ANALISA STRUKTUR SUBMERGED FLOATING TUNNEL (SFT) TERBUAT DARI BAJA MENGGUNAKAN STRUCTURAL ANALYSIS PROGRAM (SAP) 2000 Djoko Prijo Utomoa, Budi Suswantob, dan Endah Wahyunib aPusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi Deputi Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa - BPPT Gedung Teknologi 2 BPPT Lantai 3, Kawasan PUSPIPTEK, Tangerang Selatan Telp: 021-75875938; Fax. 021-75875946 Email:
[email protected] bJurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 Telp: 031-5946094; Fax. 031-5947284 Email:
[email protected] Email:
[email protected]
Abstrak Submerged Floating Tunnel (SFT) adalah terowongan layang dalam air dan biasanya digunakan untuk prasarana penghubung antara dua pulau. Makalah ini akan menjelaskan prototype SFT berpenampang lingkaran dengan diameter dalam 5 meter terbuat dari baja yang rencananya akan dibangun di Kepulauan Seribu. Analisa struktur dengan menggunakan SAP 2000 telah dilakukan terhadap struktur SFT dengan panjang total 150 meter dan menggunakan sistem tambat pada bagian yang terendam dan perletakan jepit pada daerah daratan. Beban yang bekerja pada struktur SFT berupa beban mati, hidup, hidrostatik, beban ke atas, beban gelombang, dan beban arus. Hasil perhitungan kekuatan struktur SFT baja menunjukkan bahwa tegangan yang terjadi masih di bawah tegangan ijin baja, tegangan pada kabel masih di bawah tegangan maksimum kabel, reaksi perletakan cukup besar pada perletakan kabel, dan deformasi maksimum yang terjadi masih dalam batas toleransi. Kata kunci : Submerged Floating Tunnel, konstruksi baja, analisa struktur, tegangan, reaksi perletakan, deformasi Abstract Submerged Floating Tunnel (SFT) is a floating tunnel located in the water that is usually used to connect between two islands. This paper will discusses SFT prototype with circular section of 5 meters in diameter made by steel structure which will be built in Kepulauan Seribu. Structural analysis using SAP 2000 was done to analyse the SFT structure with total length of 150 meters using mooring system at submerged section and fixed support at the ground area. Working loadings applied to SFT structure include dead loads, live loads, hydrostatic loads, buoyancy loads, wave loads, and current loads. From strength calculation of SFT structure, it can be concluded that the acting stress is still under allowable stress of steel structure, stress on cable is still under the cable maximum stress, reaction support is relatively quite big on cable support, and the acting maximum deformation is still in tolerable limit. Keywords: Submerged Floating Tunnel, steel structure, structural analysis, stress, support reaction, deformation.
1
PENDAHULUAN Ketersediaan transportasi dalam mendukung aksesibilitas masyarakat, merupakan kebutuhan mutlak di setiap negara. Indonesia, dengan penduduk yang tersebar luas, tentunya membutuhkan jaringan transportasi yang baik dan tepat untuk memudahkan setiap penduduk dalam menjalankan aktifitasnya. Selain itu, ketersediaan infrastruktur sebagai faktor pendukung dalam trasportasi adalah keharusan. Di dunia, infrastruktur yang ada saat ini adalah jembatan penghubung yang melintas di atas permukaan atau inmerge dan underground tunnel. Keduanya, baik dari segi pengerjaan maupun biaya, membutuhkan waktu pengerjaan yang cukup lama dan biaya yang tidak murah. Struktur jembatan dengan sistem Submerge Floating Tunnel (SFT) atau terowongan layang dalam air, merupakan pengembangan teknologi infrastruktur transportasi yang telah lama ada. Dengan sistem ini, ada bantuan kekuatan dari pengaruh uplift struktur akibat berada dalam air (pengaruh gaya apung). Sehingga dengan sistem ini mempunyai kelebihan dan keunggulan dibandingkan dengan jembatan inmerge dan tunnel underground. Dari segi volume pekerjaan, SFT tidak memiliki volume terlalu banyak karena kita tidak perlu membuat tiang-tiang pemancang seperti pada jembatan inmerge. Pada sistem ini akan digunakan kabel dengan sistem tambat. Tentunya hal tersebut akan sangat mempengaruhi pada biaya yang harus dikeluarkan dalam pembangunan. Penelitian ini melibatkan beberapa institusi, yaitu PT.Tunas Jaya Pratama, Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Balai Pengkajian dan Penelitian Hidrodinamika (BPPH), Balai Pengkajian Dinamika Pantai (BPDP) di bawah koordinasi Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi (PTIST) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Desain prototype SFT disesuaikan dengan kondisi wilayah rencana lokasi pembuatan, yaitu antara pulau Panggang dan pulau Karya di Kabupaten Kepulauan Seribu. Prototype ini nantinya akan dipasang dengan bentang 150 meter. Pada saat ini, penelitian SFT masih belum banyak dilakukan, sehingga referensi yang didapatkan masih minim. Untuk itu perlu adanya penelitian yang mendalam tentang sistem teknologi ini. Dengan dibentuknya tim yang mempunyai keahlian masing-masing, maka harapannya SFT tidak hanya diteliti, tetapi dapat dibentuk dalam wujud nyata, 2
sebagai penghubung antar pulau di Kepulauan Seribu, yang dampaknya akan mempercepat pertumbuhan pembangunan dan perekonomian nasional. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Dasar SFT Submerged Floating Tunnel (SFT) adalah jembatan terowongan melayang di dalam air yang biasanya digunakan sebagai penghubung antara dua pulau. Gambar 1 menunjukkan struktur SFT dengan menggunakan sistem tambat dimana kabel vertikal ditahan pada sabuk terbuat dari pelat baja.
Gambar 1. Ilustrasi SFT sebagai jembatan melayang dalam air Sebuah patokan desain kriteria dari Mazzolani dkk1) bahwa perbandingan antara gaya apung dengan beban permanen dan beban lalu lintas dari SFT adalah sekitar 120% sampai dengan 130%. Namun demikian, pada kondisi tertentu beban SFT tidaklah begitu berat dibandingkan gaya apungnya, maka dalam kondisi ini rasio 120% bisa digunakan. Perbandingan gaya apung (U) dan berat sendiri (W) adalah
rU
U W
(1)
Rasio ini harus memenuhi kriteria gaya apung SFT yaitu antara 1,2 – 1,3 kali berat SFT. Dimana berat sendiri SFT per unit panjang (W), dan gaya apung SFT per unit panjang (U), dihitung pada Persamaan (1). Apabila berat fasilitas di dalam rongga SFT seperti kolom, lantai, dan sebagainya diasumsikan sebesar 30% dari berat SFT, maka
W 1,3 AC C
(2)
U AT w
(3)
di mana AC adalah luas penampang beton bertulang, C adalah berat jenis beton bertulang (25 kN/m 3), AT adalah luas seluruh
penampang, dan w adalah berat jenis air laut (10,3 kN/m3) digunakan pada Persamaan (2) dan (3). Konsep dasar yang digunakan untuk merancang kekuatan struktur SFT ditunjukkan pada Gambar 2. Struktur badan SFT yang terendam air (submerged) disatukan dengan approach tunnel. Bagian sambungan yang mengakomodasi pergerakan (akibat pemuaian, gempa, dan tsunami) adalah antara approach dengan struktur darat di atas permukaan air (misal: abutment). Hal ini dimaksudkan agar bagian sambungan flexible tidak harus dirancang kedap air. Dengan konsep ini, modul SFT dan approach merupakan kesatuan yang ditahan oleh sistem tambat.
Gambar 2. Konsep integrasi modul SFT dengan approach Rancangan Penampang SFT Rancangan penampang SFT dari literatur yang ada bisa berbentuk lingkaran, segi empat, maupun oval. Sedangkan bahan yang digunakan bisa berupa beton bertulang, beton-baja komposit, maupun beton pratekan, seperti yang dilakukan oleh Tveit2) yang menganalisa SFT bentuk lingkaran beton pada Gambar 3(a) dan yang dilakukan oleh Mazzolani dkk1) dengan bentuk penampang SFT seperti box girder yang dapat dilihat pada Gambar 3(b).
(a) Penampang Beton Bertulang
(b) Penampang Box Girder Gambar 3. Macam-macam bentuk penampang SFT METODOLOGI Analisa struktur SFT ini diawali dengan melakukan studi literatur terhadap kajiankajian yang pernah dilakukan sebelumnya, berupa konsep dasar SFT, sistem yang bekerja pada SFT, pembebanan yang terjadi akibat pengaruh lingkungan, dan perencanaan struktur SFT. Pada makalah ini akan dimodelkan sebuah prototype SFT yang rencananya akan dibangun di Kepulauan Seribu, tepatnya penghubung antara Pulau Panggang dan Pulau Karya. Dari hasil kajian yang telah dilakukan terhadap literatur yang ada, ditetapkan pemodelan prototype SFT dengan menggunakan struktur baja dan sistem tambat. Langkah selanjutnya adalah menentukan rasio gaya apung dan berat sendiri. Dari langkah ini akan ditentukan ketebalan badan SFT, struktur rangka SFT, kabel, dan pembebanan yang terjadi, sehingga ketentuan rasio gaya apung dan berat sendiri dengan nilai antara 1,2 sampai dengan 1,3 bisa terpenuhi. Melakukan analisa struktur SFT baja dengan menggunakan bantuan perangkat lunak SAP2000 versi 143). Pemodelan SFT perlu dilakukan dengan teliti seperti pemilihan elemen-elemen untuk badan SFT seperti gading besar dan gading kecil, kabel, sambungan antara panel, lantai kendaraan, balok memanjang dan melintang. Setelah dilakukan analisa numerik, maka tahap berikutnya adalah menganalisa hasil analisa struktur. Analisa ini dipakai sebagai pedoman untuk menetukan apakah model yang dibuat sudah kuat dalam menerima beban yang terjadi. Selanjutnya melakukan pendetailan rancangan SFT meliputi desain sambungan baja, kabel mooring, pengangkeran, dan perletakan SFT.
3
Pemodelan Struktur SFT Dalam melakukan pemodelan SFT ini, dilakukan dengan menggunakan bantuan program SAP 20003). Model SFT telah dibuat berupa penampang lingkaran, dengan ketebalan dinding baja sebesar 12 mm dan menggunakan sabuk baja dengan lebar 50 cm dan tebal dinding 12 mm. Panjang SFT daerah horisontal sebesar 60 m dan bagian yang miring memiliki panjang bagian kanan dan kiri masing-masing 45 m, sehingga panjang total SFT adalah 150 m. Pemodelan SFT berupa segmental dengan shell dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Pemodelan segmen SFT dengan shell Asumsi bahwa untuk meletakkan kabel dalam SFT maka dibuat selimut melingkar pada badan SFT. Pemberian selimut ini disebabkan pada model sebelumnya terjadi konsentrasi tegangan yang besar pada sambungan antara kabel dengan SFT apabila kabel diletakkan langsung ke badan SFT. Untuk membuat model sabuk agar bisa bekerja bersama-sama dengan badan SFT, maka diberikan constraint antara SFT dan selimut baja, yaitu: - Translasi arah Y dan Z pada setengah lingkaran bagian atas selimut. - Translasi arah Y pada setengah lingkaran bagian bawah selimut. Elemen yang digunakan dalam pemodelan adalah sebagai berikut: - Badan SFT merupakan elemen shell. - Pelat lantai kendaraan sebagai elemen shell. - Baja penyambung antar panel 30 m merupakan elemen shell. - Kabel merupakan elemen frame yang di release pada ujung-ujungnya sehingga merupakan suatu rangka batang, yang tidak menerima momen.
4
- Selimut dimodelkan sebagai elemen shell. Asumsi lain yang dilakukan pada pemodelan adalah: Perletakan pada ujung-ujung kabel dengan tanah diasumsikan sebagai perletakan sendi, sedangkan pada ujung luar badan SFT yang di darat diasumsikan jepit penuh secara menyeluruh pada penampang SFT. Pemodelan SFT secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 5. Ukuran-ukuran yang digunakan pada perencanaan SFT adalah: - Bentuk penampang dinding SFT lingkaran dengan diameter dalam 5 m. - Kabel baja pejal diameter 100 mm sebagai frame element. - Mutu baja yang digunakan adalah BJ 55, dengan fy = 410 MPa dan fu = 550 MPa.
Gambar 5. Pemodelan struktur SFT secara keseluruhan Beban Tetap Beban tetap terdiri dari beban sendiri struktur dan beban-beban tetap lain yang mempengaruhi struktur, yaitu balok memanjang dan melintang untuk menahan lantai kendaraan dan beban aspal serta pengaku memanjang dan melintang dinding baja seperti terlihat pada Gambar 6: - Balok melintang besar (gading besar) direncanakan memakai profil WF 300x200x9x14. - Pengaku melintang besar tiap jarak 3 m direncanakan dengan profil WF 250x175x7x12. - Pengaku melintang kecil (gading kecil) yang dipasang diantara pengaku melintang besar tiap jarak 1 m direncanakan dengan WF 150x75x5x7. - Pengaku memanjang direncanakan dengan profil WF 150x75x5x7 tiap sudut 45o. - Beban merata aspal tebal 5 cm. - Beban pelat lantai kendaraan tebal 20 cm.
Pelat baja t = 12 mm Balok memanjang WF 150x75x5x7
Aspal t = 50 mm
4500
5000
5024
3281
Gading Besar BWF 250x175x7x12
Pelat beton t = 200 mm
1219
Balok WF 150x75x5x7
1200
Balok WF 300x200x9x14 4000
Gambar 6. Penampang melintang SFT baja
Beban Lalu Lintas Beban lalu lintas yang mempengaruhi konstruksi adalah Beban Lajur D sesuai kentuan dalam Bridge Management System4) yaitu: Untuk L < 30m di mana L adalah panjang bentang, maka q = 8 kPa = 8 kN/m2 KEL = 44 kN/m Beban ini diberikan secara merata di atas lantai kendaraan seperti yang dapat dilihat pada Gambar 7.
kN/m2 secara proyeksi, seperti terlihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Pemodelan apung ke atas (buoyant) Beban Gelombang dan Arus Beban gelombang dan arus struktur SFT dianalisa dengan program bantu SAP 2000 versi 143), seperti ditunjukkan pada Gambar 9 dan Gambar 10.
Gambar 7. Pemodelan beban pada lantai kendaraan Beban Apung Ke Atas (Buoyant) Beban apung ke atas (buoyant) diberikan ke penampang sisi bawah SFT sebesar 49,08
Gambar 9. Beban gelombang dan arus tampak depan 5
Gambar 10. Beban gelombang dan arus tampak samping
Kombinasi Pembebanan Kombinasi pembebanan pada analisa struktur SFT terdiri dari 2 buah kombinasi berupa Combo 1: D + B + H + W + C Combo 2: D + L + B + H + W + C Di mana: D : beban mati, L : beban hidup, B : beban ke atas, H : beban hidrostatik, W : beban Gelombang, dan C : beban arus Dari kedua kombinasi pembebanan tersebut, dicari hasil maksimal yang terjadi pada model SFT dengan mempertimbangkan ada dan tidak adanya beban hidup pada struktur SFT. Beban berfaktor tidak dimasukkan dalam pemodelan karena menggunakan konsep allowable stress design (ASD), dimana konsep ASD ini lebih cocok digunakan pada daerah laut. HASIL DAN PEMBAHASAN Tegangan pada Penampang SFT Dari hasil analisa struktur SFT dengan perangkat lunak SAP 2000 versi 143) diperoleh hasil dari kedua kombinasi pembebanan Combo 1 dan Combo 2, kemudian dicari hasil yang maksimal terjadi dari kedua kombinasi tersebut. Tegangan pada elemen shell (cangkang) berupa tegangan maksimum yang terjadi pada dinding dan sabuk pelat baja, seperti terlihat pada Tabel 1 dan Gambar 11.
Tabel 1. Tegangan pada penampang SFT Kondisi Tegangan Segmen SFT Tegangan (MPa) Tekan -93,12 Dinding tengah Tarik 47,18 Tekan -242,99 Dinding tekukan Tarik 93,19 Tekan -48,50 Sabuk pelat baja Tarik 28,77 Sesuai dengan peraturan struktur baja SNI 03-1729-20025), tegangan leleh pada baja BJ 55 adalah = 410 MPa, dimana pada konsep ASD tegangan ijinnya adalah
ijin
y
1,5
410 273,3 MPa 1,5
Tegangan maksimum yang terjadi adalah 242,99 MPa lebih kecil daripada ijin = 273,3 MPa, sehingga tegangan yang terjadi masih mencukupi kekuatan ijinnya. Tegangan pada Kabel SFT Gaya pada kabel baja sistem tambat maksimum yang terjadi adalah - kabel baja luar : 3.888,16 kN, dan - kabel baja dalam : 3.229,91 kN Dengan menggunakan baja diameter 100 mm, tegangan yang terjadi pada kabel sebesar:
kabel
Fkabel 3.888.160 495,06 MPa Akabel 0,25 100 2
Tegangan maksimum pada kabel berjenis strand Grade 270 adalah: fpu = 1.860 MPa lebih besar daripada kabel = 495,06 Mpa. Dengan demikian kabel sistem tambat masih mampu menahan beban tarik yang terjadi. Reaksi Perletakan Struktur SFT Reaksi perletakan pada struktur SFT ditunjukkan pada Gambar 12 dan Tabel 2.
6
Gambar 11. Tegangan pada penampang SFT
Gambar 13. Deformasi pada struktur SFT
Gambar 12. Reaksi perletakan struktur SFT
Tabel 2. Reaksi perletakan pada struktur SFT Perletakan Perletakan Posisi Reaksi Ujung (kN) Kabel (kN) F1 (Longitudinal) 803,60 0 F2 (Transversal) -0,525 4841,74 F3 (Vertikal) - 257,86 -5130,51 Dengan cukup besarnya reaksi perletakan yang terjadi pada perletakan, perlu dipikirkan tipe pondasi yang digunakan pada dasar laut. Deformasi pada Struktur SFT Deformasi yang terjadi pada struktur SFT ditunjukkan pada Gambar 13.
Besarnya deformasi maksimum yang terjadi adalah: U1 : 6,75 mm (Sumbu x), U2 : 8,95 mm (Sumbu y), dan U3 : 61,65 mm (Sumbu z) Hal ini menunjukkan bahwa struktur SFT dalam keadaan tertekan ke atas sebesar 61,65 mm, dimana gaya apung yang terjadi lebih besar bila dibandingkan dengan berat sendiri SFT. Akan tetapi masih dalam taraf toleransi, karena tegangan yang terjadi pada daerah yang tertarik masih di bawah tegangan ijin material baja yang digunakan. SIMPULAN DAN SARANAN Simpulan Dari analisa struktur yang telah dilakukan pada struktur SFT baja dengan menggunakan perangkat lunak SAP 2000, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Sistem struktur SFT yang digunakan berupa: struktur baja, sistem tambat, perletakan tambat berupa sendi dan perletakan ujung SFT berupa jepit penuh. Pembebanan yang diberikan pada struktur SFT berupa beban mati, beban 7
2.
3.
4.
5.
hidup, beban hidrostatik, beban apung ke atas, beban gelombang, dan beban arus. Tegangan maksimum yang terjadi pada penampang SFT adalah 242,99 MPa dan lebih kecil dari pada ijin = 273,3 MPa, sehingga tegangan yang terjadi masih mencukupi kekuatannya. Tegangan maksimum yang terjadi pada kabel sebesar 495,06 MPa dan lebih kecil dari tegangan putus kabel berjenis strand Grade 270 sebesar fpu = 1860 MPa, sehingga kabel sistem tambat masih mampu menahan beban tarik yang terjadi. Reaksi perletakan pada kabel sebesar 4.841,74 kN (horisontal) dan 5.130,51 kN (vertikal). Dengan cukup besarnya reaksi perletakan yang terjadi pada perletakan, perlu dipikirkan tipe pondasi yang digunakan pada dasar laut. Besarnya deformasi maksimum yang terjadi adalah 61,65 mm (vertikal), hal ini menunjukkan struktur SFT dalam keadaan tertekan ke atas yang artinya gaya apung lebih besar bila dibandingkan dengan berat sendiri SFT, tetapi tegangan yang terjadi pada daerah yang tertarik masih di bawah tegangan ijin baja sehingga struktur SFT masih kuat dalam menerima beban.
Saranan Meskipun analisa struktur SFT telah dilakukan dengan menggunakan model numerik dan memasukkan pembebanan yang terjadi akibat pengaruh lingkungan, tetapi masih perlu untuk dilakukan uji model fisik terhadap prototype SFT terhadap beban dinamik akibat beban gelombang dan beban arus, sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih akurat. DAFTAR PUSTAKA 1. Mazzolani F. M., Faggiano B., Eposto M., Martire G., A New Challenge for Strait Crossing: The Eemmersed Cable Supporting Bridge, NSCC2009, hal. 138145, 2009.
8
2. Tveit, Ideas Downward Arched and Other Underwater Concrete Tunnels, Tunneling and Underground Space Technology, Vol. 15, No.1, hal. 70-78, 2000. 3. Analysis Program (SAP) 2000 version 14.0, Computers and Structures Inc. (CSI), Berkeley, 2009. 4. Departemen Pekerjaan Umum, Bridge Management System (BMS), Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan, Bagian 2 Beban Jembatan,1992. 5. Departemen Pekerjaan Umum, SNI 031729-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Perhitungan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung, DPU, Jakarta, 2002. RIWAYAT PENULIS Djoko Prijo Utomo, lahir di Sragen 2 Juli 1968, Pendidikan Sarjana Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, 1992, M.Eng.Sc. in civil engineering, The University of New South Wales, Sydney, Australia, 1999, Sejak 1992 bekerja di BPPT. Budi Suswanto, lahir di Sampang 28 Januari 1973, Pendidikan Sarjana Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, PhD di Department of Construction Engineering, NTUST, Taiwan Bidang Struktur Baja, Anggota PII (Persatuan Insinyur Indonesia) dan HAKI (Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia). Pekerjaan saat ini sebagai dosen tetap Jurusan Teknik Sipil FTSP-ITS Endah Wahyuni, lahir di Bojonegoro 1 Pebruari 1970, Pendidikan Sarjana Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), PhD The University of Manchester, UK, Bidang Rekayasa Struktur, Anggota HAKI (Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia)dan MTI (Masyarakat Transportasi Indonesia). Pekerjaan saat ini sebagai dosen tetap Jurusan Teknik Sipil FTSP-ITS