4g3
ERITROPOESIS A.Harryanto Reksodiputro, A.Harryanto Reksodiputro, Nugroho Prayogo
Elitopoesis berarti proses terbentuknya eritrosit. Proses ml telah dimulai sejak masa fetus, dan merupakan bagian dan proses hemopoesls, atau pembentukan sel darah secara keseluruhan yaitu eritropoesis, manusia secara manusia megakariopoesis, granulopoesis, iimfopoesis, monositopoesis, serta plasmasitopoesis. plasmasitopoesis. Di bawah mi akan diterangkan secara slngkat proses terbentuknya sal darah merah peniode dalam dalam tubuh manusia, mulai dan peniode dalam kandungan.
EMBRIOLOGI
limfosit sit,, ya yang ng kekecil yang menyerupai limfo adalah lah sa sall po poko kokk (sel induk) dan mungkinan ada hemopoetic stem stem sernua sel darah (pluripotent hemopoetic cell).
Se! pokok berimigrasi dan yolk sac ke antara la lain in hati, anak limpa, berbagai organ. antara ke sumsum dan kemudian ke sumsum tulang dan kelenjar (lingkunga kungann mikro) dan ranglimfe. Lokasi (ling sangan humoral, menentukan jenis sal darah yang terbentuk. Dan sd pokok terbentuklah entroblas yang juga pertama kali terlihat dan gugusann hemopoetik, selanjutnya berkembang gugusa granulopoesis, limfopoesis dan megaka,iopoesis, granulopoesis, megaka,iopoesis, monositopoesis seperti monositopoesis seperti pada gambar 1.
berasal dan Sel-sel darah berasal dan mesenkim fetal. Pads periodefetus, suatu saat terjadilah sel-sel
Bu~n
dann Perkembangan Hemopoesis dl Pelbagat Organ Selama Perlode Embrlo. Gambar 1. P.mbentukan da
494
ERITROPOESIS Dalam keadaan normal, entropoesis path orang dewasa terutama teijadi di dalam sumsum
I
hematokrit pasien
Retikulosit (%) x
hematokrlt normal
tulang pipih, tulang vertebra, dan pada bagian
proksimal tulang panjang. Sistem enitrosit menempati 20%-30% bagian janingan sumsum tulang yang aktif membentuk set darah. Apabila tidak ada gangguan, 20% set sumsum tulang yang beninti adalah set darah sen enitrosit, dan jumlah retikulosit sumsum tulang sama besarnya dengan set sen enitrosit yang berinti. Sal darah merah berinti dalam sumsum tulang terdapat dalam stroma sumsum tulang dl
Nilal retikulosit atau indeks retlkuloslt, merupakan suatu parameter untuk menggambarkan hasil akhir aktivitas eritmpoesis. Sedang untuk menilai secara keseluruhan dipeilukan pemeniksaan sumsum tulang atau BMP (bone marrow puncture).
luar jaringan sinusoid. Pada tingkat retikulosit
muda, eritrosit ml telah kehilangan sifat metekatnya (daya adhesif) pada massa sumsum tulang lainnya sehingga mudah masuk Ice dalam sinusoid dan selanjutnya masuk datam aliran darah dan masuk Ice dalam pembuluh darah. Setiap hail seldtar 1% sal darah merah hancur dan digantikan retikulosit, seh~nggadalam
Sel induk muItupoten~iil eel unduk unipo~enssaI(pronorrnoblas) ruc~mobIesbasoliuik
(p4ocmot~as ~
sirkulasi, kadar normal retikulosit seldtar 1% dan set darah merah yang bersirkulasi. Karena persentase tersebut bergantung pada total jumlah
sel darah merah, maka dianjurkan perhitungan persentase retikuk$sit dikoreksi dengan n~laiatau angka jumlah sal darah normal. Sebagal contoh, jika seseorang yang menderita anemia dengan nilai retikulosit 6 person dan jumlah eiitrosit 3juta, maka total retikulosit akan berjumlah 6%x3 juta/mL=18 x 1O.000/mL, akan mempunyai total retikulosit yang sama dengan seseorang dengan retikulosit 3% tetapl dengan jumlah entrosit 6juta, yaitu 3% x 6 juta/mL=18 x 1O.000ImL Jadi sebetulnya nilai retikulosit pada orang pertama, seakan-akan meningkat, tetapi nilai mutlak terriyata tidak meningkat, karena sama dengan nilai 3 % pads orang dengan jumlah entrosit normal. Untuk itu dipeilukan suatu koreksi dengan nimus:
Retikulosit yang dilaporkan x iumlah entrosit pasien = Retikulosit terkoreksi Jumlah eritrosit normal Retikulosit terkoreksi adalah nama lain dan
indeks retikulosit.
Altematif lain dalam menghitung retikulosit indeks adalah
pdikrgmatoIuhk
normoblas asudofulik rCtukulosul
Gambar 2. Erltropoeste.
ERITROPOESIS EKSTRAMEDULAR Apabila terjadi gangguan dalam sumsum
tulang, misalnya akibat adanya metastasis penyakit ganas atau pada penyakit fibrosis sumsum tulang (mielofibrosis), entropoesis akan terjadi pada jaringan ekstramedular seperti hati, limpa, dan janngan lemak para spinal. Proses eritropoesis ekstramedular biasanya hasilnya tidak seetektif enitropoesis intramedular terlihat
dan adanya anisositosis, poikilositosis, dan sel-sel entrosit muda dalam darah tepi. Sel eritrosit berinti berasal dart sel induk
multipotensial dalam sumsum tulang (lihat gambar 2). Bergantung pada kebutuhan tubuh, sel induk multipotensial mi mampu berd~erensiasi menjadi eel darah sistem enitrosit,
mieloid, atau megakanosit. Sal inilah yang bertanggung jawab terhadap terjaminnya kebutuhan tubuh akan sel darah. Gangguan fungsi sal induk akan mengakibatkan terjadinya anemia aplastik.
495
PERAN HORMON ERITROPOETIN
tethentuk 16 enitrosit, bila salama pematangan tidak tenjadi gangguan. Sal-sal yang sedang
Laju eritropoesis diatur oleh hormon eritropoetin yang diprodulcsi di ginjal dan ada yang berpendapat juga diproduksi di hati. Produksi eritropoetin sendiri dirangsang oleh
dad benada dalam fase difanensiasi pronormoblas sampai dengan enitnosit dapat dikenal dan morfologinya, sehingga dapÆt
keadaan hipoksia. Kekurangan oksigen akan irenyebabkan sensor oksigen pada sel tertentu di ginjal meningkatkan produksi hormon eritropoetin yang akan bekerja pada sel induk. Sal induk multipotensial di samping memperbanyak din (self renewal) akan mengalami pematangan (berditerenslasi) menjadi sal induk unipotensiat. Set induk unipotensial rnampu memperbanyak din lagi, tetapi tidak mampu berdiferensiasi menjadi sal kelompok Iainnya, sehingga sal induk unipotensial serf
eritroblas hanya akan berdiferensiasi menjadi set pronormobtas bila dirangsang eritropoetin. Pematangan sal darah merah akan dipersingkat dan retikulosit akan dipercepat keluar dan sinusoid, sehingga akan banyak tendapat sal darah merah poliknomatik di penifen atau disebut shift to the left Honmon androgen akan meningkatkan aktivitas dan meningkatkan potensi eritropoetin terhadap sal induk, sehingga hal ml dipakai
sebagai salah satu alasan mengapa pada pnia kadar sal darah merah Iebih banyak danipada
wanhta. Penyakit tertentu yang mengenal ginjal mlsalnya gagal ginjal menahun, akan menyebabkan penurunan jumlah produksi hormon enitropoetin sehingga terjadi penurunan jumlah sal serf enitrosit dalam sumsum tulang dengan akibat terjadi anemia karena penurunan jumlah eritrosit (tanpa kelainan kualitas sel).
PEMATANGAN INTl Sal serf enitrosit yang termuda adalah sal pronormoblas. Sal pronormoblas mi akan membentuk deoxyribonucleic acid (DNA) yang
dipenlukan untuk tiga sampai dengan empat
kali tase mitosis sambil berditerensiasi sehingga akhirnya mencapai suatu tingkat di mana inti sel menjadi piknotik dan tidak
mampu lagi membuat nukleoprotein. Pada
tingkat pematangan mi inti sal yang piknotik tersebut dikeluarkan dart eel. Melalul empat kali mitosis, dan tiap sal prononmoblas akan
dikenal 5 stadium pematangannya.
DNA dipenlukan dua jenis ko-enzim yaitu vitamin B12 dan asam tolat. Defisiensi vitamin B12 dan atau asani blat akan mengakibatkan gangguan pematangan inti sal yang selanjutnya akan menghambat mitosis. Keadaan mi mengakibatkan rusaknya sebagian sal merah beninti di dalam sumsum tulang dan terjadhnya disproporsi antana intl dan sitoplasma sal danah menah beninti (megaloblas). Akibatnya sumsum tulang akan mombentuk sal darah merah yang besar (makrositar) dan jumlah sal danah merah yang tarbentuk menunun. tintuk produksi
PEMATANGAN SITOPLASMA Selama proses pematangan inti sal, terjadi pula pnoses pematangan sitoplasma dalam sal darah menah berinti yang berproliferasi tadi. Pada waktu proses diferensiasi sal enitnosit beninti tensebut, di dalam sitoplasma dibentuk protoponfinin dan globin, di samping itu besi masuk ke dalam sitoplasma. Basi tansebut diambil dani transtenin plasma. Sal enitnosit berinti memiliki rasepton transfenin. Di datam sitoplasma eritrosit baninti, protopontinin, globin, dan besi digabung manjadi hemoglobin.
METABOLISME BESI DAN PEMBENTLJKAN HEMOGLOBIN Gangguan pemasukan basi ke dalam sal aritnosit baninti akan mengakibatkan
pembentukan enitnosit dengan sitoplasma yang sempit (miknositik) dan kadar hemoglobin yang nandah (hipoknom). Gangguan pnoduksi
globmn mi akan benakibat selain memiliki monbologi khusus juga tenberttuknya eritrosit yang dikenal sebagai sal target (target cells). Penubahan montologi sal yang terjadi selama pnoses ditenensiasi sal pnononmoblas sampai enitrosit matang dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok. 1. likuran sal semakin kecil akibat mengecilnya Intl sal.
496 2. Inti sel menjadi semakmn padat dan akhirnya dikeluarkan pada tingkatan eritroblas asidofilik. 3. Dalam sitoplasma dibentuk hemoglobin yang diikuti dengan hilangnya RNA dad dalam sitoplasma sd. Stadium retikulosit mudah dikenal karena di dalam ditoplasrnanya masih terdapat sisa ANA yang dapat diwarnai dengan pewarnaan supravital. Proses diferensiasi dad pronormoblas sampai dengan eritrosit memakan waktu lebih kurang 72 jam, sedangkan proses retikulosit sampai dengan eritrosit dewasa memakan waktu lebih kurang 42 jam. Selama
proses diterensiasi tersebut sekitar 10% sel tidak memenuhi persyaratan dan mengalami fagositosis oleh makrofag. Sel eritrosit normal akan berfungsi selama 100 sampai 120 han.
Sel eritrosit yang telah tua akan dihancurkan oleh sel makrofag dalarn sistem retikuloendotelial. Setiap han sekitar 1% enitrosit diganti dengan eritrosit muda baru. Hemoglobin
dibentuk dalam sitoplasma sd sampai dengan stadium retikulosit. Setelah inti sel dikeluarkan,
hilang juga ANA dan dalam sitoplasma, sehingga dalam sd darah merah tersebut tidak dapat dibentuk protein lagi, begitu juga berbagai enzim yang sebelumnya terdapat dalam sd darah merah dan protein membran sel. Hemoglobin terdiri dad empat ikatan globin dan empat ikatan haem yang masingmasing memiliki satu atom Fe. Di dalam 1 mL. packed red cells, terdapat lebih kurang 1 mg Fe. Pada keadaan kelainan tertentu, tubuh tidak membentuk salah satu rantai globin (misalnya talasemia), atau globmn dibentuk secara abnormal (misalnya pada penyakit sickle cells). Di samping itu terdapat pula keadaan di mana terdapat defisiensi enzim yang dipertukan untuk membentuk hemoglobin. Pada keadaan tersebut eritrosit yang terbentuk akan mempunyai umur yang jauh lebih pendek dad pada eritrosit normal.
METABOLJSME SEL ERITROSIT Di dalam eritrosit terjadl katabolisme glukosa yang diperlukan untuk: Mempertahankan bentuk eritrosit. 2. Mempertahankan kadar ion K~tinggi dan ion Na rendah dalam eritrosit. 1.
3. Mempertahankan gugus sulthidnil dalam eritrosit. 4. Mempertahankan agar Fe yang terdapat dalam eritrosittetap bervalensi 2 (Fe~). Energi yang diperlukan untuk butir 1 dan butir 2 dibentuk melalui proses glikolisis anaerob lingkaran Embden-Meyerhof. Glukosa sebagai sumber energi diambil dad dalarn plasma yang terdapat di sekitar sd eiitrosit. Dan tiap molekul glukosa yang ctipecahkan
menjadi piruvat atau laktat diperoleh 2 molekul
ATP; untuk hal mi diperlukan beberapa jenis enzim. Di antara enzim yang diperlukan untuk reaksi tersebut yang paling sening dijumpai dalam keadaan kekurangan (defisiensi) adalah enzim piruvatkinase. Hal mi akan mengurangi produksi ATP dan dapat menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. tintuk butir 3, gugus sulthidril yang telah dipecah menjadi disultit selama proses oksidasi dikembalikan lagi menjadi gugus sulhidril. Untuk reaksi mi diperlukan glutation dalam bentuk tereduksi. Glutation tereduksi berasal dad glutation yang teroksidasi dengan bantuan enzim glutation reduktase. Gugus sulfhidril mi terdapat dalam hemoglobin, protein, dinding sel eritrosit dan dalam berbagai enzim. Kekurangan gugus sulfhidril akan menyebabkan denaturasi berbagai protein. Berbagai enzim diperlukan untuk men cegah proses denaturasi tersebut. Hemoglobin yang mengalami denaturasi akan tenlihat sebagai apa yang inamakan Hems bodies, salah satu contoh kelainan semacam mi adalah anemia hemolitik karena kekurangan enzim glucose 6 phosphat dehidrogenase (G6PD). Untuk butir 4 2.ion Untuk Fe~hams segera mi diperlukan diubah menjadi ion Fe enzim diafarase. Kekurangan enzim diafarase akan menyebabkan terbentuknya
metherrioglobin.
Daftar Pustaka 1. Finch CA, Hilman AS. Red Cell Manual. Philadelphia.
Davis Company. 2. Louis J. Differentiation of anemia. Med CIln Noilh Am. 1969; 53: 47-60. 3. Harvey McGehee. The Pænciples and Practice of Medicine. Nineteenth Edition. New Vaic ApletonCentuiy-Crofts. 4. Haanen C, Kunsi VAJM, Wagoner DJ Th. Burghouts J. lnleiding Bloedziekten. Uitgeversmaatthappij B.V. Alphen aan den Rim 1979.