Editor Edi torial ial
Sistem Pelayanan Dokter Keluarga Meningkatkan Kadar Kesejawatan dan Profesionalisme
Sugito Wonodirekso Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia
Pendahuluan
Dokter Keluarga sebagai Penyelenggara Layanan Primer
Penerapan Sistem Pelayanan Dokter Keluarga (SPDK) yang berarti penerapan ancangan ( approach) kedokteran keluarga telah menjadi kebutuhan dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) bersama Organisasi Dokter Keluarga Sedunia (WONCA) pada tahun 1994 telah menyusun menyusun rekomendasi bersama untuk implementasi SPDK di setiap negara. Intinya rekomendasi itu antara lain menganjurkan agar SPDK diterapkan di semua negara dan sistem pendidikan kedokteran pun diarahkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan ancangan kedokteran keluarga. 1 Di banyak negara SPDK terbukti mampu meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pasien sekaligus menghemat biaya kesehatan. 2 Di Indonesia SPDK sudah tertuang dalam SKN 2004 yang menyatakan: pelayanan kesehatan primer diserahkan kepada sektor swasta dengan pendekatan kedokteran keluarga. Demikian pula dengan keluaran pendidikan dokter – yang sekarang telah menggunakan kurikulum berbasis kompetensi, yang diberlakukan sejak tahun 2005 – adalah “dokter layanan primer yang mampu menerapkan pendekatan kedokteran keluarga”. Berdasarkan itu pula IDI memfasilitasi keluarga”. pengembangan dan penerapan SPDK yang antara lain didukung oleh proyek Heal th Workforce and Serv Services ices (HWS) tahun 2004-2008, meskipun banyak kendala yang harus diatasi secara hati-hati.
Dalam tatanan Sistem Kesehatan Nasional dokter keluarga menempati ranah pelayanan primer sedangkan dokter spesialis menempati ranah pelayanan sekunder. Pemisahan atau pemeringkatan layanan itu diperlukan agar terjadi mekanisme saling kontrol dan saling bina antara SDM di pelayanan primer dan sekunder. Dokter keluarga sebagai penyelenggara layanan primer, harus bekerja keras agar dapat menyelesaikan semua jenis masalah kesehatan yang dipunyai pasiennya tanpa memandang jenis kelamin, sistem organ, jenis penyakit, golongan usia, dan status sosialnya. Dokter keluarga terutama bertugas meningkatkan taraf kesehatan pasien, mencegah timbulnya penyakit, segera membuat diagnosis dan mengobati penyakit yang ditemukan, mencegah timbulnya cacat serta mengatasi keterbatasan akibat penyakit. Jika diperlukan sudah barang tentu harus sesegera mungkin merujuk pasien ke sejawat dokter spesialis di ranah pelayanan sekunder. Dari tatanan yang tercantum dalam SKN tersebut jelaslah bahwa kerjasama mutualistis antara dokter keluarga dan dokter spesialis sangat penting agar pasien merasa dilindungi dan mendapat layanan yang benar dan baik. Dalam penerapan SPDK, seorang Dokter Keluarga (DK) – yang sejatinya adalah Dokter Praktik Umum (DPU) yang kewenangan praktiknya sebatas pelayanan primer – harus menggunakan prinsip pelayanan dokter keluarga yang terdiri
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 1, Januari 2009
1
Sistem Pelayanan Dokter Keluarga Meningkatkan Kadar Kesejawatan dan Profesionalisme
atas sembilan butir yaitu: 1. Menyelenggarakan pelayanan komprehensif dengan pendekatan holistik 2. Menyelengarakan pelayanan yang bersinambung (kontinu) 3. Menyelenggarakan pelayanan yang mengutamakan pencegahan 4. Menyelenggarakan pelayanan yang bersifat koordinatif dan kolaboratif 5. Menyelenggarakan pelayanan personal (individual) sebagai bagian integral dari keluarganya 6. Mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan lingkungan 7. Menjunjung tinggi etika, moral dan hukum 8. Menyelenggarakan pelayanan yang sadar biaya dan sadar mutu 9. Menyelenggarakan pelayanan yang dapat diaudit dan dipertangungjawabkan Secara logis dokter praktik umum (DPU) yang telah menyelenggarakan prinsip di atas patut mendapat sebutan DK walaupun sebutan itu mungkin hanya datang dari komunitas pasien yang dilayaninya. Kenyataannya sebagian besar DPU di Indonesia – terutama yang sukses dalam praktiknya sehari-hari – sebenarnya telah menjalankan prinsip tersebut secara naluriah. Dapatlah disimpulkan bahwa sebenarnya penerapan kesembilan butir prinsip pelayanan DK bukanlah upaya baru melainkan sebuah upaya mengembalikan krida DPU ke khitahnya sebagai penyelenggara pelayanan primer yang paripurna dan handal. Penerapan prinsip itu menghendaki agar DK menyadari bahwa dalam melaksanakan tugasnya di ranah layanan primer harus bekerjasama dengan semua pihak termasuk paramedis, petugas laboratorium klinik, asuransi kesehatan, dokter spesialis, pasien dan keluarganya, serta pihak lain yang terkait termasuk pihak pendana misalnya perusahaan asuransi kesehatan. Jadi, penerapan SPDK, yang memerlukan kerjasama profesional mutualistis di antara para dokter yang terlibat di dalamnya, mustahil dapat diwujudkan jika tidak didasari oleh: 1. keelokan perilaku, 2. penguasaan ilmu, 3. kemahiran bernalar dan keterampilan menjalankan prosedur klinis, serta 4. kinerja yang prima. Keempat butir tersebut merupakan 4 pilar profesionalisme. Jadi tidaklah mengherankan jika DPU yang sukses dalam praktik, yang secara
2
naluriah telah menerapkan SPDK sebenarnya seorang profesional sejati yang juga terbentuk secara alami melalui penerapan SPDK. Dalam praktik sehari-hari seorang DPU atau DK tidak mungkin lepas dari kebutuhan akan konsultasi dan rujukan, baik yang bersifat horizontal dengan sesama dokter layanan primer maupun vertikal dengan dokter di layanan sekunder. Konsultasi dan rujukan juga akan menjadi sarana pengikat yang mampu meningkatkan kadar kesejawatan jika terlaksana secara baik. Bersamaan dengan peningkatan kesejawatan sebenarnya terjadi juga peningkatan kadar keilmuan dan keterampilan berpikir serta bertindak. Oleh karena itu prinsip kolaborasi dan koordinasi dalam praktik DK dengan sendirinya akan memfasilitasi peningkatan kadar profesionalisme dan kesejawatan. Akhirnya dapatlah disimpulkan bahwa dalam praktik sehari-hari DK harus: 1. Selalu mengingat bahwa pasien adalah mahluk biopsikososial dan bukan sekumpulan organ 2. Tetap berkiprah di ranah layanan primer sesuai dengan kewenangannya, karena itu harus bekerjasama secara mutualistis dengan semua pihak termasuk dokter penyelenggara layanan sekunder, pasien, dan keluarganya. 3. Sadar bahwa tugasnya memerlukan ilmu yang luas dan dalam serta keterampilan prosedur klinis layanan primer yang prima, dengan tetap menjunjung tinggi etika, moral, hukum, dan profesionalisme. Adalah keniscayaan bahwa SPDK secara perlahan tetapi pasti akan membangun semangat kesejawatan dan profesionalisme yang akan sangat menguntungkan semua pihak. Daftar Pustaka 1.
2.
Boelen C, Fabb WE. Making medical practice and education more relevant to people’s need: “The contribution of the family doctor”. A working paper of the World Health Organization and the World Organization od Family Doctors. In: Rivo ML, Heck JE, editor. WHO-WONCA joint conference, Ontario Canada, 1994. Starfield B, Shi L, Macinko J. Contribution of primary care to health. The Milbank Quarterly. 2005;83(3):457–502.
S S
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 1, Januari 2009