PENGAMATAN DAN CARA PENGELOLAAN LIMBAH B3 (BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN) PADA INDUSTRI PERIKANAN DI KECAMATAN MUNCAR BANYUWANGI Paper ini Ditujukan untuk untuk Memenuhi Tugas Tugas Mata Kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang diampuh oleh Ibu Dosen Sari Wiji Utami., Sp. MM.
Disusun oleh: Budiono 361541333018 Nanda Rizal S. 361541333019 361541333019
D IV TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL TERNAK POLITEKNIK NEGERI BANYUWANGI BANYUWANGI 2017
DAFTAR ISI DAFTAR ISI………………………………………………………………… BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang……………………………………………………….. 1.2. Perumusan Masalah …….....……………………………………….... 1.3. Tujuan................………….………………………………………...... 1.4. Luaran Yang Diharapkan...................................................................... BAB 2. MATERI DAN METODELOGI
ii
2.1. Materi…………………………......................................…………....... 2.2. Metodologi............………...……………….......................................... BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Dokumentasi ..…………….………..……….............................. 3.2. Hasil Pengamatan………….....…………………................................. 3.3. Pembahasan……….........................…………....…………………...... BAB 4. PENUTUP 4.1. Kesimpulan…...………………....………............................................ 4.2. Kritik dan Saran.................................................................................... DAFTAR PUSTAKA……… …………........……………............................. LAMPIRAN-LAMPIRAN ..............................................................................
3 3
1 2 2 2
4 4 4 15 15 16 17
ii
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Muncar adalah salah satu Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi. Muncar memiliki luas wilayah 8.510 Hektar, yang terletak di pantai timur wilayah Banyuwangi. Sejak penjajahan Belanda, wilayah ini sudah dimanfaatkan sebagai kawasan industri pengolahan ikan. Hal tersebut terus berkembang menjadi lebih besar hingga sekarang, dan memiliki orientasi untuk ekspor (Priambodo, Berkembangnya industri pengolahan ikan di Muncar telah mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar dengan memberikan lapangan pekerjaan. Bagi pemerintah Banyuwangi, Muncar sudah menjadi andalan dan ciri khas sebagai kota ikan. Di sisi lain, berkembangnya kawasan industri pengolahan ikan di Muncar menimbulkan kekhawatiran karena menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Dampak negatif tersebut yakn terjadinya pencemaran lingkungan di sekitar kawasan industri, seperti daerah pemukiman warga ataupun perairan Selat Bali yang termasuk wilayah administrasi pemeritntah Banyuwangi (Setiyono & Yudo, 2008b; Priambodo, 2011; Mustaruddin, 2012). Besarnya industri pengolahan ikan di Muncar belum diimbangi dengan pemahaman mengenai instalasi pengolahan air limbah (IPAL), sehingga limbah cair yang dihasilkan langsung dibuang ke saluran umum dan sungai yang bermuara di laut (Selat Bali). Selain itu juga masih belumbanyak tenaga ahli dalam bidang pengolahan limbah terutama limbah cair hasil industri pengolahan ikan. Pelaku usaha dan masyarakatpun masih belum banyak yang menyadari bahwa pengelolaan limbah merupakan investasi jangka panjang, sehingga penting untuk dilakukan. Hal tersebut diperparah dengan rendahnya tingkat kepatuhan pelaku usaha dan masyarakat terhadap hukum lingkungan, serta lemahnya sistem pengawasan dan penegakan hukum oleh pemerintah setempat (Setiyono & Yudo, 2008) Apabila kondisi tersebut tidak segera diberikan perhatian, kontrol, dan tindakan yang nyata, maka akan menyebabkan pencemaran lingkungan yang terjadi menjadi semakin parah. Akhir-akhir ini masyarakat mengeluhkan terjadinya pencemaran di lingkungan tinggal mereka, antara lain keindahan lingkungan berkurang, aliran sungai menjadi lambat, sumur warga menjadi berbau, dan anak-anak sering terserang oleh diare (Al Musafiri dkk., 2013). Beberapa usaha yang sudah menghabiskan miliyaran rupiah telah dilakukan, akan tetapi belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Permasalahan tersebut dapat bergolak dari masalah pencemaran lingkungan menuju permasalah sosial antara masyarakat sekitar dengan perusahaan pengolahan ikan. Bahkan dapat menjadi lebih parah apabila dana yang digunakan untuk mengatasi masalah pencemaran adalah dana dari pemerintah atau masyarakat (Setiyono & Yudo, 2008). Pemerintah Banyuwangi sendiri telah mencoba memberikan dana untuk menanggulangi limbah minyak ikan di Muncar. Akan tetapi, usaha tersebut 1
ditolak oleh masyarakat sekitar karena limbah minyak ikan sudah menjadi sumber penghasilan tambahan bagi masyarakat (Al Musafiri dkk., 2013). Limbah minyak ikan dikumpulkan oleh masyarkat dan kemudian dijual kepada perusahaan yang memiliki tujuan mengolah minyak ikan (Hikamah & Mubarok, 2012). 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi serta dampak B3 limbah cair industri perikanan di kecamatan muncar? 2. Bagaimana cara meminimalkan dampak terhadap limbah tersebut dengan pengolahan limbah cair tersebut 1.3. Tujuan Tujuan dari pembuatan paper ini adalah: 1. Untuk mengetahui dampak terhadap B3 limbah cair industri perikanan di kecamatan muncar 2. Untuk mengetahui cara mengatasi masalah pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh B3 limbah industri muncar. 1.4. Manfaat Manfaat dari pengamatan ini adalah untuk mengetahui limbah apa saja yang terdapat di daerah sekitar kita dan cara pengolahannya agar tidak menimbulkan dampak yang merugikan baik bagi manusia maupun lingkungan sekitar.
2
BAB 2. MATERI DAN METODELOGI 2.1. Materi Subjek dalam pada pengamatan ini adalah tempat pembuangan limbah cair perikanan pada industri perikanan di kota muncar yang berada pada beberapa titik dan menimbulkan bau menyengat. Materi yang digunakan dalam pengamatan adalah:
Kamera
Alat tulis
Masker
Sarung tangan
2.2. Metodelogi Pengamatan ini dilakukan pada hari senin 26 november 2017 di beberapa tempat industri perikanan dikota muncar dan merode yang digunakan adalah dengan mendatangi tempat pembuangan limbah cair industri perikanan kemudian mengamati kenampakan dari limbah tersebut dan mendokumentasikannya kemudian mencari referensi tentang keberadaan pembuangaan limbah tersebut. Dari hasil pengamatan limbah tersebut kemudian kita cari cara pengelolaan limbah tersebut. Bagaimana caranya supaya limbah yang dihasilkan oleh pabrik – pabrik pengolahan hasil perikanan muncar dapat dikelola dengan baik supaya tidak mencemari lingkungan.
3
BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Dokumentasi DOKUMENTASI PENGAMATAN
3.2. Hasil Pengamatan
Lingkungan sekitar insdustri berbau tidak sedap
Terdapat sisa limbah cair seperti oli
Limbah cair berbusa dialirkan ke selokan
Tong bekas pengolahan yang hitam dan berkarat
Tumpukan kantong plastik sisa industri ikan
3.3. Pembahasan a. Permasalahan Kawasan Muncar Permasalahan Kawasan Muncar Dengan adanya pertumbuhan pesat industri-industri pengolahan ikan di kota Muncar telah memberikan potensi dampak yang sangat signifikan terhadap pertumbuhan kota tersebut yang akhirnya membawa berbagai pengaruh, baik yang bersifat positif maupun negatif. Beberapa pengaruh yang muncul antara lain: • Peningkatan akan kebutuhan lahan baik peruntukan lahan untuk permukiman, kegiatan industri, perdagangan maupun kegiatan lainnya.
4
• Tidak terkendali dan tidak terarahnya pemanfaatan lahan sesuai RDTRK Muncar Tahun 1991/1992 – 2013/2015, terutama bangunan industri yang berada di luar peruntukan lahan industri dan berhimpitan dengan permukiman penduduk. • Perkem bangan pembangunan sarana dan rasarana perkotaan belum diimbangi dengan penyediaan utilitas perkotaan, antara lain : Dilihat dari fungsi sebagai pengendali banjir maupun sebagai tempat pembuangan limbah rumah tangga dan industri, sistem drainase yang ada belum terencana dg baik. Ditinjau dari segi peralatan, tenaga pengelola, TPS maupun TPA sistem pengelolaan sampah masih belum m memadai. • Industri pengolah ikan yang ada di Muncar sebagian besar belum dilengkapi dengan IPAL yang representatif karena keterbatasan lahan. • Munculnya aktivitas masyarakat yang memanfaatkan limbah industri pengolahan ikan yang dibuang di selokan untuk bahan membuat minyak ikan. b. Jenis dan Jumlah Kegiatan Usaha Sebaran Industri Pengolahan Ikan di Muncar Sebaran lokasi industri pengolahan ikan di Muncar ini meliputi 3 desa yaitu : Desa Tembokrejo, Kedungrejo dan Blambangan. Secara detail peta sebaran industri pengolahan ikan yang ada dapat dilihat pada Di kawasan Muncar tidak tersedia sarana pengelolaan limbah skala kawasan, sehingga semua limbah di buang menggunakan sarana drainase air hujan yang ada dan langsung ke sungai terdekat atau laut. Titik-titik pembuangan limbah ini juga tersebar dan tidak terkontrol, sehingga semakin menyulitkan dalam pemantauan kualitas lingkungan. c. Potensi Jumlah Limbah Yang Dihasilkan Berdasarkan sumbernya, air limbah yang dihasilkan di kawasan industri pengolahan ikan ini dikelompokkan atas 2 jenis, yaitu: 1. Air limbah domestik, yaitu air limbah yang berasal dari kamar mandi, toilet, kantin, wastavel dan tempat wudu. Sesuai dengan aktivitasnya, maka sumber air limbah domestik ini dihasilkan oleh semua industri yang ada. 2. Air limbah produksi, berasal dari aktivitas produksi seperti pencucian komponenkomponen peralatan dan lantai ruang produksi. Sesuai dengan jenis kegiatannya/ industrinya dan aktivitas yang ada di setiap perusahaan, maka air limbah ini dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok dengan karakteristik yang berlainan, yaitu air limbah industri tepung ikan, air limbah industri minyak ikan, air limbah industri cold storage, dan air limbah industri pengalengan ikan. Dalam proses produksi, air digunakan mulai dari pencucian/pembersihan bahan baku, pembersihan isi perut ikan, pemasakan, dan pembersihan lokasi pabrik. Karena sampai saat ini sistem monitoring/kontrol terhadap kebutuhan air di Muncar belum baik, maka untuk menghitung jumlah pemakaiannya dilakukan pendekatan-pendekatan sesuai dengan jenis kegiatan yang ada berdasarkan hasil survai dan diskusi dengan para pengusaha setempat. 5
Menurut Setiyono & Yudo (2008a) industri pengolahan ikan di Muncar dapat dikategorikan menjadi industri skala besar dan industri skala kecil, yang tersebar di Desa Tembokrejo, Kedungrejo, dan Blambangan. Industri pengolahan ikan skala besar terdiri dari 69 oleh perusahaan dan industri pengolahan ikan skala kecil terdiri dari 40 industri rumahan. Industri skala besar memiliki kapasitas produksi yang lebih besar dibandingkan dengan industri pengolahan ikan skala kecil. Dari kedua kategori, terdiri dari beberapa macam industri pengolahan ikan seperti industri pengalengan ikan, industri tepung ikan, industry cold storage, industri minyak ikan, industri pemindangan ikan, dan produk ikan lainnya. Industri cold storage, industri tepung ikan, dan industri pengalengan ikan merupakan tiga industri pengolahan ikan utama. Limbah yang dihasilkan oleh industri tepung ikan dan industri pengalengan ikan kebanyakan sudah melebihi standar baku mutu, seperti padatan tersuspensi, sulfida, BOD (Biological Oxygen Demand ), dan COD (Chemycal Oxygen Demand) (Tabel 1). Dari keduanya, industri tepung ikan menghasilkan limbah yang lebih berbahaya dari pada industri pengalengan ikan karena jauh melebihi standar baku mutu (Setiyono & Yudo, 2008). Potensi sumber limbah kegiatan industri pengolahan ikan di Muncar, sudah dimulai sejak proses pendaratan ikan, pengangkutan ikan, pencucian bahan baku, proses produksi, hingga sarana pengolahan limbah yang kurang berfungsi dengan baik. Limbah cair berdasarkan sumbernya dapat dibedakan menjadi limbah domestik dan limbah industri. Limbah domestik dihasilkan oleh kegiatan rumah tangga dan masyarakat lainnya, sedangkan limbah industri bersumber dari limbah industri pengolahan ikan dari berbagai prosesnya. Besarnya limbah cair yang dihasilkan berbanding lurus dengan jumlah air yang dibutuhkan. d. Dampak Dari Pembuangan Limbah Muncar Kegiatan industri di Muncar telah menimbulkan perubahan terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya yang tidak mungkin untuk dihindari. Perubahan yang terjadi dapat bersifat positif dan bersifat negatif. Perubahan positif, seperti terbukanya lapangan kerja baru, peningkatan kesejahteraan masyarakat, meningkatnya pendapatan daerah, berkembangnya wilayah kota dan lain-lain, harus dijaga dan ditingkatkan agar dapat memberikan manfaat yang sebesar besarnya. Sedangkan perubahan yang bersifat negatif, seperti adanya pencemaran terhadap lingkungan, meningkatnya kebutuhan lahan yang kurang terkendali dan lain-lain, harus dikendalikan agar tidak menimbulkan pencemaran. Sebagian besar limbah akhir yang dikeluarkan pabrik berwujud cair, tetapi masih ada yang berwujud padat. Limbah yang berwujud padat merupakan limbah yang lolos dari proses pemisahan dengan conveyer. Berdasarkan pengamatan, limbah padat tersebut yaitu sisik, kepala, ekor dan isi perut ikan. Bagianbagian ikan tersebut ikut hanyut keluar pabrik. Limbah yang dikeluarkan oleh pabrik A berwarna cokelat yang mengandung ampas berwarna putih serta terdapat minyak 6
pada bagian atas limbah tersebut. Bau yang ditimbulkan oleh limbah tersebut sangat menyengat dan amis. Limbah tersebut berwarna cokelat karena tercampur dengan darah ikan (ikan lemuru). Hampir semua limbah cair dari industri pengolahan ikan di Muncar dibuang ke sungai yang berada di sekitar kawasan industri, selebihnya dibuang di selokan. Berdasarkan hal tersebut tentunya dapat menyebabkan pencemaran badan perairan yaitu sungai dan selokan, sekaligus mengganggu kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar pabrik maupun yang tinggal di sekitar sungai. Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa sampel masyarakat yang diambil berjumlah 10 orang, dimana 7 orang wanita dan 3 orang pria, sampel tinggal di sekitar pabrik dan sungai. Beberapa kebutuhan yang esensial seperti air, kesehatan dan tempat tinggal menjadi masalah penting, dimana masyarakat secara umum mengandalkan air dari PDAM , karena air dari sungai tidak lagi jernih dikarenakan limbah minyak, minyak akan menghalangi penetrasi sinar matahari yang menjadi sumber energi biota perairan, sehingga tidak akan ada lagi biota dan organisme penyeimbang ekosistem yang mampu hidup di sungai tersebut (Sudarmadji, 2004). Berdasarkan pembahasan dari berbagai sumber di internet dampak lainnya adalah menurunnya kualitas aire sumur Kualitas air sumur dipengaruhi adanya zat pencemar yang dibuang oleh limbah industri pengolahan ikan yang menyebabkan ekosistem sungai menjadi tercemar. Pencemaran tersebut disebabkan oleh limbah hasil industri pengolahan ikan yang membuat kondisi daerah sekitar menjadi sangat berbau dan kotor sehingga merusak estetika lingkungan sekitar. Pencemaran dapat diartikan sebagai penambahan atau memasukkan zat kelingkungan dalam jumlah tertentu, yang dapat menyebabkan terjadinya kemunduran kualitas air sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia, terganggunya ekosistem dan rusaknya sumberdaya (Martopo, 1992) E. Pengolahan limbah cair di daerah muncar Berdasarkan diskusi kelompok kami dengan warga sekitar limbah biasanya akan dioalah oleh pihak pabrik namun beberapa warga juga ikut mengolah limbah tersebut yang masih dapat dimanfaatkan seperti limbah minyak ikan Secara umum masyarakat tersebut tidak berinisiatif untuk memanfaatkan limbah menjadi sesuatu yang menguntungkan, hanya sebagian kecil masyarakat tersebut yang mengolah limbah menjadi minyak ikan. Bagi masyarakat yang hanya bisa pasrah terhadap limbah buangan pabrik, limbah tersebut sangat merugikan masyarakat, tetapi bagi masyarakat pengais minyak ikan, limbah menjadi sangat menguntungkan karena dapat menghasilkan uang. Peralatan yang digunakan oleh para pengais minyak ikan dalam mengolah limbah yaitu Drum (100 L), Serok, Jerigen (20 L), Blek (12 L), Timba dan Kayu. Proses pengolahan limbah terdiri dari (1) Penyaringan Minyak, (2) Penggodokan, (3) Penyaringan minyak ikan. Kehidupan para pengais minyak ikan sangat bergantung dengan 7
adanya limbah dari pabrik, oleh karena itu, jika pabrik tidak melakukan produksi maka limbah yang keluar tidak ada dan para pengais minyak ikan tidak mendapat uang. Dalam mengolah minyak ikan para pengais minyak ikan melakukannya secara perorangan atau kelompok, ada yang berkelompok 1-2 orang. Masyarakat pengais minyak ikan menjual minyak ikan dengan harga yang berbeda-beda, hal ini tergantung pada bagus tidaknya minyak ikan yang dihasilkan dari proses pembakaran minyak mentah. Minyak ikan proses yang kurang bagus dijual dengan harga murah sedangkan yang bagus dijual dengan harga yang mahal. elain membuat minyak ikan, beberapa pengais minyak mengumpulkan limbah padat pabrik seperti sisik, kepala, ekor dan isi perut ikan untuk diolah kembali menjadi tepung ikan. Hal ini relatif menguntungkan (lihat Tabel 3). Menurut masyarakat pengais minyak ikan, minyak ikan digunakan sebagai bahan campuran cat. Indikasi adanya pencemaran badan perairan di kawasan pabrik pengolahan ikan Muncar yaitu: 1) Perubahan warna dan bau, dimana terdapat bau amis yang sangat menyengat dari limbah yang dikeluarkan atau dibuang ke sungai dan selokan, 2) Timbulnya endapan dan koloid yang disebut Blendet yaitu ampas atau sari minyak ikan yang tidak dapat diolah lagi yang umumnya berwarna hitam pekat. Limbah pabrik pengolahan ikan Muncar umumnya berbentuk cair,oleh karena itu dapat dilakukan cara penanggulangan pencemaran limbah tersebut seperti: 1) Pembuatan ruang rembesan, 2) Penjernihan diri sendiri (Self Purification) yang meliputi Degradation, Decomposition, Recovery dan Cleaner Water. 3) Pendirian pabrik pengolahan minyak ikan. F. Pengolahan Limbah B3 yang baik dan benar Pengolahan limbah B3 harus memenuhi persyaratan: • Lokasi pengolahan Pengolahan B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah atau di luar lokasi penghasil limbah. Syarat lokasi pengolahan di dalam area penghasil harus: 1. daerah bebas banjir; 2. jarak dengan fasilitas umum minimum 50 meter; Syarat lokasi pengolahan di luar area penghasil harus: 1. daerah bebas banjir; 2. jarak dengan jalan utama/tol minimum 150 m atau 50 m untuk jalan lainnya; 3. jarak dengan daerah beraktivitas penduduk dan aktivitas umum minimum 300 m; 4. jarak dengan wilayah perairan dan sumur penduduk minimum 300 m; 5. dan jarak dengan wilayah terlindungi (spt: cagar alam,hutan lindung) minimum 300 m. 8
• Fasilitas pengolahan Fasilitas pengolahan harus menerapkan sistem operasi, meliputi: 1. sistem kemanan fasilitas; 2. sistem pencegahan terhadap kebakaran; 3. sistem pencegahan terhadap kebakaran; 4. sistem penanggulangan keadaan darurat; 5. sistem pengujian peralatan; 6. dan pelatihan karyawan.
Keseluruhan sistem tersebut harus terintegrasi dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pengolahan limbah B3 mengingat jenis limbah yang ditangani adalah limbah yang dalam volume kecil pun berdampak besar terhadap lingkungan. • Penanganan limbah B3 sebelum diolah Setiap limbah B3 harus diidentifikasi dan dilakukan uji analisis kandungan guna menetapkan prosedur yang tepat dalam pengolahan limbah tersebut. Setelah uji analisis kandungan dilaksanakan, barulah dapat ditentukan metode yang tepat guna pengolahan limbah tersebut sesuai dengan karakteristik dan kandungan limbah. • Pengolahan limbah B3 1. Jenis perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari karakteristik dan kandungan limbah. Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan dapat dilakukan dengan proses sbb: 2. proses secara kimia, meliputi: redoks, elektrolisa, netralisasi, pengendapan, stabilisasi, adsorpsi, penukaran ion dan pirolisa. 3. proses secara fisika, meliputi: pembersihan gas, pemisahan cairan dan penyisihan komponen-komponen spesifik dengan metode kristalisasi, dialisa, osmosis balik, dll. 4. proses stabilisas/solidifikasi, dengan tujuan untuk mengurangi potensi racun dan kandungan limbah B3 dengan cara membatasi daya larut, penyebaran, dan daya racun sebelum limbah dibuang ke tempat penimbunan akhir 5. proses insinerasi, dengan cara melakukan pembakaran materi limbah menggunakan alat khusus insinerator dengan efisiensi pembakaran harus mencapai 99,99% atau lebih. Artinya, jika suatu materi limbah B3 ingin dibakar (insinerasi) dengan berat 100 kg, maka abu sisa pembakaran tidak boleh melebihi 0,01 kg atau 10 gr Tidak keseluruhan proses harus dilakukan terhadap satu jenis limbah B3, tetapi proses dipilih berdasarkan cara terbaik melakukan pengolahan sesuai dengan jenis dan materi limbah. 9
• Hasil pengolahan limbah B3 Memiliki tempat khusus pembuangan akhir limbah B3 yang telah diolah dan dilakukan pemantauan di area tempat pembuangan akhir tersebut dengan jangka waktu 30 tahun setelah tempat pembuangan akhir habis masa pakainya atau ditutup. Perlu diketahui bahwa keseluruhan proses pengelolaan, termasuk penghasil limbah B3, harus melaporkan aktivitasnya ke KLH dengan periode triwulan (setiap 3 bulan sekali).
B. Teknologi Pengolahan Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling populer di antaranya ialah chemical conditioning, solidification/Stabilization, dan incineration. 1. Chemical Conditioning Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning. Tujuan utama dari chemical conditioning ialah:
menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam lumpur
mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur
mendestruksi organisme patogen
memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioning yang masih memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses digestion mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman dan dapat diterima lingkungan
Chemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut: a. Concentration thickening Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan diolah dengan cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang umumnya digunakan pada tahapan ini ialah gravity thickener dan solid bowl centrifuge. Tahapan ini pada dasarnya merupakan tahapan awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya pada tahapan de-watering selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler gravity thickener dan centrifuge, beberapa unit pengolahan limbah menggunakan proses flotation pada tahapan awal ini.
b. Treatment, stabilization, and conditioning Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan menghancurkan patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui proses pengkondisian secara kimia, fisika, dan biologi. Pengkondisian secara kimia berlangsung dengan adanya proses pembentukan ikatan bahan-bahan kimia dengan partikel koloid. Pengkondisian secara fisika berlangsung dengan jalan memisahkan bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara pencucian dan destruksi. 10
Pengkondisian secara biologi berlangsung dengan adanya proses destruksi dengan bantuan enzim dan reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlibat pada tahapan ini ialah lagooning, anaerobic digestion, aerobic digestion, heat treatment, polyelectrolite flocculation, chemical conditioning, dan elutriation. c. De-watering and drying De-watering and drying bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan air dan sekaligus mengurangi volume lumpur. Proses yang terlibat pada tahapan ini umumnya ialah pengeringan dan filtrasi. Alat yang biasa digunakan adalah drying bed, filter press, centrifuge, vacuum filter, dan belt press . d. Disposal Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa proses yang terjadi sebelum limbah B3 dibuang ialah pyrolysis, wet air oxidation, dan composting. Tempat pembuangan akhir limbah B3 umumnya ialah sanitary landfill, crop land, atau injection well. 2.
Solidification/Stabilization Di samping chemical conditiong, teknologi solidification/stabilization juga dapat diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat didefinisikan sebagai proses pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama. Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu: a. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah dibungkus dalam matriks struktur yang besar b. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik c. Precipitation d. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi. e. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke bahan padat f. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali. Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2), dan bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah metoda in-drum mixing, in-situ mixing, dan plant 11
mixing. Peraturan mengenai solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL berdasarkan Kep-03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep04/BAPEDAL/09/1995. 3.
Incineration Teknologi pembakaran (incineration) adalah alternatif yang menarik dalam teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu, insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil. Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating value) limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single chamber, multiple chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit. Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan.
Proses Pembakaran (Inceneration) Limbah B3 Limbah B3 kebanyakan terdiri dari karbon, hydrogen dan oksigen. Dapat juga mengandung halogen, sulfur, nitrogen dan logam berat. Hadirnya elemen lain dalam jumlah kecil tidak mengganggu proses oksidasi limbah B3. Struktur molekul umumnya menentukan bahaya dari suatu zat organic terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Bila molekul limbah dapat dihancurkan dan diubah menjadi karbon dioksida (CO2), air dan senyawa anorganik, tingkat senyawa organik akan berkurang. Untuk penghancuran dengan panas merupakan salah satu teknik untuk mengolah limbah B3. Inceneration adalah alat untuk menghancurkan limbah berupa pembakaran dengan kondisi terkendali. Limbah dapat terurai dari senyawa organik menjadi senyawa sederhana seperti CO2 dan H2O. Incenerator efektif terutama untuk buangan organik dalam bentuk padat, cair, gas, lumpur cair dan lumpur padat. Proses ini tidak biasa digunakan limbah organik seperti lumpur logam berat (heavy metal sludge) dan asam anorganik. Zat karsinogenik patogenik dapat dihilangkan dengan sempurna bila insenerator dioperasikan.Incenerator memiliki kelebihan, yaitu dapat menghancurkan berbagai senyawa organik dengan sempurna, tetapi terdapat kelemahan yaitu operator harus yang sudah terlatih. Selain itu biaya investasi lebih tinggi 12
dibandingkan dengan metode lain dan potensi emisi ke atmosfir lebih besar bila perencanaan tidak sesuai dengan kebutuhan operasional. Pembuangan Limbah B3 (Disposal) Sebagian dari limbah B3 yang telah diolah atau tidak dapat diolah dengan teknologi yang tersedia harus berakhir pada pembuangan (disposal). Tempat pembuangan akhir yang banyak digunakan untuk limbah B3 ialah landfill (lahan urug) dan disposal well (sumur pembuangan). Di Indonesia, peraturan secara rinci mengenai pembangunan lahan urug telah diatur oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) melalui Kep-04/BAPEDAL/09/1995. Landfill untuk penimbunan limbah B3 diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu: 1. secured landfill double liner 2. secured landfill single liner 3. landfill clay liner Dimulai dari bawah, bagian dasar secured landfill terdiri atas tanah setempat, lapisan dasar, sistem deteksi kebocoran, lapisan tanah penghalang, sistem pengumpulan dan pemindahan lindi (leachate), dan lapisan pelindung. Untuk kasus tertentu, di atas dan/atau di bawah sistem pengumpulan dan pemindahan lindi harus dilapisi geomembran. Sedangkan bagian penutup terdiri dari tanah penutup, tanah tudung penghalang, tudung geomembran, pelapis tudung drainase, dan pelapis tanah untuk tumbuhan dan vegetasi penutup. Secured landfill harus dilapisi sistem pemantauan kualitas air tanah dan air pemukiman di sekitar lokasi agar mengetahui apakah secured landfill bocor atau tidak. Selain itu, lokasi secured landfill tidak boleh dimanfaatkan agar tidak beresiko bagi manusia dan habitat di sekitarnya. Deep Injection Well. Pembuangan limbah B3 melalui metode ini masih mejadi kontroversi dan masih diperlukan pengkajian yang komprehensif terhadap efek yang mungkin ditimbulkan. Data menunjukkan bahwa pembuatan sumur injeksi di Amerika Serikat paling banyak dilakukan pada tahun 1965-1974 dan hampir tidak ada sumur baru yang dibangun setelah tahun 1980. Sumur injeksi atau sumur dalam (deep well injection) digunakan di Amerika Serikat sebagai salah satu tempat pembuangan limbah B3 cair (liquid hazardous wastes). Pembuangan limbah ke sumur dalam merupakan suatu usaha membuang limbah B3 ke dalam formasi geologi yang berada jauh di bawah permukaan bumi yang memiliki kemampuan mengikat limbah, sama halnya formasi tersebut memiliki kemampuan menyimpan cadangan minyak dan gas bumi. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pemilihan tempat ialah strktur dan kestabilan geologi serta hidrogeologi wilayah setempat. Limbah B3 diinjeksikan se dalam suatu formasi berpori yang berada jauh di bawah lapisan yang mengandung air tanah. Di antara lapisan tersebut harus terdapat lapisan impermeable seperti shale atau tanah liat yang cukup tebal
13
sehingga cairan limbah tidak dapat bermigrasi. Kedalaman sumur ini sekitar 0,5 hingga 2 mil dari permukaan tanah. Tidak semua jenis limbah B3 dapat dibuang dalam sumur injeksi karena beberapa jenis limbah dapat mengakibatkan gangguan dan kerusakan pada sumur dan formasi penerima limbah. Hal tersebut dapat dihindari dengan tidak memasukkan limbah yang dapat mengalami presipitasi, memiliki partikel padatan, dapat membentuk emulsi, bersifat asam kuat atau basa kuat, bersifat aktif secara kimia, dan memiliki densitas dan viskositas yang lebih rendah daripada cairan alami dalam formasi geologi. Hingga saat ini di Indonesia belum ada ketentuan mengenai pembuangan limbah B3 ke sumur dalam (deep injection well). Ketentuan yang ada mengenai hal ini ditetapkan oleh Amerika Serikat dan dalam ketentuan itu disebutkah bahwa.
14
BAB 4. PENUTUP 4.1. Kesimpulan
Dari pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan:
limbah B3 tidak baik keberadaanya karena dapat mengganggu lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar. Di kecamatan muncar masih banyak limbah industri perikanan yang dapat menyebabkan dampak bagi lingkungan sekitar. Dampak yang dapat dirasakan saat berada pada kawasan industri muncar adalah bau yang sangat menyengat Pada umumnya pengolahan limbah oleh warga hanya pada pengolahan minyak ikan Kegiatan industri di Muncar telah menimbulkan perubahan terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya yang tidak mungkin untuk dihindari. Perubahan yang terjadi dapat bersifat positif dan bersifat negatif.
4.2.Kritik dan Saran
Kegiatan tersebut merupakan hal yang positif karena menambah edukasi tentang masalah limbah B3 pada industri perikanan, namun pada saat melakukan pengamatan sebaiknya mahasiswa disertai dengan alat pelindung diri agar terhindar dari bahaya limbah tersebut.
15
DAFTAR PUSTAKA
Al Musafiri, M. R., D. Hari U, & D. Taryana. 2013. Pengaruh pencemaran limbah cair industri pengolahan ikan terhadap kualitas air tanah di Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi. Jurnal Pendidikan Geografi Universitas Negeri Malang 2(2): 1 -15. Hikamah, S. R. & H. Mubarok. 2012. Studi deskriptif pengaruh limbah industri perikanan Muncar, Banyuwangi terhadap lingkungan sekitar. Bioshell 1 (1): 1-12. Mustaruddin. 2012. Pengembangan perikanan tangkap yang bersinergi dengan aspek lingkungan dan sosial ekonomi: studi kasus di perairan Kabupaten Banyuwangi. Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan 1(1): 17 – 29. Priambodo, G. 2011. Technical and social impacts of wastewater from fish processing industry in Kota Muncar of Indonesia. Journal of Applied Technology in Environmental Sanitation 1(1): 1-7. Rahmawati, D. 2011. Pengaruh kegiatan industri terhadap kualitas air Sungai Diwak di Bergas Kabupaten Semarang dan upaya pengendalian pencemaran air sungai Tesis. Program Magister Ilmu Lingkungan. Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro. Semarang. Setiyono & S. Yudo. 2008a. Dampak pencemaran dari limbah cair industri pengolahan ikan di Muncar. Jurnal Air Indonesia 4(2): 69 80. Setiyono & S. Yudo. 2008b. Potensi pencemaran dari limbah cair industri pengolahan ikan di Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi. Jurnal Air Indonesia
16
LAMPIRAN-LAMPIRAN
17