KesitBambang Prakosa
LJ
Edisi Revisi
Sanksi pelanggaran Pasal 72: Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Per ubahan atas Undang-un dang Nomor 12 Tahun 1997 Pasal 44 Tentang Hak Cipta . 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau pasal49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) , atau pidana penjara paling lama 7 (tuj uh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000 .000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapadengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasilpelanggaran hak cipta atau hak terkait, sebagaimana dimaksud ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (Iima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Iima ratus j uta rupiah)
ffi
UII Press
Kesit , Bambang Prakosa Pajak dan Retribusi Daerah/Bambang Kesit: penyunting, Sobirin Malian .-Yogyakarta: UII Press, 2003; 2005 211 + xiii hlm. ; 15 x 21 x 1 cm
Bibliografi:
Wm.
I SBN 979 -33 3 3-14-6 1. Daerah .: Perp ajakan. I. Judul. 11. Malian , Sobirin 320.9598
Cetakan Pertama, Juli 2003 Cetakan Kedua, Maret 2005 Cover-layout : Hasna-Tarisha Penerbit : UII Press Yogyakarta (anggota lKAPI) Tel.(0274)547865, Fax.(0274)547864 e-mail:
[email protected] ;
[email protected] Hak cipta e 2003; 2005 pada UII Press dilindungi undang-undang.
Untuk Buah Hatiku: Isteriku dik Wied dan Anakku Adri dan Bagas
Kata Pengantar
Bismillahirakhmanirakhimi
P
Uji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat ridho-Nya buku Pajak dan Retribusi Daerah ini dapat diselesaikan. Penulis berharap buku ini dapat memberikan sedikit sumbangan kepada para mahasiswa dan peminat perpajakan untuk mendalami masalah perpajakan daerah. Hal ini mengingat masih terbatasnya buku-buku yang membahas masalah perpajakan daerah, selain itu hadirnya buku ini diharapkan semakin memperluas wawasan mengenai pajak dan retribusi daerah dalam rangka meningkatkan penerimaan daerah dari kedua sektor tersebut. Buku ini dibagi menjadi 13 bab yang terdiri dari : Dasar-dasar Perpajakan Daerah, Sistem Perpajakan Daerah, Sarana Pelaporan Pajak Daerah, Kriteria Efektivitas Pajak Daerah, Pajak Daerah Tingkat Kabupaten, Pajak Daerah Tingkat Propinsi, Kriteria Retribusi Daerah, Retribusi Daerah Tingkat Kabupaten, Retribusi Daerah Tingkat Propinsi, Tatacara Pemungutan Pajak dan Retribusi Daerah, Kinerja Pajak dan Retribusi Daerah serta Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada teman-teman di UII Press khususnya, Mas Sobirin, Mas Tri Sihono atas kerjasamanya dalam menerbitkan buku ini. Tak lupa juga terima
viii
~ Pajak flan Retribusi Daerah ;"."-,,,
kasih kepada isteriku tercinta dik Wiwied dan juga anakku Adri dan si bungsu Bagas yang telah banyak berkorban kehilangan waktu untuk selalu bersama. Akhirnya penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna maka kritik dan saran dari para pembaca yang budiinan sangat penulis harapkan baik langsung maupun melalui E_mail:
[email protected] untuk dapat memperbaiki buku ini pada waktu yang akan datang .
Oaftar isi
~.
Purwomartani, Juni 2003 Persembahan
Penulis.
5
Kata Pengantar ..... ~ . .... ... .. .. .. .. . . .. . .. ... .. .. . .. . .. . .. . . . . .. .... .. 7
BAB 1 DASAR-DASAR PAJAK DAERAH PENGERTIAN PAJAKDAERAH KRITERIA PAJAKDAERAH JENIS-JENIS PAJAKDAERAH PUNGUTANPAJAK TARIF PAJAK ' UTANG PAJAK
:
1 1 2 3 4 8 10
BAB 2 KRITERIA EFEKTIVITAS PAJAK DAERAH
13
KECUKUPAN DAN ELASTISITAS KEADILAN :........................ ........ .... KEADILAN VERTIKAL KEADILAN HC>RI~{)NTAL KEADILAN SECARAGEC>GRAFIS KEMAMPUAN ADMINISTRATIF KESEPAKATANPC>LITIS
13 15 15 16 16 18 19
BAB 3 ADMINISTRASI PAJAK DAERAH
23
PENGENAANPAJAKDANTARIFC>LEHDAERAH 23 PERBEDAAN C>BJEK YANGDlKENAKANPAJAK DAN TARIF . 24
x
I1 Pajakdan RetribusiDaerah Dqfiar[si
PENGENAAN DAN PEMUNGUTAN OLEH DAERAH 25 MENGUSAHAKAN PEMUNGUTAN PAJAK SECARA EFEKTIF 27 PEMBERIAN HASIL PAJAK UNTUK DAERAH 29 HUBUNGAN ANTARA OBJEK YANG DIKENAKAN PAJAK .. ,30 OBJEK YANG DIKENAKAN PAJAK ANTAR PEMERINTAHAN 31 PENGARUH INSENTIF 32
BAB 4 KRITERIA EFEKTIVITAS RETRIBUSI DAERAH
35 DASAR-DASAR RETRIBUSI TINGKA T PENGENAAN RETRIBUSI PERKIRAAN BIAYA RETRIBUSI DI BAWAH BIAYA RETRIBUSI DI ATAS BIAYA PENILAIAN: KECUKUPAN DAN ELASTISITAS PENILAIAN: KEADILAN PENILAIAN: KEMAMPUAN ADMINISTRASI PENILAIAN: KESEPAKATAN POLITIS PENILAIAN: RETRIBUSI OLEH PEMERINTAH DAERAH KESIMPULAN
36 39 43 49 52 53 54 56 :.. 57 58 59
BAB 5 SISTEM PERPAJAKAN DAERAH
61
PENGERTIAN PERPAJAKAN SISTEM PERPAJAKAN DAERAH KEBIJAKAN PERPAJAKAN HUKUM PAJAK ADMINISTRASI PAJAK IKLIM PERPAJAKAN
61 62 63 65 67 67
BAB 6 KETENTUAN UMUM PAJAK DAERAH
71
TERMINOLOGI PAJAK DAERAH SARANA PELAPORAN PAJAK DAERAH
72 77
11
xi
-PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH 79 PENERBITAN SURAT KETETAPAN PAJAK 79 PEMBA YARAN DAN PENAGIHAN 81 ; 82 SURAT KETETAPAN PAJAK SURAT TAGIHAN PAJAK DAERAH 82 KEBERATAN DAN BANDI NG 82 KEPUTUSAN KEBERATA N 83 PENGAJUAN BANDING : 83 PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN, DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI 84 JAMINAN KERAHASIAAN 84 PENYIDIKAN 85 .
.
.. 1
BAB 7 KETENTUAN UMUM RETRIBUSI DAERAH
J
87
TERMINOLOGI RETRIBUSI DAERAH 88 :~ i 89 JENIS-JENIS RETRIBUSI DAERAH ······ 91 SARANA PELAPORAN RETRIBUSI DAERA~ SURAT SETORAN RETRIBUSI DAERAH '.'r y, 91 SURATKETETAPANRETRIBUSIDAERAH . ~ :\ : ~'. 91 . 1 SURAT KETETAPAN RETRIBUSI DAERAH LEBIH BAYAR 91 SURAT TAGIHAN RETRIBUSI DAERAH '" 92 TATA CARA PEMUNGUTAN 92 KEBERATAN '" . 92 PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN 93 KEDALUWARSA PENAGIHAN 4 PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN . KERAHASIAAN . '" '" 9. KETENTUAN PIDANA PENYIDIKAN 96
BAB 8 PAJAK DAERAH DI TINGKAT PROPINSI
99
PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN KENDARAAN DI BADAN YANG MENERIMA PENYERAHAN KENDARAAN BERMOTOR,100
xii
DaftarIsill
~ PajakdiJn Retribusi Daerah
PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR 111 PAJAK PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN 112
BAB 9 PAJAK DAERAH TINGKAT KABUPATENIKOTA 109 ~. PAJAK HOTEL j PAJAK RESTORAN , PAJAK HIBURAN \ :~;~~ REKLAME ..... .... ...•..... ... .... \ PENERANGAN JALAN PAJAK PENGAMBILAN BAHlAN GALIAN GOLONGAN C PAJAK PA'RKIR j
I
BAB 10 RETRlBUSI DAERAH
129
t
A. Retribusi Jasa Umurn .. i B. Retribusi Jasa Usaha .. C. Retribusi erizioaD Te rtentu
··
t.:
l
116 118 119 121 122 124 126
··· ··
····..··.. ····
'
_ 129 131 131
_.
BAB 11 MYlNGUKURKINERJAPAJAKDANRETRIBUSI 133 '" j I'
PENGU JJRAN KINEIUA 133 f ' PEMU ~GUTAN POTENSIPENERIMAAN 135 ~( 11 PAJ!Mi ~ HOTEL DAN RESTORAN 136 PM Al KHIBURAN 139 pAJ)i \KREKLAME 142 AKKENDARAAN BERMOTOR(PKB) 142 BE A BALIKNAMAKENDARAAN BERMOTOR(BBM - KBM) .. 143 Wt ETRIBUSI KEBERSIHAN 144 Ji.ffiTRIBUSI PARKIR.., 145 . PENGUKURAN EFISIENSIPAJAK DAN RETRIBUSI 146 .IJ
PAl'
BAB 12 DESAIN TAX POLICY DAERAH .................•.. 149
xiii
-PRINSIP KEBIJAKAN PAJAK YANG BAlK 150 TAX POLICY MERUPAKAN ALAT DARI KEBIJAKAN MONETER DAN FISKAL 151 SISTEMPERPAJAKAN YANG EFISIEN 153 PERANAN DAN IMPLIKASI SUATU TAX POLiCy " 156 BAB13TE~KPENYUSUNANPERATURAN
PERPAJAKAN DAERAH KIATPENYUSUNAN PRODUK HUKUMDAERAH DASARTEKNIKPENYUSUNAN JENIS-JENIS PRODUKHUKUM DAERAH KAIDAH-KAIDAH HUKUM TEKNIKPENYUSUNANPRODUK-PRODUKHUKUM PENCABUTAN PRODUK-PRODUK HUKUMDAERAH RAGAM BAHASA
161 162 168 170 172 173 206 208
DAFTAR PUSTAKA
215 ~
A
~
DASAR·DASAR PAJAK DAERAH
B
ab ini akan membicarakan tentang dasar-dasar perpajakan daerah atau pokok-pokok perpajakan daerah. Bab ini diawali dengan pembahasan mengenai pengertian secara umum pajak daerah, kriteria pajak daerah dan pengertian pajak daerah menurut UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana terakhir telah diubah dengan UU No 34 Tahun 2000. Selanjutnya, dibahas tentangjenis-jenis pajak daerah, yang dibedakan menjadi dua yaitu pajak propinsi dan pajak kabupaten atau kota. Pada bagian tengah dari bab ini membahas tentangazas dan teori pemungutan pajak, hal ini penting karena untuk mendasari pola berpikir bahwa memungut pajakitu hams bersikap adil dan tidakdiskriminatif. Kemudian bagian akhir daribabini membahastarifpajak,utangdanpenagihan pajak serta hapusnya utangpajak.
PENGERTIAN PAJAKDAERAH Secaraumum, pajak adalahiuran wajib anggotamasyarakatkepada negara karenaundang-undang, dan ataspembayarantersebutpemerintah tidak memberikan balas jasa yanglangsung dapatditunjuk. Dalamkonteks daerah, pajakdaerah adalahpajak-pajakyang dipungutoleh pemerintah daerah (misal: Propinsi, Kabupaten, Kota) yang diatur berdasarkan
2
~ Pajak dan RetribusiDaerah
peraturan daerah masing-masing danbasil pemungutannyadigunakan untuk pembiayaan rumahtanggadaerah. Sedangkan menurut VU No.18Tahun 1997tentang Pajak Daerah dan RetribusiDaerah sebagaimana diubah terakhir dengan VV No. 34 Tahun 2000, Pajak Daerah adalah iuran wajib yangdilakukan olehorangpribadi ataubadankepada Daerahtanpa imbalan langsung yangseimbang. Pajak Daerah dapat dipaksakan berdasar peraturan perundang-undangan yangberlaku, dimana basilnya digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah danpembangunan Daerah.
KRITERIA PAJAK DAERAH Kriteriapajakdaerahtidakjauh berbedadengan kriteria pajakpusat, yang membedakankeduanya adalahpihak pemungutnya. Pajak pusat yangmemungutadalahPemerintah Pusat, sedangkan pajakdaerah yang memungut adalah Pemerintah Daerah. Kriteria pajakdaerah secara spesifik diuraikanoleh Davey (1988)dalambukunya Financing Regional Government, yang terdiri dad 4 (empat) ha! yaitu: 1. Pajakyangdipungut olehpemerintah daerah berdasarkan pengaturan daridaerahsendiri, 2. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan pemerintah pusat tetapi penetapan tarifnyadilakukan olehpemerintah daerah, 3. Pajakyang ditetapkan dan ataudipungut olehpemerintah daerah, 4. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan olehpemerintah pusat tetapi hasil pungutannya diberikan kepada pemerintah daerah. Dari kriteria pajak tersebut, dapat disimpulkanbahwa pengertian pajak daerah tersebut terdiri dari pajak yang ditetapkan dan atau dipungut di wilayah daerah dan bagi hasil pajak dengan pemerintah pusat. Pajak yang dipungut di wilayah daerah ini dikenal sebagai pajak daerah terdiri dari: Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar KendaraanBermotor, Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak PeneranganJalan dan Pajak Pengambilan BahanGalianGolonganC. Sedangkan bagi hasilpajak, misalnya
,
Dasar-dasar Pajak Daerah
lJ
3
PBB (Pajak Bumi danBangunan). PBBini pengadministrasian dataobjek pajak melibatkan PemerintahDaerah, khususnyaditingkatpedesaan. Demikian pula pemungutannya, Pemerintah Desa/Kecamatanjuga terlibat.Hasil pemungutannya disetorke Kas Negara Pajakdaerahyang dibahas disini hanyapajakyangdipungut di wilayah daerah saja.
JENIS-JENIS PAJAK DAERAH Dalam literatur pajak dan public finance, pajak dapat diklasifikasikan berdasar golongan, wewenang, sifat dan lain sebagainya. Pajak Daerah termasuk klasifikasi pajak menurut wewenang pemungutnya. Artinya, pihak yang berwenangdan berhak memungut pajakdaerah adalahpemerintah daerah. Selanjutnya, pajak daerah ini dapat diklasifikasikan kembali menurut wilayahkekuasaan pihak pemungutnya. Menurut wilayah pemungutannya pajak daerah dibagi menjadi:
Pajak Propinsi PajakPropinsi adalahpajak daerah yang dipungutolehpemerintah daerahtingkat propinsi. PajakPropinsi yangberlaku di Indonesia sampai saat ini, terdiri dari: a. PajakKendaraan Bermotordan Kendaraandi atas Air b. Bea Balik Nama KendaraanBermotor dan Kendaraan di atas Air c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
Pajak Kabupaten/Kota Pajak Kabupaten/Kota adalah pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah tingkat kabupaten/kota. Pajak Kabupaten/Kota yang berlaku Indonesia sampai saat ini, terdiri dari: a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan
4
d. e. f. g.
Dasar-dasar PajakDaerah 11
I1 Pajakdon Retribusi Daerah Pajak Reklame Pajak Parkir Pajak Penerangan Jalan Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
PUNGUTAN PAJAK Disadari atau tidak pada hakekatnya pajak daerah merupakan pungutan yang dikenakan terhadap seluruh rakyat di suatu daerah . Segala bentuk pungutan yang dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sebenarnya merupakan pengurangan hak rakyat oleh pemerintah . Oleh karena itu, dalam pemungutannya tidak . boleh diskriminatif dan harus diupayakan bersifat adil . Dalam perpajakan keadilan haruslah obyektif dan dapat dirasakan merata oleh rakyat. Atas dasar pemikiran tersebut maka diperlukan landasan berp ikir dalam melakukan pernungutan pajak . Landasan berpikir ya ng mendasari pemungutan pajak ini dikenal dengan azas pemungutan pajak. Azas saja tidaklali cukup , perlu justifikasi yang melandas i konsep berpikir yang rasional dalam pelaksanaan pemungutan pajak tersebut, konsep inilah yang dikenal dengan teori pungutan pajak.
Asas Pemungutan Pajak Menurut Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations bahwa dalam pemungutan pajak agar diupayakan adanya keadilan objektij. Artinya, asas pemungutan yang mendasarinya bersifat umum dan merata. Asas pemungutan pajak ini dikenal The Four Maxims atau Smith's Cannon, yaitu: a. Equality, kesamaan dalam beban pajak, sesuai kemampuan wajib pajak, b. Certainty, dijalankan secara tegas, jelas dan pasti, c. Convenience, tidak menekan wajib pajak, wajib pajak membayar pajak dengan senang dan rela, d. Efficiency/economy, biaya pemungutannya tidak lebih besar dari jumlahpenerimaanpajaknya.
5
Teori Pungutan Pajak Seperti telah diuraikan sebelumnya, teori pungutan pajak muncul untuk mencari dasar konseptual pemungutan pajak bagi negara, sehingga secara teoriti s pemungutan pajak yang dilakukan negara itu dapat dibenarkan baik dipandang dari sisi yuridis maupun sisi ilmiah. Dengan kata lain bahwa, teori pungutan pajak ada guna memberi dasar menyatakan keadilan (justification) kepada hak negara untuk memungut pajak dari rakyatnya. Berikut ini beberapa teori pungutan pajak yang pernah ada atau yang masih digunakan sebagai dasar pemungutan pajak sampai sekarang.
a . Teori Asuransi Pajak diasumsikan sebagai premi asuransi yang harus dibayar oleh masyarakat (tertanggung) kepada negara (penanggung ). Kelemahan teori ini, jika rakyat mengalami kerugian seharusnya ada penggantian dari negara, kenyataannya tidak ada. Selain itu, besarnya pajak yang dibayar dan jasa yang diberikan tidak ada hubungan langsung. b. Teori Kepentingan Pajak dibebankan atas dasar kepentingan (manfaat) bagi masingmasing orang . Teori ini juga dikenal sebagai Benefit Approach Theory.
c. Teori Daya Pikul Kesamaan beban pajak untuk setiap .orang sesuai daya pikul masing-masing. Ukuran daya pikul ini dapat berupa penghasilan dan kekayaan atau pengeluaran seseorang. Teori ini dikenal sebagai Ability to Pay Approach Theory.
d. Teori Bakti Pajak (kewajiban asli) merupakan bukti tanda bakti seseorang kepada negaranya.
6
Dasar-dasar Pajak Daerah
\1 PajakdanRetribusi Daerah .
e. Teori Asas Daya Beli Dasar keadilanpemungutanpajak, pada kepentinganmasyarakat, bukan pada individu atau negara . Keadilan dipandang sebagai efek dari pemungutan pajak.
PEMUNGUTAN PAJAK Pemungutanpajak dapat dilakukan bergantung pada dua hal yaitu keadaan objek pajak dan kewenangan pungut. Keadaan objek pajak merupakan dasar pengenaan pajak yang dibatasi oleh waktu atau periode. Keadaan objek pajak di masa lalu, dengan masa sekarang bisa sama, bisajuga berbeda. Karena sifat inilah, perlu cara penafsiran keadaan objek pajak yang sesuai dengan kondisi yang sebenarnya atau mendekati yang sesungguhnya. Cara penafsiran keadaan objek inilahyang dikenal pengakuandan pengukuranobjekpajakataustelsel. Sedangkan kewenangan pungut, menekankanpihak-pihakyangterlibat dalampembayaranpajak. Artinya, siapa yang berhak memungutpajak dan bagaimana caranyamenghitung besarnyapajakyangharusdibayar. Kewenangan pungut dan cara menetapkan besarnya pungutan pajak inilah yang melahirkan sistem pemungutan pajak.
1. Dasar Pemungutan Pajak Dasar Pemungutan pajak ini merupakan bentuk operasional dari pengakuan dan pengukuran keadaan objek pajak atau stelsel. Berikut ini dasar pemungutan pajak yang dikenal dalam berbagai literatur perpajakan yaitu: a. Stelsel Nyata (Riil Stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada keadaan objek yang sesungguhnya (riil atau nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun setelah keadaan sesungguhnya objek pajak diketahui. Keunggulan stelsel ini sebagai dasar pemungutan pajak lebih realistis. Kelemahan dari stelsel ini, pajak baru dapat dibayar atau dikenakan setelah akhir periode, yaitu ketika keadaan objek pajak secara riil telah diketahui.
IJ
7
b. Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada keadaan yang diatur oleh ketentuan atau peraturan perundang-undanganyang berlaku. Keadaan yang diatur ini merupakan suatu asumsi atau anggapan yang ditetapkan oleh ketentuan atau peraturan. Misalnya, keadaan objek pajak tahun sekarang sama dengan keadaan objek pajak tahun lalu, sehingga pajak tahun sekarang dapat dikenakan pada awal tahun. Keunggulan stelsel ini, pajakdapatdibayar selamatahunberjalan,tanpa harus menunggu pacta akhir tahun. Kelemahannya, pajakyangdikenakan atau dibayartidakmenggambarkan keadaanpajakyang sebenarnya.
c. Stelsel Campuran Untukmengatasi kelemahanmasing-masing stelseltersebut, maka dalampelaksanaan pengenaan pajakdilakukan dengandua cara. Di awal tahun, pajakyangdikenakandidasarkanpada keadaanobjekpajakpacta tahun lalu, dan di akhir tahun pajak dikenakan berdasar keadaan objek pajak sesungguhnya. Karenapelaksanaannya demikian, maka stelsel ini disebut Stelsel Campuran. Jika pajak yang dibayar di awal tahun lebih besar dari pajakyang dihitung pada akhir tahun, maka terjadi kelebihan pajak. Kelebihanpajak bayar ini dapat direstitusi (kelebihannyadapat diminta kembali). Sebaliknya, jika akhirtahun yang lebih besar, makawajib pajakyangbersangkutan melunasi kekurangannya.
2. Sistem Pemungutan Pajak Kewenangan pungutdan cara menetapkan besarnyapungutanpajak inilah yang melahirkan sistem pemungutan pajak. Berikut ini sistem pemungutanpajakyangdikenal dalamliteratur perpajakan, yaitu: a. Official Assessment System Sistempemungutan pajakyang mempercayakan kewenangan untuk menentukan besarnya pajakyangterutang pada fiskus (pemerintah). Sistem ini meletakkan wajib pajakpacta posisiyang lemahdanpasif,utangpajak timbul setelah terbitnya suratketetapan pajakoleh fiskus . Sistem inihanya cocokditerapkan padamasyarakat yangberpendidikan rendah dantingkat
8
~ PajakdanRetribusi Daerah
Dasar-dasar Pajak Daerah
kejujuran aparat pajak tinggi. Jika tidak, bisa menimbulkan kesewenangan dari aparat pajak dan korupsi.
b. Self Assessment System Sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan, tanggungjawab dan kewenangan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan pajak yang terutang atau harus dibayar kepada diri pribadi wajib pajak sendiri. Sistem ini hanya cocok diterapkan bagi masyarakat yang sudah maju dan iklim pajaknya sudah baik, tax minded tinggi, dan tingkat integritas masyarakat tinggi.
c. Withholding System Sistem pemungutan pajak yang memberikan kewenangan dan kepercayaan kepada pihak ketiga untuk menghitung, memotong, atau memungut besarnya pajak yang -terutang oleh wajib pajak.
TARIFPAJAK
Contoh: Dasar Pengenaan Pajak Rp 1.000.000,00 2.000.000,00 3.000.000,00 4.000.000,00
Tarif 10% 10% 10% 10%
IJ
9
Pajak Terutang Rp 100.000,00 200.000,00 300.000,00 400.000,00
2. Tarif Progresij Tarif pajak yang persentasenya meningkat, sesuai besarnya (meningkatnya) dasar pengenaan pajak Contoh: Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Terutang Rp 10.000.000,00 15% Rp 1.500.000,00 40.000.000,00 25% 10.000.000,00 60.000.000,00 35% 21.000.000,00
Sebagaimana diuraikan dalam azas pemungutan pajak, bahwa pemungutan pajak dilakukan secara adil, artinya umum dan merata . Salah satu bentuk operasional penciptaan keadaan pemungutan pajak yang adil yaitu melalui tarif pajak: Namun demikian, penerapan tarif pajak di lapangan bergantung dari tujuan yang ingin dicapai oleh fiskus. Misalnya, untuk masyarakat yang penghasilannya tidak merata dan cenderung rendah, maka penerapan tarif pajak progres ifprogresif lebih mencerminkan keadilan dibandingkan dengan tarif pajak lainnya. Tarif pajak, merupakan alat ukur untuk menilai tingkatan besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Secara teoritis terdapat4 macamtarif pajak, yaitu:
Tarif pajak yang persentasenya menurun, sesuai meningkatnya dasar pengenaan pajaknya Contoh: Dasar Pengenaan Pajak Tar if Pajak Terutang Rp 20.000.000,00 10% Rp 2.000 .000,00 30.000.000,00 9% 2.700 .000,00 50.000.000,00 8% 4.000 .000,00 70.000.000,00. 7% 4.900.000,00
1. Tari! ProporsionaI
4. Tarif Tetap
Tarif pajak yang persentasenya tetap dan tidak bergantung pada besarnya dasar pengenaanpajak.
Jumlah atau angkanya tetap, tidak bergantung besarnya dasar pengenaan pajak
3. Tarij Degresij
10
~ PajakdonRetribusi Daerah
Contoh: Dasar Pengenaan Pajak Rp 10.000.000,00 ' 20.000.000,00 40.000.000,00 50.000.000,00
Dasar-di1sar Pajak Daerah
IJ
11
Penagihan Utang Pajak Tarif
Pajak Terutang Rp 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00
UTANGPAJAK Secara umum, utang timbul karena adanya perikatan antara debitur dan kreditur. Namun, tidak demikian untuk utang pajak. · Utang pajak timbul karena undang-undang atau peraturan yang ditetapkan oleh negara. Ada dua konsep teori yang menjelaskan timbulnya utang pajak:
a. Konsep Materiel Menurut konsep ini utang pajak timbul karena ada sebab-sebab yang mengakibatkan seseorang dikenakan pajak. Artinya, utang pajak timbul karena dipenuhinya syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang, dalam bahasa Belanda disebut tatsbestand. Syaratsyarat tertentu tersebut berupa serangkaian perbuatan, keadaan dan peristiwa yang dapat menimbulkan utang pajak . Dengan demikian, menurut konsep ini utang pajak timbul tidak harus menunggu adanya surat ketetapan pajak. b. Konsep Formiel Menurut konsep ini utang pajak timbul bila telah ada ketetapan dari fiskus. Artinya, utang pajak timbul karena adanya surat ketetapan dari fiskus. Meskipun dipenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang tetapijika tidak ada surat ketetapan maka belum terutang pajak atau timbul utang pajak.
Tindakan penagihan utang pajak dapat dilakukan dengan 2 langkah: a.
Penagihan secara pasif, pada umumnya dilakukan dengan penyerahan Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Ketetapan Pajak Tambahan (SKPT) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dan terakhir menggunakan Surat Tegoran, b. Penagihan secara aktif yaitu penagihan dengan menggunakan Surat Paksa dan dilanjutkan dengan tindakan sita.
Berakhimya Utang Pajak Setiap perikatan , termasuk pula utang pajak pada waktunya akan berakhir, dan berakhirnya utang pajakjika terjadi hal-hal berikut ini:
a. Pembayaran Utang pajak yang melekat pada diri wajib pajak akan hapus dengan sendirinya jika telah ada pembayaran sejumlah pajak yang terutang. Pembayaran dapat dilakukan ke Kas Negara atau lembaga lain yang ditunjuk, misalnya Bank atau Kantor Pos dan Giro.
b. Kompensasi Jika jumlah pembayaran pajak yang dilakukan oIeh wajib pajak melebihi jumlah pajak yang terutang, maka timbuI selisih lebih . Selisih lebih inilah yang dapat dikompensasikan dengan utang pajak lainnya. Kompensasi pajak ini dapat dibedakan menjadi dua: (1) Kompensasi Horisontal, adalah pengalihan kelebihan pembayaran suatu jenis pajak pada tahun tertentu dengan utang pajak jenis yang sama pada tahun berikutnya. (2) Kompensasi Vertikal, adalah pengalihan kelebihan pembayaran suatu jenis pajak pada tahun tertentu dengan utang pajak jenis yang lain pada tahun yang sama.
12
~ Pajak clan Retribusi Daerah
c. Daluwarsa Daluwarsa terjadi jika waktu penagihan utang pajak telah lewat waktu yang sudah ditentukan, akibatnya utang pajak tersebut tidak dapat ditagih oleh fiskus dan dianggap lunas. Penentuan batas waktu penagihan utang pajak ini merupakan salah satu bentuk kepastian hukum dalam undang-undang perpajakan.
d. Pembebasan Jika utang pajak berakhir dengan tidak semestinya, tetapi karena ditiadakan oleh fiskus, maka utang pajak ini disebut dibebaskan. Pada umumnya pembebasan tidak diberikan terhadap pokok pajak tetapi terhadap sanksi administrasi. e. Penghapusan Penghapusan utangpajak samasifatnya denganpembebasan, hanya sajapenghapusan diberikan karena keadaan pribadi wajib pajak, misalnya bangkrut ataupailit. ~
r!!a ~
KRITERIA PAJAK DAERAH ab ini membahas karakteristik pajak daerah secara umum. Tidak semua potensi yang menjadi sumber pendapatan Pemerintah Daerah dapat langsung dikenai pajak daerah. Ada5 (lima) kriteriayangharusdipenuhi suatupotensi pendapatan agar dapat menjadi obyek pengenaan pajak daerah (Davey, 1988), meliputi kecukupan dan elastisitas, pemerataan, kemampuan administratife, kesepakatan politik, dan kecocokan suatupajak. Kriteriapajakdaerah ini menjadi penting berkaitan peran Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pendapatan daerahnya gunamencapai kemandirian pembiayaan daerah. Hat ini diperlukan agarproses pungutan, administrasi danpenetapan tarif terhadap sumber-sumber pendapatantersebut tidakmenyalahi kewenangan Pemerintah Daerah.
B
KECUKUPANDANELASTISITAS Kecukupan sumber pendapatan yangdapat dipajaki. Artinya, sumber tersebuthams menghasilkan pendapatan pajaklebih besardibandingkan seluruh atau sebagian biayapelayanan yangakandikeluarkan. Jikabiaya pelayanan meningkat maka pendapatan pajaknya jugameningkat. Keadaan demikian mencerminkan pajak menunjukkan elastisitasnya,artinya pajak-
14
11 PajakdonRetribusi Daerah
pajaktersebut marnpu menghasiIkan tambahan pendapatan untuk menutup kenaikan pengeluaran Pemerintah. Hal ini secara otomatis berakibat pada perkembangan besamyadasar pengenaan pajak. Elastisitas merupakan derajat reaksi atau respons (tanggapan) dari suatu variabel karena perubahan variabellain (Soetrisno, 1984). Misalnya, harga-harga meningkat, jumlah penduduk bertambah, dan pendapatan individu bertambah, maka pendapatan pun sebagai dasar pengenaan pajak bertambah. Elastisitas pajak mempunyai 2 (dua) dimensi. Pertama adalah pertumbuhanpotensi dari dasar pengenaanpajak. Kedua, kemudahan untukmemungut pertumbuhan pajaktersebut. Untukmemberi gambaran perbedaan keduadimensi tersebut, ditunjukkan padaketerkaitan tingkat inflasi denganpajakpenjualan dan pajakhartatetap. Ketika harga-harga barang danjasa naik, dasar pengenaan pajakpenjualanpun bertambah jumlahnya. Jikapajaktersebut merupakan persentase tertentu dari harga barang danjasa (nilai kotorpenjualan yangdikenakan pajak), maka hasil pajakakanmeningkat secara otomatis sesuai denganperkembangan dasar pengenaan pajaknya. Inflasi biasanya mendorong tingkat hargaataunilai sewaharta tetap naik. Pertumbuhan potensidasar pengenaan pajakatas harta tetap hanya dapat digali kalau tarifnya ditingkatkan, atau hartanya dinilai kembali (revaluasi) secara administrasi pajak. Dalam ha! ini elastisitas pajakditekankan padakemudahan untukmemungut pertumbuhan pajak tersebut (dari selisih kenaikan tarifdan selish nilaiharta tetapdari revaluasi), jikalangkah ini akan diambil tergantung padakepekaan pembuat keputusan dan kemampuan administrasinya. Elastisitas diukurdenganmembandingkan (rasio) hasilpenerimaan pajakselama beberapa tahim denganperubahan indeks harga,penduduk atau produk domestik bruto (PDB). Perhitunganelastisitas dapat pula dilakukan dengan membandingkandasar pengenaan pajak per kapita secarariil (denganmemperhitungkan tingkat inflasi) denganperubahan pendapatan per kapitadalamsatuperiode. Dasarpengenaan pajakyang dimaksuddi sini adalahjumlah aktiva tetap, pendapatanatau transaksi komersial yangmenjadi dasarperhitungan pajak.Elastisitas pajakbukan hanya sekedar gambarandata penerimaanpajak tetapi elastisitas pajak
lJ
KriteriaEfektivitasPajakDaerah
15
dapat mencerminkan pertumbuhan potensipajak terlepas dari keputusan untukmengubah tarifpajak.
KEADILAN Kriteria ini merupakan konsep keadilan sosial yang secara luas yang dianut oleh hampir semua negara, namun dalam praktek tidak mudah dilaksanakan. Pada prinsipnya beban pengeluaran Pemerintah haruslah dipikul oleh semua golongan masyarakat sesuai dengan kekayaan dan kesanggupan masing-masing. Konsep ini memandang pajak merupakan suatu alat redistribusi pendapatan, golongan kaya menyumbang lebih besar daripada nilai pelayanan yang diterimanya, sebaliknya golongan miskin nilai pelayanan yang diperoleh lebih besar dibanding sumbangan yang ia berikan. Dalam praktek, hal ini juga dapat dicapai kalau golongan kaya menikmati manfaat layanan yang sedikit lebih kecil dari pengeluaran layanan Pemerintah. Keadilan dalam hal perpajakan daerah mempunyai 3 (tiga) dimensi, yaitu keadilan vertikal, keadilan horisontal dan keadilan geograjis.
KeadiIan vertikal Secara umum, pajak itu dikatakan baik jika pajak tersebut
'progresij'. Artinya, persentase pendapatan seseorang yang dibayarkan untuk pajak bertambah sesuai dengan tingkat pendapatannya. Pembebanan pajak masih dapat dikatakan pula baik jika pajak yang dikenakan tersebut bersifat proporsional yaitu kalau persentasependapatan yang dibayarkanuntuk pajak sama untuksemua tingkat pendapatan. Pajak dikatakan tidak baikjika pembebanannya 'regresif" yakni persentase pendapatan yang dibayarkan untuk pajak menurun dengan adanya kenaikan tingkat pendapatan. Meskipun pandangan tersebut diterima secara luas, tetapi tidak selalu demikian prakteknya. Pandangan lain adalah pajak itu adil kalau bebannya proporsionalataspendapatanatau kekayaan, dan setiappenyimpangan daripada itu apakah progresif atau regresif akan dapat berakibat negatif.
16 /1.
\1 Pajakdon Retribusi Daerah
.Keadilan horizontal Seseorang yang menerima gaji seharusnya tidak membayar pajak lebih besar daripada seseorang dengan pendapatan yang sama dari bisnis atau pertanian, seorang petani yang mengusahakan tanaman ekspor seharusnya tidak membayar lebih besar daripada petani dengan pendapatan sama di bidang tanaman pangan. Artinya, dalam jumlah pendapatan yang sama maka besarnya pajak yang dibayar juga sama tidak memandang sumbernya.
Keadilan geografis Pemerataan harus dilihat dalam kaitannya dengan penerimaan dan pengeluaran. Pengenaan pajak atas penduduk adalah tepat kalau mereka tinggal di daerah yang memperoleh pelayanan khusus dari Pemerintah. Hal ini untuk memberikan keleluasaan kepada Pemerintah Daerah untuk menetapkan tingkat pajak yang dikenakannya, agar mereka dapat membebani pajak yang berbeda-beda untuk berbagai tingkat pelayanan yang diberikan. Struktur tarif perpajakan yang progresif dikehendaki berdasarkan pertimbangan keadilan sosial. Hal itu berarti kelompok berpendapatan paling rendah harus dikenakan pajak yang paling ringan atau dibebaskan samasekali dari pungutan pajak . Keadaan ini lebih mudah dilaksanakan di perekonomian yang telah maju yang sebagian besar penduduknya berada dalam kelompok berpendapatan menengah. Golongan ini dapat memberikan sumbangan untuk mempertahankan pengeluaran Pemerintah tanpa atau sedikit memerlukan sumbangan dari golongan yang berpendapatan rendah. Masalah lebih besar akan timbul kalau hal itu dilaksanakan di masyarakat miskin dengan struktur pendapatan seperti piramida di mana sebagian besar masyarakat berada di kelompok yang berpenghasilan paling rendah . Dasar pengenaan pajak dari golongan berpendapatan atas dan menengah sangat kecil untuk memikul beban pengeluaran Pemerintah. Hambatan biasanya timbuldalambentukekonomi .
11
KriteriaEfektivitasPajakDaerah
17
dan politis.Hal ini ditunjukkan adanya pembatasanjumlah pendapatan tertinggi yang dapat dikenakan pajak, dan kekhawatiran pada pengaruh pajak yang tinggi atas produksi dan investasi.Kekhawatiran akan akibat buruk terhadap perusahaan dan pertumbuhan ekonomi selalu dikemukakan oleh kalangan dunia usaha (golongan atas dalam sistem politik) sungguh merupakan rintangan bagi penetapan tarif yang progresif. Pembebanan yang adil dari suatu pajak dipengaruhi oleh ruang lingkupnya siapa yang membayar dan jenis pendapatan, kekayaan dan struktur tarifnya. Selain itu juga tergantung metode penetapan dan tingkat ketepatan perhitungan kekayaan (milik) masing-masing pemilik. Setiap ketidaktepatan dalam penetapan dapat menyebabkan ketidakadilan karena orang akan membayar pajak lebih atau kurang dari yang seharusnya dibayar. Tetapi sejauhmana ketidakadilan tersebut dirasakan akan tergantung pada tarif pajaknya .Sebagai contoh pendapatan atau kekayaan seseorang sebesar Rp 200 juta. Kalau dikenakan pajak dengan tarif pajaknya 5 persen maka baik kesalahan pengenaan di bawah atau di atas yang seharusnya akan berjumlah Rp 10 juta, kalau 30 persen maka akan menjadi Rp 60 juta yang menambah ketidakpuasan lebih besar lagi. Dengan bertambahnya beban pajak, keluhan juga akan bertambah terhadap setiap metode pengenaan yang tidak sempurna dan tidak teliti. Pemerataan diinginkan atas dasar keadilan sosial. Pada prinsip ketidakadilanperluditekan seminimal mungkin, agar tidakhambatan dalam pembebananpajak dan dalam menggali potensi pendapatan.
KEMAMPUAN ADl\fiNlSTRATIF Dalam menilai pajak yang ditetapkan atas sumber pendapatan pajak memerlukan ketelitian administrasinya. Untuk mengetahui keuntungan suatu perusahaan yang dapat dikenakan pajak penghasilan atau untuk menetapkan nilai jual objektif gedung di pusat kota dalam pengenaan pajak bumi dan bangunan memerlukan pengetahuan teknis yang tinggi. Setiap transaksi antara wajib pajak dengan aparat pajak dalam menetapkan besarnya pajak, membuka kesempatan untuk
18
• PajakdanRetrib1tsi Daerah
mengadakan kerjasama dan korupsi. Seorang pengusaha besar yang tergantung pada Pemerintah dalam perizinan, . proteksi tarif dan pembelian dapat mendorong untuk memperoleh keringanan dalam depresiasi pada saat perhitungan pajak atas keuntungan perusahaan. Di banyak negara yang sedang berkembang sebagian besar penduduk hidup di bidang usaha kecil, pedagang keeil, atau tenaga lepas yang tersebar di daerah pedesaan yang luas dan tidak ada penghasilan yang jelas yang dapat diperhitungkan dalam pengenaan pajaknya. Pengenaan dan pemungutan setiap pajak pendapatan atau pajak atas harta tetap memerlukan kunjungan pada saat-saat mereka dapat ditemui di rumah dan di musim panen dimana mereka memperoleh penghasilan. Ongkos administrasi dari kegiatan semacam itu sangat tinggi meskipun jumlah rata-rata per kapita dapat dipungut mungkin rendah.Sebaliknya, sejumlah besar pendapatan yang diperoleh dari pungutan atas minyak misalnya dilaksanakan de ngan ongkos administrasi yang sangat rendah. Di dalam perekonomian semaeam itu terdapat keeenderungan untuk menempuh administrasi yang mudah dengan menggantungkan pendapatan langsung yang dapat dipungut pada saat transaksi di sektor komersial formal melalui pabrikan besar, importir atau distributor. Namun demikian hal ini tidak selalu sesuai dengan pertimbangan pembebanan yang adil atau desentralisasi fiskal.
KESEPAKATAN POLITIS Tidak ada pajak yang populer. Meskipun demikian kemauan politis diperlukan dalam mengenakan pajak, menetapkan struktur tarif, memutuskan siapa yang harus membayar dan bagaimana pajak tersebut ditetapkan, memungut pajak seeara fisik, dan memaksakan sanksi terhadap para pelanggar. Hal ini pada gilirannya tergantung pada dua faktor kepekaan dan kejelasan dari pajak tersebut dan .adanya keleluasaan dalam mengambil keputusan. Kepekaan politis kadang-kadang memusatkan pada masalah nilainilai sosial. Ada masyarakat yang menganggap pajak atas tanah adalah sensitif oleh karena tanah dipandang sebagai milik bersama tidak
IJ
KriteriaEfektivitas PajakDaerah
19
sebagai milik pribadi, demikian pula pajak atas ternak tidak populer karena ternak dianggap sebagai modal tidak sebagai sumber pendapatan. Di pihak lain, pengenaan pajak tertentu dapat sensitif karena berpengaruh terhadap kepentingan golongan berkuasa atau golongan tertentu. Misal, usul pengenaan pajak atas tanah pertanian di Inggris yang sudah tertunda lama, atau peningkatan Pajak atas Bumi dan Bangunan perkotaan di Indonesia tidak dapat dilakukan karena aspek politis tersebut di atas (Devas, 1989) Unsur penting yang lain yang menentukan kepekaan suatu pajak adalah kejelasan pajaknya. Pajak atas bumi dan bangunan (PBB) mungkin merupakan pajak yang paling ringan atas wajib pajak di Indonesia. Akan tetapi berlainan dengan pajak penghasilan yang bersumber dari pegawai dan pajak pertambahan nilai yang dikenakan pada saat penjualan atau penyerahan barang/jasa, pajak atas bumi dan bangunan hams dibayar dengan eek atau uang kontan. Persyaratan adanya tindakan pembayaran tersebut menarik perhatian tertentu yang tidak menjadi kewajiban dari para wajib pajak. Ada saatnya perubahan tiba-tiba dalam pajak tidak langsung menjadi penyebab meningkatnya harga-harga yang langsung dirasakan oleh masyarakat, juga apabila ketidakpuasan terhadap tingkat inflasi maka perhatian ditujukan pada pajak-pajak yang memberikan pengaruh terhadap kenaikan hargaharga. Meskipun demikian pajak tidak langsung kurang pengaruhnya sebab bebannya tidak langsung dirasakan. Pada semua pajak terlihat kemauan politik. Peranannya tergantung pacta frekuensi dari keputusan yang bersifat sensitif tersebut harus diambil. Keputusanyang sangat sulit dan nyata biasanya menyangkut kenaikan tarif. Pajak dan retribusi akan mudah dipolitisasikalau menghendakipenyesuaian tarif untuk menjaga dan menambah nilai riilnya. Dalam hal ini, pajak atas bumi dan bangunan yang tidak didukung dengan penilaian kembali yang sering dilakukan akan dianggap sangat tidak dikehendaki kalau dibandingkan dengan pajak pendapatan yang seeara otomatis dapat menyesuaikan dengan kenaikan tingkat inflasi. Sama halnya dengan kenaikan tarif pajak penjualan atau eukai yang didasarkan pada jumlah atau volume, jauh lebih menarik perhatian daripada pertambahan
20
I1 Pajak donRetribusi Daerah
secara otomatis yang timbul dari pajak-pajak bumi dan bangunan dalam menyesuaikan dengan tingkat inflasi. Kepekaan politis merupakan hambatan atas potensi suatu pajak. Meskipun demikian hal itu berguna untuk pertanggungjawabannya. Kebutuhan untukmembuat suatukeputusan dalam rangka meningkatkan tarif pajak yang tinggi dapat memaksa instansi Pemerintahlebih teliti terhadap pertimbangan untuk pengeluaran tertentu atau mengurangi pemborosan. Seringkali diusahakan untukmembuatpajaklebihditerimadengan mengkaitkan penggunaannya secaralangsung (eannarking) yaitudengan meningkatkan suatupungutan untukmembiayai pelayanan tertentu yang populersepertipelayananpendidikan. Setiappajakyangdipungut oleh suatubadanpengelola untuktujuantertentu seperti halnya dengan Badan Pengelola Air "subak" di Balisecaraotomatis dianggap mempunyai ciri tersebut. Pungutan yangdikaitkan dengan pengeluaran dapatmerupakan carayang efektifuntuk menghubungkan perpajakandengan pelayanan yang tidakbanyak dipahami masyarakat. Pengalaman menunjukkan seringkali pajak langsung dikaitkan dengan pemerasan yang hams dihapuskan dengan segala carayang memungkinkan. Kaitanlangsung antarabesarnya pajak dengan pengeluaranjugamendorong kebenaran pertanggungjawabannya. Dalamjangka panjang, pengkaitanpajak dengan pelayananyang diberikan dapat bersifat tidak produktif. Hal itu akan mengundang orang untuk membandingkan antara jumlah yang mereka bayar dengan manfaat yang mereka terima, suatu perbandingan yang mungkin tidak diterima oleh mereka. Ongkos pelayanan mungkin akan lebih tinggi - lebih rendah - biasanya lebih tinggi daripada hasil pajaknya sehingga timbul kesan yang keliru. Mengkaitkan suatu pajak dengan pelayanan yang diberikan dapat mendorong Pemerintah untukmenolakbantuankeuangan lainnyauntukpelayanan dimaksud. Pungutan yangdikaitkan denganpelayananjuga dapat membuat orangkurang antusias untukmembayar pajaklainnya yang akandigunakan untukpengeluaranumum Pemerintah. Misalnya, seseorang hams membayar
Kriteria Efektivitas PajakDaerah
IJ
21
untuk pelayanan kepolisian. Pajak yang dikaitkan dengan pelayanan merupakanpenambahan pajakyang tidak dikehendaki yang ongkosnya cukup tinggi tidak saja dalam waktu dan tenaga tetapijuga kesabaran para wajib pajak. Pajakyang bermacam-macam malah mempersulit untuk pengenaan yang adil terhadap masyarakat. ~
...
~
22
\1 Pajakclan Retribusi Daerah
ADMINISTRASI PAJAK DAERAH
D
alam bab2 terdahulu telah dibahas mengenai kriteria pajakdaerah. Setelah sumberpendapatan daerahdapatdikenai pajak, maka perlujugadipertimbangkan apakah suatu pajak yang tclah dapatsecara efektifdigali, dikenakan, dinilaiataudipungut tersebut mampu diadministrasikan olehPemerintah Daerah . Teori development from below berpendapat bahwa orang akan lebih bersedia membayar pajak kepada Pemerintah Daerah daripada kepada Pemerintah Pusat karena mereka dapat secara mudah melihat manfaat langsung dalam pembangunan di daerah mereka (Davey, 1988). Berlandaskan teori lcrsebut, dapat diidentifikasi berapa permasalahan dalam administrasi pajak daerah. Pertama, apakah Pemerintah Daerah mempunyai cukup kemauan politik untuk mengenakan suatu pajak secara efektif dan adil. Karena pengenaanpajakdaerahyang adil membutuhkan pengadministrasian data pajak yang akurat. Pengadministrasian data pajak yang efektif akan memudahkan masyarakat dalam membayar pajak. Hat ini akan mendorong meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak. Kedua, apakahPemerintah Daerahmemiliki kemampuan administrasi efektifatas suatupajak. Hat ini sangat penting, dalam rangka transparansi pengelolaan
24
IJ
Administrasi PajakDaerah
mPajakdonRetribusi Daerah
dana yang berasal dari pajak. Bab ini akan menguraian permasalahan dalamadministrasi pajakdaerahtersebutmeliputi pengenaan pajaksecara efektifdan adil, perbedaanobjekpajak, pengenaandan pemungutan oleh daerah. PENGENAANPAJAK YANG EFEKTIFDAN ADIL
Teori developmentfrom belowyang dikemukakantersebut di atas, menunjukkanbahwa masyarakat lebih cenderungmau membayar pajak karenakedekatannya denganmanfaat yangdiperoleh darimembayar pajak tersebut Orang akan lebih bersedia membayarpajak kepada Pemerintah Daerah daripada kepada Pemerintah Pusat merupakan hal yang logis, karenaPemerintah Daerahjuga lebihdekatdibanding denganPemerintah Pusat yang kadang mereka tidak dapat melihat manfaat langsungsecara mudah dalam pembangunan di daerah mereka. Dibalik kedekatan ini, apakah Pemerintah Daerah mempunyai cukup kemauan politik untuk mengenakansuatupajak secara efektif dan adil. Semakin rendahtingkatpemerintahan maka semakin dekathubungan antara rakyatdenganpemerintahnya, sehinggamerekayang mengenakan pajak dengan mereka yang membayar pajak sangat dekat. Karena kedekataninilah, dasar pengenaanpajak dan tarif pajak menjadi rendah tingkat keadilannya. Misal, jika Pemerintah Daerah mengenakanpajak bergantung padadukungan politik, nilaisosial ataukerjasama bisnis dengan wajibpajakmaka Pemerintah Daerahakanengganuntukmenaikkan pajak pada saat inflasiatau kebutuhan lain yang diperlukan naik dan mungkiri malahrnencari popularitas yaitudengan menurunkanbebanpajak. Dernikian pulahalnya kalau Pemerintah Daerahdidominasi olehgolongan kaya, maka akan tirnbul penolakanterhadappajak yang progresif. Permasalahan tersebut dikernukakan untuk rnenghindari kesewenangansegelintir politisidanbirokrat di daerahdalamrnembuat kebijakail perpajakannya. Kebijakan perpajakanyang efektifdan adilperludiupayakan olehPernerintah Daerah. Adanyapembebanan pajakyangrneningkat
25
di lain pihak. Oleh karena itu perlu ada kontrol dari Pemerintah Pusat untuk rnembatasi Pernerintah Daerahagar tidakmengenakan pajaksecara berkelebihan terhadap masyarakatnya. UU 34/2000 yang merupakan penyempumaan dariUU Nomor 18Tahun 1997 dan peraturan pelaksanaannya pp Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan pp Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, rnemberi kewenangan kepada Pemerintah Daerah untukmemungut 11 jenis pajak dan 28jenis retribusi. serta untukmemungut jenis pajak (kecuali propinsi) dan retribusi lainnya sesuai kriteria-kriteria tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang. Kebebasan kewenangan ruang lingkup, metode penilaian dan penetapan tarif pajak dan retribusi akan mendorong kebebasan dan fleksibilitas PemerintahDaerahdalampembiayaankegiatannya. Adanya kebebasan kewenangan ini rnendorong Pemerintah Daerahberlomba untuk memobilisasi dana daerah dari sektor pajak dan retribusi. Akibatnya, masing-masing daerahberusaha rnenetapkan besarnya objekdantarifpajak sekehendak sendiri. Hal ini akan menimbulkan pertanyaan apakah penyerahan adrninistrasi suatu pajak kepada daerah dapat mengatasi perbedaan dalarnobjek dan tarifpajak antar daerah. Masalah tersebut muncul terutama apabila individuatau organisasi membayar pajakpacta lebihdarisatudaerah. Dapatkah diharapkan seorang majikanmernotong dari gaji stafnyayang tinggaldi berbagaidaerah atas perbedaan tarif pajak pendapatan di daerah-daerah tersebut? Tingkat kesulitan tersebutjelasmenyangkut banyaknyajurnlahdaerah, sejauhrnana perbedaan tersebut dan soal-soal teknis dari administrasi perpajakan. Komputerisasi gaji misalnya, dapat membuat administrasi pajak lebih sederhana. Pertanyaan yang berkaitan adalah apakah perbaikan pajak daerah rnernpunyai pengaruh negatif terhadap ekonornidan sejauhmana pengaruh tersebut. Indonesia telah meninggalkan kebijaksanaan menyerahkanlangsungpajak ekspor kepada propinsi ketikaPemerintah Daerah mernaksakanperdagangan melalui pelabuhan mereka sendiri. Akibatnyabanyakfasilitas pelabuhanyang rusak berat karenakelebihan daya tarnpung. Masalahnya bukan kerusakan itu sendiriyang tidakdapat diterirna, tetapihal itu merupakanbagian dari jalan pikirandesentralisasi bahwa rnasyarakat daerah seharusnya turut mernutuskan tingkat
26
mPajakdonRetribusi Daerah
pengeluaran Pemerintah dengan melihat pada implikasi ekonominya. Jadi, masalahnyaadalah sejauhmanatingkat kerusakanserta akibatnya terhadap seluruh masyarakat. KEMAMPUAN ADMINISTRASI Pertanyaan berikutnya adalah apakah Pemerintah Daerahmempunyai kemampuan administratifyangefektifatas suatupajak. Tanggungjawab atas penilaian atau pemungutan suatu pajak atau retribusi tidak selalu bersamaandengankemudahanmemperolehhasilnya. Pemerintah Pusat mungkin lebihbaikdalammelaksanakan ataumembantu pengenaan atau pemungutan suatupajakdaerah. Tarif pajak- atasBumi danBangunan - . di Indonesia merupakan contoh yang tepat. Pengenaan dilakukan oleh Pemerintah Pusat yaitu Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPB). Sedangkanpemungutanpajaknya dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan hasilnya dibagi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai denganproporsi masing-masing. Sebaliknya PemerintahDaerah dapat mengenakan atau memungut suatu pajak atas nama Pemerintah Pusat. Misal, PemerintahDaerahmemungut PajakKendaraan Bermotor atas namaPemerintah Pusat. Ada2 (dua) faktor yangmempengaruhi pelaksanaan tanggungjawab pengenaan dan pemungutan pajak. Pertama, tingkat kemampuan dan ketersediaan tenaga trampil di daerah yang dibutuhkan sebagaitenaga pelaksana administrasi perpajakan di daerah. Kedua, sejauhmana kedekatan pemungut pajakdenganwajibpajakdaerahataudesakan politis terhadap keadilan danketegasan dalamprosespemungutan pajaktersebut. Tingkat kemampuan dan tersedianya tenaga trampil administrasi perpajakan sangatdibutuhkan daerah. Tenagaterampil mungkin terbatas dan sulitbagiPemerintah Daerah meskipun adaalternatifseperti menyewa konsultan ataubantuantenagadari suatuinstansi lain. Misal,kantor Pusat Statistikatau Jasa Asuransi. Instansi ini merupakantempattersedianya tenaga ahliyangdapatdimanfaatkan keahliannya dan pengalamannya oleh daerah. Kedekatan pelaksanapemungut (penilai) pajak denganwajib pajak atau desakan politis dalam proses pemungutan pajak. Keadilan dan
Administrasi PajakDaerah11
27
ketegasan dalam proses pemungutan pajak tersebut akan terganggu jika ada kedekatan pelaksana pemungut pajak dengan wajib pajak. Demikian pula, jika ada desakan secara politis terhadap pelaksana pemungut pajak. Sulit untuk menghindari dari tindakan yang meringankan dan memihak wajib pajak apabila mereka pemungut pajak yang dipekerjakan Pemerintah Daerah terdapat hubungan yang erat dengan wajib pajak.Hal demikian inijugajika terdapat hubungan langsung antara pengambil keputusan (politikus) dengan pemungut ' pajak. Karena politikus sebagaipengambil keputusan akan cenderung meringankan beban pajak bagi para pemilihnya atau kontituennya , agar di masa mendatangdapat dipilih kembali. Meskipun demikian, situasinyaberbeda,jika pemungut pajaknyadari organisasiprofesional yang dapat menjamin integritas dan menjaga tekanan politis yang tidak dikehendaki, walaupun organisasi mereka kecil. Selanjutnya, pemisahan penilai dan pemungut dapat menyebabkan berkurangnya rasa tanggung jawab, penilai dan pemungut tidak begitu giat melakukan tugasnya apabila mereka tidak bekerja untuk instansi yang tergantung pada pendapatan yang mereka kumpulkan. Administrasi pajakjuga memerlukan jaringan pelaksanapemungut yang tersebar luas sesuai dengan penyebaran penduduk serta kemudahanuntuk memperolehdata dan pendapatan para wajib pajak. Hal ini penting terutama untuk pajak langsung di negara-negara sangat luas wilayahnya, seperti Indonesia. Artinya, dalam hal ini dibutuhkan tingkat pemerintahan yang mempunyai hubungan administrasi sampai ke tingkat desa. Biasanya Pemerintah Daerah di Indonesia mempunyai jaringan adminstrasi di lapangan yang paling luas contohnya camat, lurah, kepala desa, kepala dusun atau kepala dukuh. Kecuali, di India administrasi pendataan atas tanah di daerah pedesaan India dilaksanakan oleh negara-bagian bukan oleh Pemerintah Daerah (Davey,1988). Pada tahun 1960-an di Kenya, Pemerintah Daerah yang berusaha memungut pajak pendapatan perseorangan tetapi mengalami kesulitan karena jaringan administrasi dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat bukan oleh Pemerintah Daerah. Di negara-negara industri di mana sistem 'bayarlah segera sesudah
28
mPajakdan Retribusi Daerah
memperoleh pendapatan', sistem pos dan telepon mencukupi, maka sebagianbesar proses pemungutanpajakdapat denganbaik olehkantor pusat dalammeliput wajib pajakpadaumumnya. Jika objek pajak yang dimiliki suatu perusahaanberada di wilayah melampaui perbatasan beberapa daerah, maka pengenaan secara terpusat mungkin lebihtepat, dibanding dikenakan didaerah. Artinya administrasi pajaknya lebih tepat dilakukan olehPemerintah Pusat. Misalnya, sebuah perusahaanmemiliki tanah dan bangunanyangberada pada perbatasan beberapawilayah Pemerintah Daerah, maka Pemerintah Daerahtertentu hanya akan mengenakanpajak atas tanah dan bangunanyang beradadi . wilayahnya saja. Lebih rumit lagi, jika pajakpenghasilan perseorangan maupun perusahaan pengenaannya didasarkan padabatas wilayah, padahal kenyataannya dapat diperoleh dari beberapa wilayahdaerah atau lebih dari satudaerah. Pengenaan secaraterpusat mungkin lebih tepatdibanding pengenaan tiap-tiap daerah. Halini dapatdilakukanjikadikehendaki untuk keseragaman. Penetapanyang seragam pentingartinyauntukdistribusi subsidi dari pusat ke daerah secaraadil (lihatsubbabbagihasilpajak). BAGlHASILPAJAK Bagi hasil suatu pajak kepada Pemerintah Daerah merupakan permasalahan yang agak pelik. Jika suatupajakdipungut dimaksud~ untuk membiayai prasarana atau pelayanan di daerah setempat maka penyerahanbagi hasil pungutanpajak untukdaerah yang bersangkutan tidakmasalah. Namun, masalah akantimbul apabila pengeluaran ditujukan pada pelayanan umum yang bersifat personal seperti pendidikan dan kesehatan. Karena ketidakjelasan antara daerah tempat pembayaran pajak dilakukan dengandaerah yang memperoleh basil pungutanpajaknya (kecuali kalau hasil pungutan dipusatkan dan dibagi berdasar perhitungan yang tidak dikaitkan dengandaerahtempatpungutan tersebut dilakukan). Kesulitan timbul, jika objek pajak yang dikenakan berada di beberapa daerah misalnya, pajakataslabaataupajakpenjualan yangdikenakan padasuatu perusahaan yang mempunyai cabangdi beberapa daerah.
Administrasi PajakDaerahll
29
Seringkali tempat suatu pajak dipungut berbeda dengan tempat pembayarannya. Pajak penjualanatas pakaianmisalnyadapatdipungut dari suatu pabrik di daerah A oleh karena tidak praktis untuk memungut langsung atas pengecer barang tersebut. Meskipun demikian beban pungutan tersebut dibebankan pada harga eceran dan akan lebih efektif dibayar oleh konsumen di daerah B. Masalah yang sama dapat timbul pada pajak penghasilan yang dipungut oleh perusahaan yang mempunyai kantor pusat di daerah tertentu terhadap upah seorang pegawainya yang tinggal (dan mungkin juga bekerja) di daerah lain. Berbeda, dengan pajak atas tanah dan bangunan jelas tidak ada kesulitan dalam menetapkan Pemerintah Daerah yang akan menerimapembayaranpajak atas harta tetap tersebut, karena kejelasan dari objeknya yang relatif permanen. Apakah daerah tempat pajak dipungut tersebut sebaiknya mendapatkan bagi hasil pajakberdasar penetapan nilai pungutan perkapita rata-rata sepertiyangdilakukandi Inggris ataupenetapan dan pemungutan pajak penghasilan dilakukanoleh dua atau lebih tingkatanpemerintaha secarabersama-sama (Davey,1988). Misalnya,Pemerintah Federal dan Pemerintah Propinsi di Canada menggunakan dasar pengenaan pajak penghasilan secarabersamaan. Hal yang samajuga dilakukan di negaranegaraSkandinavia (kecuali Finlandia), mengenakan pajakpenghasilan dilakukansecarabersama-sama oleh PemerintahPusatdan Pemerintah Daerah. -, Pertentangan yang tajam akan timbul dalam pembayaran pajak penghasilan perseorangan dimana wajib pajakbekerja dan tinggal ditempat yang berbeda. Setiappemisahanantara daerah di mana pajak dipungut dan daerah di manapajak tersebutdibayar makadiperlukansatu sistem pemindahan untuk mengatasi kesulitan dalam alokasi hasil pungutan. Pemindahan memerlukan suatuproses administrasi yangefektif. Hal itu juga memerlukankesediaan dari Pemerintah yang harus memberikan pungutantersebut, sehinggabagi hasil pajak untuk PemerintahDaerah menjadi jelasdasarbagihasilnya, meskipun dasarhukumnya telah diatur denganVU Perpajakan Nasional.
30
11 Pajakdon RetribusiDaerah
UPAYA PEMUNGUTAN PAJAK SECARA EFEKTIF Penetapan dan pemungutan pajak harus didukung dengan sistem pengawasan yangefisien. Keterlambatan dalam membayar pajakseringkali dikenakan dengantindakanmengenakandendadalambentukpersentase atasjumlah pajak yang terutang. Sanksi apabilatidak membayar pajak dapatdikenakandalam berbagaibentuk: (1) tindak pidana menyangkut harta kekayaanmelalui penahanan dan hukuman penjara; (2) tindakan perdatayangsamadenganpengembalian utangpribadiyang dilakukan melaluipenyitaandan penjualan kekayaan; (3) penyitaandan penjualanlangsung ataskekayaan; (4) menghentikan pelayanan misalnya memutuskan pelayanan air minum, telepon,atau listrik, pengusiran dari rumah sewa, penolakanuntuk mengikuti pendidikandan pengobatan atau ' (5) tidak ada tindakan sama sekali. Tindak pidana , pemutusan pelayanan, atau penyitaan kekayaan biasanyamerupakancara yang efektifuntukmeningkatkan pembayaran. Namun, kadang-kadang beberapa tindakan tersebut seringkali tidak dilaksanakan. Akibatnya tindakan perdata seringkali merupakan satusatunya sanksihukumyangdilakukan tetapi seringkali juga tidakefektif. Prosedur yangberbelit-belit dan kurang perhatian pengadilan terhadap masalah pelanggaran pembayaranpajak daerah ini, kadangmerupakan penyumbang ketidakefektifan sanksihukumditerapkan. Kecenderungan tingkat ketidakpatuhan membayar pajak yang tinggi dan tidak adanya tindakan yang tegas untuk memaksakan wajib pajak membayarnya merupakan pencerminan dari kurangnya kemauan politis dalampengenaan pajak. Ketidakpedulianpengadilanterhadapmasalahpemaksaanpajak merupakan gejala umum di negara berkembang yang lemah dalam pelaksanaan law-enforcement. Perlindungan pada individu terhadap kesewenangan Pemerintah dalam tindakan pemaksaan pajak dalam pelaksanaan hukum perlu dikurangi tetapiperludiimbangi denganiklim perpajakan kondusif. Keadaan ini tercapaijika sistem perpajakannya telah mampu menjadikan masyarakat pembayar pajak rela dan mampu. Di beberapa negara seperti India, pengadilan khusus untuk pengadilan
Administrasi PajakDaerah
IJ
31
pajak telah dibentuk sebagai upaya untuk pemaksaan yang lebih keras terhadap tagihan-tagihan.Semuanya membutuhkan usaha administrasi dan keadilan serta kemampuan politis yang wajar. Pengenaan bunga atas keterlambatan pembayaran dapat efektif apabila besarnya lebih tinggi daripada tingkat inflasi. Di Indonesia pajak atas harta tetap sebesar 5 persen setiap tahun merupakan suatu contoh dari sanksi yang ringan yang memungkinkan wajib pajak memperoleh keuntungan melalui penundaan pembayaran pajak. KOul Ottawa sebaliknya mengenakan denda secara otomatis sebesar 2 persen atas tagihan yang terlambat satu hari atau lebih.
ADMlNISTRASI BAGI HASIL PAJAK Pengenaan pajak oleh pemerintah pusat dan pernerintah daerah kepada seseorang terhadapobjekpajakyang samadimungkinkan terjadi. Misalnya, seorangpegawaiperusahaanswastayang berpusatdi Jakarta ditugaskan ke perusahaan anakdi daerah, maka penghasilan yangdierima oleh pegawai tersebut dapat dipungut pajak oleh Pemerintah Pusat dan PemerintahDaerah. Hal ini memangbelum terjadidi Indonesia, karena semua penghasilan dari pegawai dikenakan pajak penghasilan oleh Pemerintah Pusat.Namun, dalamperkembanganke depanhal demikian dimungkinkan terjadi seiring dengan adanya tuntutan otonorni daerah. Jika demikian maka perlu diatur kewenangan administrasi pengenaannya terhadap objekpajak tersebut. Karenapegawaitersebut beradadi daerah, maka administrasi pajakdilakukan olehPemerintah Daerah, sehingga timbul pertanyaan apakahpembayaran pajak kepada Pemerintah Daerah akan mempengaruhi besarnya objekpajakyang akan dikenakan olehPemerintah Pusat. Adatigascenario ataualtematif(Davey, 1988) yaitu: Alternatif pertama, objek pajak dikenakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah seluruhnya terpisah dan tidak ada potongan untuk pajak serupa yang diberikan oleh Pemerintah baikpusat maupun daerah. Artinya, bilaseseorang telahmembayar pajakpenghasilan kepada Pemerintah Daerah, maka pembayaran pajak penghasilannya tersebut tidak bisa mengurangi pajak penghasilan yang dibayarkan kepada Pemerintah Pusat, demikian sebaliknya. Dengan kata lain besarnya
32
11 Pajak danRetribusi Daerah
pajak yang dibayarkan ke satu pemerintahan tidak akan saling mengurangi pajak yang dibayarkan kepada pemerintah tingkatan lainnya.Contoh , di Skandinavia Pemerintah Daerah melakukan pungutan tambahan atas pajak penghasilan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan semuanya dijumlahkan menjadi satu dengan pajak penghasilan Pemeritah Pusat. Jika diperlukan dapat juga ditentukan batas tertinggi untuk seluruh pajak pendapatan yang dikenakan. Kalau jumlah pajak melebihi batas tertinggi tersebut maka beberapa pajak harus dikurangi. Misal, di Jepang, Pemerintah Daerah mengenakan pungutantambahan ataspajakPemerintah Pusat,namunjika besarnya pajak yang ditarik pemerintah melebihi batas tertinggi maka pungutantambahannyayangdikurangi. Lain halnya, di Skandinavia pajak pusat yang dikurangi, Alternatif kedua, pajak daerah dapat diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan bruto wajibpajakbadandalarn menghitung pajak penghasilan atas badan usaha yang terutang . Perusahaan selalu memperhitungkanpajak atasharta tetap dan pajakdaerahlainnya sebagai ongkos yang dapat mengurangi pendapatan merekasebelum pengenaan pajakpenghasilanmereka. Wajibpajakpendapatanperseorangan biasanya tidakbernasib sebaik itu. Memangadapengecualian. Pembayaran pajak atashartatetap dapatdikurangi dari pendapatan perseorangan yangkena pajaktetap seperti di Australia, Denmark, Norwegia, dan JermanBarat. Baik pembayaran pajak penjualan maupun pajak penghasilan kepada negara-bagian dan Pemerintah Daerah dapat dikurangi dari pajak pendapatanuntukPemerintah Federaldi Amerika Serikat. Alternatif ketiga , pembayaran pajak untuk satu Pemerintah menghasilkan kredit atas pungutan Pemerintah lainyaitujumlahpajak yang dibayar kepada Pemerintah A dapat mengurangijumlah yang dibayar kepadaPemerintahB denganjumlahyangsarna. Hal itutidaklazim, tetapi ada beberapa negara yang melakukan. Misal, di Canada pajak dari Pemerintah Propinsisebesar 10persenataspajakpendapatan perusahaan yangdikenakan olehPemerintah Federal. PajakPemerintah Daerahatas perusahaan dan pendapatan perorangan dikredit terhadap jumlah pajak pendapatan negara bagian di beberapa negara-bagian Amerika
Administrasi Pajak Daerah
11
33
khususnya New York. Pengurangan ini sebenarnya sama dengan suatu subsidi atau bagi hasil pajak secara langsung. PAJAK PENGGUNAAN ASSET DAERAH
Pemerintah Daerah sebenarnya banyak memiliki asset yang bisa dijadikan sumber penerimaan pajak. Tanahitulah merupakan sumber assetterbesar. Pemerintah Pusat banyak memakai fasilitas daerahtetapi tidak membayar pajak atas tanah tersebut. Demikian pula, untuk pajak atas pembelian barang dan jasayang dikenakan terhadap masyarakat didaerah sertapajakatas tanah dan bangunan. Biasanya Pemerintahmembeli barang dan jasa dengan harga yang sudah sepenuhnya dikenakan pajak dan juga dikenakan pada saat menjualnya. Perusahaan Telekomunikasi sebagai contoh, harus membebankansetiap proyek pusat dan daerah yang dikenakan dalam penjualan pelayanan telepon. Meskipun demikian Pemerintah Pusatbiasanya tidak membayar pajak atashartatetap kepada Pemerintah Daerahatas tanah dan bangunannya. Pemerintah Pusat diIndia membayar pajak yang dikenakan olehPemerintah Kota untuk pelayanan tertentuseperti- air, drainase, peneranganjalan, tetapitidakdengantarif umum. Seringkali Pemerintah Pusatmembayar subsidiyangberkaitan denganpajak atas harta tetapuntuk menghindari kesansebagai Pemerintah bawahan. Kebanyakanpengamat menganggap adil kalau Pemerintah Pusat membayar pajak dengan dasar yang sama seperti pihak lain yang mempergunakan pelayananPemerintah Daerah. Laporan Bank Dunia menunjukkan bahwa pemerintah kota telah menyediakan berbagai pelayanan perkotaan kepada PemerintahPusatsebagaimana milikpribadi dan setiappembebasan pungutanatas tanah dan bangunan Pemerintah Pusatmenyebabkan bebanyang beratbagi kota-kota besar. Pembebasan jugadapat mendorong Pemerintah untuk membuat pilihan lokasi yang tidak rasional, mempergunakan lokasi komersial yangterbaikuntukbangunan instalasi yangdapatdilakukan di mana saja. Pendapat yang mendukung bahwa Pemerintah Pusat memberikan subsidi kepada daerah dalam bentuk lain bukan merupakan alasan untuk pembebasan karena lebih
34
mPajak danRetribusi Daerah
baik dan lebih adil suatu daerah menerima pembayaran di luar kewajiban daripada subsidi atau sumbangan. Pemerintah Pusat mungkin sangat tidak bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban pajak kepada PemerintahDaerah. RichardsBird (1992) telah menunjukkan kerugian yang sangat besardalamvalorization tax dariPemerintah KotaBogota karenapamalsuan hartatetap Pemerintah . lainnya. Tunggakan penerimaan Pemerintah Pusat dan organisasi kemasyarakatan AfrikaTimur menyebabkan krisiskeuangan yangberat bagi pemerintahan Kota Nairobi pada awal tahun 1970-an.
PENGARUH INSENTIF Perpajakan mempunyai tujuan ganda, menyediakan dana untuk kepentingan umum dan mempengaruhi tingkah-laku ekonomi, . Kebijaksanaan fiskal merupakan suatualatmanajemen ekonomi dan pajak dapatdinilai dari segi pengaruhnya atas keputusan wajib pajak, atas kemauan untuk bekerja, memakai, menabung atau investasi. Tarifpajak dapat ditingkatkan untuk menurunkan permintaan apabila ekonomi 'sedang baik' dan diturunkan kalauinginmeningkatkan permintaan padawakturesesi. Pajakatas hartatetap dapatdilihat terutama sebagai alatuntukmendorong ataumenghambat pembangunan fisik tertentu. Beberapa literaturKeuangan Negarabanyakmemusatkan perhatian pada pengaruh insentif perpajakan terhadap harga,namun bukandimaksudkan olehPemerintah untukmeningkatkan pajakagardapat membelanjakannya/membiayai tugas-tugasnya, Perpajakan yangdibahas dan dimaksudkan disini perpajakan sebagaialatuntukmeningkatkan dana yangdapat dipergunakan untukpengeluaran Pemerintah Daerah. Masalah yangmenonjol mengenai pengaruh ekonomi dari perpajakan daerah akan disinggung pula walaupuntidak merupakantitikperhatianpembahasan ataupenelaahan. Ada beberapa alasan untuk menjelaskannya, Pengelolaan ekonomisecara makro pada umumnyaadalahtugas PemerintahPusat, dan terutama pajak-pajak nasionallah yang dimanfaatkan dan disesuaikan sebagai peralatan pengelolaan ekonominya. Perpajakan
/'
11 ,, _35
daerah terutamadikaitkan padapembelanjaan pengeluaranPemerintah Daerah, perpajakan ini dapat saja diubah guna menghindari akibat sampingan yang merugikan, tetapi peranannya dalam pengelolaan ekonomi jarang lebih positif daripada tersebut terakhir ini. Lebih dari itu, beban perpajakan daerah terhadap dasar-pajak tertentu lazimnya tidaklah setinggi pungutan-pungutan nasional yang utama seperti pajak-pajak penghasilan badan (comporate profit taxes) atau bea masuk,sehinggacenderungkurang untuk mempengaruhi perilaku ekonomi secara berarti. Bukan tidak lazim, misalnya, bagi suatu pajakpenghasilan badannasional untukmenyita (appropriate) setengah dari laba perusahaannya. Sebaliknya, pajak atas barang-barang yang memasuki daerahperkotaan telah berhasilmembelanjai hampir separuh pengeluaran negara-bagian Gujarat, di India,selama akhirtahun 1970-an, sementara itu hanya mewakili 0,3 persen dari nilai perdagangan negara-bagian tersebut Davey, 1988). Ada beberapa pengecualian. Penurunan dalam perpajakan atas kekayaan barang tak bergerakdi California, AmerikaSerikat, menurut Peraturan Daerah 13diperkirakan telah merangsang peningkatan hakmilik atas benda tak bergerak. Dalampertengahantahun 1970-an pemerintah setempat Swedia didesak untuk membatasi pengenaan berupa pajak penghasilan karenadampaknya terhadappendapatanperorangandalam masa'stagflasi'. Beban pengenaan pajakatasbarang takbergerakmenurut pemerintahan setempat Inggris terhadap biayapengolahan dan komersial mengalami kerisauanyang samaawal tahun 1980-an. Ada kasus-kasus (peristiwa)yang menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah daerah merupakan bagian yang besardari seluruhpengeluaran publik dan yang mengatakan bahwabesarnyajenispengeluaran yangtersebutterakhir itu dipandang sebagai penambahan beban perekonomian yang tak tertahankan. Suatugabungan keadaan yang lebihlazimterjadidi negara Barat yang berindustri daripada di negara Dunia Ketiga. ~
..
36
mPajakdonRetribusi Daerah
KRITERIA RETRIBUSI DAERAH
B
ab inimembahas karak.ieristik retribusi daerah secara umum. Secara teoritis pengertian pajak dan retribusi mudah dibedakan, namun diprakteknya tidakdemikian. Setiap pembayaran pajakmemberi kontribusi atas jasa-jasa pelayanan yang diselenggarakan olehPemerintah, tetapi pembayarnya tidakmenerima kontraprestasi langsung yangdapat dinikmati. Dalam beberapa kasus jasa pelayanan umum yang diselenggarakan olehPemerintah dibiayai dengan pungutan pajak, namun padajasapelayanan umum lainnya dibiayai melalui pungutan retribusi yang langsung kepada konsumen. Setiap pembayaran retribusi menerima kontraprestasi langsung berupajasa-jasa pelayanan yang telahdisediakan ataudibuatuntuk itu. Namun, dalampraktek perbedaan-perbedaan ini menjadi kabur(tidakjelas), halinidapatdilihat dariduasegi: 1. Retribusi dapatdikenakan lebihbesarmelebihi biayajasa-jasa yang diberikan. Ini merupakan karakterisitk dari banyak retribusi untuk pengaturandalam rangka mencapai tujuan lisensifee. Retribusi-retribusi yangdemikian praktis merupakan pajak-pajak yang efektif.
38
~PajakdanRetribusi Daerah
2. Suatujasamungkinhanya sebagianchbiayai oleh retribusi, sisanya datang dari subsidikhusus atauterselubung daripenerirnaan pajakmnmn. Dariduaperspektiftersebut maka timbul pertanyaan; Jenis danfungsi pelayanan apa saja yang bisa dibiayai dari sumber pajak atau sumber retribusi? Apakah sumberpajak atau sumberretribusi hanyacocokuntuk suatufungsi tertentu? Apayangmembedakan suatujasayangdibiayai oleh pajakdenganjasayangdibiayai olehretribusi? Berdasar dari duaperspektif tersebut, bab ini akan diawalidengan uraian tentang barangpublikdan barang privat, tingkatanpengenaan retribusi, pendekatanpembebanan retribusi, dan diakhiri penilaian potensi pendapatanyang dapatdikenai retribusi ataudasarpengenaan retribusi. Barang Publik dan Barang Privat
Untukmenjawab permasalahan ketigapertanyaan di atasmaka perlu diuraikanterlebih dahulujenis barang menurut public sector economic yaitu publicgoods (barang publik) dan privat goods (barang privatI pribadi). Hal ini diperlukankarena denganmengklasifikasikan ke dalam dua jenis barang tersebut, maka akan memudahkanlogika berpikirnya untukmenjawab pertanyaan tersebut. Barang publik adalah suatujasa yang memberikeuntungan kepada orang secara kolektif dan tidak diskriminatif seperti ketahanan atau pengontrolan penyakit. Untuk menjagaorang dari penyakitcacaradalah merupakan kepentingan setiap orang,bukanhanya menguntungkan sipasien tetapi semuaorang, yang mungkin kena pengaruhnya. Pelayananyang demikianpantas diwajibkanuntuk dibiayai oleh setiap pembayarpajak dalamhubungannya dengan kekayaannnya danbukankonsumsinya (yang mungkindalamkasusyanglainmenjaditidakdapatdihitung jumlahatau besarnya). Pelayanan suatu barang privat jika konsumsi seseorang memberikankeuntungan kepada diri sendiri dan tidak kepadatetanggatetangganya. Apakah suaturumahtangga yangmempunyai saluran listrik, tidak memberikan pengaruhkepada tetangga-tetangganya dan tidakada alasan bagi mereka untuk turut membayar biaya tersebut; untuk ini pembebanan yangcocokadalahretribusilangsung.
Kriteria Efektivitas Retribusi Daerah
U
39
Sekalilagipembedaan barangpublikdan barangprivat tidak selalu mudah diterapkandalam praktek. Hal ini didasarkan kepada beberapa alasan: Pertama, batasandefinisibarang-barang publik dan barang privat sootdilakukan, misalpendidikan. Pendidikan, dapat dipandang merupakan barangpublikkarenauntukkepentingan umum. Artinya, pendidikan ini dapat dinikmati oleh semua penduduk, sehingga untuk mendapatkan penduduk yang dapat membaca dan berhitung secara umum mudah diperoleh. Padaakhirnya, untuk mendapatkan pegawai yangkualitas tinggi yang mengisi kantor-kantor Pemerintah tidak akan kesulitan. Adanya pendudukyang mampumembaca dan berhitung karena melalui proses pendidikan ini akandinikmati secara bersamaataumerupakan keuntungan kolektif. Namun, apakah keuntungan kolektifinijuga dinikmati oleh golongan orangmiskin atauorang-orangjalanan yangbelajarpadakelaskelas malamuntukbelajarbacatulisdi sanggarsosial? Disisi lain, pendidikan juga dapatdipandang sebagai barang privat. Misalnya, untuk memenuhi tenaga ahlidibidang hukum danekonomi maka diselenggarakan pendidikan tinggi ilmu hukum dan ekonomi. Untuk memenuhi kebutuhan ekonom danahlihukum tersebut, tidak hams seluruh penduduk diajar atau dididik untuk menjadi seorang ekonom atau ahli hukum. Dengankatalain, tidaksemuapendudukyang dapat menikmati pendidikan tinggi ini hanyaorang-orang tertentu sajaataupendidikan ini memberikan keuntungan secara pribadiorang-orang yangmenikmatinya. Artinya, pendidikan dalam ha! ini merupakan barang privat, karena adanya pendidikan tinggi ini hanya menguntungkansegelintir orang saja atau keuntungan daripendidikan ini bersifatprivat bukankolektif. Akhirnya, pendidikan ini menghasilkan segelintir orang (para ekonom dan ahli hukum) yang akan meningkatkan standarhidupnyajauh lebih tinggi dibanding komunitas tempat merekaberasal. Haruskah pembayar pajakmembiayai pendidikantinggiyang menghasilkan standar hidup rata-rata yangjauh lebih tinggi? Seluruh pertanyaan-pertanyaan diakhir alinea tersebut,menunjukan dan mengilustrasikan sulitnya menarik garis pemisah antara keuntungan kolektif
40
11 Pajak donRetribusi Daerah
dan keuntungan pribadi. Dalam konteks negara-negara miskin atau miskin
kebijakan, biasanya pendidikan tinggi menyediakanjalanuntukmencapai gayakehidupan yanglebihistimewa, setelah selesai ataululuskemudian sarjana-sarjana tersebuthidjrah ke luar negerimencarikehidupan yang lebihlayakdibanding negaranya. Hidjrahnyasarjana-sarjana ini berarti hilangnya keuntungan-keuntungan kolektif dari pendidikan, karena masyarakat tidakdapatmenikmati layananjasapara lulusantersebut. Kedua, aplikasi logis dari suatu peraturan atau kewajaran umumsering mengakibatkan pembayar pajakharus membayar sesuatu yangmelebihi baikdari sisi kapasitas maupun sisi batasan logika pikiran sehat. Penampilan luardarisuatu rumah ataupemeliharaan daripada taman di depannya dapat dengan mudah dianggap sebagai keuntungan umumdaripada keuntungan pribadi. Kelancaran selokan pembuangan limbah rumah tangga dan pabrik, sering pula dianggap sebagai keuntunganumum daripada keuntungan pribadi. Ketiga, barang-barang pribadi sepertitransport untuk bekerjaatau perumahan yang memadai dapat dianggap sebagai kebutuhan dasar manusia. Apakah kesempatan untukmemperolehnya dibatasi hanya untuk orang-orang yang mampu membayarnya? Secara umum mekanisme pemerataan memungkinkan untuk membolehkan setiaporang kayadan miskin mempunyai kesempatan sama untuk membayar kebutuhankebutuhan pokok. Namun, karena sebagian besar negara-negara miskin mempunyai keterbatasan kapasitas administrasi dan ekonomi untuk mengoperasikan suatusistemjaminansosialnasional, maka subsidi dari pajakmungkin tidakdapat dihindarkan, misal kredit pajakatauiuran dana pensiun. Apakah mungkinsubsidi-subsidi tersebutdibatasi hanyauntuk masyarakat yang miskin atau hams diperluas untukmelayani kepentingan umum dalamjumlah yang besar(segi politik dan administratif). Keempat, pelayanan-pelayananjasa yang tidakdapatdikategorikan sebagai barang publik, tetapi karena alasan tertentu ataumempunyai tujuan tertentu makapelayanan tersebutharus dilakukan, Misalnya, pengguna ataupemanfaatan sumberdaya alam. Apalagi, sumberdaya alamyang dimanfaatkan tersebutmerupakansumberdayaalam yang langkamaka pemanfaatanya harus dilakukan secara disiplin. Pelayananpenggunaan atau
Kriteria Efektivitas RetribusiDaerahIJ
41
pemanfaatan lahan yang memiliki sumber daya alam tersebut, perlu di kelola secaradisiplin agar dampak dari pemanfaatan lahan tersebut tidak merusak sumber daya alam lainnya. Beberapa elemen berupa kelangkaan, keterbatasan, kedisiplinan, dan ketertiban, perlu diatur dengan pengenaan tertentu. Penggunaan retribusi sebagai alat pembebanan langsung tidak dapat dihindarkan, hal ini dimaksudkan untuk mengenakan disiplin kepada mereka yang menggunakannya. Retribusi memaksaorang untuk berhati-hati di dalam mengkonsumsi sumber-sumber yang langka atau mahal.
Terakhir, karena ada tekanan secara politik atau pertimbangan praktis (karena mudah dipungut), maka untuk menutup biaya-biaya pelayanan dilakukan melalui retribusi daripada melalui pajak. Babbab sebelumnya telahmembahas kesulitan untukmencapai perpajakan daerah yang pantas dan wajar, khususnya di negara-negara Dunia Ketiga. Ada suatu kecenderungan di negara-negara Dunia Ketiga berupa dorongan yang kuat untuk menggunakan retribusi sebagai alat untuk mengendalikan penduduk yang memperoleh fasilitas pelayanan pemerintah. Kadang-kadang mereka harus membayar retribusisetingkat lebihtinggi dari pajak yangdisyaratkan. Rendahnya keinginan bagi pengenaan pajak langsung di banyak negara miskin sarnasekali bertolak-belakang dengan tingginya proporsigolongan yang benar-benar rendahmengeluarkan pendapatannya untukuang sekolah, tagihan air minum dan pelayanan kesehatan. Lebih lanjut ada yang mempertanyakan (secara kontroversi) bahwa retribusi adalah benarbenar demokratis sebab ia memperkuat pemilihan yang diinginkan: penduduk dapat memilih kepada apa yang harus mereka bayar dan apa yang tidakperlu dibayar, dan bentuk daripadapengeluaranumum tersebut, setidak-tidaknya sebagian langsung merupakan pilihan mereka. Di dalam praktek, pungutan retribusi langsung atas konsumen biasanya dikenakan karena satu atau lebih dari pertimbanganpertimbanganberikut: (1) Apakahpelayanan tersebut merupakanbarang-barang publik atau privat, mungkin pelayanan tersebutdapatdisediakan kepadasetiap orang. Olehkarena itutidakwajaruntukmembebankan biaya-biaya
42
11 Pajak danRetribusi Daerah
tersebut kepada pembayar-pembayar pajak yang tidak mendapatkanjasa/barang tersebut. Hal ini merupakan salah satu alasan pembebasanretribusi bagi pengadaan air minum atau untuk pendidikan secara umum. (Alasan ini tidak dapat dilakukanjika suatu jasa dibiayai oleh pajak kekayaan, dan ketersediaan atau ketidaktersediaan jasa-jasa tersebut dipengaruhi oleh penilaiannya). (2) Suatujasa yangmelibatkan suatusumberdaya yanglangka atau maha1 dan perlunyadisiplinmasyarakatdalammengkon-sumsinya. Hal ini sering menjadi suatu alasan bagi pembebanan retribusi untuk menyediakan air minum(khususnya melalui sistem meteran). (3) Ada beberapajenis konsumsi yang dinikmati oleh individu bukan karena kebutuhan pokok sehingga lebih merupakan pilihan daripadakeperluan. Contohfasilitas rekreasi. (4) Jasa-jasa dapat digunakan untuk kegiatan-kegiatan mencari keuntungan disamping memuaskan kebutuhan-kebutuhan individu di dalam negeri. Sebagai contoh, air minum, listrik, pembuangan sarnpah, kantor pos, telepon seluruhnyadigunakansecara luas oleh industri. (Halinimungkin mengakibatkanpembebanan retribusi kepada seluruh konsumenatauhanya kepadasektorperdagangan dan industri). (5) Retribusi dapat mengetahui ataumenguji arahdan skala dari pennintaan masyarakatakanjasa, jika kebutuhanpokokataubentuk-bentuk dan standar-standar dari penyediaantidakdapatditentukan secarategas. Suatu kasus pada setiap pengeluaran Pemerintah, keinginan atau kemauan masyarakat untuk membayar langsung bagi pelayananpelayanan tersebut adalah suatupengujian yangpenting bagikeinginan masyarakatatasjasa pelayanantersebut. Tingkat Pengenaan Retribusi Secaragarisbesar ada beberapa tingkatanpengenaanretribusiyang digunakan olehPemerintah terhadap masyarakat, yaituretribusi atasjasajasa pelayanan umum atas pemakaian langsung (pelayanan secara keseluruhan), retribusi untukjasa-jasapelayananumumyangmembutuhkan tingkat pengembalian biaya langsung (direct cost) yang berbeda, dan
Kriteria Efektivitas Retribusi Daerah 11
43
retribusi berdasar kewenangan tertentu Pemerintah atas penerimaan retribusi tersebut. Hampirsecara keseluruhan jasa-jasa pelayanan ataspemakai langsung bersifat umum (universal). Jasa-jasapelayanan umum yang dikenakan retribusi atas pemakai langsung (baik dengan atau tanpa subsidi) antara lain : (1) Jasa pemenuhan kebutuhan airbersih untuk industri dapat dihitung melaluitingkatpenggunaan air yang dikonsumsi dan diukur dengan meteran kubik, melaluipengkategorianperusahaan industri dalam suatu tingkat tertentu (misal: besar, sedang dan kecil) berdasarkan penilaian kekayaan, melalui dasar jarak antara lokasi perusahaan dengan pipa penghubung utama, atau melalui penjualan dari pusat perusahaan air minum(pDAM). (2) Jasa angkutan umum setidak-tidaknya sebagian ditutup dari biaya tiket penumpang atau barang (meskipun ditentukan oleh besamya peningkatan subsididari penerimaan-penerimaan umum di negaranegaraBarat). (3) Jasa-jasapos dan telepon, umumnya dijualberdasarkan unit daripada jasa, meskipunpada kasustelepon ada pengecualian. Untuk biaya tetapnya(abodemen) tidakdidasarkankepadaunit tetapi didasarkan pada kategori atas nilaikekayaan pemakai. Abonemenuntuk rumah tangga lebihrendahdibandingkan untukusaha. (4) Gas dan listrik juga pada dasamya dikenakan pembayaran sesuai dengan besamya volume konsumsi, meskipun biaya-biaya per unit sering menurun apabila jumlah yang digunakan meningkat. (5) Penghuni perumahan Pemerintah hampir selalu membayar sewa (atau penghuni membeli secara cicilan) kecuali apabila perumahan gratis disediakan kepada para pegawai sebagai bagian daripada konsumsi pelayanan mereka. (6) Beberapa bentuk biaya masuk biasanya dikenakan atas penggunaanfasilitasfasilitas tertentu yangdimiliki Pemerintah Kota sepertimusium, monumen-monumen bersejarah, kolam renangdan fasilitas olahragalainnya, kebun binatang, benda-benda cagarbudaya, bioskop, meskipun tidakuntukseperti taman.
44
11 PajakdonRetribusi Daerah
Penyediaan jasa-jasa kepentingan umum seperti air bersih, gas, listrik dan telepon biasanya didasarkan pada biaya penyambungan awal, namun kadang-kadangjuga dasar pengenaan biaya bergantung pada penggunaan/konsumsinya. Pengenaan retribusi yang didasarkan pada pengembalian biaya langsung (direct cost) . Ada perbedaan mendasar pengenaan retribusi antara jasa-jasa pelayanan umum atas pemakaian langsung dengan jasa-jasa pelayanan umum pengembalian biaya langsung. Pengenaan retribusi yang didasarkan pada pengembalian biaya langsung (direct cost) biasanya digunakan untuk jasa-jasa umum yang penyelenggaraannya menjadi tugas atau kewenangannya berada di tangan Pemerintah, misalnya : 1. Pendidikan. Dewasa ini Pemerintah di banyak negara dalam sistem pendidikannya memberikan pembebasan uang sekolah untuk tingkat sekolah dasar, meskipun pengeluaran (biaya) tambahan seperti seragam sekolah, makan, buku-buku mungkin masihjuga ada. Hal ini merupakan suatu beban, khususnya bagi keluarga-keluarga miskin. Pungutan di sekolah dasar tetap masih ada terutama, jika jumlah kelas yang disediakan di sekolah tersebut lebih keeil dari jumlah anak sekolahnya, meskipun biasanya mendapat subsidi yang lebih tinggi. Sedangkan pada sekolah tingkat menengah berbeda, pungutan uang sekolah makin banyak. Pungutan uang sekolah ini merupakan bentuk lain dari retribusi langsung oleh Pemerintah. Semakin banyak retribusi yang dikenakan oleh Pemerintah terhadap pendidikan sekolah menengah menjadi tingkat biaya benar-benar tinggi, maka sering diimbangi dengan penyediaan yang lebih besar berupa potongan uang sekolah atau bea siswa untuk pelajar-pelajar yang miskin. Di dalam sekolah yang lebih tinggi, retribusi dimasukkan sekaligus dalam suatu peraturan sekolah, jadi betapa bervariasinya tingkat subsidi dan penyediaan bea siswa. Suatu alternatif konsep di dalam pendidikan yang lebih tinggi adalah membebankan biayabiaya pendidikan kepada siswa melalui sistem kredit pinjaman biaya pendidikan. Setiap siswa yang dibiayai dari kredit pinjaman
KriteriaEfektivitas RetribusiDaerah11
45
ini mempunyai suatu accountpinjaman atas nama siswa tersebut. Pinjaman ini akan dikembalikan oleh siswa tersebut jika yang bersangkutan telah bekerja atau siswa dikenakan angsuran utang pinjaman biaya pendidikan setelah yang bersangkutan mulai meniti kariernya. Namun demikian, kontribusi dari orangtua siswa masih sering dicari atau diperlukan untuk biaya pengadaan bangunan atau sarana sekolah melalui usaha gotong-royong orang tua siswa (masyarakat). 2.
3.
Jalan raya (OOn infrastruktur yang berkaitan). Pembangunandan pemeliharaanjaIan raya biasanyadibiayaidaripajak umum. Misalnya, pungutanpajak atas pemakian bahan bakar (bensin) untuk kendaraan dan pungutan pajak atas bobot kendaraan/alat berat yangmelewatijalan raya umum.Kadang-kadang hubunganantarapajak dengan penggunaannyadapat lebih spesifik, namun adajuga retribusi pemakaian tertentu atas jalan. Misalnya,jaIanutamadengan akses terbatas sering dioperasikansebagaijalan tal. Pembangunan perumahan tennasukjalan-jalandi lingkungan sekitarnya, saluran air, lampujalanan sering dikenakan retribusi kepada pemilik kavling yang tanahnya menghadap ke jalan atau pembayaranpembayaran pajak daerah. Biaya-biaya ini kemungkinanjuga dapat ditutup oleh pengembang (developer) dan pembeli pada saat melakukanpembuatanaktetransaksijual-beliproperty melaluipetugas PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) atau Notaris . Hal ini merupakan suatupraktekyang sudahbiasadilakukanolehpengembang pembangunan pertokoan atau perusahaan-perusahaan property perkotaan baru (new town corporation), atau melalui pengaturan kembalipertanahan. Biaya-biaya dari jalan-jalanpusat kota mungkindapat ditutup langsung melalui pungutan-pungutan parkir atau lisensi-lisensi daerah . Pemeliharaanjalan--jalan lokaldan untukpejalankakidi daerahpedesaan atau sekitarpertokoan dapat dibebankan kepada kewajiban kerja bakti atau beberapa keringanan keuangan. Pelayanan kesehatan. Pelayanankesehatansecara umum dapat dilihat dari 2 (dua) model. Model pertama, rumah sakit dan klinik-klinik
46
11 Pajak dim Retribusi Daerah
pemerintahan memberikan pelayanan dasar secara cuma-cuma sedangkan retribusi dikenakan untukpilihan akomodasi atau prioritas pengobatan untukkasus-kasus nonemergensi di rumah sakit; namun demikian pelayan dasarcuma-cuma yang lebihbesardapat dikaitkan dengan tingkat biaya pengobatan yangrendah, sedangkan biaya obatobatantergantung pada besarnya potonganyangditerapkan untuk anak-anak dan orangtuamiskin. Model kedua, retribusi dikenakan sebesar biaya seluruhnya (full cost charging) oleh rumah sakitrumah sakit dan klinik-klinik pemerintah baik dilakukan secara umumataupun secarapribadidenganmelalui suatusistem asuransi kesehatan nasional atau suatu sistem asuransi swasta, untuk menutup biaya-biaya pengobatan atau beberapa bentuk perlindungan biasanya diberikankepadagolonganberpenghasilan rendah . 4. Pengairan. Selama ini irigasisecaraumumbenar-benar digunakan untuk meningkatkan produktivitas tanah, cost recovery sering diterapkan sebagai pembenan retribusi. Metode pembebanannya dapat berbeda-beda. Retribusi air bersih biasanya dibebankan secara langsung. Sebaiknya biaya air bersihdapat dimasukkan kedalam suatu biayasewakeseluruhan, petani membayar biayairigasi atas tanahnya yang berada pada lokasiperkampunganyang beririgasi, pada saat panen. Eisajugapadasaatpanendilakukan pemasaran hasil tanaman yang terpusat, sehingga retribusi irigasi bisadipungut langsung pada saatitu; sistem gezira di Sudanmerupakan suatumodel irigasi yang telah lama didirikan. DiIndonesia, misalnya Subak sistem irigasi yang diterapkan diBali.Tidak seluruh negara mengenakan retribusi terhadap pengairan, akantetapi beberapanegaramempertimbangkan bahwa penilaian yangtinggi ataspajaktanahmerupakan suatu pembayaran tidak langsung. 5. Kesehatan lingkungan. Sebagai suatubarangumum (publicgoods) yang jelas , biaya pelayanan kesehatan masyarakat biasanya merupakan bebanpajak. Namundi siniadabeberapa pengecualian, pembuangan kotoran atau sampah biasanya dikenakan retribusi kepada mereka yang memerlukan pelayanannya, kadang-kadang dengan
Kriteria Efektivitas Retribusi DaerahIJ
47
bayaran tertentu (specific fees). Tetapi biasanya dalam hal rumahtangga adalahmelalui suatutarif yangberdasarkanpenilaian kekayaan. Pembuangan sampah atau pencemaran industri biasanya, dikenakan retribusi khusus sesuai dengan volume dan kekuatan pencemaran. Bilamana sarana kebersihan bersama disediakan, maka pemakai dapat diharapkan untuk menjaganya secara bersama-sama (collectively). 6. Pelayananpemadam kebakaran. Pengusaha persewaan pertokoan biasanya menggunakan retribusi atas penyewanya untuk penanganan kebakaran. Sebagai contoh, asrama di Ethiopia membeda-bedakan retribusi sesuai dengan jumlah jam kerja perorangan, air dan minyak yang digunakan. Pendekatan Pembebanan Retribusi
Dasar dari pembebanan retribusi adalah cost recovery. Pembebanan besarnya retribusi yang dikenakan terhadap suatu jasa layanan biasanyamelalui kebijakanyang diputuskanoleh Pemerintah Daerah. Kebijakan penentuan pembebanan besarnya retribusi ini dapat kurang atau lebih dari full cost -nya. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan pembebanan besarnya retribusi ini denganmelihat kontribusi penerimaan pelayanan tersebut(retribusi) terhadap penerimaan umum . Dalam merumuskan kebijakan pembebanan retribusi masalah utama yang perlu dipecahkan adalah mendefinisikandan mengkalkulasijUll cost dari pelayanan tersebut. Ada 3 (tiga) masalah yang perlu diperhatikan dalam menentukan dasar pembebananretribusi ini (Davey,1988), meliputi : Masalahpertama, adakah pengeluaran-pengeluaran yang dapat dihubungkan langsung sebagai biaya atas suatu pelayanan tertentu tersebut. Bagaimanakah memisahkan biayatersebutkedalam pelayananindividu dan pelayanan masyarakat umum? Ataubagaimana memisahkan antara biayapelayanan dengan biaya-biaya administrasi umumdari Pemerintah Daerah setempat? Misalnya dalam penetapan sewa pertokoan ataurumah toko(ruko) diperkotaan, biaya-biaya apasajayang perludiperhitungkan, dalam penetapan biaya sewa tersebut,haruslah termasukpengeluaran
48
11 PajakdanRetribusi poerah ., " ,
IJ
KriterioEfektivitas RetriblisiDaerah
pelayanan-pelayanan offsite (jalan-jalan lokal, saluran-saluran air, lampu layanan dan sebagainya), administrative overhead atau pelayanan masyarakat dan sosial di lingkungan masyarakat? Dalam hat' ini diperlukan adanya suatu account (rekening) yang meneatat ftt'll cost termasuk untuk memasukkan gaji pegawai administrasi khusus yangdisediakan untukpelayananjasa yang dikenakan retribusi tersebut, misalnya Dinas Pengelola Asset Daerah. Beberapa sistem cic coiJnting Pemerintah Daerah, dilaksanakan lebih lanjut pada satu tahapderigan mengalokasikan biaya-biaya dari seluruhstrukturutama; p~fa l ~walikota, bendaharawan dan mungkin sampai ke pelayanan dinas-dinas seeara keseluruhan. Suatu pendekatan moderat yaitu menghubungkan antara marginal cost dari administrasi pelayanan dengan perluasanpelayanan. Marginal cost yang dimaksudkanyaitu peningkatan overhead cost yang disebabkan adanya (khususnya) perluasaripelayanan. Layanan sarana umum dalam suatu lingkungan riiasyarakat perumahan mungkin dapat dianggap sebagai pelayanan umum yang disediakan oleh Pemerintah Daerah kepada penghuni perurnahan yang sekaligus pemilik. Jikademikian halnya, berarti tidakakan adapenilaian untuk memasukkan mereka didalam biaya-biaya perumahan. Kasus yang berbeda akan timbul jika pelayanan disediakan kepada lingkurigan perkotaan dengan standar dan karakter yang khusus (luar biasa), biasanya untuk perumahan mewah. Kemudian kegiatan usaha dapat dilakukanmenurut prinsip retribusi marginal cost, yaitu peningkatan pengeluaran Pemerintah yang diperoleh khususnya dari penyediaan pelayan. Pengenaan retribusi seearafull cost dari suatu parkirkendaraan dapatdianggap sebagai terlalumembebani penyediaan dan pengelolaan suatu daerah perparkiran termasuk penyediaanjalankeluarkejalur umum atau keluar daerah. Termasuk didalamnya seluruh sistem penanganan lalulintas danjalandi daerah sekitar perumahan tersebut. ~ Masalah kedua adalah apakah biaya-biaya dikalkulasikan sesuai dengan pengeluaran yang sebenarnya dari suatu unit pelayanan tertentu-atau-berdasarkan suatu rata-rata pelayanan bersama. Pada berb~gaitltingkat pelayanan biayanya relatif sama atau mungkin beroedagBiaya':'biaya'penyusutan modal akan berbeda dengan umuf
49
capitalassets karenainflasi danfluktuas] tingkat bungasetiappinjaman yang terkait. Lokasijuga mempengaruhi biaya. Air bersih dan listrik akan lebih mahal biayapenyediaannya ,ke daerah-daerah karena adanya biaya-biaya transmisi - panjangnya bagian-bagianpenting, pompa, tempat boeor, dan sebagainya. Kepadatan penduduk yang rendah mengkonsurnsi kurang daridaerah-daerah padat, tetapi biaya-biaya~etap daripenyediaannya tidakakan berfluktuasi secara proporsional. Suatu bis setengah kosong yang melayani suatu-daerahpenduduk jarang akan membiayai hampir samadengan biayasuatubisyangpenuhdi pusat kota, biaya penyusutan dan tenaga kerja mungkin hampir konstan dan konsurnsi tidak akan lebih rendah seeara proporsional. Jika pelayanan-pelayanan yang dapat dikenakan retribusi ciilihat sebagai suatu yang benar-benar private goods, dan retribusi sebagai suatu instrumen harga pasar, maka masing-masing unit pelayanari harus dikenakan retribusi sesuai dengan marginal cost-nya. Konsumen hanya disediakan suatu pelayanan jika ia siap untuk membayar biayayang sebenarnya dari penyediaan petayanantersebut. Hal ini mendorong penggunaan yang rasional dari suatu pelayanan dan lokasi pemukiman yang optimal dari suatu daerah. Bagi para commuter (orang yang pUlang-pergi setiap hari untuk bekerja) kaya memilih hidup tinggal di pelosok dengan memiliki tanah Iahan perkebunan yang luas dan jauh dari kota. Misalnya, tanah tersebut luasnya4 akre untuk memelihara kuda-kudamereka danjarak tempat tinggalnya berjarak 20 mil dari kota, mereka harus mampu menanggulangi biaya-biaya yang eukup besar dari penyediaan/ pemompaan air bersih, maka menurut pengamat pereneana kota pengenaan retribusi terhadap mereka mungkin mendorong mereka untuk tinggal di suatu daerah yang lebih layak , tanpa dibebani maeam-maeam pungutan (Davey, 1988). Alasan pengenaan retribusi,sebaiknya dibedakan berdasar kebutuhan dasar manusia. Jika biaya pelayanan tersebutuntuk memenuhi kebutuhandasar manusia, maka tidak seharusnya mereka tidak perlu dibebani biaya yang berlebih. Tetapi jika biaya suatu pelayanan bertambah karena permintaan mereka sehihgga' biaya
50
mPajakdonRetribusi Daerah KriteriaEfektivitas Retribusi D(wrahl l
pelayanan tersebut diatas biaya rata-rata maka kelebihan biaya pelayanan tersebut yang dikenai beban retribusi. Bukannya, mereka dikenai retribusi lebih tinggi sebagai bentuk sanksi hukum. Dalam keadaanyang demikian apabila pelayanan tersebut untuk memenuhi kebutuhandasar manusia, dia seharusnya tidak dihukumjika biayabiaya tersebut berada di atas rata-rata, khususnya bagi masyarakat miskin. Jika mereka yang miskin tinggal di pinggiran kota misalnya, hal itu mungkin disebabkan bahwa hal itulah yang mereka mampu, misalnyamerekaharus pindah dan lokasi pindahnyamengubah jarak dari tempat mereka bekerja maka berakibat akan menaikkan pengeluaranmereka. Tambahanbiaya sebagaikenaikanpengeluaran ini bagi mereka sangat penting. Oleh karena itu, seyogyanya beban mereka tidak dinaikkan lebihjauh lagi oleh retribusi di atas rata-rata unit cost untuk pelayanan-pelayanan pokok. Di dalam banyak kasus dan masalah ini sulit diselesaikan pemecahannya. Misalnya, jikasuatu masyarakat daerah tertentu penguasa pemerintahannya berganti. Pemerintah lamatelahmembangun sarana pengadaan air danpengelolaanya diserahkan kepada perusahaan daerah air minum. Pembangunan saranaair bersih tersebutdibiayai dariutang atau pinjamanjangka panjang (80 tahun), sampaipemerintahan yang menggantikannya utang tersebut belum lunas. Masalah yang dihadapi penguasa pemerintah barutersebut adalah biayapembangunan historis dan bebanbungayanghams dibayar olehpemerintah daerah, artinya beban bunga ini hamsdibebankan kepada masyarakat. Masyarakatpun tentunya jugatelah berganti generasi, sehingga generasi tertentu atau generasi masa kini yang hamsdibebani biaya dan beban bunga tersebut. Hal ini terjadi di Inggris di tahun1974, ketika Pemerintah Daerahmewarisi perusahaanperusahaan air minum baikyang dikelola perusahaandaerah maupun swasta makapembebanan retribusinya, benar-benar dibedakan sesuai dengan umur, dan sifat geografis sertateknis penyediaannya. Akan tetapi adadua pertanyaan yang mempengaruhi keseimbangan biaya pelayanan yang harus diputuskan antara biaya berdasar marginalcost dan biaya berdasar keseimbangan retribusi. Pertama, sampai sejauh manasuatu pelayanan (atau beberapa penyediaan minimumnya) memenuhi kebutuhan penting
51
manusia. Kedua, seberapa besar tingkatan di mana konsumenkonsumen individu memilih keadaan lokasi'tempat tinggal, khususnya lokasi yang mempengaruhi biaya pelayanan yang mereka gunakan. Kedua pertanyaan tersebut benar-benar bergantung pada tingkat pilihan konsumen, artinya sejauhmana penggunaan suatu pelayan dihitung berada pada tingkat di atas biaya rata-rata. Masalah ketiga di dalam perkiraan biaya adalah apakah biaya modal dimasukkan dan dengan dasar apa. Ada banyak contoh pelayananyangdiartikan sebagai bagiandari membiayai sendiri (self financing), tetapi hanya biaya-biaya pemeliharaan dan operasi dibebankan kepada konsumen. Biaya modal telah dipenuhi oleh penerimaan umum atau dari pinjaman-pinjaman yang sepenuhnya telah disalurkan. Banyak sistem sanitasi dan saluran air yang sudah berjalan lamajatuh kepadakategori ini, begitujuga kereta api bawah tanah di New York. Jelaslah bahwa tunggakan retribusi masih berlaku, hal ini akan termasuk di dalam biaya-biaya yang dapat dikenakan retribusi dari suatu pelayanan, kecuali jika hal itu memang sengaja disubsidi. Meskipun demikian tungakan-tunggakan retribusi ini mungkin berada di bawahtingkat hargapasarjika pinjaman bersifat lunakyaitumereka belum ditingkatkan pada segi komersial penuh. Namun demikian banyakpendapat-pendapat untukmemasukkan biaya modal di dalam perkiraan retribusi-retribusi meskipun pengadministrasian yang berwenang terhadap suatu pelayanan saat itu disalurkan kepada mereka atau tidak. Investasi modal dianggap mempunyai suam opportunitycost; hal tersebutmungkin digunakan pada beberapa bentuk pengeluaran Pemerintah yang lain atau tertinggal di dalam saku pembayaran pajak, berdasarkan haI ini investasi modal di dalam pelayanan tertentu hanya dapat diukur jika dia menghasilkan suaru rate of return yang sebanding dengan bentuk-bentuk alternatif penggunaan oIeh Pemerintah atau swasta. Keinginan masyarakat untuk membeli suatu jasa pada tingkat suatu retribusi adalah sebanding dengan kesediaannya untuk membeli barang atau jasa dari suatu operator komersiaI yang menggunakan jumlah yang sama. Hal ini
52
11 Pajakdan Retribusi Daerah
11
KriteriaEfektivitasRetribusiDaerah
sangat penting dalam pengujian kelangsungan hidup suatu pasar. Hal tersebutbahkandipertanyakanbahwa tes perbandingan ini hanya dapat sepenuhnya memenuhijika retribusi-retribusi termasukpajak yang sebanding dihadapkan kepada operator swasta. Sebaliknya, sia-sia untuk tidak mempertimbangkan biaya modal daripada kekayaan hanyakarena merekatelahsepenuhnya dipenuhi oleh badan Pemerintah. Mereka akan menggunakan waktuyang tepat, dan menanyakan penggantian pada tingkat biaya-biaya sekarang. Tidak membayar biaya-biaya modaladalahmelalaikan pengorbanan generasi sebelumnyadan yang akan datang. Dengan demikian retribusi harus memasukkan penyusutan daripada assetmodal padawaktu yang berlaku daripada nilai historisnya, yaitu biayauntukmemperoleh atau membentuk mereka sekarang. Marginal costpricing adalah suatu pendekatan lainnya. Marginal costpricing merupakan cara untuk membebankan seluruh konsumen pacta unitcostdaripemenuhan setiap penambahan permintaan; jika tambahan permintaan akan keperluan pengeluaran modal baru, unit cost yang bersangkutan akan tercermin di harga dari seluruh supply yang ada. Hargayangdemikian dianjurkanberdasarkan pertimbangan bahwa setiap konsumenharus dihadapkan dengan implikasifull cost dari peningkatan permintaan. Hal ini terutama didorong oleh hubungannya dengan kebutuhan seperti air dan listrik di mana peningkatan-peningkatan konsumsi tersebut dapat berasal dari keputusan-keputusan yang ada disamping potensi konsumen. Memasukkan penyediaan kebutuhan-kebutuhan modal masa mendatang melalui pembebanan penyusutan (depreciation charges), current cost accounting, marginal cost pricing, atau pendekatanpendekatan lain yang relatif sama, biasanya dilakukan secara hatihatididalam teori. Halyang perludiperhatikan dalam penggunaan prinsip tersebut dapatmenimbulkan peningkatan-peningkatan yangcukup besar didalam retribusi, ha! ini tentunya bertolak belakang dengan kebijaksanaan pengendalian inflasi. Diajugamendorong surplus uang yang besar, yang tidakmendorong pelayanan manajer-manajer dengan kaitannya dengan pengeluaran-pengeluaran yang efisien dan ekonomi. Kelebihan dana yang adaditangan gunamengatasi komitmen-komitmen modal yang akan datang
53
terlalu terbuka untuk dialihkan bagi menutup kerugian-kerugian di dalam pembiayaan pelayanan-pelayanan yang lain (misalnya danadanaair bersih danpembuangan sampah dioperasikan oleh Pemerintah daerah). Dengan demikian ada berbagai variasi di dalam pelaksanaan perkiraan biaya. Biaya-biaya yang dapat dibebankan mungkin hanya dapat menutup biaya-biaya operasi dan pemeliharaan. Bahkan mungkin hanyadapatmenutup biaya-biaya operasidan pemeliharaan. Jika termasuk amortisasi dari biaya-biaya modal dalam hal yang bersifat lunak, yaitu berupa pembebasan bunga atau pada tingkat bunga submarket dan mungkin dengan penundaan pembayaran kembali atau memperpanjang jangka waktu pinjaman. Mereka mungkin termasuk biaya-biaya modal pada tingkat bunga komersial penuh. Nilai asset-assetmodal dapat dibebankan, tidak berdasarkan pengeluaran pembayaran yang sekarang, tetapi berdasarkan penyusutan perhitunganumur, atau rateofretum komersial. Mereka dapat dinilai berdasar historis atau biaya yang berlaku, yaitu biaya yang sebenarnya pada saat perolehan atau harga pasarnya sekarang atau nilai gantinya sekarang. Mereka termasuk suatu elemen dari pertanggungjawaban pajak. Mereka dibebani marginal cost, yaitubiayabiayamodaI yang menyinggung seluruh unit atas tingkat supply yang berIaku. Beberapa diskripsi tersebut menggambarkan perubahan pola-pola pemikiran ekonomi, sikap-sikap ideologis sosialis atau sikap pemerintahan berorientasi kepada pasar dan padaakhirnya apayangmenjadi pendirian konsumen atau apa yang menjadi pemikiran para politisi tersebut didasarkan.
Pengenaan Retribusi di Bawah Full Cost Prinsip dasaruntukmengenakan retribusi biasanya didasarkan pada full costatas pelayanan-pelayanan yangdisediakan. Akantetapi adanya tingkat perbedaan pembiayaan pelayanan serta faktor sosial, politikdan kepentingan yang mempengaruhi, maka dalam menentukan dasar pembenanan retnbusi hams melalui kompromi. Halini dapat mengakibatkan retribusi dikenakan di bawah fuII-costnya dan kekurangannya
54
11 Pajakdan Retribusi Daerah
disubsidi dari penerimaan umum. Ada empat alasan utama mengapa hal ini terjadi. Pertama, timbul apabila suatu pelayanan pada dasarnya adalah merupakan suatu public good yang disediakan karena keuntungan kolektifnya, tetapisuaturetribusiharus dikenakanuntukmendisiplinkan pemakai. Pembebanan kemudian harus ditetapkan pada suatu tingkat kalkulasi untukmenghindari pemborosan tetapimemperkenankan tingkat konsumsi minimum yang utama oleh seluruh kelompok-kelompok pendapatan. Pembebanan resep kesehatan (dokter) untuk obat-obat generikdan nongenerik atautingkat saluran pipa air minummungkinjatuh pada kategori ini. Kedua, untuk subsidi terjadi apabila suatu pelayanan merupakan bagiandari swasta dan sebagianlagimerupakanbagiandari public good, di manahal ituterutamamemberikan keuntungan pada individu pemakai, tetapi konsumsinya perlu didorong bagi kepentingan tabungan atau keuntunganmasyarakat. Contoh yang paling menyolok adalahdi mana tarif kereta api atau bis disubsidi guna mendorong masyarakat untuk menggunakan angkutanumumdaripada angkutan swasta, sebagai alat untuk menurunkan kemacetan-kemacetan lalu-lintas dan pengeluaran biaya perawatan jalan. Ketiga, pelayanan di mana seluruhnya private good yang dapat disubsidijika hal ini merupakanpermintaanyang populer dan penguasa enggan menghadapi masyarakat denganfull costnya. Hal ini sering dilaksanakanbagipenyediaan fasilitas-fasilitas rekreasi misal taman rekreasi, pantai, kolam renang , gedung seniataugedung pertunjukkan. Halitudapat puladipertanyakan bahwadengan memiliki penduduk yangsehat atausuatu orkestra tingkattinggi, adalah merupakan keuntunganbersama (collectivebenefit). Misalnya, disediakan lapanganbowling (bowling greens) bukantempat mainbowling. Keempat, pelayanan yangsebenarnya merupakan private good tetapi mungkinperlu disubsidisebabhal itu dianggapsebagaisuatukebutuhan dasarmanusia dan kelompok-kelompok berpenghasilan rendah, serta tidak mungkin mengharapkan mereka untuk memenuhifull cost-nya atas pelayanan tersebut. Di dalam memberikan contoh-contoh perlu
IJ
KriteriaEfektivitas RetribusiDaerah
55
berhati-hati karena konsepsi daripada kebutuhan pokok adalah benarbenar subjektif dan relatif bagi standar kehidupan yang umum. Keharusan menurut undang-undang untuk menyediakan para tunawismadengan perumahan kota praja dengan sewa yang disubsidi dilihat sebagianmemenuhikebutuhan dasar di daerah; baik kewajiban maupun standar kebutuhandasar dapat dianggap sebagai yang realistis di banyak negara Dunia Ketiga. Bagi orang-orang tertentu, subsidi merupakan penyimpangan. Denganalasan, hal tersebutdapatmenyebabkaninefisiensi-baik karena penghamburan sumber-sumber bagipenyediaanyang bukan merupakan biayayang efektif, atau karenahal tersebutmemberikankepada seluruh konsumen apakahmerekaperlu disubsidiatau tidak. Oleh karena itu saran diajukan, pertama, pengurangan subsidi sebagian hanyadilaksanakan kepada kategori-kategori pemakai tertentu; group-groupberpanghasilan rendah, anak-anak, orang-orangtua dan sebagainya. Atau kedua, subsidi sebagiannya hanyadiberikan kepada tingkatkonsurnsi mimimum,di atas harga pasar harusdilakukan. Suplaiair minum 40 liter per hari pertama kepada seseorang harus dikenakan retribusi, misalnyadengan rate yang rendah di bawah biaya, konsumsi di atas level ini akan dikenakan tarif pada marginal cost penuh. Hal ini kenal oleh Bank Dunia sebagai the lifeline appoach. Tarif air bersih di Hongkong dan Tokyo misalnya didasarkan pada prinsip ini. Pelaksanaan salah satu dari approach tersebut diatas tergantung terutama pada kelayakan administrasi dan tekanan politis. Akan lebih mudah mengidentifikasi yang muda dan yang tua, jika setiap orang memiliki angka kelahiran akan lebih mudah mengidentifikasigolongan miskin apabila sebagian besar penduduk mempunyai pendapatan berupa gaji dan sebagian kecil dikualifikasikan berupa lain-lain. The lifeline alternative juga didasarkan pada kemampuan untuk mengukur kecukupan konsumsi. Di dalam kondisi-kondisi yang lain persyaratan-persyaratan untuk memberi subsidi lebihmudahuntuk ditentukan. Tekanan politis merupakan ha! yangpenting, sebab pengaruh golongan berpendapatan menengah dan tinggi sering mendominasi pengarahan daripada subsidi dan keuntungan-keuntungannya. Rumah-rumah yang
56
mPajakclan Retribusi Daerah
11 .
KriteriaEfektivitasRetribusiDaerah
disubsidi di negara-negara Dunia Ketigaseringbertambahpada kelaskelas menengah daripada yangmiskin, investasi angkutan mungkin lebih memihak pemilikkendaraan. Subsidi pendidikan tinggidalampraktek mungkin tersedia sebagian besar untuk anak-anak dari group-group berpenghasilan tinggi dan mungkin memperkuat politik mereka dan kekuasaan profesional.
Pengenaan Retribusi di Atas Full Cost Di dalambeberapahal retribusimungkin lebihdidasarkan padarecovering daripada full cost dari suatu pelayanan, yaitu dasar mencari keuntungan. Setidak-tidaknya ada tigakasus di manahal ini bisaterjadi. Pertama, dimanaretribusi dikenakan untuk tujuan-tujuan pengaturan yang melibatkan sedikitbiaya langsung. Licensingfees atau meteranparkir merupakan contoh. Kedua, retribusi mungkin dikenakan padatingkat di atasbiayaguna memperkuat pengaruh disiplinmereka ataskonsumsi. Retribusi telepon mungkin dibagi-bagisesuai dengan perhatian untuk tidak mendorong kemacetan padapuncak-puncakjam-jam siness. Parkingfees ataudaerah licensing fees mungkindikenakanpada tingkatpenghukuman, seperti di Singapura yang mengeluarkan kendaraan pribadi dari pusat kota.Akhimyasuatupelayananmungkinmempunyai permintaan yang cukup banyak dan penduduk ingin membayar tinggi untuk hal itu karena tingkat keperluannya atau popularitas dan keterbatasan suplainya. Hal ini mungkin dioperasikan khususnya di mana suatu pelayanan yang sama dikaitkan juga kepada penyediaan biaya perusahaan-perusahaan swasta. Retribusi di atas biaya dapat juga diukur dalam situasi yang demikian jika kelebihan penerimaan ditanamkan kembali kepada perluasanpelayanan sehingga suatu jumlah yang besar mempunyai jaluruntukitu. Suatu contoh yang baikuntuk ha! ini dikaitkan pada penyediaan rumah Pemerintah di banyak negaraDunia Ketiga dimana suplai yang tidak mencukupi menimbulkan pemerasan sewa di dalam sektor swasta, dan di mana para penghuni perumahan milik Pemerintah mungkinrelatifdianggapsebagai hak-hakistimewa. Akan
57
tetapi retribusi di atas biaya adalah analog dengan perpajakan. Timbulnya dan pemerataannya harus dipertimbangkan. Seksi-seksi mana di masyarakat yang membayar lebih dari suatu pelayanan, dan seksi-seksi yang mana menerima keuntungan dari kelebihan penerimaan? Retribusi parkir yang tinggi mungkin pantas bagi para pemilik mobilyang umumnyamerupakan golonganmasyarakat yang berpenghasilan tinggi. Mencari keuntungan di luar para pemakai bis melalui jawatan transportasi, lahan-Iahanpada stasiun bis, dan lainlain mungkin sebagian besar merupakan penghukuman golongan miskin.
Dasar Pengenaan Retribusi Untuk dapat menentukan dasar pengenaan retribusi atau objek retribusi terhadappotensi pendapatan daerah, maka perlu dilakukan penilaian terhadap potensipendapatan daerah tersebut. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar potensi pendapatan daerah yang dapat dikenai retribusi, yaitu: kecukupan dan elastisitas, keadilan, kemampuanadministrasi, kesepakatanpolitik dan penilaian retribusi oleh pemerintah daerah (Davey, 1988).
Kecukupan dan Elastisitas Tidakjauh dari kriteria pajak daerah, maka retribusi daerah harus memiliki kecukupan dan elatisitas. Artinya, retribusi harus responsifterhadap variabel-variabel yang mempengaruhinya, misalnya pertumbuhan penduduk dan pendapatan, selama ini umumnya dipengaruhi oleh pertumbuhan permintaan ataukonsumsi atassuatupelayanan. Akantetapiresponnya sangat bergantung kepada ketersediaan modal untuk memperluas pelayanan guna memenuhi pertumbuhan penduduk, khususnya di sektorsektorbesarperkotaan. Hal ini seringdikaitkan dengan penurunan skala ekonomi, sebagai contohsemakin tinggi biayapemompaan air semakin besar kebocoran yang terkaitdi dalamsuplai air kepadadaerah-daerah sekitar.
58
I1 Pajakdan Retribusi Daerah
Retribusi kadang cenderung tidak responsif terhadap inflasi, karena Pemerintah hampir selalu mendasarkan kepada tarif per unit pelayanan yang relatif tetap dan pengambilan keputusan untuk meningkatkan tarif sangat diperlukan apabila terjadi kenaikan biaya pelayanan, namun kadang sangat lamban. Peningkatan sewa tanah, pungutan air bersih, karcis bis kurang populer dan mereka sering jauh ketinggalan di belakang tingkat inflasi.
Keadilan Struktur tarif retribusi secara tradisional bersifat regresif. Artinya, semakin tinggi dasar pengenaan retribusinya semakin turun tarifnya. Hal ini terjadi karena ada 3 (tiga) alasan (Davey, 1988). Pertama, retribusi dikenakanterhadapbarang ataujasa konsurnsi,ha! ini dipengaruhilangsung oleh kebutuhan-kebutuhan dasar daripada tingkat pendapatan. Kedua, subsidi yang diberikan Pemerintah sering lebih dinikmati atau menguntungkangolongan-golongan orang yang berpendapatan menengah dan tinggi dibandingkan golongan orang miskin, contohnya subsidi untuk perumnas dan pendidikanmenengah lebih banyak dinikmatioleh golongan berpenghasilan menengah dan tinggi. Sedangkan, golongan miskin tidak mampu menikmati subsidi perumnas dan pendidikan menengah tersebut karena tidak terjangkau harganya . Ketiga, karena biaya modal dari instalasi kasus diselesaikan tanpa memperhatikan tingkat konsumsi dan benar-benar tidak berbeda menurut tingkat tersebut, banyak tarif didasarkan kepada suatu penurunan unit cost, yaitu semakin banyak air atau listrik yang digunakan semakin murah mendapatkannya. Hal ini lebih memihak kepentingan-kepentingan industrialis-industrialis besar atas biaya perusahaan-perusahaan kecil, rumah-rumah tangga dengan dua kamar mandi, penyiraman rumput, dan pembersih kendaraan Marcedes atas biaya keluarga-keluarga miskin dengan satu keran (dengan satu arah). Satu kegiatan kemunduran lain adalah biaya penyambungan awal pada air minum dan listrik, penurunan dalam hal bahwa kebutuhan suatu pembayaran yang tetap bagi instalasi awal sering menjaga
IJ
KriteriaEfektivitas RetribusiDaerah
59
rumah-rumah tangga miskin dari perolehan suatu pelayanan secara menyeluruh. Retribusi biasanya tidak dipandang sebagai suatu alat pemeratan. la merupakan suatu alat yang tidak efisien untuk tujuan ini tepatnya karena konsumsi tidak berhubungan proporsional dengan pendapatan. Akan tetapi ada suatu pertumbuhan untuk mengekang tendensi penurunannya, dan bahkan menggunakannya sebagai suatu mekanisme retribusi yang positif. Dalam hal ini ada dua alasan. Pertama, adalah efek dimana kejadian penurunan mungkin terjadi pada kesempatan-kesempatan golongan miskin untuk dapat dibebani pelayanan-pelayanan tersebut sebagai kebutuhan pokok. Kedua, adalah kegagalan sistem perpajakan di banyak negara untuk menggeser resources dari golongan kaya kepada golongan miskin, jika retribusi lebih mudah untuk dipastikan daripada pajak sebagai suatu peralatan umum untuk membiayai pengeluaran Pemerintah, hal ini dapat diperluas kepada keperluan-keperluan mereka di dalam pemerataan. Ada bermacam-macam metode di mana retribusi dapat dibuat kurang regresif atau retributif secara positif. Pertama adalah penyebaran dasar pengenaan retribusi-retribusi atas nilai-nilai kekayaan; air minum dan kebersihan sering dikenakan biaya (diberi harga) atas dasar ini, dan bahkan telepon di Kolombia. Pemerataan kedua adalah penggunaan tarif-tarif yang berbeda dengan tarif yang lebih tinggi atas kelas-kelas pemakai tertentu biasanya sektor komersial dan industri, hal ni tentunya suatu peralatan yang dapat dipertanyakan jika kejadiannya jatuh kepada konsumen daripada pemilih usaha. Ketiga, adalah tarif progresif yang dikenakan meningkatkan harga per unit apabila konsumsi meningkat. Keempat, adalah alat pengetes, dengan menurunkan tarifatau pengecualian orang-orangtua dan golongan miskin (jarang merupakan suatu proses yang mundur untuk diadministrasikan). Pola pengeluaran air minum yang dibiayai oleh Bank Dunia ciri utamanya adalah dengan subsidi silang (cross- subsidization), progresif tarif atas konsumen-konsumen domestik yang besar atau
60
mPajakdanRetribusi Daerah
komersial, menurunkan atau membatasi retribusi pada pengeluaran bagi saluran-saluran umum dan rumah-rumah tangga yang hanya mengkonsumsi dalam jumlah yang relatif kecil . Akan tetapi hal ini masih sedang dipertanyakan, dengan pertimbangan bahwa konsumsi air minum yang tinggi mungkin dapat menggambarkan bentuk rumah tangga lebih daripada kaya dan keluarga besar tersebut atau tempat tinggal gabungan (shared dwelling) adalah merupakan hak istimewa golongan miskin . Pola perumahan cross-subsidi yang adalah suatu objek peningkatan percobaan pembebanan sewa atau pembelian oleh penghuni atas rumah-rumah yang besar atau komersial, merupakan alasan-alasan pemberian subsidi bagi penyediaan tempat-tempat atau unit-unit yang dilangkapi dengan pelayanan. Pertolongan atas beban biaya-biaya penggabungan awal termasuk menjarakkan mereka atas beberapa tahun melalui pertolongan dengan mengangsur biaya-biaya konsumsi secara teratur.
Kemampuan Administrasi Secara teoritis retribusi mudah untuk ditaksir dan dipungut. Mereka mudah ditaksir karena pertanggungjawaban didasarkan atas tingkat konsumsi yang dapat diukur, mudah dipungut sebab penduduk hanya mendapatkan apa yang mereka bayar. Jika sewa tidak dapat dibayar, penghuni dikeluarkan; air minum, listrik, atau telepon diputuskan apabila tagihan (bill) tidak dibayar; penduduk hanya dapat memasuki kolam renang atau bioskop melalui pintu putar. Dalam praktek, ada tiga set kesulitan-kesulitan. Pertama adalah masalah teknis, masalah pengontrolan pembayaran air minum ilegal dan pelewatan meteran sebagai contoh, atau pemungutan sewa dari suatu bis yang padat dengan penumpang. Kedua, adalah menyangkut keinginan politik untuk mengenakan sanksi. Pengusiran jarang memenangkan pemilihan (vote) dan dihina media massa; politikus mungkin menghalangi atau campur tang an untuk menghentikan pemutusan suplai air minum atau listrik bagi pendukung-pendukung
KriteriaEfektivitas RetribusiDaerah
IJ
61
mereka. Masalah ketiga adalah integritas. Pertanggungjawaban pajak adalah tetap, tetapi hal itu bagi retribusi berubah-ubah sesuai konsumsi; adalah sulit untuk mencek apa yang harus sudah diterima oleh pemungut. Mencantumkan pembe banan sa nksi adal ah p en t ing mengefisiensikan administrasi retribusi. Beberapa peralatan lain sudah biasa digunakan. Pertama, adalah memperkirakan pendapatan apa yang harus diterima dan kemudian menggunakan target penerimaan atas para pemungut. Bahkan crew bis kota di Jakarta diharapkan untuk bergerak di dalam suatu target pungutan sewa per rute per hari. Praktek kedua adalah mensubkontrakkan retribusi kepada pemungut-pemungut komersial yang menawarkan penerimaan yang bulat (lump-sun revenue) secara kompetitif; hal ini adalah analog terhadap perpajakan petani. Salah satu di antara metode di atas menstabiIisasi penerimaan tetapi dapat mengeksploitasi konsumen. Subkontraktor menjadi monopoli suplai dan sering dapat membuat pemerasan keuntungan, penjualan air langsung dari pipa pending (standpipe waterselling) merupakan suatu kasus yang menonjol di beberapa negara. Praktek yang ketiga adalah meminta group-group lingkungan kecil untuk memungut retribusi dan membayarkannya ber sama-sama kepada pihak pemberi pelayanan. Hal ini telah diterapkan pada retribusi-retribusi air minum dan bidang tanah (kapling) di daerahdaerah penghunian liar yang telah di-up-grade di Lusaka (Devey: 1988); pembayaran yang tepat diberikan potongan dalam bentuk beberapa peningkatan prasarana-prasarana umum.
Kesepakatan Politis Retribusi untuk penyediaan air minum, khususnya di daerahdaerah pedesaan, dapat menimbulkan permusuhan mengingat bahwa air adalah lebih merupakan pemberian Tuhan atau alam daripada Pemerintah. Akan tetapi sebagian besar retribusi pada prinsipnya dapat diterima. Sepanjang mereka langsung dikaitkan kepada suatu
62
11 PajakdanRetribusi Daerah
-
lJi..._., lo
63
.~
pelayanan dan konsumsi tertentu termasuk elemen pemilihan, retribusi dapat dimengerti dan sesuai dengan keinginan yang layak . Namun demikian tingkat atau besarnya retribusi lebih sensitif secara politik. Sebagian besar retribusi harus dibayar dari kantong ; banyak berkaitan dengan kepada siapa dianggap sebagai kebutuhan sehari-har i- pendidikan, traspor, air minum, perumahan dan sebagainya. Peningkatan-peningkatan memerlukan keputusankeputusan politik tertentu dan kurang populer. Selanjutnya kebutuhan untuk menaikkan retribusi Iambat-laun akan menimbulkan inflasiin flasi apabila Pemerintah ber ad a dal am tekanan untuk tidak menaikkan harga-harga mereka sendiri. Badan-badan perwakilan rakyat bahkan sering kurang berkeinginan meningkatkan harga karcis bis , sewa rumah,atau tarif air minum dan pada peningkatan pajak . Akan tetapi sebagai contoh tarifbis di Kairo adalah tetap, dan masih berlaku /beroperasi pada tahun 1978. Sebagai akibat dari kegagalan untuk menaikkan retribusi melalui kelambanan politis, pelayanan akan menurunkanatauperlu meningkatkan subsidi. Tetapi pelayanan di Kalkuta telah menjadi semakin bertambah tidak dipercaya dengan ketidaksanggupannya untuk mengganti kendaraan-kendaraan yang sudah lesu/tua. Kerugian pada keuangan penyaluran air minum di Karachi menutupnya dari penerimaan penjualan di muka atas tanah telah semakin bertambah. Kemungkinan lain, peningkatan retribusi karena peningkatan biaya mungkin dapat mengakibatkan penurunan konsums i. Selama biaya-biaya modal dan overhead dapat konstan, peningkatan ini pada gilirannya akan meningkatkan biaya-biaya per unit. Lingkaran setan dari penurunan penggunaan dan peningkatan retribusi diciptakan. Akhirnya, hubungan langsung antara konsumsi dan retribusi tidak selalu merupakan suatu keuntungan politis. Masyarakat dapat membuat perbandingan-perbandingan individu antara pelayanan yang mereka ter ima dan jumlah yang mereka bayar untuk itu. Ketidakpuasan yang demikian mungkin meningkatkan efisiensi, dia juga dapat kurang memacu bilamana dia didasarkan atas kesalahan konsepsi dari penyediaan .biaya yang sebenarnya.
Penilaian Retribusi oleh Pemerintah Daerah Pembahasan kriteria penilaian retribusi yang telah diuraikan di atas, belum memfokuskan pembahasan penilaian retribusi oleh Pemerintah Daerah. Sebenarnya banyak pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah bersifat pembayaran retribusi langsung. Selama ini, hanyalah perbedaan kecil antara praktek (pengalaman) penanganan administrasi retribusi oleh Pemerintah Pusat atau BUMN denga n Pemerintah Daerah. Tidak ada masalah khus us ya ng dapat dikait kan dengan penanganan administrasi retribusi oleh Pemerintah Daerah, kecuali tarif retribusi. Hanya saja, perbedaan antar daerah atas tarif retribusi dapat menimbulkan keadaan politik yang kurang menggembirakan , tetapi secara administrasi biasanya tidak ada masalah. Namun , jika bentuk pelayanan yang memuaskan dapat dirasakan langsu ng oleh pembayarnya atau penerima pelayanan tersebut. Kenaikan tarif retribusi biasanya akan menimbulkan reaksi masyarakat. Kenaikan tarif retribusi dimungk inkan j ika memang kenaikan tari f itu berdampak akan lebih meningkatkan pelayanan Pemerintah Daerah terhadap masyarakatnya. Di sisi lain juga akan meningkatkan kualitas pelayanan. Permasalahan internal dalam institusi Pemerintah Daerah yang tidak efisien dan program tidak tepat sasaran sebenarnya yang harus dipecahkan terlebih dahulu sebelum menaikkan tarif retribusi tersebut. Jika hal ini bisa dilakukan dan evaluasi terhadap biaya pelayanan dapat diketahui secara past i akan mengurangi keenggan masyarakat untuk tidak menerima kenaikan tarif tersebut, sehingga menumbuhkan kerelaan untuk membayarnya. Kedekatan relatif antara badan-badan perwakilan daerah dengan orang-orang yang berhak memilih mungkin mempertajam keengganan mereka untuk menerima kenaikan tarif. Dalam melaksanakankenaikantari f retribusi ini perlu diperhatikan atau dibedakan antara retribusi berupa pelayanan dengan retribusi yang merupakan pengaturan atau perijinan. Banyak retribusi yang bersifat relatif sensitif ; penerimaan dari retribusi tersebut mungkin
64
11 Pajakdim Retribusi Daerah
jauh di bawah tingkat biaya yang dibutuhkan untuk mengoperasikan pelayanan tersebut secara efektif, khususnya pada saat inflasi. Hal ini terjadi, karena keengganan politik untuk meningkatkan tarif atau mengenakan sanksi. Keterkaitan antara tarif retribusi sebagai bentuk biaya pelayanan dengan pelayanan yang diterima sebagai bentuk konsumsi yang bersifat langsung ini, sehingga dapat dengan mudah diketahui unit-unit penyelenggara yang terlibat atau harus bertanggungjawab. Untuk retribusi berupa perijinan atau pengaturan, hubungan khusus antara konsumsi dan biaya serta sifat langsung dari pembayarannya, tidak dapat disamakan dengan retribusi pelayanan meskipun keadaan hubungan tersebut dapat dengan mudah diketahui institusi-institusi Pemerintah Daerah terlibat dan bertanggungjawab atas keluarnya perijinan tersebut. Namun, konsekuensinya dapat merusak kelangsungan hidup suatu pelayanan yang dapat dikenakan retribusi. Karena akan terjadi cenderung unit-unit hanya sekedar menerima pembayaran retribusi perijinan tanpa memperhatikan sasaran pemberian perijinan tersebut, contoh kasus 1MB (Ijin Mendirikan Bangunan). 1MB cepat terbit jika pembayar mau membaya r dengan jumlah yang tinggi, tanpa ditinjau lokasi tempat bangunan itu berdiri. Akibatnya, banyak lahan produktif pertanian beralih fungsi menjadi pemukiman. Tingginya tarif retribusi perijinan atau untuk pengaturan ini, memang bukan sekedar untuk memperoleh sumber penerimaan daerah , tetapi yang lebih penting adalah sebagai alat untuk mengatu r dan menata tata kehidupan masyarakat di daerah tersebut. Tarif retribusi per ijinan yang tinggi dimaksudkan untuk mengurangi minat agar masyarakat tidak sewenang-wenang dalam menggunakan potensi daerah hanya untuk hal-hal yang kepentingan praktis belaka. Demikian pula, Pemerintah Daerah perlu menilai sasaran pengenaan retribusi tersebut dan memiliki komitmen terhadap kebijakan publiknya sehingga tidak merugikan kepentingan jangka panjang masyarakat daerahnya. ~
&!s
~
SISTEM PERPAJAKAN DAERAH
B
ab ini akan membicarakan tentang sistem perpajakan daerah yang berlaku di Indonesia. Bab ini akan diawali dengan pembahasan mengenai .pengertian umum tentang masalah perpajakan dan cara pendekatan dalam mengatasi permasalahan tersebut. Bagian kedua, akan membahas tentang sistem perpajakan daerah yang meliputi kebijakan perpajakan, undang-undang perpajakan dan administrasi perpajakan. Bagian ketiga, membahas tentang iklim perpajakan yaitu keadaan yang mendukung keberhasilan pemungutan pajak .
PENGERTIAN PERPAJAKAN Perpajakan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan sistem dan permasalahan pelaksanaan pajak-pajak.Masalah perpajakan dapat ditinjau dari berbagai perspektif yaitu hukum, politik, sosial, ekonomi, administrasi dan akuntansi. Namun, di banyak negara pada dasarnya perspektif yang digunakan untuk melihat masalah perpajakan ada 2 (dua) yaitu perspektif hukum dan perspektif ekonomi. .
66
Sistem Perpajakan Daerah
~ Pajakdim Retribusi Daerah
Perspektif Hukum Karena masalah perpajakan merupakan public affairs maka diperlukan proses politik untuk dapat memecahkannya. Oleh karena itu, agar produk dari hasil proses politik tersebut memiliki kekuatan formal (legal) maka perlu ditetapkan dalam bentuk aturan hukum, sehingga pendekatan masalah perpajakan yang diperlukan adalah dari perspektif hukum. Perspektif ini juga sering disebut dengan aspek legalitas. Perspektif Ekonomi Fungsi utama dari pajak adalah fungsi budgeter, artinya sebagai sumber pembiayaan daerah atau sumber keuangan daerah, maka diperlukan pula pendekatan yang mengakomodasi tentang potensi sumber keuangan daerah yaitu perspektif ekonomi. Dengan perspektif ekonomi ini dapat dilihat kemampuan daerah dalam membiayai dirinya dan berapa jumlah pajak yang harus dibebankan kepada masyarakat di daerah. Perspektif ini sering disebut pendekatan aspek keuangan daerah.
SISTEM PERPAJAKAN DAERAH Sistem perpajakan (tax system) adalah pola pelaksanaan perpajakan yang terkoordinasi secara serasi meliputi tax policy, tax law dan tax administration. Ketiga faktor tersebut saling terkait satu dengan lainnya. Untuk mewujudkan sistem perpajakan daerah yang baik dan sehat, maka ketiga faktor tersebut harus berjalan secara seimbang dan harmonis (sinergis). Sehingga dalam pelaksanaannya dapat menunjang penerimaan daerah. Di sisi lain, usaha pelaksanaan sistem perpajakan daerah yang baik dan sehat dapat melalui sistem perpajakan yang sederhana, mudah dan jelas, intensifikasi pemungutan pajak, pemeliharaan aparat pajak yang jujur dan bersih dan pening!\atan kualitas kemampuan aparat pajak.
11
67
KEBUAKAN PERPAJAKAN Istilah fiskal berasal dari bahasa Latin 'fiscalis' dan fiscalis itu sendiri berasal dari kata bendafiscus (Perancis,'fisc') yang berarti keranjang uang. Dalam perkembangannya diartikan sebagai kas negara.: Dalam konteks ini diartikan sebagai kas daerah. Perkembangan selanjutnya kata fiscus sering dikaitkan dengan perpajakan yang memiliki arti berbeda; yaitu diartikan pihak yang memungut pajak dalam hal ini pemerintah daerah. Sehingga timbul persepsi di masyarakat bahwa kebijakan fiskal (fiscal policy) disamakan dengan kebijakan pajak (tax policy), padahal jelas kedua kata tersebut memiliki arti yang sangat berbeda.
Fiscal Policy Vs Tax Policy Menurut John F.Due (Due, 1984) dalam bukunya Government Finance: Economic Of The Public Sector mengemukakan Fiscal Policy adalah kebijakan tentang penyesuaian antara pendapatan dan pengeluaran pemerintah agar tercapai stabilitas ekonomi dan laju pertumbuhan ekonomi yang dikehendaki. Lebih lanjut ia mengemukakanbahwa kebijakan fiskal mempunyai tujuan yang sama dengan kebijakan moneter atau kebijakan kredit. Faktor yang menyamakan kebijakan fiskal dengan kebijakan moneter ini karena sasaran kedua kebijakan tersebut berusaha untuk mencapai tujuannya dengan mengubah posisi cadangan bank komersial. Baik kebijakan fiskal maupun kebijakan moneter, keduanya saling melengkapi atau dikoordinasikan untuk digunakan mencapai tujuan-tujuan yang dikehendaki. Ada tiga tujuan utama kebijakan fiskal yaitu: 1. Laju pertumbuhan ekonomi 2. Memelihara kestabilan harga yang wajar 3. Meningkatkan laju pertumbuhan potensial tanpa mengganggu tercapai tujuan-tujuan lainnya. Dengan demikian, kebijakan fiskal dapat diartikan sebagai berbagai upaya atau tindakan pemerintah untuk melakukan penyesuaian antara penerimaan dan pengeluaran pemerintah untuk
68
11 PajakdunRetribusi Daerah
Sistem Perpajakan Daerah IJ
mencapai stabilitas ekonomi, laju pertumbuhan ekonomi yang mantap dan keberhasilan pembangunan. Tax Policy adalah kebijakan mengenai perubahan sistem -perpaj akan yang berlaku sesuai dengan perkembangan, tujuan ekonomi, politik dan sosial pemerintah . Dari pengertian tax policy ini, maka dapat dikatakan bahwafiscalpolicy lebih luas dibandingkan dengan tax policy. Tax policy hanyalah merupakan bagian darifiscalpolicy, misalnya tax reform yang dilakukan tahun 1983. Adanya taxreform ini pemerintah mengharapkan terjadi peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak, dalam rangka untuk mencapai kemandirian pembiayaan dan pembangunan negara dan bangsa ini. Dalam konteks pajak daerah yaitu juga terjadi tax reform yang ditandai dengan dikeluarkannya VV No .18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Selama ini ketentuan pajak daerah dan retribusi daerah menggunakan VV Darurat (Drt) No. 11 Tahun 1957 untuk Pajak Daerah dan VV Darurat (Drt) No. 12 Tahun 1957 untuk Retribusi Daerah. Selama kurun waktu 19571997 berarti selama 40 tahun, pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah menggunakan undang-undang darurat yang sudah tidak up to date lagi. Tidak dapat dipungkiri lagi, akibatnya pajak daerah dan retribusi daerah Indonesia sangat ketinggalan jauh dibandingkan dengan pajak daerah di negara-negara tetangga. Selain itu, juga selama ini pajak daerah dan retribusi daerah ini banyak menimbulkan persoalan tersendiri (lihat tulisan Anne Both, 1986, Central Government andLocalDevelopment in Indonesia). Adanya VV Otonomi Daerah yaitu VV No.22 Tahun 2000 dan VV No.25 Tahun 2000, semakin membuat tantangan pajak daerah dan retribusi daerah menjadi semakin berat, sehingga perlu kebijakan pajak di tingkat daerah yang tepat. Di sisi lain kualitas sumber daya manusia (SDM) Pemerintah Daerah masih belum memadai.
Tax Reform ~.'
,
Tax Reform pajak daerah merupakan bagian dari tax reform .'0." ;. .,,.
. • .
.,
secara nasional, terjadi pada tahun 1983. Karena pada tahun 1983
69
ini terjadi perubahan yang sangat mendasar dari sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia, dari official assessment system (berlaku sampai dengan tahun 1983) diubah menjadi self assessment system (diberlakukan mulai tahun 1984). Tujuan utama tax reform adalah untuk meningkatkan penerimaan pajak dari sektor, pajak untuk menegakkan kemandiran dalam membiayai pembangunan nasional. Upaya kebijakan pajak yang ditempuh antara lain : . a . Penyerderhanaan struktur perpajakan meliputi jenis, tarif dan tatacara pembayaran. b. Pemerataan pengenaan dan pembebanan pajak yang makin adil dan wajar . c. Mengusahakan adanya kepastian hukum baik bagi wajib pajak maupun fiskus . d . Pembenahan aparatur perpajakan baik prosedur, tatakerja, disiplin, penyelundupan maupun penyalahgunaan wewenang. Tindak Ianjut tax reform untuk pajak daerah terjadi di tahun 1997, yaitu ditandai dengan dikeluarkan VV No . 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Selama ini (1957-1997) ketentuan pajak daerah dan retribusi daerah menggunakan VV Darurat (Drt) No . 11 Tahun 1957 untuk Pajak Daerah dan VV Darurat (Drt) No. 12 Tahun 1957 untuk Retribusi Daerah. Adanya VV pajak daerah dan retribusi daerah yang baru ini diharapkan bisa terjadi peningkatan dan pengadministrasian penerimaan asli daerah yang lebih baik dari tahun-tahun terdahulu.
HUKUMPAJAK Hukum pajak memuat hukum tata negara, hukum administrasi dan hukum pidana dengan acara pidananya. Karena memuat hukum tata negara yang mengatur hubungan antara penguasa dan warganya maka sering hukum pajak dianggap sebagai bagian dari hukum publik. Di sisi lain , sering juga disebut merupakan bagian dari hukum administrasi karena dalam hukum pajak peradilan administratif diatur dengan sangat rapi. Namun, ada juga yang menolak bila hukum pajak dimasukkan bagian dari hukum administrasi.
70
11 Pajakdan Retribusi Daerah
Karena hukum pajak memiliki tujuan yang berbeda dengan hukum administrasi pada umumnya yaitu sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian. Lagi pula hukum pajak memiliki terminologi tersendiri . Hukum pajak biasanya diartikan sebagai suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagaifiskus dengan rakyat sebagai pembayar pajak. Produk hukum pajak berupa Undang-undang, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah, dan Keputusan Kepala Daerah. Adapun isi dari hukum pajak daerah meliputi Subjek Pajak, Objek Pajak, Kewajiban Wajib Pajak kepada Pemerintah, Timbulnya dan Hapusnya Utang Pajak, Tatacara penagihan pajak, Tatacara pengajuan keberatan dan banding, dan Pelanggaran dan Peradilan Pajak. Secara umum hukum pajak dibagi menjadi 2 (dua) yaitu: a. Hukum Pajak Materiil, berisi subjek pajak, objek pajak, dan aturan-aturan hubungan hukum antara pemerintah dengan wajib pajak. b. Hukum Pajak Formil, berisi tatacara penetapan utang pajak, pengawasan terhadap timbulnya utang pajak, kewajiban wajib pajak.
Undang-Undang Perpajakan Daerah Sampai akhir tahun 1997, pungutan pajak dan retribusi daerah masih menggunakan UU Pajak UU Pajak Daerah No. 11 Darurat (Drt) 1957 dan UU Retribusi Daerah No. 12 Darurat (Drt) tahun 1957, untuk menyempurnakan UU Pajak Daerah No . 11 Darurat (Drt) 1957 dan UU Retribusi Daerah No .12 Darurat (Drt) tahun 1957 ini, maka Pemerintah menyusun UU Pajak dan Retribusi Daerah, yaitu: a. UU No. 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah b. UU No. 34 tahun 2000 yaituPerubahan UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Sisrem Perpajakan Daerah
11
71
ADMINISTRASI PAJAK Adanya pembaharuan sistem perpajakan daerah yang lebih sederhana, diharapkan administrasi perpajakan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana dan mudah dipahami baik oleh masyarakat maupun aparat pajak daerah. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebenarnyakeberhasilan dalam penerimaan pajak daerah sangat ditunjang oleh pelaksanaan administrasi perpajakan daerah yang baik dan efektif. Pelayanan Satu Atap merupakan salah satu alternatif dan contoh pelaksanaan administrasi keuangan daerah yang efektif dan efisien. Hal ini juga sangat diperlukan dalam pengadministrasian pajak daerah, sehingga ada kata kiasan bahwa administrasi perpajakan kunci keberhasilan dari kebijakan perpajakan. Selain pelaksanaan administrasi perpajakan yang baik dan efektif, juga masalah produktivitas administrasi perpajakannya. Produktivitas Administrasi Perpajakan dipengaruhi oleh: a . Materi UU Perpajakan dan Peraturan-peraturan lainnya b. Wadah Organisasi instansi Perpajakan dan perlengkapan penunjangnya c. Ketrampilan, kejujuran dan pengabdian aparatur perpajakan d . Kesadaran dan Pengertian WP terhadap UU dan Peraturan Perpajakan yang berlaku e. Lingkungan, kondisi sosial-politik yang ada Dengan demikian, pengelolaan pajak daerah akan baik jika pengadministrasian pemungutan pajak daerahjuga baik. Untuk dapat mencapai kondisi yang demikian, maka ada dua faktor yang perlu dilakukan yaitu iklim pajak yang baik dan penataan organisasi perpajakan yang memadai.
IKLIM: PERPAJAKAN Untuk mencapai keberhasilan penyelenggaraaan administrasi perpajakan, dapat diusahakan melalui iklim perpajakan yang meliputi terciptanya iklim perpajakan yang baik dalam masyarakat dan tata organisasi perpajakan yang memadai.
72
11 Pajakdon Retribusi Daerah
Tercipta lkIim Pajak yang baik Iklim perpajakan adalah keadaan yang berada diantara tax-payer resistance dan tax-payer compliance. Tax-payer resistance adalah keengganan sikap wajib pajak untuk membayar pajak, sedangkan tax-payer compliance adalah kesadaran sikap wajib pajak untuk membayar pajak. Iklim perpajakan yang baik tercipta jika suatu keadaan tax-payer resistance dapat berubah menjadi tax-payer compliance. Artinya, derajat kepatuhan masyarakat untuk membayar pajak menjadi semakin tinggi. Di sinilah peran penting aparat pajak dalam mendorong iklim perpajakan ke arah kondisi yang baik. Oleh karena itu diperlukan strategi di bidang perpajakan yang diarahkan untuk mengubah .masyarakat meliputi: a. pola pikir (thougth patterns) b. kebiasaan (habits) c. emosi (emotions) Hal ini dapat dilakukan melalui jalur pendidikan formal maupun non formal . Jalur pendidikan formal misalnya memasukkan materi perpajakan daerah melalui kurikulum pendidikan/sekolah. Jalur non formal melalui penjelasan khusus dari pemerintah, penerangan dan informasi yang dilakukan oleh institusi perpajakan, penerangan dan informasi dari organisasi kemasyarakatan tertentu .
Tataorganisasi perpajakan yang memadai Terciptanya iklim perpajakan yang baik akan meringankan tugas instansi dalam menjalankan fungsinya: a. menentukan subjek pajak, objek pajak b. menentukan besarnya pajak yang terutang Namun demikian, instansi pajak perlu melakukan strategi untuk menunjang terciptanya iklim perpajakan yang baik di lingkungannya sendiri sehingga meningkatkan kepatuhan masyarakat untuk membayar pajak. Usaha yang dapat dilakukan antara lain: a. Mengelola dan melaksanakan UU Perpajakan secara baik dan benar.
Sistem Perpajakan Daerah11
,
73
b. Memelihara integritas aparat pajak terhadap sikap yang jujur, te gas, sopan dal am me layani sehingga menumbuhkan kepercayaan wajib pajak c. Mencegah timbulnya penghindaran atau penggelapan pajak. Dalam rangka menciptakan iklim perpajakan yang baik ini, maka institusi perpajakan perlu pula melakukan usaha-usaha lain, misalnya: a. Melaksanakan sistem perpajakan yang adil sebagai upaya meningkatkan kesadaran membayar pajak b. Memberikan pelayanan/bantuan wajib pajak terutama dalam cara-cara memperoleh hak dan menunaikan kewajiban perpajakan c. Melaksanakan sanksi-sanksi perpajakan secara konsekuen bagi wajib pajak yang lalai atau melanggar UU perpajakan d. Mendorong aparat pajak bersikap jujur,' selalu meningkatkan perbaikan kinerjanya, berintegritas tinggi dan profesional dalam pekerjaannya . e. Menginformasikan penggunaan pajak secara transparan f. Meningkatkan penelitian di bidang perpajakan sehingga dapat dievaluasi kinerja implementasi perpajakannya. ~
A
~
74
11 Pajakdon Retribusi Daerah
KETENTUAN UMUM PAJAK DAERAH
D
alam bab ini akan diuraikan tentang pajak-pajak daerah yang diberlakukan di Indonesia dan sarana pelaporannya. Bab ini akan membahas secara selintas tentang Pajak Daerah menurut UU No. is Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No . 34 Tahun 2000 terdiri dari pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak pengambilan dan pemanfaatan airbawah tanah dan air permukaan, pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, dan pajak pengambilan bahan galian golongan C. pajak penghasilan umum, pajak penghasilan bagi karyawan, pajak penghasilan bagi badan usaha, dan pajak penghasilan bagi perseorangan. Selanjutnya membahas tentang sarana-sarana pelaporan pajak daerah berupa surat ketetapan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah, misalnya SPPD (Surat Pemberitahuan Pajak Daerah), SKPD (Surat Ketetapan Pajak Daerah), STPD (Surat Tagihan Pajak Daerah) dan sarana-sarana lainnya.
76
11 PajakdanRetribusi Daerah
KetentUlJJ1 Umum PajakDaerah IJ
TERMINOLOGI PAJAK DAERAH
Terminologi pajakdaerah ini berisitentangpengertian -pengertian khusus atau istilahteknis yang digunakanundang-undang perpajakan daerah, meliputi: 1. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalahiuranwajib yangdilakukan olehorang pribadiatau badankepada Daerahtanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapatdipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yangberlaku, yangdigunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahdanpembangunan daerah; 2. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya badanusaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi yayasanatau organisasi yangsejenis, lembaga, danapensiun,bentukusahatetap secta bentukbadan usahalainnya; 3. Subjekpajak adalah orangpribadiataubadanyangdapatdikenakan pajak daerah; Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut ataupemotong pajaktertentu; 4. Masa Pajak adalahjangka waktu yang lamanyasamadengansatu bulan takwim kecuali ditentukan lain; Tahun Pajakadalahjangka waktu yang larnanya satu tabun takwim kecuali bilaWajib Pajakmenggunakan tabunbukuyang tidaksamadengan tabuntakwim; 5. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajakpada suatusaat, dalam MasaPajak, dalamTahun Pajakatau dalamBagian TahunPajakmenurut peraturanperundang-undangan perpajakan daerah; 6. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan dataobjekdansubjek pajakatauretribusi, penentuan besarnya pajak atau retribusi yang terutang sampai kegiatanpenagihanpajak atau
7
8
77
retribusi kepada Wajib Pajak atau Wajib Retribusi serta pengawasan penyetorannya; Putusan Banding adalah putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak; Pembukuan adalahsuatuproses pencatatanyang dilakukansecara teratur untukmengumpulkan data daninformasi yang meliputi keadaan harta, kewajiban atau utang, modal, penghasilan danbiaya sectajumlah harga perolehan danpenyerahan barang ataujasa,yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca danperhitungan rugilaba padasetiap TahunPajakberakhir;
JENI8-JENIS PAJAK DAERAH
Pajak Kendaraan Bermotor Pajak Kendaraan Bermotor merupakan pajak yang dikenakan terhadap kepemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknis berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang bergerak.
Pajak Kendaraan di Atas Air Pajak Kendaraan di Atas Air merupakan pajak yang dikenakan terhadap kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan di atas air. Kendaraan di atas air adalah semua kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsiuntukmengubahsuatusumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraanbermotor yang bersangkutanyang digunakan di atas air.
78
mPajakdanRetriblLSi Daerah
11
KetentUi1ll UmumPajakDaerah
79
Bea Balik Nama Kendaraan Bennotor
Pajak Hotel
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor merupakan pajak yang dikenakanterhadappenyerahan hak milik Kendaraan Bermotorsebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karenajual beli, tukar menukar, hibah, warisan, ataupemasukan ke dalam badan usaha.
Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan hote1. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/ istirahat, memperoleh pelayanan, dan/atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran.
Bea Balik Nama Kendaraan di Alas Air
Pajak Restoran
Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air merupakan pajak yang dikenakan terhadap penyerahan hak milik Kendaraan di Atas Air sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.
Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan restoran. Restoran adalah tempat menyantap makanan dan/atau minuman,yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga atau katering.
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bennotor
Pajak Hiburan
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor merupakan pajak atas bahan bakar yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan di atas air. Bahan bakar kendaraan bermotor dan/atau kendaraan di atas air adalah bahan bakar yang digunakan untuk menggerakkan kendaraan bermotor dan/atau kendaraan di atas air;
Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiiburan. Hiburan adalah semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, dan/atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolah raga;
Pajak Pengambilan Dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Pennukaan Pajak yang dikenakan terhadap pengambilan dan pemanfaatan air, baik air bawah tanah maupun air permukaan untuk digunakan bagi orang pribadi atau badan, kecuali untuk keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat. Air bawah tanah adalah air yang berada di perut bumi, termasuk mata air yang muncul secara alamiah di atas permukaan tanah. Air permukaan adalah air yang berada di atas permukaan bumi, tidak termasuk air laut.
Pajak Reklame Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca, dan/ atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah.
809
KetenJuan Umum PajakDaertlh
11 Pajakdan Retribusi Daerah
Pajak Penerangan Jalan
11
81
SARANA PELAPORAN PAJAK DAERAH
Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia peneranganjalan yang rekeningnya dibayar olehPemerintah Daerah, Penerangan jalan adalah penggunaan tenaga listrik untuk menerangi jalan umum yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah. Dalam hal tenaga listrik disediakan oleh PLN maka pemungutan Pajak Penerangan Jalan dilakukan oleh PLN. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemungutan Pajak Penerangan Jalan tersebut diatur dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan Menteri Keuangan.
Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang dapat disingkat SPTPD, adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undanganperpajakan daerah;
Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
Sural Setoran Pajak Daerah
Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian Golongan C sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahan galian golongan C adalah bahan galian golongan C terdiri dari Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung batu permata, bentonit, dolomit, feldspar, garam batu (halite); grafi, granitl andesit, gips , kalsit; kaolin, leusit; magnesit, mika, marmer; nitrat; opsidien; oker; pasir dan kerikil; pasir kuarsa; perlit; phospat; talk, tanah serap (fullers earth); tanah diatome; tanah liat; tawas (alum); tras; Yarosif; zeolit; basal; dan trakkit.
Surat SetoranPajak Daerah, yang dapat disingkatSSPD, adalahsurat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah atau ke tempat lain yang ditetapkan oleh Kepala Daerah;
Pajak Parkir Pajak Parkir adalah pajak yang dikenakan atas tempat parkir yang disediakan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan atas pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan temp at penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.
Formulir-formulir isian yang digunakan untuk melaporkan, menghitung, membayar dan menyetorkan pajak daerah yang terutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah, meliputi:
Sural Pemberitahuan Pajak Daerah
Sural Ketetapan Pajak Daerah Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang dapat disingkat SKPD, adalah surat keputusanyang menentukanbesarnyajumlah pajak yang terutang;
Sural Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang dapat disingkat SKPDKB, adalah surat keputusan yang menentukan besarnyajurnlah pajak yang terutang, jumlah kreditpajak, jumlah kekuranganpembayaran pokok pajak, besarnya sanksiadministrasi, danjumlah yang masih harus dibayar;
Sural Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang dapat disingkat SKPDKBT, adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan;
82
mPajakdonRetribusi Daerah
IJ
Ketentuan Umum PajakDaerah
Surat Ketetapan PajakDaerah Lebih Bayar Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang dapat disingkat SKPDLB, adalah surat keputusan yang menentukanjumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang;
Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang dapat disingkat SKPDN, adalahsurat keputusanyang menentukanjumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak , atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;
Surat Tagihan Pajak Daerah SuratTagihan Pajak Daerah, yang dapatdisingkatSTPD, adalahsurat untuk melakukantagihan pajak danlatau sanksiadministrasiberupa bunga danlatau denda;
Surat Keputusan Pembetulan Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan untuk membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung danlatau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil atau Surat Tagihan Pajak Daerah;
Surat Keputusan Keberatan Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat KetetapanPajak Daerah Lebih Bayar, Surat KetetapanPajak Daerah Nihil atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak;
83
PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH Pengertian Pemungutan baik untuk pajak daerah maupun retribusi daerah adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak atau retribusi, penentuan besamya pajak atau retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak atau retribusi kepada Wajib Pajak atau Wajib Retribusi serta pengawasan penyetorannya. Pemungutan pajak dan retribusi daerah ini tidak dapat diborongkan. Pemungutan pajak tidak dapat diborongkan dan dipungut berdasarkan penetapan Kepala Daerah atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak . Pemungutan pajak berdasarkan penetapan dilaksanakan dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan. Sedangkan pembayaran pajak yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak dilakukan dengan menggunakari Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar danlatau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan. Terhadap Wajib Pajak tersebut dapat diterbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding sebagai dasar pemungutan dan penyetoran pajak.
PENERBITANSURATKETETAPANPAJAK Tatacara penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, dan Surat Keputusan Keberatan diatur dengan KeputusanKepala Daerah. Demikian pula Tatacara pengisian dan penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan diatur dengan Keputusan Kepala Daerah. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Kepala Daerah dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar:
84
11 Pajakdan Retribusi Daerah
1. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar. Jumlah kekurangan pajak yangterutang dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. 2. Apabila Surat Pemberitahuan Pajak Daerah tidak disampaikan kepada Kepala Daerah dalamjangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak . 3. Apabila kewajiban mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Daerah tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan. Jumlah pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25 % (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu pa ling lama 24 (dua puluh empat ) bulan dih itung sejak saat terhutangnya pajak. 4. Apabila ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang, maka Kepala Daerah dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100 % (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut. Kenaikan sebagaimana dimaksud tidak dikenakan apabila Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
lJ .
KetentUiUl Umum PajakDaerah
85
Namun jika dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak, maka Kepala Daerah dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil
PEMBAYARAN DAN PENAGllIAN Kepala Daerah menentukan tanggal jatuh 'tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah saat terutangnya pajak. Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang hams dibayar bertambah harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. Kepala Daerah atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2 % ( dua persen) sebulan. Tatacara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran pajak diatur dengan Keputusan Kepala Daerah.
SURAT KETETAPANPAJAK Pajakyangterutang berdasarkan SuratKetetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang BayarTambahan, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan , Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak pada waktunya, dapat ditagih dengan Surat Paksa. Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dilaksanakan berdasarkan Peraturan perundang-undangan yang berlaku.
86
~ Pajakdan Retribusi Daerah
SURAT TAGllIAN PAJAK DAERAH Surat Tagihan Pajak Daerah diterbitkan oleh Kepala daerah apabila pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar dan atau dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan Pajak Daerah terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis danlatau salah hitung. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak Daerah tersebut ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak. Surat Tagihan Pajak Daerah akan diterbitkan pula oleh Kepala Daerahjika Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga danlatau denda. Hal ini terjadi karena Surat Ketetapan Pajak Daerah yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran tidak dilunasimaka wajib pajak tersebut dikenakansanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan, dan ditagih melalui Surat Tagihan Pajak Daerah.
KEBERATAN DAN BANDING Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk atas suatu Surat Ketetapan Pajak Daerah,Surat KetetapanPajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah KurangBayarTambahan; Surat Ketetapan PajakDaerah Lebih Bayar; Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil; dan pemotongan atau pemungutanoleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundangundangan perpajakan daerahyangberlaku. Keberatan diajukansecara tertulis dalamBahasaIndonesiadengan disertai alasan-alasanyangjelas. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas ketetapan pajak secarajabatan, Wajib Pajak harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwajangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya. Keberatan yang tidak
11
Ketentuan Umum PajakDaerah
87
memenuhi persyaratan yang disebutkan di atas maka tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan. Pengajuan keberatan tidakmenunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak sesuai ketentuan yang berIaku.
KEPUTVSAN KEBERATAN Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejaktanggal SuratKeberatan diterimaharus memberi keputusan atas keberatan yangdiajukan. Keputusan Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang. Apabilajangka waktu dua belas bulan sejak diterimanya surat keberatan telah lewat dan Kepala Daerah tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
PENGAJUAN BANDING WajibPajakdapatmengajukan permohonan banding hanya kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yangditetapkan oleh KepalaDaerah. Permohonanbanding diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia, dengan mengungkapkan alasan yang jelas dan diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima serta dilampiri salinan dari suratkeputusan tersebut. Pengajuan permohonan banding tidakmenunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihanpajak. Apabila pengajuan keberatan ataupermohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajakdikembalikan denganditambah imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untukjangkawaktu paling lama24 (dua puluh empat) bulan.
PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN, DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMlNISTRASI KepalaDaerah karenajabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat membetulkan Surat Ketetapan Pajak Daerah atau Surat
88
11 Pajakdan Retribusi Daerah
Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan atau Surat Tagihan Pajak Daerah yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan/atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. Kepala Daerah dapat: 1. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya; 2. Mengurangkan atau membatalkan Ketetapan Pajak yang tidak benar. Tatacara pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Kepala Daerah.
.JAMINAN KERAHASIAAN Setiap pejabat baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas dibidang perpajakan daerah dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak yang menyangkut masalah perpajakan daerah.Hal ini diatur dalam UU Pajak dan Retribusi daerah pacta pasal36 ayat (1) danayat (2). Pelanggaranterhadapketentuan ini akan dikenakan sanksi sebagai berikut: 1. Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1)danayat(2), dipidanadenganpidanakurunganpalinglama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp2.000.000,00 (duajuta rupiah). 2. Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (limajuta rupiah). 3. Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
11
Ketentuan Umum PajakDaerah
89
ayat (1) dan ayat (2) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar. 4. Besarnya denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat ditinjau kembali dengan Peraturan Pemerintah.
PENYIDIKAN Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi dilaksanakan menurutketentuan yang diaturdalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentangHukum Acara Pidana.Penyidikdibidangperpajakan daerahdan retribusi alahpejabatPegawaiNegeriSipiltertentudi lingkungan PemerintahDaerah yang diangkatoleh Menteri Kehakimansesuaidengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyidik berkewajiban memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undangundang Nomor 8 Tahun 1981tentangHukum Acara Pidana.WewenangPenyidikmeliputi: a.
menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaandengan tindak pidana di bidangperpajakan daerah dan retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap danjelas; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkail keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan daerah dan retribusi; c.
meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi;
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;.
90
f.
g.
h. 1.
j. k.
~ Pajakdan Retribusi Daerah
meminta bantuan tenaga ahli dalarn rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi; . menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah dan retribusi; . memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; menghentikan penyidikan; melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. ~
.
KETENTUAN UMUM RETRIBUSI DAERAH
~
D
alam bab ini akan diuraikan tentang ketentuan umum retribusi daerah yang diberlakukan di Indonesia . Bab ini akan diawali dengan membahas terminologi retribusi daerah menurut DD No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan DD No. 34 Tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001.Selain itu juga diuraikan jenis-jenis retribus i yang dikenakan terhadap masyarakat bai k ditingkat Propinsi maupun ditingkat Kabupaten/Kota . Selanjutnya membahas tentang sarana-sarana pelaporan retribusi daerah berupa surat ketetapan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah misalnya SPRD (Surat Pemberitahuan Retribusi Daerah) , SKRD (Surat Ketetapan Retribusi Daerah), STRD (Surat Tagihan Retribusi Daerah) dan sarana-sarana lainnya . Bab ini diakhiri dengan bahasan tentang sanksi perpajakan.
92
Ketentuan Umum Retribusi Daerah
~ PajakdlInRetribusi Daerah
TERMINOLOGI RETRIBUSI DAERAH Ketentuan umum ini berisi tentang pengertian-pengertian khusus atau istilah-istilah teknis yang berkaitan dengan retribusi daerah seperti yang dimaksud dalam ketentuan peraturan perundangundangan pajak dan retribusi daerah meliputi: 1. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan; 2. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotongan retribusi tertentu; 3. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer ,perseroan lainnya badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya; 4. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan; 5. Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan; 6. Jasa Usaha adalahjasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta; 7. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas
8.
9.
10.
11.
IJ
93
tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan; Masa Retribusi adalah suatu jangka -waktu tertentu yang merupakan batas-waktu bagi'Waji1:i'Retribusi diwajibkan untuk memanfaatkanjasa dan perizirian tertentu dari Pemerintah Daerah .. yang bersangkutan; Pembukuan adalah suatu proses pencatataii yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi yang meliputi keadaan harta, kewajiban atauutang, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan .penyerahan barang atau jasa, yang-ditutup'dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan-rugi laba pada setiap Tahun Pajak , berakhir; Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan/ atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi; Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
JENIS-JENIS RETRIBUSI DAERAH Q
Retribusi daerah menurut UU No. 18:Tahun ·1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU NO: 34 Tahun"2000 dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 100 r r'terithng Retribusi Daerah dapat dikelornpokkan menjadi :r(tiga) yai~'~ } .,' , - 1 1. Retribusi Jasa Urtlum adalah retribusi atas jasayang disediakan atau diberikan oleh Pemefintah Daerah untuk tujuan kepentingan
94
mPajakdanRetribusi Daerah
dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oIeh orang pribadi atau badan. Jenis-jenis Retribusi Jasa Umum terdiri dari: a. Retribusi Pelayanan Kesehatan; b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan; c . Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catatan Sipil; d . Retribusi Pelayanan Pemakaman danPengabuan Mayat; e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum; f . Retribusi Pelayanan Pasar; g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor; h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran; i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta; j . Retribusi Pengujian Kapal Perikanan. 2 . Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oIeh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersiaI karena pada dasarnya dapat pula disediakan oIeh sektor swasta. Jenis-jenis Retribusi JasaUsaha terdiri dari: a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; b. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan; c. Retribusi Tempat Pelelangan; d. Retribusi Terminal; e . Retribusi Tempat Khusus Parkir; f. Retribusi Tempat Penginapan/PesanggrahanlVilla; g. Retribusi Penyedotan Kakus; h. Retribusi Rumah Potong Hewan; i. Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal; j . Retribusi Tempat Rekreasi dan OIah Raga; k. Retribusi Penyeberangan di Atas Air; 1. Retribusi Pengolahan Limbah Cair; m. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah. 3. Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan
IJ
Ketentuan Umum Retribusi Daerah
95
pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenisjenis Retribusi Perizinan Tertentu terdiri dari: a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan; b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman BeralkohoI; c. Retribusi Izin Gangguan; d. Retribusi Izin Trayek.
SARANA PELAPORAN RETRIBUSI DAERAH Sarana-sarana pelaporan pajak daerah merupakan formulirformulir yang digunakan oIeh pemerintah daerah untuk melaporkan, menghitung dan menyetor pajak daerah yang terutang oIeh wajib pajak daerah. Sarana pelaporan pajak daerah berupa surat ketetapan yang dikeluarkan oIeh Pemerintah Daerah meliputi:
Surat Setoran Retribusi Daerah Surat Setoran Retribusi Daerah, yang dapat disingkat SSRD, adalah surat yang digunakan oIeh Wajib Retribusi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran retribusi yang terutang ke Kas Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditetapkan oIeh Kepala Daerah;
Surat Ketetapan Retribusi Daerah Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang dapat disingkat SKRD, adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang;
Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang dapat disingkat SKRDLB, adalah surat keputusan yang menentukanjumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi Iebih besar daripada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang;
96
\1 PajakdonRetribusi Daerah
Surat Tagihan Retribusi Daerah Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang dapat disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga danlatau denda;
TATA CARA PEMUNGUTAN Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan dan dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan. Dalam hat Wajib Retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dariretribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah.
KEBERATAN Wajib Retribusi tertentu dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk atas Surat Ketetapan Retribusi Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan, dengan cara: (1) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas . (2) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal Surat Ketetapan Retribusi Daerah diterbitkan, kecuali apabila Wajih Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. (3) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi. (4) Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima hams memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.
JJ
Ketentuan Umum RetribusiDaerah
97
(5) Keputusan Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya retribusi yang terutang. (6) Apabila jangka waktu 6 enam bulan telah lewat dan Kepala Daerah tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
PENGEMBALIAN KELEBllIAN PEMBAYARAN Atas kelebihan pembayaran pajak atau retribusi, Wajib Pajak atau Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Kepala Daerah. Dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran pajak tersebut, Kepala Daerah akan memberikan keputusan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran retribusi Kepala Daerah harus memberikan keputusan: Apabila jangka waktu 18 bulan sejak diterimanya permohonan telah dilampaui dan Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran pajak atau retribusi dianggap dikabulkan dan Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. Apabila Wajib Pajak atau Wajib Retribusi mempunyai utang pajak atau utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran pajak atau retribusi tersebut langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak atau utang retribusi tersebut. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau retribusi dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar. Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau retribusi dilakukan setelah lewatjangka waktu 2 (dua) bulan, Kepala Daerah
98
KetentUQJl Umum Retribusi Daerah
~ Pajak clan Retribusi Daerah
memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak atau retribusi. Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau retribusi diatur dengan Peraturan Daerah.
KEDALUWARSA PENAGllIAN Pedoman tata cara penghapusan piutang pajak dan retribusi yang kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Pemerintah. Hak untuk melakukan penagihan retribusi, kedaluwarsasetelab melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi. Kedaluwarsa penagihan retribusi tertangguhkan apabila: a. diterbitkan Surat Teguran, atau; b. ada pengakuan utangretnbusi dari Wajib Retribusi baik langsung . maupun tidak langsung .
PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN Wajib Pajak dan Wajib Retribusi yang memenuhi kriteria tertentu wajib menyelenggarakan pembukuan dan tata cara pembukuan diatur oleh Menteri Dalam Negeri. Kepala Daerah berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpaj akan daerah dan kewajiban retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi. Tata cara pemeriksaan pajak dan retribusi diatur oleh Menteri Dalam Negeri.Wajib Pajak atau Wajib Retribusi yang diperiksa wajib: a . memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek pajak atau objek retribusi yang terutang; b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu danmemberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; c. memberikan keterangan yang diperlukan.
IJ
99
KERAHASIAAN Untuk menjaga dan menjamin kerahasiaan mengenai perpajakan daerah agar tidak diberitahukan kepada pihak lain maka perlu ketentuan yang mengatur tentang kerahasiaannya. UU Pajak dan Retribusi Daerah mengatur dalam pasal 40 ayat (1), (2) dan (3). Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak, segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangkajabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah, kecuali sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan. Larangan ini berlaku juga terhadap ahli ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah untuk membantu dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah, kecuali sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan. Untuk kepentingan daerah, Kepala Daerah berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat dan tenaga-tenaga ahli yang diberi wewenang, supaya memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak kepada pihak yang ditunjuknya. Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata atas permintaan hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata, Kepala Daerah dapat memberi izin tertulis untuk meminta kepada pejabat dan tenaga ahli yang ditunjuk, bukti tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya. Permintaan hakim tersebut harus menyebutkan nama terdakwa atau nama tergugat, keterangan-keterangan.yang diminta serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta tersebut.
KETENTUAN PIDANA Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi yang terutang .
._..::190
~ Pajakdan Retribusi Daerah
PENYIDIKAN Penyidik di bidang perpajakan daerah dan retribusi adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh Menteri Kehakiman sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku . Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah atau retribusi. Penyidik memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum , sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Kewenangan penyidik meliputi: a . menerima, mencari , mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan daerah dan retribus i; c . meminta keterangan dan bahan bukt i dari orang pribad i atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembuku an, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;. f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi; g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung
Ketentuan Umum RetribusiDaerah
IJ
101
dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidan a perpajakan daerah dan retribus i; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j . menghentikan penyidikan; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. ~
I!!s
~
102
11 Pajak donRetribusi Daerah
PAJAK OAERAH 01 TINGKAT PROPINSI
P
ajak Daerah menurut UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 34 Tahun 2000 terdir i dari pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air , bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan , pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak peneranganjalan, dan pajak pengambilan bahan galian golongan C. Dari sudut kewenangan pemungutannya pajak daerah, secara garis besar dibedakan menjadi 2 (dua). Pertama, pajak daerah yang dipungut oleh Pemerintah Daerah di Tingkat Propinsi, yang sering disebut pajak propinsi. Kedua, pajak daerah yang dipungut oleh Pemerintah Daerah di tingkat Kabupaten/Kota, yang sering disebut pajak kabupaten/kota. Bab ini akan membicarakan secara khusus tentang pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah tingkat propinsi, sedangkan pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah kabupatenlkota akan dibicarakan di bab selanjutnya.
104
~ Pajak donRetribusiDaerah
PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN KENDARAAN DI ATASAIR Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air adalah pajak atas kepemilikan danlatau penguasaan kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Pajak Kendaraan di Atas Air (PKAA). Berikut ini penjelasan lebih lanjut masing-masing pajak tersebut.
Pajak Kendaraan Bermotor Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) merupakan pajak yang dikenakan terhadap kepemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknis berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang bergerak.
Subjek dan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor Secara umum yang disebut subyek pajak daerah adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak daerah. Berkaitan dengan Pajak Kendaraan Bermotor, maka yang disebut Subjek Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau badan yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan bermotor. Pengertian memiliki berarti orang yang bersangkutan mempunyai hak sepenuhnya kepemilikan dan penggunaan atau pemanfaatan dari kendaraan bermotor tersebut, sedangkan menguasai kendaraan mempunyai arti orang yang bersangkutan hanya dapat memanfaatkan atau menggunakan saja dari kendaraan bermotor tersebut tanpa memiliki. Subjek Pajak akan menjadi Wajib Pajakjika yang bersangkutan telah mememuhi ketentuan peraturan perudang-undangan perpajakan
IJ
PajakDaerah di Tingkat Propimi
105'
daerah, sebagai wajib pajak daerah. Berdasar pengertian ini, maka Wajib Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau badan yang memiliki kendaraan bermotor dan diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak kendaran bermotor yang terutang. Termasuk dalam pengertian wajib pajak ini adalah pemungut atau pun pemotong pajak.
Objek Pajak Kendaraan Bermotor Objek pajak adalah sesuatu yang dapat dijadikan sasaran pengenaan pajak.Sesuatu tersebut dapat berupa keadaan, perbuatan dan peristiwa. Karena Pajak Kendaraan Bermotor termasuk pajak obyektif atau kebendaan, maka yang menjadi obyek pajak adalah keadaan benda tersebut. Dengan demikian, yang dimaksud Objek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan danlatau penguasaan kendaraan bermotor oleh orang pribadi atau badan.
Bukan Objek Pajak Kendaraan Bermotor Dikecualikan sebagai objek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan danlatau penguasaan kendaraan bermotor oleh : a. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; b. Kedutaan, konsulat perwakilan negara asing, dan perwakilan lembaga-Iembaga Internasional dengan asas timbal balik; c. Subjek Pajak lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah
Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Dasar Pengenaan Pajak merupakan ukuran atau pengakuan nilai tertentu yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak. Nilai yang menjadi dasar pengenaan pajak tersebut harus dapat diukur. Ukuran nilai yang obyektif adalah nilai penyerahan barang. Berkaitan dengan PKB, maka. Dengan demikian nilai penyerahan dapat berupa nilai jual-beli, nilai tukar menukar dan lain sebagainya. Dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dihitung sebagai perkalian dari 2 (dua) unsur pokok yaitu (1) nilai jual kendaraan bermotor dan (2) bobot
~~
• Pajakclan Retribusi Daerah
relatif kadar kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan. Berikut ini uraian dua unsur pokok tersebut: 1. Nila Jual Kendaraan Bermotor; ' Nilal Jual Kendaraan Bermotor diperoleh berdasarkan h~rga pasaran umum atas suatu kendaraan bermotor Dalam hat harga pasaran umum atas suatu kendaraan bermotor tidak diketahui, Nilai Jual Kendaraan Bermotor ditentukan berdasar-kan faktor-faktor : a . isi silinder danJatau satuan daya; b. penggunaan kendaraan bermotor; c. jenis kendaraan bermotor; d. ' merek kendaraan bermotor; e . tahun pembuatan kendaraan bermotor; f. berat total kendaraan bermotor dan banyaknya penumpang yang diizinkan; g. dokumen impor untuk jenis kendaraan bermotor tertentu. 2. Bobot yang mencerminkan secara relatif kadar kerusakan jalan dan penc emaran lingkungan akibat pe nggunaan kendaraan bermotor. Bobot ini dihitung berda-sarkan faktor-faktor : a. tekanan gandar ; b . jenis bahan bakar kendaraan bermotor; c. jenis, penggunaan , tahun pembuatan, dan ciri-ciri mesin dari kendaraan bermotor; Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas, untuk memudahkan penghitungan dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dinyatakan dalam suatu tabe l yang ditetap-kan oleh Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan Menteri Keuangan. Dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor akan selalu ditinjau kembali setiap tahun.
Tarif Pajak Kendaraan Bennotor Besarnya pokok Pajak Kendaraan Bermotor yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Adapun Tarif Pajak Kendaraan Bermotor ditetapkan sebesar : a.. 1,5 % (satu koma lima persen) untuk kendaraan bermotor bukan umum;
PajakDaerah di Tingkat Propinsi
IJ
107
b . 1 % (satu persen) untuk kendaraan bermotor umum; c. 0 ,5% (nol koma lima persen) untuk kendaraan bermotor alatalat berat dan alat-alat besar .
Pembayaran Pajak Kendaraan Bennotor Terutang Pajak Kendaraan Bermotor dikenakan untu k masa pajak 12 (dua belas) bulan berturut-turut terhitung mulai saat pendaftaran kendaraan bermotor. Pajak Kendaraan Bermotor yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat kendaraan bermotor terdaftar dan dibayar sekaligus di muka. Kar ena suatu hal masa pajaknya tidak sampai 12 (dua belas) bulan, maka kelebihan membayar PKB dapat dilakukan restitusi. Tatacara pelak-sanaan restitusi dite tapkan oleh Gubernur .
Pajak Kendaraan di Atas Air Pajak Kendaraan di Atas Air merupakan pajak yang dikenakan terh adap kepemi-likan dan/ atau penguasaan kend araan di atas air . Kendaraan di atas air adalah semua kendaraan yan g digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan yang digunakan di atas air .
Subjek dan Objek Pajak Kendaraan di Atas Air Subjek Pajak Kendaraan di Atas Air adalah orang pribadi atau badan yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan di atas air. Wajib Pajak Kendaraan di Atas Air adalah orang pribadi atau badan yang memiliki kendaraan di atas air . Objek Pajak Kendaraan di Atas Air adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan di atas air. Objek Pajak Kendaraan di Atas Air meliputi : a.
kendaraan di atas air dengan ukuran isi kotor kurang dad 20 M3 atau kurang dari GT 7; b. kendaraan di atas air yang digunakan untuk kepentingan penangkapan ikan dengan mesin berkekuatan lebih besar dad 2 PK;
' ''1
10l!.;;, mPajakdonRetribusi Daerah
c. kendaraan di atas air untukkepentingan pesiar perseorangan yang meliputi yacht/pleasure ship/sporty ship; d. kendaraandi atas air untuk kepentingan angkutan perairan daratan. Bukan Objek Pajak Kendaraan di Atas Air Dikecualikan sebagai objek Pajak Kendaraan di Atas Air adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan di atas air oleh : a. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; b. Kedutaan, konsulat perwakilan negara asing, dan perwakilan lembaga-Iembaga internasional dengan asas timbal balik; c. Orang pribadi atau badan atas kendaraan di atas air perintis; d. Subjek pajaklainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah. Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan di Atas Air Dasar pengenaan Pajak Kendaraan di Atas Air dihitung berdasarkan Nilai Jual Kendaraan di Atas Air. Nilai Jual Kendaraan di Atas Air diperoleh berdasar-kan harga pasaran umum atas suatu kendaraan di atas air.Dalam hal harga pasaran umum atas suatu kendaraan di atas air tidak diketahui, Nilai Jual Kendaraan di Atas Air ditentukan berdasarkan faktor-faktor antara lain: a . penggunaan kendaraan di atas air; b. jenis kendaraan di atas air c . merek kendaraan di atas air; d, tahun pembuatan atau renovasi kendaraan di atas air; e. isi kotor kendaraan di atas air; f. banyaknya penumpang atau berat muatan maksimum yang diizinkan; g. dokumen impor untuk jenis kendaraan di atas air tertentu. Penghitungan dasar pengenaan Pajak Kendaraan di Atas Air dinyatakan dalam suatu tabel yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan Menteri Keuangan. Tabel tersebut akan ditinjau kembali setiap tahun. I"!."
PajakDaerah di Tingkol Propinsilj
109
Tan! Pajak Kendaraan di Atas Air Besarnya pokok Pajak Kendaraan di Atas Air yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif Pajak Kendaraan di Atas Air dengan dasar pengenaan pajak. Tarif Pajak Kendaraan di Atas Air ditetapkan sebesar 1,5% (satu koma lima persen). Pembayaran Pajak Kendaraan di Atas Air Terutang Pajak Kendaraan di Atas Air dikenakan untuk masa pajak 12 (dua belas) bulan berturut-turut terhitung mulai saat pendaftaran kendaraan di atas air. Pajak Kendaraan di Atas Air yang terutang dipungut di wilayah Daenah tempat kendaraan di atas air terdaftar. Pajak Kendaraan di Atas Air dibayar sekaligus di muka. Pajak Kendaraan di Atas Air yang karena suatu dan lain hal masa pajaknya tidak sampai 12 (dua belas) bulan, maka dapat dilakukan restitusi. Tata cara pelaksanaan restitusi ditetapkan oleh Gubernur. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Alas Air Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Di Atas Air merupakan pajak yang dikenakan terhadap penyerahan hak milik Kendaraan Bermotor dan/atau penyerahan Kendaraan Di Atas Air sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. Berikut ini penjelasan masing-masing bea balik nama tersebut. Bea Balik Nama Kendaraan Bennotor Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor merupakan pajak yang dikenakan terhadap penyerahan hak milik Kendaraan Bermotor sebagai .akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.
1~~
• Pajakclan Retribusi Daerah PajakDaerah di Tingkat Propinsi
Subjek dan Wajib Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bennotor Subjek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor. Wajib Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor.
Objek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Objek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah penyerahan kendaraan bermotor. Penyerahan kendaraan bermotor adalah pengalihan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar hibah termasuk hibah wasiat dan hadiah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. Termasuk penyerahan kendaraan bermotor adalah pemasukan kendaraan bermotor dari luar negeri untuk dipakai secara tetap di Indonesia, kecuali: a. untuk dipakai sendiri oleh orang pribadi yang bersangkutan; b. untuk diperdagangkan; c. untuk dikeluarkan kembali dari wilayah pabean Indonesia (pengecualiantidak berlaku apabila selama 3 (tiga) tahun berturutturut tidak dikeluarkan kembali dari wilayah pabean Indonesia) d. digunakan untuk pameran, penelitian, contoh, dan kegiatan olah raga bertaraf internasional.
Bukan Objek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bennotor Dikecualikan sebagai objek pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah penyerahan kendaraan bermotor kepada: a. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; b. Kedutaan, konsulat, perwakilan asing, dan lembaga-Iembaga internasional dengan asas timbal balik; c. Subjek pajak lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
IJ
111
,Dasar Pengenaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Dasar pengenaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah Nilai Jual Kendaraan Bermotor. Nilal Jual Kendaraan Bermotor diperoleh berdasarkan harga pasaran umum atas suatu kendaraan bermotor. Dalam hal harga pasaran umum atas suatu kendaraan bermotor tidak diketahui, Nilai Jual Kendaraan Bermotor ditentukan berdasarkan faktor--faktor: a. isi silinder dan/atau satuan daya; b. penggunaan kendaraan bermotor; c. jenis kendaraan bermotor; d. merek kendaraan bermotor; e. tahun pembuatan kendaraan bermotor; f . berat total kendaraan bermotor dan banyaknya penumpang yang diizinkan; g. dokumen impor untuk jenis kendaraan bermotor tertentu.
Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang dikenakan atas penyerahan Kendaraan Bermotor dibedakan menjadi tiga jenis tarif , yaitu: (1) Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor atas penyerahan
pertama ditetapkan sebesar: a. 10% (sepuluh persen)untuk kendaraanbermotor bukan umum; b. 10% (sepuluh persen) untuk kendaraan bermotor umum; c. 3 % (tiga persen) untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar. (2) TarifBea Balik Nama kendaraan bermotor atas penyerahan kedua dan selanjutnya ditetapkan sebesar: a. 1 % (satu persen) untuk kendaraan bermotor bukan umum; b. 1 % (satu persen) untuk kendaraan bermotor umum; C. 0,3 % (nol koma tiga persen) untuk kendaraan bermotor alatalat berat dan alat-alat besar. (3) Tarif BeaBalik Nama kendaraan bermotor atas penyerahan karena warisan ditetapkan sebesar:
112
• Pajakdan Retribusi Daerah
~" a.
b. . c.
0,1% (no1 koma satupersen) untuk kendaraan bennotor bukan umum; 0,1% (no1 koma satupersen) untukkendaraanbennotor umum; 0,03% (no1 koma no1 tiga persen) untuk kendaraan bennotor alat--alat berat dan alat-alat besar.
Pembayaran Rea Balik Nama Kendaraan Bermotor Terutang Pembayaran Bea Balik Nama Kendaraan Barmotor dilakukan pada saat pendaftaran. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang terutang dipungut di wi1ayah Daerah tempat kendaraan bermotor didaftarkan. Wajib Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bennotor wajib mendaf-tarkan penyerahan kendaraan bennotor da1am jangka waktu paling 1ambat 3~ {tiga pu1uh) had sejak saat penyerahan. Besarnya Pokok Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif BBNKB sesuai dengan jenis penyerahannya dengan dasar pengenaan pajak atau nilai penyerahan . Orang Pribadi atau badan yang menyerahkan kendaraan bermotor me1aporkan secara tertu1is penyerahan tersebut kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk da1amjangka waktu 30 (tiga pu1uh) hari sejak saat penyerahan.
REA RALJK NAMA KENDARAAN DJ ATAS AIR Bea Balik Nama Kendaraan Di Atas Air merupakan pajak yang dikenakan terhadap penyerahan hak milik Kendaraan Di Atas Air sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jua1beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke da1am badan usaha.
Subjek Pajak Rea Balik Nama Kendaraan di Atas Air Subjek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air ada1ah orang pribadi atau badan yang dapat menerima penyerahan kendaraan di atas air. Wajib Pajak Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air ada1ah orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan kendaraan di atas air.
PajakDaerah di Tingkat Propinsi
IJ
113
-Obj ek Rea Balik Nama Kendaraan di Atas Air Objek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air ada1ah penyerahan kendaraan di atas air. Kendaraan di atas air yang dimaksud, meliputi: kendaraan di atas air dengan ukuran isi kotor kurang dari 20 M3 atau kurang dari GT 7; b kendaraan di atas air yang digunakan untuk kepentingan penangkapan ikan dengan mesin berkekuatan 1ebih besar dari 2 PK; c. kendaraan di atas air untuk kepentingan pesiar perseorangan yang meliputi yacht/pleasure ship/sporty ship; -d. kendaraan di atas air untuk kepentingan angkutan perairan daratan. Termasuk pemasukan kendaraan di atas air dari 1uar negeri untuk dipakai secara tetap di Indonesia, kecua1i: a. untuk dipakai sendiri oleh orang pribadi yang bersangkutan; b. untuk diperdagangkan; c. untuk dike1uarkan kembali dari wi1ayah pabean Indonesia (pengecualian tidak berlaku apabila selama 3 (tiga) tahun berturut-turut tidak dike1uarkan kembali dari wilayah pabean Indonesia) . d. digunakan untuk pameran, penelitian, contoh, dan kegiatan oIah raga bertaraf intenasional. a
Bukan Objek Rea Balik Nama Kendaraan di Atas Air di a. b. c. d.
Dikecualikan sebagai objek pajak Bea Balik Nama Kendaraan Atas Air adalah penyerahan kendaraan di atas air kepada: Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; Kedutaan, konsu1at, perwaki1an asing, dan 1embaga-Iembaga internasional dengan asas timbal balik; Orang pribadi atau badan atas kendaraan di atas air perintis; Subjek pajak lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
114
\1 Pajak danRetribusi Daerah
Dasar Pengenaan Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air Dasar pengenaan Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air adalah Nilai Jual Kendaraan di Atas Air . Nilai Jual Kendaraan di Atas Air diperoleh berdasarkan harga pasaran umum atas suatu kendaraan di atas air. Dalam hal harga pasaran umum atas suatu kendaraan di alas air tidak diketahui, Nilai Jual Kendaraan di Atas Air ditentukan berdasarkan faktor-faktor antara lain: a. penggunaan kendaraan di atas air; b. jenis kendaraan diatas airc. merek kendaraan di atas air; d. tahun pembuatan atau renovasi kendaraan di atas air; e. isi kotor kendaraan di atas air; f. banyaknya penumpang atau berat muatan maksimum yang diizinkan; . g. dokumen impor untuk jenis kendaraan di atas air tertentu.
Tarif Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air Tarif Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air yang dikenakan atas penyerahan Kendaraan Bermotor dibedakan menjadi tiga jenis tar if , yaitu: (1) Tarif Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air atas penyerahan pertama ditetapkan sebesar 5 % (lima persen). . (2) Tarif Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air atas penyerahan kedua dan selanjutnya ditetapkan sebesar 1 % (satu persen). (3) Tarif Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air atas penyerahan karena warisan ditetapkan sebesar 0,1 % (nol koma satu persen).
Saat Terutangnya Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air Orang pribadi atau badan yang menyerahkan kendaraan di atas air melaporkan secara tertulis penyerahan tersebut kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk dalamjangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak saat penyerahan. Wajib Pajak Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air wajib mendaftarkan penyerahan kendaraan di atas air dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak saat penyerahan.
PajakDaerahdi TingkatPropinsi
IJ
115
Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat kendaraan di atas air didaftarkan. Besarnya Pokok Pajak Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Pembayaran Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air dilakukan pada saat pendaftaran.
PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor merupakan pajak atas bahan bakar yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan di atas air. Bahan bakar kendaraan bermotor dan/atau kendaraan di atas air adalah bahan bakar yang digunakan untuk menggerakkan kendaraan bermotor dan/atau kendaraan di atas air;
Subjek Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bennotor Subjek Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah konsumen bahan bakar kendaraan bermotor. Sedangkan Wajib Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan bahan bakar kendaraan bermotor. Pemungutan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dilakukan oleh penyedia bahan bakar kendaraan bermotor. Penyedia bahan bakar adalah produsen bahan bakar kendaraan bermotor yaitu Pertamina dan/ atau produsen bahan bakar lainnya.
Objek Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bennotor Objek Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah bahan .bakar kendaraan bermotor yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan di atas air. Bahan bakar kendaraan bermotor tersebut adalah bens in, solar, dan bahan bakar gas.
116
• PqjakdanRetribusi Daerah PajakDaerah di Tingkat Propinsi
Pembayaran Pajak Bakar Kendaraan Bermotor Terutang Dasar pengenaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah nilai jual bahan bakar kendaraan bermotor. Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Barmotor ditetapkan sebesar 5 % (lima persen). Besarnya pokok Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang terutang dihitung dengan eara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak.
PAJAK PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN Pajak yang dikenakan terhadap pengambilan dan pemanfaatan air, baik air bawah tanah maupun air permukaan untuk digunakan bagi orang pribadi atau badan, keeuali untuk keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat. Air bawah tanah adalah air yang berada di perut bumi, termasuk mata air yang muneul seeara alamiah di atas permukaan tanah. Air permukaan adalah air yang berada di atas permukaan bumi, tidak termasuk air laut.
Subjek Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan Subjek Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan adalah orang pribadi atau badan yang memanfaatkan, atau mengambil, dan memanfaatkan air bawah tanah danlatau air permukaan.Wajib Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan adalah orang pribadi atau badan yang mengambil, atau memanfaatkan, atau mengambil dan memanfaatkan air bawah tanah dan/atau air permukaan.
Objek Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air,Bawah Tanah dan Air Permukaan Objek Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan adalah (1) pengambilan air bawah tanah danl atau air permukaan; (2) pemanfaatan air bawah tanah danlatau air permukaan; (3) pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah danl
IJ
117
atau air permukaan. Dikeeualikan dari objek Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan adalah: a. pengambilan, atau pemanfaatan, atau pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah danlatau air permukaan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; b. pengambilan, atau pemanfaatan, atau pengambilan dan pemanfaatan air permukaan oleh Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang khusus didirikan untuk menyelenggarakan usaha eksploitasi dan pemeliharaan pengairan serta mengusahakan air dan sumber-sumber air; e. pengambilan, atau pemaanfaatan, atau pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan/atau air permukaan untuk kepentingan pengairan pertanian rakyat; d. pengambilan, atau pemaanfaatan, atau pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan/atau air permukaan untuk keperluan dasar rumah tangga; e . pengambilan, atau pemanfaatan, atau pengambilan dan pemanfaa-tan air bawah tanah danlatau air permukaan lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah.
DasarPengenaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan Dasar pengenaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan adalah nilai perolehan air; Nilai perolehan air dinyatakan dalam rupiah yang dihitung menurut sebagian atau seluruh faktor-faktor: a. jenis sumber air; b. lokasi sumber air; e. tujuan pengambiIan danlatau pemanfaatan air; d. volume airyangdiambiI, atai dimanfuatkan, atau diambiI dandimanfuatkan; e. kualitas air; f. luas area tempat pengambilan danlatau pemanfaatan air; g. musim pengambilan,atau pemanfaatan, atau pengambilan dan pemanfaatan air;
118
• Pajak dim Retribusi Daerah
h. tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan atau pemanfaatan, atau pengambilan dan pemanfaatan air. Sedangkan besarnya nilai perolehan air yang digunakan untuk kegiatan Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah yang memberikan pelayanan publik, pertambangan minyak bumi dan gas alam ditetapkan oleh Menteri Dalam Nege ri denga n pertimbangan Menteri Keuangan.
TarifPajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
PAJAK DAERAH TINGKAT KABUPATEN/KOTA
Tarif Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan ditetapkan sebagai berikut: a. Air bawah tanah sebesar 20 % (dua puluh persen); b . Air permukaan sebesar 10% (sepuluh persen).
Pembayaran Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan Terutang Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat air berada. Besarnya pokok Pajak Pengambilan dan pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak . Khusus Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang ketenagalistrikan untuk pemanfaatan umum yang tarifnya ditetapkan oleh Pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku , maka pokok pajak diperhitungkan dalam harga jual listrik di Daerah yang dijangkau oleh sistem pasokan tenaga listrik yang bersangkutan.
....
S
eperti telah diuraikan di bab lalu, bahwa dari sudut kewenangan pemungutannya, pajak daerah secara garis besar dibedakan menjadi 2 (dua). Pertama, pajak daerah yang dipungut oIeh Pemerintah Daerah di Tingkat Propinsi, yang sering disebut pajak propinsi. Kedua, pajak daerah yang dipungut oIeh Pemerintah Daerah di tingkat KabupatenlKota, yang sering disebut pajak kabupatenl kota. Pajak Daerah yang dipungut oleh Pemerintah Daerah tingkat KabupatenlKota menurut UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pa.iak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 34 Tahun 2000 terdiri dari pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, dan pajak pengambilan bahan galian golongan C. Bab 9 ini akan membicarakan khusus tentang pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah tingkat kabupaten/kota, sedangkan pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah tingkat propinsi telah dibicarakan di bab sebelumnya.
PajakDaerah Tingkat KabupatenlKotall
120
121
~ Pajak dan Retribusi Daerah
PAJAKHOTEL .Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginapl beristirahat, memperoleh pelayanan, dan/atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu; dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran.
Subjek Pajak Hotel Subjek Pajak Daerah adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak daerah. Berkaitan dengan pajak hotel maka yang dimaksud dengan Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada hotel. Sedangkan yang dimaksud dengan Wajib Pajak Daerah adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu. Dengan demikian yang dimaksud wajib pajak untuk pajak hotel adalah orang atau badan yang membayar atas pelayanan hotel dan pengusaha hotel. Namun, dalam pp No.65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah yang dimaksud sebagai Wajib Pajak Hotel hanya pengusaha hotel. Padahal secara logika kedua-duanya merupakan Wajib Pajak. Bagi pembayar hotel merupakan wajib pajak (WAPA) langsung, sedangkan bagi pengusaha hotel merupakan wajib pungut (WAPU). Pengusaha hotel itu berkewajiban menyetorkan pajak hotel ini ke Kas Daerah. Objek Pajak Hotel Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran, termasuk: 1. fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek; 2. pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggaljangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan
dan kenyamanan; 3. fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan untuk umum; 4. jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel.
Bukan Objek Pajak Hotel 1. 2. 3. 4. 5.
Sedangkan yang tidak termasuk objek pajak hotel adalah: penyewaan rumah atau kamar, apartemen dan/atau fasilitas tempat tinggal lainnya yang tidak menyatu dengan hotel; pelayanan tinggal di asrama, dan pondok pesantren; fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan di hotel yang dipergunakan oleh bukan tamu hotel dengan -pembayaran; pertokoan, perkantoran, perbankan, salon yang dipergunakan oleh umum di hotel; pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan dapat dimanfaatkan oleh umum.
Dasar Pengenaan Pajak Hotel Dasar pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas penyerahan barang danlatau jasa sebagai pembayaran kepada pemilik hotel.
Tan! Pajak Hotel Tarif Pajak Hotel paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Pembayaran Pajak Hotel Terutang Pajak Hotel yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat hotel berlokasi. Besarnya pokok Pajak Hotel yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak hotel setinggi-tingginya sebesar 10% (sepuluh persen)dengan dasar pengenaanpajak yaitujumlah yang
122
PajakDaerah Tingkat KabupatenlKota
• PajakdanRetribusi Daeroh
diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas penyerahan barang danlatau jasa sebagai pembayaran kepada pemilik hotel.
PAJAKRESTORAN Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan restoran. Restoran adalah tempat menyantap makanan dan/atau minuman,yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga atau katering.
Subjek Pajak Restoran Subjek Pajak Daerah adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenai pajak daerah. Berkaitan dengan pajak restoran maka yang dimaksud dengan Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada restoran. Sedangkan yang dimaksud dengan Wajib Pajak Daerah adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu. Dengan demikian yang dimaksud wajib pajak untuk pajak restoran adalah orang atau badan yang membayar atas pelayanan restoran dan pengusaha restoran. Namun, dalam pp No.65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah yang dimaksud sebagai Wajib Pajak Restoran hanya pengusaha restoran. Padahal secara logika kedua-duanya merupakan Wajib Pajak. Bagi pembayar restoran merupakan wajib pajak (WAPA) langsung, sedangkan bagi pengusaha restoran merupakan wajib pungut (W APU). Pengusaha restoran berkewajiban menyetorkan pajak restoran ini ke Kas Daerah, sesuai pp No.65/ 2001 . Objek Pajak Restoran Objek pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran. Tidak termasuk objek pajak restoran adalah: 1. Pelayanan usaha jasa boga atau katering;
IJ
123
. 2. Pelayanan yang disediakan oleh restoran atau rumah makan yang peredarannyatidak melebihibatas tertentu yang ditetapkandengan Peraturan Daerah;
Dasar Pengenaan Pajak Restoran Dasar pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas penyerahan barang dan/atau jasa sebagai pembayaran kepada pemilik restoran.
Tarif Pajak Restoran Tarif Pajak Restoran paling tinggi sebesar 10 % (sepuluh persen) dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Pembayaran Pajak Restoran Terutang . Pajak Restoran yang terhutang dipungut di wilayah Daerah tempat restoran berlokasi. Besarnya pokok Pajak Restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak restoran paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dengan dasar pengenaan pajak,yaitu jumlah yang diterirria atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas penyerahan barang dan/atau jasa sebagai pembayaran kepada pemilik restoran.
PAJAK HIBURAN Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, dan/atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolah raga;
Subjek Pajak Hiburan Subjek Pajak Daerah adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenai pajak daerah. Berkaitan dengan pajak hiburan maka yang
124
PajakDaerahTingkot KabupatenlKota
~PajakdanRetribusiDaerah
dimaksud dengan Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menonton danlatau menikmati hiburan. Adapun yang dimaksud dengan Wajib Pajak Daerah menurut VV No. 18.Tahun 1997 sebagaimana telah diubah terakhir dengan VV No.34 Tahun 2000 adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu . Dengan demikian yang dimaksud wajib pajak untuk Wajib Pajak Hiburan menurut VV Pajak Daerah dan Retribusi daerah adalah orang pribadi atau badan yang menonton danlatau menikmati hiburan, dan orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan. Namun menurut pp No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah yang dimaksudkan sebagai Wajib Pajak Hiburan hanya orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.
Objek Pajak Hiburan Objek Pajak Hiburan adalah penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. Tidak termasuk objek pajak hiburan adalah penyelenggaraan hiburan yang tidak dipungut bayaran, seperti hiburan yang diselenggarakan dalam rangka pernikahan, upacara adat, kegiatan keagamaan. Dasar Pengenaan Pajak Hiburan Dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnyadibayar untuk menonton danlatau menikmatihiburan.
Too! Pajak Hiburan Tarif Pajak Hiburan paling tinggi sebesar 35 % (tiga puluh lima persen) dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pembayaran Pajak Hiburan Terutang Pajak Hiburan yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat hiburan diselenggarakan. Besarnya pokok Pajak Hiburan yang
IJ
125
terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak Hiburan paling tinggi sebesar 35 % (tiga puluh lima persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak, yaitu jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton dan/atau menikmati hiburan.
PAJAK REKLAME Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk dan corak ragarnnya untuk tujuan komersial. Dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah.
Subjek Pajak Reklame Subjek Pajak Daerah adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenai pajak daerah . Berkaitan dengan Pajak Reklame maka yang dimaksud dengan Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan atau melakukan pemesanan reklame. Adapun yang dimaksud dengan Wajib Pajak Daerah menurut VV No. 18 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah terakhir dengan VV No.34 Tahun 2000 adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang , termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu. Dengan demikian yang dimaksud wajib pajak untuk Wajib Pajak Reklame menurut VV Pajak Daerah dan Retribusi daerah yang merupakan Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pemesanan reklame dan orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame. Namun menurut pp No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah yang dimaksudkan sebagai Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame.
126
I Pajak dmlRetribusi Daerah .
Pajak Daerah 1ingkat KabupatenlKota
IJ
127
.. .
Objek Pajak Reklame Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan reklame. Tidak termasuk sebagai objek Pajak Reklame adalah: 1. Penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya; 2 . Penyelenggaraan reklame lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Dasar Pengenaan Pajak Reklame Dasar pengenaan Pajak Reklame adalah nilai sewa reklame . Nilai sewa reklame diperhitungkan dengan memperhatikan lokasi penempatan, jenis, jangka waktu penyelenggaraan, dan ukuran media reklame. Cara perhitungan nilai sewa reklame ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Hasil perhitungan nilai sewa reklame ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah.
Tarif Pajak Reklame Tarif Pajak Reklame paling tinggi sebesar 25 % (dua puluh lima persen) dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Pembayaran Pajak Reklame Terutang Pajak Reklame yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat reklame tersebut diselenggarakan. Besarnya pokok Pajak Reklame yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak reklame setinggi-tingginya sebesar 25 % (dua puluh lima persen) dengan dasar pengenaan pajak yaitu nilai sewa reklame.
PAJAK PENERANGAN JALAN Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik dengan ketcntuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia peneranganjalan yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah. Penerangan jalan adalah penggunaan tenaga listrik untuk menerangi
'jalan umum yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah. Dalam hal tenaga listrik disediakan oleh PLN maka pemungutan Pajak Penerangan Jalan dilakukan oleh PLN. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemungutan Pajak Penerangan Jalan tersebut diatur dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan Menteri Keuangan.
Subjek Pajak Penerangan JaJan Subjek Pajak Penerangan jalan adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik. Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau badan yang menjadi pelanggan listrik dan/atau pengguna tenaga listrik.
Objek Pajak Penerangan JaJan Objek Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listrik di wilayah daerah yang tersedia peneranganjalan, yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah. Dikecualikan dari objek Pajak Penerangan Jalan yang dimaksud jika: 1. penggunaan tenaga listrik oleh instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; 2. penggunaan tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat, perwakilan asing, dan lembaga-Iembaga internasional dengan asas timbal balik; 3. penggunaan tenaga listrik yang berasal dari bukan PLN dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dan instansi teknis terkait; 4. penggunaan tenaga listrik lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah.
Dasar Pengenaan Pajak Penerangan JaJan Dasar pengenaan Pajak Penerangan Jalan adalah Nilal JuaI Tenaga Listrik. Nilai Jual Tenaga listrik yang dimaksudkan tersebut, ditetapkan sebagai berikut:
128
• PajakdonRetribusi Daerah PajakDaerahTingkat Kabupatel/lKota
1. Dalam hal tenaga listrik berasal dari PLN dengan pembayaran, Nilal Jual Tenaga Listrik adalah jumlah tagihan biaya beban ditambah dengan biaya pemakaian kwh yang ditetapkan dalam rekening listrik; 2. Dalam hal tenaga listrik berasal dari bukan PLN dengan tidak dipungut bayaran, Nilai Jual Tenaga Listrik dihitung berdasarkan kapasitas yang tersedia, penggunaan listrik atau taksiran penggunaan listrik, dan harga satuan listrik yang berlaku di wilayah Daerah yang bersangkutan. Khusus untuk kegiatan industri, penambangan minyak bumi dan gas alam, Nilai Jual Tenaga Listrik ditetapkan sebesar 30% (tiga puluh persen) .
TarifPajakPenerangan Jalan TarifPajak Penerangan Jalan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Pembayaran Pajak Penerangan Jalan Terutang Pajak PeneranganJalan yang terutang dipungut di wilayahDaerah tempat penggunaan tenaga listrik.Besarnya pokok Pajak Penerangan Jalan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak Penerangan Jalan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dengan dasar pengenaan pajak, yaitu Nilal Jual Tenaga Listrik. Dalam hal Pajak Penerangan Jalan dipungut oleh PLN maka besarnya pokok pajak terutang dihitung berdasarkan jumlah rekening listrik yang dibayarkan oleh pelanggan PLN .
PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian Golongan C sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahan galian golongan C adalahbahan galianyang terdiri dari Asbes, batu tulis, batu setengah permata , batu kapur, batu apung batu permata, bentonit,
IJ
129
-dolomit, feldspar, garam batu (halite); grafi, granit/andesit, gips, kalsit; kaolin, leusit; magnesit, mika, marmer; nitrat; opsidien; oker; pasir dan kerikil; pasir kuarsa; perlit; phospat; talk, tanah serap (fullers earth); tanah diatome; tanah liat; tawas (alum); tras; Yarosif; zeolit; basal; dan trakkit.
Subjek PajakPengambilan Bahan Galian Golongan C Subjek Pajak pengambilan ,Bahan Galian Golongan C adalah orang pribadi atau badan yang mengambil bahan galian golongan C. Sedang Wajib Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakanpengambilan bahan galian golongan C.
Objek Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C Objek Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah kegiatan pengambiIan bahan galian golongan C. Bahan galian golongan C sebagaimana dimaksud meliput i asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung , batu permata, bentonit, dolomit, feldspar, garam batu (halite), grafi, granit/andesit, gips, kalsit , kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer; nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa , perlit; phospat ; talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal dan trakkit. Dikecualikan dari Objek Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C yang dimaksud jika: 1. Kegiatan pengambilan bahan galian golongan C yang nyatanyata tidak dimaksUdkan untuk mengambil bahan galian golongan C tersebut dan tidak dimanfaatkan secara ekonomis. 2. PengambiIan bahan galian golongan C lainnya yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
DasarPengenaan PajakPengambilan Bahan Galian Golongan C Dasar pengenaan Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah nilai jual hasil pengambilan bahan galian golongan C. NiIai
130
11 Pajakclan Retribusi Daerah PajakDaerah Tingkat KabupatenlKota
jual dihitung dengan: mengalikan volume/tonase hasil pengambilan dengan nilai pasar atau harga standar masing-masing jenis bahan galian golongan C.
Tarif Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C Tarif Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C paling tinggi sebesar 20 % (dua puluh persen) dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Pembayaran Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C Terutang Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat pengambilan bahan galian golongan C. Besarnya pokok Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen) dengan dasar pengenaan pajak yaitu nilai jual dihitung dengan mengalikan volume/tonase hasil pengambilan dengan nilai pasar atau harga standar masing-masing jenis bahan galian golongan C.
PAJAK PARKIR
IJ
131
.• 'pemilik atau penyelenggara tempat parkir. Tempat parkir adalah tempat parkir di luar badanjalan yang disediakan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Dengan demikian yang dimaksudWajib Pajak Parkir adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir.
Objek Pajak Parkir Objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Tidak termasuk objek pajak adalah: 1. Penyelenggaraan tempatparkir oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; 2. Penyelenggaraan parkir oleh kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing, dan perwakilan lembaga-Iembaga internasional dengan asas timbal balik; 3. Penyelenggaraan tempat parkir lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah.
Pajak Parkir adalah pajak yang dikenakan atas tempat parkir yang disediakan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan atas pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.
Dasar pengenaan Pajak Parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir.
Subjek Pajak Parkir
Tarif Pajak Parkir
Subjek Pajak Parkir adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas tempat parkir. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas penyerahan barang dan/atau jasa sebagai pembayaran kepada
TarifPajak Parkir paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen) dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Dasar Pengenaan Pajak Parkir
132
I1 PajakdunRetribusiDaerah
Pembayaran Pajak Parkir Terutang Pajak Parkir ya~g terutang dipungut di wilayah Daerah temp at parkir berlokasi. Besarnya pokok Pajak Parkir yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak Parkir paling tinggi sebesar 20 % (dua puluh persen) dengan dasar pengenaan pajak yaitu jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir. ~
...
RETRIBUSI DAERAH
D
i bab lalu, telah diuriakan tentang jenis-jenis pajak daerah baik pajak propinsi maupun pajak kabupaten /kota. UU No. . 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 34 Tahun 2000, retribusi dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu retribusi jasa umum, retribusijasa usaha dan retribusi perizinan tertentu . Bab 10 ini akan membicarakan khusus tentang retribusi daerah yang dipungut oleh Pemerintah Daerah. Untuk menetapkan kebijaksanaan umum tentang prinsip dan sasaran dalam penetapantarif retribusi, baik retribusijasa umum, retribusi jasa usahamaupunretribusiperizinantertentu, ketiganyaditetapkandengan Peraturan Pemerintah. Besarnya retribusi yang hams dibayar oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa yang bersangkutan dihitung dari perkalian antara tingkat penggunaan jasa dan tarif retribusi. Tingkat penggunaanjasa dapat dinyatakan sebagai kuantitas penggunaanjasa sebagai dasar alokasi beban biaya yang dipikul daerah untuk penyelenggaraanjasa yang bersangkutan, sedangkan tarif retribusi adalah nilai rupiah atau persentase tertentu yang ditetapkan untuk menghitung besarnya retribusiyang terutang. Tarif dapatditentukanseragam ataudapat
134
I1 PajakdunRetribusi Daerah
Retribusi Daerah IJ
135
diadakan pembedaan tentang golongan tarif sesuai dengan prinsip dan sasaran tarif tertentu.
'Penggantian Biaya Cetak Peta dan Retribusi Pengujian Kapal Perikanan.
Retribusi Jasa Umum
2. Objek Retribusi Jasa Umum
Jasa Umum merupakanjasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerahuntuktujuan kepentingan dankemanfaatan masyarakat umum. Bentukjasaumumyangdisediakan ataudiberikan olehPemerintah Daerah kepada masyarakat umum diwujudkan dalamjasa pelayanan. Dengandemikian, Retribusi JasaUmumadalahretribusiyangdikenakan terhadap orang pribadi ataubadan yangmenggunakan/menikrnati pelayanan jasa umumyangdisediakan ataudiberikan olehPemerintah. Dalammenetapkanjenisretribusike dalam kelompokretribusijasa umum, kriteriayangdapatdigunakan adalah : a Jasatersebuttermasukdalamkelompok urusanpemerintahan yang diserahkankepadadaerahdalam pelaksanaan asas desentralisasi, b. Jasatersebutmemberimanfaatkhusus bagiorangpribadiataubadan yangdiharuskan membayar retribusi c. Jasa tersebut, dianggaplayakjika hanyadisediakankepadabadan atauorangpribadiyangmembayar retribusi d. Retribusi untukpelayanan pemerintah daerahitutidakbertentangan dengankebijakan nasional e. Retibusi tersebut dapatdipungut secaraefektifdanefisien, sertadapat merupakan salahsatusumberpendapatan daerahyang potensial f Pelayanan yang bersangkutan dapatdisediakansecarabaikdengan kualitas pelayanan yangmemadai
1. Jenis Retribusi Jasa Umum Jenis-jenisnya yaitu Retribusi Pelayanan Kesehatan, Retribusi Pelayanan PersampahanlKebersihan, Retribusi Penggantian BiayaCetak KartuPenduduk dan AkteCatatan Sipil, Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat, RetribusiParkir di Tepi Jalan Umum, Retribusi Pasar, RetribusiAir Bersih, Retribusi PengujianKendaraanBermotor, Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran, Retribusi
ObjeknyaadalahJasa Umum, antara lain pelayanankesehatan dan pelayanan persampahan dengan pengecualian urusan umum pemerintahan.Berikut uraian dari bentuk-bentuk objek retribusijasa pelayanan umum : a. Pelayanan Kesehatan adalahpelayanan kesehatan di Puskesmas, BalaiPengobatan dan RumahSakit UmumDaerah, tidak termasuk pelayanan pendaftaran b. Pelayanan Kebersihan dan Persampahan meliputi pengambilan, pengangkutan danpembuangan sertapenyediaan lokasi pembuanganl pemusnahan smapah rumah tangga,sampah industri dan sampah perdagangan; tidak termasuk pelayanan kebersihanjalanumum, taman danruanganltempat umum c. Pnggantianbiaya cetak KTP dan Akta CatatanSipil. Akta Catatan SipilmeIiputi aktekelahiran, akteperkawinan, akteperceraian, akte pengesahan dan pengakuan anak, akte gantinamabai warga negara asingdan aktekematian d. PelayananPemakamandan Pengabuan Mayat meIiputipelayanan penguburan/pemakaman, pembakara/pengabuan mayat, dan sewa tempat pemakaman ataupenguburanlpengabuan mayatyangdimiliki ataudikelola olehPemerintah Daerah e. Pelayanan parkir ditepijalanumum adalah penyediaan pelayanan parkir ditepi jalanumumyangditentukan olehPemerintah Daerah f PelayananPasar adalah fasilitas pasar tradisionallsederhana yang berupapelataran ataulosyangdikelolaolehPemerintah Daerahdan khusus disediakan untuk pedagang, tidaktermasuk yangdikelola oleh Perusahaan DaerahPasar g. Pelayanan Air Bersih adalah pelayanan penyediaan fasilitas air bersih yang dimiliki atau dikelola langsung oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk pelayanan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
136
mPajak donRetribusi Daerah
h. Pelayanan Pengujian Kendaraan Bermotor meliputi pelayanan pemeriksaan kendaraan bermotor sesuai dengan perundang-undangan yangberlaku, yangdiselenggarakan olehPemerintah Daerah i Pelayanan Pemeriksaan AlatPemadamKebakaran adalahpelyanan pemeriksaan dan pengujianoleh Pemerintah Daerah terhadap alatalat pemadam kebakaran yang dimiliki atau dipergunakan oleh masyarakat j. Pelayanan pengujiankapal perikanan adalahpelayananpengujian terhadap kapal penangkap ikanyangmenjadi kewenangan Pemerintah Daerah 3. Subjek Retribusi Jasa Umum Subjeknya adalahorangpribadi ataubadanyangmenggunakan jasa ini. 4. Tarif Retribusi Jasa Umum Padadasamya disesuaikan denganperaturanperundang-undangan yang berlakumengenaijenis-jenisretribusi yangberhubungandengan kepentingan nasional.
Retribusi Jasa Usaha Retribusi JasaUsahamerupakan pelayanan yangdisediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pelayanan tersebut belum cukup disediakan oleh swasta. Adapun kriteria jasa pelayanan usaha yangdapatdikenai retribusi jenis ini yaitu a. Jasa tersebutbersifat komersial yang seyogyanya disediakanoleh swasta, tetapi pelayanan sektor swasta dianggap belum memadai b. Hams terdapatharta yang dimiliki ataudikuasasioleh Pemerintah Daerah dan belum dimanfaaatkan secara penuh oleh Pemerintah Daerah seperti tanah, bangunan dan alat-alat berat.
________------'IJ
137
-1. Jenis Retribusi Jasa Usaha Jenis-jenisnya yaitu Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah, Retribusi PasarGrosirdan atauPertokoan, Retribusi Terminal, Retribusi Tempat Khusus Parkir, Retribusi Tempat Penitipan Anak, Retribusi Tempat Penginapan, Retribusi Penyedotan Kakus, Retribusi Rumah Potong Hewan, Retribusi Tempat Pendaratan Kapal, Retribusi TempatRekreasi dan 0100 Raga, Retribusi Penyeberangan di Atas Air,Retribusi Pengolahan Limbah CairdanRetribusi Penjualan Produksi UsOOa Daerah. 2. Objek Retribusi Jasa Usaha Objeknya adalah JasaUsaha antara lainpenyewaan asetyang dimi1iki/ dikuasai oleh pemerintah daerah, penyediaan tempatpenginapan, usaha bengkel kendaraan, tempat pencucian mobil dan penjualan bibit. Berikut uraianjasa-jasausahayangmeruapakan objekretribusi jasa usaha: a. Pemakaian Kekayaan Daerah meliputi pemakaian tanah dan bangunan, pemakian ruangan untuk pesta, pemakaian untukkendaraan atau alatalatberatmilik Pemerintah Daerah b. Pasar Grosirdan atau Pertokoanadalahpasar grosir berbagai jenis barang termasuk: tempat pelalangan ikan,ternak, basil bumidan fasilitas pasar/pertokoan yangdikontrakkan, disediakan ataudiselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang disediakan oleh Perusahaan DaerahPasarataupihak swasta c. Pelayaan Terminal, adalah pelayanan penyediaan tempat parkir untuk kendaraanpenumpang dan bis umum, tempat kegiatan usahadan fasilitas lainnyadilingkungan terminal, yang dimiliki danatau dikelola olehPemerintah Daerah d. Pelayanan Tempat Khusus Parkir adalah pelayanan penyediaan tempat parkir yang khusus disediakan, dimiliki dan atau dikelola oleh Pemerintah Daerah e. Pelayanan Tempat Penitipan Anak adalah penyediaan tempat penitipan anak yang dimiliki dan atau dikelola oleh Pemerintah Daerah
138
~Pajak don Retribusi Daerah
f.
Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Vila adalah pelayanan penginapan/pesanggrahan/vila yang dimiliki dan atau dikelola oleh Pemerintah Derah g Penyedotan Kakus adalahpelayananpenyedotan kakus ataujamban yang dilakukanolehPemerintah Daerah h Rumah PotongHewanadalahpelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewanternaktennasuk pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipotong yangdimilki ataudikelola olehPemerintah Daerah i TempatPendaratan Kapaladalahpelayanan padatempat pendaratan kapal ikandan ataubukankapalikanyangdimiliki ataudikelola oleh Pemerintah Daerah j. TempatRekreasi dan Olah Raga adalahpelayanan tempat rekreasi, pariwisata, danolahragayngdimiliki olehPemerintah Daerah k. Penyeberangan di Atas Air adalahpelayanan penyeberangan orang ataubarang dengan menggunakan kendaraan di atas air yang dimiliki dan ataudikelola olehPemerintah Daerah 1 Pengolahan LimbahCair adalahpelayanan pengolahan limbah cair, rumahtangga, perkantorandan industri yang dimiliki danatau dikelola oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh Perusahaan daerah m Penjualan UsahaProduksi Daerah adalahpenjualan hasilproduksi usaha tertentu Pemerintah Daerahmisalnya bibittanaman, bibit ternak danbibitikan
3. Subjek Retribusi Jasa Usaha Subjeknya adalahorangpribadi ataubadanyangmenggunakanjasa nu.
4. Tarif Retribusi Jasa Usaha Tarif retribusi ini ditetapkan oleh daerah sehingga dapat tercapai keuntungan yanglayak, yaitu keuntungan yangdapatdianggap memadai. Jikajasa yangbersangkutan diselenggarakan olehswasta.
- - - - - - - - - - - - - - -__~IJ
139
Retribusi Perizinan Tertentu Retribusi Perizinan, memiliki peran ganda. Selainberfungsiutarna sebagai pengatur , retribusi perizinan juga berfungsi sebagai sumber pendapatan daerah. Tepatnya, fungsi utamaretribusi perizinan merupakan instrumen yang digunakanuntuk melakukan pengaturan, pembinaan, pengendalian, maupun pengawasan. Hal ini dimaksudkan guna melindungi kepentingan umumdan menjaga kelestarianlingkungan. Pengaturan, pengawasan, pengendalian danpengarahan ini diperlukan agarmasyarakat tidaksesuka hatinya melakukan kegiatan ekonomi dankegiatan lainnya di luar ketentuan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah yang dapat membahayakan kepentingan umum dankelesrarian lingkungan.
1. Jenis Retribusi Perizinan Tettentu Jenis-jenisnya ialah Retribusi Peruntukan Penggunaan Tanah, Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, Retribusi Izin TempatPenjualanMinuman Beralkohol, Retribusi IzinGangguan, Retribusi IzinTrayekdanRetribusi IzinPengambilan Hasil Hutan Ikutan.
2. Objek Retribusi Perizinan Tertentu Objeknya adalah perizinan tertentu antara lain Izin Mendirikan Bangunan danIzinPeruntukkan Penggunaan Tanah. Kemudian pengajuan izintertentu olehBUMN atauBUMD tetapdikenakan retribusi, karena badantersebut merupakan kekayaan negara/daerah yangtelah dipisahkan, tetapi pengajuan izinolehPemerintah Pusatmaupun Pemerintah Daerah tidak dikenakan retribusi perizinan tertentu. Perijinnan yangmenjadi objek retribusi perizinan meliputi : a. Ijin peruntukan penggunaan tanah adalah pemberian ijin atas penggunaan tanahkepada badan usaha yangakanmenggunakan tanah seluas 5.000 meter atau lebihyang dikaitkan dengan rencana tata ruang daerah yang bersangkutan b. Ijin mendirikan bangunan (1MB) adalah pemberian ijin untuk mendirikan bangunan, termasuk kegiatan peninjauan desain dan pemantauan pelaksanaan pembangunannya agar tetapsesuaidengan
140
~ PajakdanRetribusi Daerah.
rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang yang berlaku, serta pengawasanpenggunaan bangunan meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat-syarat keselematan bagi yang menempati bangunan tersebut. c. Ijintempat penjualan minuman beralkohol adalah pelayanan pembetian ijinuntukmelakukan penjualan minuman beralkohol di suatu tempat tertentu dilingkungan tertentu diwilayah kekuasaan Pemerintah Daerah. d. Ijingangguan adalah pelayanan pemberian ijintempat usaha kepada orangpribadiataubadandilokasi tertentuyangdapatmenimbulkan bahaya, kerugiandan gangguan, tidak termasuktempatusahayang lokasinya ditunjuk olehPemerintah PusatatauDaerah. e. Ijintrayek adalah pelayanan pemberian ijinkepada orangpribadi atau badan untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu trayektertentu. f Ijinpengambilan hasil hutan ialahpelayanan pemberian ijinpengambilan hasil hutankepada orangpribadiataubadanuntukmelakukan usaha pengambilan hasil hutan ikutan antara laindamar, rotan,gaharu, tidak termasukpengambilan kayuhutan.
3. Subjek Retribusi Perizinan Tertentu Subjeknya adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan perijinan tertentu tersebut.
4. TarifRetribusi Perizinan Tertentu Tarifretribusi ini ditetapkan sedemkianrupa sehingga hasil retribusinya dapat menutup sebagian atausama dengan perkiraan biaya yang diperlukan untuk menyediakanjasa yang bersangkutan. ~
A
~
MENGUKUR KINERJA PAJAK DAN RETRIBUSI
P
engukuran kinerja pajak dan retribusi dapat ditinjau baik dari sisi efektivitasmaupun sisi efisiensinya. Menurut kamus bahasa Indonesia, efisiensi memiliki arti sebagai: (1) ketetapan cara (usaha, kerja) dalam menjalankan sesuatu (dengan tidak membuang waktu dan biaya); (2) kemampuan menjalankan tugas dengan baik dan tepat (dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga, biaya). Dilihat dari sisi teori akuntansi biaya, efisiensi dapat diartikan sebagai penggunaan jumlah bahan dan yangsesuai standar tersebut telah ditetapkan dalam artibahwa standar tersebut wajar dengan suatu toleransi padatingkat yang dapat diterima. Secara umum efisiensi dapatjuga diartikan sebagai perbandingan antaramasukan (input) dengankeluaran(output) dari suatu proses, danpadatingkatan tertentu efisiensi akan menyangkut analisa hubungan antara rnanfaat yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan. Bab 11 ini menguraikan tentang caramengukur kinerja pemungutan pajak . dan retribusi daerah sertadiuraikan tentang mengukur potensi pajakdan retribusi daerah sebagai daerah untuk mengukur kinerja pajak dan retribusi daerah.
142
11 PajakdonRetribusi Daerah
PENGUKURAN KINERJA Dalam konteks penghimpunan sumber pendapatan daerah, biaya, sarana, tenaga dan cara yang digunakan merupakan ukuran dad masukan, sedangkanpenerimaandaerah akan menjadiukuran dari pada keluaran. Dalamkaitannya dengan pemungutan surnber pendapatan daerah, efisiensi biayapengeluarandapatdiartikansebagai efisiensi yangukuran masukannya sudahtertentuyaitu biaya atau pengeluarannya, sedangkan keluarannya dapatdiukur dengankeberhasilan penerimaan daerah. Selanjutnya yang dimaksuddengan potensiadalah: daya, kekuatan, atau kesanggupan untuk menghasilkan penerimaan daerah, atau kemampuan yang pantasditerimadalam keadaan seratuspersen. Potensi penerimaan daerah dapat diukur melalui dua pendekatan yakni: (1) berdasarkan fungsi penerimaan; (2) berdasarkan atas indikator sosial ekonomi. Sebagai contoh digunakan pajak daerah sebagai sasaran pengukuran potensi menurut fungsi perpajakan, dilakukan melalui pengamatan atas pelaksanaan pemungutan pajak yang bersangkutan dengancara mengalihkan pengenaanpajak (tax base)nya. Menurut Devas eN (1989) seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, kinerja Administrasi Penerimaan daerahacta tiga,yaitu upaya pajak, efektifitas dan efisiensi. Definisi UpayaPajakadalah imbangan antara pendapatan pajakdengankapasitas yangdapatdipajaki baiksecara nasional maupun secara daerah. Dalamhat ini ukuranyangdipakai dalammengkaji besarankapasitas yangdapatdipajaki ialah PDRB. Namunkonsep PDRB sendiri tidak mencerminkan secara tepat pendapatan yang siap dibelanjakan; PDRB tidak tidak hanya dimanfaatkanoleh pajak daerah juga nasional. Definisi efektivitas ialahimbangan antarapendapatan (pajak atau retribusi) yang sebenarnyaterhadappendapatanyangpotensial dari suatu pajak yaitu dengan anggapan bahwa mereka yang seharusnya membayar, dengan jumlah yang seharusnya dibayarkan, benar-benar memenuhi kewajibannya. Pengukuran potensi pajak sangat dipengaruhi oleh semua tahap kegiatan (fungsi) administrasi pendapatan pajak/retribusi seperti tahap-tahap pendapatan, penetapan penyetoran dan pembukuan.
Mengukur Kinerja Pajakdan Retribusi11
143
Sedang Slamet Sularso (Diktat Adpenda) menu~ukkan administrative efficiency ratio (AER) akan menggambarkan kemampuan untuk mencapai tujuan dalam bentuk menggali dan mereallslr. pemungutan sumber pendapatan daerah berdasarkan potensi yang ada melalui tiga pendekatan: (1) sisi penerimaan pungutan; (2) sisi subjek pungutan ; (3) sisi objek pungutan. Dari sisi penerimaan pungutan, AER menggambarkan persentase kemampuanmemungut (taxing capacity) terhadap potensi (taxable capacity). AngkaAER"dari segipenerimaan pungutan ini, diperoleh melalui perbandingan antarajumlOO realisasi penerimaan dengan potensiyang ada, biladirumuskan sebagai berikut: AER = Re alisasi penerimaan x 100% Potensi yang ada
Semakin besar angka AERyangdiperoleh, maka sernakin tinggi tingkat efisiensinya. AngkaAER ini menunjukkankemampuanmemungut dan mengukur apakah tujuan aktivitas pemungutan dapat dicapai. Dengan demikian,semakin besar AER menunjukkan semakin efisien aktivitas pemungutannya. Artinya, semakin besar kernampuan memungutnya dan tujuanaktivitas pemungutan semakin mendekati untukdapatdicapai. . Dari sisisubjekpungutan, AER menggambarkan persentasejumlah subjekpungutanyang dapat dijaring oleh unit/instansiyang menangani pemungutan, baikuntuksubjek yangsudah terdaftar dalamarti intensifikasi (deepening) maupun subjekyangbelurn terdaftar dalamarti ekstensifikasi (widening). Biladigambarkan dalamrumus adalahsebaga] berikut: AER sub 1= jumlah subyek terdaftar x l 00% jumlah potensi subyek AER sub E = jumlah subyek belum terdaftar x l 00% jumlah potensi subyek
Semakin besar angka AERyang diperoleh, maka semakin tinggi tingkat efisiensinya. AngkaAER ini menunjukkan kernampuan menjaring subjek
144
Mengukur KineTja PajakdanRetribusi
~PajakdanRetribusiDaerah
pungutan dan mengukur apakah tujuan penjaringan subjek pungutan telah dapat dicapai jumlahnya. Dengan demikian,semakin besar AER menunjukkan semakin efisien aktivitas penjaringan subjek pungutannya. Artinya, semakin besar kemampuan menjaringnya dan tujuan aktivitas penjaringan subjek pungutan semakin mendekati dapat dicapai. Dari sisi objek pungutan, AER menggambarkan persentase objek pungutan yang telah terdaftar terhadap objek pungutan yang belum terdaftar. Angka AER dari segi objek pungutan ini, diperoleh melalui perbandingan antara jumlah objek pungutan yang telah terdaftar dengan jumlah objek pungutan yang belum terdaftar, bila dirumuskan sebagai berikut: AERobjek=
jumlalDbjekterdaftar xlOO% jumlalDbjekbelumterdaftar
Semakin besar angka AER yang diperoleh, maka semakin tinggitingkat efisiensinya. Angka AER ini menunjukkan kemarnpuan menjaring objek pungutan dan mengukur apakah tujuan penjaringan objek pungutan telah dapat dicapai jumlahnya. Dengan demikian,semakin besar AER menunjukkan semakin efisien aktivitas penjaringan objek pungutannya. Artinya, semakin besar kemampuan menjaringnya dan tujuan aktivitas penjaringan objek pungutan semakin mendekati dapat dicapai.
PEMUNGUTAN POTENSI PENERIMAAN Sebagaimana diuraikan di atas, bahwa pengukuran potensi penerimaan daerah didasarkan pada: (1) fungsi sumber pendapatan; (2) indikator sosial, dengan uraian penjelasan tersebut di atas. Sebagai gambaran untuk menghitung potensi pajak daerah berdasarkan pengalaman (praktek), berikut ini disajikan contoh perhitungan potensi untuk: (1) pajak hotel dan pajak restoran; (2) pajak hiburan; (3) pajak reklame; (4) pajak kendaraan bermotor; (5) bea balik nama kendaraan bermotor; (6)retribusi kebersihan; (7) retribusi parkir.
IJ
145
.Potensi Pajak Hotel Untuk menghitung potensi pajak hotel, maka kita perlu mengetahui komponen yang membentuk potensi hotel. Komponen yang membentuk potensi hotel dan sejenisnya meliputi jenis/klas hotel, jumlah kamar, jumlah hari, waktu pergantian, tarip kamar, penjualan makanan dan minuman, dan penyediaan fasilitas lainnya. Pengertian potensi hotel adalah kemampuan (kekuatan) untuk menghasilkan pajak hotel atau kemampuan yang layak (pantas) dikenai pajak (taxable capacity) dalam keadaan normal (100%). Potensi hotel tidak sama dengan peredaran hotel, hal ini perlu diperhatikan. Peredaran usaha hotel biasanya menjadi dasar pengenaan pajak (tax base). Bertolak dari pengertian tersebut di atas maka potensi hotel dan.sejenisnya dapat diformulasikan dalam rumus berikut ini : PotensiHotel =
penjualan kamar + penjualan makanan dan minuman + ongkos pelayanan (service charge)
atau: Penjualan kamar = R x D x T x Pr Penjualan makanan = % x (R x D x T x Pr) Ongkospelayanan = 10% x[RxDxTxPr + % (RxDxTxPr)] Keterangan : = Jumlahkamar R D = Jumlah hari T = Masa pergantian (turn over) Pr = Harga kamar Penjualan makanan dan minuman termasuk other income biasanya ditentukan sekian persen dari penjualan kamar (5 % - 100%). Sedang service charge adalah 10% dari penjualan kamar ditambah penjualan makanandan minuman. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa potensi hotel tidak sama .dengan ornzet hotel, komponen yang membedakan dalam menghitung
146
Mengukur Kinerja PajakdonRetribusi
~ PajakdonRetribusi Daerah
ornzet hotel terletak pada adanya occupancy rate. Untuk menghitung peredaran (ornzet) hotel yang dijadikan dasar pengenaan pajak, biasanya dihitung sebagai berikut: Ornzet Hotel = [penjualan kamar x occupancy rate] + penjualan makanan dan minuman + Ongkos pelayanan atau: Ornzet Hotel = (R x Or x D x T x Pr ) + (% x (R x D x T x Pr)
+
10% [R x D x T x Pr
+
% (R x D x T x Pr)]
Keterangan: Or = Occupancy rate
IJ
147
L = jumlah hari o = jam buka T = masa pergantian Pr = harga rata-rata Catatan: Dalammenentukan harga rata-rata bergantungjenis rumah makan yang bersangkutan. Seperti halnyapotensihotel tidak sama dengan ornzethotel, ornzet restoranpun juga berbeda dengan potensi restoran. Komponen yang membedakan dalammenghitung ornzetrestoran terletakdiperhitungkan masaramaidan masasepipembeli. Untukmenghitung peredaran (ornzet) restoranyangdijadikan dasarpengenaan pajak,biasanya dihitung sebagai berikut:
Pajak Restoran Untukmenghitung potensi pajakrestoran, maka kitaperlumengetahui komponen yangmembentuk potensi restoran.Komponen yangmenentukan potensi rumah makan dan sejenisnyaadalahjenis rumah makan, jumlah sarana (tempatduduk), jam buka, waktu pergantian, harga rata-ratadan fasilitas lainyangdapat menambah pembayaran. Pengertian potensi restoran adalah kemampuan(kekuatan) untuk menghasilkanpajak restoran atau kemampuanyang layak (pantas)dikenai pajak (taxable capacity) dalam keadaan normal (100%). Potensirestoran tidak sama denganperedaran restoran, hal ini perlu diperhatikan. Peredaran usaha restoran biasanya menjadi dasar pengenaan pajak (tax base). Bertolak dari pengertian tersebut di atasmaka potensi restoran dan sejenisnya dapatdiformulasikan dalamrumus berikutini : Potensi restoran = Jumlahtempatduduk x hari x jam buka x turn over x harga rata - rata atau: PotensiRestoran = S x D x 0 x T x Pr Keterangan : S = jumlahtempat duduk
Ornzet restoran = (Jumlah kursi x masaramai x turn over x jumlah hari x harga rata-rata) + (jumlahkursi x masa sepi x turn over x jumlah hari x harga rata-rata) atau: OrnzetRestoran = (S x Ph x To x D x Pr) + (S x Qh x To x Pr) Keterangan : Jamramai (peak hours) dianggap semuakursitersedia biasanya 100% terisi 1 - 2 jam jumlah buka. Jam sepi (quit/dull hour) adalah sisajam usaha, biasanya tempat duduk yangterisi berkisarantara 5 - 20 persen.
Data Pendukung untuk menghitung Potensi Pajak Hotel dan Pajak Restoran • Inforrnasi tambahan untukmemberigambarankorrlisipotensipajakhotel di suatu daerah dapat diperoleh dari data statistik dari BPS atau Dinas Pariwisata. Kondisi hotelmisal di Jakarta, perbandinganantara
148
mPajak clan Retribusi Daerah
room sales danfood baverage dan other income pacta hotel dapat di rincisebagai berikut: Hotel bintang V = 1:1 Hotel bintang IV = 1: 1 Hotel bintang ID = 1 : 0,75 Hotel bintang IT = 1 : 0,35 Hotel bintang I = 1 : 0,20 = 1 : 0,10 Hotel non bintang . Cottage/motel dsb = 1:0,35 • Selanjutnya untuk waktu pergantian sesuai jenisnya adalah sebagai berikut: Hoteldan sejenisnya = 1x 1hari/malam Motel = 4 x 1hari/malam MakananJepang/Korea = ± ljan Sea food = 1-1,5 jam MakananIndonesia(umum) = ± ljam Makanan Indonesia (Padang) = ± 40 menit Makanan China = ± ljam Makananfastfood = ±30mnit • Harga rata-rata per tempat duduk untuk rumah makan dapat dirinci sebagai berikut: MakananJepangIKorea = ± Rp35.
Mengukur Kinerja Pajak dan Retribusi l l
149
.Pajak Hiburan Objek pajak hiburan adalah pembayaran yang dilakukan untuk menonton atau mendengar atau menikmati atau mempergunakan hiburan atau alat-alat hiburan yang disediakan pada tempat terselenggaranya hiburan. Hiburan dibedakan menjadi 2 (dua) yaituhiburan rutin dan hiburan insidentil. Hiburan rutin meliputi bioskop, steam bath, panti pijat tradisional.. nite club, diskotik, pusat kesegaranjasmani, bilyard dan tempat hiburan lainnya, seperti tempat-tempat rekreasi, kolamrenang, gelanggang, padang golf, panggung sandiwara dan sejenisnya. Hiburan insidentil adalahhiburan yang diselenggarakan secaratidak tetapseperti pagelaran seni, pertandingan olahraga,pagelaran, pertunjukan, danlainsebagainya yangmenonton, menikmati, mempergunakan dipungut
bayaran. Komponenpotensihiburanrutin meliputijumlah tempat duduk, jam main, hari, harga tanda masuk.Sedangkan komponen potensi hiburan insidentil meliputijumlahpenyelenggara hiburan, jumlahtempat duduk, hari dan tanda masuk. Untukmenghitung potensi hiburanrutin(bioskop) dirumuskan sebagai berikut: PHr (bioskop) = [jumlah kursi xjam mainx hari besar x hargatanda rnasuk] + [jumlahkursixjammainxhari biasax harga tanda masuk] atau: PHr = (KxJmxHbxHr) + (KxJmxHsxHr) Penjelasan: PHr = Potensi Hiburanrutin(bioskop) K = jumlahkursi(tempat duduk) Jm =jammain
150
Mengukur Kinerja Pajakclan Retribusi11
~ Pajakclan Retribusi Daerah
Hb Hr
= hari besar = harga tanda masuk
Hs
= haribiasa
Sedangkanuntuk menghitung potensi hiburan rutin non bioskop menggunakan rumus sebagai berikut : PHr nonbioskop = jumlahkursitersedia xjumlahharix waktu pergantian x hargatandamasuk,
atau: PHir = SxDxToxPr Khusus niteclubpotensian ditambah hostes feeyangbiasanya dihitung tiapjam, yangdapatditulis sebagai berikut: PHil = SxDxToxOxPrxPxPfxO Penjelasan: PHil S D To Pr
= potensilnburan lain = jumlahtempat duduk = Jumlahhari = waktu pergantian = hargatandamasuk
=pramuria Pf = hostes fee o = jam kerja/buka PHiN = potensi niteclub Potensi hiburaninsidential adalah: Jumlah penyelenggaraan xjumlah tempatdudukx harga tandamasuk, atau: PHil = PnxSxPr Penjelasan: PHil = potensi hiburan insidential Pn = Jumlah penyelenggara = jumlah tempat duduk S Pr = harga tanda masuk P
151
Potensi hiburan anak-anakdan sejenisnya adalah: jumlah sarana/ mainan x jumlah hari x masa pergantian x tarip masa pergantian atau: = ExDxToxPr PRiM Penjelasan: PRiM = potensi hiburan anak-anak E = jumlah sarana permainan To = masa pergantian Pr =tarip
Pajak Reklame Dimaksud denganreklameadalah: benda alat atau perbuatanyang menurut bentuk susunan dan corak ragamnya dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan ataumemujikan suatu barang,jasa atau .seseorang ataupun menarikperhatian umum yangditempatkan atauyang dapatdilihat, dibaca dan ataudidengar dari suatutempat olehumum. Objek pajakreklameadalahpenyelenggara reklameyang jenisnya meliputi reklame papan, reklame kain, reklame bersinar, reklame berjalan, reklame kendaraan, reklame slide/film, reklame selebaran, reklame kedengaran, reklame peragaan dan stiker/tin flate . Komponen yang menentukan potensi reklame adalah: jumlahreklame, luas/ukuran, jumlah haripemasangan atautarip. Potensi reklame nonselebaran atausejenisnya adalah jumlahreklame x ukuran/luas xjumlah harix tarip atau: PPrk = potensi reklame R = jumlah reklame S = ukuran/luas reklame D = jumlah hari = tarip reklame Pr
152
IJ
11 PajakdanRetribusi Daerah
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Pajak kendaraanbermotor dikenakan atas pemilikan/penguasaan atas kendaraan bermotor. Untuk kepentingan pengenaan pajak berdasarkan keputusan menteri dalam negeri, penjenisan kendaraan ditetapkan sebagai berikut: (a)sedan,sedanstationdan sejenisnya, (b) sedan, sedanstation dan sejenisnyauntukumum(taksi), (c)jeepdansejenisnya, (d) Bus, mini bus, lightbus, mikrobus, outoplet/opelet, suburbandan sejenisnya, (e) truk, lighttruk, pickup, dan sejenisnya, (f) kendaraan bermotorberoda tiga, (g)kendaraan bermotor roda dua. Komponen yang menentukan potensi pajak kendaraan bermotor adalah jumlahkendaraan bermotor, tarippajakyangberlaku.Tarippajak kendaraandirinci menurutjeniskendaraan, kelompok tahun dan kelompok isi cylinder (cc). Tarip pajak pengelompokan isi (cylinder) ini sebagai dasarpungutan tambahan. Potensi pajakkendaraan bermotor adalahjumlahkendaraan (menurut jenis) dikalikan tarip (menurut kelompok danisicylinder) atau dirumuskan sebagai berikut : PKBm = [Kbma x Tt x KBmb x Tt] + [KBmc x Tt] + [KBmd x Tt] + Kbme + [KBmfxTt] + [KBmg x Tt] Keterangan: Kode a.b.c.d.e.f, dang adalah kode penjenisan kendaraan bermotor = potensi pajakkendaraan bermotor PKbm KBma s/d KBmg = Jumlah KBM menurutjenisnya Tt = tarip PKB menurut rh/cc
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBM - KBm) Beabaliknama kendaraan bermotor dikenakan atas penyerahan KBm dalam hak milik. Untuk pengenaan BBN kendaraan bermotor didasarkan nilaijual, merkkendaraan dantahunpembuatan
Mengukur Kinerja PajakdanRetribusi
153
Penjelasan kendaraan bermotor untuk pengenaan BBN, tetap dipertahankan menurut merk, namun penjelasan di atas dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun tabel nilai jual KBm. Tarip BBN - KBm - 10% untukpenyerahan pertamadan 5 % untuk penyerahan keduadan seterusnya tabelnilaijual disusunmenurutmerk kendaraan dantahunpembuatan. Komponen yang menentukan potensi bea balik nama kendaraan bermotor adalah jumlah kendaraan yang diserahkan(jumlahtransaksil penyerahan), tarip dan tabel nilaijual. Potensi BBN- KBmadalah jumlahpenyerahan (menurut merkdan jenis kendaraan) dikalikan dengan tarip yang bersangkutan, dikalikan dengan tabel yang berlaku untuk masing-masingjenis/merk atau, PBBN = KBmxTxTtxPr Penjelasan: PBBN = potensi BBN - KBm KBM = jumlah kendaraan T = Jumlah penyerahan Tt = tarip BBN Pr = tabel (nilai jual)
Retribusi Kebersihan Dimaksud dengan retribusi kebersihan adalah pungutan oleh pemerintah daerah sebagai penggantian biayaatas pelayananyang secara langsung yangdiberikan kepada masyarakat yangmemerlukan. Bila diamati lebih mendalamjasapelayanan yang diberikan pemerintah daerah untukkebersihan, memiliki perananganda, dalamarti bermanfaat bagi kota itu sendirimaupunbagimasyarakatkota, oleh karenaitu bila ditarik garisyangtegas, makapelayanan kebersihan tersebuttermasuk dalamkelompok pelayanan perkotaan. Sebagai suatu hasil yang dipungut atas pelayanan perkotaan, dalam menghitung/mengukur potensinya dapat didekati melalui dua
154
11
Mengukur Kinerja Pajakdan Retribusi
• PajakdanRetribusi Daerah
cara: (1) mendasarkan padajumlah warga atau kepala keluarga; (2) mendasarkan pada jumlah (Volume) sampah yang diproduksi oleh setiap warga dengan satuan M3 atau tonage. Penghitungan atau pengukuranpotensi tersebut sangattergantung kepada peraturan daerah yangmengaturnya, apakah melalui volume/berar sampahyang diproduksi ataumelaluijumlahwargalkepala keluarga. Berdasarkanuraian diatas maka penghitunganlpengukuran potensinya adalah sebagai berikut: (1) Melalui volume/bobot sampah yang diproduksi masyarakat, potensinya adalah jumlah sampah dikalikan tarip yang berlaku berdasarkan peraturan daerah, atau: (2) PRy = SPh x Pr Penjelasan: ' PRy = potensi retribusi kebersihan dihitung berdasarkan kubikasilvolume sampah. SPh = jumlah sampah yang diproduksi masyarakat Pr = tarip yang ditetapkan dalam peraturan daerah. PRw= potensi retribusi dihitung berdasarkanjumlahwarga/kepala keluarga W/KK= jumlah wargalkepala keluarga Berdasarkan hasil pengamatan di DKIJakarta produksi sampah ratarata2,6liter per hariperorang(vide keterangan kepala Dinas Kebersihan kepada Buana Minggu tanggallOSeptember 1989). Volume sampah2,6 liter tersebut tidak termasuk air kotor(tinja) yang menurut perkiraan ±1 L/ orang/hari
Retribusi Parkir Retribusi parkerdipungut pada kendaraan yang menggunakan parkir yangdisediakan, yangumumnya amat dibutuhkan di dalamlingkungan perkotaan. Dalam lingkungan perkotaan biasanya pengenaan parkir waktunya dibatasi, misalnya 2 jam pertama dengan tarip dasar dan
155
jam- jam berikutnya dihitung dengan tarip tambahan sesuai dengan peraturan daerah yang bersangkutan. Pada daerah perkotaan penyediaan ladang parkir tidak menjadi monopoli pemerintahdaerah, tetapi swasta pun dimungkinkanuntuk menyediakanjasa pelayanan inikarena frekuensi penggatian cepatsekali yang akhirnya merupakan bentuk usahayangmembawa hasil yangbaik. Dalammenghitung/mengukurpotensinyadapat ditempuh melaluijumlah marka parkir yang tersedia, ataujumlah kendaraanyang ada di daerah tersebut disamping memperhatikan persentase kendaraan yangdatang di luar kotayang bersangkutan. Berdasarkan uraian diataspotensi retribusi dapatdihitungsebagai berikut:
(1) Melalui jumlah marka parkir yang tersedia, dikalikan dengan masapergantian, dandikalikan dengan taripyangberlakuatau: PRm = MxToxPr (2) Melalui jumlah kendaraan yarig ada diperkotaan, potensi dapat dihitung dari jumlah kendaraan, dikalikan perkiraan rata-rata parkir dan dikalikan dengan tarip yang berlaku, atau: PPkb = KBm x To x Pr Penjelasan: Prm = potensi retribusi parkirdihitung berdasarkanjumlahmarka parkir M = Jumlah markaparkir yang disediakan To = masa pergantian rata-rata Pr = tarip menurut PERDA PPkb = potensi parkir dihitung berdasarkan jumlah kendaraan bermotor.
Pengukuran Efisiensi Pajak dan Retribusi Kinerja inididasarkan atasproporsi dari pendapatan sesuatu pajak maupun retribusi daerah, yang terpakai (dibelanjakan) dalamberbagai tahap, sampai pengumpulan (penagihan).
156
~ Pajak clan Retribusi Daerah
Konsep biaya pengumpulan (collection cost) dapat meliputi arti langsung maupun tak langsung. Pengukuran unsur biaya pengumpulan, dengan dem ikian juga tidak sederhana. Sekalipun demikian kinerja ini sangat berpengaruh untuk pemanfaatan sumber daya ekonomi seeara menyeluruh (nasional). Bahkan erat kaitarinya dengan kriteria (pedoman)evaluasi pajak yang telah lama dikenal, yaitu ekonomi sebagai satu diantara tax canons-nya A Smith. 1. Unsur biaya tak langsung dalam hal ini dapat meliputi : Biaya pembuatan keputusan (rumusan raneangan sampai menjadi Perda); Biaya yang dikeluarkan oleh dan untuk organisasi lain dalam membantu pengumpulan pajak (mungkin lebih dari yang tereantum sebagai upah pungut) Biaya peringatan, penuntutan, sampai menegakkan ketentuan pajak (law enforcement). 2 . Seyogyanya perlu dieatat bahwa peningkatan efisiensi (melalui) penekanan biaya pengumpulan dapat dipermudah, antara lain: Penetapanotomatis (persentase atas nota .....), asalkandisertai dengan pembukuan yang cermat. Pengumpulan pungutan dapat dikaitkan dengan tagihan yang lain (biaya pemakaian listrik). 3. Biaya makin tinggi(efisiensi minimum) apabila: Tagihan relatif sangat keeil dari pada kemungkinan biaya pungutnya; Pungutan hams ditagih dari rumah ke rumah. ~
I!!I
~
DESAIN TAX POllCYDAERAH
I
mPlikasi dari suatu tax policy umumnya seeara makro akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan pertumbuhan penerimaan pajak daerah serta bermanfaat bagi masyarakat (khususnya bagi Wajib Pajak). Tax policy adalah alat perpajakan pemerintah daerah yang berfungsi sebagai peraturan pelaksana maupun pedoman bagi pelaksanaan di lapangan, sehingga dapat membantu Wajib Pajak dengan pasti melaksanakan kewajiban perpajakannya. Sebagai salah satu dasar pembuatan kebijakan pajak (tax policy) daerah berpedoman pada UU No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No.34 Tahun 2001 jueto pp No. 65 Tahun 2001 dan pp No. 66 Tahun 2001. Pedoman penyusunan peraturan perundang-undangan di lingkungan Pemerintah Daerah ini diharapkan dapat menjustifikasi atas segala kebijakan perpajakan daerah yang akan dibuat, dengan tetap tidak mengabaikan variabel-variabel yang berlaku dalam pembuatan suatu tax policy yang baik. Tax policy yang baik (Devereux, 1996) haruslah memenuhi 2 (dua) unsur yaitu: pertama, setiap pembuatan tax policy haruslah merupakan alat untuk mengalokasikan sumber-sumber dana yang ada di kelompok atau institusi tertentu guna mendukung program pemerintah; dan kedua,
158
~ Pajak dun Retribusi Daerah
Desain Tax Policy Daerahll
159
mendorong pertumbuhan ekonomi, artinya kebijakan ini didisain khusus agar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang cepat sesuai dengan sasaran pemerintah daerah. Bab ini akan membahas dan menjelaskan desain tax policy daerah sesuai kriteria tersebut.
-merusak pelaksanaan taxpolicy di lapangan. Selanjutnya, kegagalan dalam mengkoordinasikankedua aktifitas tersebut berpengaruh buruk terhadap kelancaran dan kelangsungan atas proses reformasi perpajakan daerah yang telah dijalankan selama ini.
PRINSIP KEBUAKAN PAJAK YANG BAlK
TAX POLICY ALAT KEBUAKAN MONETER DAN FISKAL
Prinsip good tax policy adalah merupakan suatu sistem pajak (berupa kebijakan perpajakan) terhadap kegiatan ekonomi makro dan mikro yang harus bersifat netral, tanpa adanya suatu distorsi agar terdapat pengalokasian sumber daya yang optimal sesuai dengan keadaan atau dinamika pasar. Hal ini juga harus mendorong atau mengendalikan kehidupan ekonomi khususnya dapat mendorong investasi dari luar (investor luar negeri) sehingga dapat meningkatkan penerimaan negara yang diperoleh dari penerimaan pajak. Biasanya prinsip ini selalu diikuti dengan principles of good tax administration yang meliputi, antara lain: sedikit penggunaan atau beban formulir perpajakan (paperwork), jelasnya aturan dalam menetapkan pajak yang terhutang, mudah dalam penghitungan hutang pajak, mudah untuk kepentingan pemeriksaan (tax audit), bersifat objektif dalam pemeriksaanrestitusi, dan sistem yang digunakan atau dioperasikan melalui sistem komputer (misalnya menggunakan SIPSistem Informasi Perpajakan) tetap menggunakan sumber-sumber administrasi yang tersedia. Hubungan antara Tax policy dengan Tax administration merupakan hubungan inextricably related (Angelo G. A. Faria dan M. Zohto Yocelik, 1995).Artinya hubungan ketergantungan kuat satu sama lainnya. Dengan kata lain, keberhasilan dari pembuatan suatu tax policy haruslah diikuti dengan perhatian dalam pelaksanaan administrasinya, dan ukuran dalam meningkatkan administrasi pajak (yang lebih efisien) haruslah dapat menolong pembuatan pelaksanaan taxpolicy yang didisain secara lebih efektif. Secara sederhana dapatlah dikatakan, taxpolicy yang terlalu idealis dapat membuat administrasi pajak menjadi tambah rumit (complicated), sedangkan dilain pihak adanya administrasi pajak yang tidak efektif dapat melemahkan atau
Dalam membuat suatu sistem perpajakan efisien bagi daerah umumnya berkaitan dengan ekonomi daerah dan nasional, haruslah secara esensial meningkatkanpenerimaan daerah tanpa meningkatkan pinjaman luar negeri pemerintah pusat. Idealnya dengan car a mendorong aktivitas perekonomian daerah tanpa terlalu banyak menimbulkan deviasi terhadap sistem perpajakan ini. Untuk menciptakan sistem perpajakan yang efisien ada 4 hal yang menjadi permasalahan utama (Vito Tanzi dan Howell Zee,2001), yaitu: 1. Kebanyakan pekerja di negara berkembang adalah buruh pertanian atau petani miskin, dalam perusahaan informal. Upah mereka jarang di bayar secara regular (berupa upah tetap), penghasilan mereka berfluktuasi, dan dibayar secara kas (cash) diluar pembukuan (off the books), sehingga sulit untuk dikalkulasi sebagai dasar perhitungan Pajak Penghasilan (M). Jarang atau sulit ditemui pekerja/petani tipikal ini menghabiskan penghasilannya dalam mengkonsumsikan barang kebutuhannya dalam jumlah besar, yang merupakan hasil transaksi pembelian dan penjualan yang diartikan dapat meningkatkan penerimaan, seperti Pajak penjualan atau VAT atau Pajak Penghasilan, sehingga sulit bagi pemerintah untuk menaikkan tarif pajak pada level yang relatif lebih tinggi; 2. Sulitnya menciptakan administrasi pajak yang efisien tanpa mempunyai aparatur pajak (SDM) yang memadai dan terlatih dengan baik (skilled), karena keterbatasan pemerintah dalam menggaji dengan layak untuk setiap aparatur pajak dan mengkomputerisasi administrasi pajak yang ada. Di sisi lain Wajib Pajak juga mempunyai keterbatasan dalam membuat pembukuan atas kegiatan usaha mereka. Akhirnya pemerintah
160
I Pajakdon Retribusi Daerah
sering mengambil ·langkah yang paling resistan dalam mengembangkan administrasi pajak, yaitu dengan mengijinkan mereka untuk mengeksplo itasi pilihan-pilihan yang tersedia dari pada melaksanakan hal-hal yang rasional, yang secara modern merupakan suatu sistem pajak yang efisien; 3. Karena struktur ekonomi informal Negara-negara berkembang mempunyai keterbatasan dalam: pendanaan, data statistik dan kesulitan kantor-kantor pajak dalam memanfaatkan data statistik yang tersedia. Akibat dari keterbatasan data ini akan melindungi para pembuat kebijakan dalam menetapkan pengaruh potensial atas perubahan terbesar dalam sistem perpajakan. Akhimya perubahan-perubahan marginal seringkali lebih didahulukan diatas perubahan-perubahan besar yang lebih terstruktur, bahkan nantinya akan menjadi suatu preseden yang melanggengkan struktur pajak yang tidak efisien; 4. Distribusi pendapatan yang tidak merata (disparitas income distribution) merupakan suatu ciri khas yang sering terjadi di negara-negara berkembang . Meskipun kenaikan penerimaan pajak berasal dari situasi pemajakan atas orang-orang yang lebih kaya, namun kekuatan ekonomis dan politis Wajib Pajak yang kaya tersebut sering memperoleh perlindungan dari reformasi perpajakan, yang sebenamya dapat meningkatkan beban pajak mereka . Penjelasan ini merupakan bagian dari mengapa banyak negara-negara berkembang tidak dapat secara penuh (optimal) memberlakukan Pajak Penghasilan (personal income tax) dan PBB (property taxes) dan mengapa sistem perpajakan mereka jarang mencapai tingkat kepuasan yang progresif, atau dengan kata lain orang kaya membayar pajak haruslah lebih proporsional. Empat permasalahan tersebut tidakjauh berbeda dengan keadaan kondisi daerah-daerah di Indonesia. Hal yang tidak mengejutkan sering terjadi di beberapa daerah berkembang bahwa kebijakan perpajakan (tax policy) sering dianggap sebagai aturan seni (hanya diatas kertas) dari pada mengejar target penerimaan yang optimal yang seharusnya dicapai, yang secara teoritis relatif mempunyai
Desain Tax Policy DaerahlJ
161
'pengaruh yang sangat kecil terhadap pembuatan sistem perpajakan negara tersebut. Pendapat ini searah dengan Roy Bahl dan Jorge Martinez-Vazquez (1992-ha1.66-81) tentang penghargaan yang kurang terhadap aparatur pajak dari pemerintah dan diikuti pula dengan sistem perpajakan di negara-negara berkembang yang cenderung terlalu complicated (inefisien). Dengan mengambil contoh tax reform di Jamaica dan Guatemala, solusinya bagi pemerintah tersebut adalah menerima bantuan LN (dari donor bilateral atau Iembaga-lembaga internasional berupa technical assistances dalam mereformasi sistem administrasi pajaknya. Namun administrasi pajak di negara-negara berkembang sulit (lambat) dalam penyempurnaannya disebabkan oleh 3 (tiga) alasan yaitu: (1) kompleksitas struktur pajak yang modem membutuhkan tingkat efisien administrasi yang tinggi; (2) taxpolicy yang digunakan hanya sebagai instrumen dari kebijakan ekonomi (khususnya ekonomi makro), sehingga terkadang mengabaikan sanksi dalam adminstrasi pajak, yang diartikan terlalu seringnya kebijakan yang dibuat dengan asumsi tidak ada pemaksaan atau diikuti dengan administrasi yang baik; dan (3) kebanyakan pemerintahan negara-negara berkembang lemah dalam tingkat kepatuhan hukum, sehingga dimanfaatkan oleh sejumlah tax evasioners maupun membuka peluang terjadinya penghindaran pajak, sehingga hal ini sering membingungkan dalam penerapan kebijakan pajak (taxpolicy) dengan administrasi yang rendah efisiennya.
SISTEM PERPAJAKAN YANG EFISIEN Dalam pembuatan suatu taxpolicy selalu mempunyai pengaruh langsung terhadap sistem perpajakan yang ada. Teori klasik tentang sistem perpajakan yang baik dimulai sejak Adam Smith (1776: bk.5 eh. 2) yang secara umum meliputi: (1) equality (azas keadilan); (2) certainty (azas kepastian dan kejelasan); (3) convenience of payment (azas kenyamanan bagi WP dalam membayar pajak) dan (4) economy on collection (azas biaya minimal dan tidak mengganggu kegiatan usaha). Azas keadilan dalam sistem perpajakan telah banyak
162
11 Pajakclan Retribusi Daerah
didiskusikan secara luas, dan hal ini masih merupakan bagian terpenting dalam mengevaluasi setiap pengajuan dalam pembuatan tax policy. Walaupun ide keadilan (tax payments in proportion to income) dari Smith ini tidak merupakan sesuatu yang mutlak harus didukung. Richard'A, Musgrave (1959: chps. 4, 5 dan 6) memberikan pandangan yang adil tentang distribusi beban pajak, beban administasi dan pengaruh insentif pajak terhadap penerimaan pajak. Diantara keempat azas diatas, ia juga menekankan pada 3 (tiga) azas lainnya, yaitu: (1) azas netralitas (neutrality); (2) azas perbaikan (reformation); dan (3) azas kestabilan dan pertumbuhan (growth and stability). Sedangkan Joseph E. Stiglitz (1988: hal.390-396) menekankan pada efisiensi yang lebih luas dengan mengatakan bahwa dalam sistem perpajakan haruslah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) Efisiensi ekonomi (economic efficiency), sedapat mungkin tidak mempengaruhi alokasi sumber daya ekonomi yang efisien; (2) Kesederhanaan dalam pengadministrasian (administrative simplicity), sistem perpajakan harus mudah, sederhana, dan relatif murah dalam pengadministrasiannya; (3) Fleksibilitas (jlexibillity); sistem perpajakan haruslah sedemikian fleksibel untuk menyesuaikan dengan kondisi ekonomi suatu negara; (4) Diterima secara politis (political responsibility), sistem perpajakan harus dirancang sedemikian rupa sehingga terdapat kepastian tentang seberapa besar masing-masing jenis pajak yang harus ditanggung oleh seseorang (wajib pajak) yang merefleksikan keinginan masingmasing individu dalam masyarakat; dan (5) Kejujuran (fairness), sistem perpajakan harus mencerminkan keadilan terhadap masingmasing individu dalam masyarakat. Adanya pengembangan dari azas keadilan sehingga mempunyai arti yang lebih luas, mempunyai pengaruh langsung terhadap proposal tax policy yang seringkali dianalisa oleh para ekonom dalam 3 (tiga) kriteria: (1) kebutuhan atas pajak haruslah bersifat fair (adil meskipun keadilan sering diartikan sebagai suatu yang berbeda bagi orang-orang yang berbeda);
Desain Tax Policy Daerah 11
163
-(2) kebutuhan untuk beban administrasi yang minimal; dan
(3) kebutuhan untuk meminimalkan pengaruh pengecualian pajak (tax incentive). Michael P Devereux (1996) menambahkan diantara kriteria yang telah dikatakan oleh Smith dan Musgrave, ia melihat proposal tax policy haruslah memperhatikan 2 (dua) unsur yaitu: pertama, setiap pembuatan taxpolicy haruslah dapat digunakan untuk mengalokasikan sumber-sumber dana yang ada pada kelompok atau institusi tertentu yang mendukung atau berkaitan dengan program pemerintah; dan kedua, mendorong pertumbuhan ekonomi, yang diartikan pembuatan kebijakan ini haruslah didisain khusus agar dapat mendorong atau memberikan pertumbuhan ekonomi yang cepat sesuai dengan sasaran pemerintah. Pentingnya mengevaluasi sistem perpajakan yang eksis dikaitkan dengan excess burdens atau beban lebih pajak (Guritno Mangkoesoebroto, 1993) agar dapat terciptanya efisiensi dalam perpajakan. Harvey S. Rosen (1999) menyatakan sistem perpajakan yang memberlakukan excess burden tidaklah dapat dikatakan bahwa sistem perpajakan tersebut jelek. Namun, hal itu hanya dapat digunakan apabila bermanfaat bagi masyarakat yang diartikan sebagai peningkatan dalam keadilan atau efisiensi. Manfaat ini biasanya diukur dengan biaya yang telah dikeluarkan, dan permintaan kebijakan yang tepat atas excess burden termasuk didalamnya perhitungan biaya sosialnya, sehingga secara ekstrem dapat digunakan dalam membandingkan alternatif-alternatifyang ada dalam sistem perpajakan. Menurut John E Due (1981) tax policy yang dibuat berdasarkan hasil analisa ekonomi dapat membantu kepada proses pengambilan keputusan dengan menunjukan persyaratanpersyaratan yang harus dipenuhi oleh struktur pendapatan (sumbersumber dana) seandainya ingin dicapai efisiensi ekonomi yang optimal. Namun analisa ini tidak dapat menentukan kriteria mengenai keadilan dalam memenuhi penerimaan pajak yang akan diperoleh, karena sikap sebagian besar masyarakat tidak dapat ditelusuri secara detail.
164
I1 Pajak donRetribusiDaerah
Pada sisi lain, kurangnya koordinasi merupakan problem yang sering terjadi pada saat pembuatan suatu tax policy (Victor Thuronyi1998, haI5-15), yang di negara-negara majujuga sering terjadi dan disebabkan adanya 3 (tiga) komponen utama dalam merumuskan formulasi tax policy, yaitu: pengembangan kebijakan (policy development); analisis teknis (technical analysis); dan pengkonsepan berdasarkan undang-undang (statutory drafting). Ketiga, komponen ini dalam pelaksanaannya dikoordinir dalam satu atau beberapa tim kerja, dimana anggota tim ini terdiri dari berbagai disiplin ilmu, yaitu: untuk pengembangan kebijakan dilakukan oleh para ekonom, sedangkan untuk analisis teknis dilakukan oleh profesional, ahli hukum, akuntan, dsbnya yang berhubungan .dengan komisi di legislatif (DPRD), dan untuk pengkonsepan tax policy dapat dilakukan secara independen baik oleh pembuat undang-undang pajak di parlemen atau melalui bagian hukum.
IMPLIKASI SUATU TAX POLICY Pengaruh yang diperoleh daripembuatan suatu tax policy umumnya meliputi 3 (tiga) hal yaitu: secara makro akan mendorong pertumbuhan penerimaan pajak, bermanfaat terhadap masyarakat (khususnya bagi Waiib Pajak), dan berpengaruh terhadap kebijakan fiskal dan moneter bagi suatu pemerintahan. Dibawah ini dijelaskan sebagai berikut:
1. Mendorong perlUmbuhan penerimaan pajak Pajak mempunyai fungsi mengatur yang telah memperhitungkan kepentingan dunia usaha, antara lain: peningkatan pelayanan, penyederhanaan prosedur, adanya kepastian hukum, keadilan serta adanya fasilitas tax exemption yang dapat berupa investment allowances atau tax expenditure untuk mendorong investasi, dan mempunyai tujuan untuk meningkatkan dan mengamankan penerimaan negara. Hal yang sering ditekankan dalam pembuatan tax policy untuk mendorong pertumbuhan positif terhadap penerimaan pajak
Desain Tax Policy Daerah
IJ
165
.mempunyai 4 (empat) alasan yang secara umum dapat digambarkan sebagai berikut: (1) memberikan pengertian yang terbaik atas alokasi sumber-sumber dana yang dimiliki pemerintah baik secara eksplisit maupun implisit; (2) memberikan informasi yang baik dalam pembuatan suatu kebijakan perpajakan; (3) kepada pemerintah diberikan hak pengawasan yang lebih besar atas sumber-sumber dana yang dimilikinya; dan (4) dalam merespon analisis yang dibuat berdasarkan rekomendasi kebijakan yang diusulkan kepada pemerintah, hendaknya untuk kebijakan dalam pemberian fasilitas perpajakan tetap membutuhkan suatu pengkajian yang mendalam dengan melibatkan pihak-pihak terkait yang berkepentingan . Yang terpenting dalam pembuatan tax policy walaupun tidak terdapat perubahan kebijakan yang mendasar dalam mengantisipasinya, mereka tetap mempunyai andil yang cukup besar atas aktivitas pemerintah dalam perekonomian nasional maupun meningkatkan penerimaan Negara.
2. Terhadap masyarakat (khususnya bagi wajib pajak) Sebagai ilustrasi pengaruh dari tax policy terhadap masyarakat dapat melihat kedua contoh di Jepang dan Indonesia, yaitu: sebagaimana yang berlaku dalam sistem perpajakan Jepang, dengan tidak pernah melupakan kepentingan wajib pajak di Jepang dan selalu berfokus pada: (1) bagaimana wajib pajak dapat melaporkan pajaknya secara independen, dan (2) apakah harus bertindak tegas pada wajib pajak yang tidak jujur demi memikirkan kepentingan masyarakat secara keseluruhan (Toshiyuki Fushimi, 2001). Adanya perhatian yang intens terhadap wajib pajak atau masyarakat secara keseluruhan, yang secara tidak langsung tetap mendorong kesadaran wajib pajak atau masyarakat untuk meningkatkan penerimaan pajak. Dalam hal ini terlihat tax policy yang dibuat di Jepang selalu
166
11 PajakdanRetribusiDaerah
berlandaskan kepada kepentingan wajib pajak dan merupakan suatu tanggung jawab bersama antara pemerintah dan rakyat.
3. Terhadap kebijakan fiskal dan moneter bagisuatu pemerintahan Bagi negara-negara berkembang dalam menghadapi kekuatan pasar bebas hal yang terpenting adalah meningkatkan alokasi sumbersumber dana yang ada, ditunjang dengan pembuatan sistem perpajakan yang harus senetral mungkin sebagai kesatuan yang minimal dalam proses pengalokasiannya. Sistem ini juga harus sederhana dan prosedur harus transparan, akan menjadi jelas apabila sistem ini tidak dipaksa dalam pembuatannya (adanya intervensi dari luar). Penyempurnaan undang-undang perpajakan melalui tax reform dan memberlakukan aturan yang standar (benchmark) dalam penghitungan pajak seringkali diartikan sebagai pengurangan atas pengecualian yang khusus sebagaimana diberlakukan pula pembatasan dalam administrasi pajak. Pemerintah pada saat membuat kebijakan untuk merevisi APBN 2001, melalui suatu paket yang disebut dengan Paket Penyesuaian Fiskal, yang fokusnya pada peningkatan penerimaanlpendapatan negara, perampingan pengeluaran negara, dan mempertahankan resiko dampak negatif atas kegiatan ekonomi pada tingkat minimal (lower income society). Paket Penyesuaian Fiskal itu meliputi: (1) memperluas basis pajak untuk jenis pajak tertentu (misal: PPh); meningkatkan pengumpulan pajak, dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance) pada tingkatyang optimal; (2) mengurangi subsidi bagi produk-produk minyak dan listrik; (3) menggunakan dana cadangan dalam rangka desentralisasi secara efisien mengalokasikan pemindahan dana cadangan pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah seefisien mungkin); (4) perampingan pengeluaran dana-dana pembangunan; dan (5) mengambillangkahlangkah penghematan dalam kerangka desentralisasi fiskal. Menurut David N. Hyman (1996) program pemerintah dalam membantu masyarakat miskin untuk memperoleh standar hidup yang minimal haruslah dibantu dengan pemberian subsidi dari efisiensi
Desain Tax Policy DaerahlJ
167
p erdagangan. Justifikasi perwujudannya yaitu melalui transfer dari pengaruh pasar yang dapat mengurangi penghasilan rumah tangga dibandingkan dengan persyaratan tingkat minimum untuk bertahan. Hasilnya adalah income terendah yang diperoleh rumah tangga tersebut akan sama dengan tingkat kebutuhan dasar yang cukup mendukung kebutuhan pokok keluarganya dan kebutuhan dasar lainnya (other basic needs). Dalam menyempurnakan sebuah taxpolicy yang mempunyai tujuan agar proposal tax policy tersebut memenuhi standar haruslah memperhatikan 2 (dua) unsur (Harry.Y.L.2001) yaitu: pertama, setiap pembuatan tax policy haruslah dapat digunakan untuk mengalokasikan sumber-sumber dana yang ada pada kelompok atau institusi tertentu yang mendukung atau berkaitan dengan program pemerintah; dan kedua, mendorong pertumbuhan ekonomi, yang diartikan pembuatan kebijakan ini haruslah didisain khusus agar tetap dapat mendorong atau memberikan pertumbuhan ekonomi yang cepat sesuai dengan sasaran pemerintah. I
~
.
~
168
~ Pajak dunRetribusi Daerah
PENYUSUNAN PERATURAN PERPAJAKAN DAERAH
B
ab ini membahas tentang teknik penyusunan peraturan perpajakan daerah yang disarikan dari bahan manual penyusunan produk hukum daerah yang dipublikasikan oleh CIDES (CIDES, 30 Mei 2003, www.cides.or.id/otda) . Penyusunan sebuah peraturan atau perundang-undangan daerah bukan suatu yang sulit dan bukan pula suatu yang mudah. Ada kriteria atau persyaratan khusus yang harus dipenuhi dalam proses perencanaannya, materi dan proses pendokumentasiannya, yaitu hukum tatanegara dan pemerintahan. Hal inilah kadang-kadang yang tidak diketahui oleh masyarakat umum. Peraturan Perpajakan Daerah yang merupakan produk hukum daerah dalam penyusunan materi dan pendokumentasiannya juga harus mengikuti proses perumusan kebijakan. Pada bagian awal bab ini akan dibahas tentang cara-cara (teknik) penyusunan produk hukum daerah, Dasar Teknik Penyusunan, Jenis-jenis produk hukum daerah, Kaidah-Kaidah Hukum, Teknik Penyusunan Produk-Produk Hukum Daerah, Perubahan Produk-Produk Hukum Daerah,
170
mPajakdanRetribusi Daerah
Pencabutan produk Hukum Daerah, dan. diakhiri dengan Ragam Bahasa yang digunakan dalam peraturan tersebut.
KIAT PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH Mated ini merupakan salah satu bentuk manual pembentukan produk-produk hukum daerah dad Pusat Kajian Hukum dan Kebijakan Daerah Departemen Dalam Negeri kepada Pemerintah Daerah, maka untuk itu diharapkan beberapa pokok sebagai bahan kelengkapan muatannya. Pengertian kata kiat dapat diartikan suatu cara, yaitu cara dalam menyusun Peraturan Daerah yang efektif. Keefektifan sebuah cara, tidak bisa hanya ditinjau dad satu sisi, tetapi harus dilihat dad beberapa faktor yang mendukungnya. Faktor-faktor yang selalu mempengaruhi efektivitas dalam penyusunan Peraturan Daerah yaitu Faktor Sumber Daya Manusia (SDM) yaitu si perancang peraturan perundang-undangan (legal drafter); Prosedur penyusunan; Teknik penyusunan mated; dan Penggunaan bahasa perundang-undangan. Selain faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas penyusunan Peraturan Daerah, perlu melihat lembaga yang mempunyai kewenangan membentuk Peraturan Daerah dan dasar hukumnya. Hal .ini penting, karena tidak semua lembaga_terdapat beberapa komponenlunit kerja (termasuk legal drafternya)_ yang menangani atau terlibat dalam proses penyusunan Peraturan Daerah. Sesuai dengan ketentuan Pasal 69 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa "Kepala Daerah menetapkan Peraturan Daerah atas persetujuan DPRD dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Daerah dan penjabaran lebih lanjut dad peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi". Dalam Pasal18 menyatakan bahwa DPRD mempunyai tugas dan wewenang antara lain, "bersama dengan Gubernur, Bupati atau walikota membentuk Peraturan Daerah ". Dalam Pasal19 ayat (1) huruf d, DPRD mempunyai hak "mengadakan perubahan atas Rancangan Peraturan Daerah " . Dad ketiga ketentuan tersebut diatas menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah (eksekutif) pada umumnya
11
Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah
171
' Iebih berperan dalam membentuk Peraturan Daerah, sedangkan DPRD mempunyai hak memberi persetujuan dan mempunyai hak untuk mengadakan perubahan terhadap mated Peraturan Daerah. Selain itu dalam Pasal19 ayat (1) huruffmenyatakan bahwa DPRD (legislatif) juga mempunyai hak "mengajukan Rancangan Peraturan Daerah " atau yang lebih dikenal dengan hak inisiatif DPRD. Hak inisiatif ini (sebagai pemrakarsa) sewaktu-waktu dapat dipergunakan oleh DPRD.
1. Faktor Sumber Daya Manusia Kemampuan perancang Peraturan Daerah sangat menentukan efektivitas penyusunannya. Sesuai dengan dasar kewenangan penyusunan Peraturan Daerah, yang dimaksud dengan si perancang Peraturan Daerah adalah aparat Pemerintah Daerah dan anggota DPRD. Seorang legal drafter harus menguasai dasar-dasar pengetahuan tentang peraturan perundang-undangan dengan segala macam aspeknya serta menguasai substansi yang akan diatur, sehingga produk hukum yang dihasilkan jelas urgensinya dan mampu mengatur kemungkinan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Sering yang menjadi permasalahan adalah sejauhmana kemampuan aparatur lembaga eksekutifdan lembaga legislatif daerah dalam bidang perundang-undangan, sehingga proses penyusunan .dan pembahasan dalam sidang DPRD dapat berjalan secara efektif. Dengan bertambahnya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah (sesuai dengan konsepsi otonomi daerah) dan belum tersedianya lembaga/perangkat daerah yang menanganinya, akan menjadi faktor penghambat dalam penyusunan Peraturan Daerah. Hal ini dikarenakan, tidak semua legal drafter yang tersedia . saat ini menguasai semua pengaturan urusan pemerintahan yang telah menjadi kewenangan daerah dan perlu diatur dalam Peraturan Daerah. Disamping itu, anggota DPRD hasil Pemilihan Umum Tahun 1999, latar belakang politiknya demikian beragam dan tingkat pendidikannya yang beragam pula, sehingga keadaan seperti ini akan mempengaruhi jalannya pembahasan mated Peraturan Daerah.
172
IJ
mPajakclan RetribusiDaerah
Melihat permasalahan tersebut, maka untuk mengantisipasi perkembangan pembangunan daerah sejalan dengan paradigma baru otonomi daerah, seorang legal drafter tingkat daerah (lembaga eksekutif dan legislatif) harus mempersiapkan diri dengan memperdalam atau menambah pengetahuan dalam bidang perundangundangan dan kebijakan publik (public policy), sehingga mampu menjadi "perancang perundang-undangan" bukan "penjahit perundang-undangan" . Penguasaan materi dan teknis penyusunan Peraturan Daerah akan membawa dampak positif terhadap perspektif produk hukum daerah. Karakter Peraturan Daerah pada pemerintahan otonom dimasa yang akan datang harus benar-benar responsif, populistik dan akomodatif; sehingga dapat dikategorikan produk hukum yang efektif Peraturan Daerah pada masa depan boleh dikatakan tidak jauh berbeda dengan bobot sifat, karakter dan muatannya dengan Undang-undang. Dengan demikian, substansi Peraturan Daerah hams mampu diantisipasi terjadinya perubahan lingkungan eksternal berupa globalisasi, disamping itu tetap memperhatikan norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.
2. Prosedur Penyusunan Dalam penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis, penyusunan Peraturan Daerah, perlu mengikutsertakan masyarakat (berupa dengar pendapat) dengan tujuan agar dapat mengakomodir kepentingan masyarakat luas untuk dituangkan dalam Peraturan Daerah. Peran serta masyarakat tersebut akan mempermudah sosialisasi dan penerapan substansi apabila Peraturan Daerah ditetapkan dan diundangkan. Mengenai prosedur penyusunan peraturan perundang-undangan tingkat Daerah (yang terdiri dari Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah) belum diatur sebagaimana prosedur penyusunan peraturan perundang-undangan tingkat Pusat yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 188 Tahun 1998. Namun demikian,
Teknik Penyus/Ul(Jn Peraturan Perpajakan Daerah
173
.Pusat Kajian Hukum dan Kebijakan Daerah Departernen Dalam Negeri akan menyiapkankonsep prosedur penyusunan produk hukum daerah sebagai pedoman bagi Daerah dalam menyusun standar mekanisme penyusunan produk hukum daerah, untuk kemudian dapat diatur dalam Keputusan Kepala Daerah atau Peraturan Daerah. Mekanisme penyusunan produk hukum daerah mengatur mengenai tata urut penyusunan Peraturan Daerah baik atas prakarsa Pemerintah Daerah maupun DPRD serta proses penyusunan Keputusan Kepala Daerah (intern eksekutif) hingga penetapan dan pengundangannya. Materi yang diatur dalam prosedur penyusunan produk hukum daerah dimaksud akan mendudukkan Biro/Bagian Hukum Pemerintah Daerah sebagai lembaga harmonisator peraturan perundang-undangan tingkat Daerah. Ha! ini penting, dalam kerangka pembenahan bentuk dan materi peraturan perundang-undangan daerah kearah yang lebih baik.
3. Tehnik Penyusunan Dalam rangka pembinaan dan pembangunan produk hukum daerah, Pusat Kajian Hukum dan Kebijakan Daerah menyusun Pedoman Teknis Penyusutan Produk Hukum Daerah ini(berdasarkan pengalaman pengesahan Peraturan Daerah .selama ini) yang telah disesuaikan dengan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk RancanganUndang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden. Setiap perancangan dan penyusunan produk hukum daerah hams senantiasa memperhatikan dan berdasarkan pada Keputusan Presiden tersebut, yang secara mutatismutandis berlaku dalam penyusunan produk hukum daerah. Produk hukum daerah hams dirancang, disusun dan diberlakukan secara baik dan benar serta berdasarkan prosedur yang sah, sehingga dapat dihasilkan produk hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu perlu adanya standarisasi bentuk produk hukum daerah baik dari segi format,substansi maupun teknis penulisan, sehingga terdapat pembakuan dalam teknik penyusunan produk hukum.
174
~ PajakdanRetribusiDaerah
Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah 11
175
4. Penggunaan BahasaPerundang-undangan
.5. Pengawasan, Terhadap ProdukHukum Daerah
Prinsip dasar yang dianut setiap peraturan perundang-undangan adalah dapat dikomunikasikan dengan masyarakat. Apabila suatu peraturan perundang-undangan tidak dapat ditransformasikan dengan baik kepada masyarakat, berarti peraturan tersebut kurang ditaati masyarakat. Demikian halnya dengan Peraturan Daerah yang mengatur kehidupan masyarakat suatu Daerah, harus dapat dimengerti/dipahami oleh masyarakat setempat,sehingga hal-hal yang diatur dapat dilaksanakan. Materi yang berisi larangan atau pembatasan terhadap kebebasan masyarakat, apabila tidak bisa dikomunikasikan, tidak mungkin dapat berlaku s~c3ra efektif. Berfungsinya produk hukum dengan baik menuntut adanya aturanlketentuan yang mudah diketahui secara jelas. Jika aturan/ketentuan itu kabur , maka akan timbul ketidakpastian dalam penerapannya. Hal-hal yang mempengaruhi gagalnya transformasi ide-ide pengaturan pemerintahan dan kemasyarakatan (yang dituangkan) dalam Peraturan Daerah, yaitu : Rancangan Peraturan Daerah tidak mampu mentransformasikan gagasan pengaturannya kedalam bahasa perundang-undangan dengan jelas dan dimengerti. Rancangan Peraturan Daerah tidak mampu merumuskan hasil transformasi idenya melalui bahasa perundang-undangan kedalam bahasa yang mudah dan memahami perasaan masyarakat. Karena kelemahan bahasa perundang-undangan itu sehingga materi yang diatur menjadi kaku dan mati. Untukmenghindarijangan sampai timbul kelemahan-kelemahan diatas seorang legal drafter perlu menguasai penalaran (logika) hukum dengan baik, menguasai materi yang akan diatur, dan menguasai bahasa perundang-undangan, selain kemampuan pemahaman perasaan bahasa masyarakat.
Pasal 113 menyatakan bahwa, "Dalam pengawasan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah disampaikan kepada Pemerintah selambat-lambatnya 15 hari setelah ditetapkan ". Filosofi hal tersebut mengandung pengertian bahwa pelaksanaan kewenangan daerah otonom perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan dalam kerangka negara kesatuan. Pemerintah Pusat mempunyai wewenang untuk menilai Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah (hanya yang bersifat mengatur) yang telah diundangkan dengan kriteria bertentangan dengan kepentingan umum (norma yang hidup dan berkembang di masyarakat), bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yanglebih tinggi,dan atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya (sejenis atau sederajat). Namun demikian, penilaian yang berimplikasi pembatalan terhadap Peraturan Daerah akan membawa dampak yang sangat luas khususnya Peraturan Daerah yang mengatur mengenai keuangan daerah/pendapatan daerah.
6. KuaIitas ProdukHukum Daerah Untuk mendukung terwujudnya pelaksanaan otonomi daerah, perancang Peraturan Daerah (baik dari eksekutif maupun legislatif) harus mempersiapkan diri dengan memperdalam pengetahuan bidang perundang-undangan dan kebijakan publik, sehingga proses penyusunan dan pembahasannya dapat berjalan secara efektif. Upaya pembinaan dan peningkatan kualitas legal drafter Daerah diarahkan agar tersedianya rancangan perundang-undangan bukan penjahit perundang-undangan. Penguasaan materi dan teknik penyusunan Peraturan Daerah, akan membawa dampak positifterhadap perspektifPeraturan Daerah.
DASAR TEKNIK PENYUSUNAN Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, tidak dikenallagi adanya pengawasan
176
11 Pajakclan Retribusi Daerah
preventif dari Menteri Dalam Negeri terhadap Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang dibuat oleh Pemerintah Daerah. Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah sejak proses penyusunan sampai dengan pengundangannya/berlakunya sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah yang bersangkutan: Namun demikian, berdasarkan Pasal 113 dan 114 UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 tersebut, Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan atau peraturan perundang-undangan dapat dicabut atau dibatalkan oleh Pemerintah. Berkenaan dengan itu untuk menghindarkan adanya Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dicabut/dibatalkan oleh Pemerintah, diharapkan adanya sumberdaya manusia yang handal dan mampu menyusun seluruh jenis produk hukum yang dibutuhkan Daerah sebagai realisasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Untuk menyusun dan merumuskan setiap jenis produk hukum Daerah, dituntut adanya pengetahuan aparatur yang memahami teori dan praktek penyusunan produk-produk hukum di Daerah, berupa: -Jenis-jenis produk hukum tingkat Daerah -Kaidah-kaidah hukum -Teknik Penyusunan Produk-produk Hukum -Ragam Bahasa yang dipergunakan -Materi muatan produk-produk Hukum Daerah Dengan adanya pengetahuan dan pemahaman tersebut, maka semua jenis produk hukum di Daerah diharapkan dapat dipenuhi baik kualitas maupun kuantitasnya. Untukmengantisipasi sekaligus mendukung tersedianya SumberDaya Manusia (SDM) di Daerah, Pusat Kajian Hukum dan KebijakanDaerah Departemen Dalam Negeri membuat manual tentang penyusunan jenis produk-produk hukum di Daerah, yang dalam teknis penyusunannya berdasarkan teori dan pengalaman dari proses pengesahan Peraturan Daerah dan KeputusanKepala Daerah selama ini.
Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah
IJ
177
Diharapkan dengan penyusunan manual produk-produk hukum Daerah ini dimaksudkan untuk menambah pengetahuan dan wawasan Aparatur Pemerintah Daerah dalam rangka menyusun Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah sesuai dengan kebutuhan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Disamping itu, dengan adanya manual penyusunan produkproduk hukum Daerah, maka tujuan untuk mewujudkan tersedianya sumber daya manusia Pemerintah Daerah yang sesuai dengan kaidahkaidah legal drafting. Dasar-dasar dalam menyusun produk-produk hukum dengan memperhatikan: Produk-produk hukum yang dibuat harus memperhatikan unsur sosiologis, sehingga setiap produk hukum yang mempunyai akibat atau dampak kepada masyarakat dapat diterima oleh masyarakat secara wajar bahkan spontan. Landasan filosofis, maksudnya agar produk hukum yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai yang hakiki ditengah-tengah masyarakat : misal agama. Landasan ekonomis, maksudnya agar produk hukum yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah, hal-hal yang berlaku dan mencakup berbagai hal yang menyangkut kehidupan masyarakat: misal kehutanan,pelestarian sumberdaya alam. Landasan politis, maksudnya agar produk hukum yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah dapat berjalan sesuai dengan tujuan tanpa menimbulkan gejolak di tengah masyarakat.
JENIS-JENIS PRODUK HUKUM DAERAH Sesuai dengan teori perundang-undangan dikenal adanya jenis produk hukum Daerah, yaitu:
178
I1 Pajakdon Retribusi Daerah
1. Peraturan Daerah Propinsi Peraturan Daerah Propinsi adalah peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Propinsi, dalam rangka menyelenggarakan kewenangan (Otonomi Daerah) yang diserahkan kepada Pemerintah Propinsi sebagai pelaksanaan dan penjabaran peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Hal ini dipertegas lagi dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom .
2. Peraturan Daerah Kabupaten Peraturan Daerah Kabupaten adalah peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten, dalam rangka menyelenggarakan Otonomi Daerah yang diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten sebagai pelaksanaan serta penjabaran peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, terutama sebagai penjabaran Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
3. Peraturan Daerah Kota
11
Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah
179
Keputusan Gubernur terdiri dari 2 jenis,yaitu: a. Keputusan yang bersifat mengatur (regelling); b. Keputusan yang bersifat penetapan (beschikking).
5. Keputusan Bupati/Walikota Keputusan Bupati/Walikota adalah peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah KabupatenlKota dan atau atas kuasa dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. . Keputusan Bupati/Walikota terdiri dari 2 jenis, yaitu: a. Keputusan yang bersifat mengatur(regelling); b. Keputusan yang bersifat penetapan (beschikking) .
Penjelasan : Keputusan Gubernur atau Keputusan Bupati/Walikota yang bersifat mengatur adalah Keputusan yang materi muatannya mengatur dan mengikat secara umum, maksudnya berlaku bagi setiap subjek hukum yang memenuhi unsur-unsur yang terkandung dalam ketentuan-ketentuan Keputusan tersebut. Keputusan Gubernur atau Keputusan Bupati /Walikota yang bersifat penetapan adalah Keputusan yang bersifat konkret (nyata), individual dan final. Materi muatannya hanya mengikat hal-hal tertentu,dan tidak mengikat secara umum.
Peraturan Daerah Kota adalah peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota, dalam rangka menyelenggarakan Otonomi Daerah yang diserahkan kepada Pemerintah Kota sebagai pelaksanaan dan penjabaran peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, terutama sebagai penjabaran Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Instruksi Gubernur atau Instruksi Bupatil Walikota adalah jenis produk hukum daerah yang bersifat perintah atau petunjuk teknis kepada bawahan untuk melakukan ketentuan-ketentuan tertentu yang sifatnya konkret (nyata) dan individual.
4. Keputusan Gubemur
KAIDAH-KAIDAH HUKUM
Keputusan Gubernur adalah peraturan yang ditetapkan sebagai pelaksanaan dari Peraturan Daerah Propinsi dan atau atas kuasa peraturan perundangan yang lebih tinggi.
Kaidah-kaidah yang perlu diperhatikan dalam penyusunan produkproduk hukum Daerah adalah:
6. Instruksi Gubemur atau Instruksi Bupati/ Walikota.
180
mPajakdan RetribusiDaerah
11
Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah
Keharusan adanya kewenangan dari pembuat produk-produk hukum. Setiap produk-produk hukum harus dibuat oleh Pejabat yang berwenang. Kalau tidak, produk-produk hukum itu batal demi hukum (van rechtswegenieting) atau dianggap tidak pernah ada dan segala akibatnya batal secara hukum. Misalnya: Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah atas persetujuan DPRD. Peraturan Daerah yang ditetapkan oleh Kepala Daerah tanpa persetujuan DPRD dengan sendirinya batal demi hukum. Keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis produk-produk hukum dengan materi yang diatur,terutama kalau jenis dan materi produk-produk hukum yang bersangkutan diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi atau sederajat, sehingga bila tidak sesuai dengan bentuk, jenis dan muatan yang diatur dapat menjadi alas an bahwa produk hukum tersebut batal demi hukum karena bertentangan dengan landasan yuridis material. Misalnya: Susunan organisasi dan tata kerja Kecamatan harus diatur dalam Peraturan Daerah. Kalau susunan organisasi dan tata kerja Kecamatan hanya diatur dalam bentuk/jenis Keputusan Kepala Daerah, maka Keputusan Kepala Daerah tersebut batal demi hukum (vernietigbaar). Keharusan mengikuti tata cara tertentu. Apabila tata cara tersebut tidak diikuti, maka produk-produk hukum tersebut belum mempunyai kekuatan hukum mengikat dan dapat dibatalkan demi hukum.
Misalnya : Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang bersifat mengatur harus diundangkan dalam Lembaran Daerah, dan jika tidak diundangkan dalam Lembaran Daerah, maka Peraturan Daerah tersebut belurnmengikat. Keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang undangan yang lebihtinggitingkatannya.
181
-Misalnya : Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah,kalau bertentangan batal demi hukum. TEKNIK PENYUSUNAN PRODUK-PRODUK HUKUM Setiap produk-produk hukum pada umumnya disusun dalam suatu kerangka dengan bentuk struktural sebagai berikut: A. Penamaan/Judul; B. Pembukaan; C. Batang Tubuh; D. Penutup; E. Lampiran (bila diperlukan). Uraian dari masing-masing Substansi Kerangka Produk-produk Hukum adalah:
A. Penamaan/Judul 1. Setiap produk hukum mempunyai penamaan/judul 2 . Penamaan/Judul produk-produk hukum memuat keterangan mengenai Jenis, nomor,tahun,tentang nama produk hukum yang diatur. 3.
Nama produk hukum dibuat singkat dan mencerminkan isi produk-produk hukum. 4. Judul ditulis dengan huruf kapital tanpa diakhiri tanda baca. 5. Judul tidak boleh disingkat dipendekkan dan tidak ada tanda baca. Contoh : Penulis Penamaan/JuduI a) Jenis Peraturan Daerah PERATURANDAERAHKABUPATENBOGOR NOMOR..... TAHUN..... TENTANG PAJAK REKLAME
182
Teknik PenyuslUUlll Peraturan Perpajakan Daerah IJ
11 Pajak dan Retribusi Daerah
b) Jenis Keputusan Kepala Daerah KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR. ... TAHUN.... TENTANG TATA CARA PUNGUTAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR
B. Pembukaaan 1. Pembukaan pada Peraturan Daerah,terdiri dari A. Frasa Dengan Rakhmat Tuhan Yang Maha Esa; B. Jabatan Pembentuk Peraturan Daerah; C. Konsiderans; D. Dasar Hukum; E. Frasa DenganPersetujuan DewanPerwakilan Rakyat Daerah; F. Memutuskan; G. Menetapkan. 2. Pembukaan pada Keputusan dan Instruksi Kepala Daerah Propinsi, Kabupaten dan Kota terdiri dari: Jabatan pembentuk Keputusan dan Instruksi; 1. Konsiderans; 2. Dasar Hukurn; 3. Memutuskan; 4. Menetapkan.
Penjelasan a. Frasa,Kata frasa yang berbunyi Dengan Rakhmat Tuhan Yang Maha Esa merupakan katayang harus ditulis dalam Peraturan Daerah, cara penulisannya seluruhnya huruf kapital dan tidak diakhiri tanda baca.Contoh:DENGAN RACHMAT TUHAN YANG MAHA ESA b. Jabatan,Jabatan pembentuk Peraturan Daerah atau Keputusan Gubernur/BupatiIWalikota ditulis dengan hurufkapital dandiakhiri dengan tandabacakoma(,). Contoh:BUPATI BOGOR, c. Konsiderans,Konsiderans harusdiawali dengan kata "Menimbang" yang memuaturaian singkatmengenaipokok-pokok pikiranyang menjadi latar belakang dan alasan alasan pembuatan Peraturan
183
Daerah, dan KeputusanKepala Daerah. Jika konsiderans terdiri lebih dari satu pokok pikiran, maka tiap-tiap pokok pikiran dirumuskan pengertian, dan tiap-tiap pokokpikirandiawali dengan huruf a, b, c, dst dan diakhiri dengan tanda titik koma(;).Contoh:
Menimbang:
a. b. c.
......................... ........... , . , .................................... ,
d. Dasar Hukum. Dasar Hukum diawali dengan kata "Mengingat" yang harus memuat dasarhukumbagipembuatan produk hukum. Padabagian ini perlu dimuat pula jika ada peraturan perundang-undangan yang memerintahkan produk hukum itu atau yang mempunyai kaitan langsung dengan materi yang akandiatur. (1) Dasar Hukum dapat dibagi 2 yaitu: (a) Landasan yuridis kewenangan membuat produk-produk hukum;dan (b) Landasan yuridis rnateri yang diatur.
(2) Yang dapat dipakai sebagai dasar hukum hanyalahjenisperaturan perundang-undangan yang tingkat derajatnya sama atau lebih tinggi dariprodukhukum yang akan dibuat. Catatan: Keputusan yang bersifat penetapan, Instruksi dan Surat Edaran tidak dapat dipakai sebagai dasar hukum karma ketiga jenis keputusan tersebut tidak masukjenisperaturan perundang- undangan. (3) Dasar Hukum dirumuskan secara kronologis sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan, atau apabila peraturan perundangundangan tersebut sama tingkatannya, makadituliskan berdasarkan urutan tahun pembentukannya, atau apabila peraturan perundangundangan itu dibentuk padatahunyangsama, makadituliskan berdasarkan nomor urutan pembuatan peraturan perundangundangan tersebut. (4) Penulisan dasar hukwn (DU, PP,Keppres, danPerda) hams lengkap denganLembaran Negara, TambahanLembaran Negara, l..embaran Daerah, dan Tambahan Lembaran Daerah. (kalau ada)
184
• Pajakdan Retribusi Daerah
(5) Jika dasar hukum lebih dari satu peraturan perundang-undangan, maka tiap dasar hukum diawali dengan angka arab 1,2,3 dst dan diakhiri dengantandabaca titikkoma (;) , Contoh:Penulisan Dasarhukum
Mengingat: 1.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999tentang Pemerintahan Daerah(LembaranNegaraTahun 1999Nomor60 ,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839.); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2000 tentang (Lembaran Negara Tahun... Nomor . . . , Tambahan Lembaran Negara Nomor. ..); 3 . KeputusanPresiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik . \ Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden; 4. Keputusan Menteri Nomor. .. Tahun tentang... ; 5. Peraturan Daerah Nomor ... Tahun tentang . . . (Lembaran Daerah Tahun ... Nomor.- Tambahan LembaranDaerahNomor...); e. Frasa Kata frasa yang berbunyi Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Propinsi/Kabupaten/Kota, merupakan aturan kata yang harus dicantumkan dalam Peraturan Daerah dan cara penulisannyadilakukan sebagai berikut: Ditulis sebelum kata MEMUTUSKAN; (1) Katadenganpersetujuan, hanyahurufawalkata "Dengan" ditulis hurufkapital;dan (2) Kata Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi/Kabupaten/ Kota seluruhnya ditulis hurufkapital. Contoh : Dengan persetujuan DEWANPERWAKILANRAKYATDAERAH PROPINSI/KABUPATENIKOTA. ...
f. Memutuskan
Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah 11
185
Kata Memutuskan ditulis dengan huruf kapital, dan diakhiri dengan tanda baca titik dua (:) serta diletakkan ditengah marj in. g. Menetapkan Kata Menetapkan dicantumkan sesudah kata MEMUTUSKAN yang disejajarkan ke bawah dengan kata Menimbang dan Mengingat. Huruf awal kata Menetapkan ditulis dengan huruf Kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik dua(:). Contoh: MEMUTUSKAN: Menetapkan : ,; dst. Penulisan kembali nama peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dilakukan sesudah kata Menetapkan,dan cara penulisannya adalah: Menuliskan kembali nama yang tercantum dalam judul; Nama tersebut sebagaimanadimaksud diatas, didahului dengan jenis perundang- undangan yang bersangkutan; Naura dan jenis produk hukum tersebut, ditulis dengan huruf kapital dan diakhiridengantanda bacatitik(.). Pada Peraturan Daerah sebelumkata MEMUTUSKAN dicantumkan frasa Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Contoh: a.
Jenis Peraturan Daerah MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR TENTANG PAJAKREKLAME. b. Jenis Keputusan Kepala Daerah MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSANBUPATI BOGOR TENTANG TATA CARA PUNGUTAN PAJAK REKLAME .
186
mPajakdanRerribusi Daerah
Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah 11
Catatan: Contoh Pembukaan produk-produk hukum secara keseluruhan dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Peraturan Daerah 1) Peraturan DaerahPropinsi. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNURJAWA BARAT, Menimbang : a ; b . c dst . Mengingat : 1.. 2 .. 3 dst Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI JAW A BARAT MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERA TURAN DAERAH PROPINSI JAW A BARAT TENTANG PAJAK REKLAME. 2) Peraturan Daerah Kabupaten DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a . b
Mengingat
.
c : 1
dst .
'1 ..,
3
. ~
dst
187
.Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BOGOR MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR TENTANG PAJAK REKLAME. 3) Peraturan Daerah Kota DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a . b ; . c dst . Mengingat : 1 2 ; .
3 .. 4 dst.; Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKY AT DAERAH KOTA BOGOR, MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR TENTANG PAJAK REKLAME b. Keputusan Kepala Daerah 1) Keputusan Gubemur. GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a . b c
.
dst
188
Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah 11
~ PajakdonRetribusi Daerah
Mengingat
: 1
· c. Instruksi Kepala Daerah 1) Instruksi Gu bernur GUBENUR JAWA BARAT, Menimbang : a b c dst Mengingat : 1 ; 2 3 dst MENGINSTRUKSIKAN: Kepada : 1
. .
2 3
dst MEMUTUSKAN: Menetapkan: KEPUTUSAN GUBENUR JAWA BARAT TENTANGTATA CARA PUNGUTAN PAJAK DAERAH 2) Keputusan Bupati BUPATI BOGOR,
Menimbang
: a
,
~
.
, ·b
Mengingat
c : 1
.
.
2
.
3
dst MEMUTUSKAN: Menetapkan: KEPUTUSAN BUPATI BOGOR TENTANG TATA CARA PUNGUTAN PAJAK DAERAH. 3) Keputusan Walikota WALIKOTA BOGOR,
Menimbang
a
Mengingat
b c : 1 2 3
2 3
dst
Menimbang
Mengingat
. .
Menetapkan: KEPUTUSAN WALIKOTA BOGOR TENTANG TATA CARA PUNGUTAN PAJAK DAERAH.
. .
.
.
. dst
BUPATIBOGOR,
dst
dst MEMUTUSKAN: .
.
Untuk: PERTAMA: KEDUA: 2) InstruksiBupati.
. .
189 '
Kepada
a .b c
. . dst
1
.
2 3
.
1. 2 3
dst MENGINSTRUKSIKAN:
. . .
190
mPajakdanRetribusiDaerah
Teknik PenyuslUUl1l Peraturan Perpajakan Daerah 11
Untuk: PERTAMA: KEDUA : 3) Instruksi Walikota. Menimbang
a b
WALIKOTA BOGOR, ·
c
. .
.
Mengingat : 1
dst MENGINSTRUKSIKAN
Kepada
: . 1.. ; 2 .. ; 3.. ;
Untuk: PERTAMA: KEDUA: C. Batang Tubuh Batang Tubuh suatu produk-produk hukum memuat semua materi produk-produk hukum yang dirumuskan dalam pasal-pasal dan diktumdiktum.Produk-produk hukum yang batang tubuhnya dirumuskan dalam pasal-pasal adalah jenis Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang bersifat mengatur (Regelling) sedangkan jenis keputusan yang bersifat ketetapan (Beschikking) dan instruksi batang tubuhnya dirumuskan dalam diktum-diktum. Uraian masing-masing batang tubuh jenis produk-produk hukum adalah: 1. Batang Tubuh Peraturan Daerah 1. Peraturan Daerah, pengelompokkan batang tubuh terdiri atas: 1. Ketentuan Umum; 2. Materi yang diatur; 3. Ketentuan Pidana (kalau acta);
191
4 . Ketentuan Peralihan (kalau ada); dan 5. Ketentuan Penutup. 2. Pengelompokkan materi produk-produk hukum dalam Bab, Bagian dan Paragraftidak merupakan keharusan. Jika Peraturan Daerah mempunyai materi yang ruang lingkupnya sangat luas danMempunyai banyak pasal, maka pasal-pasal tersebut dapat dike lompokkan menjadi Bab, Bagian dan Paragraf.Pengelompokkan materi-materi dalam Buku Bab, Bagian dan Paragraf dilakukan atas dasar kesamaan kategori atau kesatuan lingkup isi materi yang diatur. Urutan penggunaan kelompok adalah: 1. Bab dengan pasal-pasal, tanpa bagian dan paragraf; 2. Bab dengan bagian dan pasal-pasal tanpa paragraf 3. Bab dengan bagian dan paragraf yang terdiri dari pasalpasal 3. Tata cara penulisan Bab, Bagian, Paragraf Pasal dan ayat ditulis sebagai berikut: 1. Bab diberi nomor urut dengan angka Romawi dan Judul Bab semua ditulis dan huruf kapital . Contoh: BABI KETENTUANUMUM 2. Bagian diberi nomor urut dengan bhangan yang ditulis dengan huruf dan diberijudul . Hurufawal kata bagian, urutan bilangan, danjudul bagian ditulis dengan huruf kapitalkecualihuruf awaldarikata partikel yang tidak terletak pada awal frasa . Contoh: BAB 11 ( •••• JnlJI)~ BAB ....) Bagian Kedua Kepala Dinas dan Wakil Kepala Dinas 3. Paragraf diberi nomor urut dengan angka arab dan diberi judu L Huruf awal dalam judul paragraf, dan huruf awal judul paragraf
192
mPajakdonRetribusiDaerah
Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah11
ditulis dengan huruf kapital, sedangkan huruf lainnya setelah huruf pertama ditulis dengan huruf keeil Contoh: Bagian Ketiga ( Judul Bagian ) Paragraf 1 Taman Kota dan Rekreasi 4. Pasal adalah satuan aturan dalam produk-produk hukum yang memuat satu norma dan dirumuskan dalam satu kalimat. Materi Peraturan Daerah lebih baik dirumuskan dalam banyak pasal yang singkat dan jelas daripada kedalam beberapa pasal yang panjang dan rnemuat beberapa ayat keeuali ejika materi yang menjadi isi pasal itu merupakan satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Usakan rumusan materi Pasal eukup dalam satu kalimat. Hindarkan perumusan Pasallebih dari satu kalimat. Pasal diberi nomor urut dengan angka arab, dan huruf awal kata pasal ditulis dengan huruf kapital. Contoh: Pasal5 5. Ayatadalahmerupakan rineian dari pasal, penulisannyadiberi nomor urut dengan angka arab diantara tanda baea kurung tanpa diakhiri tandabaca. Satu ayat hanya mengatur satu ha! dandirumuskandalam satu kalimat. Pasal21 6. Kepala Dinas berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah
7 8.
.
Jika satu pasal atau ayat memuat rineian unsur, maka disamping dirumuskan dalam bentuk kalimat yang biasa, dapat pula dipertimbangkan penggunaan dalam bentuk tabulasi. Contoh:
193
Pasal Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat nama wajib pajak, atau nama wajib dan penanggungpajak besarnya pajak,dan perintah untuk membayar. Isi pasal inidapat lebih mudah dipahami dan jika dirumuskan sebagai berikut: Surat paksa sekurang-kurangnya harus memuat: 9. Nama wajib pajak,atau nama wajib pajak dan penanggung pajak; 10. Besarnya utang pajak; dan 11. Perintah untuk membayar. Dalam membuat rumusan Pasal atau ayat dengan tabulasi hendaknya diperhatikan hal-halsebagai berikut: 12. Setiap rincian harus dapat dibaea sebagai satu rangkaian kesatuan dengan kalimat pembuka; 13. Setiap rincian diawali dengan huruf abjad kecil; 14. Setiaprinciandiakhiridengantanda baca titik koma (;); 15. Jika suatu rincian dibagi lagi kedalam unsur yang lebih kecil, maka unsur yang lebihkeeildituliskanagak kedalam; 16. Kalimatyang masihmempunyairincian lebih lanjutdiberi tanda baea titikdua 0 17. Pembagian rincian hendaknya tidak melebihi empat tingkat.Jika rineian lebih dari empat tingkat, maka perlu dipertimbangkan pemeeahan pasal yang bersangkutan kedalam beberapa pasal. Jika unsur atau rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian yang kwnulatif, maka perlu ditambahkan kata dandibelakang rineiankedua dari belakang. Jika rineian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian yangalternatif, maka perluditambahkan kata ataudibelakang rinciankedua daribelakang. Contoh: a.
Tiap-tiaprincianditandaidengan hurufa,dst. (3)
;
........... .................... ... ......
.
194 ' ~ Pajak dan Retribusi Daerah
~
a , b , b. Jika suatu rincian ayat memerlukan perincian lebih lanjut, maka perincian itu ditandai dengan angka 1,2,dst. (4) ,.
a
. . 1. 2.
3.
. .. 1. 2. 3.
b) c) 1)
..
2) . 3) . Gambaran penulisan kelompok Batang Tubuh secara keseluruhan adalah:
BABI KETENTUAN UMUM Pasall (isi pasal 1 )
BAB 11 (Judul Bab) Pasal (isi pasal)
BABIII (Judul Bab) Bagian Pertama (Judul Bagian) Paragraf
195
. . ISI
a) b) c)
a)
IJ
(Judul Paragrat) Pasal21 . .
(1) (isi ayat) (2) (isi ayat) Perincian ayat
a. b.
b. c
Teknik Penyusunan Peraturall Perpajakan Daerah
sub ayat.
(perincian sub ayat)
1)
.
..
Perincian ayat)
mendetail dari sub . 2) . Penjelasan masing-masing kelompok batang tubuh adalah :
a. Ketentuan Umum Ketentuan umum diletakkan dalam Bab pertama atau dalam Pasal pertama, jika dalam produk hukum itu tidak ada pengelompokkan dalam bab. Ketentuan umumberisi : 1. batasan dari pengertian; 2. singkatan atau akronim yang digunakan dalam produk hukum; 3. hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasalpasal berikutnya. Jika ketentuan umum berisi lebih dari satu hal, maka setiap batasan dari pengertian dan singkatan atau akronim diawali dengan angka arab dan diakhiri dengan tanda baca titik (.).
196
Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah
11 Pajak donRetribusi Daerah
Contoh :
Pasall Dalam Peraturan Daerah ini,yang dimaksud dengan : 1. PemerintahDaerah adalahPemerintahDaerah KabupatenBogor 2. . .
3.
..
.
Urutan pengertian atau istilah dalam bab ketentuan umum hendaknya mengikuti ketentuan sebagai berikut: a. Pengertian atau istilah yang ditemukan lebih dahulu dalam materi yang diatur ditempatkan teratas. b. Jika pengertian atau istilah mempunyai hubungan atau kaitan dengan pengertian atau istilah terdahulu, maka pengertian atau istilah yang ada hubungannya itu diletakkan dalam satu kelompok (berdekatan) . c. Singkatan sesuatu penamaan dengan kalimat. Contoh : "yang selanjutnya disebut DPRD"
b.
Ketentuan Materi yang akan diatur
Materiyang diatur dalam produk-produk hukum adalah semuaobyek yang diatur secara sistimatika sesuai dengan luas lingkup dan pendekatan yang dipergunakan. Materi yang diatur dalam suatu produk-produk hukum hams memperhatikan dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang ada, seperti: 1. Landasan hukum materi yang diatur, dalam menyusun materi suatu produk hukum, harus memperhatikan dasar hukumnya.Misalnya : o BidangOrganisasi. Susunan Organisasidan TatakerjaKecamatan hams diatur dalam Peraturan Daerah Pasal61 ayat (5) UndangundangNomor22 Tahun 1999tentang Pemerintah Daerah); Kalau susunanorganisasiKecamatantersebutdiatur dengan Keputusan Kepala Daerah batal demi hukum (vernietigbaar). o Bidang Pajak Daerah. Pajak Daerah berdasarkan _Pasal 6 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 pengaturannya hams memiliki ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
c. d. e.
lJ
197
Pajak Daerah hams ditetapkan dengan Peraturan Daerah . Peraturan Daerah tentang Pajak tidak dapat berlaku surut. Peraturan Daerah tentang Pajak sekurang-kurangnya ketentuan mengenai: 1. nama, objek dan subjek pajak; 2 . dasar penggunaan,tarif dan cara penghitungan pajak; 3. wilayah pemungutan; 4. nama pajak; 5. penetapan; 6. tata cara pembayaran dan penagihan; 7. kadaluarsa; 8. sanksi administratif/ pidana; 9. tanggal mulai berlakunya f. Juga dapat mengatur mengenai: 1. pemberian pengurangan kurungan dan perriberian dalam hal-hal tertentu atas pokok pajak dan atau sanksinya; 2. tatacarapenghapusan piutangpajak yang kadaluarsa; 3 . asas timbal balik. Ketentuan-ketentuan huruf a,b,c dan d adalah merupakan acuan materi muatan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah, yang penulisannya hams sesuai dengan norma-norma dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah. Misalnya Pengenaan tarif pajak hams sesuai dengan ketentuan Pasal 3 Undang - Undang Nomor18 Tahun 1997 . Penatapan tarif dalam peraturan Daerah yang melebihi ketentuan Pasal 3 tersebut dianggap bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi dan akibatnya Peraturan Daerah yang bersangkutan hams dicabut atau dibatalkan. g. Bidang Retribusi Daerah. Retribusi Daerah berdasarkan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah
198
mPajakdan Retribusi Daerah
dan Retribusi Daerah, pengaturannya harus memenuhiketentuanketentuan sebagai berikut: 1. Retribusi Daerah harus ditetapkandengan Peraturan Daerah. 2. Peraturan Daerahtentang Retribusi tidak dapat berlaku surut. 3. Peraturan Daerah sekurang-kurangnya mengatur ketentuan mengenai: 1. nama,objek dan subjek retribusi; 2. golongan retribusi, apakah : Jasa Umum, Jasa U saha atau Perizinan Tertentu; 3. cara mengukurtingkat penggunajasa yang bersangkutan; 4. prinsipyangdianutdalampenerapan strukturdanbesarnya tarif retribusi; 5. struktur dan besarnya tarif retribusi; 6. wilayah pemungutan; 7. tata cara pemungutan; 8. sanksi administrasi/pidana; 9. tata cara penagihan; 10. tanggal mulaiberlakunya. 4. Juga dapat mengatur mengenai: 1. masa retribusi: 2. pemberian keringanan, pengurangan dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok retribusi dan atau sanksinya; 3. tata cara penghapusanpiutang retribusi yang kadaluarsa. Ketentuan-ketentuan a, b, c dan d adalah merupakan kerangka acuan materi muatan Peraturan Daerahtentang retribusi yangpenilaiannya harus sesuai dengannorma-normadan prinsip-prinsip yangterkandung dalamUndang-undang Nomor 18Tahun 1997dan Peraturan Pemerintah Nomor20 Tahun 1997tentang Retribusi Daerah. Misalnya 5. JasaUmum. Prinsip dan sasarandalampenetapan tarifRetribusi Jasa Umum didasarkan pada kebijaksanaan Daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang berangkutan,
TeknikPenyusunan Peraturan Perpajakan Daerah 11
199
kemampuan masyarakat dan aspek keadilan (Pasal6 pp No. 20 tahun 1997). 6. Jasa Usaha. Prinsipdan sasarandalampenetapanbesarta tarif Retribusi Jasa Usaha pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterimaolehpengusaha swastasejenis yang beroperasi secara efisien dan berorentasi pada harga pasar (Pasal 7 pp No.20 Tahun 1997). 7. Perizinan Tertentu. Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi perizinan tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup atau sama dengan biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan (Pasal8 pp No. 20 Tahun 1997).Catatan: 1. Penentuan tarif retribusi Jasa umum dalam peraturan Daerah yang tidak berdasarkan perhitungan kemampuan masyarakat dan aspek keadilan, dianggap bertentangan denganperaturanperundang-undangan yang lebih tinggi, sehingga Peraturan Daerah yang bersangkutan dapat dicabut atau dibatalkan. 2. Kalau ada suatu materi yangakan diatur dalam produk hukum di Daerah, yang tidakadalandasan yuridis secara tegas dalam suatu peraturan perundang-undangan atau tidak ada perintah secara tegas dari suatu peraturan perundangundangan tertentu mengenai ketentuan yang membebani masyarakat harus diatur dalam Peraturan Daerah. 2).Tatacarapenulisan Materi yang diatur adalah: a. Materi yang diatur ditempatkan langsung setelah bab ketentuan umum atau setelah pasal-pasal ketentuan umum jika tidakadapengelompokkan dalam bab. b. Dihindari adanyabab tentang ketentuan lain-lain. Materi yang akan dijadikan materiketentuan lain-lain, hendaknya ditempatkan dalam kelompok meteri yang diatur denganjudul yang sesuaidenganmateri tersebut.
200
mPajakdanRetribusi Daerah
11
Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah
Ketentuan lain-lain hanya dicantumkan untuk ketentuan yang benar-benar lain dari materi yang diatur, namun masih mempunyai kaitan dan perlu diatur. Penempatan bab ketentuan lain-lain dicantumkan pada bab atau pasal terakhir sebelum bab ketentuan pidana.
C. Ketentuan Penyidikan
Catatan: Ada atau tidak ada ketentuan penyidikan terhadap pelanggaran, larangan dan kewajiban dalam materi yang diatur tergantung ada dan tidak adanya ketentuan pidana. Kalau ketentuan pidana ada, maka ketentuan penyidikan ada, dan jika ketentuan pidana tidak ada, maka dengan sendirinya ketentuan penyidikan tidak ada. Contoh: BAB. ..
KETENTUAN PENYIDlKAN Pasal....
b.
Penyidikan atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal .... (Pasalketentuanpidana) .... dilakukan olehPejabatPenyidikPegawai Negeri Sipil (PPNS) sesuaidengan wilayah hukum yang ditentukan. Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat(l) adalah :
1.
.
.Daerah berdasarkan Undang-undang harus dipertahankan ketentuan pidana tersebut. Disamping ketentuan pidana dapat juga dirumuskan sanksi administratif (Misalnya Pencabutan izin atau upaya paksa). Dalam merumuskan ketentuan pidana,yang harus perlu diperhatikan adalah: c.
Ketentuan penyidikan adalah merupakan penegasan atau penunjukan Pejabat Penyidikatas pelanggaran terhadap Peraturan Daerah. Ketentuan penyidikan ditempatkan setelah ketentuan pidana.
a.
201
.
2 . d. Ketentuan Pidana Ketentuan Pidana tidak mutlak harus ada dalam suatu Peraturan Daerah. Ada atau tidak ada ketentuan pidana tergantung pada kaidahkaidah dalam Peraturan Daerah yang bersangkutan.(ada larangan dan kewajiban) Ketentuan pidana berkaitan dengan adanya kaidah larangan atau perintah yang memuat Undang-undang atau kebijakan Pemerintah
Rumusan pidana harus berpegang pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau azas-azas umum Kitab Undang-undang Hukum Pidana Buku 1, yang menyatakan bahwa ketentuan dalam Buku 1 berlaku juga bagi perbuatan yang dipidana menurut peraturan perundang-undangan lain kecuali oleh Undang-undang ditentukan lain. d. Dalam merumuskan ancaman pidana harus memenuhi unsurunsur: 1. Penyebutan subjek pidana yaitu setiap orang atau badan hukum. 2. Penyebutan sifat perbuatan apakah sengaja atau kelalaian, dirumuskan sebagai berikut : a. Setiaporang yang dengan sengaja. b. Setiap orang yang karena kelalaiannya. c. Penyebutanjenis perbuatan pidana,apakah kejahatan atau pelanggaran. Penyebutanjenis perbuatan pidana dipisahkan dalam ayat atau pasal tersendiri. Contoh: 1. Perbuatan(tindak) pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal ..... dan seterusnya adalah kejahatan .. 2. Perbuatan (tindak) pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran. Penyebutanjenis pidana ini bertalian dengan sistem hukum pidana Indonesia yang masih membedakan antara kejahatan dan pelanggaran. Apabila KUH Pidana yang baru tidak membedakan lagi antara kejahatan dan pelanggaran, maka penyebutan pidana tidak diperlukan lagi. 3.
Penyebutan ancaman lamanya pidana kurungan atau besarnya denda yang disebutkan adalah ancaman maksimum. Untuk pidana badan disebutkan paling
20~
11 PajakdonRetribusi Daerah
Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah
lama, sedangkan untuk pidana denda disebutkan palingbanyak. 4. Ketentuan pidana ditempatkan dalam bab tersendiri, yaitu BAB KETENTUAN PIDANA yang letaknya sesuai dengan materi yang diatur atau sebehim KETENTUAN PERALIHAN. Jika ketentuan peralihan tidak ada maka letaknya sebelum BAB KETENTUAN PENUTUP. Contoh:
BAB . KETENTUAN PIDANA
Pasal
.
e . Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan dalam Pasal . - dan dipidana dengan pidana kurungan paling lama atau Benda ? paling banyak Rp . f . Setiap orang atau badan hukum yang karena kelalaiannya melanggar ketentuan dalam Pasal .. . , dan dipidana dengan pidana kurungan paling lama atau denda paling banyak Rp ( ). g . Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) adalah pelanggaran. e. Ketentuan Peralihan Ketentuan peralihan timbul sebagai cara mempertemukan antara asas mengenai akibat kehadiran peraturan baru dengan keadaan sebelum peraturan baru itu berlaku. Pada asasnya pada saat peraturan barn berlaku, maka semuaperaturan lama beserta akibat-akibatnya menjadi tidak berlaku. Kalau azas ini diterapkan tanpa memperhitungkan keadaan yang sudah berlaku, maka dapat timbul kekacauan hukum, ketidakpastian hukum atau kesewenang-wenangan penerapan hukum. Untuk menampung akibat berlakunya peraturan baru terhadap peraturan lama atau pelaksanaan peraturan lama, · diadakanlah ketentuan atau aturan peralihan. Dengan demikian, ketentuan peralihan berfungsi:
IJ
203
.h.
Menghindari kemungkinan terjadinya kekosongan hukum atau kekosongan produk hukum tingkat Daerah (Rechtsvacuum). i. Menjamin kepastian hukum (Rechtszekerheid) . j . Perlindungan hukum (Rechtsbescherming) , bagi rakyat atau kelompok tertentu atau orang tertentu. Jadi, pada dasarnya, ketentuan peralihan merupakan "penyimpangan" terhadap peraturan baru itu sendiri.Suatu penyimpangan yang tidak dapat dihindari (Necessaryevil) dalam rangka mencapai atau mempertahankan tujuan hukum secara keseluruhan (ketertiban, keamanan dan keadilan).
Penyimpangan ini hanya bersifat sementara, karena itu dalam rumusan ketentuan peralihan harus dimuat keadaan atau syarat-syarat yang akan mengakhiri masa peralihan tersebut. Keadaan atau syarat tersebut dapat berupa pembuatan peraturan pelaksanaan baru (dalam rangka melaksanakan peraturan baru) atau penentuan jangka waktu tertentu atau mengakui secara penuh keadaan yang lama menjadi keadaan baru. f. Ketentuan Penutup Ketentuan Penutup merupakan bagian terakhir Batang Tubuh suatu produk hukum, yang biasanyaberisi ketentuan-ketentuansebagai berikut: k. Penunjukkan organ atau alat perlengkapan yang diikutsertakan dalam melaksanakan produk-produk hukum yang termasukjenis peraturan perundang-uridangan, yaitu berupa: 1. Pelaksanaan sesuatu yang bersifat menjalankan (eksekutif), yaitu menunjuk pejabat tertentu yang diberi kewenangan untuk melaksanakan hal-hal tertentu. 2. Pelaksanaan sesuatu yang bersifat mengatur (legislatif), yaitu pendelegasian kewenangan untuk membuat peraturan pelaksanaan bagi produk-produk hukum yang bersangkutan dengan pejabat atau badan tertentu. 1. Nama singkatan (citeertitel) m. Ketentuan tentang saat mulai berlakunya produk-produk hukum yang bersangkutan. Ketentuan berlakunya suatu produk-produk hukum dapat melalui cara-cara sebagai berikut:
204
\1 Pajakdon Retribusi Daerah 1.
Penetapan mulai berlakunya produk-produk hukum pada suatu tanggal tertentu. 2 . Saat mulai berlakunya produk-produk hukum tidak dapat harus sama untuk seluruhnya. Untuk beberapa bagian dapat berbeda. n. Ketentuan tentang pengaruh produk-produk hukum yang baru terhadap produk-produk hukum yang lain. 2. Batang Tubuh Keputusan Kepala Daerah:
a. Yang bersifat Mengatur(Regelling) o.
p.
Batang Tubuh Keputusan Kepala Daerah memuat semua materi yang akan dirumuskan dalam pasal-pasal. Pengelompokkan dalam batang tubuh terdiri atas: 1. Ketentuan Umum ;
2.
Materi yang diatur ;
3 . Ketentuan Peralihan (kalau ada). Contoh : Ketentuan pidana dengan ketentuan penyidikan tidak dimuat dalam Keputusan Kepala Daerah. q. Materi muatan Keputusan Kepala Daerah adalah merupakan pelaksanaan dari Peraturan Daerah atau delegasi dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. r. Tatacara perumusan dan penulisan materi muatan batang tubuh Keputusan Kepala Daerah, sama halnya dengan tatacara perumusan dan penulisan materi muatan Peraturan Daerah . s. Kerangka Keputusan Kepala Daerah yang bersifat mengatur (Regelling) sebagaimana tercantum dalam LampiranII.
Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah
'PERTAMA :
205
.
KEDUA:
.
v.
Diktum terakhir menyatakan Keputusan dinyatakan telah berlaku pada tanggal ditetatpkan. Catatan : Ketentuan Umum dan Ketentuan Peralihan tidak perlu ada dalam batang tubuh, karena Keputusan Kepala Daerah yang bersifat Penetapan adalah konkrit, individual dan final (Misalnya Keputusan Pengangkatan Pegawai dalam Jabatan). w. Kerangka Keputusan Kepala Daerah yang bersifat penetapan (Beschikking) sebagaimana tercantum dalam Lampiran angka
2. 3. Batang Tubuh Instruksi Kepala Daerah.
x.
Batang tubuh Instruksi Kepala Daerah memuat semua materi yang akan dirumuskan dalam Diktum-diktum. y. Pengelompokkan dalam batang tubuh yaitu materi yang ditetapkan. z. Materi muatan batang tubuh Instruksi Kepala Daerah; seluruhnya bersifat perintah. aa. Kerangka Instruksi Kepala Daerah sebagaimana tercantum dalam Lampiran. Contoh: BATANG TUBUH PRODUK-PRODUK HUKUM 1) Batang Tubuh Peraturan Daerah Propinsi, Kabupaten atau Kota
BAB I KETENTUAN UMUM Pasall
b. Yang bersifat Penetapan (Beschikking). Batang tubuh Keputusan Kepala Daerah yang bersifat penetapan (Beschikking) memuat semua materi muatan keputusan yang dirumuskan dalam Diktum-diktum. u. Pengelompokkan dalam batang tubuh terdiri atas materi yang diatur. contoh:
IJ
t
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: bb.
Daerah adalah
cc.
Kepala Daerah adalah
dd.
POAM adalah
ee.
....dst.
206
Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah 11
~ PajakdonRetribusi Daerah
BAB 11 SUBJEK DAN OBJEK RETRIBUSI Pasal2 Pasal3 (1)
..
(2)
..
.
(2)
.
BAB . KETENTUAN PENYIDlKAN Pasal . (1)
.
(2)
. .
BAB ..... KETENTUAN PIDANA Pasal ... . .
BAB . KETENTUAN PERALIHAN
Pasal . (1) (2)
.
.
BAB . KETENTUAN PENUTUP
. .. ......
:: ::~ :::
...... .............................. ~
'
'
.
D. Penutup
(1)
(1) (2)
Pasal •....
(2)
2) Batang Tubuh Keputusan Gubernur, Bupati atau Walikota yang bersifat mengatur (regeling) adalah: BABI . Pasall
BABIII (JuduIBAB) Pasal .
(3)
(1) ......
207
Penutup suatu produk-produk hukum mernuat hal-hal sebagai berikut: 1. Perintah pengundangan Peraturan Daerah atau KeputusanKepala Daerah, Bupati atauWalikota dan penempatannya dalamLembaran Daerah. 2. Rumusanperintah pengundangan, berbunyi sebagaiberikut: Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan (nama jenis Peraturan Daerah atau Keputusan Gubernur, Bupati atau Walikota) ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah (nama Daerah yang bersangkutan). 3. Penandatanganan penetapan Peraturan Daerah dan atau Keputusan Gubernur, Bupati atau Walikota, memuat: 1. Kata "penetapan"juga dipakai padajenisKeputusan dan Instruksi Gubemur, Bupati atau Walikota. Contoh: 1) Pengesahan Ditetapkan di Cibinong pacta tanggal .. BUPATIBOGOR dto EDDIE YOSO MARTADIPUTRA
208
~ Pajakdon Retribusi Daerah
2) Penetapan Ditetapkan di Bogor pada tanggal . WALIKOTA BOGOR dto H . EDDY GUNADI 4. Pengundangan Peraturan Daerah atau Keputusan Gubernur, Bupati atau Walikota, memuat: 1. Rumusan tempat tanggal pengundangan diletakkan sebelah kiri (dibawah penanda tanganan penetapan). 2. Namajabatan ditulis dengan hurufkapital dan pada akhir kata diberi tanda baca koma (,). 3. Namalengkappejabatyangmenandatangani, ditulis denganhuruf kapital. Contoh: DiundangkandiBogor padatanggal . SEKRETARISDAERAH KOT A BOGOR, dto NamaTerang 5. Pada akhir bagian penutup dicantumkan Lembaran Daerah yang bersangkutan yang memuat tahun dan nomor serta ditulis dengan huruf kapital, Contoh:LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR TAHUN2000NOMOR54 6 . Penulisan tahun dan nomor dalam Lembaran Daerah, merupakan bukti bahwa Peraturan Daerah atau Keputusan Gubernur, Bupati atau Walikota telah diundangkan. 7. Peraturan Daerah atau Keputusan Gubernur, . Bupati atau Walikota yang ditetapkan tanpa diundangkan dalam Lembaran Daerah tidak mempunyai daya laku dan mengikat atau tidak mempunyai kekuatan hukum.
Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah
IJ
209
"E . Penjelasan Adakalanya suatu peraturan/produk hukum memerlukan penjelasan, baik penjelasan umum maupun penjelasan pasal demi pasal, Produk Hukum Daerah yang memerlukan penjelasan pada umurnnya adalah jenis produk hukum Daerah yang bersifat mengatur baik Peraturan Daerah maupun Keputusan Kepala Daerah. Pada bagian penjelasan umum biasanya dimuat politik hukum yang melatar belakangi penerbitan produk hukum yang bersangkutan. Pada bagian penjelasan pasaI demi pasal dijelaskan materi dari normanorma yang terkandung di dalam setiap pasal didalam batang tubuh . Hal-hal yang perIu diperhatikandalam penjelasanadalah: 8. Pembuat produk-produk hukum di Daerah dih indarkan menyandarkan argumentasi pada penjelasan ,tetapi harus berusaha membuat produk hukum yang dapat meniadakan keragu-raguan. 9. Naskah penjelasan disusun (dibuat) bersarna-sarna dengan rancangan produk hukum yang bersangkutan. 10. Penjelasan berfungsi sebagai tafsiran atau materi tertentu . Penjelasan tidak dapat dipakai sebagai dasar hukum untuk rnembuat produk hukum Iebih Ianjut . Oleh karena itu jangan membuat norma dalam penjelasan. 11. Judul penjelasan sama dengan judul produk-produk hukum yang bersangkutan. Contoh PENJELASAN ATAS PERATURANDAERAHKABUPATENBOGOR NOMOR .•.. TAHUN...• TENfANG PAJAKREKLAME 12. Penjelasan terdiri dari atas penjelasan umum dan penjelasan pasaI, pembagiannya dirinci dengan angka Romawi.
210
11 Pajakdan Retribusi Daerah
13. Penjelasan umum memuat uraian sistimatis mengenai latar belakang pokok-pokok pernikiran , maksud dan tujuan penyusunan produk hukum serta pokok-pokok atau asas yang dibuat dalam produk hukum. Pada penjelasan umum dapat memuat alasan atau pertimbangan dari aspek filosofis, sosiologis atau politis. 14. Bagian-bagian dari penjelasan umum dapat diberi nomor dengan angka Arab. Jika hal itu lebih memberikan kejelasan PENJELASAN UMUM 1. Dasar pemikiran. 2 .. 3 . 15. Tidakbolehbertentangan denganapayangdiaturdalam materiprodukprodukhukum. 16. Tidak boleh memperluas atau menambah norma yang sudah ada . dalam batang tubuh produk hukum. 17. Tidak boleh sekedar pengulangan semata-mata dari materi produk hukum. 18. Tidak boleh memuat istilah atau pengertian yang sudah dimuat dalam ketentuan umum. 19. Beberapa pasal yang tidak memerlukan penjelasan, disatukan dan diberi keterangan cukupjelas. Contoh Pasal 5 cukup jelas . Pasal7 sampai dengan PasallO cukup jelas. 20. Pada akhir naskahpenjelasandimuatketerangan tentangpenempatan dalamTambahanLembaranDaerah yang ditulis denganhurufkapital dan diikuti nomorurutpenempatan tanpatahunpengeluaran yangditulis denganangka Arab. Contoh: TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 115 PERUBAHAN PRODUK-PODUK HUKUM DAERAH Perubahan suatu Produk Hukum Daerah meliputi:
Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah 11
211
. 1. Menambah atau menyisipkan ketentuan baru, menyempurnakan atau menghapus ketentuan yang sudah ada, baik yang berbentuk Bab, Bagian, Paragaraf, Pasal, ayat maupun perkataan, angka, huruf, tanda baca dan lain-lainnya. 2. Mengganti suatu ketentuan dengan ketentuan lain, baik yang berbentuk Bab, Bagian, Paragraf, Pasal, ayat maupun perkataan, angka, huruf,tanda baca dan lain-lainnya. Dalam mengadakan perubahan terhadap suatu produk hukum Daerah, hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: a. Perubahan suatu produk hukum Daerah dilakukan olehpejabat yang berwenang membentuknya ,berdasarkan prosedur yang berlaku dan dengan suatu Peraturan Daerah. b. Perubahan suatu produk hukum Daerah diharapkan dilakukan secara baik tanpa mengubah sistematika peraturan perundangundangan yang diubah. c. Dalam suatu peraturan perubahan, hendaknya dalam perumusan penamaan disebut peraturan perundang-undangan mana yang diubah dan perubahan yang diadakan itu adalah perubahan yang keberapa kalinya . Contoh : (perubahan yang pertama kali) PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR ..••. TAHUN..•.TENTANG PAJAK PEMBANGUNAN I (perubahan selanjutnya) PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR .... TAHUN ..... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR .....TAHUN ...TENTANG PAJAK PEMBANGUNAN I
212
mPajakdonRetribusiDaerah
d. Dalam konsiderans Menimbang suatu produk hukum Daerah yang diubah harus dikemukakan alasan-alasan atau pertimbanganpertimbangan lainnya mengapa peraturan yang lama perlu diadakan perubahan. e. Batang tubuh suatu produk hukum Daerah yang diubah hanya terdiri atas dua pasal yang ditulis dengan angka romawi, dimana pasal-pasal tersebut dimuat ketentuan sebagai berikut: 1. Pasal I memuat segala sesuatu perubahan, dengan diawali penyebutan produk hukum daerah yang diubah, dan urutan perubahan-perubahan tersebut hendaknya ditandai dengan huruf besar A,B,C dan seterusnya . 2. Pasal 11 memuat ketentuan mengenai mulai berlakunya peraturan perubahan tersebut. f . Apabila sutau produk hukum Daerah sudah mengalami perubahan berulangkali, sebaiknya produk hukum Daerah tersebut dicabut dan diganti dengan produk hukum Daerah yang baru. g . Apabila mengubah suatuproduk hukum Daerah secara besarbesaran, maka demi kepentingan pemakai produk hukum Daerah tersebut, sebaiknya lebih baik apabila dibentuk dengan produk hukum Daerah yang baru. h. Cara-cara merumuskan perubahan produk hukum Daerah dalam Pasal I undang-undang perubahan tersebut antara lain adalah sebagai berikut: 1. Apabila suatu BAB,bagian,pasalatauayatakan dihapuskan, angka satunomorpasal ituhendaknya tetapdituliskan,tetapi tanpaisi,hanya dituliskan dihapuskan. Contoh: BAB V Pasal15 dihapuskan. 2. Apabila diantara dua pasal akan disisipkan suatu pasal baru yang tidak merupakan suatu penggantian dari suatu pasal yang telah dihapuskan itu, maka pasal baru itu tidak dapat ditempatkan pada tempat pasal yang dihapuskan. Dalam penulisannya pasal baru itu ditempatkan diantara kedua pasal tersebut dan diberi nomor sesuai dengan pasal yang terdahulu dan ditambahkan dengan huruf A (besar).
Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah
lJ
213
'Contoh: Apabila diantara pasal 14 dan 15 akan disisipkan pasal baru maka pasal baru itu dituliskan dengan pasal14 A. 3. Apabila diantara dua ayat akan disisipkan ayat baru, maka ayat baru tersebut ditempatkan diantara kedua ayat yang ada, dan diberi nomor sesuai dengan ayat yang terdahulu dengan menambahkan huruf a. Contoh: Apabiladiantaraayat (1) dan ayat (2) akan disisipkansuatu ayat baru, maka diletakkan diantara ayat(l) dan ayat(2) dan dituliskan ayat (la). 4. Apabila suatu perubahan itu mengenai suatu peristilahan yang merupakansuatukesatuanmakna, maka perubahannya haruslah diusahakan agar tidak menimbulkan suatu pengertian baru. Contoh: Jika istilah "urusan perdagangan dalam negeri" akan diubah menjadi "urusan perdagangan luar negeri", maka janganlah hanya mengubah perkataan "dalam" menjadi "luar", tetapi seyogyanya perubahan tersebut dilakukan sebagai berikut "urusan perdagangan dalam negeri" diganti dengan urusan perdagangan luar negeri". PENCABUTAN PRODUK-PRODUK HUKUM DAERAH
a. Pencabutan dengan penggantian Suatu pencabutan dengan penggantian terjadi apabila suatu produk hukum Daerah yang ada digantikan dengan suatu produk hukum Daerah yang baru. Bentuk luar (kenvorm) dari produk hukurn Daerah yang baru ini sama seperti lazimnya pada produk hukum Daerah lainnya, hanya bedanya produk hukum Daerah yang baru ini memuat adanya pencabutan terhadap produk hukum yang lama. Dalam pencabutan dengan penggantian ini, ketentuan pencabutan tersebut dapat diletakkan didepan, ataupun diletakkan dibelakang (dalam ketentuan penutup).
214
Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah 11
• PajakdanRetribusi Daerah
Apabila ketentuan pencabutan tersebut diletakkan didepan (dalam pembukaan), ketentuan pencabutan ini berakibat bahwa produk hukum daerah yang dinyatakan dicabut tersebut akan tercabut beserta akar-akarnya, dalam arti produk hukum Daerah tersebut tercabut beserta seluruh peraturan pelaksananya. Contoh:
MEMUTUSKAN: Dengan mencabut : PERATURAN DAERAH JAWA BARAT NOMOR ..... TA..HUN....TENTANG PAJAK REKLAME. Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR...TAHUN....TENTANG PAJAK REKLAME Akan tetapi, apabila ketentuan pencabutan tersebut diletakkan di belakang (dalamketentuan penutup), produk hukum Daerah yang dicabut tersebutakan tercabut, tetapi tidak beserta akar-akarnya, dalam arti produk hukum Daerahtersebuttercabut, tetapiperaturan pelaksananyamasihdapat dinyatakan berlaku. Contoh:
KETENTUAN PENUTUP Pasal •... Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan daerah Nomor ... Tahun ... tentang ....dinyatakan tidak berlaku.
b. Pencabutan tanpa penggantian 1.
Dalam pencabutan suatu produk hukum Daerah yang dilakukan tanpa penggantian, bentuk luar (kenvorm) produk hukum Daerah tersebut mempunyai kesamaan dengan perubahan produk hukum Daerah,yaitu bahwa batang tubuh produk hukum Daerah, yaitu bahwa batang tubuh produk hukum Daerah tersebut akan terdiri atas dua pasal yang diberi angka Romawi, dimana masing-masing pasal tersebut berisi: o Pasall : berisi tentang ketentuan pencabutan produk hukum Daerah.
215
o 2.
Pasal2 :berisi tentang ketentuan mulai berlakunya produk hukum Daerah tersebut. Seperti dalam perubahan suatu produk hukum Daerah, pencabutan suatu produk hukum Daerah juga hanya dilakukan olehpejabat yangberwenang membentuknyaberdasarkanprosedur yangberlaku, dan dengan suatuprodukhukumDaerahyangsejenis.
RAGAM BAHASA Ragam Bahasa yang dapat dipakai dalam menyusun Produkproduk Hukum Daerah adalah:
A. Bahasa Perundang-undangan 1. Ragam bahasa perundang-undangan termasuk bahasa Indonesia yang tunduk kepada kaidah tata bahasa Indonesia yang menyangkut pembentukan kata, penyusunan kalimat maupun pengejaannya. Ragam bahasa perundang-undangan mempunyai corak dan ragam yang khas yang bercirikan kejernihan pengertian, kelugasan, kebakuan dan keserasian-. 2. Jika merumuskan ketentuan peraturan perundang-undangan, maka pilihlah kalimat yang lugas dalam arti kalimatnya tegas,jelas dan mudah ditangkap pengertiannya, tidak berbelit-belit dan objektif Kalimat yang dirumuskan tidak menimbulkan salah tafsiran atau menimbulkan pengertian yang berbeda setiap pembaca. Hindari pemakaian istilah yang pengertiannya sedemikian kabur dalam hubungan kalimat kurang jelas. Istilah yang dipakai sebaiknya sesuai dengan pengertian yang biasa dipakai dalam bahasa sehari-hari. Upaya pemberian arti kepada istilah yang menyimpang dan anti yang biasa dipakai pada umurnnya. Contoh: Pertanian meliputi pula peternakan dan perikanan. 3. Hindari pemakaian: a. beberapa istilahyang berbeda untuk pengertian yang sama. Contoh: Istilah gaji, upah, pendapatan digunakan untuk pengertian penghasilan.
216
Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah 11
IlpajakdanRetribu.siDaerah
b.
satu istilah untuk beberapa pengertian yang berbeda.
Contoh: Istilah penangkapan diartikanjuga penahanan atau pengamanan. 4. Untuk mendapatkan kepastian hukum, istilah dan anti dalam peraturan pelaksanaanyang disesuaikandengan istilahdan arti yang dipakai dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi derajatnya. Contoh: Pengertian Pajak dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1997 tentang Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor disesuaikan dengan istilah Pajak dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 5 . Apabila istilah tertentu dipakai berulang-ulang, maka untuk menyederhanakan susunan peraturan perundang-undangan dapat dibuat definisi yang ditempatkan dalam Bab (tentang) Ketentuan Umum. Contoh: Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. 6. Jika istilah tertentu dipakai berulang-ulang, maka untuk menyederhanakan susunan suku kata dalam peraturan perundangundangan dapat menggunakan singkatan atau akronim. Contoh: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah menjadi APBD b . Badan Perencanaan Pembangunan Daerah menjadi BAPPEDA 7. Singkatan nama atau badan atau lembaga yang belum begitu dikenal umum dan bila tidak dimuat dalam Ketentuan Umum, maka setelah tulisan lengkapnya, singkatannya dibuat diantara tanda kurung . :
217
' Contoh: a. Badan Koordinas i Surveidan Pemetaan Nasional(Bakosurtanal) b . Kredit Usaha Tani(KUT) 8. · Dianjurkan sedapat mungkin menggunakan istilah pembentukan bahasa Indonesia. Pemakaian (adopsi) istilah asing yang banyak dipakai dan sudah disesuaikanejaannya dengan kaidah bahasa Indonesia dapat dipertimbangkan dan dibenarkan, jika istilah asing itu memenuhi syarat: a. Mempunyai konotasi yang cocok; b. Lebihsingkat biladibandingkandengan padanannyadalam bahasa Indonesia; c. Lebih mudah tercapainya kesepakatan; d. Lebih mudah dipahami daripada terjemahan bahasa Indonesia. Contoh: (1). apresiasi (memberikan penilaian atau penghargaan) . (2). devaluasi(penurunari nilai mata uang) . (3). devisa (alat-alatb pembayaran luar negeri). B. Pilihan Data atau Istilah
1. Pemakaiankata paling Untuk menyatakan pengertian maksimum (relatif) digunakan kata paling : Contoh Diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.5 .000.000,-(1imajuta rupiah) . Hindari penggunaan kata sekurang-kurangnya dalam merumuskan norma ketentuanpidana atau norma yang menyangkut batasan waktu. 2. Pemakaiankata kecuali Untuk menyatakan makna tidak termasuk dalam golongan digunakan kata kecuali. Kata kecuali ditempatkan diawal kalimat jika yang dikecualikan induk kalimat.
218
11 Pajakdan Retribusi Daerah
Contoh: Kecuali A dan B, setiap orang wajib memberikan kesaksian didepan sidang pengadilan 3. Pemakaian kata Disamping Untuk menyatakan makna termasuk,dapat digunakan kata disamping . Contoh Disamping menjalani pidana penjara,terpidana juga dikenai denda . 4 . Pemakaian kata jika dan kata makna Untuk menyatakan makna pengandaian atau kemungkinan digunakan kata jika atau frasa dalam halo Gunakan kata jika bagi kemungkinan atau keadaan yang akan terjadi lebih dari sekali dan setelah anak kalimat diawali kata makna. Contoh: Jika perusahaan itu melanggar kewajiban yang dimaksudkan dalam ... , maka ... . . 5. Pemakaian kata apabila Untuk menyatakan atau menunjukkan uraian atau penegasan waktu terjadinya sesuatu, sebaiknya menggunakan kata apabila atau bahwa. Contoh: Salah satu pihak dalam perjanjian kerjasama in i dapat mengajukan pembatalan perjanjian apabila pada waktu perjanjian ini dibuat terdapat unsur paksaan, kekhilafan dan penipuan.
6. Pemakaian kata dan, atau, dan atau a . Untuk menyatakan sifat yang kumulatif digunakan kata dan. Contoh: A dan B wajib memberikan .. . b . Untuk menyatakan sifat alternatif atau eksklusif digunakan kata atau.
Teknik Penyusunan Peraturan Perpajakan Daerah
11
219
-Contoh : A atau B wajib memberikan .... C.
Untuk menyatakan sifat alternatif ataupun kumulatif digunakan frasa dan atau.
Contoh: A dan atau B dapat memperoleh ... 7. Untuk menyatakan istilah hak digunakan kata berhak Contoh: Setiap Pegawai Negeri Sipil berhak untuk mendapatkan pensiun.
8. Untuk menyatakan kewenangan, digunakan kata dapat atau kata boleh Kata dapat merupakan kewenangan yang melekat pada seseorang, sedangkan kata boleh tidak melekat pada diri seseorang. Untuk menyatakan istilah kewajiban digunakan kata wajib . Contoh: (4). Menteri Dalam Negeri dapat memberikan pertimbangan/: penghargaan/sanksi kepada setiap PNS diJajaran Departemen Dalam Negeri. (5). Setiap warga negara wajib membayar pajak. 9 . Untuk menyatakan istilah sekedar kondisi atau persyaratan, digunakan kata harus Contoh: Untuk menduduki suatu jabatan tertentu seseorang calon pejabat harus terlebih dahulu mengikutipendidikan penjenjangan. digunakan frasa tidak diwajibkan atau tidak wajib Contoh: Warga negara yang belum berumur 18 tahun dan belum kawin tidak diwajibkan untuk mengikuti pemilihan umum. C. Teknik Pengacuan a.
Untuk mengacu ayat atau pasallain,digunakan frasa sebagaimana dimaksud pada atau dalani.
220
Teknik Penyusunan PeraturanPerpajak(m Daerah11
~ PajakdonRetribusi Daerah
Contoh: . ...sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasall 8 Jika mengacu ke peraturan lain pengacuan dengan urutan pasal, ayat dan judul peraturan perundang-undangan. Contoh: .. . sebagaimana dimaksud dalam Pasa128 ayat(3) Undangundang Nomor I Tahun 1974 tentang Perkawinan. b. Usahakanlah agar setiap Pasal atau kebulatan ketentuan tanpa mengacu ke Pasal lain. Pengacuan dilakukan dengan mencantumkan secara singkat materi pokok yang diacu. Contoh: Izin penggalian tambang batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal18 .... Pengacuan hanya boleh dilakukan ke peraturan yang tingkatnya sama atau lebih tinggi . c. Pengacuan dilakukan dengan menyebutkan secara tegas nomor & tiap pasal atau ayat yang diacu dan hindarkan penggunaan frasa pasal yang terdahulu atau pasal tersebut diatas atau Pasal ini. Contoh: Panitia Pemilihan, sebagaimana dimaksud dalam Pasa134 ayat (3), bertugas ... Jika ketentuan dari pengaturan yang diacu memang dapat diberlakukan seluruhnya, maka istilah tetap berlaku dapat digunakan. Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah yang telah ada dan terkait dengan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) dan Peraturan Daerah tentang Retribusi yang telah ada dan terkait dengan Pasal 18 ayat (3) masih tetap berlaku sebelum diberlakukannya Peraturan Daerah berdasarkan Undang-undang ini. Pernyataan tetap berlaku dengan pengertian bahwa digunakan jika ketentuan yang diacu itu sebagian diberlakukan atau diberlakukan dengan perubahan.
221
Contoh: Peraturan Daerah tentang Pajak selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tetap berlaku selama 1 (satu) tahun sejak berlakunya Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. ~
I!!s
~
222
I1 PajakdanRetribusi Daerah
DAfTA:R PUSTAKA Agus SN, Suwondo, Gunadi, Pajak dan Retribusi Daerah, Universitas Terbuka, Depdikbud, Jakarta, 1994. Atep Adya Barata dan Zul Afdi Ardian, Perpajakan, Jilid 1, CV. Amrico, Bandung, 1989 Bird, Richard M., dan Milka Casanegra de jantscher.ed.el. 1992. Improving Tax Administration In Developing Countries. Washington D.e.: International Monetary Fund . CIDES, www.cides.or.id/otda. 30 Mei 2003 Davey, K.J . Pembiayaan Pemerintahan Daerah, Jakarta, UI Press, 1988 Devas. C.N. Keuangan Pemerintah Daerab di Indonesia, Jakarta, UI Press, 1989. Devereux, Michael P 1996. The Economics of Tax Policy. London: Bantam Press. DitJen PUOD, Manual Pendapatan Daerah , Jakarta, Departemen Dalam Negeri, 1989.
224
~ Pajakdon Retribusi Daerah
_______________________________ _ .::D:.:(-'!!f:.::il:.:":..· I ·II\ I,,~,, 11
.'~" I
Due, JohnE, clan AnnE Friedlaender. , Government Finance. 7, edition. NewYork: RichardD. Irwin,Inc, 1984.
.Shome, Parthasarathi., Tax Policy Handbook. Washington l r.t ' national Monetary Fund, 1995.
Fushimi, Toshiyuki, Administrasi Perpajakan Tang Semestinya. Jakarta: Makalah penelitian dari nCA expert(fromNational TaxAgency, Japan) di DirektoratJenderal Pajak, 2001 .
Slamet Sularno (SeriDiktat), Administrasi Penerimaan Daerati, (f aliI tahun).
Harry YusufA.Laksana, Bagaimana Mendesain Pembuatan Tax Policy yang Baik, JurnalPerpajakan Indonesia, PT. SalembaEmban Patria, Jakarta,200l. Hyman, David N., Public Finance a Contemporary Application of Theory to Policy. NewYork: The DrydenPress. Hardcourt Brace College Publisher, 1996. Musgrave, Richard A., dan Peggy B. Musgrave., Public Finance in Theory and Practice. ThirdEdition. NewYork: McGraw-Hill Book Company, 1980. Pemerintah RepublikIndonesia, PP No. 65 Tahun 200] tentang Pajak Daerah Pemerintah Republik Indonesia, PPNo. 66 Tahun 200] tentang Retribusi Daerah
IlIll 'l
Smith, Adam, An Enquiry intothe Nature and Causes oftlu : H ofNation . Cannanedition. London: Methuen. 1904. Soetrisno P.H ., Dasar-dasar Ilmu Keuangan Negara; BPFE-UGM,1985.
YogYiI
Stiglitz, joseph E., Economics ofThe Public Sector. 2th Ed it 11111 N York: WWNortonCompany, 1988. Tanzi, Vito, dan Howell Zee. ,Tax Policyfor Developing ( 't 111/1 Washington: D.C;: IMFWorking Paper, March 200J• Thuronyi, Victor., TaxlawDesignandDrajting . Volume J dun n. Washington RC.: International Monetary Fund, J<)9X
VOIIII
Tubagus ChairulAmachiZandjani, Perpajakan, PAU-EK-l JJ dl 'lIlJ.llll Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992 ~
Pemerintah Republik Indonesia, UUNo.34 Tahun 2000tentang Pajak dan Retribusi Daerah Rochmat Soemitro, Dasar-dasar Hukum Pajak danPajak Pendapatan, Bandung, PT Eresco, 1977. Rosen, HarveyS., Public Finance. 6,h edition. NewYork. International Edition. McGraw-Hill Companies, Inc, 1999.
"
.
~