ETIKA PROFESI
POLRI
Irjen Pol (Purn) Drs. I Ketut Astawa 2016
DAFTAR ISI DAFTAR ISI………………………………………………………………………...... KATA SAMBUTAN KETUA STIK PTIK ………………………………….. KATA PENGANTAR ……………………………………………………………… I.
II.
PENDAHULUAN …………………………………………………………..... 1. Latar Belakang ………………………………………………………….. 2. Kutipan dari Prof. DR. Awaloedin Djamin, MPA. dan Rini Kustiasih. …………………………………………………………… 3. Ketetapan MPR RI No VI/MPR2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa………………………………………………… 4. Tuntutan Reformasi dan Budaya Polri……………………….. ETIKA PROFESI POLRI ………………………………….………………. 1. Pengertian Etika ……………………………………………………...... 2. Etika profesi …………………………………………………………....... 3. Kode Etik Profesi. ………………………………………………….….. 4. Etika sebagai Ilmu. …………………………………………….……… 5. Peranan Etika bagi anggota Polri……………………….………. 6. Kepribadian Polri. ………………………………………………..……. 7. Kemandirian Polri. ………………………………………………......... 8. Moral……………………………………………………………….………... 9. Tugas Polri …………………………………………………………..…… 10. Wewenang Polri…………………………………………………..…..... 11. Nilai moral ciri-cirinya…………………………………………..…... 12. Norma moral……………………………………………………..………. 13. Dasar nilai dan norma moral…………………………………..….. 14. Tindakan baik………………………………………………………........ 15. Perkembangan Kesadaran Moral ……………………………….. i
i
v
vii 1 1 2
3 5
6 6 7 8 9 10 12 15 16 16 20 21 22 22 23 27
16. Keputusan moral ………………………………………………………. 17. Tindakan yang benar……………………………………………...….. 18. Asas - asas / prinsip - prinsip dalam pengambilan tindakan …………………………………………………………………… 19. Tujuan Polri………………………………………………………….…… 20. Profesionalisme Polri:………………………………………………... 21. Kronologis lahirnya Etika Profesi Polri……………………….. 22. Pancasila menjiwai nilai Etika Profesi Polri…………......... 23. Polisi Indonesia adalah Polisi Nasional……………………….. 24. Polri adalah Polisi Pejuang…………………………………………. 25. Tri Brata……………………………………………………………………. 26. Panji-Panji Polri………………………………………………………… 27. Lambang Polri…………………………………………………………… 28. Catur Presetya…………………………………………………………… 29. Hubungan Tri Brata dan Catur Prasetya. …………………….. 30. Integrasi Polri kedalam ABRI……………………………………… 31. Pemaknaan Baru Tribrata ……………………………………......... 32. Pemaknaan Baru Catur Prasetya………………………………… 33. Hubungan Tri Brata, Catur Prasetya dengan Pemaknaan Baru Tri Brata, Pemaknaan Baru Catur Prasetya ……………………………………………………………………. 34. Sumpah atau Janji. …………………………………………………….. 35. Etika Profesi sebagai Etika Kewajiban, Etika Keutamaan dan Etos Kerja …………………………………………
III. KODE ETIK PROFESI POLRI……………………………………….….. 1. Dalam bukunya Ethics in Police Service …………………….. 2. Pedoman Lanjutan Tri Brata………………………………………. 3. Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Kapolri No. Pol Skep/ 213/VII/1985 tanggal 1 Juli 1985………………………………. 4. Kode Etik Profesi Polri berdasarkan Keputusan Kapolri No. Pol Kep/05/III/2001 tanggal 7 Maret 2001 ………….. ii
30 32
32 35 35 39 41 43 43 45 49 51 51 53 56 57 60
63 64
65
67 67 68 68
69
5.
Kode Etik Profesi Polri berdasarkan keputusan Kapolri No.Pol Kep/32/VII/2003.tanggal 1 Juli 2003 ……………… 6. Keputusan Kapolri No Pol: Kep/ 33/VII 2003 tentang Cara Sidang Komisi Kode Etik Polri…………………………...... 7. Kode Etik Polri berdasarkan Peraturan Kapolri No. 7 tahun 2006…………………………………….…………………. 8. Peraturan Kapolri No 14 tahun 2011 tanggal 1 Oktober 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri………….. 9. Peraturan Kapolri No 19 tahun 2012 tanggal 4 September 2012 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia…………………………………………………..... 10. Komitmen Bersama Anggota Polri sebagai Pelayan Prima yang anti KKN & Anti Kekerasan ……………………... 11. Perubahan etika profesi Polri …………………………………….
IV. IMPLEMENTASI ETIKA PROFESI POLRI ……………………....... 1. Penyimpangan-penyimpangan …………………………………… 2. Pertanggung jawaban …………………………………………….…… 3. Harapan masyarakat ………………………………………………...... 4. Keteladanan ………………………………………………………….…… 5. Masyarakat menantikan realisasi dari hasil Reformasi Polri …………………………………………………………………………... V.
70
73
74
74 78
86 87
89 89 93 95 99
108
BEBERAPA CONTOH ETIKA PROFESI DI KESATUAN KEPOLISIAN ………………………………………………………………..... 111 1. Kode Etik POST (Police Officers’ Standards and Training of California) ……………………………………………… 111 2. Undang-undang Kepolisian ……………………………………….. 112 3. Sumpah Bagi Para Petugas Penegakan hukum FBI …….. 114 4. Hakekat Undang-undang Kode Etik dan Sumpah FBI …. 117 5. Tindakan-tindakan yang tidak berahlak …………………….. 117 iii
VI. KERJA SAMA INTERNATIONAL DAN INSTRUMENINSTRUMEN PBB…………………………………………………………… 119 1. Kerjasama Internasional dan Instrumen-instrumen PBB yang berkaitan dengan tugas Polisi……………………… 119 2. Standar, Panduan dan Instrument-Instrumen dari PBB…………………………………………………………………………… 120 3. Aturan-aturan Tingkah laku bagi Petugas Penegak Hukum ……………………………………………………………………… 120
VII. PEMBINAAN ETIKA PROFESI POLRI………………………………. 123 1. Methode Pembinaan Profesi Polri………………………………. 123 2. Lapangan pembinaan profesi……………………………………… 124 3. Sasaran Pembinaan Profesi Polri ……………………………..... 126 VIII.PENUTUP………………………………………………………………………. 128 ETIKA PROFESI POLRI DAN PERATURAN PEMERINTAH YANG TERKAIT ……………………………………………………………………. 129 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………. 131
iv
KATA SAMBUTAN
v
vi
KATA PENGANTAR
Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 melahirkan negara merdeka: “Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan Negara Hukum yang demokratis”, maka Polisinya tidak sebagai polisi pada zaman penjajahan dimana polisi merupakan alat penjajah untuk menindas rakyat. Polisi di negara merdeka merupakan alat negara yang bertugas menyiapkan jasa-jasa untuk melindungi, melayani dan mengayomi masyarakat.
Pada tanggal 18 Agustus disahkan Undang-Undang Dasar 1945 dimana pada Pembukaan dicantumkan Pancasila sebagai Dasar Negara yang mengandung nilai-nilai luhur bangsa yang melandasi dan menjiwai semua kehidupan dan peraturan hukum yang berlaku. Karena itu sekaligus pula menjiwai “Etika Profesi Polri”. Pada Penjelasan UUD 1945 dijelaskan pokok-pokok pikiran. Pokok-pokok pikiran dalam “Pembukaan antara lain …..Pokok pikiran yang keempat yang terkandung dalam “Pembukaan” ialah Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”. Oleh karena itu UndangUndang Dasar mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyeleggara Negara untuk memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Polisi salah satu pengemban fungsi pemerintahan Negara maka wajib memelihara teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Pada rapat Panitia Kemerdekaan Indonesia tanggal 19 Agustus 1945, ada 4 hal yang harus mendapat perhatian lebih dulu diantaranya Nomor 3 yaitu Pimpinan Kepolisian, meliputi 3 hal tentang polisi yaitu yang nomor 3, segera diperintahkan dengan petunjuk-petunjuk vii
sikap baru terhadap rakyat. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa sejak awal disadari dan mendapat penekanan oleh Founding Fathers kita tentang perlunya sikap baru Polisi di Negara Republik Indonesia sebagai negara yang merdeka. Dengan kata lain betapa pentingnya dan mutlak harus menjadi prioritas adanya Etika Profesi Polri yang harus dihayati dan diimplementasikan.
Team Guru Besar PTIK dibawah pimpinan Prof. MR. Djoko Soetono mengadakan penelitian ilmiah tentang perkembangan fungsi Kepolisian sejalan dengan perkembangan tipe negara dari berbagai negara dan menghasilkan “TRI BRATA” yang dijadikan Pedoman Hidup POLRI. Brata pertama Rastra Sewakottama (Polisi adalah Abdi Utama daripada Nusa dan Bangsa), merupakan paspratoto dari Brata-brata lainya, karena itu dijadikan Motto yang dicantumkan pada Panji-panji Polri tanggal 1 Juli 1955. Polri bukanlah penguasa tetapi abdi yang bertugas kewajiban melayani, melindungi dan mengayomi masyarakat. Kemudian lahirlah pada tahun 1960 Catur Prasetya yang dijadikan sebagai Pedoman Karya Polri.
Karena Tri Brata bersifat umum dan tidak merupakan norma yang kongkrit maka untuk implementasi dari Brata-brata Tri Brata untuk menentukan tindakan dilapangan terhadap kasus-kasus yang kongkrit diserahkan kepada para anggota Kepolisian itu sendiri.
Karena sifatnya merupakan nilai –nilai yang bersifat umum maka untuk memudahkan pemahaman dan implementasinya tahun 1958 disahkan di Bandung Pedoman lanjutan Tri Brata. Kemudian tahun 1985 disahkan Kode Etik Polri. Tahun 2001 Kode Etik Polri, kemudian tahun 2002 dibuat Pemaknaan Baru Tri Brata, disusul dengan penyempurnaan Kode Etik pada tahun 2003. Tahun 2004, Pemaknaan baru Catur Prasetya. Setelah itu diadakan penyempunaan Kode Etik tahun 2006 dan penyempurnaan lagi pada viii
tahun 2011. Dari disahkan Pemaknaan baru Tri Brata, Pemaknaan baru Catur Prasetya dan berkali-kali diadakan penyempurnaan Kode Etik Polri/Kode Etik Profesi Polri membuktikan bahwa semua Pimpinan Polri menginginkan adanya perumusan yang lebih sedehana, mudah dipahami sehingga diharapkan dapat diimplemenatasikan dengan sebaik-baiknya dalam upaya dapat mengemban apa yang menjadi tugas kewajiban Polri sebagai Abdi Utama daripada Nusa dan bangsa..
Banyak upaya telah dilakukan dalam rangka membenahi/ mengadakan reformasi dibidang budaya Kepolisian. Walaupun harus diakui masih belum sepenuhnya dapat berhasil dicapai sebagaimana diharapkan, karena mereformasi budaya suatu instansi tidak mudah karena banyak faktor yang berpengaruh.
Tetapi harus disadari bahwa dalam era Reformasi salah satu tuntutannya adalah supremasi hukum dan dijunjung tingginya HAM. Karena itu reformasi dalam bidang budaya POLRI harus mendapat prioritas percepatannya karena masyarakat yang demokratis menuntut Polisi yang profesional. Semakin demokratis suatu bangsa semakin dituntut polisi yang profesional yang ciri utamanya adalah dimiliki keahlian tehnis khas kepolisian dan penghayatan dan implementasi “Etika Profesi”. Keahlian yang tidak dilandasi Etika Profesi maka keahlian akan mudah disalah gunakan. Dengan Etika Profesi yang merupakan bagian integral dari seluruh usaha membangun good governance, merubah perilaku sebagai penguasa menjadi pelayan masyarakat.
Terimakasih kami haturkan kepada Ketua STIK-PTIK yang telah memberi kami kepercayaan menjadi pengajar di Lembaga tercinta ini sehingga mau-tidak mau, diwajibkan menyusun bahan ajaran. Dari bahan ajaran tersebut kami rangkum dalam karya ini. ix
Terdorong oleh bhakti dan penghargaan serta terimakasih kepada Ibu Pawiyatan, walaupun disadari karya ini penuh dengan kekurangan dan ketidak sempurnaan, kami memberanikan diri mempersembahkan kepada STIK-PTIK sebagai Garba Wyata Luhur Bhayangkara yang merupakan sumber kami digembleng dan dibentuk menjadi Polisi.
Walaupun karya ini penuh kekurangan diharapkan semoga dapat bermanfaat dalam mempermudah pemahaman, penghayatan dan pengamalan Etika Profesi Polri dalam rangka memuliakan profesi yang bertujuan tumbuh berkembangnya kepercayaan dan kecintaan masyarakat terhadap profesi Polri yang pada gilirannya masyarakat akan berpartisipasi optimal mewujudkan bersama situasi yang “Tata Tentram Kerta Raharja”. Jakarta, 1 Juni 2016 Penulis.
Drs. I Ketut Astawa.
x
xi
I
PENDAHULUAN 1.
Latar Belakang. a. Dengan Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia maka Indonesia telah menjadi negara yang merdeka. Pada waktu zaman penjajahan, polisi merupakan alat dari penjajah untuk menindas rakyat. Sedangkan pada negara yang sudah merdeka, polisi merupakan alat negara yang bertugas untuk melindungi, melayani dan mengayomi masyarakat. Polisi dengan demikian adalah abdi yang merupakan pelayan masyarakat. b. Dalam Pembukaan UUD tahun 1945 tercantum tujuan Negara dan sekaligus merupakan kewajiban Negara dimana tugas/kewajiban Polisi Negara termasuk dalam lingkup “melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia”. c. Dalam Pembukaan UUD Tahun 1945 tercantum “Pancasila” sebagai dasar dan ideologi negara, maka Pancasila harus menjiwai kesadaran moral aparatur negara yang tercermin dalam setiap tindakannya. d. Dalam penjelasan tentang UUD tahun 1945 (sebelum amandemen) dijelaskan Pokok-pokok pikiran dalam Pembukaan antara lain: …Pokok pikiran yang keempat yang terkandung dalam pembukaan ialah “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa berdasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar Etika Profesi Polri
I1
e.
f.
mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lainlain penyelenggara negara untuk memelihara teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Karena itu Polisi sebagai alat negara / penyelenggara negara wajib memelihara teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Dalam rapat Panitia Kemerdekaan Indonesia pada hari minggu tanggal 19 Agustus 1945, diputuskan ada empat hal yang harus mendapat perhatian terlebih dahulu, antara lain tentang Polisi meliputi: 1) Supaya susunan kepolisian pusat dan daerah segera dipindahkan ke dalam kekuasaan Pemerintah Pusat. 2) Polisi dan susunannya yang ada waktu ini, masih tetap adanya ditambah dengan tenaga pimpinan dari bekasbekas PETA dan pimpinan rakyat. 3) Segera diperintahkan dengan petunjuk-petunjuk sikap baru terhadap rakyat. Dengan demikian sebenarnya sejak awal kemerdekaan para Founding Father kita telah meletakkan dasar yang kokoh untuk membangun etika para penyelenggara negara dan bahkan menyadari dan telah memerintahkan perlu adanya petunjuk-petunjuk baru yang menyangkut moral anggota kepolisian agar sebagai abdi daripada nusa dan bangsa dapat melayani, melindungi rakyat serta mengayomi masyarakat dengan sebaik-baiknya. Baru pada tahun 1955 lahir Tri Brata sebagai pedoman hidup Polri dan pada tahun 1960 lahir Catur Prasetya sebagai Pedoman Karya. Selanjutnya lahirlah Kode Etik Polri yang telah beberapa kali mengalami penyempurnaan.
2 I Etika Profesi Polri
2.
Kutipan dari Prof. DR. Awaloedin Djamin, MPA. dan Rini Kustiasih. a. Prof. DR. Awaloedin Djamin, MPA. dalam bukunya Agenda Reformasi Polri Pasca Sidang Istimewa MPR Tahun 2001 halaman 161 menyatakan: “Masalah pokok dalam penegakan hukum dan etika dalam proses Good Governance dewasa ini adalah disamping merosotnya kesadaran dan ketaatan hukum masyarakat (law abiding citizen) dan masih lemahnya kemampuan teknis profesional aparat penegak hukum, adalah etika para pejabat penegak hukum, tanpa etika, wewenang yang dimiliki akan mudah disalahgunakan. Selanjutnya pada halaman 162 beliau menyatakan keadaan, masalah serta usaha membangun good governance, merubah perilaku sebagai penguasa menjadi pelayan masyarakat. b. Rini Kustiasih pada Kompas tanggal 7 Mei 2016 hal 5 dengan judul “Mengais Etika di dalam Peradilan Kita” menyatakan Ketua Mahkamah Agung Amerika serikat Earl Warren (1953-1969) pernah mengatakan “In civilized life, law floats in a sea of ethics” (Dalam kehidupan yang beradab hukum mengapung di atas samudra etika). Tanpa etika hukum hanya segebok buku dan dokumen berisi undang-undang tanpa rasa keadilan.
3.
Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. a. Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 mengamanatkan perlu ditegakkan Etika Kehidupan Berbangsa yang meliputi etika sosial dan budaya, etika politik dan pemerintahan, etika ekonomi dan bisnis, etika penegakan hukum yang berkeadilan dan kesetaraan, etika keilmuan, dan etika Etika Profesi Polri
I3
lingkungan untuk dijadikan acuan dasar dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan arah kebijakan dan kaidah pelaksanaannya, serta menjiwai seluruh pembentukan undang-undang sesuai dengan Ketetapan MPR RI Nomor : VI/MPR/2001. b. Substansi dan Perkembangan Ketetapan. 1) Ketetapan ini mengamanatkan untuk meningkatkan kualitas manusia yang beriman, bertaqwa, dan berahklak mulia serta berkepribadian Indonesia dalam kehidupan berbangsa. Pokok-pokok etika berbangsa mengacu pada cita-cita persatuan dan kesatuan, ketahanan, kemandirian, keunggulan dan kejayaan serta kelestarian lingkungan yang dijiwai oleh nilainilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. 2) Pokok-pokok etika kehidupan berbangsa mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, sportifitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, toleransi, budaya malu, tanggung jawab, menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga bangsa. 3) Etika kehidupan berbangsa meliputi etika sosial dan budaya, etika politik dan pemerintahan, etika ekonomi dan bisnis, etika penegakan hukum yang berkeadilan, etika keilmuan dan etika lingkungan. 4) Pada kenyataan pemahaman dan penghayatan tentang kehidupan berbangsa dan bernegara masih jauh dari harapan karena etika kehidupan berbangsa dan bernegara masih sekedar norma-norma perilaku yang penyelenggaranya belum dikenakan sanksi moral maupun sanksi hukum yang jelas dan terukur dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara
4 I Etika Profesi Polri
4.
serta tidak dituangkan dalam peraturan perundangundangan. 5) Ketentuan ini berfungsi sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama, budaya dan hukum.
Tuntutan Reformasi dan Budaya Polri a. Semakin demokratis suatu bangsa semakin dituntut Polisi yang semakin profesional, mandiri, transparan dan responsible. b. Tugas Polisi yang sangat strategis dan berkaitan erat dengan hak asasi manusia, maka polisi sebagai abdi utama daripada nusa dan bangsa semakin dituntut menjunjung tinggi hukum dan HAM, semakin dituntut perlakuan tindakan kepolisian yang semakin manusiawi dalam memperlakukan pelaku dan korban kejahatan pada khususnya dan dalam melayani, melindungi dan mengayomi masyarakat pada umumnya. c. Polisi memiliki kewenangan yang sangat luas dan berkaitan erat dengan HAM maka dituntut upaya untuk mencegah agar wewenang yang luas tersebut tidak disalahgunakan. d. Sejalan dengan itu maka dituntut upaya yang maksimal dalam reformasi budaya Polri, menanamkan, menumbuh kembangkan, pengertian, pemahaman, penghayatan serta pengamalan Etika profesi Polri sehingga dapat diwujudkan kinerja Polri yang dipercaya dan dicintai masyarakat.
Etika Profesi Polri
I5
II
ETIKA PROFESI POLRI 1.
Pengertian Etika. a. Ada bebagai definisi tentang pengertian etika antara lain menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dan K. Bertens. b. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1988) dijelaskan etika mempunyai tiga arti: 1) Ilmu tentang apa yang baik dan buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (ahlak). 2) Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan ahlak. 3) Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. c. Menurut K. Bertens dalam bukunya “Etika” menyatakan juga cendrung untuk membedakan tiga arti mengenai kata etika itu dengan urutan terbalik dan dipertajam (K. Bertens, Etika, 2001, hal 6) 1) Nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Secara singkat arti ini bisa dirumuskan sebagai “Sistim Nilai”. 2) Kumpulan asas atau nilai moral, asas dan norma moral. Yang dimaksud disini adalah Kode Etik. 3) Etika adalah ilmu tentang apa yang baik atau yang buruk. Etika baru menjadi ilmu, bilamana kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-
6 I Etika Profesi Polri
2.
nilai apa yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat yang sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistimatis dan metodis. Etika disini sama artinya dengan filsafat moral. d. Penulis sependapat dengan arti etika yang mengandung tiga pengertian yaitu: 1) Etika sebagai sistim nilai. Dalam hal ini yang dimaksud dengan etika jika dikaitkan dengan profesi adalah etika profesi. 2) Etika sebagai Kode Etik. Kode Etik dalam hal ini menentukan syarat suatu lapangan pekerjaan dapat disebut profesi, dan 3) Etika sebagai Ilmu.
Etika profesi a. Etika profesi adalah nilai dan norma moral (yang berkaitan dengan apa yang baik/buruk, yang benar/salah, yang patut /tidak patut) yang dipakai sebagai pedoman/pegangan mengatur tindakan etis anggota Profesi, dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas kewajiban Profesi untuk mencapai tujuan Profesi. Berkaitan dengan itu perlu dibahas tentang: 1) Apa yang dimaksud dengan moral. 2) Apa yang menjadi tugas/kewajiban dan wewenang Profesi. 3) Apa yang dimaksud dengan nilai moral. 4) Apa yang dimaksud dengan norma moral 5) Apa yang dianggap tindakan yang baik. 6) Apa yang dianggap tindakan yang benar. 7) Apa yang menjadi tujuan Profesi. Etika Profesi Polri
I7
3.
8) Apa yang dimaksud dengan profesional. 9) Apa peranan etika dikaitkan dengan tugas Profesi. b. Etika Profesi Polri menurut Perkap Kapolri No. 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah kristalisasi nilai-nilai Tri Brata dan Catur Prasetya yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri setiap anggota Polri dalam wujud komitmen moral yang meliputi etika kenegaraan, kelembagaan, kemasyarakatan dan kepribadian. c. Etika Profesi Polri yang dijiwai Pancasila tercantum pada: 1) Tri Brata. 2) Pedoman Lanjutan Tri Brata. 3) Panji-Panji Polri/Lambang Polri. 4) Catur Prasetya. 5) Pemaknaan Baru Tri Brata. 6) Pemaknaan Baru Catur Prasetya. 7) Sumpah atau Janji Calon anggota Polri. 8) Kode Etik Profesi Polri. 9) Pada berbagai referensi dimana terdapat nilai-nilai dan norma-norma moral yang berkenaan dengan tugas anggota Polri.
Kode Etik Profesi. a. Dalam Ensiklopedi Ilmu Kepolisian (William G. Bailey, Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian, hal 99 dan hal 101): 1) Pada tahun 1957, International Association of Chiefs of Police (IACP) mengadopsi sebuah dokumen bertajuk “Law Enforcement Code of Ethics”. Kecuali untuk peraturan California tahun 1956 yang menjadi model, dokumen IACP telah menjadi “kode etik” yang pertama
8 I Etika Profesi Polri
b.
4.
bagi kepolisian. Di luar kode ini terdapat satu setengah abad “aturan dan peraturan”, “sumpah”, “ikrar”, “doa”, “prinsip pedoman” dan dokumen lain yang memuat ketentuan yang sama (Kleinig and Zhang, 1992). Namun kode ini dipahami sebagai suatu kontribusi untuk menjadikan kepolisian sebagai “profesi” (Johnson dan Copus, 1981). 2) Etika berarti standar moral yang berlaku bagi semua anggota kelompok karena keanggotaannya dalam kelompok itu. “Standar” berarti aturan, prinsip, atau ideal. 3) Etika pun kemudian menyerupai hukum dalam pemberlakuannya atas individu karena mereka anggota kelompok. Kode Etik Profesi Polri yang selanjutnya disingkat KEPP adalah norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan filosofis yang berkaitan dengan perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, patut atau tidak patut dilakukan oleh anggota Polri dalam melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawab jabatan.
Etika sebagai Ilmu. a. Etika sebagai Ilmu sebagai contoh dapat dikemukakan penemuan Tri Brata sebagai pedoman hidup Polri. Dalam penjelasan Prof. Djoko Soetono SH. tentang “Tri Brata sebagai logos” dijelaskan antara lain: 1) Tri Brata adalah hasil kesimpulan penyelidikan ilimiah dengan method functional dari perkembangan fungsi Polisi, sejalan dengan perkembangan tipe Negara Etika Profesi Polri
I9
b.
5.
sampai mencapai tipe Negara hukum materiil atau rechstaats dalam arti sosial. 2) Tri Brata bukan sebagai hasil renungan, tetapi sebagai hasil penyelidikan ilmiah, diperoleh dari berpikir tertib, dan benar, sehingga kesimpulannya merupakan rumusan yang benar. Etika bukan ajaran untuk menjadi orang baik tetapi merupakan ilmu untuk menentukan tindakan yang diambil dengan memberikan argumentasi. Tindakan yang diambil bukan karena ikut-ikutan orang lain atau bukan karena intervensi pihak lain, tetapi tindakan yang kita ambil dengan menggunakan etika sebagai sarana orientasi untuk menjawab pertanyaan mengapa tindakan itu diambil dengan memberikan argumentasi.
Peranan Etika bagi anggota Polri. a. Sebagai landasan membangun profesionalisme Polri. Meningkatkan pemahaman dan penghayatan etika profesi adalah dasar untuk menanam, menumbuh kembangkan profesionalisme Polri yang semakin menjadi tuntutan masyarakat. b. Meningkatkan kesadaran moral dalam mengambil keputusan. Meningkatkan kesadaran moral untuk siap mengambil keputusan yang etis, yang tepat dan berbobot. Sebagai anggota Polri pada hakekatnya harus mengambil keputusan yang cepat. Pada waktu anggota Polri mengambil keputusan untuk bertindak maka peranan etika sangat menonjol. Bagi anggota Polri pada hakekatnya dia harus mengambil keputusan cepat dimana tidak tersedia waktu untuk bertanya kepada orang lain atau mencari referensi untuk
10 I Etika Profesi Polri
c.
d.
e.
membantu pemecahan masalah yang dia hadapi. Dia harus bertanggung jawab atas semua akibat dari tindakan yang dia putuskan. Untuk membangun kemandirian moral anggota Polri dan mencegah agar kewenangan yang dimiliki Polri tidak disalahgunakan. Polri memiliki kewenangan yang besar terutama yang berkaitan dengan hak asasi manusia serta sangat strategis maka dituntut memiliki kemandirian moral, yang dalam memutuskan untuk bertindak senantiasa harus adil tidak memihak, menjunjung tinggi HAM, serta senantiasa bertujuan untuk mencari kebenaran sehingga dia dalam mengambil keputusan harus berdasarkan atas bisikan moral dari hati nuraninya tanpa karena ikut-ikutan atau karena intervensi dari pihak lain. Dalam hal ini etika menjadi polisinya polisi yang berfungsi sebagai pengawas / pengendali tingkah laku anggota polri. Dengan kata lain dengan menghayati etika profesi dia tidak akan pernah menyelewengkan atau menyalahgunakan apa yang menjadi wewenangnya. Memuliakan profesi Polri. Dengan memahami dan menghayati etika profesi Polri maka anggota Polri akan bertingkah laku etis yang pada gilirannya akan menjaga martabat Polri dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri. Dengan memahami, menghayati dan mengimplementasikan etika profesi Polri berarti anggota Polri telah memuliakan profesinya. Dalam pelaksanaan tugas Polri sekarang ini dan kedepan semakin dituntut untuk dimengerti, dipahami dan dihayati etika profesi Polri karena:
Etika Profesi Polri
I 11
6.
1) Masyarakat dalam era semakin demokratis sehingga semakin dituntut adanya anggota Polri yang semakin profesional. 2) Polri melaksanakan tugas untuk melindungi, melayani dan mengayomi masyarakat yang yang plural dimana dalam masyarakat yang berbeda sering terlihat adanya nilai-nilai dan norma-norma yang berbeda pula, bahkan masyarakat yang sama bisa ditandai oleh pluralism moral. 3) Dalam dunia modern semakin jelas tampak adanya suatu kepedulian etis yang universal. Misalnya adanya “Deklarasi Universal tentang HAM” yang diproklamasikan oleh PBB pada 10 Desember 1948. Contoh lain adanya kerjasama antar LSM yang merupakan lembaga gerakan-gerakan perjuangan moral antar berbagai negara. 4) Adanya perkembangan kemajuan pesat dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan komunikasi, maka pertukaran /penyebaran informasi dan pengenalan berbagai nilai dan norma masyarakat luar yang belum tentu sejalan dengan nilai-nilai dan norma norma yang berlaku di negara kita atau ditempat kita bertugas. Adanya perkembangan modus kejahatan/kasus-kasus dimana adakalanya belum ada perangkat hukum yang mengaturnya. Contoh kasus transportasi on line seperti taxi uber dan ojek, kasus Panama Paper.
Kepribadian Polri. a. Kepribadian adalah organisasi dinamis dari masing-masing sistim psikophisik yang menentukan penyesuaian unik terhadap lingkungannya (Golden Allport). Dengan berbagai
12 I Etika Profesi Polri
b.
pengembangan akhirnya terumuskan, bahwa kepribadian adalah suatu keseluruhan (jumlah total) dari cara-cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain. Unsur kepribadian. 1) Didalam pelajaran Etika kita tahu ajaran bahwa: temperamen we are born with sedangkan character we have to make. Berangkat dari pendapat ini, pribadi seseorang selalu diwarnai oleh temperamen sekaligus karakter. Temperamen berwarna sifat-sifat yang kita dapat dari keturunan. Sedangkan karakter terbentuk oleh lingkungan dan situasi. 2) Penelitian membuktikan bahwa kepuasan kerja yang mantap sepanjang tahun, bahkan disetiap perubahan kerja atau Pimpinan ditentukan oleh gen-gen seseorang. Dia tidak terpengaruh oleh lingkungan ataupun situasi. Sedang karakter yang terbentuk oleh lingkungan dan situasi akan menyebabkan individu berusaha menyesuaikan diri. Interaksi dari temperamen dan karakter itu membentuk kepribadian seseorang. 3) Orang yang karakternya terbentuk pada lingkungan dan budaya kerja tinggi akan cendrung, serius, ambisius dan agresif. Sedangkan orang-orang yang berada pada lingkungan dan budaya yang menekankan pentingnya bergaul baik dengan orang lain, dia akan lebih memprioritaskan keluarga dibandingkan kerja dan karier. 4) Ciri kepribadian. Bentuk-bentuk kepribadian akhirnya menentukan perilaku organisasi, karenanya orang lalu mencari dan berusaha menemukan ciri-ciri Etika Profesi Polri
I 13
c.
kepribadian: pendiam vs ramah, kurang cerdas vs lebih cerdas, dipengaruhi perasaan vs emosional mantap, mengalah vs dominan, serius vs suka bersenangsenang, selalu siap vs selalu berhati-hati, malu-malu vs petualang, keras hati vs peka, mempercayai vs mencurigai, praktis vs imajinatif, terus terang vs banyak muslihat, percaya diri vs takut-takut, konservatif vs suka eksperimen, bergantung kelompok vs mandiri, tak terkendali vs terkendali, santai vs tegang. (a dan b dari 1 s/d 4 dikutip dari: Kunarto, 2001, Perilaku Organisasi Polri hal 69 dan 70) Kepribadian Polri. Penjelasan pasal 34 ayat (1) UU No 2 tahun 2002 tentang Polri: Ayat ini mengamanatkan agar setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus dapat mencerminkan kepribadian Bhayangkara Negara seutuhnya yaitu pejuang, pengawal dan pengaman Negara Republik Indonesia. Selain itu untuk mengabdikan diri sebagai alat Negara penegak hukum, yang tugas dan wewenangnya bersangkut paut dengan hak dan kewajiban warga Negara secara langsung, diperlukan kesadaran dan kecakapan teknis yang tinggi, oleh karena itu setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia harus menghayati dan menjiwai etika profesi kepolisian yang tercermin dalam sikap dan perilakunya. Etika profesi kepolisian tersebut dirumuskan dalam kode etik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang merupakan kristalisasi nilainilai yang terkandung dalam Tri Brata dan Catur Prasetya yang didasari dan dijiwai Pancasila.
14 I Etika Profesi Polri
7.
Kemandirian Polri. a. Kemandirian Polri adalah otonomi dalam pelaksanaan tugas profesi Polri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku menyangkut tugas/kewajiban, wewenang dan tanggungjawabnya tanpa adanya campur tangan dari lembaga atau pihak-pihak lain. b. Polri harus mandiri karena berbagai alasan antara lain: 1) Indonesia adalah negara hukum yang demokratis yang ciri-cirinya adanya supremasi hukum, dan dihormati serta dijunjung tinggi HAM. Tugas-tugas tersebut pada hakekatnya dipercayakan oleh Negara dan Bangsa untuk diemban oleh Polri, sehingga Polri adalah pilar utama tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan Negara hukum yang demokratis. 2) Polri adalah penyidik utama yang merupakan bagian integral dari Criminal Justice System, karena itu harus mandiri, sebagaimana Jaksa dan Hakim agar terwujudnya kebenaran dan keadilan dalam penegakkan hukum. 3) Polri mempunyai kewenangan diskresi, dimana untuk kepentingan umum pejabat Polri dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri (pasal 18 (1) UU No: 2 tahun 2002 tentang Polri). 4) Polri harus netral (Pasal 28 ayat 1 UU No: 2 tahun 2002 tentang Polri). 5) Menurut Kode Etik profesi Polri dinyatakan setiap anggota Polri dibenarkan menolak perintah atasan yang melanggar norma-norma hukum. 6) Tugas Polri menegakkan hukum dan memelihara kamtibmas merupakan tugas yang strategis, dengan Etika Profesi Polri
I 15
8.
9.
kewenangan yang luas maka ada kecendrungan untuk adanya pihak-pihak/golongan yang mengintervensi Polri untuk melindungi kepentingannya.
Moral Etimologi moral sama dengan etika adat istiadat/kebiasaan. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik buruk. a. Pada semua bangsa dan dalam segala zaman diketemukan keinsafan tentang baik dan buruk, tentang yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Akan tetapi, tidak semua bangsa dan tidak semua zaman mempunyai pengertian yang sama tentang baik dan buruk. Dengan demikian moralitas merupakan fenomena manusiawi yang universal. b. Moralitas bukan saja merupakan suatu dimensi nyata dalam hidup manusia, baik pada tahap perorangan, maupun pada tahap sosial, kita harus mengatakan pula bahwa moralitas hanya terdapat pada manusia dan tidak terdapat pada mahluk lain. Moralitas merupakan ciri khas manusia yang tidak dapat diketemukan pada mahluk dibawah tingkat manusiawi. Pada tahap binatang tidak ada kesadaran tentang baik dan buruk, tentang yang boleh dan yang dilarang, tentang yang harus dilakukan dan tidak pantas dilakukan Tugas Polri Pasal 13 UU No. 2 tahun 2002 memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, memberi perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. a. Pada Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea keempat dicantumkan tujuan nasional yang sekaligus
16 I Etika Profesi Polri
b.
c.
d.
merupakan tugas dan kewajiban Negara adalah: Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia….., dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…… Dengan demikian tugas Polri pada hakekatnya termasuk dalam lingkup tujuan nasional/ tugas dan kewajiban Negara untuk “melindungi”. Selanjutnya jika dihubungkan dengan motto yang tercantum dalam Panji-panji Polri “Rastra Sewakottama”, polisi adalah abdi utama dari nusa dan bangsa, maka tugas pokok Polri sebagai “Abdi” adalah “melayani”. Dengan demikian tugas pokok Polri adalah “melindungi dan melayani” agar masyarakat merasa “tentram” merasa “diayomi” dalam bidang penegakkan hukum dan keamanan ketertiban masyarakat. Hal ini sesuai dengan apa yang menjadi falsafah kepolisian diseluruh dunia “To serve and to protect”. Tujuan penegakkan hukum adalah terwujudnya kedamaian. Dalam pergaulan hidup manusia. Kedamaian tersebut berarti disatu pihak adanya ketertiban (bersifat lahiriah/ ekstern antar pribadi) dan dilain pihak adanya ketentraman (yang bersifat batiniah/intern-pribadi) Tujuan kaedah hukum berkaitan erat dengan tugas hukum yaitu pemberian kepastian hukum dan pemberian kesebandingan hukum. Pemberian kepastian hukum, tertuju pada ketertiban dan pemberian kesebandingan hukum tertuju pada ketentraman. Yang menjadi masalah bahwa dalam pelaksanaan penegakan hukum itu dari pihak penguasa cendrung untuk lebih menekankan pada segi ketertiban saja, sedang dari Etika Profesi Polri
I 17
e.
f. g.
pihak warga masyarakat lebih menghendaki ketentraman. Penekanan pada ketertiban saja membuka jalan menuju kearah anarki. Karena itu sebenarnya yang sangat diperlukan dalam penegakan hukum itu adalah adanya keserasian antara nilai ketertiban dan nilai ketentraman (nilai yang berpasangan tapi tidak jarang bertentangan) (DR Soerjono Soekanto, Sosiologi Hukum dalam Masyarakat, 1980). Tahun 1941 Presiden USA F.D. Rosevelt menegaskan adanya adanya “four freedom” (empat kebebasan) 1) Freedom from fear ( bebas dari rasa takut). 2) Freedom of thought (bebas mengeluarkan pendapat). 3) Freedom from want (bebas dari kekurangan). 4) Freedom of religion (bebas memeluk agama). Empat kebebasan ini erat kaitannya dengan adanya rasa aman, adanya rasa tentram di hati masyarakat. Oleh Ki Dalang Aman digambarkan dalam pewayangan: “Tata Tentrem Karta Raharja” yang oleh Polri dijadikan nama dari Doktrin Polri. Tata adalah ketertiban / tegaknya hukum, yang menimbulkan adanya rasa tentram/rasa aman yang merupakan syarat mutlak untuk adanya kegairahan kerja/ berlangsungnya roda kegiatan ekonomi (karta) guna mewujudkan raharja (kesejahteraan/ kemakmuran masyarakat). Tugas/kewajiban Polisi merupakan tugas yang berat dengan resiko yang tinggi, tetapi merupakan tugas yang mulia dan membanggakan. Bagaimana pengaruh tugas /kewajiban Polisi yang berat terhadap sifat/kepribadian khas anggota Kepolisian. 1) Di Indonesia belum ada penelitian untuk ini.
18 I Etika Profesi Polri
h.
2) Walaupun antara Polisi Indonesia berbeda/tidak sama dengan Polisi di Amerika Serikat akan tetapi sebagai bahan banding untuk diketahui dapat dikemukakan Sejumlah penelitian berusaha mengidentifikasi suatu model “kepribadian Polisi”, kepribadian yang khas Polisi itu diperkirakan mencakup sikap-sikap berikut: otoriter, penuh curiga, rasis, tidak ramah was-was, konservatif, dan sinis. Karena kondisi pekerjaan mereka, para polisi cendrung terisolasi dari dan curiga terhadap anggota masyarakat lain, sehingga menciptakan apa yang oleh Weslet disebut “tirai biru”. Sklonick (1975) menggambarkan ”kepribadian profesi” sebagai sesuatu yang terbentuk oleh paparan yang konstan dari bahaya, elemen masyarakat terburuk, serta dorongan untuk menggunakan kekuatan dan kewenangan dari balik lencananya. Ada dua model umum dari perkembangan kepribadian polisi. Mode predisposisi yang menempatkan kepribadian polisi sebagai sifat bawaaan individu polisi yang bersangkutan kedalam pekerjaannya. Sementara itu model kedua, sosialisasi, menempatkan kepribadian polisi sebagai hasil dari tuntutan formal maupun informal atas profesi polisi. Sekalipun kedua model kepribadian ini sama-sama didukung oleh banyak pembuktian, lebih banyak yang meyakini model sosialisasi. (William G. Bailey, Ensiklopedia Ilmu Kepolisian, Yayasan Pengembangan Ilmu Kepolisian,2005 hal 66 dan 67) . Tugas anggota Polri di lapangan sering dihadapkan pada kejadian yang melibatkan kontak fisik yang dapat mengakibatkan luka atau cedera, bahkan melibatkan hidup matinya seseorang. Anggota Polri harus membuat Etika Profesi Polri
I 19
keputusan dalam hitungan persekian detik, kadangkala menentukan hidup atau mati dirinya sendiri atau orang lain. Beban emosional psikologis dalam situasi tersebut sangat mempengaruhi keputusan yang diambil. Sehingga masih sering terjadi pada kejadian tertentu seseorang anggota Polisi menggunakan kekuatan yang berlebihan dan menjadi sorotan masyarakat, media dan anggota DPR, bahkan dikategorikan pelanggaran HAM. Meskipun pelanggaran yang diakibatkan oleh penggunaan kekuatan berlebihan oleh anggota polisi tidak mungkin dapat sepenuhnya dihilangkan, namun keberadaan kebijakan penggunaan kekuatan yang jelas dan mudah dipahami serta dapat menjadi acuan hukum sangat dibutuhkan oleh anggota Polri. Sejalan dengan itu maka Kapolri mengeluarkan PERKAP No. 1 tahun 2009, tanggal 13 Januari 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian. Dan menerbitkan bahan ajaran dimana diuraikan mengenai aturan umum, prinsip-prinsip penggunaan kekuatan, perlawanan pelaku dan respon anggota Polri, penggunaan senjata api, eskalasi dan deeskalasi kekuatan, perlindungan dan pertanggung jawaban, pengawasan dan pengendalian serta pengisian formulir laporan penggunaan kekuatan.
10. Wewenang Polri. Untuk dapat melaksanakan apa yang menjadi tugas/kewajiban Polri, maka Polri diberikan wewenang dalam UU No. 2 tahun 2002 tentang Polri. a. Pasal 15 (1) wewenang umum. b. Pasal 15 (2) wewenang sesuai peraturan per-UU-an lain. c. Pasal 16 (1) wewenang dalam bidang proses pidana.
20 I Etika Profesi Polri
d. e.
Pasal 18 (1) wewenang deskresi “Untuk kepentingan umum Pejabat Polri dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri”. Wewenang Polri yang luas dan strategis serta erat kaitannya dengan HAM, maka membuka peluang adanya kecendrungan atau mempunyai potensi yang besar untuk disalahgunakan. Etika Profesi Polri merupakan polisinya polisi yang mengawasi tindak tanduk anggota Polisi, mencegah terjadinya penyalahgunaan kewenangan tersebut.
11. Nilai moral ciri-cirinya: (K. Bertens, Etika, 2001, hal 142 s/d 147). a. Berkaitan dengan tanggung jawab. Nilai-nilai moral mengakibatkan seseorang bersalah atau tidak bersalah, karena ia bertanggung jawab. Karena itu dapat dikatakan bahwa manusia sendiri menjadi sumber nilai moralnya. Manusia sendiri membuat tingkah lakunya baik atau buruk dari sudut moral. Hal ini tergantung kepada kebebasannya. b. Berkaitan dengan hati nurani. Salah satu ciri khas nilai moral adalah hanya nilai ini menimbulkan suara dari hati nurani yang menuduh kita bila meremehkan atau menentang nilai-nilai moral dan memuji kita bila mewujudkan nilai-nilai moral. c. Mewajibkan. Nilai moral mewajibkan kita secara absolut dan tidak bisa ditawar-tawar. Nilai – nilai lain sepatutnya diwujudkan atau seyogyanya diakui. Nilai-nilai moral ini mewajibkan absolut karena nilai-nilai ini menyangkut pribadi manusia sebagai keseluruhan, sebagai totaliter/ menyangkut manusia sebagai manusia. Karena itu kewajiban moral tidak datang dari luar, tidak ditentukan Etika Profesi Polri
I 21
oleh instansi lain tetapi berakar dalam kemanusiaan itu sendiri. Kegagalan dibidang moral berarti kegagalan total sebagai manusia, bukan menurut suatu aspek saja. 12. Norma moral. Norma moral menentukan apakah perilaku kita baik atau buruk dari sudut moral. a. Sanksi pelanggaran norma moral adalah keluar dari hati nurani berupa penyesalan. b. Generalisasi dari norma moral “The golden rule of ethics” : memperlakukan orang lain sebagaimana kita sendiri ingin diperlakuan oleh orang lain. c. Norma moral, norma yang tertinggi yang tidak bisa ditaklukkan pada norma lain, sebaliknya norma moral menilai norma lain. 1) Jika ada UU yang dianggap tidak etis, UU itu harus dihapus. Apa arti UU kalau tidak disertai moralitas. 2) Sebaliknya moral membutuhkan hukum. Moral akan mengawang-awang saja, kalau tidak diungkapkan dan dilembagakan dalam masyarakat. 13. Dasar nilai dan norma moral. a. Adat / kebiasaan. Nilai-nilai dan norma moral bisa berubah. Apa yang baik hari ini, besok bisa dinilai buruk. (SofisticSofi) b. Kodrat: Nilai dan norma moral tidak bisa diubah. Ada nilainilai yang tetap dan tidak terubahkan (Socrates dan Plato: menentang para sofis). c. Nilai-nilai dan norma moral Polri terdapat pada 1) Pancasila. 3) Pedoman hidup Polri Tri Brata. 4) Lambang Polri. 5) Pedoman Karya Catur Prasetya.
22 I Etika Profesi Polri
6) 7) 8) 9) 10) 11)
Pemaknaan Baru Tri Brata. Pemaknaan Baru Catur Prasetya. Kode Etik Profesi Polri Lafal sumpah anggota Polri. Sumpah jabatan. Berbagai referensi yang mengandung nilai dan norma moral yang menyangkut tugas dan kewajiban Polri.
14. Tindakan baik. Untuk menentukan tindakan yang baik digunakan dasar “teori-teori Etika”. Teori-teori Etika (sistim Filsafat Moral) (dirangkum dari K. Bertens, Etika): a. Teleologis (terarah pada tujuan). 1) Hedonisme. Kesenangan adalah hal yang terbaik bagi manusia. a) Aristippos. Yang baik dalam arti sebenarnya adalah kenikmatan kini dan disini. Jadi dapat disimpulkan kesenangan sebagai badani, aktual dan individual. Batas dalam mencari kesenangan adalah pengendalian diri, mempergunakan kesenangan dengan baik dan tidak membiarkan diri terbawa olehnya. b) Epikoruos. Kesenangan tidak hanya kesenangan aktual saja tetapi juga masa lampau dan masa depan. Ataraxia. Ketenangan jiwa atau keadaan seimbang yang tidak membiarkan diri terganggu oleh hal-hal lain. Ataraxia begitu penting sehingga ia menyebutnya juga sebagai tujuan hidup manusia disamping kesenangan. Etika Profesi Polri
I 23
2) Eudemonisme. (Aristoteles). Makna terakhir hidup manusia adalah kebahagiaan (Eudaimonia) Seorang mencapai tujuan akhir dengan menjalankan fungsinya dengan baik yaitu “akal budi dan rasio”. Yang dijalankan sebagai suatu sikap tetap disertai keutamaan yang meliputi keutamaan intelektual dan keutamaan moral. Dengan keutamaan intelektual menyempurnakan langsung rasio itu, dengan keutamaan moral rasio menjalankan pilihan yang perlu diadakan dalam hidup sehari-hari. 3) Utilitarisme. Suatu perbuatan dinilai baik dengan menimbang kegunaannya untuk mencapai kebahagiaan. Utilitarisme Klasik. a) Bentam. Suatu perbuatan dapat dinilai baik atau buruk, sejauh dapat meningkatkan atau mengurangi kebahagiaan sebanyak mungkin orang. Ia sampai pada prinsip The Priciple of utility yang berbunyi “The Greatest Happiness of The Greates Number”. b) John Stuart Mill. Kebahagian yang menjadi norma etis adalah kebahagian semua orang terlibat dalam suatu kejadian, bukan kebahagiaan satu orang saja yang barangkali bertindak sebagai pelaku utama (Everybody to count for one, nobody to count more than one). Utilitarisme Aturan. a) Stephan Toulmin. Prinsip kegunaan tidak harus diterapkan atas salah satu perbuatan (sebagaimana dipikirkan dalam utilitarisme
24 I Etika Profesi Polri
b.
c.
klasik), melainkan atas aturan-aturan moral yang mengatur perbuatan kita. b) Richard B. Brandt. Bukan aturan moral satu demi satu melainkan aturan moral sebagai keseluruhan diuji dengan prinsip kegunaan. Kalau begitu perbuatan adalah baik secara moral bila sesuai dengan aturan yang berfungsi dalam sistim aturan moral yang paling berguna bagi suatu masyarakat. Deontologis (kewajiban) 1) I. Kant. Baik dalam arti sesungguhnya adalah kehendak baik karena kewajiban. Bukan bertindak baik sesuai kewajiban. Bertindak sesuai kewajiban dilihat dari segi legalitas. Dengan legalitas kita memenuhi norma hukum belum memenuhi norma moral. 2) W.D. Ross. Kewajiban itu selalu merupakan kewajiban Prima Facie (pada pandangan pertama), artinya suatu kewajiban untuk sementara dan hanya berlaku sampai timbul kewajiban lebih penting lagi mengalahkan kewajiban pertama tadi. Perkembangan sekarang ini. Dari Teori-teori Sistim Etika tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada satu sistimpun yang sama sekali memuaskan. Disamping segi-segi menarik, setiap sistim ada kelemahannya juga. Hal ini berlaku juga untuk dua sistim yang paling berbobot dalam sejarah filsafat modern Utilitarisme dan Deontologi. Karena itu dalam filsafat moral sekarang ini sebenarnya tidak ada lagi utilitarisme murni atau deontologi murni. Sekarang para Filsuf berusaha mengadakan sintesis antara pendekatan utilitaristis dengan pendekatan deontologist. Disamping itu mereka sering juga memanfaatkan unsur-unsur dari sistimsistim lain khususnya eudemonisme Aristoteles. Etika Profesi Polri
I 25
d.
e. f.
Dari teori- Etika tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa: 1) Tindakan yang baik harus dilandasi oleh kehendak baik untuk melaksanakan apa yang menjadi tugas kewajibannya. 2) Tindakan yang baik adalah tindakan yang bertujuan untuk bermanfaat bagi orang lain/masyarakat 3) Tindakan bisa saja bertujuan untuk mendatangkan kesenangan tetapi harus ada keseimbangan antara kesenangan badaniah dan rohaniah, kesenangan tidak hanya hari ini saja tetapi juga untuk kesenangan masa depan, kesenangan tidak boleh menabrak kesenangan orang lain dan terutama adanya ataraxia (ketenangan batin). Untuk itu harus ada pengendalian diri dan pola hidup sederhana. 4) Tindakan baik didasarkan atas menjalankan fungsi khas sebagai manusia yang baik akal budi atau rasio yang disertai keutamaan intelektual dan keutamaan moral, tindakan seperti ini akan mendatangkan kebahagian. Pada hakekatnya tindakan yang baik adalah tindakan yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral dan tidak bertentangan dengan norma-norma moral. Polisi yang baik. The British Royal Commision on Police (1962) mempelajari falsafah Kepolisian, yang lama – lama mengangkat satu simpulan yang menyatakan “The Police shoud be powerful but not oppressive, they shoud be efficient but not afficous, they shoud from an impartial force in the body of politics, and yet be subject to a degree of control by persons who themselves liable to Police supervision”. Ungkapan ini menggambarkan bahwa Kepolisian yang ideal dalam masyarakat yang demokratis adalah Kepolisian yang
26 I Etika Profesi Polri
kuat tetapi tidak bengis, harus efisien tetapi tidak mengharapkan sesuatu, tidak memihak dalam politik (praktis) untuk tegaknya pelaksanaan tugas Kepolisian.
15. Perkembangan Kesadaran Moral. (K. Bertenns, Etika, hal 80, 85 dan 86). Kohnberg menemukan bahwa perkembangan moral seseorang anak berlangsung menurut enam tahap atau fase, tetapi tidak setiap anak berkembang sama cepat, sehingga tahap-tahap itu tidak dengan pasti dapat dikaitkan dengan umur tertentu. Bagi kita studi Kohnberg itu terutama menarik, karena ia melihat perilaku yang berdasar atas hati nurani sebagai stadium terakhir dan tertinggi dari suatu perkembangan panjang di bidang moral. Karena itu disini kita mempelajari secara singkat pandangannya yang terkenal perkembangan moral menurut enam tahap TINGKAT PERTUMBUHAN Tingkat Pramoral 0 – 6 tahun
Tingkat pra konvensional. Perhatian khusus untuk akibat perbuatan hukuman, ganjaran, motifmotif lahiriah
TAHAP PERTUMBUHAN Tahap 0 Perbedaan antara baik dan buruk belum didasarkan atas kewibawaan atau normanorma. Tahap 1 Anak berpegang pada kepatuhan dan hukuman. Takut untuk kekuasaan dan berusaha menghindarkan
PERASAAN
Takut akibat negatf dari perbuatan.
Keterangan
Tahap 1. Orientasi hukuman dan kepatuhan
Etika Profesi Polri
I 27
dan particular.
hukuman. Tahap 2. Anak mendasarkan diri atas egoisme naïf yang kadang-kadang ditandai relasi imbal balik; do ut des
Tingkat konvensional. Perhatian juga untuk maksud perbuatan memenuhi harapan, mempertahanka
Tahap 3. Orang berpegang pada keinginan dan persetujuan dari orang lain.
28 I Etika Profesi Polri
Rasa bersalah terhadap orang lain bila tidak mengikuti tuntutantuntutan
Tahap 2 Orientasi relatives instrumental. Perbuatan adalah baik, jika ibarat instrument dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan timbal balik antar manusia adalah soal, jika kamu melakukan sesuatu untuk saya maka saya akan melakukan sesuatu untuk kamu, bukan soalnya loyalitas, rasa terimakasih atau keadilan. Tahap 3 Penyesuaian dengan kelompok. Perilaku yang baik adalah perilaku yang menyenagkan
n ketertiban.
lahiriah. Tahap 4. Orang berpegang pada ketertiban moral dengan aturannya sendiri
Tingkat parca konvensional atau tingkat berprinsip. Hidup moral adalah tanggung jawab pribadi atas dasar prinsip-prinsip batin maksud dan akibatakibat tidak diabaikan motifmotif batin dan universal.
Tahap 5. Orang berpegang pada persetujuan demokratis, kontrak sosial, konsensus bebas. Tahap 6. Orang berpegang pada hati nurani pribadi, yang ditandai oleh keniscayaan dan universalitas.
Penyelesaian atau Penghukuman diri karena tidak mengikuti pengertian moralnya sendiri.
dan membantu orang lain serta disetujui mereka Tahap 4. Orientasi hukum dan ketertiban. Perilaku yang baik adalah melakukan kewajibannya, menghormati otoritas dan mempertahankan ketertiban sosial yang berlaku demi ketertiban itu sendiri. Tahap 5. Orientasi kontrak sosial legalistis
Tahap 6. Orientasi prinsip etika yang universal/ prinsip hati nurani.
Etika Profesi Polri
I 29
Akhirnya bisa dicatat lagi bahwa menurut Kohlberg dari sudut Psikologis pun tahap 6 adalah tahap yang paling tinggi dan sempurna. Tentu saja jika kita melihat tahap itu menurut isinya, pasti tahap 6 itu akan dinilai sebagai puncak perkembangan moral. Tapi juga jika kita melihat tahap itu menurut bentuknya saja (jadi secara psikologis) harus kita menarik kesimpulan yang sama. Karena itu menurut pendapat Kohlberg tahap 6 harus menjadi tujuan pendidikan moral, biarpun pada kenyataannya hanya sedikit orang mencapai tahap ini.
16. Keputusan moral. a. Kesadaran moral. Hanya manusia mahluk yang diberikan Tuhan memiliki kesadaran moral kesadaran untuk membedakan mana yang baik, dan mana yang tidak baik, mana yang benar dan mana yang salah, mana yang patut dan mana yang tidak patut. b. Kebebasan. Manusia memiliki kebebasan untuk menjatuhkan pilihannya apa dia mau memilih yang baik atau memilih yang tidak baik, mau memilih yang benar atau memilih yang salah, apa memilih yang patut atau memilih yang tidak patut. Kebebasan moral bila pilihan itu didasarkan atas kesukarelaan. (voluntary) c. Kewajiban. Polri sebagai alat negara diberi tugas pokok untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan melayani, melindungi dan mengayomi masyarakat. Untuk dapat melaksanakan apa yang menjadi tugas dan sakaligus merupakan kewajiban Polri maka Polri diberi wewenang agar wewenang ini tidak disahgunakan maka ada peraturan perundang-undangan yang harus diikuti oleh
30 I Etika Profesi Polri
anggota Polri dan Polri sebagai profesi memiliki Etika Profesi Polri. Dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas kewajibannya Polri mengambil tindakan berdasarkan atas hukum dan etika profesi Polri dengan mengutamakan tindakan preventif dan memperhatikan norma-norma kesopanan, norma kesusilaan, agama dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Karena tugas dan kewajiban Polri itu sangat strategis maka tidak dapat dihindari bahwa banyak pihak yang ingin mempengaruhi /mengintervensi /mempengaruhi Polri dalam memutuskan tindakan yang akan diambil. Karena itu sebagai anggota Polri sangat dituntut untuk dimiliki kemandirian utamanya kemandirian moral. d. Keputusan Moral. Untuk membuat keputusan pertama-tama harus dibuat alternatif-alternatif pilihan tindakan yang akan diambil. Semakin dikuasai ilmu pengetahuan maka akan semakin mampu dibuat berbagai alternative tindakan. Keputusan moral adalah keputusan yang diambil berdasarkan atas pertimbangan moral 1) Akal/akal budi tentang alasan-alasan terbaik atas sebuah tindakan, mengapa ini baik dan mengapa itu tidak baik. Moralitas merupakan usaha membimbing tindakan dengan akal, untuk melakukan apa yang paling baik menurut akal 2) Tidak berpihak: tidak ada orang yang istimewa, setiap individu mempunyai kepentingan yang sama. Dalam pertimbangan moral ini, hati nurani membisikkan untuk mewajibkan bertindak yang baik, yang benar, yang patut berdasarkan atas nilai-nilai dan norma-norma moral yang ia anut. Dia menggunakan Etika Profesi sebagai sarana Etika Profesi Polri
I 31
orientasi dalam mepertimbangkan tindakan yang diambil berdasarkan atas bisikan hati nuraninya. Dia mengambil tindakan bukan karena intervensi pihak lain atau ikutikutan dengan orang lain., tetapi ia mengambil keputusan secara mandiri berdasarakan bisikan hati nuraninya. e. Tanggung jawab. Tanggung jawab adalah konsekwensi logis menyangkut tindakan yang diambil karena ia memiliki kebebasan untuk memilih. Dengan perkataan lain seseorang bertanggung jawab atas tindakannya sejauh ia bebas. Atau tidak ada tanggung jawab jika tidak ada kebebasan. Orang dapat bertanggung jawab pula karena tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan.
17. Tindakan yang benar a. Benar secara yuridis/hukum. Dalam rangka penegakan hukum ada prinsip-prinsip dasar penegakan hukum 1) Legalitas. 2) Nesesitas. 3) Proporsionalitas. b. Benar secara teknis. c. Benar secara sosiologis. d. Benar secara moral.
18. Asas-asas /prinsip-prinsip dalam pengambilan tindakan. a. Prinsip-prinsip penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian (Perkap No. 1 tahun 2009 tentang Penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian). 1) Legalitas. Prinsip legalitas berarti bahwa semua tindakan kepolisian harus sesuai dengan hukum yang berlaku. Artinya bahwa penggunaan prinsip legalitas
32 I Etika Profesi Polri
b.
dalam tindakan kepolisian ditujukan untuk mencapai penegakan hukum yang sah. 2) Nesesitas. Prinsip nesesitas berarti penggunaan kekuatan dapat dilakukan bila memang diperlukan dan tidak dapat dihindarkan berdasarkan situasi yang dihadapi. 3) Proporsionalitas. Prinsip proporsionalitas berarti bahwa penggunaan kekuatan harus dilaksanakan secara berimbang antara ancaman yang dihadapi dan tingkat kekuatan atau respon anggota Polri, sehingga tidak menimbulkan kerugian / korban / penderitaan yang berlebihan. 4) Kewajiban umum. Prinsip kewajiban umum berarti bahwa anggota kepolisian diberi kewenangan untuk bertindak atau tidak bertindak menurut penilaian sendiri untuk menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keselamatan umum. 5) Preventif. Prinsip preventif berarti bahwa tindakan kepolisian dilakukan dengan mengutamakan pencegahan. 6) Masuk akal (reasonable). Prinsip masuk akal (reasonable) berarti bahwa tindakan kepolisian diambil dengan mempertimbangkan secara logis situasi dan kondisi dan ancaman atau perlawanan pelaku kejahatan terhadap petugas atau bahayanya terhadap masyarakat. Asas-asas umum penyelenggara Negara (UU No 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme). 1) Asas kepastian hukum: adalah asas dalam Negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan Etika Profesi Polri
I 33
2) 3) 4)
5) 6) 7)
perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara. Asas tertib Penyelenggara Negara adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian dan keseimbangan dalam penyelenggaraan Negara. Asas Kepentingan Umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara aspiratif, akomodatif dan selektif. Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia Negara. Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara. Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berdasarkan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Polri adalah Alat Negara, dengan demikian Polri adalah Penyelenggara Negara sehingga asas-asas umum Penyelenggara Negara tersebut berlaku pula untuk Polri.
34 I Etika Profesi Polri
19. Tujuan Polri. a. Tujuan penegakkan hukum terwujudnya ketertiban dan ketentraman yang pada akhirnya untuk terwujudnya perdamaian. b. Tujuan hukum adanya kepastian hukum dan keadilan (kedamaian). c. Tujuan Polri Pasal 4 UU No 2 tahun 2002 tentang Polri: Mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.
20. Profesionalisme Polri: a. Mengawali pembahasan mengenai profesionalisme Polri, disajikan mengenai Pendirian dari Kesatuan Polisi di London oleh Sir Robert Peel pada tahun 1829. Prinsip Parlian Sistim bersifat informal, sukarela dan swasta dalam proses penyediaan jasa polisi telah dikenal sebelum 1829, tetapi pada tahun itu berdiri kesatuan polisi di London yang digaji, melayani publik dan bekerja sehari penuh. Itulah permulaan dari adminstrasi kepolisian modern. Dalam menjawab tugas untuk mengatur seribu anggota kesatuan polisi, Sir Robert Peel meletakkan dasar berikut: 1) Polisi harus berada di bawah kontrol pemerintah. 2) Tugas utama polisi adalah mencegah kejahatan dan kekacauan. Etika Profesi Polri
I 35
3)
Keberhasilan polisi bergantung pada persetujuan publik. 4) Organisasi Polisi harus disusun berdasarkan lini militer. 5) Sangat penting untuk mengamankan dan melatih orang yang tepat. 6) Polisi harus direkrut dengan masa percobaan. 7) Kekuatan polisi harus tersebar menurut waktu dan area. 8) Polisi hanya diizinkan menggunakan tindak kekerasan bila dianggap perlu. Kepolisian Inggris di awal pendiriannya bertugas dengan baik karena berpegang teguh pada prinsip itu. Meskipun pendirian London Metropolitan Police Force penuh dengan kontroversi dan sangat ditentang oleh masyarakat, dalam beberapa tahun lembaga tersebut berhasil memenangkan simpati publik. Para komisaris polisi yang pertama yakni Rowan dan Mayne, menerapkan prinsip Peel dengan hatihati. Mereka sangat berhati-hati dalam merekrut polisi baru dan menerapkan masa percobaan untuk memecat mereka yang tidak mampu mengikuti kode etik profesi. Rowan dan Meyne mengharuskan semua anggota kepolisian berseragam dan bersenjata minimal serta penekanan ditekankan pada aspek pencegahan kejahatan, akuntabilitas didepan publik dan pembatasan penggunaan kekuatan. Mereka juga berusaha menunjukkan bahwa polisi melayani semua anggota masyarakat dan bukan alat partai politik apapun yang sedang berkuasa. (William G Bailey, 1995, The Encyclopedia of Police Science, trj Angkatan VII KIK UI, Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian hal 10 dan 11).
36 I Etika Profesi Polri
b. c.
d.
e.
Banyak para ahli memberikan ciri-ciri pekerjaan profesional. Pada hakekatnya ada kesamaan dimana semua ahli memberikan adanya dua ciri pekerjaan profesional adalah: adanya keahlian dan adanya etika profesi. Keahlian berarti memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas yang membentuk kepercayaan diri sedangkan etika profesi akan memuliakan profesi membentuk orang menjadi mandiri. Dengan profesionalisme orang mampu menyelesaikan apa yang menjadi tugas kewajibannya dengan sebaik-baiknya pada akhirnya akan meningkatkan citra dan kepercayaan masyarakat terhadap profesi yang bersangkutan. Landasan hukum profesionalisme Polri. 1) Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2000. Pasal 6 ayat (2), Dalam menjalankan perannya Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib memiliki keahlian dan ketrampilan profesional. 2) Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Polri. Pasal 31, Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus memiliki kemampuan profesi. Pasal 32 (1) UU No. 2 tahun 2002 mengatur tentang pembinaan profesi/kemampuan profesi. Pembinaan kemampuan profesi pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia diselenggarakan melalui pembinaan etika profesi dan pengembangan pengetahuan serta pengalaman di bidang teknis kepolisian melalui pendidikan, pelatihan dan penugasan secara berjenjang dan berlanjut. Dengan demikian berarti pembinaan profesi meliputi: 1) Pembinaan etika profesi Polri. Etika Profesi Polri
I 37
f.
g.
2) Pembinaan keahlian meliputi pengembangan pengetahuan dan pengalaman di bidang teknis kepolisian. Orang yang profesional harus berani mempertanggung jawabkan atas semua tindakan yang dilakukan dalam mengemban apa yang menjadi tugas kewajibannya. Tanggung jawab anggota Polri menurut UU No. 2 tahun 2002 meliputi: 1) Pasal 8 (2) tanggung jawab Kapolri kepada Presiden. 2) Pasal 10 (2) tanggung jawab secara hirarki. 3) Pasal 27 (1) tanggung jawab disiplin. 4) Pasal 35 (1) tanggung jawab etik (moral). 5) Pasal 43 angka 2 tanggung jawab pidana. Lembaga Pendidikan mendidik anggota-anggotanya untuk menjadi anggota yang profesional. Pada waktu Polri masih termasuk ABRI, motto Pendidikan ABRI yang berarti juga menjadi motto pendidikan Polri “Dwi Warna Purwa Cendekia Wasana” artinya Mental kejuangan dulu baru Keahlian. Setelah Polri lepas dari ABRI berdiri sendiri langsung berada dibawah Presiden, oleh Kapolri Da’i Bachtiar diputuskan Motto pendidikan Polri: “Mahir, Patuh Hukum dan Terpuji”. Mahir diartikan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, patuh hukum artinya taat hukum dan bertindak berdasarkan hukum dan terpuji artinya dipuji karena prestasinya dalam melaksanakan tugas kewajibannya, dimana masyarakat merasa dilayani, dilindungi dan diayomi oleh Polri sehingga pada gilirannya dihargai dan dipercaya masyarakat. Jadi pada dasarnya dapat disimpulkan makna yang terkandung dalam motto tersebut Polisi harus profesional agar dipuji, dipercayai dan dicintai masyarakat.
38 I Etika Profesi Polri
h. i.
Semakin demokratis suatu bangsa semakin dituntut adanya Polisi yang semakin profesional. Harus diingat adanya kecendrungan negatif dimana semakin profesional suatu lembaga akan menganggap dirinya yang lebih tahu / paling tahu dibandingkan orang lain/masyarakat. Sejalan dengan itu untuk mencegah hal itu terjadi maka semakin dituntut anggota institusi/ lembaga itu semakin menghayati/ menginternalize etika profesinya. Etika profesi merupakan landasan untuk membangun profesionalisme yang kuat.
21. Kronologis lahirnya Etika Profesi Polri, mulai lahirnya Tri Brata s/d lahirnya Kode Etik Profesi Polri. a. Tri Brata. 1) Digali sejak tahun 1952 oleh sekelompok guru besar PTIK. 2) Tahun 1953, Tri Brata pada awalnya adalah pengikat disiplin universiter pada PTIK. 3) Pada tanggal 3 Mei diikrarkan oleh Drs. Soeparno Soeriaatmadja pada Wisuda Mahasiswa PTIK Angkatan II Abimayu. 4) Pada tanggal 1 Juli 1955 Tri Brata diikrarkan menjadi Pedoman hidup Polri, dimana pada saat itu juga Presiden Soekarno menyerahkan Panji-panji Polri. b. Pedoman lanjutan Tri Brata. Disahkan pada rapat Kepala Polisi Komisariat seluruh Indonesia di Bandung, pada tanggal 5 s/d 7 Mei 1958. c. Catur Prasetya. Catur Prasetya adalah 4 sifat Gajah Mada yang berasal dari tulisan Mpu Prapanca yang melukiskan kebesaran Gajah Mada sebagai Maha Patih kerajaan Majapahit dalam bukunya Negara Kertagama pada tahun Etika Profesi Polri
I 39
d. e.
f.
g.
h. i. j.
1365. Pada tanggal 1 Juli 1960 dalam rangka Konferensi para Kepala Polisi di Yogya secara resmi Catur Prasetya dijadikan Pedoman Karya Angkatan Kepolisian Republik Indonesia. Surat Keputusan Kapolri No. Pol. SKEP/213/VII/1985 tanggal 1 Juli 1958 tentang Kode Etik POLRI. Keputusan Kapolri No Pol KEP/05/III/2001 tentang Kode Etik Profesi Polri dan Keputusan Kapolri No. Pol: KEP/04 /III/2001 tanggal 7 Maret 2001 tentang Buku Petunjuk Administrasi Umum Kode Etik Profesi Polri. Keputusan Kapolri ini sebagai realisasi pasal 23 UU No: 28 tahun 1997 tentang Polri dan TAP MPR RI No VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan POLRI. Keputusan Kapolri No. Pol. : KEP/17/VI/2002 tentang Pemaknaan Baru TRI BRATA. Keputusan Kapolri No Pol: KEP/32/VII/2003 tentang Kode Etik Profesi Polri dan Keputusan Kapolri No. Pol 33/VII/2002 tanggal 1 Juli 2003 tentang Tata Cara Sidang Komisi Kode Etik Polri. (realisasi dari UU No 2 tahun 2002 tentang Polri) Keputusan Kapolri No. Pol. : KEP/39/IX/2004 tentang Pemaknaan Baru Catur Prasetya. Peraturan Kapolri No. Pol. 7 tahun 2006 tanggal 1 Juli 2006 tentang Kode Etik Polri dan Peraturan Kapolri No. Pol. : 8 tahun 2006 tanggal 1 Juli 2006 tentang Organisasi dan Tata Cara Kerja Komisi Kode Etik Polri. Peraturan Kapolri No. Pol. 14 tahun 2011 tanggal 1 Oktober 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri dan Peraturan Kapolri No. Pol. 19 tahun 2012 tanggal 4 September 2012 tentang Susunan Organisasi dan Tata Cara Kerja Komisi Kode Etik Polri.
40 I Etika Profesi Polri
22. Pancasila menjiwai nilai Etika Profesi Polri. a. Pada pasal 34 ayat (1) UU No. 2 tentang Polri dinyatakan Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat pada Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. b. Pada Penjelasan pasal 34 ayat (1) UU No. 2 tahun 2002 dinyatakan: Ayat ini mengamanatkan agar setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus dapat mencerminkan kepribadian Bhayangkara Negara seutuhnya, yaitu pejuang, pengawal dan pengaman Negara Republik Indonesia. Selain itu untuk mengabdikan diri sebagai alat Negara penegak hukum, yang tugas dan wewenangnya bersangkut paut dengan hak dan kewajiban warga Negara secara langsung, diperlukan kecakapan teknis yang tinggi, oleh karena itu setiap anggota Kepolisian Republik Indonesia harus menghayati dan menjiwai etika profesi kepolisian yang tercermin dalam sikap dan tingkah lakunya. Etika Profesi Kepolisian tersebut dirumuskan dalam kode etik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang merupakan kristalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam Tri Brata dan Catur Prasetya yang dilandasi dan dijiwai Pancasila. c. Pancasila merupakan landasan dan menjiwai Tri Brata dan Catur Prasetya, sejalan dengan itu maka Pancasila menjiwai Etika Profesi Polri. d. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila 1) Ketuhanan Yang Maha Esa a) Setiap orang Indonesia bertuhan menurut agama dan kepercayaannya. Etika Profesi Polri
I 41
2)
3) 4)
5)
b) Menjalankan agama dan kepercayaan secara berkeadaban serta saling menghormati. c) Segala agama dan kepercayaan mendapat tempat dan perlakuan yang sama. Kemanusian Yang Adil dan Beradab. a) Perlakuan manusia secara adil. Tidak memihak, dan berpegang pada kebenaran. b) Beradab maksudnya berbudi luhur, sopan dan bersusila. Persatuan Indonesia. a) Persatuan dalam arti luas. b) Melindungi segenap bangsa. c) Bersatu dalam keragaman. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan. a) Rakyat memiliki kedaulatan. b) Nilai demokrasi. c) Prinsip musyawarah. d) Rakyat memiliki perwakilan. Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. a) Perlakuan adil terhadap rakyat. b) Adil dalam segala aspek kehidupan. c) Perlindungan terhadap rakyat agar hidup sejahtera.
Pancasila sebagai dasar Negara dan ideologi Negara sekaligus dasar filosofis Negara, sehingga setiap materi muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilainilai yang terkandung dalam Pancasila. (Bahan Tayangan Materi sosialisasi Pancasila, UUD Tahun 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika)
42 I Etika Profesi Polri
23. Polisi Indonesia adalah Polisi Nasional. a. R. S. Soekanto diangkat sebagai Kepala Kepolisian Negara tanggal 29 September 1945. R. S. Soekanto membentuk “Polisi Negara”. Pengangkatan R. S. Soekanto sebagai KKN merupakan titik awal mengarah ke Polisi Nasional. b. Sejak tanggal 1 Juli 1946 dikeluarkan Penetapan Pemerintah No 11/SD yang menetapkan: 1) Jawatan Kepolisian yang sekarang masuk dalam lingkungan Kementerian Dalam Negeri, dikeluarkan dari lingkungan tersebut dan dijadikan Jawatan tersendiri yang langsung di bawah pimpinan Perdana Menteri. 2) Penetapan ini mulai berlaku tanggal 1 Juli 1946. c. 1 Juli 1946 bukan hari lahirnya Polri, tetapi lahirnya Polri sebagai Kepolisian Nasional dimana selanjutnya tanggal 1 Juli diperingati sebagai Hari Bhayangkara. d. Sebagai Kepolisian Nasional maka: 1) Sistim Polisi Nasional berarti organisasinya utuh dari Markas Besar sampai kepada Kantor polisi terkecil. 2) Sebagai penegak hukum maka hukum yang ditegakan adalah Hukum Nasional, dengan tetap memperhatikan aturan-aturan lokal yang masih berlaku. 3) Kepala Kesatuan harus tetap menjalin koordinasi dan kerjasama dengan pimpinan pemerintah di daerah sesuai jenjangnya dan kerjasama serta kordinasi dengan tokoh-tokoh masyarakat setempat
24. Polri adalah Polisi Pejuang. a. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Polisi oleh Jepang tidak dibubarkan dan tidak dilucuti, sehingga Polisi merupakan satu-satunya organisasi bersenjata yang tetap eksis dan Etika Profesi Polri
I 43
memegang senjata. Polisi bersama-sama rakyat yang militan, dan BKR-BKR yang diorganisir oleh KNI yang ada di daerah-daerah berjuang melawan Jepang dan merampas senjata tentara, membongkar gudang-gudang senjata, merebut dan menduduki kantor-kantor atau jawatanjawatan pemerintahan, menurunkan bendera Jepang dan menggantinya dengan bendera Merah Putih. Kepeloporan Satuan-satuan Polisi Istimewa di berbagai daerah pada waktu itu sangat menonjol, setidak-tidaknya sebagai penggerak dan pendorong semangat perjuangan melawan Jepang. Semangat perlawanan heroik para pemimpin Polisi Istimewa memberikan pengaruh pula terhadap upaya mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia, seperti yang terjadi di Surabaya. Pada tanggal 21 Agustus 1945, Ipda M.Yasin atas nama seluruh warga Polisi mengeluarkan pernyataan bahwa Polisi adalah Polisi Republik Indonesia. Bunyi pernyataannya adalah sebagai berikut: Proklamasi
Oentoek bersatoe dengan rakyat dalam perdjoeangan Mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945, dengan ini menyatakan Poelisi sebagai Poelisi Repoeblik Indonesia Soerabaya, 21 Agustus 1945 Ttd Mohamad Jasin Inspektur Poelisi Tk I
44 I Etika Profesi Polri
b. c.
Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa aktif mempertahankan kemerdekaan melawan pasukan Belanda yang melaksanakan Agresi Militer I dan Agresi Militer ke II yang ingin menjajah kembali Indonesia. Polisi Negara Republik Indonesia adalah Polisi Pejuang yang senantiasa menunjukkan heroism dalam mempertahankan dan merebut kemerdekaan. Sebagai pejuang Polisi militansi yang tinggi dan menjunjung tinggi nilai-nilai moral: “Cinta Tanah Air, Percaya pada kemampuan sendiri, rela berkorban, tanpa pamrih, berani dan pantang menyerah”.
25. Tri Brata. a. Tri Brata adalah kaul yang merupakan Pedoman Hidup Polri merupakan tiga jalan untuk menjadi Polisi yang ideal. Pedoman Hidup Polri ini merupakan hasil penelitian secara ilmiah oleh tim dibawah pimpinan Prof. Mr. Djoko Soetono. b. Rumusan Tri Brata. TRI BRATA Polisi ialah: Rastra Sewakottama abdi utama daripada Nusa dan Bangsa. Nagara Janottama warga Negara utama daripada Negara. Yana Anucacana Dharma wajib menjaga ketertiban pribadi daripada rakyat.
Catatan: kata “utama” pada Brata Pertama tidak berarti bahwa Polisi adalah abdi /birokrasi nomor satu tetapi “utama” dimaksudkan bahwa polisi sebagai pos terdepan dari Birokrasi dalam melayani masyarakat. Etika Profesi Polri
I 45
-
c.
Kata “utama” pada Brata kedua tidak berarti Polisi adalah warga Negara kelas satu, tetapi dimaksudkan bahwa polisi sebagai aparat penegak hukum harus menjadi contoh dalam menaati/mematuhi peraturan hukum yang berlaku. Oleh Bapak Prof. Dr. Awaloedin Djamin, kata “utama” diganti dengan “tauladan” dan kata “itu” diganti dengan “ialah”, sehingga Brata Kedua menjadi : Polisi ialah “Warga Negara tauladan daripada Negara”. Tri Brata : Bhakti, Dharma, Waspada dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. 1) Pada Panji-panji Polri terdapat lambing Polri dimana tercantum motto “Rastra Sewakottama” atau abdi utama daripada nusa dan bangsa. Pada Pataka PTIK terdapat motto “Bhakti, Dharma, Waspada”. Bhakti dimaksudkan sebagai isi daripada Brata Pertama, Dharma sebagai isi daripada Brata kedua dan Waspada sebagai isi daripada Brata ketiga. 2) Bhakti. Bhakti adalah pengabdian yang dilandasi cinta kasih. Sebagai abdi dari nusa dan bangsa, maka polisi dalam pengabdiannya berupa pelayanan, perlindungan dan pengayoman kepada masyarakat dilandasi oleh kecintaan kepada Negara, bangsa/ masyarakat. Polisi adalah abdi/pelayan bukan penguasa. Nilai-nilai moral yang terkandung dalam Brata pertama dari Tri Brata adalah cinta kepada Negara dan bangsa Indonesia, rela berkorban, ikhlas, tidak mengharapkan pamrih, setia. 3) Dharma. Dalam buku Sara Samuscaya oleh G. Pudja, MA, SH. cetakan ke III, Departemen Agama R.I. (hal 285) dinyatakan Dharma mempunyai banyak arti kebenaran, hukum, kebajikan dan agama. Dengan
46 I Etika Profesi Polri
d.
demikian anggota Polri dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas kewajibannya harus senantiasa menaati hukum, semua tindakannya berdasarkan atas hukum, senantiasa menjunjung tinggi /membela kebenaran dan kebajikan yang dilandasi atas keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sejalan dengan itu maka nilai-nilai moral yang terkandung adalah: menjunjung tinggi hukum, menjunjung tinggi HAM, membela kebenaran dan keadilan, kebajikan, iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 4) Waspada. Dalam menjaga ketertiban pribadi daripada masyarakat, Polisi mengemban tugas kewajibannya : menegakkan hukum, menjaga/memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, melindungi, melayani dan mengayomi masyarakat. Polisi harus senantiasa waspada dengan berjaga sepanjang waktu agar masyarakat tentram (Vigilat Quiescant). Dalam melaksanakan tugas kewajibannya Polisi adalah Bhayangkara yang mempunyai kepribadian sebagai pejuang, pengawal dan pengaman Negara Republik Indonesia (Penjelasan pasal 34 ayat (1) UU No. 2 tahun 2002 tentang Polri). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa arti dari Tri Brata Polri: 1) Sebagai abdi dari nusa dan bangsa melaksanakan pengabdiannya dengan penuh cinta kasih sayang. Cinta negara dan bangsa Indonesia, rela berkorban, tanpa pamrih dan ikhlas. 2) Senantiasa harus memberikan tauladan dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas kewajibannya dengan menaati hukum, menjunjung tinggi HAM, Etika Profesi Polri
I 47
e. f.
membela kebenaran dan keadilan, yang dilandasi atas iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 3) Dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas/ kewajibannya menegakkan hukum, menjaga/ memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat serta melindungi, melayani dan mengayomi masyarakat. Polri adalah pejuang, pengawal dan pengaman Negara Republik Indonesia, dengan senantiasa waspada berjaga sepanjang waktu, agar masyarakat tentram (Vigilat Quiescant). Tri Brata adalah Kaul/ikrar merupakan suatu pernyataan yang luhur dari diri sendiri, karena tidak dapat menyatakan lain dari itu. Kaul bukan sumpah, karena sumpah mengandung unsur paksaan dari luar. Tri Brata merupkan pedoman hidup Polri. 1) Tri Brata mengandung asas-asas yang berguna sebagai batu ujian dalam mengembangkan norma-norma, tetapi tidak dapat diterapkan kepada perbuatan dalam kenyataan praktek yang konkrit, karena sifatnya terlalu umum, 2) Tri Brata itu tidak memberikan suatu norma, tetapi diserahkan kepada anggota Polri untuk menjelmakan sendiri kalau kita berhadapan dengan suatu masalah bagaimana seharusnya tindakan kita (What should I do). Kalau kita memahami Tri Brata sebagai pedoman hidup dan Tri Brata sebagai cita-cita, maka cita-cita menjadi beginsel dan beginsel menjadi generale norm dan selanjutnya generale norm menjadi casus atau concretenorm, ini diserahkan kepada anggota kepolisian.
48 I Etika Profesi Polri
3) Tri Brata mengandung asas-asas yang mempunyai hubungan landasan dengan seluruh kehidupan sehari hari.
26. Panji-Panji Polri. Diserahkan oleh Presiden Soekarno pada upacara peringatan Hari Bhayangkara tanggal 1 Juli 1955 di Lapangan Banteng. Peraturan Pemerintah No 20 tahun 1955 tentang Panji-Panji Polri sebagai Lambang Kesatuan untuk seluruh Korps. a. Panji-panji Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan Lambang untuk seluruh Korps Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah juga merupakan alat untuk mempersatukan seluruh warga Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka melaksanakan amal bhakti dan pengabdiannya kepada masyarakat, nusa dan bangsa Indonesia. b. Presiden Republik Indonesia menyerahkan Panji-panji Kepolisian Negara Republik Indonesia pada tanggal 1 Juli 1955 kepada Kepala Kepolisian Negara. 1) Lambang Negara yang menjadi Mustaka Panji-Panji berarti bahwa Korps Kepolisian Negara sebagai Badan kekuasaan Negara senantiasa menjunjung tinggi serta taat kepada Pemerintah dan Negara. 2) Warna hitam yang digunakan sebagai dasar, melambangkan sesuatu yang kekal, yang abadi. Ia mengandung pula maksud ketenangan. Warna kuning emas, melambangkan kebebasan, yang meliputi juga kebesaran jiwa. 3) Perisai sebagai alat pelindung yang telah dikenal oleh nenek moyang, melambangkan korps Kepolisian Negara adalah pelindung rakyat. Etika Profesi Polri
I 49
4) Obor yang bersinar melambangkan bahwa Polisi dalam menunaikan tugasnya yang diutamakan ialah menginsafkan rakyat dengan jalan memberi penerangan kepada masyarakat. 5) Tiang, melambangkan Korps Kepolisian Negara. 6) Sinar obor yang dilukiskan berjumlah 17, obor yang karena bersinar dilukiskan bersudut 8, demikian pula tiang yang pada kepalanya bersaf 4, pada kakinya bersaf 5, mengingatkan detik yang bersejarah 17-81945. 7) Tangkai padi dan kapas yang dilingkari perisai melambangkan kesejahteraan, ini berarti bahwa tujuan terakhir dari segala usaha adalah kesejahteraan rakyat. Dalam menggelar tujuan ini, Polisi Negara tidak menggunakan jalan secara langsung akan tetapi melalui jalan yang bersifat memelihara ketentraman, keamanan dan ketertiban umum. Tangkai kapas yang dilukiskan berdaun 29 lembar dan berbunga 9 buah begitu juga tangkai padi yang berbuah 45 biji, mengingatkan detik diangkatnya Kepala Kepolisian Negara sebagai Kepala Kesatuan oleh Presiden 29-9-1945. 8) Tiga Bintang bersudut lima, melambangkan Tri Brata sebagai pedoman hidup bagi tiap-tiap anggota Kepolisian Negara dalam menunaikan tugasnya seharihari. Panji-panji Kepolisian Negara dilengkapi dengan suatu motto yang sesuai dengan jiwa Panji-Panji itu yakni “RASTRA SEWAKOTTAMA” yang diambil dari Brata Pertama dari Tri Brata yang mengandung pengertian bahwa Polisi Negara Republik Indonesia ABDI Utama daripada Nusa dan Bangsa.
50 I Etika Profesi Polri
27. Lambang Polri. a. Dalam penjelasan mengenai lambang Polri dinyatakan Lambang Polri bernama “RASTRA SEWAKOTTAMA” yang berarti Polri adalah Abdi Utama daripada Negara dan Bangsa. Sebutan itu adalah Brata Pertama dari Tri Brata yang diikrarkan sebagai Pedoman Hidup Polri sejak 1 Juli 1955. Polri yang tumbuh dan berkembang dari rakyat dan untuk rakyat, memang harus berinisiatif dan bertindak sebagai abdi sekaligus sebagai pelindung dan pengayom masyarakat harus jauh dari tindak dan sikap sebagai “PENGUASA”. Ternyata prinsip ini sejalan dengan paham kepolisian di semua Negara yang disebut “New Modern Police Philosophy”, “Vigilat Quiescant” (Kami berjaga sepanjang waktu agar masyarakat tentram). b. Dengan demikian Polri sebagai alat negara pada hakekatnya adalah abdi bukan penguasa yang bertugas kewajiban melayani sekaligus melindungi dan mengayomi masyarakat dengan berjaga sepanjang waktu agar masyarakat tentram. 28. Catur Presetya a. Rumusan Catur Prasetya. 1) Satya Haprabu, setia kepada Negara dan pimpinannya. 2) Hanyaken musuh, mengenyahkan musuh-musuh Negara dan masyarakat. 3) Gineung Pratidina, mengagungkan Negara. 4) Tansatrisna, tidak terikat pada sesuatu. b. Arti Prasetya-prasetya dari Catur Prasetya: 1) Arti Prasetya I. Satya Haprabu berarti setia kepada Negara, setia kepada NKRI, setia kepada bangsa/rakyat Indonesia, setia kepada wilayah NKRI dan setia kepada Pemerintah Indonesia dimana berarti sudah setia Etika Profesi Polri
I 51
kepada Kepala Negara /pimpinannya. Dengan demikian dalam rangka menegakan hukum dan memelihara kamtibmas Satya Haprabu tidak diartikan hanya setia kepada Kepala Pemerintahan saja. Polisi adalah abdi Negara bukan alat penguasa. Walaupun kesetian kepada Negara sudah termasuk kesetiaan kepada pemerintah/ Pimpinan Negara tetapi polisi bukan alat penguasa, polisi bukan alat pemerintah. Polisi adalah alat Negara, abdi Negara yang menyiapkan jasa-jasa kepada masyarakat/rakyat, polisi melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat. 2) Arti Prasetya II. Hanyaken musuh. Musuh Polisi bukan penjahat/pelaku tindak pidana atau pelaku pelanggaran pidana. Musuh-musuh Polisi adalah sifat-sifat jahat dan faktor-faktor yang ada korelasinya dengan timbulnya kejahatan dan kejahatan yang merupakan ancaman faktual. Semua itu harus dibasmi sedangkan pelaku kejahatan/pelaku pelanggaran adalah warga negara /masyarakat yang tersesat yang harus dibina menjadi warga negara/ masyarakat yang taat/patuh hukum. Jadi yang harus dibasmi bukan pelaku kejahatan, bukan pelaku pelanggaran atau pelaku gangguan kamtibmas tetapi aktivitas/kegiatan dari pelaku tersebut dalam bentuk kejahatan, pelanggaran atau gangguan kamtibmas. Didalam membasmi musuh ini harus berlandaskan norma-norma hukum, dan mengindahkan normanorma kesusilaan, kesopanan dan norma-norma agama. Dikaitkan dengan etika, maka sebagai individu musuh anggota Polri juga ada didalam dirinya sendiri adalah niat/kehendak untuk melakukan penyimpangan-
52 I Etika Profesi Polri
penyimpangan etika. Kehendak yang bertentangan dengan moral ini harus dibasmi dengan senantiasa memelihara, memupuk dan menumbuh kembangkan nilai-nilai moral etika profesi Polri. 3) Arti Prasetya III Gineung Pratidina, mengagungkan Negara. Anggota Polri wajib senantiasa mengagungkan Negara melalui kerja keras/rame ing gawe dalam pengabdiannya kepada Negara. 4) Arti Prasetya IV. Tan Satrisna, tidak terikat trisna kepada sesuatu. Dalam melaksanakan tugas kewajiban, anggota Polri tidak mengharap sesuatu sepi ing pamrih, rela berkorban, ikhlas, tanpa mengharapkan imbalan. Pengabdian melaksanakan tugas kewajiban adalah panggilan pengabdian yang merupakan kewajiban.
29. Hubungan Tri Brata dan Catur Prasetya. a. Tri Brata merupakan pedoman hidup Polri dan Catur Prasetya merupakan pedoman karya Polri mempunyai hubungan satu sama lain. Hubungan Tri Brata dengan Catur Prasetya dikemukakan oleh Prof. Djoko Soetono SH. dalam tulisan beliau tentang Tri Brata untuk Revolusi Indonesia yang pada intinya dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) Tri Brata sebagai pedoman hidup memang nampaknya lunak, kurang tegas. Dalam tampak lunak, halus tersebut bersemayam jiwa kesatria tangguh, satrio utomo, ladak lirih, memiliki kekuatan potensial untuk memihak kepada rakyat, weruh ing semu, tangguh lan weweko, apabila dirinya tersinggung dalam menunaikan tugas selalu dengan kebesaran jiwa dan lapang dada. Etika Profesi Polri
I 53
b.
c.
d.
2) Dengan Catur Prasetya, terutama Hanyaken musuh, tugas polisi menjadi dipertajam, dipertegas. Hanyaken musuh bukan berarti membunuh musuh, tetapi yang penting ialah meniadakan kegiatan daripada musuh dengan postulat seperti yang diamanatkan dalam Tri Brata, yakni menyelamatkan pelakunya dengan selalu mengutamakan upaya-upaya yang sesuai dengan hukum dan seimbang menurut keperluannya. Tri Brata tidak boleh diceraikan dari Catur Prasetya. 1) Oleh karena saking bhaktinya, terlalu dharmanya terlampau waspadanya, maka terjadi tidak Hanyaken musuh dengan secepat-cepatnya. 2) Sebaliknya jika Hanyaken musuh dengan meninggalkan Tri Brata, maka akan terjadi ekses pembiaran dalam menjalankan tugasnya. Ingat, masyarakat baru Indonesia tidak menginginkan kembalinya praktek kepolisian bergaya polisi kolonial penindas tetapi menuntut demokcratisering daripada tugas kepolisian. Catur Prasetya mengutamakan memukul dan hancurkan musuh-musuh. Dalam melaksanakan tugas polisi dihadapkan kepada perlawanan daripada pelaku gangguan kamtibmas, tetapi polisi harus tahan uji, memiliki ketahanan dan keuletan dalam pengabdian. Tri Brata memberi ketahanan, memberi jiwa potensial yang membaja dan gemblengan, memancar dari ketahanan jiwa, pancaran hati nurani nan bersih. Bukankah Tri Brata itu merupakan polisinya polisi sendiri? Disamping disiplin yang kuat (Catur Prasetya) harus ada ketahanan mental dan moral yang tinggi, bahkan bersedia mati sahid menjadi satrio utomo (Tri Brata dalam
54 I Etika Profesi Polri
e. f.
g.
melaksanakan tugas suci dan luhur bagi terwujudnya Tata Tentram Karta raharja). Dalam menilai musuh harus selalu waspada, sehingga dapat diambil tindakan / sikap tegas dan tepat. Tri Brata sebagai pedoman hidup Polri bagaikan pemancaran halus daripada Pancasila, selalu membimbing, memberi pimpinan dan pengendalian (bukan semangat lahir saja) dalam mengamalkan Catur Prasetya. Catur Prasetya sebagai pedoman karya polri bagaikan pancaran wadah daripada Pancasila, demi pengabdian tiap warga polri kepada ibu pertiwi, setia kepada sumbernya Pancasila yaitu sebagai dasar negara, yang menghormati rakyat yang berjuang mencapai masyarakat Tata Tentram Karta Raharja. Jika Tri Brata sebagai Pedoman Hidup Polri dan Catur Prasetya sebagai Pedoman Karya Polri diimplementasikan secara terpadu, maka akan menjamin tindakan Polri yang baik yang menggambarkan tindakan Polisi ideal dalam masyarakat yang demokratis. Hal ini sejalan dengan kesimpulan dari mempelajari falsafah kepolisian yang diangkat oleh The British Royal Commision on Police (1982): The Police should be powerful but not oppresisive, they shoud be efficient but not afficous, they should form an impartial force in the body of politics, and yet be subject to a degree of control by person who are themselves liable to police supervision (Kepolisian yang kuat tetapi tidak bengis, harus efisien tetapi tidak mengharapkan sesuatu, tidak memihak dalam politik praktis untuk tegaknya pelaksanaan tugas kepolisian).
Etika Profesi Polri
I 55
30. Integrasi Polri kedalam ABRI. a. Pasal 3 UU Pokok Kepolisian No. 13 Tahun 1961 menyatakan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Selanjutnya pada tanggal 1 April 1999, keluar Instruksi Presiden No. 2 tahun 1999, dimana Polri yang tadinya dibawah Mabes ABRI ditempatkan dibawah Departemen Pertahanan dan Keamanan. Selanjutnya keluar Keputusan Presiden No. 89 tahun 2000, menyatakan pemisahan Polri dari Departemen Pertahanan terhitung sejak 1 Juli 2000, status Polri sebagai lembaga yang independen langsung dibawah pengawasan Presiden. Selanjutnya Keputusan Presiden No 89 tahun 2000 tersebut dikukuhkan dengan keluarnya Ketetapan MPR RI No. VI tahun 2000 tanggal 18 Agustus tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan POLRI. b. Selama integrasi Polri kedalam ABRI diberlakukan: Sapta Marga, Sumpah Prajurit, sebelas asas kepemimpinan ABRI, Delapan wajib ABRI, kepemimpinan dan komunikasi sosial ABRI, kode etik perwira, diadakan pendidikan Akabri, hanya ada satu Doktrin ABRI: Catur Dharma Eka Karma, perubahan dalam bidang organisasi. Semua itu berpengaruh adanya perubahan sikap dan perilaku anggota di lapangan. Perubahan sikap dan perilaku ini ada segi positif dan ada segi negatif. Segi positifnya adalah mencegah perpecahan antar Angkatan. Segi negatifnya, timbulnya kerancuan dan tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas kepolisian, cara berpikir dan perilaku anggota Polri banyak diwarnai oleh cara berpikir dan perilaku militer, sehingga sikapnya lebih seperti militer daripada sebagai penegak hukum.
56 I Etika Profesi Polri
31. Pemaknaan Baru Tri Brata. a. Rumusan Pemaknaan baru Tri Brata sebagai nilai dasar dan pedoman moral Polri dituangkan dalam Keputusan Kapolri No. Pol. Kep/17/VI/2002 tanggal 24 Juni 2002: Kami Polisi Indonesia 1) Berbhakti kepada Nusa dan Bangsa dengan penuh ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2) Menjunjung tinggi kebenaran, keadilan dan kemanusiaan dalam menegakkan hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 3) Senantiasa melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat dengan keikhlasan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban. b. Arti Tri Brata “Tiga Asas Kewajiban”. Tri Brata adalah nilai dasar yang merupakan pedoman moral dan penuntun moral bagi setiap anggota Polri serta dapat pula berlaku bagi pengemban fungsi kepolisian lainnya. c. Latar Belakang. 1) Reformasi, meningkatkan tuntutan masyarakat terhadap penghayatan dan perlindungan HAM serta penegakan hukum, supremasi hukum yang pada gilirannya bermuara pada tuntutan pelaksanaan tugas Polri yang lebih profesional, yang bertumpu pada perubahan aspek kultural Polri. Untuk mewujudkan kultur Polri yang lebih profesional, dimana diharapkan anggota polri mampu menjawab tantangan tugas yang semakin komplek, perlu diadakan perubahan mendasar pada aspek instrumental yang menjadi faktor stimulus bagi terciptanya kultur Polisi yang diharapkan dengan mengadakan rumusan Pemaknaan Baru Tri Brata. Etika Profesi Polri
I 57
d.
e.
2) Perlu digaris bawahi bahwa Pemaknaan Baru Tri Brata ini: a) Tanpa meninggalkan makna-makna Tri Brata yang sudah dikenal selama ini. b) Tri Brata yang dikenal selama ini terbukti mampu mengawal segenap insan Polri dalam pengabdiannya kepada masyarakat, bangsa dan Negara. Dasar Pemikiran. 1) Sebagai pedoman diharapkan bahwa makna yang terkandung didalamnya dapat langsung dilaksanakan oleh segenap anggota Polri, namun salah satu kendala yang dihadapi justru pada pemahaman bahasa serta rumusan Tri Brata yang sarat dengan filsafat. 2) Kemampuan anggota Polri terutama pada tingkat bawah untuk mencerna nilai-nilai yang sifatnya filsafat, ternyata sulit dan oleh karena itu diperlukan rumusan dalam bahasa Indonesia yang lebih sederhana dan mudah dimengerti Nilai Tri Brata. 1) Nilai Tri Brata tidak lagi menggambarkan atau berisi niat, kaul, asas-asas, namun secara riil rumusan Pemaknaan baru Tri Brata berisi pernyataanpernyataan yang lebih menggambarkan secara konkrit nilai dasar dan filosofi tugas pengabdian setiap anggota Polri dalam menjawab tuntutan dan harapan masyarakat modern. 2) Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pemaknaan Baru Tri Brata adalah a) Nilai Paham Kebangsaan. b) Nilai Ketuhanan.
58 I Etika Profesi Polri
c) Nilai Paham Negara Hukum. d) Nilai Paham Social Welfare State. 3) Nilai-nilai Tri Brata adalah nilai-nilai yang terkandung didalam Tri Brata yang merupakan satu kesatuan yang utuh yang tersusun secara hirarkis dan saling mengontrol, agar setiap nilai tidak membias dari makna yang sesungguhnya. Adapun nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut a) Berbhakti. b) Bertaqwa. c) Menjunjung tinggi kebenaran. d) Menjunjung tinggi keadilan. e) Menjunjung tinggi kemanusiaan. f) Pemaknaan peran sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. g) Keikhlasan. Nilai-nilai tersebut harus mengkristal ke dalam diri setiap anggota Polri yang sekaligus menjadi cerminan jati dirinya sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, penegak hukum, dan pemelihara kamtibmas untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban Negara. 4) Kristalisasi nilai-nilai Tri Brata dalam Kode Etik Profesi Polri. Esensi Kode Etik Polri haruslah mencerminkan jatidiri Polri dalam 3 dimensi hubungannya meliputi hubungannya dengan Nusa dan Bangsa, hubungannya dengan Negara dan hubungannya dengan masyarakat yang menjadi komitmen moral dalam bentuk etika pengabdian, etika kelembagaan dan etika kemandirian. Bahwa etika pengabdian merupakan komitmen moral Etika Profesi Polri
I 59
setiap anggota Polri terhadap profesinya, etika kelembagaan adalah sebuah wujud kepatuhan setiap anggota Polri kepada institusi/ lembaga sebagai wadah pengabdiannya, sedangkan etika kemandirian adalah sikap moral setiap anggota Polri dan institusinya untuk senantiasa berlaku netral, tidak terpengaruh terhadap kepentingan politik dan golongan didalam melaksanakan tugasnya.
32. Pemaknaan Baru Catur Prasetya. a. Pemaknaan Baru Catur Prasetya disahkan dengan keputusan KAPOLRI No.Pol: Kep/39/VII/2004 tanggal 1 Juli 2004. Catur Prasetya. Sebagai insan Bhayangkara, kehormatan saya adalah berkorban demi masyarakat, bangsa dan Negara 1) Meniadakan segala bentuk gangguan keamanan. 2) Menjaga keselamatan jiwa, harta benda dan hak asasi manusia. 3) Menjamin kepastian berdasarkan hukum. 4) Memelihara perasaan tentram dan damai. b.
Dasar Pemikiran. 1) Setelah diadakan penelitian maka istilah Catur Prasetya yang lahir dari amanat Presiden Soekarno tanggal 17 Juni 1956 adalah empat sifat Gajah mada yang berasal dari tulisan Mpu Prapanca yang melukiskan kebesaran Gajah Mada sebagai Maha Patih Majapahit dalam bukunya Nagara Kertagama.
60 I Etika Profesi Polri
c.
d.
2) Sebagaimana Tri Brata sifat Catur Prasetya yang ditulis dalam bahasa sansekerta mengundang banyak pertanyaan termasuk pengertiannya dalam bahasa Indonesia yang selama ini dapat menimbulkan banyak makna dan interpretasi. 3) Tanpa mengurangi makna dari naskah aslinya disusunlah perumusan dan pemaknaan baru dari Catur Prasetya yang sarat dengan nilai-nilai filosofi tapi mudah dimengerti dan dapat diimplementasikan. Landasan Filosofi. 1) Paradigma baru Polri terwujudnya polisi sipil yang dapat menciptakan rasa aman, keselamatan, kepastian, dan kedamaian lahir batin. 2) Pemaknaan Baru Catur Prasetya merupakan suatu rangkaian dari pemaknaan baru Tri Brata sebagai dasar filosofis Polri. Sebagai sumber semangat pengorbanan dan kehormatan yang merupakan panggilan nurani sebagai insan Bhayangkara dalam melaksanakan tujuannya, selaku alat Negara penegak hukum yang mampu memberikan pengayoman, perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat. 3) Catur Prasetya sebagai prinsip-prinsip moral etis Polri berdiri sejajar dengan Tri Brata. 4) Sebagai insan Bhayangkara anggota Polri secara moral terpanggil dan berkewajiban mengabdi kepada masyarakat, bangsa dan negara sepanjang hidupnya. Kandungan Makna. 1) Meniadakan segala bentuk gangguan keamanan, bermakna, “Setiap insan Bhayangkara terpanggil untuk: a) Menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; Etika Profesi Polri
I 61
b) Bersama-sama dengan masyarakat meningkatkan daya cegah dan daya penanggulangan gangguan kamtibmas; c) Senantiasa berperan secara aktif dalam menanggulangi setiap permasalahan yang timbul dalam kehidupan masyarakat, dan d) Membangun kemitraan dengan pengemban fungsi keamanan lainnya dalam rangka menjaga dan memelihara kewibawaan Pemerintah Republik Indonesia.” 2) Menjaga keselamatan jiwa raga, harta benda dan Hak Asasi Manusia, bermakna “Setiap insan Bhayangkara terpanggil untuk: a) Melindungi masyarakat dari setiap gangguan dan ancaman; b) Menjamin kelancaran aktivitas masyarakat seharihari; c) Memberikan pengayoman, perlindungan dan pelayanan secara optimal kepada masyarakat, dan d) Menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan”. 3) Menjamin kepastian berdasarkan hukum, bermakna “Setiap insan Bhayangkara terpanggil untuk: a) Menjunjung tinggi dan menjamin tegaknya supremasi hukum; b) Memberikan ketauladanan kepada masyarakat dalam mematuhi dan mentaati hukum; c) Memahami dan menghormati norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dan dijunjung tinggi dalam kehidupan masyarakat, dan
62 I Etika Profesi Polri
d) Melaksanakan asas-asas pertanggung jawaban publik dan keterbukaan, serta menghormati hak asasi manusia dan persamaan di hadapan hukum bagi setiap warga masyarakat”. 4) Memelihara perasaan tentram dan damai, bermakna. “Setiap insan Bhayangkara terpanggil untuk: a) Meniadakan segala bentuk kekhawatiran, keresahan, ketakutan, dan ketidaknyamanan dalam kehidupan masyarakat; b) Bekerja sama dengan masyarakat dalam upaya menjaga lingkungan masing-masing dari segala bentuk gangguan; c) Membangun kerjasama dengan mitra kamtibmas dalam rangka terciptanya perasaan tentram dan damai, dan d) Berperan sebagai pemelihara kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”.
33. Hubungan Tri Brata, Catur Prasetya dengan Pemaknaan Baru Tri Brata dan Pemaknaan Baru Catur Prasetya. a. Dasar pemikiran di buat Pemaknaan Baru Tri Brata dan Pemaknaan Baru Catur Prasetya agar makna-makna yang terkandung dalam Tri Brata dan Catur Prasetya dapat langsung dilaksanakan tanpa meninggalkan makna-makna Tri Brata dan makna-makna Catur Prasetya yang sudah dikenal selama ini . b. Brata pertama dari Tri Brata, Rastra Sewakottama : Polisi adalah Abdi Utama daripada Nusa dan Bangsa tercantum pada Panji-Panji Polri dan Bhakti, Dharma, Waspada tercantum pada Pataka PTIK. Etika Profesi Polri
I 63
c.
Dengan demikian Pemaknaan Baru Tri Brata dan Pemaknaan Baru Catur Prasetya tidak mengapuskan nilainilai yang terkandung pada Tri Brata dan nilai-nilai yang terkandung pada Catur Prasetya.
34. Sumpah atau Janji. a. Pasal 22 ayat (1) UU No. 2 tahun 2002 tentang Polri. Sebelum diangkat sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, seorang calon anggota yang telah lulus pendidikan pembentukan wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agama dan kepercayaannya itu. b.
Pasal 23 UU No. 2 tahun 2002 tentang Polri. Lafal sumpah atau janji sebagaimana diatur dalam pasal 22 adalah sebagai berikut: “Demi Allah, saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk diangkat menjadi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Tri Brata, Catur Prasetya, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah yang sah; Bahwa saya, akan menaati segala peraturan perundangundangan yang berlaku dan melaksanakan kedinasan di Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab; Bahwa saya akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan martabat anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa, dan
64 I Etika Profesi Polri
Negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan; Bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan; Bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak akan menerima pemberian berupa hadiah dan/atau janji-janji langsung maupun tidak langsung yang ada kaitannya dengan pekerjaan saya.”
35. Etika Profesi sebagai Etika Kewajiban, Etika Keutamaan dan Etos Kerja. a. Etika kewajiban menilai benar salahnya prilaku kita dengan berpegang pada norma dan prinsip moral saja. Etika kewajiban ingin menjawab “apa yang seharusnya saya perbuat? (what should I do?)”. Untuk itu maka etika profesi Tri Brata, Catur Prasetya dan Kode Etik Profesi dipakai sebagai penyaring untuk mengambil tindakan dalam menghadapi suatu kasus dilapangan. Outputnya adalah perbuatan anggota Polri yang baik. b. Etika keutamaan, untuk menjawab pertanyaan “menjadi macam anggota Polri apa seharusnya saya ini?”. Dalam hal ini Etika Profesi Polri Tri Brata, Catur Prasetya, Kode Etik Profesi Polri dijadikan sifat keutamaan yang merupakan kecendrungan tetap sikap, perilakunya sebagai anggota Polri. Outputnya adalah anggota polri yang baik. c. Etos Kerja, untuk menjawab pertanyaan “menjadi macam profesi bagaimana seharusnya Polri ini?”. Dalam hal ini Etika Profesi Polri: Tri Brata, Catur Prasetya dan Kode Etik Profesi Polri diwujudkan sebagai sifat/tingkah laku yang Etika Profesi Polri
I 65
baik yang menjadi identitas/karakteristik/ jati diri / Ciri khas Polri sebagai kesatuan. Outputnya Kesatuan menjadi profesi yang dipercaya dan dicintai masyarakat.
66 I Etika Profesi Polri
III
KODE ETIK PROFESI POLRI 1.
Dalam bukunya Ethics in Police Service, Don. L. Koohen, menyatakan bahwa kode etik kepolisian itu tidak mungkin dirumuskan secara universal semua dan berlaku sepanjang masa. Maka selalu saja rumusannya akan selalu berbeda satu dengan yang lain. Ada yang dirumuskan umum pendek, ada yang aturan biasa. Namun ditegaskan olehnya bahwa kode etik yang baik itu harus mencakup tujuan-tujuan pokok penegakan hukum yang meliputi: (John L. Sullivan, Pengantar Ilmu Kepolisian, Pusat pengembangan Ilmu dan Teknologi Kepolisian PTIK, 1992, hal 203) a. Mengangkat kedudukan profesi kepolisian dalam pandangan masyarakat dan membuat kepercayaan masyarakat pada kepolisiannya. b. Mendorong polisi agar lebih bertanggung jawab. c. Mengembangkan dan memelihara dukungan dan kerjasama dari masyarakat pada tugas-tugas kepolisian. d. Menggalang suasana kebersamaan intern kepolisian untuk menciptakan pelayanan yang baik bagi masyarakat. e. Menciptakan kerjasama dan koordinasi yang harmonis dengan sesama aparat pemerintah agar mencapai keuntungan bersama (sinergi). f. Menempatkan pelaksanaan tugas Polri sebagai profesi terhormat dan memandangnya sebagai sarana berharga dan yang terbaik untuk mengabdi kepada masyarakat. Etika Profesi Polri
I 67
2.
3.
Pedoman Lanjutan Tri Brata. a. Pada rapat Kepala Kepolisian Komisariat seluruh Indonesia di Bandung dari tanggal 5 s/d 7 Mei 1958 disahkan suatu rumusan tentang Pedoman Lanjutan Tri Brata, dimana Tri Brata dijabarkan menjadi 15 butir (tiap-tiap butir dijabarkan menjadi 5 butir). Dikatakan Pedoman Lanjutan, karena berisi asas-asas yang lebih terperinci tapi belum merupakan norma-norma yang dapat diterapkan secara konkrit. b. Pertimbangan diambil keputusan ini, karena disadari bahwa dilihat dari pelaksanaannya Tri Brata dalam praktek kepolisian sehari hari adalah sangat umum sifatnya, sehingga perlu untuk mengadakan perincian lebih lanjut dari masing-masing Brata tersebut. Pada hakekatnya Pedoman Lanjutan Tri Brata itu adalah embrio dari kode etik profesi Polri.
Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Kapolri No. Pol. Skep/213/VII/1985 tanggal 1 Juli 1985. a. Didahului dengan sarasehan Etik Profesi Polri di PTIK pada tanggal 6 Juni 1985, dimana tanggapan-tanggapan pada intinya antara lain perlu penjabaran kode etik bagi pelaksanaan tugas Polri secara konkrit, tepat serta praktis serta mudah dilaksanakan oleh Polri. b. Pertimbangan-pertimbangan diambil keputusan ini 1) Bahwa Tri Brata sebagai falsafah Kepolisian Negara Republik Indonesia perlu dijabarkan dalam pedoman moral pelaksanaan tugas setiap anggota Polri dalam wujud Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dikristalisasikan dari nilai-nilai luhur yang
68 I Etika Profesi Polri
c.
d.
e. 4.
terkandung dalam Pancasila, Tri Brata dan Catur Prasetya. 2) Bahwa Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai pedoman moral pelaksanaan tugas anggota Polri perlu disusun dengan kalimat padat, ringkas, dan bahasa sederhana, sehingga mudah diterima dan dilaksanakan oleh setiap anggota Polri dari pangkat yang tertinggi sampai dengan pangkat yang terendah serta dijabarkan secara terperinci dalam butir-butir pengamalannya. Substansi dari Kode Etik Polri mencakup 17 butir pengamalan Kode Etik Polri. 1) Setiap anggota Polri insan Rastra Sewakottama mencakup 5 butir pengamalan. 2) Setiap anggota Polri insan Nagara Yanottama mencakup 6 butir pengamalan. 3) Setiap anggota Polri insan Yana Anucacana Dharma mencakup 6 butir pengamalan. Selanjutnya dikeluarkan Surat Keputusan Dir. Dik. Polri No.Pol Skep /0S/III/1986 tanggal 24 Januari 1986 tentang Penggunaan Buku Pokok Penjelasan dan Pola Pelembagaan Kode Etik Polri sebagai bahan ajaran di Lembaga-lembaga pendidikan Polri. Para siswa yang menyelesaikan pendidikannya di Lemdik Polri pada akhir pendidikan mengucapkan ikrar Kode Etik Polri pada tengah malam pukul 24.00.
Kode Etik Profesi Polri berdasarkan Keputusan Kapolri No. Pol Kep/05/III/2001 tanggal 7 Maret 2001. a. Keputusan Kapolri ini sebagai realisasi dari pasal 23 UU No 28 tahun 1997 tentang Polri. Pasal 23 (1) Sikap dan perilaku Etika Profesi Polri
I 69
b.
5.
Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat pada kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 23 (2) kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia ditetapkan oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Dikeluarkan Buku Petunjuk administrasi komisi kode etik Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan Keputusan Kapolri No.Pol Kep/04/III/2001 tanggal 7 Maret 2001.
Kode Etik Profesi Polri berdasarkan keputusan Kapolri No.Pol Kep/32/VII/2003 tanggal 1 Juli 2003. a. Kode Etik Profesi ini dikeluarkan sesuai amanat pasal 34 UU No. 2 tahun 2002 tentang Polri. 1) Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat pada kode etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2) Ketentuan mengenai kode etik Kepolian Negara Republik Indonesia diatur dengan Keputusan Kapolri. b. Guna mengatur lebih lanjut tentang Tata Cara Sidang Komisi Kode Etik Polri dikeluarkan Keputusan Kapolri No. Pol. Kep/33/VII/2003 tanggal 1 Juli 2003. c. Substansi yang diatur dalam Kode Etik Profesi Polri berdasarkan Keputusan Kapolri No. Pol Kep/32/VII/2003 meliputi: 1) Kode Etik profesi Polri ini merupakan kristalisasi nilainilai yang terkandung dalam Tri Brata dan Catur Prasetya yang dilandasi dan dijiwai Pancasila serta mencerminkan jati diri setiap anggota Polri dalam wujud komitmen moral yang meliputi etika pengabdian, kelembagaan dan kenegaraan.
70 I Etika Profesi Polri
2) Etika pengabdian merupakan komitmen moral setiap anggota Polri terhadap profesinya sebagai pemelihara kamtibmas, penegak hukum serta pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat yang termuat dalam 7 pasal yaitu pasal 1 s/d pasal 7. a) Pasal 1 perilaku sikap pengabdian selaku anggota Polri yang senantiasa bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa. b) Pasal 2. Perilaku anggota Polri dalam berbakti kepada nusa dan bangsa sebagai wujud pengabdian tertinggi. c) Pasal 3 sikap anggota Polri dalam melaksanakan tugas memelihara keamanan dan ketertiban umum. d) Pasal 4 sikap perilaku anggota Polri dalam melaksanakan tugas menegakan hukum. e) Pasal 5 perilaku anggota Polri dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. f) Pasal 6 ayat (1) anggota Polri menggunakan kewenangannya senantiasa berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan dan nilai-nilai kemanusiaan. Pasal 6 ayat (2) memegang teguh rahasia jabatan. g) Pasal 7 perilaku anggota Polri untuk senantiasa menghindarkan diri dari perbuatan tercela yang dapat merusak kehormatan profesi dan organisasi. 3) Etika kelembagaan merupakan komitmen moral setiap anggota Polri terhadap institusi yang menjadi wadah pengabdian dan pantas dijunjung tinggi sebagai ikrar lahir batin dari semua insan Bhayangkara dengan Etika Profesi Polri
I 71
segala martabat dan kehormatannya, terdiri dari pasal 8 s/d pasal 12. a) Pasal 8 menempatkan kepentingan organisasi diatas kepentingan pribadi. b) Pasal 9 setiap anggota Polri memegang teguh garis komando, perintah tidak boleh bertentangan dengan norma hukum, dibenarkan menolak perintah atasan yang melanggar norma hukum, tidak boleh melampaui batas kewenangan, bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas, tidak terpengaruh pihak lain dalam pelaksanaan tugas. c) Pasal 10. Sifat-sifat kepemimpinan, keteladanan, keadilan, dan kearifan. d) Pasal 11. Menjaga kehormatan melalui penampilan seragam. e) Pasal 12. Senantiasa menampilkan rasa setia kawan. 4) Etika kenegaraan merupakan komitmen moral setiap anggota Polri dan institusi bersikap netral, mandiri dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik, golongan dalam rangka menjaga tegaknya hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari 4 pasal yaitu pasal 13 s/d pasal 16. a) Pasal 13 selalu siap sedia menjaga keutuhan wilayah hukum NKRI. b) Pasal 14 bersikap netral. c) Pasal 15 berpegang teguh menjaga konstitusi. d) Pasal 16 menjaga keamanan Presiden dan menjalankan segala kebijakan sesuai jiwa konstitusi, maupun hukum positif.
72 I Etika Profesi Polri
6.
Keputusan Kapolri No. Pol: Kep/ 33/VII 2003 tentang Cara Sidang Komisi Kode Etik Polri. a. Keputusan Kapolri ini merupakan realisasi dari amanat pasal 35 ayat (1) UU No. 2 tahun 2002 tentang Polri. Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Polri oleh Pejabat Polri diselesaikan oleh Komisi Kode Etik Polri. b. Tugas Komisi Kode Etik Polri diatur dalam pasal 4 ayat (1) komisi kode etik Polri bertugas menyelenggarakan sidang untuk 1) Memeriksa apakah pelangaran kode etik profesi yang dilakukan anggota Polri telah terjadi atau tidak. 2) Menyatakan terperiksa tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik profesi Polri, jika dalam pemeriksaan tidak cukup bukti. 3) Memberikan sanksi moral sebagaimana diatur dalam pasal 37 kode etik profesi Polri, jika terperiksa terbukti melakukan pelanggaran kode etik profesi Polri. 4) Wewenang Komisi Kode Etik diatur dalam pasal 4 ayat (2) antara lain memanggil dan memeriksa terperiksa dan saksi-saksi. 5) Pasal 5 diatur wewenang komisi kode etik Polri sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya. a) Pasal 5 ayat (1) melaksanakan sidang komisi kode etik profesi Polri sebagaimana diatur dalam pasal 12, 13, dan 14 PP No: 1 tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri. b) Pasal 5 ayat (2) melaksanakan sidang komisi kode etik profesi Polri sebagaimana diatur dalam pasal 13 PP No 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri. Etika Profesi Polri
I 73
7.
8.
Kode Etik Polri berdasarkan Peraturan Kapolri No. 7 tahun 2006. a. Etika profesi Polri adalah kristalisasi nilai-nilai Tri Brata yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri setiap anggota polri dalam wujud yang meliputi etika kepribadian, kenegaraan, kelembagaan dan hubungan dengan masyarakat. b. Etika kepribadian adalah nilai moral anggota Polri terhadap profesinya didasarkan pada panggilan ibadah sebagai umat beragama diatur dalam pasal 3. c. Etika kenegaraan adalah sikap moral anggota polri yang menjunjung tinggi landasan ideologis dan konstitusional Negara RI serta Pancasila dan UUD 1945 diatur dalam pasal 4. d. Etika kelembagaan adalah sikap moral anggota Polri terhadap institusinya yang patut dijunjung tinggi sebagai ikrar lahir batin dari semua insan Bhayangkara dengan segala martabat dan kehormatannya diatur dalam pasal 5, 6, 7, 8 dan 9. e. Etika dalam hubungan dengan masyarakat adalah sikap moral anggota Polri yang senantiasa memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat diatur dalam pasal 10. f. Pemeriksaan atas pelanggaran kode etik profesi Polri dilakukan oleh Komisi Kode Etik Polri. (pasal 14). g. Tata cara sidang Komisi Kode Etik Polri diatur dalam Peraturan Kapolri No 8 tahun 2006. Peraturan Kapolri No 14 tahun 2011 tanggal 1 Oktober 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri. a. Tujuan KEPP
74 I Etika Profesi Polri
b.
c.
1) Menerapkan nilai-nilai Tri Brata dan Catur Prasetya dalam pelaksanaan tugas dan wewenang umum Kepolisian. 2) Memantapkan profesionalisme, integritas, dan akuntabilitas anggota Polri. 3) Menyamakan pola pikir, sikap, dan tindakan anggota Polri. 4) Menerapkan standar profesi dalam pelaksanan tugas Polri, dan 5) Memuliakan profesi Polri dengan penegakan KEPP. Ruang Lingkup KEPP 1) Etika Kenegaraan. 2) Etika Kelembagaan. 3) Etika Kemasyarakatan. 4) Etika Kepribadian. Materi Muatan KEPP 1) Etika Kenegaraan memuat pedoman berperilaku Anggota Polri dalam hubungan: a) Tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. b) Pancasila. c) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. d) Kebhinekatunggalikaan. 2) Etika Kelembagaan memuat pedoman berperilaku Anggota Polri dalam hubungan: a) Tri Brata sebagai pedoman hidup. b) Catur Prasetya sebagai pedoman kerja. c) Sumpah/janji Anggota polri. d) Sumpah/janji jabatan dan e) Sepuluh komitmen moral dan perubahan pola pikir (mindset). Etika Profesi Polri
I 75
d.
3) Etika Kemasyarakatan memuat pedoman berperilaku Anggota Polri dalam hubungan a) Pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). b) Penegakan hukum. c) Pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat, dan d) Kearifan lokal antara lain: gotong royong, kesetiakawanan dan toleransi. 4) Etika Kepribadian memuat pedoman berperilaku anggota Polri dalam hubungan a) Kehidupan beragama. b) Kepatuhan dan ketaatan terhadap hukum. c) Sopan santun dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kewajiban. 1) Kewajiban dalam Etika Kenegaraan (Pasal 6 memuat 8 butir kewajiban) 2) Kewajiban dalam Etika Kelembagaan. Pasal 7 memuat a) 15 butir kewajiban sebagai anggota Polri. b) 3 butir kewajiban sebagai atasan. c) 4 butir kewajiban sebagai bawahan. d) 5 butir kewajiban sesama anggota Polri.
Pasal 8 memuat setiap anggota Polri wajib mendahulukan peran, tugas, wewenang dan tanggung jawab.
Pasal 9. Memuat kewajiban penyidik/penyelidik melaksanakan penyidikan / penyelidikan, menyelesaikan tugasnya serta melaporkan hasilnya kepada atasannya.
76 I Etika Profesi Polri
e.
3) Kewajiban dalam Etika Kemasyarakatan, Pasal 10 memuat 6 butir kewajiban. 4) Kewajiban dalam Etika Kepribadian, Pasal 11 memuat 5 butir kewajiban. Larangan. 1) Larangan dalam Etika Kenegaraan, Pasal 12 memuat 5 butir larangan. 2) Larangan dalam Etika Kelembagaan, Pasal 13 memuat: a) 7 butir larangan sebagai anggota Polri b) 2 butir larangan sebagai atasan. c) 2 butir larangan sebagai bawahan. d) 5 butir larangan sesama anggota Polri. Pasal 14 memuat 13 larangan bagi anggota dalam penegakan hukum sebagai penyelidik/penyidik.
f. g. h.
i.
3) Larangan dalam Etika Kemasyarakatan, Pasal 15 memuat 8 butir larangan. 4) Larangan dalam Etika Kepribadian, Pasal 16 memuat 4 butir larangan. Kelembagaan Penegakan KEPP pasal 17. 1) Subyek pelaksana KEPP. 2) Proses pelaksanaan penegakan KEPP. Pasal 18, Terduga dapat didampingi Pendamping. Pasal 19, Sidang KKEPP dilakukan terhadap pelangaran 1) KEPP sebagaimana diatur dalam Perkap. 2) Pasal 12, pasal 13, dan pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri , dan 3) Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri. Pasal 21 sanksi terhadap Pelanggar KEPP. Etika Profesi Polri
I 77
j.
k. l. 9.
1) Jenis Sanksi. 2) Sanksi administratif berupa rekomendasi. 3) Sanksi PTDH dikenakan kepada Pelanggar KEPP yang meliputi 9 jenis Pelanggaran KEPP sebagaimana diatur pada pasal 21 ayat (3) huruf a sampai dengan huruf i Pasal 22 Sanksi administratif berupa rekomendasi PTDH dikenakan melalui Sidang KEPP. Pasal 26. (1) Terhadap Terduga Pelanggar KEPP yang diancam dengan sanksi administrative berupa rekomendasi putusan PTDH diberi kesempatan untuk mengajukan pengunduran diri. Pasal 28 ayat (2) Penjatuhan sanksi KEPP tidak menghapuskan tuntutan pidana dan/atau perdata.
Peraturan Kapolri No. 19 tahun 2012 tanggal 4 September 2012 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia. a. Perkap No 14 tahun 2011 merupakan Peraturan Etika Profesi Polri secara materiil sedangkan Perkap No. 14 tahun 2012 merupakan Peraturan Etika Polri secara formal (peraturan acaranya.) b. Tujuan peraturan ini 1) Sebagai pedoman dalam proses penegakan pelanggaran KEPP. 2) Terselenggaranya tertib administrasi dalam proses penegakan pelanggaran KEPP. 3) Terselenggaranya proses penegakan KEPP secara obyektif, jujur, adil, transparan dan akuntabel. 4) Terwujudnya kepastian hukum terhadap penanganan pelanggaran KEPP, dan
78 I Etika Profesi Polri
c.
5) Terakomodasi hak-hak Terduga Pelanggar/Pelanggar dalam proses penegakan KEPP. Untuk memperjelas dan memudahkan pemahaman tentang materi Perkap ini, maka dikemukakan slide yang bersumber dari Kuliah Kombes Pol Drs. H. Irianto, SH, MH pada tanggal 29 September 2016 kepada Mahasiswa STIK-PTIK Angkatan 69. 1) Alur Penegakan KEPP. 2) Tahapan Penegakan KEPP 3) Penegakan Pelanggaran Disiplin dan KEPP dalam perspektif KKEP. 4) Mekanisme Gelar Perkara Dugaan Pelanggaran KEPP. 5) Perbedaan mendasar Peraturan Disiplin Polri dan Kode Etik Polri.
Etika Profesi Polri
I 79
ALUR PENEGAKAN KEPP
AKREDITOR AUDIT INVESTIGASI
BUKAN GAR KEPP
LAK SIDANG ADA DUGAAN GAR KEPP
DIREKTIF PIM
LP-A
HSL LID PMNAL
KKEP
AI DIHENTIKAN
PUTUSAN
SPRIN RIKSA DITUTUP NON ADMTRATIF
ADMTRATIF
BANDING
TERIMA PUTUSAN
USUL TUK KOM BDG SET KKEP
TRBNTUK KKEP
LP-B LAP/DUMAS LP-A
GELAR AI
RIKSA SAKSI, AHLI, TRDUGA GAR & BB AKREDITOR
SUMBER PENGADUAN
SERAH SKEP KKEP SET KKEP
BNTUK KKEP BERKAS GAR KEPP/LIMPAH AKREDITOR
AJUKAN REKOM SET KKEP
PJB TUK KKEP KEP REKOM USUL KKEP
PJBT PMBNTUK KKEP
SET KKEP PENGADMINIS TRASIAN
SARKUM
SET KKEP
DIVKUM
WABROF PROPAM
AJUKAN TAP PH
TERBENTUK KOMISI BANDING LAKS SID BANDING PUTUSAN: DITERIMA/ DITOLAK
SET PROSES TAP PH SDM
PELANGGAR ATASAN GAR FUNGSI WAS/ REHAB, KUM
*)Sumber: Slide Presentasi Kombes Pol Drs. H. Irianto, SH, MH pada tanggal 29 September 2016 kepada Mahasiswa STIK-PTIK Angkatan 69
80 I Etika Profesi Polri
FINAL
TAHAPAN PENEGAKAN KEPP PROFESIONAL, PROPORSIONAL, TRANSPARAN & AKUNTABEL
Riksa
Pendahuluan
Sidang KKEP
KEADILAN, KEPASTIAN HUKUM & KEMANFAATAN HUKUM
Sidang Komisi Banding
Tap adm Penj. hukuman
Was laks putusan
Rehab pers
REN AI
a. Nota wawancara saksi, ahli, terduga Pelanggar; b. Cari, kumpulkan dokumen & bukti elektronik; c. Datangi tempat2 yg berhubung dgn gar KEPP.
Riksa
REN Riksa
a. BAP saksi, ahli, terduga Pelanggar; b. Cari, kumpulkan dokumen & bukti elektronik; c. Penanganan BB.
Pemberkasan
Sun Berkas
Berkas Perkara Kode Etik Polri
AI
*)Sumber: Slide Presentasi Kombes Pol Drs. H. Irianto, SH, MH pada tanggal 29 September 2016 kepada Mahasiswa STIK-PTIK Angkatan 69
Etika Profesi Polri
I 81
Penegakan Pelanggaran Disiplin dan KEPP dalam perspektif KKEP
Norma2 Hukum Gak Gar KEPP yang diatur dalam Perkap 19/2012
TERKAIT DGN GAR PERKAP 14/2011
PSL 6 S.D. 11 PERKAP THN 2011 TENTANG KEWAJIBAN PSL 12 S.D. 16 PERKAP 14 THN 2011 TENTANG LARANGAN
TERKAIT GAR PSL PP 1/2003
PSL 12 al: ayat (1) b “berikan ket palsu dan/atau tdk benar saaat daftar sbg calon anggota Polri” PSL 13 al: ayat (1) “Anggota Polri dpt diberhentikan tdk hormat dari dinas Polri krn gar sumpah/janji jab, dan/atau KEPP” PSL 14 al: ayat (1) a”tinggalkan tugasnya scr tdk sah dlm wkt lbh dari 30 (tiga puluh) hari kerja scr berturut2”
TERKAIT GAR PSL 13 PP 2/2003
Anggota Polri yg dijatuhi kum-plin lbh dari 3 (tiga) kali & dianggap tdk patut lagi dipertahankan statusnya sbg anggt Polri, dpt diberhentikan dgn hormat atau tdk dgn hormat dari dinas Polri melalui siding KKEP
*)Sumber: Slide Presentasi Kombes Pol Drs. H. Irianto, SH, MH pada tanggal 29 September 2016 kepada Mahasiswa STIK-PTIK Angkatan 69
82 I Etika Profesi Polri
MEKANISME GELAR PERKARA DUGAAN PELANGGARAN KEPP
• LAP / DUMAS • DIREKTIF PIMP • HSL DIK PAMINAL
PELAKS AI/RIKSA TATA CARA GP
PESERTA GP • • • •
FUNGSI IT WAS FUNGSI SDM FUNGSI PROPAM FUNGSI TERKAIT
GELAR PERKARA
BUAT UND GP BUAT RISALAH GP PAPARAN HSL AI TANGGAPAN PSERTA GP • KESIMPULAN • REKOMENDASI • • • •
DITEMUKAN DUG GAR KEPP
TDK DITEMUKAN DUG GAR
RIKSA BERKAS & SP2HP-2
TERBIT SP4 & SP2HP-2
*)Sumber: Slide Presentasi Kombes Pol Drs. H. Irianto, SH, MH pada tanggal 29 September 2016 kepada Mahasiswa STIK-PTIK Angkatan 69
Etika Profesi Polri
I 83
Perbedaan mendasar Peraturan Disiplin Polri dan Kode Etik Polri NO
ASPEK
1
MANDAT HUKUM
2
DASAR HUKUM MATERIIL
3
DASAR HUKUM FORMIL
4
5
6
DISIPLIN
KODE ETIK
PPRI NO 2 THN 2003 TTG PERAT DISIPLIN ANGGOTA POLRI
PSL 31 S.D. 35 UU NO 2 THN 2002 TTG POLRI
• PPRI NO 1 THN 2003 TTG PEMBERHENTIAN ANGGOTA POLRI • PPRI NO 2 THN 2003 TTG PERAT DISIPLIN ANGGOTA POLRI
PERKAP NO 14 THN 2011 TTG KEPP
• KEP/42/IX/2004 TGL 30 SEPT 2004 TTG ATASAN YG BERHAK MENJATUHKAN HUKUMAN DISIPLIN • KEP/43/IX/2004 TGL 30 SEPT 2004 TTG TATA CARA PENYELESAIAN PELANGGARAN DISIPLIN ANGGOTA POLRI; • KEP/44/IX/2004 TGL 30 SEPT 2004 TTG TATA CARA SIDANG DISIPLIN BAGI ANGGOTA POLRI
PERKAP NO 19 THN 2012 TTG SOTK KKEP
MEKANISME SIDANG
SIDANG DISIPLIN
LEMBAGA SIDANG
ATASAN YG BERHAK MENGHUKUM (ANKUM)
SIDANG KOMISI KODE ETIK POLRI
PELAKSANA GAK KUM
PEMERIKSA
84 I Etika Profesi Polri
KOMISI KODE ETIK PROFESI POLRI & KOMISI BANDING AKREDITOR
7
RUANG LINGKUP
• KEHIDUPAN BERNEGARA & BERMASYARAKAT • PELAKS TUGAS POLRI
• •
PENERAPAN PASAL PELANGGARAN
• KEWAJIBAN TERDAPAT DLM PSL 3 & 4 PP NO 2 THN 2003 • LARANGAN TERDAPAT DLM PSL 5 & 6 PP NO 2 THN 2003
•
PELAKU PELANGGARAN HUKUM SBLM INCRAHT
TERPERIKSA
TERDUGA PELANGGAR
PELAKU PELANGGARAN HUKUM SETELAH INCRAHT
TERHUKUM
PELANGGAR
SANKSI HUKUMAN
TERDAPAT DLM PASAL 7 S.D. 13 PP NO 2 THN 2003
12
BENTUK SANKSI
• TINDAKAN DISIPLIN • HUKUMAN DISIPLIN
TERDAPAT DLM PSL 21 PERKAP NO 14 TAHUN 2011
13
UPAYA HUKUM
TIDAK MENGENAL UPAYA BANDING
8
9
10
11
• •
•
ETIKA KENEGARAAN ETIKA KELEMBAGAAN ETIKA KEMASYARKATAN ETIKA KEPRIBADIAN KEWAJIBAN TERDAPAT DLM PSL 6 S.D. 11 PERKAP NO 14 THN 2011 LARANGAN TERDAPT DLM PSL 12 S.D. 16 PERKAP NO 14 THN 2011
• SANKSI ADMINISTRATIF • SANKSI ETIKA PROFESI
DIBERLAKUKAN UPAYA BANDING
*)Sumber: Slide Presentasi Kombes Pol Drs. H. Irianto, SH, MH pada tanggal 29 September 2016 kepada Mahasiswa STIK-PTIK Angkatan 69
Etika Profesi Polri
I 85
10. Komitmen Bersama Anggota Polri sebagai Pelayan Prima yang anti KKN & Anti Kekerasan. KOMITMEN BERSAMA Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sebagai Pelayan Prima Yang anti KKN & Anti Kekerasan
Dengan dilandasi ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Berpedoman pada Nilai-nilai Tri Brata dan Catur Prasetya. Menyatakan Komitmen Bersama 1) Dengan penuh kesadaran dan kesungguhan hati, melaksanakan tugas kepolisian yang anti Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme dan anti kekerasan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. 2) Menampilkan kepemimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertanggung jawab, dengan penuh ketauladanan, menjamin kualitas kinerja anggota dan institusi, menjadi konsultan yang solutif bagi bawahan dan masyarakat. 3) Selalu berada di depan dalam melaksanakan pemolisian preemtif, preventif, dan penegakan hukum yang bertanggung jawab serta mengendalikan anggota untuk tidak melakukan kekerasan. 4) Mengakomodasi hak dan kewajiban bawahan, untuk berani menyampaikan penolakan terhadap perintah atasan yang bertentangan dengan norma dan ketentuan yang berlaku.
86 I Etika Profesi Polri
5) Dalam mengimplementasikan transparansi dan akuntabilitas, selalu melibatkan peran pengawas eksternal independen sebagai konsultan maupun pengawas independen. 6) Melaksanakan pemolisian dengan mengedepankan peran, tugas, kewajiban dan tanggung jawab dari pada status, hak dan kewenangan, serta menghindari kepentingan pribadi. 7) Melaksanakan standar pelayanan prima dan mengakomodasi semua komplain masyarakat mulai dari satuan Polri terdepan secara berjenjang dan seketika. 8) Mengedepankan Kepolisian Sektor sebagai satuan pelayanan terdepan yang kuat, dengan memberikan dukungan penuh kepada kepala satuan berupa personil, sarana prasana dan anggaran. 9) Mewujudkan transparansi dan akuntabilitas, soliditas kesatuan, menghilangkan arogansi dan hak prerogatif, mengakomodasi keluhan, tuntutan serta penolakan bawahan dengan penuh empati. 10) Mengoptimalkan strategi pemolisian komunitas, dalam upaya penyelesaian masalah sosial dalam masyarakat dengan menggunakan pendekatan social justice, yang didukung dengan legitimasi.
11. Perubahan etika profesi Polri. a. Dengan demikian suatu kode etik tidak statis, dia dapat berubah dan disesuaikan dengan perkembangan situasi, tetapi perubahan itu harus tetap menjamin terpenuhinya tolok ukur suatu kode etik yang baik.
Etika Profesi Polri
I 87
b.
Dari fakta sejarah Polri selama ini kita melihat perkembangan etika Polri/ Kode Etik Profesi Polri : 1) Tri Brata sejak awal dicanangkan sebagai Pedoman Hidup Polri, karena rumusannya masih sangat umum (bersifat sebagai asas), sehingga tidak dapat diterapkan seperti norma atau aturan jika dihadapkan kepada masalah-masalah konkrit di lapangan. 2) Penyederhanaan Tri Brata ke dalam ungkapan Bhakti, Dharma, Waspada juga tidak memudahkan menangkap dan menghayati maknanya, karena belum bersifat operasional. Walaupun sudah diadakan upaya-upaya merumuskan Pemaknaan Baru Tri Brata, selanjutnya dijabarkan menjadi butir-butir yang konkrit yang diharapkan dapat operasional seperti: pedoman lanjutan Tri Brata, Kode Etik Polri, Kode Etik Profesi Polri yang telah beberapa kali disempurnakan, namun secara jujur diakui belum membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan. Memang merubah aspek budaya tidaklah mudah, karena banyak faktor yang berpengaruh. Sejalan dengan itu pembinaan profesi harus dilaksanakan secara terencana, terus menerus/konsisten dan berlanjut. 3) Perlu senantiasa diadakan evaluasi menyangkut pemahaman, penghayatan dan implementasi Etika Profesi Polri oleh seluruh anggota Polri dalam upaya kita dapat mewujudkan Polri sebagai abdi utama nusa dan bangsa yang dipercaya dan dicintai masyarakat.
88 I Etika Profesi Polri
IV
IMPLEMENTASI ETIKA PROFESI POLRI 1.
Penyimpangan-penyimpangan. (Sumber Kuliah Kombes Pol Nurcholis, SIK. MSi pada tanggal 29 Pebruari 2016 pada Mahasiswa STIK-PTIK Angkatan 69). a. Perilaku menyimpang menurut Barker Thomas & Charter L. David (1973). Penyimpangan perilaku Polisi merupakan gambaran umum tentang kegiatan petugas polisi yang tidak sesuai dengan wewenang resmi petugas, wewenang organisasi, nilai dan standard perilaku sopan yang biasanya dilakukan bukan dikatakan. b. Faktor penyebab terjadinya penyimpangan. 1) Internal. a) Kelembagaan. (1) Kepemimpinan. (2) Belum sepenuhnya mandiri. (3) Kebudayaan aktual # dengan yang ideal. (4) Nilai-nilai hedonism. (5) Kewenangan + kekuasaan terpusat pada pimpinan tertinggi. b) Sistim. (1) Birokrasi yang feodal/patrimorial. (2) Hubungan atasan-bawahan (hubungan kedekatan personal) (3) Tidak ada job description + job analisisnya secara jelas. Etika Profesi Polri
I 89
c.
(4) Tidak ada standarisasi keberhasilan tugas. (5) Belum optimal sistim penilaian kinerja. (6) Tidak konsistennya sistim reward + punishment (7) Belum memedomani etika kerja. (8) Pembinaan SDM belum mengacu pada merit system. (9) Sistim pembinaan materiil dan logistik yang belum fokus sesuai kebutuhan. (10) Sistim anggaran yang belum sesuai dengan kebutuhan kerja. (11) Lemahnya sistim kontrol. (12) Perilaku pribadi yang menyimpang. (13) Nilai keagamaan & spiritual yang belum diimplementasikan dalam tugas. (14) Orientasi pada jabatan/kewenangan (15) Belum ada keteladanan yang baik. (16) Tidak ada budaya malu. 2) Eksternal a) Masyarakat dan kebudayaannya. b) Celah-celah dari Undang-undang. c) Kebijakan Politik Negara/Elit Negara. d) Pengaruh stake holder. Fakta-fakta bentuk penyimpangan yang terjadi. 1) Bidang Pembinaan. a) Sumber Daya manusia. b) Materiil/Logistik & anggaran. c) Profesi dan Pengamanan. d) Perencanaan dan Pengembangan. 2) Bidang operasional. a) Penegakan hukum.
90 I Etika Profesi Polri
d.
b) Pemeliharaan kamtibmas. c) Pelayanan masyarakat. Bidang operasional. 1) Menjebak pelanggar lalu lintas. 2) Penggelaran petugas yang kurang di lapangan saat jam rawan. 3) Pembiaran pelangaran yang mencolok 4) Proses penyelesaian barang bukti berupa kendaraan bermotor dipersulit harus dengan uang. 5) Penyitaan barang bukti berupa surat (SIM/STNK) namun tidak diberikan tilang. 6) Pengemudi angkutan yang melewati polisi lalu lintas harus setor, kalau tidak pengemudi akan dipersulit bila melewati pos polisi tersebut. 7) Razia kendaraan bermotor yang hanya dilakukan oleh 3-4 orang sehingga terkesan razia liar/razia yang tidak dapat dipertanggung jawabkan. 8) Melecehkan/mengacuhkan, bahkan menghilangkan saksi. 9) Menyiksa/menekan tersangka. 10) Menekan keluarga tersangka. 11) Memihak tersangka. 12) Menelantarkan dan memainkan perkara. 13) Penyalahgunaan wewenang. 14) Memanipulasi data perkara. 15) Melepaskan tersangka tanpa ada pemeriksaan. 16) Menjual/menggelapkan barang bukti. 17) Menghilangkan barang bukti. 18) Menggunakan barang bukti untuk kepentingan pribadi. 19) Minta imbalan untuk penangguhan atau penghentian penyidikan. Etika Profesi Polri
I 91
e.
f.
20) Mempermainkan pasal. 21) Mempermainkan status hukum seseorang (saksi menjadi tersangka). 22) Diskriminasi penanganan perkara. 23) Melakukan kekerasan dan menganiaya tersangka. Bidang Pemeliharaan kamtibmas. 1) Mengacuhkan laporan/pengaduan dan permintaan bantuan kepolisian. 2) Bersikap arogan dalam pelaksanaan tugas. 3) Tindakan menimbulkan antipati (ngebut, membahayakan warga, tidak pakai helm saat pakaian dinas, ranmor tidak lengkap), pemakaian gampol tidak semestinya. 4) Membentak/menyakiti warga. 5) Penyalahgunaan kewenangan dalam penanganan miras, mabuk, judi, narkoba. 6) Menjadi backing/pemain langsung usaha-usaha yang ilegal. 7) Pelaksanaan patroli yang tidak tepat waktu, sasaran dan tidak menyentuh masyarakat (masa bodoh dan acuh). 8) Petugas polisi yang bertugas di lapangan ada kecendrungan menghindar dari permasalahan/ cari aman. Bidang Pelayanan masyarakat. 1) Penerimaan laporan lambat. 2) Pengawalan pejabat secara berlebihan. 3) Komersialisasi tugas pengawalan. 4) Kurang responsif terhadap pengaduan masyarakat. 5) Sikap sebagai penguasa. 6) Tidak menjaga kebersihan markas.
92 I Etika Profesi Polri
2.
7) Minta imbalan atas pelayanan yang diberikan kepada pelapor. 8) Menyiksa tersangka yang diserahkan warga dan menganiaya tahanan.
Pertanggung jawaban. Siapa yang harus bertanggung jawab terhadap suatu kasus penyimpangan. Yang bertanggung jawab atas terjadinya suatu penyimpangan tentunya anggota Polri yang melakukan pelanggaran /penyimpangan tersebut. Timbul pertanyaaan apakah hanya pelanggar saja yang bertanggung jawab atas pelanggaran yang terjadi? Apakah ada faktor-faktor lain yang mempunyai korelasi sehingga penyimpangan itu terjadi? Karena itu selanjutnya perlu diteliti dan dikaji lebih jauh apakah ada perintah / kebijakan yang dikeluarkan yang berkorelasi / berpengaruh sehingga timbulnya penyimpangan itu atau masalah itu seperti perintah/ kebijakan yang dikeluarkan oleh : Atasan langsung pelanggar, Perintah/ kebijakan Pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia di daerah seperti Kapolsek/Kapolres/Kapolda, perintah/kebijakan yang dikeluarkan oleh Kapolri, Pelaksanaan dari tugas, fungsi dan peran Kompolnas, Kebijakan Presiden yang menyangkut tentang lingkup tugas Polri, Pelaksanaan tugas-tugas DPR dalam pembuatan Undang-undang, pengawasan pelaksanaan Undangundang dan alokasi APBN menyangkut Polri. a. Pelanggar, karena pelanggar yang membuat pelanggaran itu, ia wajib bertanggung jawab atas tindakannya. b. Atasan langsung dari Pelanggar, karena ia bertugas berperan mengawasi dan membina secara langsung anggota yang menjadi bawahannya. Etika Profesi Polri
I 93
c.
d.
e.
f.
Pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia di daerah hukumnya masing-masing seperti Kapolsek, Kapolres dan Kapolda. Sesuai dengan pasal 10 ayat (1) UU No. 2 tahun 2002 tentang Polri Pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia di daerah hukum sebagaimana dimaksud pasal 6 ayat (2) bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan wewenang kepolisian secara hierarki. Kapolri karena sesuai pasal 9 UU No. 2 tahun 2002 tentang Polri 9 ayat (1) Kapolri menetapkan, menyelenggarakan dan mengendalikan kebijakan tehnis Kepolisian. Pasal 9 ayat (2) Kapolri memimpin Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab atas: 1) Penyelenggaraan kegiatan operasional kepolisian dalam rangka pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan 2) Penyelenggaraan pembinaan kemampuan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Komisi Kepolisian Nasional yang menurut pasal 38 UU No: 2 tahun 20002 tentang Polri bertugas 1) Membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan 2) Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri. Presiden R.I. memegang kekuasaan pemerintahan menurut undang Undang Dasar 1) Mengeluarkan kebijakan yang menyangkut Polri. 2) Mengajukan RUU kepada DPR dan membahasnya bersama DPR.
94 I Etika Profesi Polri
g. 3.
3) RUU APBN diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Presiden. Tentunya didalamnya termasuk rancangan anggaran yang menyangkut Polri. 4) Menetapkan Peraturan Pemerintah dalam hal ini termasuk yang menyangkut Polri. 5) Mengangkat /memberhentikan Kapolri setelah mendapat persetujuan DPR. DPR RI, karena menyangkut legislasi, budgeting menyangkut Polri dan pengawasan terhadap Polri
Harapan masyarakat. a. Pada hakekatnya harapan masyarakat terhadap Polri, agar Polri mampu melaksanakan apa yang menjadi tugas kewajiban Polri: menegakan hukum, menjaga kamtibmas dan bertindak etis dalam melayani, melindungi serta mengayomi masyarakat sehingga masayarakat merasa tentram. Tuntutan masyarakat akan kinerja Polri tidak statis tetapi senantiasa meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan perjalanan waktu yang disertai peningkatan kesadaran masyarakat akan hak-haknya, peningkatan kesadaran masyarakat akan keadilan dan peningkatan kesejahteraan serta peningkatan akan rasa aman yang merupakan syarat mutlak guna dapat dilangsungkan kegiatan kerja guna mewujudkan kemakmuran masyarakat. b. Harapan masyarakat ini ditujukan kepada semua anggota Polri utamanya para Pimpinan Polri. Sejalan dengan itu maka harapan masyarakat ini bukan merupakan beban tetapi dia merupakan tantangan yang senantiasa memotivasi semangat pengabdian anggota Polri selaku abdi utama daripada nusa dan bangsa untuk mewujudkan harapan masyarakat tersebut. Sebagai contoh harapan Etika Profesi Polri
I 95
masyarakat yang disampaikan dalam pergantian Kapolri yang dimuat Harian Kompas pada tanggal 20 Juni 2016, dengan judul “Harapan di Pundak Tito Karnavian”.
96 I Etika Profesi Polri
Etika Profesi Polri
I 97
c.
d.
e.
Etika Profesi Polri, Tri Brata yang merupakan pedoman hidup Polri, Catur Prasetya yang merupakan pedoman karya Polri yang dijiwai Pancasila mengandung nilai-nilai moral yang ajeg sepanjang waktu yang pada hakekatnya merupakan cita-cita bagaimana seharusnya jalan yang harus ditempuh Polri dalam mewujudkan polisi yang ideal (das sollen). Senantiasa telah diupayakan adanya pembenahan / reformasi guna diwujudkan Polri yang profesional dan mandiri serta telah banyak prestasi yang menonjol yang telah dipersembahkan Polri, namun kenyataannya karya nyata pengabdian Polri kepada Negara dan bangsa tersebut (das Sein) belum sebagaimana harapan masyarakat, belum sebagaimana nilai-nilai ideal sebagaimana terkandung dalam etika profesi Polri. Kalau tidak dibina dengan baik maka perilaku anggota Polri dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas kewajibannya bisa menunjukkan trend yang semakin menurun dengan kata lain semakin jauh dari harapan masyarakat, semakin jauh dari nilai-nilai ideal (das sollen). Sasaran pembinaan profesionalisme Polri, pembinaan etika profesi Polri harus mampu diupayakan agar kinerja pengabdian Polri menunjukkan trend yang semakin meningkat melebihi trend peningkatan laju harapan masyarakat terhadap kinerja Polri dan kinerja Polri semakin mendekati nilai -nilai ideal (das sollen). Idealnya adalah kinerja Polri bisa diwujudkan melebihi harapan masyarakat dan selanjutnya bisa berimpit dengan nilai nilai dari etika profesi Polri. Ini menjadi tantangan bagi setiap anggota Polri utamanya tantangan dari para pimpinan Polri
98 I Etika Profesi Polri
4.
Keteladanan. a. Banyak sekali contoh keteladanan Pinpinan Polri dan anggota Polri yang seharusnya menjadi inspirasi dan motivator bagi anggota Polri dalam dharma bhaktinya kepada Negara dan bangsa sebagai abdi utama daripada nusa dan bangsa, namun dibawah ini hanya diberikan beberapa contoh saja. b. Dalam buku “Jenderal Polisi R.S. Soekanto Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang Pertama (1945 – 1959) BAPAK KEPOLISIAN NEGARA INDONESIA”, yang ditulis oleh Drs. A. Turan MSi. 1) Sambutan Drs. Awaloedin Djamin, MPA. Buku ini disepakati diberi judul “Jenderal Polisi (Pur) R.S. Soekanto Bapak Kepolisian Negara Republik Indonesia” dengan maksud untuk menggambarkan berbagai kisah ketokohan R.S. Soekanto yang memang patut untuk memposisikannya dan mengakuinya sebagai figur Bapak yang perlu dicontoh dan di tauladani. R.S. Soekanto menurut pengamatan saya telah berhasil meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan Kepolisian modern, mampu melihat kebutuhan masa depan Polri waktu itu antara lain dengan mengutamakan aspek pendidikan Kepolisian pada era sulit dan justru dinilai kontroversial. R.S Soekanto telah mampu menangkap tuntutan trend akademis untuk Polri. Beliau juga telah memikirkan dan menyiapkan berbagai fasilitas bagi peningkatan kesejahteraan anggota Polri dan keluarga besar Polri lainnya dengan mendirikan yayasan. Demikian pula dibidang operasional telah banyak hasil yang dicapai Etika Profesi Polri
I 99
Polri pada era kepemimpinannya. Saya beranggapan sosok pribadi dan kepemimpinan R.S. Soekanto baik selama memimpin Polri 14 tahun, maupun pada era pasca atau purna tugasnya, patut untuk dicontoh dan di tauladani.
2) Sekapur Sirih dari Tim Penyusun. Keinginan untuk memposisikan atau mendudukkan ketokohan R.S. Soekanto sebagai “Bapak” Kepolisian Negara Republik Indonesia ini telah banyak disampaikan dan dinyatakan oleh banyak pihak. Seperti para senior dan sesepuh Polri, baik yang sejaman dengan R.S. Soekanto, yang dekat dan sering bekerja bersama-sama di dalam kegiatan sosial, kemasyarakatan, maupun mereka yang memperhatikan dan peduli terhadap berbagai kisah penuturan tentang kisah aktifitas dan gelar kepemimpinan R.S. Soekanto waktu itu. Bahkan juga dari masyarakat pada umumnya yang mengetahui benar tentang kehidupan keluarga dan pribadi R.S. Soekanto. Ada beberapa alasan mengapa mereka menerima dan mengakui terhadap ketokohan R.S. Soekanto sebagai Bapak Kepolisian Negara Republik Indonesia, antara lain. a) Pertama. Mereka mengetahui dan mengakui bahwa R.S. Soekanto selaku Kepala Kepolisian Negara waktu itu telah berhasil meletakkan dasardasar baru bagi pembangunan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang maju, modern dan demokratis, serta cocok / memenuhi tuntutan kebutuhan. Mereka juga mengakui bahwa
100 I Etika Profesi Polri
R.S. Soekanto selaku Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah peletak dasar bagi perkembangan Polri di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan. Kisah sejarah juga mencatat bahwa perhatian R.S. Soekanto selaku Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia sangat memperhatikan aspek kesejahteraan anggota Polri dan keluarganya. Gagasan untuk mendirikan yayasan telah diwujudkan bersama P3RI dan berupaya menyediakan berbagai fasilitas yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan tersebut (walaupun harus dilakukan dengan segala keterbatasan dan kesulitan). Seperti membangun poliklinik atau rumah sakit, penginapan/tempat peristirahatan, taman-taman rekreasi (antara lain Karang Setra di Bandung), lokasi perburuan di Citespong (Sukabumi Selatan), sekolah untuk putra-putri anggota Polisi, toko-toko yang menyediakan bahan-bahan pokok keluarga di pusat maupun di daerah-daerah yang dikelola oleh seksi kesejahteraan. b) Kedua. Dibidang operasional antara lain R.S. Soekanto menampilkan ketokohannya sebagai KKN pada saat-saat mempertahankan dan membela kemerdekaan dari rongrongan Sekutu dan NICAnya, pada saat agresi militer yang pertama, penugasannya keluar negeri untuk memperoleh bantuan bagi pembangunan Polri dan keberhasilan lobby-lobby diplomasinya dalam menetralisir provokasi Belanda yang berupaya Etika Profesi Polri
I 101
mendiskreditkan Pemerintah RI (dalam peristiwa Madiun Affair). Juga keberhasilannya dalam menumpas kekacauan-kekacauan di dalam negeri, baik yang berlatar belakang makar maupun yang subversi. Upaya dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat melalui penegakan hukum dan pembinaan masyarakat telah dilakukan secara berhasil pula. Demikian pula dalam penataan dan konsolidasi organisasi serta pembangunan satuan-satuan operasional Polri yang dilakukan berdasarkan takaran-takaran kepolisian yang lebih maju dan modern seperti: satuan Brigade Mobil, Kepolisian Perairan, Kepolisian Udara, DPKN (Dinas Pengawasan dan Keamanan Negara), Reserse Kriminil, Polisi Perintis, Polisi lalu-lintas, Laboratorium Kriminil/ Forensik, NCB, Purel (Public Relation), Polisi Wanita dan lain-lain. c) Ketiga. Sebagai pimpinan dan administrator puncak , R.S. Soekanto memiliki Visi dan Misi yang jelas tentang arah, tugas serta bagaimana strategi yang harus digelarnya, didalam membangun kepolisian sesuai dengan tuntutan kebutuhan. d) Keempat. Pengakuan akan penampilan sosok dan kepemimpinan R.S. Soekanto, sebagai pribadi pimpinan yang jujur, sederhana, berdisiplin, tabah dan tidak menyukai cara-cara kekerasan (R.S. Soekanto seorang tokoh yang moralis). R. S. Soekanto adalah seorang profesional yang selalu menjunjung tinggi dan menghormati kode etik
102 I Etika Profesi Polri
c.
profesinya. R.S. Soekanto adalah juga seorang nasionalis yang bersama-sama Ibu Soekanto sebagai seorang wanita tokoh nasionalis yang aktif di Jong Java dan dalam pergerakan wanita, membangun Bhayangkari atas dasar prinsipprinsip demokratis, demikian pula R.S Soekanto sangat menghormati adanya kesetaraan gender. Komisaris Jenderal (P) M Yasin. 1) Untuk mendukung kebulatan tekad rakyat Surabaya mempertahankan proklamasi, maka pada tanggal 21 Agustus 1945, Ipda M. Yasin atas nama seluruh warga Polisi mengeluarkan pernyataan bahwa sejak saat itu polisi adalah Polisi Republik Indonesia. Bunyi pernyataan adalah sebagai berikut: Proklamasi. Oentoek bersatoe dengan rakjat dalam perjoeangan Mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945, dengan ini menyatakan Poelisi sebagai Poelisi Repoeblik Indonesia Soerabaya, 21 Agustus 1945 Ttd Mohammad Jasin Inspektur Poelisi Tk.I 2) Peristiwa yang cukup dramatis terjadi tanggal 1 Oktober 1945. Ketika para pemuda dan rakyat berusaha merebut senjata Jepang di markas Kenpetei, Etika Profesi Polri
I 103
d.
Polisi Istimewa pun mengerahkan anggotanya. Mereka disambut dengan tembakan senapan mesin. Para pemuda membalas dengan senjata mereka. Pada saat tembak menembak itu berlangsung, Mohammad Jasin menerobos kawat berduri yang mengelilingi markas tersebut. Ia berhasil menemui Takahara, seorang Pembesar Kenpeitei. Bersama Takahara ia menuju ruangan Komandan Kenpeitei. Kebetulan Jasin mengantongi sapu tangan putih dan diserahkan kepada Komandan Kenpeitei. Pembesar Jepang ini dibawa Jasin ke serambi. Tangan komandan yang memegang sapu tangan putih itu diangkat Jasin tinggi-tinggi dan dilambai-lambaikan. Masa yang mengepung markas itu bersorak. Tidak lama kemudian, Takahara menurunkan bendera Jepang. Dalam insiden ini korban yang jatuh di kedua belah pihak tercaat 40 orang meninggal dan 81 orang luka-luka. 3) Atas jasa-jasanya, Negara mengangkat menjadi “Pahlawan Nasional”. Drs. Hoegeng Iman Santoso, dikenal oleh masyarakat akan kejujurannya yang patut menjadi suri tauladan bagi semua anggota Polri. Pada masa kepemimpinan beliau sebagai Kapolri pada tanggal 2 Agustus 1971 telah mengeluarkan kebijakan helemisasi yang dituangkan dalam maklumat yang isinya mewajibkan setiap pengendara menggunakan helm. Kebijakan ini mendapat reaksi masyarakat. Terlepas dari pro-kontra mengenai peraturan itu, pihak kepolisian tetap melaksanakannya karena ingin melayani masyarakat dan mewujudkan keselamatan dan rasa aman bagi mereka yang menggunakan sepeda motor.
104 I Etika Profesi Polri
Etika Profesi Polri
I 105
e.
Pemberian penghargaan terhadap anggota Polri kepada petugas Polri yang mengalami cacat tubuh permanen saat menjalankan tugas. Harian Kompas pada HUT ke – 63 Polri dengan judul “Mereka tetap tegar, Presiden Menitikkan Air Mata”.
106 I Etika Profesi Polri
f.
Harian Kompas Selasa, 24 Mei 2016.
Etika Profesi Polri
I 107
5.
Masyarakat menantikan realisasi dari hasil Reformasi Polri. Sebagai suatu profesi Masyarakat Polri telah memiliki Etika Profesi Polri, telah memiliki Kode Etik Profesi Polri, telah memberikan mengucapkan sumpah sebagai anggota Polri dan sumpah sebagai pejabat Polri, serta telah memberikan janji-janji kepada masyarakat. Masyarakat menunggu sejauh mana sumpah, etika profesi, kode etika profesi, reformasi Polri dapat diwujudkan secara kongkrit yang akan menentukan sejauh mana kadar kecintaan, kepercayaan dan citra masyarakat terhadap Polri . Sebagai contoh disampaikan Harian Kompas tanggal 24 Juni 2016 yang berjudul: “Dinantikan, Realisasi Janji Reformasi”.
108 I Etika Profesi Polri
Etika Profesi Polri
I 109
110 I Etika Profesi Polri
V
BEBERAPA CONTOH ETIKA PROFESI DI KESATUAN KEPOLISIAN BEBERAPA CONTOH ETIKA PROFESI DI KESATUAN KEPOLISIAN (John L. Sullivan terj PTIK, 1992 Introduction to Police Science, Pusat Pengembangan Ilmu dan Teknologi PTIK, Jakarta, hlm 274 – 277).
Untuk lebih mengerti, memahami nilai moral, norma moral, makna dari substansi yang terkandung dalam Etika Profesi Polri, sebagai bahan banding dibawah ini disajikan Kode Etik POST, Undangundang Kepolisian yang diterima IACP, Sumpah bagi Para Petugas Penegakan hukum FBI dan Tindakan-tindakan yang tidak berakhlak.
1.
Kode Etik POST (Police Officers’ Standards and Training of California). Sebagai Petugas Penegak Hukum tugas-tugas pokok saya ialah berbakti kepada umat manusia, melindungi jiwa dan harta benda, melindungi orang yang tidak bersalah terhadap penipuan, orang yang lemah terhadap penindasan dan intimidasi, dan orang yang cinta damai terhadap kekerasan dan kekacauan, menghormati hak-hak asasi semua orang atas kemerdekaan, persamaan dan keadilan. Saya akan memelihara kehidupan pribadi saya yang tanpa noda sebagai teladan bagi semua orang, memelihara ketenangan dan keberanian dalam menghadapi bahaya, cemoohan, ejekan, mengembangkan kemampuan pengekangan diri, dan selalu ingat Etika Profesi Polri
I 111
2.
akan kesejahteraan orang lain. Saya akan menjadi suri tauladan dalam mentaati undang-undang Negara dan peraturanperaturan departemen saya. Apapun yang saya dengar atau yang saya lihat yang bersifat rahasia, atau yang dipercayakan kepada saya atas jabatan resmi saya, akan saya rahasiakan kecuali pengungkapannya diperlukan dalam melakukan tugas saya. Saya tidak akan bertindak secara tidak resmi dalam urusan orang lain, membiarkan perasaan pribadi saya, prasangka, permusuhan atau persahabatan untuk mempengaruhi keputusan-keputusan saya. Tanpa kompromi dengan kejahatan dan pengejaran penjahat yang tiada hentinya, saya akan menegakkan hukum dengan baik, tanpa rasa takut dan pandang bulu, rasa benci atau itikad tidak baik, tidak akan menggunakan kekerasan dan paksaan yang tidak perlu dan tidak akan menerima hadiah-hadiah. Saya mengakui lencana jabatan saya sebagai lambang kepercayaan masyarakat yang akan dijunjung tinggi selama saya setia kepada etika dalam dinas kepolisian. Saya tetap akan berusaha untuk mencapai tujuan dan cita-cita ini, dan mengabdikan diri di hadapan Tuhan bagi bidang pekerjaan yang saya pilih …..Penegak Hukum. Undang-undang Kepolisian. Untuk menekankan pentingnya dan menerangkan persoalanpersoalan khusus dalam etika kepolisian, maka International Association of Chief of Police (IACP) menerima Undang-undang Etika Kepolisian berikut bagi Penegak Hukum. Pasal 1. Tanggungjawab utama. Untuk melindungi nyawa dan harta milik dan menjaga perdamaian diantara semua orang. Untuk menegakkan hukum secara merata dan adil bagi semua orang.
112 I Etika Profesi Polri
Pasal 2. Pembatasan kekuasaan. Setiap petugas harus mengetahui batas-batas kekuasaannya dan tidak pernah menyalahgunakan kekuasaan kepolisianya dalam penahanan, penggeledahan dan penyitaan. Pasal 3. Kewajiban untuk terbiasa dengan undang-undang dan tanggung jawab pejabat-pejabat sendiri dan pejabat-pejabat umum. Setiap petugas harus mengikuti perubahan-perubahan dalam undang-undang, harus menghadiri konferensi-konferensi penegakan hukum dan sekolah-sekolah untuk meningkatkan mutu, dan mengetahui bidang tanggung jawabnya. Pasal 4. Pemanfaatan alat-alat yang tepat untuk mencapai tujuan-tujuan yang tetap. Seseorang petugas penegak hukum harus yang pertama tunduk kepada Undang-undang dan tidak merupakan contoh yang buruk dengan mencela hukum atau memberi hak-hak khusus, terutama kepada kawan-kawan dan sanak keluarganya. Lagi pula, ia tidak akan menggunakan hukum untuk kekuasaan atau keuntungan pribadinya. Pasal 5. Kerjasama yang erat dengan para petugas lain dan masyarakat dalam melaksanakan tugas mereka. Hal ini merupakan jalan dua jurusan dan seorang petugas yang berahlak selalu akan bekerja sama menurut hukum dan departemen-departemen lain, tanpa memandang penggabungan politis atau jabatan. Pasal 6. Kelakuan Pribadi. Setiap petugas polisi harus menyadari bahwa ia seorang petugas masyarakat selama 24 jam dalam sehari. Kelakuannya baik pada waktu di dalam maupun di luar dinas harus tanpa cela.
Etika Profesi Polri
I 113
3.
Pasal 7. Kelakuan terhadap masyarakat. Seorang petugas teladan selalu menyadari bahwa ia seorang abdi masyarakat, karena itu ia tidak dapat bertindak dengan berlebihan atau bersikap lemah. Pasal 8. Kelakuan dalam menahan dan berurusan dengan para pelanggar. Setiap petugas tidak boleh menggunakan paksaan atau kekerasan yang tidak pada tempatnya terhadap hak-hak sipil masyarakat. Pasal 9. Hadiah-hadiah dan persenan-persenan. Seorang petugas tidak boleh menerima hadiah-hadiah dan persenan dari masyarakat. Tidak ada sesuatu yang boleh mempengaruhi atau mengganggu pikirannya dalam melaksanakan keadilan. Pasal 10. Pemberian bukti-bukti. Selama penyelidikan, kepolisian harus mencari fakta-fakta dan harus memperoleh kebenaran. Ia harus membela yang tidak bersalah, maupun menegakan hukum dan mengumpulkan buktibukti terhadap yang membuat kesalahan. Pasal 11. Sikap terhadap bidang pekerjaannya. Petugas masa kini harus melihat tugasnya sebagai suatu kepercayaan dari masyarakat, ia harus mempunyai sikap seorang yang profesional, harus membentuk kesan yang baik tentang kepolisian dengan selalu menjaga diri dan mengharumkan nama kesatuannya. Sumpah Bagi Para Petugas Penegakan hukum FBI. Dengan kerendahan hati kami menerima tanggung jawab yang dipercayakan kepada kami, kami bersumpah bahwa kami selalu akan menganggap panggilan penegakan hukum yang agung itu sebagai suatu bidang pekerjaan yang terhormat, tugas-tugas itu
114 I Etika Profesi Polri
kami akui sebagai seni maupun ilmu. Kami sepenuhnya mengakui tanggung jawab kami untuk membela kebenaran, melindungi yang lemah, menolong yang dalam kesulitan, dan menjunjung tinggi hukum dalam tugas umum serta dalam kehidupan pribadi. Kami menerima kewajiban yang berhubungan dengan penugasan kami untuk melaporkan faktafakta dan untuk memberikan kesaksian tanpa prasangka atau memperlihatkan emosi dan untuk mempertimbangkan keterangan yang kami peroleh berkat kedudukan kami, sebagai sesuatu yang suci, yang dipercayakan kepada kami, yang hanya digunakan untuk tujuan-tujuan resmi. Atas tanggung jawab yang dipercayakan kepada kami untuk berusaha mencegah kejahatan, atau untuk mendapatkan fakta-fakta pelanggaran hukum dan penangkapan para pelarian dan para penjahat, kami akan memberikan perhatian penuh dengan tidak pernah goyah dan kami akan selalu waspada, dan membebaskan yang tidak bersalah dan menghukum yang bersalah. Dalam melakukan tugas-tugas yang dibebankan kepada kami, kami tidak akan melakukan praktek-praktek yang menyalahi hukum atau tidak berakhlak, dan akan melaksanakan fungsi jabatan kami tanpa gentar, tanpa pandang bulu, dan tanpa prasangka. Kami tidak akan mengungkapkan kepada yang tidak berwenang kesaksian atau keterangan dalam suatu persoalan yang belum terselesaikan yang kami peroleh dalam jabatan kami dan yang akan menimbulkan prasangka-prasangka terhadap suatu isu dari Badan-badan Peradilan yang ada atau akan ada, baik bagi keuntungan atau kerugian seseorang atau kelompok orang. Pada waktu berstatus sebagai petugas penegak hukum atau pada setiap waktu kemudian dari itu, kami tidak akan mencoba untuk mencari keuntungan pribadi. Kami sadar akan tanggung jawab yang serius dalam Jabatan kami dalam pelaksanaan tugas-tugas, Etika Profesi Polri
I 115
kami sebagai abdi masyarakat, akan berusaha untuk memberi hiburan, nasehat dan bantuan kepada mereka yang mungkin membutuhkan manfaat-manfaat demikian. Sebagai seorang polisi, kami akan memerangi musuh-musuh Negara kami, menegakkan Undang-undang dan prinsip-prinsipnya, dan sebagai seorang Pembina masyarakat, akan berusaha memberantas penjahat dan kejahatan yang mengganggu tertib sosial masyarakat kami dan mendukung proses-proses Peradilan dan Pemerintahan kami. Kami akan berusaha untuk menjadi guru maupun murid yang baik dalam seni dan ilmu penegakan hukum. Sebagai ahli hukum kami akan selalu meningkatkan pengetahuan tentang semua Undang-undang bidang kami dan memelihara keagungan dan martabat Undangundang. Sebagai seorang ilmuwan, kami akan berusaha belajar tentang kebenaran yang pasti dan tentang kekeliruan dan kekurangan pengetahuan hukum kami. Sebagai seorang ahli hukum kami akan berusaha untuk menggunakan keahlian kami untuk membuat setiap penugasan mencapai sukses/prestasi, dan sebagai warga masyarakat kami akan bersikap bersahabat dan menghormati semua warga negara, dan sebagai seorang petugas kami akan selalu setia terhadap semua tugas kami, organisasi dan negara kami. Kami akan mendukung dan membela Undang-Undang Dasar Amerika Serikat terhadap semua musuhnya, baik dari dalam maupun dari luar negri, kami akan setia pada kebijaksanaan Pemerintah, dan akan selalu berusaha bekerjasama dan meningkatkan kerja sama dengan semua badan penegak hukum dan para petugas yang dilembagakan menurut peraturan, dalam melaksanakan tugastugas demi kepentingan dan kewajiban bersama. Sumpah Jabatan ini diintrodusir oleh J. Edgar Hoover, Direktur FBI , Washington DC.
116 I Etika Profesi Polri
4.
5.
Hakekat Undang-undang Kode Etik dan Sumpah FBI. Jika dibandingkan Kode Etik, Undang undang Kode Etik dan Sumpah FBI pada hakekatnya mengandung unsur-unsur : a. Bhakti pengabdian yang dilandasi kasih sayang dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas, kesetiaan kepada Negara dan Bangsa. Polisi adalah abdi utama darpada Nusa dan Bangsa. b. Teladan. Menjadi teladan dalam menaati peraturan perundang-undangan, menjunjung tinggi Lencana jabatan sebagai kepercayaan masyarakat, setia kepada Etika profesi (Dharma). c. Waspada dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya. d. Senantiasa berupaya untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan mempelajari kekurangan pada pengetahuan hukum, dalam upaya membentuk kesatuan yang profesional dalam pelaksanaan tugas kewajiban. Guna mencapai sukses dan prestasi. e. Pada hakekatnya esensi dari nilai-nilai dan norma-norma moral yang terdapat dalam contoh-contoh Kode Etik / Undang- undang dan Sumpah FBI diatas sudah tercakup pada Etika Profesi Polri utamanya pada Tri Brata dan Catur Prasetya.
Tindakan-tindakan yang tidak berahlak. Agar mencakup segala segi persoalan-persoalan yang menyangkut akhlak kepolisian, maka segi-segi yang negatif, yang mencerminkan tindakan-tindakan yang tidak berakhlak dan harus dihindarkan yaitu sebagai berikut a. Ketidak jujuran. b. Kekerasan yang kejam. c. Pilih bulu. Etika Profesi Polri
I 117
d. e. f. g.
Penerimaan hadiah dan menipu. Mengambil milik orang tahanan. Melanggar aturan dan peraturan. Pelanggaran terhadap hak-hak sipil, penahanan ilegal, penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah. h. Kelakuan yang tidak sopan. i. Dengan sengaja berlaku tidak efisien. j. Kegagalan untuk menjadi makin baik. k. Membocorkan keterangan konfidesiil. l. Bicara jahat, memfitnah. m. Pelanggaran terhadap komunikasi yang diberi sebagai hak istimewa.
118 I Etika Profesi Polri
VI
KERJA SAMA INTERNATIONAL DAN INSTRUMEN-INSTRUMEN PBB 1.
Kerjasama Internasional dan Instrumen-instrumen PBB yang berkaitan dengan tugas Polisi. a. Kerjasama internasional dalam penanggulangan kejahatan, 1) Trend perkembangan kejahatan sebagai akibat dari era globalisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan, tehnologi dan komunikasi maka kejahatan tidak mengenal batasbatas negara, 2) Timbulnya organized crime, Trans national crime. 3) Kejahatan melibatkan pelaku dari negara lain atau berbagai negara. b. Masyarakat yang semakin maju disatu pihak mengakibatkan semakin maju tata cara pencegahan dan penanggulangan kejahatan dan dipihak lain dituntut semakin manusiawi dalam memperlakukan pelaku dan korban kejahatan. c. Tuntutan reformasi sekarang ini dimana isu-isu yang berkembang adalah demokratisasi, supremasi hukum dalam era globalisasi ini, maka sebagai anggota Polri dituntut pula untuk mengetahui, memahami pedoman-pedoman bertindak dalam pencegahan dan penanggulangan kejahatan yang telah diadopsi PBB baik yang sudah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia maupun yang belum.
Etika Profesi Polri
I 119
2.
Standar, Panduan dan Instrument-Instrumen dari PBB. Dalam kaitannya dengan etika profesi Polri maka perlu diketahui dan dipahami standar, panduan dan instrumeninstrumen dari PBB, baik yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia maupun yang belum antara lain: a. Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia (The International Bill of Human right). b. Standar aturan minimum perlakuan terhadap narapidana. (Standard minimum rules of prisoner) c. Deklarasi anti penyiksaan dan tindakan atau hukuman kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia (Declaration against tortune and other cruel, in human or degrading treatment or punishment). d. Pedoman tindak tanduk untuk para penegak hukum (Code of conduct for law enforcement official) e. Prinsip-prinsip dasar penggunaan kekerasan dan senjata api oleh petugas-petugas penegak hukum. (Basic principle on the use of force and arms by law enforcement official)
3.
Aturan-aturan Tingkah laku bagi Petugas Penegak Hukum. a. Pasal 1. Para petugas penegak hukum sepanjang waktu harus memenuhi kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh hukum, dengan melayani masyarakat dan dengan melindungi semua orang dari perbuatan-perbuatan yang tidak sah, konsisten dengan tingkat pertanggungjawaban yang tinggi yang dipercayakan oleh profesi mereka. b. Pasal 2. Dalam melaksanakan kewajiban mereka, para petugas penegak hukum harus menghormati dan melindungi
120 I Etika Profesi Polri
c.
d.
e.
f.
martabat manusia, dan menjaga serta menjunjung tinggi hak-hak asasi semua orang. Pasal 3. Para petugas penegak hukum dapat menggunakan kekerasan hanya ketika benar-benar diperlukan dan sampai sejauh yang dipersyaratkan untuk pelaksanaan kewajiban mereka. Pasal 4. Masalah-masalah yang mempunyai sifat rahasia dalam pemilikan para petugas penegak hukum harus dijaga tetap rahasia, kecuali jika pelaksanaan kewajiban atau kebutuhan-kebutuhan peradilan sepenuhnya memerlukan sebaliknya. Pasal 5. Tidak seorang pun petugas penegak hukum dapat membebankan, menghasut atau membiarkan perbuatan penganiayaan apa pun atau perlakuan kejam lain, tidak manusiawi atau hukuman yang menghinakan, dan juga tidak dapat menggunakan sebagai sandaran perintahperintah atasan atau keadaan-keadaan pengecualian seperti keadaan perang, ancaman perang, ancaman terhadap keamanan nasional. Ketidakstabilan politik internal atau keadaan darurat umum yang lain apa pun sebagai pembenaran terhadap penganiayaan atau perlakuan kejam yang lain, tidak manusiawi atau hukuman yang menghinakan. Para petugas penegak hukum harus menjamin perlindungan penuh untuk kesehatan orang-orang dalam tahanan mereka, dan terutama harus mengambil tindakan segera untuk menjamin perawatan kesehatan setiap waktu diperlukan. Etika Profesi Polri
I 121
g. h.
i.
Para petugas penegak hukum tidak dapat melakukan tindak korupsi apa pun. Mereka juga harus dengan keras melawan dan memerangi semua perbuatan semacam itu. Para petugas penegak hukum harus menghormati hukum dan Undang-undang yang sekarang ini. Mereka harus juga sampai pada kemampuan mereka yang terbaik, mencegah dan dengan keras menentang setiap pelanggaran terhadap mereka. Para petugas penegak hukum yang mempunyai alasan untuk meyakini bahwa suatu pelanggaran terhadap undangundang yang sekarang ini telah terjadi, atau kira-kira terjadi harus melaporkan masalah itu kepada para penguasa atasan mereka dan bila perlu, kepada penguasa lain yang tepat, yang diberi kekuasaan untuk meninjau kembali atau kekuasan penggantian kerugian.
122 I Etika Profesi Polri
VII
PEMBINAAN ETIKA PROFESI POLRI 1.
Methode Pembinaan Profesi Polri. a. Mulai dari diri sendiri. Dengan berdasarkan atas kehendak baik untuk melaksanakan apa yang menjadi tugas kewajiban sebagai Polri dan dengan tujuan pengabdian untuk kemanfaatan masyarakat dimana masyarakat merasa dilindungi, dilayani dan diayomi oleh Polri. Polisi harus sadar dan berani serta mau mereformsi budaya perilaku anggotanya yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan normanorma moral, kalau tidak maka bukan tidak mungkin pada suatu saat Polisi dipaksa oleh pihak lain untuk mereformasi dirinya. b. Kuasai/pelajari dengan baik Etika Profesi Polri. Pelajari etika profesi sehingga betul-betul dimengerti, dipahami dan dihayati c. Implementasi Etika Profesi Polri. Dengan penghayatan Tri Brata, Catur Prasetya maka etika profesi merupakan etika keutamaan dimana adanya kecendrungan tetap yang tercermin pada setiap perilaku setiap anggota Polri dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas kewajibannya sebagai Bhayangkara abdi utama daripada nusa dan bangsa d. Selanjutnya etika profesi yang merupakan ilmu, setelah dimengerti, dipahami dan dihayati dan diimplementasikan akan menjadi etos Polri yang merupakan jati diri yang Etika Profesi Polri
I 123
e.
2.
menjadi karakteristik Polri sehingga Polri sebagai kesatuan akan dipercaya dan dicintai masyarakat. Pada hakekatnya setiap anggota Polri adalah pemimpin. Sebagai pemimpin maka dia wajib memberikan contoh teladan bagi anak buahnya dan masyarakat. Dengan demikian masyarakat akan percaya dan mencintai Polrinya dan pada akhirnya masyarakat akan berpartisipasi optimal membantu pelaksanaan tugas Polri.
Lapangan pembinaan profesi. a. Seleksi calon anggota Polri yang baik. Seleksi calon anggota Polri yang baik, obyektif, adil dan transparan untuk mendapatkan calon anggota Polri yang memiliki struktur kepribadian yang baik, yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa serta memiliki penguasaan ilmu pengetahuan yang baik. b. Proses penanaman di Lembaga Pendidikan. 1) Lembaga pendidikan tidak saja hanya memberi pelajaran kepada anak didiknya untuk menjadi orang yang ahli dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi tugas utamanya justru untuk membentuk keimanan dan ketaqwaan serta ahlak mulia yang merupakan jati diri /karakter anggota Polri. (UUD tahun 1945 pasal 31 ayat (3). Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistim pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang).
124 I Etika Profesi Polri
c.
2) Semua personil Lemdik utamanya para instruktur dan pimpinan Lemdik mampu bertingkah laku yang dapat dicontoh/diteladani oleh para siswa. 3) Tersedianya bahan ajaran etika profesi yang mudah dimengerti, dipahami dan dihayati oleh para siswa sesuai dengan jenjang pendidikannya 4) Diberikan oleh pengajar yang menguasai materi etika dengan kemampuan, methode penyajian yang baik dan menarik, didukung alins alongins yang cukup memadai, sehingga para siswa akan mudah mengerti, memahami, dan menghayati serta dapat diamalkan dalam tingkah lakunya. Proses pemeliharaan, pemupukan dan pengembangan didalam praktek penugasan di lapangan. 1) Penempatan para lulusan Lemdik “Orang yang tepat/ benar pada tempat yang tepat/benar”. 2) Pembinaan Sumber Daya manusia mengacu kepada merit system. 3) Dibutuhkan pimpinan/mentor yang baik yang mampu menguasai, melatih, membimbing, membina dan memberi contoh/ teladan dan petunjuk-petunjuk yang benar dan baik. 4) Diperlukan adanya lingkungan yang baik yang mendukung terlaksananya pemeliharaan etika. 5) Mengusahakan adanya jaminan kesejahteraan anggota yang cukup memadai. 6) Memberikan pujian atau penghargaan bagi anggota yang menunjukkan prestasi dan sebaliknya menindak/ menjatuhkan sanksi yang adil terhadap anggota yang melakukan penyimpangan. Etika Profesi Polri
I 125
d.
3.
7) Penegakan KEPP yang konsisten terhadap setiap adanya dugaan pelanggaran / pelanggaran KEPP. Mengadakan evaluasi atas implementasi KEPP guna peningkatan dan penyempurnaan serta pengembangan Etika Profesi Polri dalam upaya untuk lebih mengoptimalkan pemuliaan profesi Polri.
Sasaran Pembinaan Profesi Polri. a. Peningkatan kinerja Polri sehingga karya nyatanya dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas kewajiban Polri semakin menunjukkan trend yang semakin meningkat, melebihi laju peningkatan trend tuntutan / harapan masyarakat. Yang berarti kinerja Polri dalam wujud karya nyata, pada suatu saat mampu melebihi harapan masyarakat disatu pihak dan dipihak lain semakin mendekati nilai-nilai dari etika profesi Polri dan idealnya berimpit dengan nilai-nilai yang terkandung pada etika profesi Polri. Ini merupakan sasaran yang seharus dicapai yang menuntut upaya pembinaan yang tidak kenal henti yang dicapai dengan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi untuk senantiasa dapat dilaksanakan upaya-upaya penyempurnaan yang konsisten dan berlanjut.
126 I Etika Profesi Polri
b.
Sasaran pembinaan profesi Polri.
Nilai-nilai seharusnya polisi yang ideal
C ideal
(sesuai etika Profesi Polri) sebagai cita-cita (das sollen) P1
P2
D
B
A 2016
2020
2020+1
2020+n
2020+n1
Sasaran pembinaan Profesi Polri dapat mewujudkan peningkatan kinerja Polri (A P1 dan P1 P2) lebih cepat dari laju peningkatan harapan masyarakat (B P1 dan P1 D) sehingga pada tahun 2020+n kinerja Polri bisa berhimpitan dengan harapan masyarakat dan idealnya pada tahun 2020+n1 kinerja Polri sudah bisa mencapai P2 sebagaimana yang dicita-citakan (das sollen).
Etika Profesi Polri
I 127
VIII PENUTUP 1
2
Semakin demokratis suatu bangsa semakin dituntut Polisi yang profesional yang pada hakekatnya memiliki dua ciri utama yakni keahlian profesi dan etika profesi. Penguasaan keahlian dan penghayatan nilai-nilai dan norma-norma profesi, sama-sama menentukan sejauh mana kadar profesionalisme profesi Polri, yang terefleksi dalam perilaku etis anggota dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya di medan pengabdiannya sebagai abdi utama daripada nusa dan bangsa. Tetapi dalam hal ini, Etika Profesi Polri adalah landasan/dasar dimana ditanamkan, ditumbuhkembangkan profesionalisme Polri yang semakin dituntut masyarakat. Wujud tindakan/perilaku etis anggota Polri di lapangan yang konkrit, langsung menyentuh dan merebut hati masyarakat yang terdalam yang akan menentukan sejauh mana kepercayaan dan kecintaan masyarakat terhadap Polri. Pembinaan Profesi Polri sampai saat ini belum mencapai apa yang menjadi harapan, baik masyarakat maupun sasaran yang ingin dicapai Polri sendiri. Karena itu harus ada evaluasi atas implementasi etika profesi selama ini guna diadakan akselerasi/ percepatan penyempurnaan upaya pembinaan profesi Polri.
128 I Etika Profesi Polri
ETIKA PROFESI POLRI DAN PERATURAN PEMERINTAH YANG TERKAIT TRI BRATA. 1. Tri Brata. a. 3 Mei 1954 oleh Drs. Soeparno Soeriaatmadja diikrarkan pada wisuda Mahasiswa PTIK Akt II Abimayu. b. 1 Juli 1955 Tri Brata dijadikan Pedoman Hidup Polri. 2. Pemaknaan Baru Tri Brata Keputusan Kapolri No.Pol: KEP/17/VI/2002 tanggal 24 Juni 2002. Catur Prasetia. 1. Catur Prasetya. 1 Juli 1960 Catur Prasetya dijadikan Pedoman Karya Polri. 2. Pemaknaan Baru Catur Prasetya. Keputusan Kapolri No. Pol. : KEP/39/IX/2004. Kode Etik Profesi
1. Pada Rapat Kepala Polisi Komisariat seluruh Indonesia di Bandung tanggal 5 s/d 7 Mei 1958 disahkan rumusan tentang Pedoman Lanjutan Tri Brata. ( 15 Butir) 2. Surat Keputusan Kapolri No. Pol. SKEP/213/VII/1985, tanggal 1 Juli 1985, disahkan rumusan tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia. 3. Keputusan Kapolri No. Pol. : KEP/05/III/2001 tanggal 7 Maret 2001, tentang Kode Etik Profesi Polri. 4. Keputusan Kapolri No. Pol. : KEP/04/III/2001 tanggal 7 Maret 2001 tentang Buku Petunjuk Administrasi Umum Kode Etik Profesi Polri (sebagai realisasi pasal 23 UU No 28 tahun 1997 tentang Polri dan Tap MPR RI No: VI tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri). Etika Profesi Polri
I 129
5. Keputusan Kapolri No. Pol. KEP/32/VII/2003 tanggal 1 Juli 2003 tentang Kode Etik Profesi Polri. 6. Keputusan Kapolri No. Pol. 33/VII/2003 tanggal 1 Juli 2003 tentang Tata Cara Sidang Komisi Kode Etik Polri. 7. Peraturan Kapolri No. Pol. 7 Tahun 2006 tanggal 1 Juli 2006 tentang Kode Etik Profesi Polri. 8. Peraturan Kapolri No. 8 tahun 2006 tanggal 1 Juli 2006 tentang Organisasi dan Tata Cara Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia. 9. Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2011, tanggal 1 Oktober 2011, tentang Kode Etik Profesi Polri. 10. Peraturan Kapolri No. 19 Tahun 2012 tanggal 4 September 2012, tentang Susunan Organisasi dan Tata Cara Kerja Komisi Kode Etik Polri.
Peraturan Pemerintah. 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2003, tanggal 1 Januari 2003, tentang Pemberhentian Anggota Polri. 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2003, tanggal 1 Januari 2003, tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri.
130 I Etika Profesi Polri
DAFTAR PUSTAKA 1. 2.
3.
4.
5. 6. 7. 8.
9.
10.
11.
12.
13. 14.
Achmad Turan & I.G. Putu Gunawan dkk, Jenderal Polisi R.S. Soekanto Bapak Kepolisian Negara Republik Indonesia, PT Karya Jaya bekerjasama dengan YBB Polri Pusat, Jakarta, 2000. Awaloedin Djamin, Agenda Reformasi Polri Pasca Sidang Istimewa MPR Ri 2001, PTIK Press, Jakarta. Franz Magnis – Suseno, 2002, Etika Dasar Masalah-masalah pokok Filsafat Moral, Penerbit Kanisius, Jakarta. H. Irianto Kombes Pol, Kuliah kepada Mahasiswa STIK – PTIK Angkatan 69 pada tanggal 29 Pebruari 2016, Jakarta. K. Bertens, 2001, Etika, PT Gramedia Utama, Jakarta. Kunarto, 1997, Etika Kepolisian, Cipta Manunggal , Jakarta. Kunarto, 2001, Perilaku Organisasi Polri, Cipta Manunggal, Jakarta. Kunarto, 1997, Tri Brata Catur Prasetya, Sejarah - Perspektif & Manunggal, Jakarta. Prospeknya, Cipta Nurcholis Kombes Pol, Kuliah kepada Mahasiswa STIK – PTIK angkatan 69 pada tanggal 29 Pebruari 2006, Jakarta. Pimpinan MPR Periode 2009 – 2014, Empat Pilar kehidupan Berbangsa dan Bernegara, Sekretariat Jenderal MPR RI, Jakarta. R. Soeparno Soeria Atmadja, 1969, Tri Brata, Jajasan SubarkahMintaraga, Jakarta. Sorjono Soekanto, 1980, Sosiologi Hukum dalam Masyarakat, C.V Rajawali, Jakarta. William G Bailey, 1995, The Encyclopedia of Police Science, terj Angkatan VII K.I.K. UI, Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian, Jakarta. Peter Baehr, Pieter van Dijk, Adnan Buyung Nasution, Leo Zwaak, Instumen Internasional Pokok Hak-Hak asasi Manusia, Yayasan Obor Indonesia Jakarta, 2001. Etika Profesi Polri
I 131