Annoying Boy Jam setengah tujuh pagi, Langit sudah memacu motor nya di jalanan. Ia hanya sempat pulang untuk menukar bajunya dan mengambil ransel yang hanya berisi buku-buku gambar dan sekotak rokok, jangan harap di dalam ransel itu akan ada buku yang berbaur pelajaran. Setelah semalaman party di rumah salah satu teman nya, dan sekarang ia masih hangover. Kepala masih terasa berdenyut, dan ya. Langit sudah memutuskan langsung ke kampus daripada dirinya berlama-lama di rumah dan kembali diinterogasi oleh ayahnya. Hal yang paling jarang di lakukanya yaitu masuk ke kelas. Tapi, mungkin hari ini pengecualian. dirinya berjalan agak sempoyongan menuju ke kelasnya. Karena menurutnya lebih baik mendengarkan dosen mengajar, karena lebih gampang ia abaikan. Daripada harus di rumah dan mendapat banyak teguran. “Langit, iku saya ke ruangan saya. Sekarang”. Langit yang akan langsung pergi menghentikan menghentikan langkahnya dan menatap Pak Barta. “Pak, ada perlu apa?”. Langit bertanya dengan ogah-ogahan dan kening mengkerut “kita bicara di ruangan saya saja”. Setelah itu Pak Barta berjalan menuju ruangan nya dan di ikuti oleh langit. Setelah sampai di ruangan Pak Barta, Langit duduk tanpa di persilahkan dan, Pak Barta hanya mengusap dada sabar melihat tingkah laku mahasiswa nya ini. “ Semester ini hampir berakhir, teman-teman teman -teman seangkatan anda sudah banyak yang yang wisuda. anda tidak ada niat menyusul?”. “saya ngak ada niat sama sekali pak”. Ucap Langit santai, dan Pak Barta melonggo mendapat jawaban seperti itu. “ jika memang tidak ada niat menyusul, lebih baik kamu keluar dari kampus ini”. “saya pun sedang memikirkan hal itu pak, terimakasih atas saran bapak”. Setelah mengatak itu, langit berjalan keluar tanpa permisi ke dosen nya ini.
*** Langit menghembuskan asap rokoknya ke udara, dia sekarang berada di atap gedung kampusnya. Merenung, sudah sekitar berjam-jam hal ini dia lakukan setelah keluar dari ruangan Pak Barta. Dirinya tidak minat kuliah, dan hal itu sudah ia sampaikan beberapa kali ke ayah nya. Tapi, sang ayah lebih memilih menyuruh Langit kuliah daripada meneruskan hobby yang aneh menurut ayahnya. Melukis, hobby yang sangat digilai oleh Langit. Saat kelulusan SMA, ia meminta kepada ayahnya agar masuk fakultas seni. Tapi, harapan tinggal lah harapan. Menurut ayahnya menjadi seorang seniman tidak memiliki masa depan yang cerah. Langit anak tunggal, oleh karena itulah ayahnya menginginkan yang terbaik untuk Langit. Ayahnya mendaftarkan Langit di fakultas teknik untuk menjadi seorang arsitek. Menurut ayahnya sama kalau menjadi seniman membuat sebuah lukisan, sedangkan menajadi arsitek membuat sebuah gambaran dari sebuah gedung. Tapi, bagi Langit itu berbeda. “Langit, daritadi aku cariin kamu”. Itu Kim, gadis manis yang tau sedikit sisi kehidupan dari seorang Langit. Langit membuang rokoknya yang masih setengah ke lantai dan menginjak putungnya. Kim tak menyukai asap rokok. “Hay Kim”. Ucap Langit setelah itu, dan berdiri menghampiri Kim “Aku ada berita bagus buat kamu ”, Kim membuka tabletnya dan memberikanya ke langit. Disana terpampang jelas penerimaan mahasiswa seni yang ingin menjadi pelukis, tetapi melalui kompetisi bakat. “lihat deh ini kan universitas seni yang kamu inginkan Langit. Kamu mungkin harus berusaha lebih keras meyakinkan ayah mu agar bisa ikut kompetisi ini. Nanti seandainya kamu menang, kamu akan jadi mahasiswa di universitas itu, dan tidak tutup kemungkinan kamu bisa sekolah di luar negri.” “pasti akan gagal lagi Kim”. “jatuh sekali dengan keras, kamu harus bangkit beribu -ribu kali lebih keras dari itu. Jangan putus harapan gitu, coba ya”
Langit terasa mendapat angin segar kembali,seperti gairah hidupnya kembali mendapatkan pencerahan. Mungkin akan menciptakan perdebatan yang alot. Tapi, daripada mentok di sisi yang lain dari dirinya lebih baik mencoba bukan? Seperti yang telah di duga Langit sejak awal, ayahnya masih keukeh tidak akan mengizinkan Langit untuk menajadi seorang seniman. Beruntunglah Langit memiliki seorang ibu yang pengertian, ibunya mencoba berbicara kepada ayahnya Langit. Hingga mendapat
persetujuan
bersyarat.
“ Ayah akan memberi kesempatan sama kamu. Tapi, dengan syarat kalau kamu tidak mendapatkan kesempatan itu. Kamu harus lulus dan wisuda menj adi seorang arsitek”
Setelah mendapatkan kesempatan itu dari ayahnya, Langit membuktikan keseriusan nya terhadap seni. Dirinya mempersiapkan dirinya secara matang untuk mengikuti kompetisi itu. Mulai dari audisi yang membawa Langit mendapatkan tiket untuk bisa mengikuti tahap kompetisi selanjutnya. Sebelum kompetisi diselenggarakan para kontestan harus masuk ke karantina untuk mendapatkan pelajaran dan di sini juga semua poin-poin pelajaran yang diadakan di kumpulkan dan poin ini nanti lah yang akan membantu nilai para kontestan di kompetisi nanti. Selama karantina Langit sangat tekun,180 derajat berbeda dari langit yang sebelumsebelumnya. karena dirinya sudah bersumpah tidak akan pernah mau menjadi seorang arsitek seperti yang diminta oleh ayahnya. Dan disana ada Kim yang mendukungnya sepenuh hati. “ Kim,tebak apa”. Setelah mendapat izin dari ayahnya, Langit langsung menelepon Kim dengan nada yang sangat gembira sekali.dan kim ditempatnya ikut tersenyum senang “P uji Tuhan, selamat Langit. Udah dapat izin loh, jadi jangan bik in malu. Kamu harus menjadi pemenang kompetisi itu, buat semua orang bangga sama Langit”. “pasti, aku ngak akan mengecewakan lagi Kim”.
*** Hari ini adalah hari kompetisi diadakan, tidak seperti kontestan yang lain yang merasa gugup luar biasa. Langit sangat percaya diri. Karena, menurutnya usaha kerasa tak akan pernah mengkhianati hasil.
Sebelum kompetisi dimulai, ayah dan ibu Langit datang memberi dukungan. Disana juga Kim datang . “all is well Langit, buat ayah dan ibu kamu bangga”. “aku ngak akan buat kecewa siapa pun.” “aku pegang janji kamu”. kompetisi ini diadakan selama 2 hari. Hari pertama lah semua kontestan menuangkan bakat mereka membuat lukisan-lukisan karya mereka sendiri. Disana Langit melukis wajah seorang gadis menggunakan kemampuan grasi yang membuat lukisan nya menjadi sangat detail dan luar biasa. Efek tiga dimensi yang memberi kesan sangat nyata. Para dewan juri seakan sudah tercuri perhatian nya terhadap karya yang di lukisakan oleh Langit. Hari kedua adalah pengumpulan polling suara terhadap lukisan, di kompetisi ini bukan dewan juri lah yang menentukan pemenang. Tetapi, para pecinta seni. Semua lukisan di pamerkan di ruang pameran. Bila mereka menyukai lukisan nya, mereka dapat memberi lambang kertas berwarna biru. Dan bila menurut mereka lukisan nya jelek, dapat ditempelkan kertas berwana merah. Inilah salah satu cara dewan juri dapat menentukan pemenang nya. Kim sangat terpana dengan lukisan di hadapan nya ini, bukan hanya karna lukisan ini luar biasa. Tapi, lukisan wajah gadis yang seperti nyata ini adalah lukisan wajah manis nya. Pipi Kim bersemu merah, rasanya dada nya bergemuruh sangat bahagia. Dan disana lukisan Langit bergambarkan wajah Kim ini, mencuri perhatian semua orang yang datang ke ruang pameran. Di samping lukisan itu terpampang banyak kertas biru tertempel. “gimana lukisan aku Kim?” “Langit, kamu.. ini luar biasa”. Suara Kim tercekat sangking bahagia nya, Langit tersenyum dan meraih tangan Kim. Berjalan agak mendekat ke lukisan nya. Di ujung paling bawah tertera tulisan kecil cantik bertuliskan “Be my girl Kim”, dan di bawah kalimat itu tertulis nama “Langit” tapi ukuran tulisan nya lebih besar dari kalimat pernyataan itu. Tangis Kim pecah, dia datang memeluk Langit lebih erat. Perasaan Langit membuncah bahagia. Hari ini berakhir dengan sangat baik dan manis.
“Lakukan dan jalani, raih dan gapai semua yang kamu cita kan. K erjakan semua hal yang kamu cintai. Semoga Tuhan memberi jalan”. -Langit
-The end-