BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kebutuhan penduduk akan listrik sejalan dengan kemajuan teknologi, pertumbuhan penduduk, dan dunia
usaha menyebabkan kebutuhan akan
energi listrik terus meningkat. Namun hal ini belum mampu dipenuhi secara optimal oleh PLN, oleh karena itu sejak diberlakukannya UU No. 15 Tahun 1985, PP N0. 10 Tahun 1989 dan Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 1992, pemerintah memberikan ijin kepada pihak swasta untuk ikut berpartisipasi dalam usaha ketenagalistrikan dibidang Pembangkit Transmisi dan Distribusi. Salah satu perusahaan swasta yang bergerak dibidang ketenagalistrikan adalah PT. IPMOMI (PT. International Power Mitsui Operation and Maintenance Indonesia). Pada proses pembangkitan tenaga listrik diperlukan kontinuitas produksi energi listrik, PT. IPMOMI merupakan salah satu Pembangkit Listrik swasta yang menyuplai listrik untuk wilayah Jawa, Madura, dan Bali. Pada PT. IPMOMI terdapat 2 unit pembangkit, yaitu unit 7 dan 8 mempunyai kapasitas rata – rata 615 MW net per unitnya yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan listrik masyarakat wilayah Jawa, Madura, dan Bali. Dalam mensuplai listrik untuk kebutuhan wilayah tersebut, kedua unit dilengkapi dengan peralatan yang mendukung dalam sistem PLTU secara keseluruhan. Peralatan di PT. IPMOMI mempunyai spesifikasi teknik dan fungsi yang baik, serta bekerja dengan sistem general secara mekanik, fisika, maupun kimia. Salah satu sistem yang penting adalah boiler. Di dalam proses pembakaran pada
boiler
membutuhkan
pembakaran
sempurna,
arti
memperoleh
pembakaran sempurna yaitu bahan bakar bercampur proporsional dengan oksigen. Pembakaran adalah reaksi kimia secara cepat antara bahan bakar dan oksigen. Tujuan tersebut adalah memperoleh efisiensi pembakaran. Proses pembakaran merupakan salah satu hal terkait dengan efisiensi boiler. Pembakaran memerlukan panas dan api. 1
2
Oleh sebab itu penulis dalam Laporan Akhir ini membahas kebutuhan excess air pada PLTU Paiton unit 7 terhadap meningkatkan efisiensi pembakaran pada boiler untuk menghasilkan main steam
menggerakkan
turbine sebagai driven pada generator yang memiliki load tertentu.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kebutuhan bahan bakar yang dihasilkan dan daya yang dipakai pada kapasitas produksi power plant? 2. Berapa analisis kebutuhan efisien excess air yang dipakai terhadap boiler dengan output generator?
1.3 Batasan Masalah Dalam penulisan Laporan Akhir ini dilakukan batasan masalah sebagai berikut: 1. Hanya membahas kebutuhan pembakaran dalam furnace boiler di Paiton unit 7. 2. Pengambilan data analisis excess air yang dipakai pada boiler Paiton unit 7 sesuai kondisi power plant bekerja. 3. Untuk proses pengambilan data memerlukan syarat parameter yang tidak boleh berubah selama pengambilan data analisis, antara lain: a. Konfigurasi pulverizer yang dipakai harus sama, b. Tidak ada proses sootblower, c. Kondisi burner tilts harus sama, d. Spesifikasi HHV (Higher Heating Value) batubara sama atau tidak jauh berbeda, e. Load Mega Watt tidak jauh berbeda, dan f. Kondisi SOFA tilts harus sama.
3
1.4 Tujuan Tujuan dari penulisan Laporan Akhir ini solusi diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Memberikan informasi tentang analisa kebutuhan excess air terpakai dengan parameter yang ada pada boiler Paiton unit 7. 2. Mengetahui pemakaian excess air yang efisien dipakai secara optimal terpakai dengan parameter yang ada pada boiler Paiton unit 7.
1.5 Metode Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data dalam laporan akhir ini maka penyusun menggunakan metode pengambilan data diantaranya sebagai berikut: 1. Observasi, penyusun melakukan pengamatan dan pengambilan data langsung dari Distributed Control System yang dibimbing langsung oleh Shift Supervisor Production. 2. Interview atau wawancara langsung dengan orang yang mengerti mengenai hal-hal yang berkaitan secara langsung permasalahan tentang kebutuhan pembakaran boiler terutama pada operator boiler dan karyawan yang terlibat. 3. Studi kepustakaan buku manual, penyusun melakukan pengambilan data dari buku-buku referensi yang berkaitan erat dengan permasalahan yang akan di bahas oleh penyusun sebagai judul Laporan Akhir. 4. Konsultasi dengan dosen pembimbing dan diskusi dengan pembimbing lapangan. 5. Selama proses pengambilan data adalah parameter yang dikontrol jangan sampai mengalami perubahan yang signifikan dan menyusun parameter – parameter sebagai indikasi daripada pengaturan proses pengambilan data. Masing – masing parameter dapat dimonitor dengan software program PI, yaitu program yang berbasis DTSPI terhubung terhadap server perusahaan berdasar indikasi tiap – tiap sensor instrument dengan tagging yang dimiliki masing – masing sensor pembacaan, yang
4
didukung juga oleh P & ID (Process and Instrumentation Diagram) yang menggambarkan proses penyediaan excess air.
1.6 Manfaat Adapun manfaat dari penulisan Laporan Akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui analisa kebutuhan excess air terpakai dengan parameter yang ada pada boiler Paiton unit 7. 2. Mengetahui pemakaian efisien excess air yang dipakai secara optimal dari pada boiler Paiton unit 7. 3. Memberikan fungsi pemanfaatan perlakuan pembakaran khususnya excess air dalam boiler Paiton unit 7.
1.7 Sistematika Penulisan Untuk memudahkan penyelesaian permasalahan yang ada dalam penyusunan Laporan Akhir ini, penulis membagi dalam beberapa bab. Pembagian bab-bab tersebut adalah sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan solusi
masalah, batasan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan metode penyusunan dan sitematika penulisan. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas tentang berbagai hal yang terkait dengan nilai excess air, khususnya boiler dengan tipe drum baik itu yang berkaitan dengan definisi excess air, kebutuhan pembakaran, sistem penyediaan pembakaran, kebutuhan bahan bakar, sistem kebutuhan udara ke dalam pembakaran, parameter – parameter kontrol excess air yang diperlukan, parameter – parameter yang harus dikendalikan, hingga pemanfaatan pengaturan nilai excess air. BAB III METODOLOGI Bab ini menguraikan tentang metodologi kegiatan penyusunan Laporan Akhir yang terdiri dari: studi literatur, pengambilan data, analisa data dan hasil analisa data, serta kesimpulan dan saran. Serta metodologi analisa data yang terdiri dari:
5
membandingkan model udara pembakaran dan menggunakan analisis produk kering. BAB IV HASIL PENGATURAN DAN ANALISA DATA Bab ini menguraikan tentang berbagai hal analisa excess air yang terkait dengan boiler tipe drum yang meliputi: equipment / peralatan untuk pengontrolan excess air, P & ID (Process and Instrumentation Diagram) yang menggambarkan proses penyediaan excess air, prosedur persiapan kebutuhan pengambilan data, pengambilan data dari pengaturan excess air, hasil analisa dari pengambilan data yang ada.
BAB V
PENUTUP
Bab ini membahas tentang kesimpulan dari seluruh pembahasan yang diuraikan pada laporan akhir ini serta saran yang membangun guna keberlanjutan yang lebih baik.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kontrol Excess Air Bahan bakar di dalam boiler memerlukan udara dalam jumlah tertentu untuk terjadinya proses pembakaran yang sempurna. Hal ini merupakan “theoretical air” yang diperlukan untuk terjadinya proses pembakaran dalam kondisi yang sempurna. Akan tetapi, karena kondisi yang tidak sempurna di dalam boiler, maka diperlukan udara yang jumlahnya lebih besar dari theoretical air untuk menjamin terjadinya proses pembakaran secara sempurna. Jumlah udara lebih inilah yang disebut “excess air”. Secara umum, kandungan oxygen pada gas buang (flue gases) di daerah backpass boiler dimonitor dan digunakan sebagai indikator adanya excess air. Excess Oxygen Control System terdiri dari sistem pengukuran untuk mengetahui kandungan O2 pada flue gas (O2 Measurement), O2 Trim Controller, O2 Trim Bias Station.
2.1.1 O2 Measurement Unit 7 memiliki dua buah analyzers untuk mengukur kandungan oxygen pada flue gas di daerah backpass boiler, yaitu BG-AT-562A & BG-AT-562B. Fasilitas Transmitter Selector BGAI562A/B tersedia untuk memilih salah satu atau harga rata-rata dari kedua analyzer tersebut. Range pengukuran masingmasing analyzer untuk kontrol adalah 0% - 25%. Jika kualitas sinyal yang dikirim salah satu transmitter tidak baik (bad quality), secara otomatis transmitter SELECTOR akan memilih transmitter yang baik. Jika kualitas sinyal kedua transmitter tidak baik, maka sebuah alarm akan muncul dan menyebabkan BGO2TRIM STATION transfer ke mode MANUAL. Sistem pengukuran tersebut juga dilengkapi fungsi untuk memonitor perbedaan harga (deviasi) kedua
6
7
transmitter tersebut. Sebuah alarm akan muncul bila perbedaannya melebihi 0.75%.
2.1.2 O2 Trim Controller O2 Trim CONTROLLER membandingkan aktual Selected O2 sebagai process variable dengan O2 Correction setpoint, yang merupakan penjumlahan dari Programmed Function of Boiler Load (steam flow) dan harga Bias-nya. Harga bias dapat diatur melalui Bias STATION BGO2TRIM dalam range 5% - +10%. Fungsi bias ini hanya berpengaruh bila kontrolernya pada mode AUTO. Demand O2 Trim CONTROLLER adalah fungsi dari boiler load (steam flow), seperti ditunjukkan pada gambar di bawah ini :
Gambar 2.1 O2 CORRECTION DEMAND sebagai fungsi STEAM FLOW
Keluaran dari kontroler adalah O2 Correction yang merupakan Excess Air Demand (%). Dari sinyal O2 Correction didapatkan O2 trim multiplier ratio
8
setelah melewati suatu function generator, seperti ditunjukkan pada gambar di bawah ini :
Gambar 2.2 O2 Trim Multiplier sebagai fungsi O2 Correction
O2 Trim Multiplier Ratio inilah yang digunakan untuk melakukan trim Total Airflow pada Airflow CONTROLLER, sehingga FD Fan Demand yang mengontrol jumlah udara di dalam boiler akan mengatur posisi blade pitch FD Fan hingga kandungan excess O2 sesuai dengan setpoint.
2.1.3 O2 Trim Bias Station Dengan adanya station ini, operator dapat secara manual mengatur harga O2 Correction.
Control Output (CO) : O2 Correction
Process Variable (PV) : actual Selected O2
Setpoint (SP) : Bias value
9
O2 Trim Bias STATION transfer secara otomatis dari mode AUTO ke mode MANUAL dan harga O2 Correction tracking ke 50% jika salah satu dari sinyal di bawah ini aktif :
Selected O2 <10%
Kedua FD Fan pada kondisi MANUAL
Total airflow <30% (sinyal BM-FYH-151 dari FSSS aktif)
Kualitas sinyal Steam Flow tidak baik (bad quality)
Kualitas sinyal kedua O2 analyzers tidak baik (bad quality)
Sebuah alarm akan muncul saat transfer ke mode MANUAL.
2.2 Kebutuhan Pembakaran Pembakaran adalah suatu reaksi kimia antara bahan bakar dan oksigen yang menghasilkan panas. Dengan empat kebutuhan pembakaran yaitu bahan bakar, oksigen, panas, dan suatu reaksi kimia. Dapat diilustrasikan dengan penggunaan piramida pembakaran. Jika semua kebutuhan pembakaran ada, pembakaran terjadi, dan apabila salah satu kebutuhan hilang, maka pembakaran berhenti.
Gambar 2.3 Piramida Pembakaran
10
Oksigen dipasok melalui udara pembakaran ada dua macam, yaitu Primary Air (udara primer) dan Secondary Air (udara sekunder). Udara primer dipasok oleh Primary Air Fan (PA Fan) yang dihembuskan menuju ke alat penggiling batubara (Pulverizer) kemudian bersama-sama dengan serbuk batubara dialirkan ke Furnace untuk dibakar (reaksi kimia). Bercampurnya batubara dan udara dibantu oleh Damper tetap yaitu pengatur pengaduk udara sehingga menimbulkan turbulensi yang memungkinkan terjadinya pembakaran yang efisien. Panas ditimbulkan oleh pemantik sebagai penyulutan untuk memenuhi reaksi kimia dan pembakaran, dalam penyulutan batubara pada boiler unit 7 terjadi oleh oil gunner atau menyala setelah bahan bakar minyak menyala. Dan air heater sebagai pemanas udara pembakaran menambah cepat proses pembakaran.
2. 2. 1 Stoikiometri Pembakaran Stoikiometri pembakaran adalah kebutuhan reaksi pembakaran yang utuh pada atau di atas kebutuhan udara stoikiometris untuk mencapai complete combustion. Bahan bakar batubara memiliki unsur yang dapat menghasilkan panas atau heat yaitu carbon, hydrogen, dan sulfur apabila bereaksi dengan oksigen. Reaksi kimia sederhana bahan bakar dengan oksigen yaitu: Carbon (C) + oxygen (O2)
carbon dioxide (CO2) + heat
Hydrogen (H2) + oxygen (O2) Sulfur (S) + oxygen (O2) C+ ( O2 + 3.76 N2 )
water vapor (H2O) + heat sulfur dioxide (SO2) + heat
CO2 + 3.76 N2
12 kg C + ( 32 kg O2 + 3.76 x 28 kg N2 ) 1 kg C + 2.67 kg O2 + 8.84 kg N2
44 kg CO2 + 3.76 N2 x 28 kg N2
3.67 kg CO2 + 8.84 kg N2
Jadi 1 kg zat karbon memerlukan udara sebanyak 11.51 kg. Bila dalam 1 kg bahan bakar terdapat c kg C, memerlukan udara sebanyak 11.51 kg. Jika berat jenis
11
oksigen pada 0 0C dan 760 mm Hg adalah 1.429 kg/m3, maka volume O2 untuk pembakaran c kg C adalah 2.67 c / 1.429 = 1.868 c kg O2. Pembakaran hidrogen: 2H2 + ( O2 + 3.76 x N2 )
2H2O + 3.76 N2
4 kg H2 + ( 32 kg O2 + 3.76 x 28 kg N2 ) 1 kg H2 + 8 kg O2 + 26.5 kg N2
36 kg H2O + 105.28 kg N2
9 kg H2O + 26.5 kg N2
Jadi 1 kg H2 memerlukan 34.5 kg udara. Jika dalam 1 kg bahan bakar terdapat h kg H2, memerlukan 34.5 kg udara, memerlukan 8 h kg O2 atau 34.5 h kg udara. Pembakaran belerang: S + O2 + 3.76 N2
SO2 + N2
32 kg S + 32 kg O2 + 105.28 kg N2 1 kg S + 1 kg O2 + 3.32 kg N2
64 kg SO2 + 105.28 kg N2 2 kg SO2 + 3.32 kg N2
Jadi 1 kg S memerlukan 1 kg oksigen atau 4.32 kg udara. Jika dalam 1 kg bahan bakar terdapat s kg S, maka diperlukan udara seberat 4.32 s kg. Dalam bahan bakar juga terdapat oksigen. Jika kandungan O 2 dalam 1 kg bahan bakar sebanyak o kg, maka kebutuhan udara akan berkurang sebanyak 4.32 o kg. Jumlah udara teoritis yang diperlukan untuk pembakaran sempurna 1 kg bahan bakar adalah: But = 11.5 c + 34.5 ( h – o / 8 ) + 4.32 s kg udara per kg bahan bakar. Tiap 1 m3 udara kering terdiri dari 0.21 m3 O2 terdapat dalam 100/21 m3 O2 udara atau 4.76 m3. Untuk pembakaran 1 kg bahan bakar diperlukan volume udara sebanyak: Vut =
2.67c 8h s 100 1.429 21
= 8.9c + 26.7 ( h – o/8 ) + 3.33 s kg O2 / kg bahan bakar.
12
Pembakaran yang dapat membakar seluruh komponen bahan bakar dalam bahan bakar secara baik (pas), disebut pembakaran sempurna (perfect combustion), dan keperluan udaranya disebut keperluan udara stoikiometrik.
2. 2. 2 Bahan Bakar Batubara Batubara adalah istilah umum yang meliputi sejumlah besar bahan galian organic yang sifat – sifat dan komposisinya sangat beragam. Namun semuanya mengandung banyak karbon – unsur berbentuk amorf (tanpa struktur yang beraturan). Bahan ini terdapat di bumi dalam lapisan endapan yang tebalnya berbeda – beda dan sering terdapat jauh di bawah tanah, walaupun kadang – kadang ada juga yang terdapat di dekat permukaan. Batubara merupakan bahan bakar utama PLTU Paiton Unit 7. Batubara yang digunakan berupa batubara adaro dan kideco adalah jenis batubara sub – bituminous dengan kandungan ash sebesar 1.5% - 3%, batubara itu diambil dari tambang batubara di Kalimantan selatan dan akan terus disuplai selama pengoperasian. HHV (Higher Heating Value) dalam batubara adalah jumlah energi yang dilepaskan ketika bahan bakar atau batubara tersebut dibakar. Energi ini dinyatakan dalam BTU/lb. Heating value pengaruh dari firing rate atau jumlah bahan bakar terbakar di dalam furnace. HHV tidak ditempatkan untuk pertimbangan jumlah panas yang digunakan menguapkan pembentukan uap air saat hidrogen dalam bahan bakar terbakar. Batubara diklasifikasikan dalam berbagai cara menurut sifat – sifat kimia dan fisiknya. System yang paling umum diterima adalah yang digunakan oleh American Society for Testing and Material (ASTM), yang membagi – bagi kualitas batubara berdasarkan tingkat metamorfosis yang paling rendah (perubahan bentuk dan struktur di bawah pengaruh suhu, tekanan, dan air). Klasifikasi ini mencakup batubara mulai dari keadaan metamorfosis yang paling rendah (perubahan bentuk dan struktur di bawah pengaruh suhu, tekanan, dan air).
13
Klasifikasi ini mencakup batubara mulai dari keadaan metamorfosis yang paling rendah, yaitu lignit sampai yang tertinggi yaitu antrasit (ASTM D 388). Batubara diklasifikasikan antara lain: -
Antrasit, adalah batubara yang kualitasnya paling tinggi. Antrasit mengandung 86 sampai 98 % massa karbon tetap (kandungan karbon dalam bentuk unsur) ada dasar kering dan bebas bahan mineral, serta kandungan volatile matter yang rendah, yaitu kurang dari 2 sampai 14 % massa. Antrasit terbakar dengan lambat, nilai kalornya agak rendah dari batubara bitumin yang mempunyai nilai tinggi. Penggunaan antrasit dalam pembangkit uap terutama dalam tanur stoker, dan jarang dipakai dalam bentuk serbuk. Batubara jenis antrasit dibagi dalam tiga kelompok. Dalam urutan fixed carbon dari yang tinggi sampai rendah. Ketiga kelompok itu adalah meta – antrasit lebih dari 98% fixed carbon; antrasit, 93 sampai 98 %; dan semi antrasit, 86 sampai 92%.
-
Bitumin, bitumin merupakan kelompok batubara terbesar dan mengandung 46 – 86 % massa karbon tetap dan 20 – 40 % volatile matter yang lebih kompleks daripada yang terdapat pada antrasit. Nama batubara bitumin berasal dari bitumin, yaitu residu aspal yang diperoleh dari destilasi bahan bakar tertentu. Nilai kalor batubara bitumin berkisar dari 11000 sampai lebih dari 14000 Btu/lb (sekitar 25600 sampai 32600 kJ/kg). Batubara bitumin biasanya terbakar dengan mudah, terutama dalam bentuk serbuk. Jenis bitumin dibagi lagi atas lima kelompok: low volatile, medium volatile, dan high volatile. Makin rendah volatilitas makin tinggi nilai kalorinya. Kelompok low volatile berwarna hitam kelabu dan mempunyai struktur butiran, sedang kelompok high volatile mempunyai struktur homogen dan laminar (berbentuk lapisan).
-
Subbitumin, merupakan kelas batubara yang nilai kalorinya lebih rendah dari pada batubara bitumin, yaitu antara 8300 – 11500 Btu/lb (sekitar 19300-26750 kJ/kg). Kandungan lembaban yang terkait didalamnya (inherent moisture) relatif tinggi yaitu antara 8300 – 11500
14
Btu/lb (sekitar 19300 – 26750 kJ/kg). Kandungan lembaban yang terkait didalamnya (inherent moisture) relatif tinggi yaitu sekitar 1530%, tetapi kandungan belerangnya pada umumnya rendah. Batubara ini berwarna hitam – coklat atau hitam yang mempunyai struktur homogen. Batubara ini biasanya dibakar dalam bentuk serbuk. -
Lignit, merupakan batubara kualitas paling rendah. Lignit berasal dari bahasa latin yaitu lignum yang berarti kayu. Warnanya coklat, strukturnya berlapis, dan didalamnya masih terlihat sisa-sisa kayu. Lignit kebanyakan berasal dari tumbuhan dan banyak mengandung resin volatile matter. Nilai kalornya berkisar antara 6300-8300 Btu/lb (sekitar 14650 sampai 19300 kJ/kg). Oleh karena kandungan moisturenya tinggi dan nilai kalornya rendah, lignit tidak ekonomis untuk diangkat dalam jarak jauh dan biasanya dibakar dalam utilities di lokasi tambang. Lignit dibagi dua kelompok yaitu lignit A dan lignit B.
-
Gambut (peat), berasal dari tumbuhan yang telah mati dan menumpuk di atas tanah yang semakin lama semakin menebal. Gambut dianggap sebagai langkah pertama pembentukan batubara dalam tahap geologi. Gambut adalah bahan heterogen yang terdiri atas hasil dekomposisi bahan tumbuhan dan bahan anorganik. Kandungan lembabannya mencapai 90 %. Walaupun kurang cocok untuk bahan bakar utilitas, bahan ini banyak terdapat di berbagai tempat di seluruh dunia. Gambut digunakan sebagai instalasi pembangkit listrik dan pemanas daerah di beberapa negara.
15
Tabel 2.1 Penggolongan batubara KELAS
Antrasit
GOLONGAN
%
% VOLATILE
SPECIFIK
SIFAT
KARBON
MATTER
ENERGY Btu
FISIK
> 98
<2
-
Antrasit
92 – 98
2–8
-
Semi - antrasit
86 – 92
8 – 14
-
Meta–antrasit
Non Aglomerat
Bituminous Bituminous Low volatile
78 – 86
14 – 22
> 14000
69 – 78
22 – 31
13000 – 14000
Biasa ditemui non
Bituminous Medium volatile
< 69
> 31
High volatile A
-
-
-
-
bituminous
-
-
Sub
Sub bituminous
-
-
bituminous
A
11500 – 13000
aglomerat
10500 – 11500
Non
bituminous High volatile B bituminous High volatile C
aglomerat -
-
9500 – 10500
-
-
8300 – 9500
Sub bituminous B
16
Sub bituminous C
Lignit
Lignit A
-
-
6300 – 8300
Lignit B
-
-
< 6300
Gambar 2.4 Effect of Coal Quality on various Aspects of Boiler
2. 2. 3 Proses Pembakaran di Furnace System Suatu power plant akan membutuhkan uap untuk memutar sistem turbinnya sehingga dapat menghasilkan energy listrik pada generator. Untuk menghasilkan uap maka diperlukan energy atau panas yang akan mengubah air dari fasa cair ke fasa gas. Pada power plant ini menggunakan bahan bakar batubara untuk menghasilkan panas tersebut.
17
Pembakaran batubara untuk menghasilkan panas tersebut dipusatkan di dalam furnace pada boiler dengan temperatur tertentu yang sangat tinggi. Proses pembakaran dibantu dengan suatu sistem yang dirancang untuk mendukung terjadinya pemanasan yang paling efisien dan tidak mengganggu kelestarian lingkungan sekitar. Proses pembakaran pada kebutuhan pembakaran yaitu bahan bakar, oksigen yang cukup, panas, dan reaksi kimia. Batubara yang digunakan dalam proses pembakaran diharapkan dapat terbakar seoptimal mungkin. Untuk itu batubara perlu dihaluskan dengan cara dihaluskan dengan alat yaitu Pulverizer. Di sisi lain juga perlu diberikan oksigen yang cukup melalui suatu sistem fan serta sistem pemantik untuk ignisi awal pembakaran dengan desain khusus. Pada umumnya, pembakaran yang terjadi tidak selalu sempurna. Sebagai akibatnya apabila pembakaran tidak sempurna maka akan menyisakan ash yang melebihi batas kandungannya apabila pembakaran sempurna. Dan juga menghasilkan emisi gas yang melebihi batas polusi udara. Di dalam furnace yang merupakan bagian dari boiler terdapat sistem yang dinamakan sistem CCOFA dan SOFA yang bertujuan mengurangi terbentuknya gas NOx pada saat pembakaran, juga dibarengi dengan tilt system pada gun burner yang akan mengontrol temperatur pada boiler. Udara panas keluar menuju stack dan ash akan jatuh serta ditampung oleh hopper, bottom ash jatuh langsung di bawah furnace dan partikulat yang masih tersisa di dalam udara sisa pembakaran menuju ESP (Elektrostatic Presipitator) yang menangkap fly ash dengan sistem elektrostatik sehingga fly ash jatuh dan ditampung oleh hopper. Setelah melalui ESP, udara masih akan mengandung Sulfur yang dapat menyebabkan hujan asam apabila bereaksi dengan air. Oleh sebab itu udara tersebut dilewatkan FGD (Flue Gas Desulphurization) yang menangkap Sulfur (SO2) di dalam gas buang dengan cara mengabsorpsi zat tersebut dengan air laut. Setelah udara tersebut dilewatkan FGD, selanjutnya masuk stack / chimney
18
setinggi 220 m dan dibuang ke udara. Untuk memantau kadar polutan yang terdapat di dalam emisi gas sisa pembakaran terdapat suatu instrument bernama CEMS (Continous Emission Monitoring System) yang beroprasi secara kontinu selama 24 jam yang terletak pada ketinggian 110 m dari stack.
Gambar 2.5 Ash and Flue Gas Control
2. 2. 4 Sistem Pembakaran Tangensial dengan SOFA dan CCOFA Proses pembakaran yang terjadi di dalam boiler menggunakan konsep pembakaran tangensial. Bahan bakar dan udara disuplai ke dalam furnace melalui windbox yang terdapat pada pojok – pojok boiler. Nozzle – nozzle tempat keluarnya bahan bakar dan udara diarahkan secara tangensial terhadap lingkaran imajiner di dalam furnace dan bukan merupakan nozzle – nozzle tunggal.
19
Gambar 2.6 Tangentially Corner Firing Boiler
Sebagai akibatnya akan terbentuk lidah api yang berbentuk pusaran, lidah api bentuk ini sangat efektif untuk mencampur bahan bakar dan udara sekunder disebabkan oleh turbelensi dan difusi. Oleh sebab itu, pembakaran sempurna dapat terjadi di dalam furnace. Pada proses pembakaran di dalam furnace dapat terbentuk oksida nitrogen (NOx) yang berasal dari nitrogen di dalam batu bara atau berasal dari nitrogen yang terdapat dalam udara atmosfer. Pembentukan oksida nitrogen tersebut hanya dapat terjadi pada temperatur tinggi, yaitu pada temperatur di atas 1426.7 oC (2600 oF). Laju pembentukan NOx yang berasal dari atmosfer meningkat secara eksponensial sejalan dengan meningkatnya temperatur pembakaran dan juga berbanding lurus dengan akar kuadrat konsentrasi oksigen yang tersedia. Mengurangi jumlah oksigen yang tersedia dan temperatur pembakaran adalah metode yang efektif untuk mengontrol pembentukan NOx. Sistem pembakaran tangensial ini didesain untuk membakar batubara secara efisien serta mengurangi pembentukan NOx. Berdasarkan studi yang telah dilakukan sistem pembakaran tangensial ini dapat mengurangi 50 % emisi NOx dapat diminilisasi oleh sistem ini dengan cara mengontrol jumlah udara yang
20
masuk. Untuk membatasi pembentukan NOx yang berasal dari udara atmosfer dilakukan penambahan udara pendingin di atas daerah pembakaran untuk mendinginkan daerah – daerah yang paling panas di dalam furnace. Teknik lain yang digunakan untuk menghasilkan pembentukan NOx yang rendah adalah desain yang memastikan terjadinya ignisi bahan bakar lebih cepat. Dengan memulai titik pembakaran sangat dekat dengan nozzle bahan bakar akan dihasilkan lidah api yang stabil yang akan lebih mudah dikontrol pada kondisi stoikiometri. Sistem penambahan dan pengontrolan yang masuk ke dalam sistem pembakaran dikenal dengan sebutan Close Coupled Overfire Air (CCOFA) dan Separated Overfire Air (SOFA). Kedua sistem tersebut diletakkan di sebelah atas zona pembakaran primer dengan fungsi seperti yang telah disebutkan di atas.
Gambar 2.7 Overfire air port untuk mengendalikan temperatur furnace dan menghindari emisi NOx
21
2. 2. 5 Sistem Penyediaan Bahan Bakar Bahan bakar yang digunakan untuk memperoleh panas pada sistem furnace PLTU Paiton unit 7 adalah batubara dan minyak bumi (solar). Solar digunakan pada tahap awal berjalannya sistem boiler (start – up) untuk memudahkan penyalaan api. Batubara yang ditampung dalam silo diletakkan di atas pulverizer, kemudian pada saat akan digunakan, batubara tersebut akan dijatuhkan ke dalam pulverizer melalui feeder (alat pengisi batubara). Pulverizer merupakan alat yang berfungsi menghaluskan batubara, juga berfungsi menguapkan sebagian besar kelembaban di dalam batubara, di dalam pulverizer terdapat udara panas dengan temperatur kurang lebih 300 oC yang dapat menguapkan air dan temperatur batubara keluaran sebesar 65 oC. sehingga proses pembakaran mudah dilakukan. Alat ini juga berfungsi untuk mengklasifikasikan atau mentransfer batubara ke dalam furnace dengan ukuran lebih halus setelah mengalami penggerusan di dalamnya. Dengan ukuran yang halus sehingga memudahkan proses atomisasi dalam pencampuran proses pembakaran. Sedangkan batubara yang lebih keras dan tidak dapat digerus dibuang ke bawah dan ditampung oleh Phyrite hopper. Dari wadah ini selanjutnya dibuang ke landfill. Temperatur di dalam pulverizer tidak boleh terlalu tinggi, dijaga temperatur flow batubara pada suhu 65oC, agar tidak muncul pembakaran dengan sendirinya atau disebut juga dengan spontaneous combustion di dalam pulvirezer. Batubara yang ditransfer ke dalam furnace dengan bantuan udara primer yang dihembuskan oleh primary air fan (PA Fan) melalui sistem perpipaan menuju ke dalam gun burner.
22
Gambar 2.8 Coal burner
2. 2. 6 Sistem Windbox Windbox adalah tempat keluarnya udara pembakaran dan bahan bakar baik solar maupun batubara. Windbox didesain bersama dengan tangential firing system untuk membakar bahan bakar dengan mereduksi NOx. 6 kompartemen berupa coal nozzles A, B, C, D, E, dan F selalu terhubung dalam pengaturan fuel oil ke dalam furnace. Fuel air dari secondary air dirubah ke porsi yang sesuai dengan perbandingan bahan bakar dalam firing bahan bakar. 3 kompartemen adalah elevasi A-B, C-D, dan E-F sebagai pemanasan awal furnace yaitu oil guns atau pembakaran solar, HEA ignitions, dan flame scanners, memiliki fuel air dampers sebagai pengatur posisi awal posisi burner. Flame scanners ditempatkan diantara elevasi batubara B, C, dan D, kemudian kompartemen di atas coal elevation E.
23
Komponen utama dari tangential firing system adalah: 1. Coal firing equipment, tiap elevasi batubara memiliki 4 kompartemen batubara dengan pengisian batubara oleh pulverizer. Batubara ditransfer dengan pulverizer melalui pipa ke windbox dan coal nozzle. Masing – masing kompartemen batubara memiliki cal nozzle dilengkapi dengan tilting flame front control coal nozzle tip. 2. Oil firing equipment, pemakaian dari ketiga oil gun elevations memiliki HEA ignitions. Oil guns didesain dengan pengoprasian sistem remote dengan HEA ignitions yang memakai sistem remote pula dan dikonjuksikan bersama. 3. Airflow distribution equipment, pada sistem tangential firing memakai 2 kombinasi untuk mengurangi NOx, yaitu mengatur masuknya udara oleh secondary air dan mentransfer bahan bakar batubara lebih awal. 4. Windbox damper drives, penggerak windbox dampers yaitu pneumatic, baik windbox pada SOFA maupun masuknya auxiliary air flow, windbox memiliki katup yang membuka dan menutup untuk mengatur besarnya air flow pada setiap corner. 5. Windbox tilt drives, berfungsi mengatur pergerakan semburan api pada burner, yaitu pergerakan ketinggian api dalam furnace. Tilting digerakan dengan system pneumatic.
Gambar 2.9 Contoh Burner Arrangement
24
Gambar 2.10 Windbox Elevation Designation
25
2. 2. 7 Sistem Penyediaan Udara Proses pembakaran sangat membutuhkan oksigen dalam jumlah yang memadai agar pembakaran sempurna dapat terjadi. Dengan kondisi boiler yang tidak sempurna, maka jumlah udara yang diperlukan karena waktu kontak di dalam furnace yang begitu singkat (hanya beberapa detik), sehingga pencampuran yang sempurna antara bahan bakar dengan oksigen belum tentu dapat terjadi dengan sempurna. Implementasinnya, kelebihan udara yang dilakukan pada furnace di PLTU Paiton unit 7 mendapatkan suplai udara dari sistem fan. Tiga jenis fan yang mendukung penyuplaian udara untuk sistem furnace, yaitu: 1. Force draft fan (FD Fan), berfungsi untuk mensuplai udara sekunder ke dalam sistem furnace melalui Wind Box. 2. Primary air fan (PA Fan), berfungsi untuk membantu kerja FD Fan untuk menyuplai udara kedalam furnace dan menekan batubara dari pulverizer kedalam furnace serta mengeringkan batubara pada temperatur 65 oC dengan membawa udara panas dari primary air heater. 3. Induced draft fan (ID Fan), berfungsi untuk membantu kerja FD fan untuk menarik udara keluar dari furnace serta menciptakan tekanan negative di dalam sistem furnace. FD Fan dan ID Fan bersama – sama membentuk tekanan negatif di dalam furnace untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Apabila tekanan di dalam furnace menjadi positif dan furnace mengalami kebocoran, maka api pembakaran yang terdapat di dalam furnace akan tersedot keluar dinding boiler sehingga dapat memberikan bahaya yang sangat besar. Dengan kondisi tekanan negative, maka yang terjadi adalah sebaliknya dimana udara luar yang akan tersedot ke dalam sistem furnace. Sebelum udara dimasukkan ke dalam sistem furnace, maka terlebih dahulu perlu dilakukan pemanasan. Proses ini dinamakan dengan Air Pre – Heater. Hal ini dilakukan dengan melewatkan udara ke bagian backpasss dari boiler sehingga udara di dalam boiler yang masih memiliki sisa panas dari proses pembakaran di furnace. Tujuannya adalah agar panas yang terdapat di dalam furnace tidak hanya
26
habis dipakai untuk menaikkan temperatur udara yang disuplai oleh FD Fan dan PA Fan sehingga terjadi efisiensi dalam pembakaran.
Gambar 2.11 Siklus kebutuhan udara pada furnace
2. 2. 8 Sistem Pemantik Kebutuhan pembakaran pada bahan bakar memerlukan proses penyulutan api yang dinamakan pemantikan atau disebut juga ignition. Bahan bakar dengan udara primer dari PA fan dan udara sekunder dari FD fan yang dialirkan ke dalam boiler / furnace tidak akan dapat terbakar tanpa adanya suatu sistem pemantikan awal. Dengan adanya pemantik dan udara (oksigen) yang memadai, maka bahan bakar yang disuplai akan terbakar dengan baik dan menghasilkan panas yang tinggi. Panas ini akan mengubah air dari fase cair menjadi fase uap. Setelah keadaan self firing dapat dicapai, maka sistem pemantik ini sudah tidak diperlukan lagi dan dapat dimatikan.
27
2.3 Sootblowing System Dalam proses pembakaran di dalam boiler, sisa pembakarannya dapat berupa clinker yang menempel pada permukaan water wall tube atau wall tube. Clinker adalah kerak arang yang menempel. Clinker dapat mengurangi efisiensi pembakaran dalam furnace, karena transfer panas pembakaraan ke dalam tube terhambat, sehingga bahan bakar yang dipakai lebih banyak. Sootblowing System digunakan untuk mengurangi clinker dengan cara penyemburan uap ke arah water wall tube. Alat yang dipakai adalah sootblower, ada 2 macam yaitu long blower terletak di super heater dan wall blower di wall tube.
2.4 Continuos Emission Monitoring System (CEMS) Pembakaran menghasilkan flue gas atau dapat disebut udara panas akan langsung dialirkan menuju chimney/stack. Chimney yang dimiliki oleh PLTU Paiton Unit 7 dan 8 ini memiliki ketinggian 220 m dan dilengkapi dengan sebutan CEMS (Continuous Emission Monitoring System). Unit ini dipergunakan untuk memantau emisi SO2, NOx, CO, dan opasitas dari flue gas. PLTU Paiton Unit 7 menggunakan dua jenis metode sampling untuk mengukur konsentrasi gas emisi yang dikeluarkan secara kontinu dan otomatis pada waktu sebenarnya. Pertama, sistem ekstraktif dengan pengenceran digunakan untuk mengukur emisi gas pada stack seperti karbon dioksida (CO 2), karbon monoksida (CO), oksidan nitrogen (NOx), dan oksida sulfur (SO2). Kedua sistem ekstraktif cool dry digunakan untuk mengukur konsentrasi oksida sulfur (SO2) pada inlet dan outlet unit FGD.
28
CEMS adalah system terintregasi yang bekerja dengan mengumpulkan sample langsung dari stack yang mengalirkan polutan ke atmosfer. CEMS terdiri dari tiga komponen dasar: a. Sistem sampling dan pengkondisian b. Gas analyser atau monitor c. System penanganan data dan sistem control Sitem ekstraktif yang digunakan oleh PLTU Paiton Unit 7 adalah sistem sampling yang mengambil sejumlah sampel dari stack, mengkondisikan sampel dengan menyingkirkan pengotor dan kandungan airnya, dan menstransport sampel tersebut menuju analyzer yang terdapat di tempat lain. Pengkondisian yang dilakukan terhadap flue gas antara lain adalah: a. Sistem ekstraktif cool – dry Sistem monitoring ini digunakan untuk mengukur konsentrasi SO 2 pada inlet dan outlet unit FGD. Pada sistem cool – dry, sampel gas ditransfer melalui jalur probe oleh pompa vakum setelah melalui filter partikulat menuju sistem pendingin dipertahankan pada 35 oF untuk mempertahankan sampel berada pada titik pengembunannya sehingga kandungan air terkondensasi pada temperature tersebut. Ada dua tahap sistem pendingin, yang pertama untuk mengkondisi sampel berada pada kondisi kering. b. Sistem ekstraktif dengan pengenceran terdiri dari probe untuk mengencerkan sampel yang belum dipanaskan dan pompa, sistem pembersihkan udara, gas pengkalibrasi, analyzer, dan DAHS. Pengenceran
sampel
terjadi
pada
stack
menggunakan
probe
pengenceran. Critical orifice dengan kecepatan antara 50 sampai 500 ml/min dan mengalirkannya menuju pompa ejector dimana sampel gas tersebut dicampurkan dengan udara pengencer. Ratio pengenceran yang dilakukan oleh sistem adalah 25 : 1. Beberapa factor yang dapat mempengaruhi laju alir dan ratio pengenceran, yaitu: a. Berat molekul
29
b. Tekanan stack c. Temperatur Semua data yang dihasilkan oleh CEMS (Continuos Emission Monitoring System) akan dilaporkan secara bulanan kepada DJLP, PT. Paiton Energy, dan pemerintah Jawa Timur yang berwenang.
2.5 Dasar Kebutuhan Proses Pembakaran pada Boiler 2.5.1 Tiga Kebutuhan Pembakaran yang Baik Kebutuhan pembakaran yang baik memiliki tiga kondisi yang diperlukan pada pembakaran boiler yaitu: a. Waktu, waktu pembakaran dalam furnace diperlukan sesuai kebutuhan reaksi pembakaran terhadap jumlah bahan bakar yang terbakar semua. Hal ini disesuaikan dengan disain boiler. b. Temperatur, panas yang cukup harus dirawat dan tersedia untuk menyalakan dan mendukung proses pembakaran. Temperatur furnace perapian harus dijaga di atas suhu penyala sampai suhu dibawah terbentuknya NOx yaitu 1426,7oC. c. Turbulence, pencampuran yang cukup antara bahan bakar dan udara diperlukan untuk menyempurnakan hasil pembakaran dalam tungku perapian.
2.5.2 Syarat Minimal Pembakaran Batubara yang Baik Kebutuhan pembakaran batubara yang harus dipenuhi sebelum terbakar dalam furnace, berikut syarat minimal pembakaran batubara yang baik:
30
a. Primary air yang mentransfer batubara ke dalam furnace akan dicampurkan udara dengan batubara, harus sama antara sudut – sudut pengapian dalam furnace. b. Secondary air yang mengalir menuju windbox ke dalam furnace, perbedaan tekanan yang dihasilkan di dalamnya dijaga untuk memelihara poin – poin pengapian yang sesuai dan menjaga bentuk api. Berikut ini adalah kronologi proses pembakaran batubara: Heating and drying
Minor devolatilization
Products of combustion
Ignition and major devolatilization
Char burn-out (carbonaceous residue)
Gambar 2.12 Kronologi proses pembakaran batubara
2.5.3 Efisiensi Pembakaran Batubara
hc =
CO2 correction (dry, 0% O2) CO2 max (dry, 0%O2)
Dimana:
CO2 corr (dry, 0% O2)
CO2 max (dry, 0% O2)
=
=
21 x (CO2 measured) 21 - O2 measured
31.3 C + 11.5 S 1.504 C + 3.55 H + 0.56 S + 0.13 N + 0.45 O
Syarat data:
Batubara analisa terakhir, di (dalam)% berat/beban
31
Flue Gas mengukur konsentrasi CO2 and O2 (% vol., dry)
Prediksi Excess Air: EA %
= 100 x
O2 - [CO]/2 0.264 [N2] - {[O2] - [CO]/2}
Syarat data:
Flue gas komposisi dihitung: CO2, O2, dan CO (in % vol., dry)
Konsentrasi N2 dihitung mengikuti: [N2] = 100 – [O2] – [CO2] – [CO]
Faktor yang Berpengaruh Terhadap Complete Combustion:
Kereaktifan bahan bakar Ukuran partikel unsur / butir bahan bakar Efisiensi bahan bakar dan air yang bercampur Excess air Temperatur Udara Waktu Temperatur furnace
Gambar 2.13 Excess Air as a Function of Flue Gas Composition (for coal)
32
Gambar 2.14 Properties of the Products of Combustion
33
Tabel 2.2 Combustion Efficiency Chart - Coal
2.5.4 Tiga Belas Kebutuhan Pembakaran Boiler yang Optimal Keperluan Batubara: o Mutu ukuran pengisian batubara yang konsisten. o Pengisian batubara yang terukur oleh gravimetric feeder. o Ukuran kehalusan batubara berkisar 70 passing a 200-mesh screen, dan 50 mesh particles <0.1%.
34
Pendistribusian ke burner: o Primary air flow terkontrol secara akurat sebesar ± 3% o Primary air terhadap bahan bakar terkontrol secara akurat meskipun sampai batas minimal. o Kecepatan aliran bahan bakar minimal berkisar 3.300 ft/min. o Jalur bahan bakar seimbang pada pengetesan udara bersih terhadap 2% dari perhitungan rata – rata. o Jalur bahan bakar seimbang pada pengetesan udara kotor terhadap 5% dari perhitungan rata – rata. o Jalur bahan bakar seimbang pada aliran bahan bakar terhadap 10% dari perhitungan rata – rata. Pembakaran: over fire air harus terukur akurat dan terkontrol dengan 3% keakuratan. o Pembakaran ataupun pengoksidasian di dalam furnace adalah 3% oksigen lebih baik. o Toleransi mekanik dari burners dan dampers sebesar +1/4 inch. o Kebutuhan secondary air pada windbox sebesar rata – rata 5-10%.
2.6 Combustion Control System (CCS) CCS adalah functional logic yang berfungsi untuk mengontrol proses pembakaran di boiler sesuai permintaan dari Coordinated Control System dengan tetap menjaga semua parameter operasi pada kondisi yang optimal dan dalam batasan yang aman. CCS meliputi pengaturan secara terpadu terhadap fuel control system, airflow control system, O2 trim, furnace pressure control system, dan auxiliary air damper.
35
CCS menerapkan fungsi cross limiting untuk menjamin
bahwa dalam
segala kondisi, udara pembakaran dalam ruang bakar selalu lebih besar dibandingkan jumlah bahan bakarnya. Saat beban naik, fuel demand selalu mengikuti air demand, artinya bahan bakar tidak akan naik terlebih dahulu sebelum adanya kenaikan udara. Saat beban turun, air demand selalu mengikuti fuel demand, artinya udara tidak akan turun terlebih dahulu sebelum adanya penurunan bahan bakar. Functional logic CCS diimplementasikan dalam DCS. CCS menerima dan mengirimkan sinyal status, sinyal monitoring, dan sinyal proteksi ke dan dari FSSS. Dalam proses pembangkitan energi listrik, CCS merupakan satu kesatuan dengan turbine governor control system dibawah koordinasi Unit Control.
2.6.1 Fuel Control System Fuel Control System digunakan untuk mengontrol jumlah bahan bakar yang dikirim ke ruang bakar. Bahan bakar utama adalah batubara, sedangkan untuk pemanasan dan stabilisasi pengapian digunakan fuel oil. Fuel Control System terdiri dari : sistem pengukuran jumlah bahan bakar yang dikirim ke ruang bakar, air cross limiting, fuel master controller, dan mill demand balancer, Fuel Master Station, dan Feeder Demand Station. Unit 7 memiliki 6 feeder, dimana untuk beban maksimum diperlukan 5 feeder dan lainnya sebagai cadangan.
2.6.2 Fuel Flow Measurement Total Fuel Flow merupakan penjumlahan Fuel Oil Firing Rate dan Total Coal Flow. Total Coal Flow adalah penjumlahan batubara yang masuk ke ruang bakar dari tiap-tiap feeder yang sedang beroperasi. Sinyal Total Fuel Flow diskala dalam satuan % menggunakan function generator seperti ditunjukkan pada gambar di bawah ini:
36
Gambar 2.15 Scalling of Total Coal Flow in %
2.6.3 Fuel Controller Demand untuk fuel control berasal dari Boiler Master yang cross-limited dengan actual airflow dimana sebuah fungsi low selector membandingkan demand untuk fuel control dari Boiler Master dengan total airflow, dan harga yang terkecil yang dipilih untuk menjamin bahwa bahan bakar yang dikirim ke ruang bakar selalu tidak akan melebihi jumlah udara. Alarm Air Limiting Coal Flow akan muncul, jika udara yang dikirim ke ruang bakar lebih kecil dari pada jumlah bahan bakarnya. Sehingga fungsi low selector akan memilih actual airflow sebagai fuel demand, sehingga fuel control memerintahkan feeder untuk menurunkan jumlah bahan bakar yang dikirim ke ruang bakar hingga lebih kecil dari udara. Fuel controller terdiri dari terdiri dari dua loop, yaitu Fuel Master CONTROLLER sebagai outer loop controller, dan Mill Demand BALANCER sebagai inner loop controller. Fuel Master CONTROLLER membandingkan fuel demand (SP) dengan Total Fuel Flow (PV). Perbedaan yang terjadi menyebabkan kontroller tersebut bereaksi untuk menaikkan atau menurunkan harga keluarannya hingga jumlah bahan bakar yang dikirim ke boiler sesuai dengan harga setpoint.
37
Keluaran Fuel Master CONTROLLER merupakan setpoint Mill Demand BALANCER yang dibandingkan dengan Total Feeder Demand (PV), yaitu jumlah dari tiap-tiap feeder demand yang sedang beroperasi. Keluaran Mill Demand BALANCER adalah Balanced Mill Demand yang merupakan feeder station demand dari tiap-tiap feeder yang beroperasi dalam mode AUTO. Perbedaan yang terjadi menyebabkan kontroller tersebut bereaksi untuk menaikkan atau menurunkan harga feeder station demand hingga jumlah bahan bakar yang dikirim ke boiler sesuai dengan harga setpoint. Keluaran Fuel Master CONTROLLER tidak bisa naik lagi (inhibited) jika keluaran BALANCER sudah maksimum (>105%). Sebuah alarm/status Balancer at Maximum akan muncul di DCS. Keluaran Fuel Master CONTROLLER tidak bisa turun lagi (inhibited) jika keluaran BALANCER sudah minimum (<25%). Sebuah alarm/status Balancer at Minimum akan muncul di DCS.
2.6.4 Fuel Master STATION Dengan adanya Fuel Master STATION memungkinkan operator secara manual mengatur jumlah bahan bakar yang dikirim ke boiler.
Control Output (CO) : Mill Demand
Process Variable (PV) : Total Fuel Flow
Setpoint (SP) : Air Cross Limiting Boiler Demand Pada mode AUTO , keluaran Fuel Master STATION sama dengan (tracking)
keluaran Fuel Master CONTROLLER. Fuel Master STATION transfer secara otomatis dari mode AUTO ke mode MANUAL jika salah satu dari sinyal di bawah ini aktif :
FD Fan STATION kedua-duanya pada mode MANUAL
Compensated Steam Flow < 10% (229.856 TPH, aktual setting di DCS = 248 TPH)
38
Kualitas sinyal Compensated Steam Flow tidak baik (diluar range 0 ~ 2298.56 TPH)
Kualitas sinyal Boiler Demand (keluaran Boiler Master STATION) tidak baik diluar range 0 ~ 100%)
Gambar 2.16 Pulverizer Overview display pada DCS operator station
Fuel Master STATION transfer ke mode MANUAL dan keluarannya sama dengan (tracking) Total Feeder Demand jika semua Feeder STATIONs pada mode MANUAL. Jadi Fuel Master STATION dapat ditransfer ke mode AUTO jika ada salah satu Feeder yang beroperasi pada mode AUTO. Jika Fuel Master STATION pada mode MANUAL, menyebabkan Boiler Master STATION transfer ke mode MANUAL TRACKING.
39
2.6.5 Feeder Bias STATION Tiap-tiap feeder memiliki Feeder Bias STATION yang dapat dioperasikan secara AUTO atau MANual yang keluarannya untuk mengatur kecepatan feeder. Dengan adanya Feeder Bias STATION memungkinkan operator secara manual mengontrol kecepatan feeder. Pada Mode AUTO, fasilitas bias digunakan untuk mengatur komposisi demand tiap-tiap feeder agar diperoleh hasil pembakaran yang optimal.
Control Output (CO) : Feeder Demand
Process Variable (PV) : Balanced Mill Demand
Setpoint (SP) : Feeder Bias Feeder Bias STATION transfer secara otomatis dari mode AUTO ke mode
MANUAL jika salah satu dari sinyal di bawah ini aktif : Hot Air Damper-nya pada mode MANUAL. Cold Air Damper-nya pada mode MANUAL. Sinyal Feeder Release to AUTO (BM-BY-120) dari FSSS tidak aktif. Sebuah alarm muncul bila Feeder Bias STATION transfer ke mode MANUAL. Minimum feeder demand adalah 25% yang merupakan harga dimana proses pembakaran diperkirakan masih aman. Jika sinyal Run Feeder to Minimum dari FSSS aktif maka kecepatan feeder akan runback ke 25%.
2.6.6 Airflow Control System Fungsi Airflow Control adalah untuk mengontrol dan memastikan bahwa jumlah udara yang dikirim ke boiler untuk proses pembakaran lebih besar dibanding jumlah bahan bakarnya (kondisi air rich) dalam segala kondisi. Airflow Control System terdiri dari Sistem pengukuran untuk mengetahui jumlah udara pembakaran yang dikirim ke boiler (Airflow Measurement), Airflow Controller, FD Fan Stall Detection, dan FD Fan Bias Station.
40
Udara pembakaran dihasilkan oleh dua buah axial flow Forced Draft Fans (FD Fans). Jumlah udara yang dihasilkan tergantung dari besarnya sudut kipas (blade pitch).
2.6.7 Airflow Measurement Untuk pengukuran jumlah aliran udara yang dihasilkan, dilakukan oleh redundant flow transmitters. Fasilitas Transmitter SELECTOR tersedia untuk memilih hasil pengukuran secara indivdu atau memilih harga rata-rata dari kedua transmitter tersebut. Jika kualitas sinyal yang dikirim salah satu transmitter tidak baik (bad quality), secara otomatis transmitter SELECTOR akan memilih transmitter yang baik. Jika kualitas sinyal kedua transmitter tidak baik, maka sebuah alarm akan muncul dan FD Fan STATION transfer ke mode MANUAL. Sistem pengukuran tersebut juga dilengkapi fungsi untuk memonitor perbedaan harga (deviasi) kedua transmitter tersebut. Sebuah alarm akan muncul bila perbedaannya melebihi 100 m3/seconds. Range pengukuran yang digunakan oleh airflow control adalah sebagai berikut :
Total Compensated Primary Airflow: 0-100% = 0-226,83 M3/second
Compensated Airflow tiap-tiap FD Fan: 0-100% = 0-342.16 M3/second Total Compensated Airflow adalah penjumlahan Temperature Compensated
Airflow dari kedua FD fans dan Total Compensated Primary Airflow yang merupakan total primary air yang mengalir pada tiap-tiap pulverizer. Harga Total Compensated Airflow untuk kontrol (0-100%) adalah tidak linear seperti ditunjukkan oleh gambar dibawah ini:
41
Gambar 2.17 Scaling Total Airflow in %
2.6.8 Airflow Controller Sinyal O2 Correction dari O2 Trim CONTROLLER diubah menjadi O2 Trim Multiplier Ratio oleh sebuah function generator seperti ditunjukkan pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.18 O2 Trim Multiplier sebagai fungsi O2 Correction
42
Harga O2 Trim Multiplier Ratio digunakan untuk melakukan trim (penambahan dan pengurangan dengan harga yang kecil) pada Total Compensated Airflow, dan hasilnya adalah sinyal O2 Corrected Total Compensated Airflow yang merupakan process variable (PV) Airflow CONTROLLER. Total Airflow Demand adalah harga terbesar dari salah satu sinyal di bawah ini:
Total Fuel Flow
Total Heat Release yang dikalikan dengan suatu konstanta (0.95)
Boiler Demand (dari Boiler Master),
minimum airflow setpoint (35%) Airflow CONTROLLER membandingkan Total Compensated Airflow yang
dikoreksi O2 Correction sebagai proses variable dengan Total Airflow Demand sebagai setpoint. Airflow CONTROLLER menghasilkan sinyal FD Fan Demand ke masingmasing FD Fan Demand STATIONs. Perbedaan antara kedua inputnya menyebabkan kontroller bereaksi untuk menaikkan atau menurunkan harga keluarannya sehingga blade pitch FD Fan juga berubah untuk menaikkan atau menurunkan jumlah udara yang dikirim ke boiler hingga sesuai dengan demand. Untuk meningkatkan responnya, Airflow CONTROLLER mendapatkan sinyal feedforward dari sebuah function generator seperti ditunjukkan pada gambar di bawah ini:
43
Gambar 2.19 Airflow Controller Feedforward yang merupakan fungsi Total Compensated Airflow Demand
2.6.9 FD Fan Stall Detection FD Fan dalam kondisi stall jika minimal terjadi salah satu kondisi seperti di bawah ini:
Sensor untuk mendeteksi kondisi stall BG-YS-510A/B mendeteksi adanya kondisi stall, saat posisi blade pitch > 25. Sensor stall BG-YS-510A/B terpasang searah dengan putaran fan. Sensor tersebut mendeteksi perbedaan tekanan antara sisi blade yang satu dengan lainnya. Bila perbedaannya melebihi harga stall setpoint (500mbar) menandakan bahwa udara hanya berputar disekitar fan (turbulensi) dan tidak dialirkan ke arah boiler walaupun posisi blade pitch >25.
FD Fan Blade Pitch Demand adalah 5% lebih besar dibanding FD Fan Allowable Maximum Blade Pitch
44
Gambar 2.20 FD Fan overview display pada DCS operator station
Gambar 2.21 FD Fan Control faceplate display pada DCS operator station
45
Harga FD Fan Allowable Maximum Blade Pitch tergantung dari besarnya FD Fan Airflow %. Hubungan antara keduanya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.22 FD Fan Allowable Maximum Blade Pitch yang merupakan fungsi FD Fan Airflow Jika
kondisi stall terjadi, menyebabkan fungsi airflow demand block
increase dan unit load block increase aktif yaitu kondisi dimana beban unit ditahan agar tidak naik dan turun dengan kecepatan tertentu menuju 0 (rundown) hingga FD Fan keluar dari kondisi stall. FD Fan Blade Pitch Demand runback ke 25.
2.6.10 FD Fan Bias Station Masing-masing FD Fan memiliki sebuah FD Fan Bias STATION. Dengan adanya station ini, operator dapat secara manual mengatur blade pitch pada harga yang diinginkan.
Control Output (CO) : FD Fan Demand
Process Variable (PV) : Required FD Fan Demand
Setpoint (SP) : Bias value Fasilitas untuk bias, terdapat pada masing-masing FD Fan STATION. Pada
mode AUTO, operator dapat melakukan pengaturan untuk menyeimbangkan beban kerja kedua FD Fan tersebut dengan mengatur harga bias. Jadi FD Fan
46
Blade Pitch Demand adalah penjumlahan antara FD Fan Demand dengan harga FD Fan Bias. FD Fan Bias STATION transfer secara otomatis dari mode AUTO ke mode MANUAL jika salah satu dari sinyal di bawah ini aktif :
FD Fan dalam kondisi STOP
FD Fan sequence STOP aktif
Kualitas sinyal FD Fan Blade Pitch Demand Feedback tidak baik (bad quality)
Posisi blade pitch tidak sesuai dengan demand, dimana deviasinya >10% selama >10 detik.
FD Fan blade torque high (dideteksi oleh torque switch BGZIH523A/B
Kualitas sinyal FD Fan Airflow (BGFI518A/B) tidak baik (bad quality)
Kedua ID Fan pada kondisi manual.
2.6.11 Primary Air Duct to Furnace Differential Pressure Control Primary air adalah udara pendorong yang dibutuhkan untuk mengirim batubara yang telah dihaluskan dalam pulverizer (pulverized coal) ke boiler dipasok oleh dua buah centrifugal primary air fan (PA Fans). Pa Fans menjaga primary air duct-to-furnace differential pressure sesuai dengan setpoint (7 kPa) dengan mengatur pembukaan inlet damper masing-masing PA Fan. Primary Air Duct to Furnace Differential Pressure Control terdiri dari sistem pengukuran untuk mengetahui perbedaan tekanan antara primary Air Duct dengan tekanan di dalam ruang bakar (PA Duct to Furnace dP Measurement), PA Duct to Furnace dP Controller, PA Fan Bias Station.
2.6.12 PA Duct to Furnace dP Measurement Masing-masing unit 7&8 memiliki dua buah transmitter untuk mengukur dan memonitor perbedaan tekanan antara tekanan pada primary air duct dengan tekanan dalam di dalam ruang bakar yaitu BF-PDT-683 dan BF-PDT-684.
47
Fasilitas Transmitter Selector BFPDI683/4-SL tersedia untuk memilih salah satu atau harga rata-rata dari kedua transmitter tersebut. Range pengukuran masingmasing transmitter untuk kontrol adalah 0 ~ 15kPa. Jika kualitas sinyal yang dikirim salah satu transmitter tidak baik (bad quality), secara otomatis transmitter SELECTOR akan memilih transmitter yang baik. Jika kualitas sinyal kedua transmitter tidak baik, maka sebuah alarm akan muncul dan menyebabkan PA Fan Bias Station transfer ke mode MANUAL. Sistem pengukuran tersebut juga dilengkapi fungsi untuk memonitor perbedaan harga (deviasi) kedua transmitter tersebut. Sebuah alarm akan muncul bila perbedaannya melebihi 2kPa.
2.6.13 PA Duct to Furnace dP Controller Kontroller membandingkan perbedaan tekanan hasil pengukuran dengan setpoint. Perbedaan antara keduanya menyebabkan kontroler bereaksi untuk mengatur inlet damper masing-masing PA Fan hingga differential pressure dijaga sesuai setpoint. Untuk meningkatkan responnya, kontroler mendapatkan sinyal feedforward yang besarnya sebanding dengan jumlah feeder yang beroperasi.
48
Gambar 2.23 PA Fan overview display pada DCS operator station
2.6.14 PA Fan Bias Station Dengan adanya station ini, operator dapat secara manual mengatur posisi inlet damper.
Control Output (CO) : PA Fan demand
Process Variable (PV) : PA Fan airflow demand
Setpoint (SP) : Bias PA Fan Bias Station transfer secara otomatis dari mode AUTO ke mode
MANUAL jika salah satu dari sinyal di bawah ini aktif :
Sinyal feedback posisi inlet damper tidak baik (bad quality)
Sinyal PA duct to furnace dP tidak baik (bad quality)
49
2.6.15 Furnace Pressure Control System Proses pembakaran di dalam boiler menghasilkan gas buang (flue gases) yang harus dialirkan keluar dari ruang bakar dalam jumlah yang sama dengan jumlah udara yang masuk ke ruang bakar. Bila tidak maka tekanan dalam ruang bakar akan cenderung naik (positif) diatas atau turun (negatif) dibawah harga optimalnya. Tekanan di dalam ruang bakar harus dijaga pada kondisi negatif untuk mencegah keluarnya flue gas dari lubang inspeksi yang membuka (atau dibuka) atau dari celah ruang bakar yang bocor yang dapat menyebabkan kecelakaan pada manusia atau merusak peralatan. Tekanan ruang bakar boiler unit 7&8 dijaga pada setpoint –0.1 kPaG yang merupakan tekanan optimalnya. Tekanan ruang bakar selalu dijaga oleh Furnace Pressure Control System dengan mengatur posisi blade pitch Axial-Flow Induced Draft Fans (ID Fans). Furnace Pressure Control System terdiri dari sistem pengukuran untuk mengetahui tekanan di dalam ruang bakar (Furnace Pressure Measurement), Furnace Pressure Controller, Furnace Implosion Protection, Directional Blocking, ID Fan Stall Detection, dan ID Fan Bias Station.
2.6.16 Furnace Pressure Measurement Tekanan ruang bakar diukur oleh 3 buah pressure transmitter yaitu BG-PT548, 697, 699, yang bertujuan untuk agar sistem kontrol tetap berfungsi secara AUTO bila terjadi kerusakan pada salah satu transmitter. Suatu fungsi Median Signal SELECTOR akan memilih harga median dari ketiga transmitter tersebut. Deviasi ketiga harga keluarannya selalu dimonitor oleh suatu fungsi yang akan mengirimkan alarm bila deviasinya >0.5 kPaG.
2.6.17 Furnace Pressure Controller Furnace Pressure CONTROLLER adalah sebuah kontroler non-linear yang mengabaikan terjadinya perubahan tekanan yang cukup kecil, dan akan memberikan respon hanya pada perubahan tekanan yang melebihi batasannya
50
(dead band). Fungsi deadband diperoleh dari function generator seperti ditunjukkan pada gambar 3-16. Kontroller membandingkan tekanan dalam ruang bakar dengan setpoint, dan jika perbedaannya melebihi harga deadband, kontroler akan memberikan respon untuk mengatur posisi blade pitch ID Fan hingga tekanan dalam ruang bakar sesuai dengan setpoint. Operator dapat merubah setpoint tekanan ruang bakar melalui faceplate BGFPSETPT.
Gambar 2. 24 PV of Furnace Pressure Controller sebagai fungsi pengurangan antara actual Furnace Pressure dengan setpoint
2.6.18 Furnace Implosion Protection Sistem proteksi tersebut berfungsi untuk mencegah terjadinya tekanan negatif yang berlebihan dalam ruang bakar ketika terjadi boiler MFT. Tekanan negatif yang berlebihan dapat merusak boiler. Segera inlet damper ID fan diperintahkan untuk menutup bila terjadi tekanan negatif yang berlebihan dalam ruang bakar setelah boiler MFT. Saat terjadi MFT, sistem proteksi bekerja dan furnace pressure controller mendapatkan sinyal bias feedforward yang memerintahkan untuk mengurangi furnace pressure demand secara cepat dengan
51
ramp rate tertentu, sehingga posisi blade pitch ID fan juga turun. Setelah periode tertentu furnace pressure control kembali bekerja normal dan inlet damper akan kembali membuka. Harga ramp rate dan periode waktu tersebut diperoleh melalui pengamatan yang cermat sebelum diterapkan, dan memerlukan percobaan untuk mendapatkan harga yang sesuai dengan besarnya tekanan negatif yang dihasilkan ketika terjadi MFT.
2.6.19 Directional Blocking Sistem proteksi tersebut digunakan sebagai tindakan pencegahan untuk melindungi boiler dari kerusakan akibat tekanan positif atau negatif yang berlebihan dalam ruang bakar. Saat tekanan dalam ruang bakar cenderung positif melebihi suatu setpoint, maka posisi blade pitch ID fan ditahan untuk tidak turun, dan posisi blade pitch FD fan ditahan untuk tidak naik. Dan sebaliknya ketika tekanan dalam ruang bakar cenderung negatif melebihi suatu setpoint, maka posisi blade pitch ID fan ditahan untuk tidak naik, dan posisi blade pitch FD fan ditahan untuk tidak turun. Saat terjadi directional blocking muncul alarm di DCS.
2.6.20 ID Fan Stall Detection ID Fan dalam kondisi stall jika minimal terjadi salah satu kondisi seperti di bawah ini:
Tekanan ID Fan outlet lebih kecil 10 kPa dibandingkan tekanan ID Fan inlet. Hal ini menandakan bahwa udara hanya berputar disekitar fan (turbulensi) dan tidak ada kenaikan aliran udara yang sebanding dengan kenaikan posisi blade pitch.
ID Fan Blade Pitch Demand lebih besar 5% dibanding ID Fan Allowable Maximum Blade Pitch yang merupakan fungsi dari kenaikan ID Fan airflow yang seharusnya sebanding dengan kenaikan posisi blade pitch.
Saat terjadi kondisi stall, proteksi airflow demand block increase, dan unit demand block increase aktif. Beban unit ditahan untuk tidak naik, dan unit control
52
akan memerintahkan boiler dan turbine untuk menurunkan beban hingga kondisi stall tidak terjadi lagi.
2.6.21 ID Fan Bias Station Masing-masing ID fan memiliki sebuah Bias-Station. Dengan adanya station tersebut, operator dapat secara manual mengatur posisi bladepitch sesuai yang
diinginkan.
Pada
mode
AUTO,
fungsi
bias
digunakan
untuk
menyeimbangkan kerja antara ID fan yang satu dengan lainnya. ID Fan
Bias Station transfer secara otomatis dari mode AUTO ke mode
MANUAL jika salah satu dari sinyal di bawah ini aktif :
ID Fan trip atau sinyal run confirm tidak datang
Deviasi antara demand dengan posisi blade pitch >15%
Torsi ID Fan blade pitch tinggi.
Kualitas sinyal ID fan blade pitch demand feedback quality)
Kualitas sinyal furnace pressure tidak baik (bad quality)
tidak baik (bad
53
Gambar 2.25 ID Fan overview display pada DCS operator station
2.6.22 Auxiliary Air Damper Control System Masing-masing unit 7&8 memiliki 7 Auxiliary Air Dampers, sebagai berikut:
Elevation A-A Auxiliary Air Damper BF-FCD-728
Elevation A-B Auxiliary Air Damper BF-FCD-726
Elevation B-C Auxiliary Air Damper BF-FCD-724
Elevation C-D Auxiliary Air Damper BF-FCD-722
Elevation D-E Auxiliary Air Damper BF-FCD-720
Elevation E-F Auxiliary Air Damper BF-FCD-716
Elevation F-F Auxiliary Air Damper BF-FCD-714 Auxiliary Air Dampers Control digunakan untuk menjaga perbedaan
tekanan windbox dengan tekanan dalam ruang bakar (windbox-To-Furnace Differential Pressure) sesuai dengan setpoint.
54
Auxiliary Air Dampers Control System terdiri dari sistem pengukuran untuk mengetahui perbedaan tekanan windbox dengan tekanan dalam ruang bakar (Windbox to Furnace dP Measurement), Auxiliary Air Dampers Controller, dan Auxiliary Air Dampers Demand Station.
Gambar 2.26 Windbox Overview display pada DCS operator station
2.6.23 Windbox to Furnace dP Measurement Sepasang transmitters yaitu BG-PDT-546 & BG-PDT-547 untuk mengukur windbox-To-Furnace Differential Pressure. Fasilitas Transmitter Selector BGPDI546/7-SEL tersedia untuk memilih salah satu atau harga rata-rata dari kedua transmitter tersebut. Jika kualitas sinyal yang dikirim salah satu transmitter tidak baik (bad quality), secara otomatis transmitter SELECTOR akan memilih transmitter yang baik. Jika kualitas sinyal kedua transmitter tidak baik, maka
55
sebuah alarm akan muncul dan menyebabkan BGPDIC546/7 STATION transfer ke mode MANUAL. Sistem pengukuran tersebut juga dilengkapi fungsi untuk memonitor perbedaan harga (deviasi) kedua transmitter tersebut. Sebuah alarm akan muncul bila perbedaannya melebihi 10kPa.
2.6.24 Auxiliary Air Dampers Controller Windbox-To-Furnace dP CONTROLLER membandingkan windbox-ToFurnace Differential Pressure dengan setpoint, yang merupakan penjumlahan fungsi dari boiler load (steam flow) seperti terlihat pada gambar di bawah dan harga bias. Harga bias dapat diatur melalui BGPDIC546/7-BIAS dalam range antara 0~1.9986 kPaD.
Gambar 2.27 Windbox to Furnace dP setpoint sebagai fungsi dari Boiler Load (steam flow) Selama berlangsungnya Boiler Purging hingga load di bawah 30% , harga setpoint CONTROLLER adalah konstan pada 0.5 kPaD. Ketika boiler load >30% hingga 50% dan antara 50% hingga 60%, harga setpoint naik sesuai kenaikan boiler load. Dan ketika boiler load >60%, harga setpoint konstan pada 1.4 kPaD. Perbedaan yang terjadi antara setpoint dengan Windbox-To-Furnace dP menyebabkan Aux Air Damper Demand berubah sehingga semua auxiliary air dampers membuka/menutup untuk menjaga dP sesuai setpoint. Jenis Windbox to Furnace dP CONTROLLER adalah DIRECT controller yaitu respon yang dihasilkan sebanding dengan besarnya Windbox to Furnace dP.
56
Jika dP bertambah besar, maka Aux Air Damper akan semakin membuka hingga harga dP kembali sesuai setpoint. Dan sebaliknya, bila dP semakin turun, maka Aux Air Damper juga akan semakin menutup hingga harga dP kembali sesuai setpoint. FSSS menghasilkan sinyal digital yang memerintahkan Auxiliary Air Dampers membuka atau menutup penuh dalam kurun waktu tertentu. Ketika boiler load >30%, Aux Air Dampers untuk elevasi A-A, B-C, D-E, dan E-F, menutup secara berurutan dengan interval 10 detik bila feeder yang berdekatan tidak beroperasi. Dan Aux Air Dampers untuk elevasi A-B, C-D, E-F, menutup secara berurutan dalam interval 10 bila feeder dan fuel oil gun yang berdekatan tidak beroperasi. Perintah untuk menutup Auxiliary Air Dampers dilakukan secara berurutan dari elevasi tertinggi menuju elevasi terendah. Auxiliary Air Dampers pada elevasi AB, CD, and EF secara otomatis akan membuka ke 50% saat fuel oil gun yang bersangkutan sedang beroperasi. Ketika beban boiler turun <30%, sinyal perintah dari FSSS untuk menutup Auxiliary Air Dampers akan inaktif dan kontrol terhadap damper tersebut dilakukan oleh kontroler untuk menjaga windbox to furnace dP sesuai dengan setpoint. Hal ini terjadi dalam interval 10 detik, dimulai dari elevasi terendah menuju elevasi tertinggi. Semua elevasi Auxiliary Air Dampers diperintah untuk membuka penuh bila salah satu sinyal di bawah ini aktif :
Windbox-To-Furnace dP > 1.393 kPaD,
Sinyal Open All Aux Air Dampers dari FSSS (BM-ZY-150) aktif
Windbox-To-Furnace dP is high ( pressure switch BG-PDSH-545 aktif)
57
2.6.25 Auxiliary Air Dampers Demand Station Semua Aux Air Dampers memiliki sebuah STATION BGPDI546/7. Dengan adanya station tersebut, operator dapat secara manual membuka atau menutup semua damper pada posisi yang diinginkan.
Control Output (CO) : Aux Air Damper Demand
Process Variable (PV) : Windbox-To-Furnace dP
Setpoint (SP) : Programmed Function of Load ditambahkan dengan harga Bias STATION BGPDI546/7 transfer dari mode AUTO ke mode MANual jika
salah satu dari sinyal di bawah ini aktif :
Kedua FD Fans berada pada mode MANUAL
Kualitas sinyal Compensated Steam Flow BSFI107A/B tidak baik (bad quality)
Kualitas sinyal Windbox to Furnace dP dari transmitter BG-PDT-546 dan BG-PDT-547 tidak baik (bad quality)
Sebuah alarm akan muncul ketika station tersebut transfer ke mode MANual.
2.6.26 Fuel Air Control System Masing-masing unit 7&8 memiliki 6 Fuel Air Dampers, sebagai berikut:
Elevation A Fuel Air Damper BF-FCD-728
Elevation B Fuel Air Damper BF-FCD-726
Elevation C Fuel Air Damper BF-FCD-724
Elevation D Fuel Air Damper BF-FCD-722
Elevation E Fuel Air Damper BF-FCD-720
Elevation F Fuel Air Damper BF-FCD-716
Fuel Air Damper dikontrol secara open loop dimana posisi damper ditentukan oleh fungsi Coal Feeder Speed Demand seperti ditunjukkan pada gambar di bawah :
58
Gambar 2.28 Fuel Air Damper Demand sebagai fungsi dari Coal Feeder Demand Fuel Air Damper tidak memiliki STATION, sehingga operator tidak dapat mengatur posisi damper tersebut secara manual. Pada kondisi tertentu FSSS mengirimkan sinyal digital untuk membuka atau menutup secara penuh Fuel Air Dampers. Bila sinyal tersebut tidak aktif, Fuel Air Dampers dikontrol oleh DCS. Semua Fuel Air Damper akan membuka secara penuh bila salah satu kondisi dibawah ini terjadi :
Kedua FD Fans OFF atau kedua ID Fans OFF
Boiler Master Fuel Trip (MFT)
Ketika terjadi MFT, FSSS memerintahkan semua fuel damper untuk membuka penuh, timer 5 menit untuk “Post Purge Fan Trip” reset dan mulai menghitung mundur. Jika setelah 5 menit fan groups masih dalam kondisi beroperasi, maka sinyal perintah dari FSSS untuk membuka semua fuel air damper (BM-ZYO-729) akan inaktif sehingga elevasi D, E, F dikontrol oleh DCS, dan 30 detik kemudian elevasi A, B, C. Jadi selama 5 menit setelah terjadi MFT, boiler purging tidak dapat dilakukan karena salah satu persyaratannya adalah posisi fuel air damper harus menutup terlebih dahulu. Fuel Air Damper diperintahkan menutup penuh oleh FSSS saat feeder pada kondisi not proven. Ketika kondisi feeder sudah proven (proven adalah kondisi
59
dimana feeder sudah beroperasi selama > 50 detik), fuel air damper membuka sesuai fungsi feeder speed. Ketika feeder beroperasi, Fuel Air Damper Demand tidak pernah membuka < 50% karena minimum feeder speed adalah 25%. Ketika feeder speed > 25% damper demand bertambah sesuai kenaikan feeder speed.
2.6.27 Close-Coupled Overfire Air (CCOFA) Damper Control System Masing-masing unit 7&8 memiliki 2 CCOFA Dampers, sebagai berikut:
CCOFA – A Damper BF-FCD-715
CCOFA – B Damper BF-FCD-714
Damper tersebut dikontrol secara open loop dan masing-masing memiliki sebuah station yang memungkinkan operator untuk mengatur posisi damper tersebut secara manual. Pada mode AUTO, damper tersebut membuka atau menutup berdasarkan fungsi penjumlahan Programmed Function of Total Airflow Demand yang merupakan setpoint Airflow CONTROLLER) dengan harga Bias seperti ditunjukkan pada gambar di bawah ini : Harga Bias dapat diatur oleh operator melalui Bias STATION BFFIC715 atau BFFIC714 pada range ±50%. CCOFA-A Selama Total Airflow Demand <30%, CCOFA-A Dampers Demand berada pada kondisi konstant 10%. Ketika Total Airflow Demand > 30%, CCOFA-A Dampers Demand bertambah sesuai kenaikan Total Airflow Demand.
60
Gambar 2.29 CCOFA-A Damper Demand sebagai fungsi Total Airflow Demand
CCOFA-B Selama Total Airflow Demand <40%, CCOFA-B Dampers Demand berada pada kondisi konstant 10%. Ketika Total Airflow Demand >40%, CCOFA-A Dampers Demand bertambah sesuai kenaikan Total Airflow Demand. Dan ketika Total Airflow Demand >90% (sampai dengan 100%) CCOFA-B Dampers Demand membuka penuh.
Gambar 2.30 CCOFA-B Damper Demand sebagai fungsi Total Airflow Demand Pada kondisi tertentu FSSS mengirimkan sinyal digital untuk membuka secara penuh CCOFA Dampers. Bila sinyal tersebut tidak aktif, CCOFA Dampers dikontrol oleh DCS. Semua CCOFA Dampers akan membuka secara penuh bila salah satu kondisi dibawah ini terjadi :
61
Windbox-To-Furnace dP > 1.393 kPaD,
Sinyal Open All Aux Air Dampers dari FSSS (BM-ZY-150) aktif
Windbox-To-Furnace dP is high ( pressure switch BG-PDSH-545 aktif)
Ketika terjadi MFT, FSSS memerintahkan semua CCOFA untuk membuka penuh, timer 5 menit untuk “Post Purge Fan Trip” reset dan mulai menghitung mundur. Jika setelah 5 menit fan groups masih dalam kondisi beroperasi, maka sinyal perintah dari FSSS untuk membuka CCOFA(BM-ZYO-729) akan inaktif. Masing-masing CCOFA Damper memiliki sebuah Bias STATION yaitu BFFIC715 dan BFFIC714. Dengan adanya station tersebut, operator dapat secara manual membuka atau menutup CCOFA damper pada posisi yang diinginkan.
Control Output (CO) : CCOFA Damper Demand
Process Variable (PV) : Programmed Function of Total Airflow Demand
Setpoint (SP) : harga Bias
Bias STATION akan tracking sinyal Aux Air Open Setpoint (100%) untuk membuka penuh CCOFA Dampers jika salah satu kondisi di bawah ini terjadi:
Kedua FD Fans berada pada mode MANUAL
Kualitas sinyal Compensated Steam Flow BSFI107A/B tidak baik (bad quality)
Kualitas sinyal Windbox to Furnace dP tidak baik (bad quality)
Bias STATION akan transfer secara otomatis dari mode AUTO ke mode MANUAL bila kualitas sinyal CCOFA Damper Demand feedback tidak baik (bad quality). Sebuah alarm akan muncul ketika station tersebut transfer ke mode MANUAL.
2.6.28 Separated Overfire Air (SOFA) Damper Control System Masing-masing unit 7&8 memiliki 4 SOFA Dampers, sebagai berikut:
SOFA - A Damper BF-FCD-713
SOFA - B Damper BF-FCD-712
SOFA - C Damper BF-FCD-711
SOFA - D Damper BF-FCD-710
62
SOFA dampers berfungsi untuk mengurangi terbentuknya NOx terutama saat beban tinggi. Saat beban pembangkit dan kebutuhan udara meningkat, udara dalam jumlah yang lebih besar juga dialirkan melalui SOFA dampers sebagai udara overfire untuk mengurangi terbentuknya NOx pada suhu ruang bakar yang lebih tinggi karena jumlah bahan bakar juga meningkat. Damper tersebut dikontrol secara open loop dan masing-masing memiliki sebuah station yang memungkinkan operator untuk mengatur posisi damper tersebut secara manual. Pada mode AUTO, damper tersebut membuka atau menutup berdasarkan fungsi penjumlahan Programmed Function of Total Airflow Demand yang merupakan setpoint Airflow CONTROLLER dengan harga Bias. Grafik fungsi tersebut diperoleh melalui suatu percobaan hingga didapatkan kondisi pembakaran yang paling optimal. Untuk Paiton 7&8 ditunjukkan pada gambar di bawah ini: Harga Bias dapat diatur oleh operator melalui Bias STATION BFFIC713, FFIC712, BFFIC711, atau BFFIC710 pada range ±100%.
Gambar 2.31 SOFA-A Damper Demand sebagai fungsi Total Airflow Demand
63
Gambar 2.32 SOFA-B Damper Demand sebagai fungsi Total Airflow Demand
Gambar 2.33 SOFA-C Damper Demand sebagai fungsi Total Airflow Demand Pada kondisi tertentu FSSS mengirimkan sinyal digital untuk membuka atau menutup secara penuh CCOFA Dampers. Bila sinyal tersebut tidak aktif, CCOFA Dampers dikontrol oleh DCS. Semua CCOFA Dampers akan membuka secara penuh bila salah satu kondisi dibawah ini terjadi :
64
Gambar 2.34 SOFA-D Damper Demand sebagai fungsi Total Airflow Demand
Windbox-To-Furnace dP > 1.393 kPaD,
Sinyal Open All Aux Air Dampers dari FSSS (BM-ZY-150 dan BM-ZYO730) aktif Sinyal tersebut di atas aktif bila FD dan ID Fan dalam kondisi OFF atau Boiler MFT aktif
Windbox-To-Furnace dP is high ( pressure switch BG-PDSH-545 aktif)
Ketika terjadi MFT, FSSS memerintahkan SOFA untuk membuka penuh, timer 5 menit untuk “Post Purge Fan Trip” reset dan mulai menghitung mundur. Jika setelah 5 menit fan groups masih dalam kondisi beroperasi, maka timer 35 detik reset dan mulai menghitung mundur. Setelah 35 detik dan kedua kondisi di atas tidak berubah, maka perintah dari FSSS untuk membuka semua SOFA damper akan inaktif . Jadi selama 5 menit setelah terjadi MFT, boiler purging tidak dapat dilakukan karena salah satu persyaratannya adalah posisi SOFA harus modulating terlebih dahulu.
65
Masing-masing SOFA Damper memiliki sebuah Bias. Dengan adanya station tersebut, operator dapat secara manual membuka atau menutup CCOFA damper pada posisi yang diinginkan.
Control Output (CO) : SOFA Damper Demand
Process Variable (PV) : Programmed Function of Total Airflow Demand
Setpoint (SP) : harga Bias
Bias STATION transfer dari mode AUTO ke mode MANUAL jika salah satu dari sinyal di bawah ini aktif : Master Fuel Trip Kualitas sinyal SOFA Damper Demand feedback tidak baik (bad quality) Sebuah alarm akan muncul ketika station tersebut transfer ke mode MANual.
BAB III METODOLOGI 3.1 Metodologi Kegiatan Tahapan kerja pada kegiatan penyusunan Laporan Akhir adalah sebagai berikut: Mulai
Ide Studi Kajian pemanfaatan udara pembakaraan PLTU Paiton unit 7
Studi Literatur
Pengambilan data dari pengaturan parameter yang ditentukan
Tidak sesuai
Data sesuai dengan parameter Sesuai
Analisa data untuk mengetahui efisiensi pemakaian excess air
Kesimpulan dan Saran
Selesai 66
67
KETERANGAN: 1.
Studi Literatur Studi literatur dilakukan untuk mendapatkan teori yang mendukung studi
ini. Teori tersebut diperoleh melalui pustaka mengenai nilai excess air, khususnya boiler dengan tipe drum baik itu yang berkaitan dengan definisi excess air, kebutuhan pembakaran, sistem penyediaan pembakaran, kebutuhan bahan bakar, sistem kebutuhan udara ke dalam pembakaran, parameter – parameter kontrol excess air yang diperlukan, parameter – parameter yang harus dikendalikan, hingga pemanfaatan pengaturan nilai excess air. 2.
Pengambilan Data Pengambilan data ini dimaksudkan untuk memperoleh indikasi dari hasil
pengolahan parameter – parameter yang diinginkan. Pengambilan data akan dilakukan sesuai dengan prosedur atau cara kerja dari parameter yang akan dianalisa. 3.
Analisa Data Data yang telah diambil dianalisa dengan cara membandingkan
karakteristik parameter yang dikontrol dengan parameter yang berubah dari tiap kebutuhan oksigen dari pembakaran pada boiler untuk mengetahui efisiensi dari tiap kebutuhan maksimal sampai minimal oksigen yang dipakai sesuai pengaruh parameter – parameter yang ditentukan. 4.
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan diambil dari hasil analisa yang telah dilakukan dan saran
diberikan untuk dapat meningkatkan efisiensi pembakaran boiler berdasarkan dari pada kebutuhan excess air yang diberikan.
3.1.1 Jadwal Pelaksanaan Pencarian permasalahan atau ide studi dan penyusunan Laporan Akhir ini dilaksanakan selama satu setengah bulan, yaitu pada bulan Mei dan Juni tahun 2010, tiap minggu mengikuti jadwal masuk pelaksanaan program magang mahasiswa di lapangan. Pengambilan kondisi parameter yang dikerjakan sesuai dengan kondisi dan kebijaksanaan prosedur perusahaan. Jadwal pelaksanaan pekerjaan Laporan akhir sebagai berikut:
68
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Analisa
No Kegiatan
1 2 3 4 5
Mei Juni 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengenalan secara umum pembakaran boiler PLTU Paiton unit 7 Penyusunan syarat pengambilan parameter yang ditentukan Pengambilan data Analisa data dan pembahasan Penyusunan Laporan
KETERANGAN: 1.
Pengenalan secara umum pembakaran boiler PLTU Paiton unit 7 Pengenalan pembakaran boiler PLTU Paiton unit 7 dilaksanakan selama 1
minggu. Pada kegiatan ini yang dilakukan adalah meninjau lokasi instalasi kebutuhan pembakaran boiler, yaitu kebutuhan bahan bakar, kebutuhan udara, burner, dan pengontrolan pembakaran. 2.
Penyusunan syarat pengambilan parameter yang ditentukan Penyusunan syarat pengambilan parameter yang ditentukan dilaksanakan
selama 1 minggu. Syarat yang digunakan selama proses pengambilan data adalah parameter yang dikontrol jangan sampai mengalami perubahan yang signifikan dan menyusun parameter – parameter sebagai indikasi daripada pengaturan proses pengambilan data. Masing – masing parameter dapat dimonitor dengan software program PI, yaitu program yang berbasis DTSPI terhubung terhadap server perusahaan berdasar indikasi tiap – tiap sensor instrument dengan tagging yang dimiliki masing – masing sensor pembacaan. 3.
Pengambilan data Pengambilan data dilakukan selama 1 minggu. Pengambilan data diperoleh
berdasar penyusunan parameter – parameter yang memiliki tagging berupa kode angka dan huruf, sesuai durasi waktu masing – masing data, yaitu selama 15 menit perdata. 4.
Analisa dan pembahasan Kegiatan ini dilaksanakan selama 2 minggu. Pada kegiatan ini yang
dilakukan adalah menganalisa data – data karakteristik pemakaian oksigen pada
69
excess air tiap perubahan load PLTU atau daya yang dihasilkan dengan kebutuhan oksigen yang dapat diamati pada O2 trim. Dari analisa tersebut dapat diketahui hasil efisiensi daripada pemakaian excess air optimal pada boiler Paiton unit 7. 5.
Penyusunan laporan Kegiatan penyusunan laporan dilakukan mulai awal pelaksanaan kegiatan
analisa sampai berakhirnya pekerjaan Laporan akhir. Laporan Akhir berisi tentang tinjauan pustaka yang mendukung studi, metodelogi kegiatan, hasil yang didapat pada saat pengambilan data, analisa data serta pembahasan serta kesimpulan dan saran – saran yang dapat diberikan berhubungan dengan permasalahan yang ditemui pada studi analisa Laporan Akhir ini.
3.2 Metodologi Analisa Metode analisa excess air yang dilakukan disusun dengan cara sebagai berikut ini: 1. Mengetahui proses peralatan pengaturan dengan sistem kerjanya yang didukung gambar P & ID. 2. Membuat prosedur atau langkah – langkah pengambilan data untuk memperoleh parameter – parameter yang diinginkan. 3. Memberikan hasil pengambilan data yang sudah dilakukan. 4. Memberikan hasil analisa data yang diperoleh. Pengambilan data dengan metode pengamatan dari Program PI untuk memonitor parameter – parameter yang ditentukan. Program PI dapat dilihat untuk merecord parameter – parameter juga yang disiapkan oleh komputer di DCS room. Di dalam DCS juga menyiapkan tagging number pada masing – masing peralatan untuk mengetahui parameter yang dihasilkan.
3.2.1 Membandingkan Model Udara Pembakaran Kebutuhan udara dengan kebutuhan bahan bakar yang dihasilkan untuk membandingkan kebutuhan daya power plant yang dihasilkan. Berdasarkan hasil data yang diperoleh adalah membandingkan model udara pembakaran yaitu pada semua aplikasi pembakaran, udara menyediakan oksigen yang dibutuhkan. Dalam
70
laporan ini memberikan model pembakaran perhitungan – perhitungan di dalam pembakaran ini, sebagai berikut: a. Semua komponen udara selain oksigen digabungkan bersama – sama dengan nitrogen. Oleh sebab itu, udara dianggab terdiri dari 21 % oksigen dan 79 % nitrogen dengan basis molar nitrogen terhadap oksigen adalah 0,79/0,21 = 3,76 mol nitrogen. Udara yang dimaksudkan di sini adalah yang tidak mengandung uap air. Jika udara lembab dipakai dalam pembakaran, uap air yang terkandung harus diperhitungkan di dalam penulisan persamaan pembakaran, namun pembakaran terjadi dalam proses kering. b. Kita juga mengansumsikan bahwa nitrogen yang terkandung di dalam udara untuk pembakaran tidak mengalami proses kimia. Artinya, nitrogen dianggap inert. Nitrogen mengalami perubahan kondisi jika produk – produk hasil pembakaran memiliki temperature yang berbeda dengan temperature udara sebelum pembakaran. Jika terjadi temperature tinggi yang cukup untuk menjadikan nitrogen ke NOx, menyebabkan polusi udara. c. Rasio udara bahan bakar yaitu rasio jumlah udara di dalam sebuah reaksi terhadap jumlah bahan bakar.. rasio ini dapat dituliskan dengan basis molar (mol udara dibagi dengan mol bahan bakar) atau dengan basis massa (massa udara dibagi dengan massa bahan bakar). Konversi di antara kedua nilai ini dilakukan dengan menggunakan berat molekuler dari udara, Mudara, dan bahan bakar, Mbahan bakar. Rasio udara bahan bakar : massa udara massa bahan bakar
=
mol udara x Mudara mol bahan bakar x Mbahan bakar
d. Rasio ekuivalensi adalah rasio dari rasio actual bahan bakar udara terhadap rasio bahan bakar udara untuk pembakaran dengan jumlah udara teoritis. e. Jumlah udara yang disuplai biasanya lebih besar atau lebih kecil dari jumlah teoritis. Jumlah udara aktual yang disuplai biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase udara teoritis atau theoretical air persentage. Sebagai contoh, udara teoritis 150% berarti udara aktual yang disuplai
71
adalah 1,5 kali jumlah udara teoritis. Jumlah udara yang di suplai dapat juga dinyatakan sebagai persentase kelebihan atau persentase kekurangan udara. Jadi, udara teoritis 150 % adalah sebanding dengan kelebihan udara 50 %, udara teoritis 80 % adalah sebanding dengan kekurangan udara 20 %.
3.2.2 Menggunakan Analisis Produk Kering Di dalam membandingkan model udara pembakaran, diasumsikan terjadi pembakaran tuntas. Prosedur untuk memperoleh persamaan reaksi setimbang dari reaksi aktual di mana pembakaran tidak terjadi secara tuntas tidak selalu jelas untuk dilakukan. Pembakaran adalah hasil dari serangkaian reaksi kimia yang sangat rumit dan cepat, dan produk yang terbentuk bergantung pada berbagai factor. Produk hasil reaksi bervariasi dengan temperature dan tekanan, dengan pencampuran antara bahan bakar dan udara merupakan suatu factor penentu dalam reaksi yang terjadi setelah campuran bahan bakar dan udara dinyalakan. Walaupun jumlah udara yang disuplai di dalam proses pembakaran aktual dapat melebihi jumlah teoritis, tidak jarang terjadi sejumlah CO dan O 2 yang tidak terbakar muncul di dalam produk hasil pembakaran, dan mungkin juga terdapat bahan bakar yang tidak terbakar di dalam produk yang dihasilkan. Di dalam analisa produk kering, fraksi – fraksi mol diberikan untuk semua produk gas kecuali uap air. Hasil dari produk pembakaran yang ditambahkan dengan excess air dibandingkan dengan kebutuhan load atau daya kapasitas output power plant, sehingga mengetahui kebutuhan bahan bakar yang dihasilkan dan daya yang dipakai pada kapasitas produksi power plant.
72
3.2.3 Menganalisa Perhitungan Efisiensi Pembakaran Batubara terhadap Load (Generator Output) Dengan menganalisa suatu produk pembakaran batubara dengan menambahkan excess air dari semua data yang diperoleh, dapat dihitung efisiensi pembakaran terhadap hasil Load (generator output). Sehingga mengetahui analisis kebutuhan efisien excess air yang dipakai pada boiler terhadap output generator.
BAB IV HASIL PENGATURAN DAN ANALISA DATA
4.1 Hasil Pengaturan 4.1.1 Pengontrolan Peralatan untuk Hasil Pengambilan Data Excess Air Dalam pengontrolan pembakaran boiler menggunakan excess air untuk mendapatkan pembakaran yang sempurna memiliki peralatan yang dirangkai untuk melakukan proses dan dikontrol serta memonitor melalui DCS (Distributed Control System), di antaranya yaitu: 1. Pengaturan peralatan control sebagai syarat yang harus dikendalikan dan jangan sampai mengalami perubahan dalam durasi waktu kebutuhan pengambilan data, antara lain: a. Konfigurasi pulverizer yang digunakan harus sama pada waktu data diambil. Artinya saat perlakuan proses mengambil data yang satu dengan yang lain dari 6 pulverizer yang ada, hanya 5 yang aktif dan susunan penyalaannya sama, sehingga burner yang menghasilkan api juga tersusun sama. b. Tidak ada proses pembersihan clinker dengan sootblowing atau penyemburan uap kearah water wall tube karena menyebabkan efisiensi pembakaran turun dan berubahnya parameter pembakaran yang diinginkan. Jika kondisi terak atau clinker dalam kapasitas perlu adanya pembersihan maka sootblowing dilakukan, kemudian memberikan tenggang waktu untuk dilakukan pengujian. c. Burner tilts atau besar sudut semburan api pada burner diatur secara manual dan disamakan posisinya saat pengmbilan data satu dengan yang lain.
73
74
d. Spesifikasi batubara dengan Higher Heating Value (HHV) yang sama atau tidak jauh berbeda. Pengukuran HHV dilakukan dengan proses sampling tiap pengisian batubara ke dalam coal silo, kemudian hasil sampling di ambil untuk pengujian lab. e. Load atau beban yang diberikan power plant atau daya dalam satuan Mega Watt (MW) yang dihasilkannya tidak jauh berbeda atau dalam kapasitas load rate yang ditentukan. f. Over fire tilts diatur secara manual dan disamakan kondisi air flow saat pengambilan antar data. g. Dampers yang mengatur laju air flow dilakukan secara manual dan dibuat kondisi sama dalam pengambilan antar data. 2. Menyusun parameter – parameter yang dihasilkan sebagai indikasi proses pengambilan data, di antaranya yaitu: a. Temperatur main steam dan reheat steam sebagai pembanding untuk mengetahui proses pembakaran yang dijalankan benar. b. Total fuel untuk mengetahui kebutuhan proses pembakaran. c. O2 trim dalam mengetahui pemakaian total air ke dalam furnace. d. Furnace pressure untuk melihat prosedur keselamatan dalam pembakaran pada boiler, dalam hal ini tekanannya dibawah atmosfer atau tekanan negatif. Dengan mengatur tekanan FD fan atau PA fan lebih besar dari ID fan, serta mengetahui kondisi boiler tidak ada udara luar yang membuat tekanan boiler menjadi positif. e. Air flow ID fan atau FD fan dalam mengontrol furnace pressure. f. Emisi CO2 dan CO yang keluar dari furnace oleh proses pembakaran, diukur oleh alat disebut juga CEMS yang terdapt dalam stack.
75
g. Temperatur flue gas di dalam air heater outlet temperature untuk memberikan panas ke udara pembakaran dari FD fan dan PA fan untuk mengeringkan batubara dan mentransfer batubara ke dalam furnace. h. SOFA dampers dan CCOFA dampers position dalam mengetahui kondisi Over Fire air flow yang sama pada pengambilan antar data. 3. Persiapan pengambilan data dengan metode pengamatan dari program PI beserta tagging number masing – masing parameter. Berikut adalah keterangan dari masing – masing tagging : a. 7EX-WATT-GEN
= daya power plant yang dihasilkan (MW)
b. 7BSTI108
= temperature main steam (oC)
c. 7FT_HRS
= temperature reheat steam (oC)
d. 7BFTOTCOAL
= total fuel / coal (Ton/H)
e. 7BGTOTAIR%
= total air yang dipakai dalam Furnace dalam %
f. 7BGTOTAIRFLW
= total air flow (m3/s)
g. 7BGCEMAI100
= emisi CO (mg/m3)
h. 7BGCEMAI102
= emisi CO2 (mg/m3)
i. 7BGPI548, 7BFPI697, 7BFPI699
= furnace pressure (KPaG)
j. 7BGTI586/7/8A
= temperature flue gas dalam secondary air heater A oC
76
k. 7BGTI586/7/8B
= temperature flue gas dalam sec secondary air heater B o
C
l. 7BGTI609
= temperature flue gas dalam primary air heater oC
4.1.2 Hasil Perolehan Data Excess Air Hasil yang diberikan disusun sesuai tagging dengan parmeter – parameternya, waktu pengambilan data, interval waktu untuk pengambilan tiap data yaitu 15 menit, data yang diambil sebanyak 11,. Berikut ini table hasil proses pembakaran yang diambil melalui program PI: Tabel 4.1 Hasil data 1 LOAD MW
MAIN STEAM OC
REHEAT STEAM OC
TOTAL COAL TON/H
TIMES 7EX-WATT-GEN
7BSTI108
7FT_HRS
7BFTOTCOA L
26-May-10 18:45:00
640.02
525.21
532.21
307.82
26-May-10 19:00:00
640.73
525.64
533.90
298.53
26-May-10 19:15:00
641.70
526.07
533.68
295.65
26-May-10 20:00:00
641.24
527.36
534.79
292.93
26-May-10 20:30:00
641.05
528.23
535.08
291.12
26-May-10 21:00:00
640.73
529.09
533.97
289.30
26-May-10 21:15:00
641.70
529.52
537.35
288.68
26-May-10 22:00:00
640.33
530.18
529.70
291.82
26-May-10 22:15:00
641.30
530.38
528.53
292.86
26-May-10 23:00:00
642.89
530.99
531.25
294.01
26-May-10 23:15:00
640.97
531.20
530.05
292.57
77
Tabel 4.2 Hasil data 2 O2 TRIM %
AIR FLOW M3/SEC
EMISI CO mg/m3
EMISI CO2 mg/m3
TIMES 7SELECTED O2
7BGTOTAIRFLW
7BGCEMAI100
7BGCEMAI102
26-May-10 18:45:00
3.442
697.06
122.54
381408
26-May-10 19:00:00
3.432
694.86
116.74
387576
26-May-10 19:15:00
3.422
692.67
200.03
388064.00
26-May-10 20:00:00
3.393
686.08
187.47
384501.72
26-May-10 20:30:00
3.374
681.69
151.40
386377.59
26-May-10 21:00:00
3.354
677.29
198.70
387952.00
26-May-10 21:15:00
3.345
675.10
438.30
390976.00
26-May-10 22:00:00
3.315
679.78
227.87
389350.00
26-May-10 22:15:00
3.306
681.49
155.78
386920.00
26-May-10 23:00:00
3.277
683.67
163.66
378976.00
26-May-10 23:15:00
3.267
683.01
148.77
382940.56
78
Tabel 4.3 Hasil data 3 TOTAL AIR %
FURNACE PRESSURE KpaG
TIMES 7BGTOTAIR%
7BGPI548
7BFPI697
7BFPI699
AVERAGE
26-May-10 18:45:00
96.68
0.00
-0.07
-0.10
-0.06
26-May-10 19:00:00
96.26
-0.01
-0.07
-0.03
-0.03
26-May-10 19:15:00
95.84
-0.03
-0.09
-0.07
-0.06
26-May-10 20:00:00
95.42
0.01
-0.04
-0.01
-0.01
26-May-10 20:30:00
95.32
-0.16
-0.21
-0.18
-0.18
26-May-10 21:00:00
95.00
0.00
-0.06
-0.05
-0.04
26-May-10 21:15:00
92.89
-0.10
-0.16
-0.18
-0.15
26-May-10 22:00:00
95.17
0.00
-0.10
-0.14
-0.08
26-May-10 22:15:00
94.97
-0.09
-0.13
-0.14
-0.12
26-May-10 23:00:00
95.72
0.04
-0.03
-0.06
-0.02
26-May-10 23:15:00
94.68
-0.08
-0.10
-0.12
-0.10
Table 4.4 Hasil data 4 FLUE GAS TEMPERATURE 0C TIMES
SA HEATER A
SA HEATER B
PA HEATER
7BGTI586/7/8A
7BGTI586/7/8B
7BGTI609
AVERAGE
26-May-10 18:45:00
147.13
146.95
159.48
151.19
26-May-10 19:00:00
147.07
146.86
159.30
151.08
26-May-10 19:15:00
147.00
146.77
159.12
150.96
26-May-10 20:00:00
146.81
146.49
158.57
150.62
26-May-10 20:30:00
146.68
146.30
158.20
150.39
26-May-10 21:00:00
146.55
146.12
157.83
150.17
26-May-10 21:15:00
146.47
146.02
157.65
150.05
26-May-10 22:00:00
145.49
145.34
157.10
149.31
26-May-10 22:15:00
145.17
145.05
156.92
149.05
26-May-10 23:00:00
144.19
144.19
156.37
148.25
26-May-10 23:15:00
143.86
143.90
156.19
147.98
79
Tabel 4.5 Hasil data 5 SOFA DAMPERS POSITION % TIMES
A
B
C
D
7BFFIC713 7BFFIC712 7BFFIC711
7BFFIC710
26-May-10 18:45:00
40
40
10
10
26-May-10 19:00:00
40
40
10
10
26-May-10 19:15:00
40
40
10
10
26-May-10 20:00:00
40
40
10
10
26-May-10 20:30:00
40
40
10
10
26-May-10 21:00:00
40
40
10
10
26-May-10 21:15:00
40
40
10
10
26-May-10 22:00:00
40
40
10
10
26-May-10 22:15:00
40
40
10
10
26-May-10 23:00:00
40
40
10
10
26-May-10 23:15:00
40
40
10
10
Tabel 4.6 Hasil data 6 HHVCOAL
CCOFA
SOFA
BRN TILTS
B
A
TILTS
7HHVCOAL
7BFFIC714
7BFFIC715
7BFSP730
7BFTIC729A.CV
26-May-10 18:45:00
5029
100
100
58.50
67.00
26-May-10 19:00:00
5029
100
100
58.50
67.00
26-May-10 19:15:00
5029
100
100
58.50
67.00
26-May-10 20:00:00
5029
100
100
58.50
67.00
26-May-10 20:30:00
5029
100
100
58.50
67.00
26-May-10 21:00:00
5029
100
100
58.50
67.00
26-May-10 21:15:00
5029
100
100
58.50
67.00
26-May-10 22:00:00
5029
100
100
58.50
67.00
26-May-10 22:15:00
5029
100
100
58.50
67.00
26-May-10 23:00:00
5029
100
100
58.50
67.04
26-May-10 23:15:00
5029
100
100
58.50
67.22
TIMES
80
4.2 Analisa Perolehan Data 4.2.1 Membandingkan Model Udara Pembakaran Membandingkan kebutuhan udara dengan kebutuhan bahan bakar yang dihasilkan. Berdasarkan hasil data yang diperoleh adalah membandingkan model udara pembakaran batubara yaitu sebagai berikut: Asumsi: a. Setiap mol oksigen di dalam udara disertai oleh 3.76 mol nitrogen. b. Nitrogen bersifat inert. c. Pembakaran terjadi secara tuntas. Pembakaran carbon: C+ ( O2 + 3.76 N2 )
CO2 + 3.76 N2
12 kg C + ( 32 kg O2 + 3.76 x 28 kg N2 ) 1 kg C + 2.67 kg O2 + 8.84 kg N2
44 kg CO2 + 3.76 N2 x 28 kg N2
3.67 kg CO2 + 8.84 kg N2
1 kg zat karbon memerlukan udara sebanyak 11.51 kg. Bila dalam 1 kg bahan bakar terdapat c kg C, memerlukan udara sebanyak 11.51 kg. Jika berat jenis oksigen pada 0 0C dan 760 mm Hg adalah 1.429 kg/m3, maka volume O2 untuk pembakaran c kg C adalah 2.67 c / 1.429 = 1.868 c kg O2. Jadi jika dalam 1 kg bahan bakar terdapat c kg C, memerlukan 11.51 kg udara, memerlukan 1.868 c kg O2 atau 11.51 c kg udara. Pembakaran hidrogen: 2H2 + ( O2 + 3.76 x N2 )
2H2O + 3.76 N2
4 kg H2 + ( 32 kg O2 + 3.76 x 28 kg N2 ) 1 kg H2 + 8 kg O2 + 26.5 kg N2
36 kg H2O + 105.28 kg N2
9 kg H2O + 26.5 kg N2
Jadi 1 kg H2 memerlukan 34.5 kg udara. Jika dalam 1 kg bahan bakar terdapat h kg H2, memerlukan 34.5 kg udara, memerlukan 8 h kg O2 atau 34.5 h kg udara.
81
Pembakaran belerang: S + O2 + 3.76 N2
SO2 + N2
32 kg S + 32 kg O2 + 105.28 kg N2 1 kg S + 1 kg O2 + 3.32 kg N2
64 kg SO2 + 105.28 kg N2 2 kg SO2 + 3.32 kg N2
Jadi 1 kg S memerlukan 1 kg oksigen atau 4.32 kg udara. Jika dalam 1 kg bahan bakar terdapat s kg S, maka diperlukan udara seberat 4.32 s kg. Jumlah udara teoritis yang diperlukan untuk pembakaran sempurna 1 kg bahan bakar adalah: But = 11.5 c + 34.5 ( h – o / 8 ) + 4.32 s kg udara per kg bahan bakar. Tiap 1 m3 udara kering terdiri dari 0.21 m3 O2 terdapat dalam 100/21 m3 O2 udara atau 4.76 m3. Untuk pembakaran 1 kg bahan bakar diperlukan volume udara sebanyak: Vut =
2.67c 8h s 100 1.429 21
= 8.9c + 26.7 ( h – o/8 ) + 3.33 s kg O2 / kg bahan bakar. Jika dalam data yang diambil menggunakan rumus untuk mencari volum udara teoritis dan kebutuhan oksigen, diperoleh hasil sebagai berikut:
82
Tabel 4.7 Kebutuhan oksigen dan udara total pada total coal TOTAL COAL
Vut
But
Ton O2
Ton udara
TON/H TIMES 7BFTOTCOAL 26-May-10 18:45:00
307.82
11970.69
14162.12
26-May-10 19:00:00
298.53
11609.28
13734.55
26-May-10 19:15:00
295.65
11497.17
13601.92
26-May-10 20:00:00
292.93
11391.48
13476.88
26-May-10 20:30:00
291.12
11321.02
13393.52
26-May-10 21:00:00
289.30
11250.56
13310.16
26-May-10 21:15:00
288.68
11226.46
13281.65
26-May-10 22:00:00
291.82
11348.23
13425.71
26-May-10 22:15:00
292.86
11388.82
13473.73
26-May-10 23:00:00
294.01
11433.45
13526.54
26-May-10 23:15:00
292.57
11377.57
13460.43
But Ton Udara
83
TOTAL COAL TON/H
Gambar 4.1 Grafik kebutuhan udara dan oksigen dengan batubara
Dari grafik di atas dapat diketahui kebutuhan bahan bakar berbanding lurus dengan kebutuhan udara dan oksigen pada perhitungan kebutuhan udara teoritis.
4.2.2 Menggunakan Analisis Produk Kering Pembakaran batubara jika ditambahkan excess air 20%. Produk pembakaran menghasilkan O2 diketahui lewat O2 trim controller dalam %. Untuk mengatur O2 trim melalui O2 trim bias station. Jika dalam data yang diambil menggunakan analisa produk kering diperoleh produk pembakaran O2, CO, CO2, hasilnya sebagai berikut:
84
Tabel 4.8 Kebutuhan bahan bakar dengan tambahan excess air TOTAL COAL
O2 TRIM %
TON/H
EMISI CO mg/m
3
EMISI CO2 mg/m
TOTAL AIR %
3
TIMES 7BFTOTCOAL
7SELECTED
7BGCEMAI100
7BGCEMAI102
7BGTOTAIR%
O2 26-May-10
307.82
3.442
122.54
381408.00
96.68
298.53
3.432
116.74
387576.00
96.26
295.65
3.422
200.03
388064.00
95.84
292.93
3.393
187.47
384501.72
95.42
291.12
3.374
151.40
386377.59
95.32
289.30
3.354
198.70
387952.00
95.00
288.68
3.345
438.30
390976.00
92.89
291.82
3.315
227.87
389350.00
95.17
292.86
3.306
155.78
386920.00
94.97
294.01
3.277
163.66
378976.00
95.72
292.57
3.267
148.77
382940.56
94.68
18:45:00 26-May-10 19:00:00 26-May-10 19:15:00 26-May-10 20:00:00 26-May-10 20:30:00 26-May-10 21:00:00 26-May-10 21:15:00 26-May-10 22:00:00 26-May-10 22:15:00 26-May-10 23:00:00 26-May-10 23:15:00
TOTAL COAL TON/H
85
O2 TRIM %
Gambar 4.2 Grafik kebutuhan excess air untuk kebutuhan batubara. Dari grafik di atas dapat diketahui kebutuhan bahan bakar tidak berbanding lurus dengan kebutuhan udara dan oksigen pada perhitungan kebutuhan udara teoritis. Karena pembakaran excess air berlebihan, dari energi yang dihasilkan batubara yang masuk bisa terbawa keluar.
4.2.3 Menganalisa Perhitungan Efisiensi Pembakaran Batubara terhadap Load (Generator Output) Asumsi: output proses PLTU hanya ditinjau hasil keluaran generator dan input dari energy batubara. Qcoal = Mcoal x HHVcoal Ket: Qcoal
= Input thermal energy of coal
1 (BTU/h)= 1.055056
(KJ/h) Mcoal
= Coal mass flow 1 (Ton/h) = 103 (Kg/h)
86
HHVcoal
= Higher Heating Value of coal 1 (BTU/lb) = 2.326 (KJ/Kg)
Net plant heat rate = Qcoal/Wgen = (KJ/KWh) Tabel 4.9 Hasil Perhitungan energi batubara LOAD
TOTAL COAL
HHVCOAL
TOTAL
HHVCOAL
MW
TON/H
(BTU/lb)
COAL
(KJ/Kg)
Qcoal (KJ/h)
Kg/h TIMES 7EX-
7BFTOTCOAL
7HHVCOAL
WATT-
7BFTO TCOAL
GEN 5/26/20
640.02
307.82
5029
307820
11697.454
3600710290
640.73
298.53
5029
298530
11697.454
3492040943
641.7
295.65
5029
295650
11697.454
3458352275
641.24
292.93
5029
292930
11697.454
3426535200
641.05
291.12
5029
291120
11697.454
3405362808
640.73
289.3
5029
289300
11697.454
3384073442
641.7
288.68
5029
288680
11697.454
3376821021
640.33
291.82
5029
291820
11697.454
3413551026
10 18:45 5/26/20 10 19:00 5/26/20 10 19:15 5/26/20 10 20:00 5/26/20 10 20:30 5/26/20 10 21:00 5/26/20 10 21:15 5/26/20
87
10 22:00 5/26/20
641.3
292.86
5029
292860
11697.454
3425716378
642.89
294.01
5029
294010
11697.454
3439168451
640.97
292.57
5029
292570
11697.454
3422324117
10 22:15 5/26/20 10 23:00 5/26/20 10 23:15
Tabel 4.10 Hasil perhitungan Net Plant heat rate LOAD MW
Qcoal
LOAD KW
(KJ/h)
Net
plant
heat
rate
KJ/KWh TIMES 7EX-WATT-GEN
7EX-WATTGEN
5/26/2010 18:45
640.02
360071029
640020
0 5/26/2010 19:00
640.73
349204094
8 640730
3 5/26/2010 19:15
641.7
345835227
641.24
342653520
641700
641.05
340536280
641240
640.73
338407344
641050
641.7
337682102
640730
640.33
341355102
5281.59043 9
641700
1 5/26/2010 22:00
5312.16411 8
2 5/26/2010 21:15
5343.60800 9
8 5/26/2010 21:00
5389.35994 2
0 5/26/2010 20:30
5450.09745 6
5 5/26/2010 20:00
5625.93401
5262.30484 8
640330
5625.93401
88
6 5/26/2010 22:15
641.3
342571637
8 641300
5341.83124
8 5/26/2010 23:00
642.89
343916845
6 642890
5349.54416
1 5/26/2010 23:15
640.97
342232411
9 640970
5339.28907
7
3
Plant efficiency = Wgen / Qcoal x 100% = Ƞ Cat: 1 KJ = 0.0002777778 KWh Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Efisiensi Batubara terhadap Load (generator output) TIMES
LOAD KW
Qcoal
Qcoal (KW)
Ƞ%
(KJ/h)
7EX-WATT-GEN 5/26/2010 18:45
640020 3600710290
1000197.383
63.9893696
5/26/2010 19:00
640730 3492040943
970011.4507 66.05385942
5/26/2010 19:15
641700 3458352275
960653.4866
5/26/2010 20:00
641240 3426535200
951815.4095 67.37020578
5/26/2010 20:30
641050 3405362808
945934.189 67.76898514
5/26/2010 21:00
640730 3384073442
940020.4758 68.16128122
5/26/2010 21:15
641700 3376821021
938005.9142 68.41108252
5/26/2010 22:00
640330 3413551026
948208.6942 67.53049238
5/26/2010 22:15
641300 3425716378
951587.9589
5/26/2010 23:00
642890 3439168451
955324.6461 67.29544795
5/26/2010 23:15
640970 3422324117
950645.6641 67.42470136
66.7982794
67.392614
89
Ƞ%
LOAD KW
Gambar 4.3 Grafik Load Terhadap Efisiensi Pembakaran Dari grafik di atas dapat diketahui kebutuhan bahan bakar tidak berbanding lurus dengan Load (generator output) pada perhitungan efisiensi pembakaran batubara yang telah bereaksi dengan menambahkan excess air. Jadi hasil perhitungan efisiensi pembakaran batubara dengan HHV sebesar 5029 BTU/lb menunjukkan kebutuhan excess air yang paling efisien ditunjukkan dalam 640.73 MW sebesar 68.16 % pada Load Rate 641.15 MW. Kebutuhan udara pembakaran apabila diberikan excess air yang berlebihan, maka energi kalor hasil pembakaran terbawa keluar oleh gas buang pembakaran atau udara panas dari pembakaran yang disebut juga flue gas, kehilangan energi melalui gas buang biasa disebut dengan stack losses. Padahal semakin banyak bahan bakar yang masuk semakin banyak kebutuhan udara pembakaran yang diperlukan. Gambar di bawah ini menunjukkan keterangan proses pembakaran dalam boiler oleh energi batubara yang masuk dengan berbagai kehilangan energi sampai keluaran proses untuk pembangkitan steam.
90
Gambar 4.4 Diagram Neraca Energi Boiler
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan 1. Efisiensi Boiler yaitu efisiensi termis boiler didefinisikan sebagai persen
energi (panas) masuk yang digunakan secara efektif pada
steam yang dihasilkan. 2. Kebutuhan udara dengan kebutuhan bahan bakar yang dihasilkan. Berdasarkan hasil data yang diperoleh melalui membandingkan model udara teoritis pembakaran batubara yaitu berbanding lurus terhadap bahan bakar. 3. Kebutuhan bahan bakar tidak berbanding lurus dengan kebutuhan udara dan oksigen pada perhitungan kebutuhan udara teoritis. Karena pembakaran excess air berlebihan, dari energi yang dihasilkan batubara yang masuk bisa terbawa keluar. 4. Hasil perhitungan efisiensi pembakaran batubara dengan HHV sebesar 5029 BTU/lb menunjukkan kebutuhan excess air yang paling efisien ditunjukkan dalam 640.73 MW sebesar 68.16 % pada Load Rate 641.15 MW. Karena kebutuhan udara pembakaran apabila diberikan excess air yang berlebihan, maka energi kalor hasil pembakaran terbawa keluar oleh gas buang pembakaran atau udara panas dari pembakaran yang disebut juga flue gas, kehilangan energi melalui gas buang biasa disebut dengan stack losses. Padahal secara teori semakin banyak bahan bakar yang masuk semakin banyak kebutuhan udara pembakaran yang diperlukan. 5. Kehilangan energi yang masuk dalam proses pembakaran terjadi karena: a. Kehilangan panas karena gas buang kering (stack losses).
91
92
b. Kehilangan panas karena steam dalam gas buang (sootblowing proses). c. Kehilangan panas karena kandungan air dalam bahan bakar. d. Kehilangan panas karena kandungan air dalam udara. e. Kehilangan panas karena bahan bakar yang tidak terbakar dalam residu. f. Kehilangan panas karena boiler blowdown (pembuangan volume air berlebih dalam steam drum). g. Kehilangan panas karena konveksi & radiasi, serta panas yang tidak terhitung.
5.2 Saran 1. Minimalisasi pembakaran yang tidak sempurna, pembakaran yang tidak sempurna dapat timbul dari kekurangan udara atau kelebihan bahan bakar atau buruknya pendistribusian bahan bakar. tidak sempurna disebabkan jeleknya pencampuran udara dan bahan bakar pada burner. Sehingga, inspeksi dan perawatan kebersihan ujung burner dilakukan dengan rutin. 2. Pengendalian udara berlebih, udara berlebih diperlukan pada seluruh praktek pembakaran untuk menjamin pembakaran yang sempurna, untuk memperoleh variasi pembakaran dan untuk menjamin kondisi cerobong yang memuaskan untuk beberapa bahan bakar. Tingkat optimal udara berlebih untuk efisiensi boiler yang maksimum terjadi bila jumlah kehilangan yang diakibatkan pembakaran yang tidak sempurna dan kehilangan yang disebabkan oleh panas dalam gas buang diminimalkan. 3. Penghindaran kehilangan panas radiasi dan konveksi, panas yang hilang dari shell boiler biasanya merupakan kehilangan energy yang sudah tertentu, terlepas dari keluaran boiler. Dengan rancangan boiler yang
93
modern, kehilangan ini hanya 1,5 persen dari nilai kalor kotor pada kecepatan penuh, namun akan meningkat ke sekitar 6 persen jika boiler beroperasi hanya pada keluaran 25 persen. Perbaikan atau pembesaran isolasi dapat mengurangi kehilangan panas pada dinding boiler dan pemipaan. 4. Pengurangan pembentukan kerak (clinker) dengan sootblower secara teratur, pada boiler yang berbahan bakar minyak dan batubara, clinker yang terbentuk pada pipa-pipa bertindak sebagai isolator terhadap perpindahan panas, sehingga endapan tersebut harus dihilangkan secara teratur. Suhu cerobong yang meningkat dapat menandakan pembentukan clinker yang berlebihan. 5. Pengendalian boiler blowdown secara otomatis boiler blowdown kontinyu yang tidak terkendali sangatlah sia-sia. Pengendali boiler blowdown otomatis dapat dipasang yang merupakan sensor dan merespon pada konduktivitas air boiler dan pH.