BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan berperan penting sebagai sumber devisa d evisa negara. Kopi tidak hanya han ya berperan penting sebagai sumber devisa melainkan juga merupakan sumber penghasilan bagi tidak kurang dari satu setengah juta jiwa petani kopi di Indonesia (Rahardjo, 2012). Di Indonesia komoditas kopi merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai andil cukup penting penghasil devisa ketiga terbesar setelah kayu dan karet. Kopi sebagai tanaman perkebunan merupakan salah satu komoditas yang menarik bagi banyak negara terutama negara berkembang, karena perkebunan kopi memberi kesempatan kerja yang cukup tinggi dan dapat menghasilkan devisa yang sangat diperlukan bagi pembangunan nasional. Produksi kopi Indonesia telah mencapai 600 ribu ton pertahun dan lebih dari 80 persen berasal dari perkebunan rakyat Devisa yang diperoleh dari ekspor kopi dapat mencapai ± US $ 824,02 juta (tahun 2009), dengan melibatkan ± 1,97 juta KK yang menghidupi 5 juta jiwa keluarga petani. Kopi Indonesia juga memiliki pasar ekspor tinggi di Eropa, AS, Jepang, Korea, dan Aljazair. Bahkan, Sebuah waralaba penjual kopi terkenal di Amerika Serikat, Starbuck, juga menggunakan kopi yang diimpor dari Indonesia.Amerika menjadi negara pengimpor kopi terbesar dari Indonesia, negara tujuan ekspor lainnya adalah Jepang, Jerman, Italia walaupun Amerika menjadi negara pengimpor terbesar dari Indonesia, tetapi dalam perkembangan ekspor kopi Indonesia ke Amerika mengalami penurunan volume selama 2004-2008 2 004-2008 meskipun berdasarkan b erdasarkan nilai ekspor eksp or mengalami kenaikan (Nuril, 2003). Berdasarkan dari aspek mutu Indonesia lebih dikenal sebagai sumber kopi yang murah, harga yang murah tersebut berhubungan dengan citra negatif dari kopi Indonesia yang bermutu rendah dibawah mutu kopi dari negara-negara lain terutama Brazil dan Columbia (Siswoputranto, 1993). Kopi ekspor Indonesia kalah bersaing dalam hal kualitas, Berbagai upaya telah dilakukan untuk peningkatan mutu antara lain kebijakan standarisasi dan pengawasan mutu kopi. Standarisasi mutu tersebut terus ditingkatkan, dan hasilnya adalah bahwa pangsa pasar kopi untuk mutu tinggi menjadi 11.65 % dan mutu sedang 70,8%. Sementara kopi yang berkualitas rendah turun menjadi 17,5%. Berdasarkan kenyataan-kenyataan di atas, kopi produksi Indonesia merupakan komoditas yang mempunyai daya saing yang tinggi dengan komoditas kopi luar negeri dan mempunyai potensi untuk menambah devisa negara, sehingga peneliti ingin menganalisis bagaimana perkembangan kegiatan ekspor import komoditas kopi di Indonesia.
[1]
1.2.Rumusan Masalah 1 Bagaimana produksi perkembangan skala usaha, lahan, irigasi, luas tanam/ panen, produktivitas,produksi komoditas kopi perprovinsi 5 tahun terakhir? 2 Bagaimana perkembangan harga lokal (nasional/internasional) komoditas kopi 5 tahun terakhir? 3 Bagaimana perkembangan konsumsi komoditas kopi 5 tahun terakhir? 4 Bagaimana pemasaran komoditas kopi lokal maupun interasional? 5 Bagaimana perkembangan ekspor/ import komoditas kopi 5 tahun terakhir? 6 Bagaimana kebijakan pemerintah mengenai hal- hal yang berhubungan dengan komoditas kopi di Indonesia? 7 Bagaimana alternatif solusi untuk permasalahan komoditas kopi di Indonesia? 1.3.Tujuan 1 Menganalisis produksi perkembangan skala usaha, lahan, irigasi, luas tanam/ panen, produktivitas,produksi komoditas kopi perprovinsi 5 tahun terakhir 2 Menganalisis perkembangan harga lokal (nasional/internasional) komoditas kopi 5 tahun terakhir 3 Menganalisis perkembangan konsumsi komoditas kopi 5 tahun terakhir 4 Menganalisis pemasaran komoditas kopi lokal maupun interasional 5 Menganalisis perkembangan ekspor/ import komoditas kopi 5 tahun terakhir 6 Menganalisis kebijakan pemerintah mengenai hal- hal yang berhubungan dengan komoditas kopi di Indonesia 7 Menganalisis alternatif solusi untuk permasalahan komoditas kopi di Indonesia
[2]
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Produksi perkembangan skala usaha, lahan, irigasi, luas tanam/ panen, produktivitas,produksi komoditas kopi perprovinsi 5 tahun terakhir 3.1.1 Produksi perkembangan skala usaha kopi Sebagai negara produsen, Ekspor kopi merupakan sasaran utama dalam memasarkan produk-produk kopi yang dihasilkan Indonesia. Negara tujuan ekspor adalah negara-negara konsumer tradisional seperti USA, negaranegara Eropa dan Jepang. Seiring dengan kemajuan dan perkembangan zaman, telah terjadi peningkatan kesejahteraan dan perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia yang akhirnya mendorong terhadap peningkatan konsumsi kopi. Hal ini terlihat dengan adanya peningkatan pemenuhan kebutuhan dalam negeri yang pada awal tahun 90an mencapai 120.000 ton, dewasa ini telah mencapai sekitar 180.000 ton. Usaha tani kopi di Indonesia melibatkan petani kopi rakyat dengan jumlah banyak, dan berkontribusi pada jutaan ekonomi rumah tangga, kecuali sistem produksi yang dilakukan oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN 12) di Jawa Timur. Produksi kopi hanya berkisar 500 ribu ton dan produktivitas hanya di bawah 900 kilogram per hektare, masih jauh dari potensi produksi yang sebenarnya, seandainya teknis budidaya dan pasca panen diterapkan secara baik dan benar. Selama ini sebagian besar produksi kopi Indonesia dijual ke pasar global, karena tingkat konsumsi kopi di Indonesia masih tergolong sangat rendah, hanya 120 ribu ton per tahun. Rendahnya tingkat konsumsi kopi di dalam negeri sebenarnya merupakan peluang besar untuk mengembangkan pasar kopi domestik, yang dapat berkontribusi pada pembangunan ekonomi Indonesia. Sebagian besar (80 persen) dari total 300 ribu ton ekspor kopi Indonesia adalah Robusta, dan sebagian kecil saja ekspor kopi Arabika, sehingga petani kopi Indonesia yang sebagian besar juga produsen kopi Robusta juga sangat terpukul atas penurunan harga kopi global sejak paruh kedua tahun 2008. Produksi kopi Indonesia saat ini mencapai sekitar 650 ribu ton per tahun. Sebagian besar dari jumlah itu sampai saat ini diekspor ke berbagai negara di dunia seperti Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Italia dan Singapura. Jumlahnya sekitar 500 ribu ton per tahun. Ekspor dari Indonesia ini relatif kecil disbanding kebutuhan kopi dunia yang mencapai sekitar 6 juta ton per tahun. Meski demikian, kopi hasil produksi para petani di Indonesia itu sangat diminati di pasaran dunia karena memiliki mutu yang cukup tinggi. Di Indonesia, produktivitas kopi Robusta lebih tinggi dari produktivitas kopi Arabika yang akhir ini mulai banyak digemari petani Indonesia. Permintaan dunia yang tinggi terhadap kopi Arabika juga telah ikut mendorong Indonesia untuk meningkatkan produksi dan produktivitas kopi Arabika ini, yang secara rata-rata memiliki harga yang lebih tinggi. [3]
3.1.2
3.1.3
Lahan Irigasi/ sistem irigasi Untuk tanaman kopi sendiri, para petani di Indonesia menerapkan sistem irigasi lahan kering. Yang dimaksud dengan sistem pertanian lahan kering sendiri adalah sistem bertanam dimana tidak sampai tidak terjadi genangan air selama pertumbuhan tanaman. Sistem ini sering dipakai di daerah yang bergelombangdan berlereng. Tanaman yang sering ditanam pada daerah ini salah satunya adalah tanaman kopi. Luas Tanam/panen, Produktivitas dan produksi kopi perprovinsi 5 tahun terakhir Ada mulanya orang memanfaatkan sari dari daun muda dan buah segar sebagai bahan minuman yang diseduh dengan air panas. Kegemaran minum kopi cepat meluas ke seluruh dunia setelah ditemukan cara-cara penggunaan dan pengolahan yang lebih sempurna, yaitu dengan menggunakan kopi yang sudah masak, terlebih dahulu dikeringkan dan kemudian bijinya disangrai lalu dijadikan bubuk sebagai bahan minuman. Bagi bangsa Indonesia, kopi merupakan salah satu mata dagangan yang mempunyai arti yang cukup tinggi. Pada tahun 1981 menghasilkan devisa sebesar $347.8 juta dari ekspor kopi sebesar 210.8 ribu ton. Nilai ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Tercatat Pada tahun 1988 sudah mampu menghasilkan devisa sebesar $ 818.4 juta dan menduduki peringkat pertama diantara komoditi ekspor sub sector perkebunan.
. Tabel 3.1 Luas Areal dan Produksi Kopi Menurut Provinsi 2014-2016
[4]
[5]
[6]
Keunggulan bersaing suatu produk dapat dilihat dari segi harga yang bersaing dipasaran internasional untuk nilai ekspor, hal ini dapat kita lihat dari hasil data harga dan jumlah yang diekspor dari organisasi kopi internasional Internasional Cofee Organization (ICO). Daya saing kopi Arabika Gayo masih tidak maksimal disebabkan adanya image bahwa Indonesia belum mampu memproduksi olahan sesuai permintaan pasar internasional, serta ketatnya persaingan pasar produk kopi olahan dengan sertifikasi atas kemurnian dan standarisasi kualitas ekspor. Keunggulan bersaing suatu produk juga dilihat dari merek yang sudah dikenal dan menjadi daya tarik tersendiri. Kopi arabika dari Aceh telah dijual dengan nama Gayo Mountain Coffee yang memiliki perasa ( flavor ) kaya (rich), komplek, kemasannya bagus, lembut dan bodinya tinggi. Beberapa kalangan bahkan menilai kopi Aceh memiliki body tertinggi didunia. Penggunaan kata Gayo pada label produk kopi, yang akan diekspor ke Belanda. Ini memiliki arti penting dalam bidang pemasaran karena dapat menaikkan harga. Apabila kata Gayo itu dihilangkan dari label, menurutnya, konsumen tidak akan mengetahui lagi asal barang itu, sehingga harganya sangat murah. Belanda telah mendaftarkan kopi Gayo sebagai merek dagang untuk produk kopi. Artinya, secara hukum merek kopi Gayo memang dilindungi oleh undangundang setempat. Kopi Gayo diketahui didaftarkan oleh pengusaha Belanda sebagai merek dagang di Belanda, sehingga eksportir kopi dari Daerah Gayo, Nanggroe Aceh Darussalam, tidak bisa mengekspor komoditas itu dengan menggunakan merek Gayo. Brand atau merek suatu produk merupakan kekuatan dan juga akan menjadi tantangan. Perdagangan kopi Arabika Gayo dapat bersaing meskipun ditolak di Belanda untuk dapat diperdagangkan karena pemakaian kode etik brand yang telah dilakukan lebih dulu telah terdaftar di Belanda. Data perkebunan kopi dari Ditjen Perkebunan 2006 menyebutkan luas areal seluas 1.308.732 hektare 96 Persen diantaranya milik perkebunan rakyat sisanya 4,10 persen diusahakan dalam bentuk perkebunana besar, dengan volume ekspor sebesar 413.500 ton, dengan total produksi sebesar 743.409 ton. Tingkat produktivitas rata-rata ini sebesar 792 kg biji kering pertahun, tingkat produktivitas tanaman kopi di Indonesia cukup rendah bila dibandingkan dengan Negara produsen uatma kopi di dunia lainnya, seperti Vietnam (1.540 kh/hectare/tahun). (Kominfo Newsroom-Bhr/id/b). Pada tabel berikut menunjukkan bahwa jumlah komoditi kopi dan ekspor pertahun (ton) dari setiap provinsi di Indonesia dalam menunjang ekspor di Indonesia.
[7]
Tabel 3.2 Produksi dan Ekspor rata-rata per tahun
No
Province
1. Aceh 2. Nort Sumatera 3. West Sumatera 4. Bengkulu 5. South Sumatera 6. Lampung 7. Jakarta 8. Middle Java 9. East Java 10. Bali 11. NTT 12. South Sulawesi Volume / Type - Green Coffee - Roast & Ground (R&G) - Soluble Coffe - Roasted Coffee Domestic Market Stock
Average Average Export per Production per Year (ton) Year (ton) 40.000 4.500 25.000 40.000 10.000 3.500 40.000 1.500 100.000 40.000 90.000 200.000 1.500 13000 9.000 15.000 20.000 15.000 500 10.000 2.500 10.000 2.500 Average 305.000 ton/year 97,6% 1,4% 0,8% 0,2% : 120.000 140.000 ton/ year : 15.000- 30.000 ton/ year –
Kopi Arabika memiliki nilai jual lebih baik diluar negeri dibandingkan dalam negeri. Perdagangan kopi di tingkat local dipengaruhi oleh permintaan atas konsumsi. Harga jual kopi Arabika dan Robusta di pasaran local tidak ada perbedaan harga yang berarti. Begitu juga dengan konsumsi kopi di Indonesia lebih dominan pada konsumsi kopi Robusta dibandingkan Arabika. Pemasaran kopi Arabika Gayo lebih diperuntukkan pada perdagangan ekspor untuk mendapatkan nilai jual yang lebih baik. Persaingan dalam perdagangan local, nasional dan internasional merupakan dasar mengapa diperlukan keunggulan bersaing untuk dapat bertahan maupun meningkatkan harga diatas rata-rata. 3.2 Perkembangan harga lokal (nasional/internasional) komoditas kopi 5 tahun terakhir Harga kopi dalam negeri merupakan harga kopi yang dijual di pasar ekspor dalam hal ini Indonesia, apabila harga kopi dalam negeri lebih murah dari harga kopi dunia maka konsumen akan lebih memilih produk kopi dari Indonesia karena harganya yang lebih murah. Tanaman kopi myang relatif memiliki nilai ekonomis yang relatif tinggi di pasar global, disamping itu tnaman kopi ini merupakan salah satu komoditas unggulan yang dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia. Tanaman kopi sendiri terbagi ke dalam 2 jenis, yaitu robusta dan arabika. Pada tahun 90-an, kopi arabika memiliki nilai 1,85 USD/kg, sedangkan kopi robusta 0,83 USD/Kg. [8]
Data perkebunan kopi dari ditjen perkebunan tahun 2006 menyebutkan luas areal seluas 1.308.732 ha 96 persen diantaranya milik perkebunan rakyat sisanya 4,10 persen diusahaan dalam bentuk perkebunan besar, dengan volume ekspor sebesar 413.500 ton, dengan total produksi sebesar 743.409 ton. Tingkat produktivitas ratarata saat ini sebesar 792 kg biji kering per tahun, tingkat produktivitas tanaman kopi di Indonesia masih cukup rendah bila dibandingkan dangan negara produsen utama kopi di dunia lainnya seperti Vietnam (1.540 kg/hektar/tahun), colombia (1.220 kg/hektar/tahun) dan Brazil (1.000 kg/hektar/tahun). saat ini sebagian besar berupa kopi robusta seluas 1,30 juta ha dan kopi arabika mencapai 177.100ha dengan total produksi 682.158 ton dan ekspor 413.500 ton pada tahun 2006 dengan nilai 586.877 USD. Salah satu penyebab renfahnya produktivitas kopi robusta di Indonesia adalah belum digunakannya bahan tanam unggul yang sesuai dengan agroekosistem tempat tumbuh kopi robusta. Petani umunya masih menggunkan benih sapuan dan rentan terhadap serangan hama penyakit, rata-rata produksi selama kurun waktu 10 tahun (20002010)sebesar 0.41 ton/ha atau kurang lebih 45.95 dibandingkan dengan produktivitas yang dikelola secara baik (0.9 ton/ha). 3.3 Perkembangan konsumsi komoditas kopi 5 tahun terakhir Untuk komoditas kopi, Indonesia merupakan produsen utama kopi nomer 3 setelah Brasil dan vietnam. Namun pada kenyataanya untuk konsumsi kopi dalam negeri masih rendah yaitu sekitar 0,9 kg/kapita. Tingkat produktivitas yang masih rendah sekitar 700 Kg/ha. Jika produktivitas bisa ditingkatkan menjadi 1 1,6 ton/ha, maka produksi kopi nasional bisa mencapai lebih dari 1,5 juta ton/tahun atau mencapai sekitar 25 juta bag. –
3.4 Pemasaran komoditas kopi lokal maupun interasional [9]
Assauri (2004) menjelaskan bahwa strategi pemasaran pada dasarnya adalah rencana yang menyeluruh, terpadu, dan menyatu di bidang pemasaran, yang memberikan panduan tentang kegiatan yang akan dij alankan untuk dapat tercapainya tujuan pemasaran suatu perusahaan. Dengan kata lain strategi pemasaran adalah serangkaian tujuan dan sasaran, kebijakan dan aturan yang memberi arah kepada usaha-usaha pemasaran perusahaan dari waktu ke waktu, pada masing-masing tingkatan dan acuan serta alokasinya, terutama sebagai tanggapan perusahaan dalam menghadapi lingkungan dan keadaan persaingan yang selalu berubah. Kotler dan Keller (2009a) menjelaskan bahwa strategi pemasaran merupakan salah satu strategi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan unit bisnis. Sebelum merancang suatu strategi, unit bisnis perlu menetapkan sasaran atau tujuan yang spesifik terlebih dahulu. Menurut Swastha dan Irawan (2005) penentuan strategi pemasaran dapat dilakukan oleh manajer perusahaan dengan membuat tiga macam keputusan, yakni menentukan konsumen yang dituju (target consumer), keinginan konsumen, dan bauran pemasaran (marketing mix). Ketiga elemen ini sangat menentukan arah dari strategi pemasaran perusahaan. Strategi tersebut merupakan rencana jangka panjang yang digunakan sebagai pedoman bagi kegiatan-kegiatan personalia perusahaan. Selain itu, strategi juga terdiri atas berbagai elemen yang dititikberatkan pada elemenelemen pemasaran. Strategi pemasaran yang berhasil umumnya ditentukan dari satu atau beberapa variabel marketing mix-nya. Jadi, perusahaan dapat mengembangkan strategi produk, harga, distribusi atau promosi.
3.5 Perkembangan ekspor/ import komoditas kopi 5 tahun terakhir Ekspor kopi Indonesia 2007 2013 –
[10]
NEGARA UTAMA TUJUAN EKSPOR KOPI INDONESIA TAHUN 2013
Negara Tujuan 1. Un Eropa
Jerman Italia Inggris Belgia Lain-lain
-
2. Jepang 3. Amerika Serikat 4. Afrika - Algeria - Mesir - Maroko - Afsel 5. Asia dan lainnya Jumlah
Pangsa (%) 31 8 13 12 36
100
Ekspor kopi biji masih didominasi ke negara tradisional : USA Jerman Jepang Italia Ekspor kopi biji ke negara-negara non tradisional (emerging markets) masih rendah tetapi terus meningkat. Ekspor kopi instan, kopi sangrai, ekstract / essence / konsentrat didominasi negara-negara non tradisional : Philipina Malaysia Singapura •
•
•
•
•
•
•
3.6 Kebijakan pemerintah mengenai hal- hal yang berhubungan dengan komoditas kopi di Indonesia Untuk mengatasi hambatan-hambatan ekpor kopi Indonesia yang datang dari dalam dan luar negeri, termasuk hambatan ekspor dari Amerika Serikat yaitu berupakebijakan regulasi impor dan standarisasi mutu terhadap produk impor kopinya,pemerintah menerapkan kebijakan ekspor berupa ISCO ffee dan kebijakan mengenaiteknologi pasca panen yang tertulis dalam Peraturan Menteri Pertanian RI nomor52/Permentan/OT.140/9/2012 mengenai teknologi pasca panen . Pada ISCOffeeterdapat peraturan mengenai legalitas dan sertifikasi kopi termasuk standar mutu dan Labelling serta pedoman teknis teknologi pasca panen. Penerapan strategi IOE memiliki beberapa karakteristik yang berkaitan dengankebijakan yang diterapkan pemerintah Indonesia terhadap ekspor kopinya , berikut kebijakan dan strategi ekspor kopi yang diterapkan pemerintah Indonesia: [11]
1. Pemerintah menerapkan Kebijakan teknologi pasca panen yang berbasis padateknologi padat karya untuk menyerap sumber daya manusia (SDM) yang lebih besardalam industri pengolahan kopi. Penyerapan tenaga kerja dibidang usaha perkopiansebagian besar masih pada sub sektor perkebunan, sedangkan pada sub sektor industripengolahan masih sedikit. Pada industri-industri kopi kecil dan menengah pengolahankopi masih dilakukan secara tradisional, kurangnya pemahaman mengenaipengolahan kopi menyebabkan rendahnya jumlah produksi kopi yang dihasilkanindustri kopi kecil dan menengah. Kualitas serta mutu produksi yang dihasilkan jugaterbilang masih cukup rendah .Dalam menjalankan kebijakan ini pemerintah berusaha untuk memberikanpenyuluhan kepada petani kopi lokal mengenai industri pengolahan kopi. Denganmemberikan pengetahuan mengenai industri pengolahan kopi secara otomatis akanmeningkatkan kemampuan petani kopi dalam hal pengolahan kopi sehingga mampumenghasilkan produk yang berkualitas baik. Industri-industri kopi di Indonesia jugaberusaha dijalankan dengan cara semi padat karya dan bukan padat teknologi, olehkarena itu standar kemampuan managerial dan keterampilan SDM dapat dicapai.Pemerintah juga mendirikan koperasi-koperasi yang bertujuan untuk membantuproses pemasaran kopi dari petani kopi kecil ke eksportir kopi besar. Koperasi inijuga telah dilengkapi peralatan pengolahan yang cukup modern dan berskala besarmulai dari mesin Huller, Grader, Desimetri, dan lain-lain. Koperasi ini juga mempekerjakan karyawan musiman yang cukup banyak sehingga bisa ikutmenciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar dan petani kopi di daerahtersebut. Salah satu dari koperasi ini didirikan di Takengon, Aceh. Selanjutnya pemerintah berfokus pada peningkatan ekspor dan nilai tambah kopi. Hal ini dimaksudkan agar ekspor kopi Indonesia tidak lagi berupa bahan mentah ( green bean), tapi dalam bentuk hasil olahan dengan mutu yang dikehendaki konsumen,sehingga akan diperoleh nilai tambah di dalam negeri. Saat ini ekspor kopi diIndonesia didominasi oleh ekspor biji kopi mentah dari jenis arabika dan robusta,sementara produk kopi olahan Indonesia masih kurang diminati oleh pasar dunia.Termasuk di Amerika Serikat, jenis produk kopi yang diimpor dari Indonesiabiasanya berupa jenis biji kopi arabika dan robusta. Dengan adanya kebijakan ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan pangsa ekspor kopi olahan Indonesia.
2. Dengan penggunaan teknologi padat karya, pengembangan industrialisasi kopi di Indonesia diharapkan dapat membuka kerja sama antara petani kecil dan industri kopi besar sehingga mampu menyerap tenaga kerja yang berasal dari para petani kopi kecil. Pengembangan industri kopi dalam negeri yang berbasis semi padat karya ini juga diharapkan memberikan efek distribusi pendapatan yang lebih langsung dan lebih besar kepada para petani kopi. Untuk dapat memberikan hasil yang nyata dilakukan penumbuhan dan penguatan kelembagaan usaha tani. Untuk mendukung kebijakan ekspor ini telah dilakukan pelatihan dan pendampingan bagi petani agar petani dapat memanfaatkan peluang bisnis dan mengembangkan kemitraan usaha.Pemerintah juga telah mendirikan beberapa lembaga atau organisasi khusus yang menangani jalannya ekspor kopi di Indonesia yang menjadi tempat berkumpulnya para eksportir kopi dalam negeri. Lembaga atau [12]
organisasi tersebut adalah Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) dan Gabungan Eksportir Kopi Indonesia (GAEKI). Kedua organisasi ini menjadi tempat berkumpulnya para eksportir kopi lokal yang membantu para eksportir dan petani kopi dalam negeri untuk dapat meningkatkan hasil produksi kopi serta menjadi sarana untuk membantu memasarkan produk kopi Indonesia baik didalam maupun luar negeri dan memantau perkembangan ekspor kopi Indonesia di pasar luar negeri.Lembaga ini bertujuan untuk membantu membuka akses bagi para petani lokal dalam memasarkan hasil produksinya ke pasar luar negeri. Selain kebijakan tersebut diatas guna mengembangkan industri kopi nasional, pemerintah juga bergabung dengan organisasi internasional seperti menjadi anggota ICO (International Coffee Organization) dan anggota ASEAN National Focal Point Working Group (ANFPWG) on Coffee. 3. IOE berorientasi pada perdagangan bebas, sehingga selalu mengikuti standar dan peraturan yang berlaku di pasar dunia. Adanya kebijakan mengenai regulasi impor yang diterapkan oleh AS bagi ekspor kopi yang masuk ke negaranya berusaha diatasi pemerintah Indonesia dengan menerapkan ISCO ffee ( Indonesian Sustainable Coffee ). ISCO ffee adalah tindakan untuk melakukan sertifikasi terhadap produk-produk eksporkopi Indonesia agar mampu memenuhi standar yang diterapkan dalam aturan perdagangan Internasional, sehingga mampu menangani masalah kebijakan regulasi standar ekspor kopi yang diterapkan Amerika Serikat. Dalam ISCO ffee terdapat standarisasi Keamanan Pangan dan Labelling serta Pelestarian Lingkungan terhadap produk kopi Indonesia. Pemerintah juga berusaha untuk mendorong jumlah ekspor produk kopi olahan Indonesia dengan melakukan diversifikasi produk. Dengan diversifikasi ini industriindustri kopi di Indonesia diharapkan dapat melakukan inovasi terhadap produk kopi olahan sehingga dapat menjadi komoditas unggulan yang mempunyai daya saing tinggi di pasar internasional dan menghasilkan produk kopi olahan yang beragam agar dapat menarik minat konsumen kopi dunia dan juga meningkatkan jumlah ekspor produk kopi olahan. Pengembangan promosi Kopi Indonesia juga dilakukan pemerintah melalui keikutsertaan dalam pameran dagang Kopi internasional di Amerika Serikat. Promosi melalui pemasangan iklan pada berbagai macam media seperti televisi, majalah, dan internet di Amerika Serikat juga patut untuk dilakukan. Pemerintah juga melakukan kerjasama dengan asosiasi kopi internasional di AS yaitu Specialty Coffee Assosiation of America (SCAA), kemudian mengikuti pameran-pameran kopi yang diadakan oleh SCAA. Dengan mengikuti pameran kopi bertaraf international ini pemerintah berupaya untuk dapat memperkenalkan produk-produk kopi Indonesia ke pasar AS. 3.7 Alternatif solusi untuk permasalahan komoditas kopi di Indonesia Peningkatan produksi dan mutu hasil kopi nasional dpat dilakukan dengan perbaikan teknogi budidaya dan menggunakan klon yang sesuai di daerah pengembangannya. Peningkatan pendapatan petani kopi dapat diupayakan dengan memanfaatkan suberdaya lahan dengan mengintegrasikan antara tnaman kopi dan ternak, pemanfaatan limbah tanaman dan ternak serta erbaikan sistem usaha tani. Revitalisasi dan strategi untuk peningkatan produksi dan mutu hasil kopi nasional melalui
[13]
revitalisasi lahan, perbenihan dan perbibitan, infrastruktur dan sarana, sumberdaya manusia, pembiayaan petani, kelembagaan petani, teknologi dan industri hilir.
BAB III PENUTUP
4.1 Kesimpulan 4.2 Saran
[14]
Daftar Pustaka Rahardjo, Pudji. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta. Penebar Swadaya. Jakarta http://perkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/11/perkebunan_risalah_3.Rubiyo.pdf http://nuhfil.lecture.ub.ac.id/files/2012/12/jurnal-kopi-perhepi-nuhfi.pdf http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14109/1/09E02135.pdf http://download.portalgaruda.org/article.php?article=250627&val=6702&title=POTENSI%20DAN%2 0PERMASALAHAN%20PENGEMBANGAN%20PERKEBUNAN%20KELAPA%20SAWIT%20SKALA%20BESA R%20DI%20KALIMANTAN%20TIMUR [15]
[16]