LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS PERCOBAAN 4 YODO-YODIMETRI
Disusun oleh : Golongan II / Kelompok C Arini Rufaida Nevia Sekti Putri G. Rizki Rizki Puspitasar Puspitasarii Wimala Permatasari Dedy Iskandar
(G1F010028) (G1F010029) (G1F0100 (G1F010031) 31) (G1F010032) (G1F010034)
LABORATORIUM LABORATORIUM KIMIA FARMASI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN FARMASI PURWOKERTO 2011
PERCOBAAN 4
YODO-YODIMETRI
I. TUJUAN Menetapkan kadar suatu senyawa obat dalam sampel menggunakan prinsip reaksi oksidasi dan reduksi. II. ALAT DAN BAHAN Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah buret, spatula, batang pengaduk, beaker glass, corong gelas, labu erlenmeyer, pipet tetes, pipet ukur, labu ukur, statif dan klem, mortar dan stamper, gelas arloji. Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah antalgin, aquadest, asam sulfat encer, yodium 0,1 N, indikator kanji.
III. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN •
Penetapan kadar vitamin C
Perlakuan •
Pengamatan
50 mg sample vitamin C
•
Larutan berwarna kuning.
•
Warna larutan berubah
dilarutkan dalam 25 ml akuades, ditambah 1 ml HCl dan indikator kanji sebanyak 3 tetes •
•
Dititrasi dengan larutan baku
menjadi biru.
Iodium 0,1 N.
•
Labu I = 17,20 ml.
Volume titran Iodium
•
Labu II = 17,15 ml.
•
Labu III = 17,35 ml.
Kadar titrasi I
= = = 151,360 %
Kadar titrasi II
=
=
= 150,920 % Kadar titrasi III = = = 152,680 %
Kadar rata-rata =
∑ kadar titrasi banyaknya titrasi
=
= 151,653%
X 151,360 150,920 152,680 ∑
151,653
Jadi, kadar Vitamin C =
•
± SD
Penetapan kadar vitamin C(2)
0,293 0,733 1,027
0,086 0,537 1,055 1,678
.
Perlakuan •
Pengamatan
50 mg sample vitamin C
•
Larutan berwarna kuning.
•
Warna larutan berubah
dilarutkan dalam 25 ml akuades, ditambah 1 ml HCl dan indikator kanji sebanyak 3 tetes •
•
Dititrasi dengan larutan baku
menjadi biru.
Iodium 0,1 N.
•
Labu I = 13,50 ml.
Volume titran Iodium
•
Labu II = 13,20 ml.
•
Labu III = 13,00 ml.
Kadar titrasi I
= = = 118,80 %
Kadar titrasi II
=
=
= 116,16 % Kadar titrasi III = = = 114,40 %
Kadar rata-rata =
∑ kadar titrasi banyaknya titrasi
=
= 116,16%
X 118,80
116,45
2,35
5,25
116,16 114,40 ∑
0,29 2,05 4,69
Jadi, kadar Vitamin C =
•
0,08 4,20 9,8
± SD
.
Penetapan Kadar Metampiron/Antalgin (metode Yodimetri)
Titrasi ke
Volume Yodium 0,1 N
1
25,80 Ml
2
25,18 mL
3
26,02 mL
Diketahui
:
BM C13H16N3NaO4S . H2O = 351,37 BE
=
=
= 175,69 Berat sampel = 100 mg
Rumus kadar
Kadar 1
=(
)%
=( =( = 453,28 %
)% )%
Kadar 2
=(
)%
=(
)%
= 442,39 % Kadar 3
=(
)%
=(
)%
= 457,15 %
Kadar rata-rata
= = 450,94 %
450,94
1,76 9,13 6,21
3,10 83,36 38,56
Jadi, kadar antalgin adalah 450,94 % ±
•
.
Penetapan Kadar Metampiron/Antalgin (metode Yodimetri)
Rep Volume I2 1 27,22 mL 2 29,02 mL 3 28,60 mL Rata-rata 28,27 mL BE zat = 175,69
Kadar =
N I2 0,1 N 0,1 N 0,1 N 0,1 N
Kadar 1 =
= 478,23 Kadar 2 =
= 509,85 Kadar 3 =
= 502,47 Jadi,
Kadar = 496,85 %
478,23 509,85 502,47
496,85
18,62 13 5,62 Σ=
37,24
346,70 169 31,58 Σ= 547,28
d = 37,24= 12,41 3 SD =
=
= 16,54 Jadi kadar antalgin adalah
% ±16,54.
IV.PEMBAHASAN Dalam menganalisa suatu senyawa dalam hal ini adalah obat dapat digunakan analisis secara kuantitatif (penetapan banyak suatu zat tertentu yang ada dalam sampel) dan analisis secara kualitatif (identifikasi zat-zat dalam suatu sampel). Intinya tujuan analisis secara kualitatif adalah memisahkan serta mengidentifikasi sejumlah unsur (Day & Underwood, 1981). Diantara sekian banyak contoh teknik atau cara dalam analisis kuantitatif terdapat dua cara melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung dan
tidak langsung. Cara langsung disebut iodimetri (digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya). Namun, metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat iodium sendiri merupakan oksidator yang lemah. Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Sedangkan cara tidak langsung disebut iodometri (oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium thiosilfat standar atau asam arsenit). Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia (Bassett, 1994).
Monografi bahan :
1. Antalgin Antalgin merupakan derivat sulfonat dari aminofenazon yang larut dalam air. Obat ini dapat secara mendadak dan tak terduga menimbulkan kelainan darah yang adakalanya fatal. Karena bahaya agranulositosis, obat ini sudah lama dilarang peredarannya dibanyak negara, antara lain Amerika Serikat, Swedia, Inggris dan Belanda. (Rahardja, 2007). Nama sinonim dari Antalgin adalah Methampiron. Rumus molekul : C13H16N3NaO4S . H2O. Kadar bahan aktif : mengandung tidak kurang dari 99% dan tidak lebih dari 101,0%. Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai kuning. Kelarutan : Kelarutanya 1:1.5 dakm air, 1:30 dalam alchohol ,sedikit larut dalam kloroform dan tidak larut dalam eter. Stabilitas : Tidak stabil terhadap udara lembab,dan harus terlindungi dari cahaya matahari ( Sulistiawati, 2007).
2. Asam Sulfat
Asam sulfat mempunyai rumus kimia H2SO4, merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini larut dalam air pada semua perbandingan. Nama lain dari asam sulfat yaitu minyak vitriol. Asam sulfat memiliki massa molar 98,078 g/mol; mempunyai titik leleh 10° C, 283° K, 50°
F; (asam murni. 98% larutan mendidih pada 338°C). Pemerian : bening tidak berwarna dan cairan tidak berbau. Kelarutan dalam air tercampur penuh (eksotermik). Asam sulfat mempunyai banyak kegunaan, termasuk dalam kebanyakan reaksi kimia. Kegunaan utama termasuk pemrosesan bijih mineral, sintesis kimia, pemrosesan air limbah dan pengilangan minyak. Reaksi hidrasi (pelarutan dalam air) dari asam sulfat adalah reaksi eksoterm yang kuat. Jika air ditambah kepada asam sulfat pekat, terjadi pendidihan. Senantiasa tambah asam kepada air dan bukan sebaliknya. Sebagian dari masalah ini disebabkan perbedaan isipadu kedua cairan. Air kurang padu dibanding asam sulfat dan cenderung untuk terapung di atas asam. Reaksi tersebut membentuk ion hidronium: H2SO4 + H2O → H3O+ + HSO4-.
(Anonim, 2007).
3. Iodium Nama resmi : IODUM Nama lain : Iodum RM : I BM : 126,96 Kelarutan : larut dalam 3500 bagian air ,dalam 13 bagian etanol, dalam 80 bagian gliserol . Kegunaan : Sebagai sampel Pemerian : Keeping atau butir, berat, mengkilap seperti logam, hitam kelabu dan bau khas . Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat 4. Aquadest / air suling
(Anonim, 2007).
Nama resmi : AQUA DESTILLATA Nama lain : Air suling RM : H2O BM : 18,02 Kelarutan : Larut dalam etanol dan gliserol Kegunaan : Sebagai pelarut Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat Struktur : H-O-H
(Anonim, 1979).
Iodium merupakan oksidator lemah. Sebaliknya ion iodida merupakan suatu pereaksi reduksi yang cukup kuat. Dalam proses analitik iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat | merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodometrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Day & Underwood, 1981). Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama (Day & Underwood, 1981).
Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk natrium thiosulfat dan dianjurkan apabila thiosulfat harus digunakan untuk penentuan tembaga. Potensial standar pasangan Cu(II) – Cu(I), Cu2+ + e | Cu+ E o= +0.15 V
(Day & Underwood, 1981).
Karena harga E° iodium berada pada daerah pertengahan maka sistem iodium dapat digunakan untuk oksidator maupun reduktor. I2 adalah oksidator lemah sedangkan iodida secara relatif merupakan reduktor lemah. Jika E o tidak bergantung pada pH (pH < 8.0) maka persamaan reaksinya I2 (s) + 2e- ⎯⎯ → 2I- E o= 0.535 V I2 adalah oksidator lemah sedangkan iodida secara relatif merupakan reduktor lemah. Kelarutannya cukup baik dalam air dengan pembentukan triodida [KI3]. I2 (s) + 2e- ⎯⎯→ 2I- E o= 6.21 V Dengan demikian iodium E o= + 0.535 V merupakan pereaksi yang lebih baik daripada ion Cu(II). Akan tetapi bila ion iodida ditambahkan pada suatu larutan Cu(II), maka suatu endapan CuI terbentuk 2Cu2+ + 4I- ⎯⎯→ 2CuI(p) + I2 Reaksi dipaksa berlangsung ke kanan dengan pembentukan endapan dan juga dengan penambahan ion iodida berlebih (Day & Underwood, 1981). Biasanya indikator yang digunakan adalah kanji/amilum. Iodida pada konsentrasi < 10-5 M dapat dengan mudah ditekan oleh amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum mempunyai kelarutan kecil dalam air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi (Khopkar, 2002). Dalam menggunakan metode iodometrik kita menggunakan indikator kanji dimana warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi
dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetra korida dan kloroform. Namun demikan larutan dari kanji lebih umum dipergunakan, karena warna biru gelap dari kompleks iodin–kanji bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitiv untuk iodin (Underwood, 2002). Pada keadaan asam kuat maka biasanya indikator yang digunakan adalah kanji/amilum. Indikator yang digunakan pada titrasi iodimetri dan iodometri adalah larutan kanji .Kanji atau pati disebut juga amilum yang terbagi menjadi dua yaitu: Amilosa (1,4) atau disebut b-Amilosa dan Amilopektin (1,4) ; (1,6) disebut a-Amilosa. Namun untuk indikator, lebih lazim digunakan larutan kanji, karena warna biru tua kompleks pati – iod berperan sebagai uji kepekaan terhadap iod. Kepekaan itu lebih besar dalam larutan sedikit asam daripada dalam larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida. Molekul iod diukat pada permukaan beta amilosa, suatu konstituen kanji. Indikator kanji yang dipakai adalah amilosa, karena jika dipakai amilopektin, maka akan membentuk kompleks kemerah-merahan (violet) dengan iodium, yang sulit dihilangkan warnanya karena rangkaiannya yang panjang dan bercabang dengan Mr= 50.000 – 1.000.000. Warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetraklorida dan kloroform dan terkadang kondisi ini dipergunakan dalam mendeteksi titik akhir dari titrasi-titrasi. Namun, pada percobaan iodimetri kali ini kita menggunakan larutan kanji sebagai indikator. Kanji bereaksi dengan iod, dengan adanya iodida membentuk
suatu
kompleks
yang
berwarna
biru
kuat,
yang
akan
terlihat
pada
konsentrasikonsentrasi iod yang sangat rendah. Kepekaan reaksi warna ini adalah sedemikian rupa sehingga warna biru akan terlihat bila konsentrasi iod adalah 2 x 10-5 M dan konsentrasi iodida lebih besar daripada 4 x 10-4 M pada 20oC. Kepekaan warna berkurang dengan naiknya temperatur larutan. Kanji tidak dapat digunakan dalam medium yang sangat asam karena akan terjadi hidrolisis pada kanji itu sendiri. Keunggulan pada pemakaian kanji ini yaitu bahwa harganya murah, namun terdapat kelemahan-kelemahan yaitu sebagai berikut : (i) bersifat tidak dapat larut dalam air dingin; (ii) ketidak stabilan suspensinya dalam air; (iii) dengan iod memberi suatu kompleks yang tak dapat larut dalam air, sehingga kanji tidak boleh ditambahkan terlalu dini dalam titrasi (karena itu, dalam titrasiiod larutan kanji hendaknya tak ditambahkan sampai tepat sebelu m titik akhir, ketika warna mulai memudar). Iodida pada konsentrasi < 10-5 M dapat dengan mudah ditekan oleh amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang
digunakan. Kompleks iodium-amilum mempunyai kelarutan kecil dalam air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi amilum yang dipakai sebagai indikator akan terhidrolisis, selain itu pada keadaan ini iodide (I-) yang dihasilkan dapat diubah menjadi I2 dengan adanya O2 dari udara bebas, reaksi ini melibatkan H+ dari asam (Anonim, 2011). Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga dapat bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberikan warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut pelarut seperti karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam dari pada dalam larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Day & Underwood, 1981). Zat-zat pereduksi yang kuat (zat-zat potensial reduksi yang jauh lebih rendah), seperti timah(II)klorida, asam sulfat, hidrogen sulfida, dan natrium thiosulfat, bereaksi lengkap dan cepat dengan iod, bahkan dalam larutan asam. Dengan zat pereduksi yang lemah misalnya arsen trivalen, atau stibium trivale, reaksi yang lengkap hanya akan terjadi bila larutan dijaga tetap netral atau, sangat sedikit asam; pada kondisi ini, potensial reduksi adalah minimum, atau daya mereduksinya adalah maksimum (Bassett, 1994). Jika suatu zat pengoksid kuat diolah dalam larutan netral atau (lebih biasa) larutan asam, dengan ion iodida yang sangat berlebih, yang terakhir bereaksi sebagai zat prereduksi, dan oksidan akan direduksi secara kuantitatif. Dalam hal-hal yang demikian, sejumlah iod yang ekivalen akan dibebaskan, lalu dititrasi dengan larutan standar suatu zat pereduksi, biasanya natrium thiosulfat (Bassett, 1994).
Pengertian Oksidasi dan Reduksi (Redoks)
Pengertian konsep reaksi reduksi-oksidasi telah mengalami tiga tahap perkembangan sebagai berikut: 1. Berdasarkan Pengikatan dan Pelepasan Oksigen a. Reduksi adalah reaksi pelepasan oksigen dari suatu senyawa. Reduktor adalah: 1) Zat yang menarik oksigen pada reaksi reduksi. 2) Zat yang mengalami reaksi oksidasi.
2. Berdasarkan Pengikatan dan Pelepasan Elektron a. Reduksi adalah reaksi pengikatan elektron. Reduktor adalah: 1) Zat yang melepaskan elektron. 2) Zat yang mengalami oksidasi. Contoh: Cl2 + 2 e– ⎯⎯→ 2 Cl–
b. Oksidasi adalah reaksi pelepasan elektron. Oksidator adalah: 1) Zat yang mengikat elektron. 2) Zat yang mengalami reduksi. Contoh: K ⎯⎯→ K+ + e–
3. Berdasarkan Pertambahan dan Penurunan Bilangan Oksidasi a. Reduksi adalah reaksi penurunan bilangan oksidasi. Reduktor adalah: 1) Zat yang mereduksi zat lain dalam reaksi redoks. 2) Zat yang mengalami oksidasi. Contoh: 2 SO3 ⎯⎯→ 2 SO2 + O2 Oksidatornya adalah SO3 dan zat hasil reduksi adalah SO2.
b. Oksidasi adalah reaksi pertambahan bilangan oksidasi. Oksidator adalah: 1) Zat yang mengoksidasi zat lain dalam reaksi redoks. 2) Zat yang mengalami reaksi reduksi. Contoh: 4 FeO + O2 ⎯⎯→ 2 Fe2O3 Reduktornya adalah FeO dan zat hasil oksidasi adalah Fe2O3. Jika suatu reaksi kimia mengalami reaksi reduksi dan oksidasi sekaligus dalam satu reaksi, maka reaksi tersebut disebut reaksi reduksi-oksidasi atau reaksi redoks( Taufiqullah, 2009 ).
Hasil VS Pustaka
Perbandingan data hasil praktikum dengan literatur : Kelompok
Bahan Sampel
Hasil Analisis
Persyaratan Farmakope
Praktikum I.
1
Metampiron/ Antalgin
79,39% -79,61%
% ±16,54
II. 450,94 % ±
.
I.
2
Vitamin C
90% - 110%
II.
.
Dari kadar yang tertera dalam kemasan (Anonim.1995)
Pada praktikum kali ini kelompok kami melakukan percobaan penentuan kadar Antalgin menggunakan metode Yodimetri atau titrasi langsung. Prosedur kerja yang dilakukan yaitu menimbang 100 mg antalgin, kemudian digerus dalam mortir dan dilarutkan dalam campuran yang
terdiri dari 50 ml aquadest dan 10 ml asam sulfat encer. Selanjutnya dititrasi dengan yodium 0,1 N menggunakan indikator kanji 1ml hingga terjadi warna biru mantap selama 1 menit. Berdasarkan hasil percobaan yang kami lakukan didapatkan hasil bahwa kadar Antalgin yang kami uji memiliki kadar 450,94 % ±
. Hasil tersebut sangat berbeda jauh dari kadar yang tertera di
label kemasan. Berdasarkan literature untuk penentuan kadar senyawa antalgin metode yang baik digunakan adalah metode Yodometri, jadi apabila penentuan kadar antalgin dianalisis menggunakan metode Yodimetri maka hasilnya akan kurang akurat. Oleh karena itu, nilai kadar antalgin yang kami dapat dari hasil percobaan tidak sesuai dengan kadar yang tertera dalam label kemasan. Vitamin C 50 mg, Antalgin yang di dapat dari hasil praktikum tidak memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia. Ada beberapa faktor-faktor kesalahan yang menyebabkan tidak akuratnya hasil titrasi yang didapat antara lain sebagai berikut. 1. Tidak tepatnya metode titrasi yang digunakan. 2. Penggunaan skala buret yang tidak tepat 3. Kurang tepatnya pada saat pembuatan larutan Yodium, seperti pada saat penimbangan. 4.Kurangnya ketelitian dalam memperhatikan perubahan warna indikator 5. Kurang telitinya dalam melakukan proses titrasi.
Aplikasi
Metode iodo-iodimetri dapat digunakan untuk mengetahui suatu senyawa dalam sampel yang ingin diketahui ,biasanya digunakan dalam bidang industri. Biasanya pada bagian QC/quality control atau pun digunakan pada bidang yang lain. Dalam Farmakope Indonesia, titrasi iodimetri digunakan untuk menetapkan kadar obat – obatan. Salah satu contohnya adalah untuk menetapkan kadar asam askorbat atau vitamin C, natrium askorbat, metampiron (antalgin), serta natrium tiosulfat dan sediaan injeksinya (Anonim, 2011). V. KESIMPULAN 1. Ada dua cara analisis menggunakan senyawa iodium yaitu titrasi iodimetri atau dengan iodometri dimana iodium terlebih dahulu dioksidasi oleh oksidator misalnya KI.
2. Indikator yang dipakai adalah kanji karena kanji sangat peka terhadap iodium dan
terbentuk kompleks kanji berwarna biru mantap saat ekivalen kani terlepas kembali. 3. Penetapan kadar penetapan kadar antalgin dengan metode iodimetri adalah 450,94 % ± 7,91 dan 496,8 % ± 16,54, penetapan kadar vitamin C dengan metode iodimetri adalah
151,653 % ± 0,839 dan 116,445 % ± 2,21.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III , Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV , Departemen kesehatan RI, Jakarta Anonim. 2011, Titrasi Iodimetri, http://titrasi-iodimetri.blogspot.com/2011.html, diakses pada tanggal 17 Desember 2011 Basset, J etc, 1994, Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik , Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Day.R.A dan Underwood A.L, 2002, Analisis Kimia Kuantitatif Edisi VI , Erlangga, Jakarta Khopkar, S. M, 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik , Universitas Indonesia Press, Jakarta Sulistiawati, Farida dan Nelly Suryani, 2007, Buku Penuntun Praktikum Teknologi Sediaan Padat , UIN Press, Jakarta Taufiqullah,
2010,
Konsep
Reaksi
Oksidasi
Reduksi
(Redoks),
http://masteropik.blogspot.com/2010/05/konsep-reaksi-oksidasi-reduksi-redoks.html , diakses pad tanggal 17 Desember 2011.