DIKLAT FUNGSIONAL
PEJABAT FUNGSIONAL PEMERIKSA DOKUMEN
Disusun Oleh:
Drs. Ahmad Dimyati (Widyaiswara Madya) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI 2011
DIKLAT FUNGSIONAL
PEJABAT FUNGSIONAL PEMERIKSA DOKUMEN
Disusun Oleh:
Drs. Ahmad Dimyati (Widyaiswara Madya) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI 2011
Teknis Kepabeanan Lanjutan Di Bidang Impor
Diklat Fungsional PFPD
i
Teknis Kepabeanan Lanjutan Di Bidang Impor
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ......................................................................................
i
DAFTAR ISI ....................................................................................................
ii
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL …………………………………………...
v
PETA KONSEP MODUL ………………………………………………………….
vi
MODUL TEKNIS KEPABEANAN LANJUTAN DI BIDANG IMPOR A. Pendahuluan …………………………………………………………………
1
1. Deskripsi Singkat ……………………...................................................
1
2. Prasyarat Kompetensi ………………...................................................
1
3. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) .....................
2
4. Relevansi Modul ...........……………………………………..…………..
2
B. KEGIATAN BELAJAR …........................................................................
3
1. Kegiatan Belajar (KB) 1 …………….................................................
3
Pelayanan Dokumen Impor Indikator ……………………………………………………………………
3
1.1. Uraian dan contoh .....................................................................
3
A. Pelayanan Dokumen Impor ………………………..………....
3
1) Pengajuan Dokumen Impor ............................................
3
2) Penetapan jalur dalam sistem aplikasi ...........................
10
B. Tata Kerja PFPD ………….……………………... ..................
15
1) Penerimaan Dokumen …………………………………….
15
2) Penelitian Dokumen ……………………………………….
17
3) Penerbitan dan Pendistribusian Dokumen ………………
21
1.2. Latihan 1 ………………………….............……………………......
23
1.3. Rangkuman ……………………………………………….………..
24
1.4. Tes Formatif 1 ………………………………………………………
25
1.5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ……………………....................
29
2. Kegiatan Belajar (KB) 2 …………….................................................
30
Penelitian Dokumen Impor Indikator ……………………………………………………………………
30
2.1. Uraian dan contoh .....................................................................
30
Diklat Fungsional PFPD
ii
Teknis Kepabeanan Lanjutan Di Bidang Impor A. Penelitian Dokumen Impor .…………………………………...
30
1) Penelitian jumlah, jenis dan uraian barang .....................
30
2) Penenelitian perizinan dan fasilitas pabean ...................
33
B. Proses Pengambilan Keputusan ……………………………..
40
1) Keputusan atas hasil penelitian LHP ..............................
41
2) Keputusan atas hasil penelitian PIB dan dokumen pelengkap pabean ………………………………………….
42
3) Keputusan atas kasus-kasus pada penetapan jalur ......
44
C. Kasus-kasus pada penetapan jalur .....................................
46
1) Kasus pada Jalur Hijau ……………………………………
46
2) Kasus pada Jalur Kuning ................................................
48
3) Kasus pada Jalur Merah …………………………………..
51
4) Kasus pada Jalur MITA ……………………………………
55
2.2. Latihan 2 …….………………………………………………….....
57
2.3. Rangkuman ……………………………………………………….
59
2.4. Tes Formatif 2 …………………………………………………….
60
2.5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ……………………....................
63
3. Kegiatan Belajar (KB) 3 …………...................................................
64
Pungutan Pabean Dalam Rangka Impor Indikator ……………………………………………………………………
64
3.1. Uraian dan contoh .....................................................................
64
A. Pungutan Impor ................................... …............................
64
1) Dasar hukum pungutan impor ........................................
64
2) Jenis-jenis pungutan impor .............................................
66
B. Tempat pembayaran .............................…………….............
72
C. Tatalaksana pembayaran .....................................................
76
1) Tatalaksana pembayaran dan penyetoran penerimaan negara dalam rangka impor melalui Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi ...................................................
76
2) Pembayaran pungutan impor dilakukan di Kantor Pabean ...........................................................................
79
3) Pembayaran pungutan impor atas barang kiriman pos ..
80
3.2. Latihan 3 ….…………………………………………………….......
81
Diklat Fungsional PFPD
iii
Teknis Kepabeanan Lanjutan Di Bidang Impor 3.3. Rangkuman ………………………………………………………...
82
3.4. Tes Formatif 3 ……………………………………………………...
84
3.5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ……………………....................
87
4. Kegiatan Belajar (KB) 4 ……............................................................
88
Surat Penetapan dan Sanksi Administrasi Indikator ……………………………………………………………………
88
4.1. Uraian dan contoh .....................................................................
88
A. Surat Penetapan ................................. ….............................
88
1) Dasar hukum penetapan ................................................
88
2) Pengambilan Keputusan ................................................
90
3) Penerbitan Surat Penetapan ..........................................
90
B. Sanksi Administrasi ...............................……………............
96
1) Jenis pelanggaran dan kelompok sanksi administrasi ....
96
2) Perhitungan denda administrasi ………………………….
106
3) Kasus-kasus
Kesalahan
Pemberitahuan
Dokumen
Impor dan Perhitungan Sanksi Administrasi ..................
107
4.2. Latihan 4 …….………………………………………………….......
115
4.3. Rangkuman ………………………………………………………...
116
4.4. Tes Formatif 4 ……………………………………………………...
118
4.5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ……………………....................
121
PENUTUP …………………………………………………………………………..
122
TES SUMATIF …………………………............................................................
123
KUNCI JAWABAN ( TES FORMATIF DAN TES SUMATIF ) …………………
128
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….
130
Diklat Fungsional PFPD
iv
Teknis Kepabeanan Lanjutan Di Bidang Impor
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL 1. Langkah-langkah belajar yang ditempuh. Modul ini terdiri dari 4 (empat) Kegiatan Belajar (KB). Perserta Diklat harus mempelajari KB-1 terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan KB-2 dan seterusnya. Pahami topik/judul Kegiatan Belajar, pelajari isi/materi KB, kemudian kerjakan latihan. Perhatikan rangkuman KB dan kerjakan kembali test formatif.
Dalam hal belum memenuhi tingkat pemahaman dengan
kategori ”baik” (nilai lebih dari 80), ulangi kembali materi dalam Kegiatan Belajar tersebut. 2. Perlengkapan yang harus disediakan. Modul ini juga memberikan referensi bacaan maupun peraturan yang terkait. Peserta Diklat disarankan mempelajari juga referensi yang diberikan, terutama ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dilapangan. 3. Target waktu dan pencapaian dalam pembelajaran menggunakan modul. Untuk mempelajari modul ini memerlukan waktu 26 (dua puluh enam) jam latihan. Namun alokasi waktu tersebut dapat ditambah untuk mempelajari ketentuan terkait lainnya. 4. Hasil evaluasi self assessment. Evaluasi atas keseluruhan modul dapat dipelajari pada test sumatif. Hasil evaluasi dapat Saudara nilai sendiri apakah Saudara sudah cukup memahami materi modul. Jika hasil evaluasi belum mencapai kategori ”baik” disarankan Saudara mengulangi materi modul. 5. Prosedur peningkatan kompetensi materi. Dalam rangka untuk meningkatkan kompetensi materi, Saudara dapat mempelajari ketentuan dan peraturan terkait setelah Saudara selesai mempelajari keseluruhan materi modul. Oleh karena peraturan terkait dalam implementasinya berpotensi berubah, maka disarankan Saudara tetap mengikuti perkembangan/peraturan dimaksud di lapangan. 6. Peran tenaga pengajar dalam proses pembelajaran. Tenaga pengajar berperan dalam menjelaskan isi materi per sub Kegiatan Belajar, memberikan contoh-contoh, latihan dan simulasi pemeriksaan dokumen.
Pengajar
juga
menjawab
pertanyaan-pertanyaan
atas
permasalahan yang terkait dengan modul dan pelaksanaannya di lapangan.
Diklat Fungsional PFPD
v
Teknis Kepabeanan Lanjutan Di Bidang Impor
PETA KONSEP
TEKNIS KEPABEANAN LANJUTAN
PELAYANAN DOKUMEN IMPOR
PENELITIAN DOKUMEN IMPOR
PIB & DOKKAP
PUNGUTAN IMPOR
PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN
SURAT PENETAPAN
SANKSI
SPPB
ADMINISTRASI
Diklat Fungsional PFPD
vi
Teknis Kepabeanan Lanjutan
A PENDAHULUAN MODUL
TEKNIS KEPABEANAN LANJUTAN 1. Deskripsi Singkat
Pelajaran dalam modul ini pada garis besarnya membahas mengenai kewajiban penyelesaian formalitas pabean dan proses penyelesaian dokumen impor (bussiness procces). Proses penyelesaian dimulai sejak pengajuan dokumen pemberitahuan impor untuk dipakai (PIB) oleh importir, kemudian proses penelitian atas kelengkapan dan kebenaran pengisian PIB dan proses penetapan jalur pada system aplikasi Bea dan Cukai. Penelitian dokumen PIB beserta dokumen pelengkap pabeannya dilakukan oleh PFPD. Oleh karena itu dibahas juga prosedur dan tatakerja tugas-tugas Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen (PFPD) dalam system pelayanan dokumen impor. Hal yang penting dalam tugas PFPD adalah proses pengambilan keputusan atas hasil penelitian. Keputusan meliputi perhitungan pungutan impor, penetapan dan perhitungan sanksi administrasi
2. Prasyarat Kompetensi
Untuk dapat mempelajari modul ini dengan baik peserta Diklat harus sudah menguasai teknik pabean dasar, dan telah lulus Diklat Teknis Substantif Dasar Kepabeanan dan Cukai.
Diklat Fungsional PFPD
1
Teknis Kepabeanan Lanjutan
3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
a. Pemahaman proses bisnis pengajuan dokumen impor dan tata kerja PFPD. 1) Memahami proses pelayanan penyelesaian dokumen impor. 2) Memahami penetapan penjaluran dalam system aplikasi. 3) Memahami tatakerja pelaksanaan tugas PFPD. b. Pemahaman proses penelitian dokumen impor. 1) Memahami dan mampu melaksanakan penelitian dokumen impor. 2) Memahami
dan
mampu
melaksanakan
proses
pengambilan
keputusan atas hasil penelitian. c. Pemahaman pungutan negara dalam rangka impor. 1) Pemahami jenis-jenis pungutan impor dan mampu melaksanakan perhitungan pungutan impor. 2) Memahami
proses pembayaran pungutan impor dan tanda bukti
pembayaran pungutan impor. d. Pemahaman proses penerbitan surat penetapan. 1) Memahami dan mampu melaksanakan penerbitan surat penetapan tariff dan nilai pabean atas hasil penelitian dokumen impor. 2) Memahami ketentuan pengenaan sanksi administrasi dan mampu melaksanakan perhitungan sanksi administrasi atas hasil penelitian dokumen impor.
4. Relevansi Modul
Modul ini berguna bagi peserta diklat fungsional PFPD untuk bekal dalam bekerja dilapangan.
Hal ini berkaitan dengan tugas PFPD yaitu melakukan
penelitian dokumen impor dan membuat keputusan atas hasil penelitian untuk selanjutnya menerbitkan Surat Penetapan. Modul ini juga berguna bagi peserta diklat dalam mempelajari modul atau mata pelajaran lainnya yang terkait, seperti Modul Tarif dan Klasifikasi Barang, dan Modul Nilai Pabean.
Diklat Fungsional PFPD
2
Teknis Kepabeanan Lanjutan
B KEGIATAN BELAJAR 1. Kegiatan Belajar (KB) 1
PELAYANAN DOKUMEN IMPOR DAN TATA KERJA PEJABAT FUNGSIONAL PEMERIKSA DOKUMEN Indikator Keberhasilan : Setelah mempelajari materi diharapkan siswa mampu : 1) Menjelaskan proses pelayanan penyelesaian dokumen impor. 2) Menjelaskan penetapan penjaluran dalam system aplikasi. 3) Menjelaskan tatakerja pelaksanaan tugas PFPD 4) Menjawab pertanyaan tentang pelayanan dokumen impor dan tata kerja PFPD.
1.1. Uraian Materi dan Contoh
A.
Pelayanan Dokumen Impor Dalam materi ini dibahas mengenai tata cara penyampaian dokumen impor
dan penetapan jalur dalam proses bisnis penyelesaian impor.
1)
Pengajuan Dokumen Impor.
Sebagaimana diatur dalam Undang-undang Kepabeanan, yaitu dalam pasal 10 B Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 bahwa pada prinsipnya
Diklat Fungsional PFPD
3
Teknis Kepabeanan Lanjutan
barang impor dapat dikeluarkan sebagai barang impor untuk dipakai setelah diserahkan pemberitahuan pabean dan dilunasi bea masuknya. pengeluaran
barang
impor
untuk
dipakai
juga
menyerahkan pemberitahuan pabean dan jaminan.
Selain itu
dimungkinkan
dengan
Bahkan dalam kondisi
tertentu pengeluaran barang impor dapat dilakukan dengan dokumen pelengkap pabean dan penyerahan jaminan, contohnya pada importasi dengan fasilitas pelayanan segera. Barang impor yang diberitahukan dengan dokumen PIB (Pemberitahuan Impor Barang) dalam rangka pengeluaran barang impor untuk dipakai, hanya dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang berada di bawah pengawasan Kantor Pabean setelah dilakukan pemeriksaan pabean dan diberikan persetujuan pengeluaran barang oleh Pejabat Bea dan Cukai. Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud meliputi penelitian dokumen PIB dan dokumen pelengkap pabeannya, serta pemeriksaan fisik barang. Namun tidak semua dokumen impor dilakukan pemeriksaan pabean. pabean sebagaimana dimaksud
dilakukan secara selektif.
Pemeriksaan
Atas pengajuan
dokumen impor oleh importer tertentu bahkan tidak dilakukan pemeriksaan pabean. Sebaliknya terhadap barang yang diimpor oleh importir yang termasuk dalam kategori risiko sangat tinggi dilakukan pemeriksaan pabean secara mendalam untuk mengetahui kebenaran fisik barang, tarif, nilai pabean, dan pemenuhan persyaratan impor dari instansi teknis. Pengajuan dokumen impor/PIB
dilakukan oleh importir atau boleh juga
oleh pihak yang diberi kuasa. Biasanya importir menguasakan pengurusannya kepada Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK). Pengajuan dokumen impor dalam rangka penyelesaian barang impor dilakukan dengan menggunakan program aplikasi modul PIB importir/PPJK. Langkah pertama importer/PPJK menyiapkan dan mengisi PIB secara lengkap dan benar termasuk pencantuman/pengisian nomor surat izin impor atau surat keputusan pemberian fasilitas kepabeanan jika ada. Selanjutnya importer melakukan pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) melalui Bank Devisa persepsi/Pos Persepsi yang telah on-line dengan PDE Kepabeanan. Persyaratan pembayaran tersebut
Diklat Fungsional PFPD
4
Teknis Kepabeanan Lanjutan
tidak dilakukan
jika importir mendapatkan fasilitas Pembayaran Berkala, dan
sebagai gantinya disampaikan surat jaminan. Apabila persyaratan pengajuan dan pengisian PIB telah lengkap, importir mengirimkan data PIB ke Kantor Pabean.
Atas pengajuan dokumen tersebut
system aplikasi pada Kantor Pabean akan memberikan respon.
Respon
dimaksud bisa bermacam-macam tergantung kondisi dokumen impor yang diajukan .
Respon pada system aplikasi pelayanan pabean dapat berupa
penolakan data PIB dalam hal: - data PIB tidak diisi dengan lengkap dan benar; -
importir belum melunasi utang Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan/atau denda dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal SPKPBM;
- importir belum melunasi utang Bea Masuk, Cukai, dan PDRI melewati jatuh tempo pelunasan pembayaran berkala; - data nomor B/L, AWB, atau nomor pengajuan yang berulang; - kode valuta asing tidak tercantum dalam data NDPBM dan/atau pos tariff tidak tercantum dalam BTBMI; - importir belum menyerahkan hardcopy pemberitahuan pabean atau dokumen pelengkap pabean yang dipersyaratkan; - importir belum teregistrasi pada importasi yang kedua; dan/atau barang impor termasuk barang larangan; Respon juga dapat berupa Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB), atau berupa Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM), atau berupa Informasi Nilai Pabean (INP), Nota Pemberitahuan dan respon-respon lainnya (lihat Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor Kep-42/BC/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-08/BC/2008) Pada umumnya
atas pengajuan dokumen impor system aplikasi akan
menetapkan jalur hijau, jalur kuning atau jalur merah. Pada penetapan jalur hijau barang impor dapat dikeluarkan lebih dahulu dan penelitian dokumennya dilakukan kemudian.
Pada penetapan jalur kuning
sebelum barang impor
diizinkan keluar terlebih dahulu dilakukan penelitian dokumennya. Sedangkan pada penetapan jalur merah barang impor baru dapat diizinkan keluar setelah dilakukan pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan fisik barang impor.
Diklat Fungsional PFPD
5
Teknis Kepabeanan Lanjutan
a. Pengajuan dokumen dengan penetapan Jalur Hijau Dalam hal importasi ditetapkan melalui Jalur Hijau, importer akan menerima respons dan mencetak SPPB untuk pengeluaran barang.
Paling
lama 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal penerbitan SPPB importer wajib menyerahkan hardcopy PIB, Dokumen Pelengkap Pabean, dan Surat Setoran Pabean Cukai dan Pajak dalam rangka impor (SSPCP) kepada Kepala Seksi Pabean dan Cukai;
Selanjutnya berkas PIB dan dokumen
pelengkap pabeannya beserta tanda bukti bayar didistribusikan kepada Pejabat Pemeriksa Dokumen untuk dilakukan penelitian. Dalam hal hasil penelitian dokumen menimbulkan keraguan atas pemberitahuan nilai pabean jika profile importer termasuk dalam kategori medium atau high risk, maka
Pejabat Pemeriksa
mengirimkan INP kepada importer.
Dokumen akan
Importir akan menerima respon dan
mencetak permintaan informasi tentang Nilai Pabean, dan menyerahkan bukti-bukti kebenaran Nilai Pabean/deklarasi nilai pabean (DNP) kepada Pejabat Pemeriksa Dokumen paling lama dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal permintaan informasi; Demikian juga jika uraian barang tidak jelas, importer akan menerima permintaan tambahan penjelasan uraian barang dari Pejabat Pemeriksa Dokumen dan wajib menyampaikan penjelasan tambahan uraian barang. Importir dengan kategori low risk tidak diberikan respon INP. Penelitian atas nilai pabean yang diragukan dapat direkomendasikan untuk diaudit.
b. Pengajuan dokumen dengan penetapan Jalur Kuning Dalam hal importasi ditetapkan melalui Jalur Kuning importer akan menerima dan mencetak respons jalur kuning.
Atas respon tersebut
importer menyiapkan dan menyerahkan hardcopy PIB, Dokumen Pelengkap Pabean, dan SSPCP kepada Kepala Seksi Pabean dan Cukai dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal respon Jalur Kuning. Selanjutnya Kepala Seksi Pabean akan menyampaikan berkas PIB tersebut kepada Pejabat Pemeriksa Dokumen untuk dilakukan penelitian. Dalam hal hasil penelitian ditemukan bahwa barang yang diimpor merupakan barang larangan atau pembatasan maka Pejabat Pemeriksa Dokumen akan menyampaikan Nota Pemberitahuan setentangnya.
Diklat Fungsional PFPD
6
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Dalam hal hasil penelitian dokumen menimbulkan keraguan atas pemberitahuan nilai pabean Pejabat Pemeriksa Dokumen akan mengirimkan INP kepada importer.
Importir akan menerima respon dan mencetak
permintaan informasi tentang Nilai Pabean, dan menyerahkan bukti-bukti kebenaran Nilai Pabean/deklarasi nilai pabean (DNP) kepada Pejabat Pemeriksa Dokumen paling lama dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal permintaan informasi; Demikian juga jika uraian barang tidak jelas, importer akan menerima permintaan tambahan penjelasan uraian barang
atau
permintaan
pengambilan contoh barang dari Pejabat Pemeriksa Dokumen dan importer wajib menyampaikan
penjelasan tambahan uraian barang atau contoh
barang. Selanjutnya untuk PIB Jalur Kuning yang telah selesai diproses importer akan menerima respon SPPB dan selanjutnya mencetak SPPB untuk pengeluaran barang.
c. Pengajuan dokumen dengan penetapan Jalur Merah Dalam hal importasi ditetapkan melalui Jalur Merah importer akan menerima dan mencetak respons Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM). Atas respon tersebut importer menyerahkan hardcopy PIB, Dokumen Pelengkap Pabean, dan SSPCP/BPN kepada Kepala seksi Pabean dan Cukai paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal SPJM; Bersamaan dengan itu importer juga menyiapkan barang yang akan dilakukan pemeriksaan fisik, memberitahukan kepada Kepala Seksi Pabean dan Cukai tentang kesiapan pemeriksaan barang, dan turut menyaksikan pemeriksaan barang; Dalam hal jangka waktu 3 hari tersebut dilampaui dan importir tidak mengajukan
permohonan
perpanjangan
batas
waktu
penetapan
pemeriksaan jabatan, maka atas importasi tersebut dapat diterbitkan Instruksi Pemeriksaan Jabatan. Importir akan menerima tembusan Instruksi Pemeriksaan Jabatan dari Kepala Seksi Pabean dan Cukai. Barang impor akan diperiksa baik dengan disaksikan pihak importir ataupun tidak, dengan resiko ditanggung importir.
Diklat Fungsional PFPD
7
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Apabila dari hasil penelitian ditemukan bahwa barang yang diimpor merupakan barang larangan atau pembatasan maka Pejabat Pemeriksa Dokumen akan menyampaikan Nota Pemberitahuan setentangnya. Dalam hal hasil penelitian dokumen menimbulkan keraguan atas pemberitahuan nilai pabean Pejabat Pemeriksa Dokumen akan mengirimkan INP kepada importer. Importir akan menerima respon dan mencetak permintaan informasi tentang Nilai Pabean, dan menyerahkan bukti-bukti kebenaran Nilai Pabean/deklarasi nilai pabean (DNP) kepada Pejabat Pemeriksa Dokumen paling lama dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal permintaan informasi; Selanjutnya untuk PIB Jalur Merah yang telah selesai diproses dan telah memenuhi semua persyaratan, importer akan menerima respon SPPB dan mencetak SPPB untuk pengeluaran barang;
d. Pengajuan dokumen oleh importir Mitra Utama (MITA) Berbeda dengan penetapan jalur yang telah diuraikan diatas, terhadap importer dengan reputasi sangat baik diperlakukan khusus tidak dilakukan pemeriksaan pabean. Penetapan jalur atas importer tersebut dikenal dengan jalur MITA Terhadap importer penerima fasilitas jalur MITA Prioritas tidak dilakukan pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan dokumen. Dengan demikian atas pengajuan dokumen impor respon yang diterima selalu SPPB. Importir tidak diwajibkan menyerahkan dokumen impor (hardcopy PIB). Namun untuk kepentingan pengawasan itu importir diminta untuk menyampaikan laporan kepada Koordinator Pelayanan Pengguna Jasa (client coordinator), berupa : - rekapitulasi importasi setiap 1 (satu) bulan dalam bentuk softcopy; - penyelesaian PIB impor sementara, PEB re-ekspor, dan PIB re-impor; - rekapitulasi (realisasi dan saldo) importasi yang mendapatkan fasilitas pembebasan atau keringanan; - rekapitulasi importasi yang terkait dengan kuota tataniaga; - rekapitulasi PIB pre-notification; Selain itu terhadap importasi yang memerlukan izin dari instansi terkait, untuk kepentingan pengawasan, importir tersebut masih diminta untuk
Diklat Fungsional PFPD
8
Teknis Kepabeanan Lanjutan
menyerahkan dokumen pelengkap pabean atas PIB-PIB bulan sebelumnya kepada Koordinator Pelayanan Pengguna Jasa (client coordinator), berupa: - dokumen yang dijadikan dasar pembebasan/keringanan, atau fasilitas lainnya misalnya Form D/E, SKB PPh Ps. 22; dan - perijinan dari instansi terkait. Terhadap Importir MITA Non Pioritas mendapatkan fasilitas yang hampir sama dengan MITA prioritas, artinya tidak dilakukan pemeriksaan pabean dan tidak wajib menyerahkan hardcopy PIB.
Namun .
dapat
dijelaskan bahwa dalam hal tertentu terhadap importir jalur MITA non prioritas yang mengimpor barang tertentu, diterbitkan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Fisik (SPPF).. Terhadap
importir
jalur
MITA
non
prioritas
yang
mengimpor
barang/komoditi beresiko tinggi, ditetapkan jalur kuning. Sedangkan terhadap importir jalur MITA non prioritas yang mengimpor barang tertentu seperti impor sementara, barang re-impor, serta dalam hal terkena random dilakukan pemeriksaan fisik barang. Atas Importasi barang tertentu diterbitkan SPPF dan dilakukan pemeriksaan pabean baik penelitian dokumen maupun pemeriksaan fisik barang.
Respon yang diterima atas importasi barang-barang tersebut
berupa SPPF yang merupakan izin pengeluaran barang sekaligus izin pemeriksaan fisik barang di lokasi importir. Berkaitan dengan barang tertentu tersebut, sebagaimana prosedur impor pada umumnya, terhadap importir MITA non prioritas yang akan melakukan impor sementara atau mengimpor kembali barang yang telah diekspor,
importir
terlebih
dahulu
mengajukan
permohonan
impor
sementara, atau re-impor, kepada Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Pabean dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya; Selanjutnya atas importasi barang komoditi beresiko tinggi yang ditetapkan Jalur Kuning importir MITA non prioritas akan menerima respon permintaan tambahan penjelasan uraian barang dari Pejabat
Pemeriksa
Dokumen dan importir wajib menyampaikan respon penjelasan tambahan uraian barang. Jika diperlukan contoh barang, importir akan menerima permintaan pengambilan contoh barang dari Pejabat Pemeriksa Dokumen
Diklat Fungsional PFPD
9
Teknis Kepabeanan Lanjutan
dan mengajukan permohonan pengambilan contoh barang kepada Kepala Seksi Pabean dan Cukai. Dalam hal jalur pengeluaran barang impor ditetapkan Jalur Kuning dan Pejabat Pemeriksa Dokumen memerlukan pemeriksaan laboratorium, importir mengajukan permohonan pengambilan contoh barang kepada Kepala Bidang Pelayanan Pabean dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya. Atas importasi yang ditetapkan Jalur
Kuning dapat dilakukan
pemeriksaan fisik melalui mekanisme NHI berdasarkan informasi dari Pejabat Pemeriksa Dokumen. Oleh karena pada umumnya terhadap penyelesaian barang impor oleh importir MITA non prioritas tidak dilakukan pemeriksaan pabean (kecuali atas barang impor sementara, re-impor atau terkena random), maka untuk kepentingan pengawasan importir diminta untuk menyampaikan laporan kepada Koordinator Pelayanan Pengguna Jasa (client coordinator), berupa : - rekapitulasi importasi setiap 1 (satu) bulan dalam bentuk softcopy; - rekapitulasi (realisasi dan saldo) importasi yang mendapatkan fasilitas pembebasan atau keringanan; - rekapitulasi importasi yang terkait dengan kuota tataniaga; Selain itu terhadap importasi yang memerlukan izin dari instansi terkait, untuk kepentingan pengawasan, importir tersebut masih diminta untuk menyerahkan dokumen pelengkap pabean atas PIB-PIB bulan sebelumnya kepada Koordinator Pelayanan Pengguna Jasa (client coordinator)paling lama pada tanggal 10. Dokumen tersebut berupa dokumen yang dijadikan dasar pembebasan/keringanan, atau fasilitas lainnya misalnya Form D/E, SKB PPh Ps. 22; dan perijinan dari instansi terkait. 2)
Penetapan jalur dalam sistem aplikasi
Sejak berlakunya Undang-undang Kepabeanan Nomor 10 Tahun 1996 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah menggunakan system pelayanan kepabeanan secara elektronik. Bahkan jauh sebelum itu (tahun 1988) sistem pelayanan tersebut telah pernah dilaksanakan pada beberapa Kantor Pabean seperti
KPBC
Tg.Perak
dan
Tg.Priok.
Keputusan
pemerintah
untuk
menggunakan sistem aplikasi pelayanan secara elektronik adalah untuk
Diklat Fungsional PFPD
10
Teknis Kepabeanan Lanjutan
mengantisipasi
perkembangan
perdagangan
internasional
dalam
rangka
terwujudnya pelayanan yang cepat dan efisien tanpa mengabaikan unsur pengawasan yang efektif. Sistem aplikasi pelayanan kepabeanan atas dokumen pabean yang diajukan ditetapkan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Sistem aplikasi pelayanan menetapkan jalur pengeluaran barang impor yang terdiri dari Jalur Merah, Jalur Kuning, Jalur Hijau, dan Jalur MITA.
a. Jalur Hijau Jalur
Hijau
adalah
mekanisme
pelayanan
dan
pengawasan
pengeluaran barang impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian dokumen setelah penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Jalur pengeluaran barang impor sebagaimana dimaksud ditetapkan berdasarkan Profil Importir dan/atau Profil Komoditi. Jalur Hijau ditetapkan dalam hal: - Importir berisiko menengah yang mengimpor komoditi berisiko rendah; - Importir berisiko rendah yang mengimpor komoditi berisiko rendah atau menengah; Jika dilihat dari kriteria tersebut sebagian besar importasi akan ditetapkan jalur hijau. Karena pada prinsipnya pengajuan dokumen impor akan ditetapkan jalur hijau kecuali terhadap importer beresiko tinggi atau mengimpor komoditi beresiko tinggi. Jalur hijau juga tidak akan diberikan terhadap importasi barang impor sementara atau barang ekspor yang diimpor kembali. Atas pengajuan dokumen impor yang ditetapkan jalur hijau, penelitian dokumen impor dan dokumen pelengkap pabeannya dilakukan setelah barang impor dikeluarkan.
b. Jalur Merah Jalur
Merah
adalah
mekanisme
pelayanan
dan
pengawasan
pengeluaran barang impor dengan dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen sebelum penerbitan SPPB.
Diklat Fungsional PFPD
11
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Jalur Merah ditetapkan berdasarkan Profil Importir dan/atau Profil Komoditi. Jalur Merah ditetapkan dalam hal: -
Importasi oleh Importir berisiko sangat tinggi;
-
Importir yang berisiko tinggi yang mengimpor komoditi berisiko tinggi atau menengah;
-
Importir berisiko menengah yang mengimpor komoditi berisiko tinggi;
-
Importir berisiko rendah yang mengimpor komoditi berisiko tinggi;
-
Barang impor sementara, kecuali oleh MITA prioritas;
-
Barang re-impor, kecuali oleh MITA prioritas;
-
Barang impor dengan fasilitas penangguhan pembayaran Bea Masuk, cukai, dan PDRI, kecuali oleh MITA;
-
Terkena pemeriksaan acak;
-
Barang impor tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah. Dalam hal profile importir belum ada pada system aplikasi (importir
baru) maka system aplikasi akan menetapkan jalur merah atas dokumen impor yang diajukan. Apabila system aplikasi menetapkan jalur merah, importir berkewajiban mengajukan hardcopy dokumen dan mempersiapkan barangnya untuk diperiksa secara fisik.
Hasil pemeriksaan fisik akan
menentukan keputusan importasi atas barang tersebut.
c.
Jalur Kuning Jalur
Kuning
adalah
mekanisme
pelayanan
dan
pengawasan
pengeluaran barang impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian dokumen sebelum penerbitan SPPB. Jalur pengeluaran barang impor sebagaimana dimaksud ditetapkan berdasarkan Profil Importir dan/atau Profil Komoditi. Jalur Kuning ditetapkan dalam hal: -
Importir berisiko tinggi yang mengimpor komoditi berisiko rendah;
-
Importir
berisiko
menengah
yang
mengimpor
komoditi
berisiko
menengah; -
MITA Non Prioritas yang mengimpor komoditi berisiko tinggi. Pada penetapan jalur kuning tidak dilakukan pemeriksaan fisik barang.
Dalam hal jalur pengeluaran barang impor ditetapkan Jalur Kuning dan
Diklat Fungsional PFPD
12
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Pejabat Pemeriksa Dokumen memerlukan pemeriksaan laboratorium, importir mengajukan permohonan pengambilan contoh barang kepada Kepala Bidang Pelayanan Pabean dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya. Namun atas penetapan Jalur Kuning
dapat dilakukan pemeriksaan
fisik melalui mekanisme Nota Hasil Intelijen (NHI) berdasarkan informasi dari Pejabat Pemeriksa Dokumen.
d. Jalur Mitra Utama (MITA) Mitra Utama (MITA) adalah importir dengan reputasi sangat baik sehingga diberikan perlakukan khusus tidak dilakukan pemeriksaan pabean dalam
proses
penyelesaian
dokumen
impor.
MITA
merupakan
pengembangan lebih lanjut dari importir penerima fasilitas jalur prioritas. Kepala Kantor diberikan wewenang untuk menetapkan importir lain sebagai penerima fasilitas yang sama/hampir sama dengan fasilitas jalur prioritas. Oleh karena itu MITA terdiri dari: i)
Importir yang memenuhi persyaratan Jalur MITA Prioritas, yang penetapannya dilakukan oleh Direktur Teknis Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal.
ii) Importir yang diusulkan sebagai Mitra Utama (MITA) non prioritas oleh Kepala Kantor Pabean. Untuk dapat ditetapkan sebagai Mitra Utama importir harus memenuhi kriteria dan persyaratan sebagai berikut: i)
Dapat berhubungan dengan system jaringan elektronik DJBC.
ii)
Mempunyai pola bisnis (nature of business) yang jelas.
iii)
Memiliki
system
pengendalian
yang
memadai
untuk
menjamin
keakuratan data yang disajikan.. iv)
Memiliki
rekam
jejak
(track
record)
keakuratan
pemberitahuan
pabean/cukai yang baik v)
Telah diaudit oleh kantor akuntan public yang menyatakan bahwa perusahaan mendapat opini wajar tanpa pengecualian, untuk 2 (dua) tahun terakhir.
vi)
Selalu dapat memenuhi ketentuan perizinan dan persyaratan impor dan ekspor dari instansi teknis terkait.
Diklat Fungsional PFPD
13
Teknis Kepabeanan Lanjutan
vii)
Dalam hal perusahaan mendapat fasilitas pembebasan, keringanan, penangguhan bea masuk, perusahaan melakukan penatausahaan dan pengelolaan sediaan barang yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat diketahui jenis, spesifikasi, jumlah pemasukan dan pengeluaran sediaan barang yang berkaitan dengan fasilitas kepabeanan yang diperoleh/digunakan. Pelayanan terhadap Mitra Utama (MITA) Prioritas dan MITA Non
Prioritas dalam penetapan jalur sedikit berbeda. Jalur MITA Prioritas adalah mekanisme pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor oleh Importir Jalur Prioritas, dengan langsung diterbitkan SPPB tanpa dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen; dan Sedangkan Jalur MITA Non Prioritas adalah mekanisme pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang impor oleh importir yang ditetapkan, dengan langsung diterbitkan SPPB tanpa dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen, kecuali dalam hal: -
impor sementara,
-
re-impor,
-
terkena random. Secara singkat dapat disampaikan bahwa
perbedaan pelayanan
antara MITA Prioritas dan MITA Non Prioritas adalah bahwa terhadap MITA Non Prioritas masih dimungkinkan ditetapkan jalur kuning maupun pemeriksaan fisik. Kemudahan-kemudahan yang diberikan kepada importir MITA selain tidak dilakukan pemeriksaan pabean sehingga tidak perlu menyerahkan dokumen pemberitahuan pabean, apabila dalam hal tertentu perlu dilakukan pemeriksaan fisik maka pemeriksaan dilakukan digudang importir tanpa perlu pengajuan surat permohonan. MITA juga mendapatkan akses pelayanan client coordinator dan pemutakhiran data registrasi importir. Selain itu bagi MITA penerima fasilitas jalur prioritas juga mendapatkan kemudahan sebagaimana diatur dalam ketentuan jalur prioritas, seperti fasilitas pembayaran berkala, truck lossing dan sebagainya. MITA bukan semata-mata masalah penetapan jalur. MITA merupakan satu paket program yang terdiri dari pelayanan dan sekaligus pengawasan
Diklat Fungsional PFPD
14
Teknis Kepabeanan Lanjutan
(built in control) yang dirancang secara terpadu dengan pendekatan manajemen resiko, dengan memanfaatkan teknologi yang telah dimiliki DJBC. Terhadap
MITA
dilakukan
pengawasan
proaktif
dan
audit.
Pengawasan proaktif dilakukan dengan melakukan analisis terhadap data importasi. Setelah terbit SPPB, PIB MITA akan dianalisis oleh suatu aplikasi yang disebut aplikasi “ProAct”. Aplikasi computer ini akan menganalisis dan memisahkan PIB-PIB yang mengandung data transaks yang mencurigakan. Terhadap transaksi yang mencurigakan tersebut analis.
dianalisis oleh petugas
Hasil analisis dapat dikonfirmasikan kepada importir yang
bersangkutan melalui client coordinator, atau direkomendasikan untuk ditindaklanjuti oleh unit audit atau P2 (Penindakan dan Penyidikan). Untuk komoditi yang diimpor oleh MITA yang masuk dalam kategori larangan dan pembatasan merupakan salah satu objek penyaringan dari aplikasi ProAct, sehingga dapat diketahui oleh analis. Dokumen perizinan akan diserahkan kepada client coordinator setiap bulan.
B.
Tata Kerja PFPD Pada materi ini dibahas mengenai penerimaan dokumen oleh PFPD untuk
dilakukan penelitian dokumen, dan selanjutnya didistribusikan.
1)
Penerimaan Dokumen
Sebagaimana diatur dalam Undang-undang Kepabeanan, yaitu dalam pasal 16 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 bahwa Pejabat Bea dan Cukai dapat menetapkan tarif dan nilai pabean barang impor untuk perhitungan bea masuk sebelum penyerahan pemberitahuan pabean atau dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pemberitahuan pabean. Sebagaimana telah dibahas diatas bahwa pada sistem aplikasi pelayanan pabean, atas pengajuan dokumen impor dapat ditetapkan jalur hijau, jalur kuning, jalur merah atau jalur MITA.
Diklat Fungsional PFPD
15
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Pada prinsipnya dokumen impor (hard copy PIB) yang diterima oleh PFPD adalah dokumen impor yang akan dilakukan penelitian PIB dan dokumen pelengkap pabeannya. Dokumen pelengkap pabean dan dukumen pelengkap pabean lainnya yang dilampirkan pada PIB meliputi dokumen: - invoice, - packing list, - B/L, - Polis Asuransi. - Surat Keputusan pemberian fasilitas/Master List, - SKB (Surat Keputusan Bebas pajak dalam rangka impor), - SSPCP (Surat Setoran Pabean Cukai dan Pajak), - API (Angka Pengenal Impor), - NPWP, - surat izin PPJK, - surat tanda terima jaminan dan; - perizinan dari instansi terkait lainnya. Dokumen impor yang diterima untuk diteliti oleh PFPD adalah dokumen yang mendapatkan penetapan jalur hijau, jalur kuning dan jalur merah.
Dengan
demikian PFPD tidak menerima dokumen impor dari importir MITA baik MITA prioritas maupun non prioritas (kecuali dilakukan pemeriksaan fisik). PFPD juga menerima
dokumen pelengkap pabean yang diminta seperti izin atau
rekomendasi dari instansi terkait.
Disamping itu juga menerima dan meneliti
bukti-bukti kebenaran nilai pabean dari importir dalam rangka menetapkan nilai transaksi dapat diterima atau tidak. Dalam hal dilakukan pemeriksaan fisik PFPD juga menerima berkas PIB dan LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan ). Pada penetapan jalur hijau barang impor dapat dikeluarkan terlebih dahulu sedangkan penelitian atas dokumen impornya dilakukan kemudian. Atas penelitian dokumen
tersebut
PFPD memutuskan apakah tarif dan/atau nilai
pabean yang diberitahukan dapat diterima atau tidak. Namun tugas PFPD sebenarnya tidak hanya melakukan penelitian atas dokumen PIB setelah penerbitan SPPB (pada penetapan jalur hijau), .atau pada penetapan jalur kuning dan jalur merah. PFPD juga melakukan penelitian data PIB yang disampaikan pada hari itu.
Diklat Fungsional PFPD
Pada saat data PIB (cusdec) disampaikan
16
Teknis Kepabeanan Lanjutan
oleh importir, PFPD
melakukan penelitian data PIB yang menyangkut
pemenuhan ketentuan barang larangan dan pembatasan. Apabila kedapatan barang yang akan diimpor merupakan barang larangan atau pembatasan hal itu harus diberitahukan kepada importir pada hari itu juga. 2)
Penelitian Dokumen Tugas PFPD pada intinya adalah melakukan penelitian dokumen impor
beserta dokumen pelengkap pabeannya. Penelitian meliputi klasifikasi tarif bea masuk dan nilai pabean untuk perhitungan bea masuk. Disamping itu PFPD juga melakukan penelitian pemenuhan persyaratan impor yang diwajibkan. Berkaitan dengan sistem penetapan jalur pada sistem aplikasi pelayanan pabean, penelitian persyaratan impor pada saat PIB diajukan (cusdec) dilakukan oleh Pejabat Analyzing Point. Penelitian data PIB mengenai pemenuhan persyaratan impor dilakukan dalam hari kerja yang sama dengan pengajuan PIB dan hasil penelitian diberitahukan kepada importir dengan cara mengirim respon pemberitahuan, yaitu: - Pemberitahuan berupa permintaan izin/rekomendasi dari instansi teknis dan permintaan agar menyerahkan hardcopy izin/rekomendasi dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal Pemberitahuan apabila barang impor termasuk barang pembatasan/tataniaga; - Pemberitahuan penolakan PIB berupa Nota Pemberitahuan, apabila barang impor termasuk barang larangan dengan tembusan kepada Kepala Seksi Penindakan. Importir wajib menyerahkan hardcopy izin/rekomendasi instansi teknis terkait kepada Pejabat Analyzing Point dalam jangka waktu 3 hari.
Sistem
aplikasi melakukan proses lebih lanjut setelah Pejabat Analyzing Point merekam data izin/rekomendasi instansi teknis terkait ke dalam sistem aplikasi; Berkaitan dengan tugas penelitian dokumen berikut ini disampaikan tatakerja pelaksanaan tugas PFPD yang dikelompokan pada masing-masing penetapan jalur.
Diklat Fungsional PFPD
17
Teknis Kepabeanan Lanjutan
a. Untuk PIB Jalur Hijau Pada prinsipnya semua dokumen impor yang ditetapkan jalur hijau dilakukan penelitian dokumen setelah diberikan persetujuan pengeluaran barang. Pada penetapan jalur hijau PFPD melakukan tugas sebagai berikut: i)
Menerima hardcopy PIB, Dokumen Pelengkap Pabean, dan SSPCP dari Kepala Seksi Pabean;
Atas penerimaan tersebut PFPD selanjutnya
melakukan penelitian uraian barang dalam data PIB dan
memutuskan
apakah perlu meminta tambahan uraian barang kepada importir. Dalam hal diperlukan uraian tambahan, mengirimkan respon kepada importir/PPJK dengan menyebutkan uraian yang perlu ditambahkan; ii)
Meneliti kebenaran tarif dan kewajaran Nilai Pabean, serta pelunasan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal diterimanya hardcopy PIB, kecuali dalam hal tertentu;
iii) Menerbitkan ketentuan
permintaan informasi tentang Nilai Pabean sesuai penerbitan
Informasi
Nilai
Pabean;
menerima dan meneliti bukti-bukti kebenaran
dan
selanjutnya
Nilai Pabean dari
importir. iv) Menerbitkan Surat Penetapan Tarif dan Nilai Pabean. Dalam hal hasil penelitian tariff dan/atau nilai pabean yang dilakukan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran PIB mengakibatkan kekurangan pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan PDRI, PFPD menerbitkan Surat Penetapan Tarif dan Nilai Pabean dalam 2 (dua) rangkap, dengan peruntukan lembar pertama untuk Kepala Seksi Penagihan; dan lembar kedua disematkan pada berkas PIB. Penelitian dan penetapan tarif dan/atau nilai pabean harus dilakukan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran PIB. v)
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian terhadap PIB terdapat kekurangan pembayaran bea masuk, tetapi jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran PIB telah dilewati, PFPD menyampaikan rekomendasi mengenai hal tersebut kepada Kepala Bidang Audit;
vi) Begitu juga dalam hal terdapat kelebihan pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan PDRI, menerbitkan Surat Penetapan Tarif dan Nilai Pabean dalam 2 (dua) rangkap, dengan peruntukan lembar pertama untuk
Diklat Fungsional PFPD
18
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Kepala Seksi Penerimaan dan Pengembalian; dan lembar kedua untuk disematkan pada berkas PIB; vii) Menerbitkan Nota Pemberitahuan Barang Larangan dan Pembatasan (NPBL).
Dalam hal terdapat barang impor yang terkena ketentuan
larangan dan pembatasan yang tidak diberitahukan atau diberitahukan tidak benar dalam PIB menerbitkan Nota Pemberitahuan. Disamping tugas-tugas tersebut, PFPD juga melakukan penelitian berkas PIB jalur hijau yang terkena random dan telah dilakukan pemeriksaan fisik. Tindak lanjut atas penelitian PIB yang terkena random sama seperti yang telah dijelaskan diatas.
b. Untuk PIB Jalur Merah: Dokumen impor yang ditetapkan jalur merah dilakukan penelitian dokumen dan fisik barang sebelum diberikan izin pengeluaran barang. Importir menyampaikan berkas PIB kepada Kasi Pabean untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik oleh Pejabat Pemeriksa Barang. Hasil pemeriksaan tersebut diteruskan oleh Kasi Pabean kepada PFPD. Pada penetapan jalur merah PFPD melakukan kegiatan sebagai berikut: i)
Menerima berkas PIB dan LHP dari Kepala Seksi Pabean dan Cukai, berupa: - PIB Jalur Merah; atau - PIB Jalur Hijau yang oleh Pejabat Analis Hi-Co Scan ditetapkan untuk dilakukan pemeriksaan fisik dengan hasil pemeriksaan kedapatan tidak sesuai;
ii)
Meneliti
kelengkapan
dokumen
dan
kebenaran
pengisian
PIB
berdasarkan invoice, packing list, dan dokumen pelengkap pabean lainnya; iii) Mengembalikan LHP yang tidak jelas kepada Pejabat Pemeriksa Barang disertai penjelasan mengenai hal-hal yang harus diperbaiki dan menerimanya kembali setelah diperbaiki; iv) Meneliti dan menetapkan tarif dan nilai pabean serta pelunasan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI, dimana penetapan tarif dan nilai pabean harus dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal penerimaan LHP, kecuali dalam hal tertentu;
Diklat Fungsional PFPD
19
Teknis Kepabeanan Lanjutan
v)
Mengirim contoh barang ke laboratorium dalam hal perlu dilakukan pengujian dan jika berdasarkan data PIB dan dokumen pelengkap pabean: - Dapat diketahui bahwa barang impor bukan termasuk barang larangan dan/atau pembatasan, maka penetapan tarif dan nilai pabean
sampai
dengan
penerbitan
SPPB
dilakukan
tanpa
menunggu hasil laboratorium; - Tidak dapat diketahui bahwa barang impor bukan termasuk barang larangan dan/atau pembatasan, maka SPPB tidak dapat diterbitkan sebelum adanya hasil laboratorium; vi) Memberitahukan kepada importir untuk mengajukan permohonan perbaikan persetujuan fasilitas impor sementara kepada Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Pabean dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuknya dalam
hal
terdapat
perbedaan
jumlah
dan/atau
jenis
barang
berdasarkan hasil pemeriksaan fisik barang;
c. Untuk PIB Jalur Kuning: Dokumen impor yang ditetapkan jalur kuning dilakukan penelitian dokumen dan fisik barang sebelum diberikan izin pengeluaran barang. Importir menyampaikan berkas PIB dan dokumen pelengkap pabean kepada Kasi Pabean untuk selanjutnya diteruskan oleh Kasi Pabean kepada PFPD. Pada penetapan jalur kuning PFPD melakukan kegiatan sebagai berikut: i)
Menerima hardcopy PIB, Dokumen Pelengkap Pabean, dan SSPCP dari Kepala Seksi Pabean dan Cukai;
ii)
Meneliti
kelengkapan
dokumen
dan
kebenaran
pengisian
PIB
berdasarkan invoice, packing list, dan Dokumen Pelengkap Pabean lainnya; iii) Meneliti uraian barang dalam data PIB dan memutuskan apakah perlu meminta tambahan uraian barang kepada importir. Dalam hal diperlukan uraian tambahan, mengirimkan respon kepada importir/PPJK dengan menyebutkan uraian yang perlu ditambahkan; iv) Meminta importir menyiapkan contoh barang dalam hal penetapan tariff dan kewajaran nilai pabean memerlukan pemeriksaan laboratorium;
Diklat Fungsional PFPD
20
Teknis Kepabeanan Lanjutan
v)
Meneliti dan menetapkan tarif dan nilai pabean serta pelunasan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI, dimana penetapan tarif dan nilai pabean harus dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal penerimaan berkas PIB, kecuali dalam hal tertentu;
vi) Menginformasikan adanya indikasi pelanggaran jumlah, jenis atau informasi intelijen
lainnya kepada
Kepala
Seksi Intelijen untuk
ditindaklanjuti.
3)
Penerbitan dan Pendistribusian Dokumen
Terhadap hasil penelitian PIB dengan penetapan jalur merah dan jalur kuning, PFPD berwenang melakukan penerbitan surat pemberitahuan, surat penetapan ataupun nota pemberitahuan yang akan disampaikan kepada pihak importir. Secara lengkap tugas dan kegiatan PFPD tersebut adalah sebagai berikut: i)
Menerbitkan permintaan informasi tentang nilai pabean sesuai ketentuan penerbitan informasi nilai pabean;
ii)
Menerima dan meneliti bukti-bukti kebenaran nilai pabean dari importir;
iii) Dalam hal terdapat kekurangan pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan PDRI, menerbitkan Surat Penetapan (SPTNP) dalam 2 (dua) rangkap, dengan peruntukan lembar pertama untuk Kepala Seksi Penagihan; dan lembar kedua untuk disematkan pada berkas PIB; iv) Dalam hal terdapat kelebihan pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan PDRI, menerbitkan SPTNP dalam 2 (dua) rangkap, dengan peruntukan: lembar pertama untuk Kepala Seksi Penerimaan dan Pengembalian; dan lembar kedua untuk disematkan pada berkas PIB; v)
Dalam hal terdapat barang impor yang terkena ketentuan larangan dan pembatasan yang tidak diberitahukan atau diberitahukan tidak benar dalam PIB, PFPD menerbitkan: - menerbitkan Nota Pemberitahuan (NPBL) dalam rangkap 3 (tiga) dengan peruntukan: > lembar pertama untuk importir; > lembar kedua untuk Kepala Seksi Penindakan; > lembar ketiga untuk disematkan pada berkas PIB;
Diklat Fungsional PFPD
21
Teknis Kepabeanan Lanjutan
- mengirimkan berkas PIB kepada Kepala Seksi Penindakan untuk diproses lebih lanjut; vi) Menerbitkan SPPB dalam hal: - setelah selesainya proses penetapan tarif dan nilai pabean dalam hal penetapan
tarif
dan
nilai
pabean
tersebut
tidak
mengakibatkan
kekurangan pembayaran Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan/atau sanksi administrasi berupa denda; - setelah dilunasinya kekurangan pembayaran Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan/atau sanksi administrasi berupa denda dalam hal penetapan tariff dan/atau nilai pabean tersebut mengakibatkan kekurangan pembayaran Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan/atau sanksi administrasi berupa denda; atau - setelah diserahkannya jaminan sebesar Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan/atau sanksi administrasi dalam hal importir mengajukan keberatan atas penetapan tarif dan/atau nilai pabean; vii) Terhadap barang impor yang terkena ketentuan larangan dan pembatasan yang diberitahukan dengan benar dalam PIB, tetapi belum memenuhi persyaratan impor, maka terhadap barang lainnya yang tidak terkena ketentuan larangan dan pembatasan dalam PIB yang bersangkutan dapat diizinkan untuk diberikan persetujuan pengeluaran barang; viii) Mengirim berkas PIB kepada Kepala Seksi Penindakan, dalam hal terdapat kesalahan jumlah dan/atau jenis barang yang mengakibatkan kekurangan pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan PDRI sebesar 500% (lima ratus persen) atau lebih dari pungutan impor yang telah dibayar; Dalam hal terdapat barang impor berupa Barang Kena Cukai yang dikemas untuk penjualan eceran, pengeluarannya dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang berada dibawah pengawasan Pabean hanya dapat dilakukan setelah dilekati Tanda Pelunasan atau Pengawasan Cukai sesuai ketentuan yang berlaku. Apabila permasalahan telah diselesaikan, selanjutnya PFPD mengirimkan kembali berkas PIB yang telah selesai diproses kepada Kepala Seksi Pabean dan Cukai.
Diklat Fungsional PFPD
22
Teknis Kepabeanan Lanjutan
1.2. Latihan 1
1)
Jelaskan berapa lama batas waktu yang diberikan kepada Pejabat Pemeriksa Dokumen untuk menetapkan tarif dan nilai pabean atas PIB yang diajukan.
2)
Atas dokumen dengan penetapan jalur hijau barang sudah diberikan izin keluar (SPPB) sebelum hard copy dokumen diajukan.
Apa tindakan
Pejabat Pemeriksa Dokumen jika ternyata pemberitahuan nilai pabeannya diragukan. 3)
Atas dokumen dengan penetapan jalur hijau barang sudah diberikan izin keluar (SPPB) sebelum hard copy dokumen diajukan. Apa yang dilakukan Pejabat Pemeriksa Dokumen atas pengajuan dokumen impor (cusdec) oleh importir pada hari itu sebelum diterbitkan SPPB.
4)
Sebutkan tugas-tugas yang dilakukan Pejabat Pemeriksa Dokumen atas penerimaan dokumen/hard copy: - PIB jalur hijau. - PIB jalur kuning. - PIB jalur merah.
5)
Dari hasil penelitian dokumen diketahui terjadi salah pemberitahuan tarif pos. Apa yang dilakukan Pejabat Pemeriksa Dokumen dalam hal pada pemberitahuan dokumen barang impor terdapat kekurangan pembayaran bea masuk dan pungutan impor lainnya.
6)
Atas PIB jalur merah, apa yang dilakukan Pejabat Pemeriksa Dokumen dalam hal terdapat barang impor berupa
barang
larangan dan
pembatasan yang tidak diberitahukan atau diberitahukan tidak benar. 7)
Pejabat Pemeriksa Dokumen berwenang melakukan penetapan atas dokumen PIB. Berkaitan dengan wewenang tersebut dokumen/nota (cusres) apa yang dapat diterbitkan oleh PFPD.
8)
Jelaskan tindakan apa yang harus dilakukan jika hasil pemeriksaan fisik terdapat kesalahan jumlah/jenis barang yang mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk 500% dari pungutan impor yang telah dibayar.
9)
Untuk mengeluarkan barang impor dari Kawasan Pabean importir harus memenuhi kewajiban pabean. Sebutkan tujuan pengeluaran barang dari kawasan pabean, dan apa syarat-syaratnya.
Diklat Fungsional PFPD
23
Teknis Kepabeanan Lanjutan
10) Jelaskan apa yang dimaksud dengan impor untuk dipakai, dan apa syaratsyarat pengeluaran barang impor untuk dipakai.
1.3. Rangkuman
1)
Pada prinsipnya barang impor dapat dikeluarkan sebagai barang impor untuk dipakai setelah diserahkan pemberitahuan pabean dan dilunasi bea masuknya.
2)
Barang impor yang diberitahukan dengan dokumen PIB (Pemberitahuan Impor Barang) dalam rangka pengeluaran barang impor untuk dipakai, hanya dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang berada di bawah pengawasan Kantor Pabean setelah dilakukan pemeriksaan pabean dan diberikan persetujuan pengeluaran barang oleh Pejabat Bea dan Cukai. Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud meliputi penelitian dokumen PIB dan dokumen pelengkap pabeannya, serta pemeriksaan fisik barang.
3)
Pada PIB jalur hijau, setelah persetujuan pengeluaran barang importer wajib menyerahkan hardcopy PIB, Dokumen Pelengkap Pabean, dan Surat Setoran Pabean Cukai dan Pajak dalam rangka impor (SSPCP) kepada Pejabat pemeriksa Dokumen untuk dilakukan penelitian.
4)
Pada PIB jalur kuning, sebelum diberikan persetujuan pengeluaran barang importer wajib menyerahkan hardcopy PIB, Dokumen Pelengkap Pabean, dan Surat Setoran Pabean Cukai dan Pajak dalam rangka impor (SSPCP) kepada Pejabat pemeriksa Dokumen untuk dilakukan penelitian.
5)
Dalam
hal
menyerahkan
importasi hardcopy
ditetapkan PIB,
melalui
Dokumen
Jalur
Merah
Pelengkap
importer
Pabean,
dan
SSPCP/BPN kepada Kepala seksi Pabean untuk dilakukan pemeriksaan fisik. Hasil pemeriksaan fisik dijadikan dasar oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen untuk pengambilan keputusan atas importasi tersebut. 6)
Terhadap importer penerima fasilitas jalur MITA tidak dilakukan pemeriksaan
fisik
maupun
pemeriksaan
dokumen.
Importir
tidak
diwajibkan menyerahkan dokumen impor (hardcopy PIB). Namun untuk kepentingan pengawasan importir diminta untuk menyampaikan laporan
Diklat Fungsional PFPD
24
Teknis Kepabeanan Lanjutan
bulanan
kepada
Koordinator
Pelayanan
Pengguna
Jasa
(client
coordinator). 7)
Pejabat Pemeriksa Dokumen Bea dan Cukai dapat menetapkan tarif dan nilai pabean barang impor untuk perhitungan bea masuk sebelum penyerahan pemberitahuan pabean atau dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pemberitahuan pabean.
8)
Pada penetapan jalur hijau barang impor dapat dikeluarkan terlebih dahulu
sedangkan
kemudian.
penelitian
atas
Atas penelitian dokumen
dokumen tersebut
impornya
dilakukan
PFPD memutuskan
apakah tarif dan/atau nilai pabean yang diberitahukan dapat diterima atau tidak. 9)
Pada saat data PIB (cusdec) disampaikan oleh importir, dilakukan penelitian data PIB yang menyangkut pemenuhan ketentuan
barang
larangan dan pembatasan oleh Pejabat Analyzing Point. Apabila kedapatan barang yang akan diimpor merupakan barang larangan atau pembatasan hal itu harus diberitahukan kepada importir pada hari itu juga. 10)
Dokumen impor yang ditetapkan jalur merah dilakukan penelitian dokumen dan fisik barang sebelum diberikan izin pengeluaran barang. Importir
menyampaikan berkas
PIB kepada
Kasi Pabean
untuk
selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik oleh Pejabat Pemeriksa Barang. Hasil pemeriksaan tersebut diteruskan oleh Kasi Pabean kepada PFPD untuk dilakukan penetapan.
1.4. Test Formatif 1
Lingkarilah jawaban yang Saudara anggap benar dalam pertanyaan dibawah ini.
1)
Dalam hal PIB mendapat jalur hijau, pejabat pemeriksa dokumen melakukan penelitian PIB atas tariff dan nilai pabean: a. Sebelum diserahkan kelengkapan dokumen b. Setelah diserahkan kelengkapan dokumen
Diklat Fungsional PFPD
25
Teknis Kepabeanan Lanjutan
c. Sebelum diterbitkan SPPB d. Setelah diterbitkan SPPB 2)
Penerimaan Pabean lainnya merupakan penerimaan Negara dalam rangka Impor. Penerimaan Pabean lainnya meliputi : a. Bea Masuk, PPn Impor, PPh Pasal 22 impor b. Bunga dan Biaya surat paksa c. Denda Administrasi d. PPn Impor, PPh pasal 22 impor, PPN BM
3)
NHI (Nota Hasil Intelijen) di terbitkan oleh a. Direktur P2 b. Kepala Kantor Wilayah DJBC c. Kepala Kantor Pelayanan DJBC d. Jawaban di atas benar semua
4)
Terhadap importasi yang mendapat penetapan jalur prioritas dilakukan : a. Pemeriksaan Pabean b. Penelitian dokumen c. Pemeriksaan fisik d. Tidak dilakukan pemeriksaan Pabean
5)
Dokumen yang diserahkan kepada pemeriksa barang untuk melakukan pemeliharaan fisik adalah : a. PIB, invoice, packing list b. PIB beserta dokumen pelengkap Pabean, izin c. PIB beserta dokumen pelengkap Pabean dan instruksi pemeriksaan d. Foto copy invoice/ packing list serta instruksi pemeriksaan.
6)
Atas kelebihan pembayaran BM, Cukai, PDRI, KPPBC menerbitkan restitusi/pengembalian atas nama Menteri Keuangan atas : a. BM b. BM, sanksi administrasi, Bunga c. BM, cukai, sanksi administrasi, Bunga d. BM, cukai, sanksi administrasi dan PDRI
7)
Dalam hal terdapat kesalahan pemberitahuan Nilai Pabean, jika prosentasi denda sebesar 100% maka jumlah denda adalah : a. 100% x jumlah kekurangan Bea Masuk
Diklat Fungsional PFPD
26
Teknis Kepabeanan Lanjutan
b. 100% x jumlah kekurangan Bea Masuk dan PDRI c. 400% x jumlah kekurangan BM d. 500% x jumlah kekurangan BM 8)
Jika dalam 1 (satu) PIB terdapat kelebihan bayar Bea Masuk untuk barang A sebesar Rp. 100 juta, dan kekurangan bayar BM untuk barang B sebesar Rp. 100 juta, maka : a. Atas kekurangan bayar barang B diterbitkan SPTNP b. Atas kekurangan bayar barang B diterbitkan SPTNP, dan atas barang A dapat dimintakan restitusi c. Diterbitkan SPTNP d. Kelebihan bayar barang A dikompensasikan dengan kekurangan bayar barang B.
9)
Penetapan importir sebagai importir penerima Jalur MITA Non Prioritas ditetapkan oleh; a.
Dirjen Bea dan Cukai .
b.
Direktur Teknis Kepabeanan.
c.
Kepala Kantor Wilayah DJBC.
d.
Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai.
10) Atas jalur MITA Non Prioritas tidak dilakukan pemeriksaan
fisik dan
dokumen, kecuali:
11)
a.
Komoditi resiko tinggi & komoditi yang ditetapkan pemerintah.
b.
Barang impor sementara/re-impor.
c.
Barang yang mendapatkan penangguhan bea masuk.
d.
Benar semua.
Terhadap penyelesaian pemberitahuan impor barang dengan mendapat jalur MITA: a.
Dilakukan pemeriksaan dokumen setelah barang dikeluarkan (SPPB).
b.
Dilakukan pemeriksaan dokumen sebelum barang dikeluarkan (SPPB).
12)
c.
Tidak dilakukan pemeriksaan pabean.
d.
Dilakukan pemeriksaan pabean 5 hari setelah tgl SPPB.
Terhadap penyelesaian pemberitahuan impor barang dengan mendapat
Diklat Fungsional PFPD
27
Teknis Kepabeanan Lanjutan
jalur kuning, SPPB diterbitkan: a.
Sebelum PIB dan dokumen pelengkap pabean diajukan.
b.
Setelah PIB dan dokumen pelengkap pabean diajukan.
c.
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik.
d.
Setelah mendapat persetujuan Client Coordinator.
13) Pada Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai Palembang dapat
diterapkan
pelayanan
penyelesaian
impor
dengan
sistem
penjaluran: a.
Jalur Hijau, Jalur Merah, Jalur Prioritas.
b.
Jalur Hijau, Jalur Merah, Jalur Kuning, Jalur Prioritas.
c.
Jalur Hijau, Jalur Merah, Jalur Kuning, Jalur MITA.
d.
Jalur Hijau, Jalur Merah, Jalur Biru, Jalur Kuning, Jalur Prioritas, Jalur MITA.
14) Pada proses dokumen atas jalur MITA tidak ada intervensi pemeriksaan pabean. Pengawasan terhadap proses pelayanan dokumen jalur MITA adalah: a.
Persyaratan perizinan jalur MITA
b.
Aplikasi ProAct
c.
NHI
d.
Spotcheck
15). Industri makanan yang mengimpor gula (barang yang ditetapkan oleh pemerintah) akan terkena jalur merah. Jika importir ditetapkan kedalam golongan MITA Prioritas maka aplikasi akan menetapkan : a.
Jalur hijau
b.
Jalur kuning
c.
Jalur merah
d.
Jalur prioritas
Diklat Fungsional PFPD
28
Teknis Kepabeanan Lanjutan
1.5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Cocokkan hasil jawaban dengan kunci jawaban yang terdapat di modul ini. Hitung jawaban Saudara dengan benar. Kemudian gunakan rumus untuk mengetahui tingkat pemahaman Saudara terhadap materi impor ekspor.
TP =
Jumlah jawaban yang benar Jumlah keseluruhan soal
X
100%
Apabila tingkat pemahaman Saudara dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai : 91 %
s.d.
100 %
:
Amat baik
81 %
s.d.
90,99 %
:
Baik
71 %
s.d.
80,99 %
:
Cukup
61 %
s.d.
70,99 %
:
Kurang
Bila tingkat pemahaman belum mencapai 81 % ke atas (kategori ”Baik”), maka Saudara disarankan mengulang materi.
Diklat Fungsional PFPD
29
Teknis Kepabeanan Lanjutan
2. Kegiatan Belajar (KB) 2
PENELITIAN DOKUMEN IMPOR Indikator Keberhasilan : Setelah mempelajari materi diharapkan siswa mampu : 1) Menjelaskan proses penelitian jumlah, jenis dan uraian barang pada dokumen impor dan dokumen pelengkap pabeannya. 2) Menjelaskan proses penelitian atas pemenuhan persyaratan impor dan dokumen pemberian fasilitas kepabeaanan. 3) Menjelaskan proses pengambilan keputusan atas hasil penelitian. 4) Menjawab pertanyaan tentang proses penelitian dokumen impor.
2.1. Uraian contoh dan non contoh
A.
Penelitian Dokumen Impor Dalam materi ini dibahas mengenai tata cara penelitian dokumen impor
yang meliputi penelitian jumlah, jenis dan uraian barang, pemenuhan persyaratan impor, dan proses pengambilan keputusan atas hasil penelitian.
1)
Penelitian jumlah, jenis dan uraian barang.
Sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen (PFPD) diberi wewenang
melakukan penelitian dan
penetapan atas data pemberitahuan pabean. Penelitian dan penetapan atas data pemberitahuan tersebut diperlukan karena sistem kepabeanan yang mengatur bahwa pengisian dan pengajuan dokumen sepenuhnya dilakukan oleh importir (self assessment). Tugas pemeriksaan atas dokumen pabean tersebut berlaku terhadap
semua
dokumen
impor
yang
perlu
dilakukan
pemeriksaan
pabean.terkecuali atas dokumen impor yang diajukan oleh MITA (Mitra Utama). Penelitian dokumen impor berupa PIB (Pemberitahuan Impor Barang) meliputi penelitian PIB dan dokumen pelengkap pabean serta dokumen
Diklat Fungsional PFPD
30
Teknis Kepabeanan Lanjutan
pelengkap pabean lainnya.
Data yang tercantum dalam PIB berasal dari data
yang ada pada dokumen pelengkap pabean dan dokumen pelengkap pabean lainnya. Dokumen pelengkap pabean meliputi dokumen invoice, packing list, B/L, Polis Asuransi. Sedangkan dokumen pelengkap pabean lainnya meliputi dokumen yang mendukung data pada PIB, antara lain: Surat Keputusan pemberian fasilitas/Master List, SKB (Surat Keputusan Bebas pajak dalam rangka impor), SSPCP (Surat Setoran Pabean Cukai dan Pajak), API (Angka Pengenal Impor), NPWP, surat izin PPJK, surat tanda terima jaminan dan perizinan dari instansi terkait lainnya.
Dokumen pelengkap pabean lainnya
biasanya juga disebut sebagai dokumen pelengkap pabean. Pada intinya tugas penelitian dokumen pabean adalah untuk mengetahui apakah dokumen pabean yang diajukan oleh importir benar dan telah memenuhi persyaratan. Dalam hal tertentu pemeriksaan dokumen impor dibantu dengan hasil pemeriksaan fisik barang (misalnya: pada penetapan jalur merah). Pengujian atas kebenaran data pemberitahuan impor tersebut difokuskan pada penelitian uraian barang yang meliputi jumlah, jenis, berat, ukuran dan spesifikasi barang lainnya.
Penelitian data tersebut berkaitan dengan
pemungutan bea masuk dan pemenuhan persyaratan impor. Sebagaimana kita ketahui bahwa unsur penetapan bea masuk adalah tarif dan nilai pabean. Penetapan pos tarif atas suatu komoditi tergantung dari pengenalan barang. Ketrampilan dalam mengidentifikasi suatu barang akan memudahkan tugas penetapan tarif (cara melakukan identifikasi dan klasifikasi barang dibahas dalam modul tersendiri). Oleh karena itu penelitian atas uraian barang ini sangat penting. Suatu jenis barang dapat dikelompokan dan masuk dalam beberapa pos tarif HS (Harmonized System of Nomenclature), tergantung dari uraian barangnya. Pada dokumen impor dengan penetapan jalur hijau, PFPD dapat meminta penjelasan uraian barang jika uraian barang pada PIB dianggap tidak lengkap, sehingga dapat menimbulkan kemungkinan penetapan tarif yang berbeda daripada yang diberitahukan dalam PIB. Pada dokumen impor dengan penetapan jalur kuning, PFPD dapat meminta suatu jenis barang diperiksa di laboratorium untuk memastikan jenis barang yang diimpor.
Diklat Fungsional PFPD
31
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Pada dokumen impor dengan penetapan jalur merah, PFPD dapat mengembalikan laporan hasil pemeriksaan fisik (LHP) untuk dilengkapi oleh Pemeriksa Barang
jika uraian barang tidak jelas sehingga barang dapat
dimasukan dalam beberapa pos tarif. Penetapan jenis barang yang berbeda daripada yang diberitahukan pada PIB dapat berakibat perubahan tarif dan nilai pabean.
Contoh: - Air Condition; AC ada berbagai type. Untuk tipe jendela atau dinding akan masuk pos tarif HS: 8415.10.00.00
sedangkan tipe lainnya dapat masuk
kepos yang berbeda, yaitu pos tarif HS: 8415.82.90.00 - Perabot, perangkat kamar tidur; yang berbahan logam masuk pos tarif 9403.20, yang berbahan kayu masuk pos tarif 9304.50, dan yang berbahan plastik pos tarif 9403.70, tergantung karakter utama/dominan. - Camera; camera film masuk pos tarif HS Bab 9006 namun camera digital masuk pos tarif HS Bab 8525 sebagai barang elektrik. - Pesawat televisi; Penentuan tarif dan nilai pabeannya tergantung dari jenis dan tipenya., berwarna atau tidak berwarna dan berapa ukuran layarnya. - Apple; Apakan apel segar, jus apel, apel kering dan sebagainya. Atas buah apel segar masuk pos tarif 0808.10.00.00 , sedangkan
apel kering pos
0813.30.00.00
Penelitian uraian barang tidak semata-mata dilihat dari lengkap dan panjangnya uraian spesifikasi barang, tetapi harus dilihat apakah dari uraian barang tersebut dapat dimasukan dalam pos tarif yang tepat. Jika dari uraian barang kemungkinan dapat masuk dalam beberapa pos tarif atau masuk dalam pos tarif lain, maka harus diminta penjelasan data barang yang terkait dengan uraian pos tarif dimaksud. Oleh karena itu fokus penelitian adalah pada uraian barang dikaitkan dengan penempatan jenis barang pada pos HS yang tepat. Penelitian atas jumlah barang atau kemasan juga dapat mengakibatkan penetapan tarif dan nilai pabean yang berbeda daripada yang diberitahukan dalam PIB. Dalam dunia perdagangan telah dikenal adanya perbedaan grade dalam suatu komoditi yang berpengaruh pada penggunaan komoditi atau barang tersebut.
Biasanya dikenal dengan
Diklat Fungsional PFPD
pharmacetical grade dan food grade.
32
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Dengan demikian perbedaan grade tersebut akan mempengaruhi perbedaan kelompok barang dalam pos HS dan nilai pabean. Contoh: - Jenis barang: titanium dioksida. - Titanium oksida sebagai bahan kimia murni (pharmacetical grade) masuk kedalam pos HS Bab 2823; - Titanium dioksida sebagai olahan bahan pewarna (industrial grade) masuk kedalam pos HS Bab 3206; - Titanium dioksida (bijih ilmenit) bijih logam dari alam masuk kedalam pos HS Bab 2614. Dari contoh tersebut diatas terlihat bahwa jumlah barang dan packing dapat dijadikan langkah awal untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang dapat mempengaruhi penetapan tarif dan nilai pabean yang jauh berbeda.
Pada
olahan bahan pewarna misalnya, titanium dioksida hanya perlu ditambahkan bahan lain sebanyak 0,8% – 1% sebagai bahan pembantu. Penelitian atas jumlah, jenis dan uraian barang sangat penting dalam hal dilakukan pemeriksaan fisik barang (misalnya pada penetapan dokumen jalur merah). Hasil pemeriksaan fisik harus dapat digunakan untuk menetapkan pos tarif atas barang tersebut. NHI yang kurang jelas dapat dikembalikan kepada Pemeriksa Barang untuk dilengkapi.
Hasil pemeriksaan fisik juga dapat
mempengaruhi penetapan nilai pabean atas barang tersebut. Termasuk keputusan untuk menetapkan
tarif dan nilai pabean yang berakibat tambah
bayar bea masuk dan denda administrasi.
2)
Penenelitian perizinan dan fasilitas pabean.
a. Perizinan Dipandang
dari
sudut
perdagangaan
internasional
kewajiban
pemenuhan persyaratan impor dianggap sebagai hambatan perdagangan. Namun dipihak lain negara berkepentingan melakukan pengawasan atas perdagangan barang tertentu dalam rangka memberikan perlindungan bagi kepentingan masyarakatnya.
Bentuk perlindungan Negara dapat berupa
perizinan maupun pelarangan atas pemasukannya. Pada pelaksanaannya perizinan dimaksud ditetapkan oleh instansi terkait dibidangnya dan
Diklat Fungsional PFPD
33
Teknis Kepabeanan Lanjutan
pengawasannya dilaksanakan oleh DJBC (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai). Sebagaimana diatur dalam pasal 53 Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 bahwa ketentuan
untuk kepentingan pengawasan terhadap pelaksanaan
larangan
dan
pembatasan,
instansi
teknis
terkait
yang
menetapkan peraturan larangan dan pembatasan atas impor atau ekspor wajib memberitahukan kepada Menteri Keuangan untuk ditetapkan dan dilaksanakan oleh DJBC. Contoh: - Daging lembu segar yang diimpor dari Belanda dilarang diimpor berdasarkan keputusan Menteri Pertanian - Gula pasir dan beras hanya dapat diimpor oleh importer yang ditunjuk. - Obat-obatan hanya boleh diimpor setelah mendapat izin/rekomendasi dari Balai POM (Pengawasan Obat dan Makanan). Penelitian atas pemenuhan persyaratan impor dilakukan oleh Pejabat Analyzing Point pada saat data PIB diajukan oleh importir melalui PDE (Pengajuan Dokumen secara Elektronik).
Namun apabila dari hasil
penelitian PFPD barang diimpor yang diberitahukan dalam PIB memerlukan izin/rekomendasi dari instansi terkait, PFPD memberitahukan dan meminta agar importir menyampaikan izin-izin yang diperlukan. Kecuali jika barang impor termasuk dalam barang larangan, maka hal tersebut diberitahukan kepada unit/Kepala Seksi Penindakan untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal PIB ditetapkan jalur kuning atau jalur merah, penelitian dilakukan setelah berkas hardcopy dokumen PIB diterima. Jika dari hasil penelitian atas barang impor yang diberitahukan dalam PIB dimaksud memerlukan perizinan dari instansi terkait, maka hal itu harus dipenuhi terlebih dahulu. Jika dari hasil penelitian terdapat barang impor yang terkena peraturan larangan dan pembatasan yang tidak diberitahukan atau diberitahukan tidak benar dalam PIB, maka hal tersebut diberitahukan kepada Kasi penindakan untuk diproses lebih lanjut. Barang tersebut statusnya menjadi barang yang dikuasai Negara. Contoh: - Dalam satu party barang diberitahukan berupa spare part sepeda motor, hasil pemeriksaan didapati adanya sepeda motor.
Diklat Fungsional PFPD
34
Teknis Kepabeanan Lanjutan
- Dalam satu party barang diberitahukan pakaian anak-anak, hasil pemeriksaan fisik barang ternyata berupa impor pakaian bekas. Pada prinsipnya penelitian dokumen pemberitahuan pabean bertolak dari pertanyaan: - Apa barang yang diimpor; - Apakah barang tersebut terkena peraturan larangan dan pembatasan; - Apakah ada /dapat diperoleh izinnya; - Apa tindak lanjutnya jika izin tidak diperoleh atau merupakan barang larangan.
b. Fasilitas Pabean Dalam Undang-undang Kepabeanan (Undang-undang No. 10 tahun 1995 dan No.17 tahun 2006) beberapa aspek yang dianut dalam rangka upaya meningkatkan kelancaran arus barang dan perdagangan luar negara, serta upaya bagi peningkatan pertumbuhan perekonomian nasional adalah pemberian kemudahan atau fasilitas dan pemberian insentif yang diharapkan akan memberikan manfaat bagi pertumbuhan ekonomi. Pengertian fasilitas atau kemudahan di bidang Kepabeanan dapat diartikan sebagai : - Fasilitas atau kemudahan pelayanan Pabean yang berupa kemudahan dalam pengurusan barang/dokumen impor/ekspor, contohnya : Pelayanan segera,
pengeluaran
lebih
dahulu
(vooruitslag),
prenotifications,
pembayaran berkala, pemeriksaan di gudang Importir, dan sebagainya. - Fasilitas Kepabeanan yang berupa
pemberian Pembebasan atau
keringanan Bea Masuk, contohnya: pembebasan Bea Masuk atas impor Mesin dan bahan baku dalam rangka ekspor. Fasilitas ini merupakan insentif yang diharapkan akan memberikan manfaat bagi pertumbuhan perekonomian nasional. - Fasilitas Kepabeanan yang berupa pemberian penangguhan Bea Masuk. Penangguhan adalah peniadaan sementara kewajiban membayar Bea Masuk sampai timbul kewajiban untuk membayar Bea Masuk, sesuai ketentuan yang berlaku.
Contoh fasilitas ini adalah fasilitas Tempat
Penimbunan Berikat.
Diklat Fungsional PFPD
35
Teknis Kepabeanan Lanjutan
- Fasilitas GSP (General System of Preference) atau sistem preferensi umum yaitu pengurangan tarif Bea Masuk berdasarkan kesepakatan Internasional/Regional,
Contoh :
Penurunan tarif Bea Masuk dalam rangka ASEAN PTA’S (Preferential Tariff Arrangement) yang dikenal dengan CEPT for AFTA (Common Effective Prefentional Tariff). Penetapan tarif Bea Masuk tersebut dikenakan atas beberapa komoditi barang yang diimpor dari negara-negara Asean. Besarnya dalam rangka CEPT tersebut lebih rendah dari tarif Bea Masuk yang berlaku umum sebagaimana dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (H.S). Tarif Bea Masuk tersebut hanya berlaku terhadap importasi barang yang telah dilengkapi dengan Surat Keterangan asal atau Certificate of Origin (Form D), sebagai lampiran PIB (Pemberitahuan Impor Barang). Preferensi tariff semacam itu telah berkembang terhadap barang-barang yang diimpor dari China, India, Jepang dan kemungkinan juga negara lainnya. Dalam rangka pelaksanaan tugas penelitian dokumen, PFPD melakukan penelitian PIB dan dokumen pelengkap pabean lainnya, termasuk surat keputusan pemberian fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk. Dokumen keputusan pemberian fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk yang dilampirkan pada PIB dapat berupa M/L, Surat Keputusan dari DJBC ataupun dari instansi lain seperti:
Departemen Keuangan, M/L(
Master List), SKA/Form D/Form E, SKB (Surat Keterangan Bebas) PPh.Psl.22 dan sebagainya. Dalam hal barang yang diimpor mendapat fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk dan PDRI (Pajak Dalam Rangka Impor), maka pada prinsipnya penelitian dokumen bertolak dari pertanyaan: -
Apakah dokumen dasar/surat keputusan pemberian fasilitas dilampirkan pada PIB;
-
Apakah dokumen dasar/surat keputusan pemberian fasilitas valid.
Diklat Fungsional PFPD
36
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Apakah barang yang diimpor sesuai dengan surat keputusan atau
-
dokumen dasar pemberian fasilitas dimaksud; Apa tindak lanjut jika dokumen dasar pemberian fasilitas tidak valid atau
-
barang yang diimpor berbeda. Lebih lanjut dalam Modul ini
akan dibahas criteria dan persyaratan
pemberian fasilitas pembebasan dan/atau keringanan Bea Masuk, yaitu:
i.
Pembebasan Bea Masuk Fasilitas Pembebasan Bea Masuk diatur dalam Pasal 25 Undang-
undang No. 17 tahun 2006. Pembebasan Bea Masuk adalah peniadaan pembayaran Bea Masuk yang diwajibkan. Pembebasan Bea Masuk yang diberikan dalam pasal ini adalah pembebasan yang bersifat mutlak, artinya jika persyaratan yang diatur dalam pasal tersebut di atas dipenuhi, barang yang diimpor tersebut diberi pembebasan Bea Masuk. Barang-barang impor yang dapat diberikan fasilitas pembebasan Bea Masuk adalah : -
Barang Perwakilan Negara Asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan azas
-
ocial balik;
Barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia;
-
Buku ilmu pengetahuan;
-
Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal,
ocial
atau kebudayaan; -
Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang berbuka untuk umum;
-
Barang
untuk
keperluan
penelitian
dan
pengembangan
ilmu
pengetahuan; -
Barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
-
Persenjataan, amunisi dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
-
Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
Diklat Fungsional PFPD
37
Teknis Kepabeanan Lanjutan
-
Barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan;
-
Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
-
Barang pindahan;
-
Barang pribadi penumpang; awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas nilai Pabean dan/atau jumlah tertentu.
-
Obat-obatan
yang
diimpor
dengan
menggunakan
anggaran
pemerintah yang diperuntukan bagi kepentingan masyarakat. -
Barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian.
-
Barang yang telah diekspornkemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama dengan kualitas pada saat diekspor.
-
Bahan terapi manusia, pengelompokan darah, dan bahan penjenisan jaringan.
ii. Pembebasan atau Keringanan Bea Masuk Pembebasan atau keringanan Bea Masuk yang diberikan dalam pasal 26 Undang-undang No. 17 tahun 2006, adalah pembebasan yang bersifat relatif, dalam arti bahwa pembebasan yang diberikan didasarkan pada beberapa persyaratan dan tujuan tertentu, sehingga terhadap barang impor dapat diberikan pembebasan atau keringanan Bea Masuk. Yang dimaksud dengan keringanan Bea Masuk adalah pengurangan sebagian pembayaran Bea Masuk yang diwajibkan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang kepabeanan. Keputusan apakah atas suatu barang akan diberikan pembebasan atau keringanan Bea Masuk, tergantung kondisi yang ada saat itu dalam memutuskan kebijakan pemerintah yang akan dilaksanakan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan.
Keputusan
Sebagai contoh,
barang dan bahan dalam rangka pembangunan dan pengembangan industri sebelumnya (tahun 90’an) diberikan pembebasan Bea Masuk, tapi sekarang ini dipungut Bea Masuk sebesar 5% (diberikan keringanan Bea Masuk). Pembebasan atau keringanan Bea Masuk yang dapat diberikan atas barang impor adalah : -
Barang dan bahan untuk pembangunan dan pengembangan industri dalam rangka penanaman modal;
Diklat Fungsional PFPD
38
Teknis Kepabeanan Lanjutan
-
Mesin untuk pembangunan dan pengembangan industri;
-
Barang dan bahan dalam rangka pembangunan dan pengembangan industri untuk jangka waktu tertentu;
-
Peralatan dan bahan yang digunakan untuk mencegah pencemaran lingkungan;
-
Bibit dan benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan dan perikanan;
-
Hasil laut yang ditangkap dengan sarana penangkapan yang telah mendapat izin;
-
Barang yang mengalami kerusakan, penurunan mutu, kemusnahan atau penyusutan volume atau berat karena alamiah antara saat diangkut kedalam Daerah Pabean dan saat diberikan persetujuan impor untuk dipakai;
-
Barang oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditunjukkan untuk kepentingan umum;
-
Barang untuk keperluan olah raga yang diimpor oleh induk organisasi olah raga nasional.;
-
Barang untuk keperluan proyek pemerintah yang dibiayai dengan pinjaman dan/atau hibah dari luar negeri; Barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang
-
lain dengan tujuan untuk diekspor;
Pada prinsipnya pemberian fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk diberikan oleh instansi yang melakukan pembinaan. Jika instansi terkait
telah
memberikan
rekomendasi
pemberian
fasilitas
maka
permohonan fasilitas dapat diberikan oleh Menteri Keuangan atau Pejabat lain yang ditunjuk.. Surat Keputusan Pemberian Pembebasan atau Keringanan Bea Masuk harus dilampirkan pada PIB sebagai Dokumen Pelengkap Pabean Sebagaimana prinsip dalam aturan perbendaharaan negara dan juga diatur dalam Undang-undang No. 17 tahun 2006 jo. No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan, bahwa yang berhak memberikan pembebasan maupun pengurangan (keringanan) pembayaran Bea Masuk adalah Menteri Keuangan. Namun dalam pelaksanaannya dalam beberapa hal Menteri
Diklat Fungsional PFPD
39
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Keuangan memberikan delegasi wewenang pemberian pembebasan dan keringanan bea masuk kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat lain yang ditunjuk, untuk menandatangani Surat Keputusan Pemberian Pembebasan dan Keringanan Bea Masuk, atas nama Menteri Keuangan. Sebelum barang impor tiba di pelabuhan Indonesia, atau setidaktidaknya sebelum diajukan dokumen impor (Pemberitahuan Impor Barang), Importir harus memperoleh surat Keputusan Pemberian Pembebasan dan Keringanan Bea Masuk yang akan dilampirkan pada dokumen PIB yang bersangkutan, apabila Surat Keputusan pembebasan dimaksud tidak diperoleh, maka Importir harus melunasi seluruh pungutan Impor yang meliputi pembayaran Bea Masuk dan PDRI (Pajak Dalam Rangka Impor). Surat Keputusan Pemberian Pembebasan dan Keringanan Bea Masuk meliputi SK dan lampiran barang (jika jumlah/jenis barang banyak) yang biasanya disebut Master List (M/L). Kadang-kadang tidak seluruh barang di impor sekaligus, bisa juga hanya sebagian barang di impor dalam satu PIB. Untuk itu importir harus melakukan pemotongan M/L terlebih dahulu ke Bendaharwan Bea
Cukai
dan
melampirkan Copy M/L
yang telah
ditandasahkan oleh Bendaharawan Bea Cukai. Pejabat Pemeriksa dokumen harus meneliti nomor dan tanggal Surat Keputusan dimaksud sebagaimana yang tercantum dalam PIB yang harus sesuai dengan SK atau M/L yang dilampirkan pada PIB, untuk mengecek keabsahan SK dimaksud, jika diperlukan dapat mencocokannya dengan salinan SK yang dikirm oleh Unit Penerbit SK dimaksud kepada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai terkait.
B.
Proses Pengambilan Keputusan Atas Hasil Penelitian Dalam materi ini dibahas mengenai proses pengambilan keputusan atas
hasil penelitian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), serta hasil penelitian PIB dan dokumen pelengkap pabeannya.
Diklat Fungsional PFPD
40
Teknis Kepabeanan Lanjutan
1)
Keputusan atas hasil penelitian LHP.
Pada pengajuan dokumen impor (PIB) dengan penetapan jalur merah; ataupun pada kasus-kasus dimana party barang dilakukan pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan fisik barang dituangkan dalam LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) dan BA (Berita Acara Pemeriksaan). Pemeriksaan fisik barang dimaksudkan untuk mengetahui jumlah, jenis dan spesifikasi barang, untuk dibandingkan dengan dokumen pemberitahuan impor. Dari hasil pemeriksaan fisik tersebut dapat diketahui apakah pemberitahuan yang disampaikan kepada pihak Bea dan Cukai benar atau tidak benar. Disamping itu hasil pemeriksaan fisik juga bertujuan untuk menetapkan tarif dan nilai pabean dengan tepat. Penempatan suatu barang dalam pos tarif BTBMI (Buku Tarif Bea Masuk Indonesia) tergantung dari berbagai hal. Penetapan pos tarif ada yang didasarkan pada bahan pembuat barang tersebut ( kayu, besi, bahan plastik ), ukuran ( TV 14”, 32” ), kapasitas/daya ( kapasitas 50 kg, mesin 1500 cc ), fungsi barang dan sebagainya.
Oleh karena itu dalam membaca LHP harus
diperhatikan faktor-faktor yang akan menentukan suatu barang masuk dalam suatu pos tarif. Contoh: Dalam LHP disebutkan uraian barang seperangkat furniture, yaitu 1 set tempat tidur ukuran 180 x 120 cm, 2 bh nakas, 2 bh bantal, 2 bh guling dan penutup/ bed cover. Merk: Sleep Soft, Made in China. Uraian barang dalam LHP tersebut tidak dapat digunakan untuk menetapkan tarif pos, karena penempatan tempat tidur tersebut dalam pos BTBMI tergantung dari bahan pembuatnya. Tempat tidur yang terbuat dari kayu berbeda pos tarifnya dengan tempat tidur yang terbuat dari besi, atau dari rotan, atau dari plastik. Terhadap LHP dengan pencantuman barang seperti tersebut diatas, harus dikembalikan kepada pejabat pemeriksa barang untuk dilakukan pemeriksaan ulang, dengan catatan atensi bahan pembuatnya. Disamping penetapan tarif, LHP juga dapat mempengaruhi penetapan nilai pabean. Barang dengan tipe dan spesifikasi yang sama dapat berbeda harganya jika diproduksi oleh pabrik yang berbeda.
Perbedaan merek, negara asal, tipe
atau spesifikasi barang lainnya, walaupun barangnya sama dapat mengakibatkan
Diklat Fungsional PFPD
41
Teknis Kepabeanan Lanjutan
harga yang berbeda. Oleh karena itu dalam membaca LHP harus diperhatikan faktor-faktor yang dapat menentukan nilai atau harga suatu barang. Contoh: Dalam LHP disebutkan uraian barang berupa 10 unit pesawat televisi berwarna ukuran 32”, type :LCD TV, spek: 32CV500E, made in Japan. Uraian barang dalam LHP tersebut tidak dapat digunakan untuk menetapkan nilai pabean, karena harga barang tersebut tergantung dari mereknya. Pesawat televisi dengan jenis, type dan ukuran yang sama dapat berbeda harganya. - LCD TV 32” made in Japan, spek: 32CV500E merek: Toshiba, harganya USD 869,5; - LCD TV 32” made in Japan, spek: TX-32LX80
merek: Panasonic,
harganya USD 978,2 Terhadap LHP dengan pencantuman barang seperti tersebut diatas, harus dikembalikan kepada pejabat pemeriksa barang untuk dilakukan pemeriksaan ulang, dengan catatan atensi merek barangnya.
2)
Keputusan atas hasil penelitian PIB dan dokumen pelengkap pabean.
Pada
umumnya
importir
menuliskan
uraian
barang
pada
PIB
(Pemberitahuan Impor Barang) sesuai dengan uraian barang yang tertera pada packing list. Adakalanya penulisan uraian barang pada PIB tidak jelas, sehingga sulit bagi pejabat pemeriksa dikumen untuk menetapkan tarif dan/atau nilai pabeannya. Pada kasus-kasus tertentu penulisan uraian barang sengaja dibuat tidak jelas untuk mengelabui petugas.
Dalam hal demikian pejabat pemeriksa
dokumen harus meneliti dokumen pelengkap pabeannya (invoice, packing list, B/L dsb), melakukan penelitian kewajaran data dalam dokumen pemberitahuan maupun dokumen pelengkap pabeannya, mengambil kesimpulan dan membuat suatu keputusan atas pengajuan dokumen pabean tersebut. Apabila dokumen pelengkap pabeannya juga tidak jelas, pejabat pemeriksa dokumen dapat meminta tambahan/penjelasan uraian barang.
Jika
diperlukan dapat juga meminta contoh barang, untuk kepentingan penetapan tarif dan/atau nilai pabeannya. Contoh:
Diklat Fungsional PFPD
42
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Dalam PIB kolom uraian barang tercantum: Perlengkapan olah raga/training sport ( Indoor Sport Acc. Etc. Sport Training ); 190 crt, 1250 Kgs Jumlah dan jenis satuan: - KW – 942 M, - X – FIT 2,
90 pcs, 200 pcs,
90 crt,
450 Kgs.
100 crt,
800 Kgs.
Sebelum membuat kesimpulan atas pemberitahuan pabean tersebut, pejabat pemeriksa dokumen harus menganalisis jenis dan jumlah barang dalam uraian barang yang akan diimpor. Jika diberitahukan sebagai baju olah raga, dokumen pemberitahuan tersebut patut dicurigai. - Jenis KW – 942 M, jumlahnya 90 pcs, dikemas dalam 90 crt @ 1 pcs @ 5 kgs. - Jenis X – FIT 2, jumlahnya 200 pcs, dikemas dalam 100 crt @ 2 pcs @ 4 kgs. Jika berat barang 1 pcs = 5 kg, maka jenis barang dapat dipastikan bukan baju olah raga. Pejabat pemeriksa dokumen harus meminta penjelasan uraian
barang
atau contoh barang. Selanjutnya membuat keputusan atas pemberitahuan yang diajukan, dengan menerbitkan Notul ( Nota Pembetulan ) Pada beberapa kasus penulisan uraian barang sengaja disamarkan untuk menghindari penetapan tarif dan nilai pabean yang tinggi. Uraian jumlah, jenis barang tetap mengacu pada dokumen pelengkap pabean ( Packing List), tetapi dengan merubah harga barang pada invoice.
Apabila dicermati dokumen
pelengkap pabeannya, akan terlihat ketidakwajaran pemberitahuan dalam dokumen impornya. Contoh: Dalam PIB kolom uraian barang tercantum: Note Book ( buku catatan ) Ienovo, 100 crt, 160 kgs. Jumlah dan jenis satuan: Thinkpad T 61 – A26 50 crt, 50 pcs, 80 kgs Thinkpad T 61 – A24 50 crt, 50 pcs, 80 kgs Pihak importir memberitahukan jenis barang dalam PIB sebagai buku catatan (Note Book).
Jika diteliti dokumen pelengkap pabeannya, didapati sesuai
Diklat Fungsional PFPD
43
Teknis Kepabeanan Lanjutan
dengan pemberitahuan, yaitu note book. Namun uraian barang dalam invoice mencantumkan spek barang yaitu: - Thinkpad T 61– A26 Intel Core 2 Duo T8300 Processor, 50 crt, 50 pcs, 80 kgs. - Thinkpad T 61– A24 Intel Core 2 Duo T8300 Processor, 50 crt, 50 pcs, 80 kgs. Jika dicermati lebih lanjut terlihat ketidak wajaran jumlah/berat, jenis dan spesifikasi uraian barang. Informasi dalam dokumen pelengkap pabean menunjukan bahwa yang dimaksud dengan Note Book adalah komputer jenis laptop, bukan buku catatan. Pejabat pemeriksa dokumen harus meminta penjelasan uraian barang, brosur
atau
contoh
barang.
Selanjutnya
membuat
keputusan
atas
pemberitahuan yang diajukan, dengan menerbitkan Surat Penetapan Tarif dan Nilai Pabean (SPTNP).
3)
Keputusan atas kasus-kasus pada penetapan jalur.
Sebagaimana telah dijelaskan pada KB1 diatas bahwa PFPD (Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen) menetapkan tarif dan nilai pabean
untuk
perhitungan bea masuk dan pungutan impor lainnya ( berdasarkan pasal 16 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006). Dalam rangka memberikan kepastian pelayanan kepada masyarakat dalam hal pemberitahuan dokumen impor (PIB) telah didaftarkan, maka penetapan atas tarif dan nilai pabean harus sudah diberikan dalam waktu 30 (tiga puluh hari) sejak tanggal pendaftaran PIB. Batas waktu 30 hari dianggap cukup bagi Pejabat bea dan cukai untuk mengumpulkan informasi sebagai dasar pertimbangan dalam mengambil keputusan penetapan tarif dan nilai pabean. Dalam mengambil keputusan atas dokumen impor, PFPD telah dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai antara lain data profile (profile komoditi, profile harga, profile importir, dsb) , sehingga keputusan yang diambil diharapkan dapat dilakukan secara profesional. Sebagai rambu-rambu Undang-undang Kepabeanan telah menetapkan aturan bagi Pejabat bea dan cukai dalam menetapkan atau menghitung bea masuk atau bea keluar.
Diklat Fungsional PFPD
Dalam pasal 113B Undang-undang Kepabeanan
44
Teknis Kepabeanan Lanjutan
disebutkan bahwa apabila Pejabat bea dan cukai
dalam menghitung atau
menetapkan bea masuk atau bea keluar tidak sesuai dengan Undang-undang Kepabeanan sehingga mengakibatkan belum terpenuhinya pungutan negara, Pejabat bea dan cukai dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan
adanya
pasal
tersebut
PFPD
diharapkan
dapat
bekerja
profesional, namun PFPD tidak boleh melakukan penetapan secara sewenangwenang. Keputusan yang demikian akan merugikan pengguna jasa kepabeanan dan membuat citra buruk institusí Bea dan Cukai. Pada prinsipnya pembuatan keputusan oleh PFPD yang dilakukan atas PIB adalah penetapan tarif dan nilai pabean. Disamping tugas penetapan tersebut PFPD juga melakukan penelitian atas dokumen impor yang meliputi pemenuhan persyaratan impor. Persyaratan impor tersebut menyangkut perizinan atau rekomendasi oleh instansi terkait atas importasi barang
larangan dan
pembatasan, maupun persyaratan fasilitas kemudahan pelayanan kepabeanan dan fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk. Sebagai contoh: -
izin impor makanan/minuman/obat-obatan dari Badan POM;
-
izin/rekomendasi Karantina khewan/tumbuh-tumbuhan;
-
izin/rekomendasi dari Kepolisian, Kejaksaan, dsb;
-
Surat Keputusan Pembebasan Bea Masuk dan PDRI dari Menteri Keuangan;
-
SKA/CoO/Model D/Model E dalam hal mendapat preferensi tarif bea masuk. Sehubungan dengan tugas-tugas tersebut, berikut ini disampaikan
beberapa kasus yang terjadi dalam proses pengambilan keputusan.
Kasus-
kasus meliputi hasil penelitian yang dilakukan atas dokumen impor/PIB yang mendapatkan penetapan jalur hijau, jalur kuning dan jalur merah.
Pada
penetapan jalur MITA pada prinsipnya tidak dilakukan pemeriksaan pabean. Namun dalam beberapa kasus ditemui adanya pemeriksaan pabean/dokumen atas jalur MITA non prioritas.
Diklat Fungsional PFPD
45
Teknis Kepabeanan Lanjutan
C.
Kasus-kasus pada penetapan jalur
1)
Kasus pada Jalur Hijau.
Pelayanan
dokumen PIB dengan
penetapan
jalur
hijau
diberikan
berdasarkan variable-variable yang telah ditetapkan, antara lain diberikan terhadap importasi dengan kategori importir beresiko rendah atau menengah dengan komoditi beresiko rendah atau menengah. Oleh karena itu pada kasus jalur hijau hanya dilakukan penelitian dokumen setelah barang diberikan izin keluar. Penelitian pemenuhan persyaratan atas impor barang larangan dan pembatasan
dilakukan pada saat data diterima oleh pabean (sistem aplikasi
pelayanan pabean) dan diberikan keputusan pada hari yang sama. Walaupun demikian pada hakekatnya dokumen yang diajukan oleh importir/ yang berkepentingan tidak tertutup kemungkinan terjadi antara lain adanya kesalahan, baik berupa pengisian data pada dokumen tentang tarif dan harga maupun pemenuhan persyaratan impor. Adakalanya pada penetapan jalar hijau, pemberitahuan impor terkena random pemeriksaan melalui X-Ray.
Dalam hal tersebut jika diperlukan
pemeriksaan fisik, maka penetapan hasil pemeriksaan fisik dilakukan oleh PFPD. Berikut ini beberapa contoh kasus pada penetapan jalur hijau: a. Barang larangan dan/atau pembatasan Importir menyampaikan berkas PIB dan dokumen pelengkap pabeannya setelah SPPB diterbitkan. PFPD meneliti berkas PIB dan dokumen pelengkap pabeannya. Dalam PIB kolom uraian barang tercantum jenis barang sebagai berikut: Boneless Beef Chock, 660 ctns, 15.053 kgs, origin: India Check profile barang larangan/pembatasan. Hasil penelitian pada Analyzing Point barang tersebut merupakan barang yang dilarang diimpor. Berdasarkan hal tersebut kepada importir diberikan respon/informasi
setentangnya
dengan
Nota
Pemberitahuan.
Nota
Pemberitahuan ini juga disampaikan ke unit Penindakan. Importir diminta mereekspor barang tersebut; atau memusnahkannya dibawah pengawasan instansi terkait.
Diklat Fungsional PFPD
46
Teknis Kepabeanan Lanjutan
b. Nilai Pabean Importir menyampaikan berkas PIB dan dokumen pelengkap pabeannya setelah SPPB diterbitkan. PFPD meneliti berkas PIB dan dokumen pelengkap pabeannya. Dalam PIB diberitahukan jenis dan jumlah barang sbb: Fresh Ponkam Mandarins ( jeruk keprok segar ). Jumlah barang: 15.900 Ctns @ 9 Kgs/Ctn. SPPB sudah diterbitkan dan barang sudah keluar. Penelitian atas berkas IB kedapatan harga barang sebagaimana tercantum dalam invoice CIF USD 8,30/ctn. Data banding Profil Harga Pusat untuk barang yang sama CIF USD 9,70/ctn.
Namun karena profile importir maupun profile komodity
resiko rendah (low risk), terhadap importir tidak disampaikan INP (Informasi Nilai Pabean).
Dalam hal komoditi termasuk kategori médium risk, importir
akan diberikan INP.
Apabila pernyataan nilai pabean (Deklarasi Nilai
Pabean) tidak dapat diterima, PFPD akan menetapkan nilai pabean sesuai tatacara penetapan nilai pabean; dan selanjutnya akan membuat Notul. c. Tarif Importir menyampaikan berkas PIB dan dokumen pelengkap pabeannya setelah SPPB diterbitkan. PFPD meneliti berkas PIB dan dokumen pelengkap pabeannya. Dalam PIB diberitahukan jenis dan jumlah barang: 10 ML Bigen Amber Empty Bottle (botol kosong warna coklat) uk. 10 ml. Jumlah barang: 18 pallet @ 312 pack @ 195 pcs . Pos tarif: 7010.90.9000 BM: 5%. SPPB sudah diterbitkan dan barang sudah keluar.
Penelitian atas berkas
PIB
uraian
dan
dokumen
pelengkapnya
kedapatan
jenis
barang
diberitahukan kurang jelas, apakah botol kaca ataukah botol plastik. Sesuai ketentuan dalam menginterpretasi tarif beserta catatan Bab dan Bagian, barang-barang dari plastik masuk dalam Bab plastik, yaitu pos tarif 3923.30.9000 BM: 20%. Dalam hal ini importir akan diminta menyampaikan penjelasan uraian barang. Apabila ternyata barang tersebut terbuat dari plastik, PFPD akan menetapkan tarif barang sesuai tatacara penetapan tarif; dan selanjutnya akan membuat Notul.
Diklat Fungsional PFPD
47
Teknis Kepabeanan Lanjutan
d. Bea Masuk Tambahan Importir menyampaikan berkas PIB dan dokumen pelengkap pabeannya setelah SPPB diterbitkan. PFPD meneliti berkas PIB dan dokumen pelengkap pabeannya. Dalam PIB diberitahukan jenis dan jumlah barang: Hot Rolled Coil Jumlah barang 18 coil, 46,8000 MT Origin China, Pemasok: Angang Steel Company Ltd SPPB sudah diterbitkan dan barang sudah keluar.
Penelitian atas berkas
PIB dan dokumen pelengkapnya kedapatan jenis barang yang diberitahukan masuk dalam pos tarif 7208.26, terkena bea masuk anti dumping sebesar 25,18%.
Apabila ternyata atas barang tersebut belum dibayar bea masuk
tambahannya, PFPD akan menetapkan tarif barang sesuai tarif bea masuk anti dumping; menghitung bea masuk dan PDRInya dan selanjutnya akan membuat Notul. Notul dibuat secara manual karena tidak ada programnya dalam sistem aplikasi. Sebagai tambahan, selain penetapan Notul secara manual atas barang yang terkena Bea Masuk Anti Dumping/Bea Masuk Imbalan, pembuatan Notul secara manual juga dilakukan dalam hal pelanggaran dalam pemberitahuan pabean yang mengakibatkan pengenaan denda sebesar Rp 5.000.000,sebagaimana diatur dalam pasal 114 Undang-undang Kepabeanan.
2)
Kasus pada Jalur Kuning.
Berbeda dengan penetapan jalur hijau, terhadap dokumen impor dengan penetapan jalur kuning dilakukan penelitian atas hard copy dokumen impor beserta dokumen pelengkap pabeannya sebelum diberikan SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang Impor). Penelitian meliputi kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan dan keabsahannya. Untuk dapat memberikan keputusan atas hasil penelitian atau penetapan tarif dan nilai pabean, PFPD memerlukan data/uraian barang yang lengkap.
Dalam hal demikian kadang-
kadang diperlukan tambahan penjelasan uraian barang. Adakalanya penelitian dokumen yang diserahkan oleh importir atau penjelasan uraian barang tidak
Diklat Fungsional PFPD
48
Teknis Kepabeanan Lanjutan
memuaskan Pejabat bea dan cukai sehingga diperlukan pengambilan contoh barang. Berikut ini beberapa kasus pada penetapan jalar kuning : a. Kelengkapan dokumen Dalam PIB diberitahukan jenis dan jumlah barang: Indian soyabean meal/bahan baku pakan ternak. Jumlah barang: 11 x 40’ FCL, 5885 bags @ 50 kgs, total 295.950 MTS Gross Net. Sesuai ketentuan yang berlaku pemasukan bahan baku pakan ternak tersebut memerlukan perizinan dari instansi terkait.
Penelitian atas berkas PIB dan dokumen pelengkapnya
kedapatan beberapa dokumen yang belum dilampirkan pada PIB, yaitu: invoice, B/L, Surat Keterangan dari Karantina Tanaman, Surat Keterangan dari Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Peternakan.
Dalam hal ini
importir akan diminta menyampaikan dokumen pelengkap pabean tersebut. Apabila dokumen terkait telah disampaikan, PFPD akan meneliti dokumen pelengkap pabean, menetapkan tarif dan nilai pabean atas barang tersebut sesuai tatacara penetapan tarif dan nilai pabean; dan selanjutnya akan menerbitkan SPPB. b. Uraian barang Dalam PIB diberitahukan jenis dan jumlah barang: Australia “Red Globe” brand, 1 cont 1000 box, weight 20.610 kgs. Penelitian atas berkas PIB dan dokumen pelengkapnya kedapatan barang hasil pertanian berupa anggur. Namun uraian barang kurang jelas apakah anggur segar, anggur kering, anggur dalam kaleng/olahan dsb.
Dalam hal ini importir akan diminta
menyampaikan penjelasan uraian barang tersebut.
Apabila
penjelasan
telah disampaikan, PFPD akan menetapkan tarif dan nilai pabean atas barang tersebut sesuai tatacara penetapan tarif dan nilai pabean, meneliti persyaratan impornya; dan selanjutnya akan menerbitkan SPPB. c. Barang larangan dan pembatasan Dalam PIB diberitahukan jenis dan jumlah barang: 1 set AK- SL Dual Flow Used Dyeing Machine, Model AK-SL 250 incl. Acc. Penelitian atas berkas PIB dan dokumen pelengkapnya (invoice dan packing list) kedapatan machine tersebut sebagai used machine mesin bekas). Persyaratan untuk mengimpor barang/mesin bekas adalah dengan izin Departemen Perdagangan.
Diklat Fungsional PFPD
Importir diminta menyerahkan perizinan terkait
49
Teknis Kepabeanan Lanjutan
dalam jangka waktu 3 hari kerja, dengan Nota Pemberitahuan.
Apabila
persyaratan dipenuhi, PFPD merekam izin dimaksud kedalam sistem aplikasi untuk penerbitan SPPB, namun jika tidak dipenuhi PFPD meneruskan
berkas PIB dan Nota Pemberitahuan kepada Seksi
Penindakan. d. Nilai Pabean Dalam PIB diberitahukan jenis dan jumlah barang: 1x40’ HC Container STC 400 Cartons Various Rubber Product, Air Filled Rubber Cot Sheet, grade 2, size: 90x60 cm, origin: Malaysia. Jumlah barang: 400 Ctns, 14.400 pcs. Penelitian atas berkas PIB dan dokumen pelengkapnya kedapatan barang berupa perlak bayi. Harga dalam invoice CNF USD 0,92/pc Total USD 13,248.00. Dokumen pelengkap pabean dilampirkan. Dalam penelitian DBH I (profle harga pusat) tidak didapatkan data barang identik maupun serupa. Nilai pabean tidak dapat diterima (metode I) gugur, penelitian dilanjutkan dengan menggunakan metode II sampai VI. Dari data importasi yang ada pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai (Menú Laporan Harian PFPD), didapatkan data sebagai berikut: No. 1.
PIB
Tanggal
Importir
0046xx
04/01/08
PT. X
Uraian
Air Filled Rubber Cot Sheet 90 x 60 cm 2. 0057xx 07/03/08 PT. Y Air Filled Rubber Cot Sheet 90 x 60 cm 3. 0078xx 12/06/08 PT. Z Air Filled Rubber Cot Sheet 90 x 60 cm Catatan: tidak ada keterangan kualifikasi (grade ) barang
Neg.Asal
Harga
Malaysia
USD 1.50
Malaysia
USD 1.50
Malaysia
USD 1.50
Hasil pengujian kewajaran nilai pabean (dituangkan pada lembar formulir BCF 2.7) tidak wajar. Penelitian atas profile importir, médium risk. Dari hasil penelitian tersebut PFPD menetapkan nilai pabean atas importasi barang tersebut diatas berdasarkan metode VI sebesar USD 21,168,00 dan selanjutnya akan membuat Notul. e. Tarif Dalam PIB diberitahukan jenis dan jumlah barang, yaitu:
Diklat Fungsional PFPD
50
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Oil Filter, bagian dari mesin piston pembakar dalam, RH.1302; jumlah 375 Ctn @ 1 pc = 375 pcs. Origin: Japan. Pos tarif BTBMI atas barang tersebut HS: 8409.91.1900 BM: 0 %, PPN: 10%. Hasil penelitian dokumen khususnya pada uraian barang, walaupun oil filter merupakan bagian dari mesin namun sesuai ketentuan menginterpretasi tarif khususnya catatan bagian yaitu “bagian untuk pemakaian umum”, oli filter masuk kedalam pos HS 8421.23.9100, BM: 5%, PPN: 10%.
Dari hasil
penelitian tersebut PFPD menetapkan tarif atas barang tersebut sesuai BTBMI dan selanjutnya akan membuat Notul. f. Fasilitas Dalam PIB diberitahukan jenis dan jumlah barang: Fresh Ya Pears (buah pir segar) 1.283 Ct @ 18 kgs/Ctn. Origin: China. Pos tarif BTBMI atas barang tersebut: 0808.20.0000 BM: 5%, PPN: 10%. Importasinya mendapatkan pembebasan bea masuk berdasarkan preferensi tarif Asean PTA’s. Hasil penelitian atas berkas PIB dan dokumen pelengkapnya kedapatan dokumen pelengkap pabean telah dilampirkan termasuk surat izin karantina. Namun Surat Keterangan Asal (SKA/Form E) atau Certificate of Origin (CoO) belum dilampirkan. Persyaratan untuk mendapatkan tarif preferensi adalah menyerahkan CoO.
Oleh karena itu importir diminta menyerahkan CoO
yang diterbitkan oleh Institusi terkait di luar negeri. Apabila dokumen yang diminta telah disampaikan, PFPD akan meneliti keabsahan dokumen dan persyaratan impor lainnya; dan selanjutnya akan menerbitkan SPPB.
3)
Kasus pada Jalur Merah.
Pengajuan pemberitahuan impor yang ditetapkan jalur merah menimbukan respon SPJM (Surat Pemberitahuan Jalar Merah) bagi importir.
Dalam hal
demikian importir wajib menyampaikan hard copy PIB deserta dokumen pelengkap pabean dan menyiapkan barang untuk diperiksa.
Laporan hasil
pemeriksaan fisik (LHP) akan dibandingkan dengan pemberitahuan pabean (PIB) dan menjadi acuan atau dasar untuk melakukan penetapan atau keputusan atas impor
barang
dimaksud.
Hasil keputusan
bisa
menghasilkan
berbagai
kemungkinan.
Diklat Fungsional PFPD
51
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Contoh: - Pemeriksaan pabean sesuai dengan pemberitahuan (PIB), diterbitkan SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang); - Pemeriksaan pabean tidak sesuai dengan pemberitahuan, dapat diterbitkan INP (Informasi Nilai Pabean), Notul (Nota Pembetulan), atau Nota Pemberitahuan; - Pemeriksaan pabean atas PIB impor sementara tidak sesuai, dapat diterbitkan pemberitahuan perbaikan izin fasilitas impor sementara. Pemeriksaan pabean tidak sesuai dengan pemberitahuan dapat disebabkan antara lain oleh adanya : - Jumlah dan jenis barang yang menyebabkan adanya kemungkinan tambah bayar kekurangan bea masuk, maupun kesalahan tarif dan nilai pabean yang merugikan keuangan negara.
Dalam hal demikian barang impor
diselesaikan dengan cara melunasi pungutan impor yang selanjutnya diberikan SPPB; atau menyerahkan jaminan selanjutnya diterbitkan SPPB. Dalam
hal
kesalahan
tersebut
mengakibatkan
kerugian
terhadap
importir/yang bersangkutan, selayaknya pemberitahuan disampaikan kepada importir. - Barang larangan dan pembatasan Dalam hal dari hasil pemeriksaan pabean ditemukan adanya jenis barang yang termasuk dalam golongan barang LARTAS (barang larangan dan pembatasan) yang tidak diberitahukan atau diberitahukan tidak benar, maka PFPD
memberitahukan
kepada
yang
bersangkutan
dengan
Nota
Pemberitahuan dan selanjutnya diserahkan kepada unit Pengawasan untuk penyelesaian lebih lanjut. Berikut ini beberapa kasus pada penetapan jalur merah: a. Kesalahan pemberitahuan jenis barang. Dalam PIB diberitahukan jenis dan jumlah barang: Barang-barang keramik, 38 Ctns, 5.700 sets Ceramic Short, dengan perincian sbb: -
Ceramic Short (M) 14 CT, 2.100 sets;
-
Ceramic Short (L) 14 CT, 2.100 sets;
-
Ceramic Short (LL) 10 CT, 1.500 sets.
Diklat Fungsional PFPD
52
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Hasil pemeriksaan fisik : 38 Carton, 5700 set pakaian dalam (under wear product),yaitu: Panty, Cotton Polyurethane, 95%-5%, knitted, Ladies, Ceramic Short, Dyed, made in : Japan. Under wear termasuk barang yang impornya memerlukan NPIK (Nomor Pengenal Importir Khusus). Untuk mengimpor pakaian/tekstile dan produk tekstile juga harus dengan pemeriksaan surveyor (Laporan Surveyor). Hasil penelitian atas berkas PIB dan dokumen pelengkapnya kedapatan sesuai.
Dokumen pelengkap pabean yang belum dilampirkan adalah
Laporan Surveyor dan NPIK. PFPD menerbitkan Nota Pemberitahuan atas dokumen yang dipersyaratkan tersebut.
PFPD meneliti dan menetapkan
tarif dan nilai pabean atas produk tekstile tersebut sesuai hasil pemeriksaan pabean, membuat Notul dan penetapan denda administrasi.
Jika
kekurangan bea masuk atas importasi tersebut mengakibatkan kurang bayar lebih dari 500%, berkas PIB dan Notul disampaikan kepada Kasi Penidakan untuk ditindaklanjuti. b. Kesalahan pemberitahuan jumlah barang. Dalam PIB diberitahukan jenis dan jumlah barang: Japanese Wheat Flour “Fuji” brand / tepung terigu. 10 Cont. 7.200 bags 180.000 M/T.
Hasil
pemeriksaan fisik barang (LHP) jenis/spesifikasi barang sesuai, jumlah barang 8.200
bags @ 25 kgs. Hasil penelitian atas berkas PIB dan
dokumen pelengkapnya kedapatan dokumen pelengkap pabean telah dilampirkan termasuk Surat Izin Karantina Tumbuhan dan Surat Persetujuan Pendaftaran dari Badan POM. PFPD menetapkan tarif dan Nilai Pabean, serta perhitungan kurang bayar pungutan impor atas kesalahan jumlah tersebut dan menerbitkan Notul. c. Kesalahan tarif Dalam PIB diberitahukan jenis dan jumlah barang: Marble Slabs, 60 x 60 cm, sbb:
Type
Descriptions
Qty (M2)
Qty (Pallet)
GW
X-1
Select Beech
950,40 M2
8 Pallet
14.496 MT
X-2
Elegant Maple
1.425,60 M2
12 Pallet
22.744 MT
Diklat Fungsional PFPD
53
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Hasil pemeriksaan fisik kedapatan jumlah, jenis dan type barang sesuai. Hasil penelitian atas berkas PIB dan dokumen pelengkapnya kedapatan dokumen pelengkap pabean telah dilampirkan termasuk persyaratan impornya. Hasil penelitian DNP dan profile harga, dapat diterima. Dalam PIB tarif diberitahukan masuk dalam pos HS 2515.12.2000 yaitu: Marmer dalam bentuk slab. Pungutan Bea Masuk: 5 %, PPN: 10 %. Hasil penelitian atas contoh barang merupakan bahan bangunan rumah, berupa marmer yang siap digunakan, sehingga masuk dalam pos HS 6802.91.0000; Bea masuk 15 %, PPN: 10 %. Dari hasil penelitian tersebut PFPD menetapkan tarif dan Nilai Pabean, serta perhitungan kurang bayar pungutan impor atas kesalahan tarif tersebut dan menerbitkan Notul. d. Kesalahan harga. Dalam PIB diberitahukan jenis dan jumlah barang: 1x40’ HC Container yaitu CO2 Welding Wire in Roll (kawat baja dalam roll, dipakai untuk industri otomotif) origin: China.
Tipe: MG-51T Uk.1.0 MM.
Jumlah barang 14 pallets @ 60 Ctns @ 1 spool @ 20 kgs. Total 840 spool = 16.800 kgs. Unit Price C&F USD 1,117/kg Penelitian atas berkas PIB dan dokumen pelengkapnya kedapatan jumlah, jenis dan ukuran/spek barang sesuai. Harga dalam invoice CNF USD 1,117/kg Total USD 18,765.60. Dokumen pelengkap pabean dilampirkan, termasuk DNA (Deklarasi Nilai Pabean). harga pusat)
Dalam penelitian DBH I (profle
tidak didapatkan data barang identik maupun serupa. Nilai
pabean tidak dapat diterima (metode I) gugur, penelitian dilanjutkan dengan menggunakan metode II sampai VI.
Dari data importasi yang ada pada
Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai (Menú Laporan Harian PFPD), didapatkan data sebagai berikut: No.
PIB
Tanggal
Importir
1.
0055xx
07/01/08
PT. A
2.
0077xx
09/03/08
PT. B
3.
0088xx
11/06/08
PT. C
Diklat Fungsional PFPD
Uraian
Neg.Asal
Welding Wire in China Roll - MG-51T Uk.1.0 MM Welding Wire in China Roll - MG-51T Uk.1.0 MM Welding Wire in China Roll - MG-51T Uk.1.0 MM
Harga USD 1.35 USD 1.35 USD 1.35
54
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Hasil pengujian kewajaran nilai pabean (dituangkan pada lembar formulir BCF 2.7) tidak wajar. Penelitian atas profile importir, high risk. Dari hasil penelitian tersebut PFPD menetapkan nilai pabean atas importasi barang tersebut diatas berdasarkan metode VI sebesar USD 22,680.00 dan selanjutnya akan membuat Notul. e. Barang larangan dan pembatasan. Dalam PIB diberitahukan jenis dan jumlah barang sebagai berikut: 50 bdls, 6000 set pakaian jadi (blouse, shirt, jacket, trouser), made in : China.
Importir barang tersebut telah melampirkan fotocopy NPIK (Nomor
Pengenal Importir Khusus). Hasil penelitian atas berkas PIB dan dokumen pelengkapnya kedapatan dokumen pelengkap pabean telah dilampirkan kecuali Laporan Pemeriksaan Surveyor (LS). Dalam LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan Fisik) dilaporkan kedapatan jumlah, jenis barang sesuai, namun kondisi barang bekas pakai. Sesuai ketentuan Departemen Perdagangan baju bekas dilarang diimpor. Atas temuan tersebut, PFPD menerbitkan Nota Pemberitahuan, selanjutnya PFPD meneruskan
berkas PIB dan Nota Pemberitahuan kepada Seksi
Penindakan.
4)
Kasus pada Jalur MITA.
Pelayanan yang diberikan terhadap importir yang memperoleh fasilitas Jalur MITA terdiri dari : -
MITA Prioritas; dan
-
MITA Non Prioritas. Pada prinsipnya terhadap PIB yang ditetapkan jalur MITA tidak dilakukan
pemeriksaan pabean. Namun demikian dalam kasus tertentu dapat terjadi pada pengajuan
pemberitahuan
oleh
importir
MITA
Non
Prioritas
dilakukan
pemeriksaan pabean. Pemeriksaan atas berkas PIB dan dokumen pelengkap pabean dilakukan sebelum diberikan persetujuan pengeluaran barang. Berikut ini beberapa kasus pada penetapan jalur MITA Non Prioritas: a. Pemenuhan persyaratan impor dan kesalahan penempatan pos tarif. Terhadap barang-barang tertentu atas importasi dengan fasilitas jalur MITA non Prioritas dilakukan pemeriksaan pabean, sehingga masuk kedalam
Diklat Fungsional PFPD
55
Teknis Kepabeanan Lanjutan
pelayanan jalur kuning. Dalam hal ini importir wajib menyerahkan dokumen PIB beserta dokumen pelengkap pabeannya. PFPD akan meneliti berkas dokumen, meminta dokumen perizinan dan jika diperlukan akan meminta tambahan uraian barang. Sebagai contoh seperti berikut ini: Dalam PIB diberitahukan jenis dan jumlah barang: Laminate Flooring/lantai kayu, yaitu: - Laminate Flooring Board BII RC 8MM, Normal Texture 480 box, 950.400 Sqm. - Laminate Flooring Board M23 RC 8MM, Normal Texture 720 box, 1,425.600 Sqm. - Laminate Flooring Board ZE11 RC 8MM, Deep Emboss 120 box, 237.600 Sqm. Hasil pemeriksaan fisik kedapatan jumlah, jenis dan type barang sesuai. Hasil penelitian atas berkas PIB dan dokumen pelengkapnya kedapatan dokumen pelengkap pabean yang belum dilampirkan yaitu persyaratan impor/izin dari Karantina Tumbuhan. Hasil penelitian DNP dan profile harga, dapat diterima. Dalam PIB tarif diberitahukan masuk dalam pos HS 4411.99.9000 yaitu: papan fiber dari kayu atau bahan mengandung lignin lainnya, direkatkan dengan resin atau bahan organik lainnya maupun tidak, dikerjakan secara mekanik atau dilapisi permukaannya; Bea masuk 5%. Hasil penelitian lamínate flooring merupakan bahan bangunan rumah dari kayu, berupa lantai papan yang siap digunakan, sehingga masuk dalam pos HS 4418.90.9000; Bea masuk 10%. Dari hasil penelitian tersebut PFPD menetapkan tarif dan Nilai Pabean, serta perhitungan kurang bayar pungutan impor atas kesalahan tarif tersebut dan menerbitkan Notul. b. Barang larangan dan pembatasan, Bahan kimia dan obat-obatan. Terhadap importasi barang lartas, termasuk juga bahan kimia tertentu dan obat-obatan, importir harus menyampaikan izin terkait.
Jika izin tidak
dipenuhi maka barang tidak boleh diimpor. Namun adakalanya terhadap barang-barang kesehatan tidak diperlukan izin terkait. Sebagai contoh seperti berikut ini: Dalam PIB diberitahukan jenis barang: Din 32 mm Infusion Stopper Chlorobutyl Grey Ultraclean 6 Washing With Highly Purified Water Rinsed With WF1 Ready to Sterilize, C 1359 6422 GS 6, French Origin.
Jumlah barang: 6 Pallet STC 192 boxes
Diklat Fungsional PFPD
56
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Hasil penelitian atas berkas PIB dan dokumen pelengkapnya kedapatan dokumen pelengkap pabean telah dilampirkan. Berdasarkan contoh barang yang diajukan kedapatan barang berupa produk Rubber Dropper Bulb dan Rubber Stopper (sumbat botol), yang digunakan dalam proses produksi obat sebagai penutup vial.
Sesuai ketentuan Departemen Kesehatan dan surat
rekomendasi (yang dilampirkan pada PIB) dari Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, produk tersebut tidak perlu didaftarkan sebagai alat kesehatan. Atas hasil penelitian tersebut, PFPD menerbitkan SPPB. c. Impor sementara, salah jumlah/jenis Terhadap importasi barang impor sementara, respon yang diberikan kepada importir jalur MITA non Prioritas adalah SPJM (Surat Pemberitahuan Jalur Merah).
Dalam hal ini importir harus menyiapkan PIB dan dokumen
pelengkap pabean serta menyiapkan pemeriksaan barang.
Pelaksanaan
pemeriksaan fisik barang dapat dilakukan di lokasi importir. Sebagai contoh seperti berikut ini: Dalam PIB diberitahukan jenis barang: AK – SL Dual Flow Dyeing Machine Model: AK-SL250, Made in Taiwan. Jumlah barang: 1 pallet, 1 set, 3,420 Kgs. Hasil penelitian atas berkas PIB dan dokumen pelengkapnya kedapatan dokumen pelengkap pabean telah dilampirkan. Berdasarkan LHP yang diajukan kedapatan barang berupa Dyeing Machine beserta accessories buatan Kingdom. tidak
dikenakan
Atas kesalahan pemberitahuan tersebut pihak importir denda
perubahan/penyesuaian
izin
tetapi impor
harus
mengajukan
sementaranya
serta
permohonan penyesuaian
jaminannya. 2.2. Latihan 2
1)
Jelaskan apa tujuan dari penelitian atas dokumen impor (PIB dan dokumen pelengkap pabean) yang diajukan oleh importir.
2)
Jelaskan seberapa jauh kelengkapan penulisan uraian barang penting bagi PFPD dalam rangka melakukan penetapan tarif dan nilai pabean; beri contoh dalam hal penetapan dokumen jalur merah.
Diklat Fungsional PFPD
57
Teknis Kepabeanan Lanjutan
3)
Jelaskan seberapa jauh penelitian atas jumlah/kemasan barang penting bagi PFPD dalam rangka melakukan penetapan tarif dan nilai pabean; beri contoh dalam hal penetapan dokumen jalur merah.
4)
Jelaskan siapa yang melakukan penelitian persyaratan impor atas pengajuan pemberitahuan impor (cusdec);
dan bagaimana kaitannya
dengan penerapan NSW (National Single Window) pada sistem aplikasi kepabeanan. 5)
Bagaimana tindak lanjutnya terhadap penelitian dokumen, jika ternyata dari hasil pemeriksaan fisik kedapatan: - barang diberitahukan kecap kedapatan mobil; - barang diberitahukan pakaian anak-anak eks China kedapatan baju bekas.
6)
Jelaskan apa yang dimaksud dengan dokumen pelengkap pabean dan dokumen pelengkap pabean lainnya; sebutkan contoh-contohnya.
7)
Pada prinsipnya barang-barang yang diberikan fasilitas pembebasan dan keringanan
bea
masuk sudah
ditetapkan
dalam Undang-undang
Kepabeanan. Sebutkan importasi barang yang mendapat fasilitas tersebut dan apa syarat-syaratnya. 8)
Terhadap pemberitahuan dokumen impor, Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen (PFPD) melakukan penetapan atas tarif dan nilai pabean. Jelaskan
bagaimana
cara
PFPD
mengambil
keputusan
pemberitahuan impor; alat apa yang dapat digunakan
atas
dalam proses
pengambilan keputusan. 9)
Dalam mengambil keputusan Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen diharapkan dapat bekerja secara profesional berdasarkan data/informasi yang ada. Apa akibatnya jika dalam mengambil keputusan tidak sesuai ketentuan sehingga
mengakibatkan belum terpenuhinya
pungutan
negara. 10) Jelaskan tindakan yang diambil oleh Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen dalam hal - pada penelitian dokumen jalur hijau diragukan nilai pabeannya. - pada penelitian dokumen jalur kuning ditemui barang impor berupa barang larangan dan pembatasan. - pada penelitian dokumen jalur merah diragukan nilai pabeannya.
Diklat Fungsional PFPD
58
Teknis Kepabeanan Lanjutan
- pada penelitian dokumen jalur merah terdapat sejumlah barang yang tidak diberitahukan dalam PIB. - pada penelitian dokumen jalur merah terdapat barang larangan dan pembatasan yang tidak diberitahukan dalam PIB.
2.3. Rangkuman
1.
Pada intinya tugas penelitian dokumen pabean adalah untuk mengetahui apakah dokumen pabean yang diajukan oleh importir benar dan telah memenuhi persyaratan. Dalam hal tertentu pemeriksaan dokumen impor dibantu dengan hasil pemeriksaan fisik barang.
2.
Barang Pengujian atas kebenaran data pemberitahuan impor tersebut difokuskan pada penelitian uraian barang yang meliputi jumlah, jenis, berat, ukuran dan spesifikasi barang lainnya. Penelitian data tersebut berkaitan dengan pemungutan bea masuk dan pemenuhan persyaratan impor.
3.
Penelitian uraian barang tidak semata-mata dilihat dari lengkap dan panjangnya uraian spesifikasi barang, tetapi harus dilihat apakah dari uraian barang tersebut dapat dimasukan dalam pos tarif yang tepat. Jika dari uraian barang kemungkinan dapat masuk dalam beberapa pos tarif atau masuk dalam pos tarif lain, maka harus diminta penjelasan data barang yang terkait dengan uraian pos tarif dimaksud.
4.
Penelitian atas pemenuhan persyaratan impor dilakukan oleh PFPD pada saat data PIB diajukan oleh importer melalui PDE (Pengajuan Dokumen secara Elektronik).
5.
Barang impor yang terkena peraturan larangan dan pembatasan yang tidak diberitahukan atau diberitahukan tidak benar dalam PIB, maka hal tersebut diberitahukan kepada Kasi penindakan untuk diproses lebih lanjut. Barang tersebut statusnya menjadi barang yang dikuasai Negara.
6.
Dokumen pelengkap pabean/keputusan pemberian fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk yang dilampirkan pada PIB dapat berupa M/L, Surat Keputusan dari DJBC ataupun dari instansi lain seperti: Departemen Keuangan, M/L( Master List), SKA/Form D/Form E, SKB PPh.Psl.22.
7.
Sebelum mengajukan dokumen impor (Pemberitahuan Impor Barang), importir harus memperoleh Surat Keputusan Pemberian Pembebasan dan
Diklat Fungsional PFPD
59
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Keringanan Bea Masuk yang akan dilampirkan pada dokumen PIB yang bersangkutan. Apabila Surat Keputusan pembebasan dimaksud tidak diperoleh, maka importir harus melunasi seluruh pungutan impor yang terutang, yang meliputi pembayaran Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor. 8.
Dalam rangka mengambil keputusan atas dokumen impor, PFPD telah dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai antara lain data profile, sehingga keputusan yang diambil diharapkan dapat dilakukan secara profesional.
9.
Pada prinsipnya pembuatan keputusan oleh PFPD dilakukan atas penetapan tarif dan niali pabean. Disamping tugas penetapan tersebut penelitian atas dokumen impor juga meliputi pemenuhan persyaratan impor.
10. Pada penetapan jalur merah, hasil pemeriksaan fisik akan dibandingkan dengan pemberitahuan pabean (PIB) dan menjadi acuan atau dasar untuk melakukan penetapan atau keputusan atas impor barang dimaksud. Hasil keputusan bisa menghasilkan berbagai kemungkinan, bisa mengakibatkan salah jumlah, salah jenis, harga maupun tarif pos, serta kemungkinan berkaitan dengan perizinan dan pemenuhan persyaratan lainnya..
2.4. Test Formatif 2
Lingkarilah jawaban yang Saudara anggap benar dalam pertanyaan dibawah ini.
1. Pengisian dan pengajuan pemberitahuan dokumen impor sepenuhnya dilakukan oleh importir dalam hal dokumen impor berupa: a. PIB b. PIBK c. CD dan PPKP d. Semua jawaban benar 2. Terhadap dokumen impor oleh MITA Prioritas : a. Dapat dilakukan pemeriksaan pabean b. Tidak dapat dilakukan pemeriksaan pabean.
Diklat Fungsional PFPD
60
Teknis Kepabeanan Lanjutan
c. Dapat dilakukan pemeriksaan pabean jika ada NHI. d. Dapat dilakukan pemeriksaan dokumen/jalur kuning. 3. Penelitian dokumen pabean dilakukan untuk mengetahui: a. Pelunasan bea masuk dan PDRI b. Kebenaran tarif dan nilai pabean. c. Pemenuhan persyaratan pabean. d. Semua jawaban benar. 4. Penelitian atas pemberitahuan impor harus memenuhi tahap: a. Penyerahan dokumen dan dokumen pelengkap pabean b. Pemeriksaan fisik. c. Dilakukan pemeriksaan dokumen dan fisik. d. Dapat dilakukan tanpa pemeriksaan dokumen dan fisik. 5. Pengujian kebenaran data pemberitahuan impor difokuskan pada penelitian: a. Uraian barang b. Jumlah, jenis barang. c. Berat, ukuran, spesifikasi barang. d. Semua jawaban benar. 6. Unsur-unsur penetapan bea masuk adalah: a. Tarif dan nilai pabean b. Berat barang. c. Uraian barang. d. Jumlah, jenis, ukuran dan spesifikasi barang. 7. Jika importir sudah ditetapkan jalur hijau dan barang sudah dikeluarkan maka: a. Tarif dan nilai pabean diterima. b. Tarif dan nilai pabean dapat ditolak/ditetapkan lain. c. Tidak perlu menyerahkan hardcopy PIB. d. PIB difile. 8. Dalam hal laporan hasil pemeriksaan fisik uraian barang diragukan, maka untuk kepentingan penetapan tarif dan nilai pabean, PFPD: a. Menetapkan berdasarkan data PIB dan dokap. b. Menetapkan berdasarkan data LHP. c. Minta data tambahan dari importir.
Diklat Fungsional PFPD
61
Teknis Kepabeanan Lanjutan
d. Mengembalikan LHP untuk dilengkapi. 9. Pada pemberitahuan impor diberitahukan 10 set furniture set berupa perangkat kamar tidur, masing-masing terdiri dari tempat tidur ukuran double lengkap dengan dua buah nakas. Uraian barang tersebut: a. Dapat diterima karena sudah cukup jelas. b. Tidak dapat diterima karena ukuran tempat tidur tidak jelas. c. Tidak dapat diterima karena ukuran dan berat tidak jelas. d. Tidak dapat diterima karena bahan dasar tidak jelas. 10. Jenis barang/packing dapat dijadikan langkah awal untuk melakukan penelitian.
Dalam
pemberitahuan,
kemasan
barang
dapat
mempengaruhi: a. Penempatannya pada pos tarif. b. Nilai pabean/harga barang. c. Tarif dan nilai pabean. d. Persyaratan impor.
11. Pemeriksaan persyaratan impor atas suatu komoditi merupakan: a. Hambatan perdagangan. b. Upaya untuk menambah pendapatan negara. c. Kebijakan untuk mengawasi impor. d. Untuk perlindungan/kepentingan dalam negeri. 12. Barang larangan dan pembatasan yang tetap diimpor: a. Menambah pendapatan negara b. Menambah pendapatan importir/pedagang . c. Menambah pendapatan masyarakat. d. Merugikan masyarakat. 13. Barang larangan dan pembatasan yang diberitahukan dalam PIB pada hasil pemeriksaan fisik kedapatan selisih lebih jumlah barang yang diizinkan: a. Perlu ada izin instansi terkait b. Cukup menggunakan izin yang sudah ada . c. Ditetapkan sebagai barang tidak dikuasai. d. Ditetapkan sebagai barang yang dikuasai negara.
Diklat Fungsional PFPD
62
Teknis Kepabeanan Lanjutan
14. Barang larangan dan pembatasan yang tidak diberitahukan dalam PIB pada hasil pemeriksaan fisik kedapatan selisih lebih jumlah barang : a. Perlu ada izin instansi terkait b. Dikenakan tambah bayar dan sanksi administrasi. c. Ditetapkan sebagai barang tidak dikuasai. d. Ditetapkan sebagai barang yang dikuasai negara. 15. Fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk sesuai Undangundang Kepabeanan antara lain berupa: a. Fasilitas KITE b. KB (Kawasan Berikat) . c. GSP (General System of Preference). d. Vooruitslag.
2.5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Cocokkan hasil jawaban Saudara diatas dengan kunci jawaban yang terdapat di modul ini. Hitung jawaban Saudara dengan benar. Kemudian gunakan rumus untuk mengetahui tingkat pemahaman Saudara terhadap materi penelitian dokumen impor, sebagai berikut:.
TP =
Jumlah jawaban yang benar Jumlah keseluruhan soal
X
100%
Apabila tingkat pemahaman Saudara dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai : 91 %
s.d.
100 %
:
Amat baik
81 %
s.d.
90,99 %
:
Baik
71 %
s.d.
80,99 %
:
Cukup
61 %
s.d.
70,99 %
:
Kurang
Bila tingkat pemahaman Saudara belum mencapai 81 % ke atas (kategori ”Baik”), maka Saudara disarankan mengulang materi.
Diklat Fungsional PFPD
63
Teknis Kepabeanan Lanjutan
3. Kegiatan Belajar (KB) 3
PUNGUTAN NEGARA DALAM RANGKA IMPOR
Indikator Keberhasilan :
Indikator Setelah mempelajari materi peserta diklat mampu : 1. Menjelaskan dasar hukum dan jenis-jenis pungutan negara dalam rangka impor. 2. Menjelaskan tatacara perhitungan bea masuk dan pajak dalam rangka impor. 3. Menjelaskan tata cara pembayaran dan tempat pembayaran pungutan negara dalam rangka impor. 4. Menjawab pertanyaan tentang pungutan negara dalam rangka impor.
3.1. Uraian Materi dan Contoh
A.
Pungutan Impor Dalam materi ini dibahas mengenai tata cara penyampaian dokumen impor
dan penetapan jalur dalam proses bisnis penyelesaian impor.
1)
Dasar hukum pungutan impor.
Bea Masuk adalah pungutan Negara berdasarkan Undang-undang Kepabeanan yang di kenakan terhadap barang yang di impor. Sesuai pasal 2 ayat (1) undang-undang No.17 tahun 2006 jo.No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan, dinyatakan bahwa barang yang dimasukkan kedalam daerah Pabean diperlakukan sebagai barang impor dan terutang Bea Masuk. Bea Masuk wajib dibayar apabila barang impor dikeluarkan dari TPS (Tempat Penimbunan Sementara) keperedaran bebas dengan tujuan diimpor untuk dipakai. Dalam pasal 10B ayat (2) butir a Undang-undang Kepabeanan
Diklat Fungsional PFPD
64
Teknis Kepabeanan Lanjutan
disebutkan bahwa barang impor dapat dikeluarkan sebagai barang impor untuk dipakai, setelah diserahkan pemberitahuan Pabean dan dilunasi Bea Masuk. Sebagaimana diatur dalam Undang-undang Kepabeanan pasal 10A ayat (7) penyelesaian barang impor dalam hal ini pengeluaran barang impor dari kawasan Pabean (atau tempat lain yang disamakan dengan tempat penimbunan sementara) dapat dilakukan dengan tujuan : - Di impor untuk di pakai - Di impor sementara - Di timbun di TPB (Tempat Penimbunan Berikat) - Di angkut ke TPS (Tempat Penimbunan Sementara) di kawasan Pabean lainnya. - Diangkut terus atau diangkut lanjut. - Di ekspor kembali (re – ekspor). Terhadap barang impor yang akan di keluarkan dari kawasan Pabean dengan tujuan di impor untuk dipakai, pihak importir atau kuasanya membuat dokumen PIB (Pemberitahuan Impor Barang) dengan dilampiri dokumen pelengkap Pabean (antara lain: invoice, packing list, B/L, polis asuransi), dan menghitung sendiri Bea Masuk, Cukai, dan pajak dalam rangka impor yang harus di bayar. Selanjutnya importir membayar pungutan impor tersebut ke kas Negara melalui Bank Persepsi/Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pos Persepsi (dalam hal tertentu dapat dibayar di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai), dengan mendapatkan bukti pembayaran berupa SSPCP (Surat Setoran Pabean Cukai dan Pajak dalam rangka impor).
Dasar hukum PDRI dan PNBP
Selain tugas pemungutan bea masuk dan pungutan lain yang diatur dalam Undang-undang Kepabeanan (Undang-undang No.17 tahun 2006 jo .No. 10 tahun 1995); dan Undang-undang Cukai (Undang-undang
Nomor 39 Tahun
2007 jo. No. 11 tahun 1995 ), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai juga diminta untuk melaksanakan pemungutan pungutan lain, yaitu PDRI (Pajak Dalam Rangka Impor) dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak).
Diklat Fungsional PFPD
65
Teknis Kepabeanan Lanjutan
PDRI adalah pungutan untuk penerimaan Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan Undang-undang Perpajakan (Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 jo. No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan; dan Undang-undang No.18 Tahun 2000 jo. No. 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah). Sedangkan PNBP adalah pungutan untuk penerimaan Direktorat Jenderal Anggaran berdasarkan Undang-undang tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997).
2)
Jenis-jenis pungutan impor.
Pungutan impor atau penerimaan Negara dalam rangka impor meliputi : a. Bea Masuk yaitu pungutan negara berdasarkan Undang-undang No.17 tahun 2006 jo.No. 10 tahun 1995 tentang kepabeanan, yang dikenakan terhadap barang yang di impor. Dasar untuk menghitung Bea Masuk adalah harga barang dalam bentuk CIF (cost insurance and freight) atau disebut dengan nilai Pabean dikalikan tarif Bea Masuk (tarif advalorum) Contoh : Dalam PIB diberitahukan 1 unit barang “X”, harganya dalam CIF adalah US $. 1000,- . Kurs NDPBM (nilai dasar perhitungan Bea Masuk) USD 1, = Rp. 9000,- tarif Bea Masuk 10%. Jumlah Bea Masuk yang dibayar adalah 10% x (1000 x Rp. 9000,-) = Rp. 900.000,-. Namun untuk barang tertentu (seperti beras, gula pasir) perhitungan Bea Masuk ditetapkan berdasarkan jumlah barang dikalikan tariff Bea Masuk per unit barang (tarif spesifik). Contoh : Dalam PIB diberitahukan 10 ton gula pasir harga CIF USD. 3000,Pembebanan tarif Bea Masuk gula pasir (tariff spesifik) Rp. 700,-/kg, Bea Masuk yang di bayar 10.000 x Rp. 700 = Rp. 7000.000,-. Nilai Pabean sebagai dasar penetapan bea masuk berupa harga barang dalam CIF terdiri dari tiga unsur, yaitu
Diklat Fungsional PFPD
66
Teknis Kepabeanan Lanjutan
- Cost, atau nilai barang dalam FOB (Free on Board) yaitu harga barang sampai di atas kapal, di negara pemasok. Harga barang adalah harga transaksi yang sebenarnya di bayar. - Insurance, atau biaya asuransi barang dalam pengangkutan hingga di pelabuhan tujuan. Jika dalam satu pemberitahuan Pabean (PIB) terdiri dari lebih dari satu jenis barang yang pembiayaan asuransinya tergabung menjadi satu maka perhitungan masing-masing jenis barang adalah harga tiap jenis barang berbanding total harga barang dikalikan nilai asuransi barang keseluruhan. Biaya asuransi dapat ditutup dengan perusahaan asuransi luar negeri maupun dalam negeri. Terhadap polis asuransi dalam negeri biaya asuransi pada nilai Pabean di hitung 0 (nol). -
Freight, atau biaya angkut, yaitu biaya pengangkutan barang dari pelabuhan negara pemasok hingga tiba di pelabuhan tujuan. Biaya angkut biasanya di pungut berat atau volume barang. Dalam hal satu pemberitahuan Pabean (PIB) terdiri dari lebih dari satu jenis barang yang
pembiayaan
freightnya
tergabung
menjadi
satu,
maka
perhitungan freight masing-masing jenis barang adalah berat/volume tiap jenis barang berbanding
total berat barang keseluruhan
dikalikan total biaya angkut yang dibayar. Dalam hal tidak tercantum berat barang dalam dokumen yang ada (invoice, pacling list) maka perhitungannya adalah harga masing-masing jenis barang total harga dikalikan dengan total biaya angkut. b. Bea Masuk Tambahan Selain bea masuk tersebut pada butir a) diatas, pada beberapa komoditi impor dikenakan Bea Masuk Tambahan. Bea Masuk Tambahan ini dapat berupa Bea Masuk Anti Dumping, Bea Masuk Imbalan, Bea Masuk Tindakan Pengamanan (Safeguard) dan Bea Masuk Pembalasan.
Bea Masuk
Tambahan yang telah dilakukan saat ini adalah Bea Masuk Anti Dumping dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan. Pemungutan bea masuk tambahan ini dilakukan secara manual, dengan menggunakan formulir tersendiri. Terhadap komoditi yang dikenakan bea masuk tambahan tersebut pada dokumen impornya harus dilampirkan tanda pelunasan bea masuknya.
Diklat Fungsional PFPD
67
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Perhitungan bea masuk dan PDRI atas bea masuk tambahan adalah sebagai berikut: Bea Masuk Tambahan: tarif BMT x Nilai Pabean PDRI : tarif PDRI x BMT Oleh karena pemungutannya secara manual, PFPD menerbitkan Notul atas tambahan pungutan bea masuk dan PDRI tersebut. c. Bea Masuk berasal dari SPM (Surat Perintah Membayar) hibah, yaitu pungutan Bea Masuk yang dikenakan terhadap barang-barang bantuan luar negeri kepada pemerintah Indonesia. Dalam pelaksanaannya barang lebih dimaksud dibebaskan dari Bea Masuk dan pungutan impor lainnya. Prinsip perhitungan Bea Masuk dan pajak dalam rangka impor adalah sama dengan perhitungan barang impor biasa, sebagaimana tersebut di atas pada huruf a. d. Sanksi administrasi adalah sanksi berupa denda yang dikenakan terhadap pelanggaran ketentuan
undang-undang
Penetapan denda
atas
kepabeanan
yang
pelanggaran yang
bersifat
administratif.
diancam dengan sanksi
administrasi berkaitan dengan pemberitahuan Pabean di lakukan oleh Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai atau pejabat yang ditunjuknya dengan menggunakan Nota Pembetulan dan selanjutnya diterbitkan Surat Penetapan/SPKPBM (Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea Masuk). Pelanggaran tersebut ditetapkan dalam pasal 16 ayat (4) dan pasal 82 ayat (5). Sedangkan pelanggaran pasal-pasal lainnya dengan ancaman sanksi administrasi, penetapan denda menggunakan SPSA (Surat Penetapan Sanksi Administrasi), yang selanjutnya akan di terbitkan Surat Penetapan/SPKPBM sebagai surat tagihan. e. Penerimaan Pabean lainnya, yaitu penerimaan yang berasal dari bunga dan biaya surat paksa. -
Bunga adalah sanksi yang dikeluarkan terhadap wajib bayar maupun kepada pemerintah karena keterlambatan melakukan pembayaran melebihi jangka waktu yang ditetapkan. Utang atau tagihan kepada negara yang tidak atau kurang di bayar dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulannya untuk selama-lamanya 24 (dua puluh
Diklat Fungsional PFPD
68
Teknis Kepabeanan Lanjutan
empat) bulan di hitung sejak tanggal jatuh tempo sampai hari pembayarannya, dan bagian bulan di hitung
satu bulan (walaupun
hanya lewat satu hari). -
Biaya surat paksa adalah biaya penagihan dengan surat paksa yang terdiri dari biaya harian Juru Sita dan biaya perjalanan yang jumlahnya sebesar Rp. 25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah). Yang di maksud dengan biaya penagihan piutang Bea Cukai adalah biaya pelaksanaan pemberitahuan surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, pengumuman lelang, pembatalan lelang dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan Bea Masuk, Cukai, denda administrasi dan bunga dalam rangka impor. Biaya penagihan tersebut di setor ke kas Negara sebagai pendapatan Negara.
f. Pungutan Cukai Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang di tetapkan dalam undang-undang Cukai. Berdasarkan undang-undang No. 11 tahun 1995 dan Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai ada empat jenis yaitu : - Etil Alkohol (Etanol) - Minuman yang mengandung Etil Alkohol - Hasil tembakau, misalnya : Rokok, Tembakau iris, Cerutu - Konsentrat yang mengandung Etil Alkohol Pengenaan Cukai untuk barang kena Cukai yang di buat dalam negeri adalah pada saat selesai di buat. Sedangkan pengenaan Cukai untuk barang kena Cukai yang di impor adalah pada saat pemasukannya ke dalam daerah Pabean. g. Penerimaan Cukai lainnya Penerimaan Cukai lainnya yaitu penerimaan yang berasal dari bunga, biaya surat paska, biaya pengganti percetakan pita Cukai dan biaya pengganti pembuatan label tanda pengawas Cukai. Biaya pengganti pita Cukai adalah ongkos cetak pita Cukai, yang harus dibayar oleh pengusaha BKC (Barang Kena Cukai) karena adanya penggantian pita, misalnya karena adanya pemusnahan pita Cukai. Biaya pengganti pembuatan label tanda pengawas Cukai (Semacam Pita Cukai) adalah biaya yang harus
Diklat Fungsional PFPD
di bayar oleh pengusaha untuk
69
Teknis Kepabeanan Lanjutan
mendapatkan label tanda pengawas Cukai untuk barang kena Cukai yang di jual di toko Bebas Bea wajib di lekati label tanda pengawas Cukai “Indonesia Duty and Excise Not Paid”. Contohnya : Biaya pengganti pembuatan label tanda pengawas Cukai untuk MMEA (Minuman Mengandung Etil Alkohol) sebesar Rp. 200,- per keping. h. Jasa Pekerjaan Jasa pekerjaan adalah biaya yang harus di bayar berupa penerimaan negara bukan pajak (PNBP) oleh orang pribadi atau badan yang : - Mengajukan pemberitahuan/permohonan pelayanan
di
lingkungan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atau - Bertanggung jawab menyelesaikan kewajiban kepabeanan dan Cukai menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Contoh : Pelayanan penyelesaian PIB dan Manifest. Pembayaran PNBP atas jasa pelayanan penyelesaian pemberitahuan barang impor (PIB) di lakukan bersamaan dengan pembayaran Bea Masuk dan pajak dalam rangka impor. Penyetoran atau pembayarannya menggunakan formulir SSPCP (Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor). Biaya pelayanan pemberitahuan barang impor dengan menggunakan EDI (Electronic Data Interchange) per pemberitahuan adalah Rp. 100.000,-, dan pelayanan Non EDI sebesar Rp. 50.000,Jenis penerimaan negara bukan pajak sebagaimana di tentukan dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 118/KMK.04/2003 tentang Tatalaksana Pembayaran dan penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak, meliputi jasa: - Pelayanan impor, ekspor dan Cukai - Biaya penagihan Bea Masuk dan Cukai - Biaya pengumuman, pembatalan dan pencacahan barang lelang - Jasa pengujian laboratorium Bea dan Cukai - Sewa penggunaan auditorium - Jasa pengujian data impor/ekspor/Cukai i.
PPN impor (Pajak Pertambahan Nilai) adalah jenis pajak tidak langsung yang dikenakan atas impor barang kena pajak. Sesuai penjelasan pasal 4 huruf b, undang-undang PPN dan PPnBM
Diklat Fungsional PFPD
70
Teknis Kepabeanan Lanjutan
No. 18 tahun 2000 jo. No.8 Tahun 1983 bahwa pajak dipungut pada saat impor barang kena pajak, pemungutannya dilakukan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Berbeda dengan penyerahan barang kena pajak di dalam daerah Pabean yang di lakukan oleh pengusaha, maka siapapun yang memasukkan barang kena pajak kedalam daerah Pabean tanpa memperhatikan apakah dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya atau tidak, tetapi dikenakan pajak besarnya PPN impor adalah 10% (sepuluh persen) dari nilai impor. Contoh : Dalam PIB disebutkan 1 unit barang “ Y” harganya CIF Rp. 9.000.000,- Tarif Bea Masuk 10% , jumlah bea masuk di bayar Rp. 900.000,- PPN 10% , jumlah PPN = 10% x (Rp. 9.000.000,-+ Rp. 900.000,-) = Rp. 990.000,-. j.
PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) adalah jenis pajak tidak langsung yang dikenakan atas impor barang kena pajak yang tergolong mewah. Dalam pasal 5 undang-undang UU PPN dan PPnBM tersebut di atas di atur bahwa disamping pengenaan PPN terhadap impor barang kena pajak yang tergolong mewah dikenakan juga PPnBM. PPnBM dikenakan hanya satu kali pada waktu penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan, atau pada waktu impor. Tarif PPnBM paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen), jenis barang yang dikenakan PPnBM ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan (dapat dilihat dalam buku tarif H. S.), cara perhitungannya sama dengan perhitungan PPN. Penetapan pungutan PPn.BM atas suatu barang tergantung pada spesifikasi barang. Atas jenis barang yang sama ada yang dikenakan PPn.BM dan ada yang tidak dikenakan PPn.BM, tergantung spesifikasinya. Contoh: Pesawat televisi berwarna ukuran 14“ tidak dikenakan PPn.BM; tetapi atas pesawat televisi ukuran 21” atau 42” dikenakan PPn.BM. Biasanya pada pos HS kolom PPN/PPn.BM diberi tanda asterik (*) sebagai referensi SK Menteri Keuangan terkait.
Diklat Fungsional PFPD
71
Teknis Kepabeanan Lanjutan
k. PPh pasal 22 atau pajak penghasilan adalah jenis pajak subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada subjek pajak yang bersangkutan, artinya kewajiban pajak tersebut di maksudkan untuk tidak dilimpahkan kepada subjek pajak lainnya. Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Dalam pasal 22 undang-undang No. 7 tahun 1983 jo. No. 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, disebutkan bahwa Menteri Keuangan dapat menetapkan bendaharawan pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari wajib pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor dan kegiatan usaha di bidang lain. Lebih lanjut dalam pasal 1 Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 254/KMK.03/2001 tentang Penunjukkan Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan Serta Tatacara Penyetoran dan Pelaporannya, di tetapkan bahwa pemungutan pajak penghasilan pasal 22 atas impor barang adalah Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Kemudian dalam pasal 22 disebutkan bahwa besarnya pajak penghasilan pasal 22 di tetapkan sebagai berikut: - Atas impor yang menggunakan API (Angka Pengenal Impor) sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor. - Atas impor yang tidak menggunakan API sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor. Cara perhitungan pungutan PPh pasal 22 adalah sama seperti perhitungan PPN impor yang telah di jelaskan di atas.
B.
Tempat pembayaran. Pembayaran Bea Masuk dan pungutan impor di lakukan dengan
menggunakan surat setoran SSPCP (Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor) yang merupakan Single Document. Satu SSPCP digunakan untuk menyetorkan semua jenis penyetoran penerimaan Pabean, Cukai dan penerimaan pajak dalam rangka impor, untuk satu dokumen pemberitahuan impor barang.
Diklat Fungsional PFPD
72
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Pembayaran penerimaan negara dalam rangka impor di lakukan melalui Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pos Persepsi.
Dalam hal tertentu (contoh:
pembayaran Bea Masuk Anti Dumping atau bea masuk tambahan lain, atau pembayaran bea masuk oleh penumpang) pembayaran pungutan impor dapat dilakukan di kantor Bea dan Cukai. Dalam hal pembayarannya dilakukan melalui kantor Pabean maka penyetoran ke bendaharawan Bea dan Cukai menggunakan formulir BPPCP (Bukti Pembayaran Pabean, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor) dan selanjutnya bendaharawan akan menyetorkan ke kas negara melalui Bank Devisa Persepsi dengan menggunakan SSPCP tersebut di atas. Sedangkan jika pembayaran melalui Kantor Pos di gunakan PPKP (Penetapan Pencacahan dan Pembawaan Kiriman Pos) dan SSPCP. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 144/PMK.04/2007 tentang Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai; dan Peraturan Menteri Keuangan No. 145/PMK.04/2006 jo. No.84/KMK.04/2003 tentang Tatalaksana pembayaran dan penyetoran penerimaan negara dalam rangka impor dan penerimaan negara atas barang kena cukai buatan dalam negeri; ditetapkan bahwa pembayaran penerimaan negara, dalam hal ini pembayaran Bea Masuk, Cukai dan Pajak dalam rangka impor dilakukan melalui loket atau e-banking. Pembayaran pungutan impor dapat dilakukan di : i. Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pos Persepsi yang terhubung dengan MPN (Modul Penerimaan Negara). ii. Kantor Pabean : -
Dalam hal tidak terdapat
Bank Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Pos
Persepsi di kota/wilayah kerja KPPBC tempat pemenuhan kewajiban pabean; -
Atas
impor
barang
penumpang,
impor
barang
awak
sarana
pengangkutan atau impor barang pelintas batas. iii. PT Pos Indonesia, khusus untuk barang-barang kiriman pos.
Khusus untuk penerimaan pungutan negara yang di setorkan melalui Kantor Pabean (KPBC) maka
Bendaharawan Bea Cukai wajib menyetorkan
penerimaan negara dalam rangka impor yang diterima oleh KPBC disetor ke kas
Diklat Fungsional PFPD
73
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Negara melalui Bank Devisa Persepsi yang sekota/sewilayah kerja dengan KPBC dengan menggunakan SSPCP pada hari berikutnya. Dalam hal tidak terdapat Bank Devisa Persepsi/Bank Persepsi, atau Pos Persepsi, penyetoran oleh bendaharawan KPBC sebagaimana dimaksud dapat dilakukan melalui PT. Pos Indonesia yang sekota/sewilayah kerja dengan KPBC/kantor Pabean yang bersangkutan. Bank Devisa Persepsi/Bank Persepsi/Pos Persepsi, atau Kantor Pelayanan dan pengawasan Bea Cukai yang menerima pembayaran penerimaan negara dalam rangka impor wajib : -
Meneliti kelengkapan dan kebenaran pengisian formulir SSPCP atau SSCP dan
-
Mencocokkan penghitungan penerimaan negara dalam rangka impor dengan dokumen yang dijadikan dasar penyetoran. Lebih lanjut dalam SK Menteri Keuangan tersebut diatas ditetapkan bahwa
pembayaran penerimaan negara dalam rangka impor disetor ke Kas Negara melalui Bank Devisa Persepsi yang sekota/sewilayah kerja dengan kantor pelayanan Bea dan Cukai (KPBC) tempat pemenuhan kewajiban Pabean. Penyetoran dilakukan dengan cara : -
On-line untuk KPBC yang memiliki jaringan Pertukaran Data Elektronik (PDE) kepabean atau
-
Manual untuk KPBC/kantor Pabean yang tidak memiliki jaringan PDE Kepabeanan. Kebijakan
yang
ditetapkan
dalam
rangka
penyempurnaan
sistem
pembayaran pungutan impor sebagaimana tertuang dalam keputusan Menteri Keuangan, antara lain meliputi : • Penggunaan single document setoran penerimaan (SSPCP untuk setoran impor dan SSCP untuk setoran Cukai dalam negeri • Pembayaran
secara
mandatory
harus
dilakukan
di
Bank
Devisa
Persepsi/Pos Persepsi. • Sistem pembayaran secara on-line untuk KPBC yang sudah menerapkan PDE kepabeanan (Sistem Aplikasi Pelayanan Impor)
Diklat Fungsional PFPD
74
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Surat Setoran pungutan impor atau SSPCP dinyatakan sah apabila: -
SSPCP telah mendapat NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara) dan NTB (Nomor Transaksi Bank), atau NTPN dan NTP (NomorTransaksi Pos); atau
-
BPN (Bukti Penerimaan Negara) yang diterbitkan oleh Bank atau Kantor Pos telah mendapat NTPN dan NTB atau NTP
Sebagai tindak lanjut pelaksanaan penyetoran penerimaan pungutan impor, DJBC telah melakukan berbagai kesepakatan dengan berbagai pihak yang terkait dengan pembayaran pungutan impor, baik dari institusi pemerintah maupun dari kalangan swasta. Secara internal bersama-sama dengan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah mengeluarkan surat keputusan bersama untuk mengatur mekanisme pembayaran dan penyetoran pungutan impor. Sedangkan untuk mempermudah pelaksanaan pungutan impor, telah dilakukan penandatanganan perjanjian kerja sama antara DJBC dengan beberapa Bank Devisa Persepsi. Bank-bank Devisa tersebut adalah :
No
Nama Bank
No
Nama Bank
1
ABN Amro Bank, NV
29
Bank Maspion
2
Bank of America, NA
30
Bank Mega
3
Bank Anz Panin
31
Bank Metro Ekspres
4
Bank Arta Niaga Kencana
32
Bank Mizuho Indonesia
5
Bank Public Company Ltd
33
Bank Negara Indonesia
6
Bank Buana
34
Bank Niaga
7
Bank Bukopin
35
Bank NISP
8
Bank Bumi Arta
36
Bank Nusantara Parahyangan
9
Bank Bumi Putra
37
Bank Panin
10
Bank Central Asia
38
Bank Paribas Indonesia
11
Bank Chinatrust Indonesia
39
Bank Permata
12
Citibank, NA
40
Rabobank International Indonesia
13
Bank Danamon
41
Bank Rakyat Indonesia
14
Bank Daiwa Perdania
42
Standard Chartered Bank
Diklat Fungsional PFPD
75
Teknis Kepabeanan Lanjutan
15
Deutsche Bank, AG
43
Bank Sumitomo Mitsui Indonesia
16
Bank DBS Indonesia
44
Bank Swadesi
17
Bank Ekonomi Rahardja
45
Bank Syariah Mandiri
18
Bank Finconesia
46
Bank of Tokyo Mitsubishi
19
Bank Ganesha
47
Bank UFJ
20
HSBC Bank
48
Bank Woori Indonesia
21
Bank Haga
49
Bank Shinta Indonesia
22
Bank Haga Kita
50
Bank OCBC Indonesia
23
Bank International Indonesia
51
Bank UOB Indonesia
24
Jp Morgan Chase Bank
52
Bank Halim
25
Bank Kesawan
53
Bank Artha Graha
26
Korea Exchange Bank Danamon
54
Bank Mestika Dharma
27
Bank Lippo
55
Bank Antar daerah
28
Bank Mandiri
56
Bank CIC
Demikian nama-nama bank yang telah on line dengan Kantor Pabean yang dapat menerima Pungutan Negara Dalam Rangka Impor. Nama-nama Bank tersebut dapat berkurang ataupun bertambah tergantung pada keadaan Bank yang ada saat itu.
C.
Tatalaksana pembayaran.
1)
Tatalaksana pembayaran dan penyetoran penerimaan negara dalam rangka impor melalui Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi.
Dokumen yang menjadi dasar pembayaran bea masuk dan pungutan impor adalah PIB, PIBK atau SPTNP/SPSA.. Dalam hal tagihan yang belum dibayar setelah jatuh tempo importir juga akan menerima Surat Teguran dan Surat Paksa, surat tersebut juga dapat digunakan sebagai dasar pembayaran bea masuk dan pungutan impor lainnya. a. Hal-hal yang dilakukan oleh Importir atau wajib bayar. Langkah pertama importir menyiapkan dokumen yang menjadi dasar pembayaran tersebut serta mengisi formulir SSPCP dalam rangkap 4 (empat). Selanjutnya melakukan pembayaran ke Bank Devisa Persepsi/Pos
Diklat Fungsional PFPD
76
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Persepsi dengan menyerahkan PIB atau dokumen yang menjadi dasar pembayaran, SSPCP yang telah diisi dengan lengkap dan benar; dan uang pembayaran sejumlah nominal yang tercantum dalam SSPCP. Jika pembayaran disetujui importir akan menerima kembali dokumen yang telah dibubuhi tanda terima dari Bank Devisa Persepsi/Bank Persepsi berupa: -
PIB, PIBK, Surat Penetapan/ST/SP/SPSA dan dokumen pelengkap Pabean lainnya; dan
-
SSPCP lembar ke–1 atau BPN lembar ke-1 dalam amplop tertutup untuk disampaikan ke KPBC;
dan SSPCP lembar ke–3 atau BPN
lembar ke-3 untuk Penyetor / Wajib Selanjutnya importir menyerahkan PIB, PIBK, SPTNP /ST/SP/SPSA dan SSPCP lembar ke – 1 ke KPPBC yang bersangkutan untuk dilakukan pemeriksaan dokumen dan atau pengurusan pengeluaran barang. b. Hal-hal yang dilakukan Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi. Bank Persepsi atau Pos Persepsi menerima PIB atau dokumen pembayaran lainnya dari Importir atau Wajib Bayar dan meneliti kebenaran Perhitungan Penerimaan Negara Dalam Rangka Impor dalam PIB dan SSPCP. Penelitian SSPCP terutama mengenai jumlah yang akan dibayar, NPWP, Jenis Penerimaan (Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga, Biaya, Surat Paksa, Jasa Pekerjaan, PPnBM, PPn, dan PPh Pasal 22), dokumen dasar, Kode Mata Anggaran Penerimaan (MAP) dan KPPBC tempat pemenuhan kewajiban Pabean dan kode kantor. Untuk SSPCP dengan dokumen dasar pembayaran SPTNP /ST/SP/SPSA Bank melakukan penelitian atas jumlah yang dibayar yang tercantum dalam SSPCP dengan jumlah nominal yang tercantum dalam Surat Penetapan /ST/SP/SPSA ; dan disamping itu juga meneliti apakah pembayaran yang dilakukan harus dikenakan bunga 2% (dua persen) tiap bulan atau tidak. Jika pengisian sudah lengkap dan benar Bank/Pos Persepsi menerima uang pembayaran yang jumlahnya sama dengan jumlah nominal yang tercantum dalam SSPCP yang bersangkutan. Selanjutnya merekam dan menerima dalam sistem komputer untuk setiap Mata Anggaran Penerimaan (MAP) sesuai modul bank.
Diklat Fungsional PFPD
77
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Bank/Pos Persepsi wajib membubuhkan tanda terima dalam SSPCP atau BPN berupa : - NTPN; - NTB; - Nomor SSPCP dan unit KPPN; - Tanggal dan waktu penerimaan Pembayaran, - Nama dan Tanda Tangan Petugas penerima pembayaran. - Cap Bank yang bersangkutan; dan Selanjutnya
menyerahkan kembali dokumen yang telah dibubuhi
cap
tanggal pelunasan SSPCP dalam PIB atau dokumen lain dan tanda terima kepada Importir atau Wajib Bayar berupa : - PIB atau dokumen dasar lainnya; - SSPCP lembar ke-1 atau BPN lembar ke-1 untuk disampaikan kepada KPPBC; dan SSPCP lembar ke –3 atau BPN lembar ke-3 untuk Penyetor/ Wajib Pajak. Bank juga
wajib menjawab permintaan konfirmasi mengenai suatu
pembayaran atau penyetoran apabila ada permintaan dari KPPBC . c. Hal-hal yang dikerjakan oleh Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai (KPPBC): KKPBC menerima PIB,
atau dokumen pembayaran lainnya dari Importir
atau Wajib Bayar dan kemudian meneliti kelengkapan dan kebenaran pengisian PIB dan PIBK serta mencocokkan jumlah pembayaran yang tercantum dalam SSPCP atau BPN dengan jumlah Penerimaan Negara Dalam Rangka Import yang seharusnya dibayar. Dalam hal pembayaran dilakukan dengan dokumen dasar SPKPBM /ST/SP/SPSA. melakukan pencocokkan jumlah yang dibayar yang tercantum dalam SSPCP atau BPN dengan jumlah nominal yang tercantum dalam SPTNP/ST/SP/SPSA. KPPBC juga wajib meneliti SSPCP lembar ke-1 atau BPN lembar ke-1 yang diterima dari Bank Devisa Persepsi. Tugas lain yang berkaitan dengan pembayaran, menatausahakan dokumendokumen yang berkenaan dengan importir termasuk data SSPCP atau BPN setiap hari, sesuai dengan petunjuk yang ditetapkan Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Diklat Fungsional PFPD
78
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Apabila diperlukan KPPBC dapat meminta konfirmasi mengenai suatu pembayaran atau penyetoran Penerimaan Negara Dalam Rangka Import kepada Bank Devisa Persepsi atauPos Persepsi tempat penyetoran. 2)
Pembayaran pungutan impor dilakukan di Kantor Pabean.
Pejabat yang ditunjuk pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) melakukan hal-hal sebagai berikut: Atas dokumen pembayaran yang dilakukan pada KPPBC, menerima PIB, PIBK, SPKPBM/ST/SP/SPSA yang diajukan oleh Importir atau Wajib Bayar. Kemudian melakukan penelitian atau
PIBK.
Atas
kelengkapan dan kebenaran Pengisian PIB
pembayaran
yang
menggunakan
dokumen
dasar
SPTNP/ST/SP/SPSA, diteliti apakah atas pembayaran tersebut harus dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan atau tidak. Jika dokumen sudah benar, menerima uang pembayaran yang jumlahnya sama dengan jumlah nominal yang tercantum PIB atau dokumen lain. Selanjutnya memberikan bukti pembayaran berupa SSPCP kepada Importir atau Wajib Bayar atas pembayaran Penerimaan Negara Dalam Rangka Impor. Pejabat Bea dan Cukai menyetorkan seluruh penerimaan Penerimaan Negara Dalam Rangka Import ke Kas Negara melalui Bank Devisa Persepsi, Bank Persepsi, atau Pos Persepsi. Penyetoran
sebagaimana
dimaksud
dilakukan
setiap
hari
dengan
ketentuan : -
Seluruh penerimaan pada hari itu harus disetorkan selambat-lambatnya pada hari kerja berikutnya.
-
Untuk penyetoran Penerimaan Negara Dalam Rangka Impor digunakan formulir SSPCPmlembar ke-2 s.d 4, untuk semua Mata Anggaran Penerimaan (MAP);
-
Formulir sebagaimana dimaksud diserahkan ke Bank Devisa Persepsi, Bank Persepsi atau Kantor Pos Persepsi beserta uang setoran yang jumlahnya sama dengan jumlah nominal yang tercantum dalam SSPCP. Atas penyetoran tersebut Pejabat bea dan cukai menerima kembali SSPCP
lembar ke-2 atau rekap lembar ke-2, yang telah dibubuhi tanda penerimaan oleh Bank Devisa Persepsi, Bank Persepsi, atau Pos Persepsi.
Diklat Fungsional PFPD
79
Teknis Kepabeanan Lanjutan
3)
Pembayaran pungutan impor atas barang kiriman pos.
Dalam hal pembayaran pungutan impor atas barang kiriman pos maka Pejabat yang ditunjuk pada Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai (KPPBC) melakukan hal-hal sebagai berikut: Pejabat bea dan cukai membuat/menetapkan PPKP (Pencacahan dan Pembeaan Kiriman Pos) dengan mencantumkan besarnya Penerimaan Negara Dalam Rangka Impor yang harus dibayar oleh Penerima Kiriman Pabean, dalam rangkap 5 (lima) : -
Lembar ke-1 untuk KPPBC pada Kantor Pos lalu Bea (setelah Penerimaan Negara Dalam Rangka Impor dibayar)
-
Lembar ke-2 untuk Loket Kantor Pos Persepsi;
-
Lembar ke-3 untuk penerimaan kiriman Pabean;
-
Lembar ke-4 untuk kantor Pusat Pos Persepsi;
-
Lembar ke-5 untuk KPPBC Selanjutnya pihak pabean menyerahkan PPKP lembar ke-1 s/d lembar ke-
4, ke Pos Persepsi
menyertai Barang Kiriman Pabean yang telah diperiksa
/dicacah; dan lembar ke-5 disimpan di KPPBC sebagai arsip Atas barang kiriman yang telah dibayar pungutan impornya, Pejabat bea dan cukai menerima PPKP lembar ke-1 dilampiri SSPCP lembar ke-1 atau BPN lembar ke-1 dari kantor Pos Persepsi. KPPBC
wajib
melakukan
penatausahaan
dokumen-dokumen
yang
berkenaan dengan Barang Kiriman Pabean termasuk SSPCP setiap hari sesuai dengan petunjuk yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Dalam rangka pengawasan atas pelunasan pungutan impor, KPPBC melakukan rekonsiliasi dengan cara meneliti/mencocokkan PPKP lembar ke-1, SSPCP lembar ke-1 atau BPN lembar ke-1
yang diterima dari Kantor Pos
Persepsi, dengan PPKP lembar ke-5 yang ada pada KPPBC. Apabila PPKP lembar ke-1 beserta lampirannya belum diterima sehingga tidak dapat dilakukan rekonsiliasi, KPPBC memberitahukan hal tersebut kepada Kantor Pos Persepsi pada setiap akhir bulan, Demikian penjelasan tata cara atau prosedur pembayaran dan penyetoran Penerimaan Negara Dalam Rangka Impor, baik yang dilakukan melalui Bank Devisa Persepsi, Kantor Pabean / KPPBC maupun melalui Kantor Pos Lalu Bea.
Diklat Fungsional PFPD
80
Teknis Kepabeanan Lanjutan
3.2. Latihan 3
1) Dalam rangka penyelesaian kepabeanan atas barang impor untuk dipakai, atas suatu importasi barang kemungkinan dikenakan berbagai pungutan impor. - Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis pungutan negara dalam rangka impor ? - Bagaimana cara perhitungannya ? 2) Apa yang dimaksud dengan Nilai Pabean dan apa bedanya dengan Nilai Impor; berikan contohnya ? 3) Seorang importir mengimpor etil alkohol kadar 80% sebanyak 10.000 liter dengan harga CIF USD 5.000,Data lain
: NDPBM : USD 1,- = Rp 10.000,-
Cukai
:
= Rp 10.000,-/liter
BM
:
= 30%
PPN
:
= 10%
PPhnya
:
= 2.5%
Hitung BM dan pungutan impor yang harus dibayar ! 4) Apa yang dimaksud dengan PDRI, apa dasar hokum pemungutannya oleh Bea dan Cukai; dan bagaimana cara perhitungannya.? 5) Apa yang dimaksud dengan pungutan Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan, dan apa bedanya dengan pungutan impor. 6) Dalam hal apa dan kapan barang impor untuk dipakai wajib dilunasi bea masuknya dan apa syarat-syaratnya. 7) PTP XI sebagai importir gula pasir yang ditunjuk pemerintah mengimpor 10 ton gula pasir (refine sugar) dengan harga FOB USD 2.500,- ; Freight USD 500,- ; dan Asuransi ditutup di dalam negeri sebesar Rp 5.000.000,- ; Pembebanan tarif BM gula pasir Rp 700,-/kg. Hitung BM dan PDRI yang harus dibayar ? 8) Importir A mengajukan pemberitahuan pabean dalam rangka impor dan sudah membayar pungutan impor. Barang tersebut dikenakan Bea Masuk
Diklat Fungsional PFPD
81
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Anti Dumping.
Pungutan apa yang harus dibayar lagi oleh importir dan
bagaimana cara penyelesaiannya. 9) Jelaskan bagaimana dan apa syarat-syaratnya subuah Bank untuk dapat menerima pungutan bea masuk dan PDRI. Sebutkan 10 buah Bank yang dapat menerima pungutan negara. 10) Jelaskan dokumen-dokumen apa saja yang menjadi dasar pembayaran pungutan bea masuk dan pungutan impor lainnya.
3.3. Rangkuman
1) Atas importasi suatu barang dipungut BM dan pungutan impor lainnya. Dasar perhitungan BM adalah Nilai Pabean yaitu transaksi barang dalam bentuk CIF. Perhitungan BM adalah perkalian tarif BM dengan Nilai Pabean. Untuk barang tertentu (gula pasir, beras) perhitungan BM ditetapkan berdasarkan jumlah satuan barang dan tarif pembebanan BM. Sedangkan PDRI dihitung berdasarkan Nilai Impor yaitu Nilai Pabean di tambah BM (dan Cukai dalam rangka impor). 2) Tempat pembayaran BM dan PDRI dilakukan di Bank Persepsi atau Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi yang sudah on line dengan komputer BC; atau yang sekota dengan KPPBC (manual). 3) Dalam hal di kota tempat Kantor Pabean tidak terdapat Bank Devisa Persepsi, pembayaran BM dan PDRI dapat dilakukan di Bendaharawan Kantor Pabean. Pembayaran di Kantor Pabean juga dapat dilakukan atas impor barang penumpang / ASP atau pelintas batas. Sedangkan atas barang kiriman pos pembayarannya dilakukan di Kantor Pos. 4) Nilai Pabean berupa harga CIF terdiri dari tiga unsur, yaitu: Cost, atau nilai barang dalam FOB (Free on Board) yaitu harga barang sampai di atas kapal, di negara pemasok; Insurance, atau biaya asuransi barang dalam pengangkutan hingga di pelabuhan tujuan; dan Freight, atau biaya angkut, yaitu biaya pengangkutan barang dari pelabuhan negara pemasok hingga tiba di pelabuhan tujuan.
Diklat Fungsional PFPD
82
Teknis Kepabeanan Lanjutan
5) Sesuai Undang-undang dibidang perpajakan, Menteri Keuangan dapat menetapkan
bendaharawan
pemerintah
untuk
memungut
pajak
sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan badanbadan tertentu untuk memungut pajak dari wajib pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor dan kegiatan usaha di bidang lain. PDRI dipungut pada saat impor barang kena pajak, pemungutannya dilakukan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 6) Dasar penyetoran penerimaan negara dalam rangka impor dapat berupa : PIB, PIBT (termasuk juga CD, PPKP, KILB), Surat Tagihan (SPKPBM), SPSA, Surat Teguran, Surat Paksa. 7) Penyetoran dilakukan dengan mengisi formulir SSPCP untuk pembayaran semua mata anggaran penerimaan. 8) Dalam hal penyetoran pemerimaan negara dalam rangka impor melalui Kantor Pabean digunakan formulir BPPCP (Bukti Pembayaran Pabean, Cukai dan Pajak). penerimaan
negara
Selanjutnya Bendaharawan BC menyetorkan seluruh tersebut
selambat-lambatnya
pada
hari
kerja
berikutnya ke Bank Devisa Persepsi yang sekota / sewilayah kerja dengan KPBC (atau ke Kantor Pos jika tidak terdapat Bank Devisa Persepsi). Penyetoran oleh Bendaharawan ke Bank Devisa dengan menggunakan SSPCP. 9) Tempat pembayaran BM, Cukai dan PDRI dapat dilakukan diBank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi.
Pembayaran pada Kantor Bea dan Cukai,
dilakukan dalam hal ditempat tersebut tidak ada Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi, Barang penumpang, ASP, pelintas batas. Untuk barang impor yang dikirim melalui jasa pos pembayaran dilakukan di Kantor Pos. 10) Surat Setoran pungutan impor atau SSPCP dinyatakan sah apabila: - SSPCP telah mendapat NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara) dan
NTB
(Nomor
Transaksi
Bank),
atau
NTPN
dan
NTP
(NomorTransaksi Pos); atau - BPN (Bukti Penerimaan Negara) yang diterbitkan oleh Bank atau Kantor Pos telah mendapat NTPN dan NTB atau NTP
Diklat Fungsional PFPD
83
Teknis Kepabeanan Lanjutan
3.4. Test Formatif 3
1) Penerimaan Pabean lainnya merupakan penerimaan Negara dalam rangka impor. Penerimaan Pabean lainnya meliputi a. Bea Masuk, PPn Impor, PPh Pasal 22 impor b. Bunga dan Biaya Surat Paksa c. Denda Administrasi d. PPN Impor, PPh pasal 22 impor, PPn. BM 2) Penyetoran penerimaan negara dalam rangka impor dapat dilakukan melalui PT. Pos Indonesia untuk : a. Impor barang penumpang dan awak sarana pengangkut b. Barang pelintas batas c. Barang dagangan d. Barang kiriman pos 3) Atas kelebihan pembayaran BM, Cukai, PDRI, KPPBC menerbitkan restitusi atas nama Menteri Keuangan dengan menerbitkan SKPBM atas : a. BM b. BM. Sanksi administrasi, Bunga c. BM, Cukai, Sanksi Administrasi, Bunga d. BM, Cukai, Sanksi dan Biaya, PDRI ( PPN, PPnBM, PPh) 4) PIB MITA dengan fasilitas pembayaran berkala diajukan pada tanggal 10 Oktober 2008, maka pelunasannnya paling lama : a. Tanggal 30 Oktober 2008 b. Tanggal 10 November 2008 c. Tanggal 30 November 2008 d. Tanggal 10 Desember 2008 5) Dasar hukum pemungutan bea masuk atas impor untuk dipakai adalah: a. Pasal 2 ayat (2) UU Pabean. b. Pasal 10B UU Pabean. c. Pasal 4 UU Pabean. d. Pasal 7 UU Pabean. 6) Tujuan pengeluaran barang impor adalah untuk: a. Dipakai.
Diklat Fungsional PFPD
84
Teknis Kepabeanan Lanjutan
b. GB. c. TBB. d. Semua jawaban benar. 7) Pengeluaran barang impor untuk dipakai harus memenuhi persyaratan: a. Pengajuan dokumen impor dan pembayaran bea masuk. b. Pengajuan dokumen impor dan garansi bank. c. Pengajuan dokumen pelengkap pabean dan jaminan d. Semua jawaban benar. 8) Salah satu tugas DJBC adalah memungut: a. Bea Masuk b. PDRI. c. PNBP d. Semua jawaban benar 9) Dasar perhitungan bea masuk adalah: a. Nilai pabean x tarif bea masuk. b. Nilai impor x tarif bea masuk. c. Harga transaksi x tarif bea masuk. d. Harga invoice x tarif bea masuk. 10) Perhitungan nilai pabean meliputi unsur-unsur: a. Harga FOB + asuransi. b. Harga FOB + freight. c. Harga FOB + asuransi + ongkos angkut. d. Harga FOB + asuransi + freight + biaya pelabuhan. 11) Dalam hal PIB terdiri dari lebih dari satu jenis barang yang freightnya tergabung menjadi satu, maka perhitungan freight masing-masing jenis barang adalah: a. Berat/volume tiap jenis barang berbanding dengan total berat barang dikalikan total freight. b. Berat/volume barang berbanding dengan total berat barang dikalikan total freight. c. Berat/volume barang berbanding dengan berat barang dikalikan total freight. d. Berat/volume tiap jenis barang berbanding dengan total berat barang dikalikan masing-masing freight.
Diklat Fungsional PFPD
85
Teknis Kepabeanan Lanjutan
12) Bea Masuk Tambahan berupa: a. Tambahan bea masuk akibat salah jumlah, tarif, nilai pabean. b. Tambahan bea masuk dan denda. c. Tambahan bea masuk, denda dan bunga. d. Bea Masuk tindakan pengamanan. 13) Kekurangan pembayaran bea masuk ditagih dengan: a. Notul. b. Nota Pemberitahuan. c. SPTNP. d. SPSA. 14) Penerimaan pabean lainnya adalah: a. Bunga dan surat paksa. b. Denda dan bunga. c. Cukai dalam rangka impor. d. PDRI. 15) DJBC dalam berwenang memungut pungutan sebagai jasa pekerjaan, berupa pungutan: a. PNBP. b. Fee 2%. c. Bunga 2,5%. d. Seikhlasnya.
Diklat Fungsional PFPD
86
Teknis Kepabeanan Lanjutan
3.5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Cocokkan hasil jawaban dengan kunci jawaban yang terdapat di modul ini. Hitung jawaban Saudara dengan benar. Kemudian gunakan rumus untuk mengetahui tingkat pemahaman Saudara terhadap materi pembayaran pungutan impor.
TP =
Jumlah jawaban yang benar Jumlah keseluruhan soal
X
100%
Apabila tingkat pemahaman Saudara dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai :
91 %
s.d.
100 %
:
Amat baik
81 %
s.d.
90,99 %
:
Baik
71 %
s.d.
80,99 %
:
Cukup
61 %
s.d.
70,99 %
:
Kurang
Bila tingkat pemahaman belum mencapai 81 % ke atas (kategori ”Baik”), maka Saudara disarankan mengulang materi.
Diklat Fungsional PFPD
87
Teknis Kepabeanan Lanjutan
4. Kegiatan Belajar (KB) 4
SURAT PENETAPAN DAN SANKSI ADMINISTRASI Indikator Keberhasilan : Setelah mempelajari materi peserta diklat mampu : 1. Menjelaskan proses penerbitan surat penetapan. 2. Menjelaskan jenis pelanggaran dan sanksi administrasi. 3. Menjelaskan perhitungan dan penetapan sanksi administrasi. 4. Menjawab pertanyaan tentang penerbitan surat penetapan dan perhitungan sanksi administrasi. 4.1. Uraian Materi dan Contoh
A.
Surat Penetapan
Dalam materi ini dibahas mengenai tata cara penerbitan surat penetapan akibat dari hasil keputusan yang diambil atas penelitian dokumen pabean..
1)
Dasar hukum penetapan
Berdasarkan pasal 10B ayat (2) Undang-undang Kepabeanan disebutkan bahwa barang impor dapat dikeluarkan sebagai barang impor untuk dipakai setelah diserahkan Pemberitahuan Pabean dan dilunasi Bea Masuknya (atau menyerahkan jaminan dengan memenuhi persyaratan tertentu).
Selanjutnya
dalam pasal 16 ayat (1) dan (2) disebutkan bahwa Pejabat Bea dan Cukai dapat menetapkan tarif dan nilai pabean barang impor sebelum penyerahan pemberitahuan atau dalam waktu 30 hari sejak tanggal pemberitahuan pabean. Dalam Undang-undang Kepabeanan Pejabat Bea dan Cukai diberi wewenang untuk menetapkan tarif dan nilai Pabean untuk perhitungan Bea Masuk atas barang impor. Hasil dari penetapan tersebut dapat mengakibatkan timbulnya kekurangan pembayaran bea masuk maupun terjadinya kelebihan pembayaran bea masuk.
Dalam hal penetapan dimaksud mengakibatkan
kekurangan pembayaran Bea Masuk importir harus melunasi Bea Masuk yang
Diklat Fungsional PFPD
88
Teknis Kepabeanan Lanjutan
kurang di bayar sesuai dengan penetapan. atas
pemberitahuan impor
tersebut
Sebaliknya dalam hal penetapan
mengakibatkan terjadinya
kelebihan
pembayaran, pihak importir diberikan hak untuk meminta pengembalian pembayaran bea masuk. Penetapan Pejabat Bea dan Cukai atas pemberitahuan impor tersebut dituangkan dalam Surat Penetapan Tarif dan Nilai Pabean (SPTNP). Prinsip yang dianut dalam pembayaran Bea Masuk adalah asas perhitungan sendiri (self assessment). Namun Pejabat Bea dan Cukai tetap diberi wewenang untuk meneliti dan menetapkan tariff dan nilai Pabean untuk perhitungan Bea Masuk yang tersebut dalam dokumen Pemberitahuan Pabean/Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang diserahkan importir. Penetapan tarif maupun nilai pabean dapat diberikan sebelum atau sesudah Pemberitahuan Pabean atas impor diserahkan, atau dalam waktu 30 hari sejak tanggal pemberitahuan pabean. Pengertian ”dapat” dalam pasal ini dimaksudkan bahwa Pejabat Bea dan Cukai mengetapkan tarif dan nilai Pabean hanya dalam hal tarif dan nilai Pabean yang diberitahukan berbeda dengan tarif yang ada dan/atau nilai Pabean barang yang sebenarnya, sehingga: -
Bea Masuk kurang dibayar dalam hal tarif dan/atau nilai Pabean yang ditetapkan lebih tinggi;
-
Bea Masuk lebih dibayar dalam hal tarif dan/atau nilai Pabean yang ditetapkan lebih rendah. Dalam pemberitahuan kedapatan sesuai atau benar, pemberitahuan
diterima dan dianggap telah dilakukan penetapan oleh Pejabat Bea dan Cukai. Dalam hal tertentu atas barang impor dilakukan penetapan tarif dan nilai Pabean untuk pemberitahuan Bea Masuk setelah pemeriksaan fisik, tetapi sebelum diserahkan Pemberitahuan Pabean, misalnya untuk impor sementara, barang penumpang, barang kiriman. Dalam rangka memberikan kepastian pelayanan kepada masyarakat, jika Pemberitahuan Pabean sudah didaftarkan, penetapan harus diberikan dalam waktu tiga puluh hari sesudah tanggal pendaftaran. Batas waktu selama tiga puluh hari dianggap cukup bagi Pejabat Bea dan Cukai untuk mengumpulkan informasi sebagai dasar pertimbangan dalam melakukan penetapan.
Diklat Fungsional PFPD
89
Teknis Kepabeanan Lanjutan
2)
Pengambilan Keputusan
Hasil pemeriksaan Pabean mengenai klasifikasi, pembebanan dan nilai Pabean dapat mengakibatkan kekurangan ataupun kelebihan Pembayaran Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor. Keputusan yang diambil Pejabat Pemeriksa Dokumen dapat terjadi akibat dari hasil pemeriksaan dokumen PIB beserta lampirannya, maupun pemeriksaan fisik barang berkaitan dengan jumlah, jenis dan tipe barang. Disamping meneliti kebenaran klasifikasi, pebebanan dan nilai pabean serta pelunasan Bea Masuk, Cukai dan PDRI (Pajak Dalam Rangka Impor) sesuai dokumen PIB yang ada, Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen juga dapat menerbitkan permintaan informasi tentang Nilai Pabean dalam hal PIB mendapat jalur
hijau, apabila
Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen
meragukan kebenaran Nilai Pabean yang diberikan. Dari hasil penelitian data yang di peroleh dibandingkan dengan data yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean (PIB), Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen dapat memutuskan apakah atas barang impor dimaksud terdapat kekurangan pembayaran Bea Masuk dan PDRI atau tidak. Penelitian meliputi data barang yaitu: jenis, jumlah dan klasifikasi barang; pungutan Pabean yang meliputi Bea Masuk dan Cukai (atas impor barang kena cukai); dan pungutan denda akibat pelanggaran pasal dalam Undang-undang Kepabeanan serta pungutan pajak dalam rangka impor yang meliputi PPN, PPnBM, dan PPh pasal 22. Masing-masing data tersebut memuat jumlah yang diberitahukan dibandingkan dengan jumlah yang seharusnya, sehingga di dapat angka selisih lebih atau pun selisih kurang, berapa jumlah kelebihan atau kekurangannya, dan berapa jumlah selisihnya. Dengan demikian diperoleh jumlah yang harus dibayar dari seluruh item di atas.
3)
Penerbitan Surat Penetapan
Surat Penetapan adalah Surat Penetapan Kewajiban Pembayaran Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor, serta sanksi administrasi berupa denda. Surat Penetapan dapat berfungsi sebagai: - Penetapan Pejabat Bea dan Cukai
Diklat Fungsional PFPD
90
Teknis Kepabeanan Lanjutan
- Pemberitahuan; dan - Penagihan kepada importir/orang yang bersangkutan. Surat penetapan diterbitkan karena adanya pungutan impor atau denda yang harus dibayar. Jenis-jenis Surat Penetapan meliputi: a. Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP). SPTNP diterbitkan akibat dari pelanggaran pasal 16 dan pasal 82. SPTNP merupakan surat penetapan tarif dan nilai pabean atas barang impor yang diberitahukan
dalam
pemberitahuan
pabean
impor.
Penetapan
ini
merupakan hasil penelitian dokumen impor oleh PFPD yang dituangkan dalam NOTUL, dan selanjutnya diterbitkan Surat Penetapan. Demikian juga atas hasil pemeriksaan fisik barang impor dalam hal terdapat perbedaan jenis dan atau jumlah barang dengan pemberitahuan pabean (PIB), PFPD melakukan penetapan tarif dan/atau nilai pabean sesuai dengan hasil pemeriksaan
fisik.
Dalam
hal
penetapan
tarif
dan
nilai
pabean
mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, importir wajib melunasi kekurangan pembayaran bea masuk dan PDRI, serta sanksi administrasi berupa denda. Kecuali terhadap kesalahan tarif tidak dikenakan denda. b. Surat Penetapan Pabean (SPP). SPP merupakan surat penetapan tarif dan nilai pabean yang bukan merupakan kesalahan pemberitahuan impor (PIB). Penetapan tersebut dapat mengakibatkan penagihan pembayaran bea masuk, PDRI dan denda. SPP diterbitkan akibat dari pelanggaran pasal 8A ayat (2), 10A ayat (3), 43 ayat (3) dan pasal 45 ayat (4). Demikian juga atas pelanggaran pasal 25 ayat (4) dan pasal 26 ayat (4). c. Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA). SPSA merupakan surat penetapan pengenaan sanksi administrasi berupa denda atas pelanggaran yang hanya mengakibatkan kewajiban membayar sanksi administrasi.
Pelanggaran dimaksud ditetapkan dalam pasal-pasal
yang tersebar di Undang-undang Kepabeanan. Contoh: Pasal 7A ayat (7) yang berbunyi: Pengangkut yang tidak memenuhi ketentuan tentang RKSP dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp 5.000.000,- dan paling banyak Rp 100.000.000,-
Diklat Fungsional PFPD
91
Teknis Kepabeanan Lanjutan
d. Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP). SPKTNP merupakan surat penetapan kembali tarif dan/atau nilai pabean. Penetapan kembali dapat dilakukan dalam jangka waktu 2 tahun sejak tanggal pendaftaran PIB. Penetapan kembali dilakukan apabila hasil dari penelitian ulang berbeda dengan hasil penetapan sebelumnya.
Dalam hal
penetapan tarif dan nilai pabean mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, importir wajib melunasi kekurangan pembayaran bea masuk dan PDRI, serta sanksi administrasi berupa denda. Kecuali terhadap kesalahan tarif tidak dikenakan denda. Penerbitan SPKTNP didasari pada pasal 17 Undang-undang Kepabeanan.
Surat Penetapan dapat merupakan hasil dari keputusan PFPD yang dituangkan dalam SPTNP. Dilain hal surat penetapan juga dapat mengakibatkan timbulnya restitusi dalam hal adanya kelebihan pembayaran bea masuk. Pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
a). Penagihan Bea Masuk Pelunasasn utang sebagaimana tersebut dalam Surat Penetapan harus dilakukan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal yang tertera pada Surat Penetapan. Pelunasan utang dimaksud dilakukan melalui Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi dengan menggunakan SSPCP (Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak). Dalam prakteknya tanda bukti pelunasan dikirimkan langsung kepada Pejabat Pemeriksa Dokumen yang segera memasukkan data tersebut ke komputer Bea dan Cukai, dengan demikian proses penagihan terhenti dan pengajuan dokumen Pabean berikutnya tidak terblokir. Dalam hal tagihan Bea Masuk, Cukai dan Denda Administrasi tidak dilunasi setelah tanggal jatuh tempo maka atas tagihan Bea Masuk, Cukai dan Denda Administrasi tersebut dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) dari jumlah tagihan setiap bulannya.
Denda administrasi atau bunga
dihitung sejak tanggal jatuh tempo Surat Penetapan (tanggal yang tertera di Surat Penetapan sampai dengan tanggal dilunasinya tagihan dimaksud.. Pengenaan bunga dipungut untuk selama-lamanya 24 (dua puluh empat)
Diklat Fungsional PFPD
92
Teknis Kepabeanan Lanjutan
bulan, bagian bulan misalnya satu hari, satu minggu dan seterusnya, dihitung satu bulan penuh (2%) Di samping pengenaan bunga sebagaimana tersebut diatas, terhadap importir yang bersangkutan juga dikenai sanksi pelayanan Pabean. Sanksi tersebut
antara lain berupa pemblokiran pelayanan PIB pada pengajuan
berikutnya, tidak diberikan fasilitas penangguhan bea masuk, pelayanan segera, dan sebagainya. Oleh karena itu bagi importir yang tidak setuju atau tidak sependapat dengan keputusan Pejabat Bea dan Cukai atas penetapan tarif Bea Masuk, Nilai Pabean, pengenaan denda administrasi, maka proses penagihan harus dihentikan terlebih dahulu. Pihak importer tidak cukup hanya melayangkan protes atau mendiamkan tagihan (Surat Penetapan) tapi harus mengajukan keberatan sebelum lewat jangka waktu 60 hari (jatuh tempo pelunasannya), dengan memenuhi persyaratan pengajuan keberatan. Persyaratan tersebut antara lain keberatan ditujukan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai melalui Kepala Kantor Bea dan Cukai setempat, dengan mempertaruhkan jaminan sebesar tagihan. Setelah lewat jangka waktu 60 (enam puluh) hari dan di tambah 7 (tujuh) hari sejak diterbitkan Surat Penetapan, penanggung hutang (dalam hal ini importir atau pengangkut, pengusaha tempat penimbunan sementara, pengusaha tempat penimbunan berikat atau pengusaha jasa Kepabeanan) belum juga melunasi kewajibannya, maka Kepala Kantor Bea dan Cukai akan menerbitkan Surat Teguran. Surat Teguran diterbitkan dan disampaikan si Penanggung hutang dalam hal tagihan belum dilunasi atau tidak diajukan keberatan. Surat teguran menunjuk Surat Penetapan yang bersangkutan serta uraian jenis tagihan dan jumlah tagihan. Dalam Surat Teguran dicantumkan atensi (“Perhatian”) dengan mengutip pasal 8 Undang-undang Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa yang berbunyi : “Tagihan Bea Cukai harus dilunasi dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari setelah tanggal surat teguran ini. Sesudah batas waktu itu tindakan penagihan Bea cukai akan dilanjutkan dengan penerbitan Surat Paksa.” Apabila dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak dikeluarkannya Surat Teguran yang bersangkutan belum juga melunasi hutangnya, maka kepala Kantor Bea dan Cukai akan menerbitkan Surat
Diklat Fungsional PFPD
93
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Paksa untuk penagihan Bea Masuk, Cukai dalam rangka Impor, denda administrasi dan bunga, kepada Penanggung hutang. Sedangkan untuk piutang pajak dalam rangka impor (PPN, PPnBM, PPh pasal 22 impor), diterbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Dalam Rangka Impor oleh Kepala Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai. Surat pemberitahuan piutang pajak tersebut disampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di wilayah penanggung hutang berdomisili, untuk diproses lebih lanjut sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku. Surat pemberitahuan piutang pajak menunjuk SuratPenetapan yang bersangkutan, dan mencantumkan nama penanggung hutang, NPWP, alamat dan bidang usahanya (bisa importir, pengangkutan/agen pelayaran, Pengusaha TPS, Pengusaha TPB atau PPJK), dengan mencantumkan jenis dan jumlah tagihan (PPN, PPnBM, PPh pasal 22). Disamping itu turut dilampirkan perincian dan bukti terkait. Dengan demikian setelah lewat jangka waktu 88 (delapan puluh delapan) hari sejak penerbitan Surat Penetapan, untuk Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi dan bunga dilakukan penagihan dengan surat paksa, sedangkan untuk pajak-pajak impor diserahkan penagihannya kepada KPP setempat (tempat domisili si penanggung hutang).
Atas pemberitahuan
piutang pajak kepada KPP dilakukan pencatatan dalam buku catatan khusus Surat Penetapan. Terhadap piutang pajak yang telah diberitahukan kepada KPP tidak perlu dilakukan monitoring dan dianggap telah selesai. Terhadap PPh Pasal 22 (Pajak Penghasilan dalam rangka importasi barang) yang tidak dibayar atau kurang dibayar setelah lewat tahun takwim tidak dilakukan penagihan. Atas kekurangan PPh pasal 22 tersebut (lewat tahun takwim) diberitahukan oleh Kepala Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak di wilayah penanggung utang berdomisili.
b). Pengembalian Bea Masuk, Denda Administrasi dan Bunga Pengembalian Bea Masuk atau yang lebih dikenal dengan istilah restitusi diberikan apabila memnuhi syarat-syarat yang ditentukan. Pengembalian Bea Masuk antara lain timbul sebagai akibat kelebihan pembayaran. Hal tersebut diketahui antara lain dari hasil penelitian Pejabat Pemeriksa Dokumen.
Diklat Fungsional PFPD
94
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Kelebihan bayar tersebut dituangkan dalam SPTNP yang selanjutnya dikirimkan
kepada
Pejabat
yang
mengelola
Penagihan/Pengembalian
(Bendaharawan) untuk proses lebih lanjut. Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian Bea Masuk yang telah dibayar atas : i.
Kelebihan Pembayaran Bea Masuk karena penetapan tarif Bea Masuk dan/atau Nilai Pabean oleh Pejabat Bea dan Cukai;
ii.
Kelebihan pembayaran Bea Masuk karena penetapan kembali Bea Masuk dan/atau Nilai Pabean oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai;
iii.
Kelebihan pembayaran Bea Masuk karena kesalahan tata usaha;
iv.
Impor barang yang mendapat pembebasan atau keringanan Bea Masuk;
v.
Impor barang yang oleh sebab tertentu harus diekspor kembali atau dimusnahkan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai;
vi.
Impor barang yang sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai kedapatan jumlah yang sebenarnya lebih kecil daripada yang telah dibayar Bea Masuknya, cacat, bukan barang yang dipesan, atau berkualitas lebih rendah;
vii.
Impor barang dalam keadaan curah yang diberikan persetujuan impor tanpa pemeriksaan fisik (jalur hijau), kedapatan jumlah fisik barang kurang sehingga menimbulkan kelebihan pembayaran Bea Masuk. Pemberian restitusi ini hanya dapat dipertimbangkan setelah ada rekomendasi hasil audit.
viii.
Kelebihan pembayaran Bea Masuk sebagai akibat putusan lembaga banding (Badan Peradilan Pajak).
Jika persyaratan dipenuhi, pengembalian bea masuk (restitusi) dapat juga diberikan terhadap seluruh atau sebagian denda administrasi dan/atau bunga yang telah dibayar sebagai akibat pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 jo. Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Diklat Fungsional PFPD
95
Teknis Kepabeanan Lanjutan
B.
Sanksi Administrasi Dalam materi ini dibahas mengenai jenis-jenis pelanggaran beserta sanksi
administrasinya, perhitungan sanksi administrasi danpembahasan kasus-kasus kesalahan pemberitahuan pabean.
1)
Jenis pelanggaran dan kelompok sanksi administrasi.
Sanksi Administrasi atau Denda Administrasi adalah sanksi berupa denda yang dikenakan terhadap pelanggaran ketentuan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 jo. Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan yang bersifat administratif. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa Undang-undang No. 17 Tahun 2006 mengatur Sanksi Administratif dan Sanksi Pidana.
Sanksi Administratif
ditetapkan tersebar dalam pasal-pasal dalam Undang-undang Kepabeanan, sedangkan Sanksi Pidana terkumpul pada Bab XIV Ketentuan Pidana yang terdiri dari 14 pasal, yaitu pasal 102 sampai dengan pasal 111. Sanksi Administrasi berupa
denda dikenakan terhadap orang yang melakukan
pelanggaran administrasi yang diatur dalam Undang-undang Kepabeanan. Pengenaan Sanksi Administrasi dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2008 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda Dibidang Kepabeanan. Pelanggaran Ketentuan Kepabeanan dapat dilakukan oleh siapa saja yang dalam tindakannya
berkaitan
dengan bidang Kepabeanan, yang
dapat
dikelompokkan dalam : -
Pelanggaran yang dilakukan oleh pengangkut, seperti agen pelayaran, Nahkoda Kapal, dan sebagainya;
-
Pelanggaran yang dilakukan oleh Importir;
-
Pelanggaran yang dilakukan oleh Eksportir;
-
Pelanggaran yang dilakukan oleh Pengusaha TPS (Tempat Penimbunan Sementara);
-
Pelanggaran yang dilakukan oleh oleh PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan).
Diklat Fungsional PFPD
96
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Di atas telah diuraikan bahwa jenis pelanggaran Kepabeanan tersebar di dalam pasal-pasal dalam Undang-undang Kepabeanan, dan si pelanggar atau pelanggaran dapat dilakukan oleh siapa saja yang berkaitan dengan bidang Kepabeanan sebagaimana dalam kelompok tersebut di atas. Sanksi Administrasi berupa denda tersebut dapat dikelompokkan dalam 5 (lima) kelompok denda yang besarnya dinyatakan dalam nilai rupiah atau dalam persentase tertentu, sebagai berikut: Dalam nilai rupiah tertentu Dalam nilai rupiah minimum sampai dengan maksimum; Persentase tertentu dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar; Persentase tertentu minimum sampai maksimum dari kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar; atau Persentase tertentu minimum sampai dengan maksimum dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar. Penjelasan masing-masing kelompok sanksi administrasi adalah sebagai berikut: a. Denda yang besarnya dinyatakan dalam nilai rupiah tertentu; Terhadap pelanggaran yang diancam dengan Sanksi Administrasi berupa denda yang besarnya dinyatakan dalam nilai rupiah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10A ayat (8), Pasal 11A ayat (6), Pasal 45 ayat (3), Pasal 52, Pasal 81 ayat (3), Pasal 82 ayat (3b), Pasal 86 ayat (2), Pasal 89 ayat (4), Pasal 90 ayat (4), atau Pasal 91 ayat (4) Undang-undang Kepabeanan, dikenakan denda sebesar nilai rupiah yang tersebut dalam pasal Undang-undang yang bersangkutan. Atas pengenaan denda Denda yang besarnya dinyatakan dalam nilai rupiah tertentu, sebagaimana dimaksud diatas dilaksanakan sesuai dengan besarnya denda yang tertera dalam pasal Undang-undang Kepabeanan; Contoh: Eksportir yang tidak melaporkan pembatalan ekspor dikenai sanksi berupa denda sebesar Rp.5.000.000,- sesuai pasal 11A ayat (6). b. Denda yang dinyatakan dalam nilai rupiah minimun sampai dengan maksimum. Terhadap pelanggaran yang diancam dengan Sanksi Administrasi berupa denda yang besarnya dinyatakan dalam nilai rupiah minimum sampai dengan maksimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (7) dan ayat (8), pasal 8A ayat (2) dan ayat (3) , pasal 8C ayat (3) dan (4), pasal 9A
Diklat Fungsional PFPD
97
Teknis Kepabeanan Lanjutan
ayat (3) dan pasal 10A ayat (3) dan ayat (4) Undang-undang Kepabeanan, ditetapkan secara berjenjang Terhadap pelanggaran yang diancam dengan Sanksi Administrasi berupa denda minimum sampai dengan maksimum yang besarnya dinyatakan dalam nilai rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (7) dan (8), Pasal 8A ayat (2) dan (3), Pasal 8C ayat (3) dan (4), Pasal 9A ayat (3), Pasal 10A ayat (3) dan (4) Undang-undang Kepabeanan, dikenakan denda sebesar nilai rupiah yang ditetapkan secara berjenjang berdasarkan jumlah pelanggaran selama enam bulan terakhir. Denda sebagaimana dimaksud ditetapkan dengan ketentuan: apabila dalam enam bulan terakhir dilakukan satu kali pelanggaran, dikenakan denda sebesar satu kali denda minimum; apabila dalam enam bulan terakhir dilakukan dua kali pelanggaran, dikenakan denda sebesar dua kali denda minimum; apabila dalam enam bulan terakhir dilakukan tiga kali sampai dengan empat kali
pelanggaran, dikenakan denda sebesar lima
kali denda
minimum; apabila dalam enam bulan terakhir dilakukan lima sampai enam kali pelanggaran, dikenakan denda sebesar tujuh kali denda minimum; apabila dalam enam bulan terakhir dilakukan lebih dari enam kali pelanggaran, dikenakan denda sebesar satu kali denda maksimum; Tata cara penetapan denda atas pelanggaran Undang-undang yang dikenai Sanksi Administrasi dalam bentuk denda minimum sampai dengan denda maksimum yang besarnya dinyatakan dalam nilai rupiah, adalah sebagai berikut : Contoh : Pada
tanggal
15
pengusaha/pengangkut
Juli,
atas
pengangkutan
barang
impor
melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud
dalam pasal 8A ayat (2) Undang-undang Kepabeanan, yaitu jumlah barang impor yang di bongkar kurang dari yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean, sehingga berdasarkan Undang-undang dikenai Sanksi Administrasi berupa denda paling banyak Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
Diklat Fungsional PFPD
98
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Untuk
mengenakan
Sanksi
Administrasi
berupa
denda
terhadap
Pengangkutan tersebut di atas, terlebih dahulu harus dilihat jumlah pelanggaran yang dilakukan Pengangkut tersebut dalam kurun waktu enam bulan terakhir, dalam kasus ini antara kurun waktu 15 Januari sampai dengan 15 Juli. Apabila dalam kurun waktu tersebut, pengangkut misalnya melakukan tiga kali pelanggaran, maka dikenakan denda lima kali dari denda minimum, yaitu sebesar Rp.125.000.000,- (seratus dua puluh lima juta rupiah). c. Denda yang besarnya dinyatakan dalam persentase dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar; Terhadap pelanggaran yang diancam dengan Sanksi Administrasi berupa denda yang besarnya dinyatakan dalam persentase tertentu dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10B ayat (6), Pasal 10D ayat (5) dan (6), Pasal 43 ayat (3), atau Pasal 45 ayat (4) Undang-ndang Kepabeanan, dikenakan denda sebesar nilai rupiah yang diperoleh dari hasil perkalian antara besarnya Sanksi Administrasi dengan Bea Masuk yang seharusnya dibayar. Atas pengenaan denda yang besarnya dinyatakan dalam persentase dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar, sebagaimana dimaksud pada butir 3 diatas diperoleh darihasil perkalian persentase tertentu dengan bea masuk yang seharusnya dibayar. Contoh: Barang impor mendapat fasilitas vooruitslag/penangguhan bea masuk sebesar Rp.50.000.000,-
Jika pada waktu jatuh tempo tidak diselesaikan,
importer dikenai sanksi berupa denda sebesar 10% berdasarkan Pasal 10B ayat (6). Besar denda adalah 10% x Rp.50.000.000,- = Rp.5.000.000,d. Denda yang dinyatakan dalam persentase tertentu minimum sampai dengan maksimum dari kekurangan bea masuk/bea keluar; sebagai mana dimaksud dalam 16 ayat (4), pasal 17 ayat (4), pasal 82 ayat (5) dan ayat (6), dan pasal 86 A Undang-undang Kepabeanan, ditetapkan secara
berjenjang
berdasarkan
perbandingan
antara
kekurangan
pembayaran Bea Masuk/Bea Keluar dengan Bea Masuk/Bea Keluar yang telah dibayar.
Diklat Fungsional PFPD
99
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Denda minimum sampai dengan maksimum yang besarnya dinyatakan dalam persentase tertentu dari kekurangan pembayaran Bea Masuk. Terhadap pelanggaran yang diancam dengan Sanksi Administrasi berupa denda minimum sampai dengan maksimum yang besarnya dinyatakan dalam persentase tertentu dari kekurangan pembayaran Bea Masuk, dikenakan denda sebesar nilai rupiah yang ditetapkan secara berjenjang berdasarkan perbandingan antara kekurangan pembayaran Bea Masuk dengan Bea Masuk yang telah dibayar. Denda sebagaimana dimaksud diatas ditetapkan dengan ketentuan : apabila kekurangan Pembayaran Bea Masuk sampai dengan 25 (dua puluh lima) persen dari Bea Masuk yang telah dibayar, dikenakan denda sebesar 100 (seratus) persen dari kekurangan pembayaran Bea Masuk; apabila kekurangan Pembayaran Bea Masuk sampai dengan 25 (dua puluh lima) persen sampai dengan 50 (lima puluh) persen dari Bea Masuk yang telah dibayar, dikenakan denda sebesar 200 (dua ratus) persen dari kekurangan pembayaran Bea Masuk; apabila kekurangan Pembayaran Bea Masuk di atas 50 (lima puluh) persen sampai dengan 75 (tujuh puluh lima) persen dari Bea Masuk yang telah dibayar, dikenakan denda sebesar 400 (empat
ratus)
persen dari kekurangan pembayaran Bea Masuk; apabila kekurangan Pembayaran Bea Masuk di atas 75 (tujuh puluh lima) persen sampai dengan 100 (seratus) persen dari Bea Masuk yang telah dibayar, dikenakan denda sebesar 700 (tujuh ratus) persen dari kekurangan pembayaran Bea Masuk; apabila kekurangan Pembayaran Bea Masuk di atas 100 (seratus) persen dari Bea Masuk yang telah dibayar, dikenakan denda sebesar 1000 (seribu) persen dari kekurangan pembayaran Bea Masuk; Tata cara penetapan denda atas pelanggaran Undang-undang Kepabeanan yang dikenai Sanksi Administrasi dalam bentuk denda minimum sampai dengan maksimum yang besar dinyatakan dalam persentase tertentu dari kekurangan pembayaran Bea Masuk, adalah sebagaimana contoh kasus berikut :
Diklat Fungsional PFPD
100
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Contoh : Dalam Pemberitahuan Impor Barang, Importir membayar Bea Masuk atas barang yang diimpornya sebesar Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah), berdasarkan tarif Bea Masuk sebear 10% dan nilai pabean atas barang impor tersebut sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Dari hasil penelitian Pejabat Bea dan Cukai ternyata nilai transaksi dari barang bersangkutan adalah sebesar Rp. 12.500.000,- (dua belas juta lima ratus ribu rupiah) dan Bea Masuk yang seharusnya dibayar adalah sebesar Rp. 1.250.000,- (satu juta dua ratus lima puluh rupiah), sehingga importir kurang membayar Bea Masuk sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah). Dalam kasus di atas, kekurangan pembayaran Bea Masuk adalah sebesar Rp. 25% (dua puluh lima persen) dari Bea Masuk yang telah dibayar (Rp. 250.000,- dibagi bilangan
Rp.1.000.000,-) sehingga denda
administrasi yang dikenakan terhadap Importir adalah 100% (seratus persen) dari kekurangan pembayaran Bea Masuk, yaitu sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh rupiah). Apabila tarif Bea Masuk atas barang yang berkaitan dengan pelanggaran yang dikenakan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud di atas besarnya
nol
persen,
maka
denda
ditetapkan
sebesar
Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah). e. Denda yang dinyatakan dalam persentase tertentu minimum sampai dengan maksimum dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar, sebagaimana ditetapkan dalam pasal 25 ayat (4) dan pasal 26 ayat (4) UU Kepabeanan, ditetapkan secara berjenjang berdasarkan perbandingan antara bea masuk atas fasilitas yang disalah gunakan dengan total bea masuk yang mendapat fasilitas. Denda yang dinyatakan dalam persentase tertentu minimum sampai dengan maksimum dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar ditetapkan secara berjenjang berdasarkan perbandingan antara bea masuk atas fasilitas yang disalah gunakan dengan total bea masuk yang mendapat fasilitas, dengan ketentuan apabila kekurangan pembayaran bea masuk :
Diklat Fungsional PFPD
101
Teknis Kepabeanan Lanjutan
apabila kekurangan Pembayaran Bea Masuk sampai dengan 20 (dua puluh) persen, dikenakan denda sebesar 100 (seratus) persen dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar;
apabila kekurangan Pembayaran Bea Masuk diatas 20 (dua puluh) persen sampai dengan 40 (empat puluh) persen, dikenakan denda sebesar 200 (dua ratus) persen dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar;
apabila kekurangan Pembayaran Bea Masuk di atas 40 (empat puluh) persen sampai dengan 60 (enam puluh) persen, dikenakan denda sebesar 300 (tiga ratus) persen dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar;
apabila kekurangan Pembayaran Bea Masuk di atas 60 (enam puluh) persen sampai dengan 80 (delapan puluh) persen, dikenakan denda sebesar 400 (empat ratus) persen dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar;
apabila kekurangan Pembayaran Bea Masuk di atas 80 (delapan puluh) persen sampai dengan 100% , dikenakan denda sebesar 500 (lima ratus) persen dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar;
Pada
dasarnya
terhadap
pelanggaran
yang
timbul
karena
tidak
dipenuhinya ketentuan dalam Undang-undang tetap dikenakan suatu sanksi. Oleh karena itu apabila Sanksi Administrasi yang dasar perhitungannya adalah persentase dari kekurangan pembayaran Bea Masuk, ternyata Bea Masuk atas barang yang dilakukan pelanggaran tersebut tarifnya 0% (nol persen), maka sanksi yang dijatuhkan tidak lagi bersifat proporsional, tetapi didasarkan pada satuan jumlah dalam rupiah, sesuai pasal 114 . Berikut ini disampaikan matriks jenis pelanggaran beserta sanksinya sesuai Undang-undang Nomor 17 tahun 2006. Jenis pelanggaran beserta sanksinya sesuai pasal-pasal dalam Undang-undang No. 17 tahun 2006 sebagai berikut :
Diklat Fungsional PFPD
102
Teknis Kepabeanan Lanjutan
No
Jenis Pelanggaran
Sanksi
Pelangar
1
- Pengangkut tidak menyerahkan RKSP (Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut).
DA maks.50 juta, minimum 5 juta rupiah
Pengangkut dalam hal impor
Pasal 7A ayat (7)
2
- Tidak serahkan manifest. - Tidak melaporkan keadaan darurat dan tidak menyerahkan pemberitahuan pabean.
BM barang yang kurang, DA maks. 100 juta, minimum 10 juta rupiah
Pengangkut dalam hal impor
Pasal 7A ayat (8)
3
Barang impor eks TPS/TPB ke TPS/TPB lainnya: - Kekurangan bongkar - Kelebihan bongkar barang impor - Kekurangan membongkar barang tertentu - Kelebihan membongkar barang tertentu
DA maks. 250 juta rupiah, minimum 25 juta rupiah
Pengusaha atau importir
Pasal 8A ayat (2) dan (3)
DA maks. 50 juta, min. 5 juta rupiah DA maks. 250 juta, min. 25 juta rupiah - Tidak memberitahukan DA maks. 100 barang yang diangkut juta, minimal dengan tujuan luar daerah 10 juta. Pabean atau ke daerah Pabean lain Barang impor dibongkar di DA maks 250 kawasan pabean: juta, min. 25 - Kekurangan membongkar juta rupiah barang impor - Kelebihan membongkar DA maks 500 barang impor juta, min. 25 - Mengeluarkan barang impor juta rupiah dari Kawasan Pabean/ DA 25 juta tempat lain, setelah rupiah memenuhi kewajiban tetapi belum mendapat izin.
Pengangkut barang tertentu
Pasal 8C ayat (3) dan ayat (4)
Pengangkut
Pasal 9A ayat (3)
Pengangkut
Pasal 10A ayat (3) dan
4
5
6
pasal
ayat (4) ayat (8) -Orang
7
- Tidak melunasi bea masuk dalam jangka waktu yang ditetapkan.
Denda adm. 10% dari bea masuk
Orang/siapa saja
Psl.10B ayat (6)
8
- Terlambat mereekspor barang impor sementara - Tidak mereekspor barang impor sementara
Denda 100% dari bea masuk
Orang/siapa saja
Psl.10D ayat (5) dan (6)
Diklat Fungsional PFPD
103
Teknis Kepabeanan Lanjutan
9
- Tidak melaporkan pembatalan ekspor.
Denda 5 juta rupiah
Eksportir
Psl.11A ayat (6)
- Salah memberitahukan Nilai Pabean sehingga berakibat kekurangan Pembayaran Bea Masuk
DA maks. 1000% dan min. 100% dari BM yang kurang
Importir
Pasal 16 ayat (4)
10
- Penetapan kembali karena salah memberitahukan Nilai Pabean sehingga berakibat kekurangan Pembayaran Bea Masuk
Denda adm maksimum 1000% dan minimum 100% dari BM yang kurang
Importir
Pasal 17 ayat (4)
11
- Tidak memenuhi ketentuan tentang pembebasan /keringanan BM sesuai UU Kepabeanan
DA maks.500% dan min. 100% dari BM yang seharusnya
Setiap orang
Pasal 25 ayat (4)
12
- Tidak memenuhi ketentuan tentang pembebasan /keringanan BM sesuai UU Kepabeanan
DA maks.500% dan min. 100% dari BM yang seharusnya
Setiap orang
Pasal 26 ayat (4)
13
- Tidak dapat mempertanggung jawabkan barang-barang yang seharusnya di TPS
DA 25% x BM yang seharusnya
Pengusaha TPS
Pasal 43 ayat (3)
14
- Mengeluarkan barang dari TPB sebelum ada persetujuan tanpa bermaksud mengelakan kewajiban pabean - Tidak dapat mempertanggung jawabkan barang yang seharusnya di TPB
DA 75 juta rupiah.
-Orang
Pasal 45 ayat (3) dan (4)
-D A 100% x BM yang seharusnya
-Pengusaha TPB
- Tidak menyelenggarakan pembukuan - Tidak mengindahkan ketentuan penyelenggaraan
-DA 50 juta rupiah -DA 25 juta rupiah
Importir, Eksportir, Pengusaha, TPB, PPJK,
15
Diklat Fungsional PFPD
Pasal 52
104
Teknis Kepabeanan Lanjutan
pembukuan, syarat dan penyimpanan pembukuan
PP
16
- Tidak memberikan bantuan yang layak pada Pejabat Bea dan Cukai
Denda Administrasi 5 juta rupiah
17
- Tidak memenuhi permintaan Denda pejabat BC untuk : Administrasi Menyerahkan barang 25 juta rupiah untuk diperiksa Membuka sarana pengangkut Membuka pengemas
Pengangkut atau pengusaha
Pasal 81 ayat (3)
Setiap Orang
Pasal 82 ayat (3)
18
-
Salah memberitahukan: jumlah jenis yang berakibat kekurangan pembayaran BM
DA maks. 1000% dan min.100% dari BM yang kurang
Setiap orang
Pasal 82 ayat (5)
19
- Salah memberitahukan jenis dan jumlah barang atas ekspor yang berakibat tidak terpenuhi pen.negara.
DA maks, Rp. 1000%, min Rp. 100% dari kekurangan
Setiap Orang
Pasal 82 ayat (6)
20
- Orang yang menyebabkan pejabat BC tidak dapat melakukan audit
Denda Administrasi 75 juta rupiah
Imp/Eksp. TPS, TPB, PPJK, PP.
Pasal 86 ayat (2)
21
Tindakan yang menyebabkan Pej.BC tidak dapat melaks. : 1. Pemeriksaan bangunan - Yang penyelenggaraannya dengan izin (TPS, TPB) - Yang berisi barang di bawah pengawasan Pabean 2. Memasuki/memeriksa bangunan selain tsb ad.1 dan bukan rumah tinggal
Denda Administrasi 5 juta rupiah
Setiap Orang
Pasal 89 ayat (4)
22
- Tidak melaksanakan perintah penghentian pembongkaran barang yang bertentangan dengan ketentuan
Denda Administrasi 25 juta rupiah
Setiap Orang
Pasal 90 ayat (4)
23
- Menolak permintaan BC untuk - menghentikan pengangkut
Denda Administrasi 5
Pengangkut
Pasal 91 ayat (4)
Diklat Fungsional PFPD
105
Teknis Kepabeanan Lanjutan
- menuju ke tempat yang juta rupiah diperintahkan - menunjukkan dokumen pengangkutan 24
25
2)
- Penghentian penyidikan tindak pidana oleh Jaksa Agung atas perintah Menteri Keuangan
Sanksi administrasi berdasarkan % dari BM, jika tarif 0%
Yang bersangkutan melunasi BM yang tidak/kurang di tambah denda 400% dari BM yang tidak/kurang dibayar
Setiap orang
Pasal 113 ayat (2)
Denda 5 juta rupiah
Pelanggar
Pasal 114
Perhitungan denda administrasi.
Sebagaimana diuraikan di atas bahwa Sanksi Administrasi berupa denda dikenakan terhadap setiap orang yang melakukan pelanggaran administrasi yang diatur dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 jo. Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. Penetapan denda atas pelanggaran yang diancam dengan Sanksi Administrasi yang berkaitan dengan pengajuan dokumen pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat 4 dan pasal 82 ayat (5) UndangUndang tersebut diatas, dilakukan oleh PFPD dengan menerbitkan SPTNP. Pelunasan denda tersebut dilakukan bersama-sama dengan pelunasan kekurangan pembayaran Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor. Pasal 16 ayat (4) berbunyi : “Importir yang salah memberitahukan Nilai Pabean untuk perhitungan Bea Masuk sehingga mengakibatkan kekurangan pembayaran Bea Masuk dikenai Sanksi Administrasi berupa denda paling sedikit 100% (seratus persen) dari Bea Masuk yang kurang di bayar, atau paling banyak 1000% (seribu persen) dari Bea Masuk yang kurang dibayar”.
Diklat Fungsional PFPD
106
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Pasal 82 ayat (5) berbunyi : “Setiap orang yang salah memberitahukan jenis dan atau jumlah barang dalam Pemberitahuan Pabean atas impor yang mengakibatkan kekurangan pembayaran Bea Masuk, dikenai Sanksi Administrasi berupa denda paling sedikit 100% (seratus persen) dari Bea Masuk yang kurang dibayar dan paling banyak 1000% (seribu persen) dari Bea Masuk yang kurang dibayar”. Sedangkan penetapan denda atas pelanggaran lainnya (lihat matriks di atas), misalnya kesalahan pelanggaran di bidang impor, pelanggaran oleh pengangkut, temuan audit pada suatu perusahaan, dan sebagainya, maka penetapan denda dimaksud dilakukan oleh Kepala Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai. Penetapan denda dilakukan dengan menggunakan SPSA (Surat Penetapan Sanksi Administrasi).
SPSA tersebut disampaikan kepada pihak
yang dikenakan Sanksi Administrasi, dan harus dilunasi dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya SPSA. Pihak yang dikenakan denda administrasi dapat mengajukan keberatan atas penetapan denda sebagaimana tersebut dalam Surat Penetapan atau SPSA kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai, sebelum jatuh tempo pembayaran hutangnya (60 hari sejak tanggal diterimanya Surat Penetapan dimaksud).
3)
Kasus-kasus
Kesalahan
Pemberitahuan
Dokumen
Impor
dan
Perhitungan Sanksi Administrasi
Dalam proses penyelesaian dokumen impor (PIB) kemungkinan dapat terjadi kesalahan pemberitahuan, mengingat bahwa pemberitahuan impor dibuat sendiri oleh importir (self assessment). Berkaitan dengan Sanksi Administrasi, kesalahan dibagi dua, yaitu kesalahan yang dapat mengakibatkan denda dan kesalahan yang tidak mengakibatkan denda. Kesalahan pemberitahuan impor tidak dikenakan denda dalam hal kesalahan tata usaha misalnya kesalahan tik, kurs dan sebagainya. Kesalahan memberitahukan tarif Bea Masuk (post tariff HS maupun pembebanannya) juga tidak dikenakan denda. Perhitungan denda tidak hanya dikenakan terhadap kesalahan yang mangakibatkan kekurangan Pembayaran Bea Masuk, terhadap kesalahan
Diklat Fungsional PFPD
107
Teknis Kepabeanan Lanjutan
pemberitahuan yang tarif Bea Masuknya 0% (nol persen) juga dikenakan denda sebesar Rp. 5000.000,- (lima juta rupiah) yang dikenakan hanya satu kali saja untuk satu PIB. Perhitungan persentase denda dari kesalahan pemberitahuan jumlah, jenis dan nilai pabean didasarkan atas jumlah kekurangan pembayaran Bea Masuk yang seharusnya di bayar dari seluruh barang impor yang dikenai Sanksi Administrasi dalam satu PIB. Perhitungan denda dalam hal terdapat kesalahan yang mengakibatkan kekurangan pembayaran Bea Masuk didasarkan pada perkalian persentase denda dengan jumlah kekurangan pembayaran Bea Masuk dari kesalahan pemberitahuan jumlah, jenis dan nilai pabean. Untuk lebih jelasnya berikut ini disampaikan contoh perhitungan dalam keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor 07 tahun 2003. Perhitungan besarnya Sanksi Administrasi berupa denda atas pelanggaran Pasal 16 ayat (4) dan Pasal 82 ayat (5) dilakukan dengan cara terlebih dahulu menghitung besarnya prosentase denda, dan setelah itu dilakukan perhitungan besarnya denda yang harus dikenakan atas pelanggaran yang dilakukan. Ada beberapa contoh kasus tambah bayar yang dapat dipakai sebagai pedoman dalam menghitung besarnya Sanksi Administrasi berupa denda sebagaimana diuraikan di bawah ini :
a. Kesalahan yang menyebabkan terjadinya kekurangan pembayaran Bea Masuk dari suatu PIB, dikelompokkan menjadi dua yaitu: kesalahan yang mengakibatkan denda dan kesalahan yang tidak mengakibatkan denda (klasifikasi atau pembebanan) Perhitungan denda dilakukan dari kelompok kesalahan yang mengakibatkan denda yaitu dengan cara : Jumlah Kekurangan pembayaran Bea Masuk dijumlahkan; Prosentase denda dihitung dari jumlah kekurangan pembayaran Bea Masuk dibagi dengan jumlah Bea Masuk yang telah dibayar; Jumlah denda yang harus dibayar adalah hasil perkalian antara prosentase denda dengan jumlah kekurangan Bea Masuk yang mengakibatkan denda. Perhitungannya adalah sebagai berikut :
Diklat Fungsional PFPD
108
Teknis Kepabeanan Lanjutan
No
Jenis kesalahan
Jenis Barang
BM. dibayar (juta)
BM seharusny a (juta)
BM kurang bayar (juta)
1
Televisi
Klasifikasi
10.00
20.00
10.00
2
Tape Recorder
Pembebanan
10.00
20.00
10.00
3
VCD Player
Jumlah
10.00
15.00
5.00
4
Lampu Pijar
Nilai Pabean
20.00
30.00
10.00
5
Speaker Set
Jenis
0
10.00
10.00
50.00
95.00
45.00
Jumlah
Penjelasan: 1) Barang no urut 1 dan 2 tidak dikenakan denda dan kekurangan pembayaran Bea Masuk = Rp. 20.000.000,2) Barang dengan No. urut 3, 4,
dan 5 merupakan barang yang
kesalahannya dikenakan denda : 1) % denda = kurang bayar / jumlah pungutan yang dibayar x 100% =
25 / 30 x 100%
=
83.33% denda = 700 %
2) Besarnya denda yang dikenakan adalah =7 x kurang bayar =7xRp.25juta =Rp. 175 juta 3) Jumlah BM yang kurang dibayar = Rp. 20 juta + 25 juta = Rp. 45 juta 4) Denda
= Rp. 175 juta
b. Penghitungan Sanksi Administrasi berupa denda yang dikenakan terhadap satu jenis barang yang mempunyai dua kesalahan, yaitu kesalahan yang mengakibatkan denda dan kesalahan yang tidak mengakibatkan denda, dilakukan dengan cara menghitung terlebih dahulu kekurangan bayar yang tidak dikenakan denda setelah itu baru dihitung kekurangan bayar yang mengakibatkan denda.
Diklat Fungsional PFPD
109
Teknis Kepabeanan Lanjutan
N o 1
Jenis Barang
Jenis Kesalahan
Diberitahukan
Seharusnya
Televisi
1. Pembebanan
5%
10%
200 pcs
2.Nilai Pabean
50 juta
200 juta
Selisih
Perhitungan : Kekurangan bayar tanpa denda 1) Bea Masuk yang telah dibayar dengan kesalahan pembebanan adalah Rp. 50 juta x 5% = Rp. 2.5 juta; 2) Bea
Masuk
yang
seharusnya
dibayar
tanpa
kesalahan
pembebanan adalah Rp. 50 juta x 10% = Rp. 5 juta; 3) Terdapat kekurangan pembayaran Bea Masuk sebesar Rp. 2.5 juta Kekurangan Bayar dengan denda 1) Apabila
tidak ada
kesalahan
pembebanan
maka
importir
membayar Rp. 50 juta x 10% = Rp. 5 juta; 2) Bea Masuk yang seharusnya dibayar dengan Nilai Pabean yang sebenarnya adalah Rp. 200 juta x 10% = Rp. 20 juta 3) Prosentase denda dihitung dari kekurangan pembayaran Bea Masuk yang seharusnya dibayar (20-5=15 juta) dengan yang dibayar apabila tidak terdapat kesalahan pembebanan (5 juta), yaitu : kekurangan bayar/yang telah dibayar = 15 / 5 x 100% = 300% denda 1000%; Berarti besar denda adalah 10 kali dari BM kurang bayar. 4) Denda administrasi yang dikenakan adalah sebesar 10 x Rp. 15 juta = Rp. 150 juta; 5) Jumlah Bea Masuk yang kurang dibayar = 17.5 juta Denda Administrasi
= 150 juta
c. Kekurangan bayar yang mengakibatkan denda terhadap barang yang pembebanannya 0% hanya dikenakan satu kali untuk satu PIB, apabila pada PIB tersebut tidak ada barang impor lain yang harus dikenai denda.
Diklat Fungsional PFPD
110
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Contoh 1: N o
Jumlah & Jenis Barang
1
Televisi 200 pcs
2
Jenis kesalahan
diberita hukan
Seharus -nya
Pembebanan
5%
10%
Kurang byr = 17.5 jt
Nilai Pabean
50 juta
200 juta
Denda = 150 juta
0%
0%
Barang B tidak kena
100 juta
200 juta
denda karena televisi
Barang B 200 pcs
Nilai Pabean
Kekurangan dan denda
sudah kena denda
Contoh 2: N o
Jumlah & Jenis Barang
1
Televisi
Jenis kesalahan
Pembebanan
200 pcs 2
diberita hukan
Seharusnya
Kekurangan dan denda
5%
10%
Tambah bayar = 5
100 juta
100 juta
juta
Barang B
Pembebanan
5%
0%
Barang
B
kena
200 pcs
Nilai Pabean
50 juta
200 juta
denda Rp. 5 juta
d. Dalam hal setelah pemeriksaan fisik dan/atau dokumen, ternyata dalam satu PIB terdapat barang yang tidak diberitahukan dan ada barang yang tidak ditemukan, maka jumlah penerimaan yang telah dibayarkan untuk barang yang tidak ditemukan tersebut diperhitungkan sebagai pungutan yang sudah dibayar untuk barang yang tidak diberitahukan. N o
Jenis Barang Barang A
Hasil Pemeriks aan Benar
Pungutan diberitahu kan 100 juta
1 2
Seharus nya
Catatan
100 juta
Benar
Barang B
Tidak ada
100 juta
-
Diberitahukan, tetapi tidak ada
3
Barang C
Ada
Diklat Fungsional PFPD
-
200 juta
Tidak diberitahukan
111
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Perhitungan : 1. Barang A Sesuai; 2. Pungutan yang dibayar untuk barang B dianggap pungutan yang sudah dibayar untuk barang C; 3. Kurang Bayar ( 200 – 100) = 100 juta 4. % denda ( 100 / 100 x 100% = 100%) 10 x BM kurang bayar; 5. Jumlah denda = 10 x 100 juta = 1 milyar
e. Dalam hal setelah pemeriksaan fisik dan/atau dokumen, ternyata dalam satu PIB terdapat barang yang tidak diberitahukan maka terhadap yang tersebut diperhitungkan sebagai barang baru dan dikenakan pungutan serta denda.
N o
Jenis Barang Barang A
Hasil Pemeriks aan Benar
Pungutan diberitahu kan 100 juta
1
Seharus nya
Catatan
100 juta
Benar
2
Barang B
Benar
100 juta
100 juta
Benar
3
Barang C
Ada
-
200 juta
Tidak diberitahukan
4
Barang D
Ada
-
50 juta
Tidak diberitahukan
Perhitungan : 1) Barang A dan B sesuai; 2) BM yang kurang dibayar untuk barang C dan D = Rp. 250 juta; 3) % denda (250/1 x 100% = 250%) 10 x BM kurang bayar; 4) Jumlah denda = 10 x 250 juta = Rp. 2,5 milyar
f.
Jika beberapa jenis barang yang pembebanannya sama diberitahukan dengan digabung pada satu PIB, denda hanya dikenakan apabila setelah diperincikan ternyata terdapat kekurangan pembayaran Bea Masuk yang mengakibatkan denda. Diberitahukan
: Barang A, B dan C masing-masing berjumlah 100 pcs; Barang tersebut berada dalam satu tarif pos dengan
Diklat Fungsional PFPD
112
Teknis Kepabeanan Lanjutan
pembebanan 5%.
Total nilai Pabean Rp. 200 juta,
dan jumlah Bea Masuk Rp. 10 juta Misalnya : Ditemukan (1)
: Barang A 100 pcs, pembebanan 5% NP 100 juta, BM: Rp 5 Juta : Barang B 50 pcs, pembebanan 5% NP 50 juta, BM Rp 2.5 juta : Barang C 150 pcs, pembebanan 5% NP, 50 juta, BM: Rp 2.5 juta
atau ditemukan (2)
: Barang A 100 pcs, pembebanan 5% NP 100 juta, BM Rp 5 Juta : Barang B 50 pcs, pembebanan 5% NP 50 juta, BM Rp 2.5 juta : Barang C 150 pcs, pembebanan 5% NP, 200 juta, BM RP 10 juta
Penyelesaian Kasus (1) :
Terdapat kesalahan jumlah barang (B & C), seharusnya kesalahan pemberitahuan jumlah per masing-masing barang kena denda, akan tetapi karena jumlah total barang dan nilai pabeannya sama, sehingga jumlah keseluruhan pungutan BM dan PIB tetap sama, maka kesalahan tersebut tidak dikenakan denda;
Kasus (2) :
Terdapat kesalahan jumlah dan nilai Pabean pada barang C,
yang
mengakibatkan
terjadinya
kekurangan
pembayaran BM, untuk kesalahan tersebut dilakukan perhitungan
besarnya
denda
dari
kekurangan
pembayaran dengan yang telah dibayar, yaitu: 6) BM yang kurang dibayar = Rp. 17.5 juta – Rp. 10 juta = Rp. 7.5 juta; 7) % denda (7.5 / 10 ) = 75% 7 kali BM yang kurang dibayar; 8) denda = 7 x 7.5 = Rp. 52.5 juta
Diklat Fungsional PFPD
113
Teknis Kepabeanan Lanjutan
g. Jika dalam satu PIB terdapat beberapa barang yang setelah dilakukan penelitian ada yang BM-nya kurang dibayar dan ada yang lebih dibayar, maka
kelebihan
pembayaran
itu
dapat
dikompensasikan
dengan
kekurangan bayar yang terjadi, namun apabila ada sanksi administrasi berupa denda yang harus dibayar maka prosentase denda dan besarnya denda yang harus dibayar dihitung dulu dari kekurangan yang sebenarnya, setelah itu baru kelebihan bayarnya dapat dipakai untuk mengurangi pembayaran kekurangan BM yang terjadi.
N o
Jenis Barang
Jenis Kesalahan
BM. Dibayar (juta)
BM seharusnya (juta)
BM kurang
BM lebih
1
Televisi
Pembebana
20.00
10.00
10.00
2
Tape Record
n
10.00
10.00
-
-
3
VCD Player
-
10.00
15.00
5.00
-
4
Lampu Pijar
Jumlah
20.00
30.00
10.00
-
5
Speaker Set
Nilai Pabean
0
10.00
10.00
-
60.00
75.00
25.00
10.00
Jenis Jumlah
Penyelesaiannya : a) Barang dengan nomor urut 3, 4 dan 5 merupakan barang yang kesalahannya dikenakan denda : 1) % denda
= kurang bayar / jumlah di bayar x 100 % = 25 / 30 x 100 % = 83.33 % denda = 7 x BM kurang bayar
2) Besarnya denda yang dikenakan adalah = 7 x kurang bayar = 7 x 25 juta = Rp. 100 juta
b) Jumlah BM yang kurang dibayar
= Rp. 25 juta – Rp. 10 juta = Rp. 15 juta
c) Denda
Diklat Fungsional PFPD
= Rp. 175 juta
114
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Demikian tatacara pengenaan dan perhitungan denda atas kesalahan pemberitahuan impor, baik dari hasil penelitian administrasi dokumen PIB (Pemberitahuan Impor Barang), maupun dari hasil pemeriksaan fisik barang impor.
4.2. Latihan
1) Pihak yang melakukan pelanggaran administrasi dibidang kepabeanan dapat dikenakan denda administrasi.
Besarnya denda administrasi
dikelompokan dalam empat kelompok denda sebagaimana diatur dalam UU No.17 Tahun 2006 jo.No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Jelaskan masing-masing kelompok denda tersebut. 2) Pelanggaran administrasi dapat mengakibatkan denda administrasi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Kepabeanan. Dalam hal apa kemungkinan timbul penetapan sanksi administrasi, dan apa dokumen dasar penetapannya? 3) Jelaskan
cara
menghitung
besarnya
denda
administrasi
atas
pelanggaran pasal 16 ayat (4) (kesalahan pemberitahuan nilai pabean); dan pasal 82 ayat (5)
(kesalahan pemberitahuan jenis dan jumlah
barang). 4) Jelaskan bagaimana cara perhitungan Sanksi Administrasi atas suatu jenis barang yang mempunyai 2 kesalahan yaitu kesalahan tarif dan nilai pabean sbb: Diberitahukan 100 sets TV Color 21” dengan tarif 5% yang seharusnya 10%; dan harga Rp.50 juta seharusnya Rp.100 juta. 5) Jelaskan bagaimana perhitungan sanksi administrasi jika dalam satu PIB terdapat beberapa barang yang setelah dilakukan penelitian ada yang barangnya kurang bayar dan ada yang lebih bayar sebagai berikut: Diberitahukan barang A salah nilai pabean bayar bea masuk Rp.20 juta seharusnya Rp.30 juta; dan barang B salah tarif diberitahukan Rp.30 juta seharusnya Rp.20 juta. 6) Jelaskan bagaimana pengenaan denda jika beberapa jenis barang yang pembebanannya sama diberitahukan dengan digabung pada satu PIB, apabila setelah diperincikan ternyata terdapat kekurangan pembayaran
Diklat Fungsional PFPD
115
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Bea Masuk yang mengakibatkan denda. :
Dalam PIB diberitahukan
Barang A, B dan C @ 100 pcs dalam satu tarif pos pembebanan
5%, total nilai Pabean Rp. 200 juta, Bea Masuk Rp. 10 juta 7) Dalam suatu proses penyelesaian dokumen impor,
hal-hal apa yang
menyebabkan dibuat SPTNP? 8) Jelaskan tatacara penagihan piutang bea masuk/denda administrasi, yang meliputi tahap-tahap proses penagihan, jangka waktu pelunasan dan kemungkinan tindakan lain yang, akan diambil dalam hal tagihan tidak dilunasi. 9) Hasil penelitian atas pemberitahuan pabean dapat mengakibatkan kekurangan maupun kelebihan pembayaran pungutan impor. Jelaskan bagaimana penetapan tersebut terjadi dan dimana penetapan tersebut dituangkan. 10) Jelaskan apa yang dimaksud dengan SPTNP dan apa fungsinya dan dalam hal apa SPTNP dibuat; dan bagaimana proses penerbitannya serta tindak lanjutnya. 4.3. Rangkuman
1) Sanksi administrasi berupa denda dikenakan terhadap orang yang melakukan pelanggaran administrasi yang diatur dalam UU Kepabeanan. Pelanggaran dapat terjadi / dilakukan oleh pengangkut, importir, eksportir, pengusaha TPS, Pengusaha TPB maupun PPJK. 2) Sanksi administrasi dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu: Denda yang besarnya dinyatakan dalam nilai rupiah; denda yang besarnya dinyatakan dalam persentase dari BM yang seharusnya dibayar; denda minimum sampai dengan maksimum yang besarnya disebut dalam pasal UU; dan denda minimum sampai dengan maksimum yang besarnya dinyatakan dalam presentasi dari kekurangan pembayaran BM. 3) Penetapan denda atas pelanggaran yang diancam dengan Sanksi Administrasi yang berkaitan dengan pengajuan dokumen pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat 4 dan pasal 82 ayat
Diklat Fungsional PFPD
116
Teknis Kepabeanan Lanjutan
(5)
Undang-undang Kepabeanan,
dilakukan oleh PFPD, dengan
menerbitkan SPTNP . 4) Perhitungan
besarnya
Sanksi
Administrasi
berupa
denda
atas
pelanggaran Pasal 16 ayat (4) dan Pasal 82 ayat (5) dilakukan dengan cara terlebih dahulu menghitung besarnya prosentase denda, dan setelah itu dilakukan perhitungan besarnya denda yang harus dikenakan atas pelanggaran yang dilakukan. 5) Penghitungan Sanksi Administrasi berupa denda yang dikenakan terhadap satu jenis barang yang mempunyai dua kesalahan, yaitu kesalahan yang mengakibatkan denda dan kesalahan yang tidak mengakibatkan denda, dilakukan dengan cara menghitung terlebih dahulu kekurangan bayar yang tidak dikenakan denda setelah itu baru dihitung kekurangan bayar yang mengakibatkan denda. 6) Dalam hal setelah pemeriksaan fisik dan/atau dokumen, ternyata dalam satu PIB terdapat barang yang tidak diberitahukan dan ada barang yang tidak ditemukan, maka jumlah penerimaan yang telah dibayarkan untuk barang yang tidak ditemukan tersebut diperhitungkan sebagai pungutan yang sudah dibayar untuk barang yang tidak diberitahukan. 7) Surat penetapan/SPTNP adalah surat penetapan tariff dan nilai pabean untuk perhitungan bea masuk dan PDRI yang dibuat oleh pajabat pemeriksa dokumen yang berisi perhitungan hasil pemeriksaan pabean mengenai klasifikasi, pembebanan dan nilai pabean yang mengakibatkan kekurangan maupun kelebihan pembayaran BM dan PDRI. 8) Dalam hal terdapat kekurangan pembayaran BM dan PDRI, diterbitkan SPTNP, yang berfungsi sebagai surat penagihan secara administratif. Surat tagihan tersebut harus dilunasi dalam jangka waku 30 hari sejak tanggal penerbitan surat penetapan. 9) Pejabat Bea dan Cukai mengetapkan tarif dan nilai Pabean hanya dalam hal tarif dan nilai Pabean yang diberitahukan berbeda dengan tarif yang ada dan/atau nilai Pabean barang yang sebenarnya, sehingga Bea Masuk kurang dibayar dalam hal tarif dan/atau nilai Pabean yang ditetapkan lebih tinggi; atau Bea Masuk lebih dibayar dalam hal tarif dan/atau nilai Pabean yang ditetapkan lebih rendah.
Diklat Fungsional PFPD
117
Teknis Kepabeanan Lanjutan
10) Pembuatan SPTNP oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen dapat terjadi akibat dari hasil pemeriksaan dokumen PIB beserta lampirannya, maupun pemeriksaan fisik barang berkaitan dengan jumlah, jenis dan tipe barang.
4.4. Test Formatif 4
Lingkarilah jawaban yang Saudara anggap benar dalam pertanyaan dibawah ini.
1) Pada pengajuan PIB dengan sistem PDE, jika pengisian PIB lengkap dan benar, pemberian nomor pendaftaran PIB oleh ........ a. Sistem aplikasi b. Pejabat Penerima Dokumen c. Pejabat Analyzing Point d. Pejabat Pemeriksa Dokumen
2)
Terhadap importasi yang mendapat pentapan jalur MITA prioritas dilakukan a. Pemeriksaan Pabean b. Penelitian Dokumen c. Pemeriksaan Fisik d. Tidak dilakukan Pemeriksaan Pabean
3)
Pemeriksa barang telah menyampaikan LHP dengan hasil pemeriksaan sesuai. Dengan demikian Pejabat Pemeriksa Dokumen menerbitkan SPPB dalam jangka waktu paling lama : a. 4 jam b. 12 jam c. 24 jam d. 40 jam
4)
Jika terdapat kekurangan BM, Cukai dan PDRI, Pj. Pemeriksa Dokumen menerbitkan : a. Notul ( Nota Pembetulan) b. Nota Pemberitahuan c. SPTNP d. SPSA
Diklat Fungsional PFPD
118
Teknis Kepabeanan Lanjutan
5)
Jika dalam satu PIB terdapat kelebihan bayar Bea Masuk untuk barang A sebesar Rp 100 juta, dan kekurangan bayar BM untuk barang B sebesar Rp 100 juta, maka : a. Atas kekurangan bayar barang B diterbitkan SPTNP b. Atas kekurangan barang barang B diterbitkan SPTNP, dan atas barang A dapat dimintakan restitusi c. Diterbitkan SPTNP dan Notul d. Kelebihan barang barang A dikonpensasikan dengan kekurangan bayar barang B
6) Apabila keberatan ditolak maka yang bersangkutan dapat mengajukan banding kepada :
a.
Dirjen Bea dan Cukai
b.
Badan Peradilan Tata Usaha Negara
c.
Badan Peradilan Pajak
d.
Badan Peradilan Keuangan Negara
7) Yang dapat diajukan keberatan adalah : a. Penetapan Tarif dan Nilai Pabean b.
Penetapan Tarif dan Nilai Pabean dan denda
c. Penetapan Tarif dan Nilai Pabean. denda dan hasil audit d. Semua jawaban benar 8. Permintaan penjelasan atas penerbitan SPTNP dapat dilakukan : a. Sebelum lewat 30 hari tanggal SPTNP b. Sebelum lewat 14 hari tanggal SPTNP c. Sebelum lewat 60 hari tanggal SPTNP d. Sebelum pelunasan SPTNP 9. Jika jangka waktu 21 hari sejak surat teguran BM dan PDRI tidak dilunasi, maka diterbitkan : a.
Surat paksa untuk penagihan BM kepada Importir
b.
Surat paksa untuk penagihan BM, dan PDRI kepada Importir
c.
Surat paksa untuk penagihan BM dan surat pemberitahuan piutang pajak kepada Importir
Diklat Fungsional PFPD
119
Teknis Kepabeanan Lanjutan
d.
Surat
paksa
penagihan
BM
kepada
Importir
dan
surat
pemberitahuan piutang pajak kepada KPP setempat 10. Jangka waktu pengajuan keberatan atas penetapan Bea Cukai adalah: a. 30 hari sejak penetapan b. Setelah 30 hari penerbitan SPTNP c. 60 hari sejak tanggal penetapan d. Setelah 60 hari penerbitan SPTNP 11. Jika pada hasil penelitian dokumen impor ternyata terdapat kelebihan bayar maka Pejabat Pemeriksa Dokumen menerbitkan: a.
Notul
b.
SPKPBM
c.
SPTNP
d.
Surat Pemberitahuan
12. SPTNP dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai: a.
Klasifikasi dan pembebanan
b.
Nilai Pabean
c.
Jumlah, jenis, tipe barang
d.
Semua jawaban benar
13. Terhadap kekurangan bea masuk dan PDRI ditagih dengan: a.
SPTNP
b.
SPKPBM
c.
Surat Tagihan Pajak
d.
Notul dan Surat Tagihan Pajak
14. SPTNP ditanda tangani oleh: a.
Pejabat Pemeriksa Dokumen
b.
Kepala Kantor
c.
Kasi Pabean
d.
Kasi Penagihan/pengembalian (Bendaharawan)
15. Jika pada hasil penelitian dokumen impor ternyata terdapat kesalahan tariff bea masuk maka Pejabat Pemeriksa Dokumen menerbitkan: a.
Notul
b.
SPKPBM
c.
SPTNP
d.
Surat Pemberitahuan
Diklat Fungsional PFPD
120
Teknis Kepabeanan Lanjutan
4.5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Cocokkan hasil jawaban dengan kunci jawaban yang terdapat di modul ini. Hitung jawaban Saudara dengan benar. Kemudian gunakan rumus untuk mengetahui tingkat pemahaman Saudara terhadap materi impor .
TP =
Jumlah jawaban yang benar Jumlah keseluruhan soal
X
100%
Apabila tingkat pemahaman Saudara dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai : 91 %
s.d.
100 %
:
Amat baik
81 %
s.d.
90,99 %
:
Baik
71 %
s.d.
80,99 %
:
Cukup
61 %
s.d.
70,99 %
:
Kurang
Bila tingkat pemahaman belum mencapai 81 % ke atas (kategori ”Baik”), maka Saudara disarankan mengulang materi.
Diklat Fungsional PFPD
121
Teknis Kepabeanan Lanjutan
PENUTUP Saudara para peserta Diklat. Saudara telah mempelajari seluruh kegiatan belajar yang meliputi KB-1 sampai dengan KB-4 dengan materi pelayanan dokumen impor, penelitian atas dokumen impor yang disampaikan serta pengambilan keputusan atas hasil penelitian dimaksud.
Atas hasil penelitian tersebut dapat diterbitkan
surat penetapan. Saudara juga telah mempelajari jenis-jenis pungutan impor baik berupa bea masuk dan PDRI serta pengenaan sanksi administrasi berupa denda atas pelanggaran yang dilakukan importir. Sebelum Saudara menyudahi mata pelajaran ini disarankan Saudara mengerjakan test sumatif berikut ini.
Dengan selesainya pembelajaran
modul ini diharapkan Saudara akan lebih mudah dalam mempelajari modulmodul berikutnya dalam Diklat PFPD.
Semoga sukses.
Diklat Fungsional PFPD
122
Teknis Kepabeanan Lanjutan
TEST SUMATIF 1. Lingkarilah jawaban yang Saudara anggap benar dalam pertanyaan dibawah ini. 1) Atas kelebihan pembayaran BM, Pj Pemeriksa Dokumen menerbitkan….. a. Nota Pembetulan b. Nota Pemberitahuan c. SPTNP d. SPSA 2) Dalam hal terdapat kesalahan jumlah/jenis barang yang mengakibatkan kekurangan pembayaran BM 500% atau lebih, berkas PIB dan LHP dikirimkan kepada ….. a. Pejabat yang melakukan pengawasan b. Pejabat penerima dokumen c. Pejabat yang mengelola penagihan dan pengembalian d. Pejabat pemeriksa barang 3) Pada pengajuan PIB dengan sistem PDE, jika pengisian PIB lengkap dan benar, pemberian nomor pendaftaran PIB oleh……. a. Sistem aplikasi b. Pejabat Penerima dokumen c. Pejabat analyzing point d. Pejabat pemeriksa dokumen. 4) Setelah selesai pengeluaran barang impor, petugas yang mengawasi pengeluaran barang mengirimkan SPPB kepada … a. Pejabat/Kasi Pabean dan Cukai b. Pejabat pemeriksa dokumen c. Pejabat yang mengelola manifest d. Pejabat yang mendistribusikan dokumen 5) Importir bertanggung jawab terhadap BM, cukai dan PDRI yang terutang, sejak tanggal : a. RKSP b. Penyerahan manifest kapal c. Pendaftaran PIB d. Pengeluaran barang (SPPB) 6)
Untuk mendapatkan fasilitas GSP dalam rangka Asean PTA (CEPT) dokumen impor perlu dilengkapi dengan: a.
SK Men.Keu.
Diklat Fungsional PFPD
123
Teknis Kepabeanan Lanjutan
b.
SK Men.Perdag.
c.
CoO.
d.
M/L .
7) Atas PIB impor sementara berupa 1 unit Dyeing Machine Mdl AK SL250 Made in Taiwan, hasil pemeriksaan fisik kedapatan 1 unit Dyeing Machine type Z2500 made in Kingdom beserta Accessories.
Atas importasi
tersebut dikenakan: . ... a. Tambah bayar b. Tambah bayar dan denda 100% c. Izin impor sementara batal d. Izin impor sementara diperbaiki. 8) Atas impor berupa 50 bdls pakaian anak-anak made in Taiwan, hasil pemeriksaan fisik kedapatan pakaian bekas (bal-balan). Atas importasi tersebut dikenakan: a. Denda b. Menyampaikan izin/NPIK c. Menyampaikan LS (Laporan Surveyor) d. Menyampaikan berkas ke unit penindakan. 9) Atas impor barang berupa 840 spool, 16,000 kgs welding wire, diberitahukan harga barang CF USD 1,117/kg. Hasil penelitian harga barang diragukan, data pada DBH I tidak ada; DBH II CIF USD 1,35. Hasil pengujian harga tersebut dituangkan dalam formulir: a. BCF 2.7 b. BC 2.7 c. BCF 2.6 d. BC 2.6 10) Atas impor 2,376 m2 marble slab, diberitahukan masuk dalam pos tarif HS: 2515.12.2000, BM: 5 %. Hasil penelitian kedapatan marble slab siap pakai masuk dalam pos tarif HS: 6802.91.0000. Atas importasi tersebut diterbitkan: a. SPMKB b. SPTNP c. SPP d. Notul.
Diklat Fungsional PFPD
124
Teknis Kepabeanan Lanjutan
11) PNBP adalah pungutan: … a. DJBC. b. DJP. c. DJA. d. Pelabuhan. 12) Pembayaran bea masuk atas pemberitahuan impor pada KPBC yang sudah menggunakan sistem aplikasi pelayanan pabean dilakukan pada: a. Bank Devisa b. Kantor Pos c. Bank Devisa yang sudah on line d. Bank Devisa atau Kantor Pos yang sudah on line. 13) Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan penerimaan pembayaran pungutan impor menyetorkan pungutan impor pada hari berikutnya dengan menggunakan: a. SSBC b. SSPCP c. BPPCP d. PPKP 14) Pada proses pemberitahuan pabean melalui pertukaran data secara elektronik pelunasan pembayaran dapat diketahui melalui: a. SSPCP b. Credit advice c. SPTNP d. NTPN 15) Dalam hal pembayaran bea masuk dilakukan dengan dokumen dasar SPTNP maka KPPBC: a. Wajib meneliti SSPCP/BPN lbr-1 dari Bank. b. Tidak perlu meneliti SSPCP c. Wajib melakukan rekonsiliasi SSPCP dengan Bank dan KPN. d. Wajib mengkonfirmasi kepada Bank yang bersangkutan. 16) Surat Pemberitahuan Piutang Pajak disampaikan ke KPP dalam jangka waktu: a. 21 hari sejak diterbitkan Surat Teguran b. 30 hari sejak diterbitkan Surat Teguran
Diklat Fungsional PFPD
125
Teknis Kepabeanan Lanjutan
c. 21 hari sejak diterbitkan SPTNP d. 30 hari sejak diterbitkan SPTNP 17) Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh/sebagian bea masuk yang telah dibayar atas kelebihan pembayaran bea masuk karena: a. Penetapan tarif dan nilai pabean oleh PFPD b. Penetapan tarif dan nilai pabean oleh Dirjen BC c. Kesalahan tata usaha d. Semua jawaban benar 18) Sanksi administrasi dinyatakan dalam: a. Nilai rupiah b. Persentase c. Denda minimum & maksimum yang besarnya dinyatakan dalam rupiah/persentasi d. Semua jawaban benar 19) Terhadap pelanggaran yang diancam dengan sanksi administrasi maksimun & minimum dalam rupiah jika dalam 6 bulan terakhir dilakukan 3 x pelanggaran dikenakan denda sebesar: a. 2 x denda minimum b. 3 x denda minimum c. 4 x denda minimum d. 5 x denda minimum 20) Pada pemberitahuan pabean nilai pabean diberitahukan FOB US$ 10/set, ditetapkan oleh PFPD FOB US$ 20/set. Barang tersebut masuk dalam kelompok pos HS dengan tarif 0%.
Atas importasi tersebut
dikenakan denda: a. 0% b. 50% c. 100% d. 200%
Diklat Fungsional PFPD
126
Teknis Kepabeanan Lanjutan
2. Lingkarilah jawaban B jika benar atau S jika salah dalam pernyataan dibawah ini.
1) (S – B)
Importir jalur MITA non Prioritas yang mengimpor kembali barang asal dalam negeri mendapat respon SPJM.
2) (S – B)
Atas impor yang ditetapkan jalur kuning dapat dilakukan pemeriksaan fisik melalui mekanisme NHI berdasarkan informasi dari PFPD.
3) (S – B)
MITA Prioritas dan MITA non Prioritas
wajib
menyampaikan
bulan
rekapitulasi impor
setiap
dilampiri hardcopy PIB yang bersangkutan. 4) (S – B)
Importir
beresiko
menengah
yang
mengimpor
komoditi beresiko rendah ditetapkan jalur hijau dan tidak dilakukan penelitian dokumen maupun fisik barang. 5) (S – B)
Hasil pemeriksaan fisik dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan fisik.
6) (S – B)
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mengetahui jumlah, jenis dan spesifikasi barang sehingga dapat ditetapkan tariff dan nilai pabeannya..
7) (S – B)
Semua barang yang berasal dari Negara Asean pada impornya diberlakukan tariff preferensi.
8) (S – B)
Pada importasi barang pindahan untuk mendapatkan fasilitas bea masuk dan PDRI harus dilampirkan SK Pembebasan dari Menteri Keuangan atau Pejabat yang ditunjuknya.
9) (S – B)
Terhadap barang impor berupa furniture, penetapan PFPD tergantung dari informasi jenis, spesifikasi dan bahan baku pembuatannya.
10) (S – B)
Pada barang-barang tertentu packing barang dapat menentukan penetapan tariff dan nilai pabean.
Diklat Fungsional PFPD
127
Teknis Kepabeanan Lanjutan
KUNCI JAWABAN 1 Test Formatif
a. Jawaban test formatif 1 1. 2. 3. 4. 5.
d b d d d
6. 7. 8. 9. 10.
c d d b b
11. 12. 13. 14. 15.
c b c b d
11. 12. 13. 14. 15.
d a a d a
11. 12. 13. 14. 15.
a d c a a
11. 12. 13. 14. 15.
c d a a c
b. Jawaban test formatif 2 1. 2. 3. 4. 5.
a c d a d
6. 7. 8. 9. 10.
a b d d c
c. Jawaban test formatif 3 1. 2. 3. 4. 5.
b d c c b
6. 7. 8. 9. 10.
d d d a c
d. Jawaban test formatif 4 1. 2. 3. 4. 5.
a d c c d
6. 7. 8. 9. 10.
Diklat Fungsional PFPD
c d b d c
128
Teknis Kepabeanan Lanjutan
2 Test Sumatif
a. Jawaban test sumatif A 1.
c
6.
c
11.
c
16. a
2.
a
7.
d
12.
d
17. d
3.
a
8.
d
13.
b
18. d
4.
c
9.
c
14.
b
19. b
5.
c
10.
b
15.
c
20. a
b. Jawaban test sumatif B 1.
S
2.
B
3.
S
4. S
5. S
6.
B
7.
S
8.
S
9. B
10. B
Diklat Fungsional PFPD
129
Teknis Kepabeanan Lanjutan
DAFTAR PUSTAKA Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan . Undang-undang No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 jo. No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan; Undang-undang No.18 Tahun 2000 jo. No. 8 Tahun 1983 tentang
Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah). Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak . Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2008 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda Dibidang Kepabeanan. Peraturan Menteri Keuangan RI
Nomor 87/PMK.01/2008 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai . Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 144/PMK.04/2007 tentang Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai Peraturan Menteri Keuangan RI
Nomor 68/PMK.01/2007 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai . Peraturan
Menteri
Keuangan
RI
Nomor
155/PMK.04/2008
tentang
Pemberitahuan Pabean. Peraturan Menteri Keuangan RI Pembayaran
Nomor 213/PMK.04/2008 tentang Tatacara
dan Penyetoran
PDRI, PDRE,
BKC,
dan Denda
Administrasi Yang Berasal Dari Denda Atas Pengangkutan Barang Tertentu. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-42/BC/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-39/BC/2008 tentang Tata Laksana Pembayaran dan Penyetoran PDRI, PDRE, BKC, dan Denda
Diklat Fungsional PFPD
130
Teknis Kepabeanan Lanjutan
Administrasi Yang Berasal Dari Denda Atas Pengangkutan Barang Tertentu.. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-08/BC/2009 tentang Perubahan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P42/BC/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-22/BC/2009 tentang Pemberitahuan Pabean Impor.
Diklat Fungsional PFPD
131