AKUNTANSI AKUNTANSI HUBUNGAN KANTOR PUSAT DAN KANTOR KANTOR CABANG Oleh: Cahyo Priyatno, Priyatno, SE, AK, AK, CPMA, CA CA *) *)
Mahasiswa Program Magister Magister Akuntansi Universitas Gajah Mada; Akuntan Profesional Profesional Ikatan Akuntan Indonesia, Independent Advisor
Sifat dan jenis usahanya operasi kantor cabang, biasanya berada di bawah pengelolaan seorang manajer cabang yang bertanggung jawab langsung kepada top manajemen di kantor pusat. Administrasi yang lengkap terhadap aktiva yang ditempatkan dan hutang-hutang atau kewajiban yang timbul di cabang juga diperlukan seperti halnya di kantor pusat. Meskipun cabang berusaha dan bekerja sebagai unit yang berdiri sendiri, tetapi tetap dikontrol oleh kantor pusat. Tingkat kebebasan berdiri sendiri yang diberikan kepada suatu cabang ditetapkan oleh kantor pusat. Garis besar bekerjanya suatu cabang adalah sebagai berikut: 1. Cabang diberi modal kerja, baik berupa uang kas, barang-barang dagangan maupun aktiva lainnya oleh kantor pusat. 2. Cabang dapat membeli barang dagangan dari pihak ketiga untuk memenuhi kebutuhan permintaan barang-barang lokal yang tidak dapat dipenuhi oleh kantor pusat. 3. Cabang melakukan aktivitas penjualan, mulai dari usaha-usaha untuk mendapatkan pembeli, mengirimkan barang atau menyerahkan jasa kepada langganan, membuat faktur penjualan, menagih piutang dan menyimpan uangnya di dalam rekening banknya sendiri.
Sistem Akuntansi untuk Operasi Kantor Cabang 1. Sistem Sentralisasi Pembukuan di kantor cabang diselenggarakan sepenuhnya oleh kantor pusat. Kantor cabang cukup mengumpulkan dokumen-dokumen dasar atau bukti lain yang mendukung terjadinya transaksi. Apabila laba (rugi) dari aktivitas cabang akan ditentukan terpisah dari kegiatan kantor pusat. Sistem sentralisasi dilakukan dalam rangka penghematan biaya administrasi, menjamin adanya keseragaman prosedur dan metode-metode pembukuan yang diterapkan baik untuk kantor pusat maupun kantor cabang. Contoh transaki hubungan antara kantor pusat dan cabang dengan system sentra lisasi ini 1. K antor pusat mengirim k as sebesar R p. 200.000 untuk p k pembuk aan k antor cabang. K as - K tr Cabang 200.000 K as (ak tiva) 200.000 2. K antor cabang membeli ak tiva tetap senilai R p. 150.000 secara k redit. A k 150.000 kt iva tetap - K tr Cabang K as K tr.Cabang 150.000 3. Pembelian barang dagangan semuanya secara k redit: K antor Pusat R p.1200.000, k antor cabang R p. 800.000 Persediaan 1.200.000 Utang Dagang 1.200.000 Persed. k tr cabang 800.000 Utang Dagang 800.000 4. Pengiriman barang dagangan dari k antor pusat k e k antor cabang R p. 275.000.
Persediaan-K tr Cabang Persediaan
275.000 275.000
5. Pen ju jualan barang semuanya dilak uk an secara k redit: K antor Pusat R p.1500.000, k antor cabang R p. 700.000. Harga pok ok a k atas barang dagangan yang d ju i jual tersebut masing-masing R p. 1000.000 dan R p. 400.000. Piutang dagang 1.500.000 Pen ju 1.500.000 jualan HPP 1.000.000 Persediaan 1.000.000 Piutang dagang 700.000 Pen ju 700.000 jualan HPP 400.000 Persediaan 400.000 6. Penagihan piutang dagang: K antor Pusat R p. 1300.000, K antor Cabang R p. 500.000. K as 1.300.000 Piutang Dagang 1.300.000 K as 500.000 Piutang Dagang 500.000 7. Sistem Desentralisasi Dalam sistem ini, setiap cabang menyelenggarakan pembukuan atas transaksi yang terjadi pada cabang yang bersangkutan secara lengkap. Biasanya susunan dan klasifikasi rekening-rekening pembukuan pada tiap-tiap kantor cabang mengikuti dan sesuai dengan susunan dan klasifikasi yang dipakai pada kantor pusatnya. Proses akuntansi pada kantor cabang diselenggarakan seperti halnya pada perusahaan yang berdiri sendiri, kecuali bahwa kantor cabang tidak menyelenggarakan rekening modal.
Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Sistem Desentralisasi 1. Adanya rekening “R/K – Kantor Pusat” di dalam rekening-rekening pembukuan kantor cabang dan “R/K – Kantor Cabang” di dalam rekening-rekening pembukuan Kantor Pusat. 2. Ada hubungan antara rekening-rekening pembukuan di kantor cabang dengan rekening-rekening pembukuan di kantor pusat. 3. Hubungan antara cabang dengan kantor pusat akan tercermin dalam rekening buku besar yang diselenggarakan oleh masing-masing pihak. 4. Transaksi intern atau transaksi kantor cabang dengan pihak ketiga dicatat oleh kantor cabang pada rekening-rekening yang bersangkutan. 5. Pengaruh perubahan jumlah modal yang berasal dari pendapatan dan biaya yang terjadi di cabang akan diikhtisarkan dalam Laporan Perhitungan Rugi-Laba cabang yang bersangkutan. 6. Laba yang didapat oleh cabang berarti menambah jumlah investasi kantor pusat dan oleh karenanya dikredit ke “R/K – Kantor Pusat” di dalam rekening-rekening pembukuan kantor cabang, sedangkan kantor pusat akan mendebit rekening “R/K – Kantor Cabang” dengan rekening lawan kredit pada Rugi – Laba Kantor Cabang .
7. Pengiriman barang dagangan oleh kantor pusat akan didebit ke “R/K – Kantor Pusat” dan sebaliknya oleh kantor cabang jumlah tersebut akan dikredit ke “R/K – Kantor Pusat” .
Modifikasi Teknik Pencatatan 2
Penyajian data laporan keuangan harus informatif untuk kepentingan analisa laporan keuangan, oleh karena itu hendaknya ada pemisahan di dalam pencatatan penanaman modal oleh kantor pusat di cabang yang bersifat sementara. Berdasarkan pokok pemikiran tersebut di atas, maka baik pada buku-buku Kantor Pusat maupun buku-buku Kantor Cabang perlu diadakan pemisahan antara: 1. Rekening Kantor Pusat dan Kantor Cabang yang bersifat sementara Dipakai untuk menampung transaksi-transaksi yang mengakibatkan hutang-piutang lancar antara pusat dan cabang. 2. Rekening Kantor Pusat dan Kantor Cabang yang bersifat permanen Dipakai untuk menampung transaksi-transaksi yang mengakibatkan hutang-piutang tetap antara pusat dan cabang.
K antor Pusat R /K K K K . Cabang
K antor Cabang xxx
K as R /K K K K . Cabang
xxx xxx
Pengiriman brg k e K . cabang R /K K K K . Cabang
xxx
xxx
L /R K . Cabang /R K R /K K K K . Cabang Piutang
xxx
xxx xxx xxx xxx
R /K K . Pusat /K K K as
xxx
xxx
R /K K . Pusat /K K Ik htisar L /R /R
xxx
xxx
R /K K . Pusat /K K Biaya
xxx
xxx
R /K K . Pusat /K K Pengiriman brg dr K . Pusat
xxx
Biaya R /K K K K . Cabang
K as
xxx xxx
R /K K . Pusat /K K
xxx
3
Laporan Keuangan Gabungan untuk Kantor Pusat dan Kantor Cabang Laporan keuangan gabungan antara kantor pusat dan cabangnya, dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan sebagai satu kesatuan ekonomi yang bulat, maka di dalam penyusunannya harus memperhatikan hal-hal yang berikut: 1. Di dalam Neraca hanya disajikan aktiva dan hak-hak yang ada pada perusahaan dan hutang-hutang atau kewajiban perusahaan yang lain kepada pihak-pihak di luar perusahaan. 2. Di dalam Laporan Perhitungan Rugi-Laba, harus dihindarkan adanya perhitungan ganda terhadap suatu pendapatan dan biaya yang sama.
Langkah-langkah penyusunan neraca gabungan: 1. Menghapuskan (mengeliminasi) saldo rekening “R/K – Kantor Pusat” dengan “R/K – Kantor Cabang” dan saldo rekening “Hutang” dengan “Piutang kepada” antar kantor pusat dan cabang, yang ada di dalam neraca individual kantor pusat maupun cabang. 2. Menjumlahkan (menggabungkan) saldo rekening-rekening aktiva, dan rekening-rekening hutang yang terdapat dalam neraca individual kantor pusat dan cabangnya, sesuai dengan kelompok masing-masing.
Langkah-langkah penyusunan laporan perhitungan Rugi-Laba gabungan 1. Menghapuskan (mengeliminasi) saldo rekening “Pengiriman Barang dari Kantor Pusat” dengan “Pengiriman Barang ke Kantor Cabang” dan saldo rekening-rekening pendapatan dengan biaya-biaya yang bersangkutan = yang diakui di dalam laporan perhitungan rugi-laba individual kantor pusat dan cabang, sebagai akibat (konsekuensi) kebijaksanaan sistem desentralisasi yang dilaksanakan. 2. Menjumlahkan (menggabungkan) saldo rekening-rekening pendapatan dan laba di luar usaha, rekeningrekening biaya dan rugi di luar usaha yang terdapat dalam laporan rugi-laba individual kantor pusat dan cabang, sesuai dengan kelompok masing-masing.
PERSOALAN-PERSOALAN KHUSUS
Pengiriman (Transfer) Uang Antar Cabang Pengiriman uang antar cabang ini terjadi, apabila perusahaan mempunyai cabang lebih dari satu. Pengendalian aktivitas tiap cabang bisa dilakukan kantor pusat dengan mengadakan pembatasanpembatasan yang menyangkut hubungan antara cabang tertentu dan cabang lainnya. Pembatasan yang diadakan berhubungan dengan otorisasi terhadapat transaksi yang terjadi antara cabang tertentu dengan cabang lainnya tersebut. Rekening “proforma” antara cabang tertentu dengan cabang lainnya tidak perlu diselenggarakan. Sedang untuk menampung transaksi antar cabang berdasar otorisasi dari kantor pusat harus diperhitungkan oleh masing-masing cabang dengan kantor pusat.
4
Pengiriman Barang-barang Antar Cabang Pengiriman barang antar cabang biasanya ada pada kantor pusat untuk otorisasinya. Dalam hal pengiriman barang-barang dari kantor pusat ke suatu cabang biasanya ongkos pengangkutan untuk barang tersebut diperhitungkan dan menjadi beban kantor cabang, yaitu ditambahkan pada harga barang-barang yang bersangkutan. Apabila terjadi pengiriman barang untuk cabang atas perintah kantor pusat, maka perlakuan terhadap ongkos angkut diatur sebagai berikut: 1. Ongkos angkut barang-barang dari cabang tertentu ke cabang yang lain itu dibayar lebih dulu oleh cabang yang mengirim dan nantinya akan diperhitungkan sebagai beban kantor pusat. 2. Pembebanan ongkos angkut untuk cabang yang menerima barang kiriman itu diperhitungkan sesuai dengan ongkos angkut apabila kantor pusat mengirimkan langsung kepada cabang penerima.
Barang-barang untuk Cabang Dinota di atas Harga Pokok dan Harga Jual Eceran Barang-barang yang dikirim oleh kantor pusat ke cabang-cabang yang dinota di atas harga pokoknya, biasanya dilakukan salah satu dari dua macam harga yang berikut: 1. Dinota dengan tambahan % tertentu di atas harga pokok Tujuan penentuan harga barang untuk cabang di atas harga pokoknya antara lain: a. Untuk dapat mengontrol/mengendalikan para pejabat di cabang, sehingga dapat diperoleh gambaran yang konkrit tentang hasil-hasil usahanya. b. Untuk dapat menutup sebagian ongkos-ongkos pengurusan dan pengawasan serta administrasi yang menyangkut hubungan antara Kantor Pusat dan Cabang.
2. Dinota dengan harga jual eceran Tujuan pokok daripada teknik penentuan harga untuk cabang dengan harga-harga penjualan eceran antara lain: a. Untuk lebih memperketat kontrol dan mendapatkan informasi yang lengkap tentang hasil-hasil operasi cabang. b. Apabila ada laporan penjualan dari cabang, dapat segera diperkirakan saldo persediaan yang ada di cabang tanpa menunggu sampai dengan laporan tentang persediaan itu dibuat. c.
Mempermudah untuk mencocokkan di dalam mengadakan inventarisasi phisik barang di cabang, di mana jumlah persediaan phsisik harus sama dengan perbedaan di antara harga yang dinota oleh kantor pusat dikurangi penjualan bersih yang dilaporkan.
d. Melaksanakan kebijaksanaan harga jual yang sama terhadap beberapa daerah pemasaran tertentu.
Laporan Keuangan Gabungan Apabila Barang-barang Cabang Dinota Diatas Harga Pokok Penyusunan laporan keuangan gabungan untuk barang yang dikirimkan antar cabang dicatat dengan harga pokoknya, relatif lebih mudah. Apabila barang-barang untuk cabang dinota dengan harga yang berbeda dari harga pokoknya, maka akan timbul persoalan-persoalan khusus di dalam penyusunan laporan keuangan gabungan. Persoalan-persoalan khusus yang perlu diperhatikan antara lain: 5
1. Persediaan akhir barang-barang pada Neraca kantor cabang yang nilainya berbeda dari harga pokok sebenarnya, harus dinyatakan kembali dalam nilai harga pokok semula agar memungkinkan penyusunan neraca gabungan. 2. Persediaan awal dan akhir barang pada laporan perhitungan Rugi-Laba cabang harus dinyatakan kembali dalam harga pokok yang sebenarnya. 3. Untuk mempermudah penyusunan laporan keuangan gabungan biasanya daftar lajur dibuat atas dasar data neraca sisa dari pusat dan cabangnya.
CABANG-CABANG DI LUAR NEGERI Ketentuan-ketentuan umum untuk menjabarkan rekening-rekening mata uang asing ke dalam rupiah di Indonesia telah diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK), pada setiap tanggal neraca:
1. Pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan kedalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tanggal neraca. Apabila terdapat kesulitan dalam menentukan kurs tanggal neraca, maka dapat digunakan kurs yang ditetapkan Bank Indonesia sebagai indicator yang objektif. 2. Pos nonmoneter tidak boleh dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal neraca, tetapi tetap harus dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal transaksi. 3. Pos nonmeneter yang dinilai dengan wajar dalam mata uang asing harus dilaporkan dengan menggunakan kurs yang berlaku pada saat ini tersebut dit entukan.
Jual Beli dengan Pihak Luar Negeri Dalam transaksi jual beli dengan pihak luar negeri, harga beli atau harga jual barang dapat dinyatakan dalam mata uang asing dan atau mata uang dalam negeri. Akan tetapi pembukuan terhadap transaksi tersebut tetap harus dinyatakan dengan satuan mata uang dalam negeri. Adapun fluktuasi nilai tukar dari suatu mata uang terhadap mata uang lainnya, dapat menyebabkan salah satu pihak yang mengadakan transaksi akan menderita rugi atau memperoleh laba dari perubahan kurs. Di dalam akuntansi laba atau rugi karena perubahan kurs dicatat dalam rekening “Selisih (beda) kurs”.
Rekening-rekening Neraca 1. Aktiva lancer Kas, piutang dan aktiva lancar yang lain harus dijabarkan dengan nilai kurs yang berlaku pada saat penyusunan neraca. 2. Aktiva tidak lancer Harta tetap, investasi jangka panjang dan piutang jangka panjang harus dijabarkan dengan kurs yang berlaku pada saat aktiva dibeli. 3. Hutang lancer
6
Hutang-hutang dalam mata uang asing harus dijabarkan dengan kurs yang berlaku pada tanggal disusunnya neraca. 4. Hutang tidak lancer Hutang tidak lancar atau hutang-hutang jangka panjang dalam mata uang asing harus dijabarkan dengan kurs yang berlaku pada saat hutang tersebut terjadi. 5. Modal saham Modal saham yang dinyatakan dalam mata uang asing harus dijabarkan dengan kurs pada saat saham tersebut dikeluarkan.
Rekening-rekening Rugi-Laba: 1. Pendapatan dan Biaya-biaya Rekening-rekening pendapatan dan biaya yang dinyatakan dalam mata uang asing harus dijabarkan dengan kurs rata-rata. 2. Penyusutan aktiva tetap Penyusutan atau depresiasi aktiva tetap harus disusun atas dasar nilai kurs yang berlaku pada saat aktiva yang bersangkutan tersebut : dibeli, terjadi atau didirikan.
Penyusutan (depreciation ) Aktiva Tetap Penyusutan aktiva tetap harus disusun atas dasar nilai kurs yang berlaku pada saat aktiva yang bersangkutan tersebut dibeli atau didirikan. Dalam pelaksanaan penjabaran saldo rekening-rekening pembukuan Kantor Cabang di luar negeri perlu diperhatikan hal-hal yang berikut: a. Kurs yang digunakan untuk menjabarkan (translation rate ) b. Tanda-tanda tertentu yang digunakan oleh standar intern asional c.
Pos atau rekening penyusunan seyogyanya dipisahkan tersendiri di dalam Laporan Rugi Laba Cabang.
Penyusunan Laporan Keuangan Gabungan Kantor Pusat dan Kantor Cabang di Luar Negeri 1. Atas dasar laporan keuangan individual dari cabang, terlebih dahulu harus diadakan penjabaran terhadap saldo rekening pembukuan kantor cabang menjadi saldo yang dinyatakan dalam mata uang dalam negeri. 2. Proses penjabaran terhadap saldo rekening pembukuan cabang, dimulai dengan mengambil dari angkaangka yang terdapat pada neraca saldo yang dipakai sebagai dasar penyusunan neraca lajur. 3. Apabila hasil no (2) tidak seimbang, maka selisihnya ditampung dalam rekening “Penyesuaian Kurs”. 4. Sebuah proses penjabaran terhadap saldo rekening pembukuan cabang selesai, kemudian menyusun “daftar lajur gabungan”/
Penyusutan Aktiva Tetap
7
Dalam saldo rekening biaya penjualan dan biaya administrasi & umum, termasuk biaya penyusutan alat-alat perlengkapan kantor dan gedung yang seharusnya dijabarkan tersendiri sesuai dengan kurs pada saat terjadinya transaksi aktiva tetap itu didapat.
Selisih Penyesuaian Kurs Apabila selisih penyesuaian kurs menunjukkan saldo sebelah “Debit” berarti merugikan dan apabila menunjukkan saldo sebelah “Kredit” berarti menguntungkan. Laba atau rugi karena selisih penyesuaian kurs dapat diperlakukan sebagai laba atau rugi untuk periode yang bersangkutan. Akan tetapi ada pendapat lain yang menyatakan bahwa laba atau rugi dalam penjabaran mata uang asing tersebut, sebenarnya belum terjadi atau belum direalisasi, sehingga laba atau rugi tidak seharusnya diperlakukan sebagai laba atau rugi untuk periode yang berjalan. Akan tetapi laba atau rugi itu harus diperlakukan sebagai laba yang masih akan diterima atau sebaliknya sampai dengan jumlah itu disetor atau ditransfer ke kantor pusat.
Aspek Perpajakan Berkaitan dengan penghasilan yang diperoleh dari cabang di luar negeri, maka jenis pajak yang terkait dengannya adalah PPh pasal 24. Yaitu sebuah ”fasilitas” dari pemerintah agar setiap wajib pajak yang penghasilannya telahdikenakan pajak di luar negeri, ketika penghasilan tersebut dibawa pulang ke Indonesia, dapat mengkreditkan (mengurangkan kepada pajak yang terutang di akhir tahun) pajak yang telah dipotong di luar negeri tersebut. Pengkreditan PPh yang dibayar di Luar Negeri (PPh Pasal 24) dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia. Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan maksimum sebesar jumlah yang lebih rendah (Ordinary Credit Method) di antara PPh yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dan jumlah yang dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri dengan seluruh Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan PPh yang terutang pada tahun berjalan, atau maksimum sebesar PPh yang terutang atas seluruh Penghasilan Kena Pajak dalam hal di dalam negeri mengalami kerugian (Penghasilan dari LN lebih besar dari jumlah Penghasilan Kena Pajak). Penghasilan Kena Pajak tersebut tidak termasuk penghasilan yang dikenakan pajak bersifat fi nal. Dengan demikian, perhitungan PPh pasal 24 dilakukan dengan membandingkan dua angka berikut ini (membandingkan antara angka di huruf a dengan angka dari huruf b). Mana yang lebih kecil, itulah yang menjadi kredit pajak atau PPh pasal 24.Apabila penghasilan dari luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan PPh Pasal 24 dilakukan untuk masing-masing Negara (Per Country Limitation). Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan, kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan di tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan tidak dapat direstitusi.
Jurnal saat terkena pajak di luar negeri: Uang Muka PPh pasal 24 xxxxx Kas*) xxxxx Untuk penyederhanaan diasumsikan bahwa pajak di luar negeri dibayar dari kas kantor pusat di Indonesia. Jika pajak dibayar dari kas di kantor cabang luar negeri dan dilakukan pelaporan konsolidasi 8
antara laporan keuangan kantor pusat dan kantor cabang di luar negeri, maka yang dikredit adalah perkiraan eliminasinya seperti contoh di atasJurnal saat membayar/dipotong/dipungut pajak di dalam negeri:
Uang Muka PPh ps 22 xxxxx Uang Muka PPh ps 23 xxxxx Uang Muka PPh ps 25 xxxxx Kas xxxxx Jurnal di akhir tahun untuk mengakui pajak terutang yang dihitung dari laba fi skal:
Beban Pajak Kini*) xxxxx Utang PPh Badan xxxxx
Beban Pajak Kini adalah perkiraan untuk mencatat/menyajikan be-sarnyapajak terutang yang dilaporkan dalam SPT tahunan tahun berjalan, untuk membedakan dengan Beban (Penghasilan) Pajak Tangguhan; sesuai dengan penerapan yang diwajibkan berdasarkan standar akuntansi (PSAK) No. 46 tentang akuntansi pajak penghasilan
Jurnal offset kredit pajak di dalam negeri dan luar negeri:
Utang PPh Badan xxxxx Kerugian Pajak LN xxxxx *) Uang Muka PPh ps 22 xxxxx Uang Muka PPh ps 23 xxxxx Uang Muka PPh ps 24 xxxxx Uang Muka PPh ps 25 xxxxx Utang PPh 29 xxxxx
Kerugian Pajak Luar Negeri adalah perkiraan yang dibentuk untuk mencatat/menyajikan besarnya Uang Muka PPh pasal 24 (pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri) yang lebih besar dan berdasarkan perhitungan tidakdapat dikreditkan di Indonesia karena melebihi batas maksimum yang boleh dikreditkan. Selisih pajak yang tidak dapat dikreditkan ini menurut akuntansi disajikan di Laporan Laba Rugi pada tahun berjalan sebagai beban, namun beban ini tidak diakui menurut fi skal sehingga harus dilakukan koreksi fi skal ketika menghitung penghasilan kena pajak di akhir tahun.
9