KEPUTUSAN DIREKTUR RS BHAKTI KARTINI NOMOR: 011/SK-Dir/RSBK/II/2017
TENTANG KEBIJAKAN PENERAPAN SASARAN KESELAMATAN PASIEN DI RS. BHAKTI KARTINI
DIREKTUR RS BHAKTI KARTINI Menimbang : a. Bahwa peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasienrumah sakit merupakan gerakan universal maka diperlukan upaya-upaya khusus peningkatan keselamatan pasien yang berdasarkan masalah/ insiden tersering yang terjadi di pelayanan kesehatan; b. Bahwa seluruh unit kerja di RS Bhakti Kartini memerlukan informasi dan acuan mengenai kebijakan keselamatan pasien sehingga tercipta budaya keselamatan pasien di rumah sakit; c. Bahwa salah satu program yang harus dilaksanakan rumah sakit adalah penerapan untuk itu perlu ditetapkan surat keputusan Direktur RS Bhakti Kartini yang mengatur tentang
Kebijakan
Pedoman
Penerapan
sasaran
keselamatan pasien. Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan 2. Undang-Undang RI Npmor 44 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 3. Undang-Undang Nomor Nomor 29 tahun 2009 tentang Praktek Kedokteran. 4. Peraturan
Menteri
Kesehatan
1691/MENKES/PER/VIII/2011 Pasien Rumah Sakit.
tentang
RI
Nomor
Keselamatan
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KESATU
: PEMBERLAKUAN PANDUAN IDENTIFIKASI PASIEN DAN KELUARGA RSIA PUTRA DALIMA
KEDUA
: PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PANDUAN IDENTIFIKASI PASIEN PASIEN DAN KELUARGA RSIA PUTRA DALIMA DILAKSANAKAN OLEH SETIAP UNIT RUMAH SAKIT RSIA PUTRA DALIMA
KETIGA
: KEPUTUSAN INI MULAI BERLAKU SEJAK TANGGAL DITETAPKAN DAN APABILA DIKEMUDIAN HARI TERDAPAT KEKELIRUAN AKAN DILAKUKAN PERUBAHAN DAN DIPERBAIKI SEBAGAIMANA MESTINYA
Menetapkan : Keputusan Direktur RS Bhakti Kartini tentang Kebijakan Penerapan Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) di RS Bhakti Kartini
PINDAH KE LAMPIRAN Lampiran Keputusan Kesatu
:. Program sasaran keselamtan pasien (SKP ) yang diterapkan di RS Bhakti Kartini adalah: 1. Identifikasi pasien secara benar. 2. Meningkatkan komunikasi efektif. 3. Meningkatkan keselamatan penggunaan obat-obat yang perlu kewaspadaan tinggi (High alert medication). 4. Menerapkan keselamatan operasi dengan menjamin sisi operasi yang tepat, prosedur yang tepat, & pasien yang tepat. 5. Menurunkan risiko infeksi rumah sakit terkait pelayanan kesehatan. 6. Menurunkan risiko pasien jatuh.
Kedua
:
Pedoman identifikasi pasien secara benar (SKP 1) adalah: 1. Identifikasi pasien dilakukan secara verbal menggunakan minimal 2 identitas pasien (nama lengkap dan rekam medis): a. Pada saat registrasi rawat jalan dan rawat inap. b. Pada
saat
akan
dilakukan
prosedur/
tindakan,
pemberian obat, darah dan produk darah, pangambilan sampel darah/ specimen lain,
2. Semua pasien yang akan dirawat inap harus dipasang gelang identitas pasien dengan mencantumkan nama lengkap
pasien
dan
nomor
rekam
medik.
Tidak
dibenarkan menggunakan nomor kamar dan nomor tempat tidur. 3. Pasien rawat jalan yang akan mendapatkan tindakan invasif atau berisiko yang telah ditetapkan oleh rumah sakit, harus dipasang gelang identitas. 4. Untuk pasien
yang berisiko
akan dipasang
gelang
identitas: a. Merah muda : pasien perempuan. b. Biru : pasien laki-laki. c. Merah : pasien alergi obat-obatan. d. Kuning : pasien dengan risiko jatuh. e. Ungu : pasien DNR (Do Not Resusitation). Ketiga
:
Pedoman meningkatkan komunikasi efektif (SKP 2) adalah: 1. Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan yang dipahami oleh penerima, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan. 2. Teknik komunikasi yang digunakan meliputi komunikasi tertulis, elektronik, dan lisan. 3. Tenaga kesehatan yang dapat melaporkan dan menerima pesan verbal/per telepon adalah perawat, dokter dan tenaga kesehatan lain. 4. Pada saat melaporkan keadaan pasien dan serah terima pasien
menggunakan
Teknik
SBAR
(Situation
–
Background – Assessment – Recommendation). 5. Pada saat menerima instruksi Verbal / Pesan Verbal terapkan TBAK
T ulis BA ca K embali (Write Down/
Tulis, Read Back/ Baca Kembali).
6. Komunikasi verbal digunakan oleh tenaga kesehatan saat melaporkan/ menerima instruksi per telepon/ instruksi lisan/ hasil test laboratorium yang kritis. 7. Komunikasi verbal digunakan oleh tenaga kesehatan saat melaporkan/ menerima instruksi per telepon/ instruksi lisan/ hasil test laboratorium yang kritis. 8. Menggunakan menuliskan
singkatan
terstandar
di
RSBK
dan
kata dengan lengkap bila tidak ada dalam
daftar singkatan Keempat
:
Mengimplementasikan pedoman peningkatan keselamatan penggunaan obat-obatan yang memerlukan kewaspadaan tinggi/ High Alert Medication (SKP 3) adalah : 1. Terdapat daftar obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi ((High alert medication) yang telah ditetapkan oleh rumah sakit. 2. Obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi ((High alert medication) harus dilakukan: a. Identifikasi. b. Penandaan/ labelling. c. Cara Penyimpanan. d. Pengendalian. 3. Elektrolit pekat tidak disimpan di ruang rawat kecuali diperlukan dapat disediakan dengan pengawasan ketat.
Kelima
:
Pedoman
menerapkan
keselamatan
operasi
dengan
menjamin sisi operasi yang benar, prosedur yang benar dan pasien yang benar (SKP 4) adalah : 1. Proses verifikasi pra operasi dilakukan dengan memakai checklist pra operasi di ruang rawat. 2. Penandaan daerah operasi/ tindakan invasif dilakukan secara benar dengan melibatkan pasien.
3. Pelaksanaan
prosedur
keselamatan
operasi
harus
dilakukan sebelum pasien masuk kamar operasi, sebelum melakukan induksi anestesi, sebelum insisi kulit dan sebelum pasien meninggalkan ruang operasi. 4. Memastikan
kebenaran
area
operasi
/
prosedur,
kesesuaian tindakan operasi dengan prosedur operasi dan
kesesuaian
identitas
pasien
sebelum
operasi
dilakukan. 5. Seluruh tim operasi melakukan prosedur Time Out (waktu jeda) secara verbal. 6. Pasien yang akan dilakukan operasi emergensi life saving , bila tidak ada keluarga/ terlantar, surat izin operasi (inform consent ) ditanda tangani oleh dua dokter termasuk DPJP yang menangani pasien tersebut, dan diketahui oleh pimpinan rumah sakit. Keenam
:
Pedoman menurunkan risiko infeksi rumah sakit (SKP 5) adalah : 1. Mengimplementasikan program kebersihan tangan yang efektif berdasarkan panduan terbaru
(WHO Patient
Safety). 2. Mengimplementasikan program
kebersihan diri
yang
efektif. 3. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). 4. Mengimplementasikan etika batuk dan bersin di rumah sakit. Ketujuh
:
Pedoman menurunkan risiko cedera karena jatuh (SKP 6) adalah : 1. Semua pasien rawat inap dan rawat jalan dinilai risiko jatuhnya dan penilaian diulang jika diindikasikan terjadi perubahan kondisi pasien atau pengobatan, dan lainnya, meliputi : a. Pasien anak.
b. Pasien dewasa. c. Pasien usia lanjut. 2. Penilaian
risiko
jatuh
diimplementasikan
untuk
menurunkan risiko jatuh dan dampak cedera akibat jatuh maupun akibat tak terduga lainnya. 3. Hasil pengukuran dimonitor dan ditindaklanjuti sesuai derajat risiko jatuh pasien guna mencegah pasien jatuh serta akibat tak terduga lainnya. 4. Unit kerja melakukan sosialisasi, mengimplementasikan pencegahan pasien jatuh, dan membuat laporan bila terjadi pasien jatuh. 5. Melakukan identifikasi ulang pada pasien yang berisiko jatuh seperti pada pasien post operasi, penurunan kesadaran, dan pada pasien yang mengalami perubahan kondisi yang berisiko jatuh. Kedelapan :
Memberlakukan Pedoman Penerapan Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) di RS Bhakti Kartini untuk menciptakan sistim pelayanan pasien yang lebih aman.
Kesembilan :
Setiap pimpinan unit kerja di RS Bhakti Kartini bertanggung jawab, berperan aktif dan memberi dukungan kepada stafnya dalam penerapan Sasaran Keselamatan Pasien (SKP).
Kesepuluh :
Seluruh
unit
Keselamtan berhubungan
kerja Pasien
diwajibkan (SKP)
dengan
dan
kegiatan
menerapkan seluruh
Sasaran
biaya
Penerapan
yang
Sasaran
Keselamatan Pasien (SKP) dibebankan pada anggaran RS Bhakti Kartini Kesebelas :
Surat Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam surat keputusan ini akan diubah dan diperbaiki sebagaimana mestinya.
6 saja
Ditetapkan di : Bekasi, Pada tanggal : 18 Februari 2017 Direktur,
Dr. Yala Mahendra, MBA