Daftar Isi Halaman SAMPUL DALAM KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAGIAN 1.
PENDAHULUAN
Bab 1
Tujuan dan Fungsi Manajemen Keuangan
i iii iv x xi 1
1.1. Pendahuluan 1.2. Pengambilan Keputusan Keuangan 1.3. Tanggung Jawab Manajer Keuangan 1.4. Tujuan Perusahaan 1.5. Memaksimalkan Nilai Perusahaan
2 2 5 7 9 10
Bab 2.
Konsep Penilaian 2.1. Tingkat Bunga dan Nilai Sekarang 2.2. Time Value of Money 2.3. Present Value 2.4. Internal Rate of Return 2.5. Penilaian Obligasi
18 18 20 21 23 23
Bab 3.
Tingkat Kembalian dan Risiko Pasar 3.1. Pendahuluan 3.2. Pasar Keuangan Yang Efisien 3.4. Risiko Dalam Portofolio Investasi 3.5. Capital Asset Pricing Model (CAPM)
34 34 34 43 54
Bab 4.
Penilaian Mutlivariabel dan Faktor 4.1. Pendahuluan 4.2. Perluasan CAPM 4.3. Keseimbangan Dalam Pasar Modal 4.4. Portofolio Pasar 4.5. CAPM dan Penilaian Kinerja Portofolio 4.6. CAPM Model Fama dan Mac Beth 4.7. Arbitrage Pricing Theory (APT)
Bab 5.
Penilaian Saham 5.1. Pengertian Saham 5.2. Keuntungan Dari Pemilikan Saham 5.3. Risiko Saham 5.4. Penilaian Saham Biasa 5.5. Penilaian Saham Preferen
57 57 57 58 59 66 68 69 93 93 94 95 97 101
102 102 103 104 107 109
Bab 6.
Penilaian Opsi dan Derivatif 6.1. Pengertian Derivatif 6.2. Jenis Derivatif 6.3. Pengertian Opsi 6.4. Diagram Pay-off Pada Call Option 6.5. Diagram Pay-off Pada Put Option
BAGIAN 2
SUMBER DANA DAN PENENTUAN COST OF CAPITAL
Bab 7
Sumber Dana 7.1. Pengertian Sumber Dana 7.2. Sumber Dana Jangka Pendek 7.3. Sumber Dana Jangka Menengah 7.4. Sumber Dana Jangka Panjang
113 113 113 121 130
Bab 8.
Cost Of Capital 8.1. Pengertian Biaya Modal 8.2. Biaya Modal Agregat 8.3. Biaya Modal Dipandang Dari Sudut Perusahaan
139 139 140 141
9.7. Pengambilan Keputusan Struktur Modal
144 144 144 146 153 155 156 157
BAGIAN 3
MANAJEMEN INVESTASI
160
Bab 10.
10.1. Prinsip Investasi Modal 10.2. Kerangka Administrasi 10.3. Metode Evaluasi 10.4. Akselerasi Penyusutan 10.5. Inflasi 10.6. Tingkat Bunga dan Nilai Sekarang
161 161 162 165 166 167
Bab 11.
Risiko dan Real Option Dalam Capital Budgeting
Bab 9.
Struktur Modal Perusahaan 9.1. Teori Struktur Modal 9.2. Pendekatan Tradisional 9.3. Model Modigliani-Miller 9.4. Teori Trade-off 9.5. Teori Pengisyaratan 9.6. Leverage Buy Out
11.1. Bebas Risiko untuk Diskonto 11.2. Simulasi 11.3. Real Option dalam Investasi Modal 11.4. Opsi Untuk Ekspansi 11.5. Pengabaian Opsi 11.6. Penundaan Opsi atau Waktu
170 171 171 173 174 175
Bab 12.
Bab 13.
Analisis Utilitas dan Pilihan Berisiko 12.1. Kondisi Ketidakpastian 12.2. Pilihan 12.3. Konsistensi Perilaku Individu Terhadap Aneka Pilihan 12.4. Aneka Pilihan Berisiko 12.5. Keputusan Ekonomis 12.6. Utilitas Marginal
178 179 180 181 185 188
Penciptaan Nilai Melalui Kembalian Yang Diharapkan 13.1. Dasar Penciptaan Nilai 13.2. Atraksi Industri 13.3. Keunggulan Bersaing 13.4. Menghitung Expected Rate of Return 13.5. Nilai Tambah Ekonomis
190 190 190 191 192 194
Bab 14.
Keputusan Investasi Berisiko 14.1. Pendahuluan 14.2. Mengukur Risiko 14.3. Teori Pasar dari Premi Risiko 14.4. Implikasi-Implikasi 14.5. Keputusan Pembelanjaan dan Investasi
210 210 211 212 219 221
Bab 15.
Konsep Cash Flow Keuntungan 15.1. Pendahuluan 15.2. Cash dan Penilaian Saham 15.3. Konsep Cash Flow Keuntungan 15.4. Keuntungan Murni 15.5. Keuntungan Bisnis 15.6. Masalah Penyusutan 15.7. Masalah Maksimisasi 15.8. Masalah Waktu
233 233 234 242 245 246 254 255 258 262
BABIAN 4
MANAJEMEN AKTIVA LANCAR
Bab 16.
Manajemen Modal Kerja 16.1. Pendahuluan 16.2. Pengertian Modal Kerja 16.3. Konsep Modal Kerja 16.4. Ciri-Ciri Modal Kerja 16.5. Perputaran Modal Kerja 16.6. Penentuan Besarnya Modal Kerja 16.7. Perubahan Modal Kerja
263 263 263 265 266 267 268 273
Bab 17.
Manajemen Kas 17.1. Aliran Kas 17.2. Teknik-Teknik Manajemen Kas 17.3. Pengukuran Aliran Kas Internal :Cash Budget
278 278 279
17.4. Perencanaan Kas untuk Saham 17.5. Perencanaan Kas untuk Surat Berharga Lainnya 17.6. Penyusunan Cash Budget
281 282 283 285
Manajemen Piutang 18.1. Pengertian Piutang 18.2. Pengumpulan Piutang 18.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Besarnya Piutang 18.4. Penentuan Standard an Kebijakan Kredit 18.5. Laba Atas Penjualan Kredit
292 292 294
Manajemen Persediaan 19.1. Tujuan Persediaan 19.2. Jenis dan Sifat Perputaran Persediaan 19.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Besar Kecilnya Persediaan 19.4. Economic Order Quantity 19.5. Reorder Point
302 302 303
BAGIAN 5
PERALATAN ANALISIS LAPORAN KEUANGAN
317
Bab 20.
Analisis Laporan Keuangan 20.1. Pengertian Laporan Keuangan 20.2. Laporan Neraca 20.3. Laporan Rugi Laba 20.4. Laporan Laba Ditahan
318 318 320 326 328
Bab 21.
Mengukur Profitabilitas dan Likuiditas 21.1. Pengertian Rasio Keuangan 21.2. Rasio Profitabilitas (Rentabilitas) 21.3. Rasio Aktivitas 21.4. Menugukur Likuiditas 21.5. Rasio Likuiditas 21.6. Rasio Solvabilitas
331 331 333 334 337 339 342
Bab 18.
Bab 19.
DAFTAR PUSTAKA
295 297 298
305 306 315
345
Daftar Tabel No 3.1. 3.2. 3.4. 7.1. 7.2. 7.3. 8.1. 8.2. 13.1. 13.3. 13.4. 15.1. 16.1. 16.2. 16.3. 17.1. 17.2. 17.3. 17.4. 17.5. 17.6. 17.7. 19.1. 20.1. 20.2. 20.3.
Nama Tabel Perkiraan Probabilitas Kondisi Perekonomian Expected Rate of Return Aliran Kas dan Probabilitasnya Matriks Covarians Pembayaran Angsuran Tetap Daftar Pembayaran Angsuran Kredit Mesin PV Sewa Tahunan dan Nilai Sisa Weighted Average Cost of Capital Aggregate Weighted Average Cost of Capital Firms Tarif Pajak Individual pada Bulan April 1968 Arus Kas Investor menurut Pembiayaan dengan Obligasi dan Saham Apex Coorporation Cash Flow Analysis Earning Perhitungan Jangka Waktu Pembayaran Laporan Neraca PT ABC Tahun 2008 (Awal) Laporan Neraca PT ABC Tahun 2008 (Akhir) Cash Budget Proforma Penjualan Tunai dan Kredit Pembelian Bahan Baku dan Pembantu Pembayaran Upah dan Gaji Pembayaran Lain-Lain Collection Budget PT ABC 2008 Cash Budget PT ABC Januari – Juni 2008 Perhitungan Alternatif Biaya Terendah Laporan Neraca Micro Drives per 31/12 Laporan Laba-Rugi Micro Drive Laporan Laba Ditahan Micro Drive
Halaman 39 41 46 124 126 129 141 141 198 207 209 253 270 274 277 282 287 288 288 288 290 291 312 322 328 330
Daftar Gambar No
Nama Gambar
Halaman
2.1.
Hubungan Antara Present Value dengan Discount Rate
22
3.1. 4.1. 4.2. 4.3. 4.4.
Distribusi Probabilitas Return Kedua Proyek Portofolio Investor dalam CAPM CML dan Komponen Slopenya The Security Market Line (SML) Hubungan Rate of Return dengan Risiko 1 Faktor
42 61 63 65 72
4.5.
Penentuan Tingkat Harga Arbitrage untuk 2 Faktor
80
6.1. 6.2. 7.1. 7.2. 7.3. 8.1.
Diagram Pay-off Call Option Diagram Pay-off Put Option Cost of Trade Credit as a Function of Days Past Discount Terms Skedul Penawaran Modal Mounth Head Supply Schedul of Capital Simple Determination of the Firm Cost of Capital
8.2. 8.3.
Market Cost of Capital Perhitungan Cost of Capital dari Sudut Pandang CML
8.4. 9.1. 9.2. 10.1. 14.1.
Estimated Market Value Traditional Capital Costs Concept Modiagliani-Miller Capital Costs Concept Kurva Present Value Lines Indifferens Curve Between Certain and Uncertain Income
14.2.
Robinson Crusoe Solution (R) and Market Solution (W) for Risky Investment Utilitas Gain Individu Siklus Operasi Perusahaan Siklus Pemulihan Arus Kas Perencanaan Persdiaan Kas Batas Atas dan Bawah Modigliani-Miller Hubungan Hipotesis Pendapatan dan Biaya Hubungan Timbal Balik Peningkatan Persentase Cash Discount Rata-Rata Hari Persediaan Economic Order Quantity-1 Economic Order Quantity-2 Reorder Point
109 111 135 137 137 139 140 142 143 145 152 169 215
14.3. 16.1. 16.2. 17.1. 17.2. 18.1. 18.2. 19.1. 19.2. 19.3. 19.4.
218 227 267 268 282 284 293 294 309 311 313 316
BAGIAN 1 PENDAHULUAN
Bab 1. Tujuan dan Fungsi Manajemen Keuangan Bab 2. Konsep Penilaian Bab 3. Tingkat Kembalian dan Risiko Pasar Bab 4. Penilaian Multi Variabel dan Faktor Bab 5. Penilaian Saham Bab 6. Penilaian Opsi dan Derivatif
Bab 1 TUJUAN DAN FUNGSI MANAJEMEN KEUANGAN
1.1. Pendahuluan Brigham dan Coopeland, (1990) menyatakan bahwa peran Manajemen Keuangan terdiri dari 3 bidang yang saling terkait yaitu; (1) Pasar uang dan pasar modal (keuangan makro) yang berkaitan dengan banyak topik yang dibahas oleh ekonomi makro, (2) Investasi, yang memusatkan pada keputusan individu dan lembaga keuangan dalam memilih sekuritas (surat berharga) untuk portofolio investasi mereka, dan (3) Manajemen Keuangan yang berkaitan dengan manajemen perusahaan. Ketiga bidang yang telah dikemukakan di atas, masingmasing saling berinteraksi satu sama lain, sehingga manajemen keuangan perusahaan harus memahami operasional pasar modal dan cara investor menilai sekuritas. Manajemen keuangan telah mengalami sejumlah perubahan besar selama bertahun-tahun. Ketika muncul sebagai suatu bidang ilmu tersendiri pada awal tahun 1900 an, penekanannya pada aspek hukum merger, konsolidasi, dan pembentukan perusahaan baru, serta berbagai jenis sekuritas yang diterbitkan oleh perusahaan perseroan. Seiring perkembangan perusahaan saat ini, manajer keuangan memiliki peranan yang cukup dinamis yang sebelumnya tidak dimiliki. Menurut Van Horn (2002) menyatakan bahwa sebelum pertengahan abad ini, tugas para manajer keuangan terutama raising of funds (mencari dana) dan mengelola posisi kasa perusahaan mereka. Pada tahun 1950 an dengan semakin meningkatnya present value (nilai sekarang) telah turut
mendorong para manajer keuangan untuk memperluas tanggung jawab mereka dan lebih memperhatikan pemilihan proyek-proyek investasi modal. Dewasa ini, faktor-faktor eksternal memiliki dampak yang semakin meningkat terhadap para manajer keuangan. Meningkatnya persaingan antar perusahaan, perubahan teknologi, harga dan tingkat bunga, ketidakpastian situasi ekonomi global, fluktuasi nilai tukar, perubahan hukum perpajakan dan etika yang berkaitan dengan perjanjian keuangan merupakan factor-faktor eksternal yang dihadapi sehari-hari. Pada tahun 1990, manajemen keuangan memiliki peran strategis yang lebih penting dalam suatu perusahaan. Jika keuangan memainkan peranan manajemen secara umum dalam organisasi, maka manajer keuangan seharusnya menjadi pemain tim dalam keseluruhan usaha perusahaan untuk menciptakan nilai, karena sasaran perusahaan adalah menciptakan nilai bagi para pemegang sahamnya. Nilai ini dapat dilihat dari harga pasar atas saham perusahaan (yang sudah go public) yang selanjutnya merupakan fungsi keputusan investasi, pembelanjaan dan kebijakan dividen perusahaan. Kemampuan seorang manajer keuangan untuk beradaptasi dengan perubahanperubahan tersebut, mencari dana, mengivestasikan aktiva serta mengelolanya secara bijaksana akan sangat berpengaruh terhadap sukses perusahaan secara keseluruhan. 1.2. Pengambilan Keputusan Keuangan Manajemen keuangan merupakan kegiatan yang berhubungan dengan pencarian sumber dana (raising of funds) dan pengelolaan aktiva dengan beberapa tujuan menyeluruh. Oleh karena itu, fungsi pengambilan keputusan manajemen keuangan dapat dibagi menjadi 3
area utama yaitu, keputusan investasi, pendanaan, dan manajemen aktiva. (1) Keputusan Investasi Keputusan investasi merupakan keputusan terpenting yang dibuat dalam perusahaan dengan langkah awal adalah menentukan jumlah keseluruhan aktiva yang dibutuhkan perusahaan. Manajer keuangan perlu memperhatikan Kewajiban (Hutang Lancar dan Hutang Jangka Panjang) dan Kekayaan Modal (Modal Sendiri) di sisi kanan neraca, sedangkan Aktiva di sisi kiri. Manajer keuangan harus menentukan jumlah uang yang muncul dalam neraca, yang menunjukkan ukuran perusahaan. Walaupun jumlah tersebut telah berhasil ditentukan, komposisi aktiva harus ditetapkan. Misalnya berapa banyak Total Aktiva perusahaan yang alokasikan untuk kas atau persediaan. Selain itu juga perlu ditentukan apakah suatu investasi perlu dikurangi. Aktiva yang secara ekonomis sudah tidak dapat dipertahankan harus dikurangi, dihilangkan atau diganti. (2) Keputusan Pendanaan Keputusan pendanaan merupakan keputusan utama kedua, dimana dalam keputusan ini manajer keuangan berhubungan dengan pembuatan keputusan pada sisi kanan neraca (sisi passiva). Jika kita menelusuri pendanaan gabungan dari berbagai industri, akan terlihat perbedaan jelas. Beberapa perusahaan yang memiliki hutang yang lebih besar dari perusahaan-perusahaan lainnya. Pertanyaannya adalah apakah jenis pendanaan yang digunakan mempunyai perbedaan ?. Jika jawabannya ya, mengapa ?, dan apakah pendanaan gabungan tertentu dapat memberikan hasil yang terbaik ?. Lebih lanjut , kebijakan dividen harus dianggap sebagai bagian terpadu dari keputusan pendanaan perusahaan. Rasio pembayaran
dividen (dividend paid ratios) menentukan jumlah laba yang dapat dibagi dalam bentuk dividend an berapa banyak laba yang ditahan (retained earnings). Semakin besar laba yang ditahan, berarti semakin sedikit uang yang tersedia untuk pembayaran dividen. Oleh karena itu nilai dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham, harus seimbang dengan biaya kesempatan (opportunity cost) laba ditahan yang hilang sebagai sarana pendanaan ekuitas (modal sendiri). Setelah pendanaan gabungan ditentukan, maka manajer keuangan masih harus menentukan sebaik apakah usaha untuk memperoleh dana yang dibutuhkan. Mekanisme perolehan pinjaman jangka pendek, memasukkan perjanjian sewa usaha jangka panjang atau negosiasi penjualan obligasi atau saham merupakan hal hal-hal yang harus dimengerti sepenuhnya. (3) Keputusan Manajemen Aktiva Keputusan ketiga dalam perusahaan adalah keputusan manajemen aktiva. Jika aktiva telah diperoleh dan pendanaan yang tepat telah tersedia, maka aktiva-aktiva yang ada tetap memerlukan pengelolaan yang efisien. Manajer keuangan bertanggung jawab terhadap bermacammacam tingkatan dalam menjalankan tanggung jawabnya terhadap aktiva-aktiva yang ada. Tanggung jawab ini menuntut manajer keuangan untuk lebih memperhatikan manajemen aktiva lancer dari pada aktiva tetap. 1.3. Tanggung Jawab Manajer Keuangan Tugas manajer keuangan yang paling utama adalah merencanakan pengadaan dan penggunaan dana, guna memaksimumkan nilai perusahaan. Dengan kata lain manajer keuangan menentukan sumbersumber dana dari beberapa alternative yang terdsedia dan menggunakan
dana tersebut (how to raising of funds and how to allocated funds). Beberapa hal yang menyangkut dengan kegiatan ini adalah sebagai berikut : 1. Peramalan dan perencanaan. Manajer keuangan harus berinteraksi dengan eksekutif lainnya dalam memperkirakan masa depan perusahaan dan menetapkan rencana bersama untuk menentukan posisi masa depan perusahaan. 2. Keputusan dalam investasi dan pembiayaan. Sesuai dengan rencana jangka panjang, manajer keuangan harus menyediakan dana/modal guna mendukung pertumbuhan perusahaan. Perusahaan yang berhasil biasanya memperoleh tingkat penjualan yang tinggi, yang membutuhkan penambahan investasi pabrik, perlatan, dan aktiva lancer yang diperlukan untuk menghasilkan barang dan jasa. Manajer keuangan harus membantu penentuan tingkat pertumbuhan penjualan yang optimal dan pengambilan keputusan atas ivestasi spesifik yang akan dilaksanakan serta penentuan jenis dana yang akan digunakan untuk membiayai investasi tersebut. Harus dipertimbangkan keputusan tentang penggunaan dana internal atau eksternal, dari hutang atau dari ekuitas, dan dari hutang jangka panjang atau hutang jangka pendek. 3. Pengkoordinasian dan pengendalian. Manajer keuangan harus bekerja sama dengan eksekutif bidang lain agar perusahaan beroperasi seefisien mungkin. Semua keputusan bisnis mempunyai implikasi keuangan, dan semua manajer, baik manajer keuangan dan manajer fungsional perusahaan lainnya (manajer pemasaran, manajer produksi, manajer personalia) harus memperhitungkan hal ini. 4. Interaksi dengan pasar modal. Manajer keuangan harus berurusan dengan
pasar
uang
dan
pasar
modal.
Setiap
perusahaan
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh bursa efek (pasar uang dan pasar modal) sebagai tempat tersedianya dana, tempat sekuritas perusahaan diperdagangkan, dan sebagai tempat investor mendapat untung atau rugi. 1.4. Tujuan Perusahaan Manajemen keuangan yang efisien membutuhkan adanya tujuan dan sasaran yang digunakan sebagai standar dalam meberikan penilaian keefisienan keputusan keuangan. Walaupun ada berbagai tujuan, namun di dalam buku ini diasumsikan bahwa, tujuan perusahaan adalah memaksimalisasikan kesejahteraan pemilik perusahaan. Banyak jumlah saham yang dimiliki menunjukkan bukti kepemilikan dalam perusahaan. Kesejahteraan pemegang saham ditunjukkan melalui harga pasar pelembar saham perusahaan, yang juga merupakan refleksi dari keputusan investasi, pendanaan dan manajemen aktiva. Ide dasarnya adalah kesuksesan keputusan suatu bisnis dinilai berdasarkan dampak yang ditimbulkan terhadap harga saham.
1.5. Memaksimalkan Nilai Perusahaan Tujuan utama manajemen suatu perusahaan adalah bagaimana menciptakan nilai untuk para pemilik saham sebagai pemilik perusahaan yang mempercayakan perusahaannya kepada para pihak yang terlibat dalam manajemen perusahaan. Oleh karena itu para pihak yang terlibat dalam manajemen perusahaan merupakan cerminan dari pemilik yang akan mendapatkan reward dari para pemilik atas kinerjanya dalam mengelola perusahaan. Brigham, Gapenksi dan Daves (2000) menyebutkan bahwa dalam rangka memaksimalkan nilai perusahaan para pihak yang terlibat dalam
manajemen perusahaan akan menghadapi interaksi – interaksi berikut; Hubungan Agen, Pemegang Saham versus Manajer, Pemegang Saham versus Pemberi Kredit, Pemegang Saham, Manajer dan Pemberi Kredit yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Hubungan Agen Pada umumnya manajer memiliki tujuan pribadi yang akan berhadapan
dengan
tujuan
memaksimalkan
kesejahteraan
para
pemegang saham. Manajer diberi kekuasaan oleh pemilik perusahaan, yaitu pemegang saham untuk membuat keputusan, dan hal ini akan menciptakan potensi konflik atas kepentingan yang disebut teori agen (agency theory). Hubungan agen akan muncul ketika seorang individu atau lebih yang disebut pemilik (principals) mempekerjakan individu lain atau organisasi yang disebut agen
untuk melaksanakan pekerjaan dan
kemudian mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan kepada agen tersebut. Dalam konteks manajemen keuangan , hubungan agen yang utama adalah : (a) antara pemegang saham dan manajer, (b) antara manajer dan pemberi kredit, (c) antara manajer, pemegang saham dan pemberi kredit manakala perusahaan mengalami kesulitan keuangan. 2. Pemegang Saham versus Manajer Potensi permasalahan agen ini muncul ketika manajer perusahaan memiliki kurang dari 100 % saham perusahaan. Jika perusahaan dikelola sebagai perusahaan perorangan oleh pemiliknya. Maka manajer-pemilik akan menjalankan perusahaan untuk memaksimalkan kesejahteraannya. Kesejahteraan ini diukur dari meningkatnya kesejahteraan pribadi, kesenangan atau barang-barang mewah. Namun jika manajer –pemilik menjual beberapa saham kepada pihak luar, maka potensi konflik
kepentingan akan segera muncul. Sekarang manajer-pemilik mungkin menjalankan perusahaan dengan lebih santai dan bekerja tidak terlalu keras untuk memaksimalkan kesejahteraan pemilik sebagai pemegang saham yang telah berkurang. Manajer-pemilik mungkin juga akan membeli lebih banyak barang-barang mewah, karena biaya ini akan ditanggung seluruh pemegang saham. Kenyataan ini mengisyaratkan bahwa manajer-pemilik tidak akan menjalankan kebijakan yang terbaik bagi pemegang saham lainnya. Pada kebanyakan perseroan besar, potensi konflik agen sangat penting, karena manajer perusahaan besar umumnya hanya memiliki saham dalam persentase kecil. Dalam situasi ini, maksimisasi kekayaan pemegang saham akan mengambil tempat di bagian belakang. Jika muncul konflik dengan tujuan manajer, misalnya banyak orang yang berpendapat bahwa tampaknya tujuan utama beberapa manajer adalah memaksimalkan besaran perusahaan dengan menciptakan perusahaan yang tumbuh cepat dan besar, manajer: (a) meningkatkan keamanan akan pekerjaan mereka, karena kecil kemungkinan perusahaan akan mengambil alih secara paksa, (b) meningkatkan jabatan, status dan gaji mereka, serta (c) meningkatkan kesempatan bagi manajer tingkat menegah dan bawah. Lebih jauh, karena manajer perusahaan besar hanya, memiliki saham dalam persentase yang kecil, maka mereka menyumbang dana perusahaan untuk nama baik mereka, tetapi atas beban pemegang saham lainnya. Manajer dapat dimotivasi untuk bertindak demi kepentingan pemegang saham melalui pemberian insentif berupa imbalan (reward) atas kinerja yang baik dan memberi hukuman (punishment) untuk kinerja yang baik. Beberapa mekanisme khusus dapat digunakan untuk memotivasi manajer agar bertindak sesuai dengan kepentingan
pemegang saham, termasuk : (a) kompensai manjerial, (b) intervensi langsung pemegang saham, (c) ancaman PHK (pemutusan hubungan karyawan), dan (d) ancaman pengambil alihan. (a) Kompensasi Manajerial Manajer tentu saja harus memperoleh kompensasi dan sturktur paket kompensasi ini dapat dirancang untuk memenuhi 2 tujuan utama yaitu; (1) untuk menarik dan mempertahankan manajer yang cakap, dan (2) untuk mengarahkan tindakan manajer agar mendekati kepentingan pemegang saham. Yang terutama manajer
yang
berkeinginan
memaksimalkan harga saham. Setiap perusahaan memiliki cara pemberian kompensasi yang berbeda tetapi kompensasi bagi eksekutif senior biasanya memiliki 3 bagian yaitu ; (1) gaji tahunan yang dapat memenuhi biaya hidup, (2) bonus yang dibayarkan pada akhir tahun, tergantung kepada tingkat profitabilitas perusahaan selama tahun berjalan, dan (3) pemberian opsi untuk membeli saham, atau pemberian lembar saham sebagai imbalan atas kinerja jangka panjang. Manajer mungkin lebih memfokuskan pada memaksimalkan harga saham jika mereka sendiri merupakan pemegang saham besar. Perusahaan seringkali memberikan saham kinerja (performance shares) kepada manajer senior, dimana para eksekutif menerima sejumlah saham yang bergantung pada kinerja actual perusahaan dan pengabdian eksekutif selanjutnya pada perusahaan. Kebanyakan perusahaan besar juga memberikan opsi saham eksekutif (executive stock options) yang memungkinkan manajer untuk membeli saham di masa mendatang pada harga tertentu. Pemberian kompensai model ini akan mendorong para eksekutif untuk bekerja lebih keras mendatang, agar mampu meningkatkan harga saham perusahaan melebihi standar harga yang telah diterimanya dalam bentuk opsi saham yang telah diterimanya.
Jumlah saham kinerja atau opsi saham eksekutif yang diberikan pada umumnya didasarkan atas kriteria obyektif seperti; laba perlembar saham (Earning Pershare :EPS) dan pengembalian atas ekuitas (Return on Equity : ROE). (b) Intervensi Langsung Pemegang Saham Dewasa ini, sebagian besar saham dimiliki oleh investor lembaga seperti perusahaan asuransi, dana pension dan reksa dana. Oleh karena itu, manajer lembaga keuangan memiliki pengaruh, jika mereka memilih untuk menggunakannya, atas sebagian besar operasi perusahaan, maka mereka dapat memberikan saran mengenai bagaimana seharusnya perusahaan dijalankan. Akibatnya investor lembaga dapat melakukan lobi-lobi
bagi
kepentingan
pemegang
saham.Begitupula
setiap
pemegang saham minimal 1.000 lembar saham perusahaan selama 1 tahun dapat mengajukan proposal yang harus diputuskan dalam rapat tahunan pemegang saham, meskipun proposal tersebut ditolak oleh manajemen.
(c) Ancaman PHK Hingga dewasa ini, tingkat kemungkinan kecil para pihak manajemen perusahaan besar di PHK oleh pemegang saham, namun situasi ini dapat terjadi karena saham perusahaan besar tersebar di masyarakat luas, dan kendali manajemen atas mekanisme voting atau pemungutan suara sangat kuat. Jadi sangat tidak mungkin bagi pemegang saham yang sedang berselisih dengan pihak manajemen untuk mendapatkan suara guna mengeluarkan tim manajemen. (d) Ancaman Pengambil Alihan
Pengambilan
secara
paksa
(apabila
manajemen
tidak
menginginkan perusahaan diambil alih) terjadi bila saham perusahaan dinilai terlalu rendah dibandingkan harga potensial manajer perusahaan yang diambil alih umumnya di PHK, sementara yang tidak di PHK akan kehilangan status otoritasnya. Jadi manajer mempunyai inisiatif kuat dalam melakukan tindakan yang dirancang untuk memaksimalkan harga saham. Seperti yang sering dikemukakan para Presiden Direktur “ Jika anda ingin menjaga pekerjaan anda, jangan biarkan harga saham perusahaan anda dijual pada harga yang rendah”. 3. Pemegang Saham versus Pemberi Kredit Di samping konflik antara pemegang saham dengan manajer, ada juga konflik antara pemberi kredit dengan pemegang saham. Pemberi kredit memiliki klaim atas sebagian laba perlembar saham untuk pembayaran bunga serta pokok hutang, selain memiliki klaim atas aktiva perusahaan, ketika terjadi kebangkrutan. Namun pemegang saham memiliki kendali (melalui manajer) atas keputusan yang mempengaruhi profitabilitas dan risiko perusahaan. Pemberi kredit kepada perusahaan meminjamkan dana dengan tingkat bunga yang didasarkan atas; (a) risiko terhadap aktiva perusahaan, (b) ekspektasi yang berkaitan dengan risiko penambahan aktiva di masa mendatang, (c) stuktur modal perusahaan saat ini (jumlah pembiayaan dengan hutang yang digunakan), dan (d) ekspektasi yang berkaitan dengan keputusan struktur modal perusahaan di masa depan. Ke empat hal ini merupakan penentu dari risiko utama atas arus kas (cash flow) perusahaan, dan juga keamanan dari pemberian hutang kepada perusahaan. Sekarang anggaplah pemegang saham yang bertindak melalui manajemen, menyebabkan perusahaan mengambil suatu proyek baru
yang besar serta lebih berisiko dibandingkan yang diantisipasi oleh pemberi kredit. Peningkatan risiko ini akan menyebabkan tingkat pengendalian yang disyaratkan atas hutang perusahaan meningkat, dan akan menyebabkan nilai hutang yang beredar menurun. Jika proyek yang berisiko ini berhasil dilaksanakan, maka semua keuntungan akan jatuh kepada para pemegang saham, karena pengendalian pemberi kredit tetap pada tingkat risiko yang rendah. Akan tetapi jika proyek ini mengalami kegagalan, maka pemegang obligasi (pemberi kredit) akan menanggung kerugian dari sudut pandang pemegang saham, hal ini benar-benar tidak menguntungkan pemberi pinjaman. Demikian pula anggaplah manajer meminjam tambahan dana dan menggunakan dana ini untuk membeli kembali beberapa saham perusahaan yang beredar dalam upaya “me leverage up “ pengembalian atas modal sendiri (ROE) pemegang saham. Nilai uang mungkin turun, karena lebih banyak lagi hutang yang memiliki klaim atas arus kas dan aktiva perusahaan. Dalam kedua kasus di atas, pemegang saham cenderung memperoleh keuntungan atas beban pemberi kredit. Dapatkah dan perlukah pemegang saham melalui manajer atau agennya mencoba mengambil alih kekayaan pemberi kredit ?. Secara umum, jawabannya adalah “tidak”, karena tidak ada tempat untuk perilaku yang tidak etis dalam dunia bisnis. Sesungguhnya pemberi kredit akan berusaha melindungi diri pula. Jika pemberi kredit merasa bahwa manajer perusahaan mencoba mengambil keuntungan dari mereka, maka mreka akan menolak berhubungan lebih lanjut dengan perusahaan, atau akan membebani perusahaan dengan suku bunga di atas normal untuk mengkompensasi risiko akan kemungkinan dieksploitasi. Jadi perusahaan yang tidak berhubungan secara wajar dengan pemberi kredit akan kehilangan akses ke pasar uang, atau akan dikenakan suku
bunga tinggi dan perjanjian ketat, yang semuanya akan merugikan pemegang saham. Agar dapat melayani pemegang saham dengan baik dalam jangka panjang, manajer harus pula berhubungan secara wajar dengan pemberi kredit. Manajer, sebagai agen dari pemegang saham maupun pemberi kredit, harus bertindak adil demi kepentingan kedua pemegang sekuritas ini. Tindakan manajemen yang akan mengambil alih kekayaan stake holders, termasuk karyawan, konsumen, pemasok dan masyarakat, pada akhirnya akan merugikan pemegang saham. Dalam lingkungan kondisi seperti ini, tindakan memaksimalkan harga saham membutuhkan perlakuan yang wajar kepada semua pihak yang posisi ekonominya dipengaruhi oleh keputusan manjerial. 4. Pemegang Saham, Manajer dan Pemberi Kredit Kesulitan dalam keuangan secara berkelanjutan dalam ekonominya selama bisnis mengalami penurunan serta jika perusahaan mengalami kebangkrutan, maka pengambilan keputusan untuk melikuidasi perusahaan dengan menjual asset-aset perusahaan atau mereorganisasi untuk kelanjutan perusahaan. Dalam situasi ini, akan menimbulkan konflik yang muncul karena adanya kepentingan-kepentingan yang berbeda antara satu pihak dengan pihak lainnya.
Bab 2 KONSEP PENILAIAN
2.1. Tingkat Bunga dan Nilai Sekarang Menurut Fama dan Miller, (1972) menyatakan bahwa dalam pengambilan keputusan terhadap beberapa pilihan, maka kita akan memiliki beberapa peluang yang berbeda dari masing-masing pilihan tersebut. Nilai dari sumber daya yang kita miliki saat ini, sesuai harga pasar akan berbeda dengan nilai pasar yang berlaku pada masa mendatang. Guna menjawab masalah tersebut, kita dapat menggunakan pendekatan tingkat bunga dan nilai sekarang. Sebagai contoh misalkan kita saat ini memiliki sejumlah P Rupiah dan bertanya berapakah jumlah A Rupiah yang harus kita miliki pada awal periode berikutnya. Jika kita membeli kontrak untuk membawa Rupiah kita pada masa mendatang sesuai dengan harga pasar pada saat ini (ip2). Masalah tersebut dapat dijawab dengan menggunakan persamaan 1 sebagai berikut : 1 A = P --------ip2
(2.1)
akan tetapi kita senantiasa dapat mengekspresikan nilai A sejumlah nilai P, ditambah atau dikurangi perbedaan antara A dan P yang dapat disebut sebagai P, sehingga dapat kita tulis persamaan 2 sebagai berikut : 1 A P + P P ----- = ----- = ----------- = 1 + -----ip2 P P P
(2.2)
dimana P adalah tingkat pertumbuhan modal yang diinvestasikan selama periode yang disimbolkan ir2 yang merupakan satu periode, spot rate of interest, atau yang sering disebut sebagai interest rate (tingkat bunga). Selanjutnya 1 + P/P atau 1 + ir2 sering disebut sebagai force of interest atau dalam literatur disebut sebagai one-period accumulation factor at the rate ir2. Selanjutnya dari persamaan di atas, kita dapat membuat invers sebagai berikut : 1 P = A ir2 = A ---------1 + ir2
(2.3)
dari persamaan 2.3, kita dapat menjawab pertanyaan apakah nilai A Rupiah saat ini akan dapat berlaku pada periode berikutnya. Jumlah P dapat pula disebut sebagai present value yang digunakan untuk membayar A, sehingga dapat diperoleh persamaan 2.4, sebagai berikut : 1 ---------- = ip2 + ir2 1
(2.4)
2.2. Time Value Of Money Time value of money adalah nilai waktu dari, dimana menurut Van Horn (2002) nilai waktu dari uang merupakan satu prinsip paling penting dalam manajemen keuangan, hubungan antara Rp 1 yang akan dating
dengan Rp 1 hari ini. Rp 1 di masa mendatang kurang bernilai daripada Rp 1 hari ini. Hubungan ini dikenal dengan nilai waktu dari uang (time value of money) Untuk menciptakan nilai seoptimal mungkin kepada pemegang saham, maka perusahaan harus memilih kombinasi terbaik atas keputusan investasi, financingManajemen keuanga dan dividen. Dalam penilaian sekuritas dipergunakan konsep adanya hubungan yang positif antara risiko (risk) dengan tingkat keuntungan yang diharapkan (expected rate of return). Compound Interest and Terminal Values Compound interest adalah bunga majemuk, merupakan hal yang sangat penting untuk memahami matematika keuangan. Secara terminologi bunga majemuk menunjukkan bahwa bunga yang dibayarkan atau dihasilkan dari pinjaman atau investasi yang ditambahkan terhadap pinjaman atau investasi pokok secara berkala. Bunga atas bunga atau penggandaan inilah yang membedakan efekyang menghasilkan perbedaan dramatis antara bunga sederhana dengan bunga majemuk. Konsep bunga majemuk dapat dipergunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah di bidang keuangan. Sementara itu nilai akhir merupakan nilai dari beberapa waktu yang akan dating dari sejumlah uang sekarang. Contoh berikut menggambarkan nilai-nilai tersebut. Misalkan si ABC memiliki uang sebesar Rp 100, berapakah jumlah uang si ABC pada akhir tahun pertama, jika uangnya ditabung atau dinvestasikan dengan tingkat bunga (interest: i) sebesar 8% pertahun dan berapa jumlah uangnya pada tahun kedua, dimana FV adalah future value (nilai di masa mendatang).
Jawabnya adalah sebagai berikut: 1. FV1 = Po (1 + i) = Rp 100 (1 + 0,08) = Rp 108 2. FV2 = FV1 (1 + i)(1 + i) = Po (1 + i)2 = Rp 108 (1,08)
= Rp 100 (1,08)(1,08) = Rp 100 (1,08)2
= Rp 116,64
2.3. Present Value Present value adalah nilai sekarang dari uang yang akan diterima dimasa mendatang. Disadari bahwa setiap Rp 1 yang diterima hari ini lebih berharga daripada Rp 1 yang diterima satu atau dua, atau tiga tahun mendatang. Menghitung nilai sekarang dari arus kas masa mendatang memungkinkan untuk menempatkan seluruh arus kas atas dasar nilai saat ini, sehingga dapat dibuat perbandingan untuk nilai rupiah saat ini.
2.3.1. Annuity Anuitas merupakan serangkaian pembayaran atau penerimaan dalam jumlah yang sama yang terjadi dalam periode waktu tertentu. Pada anuitas biasa, pembayaran atau penerimaan terjadi pada akhir setiap periode, sedangkan pada anuitas jatuh tempo, pembayaran atau penerimaan terjadi pada awal setiap periode. 2.3.2. Hubungan antara Present Value dengan Discout Rate Nilai sekarang (present value) dengan tingkat bunga (discount rate) mempunyai hubungan yang tidak linear (hubungan negatif) dalam artian bahwa jika discount rate lebih tinggi, maka present value (PV) akan menjadi lebih rendah. PV dari sejumlah uang diterima di masa
mendatang menurun sesuai dengan besarnya nilai discount rate. Hubungan ini dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :
Present Value Rp 1
Discount rate Gambar 2.1. Hubungan antara Present Value dengan Discount Rate 2.3.3. Amortization Penggunaan penting dari konsep present value adalah menentukan pembayaran atas pinjaman dengan angsuran. Amortisasi pinjaman berhubungan dengan penentuan pembayaran berkala yang diperlukan untuk mengurangi jumlah pokok pinjaman menjadi 0 (nol) pada masa maturitas (jatuh tempo), Jumlah pokok yang dipinjam akan menurun jika dilakukan amortisasi. 2.4. Internal Rate of Return or Yield (IRR) Internal rate of return (IRR) atau yield bagi sebuah investasi merupakan discount rate yang menyamakan antara nilai sekarang dari arus kas keluar (PV of cash out flows) dengan nilai sekarang arus kas masuk (PV cash in flows)
yang diharapkan. Secara matematis
dirumuskan pada persamaan 2.5, sebagai berikut:
Ai n
---------- = 0
(2.5)
t 0
(1 + r)2
2.5. Penilaian Bond (Obligasi) Bond adalah obligasi yaitu, surat pengakuan hutang jangka menengah-panjang yang dapat dipindah tangankan yang berisi janji dari perusahaan yang menerbitkannya untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok hutang pada waktu (jatuh tempo) yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut. 2.5.1. Penerbitan Obligasi Proses yang umum dikenal dalam penerbita suatu obligasi adalah melalui penjamin emisi (underwriting). Dalam penjaminan emisi, satu atau lebih perusahaan sekuritas akan membentuk suatu sindikasi guna membeli seluruh obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan penerbit dan menjualnya kembali kepada para investor, melalui proses lelang. Penerbit obligasi ini, sangat luas sekali, hamper setiap badan hukum dapat menrbitkan obligasi, namun peraturan yang mengatur mengenai tata cara penerbitan obligasi ini sangat ketat sekali. Penggolongan penerbit obligasi biasanya terdiri dari: a. Lembaga supranasional, seperti misalnya Bank Investasi Eropa (European Investment Bank), atau Bank Pembagunan Asia (Asian Development Bank). b. Pemerintah suatu negara yang menerbitkan obligasi pemerintah dalam mata uang negaranya maupun obligasi pemerintah dalam
denominasi valuta asing yang biasa disebut obligasi internasional (Sovereign bond). Di Indonesia dewasa ini obligasi pemerintah di sebut Surat Utang Negara (SUN) dan Obligasi Ritel Indonesia (ORI). c. Sub-soverign, provinsi atau otoritas daerah. Di Amerika dikenal dengan municipal bond), di Indonesia Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Gorontalo telah menerbitkan obligasi daerah. d. Lembaga pemerintah. Obligasi ini biasa juga disebut agency bonds, atau agencies. e. Perusahaan yang menerbitkan obligasi swasta. f. Special purpose vehicles adalah perusahaan yang didirikan dengan suatu tujuan khusus guna menguasai asset tertentu yang ditujukan guna penerbitan suatu obligasi yang biasa disebut Efek Beragun Asset.
2.5.2. Jenis-Jenis Obligasi Ditinjau dari sisi penerbit, jenis-jenis obligasi adalah sebagai berikut: 1. Coorporate Bonds, yaitu obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan, baik yang berbentuk BUMN (badan usaha milik Negara), maupun BUMS (badan usaha milik swasta). 2. Government Bonds, adalah obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah 3. Municipal Bonds, yakni obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah untuk membiayai proyek-proyek yang berkaitan dengan kepentingan publik (public utility).
Dilihat dari sistem pembayaran bunga, maka jenis-jenis obligasi dapat dikelompokkan menjadi: 1. Zero Coupon Bonds, adalah obligasi yang tidak memberikan pembayaran bunga secara periodic. Namun bunga dan pokok akan dibayarkan sekaligus pada saat jatuh tempo. 2. Coupon Bonds, yakni obligasi dengan kupon yang dapat diuangkan secara periodik sesuai dengan ketentuan penerbitnya. 3. Fixed Coupon Bonds, yaitu obligasi dengan tingkat bunga yang telah ditetapkan sebelum masa penawaran di pasar perdana dan akan dibayarkan secara periodik. 4. Floating Coupon Bonds, adalah obligasi dengan tingkat kupon bunga yang ditentukan sebelum jangka waktu jatuh tempo, berdasarkan acuan (benchmark) tertentu seperti average time deposit (ATD) yaitu rata-rata tertimbang tingkat suku bunga deposito dari bank pemerintah atau swasta. Dipandang dari sisi hak penukaran/opsi, jenis-jenis obligasi dibagi menjadi: 1. Convertible Bonds, obligasi yang memberikan hak kepada pemegang obligasi untuk mengkonversikan obligasi tersebut ke dalam sejumlah saham milik penerbitnya. 2. Exchangeable Bonds, yakni obligasi yang memberikan hak kepada pemegang obligasi untuk menukar saham perusahaan ke dalam sejumlah saham perusahaan afiliasi milik penerbitnya. 3. Callable Bonds, yaitu obligasi yang memberikan hak kepada emiten untuk membeli kembali obligasi pada harga tertentu sepanjang umur obligasi tersebut.
4. Putable Bonds, obligasi yang memberikan hak kepada investor yang mengharuskan emiten untuk membeli kembali obligasi pada harga tertentu sepanjang umur obligasi. Ditinjau dari segi jaminan atau kolateralnya, maka jenis-jenis obligasi dikelompokkan menjadi: 1. Secure Bonds, obligasi yang dijamin dengan kekayaan tertentu dari penerbitnya, atau dengan jaminan lain dari ketiga. Dalam kelompok ini, termasuk di dalamnya adalah: (a) Guarranted Bonds, yaitu obligasi yang pelunasan bunga dan pokoknya dijamin dengan penanggung pihak ketiga, (b) Mortgoge Bonds, adalah obligasi yang pelunasan bunga dan pokoknya dijamin dengan agunan hipotik atas properti atau asset tetap, (c) Collateral Trust Bonds, yakni adalah obligasi yang dijamin dengan efek yang dimiliki penerbit dalam portofolionya, misalnya saham-saham anak perusahaan yang dimilikinya. 2. Unsecure Bonds, obligasi yang tidak dijaminkan dengan kekayaan tertentu, tetapi dijamin dengan kekayaan penerbitnya secara umum. Dipandang
dari
segi
nilai
nominal,
jenis-jenis
obligasi
dikelompokkan menjadi: 1. Conventional Bonds, adalah obligasi yang lazim diperjual belikan dalam satu nilai nominal Rp 1 milliar per satu lot. 2. Retail Bonds, yakni obligasi yang diperjual belikan dalam satuan nilai nominal kecil, baik corporate bonds maupun government bonds. Ditinjau dari sisi perhitungan imbal-hasil, jenis-jenis obligasi dibagi menjadi:
1. Konvensional Bonds, yaitu obligasi yang diperhitungkan dengan menggunakan system kupon bunga. 2. Syariah Bonds, yaitu obligasi yang perhitungan imbal hasil dengan menggunakan perhitungan bagi hasil. Dalam perhitungan ini dikenal dua macam obligasi syariah, yaitu: (a) Obligasi Syariah Mudharabah yang merupakan obligasi syariah yang menggunakan akad bagi hasil, sedemikian sehingga pendapatan yang diperoleh investor dari obligasi diperoleh setelah mengetahui pendapatan emiten, (b) Obligasi Syariah Ijarah yang merupakan obligasi syariah yang menggunakan akad sewa sedemikian sehingga kupon (fee ijarah) bersifat tetap, dan bisa diketahui/diperhitungkan sejak awal obligasi diterbitkan.
2.5.3. Karakteristik Obligasi Karakteristik obligasi ada 5 macam yaitu: 1.
Nilai nominal (par value/face value) adalah nilai pokok dari suatu obligasi yang akan diterima oleh pemegang obligasi pada saat obligasi tersebut jatuh tempo.
2.
Kupon (interest rate) adalah nilai bunga yang akan diterima pemegang obligasi secara berkala (lazim dibayar 3 atau 6 bulan sekali). Kupon obligasi ini dinyatakan dalam annual persentase.
3.
Tanggal terbit (issued date) adalah tanggal dimana obligasi diterbitkan.
4.
Jatuh tempo (maturity) adalah tanggal dimana pemegang obligasi akan dibayarkan kembali pokok atau nilai nominal obligasi yang dimilikinya. Periode jatuh tempo obligasi bervariasi, mulai dari 365 hari sampai dengan di atas 5 tahun. Obligasi yang akan jatuh tempo dalam waktu 1 tahun akan lebih mudah untuk diprediksi, sehingga
memiliki risiko yang lebih kecil, dibandingkan dengan obligasi yang memiliki periode jatuh tempo dalam waktu 5 tahun. Secara umum, semakin panjang masa jatuh tempo suatu obligasi, maka semakin tinggi kupon/bunganya. 5.
Risiko
gagal
bayar
(default
risk)
adlah
mengukur
risiko/kemungkinan dari penerbit obligasi tidak dapat melakukan pembayaran kupon dan atau pokok obligasi tepat waktu.
2.5.4. Harga Obligasi Berbeda dengan harga saham yang dinyatakan dalam bentuk mata uang, maka harga obligasi dinyatakan dalam persentase (%), yaitu persentase dari nilai nominal. Ada 3 kemungkinan harga pasar obligasi yang ditawarkan, yaitu: 1. At par (nilai pari), yaitu harga obligasi sama dengan nilai nominal, missal; obligasi dengan nilai nominal Rp 50 juta, dijual pada harga 100 %, maka nilai obligasi tersebut adalah 100 % x rp 50 juta = Rp 50 juta. 2. At premium (dengan premi), yaitu harga obligasi lebih besar dari nilai nominal, misalnya, dijual pada harga 102 % dan nilai nominal sama dengan poin 1, maka nilai obligasi tersebut adalah 102 % x rp 50 juta = Rp 51 juta. 3. At discount (dengan diskon/potongan harga), yakni harga obligasi lebih kecil dari nilai nominal, misalnya dijual dengan harga 98 %, dan nilai nominal yang sama dengan poin 1 dan 2, maka nilai oblihgasi tersebut adalah 98 % x rp 50 juta, yaitu sebesar Rp 49 juta.
2.5.5. Yield Obligasi Yield atau Return Bond, adalah pendapatan atau imbal hasil yang akan diperoleh dari investasi obligasi dinayatakan yield, yaitu hasil yang akan diperoleh investor apabila menempatkan dananya untuk dinelikan obligasi. Sebelum memutuskan untuk berinvestasi pada obligasi, investor harus mempertimbangkan besarnya yield obligasi sebagai faktor pengukur tingkat return tahunan yang akan diterima. Ada 2 istilah dalam penentuan yield, yaitu (1) current yield, dan (2) yield to maturity. 1. Current Yield. Adalah yield yang dihitung berdasarkan jumlah kupon yang diterima selama 1 tahun terhadap obligasi tersebut, dengan menggunakan formula sebagai berikut :
Bunga tahunan (kupon) Current Yield = ------------------------------- x 100 % Harga Obligasi
(2.6)
Contoh : Jika obligasi PT ABC memberikan kupon kepad pemegangnya sebesar 6 % pertahun, sedangkan harga obligasi tersebut adalah at discount yaitu sebesar 98 % untuk nilai Rp 1 juta, maka, Current Yieldnya adalah : 6 % x 1.000.000 60.000 Current Yield = ---------------------- = ----------- x 100 % = 6,12 % 98 % x 1.000.000 980.000 2. Yield to Maturity, (YTM) adalah tingkat kembalian atau pendapatan yang akan diperoleh investor apabila memiliki obligasi hinga jatuh tempo. Formula YTM yang seringkali digunakan adala YTM
Approximation dengan formula sebagai berikut: R–P C + -------n YTM Approximation = ---------------- x 100 % R+P ------2
(2.7)
dimana: C = kupon n = periode waktu yang tersisa (tahun) R = harga tebusan (redemption value) P + harga pembelian (purchase value) Contoh : Obligasi DEF dibeli pada tanggal 5 September 2003 dengan harga 94,25 %, memiliki kupon sebesar 16 %, dibayar setiap 3 bulan sekali dan jatuh tempo pada 12 Juli 2007. Berapakah besarnya YTM approximationnya ?. Jawab : Diketahui : C = 16 % n = 3 tahun 10 bulan 7 hari = 3.853 hari R = 94,25 % P = 100 %
100 – 94,25 16 + --------------3.853 YTM Approximation = ----------------------- x 100 % 100 + 94,25 ---------------2 5,75 16 + ---------3.853 = ----------------------- x 100 % 194,25 ---------2 16 + 0,001492 = ----------------------- x 100 % 97,125 16,001492 = --------------- x 100 % = 16,48 % 97,125
Bab 3 TINGKAT KEMBALIAN DAN RISIKO PASAR
3.1. Pendahuluan Tingkat kembalian (return) adalah keuntungan atau aliran kas bersih yang diperoleh dari suatu investasi. Investasi itu sendiri merupakan suatu kegiatan menanamkan dana (modal) dengan harapan memperoleh pendapatan (laba) dikemudian hari. Sedangkan Risiko (risk) adalah kemungkinan bahwa tingkat kembalian sesungguhnya (actual return) dari suatu investasi akan tidak sesuai dengan tingkat kembalian yang diharapkan (expected rate of return). Para investor yang prospektif adalah para konsumen yang membelanjakan dananya. Mereka dipengaruhi iklan, image perusahaan dan utamanya oleh harga. Para investor membelanjakan dananya tidak hanya untuk satu peluang investasi, mereka berusaha menjadi pembelanja yang mahir atau berpengalaman yang karenanya mereka memilih portofolio dari sekuritas. 3.2. Pasar Keuangan yang Efisien Pasar keuangan (Financial Market) yaitu gabungan antara pasar uang yang memperdagangkan sekuritas-sekuritas, atau surat-surat
berharga, seperti; Certificate Deposits (CDs), Commercial Paper (CP), dengan pasar modal (bursa efek) yang memperdagangkan sekuritas, atau surat-surat berharga seperti; Saham dan derivasinya, Obligasi dan Reksa Dana. Pasar keuangan yang efisien menunjukkan bahwa harga sekuritas di pasar menunjukkan konsensus pasar yang meramalkan nilai sekuritas yang dimaksud. Apabila pasar efisien, maka ia mempergunakan seluruh informasi yang ada dalam penentuan suatu harga. Sebuah pasar keuangan efisien jika harga-harga sekuritas yang diperdagangkan di dalamnya merefleksikan seluruh informasi public tentang situasi perekonomian, pasar keuangan dan melibatkan perusahaan tertentu. Efisiensi pasar modal merupakan salah satu indikator untuk menentukan kualitas suatu pasar modal. Semakin tinggi derajat efisiensinya, maka semakin baik kualitas pasar modal tersebut. Pasar modal akan semakin memiliki efisiensi internal manakala biaya transaksi dalam perdagangan sekuritas semakin rendah. Jadi efisiensi ini dikaitkan dengan besarnya biaya untuk melakukan pembelian atau penjualan sekuritas. Di lain pihak derajat efisiensi eksternal akan ditentukan oleh kecepatan penyesuaian harga sekuritas di pasar modal terhadap informasi baru. Dengan kata lain, apabila harga sekuritas-sekuritas di pasar modal mencerminkan semua informasi yang ada (dan berhubungan dengan sekuritas-sekuritas tersebut), maka pasar modal akan memiliki efisiensi eksternal yang semakin tinggi. Artinya efisiensi pasar modal di ukur secara informasional. 3.2.1. Stage of Efficiency Berdasarkan jenis informasi yang digunakan sebagai dasar penilaian, maka efisiensi pasar modal dapat digolongkan menjadi 3
bentuk , atau tingkatan yaitu; (1) Efisiensi bentuk lemah (weak efficiency), (2) Efisiensi bentuk setengah kuat (semi-strong efficiency), dan (3) Efisiensi bentuk kuat (strong efficiency). Efisiensi bentuk lemah mengandung makna, bahwa kembalian (return) yang tidak terantisipasi tidak terkait dengan return tidak terantisipasi yang terdahulu. Dengan kata lain, pasar tidak mempunyai memori. Pengetahuan masa lalu tidak membantu perolehan return yang akan datang. Efisiensi bentuk semi-strong mengandung makna bahwa tidak ada hubungan beberapa informasi publik yang ada. Sedangkan efisiesnis bentuk kuat mengandung makna bahwa terkait erat dengan semua jenis informasi (public and private information) 3.2.2. Arbitrage Efficiency Efisiensi arbitrase merupakan bentuk lain dari pengertian efisiensi pasar yang secara sederhana, arbitrase berarti perolehan dua hal yang secara esensial sama dan pembelian lebih murah dan penjualan jangka pendek lebih mahal. 3.3. Faktor Risiko dalam Analisis Keuangan Reilly and Brown (2000) memberikan definisi terhadap risiko yaitu “ risk is the uncertainty of future outcomes “, lebih lanjut ia menambahkan bahwa “ risk is the probability of an adverse outcomes “, yang dapat diartikan bahwa risiko merupakan suatu hasil yang tidak pasti yang akan kita terima di masa mendatang. Risiko adalah penyimpangan dari kembalian (actual return) yang diperoleh dari rencana kembalian yang diharapkan (expected rate of return). Risiko investasi adalah risiko yang dihadapi oleh investor akan kemungkinan tidak tercapainya kembalian yang diharapkan, dikarenakan
adanya faktor ketidakpastian di masa mendatang (uncertainty). Dalam menghadapi risiko pada umumnya terdapat 3 sikap yaitu; (a) senang (risk desire) menghadapi risiko, (b) anti risiko (risk aversion), dan (c) acuh terhadap risiko (risk indifference). Risiko tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikelola agar risiko tersebut dapat diminimalisasi (control risk) dan ada pula risiko yang tidak dapat dikendalikan (uncontroll risk), sehingga risiko jenis risiko terbagi menjadi; 1. Risiko Individual, yaitu risiko yang berasal dari proyek investasi secara individu tanpa dipengaruhi oleh proyek lain. 2. Risiko
perusahaan,
yaitu
risiko
yang
diukur
tanpa
mempertimbangkan diversifikasi atau portofolio yang dilakukan oleh investor. 3. Risiko pasar, atau beta, yaitu risiko investasi ditinjau dari sudut investor yang menanamkan dananya pada investsi yang juga dilakukan oleh perusahaan dan perusahaan-perusahaan lain. Besarnya risiko ini tidak dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi. Perhitungan Risiko Suatu Aktiva Dalam perhitungan risiko suatu investasi dilakukan dengan cara menghitung rata-rata (mean) kebalian yang diharapkan (expected return) dengan formula sebagai berikut : n
E(R) =
PtRt t 1
Dimana : E(R) : Rata – rata kembalian (mean of return) Pt : Probabilitas dari setiap kembalian Rt : Return actual
(3.1)
Kemudian menghitung pula standar penyimpangan (deviasi standar) dengan formula sebagai berikut :
σR =
n
( Rt E ( R))
2
(3.2)
Pt
t 1
Contoh soal : Tabel 3.1. berikut berisi angka hipotetis kembalian yang diharapkan (expected rate of return) dari Perusahaan Baja dan Perusahaan Real Estat yaitu: Tabel 3.1. Perkiraan Probabilitas Kondisi Perekonomian dan Expected Return Situasi Ekonomi
Probablitas (Pt)
Perusahaan Baja (RtB)
0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 1,00
Booming (Makmur) Bagus Normal Buruk Resesi Jumlah
Penggabungan Masing 50 %
- 5,5 %
Perusahaan Real Estat (RtR) 35,0 %
0,5 % 4,5 % 9,5 % 16,0 % 25 %
23,0 % 15,0 % 5,0 % - 8,0 % 70 %
11,75 % 9,75 % 7,25 % 4,0 %
14,75 %
Dengan asumsi bahwa masing-masing situasi ekonomi pada tabel tersebut kemungkinnya serupa, maka probabilitas dari setiap situasi adalah Pi = 1/5 = 0,20 %, sehingga rata-rata hasil kembalian (mean) adalah sebagai berikut: 1. Mean ( Rata-rata hasil kembalian) a. Untuk Perusahaan Baja n
E(R) =
PtRt t 1
E(R) = 0,2 (-0,055) + 0,2 (0,005) + 0,2 (0,045) + 0,2 (0,095) + 0,2 (0,16) = 0,05, atau 5 %
b. Untuk Perusahaan Real Estat n
E(R) =
PtRt t 1
E(R) = 0,2 (0,35) + 0,2 (0,23) + 0,2 (0,15) + 0,2 (0,05) + 0,2 (0,08) = 0,14, atau 14 % 2. Standar deviasi a. Untuk Perusahaan Baja σR =
n
( Rt E ( R))
2
Pt
t 1
(Rt – E(R))2
x Pt = Variance
(-0,055 – 0,05)2 x 0,20 = 0,2205 ( 0,005 – 0,05)2 x 0,20 = 0,0405 ( 0,045 – 0,05)2 x 0,20 = 0,0005 ( 0,095 – 0,05)2 x 0,20 = 0,0405 ( 0,16 – 0,05)2 x 0,20 = 0,242 (+) Variance = 0,544 Standar deviasi (σ) =
0,544 = 0,0738 = 7,38 %
b. Untuk Perusahaan Real Estat σR =
n
( Rt E ( R))
2
Pt
t 1
Dengan perhitungan yang sama dengan perusahaan baja di atas, maka diperoleh nilai standar deviasi sebesar 14,8 % Misalkan terdapat 2 proyek investasi yaitu Proyek A dan Proyek B, besarnya aliran kas dan probabilitas yang terjadi untuk tiap-tiap aliran kas terlihat pada Tabel 3.2. sebagai berikut :
Tabel 3.2. Aliran Kas dan Probabilitasnya Proyek A Probabilitas Aliran Kas (Pt) (Rp) 0,35 4.000 0,45 5.000 0,20 6.000 Proyek A RA x Pt 4.000 x 0,35 = 5.000 x 0,45 = 6.000 x 0,20 = Mean =
Proyek B Probabilitas Aliran Kas (Pt) (Rp) 0,30 2.000 0,40 4.000 0,30 6.000
1.400 2.250 1.200 (+) 4.850
(RA – E( R))2 x Pt (4.000 – 4.850)2 x 0,35 = 252.875 (5.000 – 4.850)2 x 0,45 = 10.125 (6.000 – 4.850)2 x 0,20 = 264.500 (+) Variance = 527.500 Standar deviasi A
σA =
527.500 = 726,29
Proyek B RB 2.000 x 4.000 x 6.000 x
Pt 0,30 = 0,40 = 0,30 = Mean =
600 1.600 1.800 (+) 4.000
(RB – E( R))2 x Px = (2.000 – 4.000)2 x 0,30 = (4.000 – 4.000)2 x 0,40 = (6.000 – 4.000)2 x 0,30 = Variance = Standar deviasi B
σB =
variance 1.200.000 0 1.200.000 (+) 2.400.000
2.400.000 = 1.549,19
Dengan demikian distribusi probabilitas kedua proyek dapat dibuatkan kurva pada Gambat 3.1. sebagai berikut : PA
PB
0,40 0,35 0,30 0,25 0,20 45 6
2
Risiko <
4
6
Risiko >
Gambar 3.1. Distribusi Probabilitas Return Kedua Proyek Dari kedua kurva distribusi probabilitas return kedua proyek, maka dapat disimpulkan bahwa risiko investasi proyek A lebih kecil, dibandingkan dengan risiko investasi proyek B. 3.4. Risiko Dalam Portofolio Investasi Reilly dan Brown (2000) memberikan definisi risiko yaitu “ risk is the uncertainty of the future outcomes, (suatu hasil yang tidak pasti yang akan diterima di masa mendatang). Selanjutnya ia menambahkan bahwa “ risk is the probability of an adverse outcomes “, sehingga risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan menyimpangnya hasil yang akan diterima di masa mendatang.. Di kesempatan lain, Gordon mulai teorinya dengan pernyataan “ don’t put any eggs in one basket “. Janganlah menyimpan beberapa telur dalam sekeranjang, karena kalau keranjangnya jatuh, maka telur yang ada dalam keranjang tersebut akan pecah semuanya. Nasehat inilah yang
mengilhami lahirnya Teori Portofolio oleh Harry Markowitz (1952) yang menyatakan bahwa “ faktor uncertainty (ketidakpastian) menyebabkan investasi yang dilakukan para investor menghadapi risiko, pilihan investasi tidak dapat hanya mengandalkan pada tingkat keuntungan yang diharapkan (expected rate of return) saja. Dia harus mau melakukan diversifikasi
(penganekaragaman
investasi)
dengan
tujuan
meminimalisir risiko, hal tersebut disebut Portofolio. Teori Portofolio diperkenalkan oleh Markowitz (1952) yang didasarkan pada Expected rate of return (kembalian yang diharapkan) dan risk (risiko) dari portofolio yang secara implisit menganggap investor mempunyai fungsi utilitas yang sama. Dalam menghitung rata-rata (mean) kembalian yang diharapkan expected rate of return portofolio dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut : E( Rp) = We (Rs) + (1 – w)E(Rc)
(3.3)
Dimana : E : rata-rata rate of return We : persentase jumlah yang dinvestasikan Rs : return dari saham s Rc : return dari saham c Kemudian menghitung standar deviasi dengan formula sebagai berikut : n
Σ(Rp) =
Pt(a + b)2
t 1
dimana a dan b, dapat dicari melalui : a = wRs – wE(Rs) b = (1 – w)Rc – (1 – w)E(Rc)
(3.4)
3.4.1. Aktiva (Sekuritas) Bebas Risiko Faktor mayoritas yang mengikuti perkembangan teori portofolio dalam teori pasar modal adalah konsep dari aktiva bebas risiko (risk free assets) Reilly dan Brown (2000) mengemukakan bahwa “ risk free asset is an asset with zero variance”, dengan kata lain bahwa aktiva bebas risiko adalah aktiva (sekuritas) yang memiliki varians sebesar nol. Selanjutnya salah satu contoh dari aktiva bebeas rsiko di Amerika adalah Treasury Bills (T-Bills) dan untuk menghitung kovarians dari aktiva bebas risiko dengan menggunakan formula, Bodie, Kane dan Marcus (1996) sebagai berikut: n
Covij =
[Ri – E(Ri)][Rj – E(Rj)]/n
(3.5)
t 1
Oleh karena return dari sekuritas yang bebas risiko dapat dipastikan, dan σRf = 0, dan Ri = E(Ri) berlaku untuk seluruh periode, maka Ri = E(Ri) akan sama dengan nol. 3.4.2. Alternatif Pengukuran Risiko Salah satu pengukuran risiko yang terbaik adalah dengan melihat varians , atau standar deviasi dari expected rate of return. Secara statistik dengan melihat varians atau standar deviasi dari suatu sekuritas, atau portofolio, maka akan dapat diketahui besarnya penyimpangan yang selanjutnya dapat disebut sebagai risiko dari suatu sekuritas atau portofolio tersebut. Lebih lanjut Reilly dan Brown (2000) mengatakan bahwa pengukuran risiko lainnya dapat pula dilakukan dengan mengetahui dengan cara mengasumsikan bahwa range (jarak) yang besar dari expected rate of return menunjukkan rata-rata besarnya kondisi ketidakpastian dari suatu sekuritas atau portofolio, yang juga secara langsung menunjukkan risiko dari sekuritas atau portofolio tersebut.
Tabel 3.4. Matrik Covarians Saham
A A Cov(RA,RA) B Cov(RA,RB) C Cov(RA,RC) Sumber : Haugen, 1997
B Cov(RB,RA) Cov(RB,RB) Cov(RB,RC)
C Cov(RC,RA) Cov(RC,RB) Cov(RC,RC)
Sehingga berdasarkan cakupan covarians dari 3 sekuritas dalam suatu portofoli seperti Tabel 3.4. di atas, maka dapatlah dilihat standar deviasi (risiko) portofolio dalam persamaan Haugen (1997 berikut: σ2(rp)=X2Aσ2(rA)+X2Aσ2(rA)+X2Aσ2(rA)+2XAXBCov(rA,rB)+2XAXCCov(rA,rC)+2XBXC
(3.6)
Cov(rB,rC)
Dari persamaan 3.6., di atas, maka dapatlah diketahui bagaimana mengukur risiko protofolio, dan selanjutnya dapat diketahui risiko sekuritas secara individual berdarkan kontribusinya terhadap varians dari portofolio. Adapun pengukuran ini, juga didasarkan pada asumsi bahwa kita telah memiliki portofolio pasar, sehingga dapat pula mengukur risiko sekuritas secara individual berdasarkan kontribusinya terhadap variance dari portofolio pasar. Adapun persamaan tersebut (Haugen, 2000) sebagai berikut: m
Cov(rP,rM) =
Xj Cov(rP,rM)
(3.7)
j 1
Selanjutnya dapat dilihat covarians untuk portofolio adalah sebagai berikut: m
Cov(rP,rP) = σ 2(rP) =
Xj Cov(rj,rP)
(3.8)
j 1
Persamaan 3.8., di atas merupakan persamaan yang melihat bagaimana kontribusi risiko sekuritas secara individual dalam varians
portofolio, selanjutnya dapat dilihat bagaimana kontribusi risiko sekuritas secara individual terhadap risiko pasar sebagai berikut: m
Cov(rM,rM) = σ 2(rM) =
Xj Cov(rj,rM)
(3.9)
j 1
Dasar-dasar Teori Portofolio Modern kembali dikembangkan oleh Markowitz (1956) mengalami perkembangan dan penyederhanaan yang membawa dampak besar pada implementasi teori tersebut dalam dunia keuangan. Penyederhanaan yang dilakukan buka dalam artian input yang dipergunakan, tetapi juga bagaimana menaksir input yang diperlukan dalam analasis. Penyederhanaan analisis portofolio melalui Single Index Model (model indeks tunggal).
3.4.3. Estimasi Beta Penggunaan model indeks tunggal memerlukan penaksiran beta dari sekuritas yang dimasukkan ke dalam portofolio. Di samping itu dapat digunakan beta historis untuk menghitung beta untuk masa mendatang dengan menggunakan formula sebagai berikut: Ri = αi + βiRm + ei
(3.10)
Persamaan ini diadopsi dari persamaan regresi sederhana, dimana β menunjukkan kemiringan (slope) garis regresi tersebut. Α menunjukkan intersep dengan sumbu Rij. Semakin besar β, maka semakin curam kemiringan garis tersebut dan sebaliknya semakin kecil β, maka semakin dangkal kemiringan garisnya. Beta sekuritas secara individual cenderung mempunyai koefisien determinasi (r2) yang lebih rendah dari beta protofolio. Koefisien determinasi menunjukkan proporsi perubahan nilai Ri yang bisa dijelaskan oleh Rm.
Pada umumnya beta sekuritas portofolio lebih akurat dari beta sekuritas secara individual, karena dua alas an sebagai berikut: 1. Beta mungkin berubah dari waktu ke waktu. Ada sekuritas yang beta nya berubah menjadi lebih besar, adapula yang mengecil. Pembentukan portofolio memungkinkan perubahan tersebut menjadi saling meniadakan, atau paling tidak mengecil. 2. Penaksiran beta selalu mengandung unsure kesalahan acak (random error). Pembentukan portofolio memungkinkan kesalahan tersebut diperkecil. Oleh karena itu, semakin banyak sekuritas yang dipergunakan untuk membentuk portofolio, maka semakin besar nilai koefisien determinasinya. Jadi beta portofolio historis akan merupakan predictor beta masa depan yang lebih baik, dibandingkan dengan beta sekuritas secara individual. 3.4.4. Penyesuaian Estimasi Historis Pengamatan Blume (1971) memperbaiki akurasi penaksiran beta historis untuk keperluan estimasi beta di masa mendatang. Blume merumuskan teknik untuk menyesuaikan beta historis, yaitu dengan meregressikan ke satu arah. Hasilnya adalah ternyata memang lebih baik daripada menggunakan beta yang tidak disesuaikan. 3.4.5. Beta Fundamental Penggunaan beta tidak hanya memperkecil jumlah variabel yang harus ditaksir dan penggunaan data (beta historis) setelah disesuaikan (adjusted beta) lebih dapat diandalkan, tetapi penggunaan beta juga
memungkinkan kita mengidentifikasi faktor-faktor fundamental yang mungkin mempengaruhi beta tersebut. Beta merupakan ukuran risiko yang berasal dari hubungan antara tingkat keuntungan suatu sekuritas dengan risiko pasar. Risiko ini berasal dari beberapa faktor antara lain: 1. Cyclicity. Faktor siklis ini menunjukkan seberapa jauh suatu perusahaan dipengaruhi oleh konjungtur perekonomian. Pada saat kondisi perekonomian membaik, maka semua perusahaan akan merasakan dampak positifnya. Demikian pula sebaliknya pada saat resesi ekonomi, maka semua perusahaan akan merasakan dampak negatifnya. Yang membedakan adalah tingkat intensitasnya. Perubahan
yang
sangat
peka
terhadap
perubahan
kondisi
perekonomian, merupakan perusahaan yang mempunyai beta yang tinggi dan sebaliknya. 1. Operating Leverage. Menunjukkan proporsi biaya perusahaan yang merupakan biaya tetap. Makin besar proporsi ini, maka semakin besar operting leveragenya. Perusahaan yang memiliki operating leverage yang besar, akan cenderung mempunyai beta yang besar pula dan sebaliknya. 2. Financial Leverage. Perusahaan yang menggunakan hutan adalah perusahaan yang mempunyai financial leverage. Makin besar proporsi hutang yang dipergunakan, maka semakin besar financial leveragenya. Makin besar financial leveragenya, maka semakin besar betanya dan sebaliknya.
Beberapa
variabel
akuntansi
memperkirakan beta, antara lain:
yang
digunakan
untuk
a. Dividend Paid Ratio (perbandingan antara dividen perlembar saham dengan laba perlembar saham) b. Pertumbuhan Aktiva (perubahan aktiva pertahun) c. Leverage (rasio antara hutang dengan total aktiva) d. Likuiditas (aktiva lancar dibagi hutang lancar) e. Assets Size (nilai kekayaan total) f. Variabilitas keuntungan (standar deviasi dari earning price ratio) g. Beta akuntansi (yaitu laba perusahaan yang timbul dari regresi time series terhadap rata-rata keuntungan semua (sampel) perusahaan. 3.4.6. Menghitung Expected Rate of Return Setelah dikemukakan beberapa konsep tentang risiko, maka selanjutnya dikemukakan konsep tentang expected rate of return. Pada dasarnya expected rate of return dapat dilihat dari dua sisi, yaitu; (1) Expected rate of return untuk sekuritas secara individual, dan (2) Expected rate of return portofolio. Pada bagian pertama, terlebih dahulu dikemukakan expected rate of return untuk sekuritas secara individual. Perlu diingat kembali bahwa dalam mengukur expected rate of return sangat dipengaruhi oleh risiko, sehingga di dalam menggambarkan formula untuk expected rate of return, maka kita berpegang kepada risiko sekuritas. Selanjutnya, sama dengan formulasi yang digunakan untuk mengukur risiko, anggaplah kita akan melihat bagaimana kontribusi kontribusi expected rate of return dari sekuritas GM terhadap return pasar, (Bodie, Kane dan Marcus, 1996) sebagai berikut: E(rGM) = rf + βGM[E(rM) – rf]
(3.14)
dimana: rf : return dari sekuritas bebas risiko βGM : beta (risiko) dari sekuritas GM E(rM) : adalah Expected rate of return. Setelah melihat expected rate of return untuk sekuritas secara individual, maka pembahasan berikut, ditujukan untuk menghitung expected rate of return portofolio. Reilly dan Brown (2000) mengemukakan bahwa expected rate of return untuk suatu portofolio adalah rata-rata tertimbang dari expected rate of return dari sekuritas individual dari suatu protofolio. Rata-rata tertimbang tersebut merupakan proporsi dari total nilai investasi. Untuk menghitung expected rate of return dari portofolio dengan menggunakan persamaan berikut : n
E(RPort) =
Wi E(Ri)
(3.15)
i 1
dimana: Wi : persentase dari sekuritas i dalam portofolio E(Ri) : expected rate of return dari sekuritas i
3.4.7. Hubungan antara Risiko dan Expected Rate of Return Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa risiko dan hasil yang diharapkan (expected rate of return) memiliki hubungan yang signifikan. Haugen (1997) mengemukakan bahwa expected rate of return dari suatu sekuritas, atau portofolio sangat dipengaruhi oleh tingkat risikonya dan formula untuk melihat hubungan antara expected rate of return dengan risiko (yang dalam halini disimbolkan β), dapat dilihat dua
macam yaitu; (1) hubungan dalam suatu sekuritas secara individual, dan (2) hubungan portofolio. Untuk melihat hubungan expected rate of return dengan risiko sekuritas secara individual digunakan formula sebagai berikut : E(ri) = rf + βi [E(rM) – rf]
(3.16)
Dimana, dari persamaan 3.16., di atas nampak bahwa perubahan βi, akan menyebabkan perubahan secara proporsional pada nilai E(ri). Perlu diketahui bahwa hanya akan terjadi perubahan nilai pada E(ri) jika terjadi perubahan pada βi. Atau dengan kata lain E(ri) merupakan variabel dependen (tergantung) dan βi merupakan variabel independen (bebas), dimana nilai βi dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut: Cov(Ri,RM) Βi = ---------------
(3.17)
σ 2M
Selanjutnya hubungan antara expected rate of return dengan risiko protofolio dapat digunakan formula sebagai berikut: E(rPort) = rf + βPort [E(rM) – rf
(3.18)
Namun dalam perkembangannya, hubungan antara expected rate of return dengan risiko banyak diaplikasikan dalam pembentukan modelmodel keseimbangan, dimana salah satunya adalah Capital Asset Pricing Model (CAPM). 3.5. Capital Asset Pricing Model (CAPM) Capital Asset Pricing Model (CAPM) dapat diterjemhkan menjadi Model penentuan harga aktiva modal, yang merupakan suatu model yang
digunakan untuk menentukan harga dari suatu aktiva modal (capital assets) dengan mempertimbangkan semua karakteristik (risiko) aktiva tersebut. Seseorang yang menggunakan model ini, berarti dia mencoba menentukan berapa harga yang seharusnya bersedia dibayar oleh para investor terhadap suatu aktiva modal. Sebagai seorang yang rasional, investor akan memilih kesempatan investasi yang efisien. Untuk itu ia perlu menaksir besarnya risiko dan return dari semua alternatif investasi yang ada. Pembemtukan model-model keseimbangan umum, selain berguna untuk menjelaskan hubungan antara risiko dengan return, serta menentukan ukuran risiko yang relevan bagi setiap aktiva, juga bermanfaat dalam proses penentuan harga aktiva. CAPM merupakan salah satu model keseimbangan umum pilihan antara return portofolio yang diharapkan dengan risiko yang tidak dikehendaki. Model ini dikembangkan oleh William F. Sharpe (yang meraih hadiah Nobel di bidang ilmu ekonomi pada tahun 1990) dan John Litner pada tahun 1960-an, dan mempunyia implikasi penting dalam keuangan. CAPM merupakan model yang sederhana dan dapat diaplikasikan secara nyata. Penyusunan CAPM banyak didasarkan pada beberapa asumsiasumsi antara lain: a. Evaluasi terhadap portofolio didasarkan pada expected rate of return dan standar deviasi portofolio selama satu periode waktu tertentu. b. Tindakan investor semata-mata didasarkan atas pertimbangan expected rate of retrun dan standar deviasi portofolio
c. Asset-asset individual (fully divisiable) sepenuhnya dapat dipecah sampai bagian yang terkecil, dengan demikian investor bisa membeli asset pada jumlah yang diinginkan. d. Terdapat tingkat bunga pinjaman dan tabungan yang bebas risiko, yang berlaku bagi semua investor. e. Tidak ada biaya transaski dan pajak penghasilan f. Informasi dapat diperoleh secara langsung dan gratis untuk semua investor g. Tindakan pemodal secara individual tidak dapat mempengaruhi harga saham. Sebaliknya tindakan seluruh pemodal (secara bersamasama dan pada arah yang sama) mungkin dapat mempengaruhi harga sekuritas di pasar. h. Setiap pemodal memiliki pengharapan yang sama terhadap expected rate of return, standar deviasi, dan kovarains sekuritas i. Semua asset dapat diperjual belikan (marketable).
Bab 4 PENILAIAN MULTI VARIABEL DAN FAKTOR 4.1. Pendahuluan Arti penting atribut produk terkait dengan return sekuritas dan pasar. Atribut-atribut produk lain yang bakan bias saja, dapat mempengaruhi risiko sekuritas yang diterima bahkan juga harganya di pasar. 4.2. Perluasan CAPM CAPM merupakan model faktor tunggal, dimana tingkat kembalian yang diharapkan (expected rate of return) berkaitan dengan beta (risiko). Beta adalah koefisien rekasi dari kembalian sekuritas di pasar, ditipekan oleh beberapa indeks jika di USA indeks Standard & Poor’s (SP) 500. Dengan demikian perluasan CAPM merupakan tambahan variabelvariabel atas beta pada model tersebut. Kunci dari model tersebut adalah penggunaan beta sebagai pengukuran risiko. Studi-studi sebelumnya menunjukkan bahwa beta harus memiliki kekuatan untuk melakukan prediksi return yang masuk akal, khususnya return saham biasa.
Cadangan untuk Pengaruh Pajak Return yang ingin diwujudkan oleh seorang investor dari saham yang dipegang terdiri dari dua bagian, yaitu; (a) dividen yang diterima selama periode pemegangan, dan (b) capital gain/loss yang terjadi pada saat saham dijual. Jika semua investor membayar, baik tanpa pajak, atau dengan pajak yang sama atas dividen dan capital gain, maka generalisasi CAPM yang dibuat atas saham individual yang dipengaruhi oleh
pembayaran yang tinggi dari perusahaan menjadikan dividen akan menjadi rendah. Seementara itu di beberapa Negara tingkat pajak lebih menarik dari pada dividen. 4.3. Keseimbangan Dalam Pasar Modal Seperti yang telah dijelaskan dalam asumsi CAPM, bahwa pasar modal harus berada dalam kondisi keseimbangan, maka berikut ini akan dijelaskan konsep tentang keseimbangan dalam pasar modal. Untuk mengawali penjelasan konsep ini dimulai dengan pertanyaan “ bagaimana situasi keseimbangan yang diharuskan dalam pasar modal ?”. Jones (1998) mengatakan bahwa keseimbangan pasar terjadi, ketika tingkatan
harga
menggambarkan
tidak
adanya
insentif
untuk
perdagangan yang bersifat spekulatif. Dengan kata lain, bahwa asumsi tersebut akan mengimplementasikan sebagai berikut: 1. Seluruh investor akan memilih untuk memegang portofolio pasar secara agresif, termasuk di dalamnya adalah semua asset yang ada. 2. Di dalam portofolio pasar ini berada dalam Markowitz Efficiency Frontier dan akan mengoptimalkan risiko portofolio yang dipegang. 3. Seluruh portofolio yang efisien akan di plot dalam trade-off antara standar deviasi dan expected rate of return untuk portofolio yang efisien, dan seluruh sekuritas serta portofolio yang tidak efisien akan di plot dalam trade-of risiko sistematik dan expected rate of return. 4.4. Portofolio Pasar Jones (1998) mengatakan bahwa (market portfolio) portofolio pasar merupakan portofolio dari seluruh asset yang berisiko dengan rata-rata tertimbang asset dari rasio antara nilai pasar tersebut dengan seluruh asset yang berisiko. Dalam gambar 4.1., kita dapat melihat bahwa titik M merupakan portofolio pasar, dimana titik tersebut berada di sepanjang
garis pasar modal (Security Market Line). Titik tersebut merupakan tangens tertinggi antara expected rate of return dari asset bebas risiko dengan efficiency frontier, dan titik tersebut merupakan titik optimal dari portofolio asset berisiko. Selanjutnya portofolio berisiko yang optimal dari Markowitz efficiency set, ditemukan dengan jalan menentukan mana yang menjadi portofolio efisien dari premi risiko yang tinggi. 4.4.1. Capital Market Line (CML) Capital Market Line (Garis Pasar Modal) merupakan suatu garis yang menggambarkan hubungan antara risiko dengan expected rate of return dari sekuritas-sekuritas yang ada dalam suatu pasar modal (Haugen, 1997). Dalam CML dapat ditemukan titik keseimbangan antara risiko dengan expected rate of return yang dimiliki oleh pasar yang biasanya disimbolkan sebagai M. berdasarkan garis CML dapat ditemukan cakupan-cakupan portofolio optimal dengan menambahkan garis efficiency frontier. Garis efficiency frontier akan menyentuh garis CML pada titik M, yang menandakan kondisi keseimbangan antara risiko dengan expected rate of return pasar. Dimana dalam hal ini dapat dijelaskan dengan persamaan berikut: E(rP) – rF/σ(rP) dimana: E(rP) = Expected rate of return portofolio Rf = Return dari asset (sekuritas) yang bebas risiko σ(rP) = Standar deviasi rate of return portofolio
(4.1)
Kemudian penjelasan ini dapat dilihat pada Gambar 4.1. sebagai berikut: E(r) Capital market line
M
Efficiency set for risky securities
E(rM)
daerah efficiecy set yang ptimal rF daerah efficiency tidak optimal
σrM
σr
Gambar 4.1. Portofolio Investor Dalam CAPM Sumber : Haugen (1997) Dari gambar 4. 1., di atas, nampak bahwa cakupan portofolio optimal bagi investor terletak pada sisi sebelah kanan dari garis efficiency set (efficiency frontier). Sementara jika cakupan portofolio sudah berada di bawah garis rF, maka cakupan portofolio dianggap tidak optimal lagi. Konsep lainnya adalah CML yang dikemukakan oleh Jones (1998) yang mengatakan
bahwa
Capital
Market
Line
merupakan
kondisi
keseimbangan yang tergambar dalam pasar portofolio yang efisien yang konsisten dengan portofolio yang optimal dari asset berisiko dan asset yang bebas risiko., sehingga CML merupakan trade-off antara expected rate of return dengan risiko portofolio yang efisien. Untuk itu, maka CML dapat pula disebut sebagai kemiringan dari garis CML tersebut. Adapun kemiringan atau slope dari CML dapat dilihat dari persamaan berikut:
E(RM) – RF --------------- = Slope dari CML (4.2) σM = Expected rate of return risk trade-off efficient portfolio dimana: E(RM) = Expected rate of return pasar RF = Return sekuritas bebas risiko σM = Standar deviasi pasar.
Slope dari CML tersebut adalah harga pasar dari risiko (market price of risk) untuk portofolio yang efisien, atau harga keseimbangan dari risiko dalam pasar. Penjelasan di atas, dapat di lihat secara jelas dalam Gambar 4.2., sebagai berikut:
E(RPort)
L
M E(RM) risk premium for the market portfolio M = R(RM) - RF RF risk of market Portfolio M SD (RM)
E(RMRF Slope CML = --------------SD (RM)
SDM
risk
Gambar 4.2. CML dan Komponen Slopnya Sumber : Jones (1998) Dari Gambar 4.2., di atas nampak bahwa ketika CML adalah trade-off antara Expected rate of return dengan risiko untuk portofolio yang
efisien, dan risiko diukur dengan standar deviasi, maka dapat disusun persamaan berikut : E(RM) – RF E(RP) = RF + ----------------- σP σM dimana:
(4.3)
E(RP) = Expected rate of return portofolio RF = Return sekuritas bebas risiko E(RM) = Expected rate of return pasar σM = Standar deviasi dari pasar σP = Standar deviasi dari portofolio
4.4.2. Security Market Line SML) Pada dasarnya security market line (SML) sama dengan CML, yakni merupakan trade-off antara expected rate of return dengan risiko. Namun demikian memiliki perbedaan yang terletak pada penjelasan bahwa trade-off CML adalah portofolio yang efisien, sementara trade-off SML adalah seluruh sekuritas dalam pasar modal. Kemudian Jones (1998) mengatakan bahwa “ SML is the graphical depiction of the CAPM (depicts the trade-off between risk and expected rate of return for all assets, whether individual securities, inefficient portfolio, or efficient portfolio “ {Garis pasar sekuritas lukisan secara grafik dari CAPM, yang melukiskan trade-off antara risiko (risk) dan tingkat kembalian yang diharapkan (expected rate of return) sekuritas secara individual, baik portofolio efisien, maupun portfolio tidak efisien}, sehinga dari definisi di atas, dapat dengan jelas diketahui bahwa CML hanya untuk portofolio yang efisien, sementara SML untuk semua asset, termasuk asset secara individual dan portofolio yang tidak efisien.
Secara grafis, SML dapat dikemukakan pada Gambar 4.3., sebagai berikut: Expected rate of return (k)
A
B kM
C
kRF assets less risky than the market index (Beta)
assets more risky than the market index
BetaM
Risk
Gambar 4.3. The Security Market Line (SML) Sumber : Jones (1998) Dari Gambar 4.3., di atas, nampak bahwa risiko dalam SML diberi simbol beta (β), dimana β merupakan pengukuran untuk risiko sistematis dari saham ataupun portofolio. Simbol β ini akan lebih sering digunakan pada saat melakukan pembahasan mengenai CAPM. Di samping itu pada Gambar 4.3. juga nampak bahwa garis vertikal menggambarkan garis expected rate of return (k), dengan formula sebagai berikut: Ki = Risk-Free Rate + Risk Premium = RF + βi [E(RM) – RF)
(4.4)
4.5. CAPM dan Penilaian Kinerja Portofolio Dalam melakukan evaluasi terhadap kinerja portofolio, perlu digunakan variabel-variabel yang relevan. Variabel-variabel tersebut tidak lain adalah tingkat keuntungan dan risiko. Tingkat keuntungan suatu portofolio dipengaruhi oleh 2 hal yaitu; (a) perubahan harga sekuritas yang membentuk portofolio (capital gain) dan (b) dividen. Sedangkan risiko yang relevan bagi investor dinyatakan dalam bentuk standar deviasi tingkat keuntungan portofolio (risiko total), atau beta portofolio (risiko sistematis). Beta Sebagai Pengukur Risiko Pada dasarnya risiko merupakan penyimpangan terhadap rata-rata return. Return rata-rata diasosiasikan sebagai expected rate of return. Oleh karena itu, semakin tinggi penyimpangan (volatility), maka dapat dikatakan bahwa sekuritas itu semakin berisiko. Pada asset tunggal biasanya diukur oleh standar deviasi atau varians. Sedangkan pada portofolio disebut beta atau kovarians. Risiko dalam sekuritas terdiri dari: (a) risiko sistematis dan (b) risiko tidak sistematis, gabungan kedua risiko ini disebut sebagai risiko total. Investor yang rasional dan bersikap anti risiko (risk avoider) akan berharap untuk mendapatkan return tertinggi dengan risiko tertentu, atau return tertentu dengan risiko terendah. Pandangan ini menyebabkan investor melakukan diversifikasi. Diversifikasi merupakan dasar dari teori portofolio. Teori portofolio menyatakan bahwa risiko yang paling relevan adalah risiko sistematis. Pada pendekatan SML atau standar CAPM, risiko sistematis ini disebut sebagai beta. Beta dipergunakan sebagai pengukur risiko, karena dalam pembentukan risiko portofolio, suatu sekuritas tidak akan ditentukan oleh standar deviasinya, tetapi oleh
covariansnya dengan portofolio. Apabila covariansnya ini dibagi dengan varians portofolio pasar, maka akan diperoleh beta. Dari uraian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa beta adalah alat untuk mengukur sensitivitas suatu risiko terhadap gejolak pasar. Untuk menilainya, maka perlu dikuantifisir dan dari hasil regresi akan dapat diperoleh koefisien beta. Koefisien beta adalah slope yang dibentuk oleh hasil dari variabel bebas (hasil perolehan pasar) dan variabel terikat (hasil perolehan suatu saham). Nilai beta dari suatu asset dapat positif, nol atau negatif. Suatu asset (saham) dapat meimiliki beta yang positif, negatif, bahkan nol nilai, disebabkan oleh karena beta tergantung pada koefisien korelasi yang berkisar antara – 1 sampai dengan + 1. Apabila beta = 0, berarti perolehan asset tidak tergantung pada perolehan pasar, sehingga risiko pasar = 0. Koefisien korelasi positif memberikan beta positif dan tentu saja risiko pasar positif. Sebaliknya koefisien korelasi negative, memberikan beta negative, kenaikan perolehan asset pasar akan menyebabkan penurunan perolehan asset yang bersangkutan. Jadi beta tergantung pada tanda koefisien korelasi antara perolehan asset pasar dengan perolehan asset yang sedang diamati. Jadi dapat dikatakan, bahwa ternyata beta relevan sebagai pengukur risiko, karena dalam beta sudah tercermin atau dipengaruhi oleh kejadian makro, seperti; perang, inflasi, kondisi politik dan kejadian-kejadian social lainnya yang mempengaruhi seluruh perusahaan yang ada. Pentingnya beta dikuantifisir dari pada sekedar definisi verbal berguna untuk
memudahkan
membandingkannya.
dalam
menginterpretasikan
atau
4.6. CAPM Model Fama dan Mac Beth CAPM model Fama dan Mac Beth (1973) merupakan model CAPM yang menggunakan 3 variabel bebas, dimana mereka membentuk 20 portofolio untuk menaksir beta dari regresi tahap pertama, dan pada tahap kedua menggunakan rumus yang berbeda yaitu: Rit = γ0t + γ1tβi + γ2tβi2 + γ3tSei + ηit
(4.5)
Dimana, hipotesis yang akan diuji adalah: E(γ3t) = 0, atau risiko residual tidak berpengaruh dalam penentuan tingkat return E(γ2t) = 0, atau tidak terdapat ketidak linearan dalam SML E(γit) > 0, bahwa terdapat hubungan positif dengan risiko Hasil penelitian yang dicapai adalah: γ3 sangat kecil nilainya dan tidak berbeda secara signifikan dengan 0 γ2 nilainya sangat kecil dan tidak signifikan dengan 0 (artinya tidak terdapat ketidaklinearan). γ1 ditemukan positif dan linear, artinya ada hubungan yang linear dan positif terhadap beta dan return. γ0 nilainya lebih besar dari (Rf) jadi relevan adalah zero beta CAPM (standar CAPM tidak konsisten).
Pada dasarnya risiko merupakan penyimpangan terhadap rata-rata return. Return rata-rata diasosiasikan sebagai expected rate of return. Oleh karena itu, semakin tinggi penyimpangan (volatility), maka dapat dikatakan sekuritas itu semakin berisiko. Pada asset tunggal, biasanya diukur oleh standar deviasi atau varians. Sedangkan pada portofolio disebut beta atau covarians. Risiko dalam
sekuritas terdiri dari risiko sistematis dan tidak sistematis, gabungan kedua risiko ini disebut sebagai risiko total. 4.7. Arbitrage Pricing Theory (APT) Robert Haugen (1997) mengatakan bahwa dalam menjelaskan bagaimana suatu aktiva ditentukan bukan hanya dengan model CAPM. Stephen
Ross
(1976)
merupakan
orang
yang
pertama
kali
mengembangkan model lain yaitu Arbitrage Pricing Theory (APT) yang dewasa ini mendapatkan perhatian dari para pakar keuangan. APT pada dasarnya menggunakan pemikiran yang menyatakan bahwa “dua kesempatan investasi yang memiliki karakteristik yang identik tidaklah bisa dijual dengan harga yang berbeda (The law of one price). Perbedaan antara model CAPM dengan APT terletak pada perlakuan APT terhadap hubungan antar tingkat return sekuritas. Asumsi APT antara lain adalah : rate of return dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam pereknomian dan industri. Korelasi antara tingkat return dua sekuritas terjadi karena, sekuritas-sekuritas tersebut dipengaruhi oleh faktor (atau faktor-faktor) yang sama. Sebaliknya CAPM mengakui adanya korelasi antar tingkat return, model tersebut tidak menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi korelasi tersebut. Baik CAPM maupun APT berpendapat bahwa ada hubungan yang positif antara expected rate of return dengan risiko. 4.7.1. Asumsi dalam APT Menurut Francis J. Clark (1986) mengatakan bahwa “ yang mendasari asumsi APT adalah sebagai berikut: 1. Kebanyakan masyarakat lebih menyukai bertambahnya kekayaan daripada berkurangnya kekayaan
2. Masyarakat terdiri dari orang-orang yang memiliki sifat risk-averse (menghindari risiko) 3. Investor dapat menilai faktor risiko asset (atau faktor) yang dapat dijumlahkan. Ke 3 asumsi dasar tersebut di atas, membuat APT menjadi lebih realistis, sehingga teori ini menjadi logis. 4.7.2. APT Dengan 1 Faktor Penyederhanaan model APT mengasumsikan hanya satu sumber risiko, model 1 faktor yang dapat diperkenalkan sebagai formula atau suatu grafik formula. a. Arbitrage Pricing Line Ada 3 asumsi dasar dari APT yang dilaporkan dalam Arbitrage Pricing Line (APL) yakni: 1. Risiko diukur sepanjang garis horizontal Gambar 4.4. 2. APT mempertimbangkan seluruh asset (sekuritas) seperti asset O dan U dalam Gambar 4.4. dalam kelas risiko yang sama untuk menghasilkan rate of return yang sama. 3. Suatu rate of return asset yang diinginkan, diberi simbol ki untuk asset ke I, diukur sepanjang garis vertikal gambar 4.4. rate of return yang diperlukan adalah rate of return minimum yang diperlukan investor untuk mempengaruhi mereka untuk dapat berhubungan dengan risiko.
ki
Underpriced Asset U APL
Overpriced Asset O
Faktor Risiko
Gambar 4.4. Hubungan Rate of return dengan Risiko 1 faktor Sumber : Jack Clark Francis (1986) Garis APL melintang pada titik R yang melahirkan tingkat bunga bebas risiko. Tingkat bunga bebas risiko seperti tingkat bunga yang ditetapkan, pembayaran asuransi bank pemerintah atas tabungan dan depostio yang merupakan tingkat bunga yang paling rendah dalam model. Investasi yang melibatkan risiko 0, dapat membayar suku bunga tanpa risiko dan tetap sangat menarik para investor yang risk-averse (penghindar risiko). Persamaan berikut ini, menggambarkan model APT 1 faktor seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 4.4.., yaitu: Ki = R + λbi
(4.6)
Dimana: Ki = rate of return yang diinginkan untuk asset i R = tingkat bunga bebas risiko
λ(lambda) = slope garis penetapan harga arbitase (APL), kadangkala disebut sebagai risiko dari harga pasar, sebab mengukur trade-off di dalam pasar investasi bi = koefisien sensitivitas, atau faktor beta yang mengukur bagaimana sensitivitas asset I untuk faktor risiko . b. Asset Underpriced dan Overpriced Asset yang misspriced dapat digambarkan dengan nyata dengan cara mengulangi hukum satu harga dari Gambar 4.4., di dalam format yang sedikit berbeda. Jika kita mempertimbangkan dua asset di dalam satu kelas risiko yang sama, seperti kedua asset O dan U, tetapi memiliki expected rate of return yang berbeda. Mengulangi hukum satu harga (the law of one priced) yang menyatakan bahwa “ dua asset tersebut di atas harus ditempatkan pada tempat yang sama pada garis harga arbitrase (APL). Dalam fakta empirik, menurut APT, kekuatan permintaan dan penawaran seharusnya menggerakkan semua asset berada pada garis penetapan harga arbitrase (APL), ketika keuntungan Arbitragers berasal dari asset yang mengulangi pelanggaran hukum satu harga. Meskipun kedua asset sama dalam risiko, namun asset O (Overpriced) dalam Gambar 4.4., menawarkan satu tingkat rate of return yang lebih rendah disbanding asset U (underpriced). Investor yang risk-averse akan menjual asset O, sebab investasi pada asset ini ingin dikurangi. Hasil kelebihan penawaran atas permintaan (excess supply) untuk asset O akan mendorong penurunan harga pasarnya. Sebagai imbalan harga dari asset O terdorong turun, satu periode expected rate of return untuk asset O akan naik. Proses penyesuaian harga ini ditandai oleh simbol anak panah di dalam persamaan berikut:
[E(pi + 1) – pi] + di E(ri) = ------------------------pi
(4.7)
Di dalam persamaan 4.7., satu periode expected rate of return E(ri) sebagai tanda expected rate of return dari asset i (kekuatan seperti saham o atau U). Saham ke i mempunyai harga yang diharapkan pada satu periode investasi dari E(pi + 1), sebuah dividen dalam bentuk kas dari di perlembar saham, dan suatu harga pembelian (atau suatu harga pada permulaan periode) dari pi, sehingga menciptakan formula 4.8. sebagai berikut: Expected capital + Cash Dividend Expected gains or loss if any Rate of = -------------------------------------------- (4.8) Return Purchase price Investor yang memiliki karakteristik risk-averse akan melanjutkan untuk menjual asset O, sampai mendorong harganya menurun dan expected rate of return naik sampai pada garis penetapan harga arbitrase (APL) di dalam Gambar 4.4. Simbol anak panah mengarah ke atas di dalam gambar melacak alur expected rate of return asset O yang harus mengikutinya sampai menjangkau titik keseimbangannya pada garis penetapan harga arbitrase (APL). Investor yang paling agresif (risk-seeker) tidak akan hanya menjual asset O, jika mereka memilikinya, akan tetapi mereka akan menjual asset O dalam jangka pendek sebagai antisipasi menurunnya harga. Misalkan penjual jangka pendek mendapatkan pendapatan kas, maka investor dapat menggunakan dana tersebut untuk membeli asset U dalam posisi jangka panjang. Di sini kita menghadapi suatu asumsi ke 4 yang
mendasari APT, yaitu bahwa Investor dapat memperoleh semua tunai, ketika mereka menjual suatu sekuritas (asset) dalam jangka pendek. Para penjual sekuritas jangka pendek akan mengambil hasil penjualan asset O, kemudian membeli asset U dalam rangka menikmati expected rate of returnnya yang berada di atas garis penetapan harga arbitrase (APL) di dalam Gambar 4.4. Sebagai pencari keuntungan investor akan membeli asset U dalam rangka memperoleh return yang tinggi dan menyebabkan expected rate of return asset U akan menurun. Cara tekanan ekonomi yang bekerja pada asset U dapat ditelusuri melalui pembalikan arah anak panah. Asumsi dari kebanyakan orang-orang yang lebih menyukai kekayaan untuk mengurangi lebih sedikit kekayaan, akan memastikan bahwa asset U memiliki pengalaman pembelian dari pada penjualan selama harga pembelian yang ditawarkan lebih tinggi, maka expected rate of return bergerak turun sampai pada garis APL di dalam Gambar 4.4., harga asset akan berada dalam keseimbangan. Proses penyesuaian ini akan bekerja untuk semua asset dalam semua kelas risiko. Setiap asset yang direncanakan di atas garis APL, adalah asset yang underpriced (seperti asset U), dan harganya akan melakukan penyesuaian yang menaik. Setiap asset yang direncanakan di bawah garis APL adalah asset yang overpriced (seperti asset O) dan harganya akan jatuh. c. Penetapan Portofolio Arbitrage Untuk memaksimalkan laba, maka investor yang paling agresif (riskseeker) akan menjual asset yang overpriced (dalam contoh kasus asset O) dalam jangka pendek dan secara serempak dalam nilai uang yang sama akan membeli suatu asset yang underpriced (dalam contoh kasus
asset U) dalam jangka panjang. Investor ini akan menciptakan suatu Portofolio Arbitrase. Untuk melakukan ini, mereka tidak harus menginvestasikan dana mereka sendiri, sebab mereka dapat mengambil kas tunai yang berasal dari penjualan asset O (overpriced) dalam jangka pendek dan menggunakannya untuk membeli asset U (underpriced) dalam posisi keseimbangan jangka panjang. Mereka tidak akan menunjukkan risiko apapun, sebab Portofolio Arbitrase mereka secara penuh dipagari (di hedging) dengan offset kerugian dan keuntungan satu sama lain, baik dalam posisi jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Lagipula, Portofolio Arbitrase akan mendapat suatu penghasilan return bebas risiko dari E(ru) – E(ro) dengan peningkatan dana dari penjualan jangka pendek atas arbitrageurs yang mana harus membayar suatu rate of return dari E(ro) dan secara serempak mengivestasikan dana tersebut pada asset yang memiliki rate of return yang lebih tinggi dalam jangka panjang E(ru). Hal ini dapat disimpulkan bahwa, suatu portofolio arbitrase akan: 1. Tidak akan memerlukan uang tunai (investasi 0) 2. Menjadi sebuah investasi tanpa risiko 3. Positif dapat menentukan suatu laba. 4.7.3. APT Dengan 2 Faktor Bagaimana pertimbangan APT, jika memiliki risiko 2 faktor yang relevan, sebagaimana kasus U.S.Treasury Bond (T bond adalah obligasi pemerintah Amerika). Sebagaimana obligasi lainnya, T bond mempunyai risiko tingkat bunga (interest rate risk) dan risiko daya-beli (purchasing power risk).
Model APT 2 faktor adalah dua jenis risiko yang bersifat undiversiable (tidak dapat dianeka ragamkan). Persamaan 4.9., berikut merupakan sebuah model APT 2 faktor dengan hipotesis T bond: kTB = R + λ1bTB1 + λ2bTB2
(4.9)
dimana: kTB = rate of return yang diinginkan untuk suatu T bond R = tingkat suku bunga bebas risiko λ1 = harga pasar faktor risiko tingkat bunga λ2 = harga pasar faktor risiko daya beli bTB1 = tingkat sensitivitas T bond untuk risiko tingkat bunga bTB2 = tingkat sensitivitas T bond untuk risiko daya beli Koefisien sensitivitas dalam APT dapat dipandang sebagai index berbagai macam risiko undiversiable (atau sering diistilahkan dengan risiko sistematis). Nilai rata-rata koefisien sensitivitas untuk semua asset dan untuk semua faktor risiko adalah bergerak antara + 1,0 pada saat b ij = 1,0, maka rate of return dari asset ke I, cenderung untuk berfluktuasi dalam satu hubungan ke hubungan lain dengan faktor risiko ke j. Jika bij = 1,5, maka return asset ke i cenderung untuk naik dan jatuh 50 % di atas rata-rata. Jika bij = 0,5, maka asset ke i hanya separuh yang menguap seperti rata-rata dalam tanggapannya kepada faktor risiko ke j. Suatu asset yang memiliki koefisien sensitivitas 0 untuk faktor risiko ke j yang tidak menginginkan mempunyai risiko undiversiable tertentu. Penetapan Tingkat Harga Arbitrase Model APT 2 faktor yang diilustrasikan pada Gambar 4.5., sebagai suatu permukaan 3 dimensi yang disebut sebagai penetapan tingkat harga arbitrase. Penetapan tingkat harga
arbitrase dalam Gambar 4.5., merupakan perluasan dari garis penetapan harga arbitrase (APL). Dalam Gambar tersebut di atas, rate of return asset yang diinginkan, berada pada sepanjang garis vertikal. Faktor risiko tingkat bunga dan faktor risiko daya beli, di ukur sepanjang kedalaman dan kampak lebar berturut-turut dari Gambar 4.5.
Underpriced Asset U
b1 = Faktor beta untuk risiko tingkat bunga yang tidak dapat didiversifikasi R Arbitrage Pricing Plan
RR
1,0 Overpriced Asset O
b2 = Faktor beta untuk Risko daya beli yang tidak dapat didiversifikasi Gambar 4.5. Penentuan Tingkat Harga Arbitrase untuk 2 faktor Sumber : Jack Clark Francis (1986) Berdasarkan alasan pertimbangan ekonomi, maka asset tertentu diasumsikan berada pada posisi penetapan tingkat harga arbitrase. Pada hari jatuh tempo suatu Obligasi pemerintah (Surat Utang Negara : SUN) terutama mempunyai risiko tingkat bunga dan risiko daya beli = 0. Dalam posisi ini, maka SUN pada saat jatuh tempo secara praktis perlu membayar rate of return bebas risiko yang seimbang dengan tingkat
bunga bebas risiko. Grafik pernyataan hari jatuh tempo SUN perlu di plot dalam penetapan tingkat harga arbitrase yang pada Gambar 4.5., sangat dekat titik R. Surat Utang Negara (SUN) yang masih memiliki beberapa tahun dari batas waktu hari jatuh tempo, akan memerlukan sejumlah risiko tingkat bunga dan risiko daya beli yang lebih besar. SUN yang berjangka panjang ini perlu diplot pada penetapan tingkat harga arbitrase yang di atas titik R untuk mengganti kerugian investor sebagai asumsi terhadap peningkatan level risiko. Di dalam mempertimbangkan SUN yang semuanya jatuh tempo, atau asset lain yang mempunyai expected rate of return, semata-mata ditentukan oleh risiko tingkat bunga dan risiko daya beli. Semua asset yang diplot di atas permukaan dari tingkat penetapan harga arbitrase adalah underpriced, yaitu asset U dalam gambar 4.5. Contoh perhitungan sebuah asset bebas risiko yang dapat ditemukan pada model APT 2 faktor. Jika asset C tidak mempunyai satupun dari kedua faktor risiko (bc1 = 0 dan bc2 = 0) dikorbankan (dijual) untuk membeli asset yang berisiko , sehingga penyederhanaan model APT 2 faktor sebagai berikut: Kc = R + λ1bc1 + λ2 bc2 (4.10) = R + λ1(0) + λ2 (0) =R Taksiran expected rate of return untuk suatu asset yang bebas dari risiko undiversiable akan seimbang dengan tingkat bunga bebas risiko (R). Untuk perhitungan expected rate of return untuk suatu asset yang berisiko dengan 1 atau 2 faktor yang positif.
Misalkan seorang investor memperkirakan rate of return bebas risiko untuk R = 4% dan harga pasar risiko λ1 = 1,1 untuk risiko tingkat bunga dan λ2 = 0,9 untuk risiko daya beli. Lebih lanjut dimisalkan bahwa asset g mempunyai 40% di atas rata-rata risiko faktor tingkat bunga (bg1 = 1,4) yang dikombinasikan dengan suatu jumlah rata-rata risiko daya beli (bg2 = 1,0). Tingkat expected rate of return untuk asset g akan menjadi sebesar 6,44 % seperti ditunjukkan pada perhitungan di bawah ini: Kg = R + λ1bg1 + λ2 bg2 = 4% + 1,1(1,4) + 0,9(1,0) = 4% + 1,54% + 0,9% = 6,44 %
Tindakan arbitrageurs harus melanjutkan untuk menawarkan harga tinggi dari semua asset yang underpriced sampai tingkat bunga yang diharapkan oleh mereka terdorong ke bawah ke dalam tingkat penetapan harga arbitrase. Dengan cara yang sama, semua asset yang dilot di bawah tingkat penetapan harga arbitrase adalah asset yang overpriced dan harus mengalami harga yang merosot sampai excpected rate of return mereka naik kepada tingkat penetapan harga arbitrase, yaitu asset O sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 4.5. Investor mana yang ingin menggunakan APT mulai menganalisis sekuritas mereka bekerja dengan pedoman penyiapan perkiraan dari bij koefisien faktor risiko untuk asset dan risiko harga pasar λ. Kemudian untuk menggunakan model APT untuk menentukan asset yang over dan underpriced. Membandingkan analisis keuangan di mana masing-masing asset berada dalam hubungan dengan garis penetapan harga arbitase, atau tingkat penetapan harga arbitrase yang mereka perkirakan.
4.7.4. APT Dengan n Faktor Di samping kedua faktor risiko yang telah dibahas pada paragraph sebelumnya, maka para investor mungkin juga mempertimbangkan beberapa faktor lain. Sebagai contoh, sepanjang krisis teluk Persia 1990 – 1991, harga minyak menjadi suatu faktor risiko yang untuk sementara menerangkan bahwa banyak harga sekuritas bergerak. Model APT multifaktor mungkin mempunyia risiko faktor lama yang dihapus dan/atau mempunyai faktor risiko baru, sebagai tambahan ketika faktor risiko berubah. Model APT multifactor ini disebut sebagai model f – factor, dimana f adalah suatu bilangan bulat positif. Bilangan bulat f menghitung banyak faktor risiko yang berbeda yang secara statistik mempunyai dampak signifikan terhadap harga sekuritas. Perhitungan suatu premi risiko (bebas rsiko) adalah produk dari suatu koefisien sensitivitas dan λ. Koefisien sensitivitas (atau faktor beta) ini adalah index dari risiko undiversiable berkenaan dengan beberapa faktor risiko. Koefisien sensitivitas menaksir reaksi asset D terhadap faktor risiko kedua yang tinggi (1,6), menengah (1,0), dan rendah (0,5), nilainilai diterangkan di bawah ini bD.2 = 1,6, artinya bahwa asset yang ke D mempunyai sebanyak 160 % risiko undiversiable dari faktor risiko yang kedua (λ2) sebagai rata-rata asset. bD.2 = 1,0, artinya bahwa asset yang ke D hanya mempunyai risiko yang undiversiable sebanyak faktor risiko kedua (λ2) sebagai rata-rata asset di dalam pasar. bD.2 = 0,5, artinya bahwa asset yang ke D mempunyai risiko universiable sebanyak separuh dari factor risiko yang kedua (λ2) sebagai rata-rata asset.
λ merupakan suatu ukuran kemiringan garis penetapan harga arbitrase (atau tingkat penetapan harga arbitrase). λ2 = 0,8 menunjukkan bahwa trade-off risk-return di dalam pasar untuk faktor risiko kedua seimbang 8% (atau 0,08) dari expected rate of return k untuk masing-masing unit dari risiko undiversiable dari faktor risko kedua. Premi risiko adalah merupakan produk taksiran lambda (λ) dan beta b. (λ1)(bD.2) = (0,08)(0,5) = 0,04, artinya asset D yang memiliki premi risiko 4 % (atau 0,04) dari expected rate of return ditambahkan kepada tingkat bunga bebas rsiko dan premi risiko lain yang mungkin sesuai dengan taksiran untuk asset D dalam rangka mengganti kerugian bagi risiko undiversiable dari faktor kedua. 4.7.5. Model APT f-Faktor Model f-faktor yang mempertimbangkan f faktor risiko yang berbeda di dalam menentukan expected rate of return asset ke i dengan menggunakan formula perhitungan sebagai berikut: ki = R + λ1bi1 + λ2bi2 + … + λfbif
(4.11)
Sebagai catatan bahwa ada dua hal yang perlu digaris bawahi disini yaitu, masing-masing risiko faktor beta di dalam persamaan. Tulisan digaris bawahi i adalah suatu counter yang mengacu pada investasi asset ke i yang diidentifikasi sebagai jumlah tugas asset secara arbitrase. Sebagai contoh, asset i = 23 sebagai kekuatan saham GM, asset i = 24 sebagai kekuatan obligasi yang diterbitkan GM, dan asset i = 25 sebagai kekuatan saham IBM. Tulisan yang digaris bawahi lainnya, adalah suatu counter untuk faktor risiko, di sini adalah j = 1, 2,… f-faktor risiko yang dipertimbangkan
dalam model APT. Jika kita mengacu kepada faktor risiko yang tidak ditentukan sebagai faktor risiko ke j = 1, atau faktor risiko j = 2, atau bilangan bulat lainnya termasuk j = f. Bilangan bulat f yang terakhir (atau jumlah total) keadaan umum dari faktor risiko. Lambada (λ) dengan tulisan digaris bawahi j, λj adalah untuk mengukur risiko harga pasar untuk faktor risiko ke j. Secara grafis dinyatakan λj mengukur kemiringan (slope) tingkat penentuan harga arbitrase yang dimulai pada titik awal R ke luar sepanjang poros yang mengukur faktor risiko ke j. Jika λj = 0, maka faktor risiko tertentu itu, menerima beban 0 di dalam penentuan expected rate of return yang secara ekonomis mengatakan, jika faktor risiko harga pasar ke j = 0, ini berarti bahwa tidak relevan (atau, tidak ada harganya) di pasar. APT tidak memberi kunci rahasia kepada peneliti keuangan tentang faktor risiko yang mana yang dapat mempengaruhi penetapan harga asset. Analis harus menyelidiki kunci rahasia penggunaan dari teori ekonomi untuk mengidentifikasi koefisien sensitivitas yang relevan bj. Pada puncak separuh tabel terdaftar sebagaian dari faktor risiko sistematis, nampaknya akan ditemukan sebuah model APT f-faktor. Nilai-nilai kuantitatif koefisien sensitivitas pada umumnya terletak di antara 0 sampai dengan +2, dengan suatu nilai rata-rata 1, itu adalah 0 < bij < 2. Jika asset i mempunyai suatu koefisien sensitivitas dengan respek ke faktor risiko ke j adalah lebih besar dari 1, maka asset ke i lebih sensitif terhadap rata-rata faktor risiko ke j, dan sebaliknya. Jika koefisien sensitivitas kurang dari 1, maka asset kurang sensitif. Masing-masing koefisien sensitivitas bij, merupakan sebuah index yang menandakan jumlah faktor risiko ke j yang undiversiable pad asset i.
Dimensi f Pada Tingkat Harga Tinggi Untuk menggambar grafik lebih dari 3 dimensi merupakan pekerjaan yang hampir mustahil. Oleh karena itu sejak expected rate of return, variabel k pada garis vertical menggunakan 1 dimensi model APT ffaktor tidak dapat diwakili dengan nyata dalam grafik, jika lebih dari 2 faktor risiko yang dipertimbangkan, maka grafiknya 2 dimensi dan seterusnya.. Model APT f-faktor oleh para ahli matematika disebut sebagai sebuah fdimensi taraf tinggi. Asset manapun yang mempunyai suatu rate of return yang diinginkan terletak di atas f-dimensi taraf tinggi adalah asset yang underpriced, dan harganya perlu dicari suatu keseimbangan ekonomi pada suatu tingkat yang lebih tinggi. Asset manapun dengan suatu expected rate of return di bawah f-dimensi taraf tinggi adalah asset yang overpriced, dan harganya perlu dicarai suatu keseimbangan ekonomi pada suatu nilai yang lebih rendah. Box 4.1. menunjukkan perhitungan untuk model APT 5 faktor.
4.7.6. Komponen Total Risiko di Dalam Model APT Salah satu dari sedikit potongan informasi dari APT, diberikan kepada investor tentang factor risiko mana yang termasuk dalam model APT, adalah
bahwa
dipertimbangkan.
hanya
risiko
yang
undiversiable
yang
harus
Box 4.1. Penggunaan model APT 5 faktor untuk menaksir risiko penyesuaian discount rate untuk saham biasa. Misalkan analis investasi memperkirakan rate of return yang bebas risiko untuk suatu asset untuk R=5% dan risiko harga pasar yang relevan sebagai berikut: λ1 = 1,1 untuk risiko tingkat bunga λ2 = 0,9 untuk risiko daya beli λ3 = 1,0 untuk risiko manajemen λ4 = 0,8 untuk risiko pasar λ5 = 1,2 untuk risiko kelalaian Jika saham biasa tertentu, di tandai d, yang memiliki rata-rata 5 faktor risiko, kemudian untuk 5 index risiko undiversiable dari asset, maka koefisiennya merupakan satu kesatuan yang sama. bd1 = bd2 = bd3 = bd4 = bd5 = 1,0 Tingkat expected rate of return untuk saham biasa d dihitung dengan persamaan berikut: kd = R + λ1bd1 + λ2bd2 + λ3bd3 + λ4bd4 + λ5bd5 = 5% + 1,1(1,0) + 0,9(1,0) + 1,0 (1,0) + 0,8(1,0) + 1,2(1,0) = 5% + 1,1% + 0,9% + 1,0% + 0,8% + 1,2% = 10 %. 10 % adalah tingkat expected rate of return (atau taksiran penyesuaian discount rate) untuk semua asset dengan 5 faktor risiko asset yang undiversiable di atas.
Sumber : Jack Clark Francis (1986) Hanya komponen risiko sistematis digunakan dalam APT, sebab mereka adalah risiko yang undiversiable yang tidak bisa dihilangkan. Faktor risiko yang tidak sistematis dengan didiversifikasikan dengan cana 0 dan karena itu tidak memainkan peranan apapun di dalam APT. Dengan cara yang berbeda, APT mengabaikan risiko yang tidak sistematis, sebab diasumsikan bahwa investor adalah rasional dan mempunyai sifat yang risk averse yang mau mendiversifikasi risiko.
4.7.7. Diversifikasi Sederhana Diversifikasi sederhana dapat diuraikan sebagai “ tidak meletakkan semua telor di dalam satu keranjang “ (don’t put any eggs in one basket). Diversifikasi sederhana pada umumnya dapat diharapkan untuk mengurangi risiko yang tidak sistematis, mencakup risiko spesifik investasi, diversifikasi sederhana pada umumnya dapat diharapkan untuk mengurangi risiko yang tidak sistematis untuk suatu protofolio. Berikut ini daftar faktor risiko diversiable dan undiversiable yang mungkin dimiliki setiap asset dari Jack Clark Francis (1986) sebagai berikut: Kemungkinan Sumber Risiko Undiversiable 1. Risiko tingkat bunga sistematis (b1) 2. Risiko daya beli sistematis (b2) 3. Risiko pasar sistematis (b3) 4. Risiko manajemen sistemati (b4) 5. Risiko kelalaian sistematis (b5) 6. Risiko Callabilitas (kelancaran diperjual belikan) sistematis (b6) 7. Risiko konvertibilitas sistematis (b7) 8. Risiko tambahan pertama sistematis (b8) 9. Risiko tambahan faktor lain sistematis (b9)
Kemungkinan Sumber Risiko Diversiable 1. Risiko tingkat bunga tidak sistematis 2. Risiko daya beli tidak sistematis 3. Risiko pasar tidak sistematis 4. Risiko manajemen tidak sistemati 5. Risiko kelalaian tidak sistematis 6. Risiko Callabilitas (kelancaran diperjual belikan) tidak sistematis
7. Risiko konvertibilitas tidak sistematis 8. Risiko tambahan pertama tidak sistematis 9. Risiko tambahan faktor lain tidak sistematis Diversifikasi
sederhana
pada
umumnya
akan
menyebabkan
berkurangnya risiko portofolio total untuk bagian asset yang diversiable, sampai kira-kira 15 sekuritas yang telah tercakup dalam portofolio. Hal ini dapat terjadi, sebab bagian rate of return asset yang tidak sistematis saling bertukar secara bebas dengan asset lainnya yang disebut berkorelasi 0. Variasi tidak adanya korelasi yang tidak sistematis ini cenderung untuk bertambah sebesar 0, ketika sekuritas yang berbeda dikombinasikan untuk membentuk suatu portofolio, sebab komponen asset yang divirsiable dari rata-rata return tiap asset menjadi 0 pada saat asset tersebut dikombinasikan dalam portofolio. Penambahan sekitar 15 sekuritas yang dipilih secara acak untuk sebuah portofolio tidak bisa diharapkan untuk mengurangi risiko yang tidak sistematis lebih lanjut, meskipun semua risiko yang dapat didiversifikasi dihapuskan. Selama
diversifikasi
sederhana
merupakan
cara
efektif
untuk
mengurangi risiko tidak sistematis, maka portofolio = 0, karena tidak melakukan apapun untuk mengurangi risiko yang sistematis (atau undiversiable). Oleh karena itu, risiko asset yang undiversiable ini yang menentukan expected rate of return. 4.7.8. Peraturan Jual Beli dalam APT. Penyesuaian risiko rate of return dapat digunakan untuk menentukan Present Value sekuritas yang secara aktif dipedagangkan, atau dari sekuritas yang tidak aktif dipedagangkan dalam pasar yang aktif (seperti
sekuritas dari perusahaan milik pribadi, mesin pabrik, barang seni, dan real estat). Box 4.2. Kasus : Evaluasi Saham Biasa IBM dengan Model APT 5 faktor Marie Esposito memulai untuk melakukan beberapa analisis saham dengan menyiapkan perkiraan rate of return yang bebas risiko dan lambda (atau risiko harga pasar, atau system pertimbangan pribadi Marie) sebagai berikut: R = 5% λ1 = 0,9 untuk risiko tingkat bunga λ2 = 0,8 untuk risiko daya beli λ3 = 1,6 untuk risiko manajemen λ4 = 1,75 untuk risiko pasar λ5 = 1,6583 untuk risiko kelalaian Beberapa penelitian tambahan yang dilakukan Esposito menandai saham IBM dengan beta 5 faktor (atau koefisien sensitivitas) : b1 = 0,9 untuk risiko tingkat bunga b2 = 0,9 untuk risiko daya beli b3 = 1,3 untuk risiko manajemen b4 = 0,8 untuk risiko pasar b5 = 1,2 untuk risiko kelalaian Kemudian Marie menggunakan tingkat bunga bebas risiko, lambda dan beta untuk mengestimasi expected rate of retrun (atau taksiran risiko penyesuaian discount rate) untuk saham biasa IBM. Marie menggunakan model APT 5 faktor. kIBM = R + λ1bd1 + λ2bd2 + λ3bd3 + λ4bd4 + λ5bd5 = 5% + 0,9(0,9) + 0,8(0,9) + 1,6(1,3) + 1,75(0,8) + 1,6583(1,2) = 5% + 0,81% + 0,72% + 2,08% + 1,4% + 1,99% = 12 % Berikutnya Esposito menyiapkan suatu distribusi probabilitas dari returns IBM dan memperkirakan expected rate of return sebagai berikut: E(rIBM) = (P1)(r1) + (P2)(r2) + (P3)(r3) + (P4)(r4) + (P5)(r5) = (0,1)(40%) + (0,2)(30%) + (0,4)(10%) + (0,2)(-10%) + (0,1)(-20%) = 0,04 + 0,06 + 0,04 – 0,04 – 0,02 = 0,1 = 10 % Akhirnya Marie membandingkan expected rate of return IBM yang diinginkan 12 % dengan expected rate of return 10 % dan menyimpulkan bahwa saham biasa IBM bukan merupakan saham yang bagus untuk dibeli pada saat 10 % = E(ri) < ki = 12%.
Sumber : Jack Clark Francis (1986)
Bab 5 PENILAIAN SAHAM
5.1. Pengertian Saham Saham (Stock) merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang paling populer dewasa ini. Keputusan perusahaan dalam pendanaannya dengan cara menerbitkan saham merupakan langkah yang tepat, karena biayanya jauh lebih kecil dibandingkan dengan meminjam dana dari pihak lain. Jika perusahaan menerbitkan saham, maka hanya memiliki kewajiban dalam membayar dividen setiap tahun, sedangkan dalam pemenuhan kebutuhan dana melalui pinjaman, maka perusahaan diwajibkan untuk senantiasa setiap bulan membayar bunga ditambah hutang pokoknya. Saham dapat difenisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Melalui penyertaan modal tersebut, maka pihak tersebut di atas, memiliki klaim atas pendapatan perusahaan. Ada beberapa tipe saham, termasuk saham biasa (common stock), saham preferensi (preferred stock), saham harta (treasury stock), dan saham kelas ganda (dual class stock).
Saham preferensi memiliki perioritas lebih tinggi disbanding saham biasa, baik dalam pembagian dividen, maupun klaim atas asset ketika perusahaan dilikuidasi, dan kadangkala memiliki hak pilih yang lebih tinggi seperti kemampuan memveto penggabungan (merger) atau pengambilalihan (aqusition), atau hak untuk menolak untuk penerbitan saham baru dikeluarkan (yaitu, pemegang saham preferen dapat membeli saham yang dikeluarkan sebanyak yang dia inginkan, sebelum saham tersebut ditawarkan kepada orang lain). Saham yang diperjual belikan di pasar modal pada umumnya saham biasa, sedangkan saham preferen tidak dapat dijual di pasar modal. 5.2. Keuntungan Dari Pemilikan Saham Pada dasarnya ada dua keuntungan yang dapat diperoleh investor dengan membeli atau memiliki saham yaitu: 1. Dividen Dividen adalah bagian keuntungan yang diberikan perusahaan yang berasal dari keuntungan yang diahsilkan perusahaan dalam satu periode waktu tertentu (satu tahun). Dividen yang diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam
Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS). Jika seorang investor (pemodal) ingin mendapatkan dividen, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relative lama, yaitu hingga kepemilikan saham tersebut dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen. Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai, artinya kepada setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap lembar saham, atau dapat pula berupa dividen saham yang berarti kepada setiap pemegang saham
diberikan dividen sejumlah saham, sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah dengan adanya dividen saham tersebut. 2. Capital Gain Capital gain adalah selisih positif antara harga saham saat beli dan harga jual saham saat dijual. Capital gain terbentuk oleh adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Misalnya seorang investor membeli saham XYZ dengan harga perlembar saham Rp 1.000,-, kemudian selang beberapa saat menjualnya dengan harga perlembarnya sebesar Rp 1.250,- , berarti pemodal tersebut mendapatkan capital gain sebesar Rp 250 perlembar saham.
5.3. Risiko Saham Sebagai instrument investasi, maka saham memiliki risiko antara lain; 1. Capital Loss Capital loss adalah selisih negatif antara harga beli saham dengan harga jualnya. Misalkan harga beli saham perlembarnya Rp 500,- selang beberapa saat, pemodal kebetulan membutuhkan dana dan ingin menjualnya yang kebetulan pada saat itu harga jual perlembarnya sebesar Rp 450,-, maka sang investor mendapat capital loss sebesar Rp 50 perlembar saham yang dimilikinya. 2. Risiko Likuidasi Jika saham perusahaan yang dimiliki investor mengalami kerugian dan dinyatakan oleh pengadilan bangkrut, atau perusahaan tersebut dibubarakan, maka klaim dari pemegang saham biasa mendapatkan perioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan asset perusahaan). Jika masih terdapat sisa dari hasil
penjualan asset perusahaan tersebut, maka sisa tersebut dibagi secara proporsional kepada seluruh pemegang saham biasa. Namun jika tidak terdapat sisa dari penjualan asset perusahaan, maka pemegang saham tidak akan memperoleh hasil dari lukidasi tersebut. Kondisi ini merupakan risiko terberat dari pemegang saham biasa. Pada pasar sekunder atau dalam aktivitas perdagangan saham sehari-hari, harga-harga saham mengalami fluktuasi, baik berupa kenaikan maupun penurunan. Pembentukan harga saham terjadi karena adanya permintaan (demand) dan penawaran (supply) atas saham tersebut. Demand dan Supply saham tersebut terjadi akibat dari beberapa faktor, baik yang bersifat spesifik atas saham tersebut (kinerja perusahaan dan industri dimana perusahaan tersebut bergerak), maupun faktor yang bersifat makro seperti; tingkat suku bunga, inflasi, nilai tukar dan faktor-faktor non ekonomi, seperti; kondisi sosial dan politik dan faktor lainnya. 5.4. Penilaian Saham Biasa Sebelum melakukan investasi pada saham, ada baiknya kita terlebih dahulu mengetahui kinerja dari perusahaan yang menerbitkan saham yang akan dibeli. Untuk itu kita dapat menggunakan stock valuation (penilaian saham), yaitu metode untuk menilai saham sebagai berikut: 1. Price Earning Ratio (PE Ratio) Profitabilitas dicerminkan dalam PE Ratio yang seringkali digunakan oleh palku pasar untuk menilai suatu saham. PE Ratio memberikan informasi mahal atau murahnya harga saham. Adapun formula untuk menghitung PE Ratio adalah sebagai berikut:
Harga Saham PE Ratio = ------------------------------------Pendapatan Perlembar Saham
(5.1)
Misalkan PE Ratio adalah sebesar 12, maksudnya adalah saham tersebut akan menghasilkan pendapatan (earning) sebesar 12 kali. Biasanya saham-saham “blue chip” (saham paling aktif diperjual belikan di pasar modal) yang memberikan PE Ratio yang tinggi di dasarkan oleh potensi pendapatan tahun berjalan. 2. Dividend Yields Sebagai hasil dari investasi, biasanya pemilik saham akan dibayarkan dividen dari perusahaan. Adapun formula perhitungannya adalah sebagai berikut; Dividen Perlembar Saham X 100 Dividend Yields = ----------------------------------------- (5.2) Harga Saham Pada umumnya dividend yield bagi para investor akan dibandingkan dengan suku bunga tabungan Bank, misalnya seorang investor risk taker (penerima risiko) jika menabung di Bank memberikan suku bunga sebesar 12 % pertahun dan bebas risiko, namun jika mengivestasikan uang tersebut dengan membeli saham yang mungkin memberikan yield sebesar 14 %, akan lebih menguntungkan bagi investor dibandingkan menabung di Bank, meskipun berinvestasi di saham mungkin akan memberikan risiko yang lebih besar.
Penilaian saham lainnya antara lain adalah; a. Expected Return Expected Return adalah prosentase return yang diramalkan akan terjadi pada suatu saham dalam jangka waktu tertentu. Adapun formula perhitungannya adalah sebagai berikut: Div1 P1 – P0 Expected Return ( r) = ------- + ----------P0 P0
(5.3)
Dimana : Div1 : Dividen yang diramalkan P1 : Harga Saham yang diramalkan P0 : Harga Saham Sekarang b. Dividend Discount Model Dividend Discount Model adalah perhitungan harga saham sekarang yang menyatakan bahwa nilai saham sama dengan Present Value (nilai sekarang) dari semua dividen yang diharapkan diterima di masa yang akan datang. Adapun formula perhitungannya adalah sebagai berikut; Div1 Div2 Divn + Pn P0= --------- + ---------- + …… ------------(1 + r) (1 + r)2 (1 + r)n Dimana : Divn : Dividen tahun ke n n : Jumlah prediksi tahun yang diramalkan Pn : Harga Saham pada tahun ke n r : Expected Return
(5.4)
c. Dividend Constant Growth Dividend Constant Growth (dividen pertumbuhan konstan) adalh dividen yang tumbuh sesuai dengan tingkat pertumbuhan perusahaan. Model ini mengasumsikan bahwa dividen tumbuh pada suatu tingkat tertentu (g) secara konstan. Model ini cocok untuk perusahaan dewasa dengan pertumbuhan yang stabil. Adapu formula perhitungannya adalah sebagai berikut; D0 (1 + g) P0= -------------- (5.5) Ks - g Dimana : P0 : Harga saham D0 : Nilai dividen terakhir g : Tingkat pertumbuhan perusahaan Ks : Tingkat keuntungan yang disyaratkan pada saham s d. Dividend Non Constant Growth Dividend Non Constant Growth secara umum merupakan tingkat pertumbuhan dividen yang tidak konstan, karena kebanyakan perusahaan-perusahaan mengalami siklus kehidupan (life cycle) seperti; early-faster growth (pertumbuhan cepat), faster than economy (pertumbuhan yang lebih cepat dari pertumbuhan ekonomi), then match with economy’s growth (pertumbuhan sama dengan pertumbuhan ekonomi), then slower than economy’s growth (pertumbuhan yang lebih lambat
dari
pertumbuhan
ekonomi).
Langkah-langkah
dalam
perhitungan perhitungan dividend non constant growth antara lain; 1. Menentukan estimasi pertumbuhan dividen (g) 2. Menghitung Present Value dividen selama periode bertumbuh tidak konstan
3. Menghitung nilai saham pada periode pertumbuhan tidak konstan 4. Menjumlahkan angkat poin 2 dan poin 3 untuk mendapatkan P0
5.5. Penilaian Saham Preferen Saham preferen adalah saham yang pemiliknya akan memiliki hak lebih disbanding hak pemilik saham biasa. Pemegang saham preferen akan mendapat dividen lebih dahulu dan juga memiliki hak suara lebih dibanding pemegang saham biasa, seperti; hak suara dalam pemilihan direksi, sehingga jajaran manajemen akan berusaha sekuat tenaga untuk membayar ketepatan pembayaran dividen preferen agar tidak lengser. Adapun formula perhitungannya adalah sebagai berikut; Dps P0 = -----Kps Dimana; P0 : Nilai saham preferen Dps : Dividen saham preferen Kps : Tingkat return yang disyaratkan pada saham preferen.
(5.6)
Bab 6 PENILAIAN OPSI DAN DERIVATIF
6.1. Pengertian Derivatif Dalam dunia keuangan, derivatif merupakan sebuah kontrak bilateral, atau perjanjian penukaran pembayaran yang nilainya diturunkan atau berasal dari produk yang menjadi “acuan pokok” atau juga disebut “Underlying product” (produk turunan);
daripada
memperdagangkan atau menukarkan secara fisik asset, maka pelaku pasar membuat suatu perjanjian untuk saling mempertukarkan uang, asset atau nilai di suatu masa yang akan datang dengan mengacu pada asset yang menjadi acuan pokok. Derivatif
digunakan
oleh
manajemen
investasi/manajemen
portofolio, perusahaan dan lembaga keuangan serta investor perorangan untuk mengelola posisi yang mereka miliki terhadap risiko dari pergerakan harga saham dan komoditas, suku bunga, nilai tukar valuta asing “tanpa” mempengaruhi posisi fisik produk yang menjadi acuannya (underlying). Derivatif dapat mengacu pada berbagai jenis asset seperti misalnya; komoditi, saham, atau obligasi, suku bunga, nilai tukar valuta asing atau indeks (seperti indeks pasar saham, indeks harga konsumen (CPIConsumer Price Index), atau bahkan indeks kondisi cuaca ataupun derivatif lainnya). Tampilan dari asset termaksud dapat menetapkan harga ataupun saat pembayaran.
Kegunaan utama dari derivatif ini adalah untuk mengalihkan risiko ataupun mengambil suatu risiko tergantung apakah posisinya sebagai hedger (pelaku pelindung nilai) atau speculator. Bermacam-macam rentang nilai antara asset acuan dan alternatif pembayaran menghasilkan beraneka kontrak derivatif yang diperdagangkan di pasaran. 6.2. Jenis Derivatif Ada 4 macam jenis derivatif antara lain; (a) Opsi, yaitu suatu hak yang didasarkan pada suatu perjanjian untuk membeli atau menjual suatu komoditi, surat berharga, atau suatu valuta asing pada suatu tingkat harga yang telah disetujui (ditetapkan dimuka) pada setiap waktu dalam masa 3 bulan kontrak, (b) Swap (pertukaran), Perjanjian swap adalah transaksi pertukaran 2 valuta asing melalui pembelian atau penjualan tunai (spot) dengan penjualan/pembelian kembali secara berjangka yang dilakukan secara simultan dengan bank yang sama dan pada tingkat premi atau diskon dan kurs yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan, (c) Forward Contract (kontrak serah), yaitu persetujuan antara dua belah pihak untuk menjual atau membeli asset (atau bentuk apapun juga) di suatu waktu yang telah ditetapkan sebelumnya. Oleh karena itu, tanggal penjualan dan tanggal penyerahan barang dilakukan berbeda. Kontrak forward ini digunakan untuk mengendalikan dan meminimalkan risiko, sebagai contoh risiko perubahan nilai valuta asing (contoh: kontrak forward untuk transaksi valuta asing), atau transaksi komoditi (contoh: kontrak forward untuk minyak bumi), dan (d) Futures Contract (kontrak berjangka) adalah merupakan suatu standardisasi kontrak yang diperdagangkan pada bursa berjangka, untuk membeli ataupun menjual asset acuan dari instrumen keuangan pada suatu tanggal di masa yang akan datang dengan harga tertentu. Suatu future contract
menimbulkan
“kewajiban”
kepada
pemegang
kontrak
guna
melaksanakan pembelian atau penjualan di mana berbeda dengan kontrak opsi yang memberikan “hak” dan “bukan kewajiban”. Pada future contract ini, kedua belah pihak “wajib” untuk melaksanakan kewajiban masing-masing pada tanggal penyelesaian, di mana sipenjual akan menyerahkan komoditi yang dijadikan asset acuan kepada pembeli dengan harga penyelesaian yang telah disepakati.. 6.3. Pengertian Opsi Sebuah opsi memberikan hak kepada pemilik, hak untuk memperoleh asset yang bernilai atau berharga ketika keadaan menguntungkan. Atau dengan kata lain, opsi merupakan suatu kontrak yang memberi hak kepada pembeli atau pemegangnya untuk membeli atau menjual sejumlah saham tertentu pada tingkat harga (exercise price, contract price, striking price) dan waktu tertentu (expiration date). Karena merupakan hak, maka pemilik atau pemegang opsi dapat menggunakan hak tersebut atau tidak menggunakannya. 1. Call Option (Opsi Beli) Call option memberi hak kepada pemilik untuk membeli asset pada harga kesepakatan (Exercise/Strike Price) sebelum atau pada tanggal jatuh tempo (maturity atau expiration date). Pada call option ini terdapat 2 pihak yang disebut sebagai; a. Pembeli opsi (Call option buyer, atau long call) b. Penjual opsi (Call option seller, atau juga disebut short call) 2. Put Option (Opsi Beli) Put Option adalah suatu hak untuk menjual sebuah asset pada harga kesepakatan (Exercise/Strike Price) sebelum atau pada tanggal jatuh
tempo (maturity atau expiration date). Pada Put option ini terdapat 2 pihak yang disebut sebagai; a. Pembeli opsi (Put option buyer, atau long putl) b. Penjual opsi (Put option seller, atau juga disebut short put) 3. Option Contract (Kontrak Opsi) Kotrak opsi menyatakan kontrak kesepakatan antara penjual dan pembeli. Pembeli opsi disebut holder, sedangkan penjual opsi disebut writer. 4. Option Price (Premi Opsi) Premi opsi adalah jumlah antara nilai intrinsik dan nilai waktu yang dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut; Premi Opsi = Nilai Intrinsik + Nilai Waktu Nilai premi opsi terdiri dari 2 macam nilai yaitu; a. Nilai intrinsik: yang merupakan suatu nilai nyata dari premi sebuah opsi yang merupakan selisih antara harga kesepakatan dengan harga asset acuan. Misalkan harga saham ABC saat ini Rp 1.000,- dan harga kesepakatan (strike price) sebesar Rp 1.100,-, maka nilai intrinsiknya adalah Rp 100). Suatu opsi yang mempunyai nilai intrinsik ini disebut in-the money. Nilai intrinsic pada call option adalah harga saham dikurangi harga kesepakatan. Nilai intrinsik pada put option adalah harga kesepakatan dikurangi harga saham. Jika selisihnya adalah negatif, maka nilai intrinsik dianggap nol (dan ini disebut out-of- the money). b. Nilai waktu (time value) yaitu harga yang bersedia dibayar oleh pembeli opsi dengan berdasarkan pada prediksi pembeli atas kemungkinan dari pergerakan harga asset acuan kea rah yang
menguntungkan pembeli opsi (suatu nilai yang melebihi harga kesepakatan). Nilai waktu ini didapatkan dari pengurangan atas premi sebuah opsi dengan nilai intrinsiknya. Nilai waktu ini berhubungan langsung dengan sisa waktu yang dimiliki oleh suatu opsi sebelum tanggal jatuh tempo. 5. Expiration Date Expiration date adalah batas waktu dimana opsi tersebut dapat dilaksanakan. Ada 2 model expiration date yang dapat diterapkan, yaitu model Amerika dan model Eropa. Opsi model Amerika dapat dilaksanakan kapan saja sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan (expiration date). Sedangkan opsi model Eropa dilaksanakan hanya pada saat expiration date. 6. Tanggal Akhir (Expiration date) yaitu hari terakhir dimana sebuah opsi dapat di exercise. 7. Exercise Exercise (strike price: harga jadi) yaitu harga perlembar saham yang dijadikan patokan pada saat jatuh tempo. Untuk call option, exercise price berarti harga yang harus dibayar (dibeli) pemilik opsi beli pada saat jatuh tempo. Sedangkan bagi pemegang put option, exercise price, berarti harga yang akan diterima oleh pemilik opsi put dari penjual opsi put. 6.4. Diagram Pay-off pada Call Option Sebagaimana diketahui bahwa call option memberi hak kepada pemilik untuk membeli asset pada harga exercise/strike (K) sebelum atau pada tanggal jatuh tempo (maturity atau expiration date), atau S(T).
Bentuk Pay-of call option pada S(T) atau (boundary condition) dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut; S(T) – K
jika S(T) > K
c(T) =
(6.1) 0
jika S(T) < K
Sebagai contoh perusahaan XYZ memiliki saham dengan harga Rp 1.100,- dan mempunyai call option yang tersedia padanya dengan premi sebesar Rp 75,- Call option ini memiliki exercise price (K) sebesar Rp 1.000,- dan memiliki expiration date {S(T)} 5 bulan. Jika call option XYZ dibeli dengan harga Rp 75,-maka “buyer” memiliki hak untuk membeli saham XYZ dari penjual option pada 5 bulan ke depan dengan harga Rp 1.000,-. Penjual atau “writer” memiliki hak untuk menerima Rp 75,- apapun yang terjadi pada harga saham selama periode tersebut (5 bulan). Jika harga saham XYZ melampaui Rp 1.000,-, maka pemilik option harus menjual pada harga Rp 1.000,- kepada “buyer”. Apabila harga saham XYZ lebih kecil dari Rp 1.000,-, maka “buyer” memiliki hak untuk tidak membeli saham tersebut. Dengan kata lain bahwa pemilik option memiliki hak untuk membeli saham jika menguntungkan dan penjual option (writer) memiliki kewajiban untuk menjual option tersebut sesuai keinginan “buyer”
Profit Per option Profit or loss to buyer (Holder) 100
50
10 0 -10
950
1.050 1.100
Strike Price Rp 1.000
Stock price at expiration
-50
-100 Profit or loss to seller (Writer)
Gambar 6.1. Diagram Pay-off Call Option Istilah pada call option : In the money jika harga saham (S) dibandingkan dengan harga exercise option (X) yaitu S – X > 0 pada saat exercise Out of the money jika S – X < 0 At the money jika S = X 6.5. Diagram Pay-of pada Put Option Put option memberi hak kepada pemilik untuk menjual asset pada harga awl (harga exercise atau strike) sebelum atau pada tanggal jatuh tempo. Bentuk Pay-of put option pada S(T) atau (boundary condition) dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut; 0
jika S(T) > K
p(T) =
(6.2) S(T) – K
jika S(T) < K
Sebagai contoh perusahaan ABC memiliki saham dengan harga Rp 95 dan memiliki put option yang tersedia padanya dengan premi Rp 9. Put option ini memiliki exercise price Rp 100 dan memiliki expiration date 5 bulan. Buyer memiliki hak untuk menjual saham ABC kepada writer option pada 5 bulan kedepan sebesar Rp 100,-. Writer memiliki hak untuk menerima premi sebesar Rp 9,- kondisi apapun yang akan terjadi hingga 5 bulan ke depan. Jika harga saham ABC lebih kecil dari Rp 100,-, maka writer harus membeli pada harga Rp 100,-. Dengan kata lain pemilik option memiliki hak untuk menjual saham jika dirasa menguntungkan dan penjual option (writer) memiliki kewajiban untuk membeli sesuai keinginan buyer. Adapun diagram pay-of put option dikemukakan pada Gambar sebagai berikut: Profit Per option Profit or loss to buyer (Holder) 100 91
Break even price Rp 91 41
9 0 -9
-41
50
Stock price at expiration Strike Price Rp 100
Profit or loss to seller (Writer) -91 -100
Gambar 6.2. Diagram Pay-off Put Option
Istilah pada put option : In the money call option, jika harga saham (S) dibandingkan dengan harga exercise option (X) yaitu S – X > 0 pada saat exercise Out of the money jika S – X < 0 At the money jika S = X
BAGIAN 2 SUMBER DANA DAN PENENTUAN COST OF CAPITAL
Bab 7. Sumber Dana Bab 8. Cost of Capital Bab 9. Struktur Modal Perusahaan Bab 10. Pengambilan Keputusan Struktur Modal
Bab 7 SUMBER DANA
7.1. Pengertian Sumber dana Sumber dana adalah asal darimana kebutuhan dana operasional perusahaan dapat dipenuhi. Pada umumnya ada 3 sumber dana perusahaan antara lain; (a) sumber dana jangka pendek, (b) sumber dana jangka menengah, dan (c) Sumber dana jangka panjang. 7.2. Sumber Dana Jangka Pendek Dana jangka pendek dalam perusahaan merupakan modal yang tertanam dalam perusahaan dengan jangka waktu kurang dari 1 tahun. Dengan demikian sumber dana jangka pendek merupakan asal dari modal yang ditanam (diinvestasikan) yang memiliki perspektif waktu kurang dari 1 tahun. Perolehan dana jangka pendek dapat berasal dari dalam perusahaan (sumber internal) dan dari luara perusahaan (sumber eksternal). Sumber dana jangka pendek ini dapat dikelompokkan berdasarkan spontan tidaknya pembelanjaan tersebut.
1. Pembelanjaan Spontan Pembelanjaan
spontan
merupakan
pembelanjaan
yang
jumlahnyanya tergantung dari kegiatan operasi perusahaan dan dapat diperoleh dari;
a. Rekening Acrual, yaitu rekening yang terjadi karena pembuatan laporan keuangan berbeda dengan periode pembayarannya). Rekening acrual ini antara lain seperti; - Hutang upah/gaji - Hutang pajak b. Hutang Dagang (Trade Credit), yaitu hutang yang timbul ketika perusahaan membeli bahan baku yang disertai syarat pembayaran misalnya 2./10 Net 30 dari penjual bahan baku. Hutang dagang dapat dikelompokkan 3 golongan yaitu; 1. Open Account, biasanya penjual mengirim barang dilengkapi dengan faktur yang berisi tentang jumlah barang, harga dan total harga disertai dengan syarat pembayaran 2/10 Net 30. 2. Notes Payable, biasanya pembeli barang menandatangani faktur tersebut, disertai dengan ketentuan waktu waktu kapan melunasi hutangnya. Notes Payable ini biasanya digunakan, jika open account telah jatuh tempo, tetapi pembeli belum membayar. 3. Trade Acceptance, biasanya penjual menarik draft dari pembeli yang memerintahkan kepada pembeli tersebut untuk membayar draft tersebut pada waktu yang ditentukan. Atau pembeli menerima draft tersebut dan menunjukkan suatu bank yang akan membayar apabila trade acceptance tersebut jatuh tempo. Trade acceptance dapat diperjual belikan sebelum hari jatuh tempo dengan cara penjual trade acceptance memberi diskon kepada pembeli.
2. Pembelanjaan Tidak Spontan Pembelanjaan tidak spontan adalah pembelanjaan yang jumlahnya kadang-kadang tidak tergantung dari volume kegiatan operasi perusahaan dan dapat diperoleh dalam bentuk; a. Pinjaman jangka pendek dari lembaga keuangan berupa kredit rekening koran. Pada umumnya bank memberikan kredit rekening koran kepada nasabahnya dengan menggunakan bunga, bukan berdasarkan plafond kreditnya, akan tetapi
sesuai dengan jumlah kredit
yang
digunakannya saja (ditarik dari bank). Misalnya bank memberikan kredit rekening koran kepada nasabah A dengan plafond kredit sebesar Rp 3.000.000,- dan tingkat bunga sebesar 1,5% perbulan, namun demikian A hanya menarik kredit tersebut, sebesar Rp 2.000.000,-, sehingga bunga yang akan dibayarkan pada bulan berikutnya bukan sebesar Rp 45.000,perbulan (Rp 3.000.000 x 1,5%), akan tetapi A hanya membayar Rp 35.000 perbulan (Rp 2.000.000 x 1,5%). Perhitungan biaya kredit dapat dilakukan dengan 3 macam cara yaitu; 1. Reguler Interest, adalah bunga biasa dengan formula perhitungan sebagai berikut: SBE = i
(7.1)
Dimana: SBE : Suku Bunga Efektif i : Interest (suku bunga yang dinyatakan dalam perjanjian) 2. Discount Interest, adalah bunga diskonto dengan formula perhitungan sebagai berikut; i SBE = -------- x 100% P–i
(7.2)
Dimana: P : Jumlah pinjaman 3. Installment Loan, adalah pinjaman yang diangsur) dengan formula perhitungan sebagai berikut; i SBE = -------- x 100% P:2
(7.3)
Contoh soal: Perusahaan ABC mendapatkan kredit dari sebuah bank untuk jangka waktu 1 tahun sebesar Rp 10.000.000,- dengan bunga sebesar 10%/tahun. Tentukan SBE apabila kredit tersebut merupakan; 1. Reguler Interest 2. Discount Interest 3. Installment Loan Jawab: 1. Reguler Interest SBE = 10% 2. Discount Interest i SBE = -------- x 100% P–i 0,10 x 10.000.000 SBE = ------------------------------ x 100% 10.000.000 – 1.000.000 1.000.000 SBE = --------------- x 100% 9.000.000 SBE = 11,1%
3. Installment Loan i SBE = -------- x 100% P:2
0,10 x 10.000.000 SBE = ----------------------- x 100% 10.000.000 : 2 1.000.000 SBE = --------------- x 100% 5.000.000 SBE = 20%
b. Penerbitan Commercial paper (Kertas dagang) yang dapat dijual melalui pasar uang dan pasar modal. Commercial paper (kertas dagang) adalah surat pernyataan hutang yang menyebutkan sejumlah uang yang akan dibayarkan pada saat jatuh tempo (biasanya antara 3 sampai 9 bulan). Commercial paper (CP) ini dapat dijual kepada pihak lain melalui dealer di pasar uang dengan memberi diskon kepada pembeli dan pihak pembeli tersebut akan menerima pembayaran dari perusahaan penerbit CP saat jatuh tempo. CP berbeda dengan dengan Notes Payable (hutang wesel), meskipun sama-sama merupakan surat pernyataan hutang, akan tetapi notes payable berhubungan dengan transaksi perdagangan, sedangkan CP berhubungan dengan transaksi keuangan. CP dijual melalui pasar uang dan perusahaan yang menerbitkan akan membayar komisi kepada pembeli dan fee kepada dealer bursa efek. Fee yang dibayarkan kepada dealer yang menjual CP pada bursa efek.
Besarnya fee pada umumnya sebesar 1% dari nilai nominal CP pada saat transaksi jual beli CP. Adapunformula yang dapat digunakan untuk menhitung biaya annual dari penerbitan CP adalah sebagai berikut (Pinches, 1987); Before Taxes HJT – HJ Kb = ------------HJT – D
365 ------JT
(7.1)
Dimana: Kb : Biaya CP HJT : Harga CP saat jatuh tempo HJ : Harga jual D : Diskon JT : Jumlah hari jatuh tempo After Taxes Sedangkan formula perhitungan berdasarkan setelah pajak adalah sebagai berikut; After Taxes = Kb before taxes x (1 – tax)
(7.2)
Contoh soal: Perusahaan XYZ menerbitkan CP dengan harga saat jatuh tempo sebesar Rp 100.000,- Jumlah hari jatuh tempo adalah 180 hari, sedangkan harga jual CP sekarang adalah sebesar 95.000,-. Perusahaan juga memberikan fee kepada pialang sebesar ½ dari 1%. Jawab: 100.000 – 95.000 Kb = ----------------------100.000 – 5.000
365 ------180
5.000 Kb = ---------- x 2,027778 95.000 10.138,89 Kb = --------------- x 100% 95.000 Kb = 10,67 %
Fee dan komisi kepada dealer: JT Fee = (HJT)(Fee)(-----) 365
(7.3)
Fee = (100.000)(0,005)(180:365) Fee = 500 x 0,493151 Fee = Rp 246,58,Fee dan komisi kepada dealer sebesar: Rp 5.000 + Rp 246,58 = Rp 5.246,58,-
Sedangkan biaya annual CP after taxes, setelah dikeluarkan fee dan komisi kepada dealer berubah menjadi sebesar: 5.246,58 Kb = ------------95.000
365 ------180
5.246,58 Kb = ------------- x 2,027778 95.000 Kb = 0,055227 x 2,027778 Kb = 0,111988 x 100% = 11,20%
Jumlah uang yang diterima oleh perusahaan penerbit CP adalah sebagai berikut; Rp 95.000 – Rp 5.246,58 = Rp 89.753,42/CP.
7.3. Sumber Dana Jangka Menengah Dana jangka menengah dalam suatu perusahaan merupakan modal yang tertanam dalam perusahaan dengan jangka waktu 1 sampai 10 tahun. Dengan demikian sumber dana jangka menengah merupakan asal dari modal yang diinvestasikan dengan jangka waktu menengah (1-10 tahun). Perolehan dana jangka waktu menengah berasal dari sumber internal dan eksternal perusahaan. Sumber pembelanjaan dan jangka menengah terdiri dari 2 yaitu; 1. Modal Asing (MA) yang berasal dari para kreditur dan merupakan hutang bagia perusahaan yang bersangkutan dengan jangka waktu sampai 10 tahun. 2. Modal Sendiri (MS), yang berasal dari pemilik perusahaan dalam jangka waktu tidak tertentu. Perusahaan yang membelanjai kebutuhan dana jangka menengah, di satu sisi tidak dapat memenuhi kebutuhan dananya dengan kredit jangka pendek dan di sisi lain tidak pula dapat memenuhi kebutuhan dananya dengan kredit jangka panjang. Ada 3 jenis pembelanjaan jangka menengah antara lain; (a) Term loan, (b) Equipment financing, dan (c) Lease Financing.
a. Term Loan Term loan (kredit berjangka) merupakan kredit dari lembaga perbankan dengan jangka waktu menengah yang diberikan kepada para pengusaha. Pembayaran term loan umumnya dibayar kembali
dengan cara angsuran tetap (amortization payment), seperti; pembayaran setiap bulan, setiap kuartal, atau setiap tahun. Besarnya jumlah angsuran pinjaman ditambah bunga setiap tahunnya dihitunga dengan menggunakan formula sebagai berikut: An R = ------IF
(7.4)
Dimana: R = Pembayaran tahunan An = Present Value dari total pinjaman IF : Interest factor Contoh soal: Perusahaan CDE menerima kredit dari lembaga perbankan dalam bentuk term loan sebesar Rp 1.000.000,- dengan jangka waktu 10 tahun dan bunga sebesar 15% pertahun, pembayaran angsuran dilakukan dengan cara angsuran tetap (annuity). Hitunglah jumlah angsuran tetap tersebut. Jawab: Interest factor (IF) sebesar 15% dapat dilihat pada Tabel annuity (tabel A2) pada IF sebesar 15% dan n=10 tahun, sehingga didapatkan angka = 5,0188, kemudian dihitung dengan menggunakan formula 7.4., sebagai berikut: An R = ------IF 1.000.000 R = ------------5,0188 R = 199.250,8169 (dibulatkan Rp 200.000,-)
Adapun daftar pembayaran angsuran tetapnya ditampilkan pada Tabel 7.1., sebagai berikut; Thn 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Jml
Tabel 7.1. Pembayaran Angsuran Tetap Jumlah Bunga Angsuran Pembayaran Pinjaman 200.000 150.000 50.000 200.000 142.500 57.500 200.000 133.875 66.125 200.000 123.956 76.044 200.000 112.550 87.450 200.000 99.432 100.568 200.000 84.347 115.653 200.000 66.999 133.001 200.000 47.049 152.951 184.814 24.106 160.708 1.984.814 984.814 1.000.000
Sisa Pinjaman 950.000 892.500 826.375 750.331 662.881 562.313 446.660 313.659 160.708 0 -
Pembayaran pada tahun 10 tidak lagi sebesar Rp 200.000,-, tetap sebesar Rp 184.814 untuk membayar bunga sebesar Rp 24.106 (160.708 x 15%) ditambah kekurangan angusran pinjaman sebesar Rp 160.708. b. Equipment Financing Equipment financing adalah pembelanjaan melalui kredit dengan jaminan suatu aktiva tetap, seperti; mesin, kendaraan atau aktiva tetap lainnya. Jika perusahaan memiliki peralatan mesin, atau ingin memiliki mesin, atau aktiva tetap seperti itu, maka perusahaan dapat menggunakan bentuk pembelian kredit semacam ini, sebagai alat pembayaran. Semakin mudah penjualan aktiva tetap tersebut, maka semakin tinggi nilai kredit yang dapat diperoleh dari bank-bank komersial. Adapun rencana pembayaran kredit macam ini biasanya disesuaikan dengan biaya penyusutan aktiva tetap tersebut.
Contoh soal; Perusahaan XYZ membeli mesin secara kredit sebesar Rp 105.000.000,- dengan jaminan aktiva mesin tersebut. Nilai sisa mesin tersebut sebesar Rp 5.000.000,- dan umur ekonomis mesin ditaksir 5 tahun. Hitunglah jumlah pembayaran angusran kredit tersebut dengan menggunakan metode penyusutan garis lurus. Jawab; 105.000.000 – 5.000.000 Penyusutan pertahun = ---------------------------------5 = Rp 20.000.000,Adapun daftar pembayaran angsuran kredit pembelian mesin tersebut dikemukakan pada tabel 7.2., sebagai berikut; Tabel 7.2. Daftar Pembayaran Angsuran Kredit Mesin Thn 0 1 2 3 4 5
Keterangan Nilai Aktiva Penyusutan 1 Penyusutan 2 Penyusutan 3 Penyusutan 4 Penyusutan 5
Angsuran Akumulasi Nilai Buku Kredit Angsuran Aktiva 105.000.000 20.000.000 20.000.000 85.000.000 20.000.000 40.000.000 65.000.000 20.000.000 60.000.000 45.000.000 20.000.000 80.000.000 25.000.000 20.000.000 100.000.000 5.000.000
c. Lease Financing Leasing adalah suatu bentuk pembelanjaan dengan cara menyewa aktiva tetap dengan jangka waktu tertentu. Perusahaan yang menggunakan model pembelanjaan ini, memperoleh hak penggunaan (hak guna pakai) atas suatu aktiva tanpa disertai hak kepemilikan. Dalam pembelanjaan leasing, kewajiban dan hak pihak penyewa (leasee) dan pihak yang menyewakan (lessor) dituangkan dalam sebuah kontrak sewa menyewa yang berisi tentang; (a) periode persewaan, (b) jumlah
pembayaran sewa selama periode persewaaan, (c) kemungkinan perpanjangan periode kontrak, atau membeli aktiva tersebut saat periode kontrak telah selesai, dan (d) persyaratan pembayaran biaya servis dan reparasi, pajak, asuransi, dan biaya-biaya lainnya.. Ada 3 macam bentuk leasing antara lain sebagai berikut; 1. Sale and Lease Back Perjanjian sewa menyewa aktiva tetap dalam bentuk leasing model sale and lease back ini, pemilik aktiva tetap menjual kepada perusahaan leasing, atau lembaga keuangan dan pada saat yang sama dibuat kontrak leasing untuk menggunakan aktiva tetap tersebut. Disini tampak hak kepemilikan atas aktiva tetap dilepas, akan tetapi hak guna pakainya tetap berada pada pihak penjual dengan cara menjual kemudian menyewa kembali aktiva tetap yang telah dijualnya. Dalam prosesnya model pembelanjaan dengan sale and lease back, perusahaan merubah perkiraan aktiva tetap dari bentuk perkiraan aktiva tetap menjadi kas yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas perusahaannya. 2. Services Lease (Operating Lease) Di dalam pembelanjaan model Services lease (operating lease), perusahaan leasing (lessor) memberikan servis dalam bidang keuangan dan pemeliharaan terhadap aktiva tetap yang dioperasikan oleh perusahaan penyewa (leasee). Dalam model pembelanjaan ini, terdapat kalusul yang memberi hak kepada leasee untuk membatalkan dan mengembalikan peralatan (aktiva tetap) yang menjadi obyek sewa menyewa tersebut, saat peralatan (aktiva tetap) telah menjadi usang (obselete).
3. Financial Lease Dalam bentuk pembelanjaan financial lease ini, perusahaan yang memberi pinjaman (lessor), hanya memberikan servis keuangan (financial) saja dan tidak memberikan servis terhadap perawatannya. Di samping itu perusahaan penyewa (leasee) harus membayar angsuran sewa yang tercantum dalam perjanjian kontrak kerjasama leasing dari kedua perusahaan. Contoh soal: Perusahaan lessor membeli aktiva tetap berupa mesin foto copy seharga Rp 100.000.000,- dan menyewakan aktiva tetap tersebut kepada Koperasi Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Haluoleo (leasee) untuk jangka waktu 5 tahun. Nilai sisa dari mesin foto copy yang menjadi obyek sewa menyewa tersebut sebesar Rp 2.000.000,- dan lessor menginginkan pendapatan dari usaha leasing tersebut sebesar 18% pertahun. Hitunglah berapa besarnya pembayaran sewa tahunan yang harus dibayarkan oleh KOPMA FEKON (leasee) yang berasaldari harga mesin foto copy di tambah dengan pendapatan yang diinginkan perusahaan lessor. Jawab; Pembayran tahunan ditetapkan dengan cara sebagai berikut: Sewa tahunan = x Harga beli = PV Sewa tahunan + PV Nilai Sisa, atau Harga beli = (IF) x + PV Nilai sisa IF : Interest Factor (lihat Lampiran Buku-Buku Manajemen keuangan, Tabel Annuity A2 pada tingkat bunga sebesar 18% dan n= 5 tahun. Pertemuan antara 18% dan n = 5 adalah angka sebesar = 3,1272). Sehingga perhitungannya menjadi sebagai berikut;
10.000.000 = 3,1272 x + (0,4371)(2.000.000) 10.000.000 = 3,1272 x + 874.200 3.1272 x = 10.000.000 – 874.200 3.1272 x = 9.125.800 9.125.800 x = -------------- = Rp 2.918.202,3,1272 Jadi pembayaran sewa tahunan yang harus dilakukan oleh KOPMA FEKON kepada lessor adalah sebesar Rp 2.918.202,-/tahun. Sedangkan PV (Present Value) dari sewa tahunan dan nilai sisa dari peralatan foto copy dikemukakan pada Tabel 7.3., sebagai berikut; Tabel 7.3. PV Sewa Tahunan dan Nilai Sisa Thn
1. 2. 3. 4. 5. 5.
Cash In Flow (Sewa Tahunan Interest Factor Present value + Nilai Sisa) 18% 2.918.202 0,8475 2.918.202 0,7182 2.918.202 0,6086 3,1272 9.125.801 2.918.202 0,5158 2.918.202 0,4371 2.918.202 0,8475 874.200 PV Sewa Tahunan & Nilai Sisa 10.000.0001
7.4. Sumber Dana Jangka Panjang Dana jangka panjang dalam suatu perusahaan merupakan modal yang tertanam dalam perusahaan dengan jangka waktu lebih dari 10 tahun. Sumber pembelanjaan dana jangka panjang terdiri dari 2 yaitu; (a) Modal Asing (MA) yang berasal dari para kreditur dan merupakan hutang jangka panjang bagi perusahaan, (b) Modal Sendiri (MS) yang berasal dari pemilik perusahaan dalam jangka waktu tidak tertentu.
Perusahaan yang membelanjai usahanya dengan kredit jenis ini, tidak dapat memenuhi kebutuhan dananya dengan kredit jangka pendek maupun dengan kredit jangka menengah.
Jenis pembelanjaan jangka panjang ada 2 yaitu; (Long Term Debt (hutang jangka panjang) dan Equity (modal sendiri). A. Long Term Debt (Ltd) Ltd atau hutang jangka panjang adalah Modal Asing yang berasal dari para kreditur dan merupakan hutang bagia perusahaan yang bersngkutan dengan jangka waktu di atas 10 tahun. Ltd., umumnya digunakan untuk membelanjai kegiatan ekspansi, atau modernisasi perusahaan yang membutuhkan dana dalam jumlah besar. Ada 2 macam Ltd yaitu; (Obligasi dan Hipoteek) 1. Obligasi Obligasi adalah surat pengakuan hutang yang memiliki nilai nominal tertentu dengan jangka waktu pelunasannya di atas 10 tahun. Adapun penentuan jangka waktu dan pembayaran obligasi didasarkan pada; (i) jangka waktu obligasi disesuaikan dengan jangka waktu penggunaan dana tersebut dalam perusahaan, dan (ii) jumlah pembayaran angsuran obligasi disesuaikan dengan jumlah penyusutan aktiva tetap. Sedangkan sistem pembayaran obligasi ada 2 juga yaitu; (a) Sinking Fund System, yaitu sistem pelunasan (pembayaran) obligasi yang dilakukan sekaligus pada akhir jatuh tempo obligasi tersebut, (b) Amortization System, yaitu sistem pelunasan (pembayaran) obligasi yang dilakukan secara angsuran dan disesuaikan dengan jumlah penyusutan aktiva tetap.
Obligasi ada 3 macam yaitu; a. Bonds, yaitu obligasi biasa yang bunganya dibayarkan 2 kali setahun dalam bentuk coupon kepada pemilik obligasi, baik perusahaan mengalami untung maupun menderita kerugian. b. Income Bonds, obligasi pendapatan yang bunganya akan dibayarkan kepada pemilik obligasi, jika perusahaan menghasilkan keuntungan saja, dan jika perusahaan menderita kerugian, maka pemilik obligasi tidak mendapatkan bunga obligasi. c. Convertible Bonds, yaitu obligasi yang dapat dipertukarkan dengan saham yang dikeluarkan oleh perusahaan yang sama. 2. Hipoteek Hipoteek adalah juga merupakan surat pengakuan hutang yang memiliki nilai nominal tertentu yang jangka waktu pelunasannya di atas 10 tahun. Pihak yang meminjamkan uang (kreditur) diberi hak hipoteek terhadap suatu aktiva tetap yang jika perusahaan peminjam (debitur) tidak dapat memenuhi kewajibannya (hipoteek) saat jatuh tempo, maka aktiva tetap tersebut dapat dijual oleh pihak kreditur dan digunakan untuk menutupi jumlah kewajiban (nilai hipoteek).
B. Equity Equity, atau Modal Sendiri, adalah merupakan modal yang berasal dari
para
pemilik
perusahaan
yang
jangka
waktunya
tidak
ditentukan.sumber pembelanjaan dari modal sendiri ini ada 2 macam yaitu; (1) Sumber Intern, yang bersal dari laba perusahaan dan akumulasi penyusutan, (2) Sumber Ekstern, yang berasal dari pemilik perusahaan; (a) Modal saham, (b) cadangan ekspansi, dan (c) Laba ditahan (Retained earning)
7.5. Sumber Dana Permanen Satu-Satunya sumber modal yang benar-benar permanen adalah surat-surat berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan yang dipastikan untuk selama perusahaan masih beroperasi yang terdiri dari; saham preferensi (preferred stock), saham biasa (common stock), dan laba ditahan (retained earning). Sejak asset dibiayai oleh sebagian sumber permanen ini, dan sejak kas yang dihasilkan dari penyusutan dan pengurangan non kas lainnya dari laporan rugi laba yang akan bekerja dengan cara dimasukkan dalam modal kekayaan (equity) jika tidak dibagikan kepada pemilik saham perusahaan. Preferred Stock adalah suatu sumber modal yang juga permanen dalam pengertian bahwa dikeluarkan untuk selamanya. Pada sisi lain, preferred stock pada umumnya berisi ketentuan kontrak, yang membuat secara alamiah sangat serupa, tetapi tidak sama dalam bentuk hukum obligasi. Oleh karena itu, ketika kita mengusulkan di tempat lain dalam bagian ini, saham atas nama sering dipandang sebagai variasi obligasi untuk pengambilan keputusan pembelanjaan. Satu ketetapan
dalam
preferred stock yang tidak disatukan ke dalam obligasi adalah karena biaya preferred stock
pada umumnya lebih tinggi dibanding biaya
obligasi. Pemegang saham umum disebut klaim keuntungan yang bersifat sisa
yang datang terakhir. Satu kontrak ketetapan terdiri dari
kebanyakan saham biasa yang tidak terdapat sumber modal lain adalah yang eksplisit dan dikontrol kendali langsung dari perusahaan melalui kekuatan pemilik. Penjualan saham biasa dan surat-surat berharga yang dapat dirubah ke dalam saham disebut sebagai suatu penawaran hak (right issue). Harga relatif dari saham baru pada umumnya underpriced terhadap harga pasar
sekarang yang memberikan peningakatan dari right issue yang digunakan untuk membeli saham baru. Penyusutan dan pemasukan non cash menyediakan suatu sumber kas jika penjualan yang menyebabkan biaya-biaya pengumpulan kas kemudian bisa secara menguntungkan digunakan dalam. Biaya masingmasing sumber ini adalah juga suatu biaya kesempatan, walaupun secara operasional diasumsikan sepadan dengan biaya rata-rata semua sumber modal (Average Weighted Cost of Capital). Annual cost of credit Y (%) 144
108
72
36 (X+10) 0 1.
10
20 30 40 50 60 70
80
(Days)
Gambar 7.1. Cost of trade credits as a function of days past discount terms Pinjaman dari bank komersial juga merupakan sumber modal
jangka pendek penting lainnya. Bentuk kredit semacam ini
sering
diperluas ke perusahaan bisnis yang unsur ketidakpastiannya tinggi, seperti berapa banyak kredit yang sungguh-sungguh mereka perlukan.
Biaya-Biaya kredit bank dapat digerakkan dalam sejumlah cara, selain dari merubah catatan tingkat bunga yang dinyatakan. Sebagian dari ini catatan pendiskontoan yang, menuntut suatu penyeimbangan yang lebih besar dari biaya normal, dan dibebankan pada pembayaran untuk "fee" untuk menempatkan pembukuan pinjaman. Pinjaman yang dijamin, sedangkan orang yang lain tidaklah dijamin aman. Kredit dengan jaminan phisik (persediaan yang dibeli secara kredit, atau dalam bentuk aktiva lainnya). Jika kredit tersebut tidak dibayar, maka jaminan tersebut dapat dijual oleh sipemberi kredit. Open account yang bersumber dari bank merupakan jenis sumber modal jangka pendek lainnya, disamping penjualan commercial paper di pasar uang. 7.6. Penawaran Modal Di dalam bab ini kita membahas sifat alamiah dari penawaran modal yang dihadapi dalam suatu perusahaan. Seluruhnya telah ditekankan bahwa penawaran modal dibagian depan, dari cost of capital juga skedul penawaran modal ke perusahaan dapat juga dilihat skedul cost of capital. Kita lihat bahwa tiga basis dasar biaya-biaya masuk negosiasi
masing-masing
modal.
Sebagai
tambahan
dalam terhadap
kebanyakan biaya moneter yang nyata untuk ketiganya yaitu, biaya maturity dengan
biaya kontrol, biaya yang unflexible dalam
pembelanjaan perusahaan dan biaya pembaharuan sumber modal ketika berada dalam keadaan maturity. Biaya implisit (tidak kentara) lainnya adalah biaya pengontrolan operasi perusahaan untuk mengamankan berbagai sumber modal. Oleh karenanya total cost of capital riil merupakan fungsi dari 3 elemen ini (hanya satu yang dapat diukur).
Cost $ 25 20 15 10 5 0
5,000
2.
10,000 15,000 20,000 Quantity
Gambar 7.2. Skedul Penawaran Modal
Sedangkan pergerakan skedul modal dapat dilihat pada Gambar 7.3., sebagai berikut : Cost
$ C
Quantity
3.
Gambar 7.3. Smoothed supply schedule of capital
Perusahaan dapat mengontrol melalui beberapa variabel mengenai 3 macam biaya dan atas penawaran modal kepada perusahaan. Contoh, dengan memanipulasi deppresiasi perusahaan dapat menambah tingkat cash flow. Perusahaan juga dapat mempengruhi resiko supplier modal dari perusahaan sekuritas dan begitupula dapat mempengaruhi penawaran modal dan cost of capital, sebab semakin tingginya risiko
sumber modal, maka cost of capital juga semakin tinggi pula Return on investment (ROI) modal perusahaan dan legal formal dari organisasi juga dapat dilihat mempunyai hubungan terhadap penawaran modal dan kemampuan untuk dipasarkan akan menjadi penting. Di dalam respek level harga sekuritas absolut, terutama saham dan efisiensi pasar akan mendominasi. Pemecahan saham (stock split), deviden saham, listing untuk pertukaran, dan pengumuman laporan keuangan dari perusahaan merupakan faktor-faktor yang seharusnya cenderung untuk meningkatkan kemampuan pemasaran dan mengurangi cost of capital serta meningkatkan penawaran modal yang kesemuanya cenderung untuk meningkatkan nilai saham. Variabel bukan subyek yang berpengaruh langsung kepada manajer keuangan adalah variabel ekonomi dan non ekonomi dari luar seperti; perubahan tingkat bunga, pertimbangan politik dan bencana alam.
Bab 8 COST OF CAPITAL (BIAYA MODAL)
8.1. Pengertian Biaya Modal Konsep cost of capital (biaya modal) merupakan konsep yang sangat penting dalam manajemen keuangan. Konsep ini dimaksudkan untuk dapat menentukan besarnya biaya yang secara riil harus ditanggung oleh perusahaan untuk memperoleh dana dari suatu sumber. Penentuan besarnya cost of capital dapat dilihat pada gambar 8.1., sebagai berikut : Cost, Return % Si 15
10 E 8
5
F i
D 0 14,000
4.
21,000
Quantity
Gambar 8.1. Simple determination of the firm’s cost of capital
Dari Gambar 8.1., nampak pada titik E dimana biaya modal dan return adalah sebesar 8 % dan jumlah yang ditawarkan dan diminta adalah sebesar Rp 14,000,- untuk memenuhi persyaratan Marginal Cost
(MC) = Marginal Revenue (MR). Biaya modal dapat juga dari berbagai cara, dua diantaranya menjadi kepetingan kritis dalam manajemen keuangan yaitu : 5. Biaya modal dapat dipandang sebagai agregat, seperti hubungan antara resiko dan perkiraan pendapatan. 6. Secara operasional, biaya modal dapat ditinjau dari sudut pandang perusahaan. 8.2. Biaya Modal Dipandang Sebagai Agregat. Biaya modal dapat dipandang sebagai agregat, seperti hubungan antara risiko dan perkiraan pendapatanseperti diluksikan oleh Capital Market Line (CML) sebagaimana Gambar 8.2., sebagai berikut : Risk %
CML
Common stock Preferred stock Bonds
3
7.
4
5
10
% Cost of capital (Expected rate of return)
Gambar 8.2. Market cost of capital
Tabel 8.1. Weighted Average Cost of Capital Source Bonds Preferred stock Common Equity
Amount ($) 2,000,000 2,000,000 6,000,000 10,000,000
X
Cost (%)
X
X X X
4 5 10
X X X
Tax Adjustment 1 – 0,5 none none
= = = =
After Tax Cost 40,000 100,000 600,000 740,000
Sumber : Archer and D’ Ambrosio 1972. Berdasarkan perhitungan pada tabel 8.1., di atas, maka Weighted cost of capitalnya adalah sebesar = 740,000/10,000,000 X 100 % = 7,4 %.
8.3. Biaya Modal Dipandang Dari Sudut Perusahaan. Secara operasional biaya modal dapat dipandang dari sudut perusahaan. Pada tingkat perusahaan konsep biaya modal dapat lebih lanjut digambarkan dalam kaitannya dengan struktur segmen keuangan yang ditampilkan oleh masing-masing sumber modal yang dikemukakan pada tabel 8.2., sebagai berikut : Tabel 8.2. Weighted Average Cost of Capital
Bonds
Percentage of Total ($) 2,000,000 10,000,000
Prefered Stock Common Equity
2,000,000 10,000,000 6,000,000 10,000,000
Source
X
Percentage Cost (%)
X
Tax Adjustment
=
After Tax Cost (%)
1-5
0.004
1
0,010
1
0,060 (+)
20 x 4
20 x 5 60 x 10 0,074 (7,4 %)
Sumber : Archer and D’ Ambrosio 1972. Secara umum, rata-rata tertimbang biaya modal (WACC) digunakan sebagai biaya modal perusahaan sebagai lawan adalah biaya marginal modal. Biaya masing-masing komponen suatu modal perusahaan diambil seperti tingkat pengembalian yang diharapkan (expected rate of return) oleh investor dalam surat-surat berharga perusahaan. Pendapatan ini ditentukan secara umum dari CML, tetapi khususnya oleh perhitungan berbagai segmen pendapatan yang efektif. Adapun contoh perhitungannya dikemukakan pada Tabel 8.3., sebagai berikut :
Tabel 8.3. Perhitungan Cost of Capital dari sudut pandang CML Sources
Cost (%) 4,4 2,0 2,5 7,0
Proportion of Mix 0,1250 0,1875 0,1875 0,5000
Installment notes Debentures (10 years) Debentures (10 years) Common Stock and Retained Earning Total 1,0000 Sumber : Archer and D’ Ambrosio 1972.
Cost X Proportion 0,5500 0,3750 0,4688 3,5000 4,8938
Neraca yang digunakan untuk menentukan rata-rata tertimbang dari modal terutama yang seharusnya adalah nilai pasar dari semua surat-surat berharga, jika surat-surat berharga tersebut dianggap optimal oleh manajemen keuangan dan pasar, atau oleh proporsi masa depan yang diperkirakan oleh keduanya (manajemen dan pasar). Adapun model perhitungan ditampilkan pada tabel 8.4., sebagai berikut : Tabel 8.4. Estimated Market Value Sources
Current Market Value of Estimated Market Value 5.000.000
Installment terms loans (10 years to final payment) Debentures (10 years to 14.000.000 maturity) Common stock and 20.500.000 Retained Earning Total 40.000.000 Sumber : Archer and D’ Ambrosio 1972.
Percentage of Total Sources 12,50
36,25 51,25 100,00
Komponen hutang disesuaikan dengan tingkat tarif pajak dan floatation cost akan bertukar dengan berbagai jenis komponen modal yang ditawarkan.
Bab 9 STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN
8. 9.1. Teori Struktur Modal Dalam pembahasan masalah struktur modal dan dampaknya pada biaya modal perusahaan akan ditinjau secara teoritis dengan model Capital Market Line dan pilihan investor. Kita lihat bahwa dalam model tersebut kita akan meperkirakan biaya modal untuk ditingkatkan ketika perusahaan menjadi lebih beresiko sebagai hasil pembelanjaan operasional dengan modal pinjaman. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan sebagai berikut : a. Pendekatan Tradisional b. Model Modigliani dan Miller c. Empirical Evidence 9.2. Pendekatan Tradisional Pendekatan tradisional berpandangan dari suatu konsep pendapatan netto (Net Operating Income) yang dimodifikasi dalam pembelanjaan dunia nyata. Pada pokoknya model ini dikatakan bahwa nampaknya akan ada suatu “cakupan” tentang rasio hutang dan modal, dimana ketika terlewati, maka akan mengakibatkan meningkatnya biaya modal.
Cost of Capital % ke k kb
A
Debt/Equity ratio
Gambar 9.1. Traditional capital costs concept Dimana : k: cost of capital, ke: cost of equity, dan kb: cost of bond. Titik A adalah biaya minimum, maka juga sebagai debt equity ratio yang optimal (D/E Optimal). Contoh : Net Income Model Earning Before Interest (NOI) Interest Net Income Equity capitalization rate (ke = 10 %) Total Market Value of the Firm
Rp
1.000.000 0 (-) Rp 1.000.000 x 10 Rp 10.000.000
Earning Before Interest (NOI) Interest Net Income Ke = 10 % Value of Equity Value of Bonds Total Market Value of the Firm
Rp
1.000.000 100.000 (-) Rp 900.000 x 10 Rp 9.000.000 2.000.000 (+) Rp 11.000.000
Jadi Weighted average cost of capital akan menjadi : 0,05 X 2,000,000
=
Rp
100.000
0,10 X 9,000,000
=
Rp
900.000 (+)
Rp 1.000.000 Rp 1.000.000 / Rp 11.000.000 = 0.091 = 9,1 %
Contoh : Net Operating Income Model Earning Before Interest (NOI) ke = 10 % Total Market Value of the Firm
Rp
1.000.000 X 10 Rp 10.000.000
Earning Before Interest (NOI) ke = 10 % Total Market Value of the Firm Less market value of bonds Value of equity
Rp
1.000.000 X 10 Rp 10.000.000 2.000.000 (-) Rp 8.000.000
9.3. Model Modigliani dan Miller Dalam Brigham, Gapenski dan Daves (2000) Teori mengenai struktur modal modern bermula pada tahun 1958, ketika Franco Modigliani dan Milton Miller (yang selanjutnya kita sebut MM), mempuiblikasikan apa yang disebut sebagai artikel keuangan yang paling berpengaruh yang pemah ditulis. Berdasarkan serangkaian asumsi yang sangat membatasi, MM membuktikan bahwa nilai suatu perusahaan tidak dipengaruhi oleh struktur modalnya. Dengan perkataan lain, hasil-hasil MM menyatakan bahwa tidak menjadi masalah bagaimana. perusahaan membiayai operasinya, jadi struktur modal tidak relevan, Tetapi, studi MM didasarkan pada. sejumlah asumsi yang tidak realistis, antara lain : 1. Tidak ada. biaya broker (pialang) 2. Tidak ada pajak
3. Ttidak ada biaya kebangkrutan 4. Para investor dapat meminjam dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perseroan 5. Semua investor mempunyal informasi yang sama, seperti manajemen mengenai peluang investasi perusahaan di masa mendatang 6. EBIT tidak dipengaruhi oleh penggunaan utang
Meskipun beberapa dari asumsi-asumsi ini terlihat tidak realistis, hasil hasil MM yang tidak relevan sangat penting artinya. Dengan menunjukkan kondisi kondisi di mana. struktur modal tidak relevan, MM juga memberikan beberapa petunjuk kepada. kita tentang apa yang diperlukan bagi struktur modal agar menjadi relevan sehingga, akan mempengaruhi nilai suatu perusahaan. Hasil kerja MM menandai awal dari riset atas struktur modal modern, dan riset selanjutnya dipusatkan untuk melemahkan asumsi-asumsi MM dalam upaya mengembangkan teori struktur modal yang lebih reallstis. Riset dalam bidang ini sangat luas, tetapi garis besarnya diringkaskan dalam bagian berikut.
a. Efek Pajak MM menerbitkan makalah lanjutan pada tahun 1963 yang melemahkan tidak ada pajak perseroan. Peraturan perpajakan memperbolehkan pengurangan pembayaran bunga sebagai beban, tetapi pembayaran dividen kepada pemegang saham tidak dapat dikurangkan. Perlakuan yang berbeda ini mendorong perusahaan untuk menggunakan utang dalam struktur modal mereka. Sebenarnya MM memperlihatkan bahwa, jika semua asumsi yang lain berlaku, perbedaan dengan 100 % utang.
Akan tetapi, kesimpulan ini diubah beberapa tahun kemudian oleh Milton Miller (kali ini tanpa Mondigliani), ketika ia membahas efek dari pajak perorangan. Ia menyatakan bahwa semua penghasilan dari obligasi pada umumnya adalah bunga, yang dikenakan pajak sebagai penghasilan perorangan pada tarif yang mencapai 39,6 %, sementara penghasilan dari saham biasanya sebagian berasal dari dividen dan sebagian dari keuntungan modal. Selanjutnya, keuntungan modal dikenakan pajak dengan tarif maksimum 28 %, dan pajak ini ditangguhkan sampai saham itu terjual dan keuangan terealisasi. Jika saham itu ditahan sampai si pemilik meninggal, tidak ada pajak keuntungan modal apa pun yang harus dibayar. Jadi bila ditimbang, pengembalian atas saham biasa dikenakan pajak dengan tarif efektif yang lebih rendah daripada pengembalian atas utang, Persen atas oblioasi Bigbee, dan jika penghasilan saham dikenakan pajak pada tarif yang sama seperti penghasilan obligasi, tingkat pengembalian yang disyaratkan atas saham Bigbee mungkin akan menjadi 16 persen karena resiko saham yang lebih besar. Tetapi mengingat perlakuan yang menguntungkan atas laba dari saham, investor mungkin bersedia menerima pengembalian atas saham sebelum pajak dengan hanya 14 %. Jadi, seperti yang dikemukakan Miller, (1) dapat dikurangkannya bunga untuk tujuan pajak menguntungkan penggunaan pembiayaan dengan utang, tetapi (2) perlakuan pajak yang lebih menguntungkan atas penghasilan dari saham menurunnya tingkat pengembalian yang disyaratkan pada saham dan dengan demikian menguntungkan penggunaan pembelanjaan dengan ekuitas. Sulit untuk rnenentukan berapa efek bersih dari kedua faktor ini. Kebanyakan pengamat yakin bahwa dapat dikurangkannya bunga mempunyai efek yang lebih besar, sehingga pajak kita masih menguntungkan bagi perseroan yang
menggunakan utang. Namun efek itu jelas berkurang dengan tarif pajak keuntungan modal yang lebih rendah. Kita dapat mengamati perubahan dalam pola pembelanjaan perusahaan sesudah perubahan besar dalam tanif pajak. Sebagi contoh, dalam tahun 1993 tarif pajak perorangan tertinggi atas bunga dan dividen. naik dengan tajam, tetapi tarif pajak keuntungan modal tidak naik. Ini dapat diharapkan akan menghasilkan pengembalian yang lebih besar atas pembiayaan dengan ekultas, khususnya melalui laba ditahan, dan memang demikianlah kasusnya. b. Efek Biaya Kebangkrutan Hasil-hasil MM yang tidak relevan juga tergantung pada asumsi bahwa tidak ada biaya kebangkrutan. Namun dalam praktek kebangkrutan bisa sangat mahal. Perusahaan. yang bangkrut mempunyai biaya hukum dan akuntansi yang sangat tinggi, dan mereka juga sulit untuk
menahan
pelanggan,
pemasok
dan
karyawan.
Bahkan,
kebangkrutan sering memaksa sebuah perusahaan untuk melikuidasikan atau menjual hartanya dengan harga dibawah harga seandainya mereka masih terus beroperasi.misalnya apabila sebuah pabrik baja terpaksa harus gulung tikar, mungkin ia akan sulit menemukan pembeli bagi pabrik dan peralatan perusahaan, bahkan jika ditawarkan harga yang relatif murah meski sebenarnya peralatan itu sangat mahal. Aktiva seperti pabrik dan peralatan sering tidak likuid karena disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan dan sukar untuk dibongkar atau dipindahkan. Perhatikan
bahwa
ancaman
kebangkrutan
bukan
hanya
kebangkrutan itu sendiri, tetapi juga berbagai masalah yang ditimbulkannya,
seperti
karyawan
penting
keluar,
pemasok
menolak-memberikan kredit, pelanggan mencari persusahaan lain vang
lebih stabil, dan pemberi pinjarnan meminta suku bunga yang lebih tinggi, serta menetapkan syarat-syarat yang lebih ketat pada kontrak pinjaman. Masalah yang berkaitan dengan kebangkrutan semakin cenderung muncul apabila suatu perusahaan menyertakan lebih banyak utang dalam struktur-modalnya. Karena itu, biaya kebangkrutan menghalangi perusahaan menggunakan utang yang berlebihan. Biaya yang terkait dengan kebangkrutan mempunyai dua komponen: (1) probabilitas terjadinya dan (2) biaya-biaya yang akan timbul bila kesulitan keuangan telah muncul. Perusahaan yang labanya lebih labil, bila. semua hal lain sama menghadapi peluang kebangkrutan yang lebih besar sehingga harus menggunakan sedikit utang daripada perusahaan yang stabil. Ini sejalan dengan pembahasan kita sebelumnya bahwa perusahaan dengan leverage operasi yang tinggi, mempunyai resiko bisnis yang lebih tinggi, sehingga harus membatsi penggunan leverage keuangan mereka. Demikian pula, perusahaan yang akan menghadapi biaya yang lebih tinggi bila terjadi kesulitan keuangan harus mengurangi penggunaan utang. Misalnya, perusahaan yang aktivanya tidak lancar dan mungkin terpaksa harus dijual dengan harga "obral", harus membatasi penggunaan utang. Archer dan D’Ambrossio (1972) menyatakan bahwa berbeda sekali dengan posisi tradisional posisi Modigliani-Miller yang menjaga bahwa kecualipajak yang dipungut dari bunga, ada sedikit dampak kecil pada biaya modal perusahaan, seperti semakin meningkatnya hutang, maka semakin sedikit penyertaan modal. Pendekatan tersebut adalah, pendekatan usaha netto sebagai contoh (Pendekatan NOI), berpendapat bahwa biaya modal perusahaan harus tetap konstan atas keseluruhan cakupan rasio hutang dan modal. Dengan menggunakan asumsi tersebut
yang terlalu bersifat membatasi dianggap oleh banyak sebagai sukar dibuktikan substansinya. Adapun pendekatan MM dapat digambarkan sebagaimana grafik Gambar 9.2., sebagai berikut : Cost of Capital
$
ke k
kb
Debt/Equity ratio Gambar 9.2. Modigliani-Miller Capital Costs Concepts
Pada Gambar 9.2., di atas, ke sebagai kurva biaya modal equity, cembung diatas k, sedangkan kb adalah kurva biaya debt (hutang) yang berbentuk cekung menghadap keatas. 9.4. Teori Trade-Off Argumen-argumen terdahulu mengarah pada. perkembangan yang disebut dengan "teori trade-off dari leverage", dimana perusahaan menyeimbangkan manfaat dari pendanaan dengan utang (perlakuan pajak perseroan yang menguntungkan) dengan suku bunga. biaya kebangkrutan yang lebih tinggi :
1. Kenyataan bahwa bunga. merupakan beban yang dapat dikurangkan telah mengakibatkan utang lebih murah daripada saham biasa atau saham preferen. Akibatnya, pernerintah membayar sebagian dari biaya modal yang bersumber dari utang, atau dengan kata lain, utang memberikan manfaat perlindungan pajak.hasilnya, penggunaan utang mengakibatkan peningkatan porsi laba operasl perusahaan (EBIT) yang mengalir ke investor. Jadi, semakin besar utang perusahaan, semakin tinggi nilainya dan harga sahamnya. Berdasarkan asumsi makalah Moldigliani - Miller dengan pajak, harga saham perusahaan akan dimksimumkan jika ia menggunakan 100 % utang, dan garis yang disebut sebagai "hasil MM yang menggabungkan efek pajak perseroan" 2. Dalam kenyataannya, jarang ada perusahaan yang menggunakan utang 100 %. Salah. satu alasannya. adalah kenyataan, bahwa. pemegang saham mendapat keuntungan dari pajak keuntungan modal yang lebih rendah. Lebih penting lagi, perusahaan membatasi penggunaan utang untuk menekan biaya-biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan. 3. Ada suatu tingkat utang yang merupakan ambang batas, disebut D, untukjumiah utang yang lebih rendah dari tingkat tersebut, kemungkinan kebangkrutan sangat kecil sehingga t1dak material. Akan tetapi, setelah titik D, dilampaul, biaya berkaitan kebangkrutan akan semakin besar , dan hal aLl semakin mengurangimanfaat pajak yang disebabkan oleh utang. Dalam kisaran D, KE d2, biaya kebangkrutan mengecil, tetapi belum menghapus sama sekali manfaal pajak dari utang sehingga. harga saharn naik (meskipun kenaikannya makin kecil) dengan bertambahnya. jumlah utang. Tetapi, setelah t1tik D2, jumlah biaya kebangkrutan melebihi
keringanan pajak sehinga, mulai titik ini peningkatan rasio utang akan menurunkan nilai saliam. Karena itu, D2 menunjukkan struktur modal yang optimal.Di dan D2, berbeda-beda diantara perusahaan, tergantung pada resiko bisnis dan blaya kebangkrutan mereka 4. Sekalipun teori dan buk-ti empirls mendukung bentuk umum ari kurva. dalarri grafik ini harus dipandang sebagai pendekatan, bukan fungsi-fungsi yang didefinisikan secara tepat. 5. Aspek lain yang mengganggu dari teori struktur modal adalah kenyalaan bahwa banyak perusahaan besar yang berhasil, seperti Intel dan Microsoft, menggunakan utang yang jauh lebih kecil daripada yang dianjurkan menurut teori tersebut. Hal ini rnenvebabkan berkembangnya teori pengisyaratan, yang dibahas dibawah ini, 9.5. Teori Pengisyaratan MM mengasumsikan bahwa investor memiliki inflormasi yang sarna mengenai prospek perusahaan seperti yang dimiliki para manajer- ini disebut kesamaan informasi (symetric information). Akan tetapi dalarn kenyataanya manajer mempunyai informasi yang lebih balk daripada investor luar. Hal ini disebut ketidaksamaan informasi (asymetric informtion) dan ini sangat berpengaruh terhadap keputusan struktur modal yang optimal. Untuk memahaminya, perhatikan dua situasi berikut : dalam satu situasi, para manajer mengetahul bahwa, prospek
perusahaannva
sangat
menguntungkan
(perusahaan
F)
sementara dalam situasi lainnya, para manajer mengetahui bahwa masa depan perusahaannya tidak menguntungkan (perusahaan U). Misalkan, laboratorium riset dari perusahaan F baru saja menemukan obat sakit dernarn yang tidak bisa dipatenkan. Mereka ingin
merahasiakan produk baru tersebut selama mungkin untuk menunda rnasuknya para pesaing ke pasar tersebut. Pabrik baru harus dibangun untuk membuat produk tersebut, sehingga modal harus ditarnbah. Bagaimana cara manajemen harus mendapatkan modal yang diperlukan itu ? jilka perusahaan menjual saharn, pada saat laba dari produk bartu tersebut mulai mengalir masuk, maka harga saham akan meningkat tajarn, dan para pembeli saharn baru akan menikmati "tambang ernas". Para pemegang saham saat ini (termasuk para rnanajer) juga akan mendapat keuntungan, tetapi seharusnya keuntungan mereka bisa jauh lebih besar seandainya saham baru tidak dijual sebelum kenaikan harga, sehingga keuntungan dari produk baru tidak dibagi kepada pernegang saham baru. Karena itu dapat diperkirakan bahwa perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan utang yang melebihi target struktur modal yang normal.
9.6. Leverage Buy Out Leveraged buyout (LBO) merupakan salah satucara untuk mengurangi kelebihan arus kas. Hutang LBO digunakan untuk membiayai pembelian saham perusahaan, sesudah itu perusahaan “goes private“ Banyak LBO, yang khususnya biasa terjadi selama akhir tahun 1980-an telah dirancang secara spesifik untuk mengurangi pemborosan perusahaan. Seperti dikemukakan, pernbayaran utang yang tinggi memaksa manajer untuk menahan kas dengan meniadakan pengeluaran yang tidak perlu. Tentu saja, meningkatkan utang dan mengurangi arus kas bebas mempunyal kekurangan : hal itu meningkatkan resiko kebangkrutan.
Seorang profesor menyatakan bahwa menambah utang pada struktur modal perusahaan adalah seperti menaruh pisau yang mengarah ke perut anda pada stir mobil, Bisa tertusuk kalau ada yang menabrak anda, sekalipun anda sendiri sudlah berhati-hati. Analoginya berlaku bagi perseroan dalam pengertian berikut : utang yang lebih tinggi memaksa. manajer untuk lebih berhati-hati dengan uang pemegang saham, tetapi perusahaan yang dijalankan dengan baik pun bisa jatuh bangkrut (tertusuk) jika ada kejadian yang berada diluar kendalinva, seperti perang, gempa. bumi, pemogokan atau resesi. Untuk melengkapi analogi itu, keputusan struktur modal akan memutuskan seberapa besar pisau yang harus digunakan pemegang saham untuk menjaga, agar manajer tetap bekerja dengan baik. 9.7. Pengambilan Keputusan Struktur Modal Dalam pengambilan keputusan struktur modal dapat digunakan dua pendekatan yaitu; (a) Pendekatan Earning Before Interest and Taxes dan Earning Pershare (EBIT – EPS), dan (b) Pendekatan Cash flow Ability to Service Debt
9.7.1. Pendekatan EBIT-EPS Salah satu cara pengujian dampak hutang adalah menganalisis hubungan antara pendapatan sebelum bunga dan pajak (EBIT) dan pendapatan per lembar saham (EPS). Pada pokoknya, metode ini melibatkan perbandingan metode alternatif dari keuangan di bawah berbagai asumsi. Analisa terhadap keuntungan sebelum bunga dan pajak dan keuntungan per saham merupakan suatu analisa yang banyak digunakan.
Analisa ini mencoba mengetahui bagaimana hubungan antara EBIT dan EPS untuk masing – masing alternatif pembelanjaan. Dalam memilih struktur modal yang layak, seharusnya manjer keuangan mempertimbangkan beberapa faktor; yang dapat diperoleh dari analisis kemampuan cash flow perusahaan untuk memenuhi biaya biaya gabungan tetap dengan hutang, saham preferen, dan sewa. Salah satu cara untuk menentukan kemampuan ini adalah melalui analisis rasio time earned dan rasio debt-service coverage. Metode lain yang dapat digunakan untuk memperoleh gambaran tentang struktur modal yang layak, adalah dengan menganalisa hubungan diantara pendapatan sebelum bunga dan pajak (EBIT) dan EPS. Sebagai tambahan, manajer keuangan dapat mempelajarinya dengan mengadakan perbandingan dengan perusahaan – perusahaan lain.
9.7.2. Cash flow Ability to Service Debt Ketika kita dihadapkan pada struktur kapital yang layak, maka kita seharusnya menganalisa juga kemampuan cash flow perusahaan untuk memenuhi biaya – biaya tetapnya.Biaya – biaya tersebut meliputi pembayaran principal dan bunga hutang, pembayaran sewa dan dividen saham preferen. a. Times Interest Earned Diantara cara – cara yang dapat diketahui tentang kapasitas hutang perusahaan adalah melalui penggunaan rasio – rasio aktivitas. Kemungkinan penggunaan secara dari rasio aktivitas adalah times interest earned, yang diformulasikan pada persamaan 8.1., sebagai berikut :
EBIT Times Interest Earned = -------------------Bunga Hutang
(8.1)
b. Debt-Service Coverage Sebagai catatan bahwa rasio TIE tidak mengemukakan tentang kemampuan perusahaan untuk membayar principal atas hutang. Ketidakmampuan ini sama dengan gagalnya membayar bunga. Rasio ini sangat berguna dalam menghitung rasio aktivitas untuk seluruh kebutuhan akan hutang.
BAGIAN 3 MANAJEMEN INVESTASI
Bab 10. Investasi dan Tingkat Kembalian Yang Diharapkan Bab 11. Risiko dalam Capital Budgeting Bab 12. Analisis Utilitas Pilihan Berisiko Bab 13. Menciptakan Nilai Melalui Kembalian Yang Diharapkan Bab 14. Keputusan Investasi Berisiko Bab 15. Konsep Cash Flow Keuntungan
Bab 10 INVESTASI DAN TINGKAT KEMBALIAN YANG DIHARAPKAN
10.1. Prinsip Investasi Modal Ketika sebuah perusahaan bisnis membuat keputusan investasi modal, maka berarti ia mengeluarkan current cash untuk suatu keberuntungan yang diharapkan terealisasi di masa yang akan datang. 10.2. Kerangka Administrasi Keberhasilan administrasi dari investasi modal dicirikan oleh keterlibatan perusahaan dalam : 1. Generalisasi dari proposal investasi 2. Estimasi dari cash flow pada proposal 3. Evaluasi cash flow 4. Seleksi proyek berdasarkan criteria yang dapat diterima 5. Re-evaluasi secara terus menerus dari proyek – proyek investasi. Berdasarkan pada perusahaan – perusahaan yang terlibat, proposal – proposal investasi dapat berasal dari berbagai sumber. Untuk tujuan analisis, proyek – proyek dapat diklasifikasikan dalam lima kategori, yaitu:
1. Produk – produk baru atau perluasan (Expantion) dari produk yang ada 2. Penggantian (Replacement) peralatan atau bangunan. 3. Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) 4. Eksplorasi 5. Lain – lain Kelima kategori tersebut terdiri dari beberapa macam item, seperti dana – dana untuk memenuhi standar kesehatan tertentu dan sebagainya. 10.3. Metode Evaluasi Sekali informasi yang diperlukan terkumpul, kita dapat menilai dengan beberapa pertimbangan tentang beberapa proposal investasi. Keputusan investasi yang ada bisa menerima atau menolak proposal. Dalam bab ini kita akan menilai empat metoda capital budgeting, yaitu: 1. ARR atau Average Rate of Return Pengukuran ini menunjukkan rasio dari rata – rata laba tahunan setelah pajak terhadap investasi dalam proyek. Metode ini menggunakan angka keuntungan menurut akuntansi dan dibandingkan dengan rata – rata nilai investasi. Metode ini mengatakan bahwa semakin tinggi ARR, semakin menarik usulan investasi tersebut. Tetapi berapa batas untuk dikatakan menarik, secara konseptual belum ada cara menentukannya. Kelemahan mendasar dari teknik ini adalah bagaimana menentukan tingkat keuntungan (rate of return) yang dianggap layak, konsep ini menggunakan laba akuntansi – bukan arus kas, dan mengabaikan nilai waktu uang.
2. Payback Metode ini menghitung berapa cepat investasi yang dilakukan bisa kembali. Karena itu hasil perhitungannya dinyatakan dalam satuan waktu, bulan atau tahun. Semakin pendek periode payback, semakin menarik investasi tersebut. Yang menjadi permasalahan adalah berapa periode pay back minimal ? Secara konseptual masih belum dapat dirumuskan. Kelemahan metode ini adalah tidak memperhatikan nilai waktu uang dan mengabaikan arus kas setelah periode pay back. Untuk mengatasi kelemahan karena mengabaikan nilai waktu uang. Maka metode ini dicoba untuk diperbaiki dengan mempresent-valuekan arus kas dan dihitung periode pay backnya. Cara ini lazim disebut dengan discounted pay back period. 3. Internal Rate of Return atau IRR Internal rate of Return atau IRR menunjukkan tingkat bunga yang menyamakan present value pengeluaran dengan present value penerimaan. Decision rule metode ini adalah “terima investasi yang diharapkan memberikan IRR lebih besar atau sama dengan tingkat bunga yang dipandang layak”. 4. Net Present Value atau NPV Suatu investasi dikatakan menguntungkan (profitable) kalau investasi tersebut membuat pemodal menjadi lebih kaya. Dengan kata lain, kemakmuran pemodal menjadi lebih besar setelah melakukan investasi. Pengertian ini konsisten dengan tujuan memaksimumkan nilai perusahaan. NPV dari usulan investasi adalah sebagai berikut:
n
At t 10 (1 k )
NPV
(10.1)
k merupakan rate of return yang diharapkan. NPV yang positif menunjukkan bahwa PV penerimaan > PV pengeluaran. Karena itu NPV yang positif berarti investasi yang diharapkan akan meningkatkan kekayaan pemodal. Dengan demikian investasi tersebut dinilai menguntungkan, artinya decision rule kita adalah menerima usulan investasi, sebaliknya menolak jika NPV negatif. Bagaimana kalau NPV = 0 ?. Dalam praktek akan sangat sulit memperoleh hasil seperti itu, tetapi secara teoritis dimungkinkan. Dalam keadaan seperti itu kita harus mengingat apakah penentuan tingkat bunga yang kita anggap relevan dalam penghitungan NPV telah mempertimbangkan unsur risiko. Apabilah sudah dipertimbangkan, maka investasi itu juga seharusnya kita terima. Dengan demikian penghitungan NPV memerlukan dua kegiatan penting yaitu menaksir arus kas dan menentukan tingkat bunga yang dipandang relevan. Secara teoritis, penggunaan NPV akan memberikan hasil yang terbaik dalam penilaian profitabilitas investasi. Disamping itu, NPV menunjukkan tambahan kemakmuran riil yang diperoleh pemodal dengan mengambil suatu proyek. Dan apabila dikaitkan dengan tujuan normatif manajemen keuangan, yaitu untuk meningkatkan kemakmuran pemilik perusahaan, maka NPV konsisten dengan tujuan tersebut.
10.4. Akselerasi Penyusutan Apabila perusahaan diizinkan melakukan penyusutan dengan menggunakan metode yang berbeda – beda, maka dengan penggunaan penyusutan yang dipercepat (accelerated depreciation) akan lebih menguntungkan. Hal ini disebabkan oleh karena perusahaan akan dapat
membebankan penyusutan yang lebih besar pada periode awal, sehingga akan melaporkan memperoleh laba yang lebih kecil. Karenanya pula perusahaan akan membayar pajak yang lebih kecil pada periode – periode awal dan besar pada periode – periode akhir. Walau secara keseluruhan jumlah pajak yang dibayar sama besarnya, apapun metode penyusutan yang dipergunakan , pembayaran pajak yang lebih kecil pada periode awal akan menguntungkan perusahaan dalam hal nilai wakttu uang.
10.5. Inflasi Inflasi akan mempengaruhi dua faktor, yaitu arus kas dan tingkat keuntungan yang dipandang layak (r). Semakin besar inflasi yang diharapkan, semakin tinggi tingkat keuntungan yang disyaratkan. Sedangkan pengaruh terhadap arus kas terutama akan disebabkan oleh pembebanan pajak yang cenderung dihitung berdasar atas nilai histories dan intensitas inflasi terhadap faktor – faktor yang mempengaruhi arus kas. Dalam keadaan terdapat inflasi (yang mungkin cukup serius), perlu digunakan dasar penaksiran yang sama. Artinya, bahwa tingkat inflasi umumnya segera dicerminkan pada penentuan r. Semakin expected inflation, semakin tinggi r. Kalau kita menggunakan r yang telah memasukkan faktor inflasi, maka dalam menaksir arus kas kita juga harus telah memasukkan faktor inflasi. 10.6. Tingkat Bunga dan Nilai Sekarang Dalam pengambilan keputusan terhadap beberapa pilihan, kita akan memiliki beberapa peluang yang berbeda dari masing-masing pilihan tersebut. Nilai dari sumberdaya yang kita miliki saat ini sesuai harga pasar akan berbeda dengan nilai pasar yang berlaku pada masa yang akan
datang. Guna menjawab masalah tersebut kita dapat menggunakan pendekatan tingkat bunga dan nilai sekarang. Sebagai contoh misalkan kita saat ini memiliki sejumlah P dollar dan bertanya berapakah jumlah A dollar yang harus kita miliki pada awal periode berikutnya, jika kita membeli kontrak untuk membawa dollar kita pada masa yang akan daatang sesuai dengan harga pasar saat yakni 1p2. Masalah tersebut dapat dijawab dengan persamaan: 1 A
=P
(10.2) 1p2
akan tetapi kita dapat selalu mengekspresikan nilai A sejumlah nilai awal P, ditambah atau dikurangi perbedaan antara A dan P yang dapat disebut sebagai P, sehingga dapat kita tuliaskan persamaan sebagai berikut: 1
A =
1p2
P + P
P
P = 1+
P
(10.3) P
dimana /P adalah tingkat pertumbuhan modal yang diinvestasikan selama periode yang disimbolkan sebagai 1r2 yang merupakan oneperiod, spot rate of interest, atau yang sering disebut sebagai interest rate. Selanjutnya 1 + P/P atau 1 + 1r2 sering disebut sebagai force of interest atau dalam literatur aktuaal disebut sebagai one-period accumulation factor at the rate 1r2. Selanjutnya dari persamaan diatas, kita dapat membuat invers sebagai berikut: 1 P = A. 1p2 = A
(10.4) 1 + 1r2
dari persamaan ini kita dapat menjawab pertanyaan apakah nilai dollar saat ini dari A akan dapat berlaku pada periode berikutnya. Jumlah P dapat pula disebut sebagai present value yang digunakan untuk membayar A, sehingga dapatlah diperoleh persamaan: 1 = 1p2
(10.5)
1 + 1r2 Berdasarkan persamaan-persamaan diatas, maka selanjutnya dapatlah dibentuk suatu kurva garis present value, sebagai berikut: Period 2 resources A
x slope=-(1+1r2) = -1/1p2
0
P’
P
Period resource
Gambar 10.1. Kurva Present Value Lines
Bab 11 RISIKO DAN REAL OPTION DALAM CAPITAL BUDGETING
Hingga sekarang kita bekerja dengan cash flow yang diharapkan ketika menerima usulan investasi yang baik. Dalam perjalanannya, kadangkala kita lupa akan kenyataan hidup. Harapan – harapan bisa saja tidak terealisasi. Ada risiko yang terkait dengan estimasi cash flow juga ada risiko terkait dengan unsur – unsur kehidupan kita. Risiko merupakan kemungkinan simpangan dari hasil (out comes). 11.1. Bebas Risiko Untuk Diskonto Pada saat ini, tidak akan dilakukan penyesuaian terhadap risiko. Berbagai arus kas didiskontokan ke nilai sekarang pada tingkat bebas risiko. Tingkat risiko ini digunakan karena dalam pendekatan ini akan dilakukan pemisahan analisis risiko dan nilai waktu uang dengan diskonto. Memasukkan premi risiko dalam tingkat diskonto akan mengakibatkan perhitungan ganda risiko dalam metode ini. Dalam proses diskonto akan dilakukan kompensasi terhadap risiko dan dalam analisis penyebaran distribusi probabilita nilai sekarang bersih yang mungkin, perhitungan dilakukan dengan menggunakan tingkat bebas risiko. Tingkat bebas risiko akan digunakan untuk tujuan diskonto.
11.2. Simulasi Dalam mempertimbangkan investasi berisiko, dapat digunakan simulasi untuk memperkirakan nilai NPV yang diharapkan, nilai IRR
yang diharapkan atau nilai indeks kemampulabaan yang diharapkan serta penyebaran nilai yang diharapkan. Melalui penggunaan simulasi berarti dilakukan pengujian hasil yang mungkin dari proposal investasi sebelum proposal tersebut diterima. Pengujian itu sendiri didasarkan pada model yang dikalikan dengan informasi kemungkinan.
11.3. Real Option dalam Investasi Modal Pembahasan ini mempertimbangkan tingkat risiko yang ada untuk memutuskan penerimaan atau penolakan proyek. Namun demikian, setelah proyek diterima manajemen dapat dan sering melakukan perubahan – perubahan yang mempengaruhi arus kas berikutnya dan atau usia proyek. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa real option merupakan fleksibelitas manajemen untuk membuat keputusan di masa depan yang mempengaruhi arus kas yang diharapkan, usia atau penerimaan atas suatu proyek. Adanya real option mendorong peningkatan nilai proyek investasi. Nilai proyek dapat dianggap sebagai nilai sekarang bersih (NPV), dihitung secara tradisional, ditambah nilai setiap pilihan, sehingga diperoleh formula sebagai berikut: Nilai proyek = NPV + nilai pilihan
(11.1)
Semakin banyak pilihan dan semakin tinggi ketidakpastian yang meliputi penggunaan proyek, semakin besar nilai pilihan dan semakin besar nilai proyek. Semakin besar ketidakpastian, semakin besar kemungkinan pilihan akan dilaksanakan dan selanjutnya semakin besar nilai pilihan. Jenis real option meliputi: 1) pilihan memperluas atau memperkecil – pilihan yang memungkinkan perusahaan untuk
memperluas produksi jika keadaan baik dan memperkecil jika keadaan tidak baik, 2) pilihan untuk meninggalkan atau melepaskan – jika proyek memiliki nilai pembatalan, secara efektif menunjukkan pilihan ‘put’ bagi pemilik proyek, 3) pilihan untuk menunda – pilihan untuk menunggu hingga diperoleh informasi baru. Pilihan – pilihan ini kadangkala diperlakukan secara informal sebagai faktor – faktor kualitatif pada saat melakukan penilaian proyek. Perlakuan terhadap pilihan ini mungkin terbatas hanya pada ‘jika hal ini terjadi, maka perusahaan dapat melakukan.’ Pilihan manajerial lebih sulit dinilai daripada pilihan – pilihan keuangan; formula – formula opsi keuangan tidak dapat diterapkan pada opsi manajerial. Untuk itu digunakan pendekatan – pendekatan yang kurang tepat seperti pohon keputusan dan simulasi.
11.4. Opsi untuk Ekspansi Dalam proyek pendirian pabrik, manajemen sering memiliki pilihan untuk membuat investasi lanjutan. Seperti Gummy Glue Company sedang mempertimbangkan pembuatan lem baru yang revolusioner. Perusahaan itu dapat membangun pabrik yang mampu memroduksi 25.000 galon lem/bulan. Namun tingkat produksi tersebut dipandang dari sisi produksi maupun pemasaran bersifat tidak ekonomis, akibatnya nilai sekarang bersih proyek diperkirakan – Rp 3 juta. Berdasar metode tradisional Gummy Glue Company sedang mempertimbangkan pembuatan lem baru yang revolusioner. Perusahaan itu dapat membangun pabrik yang mampu memroduksi 25.000 galon lem/bulan. Namun tingkat produksi tersebut dipandang dari sisi produksi maupun pemasaran bersifat tidak ekonomis, akibatnya nilai sekarang bersih
proyek diperkirakan – Rp 3 juta. Berdasar metode tradisional arus kas diskonto, proyek inni seharusnya ditolak. Namun lem baru ini diperkirakan dapat memenangkan persaingan. Jika penjualan meningkat secara dramatis, perusahaan dapat memperluas pabrik baru, misalnya dalam dua tahun. Dengan perluasan ini, produksi akan meningkat tiga kali lipat dan pabrik akan beroperasi pada skala effisiensi yang tinggi. Akan tetapi kesempatan untuk memenuhi tingkat permintaan yang lebih tinggi tidak diperoleh jika investasi tahap pertama tidak dilakukan. Jika perusahaan ini tidak melakukan investasi awal, perusahaan ini tidak akan mengalami apa yang disebut oleh ahli strategi bisnis sebagai keuntungan pelopor.
11.5. Pengabaian Opsi Pilihan kedua ini adalah membatalkan proyek yang telah dipilih. Ini dapat dilakukan dengan cara menjual aktiva proyek atau menggunakannya di bagian lain perusahaan. Dengan kedua cara diatas, nilai pembatalan dapat diperkirakan. Akan tetapi, proyek – proyek tertentu tidak memiliki nilai pasar atau alternatif penggunaan dan karenanya nilai pelepasannya sama dengan 0. Alasan yang digunakan untuk menentukan apakah suatu proyek sebaiknya dibatalkan sama dengan alas an dilakukannya penganggaran modal. Dana harus dipindahkan atau dibatalkan dari proyek yang dianggap sudah tidak memberikan nilai ekonomis yang mencukupi. Secara umum proyek investasi seharusnya dilepaskan pada saat 1) nilai pembatalan melebihi nilai sekarang arus kas berikutnya di masa depan, 2) pembatalan akan lebih baik jika dilakukan pada saat ini daripada beberapa waktu kemudian. Jika perusahaan memiliki kemampuan untuk
melakukan pembatalan, maka nilai proyek investasi mungkin dapat ditingkatkan, sehingga, NP = NPV tanpa pil. Pelepasan + Nilai pil. Pembatalan
(11.2)
Dimana : NP : Nilai Proyek
11.6. Penundaan Opsi atau Waktu Pada beberapa proyek investasi, terdapat pilihan untuk menunda, yaitu pelaksanaan proyek tidak perlu dilakukan pada saat itu juga. Dengan menunggu, perusahaan dapat memperoleh informasi baru tentang pasar, harga, biaya, dan lain – lain. Namun penundaan menyebabkan perusahaan kehilangan arus kas yang seharusnya dapat diperoleh lebih cepat serta keuntungan sebagai pelopor. Pada saat melakukan keputusan yang berkaitan dengan produk baru, manajemen memiliki pilihan untuk meluncurkan produk saat ini atau di kemudian hari. Jika produk diluncurkan sekarang, perusahaan akan memperoleh arus kas lebih cepat daripada jika dilakukan penundaan. Namun jika perusahaan menunda, perusahaan dapat melakukan yang lebih menguntungkan. Seperti halnya pilihan manajer lainnya, semakin besar perubahan arus kas yang mungkinsemakin besar nilai pilihan untuk menunda. Namun perlu dipastikan bahwa pilihan menunda tetap dapat dilakukan. Kadangkala tidak baik menunggu untuk informasi terakhir. Pada saat itu, perusahan – perusahaan lain telah mengambil kesempatan sehingga marjin laba tidak memuaskan. Namun ada beberapa perkecualian, seperti American Home Products Corporation, salah satu perusahaan dengan laba tertinggi di AS, secara konsisten menggunakan strategi menunggu hingga pasar produk berkembang sebelum perusahaan tersebut meluncurkan produk serupa yang lebih baik atau produk lanjutan. Melalui iklan dan langkah pemasaran yang jitu, perusahaan
secara cepat dapat mempeoleh pangsa pasar dan posisi yang menguntungkan.
Bab 12 ANALISIS UTILITAS PILIHAN BERISIKO
12.1. Kondisi Ketidak Pastian Menurut Friedman dan Savage (1948) menyatakan bahwa suatu kelas reaksi penting dari individu terhadap risiko dapat dirasionalkan oleh suatu perluasan analisis utilitas sederhana dari kaum ortodox. Individu sering harus, atau dapat, memilih alternatif yang berbeda, di antaranya, di dalam. derajat pengambilan risiko bagi individu mana akan menjadi pokok. Contoh yang paling jelas disajikan oleh asuransi dan perjudian. Seorang individu yang membeli asuransi kebakaran atas suatu rumahnya yang dipertanggungkan dengan (premi asuransi) yang kecil di dalam pilihan kepada kombinasi suatu kesempatan akan mengalami kerugian lebih besar (nilai rumah) dan suatu kesempatan besar tidak ada kerugian jika terbakar dengan asuransi kebakaran. Hal ini menggambarkan ia sedang memilih kepastian di dalam pilihan ke ketidak-pastian.
12.2. Pilihan Seorang yang membeli suatu karcis lotere akan kehilangan kesempatan yang besar atas uang pokok (harga karcis lotere) untuk mendapatkan kesempatan yang kecil untuk memenangkan suatu jumlah besar (suatu hadiah) di dalam pilihan kepada menghindarkan resiko kedua-duanya, maka. ia sedang memilih ketidak-pastian di dalam pilihan ke kepastian.
Pilihan ini antar derajat tingkat risiko berbeda antara perjudian dan asuransi yang sangat terkemuka dengan jelas menyajikan dan suatu cakupan yang lebih luas dari aneka pilihan ekonomi. Kedudukan sangat berbeda di dalam variabilitas pendapatan yang mereka janjikan: dalam beberapa, sebagai contoh, kantor ketenagakerjaan pemerintah, pendapatan calon adalah agak tergambar jelas dan hampir pasti di dalam batas agak sempit ; di pihak lain, sebagai contoh, tenaga-kerja sebagai seorang akuntan bergaji, ada sedikit banyak nya lebih beraneka macam variabilitas, namun hampir tidak ada suatu kesempatan apapun yang tinggi atau suatu pendapatan yang rendah; sebagai contoh lainnya di dalam tindakan dalam gerakan gambar ada variabilitas ekstrim, dengan suatu kesempatan kecil di dalam pendapatan tinggi dan suatu kesempatan lebih besar dari suatu pendapatan sangat rendah. Pertukaran surat berharga pemerintah mengikat industri dengan cara yang sama "lempengan untuk judi " untuk saham biasa "blue sky", demikian juga perusahaan bisnis atau bentuk aktivitas bisnis. Ya atau tidaknya mereka merealisir dan ya atau tidaknya mereka mengambil rekening dengan eksplisit melibatkan bermacam-macam derajat tingkat risiko, individu yang memilih kedudukan surat-surat berharga, atau bentuk aktivitas bisnis adalah membuat aneka pilihan yang dapat disamakan untuk mereka buat ketika mereka memutuskan apakah untuk membeli asuransi atau ke spekulasi.
12.3. Konsistensi Prilaku Individu Terhadap Aneka Pilihan Adakah konsistensi di antara aneka pilihan dari perbuatan sesama individu ini ? Apakah mereka melalaikan unsur risiko itu ?, Atau memainkan suatu peran pusat ?. Jika demikian, apa peranannya ?.
Permasalahan ini tentu saja dipertimbangkan oleh ahli teori ekonomi, terutama sekali di dalam diskusi earning di dalam kedudukan berbeda dan tentang laba di dalam bentuk bisnis yang berbeda. Perawatan mereka dari permasalahan ini, meskipun tidak pernah terintegrasi dengan penjelasan mereka pilihan antar alternatif tanpa mengambil risiko.
12.4. Aneka Pilihan Berisiko Aneka pilihan antar alternatif tanpa mengambil risiko diterangkan dalam kaitan dengan maksimalisasi utilitas : individu diharapkan untuk memilih seperti jika mereka akan menujukan beberapa disain kuantitatif karakteristik utilitas umum kepada berbagai barang-barang dan kemudian memilih kombinasi barang-barang yang paling besar menghasilkan total jumlah karakteristik umum ini. Aneka pilihan antar alternatif yang menyertakan derajat tingkat risiko berbeda, sebagai contoh, antar perbedaan kedudukan, sepenuhnya diterangkan oleh rintangan terms ketidak-tahuan berbeda, atau oleh mode "pemuda-pemuda dari suatu disposisi senang bertualang jadi lebih tertarik terhadap prospek sukses besar, dibanding rasa takut akan kegagalan yang menghalangi " dengan "kesombongan terlalu kuat yang semakin besar bagian dari, kemampuan mereka sendiri" dengan "anggapan absurd di dalam kekayaan
mereka sendiri," atau oleh
beberapa serupa deus ex machina. Penolakan maksimalisasi kegunaan sebagai suatu penjelasan pilihan antara tingkat risiko yang berbeda adalah suatu konsekwensi kepercayaan langsung di dalam mengurangi kegunaan marginal. Jika kegunaan marginal uang berkurang, pencaraian perorangan untuk
memaksimalkan kegunaan tidak pernah akan mengambil sebuah bagian "yang adil" . Untuk kesempatan sama, sebagai contoh suatu game di mana ia mempunyai suatu kesempatan yang sama dalam memenangkan, atau kehilangan suatu dolar. Keuntungan utilitas dari pemenang suatu dolar akan jadi < dari kerugian utilitas dari kehilangan suatu dolar sedemikian rupa, sehingga utilitas yang diharapkan dari keikutsertaan di dalam game adalah negatif. Penyusutan maksimalisasi utilitas marginal > dari utilitas yang diharapkan menyiratkan bahwa individu akan selalu harus dibayarkan kepada risiko bawaan yang mempengaruhi mereka." Tetapi implikasi ini dengan jelas dibantah oleh perilaku nyata. Orang-Orang yang tidak hanya terlibat dalam sasaran cemooh kesempatan, mereka melibatkan dengan cuma-cuma dan sering juga dengan bernafsu dalam game secara tak wajar seperti lotere. Yang tidak hanya lakukan kedudukan penuh resiko dan investasi penuh resiko tidak selalu menghasilkan rata-rata kembalian yang lebih tinggi dibanding investasi atau kedudukan yang aman, mereka sering menghasilkan suatu rata-rata kembalian yang lebih rendah. Marshall
memecahkan
pertentangan
ini
dengan
menolak
maksimalisasi kegunaan sebagai suatu penjelasan pilihan yang beresiko. Ia tidak memerlukan mengurangi utilitas - atau memang beberapa konsep kuantitatif dari utilitas – untuk analisis pilihan beresiko. Pergeseran dari macam analisa utilitas yang digunakan oleh Marshall ke analisis kurve indifferens, atau F.Y. Edgeworth, Irving Fisher, dan Vilfredo Pareto mengungkapkan bahwa untuk merasionalkan aneka pilihan tak berisiko, adalah cukup untuk memperkirakan bahwa individu dapat tergolong dalam keranjang barang-barang dengan total utilitas. Hal
itu tak perlu untuk memperkirakan bahwa mereka dapat membandingkan perbedaan antara utilitas. Tetapi
mengurangi,
atau
meningkatkan,
utilitas
marginal
menyiratkan suatu implikasi sebuah perbandingan dari perbedaan antara utilitas dengan demikian adalah sebuah asumsi yang tidak beralasan di dalam menginterpretasikan pilihan berisiko. Gagasan di mana aneka pilihan antar alternatif yang beresiko dapat diterangkan oleh maksimalisasi utilitas yang diharapkan seperti analisis D. Bernoulli yang masyhur dari paradox St. Petersburg masa lampau. Hal itu telah ditunjuk berulang-kali sejak itu, tetapi hampir tanpa alternatip ditolak adalah yang benar dijelaskan secara umum, sebab berlaku kepercayaan di dalam mengurangi utilitas marginal bahwa keberadaan berjudi tidak bisa diterangkan. Bahkan karena pengenalan yang tersebar luas bahwa pengambil-alihan penyusutan kegunaan marginal adalah tak perlu untuk menjelaskan aneka pilihan berisiko, para penulis tetap menolak maksimalisasi utilitas yang diharapkan sebagai " tak realistis." Penolakan maksimalisasi dari utilitas yang diharapkan telah ditantang oleh Yohanes Von Neumenn dan Oskar Morgenstern di dalam buku terbaru mereka, yaitu Teori Game dan Perilaku Ekonomi. Mereka membantah bahwa " di bawah kondisi-kondisi atas analisa kurva indiferensi didasarkan usaha ekstra
diperlukan untuk jangkauan
kuatitatif utilitas yang diharapkan yang mana dimaksimalkan memilih antar alternatif berisiko. Catatan saat ini didasarkan pada perawatan mereka tetapi telah dibuat self contained oleh menafsirkan penting bagian-bagian dari argumentasi mereka. Jika perorangan menunjukkan perilaku pasar ia sukai A untuk B dan B untuk C itu merupakan rasionalisasi prilaku tradisional dengan
perkiraan bahwa utilitas A lebih besar dibanding utilitas B dan utilitas B lebih besar dibanding utilitas C. Semua fungsi utilitas yang memberi mengatur ke alternatif yang mungkin akan menyediakan rasionalisasi yang baik, seperti aneka pilihan, dan tidak akan membedakan kegunaan tertentu. Sebagai tambahan jika, individu menunjukkan perilaku pasar nya yang ia menyukai suatu kesempatan 50 - 50 antara kepada kepastian C, atau kepada kepastian B, nampak alami untuk merasionalkan perilaku ini dengan perkiraan bahwa perbedaan antara utilitas B lebih besar dari perbedaan antara utilitas B dan utilitas C, sedemikian rupa, sehingga kombinasi utilitas yang diharapkan yang lebih disukai adalah lebih besar dari utilitas B. Kelas utilitas berfungsi, jika dapat menyediakan pengaturan alternatif beresiko jauh lebih terbatas dibanding kelas yang dapat menyediakan pengaturan alternatif yang meyakinka. Hal itu terdiri dari fungsi utilitas yang berbeda hanya asliinya dan satuan ukur (yaitu, fungsi linear utilitas satu sama lainnya). Pada hakekatnya seperti, nomor urut fungsi utilitas kekayaan dapat dirasionalkan dengan menggunakan aneka pilihan tanpa resiko dan kekayaan kwantitatip bagi aneka pilihan yang dirasionalkan yang beresiko. Terutama
sekali
harus
diakui
bahwa
kita
sudah
tidak
menyelenggarakan penyelidikan empiris yang luas mengenai gejalanya. Agar hadiah kita menjadi berguna telah tersedia literatur, atau pengamatan peristiwa kebetulan yang jelas dan nyata, untuk mentest hipotesis pertama dan untuk memaksakan batasan kata penting pada benda itu.
12. 5. Keputusan Ekonomis Keputusan ekonomi utama dari seorang individu di mana permainan risiko memegang peran penting berhubungan dengan pengendalian sumberdaya manusia : aktivitas penempatan yang menjanjikan di dalam cara menginvestasi kan modalnya dalam investasi bukan manusia. Alternatif penggunaan sumber daya mungkin dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar menurut derajat tingkat risiko meliputi : (a) mereka menyertakan sedikit atau tidak ada risiko tentang uang kembali
diterima jabatan ; kedudukan seperti sekolah guru,
karyawan kantor pemerintah (PNS); pekerjaan klerk ; melakukan bisnis yang dengan suatu jenis standard dapat diramalkan seperti fasilitas umum ; surat-surat berharga seperti obligasi pemerintah, obligasi industri dengan grade tinggi ; tanah dan bangunan, perubahan terutama sekali penggunaan pemilik ; (b) mereka menyertakan suatu derajat tingkat risiko moderat, tetapi mau tidak mau untuk mendorong kearah keuntungan ekstrim maupun jabatan ; kedudukan kerugian ekstrim seperti profesi dokter gigi, akuntansi, beberapa macam pekerjaan managerial ; melakukan berbagai macam bisnis secara wajar, meskipun ada persaingan yang cukup untuk membuat ketidakpastian hasil yang, surat-surat berharga preferensi grade rendah, saham preferensi dan saham biasa ; (c) mereka menyertakan banyak risiko dengan kemungkinan beberapa keuntungan sangat besar dan sebagian dari kerugian yang besar kedudukan yang menyertakan risiko phisik, seperti ; pilot pesawat terbang, pembalap mobil, atau profesi kedokteran dan hukum ; melakukan bisnis dalam bidang yang belum pernah dicoba ; surat-
surat berharga preferensi saham yang sangat bersifat untunguntungan ; beberapa bentuk tanah dan bangunan.
Adam Smith berkomentar dengan cara yang sama, sekitar aneka pilihan bersifat kedudukan dan, sebagai tambahan dalam karya bersifat usahawan : Tingkat laba biasanya selalu naik kurang lebih dengan tingkat resiko, meskipun nampak naik sebanding, atau kira-kira mengganti kerugiannya dengan sepenuhnya.... Harapan untuk bertindak secara sukses di sini ketika semua lkesempatan lain, dan untuk memikat sangat banyak petualang (laki-laki) di dalam daerah penuh risiko, bahwa kompetisi mereka mengurangi laba di bawah dari cukup untuk mengganti kerugian resiko itu. Edwin Cannan di dalam mendiskusikan tingkat return on ivestment menyimpulkan bahwa " kemungkinan kelas investasi yang mempunyai rata-rata kembalian bukan paling aman kepada investor, maupun kelas investasi intermediate yang sangat berbahaya yang bersifat tidak takut atau kepada naluri berjudi. Pilihan investasi ini dinyatakan sangat penuh risiko atau investasi dengan suatu derajat tingkat risiko intermediate mempunyai pendamping langsung di dalam kesediaan para orang untuk membeli asuransi dan juga untuk membeli karcis lotere atau terlibat dalam bentuk judi lainnya yang menyertakan suatu kesempatan kecil suatu keuntungan besar. Pasar yang luas untuk saham yang sangat bersifat untung-untungan macam hukum saham " blue chip " yang dimaksudkan untuk mengontrol garis lingkaran kasus yang sama yang ditunjukkan seperti investasi atau berjudi. Keterangan empirik untuk kesediaan para orang dari semua kelas pendapatan untuk membeli asuransi adalah luas. Karena perusahaan
asuransi mempunyai biaya-biaya, maka tentu saja, mengikuti bahwa akan ada suatu fungsi utilitas yang akan dirasionalkan dengan cara reaksi individu untuk mengambil risiko.
12.6. Utilitas Marginal Kekeliruan awal harus sedikitnya mempunyai sebagian produk suatu pesfektif kepercayaan kuat di dalam mengurangi utilitas marginal : suatu dolar harus berarti lebih sedikit bagi seseorang [laki-laki] kaya dibanding dengan yang miskin ; lihat berapa banyak seorang laki-laki akan membelanjakan, ketika ia kaya dibanding ketika ia miskin." Sebagian dari komentar yang telah diterbitkan oleh ahli ekonomi berkompeten atas analisis utilitas Von Neumann dan Morgenstern, bahkan kesaksian yang lebih luar biasa kepada pegangan yang mengurangi utilitas marginal berakibat pada ahli ekonomi Keterangan Vickrey . Ada bukti berlimpah-limpah yang keputusan individu di dalam situasi yang beresiko tidaklah selalu dibuat dalam cara-cara yang kompatibel dengan asumsi bahwa keputusan dibuat secara rasional, dengan maksud untuk memaksimalkan fungsi utilitas harapan matematisl. Pembelian karcis di (dalam) lotere, undian, dan ' angka-angka' kolam akan menyiratkan, pada [atas] basis seperti itu, [bahwa/yang] kegunaan
uang
yang
marginal
adalah
suatu
peningkatan
dibanding/bukannya suatu fungsi pendapatan menurun. Kesimpulan seperti itu sungguh-sungguh tak dapat diterima sebagai pemandu ke kebijakan sosial." Keterangan Kaysen, yang sungguh sial, dalil ini (mendasari diskusi pengukuran utilitas Von Neumann dan Morgenstern) - melibatkan suatu asumsi tentang perilaku ekonomi yang mana bertentangan dengan
pengalaman... Bahwa asumsi ini bertentangan dengan pengalaman yang dengan mudah ditunjukkan oleh ratusan atau contoh (termasuk) keikutsertaan individu di dalam lotere di mana mereka, keuntungan harapan matematis (utilitas) adalah negatif.
12.7. Perilaku Rasional Yang Dapat Diobservasi Gejala ekonomi bagi hipotesis yang dihidupkan kembali oleh Von Neumann dan Morgenstern, dapat dibagi menjadi relevan ; pertama, gejala yang biasa seperti berjudi dan asuransi ; kedua gejala ekonomi lain yang berisiko ; yang terakhir dengan jelas semakin penting dan hipotesis terakhir terutama akan tergantung semata pada kontribusi membuat bagi suatu pemahaman mereka. Operasi yang dicakup oleh pembelian premi uang masuk mereka sungguh-sungguh membayar suatu premi lebih besar dibanding rata-rata ganti-rugi yang ia dapat harapkan untuk diterima untuk kerugian dibanding dengan ia membawa asuransi. Hal itu adalah ia sedang membayar sesuatu untuk melepaskan diri dari sebuah risiko.
Bab 13 PENCIPTAAN NILAI MELALUI KEMBALIAN YANG DIHARAPKAN
13.1. Dasar Penciptaan Nilai Umumnya, perusahaan – perusahaan yang sudah menjadi industri yang menarik dan atau mencapai SCA (sustainable competitive advantage)
dalam
industrinya,
dapat
memperoleh
return
dan
menciptakan nilai. Jika pengembalian suatu proyek melebihi yang diminta pasar keuangan, ini dikatakan menerima pengembalian yang berlebih. Pengembalian ini menunjukkan penciptaan nilai. Secara sederhana, proyek tersebut menerima lebih daripada yang dipegang secara ekonomis. 13.2. Atraksi Industri Penciptaan nilai mempunyai beberapa sumber, tetapi yang terpenting adalah daya tarik industri dan keunggulan bersaing. Hal – hal inilah yang menaikkan proyek dengan NPV positif – salah satu yang menyediakan pengembalian yang diharapkan melebihi yang diminta pasar keuangan. Karakteristik industri yang disukai meliputi penempatan posisi dalam tahap – tahap pertumbuhan siklus produksi, halangan – halangan untuk memasuki persaingan dan alat proteksi lainnya, seperti paten, kekuatan monopoli sementara dan atau penetapan harga oligopoly, dimana semua pesaing mendapat untung. Secara singkat, daya tarik industri berhubungan dengan posisi relatif industri dalam spektrum peluang penciptaan nilai investasi.
13.3. Keunggulan Bersiang Keunggulan bersaing atau competitive advantage menyangkut posisi relatif perusahaan dalam suatu industri. Perusahaan dapat berupa multidivisi, dimana keunggulan bersaing perlu dipertimbangkan industri dengan demi industri. Jalan menuju peluang keunggulan bersaing adalah keunggulan dalam biaya; keunggulan dalam pemasaran dan harga; keunggulan kualitas yang dilihat dan kemampuan superior secara organisasi (budaya perusahaan). Keunggulan bersaing dikikis dengan persaingan. Sebagai contoh biaya relatif, kualitas atau superioritas pemasaran adalah menarik perhatian dan akan diserang. Perusahaan yang berhasil adalah perusahaan yang secara terus menerus mengidentifikasi dan untuk pengembalian yang berlebih. Hanya dengan suatu keunggulan rencana jangka pendek bisa diperoleh keunggulan bersaing keseluruhan. Dengan demikian, daya tarik industri dan keunggulan bersaing adalah sumber – sumber utama penciptaan nilai. Yang paling disukai adalah kemungkinan perusahaan mendapatkan pengembalian berlebih yang diharapkan dari yang diminta pasar keuangan dimana risiko terlibat. 13.4. Menghitung Expected Rate of Return Setelah dikemukakan beberapa konsep tentang risiko, maka selanjutnya dikemukakan konsep tentang expected rate of return. Pada dasarnya expected rate of return dapat dilihat dari dua sisi, yaitu; (1) Expected rate of return untuk sekuritas secara individual, dan (2) Expected rate of return portofolio. Pada bagian pertama, terlebih dahulu dikemukakan expected rate of return untuk sekuritas secara individual. Perlu diingat kembali bahwa
dalam mengukur expected rate of return sangat dipengaruhi oleh risiko, sehingga di dalam menggambarkan formula untuk expected rate of return, maka kita berpegang kepada risiko sekuritas. Selanjutnya, sama dengan formulasi yang digunakan untuk mengukur risiko, anggaplah kita akan melihat bagaimana kontribusi kontribusi expected rate of return dari sekuritas GM terhadap return pasar, (Bodie, Kane dan Marcus, 1996) sebagai berikut: E(rGM) = rf + βGM[E(rM) – rf]
(13.1)
dimana: rf : return dari sekuritas bebas risiko βGM : beta (risiko) dari sekuritas GM E(rM) : adalah Expected rate of return. Setelah melihat expected rate of return untuk sekuritas secara individual, maka pembahasan berikut, ditujukan untuk menghitung expected rate of return portofolio. Reilly dan Brown (2000) mengemukakan bahwa expected rate of return untuk suatu portofolio adalah rata-rata tertimbang dari expected rate of return dari sekuritas individual dari suatu protofolio. Rata-rata tertimbang tersebut merupakan proporsi dari total nilai investasi. Untuk menghitung expected rate of return dari portofolio dengan menggunakan persamaan berikut :
n
E(RPort) =
Wi E(Ri)
(13.2)
i 1
dimana: Wi : persentase dari sekuritas i dalam portofolio E(Ri) : expected rate of return dari sekuritas i
13.5. Nilai Tambah Ekonomi (Economic Value Added) Untuk mengukur pengaruh tindakan manajerial sejak pendirian perusahaan, maka Nilai Tambah Ekonomi (Ekonomic Value Added = EVA) memfokuskan
pada efektifitas manajerial dalam satu tahun
tertentu. Rumus dasar EVA adalah sebagai berikut : EVA = Laba operasi setelah pajak – Biaya modal setelah pajak = EBIT (1 – Pajak ) – (Total Modal ) (Biaya modal setelah pajak)
(13.3)
Total modal mencakup utang jangka panjang, saham preferen dan ekuitas saham biasa. Jadi, EVA adalah suatu estimasi laba ekonomi yang sesungguhnya dari perusahaan dalam tahun berjalan, dan hal ini sangat berbeda dengan laba akuntanso. EVA menunjukkan sisa laba setelah semua biaya modal, termasuk modal ekuitas, dikurangkan sedangkan laba akuntansi ditentukan tanpa memperhitungkan modal ekuitas. Modal ekuitas memiliki biaya, karena dana yang diinvestasikan pemegang saham dapat diinvestasikan ditempat lain untuk mendapatkan pengembalian (return). Dengan kata lain, pemegang saham menyerahkan peluang untuk melakukan investasi dana di tempat lain ketika memberikan modal kepada perusahaan. Pengembalian yang dapat diperoleh ditempat lain atas investasi dengan risiko yang sama ditunjukkan dengan biaya modal ekuitas. Biaya ini merupakan biaya
oportunitas (oportunity cost) dan bukan biaya akuntansi (accounting cost), tapi meskipun demikian hal itu sungguh nyata. Perhatikan
bahwa
dalam
menghitung
EVA
kita
tidak
menambahkan kembali penyusutan. Meskipun bukan merupakan beban khas, namun penyusutan adalah biaya, dan karenanya dikurangkan ketika menentukan laba bersih dan EVA. Dalam menghitung EVA diasumsikan bahwa penyusutan ekonomi yang sesungguhnya atas aktiva tetap perusahaan sama dengan tingkat penyusutan untuk tujuan akuntansi dan pajak. Jika ini bukan merupakan masalah, maka penyesuaian perlu dibuat untuk memperoleh pengakuan EVA yang akurat. EVA memberikan tolok ukur yang baik tentang apakah perusahaan telah memberikan nilai tambah kepada pemegang saham. Oleh karena itu, jika manajer memfokuskan pada EVA, maka hal ini akan membantu memastikan bahwa mereka beroperasi dengan cara yang konsisten untuk memaksimalkan nilai pemegang saham. Perhatikan pula bahwa EVA dapat ditentukan untuk divisi serta untuk perusahaan secara keseluruhan, sehingga EVA memberikan dasar yang berguna dalam menentukan kompensasi manajemen pada semua tingkatan. Sehingga saat ini banyak perusahaan yang menggunakan EVA sebagai dasar utama untuk menentukan kompensasi manajemen. 1. Pajak Penghasilan Individual Individu membayar pajak atas upah dan gaji, atas pendapatan investasi (dividen, bunga dan laba dari penjualan sekuritas), serta atas laba perusahaan perorangan dan persekutuan. Tarif pajak adalah progresif – yaitu semakin tinggi penghasilan seseorang, semakin besar persentase pembayaran pajak.
Tabel 13.1., menunjukkan tarif pajak bagi wajib pajak individu dan yang telah menikah yang melaporkan SPT pajak atas dasar tarif pada bulan April 1998. 2. Laba kena pajak (taxable income) didefinisikan sebagai laba kotor dikurangi dengan beberapa pengecualian dan pengurangan seperti yang terdapat dalam instruksi pengisian formulir pajak individu. Dalam melaporkan SPT pajak tahun 1998 untuk tahun pajak 1997, setiap wajib pajak menerima pengecualian sebesar $ 2.550 untuk setiap tanggungan, termasuk wajib pajak, yang menurunkan penghasilan kena pajak. Namun, pengecualian ini tidak berlaku bagi wajib pajak berpenghasilan tinggi. Selain itu beban tertentu termasuk pembayaran bunga hipotik, pembayaran pajak pengahsilan negara bagian dan lokal, serta sumbangan sosial dapat dikurangkan dan dengan demikian akan digunakan untuk menurunkan laba kena pajak, tetapi sekali lagi, hal ini tidak berlaku bagi wajib pajak berpenghasilan tinggi. 3. Tarif pajak marjinal didefinisikan sebagai tarif pajak atas unti terakhir dari laba. Tarif marjinal dimulai pada tingkat 15 % dan kemudian naik hingga 39,6 %. Jika pengecualian dan pengurangan pajak dihilangkan, ditambah pajak Social Security dan Medicare, serta pajak negara bagian, maka tarif pajak marjinal bisa melebihi 50 %. 4. Kita dapat menghitung tarif pajak rata – rata ( average tax rates ) dari data pada tabel 2.5. sebagai contoh, jika Jill Smith, seorang wajib pajak yang belum menikah memiliki laba kena pajak sebesar $ 53.000, maka pajaknya adalah $ 3.600 + ($ 35.000 – $ 24.000)(0,28) = $ 3.600 + $ 3.080 = $ 6.680. Tarif pajak rata – rata Jill adalah $ 6.680/$ 35.000 = 19.1% sedangkan tarif pajak marjinal 28 %. Jika
penghasilan Jill meningkat sebesar $ 1.000, maka dia harus membayar pajak atas kenaikan ini sebesar $ 280. 5. Seperti diperlihatkan dalam catatan pada tabel, kode pajak memberikan indeks tarif pengenaan pajak (tax brackets) dengan tingkat inflasi untuk menghindari bracket creep yang terjadi beberapa tahun lalu dan menyebabkan tarif pajak meningkat secara substatial.
Pajak atas dividen dan pendapatan bunga. Dividen dan pendapatan bunga yang diterima oleh individu dari sekuritas perusahaan akan ditambahkan ke pendapatan lain – lain dan akan dikenakan pajak dengan tarif sekitar 50 %. Tabel 13.1. Tarif Pajak Individual pada Bulan April 1998 Individu Yang Belum Menikah Jika Laba Kena Anda Memba- Plus Tarif Pajak rata – Pajak Anda Adalah yar Jumlah ini persentase rata pada puncak atas dasar yang melebihi bracket Bracket dasar ini Mencapai $24.000 $24.000 - $58.150 $58.150 - $121.300 $121.300 - $263.750 Di atas $263.750
$0 3.600.0,00 13.162,00 32.738,50 84.020,50
15.0% 28,0 31,0 36,0 39,6
15,0% 22,6 27,0 31,9 39,6
Wajib Pajak Yang Telah Menikah Jika Laba Kena Pajak Anda Adalah
Anda Mebayar Jumlah ini atas dasar Bracket
Mencapai $24.000 $40.100 - $96.900 $96.900 $147.700 $147.700 $263.750 Di atas $263.750
$0 6.015.0,00 21.919,00 37.667,00 79.445,00
Plus persentase yang melebihi dasar ini
Tarif Pajak rata – rata pada puncak bracket
15.0% 28,0 31,0 36,0 39,6
15,0% 22,6 25,5 30,1 39,6
Karena perusahaan membayar deviden dari laba yang terkena pajak, maka terjadi pengenaan pajak berganda – pertama laba dikenakan pajak dengan tarif perusahaan dan kemudian membayar deviden yang sekali lagi dikenakan pajak dengan tarif pribadi. Menurut undang – undang pajak Amerika Serikat, bunga atas sebagian besar obligasi pemerintah negara bagian dan lokal, yang disebut municipal atau munis, bukan merupakan subyek pajak penghasilan federal. Jadi investor tetap menerima semua bunga atas sebagian besar obligasi municipal tetapi hanya bagian bunga yang diterima dari obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan atau pemerintah A.S. Ini berarti bahwa muni yang menghasilkan bunga lebih rendah dapat memberikan pengembalian setelah pajak yang sama dengan obligasi perusahaan yang menghasilkan bunga lebih tinggi. Sebagai contoh, seorang wajib pajak dengan marjinal 39,6 persen yang dapat membeli muni menghasilkan 5,5 persen akan menerima hasil sebelum A.S yang sama dengan laba setelah pajak : Hasil atas muni 1 Tarif pajak marjinal Ekuivalen atas obligasi kena pajak
Hasil sebelum pajak yang
(13.4)
5,5% 9,11% 1 - 0,396
Jika kita mengetahui hasil obligasi kena pajak, maka kita dapat menggunakan persamaan berikut untuk mencari hasil ekuivalen atas muni :
Hasil ekuivalen atas murni
Hasil sebelum pajak atas obligasi 1 tarif pajak marjinal kena pajak
(13.5)
= 9,11% (1 – 0,396) = 9,11% (0,604) = 5,5% Pengecualian pajak federal berasal dari pemisahan kekuasaan federal dan negara bagian, serta pengaruh utamanya adalah untuk membantu pemerintah negara bagian dan lokal meminjam dengan suku bunga dibandingkan obligasi. Munis selalu memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan obligasi perusahaan dengan risiko jatuh tempo dan likuiditas yang sama. Oleh karena itu, sangat rendah membeli munis. Jadi, kebanyakan munis dimiliki oleh investor dengan tarif pengenaan pajak yang tinggi. Keuntungan modal VS Pendapatan biasa (Capital gains VS Ordinary income). Aktiva seperti saham, obligasi dan real estate didefinisikan sebagai aktiva modal (capital assets). Jika anda membeli aktiva modal dan kemudian menjualnya diatas harga beli, maka labanya disebut keuntungan modal (Capital gains); jika anda mengalami rugi, maka hal tersebut disebut kerugian modal (Capital loss)
Tabel 13.2. Tarif pajak perusahaan pada bulan Januari 1998 Jika Laba Kena Pajak Anda Adalah
Mencapai $50.000 $50.000 - $75.000 $75.000 - $100.000 $100.000 - $335.000 $335.000 - $10.000000 $10.000.000- $15.000.000 $15.000.000 - $18.333.333 Di atas $18.333.333
Anda Mebayar Jumlah ini atas dasar Bracket $0 7.500,00 13.750,00 22.250,00 113.900,00 3.400.000 5.150.000 6.416.667
Plus persentase yang melebihi dasar ini 15% 25 34 39 34 35 38 35
Tarif Pajak rata – rata pada puncak bracket 15,0% 18,3 22,3 34,0 34,0 34,3 35,0 35,0
Aktiva yang dijual dalam satau tahun setelah dibeli akan menghasilkan keuntungan atau kerugian jangka pendek, sedangkan jika aktiva itu dimiliki lebih dari 1 tahun, maka akan menghasilkan keuntungan atau kerugian jangka panjang. Jadi, jika anda membeli 100 lembar saham Disney seharga $42 per saham dan menjual seharga $52 per saham, maka anda memperoleh keuntungan modal sebesar 100 x $ 10 = $1.000. namun jika anda menjual dengan harga $32 per saham, maka anda akan menderita kerugian modal $1.000. jika anda menjual saham itu seharga $42 per saham, maka anda tidak memperoleh keuntungan maupun kerugian. Anda hanya memperoleh uang anda kembali, yaitu sebesar $4.200 dan tidak ada pajak yang terutang. Keuntungan modal jangka pendek ditambahkan kependapatan biasa seperti upah, deviden, serta bunga, kemudian dikenakan pajak pada tarif yang sama seperti pendapatan biasa. Akan tetapi, keuntungan modal jangka panjang dikenakan pajak yangberbeda dimana tarifnya dibatasi sampai 28 persen. Jadi, jika dalam tahun 1996 tarif pengenaan pajak anda lebih kecil atau sama dengan 28 persen, maka setiap keuntungan modal yang anda peroleh akan dikenakan pajak seperti pendapatan biasa, tetapi
jika tarifnya adalah 31, 36, atau 39,6 persen, maka keuntungan modal anda hanya akan dibebani pajak sebesar 28 persen. Jadi keuntungan modal jangka panjang adalah lebih baik dari pada pendapatan biasa bagi beberapa orang, karena lebih banyak yang diterima setelah pajak. Tarif pajak atas keuntungan modal bervariasi sepanjang waktu, tetapi tarif ini pada umumnya lebih rendah dari pada tarif pajak atas pendapatan biasa Alasannya adalah sederhana – Kongres menginginkan ekonomi bisa tumbuh, di mana untuk pertumbuhan ini kita membutuhkan investasi dalam aktiva produktif dan tarif pajak atas modal yang rendah akan mendorong investasi. Untuk melihatnya, anggaplah anda adalah pemilik perusahaan yang memperoleh laba setelah pajak sebesar $1 juta. Karena ini adalah perusahaan Anda, maka anda dapat membayar $1 juta ini sebagai dividen atau anda dapat menahannya dan menginvestasikan kembali semua atau sebagian laba untuk ekspansi. Jika laba ini dibayarkan sebagai dividen, maka tarif pajak akan sebesar 39,6 persen. Namun, jika anda menginvestasikan kembali labanya, maka reinvestasi ini akan menyebabkan laba dan harga saham perusahaan meningkat. Kemudian, jika anda menjual beberapa saham ini satu tahun yang akan datang pada harga yang lebih tinggi. Anda akan memperoleh keuntungan modal yang hanya dikenakan pajak sebesar 28 %. Selanjutnya, anda dapat pula menunda pajak keuntungan modal dalam waktu yang tidak terbatas dengan cara tidak menjual saham tersebut. Jadi, jelasnya bahwa tarif pajak yang lebih rendah atas keuntungan modal akan meningkatkan investasi. Pemilik perusahaan kecil lebih suka mereinvestasi labanya untuk memperoleh keuntungan modal seperti halnya pemegang saham perusahaan besar. Investor individu akan memahami keunggulan pajak yang berkaitan dengan invetasi pada perusahaan yang baru dibentuk versus membeli obligasi, sehingga
ventura baru ini akan memiliki kemudahan dalam menarik modal ekuitas. Jadi, tarif pajak yang lebih rendah atas keuntungan modal akan merangsang pembentukan modal dan investasi. 6. Pajak Penghasilan Perusahaan Struktur pajak perusahaan, seperti ditunjukkan pada tabel 2 – 6, relatif sederhana. Untuk mengilustrasikan hal ini, anggaplah suatu perusahaan memiliki laba kena pajak sebesar $65.000, sehingga tagihan pajak adalah : Pajak = $7.500 + 0,25 ($15.000) = $7.500 + $3.750 = $11.250 dan tarif pajak rata – ratanya adalah $11.250 / $65.000 = 17,3%. Perhatikan bahwa, laba perusahaan diatas $18.333.333 memiliki tarif pajak rata – rata dan marjinal sebesar 35 persen.
Pendapatan Bunga dan Deviden yang diterima perusahaan. Pendapatan bunga yang diterima perusahaan dikenakan pajak seperti halnya laba biasa dengan tarif pajak reguler. Namun, 70 persen dividen yang diterima oleh satu perusahaan dari perusahaan lainnya dikeluarkan dari laba kena pajak, sedangkan sisanya sebesar 30 persen dieknakan pajak dengan tarif pajak biasa. Jadi, perusahaan yang memperoleh laba lebih dari $18.333.333 dan membayar tarif pajak marjinal 35 persen hanya akan membayar pajak sebesar (0,30) (0,35) = 0,105% dari pendapatan dividen, sehingga tarif pajak efektif atas dividen yang diterima adalah 10,5 persen. Jika perusahaan ini memiliki pendapatan dividen sebelum pajak sebesar $10.000, maka pendapatan dividen setelah pajak akan menjadi $8.950 : Laba setelah pajak = Laba sebelum pajak – Pajak
= Laba sebelum mebayar – (Laba sebelum pajak) (Tarif pajak efektif) = Laba sebelum pajak ( 1 – tarif pajak efektif ) = $10.000 [1 – (0,30) (0,35)] = $10.000 (1– 0,0105) = $10.000 (0,895) = $8.950 Jika perusahaan membayar laba setelah pajak sebagai dividen kepada pemegang saham, maka laba ini dibebani pajak tiga kali : (1) Perusahaan pada awalnya dibebani pajak, (2) Perusahaan lalu juga dibebani pajak atas dividen yang diterima,dan (3) individu yang menerima dividen terakhir dibebani pajak sekali lagi. Inilah alasan untuk pengecualian 70 persen atas dividen antar perusahaan. Jika perusahaan memiliki kelebihan dana yang dapat diinvestasikan dalam sekuritas, maka faktor pajak akan menguntungkan investasi dalam saham,
yangmembayar
dividen,
ketimbang
dalam
obligasi
yangmembayar bunga. Misalnya, anggaplah GE memiliki $100.000 untuk diinvestasikan dan akan membeli obligasi yang membayar bunga sebesar $8.000 pertahun atau saham preferen yang membayar dividen sebesar $7.000. Tarif pajak GE adalah 35 persen. Oleh karena itu, pajak atas bunga jika membeli obligasi adalah 0,35 ($8.000) = $2.800, dan laba setelah pajak adalah $5.200. Jika GE membeli saham preferen ( atau saham biasa ), maka beban pajak akan menjadi 0,35 [ ( 0,30 ) ( $ 7.000 ) ] = $735, dan laba setelah pajak adalah $6.265. Faktor lainnya mungkin membuat GE melakukan investasi dalam obligasi, tetapi faktor pajak sudah pasti menguntungkan investasi dalam saham apabila investor adalah perusahaan.
Bunga atau deviden yang dibayarkan perusahaan. Operasi perusahaan dapat dibiayai baik dengan modal utang maupun modal ekuitas. Jika perusahaan menggunakan utang, maka perusahaan harus membayar bunga, sedangkan jika menggunakan modal ekuitas, perusahaan diharapkan membayar dividen kepada para pemegang saham (investor). Bunga yang dibayar oleh perusahaan dikurangkan dari laba operasi untuk menghitung laba kena pajak, tetapi dividen yang dibayarkan tidak dapat dikurangkan. Oleh karena itu, perusahaan membutuhkan laba sebelum pajak sebesar $1 untuk membayar bunga sebesar $1, tetapi jika tarif pajak federal plus negara bagian adalah 40 persen, maka perusahaan membutuhkan laba sebelum pajak sebesar $1,87 untuk membayar dividen sebesar $1 : Laba sebelum pajak Yang dibutuhkan Untuk membayar
$1 $1 $1,67 1 - Tarif Pajak 0,60
7. Dividen sebesar $1 Bukti laba Setelah pajak
= $1,67 – Pajak = $1,67 - $1,67 ( 0,4 ) = $1,67 ( 1 – 0,4 ) = $ 1,00.
Tabel 12.2., menunjukkan dimana perusahaan memiliki aktiva sebesar $10 juta, penjualan sebesar $ 5 juta, serta laba sebelum bunga dan pajak ( EBIT ) sebesar $1,5 juta. Sebagaimana diperhatikan dalam kolom 1, jika perusahaan seluruhnya dibiayai dengan obligasi dan jika bunga yang dibayar sebesar $1,5 juta, maka laba kena pajak akan menjadi nol, pajak sebesar nol, dan investor akan menerima sebesar $1,5 juta. (istilah investor mencakup baik pemegang saham maupun pemegang
obligasi). Akan tetapi seperti diperhatikan dalam kolom 2, jika perusahaan seluruhnya dibiayai dengan saham, maka semua jumlah laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) sebesar $1,5 juta akan menjadi laba kena pajak, pajak akan menjadi $1.5000.000 (0,40) = $600.000 dan investor hanya akan menerima $0,9 juta. Tingkat pengembalian pada investor atas investasi $10 juta adalah lebih tinggi jika perusahaan menggunakan utang. 8. Tabel 13.3: Arus kas investor menurut pembiayaan dengan obligasi dan saham
Penjualan Biaya Operasi EBIT Bunga EBT Pajak federal (40%) EAT Laba investor Tingkat pengembalian atas aktiva sebesar $10 Juta
Obligasi (1) $ 5.000.000 3.500.000 (-) $1.500.000 1.500.000 (-) $ 0 0 $ 0 $1.500.000
Saham (2) $ 5.000.000 3.500.000 (-) $ 1.500.000 0 (-) $ 1.500.000 600.000 (-) $ 900.000 $ 900.000
15.0%
9.0%
Perusahaan pada umumnya tidak mungkin dibiayai secara eksklusif dengan modal utang dan resiko untuk melakukan hal ini akan mengoffset manfaat dari laba yang diharapkan lebih tinggi. Fakta bahwa bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan memiliki pengaruh yang besar terhadap cara pembiayaan perusahaan – sistem pajak lebih menyukai pembiayaan dengan utang dari pada dengan modal ekuitas. Keuntungan modal perusahaan. Sebelum tahun 1988, keuntungan modal jangka panjang perusahaan dikenakan pajak lebih rendah dibandingkan pendapatan biasa, sehingga situasinya sama untuk individu
maupun perusahaan. Namun, menurut undang – undang pajak saat ini, keuntungan modal perusahaan dikenakan pajak dengan tarif yang sama seperti pendapatan operasi. Kompensasi krugian perusahaan ke belakang dan ke depan. Kerugian operasi perusahaan biasanya dapat dikompensasikan ke belakang (carry – back) untuk setiap 3 tahun sebelumnya dan dikompensasi ke depan (carry – forward) untuk 15 tahun berikutnya serta digunakan untuk mengoffset laba kena pajak pada tahun - tahun tersebut. Misalnya, rugi operasi pada tahun 1998 dapat dikompensasi ke belakang dan digunakan untuk mengurangi laba kena pajak tahun 1995, 1996 dan 1997, serta dikompensasi ke depan, jika perlu dan digunakan pada tahun 1999, 2000 dan seterusnya hingga tahun 2013. Kerugian ini pada umunya dibebankan pada tahun – tahun awal, kemudian pada tahun terakhir berikutnya dan seterusnya sampai kerugian ini telah digunakan atau dikompensasi ke depan dalam batas 15 tahun yang telah dicapai. Sebagai ilustrasi, anggaplah apex corporation memperoleh laba sebelum pajak (laba kena pajak) sebesar $2 juta pada tahun 1995, 1996 dan 1997. Pada tahun 1998, apex menderita rugi sebesar $12 juta. Asumsikan juga bahwa federal plus negara bagian adalah 40 persen. Seperti ditunjukkan pada tabel 12.4., perusahaan menggunakan kompensasi ke belakang (Carry).
Tabel 13.4., Apex corporation: perhitungan kompensasi ke belakang dan ke depan kerugian untk tahun 1995 – 1997 dengan menggunakan kerugian tahun 1998 sebesar $12 juta
Laba kena pajak awal $2.000.000 Kompensasi ke belakang kredit- 2.000.000 Laba yang disesuaikan Pajak yang telah dibayar (40%) Selisih = restitusi pajak Total restitusi pajak yang diterima Pada tahun 1999:
1996
1997
1998
$2.000.000 - 2.000.000 $ 0 800.000 $ 800.000
$ 2.000.000 - 2.000.000 $ 0 800.000 $ 800.000
$ 0 800.000 $ 800.000
$ 800.000
+ $ 800.000 + $ 800.000 = $ 2.400.000
Jumlah kompensasi ke depan kerugian yang tersedia untuk digunakan Pada tahun 1999 - 2013 : Kerugian tahun 1998 Kompensasi ke belakang kerugian yang digunakan Kompensasi ke depan kerugian yang masih tersedia
$12.000.000 $12.000.000 $ 6.000.000
Bab 14 KEPUTUSAN INVESTASI BERISIKO
14. 1. Pendahuluan Hirshleiper (1961) mengatakan bahwa permasalahan dalam keputusan investasi beresiko mempunyai aspek positif dan aspek normatif. Pertanyaan secara normatif adalah: teknik analysis yang sesuai untuk mengevaluasi alternatif investasi berisiko oleh individu, perusahaan, atau agen pemerintah ?. Permasalahan secara positif, kita dapat bertanya : kenapa rata-rata penghasilan sekuritas yang berbeda memiliki tingkat risiko yang berbeda pula, akan tetapi jika dihitung dalam jangka panjang, maka rata-rata penghasilan sekuritas secara individual yang mempunyai tingkat risiko berbeda secara acak akan tereliminir ?. Pertama jika kita menguji aspek positif, maka penjelasan utama ditawarkan untuk penyimpangan hasil tersebut di atas (seperti, penyimpangan antara penghasilan saham dan obligasi, atau antara earning industri dan utilitas saham), atau untuk premi resiko bawaan, akan menujukan ketidak sempurnaan pasar modal. Saya akan mengadopsi pendekatan belakangan ini (penyimpangan hasil untuk premi resiko bawaan). Apa yang akan saya perkenalkan merupakan peragaan Teori Risiko Pasar sederhana, model Fisher’s dengan penekanan pada preferensi waktu dan bunga (tetapi bukan model kepastian dengan penekanan pada risiko). Pada sisi berdasarkan normatif, saya mencoba menunjukkan
bagaimana ukuran maksimisasi Present Value – yang secara umum diterima, di samping beberapa bidaah terbaru, sebagai pemandu prinsipil untuk mengevaluasi risiko alternatif investasi yang dimodifikasi atau digeneralisir saat mempertimbangkan risiko investasi. Pendek kata, saya mencoba untuk mengidentifikasi taksiran discount rate yang akan digunakan dalam formula Present Value, untuk menaksir ketidakpastian return dimasa mendatang.
14.2. Mengukur Risiko Sedikitnya ada dua akal sehat yang sungguh berbeda di mana investasi dapat dikatakan sebagai investasi berisiko. Pertama dari keseluruhan, suatu investasi dengan nominal tertentu, atau kuota penghasilan (seperti obligasi perusahaan), sering dikatakan melibatkan sebuah resiko secara parsial maupun secara total yang sering dilalaikan. Risiko yang dimaksudkan disini hanya "kesempatan yang kurang baik" yang diukur dengan mengukur perbedaan antara nominal return dengan taksiran return secara matematis. Saya menyebutnya sebagai penyimpangan atau perbedaan "expected-value risiko", tetapi konsep ini tidak akan memainkan peran penting, sebab untuk selanjutnya saya akan menyatakan bahwa penghasilan investasi adalah expected value yang diharapkan. Meskipun expected value risiko terjadi, tidak semata-mata di dalam investasi berpenghasilan nominal tetap, seperti obligasi. Akan tetapi dengan menunjukkan contoh yang meyakinkan yaitu, taksiran benefitcost dari proyek investasi sumberdaya air. Taksiran penghasilan yang diharapkan disini adalah bias. Konsep risiko yang digunakan di sini, tidak memperhatikan expected value, akan tetapi variabilitas dari distribusi kemungkinan
pendapatan dengan
menggunakan standar deviasi sebagai ukuran
variabilitas yang paling umum, sebagai kuatitas "variabilitas risiko", atau untuk selanjutnyan hanya disebut sebagai resiko saja. Meskipun demikian, saya tidak mengatakan bahwa standar deviasi adalah sebuah ukuran risiko. Mungkin dikesempatan lain distribusi juga tidak termasuk dalam penentuan apa yang sering disebut sebagai premi resiko atas penghasilan sekuritas.
14.3. Teori Pasar dari Premi Risiko Di dalam bagian 1, telah disajikan hanya beberapa unsur proses teori pasar dengan mana premi risiko atas investasi ditentukan, di dalam teori parsial lengkap dapat melayani untuk membawa beberapa pesan dalam pokok materi dan mengatasi beberapa poin-poin yang diperdebatkan. Asumsi dasar premi risiko pasar dapat dipahami sebagai interaksi keinginan untuk menunjang variabilitas risiko dan fakta-fakta teknikal dari risiko produktivitas yang membantu risiko kesempatan pendapatan. Penentuan premi risiko dengan menggunakan premi-waktu dalam penentuan teori bunga Bhoom Bawerk dan Fisher dengan berupaya mengembangkan berbagai aspek dalam analogi ini. Pertama dari semua, kita dapat membedakan antara lebar dan kedalaman dari sebuah resiko yang paralel dengan luas resiko yang umum dikenal dan kedalaman dalam waktunya. Sebagai contoh praktis dalam kaitan pembedaan risiko dengan mempertimbangkan suatu petani lahan kering di dalam suatu daerah di mana returnsnya penuh dengan unsur ketidakpastian. Karena suatu negeri tertentu tunduk pada kondisi-kondisi yang serupa, maka ia dapat memperlebar risikonya dengan memperluas tanamannya dalam hektar.
Atau ia dapat memperdalam risikonya dengan menggeser semua atau bagian operasinya ke negeri yang mempunyai variabilitas hasil yang lebih tinggi. Di dalam teori risiko, seperti di dalam teori bunga adalah lebih sederhana
untuk
meneliti
pelebaran
risiko
dibanding
dengan
memperdalam risiko, terutama di dalam kasus terdahulu, seperti kuantifisir standar deviasi sedikit lebih sempurna untuk kedalaman risiko dibanding analog - periode dari produksi - untuk kedalaman waktunya. Contoh suatu penghasilan dalam dollar tertentu yang pasti - dan resiko sebuat tiket undian seharga $ 2,00 yang mewakili kesempatan yang sama untuk dimenangkan, atau tidak sama sekali. Untuk memelihara situasi kemungkinan yang paling sederhana, maka asumsi bahwa hubungan sempurna dari return dengan unit yang penuh risiko. Dengan kata lain, jika kita mempunyai 1,000 lembar karcis undian, maka kita harus memenangkan sebesar $ 2,000 atau tidak sama sekali. Asumsi korelasi mencegah gangguan hukum dalam jumlah besar, asumsi tersebut layak dan berdekatan dengan situasi dalam contoh penanaman diukur dalam are, di mana jika panen gagal pada satu areal, maka sangat mungkin untuk gagal pada semua areal. Dengan situasi tersebut diatas, maka didapatkan sebuah set kurva indiferen antara hasil tertentu dengan ketidak pastian hasil diharapkan, yang dinyatakan sebagi pilihan risiko individu. Kurva pada Gambar 13.1., menunjukkan indiferen individu antara nilai $ 500 yang pasti dengan nilai yang diharapkan sebesar $ 1,000 yang mewakili kesempatan yang seimbang dengan $ 2,000 atau tidak sama sekali. Pertimbangan seorang individu dengan inisial sumbangan awal sebesar $ 1,000 untuk membeli karcis undian yang mengandung sebuah expected value risiko dengan tidak ada pendapatan secera keseluruhan.
Itu nampak alami untuk berasumsi bahwa ia akan rela pada awalnya untuk mengorbankan expected value untuk kepastian pada suatu tingkat tarip jauh lebih baik dibanding 1 : 1 – yang mungkin sebesar 10 : 1. Tetapi kekayaan yang pasti, atau pendapatan yang akan datang untuk mencapai sebuah hubungan yang seimbang pada prospek ketidakpastian tingkat pertukaran, maka ia siap untuk menawarkan kepastian lebih besar akan menjadi lebih moderat. Expected Value Of Uncertainty Future Income E
$ 1,000 risk aversion moderat
$ 500 preferensi resiko rendah I (Indifference curve) $ 500
$ 1,000
Y Certain Future Income
Gambar 14.1. Indifference Curve Between Certain and Uncertain Income Tentu saja, dapat dibayangkan, bahwa sumbangan awal yang pasti adalah sebesar $ 500, individu yang sama boleh jadi berkeinginan mengorbankan lebih dari $ 1.00 untuk suatu nilai expected value sebesar $ 1.00. Jika demikian, kemudian di dalam cakupan ini akan menunjukkan preferensi risiko bukannya risk-aversion.
Meskipun, untuk kecekungan itu tidaklah diperlukan untuk menyatakan bahwa individu lebih menyukai risiko (keserongan kurva indiferensinya tidak akan pernah kurang dari nilai absolut 1) – semua ini diperlukan sebagai tingkat pertukaran yang dia inginkan atas perubahan pengorbanan dengan mantap dari 1 yang mencerminkan risk-aversion kuat pada bagian
kiri atas mewakili risk-aversion yang jauh lebih
moderat, atau kejadian preferensi risiko rendah pada sisi kanan. Setelah memperkenalkan fungsi preferensi risiko dan sumbangan awal, sekarang kita dapat membawa masuk tempat kesempatan produktif dan kesempatan pasar. Di dalam "Robinson Crusoe" dinyatakan bahwa situasi ketiadaan peluang pasar dan individu harus menemukan titik maksimumnya di dalam kaitan dengan hanya preferensinya, maka sumbangan awal dan kesempatan produktif, berada pada titik kecekungan kesempatan produktif yang mengekspresikan penurunan marginal (expected) resiko produktivitas. Gagasan bahwa, dengan pergeseran dari investasinya yang terjamin kepada
risiko
menghasilkan
menengah, tingkat
maka
pertukaran
individu yang
pertama-tama sangat
dapat
favorable
(menyenangkan), tetapi dia membawa proses ke masa depan yang lebih kurang favorable. Tangens slope akan mengindikasikan keseimbangan dari marginal rate of risk-aversion dan marginal productivity of risk-bearing (marjinal risiko produktivitas bawaan). Akhirnya, jika kita membawa dua media kedalam suatu pasar dengan asumsi persaingan sempurna, maka disini akan ada diatur tingkat pertukaran antara pendapatan yang pasti dengan pendapatan yang diharapkan, yang akan ditentukan sedemikian rupa untuk menyamakan keinginan individu untuk memegang dua media
dengan kuantitas actual secara social tersedia dalam kaitan dengan sumbangan asli dan transformasi produktif antara kedua bentuk. Seperti di dalam solusi Fisherian yang umum dikenal untuk keputusan preferensi waktu, penyisipan dari garis pertukaran pasar mengizinkan kurva indiferensi lebih tinggi dibanding kemungkinan sebaliknya. Di dalam Gambar 14.2., Solusi " Robinson Crusoe" ada di R, E I2
I1
I1 I2 : Indifference curve M : Market Exchange Line P : Productivity Opportunity Locus M
P R W
Vc
Y
Gambar 14.2. Robinson Crusoe“ Soluition (R) and Market Solution (W) for Risky Investment
sementara risiko bawaan pasar diizinkan pada titik W. Dengan pengenalan atas pasar, kita dapat berbicara tentang ukuran keputusan individu sebagai maksimalisasi kepastian – nialai ekuivalen (Vc di dalam diagram), di dalam analogi dengan maksimalisasi nilai sekarang di dalam teori preferensi waktu.
14.4. Implikasi - Implikasi Percobaan tanpa bukti tegas, kita dapat mempercayai bahwa sejumlah statemen tidak terbantahkan dapat diturunkan seperti implikasi pendekatan terdahulu. Pertama dan terkemuka, biasanya ada suatu premi pasar positif pada risiko, yaitu expected penghasilan berisiko akan menjadi lebih tinggi dibanding dengan hasil yang pasti, berkaitan dengan kemiringan umum fungsi preferensi dalam Gambar 13.1., (menyatakan hambatan risiko bawaan) saling berinteraksi dengan fakta bahwa risiko bawaan biasanya produktif. Bahwa pasar membayar premi risiko positif adalah suatu statemen yang disangkal banyak orang, meskipun saya percaya bahwa bukti berat menunjukkan bahwa media investasi yang penuh risiko, sesungguhnya mempunyai expected return lebih tinggi dibanding media yang terjamin (atau, dengan kata lain, ketidakpastian nilai expected adalah discounted relatif untuk nilai-nilai yang pasti). Melalui berbagai alasan pengukuran dalam periode jangka panjang, maka penghasilan saham lebih besar dari obligasi, dan resiko obligasi lebih besar dari
obligasi yang dijamin. Tentu saja teori ini tidak
mempertimbangkan merima spekulasi "secara tidak wajar". Alternatif penjelasan dapat diungkaap
melalui pencarian fenomena dari
Las
Vegas. Implikasi kedua, adalah bahwa individu secara khas akan mendiversifikasi. Hubungan antara kurva adalah sedemikian rupa, sehingga optima bagian dalam adalah normal, kecuali sudut optimanya. Implikasi ketiga, adalah begitu panjang ketika kita berhadapan dengan bagian dalam dibanding sudut optima dan aplikasi pengambilalihan pasar sempurna dengan derajat margin tingkat risk-aversion semua yang sama. Oleh karena itu kita perlu melatih kepedulian sebelum
memberi label kebeberapa individu sebagai "risk-preferres" dan orang lain sebagai "risk-avoiders." Penerjemahan implikasi ketiga di atas ke dalam bahasa berdasarkan normatif, kita dapat katakan bahwa, semua investor perlu discount rate dalam mengambil risiko sebanyak pertukaran antara prospek berisiko tertentu yang dibentuk oleh pasar untuk tingkat risiko di dalam mana investasi yang dimasalahkan menurun. Ini membantah pandangan tradisional di dalam mengevaluasi peluang investasi berisiko, investor hendaknya melibatkan penetapan expected value dan kemudian discountnya oleh beberapa macam “koefisien perhatian" yang mengekspresikan preferensinya ke arah risiko bawaan. Kemudian kasus itu tidaklah sukar untuk menunjukkan bahwa, pertukaran antara dana sekarang dengan dana di masa mendatang dalam suatu pasar sempurna, maka tingkatan kepuasan yang paling tinggi dicapai dengan
memaksimalkan nilai sekarang dengan menghitung
potongan berdasarkan tingkat bunga pasar. Yang dengan cara yang sama di
dalam
kasus
mengambil
resiko,
aturan
optimisasi
untuk
memaksimalkan nilai kepastian yang ekuivalen dengan pendiskontoan expected rate of return pada tingkat bunga pasar. 14.5. Keputusan Pembelanjaan dan Investasi Analisis yang diperkenalkan di atas cukup menyediakan jawaban bagi pembelanjaan perusahaan secara sederhana. Jika investasi yang dimasalahkan melibatkan lebar waktunya dan kedalaman risiko (seperti; pergeseran dari jaminan dana sekarang untuk ketidakpastian dimasa mendatang sebagai derajat tingkat risiko), jika ini merupakan suatu spekulasi baru, sehingga tidak ada interaksi dengan return atas investasi yang lampau, dan seandainya melibatkan pembelanjaan modal sendiri
(equity), maka risiko waktu pasar dan discount rate harus digunakan dalam memutuskan investasi. Sementara
daftar
kondisi-kondisi
sederhana
saya
harus
berkomentar bahwa discount rate pasar dalam pertanyaan – “tidak murni" (termasuk di dalamnya premi resiko), tingkat bunga – adalah sedikit lebih banyak dari jarak kemungkinan observasi yang lebih besar dari tingkat bunga bebas risiko yang abstrak. Analisis ini berseberangan dengan Analisis Modigliani dan Miller di dalam pusat perhatian penghasilan pasar yang sedang berlangsung dari kombinasi debt-equity dan implikasinya untuk keputusan investasi. Meskipun, saya percaya bahwa analisis dari teori risiko bawaan yang diperkenalkan di sini secara implisit didasari oleh paper ModiglianiMiller. Kesejajaran yang paling penting adalah bahwa Modigliani dan Miller memilih maksimalisasi nilai pasar sebagai ukuran yang terutama berkaitan dengan maksimalisasi nilai ekuivalen kepastian
yang
diuraikan Modigliani-Mliller sebagai "kelas return-ekuivalen" terutama seperti apa yang saya sebut sebaga "kelas risiko"; sebagai tambahan, Modigliani dan Miller mengasumsikan suatu premi pasar positif untuk risiko bawaan. Pembatasan dari waktu sialnya, mencegah presentasi saya yang berisi sebuah analisis penuh sebagai kesimpulan utama berdasarkan norma analisis Modigliani-Miller, bahwa disamping penentuan pertimbangan pajak pendapatan perusahaan, didalam mengevaluasi alternatif investasi perlu menggunakan kompleksitas sturuktur modal debt-equity, sebagai tingkat discount rate yang ditentukan oleh pasar di dalam penggunaan kapitalisasi pasar secara murni dan perbandingan aliran equity dan risiko.
Konsep kelas risiko adalah suatu karakteristik perusahaan lebih besar dibanding investasi individu, yang dengan jelas mereka sedang berpikir tentang marginal investasi sebagai hal yang sama-sama berisiko sebelumnya mengadopsi apa yang saya sebut sebagai “pelebaran risiko” bukannya “memperdalam risiko”. Ini dapat dipertimbangkan untuk menyederhanakan
analisis,
meskipun
demikian
sisa
masalah
mengevaluasi kedalaman risiko investasi dapat memunculkan masalah lain yang diciptakan oleh korelasi return investasi yang tidak sempurna. Sementara analisis teoritis atas korelasi sempurna diasumsikan untuk menghindari sejumlah besar operasi hukum, di dalam pooling risiko keuntungan dunia nyata adalah sangat penting. Sesungguhnya, suatu marginal investasi secara individu sangat penuh risiko yang pada hakekatnya dapat mengurangi variabilitas risiko over-all total portfolio investasi perusahaan. Kemapanan semua discount rate equity untuk perusahaan kemudian tanpa kesalahan besar dapat digunakan untuk mengevaluasi marginal jika variabilitas investasi individual mana dan korelasi antar investasi lain tidaklah terlalu terlalu menyimpang dari pola contoh over-all.
14.6. Eksposisi Teori Baru Untuk Pengukuran Risiko Bernoulli (1954) menyatakan bahwa : 1. Ukuran risiko adalah nilai yang dikehendaki dikomputasi dengan mengalikan setiap gain (perolehan) yang mungkin didapat dengan jumlah cara dimana perolehan gain tersebut, dan kemudian membagi hasil penjumlahan tersebut dengan jumlah total kasus yang mungkin dimana, dalam teori ini, digunakan pertimbangan bahwa kasus-kasus terebut semuanya memiliki probalitias yang sama.
2. Pengujian berdasarkan pada satu hipotesis: karena tidak ada alasan untuk mengasumsikan bahwa 2 orang yang menghadapi risiko yang sama persis (identik), harus berharap semua kehendaknya dapat terpenuhi, risiko-risiko yang diantisipasi oleh masing-masing harus dianggap memilki nilai yang sama. 3. Contoh: seorang teman miskin memperoleh tiket lotere yang akan menghasilkan probabilitas yang sama yaitu tidak memperoleh apapun atau memperoleh 20 ribu ducat. Akankah orang itu menghitung peluangnnya untuk memenangkan lotere tersebut? Tidakkah dia akan menjual tiket lotere tersebut untuk mendapatkan 9000 dukat? Jawabanya pasti tidak. Sedangkan orang kaya pasti tidak akan menolak untuk membeli tiket lotere tersebut seharga 9000 ducat. Orang tidak akan menggunakan aturan yang sama untuk mengevaluasi sebuah perjudian. Untuk melakukan hal ini, penentuan nilai sebuah item harus tidak didasarkan pada harga, melainkan sebaiknya didasrkan pada utility yang dihasilknanya. Harga sebuah item hanya tergantung pada benda itu sendiri dan sama untuk setiap orang; akan tetapi utility tergantung pada keadaan-keadaan tertentu dari orang yang membuat estimasi. 4. Mari kita gunakan atural fundamental sebagai berikut: apabila utility dari setiap harapan keuntungan yang mungkin diperoleh dikalikan dengan jumlah cara terjadinya hal tersebut, maka sebuah mean utility (harapan moral) akan diperoleh, dan keuntungan yang terkait dengan utility tersebut akan sama nilainya dengan resiko yang dihadapai. 5. Tidak ada ukuran valid nilai resiko yang dapat diperoleh tanpa mempertimbangan utilitasnya. Dapat dikatakan, utility dari gain apapun menumpuk pada individu, berapa banyak profit yang diperlukan untuk mendapatkan utility yang dikehendaki. Sangat
mungkin bahwa setiap kenaikan kekayaan, sekecil apapun, akan selalu
menghasilkan
kenaikan
utility
yang
secara
terbaik
proporsional dengan kuantitas barang yang sudah dimiliki. 6. utility yang dihasilkan dari setiap kenaikan kekayaan, sekecil apapun, secara terbalik akan mngurangi proporsi kuantitas barang yang dimiliki sebelumnya. Jika kita melihat sifat manusia, hipotesis tersebut nampaknya memang valid. 7. Karena itu, jika AB merepresentasikan kuantitas barang yang dimiliki sebelumnya. Kemudian memanjangkan AB, sebuah kurva BGLS terbentuk, yang koordinatnya adalah CG, DH, EL, FM, dsb., menentukan utility-utuility yang terkait dengan abscissas BC, BD, BE, BF, dsb., yang menunjukkan gain dalam kekayaan. Selanjutnya jika m, n, o, p, q, dsb., adalah jumlah yang menunjukkan banyaknya cara dimana gain kekayaan BC, BD, BE, BF dapat diperoleh, maka sesuai dengan point 4 ekspektasi/harapan moral dari pendapat resiko adalah seperti yang ditunjukkan oleh persamaan pertama :
PO =
m.CG + n.DH + p.EL + q.FM + ..... ------------------------------------------m + n + p + q + ......
(14.1)
Jika AQ membentuk sudut 90 derajat dengan AR, dan AN = PO, garis lurus NO – AB menunjukkan gain yang diharapkan, maka untuk mengetahui seberapa besar andil individu ke dalam pendapat beresiko tersebut, kurva kita harus dipanjangkan kearah yang berlawanan hingga absis Bp menujukkan kerugian dan ordinat po menunjukkan penurunan utility yang terkait. Karena dalam permainan yang adil, penurunan utility yang diterima jika kalah sama
dengan
kenaikan
utility
jika
menang,
maka
kita
harus
mengasumsikan bahwa An = AN, atau po =PO. Sehinga Bp akan menunjukkan andil melebihi andil seseorang berdasarkan status keuangan yang dimilikinya.
Adapun gambaran utilitas gain dari seseorang ditampilkan pada Gambar 14.3., sebagai berikut : Q
M
S
L N
O G
p A
B C
D
P
E
F
R
n
Gambar 14.3. Utilitas Gain Individu 8. Hingga saat ini para ilmuwan biasanya mendasarkan hipotesis mereka pada asumsi bahwa semua gain harus dievaluasi secara ekslusif terpisah, berdasarkan kualitas intrinsiknya masing-
masing, dan gain tersebut selalu menghasilkan utility yang langsung proporsional dengan gain. Pada hipotesis ini kurva BS menjadi garis lurus. m.CG + n.DH + p.EL + q.FM + ..... ------------------------------------------m + n + p + q + ..... dan jika kedua sisi, maka factor respeknya : PO =
BP =
(14.2)
m.BC + n.BD + p.BE + q.BF + ..... ------------------------------------------m + n + p + q + .....
9. Jika AB besar, bahkan dalam proporsi BF yang merupakan gain terbesar yang mungkin, maka BM dapat dipastikan berupa garis lurus kecil. 10. Setelah menangani permasalahan diatas dengan cara yang umum, sekarang kita menggunakan hipotesis yang lebih khusus, yang memerlukan perhatian lebih dari berbagai pihak. Mula-mula sifat kurva BS harus diteliti sesuai dengan point 7. Karena dalam hipotesis kami, kita memastikan gain-nya kecil, maka gain BC dan BD dapat dipastikan hampir sama besar, sehingga perbedaan CD menjadi kecil juga. Jika kita tarik garis Gr paralel dengan BR, maka rH akan menunjukkan gain kecil dalam utility terhadap orang-orang yang kekayaannya sama dengan AC dan yang mendapatkan gain kecil CD. Akan tetapi, utility tersebut tidak hanya terkait dengan gain CD, tetapi juga dengan AC, yang merupakan kekayaan yang dimiliki sebelumnya. Karena itu dapat dinyatakan: AC = x, CD = dx, CG = y, rH = dy, dam AB = α ; dan jika b konstan makakurva BS merupakan kurva logaritma dy = bdx atau y = b log x x α
(14.3)
11. Jika kita bandingkan hasil tersebut dengan pernyataan pada point 7, akan dihasilkan : PO = b log AP/AB, CG = b log AC/AB. CG = b log AD/AB dan seterusnya; PO =
m.CG + n.DH + p.EL + q.FM + ..... ------------------------------------------m + n + p + q + .....
(14.4)
dan mengikuti : AP AC AD AE b log ----- = mb log ------ + nb log ------ + pb log ------ + qg log ------- + ….. AB AB AB AB
(m + n + p + q + …..)
AF : AB
(14.5)
12. Point diatas menghasilkan aturan bahwa: setiap gain ditambahkan pada kekayaan yang dimiliki sebelumnya, maka jumlah tersebut harus dinaikkna terhadap kekuatan yang diberikan oleh jumlah cara mendapatkan gain yang mungkin, kemudian dikalikan bersama-sama. Dari hasil tersebut kemudian ditarik sebuah akar yang menunjukkan derajat kontribusi berbagai kasus yang mungkin., dan akhirnya, nilai dari kepemilikan kekayaan sebelumnya harus dikurangkan dari situ; sehingga sisanya merupakan nilai proposisi/pendapat yang bersiko yang sedang kita bahas ini. 13. Dalam kenyataan bahkan dalam permainan yang paling fair sekalipun. Kedua belah pihak memiliki peluang untuk mengalami kerugian. 14. karena itu setiap orang yang mempertaruhkan sebagian kekayaannya, betapapun kecil, memiliki peluang kalah/rugi dan berusaha untuk menghindari terjadi kerugian tersebut.
15. Prosedur inilah yang juga diterapkan oleh para pedagang dengan cara mengasuransikan komoditas-komoditas mereka yang dikirim melalui kapal laut.
100
( x 10,000) 95 x 5 = 20 ( x 10,000)19 x
karena itu, penggunaan asuransi terbukti sangat brmanfaat karena asuransi menawarkan keuntungan pada semua orang yang terlibat. 16. Aturan lain yang bermanfaat yang dapat disimpulkan dari teori kami adalah sangat dianjurkan untuk membagi barang-barang yang memiliki resiko bahaya menjadi beberapa bagian, daripada mempertaruhkan semuanya dalam resiko tersebut. 17. Memang banyak orang yang mungkin tidak sepenuhnya percaya dengan cara kami mendefinisikan masalah-masalah tersebut secara tepat dalam contoh-contoh yang diajukan. 18. Jumlah masalah yang dikemukakan dalam tulisan ini memang tidak pasti: dalam setengah jumlah kasus, permainan peluang akan berakhir pada lemparan dadu pertama, dalam ¼ jumlah kasus, permainan akan berakhir pada pada lemparan dadu kedua, dalam 1/8 jumlah kasus, permainan akan berhenti pada lemparan dadu ketiga, dan seterusnya. 100
12,000 9.4,0001 - 4,000
Tulisan ini telah saya mintakan pendapat pada Mr. Nicolas Bernouli pada tahun 1732 dan dia mennyatakan bahwa dia tidak puas dengan pendapat saya mengenai evaluasi proposisi yang beresiko ini ketika diterapkan pada orang-orang sedang
mengevaluasi prospek-nya sendiri. Menurut kasusnya akan beda jika teori ini digunakan oleh orang ketiga yang hanya bertindak sebagai penilai dan evaluator dari prospek para peserta permainan. Ilmuwan hebat ini kemudian memberitahu saya bahwa Cramer, seorang ahli matematika, sebelumnya telah mengembangkan sebuah teori dengan subyek yang sama dengan kajian saya. Ternyata memang teori yang dia kemukakan sama persis dengan teori saya, meskipun kami melakukannya secara terpisah, tidak saling mengetahui dan independen satu sama lain. Jadi, hingga saat ini, eksposisi ini memang masih mengandung ketidak-jelasan dan masih terbuka untuk adanya kritik. Jika benar bahwa angka 2 selalu muncul tidak lebih besar dari 2, maka tidak akan ada perhatian harus diberikan pada peluang angka tersebut untuk menang pada lemparan dadu ke-24. Namun peluang tidak dapat dihitung secara pasti demikian.
Bab 15 KONSEP CASH FLOW KEUNTUNGAN 15.1. Pendahuluan Menurut
Bodeivorn (1964) Teori perusahaan tradisional
didasarkan pada asumsi bahwa minat pemegang saham (stakeholders) adalah tertarik akan laba, sedemikian sehingga sasaran perusahaan adalah untuk memaksimalkan laba. Banyak diskusi mengenai konsep laba secara teoritis, tetapi tidak ada konsensus pendapat menyangkut definisi yang tepat dari bagunan teoritis ini. Meskipun demikian teori perusahaan didasarkan pada maksimalisasi laba dan pemikiran laba dengan bebas seperti; selisih antara pendapatan dari penerimaan penjualan produk dan pembayaran terhadap faktor produksi (Revenue – Expenses). Konsep laba ini menjadi sukar diberlakukan dalam keputusan investasi, dan maksimalisasi kekayaan dan pengembangan konsep Laba cash-flow yang dihubungkan dengan teori penetapan harga saham. Konsep Laba cash flow mempunyai tiga manfaat dibanding konsep tradisional yaitu; 1. Dapat digunakan dalam pengambilan keputusan dalam kondisi kepastian, karena maksimalisasi laba adalah minat pemegang saham. 2. Laba perusahaan bersamaan dengan pendapatan pemegang saham pada setiap periode waktu. 3. Laba yang lampau dapat diukur dari harga pasar sedemikian rupa, sehingga merupakan suatu ukuran sasaran capaian,
Cash flow baru digambarkan pada Bagian 2 sebagai cash flow yang pasti antara perusahaan dengan pemegang sahamnya. Kemudian nilai saham saat ini adalah Net cash flow masa mendatang. 15.2. Cash Flow dan Penilaian Saham Di dalam bagian ini, kami hadirkan suatu definisi cash flow dan teori penetapan harga berdasar pada analisis cash flow. Definisi cash flow diperlukan karena terkait dengan keputusan investasi dibanding penetapan harga saham. Terkait dengan cash flow yang
berhubungan dengan proyek
investasi tertentu, bukannya dengan cash flow secara keseluruhan dalam perusahaan, dan kita harus mengenali kemungkinan cash flow yang dihasilkan oleh satu proyek yang akan digunakan untuk membiayai proyek lain. Lagipula, diskusi cenderung untuk memisahkan keputusan investasi dengan keputusan pembiayaan, dan kita ingin meliputi pertimbangan pembiayaan. Di dalam menggambarkan cash flow, kita harus menandai transaksi yang menyertakan barang-barang atau jasa, kewajiban keuangan, dan keseimbangan kas. Pembelian tentang segala barang atau jasai, baik untuk penggunaan sekarang (biaya) atau penggunaan masa depan (asset), mengakibatkan suatu pembayaran kas segera. Jika barang-barang sesungguhnya dibeli pada jumlah, kemudian suatu transaksi secara kredit dari penjual direkam. Penjualan barang-barang atau jasa mengakibatkan suatu penerima kas segera. Jika kredit diperluas, dibanding suatu transaksi secara kredit kepada pembeli, adalah juga direkam. Berkenaan dengan transaksi keuangan, kita membedakan antara transaksi yang menyertakan kewajiban keuangan perusahaan dengan kewajiban pembayaran yang
dipastikan ke seseorang di luar perusahaan itu, dan transaksi yang menyertakan kewajiban keuangan orang luar. Penerima kas dan pembayaran tunai meliputi semua transaksi dengan kewajiban keuangan orang luar. Di dalam mempertimbangkan kewajiban milik perusahaan, berguna untuk menandai hutang dan kewajiban serta kekayaan. Pembedaan ini tidak akan jadi penting bagi kondisi adanya kepastian. Jika semua orang mengenal dengan tepat pembayaran atas semua kewajiban keuangan, semua pembayaran masa mendatang akan bersifat discounted pada tingkat bunga yang sama, dan istilah kontrak pinjaman akan bersifat tidak relevan. Pada kondisi ketidak-pastian, bagaimanapun tingkat potongan tunai berlaku untuk kekayaan lebih tinggi dibanding hutang. Kita mampu menangani masalah ini lebih siap, jika kita menggambarkan penerimaan kas dan pembayaran meliputi transaksi yang menyertakan kewajiban hutang tetapi untuk meniadakan transaksi kekayaan. Permasalahan dalam saldo kas adalah sedikit agak ganjil. Di dalam kondisi kepastian akan bersifat tak menguntungkan untuk memegang kas. Kas manapun yang tidak diperlukan secara segera untuk membuat pembayaran akan dipinjamkan pada tingkat bunga sebagai likwiditas tidak berharga jika semua kebutuhan tunai masa depan dapat dengan sempurna diramalkan, dan tidak ada floatation cost dalam peminjaman, meminjam, atau kas untuk membayar kembali. Di hadapan ketidak-pastian, saldo kas dipegang untuk penyediaan likwiditas. Pada prinsipnya keputusan untuk membeli likwiditas dengan terus meningkatkan saldo kas, atau untuk menjual likwiditas dengan mengurangi saldo kas, harus dianalisa dengan cara yang sama dengan analisis keputusan investasi.
Manajemen perlu merancang penerimaan kas di masa mendatang dan pembayaran tunai yang dipastikan dengan berbagai saldo kas, mengurangi pembayaran dari uang masuk untuk menentukan net cash flow, dan kemudian memilih saldo kas (membeli likuiditas) yang memaksimalkan present value of net cash flow. Suatu peningkatan cash balances kemudian diperlakukan sebagai suatu pembelian likwiditas dan digambarkan sebagai suatu pembayaran tunai. Suatu pengurangan dengan uang tunai cash balances adalah suatu penjualan likwiditas dan menggambarkan sebagai suatu penerima kas. Jika suatu perusahaan menerima kas dari penjualan
produk dan
meningkatkan saldo banknya, ini melibatkan penerimaan kas dan pembayaran tunai, sedemikian rupa sehingga net cash flow = 0. Setelah itu, ketika perusahaan mengurangi saldo banknya untuk membayar gaji, ini adalah suatu pembayaran tunai, dengan suatu netto menguangkan. Cash flow iklan di dalam periode manapun oleh karenanya adalah perbedaan antara kas pasti yang diterima dari pembeli, penerimaan pinjaman, atau bank, dan kas yang pasti digunakan untuk meningkatkan saldo kas, untuk membayar barang-barang dan jasa, untuk membayar bunga atau membayar kembali hutang, atau untuk meminjamkan harus dihubungkan dengan kewajiban, kekayaan, yaitu net cash flow adalah cash flow antara perusahaan dan pemegang saham nya. Suatu net cash flow positif menghadirkan suatu pembayaran kas yang pasti kepada pemegang saham, yaitu suatu pembayaran dividen atau hak membeli kembali saham, selagi suatu net cash flow negatif menghadirkan suatu pembayaran tunai oleh pemegang saham kepada perusahaan, yaitu suatu saham baru untuk langganan. Teori penilaian saham yang dihubungkan didasarkan pada asumsi :
1. Penerima kas dan pembayaran tunai perusahaan telah diproyeksikan untuk setiap periode untuk selamanya. 2. Tidak ada transaksi atau biaya-biaya notasi, atau biaya-baiaya apapun selain dari bunga (atau dividen) yang dilibatkan dalam meminjam atau membayar kembali uang, atau di dalam membeli atau menjual obligasi. 3. Busur lingkungan pemegang saham yang tak memihak antara keinginan untuk mendapatkan capital gains atau pendapatan dividen, sedemikian rupa sehingga kita mengabaikan permasalahan yang muncul oleh karena capital gains dan pajak-pajak atas pendapatan yang berbeda.
Teori Cash flow kemudian dikatakan bahwa nilai saham itu adalah present value net cash flow masa mendatang yang menyediakan pertimbangan untuk memelihara saldo kas. Definisi arus kas dapat disesuaikan dengan tujuan untuk pemakai dan
konsep
cash
flow
akan
jadi
banyak
digunakan
dalam
menggambarkan arus tersebut sedemikian rupa, sehingga nilai sekarang net cash flow adalah nilai dividen, bukan dividen yang ditujukan untuk peningkatan dengan cash balances, perawatan saldo kas sedikit banyaknya diperlukan. Di dalam konteks keputusan investasi umum memiliki suatu pengaruh, baik pada harga saham, jika present value of net cash flow berhubungan dengan proyek investasi secara positif, yaitu, jika perusahaan dapat membayar dividen cukup dibenarkan untuk meningkatkan dana yang diperlukan oleh suatu pengeluaran saham baru. Jika hasil net cash flow proyek tidak digunakan untuk dividen, tetapi diinvestasikan di perusahaan itu (barangkali untuk membeli likwiditas)
dalam suatu proyek investasi baru, maka kedua proyek harus dievaluasi dengan bebas. Net cash flow berhubungan dengan kedua proyek (investasi kembali) secara l negatif dan offset net cash flow yang positif proyek yang pertama sedemikian rupa, sehingga tidak muncul evaluasi keputusan kecuali tentang tingkat saldo kas, pemeliharaan saldo kas tidak akan merusak konsep utilitas cash flow di dalam keputusan investasi, dan menambah utilitasnya dalam penilaian persediaan. Teori
ini
menyiratkan
bahwa
pemegang
saham
tidak
mempedulikan apakah hak membeli kembali saham yang dipastikan atau dividen, karena salah satu dari
cash flow yang dipastikan kepada
pemegang saham. Hal Ini dapat dilihat dengan suatu contoh sederhana yaitu ; suatu perusahaan mempunyai 100 saham preferensi dan tingkat kembalian ke pemegang saham adalah sebesar $ 2,500. Nilai yang dipastikan setelah uang telah dibagi-bagikan kita dapat asumsikan untuk ; menjadi $ 10,000, adalah nilai cash flow yang discounted dan tidak dipengaruhi oleh cara pengembalian dana ke pemegang saham. Jika pemegang saham mengharapkan dividen per saham sebesar $ 25, maka distribusi masing-masing pembayaran dividen kepada pemegang saham, akan turut serta berharga $ 100 dan $ 25 dividen. Sebelum dividen dibayar, oleh karena itu, saham harus dihargai pada $ 125. Saham harus pula dihargai pada $ 125 jika perusahaan diharapkan untuk menggunakan yang $ 2,500 ke hak membeli kembali saham bukannya untuk membayar dividen, karena masing-masing saham harus sama sebelum dan setelah hak membeli kembali saham. Jika pura-pura
adalah berharga $ 125 sebelum pembelian, perusahaan dapat membeli 20 saham untuk $ 2,500. Pemegang saham mana yang menjual akan menerima $ 125 per saham, dan masing-masing saham preferensi akan menghadirkan 1/90 th untuk total saham (yang masih mempunyai total nilai $ 10,000) dan oleh karena itu akan dihargai pada $ 125. Singkatnya, jika kembalian yang dipastikan $ 2500 kepada pemegang saham, mereka tidak mempedulikan apakah itu disebut sebagai deviden dalam bentuk kas, atau apakah perusahaan ini membeli proporsi ditentukan dari tiap saham dari pemegang saham. Masingmasing pemegang saham memiliki proporsi yang saham prefernsi yang sama dan menerima jumlah kas yang sama pula. Teori ini mempunyai beberapa implikasi menarik berkenaan dengan keputusan untuk membiaya proyek investasi masa mendatang dan pembayaran dividen masa mendatang. Penekanan pada pembayaran dividen boleh jadi ditafsirkan keliru untuk berarti bahwa kebijakan dividen adalah penting menentukan harga saham adalah bukan kasus tersebut. Jika suatu perusahaan telah memutuskan pada proyek investasi yang dikerjakan melibatkan outlay (pengeluaran), katakan satu juta dolar, tidak membedakan apakah satu juta dolar diperoleh dengan mengurangi dividen atau dikeluarkan dividen dan kemudian dipinjam dengan pengeluaran saham baru. Net cash flow yang menentukan nilai sahami mempunyai umbi manis yang menggambarkan sebagai arus kas antara perusahaan dengan pemegang saham nya, dan arus ini tidaklah diubah oleh keputusan untuk membiayai secara internal atau untuk mengeluarkan saham baru. Jika pemegang saham menerima suatu dividen $ 1 juta, ini adalah suatu net cash flow dari lebih $ 1 juta. Jika $ 1 juta saham baru dijual, ini
adalah suatu net cash flow kurang $ 1 juta. Jika transaksi kedua-duanya berlangsung pada periode yang sama, net cash flow adalah penjumlahan keduanya, atau = 0. Hal ini bagaimanapun, persisnya apa yang bukan arus kas jika tidak ada dividen telah dibayar, tidak ada saham baru telah dikeluarkan, dan proyek telah dibiayai secara internal. Teori ini juga menyiratkan bahwa suatu keputusan untuk merancang dimasa mendatang untuk melakukan investasi mempengaruhi nilai saham hari ini. Nilai saham seluruhnya didasarkan pada cash flow masa mendatang, dan tidak membedakan apakah arus kas diharapkan dalam hubungannya dengan suatu proyek yang telah dikerjakan atau proyek yang akan dikerjakan di masa datang. Hal itu tidak dibedakan, kecuali jika cash flow berhubungan dengan lingkungan proyek masa mendatang dianggap sebagai lebih beresiko dibanding yang berhubungan dengan proyek sekarang dan oleh karena itu adalah discounted pada suatu tingkat tarip lebih tinggi. Penentuan yang sesuai tingkat di mana potongan cash flow masa mendatang, yang kadang-kadang disebut sebagai tingkat pengembalian normal atas investasi, sungguh sial di luar lingkup pembahasan ini. 15.3. Konsep Cash-Flow Keuntungan Laba digambarkan dalam hubungan dengan periode waktu tertentu, dan mencerminkan sebagian dari aktivitas yang dipastikan sepanjang periode itu. Kita mempertimbangkan tiga konsep pertama yang berkenaan dengan status yang dipastikan di permulaan dan akhir periode. Pemegang saham menandatangani investasi pada awal periode pada nilai pasar saham yang berarti bahwa pemegang saham awal di dalam pengertian bahwa akan menghadirkan apa yang pemegang saham bisa dapatkan dengan menjual saham mereka pada awal periode, dan
jumlah kekayaan yang mereka percayakan kepada perusahaan untuk periode itu, yang secara simbolis, dalam teori katakan : N1
N2
N3
Ni
So = --------- + --------- + ---------- + ………. =
------- (15.1)
i 1
(1 + r)2
(1 + r)
(1 + r)3
(1 + r)i
di mana : So =
Harga saham pada periode awal = Pemegang saham menandatangai investasinya.
N1, N2…=
Net cash flow yang diharapkan di periode mendatang
r = Tingkat discount rate
Di periode awal, pemegang saham mengharapkan bahwa investasi awal mereka akan menghasilkan suatu kembalian sepanjang periode itu. Periode terakhir yang diharapkan adalah kekayaan mereka, E(W1), terdiri dari net cash flow yang diharapkan pada periode itu, N1, nilai saham yang diharapkan : N2
N3
Ni
E(W1) = N1 ---------- + ------------ + …….. =
------------- = So (1 + r) (15.2)
i 1
(1 + r)
(1 + r)2
(1 + r)i - 1
Alat ini bermakna bahwa kembalian yang diharapkan sepanjang periode adalah tingkat pengembalian yang normal atas investasi awal dengan pemberian tingkat potongan tunai (discount rate). Nominal kekayaan nyata pemegang saham akahir periode, merupakan arus kas yang benar-benar berlangsung sepanjang periode, C1, tambahan nilai saham aktual pada akhir periode, seperti ; investasi pemegang saham yang dipindahkan ke periode berikutnya, S1 ;
M2
M3
Mi
W1 = C1 + S1 = C1 + -------- + ---------- + …… = C1 +
--------
(15.3)
i 2
(1 + r)
(1 + r)2
(1 + r)i - 1
di mana : W1 = Kekayaan akhir periode C1 =
Arus kas periode nyata
S1 = Harga saham pada akhir periode = investasi yang dipindahkan ke periode
berikutnya
M2, M3 = Arus kas Netto yang diharapkan pada periode mendatang
Kekayaan nyata dapat berbeda dengan kekayaan yang diharapkan melalui tiga alasan : periode arus kas berbeda dari apa yang diharapkan, C1 N1 ; arus kas yang diharapkan pada periode mendatang sudah berubah karena periode awal, M1 N1 ; atau tingkat discount rate telah berubah. Di dalam kondisi kepastian di mana harapan selalu benar dan tidak pernah berubah, sehingga kekayaan nyata akan sama dengan kekayaan yang diharapkan dan akan meningkat dari periode ke periode oleh tingkat discount rate tunai dikalikan dengan investasi awal.
15.4. Keuntungan Murni Ahli ekonomi pada umumnya menggambarkan laba bersih sebagai kelebihan kembalian dari yang normal atas modal yang ditanamkan, yang mana dalam hal ini diakibatkan oleh adanya tingkat discount rate, kembalian normal dihargai sebagai biaya. Bersesuaian definis cash flow adalah perbedaan antara kekayaan nyata periode akhir dengan kekayaan yang diharapkan pada akhir periode :
Pure profit = W1 - E(W1) = W1 – So (1 + r)
(15.4)
15.5. Keuntungan Bisnis Para pelaku bisnis dan para akuntan pada umumnya menganggap keseluruhan kembalian kepada pemegang saham sebagai laba atau pendapatan, dan tidak peduli kembalian investasi pemegang saham manapun disebut sebagai biaya. Dengan demikian laba bisnis adalah laba bersih ditambah dengan tingkat pengembalian investasi normal (ROI), yang mana adalah juga perbedaan antara kekayaan akhir periode dengan investasi awal. Business profit = W1 - So = Pure Profit + r So
(15.5)
Jika harapan untuk periode dipenuhi (N1 = C1), maka harapan masa depan tanpa perubahan (M1 = N1), dan tingkat discount rate tidak berubah, kemudian laba bersih adalah nol dan laba bisnis adalah kembalian yang normal atas investasi awal, r So Maka kebijakan manajemen selama periode itu akan berada di minat yang terbaik tentang pemegang sahamnya dan jika memaksimalkan kekayaan akhir periode, maka bisnis tersebut menikmati keuntungan atau laba murni. Tiga ukuran secara padanan logika sebab penilaian kekayaan, laba bisnis dan laba bersih berbeda tergantung pada harapan awal, tetapi tidak bisa berubah sepanjang periode tersebut. Kekayaan akhir periode dan laba bisnis berbeda dengan nilai saham awal (initial investment) dan laba bisnis dan laba bersih berbeda dengan dengan kembalian normal atas investasi awal. Konsep laba ini secara signifikan berbeda dari
konsep
konvensional yang kita akan sebut sebagai "earning", sedemikian rupa sehingga "laba" dapat disediakan untuk konsep cash flow. Pendapatan
suatu periode dihubungkan dengan perbedaan antara nilai penjualan dengan ongkos produksi barang-barang yang dijual sepanjang periode itu. Pendapatan kemudian terutama terkait dengan aktivitas sepanjang periode itu. Periode lebih awal dan periode kemudiannya dilibatkan hanya untuk tingkat biaya yang berhubungan dengan penjualan sekarang yang disetor ke rekening periode lain, atau pendapatan berhubungan dengan penjualan sekarang dan akan diterima pada periode lain. Earning tidak dipengaruhi oleh perubahan harapan masa mendatang sebagai laba. Perbedaan antara pendekatan keuntungan cash flow dengan pendekatan
earning
tradisional
dapat
digambarkan
dengan
mempertimbangkan analisa suatu rencana investasi sederhana. Misalkan suatu proyek memerlukan pengeluaran modal sebesar $ 1,000 pada periode awal atau tahun pertama dan
pada akhir tahun pertama
perusahaan akan menerima $ 1,120 hasil penjualan dan akan membayar gaji sebesar $ 400 dan pajak pendapatan sebesar $ 60. Pada akhir tahun kedua perusahaan akan menerima hasil penjualan sebesar $ 1,310 dan akan membayar gaji sebesar $ 500 dan $ 205 pajak pendapatan
perusahaan.
Pajak
pendapatan
dihitung
dengan
membebankan biaya penyusutan sebesar $ 600 untuk tahun pertama dan sebesar $ 400 untuk tahun kedua dengan asumsi hukum perpajakan mengijinkan tarif pajak sebesar 50 %, kemudian berlaku pajak pendapatan (pendapatan – upah – penyusutan) sebesar $ 120 untuk tahun pertama dan sebesar $ 410 untuk tahun kedua, maka tidak ada uang masuk lain atau pembayaran berhubungkan dengan proyek Oleh karena itu proyek mempunyai suatu arus kas netto sebesar $ 1,000 pada awal tahun pertama + $ 660 pada akhir tahun pertama dan + $ 605 pada akhir tahun yang kedua . Jika kita mengasumsikan suatu
tingkat discount rate sebesar 10 %, hadiah untu proyek (awal tahun pertama) nilai arus kas netto adalah + $ 100. Hal itu lebih mudah untuk melihat implikasinya melalui analisis cash flow dari menilai rencana investasi dalam bentuk saham yang dihubungkan dengan laba, jika kita berasumsi bahwa usahawan sematamata menyertakan untuk kepentingan mulai mengerjakan proyek ini yang dibiayai dengan kekayaan. Tentu saja, kita mengasumsikan modal dari penjualan saham dengan mengumpamakan suatu arus kas netto sebesar $ 1,000 ketika asset dibeli. Menurut definisi, suatu arus kas netto adalah suatu transaksi dengan pemegang saham, dan tanda negatif menyiratkan suatu arus menguangkan dari pemegang saham kepada proyek yang dipastikan. Analisis tidak akan merubah cara penting manapun jika kita mengasumsikan bahwa untuk merancang suatu proyek penambahan investasi kedalam perusahaan yang berjalan baik, maka akan menjadi lebih diperrumit, meskipun, hal itu bisa dibiayai secara internal yaitu, dana untuk membeli asset itu boleh jadi berasal dari penerima kas yang dihasilkan oleh proyek lain, dan uang masuk berhubungan dengan proyek ini boleh jadi digunakan untuk keuangan proyek lain sebagai ganti pengembalian kepada pemegang saham. Prinsip lebih jelas, tetapi tidak berbeda, jika kita berasumsi bahwa proyek dalam perusahaan bersamaan waktunya sedemikian rupa, sehingga arus kas yang dihasilkan oleh proyek adalah juga menjaring arus kas dari segi pandangan kondisi yang pasti. Kasus yang paling sederhana untuk dipertimbangkan di mana proyek investasi tidak diantisipasi oleh pasar, hanyalah mengadopsi peramalan pasar ketika asset dibeli, maka arus kas netto perusahaan dimasa mendatang akan melalui urutan peristiwa sebagai berikut:
1. Suatu usahawan mengambil uang miliknya sebesar $ 1,000 dan membeli suatu asset dengan harapan yang ia dapat mendapatkan suatu arus kas netto pada akhir tahun pertama sebesar $ 660, dan sebesar $ 605 pada akhir tahun kedua. 2. Ia menyertakan dan mengeluarkan saham kepada dirinya pada waktu yang sama ketika ia membeli asset itu. 3. Nilai pasar saham ini adalah sebesar $ 1,100 ketika dikeluarkan, hal yang membingungkan adalah nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan dimasa mendatang dengan discount rate sebesar 10 %. 4. Oleh karena usahawan itu membuat suatu laba dari penjualan aktiva $ 100, ketika ia mengeluarkan saham itu, karena ia membayar $ 1,000 untuk asset dan mempunyai yang saham yang ia bisa jualn untuk $ 1,100. Hal Ini meningkatkan kekayaannya berlangsung atau tidaknya ia menjual saham itu, dan
"investasi awal", di dalam
perusahaan menurut definisi kita. Hal Ini juga merupakan suatu laba bisnis, dan suatu laba bersih. yang diterima di tahun pertama, karena kekayaan nyata nya adalah $ 1,100, dan kekayaan yang diharapkan (nilai pasar) tadinya hanya sebesar $ 1,000. 5. Jika semua pergi seperti yang diharapkan, kembalian yang dipastikan $ 660 ke pemegang saham yang boleh atau tidak boleh meliputi usahawan yang asli pada akhir tahun pertama itu. Jika harapan untuk tahun kedua adalah tidak berubah, maka pemegang saham juga mempunyai nilai saham sebesar $ 5, yang mana merupakan hadiah (pada awal tahun yang kedua ) nilai tunai yang diharapkan pada akhir tahun kedua sebesar $ 605. Kekayaan nyata pemegang saham pada periode akhir adalah sebesar $ 660+ $ 550 = $ 1210, dan laba bisnis adalah $ 110 tahun pertama dan laba bersih adalah nol karena tingkat
pengembalian normal atas investasi awal pemegang saham l 10 % dikalikan dengan investasi awal sebesar $ 1,100 sama dengan $ 110. 6. Jika harapan berlanjut untuk direalisir, maka kembalian yang dipastikan kepada pemegang saham pada akhir tahun kedua sebesar $ 605, dan saham menjadi tidak berharga. Kemudian kekayaan pada akhir periode sebesar $ 605. Investasi awal untuk tahun kedua adalah sebesar $ 550 karena harga saham pada awal tahun tersebut. Laba bisnis Laba sebesar $ 55 dan laba bersih = nol. Teori cash flow mengatakan bahwa semua laba bersih didapat ketika perubahan nilai saham belum diantisipasi oleh pasar tersebut. Nilai pasar saham selalu ditentukan sedemikian rupa,
sehingga
kembalian yang diharapkan, arus kas bersih (dividen) + capital gains, adalah kembalian normal atas nilai pasar pada periode awal. Jika semua pergi seperti yang diharapkan, maka kembalian yang nyata, laba bisnis akan menjadi kembalian normal yang diharapkan, dan laba bersih akan menjadi nol. Jika harapan berubah, maka suatu laba bersih (atau kerugian) dibuat dengan seketika sebagai harga saham buatan harga adalah suatu penyesuaian tak diduga sedemikian rupa, sehingga kembalian yang diharapkan dimasa mendatang = kembalian normal atas nilai saham baru (investasi). Analisis proyek dalam
konteks teori
earning tradisional
memerlukan informasi tentang penyusutan ekonomi, analisis cash flow tidak diperlukan. Analisis arus kas hanya memerlukan informasi tentang pajak pendapatan perusahaan, yang tidak memerlukan pengetahuan tentang undang-undang penyusutan, akan tetapi sekitar penyusutan ekonomi. Sedangkan beberapa perdebatan yang terutama sekali antar para akuntan, tentang arti yang tepat tentang perampokan ekonomi, kita
akan berasumsi bahwa penyusutan adalah perubahan di dalam nilai pasar dari asset. Kita dapat juga mengasumsikan untuk sementara waktu, penyusutan yang sah sesuai undang-undang dan penyusutan ekonomi adalah sama yaitu bahwa asset mempunyai suatu nilai pada akhir tahun pertama sebesar $ 400. Analisis earning tradisional kemudian mengatakan bahwa kenaikan modal pada awal periode tahun pertama yang dipastikan sebesar $ 1,000 tersebut. Hal ini mendapat pajak bersih sebesar $ 60 untuk tahun pertama. Oleh karena itu kembalian pada akhir tahun $ 660, atau akan menghadirkan kembalian modal sebesar $ 600 dan pemegang saham masih mempunyai investasi sebesar $ 400 ($ 1,000 - $ 600). Pendapatan tahun kedua adalah sebesar $ 205, karena sebesar $ 605 dibayarkan kepada pemegang saham pada akhir tahun dan hali ini menghadirkan suatu penyebaran earning dan suatu kembalian investasi sebesar $ 400. Kita dapat meringkas cash flow dan analisis earning dalam tabel berikut : Tabel 15.1. Cash Flow Analysis Earning Cash Flow Analysis Business Pure Stock Earning Profi Profit holders investment
Time
Start of First year End of First year End of second year
$ 100 $ 110 $ 55
$ 100 0 0
$ 1,100 $ 550 0
0 $ 60 $ 205
Earnings Analysis Pure Stock Earnings holders investment 0 $ - 40 $ 165
$ 1,000 $ 400 0
* This concept is discussed in section IV.
Sumber : Bodeivorn (1964) Oleh karena itu analisa arus kas menunjukkan suatu laba dari penjualan aktiva yang segera sebesar $ 100, berikut dengan laba bisnis normal 10 % atas investasi dan tidak ada laba bersih. Analisa earning
tidak menunjukkan laba apapun dari penjualan aktiva segera, earning sebesar 6 % atas investasi tahun pertama dan sebesar 51,25 % untuk tahun kedua . Kita sekarang berbalik, ke suatu diskusi atau pertimbangan untuk lebih menyukai pendekatan cash flow.
15.6. Masalah Penyusutan Kritik pokok perawatan penyusutan di dalam analisis earning adalah bahwa biaya penyusutan
ekonomi mengecilkan biaya-biaya
modal yang terlibat. Harga yang sebenarnya adalah $ 1,000 pada awal tahun pertama, sedangkan biaya penyusutan pada tahun kedua ditambah (undiscounted) untuk $ 1,000. Hadiah nilai biaya penyusutan (awal tahun pertama) - harga sebenarnya $ 1,000. Solusi pada masalah ini, di dalam kerangka analisis earning adalah untuk menuntut suatu biaya bunga yang terkandung pada nilai buku investasi pemegang saham (kekayaan bersih) dengan tingkat normal return sebesar 10%. Di dalam kasus modal dari penjualan saham yang tengah kita pertimbangkan ini adalah setara dengan pembebanan bunga yang terkandung pada timbangan saldo asset. Bagaimanapun, jika asset dibiayai secara utuh, atau pada sebagian oleh hutang, maka bunganya dimasukkan dengan tegas, biaya-biaya yang ditekankan termasuk biaya bunga yang terkandung pada keseluruhan saldo. Pemasukan dari bunga yang terkandung pada kekayaan bersih membuat hadiah (pada awal tahun pertama) nilai biaya-biaya yang dibebankan ke modal kekayaan pada setiap penyusutan - pembayaran kembali hutang + bunga yang seimbang dengan bunga yang terkandung pada investasi kekayaan awal.
Karena present value pembayaran kembali hutang dan bunga yang dihubungkan dengan biaya harus sama dengan investasi hutang modal awal yang dibukukan. Kita sekarang dapat menggambarkan earning murni sebagai earning -bunga yang terkandung dan earning murni meliputi semua biaya-biaya modal. Di dalam contoh kita, nilai buku investasi pemegang saham pada awal tahun sebesar $ 1,000 dan sebesar $ 400 pada awal tahun kedua, bunga yang terkandung adalah sebesar $ 100 untuk tahun pertama dan sebesar $ 40 untuk tahun kedua, dan earning murni akan menjadi sebesar $ 40 untuk tahun pertama dan sebesar $ 165 untuk tahun kedua. Fakta bahwa earning murni meliputi makna biaya-biaya modal bahwa hadiah (awal tahun pertama) nilai earning murni adalah sama dengan present value of net cash flow yang juga meliputi semua biayabiaya modal. Analisis cash flow meliputi biaya-biaya lebih jauh lebih, bagaimanapun dengan membebankan biaya itu sebagai pembayaran tunai ketika asset dibeli. Penyusutan dan bunga yang terkandung tidak perlu dipertimbangkan karena tidak menambah arus kas. 15.7. Masalah Maksimisasi Kalkulasi biaya-biaya modal yang benar adalah yang penting bagi pengambilan keputusan. Hal ini berarti bahwa maksimalisasi earning bukanlah
di
dalam
keinginan
pemegang
saham,
sedangkan
maksimalisasi dari earning murni adalah maksimalisasi earning dapat menyesatkan bahkan pada penentuan tingkat tarip keluaran dengan Marginal Cost = Marginal Revenue dalam kerangka perbandingan statis. Dalam hal ini pendapatan marginal adalah sama dengan biaya marginal dan penerimaan kas marginal adalah pembayaran tunai
marginal yang berbeda antara pendapatan marginal dan biaya marginal adalah arus kas netto marginal. Karena suatu arus kas bersih marginal yang positif
perlu
meningkatkan present value arus kas bersih dimasa mendatang dan dengan demikian meningkatkan, keuntungan teori cash flow teori mengkonfirmasikan hasil output tradisional yang harus ditingkatkan jika Marginal Revenue > Marginal Cost. Ini adalah benar, meskipun hanya pendapatan dan biaya-biaya yang meningkat dalam waktu bersamaan. Jika pertama biaya meningkat dan sekali waktu berlalu sebelum produk dijual dan peningkatan pendapatan, kemudian pengeluaran tunai selama interval waktu ini harus dihargai sebagai suatu investasi dalam konteks mendapat analisis gaji, atau sebagai suatu pembayaran tunai bersih dalam konteks analisis cash flow. Earning akan naik jika pendapatan marginal > i biaya marginal, tetapi output harus ditingkatkan hanya jika perbedaan cukup besar untuk menyediakan
tingkat pengembalian normal atas tambahan (hak
kekayaan) investasi, sedemikian rupa sehingga maksimalisasi earning merupakan ukuran keputusan tidak cukup. Analisis cash flow memberi hasil yang benar dengan menuntut bahwa nilai saat ini penerimaan kas bersih masa depan menghasilkan ketika pendapatan marginal > biaya marginal sedikit besarnya seperti nilai bersih uang pembayaran saat ini yang dihasilkan setelah biaya marginal telah meningkat mendahului peningkatan pendapatan marginal. Suatu contoh berhubungan dengan proyek investasi yang dibahas pada dua bagian terakhir akan juga menerangi sebagian dari permasalahan itu. Bahwa suatu perusahaan harus memilih untuk merancang alternatif proyek manapun
yang mempunyai arus kas
serupa, tetapi mempunyai penyusutan ekonomi $ 500 pada setiap dua tahun. Proyek seperti itu akan bersifat tak dapat dibedakan dari permulaan menggunakan analisis cash flow. Analisa earning, bagaimanapun akan menunjukkan earning sebesar $ 160 untuk tahun pertama (sebagai ganti $ 60 seperti proyek yang asli) dan untuk tahun kedua sebesar $ 105 (sebagai ganti $ 205). Earning murni akan menjadi sebesar $ 60 untuk tahun pertama (sebagai ganti $ 40) dan sebesar $ 55 untuk tahun kedua (sebagai ganti $ 165). Maksimalisasi earning akan mendorong kearah rancangan pemilihan alternatif, karena mendapat tambahan $ 100 lebih tahun pertama dan pengurangan sebesar $ 100 pada tahun kedua. Maksimalisasi dari earning murni, bagaimanapun, akan membimbing ke arah kesimpulan bahwa proyek sama-sama menguntungkan karena nilai earning murni saat ini adalah sebesar $ 100 untuk proyek manapun. Ini adalah tak satu persamaan waktu dan menggambarkan suatu titik sangat penting. Nilai pendapatan murni suatu proyek saat ini tidak tergantung pada pola contoh penyusutan ekonomi, meskipun penyusutan ekonomi dibebankan sebagai suatu biaya di dalam berbagai periode. Kita melihat bahwa nilai earning murni saat ini = nilai arus kas bersih saat ini dan bukan nilai sekarang dari arus kas bersih yang dipengaruhi oleh pola contoh penyusutan ekonomi.
15.8. Masalah Waktu Satu-satunya kemungkinan keuntungan,atau earning murni atas laba cash flow akan memberikan suatu gambaran yang akurat dalam pemilihan manfaat waktu dari proyek investasi, atau bahwa lingkungan investasi dengan mudah terukur pada akhir periode berkenaan dengan
pemilihan waktu, teori cash flow mengatakan bahwa proyek yang asli menciptakan suatu laba bersih sebesar
$ 100 di awal tahun pertama,
dan kemudian mendapat return on investment normal hanya sebesar 10 % dalam tahun berikutnya. Teori earning mengakatakan bahwa tidak ada earning murni pada awal tahun pertama, bahwa return on investment normal sepanjang tahun pertama tidak mencukupi 10 % dengan kembalikan sebesar $ 40 (earningmurni sebesar $ 40) dan + suatu kembalian normal 10 % sebesar $ 165 pada tahun kedua . Karena hadiah earning murni (awal tahun pertama) = nilai saat ini dari laba bersih, maka selisih pemilihan waktu perwujudan laba bersih atau earning yang tidak melibatkan jumlah total. Earning dihubungkan dengan potensi (tetapi hipotetis) penjualan asset perusahaan pada nilai pasar. Laba Arus kas dihubungkan dengan potensi (tetapi hipotetis) penjualan hak kekayaan perusahaan pada nilai pasar. Earning tradisional adalah berbeda antara nilai buku kekayaan bersih pada akhir tahun dengan nilai buku pada awal tahun + arus kas bersih. Hal itu dihubungkan dengan nilai asset, sebab kekayaan bersih yang bersifat sisa ketika hutang dikurangi dari nilai pasar asset itu. Oleh karena itu menunjukkan tambahan keuntungan
kepada pemegang
saham, sebab perusahaan menahan untuk tidak menjual asset nya pada pasar untuk tahun tambahan. Arus kas laba bisnis adalah perbedaan antara nilai pasar saham pada akhir tahun dan nilai pasar nya pada awal tahun + arus kas netto. Oleh karena menunjukkan pendapatan yang bertambah ke pemegang saham, sebab mereka memegang saham untuk suatu tahun tambahan, jika kita menggambarkan pendapatan di dalam cara yang umum sebagai konsumsi mungkin maksimum tanpa mengurangi kekayaan.
Pendekatan
tradisional
adalah
untuk
mengukur
investasi
stockholders sebagai nilai buku kekayaan bersih, dan kita melihat bahwa ini adalah dasar yang sesuai di dalam penentuan bunga terkandung. Teori cash flow mengukur investasi pemegang saham itu sebagai nilai pasar saham perusahaan. Perbedaan di dalam pengukuran investasi pemegang saham meluas kepada analisa tentang keseimbangan statis, di mana mereka adalah tidak ada perbedaan antara earning dengan keuntungan bisnis. Di dalam keseimbangan statis nilai likwidasi asset, nilai buku atau kekayaan bersih, dan nilai pasar saham harus sama pada awal dan akhir tahun. Oleh karena itu arus kas netto earning = arus kas netto laban bisnis. Meskipun demikian, teori tradisional mengatakan bahwa suatu monopoli mendapat suatu laba bersih sebab pendapatannya > biayabiayanya, termasuk bunga yang terkandung pada kekayaan bersih sebagai biaya dalam teori cash flow. Laba bersih dari teori tradisional SM menulis dengan huruf besar dalam wujud ketika suatu harga pasar saham lebih tinggi disadari bahwa telah diperoleh monopoli. Pada waktu itu investasi pemegang saham meningkat dengan hanya cukup untuk menghapuskan laba bersih manapun sebagai tambahan terhadap return on investment normal. Keuntungan teori cash flow tidak berada, fakta bahwa itu mempertimbangkan potensi penjualan hak kekayaan dibanding dengan penjualan asset. Laba bisnis selalu sama dengan pendapatan pemegang saham dan maksimalisasinya selalu di dalam keinginan pemegang saham. Teori cash flow juga mengatakan bahwa alokasi laba bersih $ 100 ke tahun berikut sebagai earning murni tak perlu karena pemegang saham mendapat suatu pendapatan dalam wujud laba dari penjualan aktiva ketika laba bersih dicatat.
BAGIAN 4 MANAJEMEN AKTIVA LANCAR
Bab 16. Manajemen Modal Kerja Bab 17. Manajemen Kas Bab 18. Manajemen Piutang Bab 19. Manjemen Persediaan
Bab 16 MANAJEMEN MODAL KERJA
16.1. Pendahuluan Dalam sessi ini, analisis dipusatkan pada masalah likuiditas yang sering dijumpai manajer keuangan. Ada 2 pertanyaan penting yang perlu mendapat jawaban yaitu ; (1) Bagaimana berapa dan tipe Aktiva Lancar yang tersedia dalam perusahaan untuk memaksimalkan return kepada pemilik usaha, (2) Kelebihan Aktiva Lancar akan menyebabkan adanya dana yang menganggur, sedangkan kekurangan Aktiva Lancar akan menyebabkan buruknya tingkat likuiditas perusahaan. 16.2. Pengertian Modal Kerja Modal kerja merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam perusahaan selain aktiva tetap. Hal ini disebabkan karena modal kerja berfungsi sebagai kekuatan perusahaan untuk membelanjai kegiatan operasi sehari-harinya, di samping menjamin kebutuhan jangka pendek lainnya seperti pembayaran utang jangka pendek. Oleh karena itu modal kerja harus dikelola dengan baik dalam rangka efisiensi. Modal kerja dapat didefinisikan sebagai “jumlah keseluruhan dana yang tertanam dalam aktiva lancar yang terdiri dari; kas, surat berharga, piutang dan persediaan “ (Gross Working Capital: modal kerja bruto), dimana unsur-unsur aktiva lancar tersebut dimaksudkan sebagai aktiva yang secara normal dapat berubah menjadi kas dalam jangka waktu yang relative pendek (kurang dari satu tahun). Sedangkan pengertian modal
kerja lain adalah “ kelebihan aktiva lancar atas hutang lancar (Net Working Capital: modal kerja bersih). Kebijakan modal kerja atau Working Capital Policy adalah keputusan mendasar sehubungan dengan; (a) Jumlah yang ditargetkan untuk setiap katagori aktiva lancar, (b) Bagaimana aktiva lancar tersebut akan dibiayai. Kebijakan Investasi Alternatif dalam Aktiva Lancar meliputi; (a) Kebijakan investasi aktiva lancar yang longgar adalah suatu kebijakan dimana kas, sekuritas, dan persediaan dimiliki dalam jumlah yang relatif besar serta penjualan diga-lakkan dengan kebijakan penjualan kredit yang longgar sehingga mengakibatkan tingkat piutang usaha yang tinggi, (b) Kebijakan investasi aktiva lancar yang ketat adalah suatu kebijakan yang berupaya meminimumkan jumlah kas, sekuritas, persediaan dan piutang usaha perusahaan, (c) Kebijakan investasi aktiva lancar yang moderat adalah suatu kebijakan diantara kebijakan yang longgar dan yang ketat.
16.3. Konsep Modal Kerja Konsep modal kerja secara umum dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu: (a) Konsep Kuantitatif, (b) Konsep Kualitatif, dan (c) Konsep Fungsional. 1. Konsep Modal Kerja Kuantitatif Pelaksanaan penilaian konsep modal kerja kuantitatif dilakukan dengan melihat jumlah dana (modal kerja) yang tertanam dalam unsurunsur aktiva lancar antara lain; kas, surat berharga, piutang dan persediaan), yang dapat kembali selama satu perputaran proses produksi (Gross Working Capital)
2. Konsep Modal Kerja Kualitatif Konsep modal kerja kualitatif menilai modal kerja sebagai sebagian nilai aktiva lancar disiapkan untuk memenuhi kewajiban finansial yang harus segera dibayarkan untuk menjaga tingkat likuiditas perusahaan. Pada konsep ini tidak memasukkan pos hutang lancar untuk digunakan dalam proses produksi demi menjaga tingkat likuiditas perusahaan. Dengan demikian modal kerja pada konsep kualitatif adalah Aktiva Lancar – Hutang Lancar (Net Working Capital). 3. Konsep Modal Kerja Fungsional Konsep modal kerja fungsional menyatakan bahwa modal kerja adalah setiap dana yang digunakan dalam perusahaan yang dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan. Pada konsep ini modal kerja dibagi menjadi dua yaitu; (a) Modal Kerja (Working Capital), dan (b) Modal Kerja Potensial (Potential Working Capital) Kas + Persediaan ... Piutang ----.
Modal Kerja (MK) MK yang menghasilkan penjualan
----. MKP yang menghasilkan keuntungan (misalnya; perusahaan membeli saham untuk memperoleh dividen). 16.4. Ciri-Ciri Modal Kerja Modal kerja memiliki ciri-ciri tertentu yang bersifat khas sebagai berikut; 1. Jumlahnya fleksibel (jumlahnya mudah dipebesar, atau diperkecil). Jika keadaan perekonomian membaik, maka volume permintaan barang dan jasa meningkat, jika perusahaan ingin memanfaatkan peningkatan
permintaan
tersebut,
maka
perusahaan
perlu
meningkatkan produksi yang tentu saja membutuhkan tambahan modal kerja (MK di perbesar). Sebaliknya, jika keadaan perekonomian memburuk, volume permintaan akan menurun, sehingga produksi berkurang dan modal kerja pun dapat diperkecil. 2. Susunan modal kerja relatif variabel, unsur-unsur dalam modal kerja seperti; kas, surat berharga, piutang dan persediaan dapat dirubah sesuai dengan kebutuhan. 3. Proses perputaran modal kerja (periode terikatnya dana) dalam jangka waktu yang relatif singkat (kurang dari satu tahun).
16.5. Perputaran Modal Kerja Modal kerja dapat didefinisikan sebagai sirkulasi modal dalam bentuk kas yang melalui siklus operasi perusahaan yang dapat digambarkan sebagai berikut : Collection
Purchase of raw materials
Cash
Receivables
Inventory
Finished Credit sales
-
Goods
Production
Gambar 16.1. Siklus Operasi Perusahaan
Ukuran satu kali perputaran modal kerja (Working Capital Turnover), dimulai dari Kas untuk membeli bahan baku sebagai bahan baku (Inventory), kemudian diprodusir menjadi barang jadi (Finished
Goods), kemudian dijual secara kredit dan koleksi Piutang (Receivables) akan menghasilkan kas kembali. Sedangkan pemulihan dari pengeluaran kas untuk Aktiva Tetap yang turut memberi kontraprestasi dalam proses produksi dapat digambarkan sebagai berikut : Original Capital
Capital Investment
Finished Goods
Capital Recovery Through Sales
Working Capital Short Cycle
Finished Goods Cash Depreciation
Operating Sales Deppreciation Earning
Fixed Assets Deppreciation Long Cycle
Gambar 16. 2. Siklus Pemulihan Arus Kas
16.6. Penentuan Besarnya Modal Kerja Besarnya modal kerja merupakan fungsi dari penjualan, besarnya persediaan, piutang dagang dan kas. Kas dan perdediaan merupakan fungsi dari penjualan yang menurun (decreasing), piutang dagang akan cenderung meningkat (increasing) secara proporsional dengan kenaikan penjualan. Besarnya modal kerja suatu perusahaan ditentukan oleh; (a) periode perputaran modal kerja (jangka waktu terikatnya dana/ modal kerja), dan (b) jumlah pengeluaran kas rata-rata setiap hari.
Periode perputaran modal kerja adalah keseluruhan jangka waktu penjualan kredit, lamanya penyimpanan bahan baku, lamanya proses produksi, lamanya produk jadi disimpan dan lamanya penerimaan piutang. Sedangkan pengeluaran kas rata-rata setiap hari adalah keseluruhan pengeluaran untuk pembelian bahan baku, bahan pembantu, upah tenaga kerja dan biaya lainnya. Contoh soal: 1. Sebuah Rumah Makan (RM) XYZ dalam operasi sehari-harinya selama ini mengeluarkan modal kerja untuk membeli bahan sebesar Rp 1.000.000,-. Pada awal tahun 2008 dan jam kantor 08.00 – 16.00 dan hanya 5 hari kerja perminggu, sebuah kantor yang tidak jauh dari RM XYZ memesan makan siang dengan cara pembayaran perminggu. Dalam kondisi ini tentu saja modal kerja yang digunakan oleh RM XYZ tidak memadadai lagi, sehingga perlu dihitung besarnya modal kerja yang perlu disediakan agar dapat melayani permintaan kantor tersebut. Perhitungan jangka waktu pembayaran penjualan kredit tersebut dapat dilihat pada Tabel 16.1., sebagai berikut: Tabel 16.1. Perhitungan Jangka Waktu Pembayaran 1
2
3
4
5
*
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15
* *
* *
* *
* *
* *
*
Penjualan pada tanggal 1 akan diterima tanggal 8, penjualan tanggal 2 akan diterima tanggal 9, penjualan dan seterusnya. Jadi RM XYZ harus mengeluarkan modal kerja dari tanggal 1 sampai dengan
tanggal 8 sebesar Rp 1.000.000,- (8 hari x Rp 1.000.000,-). Oleh karena itu RM XYZ membutuhkan modal kerja sebesar Rp 8.000.000,- yang terdiri dari; a. Tertanam pada modal kerja sebesar Rp 1.000.000,b. Tertanam pada piutang sebesar Rp 7.000.000,2. Perusahaan Ubin Indonesia memprodusir Paving Block setiap hari sebanyak 250 buah dan jumlah hari kerja perbulan adalah sebanyak 30 hari. Pembebanan biaya untuk setiap unit Paving Block (PB) adalah sebagai berikut: a. Semen seharga ( 1 zak = 50 PB) Rp 50.000,b. Pasir seharga (1 m3 = 250 PB) Rp 350.000,c. Upah tenaga kerja langsung Rp 1.000/PB d. Biaya administrasi dan umum Rp 1.500.000,-/bulan e. Gaji Pimpinan perusahaan Rp 2.000.000,-/bulan f. Sewa bangunan pabrik Rp 12.000.000/tahun g. Pembayaran perskot kepada dealer semen rata-rata 7 hari sebelum semen diterima. h. Jangka waktu proses pencampuran dan pencetakan adalah selama 2 hari dan proses pengeringan selama 3 hari. i. Penjualan PB dilakukan dengan cara kredit dengan syarat pembayaran 7 hari setelah PB diterima oleh konsumen. j. Kas minimal sebesar Rp 2.000.000,Persoalannya adalah berapakah besarnya modal kerja yang dibutuhkan yang dapat membiayai operasi perusahaan tersebut ?
Jawab: Pertama-tama perlu diketahui periode perputaran, atau waktu terikatnya dana/modal kerja dalam masing-masing unsur modal kerja tersebut: a.Bahan Semen 1.Dana terikat dalam perskot semen
= 7 hari
2.Dana terikat dalam pencampuran dan percetakan = 2 hari 3.Proses pengeringan
= 3 hari
4.Piutang dagang
= 7 hari(+) 19 hari
b.Pasir, tenaga kerja langsung, biaya adm dan gaji pimpinan. 1.Proses pencampuran dan percetakan
= 2 hari
2.Proses pengeringan
= 3 hari
3.Piutang dagang
= 7 hari (+) 12 hari
Kemudian dihitung kebutuhan dana yang akan ditanamkan dalam masing-masing unsur modal kerja tersebut sebagai berikut: a. Bahan semen = 250 (unit) x rp 250.000(1.000) (biaya/unit) x (periode perputaran) Rp 1.000,- x 19 ........................................ Rp 19.000,b. Bahan pasir = 250 (unit) x rp 350.000(1.400) Rp 1.400,- x 12.......................................... Rp 16.800,c. Tenaga kerja langsung Rp 1.000,- x 12..........................................Rp 12.000,c. Biaya Gaji, adm dan umum serta sewa Jumlah biaya ini selama sebulan Rp 4.500.000 30 hari kerja x 250 = 7.500 buah/bulan Biaya perunit = 4.500.000/7.500 = Rp 600
Dana yang dibutuhkan untuk biaya ini Selama periode perputaran = Rp 600 x 12.................................................Rp 7.200,d. Persediaan kas minimal ........................Rp 2.000.000,-(+) Rp 2.055.000,-
16.7. Perubahan Modal Kerja Perbandingan antara modal kerja (aktiva lancar) dengan aktiva tetap disebut sebagai Rasio Aktiva Lancar terhadap Aktiva Tetap (sering pula hanya disebut sebagai Rasio Aktiva Lancar saja). Turun naiknya Rasio Aktiva Lancar (RAL) ini akan mempengaruhi tingkat profitabilitas perusahaan. Jika RAL dinaikkan dan jumlah aktiva tetap diturunkan, maka akan mengakibatkan menurunnya Tingkat Profitabilitas (TP). Sebaliknya, jika RAL diturunkan dan Aktiva Tetap (AT) dinaikkan, maka TP akan meningkat. Hal ini disebabkan karena fungsi AL untuk menghasilkan TP perusahaan lebih kecil dibanding fungsi AT. Perhitungan perubahan efek modal kerja (RAL) terhadap tingkat profitabilitas (TK) dapat digunakan formulasi sebeagai berikut; TA = AL + AT
(16.1)
Dimana; TA : Total Aktiva AL : Aktiva Lancar AT : Aktiva Tetap Rasio Aktiva Lancar (Modal Kerja) terhadap Total Aktiva (RAL); RAL = (AL : TA) x 100%
(16.2)
Dimana; RAL : Rasio Aktiva Lancar terhadap Total Aktiva. Efek perubahan Modal Kerja terhadap keuntungan; TK = (KAL x AL) + (KAT x AT)
(16.3)
Dimana; TK : Total Keuntungan KAL : Keuntungan dari Aktiva Lancar KAT : Keuntungan dari Aktiva Tetap Jumlah perubahan modal kerja netto (Net Working Capital: NWC); NWC = (AL2 – HL) – (AL1 – HL)
(16.4)
Dimana; NWC : Perubahan Net Working Capital (Modal Kerja Netto) AL1 : Aktiva Lancar sebelum berubah AL2: Aktiva Lancar setelah berubah. Contoh soal;
PT ABC memiliki data keuangan tahun 2008 sebagai berikut; Tabel 16.2. Laporan Neraca PT ABC Tahun 2008 Aktiva Rp Passiva Aktiva Lancar 150.000 Hutang Lancar Aktiva Tetap 1.000.000 Hut. Jk. Panjang Modal 1.150.000
Rp 75.000 125.000 950.000 1.150.000
Keuntungan dari Aktiva Lancar (KAL) ditaksir sebesar 10% dan keuntungan dari Aktiva Tetap (KAT) ditaksir sebesar 35%. Berdasarkan data di atas hitunglah; a. Berapakah total keuntungan pada RAL tersebut ? b. Jika RAL diturunkan menjadi 12%, berapakah tingkat keuntungan yang diperoleh ? c. Berapakah perubahan modal kerja netto (NWC) ?.
Jawab: a. Rasio Aktiva Lancar (RAL); RAL = AL : TA x 100% = 150.000 : 1.150.000 x 100% = 13,04% Total Keuntungan pada RAL 13,04% TK = (KAL x AL) + (KAT x AT) = (10% x 150.000) + (35% x 1.000.000) = 15.000 + 350.000 = Rp 365.000,b. Total Keuntungan pada RAL 12% adalah; RAL = (AL : TA) x 100% 12% = ( X : 1.150.000) x 100% 0,12 = (X : 1.150.000) x 100% X
= 0,12 x 1.150.000
X
= Rp 138.000,-
Jadi Aktiva Lancar diturunkan menjadi sebesar Rp 138.000,TA = AL + AT 1.150.000 = 138.000 + AT AT = 1.150.000 – 138.000 AT = 1.012.000,Total Keuntungan pada RAL = 12% adalah; TK = (KAL x AL) + (KAT x AT) = (10% x 138.000) + (35% x 1.012.000) = 13.800 + 354.200 = Rp 368.000
Jadi dengan adanya penurunan RAL dari 13,04% menjadi 12% (1,04%), maka Total Keuntungan meningkat sebesar Rp 3.000,- (Rp 368.000 – Rp 365.000). c. Modal Kerja Netto (NWC. NWC = (AL2 – HL) – (AL1 – HL)
= (150.000 – 75.000) – (138.000 – 75.000) = 75.000 – 63.000 = Rp 12.000,Net Working Capital 1 = AL1 – HL = 150.000 – 75.000 = 75.000,Net Working Capital 2 = AL2 – HL = 138.000 – 75.000 = 63.000,Efek perubahan tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut;
RAL Total Keuntungan
Semula
Sekarang
13,04% 365.000
12% 368.000 + 3.000
NWC
75.000
63.000 + 12.000 Dari hasil perhitungan nampak bahwa kenaikan keuntungan
dengan turunnya modal kerja netto yang disebabkan oleh berkurangnya Aktiva Lancar. Laporan neraca PT ABC setelah terjadinya perubahan modal kerja ditampilkan pada Tabel 16.3., sebagai berikut: Tabel 16.3. Laporan Neraca PT ABC Tahun 2008 Aktiva Rp Passiva Aktiva Lancar 138.000 Hutang Lancar Aktiva Tetap 1.012.000 Hut. Jk. Panjang Modal 1.150.000
Rp 75.000 125.000 950.000 1.150.000
Bab 17 MANAJEMEN KAS
17.1. Aliran Kas Dalam perencanaan keuangan aliran kas yang sangat penting untuk diperhatikan yang akan menginformasikan pola penerimaan (cash in flow) dan pengeluaran kas (cash out flow). Pengelolaaan Kas terutama bertujuan untuk mengurangi jumlah kas yang ditahan sampai seminimum mungkin dalam mejalankan usaha. Pada saat bersamaan memerlukan persediaan kas untuk; (a) Mengambil potongan dagang, (b) Mempertahakan peringkat kredit, dan (c) Kebutuhan kas tak terduga Dasar pemikiran menahan kas adalah untuk; (a) Transaction balance: saldo kas yang berkaitan dengan pembayaran dan penagihan, yakni saldo kas untuk operasi sehari-hari, (b) Compensating balance: saldo pada bank yang harus dipertahankan untuk kompensasi jasa-jasa atau pinjaman yang diberikan bank tersebut, (c) Precautionary balance: saldo kas yang ditahan dalam
cadangan untuk berjaga-jaga terha-dap fluktuasi arus masuk-keluar kas yag bersifat acak dan tak terduga, dan (d) Speculatif balance: saldo kas yang ditahan agar perusahaan dapat memafaatkan kesem-patan untuk membeli secara murah apabila kesempatan itu ada.
17.2. Teknik-Teknik Manajemen Kas Manajemen kas yang efektif menekankan pengelolaan yang tepat atas arus kas masuk dan arus kas keluar melalui beberapa teknik Teknik pertama adalah sinkronisasi arus kas yaitu situasi dimana arus kas masuk diselaraskan dengan arus kas keluar, menyediakan uang kas pada saat diperlukan sehingga memungkinkan untuk mengurangi saldo kas, menurunkan pinjaman bank,
memperkecil beban bunga dan memperbesar laba. Mempercepat proses kliring kas melalui proses pengkonversian suatu cek yang telah ditulis dan dikirimkan menjadi uang kas dalam rekening yang dibayar. Teknik-teknik manajemen kas diantaranya; a. Memanfaatkan masa mengambang melalui: (i) Pengeluaran mengambang yaitu nilai cek yang telah ditulis tetapi masih diproses sehingga belum dikurangkan dari saldo rekening oleh bank, (ii) Penagihan mengambang yaitu jumlah cek-cek yang telah diterima tetapi belum dikredit ke rekening kit, (iii) Nilai mengambang bersih yaitu selisih diantara saldo rekening bank menurut pembu-kuan pemegang rekening dengan saldo rekening menurut pembukuan bank. b. Mempercepat penerimaan c. Mengendalikan pengeluaran, melalui; (1) Kebijakan penjualan kredit Kebijakan penjualan kredit adalah serangkaian keputusan yang mencakup periode kredit, standar kredit, prosedur penagihan dan diskon yang ditawarkan perusahaan. Ada empat variabel dalam kebijakan penjuala kredit, yaitu; (i) Periode kredit, yaitu jangka waktu kredit yang diberikan kepada pelanggan, (ii) Standar kredit, yaitu standar yang menetapkan kemampuan keuangan yang harus diperlihatkan pemohon kredit agar dapat memperoleh kredit, (iii) Kebijakan penagihan, (iv) Diskon atau potongan dengan cara menentukan syarat kredit sebagai suatu ketentuan mengenai periode kredit dan potongan yang diberikan. Standar kredit diterapkan untuk menentukan pelanggan mana yang memenuhi syarat untuk syarat kredit biasa dan jumlah kredit yang tersedia bagi setiap pelanggan. (2) Menetapkan kebijakan penagihan Kebijakan penagihan (collection policy) adalah prosedur yang diikuti perusahaan untuk menagih piutang usaha. Proses penagihan bisa mahal dalam pengertian biaya yang harus dikeluarkan maupun dalam pengertian kehilangan hubungan baik karena pelanggan tidak senang hutangnya dialihkan ke perusahaan penagih. Keseimbangan biaya dan manfaat harus
dipertimbangkan dari berbagai kebijakan penagihan yang berbeda. Kebijakan penagihan akan mempengaruhi penjualan, periode penagihan, dan prosentase kerugian piutang tak tertagih. (3) Potongan tunai (cash discount) adalah pengurangan harga barang yang diberikan untuk men-dorong pelanggan agar membayar lebih cepat. Keuntungan/manfaatnya adalah: (a) Pelanggan baru karena anggapan ada penurunan harga, dan (b) Memperpendek waktu penagihan. Potongan yang optimal tercapai apabila biaya dan manfaatnya saling menutupi. Penanggalan musiman mendorong pembelian lebih dini dengan syarat pembayaran pda saat musim penjualan. (4) Faktor lain dalam kebijakan kkredit adalah; (a) Potensi laba, yaitu mempunyai piutang usaha yang menghasilkan return setara bunga tahunan efektif akan sangat menguntungkan kecuali banyak piutang yang tidak tertagih, (b) Pertimbangan hukum yaitu tidak memberikan syarat kredit yang lebih menguntungkan kepada satu pelanggan atau golongan pelanggan dari yang lain, kecuali kalau perbedaan itu dapat dibenarkan dari segi biaya, (c) Dalam hal tersebut tujuan pokok manajer kredit adalah untuk meningkatkan penjualan yang menguntungkan dengan memberikan kredit kepada pelanggan yang layak sehingga akan memberi nillai tambah bagi perusahaan. (5) Simpulannya adalah bahwa kebijakan modal kerja melibatkan dua masalah utama yaitu; (a) Menentukan tingkat yang tepat utuk setiap jenis aktiva lancer, (b) Bagaimana aktiva lancar harus dibiayai
17.3. Pengukuran Aliran Kas Internal : Cash Budget Cash Budget (Anggaran kas) adalah suatu skedul yang memperlihatkan proyeksi arus kas masuk dan keluar selama periode tertentu. Anggaran kas digunakan untuk meramalkan surplus dan kekuarangan kas, dan ini merupakan alat perencanaan manajemen kas yang utama. Saldo kas yang ditargetkan adalah saldo kas yang ingin dipertahankan oleh perusahaan untuk menjalankan usaha. Peramalan penjualan, aktiva tetap,
persediaan yang diperlukan, dan menentukan saat pembayaran yang harus dilakukan. Proyeksi piutang usaha yang akan ditagih, tanggal pembayaran pajak, pembayaran dividen dan bunga dan sebagainya.
Cash Budget menyediakan perencanaan kas jangka pendek dan prediksi seluruh aliran kas, baik aliran kas masuk (cash in flow) maupun aliran kas keluar (cash out flow) dengan jangka waktu umumnya selama 6 bulan mendatang. Adapun item-item dalam Cash Budget adalah: Tabel 17.1. Cash Budget Proforma Cash Receipt - Cash Sales - Collection on account receivable - Sales of securities - Loans - Sales of assets
Cash Outlays - Account Payable - Wages and salaries - Income taxes - Advertising - Utilities - Interest on Bonds and Notes - Dividend on With drawals - Retirements of loans and security - Capital Expenditure
Sumber : Archer dan D’Ambrossio, 1972. 17.4. Perencanaan Kas Untuk Saham Perencanaan Persediaan kas untuk tujuan pencapaian motif transaksi dan motif berjaga-jaga dapat dilihat pada gambar 17.1., sebagai berikut : Cash flow Flow perday $ 40,000 30,000 20,000
A
B
A’ A” C
A”’ CO
10,000
D CI 0
-
5
10
15
20
Days
Gambar 17.1. Perencanaan Persedian Kas
Titik A, A’, A”, A”’ adalah puncak pembayaran upah mingguan dan titik B adalah puncak pembayaran hutang dagang. Kurve CI menunjukkan Cash in flow (aliran kas masuk), maka kas yang harus tersedia terletak pada titik C ke D. Untuk tujuan transaksi tidak dibutuhkan keseimbangan kas, tetapi pada hari ke 17 keseimbangan kas harus menjadi $ 36,000 ($ 17,000 + $ 19,000) untuk persediaan kas awal pada bulan berikutnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya keseimbangan kas ; (i) taksiran aliran kas (cash flow), (ii) variabilitas cash flow, (iii) risiko stock out, dan (iv) tersedianya pinjaman jangka pendek.
17.5. Perencanaan Kas Untuk Surat Berharga Lainnya Dalam perusahaan besar pada umumnya kelebihan keseimbangan kas selalu diinvestasikan ke dalam surat berharga (marketable securities). Tipe-tipe sekuritas yang dibeli pada umumnya obligasi pemerintah (Treasury Bill di Amerika), Surat Utang Negara, Obligasi Ritel Indonesia di Indonesia), commercial paper dan sertifikat deposito. Keputusan manajer keuangan tentang permintaan likuiditas yang given (dengan motif transaksi dan motif berjaga-jaga) untuk dialokasikan kepada kas atau investasi pada surat berharga, secara sederhana juga dapat digunakan model modifikasi diatas yaitu : Q = 2CB/K
(16.1)
Q adalah kuantitas optimal untuk dikonversikan dari surat berharga ke kas, atau sebaliknya. C adalah biaya konversi, B adalah tingkat permintaan kas setiap periode dan K adalah biaya simpan dengan asumsi jumlah cash in flow dan cash out flow adalah konstan. Mill dan Orr, menyertakan unsur-unsur stokastik dengan asumsi bahwa saldo kas secara acak dapat berubah-ubah dengan dua batas yaitu ; (i) batas atas adalah h, dan (ii) batas bawah adalah o. Ketika saldo kas
melampaui bagian atas pada titik t1, h – z, maka persediaan kas ditransfer kedalam pembelian surat berharga, sehingga saldo kas kembali ketingkat z. Jika saldo kas mencapai o pada t2 , maka surat berharga dijual sebesar oz. Saldo kas yang dapat memaksimalkan laba adalah pada saldo kas z dan h Cash $ h Beli sekuritas
z jual sekuritas 0
t3
t1
t2 Time
Gambar 17.2. Batas Atas dan Bawah Modigliani-Miller 17.6. Penyusunan Cash Budget Perhitungan Cash Budget didahului oleh oerhitungan yang seksama tentang; besarnya volume penjualan dan penerimaan lainnya, disertai dengan perencanaan mengenai biaya-biaya dan pengeluaran lainnya yang harus dipenuhi. Pada dasarnya Cash Budget berisi dua macam perencanaan yaitu; a. Perencanaan penerimaan (aliran kas masuk) yang terdiri dari; penjualan tunai, piutang yang terkumpul (budget collection period), penerimaan dividen, hasil penjualan aktiva tetap, penerimaan kredit dan penerimaan lainnya. b. Perencanaan pengeluaran (aliran kas keluar) yang terdiri dari; pembelian bahan baku dan bahan pembantu, pengeluaran biaya
penjualan, biaya administrasi dan umum, pembayaran bunga, pembayaran kredit, pembayaran pajak, pembayaran dividen, premi asuransi, pembelian aktiva tetap dan pengeluaran lainnya. Adapun langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam penyusunan cash budget adalah sebagai berikut; 1. Menuusun pola penerimaan kas (Cash in flow) yang berasal dari, penjualan, baik penjualan secara tunai, maupun secara kredit, sesuai dengan waktu penjualan yang telah direncanakan. Apabila terjadi penjualan secara kredit, maka dapat disusun anggaran pengumpulan piutang (receivable collection budget). Kemudian dari jumlah piutang yang terkumpul dalam receivable collection budget, lalu dimasukkan dalam kolom penerimaan di dalam Cash Budget. Penerimaan dapat pula diperoleh dari sektor lain, seperti; pendapatan bunga, sewa dan penjualan aktiva tetap (Transaksi Usaha). 2. Menyusun pola pengeluaran kas (Cash out flow) sesuai dengan periode operasi perusahaan untuk masing-masing sektor pengeluaran seperti; pembelian tunai (terdiri dari pembelian; bahan baku dan pembantu, alat-alat, atau aktiva tetap), pembayaran kredit angsuran dan bunga), pembayaran asuransi, pembayaran pajak dan biaya-biaya operasi lainnya serta pembayaran dividen (Transaksi Keuangan). 3. Menyusun estimasi kebutuhan dana, atau kredit jangka pendek dari Bank, atau sumber dana lainnya, jika terjadi kekurangan kas (saldo defisit). Demikian pula disusun estimasi pembayaran bunga kredit dan angsuran. 4. Menyusun
kembali
estimasi
keseluruhan
penerimaan
dan
pengeluaran (Transaksi Usaha) dan Transaksi Keuangan ke dalam
Cash Budget yang sudah final yang merupakan gabungan antara Transaski Usaha dengan Transaksi Keuangan. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum membuat Cash Budget adalah sebagai berikut; 1. Ketentuan mengenai Saldo Kas Minimal (safety cash balance :SCB). Bila saldo kas berada di bawah level SCB, maka perusahaan perlu meminjam pada lembaga keuangan dan setelah salda kas berada di level di atas SCB, maka perusahaan segera membayar kredit beserta bunga kreditnya. 2. Penentuan besarnya pinjaman jika tidak ada Saldo Permulaan Bulan (SPB), maka dapat digunakan formula sebagai berikut;
Besar Pinjaman = SCB + defisit
(17.2)
3. Jika ada Saldo Akhir Bulan (SAB), yaitu SPB (periode sebelumnya), maka dapat digunakan persamaan matematik sebagai berikut;
Besar pinjaman = SCB + defisit + SPB
(17.3)
Contoh soal: PT. ABC memiliki data bulan Januari sampai Juni 2008 sebagai berikut; 1. Penjualan; Tabel 17.1. Penjualan Tunai dan Kredit Bln
Januari 100.000
Februari 100.000
Maret 150.000
April 175.000
Mei 200.000
Juni 125.000
20% dari Total penjualan tersebut di atas, dijual secara kredit, kemudian dari penjualan kredit tersebut, setengahnya dibayar pada bulan kedua dan setengahnya lagi dibayar pada bulan ketiga.
2. Pembelian bahan baku dan pembantu; Tabel 17.2. Pemeblian bahan baku dan pembantu Bln
Januari 25.000
Februari 25.000
Maret 50.000
April 75.000
Mei 75.000
Juni 50.000
April 75.000
Mei 75.000
Juni 50.000
April 0
Mei 0
Juni 0
3. Pembayaran upah/gaji; Tabel 17.3. Pembayaran upah/gaji Bln
Januari 25.000
Februari 25.000
Maret 50.000
4. Pembayaran lain-lain; Tabel 17.4. Pembayaran lain-lain Bln
Januari 5.000
Februari 75.000
Maret 10.000
Dari data-data tersebut di atas, diminta untuk menyusun Cash Budget dengan ketentuan sebagai berikut; a. Harus memisahkan antara Transaksi Usaha dengan Transaksi Keuangan b. Safety Cash Balance sebesar Rp 5.000,c. Bila terjadi defisit, ditutupi dari pinjaman Bank dengan bunga sebesar 2% perbulan dan bila telah terjadi surplus, maka surplus tersebut digunakan untuk mengangsur pinjaman tadi. d. Saldo Permulaan Bulan (SPB) sebesar Rp 25.000,Pemecahan masalah; Pertama-pertama dilakukan perhitungan penjualan kredit sebagai berikut;
1. Penjualan kredit pada bulan Januari sebesar 20% x Rp 100.000,= Rp 20.000 yang akan diterima pada bulan Februari sebesar 50% x Rp 20.000 = Rp 10.000,- dan diterima pada bulan Maret sebesar 50% x Rp 10.000,-. 2. Penjualan kredit pada bulan Februari sebesar 20% x Rp 100.000,= Rp 20.000 yang akan diterima pada bulan Maret sebesar 50% x Rp 20.000 = Rp 10.000,- dan diterima pada bulan April sebesar 50% x Rp 10.000,-. 3. Penjualan kredit pada bulan Maret sebesar 20% x Rp 150.000,- = Rp 30.000 yang akan diterima pada bulan April sebesar 50% x Rp 30.000 = Rp 15.000,- dan diterima pada bulan Mei sebesar 50% x Rp 15.000,-. dan seterusnya. 4. Penjualan kredit pada bulan Mei untuk penerimaan bulan Juli sampai bulan-bulan berikutnya, tidak perlu lagi dimasukkan dalam Receivable Collection Budget. Adapun Receivable Collection Budget dikemukakan pada Tabel 17.5., sebagai berikut: Tabel 17.5. Receivable Collection Budget PT ABC 2008 Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni
Jumlah Penjualan Kredit 20.000 20.000 30.000 35.000 40.000 25.000
Penerimaan Jan -
Feb 10.000 -
Mar 10.000 10.000 -
Apr 10.000 15.000 -
Mei 15.000 17.500 -
Jun 17.500 20.000 -
Kemudian setelah Receivable Collection Budget dibuat, maka dibuatlah Cash Budget yang ditampilkan pada Tabel 17.6., sebagai berikut; Tabel 17.6. Cash Budget PT ABC Januari – Juni 2008 Keterangan
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Penerimaan: a.Penjualan Tunai b.Penjualan Kredit Jumlah Kas Masuk
80.000 80.000
80.000 10.000 90.000
120.000 20.000 140.000
140.000 25.000 165.000
160.000 32.500 192.500
100.000 37.500 137.500
Pengeluaran: a.Beli Bahan b.Bayar Gaji/Upah c.Bayar Lain-lain Jumlah Kas Keluar
25.000 25.000 5.000 55.000
25.000 75.000 75.000 175.000
50.000 50.000 10.000 110.000
75.000 75.000 150.000
75.000 75.000 150.000
50.000 50.000
25.000
(85.000)
30.000
15.000
42.500
87.500
50.000
(35.000)
(5.000)
10.000
52.500
140.000
Transaksi Keuangan Saldo PB Terima Kredit (+) Bayar Kredit (-) Jumlah Kas PB
25.000 25.000
50.000 40.000 90.000
4.200 4.200
33.400 (40.000) (6.600)
7.600 7.600
50.100 50.100
Surplus (Defisit) Bayar Bunga
25.000 -
(85.000) (800)
30.000 (800)
15.000 (800)
42.500 -
87.500 -
Saldo Kas AB Hutang Kumulatif
50.000
4.200 40.000
33.400 40.000
7.600
50.100
137.600
Transaksi Usaha
Surplus (Defisit) Saldo Periode lalu Rp 25.000
Bab 18 MANAJEMEN PIUTANG
1.
18.1. Pengertian Piutang Piutang (account receivable) pada umumnya diartikan drbsgsi hsk
tsgihan kepada pihak lain, sebagai akibat adanya kebijakan penjualan barang dan jasa secara kredit yang ditempuh oleh perusahaan. Kebijaksanaan penjualan kredit yang dilakukan dalam rangka meningkatkan volume penjualan. Proyek penjualan secara kredit memerlukan ketelitian dalam menaksir kebutuhan investasi pada piutang dagang dan penentuan syarat pembayaran, penggunaan asuransi kredit dan prosedur pengumpulan piutang. Melalui manipulasi jangka waktu kredit, potongan tunai (Cash discount), pembelanjaan dalam pengumpulan piutang, Plafond kredit dan kriteria pemilihan langganan yang layak membeli secara kredit menjadi sangat berguna bagi manajer keuangan. Sebagai contoh, meningkatkan jangka waktu kredit dapat lebih meningkatkan permintaan produk, tetapi sekaligus juga cenderung meningkatkan risiko tidak terbayarnya kredit yang telah diberikan kepada langganan. Atau meningkatkan Cash discount akan cenderung menurunkan risiko kredit. Syarat pembayaran memiliki sifat alamiah terhadap cash discount (jumlah dan waktu), lamanya periode kredit dan batas jumlah pembelian kredit. Adapun hubungan hipotesis antara biaya-biaya dan pendapatan ditunjukkan pada Gambar 18.1., sebagai berikut :
E* MC $ MR Marginal Revenue (MR)
Marginal Cost (MC)
30
60
90
Days
Gambar 18.1. Hubungan Hipotesis Pendapatan dan Biaya Cash discount merupakan stimulan terhadap munculnya pembayaran yang cepat dan cenderung untuk mengurangi kemangkiran dan kerugian piutang tak tertagih (bad debts) dan mengurangi biaya pengumpulan piutang. Hubungan timbal balik antara peningkatan persentase cash discount ditampilkan pada Gambar 18.2., berikut : $
Marginal Revenue
C* MC Marginal Cost
1,0
1,5
2,0
2,5
MR 3,0
%
Titik optimal tercapai pada titik C*. Gambar 18.2. Hubungan Timbal Balik Peningkatan Persentase Cash Discount
18.2. Pengumpulan Piutang Kebijakan
manajemen
untuk
berinvestasi
dalam
piutang
menyiratkan perlunya fungsi pengumpulan piutang. Bagian penagihan akan mengambil alih tanggung jawab setelah dilakukannya penjualan kredit. Dengan adanya kegiatan pengumpulan piutang/penagihan yang ketat akan berimplikasi pada menurunnya investasi pada piutang, disamping mengurangi kemingkinan terjadinya bad debt (piutang tak tertagih). Meskipun kemungkinan larinya langganan ke perusahaan pesaing. Kegiatan pengumpulan kredit yang longgar juga dapat menyebabkan risiko bad debt serta hilangnya kesempatan untuk memperoleh pendapatan kas.
18.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Besarnya Piutang Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi besar kecilnya piutang yaitu; 2. Volume penjualan kredit Semakin besar volume penjualan kredit, maka perusahaan perlu menyediakan investasi yang lebih besar dalam elemen piutang. Jadi terjadi trade-off antara risiko piutang dengan profitabilitas. 3. Persyaratan penjualan kredit Syarat pembayaran dari penjualan kredit dapat bersifat ketat, atau lunak. Jika persyaratan pembayaran dari penjualan kredit yang ditetapkan oleh suatu perusahaan ketat, berarti perusahaan tersebut lebih mengutamakan keselamatan kredit dari pada tingkat profitabilitas. Sebaliknya jika syarat pembayaran dari penjualan kredit yang ditetapkan adalah lunak, berarti perusahaan tersebut lebih mementingkan tingkat profitabilitas dibanding keselamatan kredit.
Persyaratan ketat dapat saja dilakukan dengan cara jangka waktu pembayaran
reltif pendek, pembebanan bunga jika
pembayaran piutang terlambat. Syarat pembayaran penjualan kredit pada umumnya dikenal dengan istilah 5/10 Net 30. Hal ini berarti bahwa, jika pembayaran dilakukan dalam jangka waktu 1 sampai 10, maka pembelian tersebut dianggap sebagai pembelian tunai, sehingga pembeli akan mendapatkan potongan penjualan tunai (cash discount) sebesar 5% dan penjualan kredit selambat-lambatnya 30 hari. 4. Plafon kredit Plafon kredit adalah ketentuan batas maksimm dari penjualan kredit. Semakin tinggi plafon kredit, maka investasi pada piutang juga semakin besdar. Sebaliknya makin kecil plafon kredit, maka investasi pada piutang juga akan makin kecil. 5. Kebijakan Pengumpulan Piutang Jika perusahaan aktif dalam mengumpulkan piutang, maka dibutuhkan biaya lebih besar untuk membiayai kegiatan tersebut, akan tetapi risiko timbulnya bad debts (Penghapusan piutang) makin kecil, dan sebaliknya. 6. Kebiasaan Membayar Pelanggan Biasanya ada pelanggan yang senang menggunakan fasilitas cash discount yang disediakan oleh perusahaan, akan tetapi ada pula pelanggan yang lebih cenderung menggunakan fasilitas batas jangka waktu penjualan kredit yang diberikan oleh perusahaan. Oleh karena itu perusahaan perlu mengidentifikasi kecenderungan kebiasan membayar dari para pelanggannya.
18.4. Penentuan Standar dan Kebijakan Kredit 1. Standar Kredit Standar kredit merupakan kriteria penentuan pelanggan manakah yang diperkenankan membeli dengan kredit dan yang tidak boleh. Adapun kriteria yang digunakan untuk menentukan pelanggan yang dapat membeli secara kredit (The Five Cs) adalah sebagai berikut; a. Character (Karakter), yaitu pelanggan yang memiliki tanggung jawab moral, jujur dan tulus hati. b. Capacity (Kapasitas), yaitu kemampuan pelanggan untuk membayar hutang secara tepat waktu, sesuai yang telah ditentukan oleh perusahaan. c. Capital (Modal), yaitu jumlah aktiva yang dimiliki pelanggan yang digunakan dalam operasi perusahaannya. d. Collateral (Agunan), yaitu jaminan atau borg yang diberikan pelanggan penerima kredit, sehubungan dengan pinjamannya. e. Condition od ecoconmic (situasi ekonomi), yaitu kondisi ekonomi yang dapat mempengaruhi kemampuan membayar dari pelanggan yang membeli dengan kredit., 2. Kebijakan Kredit Dalam penentuan kebijakan kredit, maka hal-hal yang perlu diperhatikan adalah pengaruh kebijakan kredit tersebut terhadap perubahan volume penjualan dan harga pokok yang mempengaruhi laba perusahaan.
18.5. Laba Atas Penjualan Kredit Adapun formula yang digunakan untuk menghitung laba atas kebijakan penjualan kredit adalah sebagai berikut; Persamaan Laba (L) = Pn – (HP)n – BP
(18.1)
Dimana: P : Harga jual perunit HP : Harga Pokok penjualan BP : Biaya Piutang n : Jumlah barang yang dijual Biaya Piutang (BP) dapat ditentukan dengan menggunakan formula perhitungan berikut: BP = BM + BPPt
(18.2)
Dimana: BM : Biaya Modal BPPt : Biaya Pengumpulan Piutang Total Sedangkan Biaya Modal dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut; BM = r (HP)n
(18.3)
Dimana: R : Tingkat bunga (opportunity cost) Kemudian Biaya Pengumpulan Piutang Total (BPPt) dapat dihitung dengan menggunakan formula perhitungan sebagai berikut: BPPt = (BPP)n Dimana: BPP : Biaya Pengumpulan Piutang
(18.4)
Contoh soal: Perusahaan XYX sedang mempertimbangkan salah satu dari 3 macam persyaratan penjualan kredit sebagai berikut; a. Tunai, Apabila penjualan dilakukan dengan tunai, maka volume penjualannya ditaksir sebesar 2.500 unit b. Net 30, Jika perusahaan menggunakan persyaratam ini, maka penjualan ditaksir sebesar 2.750 unit. c. 8/10 Net 30, Jika perusahaan menggunakan persyaratan ini, maka semua pelanggan akan memanfaatkan cash discount (membayar 1 sampai dengan 10 hari) dan volume penjualan ditaksir sebsanyak 2.600 unit. Harga jual per unit adalah sebesar Rp 1.000,-, Harga Pokok Penjualan per unit sebesar Rp 500,-, Opportunity cost (r) adalah sebesar 20% pertahun dan Biaya Pengumpulan Piutang Rp 25,- tentukanlah kebijakan kredit yang dapat menghasilkan keuntungan yang tertinggi. Jawab: 1. Penjualan Tunai, L = Pn – (HP)n – BP = (1000) (2.500) – (500)(2.500) – 0 = 2.500.000 – 1.250.000 = Rp 1.250.000,2. Penjualan dengan persyaratan Net 30, BP = BM + BPPt = r (HP)n + BPPn = (0,20 x 30/360)(500)(2.750) + (25)(2.750) = 7.638,8 + 68.750 = Rp 76.388,8,-
Laba yang dapat diperoleh sebagai berikut: L = Pn – (HP)n – BP = (1.000)(2.750) – (500)(2.750) – 76.388,8 = 2.750.000 – 1.375.000 – 76.388,8 = Rp 1.298.611,2 3. Penjualan dengan persyaratan 8/10 Net 30 BP = BM + BPPt = r (HP)n + BPPn = (0,20 x 30/360)(500)(2.600) + (25)(2.600) = (0,016667)(1.300.000) + 65.000 = 21.667,1 + 65.000 = 86.667,1 Laba yang dapat diperoleh sebagai berikut: L = Pn – (HP)n – BP = (1.000)(2.600) – (500)(2.600) – 86.667,1 = 2.600.000 – 1.300.000 – 86.667,1 = Rp 1.213.332,9 Berdasarkan perhitungan dari ketiga persyaratan penjualan di atas, maka persyaratan yang pertaman yang paling menguntungkan.
Bab 19 MANAJEMEN PERSEDIAAN
19.1. Tujuan Persediaan Tujuan persediaan adalah untuk mencegah kerugian atas tidak terpenuhinya permintaan langganan yang melonjak, sehingga langganan lari membeli produk kepada perusahaan pesaing.. Dengan kata lain perlunya menjaga keseimbangan antara ongkos hilangnya langganan dengan biaya-biaya pemesanan ulang yang sering melibatkan invenatris kecil dan biaya simpan serta resiko rusaknya barang-barang inventaris besar. Kebijakan alokasi modal kerja pada persediaan merupakan masalah penting, karena memiliki efek langsung terhadap tingkat profitabilitas. Persediaan yang terlalu besar, akan mengakibatkan biaya-biaya seperti; beban bunga, biaya simpan, biaya pemeliharaan barang di gudang, risiko rusaknya barang yang disimpan digudang, akan membesar yang pada gilirannya akan mengakibatkan menurunnya
profit. Sebaliknya
persediaan yang terlalu kecil, juga akan mengakibatkan perusahaan beroperasi kurang efisien yang disebabkan oleh adanya kapasitas mesin dan tenaga kerja langsung yang menganggur, begitupula dengan dapat beralihnya pelanggan ke perusahaan lain, saat permintaan produk tibatiba berkembang, sehingga dampaknya juga akan memperkecil profit, atau bahkan perusahaan gulung tikar, manakala pelanggan beralih ke perusahaan lain.
19.2. Jenis dan Sifat Perputaran Persediaan Jenis persediaan dalam perusahan perdagangan hanya satu yaitu, persediaan barang dagangan (merchandise inventory) yang memiliki sifat perputaran (turnover) yang sama, dibeli kemudian dijual kembali dan tidak mengalami proses lanjutan dalam perusahaan, Sedangkan persediaan pada perusahaan manufacturing (pabrikan) ada 3 yaitu; a. Persediaan bahan mentah (the raw material inventory) b. Persediaan barang dalam proses (the work in process) c. Persediaan barang jadi (Finished goods inventory) Dalam perputarannya
pembahsan
persediaan
(merchandise
barang
turnover)
dapat
dagangan
tingkat
dihitung
dengan
menggunakan formula sebagai berikut; Net Sales Merchandise Turnover = ----------------------Average Inventory
(19.1)
Cost of Goods Sold = ----------------------Average Cost
(19.2)
Persediaan awal + Persediaan akhir Average Inventory = -------------------------------------------- (19.3) 2 Contoh soal; Persediaan barang dagang awal (1/1/2007) Rp
900.000,-
Pembelian selama tahun 2007
Rp 4.200.000,- (+)
Barang dagang yang tersedia
Rp 5.100.000,-
Persediaan barang dagang akhir (1/12/2007) Rp 1.100.000,- (-) Harga Pokok Penjualan (Cost of Good Sold) Rp 4.000.000,Jumlah hari kerja perusahaan dalam satu tahun adalah 300 hari.
Jawab: Persediaan awal + Persediaan akhir Average Inventory = -----------------------------------------2 900.000 + 1.100.000 Average Inventory = --------------------------2 Cost of Goods Sold Merchandise Turnover = ------------------------Average Inventory 4.000.000 Merchandise Turnover = -------------- = 4 kali 1.000.000 Jumlah rata-rata hari penjualan/barang disimpan di gudang adalah sebagai berikut; 300/4 = 75 hari. Jumlah rata-rata penjualan dapat juga dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut; 365 x Average Inventory -----------------------------Cost of Goods Sold
(19.4)
365 hari adalah jumlah hari dalam 1 tahun. Kembali ke contoh soal , dimana jumlah hari kerja yang digunakan dalam satu tahun adalah sebanyak 300 hari kerja. Dengan demikian, maka perhitungan tersebut berubah menjadi; 300 x 1.000.000 -------------------- = 300.000.000/4.000.000 = 75 hari 4.000.000
19.3. Faktor-Faktor Persediaan
Yang
Mempengaruhi
Besar
Kecilnya
Dalam pembahasan persediaan bagi perusahaan pabrikan, maka besar kecilnya persediaan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain; a. Lead time, atau masa tunggu datangnya bahan baku yang telah dipesan. b. Frekwensi penggunaan bahan baku tersebut c. Jumlah dan yang tersedia untuk pembelian bahan baku d. Jenis bahan baku (tahan lama atau tidak) Kebijakan pengadaan bahan baku dalam suatu perusahaan biasanya melibatkan Manajer Produksi dan Manajer Keuangan. Manajer produksi berkepentingan dengan jumlah persediaan bahan baku yang banyak, agar dapat menjamin kelancaran proses produksi. Di lain pihak Manajer keuangan berkepentingan dengan jumlah persediaan bahan baku yang sedikit saja, agar dana yang tertanam dalam persediaan bahan baku tersebut dapat efisien. Oleh karena itu, untuk memadukan kedua kepentingan yang saling bertentangan tersebut di atas, maka perlu mempertimbangkan hal-hal berikut; a. Persediaan bahan baku tersebut dapat menjamin kelancaran proses produksi (tugas Manajer Produksi) b. Persediaan bahan baku tersebut dapat dijangkau oleh dana yang tersedia (tugas Manajer Keuangan) c. Jumlah pembelian bahan baku yang optimal (tugas keduanya). Bentuk pendekatan yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan pembelian bahan baku adalah Model Economic Order Quantity (Kuantitas Pembelian Ekonomis)
19.4. Economic Order Quantity Model yang paling sederhana yang dapat digunakan dengan asumsi permintaan konstan dan tertentu, kepastian lead time yang diperlukan dalam pemesanan dan biaya simpan adalah model kuantitas pesanan yang paling ekonomis (Economic Order Quantity : EOQ*), yaitu jumlah pesanan yang paling optimal. Model EOQ ini dapat digunakan bagi perusahaan yang dalam melakukan pembelian bahan baku, harus melalui pemesanan terlebih dahulu dan pembelian tidak dapat dilakukan setiap saat. Asumsi yang terdapat dalam model EOQ adalah; a. Kebutuhan bahan baku dapat ditentukan jumlah penggunaannya dalam satu periode waktu tertentu. b. Penggunaan bahan baku dalam jumlah relatif konstan c. Pesanan dapat diterima tepat pada tingkat persediaan bahan baku sama dengan 0, atau di atas jumlah safety stock (persediaan minimal) d. Harga bahan baku relatif konstan Metode perhitungan dalam penggunaan model EOQ dapat ditempuh dengan menggunakan 3 pendekatan yaitu; (1) Basic cost Approach, (2) Graphical Approach, dan (3) Matematical Approach; 1. Basic cost Approach Perhitungan EOQ dengan pendekatan Basic cost Approach dilakukan dengan cara menghubungkan antara biaya-biaya dengan persediaan bahan baku yang dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu; (a) Order Cost (OC: biaya pesan) yang meliputi; Biaya proses persiapan pemesanan bahan baku (telepon dll), Biaya pengepakan dan pembungkusan, Biaya pengiriman bahan baku, Biaya proses pembayaran harga bahan baku, (b) Carrying Cost (CC: biaya simpan) yang meliputi;
Biaya sewa gudang, biaya pemeliharaan bahan baku di gudang, biaya asuransi bahan baku, biaya modal, dan (c) Total Cost (TC) = OC + CC. Sifat-sifat dari biaya-biaya di atas, adalah sebagai berikut; a. OC akan semakin besar, atau kecil tergantung kepada frekwensi pembelian bahan baku dalam satu periode waktu tertentu. b. CC akan semakin besar, atau kecil tergantung kepada besar kecilnya jumlah persediaan bahan baku. 2. Graphical Approach Dalam perhitungan EOQ dengan menggunakan pendekatan grafik adalah dengan cara menghubungkan antara OC dengan CC dalam sebuah grafik, dimana sumbu Y adalah TC dan sumbu X adalah kuantitas persediaan bahan baku. Jika kita mengetahui kuantitas yang ingin dipesan (Q) adalah 10,000 unit, maka rata-rata persediaan (Q/2) = 10,000/2 = 5,000 unit, sebagaimana Gambar 19.1., berikut : Unit Inventory
Q/2
average Inventory
15
30
45
Days
d. Gambar 19.1. Rata-rata hari persediaan Ada dua macam biaya yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan EOQ* yaitu Order Cost (biaya pesan) dan Carrying Cost
(biaya simpan). Order cost adalah biaya yang berhubungan dengan biaya selama proses persiapan pemesanan bahan baku, biaya pengiriman, biaya penerimaan, biaya proses pembayaran harga bahan baku dan penyimpanan persediaan digudang yang pada umumnya biaya ini diasumsikan sebagai biaya tetap (Fixed Cost). Sedangkan Carrying cost adalah biaya persediaan selama digudang yang meliputi; sewa gudang, biaya penimbangan pengepakan bahan, biaya penanganan bahan digudang dan asuransi, serta biaya modal.. Jika banyaknya Order cost = Total permintaan (D) yang dibagi oleh jumlah pesanan (Q), maka Total biaya pesan adalah : O (D/Q) Jika K adalah biaya simpan dalam persentase setiap periode, maka total biaya simpan setiap periode adalah : K (Q/2) Total biaya untuk satu periode adalah : TC = O (D/Q) + K (Q/2)
(19.1)
Sasaran yang ingin dicapai adalah jumlah Q yang optimal yaitu EOQ* dengan rumus berikut: EOQ* = 2 DO/K
(19.2)
Gambar 19.2., menggambarkan bagaimana Oreder Cost dan Carrying Cost saling berinteraksi.
Cost
TC CC
OC
Q*
Q
e. Gambar 19.2. Economic Order Quantity Jika permintaan tahunan (D) = 10,000 unit, K = 0,20 dan OC = $ 10, maka Q* adalah : Q* = 2 (10,000) 10/0,20 = 1,000 unit. 3. Mathematical Approach Perhitungan EOQ dengan menggunakan pendekatan ini dapat dilakukan dengan menggunakan formulan perhitungan sebagai berikut;
EOQ =
2 xRxOC CC
(19.3)
Dimana R: kebutuhan bahan baku satu periode waktu OC: Order Cost (Biaya Pesan) CC: Carrying Cost (Biaya Simpan) Contoh soal: Perusahaan XYZ dalam operasinya membutuhkan bahan baku (R) sebanyak 1.000 uint, dimana bahan baku tersebut dapat diperoleh melalui pemesanan terlebih dahulu dengan biaya pesan (OC) sebesar Rp 100,-
setiap kali pemesanan. Sedangkan biaya simpan (CC) adalah sebesar Rp 5/unit/tahun. Dari data di atas, hitunglah EOQ. Jawaban; 1. Pendekatan Dasar Biaya (Basic Cost Approach) Untuk menjawab contoh soal di atas dengan menggunakan pendekatan berdasarkan biaya, maka dikemukakan alternatif biaya pada Tabel 19.1., sebagai berikut; Tabel 19.1. Perhitungan Alternatif Biaya Terendah Q
OC
TOC
1
Frekwensi Pembelian 2
3
1.000
1 kali
Rp 100
4 (2x3) 100
Average Inventory 5 (1:2) 500
CC
TCC
TC
6
7 (5x6) 2.500
8 (4+7) 2.600
500
2 kali
200
250
1.250
1.450
250
4 kali
400
125
625
1.025
200
5 kali
500
100
500
1.000
125
8 kali
800
62,5
312,5
1.112,5
1.000
50
250
1.250
100 10 kali Keterangan: Q : Kuantitas TOC : Total Order Cost TCC : Total Carrying Cost
Rp 5
Berdasarkan informasi dari Tabel 19.1. Perhitungan alternatif biaya terendah, dapat diketahui jumlah pesanan persediaan bahan baku yang paling ekonomis (EOQ) yaitu, sebanyak 200 unit dengan frekwensi pesanan sebanyak 5 kali pesan dan total biaya Rp 1.000,- (OC = 500 + CC = 500).
2. Pendekatan Grafik (Graphical Approach) Dalam perhitungan EOQ dengan menggunakan pendekatan grafik adalah dengan cara menghubungkan antara OC dengan CC seperti Gambar 19.3., sebagai berikut; Cost
TC
.2.600
CC
1.450 1.300 1.250 1.025 1.000 OC 0
100
200 250
500
1.000
Q
f. g. Gambar 19.3. Economic Order Quantity Kurva CC dimulai dari titik origin (0) bergerak ke arah kanan atas. Hal ini mengisyaratkan bahwa semakin kuantitas bahan baku baku yang di pesan, maka semakin besar pula rata-rata persediaan, sehingga dapat menyebabkan CC semakin besar pula. Di lain pihak OC bergerak dari sisi kiri atas menuju ke arah kanan bawah. Hal ini mengisyaratkan bahwa semakin besar kuantitas bahan baku yang dipesan, maka frekwensi pesanan semakin kecil, sehingga OC juga semakin kecil. 3. Pendekatan Matematis (Mathematical Approach) Perhitungan EOQ dengan menggunakan pendekatan matematis dapat dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut;
EOQ =
2 xRxOC CC
EOQ =
2 x1.000 x100 5
EOQ =
200.000 = 5
40.000 = 200 unit
19.5. Reorder Point Reorder point (ROP) adalah titik dimana perusahaan harus mengadakan pemesanan kembali bahan baku, agar bahan baku yang dipesan tersebut tiba, tepat pada saat persediaan bahan baku di atas safety stock (persediaan minimal). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam reorder point, adalah; jumlah bahan baku yang digunakan, juga jangka waktu yang dibutuhkan untuk pemesanan bahan baku agar proses produksi dapat berjalan lancer. Waktu datangnya bahan baku dapat saja lebih cepat atau lebih lambat dari yang telah diperkirakan, sehingga jika perusahaan dalam keadaan tersebut harus mengeluarkan biaya ekstra untuk mengantisipasi jika pesanan bahan baku datang lebih awal yang disebut Extra Carrying Cost dan jika datangnya bahan baku lebih lambat disebut Stock Out Cost. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi agar tidak muncul biayabiaya ekstra tersebut di atas, maka perlu diperhatikan Lead Time dan Reorder Point. Lead time adalah tenggang waktu antara Reorder Point dengan datangnya barang yang sudah dipesan terlebih dahulu.
Kembali ke contoh soal, bila ditetapkan lead time adalah selama 1 minggu dengan asumsi 1 tahun = 48 minggu dan safety stock sebesar 23 unit, maka perhitungannya adalah sebagai berikut; Diketahui; R = 1.000 unit OC = Rp 100 CC = Rp 5 EOQ = 200 unit Safety stock = 23 unit 1 tahun = 48 minggu. Sehingga perhitungan kebutuhan perminggu = 1.000/48 = 20,83 (dibulatkan menjadi 21 unit), safety stock = 23 unit, sehingga Reorder Point adalah 46 unit. Jadi titik pemesanan kembali dilakukan saat persediaan bahan baku pasa pada saat angka 46 unit. Jika hal ini digambarkan pada grafik, maka akan tampak pada Gambar 19.4., sebagai berikut; Unit Pesanan
200
ROP 46 25 Lt
h. Gambar 19.4. Reorder Point
Waktu
BAGIAN 5 ANALISIS LAPORAN KEUANGAN
Chapter 20. Analisis Laporan Keuangan Chapter 21. Mengukur Profitabilitas dan Likuiditas
Bab 20 ANALISIS LAPORAN KEUANGAN
20.1. Pengertian Laporan Keuangan Diantara berbagai laporan yang diterbitkan perusahaan kepada pemegang saham, laporan tahunan (annual report) adalah laporan yang paling penting. Ada dua jenis informasi yang diberikan dalam laporan ini. Pertama, adalah bagian verbal, yang seringkali disajikan sebagai surat dari presiden direktur yang menguraikan hasil operasi perusahaan selama tahun lalu dan membahas perkembangan baru yang akan mempengaruhi operasi perusahaan di masa depan. Kedua, laporan tahunan yang menyajikan empat laporan keuangan dasar – neraca, laporan rugi – laba, laporan laba ditahan, dan laporan arus kas. Laporan – laporan tersebut menyajikan angka – angka akuntansi dari operasi dan posisi keuangan perusahaan. Data disajikan secara rinci dalam dua atau tiga tahun terakhir, bersama – sama dengan ikhtisar historis dari statistik operasi utama dalam lima atau sepuluh tahun terakhir. Informasi kuantitatif dan verbal adalah sama – sama penting. Laporan keuangan melaporkan apa yang sebenarnya terjadi pada aktiva, laba, dan dividen selama beberapa tahun terakhir, sedangkan laporan verbal berusaha menjelaskan mengapa hal tersebut terjadi. Untuk tujuan ilustratif, kita akan menggunakan data MicroDrive Inc Produsen dari disk drive guna membahas dasar – dasar laporan keuangan. Didirikan pada tahun 1982 ketika beberapa perusahaan regional melakukan merger, MicoDrive tumbuh dengan stabil dan
memperoleh reputasi menjadi salah satu perusahaan terbaik dalam industrinya. Laba perusahaan turun sedikit di tahun 1997 menjadi $113,5 juta dibandingkan $118 juta di tahun 1998. Manajemen melaporkan bahwa penurunan ini disebabkan oleh kerugian akibat musim kemarau dan peningkatan biaya akibat pemogokan karyawan selama tiga bulan. Namun, manajemen kemudian menggambarkan bahwa perusahaan memiliki prospek masa depan yang lebih optimis, dengan menyatakan bahwa perusahaan telah kembali beroperasi secara penuh, dan beberapa bisnis yang tidak menguntungka telah ditutup, serta laba tahun 1999 diperkirakan meningkat dengan tajam. Tentu saja, kenaikan profitabilitas mungkin tidak terjadi, dan analis harus membandingkan laporan manajemen di masa lalu dengan berbagai hasil yang terjadi belakangan ini. Jadi, informasi yang tercantum pada laporan tahunan digunakan oleh investor untuk membuat ekspektasi tentang laba dan dividen di masa depan. Oleh karena itu, laporan tahunan merupakan hal yang sangat peting bagi investor. 20.2. Laporan Neraca Pada sisi sebelah kiri neraca Micro Drive’s per akhir tahun 1998 dan 1997 yang terdapat dalam Tabel 3 – 1, menunjukkan aktiva perusahaan, sedangkan sisi kanan menunjukkan kewajiban dan ekuitas, atau klaim terhadap aktiva tersebut. Aktiva dicantumkan sesuai dengan urutan “likuiditasnya”’ atau lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengkonversi aktiva tersebut menjadi kas. Klaim dicantumkan menurut urutan pembayarannya : Utang usaha pada umumnya harus dibayar dalam 30 hari, wesel bayar dalam 90 hari, dan seterusnya. Pada bagian bawah terdapat akun ekuitas pemegang sahan yang menunjukkan kepemilikan dan tidak pernah “dibayar”
Beberapa poin tambahan dalam neraca adalah sebagai berikut: 1. Kas versus aktiva lainnya. Meskipun semua aktiva dinatakan dalam jumlah dolar, namun hanya kas yang merupakan nilai aktual dari uang. (Sekuritas dapat dikonversi menjadi kas dalam satu atau dua hari, sehingga hampir menyerupai kas dan dilaporkan bersama – sama dengan kas di neraca.) Piutang adalah tagihan pihak lain yang berutang kepada Micro Drive’s. Persediaan menunjukkan jumlah dolar yang diinvestasikan perusahaan dalam bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi yang
tersedia
untuk
dijual.
Pabrik
dan
peralatan
bersih
mencerminkan jumlah uang yang dibayar Micro Drive’s untuk memperoleh aktiva tetap itu dimasa lalu dikurangi dengan akumulasi penyusutan. Micro Drive’s dapat menulis cek sebesar $10 juta (versus kewajiban lancar sebesar $310 juta yang akan jatuh tempo dalam tahun berjalan). Aktiva non kas harus menghasilkan kas sepanjang waktu, tetapi aktiva ini bukan merupakan kas di tangan, dan jumlah kas yang diterima jika aktiva tersebut dijual hari ini dapat lebih tinggi atau lebih rendah daripada nilai bukunya. 2. Kewajiban versus ekuitas pemegang saham. Klaim terhadap aktiva ada dua jenis – kewajiban (atau uang perusahaan yang terutang) dan posisi kepemilikan pemegang saham. Ekuitas pemegang saham biasa (common stockholders’equity), atau kekayaan bersih (net worth) adalah nilai residu.
Tabel 20.1. Laporan Neraca Micro Drive’s per 31 Desember (Dalam Jutaan Dollar) AKTIVA
1998
Kas dan Sekuritas Piutang Usaha Persediaan Total Aktiva Lancar Pabrik dan Peralatan Bersih
Total Aktiva
10 375 615 1.000
80 315 415 810
1.000
870
KEWAJIBAN DAN EKUITAS Hutang Usaha Wesel Bayar Akrual Total Kewajiban lancar Obligasi
1.680
Total Hutang Saham Preferen (400.000 saham) Saham Biasa (50.000.000) Laba Ditahan Total Ekuitas Total Passiva
2.000
1997
1998
1997
60 110 140 310
30 130 130 220
754
580
1.064 40
800 40
130
130
766 896 2.000
710 840 1.680
Misalnya, pada akhir tahun 1998 : Aktiva–Kewajiban – Saham preferen = Ekuitas pemegang saham biasa $2.000.000.000-$1.064.000.000 - $40.000.000 = $896.000.000 Anggaplah aktiva perusahaan menurun nilainya – sebagai contoh, misalkan beberapa akun piutang usaha dihapus sebagai piutang ragu – ragu. Kewajiban dan saham preferen tetap konstan, sehingga nilai ekuitas pemegang saham biasa harus turun. Oleh karena itu, risiko fluktuasi nilai aktiva ada pada pemegang saham biasa. Akan tetapi, perhatikan bahwa jika nilai aktiva naik (mungkin karena inflasi, (mungkin karena inflasi), maka keuntungan ini akan menjadi hak pemegang saham biasa. 3.
Saham preferen versus saham biasa.
saham preferen adalah
gabungan antara saham biasa dan utang. Jika perusahaan mengalami kebangkrutan, maka peringkat saham preferen ada di bawah utang tetapi di atas saham biasa. Selain itu, dividen saham preferen adalah
tetap, sehingga pemegang saham preferen tidak akan memperoleh keuntungan jika laba perusahaan meningkat. Akhirnya banyak perusahaan tidak menggunakan saham preferen, dan hanya sedikit yang menggunakan jenis saham ini. Oleh karena itu, ketika istilah “ekuitas” digunakan di bidang keuangan, hal itu berarti “ekuitas saham biasa” kecuali jika kata – kata “total” dimasukkan. 4.
Perincian akun ekuitas saham biasa. Bagian ekuitas saham biasa dibagi menjadi dua akun “saham biasa” dan “laba ditahan”. Akun laba ditahan akan terus bertambah jika perusahaan “menahan” sebagian laba dan tidak membayarkan semua laba sebagai dividen. Akun saham biasa akan naik akibat penerbitan saham untuk menambah modal.. Perincian akun ekuitas saham biasa sangat penting untuk beberapa tujuan tetapi tidak untuk lainnya. Misalnya, calon pemegang saham tentu ingin mengetahui apakah perusahaan benar – benar memperoleh dana yang dilaporkan pada akun ekuitas atau apakah dana hanya berasal dari penjualan saham. Di sisi lain, calon kreditor akan lebih tertarik pada total ekuitas pemilik perusahaan dan kurang memperhatikan sumber ekuitas. Pada sisa bab ini kita akan membahas dua akun ekuitas saham biasa dan menyebutnya sebagai jumlah ekuitas saham biasa atau kekayaan bersih.
5. Akuntansi Persediaan. Micro Drive menggunakan metode FIFO (first-in, first out) untuk menentukan nilai persediaan yang diperhatikan di neracanya ($615 juta). Perusahaan juga dapat menggunakan metode LIFO (last-in, first-out). Jika harga – harga cenderung naik, maka dengan menjual persediaan lama yang lebih murah dan menyimpan persediaan baru yang lebih mahal, FIFO akan menghasilkan nilai persediaan yang lebih tinggi di neraca dan harga
pokok penjualan yang lebih rendah pada laporan laba – rugi. Karena Allied menggunakan FIFO dan karena inflasi telah terjadi, maka (a) persediaan di neraca adalah lebih tinggi jika dibandingkan dengan menggunakan LIFO, (b) harga pokok penjualan adalah lebih rendah dibandingkan bila menggunakan LIF0, dan (c) laba yang dilaporkan akan lebih tinggi. Dalam kasus Micro Drive, jika perusahaan beralih ke metode LIFO pada tahun 1998, maka jumlah persediaan di neraca akan menjadi $585.000.000 bukan $615.000.000, dan laba (yang akan dibahas dalam bagian berikutnya) akan menurun sebesar $18.000.000. Jadi, metode penilaian persediaan dapat mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap laporan keuangan. Hal ini sangat penting ketika analis membandingkan perusahaan yang berbeda. 6. Metode Penyusutan. Kebanyakan perusahaan menyusun dua set laporan keuangan-satu untuk tujuan pajak dan satu untuk pelaporan kepada pemegang saham. Pada umumnya mereka menggunakan metode dipercepat yang diperbolehkan menurut undang – undang dalam
menghitung
penyusutan
untuk
tujuan
pajak,
tetapi
menggunakan metode garis lurus yang menghasilkan beban penyusutan yang lebih rendah untuk pelaporan kepada pemegang saham. Akan tetapi Micro Drives memilih menggunakan penyusutan dipercepat baik untuk tujuan pelaporan kepada pemegang saham maupun pajak. Seandainya Micro memilih menggunakan penyusutan garis lurus untuk pelaporan kepada pemegang saham, maka beban penyusutan tahun 1998 akan menjadi lebih kecil $25.000.000, sehingga angka sebesar $1 milyar untuk “pabrik bersih” pada neraca, begitu pula laba ditahan, akan menjadi lebih tinggi $25.000.000. Laba bersih juga akan menjadi lebih tinggi.
7. Dimensi Waktu. Neraca dapat dianggap sebagai potret dari posisi keuangan perusahaan pada waktu tertentu-sebagai contoh, pada tanggal 31 Desember 1997. Jadi, pada tanggal 31 Desember 1997 Micro Drive memiliki $80 juta kas dan sekuritas yang bisa dipasarkan, tetapi akun ini akan menurun menjadi $10 juta pada akhir tahun 1998. Neraca akan berubah setiap hari pada saat persediaan bertambah atau berkurang,
pada
saat
aktiva
tetap
dibeli
atau
dihentikan
penggunaannya, pada saat pinjaman bank meningkat atau menurun, dan lain sebagainya. Perusahaan yang melaksanakan bisnis musiman akan mempunyai perubahan yang besar di neraca. Persediaan Micro akan menjadi rendah sebelum masa panen, tetapi akan tinggi setelah panen musim gugur diproses. Demikian juga, sebagian besar pengecer akan memiliki banyak persediaan sebelum Hari Natal tetapi akan memiliki sedikit persediaan piutang usaha yang tinggi setelah Hari Natal. Oleh karena itu, neraca perusahan akan berubah setiap tahun, tergantung pada saat laporan itu disusun.
20.3. Laporan Rugi – Laba Tabel 20-2 menyajikan laporan rugi-laba Micro Drive untuk tahun 1998 dan 1997. Penjualan bersih disajikan pada bagian atas dari setiap laporan,
setelah
berbagai
biaya,
termasuk
pajak
penghasilan,
dikurangkan untuk mendapatkan laba bersih yang tersedia bagi pemegang saham biasa. Laporan laba dan dividen per saham diberikan pada bagian bawah laporan ini. Laba per saham (earnings per share = EPS) disebut “bottom line”. Menunjukkan bahwa di antara semua akun pada laporan laba-rugi, EPS adalah yang paling penting. Micro memperoleh $2,27 per saham pada tahun 1998, turun dari $2,36 pada tahun 1996, tetapi dividen masih meningkat dari $1,06 menjadi $1,15.
Bila neraca dianggap sebagai potret dari posisi keuangan perusahaan pada waktu tertentu, maka laporan laba-rugi melaporkan operasi perusahaan selama suatu periode waktu, misalnya, selama tahun kalender 1998. Selama tahun 1998 Micro memiliki penjualan sebesar $3 milyar, dan laba bersih yang tersedia bagi pemegang saham $113,5 juta. Laporan laba-rugi dapat mencangkup setiap periode waktu, tetapi laporan ini biasanya dibuat secara bulanan, kuartalan, atau tahunan. Sudah tentu, penjualan, biaya, dan laba akan semakin besar jika periode pelaporan semakin lama, dan jumlah laporan laba-rugi selama 12 bulan terakhir(atau 4 kuartalan) harus sama dengan nilai yang ditunjukkan pada laporan laba-rugi tahunan. Untuk tujuan perencanaan dan pengendalian, manajemen biasanya meramalkan laporan laba-rugi secara bulanan (atau mungkin secara kuartalan), dan kemudian membandingkan hasil aktual dengan laporan yang dianggarkan.jika pendapatan lebih rendah dan biaya lebih tinggi dari pada tingkat yang diramalkan, maka manajemen harus mengambil langkah-langkah korektif sebelum masalah ini menjadi semakin serius.
20.4. Laporan Laba Ditahan Perubahan laba ditahan antara tanggal neraca dilaporkan pada laporan laba ditahan (statement of retained earnings). Tabel 3-3 menunjukkan bahwa Micro memperoleh $113,5 juta selama tahun 1998, membayar $57,5 juta dividen saham biasa, dan menanamkan kembali sebesar $56 juta dalam Untuk memehami lebih detail mengenai laporan laba rugi dapat dilihat pada tabel 3-2 dibawah ini. Dengan memperhatikan dua periode
laporan tersebut dapat dibandingkan dua aktivtas perusahaan selama kurun waktu 1997 dan 1998. Tabel 20.3. Laporan Laba-rugi Micro Drive untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember (Jutaan Dolar, Kecuali untuk Data per saham) Penjualan bersih Biaya kecuali penyusutan
Penyusutan Total biaya operasi Laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) Dikurangi bunga Laba sebelum pajak (EBT) Pajak (40%) Laba bersih sebelum dividen saham preferen Dividen saham preveren Laba bersih yang tersedia untuk pemegang saham biasa Dividen saham biasa Tambahan laba ditahan Data per saham : Harga saham biasa Laba per saham (EPS) Dividen per saham (DPS) Nilai buku per saham (BVPS)
1998 1997 $ 3.000,0 $ 2.850,0 2.616,2 2.497,0 100,0 90,0 $ 2.716,2 $ 2.587,0 $ 283,8 $ 263,0 88,0 60,0 $ 195,8 $ 203,0 78,3 81,0 $ 117,5 $ 122,0 4,0 4,0 $ 113,5 $ 118,0 $ 57,5 $ 53,0 $ 56,0 $ 65,0 $ $ $ $
23,00 2,27 1,15 17,92
$ $ $ $
24,00 2,36 1,06 16,80
Terdapat 50.000.000 lembar saham biasa yang beredar. Perhatikan bahwa EPS didasarkan atas laba setelah dividen saham preferen yaitu, laba bersih yang tersedia untuk pemegang saham biasa. Perhitungan EPS, DPS dan BVSP untuk tahun 1997 adalah sebagai berikut : Laba Bersih
113.500.000
EPS = ------------------ = ----------------- = $ 2,27 Saham Biasa Dividen
50.000.000 57.500.000
DPS = ---------------- = ---------------- = $ 1,15 Saham Biasa
50.000.000
Total Ekuitas Saham Biasa
896.000.000
BVSP = -------------------------------- = ---------------- = $ 17,92 Saham Biasa
50.000.000
Perusahaan. Jadi, pos neraca yaitu “Laba Ditahan” meningkat dari $710 juta pada akhir tahun 1997 menjadi $766 juta pada akhir tahun 1998. Perhatikan bahwa “Laba ditahan” menunjukkan klaim terhadap aktiva, dan bukannya aktiva per ekuitas pemegang saham. Lebih jauh lagi, perusahaan menahan laba terutama untuk memperluas usaha, dan ini berarti menginvestasikan dalam pabrik dan peralatan, dalam persediaan, dan lain sebagainya, bukab menimbun kas di rekening bank. Perusahaan laba ditahan terjadi karena pemegang saham biasa mengijinkan perusahaan untuk menginvestasikan kembali dana yang tidak didistribusikan sebagai dividen. Jadi, laba ditahan yang dilaporkan di neraca bukan merupakan kas dan “tidak tersedia” untuk pembayaran dividen atau yang lain. Tabel 20.3. Laporan Laba Ditahan Micro Drive Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 1998 (dalam Jutaan Dolar) Saldo laba ditahan per 31 Desember 1997
$ 710,0
Ditambah : Laba bersih 1998
113,5
Dikurangi : Dividen untuk pemegang saham biasa
(57,5)
Saldo laba ditahan per 31 Desember 1998
$ 766,0
Bab 21 PROFITABILITAS DAN LIKUIDITAS
21.1. Pengertian Rasio Keuangan Untuk membuat keputusan yang rasional yang mendukung tercapainya tujuan perusahaan, maka manajer keuangan haruslah memiliki analasis. Jenis analisis keuangan bermacam-macam dan penggunaannya
disesuaikan
dengan
maksud
dan
kepentingan
penganalisis. Analisis hubungan dari berbagai elemen dalam laporan keuangan merupakan dasar untuk menginterpretasikan prestasi dan hasil operasi perusahaan. Untuk mengetahui kondisi keuangan dan prestasi perusahaan para analis memerlukan beberapa tolok ukur dan salah satu tolok ukur yang lazim digunakan adalah rasio keuangan yang merupakan aritmatic term dari data laporan keuangan yang satu dengan yang lain. Interpretasi dari angka perbandingan tersebut dapat memberikan sinyal apakah kondisi keuangan suatu perusahaan sehat atau tidak. Keberartian suatu rasio akan nampak jelas jika layak dan reliable. Jika tidak ada dasar pembanding, maka kita tidak dapat menyimpulkan apakah kondisi keuangan meningkat dalam arti perkembangannya. Dengan demikian seorang analis pada dasarnya dapat menentukan standar berdasrkan alternatif berikut : a. Didasarkan pada catatan kondisi keuangan dan hasil operasi perusahaan tahun-tahun yang lampau. b. Didasarkan pada rasio perusahaan yang tergolong maju dan berhasil c. Didasarkan pada data laporan keuangan yang dibudgetkan
d. Didasarkan
pada
rasio
industri
dimana
perusahaan
yang
bersangkutan masuk sebagai anggota.
Kita lihat bahwa rasio perputaran digunakan sebagai suatu indikasi tingkat kemampuan suatu perusahaan menggunakan asset nya dalam memperoleh earning, yang dapat diukur dari tingkat perputaran asset perusahaan pertahun. Disamping itu kita juga dapat melihat rasio operasi yang sering digunakan sebagai indeks efisiensi operasi perusahaan yang juga dikenal sebagai Operating margin. Interaksi dari perputaran dan rasio operasi menghasilkan suatu indikasi profitabilitas perusahaan secara menyeluruh yang diukur dari Return on Total Assets (ROA)nya. Oleh karena mengandalkan equity, maka persentase Return on equity (ROE) atas kekayaan pemegang saham umum dapat diperbesar, di luar ROA. Telah dilihat bahwa efek seperti solvabilitas permodalan bekerja pada dua kemungkinan yaitu; secara positif untuk meningkatkan return atas hak kekayaan umum, dan secara negatif mengurangi rate of return (profitabilitas). 21.2. Rasio Profitabilitas (Rentabilitas) Profitabilitas
adalah
kemampuan
suatu
perusahaan
untuk
menghasilkan laba dibandingkan dengan modal yang digunakan dalam bentuk prosentase. Cara untuk menilai rentabilitas suatu perusahaan ada bermacam-macam tergantung pada laba dan aktiva atau modal mana yang akan diperbandingkan satu dengan yang lainnya. Apakah yang akan diperbandingkan dengan keseluruhan aktiva “tangible “ ataukah yang akan diperbandingkan laba bersih sesudah pajak dengan jumlah modal sendiri.
Adapun formula perhitungan rentabilitas adalah sebagai berikut : a. Rentabilitas Ekonomis (RE) Rentabilitas
ekonomis
atau
rentabilitas
usaha
adalah
perbandingan antara laba usaha (EBIT) dengan Total Modal
“
yang
dipergunakan untuk menghasilkan laba tersebut dan dinyatakan dalam prosentase, atau sering pula dimaksudkan sebagai kemampuan suatu perusahaan dengan seluruh modal yang bekerja didalamnya untuk menghasilkan laba. Adapun formula perhitungannya sebagai berikut: Laba Usaha (EBIT) RE = -------------------------- x 100 %
(21.1)
Total Aktiva
b. Rentabilitas Modal Sendiri (RMS) Rentabilitas modal sendiri adalah perbandingan antara laba yang tersedia bagi pemilik modal sendiri disatu pihak dengan jumlah modal sendiri yang menghasilkan laba tersebut di lain pihak, atau dengan kata lain sebagai kemampuan suatu perusahaan dengan modal sendiri yang bekerja di dalamnya untuk menghasilkan keuntungan. Adapun formula perhitungannya sebagai berikut : Laba Bersih (EAT) RMS = ----------------------------- x 100 %
(21.2)
Modal Sendiri
21.3. Rasio Aktivitas Rasio aktivitas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menggunakan dana yang tersedia yang tercermin dalam perputaran modal. Dengan rasio ini dapat diukur bagaimana
efektifitas perusahaan
dalam memanfaatkan modalnya dalam
menghasilkan laba. Rasio aktifitas dapat dilihat melalui perhitungan rasio sebagai berikut : a. Total Assets Turnover Ratio (TATR) Rasio mengukur kemampuan dana yang tertanam dalam keseluruhan aktiva berputar atau mengukur kemampuan modal yang diinvestasikan untuk menghasilkan revenue, (pendapatan) semakin tinggi rasio ini, berarti semakin besar kemampuan menghasilkan revenue. Adapun formula perhitungannya adalah sebagai berikut : Penjualan Netto TATR = ------------------------- x 100 %
(21.3)
Total Aktiva b. Receivable Turnover Ratio (RTR) Piutang timbul karena adanya penjualan barang secara kredit dengan pelunasan pembayaran kemudian, hal ini dilakukan untuk mempertinggi volume penjualan. Perputaran piutang yang semakin tinggi semakin baik, karena berarti dana/modal kerja yang tertanam dalam piutang akan dipengaruhi oleh hubungan perubahan penjualan dengan piutang. Adapun formula perhitungannya sebagai berikut : Penjualan Kredit RTR = ------------------------------ x 100 % Piutang Rata-Rata
(21.4)
c. Inventory Turnover Ratio (TTR) Inventory turnover didapat atas hasil perbandingan antara harga pokok persediaan rata-rata. Semakin tinggi perputaran persediaan berarti semakin sedikit dana yang tersimpan dalam persediaan. Bagi perusahaan industri pabrikasi perputaran persediaan meliputi 3 (tiga) jenis yaitu; persediaan barang jadi, persediaan barang dalam proses dan persediaan bahan baku. Sedangkan bagi perusahaan perdagangan hanya persediaan barang dagangan saja. Adapun formula perhitungannya sebagai berikut : Harga Pokok Penjualan (HPP) TTR = ---------------------------------------- x 100 %
(21.5)
Persediaan Rata-Rata d. Working Capital Turnover Ratio (WCTR) Rasio ini digunakan untuk menguji efisiensi penggunaan modal kerja, maka digunakan perputaran modal kerja yang merupakan perbandingan antara penjualan dengan modal kerja (aktiva lancar – hutang lancar). Demngan kalkulasi ini akan diketahui apakah modal kerja berputar dengan hasil yang baik atau kurang baik. Adapun formula perhitungannya sebagai berikut : Penjualan Netto WCTR = -------------------------------------- x 100 % (21.6) Aktiva Lancar – Hutang Lancar
2.1.4. Mengukur Likuiditas Bab ini berkaitan dengan ukuran likwiditas yang digunakan oleh para supplier modal, baik yang menyediakan modal jangka panjang, maupun yang menyediakan modal jangka pendek. Pada setiap kejadian
kapasitas dari perusahaan dipertemukan dengan kewajiban kas kepada para supplier modal yang diukur oleh berbagai rasio. Ukuran likuiditas jangka pendek dapat dilihat pada rasio-rasio; Current ratio dan variasinya seperti; acid test ratio dan rasio likuiditas absolut (cash ratio). Rasio ini mencoba untuk mengukur tingkat kemampuan dari perusahaan untuk menutupi kewajiban jangka pendeknya. Oleh karena rasio ini berhadapan dengan persediaan asset dan kewajiban (liabilities), dan dikarenakan saham adalah statis, maka usaha untuk melengkapinya ditemukan dalam rasio untuk mencoba mengukur cash flow dalam perusahaan. Ada dua ukuran yang secara khas digunakan adalah rasio-rasio inventory turnover dan
receivables
turnover untuk mengukur persediaan barang (inventory) yang akan dapat diterima kembali dalam bentuk kas dalam jangka pendek. Rasio receivables turnover mencoba untuk mengukur
tingkat di mana
penjualan kredit dapat segera berubah menjadi kas sepanjang tahun. Dua peralatan yang berguna bagi manajer
keuangan yang
diperoleh dari rasio receivables turnover yaitu ; (a) adalah rata-rata periode pengumpulan piutang yang menentukan banyaknya hari yang dibutuhkan itu untuk mengumpulkan piutang sepanjang tahun. Ketika bandingkan dengan penjualan, maka rasio ini dapat bermanfaat untuk menaksir prosedur pengumpulan piutang, (b) Bersama dengan ukuran ketercukupan pengumpulan piutang ini, analisis umur piutang juga sering digunakan. Rasio likuiditas jangka panjang merupakan pusat pengukuran yang mana usaha untuk ukuran baku kapasitas pembayaran bill dari sebuah perusahaan dalam jangka waktu assets dan earning. Cakupan asset secara umum dapat dikumpulkan dari debt-equity
ratio. Termasuk rasio
earning coverage (cakupan laba); interest coverage, preferred dividend coverage dan common dividend coverage. Oleh karena rasio-rasio dapat menjadi tidak sempurna dalam mengindikasikan secara umum total cash flow dari operasi perusahaan relatif lancar untuk ditempatkan pada kebutuhan total kas atas operasi lancar, rasio cash flow coverage dapat digunakan sebagai taksiran untuk mengukur superioritas kemampuan operasi lancar terhadap interest, preferred dividend, pembayaran sinking fund dan dividen common stock.
21.5. Rasio Likuiditas Pengertian
likuiditas
yaitu
berhubungan
dengan
masalah
kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial yang segera harus dipenuhi. Likuiditas perusahaan sebagai kemampuan perusahaan untuk pada setiap saat menyediakan alat-alat pembayaran yang diperlukan untuk melunaskan kewajiban-kewajiban yang segera jatuh tempo. Liquidity ratios, which measure the firms’s ability to meet it’s maturing short-term obligations. Perusahaan yang kekuatan membayarnya lebih besar sehingga mampu memenuhi kewajiban finansialnya yang harus dipenuhi berarti, perusahaan tersebut berada dalam kondisi likuid, sebaliknya bila kemampuan membayarnya lebih kecil dalam memenuhi kewajiban finansialnya, maka perusahaan dalam kondisi illikuid. Kewajiban perusahaan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu : kewajiban pada pihak luar perusahaan disebut likuiditas badan usaha dan kewajiban yang berhubungan dengan perusahaan sendiri disebut likuiditas perusahaan. Dengan demikian likuiditas merupakan perbandingan antara jumlah uang tunai disuatu pihak dengan hutang lancar silain pihak. Rasio ini berguna bagi analis untuk menginterpretasikan posisi keuangan
jangka pendek atau untuk mengetahui kemampuan perusahaan menyediakan alat-alat likuid guna menjamin pengembalian hutang jangka pendek tepat pada waktunya atau hutang jangka panjang yang telah jatuh tempo. Adapun formula perhitungan rasio likuiditas adalah sebagai berikut : a. Current Ratio Rasio ini dapat digunakan untuk menaganalisis posisi modal suatu badan usaha karena rasio ini menunjukkan perbandingan antara jumlah Aktiva Lancar dan Hutang Lancar (atau kemampuan aktiva lancar untuk membayar hutang lancar). Current Ratio dapat dikatakan sebagai petunjuk sebagai kekuatan finansial, karena menunjukkan sejauhmana tuntutan kreditur dapat dipenuhi dengan modal yang diharapkan dapat berubah menjadi kas pada waktu dilikuidas. Adapun formula perhitungannya sebagai berikut : Aktiva Lancar Current Ratio = ---------------------- x 100 %
(21.7)
Hutang Lancar b. Cash Ratio Rasio ini untuk mengukur sejauhmana kemampuan perusahaan untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan kas yang tersedia dalam perusahaan dan efek yang segera dapat diuangkan. Adapun formula perhitungannya sebagai berikut : Kas + Efek Cash Ratio = -------------------- x 100 % Hutang Lancar
(21.8)
c. Quick Ratio Rasio ini merupakan ukuran kemampuan
perusahaan dalam
memenuhi kewajibannya dengan tidak memperhitungkan persediaan atau hanya membandingkan aktiva yang sangat likuid dengan hutang lancar. Oleh karena itu jika current ratio tinggi tetapi quick rendah, maka ini menunjukkan adanya investasi yang terlalu besar dalam persedian. Adapun formula perhitungannya adalah : Kas + Efek + Piutang Quick Ratio = --------------------------- --- x 100 %
(21.9)
Hutang Lancar
d. Working Capital to Total Asset’s Ratio (WCTAR) Rasio ini digunakan untuk mengukur kondisi likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja (netto). Adapun formula perhitungannya sebagai berikut : Aktiva Lancar – Hutang Lancar WCTAR = --------------------------------------- x 100 %
(21.10)
Jumlah Aktiva
21.6. Rasio Solvabilitas Solvabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya apabila sekiranya perusahaan tersebut pada saat dilikuidasi, dalam arti kemampuan suatu perusahaan untuk membayar semua hutang-hutangnya (baik jangka pendek maupun jangka panjang). Solvabilitas perusahaan sebagai kemampuan perusahaan untuk juga setelah usaha, artinya pada saat likuidasi melunaskan kewajibankewajibannya.
Suatu perusahaan yang solvable berarti bahwa perusahaan tersebut mempunyai aktiva pada atau kekayaan yang cukup untuk membayar semua hutang-hutangnya. Solvabilitas
suatu
perusahaan
dapat
diukur
dengan
membandingkan jumlah hutang (baik jangka pendek maupun jangka panjang). Adapun formula perhitungan rasio solvabilitas adalah sebagai berikut: a. Debt to Asset’s Ratio (DAR) Rasio ini dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana perusahaan dibelanjai oleh hutang. Solvabilitas perusahaan dapat dilihat dari neraca yang menggambarkan nilai sebenarnya dari perusahaan dalam keadaan usaha/operasi. Adapun formula perhitungannya sebagai berikut : Total Hutang DAR = ---------------------- x 100 %
(21.11)
Total Aktiva
b. Debt to Equity Ratio (DER) Rasio ini untuk mengukur kemampuan modal sendiri perusahaan dalam
menjamin
keseluruhan
hutangnya.
Adapun
formula
perhitungannya sebagai berikut : Total Hutang DER = ------------------------- x 100 % Modal Sendiri
(21.12)
c. Time Interst Earned Ratio (TIER) Rasio ini merupakan ukuran kemampuan laba sebelum bunga dan pajak perusahaan dalam memenuhi beban tetapnya (bunga kredit). Adapun formula perhitungannya sebagai berikut : EBIT TIER = ------------------------ x 100 %
(21.13)
Beban Bunga
d. Fixed Charges Coverage Ratio (FCCR) Rasio ini digunakan untuk mengukur kondisi pendapatan yang disediakan oleh perusahaan untuk membayar beban tetapnya berupa bunga kredit. Adapun formula perhitungannya sebagai berikut : Income Available for Meeting Fixed Charge FCCR = ------------------------------------------------------ x 100% Fixed Charge’s
(21.14)
DAFTAR PUSTAKA Archer. S. H., and D’Ambrossio. C. A., 1972, Business Finance, Theory and Mangement, Second Edition, Mac Millan Publishing Co. Inc., New York. Bodie, Zvi., Kane, Alex., and Marcus J. Alan., 1996, Investment. Third Edition. Irwin Mc Graw-Hill. Brigham. E. F., Gapenski. L. C., and Daves. P. R., Intermediate Financial Mangement, Sixth Edition, Brealy. R. A., Security Prices in Competitive Market More About Risk and Return From Common Stock, Fama. E. F., and Miller. M. H., 1972, The Theory of Finance, Dryden Press, Illinois. --------------, Foundation of Finance, Portfolio Decisions and Securities Prices, Dryden Press, Illinois. Francis C. Jack., Management of Investment. Third Edition. McGrawHill International Edition. French. D. W., 1989, Security and Portfolio Analysis, Concepts and Management, Merril Publishing Company, Columbus Toronto London Melbourne. Haugen A. Robert., 1997. Modern Investment Theory. Fourth Edition. Prentice Hall, International Inc. New Jersey. Hill Samuel Bank Limited, 1989. Merger, Acquisitions and Alternative Corporate Strategies, CBI Initiative, Mercury Books, W.H. Allen & Co. London. Jarrow R. and S. Turnbull. 2000. Derivative Securities, Second Edition, South-Western College Publishing, Cincinanti, Ohio. Jones P. Charles. 1998. Investment. Analysis and Management. Sixth Edition. John Wiley & Sons, Inc. United Stated of America.
Kolb. R. W., 1993. Financial Derivatives. New York, Institute of Finance, Englewood Cliffs, New York. Levy. H., and Sarnat. M., 1978, Capital Investment and Financial Decision, Prentice Hall. Pinches. G. E., 1987, Essentials of Financial Management, Second Edition, Harper and Row, Publisher, New York. Reilly K. Frank., and Brown C. Keith., 2000. Investment Analysis and Portfolio Management. Sixth Edition. The Dryden Press, Harcout College Publishers. Sinkey. Jr. J. F., 2002, Commercial Bank Financial Management, In the Financial-Services Industry, Sixth Edition, Prentice Hall Smith. Jr. C. W., The Modern Theory of Corporate Finance : Review Journals, Second Edition, International Edition, Mc Graw Hill. Van Horne. J. C., 1974, Financial Management and Policy, Prentice Hall of India, Privated Limited , New Jersey. --------------------., 2002, Financial Management and Policy, Twelfth Edition, Prentice Hall, New Jersey. Weston. J. F., and Coopeland. T. E., 1986, Managerial Finance, Eighth Edition, CBS International Edition, The Dryden Press, Japan. Zhang. Y., 1999, Financial Management, IPWI Publishing Company, Jakarta. International Journal Altman. E. I., 1968, Financial Ratios, Dicriminant Analysis and The Prediction of Corporate Bankruptcy, Journal of Finance, Vol XXIII, No. 4, pp 589 – 609. Bernoulli. Danile., 1948. Exposition of A New Theory on The Measurement of Risk. The Journal of Political Economy. Vol. LVI, No. 4.
Black , F., Jansen, and Scholes , 1972, The pricing of option and corporate liabilities, Journal of Political Economy, May-june, P: 637-654. Bodeivorn. Diran., 1964. A Cash-Flow Concept of Profit. The Journal of Finance. Vol. XIXI, No. 1. --------------------, 1959, On the Problem of Capital Budgeting, Journal of Finance, December, 1959, 473-492 Christopherson A. Jon., Ferson E. Wayne., and Turner L. Andrew., 1999. Performance Evaluation Using Conditional Alphas and Betas. Journal of Portfolio Management. Fall 1999. p. 59-72. Eaders. K. M., 1982, Empirical Evidence on Dividends as Signal of Firm Value, Journal of Financial and Quantitive Analysis, No. 17, pp 471 – 500. Fama F. Eugene and Mac Beth, 1973, Risk, Return, and Equilibrium : empirical Test, Journal Of Political Economy, May-june, P. 607-636. Friedman. M., and Savage J. L., 1948. The Utility Analysis of Choices Involving Risk. The Journal of Political Economy. Vol. LVI, No. 4. Kane. A., Y. K. Lee., and A. Marcus, 1984, Earnings and Dividend Announcements : Is There a Coroboration Effect ?, Journal of Finance, No.39, pp 1091 – 1099. Leland E. Hayne., 1999. Beyond Mean-Variance: Performance Measurement in a Nonsymmetrical World. Financial Analysis Journal. Association for Investment Management and Research. January-February. p. 27-36. Lorie. L.and Savage, L J., Three Problems in Capital Rationing, Journal of Business, October, 1955. Also reprinted in (9). Miller, M. H. and Modigliani, F., Dividend Policy Growth and the Valuation of Shares, Journal of Business, October, 1961, 411-433.
Modigliani. F, and Miller. M. H., The Cost of Capital, Corporation Finance and the Theory or Investment, American Economic Review, June, 1958. Myers. S. C., The Capital Structur Puzzle, Journal of Finance, No. 39, pp 575 – 592. Also reprinted in (9) Sharpe F. William. 1964. Capital Asset Prices: A Theory of Market Equilibrium Under Condition of Risk. The Journal of Finance. Vol. XIX, No. 3. September. P. 425-442.