BAB V REAKTOR BATCH IDEAL 5.1 Pendahuluan Reaktor batch, atau sering juga disebut sebagai reaktor tertutup adalah suatu reactor di mana tidak aliran masuk maupun keluar selama reaksi berlangsung. Reaktan dimasukkan sekaligus pada saat awal, kemudian hasil reaksi diambil setelah jangka waktu tertentu.
Volume campuran, V Konsentrasi A di dalam reaktor, CA Kecepatan reaaksi, (- rA) Derajat konversi A, (xA) Komposisi di setiap titik sama (campuran homogen) campuran reaktan dan produk
Gambar 5.1. Reaktor Batch Ideal Reaktor tipe ini merupakan alat yang relatif sederhana dan banyak digunakan di laboratorium, karena sangat cocok untuk reaksi-reaksi skala yang kecil. Beberapa keuntungan pengunaan operasi batch dalam skala besar (skala industri) antara lain ; biaya intrumentasi rendah dan fleksibilitas operasi baik. Untuk penggunaan skala industri reaktor batch mempunyai beberapa kekurangan diantaranya : a. biaya penanganan dan tenaga kerja tinggi b. seringkali memerlukan waktu yang panjang pada saat shut down c. kontrol kualitas dari produk rendah
82
5.2 Reaktor Batch Isotermal dengan Volume Tetap (Konstan) Neraca massa untuk komponen A dalam suatu reactor batch dengan volume konstan adalah : (massa masuk) = (massa keluar) + (massa yang hilang karena reaksi) + (massa terakumulasi) 0
= 0 + dNA/dt + (- rA) V
…………………………
(5.1) (- rA) V = - dNA/dt
− rA =
− 1 dN A V dt
Untuk volume campuran di dalam reactor tetap selama reaksi, maka : …………………………(5.2) Integrasi persamaan (5.2), menyatakan hubungan antara waktu reaksi dengan
konsentrasi :
t
CA
0
C Ao
∫ dt = t = ∫
− dC A − rA
atau :
t = C Ao ∫
XA
0
C A dC dX A A =−∫ C Ao − r − rA A
Persamaan diatas adalah persamaan karakteristik untuk reactor batch untuk sistim isothermal dan volume konstan.. Intergrasi persamaan diatas dapat dilakukan secara analitis kalau diketahui hubungan antara –rA dengan CA. Metode dan beberapa hasil-hasil integrasi untuk beberapa macam persamaan kecepatan reaksi (tidak bolakbalik dan bolak-balik) dalam reaktor batch pada volume konstan, telah diuraikan dalam Bab III.
83
5.3 Reaktor Batch dengan Volume Campuran Berubah Definisi kecepatan reaksi untuk reactor batch, telah diketahui adalah : − rA =
− 1 dN A V dt
Banyaknya mol A pada setiap saat di dalam reactor adalah : NA = NAo (1 – xA)
…………………………..(5.3)
Sehingga persaman kecepatan reaksinya menjadi :
− rA =
N Ao dX A V dt
…………………………..(5.4)
Untuk sistim reaktor dengan volume berubah berlaku hubungan : V = Vo (1 + εAxA) d mana : Vo = volume awal campuran reaksi dalam reactor V atau : atau :
= volume campuran reaksi pada akhir reaksi, waktu t.
xA =
V −V o Vo ε A
dx A =
dV Vo ε A
………………………….(5.5)
di mana εA adalah fraksi perubahan volume dari sistim antara sebelum berekasi (tanpa konversi,xA = 0 dan konversi total, xA = 1 dari reaktan A), jadi :
εA =
V X A =1 − V X A =0 V X A =0
………………………….(5.6)
84
Contoh Soal 5.1 : Suatu reaksi isothermal fase gas yang volumenya berubah selama reaksi : A
4R
Tentukanlah nilai εA, masing-masing untuk reaksi dengan reaktan campuran murni dan apabila capuran reaksi terdiri 50 % senyawa A dan 50 % inert. Jawab : a) untuk reaktan A murni :
εA =
4 −1 =3 1
b) untuk campuran reaksi dengan 50 % inert pada awalnya, sehingga 2 bagian volume campuran reaktan, pada konversi sempurna terdapat 5 bagian volume campuran produk, sehingga :
εA =
5− 2 = 1,5 2
Jadi hubungan konsenttrasi reaktan untuk, sistim dengan volume yang berubah, adalah :
CA =
NA N (1 − X A ) 1− X A = Ao = C Ao V Vo (1 + ε A X A ) 1+ εAX A
CA 1− X A = C Ao 1 + ε A X A
atau
XA =
1 − CA
C Ao
1 + ε A CA
…………..(5.7)
C Ao
Persamaan diatas adalah hubungan antara konversi dan konsentrasi untuk sistim isothermal dengan volume yang berubah (density campuran reaksi berubah selama reaksi). Sehingga persamaan karakteristik untuk reaktor batch dengan volume berubah (density berubah) adalah :
85
t = N Ao ∫
XA
0
XA dX A dX A = C Ao ∫ 0 (−rA )Vo (1 + ε A X A ) (−rA ) (1 + ε A X A )
…….....(5.8)
Hasil dari beberapa intergrasi untuk beberapa reaksi inrreversible adalah sebagai berikut : 1)
Reaksi orde nol Persamaan kecepatan reaksi untuk reaksi orde nol adalah - rA = k1, sehingga persamaan (5.7) menjadi :
t = C Ao ∫
XA
0
dX A k (1 + ε A X A )
Hasil integrasi persamaan diatas adalah : k t = C Ao
1 ln (1 + ε A X A ) εA
atau :
kt= 2)
C Ao V ln εA Vo
Reaksi orde satu ( A
…………….…….(5.9)
produk )
Persamaan kecepatan reaksinya adalah : - rA = k CA
dimana :
CA =
N (1 − X A ) NA 1− X A = Ao = C Ao V Vo (1 + ε A X A ) 1+ ε AX A
dimasukkan ke persamaan karakteristiknya, akan diperoleh :
dt = C Ao
dX A k (1 + ε A X A )C Ao
1− X A ) 1+ ε A X A )
atau :
86
dt =
dX A k (1 − X A )
Hasil integrasi persamaan diatas adalah : t =−
1 ln (1 − X A ) k
XA 0
k t = − ln (1 − X A )
………………..(5.10)
Harga k t ini bias juga ditentukan berdasarkan besarnya perubahan volume campuran selama reaksi berlangsung, yaitu dengan memakai hubungan : V = Vo (1 + εAxA) XA =
V − Vo ∆V = Vo ε AV o
Sehingga hubungannya menjadi ;
k t = − ln (1 −
∆V ) ε AV o
……..…………..(5.11)
Kalau persamaan (5.9) dengan persamaan (3.28) yaitu persamaan untuk sistim dengan volume campuran konstan, maka jelas bahwa untuk reaksi orde 1, adanya perubahan volume campuran reaksi sama sekali tidak mempengaruhi jalannya proses, artinya waktu yang diperlukan untuk mencapai derajat konversi tertentu adalah sama untuk kedua sistim reaksi tersebut. 3)
Reaksi orde dua Reaksi :
2A A +
produk B
produk, dimana : CAo = CBo
Persamaan kecepatan reaksinya adalah : - rA = k CA2 atau, kalau dinyatakan dalam XA :
87
− rA = k C Ao 2
(1 − X A ) 2
……………….(5.12)
(1 + ε A X A ) 2
Dengan memasukkan persamaan diatas ke persamaan karakteristiknya (pers. 5.8) akan diperoleh :
dt =
1 (1 + ε A X A ) dX A k C Ao (1 − X A ) 2
Penyelesaian integrasinya adalah sebagai berikut :
1
t
∫ dt = k C 0
Ao
dX A εAX +∫ dX A ∫ 2 2 (1 − X A ) (1 − X A )
……...….(5.13)
Misalkan : 1 - XA = U XA = 1 - U dXA = - dU Masukkan ketiga hubungan di atas ke dalam persamaan (5.13) sehingga diperoleh hubungan :
t=
1 k C Ao
1− U dU − εA∫ dU − ∫ 2 2 (U ) (U )
t=
1 k C Ao
1 1 − ln U ) − ε A (− U U
Kembalikan fungsi ke dalam fungsi XA dan tetapkan harga batas antara 0 sampai XA, maka :
t=
1 1 k C Ao 1 − X A
XA 0
1 +ε A ( ) 1− X A
XA 0
+ ln(1 − X A )
XA 0
………..(5.14)
atau :
t=
1 k C Ao
1 ε X + ( A A ) + ε A ln (1 − X A ) 1− X A 1 − X A
……...….(5.15)
88
atau :
4)
t=
1 (1 + ε A) X A + ε A ln (1 − X A ) k C Ao 1 − X A
………....(5.16)
Reaksi orde ke -n Persamaan kecepatan reaksi untuk orde n adalah :
− rA = k C A = k C Ao n
(1 − X A ) n (1 + ε A X A ) n
Persamaan integralnya :
∫
XA
0
(1 + ε A X A ) n −1 (1 − X A )
n
n −1 dX A = k C Ao t
5.4 Operasi Semi Batch Pada operasi reactor semi batch, reaktan masuk ke dalam reactor secara kontinyu dan bereaksi di dalamnya. Selama reaksi ini berlangsung tidak ada campuran reaksi (reaktan dan produk) yang meninggalkan reactor tersebut. FAo QAo Q
Kecepatan reaksi, - rA Volume campuran, V
Gambar 5.2. Operasi reaktor semi batch.
89
Operasi semi batch ini seringkali dilakukan karena adanya fleksibilitas yang cukup baik di dalam pengaturan pengoperasiannya di mana dimungkinkan untuk melakukan control terhadap kecepatan reaksi (rate of reaction) selama operasi berlangsung. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan mengatur jumlah reaktan yang masuk sesuai dengan kecepatan perpindahan panasnya. Untuk reaksi irreversible orde satu yang dioperasikan secara isothermik, neraca massa pada suatu waktu tertentu adalah :
QC Ao = kV C A +
dV C A dt
………………………....(5.17)
di mana : V
= volume campuran reaksi
CA = konsentrasi zat A di dalam reaktor CAo = konsentrasi zat A masuk Apabila laju alir umpan yang masuk adalah konstan dan sama dengan Q, maka : dV =0 dt di mana :
dan
V = Vo + Qt
……………...….(5.18)
Vo adalah volume campuran pada awal reaksi.
Dengan mengintegrasikan persamaan (5.16), maka akan diperoleh :
V C A = I e − kt +
QC Ao dt
…………..……..(5.19)
Kontanta integrasi I ditentukan dengan memakai harga batas sebagai berikut : Apabila pada awal reaksi, campuran sama sekali tidak mengandung reaktan, maka, pada : t = 0
VCA = 0
sehingga diperoleh :
90
−I =
QC Ao k
……...………….(5.20)
Dengan memasukkan persamaan (5.19) ke dalam persamaan (5.18) akan didapat hubungan berikut : VCA =
QC Ao (1 − e − kt ) k
…………………(5.21)
Kombinasi persamaan (5.17) dengan persamaan (5.20)menghasilkan : QC Ao (1 − e − kt ) k
…………………(5.22)
CA Q(1 − e − kt ) (1 − e − kt ) = = V C Ao k (Vo + Qt) k ( o + t) Q
………………....(5.23)
(Vo + Qt )C A = atau :
Untuk sistim reaksi di mana 1 mol A menghasilkan 1 mol produk B, atau : A
B
Maka neraca massa untuk setiap saat adalah :
QC A o t = V CA + V CB QC Ao t =
QC Ao (1 − e −kt ) +VC B k
atau :
QC B = QCAo t −
QC Ao (1 − e − kt ) k
…………………(5.24)
VCB = jumlah mol B yang terdapat dalam reaktor. Konsentrasi zat B dalam reaktor adalah :
91
CB =
QC Ao (1 − e − kt ) k V o + Qt
QC Ao t −
………………....(5.25)
Perbandingan konsentrasi B terhadap konsentrasi A pada suatu waktu t adalah : CB k t − (1 − e − kt ) = V C Ao k ( o + t) Q Grafik hubungan antara
……………...….(5.26)
CA CB dan dan waktu diberikan pada gambar 5.3. C Ao C Bo
berikut :
CA CB dan terhadap waktu untuk reaksi C Ao C Bo B di dalam reaktor semi batch.
Gambar 5.3. Grafik hubungan A
Harga CA maksimum diperoleh dengan menyamakan dCA/dt dari persamaan (5.23) sama dengan nol.
92
− kt − kt dC A Q e k (Vo + Qt) − Q(1 − e )kQ = =0 dt k 2 (Vo + Qt) 2
…………(5.27)
atau :
e −kt k (Vo + Qt ) − Q (1 − e −kt ) = 0
……………...….(5.28)
Dipisahkan suku-suku yang mengandung e-kt , diperoleh :
e −kt (kV o + kQt + Q ) = Q sehingga,
e −kt =
kV o Q
+ kt +1
……………........(5.29)
atau :
e −kt = 1 + k (
Vo Q
ln [1 + k ( t=
+t )
Vo Q
+ t )]
………………....(5.30)
………………....(5.31)
k
dimana : t adalah waktu yang diperlukan agar konsentrasi A di dalam campuran mencapai titik maksimum.
93