analisa metanil yellow
LAPORAN KIMIA MAKANAN IDENTIFIKASI METANIL YELLOW PADA SAMPEL SARI BUAH
Nama Nim Tingkat
: Dicky Fangidae : Po 530333312 1222 : II B
ANALIS KESEHATAN POLTEKES KEMENKES KUPANG 2014 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Di zaman modern sekarang ini begitu banyak terjadi perkembangan di bidang industri makanan dan minuman yang bertujuan untuk menarik perhatian para konsumen. Oleh karena itu, produsen makanan dan minuman menambahkan zat tambahan makanan atau yang sering disebut sebagai food additive Dalam persaingan untuk mendapatkan konsumen, tentunya sebuah produk minuman harus mempunyai daya tarik tersendiri. Daya tarik tersebut ada yang memang asli, namun ada juga yang sengaja diberi tambahan agar terlihat lebih menarik. Salah satunya dengan penambahan zat pewarna. Penambahan zat pewarna bertujuan untuk memperbaiki kenampakan minuman, memperoleh warna yang seragam dan menarik selera konsumen. Pewarna telah lama digunakan pada bahan makanan dan minuman untuk memperbaiki tampilan produk pangan. Pada mulanya zat warna yang digunakanan adalah zat warna alami dari tumbuhan dan hewan. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, penggunaan zat warna alami semakin berkurang dalam industri pangan yang digantikan lebih banyak oleh zat warna
sintetik. Hal ini disebabkan bahan-bahan pewarna sintetik lebih murah dan memberikan warna yang lebih stabil dibandingkan pewarna alami. Penggunaan pewarna sintetik untuk bahan pangan sebenarnya bukanlah hal yang dilarang. Namun demikian, ketika harga pewarna sintetik dianggap cukup mahal bagi produsen kecil, maka produsen beralih ke pewarna tekstil yang lebih murah dan lebih cerah warnanya.
Bahan pewarna pada dasarnya ada dua jenis yaitu pewarna alami dan sintetis, zat pewarna alami contohnya Anato dan Klorofil. Sedangkan zat pewarna sintetis yang diizinkan penggunaannya contohnya Brilliant Blue dan Eritrosin. Dan zat pewarna yang dilarang penggunaanya contohnya Rhodamin B dan Metanil Yellow. Bahan pewarna sintetis mempunyai banyak kelebihan yaitu beraneka ragam warna dan penyimpanannya lebih mudah dan tahan lama. Zat pewarna sintesis merupakan zat pewarna buatan manusia. Zat pewarna sintetis seharusnya telah melalui suatu pengujian secara intensif untuk menjamin keamanannya. Karakteristik dari zat pewarna sintetis adalah warnanya lebih cerah, lebih homogen dan memilliki variasi warna yang lebih banyak bila dibandingkan dengan zat pewarna alami. Di samping itu penggunaan zat pewarna sintetis pada makanan bila dihitung berdasarkan harga per unit dan efisiensi produksi akan jauh lebih murah bila dibandingkan dengan zat pewarna alami. Para konsumen pun hendaknya selalu mendapatkan informasi tentang komponen-komponen yang terkandung dalam zat pewarna sintetis tersebut. Berdasarkan latar belakang diatas maka dilakukan praktikum analisa zat pewarna sintetis Metanil Yellow pada sampel sari buah yang beredar dipasaran, yang dilakukan di ruang laboratorium Analis Kesehatan Poltekes Kemenkes Kupang pada tanggal 28 maret 2014.
B. Tujuan
Mengidentifikasi ada tidaknya zat pewaran metanil yellow pada sampel sari buah.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Zat pewarna
Pewarna adalah bahan tambahan makanan atau minuman yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan dan minuman (Peraturan menkes RI No.722/Menkes/Per/ix/1988). Pewarna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan, baik tidaknya pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai adanya warna yang seragam dan merata. Penambahan bahan pewarna pada pangan dilakukan untuk beberapa tujuan antara lain memberi kesan menarik, menyeragamkan warna makanan, menstabilkan warna, menutupi perubahan warna selama proses pengolahan, dan mengatasi perubahan warna selama penyimpanan. Kualitas bahan makanan ditentukan antara lain oleh cita rasa, warna, tekstur
dan
nilai
gizi.
Akan
tetapi
sebagian
besar
konsumen
sebelum
mempertimbangkan cita rasa dan nilai gizi akan lebih tertarik pada tampilan atau warna makanan serta pengolahan bahan makanan.
2. Jenis Zat Pewarna
Bahan pewarna makanan
terbagi dalam dua kelompok besar yakni
pewarna alami dan pewarna buatan. Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan pangan. Akan tetapi seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan.
1. Pewarna Alami
Banyak warna cemerlang yang dipunyai oleh tanaman dapat digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami ikut menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid, riboflavin, dan kobalamin), merupakan bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa (karamel) ke bahan olahannya. Beberapa pewarna alami yang diizinkan digunakan dalam pangan diantaranya : a. Karamel Pewarna alami berwarna cokelat yang dapat digunakan untuk mewarnai jeli (200 mg/Kg), acar ketimun dalam botol (300 mg/Kg) dan yogurt beraroma (150 mg/kg) b. Beta karoten Pewarna alami berwarna merah – orange yang dapat digunakan untuk mewarnai acar ketimun dalam botol (300 mg/Kg), es krim (100 mg/Kg), keju (600 mg/Kg), lemak dan minyak makan (secukupnya) c. Klorofil Pewarna alami berwarna hijau yang dapat digunakan untuk mewarnai jeli (200 mg/kg) atau keju (secukupnya) d. Kurkumin Pewarna alami berwarna kuning – orange yang dapat digunakan untuk mewarnai es krim dan sejenisnya (50 mg/Kg) atau lemak dan minyak ikan secukupnya.
Pewarna makanan yang didapatkan secara alami dibedakan menjadi empat kelompok yaitu : a. Senyawa tetrapyrole yang meliputi chlorofil, heme, dan bilin b. Derivat isoprenoid meliputi kartenoid c. Derivat benzopyran meliputi anthocianin dan flavonoid d. Artefak meliputi melanodine dan karamel.
2. Pewarna buatan
Proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa yang kadang-kadang berbahaya dan seringkali tertinggal dalam hal akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,0004 persen dan timbal tidak boleh lebih dari 0,0001 sedangkan logam berat lainnya tidak boleh ada. Batasan bahan pewarna makanan adalah semua bahan warna, pigmen, atau bahan yang dibuat dengan proses sintetis, ekstraksi dan pemisahan dari sumber sayuran, binatang, dan mineral. Bila bahan aditif ditambahkan atau diaplikasikan pada makanan, obat, kosmetik, dan pada tubuh, maka bahan pewarna tersebut akan mampu memberikan perubahan tetentu. Bahan pewarna tambahan yang diaplikasikan pada makanan akan mempunyai beberapa fungsi di antaranya adalah, untuk mencegah kehilangan warna selama penyimpanan dan untuk memperbaiki warna pada makanan. Pewarna buatan untuk makanan diperoleh melalui proses sintesis kimia buatan yang mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang mengandung pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi. Beberapa contoh pewarna buatan yaitu : a. Warna kuning
: tartrazin dan sunset yellow
b. Warna merah: allura, eritrosin, dan amaranth. c. Warna biru
: biru berlian
Bahan pewarna sintetis yang diijinkan di Indonesia Nama (Inggris) Nama (Indonesia)
Batas Maksimum Penggunaan
Biru berlian Coklat HT Eritrosin Hijau FCF Hijau S Indigotin Ponceau 4R Karmoisin Merah alura Kuning Kuinolin Kuning FCF Riboflavina Tartrazine
Brilliant blue FCF :CI 100 mg/kg Chocolate brown HT 300 mg/kg Food red 2 Erithrosin : CI 300 mg/kg Food red 14 Fast green 100 mg/kg FCF :CI Food green 3 Green S : 300 mg/kg CI Food Green 4 Indigon : CI 300 mg/kg Food Blue I Ponceau 4R : CI 300 mg/kg Carmoisine 300 mg/kg Allura red 300 mg/kg Quinoline yellow CI Food 300 mg/kg yellow 13 Sunset yellow FCF CI 300 mg/kg Food yellow 3 Riboflavina Tartrazine 300 mg/kg
(S(sumber : Peraturan Menkes RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988)
Bahan pewarna sintetis yang dilarang di Indonesia Nomor Indeks Bahan Pewarna Citrus red No.2 Ponceau 3 R Ponceau Sx Rhodamin B Guinea Green B Magentha Chrysoidine Butter yellow Sudan I Methanil Yellow Auramine Oil Orange SS Oil Oranges XO Oil Yellow AB Oil Yellow OB
Warna (C.I.No) (Red G) (Food Red No.1) (Food Red No.5) (Acid Green No.3) (Basic Violet N0.14) (Basic Orange No.2) (Solvent Oranges No.2) (Food yellow No.2) (Food yellow No.14) (Ext.D & C Yellow No.1) (Basic Yellow No.2) (Solvent Oranges No.7) (Solvent Oranges No.5) (Solvent Oranges No.6)
12156 16155 14700 45170 42085 42510 11270 11020 12055 13065 41000 12100 12140 11380 11390
(Sumber: Peraturan Menkes RI.Nomor 722/Menkes/Per/IX/88)
3. Metanil yellow Metanil Yellow adalah pewarna sintetis yang digunakan pada industri tekstil dan cat berbentuk serbuk atau padat yang berwarna kuning kecoklatan. Pewarna kuning metanil yellow sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit, mengenai mata dan tertelan.
Penyalahgunaan pewarna metanil yellow antara lain pada mie, kerupuk dan jajanan lain yang berwarna kuning mencolok berpendar. Pewarna ini digunakan untuk pewarna tekstil, kertas dan cat. Methanil Yellow merupakan zat pewarna sintetis yang dilarang untuk produk makanan karena dalam bahan tersebut mengandung residu logam berat yang sangat membahayakan bagi kesehatan.
1. Sifat kimia metanil yellow Metanil
yellow
merupakan
pewarna
golongan
azo,
dimana
dalam
strukturnya terdapat ikatan N=N. Metanil yellow dengan warna kuning dibuat dari asam metanilat dan difenilamin
No
Keterangan
Penjelasan
1
BM
452.37 g/mol
2
Rumus molekul
C18H14N3NaO3S
3
Nomor CAS
587-98-4
4
RTECS
DB 7329500
5
Kelarutan
Larut dalam air dingin
6
Sinonim
Acid Yellow 36 Tropacolin G 3-{(4-(Phenylamino)phenil)azo} benzenesulfonic acid monosodium salt
7
Warna
Kuning
8
Bentuk fisik
Serbuk atau padat
9
Titik lebur
390℃ (dec.)
10
Lain – lain
Produk degradasi lebih toksik
2. Bahaya metanil yellow terhadap kesehatan Dampak yang terjadi dapat berupa iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, dan bahaya kanker pada kandung kemih. Apabila tertelan dapat menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, panas, rasa tidak enak dan tekanan darah rendah. Bahaya lebih lanjut yakni menyebabkan kanker pada kandung dan saluran kemih.
Metanil yellow juga bisa menyebabkan kanker, keracunan, iritasi paru-paru, mata, tenggorokan, hidung, dan usus. Efek zat warna Metanil yellow ialah selain bersifat karsinogenik, zat warna ini dapat merusak hati pada binatang percobaan, berbahaya pada anak kecil yang hypersensitive dan dapat mengakibatkan gejala-gejala akut seperti kulit menjadi merah, meradang, bengkak, timbul noda-noda ungu pada kulit, pandangan menjadi kabur pada penderita asma dan alergi lainnya.
3. Pencegahan bahaya keracunan akibat metanil yellow
Mengkonsumsi pangan yang mengandung pewarna dapat berisiko membahayakan kesehatan. Agar terhindar dari bahaya keracunan pangan akibat metanil yellow ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh konsumen, yaitu: a. Kenali dan hindari pangan yang mengandung metanil yellow Beberapa ciri pangan yang mengandung metanil yellow adalah produk pangan berwarna kuning mencolok dan berpendar. Selain itu, terdapat titik-titik warna akibat pewarna tidak tercampur secara homogen, misalnya pada kerupuk. b. Cerdas dan selektif dalam memilih produk pangan. Banyak produk pangan yang diberi pewarna agar tampilannya lebih menarik. Namun, sebaiknya konsumen waspada jika hendak membeli pangan yang warnanya terlalu mencolok. Beberapa pangan yang seringkali ditemukan mengandung pewarna berbahaya seperti metanil yellow adalah tahu dan mie. Tahu yang berwarna kuning mengkilat sebaiknya tidak dibeli dan dikonsumsi karena dikhawatirkan menggunakan pewarna terlarang untuk pangan. Tahu yang diberi pewarna alami dari kunyit biasanya berwarna kuning kusam dan warnanya tidak merata sampai ke bagian dalam. Selain itu, sebaiknya hindarkan pula mengkonsumsi mie yang berwarna kuning mengkilat atau pangan jajanan lain yang berwarna kuning mencolok. c. Mencermati label kemasan produk pangan yang akan dibeli. Sebaiknya konsumen memilih produk pangan olahan yang memiliki nomor izin edar, baik itu dari Dinas Kesehatan (PIRT) atau dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (MD/ ML). d. Perhatikan komposisi pangan olahan pada label kemasan.
Produk pangan yang mengandung BTP harus memenuhi persyaratan label pangan sesuai ketentuan perundang-undangan. Pada label pangan yang mengandung pewarna harus tercantum nama jenis pewarnanya dan nomor indeks khusus untuk pewarna. 4. Kromatografi lapis tipis 1. Pelaksanaaan Kromatografi lapis tipis Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas). Bila fase diam berupa zat padat yang aktif, maka dikenal istilah kromatografi penyerapan (adsorption chromatography). Bila fase diam berupa zat cair, maka teknik ini disebut kromatografi pembagian (partition chromatography). Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan pada tahun 1938 oleh Ismailoff dan Schraiber. Adsorben dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai penunjang fase diam. Fase bergerak akan merayap sepanjang fase diam dan terbentuklah kromatogram. Ini dikenal juga sebagai kromatografi kolom terbuka. Metode ini sederhana, cepat dalam pemisahan tinggi dan mudah untuk memperoleh kembali senyawa-senyawa yang terpisahkan.
Pada dasarnya kromatografi lapis tipis sangat mirip dengan kromatografi kertas, terutama pada cara melakukannya. Perbedaannya terlihat pada media pemisahannya, yakni digunakan lapisan tipis adsorben halus yang tersangga pada papan kaca, aluminium atau plastic sebagai pengganti kertas. Lapisan tipis adsorben ini pada proses pemisahan berlaku sebagai fasa diam.
a. Fase Diam Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penyerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10- 30 μm. Semakin kecil ukuran rata -rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya. Penyerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah adsorpsi dan partisi . b. Fase Gerak
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak : 1. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif. 2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan. 3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzene akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.
Beberapa Sistem Pemisahan dengan KLT dari Bahan Alam Eluen Heksan : Etil asetat Petrol : Dietileter
Fase Diam Keterangan Silika Gel Sistem umum yang digunakan
Petrol : Kloroform
Silika Gel
Toluen : Etil asetat : Asam asetat (TEA) Kloroform : Aseton
Silika Gel
n-Butanol : Asam Asetat : Air Metanol : Air
Silika Gel
Silika Gel
Silika Gel
C18
Sistem umum yang digunakan untuk senyawa nonpolar seperti terpen dan asam lemak Berguna untuk pemisahan derivat asam sinamat dan kumarin Komposisi 80:18:2 v/v atau 60:38:2 v/v baik untuk pemisahan metabolit asam Sistem umum untuk produk dengan polaritas sedang Sistem polar untuk flavonoid dan glikosida Dimulai dengan metanol 100%
Asetonitril : Air Metanol : Air
C18 Selulosa
dilanjutkan dengan penambahan konsentrasi air Sistem umum Reverse phase Memisahkan senyawa dengan kepolaran tinggi seperti gula dan glikosida
(sumber pustaka Gibbons, 2006)
2. Penotolan Sampel
Untuk memperoleh roprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5 μl. Jika volume sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2 -10 μl, maka
penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar totolan.
3. Pengembangan
Bila
sampel
telah
ditotolkan
maka
tahap
selanjutnya
adalah
mengembangkan sampel dalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah lempeng tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan kedalam fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus dibawah lempeng yang telah berisi totolan sampel. Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase gerak sedikit mungkin, akan tetapi harus mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah ditentukan. Untuk melakukan penjenuhan fase gerak, biasanya bejana dilapisi dengan kertas saring. Jika fase gerak telah mencapai ujung dari kertas saring, maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh. 4. Deteksi Bercak
Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan cara pencacahan radioaktif dan
fluorosensi sinar ultraviolet. Fluorosensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluorosensi, membuat bercak akan terlihat jelas. Deteksi senyawa dilakukan dengan menggunakan detektor UV di bawah sinar UV 254 nm, indikator pada plat KLT akan memancarkan warna hijau dan pada UV 366 nm akan memancarkan warna ungu. Komponen yang menyerap cahaya pada 254 atau 366 nm akan tampak sebagai bercak gelap pada plat yang bercahaya.
BAB III METODE KERJA
A. Alat Dan Bahan
a. Alat 1. Beaker gelas 50 ml 2. Benang wol bebas lemak (30 cm) 3. Chamber 4. Erlenmeyar 250 ml 5. Gelas ukur 10 ml dan 50 ml 6. Labu ukur 50 ml dan 100 ml 7. Penangas air 8. Pipet micro 50 ul 9. Pipet volume 5 ml dan 10 ml 10. Plate silica gel GF. 254 11. Whatman b. Bahan
1. Ammonia 10 % 2. Aquadest 3. Asam asetat encer 6 % 4. Asam asetat glacial 5. Baku metanil yellow 6. Etanol 7. N- butanol 8. Sampel sari buah
B. Prosedur Kerja
a. Larutan uji 1. Masukan 30 ml cuplikan dalam tabung 100 ml, asamkan sedikit dengan asam asetat glacial encer 6 % dan masukan benang wol bebas lemak 2. Panaskan diatas tangas air sampai semua warna terisolasi 3. Benang wol yang telah berwarna, dipisahkan dan dicuci dengan air dan dimasukan dalam labu 50 ml 4. Tambahkan 10 ml ammonia secukupnya, panaskan diatas penangas air sampai benang wol tidak berwarna. Setelah benang wol dipisahkan, laritan dipekatkan (A) b. Larutan baku (B) 1. Timbang saksama metanil yellow 50 mg 2. Larutkan dengan aquadest secukupnya 3. Tambahkan lagi aquadest sampai batas tanda labu 100 ml. c. Prosedur identifikasi
1. Larutan A dan B ditotolkan secara terpisah dan kromatografi lapis tipis, sebagai berikut : Fase diam : plate silica gel Fase gerak : 1) N- butanol : aquadest : asam asetat glacial = 20 : 12 : 5 2) N- butanol : etanol : aquadest : ammonia = 42 : 28 : 28 : 1 2. Dilakukan penjenuhan dengan kertas saring 3. Pengukuran volume penotolan larutan A dab B masing-masing 10 ul 4. Ukur jarak rambat sepanjang 15 cm 5. Penentuan penampak bercak adalah cahaya tampak, bercak berwarna kuning.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Perhitungan
Rumus :
a. Larutan uji Jarak yang ditempuh eluen = 10 cm Jarak noda sampel = 1 cm
= 1cm/10cm = 0,1 cm b. Larutan baku Jarak yang ditempuh eluen =10 cm Jarak noda sampel = 2 cm
= 2cm/ 10 cm = 0,2 cm
B. Hasil pemeriksaan
Berdasarkan perhitungan diatas, Nilai Rf yang diperoleh dari larutan sampel sari buah dan Larutan baku Metanil Yellow adalah berbeda, sehingga diperoleh hasil negatif untuk pemeriksaan Metanil Yellow dalam sampel sari buah.
Hasil
dikatakan positif jika nilai Rf larutan uji sama dengan nilai Rf larutan baku.
C. Pembahasan
Penentuan mutu dan bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya. Faktor
warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan menyimpang dari warna yang seharusnnya. Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Sari buah dengan warna yang mencolok dan indah, dikhawatirkan menggunakan zat pewarna tekstil dan pewarna kulit. Bila itu terjadi, sangat membahayakan kesehatan pemakainya, karena zat pewarna tekstil mengandung residu logam berat yang dapat merusak organ hati dan ginjal. Oleh sebab itu, sedapat mungkin hindari mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung zat warna sintetik. Untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan akibat penggunaan zat warna alami misalnya daun suji (pewarna hijau) atau zat sintetik yang dibeli di apotek tertentu yang telah disahkan oleh Depkes. RI. Untuk mengetahui kandungan pewarna makanan baik atau tidak dapat dilakukan pemeriksaan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis. Pada praktikum kali ini, dilakukan pengujian menggunakan metode kromatografi lapis tipis terhadap sampel sari buah. Sampel sari buah diasamkan sedikit dengan asam asetat glacial 6 % dan dimasukan benang wol bebas lemak. Kemudian digambarkan garis pembatas pada lempengan. Panjang lempengan yang digunakan adalah 12 cm. Diberi garis yang berjarak 1 cm dari dasar lempengan, Sedangkan untuk bagian atas lempengan juga diberi garis yang berjarak 1 cm. Setelah diberi garis, ditetesi atau ditempeli sampel dan larutan standar pada garis bawah lempengan. Penetesan atau penotolan sampel dinamakan dengan pembuatan noda. Pembuatan noda sebaikanya menggunakan micropipet agar noda yang dibuat memiliki diameter yang sesuai dengan diameter titik pada garis. Setelah dilakukan pembuatan noda, dimasukkan lempengan kedalam wadah chamber yang telah berisi larutan standar dimana batas pencelupannya adalah ketika permukaan larutan sejajar dengan garis bawah lempengan. Setelah dihitung, jarak yang ditempuh antara sampel terhadap pelarutan dapat dinyatakan sebagai Rf. Rf atau Retardation Factor merupakan parameter berapa jauh zat yang akan dipisahkan bergerak dibandingkan dengan gerakan dari fase mobile pada waktu yang sama.
Dari hasil praktikum yang kami lakukan, hasil Rf dari larutan sari buah menunjukan bahwa hasil pemeriksaan adalah negatif. Pemeriksaan dinyatakan positif apabila Rf antara larutan baku metanil Yellow dan lautan sampel sari buah mempunyai nilai yang sama.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa Sampel Sari buah dinyatakan negatif atau tidak mengandung zat Metanil Yellow.
B. Saran
Metanil yellow sebaiknya tidak digunakan sebagai pewarna makanan atau minuman karena dapat menyebabkan penyakit bagi tubuh manusia.