan pengelolaan aset desa, Pemerintah Desa dapat membentuk kepanitiaan atau pengelola dari berbagai unsur yang terpisah dari manajemen pemerintahan desa. Desa dapat mengelola aset desa melalui BUM Desa atau kepanitiaan yang terdiri dari Pemerintah Desa dan masyarakat. Berikut ini adalah contoh yang menunjukkan alur pembentukan pengelola aset desa. Di kabupaten Kebumen keberadaan BUM Desa belum memasyarakat, untuk itu dibentuk kepanitiaan melalui Musya warah Desa dalam mengelola aset desa. Panitia terdiri dari unsur Pemerintah Desa, lembaga kemasyarakatan desa, dan tokoh masyarakat, yang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota; dan bertugas diantaranya melakukan in ventarisasi aset desa, menaksir harga aset desa, melakukan kegiatan pengadaan hingga pengamanan aset desa. Biaya yang timbul atas pengelolaan itu bersumber dari APB Desa dan/atau pihak ketiga sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pengelola bertanggung jawab kepada kepala desa dan membuat laporan kepada Kepala Desa dengan tembusan BPD. Pengelolaan aset desa melalui BUM Desa mengikuti langkah-langkah ker ja dalam BUM Desa. Aset desa yang dikelola BUM Desa merupakan salah satu atau beberapa unit usaha BUM Desa. Contohnya desa Labbo di kabupaten Bantaeng mengelola sumber air bersih yang merupakan aset desa untuk memenuhi kebutuhan warga desa seperti diceritakan pada Kotak 3.
42
Pengelolaan Aset Desa
a s e D t e s A a l o l e g n e P . 2 n a g a B
Pengelolaan Aset Desa
43
Di Kabupaten Bima, pengelolaan pasar desa sebagai aset desa diserahkan pada Pemerintah Desa. Bagi desa yang membentuk BUM Desa, pasar desa menjadi salah satu unit usaha BUM Desa. Bagi desa yang belum memiliki BUM Desa, Pemerintah desa dapat membentuk kepengurusan pasar desa yang terdiri dari Camat, Kepala Desa, Ketua BPD, kepala unit usaha, dan staf unit usaha pasar desa. Pengelolaan pasar desa diperkuat dengan regulasi
44
Pengelolaan Aset Desa
desa sebagai bentuk tanggung jawab desa dalam memberi pelayanan pada warganya. Pengelola pasar desa diantaranya bertugas memungut retribusi pasar untuk diserahkan pada pemerintah desa secara rutin; melaksanakan pengamanan, kerapihan, dan kebersihan pasar desa; menjamin fasilitas umum di pasar desa terpenuhi. Pasar Desa adalah pasar yang berada di wilayah desa, bersifat historis dan tradisional serta ditumbuhkembangkan oleh pemerintah desa. Pasar menjadi ruang jual beli, ruang pertukaran barang dan jasa, yang mendorong hidupnya perekonomian desa.17 Sebagai pasar yang ada di wilayah desa, hasil produksi desa dapat langsung dipasarkan di desa, mengurangi pengeluaran biaya angkutan, dengan demikian dapat menekan harga jual. Pengelolaan pasar desa tidak semata-mata menjadi salah satu sumber pendapatan asli desa, namun memiliki makna pemberdayaan masyarakat karena produk lokal diperkenalkan pada para pembeli, membuka kesempatan kerja bagi warga desa, dan terpenuhinya kebutuhan konsumsi dan produksi yang diperlukan warga desa. Pada umumnya desa memiliki Surat Keputusan Kepala Desa tentang Pengelolaan Pasar Desa sebagai bentuk tanggung jawab desa memberi pelayanan pada warganya. 17 Lihat Wahyudi, Imam R., Pasar Desa untuk Kemakmuran Desa, 16 Oktober 2012, diunduh 8 Juni 2013 di hp://pmd-jogja.com/berita-144-pasar-desa-untuk-kemakmuran-desa. html
Pengelolaan Aset Desa
45
Di desa dibentuk unit pengelola pasar desa yang diantaranya bertugas memungut retribusi pasar untuk diserahkan pada pemerintah desa secara rutin; melaksanakan pengamanan, kerapihan, dan kebersihan pasar desa; menjamin fasilitas umum di pasar desa terpenuhi. Kabupaten Rokan Hulu di Provinsi Riau lebih spesifik menyusun regulasi yang berkenaan dengan pengelolaan aset desa dengan mengeluarkan Peraturan Bupati No. 40/2011 tentang Pedoman Pengelolaan Pasar Desa. Regulasi ini mendudukkan pasar desa menjadi urusan atau ke wenangan Pemerintah Desa untuk mengatur dan mengelola. Langkah ini mengandung dua hal yaitu: Pertama, pemerintah daerah secara sah telah menyerahkan pengelolaan pasar desa yang dibangun oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Daerah pada Pemerintah Desa. Kedua, Pemerintah Daerah membuat pedoman pengelolaan sejak pembentukan, pembangunan dan pengembangan, pengelolaan, kepengurusan, tahun buku dan anggaran, keuangan, bagi hasil, perlindungan dan pemberdayaan pasar desa, kerjasama dengan pihak ketiga, pertanggungjawaban, hingga pembinaan dan pengawasan. Pedoman ini menjadi landasan bagi Pemerintah Desa untuk men jaga koridor dalam mengelola pasar desa.
46
Pengelolaan Aset Desa
Pemerintah Daerah di mana pun perlu membuat kebijakan-kebijakan khusus seperti regulasi yang dibuat kabupaten Rokan Huku tersebut terutama untuk melindungi aset desa dari pengusaha luar desa, menjelaskan kedudukan aset desa yang bertempat di desa, dan pada gilirannya menghindari konflik pengelolaan aset desa di kemudian hari. Pengelolaan aset desa oleh swasta perlu dibuat aturan yang jelas agar tidak menjadi masalah di kemudian hari. Aturan ini mencakup misalnya, bagaimana kewenangan swasta dalam mengelola aset desa, seberapa besar pembagian hasilnya, sampai kapan pengelolaannya, serta tanggungjawab akhir dari swasta. Aturan tersebut seyogyanya dibuat dalam bentuk misalnya peraturan desa dan daerah.
C. Apa Jenis-Jenis Pemanfaatan Aset Desa? Pemanfaatan aset desa yang lazim dikenal dan dijumpai di desa-desa di berbagai daerah dapat dilihat dalam tabel 1 berikut ini.
Pengelolaan Aset Desa
47
Tabel 1. Pemanfaatan Aset Desa NO
PEMANFAATAN
PENGERTIAN
KETENTUAN
1
Penyewaan
Penyerahan hak penggunaan atau pemakaian barang kepada pihak kega dalam hubungannya dengan sewa menyewa dengan ketentuan pihak kega tersebut harus memberikan imbalan dalam jangka waktu tertentu.
1. menguntungkan Desa 2. jangka waktu paling lama 3 (ga) tahun sesuai dengan bentuk aset desa dan dapat diperpanjang 3. penetapan tarif sewa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa setelah mendapat persetujuan BPD
2
Pinjam pakai
Pinjam pakai dilakukan oleh Pemerintah Desa dengan instansi pemerinemerin tah lainnya. Pinjam pakai aset desa dapat dilakukan kecuali terhadap tanah dan bangunan.
1. dilaksanakan oleh Kepala Desa setelah mendapat persetujuan BPD; 2. Jangka waktu pinjam pakai paling lama 7 (tujuh) hari dan dapat diperpan jang;
48
Pengelolaan Aset Desa
NO
3
PEMANFAATAN
PENGERTIAN
KETENTUAN
Kerjasama pemanfaatan
Kerjasama pemanfaatan dilakukan atas dasar mengopmalkan daya guna dan hasil guna aset desa serta meningkatkan pendapatan desa.
1. dak tersedia atau dak cukup tersedia dana dalam APBDes untuk memenuhi biaya operasional/pemeliharaan/ perbaikan aset Desa; 2. penetapan mitra kerjasama pemanfaatan berdasarkan musyawarah mufakat antara Kepala Desa dan BPD; 3. ditetapkan oleh Kepala Desa setelah mendapat persetujuan BPD; 4. dak dibolehkan menggadaikan/memindahtangankan kepada pihak lain; dan
5. jangka waktu paling lama 3 (ga) tahun sesuai dengan jenis aset desa dan dapat diperpanjang.
Pengelolaan Aset Desa
49
NO
4
PEMANFAATAN
PENGERTIAN
KETENTUAN
Bangun Guna
Pemanfaatan aset desa berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepaka untuk selan jutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.
a. Pemanfaatan aset desa berupa Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna dilakukan atas dasar: • pemerintah desa memerlukan bangunan dan fasilitas bagi penyelenggaraan pemerintahan desa untuk kepenngan pelayanan umum; dan • dak tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan Belanja Desa untuk penyediaan bangunan dan fasilitas. b. Jangka waktu pemanfaatan aset desa berupa Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang setelah terlebih dahulu dilakukan evaluasi oleh Kepala Desa dan BPD.
Serah
5
50
Bangun Serah Guna
Pemanfaatan aset desa berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepaka.
Pengelolaan Aset Desa
NO
PEMANFAATAN
PENGERTIAN
KETENTUAN
6
Bagi Hasil
Hubungan hukum yang berupa bagi hasil dalam pengelolaan dan pemanfaatan aset desa diperuntukkan bagi aset desa yang berupa sumber daya produkf, baik berupa tanah ataupun aset lain yang berupa modal kerja.
1. Aset yang dikelola bersifat produkf dan menghasilkan pendapatan; 2. Menguntungkan kedua belah pihak
7
Pemanfaatan bersama yang dak mengikat
Hubungan hukum antara subjek dan objek aset desa yang pengelolaan dan pemanfaatannya bersifat kolekf dan dak mengikat, dilakukan terhadap aset desa yang bersifat open access, dimana aset desa dapat dipergunakan oleh seap anggota masyarakat yang membutuhkan tanpa ada ikatan secara khusus, kecuali ikut serta dalam pemeliharaan dan keterban dalam pemanfaatan.
1. Hubungan hukum antara subjek dan objek aset desa yang pengelolaan dan pemanfaatannya bersifat kolekf dan dak mengikat, dilakukan terhadap aset desa yang bersifat open access, dimana aset desa dapat dipergunakan oleh seap anggota masyarakat yang membutuhkan tanpa ada ikatan secara khusus, kecuali ikut serta dalam pemeliharaan dan keterban dalam pemanfaatan. 2. Pengelolaan dan pemanfaatan aset desa oleh pemerintah desa dan dak melibatkan pihak kega cukup diadministrasikan secara terb dan berkelanjutan, agar tetap terjamin keamanannya.
Sumber: Permendagri No. 4/2007
Pengelolaan Aset Desa
51
Selain ketentuan seperti tertuang dalam tabel pemanfaatan aset desa, semua bentuk pemanfaatan--kecuali pemanfaatan bersama yang tidak mengikat--harus membuat Surat Perjanjian. Mengacu pada jenis pemanfaatannya (penyewaan, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, bangun guna serah, bangun serah guna, bagi hasil), sekurang-kurangnya memuat hal-hal berikut ini:
√
pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian
√
obyek perjanijian;
√
nilai/proporsi;
√
jangka waktu;
√
hak dan kewajiban para pihak;
√
penyelesaian perselisihan;
√
keadaan di luar kemampuan para pihak ( force ma jeure); dan
√
peninjauan pelaksanaan perjanjian.
Desa Sumbermulyo tidak secara khusus mengelola aset desa yang pada umumnya berupa tanah kas desa. Desa ini tidak memiliki wilayah hutan atau pantai atau aset sumber daya alam lainnya. Pasar Desa yang terletak di desa Sumbermulyo tidak dikelola oleh desa, tetapi dikelola oleh pemerintah kabupaten. Pemanfaatan tanah kas desa sebagian besar untuk dise wakan pada warga masyarakat dan perusahaan, hasilnya
52
Pengelolaan Aset Desa
menjadi bagian dari Pendapatan Asli Desa yang digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat. Biaya sewa diatur mengikuti Peraturan Desa Sumbermulyo Nomor 02/2012 tentang Pengelolaan Sumber Pendapatan Desa Tahun Anggaran 2012. Contohnya, desa Sumbermulyo menyewakan lahan pada perusahaan dengan biaya sewa Rp 8 juta rupiah per hektar per tahun. Biaya sewa lahan untuk kandang sapi dan sawah yang diusahakan kelompok tani sekitar Rp 3.000 rupiah per meter persegi. Biaya sewa kios desa sebesar Rp 3 juta rupiah per dua tahun. Pada dasarnya, penyewaan aset desa tidak sematamata ditujukan untuk mendapatkan pemasukan bagi desa, namun desa dapat memberi ruang bagi masyarakat yang membutuhkan lahan sebagai mata pencaharian hidup dan menjadi sumber pendapatan keluarga. Kotak 6 menceritakan pemanfaatan tanah kas desa di desa Umbulmartani kabupaten Sleman.
Pengelolaan Aset Desa
53
Kotak 6. Pemanfaatan Tanah Kas Desa Sebagai Aset Desa Pada umumnya desa-desa di propinsi Yogyakarta mengatur dan mengelola tanah kas desa untuk kepenngan masyarakat banyak dan sebagai pemasukan bagi pendapatan asli desa. Tanah kas desa dapat dimanfaatkan sebagai tanah pemakaman umum untuk mengakomodasi kebutuhan kuburan bagi warga desa seper yang dilakukan desa Umbulmartani di kabupaten Sleman, Yogyakarta. Pada sekitar tahun 1996, penghuni sebuah kompleks perumahan di wilayah desa Umbulmartani kesulitan memakamkan anggota keluarga karena di areal perumahan dak disediakan tanah makam dan warga dusun di sekitar perumahan keberatan jika anggota keluarga perumahan dimakamkan di makam dusun mereka. Makam-makam dusun hanya diperuntukkan warga asli dusun tersebut, bukan untuk pendatang, lagipula seiring berjalannya waktu makam dusun makin hari makin terbatas lahannya. Warga perumahan yang dihuni lebih dari 300 KK dan tergabung dalam satu RW ini dak menemukan kesepakatan dalam hal pembelian tanah makam karena terhitung cukup mahal. Persoalan yang berlarut-larut ini direspons oleh desa yang kemudian menyediakan tanah kas desa sebagai tanah makam desa untuk seluruh warga desa Umbulmartani
54
Pengelolaan Aset Desa
termasuk warga perumahan. Tanah kas desa juga dimanfaatkan untuk sarana publik lain, seper tempat olah raga. Pada waktu itu desa membangun gedung di atas tanah kas desa sebagai tempat bermain bulu tangkis warganya. Desa Umbulmartani menyewakan tanah kas desa untuk tempat usaha salah seorang warganya. Penyewa membangun ruang usaha sendiri dan membayar sewa tanah ke desa sebesar yang sudah disepaka bersama. Desa juga membangun ruko di atas tanah kas desa kemudian ruko tersebut disewakan pada warga desa setempat maupun desa lainnya. Penggunaan tanah kas desa semacam itu perlu adanya kepasan hukum yaitu perjanjian sewa menyewa. Pada tahun 1990-an desa ini membangun Pasar Desa sebagai ruang berjualan para pedagang yang berasal dari dalam dan luar desa. Desa memiliki kebijakan tersendiri berkenaan dengan warga desa setempat yang bekerja sebagai pedagang kecil dan mikro. Pada umumnya mereka dak memiliki cukup modal untuk membuka usaha, kemudian desa menyediakan ruang terbuka atau petak-petak berjualan bebas sewa dan hanya dikenai biaya kebersihan per petak. Bagi warga yang berasal dari dalam dan luar desa yang menempa kios-kios di dalam pasar—pada umumnya pedagang skala menengah-dikenakan biaya sewa sesuai peraturan yang ditetapkan pemerintah desa.
Pengelolaan Aset Desa
55
D. Berapa lama Aset Desa Dikelola dan Dimanfaatkan Pemerintah Desa dan Pihak Lain? Pengelolaan dan pemanfaatan aset desa perlu dibatasi dengan jangka waktu tertentu, tergantung pada bentuk, cara pengelolaan dan subjek/pihak yang mengelola dan memanfaatkan. 1.
Aset desa yang dikelola dan dimanfaatkan oleh masyarakat umum untuk kepentingan sosial dan/atau kepentingan umum (seperti tempat ibadah, ladang penggembalaan-open space, pendidikan, kesehatan, makam, lumbung pangan, danau, dsb), jangka waktu pengelolaan dan pemanfaatannya adalah sepanjang masih dipergunakan dan bernilai produktif bagi desa dan masyarakat;
2.
Aset desa yang dikelola dan dimanfaatkan oleh perorangan, baik untuk tujuan komersial maupun non komersial, jangka waktunya diatur dalam perjanjian kerjasama ( MoU ) antara pihak yang memanfaatkan dan mengelola aset desa dengan pihak pemerintah desa. Jangka waktu kerjasama maksimal 3 tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan kesepakatan bersama;
3.
Aset desa yang dikelola dan dimanfaatkan oleh BUM Desa, jangka waktunya adalah sepanjang masih digu-
56
Pengelolaan Aset Desa
nakan dan bernilai produktif bagi desa dan diatur dengan peraturan desa; 4.
Aset Desa yang dikelola dan dimanfaatkan oleh instansi pemerintah untuk kepentingan sosial dan/atau kepentingan umum, jangka waktu pengelolaan dan pemanfaatan sepanjang masih dipergunakan dan bernilai produktif bagi desa dan masyarakat;
5.
Aset Desa yang dikelola dan dimanfaatkan oleh instansi pemerintah untuk kepentingan pemerintah (kantor, gudang, dsb) dan/atau untuk kepentingan komersial, jangka waktunya diatur dalam perjanjian kerjasama ( MoU ) antara pihak yang memanfaatkan dan mengelola aset desa dengan pihak pemerintah desa. Jangka waktu kerjasama maksimal 10 tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan kesepakatan bersama;
6.
Aset Desa yang dikelola dan dimanfaatkan oleh pihak swasta, baik untuk kepentingan komersial maupun non komersial, jangka waktunya diatur dalam perjan jian kerjasama ( MoU ) antara pihak yang memanfaatkan dan mengelola aset desa dengan pihak pemerintah desa. Jangka waktu kerjasama maksimal 3 tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan kesepakatan bersama.
Pengelolaan Aset Desa
57
E. Bagaimana Proses Pengaturan untuk Pengelolaan dan Pemanfaatan Aset Desa? Proses pengaturan pengelolaan dan pemanfaatan aset desa dituangkan dalam peraturan desa. Bagan berikut ini secara umum menunjukkan contoh tahapan permohonan dalam pengelolaan dan pemanfaatan aset desa oleh pihak lain.
Pengusulan Permohonan
58
Pengelolaan Aset Desa
Musdes dipimpin oleh BPD
Penyampaian hasil keputusan
Pengelolaan Aset Desa
59
Bagan 3. Tahapan Permohonan Pengelolaan dan Pemanfaatan Aset Desa oleh Pihak Lain
60
Pengelolaan Aset Desa
F. Bisakah Aset Desa Dilepaskan atau Dijual?
Pengelolaan Aset Desa
61
Pelepasan Aset Desa untuk Kepenngan Umum, melipu:
• pertahanan dan keamanan nasional; • jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api; • waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya; • pelabuhan, bandar udara, dan terminal; • infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi; • pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik; • jaringan telekomunikasi dan informaka Pemerintah; • tempat pembuangan dan pengolahan sampah; • rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah; • fasilitas keselamatan umum; • tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah; • fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik; • cagar alam dan cagar budaya; • kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa;
62
Pengelolaan Aset Desa
• penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa; • prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah; • prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah; dan • pasar umum dan lapangan parkir umum.
Aset desa harus dilindungi dengan berbagai cara. Jika dilakukan pelepasan atau penjualan pada pihak lain harus mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses pelepasan aset desa adalah:
Pelepasan hak kepemilikan aset desa dilakukan setelah mendapat ganti rugi sesuai dengan hasil penilaian oleh penilai independen;
Penggantian ganti rugi berupa uang harus digunakan untuk membeli aset lain yang senilai, lebih baik, menguntungkan desa dan mempunyai nilai tambah bagi
Pengelolaan Aset Desa
63
Pemerintah Desa, dan apabila berupa tanah maka tanah tersebut berlokasi di Desa setempat.
Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pelepasan aset desa adalah : a.
Pemerintah Pusat;
b.
BUMN;
c.
Pemerintah Daerah;
d.
BUMD.
Bagan berikut ini menggambarkan hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pelepasan aset desa terutama tanah untuk kepentingan umum.
64
Pengelolaan Aset Desa
m u m U n a g n i t n e p e K k u t n u h a n a . T 4 a n p a u g r a e B B a s e D t e s A n a s a p e l e P n a u t n e t e K
Pengelolaan Aset Desa
65
G. Bagaimana dengan Sanksi-Sanksi? Setiap pelanggaran terhadap peraturan desa dan perjan jian yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan aset desa harus mendapatkan sanksi, sesuai dengan tingkat pelanggarannya. Bentuk sanksi dapat dirumuskan ke dalam 3 ranah: 1.
Sanksi administratif, dapat diberikan berkenaan dengan pelanggaran yang bersifat administratif, sesuai dengan tingkat pelanggaran. Misal pelanggaran ringan dilakukan secara lisan dengan teguran, pelanggaran sedang dengan peringatan tertulis dan pelanggaran berat dengan pencabutan ijin pengelolaan dan pemanfaatan aset desa.
2.
Sanksi perdata, dapat diberikan pada pihak-pihak yang melanggar aturan secara keperdataan berkenaan dengan pengelolaan dan pemanfaatan aset desa. Misalnya memperbaiki atau mengganti aset desa yang rusak atau hilang yang diakibatkan oleh kelalaian dalam pengelolaan.
3.
Sanksi pidana, hanya dapat dilakukan oleh pihak yang berwenang (kepolisian, kejaksaan dan lembaga peradilan), apabila terjadi pelanggaran pidana berkenaan dengan pengelolaan dan pemanfaatan aaset desa, misalnya: penggelapan, pencurian dan penjualan aset desa.
66
Pengelolaan Aset Desa
H. Bagaimana Melakukan Pendampingan dan Pengawasan terhadap Aset Desa?
Untuk menjaga dan meningkatkan kualitas pengelolaan aset desa serta menjamin keberlangsungan kemanfaatan aset desa bagi masyarakat, perlu dilakukan pendampingan dan pengawasan. Desa yang sudah memiliki peraturan desa tentang pengelolaan aset desa biasanya menyebutkan istilah pembinaan dan pengawasan.
Pengelolaan Aset Desa
67
Sebagai contoh di Desa Karangrejek Kabupaten Gunung Kidul, pada Pasal 41 Perdes No. 1/2011 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa, menyebutkan halhal sebagai berikut: a.
BPD melakukan pembinaan dan pengawasan pengelolaan kekayaan desa
b.
Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemberian bimbingan, koordinasi dan supervisi untuk melindungi kekaysaan desa
c.
Pengendalian pengelolaan kekayaan desa dilakukan oleh Kepala Desa beserta BPD
Bentuk pembinaan dan pengawasan adalah sebagai berikut:
a.
Internal
Pembinaan dan pengawasan internal ini dilakukan secara berkala sesuai kebutuhan dan urgensitas aset desa yang dikelola dan dimanfaatkan, bisa mingguan, bulanan, tiga bulanan, enam bulanan, tahunan atau pada saat berakhirnya jangka waktu pengelolaan dan pemanfaatan aset desa. Desa dapat menyelenggarakan musyawarah desa untuk mengatur siapa yang seharusnya duduk sebagai pengurus dan badan pengawas termasuk pembagian tugas pengurus dan tugas badan pengawas. Badan penga-
68
Pengelolaan Aset Desa
was dapat bertugas memberikan solusi kinerja pengurus aset desa, memantau proses perencanaan dan pelaksanaan kerja pengurus aset desa, melaksanakan pembinaan administrasi, dan lain-lain. Pengawas juga dapat minta bantuan pada akuntan publik untuk menjaga kesehatan administrasi dan keuangan pengelolaan aset desa. Masyarakat juga dapat melakukan pengawasan dalam pengelolaan aset desa yaitu ketika pengelola menyelenggarakan musyawarah desa khusus membahas pengelolaan aset desa, misalnya musyawarah desa menentukan besarnya tarif sambungan baru bagi pelanggan PAM Desa dan menentukan biaya rekening pemakaian air bersih.
b.
Eksternal
Pembinaan dan pengawasan eksternal ini dapat dilakukan secara berkala (tahunan atau lima tahunan) atau saat berakhirnya jangka waktu pengelolaan maupun secara temporer/tiba-tiba. Pembinaan dan pengawasan ini dilakukan oleh lembaga supra desa. Peraturan Bupati Kabupaten Gunung Kidul No. 23/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa, menyebutkan dalam pasal 37 tentang Pembinaan dan Pengawasan, adalah sebagai berikut: 1)
Bupati melakukan pembinaan, fasilitasi, dan penga wasan pengelolaan kekayaan desa.
Pengelolaan Aset Desa
69
2)
Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemberian pedoman, bimbingan, dan super visi untuk melindungi kekayaan desa.
3)
Pengendalian pengelolaan kekayaan desa dilakukan oleh Bupati, Camat, dan Kepala Desa beserta BPD.
4)
Pengawasan pengelolaan kekayaan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui audit yang dilakukan Aparat Pengawas Fungsional
Berdasarkan contoh di atas, tampak bahwa esensi pembinaan yang dilakukan adalah berupa pendampingan atau fasilitasi. Dengan demikian, maka tujuan pendampingan dan pengawasan pengelolaan aset desa adalah agar keamanan dan keberlanjutan pengelolaan aset desa dapat terjaga (Lihat Kotak 7).
70
Pengelolaan Aset Desa
Kotak 7. Merawat Keberlangsungan Aset Desa Melalui skema pemberdayaan masyarakat, desa Sumbermulyo didukung PNPM membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk 100 sambungan MCK rumah tangga di atas tanah kas desa. Sekitar 500 jiwa warga merasakan manfaat pembangunan instalasi tersebut karena air limbah dak mencemari sumber air bersih warga dan lingkungan sekitarnya. Secara umum semua warga desa dan pemerintah desa bertanggung-jawab untuk memelihara keberlangsungan aset tersebut, secara khusus para pemanfaat didukung pemerintah desa membentuk m pemelihara yang disebut KPP (Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara). Tim tersebut dibentuk melalui rembug warga, hasil dan tugas-tugas anggota m pemelihara dituangkan dalam SK Kepala Desa/Lurah. Tim pemelihara melakukan koordinasi dan menetapkan iuran pemeliharaan yang besar iurannya disepaka secara bersama-sama. Sumber: Wawancara dengan Kepala Desa dan BKM Desa Sumbermulyo, Kecamatan Bambanglipuro, Kabupaten Bantul 26 September 2013.
Pengelolaan Aset Desa
71
BAB III
APA TANTANGAN DAN ALTERNATIF PENGELOLAAN ASET DESA?
Pada bab II telah dikemukakan pengelolaan dan pemanfaatan aset desa yang secara formal dimiliki oleh desa karena memiliki bukti kepemilikan yang sah dan pengambilan keputusan atas pemanfaatannya disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Banyak aset desa lainnya yang berada di desa tetapi pemerintah desa dan warga masyarakat tidak terlibat dalam proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan aset desa. Bahkan tidak jarang terjadi pihak luar atau pemerintahan di atasnya mengambil alih pengelolaan aset desa yang sudah dilakukan desa tertentu. Bab III akan menggambarkan problematika pengelolaan aset desa dan menawarkan alternatif jalan keluarnya dengan tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, berikut contohcontohnya.
Pengelolaan Aset Desa
73
A. Apa tantangan dalam pengelolaan aset desa? Peristiwa yang acapkali terjadi dan menjadi tantangan dalam pengelolaan aset desa adalah: 1.
Penjualan/pelepasan hak kepemilikan aset desa pada pihak lain yang dilakukan oleh Kepala Desa atau aparat desa lainnya. Pemerintah telah menegaskan larangan pelepasan aset desa kecuali untuk kepentingan umum seperti disebutkan dalam Permendagri No.4/2007. Regulasi ini sangat penting untuk memberi perlindungan, menjaga keberadaan dan kelestarian aset desa.
2.
Pengambilalihan terjadi secara sepihak karena di masa lalu kerja sama pemanfaatan atau sewa tanah desa tidak dilakukan dengan perjanjian tertulis. Misalnya pemerintah kabupaten/provinsi di masa lalu meminjam tanah desa untuk pembangunan fasilitas umum seperti sub terminal. Menilik pada regulasinya, proses itu disebut pinjam pakai, bukannya jual beli atau tukar guling antara pemerintah kabupaten dan pemerintah desa. Tiba-tiba sekian puluh tahun kemudian muncul sertifikat tanah atas nama pemerintah kabupaten/provinsi. Hal ini menimbulkan perselisihan karena pemerintah desa merasa tanahnya diserobot
74
Pengelolaan Aset Desa
pemerintah kabupaten/provinsi, di sisi lain pemerintah kabupaten/provinsi melegalkan tanah yang sudah dikelolanya bertahun-tahun. Contoh yang lain, di masa lalu tanah desa dijadikan permukiman oleh beberapa warga masyarakat. Ketika desa meminta kembali tanah desa untuk kebutuhan lain, warga yang tinggal di lahan itu menolak dan timbul perselisihan di antara dua pihak tersebut. 3.
Tantangan terletak pada pengelolaan aset desa itu sendiri, misalnya tambatan perahu milik desa dikelola warga secara swadaya selama bertahun-tahun. Pemerintah kabupaten/propinsi kemudian membangun, menyempurnakan lokasi tambatan perahu tersebut, hingga memanfaatkannya sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Pemerintah desa tidak lagi memiliki hak untuk mengelola tambatan perahu dan menganggap bahwa telah terjadi pengambilalihan pengelolaan oleh pemerintah kabupaten/propinsi.
4.
Keempat, desa tidak dapat secara langsung mengelola sumber daya alam di lingkungan tempat tinggal mereka terutama hutan desa yang secara formal dimiliki oleh negara dan pengelolaan ada di bawah Kementerian Kehutanan. Jika secara langsung warga masyarakat memanfaatkan hutan, di mata negara, warga dinilai melanggar hukum.
Pengelolaan Aset Desa
75
5.
Pembinaan dan pengawasan yang seharusnya dilakukan oleh Bupati melalui Camat dan lembaga penga was kurang berjalan efektif.
Tantangan berikutnya adalah bagaimana desa mampu menggali aset yang dimiliki untuk menjawab kebutuhan warga baik di bidang sosial maupun ekonomi. Contohnya, desa menjawab kebutuhan warganya yang sangat sulit mendapatkan air bersih. Para perempuan dan anakanak menghabiskan kesehariannya dengan mengambil air ke sumber air yang cukup jauh dari pemukiman. Desa kemudian memfasilitasi pembangunan air bersih dengan bekerja sama dengan pihak lain baik pemerintah maupun swasta, mengelola dan memelihara sumber air sehingga air dapat mengalir ke rumah-rumah warga dan warga memberi imbalan atas pelayanan yang didapatnya. Contoh yang lain misalnya desa mengembangkan wisata desa untuk meningkatkan ekonomi warga atau memfasilitasi pemasaran hasil produksi pertanian untuk kestabilan harga jual. Desa di sini menjadi subyek pemberi manfaat yang dapat mengembangkan aset bersama dan aset lokal sebagai sumber penghidupan dan kesejahteraan masyarakat.
76
Pengelolaan Aset Desa
B. Apa alternatif dalam menghadapi tantangan pengelolaan aset desa? Pemerintah desa bersama dengan BPD dan warga masyarakat ditantang untuk mengoptimalkan manfaat aset desa agar dapat meningkatkan kesejahteraan warga. Desa dapat mengambil inisiatif agar aset desa dapat dikelola bersama dan memberi kemanfaatan bagi warga masyarakat serta menjamin kebutuhan perempuan, kaum miskin, dan kaum marjinal lainnya terpenuhi. Selain itu desa dapat memfasilitasi aset warga dan aset masyarakat agar lebih berdaya guna dan berhasil guna untuk mendukung peningkatan kesejahteraan warganya. Desa di sini menjadi subyek pemberi manfaat yang dapat mengembangkan aset bersama dan aset lokal sebagai sumber penghidupan dan kesejahteraan masyarakat. Dari contoh-contoh mengenai tantangan pengelolaan aset desa di atas, ada dua hal yang perlu dicermati berkaitan dengan status kepemilikan, yaitu: Pertama, aset desa yang dimiliki secara formal oleh desa pada umumnya berupa tanah kas desa tidak mengalami persoalan jika dilakukan pengelolaan aset desa. Jika aset tersebut akan dilakukan pelepasan/jual beli untuk kepentingan umum, Permendagri No. 4/2007 telah mengatur prosesnya. Dengan bukti kepemilikan fomal, desa da-
Pengelolaan Aset Desa
77
pat mengelola aset desa dan memperkuat keberadaannya dengan Peraturan Desa. Kedua, aset desa yang dimiliki oleh desa karena asalusul seperti tambatan perahu, hutan desa, pantai, atau sumber mata air seringkali menghadapi persoalan dengan pihak lain. Pada dasarnya terhadap hak asal-usul ini, semua pihak termasuk pemerintah, pemerintah kabupaten/ propinsi harus memberi pengakuan (rekognisi) pada desa dan menyerahkan kewenangan pada desa untuk mengelola aset kolektif tersebut. Di sisi yang lain, desa harus mengambil inisiatif agar aset desa yang berada di desa dan menjadi bagian dari hak asal usul desa dapat dikelola untuk kemanfaatan masyarakat banyak. Contoh inisiatif desa dalam mengelola aset desa adalah pengelolaan hutan desa dan sumber daya alam lain seperti yang digambarkan dalam uraian berikut ini.
Pengelolaan Hutan Desa Hutan dan sumber daya alam lain merupakan aset desa yang sangat penting karena menjadi tempat hidup warga yang tinggal di dalam dan sekitar hutan. Mereka menggantungkan hidup pada hutan secara fisik dan spiritual. Di tengah ketidakpercayaan berbagai pihak dalam mengelola hutan desa, pada dasarnya pemerintah desa dan warga masyarakat dapat mengambil inisiatif untuk mengelola hu-
78
Pengelolaan Aset Desa
tan desa dengan meyakinkan negara bahwa mereka dapat mengambil peran dalam mengelola sekaligus menjaga hutan desa. Kementerian Kehutanan telah mencanangkan Perhutanan Sosial sebagai sebuah sistem pengelolaan hutan, baik hutan negara maupun hutan hak, yang bertu juan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berada di dalam dan di sekitar hutan melalui “ pemberda yaaan” masyarakat dengan memperhatikan aspek kelestariannya (Lihat Bagan 5).
Bagan 5. Skema Perhutanan Sosial
Pengelolaan Aset Desa
79
Pengelolaan Hutan Desa sangat penting sebagai upaya menjamin keberlangsungan hidup warga masyarakat baik ekonomi, sosial, kultural. Di sisi lain, pelestarian dan rehabilitasi lahan tidak diabaikan. Hutan desa pada prinsipnya bukan hutan yang secara kelembagaan dimiliki oleh desa namun dikelola oleh masyarakat tertentu yang memiliki sejarah, tradisi, asal-usul, dan ketergantungan terhadap hutan. Hutan bagi masyarakat desa Lubuk Beringin, kabu80
Pengelolaan Aset Desa
paten Bungo, Propinsi Jambi, merupakan sumber dan penyangga kehidupan. Mata pencaharian utama mereka adalah menyadap karet, para anak muda mencari ikan dengan menembak dari balik batu-batuan besar sungai. Desa Lubuk Beringin memperoleh penghargaan Kalpataru pada tahun 2006 sebagai peringkat kedua, dan tahun 2007 sebagai peringkat pertama, karena mampu men jaga hutan lindung Rantau Bayur yang telah menyediakan sungai untuk membangkitkan listrik desa melalui kincir air, mengairi sawah, dan menyuplai air minum. Mereka mengelola air dan memanfaatkan hutan untuk mengambil hasil kayu dan non kayu secara arif, mengampanyekan larangan pembukaan hutan melalui kegiatan keagamaan.
Permenhut No. 49 Tahun 2008 tentang Hutan Desa:
Hutan desa adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa serta belum dibebani izin/hak. Hak pengelolaan hutan desa adalah hak yang diberikan kepada desa untuk mengelola hutan negara dalam batas waktu dan luasan tertentu.
Pengelolaan Aset Desa
81
Kawasan hutan desa tersebut sejak tahun 2009 telah mendapat pengakuan dari pemerintah dan menjadi tanggung jawab desa untuk mengelolanya. Masyarakat desa mengelola pemanfaatan sumber daya hutan sekaligus melestarikan fungsi pendukungnya, dan telah mendapatkan aturan formal untuk hutan desa melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.109/Menhut-II/2009 tentang Penetapan areal kerja hutan desa pada kawasan hutan lindung bukit panjang Rantau Bayur seluas ± 2.35 hektar terletak dalam wilayah administratif dusun Lubuk Beringin, kecamatan Bathin III Ulu, kabupaten Bungo, provinsi Jambi. Sebelum memperoleh surat tersebut, masyarakat melakukan serangkaian proses partisipatif dan pemberdayaan yaitu:
Melakukan identifikasi dan pemetaan partisipatif rencana wilayah yang akan diusulkan menjadi hutan desa
Melakukan kajian mendalam secara partisipatif dari segi sosial, ekonomi, potensi hutan dan kelembagaan
Melakukan musyawarah kampung untuk menentukan lembaga pengelola hutan desa.
Menyiapkan peraturan di tingkat desa untuk mengatur lembaga dan mekanisme pengelolaan hutan desa. 18
18
82
Rahmat Hidayat, Yayasan CAPPA, diunduh 6 Juni 2013, dari hp://www.slideshare.net/ cappaonly/cappa-hd-7370866#btnNext
Pengelolaan Aset Desa
Bagan 6. Tahapan atau Proses Memperoleh Izin Pengelolaan Hutan Desa Lubuk Beringin 19
19 Akiefnawa, Ratna, et.al., et.al., Bersama Menjaga Hutan. Upaya Upaya mengurangi emisi dari deforestasi deforest asi dan degradasi di desa Lubuk Beringin.Bogor: CIFOR. 2010.
Pengelolaan Aset Desa
83
Bagan 6 menggambarkan tahapan yang harus dilalui oleh desa untuk memperoleh ijin pengelolaan hutan desa. Prosesnya cukup panjang karena harus bergerak secara horisontal yakni mengembangkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, secara vertikal melakukan advokasi dan mengikuti proses administrasi. Berikut ini adalah contoh pengelolaan aset desa di Buton Utara dan Bantaeng.
84
Pengelolaan Aset Desa
Pemanfaatan Sumber daya Alam Untuk Kes Kesejahejahteraan te raan Warga Desa Desa Eela Haji di Buton Utara menunjukkan bagaimabagaimana desa memanfaatkan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga kelestarian alam. Pemerintah Pemerintah desa dan warga desa Eela Haji berinisiatif mengelola pantai Mantatahe sebagai kawasan ekowisata untuk meningkatkan pendapatan desa dan memberi ruang warga mencari nafkah di lokasi wisata. wisata. Pada mulanya pantai Mantatahe ada dalam rencana pemerintah daerah untuk dikembangkan, oleh karena itu pemerintah pe merintah daerah mengundang investor untuk untuk menjadimenjadi-
Pengelolaan Aset Desa
85
kan pantai tersebut sebagai kawasan wisata daerah. Masyarakat desa Eela Haji menolak rencana pengelolaan oleh pihak ketiga sehingga pemerintah daerah tidak meneruskan rencananya. Pemerintah desa dan warga kemudian mengambil inisiatif untuk mengembangkan kawasan wisata ini sebagai alternatif sumber penghidupan warga dan peningkatan pendapatan desa. Kini, dari hasil pengelolaan wisata pantai, desa memperoleh penghasilan sekitar Rp 600 ribu rupiah per minggu. Cerita tersebut menunjukkan desa mempunyai peran penting sebagai pihak yang mendorong tumbuhnya perekonomian desa dengan memberi ruang warga desa untuk berdagang di pantai wisata. Desa juga memanfaatkan dana PNPM untuk membangun akses jalan ke pantai dan merancang Perdes tentang Pengelolaan Obyek Wisata Pantai.20 Pemerintah Daerah seyogyanya memberi kewenangan pada desa untuk mengelola aset kolektif tersebut yang terbukti meningkatkan kesejahteraan warga. Desa Labbo, kecamatan Tompobulu, kabupaten Bantaeng, memiliki kelembagaan BUM Desa dalam mengelola sumber daya alam. BUM Desa mengelola air bersih untuk warga desa sejak tahun 2010 (Lihat Kotak 3) dan menge20 “Desa Eela Haji Mengembangkan Wisata Pantai Kabupaten Buton Utara, Sulawesi Tenggara”, dalam buku Mendorong Undang-Undang Desa yang Mengapresiasi Desa. Bunga Rampai Inovasi Kemandirian Desa dari Indonesia Timur dan Indonesia Tengah untuk Input RUU Desa. ACCESS-TIFA-FPPD-IRE. 2012.
86
Pengelolaan Aset Desa
lola Hutan Desa yang telah mendapat pengakuan legal formal dari Kementerian Kehutanan. Air bersih bersumber dari mata air hutan desa yang di masa lalu sering menimbulkan konflik antarwarga akibat pengaturan yang kurang merata. Hutan Desa seluas 342 ha ditetapkan hak pengelolaannya melalui BUM Desa sejak tahun 2010. Ada 119 keluarga yang tersebar di desa Labbo, Kampala dan Bonto Tappalang yang memanfaatkan hutan desa dengan menanam kopi dan tanaman keras lainnya serta memungut madu hutan.21
Desa Bergerak dalam Pelayanan Publik Ketersediaan air bersih sebagai kebutuhan dasar sangat penting bagi peningkatan kualitas hidup dan keberlangsungan kehidupan manusia. Bertahun-tahun warga masyarakat terutama perempuan harus berjalan jauh menuju sumber air yang sulit dijangkau dan jauh dari tempat tinggal. Di penjuru nusantara ketersediaan air bersih di desa-desa menjadi persoalan utama yang harus diatasi. Beberapa desa telah memiliki pengalaman mengelola air bersih terutama desa-desa yang tidak dijangkau fasilitas pelayanan air bersih oleh pemerintah pusat, propinsi, dan daerah, karena keterbatasan infrastruktur. Desa Labbo di 21 Materi Presentasi Direktur BUM Desa Ganng desa Labbo dalam Forum Lintas Pelaku
Strategi Pengembangan UEM. Peran UEM dalam Meningkatkan Kesejahteraan melalui BUM Desa. Yogyakarta: 1-4 Juli 2013.
Pengelolaan Aset Desa
87
kabupaten Bantaeng, desa Karangrejek dan Bleberan di kabupaten Gunung Kidul, desa Lubuk Beringin di kabupaten Bungo, dusun Krandangan di Lombok Barat (Lihat Kotak 8) merupakan contoh desa-desa yang memaksimalkan pengelolaan sumber air untuk kesejahteraan warganya. Dalam pengelolaan aset tersebut, beberapa desa sudah memperoleh keuntungan pendapatan atau laba. Namun demikian, berkenaan dengan peran desa sebagai pemberi layanan publik, keuntungan sosial jauh lebih penting dari keuntungan pendapatan atau laba. Kemanfaatannya untuk masyarakat luas menjadi sangat berharga karena warga tidak lagi mencari air bersih yang sumbernya jauh dari tempat tinggal dan tidak perlu membeli air. Waktu yang terbuang untuk berjalan ke sumber air dapat digunakan untuk memberdayakan diri dan keluarga serta memperluas kegiatan sosial. Desa Karangrejek di kabupaten Gunung Kidul termasuk desa yang berada di garis depan dalam memanfaatkan aset desa untuk kesejahteraan masyarakat. Pada tahun 2007 desa Karangrejek mengupayakan ketersediaan air bersih bagi masyarakat menyikapi kesulitan air berkepan jangan yang menurunkan kualitas kehidupan masyarakat. Pada tahun tersebut desa mendapat bantuan sumur pompa berkedalaman 100 meter beserta eksploitasinya, reservoir, jaringan pipa PVC dan water meter. Desa telah menyiapkan lembaga pengelola air bersih yaitu PAB Tirta Kencana yang
88
Pengelolaan Aset Desa
Kotak 8. Air Bersih untuk Warga Dusun Krandangan Warga dusun Krandangan kabupaten Lombok Barat berpuluh tahun hidup dengan keterbatasan ketersediaan air. Sebagian besar warga harus mengambil air langsung ke sumber mata air yang jauh dari pemukiman dan memasuki wilayah hutan. Bertahun-tahun sudah mereka meminta bantuan pembangunan saluran air melalui proses musrenbang, namun belum berhasil juga. Melalui berbagai proses, pemerintah daerah memberi bantuan pipa air untuk dusun Krandangan. Masyarakat kemudian mulai bergotong royong untuk membuat bak penampungan kecil dan saluran air ke rumah-rumah warga. Seap rumah menyediakan meteran untuk mengukur penggunaan air. Pengelolaan air bersih dikoordinir oleh ketua dusun dibantu pencatat meteran dan pengontrol debit air untuk memaskan seluruh warga dusun bisa menikma air bersih. Tarifnya lebih murah dari tarif air PDAM, bahkan untuk keluarga miskin bebas biaya pemakaian air. Rata-rata seap rumah tangga mengeluarkan uang kurang dari Rp. 10.000 rupiah per bulan. Uang yang terkumpul digunakan untuk membayar petugas perawatan, pengelola administrasi, dan perawatan.
Pengelolaan Aset Desa
89
melayani air bersih bagi warga desa dan sekitarnya, mengelola keuangan pelanggan, dan memelihara jaringan air. Kini pelanggan air bersih yang membayar air jauh lebih murah dari air yang disediakan PDAM daerah--mencapai lebih 799 pelanggan yang berasal dari dalam dan luar desa. Pemasukan dari pelanggan digunakan untuk pengelolaan dan pemeliharaan sarana air bersih serta modal penyertaan bagi unit kredit mikro desa yang dikelola melalui BUM Desa. PAB Tirta Kencana dalam perkembangannya menjadi salah satu unit usaha BUM Desa Karangrejek. Melalui BUM Desa ini, sebagian keuntungan disetorkan kepada desa sebagai pendapatan asli desa.
90
Pengelolaan Aset Desa
Peraturan Desa Karangrejek No. 06/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Desa No. 05/2009 tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Desa:
BAB XII BAGI HASIL USAHA Pasal 24 Besarnya pembagian hasil usaha BUM Desa pada seap unit usaha sebagaimana tersebut dalam pasal 7 seap tahun dipergunakan untuk: (1) Pemupukan modal usaha : 40 % (2) Pendapatan desa : 20 % (3) Pengurus, ketua unit, pengawas dan karyawan : 30 % (4) Pendidikan dan pelahan : 5 % (5) Dana sosial : 2,5 % (6) Cadangan Pangan Pemerintah Desa (CPPD) : 2,5 %
Pengelolaan Aset Desa
91
Seiring dengan ketersediaan air bersih bagi warga yang mencukupi, masyarakat memiliki semangat untuk bekerja lebih giat dan kreatif dalam meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Ketika air bukan lagi menjadi persoalan utama, mereka berkonsentrasi menyekolahkan anak dan meningkatkan variasi usaha seperti pemanfaatan kolam lele di sekitar sumber air, pembuatan makanan kecil dari lele, dan usaha-usaha lainnya.
C. Bagaimana memetakan aset desa sebagai dasar perencanaan pembangunan desa? Para aktor dan pelaku pembangunan desa mendorong warga masyarakat untuk memetakan aset desa yang mereka miliki agar dapat dikembangkan untuk memperkuat kapasitas diri dan meningkatkan kesejahteraan. Pemetaan aset desa terdiri dari dua tahap yaitu: 1.
Memetakan aset yang dimiliki komunitas; dan
2.
Memilih aset yang relevan dan bermanfaat untuk mencapai tujuan.
Aset desa yang terdiri dari aset manusia, aset sumber daya alam, aset fisik/infrastruktur, aset kelembagaan, aset spiritual dan budaya, dipetakan melalui forum-forum warga atau diskusi kampung yang melibatkan warga desa,
92
Pengelolaan Aset Desa
kelompok untuk menyusun perencanaan desa. Warga masyarakat bersama pemerintah desa, pegiat LSM, organisasi warga dan kelompok-kelompok masyarakat lainnya, menggali dan mencatat aset yang mereka miliki serta melakukan analisis sederhana dengan memilih aset yang tepat dan bermanfaat yang dapat mereka kelola untuk kese jahteraan. Aset desa yang sudah mereka pilih tersebut dituangkan dalam bentuk tulisan atau gambar. Pendekatan berbasis aset berbeda dengan pendekatan berbasis masalah. Pendekatan berbasis aset mengajak para warga menemukan dan menjelaskan apa kekuatan mereka. Pendekatan berbasis masalah mengidentifikasi persoalan apa yang sedang terjadi dan membahas hal-hal yang harus dilakukan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan mereka. Tabel 2. Peta Masalah dan Aset yang dimiliki Masalah Rawan Pangan
Aset yang dimiliki Lahan produkf dan dak produkf Keterampilan bertanam aneka tanaman pangan Usaha di luar pertanian Embung Bibit sayur-sayuran
Pengelolaan Aset Desa
93
Aset yang sudah diidentifikasi bersama menjadi acuan bagi perencanaan pembangunan desa yang penyusunannya melalui musyawarah-musyawarah desa yang dipimpin oleh pemerintah desa. Mengenali aset yang dimiliki, mendorong perencanaan lebih terarah dan tepat pada sasaran. Sebagai contoh, desa-desa di Lombok dan Sumba menyusun perencanaan berbasis aset. Pemimpin desa Meninting di kabupaten Lombok Barat mendorong warga untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijakan pembangunan desa termasuk pemuda, perempuan, warga miskin dan kaum marjinal, duduk bersama dengan warga lain anggota organisasi warga dan kelembagaan desa seperti LPM, BPD, PKK, dan lain-lain. Mereka bercita-cita mengentaskan kemiskinan, membangun kemandirian dan kesejahteraan desa. Pemerintah desa bersama warga desa berhasil menemukan sejumlah aset desa yang srategis untuk dikembangkan sebagai sumber pendapatan desa. Berbasis aset yang sudah mereka gali, mereka mengembangkan usaha ekonomi desa. Desa Meniting kemudian mendirikan rumah kost, toko dan mini market sebagai lembaga ekonomi desa. Pengelolaan lembaga ekonomi tersebut telah menambah PADes dalam struktur APBDes Meninting.22 Lebih jauh lagi adalah pengalaman desa Mbakapatidu dalam mengelola aset untuk mengatasi krisis pangan 22 Eko, Sutoro, et.al., 2013, Muara Perubahan. Inovasi dan Emansipasi Desa dari Indonesia
Timur. Yogyakarta: IRE-ACCESS. Hal.49-50.
94
Pengelolaan Aset Desa
menuju ketahanan pangan bagi warga masyarakatnya. Melalui musyawarah desa, pemerintah desa merumuskan program komoditas untuk menanam tanaman jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Untuk memenuhi kecukupan bibit tanaman warga secara swadaya mengumpulkan bibit, desa membeli bibit melalui ADD, dan mengajukan proposal kerjasama bantuan bibit ke pemerintah kabupaten Sumba Timur. Bantuan dari kabupaten berturut-turut berupa 7.500 bibit kelapa, 1.000 bibit sukun, dan 1.750 bibit kelapa. Secara aktif desa melakukan kontrol terhadap rancangan penanaman tanaman jangka pendek, menengah dan panjang, memastikan perencanaan berjalan baik hingga di tingkat rumah tangga petani. Masyarakat menyambut baik program tersebut dengan bekerja giat, menanam dan memelihara tanaman mereka. Kini pekarangan rumah dan kebun dipenuhi aneka jenis tanaman. Satu tahun kemudian hasilnya mulai tampak, pada musim kelangkaan pangan tahun 2012 tidak banyak ditemukan warga yang memanfaatkan lumbung pangan desa seperti tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dapat menjadi indikator bahwa tingkat kecukupan pangan terjaga di tengah-tengah masyarakat sehingga tidak banyak lagi warga yang datang membeli beras dari lumbung pangan. 23 Pengalaman desa Mbakapa23 Sumber: Abdur Rozaki, 2012, Dari Desa Krisis Pangan Menuju Desa Mandiri Pangan. Pelajaran Berharga dari Kabupaten Sumba Timur, NTT. Stocktake Pembelajaran Program ACCESS II terhadap Kemandirian Desa dan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia.
Pengelolaan Aset Desa
95
tidu menunjukkan bagaimana desa menjadi subyek pemberi manfaat yang dapat mengembangkan aset bersama dan aset lokal sebagai sumber penghidupan dan kesejahteraan masyarakat.
D. Bagaimana desa memfasilitasi aset warga dan aset masyarakat? Desa--dalam hal ini pemerintah desa--dapat melakukan fasilitasi dan konsolidasi atas keberadaan aset warga dan aset masyarakat di desa. Meskipun aset warga dimiliki oleh warga itu sendiri, pada dasarnya desa dapat berperan dalam memfasilitasi dan mengonsolidasikan aset tersebut agar bermanfaat bagi masyarakat dan desa. Contohnya adalah sebagai berikut: “ ...sejumlah petani warga desa atau sekitar 30 rumah tangga mempunyai sapi yang banyak jumlahnya. Mereka memelihara sapi di bagian dapur rumahnya, menjaganya dari terik matahari dan dinginnya malam serta menghindari ancaman pencuri jika sapi ditaruh di luar rumah. Atas alasan kesehatan dan peningkatan ekonomi, pemerintah desa mengambil inisiaf untuk membuat kandang kolekf. Desa menyediakan lahan 2.000 meter, kandang dikelola warga, kotorannya diolah menjadi kompos, lahan di samping kandang ditanami tanaman. Kandang tersebut kemudian menjadi aset desa...”
IRE-ACCESS.
96
Pengelolaan Aset Desa
Cerita di atas menunjukkan sekalipun ternak bukan aset desa, tetapi desa dapat memanfaatkan dan mengurus aset warga sehingga aset tersebut bisa menyentuh sisi keadilan, pemerataan dan kesetaraan warga. Berkaitan dengan aset masyarakat yang dikelola di desa, pemerintah desa melakukan hal-hal berikut ini: 1.
Wajib memberi pengakuan atas keberadaan masyarakat pengelola aset dan melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan seperti dalam musrenbang.
2.
Memberikan fasilitasi baik pendampingan dan anggaran pada masyarakat untuk menjalankan aset yang sedang mereka kelola tersebut.
Pemerintah desa telah memberi pengakuan atas keberadaan aset masyarakat seperti dilakukan desa Oemasi di kabupaten Kupang dan desa Enoneontes di kabupaten TTS. Kelompok perempuan usaha kecil yang tergabung dalam kelompok Usaha Baru terlibat dalam musrenbang desa dan menyuarakan kebutuhannya. Pada tahun 2011, kelompok ini memperoleh bantuan mesin jahit dan mesin obras setelah berjuang melalui musrenbang. Bantuan tersebut untuk menjawab kebutuhan kelompok yang memerlukan fasilitas untuk mengembangkan produksi tenun agar terserap pasar. Demikian pula masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani di desa Enoneontes terli-
Pengelolaan Aset Desa
97
bat dalam musrenbang dan menyuarakan upaya untuk meningkatkan produksi pangan demi menjaga ketersediaan pangan dan menghindari kerentanan pangan. Melalui musrenbang, mereka memperoleh bibit tanaman palawija dan pupuk dari ADD walaupun nilainya sangat kecil. Pemerintah desa telah menjalankan asas subsidiaritas untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berskala lokal. ADD dimanfaatkan untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat dan menjaga keberlanjutan aset masyarakat. Upaya-upaya semacam ini menunjukkan desa sebagai kesatuan komunitas masyarakat, sebagai unit pemerintahan dan sebagai basis penghidupan masyarakat. Desa dapat melakukan pendampingan terhadap para aktor yang terlibat dalam proses pengelolaan aset tersebut. Contohnya desa Mareje Bonga melakukan pendampingan terhadap kelompok-kelompok tani hutan yang mengelola hutan dalam skema Perhutanan Sosial Hutan Tanaman Rakyat (Lihat Kotak 1). Selain itu, desa dapat melakukan pendampingan bagi para petani yang mengelola Pemanfaatan lahan di bawah tegakan (PLDT) oleh masyarakat telah dijalankan diantaranya di desa Semirejo dan Klakah Kasihan di kabupaten Pati, desa Bleberan di kabupaten Gunungkidul, dan desa Cibojong kabupaten Serang. Hutan di desa Semirejo adalah hutan produksi berupa hutan jati. Perhutani memberi izin pada masyarakat untuk bertanam palawija, ketela po-
98
Pengelolaan Aset Desa
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor:
P. 3/Menhut-II/2012 tentang Rencana Kerja Pada Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat Pasal 1 Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HTR adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu pada hutan produksi yang dibangun oleh perorangan atau koperasi untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan.
hon, dan padi. Masyarakat desa Klakah Kasihan mengelola lahan hutan lindung dengan menanam tanaman kopi dan kapulaga.24 Masyarakat desa Bleberan memanfaatkan petak lahan hutan produksi--yang tidak dibebani izin--dengan menanam tanaman yang memerlukan naungan untuk berproduksi seperti palawija. Masyarakat desa Cibojong menanam nilam pada areal hutan rakyat, memetik hasilnya, 24 Mustofa, MS., dkk. Model Pemanfaatan Lahan Di Bawah Tegakan (PLDT) Untuk Budidaya Palawija Dalam Mendukung Ketahanan Pangan Di Kabupaten Pa, diunduh dari etalase. unnes.ac.id., tanggal 7 Juni 2013.
Pengelolaan Aset Desa
99
tanpa mengganggu tanaman hutan sebagai tanaman utama.25 Izin menggarap lahan hutan membantu masyarakat memenuhi kebutuhan hidupnya dan mendorong mereka turut memelihara dan menjaga kelestarian hutan.
25 Handayani, Tin & Tiresmi, Pemanfaatan Lahan Tidur Di Bawah Tegakan Hutan Rakyat Dengan Tanaman Nilam, Jurnal Teknologi Lingkungan 8 (2): 113-118. Jakarta. 2007.
100
Pengelolaan Aset Desa
BAB IV
PENUTUP
P
engelolaan semua aset desa perlu secara terus menerus diupayakan perbaikan dan peningkatan melalui penataan kelembagaan, penertiban administrasi dan penyusunan pedoman pengelolaan aset-aset desa, yang dilakukan secara simultan. Hal ini penting dilakukan agar pengelolaan aset-aset desa sebagai bagian dari penguatan kapasitas desa dan pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan secara prosedural, sistemik dan terintegrasi dengan tetap terjaminnya keamanan dan keberlanjutan aset-aset desa sebagai sumber utama pendapatan desa, kesejahteraan masyarakat dan nilai-nilai kearifan desa. Buku Praktis Pengelolaan Aset Desa ini, merupakan salah satu upaya mengedepankan betapa pentingnya pengelolaan aset-aset desa dilakukan dengan prinsip-prinsip: fungsional, kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, kepastian nilai. Prinsip-prinsip dasar ini perlu dikembangkan dengan mendasarkan pada kondisi, poPengelolaan Aset Desa
101
tensi dan aspirasi masyarakat desa setempat. Apabila hal ini dapat dilakukan maka keberlanjutan dan kemanfaatan aset-aset desa betul-betul dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat desa. Semoga.
102
Pengelolaan Aset Desa
Pengelolaan Aset Desa
103
BAHAN BACAAN
ACCESS, 2012, “Desa Eela Haji Mengembangkan Wisata Pantai Kabupaten Buton Utara, Sulawesi Tenggara”, dalam buku Mendorong Undang-Undang Desa yang Meng apresiasi Desa. Bunga Rampai Inovasi Kemandirian Desa dari Indonesia Timur dan Indonesia Tengah untuk Input RUU Desa. ACCESS-TIFA-FPPD-IRE. Akiefnawati, Ratna, et.al., Bersama Menjaga Hutan. Upaya mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi di desa Lubuk Beringin. Bogor: CIFOR. 2010. Dureau, Christopher, tt. Asset Based & Actor Led Development Aus Gov / AusAID; Aurecon, ACCESS Dureau, Christopher, Pendekatan Berbasis Aset (Strength Based Approach). Manual bagi Staf dan Mitra ACCESS. Denpasar: ACCESS Phase II. Eko, Sutoro, et.al., 2013, Mutiara Perubahan. Inovasi dan Emansipasi Desa dari Indonesia Timur . Yogyakarta: IRE-ACCESS; FPPD, 2013, DESA=Demokratis Emansipasi Sejahtera Adil. Position Paper untuk RUU Desa. Yogyakarta: Forum Pengembangan dan Pembaharuan Desa.
Pengelolaan Aset Desa
105
Handayani, Titin & Titiresmi, Pemanfaatan Lahan Tidur di Bawah Tegakan Hutan Rakyat dengan Tanaman Nilam, Jurnal Teknologi Lingkungan 8 (2): 113-118. Jakarta. 2007. Kurniawan, Borni, 2013, Gerakan Perempuan Membangun Ekonomi Hijau dari Indonesia Timur, Thematic Report. IRE-ACCESS. Mariana, Dina & Sutoro Eko, 2012, Emansipasi Lokal di Desa Transisional. Pelajaran Berharga dari Kabupaten Lombok Barat, NTB. Stocktake Pembelajaran Program ACCESS II terhadap Kemandirian Desa dan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. IRE-ACCESS. Mariana, Dina dan Sutoro Eko, 2012, Memanfaatkan Modal So sial menjadi Modal Ekonomi. Pelajaran Berharga dari Kabupaten Lombok Tengah, NTB. Stocktake Pembela jaran Program ACCESS II terhadap Kemandirian Desa dan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. IRE ACCESS. Hal. 187-189. Pemerintah Kabupaten Sleman, 2007. Buku Pegangan Kepala Desa. SCBD-Kabupaten Sleman. Pemerintah Kabupaten Sleman, 2009. Pedoman Pengelolaan Tanah Kas Desa. SCBD-Kabupaten Sleman. Rokadi, Carole & Tony Lloyd-Jones (editor), 2002. Urban Livelihoods: A People-Centred to Reducing Poverty , EARTHSCAN Publication Ltd, 2002 Roviana, Sri dan Borni Kurniawan, 2012, Pengelolaan Aset Desa untuk Kesejahteraan dan Pendidikan Sosial menuju Desa Demokratis. Stocktake Pembelajaran Program
106
Pengelolaan Aset Desa
ACCESS II terhadap Kemandirian Desa dan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. IRE-ACCESS. Rozaki, Abdur, 2012, Dari Desa Krisis Pangan Menuju Desa Mandiri Pangan. Pelajaran Berharga dari Kabupaten Sumba Timur, NTT. Stocktake Pembelajaran Program ACCESS II terhadap Kemandirian Desa dan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. IRE-ACCESS. Sirait, Martua, et.al., 2011, Kajian Kebijakan Hak-Hak Ma syarakat Adat di Indonesia; Suatu Refleksi Pengatur an Kebijakan dalam era Otonomi Daerah. Seri Kebijakan I. ICRAF-LATIN-P3AE_UI, Maret 2001. Sitorus, Soaduon, et.al., 2004, Potret Punan Kalimantan Timur . Sensus Punan 2002-2003. Jakarta: CIFOR. Soeripto, Sri Rahayu, 2007, Penggunaan Tanah Adat Untuk Kepentingan Pembangunan Di Kecamat an Langowan Kabupaten Minahasa Propinsi Sulawesi Utara, Tesis Prodi Mag. Kenotariatan Univ. Diponegoro. Semarang. Surianingrat, B. 1976. Pemerintahan Administrasi Desa dan Kelurahan. Rineka Cipta. Jakarta. Tauchid, M. 1952. Masalah Agraria: Sebagai Masalah Penghidup an dan Kemakmuran Rakjat Indonesia. Tjakrawala. Jakarta. Wahyudi, Imam R., Pasar Desa untuk Kemakmuran Desa, 16 Oktober 2012, diunduh 8 Juni 2013 di http://pmd jogja.com/berita-144-pasar-desa-untuk-kemakmurandesa.html Widuri, Dyah dan Patje Saubaki, 2012, Partisipasi Warga dalam Pengentasan Kemiskinan. Pelajaran Berharga dari Ka-
Pengelolaan Aset Desa
107
bupaten Kupang, NTT. Stocktake Pembelajaran Program ACCESS II terhadap Kemandirian Desa dan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. IRE-ACCESS. Widuri, Dyah, Agustinus Banu, dan Bambang Hudayana, 2012, Membangun Lumbung menuju Ketahanan Pangan. Pelajaran Berharga dari Kabupaten TTS, NTT. Stocktake Pembelajaran Program ACCESS II terhadap Kemandirian Desa dan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. IRE-ACCESS. BUM Desa Ganting, Materi Presentasi Direktur BUM Desa Ganting desa Labbo dalam Forum Lintas Pelaku Strategi Pengembangan UEM. Peran UEM dalam Meningkatkan Kesejahteraan melalui BUM Desa. Yogyakarta: 1-4 Juli 2013. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa Peraturan Mendagri Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa Permenhut 49/2008 tentang Hutan Desa Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P. 3/ Menhut-II/2012 tentang Rencana Kerja Pada Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pengelolaan Dan Pemanfaatan Tanah Kas Desa. Peraturan Bupati Bekasi No 12 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Tanah Kas Desa di Kabupaten Bekasi. Peraturan Bupati Rokan Hulu No. 40/2011 tentang Pedoman Pengelolaan Pasar Desa. Kabupaten Rokan Hulu Pro vinsi Riau.
108
Pengelolaan Aset Desa
Peraturan Desa Karangrejek No. 01 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa. Desa Karangrejek, kecamatan Wonosari, kabupaten Gunung Kidul. Peraturan Desa Karangrejek No. 06/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Desa No. 05/2009 tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Desa. Desa Karangrejek, kecamatan Wonosari, kabupaten Gunung Kidul. Peraturan Desa Sumbermulyo No. 02/2012 tentang Pengelolaan Sumber Pendapatan Desa Tahun Anggaran 2012. Kecamatan Bambanglipuro Kabupaten Bantul. Rahmat Hidayat, Yayasan CAPPA, diunduh 6 Juni 2013, darihttp://www.slideshare.net/cappaonly/cappa-hd7370866#btnNext http://www.access-indo.or.id/indo/access1.html http://www.antaranews.com/berita/375914/menhut-serahkanizin-usaha-pemanfaatan-hasil-hutan-kayu-pada-hutan-tanaman-rakyat-dan-4-kbr-di-ogan-komeringilir(diunduh 7 Juni 2013). Mustofa, MS., dkk., Model Pemanfaatan Lahan Di Bawah Tegakan (PLDT) Untuk Budidaya Palawija Dalam Mendukung Ketahanan Pangan Di Kabupaten Pati, diunduh dari etalase.unnes.ac.id., tanggal 7 Juni 2013. http://barang-milik-negara.blogspot.com/2011/04/asas-umumpengelolaan-barang-milik.html#.UbMuqJz67cM.Diunduh 8 Juni 2013. http://www.djkn.depkeu.go.id/pages/layanan-bmn.html.Diunduh 8 Juni 2013.
Pengelolaan Aset Desa
109
TENTANG PENULIS
Dr. Sutaryono lahir di Sleman, 21 Januari 1971. Menyelesaikan studi S1 di Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada tahun 1995, tahun 2001 meraih gelar Master di Pascasarjana UGM dan Doktor Cumlaude diperoleh pada Ilmu Geografi, Pascasarjana Fakultas Geografi UGM. Tercatat sebagai Dosen Tetap di Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) Yogyakarta, Dosen Tamu Prodi Pembangunan Wilayah, Fakultas Geografi UGM, Prodi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Isipol UGM, Prodi S-2 Kependudukan UGM dan S-2 Ilmu Pemerintahan STPMD ‘APMD’ Yogyakarta. Aktif juga menjadi trainer dan peneliti pada berbagai lembaga pelatihan dan riset. Saat ini menjabat sebagai Pembantu Ketua Bidang Akademik pada STPN Yogyakarta dan Deputi Direktur pada Matapena Institute Yogyakarta. Berbagai tulisan berkenaan dengan Manajemen Pertanahan dan Penataan Ruang banyak dimuat di SKH Kedaulatan Rakyat, Koran TEMPO, Majalah SANDI, dan berbagai jurnal ilmiah. bahkan Penulis pernah mendapatkan SUTANTO Award pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Masyarakat Penginderaan Jauh (MAPIN), di Universitas Hasanudin Makasar pada tahun 2012.
Pengelolaan Aset Desa
111
Dyah Widuri, Lahir di Surakarta tahun 1968, saat ini aktif sebagai peneliti mandiri yang menggeluti isu sosial budaya. Pengalaman penelitian kualitatif dan kuantitatif dilakukan selepas S1 di bidang antropologi budaya tahun 1994 dan S2 di bidang yang sama tahun 2005. Sejak tahun 2009 mendalami isu penanggulangan kemiskinan, dan isu pengembangan dan pembaharuan desa. Akhmad Murtajib, Akhmad Murtajib atau biasa dipanggil Tajib, lahir di Kebumen, 25 Juli 1973. Pendidikan dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sejak tahun 2005 – 2012 aktif di INDIPT sebagai Direktur dan bergabung dalam team koordinator Jaringan Sudahi Kekerasan Negara terhadap Perempuan (KNTP). Dan banyak menulis buku yang berkaitan dengan perempuan dan anggaran.
112
Pengelolaan Aset Desa
PROFIL FPPD
Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD) merupakan arena untuk menyemai gagasan dan mendorong gerakan pembaharuan desa. FPPD sebagai forum terbuka, merupakan arena bagi proses pembelajaran dan pertukaran pengetahuan, pengalaman multipihak, yang memungkinkan penyebarluasan gagasan pembaharuan desa, konsolidasi gerakan dan jaringan, serta kelahiran kebijakan yang responsif terhadap desa. Visi Menjadi arena belajar pengembangan pembaharuan desa yang terpercaya untuk mewujudkan masyarakat desa yang otonom dan demokratis Misi Meningkatkan keterpaduan gerak antar pihak untuk pembaharuan desa Nilai-nilai Dasar Menghormati keputusan bersama Solidaritas Tanggung-gugat Menghargai perbedaan Strategi Konsolidasi gerakan pembaharuan desa
Pengelolaan Aset Desa
113