PROFIL
Prof. dr. I. Oetama Marsis, SpOG (K)
Berperan pada Posisi Kunci dalam Organisasi Profesi itu Sangat Penting
D
okter yang ramah dan murah senyum ini cukup dikenal di kalangan kedokteran, karena selain bertugas di bagian Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (FK-UKI), beliau juga aktif di berbagai organisasi profesi, terutama di Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI). Di PB IDI beliau memegang kunci penting dalam pendidikan kedokteran, yaitu duduk di Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia. Beliau adalah Prof. dr. I. Oetama Marsis, SpOG (K) yang lahir di Jakarta 63 tahun yang lalu.
CDK-196/ vol. 39 no. 8, th. 2012
CDK-196_vol39_no8_th2012 CDK-196_vol39_no8_ th2012 ok.indd 633
633
8/6/2012 3:27:38 PM
PROFIL
Boy (panggilan sehari-harinya) mengakui, sejak SD sampai SMA tinggal di Jakarta. Dengan 6 bersaudara, Boy yang sulung, dan dengan didikan orang tuanya, kesemua 6 bersaudara menjadi sarjana. “Adik saya paling bungsu telah mengikuti jejak saya, yaitu masuk fakultas kedokteran dan lulus sebagai dokter kesehatan masyarakat di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,” tutur dokter lulusan tahun 1975 di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini. Ketika ditanya mengapa senang dengan ilmu kedokteran. Dokter yang sering disapa dengan nama Prof. Marsis oleh staf Pengurus Besar IDI ini mengakui, bahwa karena pamannya seorang dokter dan sering melihat peker jaanya yang selalu memberikan pelayanan dengan tulus kepada pasien. Hal ini membuat Prof Marsis tertarik dalam ilmu kedokteran. Setelah lulus Prof Marsis langsung ditugaskan sebagai wajib militer. “Saya masuk militer di KKO (Pasukan Marinir) di Surabaya, hampir seluruh Indonesia sudah saya jelajahi, dan yang paling berat selama penugasan militer ini adalah di daerah Timor Timur pada tahun 1975,” tutur lulusan dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi tahun 1982 ini. Prof. Marsis ditugaskan di pasukan khusus pada saat awal masuk militer dengan pangkat Letnan satu. Pada waktu itu beliau ditugaskan ke Timor Timur dua periode, periode pertama selama satu setengah tahun, dan periode kedua selama enam bulan. “Pada waktu itu saya termasuk pasukan pertama yang masuk ke Timor Timur sebagai pasukan tempur dengan nama pasukan Elit (Kipam), jumlahnya masih sedikit, dan bertempur melawan Por tugis,” tutur Guru Besar tetap bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia ini. Pada waktu itu, Timor Timur masih dikuasai oleh tentara Angola dari Portugis. Tugas Pr of M arsis pada saat itu s elain membantu teman yang terluka juga ikut bertem-
634
CDK-196_vol39_no8_th2012 ok.indd 634
pur, sampai pada tanggal 16 Februari 1976 seluruh daerah Timor Timur dapat dikuasai oleh Indonesia. Setelah berhasil menguasai daerah Timor Timur, Prof. Marsis kembali ke Surabaya dan beberapa bulan bertugas di RS Militer KKO, yang sekarang sudah men jadi RS Dr. R amla n. Setel ah itu, belia u kembali ke Jakarta dan bertugas di RS Marinir Cilandak Jakarta; tidak beberapa lama kemudian, diberi kesempatan untuk belajar kemiliteran di Amerika Serikat pada tahun 1979. Tetapi beliau memilih jalan lain, yaitu keluar dari kemiliteran dengan alasan untuk mengikuti pendidikan Spesialisasi. Dokter yang berpangkat terakhir kapten ini mengambil spesialisasi Kebidanan karena pada awal beliau bertugas di daerah sering melayani ibu-ibu yang akan melahirkan, dan juga melakukan tindakan operasi sesar di daerah Timor Timur. “Jadi akhirnya saya tertarik untuk melanjutkan ke spesialis kandungan,” ujar Dokter yang mempunyai 3 putra ini. Beliau masuk pendidikan spesialisasi ilmu kebidanan dan penyakit kandungan pada tahun 1979 di FKUI dan selesai tahun 1982. “Pada waktu itu saya disiapkan sebagai staf pengajar, tetapi kemudian ada suatu masalah internal nonakademis di FKUI, saya tidak jadi diterima. Akhirnya saya diminta oleh dr. Iman Sujudi sebagai staf pengajar di FK-UKI,” tutur Mantan Ketua Perhimpunan Menopause Indonesia ini. Sesibuk apa pun dalam kesehariannya, Prof. Marsis menyempatkan waktu untuk keluarganya, yaitu hari Sabtu dan Minggu, dan menyempatkan waktu olahraga �tness 3 kali seminggu. Selain sebagai Staf Pengajar di FK-UKI, beliau juga mengajar di program pendidikan Ultrasonografi yang secara rutin dilakukan untuk dokter umum dan spesialis. Sore harinya berpraktek di dua rumahsakit. Kembali ke rumah pkl. 23.00, Prof. Marsis masih menyempatkan diri untuk menulis artikel sampai larut malam (pkl. 02.00). “Saya pukul 6.00 pagi sudah berangkat untuk melakukan
operasi sesar hampir setiap hari,” ujar dokter anggota Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia ini. Untuk menunjang perkembangan ilmunya, Prof. Marsis juga mengikuti berbagai kursus, terutama mengenai ultrasonografi baik di dalam negeri maupun di luar negeri, seperti di Korea, Jepang, Belanda dan Canada. Profesor yang pernah mendapatkan penghargaan Satya Lencana Karya dari Pemerintah Indonesia ini berharap, perlu ditegakkan pendidikan kedokteran dasar dan spesialis. Perlu pengembangan untuk kesetaraan pendidik-an: pertama adalah tingkat ASEAN, itu sudah dilakukan, kedua untuk tingkat Asia. “Kebetulan sampai saat ini saya duduk di Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), banyak berperan untuk memperbaiki kualitas pendidikan dokter di Indonesia,” ujar Mantan Ketua Ultrasonografi Indonesia ini. Beliau yang pernah mendapatkan penghargaan Satya Lencana Seroja dan Wira Bhakti ini juga menyempatkan waktunya melakukan penelitian, saat ini yang sudah dipublikasikan secara nasional berjumlah 14 buah dan internasional 4 buah. Prof. Marsis juga sering menulis untuk seminar yaitu secara nasional berjumlah 147 buah dan internasional 17 buah. Profesor yang pernah mendapatkan penghargaan (award) dari Jurnal Ultrasound ini berharap, untuk selanjutnya bagaimana mendorong program peningkatan mutu dokter di Indonesia agar setara dengan standar dokter negara Asia yang sudah berkembang, yang sesuai dengan kebutuhan masa depan kesehatan masyarakat Indonesia. Kegiatan ini dimulai dengan mendorong peningkatan mutu pendidikan dokter di Indonesia. Dan untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kesempatan untuk berperan pada posisi kunci dalam organisasi profesi dan organisasi pendidikan di Indonesia. (Redaksi)
CDK-196/ vol. 39 no. 8, th. 2012
8/6/2012 3:27:45 PM