I.
A.
PENDAHULUAN
Pengertian Ekologi Hutan Istilah
Ekologi
diperkenalkan
oleh
Ernest
Haeckel
(1869), yang mana ekologi ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu :
Oikos
= Tempat tinggal (rumah)
Logos
= ilmu, telaah.
Oleh karena itu, Ekologi adalah ilrnu yang mempelajari hubungan timbal balik antara mahluk hidup dengan sesamanya dan dengan lingkungannya. lingkungannya. Hubungan
tersebut
demikian
komplek
dan
eratnya
hingga Odum (1959) menyatakan bahwa ekologi adalah
se-
Envi-
romental Ecology. Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohonan dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbe da
dengan
keadaan
hubungan
antara
di
luar
hutan.
tumbuh-tumbuhan,
Didalam
suatu
margasatwa,
hutan,
dan
alam
lingkungannya demikian eratnya, sehingga hutan dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem. Ekologi Hutan adalah cabang ekologi yang khusus mempelajari masyarakat atau ekosistim hutan.
B.
Bidang Kajian Ekologi Kutan Didalam Ekologi ada dua bidang kajian, yaitu 1. Autekologi : Ekologi yang mempelajari suatu jenis organisma yang berinteraksi dengan 1ingkungannya
atau
ekologi
sesuatu
jenis
atau
bagian
mempelajari faktor
ekologi
pengaruh
lingkungan
yang
sesuatu
terhadap
satu
atau lebih leb ih jenis-jenis jenis -jenis organisme organisme. .
2. Sinekologi : Bagian ekologi yang mempelajari berbagai
kelompok
organisme
sebagai satu kesatuan yang saling berinteraksi dan
dengan
antar
sesamanya
lingkungannya
dalam
suatu daerah.
Dalam pengaruh
ekologi
suatu
tumbuhnya
satu
hutan,
faktor atau
penyelidikannya
autekologi
lingkungan lebih
mirip
mempelajari
terhadap
jenis-jenis
fisiologi
hidup
pohon.
dan
Jadi,
tumbuh-tumbuhan,
sehingga aspek-aspek tertentu dari autekologi, seperti penelitian fisioekologi
tentang
pertumbuhan
(phisiological
pohon
ecology).
serir.g Contoh
disebut
penelitian
autekologi adalah : 1) Pengaruh
intensitas
pertumbuhan jenis 2) Pengaruh
dosis
pertumbuhan jenis
cahaya
Shorea
terhadap
leprosula
pupuk
N
terhadap
sengon.
Sedangkan Sinekologi mempelajari hutan sebagai suatu ekosistem.
Contoh
kajian
sinekologi
adalah
pengaruh
keadaan tempat tumbuh terhadap komposisi, struktur dan produktivitas hutan. Dalam maupun
ekologi
sinekologi
hutan
baik
penge
bersama-sama
tahuan
diperlukan,
autekologi
karena
kita
memerlukan pengetahuan tentang sifat-sifat berbagai jenis pohon yang membentuk hutan dan pengetahuan tentang hutan sebagai suatu ekosistem.
C. Sangkut Paut Ekologi Hutan dengan Bidang Ilmu Lain
Berhubung
di
dalam
ekologi
hutan
yang
dipelajari
adalah tumbuh-tumbuhan hutan dan keadaan tempat tumbuhnya, maka semua bidang ilmu yang mempelajari kedua komponen ekosistem hutan tersebut sangat diperlukan, yakni: (1). Taksonomi tumbuh-tumbuhan (terutama Dendrologi). Bidang ilmu ini sangat diperlukan untuk pengenalan jenis-jenis tumbuhan di hutan. Untuk pengenalan jenis ini diperlukan buku-buku pengenalan jenis yang praktis, selain buku-buku flora yang sudah ada yang bersifat komprehensif. Cara
pengenalan
jenis
pohon
dalam
buku-buku
itu
dititikberatkan pada sifat-sifat generatif (reproduktif), yaitu
berdasarkan
sifat-sifat
bunga
dan
buah.
Padahal
menurut pengalaman di lapangan seringkali dijumpai pohonpohon yang sedang tidak berbunga atau berbuah, atau sukar sekali untuk mendapatkan contoh-contoh bunga dan buah. Karena itu, untuk keperluan di lapangan dibutuhkan cara pengenalan jenis pohon yang terutama didasarkan pada sifat-sifat
vegetatif,
yaitu
sifat-sifat
batang
pohon
(kulit, getah dan kayu) , daun dan kuncup, kemudian baru sifat-sifat generative. Cara pengenalan ini tidak terikat pada sistem taksonomi tumbuh-tumbuhan. Di Filipina cara pengenalan demikian telah dirintis oleh Tamolang (1959), di
Malaysia
oleh
Kochummen
(1963),
di
Indonesia
oleh
Endert (1928, 1956) dan Verteegh (1971) dan di Pantai Gading, Afrika, oleh den Outer (1972) . Kepulauan Indonesia, sebagai bagian dari daerah flora Malesia, terkenal sebagai daerah flora hutan yang kaya. tetapi pengetahuan kita tentang jenis tumbuh-tumbuhan di daerah ini masih amat kurang. Banyaknya jenis tumbuhtumbuhan di daerah inipun belum diketahui dengan pasti (Van Steenis, 1948). Menurut taksiran Van Steenis (op.cit) di daerah Malesia terdapat kira-kira 3000 jenis pohon. Menurut Lembaga Penelitian Hutan di Indonesia terdapat lebih kurang 4000 jenis pohon. Dari sekian banyak jenis itu baru sebagian kecil tercakup dalam buku-buku flora yang tersedia. Akibatnya, pengenalan masih tergantung pada jasa para pengenal pohon setempat. Dengan bantuan koleksi contoh dapatlah
tumbuh-tumbuhan disusun
daftar
yang nama
kemudian pohon-pohon
dideterminasi, untuk
daerah
tertentu, yang dapat mempermudah inventarisasi hutan.
(2). Geologi dan Geomorfologi
Ilmu-ilmu ini diperlukan dalam ekologi hutan, karena keadaan geologi dan geomorfologi mempengaruhi pembentukan dan sifat-sifat tanah serta penyebaran dan hidup tumbuh-
tumbuhan. Pada keadaan iklim yang sama, jenis-jenis batuan yang berbeda
akan
berlainan. seperti
menghasilkan
Pada
tanah
jenis
pasir
dan
jenis-jenis keadaan
kuarsa
dan
tanah
tanah
tanah yang
yang
khusus,
serpentin,
akan
terbentuk tipe hutan yang khusus pula. Keadaan
topografi
juga
mempengaruhi
komposisi
dan
kesuburan tegakan hutan, melalui perbedaan pada kesuburan dan keadaan air tanah. Disamping itu, perbedaan letak tinggi mempengaruhi penyebaran tumbuh-tumbuhan, melalui perbedaan iklim yang ditimbulkannya.
(3). Ilmu Tanah
Ilmu tanah yang murni seringkali disebut pedologi tetapi sebagai faktor tempat tumbuh disebut edafologi. Perbedaan jenis tanah, sifat-sifat serta keadaan tanah seringkali
mempengaruhi
menyebabkan
terbentuknya
penyebaran tipe-tipe
tumbuh-tumbuhan,
vegetasi
berlainan,
serta mempengaruhi kesuburan dan produktivitas hutan.
(4). Klimatologi
Iklim penyebaran
adalah
faktor
tumbuh-tumbuhan.
terpenting
yang
Faktor-faktor
mempengaruhi iklim
seperti
suhu (temperatur), curah hujan, kelembaban, dan defisit tekanan uap air besar pengaruhnya pada pertumbuhan pohon. Iklim mikro dari sesuatu ternpat yang dipengaruhi keadaan
topografi dapat mempengaruhi penyebaran dan pertumbuhan pohon.
(5). Geografi tumbuh-tumbuhan
Pada tumbuhan
permulaan merupakan
(phytogeografi) lingkungan cabang
perkembangannya
cabang
yang
terhadap
inilah
ekologi
tumbuh-
dari
geografi
tumbuh-tumbuan
membahas
pengaruh
faktor-faktor
penyebaran
berkembang
tumbuh-tumbuhan.
sosiologi
Dari
tumbuh-tumbuhan
(phytososiologi) dan ekologi tumbuh-tumbuhan. Pada
taraf
kemajuan
sekarang
ekologi
hutan
masih
memerlukan informasi dari geografi tumbuh-tumbuhan untuk mengerti
pola
penyebaran
berbagai
jenis
pohon
dalam
hubungannya dengan keadaan fisik bumi, terutama iklim dan geomorfologi atau fisiografi, dan akan sangat membantu dalam mempelajari susunan serta penyebaran £ormasi-formasi hutan.
(6). Fisiologi Tumbuh-tumbuhan dan Biokimia
Telah dikemukakan bahwa autekolcgi mempunyai kegiatan yang
mendekati
umumnya sangat
fisiologi
informasi berguna
dari
untuk
tumbuh-tumbuhan.
Jadi
pada
fisiologi
tumbuh-tumbuhan
akan
mempelajari
proses-proses
hidup
tumbuh-tumbuhan, yang mana memerlukan pengetahuan tentang proses-proses
kimia
yang
berhubungan
dengan
aktivitas
biologis yang terjadi. Informasi tersebut bisa diperoleh dari
ilmu
biokimia.
Misalnya,
untuk
dapat
mempelajari
pengaruh faktor-faktor lingkungan terhadap produksi getah karet atau getah pinus perlu pula pengetahuan tentang proses
pembentukan
getah
dan
proses-proses
biokimia
lainnya yang mempengaruhi atau berkaitan dengannya.
(7). Genetika Tumbuh-tumbuhan
Suatu jenis tumbuh-tumbuhan yang penyebarannya luas seringkali memperlihatkan perbedaan menurut letak geografi dan
keadaan
lingkungan-nya.
Perbedaan
ini
bukan
hanya
dalam bentuk pertumbuhannya tetapi seringkali pula dalam hal
adaptasi
dan
persyaratan
terhadap
keadaan
tempat
tumbuhnya, yang berakar pada sifat-sifat genetis, sebagai akibat dari mutasi dan polyploidy. Adakalanya apabila daerah penyebaran dari dua jenis pohon berimpitan pada suatu tempat, maka pada tempat itu terjadi
hybridisasi
timbul
jenis
antara
pohon
baru
kedua yang
jenis
itu,
sehingga
sifat-sifatnya
berada
diantara sifat-sifat kedua jenis induknya. Demikianlah, pada keadaan-keadaan tertentu, untuk mengerti sifat-sifat ekologis
sesuatu
jenis
atau
beberapa
jenis
pohon
diperlukan pula pengatahuan tentang genetika.
(8). Matematika dan Statistika
Kedua
ilmu
memformulasikan
ini
dugaan
sangatlah kuantitatif
penting terhadap
untuk berbagai
proses ekologis yang terjadi pada ekosistem hutan. Oleh karena
itu,
melalui
penggunaan
kedua
bidang
ilmu
ini
faktor
lingkungan
peranannya
yang
terhadap
berperan
penelitian
dan
seberapa
kelestarian
jauh
suatu
hutan
dapat diperkirakan.
D. Status Ekologi Hutan dalam Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Ekologi
Hutan
merupakan
ilmu
dasar
yang
bersifat
integratif (mengintegrasikan ilmu-ilmu dasar lain) yang merupakan
ilmu
dasar
penting
bagi
silvikultur.
dalam
terminologi kehutanan, ekologi hutan hampir sama dengan silvika. Perbedaan ekologi hutan dengan silvika hanyalah pada lawasan kajiannya, yakni ekologi hutan mempelajari hutan
sebagai
ekosistem
(jadi
lawasannya
lebih
luas),
sedangkan silvika lebih terarah pada silvikultur dan lebih mendekati autekologi. Dengan pengetahuan ekologi hutan dan fisiologi silvikultur
pohon yang
yang
tepat
tepat,
bisa
sehingga
ditentukan produksi
tindakan
hutan
dapat
ditingkatkan baik kualita rnaupun kuantitanya.
E. Aspek-aspek Ekologi Hutan yang renting
Dalam
ilmu
kehutanan,
aspek-aspuk
ekologi
hutan
penting dipelajari adalah : (1).
mempelajari komposisi dan struktur hutan alam
(2). mempelajari hubungan tempat tumbuh denyan: a. komposisi dan struktur hutan b. penyebaran jenis-jenis pohon c. permudaan pohon atau permudaan hutan d. riap (pertumbuhan) pohon/hutan
yang
e. fenologi pohon (musim berbunga, berbuah, pergantian daun). (3).
mempelajari
syarat-syarat
keadaan
tempat
tumbuh
penanaman atau permudaan alam (4). mempelajari siklus hara mineral, siklus air, dan metabolisme. (5). mempelajari hubungan antara kesuburan tanah, iklim dan faktor-faktor lain dengan produktivitas hutan (6). mempelajari suksesi vegetasi hutan secara alam dan setelah terjadi kerusakan.
II. EKOSISTEM
A.
Pengertian Ekosistem
adalah
suatu
sistem
di
alam
yang
mengandung komponen hayati (organisme} dan komponen nonhayati (abiotik), dimana antara kedua komponen tersebut terjadi hubungan timbal balik untuk mempertukarkan zat-zat yang perlu untuk mempertahankan kehidupan. Dalam geocoenosis,
beberapa dan
kepustakaan,
biogeocoenosis
istilah
biocoenosis,
(geobiocoenosis)
secara
berurutan digunakan untuk komponen biotik, abiotik dan ekosistem. Ekosistem merupakan satuan fungsional dasar ekologi, karena ekosistem mencakup organisme dan lingkungan abiotik yang saling berinteraksi. Pencetus istilah ekosistem adalah A.G. Tarisley pada tahun 1935, seorang ekolog Inggeris.
B.
Komponen Ekosistem
1.
Dari Segi "trophic level", ekosistem terdiri atas: 1) Komponen autotrofik, yaitu organisme yang mampu mensitesis makanannya sendiri yang berupa bahan organik
dari
bahan-bahan
anorganik
sederhana
dengan bantuan sinar matahari dan zat hijau daun. 2) Komponen heterotrofik, yaitu organisme yang sumber makanannya diperoleh dari bahan-bahan organik yang dibentuk kembali
oleh dan
komponen menguraikan
aututrofik, bahan-bahan
penyusun organik
kompleks
yang
telah
mati
kedalam
senyawa
anorganik sederhana.
Dari
segi
penyusunnya
(struktur),
komponen
ekosistem terdiri atas :
1)
Komponen abiotik yaitu komponen fisik dan kirnia seperti tanah, air, udara, sinar matahari, dll.' yang
merupakan
medium
untuk
berlangsungnya
kehidupan.
2)
Produsen
yaitu
organisme
tumbuhan
berklorofil,
autotrofik,
yang
mampu
umumnya
mensintesis
makanannya sendiri dari bahan anorganik
3)
Konsumen yaitu organisme heterotrofik
4)
Pengurai, yaitu organisme heterotrofik yang menguraikan bahan
organik
menyerap melepas
yang
sebagian
berasal hasil
bahan-bahan
yang
dari
organisme
penguraian
mati,
tersebut
sederhana
yang
dan
dapat
dipakai oleh produsen.
Untuk
tujuan
deskripsif,
komponen-komponen
ekosistem seyogyanya diperinci sebagai berikut :
1) Bahan-bahan anorganik (C, N, Co2, H20, dll) 2) Senyawa organik (protein, lemak, karbohidrat, dll) 3) Iklim fsuhu, dan faktor fisik lainnya) 4) Produser 5) Konsumer
makro
heterotrofik,
("phagotroph" umumnya
yaitu
hewan)
organisme
yang
memakan
organisme lain atau bahan organik. 6) Konsumer
mikro
(saprotroph,
osmotroph),
yaitu
organisme heterotrofik, umumnya jamur dan bakteri, yang
menghancurkan
sebagian
hasil
bahan
organik
perombakannya,
mati, dan
menyerap
membebaskan
bahan-bahan anorganik sederhana yang berguna bagi produser. Point (1) s/d (3) adalah Komponen abiotik. Point (4) s/d (6) adalah komponen biotik.
Organisme heterotrofik dapat juga dibedakan kedalam : 1) Biophage, yaitu organisme yang mengkonsumsi organisme lainnya. 2) Saprophage, organik
yaitu
yang
organisme
telah
mati.
pengurai
Dari
segi
bahan-bahan fungsional,
suatu ekoisistem sebaiknya dianalisis menurut : (1).
Aliran energi
(2).
Rantai pangan
(3).
Pola keanekaragaman dalam ruang dan wakcu
(4}.
Siklus nutrien
(5).
Pengembangan dan evolusi
(6).
Kontrol (sibernetik)
Dalam
hal
konsumer,
selain
pembagian
di
atas,
konsumer dapat juga dibedakan kedalam: 1) Konsumer
I
(konsumer
primer)
adalah
hewan-hewan
herbivora yang makanannya bergantung pada produser (tumbuhan
hLjau),
kelinci,
dll.
contoh
(ekosistem
:
insekta,
rodentia,
daratan),
moluska,
krustacea, dll (ekosistem akuatik) 2) Konsumer II (konsumer
sekunder)adalah karnivora
dan
omnivora
burung
yang
memakan
herbivora,
contoh:
gagak, rubah, kucing, ular, dll.
3) Konsumer III (konsumer tertier) adalah karnivora dan omnivora, misal singa, hari-mau, dll., disebut juga Top-Konsumer 4) Parasit, Scavenger dan saprobe
C.
Faktor Penyebab Perbedaan Ekosistem
Ekosistem yang satu berbeda dengan ekosistem yang lain, karena: 1) Perbedaan kondisi iklim (hutan hujan, hutan musim, hutan savana) 2) Perbedaan letak dari permukaan laut, topografi dan formasi geologik (zonasi pada pegunungan, lereng pegunungan yang curam, lembah sungai) 3) Perbedaan
kondisi
tanah
dan
air
tanah
(pasir,
lempung, basah, kering)
D. Macam dan Ukuran Ekosistem
Berdasarkan
proses
terjadinya
ada
dua
macam
ekosistem, yaitu: 1) Ekosistem alam: laut, sungai, hutan alam, danau alam, dll. 2) Ekosistem
buatan:
sawah,
kebun,
hutan
tanaman,
tambak, all.
Ukuran ekosistem bervariasi dari sebetsar kultur dalam
botol
di
laboratorium,
lautan sampai biosfir ini.
seluas
danau,
sungai,
Secara umum, ada dua tipe ekosistem, yaitu: 1) Ekosistem terestris
− Ekosistem hutan − Ekosistem padang rumuput − Ekosistem gurun − Ekosistem anthropogen (sawah, kebun, dll.} 2) Ekosistem akuatik (a). Ekosistem air tawar - Kolam - Danau - Sungai - dll. (b). Ekosistem lautan
E.
Tahap-tahap Dasar Operasi pada Ekosistem
1) Penerimaan energi radiasi 2) Pembuatan
bahsn-bahan
organik
dari
bahan
anorganik oleh produser 3) Pemanfaatan produser oleh konsumer dan lebih jauh lagi pada bahan-bahan terkonsumsi 4) Perombakan yang
mati
bahan-bahan oleh
organik
dekomposer
dari
organisme
kedalam
bentuk
anorganik sederhana untuk penggunaan ulang oleh produser.
F.
Ekologi Niche
Niche adalah peranan suatu mahkluk hidup dalam suatu habitat. Sedangkan habitat adalah tempat hidup organisme. Dengan demikian ekologi niche adalah peran
total
dari
suatu
niche
mencakup
species
species
dalam
organisme,
komunitas. faktor
Ekologi
lingkungan,
areal tempat hidup, spesialisasi dari populasi species dalam suatu komunicas.
G.
Energi dalam Ekosistem
- Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja. - Bentuk energi yang berperan penting pada mahkluk hidup adalah energi mekanik, kimia, radiasi dan panas. - Perilaku
energi
di
alam
mengikuti
Hukum
Thermodinamika, yaitu:
Hukum Thermodinamika I: Energi
dapat
lainnya,
diubah
dari
suatu
bentuk
ke
bentuk
tetapi energy tak pernah dapat diciptakan
atau dimusnahkan.
Hukum Thermodinamika II: Setiap terjadi perobahan bentuk energi pasti terjadi degradasi menjadi
energi bentuk
dari
bentuk
energi
yang
energi terpencar
yang
terpusat
atau
karena
berbagai energi selalu memencar menjadi panas, tidak ada
transformasi
energi
menjadi
secara
energi
spontan
potensial
dari
suatu
bentuk
berlangsung
dengan
efisien 100%. Misal, 57% energi surya diserap atmosfir, dan 35 % disebarkan untuk memanaskan air dan daratan. Dari sekitar ±3% energi surya yang mengenai permukaan tumbuhan, 10 - 15% dipantulkan, 5% ditransmit, 80 - 85%
diserap dan ±2% (0.5 -3,5%) dari total energi cahaya digunakan
fotosintesis
serta
sisanya
dirubah
menjadi
bentuk panas.
H. Rantai
Pangan
Rantai
pangan
ada1ah
pengalihan
energi
dari
sumberdaya dalam tumbuhan melalui sederetan organisme yang
makan
dan
yang
dimakan.
Semakin
pendek
rantai
pangan semakin besar energi yang dapat disimpan dalam bentuk tubuh organisme di ujung rantai pangan.
Rantai pangan terdiri atas tiga tipe:
1) Rantai pemangsa, dimulai dari hewan kecil sebagi mata rantai pertama ke hewan yang lebih besar dan berakhir
pada
hewan
terbesar
dimana
landasan
permulaan adalah tumbuhan sebagai produsen.
2) Rantai
parasit,
berawal
dari
organisme
besar
ke
mati
ke
organisme kecil.
3)Rantai
saprofit,
berawal
dari
organisme
mikroorganisme, dikenal juga sebagai rantai pangan detritus.
Dalam
suatu
ekosistem,
rantai-rantai
pangan berkaitan satu sama lain membentuk suatu jaring-jaring pangan (food web).
- Dalam suatu ekosistem dikenal adanya tingkat tropik dari suatu kelompok organisme.
- Berbagai makanan
organisme melalui
yang
langkah
memperoleh yang
sama
termasuk pada tingkat tropik yang sama.
sumber dianggap
- Berdasarkan tingkat tropik : Tumbuhan hijau
: tingkat tropik I
Herbivora
: tingkat tropik II
Karnivora
: tingkat tropik III
Karnivora sekunder : tingkat tropik IV
I.
Struktur Tropik dan Piramida Ekologi
- Ukuran individu menentukan besarnya metabolisms suatu
organisme.
Semakin
kecil
ukuran
organisme,
semakin besar rnetabolisrne per gram biomassa. Oleh karena itu, semakin kecil organisme semakin kecil biomassa yang dapat ditunjang pada suatu tingkat tropik dalam ekosistemnya.
- Fenomena interaksi antara rantai-rantai makanan dan hubungan
metabolisme
dengan
ukuran
organisme
menyebabkan berbagai komunitas mempunyai struktur tropik tertentu.
- Struktur
tropik
dapat
diukur
dan
dipertelakan,
baik dengan biomassa per satuan luas maupun dengan banyaknya energi yang ditambat per satuan luas per satuan waktu pada tingkat tropik yang berurutan.
- Piramida ekologi dapat menggambarkan struktur dan fungsi tropic: Ada tiga tipe paramida ekologi yaitu :
a) Piramida
jumlah
individu,
yang
menggambarkan
jumlah individu dalam produser dan konsumer suatu ekosistem
b) Piramida biomassa, yang menggambarkan biomassa dalam setiap tingkat tropik.
c) Piramida
energi,
yang
menggambarkan
besarnya
energi pada setiap tingkat tropik. Semakin tinggi tingkat
tropik,
semakin
efisien
dalam
penggunaan energi.
J. Produktivitas
- Produktivitas penyimpanan
primer energi
adalah
potensial
kecepatan
oleh
organisme
produsen melalui proses fotosintesis dalam bentuk bahan-bahan
organik yang dapat digunakan
sebagai
bahan pangan. Unit satuannya: 1)
Ash
2)
Dry
Free
Dry Weight Kal./ha/th.
Weight Ton/ha/th.
Produktivitas
primer
dibagi
dua
macam:
(1). Produktivitas primer kotor: Kecepatan bahan
total
fotosintesis,
mencakup
pula
organic yang dipakai untuk respliasi
selama
pengukuran. Istilah ini sama dengan
asimilasi
total.
(2). Produktivitas
primer bersih:
Kecepatan penyimpanan bahan-bahan organik dalam jaringan tumbuhan sebagai kelebihan bahan yang dipakai
untuk
selama asimilasi
- Produktivitas
respirasi
oleh
tumbuh-tumbuhan
pengukuran. Istilah ini sama dengan bersih.
sekunder
adalah
kecepatan
penyimpanan energi potensial pada tingkat tropik konsumen dan pengurai.
Produktivitas Primer kotor pada Ekosistem Akuatik Ho.
Ekosistem
Prod . Primer Kotor Kcal/m2/th
1.
Laut terbuka
1.000
2.
Pesisir
2.000
3.
Upwelling Zone
6.000
4.
Estuari dan reefs
20.000
Produktlvitas Primer Kotor pada Ekosistem Terestris No.
Kcal/m2/th
Ekosistem
1.
Gurun dan tundra
200
2.
Padang rumput
2.500
3.
Hut an lahan kering
2.500
4.
Hutan konifer
3.000
5.
Hutan temperate basah
8.000
6. 7.
Pertanian Hutan tropik dan subtropik
12.000 20 .000
K. Siklus Biogeokimia - Di
alam
telah
diketahui
ada
±100
unsur
kimia,
tetapi hanya 30 - 40 unsur yang sangat diperlukan oleh mahkluk hidup. - Unsur-unsur protoplasma,
kimia,
termasuk
cenderung
untuk
unsur
utama
bersirkulasi
dari dalam
biosfir dengan pola tertentu dari 1ingkungannya ke organisme dan kembali lagi ke lingkungan, siklus ini
disebut
siklus
biogeokimia.
Sedangkan,
pergerakan
unsur-unsur
dan
senyawa-senyawa
anorganik yang penting untuk menunjang kehidupan disebut
siklus
hara.
Kedua
siklus
tersebut
masing-masing terdiri atas dua kompartemen atau dua pool, yaitu : 1) Reservoir
poo_l
:
besar,
lambat
bergerak,
umumnya bukan komponen ekologi. 2) Exchange atau Cycling pool : kecil, tapi lebih aktif bertukar dengan cepat antara organisme dengan lingkungannya. Dilihat
dari
sudut
biosfir
secara
keseluruhan,
siklus biogeokimia terdiri atas : a) Tipe gas, dimana reservoir adalah di atmosfir atau hidrosfir {lautan), misal siklus Karbon (CO2) dan siklus Nitrogen (N) b) Tipe sedimen, dimana reservoir adalah di kerak bumi, misal siklus Posfor
III.HUTAN SEBAGAI KOMUNITAS TUMBUHAN
Hutan dikuasai
adalah
masyarakat
pohon-pohon
yang
dan mempunyai sadaan dengan
di
luar
hutan
adalah
tumbuh-tumbuhan
menempati
lingkungan
hutan.
Sedangkan
tegakan.
suatu yang
yang tempat
berbeda
satuan
masyarakat
Karakteristik
Komunitas
Tumbuhan 1. Perkembangan pembentukan
Komunitas
adalah
sejarah
dan evolusi komunitas atau tahap-
tahap suksesi. 2. Organisasi Komunitas adalah struktur, komposisi jenis dan organisasi tropic suatu komunitas. Struktur Komunitas
terdiri
atas:
- Struktur vertikal (stratifikasi) - Struktur horizontal (distribusi spatial jenis) - Kelimpahan
atau
"abundance"
(kerapatan,
biomasa). 3. Fungsi
Komunitas
produktivitas
adalah
serasah
siklus hara, aliran
dan
energi.
pola laju
metabolisme, pembusukannya,
B.
Jenis Data Vegetasi
DATA KUALIFIKATIF • Komposisi flora • Stratifikasi dan aspection • Fenology • Vitalitas • Sosiabilitas • Life-form & fisiognomy • Organisasi tropic, rantai makanan
DATA KUANTITATIF • Pola disttribusi • Frekuensi • Kerapatan • Penutupan tajuk; dominansi
DATA ANALITIK
ORGANISASI KOMUNITAS • Struktur • Komposisi • Organisasi tropik
DATA SINTETIK • Kehadiran dan konstansi • Kesetiaan • Dominansi • Indeks dominansi • Indeks asosiasi
1.Data Kualitatif a.Komposisi Flora Komposisi
flora
adalah
daftar
jenis
tumbuhan
dalam komunitas, yang berguna untuk mengetahui : - keaneragaman jenis - tahap suksesi - kondisi lingkungan/habitat - struktur tiap unit vegetasi - pengelompokkan
secara
kuantitatiif:
species
dominan, frequent
(daya adaptasi luas), jenis
yang jarang (indikator habitat).
b. Stratifikasi dan "aspection" Stratifikasi adalah lapisan vertikal komunitas tumbuhan. Stratifikasi terdiri : - pucuk - akar Manfaat Stratifikasi : - optimalisasi ruang tumbuh - peningkatan pemanfaatan energi solar - optimalisasi pemanfaaCan unsur hara tanah. Aspect ion adalah perubahan per:ampakan vegetasi dalam kaitannya dengan musim.
c. Fenologi Fenologi adalah kalender fase-fase pertumbuhan yang
dilalui
hidupnya,
atau
oleh studi
suatu
tumbuhan
tentang
selama
fase-frase
sejarah
pertumbuhan
penting dalam sejarah hidup suatu tumbuhan, seperti: saat biji berkecambah, gugur daun, berbunga, berbuah dan tersebarnya biji. Tanda proses fenologi Masa kecambah
:/
Masa berbunga
:/
Masa berbuah
:
Masa penyebaran biji :
/ / / /
Vitalitas dan Vigor Vitalitas adalah kondisi dan kapasitas tumbuhan untuk menyelesaikan siklus hidupnya. Sedangkan vigor adalah keadaan kesehatan tumbuhan. Klasifikasi
vitalitas :
Klas 1 : Tumbuhan
yang
berkembang
dapat menyelesaikan
siklus
Klas 2 : Tumbuhan
yang
baik
dan
hidupnya. tumbuh
sehat
yang
tersebar secara vegetatif. Klas
3
:
Tumbuhan
vegetatif
dan
yang
tak
lemah
pernah
yang
tersebar
menyelesaikan
secara siklus
hidupnya. Klas 4 : Tumbuhan yang jarang tumbuh dari biji, tetapi jumlahnya tak bertambah.
Sosiabilitas
Sosiabiiitas masing
adalah
hubungan
antara
masing-
jenis dan menunjukkan cara tumbuhan tersebar.
Sosiabilitas bergantung pada : - life-form - vigor - kondisi habitat - kemampuan bersaing.
Klas Sosiabilitas (Brown-Blanquet, 1932): Klas 1 : Hidup menyendiri. Klas 2 : Agak mengelompok.
Klas
3
:
Mengelompok
dalam
kelompok-kelompok
yang
tersebar. Klas 4 : Mengelompok dalam kelompok yang besar dan kelompok terputus-putus. Klas 5 : Membentuk hamparan yang luas dan rapat.
Life-form (bentuk hidup) tumbuhan - bisa menggunakan klas-klas life-form dari Raunkaier (1934),
Brawn-Blanquet
(1951),
Backer
(1968)
:
pohon, semak, liana, epifit, pakuan , herba, lumut, dll. - Persentase Life-form adalah Σ species dalam suatu life-form —————————————————————————————— X 100% Σ species dalam semua life-form - Species
dari
life-form
yang
berbeda
dapat
hidup
berasosiasi, karena mereka memanfaatkan sumberdaya alam pada waktu/ruang yang berbeda.
Organisasi tropik dan rantai pangan
Rantai pangan ada1ah pengalihan energi dari sumbernya berupa
tumbuhan
melalui
sederetan
organisma
yang
memakan dan yang dimakan. Ada dua tipe rantai makanan : a) "Grazing food chain" : Rantai pangan yang dimulai dari tumbuhan, terus ke herbivora dan karnivora. b) "Detritus food chain" :
Rantai pangan yang dimulai dari organisme mati ke mikroorgnisme, detrivor dan predatornya.
Jaring-jaring
pangan
("food
web")
adalah
keterkaitan antara berbagai rantai makanan dalam suatu komunitas.
Species
diversity
meningkat
maka
"food
chain" makin panjang. Studi food chain dalam komunitas sangat berguna untuk mengetahui sistem transfer energi dalam komunitas.
2. Data Kuantitatif
a. Distribusi Spasial Individu tumbuhan Tiga tipe Pola Distribusi 1) Random (acak) Pola ini mencerminkan homogenitas habitat dan/atau pola behavior yang tidak selektif. 2) Mengelompok ('clumped') Mencerminkan
habitat
yang
heterogen,
mode
reproduktif, behavior berkelompok, dll. 3) Beraturan (reguler, uniform) Mencerminkan
adanya
interaksi
negatif
antara
individu seperti persaingan untuk ruang dan unsur hara atau cahaya. Faktor yang mempengaruhi pola sebaran spatial individu: a) Faktor
vektorial
dari
aksi
berbagai
tekanan
lingkungan luar (angin, aliran air, intensitas cahaya).
b) Faktor
reproduksi
sebagai
akibat
dari
mode
reproduktif organisme (cloning dan regenerasi progeni). c) Faktor sosial akibat pembawaan behavior (misal, behavior teritorial)
4) Faktor koaktif akibat dari interaksi intraspecific (misal kompetisi). 5) Faktor
stokastik
akibat
dari
variasi
acak
dari
berbagai faktor tersebut di atas, yaitu : a) faktor
intrinsik
species
(mis.,
reproduktif,
sosial, koaktif) b) Faktor extrinsic (vector). Beberapa indeks penentuan poia Distribusi Spasial individu (1).
Variance Mean Ratio V/M = 1 (random) V/M > 1 (clumped) V/M < 1 (regular) Untuk
menguj
1,digunakan uji X2
i
apakah
V/M
<
1
atau
>
dengan derajat bebas (q - 2) ,
dimana q = Σ frekuensi klas, pada tingkat peluang 1%, 5%. Contoh :
Ada 100 petak Σ
Ind. Sp-X dalam masing-
0
1
2
3
masing kuadrat Frekuensi
kehadiran
dalam
46 34 14 6
100 petak 0(46)+1(34)+2(14)+3(6) Mean (M)= 100 = 0.8 2
ΣX
– (ΣX)2/n
Variance = n-1 [12(34)+22(14)+32(6)+02(46)] – (80)2/100 = 100 - 1 = 0.808 V/M
= 0.808/0.800 = 1.01
Pengujian V/M = 1? 1). Menghitung banyaknya petak yang mengandung 0,1,2,3 individu Є(0)
= (n)p(0) = (100)p(0) = (100)e-0.8 = 44.9
Є(1)
= (n)p(1) = (100)(0.8/1)(p(0)) = 100 x 0.8/1 x 0.4493 = 0.3594
Є(1)
= m e-m x n = 0.8 x e-0.8 x 100 = 0.8 x 0.4493 x 100 = 0.3594
Є(2)
= 0.82/2! x e-m x 100 = 0.64/2 x 0.4493 x 100 0.1438 x 100 = 14.4
Є(3)
1 2 3 4
= = = =
0.83/3! x e-m x 100 0.512/6 x e-0.8 x 100 0.512/6 x 0.4493 x 100 3.8
Σ individu/petak
0 46 Σ petak terobservasi 44.9 Σ petak harapan Perbedaan Σ petaj antara 1.1 terobservasi dan harapan
1 34 35.9 1.9
2 14 14.4 0.4
3 6 3.8 2.2
X2 hitung = (Obs – є)2/є (1.1)2 + (1.9)2 + (2.2)2 = 44.9 35.9 3.8 = 1.4123 X2 tabel(q-2), dimana q = Σ klas frekuensi = 4 X2 (α=0.5,2) = 1.386 = 1.4 Sehingga X2 hitung = X2 tabel
random
2). Indeks Morisita (IS) 2
IS
=
∑1
Xi Xi −1
(
)
1
T T − 1
(
)
Dimana : Xi = jumlah individu species X dalam petak ke-I (i=1,2,3,………,q) q
= jumlah seluruh petak
T
=
jumlah
total
petak Kriteria
: IS = 1 (random) IS > 1 (clumped) IS < 1 (regular)
individu
dalam
semua
Pengujian IS = 1? IS (T-1)+ q – T Fo = Bila Fo
Q – 1 q-1 ≥ Fα
Clumped
(α = 0.05 atau 0.01)
3). Green’s Index
⎛ Variance ⎞ ⎜ ⎟ −1 ⎝ Means ⎠ GI = n −1 GI bervariasi dari: 0 sampai maximum. 0 = random, 1 = clumping.
b. Kerapatan Adalah area.
jumlah
Kerapatan
suatu
spesies
menunjukkan
dalam
kelimpahan
suatu
suatu
unit
spesies
dalam suatu komunitas. Satuan : ind/m2 (tumbuhan bawah) Ind/ha (pohon) Kerapatan relative: persentase kerapatan suatu spesies terhapdap jumlah kerapatan semua spesies.
c.Frekuensi Frekuensi adalah derajat penyebaran suatu jenis di
dalam
perbandingan
komunitas antara
yang
banyaknya
diekspresikan petak
yang
sebagai
diisi
oleh
suatu jenis terhadap jumlah petak contoh seluruhnya. Frekuensi species
Relatif
terhadap
:
jumlah
persentase
frekuensi
frekuensi
semua
suatu
species.
Frekuensi Klas (Raun kaier, 1934} : Klas A: species dengan frekuensi 1 - 20% Klas B: species dengan frekuensi 21 - 40% Klas C: species dengan frekuensi 41 - 60% Klas D: species dengan frekuensi 61 - 80% Klas E: species dengan frekuensi 81 - 100% "Law of Frequency" > A>B>C=D D : Komunitas Homogen (2) E < D : Komunitas terganggu (3) A, E tinggi : Komunitas buatan (4) B,C,D tinggi: komunitas heterogen
4.Cover (Penuntupan Tajuk)
Cover
adalah
proyeksi
vertikal
tajuk
terhadap
permukaan tanah. Tajuk adalah semua bagian tanaman yang terdapat di atas permukaan tanah. Di dalam hutan, cover harus ditentukan untuk setiap strata vegetasi, sehingga cover bisa > 100 %. Di
dalam
komunitas
rumput,
cover
digambarkan
dalam "graph paper" dengan bantuan kuadrat (misal, 25 X 25 cm)atau menggunakan plantigraph.
Klas Penutupan Tajuk
Klas A : Species dengan cover 5% Klas B : Species dengan cover 6 - 25% Klas C : Species dengan cover 26 - 50% Klas D : Species dengan cover 51 - 75% Klas E : Species dengan cover 76 - 100% Foliage
cover
meningkat
————->
Intercepting
solar
energi meningkat . Naungan meningkat Pengukuran
foliage
cover
bisa
diganti
dengan
"basal area" (luas bidang dasar, Ibds). 3.
Data Sintetik Presence Presence
adalah
suatu
kehadiran
species
dalam
komunitas. Klas Kehadiran - Jarang : 1 - 20 % petak contoh terisi species. - Kadang terdapat : 21 - 40 petak contoh terisi species.
- Sering terdapat: 41 – 60% terisi spesies - Banyak terdapat : 61 - 80 terisi species. - Selalu ada
: 81 - 100 % petak contoh
terisi species.
Constance (Kontansi) Constance adalah derajat/tingkat kehadiran suatu species dalam komunitas. Klas Konstansi Klas 1 : 1 - 20 % Frekuensi
Klas 2 : 21 - 40 % Frekuensi Klas 3 : 41 - 60 % Frekuensi Klas 4 : 61 - 80 % Frekuensi Klas 5 : 81 - 100 % Frekuensi
c.
Dominansi Jenis
Jenis dominan adalah jenis yang bei k..i :\sa dan mencirikan suatu komunitas. Konsep dominansi jenis sebagai petunjuk : - species tersebut menang dalam persaingan - species tersebut mempunyai toleransi tinggi - species tersebut berhasil beradaptasi - terhadap habitat . Parameter Penentu Dominansi Jenis - Foliage Cover (penutupan tajuk) - Kerapatan - Luas Bidang Dasar - Biomasa - Volume - Indeks Nilai Penting (INP) INP = Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif + Dominansi Relatif INP maksimal 300%. Dominansi adalah luas penutupan tajuk atau luas bidang dasar suatu species dalam satuan unit area tertentu. Satuannya: M/ha. Dominansi Relatif adalah persentase dominansi suatu species terhadap jumlah dominansi seluruh jenis.
d. Fidelity
{Kesetiaan)
Fidelity
adalah
tingkat
kesetiaan
suatu
species
dalam suatu komunitas. Klas Kesetiaan Jenis: Klas 1: Ekslusif Klas
2:
terhadap
Selektif
(sering
suatu
jenis komunitas.
berada
pada
satu
macam
komunitas,tetapi tidak pada komunitas lain). Klas 3 : Preferensial {berada pada beberapa habitat, tetapi tumbuh banyak pada beberapa habitat saja). Klas 4 : Indifferent/masa bodoh (berada secara teratur pada semua habitat). Kals 5 : Strange/aneh (jarang dan secara kebetulan berada dalam komunitas).
e.
Indeks of Dominance (ID)
Indeks of dominance adalah indeks untuk memeriksa tingkat dominansi suatu species dalam komunitas. Nilai ID tinggi
dominansi jenis dipusatkan pada satu
atau beberapa jenis. Nilai ID rendah
dominansi jenis
dipusatkan pada banyak jenis. Simpson (1949)
ID = C = E (ni/N)2 C = indeks of dominance ni = INP atau kerapatan atau biomasa suatu species. N = Total INP atau total kerapatan ,atau biomasa dari semua species.
Hilai C ini bersifat relatif. Nilai C bisa digunakan apakah suatu komunitas itu asosiasi atau konsosiasi.
f.
Interspecific Assosiation
Interspecific
assosiation
ada1ah
suatu
asosiasi/kekariban antara dua species dalam komuninas. Interspecific Assosiation terjadi bila :
- kedua
species
tumbuhan
pada
lingkungan
yang
serupa.
- distribusi
geografi
kedua
species
;>erupa
dan
keduanya hidup di daerah yang sama.
- kedua jenis berbeda life-form. - bila salah satu species hidupnya bergan-tung pada yang lain.
- bila salah satu species menyediakan per lindungan terhadap yang lain.
Metode
mendeteksi
interspesif
ic
asosiasi.
ion
(1). Data Kualitatif (a).
2x2
contingency
table,
bila
datanya
kualitatif
(hadir atau tidak). S P E S I E S
Spesies A Hadir
Tidak
+
0
+
a
b
m=a+b
0
c
d
n=c+d
E
a+b=r
b+d=r
N=a+b+c+d
B
X2 hit =
(ad-bc)2 X N m X n X r X s
nilai X2 ini bandingkan dengan X2tab (α = 0.05, db = 1) Bila X2hit ≥ X2tab
ada asosiasi
a = Σ petak dimana 2 spesies ada b = Σ petak, sp. A ada, sp. B tak ada c = Σ petak, sp. A tak ada, sp. B ada d = Σ petak, sp. A dan B tak ada N = Σ total petak contoh
(b). JACCARD INDEX (JI)
JI
=
a a+b+c
(2). Data Kuantitatif
Koefisien Korelasi Σ[(X1-X1)(X2-X2)] R hit = 2 2 √[Σ(X1-X1) x (Σ(X2-X2) ] R hit. ≥ R tab. Untuk p = 0.05 atau p = 0.01
g. Index of Diversity
•
keanekaragaman penting
dalam
terutama biotic
untuk atau
jenis
adalah
suatu
membandingkan mempelajari mengetahui
dua
parameter komunitas,
pengaruh
tahap
gangguan
suksesi
dan
stabilitas komunitas
•
pada komunitas klimak, spesies diversity meningkat food chain meningkat
komunitas stabil Respirasi komunitas
•
Ecological turnover = R/B rendah
Biomassa komunitas komunitas diversity meningkat
•
Metode/cara penentuan spesies diversity 1) Shanon-Weiner Diversity Index H = -Σ[(ni/N) log (ni/N)] ni = Nilai kuantitatif suatu spesies N
=
jumlah
nilai
kuantitatif
semua
spesies
dalam komunitas Variasi nilai H 0 = satu spesies tak terhingga nilai yang tinggi (banyak spesies)
2) Simpson’s Diversity Index s
D
= 1 − ∑ ( ni / N ) 2 i =1
S = Σ jenis Variasi nilai D: 0 = satu spesies tak terhingga 1 – 1/s = diversity spesies max.
h. Koefisien Kesamaan Komunitas (Index of Similarity)
•
Index
ini
sangat
berguna
untuk
membandingkan
kesamaan jenis dua komunitas
•
Caranya: 1). Jaccard’s presence-community coefficient ISJ = [C/(A+B+C)] x 100% A = Σ jenis di komunitas 1 B = Σ jenis di komunitas 2 C = Σ jenis di dua komunitas 2). Motyka’s Index of Similarity IS = [2 Mw/(Ma + Mb)] x 100% Mw = Σ nilai kuantitatif ≤ dari spesies yang ada di dua komunitas
Ma
Σ
=
nilai
kuantitatif
semua
spesies
di
kuantitatif
semua
spesies
di
komunitas 1 Mb
Σ
=
nilai
komunitas 2 Nilai IS : 0 – 100
C. Fungsi Komunitas
1. Biomassa Biomassa
adalah
diproduksi
oleh
jumlah organism
bahan per
organic
satuan
yang
unit
area
pada suatu saat. Satuannya g/m2 atau Kg/ha.
• Biomassa menunjukkan net production • Biomassa production rate adalah laju akumulasi biomassa dalam kurun waktu tertentu (Kg/ha/yr)
• Biomassa dinyatakan dalam “dry weight” (berat kering) oven pada suhu 105o selama 12 jam atau 800C selama 48 jam. Satuan lain adalah berat kering bebas abu (“ash free dry weight”)
• Biomassa
profil
menunjukkan
jumlah
bahan
organic kering pada tingkat yang berbeda dari komunitas
• Akumulasi
biomassa
di
tropic
lebih
rendah
daripada di temperate karena laju respirasi di tropic lebih tinggi
2. Aliran Energi
• Dari
sudut
energy,
thermodinamika
komunitas
adalah
unit
Matahari
refleksi
Tumbuhan
panas
absorpsi ditangkap
Energi makanan
biomas
Proses metabolisme pertumbuhan
Dimakan konsumer
• Dalam setiap transfer energy dari tanaman ke tingkat tropic yang berbdea, efisiensi konversi energy hingga 10%, 90% hilang sebagai panas
• Persediaan dengan
energy
dalam
meningkatnya
(suksesi).
Akumulasi
komunitas
meningkat
perkembangan
vegetasi
energy
dalam
biomassa
maksimal pada komunitas klimaks, karena adanya stratifikasi dan spesies diversitas yang tinggi
• Estimasi energy dalam bahan organic tumbuhan bisa diduga dengan alat Bomb calori meter.
• Efisiensi energy Energy yang ditangkap tumbuhan (Kcal/m2/t) = Energy solar yang datang sampai di komunitas (Kcal/m2/t)
x 100%
adalah suatu rasio antara output (kalori yang
dimanfaatkan tumbuhan) terhadap input (energy solar
sampai
di
komunitas)
dalam
suatu
unit
area dalam periode waktu tertentu.
• Efisiensi energy
di
energy setiap
adalah
rasio
titik/tahap
antara yang
aliran berbeda
sepanjang rantai makanan, satuannya %.
3. Gross Ecological Effisiency (GEE) Kalori mangsa yang dikonsumsi pemangsa =
x 100% Kalori makanan yang dikonsumsi mangsa
• Siklus
hara,
Produktivitas
dan
Dekomposisi
Serasah
• Siklus Biogeokimia, termasuk unsure-unsur utama dari protoplasma, dari lingkungan ke organism dan kembali lagi ke lingkungan dalam biosfir
• Siklus hara adalah pergerakan unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang penting bagi kehidupan Siklus Biogeokimia
Tipe Gas - Siklus N - Siklus CO2
Tipe batuan - Siklus fosfor
Tipe-tipe interaksi antara dua spesies dalam komunitas No.
Tipe Interaksi
Spesies 1 2 0 0
1
Netralisme
2
Kompetisi
-
-
3
Amensalisme
-
0
4
Parasitisme
+
-
5
Predasi
+
-
6
Komensalisme
+
0
7
Protokooperasi
+
+
8
Mutualisme
+
+
Sifat Umum Interaksi Tak satupun individu populasi yang satu mempengaruhi yang lainnya Penghambatan terhadap semua jenis Individu (1) menghambat individu (2), sedang individu (2) tak terpengaruh Individu spesies yang satu dirugikan oleh individu spesies yang lain Individu spesies yang satu dimangsa oleh individu spesies yang lain Individu spesies yang satu mendapat keuntungan tapi individu spesies dua tak terpengaruh Interaksi yang menguntungkan kedua spesies dan tak merupakan kewajiban berinteraksi Interaksi yang menguntungkan kedua spesies, interaksinya mutlak harus terjadi
1) Netralisme : sebenarnya hanya asosiasi saja, bukan interaksi 2) Persaingan (1)
Persaingan
antar
jenis
berbeda
(interspesifik) (2)
Persaingan
antar
jenis
yang
(intraspesifik) (3)
Persaingan relung ekologis (tempat)
sama
(4)
Persaingan sumberdaya (makanan) Akibat persaingan: - Pertumbuhan tewrganggu - Produksi berkurang, jumlah biji sedikit - Menstimulasi
serangan
hama-penyakit
dan
kekurangan unsure hara - Terjadi
stratifikasi
dimana
jenis
tertentu
lebih berkuasa - Komposisi jenis berubah (Σ jenis, Σ individu, life-form). Competitif Ability Ditentukan secara sederhana dengan rumus: GA/B = MA/MB atau GB/A = MB/MA G = kemampuan pertumbuhan M = bobot kering tanaman A,B = spesies A dan B 3) Amensalisme, merupakan persaingan dalam bentuk yang lemah,
adalah
hubungan
antara
individu
yang
mana
individu yang satu dirugikan (tetapi sesaat) tetapi individu lain tidak dirugikan (netral). Amensalisme merupakan persaingan dalam bentuk yang lemah. Contoh : allelopathy yaitu pengaruh merugikan baik langsung maupun
tak
langsung
dari
suatu
tumbuhan
terhadap
tumbuhan lain melalui produksi senyawa kimia. Dalam hal ini, bahan kimia dapat dikategorikan sebagai : (a). Autotoxic (bahan penghambat) terhadap : - anakan sendiri - individu lain sejenis (b). Antitoxic (bahan penghambat) terhadap individu lain jenis berbeda.
Cara
tanaman
melepaskan
bahan
kimia
(bahan
allelopati)adalah melalui : - pencucian daun/batang oleh air hujan - bahan
tanaman
yang
jatuh
sebagai
aerasah
yang
menjadi humus dalarn tanah. - gas yang menguap dari permukaan tanaman - eksudat akar Media pengeluaran zat alelopatik
jenis tanaman
1. Daun
Camelina
2. Akar
Eucalyptus globulus
3. Setelah mati
Apel, sereh
4. Gas
Reliant bus, Aster
Bahan kimia allelopathic diantaranya adalah - phenolic, terpeties, alkaloids, nitrit difenol, - asam benzoat, fenin, sulfida. Pengaruh allelopathy terhadap pertumbuhan tumbuhan : - perpanjangan/perbanyakan sel terhambat - penyerapan hara mineral berkurang - laju fotosintesa dan respirasi terganggu - perlambatan perkecambahan biji - laju pertumbuhan terhambat - gangguan sistem perakaran - klorosis - layu, mati
Parasitisme (+,-) Suatu organisme untuk hidupnya mengambil makanan dari
organisme
lainnya.
Interaksi
parasitisme
memungkinkan adanya tumbuhan inang (host) dan tumbuhan parasit. Host
seringkali
mengeluarkan
antibodi
Parasit
yang heterofog lebih bertahan daripada monoloq.
Parasit meliputi parasit akar -» Rafflesia, semipara-sit {yang tumbuh di cabang-cabang di pohon -> benalu (famili horuntuceae). Rafflesia -» bunga liar (famili Rafflesiaceae) Genus lain : - Rhizanthes - Mitrastemon Di Sumatera 4 jenis : - Rafflesia atjehensis - Rafflesia hasseltii - Rafflesia arnoldi - Rafflesia patma. Rafflesia
-» paling khas diantara parasit lain - besar ukuran bunga - tidak punya batang, daun dan akar - hanya punya benang-benang yang tumbuh di bagian dalam batang dan akar pohon. Inang (Tetrastigma, famili vitaceae) - waktu bunga lama, tergantung ukuran R. arnoldi - kuncup terbuka mekar (19-21 bulan)0 10 cm
H.
5 bulan 0 15 cm -» 2 bulan 0 25 cm -*
20-30 hari.
(5). Commensalisme ( + , 0) Interaksi antara individu yang memberikan keuntungan kepada salah satu individu jenis populasi sementara yang lain tak memperoleh keuntungan apa-apa (netral). Merupakan hubungan (+) yang mendasari protokoperasi. Contoh Epifit: paling
banyak
terdapat
di
hutan
hujan tropika (10% pohon hutan hujan tropika ditumbuhi epifit). - Anggrek, paku-pakuan, dll. - Menempel Setelah
pada dapat
batang sinar
atau
daun
matahari
akan
(epifit) menutupi
tajuk. - liana
(tumbuhan
merambat
suka
cahaya
=
heliophyta)
- pengaruh negatif liana 1. Menutupi mengurangi
daerah proses
tajuk
sehingga
fotosintesis.
2. Menurunkan
kualitas
kayu
3. Mengganggu
tumbuhan pohon yang dipanjati
4. Berpengaruh negatif terhadap anakan yang suka cahaya (heliophyta) - pengaruh positif, diantaranya adalah berpengaruh baik pada pertumbuhan anakan yang suka naungan (schyophyta,
misalnya
jenis-jenis
anggota
Dipterocarpaceae)
- sistem silvikultur (tropical shelter-wood system) penangkaran liana (pembebasan)/tebang penerang
(6). Protocoperasi (+,-) Kedua jenis individu yang berinteraksi mendapat keuntungan saling
tetapi
bukan
berhubungan.
merupakan
contoh
keharusan
:
Asosiasi
zat
hara
untuk
lumut
dengan
dari
keong
keong air tawar -
Lumut
menggunakan
-
Keong ditumbuhi
Protocoperasi
lumut
merupakan
sebagai
awal
perlindungan
evolusi
sebelum
mutualisme.
(7). Mutualisme (+,+) Memberikan keuntungan kepada masing-masing jenis yang berinteraksi dan merupakan suatu keharusan untuk hidupnya, jika dipisahkan akan rugi. Contoh : - Mikoriza tumbuhan. tersedia
asosiasi
:
Jamur dan
antara
merubah
dapat
dihisap
jamur
dengan
unsur-unsur oleh
akar
akar
sehingga tumbuhan,
jamur mendapatkan makanan dari hasil fotosintesa inang. - Jenis mikoriza adalah: a) Ektotropik: di luar akar mis: Basidiomycetes b) Endotropik: di dalam akar mis: Phycomycetes c) Peritropik:
sebagai
mantel,
contoh:
Mikoriza
ekstra material Ektotropik : Micorhyza di bagian luar sel akar micelia fungi, misal pada Pinus strobus, Dipterocarpaceae, Eucalyptus.
Endotropik: Micorhyza di bagian dalam sel akar micelia fungi, yakni hampir semua tanaman kecuali tanaman air. Peritropik: Micorhyza membentuk selubung mantel rongga yang mengelilingi akar, misal pada anakan spruce (Picea pungens).
- Karena tanah Imtan Indonesia relatif miskin hara, maka banyak pohon-pohon hutan alam yang mengandung mikoriza. - Di hutan Cibodas 32% pohon-pohon yang ada mengandung mikoriza. - Mikoriza - Manfaat
mengeluarkan enzim phosphatase mikoriza
a) penyerapan unsur hara meningkat terutama Phospor b) mencegah tahan
infeksi
perakaran mempertinggi
kekeringan akar
(memproduksi
lebih
lama
daya hidup
hormon penumbuh).
- Nodul Akar : gejala pembengkakan akar berupa bintil akar
sebagai
akibat
sirnbiosis
mutualisme
antara
bakteri (rhizobium/aktinomisetes) dengan suatu akar tumbuhan tertentu.
Bakteri
rhizobium
adalah
pengikat
N
tumbuhan
mendapatkan Nitrogen, rhizobium mendapatkan karbohidrat berdasarkan
jenis
tanaman
dengan
mikroba
pembentuk
nodul, maka ada tiga bentuk simbiosa: 1. Legume, (rhizobium) (Albizia, semua
Akasia,
legum
Leucoem -» Leguminosae) tidak
berasosiasi
dengan
rhizobium
Mimosaceae Caesalpiniaceae Papilionaceae
Leguminosae
Jarang
2. Non Legume, (rhizobium) (Trema, pnrasponia} 3. Non Legume, (Aktinomisetes) (Frankia) (Casuarina, Podocarpus) - Keuntungan adanya nodul akar:
1.
Tanaman inang bisa hidup pada tanah miskin N
2.
Dapat meningkatkan kesuburan tanah
3.
Memungkinkan
tanaman
tumbuh
setelah
tanaman
legume Hewan Hutan, berperan besar dalam pembiakan tanaman, misal
beberapa
jenis
pohon
dalam
pembuahan
dan
penyerbukan biji/benih tergantung pada hewan tertentu : serangga, burung, kelelawar, babi hutan, musang, dll. Tetapi
hewan
juga
bisa
merusak
penular penyakit pada tanaman.
tanaman
(hama)
dan
IV. DINAMIKA MASYARAKAT TUMBUH-TUMBUHAN (SUKSESI)
A. Pengertian Suksesi (Sere) Spurr (1964), mengatakan bahwa suksesi merupakan proses yang terjadi secara terus-menerus yang ditandai oleh perubahan vegetasi, tanah dan iklim dimana proses ini terjadi. Sedangkan Costing (1956), menyatakan bahwa perubahan-perubahan
bertahap
berlangsung
habitat
tumbuhan
karena
mengalami
atau
proses
tempat
modifikasi
suksesi
tumbuh
oleh
ini
masyarakat
beberapa
daya
kekuatan alam dan aktivitas organisme berupa perubahanperubahan terhadap tanah, air, kimia dan lain-lain. Perubahan
masyarakat
tumbuhan
dimulai
dari
tingkat pionir sederhana sampai pada tingkat klimaks, dalam
hal
ini
tumbuhan
pioner
merubah
habitatnya
sendiri sehingga cocok untuk species baru, keadaaan ini berlangsung (Clements,
terus 1923;
hingga halle,
tingkat
1.97G;
klimak
Clark,
tercapai
1954,
Ewuse,
1980). Tentang
adanya
perubahan
habitat,
dinyatakan
bahwa komunitas pertama akan merubah keadaan tanah dan iklim
mikro.
Dengan
demikian
memungkinkan
masuknya
species kedua yang menjadi dominan dan mengubah keadaan lingkungan dengan cara mengalahkan species yang pertama dan hal ini memungkinkan masuknya species yang ketiga, demikian
seterusnya
(Whittaker,
1970;
sampai Odurn,
tingkat 1970;
klimaks
tercapai
Whitmore,1975)
Secara perubahan
singkat
suksesi
komunitas
adalah
tumbuh-tumbuhan
suatu
proses
secara
teratur
mulai dari tingkat pionir sampai pada tingkat klimaks di suatu tempat tertentu Komunitas dalam
klimaks
keadaan
lingkungannya. tingkat/tahap
adalah
keseimbangan
Sedangkan dari
komunitas
sere,
tingkat dan
yang
berada
dinamis sere
dengan
adalah
komunitas
setiap
sere
adalah
setiap komunitas tumbuhan yang mewakili setiap tingkat sere. Species klimak adalah suatu species yang berhasil beradaptasi
terhadap
suatu
habitat
sehingga
species
tersebut menjadi dominan di habitat yang bersangkutan.
S. Faktor Penyebab Suksesi 1.
Faktor Iklim
- fluktuasi kondisi iklim yang tidak konsisten - kekeringan - radiasi yang kuat - dan
lain-lain
yang
merusak
vegetasi
sehingga
terjadi suksesi.
2. Faktor Topografi/Edafis Faktor
ini
berkaitan
dengan
perobahan
dalam
tanah. Ada 2 faktor penting yang berkaitan dengan tanah yang membawa perobahan habitat, yaitu: a. Erosi tanah, yaitu suatu proses hilangnya lapisan
permukaan tanah oleh angin, aliran air dan hujan. b. Deposisi
tanah,
yaitu
proses
pengendapan/
penimbunan tanah oleh angin, longsor, glacier atau turunya salju di suatu tempat.
3.
Faktor
biotik
penyebab
rusaknya
vegetasi
yang
mengakibatkan suksesi adalah : - penggembalaan - penebangan - deforestasi - hama dan penyakit - perladangan - dan lain-lain
C. Tipe-tipe Suksesi
1. Hidrosere Hidrosere adalah suksesi tumbuhan yang terjadi di habitat air atau basah". 2. Halosere Halosere adalah suksesi tumbuhan yang terjadi di tanah/air masin. 3. Xerosere Xerosere adalah suksesi tumbuhan yang terjadi di habitat kering. Tumbuhan pionirnya berupa lumut kerak,bakteria,dan ganggang. 4. Psammosere Psammosere adalah suksesi tumbuhan yang terjadi
di habitat berpasir. 5. Lithosere Lithosere adalah suksesi tumbuhan yang terjadi di permukaan batuan. 6. Serule Serule
adalah
miniatur
suksesi
mikroorganisme
bakteri, jamur, dll) pada pohon yang mati, kulit pohon, dll.
D.
Tahab-tahab Suksesi
Shukla
dan
sembilan macam
Chandel
(1932)
tahapan
mengemukakan
dalam proses
suksesi,
yaitu: 1. Nudation
: terbukanya vegetasi penutup tanah (terbentuknya
2. Migrasi
tanah kosong).
: cara-cara dimana tumbuhan sampai pada
daerah
Biji-biji daerah
tersebut
tumbuhan
tersebut
terbawa
angin,
di
di
atas.
sampai atas aliran
pada
mungkin air,
mungkin pula melalui tubuh hewan tertentu. 3. Ecesis
: proses perkecambahan, pertumbuhan, berkembang biak dan menetapnya tumbuhan baru tersebut. Sebagai hasil ecesis individu-individu species tumbuh
mapan di suatu tempat (established). 4. Agregation
: sebagai hasil dari ecesis, individu-individu dari suatu jenis berkembang dan menghasilkan biji, maka biji-biji tersebut akan tersebar pada areal yang te rbuka di sekelilingnya sehingga tuinbuh berkelompok (beragregasi).Ecesis dan agregasi merupakan invasi species tersebut.
5. Evolution of community relationship : merupakan suatu proses apabila daerah yang kosong
ditempati
species-species
yang berkoloni. Species tersebut akan berhubungan satu sama lainnya. Bentuk hubungan ini kemungkinan
akan
mengikuti
salah
satu
dari tipe eksploitasi, mutualisme dan co-existance. 6. Invation
: dalam proses koloni, biji tumbuhan telah beradaptasi dalam waktu yang relatif panjang pada tempat tersebut. Biji tumbuh dan menetap (penguasaan lahan oleh tumbuh-tumbuhan yang bersifat
agresif dan adaptif). 7. Reaction
: terjadinya
perubahan
yang disebabkan tersebut
oleh
habitat tumbuhan
dengan
lingkungannya
merubah
terutama
dengan
cara: a. Merubah sifat dan reaksi tanah b. Merubah Reaksi
iklim mikro
merupakan
terus
menerus
kondisi
yang
proses
dan
cocok
yang
telah
ada
pada
individu
dan
yang
yang
menyebabkan bagi
species
lebih baru.
cocok Dengan
demikian reaksi memegang peranan penting dalam pergantian species. 8.Stabilization: kompetisi dan reaksi berlangsung terus
menerus
perubahan
ditandai
dengan
lingkungan
mengakibatkan
struktur
yang vegetasi
berubah. Dalam jangka waktu lama akan
terbentuk
dominan
dan
terjadipun
individu perubahan
relatif
yang yang kecil
disamping iklim mempunyai peranan penting ini
dalam
menjadi
perkataan
membatasi
proses
stabil.
Dengan
lain,
stabilisasi
merupakan
suatu
proses
dimana
individu-individu tumbuhan mantap tumbuh
di
suatu
banyak
habitat
tanpa
dipengaruhi
oleh
perobahan-perobahan dalam habitat tersebat. 9. Klimaks
:setelah stabilisasi, pada tahap ini
species
mempunyai
dominan
keseimbangan
1ingkungannya, dan
yang
struktur
dengan
keadaan
habitat
vegetasi
relatif
koristan karena pertumbuhan jenis dominan telah mencapai batas.
E. Macam Suksesi
Berdasarkan
proses
terjadinya
terdapat
dua
macam
suksesi; 1. Sukesesi primer (prisere) Suksesi primer adalah perkembangan vegetasi mulai dari
habitat
hingga
mencapai
tak
bervegetasi
masyarakat
yang
stabil dan klimaks. 2. Suksesi sekunder (subsere) Suksesi
sekunder
terjadi
suksesi atau
apabila
yang dirusak,
kebakaran,
klimaks
normal
atau
terganggu
misalnya
oleh
perladangan,
penebangan,
penggembalaan,
dan
kerusakan-kerusakan lainnya.
F. Faham-fahara tentang Klimaks
1. Faham Monoklimaks (Costing, 1956) Beranggapan bahwa pada suatu daerah iklim hanya ada satu macam klimaks yaitu suatu formasi yang paling metaphysic. Jadi klimaks boleh dikatakan suatu
pencerminan
iklim
sebagai
berpengaruh,
keadaan
iklim.
Disamping
faktor
yang
paling
stabil
terdapat
pula
faktor-faktor
itu dan lain
atau profaktor-profaktor, seperti faktor tanah, biotis
dan
fisiografi.
menyebab-kan
Profaktor-profaktor
terbentuknya
ini
proklimaks-proklimaks
sebagai berikut : a. Subklimaks
terjadi
apabila
perkembangan
vegetasi terhenti di bawah tingkat terakhir, dibawah klimaks, sebagai akibat faktor-faktor bukan iklim, misalnya karena keadaan geografi seperti keadaan di Pulau Krakatau. b. Proklimaks
Posklimaks,
apabila
pembentukan
klimaks menyimpang dari tipe yang sewajarnya, misalnya
sebagai
fisiografi.
Keadaan
akibat yang
dari
lebih
keadaan
lembab
dan
lebih baik menghasilkan posklimaks, sedangkan keadaan
yang
lebih
kering
menghasilkan proklimaks.
dan
kurang
baik
c. Disklimaks, gangguan
terjadi
sekunder
sebagai
yang
akibat
menyebabkan
beberapa tak
dapat
berkembang lagi ke arah klimaks karena keadaan tempat
tumbuh
amat
berubah
menjadi
buruk,
misalnya terhenti pada tingkat semak belukar 2. Faham Polyklimaks(Braun-Blanquet, 1932) Beranggapan
bahwa
tidak
hanya
iklim
yang
dapat
menumbuhkan klimaks. Bagi penganut faham kedua ini ada beberapa macam kilmaks: klimaks iklim, klimaks edafis, klimaks fisiografis, klimaks kebakaran dan sebagainya. 3. Teori Informasi Merupakan margalef klimaks
faham
terbaru
(1968)
dan
komunitas
yang
Odum
tersebut
dikembangkan
(1969).
Pada
mempunyai
oleh tahap
informasi
maksimum dan entrophy maksimum. Enthrophy adalah jumlah
energy
yang
tidak
terpakai
dalam
suatu
sistem ekologi
Menurut faham monoklimaks misalnya dapat dibuat bagan suksesi primer sebagai berukut:
KLIMAKS HUTAN HUJAN TANAH RENDAH
Hutan payau Bruguiera-Xylocarpus
Hutan Neonauclea-Ficus
Hutan payau Rhizopora-Bruguiera
Hutan Ficus - Macaranga
Hutan payau Avicennia
Vegetasi rumput Neyraudia-Saccaharum
Vegetasi cryptogamae
XEROSERE PADA TUF BATU KEMBANG
HYDROSERE PADA LUMPUR PAYAU
Kalau kita bandingkan keadaan umum jalannya suksesi primer (prisere) dengan suksesi sekunder (subsere), dapat dibuat bagan sebagai berikut: Vegetasi klimaks hutan
Gangguan
Vegetasi perdu pohon
Vegetasi semak belukar
Vegetasi rumput-herba semak kecil
P R I S E R E
S U B S E R E
Vegetasi cryptogamae Vegetasi Permukaan “tanah telanjang”
terganggu
V. KLASIFIKASI VEGETASI HUTAN
A.
Beberapa Pengertian Klasifikasi
yang
Harus
Dipahami
dalam
1. Vegetasi adalah Masyarakat tumbuh-tumbuhan dalam arti luas. 2. Formasi hutan adalah satuan vegetasi hutan yang terbesar. Perbedaan
formasi
hutan
di
trcpika
disebabkan
oleh: - Perbedaan iklim. - Fisiognom.i (struktur) hutan - Perbedaan habitat - Suksesinya. 3. Asosiasi hutan
adalah
yang
satuan-satuan
diberi
nama
di
dalam
menurut
formasi
pohon
jenis
dominan. Oleh karena itu, Asosiasi adalah satuan dasar lain
dalam untuk
klasifikasi. asosiasi,
Asosies
dimana
adalah
satuan
istilah
ini
berada
dalam hutan yang mengalami suksesi sekunder. 4. Asosiasi konkrit adalah bagian dari asosiasi hutan yang
betul-betul
diselidiki
dan
diketahui
komposisi jenis pohonnya. Asosiasi hutan yang berlainan komposisinya tetapi memiliki fisiognomi yang sama, digolongkan menjadi formasi hutan. 5. Subspecies, varietas, ekotype merupakan variasivariasi dalam species dalam taksonomi tumbuhan.
6. Varian
adalah
variasi-variasi
di
dalam
asosiasi
hutan. 7. Asosiasi
segregat
adalah
varian-varian
di
dalam
hutan campuran yang disebabkan oleh adanya jenisjenis pohon yang lebih berkuasa (dominan) daripada yang lain. 8. Konsosiasi adalah varian yang dikuasai oleh satu jenis
pohon
saja.
Sedangkan
konsosies
adalah
varian di dalam suatu hutan yang mengalami subsere/suksesi sekunder. 9. Fasiasi
adalah
varian
yang
disebabkan
oleh
yang
disebabkan
oleh
perbedaan topografi. 10.Losiasi
adalah
varian
perbedaan edafis. 11.Ekoton dijumpai
adalah apabila
daerah
peralihan
ada
atau
dua
yang
lebih
sering
type
atau
asosiasi vegetasi yang letaknya berbatasan.
3. SISTEM-SISTEM KLASIFIKASI VEGETASI HUTAN TROPIKA
Ada
dua
cara
pendekatan
di
dalam
klasifikasi
vegetasi: 1. Menetapkan
dahulu
satuan
yang
besar,
kemudian
mengadakan pemisahan berdasarkan sifat-sifat yang berbeda. Contoh : klasifikasi Schimper(1898) dan Burtt Davy (1938). 2. Dimulai
dengan
memisahkan
satuan
yang
kecil,
kemudian menggolongkan ke dalam satuan yang lebih
besar. Contoh : klasifikasi oleh Beard (1944), dan Richard et. al. (1933) . Adanya
bermacam-macam
sistem
klasifikasi
disebabkan : karena perbedaan kriteria yang digunakan, antara lain: "Sistem Klasifikasi Fisiognomis, Ekologis, FisiognomisEkologis, Floristis, Fisiognomis-Floristis, GeografisEkologis. Menurut kriteria
Aichinger,
pertama
selanjutnya
pada
klasifikasi
yang
digunakan
floristik,
geografi
adalah
vegetasi, fisiognomi,
tumbuhan,
ekologi,
syngenesisi, dan pengaruh manusia. Menurut Fosberg (1958), klasifikasi vegetasi yang rasional harus didasarkan kepada kriteria : (1) Fisiognomi (rupa vegetasi, bentuk umum vegetasi) . (2) Struktur
vegetasi
(susunan
komponen
di
dalam
ruang, stratifikasi, jarak, dimcnsi). (3) Fungsi
(sifat-sifat
phenothypik
yang
menyatakan
adaptasi terhadap keadaan lingkungan). (4) Komposisi susunan floristik (5) Dinamika suksesi atau perubahan dengan perbedaan
lingkungan. (6) Riwayat vegetasi.
C. Berbagai Macam Sistem Klasifikasi Vegetasi Hutan
C.I. Klasifikasi Ekosistem Menurut Van Steenis Van
Steenis
(1957)
dalam
Soerianegara
dan
Indrawan (1934), telah mengemukakan dan membahas tipetipe dan
vegetasi
yang dijumpai di Kepulauan Indonesia
wilayah sekitarnya. Cara
hutan
penetapan
di
alami,
dan
dalam
sistem
didasarkan
atas
pembagian ini,
yang
perbedaan
formasi-formasi disebut iklim
sistem
basah
dan
bermusim, perbedaan edafis, dan perbedaan altitudinal. Forrnasi-formasi
hutan
yang
ditentukan
dalam
sistem ini adalah :
I. IKLIM BASAH Kadang-kadang selalu tergenang Air asin (laut), dipengaruhi pasang surut : ........................ 1. Mangrove Air tawar (hujan, sungai) , diam : Eutrofik ............... 2. Hutan rawa oligotropik ............ 3. Hutan gambut Air tawar (tepi sungai), deras: ........................ 4.Vegetasi Rheofit Tanah Kering Pantai ........................ 5. Vegetasi pantai
Pedalarnan hingga batas pohon (timber line) Tanah podsol kuarsa, dataran rendah : .................. 6 . Vegetasi tanah kuarsa Tanah kapur, dataran rendah : .................. 7 . Vegetasi tanah kapur
Jenis- jenis tanah lain Elevasi 2 - 1000 m .... 8. Hutan Hujan Tropika Elevasi 1000-2400 m ... 9. Hutan Hujan Pegunungan Elevasi 2400-4150 m .. 10. Hutan Hujan Subalpin
II. IKLIM BERMUSIM Elevasi di bawah 1000 m ................. 11 . Hutan Musim (monsoon) Dataran Rendah Elevasi di atas 1000 m ................. 12 . Hutan Musim Pegunungan .
C.2. Klasifikasi Vegetasi Dunia Menurut Unesco
Unesco pembuatan
(1973),
peta
telah
vegetasi
melakukan
secara
klasifikasi
menyeluruh.
dan
Kategori
klasifikasi adalah unit-unit vegetasi, termasuk formasi zonal dan azonal serta formasi-formasi yang telah berubah lainnya. Dasar umum klasifikasi vegetasi dunia ini memakai sistem
floristik, klasifikasi selanjutnya didasarkan terutama pada sifat-sifat fisiognomi struktural dan sifat-sifat ekologi yang digabungkan dengan vegetasi natural dan semi natural sebagai tambahan. Menurut
klasifikasi
ini,
vegetasi
dunia
dibedakan
menjadi enam tingkatan, dari tingkatan tertinggi sampai kelas terendah, yaitu : Kelas Formasi (Formation Class), Sub-kelas Formasi
(Formation
Subclass),
Kelompok
Formasi
(Group
Formation), Formasi (Formation), dan Subdivisi (Subdivisions). Kelas
Formasi
sebagai
tingkatan
tertinggi,
membagi
vegetasi menjadi lima bagian. Pembagian ini berdasarkan kepada struktur tegakan, dalam hal ini penutupan kanopi tegakan (tajuk-tajuk pohon), tingkatan vegetasi (pohon atau semak belukar); dan habitus veqetasi (berkayu atau herba). Kelas formasi pertama adalah Closed forest tertutup) tertutup, pohon
adalah dimana
hutan-hutan tajuk-tajuk
yang
pohon
paling rendah 5 m, kecuali
mempunyai
saling
untuk
(hutan kanopi
mengisi. Tinggi
pohon, yang belum
dewasa atau masa reproduksi kurang dari 5 m. Kelas Formasi Woodland (tegakan terbuka) terdiri dari pohon-pohon dengan ketinggian paling rendah 5 m, penutupan tajuk paling rendah 40%. Penutupan tajuk dikatakan 40% jika jarak antara dua tajuk pohon sama dengan jari-jari sebuah tajuk pohon. Kelas Formasi Scrub (semak belukar) kebanyakan dari jenis-jenis phanerophytes berkayu, tinggi antara 0.5 m sampai 5 m. Dibedakan atas semak individu-individunya tidak saling
bertautan, misalnya rumput-rumputan, sedangkan belukar saling bertautan. Kelas
Formasi
dwart-scrub
dan
Related
Communities
(semak-semak kecil dan komunitas kerabat lainnya), sering disebut formasi rumput-rumputan, tinggi jarang yang melebihi 50 cm. Berdasarkan kepadatannya dibedakan atas Dwart Shrub thicket (cabang-cabangnya saling bertautan), Dwart Shrubland (individu-individu saling terpisah atau dalam rumpun-rumpun), dan Formasi Cryptogamic dengan semak-semak kecil. Kelas
Formasi
terakhir
adalah
Herbaceous
vegetation
(vegetasi herba). Ada dua tipe besar dari vegetasi ini, yaitu graminoid dan forbs. Termasuk graininoid adalah semua rumput herba dan tanaman rumput-rumputan seperti Carex sejenis alangalang), Juncus (sejenis tebu) dan sebagainya. Forbs adalah tanaman herba daun lebar seperti Helianthus (bunga matahari), Trifolium dan sebagainya. Dasar pembagian kelas formasi menjadi subkelas formasi adalah keadaan daun (evergreen, decidous, dan xeromorphic), ukuran
vegetasi,
dan
tempat
hidup
(habitat).
Pengertian
evergreen adalah kanopi hutan tidak pernah tanpa daun hijau (selalu
hijau),
walaupun
ada
pohon-pohon
secara
individu
mungkin menggugurkan daun. Kebalikan dari evergreen, pohonpohon
decidous
menggugurkan
daun
secara
simultan
apabila
berhubungan dengan musim yang tidak menguntungkan. sedangkan xeromorphic adalah vegetasi yang khas daerah kering, seperti phanerophyties, hemicytophties, geophyties. dengan daun atau batang kadang-kadang sukulen.
Selanjutnya, Subkelas Formasi dibagi menjadi kelompokkelompok formasi (Group Formation) berdasarkan antara lain : tempat atau garis 1intang (tropik, sub-tropik, temperate, subpolar, dan lain-lain), keadaan daun (evergreen, decidous, semi decidous), bentuk daun (daun jarum atau lebar), dan kombinasi sifat-sifat di atas. Sedangkan formasi-formasi hutan dibentuk berdasarkan antara lain : ketinggian tempat (lowland dan montane), jenis tanah (alluvia), keadaan habitat (swamp, bog, desert), bentuk tajuk, bentuk daun, dan sebagainya. Di bawah ini diberikan bagan klasifikasi
vegetasi
menurut Unesco (1973) secara global. I. CLOSED FOREST A. EVERGREEN 1. Tropical
Ombrophilous Forest
(Tropical
Rain
Forest) 2. Tropical
and Subtropical
Evergreen
Seasonal
Forest 3. Tropical and Subtropical Semi Decidous Purest 4. Subtropical Ombrophilous Forest 5. Mangrove Forest 6.
Temperate
and
Subpolar
Evergreen
Ombropuilous
Forest 7. Temperate
Evergreen
Seasonal
Broad heaved
Forest 8. Winter-Rain Evergreen Sclerophykous Forest 9. Tropical Forest
and
Subtropical
Evergreen
Needle-Leaved
10.Temperate
and
Subpolar
Evergreen
Needle-Leaved
Forest
B. DECIDUOUS 1. Tropical
and
Subtropical
Drought-Deciduous
Forest 2.
Cold-Deciduous
Forest
with
Evergreen
Trees
(or
Shrubs) Admixed 3. Cold-Deciduous Forest without Evergreen Trees
C. XEROMORPHIC 1. Sclerophyllous-Dominated
Extremely
Xero-morphic
Forest 2. Thorn-Forest 3 . Mainly Succulent Forest
II. WOODLAND A. EVERGREEN 1. Evergreen Broad-Leaved Woodland 2. Evergreen Needle-Leaved Woodland 3. Cold-Deciduous
Woodland
without
Evergreen
Trees
B. XEROMORPHIC 1. Sclerophyllous-Dominated Extremely Xeromorphic Woodland 2. Thorn-Woodland
3. Mainly Succulent Woodland
III. SCRUB A. EVERGREEN 1. Evergreen Broad-Leaved Shrubland 2. Evergreen
Needle-Leaved
and
Microphylous
Shrubland
B. DECIDUOUS 1. Drought-Deciduous
Scrub with Evergreen
Woody
Plants Admixed 2. Drought-Deciduous
Scrub
eithout
Evergreen
Woody Plant Admixed 3. Cold-Deciduous Scrub
C. XEROMORPHIC 1. Mainly Evergreen Subdesert Shrubland 2. Deciduous Subdesert Shrubland
IV. DWARF-SCRUB AND RELATED COMMUNITIES A. EVERGREEN
1. Evergreen Dwarf-Shurb Thicket 2. Evergreen Dwarf-Shrubland 3. Mixed
Evergreen
Formation.
Dwarf-Shrub
and
Herbaceous
B. DECIDUOUS 1. Facultatively Drought-Deciduous Dwarf-Thicket 2. Obligatory, Drought-Deciduous Dwarf-Thicket 3. Cold-Deciduous Dwarf-Thicket
C. XEROMORPHIC 1. Mainly Evergreen Subdesert Dwart-scrub 2. Deciduous Subdesert Dwarf-Scrub
D. TUNDRA
1. Mainly Bryophyte Tundra 2. Mainly Lichen Tundra
E. MOSSY BOG FORMATIONS WITH DWARF-SHRUB
1. Raised Bog 2. Non-Raised Bog
V. HERBACEOUS VEGETATION A. TAIL GRAMINOID VEGETATION B. MEDIUM TALL GRASSLAND C. SHORT GRASSLAND D. FORB VEGETATION E. HYDROMORPHIC FRESH-WATER GRASSLAND
C.3. Klasifikasi Ekosistem Menurut Kartawinata
Kartawinata
telah
membuat
bagan
unit-unit
ekosistem atau tipe-tipe ekosistem darat dan rawa yang
ada
di
Indonesia.
Tipe
ekosistem
dianggap
unit-unit
yang paling kecil dan dibentuk berdasarkan fisiognomi (kenampakan) struktur dan takson (unit taksonomi) yang khas
atau
dengan
dominan
dari
vegetasi
faktor-faktor
permukaan
laut
dimasukkan
karena
iklim
serta
dan
tanah.
datanya
yang
dikombinasikan
ketinggian
Faktor-faktor
kurang,
lagipula
dari tidak
perincian
ekositem dengan ciri-ciri vegetasi dan lingkungan dapat dianggap
cukup.
Berdasarkan
komposisi
jenis
masing-
masing tipe ekosistem dapat saja terdiri dari unit-unit yang lebih kecil. Ekosistem hutan kerangas, misalnya, mungkin
tersusun
dari
unit
komunitas
Combretocarpus-
Dactylocladus dan Tristania-Cratoxylum. Menurut
Klasifikasi
Kartawinata
(1976)
ini,
ada
tiga tingkatan klasifikasi, yaitu : Bioma, Subbioma, dan Tipe Ekosistem. Bioma dapat pula disebut sebuah ekosistem yang merupakan unit komunitas terbesar yang mudah dikenal dan terdiri atas forrnasi vegetasi dan hewan
serta
mencapai
mahluk
fase
perkembangan.
hidup
klimaks Di
lainnya,
maupun
Indonesia
yang dapat
baik masin
yang
sudah
dalam
dikenal
fase
beberapa
bioma, yaitu : (a) Hutan Hujan, (b) Hutan Musim, (c) Savana, masih
(d)
Padang
terlalu
besar
Rumput. untuk
Unit-unit digunakan
ekosistem dengan
ini
maksud-
maksud khusus, sehingga memerlukan pembagian yang lebih kecil lagi. Pembagian Bioma menjadi Subbioma didasarkan kepada
keadaan antara Rawa
iklim, misalnya, untuk Hutan
Hujan
dibedakan
Hutan Hujan Tanah Kering dan Hutan Hujan (permanen
Tipe-tipe
atau
Ekosistem
musiman). sebagai unit
Sedangkan yang
Tanah
pembagian
paling
kecil
dibentuk berdasarkan struktur fisiognomi, faktor-faktor iklim, ketinggian dari permukaan laut, dan jenis tanah. Klasifikasi Ekosistem menurut Kartawinata tertera dalam Tabel 1, berikut.
Tabel 1. Satuan - satuan Ekosistem di Indonesia Bioma Nama 1. Hutan Hujan
Subbioma Iklim
Selalu basah sampai kering tengah-tahun Q < 60.0
Nama 1. Hutan hujan tanah kering
Tipe Ekosistem
1. hutan nonDipterocarp aceae
< 1000
Suhu ratarata (0) 26-21
2. Hutan Dipterocarp aceae campuran
< 1000
26-21
<33.3
Podsolik merah kuning,latosol
Dipeterocarpaceae (Dipterocarpus, Dryobalanops, Hopea, Shorea, Vatica)
3. Hutan Agathis campuran
< 2500
26-13
<60.0
Podsolik merah kuning,latosol,p odsol
Agathis sp
4. Hutan Pantai
< 5
± 6
<60.0
Regosol
Barringtonia asiatica, Calophylum inophylum, Casuarina equisetifolia, Hernandia peltata, Terminalia catappa, Guettarda speciosa, Pandanus tectorius, dsb
5. Belukar
< 1000
26-21
<60.0
6. Hutan Fagaceae
1000-2000
21-26
<14.3
Podsolik merah kuning,latosol,p odsol Andosol, regosol pada abu gunung
Macaranga, Mallotus, Vitex, Trema, Melastoma, enduspermum, dsb Castanopsis, Lithocarpus, Quercus, Engel hardia, Podocarpus, Altingia,Magnoliaceae, Phyllociadus,Dacrydium
7. Hutan Casuarina
1000-2000
21-11
<60.0
Andosol,Regosol, Litosol
Casuarina junghuhniana
Nama
Ketinggian dpl (m)
Q
Tanah
Takson/khas/umum/dominan
<33.3
Podsolik merah kuning,Latosol
Anacardiaceae, Annonaceae, Burseraceae, Ebenaceae,Euphorbiaceae, Gutiferae, Lauraceae, Leguminosae, Moraceae, Muristicaceae, palmae, Sapindaceae, Sterculiaceae, dsb
Tabel 1. Lanjutan Bioma Nama
Subbioma Iklim
Nama
2. Hutan Hujan tanah rawa (permanen atau musiman)
Tipe Ekosistem
8. Hutan pinus
700-1000
Suhu ratarata (0) 23-18
9.Hutan Nothofagus
1000-3000
21-11
<14.3
Regosol, Litosol
Nothofagus spp.
10. Hutan Ericaceae
1500-2400
18-23
<14.3
Andosol, regosol
Rhodendron, Vaccinium, Styphella coprosma, Anaphalia, dsb
11.Hutan Araucaria
1500-3000
18-11
<14.3
Regosol, Litosol
Araucaria cuninghamii
12. Hutan konifer
2400-4000
13-6
-
Litosol, regosol
Podocarpus papuanus, Libocedrus, Dacrydium, Phyllocladus
13. semak
4000
< 6
-
Litosol
Rhodendron, Vaccinium, Styphella coprosma, Anaphalia, dsb
14. Hutan rawa
< 100
± 26
<33.3
15.Hutan rawa gambut
< 100
± 26
<60.0
Organosol
Calophylum,Combretoca rpus rotundatus,Cratoxylon glaucum,Durio carinatus,tetramerista glabra,Tristania,Pholidocarpus ,Melanorrhoea,Pandanus,Paraste mon,Agathis,Shorea belangeran,dsb
16.Hutan rawa gambut
< 1000
26-23
<60.0
Podsol
Dactyloccladus,Trista nia obovata,Shorea belangeran,Dacridium clatum,Cratoxylum glucum,Combretocarpu rotundus,Calophylum,dsb
17.Hutan Melaleuca
< 100
± 26
< 60.3
Organosol,Aluvial
Melaleuca leucadendron
Nama
Ketinggian dpl (m)
Q
Tanah
Takson/khas/umum/dominan
<60.0
Andosol, Regosol, Litosol
Pinus merkusii
Organosol,aluvial
Barringtonia asiatica,Camnosperma,Cocceras, Alstonia,Gluta rengas,Lophopetalum, Mangifera gedebe,Pentaspadon metleui,Metroxylon, Pandanus
Tabel 1. Lanjutan Bioma Nama
II. Hutan Musim
III. Savana
IV. Padang rumput
Subioma Iklim
Sangat kering tengah tahun: Q>60.0 (tipe DF); curah hujan per tahun;7002900 mm
Selalu basah sampaisangat kering tengah tahun; Q=0-300 (tipe A-F);curah hujan per tahun 700-7100 mm
Selalu basah samapai sangat kering tengah tahun;Q=0-300 (tipe A-F);curah hujan per tahun 700-7100 mm
Nama
3. Hutan Musim
4. Sabana
5. Padang rumput Iklim basah
Tipe Ekosistem
18. Hutan Payau (Mangrove)
< 5
Suhu ratarata (0) ± 26
19. Hutan musim gugur
< 800
>22
>60.0
Mediteran merah kuning,Renzina Regosol,Litosol
Protium javanicum,Tectona grandis,Swietenia macrophylla,Pterocarpus Garuga floribunda, Eucalyptus, Acacia cophioea, dsb
20. Hutan Musim selalu hijau (Dryevergreen)
< 1200
>20
>60.0
Mediteran merah kuning,Renzina Regosol,Litosol
Schleicera oleaosa, Schoutenia ovate,Tamarindus indica,Albizia chinensis, dsb
21.Sabana pohon-pohon dan palma
< 900
>22
>60.0
Mediteran merah kuning,Renzina Regosol,Litosol
Borassus,Corypha,Acacia, Eucalyptus,Casuarina, Heterophagon
22.Sabana Casuarina
1500-2400
18-13
<60.0
Andosol,Regosol, Litosol
Casuarina, Pennistum,dsb
23. Padang rumput tanah rendah
< 1000
26-21
<60.0
Pods olik merah kuning,Latosol, Litosol
Imperata cylindrical, Saccharum spontaneum, Themeda vilosa, dsb
24. Rawa rumput dan terna tanah rendah
< 100
± 26
<60.0
Organosol, Aluvial
Panicumstangineum,Phra gintes karka,Scirpus,Cyperus,Cladium, Fimbristylis,Eguisetum,Monocho ria ischaemum, Eichornia crassipes, dsb
25.Padang rumput pegunungan
1500-2400
18-23
<60.0
Andosol,Regosol, Litosol
Festuca,Agrostis,Themeda, Cymbopogon,Ischeum, Imperata cylindrica, dsb
Nama
Ketinggian dpl (m)
Q
Tanah
Takson/Khas/Umum/Dominan
<60.0
Aluvial
Rhizophora, Bruguiera, Avicennia,Sonneratia,dsb
Tabel 1. Lanjutan Bioma Nama
Subioma Iklim
Nama
6. Padang rumput iklim kering
Tipe Ekosistem Nama
Ketinggian dpl (m)
Suhu ratarata (0) 18-23
<60.0
Regosol, Litosol
Pragmites karka,Panicum,Machelina schipus, Cares, dsb
Q
Tanah
Takson/Khas/Umum/Dominan
26.Padang rumput berawa gunung
1500-2400
27. Padang rumput alpin
4000-4500 (batas salju)
< 6
-
Litosol
Deschamsia, Pesluca, Manostachya,Aulacolepis,Oreobo lus,Scirpus,Potentilia,Ranyneo lus,Epilobium,Spagnum, dsb
28.Komunitas dan lumut kerak
>4500
6
-
Litosol
Lumut-lumut kerak,Agrastis,dsb
29.Padang rumput iklim kering
< 900
< 22
< 60.0
Mediteran merah kuning,Regosol, Litosol,Rensina
Themedia,Heteropogon,dsb
C.4.Klasifikasi
Tipe-tipe
Hutan
di
Indonesia
oleh
Departemen Kehutanan
Departemen Kehutanan dalam Vademecum (1976) telah mengklasifikasikan
hutan
di
Indonesia
berdasarkan
keadaan iklim, edafis, dan komposisi tegakan. Faktor iklim menurut pembagian F.H. Schimidt dan J.H. Ferguson yang didasarkan pada nilai Q, yaitu persentase perbandingan
antara
jumlah
bulan
kering
dan
jumlah
bulan
basah, sehingga diperoleh tipe-tipe iklim A, B, C, D dan
seterusnya
terkecil
berturut-turut
sampai
terbesar.
dari
nilai
Faktor
Q
yang
iklim
yang
mempengaruhi pernbentukan vegetasi adalah temperatur, kelembaban, intensitas cahaya dan kecepatan angin. Tipe hutan yang pembentukannya sangat dipengaruhi oleh faktor iklim disebut Formasi Klimatis (Klimatic Formation). Termasuk kedalamnya, yaitu : Hutan Hujan (Tropical Rain Forest), Hutan Musim (Monsoon Forest), dan Hutan Gambut (Peat Forest). Hutan suatu
Nipa
[Nipa
konsosiasi
dari
Formation) Hutan
dianggap
Payau
atau
sebagai
Hutan
Rawa
tergantung kepada faktor edafis yang ada. Hutan dimana
Palma
banyak
tanah
terdapat
rawa
(Palm
swamp
jenis-jenis
forest.)
Phoenix
atau
Oncosperma dianggap sebagai suatu konsosiasi. Berikut
diberikan
bagan
klasifikasi
tipe-tipe
hutan di Indonesia menurut Departemen Kehutanan : I. FORMASI KLIMATIS 1. Hutan Hujan (Tropical Rain Forest) Ciri-ciri : iklim A atau B; jenis tanah aluvial,
dan
regosol;
drainase
latosol,
baik,jauh
dari
pantai; dan tegakan selalu hijau. a. Hutan Hujan Bawah (0-1000 m dpl) Jenis
pohon
yanq
dominan
:
famini
Dipterocarpaceae
(Kalimantan
dan
Agathis,
Castanopsis
(Jawa
Ficus,
Tenggara);Palaquium
spp.,
Sumatera); dan
Pometia
Husa
pinnata,
Diospyros spp. (Indonesia Timur)
b. Hutan Hujan Tengah (1000-3300 m dpl) Castanopsis, Nothofagus, dan
Quercus,
jenis-
jenis dari famili Magnoliaceae; Pinus merkusii (Aceh);
Albizia
montana,
(Jawa);
Casuarina
Trema, Podocarpus imbricatus (Indonesia Timur) c. Hutan Hujan Atas (3300-4100 m dpl) Merupakan
kelompok-kelompok
yang
terpisah-
pisah oleh padang rumput atau belukar. Jenisjenis
pohon:
Dacrydium,
(Irian
Phyllocladus
Podocarpus,
Jaya),Eugenia,
dan
Calophyl1um.
2. Hutan Musim (Monsoon Forest) Ciri-ciri
:
iklim
C
atau
D;
gugur
daun
musim
kemarau; terdapat 2 lapisan tajuk yang berbeda; dan banyak herba dan tumbuhan bawah. a. Hutan Musim Bawah (0-1000 m dpl) Jenis-jenis
pohon
:
Tectona
grandis,
Acacia
leucophloea, Albizia chinensis (Jawa); Eucalyptus, Santalum album (Nusa Tenggara). b. Hutan Musim Tengah-Atas (1000-4100 m dpl) Casuarina Timur);
junghuhniana
(Jawa
Tengah
Eucalyptus (Indonesia Timur),
dan Pinus
merkusii (Sumatera). 3. Hutan Gambut (Peat Forest) Ciri-ciri:
terletak
iklim
A
anatar
atau
hutan
B;
hujan
tanah dan
organosol; hutan
rawa;
selalu hijau dan banyak lapisan tajuk. Jenis-jenis
:
Dactylocladus;
Alstonia
spp.,
Palaquium
Eugenia spp., Gonystylus
spp., spp.
(khusus
di Kalimantan dan beberapa daerah
di
Sumatera).
II. FORMASI EDAFIS 1. Hutan Rawa (Swamp Forest) Ciri-ciri:
tidak
terpengaruh
iklim;
selalu
tergenang air tawar; terletak di belakang hutan payau;
jenis
tanah
aluvial,
selalu
hijau;
dan
banyak lapisan tajuk. Jenis-jenis
pohon:
leiocarpu/n,
Campnoserma
spp.,
Canarium
Xylopia
spp.,
spp.,
Palaquium
macrophylla, Koompassia
Garcinia
spp.,
dan
Calophyllum spp.. 2. Hutan Payau (Mangrove Forest) Ciri-ciri air
laut;
terpengaruh
: daerah pantai dan terpengaruh iklim;
tanah
selalu
pasang
tergenang
surut;
pasir,
lumpur,
tidak dan
lumpur berpasir; hanya satu stratum tajuk. Jenisjenis Avicennia spp., Sonneratia spp., Rhizophora spp., Bruguiera spp., Xylocarpus spp., Lumnitzera
3. Hutan Pantai (Littoral Forest) Ciri-ciri : di daerah kering pantai; tidak ter-
pengaruh iklim; tanah pasir dan berbatu; terletak pada garis pasang tertinggi; dan banyak epifit. Jenis-jenis
:
Baringtonia
speciosa,
Terminalia
catappa, Calophyllum inophyllum, Hibiscus tiliaceua,
Casuarina
equisetifolia,
Pisonia
grandis.
Disamping ini banyak terdapat Pandanus tectorius. Banyak terdapat epifit terutama paku-pakuan dan anggrek. Jenis-jenis pioner pada pantai berpasir diantaranya Coccoloba.
adalah
Ipomea
pescaprae
dan
C.5. Klasifikasi
Ekosistem Makro di Sumatera Menurut
Djamhuri
Djamhuri
et
(1988)
al.
mengklasifikasikan
ekosistem makro di Sumatera bersumber pada empat jenis data hasdl penelitian oleh pihak lain, yaitu : 1. Peta
Vegetasi
di Sumatera berskala 1 : 1.000.000
oleh Laumunier, Purnadjaja, dan Setiabudi (198S). 2.
Peta
Tanah
Eksploitasi
Pulau
Sumatera
skala
1:
2.500.000 oleh Lembaga Penelitian Tanah Bogor (1979) 3. Peta Geologi Pulau Sumatera skala 1 : 1.000.000 oleh Direktorat Geologi Bandung (1965). 4. Peta
Agroklimat Pulau Sumatera skala 1 : 1.000.000
oleh Oldeman (1973). Dengan
demikian
mengklasifikasikan beberapa
ekosistem
parameter,
fisiografi,
Djamhuri
yaitu
ketinggian
makro :
tanah,
et
al
ini
(1988)
berdasarkan
keadaan
habitat,
arah
geologi
(batu-batuan),
iklim dan keadaan vegetasi. Hasil klasifikasi ekosistem makro ini disajikan dalam tiga buah peta tipe ekosistem makro di Sumatera berskala 1 : 1.000.000, yaitu Peta Tipe Ekosistem
Makro
Sumatera
Bagian
Utara,
Peta
Tipe
Ekosistem Makro Sumatera Tengah, dan Peta Tipe Ekosistem Makro Sumatera Bagian Selatan.
Tabel Hasil Klasifikasi Ekosistem Makro di Indonesia IKLIM I. BASAH (A,B)
KEADAAN TANAH Tanah kadangkadang/selalu tergenang
KETINGGIAN
HUTAN MANGROVE
Air asin, dipengaruhi pasang-surut Air tawar (hujan, sungai), diam
Eutropik Oligotropik
HUTAN RAWA HUTAN GAMBUT
Air tawar (sungai, danau)
Tanah Kering
AKUATIK
Pantai Pedalaman
< 1000 m 1000–3000 m > 3000 m
II.BERMUSIM
Tanah kadangkadang/selalu tergenang
Air asin dipengaruhi pasang-surut Air tawar (hujan, sungai), diam
Pantai Pedalaman
Tanah kadangkadang/selalu tergenang
Tanah Kering
Keterangan: 1) 2) 3) 4) 5)
termasuk termasuk termasuk termasuk termasuk
hutan hutan hutan hutan hutan
HUTAN HUJAN TENGAH HUTAN HUJAN BAWAH 5)
HUTAN RAWA2)
Eutropik
AKUATIK
< 1000 m > 1000 m
III.KERING (E,F)
HUTAN PANTAI HUTAN HUJAN BAWAH
HUTAN MANGROVE 1)
Air tawar (sungai, Danau Tanah Kering
TIPE EKOSISTEM MAKRO
HUTAN PANTAI HUTAN MUSIM BAWAH HUTAN MUSIM TENGAH ATAS
Air asin, dipengaruhi pasang-surut
HUTAN MANGROVE
Air tawar (hujan, sungai), diam
HUTAN RAWA AKUATIK
Air tawar (sungai, danau)
AKUATIK
Pantai Pantai
HUTAN PANTAI
Pedalaman
SABANA
Nipa (Nypa fruticans) dan Nibung (Oncosperma filamentosa) sagu (Metroxylon sago) kerangas (Heath Forest), vegetasi tanah kapur (Limestone) dan hutan Riparian (Riparian forest) tegakan murni Pinus merkusii di Aceh sub-alpin dan Alpin
VI. TEKNIK ANALISIS VEGETASI RUANG LINGKUP
Dalam
analisis
vegetasi
ada
beberapa
hal
yang
harus diperhatikan oleh seorang surveyor agar survey vegetasi yang dilakukan dapat memberikan data/informasi yang teliti dan dapat: dipertanggung jawabkan. Hal-hal tersebut adalah ukuran, jumlah dan bentuk petak contoh yang akan dipilih, cara meletakkan petak contoh, obyek yang akan diamati, parameter vegetasi yang akan diukur, dan
akhirnya
teknik
analisis
vegetasi
yang
akan
digunakan. PETAK CONTOH VEGETASI
Untuk
mempelajari
komposisi
jenis
dan
struktur
komunitas tumbuhan umumnya dilakukan dengan sampling. Dalam hal ini ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu
ukuran
meletakkan
bentuk
petak,
dan
dan
jumlah
teknik
petak
analisa
contoh,
cara
vegetasi
yang
harus digunakan. A. Ukuran, Jumlah dan Bentuk Petak
Ukuran
petak
bergantung
pada
ukuran
tumbuhan
(semai, pancang, tiang, pohon), kerapatan tumbuhan dan keragaman jenis serta keheterogenan life-formnya. Dalam penentuan ukuran petak prinsipnya adalah bahwa petak harus cukup besar agar individu species yang ada dalam contoh
dapat
mewakili
komunitas,
tetapi
harus
cukup
kecil agar individu yang ada dapat dipisahkan, dihitung dan diukur tanpa duplikasi atau pengabaian. Salah ukuran/jumlah
satu
cara/metoda
petak
contoh
adalah
untuk
menentukan
menggunakan
kurva
species area. Cara membuat kurva ini adalah sebagai berikut:
(1) Buat sebuah petak contoh (pc) berukuran 1 X 1 m
atau sebuah lingkaran beradius 0.56 m. (2) Catat jumlah jenis dalam pc tersebut. (3) Buat pc kedua yang besarnya dua kali lipat pc
pertama. Catat jumlah jenis pada pc kedua. (4) Buat
pc
ketiga
masing-masing
dan
dua
seterusnya
kali
yang
lipat
pc
ukurannya
sebelumnya.
Catat jumlah jenis masing-masing pc tersebut. (5) Pembuatan pc dihentikan kalau penambahan jumlah
jenis sekitar 10%. (6) Buat
sumbu-X
(luas
petak
contoh)
dan
sumbu-Y
(jumlah jenis). (7) Buat suatu garis (misal garis m) yang melewati
titik 0 (0,0) dan titik A dengan koordinat (10% luas petak contoh, 10% jumlah jenis). (8) Buat suatu garis (misal garis n) yang sejajar m
yang
menyinggung
persinggungan surnbu-X,
kurva
tersebut
sehingga
didapat
species-area.
Titik
diproyeksikan
pada
luas
minimum
petak
contoh.
Untuk
menentukan
jumlah
petak
contoh
minimal,
prose durnya sama dengan di atas, tetapi sebagai sumbuX (absis) adalah jumlah petak contoh. Bentuk
petak
contoh
sangat
penting
dalam
memudahkan letak petak dan efisiensi sampling. Ada tiga bentuk petak contoh yaitu lingkaran, bujur sangkar, dan empat
persegi
tersebut,
panjang.
bentuk
Diantara
lingkaran
bentuk-bentuk
mempunyai
ketelitian
petak yang
cukup tinggi dalam proses pernbuatannya. Petak bentuk lingkaran akan praktis kalau digunakan untuk komunitas rumput,
herba
dan
semak-belukar.
Sedangkan
petak
berbentuk persegi panjang akan lebih efisien daripada
petak berbentuk bujur sangkar dalam jumlah dan luasan yang sama, bila sumbu panjang petak sejajar perubahan gradient lingkungan. B. Cara Meletakkan Petak Contoh
Pada contoh,
dasarnya
yaitu
cara
ada
dua
acak
cara
(random
peletakan
sampling)
petak
dan
cara
sistematik (systematic sampling). Dari segi floristisekologis, apabila hutan
random
lapangan tanaman
sampling dan
dan
hanya
vegetasinya
padang
mungkin
digunakan
homogen,
rumput.
misalnya
Sedangkan
untuk
keperluan survey vegetasi yang lebih teliti sistematik sampling dianjurkan, karena mudah dalam pelaksanaannya dan
data
yang
dihasilkan
representative.
Bahkan
akan
dalam
dapat keadaan
lebih
bersifat
tertentu
yang
terkait dengan keterbatasan biaya, tenaga dan waktu, purposive sampling pun dapat digunakan dalam analisis vegetasi. C. Kriteria Stadium Pertumbuhan
Secara
ekologis
cukup
penting
untuk
membeda-
bedakan tumbuhan ke dalam stadium pertumbuhan semai, pancang, tiang dan pohon, bahkan tumbuhan bawah. Untuk keperluan
ini
kriteria
yang
dapat
digunakan
adalah
sebagai berikut : a) Semai
: Permudaan mulai dari kecambah sampai
anakan setinggi kurang dari 1,5 m. b) Pancang
: Permudaan dengan tinggi 1,5 m sampai
anakan berdiameter kurang dari 10 cm. c) Tiang
: Pohon muda berdiameter 10 cm sampai
kurang dari 20 cm. d) Pohon lebih.
:
Pohon
dewasa
berdiameter
20
cm
dan
e) Tumbuhan bawah : Tumbuhan selain permudaan pohon, misal rumput, herba, dan sernak belukar. Khusus
untuk
ditiadakan,
mangrove
sehingga
stadium
stadium
tiang
pohon
biasanya
meliputi
pohon
berdiameter 10 cm ke atas. Selain itu, diameter pohon diukur
pada
ketinggian
20
cm
di
atas
akar
tunjang
(Rhizophora. spp.) dan keting¬gian 20 cm di atas banir untuk jenis non-Rhizophora spp. Bagi pohon-pohon tidak berakar tunjang dan berbanir, pengukuran diameter pohon dilakukan pada ketinggian 1,3 m di atas permukaan tanah (DBH, diameter at breast-height). D. Parameter Vegetasi yang Diukur di Lapangan
Dalam
analisis
vegetasi
ada
beberapa
parameter
vegetasi yang diukur secara langsung di lapangan, yaitu : a) Nama species (lokal dan ilmiah). b) Jumlah individu untuk menghitung kerapatan. c) Penutupan
tajuk
(covering)
untuk
mengetahui
prosentase penutupan vegetasi terhadap lahan. d) Diameter batarig untuk mengetahui luas bidang dasar yang diantaranya sangat berguna untuk memprediksi volume pohon dan tegakan. e) Tinggi pohon baik tinggi pohon bebas cabang maupun tinggi pohon total. Tinggi pohon ini cukup penting untuk
mengetahui
stratifikasi
dan
menduga
volume
pohon serta volume tegakan. f) Pemetaaan
lokasi
individu
pohon
untuk
mendeteksi
spatial distribution pattern pada berbagai luasan areal yang berbeda.
Dalam
prakteknya,
hampir
semua
kegiatan
survey
vegetasi mengadakan pengukuran terhadap jumlah individu
per
jenis,
tentu
diameter
saja
parameter
batang,
identifikasi
vegetasi
yang
dan
tinggi
jenis. akan
pohon
Walaupun
diobservasi
serta
demikian tergantung
pada informasi yang diinginkan oleh surveyor/peneliti. E. Ukuran Sub-plot untuk Berbagai Stadium Pertumbuhan
Untuk keperluan risalah tumbuhan bawah, permudaan dan pohon di dalam petak contoh seyogyanya dilakukan di dalam
subplot-subplot
contoh
agar
memudahkan
dalam
risalahnya dan tidak terjadi duplikasi penghitungannya. Teknik pembuatan sub-plot-sub-plot tersebut biasanya dilakukan secara nested sampling, yaitu sub-plot yang berukuran lebih besar mengandung sub-plot yang berukuran lebih kecil. Dalam hal ini ukuran sub-plot untuk berbagai stadium pertumbuhan adalah : a. Semai dan tumbuhan bawah : 2 X 2 m atau 1 X 1 m atau 2 X 5 m. b. Pancang
: 5 X 5 m
c. Tiang
: 10 X 10 m
d. Pohon
: 20 x 20 m atau 20 X 50 m.
F. Metoda Analisis Vegetasi F.I.
Metoda dengan petak
F.I.I. (1) .
Metode kuadrat Petak tunggal
Di dalam metoda ini dibuat satu petak sampling dengan
ukuran
tertentu
yang
mewakili
suatu
tegakan
hutan, Ukuran petak ini dapat ditentukan dengan kurva species-area. Untuk lebih jelasnya suatu contoh petak tunggal dapat dilihat gambar 1.
40 m
40 cm
2 m 5 m
20 m 10 m
Gambar 1. Suatu Petak tunggal dalam analisis vegetasi
Adapun parameter vegetasi yang dihitung adalah : a.
Kerapatan suatu species (K) Σ ind. suatu species
Luas petak contoh
b.
Kerapatan relatif suatu species (KR) Kerapatan suatu species X 100% Kerapatan seluruh species
c.
Frekuensi suatu species (F) Σ Sub-petak ditemukan suatu sp. Σ Seluruh sub-petak contoh
d.
Dominansi suatu species (D) d.l.
Pohon, Tiang, Pancang Luas bidang dasar suatu species Luas petak contoh
d.2.
Semai, Tumbuhan bawah Luas penutupan tajuk Luas petak contoh
Kadang-kadang untuk semai dominansi tidak dihitung.
e.
Dominansi relatif suatu species (DR) Dominansi suatu species X 100 Dominansi seluruh species
f.
Frekuensi relatif suatu species (FR) Frekuensi suatu species X 100 Frekuensi seluruh species
g.
Indeks Nilai Penting (INP) INP = KR + FR + DR Kadang-kadang untuk semai INP = KR + FR
(2) .
Petak ganda
Di dalam metoda ini pengambilan contoh vegetasi dilakukan
dengan
letaknya
tersebar
menggunakan merata.
banyak
petak
contoh
Peletakan
petak
contoh
sebaiknya secara sistematis. Untuk menentukan banyaknya petak
contoh
Sebagai
dapat
ilustrasi
digunakan pada
gambar
kurva 2
species-area.
disajikan
cara
peletakan petak contoh pada metoda petak ganda.
Sistematik
Random
Gambar 2. Desain Petak Ganda di Lapangan
Cara kuantitatif petak
menghitung parameter vegetasi
tunggal.
besarnya sama
nilai
dengan metoda
F.I.2.
jalur
Metoda
Metoda
ini
paling
perubahan
keadaan topografi
ini
harus
memotong
untuk mempelajari
vegetasi
tanah,
topografi,
efektif
kondisi
dan elevasi. Jalur-jalur dibuat
misal
menurut
tegak
sungai,
dan
memotong lurus
contoh
garis-garis
garis
menaik
pantai,
atau
menurun
petak
sampling
lereng gunung. Untuk
lebih
jelasnya,
contoh
berbentuk jalur ini dapat dilihat Gambar 3.
A D C
rintis
Arah
B
Gambar 3. Desain jalur contoh di lapangan
Perhitungan besarnya nilai kuantitatif parameter vegetasi sama dengan metoda petak tunggal. F.I.3. Metoda
Metoda
garis
ini
berpetak
dapat
dianggap
sebagai
modifikasi
metoda petak ganda atau metoda jalur, yakni dengan cara melompati sehingga jarak
satu
atau
sepanjang
tertentu
lebih
rintis
yang
petak-petak terdapat
sama.
Gambar
dalam
jalur
petak-petak 4
pada
memperlihatkan
pelaksanaan metoda garis berpetak di lapangan.
A Arah rintis
D C B Jarak tertentu sama
Gambar 4. Desain metoda garis berpetak
Perhitungan
bersama
nilai
kuntitatif
parameter
vegetatif sama dengan metoda petak tunggal.
F.I.4. Metoda Kombinasi antara metoda jalur dan metoda garis berpetak
Di
dalam
metoda
ini
risalah
pohon
dilakukan
dengan metoda jalur dan permudaan dengan metoda garis berpetak. Untuk lebih jelasnya desain metoda ini dapat dilihat Gambar 5.
A 10 m 5 m
2 m
Arah rintis
D C B 20 m
Gambar 5. Desain Kombinasi Metoda Jalur dan Metoda garis Berpetak
Perhitungan besarnya nilai kuantitatif parameter vegetasi sama dengan metode petak tunggal. F.2.
Metoda tanpa petak
Di dalam metoda ini terlebih dahulu dibuat garisgaris rintis dengan arah azimuth tertentu. Dengan jarak tertentu gatis
(secara
tersebut
sistematis dibuat
atau
titik
acak)
di
pengukuran
sepanjang di
mana
dilakukan pendaftaran dan pengukuran pohon. F.2.1.
Metoda Bitterlich
Di dalam metoda ini pengukuran dilakukan dengan Tongkat
Bitterlich
(tongkat
sepanjang
66
cm
yang
ujungnya dipasangi alat seng berbentuk bujur sangkar berukuran 2 X 2 cm). Dengan mengangkat tongkat setinggi mata, plot seng diarahkan ke pohon-pohon yang ada di sekelilingnya.
Pohon sama
yang
dengan
Sedangkan
tampak
plot
pohon
seng
yang
berdiameter didaftar
tampak
lebih
namanya
berdiameter
besar
dan
dan
diukur.
lebih
kecil
dari sisi plot seng tidak masuk hitungan. Untuk
setiap
jenis
ditentukan
luas
bidang
dasarnya dengan rumus: N B =
X 2,3 m2/ha n
dimana :
N
=
banyaknya
pohon
dari
jenis
yang
bersangkutan. n =
banyaknya
titik-titik
pengamatan
dimana jenis itu ditemukan. 2.3 = faktor bidang dasar untuk alat. F.2.2.
Metoda titik guadran (point quarter method)
Di dalam metoda ini di setiap titik pengukuran dibuat garis absis dan ordinat khayalan, sehingga di setiap
titik
pengukuran
terdapat
4
buah
quadran.
Pilih satu pohon di setiap kuadran yang letaknya paling dekat dengan titik pengukuran dan ukur jarak dari
masing-masing
pohon
tersebut
ke
titik
pengukuran. Pengukuran dimensi pohon hanya dilakukan terhadap keempat pohon yang terpilih. Gambar 6 memperlihatkan pelaksanaan metoda ini di lapangan.
Gambar 6. Desain Point quarter method di lapangan
Perhitungan
besarnya
nilai
kuantitatif
parameter vegetasi adalah sebagai berikut : a. Jarak rata-rata individu pohon ke titik pengukuran
dl + d2 + .......... + dn d = n dimana: d = jarak ind. pohon ke titik pengukuran di setiap kuadran n = banyaknya pohon b. Kerapatan total semua jenis
Unit area (d)2 (d)2
adalah rata-rata unit area/ind., yaitu rata-
rata luasan permukaan tanah yang diokupasi oleh satu ind. tumbuhan. c. Kerapatan relatif suatu jenis
Jumlah individu suatu jenis —————————————————————————- X 100% Jumlah individu semua jenis
d.
Kerapatan suatu jenis
Kerapatan relatif suatu jenis ——————————————————————————— 100 e.
Kerapatan total semua X jenis
Dominansi suatu jenis
Kerapatan jenis
suatu
jenis
X
dominansi
rata-rata
per
f.
Dominansi relatif suatu jenis
Dominansi suatu jenis X 100% Dominansi seluruh jenis g. Frekuensi Suatu jenis =
Jumlah titik ditemukannya suatu jenis Jumlah semua titik pengukuran
h. Frekuensi relative Frekuensi suatu jenis X 100% Frekuensi semua jenis i .
INP = KR + FR + DR
F.2.3.
Metoda berpasangan acak (random pair method)
Di dalam metoda ini di setiap titik pengukuran pilih-lah salah satu pohon yang terdekat dengan titik pengamatan tersebut. Kemudian hubungkan pohon tersebut dengan sebuah garis ke titik pengukuran. Buat sebuah garis yang tegak lurus garis pertma dan pilihlah sebuah pohon yang terdekat dengan pohon pertama tapi letaknya di
dalam
sektor
lain
yang
dibatasi
oleh
garis
yang
ditarik tadi. Setelah jarak antara pohon pertama dan kedua dicatat. Untuk lebih jelasnya pelaksanaan metoda ini di lapangan dapat dilihat Gambar 7.
900
900
Gambar 7. Ilustrasi metoda berpasangan acak dalam analisis vegetasi
Besarnya
nilai
parameter
vegetasi
dihitung
dengan
rumus-rumus sebagai berikut: a. Kerapatan seluruh jenis Unit area (Luas) 0.8 X jarak pohon rata-rata
b. Rumus lainnya sama dengan cara kuadran. F.2.4.
Metoda titik intersept (point intercept method)
Metoda ini ini cocok cocok untuk komunit komunitas as tumbu tum bu ha n bawah seperti rumput, herba dan semak. Dalam pelaksanaannya di lapangan dapat digunakan alat pembantu seperti terlihat pada Gambar 8.
Dengan yang
mengangkat
dan
menyentuhkan
terbuat dari kawat yang
apa
yang
tersentuh
sehingga
pin
maka kita catat jenis dominansi
dari
jenis
tersebut dapat dihitung dengan rumus : a. Dominansi
suatu
jenis
Σ sentuhan suatu jenis Σ seluruh sentuhan
b. Dominansi relatif suatu jenis Dominansi suatu jenis X100% Dominansi seluruh jenis c. Rumus-rumus lainnya sama dengan metoda dengan petak. Hal yang sama dapat dilakukan dengan alat b dengan cara memindahkan alat tersebut pada plot contoh tiap 10
cm,
sehingga
didapatkan
dominansi
dari
jenis-
jenis yang tersentuh.
F.2.5.
Metoda garis intersep (line intercept method)
Cara ini digunakan untuk komunitas padang rumput, semak/belukar. Prosedure pelaksanaan di lapangan: - salah satu sisi areal dibuat garis dasar - garis
dasar
tersebut
menjadi
tempat
titik
tolak
secara
random
atau
garis intersep. - letakan
garis-garis
intersep
sitema-tik pada areal yang akan diteliti.
Garis intersep sebaiknya berupa : - pita ukur dengan panjang 50 - 100 kaki (1 kaki = 30.48 cm) . - tambang, tali
Alat tersebut dibagi ke dalam interval-interval jarak tertentu. Hanya tumbuh-tumbuhan yang tersentuh, di atas atau di bawah garis intersep yang diinventarisir. Jenis data yang diinventarisir diinventarisir adalah : (1) panjang garis yang tersentuh oleh setiap individu
tumbuhan. (2) panjang segmen garis yang berupa tanah kosong. (3) jumlah interval yang diisi oleh setiap species. (4) lebar maksimum turnbuhan yang disentuh garis intersep.
Sebaiknya, beberapa
strata,
kalau
komunitas
penarikan
tumbuhan
contoh
terdiri
dilaksanakan
atas secara
t e r p i s a h - pisa pisah h untu untuk k seti setiap ap stra strata ta. . Besaran/parameter vegetasi yang dihitung adalah : (1) jumlah individu setiap jenis (N). (2) Total panjang intersep setiap jenis (I). (3) Jumlah interval transek/garis ditemukannya suatu jenis (G).
(4) Total dari kebalikan dari lebar tumbuhan maksimum (X 1/m). (5) Kerapatan suatu jenis (E 1/m) =
unit area (——————————————————————————) (———————————— ——————————————) total panjang garis intersep
(6) Kerapatan Relatif suatu jenis kerapatan
suatu jenis
X 100% kerapatan seluruh jenis
(7). Dominansi suatu jenis Total panjang garis intersep suatu jenis X100% Total panjang garis intersep (8). Dominansi Relatif suatu jenis Total panjang garis intersep suatu jenis X100% Total panjang garis intersep semua jenis (9). Frekuensi suatu jenis Σ interval ditemukannya suatu jenis Σ semua interval transek
(10).Frekuensi Relatif suatu jenis Frekuensi yang dipertimbangkan untuk suatu jenis X 100% Total frekuensi yang dipertimbangkan untuk semua jenis Frekuensi yang dipertimbangkan = Σ 1/m
F = N (ll). INP = KR + FR + DR.
VII. HUBUNGAN MASYARAKAT TUMBUHAN DENGAN LINGKUNGAN
A. Pengertian Lingkungan
Lingkungan adalah suatu sistem yang kompleks di mana
berbagai
sama
lain
factor
dan
berpengaruh
dengan
timbale
komunitas
balik
organism
satu
hidup.
Satu/beberapa factor lingkungan dikatakan penting bila berada pada taraf minimal, maksimal dan optimal menurut batas toleransi dari tumbuh-tumbuhan sehingga factorfaktor tersebut sangat mempengaruhi tumbih dan hidupnya tumbuh-tumbuhan. Satu atau beberapa organism/tumbuhan. Factor sesuatu berada
zat
penghambat atau
dekat
atau
adalah
derajat
setiap
sesuatu
melampaui
keadaan
factor
batas-batas
jumlah
fisik
yang
toleransi.
Kisaran toleransi organism terhadap lingkungan ada dua macam, yaitu: 1). Steno (sempit) 2). Eury (lebar) Setiap organism kemungkinan hidupnya dibatasi oleh: 1. jumlah dan variabilitas zat-zat tertentu yang ada, kebutuhan
minimum,
dan
factor-faktor
fisik
yang
kritis 2. batas-batas
toleransi
dari
masing-masing
organism
terhadap factor-faktor itu dan factor-faktor lainnya B. Tujuan Pengamatan Faktor Lingkungan
Tujuan
pengamatan/analisa
factor
lingkungan
di
dalam kajian ekologis adalah: 1. merumuskan
factor-faktor
mana
yang
operasionil
penting 2. menentukan
bagaimana
pengaruh
factor-faktor
itu
terhadap individu, populasi dan komunitas tumbuhan
C. Faktor-Faktor Lingkungan
b. Komponen-komponen Lingkungan Faktor Lingkungan Abiotik C.1. Faktor Lingkungan Abiotik 1. Faktor Iklim - Cahaya - Suhu - Curah hujan
- Kelembaban udara - Angin
2.
- Gas udara Faktor Geografis - Letak geografis
- Topografi - Geologi - Vulkanisme 3.
Faktor Edafis - Jenis tanah - Sifat-sifat fisik
- Sifat-sifat kimia
- Sifat-sifat biotis
C.2. 1.
2.
- Erosi Faktor Lingkungan Biotik Manusia
Hewan
Aspek-Aspek yg Penting
Intensitas, kualitas, lama dan periodisitas Derajat, lama dan periodisitas Banyaknya dan intensitas, frekuensi, distribusi dan musim Kelembaban nisbi, tekanan uap, dan deficit tekanan uap Kecepatan, kekuatan dan arah, frekuensi, macamnya Oksigen, CO2, gas-gas lain Derajat lintang, derajat bujur, pulau atau benua, jarak dari pantai Lereng, derajat dpl, bentuk lapangan Sejarah geologi, batuan dan bahan induk Pengaruh panas, mekanisme dan kimia
Profil, struktur, tekstur, aerasi, porositas, dan bulk density, kadar air, drainase, permeabilitas, infiltrasi, suhu pH, mineral tanah, kandungan hara mineral, kandungan senyawa organic, sifat-sifat base-exchange Flora tanah, jamur, bakteri, fauna tanah, cacing, rayap, pengaruh kimia dan fisik, macam bahan organic, humus, serasah
Penebangan, pembakaran, pencemaran air/udara, aktivitas tanam-menana dan pengolahan tanah Penyerbukan, penyebaran buah
3.
dan biji, pengaruh kotoran, memakan dan merusak bagianbagian tumbuh-tumbuhan, transmisi penyakit Persaingan, parasitisme, simbiosis, pengaruh toksis
Tumbuh-tumbuhan
D. Iklim
1. Pengertian iklim dapat dikategorikan ke dalam: a. Iklim mikro : iklim yang nilai-nilainya berlaku untuk tempat/ruang yang terbatas (habitat mikro) b. Iklim makro : iklim yang nilai-nilainya berlaku untuk daerah yang luas. Nilai-nilai iklim makro dipergunakan untuk menetapkan tipe iklim, zona iklim, zona vegetasi 2. Klasifikasi iklim yang paling banyak dipergunakan di Indonesia adalah klasifikasi tipe hujan oleh Schmidt dan Fergusson (1951). Dimana: Jumlah rata-rata bulan kering (< 60 mm) Q = Jumlah rata-rata bulan kering (> 100 mm) Berdasarkan nilai Q, setiap tipe iklim mempunyai tipe-tipe hujan sebagai berikut: Tipe Iklim
Nilai Q
A
0 – 0.143
B
0.143 – 0.333
C
0.333 – 0.600
D
0.600 – 1.000
E
1.000 – 1.670
F
1.670 – 3.000
G H
3.000 – 7.000 > 7.000
Keadaan Ikllim
Tanpa musim kering, hutan hujan tropika selalu hijau Tanpa musim kering, hutan hujan tropika selalu hijau Musim kering nyata, peralihan hutan hujan tropika ke hutan musim Musim kering agak keras, hutan musim yang pohon-pohonnya gugur daun Musim kering keras, hutan savanna Musim kering keras, hutan savanna Daerah kering, padang pasir Daerah kering, padang pasir
Umumnya
di
berkisar dengan
hutan
antara curah
komunitas
hujan,
jumlah
1600-4000
hujan
savanna,
<
curah
mm/tahun.
1000
sedangkan
Di
mm/tahun daerah
hujan daerah
ditemukan
gurun
curah
hujannya ≤ 300 mm/tahun.
3. Cahaya a. Fotosintesis -
Cahaya matahari merupakan sumber utama energy yang diperlukan bagi kehidupan. Bagi tumbuhan, energy cahaya melalui butir-butir daun diserap dan dirubah menjadi energy kimia dalam bentuk mineral molekul gula yang sederhana. Cahaya CO2 + 2 H20
CH20 + H20 + 02 + Energi Klorofil
Selain
itu,
proses
bagai
tanaman
diferensiasi
tanaman.
Untuk
minimal
cahaya
jaringan
pertumbuhan
harus
ada
merangsang
dan
sel-sel
yang
normal,
keseimbangan
antara
fotosintesis dan respirasi. Intensitas cahaya, dimana
masukan
fotosintesis
energy
dapat
tumbuhan
mengimbangi
melalui
penggunaan
energy tersebut oleh respirasi disebut titik kompensasi - Radiasi matahari yang diterima permukaan bumi berpanjang gelombang 300-10000 mu. Sedangkan sekitar cahaya
40%
dari
radiasi
kasat
mata
dengan
400-750
mu.
tersebut
Dari
hanya
energy
1-4%
total
merupakan
panjang
gelombang
cahaya
yang
kasat
digunakan
mata untuk
fotosintesis. Dari spectrum cahaya kasat mata yang
terutama
diabsorbsi
daun
untuk
fotosintesis
adalah
sinar
biru
(panjang
gelombang 450 mu) dan sinar merah (670 mu) - Hanya sebagian kecil saja energy yang tersedia digunakan
untuk
fotosintesis,
selebihnya
dipantulkan, dan lalu 60-90% diabsorbsi lalu manjadi
energy
panas
yang
sebagian
besar
digunakan untuk transpirasi. Menurut Galston (1961),
dari
permukaan
energy
bumi,
matahari
sebesar
100
yang
diterima cal/cm2/th
000
tersedia untuk fotosintesis daun.
b. Transpirasi - Besarnya transpirasi bergantung pada: a. keadaan
tempat
Penguapan
daun
tumbuh semakin
terutama banyak
iklim.
bila
kadar
air tanah semakin tinggi b. kesuburan komunitas tumbuhan. Tegakan yang lebih subur di areal beriklim basah
mempunyai
transpirasi
yang
lebih
tinggi daripada tegakan yang kurang subur. c. Kedudukan tumbuh-tumbuhan dalam komunitas. Di dalam huutan, strata pohon penguapannya lebih tinggi dari strata semak - Transpirasi
berbagai
jenis
tumbuhan
menurut
Coster (1937): a. Tumbuhan
yang
mm/th).
penguapannya
Albizia
villaosa,
Bambu,
dll.
camara,
(>
falcataria,
Leucaena
palescens,
kuat
galuca,
Samanea
Tipe
2000
Acacia Eupatorium
samans,
vegetasi
Lantana
yang
penguapannya kuat: belukar. b. Tumbuhan 2000
yang
mm/th).
penguapannya Tectona
sedang
(1000-
grandis,
Hevea
brasiliensis,
Imperata
Artocarpus
integra,
cylindrical,
Coffea
robusta,
Eucalyptus alba, dll.
c. Tumbuhan mm/th).
yang
penguapannya
Thea
sinensis,
lemah
Cocoa
Casuarina
equisetifolia,
Garcinia
mangostana,
nucifera,
Ficus Pinus
(<1000
elastic, merkusii,
Agathis alba, Lagerstroemia speciosa, dll.
Tipe
vegetasi
yang
penguapannya
lemah:
hutan pegunungan. - Selain merah
cahaya yang
kasat tidak
mata,
ada
dapat
cahaya
dilihat.
infra Secara
ekologis, cahaya ini penting karena memberikan efek
pemanasan
dan
berpengaruh
pada
proses
perkecambahan dan pertumbuhan batang. Selain itu ada juga sinar ultra violet yang sebagian besar
diserap
atmosfir.
oleh
Sinar
lapisan ini
ozon
dapat
di
luar
mematikan
protoplasma. - Factor cahaya yang penting diketahui adalah: 1). Intensitas cahaya atau jumlah radiasi per satuan atau
luas
per
komposisi
satuan
waktu,
panjang
2).
Kualitas
gelombang,
dan
3)
lamanya penyinaran dalam sehari. - Berdasarkan perbedaan
adaptasi
intensitas
tumbuhan
cahaya,
terhadap
tumbuh-tumbuhan
dikategorikan ke dalam: a. Tumbuhan
toleran
(shade-adapted
plant)
yaitu tumbuhan yang tahan hidup di bawah naungan excelsa,
(scyophyt), Schima
missal: noronhae,
Altingia Swietenia
mahagoni, Dypterocarpus spp., Dryobalanops aromatic,
Shorea
accuminatisima,
Vatica
rassak, Eusyderoxylon zwageri.
b. Tumbuhan intoleran (sun-adapted atau light demanding plant) yaitu tumbuhan yang untuk
hidupnya memerlukan banyak cahaya matahari (Heliophyt),
missal:
Acacia
mangium,
Paraserianthes falcataria, Eucalyptus alba, Gmelina
arborea,
Pinus
merkusii,
Tectona
grandis, Pterospermum javanicum
- Warna
cahaya
fotosintesis. merah atau
lebih
mempengaruhi
Dalam
warna
Lamanya
cahaya
fase
Berdasarkan
ini
berpengaruh.
periodisitas
terhadap
hal
kecepatan
sangat
generative
reaksi
tanaman
biru
dan
penyinaran berpengaruh
(pembungaan).
terhadap
panjang
hari, tumbuhan dibagi menjadi tiga vegetasi, yaitu: a. Tumbuhan hari pendek, yaitu tumbuhan yang berbunga bila panjang hari < 12 jam, missal ubi jalar, arbei, aster, semai, dll. b. Tumbuhan berhaari panjang, yaitu tumbuhan yang berbunga bila panjang hari > 12 jam, misal: kentang, lobak, dll c. Tanaman
netral,
dipengaruhi
yaitu
oleh
tanaman
panjang
yang
hari,
tidak misal:
tomat, nenas, kapas, ubi kayu.
Bayangan
hutan
merupakan
bayangan
merah
karena
cahaya yang telah melalui daun-daun hijau tersaring dan chaya
yang
diteruskan
banyak
mengandung
sinar-sinar
hijau, merah dan infra merah. Bila hutan terlau rapat, ada
kemungkinan
mengandung pertumbuhan
sinar
bayangan infra
jenis-jenis
hutan
merah pohon
yang
terlalu tidak
tertentu.
banyak
baik
bagi
Karenanya
permudaan dalam
banyak
hutan
terdapat
sehingga
di
di
hutan
tempat-tempat yang
rapat
terbuka
perlu
ada
tindakan seeding cutting. D. ADAPTASI TUMBUHAN
Warming
(1895)
bebera-pa
grup
mengklasifikasikan ekologi
tumbuhan
berdasarkan
kedalam
persaratan
tumbuh
terhadap air dan macam subtrat/tanah dimana tumbuhan hidup. A.
Grup
Ekologi
Tumbuhan
berdasarkan
Jenis
Tanah
sebagai Media Tumbuh :
1. Tumbuhan tanah asam (Oxylophytes) 2. Tumbuhan tanah basa (Halophytes) 3. Tumbuhan tanah pasir (Psammophytes) 4. Tumbuhan pada permukaan batu-batuan (Lithophytes). Epifit
tidak
termasuk,
karena
tidak
mempunyai
hubungan yang permanen dengan tanah. B.
Grup
Ekologi
Tumbuhan
berdasarkan
kebutuhannya
terhadap air :
1. Hydrophytes
:
tumbuhan
yang
hidup
didalam
atau
dekat air. 2. Xerophytes : tumbuhan yang hidup di habitat kering (kurang suplai air). 3. Mesophytes : tumbuhan yang hidup di habitat yang tidak kering juga tidak basah (lembab). HYDROPHYTES
A. Asal Kata
Bahasa Yunani : Hudor
= air
Phyton = tumbuhan
B. Pengertian
Hydrophytes
:
tumbuhan
yang
hidup
ditempat
basah
atau dalam air baik sebagian maupun seluruh tubuhnya terendam Contoh
: Hydrilla, Utricularia, Eichornia, dll
C. Klasifikasi Hydrophytes
Berdasarkan
hubungan
dengan
air
dan
udara,
hydrophytes dibagi kedalam: 1. Submerged hydrophytes Tumbuhan
yang
tumbuh
di
bawah
permukaan
air
(tanpa adanya kontak dengan atmosfir). Contoh : Hydrilla, Vallisneria, Nitella, dll. 2. Floating Hydrophytes Tumbuhan yang terapung di permukaan atau sedikit di bawah permukaan air. Tumbuhan ini ada kontak baik
dengan
air
maupun
udara,
serta
tumbuhan
tersebut mungkin berakar atau tidak dalam tanah. Floating
hydrophytes
dibagi
kedalam
dua
grup,
yaitu : a. Free floating hydrophytes Tumbuhan yang terapung bebas di permukaan air tanpa berakar di lumpur. Contoh:
Wolffia arhiza Wolffia microscopic Azolla Eichornia crassipes
b. Floating but rooted hydrophytes Tumbuhan yang berakar dalam lumpur di dasar perairan, tapi daun dan bunganya terapung di atau di atas permukaan air. Contoh : Victoria regia (water lily) Nymphaea
Ceratopteris thaiictroides
3. Amphibious hydrophytes Tumbuhan yang beradaptasi terhadap lingkungan perairan dan daratan. Tumbuhan ini bisa tumbuh di saluran air atau di subtrat lumpur. "Amphibious plants"
yang
surut/payau bebernpa
hidup
di
digolongkan
bagian
batang
tempat
halophytes. terendam
oleh
pasangAkar
dan
air
atau
terkubur oleh lumpur, tapi sebagian pucuk daun, cabang, dan bunga di atas permukaan air atau bahkan tersebar di daratan. Bagian
aerial
memperlihat-kan xerophytic,
dari
tumbuhan
penampilan
tapi
tersebut
mesophytik
bagian
yang
atau
terendam
berkarakter seperti hydrophytic.
Contoh : Oryza sativa (padi) Enhydra flutuars Marsilea Sagittaria Phragmites Scirpus Alisma
Jussiaea Neptunia
Commelina Polygonum Typha Ranunculus aquatilis, dll.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuhan di lingkungan perairan a.
Suhu air Tumbuhan air jarang dipengaruhi oleh suhu yang ekstrim, karena air merupakan konduktor panas yang buruk.
b.
Konsentrasi osmotik dan toksisitas air Keadaan ini bergantung pada jumlah dan komposisi bahan kimia yang terlarut dalam air. Fisiologis tumbuhan air sangat dipengaruhi oleh perubahan konsentrasi osmotik air.
C. Adaptasi Hydrophytic
Beberapa penampilan adaptif dari tumbuhan air dalam: a. Akar -
Tumbuhan air mempunyai akar yang berkembang kurang baik.
-
Bagian akar yang berhubungan langsung dengan air berfungsi
sebagai
perraukaan
penyerap
air
dan
mineral. -
Akar pada tumbuhan air yang terapunq miskin akan rambut akar.
-
Beberapa
hydrophytes
memperoleh permukaan pada
berakar
makanan
tubuhnya,
akarnya
Hydrilla
air
melalui
sebagian
tergantung
dari
tetapi
dalara
seperti
tanah
dalam
hal
unsur
mineral. -
Akar
kadang-kadang
tumbuhan
air
tidak
seperti:
ditemukan Azolla,
dalam
Salvinia,
Ceratophyylurn, Utricularia. -
Dalam Jussiaea repens berkembang dua macam akar bila tumbuh dipermukaan air, yaitu akar normal dan akar "negatively geotrophic" yang mempunyai struktur sponge.
-
Akar
terapung
membantu
tumbuhan
air
kestabilan posisi terapung.
b. Batang -
Batang bersifat lunak, warna hijau/kuning.
dalam
c. Daun -
Umumnya
berbulu,
pucat/gelap, dengan
panjang,
permukaan
atmosfir,
bulat,
atas
tapi
warna
hijau
berhubungan
bebas
bagian
dibawahnya
bersentuhan dengan air.
2. Heterophylly - Heterophyly adalah suatu penomena dimana beberapa
tumbuhan
air
mengembangkan
dua
tipe
daun
yang
berbeda, yaitu daun yang terendam air dan daun di atau di atas permukaan air. Contoh : Sagittaria, Azolla, Salvinnia. - Daun yang terendam umumnya berbentuk pita linier
atau sedikit terpotong, dan daun yang terapung atau di atas permukaan air berbentuk bulat atau seperti telinga. - Heterophylly
berkaitan
dengan
karakteristik
fisiologi tumbuhan air sbb: a. Pengurangan jumlah transpirasi b. Daun
lebar
di/diatas
daun
yang
terendam
permukaan
air
beradaptasi
menaungi terhadap
intensitas cahaya yang rendah. c. Tumbuhan
air kurang menunjukkan respon terhadap
kekeringan,
karena
kekurangan
air
dapat
dikompensasi oleh daun yang terendam dalam air. d. Variasi dalam life-form dan habitat, e. Daun yang lebar dipermukaan air bertranspirasi
secara aktif dan mengatur tekanan hidrostatik di dalam tubuh tanaman. 3.
Daun
tumbuhan
air
yang
terapung
bebas
adalah
bersifat halus dan sering dilindungi oleh "wax".
Lapisan "wax" ini berfungsi sebagai pelindung daun dari luka kemis-fisis dan menghalangi penyumbatan stomata oleh air.
4.
Dalam beberapa tumbuhan air, petiol (daun penumpu) menj
adi
sponga
bengkak
relatif
dan
berkembang
sedikit
yang
dengan
susunan
berperan
sebagai
"bouyancy" dari tanaman tersebut. 5.
Daun
yang
terendam
umumnya
kecil
dan
sempit
panjang. Hal ini berguna untuk melawan/beradaptasi dengan
aliran
air.
Dengan
demikian,
tumbuhan
tersebut dipengaruhi sedikit tekanan mekanik air. 6.
Dalam
"amphibious
dipermukaan
air
mesophytic.
plants",
daun
yang
memperlihatkan
Daun-daun
tersebut
berada
penampilan lebih
keras
daripada daun dari grup hydrophytes lainnya. - penyerbukan dilakukan yang
dan
oleh
hidup
di
dipersal
media
air
air).
Buah
buah termasuk dan
dan
biji
organisme
biji
ringan,
bereproduksi
secara
sehingga mudah terapung di air. - Tumbuhan
air
umumnya
vegetatif. Pada Alga, reproduksi dilakukan o]eh Zoospore dan motile/non-motile spora.
D. Modifikasi Anatomi
Dalam tumbuhan hydrofit, modifikasi anatomi berperan sebagai : 1. Pengurangan struktur pelindung a. Cuticle - tidak
ditemukan
dibagian
tanaman
terendam
air. - beberapa
lapisan
tipis
tumbuhan di permukaan air.
di
permukaan
tubuh
b. Epidermis - berfungsi
sebagai
mineral,
dan
alat
gas
penyerap
secara
air,
hara
langsung
dari
lingkungan air. c. Sel epidermal mengandung kloroplas, sehingga sel
tersebut
berfungsi
sebagai
alat
fotosintesis, terutama daun dan batang sangat tipis, misal Hydrilla.
d. Hypodermis - kurang berkembang
- beberapa sel yang berdinding sangat tipis.
2. Peningkatan Aerasi a. Stomata -
tidak
dijumpai
pada
tanaman
yang
terendam
air. -
pada
tumbuhan
dengan
terapung
jumlah
yang
stomata
terbatas
berkembang
pada
permukaan
sebelah atas. -
pada
tumbuhan
seluruh
amphibia
bagian
atmosfir
stomata
tumbuhan
dalam
jumlah
yang yang
tersebar
di
kontak
dengan
lebih
besar
daripada tumbuhan terapung.
b. Lubang udara ("air chamber")
-
Aerenchyma
dalam
daun
yang
terendam
dan
batang berkembang dengan baik.
-
“Air Chamber” diisi oleh gas dan air
-
CO2
dalam
“Air
Chamber”
digunakan dihasilkan
fotosintesis
dan
O2
fotosintesis
dan
O2
yang dalam
“Air
dalam oleh
Chamber”
digunakan dalam proses respirasi “Air
-
chamber”
mengembangkan
“septa-cross”
perforasi yang halus: disphragma, yang berguna bagi peningkatan aerasi dan mengontrol ekses air. Aeranchyma
-
berperan
untuk
buoyancy
dan
penunjang mekanik tumbuhan air
3. Pengurangan jaringan penunjang mekanik a. Jaringan
mekanik
sangat
minim/tidak
ada
pada
tumbuhan yang terendam air, karena gaya bouyant air memungkinkan tumbuhan terlindung dari luka fisik.
Jaringan
tumbuhan
ini
amfibi
berkembang
terutama
di
dalam
korteks
bagian
yang
berhubungan dengan atmosfir b. Dalam
teratai
dan
beberapa
tanaman
lainnya,
asterosclereid (sel berlignin berbentuk bintang) berkembang untuk menunjang tubuh tanaman.
4. Pengurangan Jaringan Pembuluh -
Karena absorbs air dan hara mineral dilakukan oleh
seluruh
terendam
permukaan
air,
makan
tubuh
jaringan
tumbuhan pembuluh
yang tidak
begitu diperlukan -
Dalam tumbuhan air berjaringan pembuluh, xylem tidak berkembang dengan baik. Beberapa tumbuhan air inemperlihatkan lacuna dipusat tempat xylem terbentuk.
Lacuna
berperan
sebagai
"air
chamber" . - Jaringan phloem umumnya tidak berkembang dengan baik,
tetapi
dalam
beberapa
kasus
phloem
berkembang dengan baik, tapi endodermis kadangkadang tak dapat dibedakan secara jelas.
- Kumpulan pembuluh umurnnya berkelompok ke arah pusat. Sedangkan pertumbuhan sekunder tidak terjadi dalam tumbuhan air (batang dan akar).
XEROPHYTES
A. Pengertian Tumbuhan yang tumbuh di habitat kering atau xeric. Habitat
xeric
adalah
habitat
dimana
ketersediaan,
air sangat terbatas.
B.
Tipe-tipe Habitat Xeric 1. Habitat
yang
secara
fisik
kering,
dimana
kkapasitas menahan air dari tanah adalah rendah dan
beriklim
kering,
misal
gurun,
permukaan
batuan, lahan kritis, dll. 2. Habitat yang
yang
banyak
secara
fisiologi
kelebihan
air,
kering
tapi
air
(daerah tersebut
sukar diserap oleh tumbuhan). Habitat tersebut mungkin
terlalu
masin,
terlalu
dingin
atau
terlalu asam. 3. Habitat yang secara fisik dan fisiologis kerng, misal lereng gunung. - Xerophytes adalah tumbuhan karakteristik gurun dan
semigurun,
tumbuh
tapi
dikondisi
tumbuhan
mesophytic
tersebut
dimana
dapat
air
yang
tersedia jumlahnya sedikit. - Xerophytes yang
dapat
ekstrem
beradaptasi
kering,
dengan
kelembaban
kondisi
rendah
dan
suhu tinggi. - Xerophytes kurang
yang
sesuai,
mengembangkan
tumbuh maka suatu
pada
kondisi
tumbuhan sifat
yang
tersebut
karakteristik
fisiologi dan struktur khusus yang berfungsi untuk : a. Mengabsorpsi
air
sebanyak
mungkin
dari
lingkungannya. b. Menahan air dalam organ untuk periode waktu yang lama. c. Mengurangi transpirasi serninimal mungkin. d. Mengontrol penggunaan konsumsi air.
C.
Klasifikasi
Xerophytic
Berdasarkan
Ketahanannya
terhadap Kekeringan. 1. Tumbuhan terhindar dari kekeringan - Bersiklus hidup pendek - Selama periode kering yang ekstrirn, tumbuhan berada dalam fase buah dan biji dengan kulit biji dan pericarp yang keras. - Dalam
kondisi
berkecambah
yang
yang
memungkinkan,
bersiklus
biji
hidup
pendek
musim
kering,
(beberapa minggu). - Biji
masak
sebelum
mendekati
sehingga tanaman selamat dari kondisi kering yang
ekstrim.
Tumbuhan
demikian
disebut
EPHEMERAL. - Tumbuhan
tersebut
umum
tumbuh
di
semiarid,
dimana curah hujan periodenya pendek. - Contoh : Astragalus, Artemesia, Boaginaceae, rumput. 2. Tumbuhan yang menderita kekeringan - Tumbuhan
berukuran
kecil
yang
berkapasitas
untuk mentolerir atau menderita kekeringan. 3. Tumbuhan yang tahan kekeringan - Tumbuhan
ini
membentuk
organ
adaptif
untuk
bertahan
terhadap
kondisi
kekeringan
yang
ekstrim. Xerophytes tumbuh di habitat yang berbeda : - Tanah berbatu (Lithophytes) - Gurun - Pasir dan kerikil (Psamrnophytes) - Tanah marginal (Eremophytes) Beberapa tumbuhan habitat kering mempunyai organ penyimpanan
air.
Dalam
hal
ini,
xerophytes
dibagi dua kelompok : a. Succulent xerophytes : Adalah yang
tumbuhan bengkak
yang
dan
mempunyai
berdaging
organ-organ
akibat
secara
aktif mengakumulasi air dalam organ tersebut. Air
yang
dikonsumsi
disimpan
dalam
tumbuhan
pada
organ
saat
tersebut
musim
kering
yang ekstrim. b. Non-succulent atau xerophytes sejati.
D. Adaptasi Xerophytes 1. Karakter xeromorphic - Karakter
xerofitik
yang
dapat
diwariskan
(bersi-fat genetik) disebut xeromorhic. Contoh : halophytic mangrove dan beberapa pchon selalu-hijau
selalu
memperlihatkan
xeromorphic characters. 2. Karakter xeroplastic - Karakter xeroplastik : karakter yang disebabkan oleh kekeringan dan selalu berasosiasi dengan kondisi kering. Karakter ini tidak menurun, dan akan
hilang
memungkinkannya
kalau
faktor
lingkungan
- Penampilan
xerophytic
yang
penting
adalah
sebagai berikut : a. Adaptasi morfologi (1). Akar Xerophyte yang
mempunyai
berkembang
tumbuhan
dari
perakaran
sistem
dengan
perakaran
baik.
Banyak
golongan
ini
mempunyai
dalam
untuk
mencapai
yang
lapisan tanah yang banyak air. (2). Batang a) Batang
dari
menjadi
beberapa
keras
dan
xerophytic
berkayu
baik
batang yang aerial maupun sub-terranean b) Batang
banyak
lapisan
diselimuti
lilin
yang
oleh
tebal
(misal
Equisetum). Selain itu, ada juga batang yang diselimuti bulu-bulu yang rapat (misal Calotropis) c) Dalam
beberapa
mungkin
xerophytic,
termodifikasi
batang menjadi
duri, misal Duranta, Ulex, dll. d) Dalam
batang yang berdaging, batang
utama
sering
berdaging tanaman
dan
menjadi
umbi
dan
nampaknya
daun
pada
tersebut
muncul
secara
langsung dari bagian atas akar. e) Batang
dalam
termodifikasi datar, yang
beberapa menjadi
hijau
terkenal
phylloclades.
xerophytic daun
yang
dan
berdaging,
dengan
istilah
Contohnya:
kaktus
dan kokoloba (Maehlenbeckia).
(3). Daun a) Dalam
beberapa
xerophytes,
sering
"caducous"
tetapi
mayoritas
tereduksi rnisal
menjadi
daun
daun
(gugur
cepat),
daun
umumnya
seperti
Casuarina,
sisik Ruacus,
Asparagus, dll. b) Beberapa xerophytes mempunyai daun seperti jarum, misal Pinus. c) Dalam daun berdaging yang berfungsi sebagai penyimpan kelebihan air dan getah,
umumnya
mempunyai
batang
yang tereduksi. Contoh: Sedum acre, Aloe spinossissima, dll.
d) Umumnya
xerophytes
mempunyai
daun
yang tereduksi (ukurannya mengecil) dan terlapisi oleh silika lilin dan mengandung
cuticle
Kadang-kadang menjadi
duri
yang
daunnya seperti
tebal.
tereduksi
pada
Opuntia
(kaktus) e) Umumnya daun
daun
yang
xerophytic
kecil
mempunyai
dengan
semacam
jarum/duri dan berurat yang rapat. f) Trichophylly Beberapa xerophytic yang tumbuh di daerah permukaan
yang
berangin
bawah
daun
kencang,
untuk
melin-
dungi stomata. Xerophytic yang daun dan
batangnya
disebut
tertutupi
"trichophy1lous
oleh
bulu
plants",
misal Nerium. g) Daun tergulung (Rolling of leaves).
Dalam
hal
tersebar
ini
stomata
dipermukaan
hanya
atas;
dan
karena daun tergulung ke arah atas dengan sendirinya stomata tertutup dari atraosfir. Cara ini merupakan modifikasi
yang
mengurangi
hilangnya
tanaman.
efektif
Contoh:
untuk
air
bagi
di
gurun
rumput
pasir. (4). Bunga, buah dan biji Bunga
selalu
kondisi
berkembang
pada
lingkungan
memungkinkan. terlindungi
oleh
yang
Buah
dan
biji
kulit
yang
cukup
keras. b. Adaptasi Anatomi Bagi xerophytes, adaptasi anatomi ditujukan untuk mengefisienkan penggunaan air. 1) Adanya
deposisi
lilin,
lignifikasi,
dan
kutinisasi pada perraukaan epidermis dan bahkan di hipodermis. 2) Epidermis Sel
pada
kompak. dua
xerophytes
Umumnya
atau
radial. lilin,
tiga Sel
epidermis lapisan
epidermis
tanin,
membentuk
adalah
resin,
suatu
kecil
terdiri
memanjang ini
dan atas
secara
diselimuti
selulose,
saringan
dll,
melawan
intensitas cahaya yang tinggi. 3) Rambut Rambut-rambut rnelindungi kehilangan
air
ini
berperan
untuk
stomata
dan
mencegah
yang
berlebihan.
Rambut
tersebut
bisa
sederhana
atau
kompleks,
uni atau multiseluler. 4) Stomata Dalam
xerophytes,
adalah
sangat
terjadi
bila
berkurang
penting. jumlah
atau
strukturnya. xerophytes
reduksi Hal
ini
dapat
stomata/unit
stomata
area
termodifikasi
Umumnya bertipe
transpirasi
stomata
cekung
pada
tenggelam.
Stomata ini bisa berada di atas permukaan daun
(rolled
leave)
dan
di
bawah
permukaan daun (dorsiventral leave). 5) Hypodermis. Dalam
xerophytes,
epidermis
langsung
terdapat
satu
di
atau
bawah
beberapa
lapisan kompak grup sel berdinding tebal yang
membentuk
hydrodermis.
Hypodermis
dapat berasal dari epidermis atau korteks (batang) atau mesophyll (daun). Kadangkadang
hipodermis
diisi
oleh
tanin
dan
mucilage (lendir). 6) Ground tissue a. Dalam
batang,
sebagian
besar
bagian
tubuh dibentuk oleh sklerenkim. Dalam kasus dimana daun tereduksi (ukurannya kecil)
atau
fotosintesis
daun
gugur
dilakukan
cepat,
oleh
kortek
klorenkimatis terluar yang dihubungkan oleh
stomata
Pertukaran
dengan
gas
secara
atmosfir. teratur
dilakukan oleh batang. b. Dalam ground
batang tissue
dan
daun
terisi
oleh
berdaging, jaringan
parenkimatis berdinding yang menyimpan kelebihan Hal
ini
air,
lendir,
membuat
lateks,
batang
dll.
bengkak
dan
berdaging. c. Dalam
daun,
kompak
mesofil
dan
sempit.
ruang
Ada
mesofilnya
adalah
antar
beberapa
sangat
sel
semakin
xerophyte
dikelilingi
oleh
yang
lembaran
hipodermal yang tebal dari sklerenkim dari
semua
sisi
kecuali
dari
bawah.
Lembaran ini membentuk diafragma untuk melawan
intensitas
xerophyte
cahaya.
yang
berkembang
skhlerenkimanya
ektensif
sklerofilous.
Jenis
disebut
Dalam
daun
tumbuhan
berdaging,
parenkim berkembang ekstensif sebagai penyimpan air. d. Ruang antar sel semakin sempit. Selsel
dalam
sangat
tubuh
kecil,
xerophytes
berdinding
adalah
tebal,
dan
kompak. Sel tersebut mungkin sperikal, melingkar, atau bentuk e. Conducting phloem
tissue,
berkembang
kuboid.
yaitu baik
xylem dalam
dan tubuh
xerophytes.
c. Adaptasi
Fisiologi
Semula para ahli berasumsi bahwa adaptasi struktural berguna Tetapi
dalam
dalam saat
tubuh
xerophytes
pengurangan
ini
hasil-hasil
sangat
transpirasi. penelitian
menunjukkan bahwa kecuali sukulen, xerophyt sejati
menunjukkan
laju
transpirasi
yang
tinggi.
Dalam
transpirasi lebih
kondisi
per
besar
yang
unit
dari
area
serupa, dalam
mesofit.
laju
xerofit
Begitu
pula
jumlah stomata/unit area daun dalam xerofit lebih besar dari mesofit. (1) Sukulen
mengandung
pentosan
dan
berperan
sejumlah
sebagai
Modifikasi
polisakarida, masam
penahan
struktural
dari
yang panas.
sukulen
xerofit diatur oleh proses fisiologi. Sukulen terbentuk dengan baik, karena konversi polisakarida menjadi pentosan menyebabkan
akumulasi
jumlah
air
berlebihan dalam sel. (2) Pada tanaman sukulen, stomata terbuka dimalam hari dan tertutup disiang hari. Pada malam hari, tumbuhan berespirasi dan menghasilkan masam. Akumulasi masam dalam sel pelindung akan meningkatkan konsentrasi aliran
osmotik
air
tersebut.
hari, C02
dalam Saat
membengkak,
dan
menyebabkan
sel
pelindung
sel
stomata
masam-masam
yang
yang
terbuka.
terurai
digunakan sebagai
pelindung
dalam
Di
siang
menghasilkan fotosintesis
akibat
dari
tekanan/konsentrasi osmotik sel, serupa (getah)
menurun
yang
menyebabkan
stomata tertutup. (3) Dalam
xerofit,
cairan kedalam
sel
komposisi
secara
dinding
aktif sel.
kimia
dari
dikonversi Misalnya,
perobahan polisakarida terhadap bentuk
anhidruous seperti selulosa. (4) Beberapa
enzim
peroxidases xerofit
seperti
adalah
lebih
daripada
xerophytes,
eatalases, aktif
mesofit.
dalam Dalam
enzim
amilase
menghidrolisis pati secara aktif. (5) Kapasitas
xerophyte
untuk
bertahan
hidup dalam kondisi kering dalam waktu yang lama, tidak hanya disebabkan oleh penampilan juga
khusus
oleh
struktural,
resistensi
tetapi
protoplasma
terhadap panas dan kekeringan. (6) Pengaturan transpirasi Adanya
cuticle,
licin,
sel
stomata
yang
mengatur
transpirasi.
Fenomena
kompak
dan
cekung
rarnbut
sel
yang
yang
oleh
(7) Cairan
permukaan
stomata
bertekanan ini
dilindungi untuk
osmotik
akan
tinggi
meningkatkan
pembengkakan sel yang menekan dinding sel. Cairan sel yang bertekanan osmotik tinggi juga akan mempengaruhi absorbsi air.
MESOPHYTES
Mesofit
adalah
tumbuhan
daratan
yang
tumbuh
dalam kondisi tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering. Tumbuhan ini tidak dapat tumbuh dalam tanah jenuh hujan,
air
dan
tanah
kering.
Contoh:
meadow,
dll.
Mesofit
yang
vegetasi
sederhana
hutan
terdiri
atas rumput dan herba, sedangkan mesofit yang lebih kaya terdiri atas herba dan semak, dan mesofit terkaya
terdiri atas pohon-pohonan. Mesofit dapat dibagi ke dalam dua kelompok tumbuhan, yaitu: 1. Kornunitas rumput dan herba 2. Komunitas tumbuhan berkayu
Komunitas Rumput dan Herba
Komunitas ini meliputi rumput dan herba semusim atau tahunan.
Umumnya komunitas rumput/herba berada pada
daerah dengan curah hujan tahunan antara 10" sampai 30". Tipe-tipe komunitas rumput dan herba adalah : 1.
Komunitas rumput dan herba arctic dan alpine. Komunitas
tumbuhan
ini
berada
di
daerah
kutub
(arctic) dan puncak pegunungan (alpine). Tumbuhan berupa
semak
yang
lembut
dan
berukuran
kecil.
Kadang-kadang tumbuhan tersebut bercampur dengan lumut,
tetapi
lumut
kerak
umumnya
tidak
ada.
Komunitas tumbuhan ini terdiri atas dua kategori, yaitu : a. Komunitas rumput b. Komunitas herba (herba dikotiledon sepertii Saxi-fraga, Delphirium, dll) 2.
Meadow Meadow
ini
dianggap
sebagai
penghubung
antara
mesofit dan hidrofit sebab mereka tumbuh di tanah jika kadar air 60 - 80 %. Tumbuhnya berupa herba tahunan
dengan
berizoma
batang
(berakar
yang
rimpang).
panjang Daun
dan
umumnya
berpenampilan
mesofitik yaitu tipis, lebar, datar dan globrous.
3.
Komunitas hutan)
tumbuhan
berkayu
(semak-belukar
dan
Komunitas
tumbuhan
ini
diklasifikasikan
sebagai
berikut : a. Semak-belukar mesofitik. Komnuitas
mesofitik
ini
tidak
sesuai
lingkungan
timbul
kalau
untuk
kondisi
pertumbuhan
hutan, tetapi sangat sesuai untuk pertumbuhan vegetasi
herba.
xerofitik
Dalam
dan
banyak
mesofitik
tempat,
sering
semak
bercampur
seperti Salix, Arabis, Lathyrus, Vicea, dll. b. Hutan bergugur daun ("deciduous forest") - Hutan
ini
hujan
tumbuh
cukup
pada
tinggi
daerah
(30"
dengan
sampai
tipe
60"
per
tahun), dimana temperatur moderat. - Hutan
ini
terdiri
menggugurkan
daun.
atas Di
pohon-pohon
daerah
yang
tropika,
daun
gugur pada musim panas/kering. - Tanah hutan banyak mengandung mikroflora dan pada akar pohon banyak dijumpai mikoriza. - Umumnya
pohon
diselimuti
oleh
lumut
dan
penyer-bukannya dilakukan oleh angin. - Tropohyte
(tumbuhan
dikelom-pokkan Tropofit
yang
dalam
dijumpai
di
grup
berobah) mesofitik
daerah
tropik
dapat ini. yang
mempunyai musim kering dan basah yang jelas, dimana
selama
berperan
musim
sebagai
hujan
xerofit.
tropofit
akan
Sedangkan
daun
mulai gugur pada permulaan musim dingin atau panas.
Jenis
adaptasi
yang
diperil-hatkan
oleh tropofit adalah : (1) Perlindungan
tunas
musim
dingin
yang
lebih baik. (2) Lapisan kulit pohon yang tebal. (3) Formasi
batang
dalam
tanah
yang
melindungi tunas tahunan dari kekeringan dan kedinginan. Contoh : Conifer. c.
Hutan
yang
selalu
hijau
daun
("evergreen
forest") - Hutan
ini
ditemukan
subtropi-ka,
dan
di
daerah
daerah
tropika,
temperate
dari
hemisfir sebelah Selatan. - Pohon
pada
hutan
ini
selalu
hijau
daun,
yaitu pohon tersebut berdaun lebih dari satu tahun sampai daun baru muncul. - Hutan "evergreen" dibagi kedalam tiga tips : (1). Hutan Antartika Hutan
ini
tumbuh
negara-negara berkisar hujan
di
Wew
dimana
antara
cukup
5°C
suhu
-
banyak
Zealand
70°C
dan
tahunan dan
sepanjang
curah tahun.
Tumbuh-tumbuhan penting dalam hutan ini adalah
Konifer,
Myrtaceae,
Hymenophyllaceae, lumut. (2). Hutan Hutan
Sub-tropika ini
tumbuh
mempunyai
curah
di
daerah
yang
hujan
tinggi,
tapi
perbedaan suhu antara musim dingin dan musim panas tidak terlalu besar. Hujan urnurnriya Tumbuhan
turun
pada
pada
hutan
musim
ini
panas.
adalah
Caks,
Magnolias, Tamarindus dan lumut. Hutan ini dijumpai dibagian timur USA, Brazil Selatan,
Afrika
Selatan,
Australia
Timur, bagian Selatan Cina, dan Jepang. (3)
Hutan hujan - Hutan
ini
tropika tumbuh
di
daerah
tropika
(sekitar garis ekuator), dengan curah
hujan
tahunan
sekitar
1800
mm
dan
suhu di atas 24°C. - Keadaan
iklim
dari
hutan
ini
dicirikan oleh: a) Kelembaban
tinggi
(jenuh
udara,
95% kelembaban) b) Suhu
yang
tinggi
c) Hampir
hujan
d) Tidak
ada
setiap hari musim
kering
yang
berarti e) Tanah
sangat
kaya
akan
humus,
warna gelap, dan porous. -
Hutan
dihuni
tumbuhan
dan
oleh
banyak
terdiri
jenis
atas
beberapa
mengandung
rnikoriza
strata. -
Akar
pohon
dan
banyak
saprofit/parasit
(Rafflesia,
Balanophora, Monotropa, dll) . -
Epifit
dan
liana
di
hutan
ini
umum
di
hutan
dijumpai . -
Tumbuhan ini
yang
adalah
umum
dari
dijumpai
anggota
Leguminosae,
Lauraceae, Myrtaceae, Moraceae , dll . -
Hutan ini terdapat di bagian tengah dan selatan Amerika, Afrika Tengah, Pulau Pasifik,
Indonesia,
Malaysia,
Brazil,
dan lain-lain daerah tropika. -
Hutan
ini
pembangunan, tinggi.
sangat karena
penting bernilai
bagi
ekonomis
EPIPHYTE
A.
Arti Kata Epiphyte dan
phyton
berasal
dari
(tumbuhan].
kata
Secara
Epi
(di
atas),
harfiah,
epifit
adalah tumbuhan yang hidup di atas tumbuhan lain. Secara umum, epifit adalah tumbuhan yang tumbuh pada permukaan tumbuhan tempat bertumpu dan secara permanen tidak berakar di tanah. Epifit
menyerap
air
dari
atmosfir,
dan
menyerap unsur hara mineral dari kulit yang busuk dari
pohon
merupakan
tempat
bertumpu.
tumbuhan
epifit
mensintesis
sendiri
dari
air
yang
Karena
bersifat
makananannya
dan
C02
dari
epifit
ini
autotropik, (karbohidrat)
atmosfir
dengan
bantuan sinar matahari. Epifit berbeda dari parasit, karena epifit tidak memperoleh unsur hara dan air dari tumbuhan tempat bertumpu. Begitu pula epifit berbeda dari liat:a, karena epifit tidak berakar di tanah. Epifit disebut juga Aerophyte atau tumbuhan yang hidup di udara. B.
Distribusi Epifit hidup diberbagai macam habitat yaitu : - Permukaan tumbuhan air yang terendam. - Permukaan batang pohon. - Percabangan pohon. - Permukaan daun, batu-batuan, dsb. Beberapa epifit memilih tempat bertumpu yang
spesifik,
misal
lumut)adalah
Tortula
lumut
epifit
(epifit
pagorum
yang
spesifik
tumbuh
pada batang-batang pohon di perbatasan perkotaan. Jenis
lumut
ini
tumbuh
di
atmosfir
perkotaan,
karena epifit ini memerlukan suhu tinggi dan udara berkabut untuk pertumbuhannya yang normal. Daerah yang dingin dan lembab biasanya kaya akan lumut (epifit). Tetapi epifit jarang terdapat di daerah yang kering-dingin.
C.
Struktural Adaptasi Epifit Karena epifit kebutuhan airnya bergantung pada
hujan, embun dan kadar air di udara, epifit mempunyai suatu
struktural
adaptasi
untuk
menyimpan
air
dan
mengurangi kekurangan (kehilangan) air berlebihan. Adaptasi
struktural
yang
penting
bagi
epifit
adalah sebagai berikut: 1. Penampilan Perakaran a. Sistem perakaran (1). Normal Absorbing Root. Akar yang mengabsorbsi air, mineral dan nutrien
organik
lembab
dari
dari
kulit
celah-celah tumbuhan
yang
tempat
bertumpu yang membusuk. (2). Clinging Root Akar
yang
epifit
berperan
tetap
untuk
melekat
menjaga di
agar
permukaan
tempatnya nutrien
bertumpu dari
serta
humus
menyerap
dan
debu
yang
terakumu1asi di permukaan kulit tumbuhan inang. (3). Aerial Root Akar
yang
yang
posisinya
dan
berwarna
berperan
udara.
hijau
menggantung untuk
Akar
di
menyerap
ini
fotosintesis
dan
berspon atmosfir
air
dapat
dari
melakukan
karena
mengandung
kloroplast.
b. Batang Batang
epifit
yang
berpembuluh
bisa
atau
tidak bisa berkembang dengan baik. Beberapa epifit
berbatang
sukulen
dan
berkembang
menjadi pseudobulbous atau tuberous.
c. Daun Umumnya epifit mempunyai daun yang jumlahnya terbatas.
Beberapa
anggrek
hanya
mempunyai
satu daun. Kadang-kadang daun berdaging dan berkulit.
Dalam
Platyceriutn
dan
jenis Dischidia Asplenium
nummularia,
nidus
daunnya
berobah ke dalam pitcher,
d.
Buah, biji dan penyebarannya Umumnya buah dan biji epifit disebarkan cieh angin, serangga dan burung.
2.
Penampilan Anatomi a. Terbentuknya cuticle yang tebal dan stomata yang
cekung
terbenam
berperan
untuk
mengurangi kehilangan air dari tumbuhan. b. Epifit
yang
berbatang
sukulen,
jaringan
parenkim berkembang baik. c. Aerial
root"
dari
famili
Artaceae
suatu
jaringan
dan
putih
velamen.
Velamen
secara
ini
dari
yang
tipis disebut
merupakan yang
atmosfir
dari
membentuk
berdinding
kehijauan
higroskopis
cepat
epifit
Orchidaceae
masif
berwarna
jaringan
beberapa
suatu
menyerap yang
jenuh
air uap
air. Di dalam velamen terdapat exodertnis. Sel exodermis terdiri atas : (1). Sel berdinding tebal yang berlignin. (2).
Sel
berdinding
tebal
yang
permeable
terhadap air. d. Struktur lain yang serupa dengan mesofit.
D.
Tipe-tipe Epifit Terdapat empat tipe epifit, yaitu : 1. Protoepifit Epifit yang memperoleh makanan dari permukaan tempatnya tidak
bertumpu
membentuk
dan
atmosfir.
struktur
Epifit
adaptasi
ini
khusus,
kecuali "aerial root" dengan vilamen. Contoh: Peperomia, Dischidia,
dll.
2. Hemiepifit Epifit yang semula tumbuh dipermukaan tumbuhan tempatnya bertumpu, tetapi kemudian epifit ini berhubungan
dengan
tanah
melalui
akarnya.
Contoh:
officinalis.
Scindapus
Beberapa
tumbuhan yang batangnya pemanjat tumbuh dalam tanah, bawah
tapi mati
seperti
secara dan
berangsur
ujungnya
hemiepifit;
batang
hidup
tumbuhan
bagian
secara
bebas
demikian
disebut
kemampuan
untuk
Pseudoepifit.
3. Nest Epiphyte Epifit
yang
mengumpulkan
mempunyai
humus
dan
air
dalam
jumlah
cukup besar untuk keperluannya sendiri.
yang
Contoh :
anggrek. 4. Tank Epiphyte Epifit yang rnembentuk akar pancer yang fibrous yang berkembang baik, dimana akar tersebut tidak berperan di dalam penyerapan air. sebagai
penyerap
air
dan
Contoh: Nidularium, Tillandsia.
Daun berperan
pembuat
makanan.
VIII. FORMASI-FORMASI HUTAN DI INDONESIA
A. Zone Vegetasi di Indonesia
Letak
geografis
Indonesia
adalah
diantara
dua
benua (Asia dan Australia) dan di sekitar katulistiwa. Kondisi seperti ini mengakibatkan terjadinya zone-zone vegetasi dan tipe-tipe hutan di Indonesia. Zone vegetasi hutan di Indonesia adalah:
a. Zone
Barat,
meliputi:
dibawah
Sumatera,
pengaruh Kalimantan,
vegetasi
Asia,
dimana
jenis
dominan adalah Dipterocarpaceae b. Zone
Timur,
dibawah
pengaruh
Vegetasi
Australia
meliputi: Maluku, Nusa Tenggara, Irian Jaya, dimana jenis dominan adalah Artiucariaceae dan Myrtaceae c. Zone
Peralihan,
Australia, jenis
dibawah
meliputi:
dominan
Jawa
pengaruh dan
Asia
Sulawesi,
dan dimana
adalah Araucariaceae, Myrtaceaedan,
Verbenaceae
B. Formasi Hutan utama di Indonesia
a. Hutan Payau (Mangrove) Ciri-ciri 1. Tidak terpengaruh iklim 2. Terpengaruh pasang surut 3. Tanah tergenang air laut, lumpur, pasir atau tanah liat 4. Tanah rendah pantai 5. Tidak ada stratum tajuk 6. Tinggi pohon mencapai 30 meter 7. Jenis pohon: dari laut ke darat: Avicennia, Sonneratia,
Rhizophora,
Lumnitzera, Bruguiera.
Xylocarpus,
8. Tumbuhan
bawah
:
Acanthus
ebracteatus,
Acanthus ilicifolius, Acrostichum aureum.
9. Terdapat di pantai terlindung, teluk/tanjung, dan muara sungai.
b. Hutan Rawa (Swamp Forest) Ciri-ciri: 1. Tidak terpengaruh iklim 2. Tanah tergenang air tawar 3. Lokasi: di belakang hutan payau 4. Tanah rendah 5. Tajuk terdiri atas beberapa strata 6. Tinggi pohon dapat mencapai 50-60m. 7. Jenis
pohon,
antara
lain
:
Baringtonia
spicata, Campnospernta sp, Dillenia sp, Dyera
sp,
Gluta
renghas,
Shorea
belangeran,
Pandanus spp
8. Terutama terdapat di Sumatera dan Kalimantan
c. Hutan Pantai (Beach Forest) Ciri-ciri : 1. Tidak terpengaruh iklim 2. Tanah kering (tanah pasir, lempung, berbatu karang) 3. Di pantai (tanah rendah pantai) 4. Pohon penuh epifit : Paku-pakuan & anggrek 5. Jenis
pohon,
asiatica, tiliaceus,
antara
Calophyllum Casuarina
lain:
Baringtonia
inophyllum,
Hibiscus
equisetifolia.,
Cocos
nucifera, Terminalia catappa, Manilkara kauki
6. Terutama di pantai Selatan Jawa, pantai Barat Daya Sumatera, pantai Sulawesi
d. Hutan Gambut (Peat Swamp Forest) Ciri-ciri : 1. Iklim selalu basah 2. Tanah
tergenang
air
gambut,
lapisan
gambut
±1-20 m 3. Tanah rendah rata 4. Jenis pohon al: Alstonia, Ammora, Anisoptera, Campnosperma, Dryobalanops
Cratoxylon, spp,
Durio
Koompassia malaccensis,
Eugenia,
carinatus,
Shorea
spp.,
Litsea, Payena,
Palaquim, Tristania, dll.
5. Terdapat di Kalbar, Kalteng, Jambi dan Sumsel
e. Hutan Kerangas (Heath Forest) Ciri-ciri : 1. Iklim selalu basah 2. Tanah pasir podsol 3. Tanah rendah rata 4. Jenis pohon: Shorea spp, Gonystylus, Agathis borneensis,
Casuarina
sumatrana,
Dacridium,
Calophyllum. 5. Terdapat di Kalimantan Tengah
f. Hutan Hujan Tropika (Tropical Rain Forest) Ciri-ciri : 1. Iklim selalu basah 2. Tanah kering dan macam-macam jenisnya 3. Tersebar
di
pedalaman
pada
tanah
rendah
rata/berbukit (< 1.000 m dpi) dan pada tanah tinggi (s/d 4.000 m dpl) 4. Berdasarkan ketinggian, ada 3 zone; - Hutan Hujan Bawah
: 2 - 1.000 m dpl
- Hutan Hujan Tengah : 1.000-3.000 m dpl - Hutan Hujan Atas
:11.000-3.000
m dpl
5. Jenis pohon pada Hutan Hujan Bawah : suku
meliputi
genera:
Dipterocarpus,
Vatica,
Dipterocarpaceae
Shorea,
Hopea,
Dryobalanops.
Genus
lainnya:
Agathis,
Altingia,
Dialium,
Duabanga, Dyera, Koompassia, Octomeles
Jenis
pohon
Lauraceae,
pada
Hutan
Fagaceae
Nothofagus),
Hujan
Tengah:
(Quercus,
Magnoliaceae,
suku
castanea,
Hammamelidaceae,
Ericaceae
Jenis Conifer
pohon
pada
Hutan
(Araucaria,
Hujan
Dacrydium,
Atas:
suku
Podocarpus),
Ericaceae, Loptospermum, Clearia, Quercus.
Hutan
Hujan
Sumatera,
Tropika
terutama
Kalimantan,
Ma]uku dan Irian
terdapat
Jawa,
di
Sulawesi,
Jaya.
g. Hutan Musim (Monsoon Forest) Ciri-ciri
:
1. Iklim musim 2. Pada tanah rendah rata atau berbukit dan pada tanah tinggi 3. Tanah kering dan macam-macam jenis tanah 4. Berdasarkan ketinggian, ada 2 zone : - Hutan Musim Bawah : 2 - 1.000 m dpl - Hutan Musim Tengah-Atas: 1.000-3.000 m dpl Hutan Musim Bawah, ciri-cirinya : - Satu stratum, campuran, rapat, unmmnya jenis luruh daun. - Jenis
pohon
:
Acacia
leucophloea,
Caesalpinia Tetratneles,
digyna,
Dalbergia
Tamarindus
latifolia,
indica,
Tectona
grandis
Hutan Musim Tengah - Atas : - Jenis
pohonnya:
Eucalyptus
Casuarina
spp,
Pinus
junghuhniana,
merkusii,
Pinus
insularis
Hutan
musim
hutan
hujan
terdapat di:
secara
Karawang,
Jateng, Jatim, Nusa Tenggara.
mozaik
diantara
Cirebon
(Jabar),
IX. GANGGUAN HUTAN
A. Jenis Gangguan Hutan
1. Gangguan Alam - longsor - hama/penyakit - gempa bumi - kebakaran yang terjadi secara alami - gelombang pasang 2. Gangguan yang disebabkan oleh aktivitas manusia (gangguan buatan). - kebakaran tidak terkontrol - penebangan - perladangan - pemukiman - industri - pencemaran - dll
B. Intensitas Gangguan Hutan
Bergantung pada: - waktu gangguan terjadi - jenis gangguan - luasan akbat gangguan - pemulihan (lama waktu) dampak gangguan - jenis komponen lingkungan yang terganggu
C. Jenis dan Akibat Gangguan pada Formasi Hutan
1. Hutan Mangrove Jenis gangguan - abrasi
- sedimentasi tidak terkontrol - pemukiman - industri/pertambangan - pencemaran - tambak - pertanian - rekreasi - kolam penggaraman Akibat Gangguan
-
Invasi Acrosticum
aureuin,
Acanthus
sp. dan
Derris sp. -
penggunaan
komunitas
tumbuhan
mangrove
yang
sesuai dengan kondisi habitat - interusi air masim ke daratan - abrasi pantai meningkat - potensi perikanan menurun - kehidupan satwa liar terganggu
2. Hutan Rawa Jenis gangguan - kebakaran - pertanian (terutama kebun kelapa) - pemukiman - penebangan - industri Akibat Gangguan Hutan - Invasi rumput rawa (Paspalum sp, Fibrystilis sp, dll), Melastoma sp (harendong)
- hutan rawa sekunder (hutan
melaleuca,
hutan
Ploiarium
alternifolium,
coriaceum)
dengan
macaranga, hutan
jenis-jenis
hutan
Campnosperma
pionir
lainnya
seperti
Alstonia
cochinchinense,
Scleria
sp.,
ratoxylum
spp.,
Stenochlaena
palustris, dll.
3. Hutan Pantai
Jenis Gangguan - abrasi pantai - gelombang
pasang
(tsunami)
- penebangan - pemukiman - industri - rekreasi Akibat Gangguan - umumnya berupa perkebunan kelapa -
invasi Fhuarea
rumput-rumputan involuta,
Zoysia
(Ischaemum
muticum,
matrella) dan
terna
(Nephrolopis biserrata)
- interusi air masim ke daratari/pedalaman - abrasi pantai meningkat
4. Hutan Kerangas Jenis Gangguan - penebangan - kebakaran Akibat Gangguan - areal hutan menjadi savana -
invasi seperti
herba
insectivora
Drosera,
di
Nepenthes,
tempat
dan
terbuka
Urticularia.
Selain itu terdapat juga Myrmecodia (epifit). - tanah tandus berpasir Hutan Musim Jenis Gangguan - penebangan - kebakaran
- penggembalaan - pertanian Akibat Gangguan - hutan Casuarina junghuhniana (akibat kebakaran - hutan jati (tahan terhadap kebakaran) - hutan campuran Dodonaea viscosa, Enggelhardtia spicata,
Homalanthus
gigantheus,
arborea, Weinmannia blumei.
Vernonia
X. PEMILIHAN JENIS POHON A.
Beberapa Istilah
1.
Hutan dibina
Tanaman dengan
adalah
tegakan
penebaran
pohon/hutan
biji/benih
atau
yang
dengan
penanaman bibit/anakan 2. Afforestation adalah penanaman jenis-jenis pohon hutan
pada
lahan
yang
belum
pernah
ditumbuhi
pohon-pohon hutan 3. Reforestation (Bhs. Perancis : Reboisation) adalah pembinaan dengan penanaman pada lahan yang semula berhutan
dengan
menggunakan
jenis-jenis
yang
berbeda dengan jenis semula 4.
Artificial
Regeneration
pembinaan
hutan
dengan
penanaman pada lahan yang semula berhutan dengan menggunakan
jenis-jenis
yang
sama
dengan
jenis
semula 5.
Tree
planting (termasuk
penanaman
tegakan
regreening/ penghijauan)
pohon/hutan
di
luar
kawasan
hutan 6. Beberapa istilah lain untuk hutan tanaman, yaitu a. Man-made forest b. Forest plantation c. Timber Estate
d. Hutan Tanaman Industri (HTI)
B. Keadaan Hutan di Indonesia Luas kawasan hutan di Indonesia meliputi lebih dari
74
%
dari
luas
daratan.
Jika
luas
daratan
Indonesia 193,6 juta ha maka luas kawasan hutannya 143 juta ha. Luas hutan tersebut menurut fungsinya dibagi menjadi hutan hutan lindung, hutan konservasi alam dan hutan
wisata,
produksi
hutan
tetap)
produksi
dan
hutan
(produksi
terbatas
produksi
yang
dan
dapat
dikonversi seperti terlihat pada label 1. FAO
(1985)
memperkirakan
bahwa
luas
hutan
di
Indonesia adalah 157 juta ha atau 1/2 dari total luas hutan negara-negara se Asia Tenggara termasuk. Hutan produksi, menurut Departemen Kehutanan seluas 64 Juta ha, sedangkan FAO menilai lebih luas yaitu 73 juta ha tahun 1980 dan 67,7 juta ha pada tahun 1985.
Tabel 1. Luas hutan Indonesia dalam juta Ha (Departemen Kehutanan, 1985) 1 2 3
4
5
Total luas daratan Total luas hutan Status huutan menurut fungsi: a. hutan lindung b. konservasi alam dan hutan wisata c. Hutan produksi: c.1. Produksi terbatas c.2. Produksi tetap d. Hutan produksi yg dapat dikonvsersi Luas hutan untuk konsesi HPH atau dalam proses konsesi a. konsesi b. Forestry agreements Luas hutan menurut tipenya a. Total area hutan hujan tropis b. Total area hutan payau/rawa c. Total area hutan sekunder d. Total area hutan lainnya Karena
Indonesia
berbagai telah
kegiatan banyak
manusia, mengalami
193.6 143.0 30.3 19.0 64.0 30.0 34.0 30.0 65.4 52.2 13.2 143.0 82.2 12.0 14.6 34.2 hutan
di
kerusakan
(deforestasi) sejak tahun 1960, terutama hutan hujan
tropika
di
penyusutan.
Kalimantan FAO
yang
(1985)
telah
telah
banyak
melaporkan
mengalami bahwa
laju
deforestasi di Indonesia diperkirakan 550.000 ha/tahun sampai tahun 1980, kemudian meningkat menjadi 700.000 ha/tahun sampai tahun 1985 jauh di atas rata-rata laju deforestaai di Asia Tenggara. Diperkirakan bahwa dari tahun 1950 1985 telah terjadi deforestasi seluas 39 Juta ha atau 1.1 juta ha/tahun. Data lain menyebutkan bahwa dari luas hutan alam di Indonesia yang sebesar 143 juta ha, saat ini (1990) yang masih utuh adalah 119,7 juta ha, sisanya seluas 23,3 bekas
juta
ha
menjadi
perladangan.
areal
semak
belukar
Deforestasi
karena
dan
areal
perladangan
berpindah diperkirakan sebesar 400.000 ha/tahunn. Land clearing karena program transmigrasi 200.000 - 300.000 ha/tahun, sedangkan karena pengaruh penebangan seluss 40.000 - 80.000 ha/tahun. Kerusakan akibat pengumpulan kayu
bakar
yang
ternyata
tidak
begitu
serius
bila
dibandingkan dengan total deforestasi, kecuali di pulau Jawa. Data dari Statistik Kehutanan (1987) menyebutkan bahwa
luas
Indonesia
di
lahan
kritis
dalam
pada
kawasan
tahun
hutan
1986/1987
4.316,540
ha
di dan
diluar kawasan hutan 6.080.060 ha. Sedangkan realisasi reboisasi
(reforestation) pada
tahun
1985/1986
hanya
seluas 59.910 ha dan penghijauan (afforestation) hanya seluas 200.462 ha. Tampak bahwa laju kerusakan hutan jauh lebih tinggi daripada laju pemulihannya. Dalam kelestarian
rangka hutan
mengurangi alam
tekanan
Pemerintah,
dalam
terhadap hal
ini
Departemen Kehutanan pada tahun 1984 telah mencanangkan pembangunan
Hutan
Tanaman
Industri
(Timber
Estate)
seluas 6,2 Juta ha yang ditargetkan selesai dalam masa
15-20 tahun. Dari luas tersebut telah ada hutan tanaman. terutama di Jawa seluas 1,8 juta sehingga luas HTI yang hams
dibangun
seluas
4,4 juta
ha
dan
diharapkan
pada
waktunya akan mampu menghasilkan kayu sebanyak 90 iuta m3 setiap tahunnya, baik untuk kebutuhan kayu pertukangan, kayu energi dan keperluan pulp dan kertas. Salah satu masalah utama dalam pelaksanaan kegiatan penanaman, balk untuk HTI ataupun kegiatan reboisasi dan penghijauan
adalah
pemilihan
jenis
pohon
yang
akan
ditanam. C. Dasar Pemikiran Dalam Pemilihan Jenis
Pemilihan Jenis merupakan salah satu kegiatan utama dalam penanaman. Kegiatan ini sesungguhnya termasuk dalam praktek
silvikultur,
namun
mengingat
banyak
aspek
lingkungan yang terlibat, balk lingkungan lahan yang akan ditanami akan
dan
persyaratan
ditanam
lingkungan
maka
aspek
umum
yang
setiap
ekologi
sangat
jenis
yang
menentukan
keberhasilannya. Prinsip
menjadi
pertimbangan
dalam
pemilihan jenis pohon yang akan ditanam harus inemenuhi tiga prinsip kelayakan, yaitu kelayakan ekologis-ekonomis dan
sosial.
menjadi
Prinsip
lebih
rinci
umum yang
tersebut menjadi
dapab
dijabarkan
pertimbangan
dalam
pemilihan jenis pohon adalah: 1.
Sasaran
penanaman,
yang
menyangkut
kondisi
maupun
fungsi/status areal yang akan ditanam, misalnya hutan produksi, hutan lindung, hutan konservasi atau areal di luar kawasan hutan dengan kondisi bekas tebangan, padang
alang-alang,
tanah
kosong
atau
lahan
kritis
lainnya. 2. Tujuan penanaman, yang menyangkut tujuan akhir dari penanaman misalnya untuk tujuan konservasi tanah dan
air,
untuk
produksi
kayu
atau
untuk
meningkatkan
pendapatan dan memenuhi kebutuhan masyarakat sekitarnya. Untuk tujuan produksi kayu terutama untuk memenuhi kebutuhan bahan-baku induotri. yaitu : kayu pertukangan, kayu energi dan kebutuhan pulp dan kertas. 3. Kesesuaian ekologis, yaitu kecocokan antara persyaratan ekologis jenis terpilih dengan fakt.or-i iktor ekologis lahan yang akan ditanami.
Apabila
penanaman
akan
dilakukan
di
hutan
produksi dengan maksud untuk memproduksi kayu (misalnya untuk pembangunan HTI) maka kriteria jenis pohon yang alcan ditanam adalah : 1. Kayu yang bernilai tinggi dengan prospek pemasaran yang baik 2. Kesesuaian tempat tumbuh 3. Jenis-jenis yang khas Indonesia dengan keunggulankeunggulan tertentu 4. Riap yang tinggi, misalnya dengan riap : - Kayu pertukangan : 15 m3/ha/tahun - Kayu serat
: 25 m3/ha/tahuri
- Kayu energi
: 35 m3/ha/tahun
5. Daur yang (relatif) rendah, misalnya : - Kayu pertukangan : 10-30 tahun - Kayu serat
:
S - 20 tahun
- Kayu energi
:
± 5 tahun
6. Kualitas kayu dan bentuk batang yang sesuai dengan persyaratan
bahan
untuk
jenis
industri
yang
bersangkutan
Dalam reboisasi di hutan lindung tujuan penanaman dititikberatkan
pada
aspek
pengawetan
tanah
dan
air
(hiroorologi).
Untuk
itu
pemllihan
jenis
pohon
tumbuh
cepat
diutamakan yang mempunyai persyaratan : 1.
Pohon-pohon
yang
perakaran
utamanya
kedalam tanah dan mempunyai susunan akar permukaan yang berkembang dengan kuat dan intensif, 2. Pohon-pohon yang cepat tumbuh sehingga secepat mungkin menutup tanah dan mengurangi bahaya banjir dan erosi. Akan lebih balk apabila merupakan jenis campuran antara tanaman cepat tumbuh (fast growing species) dan jenis lambat tumbuh (slow growing species)
atau campuran antara jenis toleran dan setengtil. toleran terhadap naungan. 3. Hutan lindung yang terdapat di daerah yang curah hujannya
tinggi
dipilih
jenis-jenis
yang
penguapannya tinggi sebaliknya di daerah yang curah hujannya
rendah
dipilih
jenis
pohon
yang
penguapannya kecil.
Untuk dan
lahan terbuka aeperti
tanah-tanah
padang
kritis persyaratan
jenis
alang-alang yang
akan
ditanam adalah sebagai berikut : 1.
Mampu
tumbuh
matahari
di
penuh,
tempat Jadi
terbuka
termasuk
di
bawah
sinar
jenis-jenis
pohon
intoleran dan pionir. 2. Mampu bersaing dengan alang-alang dan gulma lainnya. Jadi
dipilih
yang
cepat
tumbuh
tingginya
dan
agresif. 3. Mudah bertunas kembali, bila terbakar atau dipangkas 4. Sesuai dengan keadaan tanah yang kurus dan mi skin hara, serta tahan kekeringan. 5. Biji atau bagian vegetatif untuk pembiakannya mudah diperoleh dan mudah disimpan. 6. Untuk daerah yang aering terbakar harus dilengkapi
dengan
jalur
bakar)
isolasi
dengan
(misalnya
jenis-jenis
jaur
yang
hijau/sekat
tahan
api
atau
jenis yang mudah tumbuh setelah terbakar. 7.
Khusus
untuk
syarat
penghijauan,
harus
sehingga
disenangi
merangsang
ditambah
oleh
mereka
lagi
dengan
rakyat/masyarakat, untuk
menanam
dan
memeliharanya, karena bermanfaat.
Pada areal semak belukar (hutan sekunder muda) dipilih jenis-jenis yang waktu muda memerlukan naungan (setengah
toleran).
permudaan
jenis
Apabila
pohon
di
daerah
komersial
ini
dapat
banyak
dilakukan
tindakan penanaman perkayaan (enrichment planting) dan pembebasan permudaan dari tumbuhan pengganggu (gulma). Pada areal bekas tebangan sesuai dengan pedoman TPTI
(1993)
dilaksanakan
(enrichment
planting)
atau
areal
yang
permudaan
alamnya
untuk
memper-baiki
permudaan adalah
Jenis
jenis-jenis
bersifat
toleran
rehabilitasi
komposisi
niagawi. pohon
penanaman
pada
kurang
yang
Jenis
dan
Jenis
pohon
komersial
sedangkan
perkayaan
untuk
bertujuan penyebaran
yang
yang
areal-
dipilih
dominan
penanaman
di
dan
areal
terbuka dipilih jenis komersial yang suka cahaya atau jenis pioner. Areal penanaman adalah areal yang kosong akan permudaan yang luasnya mengelompok tidak kurang dari 1 ha. D. Persyaratan Ekologis
Faktor menunjang seperti
yang
tidak
keberhasilan yang
persyaratan
telah ekologis.
kalah
pentingnya
pembangunan disinggung
di
Persyaratan
hutan
didalam tanaman,
atas, ekologis
adalah pada
dasarnya adalah mengkombinasinakan antara persyaratan ekologis jenis terpilih dengan faktor-faktor ekologis lahan yang akan ditanami. Jawaban yang paling tepat untuk hal itu bfialah jenis asli, karena jenis-jenis asli
setempat
adalah
jenis
terbaik
yang
sudah
beradaptasi dalam waktu cukup lama dan sudah teruji kemampuaannya menghsdapi gangguan dan hambatan tumbuh dari alam. Apabila terpaksa didatangkan jenis dari luar atau jenis asing (jenis-jenis exot) baik dari luar daerah atau luar pulau jenis-jenis tersebut harus mempunyai persyaratan tumbuh
tempat
lahan
tumbuh
yang
yang
akan
sama
dengan
tempat
atau
mampu
ditaiiami
menyesuaikan diri iklim dan lingkungan hidup yang baru. Oleh kareria itu, Jenis-jenis terpilih pertamatama harus sesuai dengan keadaan ekologi tempat tumbuh yang baru atau jenis yang berasal dfiri tempat yang keadaan iklim dan tanahnya serupa atau mendekati sama dengan di tempat yang baru. Jika mendatangkan jenis asing
sebaiknya
yang
berasal
dari
daerah
tropik,
seperti dari Afrika, Amerika, dan Asia tropik. Komponen
utama
yang
harua
diperhatikan
dan
menjadi tolok ukur faktor lingkungan (keadaan ekologis) dalam pemelihan jenis adalah : (1) iklim (curah hujan, suhu), (2) tanah (sifat fisik, kimia, keasaman), (3) ketinggian biotik
dari
(jasad
permukaan renik
laut,
seperti
dan
(4)
mikoriza,
lingkungan kebakaran,
gangguan binatang dan sebagainya).
1. Iklim Setiap jenis pohon mempunyai persyaratan tumbuh sesuai
dengan
menentukan
kondisi
pertumbuhan
iklimnya. pohon
Unsur
adalah
iklim
curah
yang hujan.
Berdasarkan jumlah curah hujan serta jumlah bulan-bulan basah
dan
bulan-bulan
kering
ini
pula
Schmidt
dan
ferguson telah membuat klasisifikasi tipe iklim dari tipe
iklim
basah
(tipe
iklim
A)
sampai
daerah
kering/padang pasir (H). 2. Tanah
Setiap jenis pohon memerlukan tingkat kesuburan tanah yang berbeda-beda mulai dari tanah subur sampai tahan
terhadap
tanah
yang
kurus.
Kadang-kadang
ada
jenis yang memerlukan unsur hara tertentu agar dapat tumbuh
dengan
balk.
Seperti
Jati
(Tectona
grandis)
dapat tumbuh baik pada tanah berkapur yang bersifat alkalis, sementara Ramin (Gonystylus bancanus) justru tumbuh
dominan
pada
tanah
gambut
yang
kesuburannya
sangat rendah dan mempunyai pH yang sangat rendah pula. Sementara
jenis-jenis
pohon
Bakau
(Rhizophora
spp.)
tumbuh baik pada tanah yang salinitasnya (kadar garam) tinggi. sedangkan Gelam (Melaleuca leucadendron) dapat tumbuh
pada
tanah
gambut
rusak
yang
kerkadar
pirit
tinggi dan sangat beracun bagi tumbuhan lain. 3. Tinggi Tempat
Setiap tumbuh
jenis
pohon
berdasarkan
juga
ketinggian
mempunyai tempat
persyaratan
dari
permukaan
laut, mulai dari pinggir pantai sampai pegunungan dan mempunyai
selang
berbeda-beda
tolerasi
pula.
terhadap
Ketinggain
ketinggian
tempat
ini
yang
berkaitan
dengan suhu dan tekanan udara yang berbeda-beda dari satu jenis
ketinggian pohon
tempat ini.
ke
ketinggian
sebaiknya
yang
memenuhi
lain.
kisaran
Pemilihan ketinggian
4. Kebutuhan Cahaya
Setiap penuh
jenis
selama
pohon
ada
pertumbuhan,
yang
ada
memerlukan
yang
tahan
cahaya
terhadap
naungan selama pertumbuhan dan ada yang sewaktu muda perlu naungan tetapi setelah dewasa perlu cahaya penuh, atu sering disebut pohon intoleran, pohon toleran dan pohon setengah toleran (semi toleran). 5. Kesarangan Tanah
Kesarangan
tanah
ini
terutama
adalah
kondisi
tanah dalam hubungannya dengan tergenang tidaknya oleh air
atau
berhubungan
dengan
baik
buruknya
drainase
tanah. Pada tanah-tanah yang jenuh dengan air seperti tanah
rawa,
berdrainase
tanah jelek.
gambut Setiap
dan jenis
tanah
payau
mempunyai
jelas
toleransi
sendiri-sendiri terhadap kondisi tanah tersebut. Selain mendapatkan
hal-hal perhatian
diatas dalam
hal
lain
yang perlu
pemelihan
jenis
pohon
adalah : 1. Biaya pembangunan tanaman dan manajemennya, 2. Kewaspadaan
teerhadap
serangan
hama,
penyakit
dan
kebakaran. 3. Dampak
terhadap
positif
dan
negatif
yang
akan
ditimbulkan baik dampak sosial-ekonomi maupun dampak terhadap faktor-faktor lingkungan 4. Cukup
tersedia
biji
bermutu
baik
(unggul)
dari
sumber yang kualitasnya terjamin 5. Penguasaan terhadap silvikultur jenis terpilih 6. Mampu
berintegarasi
terutama
dalam
dengan
rangka
penggunaan
peningkatan
lahan taraf
lain, hidup
masyarakat setempat misalnya dengan sistem tumpang sari 7. Mudah diremajakan/regenerasi
Tabel Hubungan antara jenis-jenis pohon dengan keadaan ekologis (Soerianegara dan Indrawan, 1998) No.
Jenis Acacia auriculiformis
Tipe Hujan C,D
Kebutuhan Cahaya Intoleran
Ketinggian (mdpl) 0-800
1 2. 3.
Acacia decurens Acacia catechu
A,B,C B,C,D
Intoleran Intoleran
1000-2000 0-800
4.
Agathis boornensis
A,B
Semitoleran
0-400
5
Agathis labillardieri
A,B
Semitoleran
0-800
6.
Agathis lorantifolia
A,B
Semitoleran
400-1200
7.
Albizia falcataria
A,B,C
Intoleran
0-1200
8.
Albizia lebbeck
C,D
Intoleran
0-800
9.
Altingia excelsa
A
Toleran
600-1600
10
Anthocephalus cadamba
A,B,C,D
Intoleran
0-1200
11
Cassia siamea
C,D
Intoleran
0-800
12
Castamea javanica
A
Toleran
300-1600
13
Casuarina equisetifolia
A,B,C,D
Intoleran
0-400
14
Casuarinas junghuhniana
A,B,C,D
Intoleran
400-1200
15
Dalbergia latifollia
B,C,D
Intoleran
0-800
16
Dalbergia sisso
B,C,D
Intoleran
0-800
17 18
Dryobalanops aromatica Eucalyptus alba
A C,D
Semitoleran Intoleran
0-400 0-800
19
D
Intoleran
-
20
Eucalyptus alba Subspec. platyphylla Eucalyptus deglupta
A,B
Intoleran
0-800
21
Eucalyptus grandis
C,D
Intoleran
800-1200
22
Eucalyptus salina
C,D
Intoleran
800-1200
23
Eucalyptus umbellata
C,D
Intoleran
800-1200
24
Gmelina arborea
B,C,D
Intoleran
0-800
25
Lagerstomia speciosa
A,B,C
Semi toleran
0-400
26 27
Maesopsis eminii Melalueca leucadendron
B,C,D A,B,C,D
Intoleran Intoleran
400-1200 0-400
28
Pinus caribaea
B,C,D
Intoleran
0-800
29
Pinus insularis
B,C
Intoleran
800-1200
30
Pinus khasya
B,C,D
Intoleran
800-1200
31
Pinus merkusii
B,C,D
Intoleran
200-1700
32
Podocarpus imbricatus
A,B,C
Semitoleran
1200
33
Pterospermum javanicum
A,B,C
Intoleran
0-400
34
Santalum album
C,D
Intoleran
0-800
35
Schimaa noronhae
A,B
Toleran
800-1200
Keadaan Tanah Kedalaman Toleran terhadap tanah dangkal Tidak diketahui Toleran terhadap tanah dangkal Toleran terhadap tanah dangkal Membutuhkan tanah dalam Membutuhkan tanah dalam Toleran terhadap tanah dangkal Membutuhkan tanah dalam Membutuhkan tanah dalam Toleran terhadap tanah dangkal Toleran terhadap tanah dangkal Membutuhkan tanah dalam Membutuhkan tanah dalam Membutuhkan tanah dalam Toleran terhadap tanah dangkal Membuthhkan tanah dalam Tidak diketahui Membutuhkan tanah dalam Toleran terhadap tanah dangkal Membutuhkan tanah dalam Membtuhk an tanah dalam Membutuhkan tanah dalam Membutuhkan tanah dalam Membutuhkan tanah dalam Membutuhkan tanah dalam Tidak diketahui Toleran terhadap tanah dangkal Toleran terhadap tanah dangkal Toleran terhadap tanah dangkal Toleran pada tanah dangkal Toleran terhadap tanah dangkal Membutuhkan tanah dalam Membutuhkan tanah dalam Toleran pada tanah dalam Membutuhkan tanah dalam
Kesuburan Toleran terhadap tanah kurus Tidak diketahui Toleran terhadap tanah kurus Membutuhkan tanah subur Membutuhkan tanah subur Membutuhkan tanah subur Membutuhkan tanah subur Toleran terhadap tanah kurus Membutuhkan tanah subur Tidak diketahui Toleran terhadap tanah kurus Membutuhkan tanah subur Toleran terhadap tanah kurus Toleran terhadap tanah kurus Toleran terhadap tanah kkurus Toleran terhadap tanah kurus Tidak diketahui Toleran terhadap tanah kurus Toleran terhadap tanah kurus Toleran terhadap tanah kurus Toleran terhadap tanah kurus Toleran terhadap tanah kurus Toleran terhadap tanah kurus Membutuhkan tanah subur Toleran terhadap tanah kurus Tidak diketahui Toleran terhadap tanah kurus Toleran terhadap tanah kurus Toleran terhadap tanah kurus Toleran terhadap tanah kurus Toleran terhadap tanah kurus Toleran terhadap tanah kurus Toleran terhadap tanah kurus Toleran terhadap tanah kurus Membutuhkan tanah subur
36
Swietenia macrophylla
B,C,D
Toleran
0-800
37
Swietenia mahagoni
C,D
Tole ran
0-800
38
Shorea javanica
A,B,C
Semitoleran
0-400
Membutuhkan tanah dalam Membutuhkan tanah dalam Tidak diketahui
39
Shorea leprosula
A,B,C
Semitoleran
0-400
Tidak diketahui
40
Tectona grandis
C,D
intoleran
0-800
Membutuhkan tanah dalam
Toleran terhadap tanah kurus Toleran terhadap tanah kurus Toleran terhadap tanah kurus Toleran terhadap tanah kurus Toleran terhadap tanah kurus
Tabel 1. Daftar jenis pohon, riap, rotasi dan asalnya (Manan, 19..)
No.
Jenis
1
Pinus merkusii
2
Agathis lorantifolia
3
Araucaria cunninghamii
4 5
Araucaria klinki Tectona grandis
6
Swietenia macrophylla
7
Dalbergia latifolia
8 9
Dalbergia sisso Paraserianthes falcataria
10
Anthocephalus cadamba
11 12 13 14 15 16 17
Acacia auriculiformis Altingia excelsa Eucalyptus deglupta Shorea javanica Pinus caribaea Maesopsis eminii Gmelina arborea
Riap 3 (m /ha/th)
Rotasi (th)
19.9 22.4 27.4 24.9 25.8
15 25 25 50 34
16.9-17.2 7.9 (III)*) 10.9(IV) 12.7 (I) 16.6 (II) 21.5 (III) 16 23.7 10 37.4 44-50 20 24 26.2 17 9.5 24.5 6-8 23.7-24.0 13-34 10-30 35
9.5 60 60 50 50 50 15 40 8 5 8 5 10 20 17 100 9 30 7 10 11 7
Asal
Sumut Jawa Australia tropic Irian jaya Jawa Jawa
Jateng Jateng Filipina
Maluku Malaysia barat
Tabel Kriteria prioritas dan penentuan jenis untuk hutan tanaman industry di Dataran rendah (Al rasjid, 1984) Jenis Pohon
Riap 3 (m /ha)
Daur (th)
26 45 16 20 14 20.3
30 15 30 25 30 25
18 12 17 38 -
10-15 10 10 10 -
23 45 18.9
10 15 15
Kayu Pertukangan Shorea M. merah
20
30
M. Putih
20
30
20
30
25
30
20 20 -
30 30 -
43.9 25 20
10 5 10
25 20 13.8-43.9 35-65 -
5 10 4-10 20 -
I. A.
B
C.
II A.
Nama Daerah
Siap Dikembangkan Kayu Pertukangan Shorea stenoptera Tengkawang Sengon P. falcataria Pinus merkusii Tusam Leda Eucalyptus deglupta Mahoni Swietenia macrophylla Sonokeling Dalbergia latifolia Kayu Pulp Pinus merkusii Tusam Jabon Anthocephalus cadamba Leda Eucalyptus deglupta Sengon P. falcataria Sesbania grandiflora Turi Kayu Energi Acacia auriculiformis Akor Sengon P. falcataria Dalbergia latifolia Sonokeling Siap dikembangkan dengan penelitian
M. kuning Tengkawang
B.
C
Nama Latin
Pilau Kayu mas Keruing Sungkai Kayu Pulp Lamtoro Kayu Energi Lamtoro Angsana Kaliandra Gamal Sungkai Mimba Johar Cemara laut
leprosula, S. oavlis, S. regosa, S. sandakanensis S. lamellate, S. bracteolate, S. virescens,S. collaris S.accumatissia,S.qibbosa, S.facuetiana, Shorea hoplifolia Shorea gysberstiana, S. compressa, S. pinnata, S. hoplifolia Agathis lorantifolia Duabanga moluccana Dipterocarpus spp Peronema canescens Acacia mangium Leucaena leucocephala Eucalyptus urophylla Leucaena leucocephala Eucalyptus urophylla Acacia mangium Pterocarpus sp. Calliandra calothyrsus Glirisida maculata Peronema canescens Azadirachta indica Cassia slamea Casuarina equisetifolia
Tabel Kalori dari beberapa jenis kayu bakar, dalam berat jenis dan kelas kayu bakar (KKB)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
No
Nama Daerah
Kasia Akasia Kelampis Rasamala Sengon Jabon Terap Jambu mete Kaliandra Kapuk Cemara Johar Kelapa Sonokeling Siso Hue Gamal Bamboo tali Kemlandingan Lamtoro Mangga Gelam Rambutan Angsana Jambu biji Kesambi Mahoni Puspa Turi Asam Jati Laban
Nama Latin
Acacia auriculiformis Acacia decurrens Acacia tomentosa Altingia excelsa P. falcataria Antocephalus cadamba Artocarpus sp Anacardium occidentale Calliandra calothyrsus Ceiba petandra Casuarina equisetifolia Cassia siamea Cocos nucifera Dalbergia latifolia Dalbergia sisso Eucalyptus sp. Gliricidia maculata Gigantochloa apus Leucaena glauca Leucaena leuococeppala Mangifera spp. Melaleuca leucadendron Nephelium lappaceum Pterocarpus indicus Psidium guajava Schleira oleosa Swietenia macrophylla Schima noronhae Sesbania grandiflora Tamarindus indica Tectona grandis Vitex pubescens
Berat Jenis
KKB
Kalori
0.69 0.70 0.81 0.34 0.42 0.67 0.94 0.94 0.82 1.01 0.16 0.72 0.84 0.67 0.88
III III II V V III I I II I III III II III II
4907 4462 4433 4862 4664 4731 4449 4369 4617 4294 5041 4483 4690 4722 4481 4721 4548 4407 4464 4533 4494 4676 4580 4329 4408 4459 4936 4773 4568 4829 5155 5218
Daftar nama jenis pohon untuk ditanam bagi berbagai tujuan (manan dalam Departemen Kehutanan, 1992) A. Untuk Rehabilitasi lahan kritis 1. Hutan Lindung a. Schima noronhae, b. Altingia excelsa, c. Schima bancana, d. Peronema canescens, e. Acacia decurrens, f. Cassia siamea, g. Pterocarpus indicus, h. Duabanga maluccana, i. Schima wallchii, j. Melaleuca leucadendron, k. Eucalyptus deglupta, l. Quercus sp. , m. Shorea atenoptera, n. Aleurites inaluccana, o. Arenga pinnata, p. Anacardium occidentale, q. Parkia speciosa, r. Bambussa sp., s. Gnetum gnemon, t. Artocarpus Integra, u. Gosampinus heptaph, v. Durio zibethinus.
2. Hutan Konservasi a. Ficus benjamina , b. Tamarindus indloa, c. Antidesma bunius, d. Adenanthera pavonin e. Mangifera sp., f. Canarium sp., g. Eugenia sp. , h. Lagers trosnia sp., i. Durio sp. , j. Artocarpus integra 3. Hutan Produksi a. Tectona grandis, b. Eucalyptus deglupta, c. E. urophylla, d. Acacia mangium, e. A. decurrens, f. Swietenia macrophylla, g. Pterocarpus indicus, h. Dalbergia latifolia, i. Pinus merkusii j. Paraserianthes falcataria
B. Untuk Areal Bekas Tebangan HPH a. Dryobalanopa aromatica, b. Shorea acuminatisima , c. S. leprosula, d. S. parvifolia, e. S. pinanga, f. Gonystilus bancanus, g. Dipterocarpus lowii, h. Shorea zeylanica, i. Diospyros celebica, j. Agathis borneensis, k. A. hamii.
C. Untuk Hutan Tanaman Industri 1. Kayu Pertukangan a. Tectona grandis, b. Swietenia macrophylla, c. Parashorea sp., d. Pinus merkusli, e. Acacia mangiiun, f. Eucalyptus deglupta, g. Shorea sp., h. Dipterocarpus sp. , i. Dryobalanops aromatica, j. Gonystilus bancanus, k. Pometia pinnata, l. Peronema canescens, m. Santalum album, n. Diospyros celebica.
2. Pulp dan Rayon a. Pinus merkusii b. Agathis lorantifolia, c. Eucalyptus urophylla, d. Acacia mangium e. Eucalyptus deglupta, f. Paraserianthes falcataria, g. Anthocephalus chinensis, h. Araucaria ciminghamii
3. Kayu Energi/Kayu Bakar a. Duabanga moluccana, b. Leucaena leucocephala, c. Acacia mangium, d. Eucalyptus urophylla, e. Gmelina arborea, f. Acacia auriculiformis, g. Sesbania grandifolia, h. Calliandra calothyrsus, i. Casuarina equisetifolia, j. C. junghuniana, k. Glirisidia sepium, sp. l. Rhizophora
4. kayu Mewah/Indah dan Rot a. Calamus sp., b. Santalum album, c. Diospyros celebica, d. Maniikara kauki, e. Gonystilus bancanus, f. Dalbergia latilolia, g. Pericopsis moniana, h. Eusideroxylon zwageri, i. Dracontomelon mangifera, j. Pometia pinnata
Daftar Jenis asing yang mudah beradaptasi dan asalnya a. Pinus caribeae (Honduras) b. Finns oocarpa (Mexico, Guatemala) c. Pinus kesiya/insularis (Filipina, Myanmar) d. Dalbergia latifolia (India) e. Swletenia macrophylla (Amerika Tengah) f. Gliricidia spp. (Amerika Tropik) g. Calliandra spp (Guatemala) h. Gmelina arborea (India, Burma, Thailand) i. Paulownia spp. (Taiwan, Jepang) j. Leucaena leucocephalus (Amerika Tengah) k. Maesopsis eminii (Afrika Tropik) l. Khaya spp. (Afrika Tropik) m. Eucalyptus spp. (Australia) n. Acacia duurrens (Australia) o. Ochroma lagopus (Amerika tropik) Daftar jenis asli Indonesia yang mudah dibudidayakan a. Pinus merkusii (Aceh, Tapanuli) b. Tectona erandis (Jatim, NT, Muna) c. Agathis iorantifolia (Maluku) d. Agathia boorneenis (Sampit) e. Paraseriantes falcataria (Maluku) f. Aleurithes moluccana (Jawa, Wetar, Timor) g. Anthocephalus cadamba (Kepulauan Indonesia) h. Altingia excelsa (Bukit Barisan, Priangan) i. Schima noronhae (Jabar) j. Peronema can&scens (Sumsel, Kalsel) k. Dyospyros celebica (Sulawesi) l. Manilkara kauki (Ball) m. Eucalyptus deglugta (Sulawesi) n. Casuarina equsetifolia (daerah pantai Indonesia) o. Casuarina mqntana (Jatim, Nusa Tenggara, Sulawesi) p. Macadamia hildebrandii (Sulawesi) q. Podocarpuf imbricatus (Jawa) r. Fragraea fragrans (Sumatera) s. Eucalyptus alba (Timor) t. Shorea leprosula (Sumatera, Kalimantan) u. Shorea javanica (Sumsel, Tapanuli, Subah) v. Santalum album (Timor)
XI. BIOLOGI REPRODUKSI TUMBUHAN DI HUTAN TROPIS
PENDAHULUAN Penyerbukan
pohon-pohon
hutan,
liana
dan
tanaman
merambat,
epifita, semak belukar dan herba pada hutan tropis melibatkan semua antar hubungan yang biasa antara tanaman dengan hewan antopilus yang tampak
pada
daerah-daerah
temperate
(beriklim
sedang),
dengan
penyerbukan tumbuhan oleh kelelawar. Juga, sebaliknya dari banyak formasi hutan temperate, penyerbukan angin jarang {tidak biasa} sebagai mekanisme seleksi (Whitehead, 1969) dan penyerbukan diri sendiri tampaknya kurang umum daripada penyerbukan silang (Bawa, 1974, 1979). Demikian juga, penyebaran benih/biji oleh angin lebih jarang daripada penyebaran biji oleh burung dan mamalia yang setelah memakan daging buahnya lalu membuang bijinya lewat muntahan atau kotoran, pada jarak tertentu dari tanaman induk (Van der Pijl, 1969; Janzen, 1975).
Aspek
lain
dari
biologi
reproduksi
hutan
ini
(termasuk
pembentukan semaian) terdapat sejumlah peningkatan yang sama dalam interaksi biotik yang tampak pada penyerbukan dan penyebaran benih. Oleh
karena
itu
pertimbangan
reproduksi
dari
sebuah
ekosistem
haruslah menjadi tujuan akhir kita (Baker, 1979}. Namun, hal ini baru dicobakan pada sejumlah kecil penelitian hutan tropis Amerika, Asia dan Afrika. Oleh karena itu, bab ini akan berisi sebuah pertimbangan mengenai penyerbukan dan penyebaran benih, di bawah/dalam berbagai pokok bahasan yang beragam, dimana individu spesies atau kelompok spesies
lebih
menjadi
bahari
pertimbangan
daripada
ekosistem;
sintesis dan uraian tentang sifat-sifat yang muncul ketika kita berpindah dari tingkat individu menuju suatu penanganan ekosistem yang
holistik
(menyeluruh)
untuk
sebagian
besar
belum
mungkin
diperoieh. Laporan ini tidak akan merujuk pada semua kepustakaan tentang individu spesies yang ada, bagaimanapun, karena topik ini terpencar didapat.
pada
berbagai
Meskipun
jurnal/majalah
demikian,
di
bawah
yang
sebagiannya
masing-masing
rubrik
sulit akan
diupayakan bahasan yang menyeluruh, ilustrasi dengan contoh juga diberikan, sering dari hutan Amerika Tengah yang sangat penulis kenal.
REPRODUKSI BENIH DAN PERKEMBANGBIAKAN VEGETATIF Pohon-pohon dan palma
Kadang-kadang
proporsi
benih
yang
dapat
terus
hidup
yang
dihasilkan oleh sebuah pohon hutan tropis ternyata amat rendah [misalnya: 0,1% untuk Endospermum (Dalbergia malaccensis) (Fabaceae, Faboideae) dan Vemnonia arborea (Asteraceae) (Ng dalam Whitniore, 1978). Namun demikian, semaian dari pohon-pohon sering terlihat di lantai-lantai hutan basah pada sebagian besar waktu dalam setahun, dan pada hutan-hutan kering sekurang-kurangnya selama musim hujan. Distribusi semaian tersebut dan anak pohon yang tumbuh darinya telah menjadi
subyek/bahan
diskusi
yang
sunggun-sungguh
dan
beberapa
penemuan (kepustakaan diringkas oleh Hubbel, 1979). Hal yang kurang jelas
adalah
tangkai/batang Schnell,
kapasitas bawah
1970;Janzen,
beberapa
tanah
atau
1975;
pohon sistem
Hartshorn,
untuk akar 1978).
bertunas (Richards, Kedua
dari 1952,
mekanisme
reproduksi mungkin penting dalam menjembatani perbedaan pertunasan pohon dari tangkai/bawah tanah atau sistem akar. Kadang-kadang
pohon
yang
runtuh
masih
berhubungan
sebagian
dengan sistem akamya, masih tertanam pada tanah dan "pohon-pohon" baru (rarnets) akan bertumbuh dari tunas yang tertidur/terhenti sepanjang batang pohon yang melintang. Sebuah contoh dibenkan oleh Pentaclethra
tanah
basah
macroloba
di
(Fabaceae,
Finca
La
Mimosoideae)
Selva,
Costa
yang Rica
tumbuh
pada
(H.G.Baker,
pers.obs.:Hartshorn, 1972,1978). Strangler figs terkenal, sejenis gulma seperti beberapa pohon
lainnya yang mulai pembentukkannya sebagai epifit, berkembang biak dengan biji yang dibawa oleh burung, kelelawar, atau mamalia "nonvolant" ke cabang-cabang pohon korbannya. Tanaman palma, dimana biasanya tidak mempunyai alat reproduksi
vegetatif maka tiap generasi harus berkembang biak dengan benih, Usia pertama kali berbunga untuk pohon-pohon hutan tropis belum banyak diketahui. Satu penelitian (Ng, 1966) terhadap Dipterocarpa yang dicangkok memperlihatkan bahwa banyak pohon tersebut mulai berbunga dan berbiji sebelum berumur 30 tahun.
Semak Belukar, Pohon Pakis dan Bambu
Bagi
kebanyakan
biji/benih
jelas
semak
penting
belukar daiam
di
hutan
tropis,
perkembangbiakan.
produksi
Meski
banyak
cabang/tangkai akan berkembang, Rhizoma dan pembentukan tunas baru dari akar samping lebih jarang dibandingkan pada hutan temperate. Pohon pakis, dapat berkembang biak dengan cara vegetatif (Shnell, 1970). Mengenai bambu, keadaannya benar-benar berbeda. Rumput yang terlalu besar tersebut adatah "monocarpic" (semelparous), dengan suatu periode waktu pertumbuhan vegetatif sebelum berbunga, yang dapat berlangsung sampai 120 tahun pada Phyllostachys bambusoides (McClure, 1966b; Janzen, 1976a,b). Selama waktu tersebut, rhizoma yang luas dan pertumbuhan tunas udara dapat menghasilkan suatu semak belukar yang sulit diternbus. Biasanya tanaman ini mati setelah berbunga
dan
berbuah
dan
akan
digantikan
oleh
semaian.
Janzen
(1976b) menganggap lambatnya pembentukan bunga ini kurang lebih sinkron
(selaras/serernpak)
pada
sebuah
spesies,
diikuti
oleh
produksi "caryopsis" yang sangat banyak, sehingga sebuah penyesuaian yang
memungkinkan
berbiji
tunggal
untuk
pembentukan
sebelum
pemangsa
dan
biji
penyebaran dapat
buah-buahan
menemukan
mereka,
berpesta dengannya dan mengembangkan populasi besar.
Di hutan-hutan Afrika Barat, spesies dikotiledon dapat membentuk
semak
perkembangbiakan udara)
seperti
{Fabaceae,
belukar
vegetatif pada
dari
Anthonota
Faboidea)
dan
yang
besar
melalui
"air-layering" (Macrolobium) Scaphopetalum
(lapisan
macrophylla amoenum
(Sterculiaceae) {Longman dan Jenik, 1974). Contoh-contoh
juga dapat diberikan untuk tiap-tiap benua. Tanaman merambat dan Liana
Seperti pohon ara pencekik, tanaman merambat dan liana dapat berkembang biak melalui biji yang berkecambah pada sebuah cabang atau batang sebuah pohon yang akhirya akan jadi penyokongnya. Dari asal udara ini, tunas atau akar bisa turun ke tanah. Tanaman rambat dan liana lain dapat berkecambah di darat dan mernbuat jalan tumbuh ke atas (Richards, 1952; Schnell, 1970; Longman dan Jenik, 1974; Whitmore, rendah maka
1975).
dalam
Oleh
karena
pembenlukan
diperlukan
tingkat
pohon
pembentukan
keberhasilan
merambat
biji
yang
dan
liana
yang ini,
berlebih-lebihan.
Meskipun demikian, pohon rambat dan liana yang telah jadi dapat ditumbuhkan kembali melalui pembentukan tunas dari tunas yang dorman. (Janzen, 1975). Ini salah satu alasan keberhasilan hutart rumput
penggunaan
neotropis buatan
di
tanaman
-Fabaceaewilayah
merambat
dalam
tropika
di
pinggiran
pembentukan
Amerika
dan
padang
Australia
(Baker, 1978b). Epifit dan Parasif Tanqkai
Epifit, karena habitatnya alami, membatasi reproduksi biji atau spora. Hal ini tidak hanya berlaku pada epifit herbaceous
yang
terkenal
(anggrek,
bromeliads,
pteridophytes, dan lainnya) dan hemiparasit {mistletoes, dll} tetapi juga bagi pohon-pohonn semak belukar epifit [(misainya spesies dari Clusia (Hepericaceae) dan Blakea (Melastomataceae)].
Reproduksi
melalui
epifit
secara
karakteristik disempurnakan oleh produksi biji yang amat kecil dalam jumlah yang amat besar {misainya Piperaceae, Orchidaceae, Bromeliaceae, dil) yang dapat disebarkan oleh angin atau, lebih sering lagi oleh burung dan mamalia yang menelan
biji
dan
kemudian
memuntahkan
atau
membuang
kotorannya tepat pada cabang pohon yang menjadi inangnya.
Herba_dan Parasitakar
Peluang
bagi
pembentukan
bunga
dan
penyebaran
biji
oleh tanaman herba dari lantai hutan yang matang secara khas terjadi bilamana sebuah pohon tumbang meningkatkan iluminasi di tingkat dasar/tanah. Penerangan oleh manusia juga memberikan fungsi persiapan yang sama. Sebaliknya, di pedalaman hutan, perkembangbiakan dan penyebaran vegefatif melalui
pertumbuhan
[(misalnya
rhizomata
Heiiconia
merupakan
(Musaceae),
hal
yang
umum.
(Marantaceae).
Caiathea
Zingiber (Zingiberaceae, dll)]
Pada intensitas pencahayaan lantai hutan yang rendah, saprofit
dan
Terutama
parasit untuk
mernpunyai
sebuah
paleotropis,
keuntungan.
anggota-anggota
Balanophoraceae merupakan parasit obligat pada akar-akar tanaman
kayu.
Perhatian/penekanan
pada
reproduksi
vegetatif di sini, oleh karena pada kasus parasit akar Thonianningia
dari
sanguinea
Afrika,
yang
termasuk
dioecious, kejadian bersama benangsari dan putik hampir tidak dikenal (Bullock, 1948), sehingga perkembangbiakan itu harus secara eksklusif dengan cara vegetatif. REPRODUKSI BIJI/BENIH SISTEM PERKAWINAN
Riset mengenai sistem perkawinan pada tanaman hutan tropis dipusatkan terutama pada pohon-pohon dan belukar hutan {East, 1940, Baker, 1959, 1976; Ashton, 1969, 1977; Styles, 1972; Bawa, 1974; Tomlinson, 1974; Bawa dan Opler, 1975; Styles dan Khosla, 1976; Soepadmo dan Eow, 1977) dan sebagian
tanaman
Purseglove, sedikit
1968;
data
perkebunan Baker,
tentang
Heliconia
(J.Kress,
(Kennedy,
1978).
(Ferwerder
1976;
Simmonds,
tanaman
herba
pers.comm,
1979)
Liana
dan
dan
epifit
Wit,
1969;
1976).
Hanya
hutan, dan
hampir
kecuali
Marantaceae tidak
pemah
ditetiti. Isu/masalah utama dalam pembahasan sistem perkawinan tanaman tropis adalah peran masing-masing dari inbreeding (perkawinan
sejenis)
dan
outbreeding
(perkawinan
antar
jenis) pada hutan dan dampaknya pembentukan populasi yang berbeda dan khusus. (Baker, 1959; Fedorov, 1966; Ashton, 1969,1977;
Bawa,
1974,1976).
Sebagai
akibatnya,
tujuan
dari kebanyakan penelitian adalah untuk menentukan apakah kebanyakan
tanaman
hutan
tropis
fertilisasi/penyerbukan
sendiri
fertilisasi/penyerbukan berbeda
dari
melakukan
silang.
penentuan
apakah
Perlu
atau
dicatat,
tanaman
hal
tersebut
ini
"self-
incompatible". Sebuah spesies yang self-incompatible dapat saja
menyediakan
kebanyakan
bijinya
melalui
penyerbukan
silang. Di pihak lain, harus ditekankan bahwa perkawinan silang
bisa
sama
dengan
perkawinan
yang
secara
genetik
sejenis jika dilakukan antar tanaman yang memiliki asal yang
sama.
Jadi
jelas
sejumlah
faktor
yang
berkaitan
dengan perilaku penyerbukan dan seleksinya mungkin penting dalam tropis
evolusi (Bawa
sistem dan
perkawinan
Opler,
pada
1975;
pohon-pohon
Frankie
et
hutan
al.,
1976;
Janzen, 1977a,b; Bawa, 1980; Bawa dan Beach, 1981; Beach, 1981). Geitonogamy dan Autogamy
Tingkat penyerbukan sendiri atau silang pada tanaman Zoophilus lergantung pada sebagian besarnya dari aktivitas pencarian
makanan
para
penyerbuk
(polinator)
dimana
perilaku tersebut dipengamhi oleh variasi menurut ruang dan waktu dari bunga (nektar/tepung). Namun demikian, pada saat
yang
sama,
sebuah
mengandung
ratusan
kedatangan
penyerbuk
pohon
bunga
besar
yang
di
terbuka
potensial.
hutan siap
Hampir
dapat
menunggu
sernua
tamu
(penyerbuk) yang datang pada sebuah pohon tertentu akan menemui banyak bunga sebelum meninggalkan pohon tersebut. Geitonogamy,
perpindahan
kepada
bunga
lainnya
akibat
penyerbukan
merupakan
akibat
perpindahan
tepung
tepung
pada
sel
tanaman
telur
pergerakan sari
sari
dari
dari
yang
bunga
sama
yang
penyerbuk.
"anther"
ke
satu
bunga
(sebagai
belakangan) Autogamy,
"stigma"
pada
bunga yang sama, diikuti oleh fertilisasi dapat terjadi dengan atau tanpa bantuan penyerbuk pada pohon tersebut. Secara genetik, akibat dari geitonomi atau autogami sama, kecuali untuk kasus yang jarang dimana bagian mahkota yang berbeda
dari
sebuah
pohon
dapat
berbeda
secara
genetik
melalui mutasi somatik (Bawa, 1979). Monoecism,
produksi
terpisah
benangsari
dan
putik
bunga pada pohon yang sama (seperti pada banyak Meliaceae, Euphorbiaceae
dan
"outcrossing"
Arecaceae),
(persilangan
memajukan/meningkatkan
luar)
namun
masih
membuka
kemungkinan dari geitonomi. Tetapi, geitonomi dan autogami hanya bisa muncui juka fungsi dari tepung sendiri pada stigma
(putik)
dicegah
oleh
suatu
mekanisrne
self
incompatibilitas. Meskipun banyak pohon-pohon hutan tropis mempunyai
selfincompatibility
sendiri),
ini
penyerbukan
bisa
diri
tidak
dan
(ketidakcocokan
mencukupi,
silang
mungkin
oleh
dalam
diri
karena
itu
terjadi
pada
pohon
yang sama, dan pada waktu yang sama (Bawa, 1974; Gan dkk., 1977). Bagi beberapa spesies pohon, terdapat laporan-laporan yang
bertentangan
yang
menyatakan
individu
atau
tentang
bahwa
terjadinya
sistem
ini
bervariasi
hal
populasi
[cf.
dapat
Opler
dkk.,
perkawinan antara
(1076a,
untuk
Cordiaalliodora (Boraginaceae); dan Valmajor dkk, (1965);
Baker
(1970),
dan
Soepadmo
dan
Eow
(1977),
dan
Durio
zibethinus (Bombacaceae)]
Luas
fertilisasi
sendiri
dan
silang
mungkin
juga
tergantung dari pengaruh iklim dan ketersediaan penyerbuk, dan
juga
wilayah
pada
ketersediaan
terbang
penyerbuk.
pohon-pohon Sebagai
tertentu
daiam
akibatnya,
bagi
kebanyakan pohon-pohon hutan suiit diukur besarnya/luasnya "outcrassing" (persilangan luar). Outcrossinq
1:
Mekanisme
fisik
dan
waktu
penyebab
outcrossing
Pada
bunga
besar
dari
beberapa
pohon
Bombacaceae
(misalnya
Ceiba
putik
acuminata),
terletak
begitu
jauh
dari benang sari pada sekuntum bunga yang mekar sehingga tepung sari tidak dapat disimpan/diletakkan padanya tanpa pertolongan
binatang binatang
acuminata,
yang
yang
dimaksud.
dimaksud
Pada
adalah
kasus
C.
kelelawar
dan
burung kolibri (Baker dkk., 1971). Pemisahan secara fisik benangsari
dari
herkogamy)
putik
(secara
meningkatkan
teknik/sebuah
kemungkinan
contoh
penyerbukan
silang
(atau geitonogarni) dan dapat sesuai bagi banyak pohonpohon
tropis
tumbuhan
lain.
rambat
Sebuh
dapat
contoh
diperoleh
bagus dari
herkogami Gliriosa
pada
superba
(Liliaceae). Pelepasan oleh benangsari dan penerimaan oleh putik dapat dibagi menurut waktu (dichogamy): pelepasan tepung sari
mendahului
kesediaan
putik
(protandry)
atau
sebaliknya (protogyny). Protandri khususnya terkenal pada Fabaceae.
Jadi,
pada
Hymenaea
courbaril
(Caesalpinioideae), di hutan neotropis, ketika "anthesis" pada awal malam benang sari "dehisce" sementara "style" masih terguiung) dengan putik terlindung baik pada pusat "coil" (gelung). Kemudian pada waktu malam, style uncoiled dan tersajilah sebuah putik yang siap (G.W, Frankie, pers. Obs.). Pada
rumpun
mekanisme
Gardeniaceae
"protandrous"
memanjang/terulur
saat
dan
Rubiaceae,
yang
"anthesis",
dengan
berbeda,
style
mendorong
seperti
sebuah pengisap (piston) antara benang sari yang diketahui membelah
dan
serbuk
sari
disajikan
untuk
serangga
pendatang pada putik yang tidak reseptif (siap menerima). Belakangan,
ketika
serbuk
sari
telah
terlepas,
putik
menjadi reseptif (siap) terhadap serbuk sari yang dibawa dari tempat lain (Baker, 1958). Dimana protandri melibatkan secara relatif bunga-bunga besar
di
situ
bunga-bunga autogamy
biasanya
pada
bisa
pohon
dicegah,
tidak yang
ada sama
geitogamy
sinkronisasi sehingga tetap
antara
meskipun
dimungkinkan.
Dimana protandri terlihat pada spesies yang banyak bungabunga kecil berkumpul ke dalam inflorescences yang padat, dan secara fungsional merangsang bunga besar di situ bisa terdapat sinkroni dengan inflorescence. Jadi, pada spesies Parkia
(Fabaceae, Mimosoideae) paleotropik dan neotropik
terdapat sinkroni. Pada P. clappertoniana, inflorescence cembung seukuran bola tenis terjadi pada benangsari bungabunga di suatu malam dan pada putik di malam berikutnya (Baker
dan
sinkroni
Harris,
antara
1957).
Meski
infloresensi
begitu,
dan
tidak
sekali
terdapat
iagi
meski
autogamy bisa dicegah, geitogamy dapat terjadi bilamana keleiawar penyerbuk melakukannya. Infloresensi
Parkia
memperlihatkan
pembagian
kerja
yang menarik antara bunga-bunga, sebagian berfungsi hanya sebagai
produser
nectar
(penghasil
madu)
sementara
sebagian Iagi sebagai penghasil buah (Baker dan Harris, 1957; Baker, 1978a). Protogini, yang kurang sering dibandingkan protandri boleh jadi merupakan sebuah mekanisme yang iebih efektif untuk
rnemajukan
outcrossing,
oleh
karena
itu
serbuk
'asing" yang mencapai putik sebelum benangsari bunga itu sendiri
"dehisce"
perlombaan
pada
akan batang
lebih benang
disukai/menang sari
menuju
dalam ovula,
mengalahkan semua serbuk yang belakangan dilepaskan bahkan jika
pada
waktu
itu
putik
masih
hams
disiapkan.
Dua
penelitian yang baik sebagai contoh protogini diberikan oleh
Persea
americana
(Lauraceae) dan
Annona
cherimolia
(Annonaceae) dan , tentunya, spesies Ficus (Moraceae) yang sangat khusus (McGregor, 1976). Outcrossing 2: Sistem incompatibiljtas
Self-inkompatibilitas
(inkompatibilitas
sendiri)
homomorfik ditemukan pada banyak pohon-pohon tropis yang memperlihatkan mekanisme penghindaran/penceganan autogarni dan
geitonogami
belukar,
herba
ini, dan
tetapi
liana
yang
terdapat
juga
heteromorfik
pohon-pohon pada
hutan-
hutan tropis (East, 1940; Baker, 1958; Bawa, 1974; Arroyo, 1976; Opler dkk., 1976a; Haber dan Frankie, 1982). Pada sebuah hutan yang rontokdan kering di Costa Rica, Bawa (1974) menemukan 27 dari 34 spesies pohon berbunga hermaphrodit merupakan "self-incompatible" sebagai sebuah hasil
percobaan
(1976)
dan
bagging,
Zapata
dan
selfing Arroyo
dan
crossing.
(1978)
Arroyo
menemukan
suatu
proporsi yang serupa pada sebuah hutan tanah rendah di Venezuela. Penelitlan-penelitian yang dilakukan pada hutan hujan tropis tanah rencah di Malaya (Ashton, 1977} dan hutan basah di Costa Rica (Bawa, unpub.) juga menunjukkan adanya tinggi
oto-inkompatibilitas dari
pohon-pohon
pada
sebuah
contoh
proporsi
lebih
jauh
yang
spesies
individual yang diperlihatkan oteh East (1940), Purseglove (1968),
Hedegart
(1976),
Mori
dan
Kallunki
(1976),
Simmonds (1976) dan Gan dkk. (1977), Sedikit sekali penentuan nubungan kompatibilitas pada semak belukar hutan, kecuali untuk heterostylous (tumbuhan berakar
serabut)
dan
Fubiaceae
lainnya
di
Afrika
Barat
{Bakaer, 1958) dan di Costa Rica (Bawa dan Beadh, 1981) dimana inkompabilitas sendiri banyak terjadi, dan untuk spesies
Cordia
incompatible)
(Boraginaceae)
dan
hoostylous
yang
heterostylous
(self-compatible)
di
(selfhutan
neotropis (Opler dkk., 1976a). Pada sebuah hutan tropis rendah tanah basah di Costa Rica, L. McDade (pers.comm., 1979)
menemukan
oto-inkompatibilitas
pada
sekurang-
kurangnya 4 buah spesies Aphelandra (Acanthaceae), tetapi J.Kress
(pers.comm.)
(Musaceae)
mempunyai
telah
membuktikan
spesies-spesies
bahwa baik
Heliconia
yang
self-
compatible maupun self-incomptible. Pada hulan yang sama, K. Grove (pers.comm., 1977) menemukan beberapa herba yang self-compatible. Di
antara
liana
dan
tanaman
merambat,
Pass/flora
mucronata ditemukan self-incompatible dan self-compatible
ini
banyak
terjadi
(Gentry, 1974a).
pada
Bignoniaceae
yang
merambat
Pada
banyak
spesies,
barier
inkompatibilitas
tidak
lengkap atau mudah menjadi rusak (contohnya, lihat Baker, 1958;
Lee,
1967;
Purseglove,
1968,
1975;
Bawa,
1974;
Hedegart, 1976). Pada Cord/a alliodora (opier dkk., 1976a) dan Luehea seemannii (Haber dan Frankie, 1982), terdapat bukti eksperimental bahwa sebagian pohon self compatibel dan sebagian lagi self-inkompatibel. Pada hutan-hutan tropis, tampak bahwa musim berbunga dan
usia
bunga
secara
individu
berpengaruh
besar
pada
integritas sistem self-inkompatibilitas. Sebagai contoh, pada
Byrsonima
pohon
yang
sebagai hampir
(Malpighiaceae)
crassifolia
digunakan
dalam
self-incompatibel selesai,
percobaan
tetapi
bunga-bunga
yang
satu
awalnya
ketika
5
ditemukan
masa
mengalami
dari
berbunga
penyerbukan
sendiri menghasilkan buah {Bawa, unpubt.) Pada
Piscidia
carthagenensis {Fabaceae, Faboideae), bunga-bunga berusia
satu hari hasil penyerbukan sendiri secara buatan, tidak menghasilkan membentuk
buah,
buah.
tetapi
bunga
Pohon-pohon
yang
dari
berusia
spesies
dua
ini
hari
biasanya
mengalami penyerbukan siiang (Frankie dan Haber, unpubl.). Pada
Luehea
mengalami
(Tiliaceae),
seemanii
penyerbukan
sendiri
bunga-bunga
menghasilkan
yang
buah
lebih
banyak pada 12-16 jam setelah "anthesis" dibandingkan pada 2-4 jam dari "anthesis" (Haber dan Frankie, 1982). Meskipun
demikian,
frekuensi
kerusakan
sistem
inkompatibilitas dan faktor lingkungan penyebab kerusakan tersebut rnemerlukan penelitian lebih lanjut (Baker, 1955, 1965a, 1974; Stebbins, 1957; Jain, 1976). "Selfing" yang melestarikan
genotipe;
rekombinasinya, hutan
tropis
sehingga
akan
"crossing"
sistem
tercermin
perkawinan
pada
struktur
menyebabkan sebuah
pohon
populasi
dan
variasinya. Penelitan tentang variasi ini, yanng dibuat melalui elektroforesis protein yang terkandung dalam sel, baru
saja
mulai
dilakukan
pada
pohon-pohon
tropis
(Can
dkk., 1977). Sistem self-inkompatibilitas yang heteromorfik untuk
sebagian besarnya terbatas pada tanaman herba dan pohonpohon
kecil
(misalnya:
Rubiaceae,
Erythroxylaceae,
Oxalidaceae, Boraginaceae) dan bisa tidak ditemukan pada pohon-pohon
tinggi.
"Distyly"
lebih
umum
daripada
"tristyly" pada tumbuhan hutan, "tristyly" terbukti hanya pada bentuk turunan dari Averrhoa carambota dan A. bilimbi (Oxalidaceae) penelitian,
(Baker,
dua
unpubl.).
ekosistem
hutan
Pada
tanah
peneiitian-
rendah
di
Costa
Rica, Bawa (unpubl.) menemukan 2 s/d 3% spesies pohon dari setiap ekosistem adalah "distylous". Pada
beberapa
tampaknya
tanaman
berkembang
kayu
menjadi
tropis
"heterostyty"
"dioecism"
(Baker,
1958,
1959; Carlquist, 1966; Bawa dan Opler, 1975; Opler dkk., 1976a; Bawa, 1980). Jadi, pada Mussaenda spp. (Rubiaceae), menghambat artinya
(mencekik)
adalah
bahwa
pembuluh pada
corolla
tanaman
dengan
ber-"style"
rambut panjang,
serbuk sari jarang diambil dari benangsari yang bawah dan pada tanaman ber-"style” pendek serbuk jarang ditaruh pada putik. Jadi, tanaman ber"style" panjang berfungsi sebagai individu "pistillate" (benangsari) dan menghasilkan biji, sementara
(anaman
ber"style”
putik
(Baker,
1958,
1959).
pada
Cord/a
(Opler
pendek
Gambaran
dkk.,
berfungsi yang
1976a).
sebagai
sama
terlihat
Sebagai
akibat,
pengamatan pembentukan buah dan penelitian morfologi bunga adalah penting untuk memastikan apakah mereka berfungsi sebagai
hermaprodii
(dan
heterostyle)
atau
berfungsi
uniseksual. Pada
spesies
homomorfik,
dengan
sistem
biasanya
self-inkompatibilitas tampak
sebagai
tipe
yang yang
dikontrol secara gametophyt, dan sebaliknya pada sistem in-heteromorfik yang dikontrol secara sporafit. Jadi pada Theobroma
(Sterculiaceae), sistemnya mempunyai ciri yang
tidak biasa yaitu bahwa pembuluh tepung sari dari semua penyerbukan tumbuh sama cepat dengan kantung embrio dan perbedaan antara penyerbukan compatibel dan inkompatibel hanya
menjadi
nyata
ketika
garnet
jantan
yang
terakhir/belakangan (Cope,
1962a).
sebuah
populasi
gagal
Cope
melakukan
(1962b)
yang
pembuahan
memperlihatkan
terisolasi
(dan
sel
telur
bahwa
dari
Theobroma
cacao
memiliki distribusi "spotty" di hutan Amazon) menghasilkan pohon-pohon self-compatibel, yang berbuah banyak, akhirnya harus menggantikannya dengan self inkompatibilitas. Namun demikian,
akan
terjadi
diskriminasi
selektif
yang
kuat
melawan tipe-tipe self compatibel (Purseglove, 1968) dan di dekat pusat asa! spesies yang diperkirakan berada pada lereng
ttmur
ditefiti
Andes,
terbukti
semua
klon
merupakan
yang
self
sejauh
ini
incompatible.
telah
Di
lain
pihak, semakin jauh pengumpulan dibuat dari pusat asal, semakin
besar
Purseglove
proporsi
(1969)
pohon-pohon
self
mempertimbangkan
compatibel. bahwa
self
incompatibility akan menolong menyebarkan spesies ke dalam daerah baru. Keberadaan menghilangkan inbreeding
self
incompatibility
secara
secara
pada
keseluruhan
genetis,
dimana
tumbuhan
kemungkinan ini
tidak
tidak proses
tergantung
pada pembuahan sendiri, ukuran populasi kecil yang efektif disebabkan oleh terbatasnya sejumlah individu dimana polen mungkin diterima, pernbentukan bunga yang tidak sinkron dan penyebaran benih terbatas dapat memperbesar tingkat inbreeding. Aliran gen dalam waktu dan ruang sulit untuk dimonitor pada populasi ponon tropis, dan studi-studi yang sesuai masih dalam taraf penyelesaian. Akan tetapi, studi terbaru
mengenai
menunjukkan
bahwa
pohon-pohon varian
di
genetik
hutan dan
hujan
seedling
dengan cepat satu langkah pada suatu pohon induk leprosula (Dipterocarpaceae), dan
(Sapindaceae)
(Gan,
et
al,
Malaya menurun Shorea
Xerospermum intermedium
1977).
Ini
sesuai
dengan
pendapat Ashton (1969) bahwa pohon-pohon di tropika basah kebanyakan menukar gen-gen dengan tetangga-tetangga dekat mereka dalam suatu rumpun, meskipun kadang-kadang dapat juga terjadi antar anggota-anggota dari rumpun-rumpun yang berbeda. Untuk pembuktian, setidaknya di hutan kering di
Costa
Rica,
pohon-pohon
dapat
berumpun,
lihat
Hubbel
(1979), ditunjukkan bahwa rumpLin-rumpun dari pohon hutart dipterocarpaceae terbatasnya buah
Malaysia
penyebaran
dibandingkan
(yang
benih}
terbentuk
menghasilkan
pohon-pohon
yang
karena
lebih
terisolasi
banyak sebagai
individu-individu. Outcrossing 3: Monoesisme dan dioecisme
Banyak monoesisme Styles
dan
tumbuhan
tropis
(contohnya Khosla,
mendorong
beberapa
1976)
outcrossing
Meliaceae;
atau
merubah
dengan
Styles,
1972;
monoesisme
harus
dengan dioesisme (contoh, Cariaceae; Baker, 1976). Pada bunga-bunga
uniseksual
dari
beberapa
taksa
monoecious
telah berkembang baik, tetapi organ-organ seks lawannya lidak berfungsi, membuatnya sulit untuk menduga sifat alam seksualitas
dari
pemeriksaan
kasual
morfologi
bunga.
Dengan demikian, berdasarkan studi berikut, banyak spesies dari
hutan-hutan
tropis
yang
bersifat
hermaprodit
pada
bunga-bunga tua, telah ditemukan dapat menghasilkan bungabunga yang berfungsi secara uniseksual (Styles, 1972; Bawa dan
Opler,
1975;
dipublikasikan).
Styles
dan
Kesamaan
Khosia,
antara
1976;
Bawa,
bunga-bunga
tidak
staminate
dengan pistiltat (bertentangan dengan yang ditemukan pada proses
penyerbukan
oleh
angin
pada
pohon-pohon
hutan
temperate) kemungkinan dibutuhkan kedua macam bunga untuk rnenyesuaikan hewan
diri
dalam
mencari
polinator-polinator
bentuk
(serangga,
yang
burung,
sama
oleh
kelelawar)
dari pohon-pohon tropis ini. Uniseksualitas jelas
pada
dari
spesies
bunga-bunga
berkayu
tersebut
dibandingkan
akan
lebih
pada
taksa
herbaceous (termasuk epifit). Sebuah survei flora di Pulau Barro,
Colorado,
Croat
(1978)
melaporkan
proporsi
dari
spesies diocious dalam flora (semua bentuk hidup bersarna) adalah (Croat,
9%,
(115
1979)
menunjukkan
dari
telah
bahwa
1265
spesies).
membuat
diantara
Penulis
analisis
pohon
yang
lebih
yang jauh
berukuran
sama dan
sedang
hingga besar, 21% adalah diocious (berumah dua) dan 15% adaiah
monoecious
(berumah
satu).
Angkanya
rnengecil
menjadi masing-masing 7% dan 12%, untuk pohon-pohon kecil (dan semak), 8% dari tumbuhan scandent adalah dioecious dan 12% adalah monoecious. Dalam
studi
mengenai
hutan
kering
di
propinsi
Guanacaste, Costa Rica, Bawa dan Opler (1975) menemukan 22% dari spesies pohon adalah diocious. Mereka mengulangi dan dana diperoleh 40% untuk hutan hujan di Nigeria dan 26%
(termasuk
beberapa
spesies
hermaprodit
dikogamus)
untuk hutan hujan campuran dipterocarpa dataran rendah di Serawak Tengah (masing-masing adalah data dari Jones, 1955 dan Ashton, 1969). Jelasnya, diosisme lebih lazim diantara pohon-pohon daerah-daerah temperate, dan kemungkinan lebih lazim
pada
pohon-pohon
besar
dibandingkan
pada
bentuk
hidup lainnya. Alasan-alasan ini telah dikemukakan oleh Bawa dan Opler (1975), Bawa (1981) dan Beach (1981). Pohon-pohon dioecious tropis menunjukkan variabilitas yang tidak teratur daiam ekspresi seks, dimana manifestasi dari satu seks (biasanya staminate) menghasilkan beberapa bunga
yang
lawannya.
hermaprodit
atau
Selanjutnya
lebih
dalam
jarang
Carica
dari
seks
papaya,
ada
kecenderungan mempakan pohon-pohon staminate, pada akhir periode pernbentukan bunga, untuk menghasilkan bunga-bunga hermaprodit dimana buah-buah yang membawa benih terbentuk. Benih-benih staminate
dari
buah-buah
mapun
mempertahankan
ini
pistillate,
keberadaan
kedua
meningkatkan yang
seks
progeni
artinya
datam
dalam
areal
lokal
pohon-pohon
hutan
hujan
telah diteliti oleh Baker (1976). Pada
beberapa
spesies
dari
tropis, individu-individu hermaprodit, sama halnya dengan pistillate (bunga berkelarnin betina) dan staminate (bunga berkelamin (contohnya,
jantan),
dapat
Coccoloba
individu-individu
terjadi
padiform'ts
pohon
dapat
pada
dasar
reguler
(Polygonaceae),
beragam
dalam
atau
keadaan
seksual dari waktu ke waktu. Beberapa dari taksa pohon
didaftar
oleh
Yampolsky
dan
Yampolsky
(1922)
sebagai
polyamodioecious. Di areal Pulau Barro, Colorado (Panama), Croat
(1978)
menemukan
ada
54
spesies
(4%
dari
flora)
dalam suatu kondisi. Belum jelas arti adaptif dari variasi semacam itu dalam ekspresi seks. Pohon-pohon
tropis
dioecious
menunjukkan
beberapa
hubungan seks dimorphisme dalam ciri reproduktif seperti jumlah bunga per inflorescecncec, ukuran bunga, warna dan bentuk
dari
petal
dimana
bunga
(kebanyakan
staminatenya
khususnya
adalah
pada
Ccarica,
gamopetalus
sedangkan
bunga pistillatenya adalah polypetalous), dalam sejumiah nektar yang dihasilkan, dan dalam tingkat herbivory pada bagian-bagian floral (Bawa dan Opler, 1975; 1978; Baker, 1976).
Bawa
dan
Opler
(1975)
telah
mencatat
perbedaan-
perbedaan dalam jumlah nektar yang dikeluarkan oleh bungabunga
staminate
menunjukkan
dan
pistillate,
opposite
lengkap,
tetapi
Carica
disini
spp,
bunga-bunga
pistillate tidak menghasitkan nektar sedangkan suplainya baik pada bunga-bunga staminate (Baker, 1976). Dalam kasus Carica,
dikatakan
berbahaya,
bahwa
seperti
ini
membuat
hummingbird
pengunjung
(Trochilidae)
bunga
dan
lebah
Trigonia, jauh dari bunga-bunga pistillate dimana ovari mudah
rusak
mengisi
bunga.
Penyerbukan
yang
bemasil
dilakukan oleh ngengat yang mengunjungi bunga pistillate karena kesalahan dalam pencahayaan yang kurang. Baker
(1978a)
telah
perbedaan-perbedaan
mertunjukkan
nyata
antara
bahwa
mungkin
pohon-pohon
ada
pistillate
dan staminate dari spesies yang sama pada rasio sukrosa terhadap heksosa dalam nektar bunga mereka (contohnya pada Triplaris
americana,
Polygonacceae).
Arti
dan
tingkat
perbedaan-perbedaan semacam itu akan terbukti dengan studi lebih lanjut. Kebanyakan pohon dioeccious tropis yang telah diteliti menunjukkan staminate hanya
rasio
(Opler
tumbuhan
seks dan
bunga
yang
Bawa,
bias, 1978).
berkefamin
umumnya Pada betina
berlaku
beberapa yang
seks
kasus,
diketahui
(Tomlinson, 1974) dan disini apomiksis harus dicurigai. Apomiksis
Reproduksi apomiksis, biasanya melibatkan agamospermi (pembentukan
embrio
tanpa
fusi/peleburan
seksual)
yang
telah diketahui untuk individu tropis spesies berkayu dan herbaceous sejak abad ke-19. Reproduksi apomiksis pertama kali
ditemukan
oleh
Smith
pada
tumbuhan
penyusunan
biji
berkelamin
betina)
sekarang
dikenai
(Euphorbiaceae). apomistik (1954,
yang
1967)
(terutama
sebagi
lebih
dan
rumput-rumputan)
Mekanisme
yang
yang
dengan
terdapat
tercantum
lazim/umum
(adventitious),
yaitu
berlawanan
yang
ilicifolia
satu
30
mekanisme
oleh
Nygren
genera
tropis
dalam
adalah
(bunga
spesies
dipublikasikan
sekurangnya
mengamati
betina
Alchornea
spesies
telah
yang
berbunga
diisolasi,
Daftar
atau
(1841),
daftar
embriony
dengan
ini. liar
apomiksis
di
bagian-bagian dunia dimana musim pertumbuhan singkat, yang bergantung pada diplospori atau apospori pada setiap kasus yang diikuti oleh diplotid partenogenesis (Baker, tidak dipubl.).
llustrasi
(adventitious) Pachira
pada
oleaginea
mengenai pohon
mekanisme
hutan
(sekarang
tropis
dikenai
embriony
liar
ditunjukan
oleh
sebagai
Bombacopsis
glabra (Bombacaceae) oleh Baker (1960)}.
Penjelasan-penjelasan eko-evolusioner untuk perbedaan yang berhubungan dengan iklim ini akan dipertirnbangkan di bagian lain, tetapi yang perlu mendapat perhatian adalah beberapa
macam
heterozygositas dari
apomiksis
(juga
persilangan
(amphimistik) demonstrasi
heterosis)
di
luar
tumbuhan oleh
dapat
Ashton
"menghentikan"
yang
pada
telah
reproduksi
induk(moyang). (1977)
dan
dihasilkan
Kaur
seksual
Akibatnya, dkk.
(1978)
tentang tingkat kemungkinan apomiksis tinggi pepohonan di hutan
klimaks
mungkin individu
sulit
Malaysia, karena
conspesifik,
dimana
pemisahan
reproduksi fisik
menyatakan
dari
bahwa
amphimistik individufrekuensi
terjadinya
sistem
perkembangbiakan
ini
harus
diselidiki
secara teliti di hutan tropis lain. S.
Appanah
pepohonan
(dalam
Kavanagh,
Dipterocarpaceae
di
1979)
menemukan
Malaysia
diserbuki
bahwa oleh
trips (Thysanoptera). Jumlah serangga ini tidak banyak, dan
akan
meningkat
dipterokarpa
pesat
berbunga.
pada
Namun
saat
sekumpulan
demikian,
spesies
spesies
pohon
pertama dalam unjtan pembentukan bunga, contohnya Shorea dihadapkan
macmptera,
kenyataan
tersebut
pada
kelangkaan
menunjukkan
trip
pohon-pohon
sehingga
dari
spesies
ini adalah apomistik. Ekologi penyerbukarn Anthecology) Awal pembentukan dan perkembangan bunga (antesis)
Permulaan berbeda:
pembentukan
"induksi"
pada
bunga
melibatkan
tumbuhan
dengan
dua
fase
kesiapan
untuk
menghasilkan kuncup-kuncup bunga (seringkali dikendalikan oleh
fotoperiode,
"diferensiasi" bunga
sepanjang
ujung
(Hilman,
(perkembangan
suhunya
vegetatif
1962;
bunga}
sebelum
Salisbury,
mungkin
cocok), menjadi 1963}.
langsung
dan kuncup
Antesis
terjadi
atau
tertunda (dormansi kuncup}. Pendorong fotoperiode, jika ada, pada tumbuhan tropis dapat
berasal
proporsi
cahaya
(McClelland, Tetapi,
dari
terhadap
1924;
apapun
perubahan
gelap
Sunning,
faktor
yang
sangat pada
1948;
pemicunya,
kecil
lamanya
Njoku,
1958;
mungkin
pada hari dll)
"induksi",
"diferensiasi" atau "antesis" kebanyakan tumbuhan tropis berbunga secara diskontinu, dengan kecenderungan berbunga pada
musim
tertentu
(Holturn,
1952;
Daubenmire,
1972;
Frankie dkk., 1974 Opler dkk. 1976b, 1980; Stiles, 1978; dan
referensi
minoritas
lain
pada
dalam
Frankie
habitat-habitat
dkk., lebih
1974}. lembab
Tumbuhan berbunga
secara kontinu, setidaknya pada dasar popuiasi, dan inilah yang paling sering dijumpai pada komunitas-komunitas seral pionir pada zona-zona hutan yang lebih basah.
Pecahnya masa dormansi kuncup bunga yang mengarah pada antesis
pada
tumbuhan
tropis
telah
menjadi
bahan
perdebatan. Kelihatannya, lebih dari satu jenis stimulus yang terlibat dalam pemecahan masa dormasi kunbup bunga. Api (Hopkins, 1963), perubahan fotoperiode (juga Hopkins, 1963), penurunan suhu (Kerling, 1941; Holttum, 1952; Went, 1957},
dan
pergerakan
Holdsworth,
1961;
tekanan
Daubenmire,
air 1972;
(Aivim, Opler
1960,1964;
dkk.,
1976a,
1980; Opler, 1981), semuanya dilaporkan memecahkan masa dormansi.
Kelihatannya
ada
juga
ritme
endogenous
yang
terlibat, sehingga beberapa tumbuhan hutan tropis berbunga lebih dari satu kali setahun (Holttum, 1852; Frankie dkk., 1974;
Opler
dkk.,
1976a,
198C;
Opler,
1981),
sedangkan
yang lainnya turnbuh untuk beberapa tahun atau dalam waktu yang lama tanpa pembentukan bunga (termasuk bambu telah disinggung sebelumnya). Bambu, dan beberapa pohon, adalah monokarpik ekotipe
(Foster,
savanna
1977).
Di
Ghana,
pentandra
Ceiba
pohon-pohon
(Bombacaceae)
dari
berbunga
setahun sekali; pohon-pohon besar dari ekotipe hutan tetap vegetatif untuk beberapa tahun antara tahapan pembentukan bunga (Baker, 1965b). Gentry (1974b) telah mensurvei tipetipe pembentukan bunga pada Bignoniaceae neotropis. Sinkroni berikut yang dipicu oleh stimulus lingkungan yang
kuat
kering
seperti
sangat
badai
penting
hujan
dalam
tropis
pada
akhir
mempertahankan
musim
aliran
gen
intraspesifik dalam spesies pohon tertentu yang agak umum. Juga
memungkinkan
berbeda
dengan
sebaliknya
akan
pembentukan
bunga
perpindahan menyaingi
oleh
spesies
temporal/sementara
penyerbuk
tertentu
yang
yang yang sama
(Frankie, 1975; Opler dkk. 1976a; Frankie dan Haber, in pre.). hutan
Stiles basah
(1978)
(La
memperlihatkan
Selva,
costa
Fiba),
bahwa urutan
dalam
areal
pembentukan
bunga oleh spesies hummingbird penyerbuk akan berubah dari tahun ke tahun akibat perbedaan iklim namun kontinuitas suplai sumberdaya dipertahankan. Antesis
biasanya
terjadi
pada
waktu
tertentu
siang
atau
malam
mungkin
untuk
setiap
memakan
spesies
waktu
24
jam
tumbuhan penuh.
berbunga Sesuai
dan
dengan
kehangatan malam di daerah tropis, proporsi tumbuhan hutan yang berbunga pada malam hari lebih tinggi dibandingkan pada
daerah
temperate,
sehingga
kelelawar
dan
ngengat
mempunyai peran penting sebagai penyerbuk. Kehangatan juga dtrefleksikan
dengan
membuka/mekarnya
beberapa
bunga
diurnal khusus seperti Thevetia ovata (Apocynaceae) pada kegelapan sebelum senja. Tumbuhan malam seperti Inga vera (Fabaceae, Minosoideae) membuka/memekarkan bunganya pada tengah sore hari dan tetap mekar sepanjang malam, tumbuhan tersebut
memiliki
sejumlah
pengunjung
mulai
dari
lebah
hingga kelelawar (Salas, 1974). Bunga-bunga dari beberapa tumbuhan dioecious menunjukan ciri khusus, karena bunga jantan (staminate) mekar beberapa jam sebetum bunga betina (bunga berkelamin betina)(Bawa dan Opler, 1975). Panjang waktu (lamanya) yang diperlukan bunga untuk tetap dapat menghasilkan serbuk/tepung sari (polen) atau lebih penting lagi untuk menerimanya, sangat bervariasi antar
spesies.
tetap
segar
sangat
Anggrek
dalam
ekstrim
epifit
waktu
ialah
terkenal
yang
spesies
lama;
karena
bunganya
kebalikannya
Passiflora
yang
yang
bunganya
hanya dapat bertahan beberapa jam dan penyerbukannya hanya beberapa menit setelah bunga mekar (Janzen, 1968). Namun demikian, secara umum benar bahwa bunga tunggal pada pohon tropis biasanya bertahan kira-kira 1 hari. Pengecualian untuk
aturan
ini
diperlihatkan
oleh
beberapa
spesies
protandous dan protoginus yang bunganya memiliki androecia dan
gynaecia
berbeda.
yang
Beberapa
berfungsi spesies
pada
memiliki
hari bunga
(malam) yang
yang terus
menyokong (kontribusi) daya tarik irtflorescense (warna) walaupun camara
telah
"dipakai'Vdiserbuki.
(Verbenaceae)
dimana
Misalnya
bunga-bunga
yang
Lantana
sedang
diserbuki berwarna kuning, dan bunga yang telah diserbuki dan
masih
kemerahan.
bertahan Contoh
beberapa
yang
lebih
hari
berwarna
oranye
jauh
(further)
adalah
Byrsonima
(Malpighiaceae)
crassifolia
dengan
perubahan
warna yang tidak terlalu mencolok antara bunga yang belum dan sudah diserbuki. Individu
tumbuhan
memperlihatkan jantan ciri
dan
betina.
tersebut
basah
pemisahan
(Sapindaceae), individu
temporal
dalam
palma
Rica. Bawa
tumbuhan
monoecious
Demikianlah
pada
Costa
spesies
Schmid
Asterogyne
Pada (1977)
antesis
(1970)
Capania
dua
periode
bunga
menemukan di
martiana
hutan
guatemalensis
menunjukkan
mempunyai
biasanya
bahwa
setiap
anthesis
yang
terpisah, namun dalam waktu singkat, dimana bunga jantan mekar dan di antara periode tersebut bunga betina mekar dalam waktu yang lebih tama. Fenologi Dan Keteraturan Masa Berbunga
Sampai
saat
lingkungan
ini
tropik
perilaku
kurang
periodik
mendapat
tumbuhan
perhatian
di
(Holttum,
1952; Rees, 1964; McClure, 1966a; Gibbs dan Leston, 1970; Nevling,
1971;
Burger,
1974;
Frankie
dkk.,
1974;
Opler
dkk., 1980). Tanggapan mengenai kejadian-kejadian fenologi yang terkait dengan biologi reproduktif seringkali hanya sebagai Catalan singkat dalam sebuah tulisan panjang untuk topik
lainnya
(contohnya
Beard,
1946;
Ducke
dan
Black,
1953). Informasi lain mengenai kejadian-kejadian fenologi khusus
dapat
floristik
diternukan
(contohya
Alien,
pada 1956;
perlakukan-perlakuan Little
dan
Wadsworth,
1964; dan yang sangat terkenal pada Croat, 1978). Sumber informasi
fenologi
mengetengahkan
lainnya
kepentingan
terdapat ekonomi
pada
suatu
tulisan spesies
yang
(yaitu
Broekmans, 1957; Rees, 1964; Lamb, 1966; Purglove, 1968, 1975). dari
Pada
beberapa
sejumlah
kecil
studi, spesies
data telah
mengenai
periodisitas
dikumpulkan
sebagai
usaha untuk merefleksikan kecenderungan fenologi umum pada tipe-tipe vegetasi tertentu (sebagai contoh J.R.Baker dan I. Baker, 1936; Hopkins, 1963; Daubenmlre, 1972; berbagai referensi pada Richards, 1952).
Baru-baru membedakan
ini
beberapa
pola-pola
usaha
dilakukan
komuniktas
secara
untuk
dapat
umum
dalam
pembentukan daun, bunga dan buah untuk banyak spesies yang secara khusus membentuk tipe-tipe hutan tertentu. Beberapa studi telah dilakukan di Afrika oleh Boaler (1966), pada lahari hutan deciduous miombo di Tanzania, dan oteh Burger (1974) pada 4 tipe hutan di Ethiopia. Di Asia, Ng (1977) mempelajari Malaya,
fenologi
dengan
pada
hutan
studi-studi
lain
dipterocarpaceae
di
Malaya
oleh
di
Medway
(1972) dan di Sri Langka oleh Koelmeyer (1959). Di daerah neotropik, studi fenologi diiakukan di hutan lembab semievergreen Panama oleh Croat (1969,1978} dan oleh Foster (1974).
Di
Costa
Rica,
studi
fenologi
pepohonan
telah
diiakukan oleh Janzen (1967) di hutan kering, di hutan lembab oleh Fournier dan Salas (1966), dan di hutan basah dan kering oleh Frankie dkk. (1974) dan Opler dkk. (1980) melakukan studi fenologi semak dan treelet. Nevling (1971) mempelajari fenologi hutan elfin di Puerto Rico, sedangkan Jackson (1978) mengamati hutan hujan pegunungan yang lebih rendah
(secara
teknik
hanya
pada
subtropis)
di
Brazil.
Dengan beberapa pengecualian dari penelitian di Sri Langka oleh Koelmeyer (1959) dan di Malaya oleh Medway (1972), seperti studi-studi di Costa Rica yang diiakukan Baker, pola-pola
ini
diternukan
hanya
dalam
jangka
pendek
(biasanya sekitar 2 tahun). Analisis-analisis
fenologi
pohon
hutan
Costa
Rica
(Frankie dkk., 1974), fenologi semak dan treelet (Opler dkk.. 1980) dapat diringkaskan. Pada hutan basah (Finca La Selva),
terdapat
dua
puncak
rnasa
berbunga
yang
tampak
pada spesies kanopi dan tiga puncak di tingkat bawah. Masa berbunga terjadi di dua musim basah dan pada musim-musim yang
tidak
terlalu
kering,
dengan
sedikit
kesesuaian
(synchrony) di antara dua lapisan. Semak dari hutan basah menunjukkan masa berbunga yang lebih sering dan bunganya secara umum dapat digolongkan sebagai "aseasonal" {tidak bermusim). Pada hutan kering (Guanacaste), dua puncak masa
berbunga terlihat pada pepohonan; satu periode yang luas selama musim kering yang panjang dan puncak kedua pada awal
musim
hujan.
Semak
hutan
kering,
sebaliknya
menunjukkan hanya sekali puncak masa berbunga utama yaitu pada
awal
musim
hujan,
sebelum
dinaungi
oleh
munculnya
daun-daun muda pohon desiduous. Selama musim kering yang panjang
semak
kemungkinan
cenderung
karena
berada
kekeringan
pada
lebih
kondisi berat
dorman,
bagi
semak
dibandingkan bagi pohon yang berakar lebih dalam. Hutan ripari
di
fenologi
Guanacaste
semak,
dan
cenderung pepohonan
menunjukkan
intermediate
perilaku (menengah)
sesuai dengan ketersediaan suplai air yang cukup. Di
hutan
ditemukan meskipun
basah,
sejumlah puncak
setiap
besar
masa
bulannya
pohon
berbuah
yang
pada
dalam.setahun berbuah
musim
masak,
kering
kedua
(Agustus-Oktober). Pada hutan kering, puncak produksi buah masak terjadi pada akhir musim kering yang panjang (dengan hasil
benih
akan
tersedia
pada
lantai
hutan
pada
awal
musim hujan). Semak di hutan kering memperlihatkan dengan jelas
pola
pembentukan
buah
bimodal,
puncaknya
pada
pertengahan musim kering dan musim basah. Hutan ripari di Guanacaste,
yang
kelembabannya
berada
di
antara
hutan
kering dan basah, umumnya juga menunjukkan pola fenologi intermediate "menengah". Di Panama, pola fenologi di Pulau Barro Colorado juga intermediate, saat ini secara klimatik antara hutan basah dan kering Costa Rica, dan pengamatan fenologi oleh Croat (1978) pada bentuk hidup semua Eumbuhan menunjukkan bahwa herba lantai hutan mencapai puncak masa berbunga pada awal musim
hujan,
dan
epifit
sebagian
besar
berbunga
pada
pertengahan hingga akhir musim kering. Tumbuhan perambat memiliki pola pembentukan bunga yang lebih menyebar. Liana rnencapai
puncak
masa
berbunga
pada
awal
musim
kering:
puncak masa berbunga untuk pohon yang lebih besar berada pada musim kering. Puncak masa berbunga pada semak dicapai pada awal musim hujan. Musim berbuah dari berbagai bentuk
kehidupan ini berjalan mengikuti musim berbunga (herba, pada pertengahan hingga akhir musim hujan; epifit terutama pada akhir musim kering; liana juga akhir musim kering; pohon-pohon menunjukkan dua puncak, pada awal musim basah dan pertengahannya; semak pada musim basah). Di
hutan
Cagar
Dipterocarpaceae
Alam
Pasoh
menunjukkan
Malaysia,
suatu
urutan
pohon-pohon
masa
berbunga
yang tumpang tindih dengan durasi dua sampai tiga minggu untuk
setiap
spesies,
meskipun
pematangan
dan
jatuhnya
buah terjadi bersamaan (H.T. Chan dalam Kavanagh, 1979). Rangkaian/urutan
masa
berbunga
berhubungan
dengan
pemanfaatan penyerbuk yang sama (trip) oleh berbagai pohon dipterokarpa. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meneliti aspekaspek
fenologi
dari
interaksi-interaksi
yang
terjadi
antara tumbuhan dan binatang pada tingkat komunitas, pada paleotropis neotropis Janzen
oleh
oleh
Putz
(1979)
beberapa
(1967),
Smythe
dan
peneliti (1970),
yang
lain,
seperti Gentry
dan
Snow
(1974b,
pada
(1965), 1976),
Heithaus (1974, 1979), Stiles (1975, 1978), dan Frankie (1975,
1976).
hummingbird
Studi-studi
dalam
terinci
hubungannya
dengan
mengenai
ekologi
fenlogi
tumbuhan
telah dibuat oleh Snow dan Snow (1972). Feinsinger (1976, 1978), Stiles (1978) dan Feinsinger dan Colwell (1978). Rangkaian
tulisan
Frankie
dan
Haber
(in
prep.)
mengkarakteristikkan interaksi-interaksi antara pengunjung anthofilus dengan pohon-pohon di hutan kering Costa Rica (juga
semak,
Tulisan
ini
lebah-lebah berkaitan
liana ingin
tumbuhan
menunjukkan
besar erat
dan
dan
dengan
bahwa
ngengat pola
perambat
terpilih).
kelimpahan
rajawali
temporal
musiman
(hawkmoth)
dan
spasial
ketersediaan sumber pembentukan bunga. Penemuan-penemuan Stiles (1978) didasarkan pada studi pembentukan
bunga
oleh
59
spesies
dari
tumbuhan
yang
didatangi hummingbird selama kira-kira 4 tahun di hutan basah
Finca
La
Selva,
Costa
Rica.
Puncak
ketersediaan
bunga
terjadi
pada
musim
kering
dan
awal
musim
basah,
sedikitnya bunga terjadi pada bulan-bulan terbasah pada setiap tahun. Meskipim demikian, spesies tumbuhan pangan yang
berbeda
secara
bersamaan
akan
memenuhi
kebutuhan
burung-burung sepanjang tahun. Yang menarik, variasi curah hujan dari tahun ke tahun menyebabkan beberapa perubahan dalam
urutan
masa
berbunga
suatu
spesies,
namun
kontinuitas tetap dipertahankan. Di masa yang akan datang, kita mengharapkan studistudi fenologi dapat berkembang datam jangka waktu yang lebih panjang, karena dapat memberikan pengetahuan yang lebih
mendalam
tentang
penyebab
bervariasinya
pola-pola
dari tahun ke tahun, dan pengaturannya yang mendasar. Hal ini juga memungkinkan pengertian yang lebih baik mengenai pola pembentukan bunga dan buah pada tumbuhan yang tidak berbunga setiap tahun. Pemicu yang membawa kepada antesis akan dapat teriihat lebih jelas. Studi-studi perbandingan mengenai tidak
pola
fenologi
terganggu
pada
penting
habitat
agar
kita
yang
dapat
terganggu mengatur
dan
hutan
tropis dengan lebih tepat, demikian pula untuk memahami interaksi-insteraksi
antara
berbagai
mendiarninya.
Interaksi-interaksi
tumbuhan
hubungannya
vektor
dalam
benihnya
(dan
organisme
kompetitif
dengan
penggunaan
penghindaran
interaksi
yang antara
polen
dan
kompetitif
dengan pembuatan jarak sementara) akan dipelajari lebih intensif Stiles
pada
(1975,
batasan 1978).
yang
diusulkan
Feinsinger
oleh
(1978),
penelitian
Feinsinger
dan
Colwell (1978) untuk penyerbuk, dan oleh Foster (1974), Howe
dan
Primack
(1975),
Howe
(1977)
dan
Howe
dan
Eslabrook (1977) untuk penyebar buah. Vektor-vektor polen/serbuk sari (1) Penyerbukan oleh angin . Sebagian besar studi mengenai
penyerbukan zoophilous
di dan
hutan
tropis
binatang
yang
tertuju
pada
berhubungan
tumbuhan
dengannya,
karena sebagian besar tumbuhan hutan tropis diserbuki
binatang. Penyerbukan oleh angin agak jarang terjadi di hutan yang lebih basah dimana penyebaran individual conspesifik
secara
luas,
ditambah
penampakan
fisik
pohon-pohon
satu
lain,
menjadikan
sama
yang
lagi
tidak
anemofili
dengan
berhubungan
sebagai
suatu
sistem yang tidak efisien (Whitehead, 1969; Janzen, 1975). Pada tingkat/level permukaan tanah, kurangnya pergerakan
udara
mungkin
merupakan
faktor
yang
menghalangi penyerbukan oleh angin, lagipula rumputrumputan yang ditemukan pada tingkat ini, yang tumbuh berkala,
sebagian
besar
diserbuki
oleh
serangga
(Sodestrom dan Calderaon, 1971; Karr, 1976). Anemofili telah dijelaskan pada beberapa pohon di hutan
deciduous
faktor-faktor tingkat
yang
yang
minimum
dibatasi
tidak
oleh
savana
menguntungkan
(Daubenmire,
1972;
dimana
berada
Bawa
dan
pada
Opler,
1975). Beberapa spesies pohon Moraceae di hutan semidesiduous
tropis
di
Afrika
dan
Asia
juga
termasuk
anemofili (D. Leston, kom.prib., 1978; Corner, 1952), demikian pula beberapa Rhizophoraceae di hutan-hutan mangrove (Tomlinson dkk., 1978). Penyerbukan angin di hutan
hijau
abadi
(basah)
dataran
rendah
neotropis
baru-baru ini telah dilaporkan oleh Bawa dan Crisp (1980) untuk Trophis involucrata (Moracaceae) dan ada indikasi beberapa spesies lainnya berada pada tingkat bawah dari hutan basah Amerika Tengah (Bawa, tidak dipubl.).
Beberapa
palma
termasuk
Trinax
spp.,
tampaknya diserbuki oleh angin (Uhl dan Moore, 1977), tetapi
apa
Arecaceae
yang
secara
umumnya
dipercayai,
keseluruhan
yaitu
anemophilus,
bahwa
ternyata
tidak benar (Schmid, 1970; Uhl dan Moore, 1977). Tekanan-tekanan evolusi
anemofili
selektif
pada
yang
beberapa
berkaitan
spesies
di
dengan daerah
lembab di hutan evergreen tidak jelas. Kompetisi untuk penyerbuk-penyerbuk
dan
pembatas
energetik
pada
produksi bunga dan alat-alat pemikat penyerbuk, dapat
diseleksi untuk penyerbukan oleh angin. Pada lapisan tingkat bawah tidak seluruhnya kurang angin dan dalam kenyataannya efisiensi
angin
yang
penyerbukan.
tertalu
Hal
ini
keras
mengganggu
juga
memungkinkan
anemofili berkembang pada famili seperti Moraceae dan Arecaceae di bawah kondisi lingkungan yang berbeda, namun berlangsung setelah migrasi ke dalam hutan. (2) Penyerbukan oleh serangga, Kisaran serangga antofilus
di
hutan
tropis
kategori
adalah
fungsional
ngengat
(dengan
kumbang,
yang
dapat
sphingids
lebah
(minimal
dibedakan),
dan
"ngengat
2
tawon,
pengatur'"
(settling moth), kupu-kupu dan berbagai jenis talat. Namun, dengan
hampir
penyerbukan
diperoleh agak
seluruh
dari
oleh
yang
kelompok
pada
Survei-survei tingkat
berhubungan
serangga
pengamatan-pengamatan
tergesa-gesa.
penyerbukan
informasi
yang
dilakukan
terhadap
ekosistem
ini
sistem
kebanyakan
dilakukan sangat khusus di neotropik, meskipun akhirakhir
ini
survei
mengimbanginya.
di
Studi-studi
Malaysia intensif
telah
dapat
tentang
taksa
tertentu tidak terlalu banyak dan penelitian jarang dilakukan. Sindrom-sindrom karakter yang mengadaptasi bungabunga terhadap berbagai serangga penyerbuk di hutan tropik dapat dibandingkan dengan yang berada di daerah sedang (temperate) (cf. Van der Pijt, 1960-61; Baker dan Hurd, 1968; Faegri dan van der Poijt, 1971,1978). Namun,
beberapa
korelasi
tropis
yang
murni
lebih
terkenal. Selanjutnya Bawa dan Opler (1975) menyatakan bahwa
bunga-bunga
putih
kecil
dengan
suplai
nektar
terbatas merupakan ciri umum spesies pohon dioceous yang
sebagian
besar
diserbuki
oleh
lebah
berlidah
pendek. Pada Cordia (Boraginaceae), Opler dkk. (1976a) menemukan spesies bunga paling kecil C. inermis yang memiliki pengunjung bunga sebanyak 300 jenis.
Janzen (1975) mengatakan bahwa proporsi jenis dan biomasa lebah tropik yang besar adalah makhluk sosial, termasuk
beberapa
genera
seperti
Apis,
Trigona
dan
Melipona. Namun demikian, mereka yang kurang berperan
secara proporsional sebagai penyerbuk, sering menjadi pemakan
bangkai
ditinggalkan
(scavenger)
setelah
polen
proses
dan
nektar
penyerbukan
yang bunga
dilakukan, atau mengambilnya dari bunga-bunga dimana penyerbukan yang efisien membutuhkan pengumpul nektar. Lebah-lebah sosial ini juga mahir membersihkan polen di badannya ke dalam pellet, sehingga yang tersisa dibawa
dari
bunga
ke
bunga
dalam
posisi
penyerbuk/polinator (Janzen, 1975). Lebah-lebah soliter (yang hidup menyendiri) yang besar sangat penting sebagai penyerbuk pohon berkayu di daerah tropis. Studi-studi lebah Cyclocopid di Asia Tenggara (1954).
dilaporkan Lebah
in
jantan
oleh
extenso
euglosine
Van
der
pengumpul
Pijl
wewangian
telah diselidiki oleh C.H. Dodson, R.I. Dressier dkk. (ringkasan
pada
menjetaskan
Dodson,
tentang
perkunjungan
pada
hal
1975).
Vogel
tersebut.
sekumpulan
(1968)
Traplining
tumbuhan)
juga (yaitu
oleh
lebah
euglosine betina, pertama kali digambarkan oleh Janzen (1971),
yang
juga
menyatakan
bahwa
lebah-lebah
tersebut tampaknya sanggup untuk terbang sejauh 23 km setiap hari, sehingga penyebaran dari tumbuhan bunga yang dikunjungi seharusnya bukan merupakan rintangan yang
tak
Sindrom
mungkin karakter
diatasi
pada
trapliner
pembuahan
dan
silang.
tumbuhan
yang
didatanginya digambarkan oleh Janzen (1971,1974b). Penelitian
Frankie
dan
Colville
(1979)
menunjukkan bahwa lebah-lebah yang besar dari jenis yang berbeda mencari makan pada ketinggian di atas tanah yang berbeda di hutan kering Costa Rica. Dengan pengertian dapat
ini,
dicapai.
pembagian Peran
sumber
interaksi
nektar
dan
teritorial
polen dan
interaksi
agresif
antar
lebah
di
hutan
tropik
digambarkan oleh Dodson dan Frymire (1961), Frankie dan Baker (1974) dan Frankie (1976). Pengaruh reaksi insting lebah dalam mendukung penyerbukan silang ini dengan
memindahkan
individu
bagian
Selanjutnya.
Yang
akan
juga
dijelaskan
berhubungan
pada dengan
pendukung penyerbukan silang adalah pernyataan Gentry (1978) bahwa spesies serangga penyerbuk bunga banyak (masal) surplus
dapat
mencurahkan
penyerbuk,
burung-burung
energi
dan
untuk
selanjutnya
pemakan
serangga
menghasilkan akan
yang
menarik rnembantu
penyerbukan siiang dengan menakuti serangga tersebut sehingga terbang/pindah ke tumbuhan lain. "Pembentukan
bunga
masal"
dimana
individu
tumbuhan memproduksi sejumlah besar bunga dalam jangka waktu yang singkat, paling sesuai untuk pohon-pohon bertajuk dan liana fmisalnya Tabebuia dan Pterocarpus di
Amerika
Tengah)
yang
menunjukkan
kumpulan
warna
pada binatang yang dapat terbang di atas tajuk pohon. Dalam hal ini burung-burung dan Iebah masuk termasuk di
dalamnya.
Sebaliknya,
pohon
dan
semak
di
bawah
kanopi, tumbuhan perambat, beberapa liana dan epifit dapat lebih baik dilayani oleh sindrom "traplining". Studi komprehensif mengenai penyerbukan serangga dari beberapa anggota famili tertentu belum sebanyak penelilian Tercatat
yang
dilakukan
penyelidikan
dari
di
daerah
Bignoniaceae
temperate. oleh
Gentry
(1974a), dan pada Lecythidaceae oleh Prance (1976) dan lainnya.
Pada
berpengamh
kedua
penelitian
untuk
sebagian
ini, besar
Sebah
paling
aktivitas
penyerbuk/polinator. Hymenoptera lain, terutama jenis tawon tropika temyata
lebih
dibandingkan
banyak
dengan
berperan
yang
disadah
dalam
penyerbukan
sebelumnya
(lihat
Faegri dan Van der Piji, 1978 hal. 107-109). Harus diingat
bahwa
mutualisme
yang
ekstrim
antara
jenis
Ficus dan penyerbuk-penyerbuknya melibatkan tawon dari
Agaonidae
(ringkasan
pada
Ramirez,
1970;
Galil
dan
Eisikowitch, 1971). Semut yang melimpah di dalarn dan pada pohon-pohon hutan dapat juga menjadi penyerbuk siiang yang jarang/langka. Lepidoptera meskipun
banyak
tidak
terdapat
seluruhnya
di
sebagai
hutan
tropik,
pencari
nektar.
Kupu-kupu besar dan berwama-warni, dari genus Morpho memakan buah busuk (Young, 1972). Di Asia Tenggara, Banziger (1971) menggambarkan ngengat penghisap darah. Perilaku kupu-kupu betina dari genus Heliconius yang agak aneh, diperlihatkan oleh Gilbert (1972, 1975). Kupu-kupu
ini
mengambil
nektar
dari
bunga-bunga
kemudian mengumpulkan butiran polen dari bunga jantan tumbuhan perambat Anguria dan Gurania (Cucurbitaceae) lalu
memuntahkan
amino
tersebar
nektar keluar
ke
atasnya,
dalam
sehingga
nektar
yang
asam
kemudian
dihisap oleh kupu-kupu. Dari hasil penelitian terkini, De Vries (1979) memiliki bukti-bukti tidak langsung bahwa kupu-kupu pada genera Paridesa dan Battus dapat melakukan hal yang sarna seperti di Costa Rica. Kupukupu jenis lain di hutan tropis memiliki kebiasaan yang
lebih
dan
hal
konvensional ini
settling".
dalarn
serupa
mengumpulkan
dengan
Nektar-nektar
Lepidoptera-lepidoptera
dari
ini
"ngengat bunga
kaya
hasil
asam
nektar,
pengendap kunjungan
amino,
(lihat
bawah) (Baker, 1978a). Ngengat
sphigid
(rajawali)
biasa
terdapat
di
hutan-hutan tropis setelah matahari terbenam. Beberapa bukti menunjukkan pada ketinggian yang lebih rendah, puncak aktivitas mencari makan mungkin dicapai dalam beberapa jam di waktu pagi (W.A. Haber, G.W. Frankie dan P.A Opler, pengamatan pribadi) tapi di hutan yang berawan
(cloud
forest)
di
Costa
Rica
aktivitasnya
terbesar pada senja dan fajar. Kemungkinan sphingid mengikuti
lajur
"traplining",
tetapi
pernyataan
ini
memerlukan bukti (lihat Linhart dan Medenhall, 1977). Sindrom ciri bunga
hawkmoth
(ngengat rajawali)
dapat dibandingkan dengan yang dijeiaskan secara luas di
bagian
lain
untuk
tumbuhan-tumbuhan
temperate
(misalnya Van der Fiji. 1960-1961; Baker dan Hurd, 1968;
Faegri
sebagai
dan
tambahan
Van
der
Fiji,
1966,
1971,
beberapa
bunga
berwarna
1978),
kusam
dan
berbau tidak sedap dapat pula menank perhatian ngengat (lihat bawah). Bunga-bunga hawkmoth tropis, termasuk beberapa yang memiliki tangkai mahkota (corola) paling panjang, yang sesuai dengan panjang belalai ngengat. Tercatat bahwa Xanthopan morgani f. praedicta di hutan Madagaskar,
yang
menyerbuki
anggrek
Angraecum
sesquipedale, memiliki panjang belaiai 25 - 30 cm.
Kumbang dari berbagai jenis merupakan penyerbuk yang
secara
proporsionai
lebih
penting
di
daerah
tropis dibandingkan di daerah temperate (cf. Ban der Fiji, 1960-1961), 1969; Gottsberger, 1974; dll.) Di daerah tropis mungkin sangat spesifik dengan kumbang yang
tertarik
dengan
bau
khas
tumbuhan
(misalnya
Amorphophallus titanium dan kumbang sphigid besar dari
genus
Diamesus
yang
mendatangi
inflorescenses
dan
seeing terperangkap; Faegri van der Fiji, 1978 hal 101). Namun
demikian,
menyelidiki
Thien
penyerbukan
(1980)
yang
biologi
telah
pohon-pohon
angiosperrnae "primitif, terutama di hutan-hutan Asia Tenggara
dan
menyimpulkan sebagai tebih
Pulau-pulau bahwa
penyerbuk penting
daripada
yang
lain
beberapa pionir.
sebagai selama
di
Diptera
di
disadari;
Pasifik,
dikategorikan
Kemungkinan,
penyerbuk ini
Lautan
lalat-lalat
hutan lalat
tropis bukanlah
organisme yang secara estetika menarik perhatian dan ialat tidak selalu mengunjungi bunga secara khusus, sehingga diabaikan oleh kebanyakan pengamat. Sebagai contoh adalah pengenalan yang lambat terhadap peran
lalat-lalat basah
Syrphid
Asterogyne
dalam
penyerbukan di
martiana
Costa
palma Rica
hutan
(Schmid,
1970). (3)
Penyerbukan
tentang
oleh
Burung.
ikhtisar
Sebuah
penyerbukan
literatur
oleh
burung
berguna
disajikan
oleh Faegri dan Van der Fiji (1978, hal. 123 kedua). Pohon-pohon dan semak-semak di hutan neotropis mungkin saja
diserbuki
oleh
oleh
berbagai
burung
(Passeriformes), warblers
hummingbird
(Coerebidae) disebutkan
(Toledo,
dengan
(Vireonidae),
(Thraupidae),
1977).
finches
Honeycreepers
adalah
yang
hummingbirds
atau
(perching)
vireos
tanager
terakhir
bersaing
passerine
termasuk
(Sylviidae),
(Trochilidae)
paling dalam
yang
mungkin
memperoleh
nektardari bunga-bunga hutan (Colwetl dkk., 1974). Di Afrika
dan
melayang
Asia,
sun
bird
(Nektahniidae)
akrobatidk
sangat
dan
penting
tidak sebagai
penyerbuk (Wolf, 1975; Faegri dan Van der Fiji, 1978; dli), di Asia mereka dapat dijumpai bersama shite-eyes (Zosteropidae). Di wilayah Indo-Malaya, pemakan madu (Neliphagidae) nektaryang
di
berasal
dll).
Sophora,
Hawai dari
Yang
Drepanididae
pohon
agak
hutan
berbeda
memakan
(Metrosideros,
yaitu
pada
cara
mereka mengambil nektar (dan juga dalam pemanfaatan serbuk
sari
protein)
sebagai
sumber
adalah
makanan
yang
kaya
brush-longued
akan
lorikeets
(Trichoglossidae) Australia. Pada
hutan
basah
di
Costa
Rica,
studi
yang
dilakukan oleh Slud (1960), Linhart (1973) dan Stiles (1975)
menunjukkan
burung
jantan
dari
daerah
teritorial
hutan,
dan
memiiiki
bahwa
banyak
tempat
lain-lain,
teritorial
dalam
Trochilidae,
spesies
makanannya
sedangkan
berlaku
penangkap (trapliner) di hutan.
burung-
mempertahankan dalam
pembukaan
"pertapa"yang
lebih
seperti
tidak
seorang
Toledo (1977) menjelaskan untuk hutan hujan Vera Cruz
di
Meksiko,
bahwa
hummingbirds
cenderung
mendatangi pohon-pohon pada strata yang lebih rendah, semak-semak tertinggi
dan yang
herba dapat
adalah
(Heliconia
dipertimbangkan}.
herba
Sebaliknya
pohon-pohon yang lebih tinggi dan liana yang menempati tempat
yang
didatangi
lebih
oleh
tinggi
burung
cenderung
Perching.
lebih
Burung
banyak tersebut
menunjukkan ketertarikan yang sangat besar pada nektar sebagai bahan makanan selama masa berbuah rendah dan ketersediaan (Toledo,
serangga
1975)
minim.
melaporkan
Penuiis
bahwa
yang
variabilitas
sama suplai
nektar sepanjang tahun bagi hummingbirds berhubungan dengan
perilakunya
dalam
mencari
makan
dan
berkembangbiak. Pada areal cloud-forest di Costa Pica, Feinsinger {1976,
1978)
makanan
mempelajari
{kebanyakan
dihubungkan
pola
dalam
dengan
pola
hummingbirds
komunitas
mencari
terganggu)
penyediaan
nektar
dan oleh
tumbuhan. Feinsinger dan Colwell (1978) menghubungkan perbedaan-perbedaan perilaku dalam mencari makanan di dalam dan atar spesies pada ketinggian yang berbeda seiring
dengan
perubahan
suhu,
kerapatan
udara
dan
faktor-faktor lainnya. Van der Pijl {1937} dan Faegri dan Van der Pijl (1978)
menjelaskan
organisasi
bunga
perbedaan-perbedaan
antara
bunga
paleotropik
dalam burung
perching dan inflorescens di satu sisi, sedangkan pada sisi
lain
bunga
neotrropik
hummingbirds.
Terdapat
ketetapan tempat berdiri pada yang pertama, berlawanan dengan daerah terbuka di sekitar bunga sehingga dapat ditempati
oleh
hummingbirds
yang
sedang
terbang.
Perbedaan ini juga dapat dilihat dengan membandingkan antara spesies yang diserbuki oleh hummingbirds dan passerine
yaitu
Toledo, 1977).
Etythrina
di
neotropis
{Cruden
dan
Beberapa spesies pohon Ornithopilous mernpunyai bunga berbentuk rnangkok yang sangat besar (seperti Spathodea
Bignoniaceae,
sampanulata,
deciduous
di
Afrika
Barat,
dengan
dari
hutan
diameter
iebih
kurang 10 cm dan sama-sama dalam). Jenis-jenis inni memiiiki begitu banyak nektar (dan air hujan) sehingga dapat
digunakan
sebagai
tempal
minum
oleh
burung-
burung yang lebih besar. Hadiah yang dapat disediakan untuk burung-burung yang datang oleh bunga hutan tropis akan dibahas pada bagian
berikutnya.
diproduksi
sepanjang
burung-burung hummingbirds), mereka mungkin
Bunga-bunga tahun,
residen atau
dimanfaalkan bergerak
karena
(cf.
untuk oleh
atas
tersebut memberi
makan
1978,
untuk
Stiles, setengah
tahun,
burung-burung
dasar
musiman
dapat
ketika
migran,
secara
yang
lintang
atau ketinggian (Janzen, 1975). (4).
Kelelawar
Pernyataan
dan
Mamalia
pertama
Lainnya
yang
muncul
sebagai
polinator.
mengenai
kelelawar
sebagai poiinator di areal hutan tropis telah dibuat oleh W. Burck, di Taman Botani (Kebun Raya) Buitenzorg (sekarang
Bogor)
pada
tahun
1892.
Mulai
dari
itu
hingga tahun 1954, relatif sedikit perhatian ditujukan kepada
polinator
crepuscular
dan
nocturnal
ini
(kecuali oleh Van der Pijl, 1936, di Asia Tenggara). Selanjutnya dengan adanya photografi flash elektronik, dan
dewasa
ini
telah
ada
alat-alat
penguat
gambar
penampakan malam bagitu pula alat radio tracking telah memungkinkan studi yang lebih sering dan mendetait dan telah memberikan kepada kita apresiasi yang nyata dari luasnya sistem penyerbukan yang hampir terbatas pada daerah tropis. Jaeger (1954), Baker dan Harris (1957, 1959), Harris dan Baker {1958, 1959}, Carvalho (1960), Vogel (1958, 1968-1969), Baker (1970, 1973), Ayensu (1974),
Heithaus
ef
a/.
(1974,
1975},
Sazima
dan
Sazima (1977, 1978}, Lack (1978), dan Gould (1977, 1978)
adalah
diantara
contoh-contoh
dan
mereka
bahasan
yang
telah
memberikan
mengenai
penyerbukan
kelelawar di hutan tropis. Sebuah resensi umum dan diskusi disajikan oleh Start dan Marshall (1976), yang juga meliputi banyak data utarna dari Malaysia. Bunga yang didatangi kelelawar pada paleotropik terbatas
pada
anggota
dari
sub
order
sub
Megachiroptera
order
(sementara
Microchiroptera
adalah
insectivonous) {Baker dan Harris, 1957; Vigel, 19681969;
Baker,
1973}.
Namun
demikian,
Megachiroptera
tidak menyebar ke neotropic dan Microchiroptera (yang menyebar}
menemukan
ternpat
kosong
di
hutan
tropis
Amerika dan menyebar kedalamnya (Baker, 1973). Sussman dan
Raven
(1978)
berpendapat
bahwa
bunga
yang
didatangi oleh mamalia non-volant yang didahului oleh penyerbukan kelelawar, dan cukup besar digantikan oleh penyerbukan
kelelawar
ketika
mamalia
yang
terbang
lebih efektif menjadi tersedia. Jika hal seperti ini adalah kasusnya, sisa keterlibatan mamalia yang lebih tua ini masih terlihat di Madagaskar, dimana lemur (kukang) boleh jadi merupakan pollen-vektor, dan di Australia,
dimana
marsupial
benar-benar
terlibat
(Morcombo, 1968, d!l). Faegri dan Van der Pijl (1978, hal.
122)
memberikan
contoh
lebih
lanjut
mengenai
penyerbukan oleh mamalia non-volant Tumbuhan yang diserbuki kelelawar di hutan tropis biasanya pohon-pohon, liana atau kadang-kadang epifit dengan
bunga-bunga
individu peduncles
bunga atau
inflorescenses
yang
menggantung
pedicels
sehingga
atau
individu-
pada
kekuatan
terdapat
ruang
terbang bagi kelelawar bebas dari ranting atau cabang. Contohnya Parkia dappertoniana (Fabaceae, Mimosoideae) (Baker
dan
andreana
Harris,
1957,
{fabaceae,
Baker,
Faboideae)
1978a)
dan
(Baker,
Mucuna
1970).
Kemungkinan lain, bunga-bunga tersebut mungkin berada
dalam
satu
kelelawar
tandan dapat
dekat
ujung
hinggap
pada
cabang,
sehingga
inflorescences
dan
rnerayap disana, meminum nektar dan memakan pollen, seperti pada Ceiba petandra (Bombacaceae) (Haris dan Baker, 1959; Baker, 1963). Susunan ini terlihat dalam bentuk ganjil pada inflorescences-rachises yang kaku pada
Oroxylum
(Bignoniaceae)
indicum
di
Malaysia
(Gould, 1978). Beberapa bunga kelelawar menghasilkan cauliflorously
(seperti
Bignoniaceae}.
Banyak
Crescentia
pohon-pohon
dari
spp.,
bunga
yang
diserbuki oleh kelelawar berada dalam kondisi tanpa daun (yang memungkinkan kelelawar terbang lebih bebas) dan
hal
ini
mungkin
merupakan
alasan
rnengapa
penyerbukan kelelawar kelihatan lebih sering terjadi pada hutan kering daripada hutan basah. Terdapat dua sindrom bunga kelelawar yang cukup berbeda dengan
(Faegri
dan
anthesis
Van
der
nocturnal,
Pijl,
warna
1978).
abu-abu
Bersama
kernerah-
merahan atau keputih-putihan, dan bau yang tajam, agak tidak
enak,
yang
mungkin
terdapat
pada
bunga-bunga
bermahkota besar, atau pada bunga-bunga tunggal yang kokoh {contohnya Kigeha, Bignoniaceae) atau bunga tipe semak (contohnya Adansonia digitata, Bombacaceae) atau inflorescences (contohnya Parkia clappertonia). Volume yang sangat besar dari nektar agak mencair pada maiam hari dan polien juga mencair dalam jumlah yang cukup besar,
merupakan
keduanya
hal
membentuk
yang suplai
sangat
penting
terbesar
karena
asam
amino
pembangun protein untuk kelelawar tersebut (banyak). Dalam mengumpulkan hadiah-hadiah ini, kelelawar dapat
terbang
dalam
jarak
yang
jauh.
Start
dan
Marshall (1976) menemukan bukti bahwa megachiroptera Eonyderis speiea mungkin mencari makan pada mangrove Sonneratia alba (Sonneratiaceae) pada lebih dari 38 km dari
tempat
bertenggernya.
Migroglossus
minimus
mencari makan hanya pada mangrove ini dan terbatas
untuk
bertengger
sampai
3
km
dari
sumber
makanan.
Gould (1977) memperkirakan bahwa, di Malaysia juga, Pteropus vampirus, dari suborder kelelawar yang sama, dapat
terbang
dalam
bertenggernya dimana
jarak
dengan
mereka
yang
jauh
pohon-pohon
akan
makan.
anlara
Durio
tempat
zibethinus,
Pencarian
makan
oleh
Microchiroptera neotropic mungkin juga pada jarak 16km (Janzen, 1975). Di
neotropic,
mencari
makan
Glossophaga
kelelawar
satu
demi
soridna
dari
microchiroptera
satu, Markea
seperti sp.
kecil
misalnya
(Solanaccea)
(dilaporkan di dalam kesalahan sebagai species dari genus tetangganya Trianaceae dalam Baker (1973), atau sekawanan,
seperti
pada
Artheus
jamaicensis
pada
Bauhinia paulitia (Fabaceae, Faboideae; Heithaus, et al., 1974). Sazima dan sazima (1977) mencatat bahwa di Brazil bagian Tenggara, Phyllostomus discolor mungkin saja mencari makanan secara soliter atau mengelompok, tergantung pada jumlah nektar yang tersedia. Terdapat bukti-bukti secara tidak langsung bahwa pencarian
makan
oleh
beberapa
kelelawar
neotropic
mengikuti pola traplining (Baker, 1973; Heithaus et al., 1975,, Sazima dan sazima, 1978). Di palcotropic pemberian
makanan
megachiroptera
"kesempatan"
pada
pohon-pohon
dari
kelelawar
"pembentukan
bunga
besar" boleh saja merupakan suatu keadaan yang sangat biasa
(seperti
clappertoniana)
pada (Baker,
Ceiba
1973)
pentandra,
tetapi
Parkia
Gould
(1978)
telah menunjukkan traplining oleh megachiroptera, sama halnya di Malaysia (lihat juga, Start dan marshall, 1976),
Gould
(1978)
juga
mengklaim
bukti
mengenai
pertahanan teritorial dari Eonycteris. Howell (1978) menunjukkan bahwa pohon-pohon yang menghasilkan Rica)
bunga
menghasilkan
kelelawar aliran
di
nektar
Guanacaste pada
waktu
(Costa yang
berbeda-beda sepanjang malam, sehingga kelelawar yang
datang dapat merupakan spesialis untuk waktu tertentu dan
oleh
siiang
karena yang
mernperoleh menemukan
itu
kemungkinan
lebih
makanan bukti
efisien, dari
bahwa
polinator-polinator belum
berbagai
umum
sumber.
kelelawar
dapat
dalam
Dia
juga
mengangkut
pollen dari jenis-jenis yang berbeda ini dari tanaman pada bagian-bagian tubuh yang berbeda sampai menarnbah efisiensi (1978)
kelelawar
menunjukkan
acuminata
dapat
sebagai
bahwa
juga
pollen-vektor.
Oroxylum
"bekerja
dan
indicum
sama"
Gould
dalam
Musa
memberi
makan kelelawar megachiroptera Eonycteris spelaca di Malaya. Kebutuhan dimaksudkan sepanjang
untuk
agar
tahun,
bunga
atau
kelelawar di
buah-buah
tetap
paleotropic
ringan
bertahan
diisi
oleh
hidup prosesi
pembentukan bunga dan buah oleh species yang tidak bertalian dan hal ini dimungkinkan oleh iklim (Alien, 1939;
Van
der
Fiji,
1969;
Baker,
1973;
Start
dan
Marshall, 1976; Gould, 1978). Di Afrika Barat, Eidolon helvum
mencapai tahap akhir dengan migrasi kelompok
dari daerah berbunga yang satu ke daerah berbunga yang lain
(Alien,
1939).
microchiroptera
Prilaku
yang
sepanjang
mendatangi
bunga
tahun
dari
dan
buah
neotropis telah dipertimbangkan oleh Heithaus et al. (1975). Dalam hal in, Corollia perspiciilata mungkin dapat mempertahankan dirinya pada buah-buahan selama rnusim
basah
sedangkan
Glossophaga
soricina
dapat
mempertahankan kecenderungan nektarivorous. Daya Tarik Baqi Polinator (1) Warna. Macam-macam warna dan pola warna dijumpai
di hutan tropis meskipun suasana dari warna tersebut mungkin hanya tampak pada waktu-waktu tertentu dalarn setahun,
seperti
ketika
tajuk
Cochlospermum
atau
tabebuta berbunga di hutan kering Amerika Tengah, atau
ketika Warszewiczia (Rubiaceae) berbunga di hutan yang
lebih basah. Warna merah adalah warna yang paling umum diantara
species
(hummingbirds
yang
dan
diserbuki
passerine).
oleh
Bunga
untuk
burung kupu-kupu
berkisar dari putih hingga kuning dan pink (dan bahkan merah) tetapi bukan biru. Bunga untuk ngengat biasanya berwarna
pucat,
barangkali
atau
mempunyai
putih. hampir
Bunga semua
untuk
warnd,
lebah kecuali
rnerah murni {seperti yang terlihat oleh mata manusia) yang biasanya disertai oleh pancaran ultraviolet(tidak dapat
dilihat
oleh
kita).
Bunga-bunga
untuk
tawon
sering berwarna merah keunguan. Meskipun
hampir
dari
semua
wama
tersebut
berasosiasi dengan jenis polinator dengan cara yang sama
seperti
pada
daerah
temperate,
sedikitnya
hubungan yang baru telah terungkap (sama halnya dengan pada bunga-bunga yang diserbuki kelelawar). Kemudian, di hutan basah dan kering Costa Rika, beberapa species yang
beradaptasi
berwarna
pink,
dengan
merah
ngengat
atau
warna
memiliki lavender
bunga
daripada
warna putih atau cream yang biasanya rnerupakan bagian dari Opier
sindrom dan
hutan
penyerbukan
Bawa,
kering
tidak
ngengat
dipubl.).
meliputi
Pithecellobium
{Haber,
Contoh-contoh
dari
spp.
Calliandra
{baik
saman
Frankie,
Fabaceae
dan maupun
Mimosoideae), Hum crepitans (Euphorbiaceae), Schoepfia (Olacaceae)
schreberi
(Elaeocarpaceae). (Meiiaceae),
Di
dan hutan
Pithecellobium
Sloanea
basah,
temifoiia
spp.
Guarea
dan
gigantiiolia
P.
catenatum adalah anggotanya. Di Afrika Barat, Harris
dan
Baker
(1958)
telah
menyaksikan
dan
memotret
sphingid ngengat yang mendatangi bunga-bunga berwarna ungu tua dari Kigetia africana (Bignoniaceae). Sebaliknya, beberapa species pohon yang diserbuki tawon
memperlihatkan
daripada
keungu-unguan
bunga-bunga yang
biasa
berwarna tarnpak,
cream corolla
berstekstur daging, misalnya Casearia sylvestris dan
Xytosma sp. (Flacourtiaceae}, dan Karwinskia calderoni dan
Ziziphus
(Rhamnaceae}
guatemalensis
(Haber,
Frankie, Opier dan Bawa, tidak dipubl. Banyak species lainnya
dengan
bunga
berwarna
putih
atau
cream
diserbuki oleh kombinasi lebah-lebah kecil dan tawon (seperti
beberapa
species
Cord/a.
Opier
et
al.,
1976a). Beberapa penelitian lanjutan mengenai warna bunga dan
polanya
absorpsi
yang
memperhitungkan
ultraviolet
yaitu
pantulan
berubahnya
atau
pola
warna
seiring dengan penuaan bunga, dan hubungan variabelvariabel
ini
pengunjung
terhadap
bunga
pola
masih
mencari
tidak
makanan
umum.
Kevan
pada (1978}
membahas proses pewarnaan bunga dengan mengacu pada anthecology.
Barrows
(1977)
mempelajari
perubahan
warna (dari lavender gelap sampai putih) yang terjadi pada bunga Pachyptera hymenaea {Bignoniaceae) ketika polen dan nektar tidak lagi tersedia, tetapi bungabunga
tersebut
masih
masih
bersisa,
nodanya
didatangi sehingga
oleh
lebah
selagi
arti
biologi
dari
perubahan tersebut masih belum jelas. Untuk beberapa masalah,
eksperirnen
jawabnya.
Sebuah
rnungkin
indikator
dari
dapat apa
memberikan yang
mungkin
dibutuhkan didemonstrasikan lewat eksperimen Jones dan Buchrnann
{1974)
pada
Caesalpinia
eriostachys
dan
Parkinsonia aculeata {Fabaceae, Caesalpiniodeae) pada
tumbuhgn di alam. Mereka menunjukkan bahwa hanya ada satu petal dalam satu bunga yang mengabsorpsi ultra violet
dan
dengan
manipulasi
posisi
petal
(dengan
pembedahan dan penempelan kembali), mereka menunjukkan bahwa
pendaratan
yang
biasa
dilakukan
oleh
lebah
polinator dapat salah arah. Jones dan Rich (1972) telah memberikan perhatian kepada Columnea
kenampakan florida
hummingbird
di
yang
luar
biasa
(Gesneriaceae) Costa
Rica,
dari
pada
dimana
adaptasi
penyerbukan burung-burung
tersebut
tertarik
belakang
daun
terdapat daun
oleh
dimana
kesamaan
dan
bintik-bintik
bagian
bunga
pada
tersembunyi.
pewarnaan
penguat
merah
merah
lainnya
pada Disini
terang
yang
dari
terdapat
di
sekitar bunga pada banyak euphorbia tropis. Penelitian
masa
depan
tentang
pewarnaan
bunga
dalam konteks penarik penyerbukan mungkin dibuat pada basis family, seperti yang dimulai oleh Gentry (1974a) untuk
Bignoniaceae
dan
oleh
Prance
dan
kelompoknya
(Prance, 1976, dll) untuk Lecythidaceae. (2) Bau Bunga. Di hutan tropis terdapat asosiasi yang
biasa dari bau-bauan yang enak dengan bunga-bunga yang diserbuki lebah dan kupu-kupu, dan ketidakadaan bau yang biasa pada species yang diserbuki burung. Bau aminoid
berkaitan
dengan
bunga-bunga
yang
diserbuki
kumbang, dan bunga-bunga yang diserbuki hewan terbang lainnya
(termasuk
Rafflesia)
bunga
memiliki
yang
besar
kecenderungan
sekali
yang
dari
familiar
tertiadap bau yang tidak enak bagi hidung manusia. Seperti Van der Fiji (1936) pertama menunjukkan, bau dari bunga yang diserbuki kelelawar (sebagaimana buah yang enak,
didistribusikan dan
kelelawar
bahkan itu
kelelawar) telah
sendiri.
biasanya
dibandingkan
Species
yang
agak
tidak
dengan
bau
diserbuki
oleh
ngengat biasanya mempunyai bau yang enak (begitu pula relatif temperate mereka) tetapi hal ini tidak dapat dipercayai karena bau yang tidak enak dari bunga Durio zibethinus
(Bombacaceae)
menarik
perhatian
ngengat
sebagaimana pada kelelawar (Baker, 1970}. Bunga-bunga yang diserbuki kelelawar, Kigelia africana, di Afrika Barat, mempunyai bau busuk (dan berwama ungu kemerahmerahan) tetapi mereka juga menarik perhatian ngengat sebagaimana kelelawar (Harris dan Baker, 1958). Kerja (diringkas
dari dalam
C.H.
Dodson,
Dodson,
1975)
R.L. dan
Dressier Vogel
dkk. (1968)
mengenai
pengumpulan
substansi
bau-bauan
dari
petal
berbagai anggrek tropis oleh lebah auglosine jantan telah
menunjukkan
kombinasi
karakteristik
"minyak-
minyak essensiaf yang secara berbeda menarik perhatian lebah,
sehingga
terdapat
mating
assortive
dari
pollinia dan stigma anggrek-anggrek ini. Overland
(1960)
telah
mempelajari
ritme
endogenous yang ada pada pembukaan dan produksi bau pada bunga dari blooming nocturnal Cesfrum (Solanaceae).
Ritme
kesempurnaan
endogenous
mereka
faktor-faktor
ke
dalam
lingkungan
siklus
dapat
keuntungan
pada
species
melaporkan
bahwa
nektar
semacam
Inga
itu,
24
dilihat
diurnal.
noctumum
jam
juga
oieh dengan
Salas
vera
dan
(1974), spuria
var,
(Fabaceae, Mimosoideae) tidak berbau saat pertama kati dihasilkan
(diakhir
senja)
dan
menarik
perhatian
beragam pengunjung bunga. Namun demikian, bunga-bunga tersebut rnenjadi berbau tidak enak setelah beberapa jam
dan
kemudian
bunga-bunga
tersebut
didatangi
kelelawar. Hadiah Bagi Pengunjung Bunga (1) Nektar. (a) Bahan Kimia dari nektar.
Aspek-aspek
bahan kimia penyerbukan biologi tumbuhan berkayu di daerah
tropis
telah
dengan
menekankan
pada
diketahui
lebih
mengandung
beberapa
gula,
protein
disebutkan bahan
dari
kimia
sekedar
atau
asam
oleh
semua
amino,
air
Baker
nektar.
Nektar
gula:
nektar
bahan-bahan lipid,
(1978a),
kimia
asam
:
organik
antioksidan, beragam substansi nutrisi organik lainnya dalam
jumlah
yang
sangat
kecil,
sebagaimana
bahan
kimia lainnya yang mungkin mengandung efek pencegah pada
beberapa
bagian
pemakan
mencegah
nektar
dibawah}
yang
(Baker
potensial dan
Baker,
{lihat 1975;
Baker, 1978a). Energi
produksi
atau
nilai
pembangun
jaringan
nektar bergantung pada volume nektar dan konsentrasi bahan kimia di dalamnya dalam pertanyaan (lihat di bawah). Ada beberapa bukti dari sarnpel yang di arnbil dari hutan kering Costa Rica, dimana konsentrasi gula pada nektar meningkat dari dasar hingga puncak pohon (dengan perkiraan gradien terbalik untuk asam amino) (Baker, 1978a). Rasio
sukrosa
menunjukkan menjadi
hubungan
tinggi
ngengat,
terhadap
untuk
tetapi
heksosa
dengan bunga
rendah
dalam
perilaku
hummingbirds
untuk
bunga
nektar
polinator, dan
passerine
bunga yang
diserbuki burung dan yang diserbuki kelelawar (Baker, 1978a; Baker dan Baker, 1981). Bunga untuk kupu-kupu, dominasi
sukrosa
kurang
jelas
terlihat,
dan
untuk
bunga lebah cukup beragam. Kadangkala ada phylogenetic yang kuat; nektar dari Asteraceae biasanya didominasi heksosa,
nektar
Ranunculaceae
kaya
sukrosa,
tanpa
melihat tipe polinator (Baker dan baker, 1981). Konsentrasi
asam
amino
dalam
nektar
cenderung
lebih besar jika nektar adaiah satu-satunya (atau yang terbesar) para
sumber
pengunjung
material bunga
pembangunan biasa
protein
untuk
dibandingkan
jika
pengunjung mempunyai alternatif yang melimpah (Baker, 1978a). Di Costa Rica, ngengat, kupu-kupu dan tawon (termasuk
pula
beberapa
kelornpok
tawon)
bergantung
pada nektar untuk pemeliharaan diri mereka, dan nektar dari bunga yang mereka kunjungi mempunyai konsentrasi asam amino yang relatif tinggi. Bunga yang dikunjungi kelelawar di neotropis membuat penggunaan getah buah dan pollen sebagai sumber dari bahan-bahan penyusun protein
dan
mengkonsumsi
beberapa
serangga;
nektar-
nektar yang mereka konsumsi kurang dalam asam amino. Burung kolibri betina khususnya pada waktu reproduksi gemar memakan serangga. Bunga-bunga kemungkinan tidak dapat menyediakan mereka dengan suplai alternatif yang nyata dari bahan-bahan penyusun protein dan merekapun
tidak. Nektar dari tumbunan tropik berkayu dapat terdiri dari
2-24
asam
amino
yang
dapat
dideteksi,
sesuai
dengan spesies masing-masing (Baker, 1978a). Terdapat beberapa asam amino "non protein" yang lebih sering ada diantara nektar bunga dari pohon-pohon tropik dan liana (55%) daripada tanaman di temperate (36%). Jika asam-asam
amino
ini
mempunyai
pengaruh
toksik
yang
dipercaya ada saat mereka terdapat pada benih-benih (Rehr, dkk., 1973a,b), mereka mungkin berperan sebagai penangkal terhadap pengunjung bunnga-bunga yang tidak diharapkan. Pada
tahun
sejumlah
tanaman
anggota
dari
1969, di
Vogel
Amerika
famili
menitikberatkan Selatan,
Malpighiaceae
menghasilkan
minyak
yang
anthophorine
tertentu.
yang
meliputi
hutan
tropik,
dikumpulkan
Ketenjar
bahwa
oleh
yang
lebah
mengeluarkan
minyak ini diserbuki "elaiophors" dan ia menyatakan bahwa
produksi
produksi Centris,
Vogel
minyak
nektar. mengangkut
dengan
sebagai
Lebah-lebah minyak
(1968,1971,1974)
dicampur
in
polen
ke
termasuk sarang
percaya dan
untuk
alternate
dan
genus
mereka
dimana
bahwa
digunakan
minyak
pada
ini
pemberian
makan larva. Namun demikian, pada tahun 1973, Baker dan Baker (1973, 1975) melaporkan bahwa nektar yang terdiri dari lipid-cairan yang terdiri dari lipid dalam suspensi dan
juga
terdiri
dari
gula
biasa
dan
asam
amino,
seperti bahan-bahan larut air lainnya dan dikatakan bahwa
minyak
Vogel
"alternatif
bagi
nektar
adalah
benar-benar nektar yang secara luar biasa kaya akan lipid. Di hutan Costa Rica dataran rendah, nektar yang terdiri dari lipid ditemukan paling sering pada pohonpohon. Di antara pohon-pohon dan liana, lipid nektar ditemukan
terutama
sering
ditemukan
Caesalpinioideae dan Bignoniaceae (Baker, 1978a).
pada
Bahan-bahan lain pada nektar bunga, yang secara potensial
penting
bagi
nutrisi
pengunjung
bunga
di
dalam hutan, termasuk antioksidan (sebagian besar asam askorbik, vitamin C), dan ini terutama sering ada pada nektar yang mengandung lipid di mana mereka rnampu mencegah berkembangnya ransiditas (rasa anyir) (Baker dan
Baker,
1975}.
Sebagian
besar
bahan
kimia
yang
disebut, dapat juga mempengaruhi "rasa" dari nektar. (b)
Volume
gula
Nektar
nektar
klas-klas
dari
dan
Konsentrasi
bunga-bunga
pengunjung
bunga
Gula.
yang
Konsentrasi
beradaptasi
yang
berbeda
pada
mempunyai
selang yang luas (Fahn, 1949; Meeuse, 1961; Percival, 1965,1974;
Baker,
1975,
1977,1978a;
Cruden,
1979),
ketika volume nektar pada bunga-bunga dengan selang adaptasi
polinasi
yang
berbeda
melewati
beberapa
tingkat jarak (Cruden, dkk., 1981; Opler, 1981). Dua variabel ini terkait erat karena sejumlah gula yang diproduksi di dalam nektar sebagai hasil konsentrasi beberapa volume (yang terakhir biasanya diukur dengan refractometer
dalam
1975,1977,1978a;
"sucrose
Cruden,
equivalent";
dkk.,
1981;
Baker,
Bolten,
dkk.,
1979). Konsentrasi gula dari nektar hutan tropik berada pada selang 5-80% (sucrose equivalent - sebagai berat per berat total). Pada serangkaian determinasi pada hutan
kering
/pada
musirn
kering
(Baker,
1978a),
menemukan bahwa nektar bunga burung kolibri, ngenngat sphingid
dan
kelelawar
mempunyai
konsentrasi
yang
rendah (masing-masing x ~ 21%, 24% dan 17%) daripada nektar bunga kupu-kupu (x = 29%) dimana, pada akhirnya kurang dan
pekat
lebah
dibandingkan
(masing-masing
bunga-bunga x
= 41
%
settling dan
46
moth %).
Konsentrasi gula yang rendah pada nektar bunga kolibri menunjukkan nilai yang tidak semestinya dengan laju metabolik yang tinggi dari burung-burung kecil ini,
tetapi setidaknya tiga penjelasan yang mungkin telah dikemukakan. Baker (1975) merumuskan bahwa viskositas yang
rendah
penting
untuk
memungkinkan
pengambilan
nektar dengan cepat oleh burung kolibri, sphingid dan kelelawar yang hanya menghabiskan periode yang singkat pada bunga (dan, di dalam kasus burung kolibri dan ngengnat saluran
sphinngid yang
Sebagai
sempit
diambil
burung
memuaskan
bermanfaat
oleh
1980)
bahwa
suatu
dalam
volume
yang
kebutuhan
karena
mengalir
dipindahkan
disarankan
pribadi,
oleh
seharusnya
saat
alternatif,
(komunikasi
untuk
nectar
ia
energi
mengurangi
pada
dari
bunga).
W.A.
Calder
nektar cukup
besar
mereka,
tekanan
cair
dapat saat
air
burung berada di bawahnya. Penjelasan ini tidak dapat diaplikasikan oleh
Bolten
pada dan
hutan
tropika
Feinsinger
basah.
(1978}
Dinyatakan
penetesan
dari
nektar cair akan memperkecil kemungkinan lebah dari 'perampokan' untuk
bunga
keberhasilan
konsentrasi
gula
yang
dibutuhkan
polinasi.
dalam
burung
kolibri
Bagaimanapun
nektar
(dart
juga,
Trinidad)
yang
mereka asumsikan terlalu rendah untuk lebah. Sekalipun demikian, adalah benar bahwa lebah, tawon, kupu-kupu dan ngengat lebih suka dan dapat berhadapan dengan nektar untuk
yang
pekat,
mencairkan
dan
nektar
bahkan yang
mernuntahkan
sangat
pekat
cairan sebelum
mencernanya. Volume nektar dari bunga hutan tropik biasanya meningkat seiring dengan biomassa bunga (Opler, 1981), walaupun terdapat pengecualian-pengecualian terkenat, contohnya Cochlosperum vitifolium (Cochlorspermaceae) dan Bixa orellana (Bixaceae) pada hutan kering neotropik mempunyai bunga-bunga dengan diameter sebesar 7 cm, tetapi tidak mernproduksi nektar. Beberapa lebah kecil,
kupu-kupu
beberapa
Cordia
atau spp.,
ngengat
bunga,
mernproduksi
seperti lebih
pada
sedikit
mikroliter nektar pada suatu saat, beberapa perbedaan
yang besar lainnya, yaitu bunga-bunga besar pada pohon balsa
neo-tropik
(Ochroma
Bombacaceae)
pyramidalis,
dapat memproduksi 15 ml datam satu malam dalam kondisi terbuka. Di Asia bunga staminate dari Musa paradisiaca (Musaceae) memproduksi beberapa mililiter selama satu malam (Fahn, 1949), saat inflorescences tunggal dari Parkia clappertariiana Afrika Barat dapat memproduksi
sebanyak
15
ml
(dimana
semua
mengalir
ke
tempat
biasanya) dalam satu malam (Baker dan Harris, 1957). Ochroma,
Musa
kelelawar
dan
semuanya
Parkia
Malaya:
Oroxytum
dipolinasi
indicum
1,8
ml;
oleh Durio
zibethinus 0,36 ml; Musa acuminata 0,63 ml.
Volume
nektar
berhubunngan
erat
yang
denngan
disediakan ukuran
oleh
bunga
pengunjung
bunga
(Opler, 1981) dan ini diperoleh bukan dengan secara kebetulan, konsentrasi tersedia,
terdapat gula
korelasi
nektar
bagaimanapun
dan
juga,
yang
terbalik
volume gula
antara
nektar
yang
yang
dihasilkan
bahkan pada permukaan dilusi biasanya lebih besar pada bunga yang menyediakan nektar umurnnya untuk burungburung yang relatif besar, kelelawar dan ngengat. Di Artik, Hocking (1953,1968) menghitung produksi gula nektar per hektar dari tundra Artik dan menduga berapa yang dapat mendukung penerbangan serangga dan diperoleh hasil yang agak menakjubkan, sebagai contoh bahwa satu catkin dari Salix arctophila (Salicaceae) dapat tersebar untuk 950 "km nyamuk" setiap hari. Hal ini akan sangat membantu untuk data kuantitatif hutan tropik. (2) Polen. Polen yang dihasilkan oleh kunjungan bunga
digunakan sebagai nutrisi oieh kumbang, lalat, lebah (untuk mereka sendiri dan untuk anak-anaknya) dan oleh kelelawar,
tetapi
kelihatannya
sangat
jarang,
bagi
sebagian besar burung pengunjung bunga (lorikeet dari Australia adalah pengecualian dalam pencernaan polen
yang
disengaja:
Gilbert
(1972,
betina
dari
Churchill 1975}
dan
Cristensen,
rnenunjukkan
genus
bahwa
1970).
kupu-kupu
menggunakan
Heliconius
pollen
melalui pengumpulan sampel bunga-bunga staminate dari tumbuhan
perambat
diocious
pada
genera
dan
Anguria
Gurania {Cucurbitaceae}. Kemudian dilakukan pemuntahan
nektar di atasnya sehingga asam amino meresap ke dalam nektar
dan
kemudian
Bagaimanapun
juga
diminum
fenomena
ini
oleh masih
kupu-kupu.
terbatas
pada
hutan neo-tropik dimana Helioconius berada (lihat juga Dunlap-Pianka, dkk, 1971; De Vries, 1979). Banyak bunga dari tumbuhan hutan digunakan oleh lebah sebagai sumber nektar dan polen sedangkan polen hanya
sebagai
noetropik,
hadiah
dicontohkan
pengunjung. seperti
Di
hutan
Cochlospermum
(Cochbrspermaceae) yang terdapat diantara
vitifolium
pohon-pohon,
8/xa
(Solanaceae)
dan
semak.
untuk
orellana
spp.
Cassia
banyak yang
(Bixaceae),
Sotanum
Melastomataceae tidak
bernektar
spp.
diantara (Fabaceae,
Caesalpiniodeae) diternukan pada bentuk kehidupan dari herba hingga pohon yang kesemuanya menghasilkan polen yang berlimpah. Bunga
yang
tidak
bernektar
dari
anggota
Annonaceae sangat atraktif untuk kurnbang. Sebaliknya "keuntungan"
dari
bunga
tidak
bernektar
seperti
Cassia, Swartzia dan Melastomataceae sangat erat dalam
beradaptasi dilayani
dengan
oleh
lebah
penngumpul
"anther-anther
"anther-anther
polinasi"
yang
makan",
polen
berbeda
menyimpan
yang dengan
polen
pada
badan lebah ketika sedang makan. Pada Solatium, polen lolos dari anther melalui pori-pori ujung dan beberapa polen "menderu" disebabkan karena lebah menggetarkan badannya saat kontak dengan adroecium dan mengguncangguncang polen yang berbentuk seperti debu tersebut. Masih komposisi
sangat bahan
kimia
sedikit polen
pengetahuan tanaman
tropis,
tentang tetapi
dinyatakan oleh Howell {1974) bahwa polen yang diambil sebagai akan
makanan
oleh
kelelawar
dan
mungkin
protein,
mungkin
sangat
berhubungan
kaya
dengan
konsentrasi asam amino yang rendah pada nektar bunga keleiawar
{Baker,
1977,1978a).
Beberapa
studi
yang
menguntungkan telah dilakukan pada kisaran urnum kimia polen dari tumbuhan hutan tropis dan sebagai tahap awal telah dibuat baru-baru ini (H.G. Baker dan J. Baker, tidak dipublikasikan) (3) Hadiah padatan lainnya.
Padatan "tubuh makanan",
menyediakan
pengunjung
makanan
bagian-bagian
untuk
mulut
pengunyah
bunga
dengan
(mungkin
untuk
memindahkan perhatian pengunjung dari androecium dan gynoecium), telah digarnbarkan untuk sejumlah spesies tropik.
Di
Asia
(Pandanaceae) dedaunan
Tenggara,
memberi
berdagingnya.
makan Di
Freycinetia
arborea
burung-burung
dengan
Hawaii,
burung-burung
ini
dan tikus yang makan pada inflorescence (sekumpulan bunga
pada
(anaman),
dapat
menjadi
polinator
juga
sebagai agen perusak (Faegri dan Van der Pijl, 1978). Pada
inflorescence
tropik
bahkari
trapping,
pada
kumbang
mengkonsumsi
"trapping"
beberapa
Amorphophatlus
polinalor
bahan
dan
padat
dan
yang
Araceae
variabilis
non
serangga
lainnya
dihasilkan
didasar
tampuk bunga (spathe). Banyak kasus telah diketahui dari peningkatan anak kumbang pada jaringnan berdaging dari
bunga-bunga
yang
hidupnya
panjang,
atau
lebih
sering disebut inflorescence (Faegri dan Van der Pijl, 1978}, tetapi terdapat suatu keseimbangan yang tidak stabil disini yaitu antara keuntungan polinasi dengan kerusakan jaringan-jaringan. Ini juga terdapat pada kategori hadiah padatan yaitu yang pertumbuhannya tidak normal didalam synonim Ficus, tanpa interaksi siklus hidup biasanya juga ada dan ini akan rumit apabila antara tanaman dan tawon
agaonid, tidak disempurnakan. (4) Tipuan dari pengunjung bunga. Pada sebagian besar
tumbuhan, pemberitahuan keberadaan hadiah yang tampak kepada pengunjung bunga melalui warna, bau, dan bentuk dari
bunga
didukung
oleh
penyediaan
hadiah
itu
(biasanya nekltar atau pollen). Namun demikian tipuan telah
diketahui
khususnya
dengan
dalam
baik
pada
hubungannya
biologi
dengan
polinasi,
serangga
pada
kekuatan diskriminator yang kurang berkembang. Tipuan parsial benar-benar ada diantara pohonpohon tropik pada kasus-kasus tersebut dirnana bunga staminate
dari
menyediakan
spesies
hadiah
monoecious
(nektar,
polen
atau
dioecious
atau
keduanya)
sedang bunga pistilat tidak tersedia. Bunga pistilat dengan "tidak sengaja" dikunjungni oleh polinator yang mengantisipasi dari
bunga
polinasi
hadiah
staminate
"sengaja"
yang
sama
(Baker,
disediakan
dan
mereka
1976). oleh
peroleh
Contoh
spesies
dari Car/ca
(Caricaceae), diaman bunga staminate menawarkan polen dan nektar untuk berbagai pengunjung (burung kolibri, lebah,
lalat,
pistilat
kupu-kupu
tidak
dan
menyediakan
ngengat}, hadiah
tapi
dan
bunga
dikunjungi
secara singkat oleh ngengat pada saat hampir setengah gelap di awal malam. Kasus polinasi "sengaja" lainnya kemungkinan
akan
ditemukan
dilain
tempatdi
hutan
tropik. Kasus-kasus yang jelas ada tipuan total , dimana tidak disediakan hadiah sama sekali, terlihat bahwa yang paling baik sangat jarang diantara pohon-pohon besar, dan hal ini telah dinyatakan (Baker, 1978a) bahwa untuk pohon besar energi yang digunakan untuk pembentukan bunga begitu besar sedangkan simapanannya kecil
sehingga
tidak
bisa
mencukupi
hadiah
untuk
polinator. Ini mungkin akan seimbang jika polinator tidak tertipu. Secara nyata, kami membutuhkan lebih
banyak informasi tentang biaya energi pada penyediaan hadiah. Penangkal-penangkal
terhadap
Pengunjung
Bunga
yang
tidak Dikehendaki (1)
Penangkal
fisik.
Ketika
bunga
beradaptasi
pada
polinator-polinator tertentu, diharapkan akan terdapat seleksi penampakan yang kemudian menurunkan kemampuan ketersediaan
nektar
dan
polen
pada
polinator,
atau
terhadap yang tidak efisien sebagai vektor polen. Pada kasus
yang
morfologi kupu
sama,
bunga.
dan
ini
dicapai
Selanjutnya
ngengat
oleh
bunga
settling
perubahan
dalam
pengunjung
kupu-
hingga
burung
kolibri
mungkin terhalangi oleh bidang datar yang kurang untuk tempat
berdiri
pada
tubular
bunga
dalam
keadaan
horisontal. Sebaliknya tabung corolla yang panjang dan sempit mungkin cocok untuk Lepidoptera tapi tidak bagi burung kolibri yang paruhnya membutuhkan tabung yang lebih
luas.
melindungi
Semua
bunga
nektarnya
dari
yang
bertabung
jilatan
lebah
panjang berlidah
pendek, lalat, kumbang dan lain-lainnya, dan pengaruh yang sama dihasilkan dengan mensekresi nektar ke dalam taji (spur). Serangga-serangga merayap sering menjauh dari
tabung-tabung
rambut
(yaitu
ini
melalui
pengaturan
spp.,
Musaenda
rambut-
Rubiaceae,
pada
paleotropik; Baker, 1958). Pengunjung yang tidak resmi, yang disebut pencuri nektar,
menyerbu
mengunyah
dasardari
melalui
pucuk
corolla
yang
atau
belum
spur
terbuka
atau untuk
memperoleh hadiah-hadiah yang kaya nektar atau polen. Lebah, kumbang dan burung kolibri {juga burung-burung lainnya)
termasuk
dalam
kategori
ini;
mereka
tidak
berperan dalam polinasi. Kehilangnan hadiah pengunjung resmi
kadang-kadang
atau
bract
Cucurbitaceae bract).
tebal untuk
terjadi
melalui
{sebagai kaliks,
dan
kalik
contoh
penjepit beberapa
Acanthaceae
untuk
(2)
Penangkal
awalnya
kimia.
bekerja,
alkaloid,
Bahan kimia nektar hanya pada
tapi
fenolik,
mungkin
glikosida
diasumsikan
dan
asam
bahwa
amino
non
protein akan tidak menyenangkan atau bersifat toksik terhadap
beberapa
ditemukan
dalam
pengunjung nektar
bunga.
Semuanya
telah
dari
tumbuhan
hutan
bunga
tropis (Baker dan Baker, 1975; Baker, 1977, 1978a). Suatu
perbandingan
terdiri bahan
dari
dari
asam
fenolik,
proporsi
amino
nektar
bunga
yang
non
protein,
alkaloid
dan
masing-masing
diantara
sampel
dari
spesies hutan tropik di Costa Rica dan sampel dari California Colorado
dan
dari
menunjukkan
tundra
Alpine
di
Gunung
bahwa
nektar
tropik
Rocky
mempunyai
proporsi yang lebih besar dari masing-masing (Baker, 1977,1978a). Baru-baru
ini
terdapat
banyak
pertentangan
mengenai bagaimana spesies hutan tropik menjaga nektar bunga
mereka
dari
pengambilan
semut
non
polinasi
(Janzen, 1877c; Baker dan Baker, 1978; Feinsinger dan Swarm, 1978; Shubart dan Anderson, 1978). Kelihatan bahwa
sebagian
besar
dari
beberapa
spesies
bunga
tertutup dapat "menyembunyikan" nektar dari semut pada saat
frekuensinya
terdapat nektar
pada atau
(sehingga
lebih
bahan
sedikit
kimia
penolak
di
dalam
jaringan
nektar
lebih
mudah
karena semut yang
mungkin di
dalam
berdekatan
terkontaminasi
oleh
bahan-bahan ini, W. Haber, komunikasi pribadi, 1979; lihat juga Guerrant dan Fiedler, 1981). Van der Pijl (1955)
yang
memberitahukan
dan
menunjukkan
adanya
penolakan semut oleh petal, yang disebut secara khusus sebagai
bahan-bahan
berbau.
Bagaimanapun
juga,
pada
beberapa kasus, semut memasuki bunga dan memindahkan nektar. Pencegahan herbivores
dari
metalui
perusakan
keberadaan
jaringan
cluster
bunga
dari
oleh
kristal
kalsium oksalat atau pemupukan tanin pada bagian bunga
yang tepat dinyatakan oleh kerja morfologi dan anatomi dari
Uhl
dan
Moore
(1977)
untuk
beberapa
spesies
palma. (3) Penangkal Biotik. Konsep dari "penjaga semut" yang
makan pada nektar bunga ekstra dan melindungi bunga dari
kehilangan
nektar
bunga
mereka
terhadap
pengunjung bunga tidak resmi (yang paling nyata mereka yang membuat lubang metalui corolla untuk memindahkan nektar)-terlihat seperti yang dikemukakan oleh Van de Fiji
(1955).
Dukungan
menjaga
fekunditas
melalui
percobaan
terhadap
(kesuburan) oleh
kemampuannya tumbuhan
Keeler
(1977)
dalam
disediakan
pada
Ipomoea
carnea (Convolvulaceae). Oleh Bentley (1977) pada Bixa oretlana
(Bixaceae)
Cosfus
woodsonii
telah
meninjau
perlindungan
dan
oleh
Schemske
(Zingiberaceae). subjek
tumbuhan
yang
dari
(1978)
Bentley
lebih
berbagai
(1977b)
luas
macam
pada
dari
herbivora
oleh semut. Interaksi intra dan interspesifik diantara lebahlebah yang mendatangi pohon-pohon pada hutan tropis rnemperoleh perhatian akhir-akhir ini (Frankie dkk., 1976; Frankie, 1976). Interaksi ini beragam dari yang agresif satu lawan satu sampai yang sederhana dijumpai diantara
individu
melibatkan
hingga
kelompok-kelompok
aktivitas
massa
yang
individu
(Frankie
dan
Baker, 1974), Penghadapan satu lawan satu, yang sering mengarah pada satu ke individu yang dipindahkan dari bunga dan kadang-kadang didorong keluar dari tumbuhan, umumnya telah
diamati
diantara
Anthophorinae (khususnya
lebah-lebah Centris
spp.)
soliter dan
dari
Bombinae
(beberapa anggota dari Euglossinae) dari daerah tropis Amerika
Tengah
(Frankie,
dipubl.).
Spesies
tertentu
dari lebah tanpa sengat (secara kelompok) pada hutan yang sama juga diketahui menunjukkan perilaku intra dan inter agresif (Johnson dan Hubell, 1974). Pada
kasus
ini,
Johnson
penyerangan
dan
Hubell
berhubungan menyatakan
dengan bahwa
makanan. perbedaan
interspesifik pada agresi diantara keberadaan lebahlebah
tanpa
sengat
menentukan
perbedaan
perilaku
pengambilan makanan, sekurang-kurangnya dalam jangka pendek. Beberapa serangga anthopilous diketahui mempunyai beberapa
daerah
pertahanan
yang
berdekatan
dengan
sumber bunga di hutan tropik, sementara yang disusun oleh
semacam
burung
Kolibri
jantan
telh
dipelajari
oleh Stiles dan Wolf (1970), Linhart (1973) dan Stiles (1973). Hal ini dapat mengurangi aliran polen antara wilayah
(memotongnya
polinator
silang
di
kecualikan
jantan
dan
untuk
pengganggu
aktivitas
lainnya
ke
dalam wilayah yang ditinggalkan untuk beberapa saat sebelum diusir dan keberuntungan di wilayah lainnya). Interaksi-interaksi
ini
telah
diamati
pada
kumbang
(Frankie, 1987; Rauscher dan Fowler, 1979) dan pada semut
(G.W.
Frankie,
pengamatan
pribadi).
Banyak
pengamatan wilayah yang telah dilakukan pada lebahlebah
soliter
Amerika
(sebagian
Tengah
(Frankie
besar dan
Anthaphoridae)
Baker,
1974;
di
Frankie,
1976, dan tidak dipubl.; Frankie dkk., 1976) dan di Amerika
Selatan
(Dodson
dan
Frymire,
1961;
Dodson,
1962,1975). Pada suatu studi di wilayah hutan kering Costa Rica,
Frankie
(in.
prep.)
mengamati
bahwa
sebagian
besar spesies pohon beradaptasi dengan polinasi lebahlebah besar (sekitar 35 spesies) mernpLinyai satu atau lebih
wilayah
lebah
{sebagian
besar
dart
spesies
Centris). Hal ini terlihat berbeda dari wilayah burung
Kolibri pada saat mereka berhubungan terutama dengan perilaku pasangannya, tetapi mereka tidak hanya menuju kembali pada polinasi dalam wilayah tersebut, tetapi kadang
pula
terhadap
polen
yang
perpindahan lebah ke pohon lainnya.
dibawa
oleh
Pengambilan makanan dari kelompok oleh beberapa lebah individu dari Anthophorinae telah diamati pada hutan
kering
Costa
Baker,1974;Frankie1976).
Rica
(Frankie
Pengambilan
makanan
dan semacam
itu mungkin menyebabkan kekacauan yang besar diantara lebah penyimpan makanan yang bukan kelompok lain ke suatu titik dimana mereka meninggalkan kluster-kluster bunga yang diberikan dan memindahkannya ke pohon lain. Gentry (1978) menaruh perhatian terhadap bentuk lain dari interaksi agresif diantara pengunjung bunga pada
suatu
species
dengan
proses
pembentukan
bunga
yang terjadi secara besar-besaran pada daerah tropis. Dia
mengamati
bahwa
dengan
burung-burung
pemakan
sumber-sumber
flora
terjadi
antara
serangga
serangga
yang
predator
besar dengan
anthophilous,
juga
tertarik
pada
ini.
Interaksi
yang
mangsanya
dihasilkan
pada penyebaran terakhir, yang mungkin membawa polen ke pohon yang lain. Lebah-lebah
tropis
tertentu
(kebanyakan
Anthophoridae) telah diamati mendatangi beberapa bunga pada
suatu
menyentuh
tumbuhan
sebentar
tetapi
yang
mengabaikan
lainnya.
atau
Terutama
hanya
jika
ada
tidaknya nektar tidak lagi terlihat mengundang lebah, dimungkinkan
bahwa
bau
yang
ditinggalkan
oleh
pengunjung-pengunjung sebelumnya adalah yang menjadi penyebab. tukang
Zona
kayu
temperate
(carpenter
baru bee)
bekerja
dengan
(Xylocopa
spp.)
lebah pada
Passiflora (dari genus yang cukup baik mewakili hutan tropik)
telah
mempelihatkan
bahwa
lebah
betina
rnenandai bunga dengan sekresi dari kelenjar Dufour (frankie dan Vinson,1977;Vinson et al.,1978). Bungabung yang ditandai dapat dikenali hingga 14 menit. Penghindaran
yang
sama
dari
bunga
yang
terlihat
ditandai dengan bau-bauan yang telah diamati Xylocopa gualanensis betina pada Passiflora pulchella di hutan
kering dataran rendah Costa Rica, dan dengan Epicharis
sp. jantan Passiflora adenopoda pada ketinggian sedang
(1500 m) di cloud forest (Frankie, tidak dipubl.). Di paleotropik, Burkill (1907 ) di India, dan Van der Pijl (1954, dan kom. Prib.,1975) di Indonesia, telah
mengamati
bahwa
lebah
jantan
xylocopid
menghindari bunga-bunga yang baru saja mereka kunjungi atau oleh individu-individu conspesifik lainnya. Penghindaran terhadap bunga yang baru didatangi tidak hanya berakibat pada proses mencari makanan yang lebih
efisien
oleh
serangga
tetapi
juga
dapat
memberikan sumbangan pada peningkatan polinasi silang. Hasil ini mungkin dapat dicapai dalam jangka waktu yang
agak
(atau
lebih
dari
lama,
dengan
"pembimbing
mengubah
nektar"
pada
warna
bunga
bunga)
yang
merupakan petunjuk bahwa pengunjung bunga selanjutnya oleh
binatang-binatang
memperoleh
apa-apa
tumbuhan).
Perubahan
sebagai
contoh,
(Liliaceae)
anthophilous
(dan
bahkan
warna
pada
atau
pada
tidak
kemungkinan
bunga
mungkin
akan merusak
teriihat,
bunga
Gloriosa
superba
beberapa
species
Hibiscus
(Malvaceae).
PEMBENTUKAN BENIH DAN PENGUGURAN BUAH SENDIRI Pembentukan hermaprodit, buah
dan
walaupun
tidak
benih
Hymenaera
bunga,
bahkan
produksi
bunga
selalu
diikuti
dengan
pematangan
hutan
tropis.
Karena
itu,
di
caurbarit
pembentukan
(Febaceae, bunga
pada
Caesalpinioideae},
sering
terjadi
setiap
tahun, pembentukan buah pada pohon tertentu berlimpah hanya pada satu tahun dalam jangka waktu lima tahun (Janzen,1978a). Pada tahun-lahun berselang, tumbuhan berfungsi terutama sebagai donor atas garnet jantan, Pohon-pohon sebagai
"Sub-adult"
penghasil
polen,
(sub dan
dewasa) produksi
juga
berlaku
benih
juga
berkurang pada hutan relatif terhadap pohon-pohon yang sedang tumbuh di tempat terbuka (Janzen,1978a).
Gejala berkembang
yang
umum
beberapa
adalah
saat
penguguran
sebetum
buah
yang
kematangannya.
Hal
ini nyata sekali dimana jumlah yang sangat besar dari bunga-bunga kecil mulai diproduksi, seperti pada sub famili
Mimosoideae di
clappertoniana
dari
Febaceae.
Afrika
Barat,
Contohnya, mempunyai
Parkia
sebanyak
2.000 bunga fertil yang potensial dalam inflorencence tunggal,
tetapi
terbentuk
jarang
dari
untuk
setiap
4
atau
5
inflorencence
buah (Baker
untuk dan
Harris,1957). Pada
kasus
Cassia
(Fabaceae,
grandis
Caesalpinioideae), di Amerika Tengah, kurang dari 1% bunga memproduksi buah (meskipun pada tahun "benih"), dan sedikit atau tidak sama sekali dalam tahun-tahun yang berselang. Benih yang akan dipanen membutuhkan waktu
setahun
atau
lebih
untuk
rnatang
(Janzen,
1978a). Lamanya
proses
buah
dan
benih-benih
menjadi
rnatang di pohon hutan tropis bervariasi dari beberapa hari hingga setahun, seperti pada Pithecellobium saman dan
Enterolobium
(Fabaceae, Mimosoideae)
cyclocarpum
(Janzen, 1978a). Srnythe
(1970)
telah
melakukan
suatu
studi
tentang buah dan benih yang jatuh selama periode 17 bulan
di
hutan
Borro
Colorado
(Panama).
Buah-buah
dengan benih kecil matang pada sekuen sepanjang tahun, sehingga
burung-burung
yang
makan
disitu
tetap
terpenuhi dan persaingan untuk mendapatinya minimum. Pada saat buah-buah menghasilakan benih dalam jumlah besar,
kemungkinan
kerusakan
benih
oleh
binatang
Frugivorous (dan oleh predator benih) meningkat dan untuk mereka, pembentukan buah yang sinkron didalarn dan
antar
species
rnemiliki
keuntungan
"memenuhi
pasarnya", terutama dimana binatang-binatang penimbun menyebar
(scatter
(Dasyprocta
hoarding
punctata).
animal),
seperti
Persembunyian
agoutis
benih
yang
tertupakan mungkin dapat berkecambah. Penampakan yang mencolok dari buah-buahan yang diproduksi oleh pohon-pohonan hutan tropis, biasanya pematangnya diikuti
cepat
oleh
tertunda.
hingga
beberapa
Kasus
yang
beberapa
titik
tertentu,
periode
perkembangan
menarik
diniana
yang
kecepatan
diferensial dari pematangan terjadi pada dua spesies dari
genus
pohon
yang
sama
dijumpai
pada
Spondias
(Anacardiaceae) (Croat, 1974J. S. radlkoferi, buahnya berwarna
hijau
dan
tidak
manis,
berbeda
dengan
beberapa spesies yang ancestral (leluhurnya) yaitu S. mombin,
dimana
buahnya
berwarna
orange
dan
manis.
Ketika species tersebut dijumpai di Borro Colorado, S. mombin
mematangkan
buahnya
diawal
musim
hujan,
sedangkan S. radikoferi membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai kematangan dan matang pada waktunya (di akhir pada
musim
hujan)
mamalia
yang
saat
terjadi
mencari
kekurangan
makan,
walaupun
makanan memiliki
warna yang tidak menarik dan rasa yang tidak manis, tetap saja secara aktif dimakan oleh beberapa monyet dan agoutis. Rangkaian
pematangan
buah
dalam
skala
besar
ditunjukkan oleh Snow (1965) dengan 18 spesies Miconia (Melastomataceae) Interprestasinya alam
yang
dari adalah
menurunkan
bahwa
lembah telah
kompetisi
Trinidad.
terjadi bagi
seleksi
agen-agen
menyebar, dalam haf ini burung yang memakan buah dan mengangkut
benih
secara
endozootical.
Bagaimanapun,
hal ini juga merupakan hasil yang tidak langsung dari periode pembentukan bunga pada waktu yang sama.
PENYEBARAN BENIH Metode Penyebaran Benih
Penyebaran benih merupakan bagian yang penting dalam
proses
reproduksi
dan
menjadi
subjek
studi
selama manusia masih menaruh perhatian pada pertanian,
holtikultura
dan
kegiatan-kegiatan
kehutanan.
Untuk
banyak pohon tropis, banyak ada seleksi karakter yang penyebaran,
mengurangi
(dimungkinkan
oleh
contohnya,
orang-orang
Afrika
seleksi
Barat)
pohon-
pohon Ceiba pentandra dengan buah polongnya yang tidak pecah saat matang, yang merupakan alasan kapok dapat dipanen dengan mudah (Baker, 1965b). Saat para naturalis mulai tertarik pada tumbuhan liar, hingga mereka mengukur penyebaran benih dengan kemungkinan
akan
rnengurnpulkan
tumbuhan
induk.
meskipun
penyebaran
meningkatkan
Pendapat
range
lain
jarak
benih
dari
menyatakan
bahwa
penting
dalam
besar
tujuan
jauh
spesies,
jauh
sebagian
penyebaran adalah cukup untuk membawa faenih ke titik perkecambahan
cukup
jauh
dari
tumbuhan
induk
agar
terhindar dari persaingan dengannya (dan untuk lepas dari
predator
benih
atau
seedling
yang
mungkin
terpusat pada tumbuhan induknya) adalah tepat, dimana akan
cenderung
rnikrohabitat
untuk
yang
menjatuhkan
sama,
atau
rnirip
benih dengan
pada tempat
induknya. Tinjauan atas pra-penyebaran benih diberikan oleh Janzen (1978a). Akibatnya, kita mengharapkan dapat melihat hasil seleksi
dari
mekanisme
yang
membawa
sebagian
besar
benih pada jarak yang cukup dari tumbuhan induknya, dengan kadangkala benih dibawa dalam jarak yang lebih jauh. Penyebaran tidak selalu seragain pada semua arah dan
areat
yang
terisi
oleh
hujan
benih
seringkali
deisebut sebagai "bayangan benih", balasan yang patut disayangkan bayangan
karena
cahaya
kebanyakan
atau
"bayangan",
bayangan
hujan,
contohnya
masing-masing
merujuk pada ketidak-adaan cahaya dan hujan. Sebagai hasil dari kekuatan untuk bertahan hidup pada
seedling
induknya,
yang
pohon-pohon
sangat
dekat
conspesifik
dengan dihutan
tumbuhan tropis
mungkin diharapkan mendekati suatu penyebaran seragam,
dan bukti yang mendukung hal ini diberikan oleh Janzen (1970) dan oleh Conneil (1971). Dari studi terbaru penyebaran pohon hutan kering, banyak spesies memiliki lebih kurang distribusi berumpun {Hubbell, 1970, lihat juga Ashton, 1969). Metode aktual penyebaran bibit di hutan tropis melibatkan angin, air atau penyebaran oleh burung atau mamalia pemakan buah atau pemakan biji. Buah atau biji mungkin
dibawa
pohon,
atau
oleh
buah
vektor
mungkin
binatang jatuh
ke
langsung
dari
permukaan
dan
terbelah/terbuka disana, yang memungkinkan benih-benih tersebut disebarkan secara sekunder oleh hewan yang berkeliaran. Teristimewa sekali adalah penyebaran yang dilaporkan terjadi pada spesies hutan Amazon oleh ikan yang menelan benih dari pohon riparian dan tumbuhan perambat yang jatuh ke dalam air (Gottsberger, 1978). Beberapa spesies dari genus Ficus (Moraceae) di Afrika dapat
mengalami
predasi
hebat
oleh
hama
ligaeid
(Hemiptera, Lygaeidae) disini distribusi terbatas pada jalan air dimana buah-buahan mungkin jatuh di air yang mengalir dan didistribusikan ketempatnya berkecambah jauh dari predator (Slater, 1972). Spesies riparian lainnya
dari
riverine
famili
lain,
dalampenyebaran
mengambang
di
air
memperlihatkan benihnya
(seperti
liana
yang
distribusi berat
Entada
tapi
scandens.
Fabaceae, Mimosoideae)(Ridle, 1930). Banyak termasuk
literatur
penyebaran
mengenai
penyebaran
pohon-pohon
huian
benih tropis,
diringkas pada buku II N. Ridley, Penyebaran Tumbuhan di
Seluruh
Penekanan
Dunia, tropis
dipubiikasikan dalam
buku
pada ini
tahun
1930.
berasal
dari
pengalaman penulisnya sebagai Direktur Royal Botanic Gardens, Singapura. Pada tahun 1972, L.van der Pijl membuat
tinjauan
mengenai
subjek
tersebut,
kembali
dengan penekanan tropis didasarkan pada pengalamannya di Indonesia. Peneliti penyebaran benih tropis lain
adalah E.J.H. Corner, juga berhubungan untuk beberapa tahun
dengan
taman
botanik
pertimbangan-pertimbangan
di
Singapura,
teoritisnya
yang
dikristalkan
dalam "Teori Durian" dari evolusi tumbuhan berbunga (Corner, 1949,dll.). Akan
tetapi
kuantitatif tersebut
dan
pekerjaan
sebagian
Penyebaran banyak
baru-baru
biji
di
dipelajari
ini yang
kerja
memperjelas
besar
dilakukan
hulan
tropis
oleh
ahli
eksperimen
di
oleh
ilmu
subjek
neotropis.
burung
burung,
telah
terutama
mereka yang tertarik dalam burung-burung frugivorous (contohnya Me Diarmid dkk.,1977; Howe, 1977; Howe dan Estabrook, Cant,
1977;
1979).
rnengenai
Howe
dan
Studi-studi
penyebaran
paleotropik
Van
(Van
de
Kerckhove,
juga
telah
benih
oleh
Pijl,
1957)
der
1979;
dilakukan
kelelawar dan
di
neotropis
(Vasquez-Yanes dkk., 1975; Heithaus dkk., 1975; Janzen dkk.,
1976;
Penyebaran
Fleming
benih
dkk.,
oleh
1977;
manusia
Janzen,
non
1978b).
volant
kurang
mendapat perhatian (lihat Van der Pijl, 1972). Dalam semua studi, hanya terdapat sedikit jumlah dari pengarnatan yang pertama tetapi tidak sama dengan penyerbukan bunga, yang mungkin sering dipelajari di semua
tahap
dalam
beberapa
jam,
buah-buahan
hutan
hujan dapat tetap melekat dengan tumbuhan induk untuk beberapa bulan dan kemudian menghilang tiba-tiba. H.F. Chan
(dalam
Kavanagh,
Dipterocarpaceae bunga
yang
jatuhnya waktu
1979)
Malaysia
mengejulkan
buah.
antara
Ng
dan
melaporkan
memperlihatkan tetapi
Loh
pembentukan
(1974) bunga
bahwa
pembentukan
bersamaan
dengan
mengukur
panjang
dan
buah
dari
93
spesies pohon di hutan Malaysia. Panjangnya berkisar dari
tiga
Sterculaceae)
minggu sampai
mainganyi,
Ebenaceae).
agen-agen
penyebar
(Pterocymbium
sebetas Jadi, terhadap
bulan
akan
sulit
pekerjaan,
javanicum,
( Disspyros mengamati sebagai
akibatnya,
pengganti
untuk
pengamatan
yang
pertama
telah dicari Tabel 12.1 Klasifikasi sistem penyebaran diaspor dalam skema oleh Dansereau dan Lems (1957) Auxochore Cyclochore Pterrochore1 Pogonochore Desmochore1 Sarcochore1 Sporochore2 Sclerochore2 Barochore Ballochore
penanaman diaspor oleh induk tanpa disartikulasi diaspor sangat besar, berisi udara (termasuk tumbleweed diaspor dengan anggota badan seperti sayap atau saccate diaspor dengan anggota badan seperti rambut panjang atau plumose diaspor perekat (duri, burr, oleh kelenjar) diaspor dengan lapisan getah atau lapisan luar berdaging diaspor secara morfologi tidak khusus, sangat ringan diaspor secara morfologi tidak khusus, berat sedang diaspor secara morfologi tidak khusus, sangat berat diaspor dikeluarkan atau dibuangi dari induk
Keterangan : 1) diaspor biasanya buah-buahan; 2) diaspor biasanya benih
Pada 1957, Dansereau dan Lems, meninjau literatur penyebaran
benih
dan
rnemperkenalkan
sistem
klasifikasi mereka berdasarkan morfologi diaspor (unit penyebaran benih, buah, bagian tumbuhan atau bahkan keseluruhan tumbuhan) (label 12.1). Meskipun, sebagai contoh
dimilikinya
(Sarcochore) disebarkan
tidak
oleh
buah
berdaging
membuktikan
burung
atau
oleh
bahwa
mamalia
tanaman
buah
pemakan
ini buah,
kehadiran banyak tumbuhan yang buahnya berdaging dari berbagai spesies pada komunitas membuktikan pentingnya penyebaran jika
endozootik
mengalami
bersayap
komunitas
kekurangan
(pterochore)
disediakan
pada
buah-buahan
atau
benih-benih
dengan
(progonochore).
itu,
khususnya
atau
benth
ditanam
atau
rambut-rambut
Benih-benih
atau
panjang
buah-buahan
yang
mempunyai kait atau alat-alat melekat lai pada bulu atau
penampakan
(desmochore)
akan
juga
membuktikan
pentingnya penyebaran binatang (dalam kasus epizootik) pada komunitas dimana mereka ada. Metode
yang
sesuai
dalam
menampilkan
proposi
spesies dengan setiap jenis sistem penyebaran diaspora analog
sebagai
"spektrum
biologis"
sebagaimana
Raunkiaer (1934) menampilkan analis-analisnya mengenai bentuk-bentuk
kehidupan.
Spektra
penyebaran
semacam
ini dibuat untuk tegakan hutan atau untuk lapisanlapisan (sinusia) dalam hutan. Penyebaran diaspore di hutan primer
Dalam
literatur
kualitatid
menyatakan
bahwa
penyebaran
beberapa
lain,
(Richards,
diaspore
pohon-pohon
pernyataan-pernyataan 1952,
oleh
emergen
angin
dan
hal.
93-94)
dibatasi
pohon-pohon
pada
konopi
atas. Schnell (1970, vol. I, hal. 83-84) menunjukkan bahwa
penyebaran
keduanya tropis,
angin
terlihat
pada
sedangkan
pohon-pohon
buah-buah
berdaging
(sarcochore),
lantai
terjadi
lebih
pada
hutan
sedikit
(barochore) yang
tidak
atau
bersifat
terjadi
pada
pengecualian-pengecualian setiap
tingkat,
pohon-pohon
(Sapotaceae) dan beberapa
Mimusops
besar
di
lebih
jarang
angin
Namun,
besar dari genus anggota
dan
binatang
besar
yang
besar/berat
penyebaran
hutan.
sementara
penyebaran
pohon-pohon
memiliki
anemochorus,
dan
dari
Lecythidaceae
memiliki
barochore. Di Costa Rica, di hutan basah La Selva, 71% dari pohon-pohon kanopi memiliki sarcochore, sedangkan 18% memiliki
barochore,
dan
hanya
pterochore
(10%)
diantara kategori-kategori diaspore lain menunjukkan lebih
dari
1%
{Baker,
dipublikasikan). sarcochore
Pada
naik
hingga
Frankie
dan
Opier,
tingkat
semak,
93%
ballochore
dan
tidak
persentase menjadi
terbentuk modestly (4%). Pada tingkat herba, hanya 73% dari
spesies
memiliki
sarcochore,
penekanannya
pada
penyebaran epizootik {daripada endozootik), dengan 18% desmochore
dan
9%
ballochore
(Baker,
Frankie
dan
angka-angka
ini
Opier, tidak dipublikasikan}. Hartshorn untuk
La
spesies sedangkan
(1978),
Selva, pohon 13%
menegaskan
melaporkan
memiiiki disebarkan
bahwa
diaspor oleh
sekitar
49%
penyebaran keleiawar,
dari
angin, 3%
oleh
burung dan kelelawar, dan 9% oleh angin. Sisanya 26% tidak
dikategorikan,
buah
berat
sehingga
yang
tetapi
jatuh
benihnya
ke
agaknya,
memiliki
permukaan
secara
sekunder
dan
buah-
terbelah,
disebarkan
oieh
binatang. Dalam hutan tropical kering kanopi lebih mudah patah oleh angin atau juga pada saat pengguguran daun. Konsekuensinya, tidak adanya kemantapan dari proporsi penyebara
diaspore
oleh
angin
lebih
tinggi.
Baker,
Frankie dan Opier (tidak dipubl.) menemukan bahwa di Guanacaste, Costa Rica disposisi dari pohon dan Palm adalah
sebagai
barochore
8
berikut;
%,
sarcochores
pterochore
25
%,
hanya
pogonochore
49
%,
5
%,
sclerochore 9%, dan ballochore 9 %. Pada tingkatan tersebut, persentase sarcochore meningkat menjadi 61 % dan diaspor yang diperoleh dari penyebaran angin akan berkurang.
Pada
herba
persenrase
sarcochore
menurun
lagi menjadi 40 % dan rerata sclerochore 20 % dengan pterochore, pogonochore dan sporochore (masing-masing 10
%)
menunjukkan
pentingnya
penyebaran
oleh
angin
lebih efektif membuka areal hutan. Desmochore (juga 10 %} lebih balk dibandingkan dengan strata lainnya yang lebih tinggi. Penyebaran diaspore dan hutan sekunder
Richards (1952, hal. 382) menyatakan bahwa "Dalam suatu
hal
pengamatan
ditemukan
bahwa
mayoritas
karateristik pohon hutan sekunder muda memiliki benih atau
buah-buah
yang
sangat
beradaptasi
dengan
pengangkutan oleh angin atau binatang". Dalam hal ini, ia memberikan perhatian pada ketidakhadiran dari apa yang
sekarang
neotropis,
kita
sebut
Vismia
barochore.
guianensis
Contohnya,
di
(Hypericaceae),
disebarkan oleh burung dan kelelawar, sedang burungburung
menyebarkan
(Araliaceae),
benih
Guazuma
Dydymopanax
ulmifolia
morototoni
(Sterculaceae),
Miconia
(Melastomaceae)
spp.
(Malpighiaceae).
Di
hutan
dan
Byrsonima
sekunder
Afrika
spp.
Barat,
Musanga cecropioides (Moraceae) disebarkan oleh burung
dan
kelelawar
Cecropia),
(seperti sedangkan
counterpart
neotropisnya
Pyenanthus
angolensis
(Myristicaceae) dan Macaranga barteri (Euphorbiaceae) disebarkan
oleh
burung.
Asia,
Melastoma
(Melastomaceae) dan spesies
malabathricum Mallotus
(Euphorbiaceae),
Rhodamnia
dan
burung.
Di
Di
antara
(Ulmaceae)
Trema
Rhodomylitus
(Myrlaceae)
spesies
Macaranga,
hutan
disebar
sekunder
dan oleh yang
disebarkan oleh angin adalah Ochroma (Bombacaceae) di neotropis, Ceiba baik di neotropis niaupun Afrika dan Alstonia
(Apocynaceae) dan
Anthocephalus
(Rubiaceae)
di Asia. Di Nigeria, Keay (1957) menemukan spesies pohon dan liana yang disebar oleh angin umumnya hanya pada sinusia lebih atas dari hutan sekunder tua, kebanyakan spesies ini menjadi spesies yang intoleran terhadap naungan peninggalan (relict) dari tahap serai awal. Di
dua
areal
hutan
Costa
Rica,
tumbuhan
yang
pertama mengalami reproduksi dalam pernbebasan buatan (meskipun
tidak
sclerochore
mesti
dengan
yang
paling
beratbenih
pertama
yang
memiliki
relatif
ringan
(Opler dkk., 1977,1980). Hal ini secara cepat berhasil dalam turnbuhan dengan tipe penyebaran yang berbeda khususnya proporsi
sarcochore sclerochore
dan
dalam
jatuh
periode
hingga
tiga
mencapai
tahun, tingkat
awal hutan dewasa, berdekatan meskipun spesies yang ditampilkan berbeda. Symington (1933) menjadi pernerhati pertama pada cadangan sekunder terganggu
(reservoir) yang
hidup
di
Malaya.
benih-benih pada
tanah
tumbuhan hutan
Selanjulnya,
yang
Budowski
hutan tidak (1965,
1970), Guevara dan Gomez Pompa (1972) dan Cheke dkk, (1979) telah membuat penemuan yang sama masing-masing
di
Amerika
Tengah,
Meksiko
dan
hutan
Thailand.
Budowski (1965, 1970) mencatat bahwa benih-benih dari pionir cenderung membutuhkan rangsangan cahaya untuk perkecambahan, seedling
sama
tumbuh
halnya
dengan
menjadi
pencahayaan
tumbuhan
dewasa.
saat Pada
akhirnya, baik yang berada di puncak pohon pada tahap serai akhir atau datang untuk menguasai posisi sebagai pohon-pohon kanopi atau emergen pada hutan dewasa. Di Afrika,
pohon-pohon
Musanga
mulai
cecropioides
mati
ketika berumur antara 15 dan 20 tahun dan tidak rnampu beregenerasi
dalam
naungannya
sendiri
(Ross,
dalam
Richard, 1952). Dalam
cerah
pembebasan Hartshorn
di
terang,
hutan
(1978)
bertolak
basah
menemukan
La
belakang
Selva,
bahwa
dengan
Costa
mayoritas
Rica, spesies
yang berkernbang dalam celah dan memiliki benih-benih yang disebarkan oleh burung atau kelelawar. Herwitz (1979) telah menemukan, di Taman Nasional Corcovado, Costa Rica, regenerasi pada celah terang disebabkan oleh jatuhnya pohon tunggal yang kebanyakan berasal dari
seedling
atau
sapling
yang
sudah
menjadi
pertumbuhan bawah dan mempertahankan jatuhnya pohon. Bahan kimia dari cadangan benih
Benih-benih
mengandung
cadangan
makanan
(dalam
endossperma atau dalam kotiledon) yang akan mensuplai energi yang dibutuhkan dan material-material pembangun untuk
embrio
saat
perkecambahan
terjadi
dan
benih
berubah menjadi seedling. Dalam situasi dan kondisi intensitas
yang
kurang
terang,
sebagaimana
yang
seringkali terjadi di hutan tropis, seedling rnungkin tidak dapat menghasilkan jumlah fotosintat yang cukup sampai
dengan
dikeluarkan. dari
Sehingga
bahan-bahan
akhirnya
sejumlah
berarti
akan
makanan akan
ada
yang ada
besar
daun
pembagian
daiam seleksi
benih
yang yang
benih-benih
teiah sama pada yang
lebih besar dan lebih berat. Studi-studi di daerah temperate (Salisbury, 1942, di
Inggris,
Baker,
1972,
di
California)
telah
menunjukkan bahwa berat individu-individu benih lebih besar
untuk
spesies-spesies
yang
berkecambah;
(a),
pada naungan berat, (b). dalam keadaan kompetisi antar tanaman
yang
hebat,
kekeringan
dan
mungkin
perkecambahan.
(c).
dalam
berlaku
Namun
keadaan
segera
demikian,
pasti
dimana setelah
ada
kompromi
antara persediaan cadangan makanan yang melimpah pada benih dan jumlah benih yang kurang diharuskan karena batasanpada tergabung oil)"
ketersediaan didaiarnnya.
dibutuhkan
substansi-substansi Tambahan
antara
ukuran
"penjualan benih
dan
makanan (trade-
kemampuan
tersebarnya. Janzen
(1977d)
telah
menyatakan
bahwa
variasi
dalam berat antara benih-benih pada tumbuhan yang sama (dimana rasio dari kecil hingga besar mungkin 100 %, seperti pada kasus Mucuna andreana, tumbuhan perambat dari Fabaceae, Faboideae) mungkin menguntungkan dimana menyebar benih "bayangan" dalam suatu kisaran jarak. Janzen (1970, dkk) telah lebih dulu menyatakan bahwa jumlah dan berat benih yang dihasilkan oleh tumbuhan hutan tropis dapat juga dikendalikan oleh kegiatankegiatan
predator
benih.
Dua
alternatif
"strategi"
yang telah disusun rnungkin mengatasi predasi. Benihbenih kecil mungkin dihasilksn pada jumlah yang besar dimana
populasi
menghancurkan efektif
jika
interval
predator
mereka benih
reguler
dihasilkan
hanya
(contohnya
bambu).
mengeluarkan
lebih
benih
semua.
tidak
tidak
"Strategi"
dihasilkan
(banyak
pohon-pohon
pada
cukup ini
pada
banyak
lain,
energi
hutan),
atau
panjang
tumbuhan
dalam
akan
interval-
interval-interval
Kemungkinan
untuk
dapat
pertahanan
kimia dari benih (oleh asam amino non protein, seperti pada
Mucuna
andreana,
oleh
alkaloid,,
cynogenic
glycoside, mungkin
tanin,
dll.}.
terdapat
Pada
batasan
"strategi"
pada
jumlah
terakhir substansi-
substansi defensif yang dapat dihasilkan dan, untuk alasan ini, jumlah benih yang dihasilkan mungkin lebih kecit dibandingkan dengan strategi kejenuhan predator. Namun
demikian,
dilindungi
karena
secara
kimia,
adanya
sedikit
maka
jumlahnya
benih, akan
dan lebih
besar dan mengandung lebih banyak cadangan makanan, sehingga akan berbentuk seddling awal yang baik dalarn kehidupan. Meskipun selalu ada kemungkinan bahwa satu atau
lebih
detoxity
predator
protektan
benih
kimia
mungkin
dan
menyusun
kernudian
alat
akan
dapat
meningkatkan kerusakan benih. Sifat aktual dari penyadiaan energi dan cadangan pembangunan jaringan dalam benih tumbuhan hutan tropis telah rnenjadi subjek dari beberapa analisis. Untuk hutan basah dan kering di Costa Rica, ada hubungan antara
berat
benih
dengan
cadangan
simpanan
utama;
untuk benih-benih besar, mungkin pada zat tepungnya, untuk benih-benih kecil biasanya minyak (yang terakhir menyediakan surnber energi yang febih padat) (Baker dkk., in prep.}. Benih-benih kecil dari
Piper
spp.
(Piperaceae) mengalami penyimpanan zat tepung. Protein selalu tersedia dan akan sangat jelas terlihat pada benih-benih dari tumbuhan Fabaceous (Leguminus). Proporsi
spesies
dengan
benih
yang
menyimpan
minyak pada sampel-sampel dari tumbuhan hutan Costa Roca adalah 76 % pads pohon dan palma. 85 % pada semak dan 91 % pada herba. Kira-kira 35 % dari semua spesies ini menyimpan zat tepung (dalam banyak kasus sebagai tambahan dari minyak). Hampir semua benih mengandung cukup
protein
untuk
memberi
hasil
positif
dalam
pengujian kasartiengan reagen Millon. Ada juga hubungan antara minyak sebagai cadangan benih
dan
phanerocotyly
perkecambahan
epigcal),
(sebaliknya
dikenal
sebagai
kemungkinan
dihasilkan
dari
kenyataan
bahwa
phsncrocotylar
benih
yang
biasanya
kecil
berkecamfaah
pada
dibandingkan
dengan
benih dengan germinasi (hypogeal). PENGADAAN SEEDLING
Pada
biologi
pengadaan
seddling
dikenalkan kenyataan
ke
reproduklif, perlu
dalam
bahwa
jika
suatu
disadari genotip
struktur
persistensi
atau
bahwa
baru
akan
hutan
(untuk
penyebaran
melalui
propagasi vegetatif tidak akan dilakukan). Ng
(1978)
pengadaan"
telah
pada
Benih-benih seringkali
membahas
pohon-pohon
besar
dengan
epigeal
"strategi-stratsgi
hutan
hujan
perkecambahan
cocok
untuk
Malaysia.
yang
pengadaan
cepat,
seedling
besar dengan taproot yang tebal pada situasi bernaung, ini
paling
sering
ditemukan.
Karakteristik
dari
sebagian besar pohon, bertolak belakang dengan susunan ksrakter dari sebagian kecil "nomad" yang cenderung ditemukan pada pembebasan dan pada margin hutan. Ini secara
ekslusif
epigeal.
Terbentuknya
diameter
akar
yang membuat mereka membentuk seedling pada permukaan yang lebih keras dibandingkan pemanfaatan oleh spesies hutan yang memiliki benih yang besar. Untuk hutan basah La Selva, Costa Rica, Hartshorn (1978) menduga bahwa rata-rata waktu untuk pergantian pohon
kira-kira
118
tahun.
Untuk
menyediakan
pergantian ini harus ada celah gelap pada intervalinterval yang cukup karena Hartshorn menemukan bahwa 75
dari
104
tergantung
pada
regenerasinya. rnelaporkan pada
celah
spesies
pohon
celah
terang
Hartshorn
bahwa
proporsi
untuk
kanopi untuk
(dalam spesies
regenerasi
yang
diteliti
keberhasilan
Whitmore, yang menurun
1978)
tergantung seperti
perpindahan dari emergen dan kanopi lebih atas melalui pohon-pohon tingkat bawah. Di daerah hutan kering Guanacaste, dinegara yang
sama, Hatheway dan Baker (1970) mengamati bahwa pohonpohon
besar
Pithecellobium (Fabaceae,
cydocarpum
saman
dan
Mimosoideae)
Enterolobium
terlihat
tidak
menjadi seedling sampai sapling dalam naungan hutan, tetapi
ini
berlaku
dalam
situasi
pencahayaan
penuh
(yang juga dilindungi dari penggembalaan). Whitmore (1975, 1978) melaporkan bahws di hutanhutan Asia Tenggara, celah kecil di hutan dewasa diisi oleh
sapling
yang
ada
atau
pohon-pohon
"tertekan",
sedang dalam celah besar ada flora suksesi dari benih yang dibaws ke dalam atau sudah ada dalam tanah. Dormansi yang ada dari benih-benih pohon terlihat jarang di pohon-pohon hutan basah di Afrika Barat. Benih-benih yang ada tidak berkecambah daiam tanah di lantai hutan yang hanya membutuhkan stimulus cahaya untuk
berkecambah
pengalaman
dari
dipublikasikan}
(Longman,
Frankie, di
hutan
1978).
Baker basah
dan di
Ini
adalah
Opler
(tidak
Costa
Rica.
Dua
paper oleh Ng (1973, 1975} membcrilan data mcngenai laju
germinasi
benih-benih
segar
dari
hampi
200
spesies dsri pohon-pohon yang lumbuh di hutan-hutan Malaysia.
Germinasi
"cepat"
(dalam
12
minggu
dari
sceciiing), "intermediet" dan "tertunda" secara kasar dalam proporsi 10:3:1 yang selama ini dipercaya bahwa perkecambahan merupakan hal yang biasa ditemukan di hutan-hutan tersebar
Malaysia,
luas
bahwa
tetapi
memberikan
germinasi
tertunda
dugaan
yang
jarang
atau
tidak mungkin (No, 1&73, hoi. 54). Percoban-percobaan dengan benih-benih dari pohonpohon
yang
tumbuh
di
hutan
kering
Costa
Rica
menunjukkan bahwa spesies dari pohon yeng mematangkan benih-benih mekanisme
mereka dormansi
di
musim
yang
basah
mencegah
telah
menyusun
germinasi
pada
sekurangnya beberapa benih di musim basah yang sama (Frankie dkk., 1974). Dalam kasus Eugema
salamensis
var.
Casearia
hiracifolia
dan
aculata, Spondias
mombin, waktu yang dibuluhkEn untuk 50 % dari benih
berkecambah
adalah
kira-kira
150
hari.
Dormansi
semacam itu cenderung untuk menjamin bahwa seedling akan
muncul
pada
waktu-waktu
itu
yang
akan
memungkinkan perkembangan akar cukup sebelum permulaan dari musim kering pendek (Juli hingga Agustus) dan musim
kering
yang
menggantikannya
(akhir
November
hingga Mei).
RINGKASAN Perlakuan dari biologi reproduktif tumbuhan di hutan tropis ini bukan pendalaman dari informasi yang dipublikasikan, meskipun diharapkan bahwa suatu cara ke dalarn belukar literatur teiah tersedia. Akan jelas bahwa lebih banyak kerja tetap akan selesai sebelum hubungan-hubungan
individu
dari
tumbuhan
dengan
penyebar dari polen atau benihnya dapat digabungkan pada Namun
apa
yang
benar-benar
demikian,
kita
dapat
prinsip-perinsip
biologi
hutan
dan
temperate
disebut
studi
melihat
dasar
tropis
ekosistem.
bahwa,
yang
meskipun
diterapkan
serupa,
ada
pada
perbedaan-
perbedaan nyata dalam detail dan penekanan bahwa hasil dari
pernbedaan
musiman
yang
kurang
dari
iklim
di
hutan-hutan tropis, dan dari kerapatan tumbuhan dan binatang yang lebih besar (dan kelimpahan lebih besar dari
beberapa
yang
terakhir
dihasilkan
dalam
penyempitan niche dan peningkatan interaksi-inleraksi biotik).
Perbaikan-perbaikan
dalam
pengertian
kita
dari biologi reproduktif tumbuhan hutan tropis akan terjadi
melalui
aplikasi
teknik-teknik
kuantitatif
modern dari penyelidikan dan manipulasi mcncukupi dari konstituen ekosistem (sebagai contoh percobaan dalam tambahan mungkin
pada
penting
manajerial kecil
pengamatan).
yang
untuk
dalam
mengembangkan
jumlah
sepertinya
Pengetahuan
hutan
mungkin
didapat
rencana-rencana
tropis untuk
yang
yang
relatif
mempertahankan