Ahmad Bahtiar, M. Hum. Fatimah, M.Pd. Editor: Dr. Nuryani
BAHASA INDONESIA UNTUK PERGURUAN TINGGI
N MEDIA MEDIA
BAHASA INDONESIA UNTUK PERGURU PERGURUAN AN TINGGI Penulis: Ahmad Bahtiar, M. Hum. dan Fatimah, M.Pd.
N MEDIA MEDIA
Hak Cipta ©2017 Ahmad Bahtiar Bahtiar dan Fatimah Fatimah Diterbitkan oleh : Penerbit IN MEDIA Editor : Dr. Nuryani elp/Faks. : (021) 82425377/(021) 82425377 Website : http//ww http//www.penerbitinmedi w.penerbitinmedia.com a.com E-mail :
[email protected] [email protected] om Oice : Vila Nusa Indah 3 Blok KD 3 no 21 Bojongkulur-Gunun Bojongkulur -Gunungg Putri-Bogor
Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, baik secara elektronik maupun mekanik, termasuk memotokopi, merekam, atau dengan menggunakan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penerbit.
UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA
1.
2.
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 500.000.000,00 (lima ratus ratus juta rupiah).
Penerbit IN MEDIA - Bogor Anggota IKAPI No 250/JBA/2014 1 jil.,17 x 24 cm, 130 hal.
ISBN
: 978-602-0946-26-9
Perpustakaan Perpustaka an Nasional
: Katalog dalam erbitan (KD)
1. Umu Umum m
2. Bahasa Indonesia
BAHASA INDONESIA UNTUK PERGURU PERGURUAN AN TINGGI Penulis: Ahmad Bahtiar, M. Hum. dan Fatimah, M.Pd.
N MEDIA MEDIA
Hak Cipta ©2017 Ahmad Bahtiar Bahtiar dan Fatimah Fatimah Diterbitkan oleh : Penerbit IN MEDIA Editor : Dr. Nuryani elp/Faks. : (021) 82425377/(021) 82425377 Website : http//ww http//www.penerbitinmedi w.penerbitinmedia.com a.com E-mail :
[email protected] [email protected] om Oice : Vila Nusa Indah 3 Blok KD 3 no 21 Bojongkulur-Gunun Bojongkulur -Gunungg Putri-Bogor
Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, baik secara elektronik maupun mekanik, termasuk memotokopi, merekam, atau dengan menggunakan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penerbit.
UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA
1.
2.
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 500.000.000,00 (lima ratus ratus juta rupiah).
Penerbit IN MEDIA - Bogor Anggota IKAPI No 250/JBA/2014 1 jil.,17 x 24 cm, 130 hal.
ISBN
: 978-602-0946-26-9
Perpustakaan Perpustaka an Nasional
: Katalog dalam erbitan (KD)
1. Umu Umum m
2. Bahasa Indonesia
KAT KA TA PE PENGA NGANT NTAR AR
Bahasa Indonesia selain sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan juga sebagai bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanaatan ilmu pengetahuan dan serta teknologi modern. Konsekuensi tersebut menjadikan bahasa Indonesia menjadi Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) di perguruan tinggi dengan tujuan tercapainya pemakaian bahasa Indonesia yang cermat, tepat, dan efisien dalam komunikasi, serta meningkatkan keterampilan yang baik dalam menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dan pengetahuan yang sahih, dan sikap positi terhadap bahasa Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan di atas mahasiswa perlu dibekali berbagai keterampilan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, baik secara tertulis maupun secara lisan. Keterampilan berbahasa tersebut meliputi bagaimana mendapatkan ide ilmiah, mengorganikannya dengan kerangka karangan sebagaimana kerangka kerang ka berpikir, dan mengekspresikan dengan ejaan yang benar, pilihan kata yang tepat, dan kalimat yang eekti, dan paragra yang benar dalam sebuah karangan. Untuk ketercapaian tujuan dalam pengajar pengajaran an bahasa Indonesia perlunya reerensi atau buku yang mencakup keseluruhan materi yang membekali mahasiswa agar memiliki keterampilan berbahasa yang baik dan benar dan sikap positi terhadap bahasa Indonesia. Buku-buku mata kuliah reerensi Bahasa Indonesia untuk perguruan tinggi yang telah ada selama lebih banyak aspek teoretis kebahasaan atau tata bahasa yang tidak menjadi kebutuhan mahasiswa nonbahasa. Berdasarkan hal tersebut disusun buku Bahasa Indonesia Umum ini sebagai reerensi atau rujukan utama dalam perkuliahan Bahasa Indonesia umum perguruan tinggi.
iv
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang memungkinkan terbitnya buku ini, kepada Penerbit In Media yang bersedia menerbitkan buku ini. Kepada mahasiswa yang selalu menyenangkan baik di kelas maupun di luar kelas yang memberikan banyak masukan untuk penulisan buku ini. Semoga buku ini bermanaat bagi kita semua dan menjadi kontribusi bagi khasanah keilmuwan serta menjadi amal saleh bagi penulis. Amin.
Jakarta, September 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................................. Daftar Isi . ......................................................................................................................
iii v
Bab 1
1
Bab 2
Bab 3
Sejarah dan Kedudukan Bahasa Indonesia ............................................... A. Sejarah ................................................................................................................. B. Kedudukan Bahasa Indonesia ...........................................................................
1 5
Ejaan .............................................................................................................. A. Pengertian dan Sejarah Ejaan ............................................................................ B. Ruang Lingkup EYD ........................................................................................... C. Cakupan EYD ...................................................................................................... 1. Pemakaian Huru .......................................................................................... 2. Penulisan Huru ............................................................................................ 3. Penulisan Kata ............................................................................................... 4. Pemakaian anda Baca/Pungtuasi.............................................................. 5. Penulisan Unsur Serapan .............................................................................
9
9 11 11 11 14 20 29 42
Kalimat .......................................................................................................... A. Pengertian Kalimat ............................................................................................. B. Unsur Kalimat ..................................................................................................... 1. Predikat .......................................................................................................... 2. Subyek ............................................................................................................ 3. Obyek..............................................................................................................
53 53 54 54 54 55
vi
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
C. D.
4. Pelengkap ....................................................................................................... 5. Keterangan..................................................................................................... Pola Kalimat Dasar ............................................................................................. Kalimat Eekti..................................................................................................... 1. Pengertian Kalimat Eekti........................................................................... 2. Ciri-ciri Kalimat Eekti ...............................................................................
55 56 56 57 57 57
Bab 4
Paragraf........................................ ................................................................. A. Pengertian ............................................................................................................ B. Unsur-unsur Paragra ........................................................................................ 1. Kalimat Penjelas Mayor ............................................................................... 2. Kalimat Penjelas Minor................................................................................ C. Struktur Paragra................................................................................................. D. eknik Pemaparan Paragra............................................................................... 1. Paragra Deskripti....................................................................................... 2. Paragra Ekspositoris.................................................................................... 3. Paragra Argumentati.................................................................................. 4. Paragra Narati ............................................................................................ E. Jenis Paragra ....................................................................................................... 1. Paragra Pembuka ......................................................................................... 2. Paragra Pengembang ................................................................................... 3. Paragra Penutup........................................................................................... F. Cara Pengembangan Paragra ........................................................................... 1. Pola Pengembangan Ruang dan Waktu ..................................................... 2. Pola Pengembangan Sebab-Akibat............................................................. 3. Pola Pengembangan Susunan Pembanding .............................................. 4. Pola Pengembangan Ibarat .......................................................................... 5. Pola Pengembangan Susunan Dafar ......................................................... 6. Pola Pengembangan Susunan Contoh ....................................................... 7. Pola Pemgembangan Susunan Bergambar ................................................ G. Koherensi dan Kohesi Paragra .........................................................................
65 65 66 67 67 67 68 68 68 69 69 69 69 70 70 70 71 71 71 71 71 71 71 71
Bab 5
Perencanaan Karangan............................ .................................................... A. Pengertian ............................................................................................................ B. Struktur Karangan .............................................................................................. C. Manaat Perencanaan Karangan ....................................................................... D. Penyusunan Kerangka Karangan ...................................................................... E. ema, opik, dan Judul Karangan..................................................................... 1. ema ............................................................................................................... 2. opik ............................................................................................................... 3. Judul Karangan..............................................................................................
73 73 74 74 74 75 75 75 76
vii
Daftar Isi
F.
Pola Susunan Karangan...................................................................................... 1. Pola Alamiah ................................................................................................. 2. Pola logis ........................................................................................................ G. Macam-macam Kerangka Karangan................................................................ 1. Berdasarkan Perincian ................................................................................. H. Kerangka Karangan Formal............................................................................... I. Berdasarkan Perumusan eksnya ..................................................................... 1. Kerangka Kalimat ......................................................................................... 2. Kerangka opik ............................................................................................. J. Syarat Kerangka yang Baik................................................................................. 1. esis atau Pengungkapan Maksud Harus Jelas ......................................... 2. iap Unit dalam Kerangka Karangan Hanya Mengandung Satu Gagasan.................................................................................................. 3. Pokok-pokok dalam Kerangka Karangan Harus disusun Secara Logis ................................................................................................... 4. Harus Mempergunakan Pasangan Simbol yang Konsisten.....................
76 76 77 78 78 79 80 80 80 81 81
Bab 6
Diksi............................................................................................................... A. Pengertian Diksi .................................................................................................. B. Macam-macam Hubungan Makna .................................................................. 1. Sinonim .......................................................................................................... 2. Antonim ......................................................................................................... 3. Polisemi.......................................................................................................... 4. Hiponim......................................................................................................... 5. Hipernim........................................................................................................ 5. Homonim....................................................................................................... 6. Homoon ........................................................................................................ 8. Homogra....................................................................................................... C. Makna Kata .......................................................................................................... 1. Makna Denotati dan Konotati .................................................................. 2. Makna Umum dan Makna Khusus ............................................................ 3. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal.................................................... 4. Makna Peribahasa......................................................................................... 5. Makna Kias dan Lugas ................................................................................. 6. Kata Konkret dan Kata Abstrak .................................................................. 7. Majas atau Gaya Bahasa ...............................................................................
83 83 84 84 84 84 84 84 84 84 84 85 85 86 86 86 86 86 87
Bab 7
Notasi Ilmiah................................................................................................. 89 A. Kutipan ................................................................................................................. 89 1. Pengertian Kutipan ...................................................................................... 89 2. Prinsip-prinsip Mengutip ............................................................................ 89
81 81 81
viii
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
B.
C.
3. Jenis Kutipan ................................................................................................ 4. Cara-cara Mengutip...................................................................................... Catatan Kaki ........................................................................................................ 1. ujuan............................................................................................................. 2. Prinsip Membuat Catatan Kaki................................................................... 3. Jenis Catatan Kaki ......................................................................................... Bibliografi ............................................................................................................. 1. Unsur-unsur Bibliografi ............................................................................... 2. Bentuk Bibliografi ......................................................................................... 3. Penyusunan Bibliografi ................................................................................
90 90 91 91 92 92 93 93 93 94
Bab 8
Konvensi Naskah .......................................................................................... A. Pengetikan............................................................................................................ 1. Pemilihan Kertas ........................................................................................... 2. Pengetikan...................................................................................................... B. Pengorganisasian Karangan............................................................................... 1. Pelengkap Pendahuluan ( Prelimanaries ) ............................................ 2. Bagian Utama karangan ( Main Body ) .............................................. 3. Bagian Penutup ( Reerensi Matter ) ................................................... C. Pelengkap Pendahuluan ( Prelimanaries ) ................................................ 1. Halaman Sampul dan Halaman Judul........................................................ 2. Halaman Pengesahan ................................................................................... 3. Kata Pengantar .............................................................................................. 4. Abstrak ........................................................................................................... 5. Dafar Isi......................................................................................................... 6. Dafar Gambar .............................................................................................. 7. Dafar abel ................................................................................................... E. Pelengkap Penutup ( Reerensi Matter )..................................................... 1. Dafar Pustaka ............................................................................................... 2. Lampiran ( Apendiks ) ........................................................................ 3. Indeks ............................................................................................................. 4. Riwayat Hidup Penulis ................................................................................. F. Penyuntingan Naskah.........................................................................................
95 95 95 96 96 96 96 96 97 97 98 98 99 99 100 100 100 100 100 100 100 100
Bab 9
Plagiasi .......................................................................................................... A. Pengertian ............................................................................................................ B. Bentuk-bentuk Plagiasi ...................................................................................... C. Jenis-jenis Plagiasi............................................................................................... 1. Plagiarisme Penuh atau ‘Plagiarisme Lengkap’ ......................................... 2. Plagiarisme Parsial........................................................................................ 3. Minimalis Plagiarisme ................................................................................. 4. Plagiarisme Mosaic .......................................................................................
103 103 104 104 104 104 105 105
ix
Daftar Isi
D.
E.
Bab 10
Sanksi erhadap Plagiasi .................................................................................... 1. Lulusan P .................................................................................................... 2. Mahasiswa...................................................................................................... 3. Dosen/Peneliti/enaga Kependidikan ....................................................... Cara Menghindari Plagiasi ................................................................................ 1. Yang Dilakukan Ketika Proses Penulisan .................................................. 2. Ketika Pengutipan Wawancara ................................................................... 3. Ketika Pararase dan Mengambil kesimpulan........................................... 4. Ketika Mengutip Langsung ......................................................................... 5. Ketika Mengutip idak Langsung ..............................................................
105 105 106 106 107 107 108 108 108 108
Transliterasi Huruf Arab-Latin............................... ...................................... A. Pengertian ........................................................................................................... B. Prinsip Pembakuan ............................................................................................. C. Rumusan Pedoman ransliterasi Arab-Latin .................................................. 1. Konsonan ....................................................................................................... 2. Vokal ............................................................................................................... 3. Maddah .......................................................................................................... 4. a’ marbuthah................................................................................................ 5. Syaddah (asydi-d)........................................................................................ 6. Kata Sandang ................................................................................................. 7. Hamzah .......................................................................................................... 8. Penulisan Kata ............................................................................................... 9. Huru Kapital................................................................................................. 10. ajwid .............................................................................................................
111 111 112 112 113 114 115 115 115 116 116 116 117 117
Daftar Pustaka ..............................................................................................................
119
x
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
Bab 1
SEJARAH DAN KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA
A. SEJARAH Bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya pada saat Sumpah Pemuda 1928. Para pemuda yang menjadi pendiri bangsa dan negara Indonesia pada waktu itu mengucapkan sumpah bahwa mereka mengaku (1) bertumpah darah satu, tanah air Indonesia, (2) berbangsa satu, bangsa Indonesia, serta (3) menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Dengan diikrarkannya Sumpah Pemuda, resmilah bahasa Melayu, yang sudah dipakai sejak abab VII itu menjadi bahasa Indonesia. Pada waktu itu bahasa Indonesia dalam masyarakat masih disebut sebagai “bahasa Melayu”. Bahkan Pemerintah Hindia Belanda melarang pemakaian nama “bahasa Indonesia” sampai mereka takluk pada balatentara Jepang (1942). Pemilihan bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan dengan nama ‘bahasa Indonesia”, dilatarbelakangi berbagai alasan. Bahasa Melayu sudah menjadi bahasa yang kosmopolitan dan internasional sebelum tercetusnya Sumpah Pemuda. Bahasa tersebut sudah dipakai sebagai bahasa perantara (lingua ranca) bukan saja di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia enggara. Bahasa Melayu digunakan tidak hanya untuk komunikasi antar suku bangsa tetapi dengan bangsa lain seperti Arab, Cina, India, Belanda dan bangsa asing lainnya. Ini tidak hanya sekadar sebagai alat komunikasi di bidang ekonomi (perdagangan), tetapi juga di bidang sosial (alat komunikasi massa), politik (perjanjian antar kerajaan), sastra-budaya, termasuk dalam penyebaran agama. Berbagai batu tulis seperti (1) Prasasti Kedukan Bukit (683) dan Prasasti alang uo (684) di Palembang, (2) Prasasti Kota Kapur ( 686) di Bangka Barat, dan (3) Prasasti Karang
2
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
Brahi (688), di Merangi, Jambi menggunakan teks bahasa Melayu Kuno. Selain ditemukan di Pulau Sumatra, beberapa prasasti berbahasa Melayu Kuno tersebut juga ditemukan di beberapa tempat di Pulau Jawa seperti di Gandasuli (832) Jawa engah, dan Prasasti Bogor (942) di Jawa Barat serta ditemukan makam berbahasa Melayu Minye, ujoh, Aceh. Selain di Nusantara juga ditemukan benda-benda arkeologi berbahasa Melayu di Pulau Luzon, Filipina, Ligor, Tailand, dan rengganu, Malaysia. Alasan lainnya ialah bahasa Melayu lebih egaliter dibandingan bahasa-bahasa lain di Nusantara seperi Jawa, Sunda, Bali yang jauh lebih rumit, baik dalam cara tulis maupun hirarkienya. Bahasa-bahasa tersebut mengenal tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang digunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun pangkat. Oleh karenanya, bahasa tersebut tidak dapat dipakai berkomunikasi dalam masyarakat demokratis yang menghendaki setiap orang berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah. Bahasa Melayu pun mengenal kata-kata khusus untuk raja atau uhan, namun hanya sekadarnya saja, sama dengan bahasa-bahasa lain di dunia. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda pemakaian bahasa Melayu makin meluas karena sudah digunakan di sekolah-sekolah dan penerbitan termasuk buku-buku, majalahmajalah (Pandji Poestaka dan Sri Poestaka), dan almanak yang diusahakan oleh pemerintah Belanda. Bahasa Melayu yang digunakan Pemerintah Hindia Belanda adalah bahasa Melayu “resmi” yang dikenal Bahasa Melayu inggi. Bahasa Melayu inggi itu juga digunakan pers yang pro Hindia Belanda yang disebut “pers putih”. Sementara itu, bahasa Melayu Rendah, untuk membedakan dengan bahasa Melayu inggi, digunakan di kalangan pergerakan kebangsaan dalam rapat-rapat dan kongres serta dalam berbagai penerbitan. Para pemimpin pergerakan seperti H.O.S jokroaminoto, H. Agoes Salim, Abdoel Moeis, Ir. Soekarno, Drs. Moh.Hatta, Sjahrir, M. Natsir, dan lain-lain tidak hanya mempergunakan bahasa Melayu sebagai sarana pikiran-pikiran tetapi memperkaya dengan kosakata wacana tentang kolonialisme, marxisme, sosialisme, demokrasi dalam pidato dan tulisan-tulisannya. Bahasa Melayu Rendah dikenal juga dengan bahasa Melayu Pasar. Istilah Melayu Pasar karena dihubungkan dengan kenyataan bahwa bahasa tersebut digunakan dalam jual beli di pasar, yaitu sebagai bahasa perhubungan (lingua ranca) antarbangsa (Pribumi, Arab, Cina, India, Belanda dan lain-lain) dan antarsuku (Jawa, Melayu, Sunda, Bali, Manado, Banjar, dan lain-lain) selama berabad-abad. “Bahasa Melayu Pasar” digunakan juga oleh masyarakat Cina (peranakan) dalam komunikasi maupun berkesusastraan yang dikenal “Sastra Melayu ionghoa” (menurut Nio Joe Land, 1946) atau “Sastra Melayu Asimilasi” (menurut Pramodya Ananta oer (dalam pengantar bukunya empo Doeloe) serta dalam koran-korannya yang dikenal “pers kuning”. Beberapa peristiwa itulah yang menyebabkan bahasa Melayu, bahasa yang berasal dari Riau yang penutur dan hasil kesusastraan tidak sebanyak bahasa-bahasa lain di Nusantara menjadi bahasa persatuan sebagai bekal untuk mempersatukan seluruh bangsa Indonesia dalam berjuang melawan pemerintah Kolonial Belanda. Peresmian tersebut diterima dengan penuh kesadaran oleh masyarakat Indonesia sampai sekarang. Orang yang paling bersemangat
Bab 1
Sejarah dan Kedudukan Bahasa Indonesia
3
hendak memajukan bahasa daerah di mana pun, tak pernah menggugat kedudukan bahasa Melayu yang kemudian menjadi bahasa persatuan dan kesatuan. Beberapa peristiwa penting yang mengandung arti dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia dapat disebutkan sebagai berikut. 1. Pemerintah Hinda Belanda pada 1901 menunjuk Pro. Charles Van Ophuisjsen dibantu Engku Nawawi gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad aib Soetan Ibrahim untuk menyusun pembakuan bahasa Melayu, yang melahirkan sistim ejaan penulisan bahasa Melayu dengan huru Latin, yang kemudian dikenal sebagai “Ejaan van Ophuijsen” dan dimuat dalam Kitab Logat Melajoe dengan anak judul Woordenlisjst voor de spelling der Maleische aal met Latinjnsche Karakter. Pembakuan tersebut disesuaikan dengan logika pemikiran Belanda dan efisiensi pelenyelenggara administrasi kolonial. Upaya ini dilakukan untuk mengoptimalkan bahasa Melayu untuk menjalankan kekuasaan dan ekploitasi kolonialisme Belanda. 2. Selain diajarkan di sekolah-sekolah Pemerintah Belanda, yang dibangun untuk menyiapkan tenaga pemerintahan kolonial, Bahasa Melayu olahan pemerintah tersebut disebarkan secara sistematis melalui bacaan-bacaan. Untuk menjalankan kegiatan tersebut didirikan Commisie voor de Inlandche Shool en Volslectuur (aman Bacaan Rakyat, 1908) yang kemudian menjadi Kantoor voor de Volksectuur yang diberi nama “Balai Pustaka” (1917). Badan penerbitan ini bukan saja berusaha mengontrol dan mengatur bahasa Melayu yang dipakai tetapi juga menjauhkan pembaca dari bacaanbacaan yang dapat merusak kekusaan Belanda dan membangkitkan nasionalisme. Karena itu bacaan-bacaan yang diterbitkan harus sejalan dengan kebijakan pemerintah kolonial Belanda di bidang pendidikan. 3. Pada 25 Juni 1918 keluar ketetapan Ratu Belanda yang memberikan kebebasan kepada anggota-anggota Dewan Rakyat (Volksrad) untuk mempergunakan bahasa Melayu dalam perundingan-perundingan. Ketetapan tersebut berkat desakan-desakan dan hasrat ingin memperjuangkan bahasa Melayu menjadi bahasa nasional oleh para tokohtokoh pergerakan yang sebagian besar menggunakan bahasa Melayu dalam kongreskongres, rapat-rapat, tulisan-tulisan, dan lain-lain. Jahja Datoek Kajo, orang pertama kali yang berpidato menggunakan bahasa Melayu di Volksrad. 4. Pada Mei 1933 Sutan akdir Alisyahbana menerbitkan majalah Pujangga Baru sebagai reaksi atas sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya sastrawan, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme. ujuan pendiriannya untuk menumbuhkan kesusastraan baru yang sesuai semangat zamannya dan mempersatukan para sastrawan dalam satu wadah karena sebelumnya cerai berai dengan menulis di berbagai majalah. Penyebaran majalah ini terbatas ke kalangan guru dan mereka yang dianggap memiliki perhatian terhadap masalah kebudayaan dan kesusastraan. Di antara
4
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
yang terbatas itu ada juga yang sampai ke Malaysia hingga ikut berpengaruh terhadap perkembangan sastra Melayu. Meskipun pembacanya tidak banyak, tapi pengaruh majalah ini besar sekali. Banyak ahli yang menyumbangkan tulisan, di antaranya Pro. Husein Djajadiningrat, Maria Ulah Santoso, Amir Sjariuddin, Mr. Sumanang, Poerwadarminta, dan beberapa intelektual Indonesia lainnya. erobosan Pujangga Baru misalnya penggunaan bahasa yang ditawarkan SA yang mengesampingkan bahasa Melayu yang kemudian digantikan dengan perpaduan bahasa daerah masing-masing pengarang dan bahasa asing. Hal itulah yang dikritik oleh kaum bangsawan Melayu dan para guru yang setia kepada pemerintah kolonial Belanda termasuk beberapa tokoh bahasa pun seperti H. Agus Salim, Sutan Moh. Zain dan S.M. Lati. Mereka beranggapan bahasa dalam majalah itu merusak bahasa Melayu. Selain mendirikan majalah Pujangga Baru, SA pada 1936 menyusun atabahasa Bahasa Indonesia. 5. ahun 1938, dalam rangka memperingati sepuluh tahun Sumpah Pemuda, diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo, Jawa engah. Kongres ini dihadiri oleh bahasawan dan budayawan terkemuka pada saat itu, seperti Pro. Dr. Hoesein Djajadiningrat, Pro. Dr. Poerbatjaraka, dan Ki Hajar Dewantara. Dalam kongres tersebut dihasilkan beberapa keputusan yang sangat besar artinya bagi pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia. Keputusan tersebut, antara lain: a. mengganti Ejaan van Ophuysen, b. mendirikan Institut Bahasa Indonesia, dan c. menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam Badan Perwakilan. Selanjutnya Kongres Bahasa Indonesia II dilaksanakan pada 28 Oktober s.d. 2 November 1954 di Medan, Sumatera Utara. Kongres ini terselenggara atas prakarsa Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan, Mr. Mohammad Yamin. Setelah itu setiap lima tahun sekali diadakan Kongres Bahasa Indonesia seperti tercantum di bawah ini. a. Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta, 28 Oktober s.d. 3 November 1978 b. Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta, 21 s.d. 26 November 1983 c. Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta, 27 Oktober s.d. 3 November 1988 d. Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta, 28 Oktober s.d. 2 November 1993 e. Kongres Bahasa Indonesia VII di Jakarta, 26 s.d. 30 Oktober 1998 . Kongres Bahasas Indonesia VIII di Jakarta, 14 s.d. 17 Oktober 2003 g. Kongres Bahasa Indonesia IX di Jakarta, 20 Oktober s.d. 1 November 2008 h. Kongres Bahasa Indonesia X, di Jakarta, 2013 6. ahun 1942-1945 (masa pendudukan Jepang), Jepang melarang pemakaian bahasa Belanda yang dianggapnya sebagai bahasa musuh. Penguasa Jepang terpaksa menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi untuk kepentingan penyelenggaraan administrasi
Bab 1
Sejarah dan Kedudukan Bahasa Indonesia
5
pemerintahan dan sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan, sebab bahasa Jepang belum banyak dikuasai oleh bangsa Indonesia. Soekarno, Moh. Hatta, dan para pemimpin lain berkeliling berpidato, membakar semangat rakyat, dan juga melalui siaran-siaran melalui radio selalu mempergunakan bahasa Indonesia sehingga bahasa Indonesia kian dekat dengan rakyat. Hal yang demikian menyebabkan bahasa Indonesia mempunyai peran yang semakin penting sehingga untuk pertama kalinya pada masa ini bangsa Indonesia memiliki Kamus Istilah. 7. ahun 1947 masa Negara Republik Indonesia berpusat di Yogyakarta, dibentuklah sebuah panitia Ejaan Bahasa Indonesia yang diketuai oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan ketika itu yaitu Mr. Soewandi. Pada 19 Maret 1947 Menteri Mr. Soewandi dalam surat keputusannya SK No. 264/Bhg. A/47 menetapkan perubahan ejaan bahasa Indonesia. Ejaan yang diperbaharui ini kemudian dikenal dengan nama Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. 8. ahun 1963 ada upaya dari pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah Diraja Malaysia untuk mengadakan satu ejaan dengan mengingat antara bahasa Indonesia dan bahasa Melayu yang dipergunakan sebagai bahasa resmi pemerintah Diraja Malaysia masih satu rumpun atau memiliki kesamaan. Usaha itu antara lain pemuakatan ejaan Melindo (Melayu-Indonesia) dengan membentuk panitia Indonesia dan Melayu, masing-masing diketuai oleh Pro. Dr. Slamet Mulyana dari Indonesia dan Syed Nasir bin Ismail dari Persekutuan anah Melayu. Panitia ini menghasilkan konsep bersama yang dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Ejaan Melayu—Indonesia). Namun, upaya ini akhirnya kandas karena situasi politik antara Indonesia dan Malaysia yang sempat memanas. 9. ahun 1948 terbentuk sebuah lembaga yang menangani pembinaan bahasa dengan nama Balai Bahasa. Lembaga ini, pada tahun 1968, diubah namanya menjadi Lembaga Bahasa Nasional dan pada tahun 1972 diubah menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa yang selanjutnya lebih dikenal dengan sebutan Pusat Bahasa. 10. Pada 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia, Soeharto meresmikan penggunaan Ejaan yang Disempurnakan (kemudian biasa disingkat EYD) yang dikuatkan dengan Keputusan Presiden Nomor 57, tahun 1972 dan ap.MPR No. 2/1972 . Ejaan tersebut menggantikan ejaan lama, ejaan Republik atau ejaan Soewandi. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pembentukan Istilah resmi diberlakukan 31 Agustus 1972.
6
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
B. KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang penting bagi bangsa Indonesia tercermin dalam ikrar ketiga Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, dan UUD 1945, Bab XV Pasal 36. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda yang berbunyi “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”, tersebut menegaskan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Sebagai bahasa nasional dirumuskan ungsi bahasa Indonesia dalam “Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan oleh Pusat Bahasa di Jakarta, 25 – 28 Februari 2010. Hasil rumusan seminar tersebut mengungkapkan bahwa sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki ungsi sebagai 1. Lambang kebanggaan nasional 2. Lambang identitas nasional 3. Alat pemersatu masyarakat yang berbeda latar budayanya 4. Alat perhubungan antarbudaya dan antardaerah Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa Indonesia, kita harus bangga dengannya; kita harus menjunjungnya; dan kita harus mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggaan kita harus memakai tanpa rasa rendah diri, malu, dan acuh tak acuh. Kita harus memakainya dengan memelihara dan mengembangkannya. Kebanggaan tersebut bukan hanya karena bahasa Indonesia mengandung nilai-nilai luhur tetapi karena sejak awal bahasa Indonesia sudah ditetapkan sebagai bahasa nasioanal. Semantara itu negara-negara tetangga kita seperti Filipina, India, bahkan persekutuan anah Melayu (yang kemudian menjadi Malaysia dan Singapura) tidak dapat menetapkan satu bahasa saja sebagai bahasa nasionalnya. Di India ada enam belas macam bahasa resmi, di PM ada empat bahasa resmi (Melayu, Inggris, Cina, dan amil), sedang di Filipina bahasa agalog didampingi oleh beberapa bahasa lain termasuk bahasa Inggris. Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan ‘lambang’ bangsa Indonesia. Ini berarti, dengan bahasa Indonesia akan dapat diketahui siapa kita, yaitu siat, perangai, dan watak kita sebagai bangsa Indonesia. Karena ungsinya yang demikian itu, maka kita harus menjaganya jangan sampai ciri kepribadian kita tidak tercermin di dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia tidak menunjukkan gambaran bangsa Indonesia yang sebenarnya. Dengan ungsi yang ketiga memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam latar belakang sosial budaya dan berbeda bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa Indonesia merasa aman dan serasi hidupnya, sebab mereka tidak merasa bersaing dan tidak merasa lagi ‘dijajah’ oleh masyarakat suku lain. Apalagi dengan adanya kenyataan bahwa dengan menggunakan bahasa Indonesia, identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya daerah masih tercermin dalam bahasa daerah masing-masing. Kedudukan dan ungsi bahasa daerah masih tegar dan tidak tergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah diharapkan dapat memperkaya khazanah bahasa Indonesia.
Bab 1
Sejarah dan Kedudukan Bahasa Indonesia
7
Dengan ungsi keempat, bahasa Indonesia sering kita rasakan manaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa Indonesia kita dapat saling berhubungan untuk segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan mudah diinormasikan kepada warganya. Akhirnya, arus inormasi antarkita meningkat berarti akan mempercepat peningkatan pengetahuan kita. Apabila pengetahuan kita meningkat berarti tujuan akan cepat tercapai. Selain sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa negara. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab XV Pasal 36 yang berisi, “Bahasa Negara adalah bahasa Indonesia.” Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berungsi sebagai, 1. bahasa resmi kenegaraan, 2. bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan 3. bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, dan 4. bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern. Keempat ungsi tersebut harus dilaksanakan, sebab ungsi-ungsi tersebut sebagai penanda bahwa suatu bahasa sebagai bahasa negara. Sebagai bahasa resmi kenegaraan, menuntut penggunaan bahasa Indonesia dalam keputusan-keputusan, dokumen-dokumen, dan surat-surat resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah dan lembaga-lembaganya ditulis dalam bahasa Indonesia. Pidato-pidato atas nama pemerintah atau dalam rangka menunaikan tugas pemerintah diucapkan dan dituliskan dalam bahasa Indonesia. Sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi di seluruh Indonesia dan pada sekolah-sekolah Indonesia di luar negeri. Sebagai konsekuensi pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan, maka materi pelajaran yang berbentuk media cetak hendaknya juga berbahasa Indonesia. Hal itu dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing atau menyusunnya sendiri. Sebagai ungsinya di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan, bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah dan penyebarluasan inormasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu media komunikasi massa. ujuan penyeragaman dan peningkatan mutu tersebut agar isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat diterima masyarakat. Akhirnya, sebagai ungsi pengembangan kebudayaan nasional, ilmu, dan tekonologi, bahasa Indonesia terasa sekali manaatnya. Kebudayaan nasional yang beragam itu, yang berasal dari masyarakat Indonesia yang beragam pula, rasanya tidaklah mungkin dapat disebarluaskan kepada dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia dengan bahasa selain bahasa
8
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
Indonesia. Hal ini juga berlaku dalam penyebarluasan ilmu dan teknologi modern. Agar jangkauan pemakaianya lebih luas, penyebaran ilmu dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lain, henda knya menggunakan bahasa Indonesia
Bab 2 1 PARAMETER ANTENA DAN EJAAN PENGERTIANNYA
A. PENGERTIAN DAN SEJARAH EJAAN Kata “”ejaan” berasal dari kosakata bahasa Arab hijs’ menjadi eja yang mendapat akhiran – an. Huru yang dieja disebut huru hijaiyah. Mengeja adalah membaca huru demi huru. Ejaan adalah sistem tulis menulis yang dibakukan (distandardisasikan). Ejaan berarti pula lambang ujaran. Dengan kata lain, ejaan adalah lambang dari bunyi bahasa. onem /a/ dilambangkan dengan huru a, jeda dilambangkan dengan koma (,), kesenyapan dilambangkan dengan titik (.), dan sebagainya.1 Setelah Islam datang, di Nusantara digunakan huru Arab untuk menulis bahasa Melayu. Huru ini disebut huru Arab-Melayu (huru pegon/huru Jawi). Ini merupakan salah satu huru yang pertama dikenal. Kitab Sejarah Melayu merupakan contoh penggunaan huru Jawi untuk bahasa Melayu. okoh yang menggunakan huru Jawi dalam tulis-menulis adalah Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, seorang tokoh Zaman Peralihan dari sastra lisan ke sastra tulis. Berbagai pakar memberikan pengertian tentang ejaan yang penulis kutip untuk lebih memperjelas pengertian tentang ejaan. Menurut Harimurti Kridalaksana, ejaan (spelling) adalah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-menulis yang distandardisasikan, yang lazimnya mempunyai 3 aspek, yakni aspek onologis yang menyangkut penggambaran onem
1
Ramlan Abdul Gani dan Mahmudah Fitriyah, Disiplin Berbahasa Indonesia (Jakarta : PIK Press), hlm. 17.
10
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
dengan huru dengan penyusunan abjad, aspek morologis yang menyangkut penggambaran satu-satuan moremis, aspek sintaksis yang menyangkut pertanda ujaran berupa tanda baca. 2 Sedangkan J.S. Badudu menyatakan bahwa ejaan adalah pelambangan onem dengan huru. Dalam sistem ejaan suatu bahasa, ditetapkan bagaimana onem-onem dalam bahasa itu dilambangkan. Lambang onem dinamakan huru. Sejumlah huru dalam suatu bahasa disebut abjad. 3 Menurut Zainal E. Arifin dan S. Amran asai ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana antarhubungan antara lambanglambang itu.4 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan bahwa ejaan adalah kaidan-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat dsb.) dalam bentuk tulisan (huru-huru) serta penggunaan tanda baca. 5 Berdasarkan berbagai pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ejaan adalah seperangkat aturan atau kaidah penulisan bunyi ke dalam bentuk tulisan yang menyangkut penanda ujaran (tanda baca) beserta beberapa kaidah yang lain. Ejaan yang berlaku sekarang dinamakan Ejaan yang Disempurnakan (EYD). EYD ini merupakan penyempurnaan ejaan yang sudah dipakai selama dua puluh lima tahun sebelumnya yang dikenal dengan nama Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi (Menteri PP dan K Republik Indonesia pada saat itu, diresmikan pada tahun 1947). Sebelum ejaan Soewandi telah ada ejaan yang merupakan ejaan pertama bahasa Indonesia yaitu Ejaan Van Ophyusen. Ejaan ini ditetapkan pada tahun 1901 berdasarkan rancangan Pro. Ch. A. Van Ophusen. Ia dibantu Engku Nawawi Gelar Soetan Mamoer dan Moehammad aib Soetan Ibrahim. Ejaan Van Ophyusen tidak lagi berlaku pada tahun 1947. Ejaan yang Disempurnakan (EYD) diresmikan tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia berdasarkan Putusan Presiden No. 57, ahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu. Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
2
Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik (Jakarta : P Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm. 48 J.S. Badudu, Pelik-pelik Bahasa Indonesia (Bandung : CV Pustaka Prima, 1985), hlm. 31 4 E. Zainal Arifin dan S. Amran asai. Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan inggi (Jakarta : Akademika Pressindo) hlm. 127 5 Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 2000), hlm. 285. 3
Bab 2
Ejaan
11
B. RUANG LINGKUP EYD Ruang lingkup EYD mencakup lima aspek yaitu : 1. Pemakaian huru membicarakan bagian-bagian dasar dari suatu bahasa yaitu, abjad, vokal, konsonan, pemenggalan, dan nama diri 2. Penulisan huru membicarakan bagaimana penulisan huru kapital dan dan huru miring 3. Penulisan kata membicarakan bidang morologi dengan segala bentuk dan jenisnya berupa kata dasar, kata turunan, kata ulang, gabungan kata, kata ganti ( kau, ku, mu, dan nya), kata depan (di, ke, dan dari), kata sandang (si dan sang), partikel, singkatan, dan akronim, dan angka dan lambang bilangan. 4. Penulisan unsur serapan membicarakan kaidah cara penulisan unsur serapan, terutama kosakata yang berasal dari bahasa asing. 5. Pemakaian tanda baca (pungtuasi) membicarakan teknik penerapan kelima belas tanda baca dalam penulisan dengan kaidah masing-masing. anda baca itu adalah 1) anda titik (.) 2) ada koma (,) 3) anda titik koma (;) 4) anda titik dua (:) 5) anda hubung (-) 6) anda pisah ( __) 7) anda elipsis (...) 8) anda tanya (?) 9) anda seru (!) 10) anda kurung ((...)) 11) ang kurung siku ([...]) 12) anda petik ganda (”...”) 13) anda petik tunggal (’...’) 14) anda garis miring (/) 15) anda penyingkat (’)
C. CAKUPAN EYD Ruang lingkup Ejaan yang Disempurnakan (EYD) meliputi,
1.
Pemakaian Huruf a. Huru Abjad Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huru yang berikut. Nama tiap huru disertakan di sebelahnya.
12
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
Huru
Nama
Huru
Nama
Huru
Nama
Aa
a
Jj
je
Ss
es
Bb
be
Kk
ka
t
te
Cc
ce
Ll
el
Uu
u
Dd
de
Mm
em
Vv
e
Ee
e
Nn
en
Ww
we
F
e
Oo
o
Xx
eks
Gg
ge
Pp
pe
Yy
ye
Hh
ha
Qq
ki
Zz
zet
Ii
i
Rr
er
b. Huru Vokal Huru yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huru a, e, i, o, dan u. Contoh Pemakaian dalam Kata Di Awal Di Tengah Di Akhir a api padi lusa e* enak petak sore emas kena tipe i itu simpan murni o oleh kota radio ulang u bumi ibu * Dalam pengajaran laal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan keraguan. Huru Vokal
Misalnya: Anak-anak bermain di teras (t éras). Upacara itu dihadiri pejabat teras pemerintah. Kami menonton film seri (s éri). Pertandingan itu berakhir seri. c. Huru Konsonan Huru yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huru-huru b, c, d , , g , h, j, k, l , m, n, p, q, r , s, t , v , w, x , y , dan z . Huru Konsonan
b c d
Di Awal bahasa cakap d ua
Contoh Pemakaian dalam Kata Di Tengah Di Akhir sebut adab kaca – ad a abad
Bab 2
13
Ejaan
Contoh Pemakaian dalam Kata Di Awal Di Tengah Di Akhir akir ka ir maa g g una ti g a bali g h hari saham tuah j jalan man ja mikra j k kami paksa sesak – rakyat* bapak* l l ekas al as kesal m maka kami diam n nama anak daun pasang p a pa sia p q** Quran Furqan – r r aih bar a putar s sampai asli lemas t ali t mat a rapat v v aria lav a – w wanita hawa – x** x enon – – y y akin pa y ung – z z eni laz im juz * Huru k di sini melambangkan bunyi hamzah. ** Huru q dan x digunakan khusus untuk nama dan keperluan ilmu Huru Konsonan
d. Huru Difong Di dalam bahasa Indonesia terdapat difong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi. Huru Difong
ai au oi
Contoh Pemakaian dalam Kata Di Awal Di Tengah ain sy aitan aula saudara – boikot
Di Akhir pandai harimau amboi
e. Gabungan Huru Konsonan Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huru yang melambangkan konsonan, yaitu kh, ng , ny , dan sy . Gabungan Huru Konsonan kh ng ny sy
Di Awal khusus ng ilu ny ata sy arat
Contoh Pemakaian dalam Kata Di Tengah Di Akhir akhir tarikh bang un senang hany ut – isy arat arasy
14
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
. Nama Diri Penulisan nama sungai, gunung, jalan dan sebagainya, disesuaikan dengan Ejaan yang Disempurnakan. Nama orang, badan hukum dan nama diri lain yang sudah lazim disesuaikan dengan Ejaan yang Disempurnakan kecuali bila ada pertimbangan khusus.
2.
Penulisan Huruf a. Huru Kapital atau Huru Besar 1. Huru kapital atau huru besar dipakai sebagai huru pertama kata pada awal kalimat. Misalnya: Dia mengantuk. Apa maksudnya? K ita harus bekerja keras. P ekerjaan itu belum selesai. 2.
Huru kapital dipakai sebagai huru pertama petikan langsung. Misalnya: Adik bertanya, “K apan kita pulang?” Bapak menasihatkan, “Berhati-hatilah, Nak!” “K emarin engkau terlambat,” katanya. “Besok pagi,” kata Ibu, “Dia akan berangkat”.
3.
Huru kapital dipakai sebagai huru pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan. Misalnya: Allah, Y ang M ahakuasa, Y ang M aha P engasih, Alkitab, Quran, W eda, I slam, K risten uhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada hamba- N ya. Bimbinglah hamba- M u, ya uhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.
4.
Huru kapital dipakai sebagai huru pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang. Misalnya: M ahaputra Yamin Sultan Hasanuddin H aji Agus Salim I mam Syafii N abi Ibrahim
Bab 2
Ejaan
5.
15
Huru kapital tidak dipakai sebagai huru pertama nama gelar, kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang. Misalnya: Dia baru saja diangkat menjadi sultan. ahun ini ia pergi naik haji. Huru kapital dipakai sebagai huru pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat. Misalnya: W akil P residen Adam Malik P erdana M enteri Nehru P roesor Supomo Laksamana M uda U dara Husen Sastranegara Sekretaris J enderal Departemen Pertanian Gubernur Irian Jaya Huru kapital tidak dipakai sebagai huru pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak diikuti nama orang, atau nama tempat. Misalnya: Siapa g ubernur yang baru dilantik itu? Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik menjadi mayor jenderal.
6.
Huru kapital dipakai sebagai huru pertama unsur-unsur nama orang. Misalnya: Amir H amzah Dewi Sartika W age Rudol Supratman H alim P erdanakusumah Ampere
7.
Huru kapital tidak dipakai sebagai huru pertama nama orang yang digunakan sebagai nama sejenis atau satuan ukuran. Misalnya: mesin d iesel 10 v olt 5 ampere
16
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
8.
9.
Huru kapital sebagai huru pertama nama bangsa, suku, dan bahasa. Misalnya: bangsa I ndonesia suku Sunda bahasa I nggris Huru kapital tidak dipakai sebagai huru pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan. Misalnya: mengindonesiakan kata asing keinggris-inggrisan Huru kapital dipakai sebagai huru pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah. Misalnya: bulan Agustus hari N atal bulan M aulid Perang C andu hari Galungan tahun H ijriah hari J umat tarikh M asehi hari Lebaran P roklamasi K emerdekaan Indonesia Huru kapital tidak dipakai sebagai huru pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama. Misalnya: Soekarno dan Hatta mem proklamasikan kemerdekaan bangsanya. Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya perang dunia.
10. Huru kapital dipakai sebagai huru pertama nama geografi. Misalnya: Asia enggara K ali Brantas Banyuwangi Lembah Baliem Bukit Barisan N garai Sianok J azirah Arab P egunungan J ayawijaya Danau oba Selat Lombok Daratan inggi Dieng anjung H arapan Gunung Semeru eluk Benggala J alan Diponegoro erusan Suez
Bab 2
Ejaan
17
Huru kapital tidak dipakai sebagai huru pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri. Misalnya: berlayar ke t eluk mandi di kali menyeberangi selat pergi ke arah t enggara Huru kapital tidak dipakai sebagai huru pertama nama geograi yang digunakan sebagai nama jenis. Misalnya: garam inggris gula jawa kacang bogor pisang ambon
11. Huru kapital dipakai sebagai huru pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan. Misalnya: Republik I ndonesia M ajelis P ermusyawaratan Rakyat Departemen P endidikan dan K ebudayaan Badan K esejahteraan I bu dan Anak K eputusan P residen Republik I ndonesia, N omor 57, ahun 1972
Huru kapital tidak dipakai sebagai huru pertama kata yang bukan nama resmi negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi. Misalnya: menjadi sebuah r epublik beberapa badan hukum kerja sama antara pemerintah dan r akyat menurut undang-undang yang berlaku
12. Huru kapital dipakai sebagai huru pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi. Misalnya: Perserikatan Bangsa-Bangsa
18
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
Yayasan I lmu-I lmu Sosial U ndang-U ndang Dasar Republik Indonesia Rancangan U ndang-U ndang Kepegawaian 13. Huru kapital dipakai sebagai huru pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang , dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal. Misalnya: Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke R oma. Bacalah majalah Bahasa dan Sastra. Dia adalah agen surat kabar S inar Pembangunan. Ia menyelesaikan makalah “ Asas- Asas H ukum P erdata”. 14. Huru kapital dipakai sebagai huru pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan. Misalnya: Dr. doktor M.A. master o arts S.H. sarjana hukum S.S. sarjana sastra Pro. proesor n. tuan Ny. nyonya Sdr. saudara 15. Huru kapital dipakai sebagai huru pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan. Misalnya: “Kapan Bapak berangkat?” tanya Harto. Adik bertanya, “Itu apa, Bu?” Surat Saudara sudah saya terima. “Silakan duduk, Dik!” kata Ucok. Besok P aman akan datang. Mereka pergi ke rumah P ak Camat. Para ibu mengunjungi I bu Hasan.
Bab 2
Ejaan
19
Huru kapital tidak dipakai sebagai huru pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan p engacuan atau penyapaan. penyapaan. Misalnya: Kita harus menghorma menghormati ti bapak dan ibu kita. Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
16. Huru kapital dipakai sebagai huru pertama kata ganti Anda. Misalnya: Sudahkah Anda tahu? Surat Anda telah kami terima. b. Huru Miring 1. Huru miring dalam cetakan dipakai untuk menulis nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Misalnya: majalah Bahasa dan Kesusastraan buku Negarakertagama Negarakertagama karangan karangan Prapanca surat kabar Suara Karya 2.
3.
Huru miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huru, bagian kata, kata, atau kelompok kata. Misalnya: Huru pertama kata abad ialah ialah a. Dia bukan me menipu, nipu, tetapi di ditipu. tipu. Bab ini tidak tidak membicarakan membicarakan penulisan huru kapital. Buatlah kalimat dengan berlepas tangan. tangan. Huru miring dalam cetakan dipakai dipakai untuk untuk menuliskan kata nama ilmiah atau atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan disesuaik an ejaannya. Misalnya: Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostana. mangostana. Politik divide et impera impera pernah pernah merajalela di negeri ini. Weltanschauung antara antara lain diterjemahkan menjadi ‘pandangan dunia’.
etapi: Negara itu telah mengalami empat kudeta kudeta.. Catatan: Dalam tulisan tangan atau ketikan, huru atau kata yang akan dicetak miring diberi satu garis di bawahnya.
20
3.
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
Penulisan Kata
1) Kata Dasar Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Misalnya: Ibu percaya bahwa engkau tahu. Kantor pajak penuh sesak. Buku itu sangat tebal. 2) Kata Turunan a. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Misalnya: ber geletar geletar dikelola di kelola penetap pe netapan an menengok me nengok mempermain mem permainkan kan b.
c.
d.
Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.) Misalnya: ber tepuk tepuk tangan garis bawahi bawahi meng anak anak sungai sebar luaskan luaskan Jika bentuk dasar yang berupa gabungan gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.) Misalnya: meng garisbawahi garisbawahi meny ebarluaskan ebarluas kan dilipatganda di lipatgandakan kan peng hancurleburan hancurlebur an Jika salah satu satu unsur unsur gabungan gabungan kata hanya hanya dipakai dalam kombinas kombinasi, i, gabungan gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya: adipati adi pati mahasiswa maha siswa aerodinamika aero dinamika mancanegara manca negara
Bab 2
21
Ejaan
antar kota kota anumerta anu merta audiogram audio gram awahama awa hama bikarbonat bi karbonat biokimia bio kimia catur tunggal tunggal dasawarsa dasa warsa dekameter deka meter demoralisasi de moralisasi dwiwarna dwi warna ekawarna eka warna ekstrakurikuler ekstra kurikuler elektroteknik elektro teknik inrastruktur inra struktur inkonvensional in konvensional introspeksi intro speksi isme kolonialisme kolonial kosponsor ko sponsor
multilateral multilateral narapidana nara pidana nonkolaborasi non kolaborasi Pancasila Panca sila panteisme pan teisme paripurna pari purna poligami poli gami pramu pram uniaga prasangka pra sangka purnawirawan purna wirawan reinkarnasi re inkarnasi saptakrida sapta krida semiproesional semi proesional subseksi sub seksi swadaya swa daya telepon tele pon transmigrasi trans migrasi tritunggal tritunggal ultramodern ultra modern
Catatan: (1) Jika bentuk terikat diikuti oleh kata kata yang huru awalnya awalnya adalah huru kapital, di antara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung (-). Misalnya: non-Indonesia non -Indonesia pan-Arikanisme pan -Arikanisme (2) Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata k ata esa dan kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah. Misalnya: Mudah-mudahan uhan Yang ang Maha Maha Esa melindungi Esa melindungi kita. Pengasih.. Marilah kita bersyukur kepada uhan Yang Maha Pengasih 3) Kata Ulang Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung. Misalnya: anak-anak, buku-buku, kuda-kuda, mata-mata, hati-hati, undang-undang, biri-biri, kupu-kupu, kura-kura, laba-laba, sia-sia, gerak-gerik, huru-hara, lauk-pauk, mondarmandir, ramah-tamah, sayur-mayur, centang-perenang, porak-poranda, tungganglanggang, berjalan-jalan, dibesar-besarkan, menulis-nulis, terus-menerus, tukarmenukar, hulubalang-hulubalang, bumiputra-bumiputra
22
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
4) Gabungan Kata a. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah. Misalnya: duta besar, kambing hitam, kereta api cepat luar biasa, mata pelajaran, meja tulis, model linear, orang tua, persegi panjang, rumah sakit umum, simpang empat. b.
c.
Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan. Misalnya: alat pandang-dengar , anak-istri saya, buku sejarah-baru, mesin-hitung tangan, ibubapak kami, watt-jam, orang-tua muda Gabungan kata berikut ditulis serangkai. Misalnya: acapkali, adakalanya, akhirulkalam, alhamdulillah, astagfirullah, bagaimana, barangkali, bilamana, bismillah, beasiswa, belasungkawa, bumiputra, daripada, darmabakti, darmasiswa, dukacita, halalbihalal, hulubalang, kacamata, kasatmata, kepada, keratabasa, kilometer, manakala, manasuka, mangkubumi, matahari, olahraga, padahal, paramasastra, peribahasa, puspawarna, radioakti, sastramarga, saputangan, saripati, sebagaimana, sediakala, segitiga, sekalipun, silaturahmi, sukacita, sukarela, sukaria, syahbandar, titimangsa, wasalam
5) Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; ku, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya: Apa yang kumiliki boleh kauambil. Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan. 6) Kata Depan di, ke, dan dari Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada. (Lihat juga Bab III, Pasal D, Ayat 3.) Misalnya: Kain itu terletak di dalam lemari. Bermalam sajalah di sini. Di mana Siti sekarang?
Bab 2
Ejaan
23
Mereka ada di di rumah. rumah. Ia ikut terjun ke ke tengah tengah kancah perjuangan. Ke mana Ke mana saja ia selama ini? Kita perlu berpikir sepuluh tahun ke ke depan. depan. Mari kita berangkat ke ke pasar. pasar. Saya pergi ke ke sana-sini sana-sini mencariny mencarinya. a. Ia datang dari dari Surabaya Surabaya kemarin. Catatan: Kata-kata Kata-ka ta yang dicetak miring di bawah ini ditulis serangkai. Si Amin lebih tua daripada daripada si si Ahmad. Kami percaya sepenuhnya kepadanya kepadanya.. Kesampingkan saja Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu. Ia masuk, lalu keluar lagi. lagi. Surat perintah itu dikeluarkan dikeluarkan di di Jakarta pada tanggal 11 Maret 1966. Bawa kemari kemari gambar gambar itu. Kemarikan buku Kemarikan buku itu. Semua orang terkemuka terkemuka di di desa itu hadir dalam kenduri itu.
7) Kata si dan sang Kata si si dan dan sang ditulis ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misalnya: Harimau itu marah sekali kepada sang Kanci Kanci si pengirim. Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim. 8) Partikel a. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya: Bacalah Baca lah buku buku itu baik-baik. Jakarta adalah adalah ibu ibu kota Republik Indonesia. Apakah Apa kah yang yang tersirat dalam surat itu? Siapakah Siapa kah gerangan gerangan dia? Apatah Apa tah gunanya gunanya bersedih hati? b.
Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Misalnya: Apa pun Apa pun yang yang dimakannya, ia tetap kurus. Hendak pulang pun pulang pun sudah sudah tak ada kendaraa kendaraan. n. Jangan dua kali, satu kali pun kali pun engkau engkau belum pernah datang ke rumahku. Jika ayah pergi, adik pun adik pun ingin ingin pergi.
24
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
Catatan: Kelompok yang lazim dianggap padu, misalnya adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, sungguhpun, walaupun ditulis walaupun ditulis serangkai.
Misalnya: Adapun Adapu n sebab-sebabnya belum diketahui. Bagaimanapun juga Bagaimanapun juga akan dicobanya menyelesaikan tugas itu. Baik para mahasiswa maupun maupun mahasiswi mahasiswi ikut berdemonstrasi. Sekalipun belum Sekalipun belum memuaskan, hasil pekerjaannya dapat dijadikan pegangan. Walaupun miskin, Walaupun miskin, ia selalu gembira.
c.
Partikel per yang yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya. Misalnya: Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per gaji per 1 1 April. Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu. satu. Harga kain itu Rp 2.000 per 2.000 per helai. helai.
9) Singkatan dan Akronim a. Singkatan ialah bentuk bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huru atau lebih. a) Singkatan nama orang, nama gelar gelar,, sapaan, sapaan, jabatan jabatan atau atau pangkat pangkat diikuti dengan tanda titik.
Misalnya: A.S. Kramawijaya A.S. Kramawijaya Muh. Yamin Muh. Yamin Suman Hs Hs.. Sukanto S.A. M.B.A. M.Sc. S.E. S.Kar. S.K.M. Bpk. Sdr. Kol.
master o business administration master o science sarjana ekonomi sarjana karawitan sarjana kesehatan masyarakat bapak saudara kolonel
Bab 2
25
Ejaan
b)
Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huru awal kata ditulis dengan huru kapital dan tidak diikuti di ikuti dengan tanda titik.
Misalnya: DPR PGRI GBHN SMP P KP c)
Dewan Perwakilan Rakyat Persatuan Guru Republik Indonesia Garis-Gariss Besar Haluan Negara Garis-Gari Sekolah Menengah ingkat Pertama Perseroan erbatas Kartu anda Penduduk
Singkatan umum yang terdiri atas tiga huru atau lebih diikuti satu tanda titik.
Misalnya:
b.
dll. dsb. dst. hlm. sda. Yth.
dan lain-lain dan sebagainya dan seterusnya halaman sama dengan atas Yang terhormat
etapi: a.n. d.a. u.b. u.p. s.d.
atas nama dengan alamat untuk beliau untuk perhatian sampai dengan
Lambang kimia, singkatan singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
Misalnya: Cu N cm kVA l kg Rp (5.000,00)
kuprum trinitrotoluen sentimeter kilovolt-ampere liter kilogram (lima ribu) rupiah
26
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
c.
Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huru awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huru dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata. a) Akronim nama diri yang berupa gabungan huru awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huru kapital. Misalnya: ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia LAN Lembaga Administrasi Negara PASI Persatuan Atletik Seluruh Indonesia IKIP Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan SIM Surat Izin Mengemudi b)
c)
Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huru dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huru awal huru kapital. Misalnya: Akabri Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Iwapi Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia Kowani Kongres Wanita Indonesia Sespa Sekolah Sta Pimpinan Administrasi Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huru, suku kata, ataupun gabungan huru dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huru kecil Misalnya: pemilu pemilihan umum radar radio detecting and ranging rapim rapat pimpinan rudal peluru kendali tilang bukti pelanggaran
Catatan: Jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut: 1. Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazin pada kata Indonesia 2. Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim
Bab 2
27
Ejaan
10) Angka dan Lambang Bilangan a. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi. Angka Arab : Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100 ), D (500), M (1.000) Pemakaiannya diatur lebih lanjut dalam pasal-pasal yang berikut ini. ,
b.
,
,
,
,
,
,
,
,
Angka digunakan untuk menyatakan: (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi (ii) satuan waktu (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas Misalnya: 0,5 sentimeter 1 jam 20 menit Rp5.000,00 50 dolar Amerika 5 kilogram pukul 15.00 US$3.50* 10 pound Inggris 4 meter persegi tahun 1928 $5.10* 100 yen 10 liter 17 Agustus 1945 ¥100 10 persen 2.000 rupiah 27 orang
* tanda titik di sini merupakan tanda desimal. c.
Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat. Misalnya: Jalan anah Abang I No. 15 Hotel Indonesia, Kamar 169
d.
Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci. Misalnya: Bab X, Pasal 5, halaman 252 Surah Yasin: 9
e.
Penulisan lambang bilangan yang dengan huru dilakukan sebagai berikut: a) Bilangan utuh Misalnya: dua belas 12 dua puluh dua 22 dua ratus dua puluh dua 222 b)
Bilangan pecahan Misalnya: setengah tiga perempat
1/2 3/4
28
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
seperenam belas tiga dua pertiga seperseratus satu persen satu dua persepuluh
1/16 3 2/3 1/100 1% 1,2
c)
Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara yang berikut. Misalnya: Paku Buwono X di daerah tingkat II itu pada awal abad XX di tingkat kedua gedung itu dalam kehidupan pada abad ke-20 ini di tingkat ke-2 itu lihat Bab II, Pasal 5 kantornya di tingkat II itu dalam bab ke-2 buku itu
d)
Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti Misalnya: tahun ‘50-an (tahun lima puluhan) uang 5000-an (uang lima ribuan) lima uang 1000-an (lima uang seribuan)
e)
Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huru kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, sperti dalam perincian dan pemaparan. Misalnya: Amir menonton drama itu sampai tiga kali. Ayah memesan tiga ratus ekor ayam. Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5 orang memberikan suara blangko. Kendaraan yang ditempah untuk pengangkutan umum terdiri atas 50 bus, 100 helicak, 100 bemo.
)
Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huru. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat. Misalnya: Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu. Pak Darmo mengundang 250 orang tamu.
Bab 2
29
Ejaan
Bukan: 15 orang tewas dalam kecelakaan itu. Dua ratus lima puluh orang tamu diundang Pak Darmo. g)
h)
Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca. Misalnya: Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 250 juta rupiah. Penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 120 juta orang. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huru sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi. Misalnya: Kantor kami mempunya dua puluh orang pegawai. Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
Bukan: Kantor kamu mempunyai 20 (dua puluh) orang pegawai. Di lemari itu tersimpan 805 (delapan ratus lima) buku dan majalah. i)
4.
Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huru, penulisannya harus tepat. Misalnya: Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp 999,75 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus rupiah). Saya lampirkan tanda terima uang sebesar 999,75 ( sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus) rupiah.
Pemakaian Tanda Baca/Pungtuasi
1) Tanda Titik (.) a. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan. Misalnya: Ayahku tinggal di Solo. Biarlah mereka duduk di sana. Dia menanyakan siapa yang akan datang. Hari ini tanggal 6 April 1973. Marilah kita mengheningkan cipta. Sudilah kiranya Saudara mengabulkan permohonan ini.
30
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
b.
Tanda titik dipakai di belakang angka atau huru dalam suatu bagan, ikhtisar, atau dafar. Misalnya: a) III. Departemen Dalam Negri A. Direktorat Jendral Pembangunan Masyarakat Desa B. Direktorat Jendral Agraria b)
c.
d.
e.
.
1.
Patokan Umum 1.1 Isi Karangan 1.2 Ilustrasi 1.2.1 Gambar angan 1.2.2 abel 1.2.3 Grafik
Tanda titik dipakai untuk memisahkan Catatan: anda titik tidak dipakai di belakang angka atau huru dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huru itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huru angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu. Misalnya: pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik) Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu. Misalnya: 1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik) 0.20.30 jam (20 menit, 30 detik) 0.0.30 jam (30 detik) Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam dafar pustaka. Misalnya: Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya. Misalnya: Desa itu berpenduduk 24.200 orang. Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.
Bab 2
31
Ejaan
g.
h.
i.
Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah. Misalnya: Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung. Lihat halaman 2345 dan seterusnya. Nomor gironya 5645678. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya. Misalnya: Acara Kunjungan Adam Malik Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD’45) Salah Asuhan Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan alamat penerima surat. Misalnya: Jalan Diponegoro 82 Jakarta (tanpa titik) 1 April 1985 (tanpa titik) Yth. Sdr. Moh. Hasan (tanpa titik) Jalan Ari 43 (tanpa titik) Palembang (tanpa titik)
Atau: Kantor Penempatan enaga (tanpa titik) Jalan Cikini 71 (tanpa titik) Jakarta (tanpa titik) 2) Tanda Koma (,) a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan. Misalnya: Saya membeli kertas, pena, dan tinta. Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus memerlukan perangko. Satu, dua, ... tiga!
32
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
b.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan. Misalnya: Saya ingin datang, tetapi hari hujan. Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
ca. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya. Misalnya: Kalau hari hujan, saya tidak akan datang. Karena sibuk, ia lupa akan janjinya. cb. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya. Misalnya: Saya tidak akan datang kalau hari hujan. Dia lupa akan janjinya karena sibuk. Dia tahu bahwa soal itu penting. d.
e.
.
Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi. Misalnya: ... Oleh karena itu, kita harus berhati-hati. ... Jadi, soalnya tidak semudah itu. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat. Misalnya: O, begitu? Wah, bukan main! Hati-hati, ya, nanti jatuh. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. (Lihat juga pemakaian tanda petik, Bab V, Pasal L dan M.) Misalnya: Kata Ibu, “Saya gembira sekali.” “Saya gembira sekali,” kata Ibu, “karena kamu lulus.”
Bab 2
Ejaan
g.
33
Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya: Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta. Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor Surabaya, 10 Mei 1960 Kuala Lumpur, Malaysia h.
Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam dafar pustaka. Misalnya: Alisjahbana, Sutan akdir. 1949 atabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan 2. Djakarta: P Pustaka Rakjat.
i.
Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki. Misalnya: W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Yogyakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4.
j.
Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Misalnya: B. Ratulangi, S.E. Ny. Khadijah, M.A.
k.
l.
Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka. Misalnya: 12,5 m Rp12,50 Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang siatnya tidak membatasi. (Lihat juga pemakaian tanda pisah, Bab V, Pasal F.) Misalnya Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
34
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laki-laki yang makan sirih. Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, mengikuti latihan paduan suara. Bandingkan dengan keterangan pembatas yang pemakaiannya tidak diapit tanda koma: Semua siswa yang lulus ujian mendafarkan namanya pada panitia. m. Tanda koma dapat dipakai—untuk menghindari salah baca—di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat. Misalnya: Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh. Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan terima kasih.
Bandingkan dengan: Kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh dalam pembinaan dan pengembangan bahasa. Karyadi mengucapkan terima kasih atas bantuan Agus. n.
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru. Misalnya: “Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim. “Berdiri lurus-lurus!” perintahnya.
3) Tanda Titik Koma (;) a. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara. Misalnya: Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga. b.
Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk. Misalnya: Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk bekerja di dapur; Adik menghapal nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran “Pilihan Pendengar”.
Bab 2
Ejaan
35
4) Tanda Titik Dua (:) a. Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian. Misalnya: Kita sekarang memerlukan perabotan rumah tangga: kursi, meja, dan lemari. Hanya ada dua pilihan bagi pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati. ab. Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan Misalnya: Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari. Fakultas itu mempunyai Jurusan Ekonomi Umum dan Jurusan Ekonomi Perusahaan. b.
Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian. Misalnya: a) Ketua : Ahmad Wijaya Sekretaris : S. Handayani Bendahara : B. Hartawan b) empat Sidang : Ruang 104 Pengantar Acara : Bambang S Hari : Senin Waktu : 09.30
c.
Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan. Misalnya: Ibu : (meletakkan beberapa kopor) “Bawa kopor ini, Mir!” Amir : “Baik, Bu.” (mengangkat kopor dan masuk) Ibu : “Jangan lupa. Letakkan baik-baik!” (duduk di kursi besar)
d.
Tanda titik dua dipakai: (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan. Misalnya: empo, I (1971), 34:7 Surah Yasin:9 Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit. jokronegoro, Sutomo, jukupkah Saudara membina Bahasa Persatuan Kita? , Djakarta: Eresco, 1968.
36
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
5) Tanda Hubung (–) a. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh penggantian baris. Misalnya: Di samping cara-cara lama itu ada juga cara yang baru.
Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris. Misalnya: Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah disampaikan .... Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau beranjak ....
atau Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah disampaikan .... Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau beranjak .... bukan Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah disampaikan .... Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau beranjak ....
b.
Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris. Misalnya: Kini ada cara yang baru untuk mengukur panas. Kukuran baru ini memudahkan kita mengukur kelapa. Senjata ini merupakan alat pertahanan yang canggih.
Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huru saja pada pangkal baris.
Bab 2
37
Ejaan
c.
Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang. Misalnya: anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan.
Angka 2 sebagai tanda ulang hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai pada teks karangan. d.
e.
Tanda hubung menyambung huru kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal. Misalnya: p-a-n-i-t-i-a 8-4-1973 Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata. Misalnya: ber-evolusi dua puluh lima-ribuan (20 x 5000) tanggung jawab-dan kesetiakawanan-sosial
Bandingkan dengan: be-revolusi dua-puluh-lima-ribuan (1 x 25000) tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial .
g.
Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huru kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan -an, (iv) singkatan berhuru kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap Misalnya se-Indonesia, se-Jawa Barat, hadiah ke-2, tahun 50-an, mem-PHK-kan, hari-H, sinar-X, Menteri-Sekretaris Negara Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing. Misalnya: di-smash, pen-tackle-an
38
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
6) Tanda Pisah (—) a. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat. Misalnya: Kemerdekaan bangsa itu—saya yakin akan tercapai—diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri. b.
c.
Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas. Misalnya: Rangkaian temuan ini—evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom— telah mengubah persepsi kita tentang alam semesta. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti ‘sampai ke’ atau ‘sampai dengan’. Misalnya: 1910—1945 tanggal 5—10 April 1970 Jakarta—Bandung
Catatan: Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya. 7) Tanda Elipsis (...) a. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus. Misalnya: Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak. b.
Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan. Misalnya: Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
Catatan: Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga buah untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir kalimat. Misalnya: Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati ....
Bab 2
Ejaan
39
8) Tanda Tanya (?) a. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya. Misalnya: Kapan ia berangkat? Saudara tahu, bukan? b.
Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya: Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?). Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.
9) Tanda Seru (!) Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat. Misalnya: Alangkah seramnya peristiwa itu! Bersihkan kamar itu sekarang juga! Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak-istrinya! Merdeka! 10) Tanda Kurung ((...)) a. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan. Misalnya: Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Dafar Isian Kegiatan) kantor itu. b.
Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan. Misalnya: Sajak ranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.
Keterangan itu (lihat abel 10) menunjukkan arus perkembangan baru dalam pasaran dalam negeri. c.
Tanda kurung mengapit huru atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan. Misalnya: Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a). Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.
40
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
d.
Tanda kurung mengapit angka atau huru yang memerinci satu urutan keterangan. Misalnya: Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
11) Tanda Kurung Siku ([...]) a. Tanda kurung siku mengapit huru, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli. Misalnya: Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik. b.
Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung. Misalnya: Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 35–38]) perlu dibentangkan di sini.
12) Tanda Petik (“...”) a. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain. Misalnya: “Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!” Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, “Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia.” b.
c.
Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. Misalnya: Bacalah “Bola Lampu” dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu empat . Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul “Rapor dan Nilai Prestasi di SMA” diterbitkan dalam empo. Sajak “Berdiri Aku” terdapat pada halaman 5 buku itu. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus. Misalnya: Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara “coba dan ralat” saja. Ia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama “cutbrai”.
Bab 2
Ejaan
d.
Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung. Misalnya: Kata ono, “Saya juga minta satu.”
e.
Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat. Misalnya: Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “Si Hitam”. Bang Komar sering disebut “pahlawan”; ia sendiri tidak tahu sebabnya.
41
Catatan: anda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
13) Tanda Petik Tunggal (‘...’) a. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain. Misalnya: anya Basri, “Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?” “Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, ‘Ibu, Bapak pulang’, dan rasa letihku lenyap seketika,” ujar Pak Hamdan. b.
Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing. (Lihat pemakaian tanda kurung, Bab V, Pasal J.) Misalnya: eed-back ‘balikan’
14) Tanda Garis Miring (/) a. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
Misalnya: No. 7/PK/1973 Jalan Kramat III/10 tahun anggaran 1985/1986 b.
Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap. Misalnya: dikirimkan lewat darat /laut (dikirimkan lewat darat atau laut) harganya Rp 25,00 /lembar (harganya Rp 25,00 tiap lembar)
42
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
15) Tanda Penyingkat (Apostro) (‘) Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun. Misalnya: Ali ‘kan kusurati. (‘kan = akan) Malam t’lah tiba. (‘lah = telah) 1 Januari ‘88 (‘88 = 1988)
5.
Penulisan Unsur Serapan
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari pelbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing seperti Sanskerta, Arab, Portugis, Belanda, atau Inggris. Berdasarkan tara integrasinya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar. a. Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti: reshuffle, shuttle cock, I’exploitation de l’homme par I’homme. Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing. b. Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya. 1) Kaidah ejaan Kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur serapan itu sebagai berikut.
aa (Belanda) menjadi a paal baal octaa
pal bal okta
ae tetap ae jika tidak bervariasi dengan e aerobe aerob aerodinamics aerodinamika ae, jika bervariasi dengan e, menjadi e haemoglobin hemoglobin haematite hematit ai tetap ai trailer caisson
trailer k aison
Bab 2
43
Ejaan
au tetap au audiogram autotroph tautomer hydraulic caustic
audiogram autotro tautomer hidraulik k austik
c di muka a, u, o, dan konsonan menjadi k calomel kalomel construction konstruksi cubic kubik coup kup classification klasifikasi crystal kristal c di muka e, i, oe, dan y menjadi s central cent cybernetics circulation cylinder coelom
sentral sen sibernetika sirkulasi silinder selom
cc di muka o, u, dan konsonan menjadi k accomodation akomodasi acculturation akulturasi acclimatization aklimatisasi accumulation akumulasi acclamation aklamasi cc di muka e dan i menjadi ks accent accessory vaccine
aksen aksesori vaksin
cch dan ch di muka a, o, dan konsonan menjadi k saccharin sakarin charisma karisma cholera kolera chromosome kromosom technique teknik
44
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
ch yang laalnya s atau sy menjadi s echelon machine
eselon mesin
ch yang laalnya c menjadi c check China
cek C ina
ç (Sanskerta) menjadi s ç abda ç astra
sabda sastra
e tetap e effect description synthesis
eek deskripsi sintesis
ea tetap ea idealist habeas
idealis habeas
ee (Belanda) menjadi e stratos eer systeem
stratos er sistem
ei tetap ei eicosane eidetic einsteinium
eikosan eidetik einsteinium
eo tetap eo stereo geometry zeolite
stereo geometri zeolit
eu tetap eu neutron eugenol europium
neutron eugenol europium
Bab 2
45
Ejaan
tetap anatic actor ossil
anatik aktor osil
gh menjadi g sor ghum
sor g um
gue menjadi ge i gue gi gue
i ge gi ge
i pada awal suku kata di muka vokal tetap i iambus iambus ion ion iota iota ie (Belanda) menjadi i jika laalnya i politiek politik riem rim ie tetap ie jika laalnya bukan i variety patient efficient
varietas pasien efisien
kh (Arab) tetap kh khusus akhir
khusus akhir
ng tetap ng conting ent cong ress ling uistics
konting en kong res ling uistik
oe (oi Yunani) menjadi e oestrogen oenology oetus
estrogen enologi etus
46
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
oo (Belanda) menjadi u cartoon proo pool
kartun pru pul
oo (vokal ganda) tetap oo zoology coordination
zoologi k oordinasi
ou menjadi u jika laalnya u gou verneur coupon contour
gubernur k upon kontur
ph menjadi phase physiology spectogra ph
ase isiologi spektogra
ps tetap ps pseudo psychiatry psychosomatic
pseudo psikiatri psikosomatik
pt tetap pt pt erosaur pt eridology pt yalin
pt erosaur pt eridologi pt ialin
q menjadi k aquarium requency equator
akuarium rekuensi ekuator
rh menjadi r rhapsody rhombus rhythm rhetoric
r apsodi r ombus r itme r etorika
Bab 2
47
Ejaan
sc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi sk scandium skandium scotapia skotapia scutella skutela sclerosis sklerosis scriptie skripsi sc di muka e, i, dan y menjadi s scenography scintillation scyphistoma
senografi sintilasi sifistoma
sch di muka vokal menjadi sk schema schizophrenia scholasticism
skema skizorenia skolastisisme
t di muka i menjadi s jika laalnya s rat io act ion pat ient
rasio ak si pasien
th menjadi t theocracy orthography thiopental thrombosis methode
t eokrasi ort ografi t iopental t rombosis met ode
u tetap u unit nucleolus structure institute
unit nukleolus struktur institut
ua tetap ua dualisme aquarium
dualisme ak uarium
48
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
ue tetap ue suede duet
sued duet
ui tetap ui equinox conduite
ek uinoks konduite
uo tetap uo fluorescein quorum quota
fluoresein k uorum k uota
uu menjadi u prematuur vacuum
prematur vak um
v tetap v v itamin telev ision cav alry
v itamin telev isi kav aleri
x pada awal kata tetap x x anthate x enon x ylophone
x antat x enon x iloon
x pada posisi lain menjadi ks ex ecutive tax i ex udation latex
eksekuti taksi eksudasi lateks
xc di muka e dan i menjadi ks ex ception ex cess ex cision ex citation
eksepsi ekses eksisi eksitasi
Bab 2
49
Ejaan
xc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi ksk ex cavation ekskavasi ex communication ekskomunikasi ex cursive ekskursi ex clusive eksklusi y tetap y jika laalnya y y akitori y angonin y en y uan
y akitori y angonin y en y uan
y menjadi i jika laalnya i y ttrium d y namo prop y l ps y cholog y
itrium dinamo propil psikologi
z tetap z z enith z irconium z odiac z ygote
z enith z irkonium z odiak z igot
2) Konsonan ganda Konsonan ganda menjadi konsonan tunggal kecuali kalau dapat membingungkan. Misalnya: gabbro gabro accu aki e ff ect e ek commision komisi err um er um sole gg io sole g io
tetapi: mass
massa
Catatan a. Unsur pungutan yang sudah lazim dieja secara Indonesia tidak perlu lagi diubah Misalnya: kabar , sirsak, iklan, perlu, bengkel , hadir .
50
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
b.
Sekalipun dalam ejaan yang disempurnakan huru q dan x diterima sebagai bagian abjad bahasa Indonesia, kedua huru itu diindonesiakan menurut kaidah yang terurai di atas. Kedua huru itu digunakan dalam penggunaan tertentu saja seperti dalam pembedaan nama dan istilah khusus.
3) Akhiran asing Di samping pegangan untuk penulisan unsur serapan tersebut di atas, berikut ini didafarkan juga akhiran-akhiran asing serta penyesuaiannya dalam bahasa Indonesia. Akhiran itu diserap sebagai bagian kata yang utuh. Kata seperti standardisasi, eekti , dan implementasi diserap secara utuh di samping kata standar , eek, dan implemen.
-aat (Belanda) menjadi -at advok aat
advok at
-age menjadi -ase percentage etalage
persentase etalase
-al , -eel (Belanda) menjadi -al structural , structureel ormal , ormeel normal , normaal
struktural ormal normal
-ant menjadi -an accountant inormant
akuntan inorman
-ary , -air (Belanda) menjadi -er complementary , complementair primary , primair secondary , secundair
komplementer primer sekunder
-(a)tion, -(a)tie (Belanda) menjadi -asi, -si action, actie ak si publication, publicatie publik asi -eel (Belanda) menjadi -el ideëel materieel moreel
ideel materiel morel
Bab 2
51
Ejaan
-ein tetap -ein casein protein
kasein protein
-ic, -ics, -ique, -iek, -ica (Belanda) menjadi -ik, -ika logic, logica logika phonetics, phonetiek onetik physics, physica fisika dialectics, dialektica dialektika technique, techniek teknik -ic, -isch (adjektiva Belanda) menjadi -ik electronic, electronisch elektronik mechanic, mechanisch mekanik ballistic, ballistisch balistik -ical , -isch (Belanda) menjadi -is economical , economisch practical , practisch logical , logisch -ile, iel menjadi -il percentile, percentiel mobile, mobiel -ism, -isme (Belanda) menjadi -isme modernism, modernisme communism, communisme -ist menjadi -is publicist egoist -ive, -ie (Belanda) menjadi -i descriptive, descriptie demonstrative, demonstratie
ekonomis praktis logis
modernisme komunisme
publisis egois
deskripti demonstrati
52
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
-logue menjadi -log catalogue dialogue
katalog dialog
-logy , -logie (Belanda) menjadi -logi technology , technologie physiology , physiologie analogy , analogie
teknologi fisiologi analogi
-loog (Belanda) menjadi -log analoog epiloog
analog epilog
-oid , -oide (Belanda) menjadi -oid hominoid , hominoide anthropoid , anthropoide
hominoid anthropoid
-oir(e) menjadi -oar trottoir repertoire
trotoar repertoar
-or , -eur (Belanda) menjadi -ur , -ir director , directeur inspector , inspecteur amateur ormateur
direktur inspektur amatir ormatur
-or tetap -or dictator corrector
diktator korektor
-ty , -teit (Belanda) menjadi -tas university , universiteit quality , qualiteit
universitas kualitas
-ure, -uur (Belanda) menjadi -ur structure, struktuur premature, prematuur
struktur prematur
Bab 3
KALIMAT
A. PENGERTIAN KALIMAT Setiap orang mampu membuat kalimat, baik secara lisan maupun tulisan, terlepas dari pemahaman mereka mengenai makna kalimat itu sendiri. Namun, belum tentu kalimat yang mereka buat dapat dikatakan kalimat yang baik dan benar. Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. 6 Kalimat adalah satuan gramatikal yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik. 7 Kalimat ialah satuan bagian ujaran yang didahului dan diikuti oleh kesenyapan sedangkan intonasinya menunjukkan bahwa bagian ujaran itu sudah lengkap. 8 Dari beberapa definisi kalimat tersebut, dapat disimpulkan bahwa penekanan definisi-definisi kalimat di atas terletak pada bahasa lisan. Hal ini terbukti dengan adanya kata-kata: ujaran, kesenyapan, intonasi, turunnya suara, dan adanya jeda panjang yang disertai nada naik atau turun. Kalimat ialah bagian terkecil ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran utuh secara ketatabahasaan. 9 Kalimat ialah satuan bahasa berupa kata atau rangkaian kata yang berdiri sendiri dan yang menyatakan makna lengkap. Dalam bahasa tulis biasanya
6
Zaenal Arifin dan Amran asai, Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan inggi, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2008), hlm. 66. 7 Ramlan, M, Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis, (Yogyakarta: U.P. Karyono, 1981), hlm. 6. 8 Gorys Kera, ata Bahasa Indonesia, (Ende Flores: Nusa Indah, 1982), hlm. 140. 9 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, ata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan, 1993), hlm. 254.
54
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
diawali huru besar (kapital) dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru; dalam bahasa lisan, kalimat dituturkan dengan pola lagu kalimat atau intonasi tertentu 10. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disampaikan bahwa yang dimaksud sebagai kalimat adalah rangkaian kata yang berisi/mengungkapkan/mengandung satu pemikiran utuh apabila dalam tataran tulis dengan huru kapital dan diakhiri dengan tanda titik.
B. UNSUR KALIMAT Unsur kalimat adalah ungsi sintaksis yang dalam buku-buku tata bahasa lama biasa disebut jabatan kata dalam kalimat, yaitu subyek (S), predikat (P), objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (K). Kalimat bahasa Indonesia baku sekurang-kurangnya terdiri atas dua unsur, yakni subyek dan predikat. Fungsi unsur yang lain (obyek, pelengkap, dan keterangan) dalam suatu kalimat tidak wajib hadir.
1.
Predikat
Predikat (P) adalah bagian kalimat yang memberi tahu melakukan (tindakan) apa atau dalam keadaan bagaimana subyek (pelaku). Selain menyatakan tindakan atau perbuatan subyek (S), sesuatu yang dinyatakan oleh P dapat pula mengenai siat, situasi, status, ciri atau jadi diri S. Predikat dapat berupa kata atau rasa, sebagian besar berkelas verba atau adjektiva, tetapi dapat juga nomina atau rasa nominal. Perhatikan contoh berikut. a. Ibu sedang tidur siang. b. Putrinya cantik jelita. c. Kota Jakarta dalam keadaan aman. d. Kucingku belang tiga. e. Sutan mahasiswa baru. Kata-kata yang dicetak miring, tidur siang, cantik jelita, dalam keadaan aman, belang tiga dan mahasiswa baru adalah predikat yang memberitahukan atau menjelaskan bagaimana atau apa yang dilakukan masing-masing pelaku atau subyek setiap kalimat tersebut.
2.
Subyek
Subyek (S) adalah bagian kalimat yang menunjukkan pelaku, sosok (benda), sesuatu hal, atau masalah yang menjadi pangkal/pokok pembicaraan. Subyek biasanya diisi oleh jenis kata/rasa verbal. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut. a. Meja direktur besar. b. Ayahku sedang melukis. c. Yang berbaju batik dosen saya. d. Berjalan kaki menyehatkan badan. e. Membangun jalan layang sangat mahal. 10
Effendi, S, Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik dan Benar, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1999), hlm. 19.
Bab 3
Kalimat
55
Kata-kata yang dicetak miring pada contoh di atas adalah subyek. Bagian yang menunjukkan pelaku diisi oleh kata dan rasa, meja direktur dan ayahku, yang diisi klausa, yang berbaju batik, dan yang diisi rase verbal, berjalan kaki dan membangun jalan layang.
3.
Obyek
Obyek (O) adalah bagian kalimat yang melengkapi P. Obyek pada umumnya diisi oleh nomina, rasa nominal, atau klausa. Letak O selalu di b elakang P yang berupa verba transiti, yaitu verba yang menuntut wajib hadirnya O seperti pada contoh di bawah ini. a. Nani menimang.... b. Arsitek merancang.... c. Juru masak menggoreng.... Verba transiti menimang, merancang, dan menggoreng pada contoh kalimat di atas adalah P yang menuntut untuk dilengkapi. Unsur yang melengkapi P bagi ketiga kalimat itulah yang dinamakan Obyek. contoh : a.1 Nani menimbang bayi a. 2 Arsitek merancang bangunan a. 3 Guru masak menggoreng ayam
4.
Pelengkap
Pelengkap (Pel) atau komplemen adalah bagian yang melengkapi P. Letak Pel umumnya di belakang berupa verba. Posisi itu juga ditempati O, dan jenis kata yang mengisi Pel dan O juga sama, yaitu dapat berupa nominal, rasa nominal, atau klausa. Namun, antara Pel dan O terdapat perbedaan. Perhatian contoh berikut, a. Indonesia berasaskan Pancasila b. Gamelan merupakan kesenian tradisional Kalimat di atas adalah kalimat akti dengan pelengkap kata Pancasila dan kesenian tradisional. Posisi kata Pancasila dan kesenian tradisional tidak bisa dipindahkan seperti halnya obyek pada kalimat pasi. Pancasila dilandasi Indonesia dan Kesenian tradisional dirupakan gamelan adalah kalimat yang tidak gramatikal. Hal lain yang membedakan Pel dan O adalah jenis pengisinya. Selain diisi oleh nomina dan rasa nominal, Pel dapat pula diisi oleh rasa adjektival dan rasa preposisional. Di samping itu, letak Pel tidak selalu persis di belakang P. Kalau dalam kalimatnya terdapat O, letak Pel adalah di belakang O sehingga urutan penulisan bagian kalimat menjadi S-P-O-Pel. Berikut adalah beberapa contoh pelengkap dalam kalimat. a. Sutardji membacakan penggemarnya puisi kontemporer. b. Ayah membelikan adik rumah baru. c. Sekretaris itu mengambilkan atasannya air minum.
56
5.
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
Keterangan
Keterangan (Ket) adalah bagian kalimat yang menerangkan berbagai hal tentang bagian kalimat yang lainnya. Unsur keterangan dapat berungsi menerangkan S, P, O, dan Pel. Posisinya bersiat manasuka, dapat di awal, di tengah, atau di akhir kalimat. Pengisi Ket. adalah rasa nominal, rasa preposisional, adverbia, atau klausa. Dalam contoh di bawah, bagian yang dicetak miring adalah Ket. a. Karena malas belajar , mahasiswa itu tidak lulus. (Ket. Penyebaban) b. Polisi menyelidiki masalah itu dengan hati-hati. (Ket. Cara) c. Anak yang baik itu rela berkorban demi orang tuanya (Ket. ujuan)
C. POLA KALIMAT DASAR Kalimat dasar bukanlah nama jenis kalimat, melihat acuan atau patron untuk membuat berbagai tipe kalimat. Kalimat dasar terdiri atas beberapa struktur kalimat yang dibentuk dengan unsur kalimat yaitu S, P, O, Pel, Ket. Sejalan dengan batasan bahwa struktur kalimat minimal S-P, sedang O, Pel., Ket. merupakan tambahan yang berungsi melengkapi dan memperjelas arti kalimat, maka kalimat yang paling sederhana adalah yang bertipe S-P, dan yang paling komplek adalah yang bertipe S-P-O-Pel-Ket. Berdasarkan ungsi dan peran gramatikalnya ada tujuh tipe kalimat yang dapat dijadikan model dasar kalimat bahasa Indonesia. Ketujuh tipe kalimat yang dimaksud seperti contoh kalimat di bawah ini. 1. Kalimat Dasar Tipe S – P a. Orang itu sedang tidur b. Saya mahasiswa 2. Kalimat Dasar Tipe S – P – O a. Ayahnya membeli mobil baru b. Rani mendapat hadiah 3. Kalimat Dasar Tipe S – P – Pel a. Beliau menjadi ketua koperasi b. Pancasila merupakan dasar negara kita 4. Kalimat Dasar Tipe S – P – Ket a. Kami tinggal di Jakarta b. Kecelakaan itu terjadi tahun 2011 5. Kalimat Dasar Tipe S – P – O – Pel a. Dia mengirimi ibunya uang b. Yuni mengambilkan adiknya air minum 6. Kalimat Dasar Tipe S – P – O – Ket a. Pak Raden menyimpan uang di bank b. Beliau memperlakukan kami dengan baik
Bab 3
Kalimat
57
7. Kalimat Dasar Tipe S – P – O – Pel - Ket a. Ratna mengirimi kakeknya tasbih minggu lalu b. Ahmad membelikan anaknya boneka tadi siang
D. KALIMAT EFEKTIF 1.
Pengertian Kalimat Efektif
Kalimat yang baik dan benar dapat memudahkan orang lain untuk memahaminya. Kalimat yang baik haruslah mengikuti kaidah-kaidah tata bahasa, pilihan kata (diksi), penalaran dan keserasian. 11 Kelengkapan unsur sebuah kalimat sangat menentukan kejelasan sebuah kalimat. Kalimat yang demikian disebut kalimat eekti. Sebuah kalimat yang eekti mempersoalkan bagaimana ia dapat mewakili secara tepat isi dan pikiran atau perasaan pengarang, bagaimana ia dapat mewakilinya secara segar, dan sanggup menarik perhatian pembaca dan pendengar apa yang dibicarakan. 12 Hal ini berarti bahwa kalimat eekti haruslah disusun secara sadar untuk mencapai daya inormasi yang diinginkan penulis kepada pembacanya. Kalimat eekti adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat dan dapat dipahami secara tepat pula.13 Kalimat eekti adalah kalimat yang memenuhi kriteria jelas, sesuai dengan kaidah, dan enak dibaca. 14 Dari keseluruhan pendapat tersebut dapat dilihat bahwa ketepatan inormasi sebagai syarat mutlak sebuah kalimat eekti. Agar pembaca tertarik pada apa yang disampaikan, maka sebuah kalimat eekti harus disusun secara sadar untuk mencapai daya inormasi yang dapat menyampaikan gagasan atau pikiran secara tepat. Sebagai sarana komunikasi, setiap kalimat terlibat dalam proses penyampaian dan penerimaan. Apa yang disampaikan dan apa yang diterima itu mungkin bersiat ide, gagasan, pesan, pengertian, atau inormasi. Kalimat dikatakan eekti jika mampu membuat proses penyampaian dan penerimaan berlangsung sempurna. Dari pendapat beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa hakikat kalimat eekti yaitu apabila kita akan membuat kalimat yang baik dan benar harus berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku dan kalimat tersebut mudah dipahami oleh orang lain.
2.
Ciri-ciri Kalimat Efektif
Agar kalimat yang ditulis dapat memberikan inormasi kepada pembaca secara tepat seperti yang diharapkan oleh penulis, perlu diperhatikan beberapa hal terkait ciri-ciri kalimat
11
Soedjito, Kalimat Eekti, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), hlm. 1-2. Gorys Kera, Komposisi, (Ende Flores: Nusa Indah, 1994), hlm. 35. 13 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Buku Praktis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2003), hlm. 91. 14 Asih Anggarani, dkk., Mengasah Keterampilan Menulis Ilmiah di Perguruan inggi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), hlm. 1. 12
58
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
eekti. Ida Bagus Putrayasa menuliskan bahwa kalimat eekti mempunyai empat siat/ciri, yaitu kesatuan, kehematan, penekanan, dan kevariasian. 15 Sebuah kalimat, baik kalimat inti maupun kalimat luas, agar tetap berkedudukan sebagai kalimat eekti, haruslah mengungkapkan sebuah ide pokok atau satu kesatuan pikiran. Kesatuan tersebut bisa dibentuk jika ada keselarasan antara subjek-subjek, objek-objek, dan predikat keterangan. Selain itu kalimat eekti juga harus hemat dalam pemakaian kata sehingga tidak ada kata yang mubajir atau tidak terpakai sehingga dapat disingkirkan. Penekanan atau penegasan juga salah satu ciri kalimat eekti. Penekanan dalam kalimat adalah upaya pemberian aksentuasi, pementingan atau pemusatan perhatian pada salah satu unsur atau bagian kalimat, agar unsur atau bagian kalimat yang diberi penegasan itu lebih mendapat perhatian dari pendengar atau pembaca. 16 Penulisan yang mempergunakan kalimat dengan pola kalimat yang sama akan membuat suasana menjadi monoton atau datar, sehingga akan menimbulkan kebosanan pada pembaca. Oleh sebab itu, dalam membuat kalimat yang eekti harus memperhatikan kevariasian. Pendapat yang hampir sama dengan pendapat di atas adalah yang dikemukakan oleh R. Kunjana Rahardi yang menuliskan ciri-ciri kalimat eekti yaitu adanya kesepadanan struktur, keparalelan bentuk, ketegasan makna, kehematan kata. 17 Prinsip kesepadanan struktur itu di antaranya terlihat dari 1) adanya kejelasan subjek, 2) tidak adanya subjek ganda, 3) tidak adanya kesalahan dalam pemanaatan konjungsi intrakalimat dan konjungsi antarkalimat, dan 4) adanya kejelasan predikat kalimat. 18 Kejelasan subjek dapat dijamin dari tidak ditempatkannya preposisi atau kata depan di depan subjek kalimat. keparalelan bentuk, ketegasan makna, dan kehematan kata. Ciri kalimat eekti yang kedua adalah keparalelan bentuk. Adapun yang dimaksud dengan keparalelan bentuk itu adalah kesejajaran atau kesamaan bentuk atau jenis kata yang digunakan di dalam kalimat itu. Artinya, kalau bentuk pertama dalam konstruksi beruntun menggunakan verba, maka bentuk yang kedua dan ketiga juga harus menggunakan verba. Ciri yang ketiga adalah adanya ketegasan makna. Kalimat eekti harus mengemban makna yang tegas supaya menjadi jelas. Dapat dilihat dari akta perulangan bentuk kebahasaan yang dilakukan secara proporsional. Ciri yang keempat adalah kehematan kata. Kalimat eekti adalah kalimat yang hemat, kalimat yang tidak berbelit-belit, kalimat yang tidak rumit dan sulit untuk memahaminya. Sementara menurut Zaenal Arifin dan Amran asai, sebuah kalimat eekti mempunyai ciri-ciri khas, yaitu kesepadanan struktur, keparalelan bentuk, ketegasan makna, kehematan kata, kecermatan penalaran, kepaduan gagasan, dan kelogisan bahasa. 19 Berikut penjelasan masing-masing ciri kalimat eekti.
15
Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Eekti, (Bandung: Refika Aditama, 2007), hlm. 54. Ibid ., hlm. 56. 17 R. Kunjana Rahardi, Bahasa Indonesia untuk Perguruan inggi, (Jakarta: Erlangga, 2009), hlm. 93-94. 18 Ibid., hlm. 93. 19 Arifin dan Amran asai, op. cit., hlm. 97. 16
Bab 3
Kalimat
a.
Kesepadanan
59
Kesepadanan ialah keseimbangan antara pikiran (gagasan) dan struktur bahasa yang dipakai. 20 Kesepadanan artinya hubungan timbal balik antara subjek dengan predikat, antara predikat dengan objek serta dengan keterangan-keterangan yang menjelaskan unsur-unsur kalimat tadi.21 Setiap kalimat yang baik harus jelas memperhatikan kesatuan gagasan. Kesatuan gagasan berarti kalimat tersebut harus utuh dan mempunyai satu ide pokok. Jika kalimat itu utuh dan terdapat satu ide pokok, maka kalimat tersebut telah memenuhi ciri sebagai kali mat yang memiliki kesepadanan dan kesatuan gagasan. Kesepadanan kalimat mempunyai beberapa ciri, sebagai berikut: 1) Kalimat itu mempunyai subjek dan predikat yang jelas. Ketidakjelasan subjek atau predikat suatu kalimat tentu saja membuat kalimat itu tidak eekti. Kejelasan subjek dan predikat suatu kalimat dapat dilakukan dengan menghindarkan pemakaian kata depan di, dalam, bagi, untuk, pada, sebagai, tentang, mengenai, menurut, dan sebagainya di depan subjek. Contoh: a) Bagi semua siswa sekolah ini harus membayar iuran bulanan. (Salah) b) Semua siswa sekolah ini harus membayar iuran bulanan. (Benar) 2) idak terdapat subjek yang ganda. a) Penyusunan laporan itu saya dibantu oleh para guru. b) Soal itu saya kurang jelas. Kalimat-kalimat itu dapat diperbaiki dengan cara berikut. a) Dalam menyusun laporan itu, saya dibantu oleh para guru. b) Soal itu bagi saya kurang jelas. 3) Kata penghubung intrakalimat tidak dipakai pada kalimat tunggal. Contoh: a) Kami datang agak terlambat. Sehingga kami tidak dapat mengikuti acara pertama. b) Kakaknya membeli sepeda motor Yamaha. Sedangkan dia membeli sepeda motor Honda. Perbaikan kalimat-kalimat ini dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, ubahlah kalimat itu menjadi kalimat majemuk dan kedua gantilah ungkapan penghubung intrakalimat menjadi ungkapan penghubung antarkalimat, sebagai berikut. a) Kami datang agak terlambat sehingga kami tidak dapat mengikuti acara pertama. Atau
20 21
Ibid . Ramlan A. Gani dan Mahmudah Fitriyah Z.A, Disiplin Berbahasa Indonesia, (Jakarta: FIK Press, 2011), hlm. 64.
60
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
b)
Kami datang agak terlambat. Oleh karena itu, kami tidak dapat mengikuti acara pertama. Kakaknya membeli sepeda motor Yamaha, sedangkan dia membeli sepeda motor Honda. Atau Kakaknya membeli sepeda motor yamaha. Akan tetapi, dia membeli sepeda motor Honda.
4) Predikat kalimat tidak didahului oleh kata yang. Contoh: a) Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu. b) Sekolah kami yang terletak di depan bioskop Gunting. Perbaikannya adalah sebagai berikut. a) Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. b) Sekolah kami terletak di depan bioskop Gunting.
b.
Keparalelan
Keparalelan adalah kesamaan bentuk kata yang digunakan dalam kalimat itu. 22 Keparalelan atau kesejajaran bertalian dengan hubungan antara unsur-unsur kalimat, misalnya antara kata dengan kata, rase dengan rase dalam sebuah kalimat. Hubungan tersebut harus jelas dan logis. Kesejajaran membantu memberi kejelasan dalam unsur gramatikal dengan mempertahankan bagian-bagian yang sederajat dalam konstruksi yang sama. 23 Struktur gramatikal yang baik bukan merupakan tujuan dalam komunikasi, tetapi sekadar merupakan suatu alat untuk merangkaikan sebuah pikiran atau maksud dengan sejelas-jelasnya. Contoh: a) Harga minyak dibekukan atau kenaikan secara luwes. Kalimat a) tidak mempunyai kesejajaran karena dua bentuk kata yang mewakili predikat terjadi dari bentuk yang berbeda, yaitu dibekukan dan kenaikan. Kalimat itu dapat diperbaiki dengan cara menyejajarkan kedua bentuk itu Harga minyak dibekukan atau dinaikkan secara luwes. b) ahap terakhir penyelesaian gedung itu adalah kegiatan pengecetan tembok, memasang penerangan, pengujian sistem pembagian air, dan pengaturan tata ruang. Kalimat b) tidak memiliki kesejajaran karena kata yang menduduki predikat tidak sama bentuknya, yaitu kata pengecatan, memasang, pengujian, dan pengaturan. Kalimat itu akan baik kalau diubah menjadi predikat yang nominal, sebagai berikut.
22 23
Arifin dan Amran asai, op. cit., hlm. 99. Kera, op. cit., hlm. 47.
Bab 3
Kalimat
61
ahap terakhir penyelesaian gedung itu adalah kegiatan pengecetan tembok, pemasangan penerangan, pengujian sistem pembagian air, dan pengaturan tata ruang.
c.
Ketegasan
Ketegasan atau penekanan ialah suatu perlakuan penonjolan pada ide pokok kalimat. 24 Inti pikiran yang terkandung dalam tiap kalimat (gagasan utama) haruslah dibedakan dari sebuah kata yang dipentingkan. 25 Kata yang dipentingkan harus mendapat tekanan atau harus lebih ditonjolkan dari unsur-unsur yang lain. Penekanan juga dapat dimunculkan dari bagi an yang terpenting dalam kalimat dengan menempatkan bagian tersebut pada awal atau akhir kalimat. Ada berbagai cara untuk membentuk penekanan dalam kalimat. 1) Meletakkan kata yang ditonjolkan itu di depan kalimat (di awal kalimat). Contoh: Presiden mengharapkan agar rakyat membangun bangsa dan negara ini dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Penekanannya ialah Presiden mengharapkan. 2) Membuat urutan kata yang bertahap. Contoh: Bukan seribu, sejuta, atau seratus, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak yatim.
Seharusnya: Bukan seratus, seribu, atau sejuta, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak yatim.
3) Melakukan pengulangan kata (repetisi). Contoh: Saya suka akan budi pekerti mereka, saya suka akan sikap mereka. 4) Melakukan pertentangan terhadap ide yang ditonjolkan. Contoh: Anak itu tidak bodoh dan malas, tetapi pintar dan rajin. 5) Mempergunakan partikel penekanan (penegasan). Contoh: Saudaralah yang harus bertanggung jawab.
24 25
Arifin dan Amran asai, op. cit., hlm. 100. Kera. op. cit., hlm. 41.
62
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
d. Kehematan Kehematan di sini bahwa tidak selalu yang hemat kata-kata, yang pendek bentuknya, pasti bersiat eekti. Kehematan dalam kalimat eekti adalah hemat mempergunakan kata, rasa, atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu. 26 Kalimat eekti harus memperhatikan kehematan kata yang digunakan, sehingga tidak ada kata yang mubazir atau tidak terpakai. Ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan. 1) Penghematan dapat dilakukan dengan cara menghilangkan pengulangan subjek. Contoh: Jika penumpang berbeda namanya dengan tiket, penumpang batal berangkat.
Seharusnya: Jika berbeda namanya dengan tiket, penumpang batal berangkat. 2) Penghematan dapat dilakukan dengan cara menghindarkan pemakaian superordinat pada hiponimi kata. Pada hari Kamis tanggal 25 Januari 2007 Direktur P Pelangi Renata Kanaratih Jaya yang berbendera warna merah, kuning, dan hijau meresmikan berdirinya perusahaan yang memproduksi lampu neon. Semua orang mengetahui bahwa Kamis adalah nama hari, jadi tidak perlu kita tulis hari. Begitu pula pada ungkapan 25 Januari 2007 dan merah, kuning, dan hijau, lampu neon. Jadi, sebelum kata-kata tersebut, tidak perlu didahului kata tanggal, warna, dan lampu. Pada kamis, 25 Januari 2007, Direktur P. Pelangi Renalz Kanartih Jaya, yang berbendera merah, kuning, dan hijau, meresmikan berdirinya perusahaan yang memproduksi neon. 3) Penghematan dapat dilakukan dengan cara menghindarkan kesinoniman dalam satu kalimat. Kata naik bersinonim dengan ke atas. Kata turun bersinonim dengan ke bawah. Kata hanya bersinonim dengan kata saja. Kata sejak bersinonim dengan kata dari. Contoh: a) Dia hanya membawa badannya saja. b) Sejak dari pagi ia termenung. Kalimat di atas dapat diperbaiki menjadi: a) Dia hanya membawa badannya. b) Sejak pagi ia termenung.
26
Arifin dan Amran asai, op. cit., hlm. 101.
Bab 3
63
Kalimat
4) Penghematan dapat dilakukan dengan cara tidak menjamakkan kata-kata yang berbentuk jamak. Misalnya: Bentuk Tidak Baku Para tamu-tamu Beberapa orang-orang Para hadirin
e.
Bentuk Baku Para tamu Beberapa orang Hadirin
Kecermatan
Prinsip kecermatan berarti cermat dan tepat menggunakan diksi. 27 Kecermatan sangat diperlukan dalam membuat suatu kalimat, dengan cara menyusun kalimat dengan penuh kehati-hatian, sehingga hasilnya tidak akan menimbulkan tasir ganda. Contoh: a) Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal itu menerima hadiah. Kalimat a) memiliki makna ganda, yaitu siapa yang terkenal, mahasiswa atau perguruan tinggi. b) Yang diceritakan menceritakan tentang putra-putri raja, para hulubalang, dan para menteri. Kalimat b) salah pilihan katanya karena dua kata yang bertentangan, yaitu diceritakan dan menceritakan. Kalimat itu dapat diubah menjadi: Yang diceritakan ialah putra-putri raja, para hulubalang, dan para menteri.
f.
Kepaduan
Kepaduan ialah kepaduan pernyataan dalam kalimat itu sehingga inormasi yang disampaikannya tidak terpecah-pecah. 28 Kepaduan (koherensi) adalah adanya hubungan yang padu (koheren) antarunsur kalimat. 29 Kepaduan antarunsur kalimat jelas sekali akan sangat berpengaruh terhadap makna atau maksud sebuah kalimat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kalimat eekti itu salah satunya harus memenuhi kepaduan bentuk dan kepaduan makna. Sebuah kalimat akan dikatakan padu apabila tidak bertele-tele dan tidak mencerminkan cara berpikir yang tidak simetris. Kalimat yang bertele-tele, biasanya sama sekali tidak dapat digunakan untuk menyampaikan gagasan atau ide yang tepat, padat, pendek, dan akurat. Misalnya, kalau dengan kata “rapat” saja cukup jelas, kenapa harus dibuat bentuk “menyelenggarakan rapat” atau “mengadakan rapat”. Demikian pula kalau dengan bentuk “menembak” saja cukup, kenapa harus diungkapkan dengan bentuk “melemparkan peluru”.
27
Niknik M. Kuntarto, Cermat dalam Berbahasa eliti dalam Berpikir , (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2010), hlm. 144. Arifin dan Amran asai, op. cit., hlm. 103. 29 Ramlan A. Gani dan Mahmudah Fitriyah Z.A, op. cit., hlm. 75. 28
64
g.
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
Kelogisan
Kelogisan ialah bahwa ide kalimat itu dapat diterima oleh akal dan penulisannya sesuai dengan ejaan yang berlaku. 30 Kelogisan kalimat adalah kemampuan sebuah kalimat untuk menyatakan sesuatu sesuai dengan logika. 31 Kelogisan kalimat berhubungan dengan penalaran. Kalimat yang logis itu berarti kalimat yang bernalar. Contoh: a) Waktu dan tempat kami persilakan. b) Untuk mempersingkat waktu, kita teruskan acara ini. c) aufik Hidayat meraih juara pertama Indonesia erbuka. Kalimat di atas tidak logis (tidak masuk akal). Supaya menjadi kalimat yang logis, kalimat tersebut diperbaiki sebagai berikut. a) Bapak Menteri kami persilakan. b) Untuk menghemat waktu, kita teruskan acara ini. c) aufik Hidayat meraih gelar juara pertama Indonesia erbuka.
30 31
Arifin dan Amran asai, op. cit., hlm. 106. Gani dan Mahmudah Fitriyah Z.A, op. cit., hlm. 69.
Bab 4
PARAGRAF
A. PENGERTIAN Membaca sebuah buku atau teks panjang akan melelahkan apabila tidak ada penghentian secara wajar dan ormal lebih lama daripada penghentian akhir kalimat. Oleh karena itu, karangan terbagi-bagi dalam beberapa paragra. Pertama, perlu disebutkan bahwa paragra sesunguhnya merupakan sebuah karangan mini. Dikatakan sebagai karangan mini karena sesungguhnya segala sesuatu yang lazim terdapat di dalam karangan atau tulisan, sesuai dengan prinsip dan tata kerja karangmengarang dan tulis-menulis pula, terdapat pula dalam sebuah paragra. Secara sederhana, paragra dapat diartikan sebagai rangkaian kalimat yang disusun untuk menjelaskan sebuah ide pokok.32 Secara visual paragra atau alinea ditandai oleh dua hal: (1) baris pertama ditulis atau diketik menjorok ke dalam sebanyak lima ketukan dari marjin kiri; (2) selalu diawali baris baru.33 Paragra merupakan bagian bab dalam suatu karangan, biasanya mengandung satu ide pokok dan penulisannya dimulai dengan garis baru. 34 Paragra merupakan bagian karangan tulis yang membentuk satu kesatuan pikiran atau ide atau gagasan yang disebut paratone. Paratone dan paragra sesungguhnya merujuk pada hal sama, yakni kesatuan pengungkapan 32
Syamsuddin A.R., Kompetisi Berbahasa Indonesia dan Sastra Indonesia (Solo: iga Serangkai, 2005), hlm.12. Kunjana Rahardi, Penyuntingan Bahasa Indonesia, untuk Karang-mengarang (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2009), hlm.158. 34 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008). 33
66
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
pikiran atau ide atau gagasan. Kealphaan pemahaman paragra dan paratone menyebabkan penulisan dan pelisanan tidak beraturan dan bahkan bisa jadi berantakan. Setiap paragra dan paratone dikendalikan oleh satu ide pokok. Ide pokok harus dikemas dalam sebuah kalimat, yakni kalimat topik atau kalimat utama. Dari kalimat topik atau kalimat utama itulah kalimat-kalimat penjelas dituliskan atau dilisankan terperinci. Perincian dapat panjang atau terurai, tetapi dapat pula pendek atau singkat, tergantung dari ketajaman intuisi lingual penulis atau penutur akan ketuntasan ide pokok yang dijelaskan atau dijabarkan. Paragra merupakan bagian karangan atau tulisan yang membentuk satu kesatuan pikiran atau ide atau gagasan. Setiap paragra dikendalikan oleh satu ide pokok. Ide pokok paragra harus dikemas dalam sebuah kalimat, yang disebut kalimat utama. Dari kalimat utama paragra itulah kalimat-kalimat penjelas, baik yang siatnya mayor maupun minor, dituliskan secara tuntas, lengkap, terperinci. 35 Paragra adalah satuan bahasa tulis yang terdiri dari beberapa kalimat. Satu hal lagi yang harus dicatat di dalam sebuah paragra, yakni bahwa paragra itu harus merupakan satu kesatuan yang padu dan utuh. Jadi, pertautan yang terjadi antara kalimat satu dan kalimat yang lainnya itu mengandaikan terjadinya kepanduan dan kesatuan unsur-unsur yang membangun paragra itu. Dengan pemahaman seperti di atas dapat ditegaskan bahwa sesungguhnya sebuah paragra harus mengemban ide pokok atau ide utama. Margaret J. Miller mengatakan bahwa “Sebagaimana halnya suatu kalimat harus memiliki kesatuan pikiran (unity o thought ), begitu juga paragra harus mempunyai kesatuan topik (unity o topic). Kalimat-kalimat dalam paragra harus menyusul satu sama lain dengan urutan yang logis. Gagasan dalam setiap kalimat harus timbul secara wajar dari pikiran yang telah diisyaratkan oleh kalimat-kalimat yang muncul sebelumnya. Selanjutnya Miller mengatakan, “Paragra itu harus mempunyai kesatuan perlakuan dan kesatuan suasana. Gaya atau ‘style’ penulisan yang diterapkan mulai dari awal paragra hingga akhir paragra, hendaknya tetap sama. Keseluruhan kalimat dalam paragra harus dikendalikan oleh salah satu ide pokok yang dikemas dalam kalimat eekti. Kalimat yang berisi ide pokok paragra itulah yang disebut topic sentence.” Frank Chaplen (dalam Rosihan Anwar, 2004) mengatakan bahwa paragra yang baik ialah paragra yang memungkinkan pembaca memahami kesatuan inormasi yang terkandung di dalamnya.
B.
UNSUR�UNSUR PARAGRAF
Paragra memiliki hierarki dan unsur-unsur lahiriah dan nonlahiriah. Unsur lahiriah paragra berupa kalimat, rasa, kata, dan lain-lain; sedangkan unsur nonlahiriah paragra berupa makna atau maksud penulis yang dikandung di dalam keseluruhan jiwa paragra itu.
35
H. Rosihan Anwar, Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisi (Yogyakarta: Penerbit Media Abadi, 2004).
Bab 4
Paragraf
67
Secara lahiriah, lazimnya paragra tersusun dari: (1) kalimat topik atau kalimat utama; (2) kalimat pengembang atau kalimat penjelas; (3) kalimat penegas; (4) kalimat transisi. Unsurunsur lahiriah paragra haruslah padu; unsur-unsur nonlahiriah paragra juga harus satu. Kepaduan lahiriah paragra disebut koherensi; kesatuan nonlahiriah paragra disebut kohesi. Salah satu unsur penting dalam sebuah paragra adalah unsur kalimat penjelas ( support sentences). Dapat dikatakan sebagai kalimat penjelas karena tugas dari kalimat itu memang menjelaskan dan menjabarkan lebih lanjut ide pokok dan kalimat utama yng terdapat dalam paragra tersebut. Adapun kalimat penjelas terbagi menjadi dua, yaitu:
1.
Kalimat Penjelas Mayor
Kalimat penjelas mayor (major support sentences) adalah kalimat penjelas yang utama. Kalimat penjelas yang utama itu bertugas menjelaskan secara langsung ide pokok dan kalimat utama yang terdapat di dalam paragra itu. Jadi, hubungan antara kalimat utama dan kalimat penjelas utama di dalam sebuah paragra itu bersiat langsung.
2.
Kalimat Penjelas Minor
Dapat dikatakan kalimat penjelas minor karena kalimat penjelas itu tidak secara langsung menjelaskan ide pokok dan kalimat utama paragra. Akan tetapi, kalimat penjelas minor demikian itu menjelaskan kalimat penjelas mayor tertentu secara langsung. Jadi, sebuah kalimat penjelas minor telah menjelaskan secara langsung kalimat penjelas utama yang lainnya.
C. STRUKTUR PARAGRAF Paragra non-narati atau paragra yang sering digunakan dalam karya ilmiah dapat disusun dengan kemungkinan-kemungkinan struktur sebagai berikut: (1) struktur 1,2,4,3; (2) struktur 1,2,3; (3) struktur 1,2; (4) struktur 2,1; (5) struktur 2,4,1; (6) struktur 1,4,2,3; (7) struktur 2,3,4,1. Kalimat topik atau kalimat utama paragra hanya dimungkinkan muncul di depan sendiri, atau sebaliknya di bagian belakang sendiri. Kalimat topik atau kalimat utama yang ditempatkan di depan, paragra ini disebut dengan paragra dedukti. Sementara itu, jika ditempatkan di bagian paling belakang paragranya disebut paragra indukti. Kerangka paragra dedukti dapat digambarkan seperti berikut: Kalimat topik/ide topik berada di awal paragra, selanjutnya diikuti dengan kalimat penjelas/ide penjelas pertama; (a) kalimat tambahan/ide tambahan 1, (b) kalimat tambahan/ide tambahan 2, (c) dan seterusnya jika ada, lalu diikuti dengan kalimat penjelas/ide penjelas kedua; (a) kalimat tambahan/ide tambahan 1, (b) kalimat tambahan/ide tambahan 2, (c) dan seterusnya jika ada. Sebaliknya, pada kerangka paragra indukti dapat digambarkan sebagai berikut: kalimat penjelas/ide penjelas pertama; (a) kalimat tambahan/ide tambahan 1, (b) kalimat tambahan/ ide tambahan 2, (c) dan seterusnya jika ada, kalimat penjelas/ide penjelas kedua; (a) kalimat
68
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
tambahan/ide tambahan 1, (b) kalimat tambahan/ide tambahan 2, (c) dan seterusnya jika ada, kalimat topik/ide topik berada di akhir paragra. 36 Dalam reerensi lain, ada juga jenis paragra abdukti. Yaitu jenis paragra yang kalimat topik atau kalimat utamanya diletakkan baik di bagian awal, maupun di bagian akhir paragra. Kalimat topik yang letaknya di akhir paragra hanya berungsi sebagai pengulang, atau penegas dari kalimat topik yang terdapat di awal paragra.
D. TEKNIK PEMAPARAN PARAGRAF 1.
Paragraf Deskriptif
Paragra jenis ini disebut juga paragra lukisan, yakni melukiskan atau menggambarkan apa saja yang dilihat di depan mata penulisnya. Paragra deskripti bersiat loyal terhadap tata ruang atau tata letak objek yang dituliskan itu. Penyajiannya dapat berurutan dari atas ke bawah atau sebaliknya, dari depan ke belakang atau sebaliknya, dari pagi ke p etang atau sebaliknya, dari siang ke malam atau sebaliknya. Pelukisan untuk paragra deskripti ini berkaitan dengan segala sesuatu yang ditangkap atau diserap oleh pancaindra. Paragra deskripti adalah sebuah paragra yang bertujuan menggambarkan sejelas jelasnya suatu objek. Penulis seolah-olah berada di tempat itu sehingga ia dapat melihat dan mendengar sendiri segala hal yang ada di tempat itu. Oleh karena itu, paragra deskripti dapat dikatakan lebih menekankan pada dimensi ruang. 37 Ciri-ciri dari paragra deskripti ialah: a. Menggambarkan atau melukiskan suatu benda, tempat, atau suasana tertentu. b. Penggambaran dilakukan dengan melibatkan panca indra (pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan, dan perabaan). c. Bertujuan agar pembaca seolah-olah melihat atau merasakan sendiri objek yang dideskripsikan. d. Menjelaskan ciri-ciri objek seperti warna, ukuran, bentuk, dan keadaan suatu objek secara terperinci.
2.
Paragraf Ekspositoris
Paragra jenis ini disebut juga paragra paparan. ujuannya adalah untuk menampilkan atau memaparkan sosok objek tertentu yang hendak dituliskan. Penyajiannya tertuju pada satu unsur dari objek itu saja, dan teknik pengembangannya dapat menggunakan analisis kronologis maupun analisis keruangan. Ciri-ciri paragra ekspositoris: a. Memaparkan definisi dan memaparkan langkah-langkah, metode atau melaksanakan suatu tindakan. 36 37
P. ukan, Mahir Berbahasa Indonesia ( Jakarta: Yudhistira, 2006), hlm.65. Syamsuddin A.R., Kompetisi Berbahasa Indonesia dan Sastra Indonesia (Solo: iga Serangkai, 2005), hlm. 29.
Bab 4
Paragraf
69
b. Gaya penulisannya bersiat inormati. c. Menginormasikan/menceritakan sesuatu yang tidak bisa dicapai oleh panca indra. d. Paragra eksposisi umumnya menjawab pertanyaan apa, siapa, dimana, kapan, mengapa dan bagaimana.
3.
Paragraf Argumentatif
Paragra jenis ini sering disebut juga paragra persuasi. ujuannya adalah untuk membujuk dan meyakinkan pembaca tentang arti penting dari objek tertentu yang dijelaskan dalam paragra itu. Paragra ini banyak digunakan untuk kepentingan propaganda, demonstrasi, promosi, negosiasi, dan lain sebagainya. Ciri-ciri paragra argumentati, yaitu: a. Menjelaskan suatu pendapat agar pembaca yakin. b. Memerlukan akta untuk membuktikan pendapatnya biasanya beruapa gambar/grafik, dan lain-lain. c. Menggali sumber ide dari pengamatan, pengalaman, dan penelitian. d. Penutup berisi kesimpulan.
4.
Paragraf Naratif
Paragra narati berkaitan sangat erat dengan penceritaan atau pendongengan dari sesuatu. Paragra narati banyak ditemukan dalam cerita-cerita pendek, pendongengan, novel, dan lain-lain. ujuannya adalah untuk menghibur para pembaca, kadangkala, bahkan membawa para pembaca bertualang bersama, karena demikian terpesona dengan apa yang dinarasikan itu. Ciri-ciri paragra narati, antara lain: 1. ada kejadian atau peristiwa. 2. ada pelaku. 3. ada waktu dan tempat kejadian.
E. JENIS PARAGRAF Pemahaman Anda ihwal penulisan paragra yang telah disampaikan di depan sangat bermanaat sebagai bekal untuk beranjak menuju tataran tulisan yang lebih besar. Marilah kita sekarang memulainya dengan jenis-jenis paragra di dalam karangan. Paragra dalam sebuah karangan biasanya terbagi dalam tiga jenis, yakni paragra pembuka, paragra pengembang, dan paragra penutup. Karangan atau tulisan minimal dalam bidang apapun, hampir selalu memiliki konstruksi tiga paragra demikian ini.
1.
Paragraf Pembuka
Paragra ini merupakan pembuka atau pengantar untuk sampai pada segala pembicaraan yang akan menyusul kemudian di dalam sebuah karangan. Sebagai pengantar, paragra
70
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
pembuka harus benar-benar menarik, kadangkala diawali dengan sebuah sitiran dari pendapat tokoh tertentu. Hal tersebut dilakukan dengan maksud untuk memikat dan memusatkan perhatian dari para pembacanya. Dapat dikatakan bahwa paragra pembuka tugas pokoknya memang untuk membuka, mengembangkan dan mengantarkan pembaca agar dapat memasuki paragra-paragra pengembang berikutnya.
2.
Paragraf Pengembang
Paragra pengembang atau paragra isi sesungguhnya berisi inti atau esensi pokok beserta seluruh jabarannya dari sebuah karya tulis itu sendiri. Dengan paragra pengantar, para pembaca budiman sesungguhnya dibawa dan diarahkan untuk dapat masuk ke dalam paragra-paragra pengembang ini. Paragra ini mengembangkan ide pokok pembicaraan yang sudah dirancang. Paragra ini mengemukakan inti persoalan yang hendak dikemukakan di dalam sebuah karangan. Jumlah paragra pengembang ini tidak ada batasan. Ukuran atau pembatas paragra ini adalah ketuntasan pengungkapan pikiran/gagasan karangan secara keseluruhan.
3.
Paragraf Penutup
Paragra penutup ini merupakan kesimpulan pembicaraan yang telah dipaparkan pada bagian-bagian sebelumnya. Paragra penutup mungkin hanya sebuah rangkuman, atau mungkin juga sebuah penegasan ulang dari hal-hal pokok yang dipaparkan pada paragraparagra sebelumnya. Paragra penutup bertugas mengakhiri sebuah tulisan atau karangan. Semua karangan pasti diakhiri dengan paragra penutup untuk menjamin bahwa permasalahan yang dipampangkan pada awal paragra karangan itu terjawab secara jelas tegas dan tuntas di dalam paragra-paragra pengembangan, dan disimpulkan atau ditegaskan kembali di dalam paragra penutup. Kalimat-kalimat reflekti, pertanyaan-pertanyaan retoris sering kali dipa kai untuk mengakhiri paragra penutup untuk meninggalkan bekas-bekas akhir yang tidak mudah dilupakan dan menurut pemikiran lanjutan. Lazimnya, paragra penutup dari sebuah tulisan terdiri dari satu paragra saja. Akan tetapi, sesungguhnya tidak selalu harus demikian. Dalam sebuah karya ilmiah yang panjang misalnya, bagian kesimpulan dan saran itu merupakan penutup. Bisa jadi bagian itu terdiri dari sejumlah paragra. Dalam sebuah makalah ilmiah atau mungkin naskah pidato yang cukup panjang, bisa jadi diakhiri dengan bagian yang disebut ‘catatan penutup’. Lazimnya pula, catatan penutup itu terdiri dari sejumlah paragra.
F.
CARA PENGEMBANGAN PARAGRAF
Paragra harus diuraikan dan dikembangkan oleh para penulis atau pengarang dengan model pengembangan yang variati. Berikut ini setiap model pengembangan paragra itu akan dipaparkan maksudnya:
Bab 4
Paragraf
1.
Pola Pengembangan Ruang dan Waktu
71
Pola ini biasanya digunakan untuk menggambarkan suatu kejadian/peristiwa atau cara membuat sesuatu, selangkah demi selangkah digambarkan menurut perturutan ruang dan waktu.
2.
Pola Pengembangan Sebab-Akibat
Pola ini biasanya digunakan di dalam karangan-karangan ilmiah untuk mengemukakan alasan tertentu berikut justifikasinya, menerangkan alasan terjadinya sesuatu, menjelaskan suatu proses yang berpautan dengan sebab dan akibat dari terjadinya hal-hal tertentu.
3.
Pola Pengembangan Susunan Pembanding
Pola pembanding ini digunakan untuk memperbandingkan dua hal atau dua perkara, bahkan bisa juga lebih, yang di satu sisi memiliki kesamaan sedangkan pada sisi yang lain mengandung perbedaan.
4.
Pola Pengembangan Ibarat
Pola ini digunakan untuk menjelaskan sesuatu hal yang memiliki keserupaan atau kemiripan dengan hal tertentu. Di dalam jenis paragra ini orang sering menggunakan bentuk-bentuk peribaratan, personifikasi, metaora, dan lain-lain.
5.
Pola Pengembangan Susunan Daftar
Pola ini lazimnya digunakan dalam karya-karya ilmiah dan keteknikan yang sering kali harus mengemukakan inormasi dalam bentuk-bentuk dafar, tabel, grafik, dan semacamnya.
6.
Pola Pengembangan Susunan Contoh
Dalam susunan paragra ini, kalimat rinciannya lazim menggunakan contoh-contoh tentang apa yang dimaksudkan dalam kalimat topik atau kalimat utama. Pola susunan contoh juga banyak sekali ditemukan di dalam tulisan-tulisan ilmiah.
7.
Pola Pemgembangan Susunan Bergambar
Gambar atau ilustrasi tertentu dimaksudkan untuk memperjelas apa yang telah atau akan dituliskan di dalam sebuah paragra. Pola susunan bergambar juga sangat lazim ditemukan dalam karya-karya ilmiah.
G. KOHERENSI DAN KOHESI PARAGRAF Kalimat-kalimat di dalam sebuah paragra harus berkaitan antara yang satu dan lainnya. Keberkaitan itu harus mencakup dua macam hal, yakni bentuk maupun isinya. Bilamana
72
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
keberkaitan dalam hal bentuk dan isi paragra itu dapat dibangun, maka paragra semacam itu dapat disebut sebagai paragra yang kohesi dan koheren. Kepaduan dalam bidang isi dan makna, lazimnya dapat dibangun dengan berpegang teguh pada prinsip bahwa setiap paragra hanya dapat mengembangkan satu ide pokok. Ide pokok yang dapat diletakkan dalam posisi yang variati itu harus dikembangkan dan dijabarkan secara tuntas melalui kalimat-kalimat mayor, kalimat-kalimat minor, dan kalimatkalimat penegasnya. Adapun kepaduan dalam bidang bentuk, lazimnya dilakukan dalam dua cara. Pertama dengan memerantikan kata ganti persona, dan kedua dengan memerantikan kata-kata transisi. Kata ganti persona lazimnya hadir setelah sebelumnya terdapat penunjukan-penunjukan yang merupakan nomina. Dengan penunjukan pada nomina oleh serta ganti persona itulah penanda bahwa keberkaitan itu memang benar-benar ada. Selanjutnya, kepaduan paragra dapat juga diciptakan dengan pemanaatan kata-kata transisi seperti ditunjukkan berikut ini: 1. Kata transisi penunjuk hubungan tambahan: lebih lagi, selanjutnya, tambah pula, di samping itu, lalu, berikutnya, demikian pula, begitu pula, lagi pula. 2. Kata transisi penunjuk hubungan pertentangan: akan tetapi, namun, bagaimana pun, walaupun, sebaliknya, lain halnya. 3. Kata transisi penunjuk hubungan perbandingan: sama dengan itu, sehubungan dengan itu, dalam hal yang demikian itu. 4. Kata transisi penunjuk hubungan akibat: oleh sebab itu, jadi, akibatnya, oleh karena itu, maka, karenanya. 5. Kata transisi penunjuk hubungan tujuan: untuk itu, untuk maksud itu, untuk tujuan itu, dengan maksud itu. 6. Kata transisi penunjuk hubungan singkatan: singkatnya, pendeknya, akhirnya, dengan kata lain, sebagai kesimpulan. 7. Kata transisi penunjuk hubungan tempat dan waktu: sementara itu, segera setelah itu, berdekatan dengan itu, berdampingan dengan itu.
Bab 5
PERENCANAAN KARANGAN
A. PENGERTIAN Perencanaan karangan yaitu semua tahap persiapan penulisan. Kegiatan menulis bukanlah suatu kegiatan yang kebetulan, melainkan memang telah direncanakan. Dengan begitu, penulis benar-benar siap mengungkapkan gagasannya melalui tulisan. “Secara teoretis, perencanaan karangan terdiri atas tiga tahapan, yaitu prapenulisan, penulisan, dan pascapenulisan (revisi).” Pada tahap prapenulisan, seorang penulis dituntut untuk mempersiapkan bahan-bahan yang akan dijadikan tulisan. Persiapan ini meliputi penentuan tema, topik, ataupun judul, tujuan penulisan, masalah yang akan dibahas, teknik pengumpulan bahan atau teknik penelitian, penentuan buku rujukan penyusunan kerangka karangan, dan sebagainya. Pada tahap penulisan, penulis dituntut untuk mengembangkan kerangka yang sudah dibuat tadi. Dengan kalimat, ungkapan, rase, kata-kata, penulis mengembangkan kerangka tersebut menjadi paragra subbab, bab, wacana, akhirnya menjadi karya tulis yang utuh. Pada tahap pascapenulisan, penulis mengurangi segala kekeliruan dan kekurangan yang mungkin timbul. Pada tahap ini, penulis juga dapat menambah reerensi dan merevisi penulisan yang telah diketik sehingga menjadi tulisan yang sempurna. ahap ini biasa disebut dengan tahap revisi.38
38
Desy widiarti, “Perencanaan Karangan”, http://desywidiarti.blogspot.com, diakases pada 20 Nopember 2011
74
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
B. STRUKTUR KARANGAN Sebuah kerangka karangan mengandung rencana kerja, memuat ketentuan-ketentuan pokok bagaimana suatu topik harus diperinci dan dikembangkan. Kerangka karangan menjamin suatu penyusunan yang logis dan teratur, serta memungkinkan seorang penulis membedakan gagasan-gagasan utama dari gagasan-gagasan tambahan. Sebuah kerangka karangan tidak boleh diperlakukan sebagai suatu pedoman yang kaku, tetapi selalu dapat mengalami perubahan dan perbaikan untuk mencapai suatu bentuk yang semakin lebih sempurna. Kerangka karangan dapat berbentuk catatan-catatan sederhana, tetapi dapat juga berbentuk mendetil, dan digarap dengan sangat cermat. 39
C. MANFAAT PERENCANAAN KARANGAN Penyusunan kerangka karangan sangat dianjurkan, karena akan menghindarkan penulis dari kesalahan-kesalahan yang tak perlu terjadi. Kegunaan kerangka karangan bagi penulis adalah sebagai berikut: 1. Kerangka karangan dapat membantu penulis menyusun kerangka secara teratur, tidak membahas atau gagasan sampai dua kali, dan dapat mencegah penulis keluar dari sasaran yang sudah dirumuskan dalam topik atau judul. 2. Kerangka karangan akan memperlihatkan bagian-bagian pokok karangan, sekaligus memberi kemungkinan bagi penulisnya untuk memperluas bagian-bagian tersebut. Hal ini akan membantu penulis menciptakan suasana yang berbeda-beda, sesuai variasi yang diinginkan. 3. Kerangka karangan akan memperlihatkan kepada penulisnya,bahan atau materi apa yang dibutuhkan dalam pembahasan yang akan ditulisnya nanti. Pada umumnya,bentuk kerangka karangan dibedakan atas kerangka kalimat dan kerangka topik. Kerangka kalimat menggunakan kalimat berita yang lengkap dalam merumuskan tiap topik, subtopik, maupun sub-sub topik. Sedangkan, di dalam kerangka topik, tiap butir dalam kerangka tersebut terdiri atas topik yang berupa rase.
D. PENYUSUNAN KERANGKA KARANGAN Langkah-langkah dalam menyusun kerangka karangan adalah s ebagai berikut, 1. Rumuskan tema 2. Mengadakan inventarisasi topik – topik bawahan yang dianggap merupakan perincian dari tesis atau pengungkapan maksud tadi . 3. Penulis berusaha mengadakan evaluasi semua topik yang telah tercatat pada langkah kedua di atas. 39
Bab 5
Perencanaan Karangan
75
4. Untuk mendapatkan sebuah kerangka karangan yang sangat terperinci maka langkah kedua dan ketiga dikerjakan berulang–ulang untuk menyusun topik – topik yang lebih rendah tingkatannya.
E. TEMA, TOPIK, DAN JUDUL KARANGAN 1.
Tema
ema berasal dari bahasa Yunani “thithenai”, berarti sesuatu yang telah diuraikan atau sesuatu yang telah ditempatkan. ema merupakan amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui karangannya. Dalam karang mengarang, tema adalah pokok pikiran yang mendasari karangan yang akan disusun. Dalam tulis menulis, tema adalah pokok bahasan yang akan disusun menjadi tulisan. ema ini yang akan menentukan arah tulisan atau tujuan dari penulisan artikel itu. Oleh karena itu karangan harus diawali dengan tema yang baik. ema yang baik disyaratkan sebagai berikut. a. ema menarik perhatian penulis. ema yang menarik perhatian penulis akan memungkinkan penulis berusaha terusmenerus mencari data untuk memecahakan masalah-masalah yang dihadapi, penulis akan didorong terus-menerus agar dapat menyelesaikan karya tulis itu sebaik-baiknya. b. ema dikenal/diketahui dengan baik. Maksudnya bahwa sekurang-kurangnya prinsip-prinsip ilmiah diketahui oleh penulis. Berdasarkan prinsip ilmiah yang diketahuinya, penulis akan berusaha sekuat tenaga mencari data melalui penelitian, observasi, wawancara, dan sebagainya sehingga pengetahuannya mengenai masalah itu bertambah dalam. Dalam keadaan demikian, disertai pengetahuan teknis ilmiah dan teori ilmiah yang dikuasainya sebagai latar belakang masalah tadi, maka ia sanggup menguraikan tema itu sebaik-baiknya. c. Bahan-bahannya dapat diperoleh. Sebuh tema yang baik harus dapat dipikirkan apakah bahannya cukup tersedia di sekitar kita atau tidak. Bila cukup tersedia, hal ini memungkinkan penulis untuk dapat memperolehnya kemudian mempelajari dan menguasai sepenuhnya. d. ema dibatasi ruang lingkupnya. ema yang terlampau umum dan luas yang mungkin belum cukup kemampuannya untuk menggarapnya akan lebih bijaksana kalau dibatasi ruang lingkupnya.
2.
Topik
Pengertian topik adalah berasal dari bahasa Yunani “topoi” yang berarti tempat, dalam tulis menulis berarti pokok pembicaraan atau sesuatu yang menjadi landasan penulisan suatu artikel. Agar tidak terlalu luas, topik perlu dibatasi.
76
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
Cara membatasi sebuah topik dapat dilakukan dengan mempergunakan cara sebagai berikut: a. etapkanlah topik yang akan digarap dalam kedudukan sentral. b. Mengajukan pertanyaan, apakah topik yang berada dalam kedudukan sentral itu masih dapat dirinci lebih lanjut? Bila dapat, tempatkanlah rincian itu sekitar lingkaran topik pertama tadi. c. etapkanlah dari rincian tadi mana yang akan dipilih. d. Mengajukan pertanyaan apakah sektor tadi masih dapat dirinci lebih lanjut atau tidak.
3.
Judul Karangan
Judul adalah nama yang dipakai untuk buku, bab dalam buku, kepala berita, dan lainlain; identitas atau cermin dari jiwa seluruh karya tulis, bersiat menjelaskan diri dan yang manarik perhatian dan adakalanya menentukan wilayah (lokasi). Dalam artikel judul sering disebut juga kepala tulisan. Ada yang mendefinisikan judul adalah lukisan singkat suatu artikel atau disebut juga miniatur isi bahasan. Judul hendaknya dibuat dengan ringkas, padat dan menarik. Judul artikel diusahakan tidak lebih dari lima kata, tetapi cukup menggambarkan isi bahasan.
F.
POLA SUSUNAN KARANGAN
Pola susunan yang paling utama adalah pola alamiah dan pola logis.
1.
Pola Alamiah
Susunan atau pola alamiah adalah suatu urutan unit-unit kerangka karangan sesuai dengan keadaan yang nyata di alam. Sebab itu susunan alamiah dapat dibagi lagi menjadi tiga bagian utama, yaitu urutan berdasarkan waktu (urutan kronologis), urutan berdasarkan ruang (urutan spasial), dan urutan berdasarkan topik yang sudah ada. a. Urutan waktu Urutan waktu atau urutan kronologis adalah urutan yang didasarkan pada runtutan peristiwa atau tahap-tahap kejadian. ahapan yang paling mudah dalam urutan ini adalah mengurutkan peristiwa menurut kejadiannya atau berdasarkan kronologinya. Suatu corak lain dari urutan kronologis yang sering dipergunakan dalam roman, novel, cerpen, dan dalam bentuk karangan narati lainnya, adalah suatu variasi yang mulai dengan suatu titik yang menegangkan, kemudian mengadakan sorot balik sejak awal mula perkembangan hingga titik yang menegangkan tadi . Urutan kronologis adalah urutan yang paling umum, tetapi juga merupakan satu-satunya cara yang kurang menarik dan paling lemah . b. Urutan ruang Urutan ruang atau urutan spasial menjadi landasan yang paling penting, bila topik yang diuraikan mempunyai pertalian yang sangat erat dengan ruang atau tempat . Urutan ini terutama digunakan dalam tulisan-tulisan yang bersiat deskripti .
Bab 5
Perencanaan Karangan
77
c. opik yang ada Suatu pola peralihan yang dapat dimasukkan dalam pola alamiah adalah urutan berdasarkan topik yang ada . Suatu barang, hal, atau peristiwa sudah dikenal dengan bagian-bagian tertentu . Untuk menggambarkan hal tersebut secara lengkap, mau tidak mau bagian-bagian itu harus dijelaskan berturut-turut dalam karangan itu, tanpa mempersoalkan bagian mana lebih penting dari lainnya, tanpa memberi tanggapan atas bagian-bagiannya itu
2.
Pola logis
anggapan yang sesuai dengan jalan pikiran untuk menemukan landasan bagi setiap persoalan, mampu di tuang dalam suatu susunan atau urutan logis. Urutan logis sama sekali tidak ada hubungan dengan suatu ciri yang inheren dalam materinya, tetapi erat dengan tanggapan penulis. Macam-macam urutan logis yang dikenal : a. Urutan Klimaks dan Anti Klimaks Urutan ini timbul sebagai tanggapan penulis yang berpendirian bahwa posisi tertentu dari suatu rangkaian merupakan posisi yang paling tinggi kedudukannya atau yang paling menonjol . Bila posisi yang paling penting itu berada pada akhir rangkaian maka urutan ini disebut klimaks . Dalam urutan klimaks pengarang menyusun bagian-b agian dari topik itu dalam suatu urutan yang semakin meningkat kepentingannya, dari yang paling rendah kepentingannya, bertingkat-tingkat naik hingga mencapai ledakan pada akhir rangkaian. Urutan yang merupakan kebalikan dari klimaks adalah anti klimaks. Penulis mulai suatu yang paling penting dari suatu rangkaian dan berangsur-angsur menuju kepada suatu topik yang paling rendah kedudukan atau kepentingannya. b. Urutan kausal Urutan kausal mencakup dua pola yaitu urutan dari sebab ke akibat, dan urutan akibat ke sebab . Pada pola pertama suatu masalah di anggap sebagai sebab, yang kemudian di lanjutkan dengan perincian-perincian yang menelusuri akibat-akibat yang mungkin terjadi. Urutan ini sangat eekti dalam penulisan sejarah atau dalam membicarakan persoalan-persoalan yang di hadapi umat manusia pada umumnya . Sebaliknya, bila suatu masalah di anggap sebagai akibat, yang di landaskan dengan perincian -perincian yang berusaha mencari sebab-sebab yang menimbulkan masalah tadi, maka urutannya merupakan akibat sebab . c. Urutan Pemecahan Masalah Urutan pemecahan masalah di mulai dari suatu masalah tertentu, kemudian bergerak menuju kesimpulan umum atau pemecahan atas masalah tersebut . Sekurang-kurangnya uraian yang mempergunakan landasan pemecahan masalah terdiri dari tiga bagian utama, yaitu deskripsi mengenai peristiwa atau persoalan tadi, dan akhirnya alternativealternative untuk jalan keluar dari masalah yang di hadapi tersebut .
78
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
Dengan demikian untuk memecahkan masalah tersebut secara tuntas, penulis harus benar-benar menemukan semua sebab baik yang langsung maupun yang tidak langsung bertalian dengan masalah tadi . Setiap masalah tersebut tidak bisa hanya terbatas pada penemuan sebab-sebab, tetapi juga harus menemukan semua akibat baik yang langsung maupun yang tidak langsung, yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi kelak. . Urutan Familiaritas Urutan amiliaritas dimulai dengan mengemukakan sesuatu yang sudah dikenal, kemudian berangsur-angsur pindah kepada hal-hal yang kurang dikenal atau belum di kenal. Dalam keadaan-keadaan tertentu cara ini misalnya di terapkan dengan mempergunakan analogi. g. Urutan Akseptabilitas Urutan akseptabilitas mirip dengan urutan amiliaritas. Bila urutan amiliaritas mempersoalkan apakah suatu barang atau hal sudah dikenal atau tidak oleh pembaca, maka urutan akseptabilitas mempersoalkan apakah suatu gagasan di terima atau tidak oleh para pembaca, apakah suatu pendapat disetujui atau tidak oleh para pembaca.
G. MACAM�MACAM KERANGKA KARANGAN 1.
Berdasarkan Perincian
Berdasarkan perincian yang di lakukan pada suatu kerangka karangan, maka dapat di bedakan kerangka karangan sementara (inormal) dan kerangka karangan ormal. a. Kerangka Karangan Sementara (inormal) Kerangka karangan sementara atau inormal merupakan suatu alat bantu, sebuah penuntun bagi suatu tulisan yang terarah. Sekaligus ia menjadi dasar untuk penelitian kembali guna mengadakan perombakan-perombakan yang di anggap perlu. Karena kerangka karangan ini hanya bersiat sementara, maka tidak perlu di susun secara terperinci. etapi, karena ia juga merupakan sebuah kerangka karangan, maka ia harus memungkinkan pengarangnya menggarap persoalannya secara dinamis, sehingga perhatian harus dicurahkan sepenuhnya pada penyusunan kalimat-kalimat, alineaalinea atau bagian-bagian tanpa mempersoalkan lagi bagaimana susunan karangannya, atau bagaimana susunan bagian-bagiannya. Kerangka karangan inormal (sementara) biasanya hanya terdiri dari tesis dan pokokpokok utama, paling tinggi dua tingkat perincian. Alasan untuk menggarap sebuah kerangka karangan semntara dapat berupa topik yang tidak kompleks, atau karena penulis segera menggarap karangan itu.
Bab 5
Perencanaan Karangan
79
H. KERANGKA KARANGAN FORMAL Kerangka karangan yang bersiat ormal biasanya timbul dari pertimbangan bahwa topik yang akan digarap bersiat sangat kompleks, atau suatu topik yang sederhana tetapi penulis tidak bermaksud untuk segera menggarapnya. Proses perencanaan sebuah kerangka ormal mengikuti prosedur yang sama seperti kerangka inormal. esisnya di rumuskan dengan cermat dan tepat, kemudian dipecah-pecah menjadi bagian-bagian bawahan (sub-ordinasi) yang dikembangkan untuk menjelaskan gagasan sentralnya. iap sub-bagian dapat diperinci lebih lanjut menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Sejauh diperlukan untuk menguraikan persoalan itu sejelas-jelasnya. Dengan perincian yang sekian banyak, sebuah kerangka karangan dapat mencapai lima atau tiga tingkat perincian sudah dapat di sebut kerangka ormal. Supaya tingkatan-tingkatan yang ada jelas kelihatan hubungannya satu sama lain, maka di pergunakan pula simbol-simbol dan tipografi yang konsisten bagi tingkatan yang sederajat. Pokok-pokok utama yang merupakan perincian langsung dari tesis di tandai dengan angkaangka Romawi : I, II, III, IV, dst. iap topik utama (ingkat I) dapat di perinci menjadi topik tingkat II, yang dalam hal ini di tandai dengan huru-huru capital : A, B, C, D, dst. opik tingkat II dapat di perinci masing-masingnya menjadi topik tingkat III yang di tandai dengan angka : 1, 2, 3, 4, 5 dst. Pokok bawahan tingkat IV di tandai dengan : a, b, c, d, dst., pokok tingkat lima di tandai dengan (1), ( 2 ), ( 3 ), dst. Sedangkan pokok bawahan tingkat VI, kalau ada, akan di tandai dengan huru kecil dalam kurung (a), (b), (c ), (d), dst. anda-tanda itu harus di tempatkan sekian macam sehingga mudah di lihat, misalnya seperti bagan di bawah ini esis : .............................................................................................................................................................. Pendahuluan ..................................................................................................................................... I. .................................................................................................................................................... A. ........................................................................................................................................... 1. ................................................................................................................................. a. ........................................................................................................................ (1). ............................................................................................................... (2). ............................................................................................................... b. ........................................................................................................................ (1). ............................................................................................................... (2). ...............................................................................................................
80
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
2.
................................................................................................................................. a. ........................................................................................................................ (1). ............................................................................................................... (2). ............................................................................................................... b. ........................................................................................................................ B. ........................................................................................................................................... 1. ................................................................................................................................. a. ........................................................................................................................ (1). ............................................................................................................... (2). ............................................................................................................... b. ........................................................................................................................ 2. ................................................................................................................................. a. ........................................................................................................................ b. ........................................................................................................................ (1). ............................................................................................................... (2). ............................................................................................................... c. ........................................................................................................................ II. .................................................................................................................................................... dst. I. .................................................................................................................................................... dst.
I.
BERDASARKAN PERUMUSAN TEKSNYA
1.
Kerangka Kalimat
Kerangka kalimat mempergunakan kalimat berita yang lengkap untuk merumuskan tiap unit, baik untuk merumuskan tesis maupun untuk merumuskan unit-unit utama dan unit-unit bawahannya. Perumusan tesis dapat mempergunakan kalimat majemuk bertingkat, sebaliknya untuk merumuskan tiap unit hanya boleh mempergunakan kalimat tunggal. Penggunaan kerangka kalimat mempunyai beberapa manaat antara lain : a. Memaksa penulis untuk merumuskan dengan tepat topik yang akan di uraikan. b. Perumusan topik-topik dalam unit akan tetap jelas, walaupun telah lewat bertahuntahun. c. Kalimat yang dirumuskan dengan baik dan cermat akan jelas bagi siapa pun, seperti bagi pengarangnya sendiri.
2.
Kerangka Topik
Kerangka topik dimulai dengan perumusan tesis dalam sebuah kalimat yang lengkap. Sesudah itu semua pokok, baik pokok-pokok utama maupun pokok-pokok bawahan, di rumuskan dengan mencantumkan topiknya saja, dengan tidak mempergunakan kalimat yang lengkap.
Bab 5
Perencanaan Karangan
81
Kerangka topik di rumuskan dengan mempergunakan kata atau rasa. Sebab itu kerangka topik tidak begitu jelas dan cermat seperti kerangka kalimat. Kerangka topik manaatnya kurang bila di bandingkan dengan kerangka kalimat, terutama jika tenggang waktu antara perencanaan kerangka karangan itu dengan penggarapannya cukup lama. Kerangka topik mengikuti persyaratan yang sama seperti sebuah kerangka kalimat, misalnya dalam pembagiannya, penggunaan simbol, sub-ordinasinya, dan sebagainya.
J.
SYARAT KERANGKA YANG BAIK
1.
Tesis atau Pengungkapan Maksud Harus Jelas
esis atau pengungkapan maksud merupakan tema dari kerangka karangan yang akan di garap. Sebab itu perumusan tesis atau pengungkapan maksud harus dirumuskan dengan jelas dalam struktur kalimat yang baik, jelas menampilkan topik mana yang di jadikan landasan uraian dan tujuan mana yang akan di capai oleh landasan tadi. esis atau pengungkapan maksud yang akan mengarahkan kerangka karangan itu.
2.
Tiap Unit dalam Kerangka Karangan Hanya Mengandung Satu Gagasan
Karena tiap unit dalam kerangka karangan, baik unit atasan maupun unit bawahan, tidak boleh mengandung lebih dari satu gagasan pokok, maka akibatnya tidak boleh ada unit yang di rumuskan dalam dua kalimat, atau dalam kalimat majemuk setara, atau kalimat majemuk bertingkat, atau dalam rasa koordinati. Bila ada dua atau tiga pokok di masukkan bersamasama dalam satu simbol yang sama, maka hubungan strukturnya tidak akan t ampak jelas. Bila terjadi hal yang demikian maka unit itu harus segera di revisi. Bila kedua gagasan itu berada dalam keadaan setara, maka masing-masingnya harus di tempatkan dalam urutan simbol yang sama derajatnya. Bila terdapat gagasan-gagasan yang tidak setara, maka ide-ide yang berbeda tingkatnya itu harus di tempatkan dalam simbol-simbol yang berlainan derajatnya.
3.
Pokok-pokok dalam Kerangka Karangan Harus disusun Secara Logis Kerangka karangan yang di susun secara logis dan teratur mempersoalkan tiga hal, yaitu : a. apakah tiap unit yang lebih tinggi telah di perinci secara maksimal b. apakah tiap perincian mempunyai hubungan langsung dengan unit atasan langsungnya c. apakah urutan perincian itu sudah baik dan teratur
4.
Harus Mempergunakan Pasangan Simbol yang Konsisten
Penggunaan pasangan simbol yang konsisten mencakup dua hal yaitu pemakaian angka dan huru sebagai penanda tingkatan dan urutan unit-unitnya, tipografi yaitu penempatan angka dan huru penanda tingkatan dan teks dari tiap unit kerangka karangan. Pemakaian angka dan huru sebagai penanda tingkatan dan urutan unit-unit kerangka karangan biasanya mengikuti konvensi berikut :
82
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
(1) (2) (3) (4) (5)
Angka Romawi : I, II, III, IV, dsb. Di pakai untuk ingkatan pertama. Huru Kapital : A, B, C, D, dsb. Di pakai untuk ingkat ke dua. Angka Arab : 1, 2, 3, 4, dsb. Di pakai untuk menandai ingkat ke tiga. Huru Kecil : a, b, c, d, e, dsb. Di pakai untuk menandai tingkat ke empat. Angka Arab dalam kurung : (1), (2), (3), (4), dsb. Di pakai untuk menandai tingkat ke lima. (6) Huru kecil dalam kurung : (a), (b), (c), (d), dsb. Di pakai untuk menandai tingkatan ke enam. Sebaliknya konvensi yang menyangkut tipografi adalah : semakin penting atau tinggi sebuah unit, semakin ke kiri tempatnya. Semakin berkurang kepentingan unitnya, semakin ke kanan tempatnya. Namun ada satu hal yang tidak boleh di lakukan yaitu merubah nilai simbol-simbol itu di tengah-tengah kerangka karangan. Pokok-pokok yang memiliki kepentingan atau tingkatan yang sama harus mempergunakan simbol yang sama, sedangkan pokok-pokok yang berbeda kepentingannya tidak boleh mempergunakan simbol tadi.
Bab 6
DIKSI
A. PENGERTIAN DIKSI Diksi ialah pilihan kata. Maksudnya, memilih kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu. Dalam memilih kata yang setepat-tepatnya untuk menyatakan suatu maksud, kita tidak dapat lari dari kamus. Kamus memberikan suatu ketepatan kepada kita tentang pemakaian kata-kata. Dan makna kata yang tepatlah yang diperlukan. Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang akan disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Pemilihan kata harus sesuai dengan situasi dan tempat penggunaan kata-kata itu. Fungsi dari diksi antara lain : 1. Membuat pembaca atau pendengar mengerti secara benar dan tidak salah paham terhadap apa yang disampaikan oleh pembicara atau penulis. 2. Untuk mencapai target komunikasi yang eekti. 3. Melambangkan gagasan yang di ekspresikan secara verbal. 4. Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak resmi) sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca. 5. Serangkaian kalimat harus jelas dan eekti sehingga sesuai dengan gagasan utama. 6. Cara dari mengimplementasikan sesuatu kedalam sebuah situasi. 7. Sejumlah kosakata yang didengar oleh masyarakat harus benar-benar dikuasai. Untuk dapat memilih kata dengan tepat perlu dipahami hal-hal yang berkaitan dengan makna seperti
84
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
B. MACAM�MACAM HUBUNGAN MAKNA 1.
Sinonim
Merupakan kata-kata yang memiliki persamaan/kemiripan makna. Sinonim sebagai ungkapan (bisa berupa kata, rase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain. Contoh : Kata buruk dan jelek, mati dan waat.
2.
Antonim
Merupakan ungkapan (berupa kata, rase, atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna/ungkapan lain. Contoh: Kata bagus berantonim dengan kata buruk; kata besar berantonim dengan kata kecil.
3.
Polisemi
Adalah sebagai satuan bahasa (terutama kata atau rase) yang memiliki makna lebih dari satu. Contoh: Kata kepala bermakna ; bagian tubuh dari leher ke atas, seperti terdapat pada manusia dan hewan, bagian dari suatu yang terletak di sebelah atas atau depan, seperti kepala susu, kepala meja,dan kepala kereta api, bagian dari suatu yang berbentuk bulat seperti kepala, kepala paku dan kepala jarum dan Iain-lain.
4.
Hiponim
Adalah suatu kata yang yang maknanya telah tercakup oleh kata yang lain, sebagai ungkapan (berupa kata, rase atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan. Contoh : kata tongkol adalah hiponim terhadap kata ikan, sebab makna tongkol termasuk makna ikan.
5.
Hipernim
Merupakan suatu kata yang mencakup makna kata lain.
5.
Homonim
Merupakan kata-kata yang memiliki kesamaan ejaan dan bunyi namun berbeda arti.
6.
Homofon
Merupakan kata-kata yang memiliki bunyi sama tetapi ejaan dan artinya berbeda.
8.
Homograf
Merupakan kata-kata yang memiliki tulisan yang sama tetapi bunyi dan artinya berbeda.
Bab 6
Diksi
85
C. MAKNA KATA 1.
Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotati adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotati adalah suatu pengertian yang dikandung sebuah kata secara objekti. Makna denotati sering disebut juga makna konseptual. Misalnya kata makan, bermakna memasukkan ke dalam mulut, dikunyah, dan ditelan. Makna kata makan seperti itu adalah makna denotati. Makna konotati adalah makna asosiati, makna yang timbul sebagai dari sikap sosial, sikap pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Kata makan dalam makna konotati dapat berarti untung atau pukul . Makna konotati tidak tetap, berbeda dari zaman ke zaman. Kata kamar kecil mengacu kepada kamar yang kecil (donotati) tetapi kamar kecil berarti juga jamban (konotati). Dalam hal ini, kita kadang-kadang lupa apakah makna denotati atau konotati. Makna-makna konotati siatnya lebih proesional dan operasional daripada makna denotati. Makna denotati makna yang umum. Dengan kata lain, makna konotati adalah makna yang dikaitkan dengan suatu kondisi dan situasi tertentu. Misalnya : Rumah gedung, wisma, graha Penonton pemirsa, pemerhati Dibuat dirakit, disulap Sesuai harmonis Makna denotati ialah arti harfiah kebutuhan pemakaian bahasa. Makna denotati ialah arti harfiah suatu kata tanpa ada satu makna yang menyertainya, sedangkan makna konotati adalah makna kata yang mempunyai tautan pikiran, peranan, dan lain-lain yang menimbulkan nilai rasa tertentu. Dengan kata lain, makna denotati adalah makna yang bersiat umum, sedangkan makna konotati lebih bersiat pribadi dan khusus. Contoh : Dia adalah wanita cantik (denotati) Dia adalah wanita manis (konotati) Kata cantik lebih umum daripada kata manis. Kata cantik akan memberikan gambaran umum tentang seorang wanita. Akan tetapi, dalam kata manis terkandung suatu maksud yang lebih bersiat memukau perasaan kita. Dipihak lain kata-kata itu dapat pula mengandung arti kiasan yang terjadi dari makna denotati reeren lain. Makna yang dikenakan kepada kata itu dengan sendirinya akan ganda sehingga kontekslah yang lebih banyak berperan dalam hal ini. Contoh : Sejak dua tahu yang lalu ia membanting tulang untuk memperoleh kepercayaan masyarakat.
86
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
Kata membanting tulang (yang mengambil suatu denotati kata pekerjaan membanting subuah tulang) mengandung makna “bekerja keras” yang merupakan sebuah kata hiasan. Kata membanting tualang dapat kita masukan ke dalam golongan kata yang bermakna konotati. Kata-kata yang dipakai secara kiasan pada suatu kesempatan penyampaian seperti ini disebut idiom atau ungkapan. Semua benyuk idiom atau ungkapan dalam kata yang b ermakna konotati. Kata-kata ungkapan adalah sebagai berikut : Keras kepala Panjang tangan Sakit hati
2.
Makna Umum dan Makna Khusus
Kata umum adalah kata yang cakupannya lebih luas. Kata khusus adalah kata yang memiliki cakupan yang lebih sempit atau khusus. Misalnya bunga termasuk kata umum, sedangkan kata khusus dari bunga adalah mawar, melati, anggrek.
3.
Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna Leksikal adalah makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan. Contoh: Kata nyamuk, makna leksikalnya adalah binatang yang menyebabkan timbulnya penyakit. Makna Gramatikal adalah untuk menyatakan makna jamak bahasa Indonesia, menggunakan pengulangan kata, seperti kata: meja yang bermakna “sebuah buku,” menjadi meja-meja yang bermakna “ banyak meja.”
4.
Makna Peribahasa
Makna pribahasa adalah makna yang bersiat memperbandingkan atau mengumpamakan, maka lazim juga disebut dengan nama perumpamaan. Contoh: Bagai, bak, laksana dan umpama lazim digunakan dl peribahasa.
5.
Makna Kias dan Lugas
Makna kias adalah kataataupun kalimat yang tidak mengandung arti yang sebenarnya. Contoh: raja siang, bermakna matahari.
6.
Kata Konkret dan Kata Abstrak
Kata konkret adalah kata yang dapat diserap oleh panca indra. Misalnya meja, air, dan suara. Sedangkan kata abstrak adalah kata yang sulit diserap oleh panca indra. Misalnya kemerdekaan, kebebasan.
Bab 6
Diksi
7.
Majas atau Gaya Bahasa
87
Dalam karangan, kadang-kadang perlu digunakan kata-kata berbentuk ungkapan agar lebih hidup dan terlihat konkret. Makna yang dikandung oleh ungkapan-ungkapan itu disebut majasi. Makna majasi diperoleh bila sebuah makna denotasi kata dipakai untuk menyatakaan makna denotasi yang lain. Kata-kata yang mengandung majasi disebut majas. Beberapa majas atau gaya bahasa yang perlu diketahui : a. Majas Persamaan atau Simile Majas persamaan yaitu, persamaan dua hal. Kedua hal itu dapat disela oleh kata seperti, ibarat dan bagai. Contohnya : Ia manis bagai putri dari kayangan b. Majas Perumpamaan Hampir sama dengan simile, tetapi persamaan tidak mempunyai unsur disamakan. Contohnya : Bagai air di daun talas c. Majas Metaora Metaora adalah majas yang mengimplisitkan persamaan. Metaora menyatakan secara langsung dua benda yang sama. Kalau simile mengungkapkan : Gadis itu seperti bunga melati, metaora mengungkapkan dengan cara lain, yaitu : Aku bertemu dengan bunga melaati kampung kami. Contohnya : Ia sampah masyarakat d. Majas Metonimi Metonimi adalah majas yang beriontasi pada bagian kecil suatu benda. Melati adalah metonimi dari bunga. Untuk menyebutkan sesuatu, cukup disebutkan bagian metoniminya saja agar makna kalimat itu lebih jelas. Contohnya : Ia datang dengan Corolla. e. Majas Personifikasi Majas ini adalah majas pemanusiaan alam. Alam dianggap manusia, dapat berbicara, bertindak, dan bergerak. Contohnya : pembangunan kini membelah desa dan kota. . Majas Litotes Litotes adalah majas yang merendahkan diri secara berlebih-lebihan. Contohnya : Engkau menganggap ceritaku hanya angin lalu. g. Majas Hiperbola Hiperboal adalah majas yang melebih-lebihkan sesuatu dengan cara meninggikan halhal yang tidak semestinya. Contohnya : harga-harga sekarang mencekik leher h. Klimaks Gaya bahasa klimaks diturunkan dari kalimat yang bersiat periodik.
88
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
i. Antiklimaks Antiklimaks dihasilkan oleh kalimat yang berstruktur mengendur. Antiklimaks sebagai gaya bahasa merupakan suatu acuan yang gagasan-gagasannya diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting. Antiklimaks sering kurang eekti karena gagasan yang penting ditempatkan pada awal kalimat, sehingga pembaca atau pendengar tidak lagi memberi perhatian pada bagian-bagian berikutnya dalam kalimat itu. j. Antithesis Adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang pertentangan, dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan. k. Repetisi Adalah pengulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. l. Erotesis atau Pertanyaan Retoris Adalah semacam pertanyaan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan ntuk uk mencapai eek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban. m. Sinekdoke Adalah suatu istilah yang diturunkan dari kata Yunani synekdechesthai yang berarti menerima bersama-sama. Sinekdoke adalah semacam bahasa iguratip, yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan (pars pro toto) atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totum pro parte). n. Eufimisme Eufimisme adalah ungkapan yang halus untuk menggantikan kata-kata yang dirasakan menghina ataupun menyinggung perasaan. Anak Anda memang tidak terlalu cepat mengikuti pelajaran seperti anak-anak lainnya. (=bodoh) o. Sarkasme Sindiran langsung dan kasar.kata-kata pedas untuk menyakiti hati orang lain; cemoohan atau ejekan kasar. p. Pleonasme Disebut pleonasme apabila kata yang berlebihan yang jika dihilangkan, artinya tetap utuh. Contohnya : Saya telah mendengar hal itu dengan telinga saya sendiri. Ungkapan di atas adalah pleonasme karena semua kata tersebut memiliki makna yang sama, walaupun dihilangkan kata-kata: dengan telinga saya,
Bab 7
NOTASI ILMIAH
Dalam penulisan karya ilmiah diperlukan penunjang-penunjang sebagai bahan bukti berbagai pendapat dan ulasan dari penulis. Untuk menambah keilmiahan tulisan, maka perlunya berbagai notasi ilmiah yang berupa kutipan dan penulisan reerensi baik dalam catatan kaki maupun dafar pustaka (bibliografi).
A. KUTIPAN 1.
Pengertian Kutipan
Kutipan adalah pinjaman kalimat atau pendapat dari seorang pengarang, atau ucapan seseorang yang terkenal, baik terdapat dalam buku-buku maupun majalah-majalah. Mengutip itu tidak tercela. Bahkan, sepanjang dilakukan secara jujur, mengutip merupakan suatu keniscayaan dalam menulis karya ilmiah. Namun begitu, jika dilakukan tanpa kejujuran mengutip merupakan suatu tindakan plagiat (penjiplakan). Oleh sebab itu, sedapat mungkin dalam sebuah karangan ilmiah, kutipan ditulis dengan catatan (notes) supaya terlepas dari tuduhan menjiplak
2.
Prinsip-prinsip Mengutip a. Jangan mengadakan perubahan Pada waktu melakukan kutipan langsung, pengarang tidak boleh mengubah kata-kata atau teknik dari teks aslinya. Contoh pertentangan dan sebagainya. Dalam hal yang demikian penulis harus memberikan tanda kurung segi empat [….] bahwa p erubahan
90
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
teknik itu di buat sendiri oleh penulis, dan tidak ada dalam teks aslinya. Keterangan dalam kurung segi empat itu misalnya berbunyi sebagai berikut: [huru miring dari s aya, Penulis]. b. Bila ada kesalahan Bila dalam kutipan terjadi kesalahan atau keganjila, entah dalam persoalan ejaan maupun soal-soal ketatabahasaan, penulisan tidak boleh memperbaiki kesalahan-kesalahan itu. Ia hanya menguti sebagaimana adanya. Misalnya kalau kita tidak setuju dengan bagian itu,maka biasanya diberi catatan: [sic!] kata sic! Yang di tempatkan dalam kurung segi empat menunjukan bahwa penulis tidak bertanggung jawab atas kesalahan itu, ia sekedar mengutip sesuai dengan apa yang terdapat dalam naskah aslinya. c. Menghilangkan bagian kutipan Penghilangan kutipan biasanya di nyatakan dengan menggunakan [. . .]. Jika unsure yang dihilangkan pada akhir sebuah kalimat, maka ketika titik berspasi itu ditambahkan sesudah titik yang mengakhiri kalimat itu. Bila bagian yan dihilankan terdiri dari satu alenia atau lebih, maka biasanya dinyatakan dengan titik-titik berspasi sepanjang satu baris halaman.
3.
Jenis Kutipan
Menurut jenisnya, kutipan dapat di bedakan atas kutipan langsung dan kutipan tida k langsung (kutipan isi). Kutipan langsung adalah pinjaman pendapat dengan mengambil secara lengkap kata demi kata, kalimat demi kalimat dari sebuah teks asli. Sebaliknya, kutipan tak langsung adalah pinjaman pendapat seorang pengarang atau tokoh terkenal berupa inti sari atau ikhtisar dari pendapat tersebut.
4.
Cara-cara Mengutip a. Kutipan langsung yang tidak lebih dari empat baris Sebuah kutipan langsung yang panjangnya tidak lebih dari empat baris ketikan, akan dimasukan dalam teks dengan cara-cara berikut: 1) Kutipan itu di integrasikan langsung dengan teks 2) Jarak antara baris dengan baris dua spasi 3) Kutipan itu diapit dengan tanda kutip 4) Sesudah kutipan selesai di beri no urut penunjukan setengah spasi ke atas, atau dalam kurung ditempatkan nama singkat pengarang, tahun terbit dan nomor halaman tempat terdapat kutipan itu.
Misalnya: Guru tak dapat memperhatikan muridnya demi seorang demi seorang. Dalam seminar “ Te teaching o modern languages” oleh sekretariat UNESCO di Nuwara Eliya, sailan, pada bulan Agustus 1953 dikatakan: because o the very special nature o language,
Bab 7
Notasi Ilmiah
91
teaching us well on general educational grounds, it is vital that classes should be small” (hal.50). untuk waktu yang . . . 3 Jadi kalimat because o the very special nature o language, . . .dst. merupakan suatu kutipan,tetapi kutipan itu tidak lebih dari empat baris ketikan. Oleh karena itu kutipan harus di integrasikan dengan teks, serta spasi antara baris adalah spasi rangkap. etapi sebagai pengenal bahwa bagian itu merupakan kutipan, maka bagian itu ditempatkan dalam tanda kutip. b. Kutipan langsung yang lebih dari empat baris Bila sebuah kutipan terdiri dari lima baris atau lebih, maka seluruh kutipan itu harus digara sebagai berikut. 1) Kutipan itu di pisahkan dari teks 2,5 spasi 2) Jarak antara baris dengan baris kutipan satu spasi 3) Kutipan itu boleh atau tidak diapit dengan tanda kutip 4) Sesudah kutipan selesai di beri nomor urut setengah spasi ke atas, atau dalam kurung ditempatkan nama singkat pengarang, tahun terbit dan nomor halaman tempat terdapat kutipan itu. 5) Seluruh kutipan itu di masukkan ke dalam 5-7 ketikan, bila kutipan itu dimulai dengan alenia baru, maka baris pertama dari kutipan itu di masukan lagi 5-7 ketikan. c. Kutipan tak langsung Dalam kutipan tak langsung biasanya inti atau sari pendapatan itu yang di kemukakan. Sebab itu kutipan tidak boleh mempergunakan tanda kutip. Beberapa syarat arus diperhatikan untuk membuat kutipan tak langsung. 1) Kutipan itu di integrasikan dengan teks 2) Jarak antar baris dua spasi 3) Kutipan tidak di apit dengan tanda kutip 4) Sesudah kutipan selesai diberi nomor urut penunjukan setengah spasi keatas,atau dalam kurung ditempatkan nama singkat pengarang, tahun terbit, dan nomor halaman tempat terdapat kutipan itu.
B. CATATAN KAKI Yang dimaksud dengan catatan kaki adalah keterangan-keterangan atas teks karangan yang ditempatkan pada kaki halaman karangan yang bersangkutan.
1.
Tujuan a. b. c. d.
Untuk menyusun pembuktian Menyatakan utang budi Menyampaikan keterangan tambahan Merujuk bagian lain dari teks
92
2.
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
Prinsip Membuat Catatan Kaki a. Hubungan catatan kaki dan teks Hubungan antara keterangan pada catatan kaki dengan teks dinyatakan dengan mempergunakan nomor urut penunjukan baik yang terdapat dalam teks maupun yang terdapat pada catatan kaki. b. Nomor Urut Penunjukan Bila nomor urut penunjukan hanya berlaku untuk tiap bab,maka konsekuensi yang pertama adalah bahwa untuk tiap bab selalu dimulai dengan nomor urut 1 untuk catatan yang pertama kemudian dilanjutkan dengan nomor urut berikutnya sampai pada akhir bab. Yang kedua nama pengarang dan sumber ang pertama kali disebut dengan satu bab. Bab tersebut akan menggunakan singkatan ibid .atau nama singkat pengarang dengan singkatan op, cit, atau loc, cit. c. Teknik Pembuatan Catatan Kaki 1) Harus disediakan tempat atau ruang secukupnya pada kaki halaman tersebut, sehingga margin bawah tidak boeh lebih sempit dari 3 cm, sesudah diketik baris terakhir dari catatan kaki. 2) Setelah huru terakhir dari teks,dalam jarak 3 spasi harus dibuat sebuah garis, mulai dari margin kiri sepanjang 15 ketikan dengan huru pika, atau 18 ketikan dengan huru elite 3) [ ] 4) Dalam jarak 2 spasi dari garis tadi, dalam jarak 5-7 ketikan dari margin kiri diketik nomor penunjukan. 5) Langsung sesudah nomor penunjukan, setengah spasi kebawah mulai diketik baris pertama dari catatan kaki. 6) Jarak antar baris dalam catatan kaki adalah spasi rapat, sedangkan jarak antar catatan kaki pada halaman yang sama ( kalau ada ) adalah 2 spasi. 7) Baris kedua dari tiap catatan kaki selalu dimulai dengan margin kiri.
3.
Jenis Catatan Kaki a. Penunjukan Sumber Rerensi Catatan kaki semacam ini disebut juga sebagai rerensi, harus dibuat oleh penulis bila: 1) Mempergunakan sebuah kutipan langsung 2) Menggunakan sebuah kutipan tak langsung 3) Menjelaskan dengan kata-kata sendiri yang telah dibaca 4) Meminjam sebuah tabel, peta atau diagram dari suatu sumber 5) Menyusun sebuah diagram berdasarkan data-data yang diperoleh dari suatu sumber, atau beberapa sumber tertentu
Bab 7
Notasi Ilmiah
93
b. Catatan Penjelas Catatan kaki yang dibuat dengan tujuan untuk membatasi suatu pengertian, atau menerangkan dan member komentar terhadap suatu pernyatan atau pendapat yang dimuat dalam teks. c. Gabungan Sumber dan Penjelas Pertama menunjuk sumber di mana dapat diperoleh bahan-bahan dalam teks, kedua memberi komentar atau penjelasan seperlunya tentang pendapat atau pernyataan yang dikutip tersebut.
C. BIBLIOGRAFI Adalah sebuah dafar yeng berisi judul buku-buku, artikel-artikel, dan bahan-bahan penerbitan lainya, yang mempunyai pertalian dengan sebuah karangan atau sebagian dari karangan yang tengah digarap.
1.
Unsur-unsur Bibliografi a. Nama pengarang yang dikutip secara lengkap. b. Judul buku, termasuk judul tambahannya, c. Data publikasi: penerbit, tempat terbit, tahun terbit, catatan keberapa, nomor jilid, dan tebal (jumlah halama) buku tersebut, d. Untuk sebuah artikel diperlukan pula judul artikel yang bersangkutan, nama majalah, jilid nomor dan tahun.
2.
Bentuk Bibliografi
Karena cara-cara untuk tiap jenis kepustakaan agak berlainan, perhatikanlah ketentuanketentuan bagaimana menyusun urutan pengarang, judul dan data publikasi dari tiap jenis kepustakan tersebut: a. Dengan seorang pengarang Hotckett, Charles F. A Cours in Modern Linguistics. New York: Te Macmilan Company, 1963. b. Buku dengan dua atau tiga pengarang Oliver, Robert ., and Rupert L. Cortright. New raining or Effective Speech. New York: Henry Holt and Company, Inc., 1958. c. Buku dengan banyak pengarang Morris, Alton C., et al. College English, Te First Year . New York: Harcount, Brace & World, Inc,. 1964. d. Artikel dalam sebuah himpunan Riesma n, David. “ Character Society,” oward Liberal Education, eds. Louis G. Locke, William M. Gibson, and George Arms. New York: Holt, Rinehart and Winston, 1962.
94
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
e. Buku terjemahan Al Aflaki, Syamsudin Ahmad. Hikayat-hikayat Sufistik Rumi. erjemahan M. Misbach. Jakarta : Robbani Press. 2000 . Buku yang lebih dari satu jilid Al Bilali, Abdul Hamid. aujiah Ruhiyah : Pesan-pesan Spiritual Penjernihan Hati Jilid. 1 erjemahan Fadhli Bahri. Jakarta : An Nadwah. 2000. g. Buku Antologi Ali, Lukman. (ed). Bahasa dan Kesusastraan Indonesia sebagai Cermin Indonesia Baru. Jakarta : Gunung Agung. 1985 h. Entry Ensiklopedi Holman, C. Hugh. “Romanticism” dalam RT N. Anshen (ed). Encyclopedia Americana. Vol. IX. New York : Harper @ Bros. 1952. H. 663-669 i. Artikel Koran, Jurnal, atau Majalah Ramlan. “Problematika Remaja Dewasa Ini dan Solusinya”. Mimbar Agama dan Budaya. Vol. XVIII No. 2, 2001. h. 189 – 209 j. Skripsi, Tesis, Disertasi Rahmah, Neni Khalyatur. “ Korelasi Rasm Usmani dengan Qiraat” Skripsi S1 Jurusan asir Hadis Fakultas Usuludin dan Filsaat UIN Jakarta. 2006
3.
Penyusunan Bibliografi a. Nama pengarang diurutkan menurut urutan alphabet. Nama yang di pakai dalam urutan itu adalah Nama keluarga. b. Bila tidak ada pengarang, judul buku atau artikel dimasukan dalam urutan alabet. Perhatikan bahwa kata-kata sandang dalam bahasa-bahasa Barat tidak diperhitungkan untuk penyusunan ini. c. Jika untuk seorang pengarang terdapat lebih dari stau bahan rerensi, maka untuk rerensi yang kedua dan seterusnya, nama pengarang tidak perlu diikutsertakan, tetapi diganti dengan garis sepanjang 5 atau 7 ketikan. d. Jarak antara baris dengan baris untuk satu rerensi adalah satu spasi. etapi jarak antara pokok dengan pokok yang lain adalah dua spasi. e. Baris pertama dimulai dari margin kiri. Baris kedua dan seterusnya dari tiap pokok harus dimasukan ke dalam sebanyak 3 atau 4 ketikan.
Bab 8
KONVENSI NASKAH
Konvensi naskah adalah penulisan naskah karangan ilmiah berdasarkan kebiasaan, aturan yang lazim, dan sudah disepakati. Kelaziman ini cenderung menjadi aturan baku yang digunakan di perguruan tinggi. Aturan tersebut kemudian disesuaikan dengan karakterisk masing perguruan tinggi tersebut sehingga setiap kampus memiliki panduan untuk penulisan karya tulis bagi setiap warganya. Namun, penulisan naskah ilmiah tidak sebatas pada kegiatan akademik di perguruan tinggi. Para proesional dalam berbagai disiplin ilmu yang bekerja di berbagai bidang disiplin ilmu yang bekerja di berbagai kantor lembaga pemerintah dan swasta baik di dalam maupun luar negeri cenderung menggunakan model naskah yang sudah lazim atau berdasarkan konvensi. Konvensi penulisan yang sudah lazaim mencakup aturan pengetikan, pengorganisasian materi utama, pengorganisasian materi pelengkap, bahasa, dan kelengkapan penulisan lainnya.
A. PENGETIKAN Persyaratan pengetikan teks karangan ilmiah mencakup penggunaan kertas, batas margin, spasi, bentuk, dan ukuran huru.
1.
Pemilihan Kertas a. Kertas berukuran kuarto (21,59 x 27,94 cm) atau letter pada Microsofword . Setiap lembar kertas diketik pada satu sisi halaman dan tidak bolak-balik
96
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
b. Kertas berukuran A4 (21 x 29,7 cm) atau ormat kertas A4 pada Microsofwords. Setiap lembar diketik pada satu sisi halaman.
2.
Pengetikan a. Batas margin kertas (pias) dari tepi atas 4 cm, kiri 4 cm, bawah 3, cm, dan kanan 3 cm b. Naskah ditulis dengan time new roman atau arial pada MS Word komputer; judul diketik dengan ont 14-16 atau disesuaikan dengan panjang–pendek jugul jika menggunakan huru yang lebih kecil dengan mempertimbangkan estetika penampilan. c. Jarak spasi antarbaris dua spasi, jarak antarparagra tiga spasi, jarakan antara teks dan contoh tiga spasi, jarak antara tajuk dan uraian empat spasi, jarak antara uraian dan subjuduk di bawahnya tiga spasi
B. PENGORGANISASIAN KARANGAN Pengorganisasian karangan adalah penyusunan seluruh unsur karangan menjadi satu kesatuan karangan dengan berdasarkan persyaratan ormal kebahasaan yang baik, benar, cermat, logis, penguasaan, wawasan keilmuwan bidang kajian yang ditulis secara memadai; ormat pengetikan yang sistematis. Unsur karangan ilmiah atas unsur-unsur sebagai berikut :
1.
Pelengkap Pendahuluan (Prelimanaries)
Judul sampul Halaman Judul Halaman Persembahan Halaman Pengesahan Kata Pengantar Abstrak Dafar Isi Dafar Gambar Dafar abel
2.
Bagian Utama karangan (Main Body)
Pendahuluan Bagian Utama Kesimpulan
3.
Bagian Penutup (Referensi Matter)
Dafar Pustaka Lampiran-lampiran
Bab 8
97
Konvensi Naskah
Indeks Riwayat Hidup Penulis
C. PELENGKAP PENDAHULUAN �PRELIMANARIES� 1.
Halaman Sampul dan Halaman Judul a. Judul atau nama tulisan mencantumkan nama tulisan, penjelasan adanya tugas, nama penulis, kelengkapan identitas penulis (nomor induk/registrasi, kelas, nomor absen), nama unit belajar (unit kerja), dan nama lembaga (program studi, jurusan, akultas, universitas), nama kota, dan tahun penulisan. b. Untuk memberikan daya tarik pembaca, penyusunan judul perlu memperhatikan unsurunsur sebagai berikut: 1) Judul menggambarkan keseluruhan isi karangan 2) Judul harus menarik pembaca baik makna maupun penulisannya 3) Seluruh rasa ditulis pada posisi tengah secara simetri 4) Bagian-bagian yang tertulis pada halaman judul : (1) Judul : diketik dengan huru kapital, misalnya DELIK PORNOGRAFI DAN KAIANNYA DENGAN PERLINDUNGAN ERHADAP PEREMPUAN (injauan Hukum Islam dan Hukum Positi) (2) Penjelasan tentang tugas disusun dalam bentuk kalimat, misalnya: Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S. Sy) (3) Nama penulis ditulis kapital bagian awal katanya, di bawah nama dituliskan Nomor Induk Mahasiswa (NIM), misalnya Ahmad Khudori 107045100262 (4) Data institusi meliputi program studi, jurusan, akultas, universitas, nama kota, dan tahun penulisan ditulis dengan huru kapital, misalnya: PROGRAM SUDI JINAYAH SIYASAH FAKULAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSIAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYAULLAH JAKARA 2012 (5) Hal-hal yang harus dihindarkan dalam halamam judul karangan ormal : a) komposisi tidak menarik dan tidak estetik b) hiasan gambar
98
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
c) d) e) ) g) h)
2.
variasi jenis huru kata NIM/NRP hiasan, tanda-tanda, garis yang tidak berungsi kata-kata yang berisi slogan ungkapan emosional menuliskan kata-kata atau kalimat yang tidak berungsi
Halaman Pengesahan
Halaman pengesahan digunakan sebagai pembuktian bahwa karya ilmiah telah ditandatangani oleh pembimbing, penguji/pembaca, dan ketua jurusan telah memenuhi persyaratan administrasi sebagai karya ilmiah. Halaman pengesahan biasanya digunakan untuk penulisan skripsi, tesis, dan disertasi, sedangkan makalah ilmiah tidak mengharuskan adanya halaman pengesahan. Penyusunan pengesahan ditulis dengan memperhatikan persyaratan ormal urutan dan tata letak unsur-unsur yang harus ditulis di dalamnya.
3.
Kata Pengantar
Kata pengantar adalah bagian tulisan yanga berisi penjelasan mengapa menulis karangan ini dilakukan. Setiap karangan ilmiah seperti makalah, jurnal, skripsi, tesis, disertasi, dan laporan penelitian yang lainnya harus menggunakan kata pengantar. Di dalamnya disajikan inormasi sebagai berikut : a. ucapan syukur kepada uhan Yang Maha Esa, b. penjelasan adanya tugas penulisan karya ilmiah, c. penjelalasan adanya bantuan, bimbingan, dan arahan dari seseorang, sekelompok orang, organisasi/lembaga, d. ucapan terima kasih kepada seseorang/lembaga yang membantu, e. manaat bagi pembaca serta kesediaan menerima kritik dan saran . harapan penulis atas karangan tersebut, g. penyebutan nama kota tanggal, bulan, tahun, dan nama lengkap penulis tanpa di bubuhi tanda tangan. Kata pengantar termasuk bagian dari karangan ilmiah, maka kata pengantar harus ditulis dengan bahasa yang baku, baik, dan benar. Isi kata pengantar tidak menyajikan isi karangan, atau hal-hal yang tertulis dalam pendahuluan, pembahasan, dan simpulan. Apa yang ditulis kata pengantar tidak ditulis ulang dalam isi karangan. Hal-hal yang harus dihindarkan. a. menguraikan isi karangan, b. menyalahi kaidah bahasa, c. menunjukkan sikap kurang percaya diri,
Bab 8
Konvensi Naskah
99
d. kurang meyakinkan, e. terlalu panjang, . berisi sambutan
4.
Abstrak a. Karakteristik 1) Singkat : tidak memuat latar belakang, tidak memuat contoh, tidak memuat penjelasan alat, cara kerja, dan proses yang sudah lazim/dikenal, tidak lebih dari 250 kata, hanya memuat (1) metode kerja dari pengumpulan dari pengumpulan data sampai dengan penyimpulan, dan (2) data yang sudah diolah 2) Berketelitian tinggi : (1) menggunakan sumber dokumen asli secara cermat, mudah dipahami, dan (2) menggunakan kata istilah yang sama dengan dokumen aslinya 3) Bentuk tulisan : (1) inormati kualitati atau kuantitati bergantung pada naskah asli, dan (2) deskripti, analisis, indukti, atau dedukti bergantung pada naskah asli. 4) Stuktur : (1) judul laporan/dokumen asli, (2) nama asli penulis laporan (dokumen), (3) tujuan dan masalah, (cara kerja, proses, atau metode kerja), (4) hasil kerja dan validitas hasil, (5) kesimpulan, dan (6) inisial penulis abstrak. b. Jenis Abstrak a. Abstrak Indikati yaitu abstrak yang menguraikan secara singkat masalah yang terkandung dalam dokumen lengkapnya. Abstrak ini tidak memadatkan isi dokumen asli, bertujuan agar lebih cepat diketahui isinya dan hanya memberikan indikasi sasaran cakupan tulisan sehingga pembaca dapat mempertimbangkan apakah tulisan asli perlu dibaca atau tidak. Pembaca abstrak cenderung mementingkan inormasi yang diperlukan sebagai pertimbangan untuk suatu tindakan tertentu. b. Abstrak Inormati yaitu miniatur laporan atau dokumen asli dengan menampilkan selengkap mungkin data laporan sehingga pembaca abstrak tidak perlu lagi membaca naskah aslinya, kecuali untuk mendalaminya. Abstrak inormasi menyajikan keseluruhan naskah asli dalam bentuk mini : judul, penulis asli, lembaga, tujuan, metode pembahasan atau analisis, hasil analisis, kesimpulan, kode inisial penulis abstrak.
5.
Daftar Isi
Dafar isi adalah bagian pelengkap pendahuluan yang memuat garis besar isi karangan ilmiah secara lengkap dan menyuruh, dari judul sampai dengan riwayat hidup penulis sebagaimana lazimnya sebuah konvensi naskah karangan ilmiah. Dafar isi berungsi untuk merujuk nomor halaman judul bab, subbab, dan unsur-unsur pelengkap dari sebuah buku yang bersangkutan. Dafar isi tidak sama dengan kerangka atau ragangan karangan. Kerangka menggambarkan uraian (analisis dan sintesis) bagian utama karangan, sedangkan dafar isi mencantumkan seluruh unsur pelengkap pendahuluan, pembahasan, dan pelengkap penutup.
100
6.
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
Daftar Gambar
Setiap gambar yang tercantum dalam karnagan harus tertulis dalam dafar gambar. Dafar gambar menginormasikan: judul gambar dan nomor halaman.
7.
Daftar Tabel
Setiap tabel yang tercantum dalam karangan harus tercantum dalam dafar tabel. Dafar ini menginormasi nama tabel dan nomor halaman. Nomor tabel di urut dari bagian awal sampai bagian akhir karangan.
E. PELENGKAP PENUTUP �REFERENSI MATTER� 1.
Daftar Pustaka
Dafar yang berisi judul buku-buku, artikel-artikel, dan bahan-bahan penerbitan lainnya, yang mempunyai pertalian dengan sebuah karangan atau sebagian dari karangan yang tengah digarap.40
2.
Lampiran (Apendiks)
Lampiran merupakan pelengkap karangan ilmiah. Lampiran ini dapat berupa esai, dafar nama, model analisis, dan lain-lain. Lampiran ini disertakan sebagai bagian dari pembuktian ilmiah. Penyajian dalam bentuk lampiran agar tidak menggangu pembahasan jika disertakan dalam uraian.
3.
Indeks
Indeks adalah dafar kata atau istilah yang digunakan dalam uraian dan disusun secara alabetis (urut abjad). Penulisan indeks disertai nomor halaman yang mencantumkan penggunaan istilah tersebut. Indeks berungsi untuk memudahkan pencarian kata dan penggunaaanya dalam pembahasan.
4.
Riwayat Hidup Penulis
Dafar riwayat hidu memuat nama, tempat dan tanggal lahir, pendidikan, pengalaman kerja, dan karya ilmiah yang terkait dengan materi makalah.
F.
PENYUNTINGAN NASKAH
Untuk menghasilkan tulisan yang sempurna, perlu penyuntingan naskah karangan dengan jalan membaca secara cermat setelah tulisan selesai dan memperbaiki beberapa kesalahan 40
Kera, Gorys, Komposisi (Ende : F lores, 1994) hlm. 213
Bab 8
101
Konvensi Naskah
dan kekurangsempurnaan yang sekiranya muncul berdasarkan konvensi naskah yang baku. Penyuntingan naskah bertujuan untuk menyempurnakan ormat naskah, urutan pembahasan, pengendalian variabel, bahasa, keindahan tampilan, posisi tampilan, komposisi, dan kelengkapan naskah. Penyuntingan meliputi seluruh unsur tulisan yang meliputi bagian pelengkap pendahuluan (Prelimanaries), naskah utama karangan (Main Body), dan pelengkap penutup (Reerensi Matter). Sedangkan unsur bahasa yang terdapat pada karangan meliputi penggunaan ejaan, diksi, kalimat eekti, paragra, rasa, dan klausa dan segala aspek kebahasan lainnya. anda-tanda penyuntingan yang lazim digunakan antara lain : : tanda penunjuk bagian yang harus dikoreksi Saya makan sudah
: tanda penujuk agar dua huru atau kata dipertukar tempatnya
Ia akan sudah pergi
: menunjukkan kata atau huru harus dibuang
Orangitu baik.
: ceraikan huru atau kata
Mata hari
: Sambungkan
iap tiap
: Sambungkan dengan tanda penghubung : arik ke luar, ke kiri : arik ke dalam : Jadikan satu baris, contoh Hari ini kita memperingati proklamasi RI yang ke-58
Aku ini manusia. rindu rasa
: Jangan jadikan baris baru, atau dirapatkan
Ia hanya santai
: Garis putus di bawah kata membatalkan koreksi
Anggota dppri
: Gari bawah ganda, perintah cetak dengan huru kapital : Sisipkan huru atau kata, contoh : sesuai kesepatan
102
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
Bab 9
PLAGIASI
A. PENGERTIAN Salah satu bentuk pelanggaran kode etik dalam penulisan karya ilmiah adalah plagiarisme. Plagiarisme berasal dari dua kata Latin - plagiarius yang berarti penculik, dan plagiare yang berarti mencuri Yang dimaksud plagiarisme adalah mencuri gagasan, kata-kata, kalimat, atau hasil penelitian orang lain dan menyajikannya seolah-olah sebagai karya sendiri 41. Pasal 1 Butir pertama Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 17 ahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan inggi menyebutkan, plagiat adalah perbuatan sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian atau seluruh karya dan/ atau karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai. Pelaku plagiat biasa disebut plagiator. Plagiasi bisa terjadi karena berbagai penyebab seperti tidak paham plagiasi (ada plagiasi sengaja dan ada plagiasi tidak sengaja), tidak cukup waktu mengerjakan tulisan (bisa juga malas), tidak membaca ulang hasil tulisan, dan lain-lain. Plagirisme merupakan sal ah satu bentuk kecurangan akademis ( academic raud ) sehingga pelakunya harus dikenakan sanksi.
41
Pro. Suyanto, Ph.d dan Drs. Asep Jihad, M.Pd. Betapa Mudah Menulis Karya ulis (Yogyakarta : Eduka, 2009), hlm. 134.
104
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
B. BENTUK�BENTUK PLAGIASI Kecurangan akademik dalam bentuk plagiasi sering terjadi dalam beberapa bentuk yang meliputi sebagai berikut : 1. Menggunakan atau mengambil teks, data atau gagasan orang tanpa memberikan pengakuan terhadap sumber secara benar dan lengkap. 2. Menyajikan struktur, atau tubuh utama gagasan yang diambil dari sumber pihak ketiga sebagai gagasan atau karya sendiri, bahkan meskipun reerensi pada penulis lain dicantumkan. Bagian yang diambil sangat panjang, terdiri dari banyak rangkaian kalimat, bahkan banyak alinea atau struktur atau pola gagasan atau pola argumentasi orang lain. 3. Mengambil materi atau audio atau visual orang. Atau materi tes, sofware, dan kode program tanpa menyebut sumber dan menampilkannya seolah-seolah sebagai karya sendiri. 4. idak menunjukkan secara jelas dalam teks, misalnya dengan tanda kutipan atau penggunaan lay out tertentu, bahwa kutipan literal atau yang mendekati literal dimasukkan ke dalam sebuah karya, bahkan meskipun rujukan yang benar terhadap sumber sudah dimasukkan 5. Menararase (mengubah kalimat orang lain ke dalam susuan kalimat sendiri tanpa mengubah idenya) isi dari teks orang lain tanpa rujukan yang memadai terhadap sumber. 6. Menggunakan teks yang pernah dikumpulkan sebelumnya, atau menggunakan teks yang mirip dengan teks yang pernah dikumpulkan sebelumnya
C. JENIS�JENIS PLAGIASI 1.
Plagiarisme Penuh atau ‘Plagiarisme Lengkap’
Setiap kali seorang penulis menyalin konten dari sumber lain secara penuh, itu disebut plagiarisme penuh. Dalam plagiarisme ini, penulis tidak mengubah apa-apa dari sumber aslinya. Bahasa, aliran, dan bahkan tanda baca tersebut disalin sedemikian rupa, seseorang tidak bisa mengutip bahkan perbedaan kecil dalam dua isinya. Plagiarisme penuh, mengacu pada menyalin konten asli orang lain, kata demi kata, dan menyajikannya sebagai karyanya sendiri.
2.
Plagiarisme Parsial
Ketika seseorang menggabungkan data dari dua atau tiga sumber yang berbeda dalam karyanya, itu mencapai plagiarisme parsial. plagiarisme semacam ini betujuan untuk menyalin pekerjaan orang lain, tidak sepenuhnya, tetapi sebagian. Seseorang menjiplak konten dengan cara ini, memanaatkan maraknya pararase, yang berarti bahwa ia menyajikan ide yang sama dalam bentuk yang berbeda, dengan memanipulasi bahasa dari konten asli, t api aliran tetap sama. Dalam banyak kasus dengan memanaatkan kosakata sinonim atau mengubah
Bab 9
Plagiasi
105
kalimat akti menjadi kalimat pasi dan sebaliknya. Dengan cara ini, p enulis tidak mencoba untuk menjadi asli, tapi sekali lagi pekerjaan tidak mengandung penelitian. Memadainya pengetahuan tentang mata pelajaran tertentu adalah alasan umum untuk kejadian plagiarisme parsial.
3.
Minimalis Plagiarisme
Plagiarisme minimalistik dilakukan ketika seseorang mempararase konten yang sama tetapi dalam aliran yang berbeda. Pada jenis ini, plagiator mencoba untuk menyalin ide-ide, pendapat, pemikiran dan konsep dari penulis lain sedemikian rupa sehingga karyanya tidak tampak seperti telah menjiplak. Apa yang dia lakukan adalah bahwa ia tidak hanya mengubah konstruksi kalimat dan membuat penggunaan kosakata sinonim, tetapi ia juga mengubah urutan di mana pikiran telah disajikan dalam karya asli. Ini adalah perubahan dalam aliran yang membuat pekerjaan tampak asli, meskipun tidak. Meskipun menulis kembali hampir tampak seperti aslinya. Banyak orang tidak menganggap ini sebagai plagiarisme, mungkin karena sulit dibuktikan.
4.
Plagiarisme Mosaic
Plagiarisme jenis ini paling umum dilakukan pelajar. Contoh plagiarisme mosaik terjadi sebagian besar karena kurangnya pengetahuan atau ketidaktahuan tentang plagiarisme, dan cara-cara untuk menghindarinya. Ketika seseorang mengubah konstruksi kalimat tetapi tidak mau repot-repot untuk mengubah kata-kata asli, hasilnya kemudian, adalah bahwa perubahan kalimat, perubahan aliran, tetapi kata-kata tetap sama. indakan ini menjadi plagiarisme, karena tidak ada catatan diberikan kepada penulis karya asli, yang menjadi mutlak diperlukan dalam kasus tersebut. Pengetahuan rinci tentang reerensi dan kutipan sangat penting untuk menghindari plagiasi semacam ini.
D. SANKSI TERHADAP PLAGIASI Plagiarisme dan berbagai bentuk kecurangan akademik sangat dilarang karena kebenaran dalam ilmu pengetahuan tidak boleh dirusak, dan bagi banyak ilmuwan, kebenaran inilah yang membuat seluruh pekerjaan ilmuwan menjadi berharga. Jika penulis melakukan plag iasi maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan jabatan atau proesi yang disandangnya.
1.
Lulusan PT a. Seseorang yang memperoleh gelar akademik, proesi, atau vokasi yang tugas akhirnya terbukti merupakan jiplakan akan dicabut gelarnya. b. Dinyatakan tidak lulus sidang ketika pelanggaran tersebut diketahui pada saat yang bersangkutan melakukan sidang dan harus mengulang tugas akhirnya.
106
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
c. Lulus bersyarat apabilanya plagiat yang dilakukan hanya beberapa bagian teks. Pelaku dianggap lulus bersyarat dan harus memperbaiki sesuai saran penguji
2.
Mahasiswa a. Ketua jurusan/departemen/ bagian/lainnya yang sejenis harus membuat persandingan antara karya ilmiah mahasiswa tersebut dengan karya (ilmiah) yang diduga merupakan sumber yang dijiplak oleh mahasiswa tersebut b. Ketua jurusan/departemen/ bagian/lainnya yang sejenis meminta seorang dosen sejawat sebidang untuk memberikan kesaksian secara tertulis tentang kebenaran plagiasi yang diduga telah dilakukan oleh mahasiswa tersebut c. Mahasiswa yang diduga melakukan plagiat diberi kesempatan untuk melakukan pembelaan di hadapan ketua jurusan/departemen/bagian/ lainnya yang sejenis d. Apabila berdasarkan persandingan dan kesaksian telah terbukti terjadi plagiat, maka ketua jurusan/departemen/bagian/lainnya yang sejenis berhak menjatuhkan sanksi kepada mahasiswa sebagai plagiator e. Apabila salah satu dari persandingan atau kesaksian ternyata tidak terbukti adanya plagiasi, maka sanksi tidak dapat dijatuhkan dan harus dilakukan pemulihan nama baik terhadap mahasiswa tersebut . Sanksi bagi mahasiswa yang terbukti melakukan plagiat secara berurutan dari yang paling ringan sampai dengan yang paling berat terdiri atas: 1) eguran 2) Peringatan tertulis 3) Penundaan pemberian sebagian hak mahasiswa 4) Pembatalan nilai atau beberapa matakuliah yang diperoleh mahasiswa 5) Pemberhentian dengan hormat dari status sebagai mahasiswa 6) Pemberhentian tidak dengan hormat dari status sebagai mahasiswa 7) Pembatalan ijazah apabila mahasiswa telah lulus dari suatu program
3.
Dosen/Peneliti/Tenaga Kependidikan a. Pimpinan Perguruan inggi harus membuat persandingan antara karya ilmiah dosen/ peneliti/tenaga kependidikan tersebut dengan karya (ilmiah) yang diduga merupakan sumber yang dijiplak oleh dosen/ peneliti/tenaga kependidikan tersebut b. Pimpinan Perguruan inggi meminta senat akademik/organ lain yang sejenis untuk memberikan pertimbangan secara tertulis tentang kebenaran plagiasi yang diduga telah dilakukan oleh dosen/peneliti/ tenaga kependidikan tersebut c. Sebelum senat akademik/organ lain yang sejenis memberikan pertimbangan, senat akademik/organ lain yang sejenis meminta komisi etik dari senat akademik/organ lain yang sejenis untuk melakukan telaah tentang kebenaran plagiat dan proporsi karya (ilmiah) pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiah dosen/peneliti/tenaga kependidikan yang diduga sebagai plagiator
Bab 9
Plagiasi
107
d. Senat akademik/organ lain yang sejenis menyelenggarakan sidang dengan acara membahas hasil telaah komisi etik, dan mendengar pertimbangan dari para anggota senat akademik/organ lain yang sejenis, serta merumuskan pertimbangan yang akan disampaikan kepada pimpinan Perguruan inggi e. Dosen/peneliti/tenaga kependidikan yang diduga melakukan plagiat diberi kesempatan untuk melakukan pembelaan di hadapan senat akademik/ organ lain yang sejenis . Apabila berdasarkan persandingan dan hasil telaah telah terbukti terjadi plagiat, maka senat akademik/organ lain yang sejenis merekomendasikan sanksi untuk dosen/ peneliti/tenaga kependidikan sebagai plagiator kepada pimpinan Perguruan inggi g. Apabila salah satu dari persandingan atau hasil telaah ternyata tidak terbukti adanya plagiasi, maka sanksi tidak dapat dijatuhkan dan harus dilakukan pemulihan nama baik terhadap dosen/peneliti/tenaga kependidikan tersebut h. Sanksi bagi dosen/peneliti/tenaga kependidikan yang terbukti melakukan plagiat secara berurutan dari yang paling ringan sampai dengan yang paling berat terdiri atas: 1) eguran 2) Peringatan tertulis 3) Penundaan pemberian hak dosen/peneliti/tenaga kependidikan 4) Penurunan pangkat dan jabatan akademik/ungsional 5) Pencabutan hak untuk diusulkan sebagai guru besar/proesor/ ahli peneliti utama bagi yang telah memenuhi syarat 6) Pemberhentian dengan hormat dari status sebagai dosen/peneliti/ tenaga kependidikan i. Pemberhentian tidak dengan hormat dari status sebagai dosen/peneliti/tenaga kependidikan j. Pembatalan ijazah yang diperoleh dari Perguruan inggi yang bersangkutan
E. CARA MENGHINDARI PLAGIASI Secara sederhana, plagiasi sebenarnya bisa dihindari dengan menggunakan teknik yang diperbolehkan (legal) dalam dunia akademis. Pengetahuan atau teknik ini antara lain berkaitan dengan tata cara mengutip dan melakukan pararase. Kemampuan untuk mengutip secara akurat sumber tersebut sangatlah penting. Ada beberapa cara menghindari plagiarisme diantaranya sebagai berikut,
1.
Yang Dilakukan Ketika Proses Penulisan a. Dalam menulis, sebaiknya menggunakan inormasi yang berupa akta umum. b. Menuliskan sumber reerensi untuk pernyataan-pernyataan yang diacu penulis. c. Memberi batasan yang jelas bagian mana sajakah dalam uraian yang merupakan kutipan dan bagian mana yang merupakan pernyataan penulis.
108
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
d. Jika seorang penulis ingin memperkuat argumennya dengan mengacu pada pernyataan seorang penulis yang telah diterbitkan,maka ia harus menyatakan dengan tegas dari sumber mana kutipan tersebut diambil. e. Lebih baik menulis sendiri karya tulis ilmiah kita, walaupun mungkin sangat tidak bagus untuk dibaca apalagi dipublikasikan dalam jurnal ilmiah. Sebagai seorang pembelajar, tentu kita akan berusaha keras agar karya tulis ilmiah yang dibuat mendapat tempat dimata orang-orang terhormat. Perlu kerja keras dan belajar tiada henti dan jangan malu untuk bertanya kepada ahlinya. . Agar kita tak terkena penyakit plagiarisme, sebaiknya biasakan menulis setiap hari. Menulis pemikiran sendiri agar suatu saat dapat kita rangkai menjadi kalimat yang eekti dalam karya tulis ilmiah kita. g. ak ada penulis yang langsung bisa menulis. Apalagi menulis sebuah karya tulis ilmiah yang merupakan hasil dari sebuah penelitian yang tentu membutuhkan ketelitian dan kesabaran. idak bisa menggunakan cara-cara instan, sebab ada metode penelitan yang harus dilalui. h. idak mudah membuat sebuah karya tulis ilmiah. Kita harus sering sering berlatih menulis dan berupaya keras untuk menulis seotentik mungkin bahwa ini adalah hasil dari originalitas pemikiran sendiri dan bukan pemikiran orang lain yang kita akui sebagai tulisan sendiri 42.
2.
Ketika Pengutipan Wawancara a. andai setiap bagian yang akan dikutip dengan tanda khusus seperti garis bawah atau stabilo. b. andai dan catat main idea yang diambil dari sumber kutipan dan mana yang menjadi pendapat atau kesimpulan pribadi.
3.
Ketika Parafrase dan Mengambil Kesimpulan a. Baca bagian yang akan dikutip secara cermat,lalu lakukan pararase tanpa lihat teks asli dengan bersandar pada apa yang kita ingat dari teks itu. b. Setelah selesai, cek kembali untuk membandingkan antara paraphrase yang dibuat dengan teks asli agar tidak terjadi kekeliruan dan kesalahan pemahaman.
4.
Ketika Mengutip Langsung a. Cantumkan sumber yang dikutip sejelas-jelasnya dalam dokumentasi. b. Pilih bagian yang akan dikutip langsung secara proporsional dengan menggunakan tanda baca khusus pengutipan langsung sebaiknya tidak terlalu pendek dan tidak pula terlalu panjang.
42
Ibid ., hlm.181
Bab 9
Plagiasi
5.
Ketika Mengutip Tidak Langsung
109
a. Cantumkan sumber yang dikutip sejelas-jelasnya dalam dokumentasi. b. Cermati bagian yang akan dikutip tidak langsung,lalu lakukan pararase dengan menggunakan kata dan kalimat lain yang searti tetapi menggunakan struktur penulisan kalimat yang berbeda dengan kutipan tersebut.
110
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
Bab 10
TRANSLITERASI HURUF ARAB�LATIN
A. PENGERTIAN transliteration (tran’alih, ransliterasi berasal dari bahasa Inggris transliteration (tran’alih, pindah, ganti, dan literation ‘liter, ‘liter, huru ’) yaitu pergantian huru demi huru dari abjad yang satu ke abjad yang lainnya. 43 Um Umumnya umnya transliterasi dilakukan dil akukan dari huru Arab ke huru Latin untuk membantu masyarakat Indonesia baik untuk kajian keislaman (memahami alquran) maupun untuk penulisan karya tulisan yang menggunakan berbagai Istilah Arab yang belum dapat dianggap sebagai kata bahasa Indonesia yang masih terbatas penggunaannya. Untuk itu perlunya pedoman yang mengatur transliterasi huru Arab-Latin. erdapat dua manaat transliter transliterasi asi Arab-Lati Arab-Latin. n. Pertama, membantu umat Islam yang belum memahami huru Arab. Kedua, dalam bidang keagamaan khususnya studi Islam, transliterasi dibutuhkan karena istilah dan kosakata bidang keislaman sebagian besar memakai kosakata bahasa Arab yang belum diindonesiakan, sementara itu penulisannya disarankan menggunakan huru latin. ransliterasi dimaksudkan sebagai pengalihhuruan dari abjad yang satu ke abjad yang lain. ransliterasi Arab-Latin di sini ialah penyalinan huru-huru Arab dengan huru-huru latin beserta perangkatn perangkatnya. ya.
43
Mahmudah Fitriyah dan Ramlan, Disiplin Berbahasa Indonesia (Jakarta Indonesia (Jakarta : FIK, 2010) hlm. 227
112
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
Secara ringkas dikenalkan tujuh system transliterasi, yang sudah dikenal dikalangan dosen dan mahasiswa IAIN/SAIN/PAIS. Ketujuh sistem itu adalah sebagai berikut : 1. Sistem Inggris secara umum, yang banyak banyak diterbitkan dalam penerbitan bahasa Inggris juga digunakan dibeberapa negara Anglosakson, misalnya Library O Congress (Washington DC, Amerika Serikat), Perpustakaan McGill University (Montreal, Kanada). Sistem ini juga digunakan dalam penerbitan Indonesian Netherlands Netherlands Coorporation in Islamic Studies Studies (INIS) yang berbahasa Inggris. 2. Sistem yang digunakan dalam Encyclopedia o Islam (edisi baru) 3. Sistem yang digunakan di Perpus Perpustakaan takaan Unive Universitas rsitas Leiden, Belanda. 4. Sistem kamus Arab-Inggr Arab-Inggris is susunan Hans Wehr. 5. Sitem yang dapat disebut Eropa Kontinental pada umumnya, yang digunakan dalam penerbitan-penerbitan penerbitan-penerb itan Jerman dan Perancis, serta penulisan-pen penulisan-penulisan ulisan tertentu. 6. Sistem yang digunakan di IAIN Syari Hidayatullah, Jakarta. 7. Sistem yang digunakan di Departemen Departemen Agama, Agama, yang juga digunakan digunakan dalam penrbitan INIS yang berbahasa Indonesia. Sistem ini didasarka pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1987. Sistem ini antara lain, digunakan dalam Ensiklopedia Islam (1993) dan Ensiklopedi Hukum Islam. 8. Sistem yang digunakan di lingkungan IAIN Sunan Gunung Gunung Djati diberlakukan berdasarkan Keputusan Rektor IAIN Sunan Gunung Djati Nomor 03 ahun 1987 tentang Pedoman Pembuatan Skripsi Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Suanan Gunung Djati, tanggal 25 April 1987. Sistem seperti sep erti ini juga digunakan digun akan dalam al-Qur’an dan erjemahannya dan oleh beberapa penerbit, antara lain Paramadina, Mizan dan Logos.
B. PRINSIP PEMBAK PEMBAKUAN UAN Pembakuan pedoman transliterasi Arab-Latin ini disusun dengan prinsip sebagai berikut: Pembakuan 1. Sejalan dengan Ejaan yang Disempurnaka Disempurnakan n 2. Huru Arab yang belum ada padanannya padanannya dalam huru huru Latin dicarikan padanan dengan cara memberi tambahan tanda diakritik, dengan dasar “satu onem satu lambang”. 3. Pedoman transliteras transliterasii ini diperuntuk diperuntukkan kan bagi masyarakat umum.
C. RUMUSAN PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB�LA ARAB�LATIN TIN Hal-hal yang dirumuskan secara konkret dalam pedoman p edoman transliterasi transliterasi Arab-Latin merujuk pada SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, tertanggal tertang gal 22 Januari 1988 No. 158/1987 dan 0543b/U/1987 melipu meliputi: ti: 1. Konsonan 2. Vokal (tungga (tunggall dan rangkap) 3. Maddah
Bab 10
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
113
Transliterasi Huruf Arab-La tin
a’marbutah Syaddah Kata sandang (di depan huru syamsiah syamsiah dan dan qamariah qamariah)) Hamzah Penulisan kata Huru Kapital ajwid
Berikut ini penjelasann p enjelasannya ya secara berurutan.
1.
Konsonan
Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huru, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan huru dan sebagian dilambangkan dengan tanda, dan sebagian lain lagi dengan huru dan tanda sekaligus. Di bawah ini dafar huru Arab itu dan transliter t ransliterasinya asinya dengan huru Latin. Huru Arab
Nama
Huru Latin
Nama
Ali
idak dilambangkan
idak dilambangkan
Ba’
B
Be
a’
e
sa’
S
Es (dengn titik diatas)
Jim
J
Je
ha’
H
Ha (dengan titik dibawah)
Kha’
Kh
Ka dan ha
Dal
D
De
Zal
Z
Zet (dengan titik diatas)
Ra’
R
Er
Z ai
Z
Zet
Sin
S
Es
Syin
Sy
Es dan ye
S ad
S
Es (dengan titik dibawah)
Dad’
D
De (dengan titik dibawah)
a’
te (dengan titik di bawah)
Za’
Z
Z (degnan titk di bawahnya)
114
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
Huru Arab
2.
Nama
Huru Latin
Nama
‘ain
‘-
koma terbalik (di atas)
gain
G
Ge
Fa’
F
E
Qa
Q
Ki
Ka
K
Ka
Lam
L
El
Mim
M
Em
Nun
N
En
Wau
W
We
Ha’
H
Ha
‘-
‘-
Apostro
y
Y
Ye
Vokal
Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monofong dan vokal rangkap atau difong. a. Vokal Tunggal Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut: Tanda
Nama
Huru Latin
Nama
------
Fathah
a
a
------
Kasrah
i
i
------
dammah
u
u
b. Vokal Rangkap Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huru, transliterasinya berupa gabungan huru, yaitu: Harakat dan Huru
Nama
Gabungan Huru
Nama
-----
athah dan ya’
ai
a dan i
-----
athah dan wawu
au
a dan u
Bab 10
115
Transliterasi Huruf Arab-La tin
Contoh : kataba : zukira : yazhabu
3.
Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huru, transliterasinya berupa huru dan tanda, yaitu: Harkat dan Huru
Nama
Huru dan Tanda
Nama
------ ------
athah dan ali atau ya’
a
a dan garis di atas
------
kasrah dan ya’
i
i dan garis di atas
------
dammah dan wawu
u
u dan garis di atas
Contoh : qala : qila : rama
4.
Ta’ marbuthah
ransliterasi untuk ta’ marbuthah ada dua. a. a’ marbuthah hidup a’ marbuthah yang hidup atau mendapat harakat athah, kasrah, dan dammah, transliterasinya adalah / t /. b. a’ marbuthah mati a’ marbuthah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah /h /. c. Kalau pada kata yang terakhir dengan ta’ marbuthah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah maka ta’ marbuthah itu ditransliterasikan dengan ha (h). Contoh : raud ah al-’ata : al Madinah al Munawwarah
5.
Syaddah (Tasydi-d)
Syaddah atau tasydi - d yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda, tanda syaddah atau tanda tasydi-d, dalam transliterasi ini tanda syaddah tersebut dilambangkan dengan huru, yaitu huru yang sama dengan huru yang diberi tanda syaddah itu.
116
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
Contoh: : rabbana : al birr : nu’’ima
6.
Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huru, yaitu . Namun, dalam transliterasi ini kata sandang itu dibedakan atas kata sandang yang diikuti oleh huru syamsiah dan kata sandang yang diikuti oleh huru qamariah. a. Kata sandang diikuti oleh huru syamsiah Kata sandang yang diikuti oleh huru syamsiah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu huru / l / diganti dengan huru yang sama dengan huru yang langsung mengikuti kata sandang itu. b. Kata sandang diikuti oleh huru qamariah Kata sandang yang diikuti oleh huru qamariah ditransliterasikan sesuai dengan huru aturan yang digariskan di depan dan sesuai pula dengan bunyinya. Baik diikuti huru syamsiah maupun huru qamariah, kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda sempang. Contoh : ar rajulu : asy-syamsu : al-badi -‘u
7.
Hamzah
Dinyatakan di depan bahwa hamzah ditransliterasikan dengan apostro . Namun, itu hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan di akhir kata. Bila hamzah itu terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab berupa ali. Contoh : ta’khuz u -na : syai’un : umirtu
8.
Penulisan Kata
Pada dasarnya setiap kata, baik fiil , isim maupun har , ditulis terpisah. Hanya kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huru Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huru atau harakat yang dihilangkan maka dalam transliterasi ini penulisan kata tersebut dirangkaikan juga dengan kata lain yang mengikutinya. Contoh : Wa innalla - ha lahuwa khair ar-ra - ziqi –n
Bab 10
9.
117
Transliterasi Huruf Arab-La tin
Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huru kapital tidak dikenal, dalam transliterasi ini huru tersebut digunakan juga. Penggunaan huru kapital seperti apa yang berlaku dalam EYD, diantaranya: Huru kapital digunakan untuk menuliskan huru awal nama diri dan permulaan kalimat. Bila nama diri itu didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis deng an huru kapital tetap huru awal nama diri tersebut, bukan huru awal kata sandangnya Contoh : Wa ma - Muhammadun illa - rasu - l : Inna awwala baitiw wudi‘a linna - slallazi -bi Bakkata muba -raka Penggunaan huru awal kapital untuk Allah hanya berlaku bila dalam tulisan Arab-nya memang lengkap demikian dan kalau penulisan itu disatukan dengan kata lain sehingga ada huru atau harakat yang dihilangkan, huru kapital tidak dipergunakan. Contoh : : Lilla - hi al-amru jami‘a : Walla - hu bikulli syai’in ‘alim
10. Tajwid Bagi mereka yang menginginkan keasihan dalam bacaan, pedoman transliterasi ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan Ilmu ajwid. Karena itu peresmian pedoman transliterasi ini perlu disertai dengan pedoman tajwid.
118
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, H. Rosihan. 2004. Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisi. Yogyakarta: Penerbit Media Abadi, Al-Ma’ru, Ali Imron dan Farida Nugrahani. 2008. Metode Penulisan Karya Ilmiah Panduan bagi Mahasiswa, Ilmuwan, dan Eksekuti . Yogyakarta: Pilar Media,. A, Alek dan H. Achmad H.P. 2010. Bahasa Indonesia untuk Perguruan inggi. Jakarta : Kencana. Arifin, Zaenal dan Amran asai. 2008. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan inggi. Jakarta: Akademika Pressindo. Ahmad, Supriadi.dkk 2012. Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syari Hidayatullah Jakarta. Jakarta : PPJM FSH. Badudu, Yus. 1994 Ejaan Bahasa Indonesia. Bandung : Pustaka Prima. Pelik-pelik Bahasa Indonesia. Bandung : Pustaka Prima., 1985 Collin, James . 2011 Bahasa Melayu Bahasa Dunia. erjemahan Alam Evita Almanar. Jakarta : Yayasan Obor. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993 ata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan, 2007 Finoza, Lamuddin. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta : Diksi Insan Mulia, 2001 Kuntarto, M. Ninik. Cermat dalam Berbahasa eliti dalam Berpikir . Jakarta : Mitra Wacana Media, 2008.