BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pengertian tentang penghidu menunjukan adanya hubungan rasa dan kemampuan kecap. Bersama dengan sistem trigeminus, yang berfungsi sebagai monitor terhadap zat kimiawi yang terhirup, termasuk bahan-bahan berbahaya seperti gas alam, asap, dan bau busuk yang sering terhirup di dikehidupan sehari-hari. 1 Kelainan penghidu yaitu termasuk sebagai berikut: (1) Anosmia ( kehilangan kemampuan menghidu); (2) Hyposmia (sensitivitas penghidu yang berkurang); (3) Dysosmia (penyimpangan kemampuan menghidu); (4) Phantosmia (persepsi adanya suatu aroma ketika tidak ada objek); (5) Agnosia (ketidakmampuan mengklasifikasikan, membedakan, atau mengidentifikasi suatu aroma secara verbal, meskipun kemampuan untuk membedakan aroma yang sama yang mungkin masih normal).1 Istilah Anosmia berarti hilangnya kemampuan untuk menghidu. Ini juga termasuk berkurangnya kemampuan untuk menghidu. Ageusia, diartikan untuk hilangnya kemampuan untuk sensasi perasa. Pasien yang sebenarnya mempunyai anosmia bisa salah mengeluhkan sebagai Ageusia, walaupun mereka menghalangi kemampuan untuk membedakan rasa asin, manis, asam, dan pahit (Sensasi rasa yang dimiliki manusia).1
Anosmia
Page 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Anosmia merupakan suatu tidak adanya/hilangnya sensasi penciuman, dalam hal ini berarti hilangnya kemampuan mencium atau membau dari indera penciuman. Hilangnya sensasi ini bisa parsial ataupun total.2 Anosmia adalah ketidakmampuan penciuman/ penghidu sebagian atau total kehilangan sensasi penciuman. Anosmia terjadi akibat obstruksi saluran kelenjar hidung atau kerusakan syaraf. Anosmia biasanya disebabkan proses natural dari penuaan ataupun kebanyakan karena common cold (influenza), anosmia dapat juga disebabkan karena setelah operasi kepala atau alergi akut atau kronik. Banyak obat-obatan yang dapat mengubah kemampuan penghidu. Sensasi penghidu menghilang karena kelainan seperti tumor osteoma atau meningioma, sinus nasal atau operasi otak. Dapat juga disebakan karena defisiensi zinc/ seng. Rokok tobacco adalah konsentrasi terbanyak dari polusi yang dapat menyebabkan seorang menderita anosmia. Faktor siklus hormonal atau gangguan dental juga dapat menyebabkan anosmia. Anosmia dapat juga terjadi karena beberapa bagian otak yang mengalami gangguan fungsi.3
2.2 Anatomi dan Fisiologi Sel penciuman adalah sel saraf bipolar yang terdapat di daerah yang terbentang di atas dari konka media sampai ke atap, dan daerah septum yang berhadapan. Akson dari sensosel dikumpulkan menjadi satu dalam bentuk serat saraf yang melalui lamina kribrosa ke dalam bulbus olfaktorius. Akson dari sel-sel ini membentuk traktus olfaktorius yang menuju ke otak.3 Neuroepitel olfaktorius terletak di bagian atas rongga hidung di dekat cribiform plate, septum nasi superior dan dinding nasal superolateral. Struktur ini merupakan neuroepitelium pseudostratified khusus yang didalamnya terdapat reseptor olfaktorius utama. Pada neonatus, daerah ini merupakan suatu lembar neural yang padat, namun pada anak-anak dan dewasa terbentuk interdigitasi antara jaringan respiratorius dan olfaktorius. Dengan bertambahnya usia seseorang, jumlah neuron olfaktorius ini lambat laun akan berkurang. Selain neuron olfaktorius,
Anosmia
Page 2
epitel ini juga tersusun oleh sel-sel penopang yaitu duktus dan glandula Bowman yang sifatnya unik pada epitel olfaktorius dan sel basal yang berfungsi pada regenerasi epitel.3 Sensasi pembauan diperantarai oleh stimulasi sel reseptor olfaktorius oleh bahan-bahan kimia yang mudah menguap. Untuk dapat menstimulasi reseptor olfaktorius, molekul yang terdapat dalam udara harus mengalir melalui rongga hidung dengan arus udara yang cukup turbulen dan bersentuhan dengan reseptor. Faktor-faktor yang menentukan efektivitas stimulasi bau meliputi durasi, volume dan kecepatan menghirup. Tiap sel reseptor olfaktorius merupakan neuron bipolar sensorik utama. Dalam rongga hidung rata-rata terdapat lebih dari 100 juta reseptor. Neuron olfaktorius bersifat unik karena secara terus menerus dihasilkan oleh sel-sel basal yang terletak dibawahnya. Sel-sel reseptor baru dihasilkan kurang lebih setiap 30-60 hari. Reseptor odorant termasuk bagian dari G-protein receptor superfamily yang berhubungan dengan adenilat siklase. Manusia memiliki beratus-ratus reseptor olfaktorius yang berbeda, namun tiap neuron hanya mengekspresikan satu tipe reseptor. Inilah yang mendasari dibuatnya peta pembauan (olfactory map). Neuron yang menyerupai reseptor yang terdapat di epitel mengirimkan akson yang kemudian menyatu dalam akson gabungan pada fila olfaktoria didalam epitel .3 Aspek-aspek molekuler dari penciuman kini telah dipahami. Pada mammalia, kemungkinan ada 300-1000 gen reseptor penciuman yang termasuk dalam 20 keluarga yang berbeda yang terletak di berbagai kromosom dalam kelompok-kelompok. Gen-gen reseptor ditemukan pada lebih dari 25 lokasi kromosom manusia. Protein-protein reseptor penciuman adalah reseptor-reseptor tergabung protein G yang ditandai oleh keberadaan domain transmembran 7 alfa-helikal. Masing-masing neuron penciuman hanya mengekspresikan satu, atau paling banyak beberapa, gen reseptor, menjadi dasar molekuler untuk pembedaan bau.3 Maka sistem penciuman ditandai oleh tiga hal yang penting, yaitu:3 1. keluarga gen reseptor yang besar yang menunjukkan keberagaman yang sangat baik sehingga memungkinkan respon terhadap berbagai bau, 2. protein-protein
reseptor
yang
menunjukkan
spesifitas
yang
hebat
sehingga
memungkinkan pembedaan bau, dan 3. hubungan-hubungan bau disimpan dalam ingatan lama sesudah peristiwa terjadinya paparan dilupakan.
Anosmia
Page 3
2.3 Etiologi 1.
Defek konduktif4 a. Proses inflamasi / peradangan dapat mengakibatkan gangguan pembauan. b. Adanya massa / tumor dapat menyumbat rongga hidung sehinga menghalangi aliran adorant / ke epitel olfaktorius. c. Abnormalitas
development
(misalnya
ensefalokel,
kista
dermoid)
juga
dapat
menyebabkan obstruksi. d. Pasien pasca laringektomi atau trakheotomi dapat menderita hisposmia karena berkurang atau tidak adanya aliran udara yang melalui hidung.
2.
Defek sentral / sensorineural4 a. Proses infeksi / inflamasi menyebabkan defek sentral gangguan pada transmisi sinyal. b. Penyebab congenital menyebabkan hilangnya struktur syaraf. c. Gangguan endokrin (hipotiroidisme, hipoadrenalisme, DM) berpengaruh pada fungsi pembauan. d. Trauma kepala, operasi otak atau perdarahan subarachnoid dapat menyebabkan regangan, kerusakan atau terpotongnya fila olfaktoria yang halus dan mengakibatkan anosmia. e. Toksitisitas dari obat – obatan sistemik dan inhalasi f. Definsi gizi (vit A, thiamin, zink) terbukti dapat mempengarui pembauan.
3.
Faktor resiko4 a. Proses degenerative patologi (penyakit Parkinson, Alzheimer) b. Proses degenaratife normal (penuaan) c. Lingkungan d. Perokok e. Pencemaran bahan kimia f. Cuaca g. Virus bakteri pathogen h. Usia: Dengan bertambahnya usia seseorang jumlah neuron olfaktorius lambat laun akan berkurang sehingga mengurangi daya penciuman.
Anosmia
Page 4
i. Jenis kelamin: Perempuan lebih beresiko menderita anosmia karena jumlah bulu hidung relative lebih sedikit daripada pria dan imunitas yang kurang sehingga beresiko terhadap infeksi pada hidung.
2.4 Patofisiologi Indra penciuman dan pengecapan tergolong ke dalam system penginderaan kimia (chemosensation). Proses yang kompleks dari mencium dan mengecap di mulai ketika molekul– molekul dilepaskan oleh substansi di sekitar kita yang menstimulasi sel syaraf khusus dihidung, mulut atau tenggorokan. Sel–sel ini menyalurkan pesan ke otak, dimana bau dan rasa khusus di identifikasi. Sel – sel olfaktori (saraf penciuman) di stimulasi oleh bau busuk di sekitar kita. Contoh aroma dari mawar adonan pada roti. Sel–sel saraf ini ditemukan di sebuah tambahan kecil dari jaringan terletak diatas hidung bagian dalam, dan mereka terhubung secara langsung ke otak penciuman (olfaktori) terjadi karena adanya molekul–molekul yang menguap dan masuk kesaluran hidung dan mengenal olfactory membrane. 2.4 Manusia memiliki kira–kira 10.000 sel reseptor berbentuk rambut. Bila molekul udara masuk, maka sel–sel ini mengirimkan impuls saraf. Pada mekanisme terdapat gangguan atau kerusakan dari sel–sel olfaktorus menyebabkan reseptor dapat mengirimkan impuls menuju susunan saraf pusat. Ataupun terdapat kerusakan dari sarafnya sehingga tidak dapat mendistribusikan impuls reseptor menuju efektor, ataupun terdapat kerusakan dari saraf pusat di otak sehingga tidak dapat menterjemahkan informasi impuls yang masuk.2.4
2.5 Klasifikasi Anosmia terbagi menjadi dua (2) yaitu:3 1. Intranasal : obstruksi hidung (rhinitis vasomotor, rhinitis alergi, tumor hidung, polip, tumor nasofaring), Rhinitis atrofikan, def.vitamin A, Zinc 2. Intrakranial : trauma kepala, infeksi (abses otak lob.frontalis, meningitis pd lob.frontalis), tumor lobus frontalis Terdapat juga jenis gangguan pada anosmia, yakni:3 1. Konduktif anosmia : Anosmia yang disebabkan oleh adanya gangguan konduksi partikelpartikel bau menuju ke celah olfaktoria Anosmia
Page 5
2. Neuronal anosmia : Gangguan pada fungsi epitel olfaktorius atau gangguan pada jalur saraf olfaktorius
2.6 Tanda dan Gejala 1. Berkurangnya kemampuan dan bahkan sampai tidak bisa mendeteksi bau. 2. Gangguan pembau yang timbul bisa bersifat total / tidak bisa mendeteksi seluruh bau. 3. Dapat bersifat parsial / hanya sejumlah bau yang dapat dideteksi. 4. Dapat juga bersifat spesiafik (hanya satu / sejumlah kecil yang dapat dideteksi) 5. Kehilangan kemampuan merasa / mendeteksi rasa dalam makanan yang di makan. 6. Berkurangnya nafsu makan.5
2.7 Diagnosis A. Tanda dan Gejala Sangat penting mengetahui onset dan perkembangan dari gangguan penghidu dalam membuat diagnosa berdasarkan etiologi. Anosmia unilateral jarang menimbulkan keluhan; ini hanya dapat diketahui dengan pemeriksaan setiap rongga hidung secara tidak bersamaan. Lain halnya apabila Anosmia bilateral, yang menimbulkan keluhan pada pasien. Pasien anosmia biasanya mengeluh kehilangan kemampuan mengecap meskipun ambang pengecapan mereka mungkin dalam batas yang normal. Dimana sebenarnya mereka mengeluh kehilangan kemampuan mendeteksi rasa yang mana sebagian besar merupakan fungsi dari penghidu.1
B. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan secara lengkap dari telinga, saluran napas atas, kepala, dan leher. Kelainan di setiap area kepala dan leher dapat menyebabkan disfungsi olfactory. Dengan adanya otitis media serosa, dapat memicu terjadinya masa atau inflamasi pada nasofaring. Pemeriksaan hidung yang teliti mencari masa di hidung, gumpalan sekret, polip, dan inflamasi membran nasal sangat penting. Bila mungkin, rhinoskopi anterior dan rhinoskopi posterior untuk melihat apakah ada kelainan anatomik, yang menyebabkan sumbatan hidung, perubahan mukosa hidung, tanda-tanda infeksi atau adanya tumor. Pemeriksaan juga dapat Anosmia
Page 6
didukung dengan pemeriksaan endoskopi rongga hidung dan nasofaring. Adanya telechantus pada pemeriksaan mata mungkin dapat terjadi masa atau inflamasi pada sinus. Masa di nasofaring yang menonjol kedalam rongga mulut atau aliran cairan purulent pada orofaring dapat ditemukan pada pemeriksaan mulut. Leher harus dipalpasi untuk mengetahui adanya masa atau pembesaran tiroid. Pemeriksaan neurologis penting ditekankan pada saraf cranial dan cerebellar dan fungsi sensorimotorik. Suasana hati pasien secara umum dan tanda-tanda depresi harus dicatat.1
C. Pemeriksaan laboratorium Teknik sudah berkembang untuk biopsi neuroepitel olfactorius, tetapi karena degenerasi neuroepitel yang tersebar luas dan adanya epitel pernapasan pada area olfactorius orang dewasa tanpa disfungsi olfactorius yang jelas, hasil biopsi harus diinterpretasikan dengan hati-hati.1
D. Radiology CT Scan atau MRI bagian kepala diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan neoplasma pada fossa cranii anterior, sinusitis paranasal, neoplasma pada rongga hidung dan sinus paranasal. Abnormalitas tulang paling baik dilihat dengan CT Scan, sedangkan MRI sangat berguna untuk mengevaluasi bulbus olfactorius, ventrikel, dan jaringan lunak lain pada otak. Coronal CT sangat baik untuk memeriksa lempeng kribiform, fossa cranii anterior, anatomi dan penyakit sinus.
E. Evaluasi sensori Evaluasi sensori fungsi olfactorius diperlukan untuk menguatkan keluhan pasien, evaluasi keberhasilan pengobatan, menentukan derajat kerusakan permanen.
Step 1: Menentukan sensasi secara kualitatif Langkah pertama dalam evaluasi sensori adalah menentukan derajat berdasarkan sensasi yang ada secara kulitataif. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk evaluasi penghidu:
Anosmia
Page 7
a. The odor six test The odor six test menggunakan spidol yang menghasilkan aroma. Spidol dipegang ± 3-6 inch dari hidung pasien untuk memeriksa persepsi aroma secara kasar.1,3
b. The twelve-inch alkohol test Test lain yang berguna untuk memeriksa persepsi terhadap aroma secara kasar. Twelve inch alkohol test menggunakan paket isopropil alkohol yang baru dibuka dan dipegang dengan jarak 12 inch dari hidung pasien.1.2
c. Scratch-and-Sniff card Sekarang sudah dijual bebas scratch and sniff card yang terdiri dari 3 aroma untuk test penghidu secara kasar.1.3
d. The University of Pennsylvania Smell Identification Test (UPSIT) Test ini sangat direkomendasikan untuk mengevaluasi pasien dangan gangguan penghidu. Test ini menggunakan 40 objek yang sudah ditentukan yang seperti aroma yang dihasilkan scratch and sniff card. Contohnya, pada salah satu objek tertulis, “ Aroma ini paling kemungkinan besar aroma (a) coklat, (b) pisang, (c) bawang atau (d) buah-buahan.” Pasien diinstruksikan untuk memilih salah satu pilihan jawaban. Tesi ini sangat dapat dipercaya dan sensitive terhadap umur dan gender yang berbeda-beda. Test ini menentukan secara kualitatif defisit olfaktorius relatif dengan akurat. Orang dengan fungsi olfactorius yang hilang total mempunyai skor 7-19 dari 40. Skor rata-rata untuk anosmia total agak sedikit tinggi dari yang diharapkan karena adanya aroma yang masuk dan menstimulasi trigemius.1
Step 2: Menentukan ambang deteksi Setelah menentukan derajat berdasarkan sensasi yang ada secara kulitatif, langkah kedua evaluasi sensori adalah untuk menetapkan ambang dalam mendeteksi aroma fenil-etil alkohol. Ambang ini ditetapkan dengan pemberian stimulus secara bertahap. Sensitivitas tiap sisi hidung ditentukan dengan mendeteksi
Anosmia
Page 8
ambang penghidu terhadap fenil-etil metil etil karbinol. Resistensi hidung juga dapat diukur dengan rhinomanometry anterior pada tiap sisi hidung.1.3
2.8 Diagnosa Banding Saat ini tidak ada metode psikofisik untuk membedakan sensori dari hilangnya kemampuan olfactorius. Beruntung, dari beberapa pengalaman yang didapat tentang hilangnya kemampuan olfactorius memberikan petunjuk penting terhadap penyebabnya. Penyebab tersering gangguan olfactorius adalah trauma kepala dan infeksi virus. Trauma kepala lebih sering menyebabkan anosmia pada anak-anak dan dewasa muda, sedangkan infeksi virus lebih sering menyebabkan anosmia pada orang dewasa.4
A. Infeksi virus Infeksi virus merusak neuroepitel olfactorius; dan perannya digantikan oleh epitel pernapasan. Parainfluenza virus tipe 3 secara khusus merusak penghidu manusia. Infeksi HIV dihubungkan dengan penyimpangan penghidu dan pengecap secara subjektif, dimana akan bertambah berat seiring dengan berjalanya proses penyakit. Lebih penting lagi, kehilangan kemampuan mengecap dan menghidu berperan penting dalam perkembangan dan progresifitas dari HIV yang sudah berat.4 B. Trauma tengkorak Trauma tengkorak diikuti oleh kelemahan kemampuan menghidu bilateral atau unilateral sampai 15% dari kasus yang ada. Anosmia lebih sering terjadi daripada hyposmia.. Cidera dan fraktur pada bagian frontal yang sampai membentuk lubang dapat merusak lempeng kribiform dan axon olfactorius. Kadang-kadang ada rhinorrhea yang berasal dari CSF merupakan dampak dari sobeknya duramater yang melewati lempeng kribiformis dan sinus paranasal. Anosmia juga dapat terjadi pada trauma bagian occipital. Sekali anosmia karena trauma berkembang, biasanya bersifat permanen, hanya kurang dari 10% pasien pernah membaik atau pulih normal kembali. Perasaan penghidu yang tidak wajar mungkin dapat terjadi pada fase proses penyembuhan. Terapi dengan zinc-sulfat dapat memberikan perbaikan pada gangguan penghidu post trauma.4
Anosmia
Page 9
C. Anosmia kongenital Anosmia kongenital sangat jarang terjadi tetapi sangat penting. Kallmann Syndrome, dimana kelainan yang X-linked, neuron reseptor olfactorius dan neuron sintesis Gn-RH gagal bermigrasi dari placode olfactorius, gen (KAL) sudah di clone. Kallmann
syndrome
dicirikan
dengan
adanya
anosmia
kongenital,
dan
hipogonadotropik hipogonadism. Anosmia juga dapat terjadi pada orang albino. Terdapat sel reseptor tetapi hipoplastik, tidak bercilia, dan tidak berkembang diantara sel-sel pendukungnya.4 D. Meningioma, adenoma, dan aneurisma Meningioma pada bagian inferior frontal adalah penyebab neoplastic tersering yang dapat menyebabkan anosmia; jarang anosmia yang disebabkan karena glioma pada lobus frontalis. Kadang-kadang, adenoma hipofisis, kraniofaringioma, meningioma suprasellar, dan aneurisma bagian anterior dari lingkaran Willis mendesak dan merusak struktur olfactorius. Tumor-tumor dan hamartoma tersebut dapat juga mencetuskan kejang dengan halusinasi penghidu, yang menandakan keterlibatan uncus pada lobus temporal.4
2.9 Penatalaksanaan Kehilangan sensasi penciuman hanya bersifat sementara, dan kemampuan penciuman akan kembali secara spontan, biasanya setelah flu atau infeksi virus. Pengobatan yang dapat digunakan untuk memperbaiki kehilangan sensasi penciuman antara lain:1,2,3,4 a) Perbaiki penyebab obstruksi nasi b) Berhenti merokok dapat meningkatkan fungsi penciuman c) Koreksi operasi yang memblok fisik dan mencegah kelebihan dapat digunakan dekongestan nasal dapat membantu d) Pemberian Vit A 100.000 IU sekali sehari selama 2 minggu diikuti 50.000 sekali sehari selama 6-12 minggu e) Antihistamin apabila diindikasikan pada penderita alergi. f) Suplemen zinc kadang-kadang direkomendasikan. Anosmia akibat proses degenerasi tidak ada pengobatannya. Kerusakan N. Olfaktorius akibat infeksi virus prognosisnya buruk, karena tidak dapat diobati. Zink sulfat 220 mg/oral 3 kali sehari Anosmia
Page 10
g) Prednison 60 mg/hr selama 3 hari diikuti 40 mg/hr utk 3 hari berikutnya, 20 mg/hr utk 3 hr berikutnya, 10 mg/hr selama 2 hari dan 5 mg utk hari terakhir h) Penambahan aroma makanan pada masakan i) Mengunyah makanan lebih lama j) Edukasi
Anosmia
Page 11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Anosmia adalah ketidakmampuan penciuman/ penghidu sebagian atau total kehilangan sensasi penciuman. Anosmia terjadi akibat obstruksi saluran kelenjar hidung atau kerusakan syaraf. Anosmia biasanya disebabkan proses natural dari penuaan ataupun kebanyakan karena common cold (influenza), anosmia dapat juga disebabkan karena setelah operasi kepala atau alergi akut atau kronik. Banyak obat-obatan yang dapat mengubah kemampuan penghidu. Sensasi penghidu menghilang karena kelainan seperti tumor osteoma atau meningioma, sinus nasal atau operasi otak. Dapat juga disebakan karena defisiensi zinc/ seng. Rokok tobacco adalah konsentrasi terbanyak dari polusi yang dapat menyebabkan seorang menderita anosmia. Faktor siklus hormonal atau gangguan dental juga dapat menyebabkan anosmia. Anosmia dapat juga terjadi karena beberapa bagian otak yang mengalami gangguan fungsi.
Tanda dan Gejala
Berkurangnya kemampuan dan bahkan sampai tidak bisa mendeteksi bau.
Gangguan pembau yang timbul bisa bersifat total / tidak bisa mendeteksi seluruh bau.
Dapat bersifat parsial / hanya sejumlah bau yang dapat dideteksi.\
Dapat juga bersifat spesiafik (hanya satu / sejumlah kecil yang dapat dideteksi)
Kehilangan kemampuan merasa / mendeteksi rasa dalam makanan yang di makan.
Berkurangnya nafsu makan.
Anosmia
Page 12
DAFTAR PUSTAKA
1. Satria, Rendy. 2010. Disfunction Olfactorius. Online: http://www.scribd.com /doc/45120273/Olfactory-Dis-Function 2. Amalia. 2009. Anosmia. Online; http://polarisspica.blogspot.com/2010/01/anosmia html 3. Sumantri, Bambang. 2011. Anosmia. Online: http://sumantrinews.blogspot.Com/2011 /07/anosmia.html 4. Septinur. 2010. Anosmia. Online: http://septinur.blogspot.com/ 5. Anynomous. 2009. Kelainan Penciuman dan Pengecapan. Online: http://indonesia indonesia.com/f/9972-kelainan-penciuman-pengecapan/
Anosmia
Page 13