BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum penyakit kanker merupakan penyakit berbahaya, karena penyakit ini merupakan penyakit yang menyebabkan kematian. Kenyataan menunjukkan, hampir semua penderita akan teridentifikasi pada stadium yang tinggi, karena pada stadium rendah cenderung tidak menimbulkan gejala pada tubuh manusia. Sehingga rata-rata penderita kanker yang ada diketahui setelah stadium tinggi, yang cenderung sulit diatasi (Diananda, 2009). Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang sanggama (vagina) (Diananda, 2009). Penyakit kanker leher rahim merupakan masalah kesehatan yang penting bagi wanita di seluruh dunia. Kanker serviks (leher rahim) adalah sel-sel tidak normal pada leher rahim, yaitu bagian bawah rahim yang menonjol kedalam kelamin wanita. Kanker serviks pada stadium dini sering tidak menunjukkan gejala atau tanda yang khas, bahkan tidak ada gejala sama sekali (Nasir, 2009). Kanker leher rahim merupakan keganasan yang terjadi pada leher rahim dan disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV). Kanker ini telah menyerang lebih dari 1,4 juta wanita di seluruh dunia (Depkes RI, 2012).
1
Berdasarkan International Agency for Research on Cancer (IARC) dalam Depkes RI (2012), insiden kanker leher rahim di Indonesia sebesar 16 per 100.000 perempuan. WHO dalam jurnal yang diterbitkan pada tahun 2012 dengan judul : “HPV and Cervical Cancer in The World 2012 Report” mengatakan diperkirakan 15.050 kasus kanker baru leher rahim muncul setiap tahunnya dan sebanyak 7.566 kasus kematian terjadi akibat kanker leher rahim. Di Indonesia, saat ini diperkirakan terdapat penderita kanker terbaru 1:1.000 penduduk per tahun. Menurut data (Depkes RI, 2010) kanker merupakan penyebab kematian ke-5 di Indonesia dan mengalami peningkatan secara bermakna. Di negara berkembang, terdapat 80-90 persen tidak dapat disembuhkan karena penderita datang dalam stadium yang telah lanjut. Penyakit kanker tidak hanya beresiko terhadap laki-laki tetapi juga pada wanita tanpa memandang umur. Beberapa jenis kanker yang terjadi pada wanita antara lain kanker payudara, kanker serviks, kanker ovarium, leukemia, kanker colorectal, kanker thyroid, kanker nasopharing, kanker paru. Secara umum dapat dilihat kanker organ reproduksi termasuk jenis kanker yang banyak terjadi pada wanita, salah satunya kanker serviks. WHO (2008) menyatakan, sekitar 490.000 wanita di seluruh dunia di diagnosa menderita kanker serviks dan rata-rata 240.000 kasus kematian wanita terjadi akibat kanker serviks dan hampir 80% dari kasus tersebut terjadi di negara-negara berkembang (Depkes RI, 2010). Sementara di Asia, kanker serviks merupakan penyakit kanker pada
2
wanita kedua terbanyak diderita dan lebih dari setengah wanita Asia yang menderita kanker serviks meninggal dunia. Setiap 2 menit, seorang wanita di Asia meninggal karena kanker serviks. Menurut WHO (2008), Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita kanker serviks nomor dua tersering dan menyebabkan kematian akibat kanker yang paling utama. Pencegahan dan pengobatan pra kanker serviks masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, hal ini mengakibatkan penyakit sering ditemukan telah mencapai satdium lanjut, setiap tahun terdeteksi lebih dari 15.000 kasus kanker serviks, dan diperkirakan sebanyak delapan ribu kasus berakhir dengan kematian. Sementara menurut Ikatan Peduli Kanker Serviks Indonesia di Indonesia setiap harinya 40-45 wanita terdiagnosa kanker serviks dan 20-25 wanita meninggal, dengan kata lain setiap tahunnya angka kematian karena kanker serviks mencapai 270.000 (IPKSI, 2011) kanker kulit dan hati (Riskesdas, 2008). Metode IVA menjadi alternatif baru untuk deteksi dini kanker serviks selain pemeriksaan dengan Pap Smear. Sebenarnya IVA secara metodologi sudah lama dikenal, namun kajian yang menyatakan bahwa IVA tidak terlalu buruk dan mudah dilakukan, baru direalisasikan sekitar tahun 2004-2005 (Nuranna, 2010). Beberapa negara maju telah berhasil menekan jumlah kasus kanker serviks, baik jumlah maupun stadiumnya. Pencapaian tersebut juga berkat adanya program skrining masal antara lain dengan IVA (Siswanto, 2010). Tes IVA ini adalah pemeriksaan mengamati serviks yang telah diberi pengolesan asam asetat 3-5% pada serviks pada
3
epitel abnormal akan memberikan gambaran bercak putih yang disebut acetowhite, gambaran ini muncul oleh karena tingginya tingkat kepadatan inti dan konsentrasi protein. Hal ini memungkinkan pengenalan bercak putih pada serviks dengan mata telanjang (tanpa pembesaran) yang dikenal sebagai pemeriksaan IVA. Laporan hasil konsultasi WHO menyebutkan bahwa IVA dapat mendeteksi lesi tingkat pra kanker (high-Grade Precanceraus Lesions) dengan sensitivitas sekitar 66-69% dan spesifitas 64-98%. Sedangkan nilai prediksi positif (positive predective value) dan nilai prediksi negatif (negative predective value) masing-masing antara 1020% dan 92-97% (Delia, 2010). Sebagai suatu pemeriksaan, IVA memiliki beberapa manfaat jika dibandingkan dengan uji skrining yang sudah ada, yaitu efektif, lebih mudah dan murah dan peralatan yang dibutuhkan lebih sederhana, hasilnya segera diperoleh sehingga tidak butuh kunjungan ulang, cakupannya lebih luas, dan pada tahap penapisan tidak dibutuhkan tenaga skriner untuk memeriksa sediaan sitology. Informasi hasil dapat diberikan segera, keadaan ini lebih memungkinkan dibutuhkan di negara berkembang, termasuk Indonesia. Dan di Indonesia, Kementerian Kesehatan RI sudah mengadopsi metode IVA (Nuranna, 2010). Sejak tahun 2007, Kemenkes telah mengembangkan program pencegahan kanker serviks ini. Pada tahun 2014 di harapkan kabupaten dan kota di Indonesia dapat melakukan deteksi dini terhadap kanker serviks dengan sasaran 80% (Depkes, 2009).
4
Deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA memang belum semua puskesmas di kabupaten maupun kota di Indonesia yang merealisasikannya. Sampai saat ini baru terlaksana di 32 provinsi, 207 kabupaten dan 717 puskesmas. Kendala di negara yang sedang berkembang dengan cara IVA adalah kurangnya pengorganisasian secara rapi dan kurangnya pengetahuan tentang pentingnya deteksi dini kanker serviks. Pengetahuan sangat penting untuk memahami apa dan bagaimana penyakit kanker tersebut, sebab pengenalan dan pemahaman sejak dini akan mampu mendeteksi setiap gejala penyakit, sehingga penyakit kanker ini bisa ditangani, karena jika sudah terdeteksi, penanganannya pun akan efektif dan efisien, sehingga tidak terlalu membahayakan dan bahkan bisa ditangani secara tuntas (Diananda, 2009). Pendidikan
seseorang
mempengaruhi
cara
pandang
atau
masyarakat yang pendidikannya tinggi akan lebih mudah menerima informasi atau penyuluhan yang diberikan dan lebih cepat merubah sikapnya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Nursalam (2006), bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mudah pula menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Pemberian informasi tentang kebiasaan hidup sehat dan cara pencegahan penyakit diharapkan akan terjadi peningkatan pengetahuan sikap dan perilaku kesehatan dalam diri individu/kelompok sasaran yang berdasarkan kesadaran dan kemauan individu yang bersangkutan. Semua
5
orang hidup dalam kelompok dan saling berhubungan melalui lambanglambang, khususnya bahasa (Notoatmodjo, 2005). Informasi dapat diterima melalui petugas langsung dalam bentuk penyuluhan, dari perangkat desa melalui siaran dikelompok-kelompok, melalui media massa dan lain-lain. Dalam hal ini, perilaku wanita usia subur (WUS) dalam melakukan pemeriksaan IVA juga dipengaruhi apakah wanita tersebut sudah pernah atau tidak mendapat informasi mengenai pemeriksaan IVA ini (Yuliwati, 2012). Menurut Pohan (2006), layanan kesehatan yang bermutu harus dapat memberikan informasi yang jelas mengenai suatu layanan kesehatan yang akan dilaksanakan. Kemudian untuk memperoleh informasi ini diharapkan dapat membantu seseorang untuk memperoleh pengetahuan baru sehingga diharapkan dapat mengubah perilaku seseorang (Mubarak, 2007). Petugas kesehatan juga mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menyampaikan informasi yang benar dan tepat mengenai kesehatan baik secara langsung maupun tidak (Purwati & Hendarsih, 2008). Responden yang mendapatkan dukungan petugas kesehatan yang baik akan cenderung melakukan pemeriksaan IVA dibanding responden yang tidak mendapatkan dukungan petugas kesehatan. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas kesehatan di Puskesmas Kecamatan Beji, rendahnya cakupan IVA karena wanita usia subur (WUS) masih jarang secara sadar mau melakukan pemeriksaan kesehatan apapun termasuk pemeriksaan IVA jika mereka masih merasa
6
belum ada keluhan tentang penyakit yang timbul pada dirinya. Sedangkan hasil dari wawancara dengan beberapa pasien yang ada di Puskesmas Kecamatan Beji, mereka menyatakan bahwa masih tidak mengetahui informasi mengenai pemeriksaan IVA dan manfaatnya. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan tentang deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA pada wanita usia subur di Puskesmas Kecamatan Beji Tahun 2015.
B. Perumusan Masalah WHO menyatakan, saat ini penyakit kanker serviks menempati peringkat teratas penyebab kematian wanita di dunia. Prevalensi kasus kanker serviks telah mencapai 1,4 juta dengan 493.000 kasus baru dan 273.000 kematian. Di Indonesia, setiap tahun terdeteksi lebih dari 15.000 kasus kanker serviks, dan kira-kira sebanyak 8000 di antaranya berakhir dengan kematian. Untuk mendeteksi secara dini kejadian kanker serviks, dapat dilakukan dengan metode Pap Smear atau tes IVA. Secara umum kebanyakan masyarakat terutama wanita mengenal Pap Smear dibanding tes IVA. Di beberapa Puskesmas daerah Depok telah menerapkan deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA, dan telah pada pasien
baru
maupun kontrol ulang. Tetapi jumlah pasien yang mengikuti tes IVA masih belum mencapai target karena hanya sekitar 20% saja yang mengikuti
7
pemriksaan
ini,
padahal
target
yang
diinginkan
adalah
100%.
Ketidaktercapaian ini disebabkan karena kurangnya sosialisasi dan kurangnya pengetahuan ibu mengenai deteksi dini kanker serviks. Oleh karena itu, perlu dilakukan sosialisasi kepada kaum ibu mengenai deteksi dini kanker serviks khususnya metode IVA. Ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi pelaksanaan dari tes IVA terutama dari klien yakni dari pengetahuan, dan tidak menutup kemungkinan diperlukan pula dukungan dan sosialisasi serta fasilitas sarana dari tempat pelayanan kesehatan. Berdasarkan uraian tersebut maka perumusan maslah dalam penelitian ini adalah “Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan tentang deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA pada WUS di Puskesmas Kecamatan Beji ?”.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan tentang deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA pada wanita usia subur (WUS) di Puskesmas Kecamatan Beji. 2. Tujuan Khusus a. Diketahui tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan tentang deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA pada WUS di Puskesmas Kecamatan Beji. b. Diketahui tentang hubungan antara pendidikan dengan tingkat pengetahuan tentang deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA pada WUS di Puskesmas Kecamatan Beji.
8
c. Diketahui tentang hubungan antara keterpaparan informasi dengan tingkat pengetahuan tentang deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA pada WUS di Puskesmas Kecamatan Beji. d. Diketahui tentang hubungan antara peran petugas kesehatan dengan tingkat pengetahuan tentang deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA pada WUS di Puskesmas Kecamatan Beji. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Aplikatif a. Memberikan masukan bagi program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dalam upaya meningkatkan cakupan deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA. b. Memberikan informasi kepada masyarakat khususnya WUS tentang deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA dan faktor-faktor
yang
berpengaruh
terhadap
tingkat
pengetahuan tentang kanker serviks. 2. Manfaat Teoritis a. Dapat dijadikan sebagai bahan pustaka di institusi pendidikan. b. Dapat dijadikan sebagai informasi perkembangan ilmu keperawatan di bidang kesehatan reproduksi, khususnya untuk pemeriksaan IVA Test sebagai deteksi dini kanker serviks. 3. Manfaat Metodologi a. Dapat dijadikan sebagai data awal dan bahan pendidikan bagi penelitian selanjutnya.
9
b. Dapat dijadikan sebagai gambaran dari deteksi dini kejadian kanker serviks melalui pemeriksaan tes IVA di Puskesmas Kecamatan Beji Tahun 2015.
10