ASPEK SOSIAL BUDAYA YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI Karya tulis ini disusun guna memenuhi salah satu tugas kegiatan perkuliahan
Dosen Pengampu: Sarwono, S.KM.
Disusun oleh: Agung Imam Wijaya
(A01101546)
Dani Safdinan
(A01101547)
Esti Arisusanti
(A01101549)
Fitri Lestari
(A01101554)
Fitri Ragil Pamungkas
(A01101545)
Nuzula Syifaul Khujun
(A01101553)
Rima Dinar Riyanti
(A01101548)
Rosyid Alhaq
(A01101551)
Solikhatun
(A01101552)
Sri Mulyati
(A01101550)
Tri Lestari
(A01101544) Program Studi: DIII Keperawatan
STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG 2012
KATA PENGANTAR
Rasulullah SAW bersabda: “ Aku tidak ingin ada hari berlalu tanpa aku mempelajari sesuatu hal yang baru.”. Budaya adalah salah satu faktor terbentuknya suatu kepribadian. Tanpa kepribadian yang baik dunia akan kacau, tak akan ada jati diri, sains lumpuh dan pemikiran terhenti. Budaya adalah mesin perubahan dan pencetak kepribadian yang baik. Kalimat diatas adalah kalimat yang memiliki makna yang mendalam yang hendaknya menjadi inspirasi bagi bangsa ini untuk bersatu membangkitkan kembali Indonesia dari keterpurukan dan krisis multidimensional yang berkepanjangan khususnya di bidang kesehatan. Sudah saatnya Indonesia menumbuhkembangkan pendidikan kesehatan. Untuk itulah, mengawali proyek besar dalam meningkatkan kualitas pendidikan kesehatan di Indonesia, penulis melalui karya tulis ini membahas “Aspek Sosial Budaya Yang Mempengaruhi Status Gizi” sebagai bentuk usaha peningkatan kesehatan Indonesia. Puji syukur yang mendalam penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Selain itu, karya tulis ini juga terselesaikan karena bantuan banyak pihak, diantaranya: Bapak Sarwono, S.KM. selaku dosen pengampu kuliah “Sosiologi dan Transkultural” yang selalu memberikan arahan kepada penulis. Orang tua penulis yang selalu merestui, mendoakan serta memberi dukungan moral maupun finansial kepada penulis dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan tulisan ini. Tak ada gading yang tak retak, penulis menayadari bahwa kesempurnaan masih sangat jauh dari karya tulis ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan berupa kritik dan saran untuk perbaikan karya tulis ini dikemudian hari. Akhir kata, penulis berharap agar karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak.
Gombong, 19 April 2012
Penulis PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan dalam arti yang luas bermakna merubah dan memindahkan nilai-nilai proses, tetapi pada dasarnya semua itu berdasar pada proses pemindahan nilai pada suatu masyarakat kepada setiap individu yang ada didalamnya seperti pemindahan nilai-nilai budaya melalui pengajaran, latihan dan proses yang melibatkan seseorang meniru atau mengikuti apa yang diperintahkan oleh orang lain. Sehingga dalam sebuah ungkapan dikatakan bahwa pendidikan yang berhasil akan melahirkan suatu peradaban. Secara lebih luas fungsi pendidikan baik di masyarakat primitif atau masyarakat modern ialah memindahkan nilai-nilai budaya. Dalam sejarah peradaban manusia, setiap budaya mengandung unsur akhlaq, unsur keindahan dan unsur sains. Oleh karena itu, unsure budaya merupakan salah satu faktor dominan dalam pembentukan kebiasaan hidup sehari-hari bahkan tentang pembentukan watak dan atau kepribadian. Suatu hal yang tidak terlepas dalam wacana budaya di Indonesia adalah mengenai gotong royong. Ini merupakan salah satu budaya bangsa Indonesia yaitu adanya ikatan batin bahwasannya semua warga Negara Indonesia adalah saudara. Akan tetapi dewasa ini hal-hal tersebut sudah mulai memudar atau bahkan hilang. Kita lihat saja bagaimana kasus korupsi yang terjadi di Negara ini, dan juga mulai munculnya sifat individualistik yang bertolak belakang dengan budaya asli Indonesia. Hal ini dikarenakan serbuan budaya asing yang begitu mudahnya masuk dengan perantara kemajuan di bidang IPTEK dan lainlain. Oleh karenanya, bagaimanakah keadaan budaya Indonesia sekarang ini dengan sudut pandang pendidikan kesehatan mengenai nutrisi atau gizi? Hal ini menjadi akar di Indonesia karena tingginya tingkat kemiskinan di Negara ini.
B. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Penulisan ini memiliki tujuan untuk: 1. Mengulas aspek sosial budaya yang mempengaruhi status gizi di Indonesia. 2. Membandingkan seberapa jauh pengaruh aspek sosial budaya terhadap status gizi di Indonesia. 3. Memberikan solusi dan cara untuk memajukan pandidikan kesehatan dan status gizi di Indonesia. Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari penulisan ini adalah: 1.
Memberikan masukan pada pemerintah untuk segera mengkoreksi
program pendidikan kebudayaan saat ini terhadap pembentukan karakter dan kepribadian. 2.
Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya
sebuah pendidikan kebudayaan yang memiliki kolaborasi ilmu agama dan ilmu pengetahuan. 3.
Memberikan masukan kepada masyarakat atau pembaca untuk
menerapkan konsep-konsep pembentukan kepribadian yang baik sesuai budaya Indonesia.
PEMBAHASAN A. Pengertian Budaya Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk system agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karyaseni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaanperbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. (Human Communication: Konteks-konteks Komunikasi). Budaya ialah seluruh kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkannya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat (Koentjaraningrat). Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks,
abstrak,
dan
luas.
Banyak
aspek
budaya
turut
menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. (Deddy Mulyana
dan
Jalaluddin
Rakhmat.
Komunikasi
Antarbudaya:
Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. 2006. Bandung: Remaja Rosdakarya. hal. 25). Jadi, kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan seharihari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-
benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya
ditujukan
untuk
membantu
manusia
dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
B. Mata Rantai Antara Kebudayaan dan Kesehatan
Bila ditanya contoh hubungan antara kebudayaan dan kesehatan, banyak tenaga kesehatan akan menunjukkan bagaimana di dalam suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan cara pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat, tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tetapi juga membuat mereka mengerti mengenai proses terjadinya suatu penyakit. Ini harus dicamkan dan dipelajari baik-baik oleh setiap tenaga kesehatan, demi tercapainya tujuan dari pendidikan kesehatan. Di dalam masyarakat sederhana, kebiasaan hidup dan adat istiadat dibentuk untuk mempertahankan hidup diri sendiri, dan kelangsungan hidup suku mereka. Berbagai kebiasaan dikaitkan dengan kehamilan, kelahiran, pemberian makanan bayi, yang bertujuan supaya reproduksi berhasil, ibu dan bayi selamat. Dari sudut pandangan modern, tidak semua kebiasaan itu baik. Ada beberapa yang kenyataannya malah merugikan. Kebiasaan menyusukan bayi yang lama pada beberapa masyarakat, merupakan contoh baik kebiasaan yang bertujuan melindungi bayi. Tetapi bila air susu ibu sedikit, atau pada ibuibu lanjut usia, tradisi budaya ini dapat menimbulkan masalah tersendiri yaitu masalah mengalami kebutuhan nutrisi atau gizi. Dia berusaha menyusui bayinya, dan gagal. Bila mereka tidak mengetahui nutrisi atau gizi mana yang dibutuhkan bayi (biasanya demikian), bayi dapat mengalami malnutrisi dan mudah terserang infeksi. Menjadi sakit memang tidak diharapkan oleh semua orang apalagi penyakit-penyakit yang berat dan fatal. Masih banyak
masyarakat yang tidak mengerti bagaimana penyakit itu dapat menyerang seseorang. Ini dapat dilihat dari sikap mereka terhadap penyakit itu sendiri. Ada kebiasaan dimana setiap orang sakit diisolasi dan dibiarkan saja. Kebiasaan ini mungkin dapat mencegah penularan dari penyakit-penyakit infeksi seperti cacar atau TBC. Bentuk pengobatan yang diberikan biasanya hanya berdasarkan anggapan mereka sendiri tentang bagaimana penyakit itu timbul. Kalau mereka anggap penyakit itu disebabkan oleh hal-hal yang supernatural atau magis, maka digunakan pengobatan secara tradisional. Pengobatan modern dipilih bila mereka duga penyebabnya faktor alamiah. Ini dapat merupakan sumber konflik bagi tenaga kesehatan, bila ternyata pengobatan yang mereka pilih berlawanan dengan pemikiran secara medis. Di dalam masyarakat industri modern, iatrogenic disease merupakan problema. Budaya modern menuntut merawat penderita di rumah sakit, padahal rumah sakit itulah tempat ideal bagi penyebaran kuman-kuman yang telah resisten terhadap antibiotika. C. Pengertian Nutrisi (Gizi)
Nutrisi adalah substansi organik yang dibutuhkan organisme untuk fungsi normal dari sistem tubuh, pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan. Nutrisi didapatkan dari makanan dan cairan yang selanjutnya diasimilasi oleh tubuh. Dalam penanganan penyakit, penggunaan nutrisi sebagai pengobatan komplementer dapat membantu efektifitas dari pengobatan dan pada saat yang bersamaan mengatasi efek samping dari pengobatan. Karena itu, nutrisi / gizi sangat erat kaitannya dengan kesehatan yang optimal dan peningkatan kualitas hidup.
D. Faktor yang Mempengaruhi Gizi Buruk 1.
Konsumsi Makanan
Pengukuran konsumsi makanan
sangat penting
untuk
mengetahui
kenyataan apa yang dimakan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengukur status gizi dan ditemukan factor diet yang dapat menyebabkan malnutrisi. 2.
Pengaruh Budaya
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain sikap terhadap makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak dan produksi pangan. 3.
Sikap Terhadap Makanan
Dalam hal sikap terhadap makanan, masih banyak terdapat pantangan, tahayul, tabu dalam masyarakat yang menyebabkan konsumsi makananan menjadi rendah. 4.
Penyakit
Konsumsi makanan yang rendah juga bias disebabkan oleh penyakit, terutama penyakit infeksi pada saluran pencernaan. Namun tidak hanya infeksi pada saluran pencernaan saja. Biasanya kondisi sakit juga mempengaruhi nafsu makan. Dalam kondisi sakit seseorang cenderung merasa lemas dan nafsu makannya berkurang. 5.
Jarak Kelahiran Anak
Jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak yang terlalu banyak akan mempengaruhi asupan zat gizi anak dalam keluarga. 6.
Produksi Pangan
Konsumsi zat gizi yang rendah dalam keluarga juga dipengaruhi oleh produksi pangan. Rendahnya produksi pangan disebabkan karena para petani masih menggunakan teknologi yang bersifat tradisional. Data yang relevan untuk produksi pangan :
a)
Penyediaan makanan keluarga (produksi sendiri, membeli atau
barter). b)
Sistem pertanian (alat pertanian, irigasi, pembuangan air,
pupuk, pengontrolan serangga, penyuluhan pertanian). c)
Tanah (kepemilikan tanah, luas per keluarga kecocokan tanah,
tanah yang digunakan, jumlah tenaga kerja). d)
Peternakan dan perikanan (jumlah ternak seperti, kambing,
bebek) dan alat penangakap ikan. e) 7.
Keuangan (keuangan yang tersedia, fasilitas untuk kredit).
Sosial Ekonomi
Data Sosial
A.
Data sosial yang perlu dipertimbangkan adalah: 1.
Keadaan penduduk di masyarakat (jumlah, umur, distribusi
gender dan geografis). 2.
Keadaan keluarga (besarnya, hubungan dan jarak kelahiran).
3.
Pendidikan (tingkat pendidikan ibu bapak, keberadaan buku-
buku, usia anak sekolah). 4.
Perumahan (tipe, lantai, atap, dinding, listrik, ventilasi,
perabotan, jumlah kamar, dan lain-lain). 5.
Dapur (bangunan, lokasi, kompor, bahan baker, alat masak,
pembuangan sampah). 6.
Penyimpanan makanan (ukuran, isi, penutup serangga).
7.
Air (sumber, jarak dari rumah).
8.
Kakus (tipe yang ada, keberadaannya).
B.
Data Ekonomi
Data ekonomi meliputi: 1.
Pekerjaan (pekerjaan utama misalnya pertanian dan pekerjaan
tambahan misalnya pekerjaan musiman).
2.
Pendapatan keluarga (gaji, industri rumah tangga, pertanian
pangan / non pangan, utang). 3.
Kekayaan yang terlihat seperti tanah, ternak, perahu, mesin
jahit, kendaraan, radio, TV. 4.
Pengeluaran/ anggaran (pengeluaran untuk makan, menyewa,
pakaian, bahan bakar, listrik, pendidikan, transportasi, rekreasi, hadiah/ persembahan). 5. 8.
Harga pangan bergantung pada pasar dan variasi musim.
Pelayanan Kesehatan dan Pendidikan
Infornasi kesehatan dan pendididkan penting untuk meningkatkan pelayanan. Beberapa data tentang pelayanan kesehatan dan pendidikan antara lain: 1.
Rumah sakit dan pusat-pusat kesehatan (Puskesmas), jumlah
rumah sakit, tempat tidur, staf. 2.
Fasilitas dan pendidikan yang meliputi anak sekolah (jumlah,
pendidikan gizi/ kurikulum). Remaja meliputi organisasi yang ada di lingkungannya. Orang dewasa meliputi jumlah warga yang buta huruf. Media masa seperti radio, televisi, dll.
D. Masalah Pangan dan Gizi di Indonesia
Pengolahan bertujuan untuk: a.
Menghindarkan kerusakan atau pembusukan yang berlebihan;
b.
Menghasilkan produk yang tahan lama, terutama untuk pangan yang
akan disimpan atau diangkut dalam jarak jauh; c.
Menghasilkan produk yang sesuai untuk pengerjaan lebih lanjut; dan
d.
Menghasilkan produk yang memenuhi kualitas dan persyaratan yang
diminta pasar. Banyak
cara
yang
dapat
dilakukan
untuk
mengawetkan
atau
memperpanjang masa simpan suatu pangan, tergantung dari jenis pangan itu sendiri. Beberapa di antaranya, yaitu: a. Pengawetan dengan suhu tinggi; b. Pengawetan dengan suhu rendah; c. Pengeringan; d. Pengawetan dengan radiasi; dan e. Pengawetan dengan menggunakan bahan kimia.
E. Dampak dari Ketidakseimbangan Status Gizi
Kira-kira dampak apa yang akan terjadi apabila jumlah konsumsi makanan yang kurang dan asupan zat gizi yang tidak seimbang terus terjadi seperti pada temuan di atas? Berikut ini beberapa analisa risiko yang bisa terjadi:
1.
Menurunnya kemampuan belajar/ berfikir
Asupan zat gizi anak-anak sekolah masih sangat memprihatinkan. Padahal asupan gizi yang baik setiap harinya dibutuhkan supaya memiliki kemampuan intelektual yang baik sehingga menjadi generasi penerus bangsa yang unggul. Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kemampuan berfikir. Karena organ otak mencapai bentuk maksimal pada usia dua tahun. Apabila kekurangan gizi dapat berakibat terganggunya fungsi otak secara permanent. Oleh karena itu, Kemampuan anak belajar atau prestasi anak di sekolah menjadi menurun. Anak usia sekolah merupakan investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Sehingga kewajiban kita sebagai orang tua harus selalu memperhatikan kualitas dan kuantitas asupan gizi anak. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan anak-anak saat ini. 2.
Menurunnya pertumbuhan, kemampuan fisik dan ketahanan tubuh
rentan Pada umumnya banyak keluarga yang masih tidak peduli terhadap asupan kandungan gizi yang dikonsumsi oleh anak-anaknya. Mereka lebih banyak peduli bahwa “yang penting anak kenyang”, tanpa memperhatikan keseimbangan gizinya. Padahal akibat dari asupan gizi yang kurang diantaranya daya tahan tubuh terhadap tekanan atau stress menjadi menurun. Sistem imunitas dan antibodi berkurang, sehingga mudah terserang infeksi seperti pilek, batuk, dan diare. Pada anak-anak hal ini dapat bisa berbahaya dan bahkan bisa membawa kematian. Tumbuh kembangnya anak usia sekolah yang optimal juga tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik dan benar. Pada masa tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak-anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna sehingga dampak masalah gizi bagi anak sekolah dapat berupa gangguan pertumbuhan dan kesegaran jasmani yang rendah. Oleh karena itu, pertumbuhan dan perkembangan anak harus diperhatikan sedini mungkin,
agar terhindar dari ancaman berbagai penyakit yang bisa berujung pada kematian. Salah satu contoh yang bisa diambil adalah kasus-kasus di daerah endemik
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium
(GAKY),
akibatnya pertumbuhan penduduknya sangat terhambat seperti cebol atau kretinisme. 3.
Ancaman malnutrisi dan penyakit
Kurangnya asupan zat gizi yang seimbang dalam jangka panjang dapat menyebabkan ancaman malnutrisi bahkan dimulai pada saat kehamilan atau dalam kandungan ibu. Malnutrisi ini bisa menyebabkan kematian apabila tidak ditanggani sedini mungkin. Selain malnutrisi, ada ancaman penyakit lain yang disebabkan makanan atau jajanan anak sekolah. Jajanan yang mengadung zat kimia dan bersifat karsinogenik, seperti zat pengawet (formalin, borax), pewarna sintetik, perasa (MSG) dapat terakumulasi pada tubuh yang dalam jangka panjang menyebabkan penyakit kanker dan tumor. Apabila anak mengkonsumsi asupan gizi yang tidak seimbang, maka ancamannya berupa penyakit seperti anemia defisiensi zat besi, kekurangan vitamin A (KVA), bahkan gangguan akibat kekurangan yodium di suatu komunitas terutama daerah endemik. F. Langkah-langkah yang Harus Dilakukan Agar Masyarakat Mempunyai Gizi Seimbang
Penanggulangan kemiskinan membutuhkan upaya yang terus menerus karena kompleksnya permasalahan dan keterbatasan sumber daya. Karena itu harus melibatkan multi sektor dan lintas stakeholder terkait. Rendahnya kemampuan ekonomi sebuah rumah tangga sangat miskin (RTSM) membawa dampak pada buruknya kualitas nutrisi dan gizi, serta menyebabkan banyak anak-anak yang tidak dapat melanjutkan pelajarannya di bangku sekolah. Sebagian di antaranya harus bekerja keras membantu orang tuanya mencari nafkah untuk keluarga dan sebagian lagi. Pemerintah SBY-Boediono dalam program kerjanya mengatasi masalah gizi, meluncurkan beberapa paket kebijakan. Di antaranya meningkatkan
Sistem Kewaspadaan Gizi melalui Pemantauan Status Gizi. Dengan target, teridentifikasinya kasus gizi buruk pada balita dan tertanggulanginya kasus gizi buruk. Juga Program Revitalisasi Posyandu dan Gerakan Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi), yaitu suatu keluarga yang berperilaku gizi seimbang, mampu mengenali masalah gizi setiap anggota keluarga dan mengambil langkah mengatasi masalah gizi anggota keluarga. Hal ini dijadikan alat untuk menanggulangi masalah gizi guna mencapai Gizi Baik untuk Semua Tahun 2020. Memang, pemerintah sesuai amanat UUD 1945 berkewajiban untuk dapat menyejahterakan rakyatnya. Tetapi satu hal yang tidak boleh dilupakan, upaya menuntaskan masalah gizi harus dipahami, disadari dan dimulai dari diri kita sendiri. Bukankah Allah SWT dalam firman-Nya mengatakan: "Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu berusaha mengubah nasibnya sendiri.". Untuk itulah penting kiranya langkah sederhana dan mungkin dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, guna mendeteksi masalah gizi agar tidak sampai terjadi pada diri kita dengan cara: 1.
Biasakan menimbang berat badan minimal satu bulan sekali,
lebih baik lagi tiap minggu. Meski kelihatan sederhana, tetapi berat badan dapat menjadi suatu cara untuk mengetahui perubahan status gizi kita, terutama pada anak-anak. Kenaikan atau penurunan berat badan, harus dicari penyebabnya dengan mengevaluasi yang kita makan dan berapa banyaknya. Ketika kita makan banyak tetapi berat tidak naik atau makan sedikit berat malah naik, perlu diwasdapadai adanya gangguan penyakit tertentu. Hipertiroid, misalnya. Meski kita sudah makan banyak tetapi berat malah turun atau juga gejala kencing manis, makan banyak tetapi berat secara drastis merosot. Berat badan jika digabung dengan parameter lain, misalnya: tinggi badan, dapat digunakan untuk
mengetahui massa tubuh kita dengan menggunakan Rumus IMT yaitu berat badan (kg): tinggi badan (m) jika hasilnya 18,5 sampai 25, maka IMT kita tergolong normal. Tetapi jika nilainya lebih 25, berarti ada kelebihan gizi dan jika kurang 18,5 maka termasuk kurang. 2.
Melakukan evaluasi yang telah kita makan selama satu atau
tiga hari, tindakan ini dapat dilakukan dengan mencatat (food record), atau mengingat yang telah dimakan (food recall). Secara sederhana kita dapat mengevaluasi, apakah yang kita makan memenuhi gizi seimbang. Artinya, ada sumber zat tenaga, zat pembangun atau zat pengatur. Jika ingin lebih detil, dapat berkonsultasi untuk dianalisis zat gizinya. Hasil analisis dapat diketahui apakah cukup atau tidak konsumsi makanan kita. Bahkan dapat diketahui zat gizi apakah yang kelebihan dan yang kekurangan. Hasil analisis juga dapat dibuat semacam prediksi gangguan gizi, atau penyakit apa apa saja yang mungkin muncul di masa mendatang. 3.
Makan secukupnya, artinya yaitu makan ketika lapar dan
berhenti sebelum kenyang, makan dengan porsi kecil tapi sering lebih baik dibanding sekali makan dengan porsi banyak. Makan sekaligus banyak dalam satu waktu, selain dapat menjenuhkan siklus asam sitrat yaitu siklus yang menghasilkan ATP atau tenaga tubuh kita.
Jika terjadi kejenuhan maka makanan akan langsung ditimbun menjadi lemak. Selain itu, makan sekaligus dalam jumlah banyak akan mengakibatkan produksi radikal bebas yang banyak. Padahal kita tahu, radikal bebas adalah salah satu penyebab terjadinya kanker. Agar masalah gizi dapat dituntaskan, sudah saatnya tenaga gizi dan tenaga kesehatan lainnya seperti dokter, bidan, perawat serta seluruh pejabat pemerintah tidak malu-malu lagi membuat laporan adanya masalah gizi di suatu wilayah. Jangan sampai hanya karena mengejar laporan “Asal Atasan Senang”, dibuatlah laporan yang dimanipulasi seolah-olah tidak ada masalah.
Hingga suatu saat muncul kasus gizi buruk, seakan-akan kejadiannya mendadak. Sebenarnya kita tahu, masalah gizi memerlukan proses yang cukup panjang. Sebab, meski kekurangan gizi setiap hari, tubuh secara otomatis dapat beradaptasi dengan mengefisienkan penggunaan zat gizi dengan cara menurunkan basal metabolismenya. Pemerintah harus mencari jalan atau cara yang lebih jitu, untuk memecahkan berbagai masalah gizi yang muncul sesuai perkembangan IPTEK yang terbaru. Sebagai contoh, program mengatasi kekurangan zat besi pada ibu hamil dengan pemberian suplementasi zat besi. Program tersebut telah berjalan puluhan tahun, akan tetapi tetap tidak memeberikan hasil yang memuaskan. Sampai saat ini, prevalensi nasional masih di atas 40 %, padahal program SBY-Boediono (2009-2014) adalah “Mengurangi tingkat prevelansi gizi buruk balita menjadi di bawah 15% pada tahun 2014 dari keadaan terakhir sekitar 18%.”.
PENUTUP A. KESIMPULAN
Dari makalah di atas dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Apa yang di makan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengukur status gizi dan ditemukan factor diet yang dapat menyebabkan malnutrisi. 2. Konsumsi zat gizi yang rendah dalam keluarga juga dipengaruhi oleh produksi pangan. 3. Konsumsi makanan yang rendah juga bias disebabkan oleh penyakit, terutama penyakit infeksi pada saluran pencernaan. 4. Infornasi kesehatan dan pendididkan penting untuk meningkatkan pelayanan. 5. Rendahnya status gizi berdampak pada kualitas sumber daya manusia. 6. Banyak keluarga yang masih tidak peduli terhadap asupan kandungan gizi yang dikonsumsi oleh anak-anaknya. B. DAFTAR PUSTAKA
Aspek Sosial Budaya Yang Mempengaruhi Status Gizi. Diakses: 18 April 2012, pukul 11.21 WIB. http://hendyuuk.blogspot.com/2009/04/aspeksosial-budaya-yang-mempengaruhi.html Budaya. Diakses: 19 April 2012, pukul 18.59 WIB.
http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya Visi, Misi dan Program Kerja Pasangan SBY-Boediono 2009-2014. Diakses: 19 April 2012, pukul 17.14 WIB.
http://yasiralkaf.wordpress.com/2009/06/26/visi-misi-danprogram-kerja-pasangan-sby-boediono-2009-2014/