TUGAS MAKALAH Zonasi Pada Perairan Tawar Lentik (Danau) Dan Perairan Lotik (Sungai) Beserta Komponen Biologis Penyusun Perairan
Disusun untuk memenuhi memenuhi tugas mata kuliah Ekologi Perairan
Disusun oleh : Lastri Nurwulan 140410130001
PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2015
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Zonasi Pada Perairan Lentik (Danau) dan Perairan Lotik (Sungai) Beserta Komponen Biologis Penyusun Perairan” dengan lancar. Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis peroleh dari berbagai sumber dan infomasi dari media baik cetak maupun elektronik yang berhubungan dan berkaitan dengan ekologi perairan. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada pengajar mata kuliah Ekologi Perairan atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini. Penulis harap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai pembagian zona perairan tawar beserta komponen biologisnya, khususnya bagi penulis. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Jatinangor, 29 November 2015
Penulis
2
DAFTAR ISI COVER …………………………………………………………………………...1 KATA PENGANTAR ............................................................................................2 DAFTAR ISI ...........................................................................................................3 BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................4
Latar Belakang......................................................................................................4 Rumusan Masalah ................................................................................................5 Tujuan ...................................................................................................................5 BAB II ISI ............................................................................................................... 6
Perairan Tawar......................................................................................................6 Perairan Lentik .....................................................................................................6 Perairan Lotik ....................................................................................................... 7 Pembagian Zona Pada Perairan Lentik.................................................................7 Pembagian Zona Pada Perairan Lotik ................................................................10 Komponen Biologis Penyusun Perairan .............................................................12 BAB III PENUTUP ..................................................................................................
Kesimpulan .....................................................................................................15 Saran ...............................................................................................................15 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................16
3
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Perairan merupakan wilayah yang mengisi kurang lebih 1/3 dari wilayah di permukaan bumi. Lingkungan sejak lama telah menjadi tempat hidup dari beragam makhluk hidup. Bahkan diperkirakan, keragaman makhluk hidup terbesar terdapat di lingkungan perairan, seperti : sungai, danau, rawa, estuaria lautan dan samudra. Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis, dan sosial budaya. Secara ekologis perairan dapat berperan sebagai tempat hidup (habitat) permanen maupun temporal bagi berbagai jenis biota, dan bagian dari berlangsungnya siklus materi serta aliran energi. Massa air di bumi dapat berupa massa air permukaan, masa air tanah, massa es di kutub dan gletser, air laut, masa air di atmosfer, dan massa air yang berada di tubuh makhluk hidup. Klee (1991) dalam Alexander Barus (2002) mengatakan bahwa 97,39% massa air di bumi berupa air laut, sedangkan sisanya berupa massa air daratan (air payau dan air tawar). Perairan lotik dan lentik memiliki beberapa perbedaan yang membuat kedua jenis perairan ini mengandung unsur-unsur dan karakteristik berbeda. Perairan lotik memiliki ciri-ciri umum yaitu airnya mengalir dari hulu ke hilir, kecepatan arus merupakan faktor pembatas terpenting ditentukan oleh kemiringan dasar, macam substrat dasar, kedalaman dan luas badan air. Perairan lentik memiliki ciri-ciri yakni air menggenang dengan tinggi maupun luas permukaan airnya berfluktuasi rendah, kedalaman dangkal hingga sangat dalam, dan terisolasi dari laut. Danau merupakan ekosistem air tawar yang termasuk ke dalam perairan lentik. Danau memiliki pembagian zona tergantung kedalamnya, yaitu zona limnetik, litoral, profundal dan bentik (Soegianto, 2004). Danau zona limnetik dan profundal relatif besar ukurannya dibandingkan dengan zona litoral. Zona limnetik adalah daerah produsen utama (daerah dimana energi cahaya diikat menjadi makanan) untuk danau secara keseluruhan. Danau di daerah sedang yang sangat dangkal kedalamannya cenderung terdapat stratifikasi pada musim tertentu (Odum, 1993). Sungai merupakan ekosistem ait tawar yang termasuk ke dalam perairan lotik. Sungai memiliki arus yang mengalir dari hulu ke hilir. Sungai merupakan salah satu ekosistem, yaitu suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen yang saling berintegrasi sehingga membentuk suatu kesatuan (Asdak, 1995). Apabila salah satu komponen terganggu, maka hal ini akan mempengaruhi komponen lain yang ada pada sungai tersebut. Pada perairan lentik maupun lotik memiliki pembagin zona yang berbeda beda. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas pembagian-pembagian zona pada perairan lentik maupun lotik beserta komponen biologis penyusun perairan tersebut.
4
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Apa tipe-tipe dari perairan tawar. Apa definisi dari perairan lentik (danau). Apa definisi dari perairan lotik (sungai) Bagaimana pembagian zona pada perairan lentik (danau). Bagaimana pembagian zona pada perairan lotik (sungai). Apa komponen-komponen biologis penyusun perairan.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mengetahui tipe-tipe dari perairan tawar Mengetahui definisi dari perairan lentik yaitu danau Mengetahui definisi dari perairan lotik yaitu sungai Mengetahui pembagian zona pada perairan lentik yaitu danau Mnegetahui pembagian zona pada perairan lotik yaitu sungai Mengetahui komponen-komponen biologis penyusun periran.
5
BAB II ISI 2.1. Perairan Tawar
2.1.1. Tipe Perairan Tawar Menurut Klee (1991) dalam Alexander Barus (2002) perairan tawar secara umum dibagi menjadi 2 yaitu perairan mengalir (lotic water ) dan perairan menggenang (lentic water ). Perairan mengalir atau lotik dicirikan adanya arus yang terus menerus dengan kecepatan bervariasi sehingga perpindahan massa air berlangsung terus-menerus, contoh dari perairan lotik adalah sungai, kali, kanal, parit, dan lain-lain. Perairan menggenang atau lentik disebut juga perairan tenang yaitu perairan dimana aliran air lambat atau bahkan tidak ada dan massa air terakumulasi dalam periode waktu yang lama. Arus tidak menjadi faktor pembatas utama bagi biota yang hidup didalamnya. Contoh dari perairan lentik adalah waduk, danau, kolam, telaga, situ, belik, dan lain-lain. 2.2. Perairan
Lentik (Danau)
2.2.1. Danau Danau merupakan ekosistem air tawar yang termasuk ke dalam perairan lentik. Danau merupakan cekungan yang terjadi karena peristiwa alami atau sengaja dibuat manusia untuk menampung dan menyimpan air yang berasal dari hujan, mata air, dan atau air sungai (Susmianto, 2004). Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam. Air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja (Barus, 2004). Menurut Jorgensen dan Volleweiden (1989) perairan danau merupakan salah satu bentuk ekosistem air tawar yang ada di permukaan bumi. Secara fisik, danau merupakan suatu tempat yang luas, mempunyai air yang tetap, jernih atau beragam dengan aliran tertentu. Danau adalah badan air yang dikelilingi daratan dan dikelompokkan sebagai salah sata jenis lahan basah. Danau digolongkan ke dalam lahan basah alami bersama hutan mangrove, rawa gambut, rawa air tawar, padang lamun dan terumbu karang Wulandari, 2006). Danau-danau di Indonesia terbentuk secara alamiah dan buatan akibat aktivitas manusia. Menurut Wulandari (2006), genesa atau asal kejadian danau atau reservoir di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam 14 tipologi yaitu tektonik, tekto-vulkanik, vulkanik, kawah, kaldera, patahan lingkar kaldera, paparan banjir, oxbow, ongsoran, pelarutan, gletser, embung buatan, dan sisa galian kolong. Danau dicirikan dengan arus yang sangat lambat (0.001-0.01 m/detik) atau tidak ada arus sama sekali. Oleh karena itu waktu tinggal (residence time) air dapat berlangsung lama. Arus air di danau dapat bergerak ke berbagai arah.
6
Perairan danau biasanya memiliki stratifikasi kualitas air secara vertikal. Stratifikasi ini tergantung pada kedalaman dan musim (Effendi, 2003). Danau merupakan sumber daya air yang paling kritis dan murah untuk kepentingan domestik maupun industri. Selain itu ekosistem danau menawarkan sistem pembuangan berbagai jenis limbah yang memadai dan yang paling murah yang sering disalah gunakan manusia dengan membuang segala limbah ke sistem alami tersebut, tanpa harus melalui proses pengolahan terlebih dahulu (Barus, 2004). 2.3. Perairan Lotik (Sungai)
2.3.1. Sungai Sungai merupakan ekosistem ait tawar yang termasuk ke dalam perairan lotik. Sungai memiliki arus yang mengalir dari hulu ke hilir. Sungai merupakan salah satu ekosistem, yaitu suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen yang saling berintegrasi sehingga membentuk suatu kesatuan (Asdak, 1995). Apabila salah satu komponen terganggu, maka hal ini akan mempengaruhi komponen lain yang ada pada sungai tersebut. Sungai dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu hulu, tengah dan hilir. Asdak (1995) menyebutkan bahwa sistem ekologi di daerah hulu pada umumnya dapat dipandang sebagai suatu ekosistem pedesaan. Pada bagian hulu, penggunaan lahan sebagian besar merupakan daerah yang digunakan untuk perkebunan, pertanian dan hutan (Asdak, 1995). Sungai merupakan sistem perairan mengalir yang paling banyak dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai macam kegiatan seperti perikanan, pertanian, keperluan rumah tangga, industri dan lain-lain (Asdak, 1995). 2.4. Pembagian Zonasi Pada Perairan Lentik (Danau)
2.4.1. Zonasi Danau Berdasarkan Letak Menurut Cole (1988), zonasi (perwilayahan) perairan tergenang (danau) dibagi menjadi zonasi benthos atau zonasi dasar dan zonasi kolam air atau open water zone. Zona benthos terdiri atas zona supra-litoral, litoral, sub-litoral, dan profundal. a. Supra-litoral adalah zona atau wilayah di pinggir danau yang masih terkena pengaruh danau, biasanya berupa daratan yang kadangkala terkena air jika volume air danau meningkat. b. Litoral adalah zona atau wilayah pinggir danau yang dangkal, dengan batuan dasar berukuran relatif besar dan cahaya matahari mencapai dasar perairan. Wilayah ini banyak ditumbuhi tumbuhan akuatik yang mengakar di dasar perairan dan memiliki keanekaragaman benthos yang cukup tinggi. Wilayah litoral merupakanwilayah yang mendapat pengaruh pertama kali, jika terjadi erosi pada daratan di sekitarnya.
7
c.
Sub-litoral adalah zona atau wilayah di bawah wilayah litoral, dengan batuan dasar berukuran lebih kecil dan cahaya matahari sudah berkurang. Wilayah ini masih mendapat cukup oksigen, namun keanekaragaman benthos sudah berkurang. Benthos (misalnya moluska) yang telah mati, semula adalah penghuni wilayah litoral biasanya akan terbenam di wilayah sub-litoral. d. Profundal adalah wilayah paling dalam dengan suhu yang rendah dan cahaya matahari sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Jumlah oksigen terlarut sangat sedikit atau terbentuk suasana anoksik (tak ada oksigen). Meskipun mengandung banyak gas metana dan karbondioksida, namun kadar ion hidrogen dalam wilayah ini juga tinggi sehingga pH air rendah karena keberadaan asam karbonat. Sedimen dasar berukuran sangat kecil (halus). Zona kolam air atau open water zone terdiri atas zonasi limnetik, tropogenetik, kompensasi, dan tropolitik. a. Zona limnetik (pelagik) adalah wilayah perairan yang sudah tidak banyak mendapat pengaruh dari tepi dan dasar perairan. b. Zona tropogenik adalah kolom air dari permukaan yang memiliki aktivitas fotosintesis intensif hingga kedalaman di mana aktivitas fotosintesis sangat sedikit. Pada zona ini, kadar oksigen terlarut cukup tinggi. Zona tropogenik biasanya terletak pada mintakat epilimnion. c. Zona tropolitik adalah wilayah yang berada di bawah tropogenik. Pada zona ini, aktivitas respirasi dan dekomposisi dominan, sedangkan aktivitas fotosintesis sudah tidak ada. Zona ini memiliki kadar oksigen terlarut sangat rendah atau bahkan tidak ada sama sekali, namun kadar karbondioksida tinggi. Zona tropolitik seringkali sama dengan lapisan/zona/mintakat hipolimnion. d. Zona kompensasi adalah zona antara tropogenik dan tropolitik, dicirikan oleh aktivitas fotosintesis yang sama dengan respirasi. 2.4.2. Zonasi Danau Berdasarkan Intensitas Cahaya Menurut Cole (1988), Berdasarkan intensitas cahaya yang masuk ke perairan, stratifikasi vertikal kolom air pada perairan lentik (danau) dikelompokkan menjadi tiga: a. Lapisan (zona) eufotik yaitu lapisan yang masih mendapat cukup cahaya matahari. b. Lapisan (zona) kompensasi yaitu lapisan dengan intensitas cahaya sebesar 1% dari lapisan permukaan. c. Lapisan (1(zona) profundal yaitu lapisan di bawah lapisan kompensasi, dengan intensitas cahaya sangat kecil atau bahkan tidak ada cahaya (afotik ). 2.4.3. Zonasi Danau Berdasarkan Suhu Menurut Cole (1988), Berdasarkan perbedaan panas pada setiap kedalaman (dalam bentuk perbedaan suhu), stratifikasi vertikal kolom air (thermal stratification) pada perairan lentik dibagi menjadi tiga:
8
a. Epilimnion, yaitu lapisan bagian atas perairan. Lapisan ini merupakan bagian yang hangat dengan suhu relatif konstan atau perubahan suhu secara vertikal sangat kecil. Seluruh massa air pada mintakat ini tercampur baik karena adanya angin dan gelombang. b. Termoklin atau metalimnion, yaitu lapisan di bawah epilimnion. Pada lapisan ini, perubahan suhu dan panas secara vertikal relatif besar, setiap penambahan kedalaman 1 m terjadi penurunan suhu air sekurangkurangnya 1 0C. c. Hipolimnion yaitu lapisan di bawah metalimnion. Lapisan ini merupakan lapisan yang lebih dingin, ditandai oleh perbedaan suhu secara vertikal yang relatif kecil. Massa air pada lapisan ini bersifat stagnan, tidak mengalami percampuran, dan memiliki densitas yang lebih besar. Di wilayah tropis perbedaan suhu air permukaan dengan suhu air bagian dasar hanya sekitar 20C – 30C. Lapisan-lapisan yang terbentuk pada stratifikasi vertikal kolom air berdasarkan intensitas cahaya kadang-kadang berada pada posisi yang sama dengan lapisan-lapisan yang terbentuk pada stratifikasi vertikal berdasarkan perbedaan panas. Lapisan eufotik biasanya juga merupakan lapisan epilimnion merupakan lapisan yang paling produktif. Lapisan ini mendapat pasokan cahaya matahari yang cukup sehingga proses fotosintesis berlangsung secara optimum. Keberadaan oksigen, baik yang dihasilkan oleh proses fotosintesis maupun difusi dari udara, juga mencukupi (Effendi, 2003). Tiupan angin dan perubahan musim yang mengakibatkan perubahan intensitas cahaya matahari dan perubahan suhu dapat mengubah atau menghancurkan stratifikasi vertikal kolom air. Fenomena perubahan stratifikasi vertikal ini dapat diamati dengan jelas pada perairan tergenang yang terdapat di wilayah ugahari (temperate) yang memiliki empat musim (Effendi, 2003). Pada thermal stratification terjadi percampuran massa air secara menyeluruh (holomictik ), yakni percampuran yang terjadi pada seluruh massa air, dari permukaan hingga dasar. Perubahan stratifikasi pada thermal stratification lebih banyak disebabkan oleh perubahan suhu, yang selanjutnya menyebabkan perubahan panas dan berat jenis (Effendi, 2003). 2.4.4. Danau Berdasarkan Nutrisi Menurut Effendi (2003), Berdasarkan tingkat kesuburannya (nutrisi), danau dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Oligotrofik (miskin unsur hara dan produktivitas rendah), yaitu perairan dengan produktivitas primer dan biomassa rendah. Perairan ini memiliki kadar unsur hara nitrogen dan fosfor rendah, namun cenderung jenuh dengan oksigen. b. Mesotrofik (unsur hara dan produktivitas sedang), yaitu perairan dengan produktivitas primer dan biomassa sedang. Perairan ini merupakan peralihan antara oligotrofik dan eutrofik.
9
c. Eutrofik (kaya unsur hara dan produktivitas tinggi), yaitu perairan dengan kadar unsur hara dan tingkat produktivitas primer tinggi. Perairan ini memiliki tingkat kecerahan yang rendah dan kadar oksigen pada lapisan hipolimnion dapat lebih kecil dari 1mg/liter. d. Hiper-eutrofik , yaitu perairan dengan kadar unsur hara dan produktivitas primer sangat tinggi. Pada perairan ini, kondisi anoksik (tidak terdapat oksigen) terjadi pada lapisan hipolimnion. e. Distrofik , yaitu jenis perairan yang banyak mengandung bahan organic misalnya asam humus dan fulvic.
Gambar 1.1. Zona Pada Danau 2.5. Pembagian Zona Pada Perairan Lotik (Sungai)
2.5.1. Zonasi Sungai Secara Umum Menurut Barus (2002), Sungai (perairan mengalir) secara umum dibagi menjadi 3 bagian (zona) yaitu hulu, tengah dan hilir. a. Zona hulu merupakan wilayah sungai yang terdiri dari zona krenal dan zona rithral, menurut klasifikasi pemanfaatan wilayah ini merupakan wilayah produksi. b. Zona tengah meliputi sebagian wilayah potamal, pada wilayah ini aktivitas manusia sudah mulai cukup banyak dan juga difungsikan untuk transportasi. c. Zona hilir merupakan wilayah termasuk dalam zona hypopotamal. Pada zona ini dicirikan adanya pengendapan / deposisi / sedimentasi. 2.5.2. Zonasi Sungai Secara Horizontal Menurut Barus (2002), Zona perairan mengalir (sungai), secara horizontal terdiri dari zona mata air (krenal), zona (rithral), dan zona (potamal).
10
a.
Zona krenal atau mata air dibagi menjadi 3 bagian yaitu reokrenal , yaitu mata air yang berbentuk air terjun, limnokrenal yaitu mata air yang berbentuk genangan air yang selanjutnya membentuk aliran kecil, helokrenal yaitu mata air yang berbentuk rawa-rawa. b. Zona rithral adalah zona dimana aliran air yang berasal dari mata air (krenal) membentuk aliran air (sungai) di daerah pegunungan. Zona ini terdiri dari dari 3 bagian yaitu epiretral (bagian paling hulu), metarithral (bagian tengah zona rithral ), dan hyporithral (bagian akhir zona rithral ). c. Zona potamal yaitu zona dimana aliran sungai berada pada topografi yang relative landai. Zona ini terdiri dari 3 bagian yaitu epipotamal, metapotamal, dan hypopotamal. 2.5.3. Sungai Berdasarkan Volume Air dan Periodisitas Keberadaan Air Menurut Barus (2002), Berdasarkan jumlah air dan periodisitas keberadaan airnya sungai dapat dibedakan menjadi sungai permanen, sungai periodik, dan sungai episodik atau intermiten. a. Sungai permanen yaitu sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif tetap. Sungai tipe ini memiliki volume air yang relatif banyak dan tidak mengalami perubahan sepanjang tahun. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kapuas, Kahayan, Barito dan Mahakam di Kalimantan. Sungai Musi, Batanghari dan Indragiri di Sumatera. Sungai serayu, dan sungai citandui di Jawa. b. Sungai periodik yaitu sungai yang pada waktu musim hujan airnya banyak, sedangkan pada musim kemarau airnya sedikit. Contoh sungai jenis ini banyak terdapat di pulau Jawa misalnya sungai Bengawan Solo, dan sungai Opak di Jawa Tengah. Sungai Winongo, Sungai Gajahwong, dan sungai Code di Daerah Istimewa Yogyakarta serta sungai Brantas di c. Contoh tipe sungai ini banyak ditemukan di pulau Jawa, terutama sungaisungai yang berada di perbukitan gunung seribu.
Gambar 1.2. Zona Pada Sungai
11
2.6. Komponen Biologis Penyusun Perairan
Komunitas penyusun ekosistem perairan antara lain terdiri dari plankton (fitoplankton dan zooplankton), bentos, neuston, nekton, perifiton dan lain-lai n. 2.6.1. Plankton Menurut Odum (1971), Plankton adalah organisme yang dapat bergerak dengan cilia dan flagel tetapi tidak mempunyai daya menentang arus, sifat plankton yang khas dapat melayang karena aktif mengatur berat badannya agar sama dengan medium hidupnya. Odum (1971) menjabarkan bahwa Plankton adalah organisme akuatik yang hidupnya mengapung dan pergerakannya tergantung pada arus, yang mana plankton ini terdiri dari jasad nabati renik (fitoplankton) dan jasad hewani renik (zooplankton). Plankton adalah jasad-jasad renik yang hidup melayang dalam air, tidak bergerak atau bergerak sedikit dan pergerakannya dipengaruhi oleh arus (Sachlan, 1982). Plankton adalah organisme air yang hidupnya melayang-melayang dan pergerakannya sangat dipengaruhi oleh gerakan air (Barus, 2004, hlm: 23). Biota mengapung ini mencakup sejumlah besar biota air, baik ditinjau dari jumlah jenisnya maupun kepadatannya. Produsen primer (fitoplankton), herbivora, konsumen tingkat pertama, larva dan juwana plantonik dari hewan lain. Digabung menjadi satu membentuk volume biota air yang luar biasa besarnya (Romimohtarto & Sri J., 2001, hlm: 37). Menurut Sumich (1999), plankton dapat dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu fitoplankton (plankton nabati) dan zooplankton (plankton hewani). Menurut Thurman (1984), dalam perairan fitoplankton merupakan produsen primer (produsen utama dan pertama) sehingga keberadaan fitoplankton dalam perairan mutlak adanya. Pendapat ini dikuatkan oleh Sachlan (1982), Meadows and Campbell (1993), dan Sumich (1999) bahwa fitoplankton merupakan organisme berklorofil yang pertama ada di dunia dan merupakan sumber makanan bagi zooplankton sebagai konsumen primer, maupun organisme aquatik lainnya, sehingga populasi zooplankton maupun populasi konsumen dengan tingkat tropik yang lebih tinggi secara umum mengikuti dinamika populasi fitoplankton. a. Plankton Berdasarkan Asalnya Basmi (1995, hlm: 23-25) menjelaskan bahwa pengelompokkan plankton berdasarkan asalnya terdiri atas: 1) Autogenetik plankton, yakni plankton yang berasal dari perairan itu sendiri 2) Allogenetik plankton, yakni plankton yang datang dari perairan lain (hanyut terbawa oleh sungai atau arus). b. Plankton Berdasarkan Nutrien yang Dibutuhkan
12
Menurut Basmi (1995, hlm: 23-25), Berdasarkan nutrien pokok yang dibutuhkan plankton, terdiri atas : 1) Fitoplankton, yakni plankton nabati (> 90% terdiri dari alge) yang mengandung klorofil yang mampu mensintesa nutrien-nutrien anorganik menjadi zat organik melalui proses fotosintesis dengan energy yang berasal dari sinar surya 2) Saproplankton, yakni kelompok tumbuhan (bakteri dan jamur) yang tidak mempunyai pigmen fotosintesis, dan memperoleh nutrisi dan energi dari sisa-sisa organisme lain yang telah mati 3) Zooplankton, yakni plankton yang makananya sepenuhnya tergantung pada organisme lain yang masih hidup maupun partikel-partikel sisa organisme seperti detritus. c. Plankton Berdasarkan Ada Tidaknya Cahaya Menurut Basmi (1995, hlm: 23-25), Berdasarkanan ada tidaknya sinar di tempat mereka hidup, plankton terdiri 1) Hipoplankton, yakni plankton yang hidupnya di zona afotik 2) Epiplankton, yakni plankton yang hidupnya di zona eufotik 3) Bathiplankton, yakni plankton yang hidupnya dekat dasar perairan yang juga umumnya tanpa sinar. d. Plankton Berdasarkan Lingkungan Hidupnya Menurut Basmi (1995, hlm: 23-25), Berdasarkan lingkungan hidupnya plankton terdiri atas: 1) Limnoplankton, yakni plankton yang hidup di air tawar 2) Haliplankton, yakni plankton yang hidup di laut 3) Hipalymyroplankton, yakni plankton yang hidupnya di air payau 4) Heleoplankton, yakni plankton yang hidupnya di air kolam. 2.6.2. Benthos Odum (1971) mengatakan bahwa benthos adalah organisme terikat atau berada di dasar perairan atau hidup di dasar sedimen atau batu-batuan. Sebagian Benthos tidak dapat berpindah tempat, mereka hidup menempel atau meliang, namun ada pula yang dapat berpindah tempat dengan sangat lambat dan terbatas. Kehidupan komunitas benthos didaerah pantai daerah pasang surut yang selalu berubah-ubah. Keadaan lingkungan yang seperti ini mengakibatkan organisme yang membutuhkan adaptasi sifatnya relatif dan cenderung untuk dapat tumbuh dengan optimum juga bervariasi. Benthos berdasarkan ukurannya dapat dikelompokkan ke dalam tiga ukuran yaitu mikrofauna benthic berukuran kurang dari 0,1 mm, meisofauna benthic 0,1 – 1,0 mm, sedangkan makrofauna benthic besar dari 1,0 mm. Secara ekologis terdapat dua kelompok organisme benthos yang hidup di dasar perairan, yaitu efipauna dan infauna. Efipauna merupakan hewan dasar yang hidup pada
13
lapisan atas sediment dan infauna merupakan hewan dasar yang hidup meliang pada substrat (Odum, 1971). Organisme benthos dimanfaatkan sebagai indicator karena pergerakannya relative lambat serta habitatnya dipengaruhi oleh zat-zat yang masuk dan mengendap di dasar perairan. Odum (1971) menyatakan ada beberapa alasan mengapa kelompok benthos ini cocok untuk dipergunakan sebagai indikator biologi, yaitu : 1) benthos mempunyai kepekaan yang berbeda-beda terhadap berbagai bahan pencemar serta memberikan reaksi yang cepat 2) benthos tidak mempunyai kemampuan bermigrasi jika kondisi perairan tidak sesuai lagi 3) benthos dapat dengan mudah di tangkap dan di pisahkan. 2.6.3. Periphyton Periphyton adalah mikroorganisme baik tumbuhan maupun hewan yang hidup menempel, bergerak bebas atau melekat pada permukaan benda-benda yang ada di sungai seperti batu, kayu, batang-batang tumbuhan air, dan sebagainya. Karena periphyton relatif tidak bergerak, maka kelimpahan dan komposisi periphyton di sungai dipengaruhi oleh kualitas air sungai tempat hidupnya. Dalam suatu perairan mengalir (lotik), alga periphyton lebih berperan sebagai produsen daripada fitoplankton. Hal ini disebabkan karena fitoplankton akan selalu terbawa arus, sedangkan alga periphyton relatif tetap pada tempat hidupnya. Alga periphyton juga penting sebagai makanan beberapa jenis invertebrata dan ikan (Graham dan Wilcox, 2000). a. Periphyton Berdasarkan Tipe Subtrat Menurut Weber (1991) berdasarkan tipe subtrat yang di hinggapinya periphyton di klasifikasi sebagai berikut: 1) epilithic adalah periphyton yang menempel pada batu 2) epipelic adalah periphyton yang menempel pada permukaan sedimen 3) epiphitic adalah periphyton yang menempel pada permukaan daun atau batang tumbuhan 4) epizolic adalah periphyton yang menempel pada permukaan hewan 5) episamic adalah adalah periphyton yang menempel pada permukaan pasir. 2.6.4. Nekton dan Neuston Menurut Weber (1991), hewan-hewan nektonis adalah perernang yang baik, didapatkan disemua ekosistem akuatik kecuali pada bagian sungai yang sangat deras sekali. Ukuran tubuh bervariasi dengan panjang sekitar 2 mm sampai kepada hewan terbesar di dunia yaitu hiu paus. Sedangkan neuston adalah organisme yang tidak melekat pada subtrat namun di dapatkan diatas atau di bawah film air (batas antara air dan uadara) termasuk tumbuhan terapung. Hewan yang hidup diatas film air epineuston sedangkan di bawah film air disebut hyponeuston.
14
BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan
Berdasarkan penyusunan makalah ekologi perairan yang berjudul “Zonasi Pada Perairan Tawar Lentik (Danau) Dan Perairan Lotik (Sungai) Beserta Komponen Biologis Penyusun Perairan”, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Tipe perairan tawar terbagi menjadi dua yaitu perairan lentik dan periran lotik. 2. Perairan lentik (danau) merupakan perairan menggenang dimana aliran air lambat atau bahkan tidak ada dan massa air terakumulasi dalam periode waktu yang lama. 3. Perairan lotik (sungai) merupakan perairan mengalir yang dicirikan dengan adanya arus yang terus menerus dengan kecepatan bervariasi sehingga perpindahan massa air berlangsung terus-menerus. 4. Pembagian zona pada perairan lentik atau danau secara umum terdiri atas zona litoral, limnetik, profundal dan bentik. 5. Pembagian zona pada perairan lotik atau sungai secara umum terdiri atas zona hulu, tengah, dan hilir. 6. Komponen penyusun biologis perairan terdiri atas plankton, benthos, periphython, nekton, neuston dan sebagainya. 3.2. Saran
Diharapkan setelah penulis menyusun makalah ini pembaca lebih sadar akan pentingnya perairan dan komponen-komponennya bagi kelangsungan hidup makhluk hidup dan bagi keseimbangan ekosistem. Dan mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan informasi kepada pembaca mengenai pembagian zona pada perairan lentik dan lotik beserta komponen biologisnya.
15
DAFTAR PUSTAKA Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Barus, T.A.2002. Pengantar Limnologi. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara, Medan.
________ .2004.
Pengantar Limnologi. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara, Medan.
Basmi. 1995. Planktonologi : Organisme Penyusun Plankton, Klasifikasi dan Terminologi, Hubungan antara Fitoplankton dan Zooplankton, Siklus Produksi umumnya di Perairan. Fakultas Perikanan IPB, Bogor. 23-25 hlm. Cole, G. A. 1988. Textbook of Limnologi. Third Edition. Waverland Press Inc, New York ISA. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 258 hal. Graham L.E. and Wilcox L.W. (2000), Algae. University Of Wisconsin Prentice – Hall Inc. Upper Saddle River, New Jersey. Jorgensen, S.E. dan Vollenweiden, R.A. (1989), Guedelines of Lakes Management: Principles of Lakes Management Vol 1, International Lake Environment Foundation, Shiga, Japan. Meadows, P.S., and J.I. Campbell.1993. An Introduction to Marine Science. 2 nd Edition, Halsted Press, USA. pp: 68 – 85; 165 – 175 Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. W.B. Sounders Company Ltd. Philadelphia.
________ . 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga . Gajah mada University Press. Jogjakarta. H. 134-162.
Romimohtarto, K dan Sri Juwana. 2001. Biologi Laut . Penerbit Djambatan, Jakarta Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Direktorat Jendral Perikanan. Jakarta. 140 hlm. Soegianto, A. 2004. Metode Pendugaan Pencemaran Perairan Dengan Indikator Biologis. Airlangga University Press. Surabaya. Sumich, J. L. 1999. An Introduction to The Biology of Marine Life. 7 th. ed. McGraw-Hill. New York. pp: 73 – 90; 239 – 248; 321 – 329
16
Susmianto, A. 2004. Aspek Pengumpulan Data dan Informasi Sumberdaya Perairan Darat dalam Rangka Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dkk dan Ekosistemnya. Limnologi : Perairan Darat Tropis di Indonesia. Pusat penelitian Limnologi. Thurman, H.V. and Webber, H.H. 1984. Marine Biology. Charles E. Merrill Publishing Company, USA. pp: 116 – 117 Webber HH dan V Thurman. 1991. Marine Ecology. Second Edition. Harper Collins Publisher, New York. Wulandari, Damaning Tyas. 2006. Pengelolaan Sumber Daya Alam Danau. Pasca Sarjana Biologi UI, Jakarta.
17