BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Perubahan urutan denyut jantung dapat terjadi akibat pengaruh pada pembentukan rangsang atau at au penghantaran rangsangan. r angsangan. Jika frekuensi jantung melampau 100 denyut permenit, terjadi takhikardia, frekuensi jantung < 50 denyut permenit disebut adalah salah satu organ manusia yang berperan dalam sistem bradikardia. bradikardia. Jantung peredaran darah. Cara kerja jantung j antung pada saat berdenyut setia ruang jantung mengendur dan terisi darah disebut diastol. Selanjutnya jantung berkontraksi dan memompa darah keluar dari ruangan jantung disebut sistol. Kedua serambi mengendur dan berkontaksi secara bersamaan, dan kedua bilik juga mengendur dan berkontraksi secara bersamaan. Aritmia adalah denyut jantung yang tidak teratur atau suatu keadaan abnormalitas
dari kecepatan denyut jantung (rate), Irama (rhythm) atau konduksi conduction) yang dapat berakibat letal (sudden cardiac death) atau simptomatik (sinkope,near sinkope, pusing,berdebar). Ekstrasistol adalah rangsang yang timbul diluar ritmus jantung normal, yang menimbulkan kontraksi ekstra dan dengan demikian ritmus dasar normal berubah sementara atau antiaritmia merupakan suatu kondisi jantung yang berkontraksi dengan ritme yang tidak beraturan dapat lebih cepat (takiaritmia lebih dari 120 kali tiap menit) ataupun lebih lambat (bradiaritmia frekuensi denyut kurang dari 60 kali tiap menit). Gangguan pembentukan rangsang, yang mulai dari nodus sinus disebut nomotop , gangguan pembentukan rangsang yang mulai dari pusat sekunder atau tersier disebut ektop (h eter eter otop). Gangguan heterotof dapa terjadi dalam atrium (spraventrikuler) atau
dalam ventrikel (ventrikuler). Pada gangguan penghantaran rangsang yang terkena adalah daerah sekitar nodus sinus (sinu-aurikuler), batas atrium-ventrikel (atrioventrikuler). Gangguan pembentukan rangsang nomotop adalah takhikardia sinus, bradikardia sinus, aritmia sinus. Yang termasuk ganguan pembentukan rangsang heterotop adalah berbagai bentuk ekstrasistol, takhikardia supraventrikuler paroksismal, takhikardia ventrikel serta flater dan flimer atrium atau ventrikel.
Pada sinustakhikardia terjadi beban dan rangsangan tubuh. Terutama jantung yang tak terlatih akan bereaksi dengan takhikardia yang tidak ekonomis pada tuntutan yang meningkatkan. Farmakoterapi aritmia jantung didasarkankan pada pengetahuan tenteng mekanisme, manifestasi klinik dan perjalanan alamiah aritmia yang hendak diobati dan pengertian yang jernih tentang farmakologi dari obat yang hendak digunakan. Pengetahuan
farmakologi mencakup tentang pengaruh obat terhadap sifat-sifat
elektrofisiologik jaringan jantung yang normal dan abnormal, efeknya terhadap sifatsifat mekanik jantung dan pembuluh darah, interaksinya dengan sistem saraf otonom, dan efeknya terhadap organ lain terepi aritmia yang oftimal memerlukan pemahaman yang baik mengenai farmakokinetik obat aritmia dan pengaruh penyakit terhadap obat.Akhirnya diperlukan pengetahuan yang luas mengenai efek samping obat anti aritmia dan pemantauan interaksinya dengan obat lain selama pengobatan. Penyebab utama dari aritmia adalah gangguan dalam penjalaran stimulus kontarksi jantung yang melibatkan ion-ion tertentu yaitu Na +, K +, Cl- serta Ca2+. Obat antiaritmia memengaruhi aksi potensial dan konduksinya dengan beberapa cara. Secara klinis, hal ini direfleksasikan dalam denyut nadi dan tekanan darah yang sama baiknya, seperti pada EKG. Obat antiaritmia dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelas menurut efek elektrofisiologiknya, penggolongan ini tidak selalu dapat dipakai dalam klinik karena tiap obat dapat menunjukkan lebih dari 1 efek elektrofisiologik.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
PENGERTIAN ARITMIA
Aritmia adalah denyut jantung yang tidak teratur atau suatu keadaan abnormalitas
dari kecepatan denyut jantung (rate), Irama (rhythm) atau konduksi conduction) yang dapat berakibat letal (sudden cardiac death) atau simptomatik (sinkope,near sinkope, pusing,berdebar) . Antiaritmia adalah merupakan senyawa yang digunakan untuk menormalkan denyut jantung atau merupakan suatu kondisi jantung yang berkontraksi dengan ritme yang tidak beraturan dapat lebih cepat (takiaritmia lebih dari 120 kali tiap menit) ataupun lebih lambat ( bradiaritmia frekuensi denyut kurang dari 60 kali tiap menit) atau disebut dengan ekstrasistol. Diagnosisnya adalah : o
Apakah denyut nadi > 100 X permenit atau < 60 X permenit
o
Apakah komplek QRS lebar ( 120 ms atau 3 kotak kecil di EKG ) atau sempit (< 120 ms atau kurang dari 3 kotak kecil di EKG )
o
Apakah iramanya teratur atau tidak teratur Penyebab aritmia perioperative adalah Penyakit jantung, obat anestesi obat
jantung: digoxin, antiaritmia gangguan elektrolit, gangguan asam – basa / gas darah, suhu, pemasangankateter vena sentral, laringoskopi, proses intra kranial / ICP meningkat manipulasibedah, reflex : vagal, kelainan endokrin : Basedow, DM. Penyebab utama dari aritmia adalah gangguan dalam penjalaran stimulus kontarksi jantung yang melibatkan ion-ion tertentu yaitu Na +, K +, Cl- serta Ca2+.
2.2
ELEKTROFISIOLOGI ELEKTROFISIOLOGI JANTUNG 2.2.1 Potensi Istirahat
Antara permukaan luar dan permukaan dalam membran sel jantung, ada perbedaan muatan yang dinamakan potensial istirahat (Vm). Untuk kebanyakan sel jantung, besar potensial istirahat adalah -80 sampai -90 mV, relatif terhadap cairan ekstrasel. Potensial ini terjadi karena adanya perbedaan kadar ion, terutama Na + dan K + di permukaan luar dan dalam membran yang dihasilkan oleh tranport aktif ion. Nilai lazim untuk kadar ion di dalam sel (i) dan cairan ekstrasel (o) dalam milimol per liter air adalah [k]o = 4, [k]i =150, [Na]o = 140 dan [Na]i = 6 sampai 12. Persamaan Nernst dapat digunakan untuk menghitung besarnya tegangan (potensial) yang diperlukan untuk mempertahankan perbedaan kadar transmembran kation tertentu pada nilai yang konstan :
[ ] [ ]
Dimana Ex adalah Nilai tegangan, Xo dan Xi adalah kadar kation X di luar dan di dalam sel, R adalah Konstanta gas, T adalah suhu absolut dan F adalah Konstanta Faraday. 2.2.2 Potensial Aksi
Pada miokardium ditemukan beberapa jenis sel. Sel yang terpenting adalah sel jantung yang berfungsi bekerja dari atrium ke ventrikel dan sel – sel sel yang berfungsi dalam konduksi impuls yaitu sel pacu pada nodus SA dan AV serta serabut
purkinje yang berfungsi menghantarkan impuls listrik dengan cepat kseluruh jantung. Sel jantung yang berfungsi kontraksi dalam keadaan normal tidak mempunyai kemampuan automatilisis. Bila sel jantung dirangsang terjadi suatu rentetan peristiwa perubahan potensial, yang disebabkan oleh perubahan arus ion melewati membran (transmembran). Potensial aksi transmembran yang khas pada serabut purkinje diperlihatkan pada gambar 2. Suatu potensial aksi terbagi atas beberapa fase. Fase 0 = depolarisasi cepat upstroke), Fase 1 = repolarisasi
cepatg sampai
mencapai
potensial yang datar (plateau), Fase 2 = dataran potensial aksi, Fase 3 = repolarisasi cepat, dan Fase 4 = potensial diastolic. Pada otot atrium dan ventrikel yang biasa, Vm sewaktu diastol konstan; sel-sel nya beristirahat dan baru memberikan respons jika menerima rangsang luar. Sewaktu diastol, sel pacu menunjukkan peningkatan perlahan rasio permeabilitas Na+ terhadap K +. Arus yang ditimbulkan oleh ion Na + dan K + ini disebut arus pacu (pacemaker current) yang baru timbul bila Vm menjadi lebih negative dari pada 50 mV dan menimbulkan depolarisasi secara progresif sewaktu diastol. Aktivitas nodus SA lebih cepat daripada serabut Purkinje (ini penting sebagai pusat memulai kontraksi jantung yang sinkron), karena kinetika arus pacu pada nodus ini berlangsung lebih cepat.
Gambar 2. Diagram respons cepat dan respon lambat serabut purkinje mamalia.
a. Respons cepat : fase-fase respons cepat terdiri atas depolarisasi cepat (0), repolarisasi (1,2,3), dan depolarisasi diastolik lambat (4). b. Respons lambat : dimulai dan potensial transmembran yang lebih positif, yang memperlihatkan lambat, dan berlangsung lebih lama depolarisasi. Potensial aksi seperti ini menjalar sangat lambat dengan masa refrakter yang panjang.
Ciri lain dari sel pacu ini (nodus SA dan AV) adalah potensial aksinya memperlihatkan peningkatan fase 0 yang lambat. Sedangkan fase 1,2 dan 3 tidak dapat dipisahkan dengan jelas. Serabut automatic yang ada disinus dan system Hispurkinje mencapai nilai negatif potensial istirahat yang maksimal pada akhir fase 3 repolarisasi, yang kemudian diikuti oleh depolarisasi spontan: eksitasi terjadi bila Vm mencapai potensial ambang kritis (lihat gambar 3). Kecepatan perubahan kritis potensial pada sel automatic yang normal ditentukan oleh : 1. Nilai potensial diastolik maksimal 2. Kecepatan depolarisasi fase 4 dan 3. Nilai potensial ambang
Gambar 3. Diagram potensial aksi arus pacu (mis. Serabut Purkinje)
Pergerakan ion yang menjadi dasar bagi potensial aksi masih t erus diteliti pada sel jantung tunggal atau pada membran plasma yang diisolasi dengan menggunakan
teknik penjepitan tegangan (voltage clamp technique atau dapat juga dengan metode patch-clamp). Potensi aksi jantung dapat dibedakan atas kelompok, yaitu berespons lambat dan cepat. Depolarisasi pada respons cepat ditimbulkan oleh pemasukan ion Na + yang sangat banyak dan cepat ke dalam sel. Potensial aksi pada atrium, ventrikel dan serabut. Purkinje adalah contoh dari respons cepat. Respons lambat memperlihatkan peningkatan fase 0 yang lambat, menjalar sangat lambat dan mempunyai faktor keamanan kondusi yang rendah. Potensial aksi pada sinus dan nodus AV adalah contoh respons lambat yang terlihat pada kondisi normal. Arus utama depolarisasi untuk respons lambat dibawa oleh ion Ca ++ melalui kanal Ca ++ tipe L. 2.2.3 EKSITABILITAS DAN REFRACTORINESS
adalah Eksitabilitas
kekuatan
impuls
listrik
yang
diperlukan
untuk
merangsang jantung. Suatu sel jantung mempunyai eksitabilitas yang tinggi bila dapat distimulasi oleh impuls listrik yang rendah. Refractoriness adalah istilah pada massa refrakter efektif (ERP) yang berarti jarak waktu sekurang-kurangnya yang diperlukan antara dua respon jaringan agar dapat menimbulkan penjalaran rangsangan. Pada sel jantung yang berespons cepat, masa refrakter efektif hampir hampir sama dengan lama potensial aksi (APD). Pada sel jantung yang berespon lambat, refractoriness dapat melampaui repolarisasi penuh (ERP lebih panjang dari APD) karena arus masuk ion Ca 2+
kedalam sel putih secara lambat setelah inaktivasi.
Obat-obat antiaritmia memperpanjang ERP relatif terhadap APD diberbagai jenis sel jantung. 2.2.4 KESIGAPAN (RESPONSIVENESS ) DAN KONDUKSI
Istilah Kesigapan membran (membrane responsiveness) digunakan untuk menerangkan respon serabut jantung terhadap suatu rangsangan. Serabut jantung tidak mampu menumbuhkan respons yang normal sampai terjadi repolarisasi sempurna. Perubahan dalam kecepatan maksimal depolarisasi selama fase 0 (Vmax) merupakan petunjuk mengenai sistem konduksi Na + atau derajat pemulihan kembali kanal Na+ setelah inaktivasi. Pada serabut Pukinje kecepatan maksimal depolarisasi
(Vmax) dari suatu respons sangat tergantung pada potensial istirahat transmembran (Vm) pada saat awal eksitasi (lihat gambar 4)
Gambar 3. Kesigapan membran ( membrane ) membr ane r esponasivenes esponasiveness s
Kecepatan maksimal depolarisasi selama fase 0 (Vmax) disajikan sebagai fungsi potensial transmembran pada waktu aktivasi garis kontinyu memperlihatkan hubungannya pada keadaan normal,sedangkan garis terputus menunjukan efek kuinidin kadar sedang dan tinggi. Kuinidin menggeser hubungan ini pada aksis potensial sehingga respon yang lemah diperoleh pada setiap tingkat potensial transmembran. Kecepatan maksimal depolarisasi juga dikurangi oleh obat ini. Hubungan yang terbentuk huruf S antara Vmax dan Vm adalah khas bukan saja pada sel Purkinje tetapi juga pada otot atrium dan ventrikel. Ses – sel pada nodus sinotrial dan atrioventrikel tidak memperoleh kembali kesigapan penuh sampai repolarisasi selesai. Ada faktor pengaman yang cukup besar pada otot jantung (kecuali pada nodus SA dan AV) sehingga kecepatan konduksinya baru berubah secara bearti bila Vmax menjadi setengahnya atau kurang dari normal.
2.3 MEKANISME ARITMA Yang dimaksud dengan aritmia adalah kelainan dalam kecepatan, irama, tempat asal dari impuls, atau gangguan konduksi yang menyebabkan perubahan dalam urutan normal aktivitas atrium dan ventrikel. Secara klinis, artimia ventrikel dibagi atas yang benigna, yang dapat menjadi maligna (potensial maligna) dan maligna yang dapat menyebabkan kematian
mendadak. Aritmia tersebut dapat timbul Karena kelainan dalam pembentukan impuls, kondi si i mpul s, atau atau keduanya.
2.4 ARITMIA KARENA GANGGUAN PEMPENTUKAN IMPULS 1. Automatisitas Normal yang berubah 2. Pembentukan Impuls Abnormal a. Automatisitas Abnormal b. Early After – Depolarization (depolarisasi sekunder yang terjadi sebelum repolarisasi selesai) c. Delayed After – Depolarization (depolarisasi sekunder yang terjadi pada awal diastol d. Aktivitas Terpicu 3. Aritmia yang disebabkan kelainan konduksi impuls a. Respon cepat yang berubah b. Respon lambat dan konduksi konduksi sangat lambat c. Kemaknaan Reentry
2.5 KLASIFIKASI OBAT ARITMIA Obat antiaritmia dikelompokan menurut efek elektro fisiologi dan mekanisme kejanya. Akan tetapi haruslah diketahui bahwa obat-obat dalam satu kelas sesungguhnya berbeda; suatu obat mungkin efektif dan aman bagi pasien tertentu, tetapi yang lain belum tentu. Sebagian besar informasi yang digunakan untuk mengelompokan obat antiaritmia berasal dari hasil kajian pada hewan . misalnya, klasifikasi sangat mengandalkan atas observasi yang dilakukan pada atrium kelinci dan anjing atau serabut Purkinje anak sapi. Obat-obat yang berada dalam kelas 1 secara langsung mengubah arus kation pada membran, khususnya ion K + dan Na+. Akan tetapi ada manfaatnya untuk memilah lebih lanjut kelompok obat ini berdasakan kesanggupanya dalam menekan Vmax (dengan cara menyekat kanal cepat Na+) dan memperlambat repolarisasi membran, membran, kelas 2 meliputi obat-obat
yang
terutama
mempunyai
efek
tak
langsung
terhadap
parameter
elektrofisiologi, melalui kesanggupan dalam menghambat reseptor beta. Obat-obat yang ada dikelas 3 adalah yang belum jelas mekanisme kerjanya, tetapi mereka sama-sama mempunyai kemampuan untuk memperlambat repolisasi membran
(dan dengan demikian memperpanjang refraktoriness) sedangkan efeknya terhadap Vmax adalah sedkit. Akhirnya , obat yang ada dikelas 4 mempunyai efek depresi yang relatif selektif terhadap kanal Ca++, Khususnya Jenis L. Pada gangguan penghantar rangsangan, penghantaran atau penyebaran rangsangan depolarisasi di daerah atrium atau ventrikel dipengaruhi. Penghantaran rangsangan dapat diperlambat, atau dihambat total atau parsial. Untuk ini dibedakan, menurut berat ringannya penyakit, tiga jenis penghantaran rangsang : Tin gkat gkat I
= perlambat penghantaran rangsang
Tingkat Tingkat I I = kegagalan sewaktu – waktu penghantaran rangsangan dari atrium
ke ventrikel, yg dinamakan penerusan rangsang (blockade persial) penghentian penerusan rangsang sempurna (blockade (blockade total) Tingka Tingkat I I I = penghentian Obat yang digunakan untuk haruslah :
Meninggikan atau menurunkan denyut jantung
Menekan pembentukan rangsang ektopik dan atau
Meninggikan atau menurunkan laju penghantaran rangsang
2.6 Gejala dan Penyebab Aritmia gejala Aritmia Gejala – gejala
Gejala aritmia yang paling terlihat adalah jantung berdenyut terlalu cepat atau terlalu lambat.
Gejala ini bisa digambarkan sebagai perasaan berdebar-debar. Nyeri dada yang disertai sesak nafas dan pusing adalah beberapa gejala aritmia lainnya. Pada kasus tertentu, penderita bisa mengalami pingsan. Pada tachycardias dan bradycardias dapat terjadi kekurangan alliran darah ke
otak, arteri koroner dan bagian tubuh lainnya. Aliran darah yang kurang ke otak dapat menyebabkan pusing atau hilang kesadaran atau pingsan (syncope). Suplai darah yang kurang ke arteri koroner menyebabkan angina. Suplai darah yang tidak memadai ke tubuh bagian lainnya menyebabkan letih dan sesak napas
Penyebab Aritmia Pada beberapa pasien, aritmia disebabkan oleh penyakit otot jantung, klep jantung atau arteri koroner. Pada pasien yang lainnya aritmia dapat hanya merefleksikan penyakit dari sistim listrik jantung dimana sisa jantung lainnya sehat. Penyebab aritmia lainnya termasuk obat-obatan, alkohol yang berlebihan, kadar hormon tiroid yang berlebihan, tingkat oksigen darah yang rendah, stres dan merokok.
Saat serangan jantung, misalnya, suplai darah ke jantung akan terganggu. Kondisi ini akan merusak otot jantung sehingga menimbulkan aritmia.
Penyebab lainnya termasuk penyakit arteri koroner dan perubahan otot jantung (salah satu penyebab umum adalah kardiomiopati).
Bahkan masa penyembuhan setelah operasi jantung juga dapat memicu aritmi a jantung.
Diabetes, tekanan darah tinggi, terlalu banyak mengonsumsi alkohol, merokok, stres, dan sengatan listrik, menjadi penyebab aritmia lainnya.
Hipertiroidisme dapat menyebabkan aritmia jantung pada anak-anak.
2.7 PENCEGAHAN ARITMIA Setiap orang pasti memiliki resiko untuk terkena aritmia jantung. Namun, semua resiko tersebut dapat dihindari dengan melakukan gaya hidup sehat seperti mengatur pola makan yang sehat dengan mengonsumsi empat sehat lima sempurna, berolahraga secara teratur, berhenti merokok, mengurangi/ mengelola kadar stres, meminimalisir mengonsumsi obat stimulan yang dapat memacu detak jantung dan tentu saja mengurangi meminum alkohol dan kafein. Jika itu semua dilakukan, maka Anda tak perlu mahal-mahal mengeluarkan banyak uang untuk kesehatan sendiri karena sehat sudah ada dalam genggaman Anda. Syaratnya, Anda harus konsisten dalam menjaga pola makan dan gaya hidup sehat yang akhir-akhir ini sudah semakin dikampanyekan. Karena hanya diri kita sendiri yang tahu kondisi tubuh dan tahu juga bagaimana cara menjaga dan merawatnya supaya tidak terserang berbagai jenis penyakit, termasuk aritmia jantung ini.
2.8 MACAM – MACAM MACAM ARITMIA 1. Sin us Taki kardi Meningkatnya aktifitas nodus sinus, gambaran yang penting pada ECG adalah :laju gelo elombang ang leb lebih dar dari 100 100 X per per men menit, it, ira irama ter terat atu ur dan dan ada ada gelombang P tegak disandapan I, II dan aVF. 2. Sin us br Penurunan laju depolarisasi atrim. Gambaran yang terpenting Penurunan br adikardi pada ECG adalah laju kur kurang ang dari ari 60 perme ermen nit, iram iramaa ter teratu atur, gelo elombang ang P teg tegak disandapan I, II, dan aVF. 3. Komplek atr Impul listrik yang berasal di atrium tetapi di luar nodus sinus atriu ium m prematur prematur menyebabkan
kompleks
atrium prematur,
timbulnya sebelu
denyut
sinus berikutnya. Gambaran ECG menunjukan irama tidak teratur, terlihat gelombang P yang berbeda bentuknya dengan gelombang P berikutnya. 4. Takikardi Suatu episode takikardi atrium biasanya diawali oleh suatu Takikardi Atri um kompleks atrium prematur sehingga terjadi reentri pada tingkat nodus AV. 5. F luter luter atrium. atrium. Kelainan ini karena resentri pada tingkat atrium. Depolarisasi atrium cept dan teratur,dan gambarannya terlihat terbalik disandapan II, III dan atau aVF seperti gambaran gigi gergaji 6. F ibril asi . Fibrilasi atrium bisa tibul dari fokus ektopik ganda dan atau asi atrium daerah reentrimultipel.Aktifitas atrium sangat cepat.sindrom sinus sakit 7. Komplek jungs ju ngsional ional pre pr emature matur e 8. I rama ju ngsional ngsional 9. Takikardi ventri ventri kuler
2.9 PEMBAHASAN OBAT – OBATAN OBATAN 2.9.1
antiaritmia kelas I
Antiaritmia kelas I yang disamping sebagai antagonis natrium disebut antiaritmia penstabil membrane atau antifibrilansia. Persamaan adalah bahwa senyawa – senyawa ini dengan memblok saluran natrium akan mengurangi laju depolarisasi dan dengan demikian memperkecil laju penghantaran rangsang. Di samping itu senyawa ini juga menyebabkan kenaikan potensial generator yang
lebih lambat, menaikkan nilai ambang depolarisasi dan waktu refrakter total. Juga menurunkan kekuatan kontaksi jantung (kerja inotrope negative) Perbedaan antara senyawa yang satu dengan yang lainnya dalam kelompok adalah :
pengaruhnya pada lama potensial aksi serta waktu istirahat saluran natrium setelah depolarisasi dan
ketergantungan kerja masing – masing senyawa kepada besarnya potensial istirahat membrane
Atas dasar ilmiah antiaritmia kelas I masih dibagi lagi menjadi kelas IA, kelas IB, dan antiaritmia kelas IC.
2.9.2
Antiaritmia Kelas IA
Senyawa obatnya Kuinidin, Prokainamid dan Disporimid. Kerja antikolinergik yang tak sama kuat dari kuinidin, prokainamid dan disporimid akan mengantagonis sebagai kerja langsung pada jantung. Kuinidin
Bila diberikan dalam bentuk per oral dan hanya tersedia peroral, kuinidin sulfat diabsorpsi dengan cepat dan kadar puncak dalam plasma tercapai dalam waktu 60 – 90 menit, kenapa kuinidin glukonat lebih lambat karena kadar puncak dari plasma baru tercapai setelah 3 – 4 4 jam secara peroral. Walaupun kuinidin glukonat di berikan secara intamuskular akan menimbulkan rasa sakit dan dapat meningkatkan keratin plasma scra nyata. Dosis dan Cara Pemberian : dosis oral 200 – 300 300 mg di berikan 3 atau 4 x sehari untuk pasien dengan
kontraksi
atrium
dan
ventrikel
prematur
atau
untuk
terapi
pemeliharaan. Efek toksik kardiovaskuler : sinkop atau mati mendadak, brakardia, hypokalemia, hipotensi. Efek samping lain : menimbulkan cinchonism ringan (tinitus, tuli, penglihatan kabur, dan keluhan saluran cerna) Prokainamid (Prokainamid Hidroklorida)
Cara pemberian dan Dosis : Tersedia : Tersedia dalam bentuk tablet dan kapsul. Dosis (250 – 500 500 mg) dan tablet lepas lambat (250 – 1.000 1.000 mg), dosis untuk suntikan 100 atau 500 mg/ml untuk intamuskular dn intravena. Efek samping : peroral : peroral gejalanya saluran cerna ( anoreksia, mual, muntah, dan diare ) dan dapat juga terjadi dan lebih sering terjadi gejalanya SSP berupa pusing, psikosis,
halusinasi, dan depresi. gejala yang mentyerupai lupus eritematosus sistemik (SLE) .
Disopiramid
Sekitar 90% dosis oral disopiramid diabsorpsi dan sebagian kecil mengalami metabolisme lintas pertama dihati. Kadar puncak dalam plasma tercapai dalam 1-2 jam setelah pemberian peroral. Cara pemberian dan Dosis : tersedia dalam bentuk tablet 100 atau 500 mg basa. Dosis total adalah 400 – 800 800 mg yang pemberiaanya terbagi atas 4 dosis. Penyesuaian dosis perlu dilakukan pada gagal ginjal dan pada pasien ini kadar plasma, efek t erapi dan efek toksik perlu dimonitor dengan cermat. Efek samping : antikolinergik disopiramid berupa mulut kering, konstipasi, penglihatan kabur dan hambatan miksi. Efek ini lebih sering terjadi pada disopiramid di bandingkan dengan obat lain dalam kelas IA. Dapat menyebabkan mual, muntah, nyeri abdomen, atau diare. Interaksi Obat : obat yang menginduksi enzim hati, seperti fenobarbital atau fenotoin, dapat memperpendek lama kerja kuinidin dengan cara mempercepat eliminasinya.
2.9.3
Antiaritmia kelas IB
Obat antiaritmia kelas IB sedikit sekali mengubah depolarisasi fase 0 dan kecepatan konduksi diserabut punjuke bila nilai Vm normal. Akan terjadi efek penekanan obat kelas IB terhadap parameter ini sangat diperkuat bila membran terdepolarisasi atau bila frekuensi eksilasi dinaikkan. Lidokain walaupun lidokain diserap dengan bak setelah pemberian peroral,
obat ini mengalami metabolism yang ekstensif sewaktu melewati hati, dan hanya sepertiga yang dapat mencapai sirkulasi sistemik. Dosis dan cara pemberian : lidokain tersedia untuk pemberian intravena dalam larutan infus. Diberikan dosis 0,7 – 1,4 1,4 mg/kg BB secara intravena. Dosis yang diperlukan jumlahnya tak lebih dari 200 – 300 mg dalam 1 jam. Penggunaan terapi : lidokain hanya digunakan untuk pengobatan aritmia ventrikel, terutama di ruang perawatan intensif. Lidokain efektif terhadap aritmia ventrikel yang disebabkan oleh infark miokard akut, bedah jantung tebuka, dan digitalis. Efek
samping : efek utamanya terhadap SSP. Gejala seperti disosiasi, paresthesia (perioral), mengantuk dan agitasi, tidak jelas terlihat. Kadar yang tinggi menyebabkan pendengan berkurang, disoteriansi, kedutaan otot, kejang dan nafas henti. Tokainid Bentuk sediaan, Dosis dan Cara pemberian : tersedia sebagai tablet
400 mg dan 600 mg. dosis pral biasanya 400 – 600 600 mg tiap 8 jam, tak boleh melebihi 2.400 mg/hari dan harus diturunkan kurang dari 1.200 mg pada pasien dgn gangguan ginjal dan hati. Penggunaan terapi : obat ini diindikasikan untuk pengobatan aritmia ventrikel, pasien yang responsive terhadap lidokain akan responsive pula dengan dengan tokainid dan meksiletin. Efek samping : menyebabkan agranulositosis, depresi sumsum tulang, dan trombositopenia. Fenitoin bentuk sediaan, cara pemberian dan dosis dapat diberikan peroral
atau intravena secara intermiten. Suntikan intravena adalah 100 mg fenitoin yang diberikan tiap 5 menit sampai aritmia terkendali atau timbul efek samping. Penggunaan terapi : digunaka untuk pengobatan aritmia ventrikel dan atrium yang disebabkan oleh digitalis. Efek samping : gejala SSP yaitu mengantuk, nistagmus, vertigo, ataksia, dan mual. Meksiletin bentuk sediaan, cara pemberian dan dosis bentuk dosis bentuk kapsul 150, 200,
dan 250 mg. dosis per oral 200 – 300 300 mg (maksimal 400 mg ) yang diberika tiap 8 jam dengan makanan atau antacid. Penggunaan terapi penggunaan jangka lama dengan tokainid dan meksiletin menunjukkan hasil yang berbeda
– beda. beda. Keduanya kurang efektif dibandingkan prokainamid atau kuinidin. 2.9.4
Antiaritmia kelas IC Flekainid. Flekainid diabsorpsi hampir sempurna setelah pemberian peroral
dan kadar puncak dalam plasma muncul dalam waktu 3 jam, dimetabolisme oleh hati, sekitar 40% diekskresi dalam urin dalam bentuk tak berubah; metabolitnya tak berkhasiat antiaritmia . Enkainid. Enkaini diabsorpsi hampir sempurna setelah pemberian peroral,
tetapi bioavailibiitasnya turun menjadi 30% melalui metobalisme lintas pertama di hati. Efek samping Efek samping : : semua obat kelas 1C menimbulkan efek samping yang sama pada jantung. Efek proarithmia terjadi pada 8-15% pasien dengan arithmia fentrikel maligna, dan dianggap jarang terjadi pada pasien
arithmia fentrikel benigna. Semua obat di kelas 1C dapat menimbukan disfungsi sinus; gagal jantung juga diperberat, tetapi efek ini hanya terjadi dengan flekainid dan enkainid. Kontraindikasi / perhatian pada kelas I : Pasien yang menggunakan digoxin dan digitoxin karena dapat meningkatkan toksisitasnya.
Pada
pasien
berpenyakit
jantung
dapat
menyebabkan
berkurangnya darah hati, dan penurunan kecepatan metabolism lidokain dan meningkatkan kadarnya dalam plasma. Jangan digunakan bersama dengan simetidin.
2.9.5
Antiaritmia kelas II β-bloker
Karena kerja antidrenergik digunakan untuk terapi sinustakhardia, takhirkardia supraventrikuler paroksimal dan ekstrasistol ventrikuler, terutama kalau ini disebabkan oleh katekolamin. Di sini harus diperhatikan bahwa obat ini menrunkan penghantaran rangsangan AV dan menekan rangsangan yang berasal dari pacu jantung ventrikel.
2.9.6
Antiaritmia Kelas III Amiodaron tersedia sebagai tablet 200mg. Karena memerlukan waktu
beberapa bulan untuk mencapai efek penu, diperlukan dosis muat 600800mg/hari (selama 4 minggu), sebelum dosis pemeliharaan dimulai dengan 400-800mg/hari. Efek samping amiodaron sering terjadi dan meningkat secara nyata selama 1 tahun pengobatan; dapat mengenai berbagai organ, dan dapat membawa kematian. Sotalol masih dikembangkan formulasinya. Untuk pengbatan aritmia
ventrikel, dosisnya adalah 2 kali 80-320mg. Dosis awal adalah 2 kali 80mg/hari dan bila perlu dosis ditambahkan tiap 3-4 hari. Keberhasilan terapi dinilai dengan pencatatan EKG selama 24 jam atau dengan stimulasi ventrikel terprogram. Ibutilid
adalah
penghambat
kanal
kalium.
Disamping
itu
ibutilid
mengaktifkan aliran Na+ ke dalam sel. Kedua mekanisme kerja dofetilid ini akan
menghasilkan
perpanjangan
aksi
potensial.
Digunakan
untuk
mendapatkan irama sinus pada flutter dan fibrilasi atrium, dan diberikan
secara IV cepat ( 1mg dalam 10 menit). Mekanisme menit). Mekanisme kerja : menghambat : menghambat kanal kalium dan karenanya mengurangi arus kalium keluar selama repolarisasi sel jantung. Obat ini memperpanjang lama potensial aksi tanpa mengganggu depolarisasi fase 0 atau potensial membran istirahat. Selanjutnya, obat ini memperpanjang periode refrakter efektif. Semua obat kelas III mempunyai potensi menimbulkan aritmia. Efek samping : Hipotensi, gangguan paru paru, gangguan fungsi hati, microdeposit kornea, asimptomatik,fotosensivitas kulit, kulit berwarna biru, bertambah beratnya antmia, gangguan fungsi tiroid, gagal jantung. Kontraindikasi / perhatian : Interaksi dengan amiodaron dapat meningkatkan kadar dan efeknya. Gejala intreraksi dpat bertahan beberapa minggu setelah obat dihentikan. Dofetilid bekerja sebagai penghambat kanal kalium yang kuat. Karena
kerjanya yang spesifik, obat ini tidak punya efek farmakologik non-kardiak. Dofetilid efektif mempertahankan irama sinus pada pasien fibrilasi atrium. Bretilium tersedia dalam larutan 50mg/mL. Obat ini perlu diencerkan menjadi
10mg/mL, dan dosisnya adalah 5-10 mg/kgBB yang diberikan per infus selama 10-30 menit. Dosis berikutnya diberikan 1-2 jam kemudian bila aritmia belum teratasi atau setiap 6jam sekali untuk pemeliharaan. 2.9.7
Antiaritmia Kelas IV
Antiaritmia kelas IV mencakup antagonis kalsium dengan sita antiarimatik, terutama verapamil dan analognya yaitu galopramil. Senyawa menghambat masuknya kalsium pada seluruh kalsium, dengan demikian mengurangi laju depolarisasi, potensial aksi yang lebih lambat pada sinus dan nodus AV dan memperpanjang waktu penghantaran rangsang atrioventrikel.
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan Aritmia adalah denyut jantung yang tidak teratur atau suatu keadaan
abnormalitas dari kecepatan denyut jantung (rate), Irama (rhythm) atau konduksi conduction) yang dapat berakibat letal (sudden cardiac death) atau simptomatik (sinkope,near sinkope,
pusing,berdebar). Ek str asistol asistol adalah rangsang yang timbul
diluar ritmus jantung normal, yang menimbulkan kontraksi ekstra dan dengan demikian ritmus dasar normal berubah sementara atau antiaritmia merupakan suatu kondisi jantung yang berkontraksi dengan ritme yang tidak beraturan dapat lebih cepat (takiaritmia lebih dari 120 kali tiap menit) ataupun lebih lambat (bradiaritmia frekuensi denyut kurang dari 60 kali tiap menit). Gangguan pembentukan rangsang, yang mulai dari nodus sinus disebut nomotop , gangguan pembentukan rangsang yang mulai dari pusat sekunder atau tersier
disebut
ektop
(heterotop). Gangguan
heterotof
dapa
terjadi
dalam
atrium
(spraventrikuler) atau dalam ventrikel (ventrikuler). Pada gangguan penghantaran rangsang yang terkena adalah daerah sekitar nodus sinus (sinu-aurikuler), batas atriumventrikel (atrio-ventrikuler). Gangguan pembentukan rangsang nomotop adalah takhikardia sinus, bradikardia sinus, aritmia sinus. Yang termasuk ganguan pembentukan rangsang heterotop adalah berbagai bentuk ekstrasistol, takhikardia supraventrikuler paroksismal, takhikardia ventrikel serta flater dan flimer atrium atau ventrikel.
DAFTAR PUSTAKA
Buku farmakologi dan terapi edisi 5 departemen farmakologi dan terapeutik fakultas kedokteran universitan Indonesia 2007
Dinamika Obat farmakologi dan toksikologi edisi 5 ernst mutschler penerbit ITB
http://www.scribd.com/doc/1354 http://www.scribd.com/doc/135435086/macam-ar 35086/macam-aritmia itmia
http://www.deherba.com/meng http://www.deherba.com/mengenal-aritmia-jant enal-aritmia-jantung.html ung.html
http://www.totalkesehatana http://www.totalkesehatananda.com/aritm nda.com/aritmia3.html ia3.html
http://www.obatobatan.info/pe http://www.obatobatan.info/penyakit-jantungnyakit-jantung-aritmia-pe aritmia-penyebab-dan-ge nyebab-dan-gejalanya/ jalanya/