Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yg gagah berani, sedangkan menurut Perpres Nomor 33/1964 mengenai Penetapan Penghargaan dan Pembinaan terhadap Pahlawan dan Perpres Nomor 5/1964 mengenai Pemberian Penghargaan/Tunjangan kepada Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan pahlawan nasional Indonesia adalah:
Warga Indonesia yang telah meninggal dunia.
Telah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata, perjuangan politik, atau perjuangan dalam bidang lain mencapai/ merebut /mempertahankan /mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Telah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara.
Telah menghasilkan karya besar yang mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia
Pengabdian dan perjuangan yang dilakukannya berlangsung hampir sepanjang hidupnya, tidak sesaat, dan melebihi tugas yang diembannya.
Perjuangannya mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.
Memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan/nasionalisme yang tinggi.
Memiliki akhlak dan moral yang tinggi.
Pantang menyerah pada lawan ataupun musuh dalam perjuangannnya.
Tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang merusak nilai perjuangannya.
Hal tersebut dapat dipercaya jika terdapat adanya :
Daftar uraian riwayat hidup dan perjuangan beliau oleh yang bersangkutan secara tertulis dengan ilmiah, disusun sistematis, serta berdasarkan data yang akurat
Daftar dan bukti Tanda Kehormatan yang pernah diterima/diperoleh
Catatan pandangan/pendapat tokoh masyarakat tentang Pahlawan Nasional yang bersangkutan
Foto-foto/gambar dokumentasi yang menjadi potret perjuangan beliau yang bersangkutan
Telah diabadikan namanya melalui sarana monumental sehingga dikenal masyarakat
Berikut ini nama-nama pahlawan nasional dari provinsi Sumatera Utara :
Adam Malik
Profil
Nama Lengkap : Adam Malik
Agama : Islam
Tempat Lahir : Pematangsiantar, Sumatera Utara
Tanggal Lahir : Kamis, 22 Juli 1971
Wafat : Bandung, 5 September1984
Penetapan : Keppres Nomor 107/TK/1998
tanggal 6 November 1998
Biografi
Adam Malik Batubara atau yang biasa dikenal dengan nama kecil Adam Malik adalah mantan Menteri Indonesia yang pernah menjabat di beberapa Departemen, antara lain menjadi Menteri Luar Negeri. Adam Malik juga pernah diangkat menjadi Wakil Presiden Indonesia yang ketiga. Adam Malik yang lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara pada tanggal 22 Juli 1917 tersebut merupakan putra ketiga dari sepuluh anak pasangan Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis. Ayahnya, Abdul Malik, adalah seorang pedagang kaya di Pematangsiantar.
Sejak kecil Adam Malik gemar sekali menonton film koboi, membaca, dan fotografi. Dia menempuh pendidikan dasarnya di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Pematangsiantar. Setelah menyelesaikan sekolahnya di HIS, Adam kemudian melanjutkan di Sekolah Agama Parabek di Bukittinggi. Namun baru satu setengah tahun berjalan, Adam Malik memutuskan untuk pulang ke kampung dan membantu orang tuanya berdagang.
Sejak usianya yang masih belia, semangat Adam Malik dalam memperjuangkan kemerdekaan negara telah bergelora. Ketika usianya baru menginjak belasan tahun, dia pernah ditahan polisi dan dihukum dua bulan penjara karena melanggar larangan berkumpul. Pada usia 17 tahun, Adam Malik telah dipercaya untuk menjadi ketua Partindo di Pematang Siantar sejak tahun 1934 hingga tahun 1935. Keinginannya untuk maju dan berbakti kepada bangsa yang semakin besar mendorong Adam Malik untuk akhirnya pergi merantau ke Jakarta. Di kota inilah, Adam Malik kemudian mulai merintis karirnya sebagai wartawan dan tokoh pergerakan kebangsaan.
Adam Malik secara aktif mengikuti beberapa pergerakan nasional antara lain turut andil dalam pendirian kantor berita Antara di Pasar Baru, Jakarta Pusat. Kala itu, Adam Malik kemudian ditunjuk untuk menjadi redaktur merangkap wakil direktur. Selain bekerja untuk kantor berita Antara, Adam Malik juga menulis artikel untuk beberapa koran salah satunya yakni koran Pelita Andalas dan majalah Partindo. Pada tahun 1934, dia dipercaya untuk memimpin Partai Indonesia (Partindo) Pematang Siantar dan Medan dan pada tahun 1940 dia diangkat menjadi anggota Dewan Pimpinan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) di Jakarta.
Sejak tahun 1945, Adam Malik menjadi anggota Pimpinan Gerakan Pemuda untuk persiapan Kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Bersama rekannya yang lain, Adam Malik terus bergerilya untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Menjelang kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, dibantu tokok pemuda yang lain, dia pernah membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia danemi mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta, dia juga menggerakkan rakyat berkumpul di lapangan Ikada, Jakarta.
Setelah Indonesia merdeka, Adam Malik semakin aktif di beberapa kegiatan organisasi. Dia menjadi salah satu tokoh pendiri dan anggota Partai Rakyat, pendiri Partai Murba, serta anggota parlemen. Tidak hanya dalam lingkup nasional, karir Adam Malik secara internasional juga mulai terbangun. Ini dimulai ketika dirinya diangkat menjadi Duta Besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk negara Uni Sovyet dan negara Polandia. Pada tahun 1962, Adam Malik ditunjuk untuk menjadi Ketua Delegasi Republik Indonesia untuk perundingan Indonesia dengan Belanda mengenai wilayah Irian Barat di Washington D.C, Amerika Serikat.
Ketika terjadi pergantian rezim pemerintahan Orde Lama, posisi Adam Malik yang berseberangan dengan kelompok kiri justru malah menguntungkannya. Pada tahun 1964, Adam Malik dipercaya untuk mengemban tanggung jawab sebagai Ketua Delegasi Komisi Perdagangan dan Pembangunan di PBB. Pada tahun 1966, kariernya semakin gemilang ketika dirinya diminta menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri II (Waperdam II) sekaligus sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia di kabinet Dwikora II. Setelah sekian lama mengabdikan diri demi bangsa dan negaranya, Adam Malik Batubara menghembuskan nafas terakhirnya di Bandung pada tanggal 5 September 1984 karena kanker lever.
Atas jasa-jasanya, Adam Malik dianugerahi berbagai macam penghargaan, di antaranya adalah Bintang Mahaputera kl. IV pada tahun 1971, Bintang Adhi Perdana kl.II pada tahun 1973, dan diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1998.
Pendidikan
Hollandsch-Inlandsche School Pematangsiantar
Sekolah Agama Parabek di Bukittinggi,
Karir
Wakil Presiden Republik Indonesia
Ketua DPR/MPR
Menteri Luar Negeri Indonesia
Duta besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk Uni Soviet dan Polandia
Menko Pelaksana Ekonomi Terpimpin
Penghargaan
Bintang Mahaputera kl. IV pada tahun 1971
Bintang Adhi Perdana kl.II pada tahun 1973
Pahlawan Nasional pada tahun 1998
Amir Hamzah
Profil
Lahir : Tanjung Pura, Langkat, 28 Februari 1911
Wafat : Kwala Begumit, Binjai, 20 Maret 1946
Usia : 35 tahun
Makam : Masjid Azizi, Tanjung Pura, Langkat
Pasangan : Tengkoe Poeteri Kamiliah
Anak : Tengkoe Tahoera
Penetapan : S. K. Presiden No. 106/TK/1975
Biografi
Tengkoe Amir Hamzah yang bernama lengkap Tengkoe Amir Hamzah Pangeran Indra Poetera, atau lebih dikenal hanya dengan nama pena Amir Hamzah adalah sastrawan Indonesia angkatan Poedjangga Baroe dan Pahlawan Nasional Indonesia. Lahir dari keluarga bangsawan Melayu Kesultanan Langkat di Sumatera Utara, ia dididik diSumatera dan Jawa. Saat berguru di SMA di Surakarta sekitar 1930, pemuda Amir terlibat dengan gerakan nasionalis dan jatuh cinta dengan seorang teman sekolahnya, Ilik Soendari. Bahkan setelah Amir melanjutkan studinya di sekolah hukum di Batavia (sekarang Jakarta) keduanya tetap dekat, hanya berpisah pada tahun 1937 ketika Amir dipanggil kembali ke Sumatera untuk menikahi putri sultan dan mengambil tanggung jawab di lingkungan keraton. Meskipun tidak bahagia dengan pernikahannya, dia memenuhi tugas kekeratonannya. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tahun 1945, ia menjabat sebagai wakil pemerintah di Langkat. Namun siapa nyana, pada tahun pertama negara Indonesia yang baru lahir, ia meninggal dalamperistiwa konflik sosial berdarah di Sumatera yang disulut oleh faksi dari Partai Komunis Indonesia dan dimakamkan di sebuahkuburan massal.
Amir mulai menulis puisi saat masih remaja: meskipun karya-karyanya tidak bertanggal, yang paling awal diperkirakan telah ditulis ketika ia pertama kali melakukan perjalanan ke Jawa. Menggambarkan pengaruh dari budaya Melayu aslinya, Islam, Kekristenan, dan Sastra Timur, Amir menulis 50 puisi, 18 buah puisi prosa, dan berbagai karya lainnya, termasuk beberapa terjemahan. Pada tahun 1932 ia turut mendirikan majalah sastra Poedjangga Baroe. Setelah kembali ke Sumatera, ia berhenti menulis. Sebagian besar puisi-puisinya diterbitkan dalam dua koleksi, Njanji Soenji (EYD: "Nyanyi Sunyi", 1937) dan Boeah Rindoe (EYD: "Buah Rindu", 1941), awalnya dalam Poedjangga Baroe, kemudian sebagai buku yang diterbitkan.
Puisi-puisi Amir sarat dengan tema cinta dan agama, dan puisinya sering mencerminkan konflik batin yang mendalam. Diksipilihannya yang menggunakan kata-kata bahasa Melayu dan bahasa Jawa dan memperluas struktur tradisional, dipengaruhi oleh kebutuhan untuk ritme dan metrum, serta simbolisme yang berhubungan dengan istilah-istilah tertentu. Karya-karya awalnya berhubungan dengan rasa rindu dan cinta, baik erotis dan ideal, sedangkan karya-karyanya selanjutnya mempunyai makna yang lebih religius. Dari dua koleksinya, Nyanyi Sunyi umumnya dianggap lebih maju. Untuk puisi-puisinya, Amir telah disebut sebagai "Raja Penyair Zaman Poedjangga Baroe" (EYD:"Raja Penyair Zaman Pujangga Baru") dan satu-satunya penyair Indonesia berkelas internasional dari era pra-Revolusi Nasional Indonesia.
Pendidikan
Amir Hamzah mulai mengenyam pendidikan pada umur 5 tahun dengan bersekolah di Langkatsche School di Tanjung Pura pada 1916. Setamat dari Langkatsche School, Amir Hamzah melanjutkan pendidikannya di MULO, sekolah tinggi di Medan. Setahun kemudian, Amir Hamzah pindah ke Batavia (Jakarta) untuk melanjutkan sekolah di Christelijk MULO Menjangan dan lulus pada tahun 1927. Amir Hamzah kemudian melanjutkan studinya di AMS (Aglemenee Middelbare School), sekolah lanjutan tingkat atas di Solo, Jawa Tengah.
Di sana dia mengambil disiplin ilmu pada Jurusan Sastra Timur. Amir Hamzah adalah seorang siswa yang memiliki kedisiplinan tinggi. Disiplin dan ketertiban itu nampak pula dari keadaan kamarnya. Segalanya serba beres, buku-bukunya rapih tersusun di atas rak, pakaian tidak tergantung di mana saja, dan sprei tempat tidurnya pun licin tidak kerisit kisut. Persis seperti kamar seorang gadis remaja.
.Setelah menyelesaikan studinya di Solo, Amir Hamzah kembali ke Jakarta untuk melanjutkan studi ke Sekolah Hakim Tinggi pada awal tahun 1934. Semasa di Jakarta, rasa kebangsaan di dalam jiwa Amir Hamzah semakin kuat dan berpengaruh pada wataknya. Bersama beberapa orang rekannya di Perguruan Rakyat, termasuk Soemanang, Soegiarti, Sutan Takdir Alisyahbana, Armijn Pane, dan lainnya, Amir Hamzah menggagas penerbitan majalah Poedjangga Baroe.
Penghargaan dan pengakuan umum
Amir telah menerima pengakuan yang luas dari pemerintah Indonesia, dimulai dengan pengakuan dari pemerintah Sumatera Utara segera setelah kematiannya. Pada tahun 1969 ia secara anumerta dianugerahi Satya Lencana Kebudayaan dan Piagam Anugerah Seni. Pada tahun 1975 ia dinyatakan sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia. Sebuah taman dinamakan untuknya, Taman Amir Hamzah, yang berlokasi di Jakarta di dekat Monumen Nasional. Sebuah masjid di Taman Ismail Marzukiyang dibuka untuk umum pada tahun 1977, juga dinamakan untuknya. Beberapa jalan diberi nama untuk Amir, termasuk di Medan, Mataram, dan Surabaya.
Teeuw menganggap Amir sebagai satu-satunya penyair Indonesia berkelas internasional dari era sebelum Revolusi Nasional Indonesia. Anwar menulis bahwa penyair ini adalah "puncak gerakan Pudjangga Baru", mengingat Nyanyi Sunyi telah menjadi "cahaya terang yang disinarkan dia [Amir] di atas bahasa baru";[128] namun, Anwar tidak menyukai Buah Rindu, menganggapnya terlalu klasik.[136] Balfas menggambarkan karya Amir sebagai "karya sastra terbaik yang mengungguli era mereka". Karya Hamzah, khususnya "Padamu Jua", diajarkan di sekolah-sekolah Indonesia. Karyanya juga salah satu inspirasi untuk drama panggung posmodern 1992 Afrizal Malna, Biografi Yanti setelah 12 Menit.[138]
Karya.
Amir Hamzah mulai menyiarkan sajak-sajak karyanya ketika masih tinggal di Solo. Di majalah Timboel yang diasuh Sanusi Pane, Amir Hamzah menyiarkan puisinya berjudul "M4buk" dan "Sunyi" yang menandai debutnya di dunia kesusastraan Indonesia. Sejak saat itu, banyak sekali karya sastra yang dibuat oleh Amir Hamzah.
Setelah kembali ke Sumatera, ia berhenti menulis. Sebagian besar puisi-puisinya diterbitkan dalam dua koleksi, Njanji Soenji (EYD: "Nyanyi Sunyi", 1937) dan Boeah Rindoe (EYD: "Buah Rindu", 1941), awalnya dalam Poedjangga Baroe, kemudian sebagai buku yang diterbitkan.
Djamin Ginting
Profil
Lahir : Karo, Sumut, 12 Januari 1921
Wafat : Ottawa, Kanada, 23 Oktober 1974
Umur : 53 tahun
Istri : Likas Tarigan
Agama : Kristen Protestan
Penghargaan : Pahlawan Nasional Indonesia
Penetapan : Kepress No.115 TK 2014
Tanggal 06 Nov 2014
Biografi
Letjen TNI (Purn) Djamin Ginting adalah seorang pejuang kemerdekaan menentang pemerintahan Hindia Belanda di Taneh Karo yang diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 7 November 2014. Djamin Ginting dilahirkan di desa Suka, kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo. Setelah menamatkan pendidikan sekolah menengah dia bergabung dengan satuan militer yang diorganisir oleh opsir-opsir Jepang. Pemerintah Jepang membangun kesatuan tentara yang terdiri dari anak-anak muda di Taneh Karo guna menambah pasukan Jepang untuk mempertahankan kekuasaan mereka di benua Asia. Djamin Ginting muncul sebagai seorang komandan pada pasukan bentukan Jepang itu. Djamin Ginting meninggalkan 5 orang anak. Salah satunya seorang putri bernama Rimenda br Ginting, SH, yang sekarang menjabat sebagai ketua umum Himpunan Masyarakat Karo Indonesia. Semasa hidupnya, Djamin Gintings menulis beberapa buku. Satu diantaranya "Bukit Kadir" mengisahkan perjuangannya di daerah Karo sampai ke perbatasan Aceh melawan Hindia Belanda. Seorang anggotanya, Kadir, gugur disebuah perbukitan di Tanah Karo dalam suatu pertempuran yang sengit dengan pasukan Belanda. Bukit itu sekarang dikenal dengan nama Bukit Kadir.
Karier Kemiliteran
Memimpin pasukan setelah kekalahan Jepang
Rencana Jepang untuk memanfaatkan putra-putra Karo memperkuat pasukan Jepang kandas setelah Jepang menyerah kepada sekutu pada Perang Dunia II. Jepang menelantarkan daerah kekuasaan mereka di Asia dan kembali pulang ke Jepang. Sebagai seorang komandan, Djamin Ginting bergerak cepat untuk mengkonsolidasi pasukannya. Dia bercita cita untuk membangun satuan tentara di Sumatera Utara. Dia menyakinkan anggotanya untuk tidak kembali pulang ke desa masing masing. Ia memohon kesediaan mereka untuk membela dan melindungi rakyat Karo dari setiap kekuatan yang hendak menguasai daerah Sumatera Utara. Situasi politik ketika itu tidak menentu. Pasukan Belanda dan Inggris masih berkeinginan untuk menguasai daerah Sumatera.
Pionir pejuang
Dikemudian hari anggota pasukan Djamin Gintings ini akan mucul sebagai pionir-pionir pejuang Sumatera bagian Utara dan Karo. Kapten Bangsi Sembiring, Kapten Selamat Ginting, Kapten Mumah Purba, Mayor Rim Rim Ginting, Kapten Selamet Ketaren, dan lain lain adalah cikal bakal Kodam II/Bukit Barisan yang kita kenal sekarang ini. Ketika Letkol. Djamin Gintings menjadi wakil komandan Kodam II/Bukit Barisan, dia berselisih paham dengan Kolonel M. Simbolon yang ketika itu menjabat sebagai KomandanKodam II/Bukit Barisan. Djamin Ginting tidak sepaham dengan tidakan Kolonel M.Simbolon untuk menuntut keadilan dari pemerintah pusat melalui kekuatan bersenjata. Perselisihan mereka ketika itu sangat dipengaruhi oleh situasi politik dan ekonomi yang melanda Indonesia.
Operasi Bukit Barisan
Dalam rangka menghadapi gerakan pemberontakan Nainggolan di Medan (Sumatera Utara) maka Panglima TT I, Letkol Inf Djamin Ginting melancarkan Operasi Bukit Barisan. Operasi ini dilancarkan pada tanggal 7 April 1958. Dengan dilancarkannya operasi Bukit Barisan II ini, maka pasukan Nainggolan dan Sinta Pohan terdesak dan mundur ke daerah Tapanuli.
Jabatan yang pernah diduduki
Kepala Staf Kodam II/Bukit Barisan
Assisten Dua Bagian Perang di TNI
Panglima TT I Bukit Barisan.
Panglima Sumatera Utara.
Dengan pangkat Mayor Jenderal, menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Front Nasional, di Kabinet Dwikora Revisi Kedua.
Penggerak dari pembentukan GAKARI yang nantinya akan membentuk GOLKAR.
Sisingamangaradja XII
Profil
Lahir : Bakkara, Humbang Hasundutan,
18 Februari 1845
Wafat : Dairi, 17 Juni 1907. Dimakamkan di
Tarutung, Tapanuli Utara dan
dipindahkan ke Balige (1953)
Anak : Lopian, Patuan Anggi, Patuan Nagari
Pasangan/Istri : Boru Simanjuntak, Boru Situmorang,
Boru Sagala, Boru Nadeak, Boru Siregar
Penetapan : S. K. Presiden No. 590 Tahun 1961, bertanggal 9-11-1961.
Biografi
Sisingamangaraja XII dalam biografi hidupnya, terlahir dengan nama Patuan Bosar Ompu Boru Situmorang. Pada 1867, ayahnya meninggal akibat penyakit kolera. Kemudian, ia diangkat menggantikan ayahnya menjadi raja dengan bergelar Sisingamangaraja XII. Pada awal masa pemerintahannya, kegiatan pengembangan agama Kristen yang dipimpin oleh Nommensen dari Jerman sedang berlangsung di Tapanuli. Belanda ikut masuk dengan berlindung di balik kegiatan tersebut. Namun, lambat laun Belanda mulai menunjukkan itikad tidak baik dan bermaksud ingin menguasai wilayah kekuasaan Sisingamangaraja XII. Sisingamangaraja XII kemudian mengadakan musyawarah bersama raja-raja dan panglima daerah Humbang, Toba, Samosir, dan Pakpak. Kemudian, ketegangan antara Belanda dan Sisingamangaraja meningkat hingga menimbulkan konflik. Upaya jalan damai sudah tidak dapat lagi ditempuh.
Pada 19 Februari 1878, Sisingamangaraja XII bersama rakyat Tapanuli mulai melancarkan serangan terhadap pos pasukan Belanda di Bahal Batu, dekat Tarutung. Pertempuran yang tak seimbang membuat Sisingamangaraja dan pasukannya kalah dan terpaksa mundur dari Bahal Batu. Namun, perlawanan pasukan Sisingamangaraja masih tetap tinggi, terutama di desa-desa yang belum tunduk pada Belanda, seperti Butar, Lobu Siregar, Tangga Bantu, dan Balige. Sebaliknya, Belanda semakin gencar mengejar Sisingamangaraja XII sampai ke desa-desa dan melakukan pembakaran serta menawan raja-raja desa. Akibatnya pertempuran meluas hingga ke beberapa daerah seperti Sipintu-pintu, Tangga Batu, Balige, dan Bakkara. Namun, Sisingamangaraja tetap gigih melakukan perang gerilya.
Pada Mei 1883, pos Belanda di Uluan dan Balige kembali diserang oleh Sisingamangaraja. Setahun kemudian (1884), kekuatan Belanda di Tangga Batu berhasil dilumpuhkan. Belanda melakukan upaya pendekatan dan menawarkan penobatan Sisingamangaraja sebagai Sultan Batak dengan berbagai hak istimewa. Namun, beliau menolaknya dengan tegas. Pada 1904, Belanda melakukan pengepungan ketat. Pada 1907 Sisingamangaraja berhasil lolos. Namun, upaya keras Belanda akhirnya membuahkan hasil dengan mengetahui tempat persembunyian Sisingamangaraja di Hutan Simsim. 17 Juni 1907, markas Sisingamangaraja dikepung Belanda. Dalam suatu pertempuran jarak dekat, komandan pasukan Belanda kembali memintanya menyerah dan menjanjikan akan menobatkan Sisingamangaraja menjadi Sultan Batak. Namun, Sisingamangaraja tetap tidak mau tunduk dan memilih lebih baik mati.
Terjadilan pertempuran sengit yang menewaskan hampir seluruh keluarga dan pasukannya. Akhirnya, Patuan Bosar Ompu Pulo alias Raja Sisingamangaraja XII bersama dua putra dan satu putrinya, serta beberapa panglimanya yang berasal dari Aceh gugur sebagai kusuma bangsa.
Karir
Perang melawan Belanda
Pada tahun 1877 para misionaris di Silindung dan Bahal Batu meminta bantuan kepada pemerintah kolonial Belanda dari ancaman diusir oleh Singamangaraja XII. Kemudian pemerintah Belanda dan para penginjil sepakat untuk tidak hanya menyerang markas Si Singamangaraja XII di Bakara tetapi sekaligus menaklukkan seluruh Toba.
Pada tanggal 6 Februari 1878 pasukan Belanda sampai di Pearaja, tempat kediaman penginjil Ingwer Ludwig Nommensen. Kemudian beserta penginjil Nommensen dan Simoneit sebagai penerjemah pasukan Belanda terus menuju ke Bahal Batu untuk menyusun benteng pertahanan. Namun kehadiran tentara kolonial ini telah memprovokasi Sisingamangaraja XII, yang kemudian mengumumkan pulas (perang) pada tanggal 16 Februari 1878 dan penyerangan ke pos Belanda di Bahal Batu mulai dilakukan.
Pada tanggal 14 Maret 1878 datang Residen Boyle bersama tambahan pasukan yang dipimpin oleh Kolonel Engels sebanyak 250 orang tentara dari Sibolga. Pada tanggal 1 Mei 1878, Bangkara pusat pemerintahan Si Singamangaraja diserang pasukan kolonial dan pada 3 Mei 1878 seluruh Bangkara dapat ditaklukkan namun Singamangaraja XII beserta pengikutnya dapat menyelamatkan diri dan terpaksa keluar mengungsi. Sementara para raja yang tertinggal di Bakara dipaksa Belanda untuk bersumpah setia dan kawasan tersebut dinyatakan berada dalam kedaulatan pemerintah Hindia-Belanda.
Walaupun Bakara telah ditaklukkan, Singamangaraja XII terus melakukan perlawanan secara gerilya, namun sampai akhir Desember 1878 beberapa kawasan seperti Butar, Lobu Siregar, Naga Saribu, Huta Ginjang, Gurgur juga dapat ditaklukkan oleh pasukan kolonial Belanda.
Antara tahun 1883-1884, Singamangaraja XII berhasil melakukan konsolidasi pasukannya. Kemudian bersama pasukan bantuan dari Aceh, secara ofensif menyerang kedudukan Belanda antaranya Uluan dan Balige pada Mei 1883 serta Tangga Batu pada tahun 1884.
K.H. Zainul Arifin
Profil
Lahir : Barus, Tapsel, 2 September 1909
Wafat : Jakarta, 2 Maret 1963
Berusia : 53 tahun
Agama : Islam
Penetapan : SK Pres: 35 Tahun 1963 bertanggal 4-3-
1963
Biografi
Zainul Arifin adalah seorang politisi Nahdlatul Ulama terkemuka yang sejak remaja di zaman penjajahan Belanda sudah aktif dalam organisasi kepemudaan NU, GP Ansor, jabatan terakhirnya ialah ketua DPRGR sejak 1960 - 1963.
Berbekal ijazah HIS Arifin diterima bekerja di pemerintahan kotapraja kolonial (Gemeente) sebagai pegawai di Perusahaan Air Minum (PAM) di Pejompongan Jakarta Pusat. Di sana ia sempat bekerja selama lima tahun, sebelum akhirnya terkena PHK saat resesi global yang bermula di AS dan berdampak hingga ke wilayah Hindia Belanda. Keluar dari gemeente Arifin kemudian memilih bekerja sebagai guru sekolah dasar dan mendirikan pula balai pendidikan untuk orang dewasa, Perguruan Rakyat, di kawasan Meester Cornelis (Jatinegara sekarang).
Zainul juga sering memberi bantuan hukum bagi masyarakat Betawi yang membutuhkan sebagai tenaga Pokrol Bambu, pengacara tanpa latar belakang pendidikan Hukum namun menguasai Bahasa Belanda. Selain itu ia pun aktif kembali dalam kegiatan seni sandiwara musikal tradisional Betawi yang berasal dari tradisi Melayu, Samrah. Ia sempat mendirikan kelompok samrah bernama Tonil Zainul. Dari kegiatan kesenian ini ia berkenalan dan selanjutnya sangat akrab bersahabat dengan tokoh perfilman nasional, Jamaluddin Malik yang kala itu juga bergiat dalam kegiatan Samrah. Kedua mereka kemudian bergabung dengan Gerakan Pemuda (GP) Ansor yang ketika itu memang aktif merekrut tenaga-tenaga muda.
Pendidikan
HIS (Hollands Indische School)
sekolah menengah calon guru, Normal School.
pengetahuan agama di Madrasah di surau dan saat menjalani pelatihan seni bela diri Pencak
Kegiatan :
Anggota GP Ansor 1930
Ketua Cabang NU Jatinegara
Ketua Majelis Konsul NU Batavia hingga 942.
Wakil NU dalam kepengurusan Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi)
Aktif dalam organisasi kepemudaan NU, GP Ansor,
Bekerja
Pegawai PAM di pemerintahan kotapraja kolonial (Gemeente) 5 taun),
Guru sekolah dasar dan mendirikan balai pendidikan
Karier
Bantuan hukum bagi masyarakat Betawi
Aktif kembali dalam kegiatan seni sandiwara musikal tradisional Betawi yang berasal dari tradisi Melayu, Samrah,
Mendirikan kelompok samrah bernama Tonil Zainul
Wakil partai Masyumi di Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP)
Memimpin gerilya Laskar Hizbullah di Jawa Tengah dan Jawa Timur (Agresi Militer I dan II.)
Anggota Komisariat Pemerintah Pusat di Jawa (KPPD), masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berkedudukan di Bukit Tinggi, Sumatera Barat.
Sekertaris Pucuk Pimpinan TNI.
Wakil Partai Masyumi di DPRS (1949)
Wakil Partai NU
Wakil perdana menteri (waperdam) dalam Kabinet Ali Sastroamijoyo I (1953-1955).
Tokoh penting yang berhasil menempatkan partai NU ke dalam "tiga besar" pemenang pemilu 1955, dimana jumlah kursi NU di DPR meningkat dari hanya 8 menjadi 45 kursi.
Wakil ketua I DPR RI, setelah pemilu 1955,
Wakil NU dalam Majelis Konstituante
Ketua DPR Gotong Royong (DPRGR)
aktif dalam kegiatan seni sandiwara musikal melayu, Stambul Bangsawan sebagai penyanyi dan pemain biola. Stambul Bangsawan merantau ke Batavia (Jakarta).
Literatur
https://id.wikipedia.org/wiki/Sisingamangaraja_XII
http://www.ilmusiana.com/2015/06/biografi-sisingamangaraja-xii-pahlawan.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Djamin_Ginting
https://djangki.wordpress.com/2012/10/26/sembilan-pahlawan-nasional-sumatera-utara/
http://azwirchan.blogspot.co.id/2013/10/nama-pahlawan-dari-provinsi-sumatera.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Amir_Hamzah
http://www.tengkuamirhamzah.com/id/biography#
http://profil.merdeka.com/indonesia/a/adam-malik/