19
BAB III DASAR TEORI
3.1 Pengertian Pondasi
Pembagian dari konstruksi bangunan yang bertugas meletakkan bangunan dan meneruskan beban bangunan atas (upper ( upper structure/super struktur ) ke dasar tanah yang cukup kuat mendukungnya disebut pondasi (Bowles, 1993). Pondasi umumnya berlaku sebagai komponen struktur pendukung bangunan yang paling bawah, dan telapak pondasi berfungsi sebagai elemen terakhir yang meneru meneruska skan n beban beban ketana ketanah. h. Karena Karena fungsi fungsiny nyaa tersebu tersebut, t, telapa telapak k pondas pondasii harus harus meme memenu nuhi hi untu untuk k mamp mampu u deng dengan an aman aman mene meneba barr beba beban n yang yang dite diteru rusk skan anny nyaa sedemi sedemikia kian n rupa rupa sehing sehingga ga kapasit kapasitas as atau daya daya dukung dukung tanah tanah tidak tidak terlamp terlampaui aui.. Sehi Sehing ngga ga
perl perlu u
dipe diperh rhat atik ikan an
bahw bahwaa
dala dalam m
meren erenca cana naka kan n
pond pondas asii
haru haruss
memperhitungkan keadaan yang berhubungan dengan sifat-sifat dan mekanika tanah. Dasar pondasi harus diletakkan diatas tanah keras pada kedalaman tertentu, bebas dari lumpur, humus dan pengaruh perubahan cuaca Dalam Dalam meren merenca cana naka kan n poda podasi si untu untuk k suat suatu u kons konstr truk uksi si dapa dapatt digu diguna naka kan n beberapa macam tipe pondasi. Pemilihan ini didasarkan atas beberapa hal : 1.
Fungsi bangunan atas (upper ( upper structure) structure) yang akan dipikul oleh pondasi tersebut
2.
Besarny Besarnyaa beban beban dan beratny beratnyaa bangu bangunan nan atas atas
3.
Keadaan Keadaan tana tanah h dimana dimana bang banguna unan n terseb tersebut ut akan akan didir didirika ikan n
4.
Biaya Biaya pondas pondasii diban dibandin dingka gkan n dengan dengan bangun bangunan an atas atas
3.2
Jenis-Jenis Pondasi
Klasifikasi pondasi dibagi 2 (dua) yaitu: a.
Pondasi asi dangkal Pondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung bebannya secara langsung
dengan kedalaman dasar pondasi dari muka tanah adalah kurang dari atau sama dengan lebar pondasi. Contoh pondasi dangkal :
20
1. Pond Pondas asii sete setemp mpat at Biasanya digunakan pada tanah yang mempunyai nilai daya dukung berbeda-beda di satu tempat pada suatu lokasi bangunan yang akan dibangun. Untu Untuk k ment mentra rans nsfe ferr beba beban n yang ang dipi dipiku kull oleh oleh pond pondas asii ini, ini, agar agar dapa dapatt didi didist strib ribus usik ikan an pada pada semua semua temp tempat at biasa biasany nyaa dibu dibuat at bebe beberap rapaa pond pondasi asi setempa setempatt kemudi kemudian an dihubu dihubungk ngkan an dengan dengan plat plat balok. balok. Untuk Untuk pemaka pemakaian ian pondasi seperti ini biasanya dijumpai pada pondasi rumah tinggal, gedung bertingkat, ataupun gedung-gedung gedung-gedung tempat penimbunan barang . 2. Pond Pondas asii mem meman anja jang ng Yaitu pondasi yang digunakan digunakan untuk mendukun mendukung g sederetan sederetan kolom kolom yang yang berjara berjarak k dekat dekat sehing sehingga ga bila bila dipaka dipakaii pondasi pondasi telapa telapak k sisiny sisinyaa akan akan terhimpit satu sama lainnya 3. Ponda ondasi si rak rakit Yaitu Yaitu ponda pondasi si yang yang diperl diperluka ukan n apabil apabilaa daya daya dukung dukung tanah tanah yang yang diizinkan sangat kecil pada kedalaman yang cukup besar sehingga apabila digunakan pondasi tiang, menjadi tidak ekonomis.
b.
Pondasi dalam Pondasi dalam adalah pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah
keras atau batuan yang terletak relatif jauh dari permukaan. Contoh pondasi dalam 1. Ponda Pondasi si sum sumura uran n ( pier pier foundantion), foundantion), yaitu pondasi yang merupakan peralihan antara pondasi dangkal dan pondasi tiang, digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman yang relatif dalam, dimana pondasi sumuran nilai kedalaman (Df) dibagi lebarnya (B) lebih besar 4 sedangkan pondasi dangkal Df/B ≤ 1. 2. Pond Pondas asii tian tiang g ( pile foundantion), foundantion), digunakan apabila tanahnya lunak sampai kedalaman yang cukup besar. Tiang tersebut dapat dipancang sampai kepada
20
1. Pond Pondas asii sete setemp mpat at Biasanya digunakan pada tanah yang mempunyai nilai daya dukung berbeda-beda di satu tempat pada suatu lokasi bangunan yang akan dibangun. Untu Untuk k ment mentra rans nsfe ferr beba beban n yang ang dipi dipiku kull oleh oleh pond pondas asii ini, ini, agar agar dapa dapatt didi didist strib ribus usik ikan an pada pada semua semua temp tempat at biasa biasany nyaa dibu dibuat at bebe beberap rapaa pond pondasi asi setempa setempatt kemudi kemudian an dihubu dihubungk ngkan an dengan dengan plat plat balok. balok. Untuk Untuk pemaka pemakaian ian pondasi seperti ini biasanya dijumpai pada pondasi rumah tinggal, gedung bertingkat, ataupun gedung-gedung gedung-gedung tempat penimbunan barang . 2. Pond Pondas asii mem meman anja jang ng Yaitu pondasi yang digunakan digunakan untuk mendukun mendukung g sederetan sederetan kolom kolom yang yang berjara berjarak k dekat dekat sehing sehingga ga bila bila dipaka dipakaii pondasi pondasi telapa telapak k sisiny sisinyaa akan akan terhimpit satu sama lainnya 3. Ponda ondasi si rak rakit Yaitu Yaitu ponda pondasi si yang yang diperl diperluka ukan n apabil apabilaa daya daya dukung dukung tanah tanah yang yang diizinkan sangat kecil pada kedalaman yang cukup besar sehingga apabila digunakan pondasi tiang, menjadi tidak ekonomis.
b.
Pondasi dalam Pondasi dalam adalah pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah
keras atau batuan yang terletak relatif jauh dari permukaan. Contoh pondasi dalam 1. Ponda Pondasi si sum sumura uran n ( pier pier foundantion), foundantion), yaitu pondasi yang merupakan peralihan antara pondasi dangkal dan pondasi tiang, digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman yang relatif dalam, dimana pondasi sumuran nilai kedalaman (Df) dibagi lebarnya (B) lebih besar 4 sedangkan pondasi dangkal Df/B ≤ 1. 2. Pond Pondas asii tian tiang g ( pile foundantion), foundantion), digunakan apabila tanahnya lunak sampai kedalaman yang cukup besar. Tiang tersebut dapat dipancang sampai kepada
21 batuan yang keras, atau hanya sampai kedalaman yang cukup untuk memberikan tahanan gesekan, atau bias saja gabungan keduanya.
3.3
Pondasi Tiang Pancang
Tiang pancang adalah bagian pondasi yang dibuat dari kayu, beton, atau baja yang digunakan untuk mentransmisikan beban-beban permukaan ke tingkat-tingkat permukaan yang lebih rendah dalam massa tanah (Bowles, 1993). Pondasi tiang pancang dipergunakan untuk pondasi suatu bangunan apabila tanah dasar dibawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung ( bearing capacity), capacity), yang cukup untu untuk k memi memiku kull berat berat bang bangun unan an dan dan beba bebann nny ya, atau atau apab apabil ilaa tana tanah h kera kerass yang ang mempunyai daya dukung cukup untuk memikul berat bangunan dan beban letaknya sangat sangat dalam. dalam. Selain Selain itu pondas pondasii tiang tiang pancan pancang g dapat dapat juga juga diguna digunakan kan jika jika kita kita menginginkan keamanan yang lebih terjamin bagi bangunan, walaupun tanah yang baik tidak begitu dalam letaknya (misal untuk jembatan besar, gedung bertingkat banyak, menara dan sebagainya) termasuk juga kalau ada bahaya pengerusan tanah dasar dibawah pondasi oleh arus air. Pond Pondasi asi tian tiang g panc pancan ang g melay melayani ani peli pelimp mpah ahan an beba beban n dari dari atas atas kepa kepala la sekelompok tiang pancang di bawahnya, yang kemudian diteruskan kepada tanah pendukung melalui gesekan permukaan atau tumpuan ujung tiang. Tiang pancang umumnya digunakan (Bowles, 1993) : 1.
Untuk Untuk membaw membawaa beban-beb beban-beban an konstru konstruksi ksi di atas atas tanah, tanah, ke dalam atau atau melalui melalui sebuah lapisan tanah.
2.
Untu Untuk k mena menaha han n gaya gaya desaka desakan n ke atas, atas, atau atau gaya gaya guli guling ng seper seperti ti untuk untuk tela telapa pak k ruangan bawah tanah di bawah bidang batas jenuh atau untuk menopang kakikaki menara terhadap guling.
3.
Memam Memampa patk tkan an enda endapa pan n tak tak berk berkoh ohes esii yang ang beba bebass lepa lepass melal melalui ui komb kombin inasi asi perpindahan isi tiang pancang dan getaran dorongan. Tiang ini dapat ditarik kemudian.
22 4.
Mengo Mengont ntro roll penu penuru runa nan n bila bila kaki kaki-ka -kaki ki yang yang terb terbes esar ar atau atau telap telapak ak berad beradaa pada pada tanah tepi atau didasarkan oleh sebuah lapisan yang kemampatannya tinggi.
5.
Mem Membuat buat tana tanah h di bawa bawah h pond pondas asii mesi mesin n menj menjad adii kaku kaku untu untuk k meng mengon ontr trol ol amplitude getaran dan frekuensi alamiah dari sistem tersebut.
6.
Seba Sebaga gaii fakt faktor or keamana keamanan n tamb tambah ahan an di bawa bawah h tump tumpua uan n jemba jembatan tan dan/at dan/atau au pir pir (tiang), khususnya jika erosi merupakan persoalan yang potensial.
7.
Dala Dalam m konst onstru ruk ksi lepa lepass pan pantai tai untuk tuk mener enerus usk kan beb beban-b an-beb eban an di atas atas permukaan air melalui air dan ke dalam tanah yang mendasari air tersebut. Hal seperti ini adalah mengenai mengenai tiang pancang yang ditanamkan ditanamkan sebagian sebagian dan yang yang terpengaruh baik oleh beban vertikal dan tekuk maupun beban lateral. Pada umumnya tiang pancang ditancapkan tegak lurus ke dalam tanah, tetapi
apabila diperlukan untuk menahan gaya-gaya horisontal maka tiang pancang akan dipancangk dipancangkan an miring miring (batter (batter pile). Sudut-sudut Sudut-sudut kemiringan yang dapat dicapai oleh tiang pancang tergantung dari alat pancang yang digunakan serta disesuaikan pula dengan dengan perencanaan perencanaannya. nya. Tiang pancang sebagai pondasi pondasi dapat dianggap sebagai tanah yang diperkuat oleh tulangan sehingga dapat meningkatkan daya dukungnya dan meruba merubah h kekaku kekakuan an peruba perubahan han bentuk bentukny nya, a, hampir hampir sama sama dengan dengan beton beton yang yang diperkuat oleh baja pada struktur bertulang dan beton pratekan. 3.4
Penggolongan Ti Tiang Pa Pancang
Penggolongan tiang pancang dibagi menjadi empat, yaitu : 1. Penggolong Penggolongan an berdasarkan berdasarkan bahan 2. Penggolong Penggolongan an berdasarkan berdasarkan pemind pemindahan ahan beban beban 3. Penggolong Penggolongan an berdasarkan berdasarkan teknik teknik pemancang pemancangan an 4. Penggolong Penggolongan an berdasark berdasarkan an pengerja pengerjaan an 3.4.1 3.4.1 1.
Pengg Penggolo olonga ngan n Ber Berdas dasark arkan an Bahan Bahan
Tiang Pancang Kayu (Timber ( Timber Pile) Pile)
Pemakaian tiang pancang kayu ini adalah cara tertua dalam penggunaan tiang pancang sebagai pondasi.Kayu untuk tiang pancang penahan penahan beban diambil dari jenis
23 kayu yang memiliki kekuatan dan keawetan yang tinggi. Tiang pancang dibuat dari kayu yang ujungnya sudah diruncingkan.Ujung tiang pancang yang runcing dapat dilengkapi dengan sepatu pemancang logam bila tiang-tiang harus menembus tanahtanah keras. Tiang pancang dari kayu akan lebih cepat rusak atau busuk apabila dalam keadaan kering dan basah yang selalu berganti-ganti. Sedangkan pengawetan serta pemakaian
obat-obatan
pengawet
untuk
kayu
hanya
akan
menunda
atau
memperlambat kerusakan daripada kayu, akan tetapi tidak akan dapat melindungi untuk seterusnya. Oleh karena itu, maka pemakaian pondasi untuk bangunan bangunan permanen yang didukung oleh tiang pancang kayu, maka puncak dari tiang pancang tersebut harus selalu lebih rendah daripada ketinggian muka air tanah terendah. Pada pemakaian tiang pancang kayu biasanya tidak diizinkan untuk menahan muatan lebih tinggi dari 25 sampai 30 ton untuk setiap tiang.
2. Tiang Pancang Beton (Concrete Pile)
Beton merupakan campuran agregat halus (pasir) dan agregat kasar (batu pecah) dengan semen Portland yang dicampur dengan air dalam perbandingan tertentu. Beton yang baik mempunyai kuat tarik, kuat tekan, kuat lekat yang tinggi, kedap air, tahan cuaca, tahan zat-zat kimia, susutan pengerasannya kecil, dan elastisitas tinggi. Berdasarkan proses pembentukannya, tiang pancang beton dibagi menjadi : a.
Tiang Pancang Beton Pra-cetak ( Precast Reinforced Concrete Pile) Tiang pancang beton pra-cetak adalah tiang pancang dari beton bertulang
yang dicetak dan dicor dalam acuan beton ( bekisting ), kemudian setelah cukup kuat (keras) lalu diangkat dan dipancangkan seperti pada tiang pancang kayu. Karena tegangan tarik beton adalah kecil dan praktis dianggap sama dengan nol, sedangkan berat sendiri beton besar, maka tiang pancang beton ini haruslah diberi penulangan penulangan yang cukup kuat untuk menahan momen lentur yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan pemancangan. Biasanya tiang pancang beton ini dicetak dan dicor di tempat pekerjaan jadi tidak membawa kesulitan untuk transportasi. b. Tiang Pancang Beton Pra-tegang ( Precast Prestressed Concrete Piles)
24 Tiang pancang ini dibentuk dengan menekan baja berkekuatan tinggi, yaitu baja yang mempunyai kekuatan maksimal fyult sebesar 1705 sampai 1860 MPa dengan mempertegangkan kabel-kabel ke suatu nilai pada orde 0,5 sampai 0,7 f ult. Bila beton mengeras, maka kabel-kabel pra-tegang itu dipotong dengan gaya tegangan di dalam kabel yang menghasilkan tegangan tekan dalam tiang pancang beton sewaktu baja tersebut mencoba kembali ke panjang tak teregang (unstrectched length). Beberapa rayapan (creep) dan kehilangan lain termasuk kehilangan yang disebabkan oleh pemendekan aksial dari tiang pancang karena beban tekan dalam tiang pancang disebabkan oleh gaya yang terjadi pada kabel prategang. Kehilangankehilangan ini, tanpa memperhitungkan yang diperbaiki, diambil sebesar 240 MPa, ini tidak termasuk kehilangan pemendekan aksial yang disebabkan oleh beban-beban perancangan yang digunakan.
c. Tiang Pancang yang Dicor Langsung di Tempat (Cast-In Place Piles)
Tiang pancang yang dicor langsung di tempat, dibentuk dengan membuat sebuah lubang dalam tanah dan mengisinya dengan beton. Lubang tersebut dapat dibor tapi lebih sering dibentuk dengan memancangkan sebuah sel ( shell ) ke dalam tanah tempat pondasi tersebut diperuntukkan. Cetakan (casing ) tersebut dapat diisi dengan sebuah paksi (mandreal ) dengan kondisi pada penarikan balik paksa akan mengosongkan cetakan. Cetakan dapat dipancang dengan kondisi pelat kulit kerang ( shell ) yang siap terisi beton, atau corong ke dalam tanah. Cetakan lain dapat berupa corong dengan ujung terbuka, di mana tanah di dalam cetakan dapat dikeluarkan setelah pemancangan. Tipe-tipe tiang pancang yang dipancang di tempat adalah: a.
Franki Pile Tiang franki pertama kali diperkenalkan oleh seorang sarjana Belgia pada
awal abad ke-20, kemudian hak paten tiang pancang ini dikembangkan oleh Franki Group di seluruh dunia. Penggunaan franki pile pertama kali di Indonesia oleh PT. Franki Pile Indonesia tahun 1973 pada bangunan Hotel Benakutai Balikpapan, Kalimantan Timur. Adapun prinsip pelaksanaannya adalah sebagai berikut: 1.
Pipa baja yang pada ujung bawahnya disumbat pada beton yang dicor di dalam ujung pipa dan telah mengeras atau kering.
25 2.
Dengan penumbuk yang jatuh bebas ( drop hammer ) sumbat beton tersebut ditumbuk.
3.
Akibat dari penumbukan itu maka sumbat beton berikut pipanya akan masuk ke dalam tanah.
4.
Setelah pipa mencapai kedalaman tanah yang direncanakan kemudian pipa diisi dengan beton sambil terus ditumbuk dan pipanya ditarik keluar ke atas.
5. b.
Tiang franki selesai. Solid Point Pipe Piles (Closed End Pile) Tipe ini hampir sama dengan tiang franki, sedangkan bedanya adalah:
1.
Sumbatnya bukan beton tapi dari besi tuang (cast iron),
2.
Setelah dicor pipa tetap di dalam tanah tidak ditarik keluar.
Adapun prinsip pelaksanaannya adalah sebagai berikut: 1.
Ujung tiang dari besi tiang tuang (cast iron) dimasukkan ke dalam tanah, kemudian pipa diletakkan di atasnya. Pada ujung atas pipa dipasang topi kemudian pipa dipancangkan.
2.
Pipa-pipa dipancang ke dalam tanah.
3.
Setelah pipa mencapai kedalaman yang direncanakan dan bagian atas pipa jika masih terlalu panjang harus dipotong. Kemudian pipa tersebut diisi dengan beton. Bila kurang panjang dapat dilakukan penyambungan. Alat penyambung dimasukkan ke dalam pipa yang akan disambung kemudian pipa penyambung di atasnya dan pemancangan dapat dilanjutkan, penyambungan juga dapat dilakukan dengan sambungan las.
3. Tiang Pancang Baja (Steel Pile)
Pada saat ini sering digunakan tiang pancang baja sebab tiang pancang baja sangat baik karena tidak mudah mengalami bahaya tekuk. Tiang baja yang dikenal ada dua macam, yaitu : a.
H Pile Kebanyakan penampang tiang pancang baja berbentuk profil H. Karena
terbuat dari baja, mak kekuatan dari tiang ini sendiri sangat besar sehingga dalam
26 pengangkutan dan pemancangan tidak menimbulakn bahaya patah sebagaimana halnya yang sering terjadi pada tiang pancang beton precast. Tiang pancang H memiliki perpindahan volume yang kecil karena daerah penampangnya tidak terlalu besar. Jadi pemakaian tiang pancang baja ini sangat bermanfaat bila kita memerlukan tiang pancang yang panjang dengan tahanan ujung yang besar. Kelemahan dari tiang pancang baja ini, mudah mengalami karat (korosi).
b.
Pipa Baja (Steel Pipe) Tiang ini dibuat dengan memancangkan pipa-pipa pada kedalaman yang
diinginkan, kemudian diisi dengan beton. Pipa ini dapat dipancangkan dengan bagian atas tertutup atau terbuka, dan pada bagian bawah pipa terbuka. Pipa ini dipancangkan sampai kedalaman yang diinginkan, kemudian tanah dikeluarkan dari dalam pipa dengan menggunakan tekanan udara atau kombinasi antara air dan tekanan udara lalu cor-an beton dimasukkan ke dalam pipa.
Keuntungan pemakaian tiang pancang baja : a.
Mudah dipancangkan.
b.
Pada pekerjaan penyambungan dan pemotongan tidak
terlalu sukar. c.
Pada
pengangkutan
dan
pemancangan
tidak
menimbulkan bahaya patah. Kelemahannya hanya sifat yang korosif, baik oleh air maupun zat korosi lainnya.
4.
Tiang Pancang Komposit
Tiang pancang komposit adalah tiang pancang yang terbuat dari campuran dua bahan yang berbeda yang bekerja bersama-sama dalam menahan gaya-gaya aksial,
27 lateral, maupun gaya-gaya luar. Tiang pancang ini dapat bervariasi dari campuran bahan baton dan kayu atau beton dan baja. Jenis-jenis tiang pancang komposit adalah: 1. Water Proofed Steel Pipe dan Wood Pile
Tiang pancang ini terdiri dari kombinasi bahan kayu untuk bagian di bawah muka air tanah karena kayu lebih awet bila selalu terendam air atau sama sekali tak terendam air sedangkan untuk bagian atas adalah beton. Kelemahan tiang ini adalah pada tempat sambungan apabila tiang pancang ini menerima gaya horizontal yang permanen. 2. Franki Composit Pile
Prinsip tiang ini hampir sama dengan tiang franki biasa hanya bedanya pada bagian atas dipergunakan tiang beton precast biasa atau tiang profil H dari baja.
3.4.2
Penggolongan Berdasarkan Cara Tiang Meneruskan Beban
Tipe tiang dapat dibedakan terhadap cara tiang meneruskan beban yang diterimanya ke tanah dasar pondasi. Hal ini tergantung juga pada jenis tanah dasar pondasi yang akan menerima beban yang bekerja. 1. Bilamana ujung tiang mencapai tanah keras atau tanah baik dengan kuat
dukung tinggi, maka beban yang diterima tiang akan diteruskan ke tanah dasar pondasi melalui ujung tiang. Jenis tiang ini disebut end/bearing point pile. 2. Bila tiang dipancang pada tanah dengan nilai kuat gesek tinggi (jenis tanah
pasir), maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan berdasarkan gesekan antara tiang dan tanah di sekeliling tiang. Jenis tiang ini disebut friction pile. 3. Bilamana tiang dipancang pada tanah dasar pondasi yang mempunyai nilai
kohesi tinggi, maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan oleh pelekatan antara tanah sekitar permukaan tiang. Jenis tiang ini disebut adhesive pile.
28
Gambar 3.1 Tipe tiang berdasarkan cara tiang meneruskan beban ke tanah
pondasi Pada umumnya di lapangan dijumpai tipe tiang yang merupakan kombinasi dari ketiga hal tersebut. Keadaan ini disebabkan karena jenis tanah merupakan campuran/kombinasi tanah berbutir kasar, tanah berbutir halus dan kadang-kadang merupakan tanah yang kompak, sehingga cara tiang meneruskan beban ke tanah dasar pondasi, merupakan kombinasinya. 3.4.3
Penggolongan Berdasarkan Teknik Pemancangan
Pemancangan tiang hanya dikenal pada jenis tiang pancang yang dibuat sebelumnya ( precast pile), dengan prinsip memasukkan tiang ke dalam tanah baik dengan metode pukulan, metode jack-in pile dan semprotan air. 1. Metode Pukulan
Metode ini pada prinsipnya adalah tiang didirikan di atas tanah dan ujung tiang yang lain (kepala tiang) dipukul agar tiang dapat masuk ke dalam tanah. Alat pemukul berupa palu (hammer ) yang beratnya disesuaikan dengan tiangnya. Palu tiang pancang adalah alat yang digunakan untuk memberi energi yang cukup kepada tiang pancang untuk menembus tanah. Biasanya dalam pelaksanaan diperlukan alat bantu berupa tripod atau crane (menara). Mobil crane dapat dijalankan di atas rel yang disediakan atau berupa roda lantai dan bila tanah sangat lemah roda diganti dengan rakit baja (beton). Metode Jack in Pile
Metode Jack in pile adalah suatu sistem pemancangan pondasi tiang yang pelaksanaannya ditekan masuk ke dalam tanah dengan menggunakan dongkrak hidraulis yangdiberi beban counterweight sehingga tidak menimbulkan getaran dan gaya tekan dongkrak langsung dapat dibaca melalui manometer sehingga gaya tekan tiangsetiap mencapai kedalaman tertentu dapat diketahui.
29 Sebelum melakukan jack-in ,maka diadakan tes sondir dan boring Dari hasil tes sondir akan diketahui rata-rata kedalaman tanah kerasnya yang kemudian dibandingkan dengan perencanaan panjang dan kedalaman tiang Pengerjaan dengan menggunakan Jack-in Pile ini memiliki keuntungankeuntungan antara lain, bebas dari kebisingan/getaran dan polusi serta pondasi tipe ini cocok digunakan pada daerah perkotaan atau daerah padat penduduk. Mampu memancang pondasi dengan berbagai ukuran mulai dari 200x200 mm sampai 500x500 mm atau juga dapat untuk spun pile dengan diameter 300 sampai dengan 600 mm. Pada Jack-in Pile tidak mungkin terjadi keretakan pada kepala tiang seperti pada sistem pemancangan dan juga tidak mungkin terjadi necking seperti pada sistem bore-pile
Alat yang digunakan pada metode jack-in pile Hydraulic Static Pile Driver Alat penekan tiang pancang yang terletak pada bagian tengah mesin dikelilingi beba counterweight bergerak menggunakan rel yang dapat berpindah- pindah dengan bantuan mesin hidrolis pada bagian bawah mesin (Gambar 3.2).
Sumber : Sentosa Limanto. Seminar Nasional FT UKM. 2009 Gambar 3.2 Bagian bagian alat Hydraulic static pile driver
Jack-in Pile ini memiliki 4 buah kaki, yang mana terdiri dari 2 kaki pada bagian luar (rel besi berisi air) dan 2 kaki pada bagian dalam yang semuanya
30 digerakkan secara hidrolis. Kaki-kaki ini disebut sebagai support sleeper yang digunakan untuk bergerak menuju ke titik-titik yang sudah ditentukan sebelumnya dan diberi tanda. Jack-in Pile tipe Hydraulic Static Pile Driver memiliki kemampuan mobilisasi dan mampu untuk memancang tiang pancang berdiameter besar. Alat lain yang digunakan untuk mendukung kinerja alat ini adalah mobile crane yang berfungsi untuk mengangkat tiang pancang ke dekat alat pancang. Mobile crane sering digunakan dalam proyek-proyek yang berskala menengah namun proyek
tersebut
membutuhkan
alat
untuk
mengangkut
bahan-bahan
konstruksi yang cukup berat, termasuk tiang pancang.
Cara kerja Hydraulic Static Pile Driver ini secara garis besar adalah sebagai berikut: 1. Tiang pancang diangkat dan dimasukkan perlahan ke dalam lubang pengikat tiang yang disebut grip , kemudian sistem jack-in akan naik dan mengikat atau memegangi tiang tersebut. Ketika tiang sudah dipegang erat oleh grip maka tiang mulai ditekan. 2. Alat ini memiliki ruang kontrol/kabin yang dilengkapi dengan oil pressure
atau hydraulic yang menunjukkan pile pressure yang kemudian akan dikonversikan ke pressure force dengan menggunakan tabel yang sudah ada
Sumber : Sentosa Limanto. Seminar Nasional FT UKM. 2009 Gambar 3.3. Penekanan tiang pancang.
31 3. Jika grip hanya mampu menekan tiang pancang sampai bagian pangkal lubangmesin saja, maka penekanan dihentikan dan grip bergerak naik ke atas untuk mengambil tiang pancang sambungan yang telah disiapkan. Tiang pancang sambungan ( upper ) kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam grip (Gambar 3.3). Setelah itu sistem jack-inakan naik dan mengikat ataumemegangi tiangtersebut. Ketika tiang sudah dipegang erat oleh grip maka tiangmulai ditekan mendekati tiang pancang 1 (lower ). Penekanan dihentikan sejenak saat ke dua tiang sudah bersentuhan. Hal ini dilakukan guna mempersiapkan penyambungan ke dua tiang pancang dengan cara pengelasan (Gambar 3.4)
Sumber : Sentosa Limanto. Seminar Nasional FT UKM. 2009 Gambar 3.4 Pemasukan tiang pancang sambungan.
4. Untuk menyambung tiang pertama dan tiang kedua digunakan sistem pengelasan.Agar proses pengelasan berlangsung dengan baik dan sempurna, maka ke duaujung tiang pancang yang diberi plat harus benar-benar tanpa rongga (Gambar 3.5).Pengelasan harus dilakukan dengan teliti karena kecerobohan dapat berakibatfatal, yaitu beban tidak tersalur sempurna.
32
Sumber : Sentosa Limanto. Seminar Nasional FT UKM. 2009 Gambar 3.5. Penyambungan tiang
Metoda Jack In Pile memiliki beberapa Kelebihan dibanding Metoda pukulan (hammer) antara lain : •
Menghasilkan Daya dukung Gesek tanah yang lebih baik karena metoda hydraulic jack-in (metoda penetrasi tekan statis) sehingga tanah yang tadinya mendorong kesamping akibat penetrasi tiang, dalam beberapa jam tanah yang terdorong akan kembali menjepit tiang dan memberikan daya dukung tambahan (friksi tanah terhadap tiang akan semakin besar)
•
Tidak
menghasilkan suara
bising seperti
pada hammer (umumnya
menggunakan Silent Genset sebagai main power untuk aktifitas mesin hydraulic jack in) sehingga tidak menghasilkan polusi asap yang cukup berarti •
Output pekerjaan/ produktifitas kerjanya lebih baik daripada hammer (untuk pekerjaan pemancangan dimana penetrasi max adalah rata tanah , minimum 300m' / hari ~ 10jam kerja/hari)
•
Tidak menimbulkan getaran disekeliling sehingga aman buat bangunan di dekatnya (Minim Retak Struktural pada bangunan tetangga).
•
Tidak diperlukan loading test beban aksial, karena mesin hydraulic jack-in dilengkapi dengan pressure gauge (MPA) sehingga beban aksial aktual dapat diketahui dari pembacaan nilai MPA pada pressure Gauge diinstrument mesin.
33 3. Metode Semprotan
Metode ini berbeda dengan metode yang lain. Dalam metode ini memanfaatkan semprotan air dengan tekanan tinggi melalui pipa-pipa yang ditempatkan di sekeliling tiang. Akibat semprotan air maka butir-butir tanah menjadi lepas dan kuat dukung tanah menurun tajam sehingga tiang dengan mudah masuk ke dalam tanah. Biasanya cara ini digunakan untuk lapisan tanah pondasi berupa tanah berbutir lepas. 3.4.4
Penggolongan Berdasarkan Cara Pengerjaan
1. Displacement Pile
Yaitu tiang pancang dimana dalam pemancanganya tidak dilakukan penggalian tanah, melainkan terjadi pemindahan tanah di sekitar tiang yan diabaikan oleh desakan tiang sewaktu pemancangan. Berdasarkan banyaknya tanah yang dipindahkan karena pemancangan, standar klasifikasi yang membedakan displacement pile ada dua, yaitu : a. Large
Displacement
Pile,
yaitu
suatu
pemancangan
tiang
dengan
memindahkan tanah dalam volume yang relative besar. b.
Small Displacement Pile, yaitu tiang pancang yang sewaktu proses
pemancangannya memindahkan tanah dalam volume yang relative kecil. 2. Non Displacement Pile
Adalah tiang pancang dimana pemancangannya dilakukan penggalian terlebih dahulu dengan menggunakan berbagai cara dan peralatan, kemudian tempat galian diganti dengan bahan tiang pancang. Berdasarkan cara pemancangan tersebut maka pada replacement pile terjadi pemindahan tanah.
3.5
Kriteria Dan Dasar Perencanaan Pondasi
a. Prosedur Perencanaan Pondasi
Perencanaan pondasi biasanya dilakukan sesuai dengan prosedur di bawah ini: 1. Pada langkah awal di cari informasi yang paling mendekati berkenaan dengan keadaan bangunan dan benda-benda yang diteruskan ke pondasi. 2. Melakukan penyelidikan tanah di bawah permukaan, di sekeliling dan penyelidikan di sekitarnya. Penyelidikan ini sangat penting dalam hal penentuan konstruksi tiang.
34 Susunan, tebal dan sifat lapisan tanah dapat diketahui berdasrkan hasil penyelidikan geoteknik yang harus dilakukan terhadap tanah setempat. Dari hasil penyelidikan ini dapat ditentukan macam pondasi, kedalaman pondasi yang efektif serta daya dukung tanah terhadap pondasi itu sendiri. Untuk jenis tanah tertentu, maka daya dukung (bearing capacity) akan tergantung pada : a.
Bentuk pondasi
b.
Kekatan geser tanah di lokasi pondasi tersebut
c.
Kepadatan tanah dan kedalaman pondasi
d.
Letak muka air tanah.
Dari beberapa penyelidikan tanah di lapangan, daya dukung beberapa jenis tanah dapat diketahui, seperti yang diperlihatkan pada tabel 3.1 berikut.
Daya Dukung Tanah Ultimate NO Jenis Tanah
( kg/cm2)
1
Pasir mengandung air
0,5 – 0,8
2
Pasir sungai yang bersih
0,8 – 1,0
3
Tanah asli belum terganggu di atas
2,0 – 5,0
tanah padat 4
Tanah terkecil yang belum terganggu
3,0 – 7,0
5
Tanah liat
0,3 – 0,8
6
Tanah loam = tanah campur (30-70)%
0,8 – 1,6
sedikit kayu-kayuan 7
Tanah batu-batuan
8,0 – 20,00
Sumber : Sosrodarsono, Suryono, dan Kazuto Nakazawa, Mekanika Tanah dan Teknik pondasi, Penerbit Pradya Paramita, Jakarta, 1983 Tabel 3.1 Daya dukung tanah ultimate berdasarkan jenis tanah
35 3. Melakukan perhitungan daya dukung ( bearing capacity) yang diizinkan untuk satu tiang. Daya dukung yang diizinkan didapat dengan memperhatikan ketiga macam cara arah gaya tekan atau gaya tarik pada arah tegak dan arah mendatar. 4. Setelah daya dukung satu tiang sudah didapatkan maka daya dukung tiang kelompok perlu diperhitungkan juga. Harga akhir akibat gabungan tiang ini atau gaya gesekan dinding tiang merupakan daya dukung yang diizinkan untuk pondasi tiang. 5. Menghitung reaksi yang didistribusikan ke setiap kepala tiang dan menentukan jumlah tiang yang dibutuhkan sacara tepat. 6. Setelah reaksi pada kepala tiang dihitung, maka pembagian momen lentur atau gaya geser tiang dalam vertikal dapat dicari. Untuk tiang yang terbuat dari pipa baja, perlu dihitung ketebalan platnya, dan untuk tiang pancang yang terbuat dari beton, banyaknya beton yang diperlukan perlu dihitung secara cermat. 7. Mempertimbangkan bentuk umum pondasi, untuk memutuskan apakah pondasi tersebut dapat dibuat dengan kondisi tanah yang ada, apakah mampu untuk- mendukung beban yang dibutuhkan dan apakah akan timbul penurunan yang merugikan 8. Membuat studi yang lebih terperinci dan perancangan awal tentang bentuk pondasi yang sesuai. Studi ini membutuhkan informasi tambahan mengenai beban dan kondisi bawah tanahnya dan pada umumnya harus ditinjau secara lengkap untuk menentukan pilar yang paling mendekati atau panjang dan jumlah tiang yang dibutuhkan 9. Memperkirakan biaya dari masing-masing alternative dan memilih bentuk yang paling dapat diterima sesuai dengan kondisi pelaksanaan dan biaya. b. Penentuan Panjang Tiang
Dalam menentukan panjang tiang harus mencakup faktor-faktor jenis dan fungsi bangunan atas serta mekanisme beban dan pelaksanaannya. Perkiraan bahwa pondasi tiang selalu ditumpu pada lapisan tanah keras pada saat sekarang ini tidaklah tepat lagi, sehingga penentuan panjang tiang tidak saja didasarkan pada tumpuan ujung (end bearing ) tetapi juga tumpuan geser ( friction).
36
c. Dasar Pengaturan Letak Tiang Pancang
Dalam mengatur letak tiang hendaknya diperhitungkan agar masing-masing tiang dapat menerima beban yang sama. Untuk pelaksanaannya perlu diperhatikan faktor kekakuan poer (pile cap) dan distribusi bebannya. Walaupun tiang menumpu pada lapisan tanah yang cukup baik, namun dasar pembagian beban yang sama untuk setiap tiang harus tetap dipegang, agar dapat dihindari hal yang tidak diperkirakan sebelumnya akibat penurunan yang tidak sama.
d. Jarak Minimum Tiang Pancang
Jarak minimum antara masing-masing tiang pancang (jarak dari sumbu ke sumbu) adalah 2,5 atau 3 kali diameter tiang. Apabila jarak antara sumbu tiang lebih kecil dari 2,5 kali diameter tiang, maka pengaruh kelompok tiang akan cukup besar pada tiang geser, sehingga daya dukung setiap tiang di dalam kelompok akan lebih kecil dari daya dukung tiang secara individu. Sebaliknya apabila jarak antara sumbu tiang lebih besar dari 3 kali diameter tiang, maka pengaruh kelompok tiang akan cukup kecil dan juga memerlukan poer yang lebih besar yang berarti dapat terjadi pemborosan biaya.
3.6 Kapasitas Dukung Tiang Tunggal 3.1.6 Pengujian Tanah di Lapangan
Pengujian tanah sangat diperlukan untuk mengetahui sifat maupun daya dukung tanah bangunan akan didirikan. Pengujian tanah di lapangan meliputi : a. Pengujian Sondir (Cone Penetration Test )
Cone Penetration Test di Indonesia lebih dikenal sebagai alat sondir dengan kemampuan yang disesuaikan dengan beban yang nantinya akan bekerja (20 KN ata u 100 KN), sedang bentuk ujung alat (konus) dibedakan dua tipe sebagai konus biasa dan bikonus.
37 Uji sondir telah lama populer di Indonesia karena relatif mudah pemakaiannya, ekonomis dan dapat memberikan profil tanah secara kontinu meskipun masih dalam taraf kualitatif. Uji ini memberikan perlawanan ujung qc dan gesekan selimut fs. Nilai perlawanan ujung dengan gesekan selimut ini dapat memberikan indikasi jenis tanah dana beberapa parameter tanah seperti konsistensi tanah lempung, kuat geser, kepadatan relatif dan sifat kemampatan tanah meskipun hanya didasarkan pada korelasi empiris. Parameter-parameter tersebut amat bermanfaat untuk perancangan pondasi. Penggunaan uji sondir untuk menganalis daya dukung tiang telah cukup lama dilakukan mengingat dalam sejarah perkembangannya memang alat uji ini dimaksudkan sebagai model mini dari suatu pondasi
tiang.
Demikian
pula
berbagai
metoda
analisis
telah
mengalami
perkembangan sesuai dengan pengalaman melalui usaha-usaha empiris maupun elaborasi analitis. 1. Konus Biasa Konus biasa merupakan tipe alat yang mula-mula dibuat dan hanya tekanan pada ujung konus saja yang dapat diukur.Cara pelaksanaannya, bagian inti ditekan sehingga ujung konus masuk ke dalam tanah. Pembacaan P (tekanan yang diberikan) setiap kedalaman mencapai 20 cm atau kelipatannya demikian seterusnya. Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara nilai konus dengan kedalaman. Metode ini dapat dilakukan secara cepat dan hanya saja tidak diperlukan besarnya hambatan akibat lekatan yang terjadi. 2. Bikonus Alat ini merupakan pengembangan dari alat konus biasa dan dapat digunakan untuk menentukan besarnya nilai konus dan lekatan yang terjadi. Pada prinsipnya cara pengujian tidak berbeda jauh dengan alat konus biasa. Adapun proses pengujian sondir adalah sebagai berikut: a. Persiapan pengujian
Lakukan persiapan pengujian sondir di lapangan dengan tahapan sebagai berikut: 1.
Siapkan lubang untuk penusukan konus pertama kalinya, biasanya digali dengan linggis sedalam sekitar 5 cm
38 2.
Masukkan 4 buah angker ke dalam tanah pada kedudukan yang tepat sesuai dengan letak rangka pembeban
3.
Setel rangka pembeban, sehingga kedudukan rangka berdiri vertikal
4.
Pasang manometer 0 MPa s.d 25 MPa dan manometer 0 MPa s.d 6 MPa untuk penyondiran tanah lembek, atau pasang manometer 0 MPa s.d 6 MPa dan manometer 0 MPa s.d 60 MPa untuk penyondiran tanah keras
5.
Periksa sistem hidraulik dengan menekan piston hidraulik menggunakan kunci piston, dan jika kurang tambahkan oli serta cegah terjadinya gelembung udara dalam sistem
6.
Tempatkan rangka pembeban, sehingga penekan hidraulik berada tepat di atasnya;
7.
Pasang balok-balok penjepit pada jangkar dan kencangkan dengan memutar baut pengecang, sehingga rangka pembeban berdiri kokoh dan terikat kuat pada permukaan tanah. Apabila tetap bergerak pada waktu pengujian, tambahkan beban mati di atas balok-balok penjepit
8.
Sambung konus ganda dengan batang dalam dan pipa dorong serta kepala pipadorong; dalam kedudukan ini batang dalam selalu menonjol keluar sekitar 8 cm di atas kepala pipa dorong. Jika ternyata kurang panjang, bisa ditambah dengan potongan besi berdiameter sama dengan batang dalam.
b. Prosedur pengujian
Lakukan pengujian penetrasi konus ganda dengan langkah-langkah s ebagai berikut: 1.
Tegakkan batang dalam dan pipa dorong di bawah penekan hidraulik pada kedudukan yang tepat
2.
Dorong/tarik kunci pengatur pada kedudukan siap tekan, sehingga penekan hidraulik hanya akan menekan pipa dorong
39 3.
Putar engkol searah jarum jam, sehingga gigi penekan dan penekan hidraulik bergerak turun dan menekan pipa luar sampai mencapai kedalaman 20 cm sesuai interval pengujian
4.
Pada tiap interval 20 cm lakukan penekanan batang dalam dengan menarik kunci pengatur, sehingga penekan hidraulik hanya menekan batang dalam saja (kedudukan 1,lihat Gambar 4)
5.
Putar engkol searah jarum jam dan jaga agar kecepatan penetrasi konus berkisar antara 10 mm/s sampai 20 mm/s ± 5. Selama penekanan batang pipa dorong tidak boleh ikut turun, karena akan mengacaukan pembacaan data.
c. Pembacaan hasil pengujian
Lakukan pembacaan hasil pengujian penetrasi konus sebagai berikut: 1.
Baca nilai perlawanan konus pada penekan batang dalam sedalam kira-kira 4 cm pertama (kedudukan 2, lihat Gambar 4) dan catat pada formulir pada kolom Cw
2.
Baca jumlah nilai perlawanan geser dan nilai perlawanan konus pada penekan batang sedalam kira-kira 4 cm yang ke-dua (kedudukan 3, lihat Gambar 4) dan catat pada formulir pada kolom Tw.
Ulangi langkah-langkah pengujian tersebut di atas hingga nilai perlawanan konus mencapai batas maksimumnya (sesuai kapasitas alat) atau hingga kedalaman maksimum 20 m s.d 40 m tercapai atau sesuai dengan kebutuhan. Hal ini berlaku baik untuk sondir ringan ataupun sondir berat.
d. Penyelesaian pengujian
1.
Cabut
pipa
dorong,
batang
dalam
dan
konus
ganda
dengan
mendorong/menarik kunci pengatur pada posisi cabut dan putar engkol berlawanan arah jarum jam. 2.
Catat setiap penyimpangan pada waktu pengujian.
40
Sumber : Standar Nasional Indonesia 2827. 2008 Gambar 3.6 Rangkaian alat penetrasi konus
Ringkasan pelaksanaan pengujian sebagai berikut; pada kondisi awal alat diletakkan di atas tanah dan siap ditekan. Bagian inti ditekan sehingga ujung konus masuk ke dalam tanah dan besarnya gaya P1 diimbangi oleh perlawanan pada ujung konus. Pencatatan nilai konus dilakukan pada setiap ujung konus mencapai kedalaman 20 cm. Selanjutnya bagian selubung bersama-sama bagian inti ditekan untuk mendapatkan gaya P2 yang diimbangi oleh perlawanan di ujung konus (qc) dan gesekan atau lekatan dibagian mantel (qf) sehingga diperoleh perlawanan total dari hasil uji tersebut. Data yang diperoleh adalah perlawanan ujung konus qc (kg/cm 2) dan gesekan atau lekatan setempat qf (kg/cm). Dimensi alat dengan luas mantel: 100 cm 2 dan luas tampang ujung konus 10 cm 2. Dari data yang diperoleh, dibuat grafik hubungan antara nilai konus (qc) dan nilai lekatan/gesekan (qf) dengan kedalaman (m). Dibandingkan dengan uji SPT, uji sondir memberikan hasil yang lebih utuh dalam arti “Continous” dan lebih konsisten. Kendala dalam mengaplikasikan hasil uji sondir dalam perencanaan pondasi dalam adalah bilamana dijumpai lapisan tanah
41 keras, misalnya cemented sand , sekalipun dengan menggunakan sondir 10 ton biasanya tanah ini tidak dapat ditembus. Padahal sering sekali dijumpai lapisan tanah keras tersebut hanya tipis saja. Untuk mengatasi hal tersebut diatas dapat dilakukan kombinasi antara SPT dan Sondir. Saat dijumpai tanah yang sangat keras maka dilakukan uji SPT selanjutnya dibawah lapisan tersebut dilakukan kembali uji Sondir. Yang terbaik yang dapat dilakukan adalah dilakukan penyondiran dengan menggunakan sondir yang berkapasitas 20 ton. Kendala lain yang akan dijumpai dari hasil uji Sondir ini diantaranya efek skala, kecepatan pembebanan, perbedaan dalam hal cara penetrasi (insertion method ) dan posisi dari selimut sondir. Efek skala terjadi akibat perbedaan ukuran antara pondasi tiang dengan alat sondir. Ukuran pondasi tiang jauh lebih besar dibandingkan dengan sondir, sehingga tidak merasakan adanya lapisan tipis yang mempunyai nilai qc yang besar (Raharjo, 1990). Akibatnya perlawanan ujung pada tiang rata-rata lebih kecil daripada yang diberikan oleh sondir.
b. Pengujian Standart Penetration Test (SPT)
Suatu metode uji yang dilaksanakan bersamaan dengan pengeboran untuk mengetahui, baik perlawanan dinamik tanah maupun pengambilan contoh terganggu dengan teknik penumbukan. Uji SPT terdiri atas uji pemukulan tabung belah dinding tebal ke dalam tanah, disertai pengukuran jumlah pukulan untuk memasukkan tabung belah sedalam 300 mm vertikal. Dalam sistem beban jatuh ini digunakan palu dengan berat 63,5 kg, yang dijatuhkan secara berulang dengan tinggi jatuh 0,76 m. Pelaksanaan pengujian dibagi dalam tiga tahap, yaitu berturut-turut setebal 150 mm untuk masing-masing tahap. Tahap pertama dicatat sebagai dudukan, sementara jumlah pukulan untuk memasukkan tahap ke-dua dan ke-tiga dijumlahkan untuk memperoleh nilai pukulan N atau perlawanan SPT (dinyatakan dalam pukulan/0,3 m).
42
Sumber : Standar Nasional Indonesia 2827. 2008 Gambar 3.7 Penetrasi dengan SPT
1. Peralatan
Peralatan yang diperlukan dalam uji penetrasi dengan SPT adalah sebagai berikut: a. Mesin bor yang dilengkapi dengan peralatannya b. Mesin pompa yang dilengkapi dengan peralatannya c. Split barrel sampler yang dilengkapi dengan dimensi
d. Palu dengan berat 63,5 kg dengan toleransi meleset ± 1% e. Alat penahan (tripod )
f.
Rol meter
g. Alat penyipat datar h. Kerekan i.
Kunci-kunci pipa
j.
Tali yang cukup kuat untuk menarik palu
k. Perlengkapan lain.
43
2. Prosedur pengujian
Lakukan pengujian dengan tahapan sebagai berikut: a.
Lakukan pengujian pada setiap perubahan lapisan tanah atau pada interval sekitar 1,50 m s.d 2,00 m atau sesuai keperluan
b.
Tarik tali pengikat palu (hammer ) sampai pada tanda yang telah dibuat sebelumnya (kira-kira 75 cm)
c.
Lepaskan tali sehingga palu jatuh bebas menimpa penahan
d.
Ulangi 2) dan 3) berkali-kali sampai mencapai penetrasi 15 cm
e.
Hitung jumlah pukulan atau tumbukan N pada penetrasi 15 cm yang pertama
f.
Ulangi 2), 3), 4) dan 5) sampai pada penetrasi 15 cm yang ke-dua dan ke-tiga
g.
Catat jumlah pukulan N pada setiap penetrasi 15 c (1).15 cm pertama dicatat N1 (2).15 cm ke-dua dicatat N2 (3).15 cm ke-tiga dicatat N3 Jumlah pukulan yang dihitung adalah N2 + N3. Nilai N1 tidak diperhitungkan karena masih kotor bekas pengeboran.
h.
Bila nilai N lebih besar daripada 50 pukulan, hentikan pengujian dan tambah pengujian sampai minimum 6 meter;
i.
Catat jumlah pukulan pada setiap penetrasi 5 cm untuk jenis tanah batuan.
44
Gambar 3.8 Skema urutan uji penetrasi standar (SPT )
3.1.7 Kapasitas Dukung Tiang Tunggal
Untuk menentukan kapasitas dukung satu tiang digunakan metode pendekatan analitis dari hasil pengujian karakteristik fisik dan mekanik tanah di laboratorium dan kemudian didekati dengan formula klasik dan metode empiris dengan mengandalkan hasil pengujian lapangan. Adapun metode –metode tersebut adalah metode statik yaitu hasil interpretasi dari diagram penetrasi yang didapat dari hasil penetrometer, metode dinamis yaitu menggunakan rumus pancang, dan hasil uji beban langsung. Kekuatan bahan tiang pancang juga harus diperhatikan dalam mendisain suatu pondasi tiang pancang. Kekuatan bahan tiang harus disesuaikan dengan keadaan tanah di proyek tersebut serta beban yang akan dipikul tiang pancang tersebut. Rumus yang digunakan untuk menghitung kekuatan bahan tiang pancang adalah : σtiang = Ptiang
≤
σizin . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 3.1)
Atiang Keterangan : Ptiang =
kekuatan yang diizinkan pada tiang pancang
σtiang =
Tegangan tekan bahan tiang
σizin
=
Tegangan tekan izin bahan tiang
Atiang =
Luas penampang tiang pancang.
Untuk menghitung kapasitas dukung tiang tunggal dapat digunakan beberapa metode : 1. Metode Statis Analisis
2.
Metode Statis Empiris
45 3. Metode Dinamis 4. Metode Loading Tes
Dalam menentukan kapasitas dukung tiang diperlukan klasifikasi tiang dalam mendukung beban yang bekerja. Menurut Terzaghi, klasifikasi tiang didasarkan pada pondasi tiang, yaitu: 1. Tiang gesek (friction pile), 2. Tiang lekat (cohesion pile), Tiang mendukung di bagian ujung tiang (point / end bearing pile) Rumus yang digunakan untuk menghitung kekuatan bahan tiang pancang adalah : σtiang
= Ptiang
≤
σizin
...........................................................(3.1)
Atiang
a. Kapasitas Dukung Tiang Pancang dengan Metode Statis Analisis
Kapasitas statis analisis adalah metode perhitungan daya dukung yang berdasarkan keadaan tanah dan bentuk suatu tiang pancang dalam suatu proyek. Dalam analisis ini , daya dukung suatu tiang sangat dipengaruhi oleh bentuk tiang atau pondasi, kedalaman dasar tiang, kemiringan beban dan pengaruh pembebanan eksentris dalam suatu pondasi. Statis analisis ini juga mengkorelasikan hasil dari laboratorium dengan keadaan yang ada di lapangan. Hasil dari laboratorium seperti data kohesi tanah (C), sudut gesek tanah (Ø) dan berat jenis tanah (γ) juga menjadi faktor analisis yang akan digunakan . Kapasitas Ultimit netto tiang tunggal (Qu) : Qu = Q b + Qs - W p ...................................................................................... (3.2) Dengan :
Q b = tahanan ujung tiang ultimit Qs = tahanan gesek tiang ultimit W p = berat sendiri tiang
46
Qu τd = Cd + σn tg ϕd
σn
Cd
σn
σn ϕd = σn
Z
δ
tgδ σn
σn = σh = K.σv = K.z.γ σn tgδ = K.σv tgδ
Gambar 3.9 Diagram tekanan tanah lateral
(1). Tahanan Ujung tiang Ultimate
Perhitungan nilai tahanan ujung tiang sangat dipengaruhi oleh jenis tanah pendukungnya.
•
Pada tanah granulers
sulitnya memperoleh undisturbed soil sehingga estimasi sudut gesek dalam (ϕ ) dapat diambil dari pendekatan empiris yang diperoleh dari pengujian SPT. Hubungan antara ϕ dan N yang disarankan oleh Peck, dkk (1974)
47
Gambar 3.10. Hubungan ϕ dan N – SPT (Peck dkk. 1974) Pada tanah granuler diameter tiang relatif sangat kecil dibanding panjangnya, Sehingga persamaan tahanan ujung tiang dalam tanah non kohesif : Q b = A b.p’ b.Nq..................................................................................................................( 3.3) Dengan:
A b = luas penampang ujung tiang p’ b = tekanan overburden di dasar tiang = Σ γ i.zi Nq = faktor kapasitas dukung
Hubungan ϕ dan Nq dapat ditentukan dari grafik Berenzantsev, 1961. Nilai-nilainya merupakan fungsi dari L/d (L = kedalaman tiang dan d = diameter atau lebar tiang) dan sudut gesek dalam tanah.
48
Gambar 3.11. Hubungan Nq dan ϕ (Berezantsev, 1961) •
Pada tanah kohesif
Karena ϕ = 0, maka persamaan tahanan ujung tiang dalam tanah kohesif adalah: Q b = A b(C b Nc + p’ b)................................................................................( 3.4)
Dengan;
A b = luas penampang ujung tiang p’ b = tekanan overburden di dasar tiang Nc = faktor kapasitas dukung ( N c = 9) (Skempton, 1956) C b = kohesi tanah yang terletak pada ujung tiang.
•
Pada tanah nonhomogen memiliki C - ϕ
Q b = A b (1.3 C b Nc + p’ b Nq + 0.4 γ dNγ )....................................................(3.5) (2). Tahanan Gesek tiang Ultimate
•
Komponen Gesekan Hanya terjadi pada tanah yang mempunyai nilai ( ϕ )
Qs = As.K d. p '0 .tgδ d = As.f s..................................................................( 3.6) Dengan : p '0 = tekanan overburden efektif rata-rata, dengan besarnya: - sama dengan Σ γ i.zi untuk z < z c - sama dengan tekanan vertikal kritis untuk z > z c
49 K d = Koefisien tekanan tanah yang tergantung dari kondisi tanah.
Tabel 3.2 Brom, hubungan K d dengan tipe bahan tiang untuk tiang dalam tanah granuler K d Bahan tiang Pasir Tak Padat
Pasir Padat
Baja
0.50
1.00
Beton
1.00
2.00
Kayu
1.50
4.00
Tabel 3.3 Aas (1966) mengusulkan nilai-nilai δ yang dapat digunakan dalam menghitung tahanan gesek seperti
•
Bahan Tiang
δ = ϕ ’d
Baja
200
Beton
0.75ϕ ’
Kayu
0.66ϕ ’
Komponen kohesi Hanya terjadi pada tanah yang mempunyai nilai C
Qs = Fw. As.Cd..................................................................................................( 3.7) Dengan; As = luas selimut tiang
Cd = adhesi antara dinding tiang dan tanah disekitarnya Fw = 1 (tiang berdiameter seragam) Fw = 1.2 (tiang yang meruncing) Adhesi antara dinding tiang dan tanah didefinisikan sebagai: Cd = ad . Cu..................................................................................................( 3.8) Dengan ad = faktor adhesi dan Cu = kohesi tanah.
50 Faktor adhesi tiang pancang dalam tanah lempung didapat dengan menggunakan grafik pada gambar 3.12 dibawah ini
Gambar 3.12. Faktor adhesi untuk tiang pancang dalam tanah lempung (McClelland)
(3) Tahanan Satuan Maksimal
-
Nilai tahanan ujung satuan dibatasi sampai : q=
-
Qb Ab
= 10.7 MN/m 2 = 108 Kg/cm2.............................................(3.9)
Nilai tahanan ujung gesek dibatasi sampai : f=
Q s A s
= 107 kN/m2 = 1.08 Kg/cm2........................................... ( 3.10)
b. Kapasitas Dukung Tiang Pancang dengan Metode Statis Empiris
Pada metode analisis empiris, korelasi yang digunakan adalah hasil pembacaan
dari
penetrasi
suatu
alat
penetrometer.
Pembacaan
dari
hasil
penetrometer ini lah yang digunakan untuk mengetahui kapasitas daya dukung tiang dalam suatu proyek. Alat penetrometer yang biasa digunakan pada metode statis
51 empiris adalah seperti cone penetration test (CPT) atau Standar Penetration Test (SPT). Setelah hasil pembacaan penetrometer ini diketahui selanjutnya akan di analisis dengan metode statis empiris. 1. Kapasitas Dukung Tiang dari Pengujian Sondir / CPT Kapasitas daya dukung tiang dapat di hitung dengan mengunakan rumus Meyerhof (1956) :
Q All
=
( NK . A) 3
+
( JHL.O) 5
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ............... .( 3.11)
Dengan : Q ALL = Kapasitas dukung tiang tunggal (ton) NK
= Perlawanan penetrasi konus (kg/cm2)
JHL
= Jumlah hambat lekat (kg/cm)
A
= Luas penampang (cm2)
O
= Keliling tiang (cm)
3
= Faktor keamanan
5
= Faktor keamanan
2. Kapasitas Dukung Tiang dari Pengujian SPT (Standard PenetrationTest ) Metode ini menggunakan jenis alat yang sederhana, berupa tabung standar dengan diameter 5 cm dan panjang 56 cm. Pelaksanaan dilakukan di dasar lubang bor.
Tiang beton: Qu = 4 N b A b + 1/50. N As ...........................................................(3.12)
Dengan : N b adalah nilai N dari pengujian SPT pada tanah di bawah dasar tiang
52 N adalah nilai N rata-rata dari pengujian SPT di sepanjang tiang
Tiang Baja profil Qu = 4 N b A b + 1/100. N A s..........................................................(3.13)
Koreksi nilai N untuk tanah pasir halus terendam air N = 15 + ½ (N’ – 15) . ................................................................(3.14) Dengan : N’ adalah yang terukur di lapangan
c. Kapasitas Dukung Tiang Pancang dengan Metode Dinamis
Pengujian tiang pancang dengan cara dinamis didasarkan pada analisa data rekaman getaran gelombang yang terjadi pada waktu tiang dipukul dengan palu pancang. Beberapa metode dinamis yang umum digunakan dalam perhitungan Kapasitas dukung tiang pancang, yaitu :
1. Formula Janbu
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . ( 3.15)
; SF = 4
2. Formula Hiley
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(3.16)
53
;SF = 4
3. Formula Kobe
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . (3.17)
; SF = 4
d. Kapasitas Dukung Tiang Pancang dengan Metode Loading Test
Pengujian tiang pancang dengan loading test didasarkan kepada pemberian beban terhadap tiang pancang baik secara loading maupun unloading dengan tujuan mengetahui dan menentukan kapasitas daya dukung tiang rencana tersebut. Loading test ini dilakukan jika, 1. Hasil penyelidikan tanah meragukan . 2. Nilai proyek yang diharapkan ekonomis dan strategis. 3. Termasuk dalam spesifikasi.
Pengujian pembebanan pada tiang pancang dapat dilakukan dengan dua cara yaitu konvensional dan menggunakan alat. Untuk cara konvensional dapat dilakukan dengan angkur. Sedangkan bila menggunakan alat dapat digunakan PDA ( Pile Driving Analyzer ).
1. Loading Test Pelaksanaan loading test :
Untuk melaksanakan tes pembebanan langkah-langkah yang harus diambil antara lain : a. Menentukan lokasi dari tes pembebanan.
54 Sedapat mungkin di pancang disuatu daerah dekat titik pemboran, dimana kondisi dari karakteristik tanahnya telah diketahui dan dipilih yang mempunyai karakteristik tanah paling jelek.
b.Memancang tiang pancang yang akan dipakai sebagai sebagai tes pembebanan.
• Metode pemancangan/peralatan pemancangan harus sesuai dengan yang akan dilaksanakan pada waktu pembayaran proyek.
• Harus dicatat juga penetrasi dari pemancangannya beserta jumlah tumbukan N untuk penetrasi yang berkaitan. c. Tiang pancang yang telah selesai dipancang dapat didiamkan.
• Selama beberapa hari (kalau tanah adalah pasir) • Dan beberapa minggu (kalau tanah adalah liat) Tetapi pada umumnya 24 jam setelah pemancangan, tes pembebanan dimulai dengan memberikan beban total. d. Pembebanan dilaksanakan biasanya 200% dari beban pemancangan. Pembebanan harus dilaksanakan dengan penambahan 25% dari tes load. Setelah maksimum pembebanan tercapai beban mulai dikurangi (unloading) dengan laju maksimum yang sama seperti pembebanan sebelumnya. e. Ganbarkan grafik pembebanan tercapai dengan hasil settlement pembebanan. L
S E T T L E M E N T
O
A
D
LOADING
REBOUND
Gambar 3.14 Grafik loading test
Dari gambar :
55 1. Sumbu Y (ordinat) Memberikan total settlement ( gross settlement ) 2. Sumbu X (absis) Memberikan beban yang diberikan 3. Rebound Penurunan akhir ( final settlement ) pada waktu unloading (pengurangan beban) dalam hal ini titik A dikurangi ordinat sepanjang kurva pengurangan bebannya. 4. Net Settlement Untuk pembebanan yang bersangkutan adalah gross settlement dikurangi rebound.
LOAD
Kapasitas daya dukung izin tiang pancang ditentukan atas dasar kriteria yang BEAM
digunakan pada peraturan ( Building Code) yang diambil. DIAL GAUGE
< 1 meter
1 - 3 meter
PILE
56
Gambar 3.13 Loading test 2. PDA ( Pile Driving Test )
Pile Driving Analyzer (PDA) adalah mengukur regangan dan dipasang di bagian
atas
tiang.
Digunakan
sepasang strain
tranceducer dan
sepasang
accelerometer untuk pengukuran yang lebih baik. Berdasrkan Hukum Hooke, regangan yang di ukur dapat dikonversikan menjadi gaya (F), sedangkan percepatan yang diukur di integrasikan terhadap waktu (t) untuk menghasilkan kecepatan partikel (v). Dengan kecepatan membaca PDA sebesar 2000nsamples per detik (4channels). Dengan kecepatan gelombang sekitar 5000 m/detik, hanya diperlukan 0,1 detik bagi gelombang untuk merambat mencapai ujung bawah tiang sepanjang 250 meter dan akan kembali lagi ke ujung atas tiang. Jadi selama perambatan gelombang dapat disampelkan sebanyak 500 titik apabila diperlukan. Dalam praktek tidak diperlukan sample point sebanyak itu dan juga karena PDA harus mengkonversikan setiap hasil pengukuran, menghitung daya dukung tiang dan berbagai besaran lainnya dan memplotnya di layar komputer untuk setiap tumbukan (blow). Setiap pasangan kurva F dan v yang ditayangkan di layar komputer adalah konvensi hasil pengukuran dengan prosedur sederhana yang dijelaskan diatas. Jadi, kurva yang dihasilkan PDA bukan hasil model matematis. Berdasrkan kurva hasil pengukuran tersebut, PDA menghitung daya dukung aksial pondasi tiang yang diuji dengan menggunakan Case Method . Tahanan tiang total (RT) yang dijelaskan diatas terdiri dari tahanan dinamis dan daya dukung statis (RS). Case Method yang dikembangkan oleh Prof Goble dkk (1975) menguraikan lebih lanjut tahanan total RT dan mengusulkan rumus-rumus untuk menghitung daya dukung statis (RS), pondasi tiang yang diuji secara dinamis, untuk berbagai kondisi. Salah satu rumus yang banyak digunakan pada awal penggunaan PDA adalah RSP :
57 . . . . . . . . . . . . .. . .(3.18) Dimana : J adalah faktor damping case, yang tidak berdimensi Besarnya J yang direkomendasikan untuk berbagai jenis tanah adalah Tabel 3.4 Nilai redaman J Jenis Tanah
Nilai J
Pasir
0,05 – 0,20
Pasir berlanau
0,15 – 0,30
Lanau
0,20 – 0,45
Lanau berlempung
0,45 – 0,70
Lempung
0,60 – 1,10
Sumber : Rausche dkk-, 1985 Berdasarkan nilai J yang dipilih akan mempengaruhi besarnya perkiraan daya dukung tiang. Karena itu, dalam perkembangan selanjutnya, telah direkomendasikan juga automatic methods RAU dan RA2, yang tidak dipengaruhi oleh faktor redaman J karena dihitung pada saat v b (kecepatan ujung bawah tiang) mencapai 0 (tidak bergerak), sehingga daya dukung total pada saat itu seluruhnya statis. Apabila tiang diuji beberapa waktu setelah pemancangan, lengketan tanah telah bekerja dengan baik. Lengketan tanah yang cukup besar akan menyebabkan terjadinya unloading selama pengujian, yaitu kecepatan partikel di bagian atas tiang arahnya ke atas akibat gelombang reaksi tanah. Untuk kondisi seperti ini, perlu dilakukan korelasi terhadap bagian yang mengalami unloading. Case Method mengusulkan RSU method untuk memperkirakan daya dukung tiang yang diuji. . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 3.19) Dimana UN adalah faktor korelasi yang dihitung berdasarkan besarnya lengketan pada segmen tiang yang mengalami unloading . Kasus seperti ini dapat terjadi pada pondasi tiang yang sangat panjang.
58 3.1.8 Kapasitas Dukung Kelompok Tiang
Kapasitas dukung kelompok tiang tidak selalu sama dengan jumlah kapasitas tiang tunggal yang berada dalam kelompoknya. Hal ini disebabkan jika tiang dipancang dalam lapisan pendukung yang mudah mampat atau dipancang pada lapisan tanah yang tidak mudah mampat tapi dibawahnya terdapat lapisan lunak. Stabilitas kelompok tiang bergantung pada : 1.
Kemampuan tanah disekitar tiang dan dibawahnya
2.
Pengaruh konsolidasi tanah yang terletak di bawah kelompok tiang. Perhitungan efisiensi kelompok tiang pancang diperlukan untuk mengetahui
tingkat keefisienan suatu kelompok tiang pancang serta untuk menghindari besarnya tegangan tumpang tindih dalam kelompok tiang pancang dan dari perhitungan efisiensi ini diharapakan agar ketidakpraktisan konstruksi pondasi dapat diperkecil.
a. Jarak antara tiang dalam kelompok Berdasarkan perhitungan daya dukung tanah oleh Dirjen Bina Marga Departemen Kimpraswil disyaratkan jarak antar tiang adalah : S > 2,5 D S > 3,0 D Dimana : S
= Jarak masing-masing tiang dalam kelompok
D
=
Diameter tiang
b. Efisiensi kelompok tiang :
(n − 1)m + (m − 1)n . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.20) 90mn
η = 1 − θ
59 Dimana : m
= jumlah baris tiang
n
=
jumlah tiang dalam satu baris
θ
=
arc tan (d/s) dalam derajat
s
=
d
= diameter tiang
jarak antar tiang (as ke as)
Daya dukung tiang individu dalam kelompok adalah : Qg = QALL x η x n . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . .. .( 3.21)
Dimana : Qg
= Daya dukung kelompok tiang
QALL = Daya dukung tiang tunggal dalam kelompok
3.2
η
= Faktor efisiensi
n
= Jumlah tiang dalam satu baris
Pile cap
3.2.1 Gambaran Umum Pile cap
Pile cap adalah merupakan elemen struktur yang berfungsi untuk menerima beban dari kolom yang kemudian diteruskan ke tiang pancang dan untuk menyatukan kelompok tiang pancang .
Dalam perhitungan-perhitungan Pile cap dianggap atau dibuat kaku sempurna sehingga :
60 1.
Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang pancang tersebut menimbulkan penurunan maka setelah penurunan bidang pile cap tetap akan merupakan bidang datar.
2.
Gaya-gaya yang bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan tiang-tiang tersebut.
3.2.2 Jenis-Jenis Pile Cap
Meskipun pada tiang berdiameter besar atau untuk beban yang ringan sering digunakan pondasi tiang tunggal untuk memikul kolom atau beban struktur, pada lazimnya beban kolom struktur atas dipikul oleh kelompok tiang ata u pile cap. Tetapi dalam hal pengelompokan tiang baik pada ujung maupun keliling tiang akan terjadi overleping daerah yang mengalami tegangan-tegangan akibat beban kerja struktur. Berikut ini adalah gambar dari beberapa tipe pile cap J e n i s - j e n is P i le C a p
10 Pile
1 Pile 2 Pile
6 Pile
3 Pile
7 Pile
4 Pile
8 Pile
11 Pile
1 2 P i le
1 3 P i le
5 Pile
9 P i le
14 Pile
15 Pile
16 Pile
Sumber : sipilusm Gambar 3.14 Gambar tipe-tipe pile cap
61 3.2.3 Perhitungan Pile cap
Pada perhitungan pile cap yang akan di bahas adalah mengenai perhitungan pembebanan pada kolom dan perhitungan rencana tulangan pile. a. Perhitungan Beban yang Bekerja pada Kolom
Analisa struktur kolom pada bangunan ditinjau dengan analisa struktur program SAP 2000. Analisa ini memperhitungkan pembebanan akibat : pembebanan pelat, pembebanan angin, pembebanan atap yang dijadikan input SAP 2000. Pada perhitungan pembesian Pile cap ini akan menggunakan perhitungan momen dan gaya aksial yang didapat dari output program SAP 2000. Perhitungan pembebanan pada struktur bangunan 1.
Pembebanan pada plat Atap
2. Pembebanan pada lantai 2 3. Pembebanan pada lantai 1 Dari hasil analisa diatas maka di dapat hasil Pmax, Mmax. b. Perhitungan Tulangan Pile cap
Di atas pondasi tiang, terutama jika menggunakan kelompok tiang diberi pengikat yang diberi nama pile cap. Tulangan Pile cap ini diperhitungkan dengan memperhatikan
tegangan
pons
atau
tegangan
geser.
Adapun
tahap-tahap
perhitungannya, yaitu : 1. Mencari Tegangan Pons/Geser
Tegangan Geser Izin ( τ izin )
= φ
fc ,
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .( 3.22)
6 Panjang Area Geser (sv)
= s + ( h - h b ) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.23)
Luas Area Geser (Av)
= 4 sv ( h - h b ) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 3.24)
62 Maka Tegangan Geser ( τ bpu ) = Pmax/Av . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( 3.25)
Dimana :
( τ bpu )
= < τizin (Aman)
Punching Shear Pilecap Pmax = Beban yang terjadi di kolom S
= Diameter tiang pancang atau diameter kolom
H
= Tinggi pile cap
H b
= Tinggi efektif pile cap
Sv Av
= Panjang area geser = Luas area geser
2. Mencari beban masig-masing tiang Beban masing-masing tiang di hitung untuk mencari Momen yang akan digunakan untuk mencari tulangan pokok.
Gambar 3.15 Pile cap dengan 6 tiang pancang
63
Gambar 3.16 Tampak atas pile cap
Kemudian setelah nilai tegangan pons atau tegangan geser di dapat maka dilanjutkan dengan menghitung nilai Mu. Gambar di atas di jadikan sebagai contoh untuk mencari nilai Mu. Sebelum mencari nilai Mu maka terlebih dahulu di cari berat sendiri pile cap yaitu volume ukuran pile cap. Setelah didapat beban sendiri pile cap maka selanjut nya dicari beban per tiang pancang : Beban per tiang pancang (V)
V =
Pkolom + beratsendiripilecap My.. x Mx. y . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.26) ± 2 ± 2 jumlahtian g Σ x Σ y Keterangan : Pkolom = Jumlah beban yang terjadi pada kolom My
= Momen arah Y
Mx
= Momen arah X
X
= Jarak tiang ke titik pusat berat kelompok tiang pada baris arah X
64 Y
= Jarak tiang ke titik pusat berat kelompok tiang pada baris arah Y
Ʃ x2
= Jumlah Kuadrat semua koordinat tiang arah X
Ʃ y2
= Jumlah Kuadrat semua koordinat tiang arah Y
Untuk perencanaan pile cap maka nilai Mu di dapat dengan cara sebagai berikut :
Gambar 3.17 Potongan pile cap I – I
Beban – beban yang terjadi pada potongan pile cap I-I : Beban lantai (W1)
= Panjang lantai x lebar lantai x berat lantai/m2
Beban plat (W2)
= Panjang plat x lebar plat x tinggi plat x γ beton
Beban pasir (W3)
= Panjang pasir x lebar pasir x tinggi pasir x γ pasir
Beban tanah (W4)
= Panjang tanah x lebar tanah x tinggi tanah x γtanah
Beban pilecap (W5) = Panjang pilecap x lebar pilecap x tinggi pilecap x γ beton Beban pada tiang (V3 + V4) Sehingga di peroleh nilai momen pada potongan I-I : M1-1= (W1.X1)+(W2.X2)+(W3.X3)+(W4.X4)+(W5.X5)-(V3+V4).X6
65
Gambar 3.18 Potongan Pile cap II - II
Beban – beban yang terjadi pada potongan pilecap II-II : Beban lantai (W1)
= Panjang lantai x lebar lantai x berat lantai/m2
Beban plat (W2)
= Panjang plat x lebar plat x tinggi plat x γ beton
Beban pasir (W3)
= Panjang pasir x lebar pasir x tinggi pasir x γ pasir
Beban tanah (W4)
= Panjang tanah x lebar tanah x tinggi tanah x γtanah
Beban pilecap (W5)= Panjang pilecap x lebar pilecap x tinggi pilecap x γ beton Beban pada tiang (V4 + V5 + V6) Sehingga di peroleh nilai momen pada potongan II-II : M11-11=(W1.X1)+(W2.X2)+(W3.X3)+(W4.X4)+(W5.X5)-(V4+V5+V6).X6 3. Mencari tulangan pokok Setelah di dapat momen maksimum,maka dapat di lanjutkan untuk mencari tulangan pokok.Pada perencanaan pile cap di ambil momen maksimum seabagai nilai Mu, kemudian dilanjutkan dengan mencari jarak dari serat tepi tekan terluar terhadap titik berat tulangan tarik (d) :
66 d = h –(h selimut beton+ 1 / 2φ tulangan utama) . . . . . . . . .. . . . . . . . . .(3.27)
Momen maksimum digunakan untuk mencari k
Rn
m
ρ =
=
=
Mu φ ⋅ b ⋅ d
fy
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . (3.29)
0.85 ⋅ fc
1 − m 1
ρ min
. . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.28) 2
=
1−
1.4
2mRn . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(3.30) fy
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.31)
fy
Untuk efisinsi tulangan maka : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.32)
min
ρ
x 75 %
ρ min ≤ ρ ≤ ρ maks Kemudian dicari luas tulangan dengan rumus
As = ρ . b . d
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(3.33)
As’= Diambil 50% dari tulangan utama . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .(3.34) Dari luas tulangan yang didapat akan diperoleh rencana tulangan melalui tabel hubungan antara luas penampang tulangan dengan diameter tulangan.