1
ANALISA PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ACUTE CORONARY SYNDROME SYNDROME (ACS) UNSTABLE UNSTABLE ANGINA PECTORIS PECTORIS (UAP) DENGAN INTERVENSI INOVASI TEKNIK FOOT HAND MASSAGE TERHADAP PENURUNAN NYERI DADA DI RUANG ICCU RSUD A.W. SJAHRANIE SAMARINDA TAHUN 2016
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
DIAJUKAN OLEH AFRILIYA WIDIASTUTI, S.Kep. 15.113082.5.0164
PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH SAMARINDA 2016
2
ANALISA PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ACUTE CORONARY SYNDROME SYNDROME (ACS) UNSTABLE UNSTABLE ANGINA PECTORIS PECTORIS (UAP) DENGAN INTERVENSI INOVASI TEKNIK FOOT HAND MASSAGE TERHADAP PENURUNAN NYERI DADA DI RUANG ICCU RSUD A.W. SJAHRANIE SAMARINDA TAHUN 2016
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
DIAJUKAN OLEH AFRILIYA WIDIASTUTI, S.Kep. 15.113082.5.0164
PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH SAMARINDA 2016
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
3
Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Afriliya Widiastuti, S.Kep
NIM
: 15.113082.5.0164 15.113082.5.0164
Program Studi
: Profesi Ners
Judul KIAN
: Analisa Praktik Klinik Keperawatan pada Klien dengan Acute dengan Acute Coronary Syndrome (ACS) Unstable Angina Pectoris (UAP) dengan Intervensi Inovasi Tehnik foot hand massage terhadap penurunan gejala sesak di ruang ICCU RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda 2016”.
Menyatakan bahwa karya ilmiah akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan pengambil alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Samarinda, 8 Agustus 2016 Mahasiswa
Afriliya Widiastuti, S.Kep. NIM. 15.113082.5.0164 15.113082.5.0164
4
LEMBAR PERSETUJUAN ANALISA PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ACUTE CORONARY SYNDROMS SYNDROMS (ACS) UNSTABLE UNSTABLE ANGINA PECTORIS PECTORIS (UAP) DENGAN INTERVENSI INOVASI TEKNIK FOOT HAND MASSAGE TERHADAP PENURUNAN NYERI DADA DI RUANG ICCU RSUD A.W. SJAHRANIE SAMARINDA TAHUN 2016
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
Disusun Oleh : Afriliya Widiastuti, S.Kep. 15.113083.5.0.164
Disetujui Untuk diujikan Pada Tanggal, 8 Agustus 2016
Pembimbing
Ns. Alfi Ari Fakhrul Rizal, M.Kep NIDN. 1111038602
Mengetahui, Koordinator, Koordinator, Mata Kuliah Elektif
Ns. Siti Khoiroh Muflihatin, S.Kep, M.Kep NIDN. 1115017703
5
LEMBAR PENGESAHAN ANALISA PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ACUTE CORONARY SYNDROMS SYNDROMS (ACS) UNSTABLE ANGINA PECTORIS (UAP) DENGAN INTERVENSI INOVASI TEKNIK FOOT HAND MASSAGE TERHADAP PENURUNAN NYERI DADA DI RUANG ICCU RSUD A.W. SJAHRANIE SAMARINDA TAHUN 2016
KARYA ILMIAH AKHIR NERS Disusun Oleh : Afriliya Widiastuti, S.Kep. 15.113083.5.0.164
Diseminarkan dan Diujikan Pada tanggal, 8 Agustus 2016 Penguji I
Penguji II
Ns. Elisda H. Pakpahan, S.Kep. Ghozali MH, SST., M.Kes. NIP.198109212011012001 NIP.198109212011012001 NIDN. 1114077102
Penguji III
Ns. Alfi Ari Fakhrul Rizal, M.Kep NIDN. 1111038602
Mengetahui, Ketua Program Profesi Ners
Ns. Siti Khoiroh Muflihatin, S. Kep., M.Kep NIDN. 1115017703
6
Motto
Sometimes, we got through the worst to get to the best
The happiest people don’t have the best of everything, they just make the best everything they have
7
ANALISA PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ACUTE CORONARY SYNDROME SYNDROME (ACS) UNSTABLE UNSTABLE ANGINA PECTORIS PECTORIS (UAP) DENGAN INTERVENSI INOVASI TEKNIK FOOT HAND MASSAGE TERHADAP PENURUNAN NYERI DADA DI RUANG ICCU RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA TAHUN 2016
Afriliya Widiastuti 1 , Alfi Ari Rizal2
INTISARI
Penyakit kardiovaskuler merupakan salah satu jenis penyakit yang saat ini banyak diteliti dan dihubungkan dengan gaya hidup seseorang. Penyakit ini merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Acute dunia. Acute Coronery Syndrome (ACS) Syndrome (ACS) sendiri merupakan bagian dari penyakit jantung koroner (PJK) dimana yang termasuk ke dalam Acute Coronery Syndrome Syndrome (ACS) (ACS) adalah angina pektoris tidak stabil (Unstable Pectoris/UAP Pectoris/UAP ), ), infark miokard dengan ST Elevasi (ST ( ST Elevation Myocard Infarct (STEMI ), ), dan infark miokard tanpa ST Elevasi ( Non ST Elevation Myocard ). Penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini bertujuan untuk melakukan Infarct (STEMI ). analisa terhadap kasus kelolaan dengan klien Unstable Pectoris (UAP) dengan nyeri dada di ruang Intensif Cardiac Care Unit (ICCU) Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. intervensi inovasi yang digunakan adalah pengaruh Foot Hand Massage terhadap nyeri dada. Berdasarkan data yang telah didapat dilihat adanya perubahan pengaruh pemberian terapi Foot terapi Foot Hand Massage Massage terhadap terhadap Penurunan nyeri sebelum dan sesudah diberikan intervensi.
Kata kunci: Acute kunci: Acute Coronery Coronery Syndrome Syndrome (ACS) (ACS) , Foot , Foot Hand Massage, Massage, Nyeri Nyeri dada
1
Mahasiswa Keperawatan, STIKES Muhammadiyah Samarinda Dosen STIKES Muhammadiyah Samarinda
2
8
ANALISIS OF NURSING CLINICAL PRACTICE IN PATIENTS ACUTE CORONARY SYNDROME SYNDROME (ACS) UNSTABLE UNSTABLE ANGINA PECTORIS (UAP) WITH WITH INTERVENTION TECHNIQUE TECHNIQUE INNOVATION HAND HAND FOOT MASSAGE DECREASE OF CHEST PAIN IN THE ROOM ICCU ABDUL WAHAB SJAHRANIE HOSPITAL SAMARINDA 2016
Afriliya Widiastuti 1 , Alfi Ari Rizal2
Cardiovascular disease is one type of disease that is currently widely studied and associated with a person's lifestyle. This disease is the number one cause of death in the world. Acute Coronery Syndrome (ACS) is a part of coronary coronary heart disease (CHD) (CHD) which included in the Acute Coronery Syndrome (ACS) are unstable angina pectoris (Unstable pectoris / UAP), myocardial myocardial infarction with ST elevation (ST Elevation myocardial infarcts ( STEMI), myocardial infarction without ST elevation (Non ST Elevation myocardial myocardial infarcts (STEMI). Nurses final scientific work aims to analyze the cases managed by the client Unstable pectoris (UAP) with chest pain in the Intensive Cardiac Care unit (ICCU) of the Abdul Wahab Sjahranie’s Sjahranie’s hospital Samarinda. Samarinda. interventions innovation used is the influence of Hand Foot Massage the chest pain. Evaluation of the intervention Hand Foot Foot Massage indicate that there ia a decrease in pain before and after after the intervention.
Keywords: Acute Acute Coronery Syndrome (ACS) (ACS) , Foot Hand Massage, Massage, chest pain pain
1
Bachelor of Ners Program STIKES Muhammadiyah Samarinda Lecture of STIKES Muhammadiyah Samarinda
2
9
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat Sholawat serta salam tak lupa disampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga, dan sahabatnya, serta pengikutnya hingga akhir zaman. Karya Ilmiah Akhir Ners yang berjudul “Analisa Praktik Klinik Keperawatan pada Klien dengan pasien Acut Coronary Syndrome Syndrome (ACS) Unstable Angina Pectoris/UAP dengan intervensi inovasi Teknik Foot Hand Massage Massage terhadap penurunan nyeri dada di ruang ICCU RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2016” di susun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Strata I program studi Ilmu Keperawatan di STIKES Muhammadiyah Samarinda tahun 2015. Selama proses pembuatan Skripsi penelitian ini, penulis banyak memperoleh bantuan, motivasi, dukungan dan dorongan semangat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarn ya kepada:
1. Allah SWT, yang Maha Pemurah, yang telah mengajarkan pada manusia apa yang tidak diketahui.
2. Rasulullah SAW, yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliah menuju zaman yang terang benderang.
3. Bapak Ghozali MH, M.Kes Selaku Ketua STIKES Muhammadiyah Samarinda dan selaku penguji II.
4. Ibu Ns. Siti Khoiroh, M.Kep sebagai Ketua Prodi S1 Keperawatan dan Koordinator Mata Ajar Elektif Program Studi Profesi Ners.
10
5. Ibu Ns. Elisda H. Pakpahan, S.Kep selaku penguji I yang telah memberikan motivasi dan dukungan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah Akhir Ners.
6. Bapak Ns.Alfi Ari Rizal,S.Kep, M.Kep selaku pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan, motivasi, dan arahan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah Akhir Ners.
7. Kepada seluruh dosen dan staf pendidikan pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Samarinda.
8. Bapak Paimin, SST. Selaku kepala ruangan dan seluruh staff yang telah memberikan kesempatan praktik di ruang Intensive ruang Intensive Cardiac Care Unit (ICCU).
9. Bapak Arief R., S.Kep selaku CCM yang telah memberikan bimbingan selama prkatik di ruang Intensive ruang Intensive Cardiac Care Unit (ICCU).
10. Kepada Bapak Mad Karta dan Ibu Rohimah yang selalu memberikan doa dan restunya, dan cinta yang tak terhingga.
11. Kepada kawan stase elektif ICCU yang selalu memberikan semangat. Penulis menyadari bahwa dalam skripsi penelitian ini masih terdapat kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan sehingga dapat bermanfaat secara maksimal untuk semua pihak dan dapat digunakan sebagai mana mestinya. Wassalamualaikum.Wr. Wb
11
DAFTAR ISI
Halaman Sampul Halaman Judul ............................................. ..................................................................... ............................................... .........................
i
Halaman Pernyataan Keaslian Penelitian ............................................ .................................................... ........
ii
Lembar Persetujuaan ............................................ .................................................................... ........................................ ................
iii
Lembar Pengesahan ............................................. ..................................................................... ........................................ ................
iv
Motto ............................................. ..................................................................... ............................................... ....................................... ................
v
Intisari ............................................... ....................................................................... ............................................... ................................... ............
vi
Abstract ............................................. ..................................................................... ............................................... ................................... ............
vii
Kata Pengantar ............................................. ..................................................................... ............................................... .........................
viii
Daftar Isi ............................................... ....................................................................... ............................................... ............................... ........
xi
Daftar Tabel .............................................. ..................................................................... ............................................... ............................ ....
xiv
Daftar Gambar ............................................. ..................................................................... ............................................... .........................
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................... ............................................................... ................
1
B. Rumusan Masalah ............................................. ..................................................................... ............................ ....
5
C. Tujuan Penelitian .............................................. ...................................................................... ............................ ....
6
D. Manfaat Penelitian ............................................ .................................................................... ............................ ....
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Jantung ............................................. ..................................................... ........
9
1. Anatomi Jantung. ............................................ .................................................................... ........................
9
2. Persyarafan Jantung. ............................................... ............................................................... ................
12
3. Elektrofisiologi Jantung. ............................................. ......................................................... ............
14
4. Siklus Jantung. ............................................ .................................................................... ............................ ....
18
5. Sistem peredaran darah ............................................... ........................................................... ............
19
12
B. Penertian Acute Coronary Syndrome (ACS) 1. Definisi ............................................ .................................................................... ........................................ .................
20
2. Etiologi dan Faktor Risiko………………...……………..…
23
3. Pathway …………………………..…………………......…
23
4. Manifestasi Klinis. .............................................. .................................................................. ....................
25
5. Patofisiologis...........................................................................
25
6. Pemeriksaan Penunjang .............................................. .......................................................... ............
28
7. Penatalaksanaan. ............................................. ..................................................................... ........................
30
8. Komplikasi ………………………………………………….
34
9. Prognosis ……………….……………………………….…
35
C. Konsep Nyeri. ........................................... ................................................................... .................................... ............
35
1. Pengertian Nyeri ............................................. ..................................................................... ........................
35
2. Teori Nyeri. .............................................. ..................................................................... ............................... ........
36
3. Klasifikasi Nyeri ............................................. ..................................................................... ........................
38
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri .............................. ..............................
43
5. Karakteristik Nyeri.................................................. Nyeri.................................................................. ................
45
6. Pengukuran Nyeri. .............................................. .................................................................. ....................
49
D. Manajemen Nyeri.................................................. Nyeri......................................................................... .........................
51
1. Pengertian. ............................................... ...................................................................... ............................... ........
51
2. Tujuan. ............................................ .................................................................... ........................................ ................
52
3. Jenis-Jenis Manajeman Nyeri. ............................................... .................................................
52
E. Konsep Foot Hand Massage. ............................................ ........................................................ ............
57
1. Fisiologi Pemijatan Refleksi. .............................................. .................................................. ....
57
2. Pengertian Foot Hand Massage. ............................................ ..............................................
59
3. Jenis Pijat. ........................................... ................................................................... .................................... ............
59
13
4. Tujuan Massage. ............................................. ..................................................................... ........................
61
5. Manfaat Massage . .............................................. .................................................................. ....................
61
6. Manfaat Foot Hand Massage. ............................................. ................................................. ....
62
7. Teknik Pemijat. ............................................... ...................................................................... .........................
62
BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
A. Pengkajian Pasien ............................................. ..................................................................... ............................ ....
63
1. Data Identitas Pasien ............................................... ............................................................... ................
63
2. Keluhan Utama ............................................... ...................................................................... .........................
63
3. Data Khusus ............................................. .................................................................... ............................... ........
64
4. Pemeriksaan Penunjang .............................................. .......................................................... ............
71
B. Masalah Keperawatan ............................................... ................................................................... ....................
74
C. Diagnose Keperawatan ............................................. ................................................................. ....................
76
D. Intervensi Keperawatan ............................................ ................................................................ ....................
76
E. Intervensi Inovasi .............................................. ...................................................................... ............................ ....
78
F. Implementasi Keperawatan ............................................... ........................................................... ............
81
G. Evaluasi Keperawatan ............................................... ................................................................... ....................
87
BAB IV ANALISA SITUASI
A. Profil Lahan Praktik .............................................. ...................................................................... ........................
88
B. Analisa Masalah Keperawatan .............................................. ...................................................... ........
89
C. Analisa Intervensi Inovasi............................................. Inovasi............................................................. ................
93
D. Alternatif Pemecahan Masalah Yang Dapat Dilakukan Dila kukan……….. ………..
97
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan. .............................................. ...................................................................... .................................... ............
99
B. Saran ............................................. ..................................................................... ............................................... .........................
100
14
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
15
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbandingan Nyeri Akut dan Nyeri Kronik…………………..
39
Tabel 4.1 Implementasi Teknik Foot Teknik Foot Hand Massage……………………. Massage…………………….
93
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi Jantung Normal……………………………………
9
Gambar 2.2 Persyarafan Jantung…………………………………………
13
Gambar 2.3 Anatoi Kelistrikan Jantung………………………………….
15
Gambar 2.4 Pathway Sindrom Koroner Akut SKA……………………..
23
Gambar 2.5 Skala Intensitas Nyeri………………………………………
47
Gambar 2.6 Teknik Pemijatan Foot Pemijatan Foot Hand Massage……………………. Massage…………………….
62
16
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Penyakit kardiovaskuler merupakan salah satu jenis penyakit yang saat ini banyak diteliti dan dihubungkan dengan gaya hidup seseorang. Penyakit ini merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Acute Coronery Syndrome (ACS) sendiri merupakan bagian dari penyakit jantung koroner (PJK) dimana yang termasuk ke dalam Acute dalam Acute Coronery Syndrome (AC Syndrome (ACS) S) adalah angina angina pektoris tidak stabil (Unstable (Unstable Pectoris/UAP ), ), infark miokard dengan ST Elevasi ( ST Elevation Myocard Infarct (STEMI ), ), dan infark miokard tanpa ST Elevasi ( Non ST Elevation Myocard Infarct (STEMI ) (Myrtha, 2012). Manifestasi klinis dari Acute Coronery Syndrome Syndrome (ACS) adalah adanya nyeri dada yang khas, perubahan EKG, dan peningkatan enzim jantung. Nyeri dada khas Acute khas Acute Coronery Syndrome (ACS) Syndrome (ACS) dicirikan sebagai nyeri dada dibagian substernal, retrosternal dan precordial. Karakteristik seperti ditekan, diremas, dibakar, terasa penuh yang terjadi dalam bebrapa menit. Nyeri dapat menjalar ke dagu, leher, bahu, punggung, atau kedua lengan (Mutta qin, 2009). Secara global, penyakit kardiovaskular menduduki peringkat pertama penyebab kematian, World Health Organisation (WHO) Organisation (WHO) dalam The top 10 top 10 causes of death, death, pada tahun 2008 sejumlah 7,2 juta jiwa atau 12,8% meninggal karena penyakit jantung koroner. Penyakit jantung j antung koroner secara klinik termasuk silent ischaemia, ischaemia, angina pectoris stabil, angina pectoris tidak stabil, infark miokard, gagal jantung, dan kematian. Sekitar 80% dari kematian tersebut, terjadi di negara berpenghasilan rendah- menengah (WHO,2011).
17
Indonesia masuk ke dalam kategori negara berpenghasilan menengah. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2008, penyebab kematian di Indonesia dalam 12 tahun terakhir menunjukkan proporsi kematian disebabkan oleh penyakit tidak menular, dari 42% menjadi 60%. Stroke, hipertensi, penyakit jantung iskhemik dan penyait jantung lainnya adalah penyakit tidak menular utama penyebab kematian. Prevalensi penyakit jantung sendiri mencapai 12,5%, yang terdiri dari penyakit jantung iskhemik, infark miokard akut, gagal jantung, aritmia jantung, demam reumatik akut, kardiomiopati dan penyakit jantung lainnya. Pada kasus-kasus penyakit jantung tersebut, jumlah pasien penyakit jantung rawat inap di rumah sakit terbanyak adalah penyakit jantung iskhemik (30,17%), dan Case Fatality Rate (CFR) tertinggi terjadi pada kasus infark miokard akut (13,49%) (Depkes 2009). Berdasarkan diagnosis dokter, prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia tahun 2013 sebesar 0,5% atau diperkirakan sekitar 883.447 orang, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5% atau diperkirakan sekitar 2.650.340 orang terdiagnosisi menderita SKA. Jumlah penderita penyakit jantung koroner terbanyak terdapat di provinsi Jawa Barat sebanyak 160.812 orang, sedangkan diwilayah Kalimantan Timur jumlah penderita penyakit jantung koroner sebanyak 13.767 orang. (Riset Kesehatan Dasar, 2013). Data yang didapatkan pasien yang dirawat di ruang ICCU RSUD Abdul Wahab Sjahranie dalam kurun waktu 3 bulan terakhir yang terdiagnosis dengan penyakit SKA sebanyak 373 pasien. dengan yang terdiagnosa UAP sebanyak 39 pasien.
18
Patofisiologi sindrom koroner akut (SKA) adalah adanya ruptur atau erosi dari plak aterosklerosis. Ruptur pertama kali terjadi pada bagian “ shoulder of plaque” plaque” yang kemudian diikuti trombosis diikuti trombosis di dalam plak, yang selanjutnya meluas kedalam lumen pembuluh darah dengan menimbulkan agregasi trombosit dan pembentukan trombus. Trombus tersebut te rsebut dapat d apat menyebabkan sumbatan sebagian yang akan menyebabkan ACS NSTEMI ( Acute ( Acute Coronary Syndrome Non ST Elevation Miocardial Infarction). Infarction). Angina pektoris tak stabil (Unstable (Unstable angina = angina = UA) dan infark miokard akut tanpa elevasi ( Non ST Elevation Myocardial Infarction Infarction = NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung. ACS merupakan kondisi kegawatan sehingga penatalaksanaan yang dilakukkan secara tepat dan cepat merupakan kunci keberhasilan dalam mengurangi risiko kematian dan menyelamatkan miokard serta mencegah meluasnya infark. Tujuan penatalaksanaan ACS adalah untuk memperbaiki prognosis dngan cara mencegah infark miokard lanjut dan mencegah kematian. Upaya yang dilakukan adalah mengurangi terjadinya tr ombotik akut dan disfungsi ventrikel kiri (Majid, 2008).Pengenalan ACS sangat penting diketahui dan dipahami oleh perawat. Perawat perlu untuk memahami patofisiologis ACS, nyeri dada yang khas pada ACS, analisa EKG dan hasil laboratorium sebagai kunci utama pengkajian ACS. Perawat sebagai bagian dari tenaga kesehatan, mempunyai peran yang sangat strategis dalam penatalaksanaan ACS tersebut.
19
Perawat profesional yang menguasai satu area spesifik sistem kardiovaskular sangat dibutuhkan dalam melakukan proses keperawatan secara optimal penanganan pasien yang optimal akan menghindarkan dari risiko komplikasi yang akan memperburuk pasien dan menghindarkan dari risiko kematian. Prasetyo (2010) mengemukakan bahwa dalam beberapa kasus nyeri yang sifatnya ringan, tindakan non farmakologi adalah intervensi yang paling utama, sedangkan tindakan famakologi dipersipakan untuk mengantisipasi perkembangan nyeri. Pada kasus nyeri untuk mengatasi nyeri disamping tindakan farmakologi yang utama. Menurut Tamsuri (2006) tindakan non farmakologi untuk mengatasi nyeri terdiri
dari
beberapa
tindakan
penanganan.
Yang
pertama
berdasarkan
penanganan fisik atau stimulasi fisik meliputi stimulasi kulit, stimulasi elektrik (TENS), akupuntur, placebo, massage, terapi es dan panas. Yang kedua berdasarkan intervensi inte rvensi perilaku per ilaku kognitif meliputi relaksasi, umpan balik biologis, mengurangi persepsi nyeri, hipnotis, distraksi, guide imaginary imaginary (imajinasi terbimbing). Menurut Furlan (2004 dalam Haryanto, 2015) massage massage (pijat) telah ditemukan untuk menghasilkan respon relaksasi dan massage massage berdampak positif untuk mengurangi nyeri sering dijelaskan pada teori control gerbang, dengan pijatan merangsang serabut saraf berdiameter besar yang memiliki input penghambat pada sel-T. Abbaspoor (2013 dalam Hariyanto, 2015) menyebutkan bahwa nyeri dapat diturunkan dengan menggunakan foot hand massage massage dan juga penelitian oleh Chang (2008 dalam Hariyanto, 2015) menyebutkan bahwa terapi pijat tangan mempunyai efek positif pada penurunan rasa sakit pada pasien dirumah sakit.
20
Foot hand massage massage sendiri adalah bentuk massage pada kaki atau tangan yang didasari pada premis bahwa ketidaknyamanan atau nyeri diiareea spesifik kaki atau tangan berhubungan dengan bagian tubuh atau gangguan (Stillwell, 2011). Berdasarakan
latar
belakang
diatas,
maka
penulis
tertarik
untuk
mengaplikasikan hasil riset tentang teknik foot teknik foot hand massage dalam pengelolaan kasus yang dituangkan dalam Karya Tulis Ilmiah Akhir Ners (KIAN) denagn judul “Analisa Praktik Klinik Keperawatan pada Klien dengan pasien Acut Coronary Syndrome Syndrome (ACS) Unstable Angina Pectoris/UAP dengan intervensi inovasi Teknik Foot Hand Massage Massage terhadap penurunan nyeri dada di ruang ICCU RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2016. B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang berhubungan dengan pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien Acut Coronary Syndrome Syndrome (ACS) Unstable Angina Pectoris/UAP tersebut, maka penulis menarik rumusan masalah dalam Karya Tulis Akhir Ilmiah Ners (KIAN) ini sebagai berikut : “bagaimana gambaran Analisa Akhir Klinik Keperawatan pada Klien dengan Acut Coronary Syndrome Syndrome (ACS) Unstable Angina Pectoris/UAP dengan intervensi inovasi Teknik Foot Hand Massage terhadap penurunan nyeri dada di ruang ICCU RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda”. C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian laporan ini meliputi : 1. Tujuan Umum Penulisan Karya Ilmiah Akhir-Ners (KIAN) ini bertujuan untuk melakukan analisa praktik klinik keperawatan pada klien dengan Acut Coronary
21
Syndrome Syndrome (ACS) Unstable Angina Pectoris/UAP dengan intervensi inovasi Teknik Foot Hand Massage Massage terhadap penurunan nyeri dada di ruang ICCU RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. 2. Tujuan Khusus a) Menganalisa kasus kelolaan pasien dengan Acut Coronary Syndrome (ACS) Unstable Angina Pectoris/UAP dengan intervensi inovasi Teknik Foot Hand Massage terhadap Massage terhadap penurunan nyeri dada di ruang ICCU RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. b) Menganalisa hasil intervensi teknik Foot Hand Massage Massage terhadap penurunan nyeri dada. D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pendidikan a. Menjadi bahan tambahan referensi mengenai pengaruh teknik Foot Hand Massage terhadap Massage terhadap penurunan nyeri dada sehingga menambah pengetahuan dan meningkatkan kualitas pendidikan di Institusi. b. Memberikan rujukan bagi institusi pendidikan dalam melaksanakan proses pembeajaran dengan melakukan intervensi berdasar kan riset/ jurnal terkini (EBNP). c. Memperkuat dukungan dalam menerapkan intervensi keperawatan, memperkaya ilmu pengetahuan keperawatan, menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien Acut Coronary Syndrome Syndrome (ACS) Unstable Angina Pectoris/UAP .
22
2. Bagi Profesi a. Memberi gambaran dan bahan masukan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangguan sistem kardiovaskular khususnya pasien Acut Coronary Syndrome Syndrome (ACS) Unstable Angina Pectoris/UAP dengan intervensi teknik Foot Hand Massage Massage terhadap penurunan nyeri dada. b. Memberikan gambaran untuk perawat dalam penerapan tindakan keperawatan berdasarkan kepada pembuktian / Evidence Based Nursing Practice (EBNP) Practice (EBNP) untuk memberikan keperawatan yang lebih luas. c. Memberikan motivasi bagi perawat diruangan untuk dapat melakukan inovasi-inovasi
dibidang
keperawatan
terutama
keperawatan
kardiovaskular pada Acut Coronary Syndrome Syndrome (ACS) Unstable Angina Pectoris/UAP . 3. Bagi Penulis Meningkatkan kemampuan penulis dalam melakukan analisa pengaruh terapi komplementer berupa foot berupa foot hand massage terhadap massage terhadap nyeri dada serta menambah pengetahuan penulis dalam pembuatan karya ilmiah akhir ners.
23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Jantung
1. Anatomi jantung Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat buah ruang yang terletak di rongga dada, di bawah b awah perlindungan perli ndungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum. Ruang jantung terdiri atas dua ruang yang berdinding tipis disebut atrium dan dua ruang yang yang berdinding tebal disebut ventrikel (Muttaqin, 2009).Jantung memiliki berat sekitar 300 gr, meskipun berat dan ukurannya dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat badan, beratnya aktifitas fisik, dll. Jantung dewasa normal berdetak sekitar 60 sampai 80 kali per menit, menyemburkan sekitar 70 ml darah dari kedua ventrikel per detakan, dan keluaran totalnya sekitar 5 L/ menit (Smeltzer dan Bare, 2010).
Gambar 2.1. Anatomi jantung normal
24
Jantung terletak di dalam rongga mediastinum dari rongga dada (thoraks), diantara kedua paru. Selaput yang mengitari jantung disebut pericardium, yang terdiri atas 2 lapisan, yauitu yauitu pericardium parietalis, parietalis, merupakan lapisan luar yang melekat pada tulang dada dan selaput paru. dan pericardium viseralis, viseralis, yaitu lapisan permukaan dari jantung itu sendiri, yang juga disebut epikardium. Di dalam lapisan jantung tersebut terdapat cairan pericardium, yang berfungsi untuk mengurangi gesekan yang timbul akibat gerak jantung saat memompa.Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan, yaitu lapisan luar yang disebut pericardium, pericardium, lapisan tengah atau miokardium merupakan lapisan berotot, dan lapisan dalam disebut endokardium. endokardium. Organ jantung terdiri atas 4 ruang, yaitu 2 ruang yang berdinding tipis, disebut atrium, dan 2 ruang yang berdinding tebal disebut ventrikel. a. Atrium 1) Atrium kanan, berfungsi sebagai tempat penampungan darah yang rendah oksigen dari seluruh tubuh. Darah tersebut mengalir melalui vena cava superior, vena cava inferior, serta sinus koronarius yang berasal dari jantung sendiri. Kemudian darah dipompakan ke ventrikel kanan dan selanjutnya selanjutn ya ke paru. 2) Atrium
kiri,
berfungsi
sebagai
penerima
darah
yang
kaya
oksigen dari kedua paru melalui 4 buah vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke ventrikel kiri, dan selanjutnya ke seluruh tubuh melalui aorta. b. Ventrikel (bilik) Permukaan dalam ventrikel memperlihatkan alur-alur otot yang disebut
25
trabekula. trabekula. Beberapa alur tampak menonjol, yang disebut muskulus papilaris. papilaris. Ujung muskulus papilaris dihubungkan dengan
tepi
daun
katup atrioventrikuler oleh serat-serat yang disebut korda tendinae. tendinae. 1) Ventrikel
kanan,
menerima
darah
dari
atrium
kanan
dan
kiri
dan
dipompakan ke paru-paru melalui arteri pulmonalis. 2) Ventrikel
kiri,
menerima
darah
dari
atrium
dipompakan ke seluruh tubuh melalui aorta. Kedua ventrikel ini dipisahkan oleh sekat yang disebut septum ventrikel . Untuk menghubungkan antara ruang satu dengan yang lain, jantung dilengkapi dengan katup-katup, diantaranya : a) Katup atrioventrikuler. Oleh
karena
letaknya
antara
atrium
dan
ventrikel,
maka
disebut katup atrio-ventrikuler, yaitu : 1) Katup trikuspidalis. Merupakan katup yang terletak di antara atrium kanan dan ventrikel kanan, serta mempunyai 3 buah daun katup. Katup mitral/ atau bikuspidalis. Merupakan katup yang terletak di antara atrium kiri dan ventrikel kiri, serta mempunyai 2 buah katup. Selain itu katup atrioventrikuler
berfungsi
untuk
memungkinkan darah mengalir mengalir dari masing-masing atrium ke ventrikel pada fase diastole ventrikel, dan mencegah aliran balik pada saat sistole ventrikel (kontraksi).
26
b) Katup semilunar. 1) Katup pulmonal. Terletak pada arteri pulmonalis, memisahkan pembuluh ini dari ventrikel kanan. 2) Katup aorta. Terletak
antara
ventrikel
kiri
dan
aorta.
Kedua
katup
semilunar ini mempunyai bentuk yang sama, yakni terdiri dari 3 daun katup yang simetris disertai penonjolan menyerupai corong yang dikaitkan dengan sebuah cincin serabut. Adapun katup semilunar memungkinkan darah mengalir dari masingmasing ventrikel ke arteri pulmonalis atau aorta selama sistole ventrikel, dan mencegah aliran balik waktu diastole ventrikel. (Ulfah dan Tulandi, 2001) 2. Persyarafan Jantung Jantung dipersyarafi oleh serabut simpatis, parasimpatis, dan sistem syaraf autonom melalui pleksus kardiakus. kardiakus. Syaraf simpatis berasal dari trunkus simpatikus bagian servical dan torakal bagian atas dan syaraf parasimpatis berasal dari nervous vagus. vagus. Sistem persyarafan jantung banyak dipersyarafi oleh serabut sistem syaraf otonom (parasimpatis dan simpatis) dengan efek yang saling berlawanan dan bekerja bertolak belakang untuk mempengaruhi perubahan pada denyut jantung, yang dapat mempertinggi ketelitian pengaturan syaraf oleh sistem syaraf otot.
27
Gambar 2.2 Persyarafan Jantung Serabut parasimpatis mempersyarafi nodus SA, otot-otot atrium, dan nodus AV melalui nervus vagus. serabut simpatis menyebar keseluruh
sistem
konduksi
dan
miokardium.
Stimulasi
simpatis
(adregenic) adregenic) juga menyebabkan melepasnya epinefrin dan beberapa norepinefrin dari medulla adrenal. Respon jantung terhadap stimulasi simpatis diperantai oleh pengikatan norepinefrin dan epinefrin ke reseptor adregenic tertentu; rese ptor α terletak pada sel-sel otot polos pembuluh darah, menyebabkan terjadin ya vasokonstriksi, dan rese ptor β yang terletak pada nodus AV, nodus SA, dan miokardium, menyebabkan peningkatan denyut jantung, peningkatan kecepatan hantaran melewati nodus AV, dan peningkatan kontraksi miokardium (stimulasi reseptor ini menyebabkan vasodilatasi). Hubungan sistem syaraf simpatis dan parasimpatis bekerja untuk menstabilkan tekanan darah arteri dan curah jantung untuk mengatur
28
aliran darah sesuai kebutuhan tubuh. (Kasroh, 2011) 3. Elektrofisiologi Jantung Di dalam otot jantung, terdapat jaringan khusus yang menghantarkan aliran listrik. Jaringan J aringan tersebut mempunyai sifat-sifat yang khusus, yaitu: a. Otomatisasi : kemampuan untuk menimbulkan impuls secara spontan. b. Irama : pembentukan impuls yang teratur. c. Daya konduksi : kemampuan untuk menyalurkan impuls. d. Daya rangsang : kemampuan untuk bereaksi terhadap rangsang. Berdasarkan sifat-sifat tersebut diatas, maka secara spontan dan teratur jantung akan menghasilkan impuls-impuls yang disalurkan melalui sistem hantar untuk merangsang otot jantung dan dapat menimbulkan kontraksi otot. Perjalanan impuls dimulai dari nodus SA, nodus AV, sampai ke serabut purkinye.
Gambar 2.3. Anatomi Kelistrikan Jantung
29
1) SA Node Disebut pemacu alami karena secara teratur mengeluarkan aliran listrik impuls yang kemudian menggerakkan jantung secara otomatis.
Pada
keadaan
frekuensinya 60-100 kali/
normal, menit.
impuls Respons
yang dari
dikeluarkan impuls
SA
memberikan dampak pada aktivitas atrium. SA node dapat menghasilkan impuls karena adanya sel-sel pacemaker yang mengeluarkan impuls secara otomatis. Sel ini dipengarungi oleh saraf simpatis dan parasimpatis. Stimulasi SA yang menjalar melintasi permukaan atrium menuju nodus AV memberikan respons terhadap adanya kontraksi dari dinding atrium untuk melakukan kontraksi. Bachman bundle menghantarkan impuls dari nodus SA ke atrium kiri. Waktu yang diperlukan pada penyebaran penyebaran impuls SA ke AV berkisar 0,05 atau 50 ml/ detik. 2) Traktus Internodal Berfungsi sebagai penghantar impuls dari nodus SA ke Nodus AV. Traktus internodal terdiri dari : a)
Anterior Tract.
b) Middle Tract. c) Posterior Tract. 3) Bachmaan Bundle Berfungsi untuk menghantarkan impuls dari nodus SA ke atrium kiri.
30
4) AV Node AV node terletak di dalam dinding septum (sekat) atrium sebelah kanan, tepat diatas katup trikuspid dekat muara sinus koronarius. AV node mempunyai dua fungsi penting, yaitu : a) Impuls jantung ditahan selama 0,1 atau 100 ml/ detik, untuk memungkinkan pengisisan ventrikel selama atrium berkontraksi. b) Mengatur jumlah impuls atrium yang mencapai ventrikel. AV node dapat menghasilkan impuls dengan frekuensi 40-60 kali/ menit. c) Bundle His Berfungsi untuk menghantarkan impuls dari nodus AV ke sistem bundle branch. branch. d) Bundle Branch Merupakan lanjutan dari bundle of his yang bercabang menjadi dua bagian, yaitu : (1) Righ (1) Righ
bundle
branch
(RBB/
cabang
kanan),
untuk
mengirim impuls ke otot jantung ventrikel kanan. (2) Left (2) Left bundle branch (LBB/ cabang kiri) yang terbagi dua,yaitu deviasi ke belakang (left posterior vesicle), vesicle), menghantarkan impuls ke endokardium ventrikel kiri bagian posterior dan inferior, dan deviasi ke depan (left anterior vesicle), vesicle), menghantarkan impuls ke endokardium ventrikel kiri bagian anterior dan superior.
31
e) Sistem Purkinje Merupakan bagian ujung dari bundle branch. Berfungsi untuk menghantarkan/ mengirimkan impuls menuju lapisan subendokard pada kedua ventrikel, sehingga terjadi depolarisasi yang diikuti oleh kontraksi ventrikel. Sel-sel pacemaker di subendokard ventrikel dapat menghasilkan impuls dengan frekuensi 20-40 kali/ menit. Pemacu- pemacu cadangan ini mempunyai fungsi sangat penting, yaitu untuk mencegah berhentinya denyut jantung pada waktu pemacu alami (SA node) tidak berfungsi. Depolarisasi yang dimulai pada SA node disebarkan secara radial ke seluruh atrium, kemudian semuanya bertemu di AV node. Seluruh depolarisasi atrium berlangsung selama kirakira 0,1 detik. Oleh karena hantaran di AV node lambat, maka terjadi perlambatan kira- kira 0,1 detik (perlambatan AV
node)
Pelambatan
sebelum ini
eksitasi
diperpendek
menyebar oleh
ke
ventrikel.
perangsangan
saraf
simpatis yang menuju jantung dan akan memanjang akibat perangsangan
vagus.
Dari
puncak
septum,
gelombang
depolarisasi menyebar secara cepat di dalam serat penghantar purkinye ke semua bagian ventrikel dalam waktu 0,08-0,1 detik. (Muttaqin, 2009). 4. Siklus Jantung Siklus jantung adalah periode dimulainya satu denyutan jantung dan awal dari denyutan selanjutnya. Siklus jantung terdiri dari periode
32
sistole,
dan diastole. Sistole Sistole adalah periode periode kontraksi dari ventrikel,
dimana darah dikeluarkan dari jantung. Diastole adalah periode relaksasi dari ventrikel dan kontraksi atrium, dimana terjadi pengisian darah dari atrium ke ventrikel. a) Periode sistole (periode kontriksi) Periode sistole adalah suatu keadaan jantung dimana bagian ventrikel dalam keadaan menguncup. Katup bikuspidalis dan trikuspidalis dalam keadaan tertutup, dan valvula semilunaris aorta dan valvula semilunaris arteri pulmonalis terbuka, sehingga darah dari ventrikel kanan mengalir ke arteri pulmonalis, dan masuk kedalam paru-paru kiri dan kanan.Darah dari ventrikel kiri mengalir ke aorta dan selanjutnya beredar keseluruh tubuh. b) Periode diastole (periode dilatasi) Periode diastole adalah suatu keadaan dimana jantung mengembang. Katup bikuspidalis dan trikuspidalis dalam keadaan terbuka sehingga darah dari atrium kiri masuk ke ventrikel kiri, dan darah dari atrium kanan masuk ke ventrikel kanan. Selanjutnya darah yang datang dari paru-paru kiri kanan melalua vena pulmonal kemudian masuk ke atrium kiri. Darah dari seluruh tubuh melalui vena cava superior dan inferior masuk ke atrium kanan. c) Periode Istirahat Adalah waktu antara periode diastole dengan periode sistole dimana jantung berhenti kira-kira sepersepuluh detik.(Kasron, 2011) 5. Sistem peredaran darah Dalam memenuhi kebutuhan nutrisi dalam setiap organ ataupun jaringan
33
maupun sel tubuh melalui sistem peredaran darah. Sistem aliran darah tubuh, secara garis besar terdiri dari tiga sistem, yaitu : a) Sistem peredaran darah kecil. Dimulai dari ventrikel kanan, darah mengalir ke paru-paru melalui arteri pulmonal untuk mengambil oksigen dan melepaskan karbon dioksida kemudian masuk ke atrium kiri. Sistem peredaran darah kecil ini i ni berfungsi untuk membersihkan darah yang setelah beredar ke seluruh tubuh memasuki atrium kanan dengan kadar oksigen yang rendah antara 60-70% serta kadar karbon dioksida tinggi antara 40-45%. Setelah beredar melalui kedua paru-paru, kadar zat oksigen meningkat menjadi sekitar 96% dan sebaliknya kadar zat karbon dioksida menurun. Proses pembersihan gas dalam jaringan paru-paru berlangsung di alveoli, dimana gas oksigen disadap oleh komponen Hb. Sebaliknya gas karbon dioksida dikeluarkan sebagian melalui udara pernafasan. b) Sistem peredaran darah besar. Darah yang kaya oksigen dari atrium kiri memasuki ventrikel kiri melalui katup mitral/ atau bikuspidal, untuk kemudian dipompakan ke seluruh tubuh melalui katup aorta, dimana darah tersebut membawakan zat oksigen serta s erta nutrisi yang diperlukan oleh tubuh melewati pembuluh darah besar/ atau arteri, yang kemudian di supplai ke seluruh tubuh. c) Sistem peredaran darah koroner. Sistem peredaran darah koroner berbeda dengan sistem peredaran darah kecil maupun besar. Artinya khusus untuk menyuplai darah ke
34
otot jantung, yaitu melalui pembuluh koroner dan kembali melalui pembuluh balik yang kemudian menyatu serta bermuara langsung lan gsung ke dalam ventrikel kanan. Melalui sistem peredaran darah koroner ini, jantung mendapatkan oksigen, nutrisi, serta zat-zat lain agar dapat menggerakkan jantung sesuai dengan fungsinya (Soeharto, 2002). B. Pengertian Acute Pengertian Acute coronary syndrome (ACS) syndrome (ACS) 1. Definisi
Acute Coronary syndrome syndrome (ACS) ATAU Sindroma Koroner Akut (SKA) atau suatu terminologi yang dipakai untuk menunjukkan sekumpulan gejala nyeri dada iskemik yang akut dan perlu penanganan segera (keadaan emergensi) (Hamm, 2011). SKA merupakan spektrum akut dan berat yang merupakan keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen (O2) miokardium dan aliran darah (Kumar, 2007). Acute coronary syndrome syndrome (ACS) sendiri merupakan bagian dari penyakit jantung koroner (PJK) dimana yang termasuk ke dalam Acute Coronary Syndrome (ACS) adalah angina pektoris tidak stabil (Unstable ( Unstable Angina Pectoris / UAP), infark miokard dengan ST Elevasi (ST Elevation Myocard Infarct (STEMI), dan infark miokard tanpa ST Elevasi ( Non ST Elevation Myocard Infarct (NSTEMI) (NSTEMI) (Myrtha, 2012). Angina pektoris tidak stabil (UAP) ditandai dengan nyeri dada yang terjadi saat istirahat, dirasakan lebih dari 20 menit disertai dengan peningkatan dalam frekuensi sakit. EKG menunjukkan gelombang T inversi > 0,2 mV atau depresi segmen ST > 0,05 mV. Tidak terjadi peningkatan enzim jantung (CKMB).
35
Infark miokard akut adalah keadaan nekrosis miokard yang disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat dari terjadinya sumbatan arteri koroner, dan dibagi menjadi dua yaitu Non ST Elevation Myocard Infarct (NSTEMI) dan ST Elevation myocard infarct (STEMI) adalah infark miocard dengan riwayat nyeri dada yang terjadi saat istirahat, nyeri menetap, dirasakan lebih lama (lebih dari 20 menit), tidak hilang degan nitrat. EKG menunjukkan depresi segmen ST atau T inversi. Terjadi peningkatan enzim jantung (CKMB). ST Elevation Myocard Infarct (STEMI) adalah infark miokard dengan riwayat nyeri dada yang terjadi saat istirahat, nyeri menetap, durasi lebih dari 30 menit dan tidak hilang dengan nitrat. EKG menunjukkan elevasi segmen ST ≥ 1 mV pada 2 sadapan yan g berdekatan pada lead ekstremitas dan atau elevasi segmen ST ≥ 2 mV pada minimal 2 sadapan yag berdekatan pada lead prekordial. Tejadi peningkatan enzim jantung (CKMB). Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (Unstable Angina/UA), infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non ST Elevation Miocardial Infarction/NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark miokarddengan elevasi se gmen ST (ST Elevation Miocardial Infarction/STEMI). APTS dan NSTEMI mempunyai patogenesis dan presentasi klinik yang sama, hanya berbeda dalam derajatnya. Bila ditemui petanda miokard (peningkatan troponin I, troponin T, atau CK-MB) maka diagnosis adalah NSTEMI; sedangkan bila
36
petanda biokimia ini tidak ti dak meninggi, maka diagnosis adalah APTS. Ketiga jenis kejadian koroner itu sesungguhnya merupakan suatu proses berjenjang : dari fenomena yang ringan sampai yang terberat. Dan jenjang itu terutama dipengaruhi oleh kolateralisasi, tingkat oklusinya, akut tidaknya dan lamanya iskemia miokard berlangsung. Sheerwood, 2001 menjelaskan bahwa pada keadaan jantung normal, aliran darah koroner meningkat seiring dengan peningkatan kebutuhan oksigen, namun pada penyakit arteri koroner aliran darah tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen. 2. Etiologi dan Faktor Risiko
Etiologi terjadinya Acute Coronary Syndrome (ACS) adalah aterosklerosis serta rupturnya plak aterosklerosis yang menyebabkan trombosis intravaskular dan gangguan suplai darah miokard (Majid, 2008). Aterosklerosis merupakan kondisi patologis dengan ditandai oleh endapan abnormal lipid, trombosit, makrofag, dan leukosit di seluruh lapisan tunika intima dan akhirnya ke tunika media. Akhirnya terjadi perubahan struktur dan fungsi dari arteri koroner dan terjadi penurunan aliran darah ke miokard. Perubahan gejala klinik yang tiba-tiba dan tak terduga berkaitan dengan ruptur plak dan langsung menyumbat ke arteri koroner. Proses tersebut timbul karena beberapa faktor risiko (Myrtha, 2012). Faktor risiko ada yang tidak dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diubah. Faktor risiko yang dapat diubah adalah usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Faktor risiko yang dapat diubah atau dapat dikontrol adalah peningkatan kadar lipid serum, hipertensi, merokok,
37
gangguan toleransi glukosa (DM), diet tinggi lemak jenuh, kolesterol dan kalori (Santoso & Setiawan, 2005). 3. Pathway
Faktor resiko (Usia, jenis kelamin,ras, kelamin,ras, riwayat keluarga, kadar lipid serum, hipertensi, merokok, DM, kolesterol, diit lemak
endapan abnormal lipid, trombosit di lapisan tunika intima
Kerusakan sel endotel
inflamasi,migrasi, proliferasi sel, kerusakan jaringan dan kemudian terjadi perbaikan
pembentukan plak di tunika intima
terjadi ruptur plak atheroma sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan trombus menyebabkan trombosis intravaskular (sumbatan di arteri koroner)
Kontraktilitas jantung meningkat
38
Gangguan fungsi pompa jantung dalam mengisi dan memompa darah dari paru
Supai darah yang membawa oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan jantung untuk metabolisme aerob berkurang
Beban jantung meningkat mengakibatkan payah jantung
Penurunan curah
Oksigen untuk metabolisme kurang maka akan terjadi metabolisme anaerob
Penumpukan darah diparu terjadi peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru
jantung
Menghasilkan asam laktat dan ATP
Ketidakefektifan pola nafas
Penumpukan Asam laktat
pH sel menurun
Nyeri akut
Gambar 2.4 Pathway Sindrom Koroner Akut SKA 4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari Acute Coronary Syndrome (ACS) adalah adanya nyeri dada yang khas, perubahan EKG, dan peningkatan enzim jantung. Nyeri dada khas Acute Coronary Syndrome dicirikan sebagai nyeri dada dibagian substernal, retrosternal dan prekordial. Karakteristik seperti ditekan, diremas, dibakar, terasa penuh yang terjadi dalam beberapa menit, nyeri
39
dapat menjalar ke dagu, leher, bahu, punggung, atau kedua lengan. Nyeri disertai rasa mual, sempoyongan, berkeringat, berdebar, dan sesak nafas (Muttaqin, 2009). Selain itu ditemukan pula tanda klinis seperti hipotensi yang menunjukkan adanya disfungsi ventrikular, hipertensi dan diaphoresis / berkeringat yang menunjukkan adanya respon katekolamin, edema dan peningkatan tekanan vena jugular yang menunjukkan adanya gagal jantung (Pramana, 2011). 5. Patofisiologi
Acute Coronary Syndrome (ACS) merupakan proses yang berkelanjutan. Kerusakan lapisan endotel berperan dalam pembentukan aterosklerosis dan hipertensi yang lama merupakan faktor utama dalam terjadinya Acute Coronary Syndrome (ACS) Syndrome (ACS) (Majid, 2008). a. Proses Awal Terbentuknya Aterosklerosis Aterosklerosis adalah proses pembentukan plak di tunika intima arteri besar dan arteri sedang. Proses tersebut berlangsung terus menerus selama
hidup
dengan
progresivitas
yang
berbeda-beda
sampai
bermanifestasi sebagai Acute Coronary Syndrome (ACS) (Majid, 2008). 2008). Beberapa hipotesa yang pertama kali mengawali kerusakan sel endotel dan mencetuskan rangkaian proses inflamasi, migrasi dan proliferasi sel, kerusakan jaringan dan kemudian terjadi perbaikan yang kemudian menyebabkan pertumbuhan plak (Mytha, 2012). b. Proses Inflamasi Setelah terjadi kerusakan endotel, sel endotel menghasilkan molekul adhesifendotel (cell (cell adhesion molecule). molecule). Sel-sel inflamasi seperti monosit dan limfosit T masuk ke permukaan endotel dan bermigrasi dari endotelium
40
ke lapisan subendotel dengan cara berikatan dengan molekul adhesif endotel. Kemudian monosit berdiferensiasi menjadi makrofag. Makrofag tersebut akan mencerna LDL teroksidasi yang berpenetrasi ke dinding arteri dan berubah menjadi sel foam yang selanjutnya membentuk fatty streaks (Majid, 2008). Makrofak yang teraktivasi melepaskan zat kemoatraktan dan sitokin yang semakin mengaktifkan proses tersebut dengan merekrut lebih banyak makrofag. Sel T, dan sel otot polos. Sel otot polos bermigrasi dari tunika media menuju tunika intima lalu mensitesis kolagen, membentuk kapsul fibrosis yang menstabilkan plak dengan cara membungkus inti lipid dari aliran pembuluh darah (Myrtha, 2012) c. Disrupsi plak dan trombosis Plak aterosklerotik akan berkembang perlahan dan kebanyakan plak akan tetap stabil. Gejala angina akan muncul bila stenosis lumen mencapai 7080% (Majid, 2008). Acute Coronary Syndrome Syndrome (ACS) terjadi karena ruptur plak ateroskerotik dan plak yang ruptur tersebut menyumbat kurang dari 50% diameter lumen. Setelah terjadi ruptur plak atau erosi endotel, matriks subendotel akan terpapar darah yang ada disirkulasi. Hal tersebut menyebabkan adhesi trombosit yang diikuti aktivasi dan agregasi trombosit yang akan membentuk trombus. Trombus tersebut akan menyumbat / oklusi dan akan mengalami infark miokard. Lokasi dan luasnya infark tergantung pada jenis arteri yang oklusi dan terdapatnya aliran darah kolete ral (Myrtha, 2012). Unstable Angina Pectoris Pectoris (UAP) terjadi karena menurunnya perfusi ke miokard (akibat disrupsi plak, menyebabkan trombus dan penurunan
41
perfusi) atau terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen. Miokard akan mengalami stress tetapi bisa membaik kembali. Ketika suplai tidak adekuat bagi miokard, maka akan terjadi iskemi miokard. Iskemi yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan serta menekan fungsi miokard. Oksigen yang menurun memaksa miokard untuk melakukan metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob dengan lintasan glikolitik akan menghasilkan asam laktat yang akan tertimbun dan menurunkan pH. Gabungan dari efek hipoksia, berkuragnya energi akibat metaboise anaerob, serta asidosis, denga cepat mengganggu, fungsi ventrikel kiri . kekuatan kontraksi daerah miokard yang terserang menjadi berkurang, serabut-serabutnya memendek, serta daya kecepatan berkurang. Gerakan dinding segmen s egmen menjadi abnormal dan bagian tersebut akan menonjol setiap ventrikel berkontraksi (Majid, 2008). Kontraksi miokard yang menurun dan terjadi gangguangerakan miokard akan mengubah hemodinamik. Penurunan fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung dan stroke volume menurun. Manifestasi hemodinamik yang terjadi adalah peningkatan ringan tekanan darah dan nadi sebelum timbulnya nyeri. Pola tersebut merupakan respon kompensasi simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokard. Setelah timbul nyeri, terjadi perangsangan lebih lanjut oleh katekolamin keadaan penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa miokard yang terserang iskemik cukup luas atau merupakan suatu respon vagus (Santoso & Setiawan, 2005). Non ST Elevation Myocard Infarct (NSTEMI) terjadi bila perfusi miokard mengalami disrupsi karena oklusi trombus persisten atau vasospasme. ST Elevation Myocard Infarct (STEMI) terjadi bila disrupsi plak dan trombus
42
menyebabkan oklusi total sehingga terjadi iskhemik transmural dan nekrosis (Myrtha, 2012). 6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG) Pemeriksaan EKG 12 lead merupakan pemeriksaan pertama dalam menentukan pasien ACS. Pasien dengan keluhan nyeri dada khas harus sudah dilakukan pemeriksaan EKG maksimal 10 menit setelah kontak dengan petugas. Pada ACS STEMI didapatkan gambaran hiperakut T, elevasi segmen ST yang diikuti terbentuk gelombang Q patologis, kembalinya segmen ST pada garis isoelektris dan gelombang T terbalik. Perubahan ditemui minimal pada 2 lead yang berdekatan. Perekaman EKG harus diulang minimal 3 jam selama 6-9 jam, dan 24 jam setelahnya, dan secara langsung diperiksa EKG ketika pasien mengalami gejala nyeri dada berulang/rekuren. Terkadang perlu juga dilakukan pemeriksaan lead V7-V9 dan lead V3R dan V4R, bila didapatkan ST depresi di V1-V2 dengan gelombang R prominen dan gejala infark inferior (Winipeg (Winipeg Regional Health Authority/ Authority / WRHA, 2008). b. Pemeriksaan Laboratorium Untuk menegakkan adanya ACS, pemeriksaan yang memegang peranan penting adalah troponin untuk membedakan antara infark dan angina tidak stabil. Troponin lebih spesifik dan sensitif dibanding enzim kardiak lain seperti creatinin kinase (CK) dan isoenzimnya (CK-MB). CK-MB dan Troponin T atau I meningkat 4-8 jam setelah infark. Peningkatan bermakna minimal 1,5 kali dari batas normal. Pemeriksaan harus
43
dilakukan secara serial bila pada pemeriksaan pertama normal tetapi diduga kuat mengalami infark. Peningkatan Troponin mengindikasikan adanya infark (Marzlin & Webner, 2012). c. Radiografi thoraks Foto rontgen thoraks membantu dalam mendeteksi adanya kardiomegali dan edema pulmonal, atau memberikan petunjuk penyebab lain dari simptom yang ada seperti aneurisma thoraks atau pneumonia (Coven, 2013). d. Ekhokardiografi Pemeriksaan ekhokardiografi memegang peranan penting dalam ACS. Ekhokardiografi dapat mengidentifikasi abnormalitas pergerakan dinding
miokard
dan
membantu
dalam
menegakkan
diagnosis.
Ekhokardiografi membantu dalam menentukan luasnya infark dan keseluruhan fungsi ventrikel kiri dan kanan, serta membantu dalam mengidentifikasi komplikasi seperti regurgitasi mitral akut, ruptur LV, dan efusi perikard (Coven, 2013). 7. Penatalaksaan
Tujuan pengobatan adalah dengan memperbaiki prognosis dengan cara mencegah infark miokard lebih lanjut dan kematian. Yang dilakukan adalah mengurangi progresivitas plak, menstabilkan plak dengan mengurangi inflamasi, memperbaiki fungsi endotel, serta mencegah trombosis bila terjadi disfungsi endotel atau pecahnya plak. Tujuan yang kedua adalah memperbaiki simptom dan iskhemik. ACS merupakan kasus kegawatan sehingga harus mendapatkan penanganan yang segera. Dalam 10 menit pertama sejak pasien datang ke
44
instalasi gawat darurat, harus sudah dilakukan penilaian meliputi anamnesa riwayat nyeri, pemeriksaan fisik, EKG 12 lead dan saturasi oksigen, pemeriksaan enzim jantung, elektrolit dan bekuan darah serta menyiapkan intra vena line dengan D5%. Penatalaksanaan awal ACS adalah dengan farmakologi, dengan pemberian: a. Agen anti iskemik(nitrat, calcium chanel blocker, beta blocker ). ). b. Agen anti platelet(aspirin, P2Y12 reseptor inhibitor : clopidogrel, prasugrel, dan ticagrelol, glikoprotein IIb/IIIa reseptor antagonis: abciximab, tirofiban, dan eptifibatide). c. Anti koagulan(Unfractionated koagulan(Unfractionated Heparin/UFH, Heparin/UFH, Low Molecular Weight Heparins/(LMWH). Heparins/(LMWH). Kemudian dilanjutkan dengan revaskularisasi arteri koroner: a. Ibrinolitik/trombolitik b. Percutaneous coronary intervention (PCI) c. Coronary artery bypass grafting (CABG) (Hamm et al, 2011;). Penanganan farmakologi awal pada ACS adalah: a. Oksigen Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 70% pasien ACS disertai hipoksemia, dengan pemberian oksigen akan mengurangi ST elevasi karena akan mengurangi kerusakan miokard melalui mekanisme peningkatan suplai oksigen. Pemberian oksigen diberikan melalui nasal kanul 2-4 lt/menit. b. Nitrogliserin
45
Pemberian ISDN (isosorbid dinitrat) sublingual diberikan 5 mg per 3-5 menit dengan maksimal 3 kali pemberian. Nitrat mempunyai dua efek utama, pertama yaitu nitrat berfungsi sebagai venodilator, sehingga akan menyebabkan “pooling darah” yang selanjutnya yang selanjutnya akan menurunkan venous return/preload, sehingga kerja jantung akan berkurang. Kedua, nitrat akan merelaksasikan otot polos pembuluh koroner sehingga suplai oksigen
pada
jantung
dapat
ditingkatkan.
Kewaspadaan
adalah
penggunaan harus dilakukan hati-hati pada pasien infark ventrikel kanan dan infark inferior, selain itu tidak boleh diberikan pada pasien dengan TD ≤ 90 mmHg atau 30 mmHg lebih rendah dari pemeriksaan TD awal. c. Morfin Pemberian dapat diberikan secara intravena dengan dosis 2-4 mg, diberikan bila nyeri tidak berkurang dengan ISDN. Efek analgesik akan menurunkan aktivasi sistem saraf pusat dalam melepaskan katekolamin sehingga akan menurunkan konsumsi oksigen oleh miokard, selain itu juga mempunyai efek venodilator yang akan menurunkan preload ventrikel kiri, dan dapat menurunkan tahanan vaskular sistemik yang akhirnya akan menurunkan afterload. d. Aspirin Pemberian
aspirin
loading
160-325
mg
dengan
dosis
pemeliharaan 75-150mg/hari. Tablet kunyah aspirin mempunyai efek antiagregasi
platelet
yang
irreversibel.
Aspirin
bekerja
dengan
menghambat enzim cyclooksigenase yang selanjutnya akan berefek pada penurunan kadar thromboxan A2, yang merupakan aktivator platelet. Selain itu, aspirin juga mempunyai efek penstabil plak. Berdasarkan
46
beberapa hasil penelitian, pemberian aspirin akan menurunkan angka mortalitas pasien dengan STEMI (Pramana, 2011). e. Clopidogrel Clopidogrel
diberikan
loading
300-600
mg.
Clopidogrel
merupakan antagonis ADP dan menghambat agregasi trombosit. AHA/ACC guidelines update 2011 memasukkan kombinasi aspirin dan clopidogrel diberikan pada pasien PCI dengan pemasangan stent.
f.
Obat penurun kolesterol Diberikan simvastatin meskipun kadar lipid pasien normal. Pemberian statin digunakan untuk mengurangi risiko dan menurunkan komplikasi sebesar 39%. Statin selain menurunkan kolesterol, berperan juga sebagai anti inflamasi dan anti trombotik. Pada pasien dengan hiperlipidemia, target penurunan kolesterol adalah <100 mg/dl dan pasien risiko tinggi DM, target penurunan sebesar <70 mg/dl.
g. ACE inhibitor Diberikan captopril dosis inisiasi 3x 6,25 mg. Pemberian diberikan pada 24 jam pertama pada pasien low EF < 40%, hipertensi, acute kidney injury (AKI), riwayat infark miokard dengan disfungsi ventrikel kiri dan diabetes. h. Beta blocker Beta blocker menghambat efek katekolamin pada sirkulasi dan reseptor β-1 β-1 yang dapat menyebabkan penurunan konsumsi oksigen miokard. Pemberian beta bloker dengan target nadi 50-60 x/menit.
47
Kontraindikasi yang terpenting adalah riwayat asma bronkhial dan disfungsi ventrikel kiri akut. i.
Tindakan reperfusi Pemilihan reperfusi dilihat dari onset serangan atau nyeri dada ketika pasien datang ke ruang emergensi (rumah ( rumah sakit). Bila onset kurang dari 3 jam, maka tindakan yang dilakukan adalah reperfusi dengan fibrinolitik, dengan waktu door to needle maksimal 30 menit. Meskipun terdapat perbaikan, harus tetap dilakukan PCI dalam 24 jam pertama. Bila onset kurang dari 12 jam, maka segera dilakukan PCI primer, dengan waktu door to balloon maksimal 90 menit. Bila onset lebih dari 12 jam maka dilakukan heparinisasi dengan tetap dilakukan PCI. Pasien tetap diberikan antikoagulan dan antiplatelet sebelum dan selama pasien akan dilakukan PCI.
8. Komplikasi
a. Disfungsional Ventrikular Ventrikel kiri mengalami serial perubahan dalam bentuk, ukuran dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut
remodeling
ventricular
dan
umumnya
mendahuluai
berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setetlah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara akut, hasil ini berasala dari ekspansi infark al: slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik.
48
Selanjutnya
terjadi
pula
pemanjangan
segmen
noninfark,
mengakibatkan penipisan yang disproporsional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk Progresivitas dilatasi dan knsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhi bitot ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi kurang dari 40%, tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitore ACE harus diberikan. a. Gangguan Hemodinamik Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada ACS STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru. b. Komplikasi Mekanik Ruptur muskulus papilaris, rupture septum ventrikel, rupture dinding ventrikel. 9. Prognosis
Kelangsungan hidup pasien ACS NSTEMI selama enam bulan setelah serangan jantung hampir tidak berbeda. Hasil jangka panjang yang ditingkatkan dengan kepatuhan hati-hati terhadap terapi medis lanjutan, dan
49
ini penting bahwa semua pasien yang menderita serangan jantung secara secara teratur dan terus malakukan terapi jangka panjang dengan obat-obatan. Kerusakan pada otot jantung tidak selalu bermanifestasi sebagai rasa sakit dada yang khas, biasanya berhubungan dengan serangan jantung. Bahkan jika penampilan karakteristik EKG ST depresi atau T inversi tidak dilihat, serangan jantung mengakibatkan kerusakan otot jantung, sehingga cara terbaik untuk menangani serangan jantung adalah pencegahan. C. Konsep Nyeri 1. Pengertian Nyeri Menurut Mahon (1994) dalam Potter dan Perry (2009) nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Stimulus nyeri berupa stimulus yang bersifat fisik dan mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau fungsi ego seorang individu. Definisi keperawatan tentang nyeri adalah apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakannya (Brunner & Suddarth, 2010). 2. Teori Nyeri a. Teori Pengontrolan Nyeri (Gate (Gate Control Theory) Theory) Teori pengontrolan nyeri yang cukup dikenal adalah teori Gate Control dari Melzack dan Wall (1965, dalam Mudiah 2013). Teori ini juga dikenal dengan sebutan Teori Kontrol Pintu Gerbang. Teori Gate Control mengatakan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Mekanisme pertahanan dapat ditemukan di sel-sel gelatinosa subtansia di dalam
50
kornu dorsalis pada medulla spinalis, thalamus dan sistem limbik. Dengan memahami hal-hal yang dapat mempengaruhi perubahan ini, maka perawat dapat memperoleh konsep kerangka kerja yang bermanfaat untuk penagnan nyeri. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan di tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar terapi menghilangkan nyeri (Perry & Potter, 2009). Menurut Wall (1978 dalam Brunner & Suddart, 2010) teori gerbang kendali nyeri adalah proses dimana terjadi interaksi antara stimulus nyeri dan sensasi lain dan stimulus serabut yang mengirim sensasi tidak melalui sirkuit gerbang penghambat. Sel-sel inhibitor dalam kornus dorsalis medulla spinalis mengandung enfekalin, yang menghambat tranmisi nyeri. Suatu keseimbangan aktifitas dari neuron sensori dan serabut control desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta A dan C melepaskan suptansi P untuk mentrasmisikan imuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mekanisme makanoreseptor, neuron delta A yang lebih tebal,yang lebih cepat melepaskan neurotransmitter penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut betaA, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat perawat menggosok punggung klien dengan
lembut.
Pesan
yang
disampaikan
akan
menstimulasi
mekanoreseptor. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta-A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan pasien mempersepsikan
51
sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantar ke otak, terdapat pusat korteks yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi persepsi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorphin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromodulator ini
menutup mekanisme
pertahanan
dengan
menghambat pelepasan substansi P (Potter dan Perry, 2009). b. Teori Endogenous Teori Endogenous Opiat Theory Suatu teori pereda nyeri yang relatif baru dikembangkan oleh Avron Goldstein (1970 dalam Andarmoyo (2013) di mana ia menemukan bahwa terdapat substansi seperti opiate yang terjadi secara alami di dalam tubuh. Substansi ini disebut endorphin, yang berasal dari kata endogenous dan morphine. Goldstein mencari reseptor morphine dan heroin, menemukan bahwa reseptor dalam otak cocok dengan adanya molekul-molekul seperti morphine. Setelah melalui penelitian yang seksama, jawabnya adalah bahwa otak menghasilkan opiate otak alami. Endorphin merupakan sistem penekan nyeri yang dapat diaktifkan dengan merangsang daerah reseptor endorphin di zat kelabu periaqueduktus otak tengah. Endorphin mempengaruhi transmisi impuls yang diinterpretasikan sebagai
nyeri.
Endorphin
kemungkinan
bertindak
sebagai
neurotransmitter maupun neuromodulator yang menghambat transmisi dari pesan nyeri. Jadi, adanya endorphin pada sinaps sel-sel saraf menyebabkan
status
penurunan
dalam
sensasi
nyeri.
Kegagalan
melepaskan endorphin memungkinkan terjadinya nyeri. Opiate seperti morphine
atau
endorphine
(kadang-kadang
disebut
enkefalin),
52
kemungkinan menghambat transmisi pesan nyeri dengan mengaitkan tempat reseptor opiate pada saraf-saraf otak dan tulang belakang. 3. Klasifikasi Nyeri Menurut National Institutes of Health (1986) dalam Potter & Perry (2009) nyeri yang paling sering diobservasi oleh perawat pada pasien meliputi tiga tipe yakni nyeri akut maligna kronik dan non maligna kronik. Brunner & Suddarth (2002) menyebutkan dua kategori dasar nyeri yang umum diketahui yaitu akut dan nyeri kronik. a. Nyeri Akut Menurut Potter & Perry (2009) nyeri akut terjadi setelah cedera akut, penyakit, tau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan berlangsung untuk waktu singkat. Nyeri akut mempunyai karakteristik awitan mendadak, intensitas ringan sampai berat, durasi singkat (dari beberapa detik sampai enam bulan). Dapat menimbulkan respon otonom berupa frekuensi jantung meningkat, volume sekuncup meningkat, tekanan darah meningkat, dilatasi pupil meningkat, tegangan otot menigkat, motilitas gastrointestinal menurun, aliran saliva menurun (mulut kering), komponen psikologis dapat menyebabkan ansietas (Brunner & Suddart, 2010). b. Nyeri Kronik Nyeri kronik adalah keadaan diman seorang ndividu mengalami nyeri yang menetap dan berlangsung lebih dari enam bualn. Nyeri kronik mempunyai karakteristik awitan terus menerus atau intermitean, intensitasrinagn sampai berat, durasi lama (enam bulan atau lebih), tidak
53
terdapat respon otonom, komponen psikologis dapat berupa depresi, mudah marah, menarik diri, tidur tengganggu, libido menurun dan nafsu makan menurun ( Brunners & Suddarth, 2010). Tabel 2.1 Perbandingan Nyeri Akut dan Nyeri Kronik Karakteristik Tujuan atau Keuntungan Awitan Letaknya
Manajemen tatalaksana Intensitas Durasi Respon otonom
Komponen psikologi
Contoh
Nyeri Akut Nyeri Kronik Memperingankan adanya Tidak ada cedera atau masalah Mendadak Terus-menerus Terus-menerus atau intrmiten Superfisial, pada Dapat bersifat superfisial permukaan permukaan kulit, bersifat ataupun dalam, dapat berasal lokal dari organ-organ dalam mulai dari otot dan bagian lain Obat analgetik sebagai Mengobati dan memperbaiki alternative penyebab sebagai alternative utama Ringan-berat Ringan-berat Singkat (beberapa detik – detik – Lama ( > 6 bulan) 6 bulan - Konsisten System tubuh mulai dengan respon beradaptasi beradaptasi dapat berupa stress lokal adaptasi sindrom atau - Frekuensi denyut global adaptasi sindrom jantung meningkat - Volum sekuncup meningkat - Tekanan darah meningkat - Dilatasi pupil - Otot-otot menegang - Mortalitas usus menurun - Saliva menurun Ansietas - Depresi - Mudah marah - Gangguan tidur - Libido turun - Nafsu makan menurun Nyeri bedah, trauma Nyeri kanker, atritis, neuralgia trigeminal
Dikutip dari Porth CM. Pathophysiology : Concepts of Altered Health State, ed. Ke-4, Philadelphia, JB Lippincott, 1995 dalam Brunner & Suddarth (2010)
54
Price dan Wilson (2005) dalam Judha, dkk (2012) mengaklasifikasikan nyeri berdasarkan lokasi atau sumber, antara lain 1) Nyeri Somatik Superfisial (Kulit) Nyeri kulit berasal dari struktur-struktur superfisi al kulit dan jaringan subkutis, stimulus yang efektif untuk menimbulkan nyeri di kulit dapat berupa rangsang mekanis, suhu, kimiawi atau listrik. Apabila hanya kulit yang telibat, nyeri sering dirasakan sebagai penyengat, tajam, meringis atau terbakar, tetapi apabila pembuluh darah ikut berperan menimbulkan nyeri, sifat nyeri menjadi berdenyut. 2) Nyeri Somatik Dalam Nyeri somatic dalam mengacu kepada nyeri yang berasal dari otot, tendon, ligament, tulang, sendi dan arteri. Struktur-struktur ini memiliki lebih sedikit reseptor nyeri sehingga klasifikasi nyeri sulit dan cenderung menyebar ke daerah sekitarnya. 3) Nyeri Viseral Nyeri visceral mengacu pada nyeri yang berasal dari organorgan tubuh. Reseptor nyeri visceral lebih jarang dibandingkan dengan reseptor nyeri somatic dan terletak di dinding otot polos organ-organ berongga. Mekanisme utama yang menimbulkan nyeri visceral adalah perenggangan atau distensi abnormal dinding atau kapsul organ, iskemia dan peradangan.
55
4) Nyeri Alih Nyeri alih didefinisikan sebagai nyeri yang berasal dari salah satu daerah ditubuh tetapi dirasakan terletak di daerah lain. nyeri visera sering diahlihkan ke daerah dermatom (daerah kulit) yang dipersarafi oleh segmen medulla spinalis yang sama dengan viksus yang nyeri. 5) Nyeri Neuropati Sistem saraf secara normal menyalurkan rangsangan yang merugikan dari system saraf tepi (SST) ke system saraf pusat (SSP) yang menimbulkan perasaan nyeri. Dengan demikian, lesi di SST atau SSP dapat menyebabkan gangguan atau hilangnya sensasi nyeri. Nyeri neuropatik s ering memiliki kualitas seperti terbakar, perih atau seperti tersengat listrik. Pasien dengan nyeri neuropatik menderita akibat instabilitas system safar otonom (SSO). Dengan demikian nyeri bertambah parah oleh stress emosi atau fisik (dingin, kelelahan) dan mereda oleh relaksasi. c. Fisiologis Nyeri Proses terjadinya nyeri menurut Lindamen dan Arthie dalam Judha, dkk (2012) adalah dimulai ketika bagian tubuh terluka oleh tekanan, potongan, sayatan, dingin, atau kekurangan oksigen sel, maka akan mengiritasi nosiseptor. Saraf ini akan merangsang dan bergerak sepanjang serabut saraf atau neurotransmisi yang akan menghasilakn subtansi yang disebut neurotransmitter seperti prostaglandin dan epineprin, yang membawa pesan dari medulla spinalis ditransmisikan ke otak dan dipesepsikan sebagai nyeri.
56
Dua tipe serabut saraf perifer yang megonduksi stimulus nyeri adalah serabut A-delta yang bermielinasi dan cepat, dan serabut C yang tidak bermielinasi dan berukuran sangat kecil serta lambat. Serabut A mengirim sensasi yang tajam, terlokalisasi, dan jelas yang melokalisasi sumber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri. Serabut C menyampaikan impuls yang terlokalisasi buruk, visceral, dan terus-menerus. Ketika serabut C dan serabut A-delta menstransmisikan impuls dari serabut saraf peerifer, maka akan melepaskan me lepaskan mediator kimia yang mengaktifkan dan membuat peka akan respon nyeri (Potter & Perry, 2009). Sistem yang terlibat dalam trasmisi dan persepsi nyeri disebut sebagai sistem nosiseptif. Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung saraf bebas dalam kulityang berespon hanya pada stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak. Serabut saraf ini bercabang sangat dekat dengan asalnya pada kulit dan mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah l okal, sel-sel mast folikel rambut, dan kelenjar keringat. Stimulus yang kuat pada serabut cabang visceral dapat mengakibat vasodilatasi dan nyeri pada area tubuh yang berkaitan dengan serabut tersebut (Brunner & Suddart, 2010). Sejumlah substansi yang mempengaruhi sensitivitas ujung-ujung saraf atau reseptor nyeri dilepaskan kejaringan ekstraseluler sebagai akibat dari kerusakan jarinagan. Zat-zat kimiawi yang meningkatkan trasmisi atau persepsi nyeri meliputi histamine, bradikin, asetikolin, dan subtansi P. Prostaglandin adalah zat kimiawi yang diduga dapat meningkatkan efek yang meningkatkan sensitivitas reseptor nyeri dari bradikinin. Selain
57
itu, endorphin dan enkefalin juga berfungsi sebagai inhibitor terhadap trasmisi nyeri (Brunner & Suddarth, 2010). 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri Menurut Potter & Perry (2009), nyeri mrupakan sesuatu yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi mempengaruhi nyeri individu, antara lain: a. Usia Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak-anak dan lansia. b. Jenis Kelamin Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespon terhadap nyeri. c. Kebudayaan Sosialisasi budaya menentukan perilaku psikologis seseorang. Dengan demikian, hal ini dapat mempengaruhi pengeluaran fisiologis opiate endogen sehingga terjadila persepsi nyeri. d. Makna Nyeri Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara yang berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tanatangan. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan pasien berhubungan dengan makna nyeri. e. Perhatian Perhatian yang meningkan dihubungakn dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Konsep ini merupakan salah satu konsep yang perawat terapkan diberbagai terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti
58
relaksasi, teknik imajinasi terbimbing ( guided guided imaginary), imaginary), dan massage (pijat). f.
Ansietas Stimulus nyeri megaktifkan bagian sistem limbic yang fiyakini mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas. Sistem limbic dapat mempengaruhi reaksi emosi terhadap nyeri, yakni memperburuk atau menghilangkan nyeri.
g. Keletihan Rasa keletihan menyebabkan sensasi nyeri semakin intemsif dan menurunkan kemampuan koping. h. Pengalaman Sebelumnya Apabila seorang pasien tidak pernah merasakan nyeri, maka persepsi pertama nyeri dapat mengganggu koping terhadap nyeri. i.
Gaya Koping Pasien seringkali menemukan berbagai cara untuk mengembangkan koping terhadap efek fisik dan psikologis nyeri. Sumber-sumber seperti berkomunikasi dengan keluarga pendukung, melakukan latihan, atau menyanyi dapat digunakan dalam asuhan keperawatan dalam upaya mendukung pasien dan mengurangi nyeri sampai tingkat tertentu.
j.
Dukungan Keluarga dan Sosial Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan.
59
5. Karakteristik Nyeri Menurut Potter dan Perry (2009) nyeri bersifat individualistik. Pengkajian karakteristik umum nyeri membantu perawat membentuk pengertian pola nyeri dan tipe terapi yang digunakan untuk mengatasi nyeri. Penggunaan instrumen untuk menghitung luas dan derajat nyeri bergantung kepada pasien yang sadar secara kognitif dan mampu memahami instruksi perawat. Karakteristik nyeri dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Awitan dan Durasi Perawat mengajukan pertanyaan untuk menentukan awitan, durasi, dan rangkaian nyeri. Kapan nyeri mulai dirasakan ? Sudah Sudah berapa lama nyeri nyeri dirasakan ? Apakah nyeri yang dirasa terjadi pada waktu yang sama setiap hari ? Seberapa sering nyeri kembali kambuh ?. Awitan nyeri yang berat dan mendadak lebih mudah dikaji daripada nyeri yang bertahap atau ketidaknyamanan yang ringan. Pemahaman tentang siklus waktu nyeri membantu perawat untuk mengetahui kapan ia harus melakukan intervensi sebelum terjadi atau memperburuk nyeri. b. Lokasi Untuk
mengkaji
menunjukkan
lokasi
semua
nyeri,
daerah
perawat
yang
dirasa
meminta tidak
pasien
untuk
nyaman.
Untuk
melokalisasi nyeri dengan lebih spesifik, perawat kemudian meminta pasien melacak daerah nyeri dari titik yang paling nyeri. c. Intensitas Nyeri Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat
60
berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2006). Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama disepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking
dari
“tidak
terasa
nyeri”
sampai
“nyeri
yang
tidak
tertahankan”. tertahankan”. Perawat menunjukan pasien skala tersebut dan meminta pasien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan (Potter dan Perry, 2009). Skala Analogi Visual (VAS) adalah skala yang berbentuk garis horizontal sepanjang 10 cm, dan ujungnya mengindikasikan nyeri yang berat. Pasien diminta untuk menunjuk titik titi k pada garis yang menunjukkan letak nyeri terjadi di sepanjang rentang tersebut. Ujung kiri biasanya menandakan “tidak ada” atau “tidak nyeri”, sedangkan ujung kanan biasanya menandakan “berat” atau “nyeri yang paling buruk”. Untuk menilai hasil, sebuah penggaris diletakkan sepanjang garis dan jarak yang dibuat pasien pada garis dari “tidak ada nyeri” diukur dan ditulis sentimeter (Brunner dan Suddarth, 2010). Berikut ini adalah contoh skala intensitas nyeri yaitu : 1) Skala Intensitas Nyeri Deskriptif Sederhana
61
2) Skala Intensitas Nyeri Numerik 0-10
3) Skala Analog Visual (VAS)
Gambar 2.5 Skala Intensitas Nyeri Keterangan : 0
: Tidak nyeri.
1-3 : Nyeri ringan (secara objektif objektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik). 4-6 : Nyeri sedang (secara objektif pasien mendesis, menyeringai, dapat menunjukan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
62
7-9 : Nyeri berat (secara (s ecara objektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan dist raksi. 10 : Nyeri
sangat s angat
berat
(pasien
sudah
tidak
mampu
lagi
berkomunikasi, memukul). d. Kualitas Seringkali pasien mendeskripsikan nyeri sebagai sensasi remuk (crushing), (crushing), berdenyut (throbbing), (throbbing), tajam, atau tumpul. Nyeri yang pasien rasakan seringkali tidak dapat dijelaskan. Kualitas menusuk (pricking), (pricking),
terbakar,
dan
rasa
sakit
adalah
bermanfaat
untuk
mendeskripsi nyeri tahap awal. Nyeri akibat insisi bedah seringkali dideskripsikan sebagai sensasi tajam atau tikaman (Potter dan Perry, 2009). e. Pola Nyeri Perawat
meminta
pasien
untuk
mendeskripsikan
aktivitas
yang
menyebabkan nyeri, seperti gerakan fisik, meminum kopi, urinasi). Perawat juga meminta pasien mendemonstrasikan aktivitas yang menimbulkan respon nyeri, misalnya batuk atau membalikkan tubuh dengan cara tertentu. f.
Tindakan untuk Menghilangkan Nyeri Akan sangat bermanfaat apabila perawat mengetahui apakah pasien mempunyai cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri, seperti mengubah posisi, melakukan tindakan ritual (melangkah, berayun-ayun,
63
menggosok), makan, meditasi, atau mengompres bagian yang nyeri dengan kompres hangat. g. Gejala Penyerta Gejala penyerta adalah gejala yang seringkali menyertai nyeri (misalnya mual, nyeri kepala, pusing, keinginan untuk miksi, konstipasi, dan gelisah). 6. Pengukuran Nyeri Ada tiga tipe pengukuran nyeri (Prayitno, 2011) sebagai berikut : a. Self-Report Measure Pengukuran tersebut seringkali melibatkan penilaian nyeri pada beberapa jenis skala metrik. Seorang penderita diminta untuk menilai sendiri rasa nyeri yang dirasakan apakah nyeri yang berat (sangat nyeri), kurang nyeri dan nyeri sedang. Menggunakan buku harian merupakan cara lain untuk memperoleh informasi baru tentang nyerinya jika rasa nyerinya terus menerus atau menetap atau kronik. Cara ini sangat membantu untuk mengukur pengaruh nyeri terhadap kehidupan pasien tersebut. Penilaian terhadap intensitas nyeri, kondisi psikis dan emosional atau keadaan afektif nyeri juga dapat dicatat. Selfreport dianggap sebagai standar gold untuk pengukuran nyeri karena konsisten terhadap definisi/ makna nyeri. Yang termasuk dalam selfreport measure adalah measure adalah skala pengukuran nyeri (misalnya VRS, VAS, pain drawing, McGill Pain Quesioner, Diary). Diary ). b. Observational Measure (Pengukuran Measure (Pengukuran Secara Observasi) Pengukuran ini adalah metode lain dari pengukuran nyeri. Observational measure measure biasanya mengandalkan pada seorang terapis
64
untuk
mencapai
kesempurnaan
pengukuran
dari
berbagai
aspek
pengalaman nyeri dan biasanya berkaitan dengan tingkah laku penderita. p enderita. Pengukuran ini relatif mahal karena membutuhkan waktu observasi yang lama. Pengukuran ini mungkin kurang sensitif terhadap komponen subjektif dan afektif dari nyeri. Yang termasuk dalam observational measure adalah measure adalah pengukuran tingkah laku, fungsi, ROM. c. Pengukuran Fisiologis Perubahan biologis dapat digunakan sebagai pengukuran tidak langsung pada nyeri akut, tetapi respon biologis pada nyeri akut dapat distabilkan dalam beberapa waktu karena tubuh dapat berusaha memulihkan homeostatisnya. Sebagai contoh, pernapasan atau denyut nadi mungkin menunjukkan beberapa perubahan yang kecil pada awal migrain jika terjadi serangan yang tiba-tiba dan keras, tetapi beberapa waktu kemudian perubahan tersebut akan kembali sebelum migrain tersebut menetap sekalipun migrainnya berlangsung lama.Yang termasuk dalam
pengukuran
fisiologis
adalah
pemeriksaan
denyut
nadi,
pernapasan, dan lain-lain. Adapun indikator-indikator perilaku terhadap efek nyeri (Potter dan Perry, 2009) sebagai berikut : 1) Ekspresi : merintih, menangis, terengah-engah, mendengkur. 2) Ekspresi wajah : meringis, gigi yang terkatup, dahi yang berkerut, mata/ mulut yang tertutup rapat atau terbuka lebar, menggigit bibir. 3) Gerakan tubuh : gelisah, tidak dapat bergerak, tensi otot, meningkatnya pergerakan tangan dan jari, aktivitas melangkah bolak-
65
balik, gerakan menggosok/ mengusap, melindungi gerakan bagian tubuh tertentu, menggenggam atau memegang bagian tubuh tertentu. d. Interaksi sosial : menghindari percakapan, hanya berfokus pada aktivitas yang mengurangi nyeri, menghindari kontak sosial, mengurangi waktu perhatian, mengurangi interaksi dengan lingkungan. lingkungan. D. Manajemen Nyeri 1. Pengertian Menurut Andarmoyo (2013) manajemen nyeri adalah suatu tindakan untuk mengurangi nyeri. Pendekatan yang digunakan dalam manajemen nyeri meliputi
pendekatan
pendekatan
ini
farmakologi
dilakukan
secara
dan
non-farmakologi,
bersama-sama,
karena
sebaiknya pendekatan
farmakologi dan non-farmakologi tidak akan efektif bila dilakukan atau digunakan sendiri-sendiri. Pendekatan ini diseleksi berdasarkan pada kebutuhan dan tujuan pasien secara individu. Semua intervensi akan sangat berhasil bila dilakukan dila kukan sebelum nyeri menjadi lebih parah, dan keberhasilan terbesar sering dicapai jika beberapa intervensi diterapkan secara simultan (Brunner dan Suddarth, 2010). 2. Tujuan Menurut Andarmoyo (2013) dalam dunia keperawatan manajemen nyeri dilakukan dengan tujuan sebagai berikut : a. Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri. b. Menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut menjadi gejala nyeri kronis yang persisten. c. Mengurangi penderitaan dan/ atau ketidakmampuan/ ketidakberdayaan akibat nyeri.
66
d. Meminimalkan reaksi tak diinginkan atau intoleransi terhadap terapi nyeri. e. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengoptimalkan kemampuan pasien untuk menjalankan aktivitas sehari-hari. 3. Jenis-Jenis Manajemen Nyeri a. Manajemen Nyeri Farmakologi Menurut Potter dan Perry (2009) analgesik merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri. Ada tiga jenis analgetik yaitu: 1) Non-Narkotik dan Obat Anti-inflamasi Nonsteroid (NSAID) NSAID Non-narkotik umumnya menghilangkan nyeri ringan atau sedang, seperti nyeri yang terkait dengan arthritis rematoid, prosedur pengobatan gigi dan prosedur bedah minor, episiotomi, dan masalah punggung bagian bawah. 2) Analgesik Narkotik atau Opiat Analgesik opiat umumnya diresepkan untuk nyeri sedang sampai berat, seperti s eperti nyeri pasca operasi dan maligna. Opiat menyebabkan depresi pernapasan melalui depresi pusat pernapasan di dalam batang otak. Pasien juga mengalami efek samping, seperti mual, muntah, konstipasi, dan perubahan proses mental. 3) Obat Tambahan (Adjuvan) atau Koanalgetik Adjuvan,
seperti
sedatif,
anti
cemas,
dan
relaksan
otot
meningkatkan kontrol nyeri atau menghilangkan gejala lain yang terkait dengan nyeri, seperti depresi dan mual. Sedatif seringkali diberikan untuk penderita nyeri kronik. Obat-obatan ini dapat
67
menimbulkan rasa kantuk dan kerusakan koordinasi, keputusasaan, dan kewaspadaan mental. b. Manajemen Nyeri Non Farmakologi Menurut Potter dan Perry (2009), ada sejumlah terapi non-farmakologi yang mengurangi resepsi dan persepsi nyeri dan dapat digunakan pada keadaan perawatan akut. Dengan cara yang sama, terapi-terapi ini digunakan dalam kombinasi dengan tindakan farmakologi. Tindakan non-farmakologi
mencakup
intervensi
perilaku-kognitif
dan
penggunaan agen-agen fisik. Tujuan intervensi perilaku-kognitif peril aku-kognitif adalah mengubah persepsi pasien tentang nyeri, mengubah perilaku nyeri, dan memberi pasien rasa pengendalian yang lebih besar. Menurut Tamsuri (2006) tindakan non-farmakologi untuk mengatasi nyeri terdiri dari beberapa tindakan penagnanan. Yang pertama berdasarkan penanganan fisik/ stimulasi fisik meliputi Stimulasi kulit, Stimulasi
elektrik
(TENS),
Akupuntur,
Plasebo.
Yang
kedua
berdasarkan intervensi perilaku kognitif meliputi Relaksasi, Umpan balik
biologis, Hipnotis,
Distraksi,
Guided Imagery
(Imajinasi
terbimbing). Dibawah ini akan dijelaskan beberapa contoh dari tindakan nonfarmakologi, yaitu : 1) Stimulasi Saraf Elektrik Transkutan (TENS) Menurut Hargreaves dan Lander (1989) dalam Potter dan Perry (2009) Stimulasi Saraf Elektrik Transkutaneus (Transcutaneus Elektrik Nerve Stimulations, TENS), TENS), dilakukan dengan stimulasi pada
kulit
dengan menggunakan arus
listrik
ringan
yang
68
dihantarkan
melalui
elektroda
luar.
Terapi
ini
dilakukan
berdasarkan instruksi dokter. Unit TENS terdiri dari transmiter bertenaga baterai, kabel timah, dan elektroda. Elektroda dipasang langsung pada atau dekat lokasi nyeri. Rambut atau bahan-bahan yang digunakan untuk persiapan kulit dibuang sebelum elektroda dipasang. Apabila pasien merasa nyeri, transmitter dinyalakan dan menimbulkan sensasi kesemutan atau sensasi dengung. Pasien dapat menyesuaikan intensitas dan kualitas stimulasi kulit. Sensasi kesemutan dapat dibiarkan sampai nyeri hilang. TENS efektif untuk mengontrol nyeri pasca operasi (misalnya mengangkat drain dan membersihkan serta kembali membungkus luka bedah). 2) Akupuntur Akupuntur merupakan pengobatan yang sudah sejak lama digunakan untuk mengobati nyeri. Jarum-jarum kecil yang dimasukkan pada kulit, bertujuan menyentuh titik-titik tertentu, tergantung pada lokasi nyeri, yang dapat memblok transmisi nyeri ke otak (Tamsuri, 2006). 3) Akupresur World Health Organization (WHO) (WHO) mengakui akupresur sebagai suatu ilmu yang mengakibatkan neuron pada sistem saraf, dimana hal ini merangsang kelenjar-kelenjar endokrin dan hasilnya mengaktifkan organ yang bermasalah. Akupresur menggunakan teknik penekanan dan pemijatan dengan tujuan menyingkirkan hambatan dan sumbatan sehingga energi hidup dapat mengalir secara teratur, dan organ yang terganggu bisa kembali berfungsi
69
normal. Salah satu pendekatan yang menarik dari akupresur adalah penanganannya tidak terbatas pada organ yang bermasalah saja, tapi juga pada sumber masalah yang sering berada di luar organ yang bermasalah (Mangoenprasodjo dan Hidayati, 2005). 4) Hipnotis Hipnotis dapat membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif. Suatu pendekatan kesehatan holistik, hipnosis-diri menggunakan sugesti-diri dan kesan tentang perasaan yang rileks dan damai. Individu memasuki keadaan rileks dengan menggunakan berbagai ide pikiran dan kemudian kondisi-kondisi yang menghasilkan respon tertentu bagi mereka (Edelman dan Mandel, 1994). Konsentrasi yang intensif mengurangi ketakutan dan stres karena individu berkonsentrasi hanya pada satu pikiran (Potter dan Perry, 2009). 5) Masase Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot (Brunner dan Suddarth, 2010). Masase
kulit
memberikan
efek
penurunan
kecemasan
dan
ketegangan otot. Rangsangan masase otot ini dipercaya akan merangsang serabut berdiameter besar, sehingga mampu memblok atau menurunkan impuls nyeri (Tamsuri, 2006).
70
6) Terapi Es dan Panas Terapi es (dingin) dan panas dapat menjadi strategi pereda nyeri yang efektif pada beberapa keadaan. Diduga bahwa terapi es dan panas bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (Brunner dan Suddarth, 2010). 7) Mengurangi Persepsi Nyeri Menurut Potter dan Perry (2009) salah satu cara sederhana untuk meningkatkan rasa nyaman ialah membuang atau mencegah stimulus nyeri. Hal ini terutama penting bagi pasien yang imobilisasi atau tidak mampu merasakan sensasi ketidaknyamanan. Nyeri juga dapat dicegah dengan mengantisipasi kejadian yang menyakitkan. 8) Relaksasi Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stres. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stres fisik dan emosi pada nyeri. Supaya relaksasi dapat dilakukan dengan efektif, maka diperlukan partisipasi individu/ pasien dan kerjasama. Perawat menjelaskan teknik relaksasi dengan rinci dan menjelaskan sensasi umum yang pasien alami. Pasien harus menggunakan sensasi ini sebagai
umpan
balik.
Perawat
bertindak
sebagai
pelatih,
mengarahkan pasien dengan perlahan melalui tahap-tahap latihan. Lingkungan harus bebas dari keributan atau stimulus lain yang mengganggu (Potter dan Perry, 2009).
71
E. Konsep Foot Konsep Foot Hand Massage 1. Fisiologi Pemijatan Refleksi Pamungkas (2009) menyatakan bahwa terapi pijat refleksi adalah cara pengobatan yang memberikan sentuhan se ntuhan pijatan pijat an pada lokasi dan tempat yang sudah dipetakan sesuai sesuai pada zona terapi. Pada zona-zona ini, ada
suatu
batas atau letak reflek-reflek yang berhubungan berhubungan dengan organ tubuh manusia, dimana setiap organ atau bagian tubuh terletak dalam jalur yang sama berdasarkan fungsi system saraf. Potter & Perry (2009) menegaskan bahwa pemberian sentuhan terapeutik dengan menggunaka menggunakan n tangan akan memberikan aliran energi yang menciptakan tubuh menjadi relaksasi, nyaman, nyeri berkurang, aktif dan membantu tubuh t ubuh untuk segar kembali. kembali. Apabila titik tekan dipijat atau disentuh dan diberi diberi aliran energi maka system cerebral akan menekan besarnya sinyal nyeri yang masuk kedalam sistem saraf yaitu dengan mengaktifkan sistem nyeri yang disebut analgesia (Guyton & Hall, 2007). Ketika pemijatan menimbulkan sinyal nyeri, maka tubuh akan mengeluarkan morfin yang disekresikan oleh sistem serebral sehingga menghilangkan nyeri dan menimbulkan perasaan yang nyaman (euphoria). (euphoria). Reaksi pijat refleksi terhadap tubuh tersebut akan mengeluarkan neurotransmitter yang terlibat dalam sistem analgesia khususnya enkafalin dan endorphin yang berperan menghambat impuls nyeri dengan memblok transmisi impuls ini di dalam system serebral dan medulla spinalis (Guyton & Hall, 2007). Rasa sakit yang dirasakan oleh tubuh di atur oleh dua sistem serabut saraf yaitu
serabut
A-Delta
bermielin
dan
cepat
dan
serabut
C
tidak
bermeilin berukuran sangat kecil dan lambat mengolah mengolah sinyal sebelum
72
dikirim ke sistem saraf pusat atau sistem serebral. Rangsangan yang masuk ke sistem saraf serabut A-Delta mempunyai efek menghambat rasa sakit yang menuju ke serabut saraf C, serabut saraf C bekerja untuk melawan hambatan. Sementara itu, signal dari otak juga mempengaruhi intensitas rasa sakit yang dihasilkan. Seseorang yang merasa sakit bila rangsangannya yang datang melebihi ambang rasa sakitnya, secara reflek orang akan mengusap bagian yang cedera atau organ tubuh manusia yang berkaitan dengan daerah titik tekan tersebut. Usaha tubuh untuk merangsang serabut saraf A-Delta menghambat jalannya sinyal rasa sakit yang menuju menuju ke serabut C menuju ke otak, dampaknya rasa sakit yang diterima otak bisa berkura berkurang ng bahkan bahkan tidak terasa sama sekali (Gu yton & Hall, 2007). 2. Pengertian Foot Pengertian Foot Hand Massage Massage dapat diartikan sebagai pijat yang telah disempurnakan dengan ilmu-ilmu tentang tubuh manusia atau
gerakan-gerakan tangan yang
mekanis terhadap tubuh manuusia dengan mempergunakan bermacammacam bentuk pegangan atau tehnik (Trisnowiyanto , 2012). Menurut Stillwell (2011)Massage disebut juga sebagai refleksologi Foot and hand massage adalah bentuk massage pada kaki atau tangan yang didasarkan pada premis bahwa ketidaknyamanan atau nyeri diarea spesifik kaki atau tangan berhubungan dengan bagian tubuh atau gangguan. 3. Jenis Pijat Terdapat banyak sekali jenis pijat berdasarkan tekniknya. Ada pijat yang dilakukan menggunakan tangan, kaki, ataupun alat bantu. Tiap teknik memberikan manfaat yang berbeda- beda. Ada pijat yang berfungsi menyembuhkan penyakit, adapula pijat yang berfungsi sekedar melemaskan
73
otot-otot tubuh. a. Pijat Aroma Terapi Pada terapi ini, terapis menggunakan minyak yang berasal dari ekstrak tumbuhan. Minyak tersebut sangat wangi dan memiliki beberapa fungsi. SAlah satu jenis minyak
yang paling sering seri ng digunakan adalah adala h
minyak lavender.
dengan
Pijat
aroma
terapi
sangat
pas
digunakan untuk relaksi. b. Pijat Batu Panas Pada pijat jenis ini , alat yang digunakan adalah batu vulkanik yang dipanaskan. Batu panas bisa digunakan sebagai alat pijat. Batu pana akan diletakkan dibagian tubuh tertentu selama beberapa waktu, yaitu sampai rasa hangat yang ada dibatu menghilang. Batu panas yang diletakkan
ditubuh
mengakibatkan
pembuluh darah melebar
sehingga aliran darah menjadi lancer dan bisa membuat rileks. c. Totok Aura Aura adalah medan energy elekromagnetik yang tidak hanya terletak di wilayah, tetapi juga diseluruh tubuh. Aura berfungsi melindungi seseorang dari energy negative yang bersifat tak kasat mata. Adapun totok aura adalah penggabungan dua teknik pernapasan. Teknik pernapasan. Teknik pernapasan yang dimaksud merupakan teknik penyaluran hawa murni pada titik yang ada di wajah. Totok aura dipercaya dapat membuat seseorang terlihat tampil lebih cantik dan menarik. d. Totok Darah Totok darah berperan penting dalam kesehatan tubuh. Beberapa fungsi
74
penting darah dalam tubuh antara lain sebagai transportasi air, oksigen, dan sari makanan. Darah juga bermanfaat menjaga keseimbangan temperature tubuh dan mencegah infeksi. Totok darah ditujukan untuk melancarkan peredaran darah dan getah bening. Totok darah dapat pula dilakukan untuk mengurangi zat – zat pelelah yang menggumpal dalam sel sel otot, memperbaiki proses metabolism di dalam tubuh, dan menyempurnakan proses metabolism di dalam tubuh, dan menyempurnakan proses pembagian zat – zat zat makanan ke seluruh tubuh, dan menyempurnakan proses pembagian zatzat makanan ke seluruh tubuh. 4. Tujuan Massage Adapun tujuan dari massage (Sulistyowati ,2014) adalah : a.
Melancarkan peredaran darah terutama peredaran darah vena (pembuluh balik) dan peredaran getah bening (air limphe)
b. Menghancurkan pengumpulan sisa-sisa pembakaran didalam sel-sel otot yang telah mengeras yang disebut mio-gelosis (asam laktat) c. Menyempurnakan pertukaran gas dan zat didalam jaringan jari ngan atau memperbaiki proses metabolisme d. Menyempurnakan pembagian zat makanan ke seluruh selur uh tubuh e. Menyempurnakan proses pencernakan makanan f.
Menyempurnakan proses pembuangan sisa pembakaran kealat-alat pengeluaran atau mengurangi kelelahan
g. Merangsang otot-otot yang dipersiapkan untuk bekerja yang lebih berat, menambah tonus otot, efisiensi otot (kemampuan guna otot) dan elsitas otos (kekenyalan otot)
75
h. Merangsang jaringan syaraf, mengaktifkan syaraf sadar dan kerja syaraf otonomi ( syaraf tak sadar) i.
Membantu penyerapan (absorbs) pada peradangan bekas luka
j.
Membantu pembentukan sel baru dalam perkembangan tubuh
k. Membersihkan dan menghaluskan kulit l.
Memberikan rasa nyaman, segar dan kehangatan pada tubuh
m. Menyembuhkan atau meringankan berbagai gangguan 5. Manfaat Massage Adapun manfaat massage antara lain: a. Meredakan stress b. Menjadikan tubuh rileks c. Melancarakan sirkulasi darah d. Mengurangi rasa nyeri 6. Manfaat Foot Hand Massage Menurut Stiwell (2011) penekanan pada area spesifik kaki atau tangan diduga melepaskan hambatan pada area tersebut dan memungkinkan energy mengalir
bebas
melalui
bagian
tubuh
tersebut sehingga pada titik
yang tepat pada kaki yang di massage dapat mengatasi gejala nyeri. 7. Teknik Pemijatan
76
Gambar 2.6
Tehnik Pemijatan Kaki Dan Tangan Barbara & Kunz,
(2012 dalam Sulistyowati ,2014)
77
BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA A. Pengkajian Pasien 1. Data Identitas Pasien
Klien Tn. T usia 38 tahun, No. RM 87.9X.XX, suku Jawa, agama Islam, pendidikan terakhir SMA, bekerja swasta, menikah, alamat jalan Karang Asam RT 1 No. 07 Samarinda. Pasien masuk pada tanggal 26 Juli 2016 pada pukul 10.00 WITA dengan diagnose ACS UAP. 2. Keluhan Utama
a. Saat Masuk Rumah Sakit Klien mengatakan Tn.T tiba-tiba nyeri dada sampai ke lengan kanan sejak pukul 18.00 WITA sehingga Tn.T di bawa ke IGD RS AWS oleh istrinya. b. Saat Pengkajian Tn.T mengatakan nyeri dada sebelah kiri dengan skala 6, nyeri dirasakan menjalar ke lengan kiri dan ulu hati , nyeri dirasakan seperti tertekan, nyeri dirasakan terus-menerus dengan durasi ±10 menit, nyeri bertambah bila sedang bergerak atau beraktivitas. c. Alasan di rawat di ICCU Klien didiagnosa oleh dokter dengan diagnosa medis ACS UAP dan sebelumnya klien pernah dirawat di RSUD AWS pada bulan mei 2015 dengan keluhan penyakit yang sama yaitu ACS UAP, klien mengalami serangan yang kedua pada bulan juli 2016 yang menyebabkan klien dirawat kembali di RSUD AWS dan harus menjalani perawatan di ruang ICCU.
78
3. Data khusus
a. Primery Survey 1) Breathing RR 28x/menit, irama nafas teratur, SPO2 100%, ekspansi dada simetris, tidak ada retraksi dinding dada, suara nafas vesikuler, tidak ada rochi atau wheezhing pada paru, tidak terdapat pernafasan cuping hidung, sesak nafas berkurang saat melakukan aktivitas dan berkurang
saat
istirahat,
terpasang
oksigen
nasal
kanul
3
liter/permenit. 2) Brain Kesadaran compos mentis, GCS dengan E 4 M 6 V 5, pupil isokor pada kanan dan kiri (2 mm/2 mm), pupil bereaksi cahaya. 3) Blood Tekanan darah 106/60 mmHg, N: 112, irama regular pada nadi radialis, bunyi jantung S1 dan S2 tunggal dan regular, akral hangat, CRT < 2 detik, terpasang IVFD RL 10 tpm, syrimp Pump Vascon 0.05 meq/BB/Jam. 4) Bladder Klien BAK spontan, jumlah urine 1500 cc selama 24 jam, tidak ada distensi kandung kemih, urine berwarna kuning. 5) Bowel Klien makan 3 kali sehari dengan diet jantung rendah garam dan snack 2 kali sehari, pasien menghabiskan makanannya. Klien minum air putih ± 2000 cc/hari, bising usus 7-8x/menit, klien buang air besar 2 klai sehari, tidak ada distensi abdomen.
79
6) Bone Pola aktivitas dibatasi ditepat tidur (klien sesak nafas dan nyeri dada saat bergerak), tidak ada masalah dengan kekuatan otot ektermitas atas maupun bawah dengan skor penuh (skor 5). Tidak ada edema. b. Secondary Survey 1) Pengkajian Fungsional a) Pola Persepsi Kesehatan-Manajemen Kesehatan Data Subjektif: Pasien mengatakan merasa tidak puas degan kesehatannya selama ini,dengan keadaannya sekarang pasien merasa kesehatan adalah hal yang sangat peting. Pasien mengatakan mempunyai riwayat penyakit jantung, pada bulan Mei 2015 pasien pernah dirawat di RSUD Abdul Wahab Sjahranie karena nyeri dada dan didiagnosa ACS UAP sdengan masa perawatan 3 minggu. Pasien mengatakan setelah keluar rumah sakit klien rajin memeriksakan kesehatannya ke dokter jantung di Poli jantung RSUD AWS Samarinda. akan tetapi saat puasa tahun ini pasien lupa minum obat dan menyebabkan pasien terkena serangan yang kedua. Pasien juga memiliki penyakit asam urat. Data Objektif: Pasien orientasi waktu, orang, dan tempat dengan baik. Kesadaran compos mentis, memori jangka panjang dan pendek baik, klien tidak memakai kaca mata. b) Pola Metabolik
80
Data Subjektif: Pasien mengatakan jarang menimbang berat badannya, berat badan klien sekarang 75 kg. Pasien menghindari makanan yang dapat mempengaruhi asam uratnya. Pasien tidak ada mual dan
muntah
serta
gangguan
menelan.
Pasienmengatakan
frekuensi makannya saat dirumah sakit sama yaitu, 3 kali sehari. Di rumah sakit diit pasien adalah bubur porsi dewasa, dan pasienmenghabiskan makanannya. Data Objektif : Kulit lembab tidak ada lesi, mukosa bibir lembab, sclera tidak ikterik, BB; 75 Kg. klien menghabiskan makanan diit yang diberikan rumah sakit. c) Pola Eliminasi Data Subjektif : Pasien mengatakan BAK 4-5 kali sehari, tidak ada keluhan saat BAK, warna urin berwarna kuning. Pasien mengatakan BAB 2 kali, konsistensi lunak. Data Objektif : Salama di rawat di RS, untuk perawatan diri klien memrlukan bantuna perawat seperti mandi/seka dan kebersihan diri. Bunyi bising usus 7-8x/menit.
d) Pola Aktivitas dan Latihan (Olahraga) Data Subjektif :
81
Pasien mengatakan mudah lelah, jika beraktivitas yang berat. Olahraga pasien adalah aktivitas sehari-hari dirumah, pasien jarang menjadwalkan waktu untuk olah raga. Klien tidak memakai alat bantu untuk berjalan. Pasien mengatakan aktivitas dirumah (ADL) dilakukan secara mandiri tanpa bantuan orang lain. Data Objektif : ADL pasien di RS di abntu oleh perawat, tidak ada sianosis, denyut nadi mudah dipalpasi, ekstremitas hangat. CRT < 2 detik. RR 28 x/menit, bedrest dengan posisi semi fowler, pergerakan dada simetris, ROM aktif, kekuatan otot pada semua ekstremitas niali 5. e) Pola Istirahat dan Tidur Data Subjektif : Pasien mengatakan saat di rumah, pasien tidur malam sekitar 7-8 jam sehari tetapi klien jarang tidur siang. Saat di RS pasien tidur malam 7-8 sehari dan tidur siang. Pasien mengatakan tidur kurang nyenyak karena nyerinya dadanya kadang muncul. Data Objektif : Tidak terdapat kantung mata, keadaan umum sedang. f) Pola Persepsi-Kognitif Data Subjektif: Pasien mengatakan nyeri dada sebelah kiri, menjalar ke lengan kiri dan ulu hati dengan Skala 6 (nyeri sedang), nyerinya
82
seperti di tekan, nyeri dirasakan hilang timbul dengan durasi ±15 menit, nyeri bertambah saat bergerak dan berkurang saat istirahat. Data Objektif : Ekspresi menahan nyeri, klien terkadang memegang dada yang terasa nyeri. g) Pola Konsep Diri-Persepsi Diri Data Subjektif : Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan dapat beraktifitas
seperti
semula.
Keluarga
selalu
memberikan
dukungan terhadap kesembuhan pasien. Pasien merupakan pegawai swasta yang memiliki 3 orang anak 2 orang anak lakilaki dan 1 orang anak perempuan. Data Objektif : Saat dilakukan pengkajian pasien tenang, tidak gelisah. h) Pola Hubungan-Peran Data Subjektif: Pasien mengatakan selama ini hubungan dengan istri dan anak-anaknya baik. Begitu pula dengan tetangga dan anggota keluarga yang lain. Pasien selaku kepala keluarga bekerja untuk menafkahi keluarganya. Namun saat sakit klien tidak bisa bekerja seperti biasanya.
Data Objektif Saat jam besuk istri dan anak klien selalu s elalu datang menemani klien.
83
i) Pola Reproduksi-Seksualitas Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan organ genetalianya. Klien merasa bahagia telah dikaruniai 3 orang anak. j) Pola Toleransi Terhadap Stress-Koping Pasien mengatakan selalu berpikir positif akan keadaanya sekarang dan berharap upaya yang yang pengobatan yang dilakukan dilakukan saat ini dapat membuat klien sehat kembali. k) Pola Keyakin-Nilai Pasien mengatakan selalu berdoa agar cepat sembuh dan dapat kembali berkumpul dengan keluarga di rumah. Pasien beragama islam. 2) Pemeriksaan Head to Toe a) Kepala : bentuk kepala mesochepal, tidak ada lesi pad kulit kepala, tidak ada ketombe, tidak ada benjolan,tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan. b) Rambut : berwarna hitam, distribusi merata, pendek, lurus, tidak rontok, tidak berbau, c) Mata : simetris kiri dan kanan, pupil isokor pada mata kanan dan kiri (2 mm/ 2mm), pupil berreaksi terhadap cahaya, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, fungsi penglihatan normal. Pasien tidak menggunakan kaca mata. d) Telinga : simetris kiri dan kanan, tidak ada massa, tidak ada cairan atau lendir yang keluar dari liang telinga, tidak ada nyeri, fungsi pendengaan baik. e) Hidung : tidak ada masa, tidak ada cairan atau lendir yang kleuar
84
dari lubang hidung, posisi septum nasal ada di tengah, tidak ada polip, pasien dapat membedakan bau-bauan. f) Mulut : membrane mukosa lembab, gigi utuh, terdapat karien gigi, lidah bersih, tidak ada peradangan dan perdarahan gusi, tidak ada sariawan. g) Tenggorokan : tidak ada pembesaran tonsil, reflek menelan baik. h) Leher : tidak ada pembedaran kelenjat tiroid dan kelenjar getah bening, tidak ada tekanan vena jugularis. jugularis. i) Dada : bentuk normal, ekspansi dada simetris, tidak ada retraksi dinding dada, suara nafas vesikuler, tidak menggunkan otot bantu pernafasan. j) Paru : irama nafa regular, RR 28x/menit, pada palpasi vocal fremitus teraba jelas dan sama pada dada kiri dan kanan. Pada perkusi bunyi sonor, pada auskultasi auskultasi suara nafas vesikuler. k) Jantung : denyutan ictus cordis terlihat pada ICS V midclavikula kiri, pada palpasi ictus cordi teraba di ICS V di sebelah medial linea Midclavikula sinistra, pada perkusi suara pekak dan pada auskultasi didapatkan bunyi jantung S1 dan S2 tunggal dan regular. l) Abdomen : pada inspeksi bentuk flat, tidak ada lesi, tidak ada distensi abdomen, tidak ada asites. Pada auskultasi terdengar bising usus 8x/menit. Pada perkusi suara tympani. Pada palpasi kandung kemih tidak penuh, tidak ada massa, tidak ada pembesaran hepar dan lien,tedapat nyeri tekan pada ulu hati. m) Kulit : berwarna sawo matang, tidak ada sianosis, kulit lembab,
85
suhu tubuh 36,5 o C, turgor alastis, akral hangat, CRT < 2 detik, terdapat luka di ekstremits bawah kanan dan kiri di ujung tumit. n) Genitalia : tidak terdapat pembesaran prostat. o) Rectum : tidak ada hemoroid p) Ekstremitas : tidak terdapat deformitas, tidak ada edem, terdapat luka di ekstremits bawah kanan dan kiri di ujung tumit. Pasien melakukan aktivitas diatas tempat tidur, kekuatan otot
5
5
5
5
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium 1) Kimia darah (26 Juli 2016) Jenis Pemeriksaan GDS (glukosa sewaktu) Ureum Creatinin
Hasil 128 mg/dl 116,2 mg.dl 1,8 mg/dl
Nilai Normal 60-150 mg/dl 10-40 mg.dl 0,5-1,5 mg/dl
Natrium Kalium Cholide
139 mmol/L 4,9 mmol/L 112 mmol/L
135-155 mmol/L 3,6- 5,5 mmol/L 95-108 mmol/L
Troponin T
< 50
< 50 mg/L (negative)
2) Darah lengkap (26 Juli 2016) Jenis Pemeriksaan Leukosit Leukosit Eritro Eritrosit sit
Hasil 16.9 10 /uL 4.24 4.24 10 /uL
Nilai Normal 4 – 10 10 10 /uL /uL 3.50-5 3.50-5.50 .50 10 /uL
Hemoglobin HCT
12.4 g/dL 37.1 %
11-16 d/dL 37-54 %
86
3) Darah Lengkap (27 Juli 2016) Jenis Pemeriksaan
Hasil
Nilai Normal
Glukosa sewaktu Bilirubin Total Bilirubin Direct
88 mg/dL 0.9 mg/dL 0.2 mg/dL
60-150 mg/dL 0.3 - 1.2 mg/dL < 0.2 mg/dL
Bilirubin Indirect Total Protein Albumin Globulin Cholesterol
0.7 mg/dL 6.5 g/dL 3.7 g/dL 2.8 g/dL 175 mg/dL
0 - 0.8 mg/dL 5.7 - 8.2 g/dL 3.2 – 3.2 – 4.8 4.8 g/dL 2.3 – 2.3 – 3.5 3.5 g/dL 150 - 220 mg/dL
Asam Urat Ureum
13.8 mg/dL 70.6 mg/dL
3.7 – 3.7 – 9.2 9.2 mg/dL 19.3 – 19.3 – 49.2 49.2 mg/dL
Creatinin Alkali Phospatase SGOT
2.2 mg/dL 77 u/L 35 u/L
0.7 – 0.7 – 1.3 1.3 mg/dL 45 - 129 u/L 10 – 10 – 49 49 u/L
SGPT Gamma GT
19 u/L 75 u/L
< 34 u/L < 73 u/L
Trigeserid HDL - Cholesterol
159 mg.dl 48 mg.dl
< 200 mg.dl P>35/W>25 mg.dl
LDL- Cholesterol Hbs Ag
111 mg.dl 0.00 TV(Non reaktif)
< 190 mg.dl < 0.13 TV
b. EKG 1) Tanggal 26 juli 2016 -
Irama regular sinus ritem
-
HR 75 x/menit
-
Gelombang P selalu diikuti gelombang QRS, tinggi gelombang P 0,2 mv, lebar gelombang P = 0,08 mv
-
Interval PR = 0,16 detik
-
Gelombang QRS = 0,04
-
Gelombang T inverted di Lead II dan aVF
-
Kesimpulan terdapat iskemik di bagian inferior
87
2) Tanggal 27 juli 2016
-
Irama regular sinus ritem
-
HR 100 x/menit
-
Gelombang P selalu diikuti gelombang QRS, tinggi gelombang P 0,2 mv, lebar gelombang P = 0,08 mv
-
Interval PR = 0,16 detik
-
Gelombang QRS = 0,04
-
Gelombang T inverted di Lead II dan aVF
-
Kesimpulan terdapat iskemik di bagian inferior
3) Tanggal 28 Juli 2016
-
Irama regular sinus ritem
-
HR 106 x/menit
-
Gelombang P selalu diikuti gelombang QRS, tinggi gelombang P 0,2 mv, lebar gelombang P = 0,08 mv
-
Interval PR = 0,16 detik
-
Gelombang QRS = 0,04
-
Terdapat gelombang T inverted di Lead II dan aVF
-
Terdapat Q patologis di Lead III
-
Kesimpulan terdapat iskemik di bagian inferior
5. Penatalaksaan Terapi
-
Brilinta 90 mg 1-0-1
-
ISDN 3 x 5 mg
-
ASA 1 x 80 mg
-
Atorvastatin 20 mg 0-0-1
-
Injeksi Lovenox 2 x 0.6 mg via SC
88
-
IVFD Nacl 0,9 % 10 tpm
-
Syrimp pump vascon 0,05 meq/KgBB/Jam
B. Masalah Keperawatan
1. Analisa Data No. 1
DATA
ETIOLOGI
DS : Klien mengatakan nyeri Perubahan dada sebelah kiri menjalar ke kontraktilitas tangan kiri dan ulu hati, nyerinya jantung seperti ditekan 3 jam sebelum masuk rumah sakit DO: - TD = 106/60 mmHg - N= 112x/menit, RR = 28x/menit - Terjadi perubahan gambaran EKG, terdapat gelombang T inverted di Lead II dan aVF. Terdapat gelombang Q patologis di Lead III, dapat disimpulkan terjadi iskemik pada bagian inferior - Enzyime tropoitinin T < 50 - Pasien sesak nafas - Pasien mendapatkan vascon via Syrimp Pump 0.05 Agen cedera meq/KgBB/Jam bilologis DS: Pasien mengatakan nyeri dada P : saat bergerak dan beraktifitas dan berkurang saat beristirahat Q : nyerinya seperti di tekan R : nyerinya pada dada kiri menjalae kebelakang dan ulu hati S: skala nyeri 6 T : Hilang – timbul, durasi ±15 menit
PROBLEM Penurunan curah jantung
Nyeri Akut
89
DO : - Ekspresi menahan sakit - Pasien terkadang memegang dada yang terasa nyeri - Gambaran EKG terdapat Nyeri iskemik di bagian inferior
Ketidakefektifan Pola nafas
DS: Pasien mengatakan sesak nafas DO : - Pasien bedrest - RR = 28 x/menit - Terpasang O2 nasal kanul 3 lpm - Kesimpulan EKG terdapat iskemik di bagian inferior C. Diagnosa Keperawatan Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas jantung, perubahan afterload 2. Nyeri akut berhubungan dengan dengan agen cedera bilogis 3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nyeri.
90
D. Intervensi Keperawatan
Tanggal
26-6-16
Diagnosa Keprawatan (NANDA)
Rencana Keperawatan NOC & Indikator
Diagnose 1 NOC : Penurunan Circulation Status curah jantung Setelah dilakukan tindakan berhubungan keperawatan selama 3 x 24 dengan jam, curah jantung adekuat perubahan dengan indikator dan skala: kontraktilitas - Tekanan darah sistolik (5) jantung, - Tekanan darah diastolic perubahan (5) afterload - Tekanan nadi (5) - Urine output 40 cc/jam - CRT (5) - Edeme (5)
Diagnosa 2 Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis
NIC & Aktivitas
Skala : 1. Penyimpangan berat dari rentang normal 2. Penyimpangan subtansial dari rentang normal 3. Penyimpangan sedang dari rentang normal 4. Penyimpangan ringan dari rentang normal 5. Tidak ada penyimpangan dari rentang normal
NIC : Cardiac Care 1.1 Evaluasi nyeri dada 1.2 Catat adanya distritmia jantung 1.3 Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output 1.4 Monitor status cardiovaskuler 1.5 Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung 1.6 Monitor toleransi aktivitas 1.7 Monitor balance cairan 1.8 Kelola pemberian obat anti aritmia yang sesuai. 1.9 Kelola pemberian anti koagulan untuk mencegah thrombus perifer 1.10 Monitor respon klien terhadap pengobatan 1.11 Monitor TD, nadi, suhu RR
NOC Pain Control Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu mengontrol nyeri dada ingga berkurang/hilang dengan indicator : timbulnya - Mengakui
NIC Pain management 2.1 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, kualitas dan faktor presipitasi 2.2 Observasi reaksi non
91
-
-
nyeri (5) Menggunakan langkahlangkah pencegahan (5) Menggunakan langkahlangkah bantuan non farmakologis (5) Melaporkan nyeri berkurang (5) Melaporkan nyeri terkontrol (5)
Skala 1. Tidak pernah menunjukkan 2. Jarang menunjukkan 3. Kadang-kadang mneunjukkan 4. Sering menunjukkan 5. Konsisten menunjukkan
Diagnosa 3 Ketidakefektif an pola nafas berhubungan dengan nyeri
verbal terhadap ketidaknyamanan. 2.3 Eksplorasi pengetahuan klien tentang nyeri 2.4 Ajarkan,latih, lakukan dan anjurkan teknik non farmaklogi ( Foot Hand Massage) 2.5 Kolaborasi engan dokter apabila ada keluahan dan tindalkan nyeri yang tidak berhasil 2.6 Evaluasi keekfetifan control nyeri
NIC Respiratory Monitor 3.1 Monitor frekuensi irama kedalaman dan upaya pernafasan. 3.2 Monitor pemberian oksigen 3.3 Perhatikan gerakan dada, lihat kesimetrisan, menggunakan oto bantu pernafasan 3.4 Monitor suara nafas tambahan 3.5 Monitor pola nafas , Skala : bradipnue, takipneu, 1. Penyimpangan berat hiperventilasi dari rentang normal 3.6 Atur posisi semi fowler 2. Penyimpangan kesemetrisan subtansial dari rentang 3.7 Palpasi paru-paru
NOC Airway Patency Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, masalah ketidakefektifan pola nafas, dengan indicator dan skala gangguan sedang (3) : - Respirasi (16-20 kali/menit) - Irama pernafasan regular - Pernafasan dalam
92
normal 3. Penyimpangan sedang dari rentang normal 4. Penyimpangan ringan dari rentang normal 5. Tidak ada penyimpangan dari rentang normal
3.8 Kolaborasi pemberian O2
dalam
E. Intervensi Intervensi Inovasi
Intervensi
inovasi
yang
dilakukan
adalah
manajemen
nyeri
non
farmakologis melalui teknik foot hand massage. massage . Pasien diajarkan untuk melakukan teknik relaksasi foot hand massage saat nyeri muncul. Intervensi tersebut diterapkan secara continue selama tiga hari mulai tanggal 26 juli 2016 sampai 28 juli 2016 untuk melihat keefektifan manajemen nyeri yang dilakukan. Teknik relaksasi foot relaksasi foot hand massage dilakukan massage dilakukan selama 10 menit.
93
Tanggal / Diagnose jam Keperawatan 26-7-16 Nyeri akut 10.00 berhubungan WITA dengan agen injury biologis
27-7-16 10.00 WITA
Intervensi inovasi
Langkah-langkah teknik relaksasi Foot Hand Massage 1. Langkah-langkah a. Atur posisi klien dengan posisi semi fowler (senyaman mungkin) b. Oleskan lotion atau minyak kayu putih di tangan dan kaki pasien. c. Anjurkan tarik nafas pasien untuk menarik nafas secara lambat dan rileks d. Kaki Lakukan pemijatan dibagian di titik telapak kaki kiri dan kanan klien di titik belakang ibu jari, di sekitar plantar facia, dan disekitar media plantar farcia. Selama 10 menit. e. Tangan Setelah itu lakukan pemijatan di daerah sekitar ibu jari dan telunjuk, bagian telunjuk, dan telapak tangan. Lakukan selama 10 menit. f. Teknik ini dilakukan selama 20 menit Nyeri akut Langkah-langkah teknik relaksasi Foot Hand berhubungan Massage dengan agen 1. Langkah-langkah injury biologis a. Atur posisi klien dengan posisi semi fowler (senyaman mungkin) b. Oleskan lotion atau minyak kayu putih di tangan dan kaki pasien. c. Anjurkan tarik nafas pasien untuk menarik nafas secara lambat dan rileks d. Kaki Lakukan pemijatan dibagian di titik telapak kaki kiri dan kanan klien di titik belakang ibu jari, di sekitar plantar facia, dan disekitar media plantar farcia. Selama 10 menit. e. Tangan Setelah itu lakukan pemijatan di daerah sekitar ibu jari dan telunjuk, bagian
94
28-7-16 10.00 WITA
telunjuk, dan telapak tangan. Lakukan selama 10 menit. f. Teknik ini dilakukan selama 20 menit Nyeri akut Langkah-langkah teknik relaksasi Foot Hand berhubungan Massage dengan agen 1. Tahap Kerja injury biologis a. Atur posisi klien dengan posisi semi fowler (senyaman mungkin) b. Oleskan lotion atau minyak kayu putih di tangan dan kaki pasien. c. Anjurkan tarik nafas pasien untuk menarik nafas secara lambat dan rileks d. Kaki Lakukan pemijatan dibagian di titik telapak kaki kiri dan kanan klien di titik belakang ibu jari, di sekitar plantar facia, dan disekitar media plantar farcia. Selama 10 menit. e. Tangan Setelah itu lakukan pemijatan di daerah sekitar ibu jari dan telunjuk, bagian telunjuk, dan telapak tangan. Lakukan selama 10 menit. f. Teknik ini dilakukan selama 20 menit
95
F. Implementasi
No Tanggal/ Dx. jam 1,2,3 26-7-16
Implementasi 1.1 Mengevaluasi adanya nyeri dada (Evaluasi : Pasien mengatakan nyeri dada sebelah kiri, menjalar kebelakang dan ulu hati dengan Skala 6 (nyeri sedang), nyerinya seperti di tekan, nyeri dirasakan hilang timbul, nyeri bertambah saat bergerak dan berkurang saat istirahat.) 1.2 Mencatat adanya distrimia jantung (Evaluasi tidak terdapat distrimia jantung, hasil EKG : irama jantung regular, HR 112 x/menit, gelombang P selalu diikuti QRS, terdapat gelombang T inverted di lead II dan aVF. Kesimpulan terdapat iskemik di bagian inferior) 1.3 Mencatat adanya tanda dan gekala penurunan cardiac output (Evaluasi : tidak ada edem akral hangat, CRT < 2 detik SPO2 = 100%, HR 118x/menit) 1.4 Memonitor jumlah bunyi dan irama jantung (Evaluasi = bunyi jantung S1 S2 reguler, tidak ada bunyi tambahan). 2.1 Melakukan pengkajian (Evaluasi : skala nyeri 6, lokasi di dada kiri menjalar kebelakng dan ulu hati, nyeri seperti ditekan, dengan durasi 10 menit) 2.2 Mengobservasi reaksi non verbal terhadap ketidaknyamanan (Evaluasi: ekpresi memejamkan mata saat nyeri datang) 2.4 Melakukan teknik relaksasi Foot relaksasi Foot Hand Massage (Evaluasi : pasien bersedia melakukan terapi) 3.1 Memonitor frekuensi irama kedalaman dan upaya pernafasan. (Evalusi : RR 28 x/menit, nafas dalam, tidak menggunakan otot bantu pernafasan) 3.3 Memonitor suara nafas tambahan (Evaluasi : tidak terdapat suara tambahan, suara nafas vesikuler) 3.5 Mengatur posisi semi fowler (Evaluasi : pasien merasa sesaknya berkurang
paraf
96
setelah diposisikan setengah duduk) 3.2 Memonitor pemberian oksigen (Evalusi : oksigen diberikan melali nasal kanul 3 lpm 1.11 Memonitor TD, nadi, suhu, dan RR (Evaluasi : TD : 110/65 mmHg, N : 108 x/menit, RR : 24 x/menit, T: 36.3 o C 1.8 Memberikan obat koagulan ynag sesuai (Evaluasi : memberikan injeksi lovenox 0.6 cc secara sc di abdomen) 1.7 Memonitor balance cairan (Evaluasi : I = 662,5. O = 580. BC = I-O = +82.5 1.4 Memonitor status kardiovaskuler (hari rabu) (Evaluasi : TD : 110/65 mmHg, N : 107 x/meit, CRT < 2 detik) 1.8 Mengelola Pemberian obat anti aritmia yang sesuai ( Evaluasi : memberikan obat oral Brilinta, ISDN, dan ASA) 1.10 Memonitor respon klien terhadap pengobatan (Evaluasi : pasien mengatakan merasa lebih baik Selama dirawat di rumah sakit) 1.1 Mengevaluasi nyeri dada (Evaluasi : nyeri di dada kiri menyebar ke ulu hati, dengan skala 5, durasi ±7 menit.) 3.5 Memonitor pola nafas (Evaluasi : pasien mengatakan sesak nafas mulai berkurang, RR : 26x/menit) 2.4 Melakukan teknik relaksasi Foot relaksasi Foot Hand Massage (Evaluasi : pasien bersedia melakukan terapi) 2.7 Mengevaluasi keefektifan control nyeri (Evalusi : pasien mengatakan nyerinya mulai berkurang) 3.5 Memonitor pola nafas bradipnue, takipnue, hiperventilitas (Evaluasi : RR 27 x/menit, SPO2 : 100% takipnue) 3.7 Mempalpasi kesemetrisan paru-paru (Evaluasi : simetris, tidak terdapat retraksi dinding dada, tidak menggunakan otot bantu
97
pernafasan) 1.8 Mengelola pemberian obat anti koagulan yang sesuai (Evaluasi : memberikan injeksi lovenox 0.6 cc secara sc di abdomen) 1.11 Memonitor TD, Nadi,Suhu, RR (Evaluasi : TD = 112/70, N = 118, RR = 28 x/menit, T = 36.7 o C 1.5 Memonitor toleransi aktivitas (Evaluasi : pasien dapat makan tanpa bantuan orang lain. pasien masih bedrest) 1.6 Memonitor balance cairan ( Evaluasi : I = 475. O = 400. BC = + 75 1.5 Memonitor jumlah, bunyi dan irama jantung (hari kamis) (Evaluasi : bunyi jantung S1 S2 tunggal regular) 1.8 Memngelola obat anti aritmia (Evaluasi : memberikan obat oral Brilinta, ISDN, dan ASA) 1.1 Mengevaluasi Nyeri dada (Evaluasi : nyeri dada mulai berkurang dengan skala nyeri 4, dengan durasi ±7 menit, menyebar ke ulu hati.) 3.6 Mengatur posisi semi fowler (Evaluasi : pasien mengatakan sesak nafasnya sudah mulai berkurang dan pasien sudah mulai mencoba duduk sendiri) 3.5 Memonitor pola Nafas, (Evaluasi : RR 26x/menit, OKsigen nasal kanul 2 lpm, takipnue, tidak menggunakan otot bantu pernafasan 1.11 Memonitor TD, Nadi,suhu, dan RR (Evaluasi : TD : 112/76 mmHg, N: 109 x/menit, RR : 26x/menit, T: 36.4o C) 1.6 Memonitor toleransi aktivitas (Evaluasi : pasien telah bisa mobilisasi ke kamar mandi dengan dibantu oleh perawat) 2.4 Melakukan teknik relaksasi Foot relaksasi Foot Hand Massage (Evaluasi : pasien bersedia melakukan terapi) 1.9 Mengelola pemberian obat anti koagulan untuk mencegah thrombus perifer (Evaluasi : Evaluasi : memberikan injeksi
98
lovenox 0.6 cc secara sc di abdomen) 1.10 Memonitor TD, nadi, RR, dan suhu (Evaluasi : TD : 114/78 mmHg, N: 113x/menit, RR 27x/menit, T : 36.3 o C 2.6 Mengevaluasi kefektifan control nyeri (Evaluasi : pasien mengatakan setelah dilakukan terapi foot hand massage nyerinya berkurang dan merasa lebih nyaman) 1.7 Memonitor balance cairan (Evaluasi : I = 426,1. O = 520. BC = -9326
G. Evaluasi Keperawatan Keperawatan
No TGL/Jam DX SOAP 1
Selasa 26 I Juli 2016
S : Klien mengatakan sesak nafas dan nyeri dada O: TD:101/72 mmHg, N:109x/i, RR: 27x/i, SpO 2: 100% - Terpasang O2 Nasal kanul 3 lpm - Bedrest total - BJ I dan II tunggal, regular. - Akral hangat, CRT < 2 detik - Gambaran EKG terdapat T inferted di lead II dan aVF A : Masalah penuruna curah jantung belum teratasi P : Lanjutkan intervensi 1.1, 1.2, 1.3, 1.4, 1.6, 1.8, 1.10, 1.11
II S : klien mengatakan nyeri P : saat bergerak dan beraktifitas dan berkurang saat beristirahat Q : nyerinya seperti di tekan R : nyerinya pada dada kiri menjalar ke lengan kiri dan ulu hati S: skala nyeri dari 6 menjadi 5 T : Hilang – Hilang – timbul, timbul, durasi ±5 menit berkurang saat istirahat. O : - ekspresi menahan nyeri, terkadang klien memegangi dadanya
Paraf
99
-
III
Rabu, 27 Juli 2016
I
Pasien memejamkan mata saat nyeri datang - Pasien memegangi dada saat nyerinya datang - Pasien lebih rileks setelah dilakukan terapi non farmakologi teknik foot hand massage - TD:101/72 mmHg, N:109x/i, RR: 27x/i, SpO2: 100% A : Masalah nyeri akut teratasi sebagian P : Lanjutkan intervensi 2.1, 2.2, 2.3, 2.4, 2.5, 2.6 S : Klien mengatakan masih merasa sesak O : - RR 27 x/menit - Irama nafas regular - Tidak ada retrasi dinding dada - Terpasang oksigen nasal kanul 3 lpm A: Masalah ketidakefektifan pola nafas belum teratasi P : Lanjutkan intervensi 3.1, 3.2, 3.3, 3.4, 3.5,3.6.3.7, 3.8 S : Klien mengatakan sesak nafasnya sudah mulai berkurang dan sudah bisa duduk sendiri s endiri tanpa bantuan O: TD:110/65 mmHg, N:108x/i, RR: 27x/i, SpO 2: 100% - Terpasang O2 Nasal kanul 3 lpm - Bedrest - BJ I dan II tunggal, regular. - Akral hangat, CRT < 2 detik - Gambaran EKG terdapat T inferted di lead II dan aVF A : Masalah penuruna curah jantung teratasi sebagian P : Lanjutkan intervensi 1.1, 1.2, 1.3, 1.4, 1.6, 1.8, 1.10, 1.11
II S : P : saat bergerak dan beraktifitas dan berkurang saat beristirahat Q : nyerinya seperti di tekan R : nyerinya pada dada kiri menjalar kebelakang dan ulu hati S: skala nyeri dari 5 menjadi 3 T : Hilang – timbul, durasi dari ±2 menit menjadi ±10 menit O : - klien menunjujjan area nyeri - Klien lebih tenang setealh dilakukan
100
III
Pasien lebih rileks setelah dilakukan terapi non farmakologi teknik foot hand massage - TD:101/72 mmHg, N:109x/i, RR: 27x/i, SpO2: 100% A: Masalah Nyeri akut teratasi sebagian P : Lanjutkan intervensi 2.1, 2.2, 2.3, 2.4, 2.5, 2.6 S : Klien mengatakan masih sesak mulai berkurang O : - RR 27 x/menit - Irama nafas regular - Tidak ada retrasi dinding dada - Terpasang oksigen nasal kanul 3 lpm A: Masalah ketidakefektifan pola nafas teratasi sebagian P : Lanjutkan intervensi 3.1, 3.2, 3.3, 3.4, 3.5,3.6.3.7, 3.8
I
S : Klien mengatakan sudah tidak sesak lagi dan sudah diperbolehkan untuk untuk mandi dikamar mandi O: TD:110/75 mmHg, N:109x/i, RR: 25x/i, SpO 2: 100% - Terpasang O2 Nasal kanul 3 lpm - BJ I dan II tunggal, regular. - Akral hangat, CRT < 2 detik - Gambaran EKG terdapat T inferted di lead II dan aVF A : Masalah penuruna curah jantung teratasi sebagian P : Lanjutkan intervensi 1.1, 1.2, 1.3, 1.4, 1.6, 1.8, 1.10, 1.11
II S : - sudah tidak nyeri dada lagi, akan tetapi ulu hatinya tersa penuh - Klien lebih tenang setealah dilakukan Pasien lebih rileks setelah dilakukan terapi non farmakologi teknik foot hand massage O : ekpresi klien tenang - TD:110/75 mmHg, N:108x/i, RR: 25x/i, SpO2: 100% A: Masalah Nyeri akut teratasi P : Lanjutkan intervensi 2.1, 2.2, 2.3, 2.4, 2.5, 2.6 S : Klien mengatakan sudah tidak sesak dan sudah tidak memakai oksigen lagi O : - RR 25 x/menit
101
III
- Irama nafas regular - Tidak ada retrasi dinding dada - Terpasang oksigen nasal kanul 3 lpm A: Masalah ketidakefektifan pola nafas teratasi P : Lanjutkan intervensi 3.1, 3.2, 3.3, 3.4, 3.5,3.6.3.7, 3.8
102
BAB IV ANALISA SITUASI A. Profil Lahan Praktik
Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie (RSUD AWS) terletak di jalan Palang Merah Indonesia, Kecamatan Samarinda Ulu. Rumah Sakit Umum Daerah A.Wahab Sjahranie sebagai rumah sakit rujukan (TopReferal), dan sebagai Rumah Sakit Kelas A satu-satunya di Kalimantan Timur terhitung mulai bulan Januari 2014. Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Evakuasi Medik RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda adalah instalasi yang memberikan pelayanan kepada penderita gawat darurat dan merupakan rangkaian dari upaya penanggulangan penderita gawat darurat yang memberikan pelayanan selama 24 jam. Bentuk pelayanan utama berupa pelayanan penderita yang mengalami keadaan gawat darurat, tetapi dapat juga melayani penderita tidak gawat darurat dan untuk selanjutnya dikoordinasikan dengan bagian atau unit lain yang sesuai dengan kasus penyakitnya, dengan tujuan tercapainya pelayanan kesehatan pada penderita gawat darurat yang optimal, terarah dan terpadu dengan fokus utama adalah mencegah kematian dan kecacatan, melakukan sistem rujukan dan penanggulangan korban bencana. Ruang ICCU (Intensive Cardiac-Care Unit) merupakan unit khusus untuk merawat pasien yang mempunyai kelainan pada jantung secara intensif. Berbagai jenis penyakit yang terdapat di ruang ICCU, antara lain: CHF (beserta komplikasinya), aneurisma aorta, penyakit jantung konginetal, kelainan katup, dan penyakit arteri coroner. Sebagai ruang rawat inap khusus penyakit kardiovaskuler, banyak dari pasien yang dirawat
103
diperiksakan ke RSUD A. Wahab Sjahranie dengan pemeriksaan khusus seperti echocardiografi, angiography, CT angiography, sampai dilakukannya tindakan operasi jantung. kelainan katup, dan penyakit arteri coroner. Sebagai ruang rawat inap khusus penyakit kardiovaskuler, banyak dari pasien yang dirawat diperiksakan ke RSUD A. Wahab Sjahranie dengan pemeriksaan khusus seperti echocardiografi, angiography, CT angiography, sampai dilakukannya tindakan operasi jantung. Unit (PICU). Selama Praktik Klinik Keperawatan Stase Elektif penulis memilih ruang ICCU sebagai ruang praktik keperawatan. Ruang ICCU (Intensive Cardiac Care Unit) merupakan unit khusus untuk merawat pasien yang mempunyai kelainan pada jantung secara intensif. Gedung baru ICCU yang letaknya bersebelahan dengan ICU ditempati sejak tahun 2004, memiliki 11 bed atau tempat tidur dengan dilengkapi peralatan yang memadai. B. Analisa Masalah Keperawatan
Dalam tahap ini penulis ingin menguraikan antara landasan teori dengan dengan hasil praktik klinik keperawatan pada pasien dengan Acute Coronary Syndrome (ACS) Syndrome (ACS) dengan Untasble Angina Pectoris (UAP ) diruang ICCU RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda yang dilakukan pada tgl 26-28 Juli 2016. Unstable Angina Pectoris (UAP) Pectoris (UAP) terjadi karena menurunnya perfusi ke miokard (akibat disrupsi plak, menyebabkan trombus dan penurunan perfusi) atau terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen. Miokard akan mengalami stress tetapi bisa membaik kembali. Ketika suplai tidak adekuat bagi miokard, maka akan terjadi iskemi miokard. Iskemi yang bersifat
104
sementara akan menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan serta menekan fungsi miokard. Oksigen yang menurun memaksa miokard untuk melakukan metabolisme anaerob. Manifestasi klinis dari ACS UAP adalah adanya nyeri dada berupa rasa tertekan/berat daerah restroternal menjalar ke lengan kiri, leher, bahu, atau epigastrium berlangsung intermiten atau persisten > 20 menit, sering disertai diaphoresis, mual/untah, nyeri abdomen, sesak nafas, dan sinkop (PERKI, 2015). Keluhan utama yang dirasakan Tn. T adalah nyeri dada sebelah kiri yang menjalar ke lengan kiri dan ulu hati. Nyeri diraskan klien hilang timbul dan bertambah nyeri saat beraktivitas denga skala 6 denga durasi ±15 menit. Mekanisme nyeri dada pada pasien jantung disebabkan oleh adanya sumbatan diarteri koroner atau penurunan curah jantung (SV menurun / kontraktilitas menurun), akibatnya suplai darah yang membawa oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme menurun. Akibat penurunan suplai oksigen maka terjadi metabolisme anaerob (tidak menggunakan oksigen), dari metabolisme anaerob tersebut dihasilkan asam laktat dan ATP (yang seharusnya menghasilkan ATP dan air) sehingga menyebabkan nyeri (Smeltzer & Bare, 2002). Proses terjadinya nyeri menurut Lindamen dan Arthie dalam Judha, dkk (2012) adalah dimulai ketika bagian tubuh terluka oleh tekanan, potongan, sayatan, dingin, atau kekurangan oksigen sel, maka akan mengiritasi nosiseptor. Saraf ini akan merangsang dan bergerak sepanjang serabut saraf atau neurotransmisi yang akan menghasilakn subtansi yang disebut neurotransmitter seperti prostaglandin dan epineprin, yang membawa
105
pesan dari medulla spinalis spinal is ditransmisikan ditr ansmisikan ke otak dan dipesepsikan sebagai nyeri. Dua tipe serabut saraf perifer yang megonduksi stimulus nyeri adalah serabut A-delta yang bermielinasi dan cepat, dan serabut C yang tidak bermielinasi dan berukuran sangat kecil serta lambat. Serabut A mengirim sensasi yang tajam, terlokalisasi, dan jelas yang melokalisasi sumber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri. Serabut C menyampaikan impuls yang terlokalisasi buruk, visceral, dan terus-menerus. Ketika serabut C dan serabut A-delta menstransmisikan impuls dari serabut saraf peerifer, maka akan melepaskan mediator kimia yang mengaktifkan dan membuat peka akan respon nyeri (Potter & Perry, 2009). Sistem yang terlibat dalam trasmisi dan persepsi nyeri disebut sebagai sistem nosiseptif. Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung saraf bebas dalam kulityang berespon hanya pada stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak. Serabut saraf ini bercabang sangat dekat dengan asalnya pada kulit dan mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah lokal, sel-sel mast folikel rambut, dan kelenjar keringat. Stimulus yang kuat pada serabut cabang visceral dapat mengakibat vasodilatasi dan nyeri pada area tubuh yang berkaitan dengan serabut tersebut (Brunner & Suddart, 2010). 2010). Sejumlah substansi yang mempengaruhi sensitivitas ujung-ujung saraf atau reseptor nyeri dilepaskan kejaringan ekstraseluler sebagai akibat dari kerusakan jarinagan. Zat-zat kimiawi yang meningkatkan trasmisi atau persepsi nyeri meliputi histamine, bradikin, asetikolin, dan subtansi P. Prostaglandin adalah zat kimiawi yang diduga dapat meningkatkan efek yang meningkatkan sensitivitas reseptor nyeri dari bradikinin. Selain itu,
106
endorphin dan enkefalin juga berfungsi sebagai inhibitor terhadap trasmisi nyeri (Brunner & Suddarth, 2010). Menurut Tamsuri (2006) tindakan non farmakologi untuk mengatasi nyeri terdiri dari beberapa tindakan penanganan. Yang pertama berdasarkan penanganan fisik atau stimulasi fisik meliputi stimulasi kulit, stimulasi elektrik (TENS), akupuntur, placebo, massage, terapi es dan panas. Yang kedua berdasarkan intervensi perilaku kognitif meliputi relaksasi, umpan balik biologis, mengurangi persepsi nyeri, hipnotis, distraksi, guide imaginary (imajinasi imaginary (imajinasi terbimbing). Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot (Brunner dan Suddarth, 2010). Masase kulit memberikan efek penurunan kecemasan dan ketegangan otot. Rangsangan masase otot ini dipercaya akan merangsang serabut berdiameter besar, sehingga mampu memblock atau menurunkan impuls nyeri (Tamsuri, 2006). Potter & Perry (2009) menegaskan bahwa pemberian sentuhan terapeutik dengan menggunakan tangan akan memberikan aliran energi yang menciptakan tubuh menjadi relaksasi, nyaman, nyeri berkurang, aktif dan membantu tubuh untuk segar kembali. Apabila titik tekan dipijat
atau
disentuh dan diberi aliran energi maka system cerebral akan menekan besarnya sinyal nyeri yang masuk kedalam sistem siste m saraf yaitu dengan mengaktifkan sistem nyeri yang disebut analgesia (Guyton & Hall, 2007). Menurut Stiwell (2011) penekanan pada area spesifik kaki atau tangan diduga melepaskan hambatan pada area tersebut dan memungkinkan energy
107
mengalir
bebas
melalui
bagian
tubuh
tersebut sehingga pada titik
yang tepat pada kaki yang di massage dapat mengatasi gejala nyeri. C. Analisa Intervensi Inovasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan inovasi memberikan terapi teknik foot hand massage kepad Tn T yang dilkukan mulai tanggal 26 sampai 28 Juli 2016 di ruangan ICCU RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda dengan keluhan nyeri dada. Tujuan dilakukannya teknik foot hand massage untuk mengurangi rasa nyeri yang klien rasakan dan merupakan salah satu metode pengalihan nyeri yaitu refleksi. Berikut ini adalah hasil dari tindakan keperawatan inovasi foot hand massage. Tabel 4.1 implementasi tekhnik foot hand massage N Hari/ o Tgl . 1 Selasa, 26 Juli 2016 10.00
Sebelum
Sesudah
Subjektif P : “nyeri dada sebelah kiri saat bergerak dan beraktifitas dan berkurang saat beristirahat” Q :” nyerinya seperti di tekan kuat” R : “nyerinya pada dada kiri menjalar ke lengan kiri dan ulu hati” S: “skala nyeri dari 6” T : “Hilang – timbul, – timbul, durasi ±10 menit”
Subjektif P : “nyeri dada sebelah kiri saat bergerak dan beraktifitas dan berkurang saat beristirahat” Q : “nyerinya seperti di tekan” R : “nyerinya sekitar pada dada kiri dan ulu hati”. S: “skala nyeri dari 6 menjadi 5” T : “Hilang – timbul, durasi ±5 menit” Objektif TD:101/72 mmHg, N:106x/I, RR: 25x/i, SpO2: 100%
Objektif TD:101/72 mmHg, N:109x/I, RR: 27x/i, SpO2: 100% 27 Juli 2016 10.00
Subjektif P : “nyeri dada sebelah kiri saat bergerak dan beraktifitas dan berkurang saat beristirahat” Q : “terasa ngilu” R : “nyer inya inya pada dada kiri dan ulu hati”. S: “skala nyeri 5” T : “Hilang – timbul, – timbul, durasi ±5 menit”
Objektif TD:101/72 mmHg,
Subjektif P : “nyeri dada sebelah kiri saat bergerak dan beraktifitas dan berkurang saat beristirahat” Q : “terasa ngilu” R : “nyerinya pada dada kiri dan ulu hati”. S: “skala nyeri 3” T : “Hilang – timbul, durasi ±2 menit” Objektif TD:101/72 mmHg,
108
Kamis, 28 juli 2016
N:109x/i, RR: 27x/i, SpO2: 100%
N:100x/i, RR: 25x/i, SpO2: 100%
Subjektif “Sudah tidak nyeri dada lagi, akan te tapi ulu hatinya tersa penuh”
Subjektif “Lebih tenang setelah sete lah dilakukan Pasien lebih rileks setelah dilakukan terapi non farmakologi teknik foot hand massage”
Objektif TD:110/75 mmHg, N:108x/i, RR: 25x/i, SpO2: 100%
Objektif TD:102/78 mmHg, N:99x/i, RR: 22x/i, SpO2: 100%
1. Tanggal 26 Juli 2016, sebelum dilakukan tindakan skala nyeri 6 dan setelah dilakukan tindakan, skala nyeri 5. 2. Tanggal 27 juli 2016, sebelum dilakukan tindakan skala nyeri 5 setelah dilakukan tindakan skala nyeri 3. 3. Pada tanggal 28 Juli, sebelum dilakukan tindakan skala nyeri 3 setelah dilakukan tindakan skala nyeri 1. Dari hasil intervensi inovasi setelah dilakukan tindakan teknik foot hand massage secara kontinyu menunjukkan bahwa terjadi penurunan skala nyeri dari 6 menjadi 5 menjadi 3 dari 3 menjadi 2, kemudian hari ketiga nyeri dada tidak dirasakan lagi, hanya ulu hati yang terasa penuh. Hal ini mnunjaukkan bahwa ada perubahan dalam pemberian teknik foot hand massage pada penderita jantung terhadap penurunan skala nyeri. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan pada dua kelompok grup dengan 32 responden di masing-masing grup, yaitu grup control dan grup intervensi. Didapatkan hasil p-value = 0.000 yang membuktikan hipotesis bahwa foot hand massage massage dapat mengurangi nyeri postoperative jantung (Asadizaker et al., 2011).
109
Hariyanto (2015) dalam penelitiannya yang dilakukan pada dua grup control dan intervensi dengan masing-masing responden sebanyak 18 responden. Didapatkan p value = 0,001 yang menunjukkan bahwa foot hand massage efektif dan dapat digunakan sebagai salah satu intervensi keperawatan non farmakologis untk mengatasi nyeri infark miokard akut. Menurut Mahon (1994) dalam Potter dan Perry (2009) nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Stimulus nyeri berupa stimulus yang bersifat fisik dan mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau fungsi ego seorang individu. Potter & Perry (2009) menegaskan bahwa pemberian sentuhan terapeutik dengan menggunakan tangan akan memberikan aliran energi yang menciptakan tubuh menjadi relaksasi, nyaman, nyeri berkurang, aktif dan membantu tubuh untuk segar kembali. Massage dapat diartikan sebagai pijat yang telah disempurnakan dengan ilmu-ilmu
tentang tubuh manusia atau
gerakan-gerakan
tangan yang mekanis terhadap tubuh manusia dengan mempergunakan bermacam-macam bentuk pegangan atau tehnik (Trisnowiyanto , 2012). 2012). Menurut Stillwell (2011)Massage disebut juga sebagai refleksologi Foot and hand massage adalah bentuk massage pada kaki atau tangan yang didasarkan pada premis bahwa ketidaknyamanan atau nyeri diarea spesifik kaki atau tangan berhubungan dengan bagian tubuh atau gangguan.
110
Apabila titik tekan dipijat
atau disentuh dan diberi diberi aliran
energi maka system cerebral akan menekan besarnya sinyal nyeri yang yang masuk kedalam sistem saraf yaitu dengan mengaktifkan sistem nyeri yang disebut analgesia (Guyton & Hall, 2007). Ketika pemijatan menimbulkan sinyal nyeri, maka tubuh akan mengeluarkan morfin yang disekresikan oleh sistem serebral sehingga menghilangkan nyeri dan menimbulkan perasaan yang nyaman (euphoria). (euphoria). Reaksi pijat refleksi terhadap tubuh tersebut akan mengeluarkan neurotransmitter yang terlibat dalam sistem analgesia khususnya enkafalin dan endorphin yang berperan menghambat impuls nyeri dengan memblok transmisi impuls ini di dalam system serebral dan medulla spinalis (Guyton & Hall, 2007). Rasa sakit yang dirasakan oleh tubuh di atur oleh dua sistem serabut saraf yaitu serabut A-Delta bermielin dan cepat dan serabut ser abut C tidak bermeilin berukuran sangat kecil dan lambat lambat mengo mengo lah sinyal sebelum dikirim ke sistem saraf pusat atau sistem serebral. Rangsangan yang masuk ke sistem saraf serabut A-Delta mempunyai efek menghambat rasa sakit yang menuju ke serabut saraf C, serabut saraf C bekerja untuk melawan hambatan. Sementara itu, signal signal dari otak juga mempengaruhi intensitas rasa sakit yang dihasilkan. Seseorang yang merasa sakit bila b ila rangsangann ya yang datang melebihi ambang a mbang rasa sakitnya, secara reflek orang akan mengusap bagian bagian yang yang cedera atau organ tubuh manusia yang berkaitan dengan daerah titik tekan tersebut. Usaha tubuh untuk merangsang merangsang serabut saraf A-Delta menghambat jalannya sinyal rasa sakit yang menuju ke serabut C menuju ke
111
otak,
dampaknya dampaknya
rasa
sakit
yang diterima otak
bisa berkura berkurang ng
bahkan tidak terasa sama sekali (Guyton & Hall, 2007). D. Alternatif Pemecahan Masalah Alternatif pemecahan masalah intensitas nyeri yang dirasakan pasien dengan
ACS
UAP
adalah
dengan
memberikan
pengetahuan
dan
mengajarkan tentang pengelolaan penurunan intensitas nyeri, secara nonfarmakologi. Tenaga kesehatan khususnya perawat yang memberikan asuhan keperaatan pada pasien dengan keluhan nyeri diharapkan memberikan asuhan keperawatan pasien tidak selalu hanya beraspek farmakologi, tetapi juga non-farmakologi seperti teknik foot hand massage pada pasien dan keluarga. Hal itu dilakukan sebagai upaya mendukung dan kombinasi pelaksanaan antara kegiatan mandiri perawat dan advice pengobatan advice pengobatan medis, sehingga pengetahuan penatalaksaan manajemen untuk penurunan intensitas nyeri tidak selalu terfokus pada pengobatan jenis farmakologi saja dan bisa diterapkan pada pasien saat pulang ke rumah. Masalah keperawatan yang timbul pada pasien kelolaan dapat diatasi bila terjadi hubungan teraupetik perawat dengan klien, termasuk juga pemberi layanan kesehatan lainnya. Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan yaitu teknik foot hand massage massage selain itu perawat juga harus memberikan edukasi tentang penyakit, gaya hidup dan diit bagi klien sangat penting. Oleh karena itu, dalam meningkatkan pelayanan rumah sakit salam intervensi keperawatan berupa penurunan intensitas nyeri, rasa aman dan nyaman dengan intervensi teknik foot teknik foot hand massage bagi massage bagi klien rawat inap di
112
ruang perawatan bisa dibuatkan standar operasional sehingga mempermudah pelaksanaannya di lapangan. Bagi perawat, dapat memberikan ,asukan intervensi keperawatan dengan teknik foot hand massage dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien ACS UAP di ruamg perawatan rumah sakit. Selain itu perawat juga perlu mengetahui berbagai teknik distraksi yang ada yang sudah diteliti. Bagi klien, klien mampu melakukan dan dapat menerima asuhan keperawatan yang lebih berkualitas terutama pemenuhan kebutuhan rasa aman dan nyaman. Bagi institusi pendidikan, diharapkan dapat menambahkan teknik foot hand massage dalam terapi komplementer sebagai target kompetensi intervensi keperawatan secara mandiri dan materi tambahan untuk penurunan intensitas nyeri, rasa aman dan nyaman. Peneliti, unutk peneliti selanjutnya dapat dijadikan acuan data guna melakukan peneritian klien ACS UAP dengan aplikasi latihan teknik foot hand massage terhadap massage terhadap penurunan nyeri.
113
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
1. Kasus kelolaan Berdasarkan asuhan keperawatan yang dilakukan pada Tn A dengan diagnosa medis Acute Coronary Syndrome Syndrome (ACS) dengan Ustable Angina Pectoris (UAP) sejak tanggal 26 sampai 28 Juli 2016 di Ruang ICCU RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda dapat disimpulkan sebagai berikut : a.
Tn.T mengatakan nyeri dada sebelah kiri dengan skala 6, nyeri dirasakan menjalar ke lengan kiri dan ulu hati , nyeri dirasakan seperti tertekan, nyeri dirasakan terus-menerus dengan durasi ±10 menit, nyeri bertambah bila sedang bergerak atau beraktivitas.
b. Masalah keperawatan yang muncul pada Tn T yang sesuai berdasarkan Diagnosa NANDA yaitu : 1) Penurunan Curah Jantung 2) Nyeri Akut 3) Ketidakefektifan Pola Nafas c. Intervensi yang diberikan sesuai dengan standar menggunakan Nursing Outcomes Classification (NOC) dan Nursing Interventions Classification (NIC). d. Implementasi dilakukan sejak tanggal 26 sampai 28 Juli 2016, untuk implementasi inovasi yaitu tekhnik foot hand massage massage terhadap
114
penurunan nyeri pada pasien ACS UAP Di Ruang ICCU RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2015 . 2. Intervensi Inovasi Intervensi Inovasi yang dilakukan pada Tn T dengan diagnosa medis Acute Coronary Syndrome Syndrome (ACS) dengan Ustable Angina Pectoris (UAP) sejak tanggal 26 sampai 28 Juli 2016 di Ruang ICCU RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda yaitu tekhnik foot hand massage massage terhadap penurunan nyeri dan didapatkan hasil terjadi perubahan skala nyeri dari 6 nyeri sedang menjadi skala nyeri 2 yang tergolong nyeri ringan. B. Saran
1. Bagi Rumah Sakit Dalam meningkatkan pelayanan rumah sakit dalam intervensi keperawatan berupa penanganan nyeri nonfarmakologi, tekhnik relaksasi otot progresif dapat digunakan untuk mengatasi pengalihan nyeri disamping pengobatan farmakologi. sehingga perawat di ruang rawat inap dapat dibuatkan
standar
prosedur
operasional
sehingga
mempermudah
pelaksanaannnya dilapangan. 2.
Bagi Perawat Dapat memberikan intervensi keperawatan dengan Acute Coronary Syndrome Syndrome (ACS) dengan Ustable Angina Pectoris (UAP) (UAP) di ruang perawatan rumah sakit dengan berbagai macam terapi. Selain itu perawat juga harus har us menerapkan berbagai tehnik meditasi lainnya sesuai traskultural yang ada.
3.
Bagi Klien
115
Klien mampu melakukan dan dapat menerima asuhan keperawatan yang lebih berkualitas terutama pada manajemen nyeri. 4.
Bagi Dunia Keperawatan Mengembangkan intervensi inovasi sebagai tindakan mandiri perawat yang dapat diunggulkan. Sehingga, seluruh tenaga pelayanan medis dapat sering mengaplikasikan teknik relaksasi nafas dalam dengan pemberian aromaterapi lavender ini dalam pemberian intervensi nonfarmakologi menurunkan nyeri.
5.
Peneliti Untuk peneliti selanjutnya dapat dijadikan acuan data guna melakukan penelitian yang lebih spesifik terkait penanganan menyeluruh terhadap pasien jantung.
116
Daftar Pustaka
Andarmoyo, S. (2013). Konsep dan proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Ar – Ar – Ruzz Ruzz Asadizaker, et, al. (2011). The Effect of Foot and Hand Massage on Postoperative Cardiac Surgery Pain. International Journal of Nursing and Midwifery. Diakses tangal 22 Juli 2016 Brunner & Suddart. (2010). Keperawatan Medikal Bedah (edisi 8). Jakarta : ECG Coven, D.L. (2009. Acute Coronary Syndrome. Medscape Reference. http://www.emedecine.medscape.com.. Diakses tanggal 22 Juli 2016 http://www.emedecine.medscape.com Departemen Kesehatan RI (2009). Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta : Depkes RI. Diperoleh tanggal 23 Juli 2016 Guyton A. C., Hall JE. (2007). Buku Ajar Fisiologis Kedokteran. Jakarta: EGC Hamme, et al. (2011). Guideline for management of acute coronary syndrome in patients presenting without persistent ST-segmene elevasi. The European Society of Crdiology: Eur Heart Journal. 32, 3004-3022 Hariyanto, Awan. (2011). Efektivitas Foot Hand Massage Terhadap Respon Fisiologis Intensitas Nyeri Pada Pasien Infark Miokard Akut : Studi di Ruang ICCU RSUD DR. Iskak Tulungagung. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK), Vol II. Diakses tanggal 22 Juli 2016 Judha, dkk. (2012). Teori Pengukuran Nyeri & Nyeri Persalina. Yogyakarta: Nuha Medika Kasroh. (2011). Buku Ajar Anatomi Fisiologi Kardiovaskuler. Yogyakarta : Nuha Medika Kozier, et al. (2009). Buku Ajar Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC Kumar, V.(2007). Buku Ajar Patologi. Jakarta : EGC Majid, A. (2008). Penyakit Jantung Koroner : Patofisiologi, pencegahan dan pengobatan terkini. E-Journal USU repository Universitas Sumatra. Muttaqin, Arif. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika. Myrtha, Risalina. (2012). Paofisiologi Sindrom Koroner Akut. Jakarta : ECG
117
Nanda International Klasifikasi 2012-2014
(2012).
Diagnosa
Keperawatan.
Definisi
dan
Pamungkas, R. (2010). Dahsyatnya Jari Refleksi Metode Pijat Refleksi dengan Jari. Jakarta : Pinang Merah PERKI. (2015). Pedoman Tatalaksana www.inheart.org . Diakses tanggal 26 Juli 2016
Sindrom
Koroner
Akut.
Potter & Perry. (2009). (2009). Buku Ajar Funamental Funamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta : EGC Prasetyo, S. N. (2010). Konsep & Proses Nyeri. Yogyakarta : Graha Ilmu Riset Keperawatan Dasar. (2013). Kementerian Republik Indonesia. www.depkes.go.id.. Diakses tanggal 28 Juli 2016 www.depkes.go.id Santoso, M., Setiawan, T. (2005). Penyakit Jantung Koroner. Jakarta : Cermin Dunia Kedokteran Sherwood, L. (2001). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC Smeltzer, S. C., Bare. B.G. (2002). Bulu Ajar Keperawatan Medikal Bedah.jakarta : EGC Soeharto. I. (2001). Pencegahan dan Penyembuhan Penyakit Jantung Koroner. Jakarta : Gramedia Pustaka Stillwell. (2011). Pedoman Keperawatan Kritis. Jakarta :EGC Sulistyowatidan, Rini. (2014) Pengaruh Konseling dan Foot Hand Massage Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini pada Pasien Post Sectio Caesar Tamsuri, A. (2006). Konsep dan Penatalaksanaan nyeri. Jakarta: EGC Trisnowiyanto. B. (2012). Keterampilan Dasar Massage. Ypgyakarta : Nuha Medika Ulfah, A., Tulandi, A. (2001). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional “Harapan Kita”. Jakarta : Bidang Pendidikan & Pelatihan Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional “Harapan Kita World Health Organization. (2011). Global noncommunicable disease. Diakses tanggal 23 Juli 2016
Status
Report
:
on
Yuniarlina et al. (2007). al. (2007). Prosedur Keterampilan Klinik Keperawatan Dasar. STIKes Sint Carolus, Jakarta
118
Standar Operasinal Prosedur Teknik Foot Hand Massage Pengertian Tujuan
Diagnose keperawatan Pengkajian
Perencanaa
Tahap pelaksanaan A. Tahap orientasi
B. Tahap kerja
Pemberian penekanan atau pijat pada titik tertentu di tangan dan kaki 1. Meringankan rasa nyeri yang dirasakan karena berkurangnya oksigen dalam pembuluh pembuluh darah jantung karena adanya sumbatan atau plak. 2. Membantu memeringankan rasa tidaknyaman yang disebabkan oleh nyeri Nyeri akut berhubungan dengan dengan agen injury biologis 1. 2. 3. 4.
Kaji status klien Kaji kesiapan klien Kaji kesiapan perawatan Kaji respon klien terhadap kenyamanan perubahan intensitas nyeri 5. Mencuci tangan 6. Menyiapkan alat a. Lotion atau minyak kayu putih 7. Memberikan salam teraupetik 8. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan foot hand massage 9. Menanyakan kesipan klien sebelum pelaksanaan 10. Memberi kesemptan klien untuk bertanya 11. Bila klien siap dilakukan tindakan, dekatkan alat-alat 12. Membaca “Basmalah” 13. Menjaga privasi klien 14. Atur posisi posisi klien dengan posisi semi fowler (senyaman mungkin) 15. Oleskan lotion atau minyak kayu putih di tangan dan kaki pasien. 16. Anjurkan tarik nafas pasien untuk menarik nafas secara lambat dan rileks 17. Kaki Lakukan pemijatan dibagian di titik telapak kaki kiri dan kanan klien di titik belakang ibu jari, di sekitar plantar facia, dan disekitar media plantar farcia. Selama 10 menit. 18. Tangan Setelah itu lakukan pemijatan di daerah sekitar ibu jari dan telunjuk, bagian telunjuk, dan telapak tangan. Lakukan selama 10 menit. 19. Teknik ini dilakukan selama 20 menit 20. Membaca Hamdalah 21. Mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan sesuai dengan tujuanyang diharapkan (subjektif dan objektif) 22. Beri reinfororcement positif pada klien 23. Kontrak pertemuan selanjutnya
119
Evaluasi Dokumentasi
Sumber terkait
24. Menghakhiri pertemuan dengan mengucapkan salam. 25. Mencuci tangan 26. Mengevaluasi respon klien 27. Mengevaluasi intensitas nyeri 28. Tindakan yang diberikan 29. Waktu pemberian tindakan 30. Alat bantu yang digunakan 31. Respon klien Sulistyowatidan, Rini. (2014) Pengaruh Konseling dan Foot Hand Massage Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini pada Pasien Post Sectio Caesar Potter & Perry. (2009). Buku Ajar Funamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta : EGC Yuniarlina et al. (2007). al. (2007). Prosedur Keterampilan Klinik Keperawatan Dasar. STIKes Sint Carolus, Jakarta
BIODATA PENELITI
Data Pribadi Nama
:
Afriliya Widiaastuti
Tempat, Tanggal Lahir
:
Loa Janan, 18 April 1993
:
Jl. Cinta Ratu Km 4 RT V No 11
Alamat Asal
Loa Janan Kutai Kartanegara Alamat di Samarinda
:
Jl. Juanda 4 no. 6 Samarinda
Riwayat Pendidikan Pendidikan Formal -
Tamat SD
:
SDN 023 Kutai Kartanegara 2005
-
Tamat SMP
:
SMP N 15 Samarinda 2008
-
Tamat SMA
:
SMA N 7 Samarinda 2011
-
Tamat Pasca Sarjana : STIKES Muhammadiyah Samarinda 2015