http://uwityangyoyo.wordpress.com/2012/03/06/hubungan-ekologis-dan-biologisyang-terjadi-antara-mangrove-lamun-dan-terumbu-karang/ HUBUNGAN EKOLOGIS DAN BIOLOGIS YANG TERJADI ANTARA MANGROVE, LAMUN, DAN TERUMBU KARANG March 6, 2012 Filed under: lingkungan — Urip Santoso @ 3:31 am Tags: lamun, mangrove, terumbu karang
Oleh : Rahadian Harry Dewanto Abstrak Ekosistem mangrove, terumbu karang, dan lamun mempunyai keterkaitan ekologis (hubungan fungsional), baik dalam nutrisi terlarut, sifat fisik air, partikel organik, maupun migrasi satwa, dan dampak kegitan manusia. Oleh karena itu apabila salah satu ekosistem tersebut terganggu, maka ekosistem yang lain juga ikut terganggu. Yang jelas interaksi yang harmonis antara ketiga ekosistem ini harus dipertahankan agar tercipta sebentuk sinergi keseimbangan lingkungan. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang sangat produktif dengan produktivitas primernya yang sangat tinggi daripada ekosistem lainnya di perairan. Hutan mangrove mempunyai fungsi ekologis yang sangat penting yaitu sebagai salah satu penyerap karbondioksida di udara. Peningkatan kandungan karbondioksida di udara dapat menyebabkan dampak pemanasan global. Jika terjadi pemanasan global oleh penebangan hutan mangrove besar-besaran maka ini akan berpengaruh terhadap ekosistem terumbu karang dan lamun. Misalnya zooxanthela pada terumbu karang akan keluar dari karang akibat meningkatnya suhu perairan. Karang yang membutuhkan zooxanthela dalam memproduksi zat-zat penting bagi pertumbuhannya akan mati sehingga terjadi pemutihan karang. Kata kunci : interaksi yang harmonis antara ketiga ekosistem, fungsi ekologis PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri atas 17.508 pulau dengan panjang garis pantai 81.791 km, memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi seperti hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, ikan, mamalia, reptilia, krustasea dan berbagai jenis moluska. Sumberdaya alam laut tersebut merupakan salah satu modal dasar yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan nasional. Adanya suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara mahluk hidup dengan lingkungannya disebut dengan ekosistem. Ekosistem berasal dari kata : Geobiocoenosis, yang berarti Biocoenosis : komponen Biotik dan Geocoenosis : komponen abiotic.
Tidak hanya tergantung di mana organisme tadi hidup, tetapi juga pada apa yang dilakukan organisme termasuk mengubah energi, bertingkah laku, bereaksi, mengubah lingkungan fisik maupun biologi dan bagaimana organisme dihambat oleh spesies lain. Aliran energi dalam niche yang terjadi adalah ketika matahari menyinari laut, sinarnya akan membantu proses fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton. Fitoplankton inilah yang kemudian akan dikonsumsi oleh zooplankton, zooplankton dikonsumsi oleh hewan dengan tingkat yang lebih tinggi (karnivora), hingga pada akhirnya hewan karnivora akan mati dan didekomposisi oleh dekomposer menjadi detritus, yang kemudian diserap fitoplankton sebagai zat hara/nutrien. Ada beberapa ekosistem yang terdapat di laut tropis contohnya : mangrove, lamun dan terumbu karang. hubungan ketiga ekosistem ini sangat sinergis. Apabila salahsatu sistem mengalami gangguan,maka sistem yang lain akan berpengaruh juga.
MANGROVE, LAMUN, DAN TERUMBU KARANG 1.
Ekosistem Mangrove
Mangrove berasal dari kata mangue/mangal (Portugish) dan grove (English), Suatu tipe ekosistem hutan yang tumbuh di suatu daerah pasang surut (pantai, laguna, muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas pada saat air laut surut, komunitas tumbuhannya mempunyai toleransi terhadap garam (salinity) air laut. Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis, fisik dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat, feeding ground, nursery ground, spawning ground bagi aneka biota perairan, tempat bersarang berbagai satwa liar terutama burung,sumber plasma nutfah,serta sebagai pengatur iklim mikro. Fungsi fisik hutang mangrove yaitu mempercepat perluasan lahan, melindungi daerah di belakang mangrove dari hempasan gelombang dan angin kencang serta menguraikan/mengolah limbah organic. Fungsi ekonominya antara lain : penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit. Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga : Avicennie, Sonneratia, Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus (Bengen). Formasi hutan mangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kekeringan, energi gelombang, kondisi pasang surut, sedimentasi, mineralogi, efek neotektonik. Ekosistem
mangrove yang terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau.
a.
Fungsi Mangrove
1. Sebagai peredam gelombang dan angin, pelindung dari abrasi dan pengikisan pantai oleh air laut, penahan intrusi air laut ke darat, penahan lumpur dan perangkap sedimen. 2. Sebagai penghasil sejumlah besar detritus bagi plankton yang merupakan sumber makanan utama biota laut. 3. Sebagai habitat bagi beberapa satwa liar, seperti burung, reptilia (biawak, ular), dan mamalia (monyet). 4. Sebagai daerah asuhan (nursery grounds), tempat mencari makan (feeding grounds), dan daerah pemijahan (spawning grounds) berbagai jenis ikan, udang dan biota laut lainnya. 5.
Sebagai penghasil kayu konstruksi, kayu bakar, bahan baku arang, dan bahan baku kertas.
6.
Sebagai tempat ekowisata.
b.
Daya Adaptasi Mangrove Terhadap Lingkungan
Tumbuhan mangrove mempunyai daya adaptasi yang khas terhadap lingkungan (Bengen, 2001), menguraikan adaptasi tersebut dalam bentuk : 1. Adaptasi terhadap kadar kadar oksigen rendah, menyebabkan mangrove memiliki bentuk perakaran yang khas : (1) bertipe cakar ayam yang mempunyai pneumatofora (misalnya: Avecennia spp., Xylocarpus., dan Sonneratia spp.) untuk mengambil oksigen dari udara; dan (2) bertipe penyangga/tongkat yang mempunyai lentisel (misalnya Rhyzophora spp.). 2.
Adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi :
o Memiliki sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam. o Berdaun kuat dan tebal yang banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan garam. o Daunnya memiliki struktur stomata khusus untuk mengurangi penguapan.
3. Adaptasi terhadap tanah yang kurang strabil dan adanya pasang surut, dengan cara mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horisontal yang lebar. Di samping untuk memperkokoh pohon, akar tersebut juga berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen.
c.
Zonasi Hutan Mangrove
Menurut Bengen (2001), penyebaran dan zonasi hutan mangrove tergantung oleh berbagai faktor lingkungan. Berikut salah satu tipe zonasi hutan mangrore di Indonesia: o Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia spp. Yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik. o Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora spp. Di zona ini juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp. o Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.
2.
Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya.
Ekosistem Padang Lamun
Lamun ( sea grass ) adalah Tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup terbenam dalam laut. Tumbuhan ini terdiri dari Rhizome,daun dan akar. Rhizome merupakan batang yang terbenam dan merayap secara mendatar, serta berbuku-buku. pada bukubuku tersebut tumbuh batang pendek yang tegak ke atas,berdaun dan berbunga. Dengan rhizome dan akarnya inilah tumbuhan tersebut dapat menancapkan diri dengan kokoh di dasar laut hingga tahan terhadap hempasan gelombang dan arus. Lamun merupakan tumbuhan berbunga yang hidupnya terbenam di dalam laut.Padang lamun ini merupakan ekosistem yang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Fungsi ekologi yang penting yaitu sebagai feeding ground, spawning ground dan nursery ground beberapa jenis hewan yaitu udang dan ikan baranong, sebagai peredam arus sehingga perairan dan sekitarnya menjadi tenang.
Meskipun padang lamun merupakan ekosistim yang penting namun pemanfaatan langsung tumbuhan lamun untuk kebutuhan manusia tidak banyak di lakukan. Beberapa jenis lamun dapat digunakan sebagai bahan makanan, samo-samo ( Enhalus acoroides) misalnya di manfaatkan bijinya oleh penduduk pulau-pulau seribu sebagai bahan makanan. Adapun ancaman terhadap padang lamun, diantaranya sebagai berikut : o Pengerukan dan pengurugan dari aktivitas pembangunan (pemukiman pinggir laut,pelabuhan,industri dan saluran navigasi). o Pencemaran limbah industri terutama logam berat dan senyawa organoklorin o Pencemaran minyak dan industri. a. Upaya pelestarian Padang Lamun Mencegah terjadinya pengrusakan akibat pengerukan dan pengurugan kawasan lamun b.
Mencegah terjadinya pengrusakan akibat kegiatan konstruksi di wilayah pesisir
c. Mencegah terjadinya pembuangan limbah dari kegiatan industri, buangan termal serta limbah pemukiman d.
Mencegah terjadinya penangkapan ikan secara destruktif yang membahayakan lamun
e.
Memelihara salinitas perairan agar sesuai batas salinitas padang lamun
f.
Mencegah terjadinya pencemaran minyak di kawasan lamun
3.
Ekosistem Terumbu Karang
Terumbu karang adalah suatu ekosistem di laut tropis yang mempunyai produktivitas tinggi (Sukarno et al., 1986). Terumbu karang merupakan ekosistem yang khas di daerah tropis dan sering digunakan untuk menentukan batas lingkungan perairan laut tropis dengan laut sub tropis maupun kutub (Nontji, 1987 dan Nybakken, 1988). Ekosistem ini mempunyai sifat yang menonjol karena produktivitas dan keaneka- ragaman jenis biotanya yang tinggi. Longhurst dan Pauly (1987) menyatakan bahwa besarnya produktivitas yang dimiliki terumbu karang disebabkan oleh adanya pendauran ulang zat-zat hara melalui proses hayati. Terumbu karang adalah endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat (CaCO3) dan terutama dihasilkan oleh karang (Filum Cnidaria, Kelas Anthozoa, Ordo Madreporaria =
Scleractinia) dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat. Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang dinamis, mengalami perubahan terus menerus dan tidak tahan terhadap gangguan-gangguan alam yang berasal dari luar terumbu. Beberapa faktor yang membatasi pertumbuhan karang adalah : cahaya, diperlukan oleh Zooxanthellae untuk melakukan fotosintesis dalam jaringan karang. Suhu dapat merupakan faktor pembatas yang umum bagi karang. Pertumbuhan karang yang optimum terjadi pada perairan yang rata-rata suhu tahunannya berkisar 23 – 25oC, akan tetapi karang juga dapat mentoleransi suhu pada kisaran 20oC, sampai dengan 36 – 40oC (Nybakken, 1988). Hubungan 1. Sifat fisik air Hutan mangrove sejati biasanya tumbuh di daerah yang terlindung dari pengaruh ombak dan arus yang kuat. Terumbu karang dan lamun disini berfungsi sebagai penahan ombak dan arus yang kuat untuk memperlambat pergerakannya. Ini merupakan salah satu interaksi fisik dari terumbu karang dan lamun terhadap mangrove sehingga mangrove terlindungi dari ombak dan arus yang kuat. Hutan mangrove kaya akan sedimen yang mengendap di dasar perairan. Apabila sedimen ini masuk ke ekosistem lamun maupun terumbu karang dengan jumlah yang sangat banyak dan terus menerus oleh pengaruh hujan lebat, penebangan hutan mangrove maupun pasang surut dapat mengeruhkan perairan, maka ini akan mempengaruhi fotosintesis dari lamun dan zooxanthela yang hidup pada karang. Sedimen yang membuat perairan keruh akan berdampak pada berkurangnya penetrasi cahaya matahari (kecerahan). Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang. Dan ini akan mempengaruhi persebaran dan kelimpahan lamun serta terumbu karang secara vertikal dan horizontal. 2. Partikel organik yang berasal dari serasah lamun dan mangrove dapat mempengaruhi pertumbuhan dari terumbu karang. Tingginya partikel organik yang tersuspensi diperairan dapat menurunkan fotosintesis dari lamun dan zooxanthela di perairan. Partikel organik ini akan mengurangi intensitas cahaya matahari yang dibutuhkan lamun dan zooxanthella untuk proses fotosintesis. Selain itu partikel organik yang terbawa dari ekosistem mangrove ke ekosistem lamun dan terumbu karang merupakan makanan bagi biota-biota perairan seperti filter feeder dan detritus feeder. Khusunya ekosistem mangrove, arus dan gelombang disekitarnya cukup kuat sehingga berfungsi menjernihkan perairan. Sedangkan ekosistem lamun yang berdekatan dengan ekosistem mangrove yang kaya sedimen, mempunyai rhizoma yang saling menyilang untuk menahan substrat dasar. Penebangan hutan, pembukaan jalan, pembukaan lahan pertanian dapat meningkatkan partikel organik diperiaran. Partikel yang tersuspensi terutama dalam bentuk partikel halus maupun kasar, akan menimbulkan dampak negatif terhadap biota perairan pesisir dan lautan. Misalnya partikel tersebut menutupi sistem pernafasan yang mengakibatkan biota tersebut susah bernafas.
3. Nutrien Terlarut
Nutrien diperiaran penting bagi produsen primer untuk proses fotosintesis. Nutrien di perairan dapat berasal dari batuan-batuan maupun serasah tumbuhan dan organisme-organisme yang mati, dan kemudian didekomposisi oleh bakteri menjadi zat anorganik yang diserap oleh produsen primer. Mangrove kaya akan nutrien yang biasanya terbawa ke ekosistem lamun dan terumbu karang melalui aliran sungai maupun efek pasang surut. Nutrien ini diserap langsung oleh lamun melalui perakarannya, dan zooxanthella memperoleh nutrien tersebut juga.Batuan-batuan karang yang pecah juga merupakan nutrien yang dibutuhkan bagi organisme yang ada disekitar mangrove yang bisanya membentuk cangkang. Nutrien ini juga bisanya dibawa oleh arus dan ombak untuk diserap oleh lamun. 1. MigrasiFauna Migrasi fauna dapat disebabkan oleh meningkatnya predator pada suatu ekosistem, berkurangnya makanan, reproduksi, meningkatnya persaingan dalam memperbutkan makanan, tempat persembunyian yang aman, dll. Ketika ekosistem mangrove dalam keadaan rusak atau terganggu oleh aktivitas manusia maupun oleh pengaruh alam, maka biota-biota/fauna yang hidupnya disekitar mangrove akan beralih tempat ke ekositem lamunmaupun terumbukarang untuk memperoleh perlindungan. Apabila dalam ekosistem lamun, terjadi persaingan yang ketat dalam memperbutkan makanan, maka fauna-fauna disekitarnya akan bermigrasi ke darerah mangrove untuk memperoleh makanan yang banyak. Ketika terjadi kekeruhan di ekosistem lamun oleh pengaruh sedimentasi, maka fauna-fauna yang hidup disekitarnya khususnya ikan akan menghindari daerah tersebut dan menempati ekosistem terumbu karang yang tidak kecerahan lebih baik. 1. 5. DampakManusia Penebangan hutan mangrove untuk pemukiman, pebukaan lahan pertanian dan pertambakan dapat mengakibatkan erosi sehingga mengeruhkan perairan. Pengaruhnya ini akan berdampak pada ekosistem lamun dan terumbu karang yang ada disekitarnya. Proses fotosintesis yang berjalan akan terhambat. Selain pemanfaatan mangrove yang merusak lingkungan, pemanfaatan lamun dengan cara yang sama akan menyebabkan sedimentasi, mengingat bahwa lamun mempunyai rhizoma yang saling menyilang yang berfungsi untuk mengikat sedimen didasar perairan. Pengambilan terumbu karang sebagai bahan bangunan akan mengancam ekosistem mangrove. Mengingat bahwa secara ekologis terumbu karang berfungsi untuk menahan gelombang dan arus yang kuat, sehingga tanpa keberadaannya akan mengamcam ekosistem mangrove yang biasanya terlindung dari ombak dan arus yang kuat. Ikan di daerah terumbu karang yang memakan suatu spesies ikan di sekitar daerah lamun lama kelamaan akan habis apabila terus menerus dieksploitasi secara besar-besaran oleh manusia. Ikan di daerah terumbu karang berkurang jumlahnya sedangkan ikan di daerah lamun meningkat jumlahnya. Dari pembahasan diatas kita dapat melihat bahwa dampak manusia dan alam akan mempengaruhi ketiga ekosistem ini.
B.
Keterkaitan Ekosistem secara Biologis
Hubungan keterkaitan ekosistem antara mangrove, lamun dan terumbu karang sudah diduga sejak lama oleh para ahli ekologi. Namun kepastian tentang bentuk keterkaitan antara ketiga ekosistem tersebut secara biologis masih belum banyak dibuktikan. Salah satu penelitian yang dilakukan untuk membuktikan adanya keterkaitan ekosistem antara mangrove, lamun dan terumbu karang tersebut dilaksanakan oleh Nagelkerken et al., (2000), di Pulau Curacao, Karibia. Penelitian tersebut dilakukan untuk membuktikan apakah daerah mangrove dan lamun benarbenar secara mutlak (obligat) dibutuhkan oleh ikan karang untuk membesarkan ikan yang masih juvenil ataukah hanya sebagai tempat alternatif (fakulatif) saja untuk memijah. Lokasi penelitian dibagi menjadi 4 jenis biotope (habitat) yang berbeda, yaitu : daerah padang lamun di teluk yang ditumbuhi komunitas mangrove, daerah padang lamun di teluk yang tidak ditumbuhi mangrove (tanpa mangrove), daerah berlumpur di teluk yang ditumbuhi lamun dan mangrove serta daerah berlumpur di teluk yang tidak ditumbuhi lamun dan mangrove (daerah kosong tanpa vegetasi). Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, Nagelkerken et al., (2000) melaporkan bahwa beberapa spesies ikan menggunakan daerah lamun dan mangrove sebagai daerah asuhan tempat membesarkan juvenile (nursery ground). Kelimpahan dan kekayaan jenis (species richness) tertinggi ditemukan di daerah padang lamun dan daerah berlumpur yang sekelilingnya ditumbuhi oleh vegetasi mangrove. Keterkaitan ekosistem antara mangrove, lamun dan terumbu karang menciptakan suatu variasi habitat yang mempertinggi keanekaragaman jenis organisme. Hal ini membuktikan adanya pengaruh tepi (edge effect) seperti tampak pada penelitian Nagelkerken et al. (2000). Adanya variasi habitat menciptakan daerah tepi yang saling tumpang tindih. Hal ini menimbulkan suatu daerah pertemuan antar spesies sehingga meningkatkan keanekaragaman jenis organisme di daerah tersebut.
C.
Keterkaitan ekositem secara Ekologis
Secara ekologis, terumbu karang mempunyai keterkaitan dengan daratan dan lautan serta ekosistem lain, seperti hutan mangrove dan lamun. Hal ini disebabkan karena terumbu karang berada dekat dengan ekosistem tersebut serta daratan dan lautan. Berbagai dampak kegiatan pembangunan yang dilakukan di lahan atas atau di sekitar padang lamun atau hutan mangrove
akan menimbulkan dampak pula pada ekosistem terumbu karang. Demikian pula dengan kegiatan yang dilakukan di laut lepas, seperti: kegiatan pengeboran minyak lepas pantai, pembuangan limbah dan perhubungan laut. Kesimpulan Mangrove berasal dari kata mangue/mangal (Portugish) dan grove (English), Suatu tipe ekosistem hutan yang tumbuh di suatu daerah pasang surut (pantai, laguna, muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas pada saat air laut surut, komunitas tumbuhannya mempunyai toleransi terhadap garam (salinity) air laut. Lamun ( sea grass ) adalah Tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup terbenam dalam laut. Tumbuhan ini terdiri dari Rhizome,daun dan akar. Rhizome merupakan batang yang terbenam dan merayap secara mendatar, serta berbuku-buku. pada bukubuku tersebut tumbuh batang pendek yang tegak ke atas,berdaun dan berbunga. Dengan rhizome dan akarnya inilah tumbuhan tersebut dapat menancapkan diri dengan kokoh di dasar laut hingga tahan terhadap hempasan gelombang dan arus. Terumbu karang adalah suatu ekosistem di laut tropis yang mempunyai produktivitas tinggi (Sukarno et al., 1986). Terumbu karang merupakan ekosistem yang khas di daerah tropis dan sering digunakan untuk menentukan batas lingkungan perairan laut tropis dengan laut sub tropis maupun kutub (Nontji, 1987 dan Nybakken, 1988). Secara ekologis, terumbu karang mempunyai keterkaitan dengan daratan dan lautan serta ekosistem lain, seperti hutan mangrove dan lamun. Keterkaitan ekosistem antara mangrove, lamun dan terumbu karang menciptakan suatu variasi habitat yang mempertinggi keanekaragaman jenis organisme.
Saran Dari pembahasan diatas kita dapat melihat bahwa dampak manusia dan alam akan mempengaruhi ketiga ekosistem ini. Ketiga ekosistem ini saling terkait satu sama lain dan biasanya ke tiga ekosistem ini bersama-sama terdapat di sekitar pesisir. Untuk itu penting bagi ketiga ekosistem ini untuk dilestarikan dan dijaga secara sinergis sehingga terhindar dari kerusakan.
DAFTAR PUSTAKA
Anugerah Nontji.2007.Laut Nusantara.Djambatan:Jakarta. Bengen Dietriech. G. 2001. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. PKSPL – IPB, Bogor. 27 halaman Naamin, N. 2001. Oseanology (Parameter fisik, Kimia dan Biologi) Dari Terumbu Karang. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia. Jakarta. Sudarmadji, 2003. Konservasi dan Rehabilitasi Hutan Mangrove. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Jember, Bali. 53 halaman Sukarno, M., M. Hutomo, K. Moosa, dan P. Darsono,. 1986. Terumbu Karang di Indonesia : Sumberdaya, Permasalahan dan Pengelolaannya. Proyek Studi Potensi Sumberdaya Alam Indonesia. Studi Potensi Sumberdaya Hayati Ikan. LON-LIPI. Jakarta Suharsono. 1998. Standard Monitoring Terumbu Karang. Puslitbang – LIPI. Jakarta Supriharyono, 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. PT. Gramedia Pustaka Umum Jakarta, Sudarmadji, 2003. Konservasi dan Rehabilitasi Hutan Mangrove. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Jember, Bali. Yayasan Terangi. 2005. Selamatkan Terumbu Karang Indonesia. Jakarta http://shifadini.wordpress.com/2010/04/15/56/ http://www.shttp://kambing.ui.ac.id/bebas/v12/sponsor/SponsorPendamping/Praweda/Biologi/0 027%20Bio%201-6b.htmmkjeunieb.co.cc/2010/08/keterkaitan-ekosistem-secara-biologis.html http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/02201/kel4_012.htm
http://rakakharisma.blogspot.com/2013/05/ekosistem-hutan-mangrove.html Ekosistem Hutan Mangrove
Ekosistem Hutan Mangrove Raka Kharisma Praditya 12513057 Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan Universitas Islam Indonesia Jalan Kaliurang Km 14,4, Sleman, Yogyakarta 55584
[email protected]
Abstrak
Hutan merupakan salah satu ekosistem yang merupakan paru-paru dunia. Berbagai jenis hutan terdapat di Indonesia. Salah satu jenis hutan yang ada di Indonesia adalah hutan mangrove. Hutan mangrove hidup di wilayah , Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Hutan mangrove merupakan hutan dengan ekosistem flora dan fauna yang khas. Di kabupaten bengkalis terdapat salah satu hutan mangrove. Hutan Mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawarawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasangsurut air laut. Di ekosistem hutan mangrove setiap makhluk hidup didalamnya saling berinteraksi satu sama lainnya. Dan didalam hutan mangrove juga terdapat rantai makanan secara tidak langsung dan rantai makanan secara langsung. Secara administratif Kabupaten Bengkalis berada di Provinsi RIAU dengan luas wilayahnya11.481,77 km2. Kabupaten ini merupakan sebuah kepulauan yang ada di RIAU. Dikabupaten ini ekosistem mangrovenya sangat lebat dan asri. Hutan mangrove memiliki karakteristik yaitu memiliki jenis pohon yang relatif sedikit, memiliki akar tidak beraturan (pneumatofora), memiliki biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya, serta memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon.
Kata kunci : Ekosistem, Hutan Mangrove
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Hutan menjadi salah satu topic terpopuler saat ini. Berbagai macam flora maupun fauna hidup di hutan. Hutan juga merupakan paru-paru dunia, dikarenakan didalamnya mengandung banyak gas O2 yang sangat penting bagi kelangsungan makhluk hidup yang tinggal di dalamnya. Di Indonesia terdapat berbagai macam jenis hutan, seperti : hutan sabana, hutan rawa , hutan musim, hutan mangrove, hutan bakau , dan sebagainya.. Hutan mangrove adalah hutan yang berada di daerah tepi pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut, sehingga lantai hutannya selalu tergenang air. Menurut Steenis (1978) mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis pasang surut. Nybakken (1988) mengatakan bahwa hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Komposisi jenis tumbuhan penyusun ekosistem ditentukan oleh beberapa faktor lingkungan, terutama jenis tanah, genangan pasangan pasang surut dan salinitas (Bengen 2001). Pada wilayah pesisir yang terbuka, jenis pohon yang dominan dan merupakan pohon perintis umumnya adalah api-api dan pedada. Api-api lebih senang hidup pada tanah berpasir agak keras, sedangkan pedada pada tanah yang berlumpur lembut. Pada daerah yang terlindung dari hempasan ombak, komunitas mangrove biasanya didominasi oleh pohon bakau. Lebih kearah daratan (hulu), pada tanah lempung yang agak pejal biasanya tumbuh komunitas tanjang. Nipa (Nypa) merupakan sejenis palma dan merupakan komponen penyusun ekosistem mangrove sering kali tumbuh di tepian sungai lebih ke hulu, pengaruh aliran air tawar dominan Parameter lingkungan yang utama yang menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove adalah: Pasokan air tawar dan salinitas Stabilitas substrat Pasokan nutrien
Ketersediaan air tawar dan salinitas (kadar garam) mengendalikan efisiensi metabolisme dari ekosistim mangrove. Ketersediaan air bergantung pada: Frekuensi dan volume aliran air tawar Frekuensi dan volume pertukaran pasang surut Tingkat evavorasi Stabilitas substrat, kondisi yang diperlukan bagi pertumbuhan mangrove adalah nibah (ratio) antara laju erosi dan pengendapan sedimen, yang sangat dipengaruhi oleh kecepatan aliran air tawar dan muatan sedimen yang dikandungnya, laju pembilasan oleh arus pasang surut, dan gaya gelombang. Sedang pasokan nutrien bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh berbagai proses yang saling yang terkait, meliputi input/export dari ion-ion mineral anorganik dan bahan organik serta pendaurulangan nutrien secara internal melalui jaring makanan berbasis detritus. Konsentrasi relatif dan nisbah (ratio) optimal dari nutrien yang diperlukan untuk pemeliharaan produktivitas ekosistem dan ditentukan oleh : Ø Frekuensi,jumlah dan lamanya penggenangan oleh air asin atau air tawar Ø Dinamika sirkulasi internal dari kompleks detritus (Odum 1982) Secara biologi yang menyangkut rantai makanan, ekosistem mangrove merupakan produsen primer melalui serasah yang dihasilkan. Serasah hutan setelah melalui dekomposisi oleh sejumlah mikroorganisme, menghasilkan detritus dan berbagai jenis fitoplankton yang akan dimanfaatkan oleh konsumen primer yang terdiri dari zooplankton, ikan dan udang, kepiting sampai akhir dimangsa oleh manusia sebagai konsumen utama. Vegetasi hutan mangrove juga merupakan pendaur ulang hara tanah yang diperlukan bagi tanaman.
1.2 Rumusan Masalah 1.
Bagaimanakah karakteristik dari ekosistem hutan mangrove ?
2. Apa saja flora dan fauna yang ada didalam ekosistem mangrove ? 3. Apakah manfaat dan fungsi mangrove ?
4. Bagaimnakah pola interaksi ekosistem yang ada di hutan mangrove ?
1.3 Tujuan Penulisan 1. Mendeskripsikan karakteristik hutan mangrove 2. Mengidentifikasi pola interaksi pada ekosistem yang berada di hutan managrove 3. Mengidentifikasi flora dan fauna yang ada d ekosistem hutan mangrove 4. Mengidentifikasi pola interaksi Ekosistem yang ada d hutan mangrove
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ekosistem Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Komponen-komponen pembentuk ekosistem adalah: -
Komponen hidup (biotik)
-
Komponen tak hidup (abiotik)
Kedua komponen tersebut berada pada suatu tempat dan berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang teratur. Misalnya, pada suatu ekosistem akuarium, ekosistem ini terdiri dari ikan, tumbuhan air, plankton yang terapung di air sebagai komponen biotik, sedangkan yang termasuk komponen abiotik adalah air, pasir, batu, mineral dan oksigen yang terlarut dalam air. Satuan makhluk hidup dalam ekosistem dapat berupa individu, populasi, atau komunitas. Individu adalah makhluk tunggal. Contohnya: seekor kelinci,seekor serigala, atau individu yang
lainnya. Sejumlah individu sejenis (satu species) pada tempat tertentu akan membentuk Populasi. Contoh : dipadang rumput hidup sekelompok kelinci dan sekelompok srigala. Jumlah anggota populasi dapat mengalami perubahan karena kelahiran, kematian, dan migrasi ( emigrasi dan imigrasi). Sedangkan komunitas yaitu seluruh populasi makhluk hidup yang hidup di suatu daerah tertentu dan diantara satu sama lain saling berinteraksi. Contoh: di suatu padang rumput terjadi saling interaksi antar populasi rumput, populasi kelinci dan populasi serigala. Setiap individu, populasi dan komunitas menempati tempat hidup tertentu yang disebut habitat. Komunitas dengan seluruh faktor abiotiknya membentuk suatu ekosistem. Suatu komunitas di suatu daerah yang mencakup daerah luas disebut bioma. Contoh: bioma padang rumput, bioma gurun, dan bioma hutan tropis. Semua bagian bumi dan atmosfer yang dapat dihuni makhluk hidup disebut biosfer. Berdasarkan proses terjadinya, ekosistem dibedakan atas dua macam :
1.
Ekosistem Alami, yaitu ekosistem yang terjadi secara alami tanpa campur tangan manusia. Contoh : padang rumput, gurun,laut
2.
Ekosistem Buatan, yaitu ekosistem yang terjadi karena buatan manusia. Contoh : kolam, sawah, waduk, kebun Ekosistem tidak akan tetap selamanya, tetapi selalu mengalami perubahan. Antara faktor biotik dan abiotik selalu mengadakan interaksi, hal inilah yang merupakan salah satu penyebab perubahan. Perubahan suatu ekosistem dapat disebabkan oleh proses alamiah atau karena campur tangan manusia.
2.2. Pengertian Hutan Mangrove Hutan bakau atau hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawarawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasangsurut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjolyang disebut akar nafas
(pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob. Hutan Bakau (mangrove) merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2000). Sementara ini wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut. Batas wilayah pesisir di daratan ialah daerah-daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air dan masih dipengaruhi oleh prosesproses bahari seperti pasang surutnya laut, angin laut dan intrusi air laut, sedangkan batas wilayah pesisir di laut ialah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
BAB III METODE PENULISAN
3.1
Metode Penulisan Karya tulis ini ditulis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yakni suatu metode yang menggambarkan suatu fenomena secara sistematis, dengan hasil yang dinyatakan bukan dalam bentuk angka (non statistik).
3.2
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam proses penulisan karya tulis ilmiah ini adalah melalui studi literatur (literature reseach). Penulis melakukan telaah pustaka yang berupa buku-buku teks, jurnal-jurnal ilmiah, artikel-artikel di internet, dan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan rumusan masalah yang akan dibahas.
3.3
Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan pada penulisan karya tulis ini adalah metode analisis deskriptif kualitatif, dimana analisa deskriptif kualitatif merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan data ke dalam bentuk penyajian yang sesuai.
3.4
Sistematika Penulisan Penulisan karya tulis ilmiah ini menggunakan sistematika sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, Bab II Tinjauan Pustaka, Bab III Metodologi penulisan, Bab IV Pembahasan, dan Bab V Penutup.
BAB IV PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Ekosistem Mangrove Karakteristik terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang unik, adalah :
memiliki jenis pohon yang relatif sedikit.
memiliki akar tidak beraturan (pneumatofora) misalnya seperti jangkar melengkung dan menjulang pada bakau Rhizophora spp, serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil pada pidada Sonneratia spp. dan pada apiapi Avicennia spp.
memiliki biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya, khususnya pada Rhizophora.
memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon. Sedangkan tempat hidup hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan
memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya adalah :
tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya tergenang pada saat pasang pertama;
tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat;
daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat;
airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2 - 22 o/oo) hingga asin.
4.2. Flora Mangrove Flora mangrove umumnya di lapangan tumbuh membentuk zonasi mulai dari pinggir pantai sampai pedalaman daratan. Zonasi di hutan mangrove mencerminkan tanggapan ekofisiologis tumbuhan mangrove terhadap gradasi lingkungan. Folora magrove di bagi atas 3 : 1. Flora mangrove mayor (flora mangrove sebenarnya), yakni flora yang menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus (bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove, dan mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam. Contohnya adalah Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Lumnitzera, Laguncularia dan Nypa. 2. Flora mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam struktur komunitas, contoh : Excoecaria, Xylocarpus, Heritiera, Aegiceras. Aegialitis, Acrostichum, Camptostemon, Scyphiphora, Pemphis, Osbornia dan Pelliciera. 3. Asosiasi mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus, Calamus, dan lain-lain. 4.2. Fauna Mangrove
Ekosistem mangrove merupakan habitat bagi berbagai fauna, baik fauna khas mangrove maupun fauna yang berasosiasi dengan mangrove. Berbagai fauna tersebut menjadikan mangrove sebagai tempat tinggal, mencari makan, bermain atau tempat berkembang biak. Fauna mangrove hampir mewakili semua phylum, meliputi protozoa sederhana sampai burung, dan mamalia. Secara garis besar fauna mangrove dapat dibedakan atas fauna darat (terrestrial), fauna air tawar dan fauna laut. Akan tetapi fauna yang terdapat di hutan mangrove Kab Subang termasuk kedalam fauna laut yang didominasi oleh Mollusca dan Crustaceae. Golongan Mollusca umunya didominasi oleh Gastropoda, sedangkan golongan Crustaceae didominasi oleh Bracyura. 4.3. Manfaat dan Fungsi Mangrove Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal. Masing-masing elemen dalam ekosistem memiliki peran dan fungsi yang saling mendukung. Kerusakan salah satu komponen ekosistem dari salah satunya (daratan dan lautan) secara langsung berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem keseluruhan. Hutan mangrove merupakan elemen yang paling banyak berperan dalam menyeimbangkan kualitas lingkungan dan menetralisir bahan-bahan pencemar. 4.3.1 Secara Fisik 1) Penahan abrasi pantai. 2) Penahan intrusi (peresapan) air laut. 3) Penahan angin. 4) Menurunkan kandungan gas karbon dioksida (CO2) di udara, dan bahan-bahan
pencemar di perairan rawa pantai. 5) Penyerapan karbon. Proses fotosentesis mengubah karbon anorganik (C0 2) menjadi
karbon organik dalam bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan ini membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai (C02). Akan tetapi hutan bakau justru mengandung sejumlah besar bahan organik yang tidak membusuk. Karena itu, hutan bakau lebih berfungsi sebagai penyerap karbon dibandingkan dengan sumber karbon.
6) Memelihara iklim mikro. Evapotranspirasi hutan bakau mampu menjaga kelembaban
dan curah hujan kawasan tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga. 7) Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam. Keberadaan hutan bakau dapat
mencegah teroksidasinya lapisan pirit dan menghalangi berkembangnya kondisi alam. 8) Pengendapan lumpur. Sifat fisik tanaman pada hutan bakau membantu proses
pengendapan lumpur. Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan penghilangan racun dan unsur hara air, karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur. Dengan hutan bakau, kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi. 9) Penambah unsur hara. Sifat fisik hutan bakau cenderung memperlambat aliran air
dan terjadi pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang berasal dari berbagai sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian. 10) Penambat racun. Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan
terikat pada permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah air. Beberapa spesies tertentu dalam hutan bakau bahkan membantu proses penambatan racun secara aktif 4.3.3 Secara Biologi 1) Tempat hidup (berlindung, mencari makan, pemijahan dan asuhan) biota laut seperti
ikan dan udang). 2) Sumber bahan organik sebagai sumber pakan konsumen pertama (pakan cacing,
kepiting dan golongan kerang/keong), yang selanjutnya menjadi sumber makanan bagi konsumen di atasnya dalam siklus rantai makanan dalam suatu ekosistem. 3) Tempat hidup berbagai satwa langka, seperti burung. Lebih dari 100 jenis burung
hidup disini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan bakau merupakan tempat mendaratnya ribuan burug pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus). 4) Sumber plasma nutfah. Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar manfaatnya
baik bagi perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun untuk memelihara populasi kehidupan liar itu sendiri.
5) Memelihara proses-proses dan sistem alami. Hutan bakau sangat tinggi peranannya
dalam mendukung berlangsungnya proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi di dalamnya. 4.3.4 Secara Sosial dan Ekonomi 1) Tempat kegiatan wisata alam (rekreasi, pendidikan dan penelitian). Hutan bakau
memiliki nilai estetika, baik dari faktor alamnya maupun dari kehidupan yang ada di dalamnya. Selain itu, dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hutan mangrove berperan sebagai laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan penelitian dan pendidikan. 2) Penghasil kayu untuk kayu bangunan, kayu bakar, arang dan bahan baku kertas,
serta daun nipah untuk pembuatan atap rumah. 3) Penghasil tannin untuk pembuatan tinta, plastik, lem, pengawet net dan
penyamakan kulit. 4) Penghasil bahan pangan (ikan/udang/kepiting, dan gula nira nipah), dan obat-obatan
(daun Bruguiera sexangula untuk obat penghambat tumor, Ceriops tagal dan Xylocarpus mollucensis untuk obat sakit gigi, dan lain-lain). 5) Tempat sumber mata pencaharian masyarakat nelayan tangkap dan petambak., dan
pengrajin atap dan gula nipah. 6) Transportasi. Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan
cara yang paling efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.
4.4. Pola interaksi adaa ekosistem yang berada di hutan mangrove Semua organisme hidup akan selalu membutuhkan organisme lain dan lingkungan hidupnya . Hubungan yang terjadi antara individu dengan lingkungannya sangat kompleks, bersifat saling mempengaruhi atau timbal balik. Hubungan timbal balik antara unsur-unsur hayati dengan nonhayati membentuk sistem ekologi didalam ekosistem. Didalam ekosistem terjadi rantai makanan/ aliran energi dan siklus biogeokimia. Rantai makanan dapat dikategorikan sebagai interaksi antar organisme dalam bentuk predasi. Rantai makanan merupakan prosespemindahan energi makanan dari sumbernya melalui serangkaian
jasad-jasad dengan cara makan-dimakan yang berulang kali . Terdapat tiga macam rantai pokok ,yaitu rantai pemangsa, rantai parasit dan rantai saprofit.
4.4.1. Rantai Pemangsa Landasan utamanya adalah tumbuhan hijau sebagai produsen. Rantai pemangsa dimulai dari hewan yang bersifat herbivore sebagai konsumen I, dilanjutkan dengan hewan karnivora yang memangsa herbivore sebagai konsumen ke 2 dan berakhir pada hewan pemangsa karnivora maupun herbivora sebagai konsumen ke-3.
4.4.2 . Rantai Parasit Rantai parasit dimulai dari organisme besar hingga organisme yang hidup sebagai parasit. Contoh cacing, bakteri dan benalu.
4.4.3. Rantai Saprofit Dimulai dari organisme mati ke jasad pengurai. Misalnya jamur dan bakteri. Rantai tersebut tidak berdiri sendiri akan tetapi saling berkaitan satu dengan yang lainnya sehingga membentuk jaring-jaring makanan.
Secara umum di perairan, terdapat 2 tipe rantai makanan yang terdiri dari : a) Rantai Makanan Langsung
Rantai makanan langsung adalah peristiwa makan memakan dari mulai tingkatan trofik terendah yaitu fitoplankton mulai tingkatan trofik terendah sampai ke tingkatan trofik tertinggi yaitu ikan karnivora berukuran besar, mamalia, burung dan reptil . Hal inidapat dilihat pada ilustrasi berikut : Dari gambar diatas nampak bahwa rantai makanan langsung, bukanlah sebuah proses bukanlah Sebuah proses ekologi yang dominanterjadi di dalam ekosistem mangrove. Oleh karena spesies ikan yang terdapat dalam ekosistem mangrove, utamanya konsumer trofik tertinggi, kebanyakan adalah ikan pengunjung pada periode tertentu atau musim tertentu. Beberapa jenis ikan komersial mempunyai kaitan dengan mangrove seperti bandeng dan belanak. Klasifikasikan ikan yang terdapat dalam ekosistem mangrove pada 4 (empat) tipe ikan, yaitu : Ikan penetap sejati, yaitu ikan yang seluruh siklus hidupnya dijalankan di daerah hutan mangrove seperti ikan Gelodok (Periopthalmus sp). Ikan penetap sementara, yaitu ikan yang berasosiasi dengan hutan mangrove selama periode anakan, tetapi pada saat dewasa cenderung menggerombol di sepanjang pantai yang berdekatan dengan hutan mangrove, seperti ikan belanak (Mugilidae), ikan Kuweh (Carangidae), dan ikan Kapasan, Lontong (Gerreidae).
Ikan pengunjung pada periode pasang, yaitu ikan yang berkunjung ke hutan mangrove pada saat air pasang untuk mencari makan, contohnya ikan Kekemek, Gelama, Krot (Scianidae), ikan Barakuda / Alualu, Tancak (Sphyraenidae), dan ikan-ikan dari familia Exocietidae serta Carangidae. Ikan pengunjung musiman. Ikan-ikan yang termasuk dalam kelompok ini menggunakan hutan mangrove sebagai tempat asuhan atau untuk memijah serta tempat perlindungan musiman dari predator.
b) Rantai Makanan Detritus ( Tidak Langsung )
Pada ekosistem mangrove, rantai makanan yang terjadi adalah rantai makanan detritus . Sumber utama detritus adalah hasil penguraian guguran daun mangrove yang jatuh ke perairan oleh bakteri dan fungi.
Rantai makanan detritus dimulai dari proses penghancuranluruhan dan ranting mangrove oleh bakteri dan fungi (detritivor) menghasilkan detritus. Hancuran bahan organik (detritus) ini kemudianmenjadi bahan makanan penting (nutrien) bagi cacing, crustacea, moluska, dan hewan lainnya, nutrien di dalam ekosistem mangrove dapat juga berasal dari luar ekosistem, dari sungai atau laut .
Bakteri dan fungi tadi dimakan oleh sebagian protozoa dan avertebrata. Kemudian protozoa dan avertebrata dimakan oleh karnivor sedang, yang selanjutnya dimakan oleh karnivor tingkat tinggi.
BAB V PENUTUP
5.1
Simpulan Hutan bakau/Mangrove sebagai salah satu dari tipe formasi hutan, adalah komunitas hutan tersendiri yang merupakan tumbuhan utama intertidal tropic, dan terdiri atas banyak flora dan fauna yang hidup di area sub tropic pesisir pantai. Dengan demikian dapat dipahami keberadaannya yang khas dan tempat tumbuhnya terbatas sehingga perlu diamankan dari berbagai bentuk intervensi.Hutan bakau dengan keragaman hayatinya juga menyimpan khazanah ilmu pengetahuan tentang flora dan fauna yang memiliki makna bagi kebutuhan hidup manusia dalam berbagai aspeknya.
http://vfajrul.blogspot.com/2012/03/interaksi-antara-terumbu-karang-lamun.html Interaksi Antara Terumbu Karang, Lamun, dan Mangrove Ekosistem terumbu karang, mangrove, dan lamun mempunyai keterkaitan ekologis (hubungan fungsional), baik sifat fisik air, migrasi satwa, dan dampak kegitan
manusia. Oleh karena itu apabila salah satu ekosistem tersebut terganggu, maka ekosistem yang lain juga ikut terganggu. Yang jelas interaksi yang harmonis antara ketiga ekosistem ini harus dipertahankan agar tercipta sebentuk sinergi keseimbangan lingkungan.
1. Sifat fisik air Hutan mangrove sejati biasanya tumbuh di daerah yang terlindung dari pengaruh ombak dan arus yang kuat. Terumbu karang dan lamun disini berfungsi sebagai penahan ombak dan arus yang kuat untuk memperlambat pergerakannya. Ini merupakan salah satu interaksi fisik dari terumbu karang dan lamun terhadap mangrove sehingga mangrove terlindungi dari ombak dan arus yang kuat. Hutan mangrove kaya akan sedimen yang mengendap di dasar perairan. Apabila sedimen ini masuk ke ekosistem lamun maupun terumbu karang dengan jumlah yang sangat banyak dan terus menerus oleh pengaruh hujan lebat, penebangan hutan mangrove maupun pasang surut dapat mengeruhkan perairan, maka ini akan mempengaruhi fotosintesis dari lamun dan zooxanthela yang hidup pada karang. Sedimen yang membuat perairan keruh akan berdampak pada berkurangnya penetrasi cahaya matahari (kecerahan). Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang. Dan ini akan mempengaruhi persebaran dan kelimpahan lamun serta terumbu karang secara vertikal dan horizontal. 2. Migrasi Fauna Migrasi fauna dapat disebabkan oleh meningkatnya predator pada suatu ekosistem, berkurangnya makanan, reproduksi, meningkatnya persaingan dalam memperbutkan makanan, tempat persembunyian yang aman, dll. Ketika ekosistem mangrove dalam keadaan rusak atau terganggu oleh aktivitas manusia maupun oleh pengaruh alam, maka biota-biota/fauna yang hidupnya disekitar mangrove akan beralih tempat ke ekositem lamun maupun terumbu karang untuk memperoleh perlindungan. Apabila dalam ekosistem lamun, terjadi persaingan yang ketat dalam memperbutkan makanan, maka fauna-fauna disekitarnya akan bermigrasi ke darerah mangrove untuk memperoleh makanan yang banyak. Ketika terjadi kekeruhan di ekosistem lamun oleh pengaruh sedimentasi, maka fauna-fauna yang hidup disekitarnya khususnya ikan akan menghindari daerah tersebut dan menempati ekosistem terumbu karang yang tingkat kecerahan lebih baik.
3. Dampak Manusia
Pengambilan terumbu karang sebagai bahan bangunan akan mengancam ekosistem mangrove. Mengingat bahwa secara ekologis terumbu karang berfungsi untuk menahan gelombang dan arus yang kuat, sehingga tanpa keberadaannya akan mengamcam ekosistem mangrove yang biasanya terlindung dari ombak dan arus yang kuat.Ikan di daerah terumbu karang yang memakan suatu spesies ikan di sekitar daerah lamun lama kelamaan akan habis apabila terus menerus dieksploitasi secara besar-besaran oleh manusia. Ikan di daerah terumbu karang berkurang jumlahnya sedangkan ikan di daerah lamun meningkat jumlahnya.
Terumbu karang
http://kejarlingkunganhidupspensya.blogspot.com/2012/09/ekosistem-terumbukarang.html
Ekosistem Terumbu Karang
Terumbu karang dapat tumbuh dengan baik di perairan laut dengan suhu 21 derajat Celcius - 29 derajat Celcius. Meskipun masih dapat tumbuh pada suhu di atas dan di bawah kisaran suhu tersebut, tetapi pertumbuhannya akan sangat lambat. Karena itulah, terumbu karang banyak ditemukan di perairan tropis seperti Indonesia dan juga di daerah subtropis yang dilewati aliran arus hangat dari daerah tropis seperti Florida, Amerika Serikat, & bagian selatan Jepang. Karang membutuhkan perairan dangkal dan bersih yang dapat ditembus cahaya matahari yang digunakan oleh zooxantellae untuk berfotosintesis. Pertumbuhan karang pembentuk terumbu pada kedalaman 18-29 meter sangat lambat tetapi masih ditemukan hingga kedalaman lebih dari 90 meter. Karang memerlukan salinitas yang tinggi untuk tumbuh. Oleh karena itu, di sekitar mulut sungai / pantai / sekitar pemukiman penduduk, pertumbuhan terumbu karang juga lambat karena karang membutuhkan perairan yang kadar garamnya sesuai untuk hidup.
A.Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang dapat berkembang dengan baik apabila kondisi lingkungan perairan mendukung pertumbuhan terumbu karang. Berikut ini faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang.
1.Suhu Secara global, sebaran terumbu karang dunia dibatasi oleh permukaan laut yang isoterm pada suhu 20 derajat Celcius. Tdak ada terumbu karang yang berkembang di bawah suhu 18 derajat Celcius. Terumbu karang tumbuh dan berkembang secara optimal pada perairan bersuhu ratarata tahunan 23-25 derajat Celcius, dan dapat menoleransi suhu sampai dengan 36-40 derajat Celcius.
2.Salinitas Terumbu karang hanya dapat hidup di perairan laut dengan salinitas normal 32-35%. Umumnya, terumbu karang tidak berkembang di perairan laut yang mendapat limpasan air tawar teratur dari sungai besar, karena hal itu berarti penurunan salinitas.Contohnya di Delta Sungai Brantas (Jawa Timur). Di sisi lain, terumbu karang dapat berkembang di wilayah bersalinitas tinggi seperti Teluk Persia yang salinitasnya 42%.
3.Cahaya dan Kedalaman Kedua faktor tersebut berperan penting untuk kelangsungan proses fotosintesis oleh zooxanthellae yang terdapat di jaringan karang. Terumbu yang dibangun karang hermatipik dapat tumbuh di perairan dengan kedalaman maksimal 50-70 meter, dan umumnya berkembang di kedalaman 25 meter atau kurang. Titik kompensasi untuk karang hermatipik berkembang menjadi terumbu adalah pada kedalaman dengan intensitas cahaya 15-20% dari intensitas di permukaan.
4.Kecerahan Faktor ini berhubungan dengan penetrasi cahaya. Kecerahan perairan tinggi berarti penetrasi cahaya yang tinggi dan ideal untuk memicu produktivitas perairan yang tinggi pula.
5.Paparan Udara (Aerial Exposure) Paparan udara terbuka merupakan faktor pembatas karena dapat mematikan jaringan hidup dan alga yang bersimbiosis di dalamnya.
6.Gelombang Gelombang merupakan faktor pembatas karena gelombang yang terlalu besar dapat merusak struktur terumbu karang, contohnya gelombang tsunami. Namun demikian, umumnya terumbu karang lebih berkembang di daerah yang memiliki gelombang besar. Aksi gelombang dapat memberikan pasokan air segar, oksigen, plankton, dan membantu menghalangi terjadinya pengendapan pada koloni / polip karang.
7.Arus Faktor arus dapat berdampak baik atau buruk. Bersifat positif apabila membawa nutrien dan bahan-bahan organik yang diperlukan oleh karang dan zooxanthellae, sedangkan bersifat negatif apabila menyebabkan sedimentasi di perairan terumbu karang dan menutupi permukaan karang sehingga berakibat pada kematian karang.
B.Pertumbuhan Karang & Perkembangan Terumbu Berdasarkan fungsinya dalam pembentukan terumbu (hermatype-ahermatype) dan ada / tidaknya alga simbion (symbiotic-asymbiotic), maka karang terbagi menjadi empat kelompok sebagai berikut.
1.Hermatypes-Symbionts
Kelompok ini terdiri dari anggota karang pembangun terumbu yaitu sebagian besar anggota Scleractinia (karang batu), Octocorallia (karang lunak), dan Hydrocorallia.
2.Hermatypes-Asymbionts
Kelompok ini merupakan karang dengan pertumbuhan lambat yang dapat membentuk kerangka kapur masif tanpa bantuan zooxanthellae, sehingga mereka mampu untuk hidup di dalam perairan yang tidak ada cahaya. Di antara anggotanya adalah Scleractinia asimbiotik dengan genus Tubastrea dan Dendrophyllia, dan Hidrokoral jenis Stylaster rosacea.
3.Ahermatypes-Symbionts Anggota kelompok ini antara lain dari genus Heteropsammia dan Diaseris (Scleractinia : Fungiidae) dan Leptoseris (Agaricidae) yang hidup dalam bentuk polip tunggal kecil atau koloni kecil sehingga tidak termasuk dalam pembangun terumbu. Kelompok ini juga terdiri dari ordo Alcyonacea dan Gorgonacea yang mempunyai alga simbion namun bukan pembangun kerangka kapur asif (matriks terumbu).
4.Ahermytypes-Asymbionts
Anggota kelompok ini antara lain terdiri dari genus Dendrophyllia dan Tubastrea (ordo Scleractinia) yang mempunyai polip yang kecil. Termasuk juga dalam kelompok ini adalah kerabat karang batu dari ordo Antipatharia dan Corallimorpha.
Koloni karang baru akan berkembang, jika polip karang melakukan perkembangbiakan secara aseksual, budding pembentukan tunas (budding) dan fragmentasi. Melalui proses budding, koloni karang berkembang melalui dua cara yaitu intratentacular budding dan extratentacular budding. Intratentacular budding terjadi apabila pertambahan polip berasal dari satu polip yang terbelah menjadi dua. Extratentacular budding terjadi jika
tumbuh satu mulut polip bertentakel pada ruang kosong antara polip satu dan polip lain. Selain itu, koloni dapat berkembang dari patahan karang yang terpisah dari koloni induk akibat gelombang / aksi fisik lain. Patahan terebut melekatkan diri pada substrat keras dan tumbuh melalui mekanisme budding.
C.Interaksi yang Terjadi di Dalam Ekosistem Terumbu Karang Terumbu karang bukan merupakan sistem yang tetap dan sederhana, melainkan suatu ekosistem yang dinamis dan kompleks. Tingginya produktivitas primer di ekosistem terumbu karang, dapat mencapai 5.000 g C / meter kuadrat / tahun. Produktivitas sekunder yang tinggi, tersebut menunjukkan komunitas makhluk hidup yang ada di dalamnya sangat beraneka ragam dan tersedia dalam jumlah yang melimpah. Berbagai jenis makhluk hidup yang ada di ekosistem terumbu karang saling berinteraksi satu sama lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, membentuk suatu sistem kehidupan. Secara umum interaksi yang terjadi di ekosistem terumbu karang terbagi atas interaksi yang sifatnya sederhana, hanya melibatkan dua jenis biota (dari spesies yang sama / berbeda), dan interaksi yang bersifat kompleks karena melibatkan biota dari berbagai spesies dan tingkatan trofik.
1.Interaksi Sederhana Interaksi yang bersifat sederhana dapat berupa persaingan (kompetisi), pemangsaan oleh predator, grazing, komensalisme & mutualisme.
a.Persaingan Persaingan umumnya terjadi dalam hal memperebutkan ruang hidup / dalam mendapatkan makanan. Contohnya, persaingan antara koloni karang batu dengan karang lunak.
b.Pemangsaan
Pemangsaan karang oleh predatornya (Acanthaster plancii, Chaetodontidae, Tetraodontidae).
c.Grazing
Pengendalian / pengaturan invasi ruang alga melalui konsumsi ikan herbivor (Acanthuridae, Scaridae).
d.Komensalisme
Hubungan yang erat antara ikan pembersih dengan inangnya.
e.Mutualisme Hubungan yang erat antara karang batu dengan zooxanthellae, anemon dengan ikan giru (Amphiprion / Premnas), ikan pomacentridae dengan koloni karang batu, dan lainnya.
2.Interaksi Kompleks Interaksi kompleks antar biota yang hidup di ekosistem terumbu karang adalah melalui jaringjaring makanan. Secara garis besar, tingkat trofik dalam jaring-jaring makanan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok produsen dan konsumen.
a.Produsen
Produsen adalah kelompok yang bersifat autotrof karena dapat memanfaatkan energi matahari untuk mengubah bahan-bahan anorganik menjadi karbohidrat dan oksigen yang diperlukan seluruh makhluk hidup. Produsen dalam ekosistem terumbu karang meliputi karang batu (zooxanthellae), alga makro, alga koralin, bakteri fotosintetik.
b.Konsumen Konsumen adalah kelompok yang tidak dapat mengasimilasi bahan makanan dan oksigen secara mandiri (heterotrof). Konsumen meliputi karang batu (polip), Echinodermata, Annelida, Polychaeta, Crustacea, Holothuroidea, Mollusca, dan lain-lain. Karang batu dapat berperan ganda, sebagai produsen dan konsumen. Hal ini dimungkinkan oleh adanya endosimbiosis dengan zooxanthellae. Di hari terang, karang batu melakukan proses fotosintesis.Sedangkan di hari gelap, karang batu memiliki tentakel-tentakel bersengat (nematocyst) yang dapat dijulurkan untuk memangsa zooplankton dan hewan-hewan renik lainnya.
http://web.ipb.ac.id/~dedi_s/index.php? option=com_content&task=view&id=21&Itemid=49
Ekologi Terumbu Karang Thursday, 06 December 2007
EKOLOGI KARANG TERUMBU
Faktor-faktor lingkungan yang berperan dalam perkembangan ekosistem terumbu karang
Ekosistem terumbu karang dapat berkembang dengan baik apabila kondisi lingkungan perairan mendukung pertumbuhan karang (gambar 1).
Gambar 1. Kombinasi faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan karang dan perkembangan terumbu.
SUHU Secara global, sebarang terumbu karang dunia dibatasi oleh permukaan laut yang isoterm pada suhu 20 °C, dan tidak ada terumbu karang yang berkembang di bawah suhu 18 °C. Terumbu karang tumbuh dan berkembang optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25 °C, dan dapat menoleransi suhu sampai dengan 36-40 °C.
SALINITAS Terumbu karang hanya dapat hidup di perairan laut dengan salinitas normal 3235 ‰. Umumnya terumbu karang tidak berkembang di perairan laut yang mendapat limpasan air tawar teratur dari sungai besar, karena hal itu berarti penurunan salinitas. Contohnya di delta sungai Brantas (Jawa Timur). Di sisi lain, terumbu karang dapat berkembang di wilayah bersalinitas tinggi seperti Teluk Persia yang salinitasnya 42 %.
CAHAYA DAN KEDALAMAN Kedua faktor tersebut berperan penting untuk kelangsungan proses fotosintesis oleh zooxantellae yang terdapat di jaringan karang. Terumbu yang dibangun karang hermatipik dapat hidup di perairan dengan kedalaman maksimal 50-70 meter, dan umumnya berkembang di kedalaman 25 meter atau kurang. Titik kompensasi untuk karang hermatipik berkembang menjadi terumbu adalah pada kedalaman dengan intensitas cahaya 15-20% dari intensitas di permukaan.
KECERAHAN Faktor ini berhubungan dengan penetrasi cahaya. Kecerahan perairan tinggi berarti penetrasi cahaya yang tinggi dan ideal untuk memicu produktivitas perairan yang tinggi pula.
PAPARAN UDARA (aerial exposure) Paparan udara terbuka merupakan faktor pembatas karena dapat mematikan jaringan hidup dan alga yang bersimbiosis di dalamnya.
GELOMBANG Gelombang merupakan faktor pembatas karena gelombang yang terlalu besar dapat merusak struktur terumbu karang, contohnya gelombang tsunami. Namun demikian, umumnya terumbu karang lebih berkembang di daerah yang memiliki gelombang besar. Aksi gelombang juga dapat memberikan pasokan air segar, oksigen, plankton, dan membantu menghalangi terjadinya pengendapan pada koloni atau polip karang.
ARUS Faktor arus dapat berdampak baik atau buruk. Bersifat positif apabila membawa nutrien dan bahan-bahan organik yang diperlukan oleh karang dan zooxanthellae, sedangkan bersifat negatif apabila menyebabkan sedimentasi di perairan terumbu karang dan menutupi permukaan karang sehingga berakibat pada kematian karang.
Pertumbuhan karang dan perkembangan terumbu Berdasarkan fungsinya dalam pembentukan terumbu (hermatype-ahermatype) dan ada/tidaknya alga simbion
(symbiotic-asymbiotic), maka karang terbagi menjadi empat kelompok berikut: (Gambar 2)
1. Hermatypes-symbionts. Kelompok ini terdiri dari anggota karang pembangun terumbu yaitu sebagian besar anggota Scleractinia (karang batu), Octocorallia (karang lunak) dan Hydrocorallia. 2. Hermatypes-asymbionts.· Kelompok ini merupakan karang dengan pertumbuhan lambat yang dapat membentuk kerangka kapur masif tanpa bantuan zooxanthellae, sehingga mereka mampu untuk hidup di dalam perairan yang tidak ada cahaya.· Di antara anggotanya adalah Scleractinia asimbiotik dengan genus Tubastrea dan Dendrophyllia, dan hydro-corals jenis Stylaster rosacea. 3. Ahermatypes-symbionts. Anggota kelompok ini antara lain dari genus Heteropsammia dan Diaseris (Scleractinia: Fungiidae) dan Leptoseris (Agaricidae) yang hidup dalam bentuk polip tunggal kecil atau koloni kecil sehingga tidak termasuk dalam pembangun terumbu. Kelompok ini juga terdiri dari Ordo Alcyonacea dan Gorgonacea yang mempunyai alga simbion namun bukan pembangun kerangka kapur masif (matriks terumbu). 4. Ahermatypes-asymbionts. Anggota kelompok ini antara lain terdiri dari genus Dendrophyllia dan Tubastrea (Ordo Scleractinia) yang mempunyai polip yang kecil.· Termasuk juga dalam kelompok ini adalah kerabat karang batu dari Ordo Antipatharia dan Corallimorpha (Subkelas Hexacorallia) dan Subkelas Octocorallia asimbiotik.
Gambar 2. Karang dalam sistem Filum Coelenterata; karang hermatypic pembangun terumbu berada dalam garis terputus-putus
Karang hermatipik, yang umumnya didominasi oleh Ordo Scleractinia, memiliki alga simbion atau zooxanthellae yang hidup di lapisan gastrodermis.· Di lapisan ini, zooxanthellae sangat berperan membantu pemenuhan kebutuhan nutrisi dan oksigen bagi hewan karang melalui proses fotosintesis (gambar 3).· Zooxanthellae merupakan istilah umum bagi alga simbion dari kelompok dinoflagellata yang hidup di dalam jaringan hewan lain, termasuk karang, anemon, moluska, dan taksa hewan yang lain.· Hubungan yang erat (simbiosis) antara hewan karang dan zooxanthellae dapat dikategorikan sebagai simbiosis mutualisme, karena hewan karang menyediakan tempat berlindung bagi zooxanthellae dan memasok secara rutin kebutuhan bahan-bahan anorganik yang diperlukan untuk fotosintesis, sedangkan hewan karang diuntungkan dengan tersedianya oksigen dan bahanbahan organik dari zooxanthellae.
Gambar 3. Peran alga simbion (zooxanthellae) dalam menyokong pertumbuhan karang. Koloni karang baru akan berkembang, jika polip karang melakukan perkembangbiakan secara aseksual, budding dan fragmentation (gambar 4). Melalui proses budding, koloni karang berkembang melalui dua cara yaitu intratentacular budding dan extratentacular budding. Intratentacular budding terjadi apabila pertambahan polip berasal dari satu polip yang terbelah menjadi dua, sedangkan extratentacular budding terjadi jika tumbuh satu mulut polip bertentakel pada ruang kosong antara polip satu dan polip lain. Selain itu, koloni baru dapat berkembang dari patahan karang yang terpisah dari koloni induk akibat gelombang atau aksi fisik lain, bila patahan tersebut melekatkan diri pada substrat keras dan tumbuh melalui mekanisme budding.
Gambar 4. Mekanisme pembentukan koloni karang melalui proses budding Perkembangan terumbu karang secara umum dikendalikan oleh sejumlah faktor utama yang bekerja dalam skala ruang yang bersifat makro (global), meso (regional), dan mikro (pulau). Ketiga faktor kendali utama tersebut terdiri atas faktor-faktor lingkungan yang dijabarkan sebagai berikut:
1. Kendali skala makro 1. Gaya tektonik 2. Paras muka laut 2. Kendali skala meso 1. Suhu 2. Salinitas 3. Energi gelombang 3. Kendali skala mikro 1. Cahaya 2. Nutrien 3. Sedimen 4. Topografi masa lampau Interaksi yang terjadi di dalam ekosistem terumbu karang Terumbu karang bukan merupakan sistem yang statis dan sederhana, melainkan suatu ekosistem yang dinamis dan kompleks. Tingginya produktivitas primer di ekosistem terumbu karang, bisa mencapai 5000 g C/m2/tahun, memicu produktivitas sekunder yang tinggi, yang berarti komunitas makhluk hidup yang ada di
dalamnya sangat beraneka ragam dan tersedia dalam jumlah yang melimpah. Berbagai jenis makhluk hidup yang ada di ekosistem terumbu karang saling berinteraksi satu sama lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, membentuk suatu sistem kehidupan. Sistem kehidupan di terumbu karang dapat bertambah atau berkurang dimensinya akibat interaksi kompleks antara berbagai kekuatan biologis dan fisik.
Secara umum interaksi yang terjadi di ekosistem terumbu karang terbagi atas interaksi yang sifatnya sederhana, hanya melibatkan dua jenis biota (dari spesies yang sama atau berbeda), dan interaksi yang bersifat kompleks karena melibatkan biota dari berbagai spesies dan tingkatan trofik. Berikut ini disajikan berbagai macam interaksi yang bersifat sederhana, yang dapat berupa persaingan (kompetisi), pemangsaan oleh predator, grazing, komensalisme dan mutualisme, beserta contohnya di ekosistem terumbu karang.
INTERAKSISE DERHANA PERSAINGAN Persaingan memperoleh ruang -
Karang batu vs Karang lunak
-
Koloni karang batu vs Koloni bulu babi
Persaingan memperoleh makanan PEMANGSAAN Pemangsaan karang oleh predatornya (Acanthaster planci, Chaetodontidae, Tetraodontidae). GRAZING Pengendalian/pengaturan invasi ruang alga melalui konsumsi ikan herbivor (Acanthuridae, Scaridae). KOMENSALISME Hubungan yang erat antara ikan pembersih dengan inangnya. MUTUALISME Hubungan yang erat antara karang batu dengan zooxanthellae, anemon dengan ikan giru (Amphiprion atau Premnas), ikan Pomacentridae dengan koloni karang batu, dan lain-lain.
INTERAKSI KOMPLEKS Mekanisme lain untuk mengkaji interaksi antar biota yang hidup di ekosistem terumbu karang adalah melalui jejaring makanan (gambar 5). Dibandingkan interaksi antar biota yang ada dalam persaingan, predasi, simbiosis mutualisme, dan simbiosis komensalisme, maka interaksi yang terjadi dalam sistem jejaring makanan di ekosistem terumbu karang merupakan interaksi yang kompleks.
Gambar 5. Jejaring makanan di ekosistem terumbu karang. Secara garis besar tingkat trofik dalam jejaring makanan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok produsen yang bersifat autotrof karena dapat memanfaatkan energi matahari untuk mengubah bahan-bahan anorganik menjadi karbohidrat dan oksigen yang diperlukan seluruh makhluk hidup, dan kelompok konsumen yang tidak dapat mengasimilasi bahan makanan dan oksigen secara mandiri (heterotrof). PRODUSENKarang batu (zooxanthellae), alga makro, alga koralin, bakteri fotosintetik KONSUMENKarang batu (polip), Ikan, Ekhinodermata, Annelida, Polikhaeta, Krustasea, Holothuroidea, Moluska, dll. Karang batu dapat berperan ganda, sebagai produsen dan konsumen. Hal ini dimungkinkan oleh adanya endosimbiosis dengan zooxanthellae, yang di hari terang melakukan proses fotosintesis,
sedangkan di hari gelap karang batu memiliki tentakel-tentakel bersengat (nematocyst) yang dapat dijulurkan untuk memangsa zooplankton dan hewan-hewan renik lainnya.
http://ekosistem-ekologi.blogspot.com/2013/02/uniknya-ekosistem-terumbukarang.html
Uniknya Ekosistem Terumbu Karang Kategori : Ekosistem
Salah satu jenis ekosistem yang terdapat di dalam lautan adalah ekosistem terumbu karang. Ia merupakan masyarakat organisme yang habitatnya di dalam dasar perairan dengan bentuk batuan kapur atau CaCO3 dengan tekstur kasar dan kuat menahan gaya dari gelombang laut. Organisme yang bisa dijumpai di dalam ekosistem terumbu karang ini adalah binatang karang dengan kerangka kapur serta alga yang juga secara umum mengandung kapur. Sebagai sebuah ekosistem, terumbu karang serupa rumah . Ia merupakan tempat hidup berbagai macam organisme laut. Ekosistem yang satu ini sangat unik sebab dibentuk dari ribuan binatang dengan ukuran kecil yang dikenal dengan nama polip. Polip karang ini kemudian yang berkembang dan membentuk koloni. Polip didaulat sebagai binatang utama yang membentuk ekosistem terumbu karang. Ekosistem
terumbu
karang
menjadi
tumpuan
masyarakat,
utamanya
yang
bermukim di wilayah pesisir. Ekosistem ini merupakan bagian kecil dari ekosistem laut. Terumbu karang merupakan sumber kehidupan ribuan biota laut. Sedikitnya terdapat lebih dari 300 jenis karang yang tergabung dalam ekosistem ini. Dan karang tersebut dihuni oleh lebih dari 200 jenis ikan dan juga puluhan jenis molusca, spone, lamun, crustacean dan masih banyak lagi lainnya. Secara sederhana, ekosistem terumbu karang ini bisa disebut “hutan tropis” di dalam lautan. Jenis-Jenis
Terumbu
Karang
Sedikitnya ada dua jenis karang, yakni: 1. Terumbu karang yang keras, antara lain elkhorn coral dan juga brai coral. Ia merupakan jenis karang batu kapur dengan tekstur yang sangat keras dan kemudian membentuk batuan karang. Meski tampilannya kokoh, namun jenis karang yang satu ini sangat mudah rapuh sebab rentan terhadap perubahan lingkungan di sekitarnya. 2. Terumbu karang lunak, misalnya sea fingers dan juga sea whips. Terumbu karang yang satu ini tidak membentuk karang. Ada beberapa tipe terumbu karang lunak ini, misalnya saja fringing reef yang tumbuh di sepanjang pantau di wilayah continental shelf. Jika didasarkan pada bentuknya, maka sedikitnya ada 4 bentuk terumbu karang antara lain: 1. Terumbu karang tepi atau fringing reefs. Ia berkembang secara umum pada pesisir pantai di pulau-pulau besar. Terumbu karang yang satu ini memiliki bentuk melingkar dengan penanda bentukan ban atau berupa bagian endapan karang yang telah mati dan mengelilingi pulau. 2. Terumbu karang penghalang atau barrier reefs. Jenis terumbu karang yang satu ini berada pada wilayah laut yang jauh dari tepi. Ia kadang brbentuk lagoon atau kolom air dan juga berbentuk celah perairan dengan lebar puluhan kilometer. 3. Terumbu karang cincin atau atolls. Jenis yang satu ini serupa dengan cincin dan mengelilingi batas dari beberapa pulau vulkanik yang tenggelam dan menyebabkan tak adanya batasan yang jelas dengan daratan. 4. Terumbu karang datar atau patch reefs. Jenis yang satu ini terletak di bawah hingga ke bagian permukaan lautan. Dalam kurun waktu tertentu, jenis karang yang satu ini akan membatu dan membentuk pulau yang datar. Beragam Manfaat Ekosistem Terumbu Karang
Mengapa ekosistem terumbu karang sangat penting? Ada beberapa alasan, antara lain: 1. Jika dilihat dari sudut pandang ekonomi ekosistem terumbu karang sangat penting sebab mempunyai nilai estetika juga keanekaragaman biota yang sangat tinggi. Dengan demikian, potensi ekosistem terumbu karang sebagai salah satu sumber makanan bagi manusia sangatlah tinggi. Tak hanya itu, ia juga bisa dijadikan obat untuk menanggulangi beberapa penyakit tertentu. 2. Dari kacamata ekologis, ekosistem terumbu karang juga sangat penting sebab ia mampu menjaga keseimbangan lingkungan serta menyumbangkan keseimbangan fisik yakni dengan menekan arus kuat gelombang sehingga ia bisa mereduksi potensi abrasi. 3. Secara sosial ekonomi, ekosistem terumbu karang merupakan sumber perikanan yang sangat produktif dengan demikian ia mampu meningkatkan pemasukan para nelayan dalam skala kecil, untuk penduduk di wilayah pesisir dan menjamin kesejahteraan Negara dalam skala yang lebih luas. Mencermati pentingnya ekosistem terumbu karang ini, penting bagi kita untuk menghindarkan penyabab rusaknya terumbu karang, antara lain dengan tidak menggunakan bom saat hendak menangkap ikan, tidak membuang limbah juga sampah ke laut, tidak melakukan uji coba senjata militer di wilayah laut, menekan berbagai tindakan yang bisa memicu pemanasan global sebab terumbu karang juga rentan terkena dampaknya dan masih banyak lagi langkah taktis lainnya.
http://sherlyintanamalia.blogspot.com/2012/04/interaksi-terumbu-karang-denganbiota.html
Interaksi Terumbu Karang dengan Biota Laut
1.
Interaksi Antara Terumbu Karang dan Algae
Peran ekologis terumbu karang yang sedang menjadi sorotan adalah berfungsinya terumbu karang sebagai carbon sink atau penyerap karbon yang dapat memperkecil gas rumah kaca (Green House Gas/GSG). Karbon dituduh sebagai gas utama yang dapat merusak lapisan ozon yang dapat berakibat pada terjadinya pemanasan global (global warming) dan perubahan iklim global (Global Climate Change). Terumbu karang dengan keunikan simbiosisnya yaitu antara hewan karang dengan flora zooxanthellae mampu menyerap karbon untuk proses fotosintesis dengan menghasilkan oksigen. Penyerapan karbon tersebut dapat mengurangi jumlah karbon yang ada diatmosfir. Peranan alga zooxanthellae dalam tubuh coral dapat memanfaatkan atau menyerap karbon sebagai sumber energi dalam proses fotosintesis. Proses fotosisntensis yang terjadi pada simbiosis coral-algae dapat memicu terjadinya poses kalsifikasi yang menjadikan hewan karang dapat membuat terumbu. Terumbu karang inilah yang merupakan habitat bagi banyak biota laut. Fungsi bangunan terumbu sebagian besar dibentuk oleh karang pembangun terumbu (hermatypic), yang membentuk endapan kapur (aragonit) massif. Karang hermatypic mengandung alga simbion zooxanthellae yang sangat mempercepat proses klasifikasi, dengan demikian memungkinkan karang inangnya membangun koloni massif. Zooxanthellae memberikan makanan bagi coral yang dibentuk melalui proses fotosintesis, sebaliknya coral memberikan perlindungan dan akses terhadap cahaya kepada zooxanthellae. Maka terjadilah simbiosis mutualisme yang unik antara karang (coral) hermatipik dengan zooxanthellae. Karang sebagai “inang” dan simbion terumbu karang adalah alga fotosintetik dinoflagellata yang tinggal dalam jaringan endodermis dalam sel-sel hewan inang. Dengan demikian simbiosis berlangsung sangat erat (endosimbiosis intraseluler). Zooxanthellae terkonsentrasi dalam sel gastrodermal polip dan tentakel. Selama fotosisntesis berlangsung, zooxanthellae memfiksasi sejumlah besar karbon yang dilewatkan pada polip inangnya. Karbon ini sebagian besar dalam bentuk gliserol termasuk didalamnya glukosa dan alanin. Produk kimia ini digunakan oleh polip untuk menjalankan fungsi metaboliknya atau sebagai pembangun blok-blok dalam rangkaian protein, lemak dan karbohidrat. Zooxanthellae juga meningkatkan
kemampuan coral dalam menghasilkan kalsium karbonat. Hasil fotosintesis zooxanthellae yang dimanfaatkan oleh karang, jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan proses respirasi karang tersebut dan sumber makanan karang 75-99% berasal dari zooxanthellae. Zooxanthellae menerima nutrien organik penting dari coral inang yang dilewatkan ke zooxanthellae sebagai produk kotoran hewan. Gambar 1. Simbiosis Mutualisme Alga Dengan Terumbu Karang
(Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Terumbu_karang)
2.
Interaksi Antara Terumbu Karang dan Ikan Karang
Ikan dapat memiliki peran penting dalam jaring makanan pada ekosistem terumbu karang, perannya dapat sebagai mangsa atau pemangsa. Kelebihan dari sisa makanan dan kotoran yang dihasilkan menyediakan makanan dan nutrisi bagi populasi yang lain. Secara visual terlihat bahwa ekosistem terumbu karang di dominasi oleh karang dan ikan-ikan karang. Hal ini terjadi karena invertebrata-invertebrata lain tersembunyi dari penglihatan disebabkan besarnya tekanan pemangsaan pada terumbu. Jumlah hewan-hewan yang hidup diantara terumbu karang sangat banyak dan dapat diklasifikasikan sebagai predator. Interaksi spesies ikan karang dan ekosistem terumbu karang meliputi : a. Pemangsaan.
Dua kelompok ikan yang secara aktif memakan koloni-koloni karang adalah : (a) spesies yang memakan polip-polip karang mereka sendiri seperti ikan buntal (Tetraodontidae), ikan kuli pasir (Monacanthidae), ikan pakol (Balistidae) dan ikan kepe-kepe (Chaetodontidae). (b) sekelompok omnivora yang memindahkan polip karang untuk mendapatkan alga atau invertebrata yang hidup dalam lubang kerangka karang. b. Grazzing. Kegiatan memakan alga oleh ikan-ikan herbivora dari jenis Siganiidae, Pomacentridae, Acanthuridae dan Scaridae yang mampu meningkatkan kemampuan karang dalam melakukan pemulihan dengan mengurangi jumlah alga. Salah satu contohnya yaitu Parrotfish (Scaridae) kebanyakan merupakan herbivora meskipun ada beberapa yang juga memakan hewan karang. Parrotfish memiliki paruh seperti burung parrot yang berfungsi untuk mengikis algae dari terumbu karang. Aktivitas grazzing ikan ini memiliki arti penting bagi ekosistem terumbu karang. Aktivitas grazzing ini mampu mengendalikan populasi algae, populasi algae yang berlebih akan mematikan terumbu karang. Terumbu karang merupakan hewan yang termasuk dalam filum Cnidaria kelas Anthozoa. Terumbu karang bersimbiosis dengan algae zooxanhellae. Blomming algae pada permukaan terumbu karang akan mengambat fotosintesis dari zooxanthellae sehingga terumbu karang akan mengalami kematian. Selain itu aktivitas grazzing parrotfish juga menyumbangkan substrat pasir bagi ekosistem terumbu karang (bioerosion). Gigi faringeal parrotfish terus mengalami pertumbuhan sehingga mereka harus terus memakan dan menggerus batu. Parrotfish akan mengekskresikan pasir sebagai sisa metabolisme mereka. Namun, pada dasarnya ikan parrot terkadang menggunakan benjolan di kepala mereka untuk menabrak karang dan memecahkannya. Dan hal ini memungkinkan terumbu karang rusak olehnya.
http://id.wikipedia.org/wiki/Terumbu_karang
Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae.[1] Terumbu karang termasuk dalam jenis filum Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki tentakel.[1] Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul, Morfologi dan Fisiologi.[2] Koloni karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut Polip.[3] Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh Tentakel.[3] Namun pada
kebanyakan Spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni.[4] Hewan ini memiliki bentuk unik dan warna beraneka rupa serta dapat menghasilkan CaCO3.[1] Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai spesies tumbuhan laut, hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya yang belum diketahui.[1]
Daftar isi
1 Istilah
2 Habitat o
2.1 Kondisi optimum
o
2.2 Di Indonesia dan Indo Pasifik
3 Manfaat
4 Klasifikasi o
o
o
2.1.1 Fotosintesis
4.1 Berdasarkan kemampuan memproduksi kapur
4.1.1 Karang hermatipik
4.1.2 Karang ahermatipik
4.2 Berdasarkan bentuk dan tempat tumbuh
4.2.1 Terumbu (reef)
4.2.2 Karang (koral)
4.2.3 Karang terumbu
4.2.4 Terumbu karang
4.3 Berdasarkan letak[1]
4.3.1 Terumbu karang tepi
4.3.2 Terumbu karang penghalang
4.3.3 Terumbu karang cincin
4.3.4 Terumbu karang datar
o
4.4 Berdasarkan zonasi
4.4.1 Terumbu yang menghadap angin
4.4.2 Terumbu yang membelakangi angin
5 Kerusakan terumbu karang
6 Referensi
Istilah Terumbu karang secara umum dapat dinisbatkan kepada struktur fisik beserta ekosistem yang menyertainya yang secara aktif membentuk sedimen kalsium karbonat akibat aktivitas biologi (biogenik) yang berlangsung di bawah permukaan laut.[1] Bagi ahli geologi, terumbu karang merupakan struktur batuan sedimen dari kapur (kalsium karbonat) di dalam laut, atau disebut singkat dengan terumbu.[1] Bagi ahli biologi terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang dibentuk dan didominasi oleh komunitas koral.[1] Dalam peristilahan 'terumbu karang', "karang" yang dimaksud adalah koral, sekelompok hewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai pembentuk utama terumbu.[5] Terumbu adalah batuan sedimen kapur di laut, yang juga meliputi karang hidup dan karang mati yang menempel pada batuan kapur tersebut.[5] Sedimentasi kapur di terumbu dapat berasal dari karang maupun dari alga.[5] Secara fisik terumbu karang adalah terumbu yang terbentuk dari kapur yang dihasilkan oleh karang.[5] Di Indonesia semua terumbu berasal dari kapur yang sebagian besar dihasilkan koral.[5] Kerangka karang mengalami erosi dan terakumulasi menempel di dasar terumbu.[5]
Habitat Terumbu karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau daerah yang masih terkena cahaya matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut.[1] Beberapa tipe terumbu karang dapat hidup jauh di dalam laut dan tidak memerlukan cahaya, namun terumbu karang tersebut tidak bersimbiosis dengan zooxanhellae dan tidak membentuk karang.[1] Ekosistem terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi, Eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami (pristine).[2] Demikian halnya dengan perubahan suhu lingkungan akibat pemanasan global yang melanda perairan tropis pada tahun 1998 telah menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) yang diikuti dengan kematian massal mencapai 90-95%.[2] Selama peristiwa pemutihan tersebut, rata-rata suhu permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3 °C di atas suhu normal.[2] Kondisi optimum
Untuk dapat bertumbuh dan berkembang biak secara baik, terumbu karang membutuhkan kondisi lingkungan hidup yang optimal, yaitu pada suhu hangat sekitar di atas 20oC.[1] Terumbu karang juga memilih hidup pada lingkungan perairan yang jernih dan tidak berpolusi.[1] Hal ini dapat berpengaruh pada penetrasi cahaya oleh terumbu karang.[1] Beberapa terumbu karang membutuhkan cahaya matahari untuk melakukan kegiatan fotosintesis. [1] Polip-polip penyusun terumbu karang yang terletak pada bagian atas terumbu karang dapat menangkap makanan yang terbawa arus laut dan juga melakukan fotosintesis.[1] Oleh karena itu, oksigen-oksigen hasil fotosintesis yang terlarut dalam air dapat dimanfaatkan oleh spesies laut lainnya.[1] Hewan karang sebagai pembangun utama terumbu adalah organisme laut yang efisien karena mampu tumbuh subur dalam lingkungan sedikit nutrien (oligotrofik).[2] Fotosintesis
Proses fotosintesis oleh alga menyebabkan bertambahnya produksi kalsium karbonat dengan menghilangkan karbon dioksida dan merangsang reaksi kimia sebagai berikut[6]: Ca(HCO3) CaCO3 + H2CO3 H2O + CO2 Fotosintesis oleh algae yang bersimbiosis membuat karang pembentuk terumbu menghasilkan deposit cangkang yang terbuat dari kalsium karbonat, kira-kira 10 kali lebih cepat daripada karang yang tidak membentuk terumbu (ahermatipik) dan tidak bersimbiose dengan zooxanthellae.[3] Di Indonesia dan Indo Pasifik
Terumbu karang merupakan salah satu komponen utama sumber daya pesisir dan laut, disamping hutan bakau atau hutan mangrove dan padang lamun.[7] Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada didalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya.[7] Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2, yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan Timur Indonesia.[7] Contohnya adalah ekosistem terumbu karang di perairan Maluku dan Nusa Tenggara.[5] Indonesia merupakan tempat bagi sekitar 1/8 dari terumbu karang Dunia dan merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman biota perairan dibanding dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya.[7] Bentangan terumbu karang yang terbesar dan terkaya dalam hal jumlah spesies karang, ikan, dan moluska terdapat pada regional Indo-Pasifik yang terbentang mulai dari Indonesia sampai ke Polinesia dan Australia lalu ke bagian barat yaitu Samudera Pasifik sampai Afrika Timur.[8]
Manfaat
karang sebagai tempat hidup ikan
Terumbu karang mengandung berbagai manfaat yang sangat besar dan beragam, baik secara ekologi maupun ekonomi.[9] Estimasi jenis manfaat yang terkandung dalam terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung.[7] Manfaat dari terumbu karang yang langsung dapat dimanfaatkan oleh manusia adalah[3]:
sebagai tempat hidup ikan yang banyak dibutuhkan manusia dalam bidang pangan, seperti ikan kerapu, ikan baronang, ikan ekor kuning), batu karang,
pariwisata, wisata bahari melihat keindahan bentuk dan warnanya.
penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya yang terkandung di dalamnya.
Sedangkan yang termasuk dalam pemanfaatan tidak langsung adalah sebagai penahan abrasi pantai yang disebabkan gelombang dan ombak laut, serta sebagai sumber keanekaragaman hayati.[9].
Klasifikasi Berdasarkan kemampuan memproduksi kapur Karang hermatipik
Karang hermatifik adalah karang yang dapat membentuk bangunan karang yang dikenal menghasilkan terumbu dan penyebarannya hanya ditemukan di daerah tropis.[10] Karang hermatipik bersimbiosis mutualisme dengan zooxanthellae, yaitu sejenis algae uniseluler (Dinoflagellata unisuler), seperti Gymnodinium microadriatum, yang terdapat di jaringanjaringan polip binatang karang dan melaksanakan Fotosintesis.[6] Dalam simbiosis, zooxanthellae menghasilkan oksigen dan senyawa organik melalui fotosintesis yang akan dimanfaatkan oleh karang, sedangkan karang menghasilkan komponen inorganik berupa nitrat, fosfat dan karbon dioksida untuk keperluan hidup zooxanthellae[2]. Hasil samping dari aktivitas ini adalah endapan
kalsium karbonat yang struktur dan bentuk bangunannya khas.[8] Ciri ini akhirnya digunakan untuk menentukan jenis atau spesies binatang karang.[8] Karang hermatipik mempunyai sifat yang unik yaitu perpaduan antara sifat hewan dan tumbuhan sehingga arah pertumbuhannya selalu bersifat Fototropik positif.[8] Umumnya jenis karang ini hidup di perairan pantai /laut yang cukup dangkal dimana penetrasi cahaya matahari masih sampai ke dasar perairan tersebut.[8] Disamping itu untuk hidup binatang karang membutuhkan suhu air yang hangat berkisar antara 25-32 °C.[8]. Karang ahermatipik
Karang ahermatipik tidak menghasilkan terumbu dan ini merupakan kelompok yang tersebar luas diseluruh dunia.[10] Berdasarkan bentuk dan tempat tumbuh Terumbu (reef)
Endapan masif batu kapur (limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3), yang utamanya dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain, seperti alga berkapur, yang mensekresi kapur, seperti alga berkapur dan Mollusca.[10] Konstruksi batu kapur biogenis yang menjadi struktur dasar suatu ekosistem pesisir.[8] Dalam dunia navigasi laut, terumbu adalah punggungan laut yang terbentuk oleh batuan kapur (termasuk karang yang masuh hidup)di laut dangkal.[8] Karang (koral)
Disebut juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari Ordo Scleractinia, yang mampu mensekresi CaCO3.[8] Karang batu termasuk ke dalam Kelas Anthozoa yaitu anggota Filum Coelenterata yang hanya mempunyai stadium polip.[2] Dalam proses pembentukan terumbu karang maka karang batu (Scleratina) merupakan penyusun yang paling penting atau hewan karang pembangun terumbu.[10] Karang adalah hewan klonal yang tersusun atas puluhan atau jutaan individu yang disebut polip.[8] Contoh makhluk klonal adalah tebu atau bambu yang terdiri atas banyak ruas.[8] Karang terumbu
Pembangun utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang hermatipik (hermatypic coral) atau karang yang menghasilkan kapur.[8] Karang terumbu berbeda dari karang lunak yang tidak menghasilkan kapur, berbeda dengan batu karang (rock) yang merupakan batu cadas atau batuan vulkanik.[8] Terumbu karang
Ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3) khususnya jenis-jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenis-jenis moluska, Krustasea, Echinodermata, Polikhaeta, Porifera, dan
Tunikata serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis Plankton dan jenis-jenis nekton.[6] Berdasarkan letak[1] Terumbu karang tepi
Terumbu karang tepi atau karang penerus atau fringing reefs adalah jenis terumbu karang paling sederhana dan paling banyak ditemui di pinggir pantai yang terletak di daerah tropis. Terumbu karang tepi berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal. Contoh: Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali). Terumbu karang penghalang
Secara umum, terumbu karang penghalang atau barrier reefs menyerupai terumbu karang tepi, hanya saja jenis ini hidup lebih jauh dari pinggir pantai. Terumbu karang ini terletak sekitar 0.52 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus. Contoh: Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah). Terumbu karang cincin
atolls
Terumbu karang cincin atau attols merupakan terumbu karang yang berbentuk cincin dan berukuran sangat besar menyerupai pulau. Atol banyak ditemukan pada daerah tropis di Samudra Atlantik. Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau-pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan.
Terumbu karang datar
Terumbu karang datar atau gosong terumbu (patch reefs), kadang-kadang disebut juga sebagai pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu (Aceh) Berdasarkan zonasi Terumbu yang menghadap angin
Terumbu yang menghadap angin (dalam bahasa Inggris: Windward reef) Windward merupakan sisi yang menghadap arah datangnya angin.[1] Zona ini diawali oleh lereng terumbu yang menghadap ke arah laut lepas.[1] Di lereng terumbu, kehidupan karang melimpah pada kedalaman sekitar 50 meter dan umumnya didominasi oleh karang lunak.[1] Namun, pada kedalaman sekitar 15 meter sering terdapat teras terumbu yang memiliki kelimpahan karang keras yang cukup tinggi dan karang tumbuh dengan subur.[1] Mengarah ke dataran pulau atau gosong terumbu, di bagian atas teras terumbu terdapat penutupan alga koralin yang cukup luas di punggungan bukit terumbu tempat pengaruh gelombang yang kuat.[1] Daerah ini disebut sebagai pematang alga.[1] Akhirnya zona windward diakhiri oleh rataan terumbu yang sangat dangkal.[1] Terumbu yang membelakangi angin
Terumbu yang membelakangi angin (Leeward reef) merupakan sisi yang membelakangi arah datangnya angin.[1] Zona ini umumnya memiliki hamparan terumbu karang yang lebih sempit daripada windward reef dan memiliki bentangan goba (lagoon) yang cukup lebar.[1] Kedalaman goba biasanya kurang dari 50 meter, namun kondisinya kurang ideal untuk pertumbuhan karang karena kombinasi faktor gelombang dan sirkulasi air yang lemah serta sedimentasi yang lebih besar.[1]
Kerusakan terumbu karang Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi terumbu karang terbesar di dunia.[9] Luas terumbu karang di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 60.000 km2.[9] Hal tersebut membuat Indonesia menjadi negara pengekspor terumbu karang pertama di dunia.[9] Dewasa ini, kerusakan terumbu karang, terutama di Indonesia meningkat secara pesat.[9] Terumbu karang yang masih berkondisi baik hanya sekitar 6,2%.[9] Kerusakan ini menyebabkan meluasnya tekanan pada ekosistem terumbu karang alami.[9] Meskipun faktanya kuantitas perdagangan terumbu karang telah dibatasi oleh Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), laju eksploitasi terumbu karang masih tinggi karena buruknya sistem penanganannya.[3]
Beberapa aktivitas manusia yang dapat merusak terumbu karang[11]:
membuang sampah ke laut dan pantai yang dapat mencemari air laut
membawa pulang ataupun menyentuh terumbu karang saat menyelam, satu sentuhan saja dapat membunuh terumbu karang
pemborosan air, semakin banyak air yang digunakan maka semakin banyak pula limbah air yang dihasilkan dan dibuang ke laut.
penggunaan pupuk dan pestisida buatan, seberapapun jauh letak pertanian tersebut dari laut residu kimia dari pupuk dan pestisida buatan pada akhinya akan terbuang ke laut juga.
Membuang jangkar pada pesisir pantai secara tidak sengaja akan merusak terumbu karang yang berada di bawahnya.
terdapatnya predator terumbu karang, seperti sejenis siput drupella.
penambangan
pembangunan pemukiman
reklamasi pantai
polusi
penangkapan ikan dengan cara yang salah, seperti pemakaian bom ikan
Padang lamun
http://alvadianfadhila25.blogspot.com/2013/05/ekosistempadang-lamun-di-teluk-banten.html
PENDAHULUAN A.Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh karena itu Indonesia di kenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan berbagai biota laut baik flora maupun fauna. Demikian luas serta keragaman jasad– jasad hidup di dalam yang kesemuanya membentuk dinamika kehidupan di laut yang saling berkesinambungan (Nybakken 1988). Ekosistem laut merupakan suatu kumpulan integral dari berbagai komponen abiotik (fisika-kimia) dan biotik (organisme hidup) yang berkaitan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk suatu unit fungsional. Komponen- komponen ini secara fungsional tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Apabila terjadi perubahan pada salah satu dari komponen-komponen tersebut maka akan menyebabkan perubahan pada komponen lainnya. Perubahan ini tentunya dapat mempengaruhi keseluruhan sistem yang ada, baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun dalam keseimbangannya. Pada saat ini, perhatian terhadap biota laut semakin meningkat dengan munculnya kesadaran dan minat setiap lapisan masyarakat akan pentingnya lautan. Menurut Bengen (2001) laut sebagai penyedia sumber daya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan, tambang mineral, dan energi, media komunikasi maupun kawasan rekreasi atau pariwisata. Karena itu wilayah pesisir dan lautan merupakan tumpuan harapan manusia dalam pemenuhan kebutuhan di masa datang. Salah satu sumber daya laut yang cukup potensial untuk dapat dimanfaatkan adalah lamun, Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae) yang berbiji satu (monokotil) dan mempunyai akar rimpang, daun, bunga dan buah. Dimana secara ekologis lamun mempunyai beberapa fungsi penting di daerah pesisir. Lamun merupakan produktifitas primer di perairan dangkal di seluruh dunia dan merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme. Menurut
Nybakken (1988), biomassa padang lamun secara kasar berjumlah 700 g bahan kering/m2, sedangkan produktifitasnya adalah 700 g karbon/m2/hari. Oleh sebab itu padang lamun merupakan lingkungan laut dengan produktifitas tinggi. Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktifitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang cukup tinggi. Pada ekosistem, ini hidup beraneka ragam biota laut seperti ikan, krustacea, moluska ( Pinna sp, Lam bis sp, Strombus sp), Ekinodermata ( Holothuria sp, Synapta sp, Diadema sp, Arcbaster sp, Linckia sp) dan cacing ( Polichaeta) (Bengen, 2001). Lamun dapat ditemukan di seluruh dunia kecuali di daerah kutub. Lebih dari 52 jenis lamun yang telah ditemukan. Di Indonesia hanya terdapat 7 genus dan sekitar 15 jenis yang termasuk
ke dalam 2 famili yaitu : Hydrocharitacea ( 9 marga, 35
jenis ) dan Potamogetonaceae (3 marga, 15 jenis). Jenis yang membentuk komunitas padang lamun tunggal, antara lain : Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodoceae serulata, dan Thallasiadendron ciliatum Dari beberpa jenis lamun, Thalasiadendron ciliatum mempunyai sebaran yang terbatas, sedangkan Halophila spinulosa tercatat di daerah Riau, Anyer, Baluran, Irian Jaya, Belitung dan Lombok. Begitu pula Halophila decipiens baru ditemukan di Teluk Jakarta, Teluk Moti-Moti dan Kepulaun Aru (Den Hartog, 1970; Askab, 1999; Bengen 2001). Lamun pada umumnya dianggap sebagai kelompok tumbuhan yang homogen. Lamun terlihat mempunyai kaitan dengan habitat dimana banyak lamun (Thalassia) adalah substrat dasar dengan pasir kasar. Menurut Haruna (Sangaji, 1994) juga mendapatkan Enhalus acoroides dominan hidup pada substrat dasar berpasir dan pasir sedikit berlumpur dan kadang-kadang terdapat pada dasar yang terdiri atas campuran pecahan karang yang telah mati. Keberadaan lamun pada kondisi habitat tersebut,
tidak
terlepas
dan
ganguan
atau
ancaman-ancaman
terhadap
kelangsungan hidupnya baik berupa ancaman alami maupun ancaman dari aktivitas manusia.
B.Tujuan
Untuk mengetahui perkembangan dan permasalahan yang terjadi pada ekosistem padang lamun.
C.Ruang Lingkup Teluk Banten
D.Rumusan masalah Apakah permasalahan yang terjadi pada ekologi padang lamun di teluk Banten?
Studi Pustaka Pengertian Ekosistem Ekosistem adalah tatanan dari satuan unsur-unsur lingkungan hidup dan kehidupan (biotik maupun abiotik) secara utuh dan menyeluruh, yang saling mempengaruhi dan saling tergantung satu dengan yang lainnya. Ekosistem mengandung keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas dengan lingkungannya yang berfungsi sebagai suatu satuan interaksi kehidupan dalam alam (Dephut, 1997). Ekosistem, yaitu tatanan kesatuan secara kompleks di dalamnya terdapat habitat, tumbuhan, dan binatang yang dipertimbangkan sebagai unit kesatuan secara utuh, sehingga semuanya akan menjadi bagian mata rantai siklus materi dan aliran energi (Woodbury, 1954 dalam Setiadi, 1983). Ekosistem, yaitu tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi (UU Lingkungan Hidup Tahun 1997). Unsur-unsur lingkungan hidup baik unsur biotik maupun abiotik, baik makhluk hidup maupun benda mati, semuanya tersusun sebagai satu kesatuan dalam ekosistem yang masing-masing tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa hidup sendiri, melainkan
saling berhubungan, saling mempengaruhi, saling berinteraksi, sehingga tidak dapat dipisah-pisahkan.
Pengertian Lamun Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae) yang berbiji satu (monokotil) dan mempunyai akar rimpang, daun, bunga dan buah. Jadi sangat berbeda dengan rumput laut (algae) (Wood et al., 1969; Thomlinson, 1974; Azkab, 1999). Jadi sangat berbeda dengan rumput laut (algae) (Wood et al. 1969; Thomlinson 1974; Askab 1999). Lamun dapat ditemukan di seluruh dunia kecuali di daerah kutub. Padang lamun adalah ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi yang dominan. Lamun (seagrass) adalah kelompok tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) dan berkeping tunggal (Monokotil) yang mampu hidup secara permanen di bawah permukaan air laut (Sheppard et al., 1996). Komunitas lamun berada di antara batas terendah daerah pasangsurut sampai kedalaman tertentu dimana cahaya matahari masih dapat mencapai dasar laut (Sitania, 1998).
Karena pola hidup lamun sering berupa hamparan maka dikenal juga istilah padang lamun (Seagrass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu area pesisir/laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan padat atau jarang. Lamun umumnya membentuk padang lamun yang luas di dasar laut yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi pertumbuhannya. Lamun hidup di perairan yang dangkal dan jernih, dengan sirkulasi air yang baik. Air yang bersirkulasi diperlukan untuk menghantarkan zat-zat hara dan oksigen, serta mengangkut hasil metabolisme lamun ke luar daerah padang lamun.
Hampir semua tipe substrat dapat ditumbuhi lamun, mulai dari substrat berlumpur sampai berbatu. Namun padang lamun yang luas lebih sering ditemukan di substrat lumpur-berpasir yang tebal antara hutan rawa mangrove dan terumbu karang. Sedangkan sistem (organisasi) ekologi padang lamun yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik disebut Ekosistem Lamun (Seagrass ecosystem).Habitat tempat hidup lamun adalah perairan dangkal agak berpasir dan sering juga dijumpai di terumbu karang. Di seluruh dunia diperkirakan terdapat sebanyak 52 jenis lamun, di mana di Indonesia ditemukan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili: (1) Hydrocharitaceae, dan (2) Potamogetonaceae. Jenis yang membentuk komunitas padang lamun tunggal, antara lain: Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodocea serrulata, dan Thallassodendron ciliatum. Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang juga cukup tinggi. Pada ekosistem ini hidup beraneka ragam biota laut (Gambar 17), seperti ikan, krustasea, moluska (Pinna sp., Lambis sp., Strombus sp.), Ekinodermata (Holothuria sp., Synapta sp., Diadema sp., Archaster sp., Linckia sp.), dan cacing Polikaeta.
Klasifikasi Tanaman lamun memiliki bunga, berpolinasi, menghasilkan buah dan menyebarkan bibit seperti banyak tumbuhan darat. Klasifikasi lamun adalah berdasarkan karakter tumbuh-tumbuhan. Selain itu, generasi di daerah tropis memiliki morfologi yang
berbeda sehingga pembedaan spesies dapat dilakukan dengan dasar gambaran morfologi dan anatomi. Lamun
merupakan
tumbuhan
laut
monokotil
yang
secara
utuh
memiliki
perkembangan sistem perakaran dan rhizoma yang baik. Pada sistem klasifikasi, lamun berada pada Sub kelas Monocotyledoneae, kelas Angiospermae. Dari 4 famili lamun yang diketahui, 2 berada di perairan Indonesia yaitu: 1. Hydrocharitaceae 2. Cymodoceae Famili Hydrocharitaceae dominan merupakan lamun yang tumbuh di air tawar sedangkan 3 famili lain merupakan lamun yang tumbuh di laut. Di seluruh dunia diperkirakan terdapat sebanyak 52 jenis lamun, di mana di Indonesia ditemukan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili: 1. Hydrocharitaceae, dan 2. Potamogetonaceae. Jenis yang membentuk komunitas padang lamun tunggal, antara lain: Thalassia hemprichii,
Enhalus
acoroides,
Thallassodendron
Halophila
ovalis,
Cymodocea
serrulata,
dan
ciliatum.
Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari beberapa adaptasi yang dilakukan termasuk toleransi terhadap salinitas yang tinggi, kemampuan untuk menancapkan akar di substrat sebagai jangkar, dan juga kemampuan untuk tumbuh dan melakukan reproduksi pada saat terbenam. Salah satu hal yang paling penting dalam adaptasi reproduksi lamun adalahhidrophilus yaitu kemampuannya untuk melakukan polinasi di bawah air.
Klasifikasi menurut den Hartog (1970) dan Menez, Phillips, dan Calumpong (1983) : Divisi
: Anthophyta
Kelas
: Angiospermae
Famili
: Potamogetonacea
Subfamili
: Zosteroideae
Genus
: Zostera , Phyllospadix, Heterozostera
Subfamili
: Posidonioideae
Genus
: Posidonia
Subfamili
: Cymodoceoideae
Genus
: Halodule, Cymodoceae, Syringodium, Amphibolis,
Thalassodendron Famili
: Hydrocharitaceae
Subfamili
: Hydrocharitaceae
Genus
: Enhalus
Subfamili
: Thalassioideae
Genus
: Thalassia
Subfamili
: Halophiloideae
Genus
: Halophila
Ciri-ciri Ekologis Menurut Den Hartog, 1977, Lamun mempunyai beberapa sifat yang menjadikannya mampu bertahan hidup di laut yaitu : 1. Terdapat di perairan pantai yang landai, di dataran lumpur/pasir 2. Pada batas terendah daerah pasang surut dekat hutan bakau atau di dataran terumbu karang 3. Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter, di perairan tenang dan terlindung
4. Sangat tergantung pada cahaya matahari yang masuk ke perairan 5. Mampu melakukan proses metabolisme termasuk daur generatif secara optimal jika keseluruhan tubuhnya terbenam air 6. Mampu hidup di media air asin 7. Mempunyai sistem perakaran yang berkembang baik
Karakter Sistem Vegetatif 1. Karakteristik Sistem Vegetatif Bentuk vegetatif lamun memperlihatkan karakter tingkat keseragaman yang tinggi, hampir semua genera memiliki rhizoma yang sudah berkembang dengan baik dan bentuk daun yang memanjang (linear) atau berbentuk sangat panjang seperti ikat pinggang (belt), kecuali jenis Halophila memiliki bentuk lonjong. Gambar . Morfologi Lamun Berbagai bentuk pertumbuhan tersebut mempunyai kaitan dengan perbedaan ekologik lamun (den Hartog, 1977). Misalnya Parvozosterid dan Halophilid dapat dijumpai pada hampir semua habitat, mulai dari pasir yang kasar sampai lumpur yang lunak, mulai dari daerah dangkal sampai dalam, mulai dari laut terbuka sampai estuari. Magnosterid dapat dijumpai pada berbagai substrat, tetapi terbatas pada daerah sublitoral sampai batas rata-rata daerah surut. Secara umum lamun memiliki bentuk luar yang sama, dan yang membedakan antar spesies adalah keanekaragaman bentuk organ sistem vegetatif. Menjadi tumbuhan yang memiliki pembuluh, lamun juga memiliki struktur dan fungsi yang sama dengan tumbuhan darat yaitu rumput. Berbeda dengan rumput laut (marine alga/seaweeds), lamun memiliki akar sejati, daun, pembuluh internal yang merupakan •
Akar
sistem
yang
menyalurkan
nutrien,
air,
dan
gas.
Terdapat perbedaan morfologi dan anatomi akar yang jelas antara jenis lamun yang dapat
digunakan
untuk
taksonomi.
Akar
pada
beberapa
spesies
seperti
Halophiladan Halodulememiliki karakteristik tipis (fragile), seperti rambut, diameter kecil, sedangkan spesiesThalass odendr on memiliki akar yang kuat dan berkayu dengan sel epidermal. Jika dibandingkan dengan tumbuhan darat, akar dan akar rambut lamun tidak berkembang dengan baik. Namun, beberapa penelitian memperlihatkan bahwa akar dan rhizoma lamun memiliki fungsi yang sama dengan tumbuhan darat. Akar-akar halus yang tumbuh di bawah permukaan rhizoma, dan memiliki adaptasi khusus (contoh : aerenchyma, sel epidermal) terhadap lingkungan perairan. Semua akar memiliki pusat stele yang dikelilingi oleh endodermis. Stele mengandung phloem (jaringan transport nutrien) dan xylem (jaringan yang menyalurkan air) yang sangat tipis. Karena akar lamun tidak berkembang baik untuk menyalurkan air maka dapat dikatakan bahwa lamun tidak berperan penting dalam penyaluran air. Patriquin (1972) menjelaskan bahwa lamun mampu untuk menyerap nutrien dari dalam substrat (interstitial) melalui sistem akar-rhizoma. Selanjutnya, fiksasi nitrogen yang dilakukan oleh bakteri heterotropik di dalam rhizosper Halophila ovalis, Enhalus acoroides, Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii cukup tinggi lebih dari 40 mg N.m-2.day-1. Koloni bakteri yang ditemukan di lamun memiliki peran yang penting dalam penyerapan nitrogen dan penyaluran nutrien oleh akar. Fiksasi nitrogen merupakan proses yang penting karena nitrogen merupakan unsur dasar yang penting dalam metabolisme untuk menyusun struktur komponen sel. Diantara banyak fungsi, akar lamun merupakan tempat menyimpan oksigen untuk proses fotosintesis yang dialirkan dari lapisan epidermal daun melalui difusi sepanjang sistem lakunal (udara) yang berliku-liku. Sebagian besar oksigen yang disimpan di akar dan rhizoma digunakan untuk metabolisme dasar sel kortikal dan epidermis seperti yang dilakukan oleh mikroflora di rhizospher. Beberapa lamun diketahui mengeluarkan oksigen melalui akarnya (Halophila ovalis) sedangkan spesies lain (Thallassia testudinum) terlihat menjadi lebih baik pada kondisi anoksik. Larkum et al (1989) menekankan bahwa transport oksigen ke akar mengalami penurunan tergantung kebutuhan metabolisme sel epidermal akar dan mikroflora yang berasosiasi. Melalui sistem akar dan rhizoma, lamun dapat memodifikasi sedimen di sekitarnya melalui transpor oksigen dan kandungan kimia lain. Kondisi
ini juga dapat menjelaskan jika lamun dapat memodifikasi sistem lakunal berdasarkan tingkat anoksia di sedimen. Dengan demikian pengeluaran oksigen ke sedimen merupakan fungsi dari detoksifikasi yang sama dengan yang dilakukan oleh tumbuhan darat. Kemampuan ini merupakan adaptasi untuk kondisi anoksik yang sering ditemukan pada substrat yang memiliki sedimen liat atau lumpur. Karena akar lamun merupakan tempat untuk melakukan metabolisme aktif (respirasi) maka konnsentrasi CO2 di jaringan akar relatif tinggi. •
Rhizoma dan Batang
Semua lamun memiliki lebih atau kurang rhizoma yang utamanya adalah herbaceous, walaupun pada Thallasodendron ciliatum (percabangan simpodial) yang memiliki rhizoma berkayu yang memungkinkan spesies ini hidup pada habitat karang yang bervariasi dimana spesies lain tidak bisa hidup. Kemampuannya untuk tumbuh pada substrat yang keras menjadikan Thallasodendron ciliatum memiliki energi yang kuat dan dapat hidup berkoloni disepanjang hamparan terumbu karang. Struktur rhizoma dan batang lamun memiliki variasi yang sangat tinggi tergantung dari susunan saluran di dalam stele. Rhizoma, bersama sama dengan akar, menancapkan tumbuhan ke dalam substrat. Rhizoma seringkali terbenam di dalam substrat yang dapat meluas secara ekstensif dan memiliki peran yang utama pada reproduksi secara vegetatif dan reproduksi yang dilakukan secara vegetatif merupakan hal yang lebih penting daripada reproduksi dengan pembibitan karena lebih menguntungkan untuk penyebaran lamun. Rhizoma merupakan 60 – 80% biomas lamun. •
Daun
Seperti semua tumbuhan monokotil, daun lamun diproduksi dari meristem basal yang terletak pada potongan rhizoma dan percabangannya. Meskipun memiliki bentuk umum yang hampir sama, spesies lamun memiliki morfologi khusus dan bentuk anatomi yang memiliki nilai taksonomi yang sangat tinggi. Beberapa bentuk morfologi sangat mudah terlihat yaitu bentuk daun, bentuk puncak daun, keberadaan atau ketiadaan ligula. Contohnya adalah puncak daun Cymodocea serrulata berbentuk lingkaran dan berserat, sedangkan C. Rotundata datar dan halus. Daun lamun terdiri dari dua bagian yang berbeda yaitu pelepah dan daun.
Pelepah daun menutupi rhizoma yang baru tumbuh dan melindungi daun muda. Tetapi genus Halophila yang memiliki bentuk daun petiolate tidak memiliki pelepah. Anatomi yang khas dari daun lamun adalah ketiadaan stomata dan keberadaan kutikel yang tipis. Kutikel daun yang tipis tidak dapat menahan pergerakan ion dan difusi karbon sehingga daun dapat menyerap nutrien langsung dari air laut. Air laut merupakan sumber bikarbonat bagi tumbuh-tumbuhan untuk penggunaan karbon inorganik dalam proses fotosintesis.
FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap distribusi dan kestabilan ekosistem padang lamun :
Kecerahan
Penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan sangat mempengaruhi proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan lamun. Lamun membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi untuk proses fotosintesa tersebut dan jika suatu perairan mendapat pengaruh akibat aktivitas pembangunan sehingga meningkatkan sedimentasi pada badan air yang akhirnya mempengaruhi turbiditas maka akan berdampak buruk terhadap proses fotosintesis. Kondisi ini secara luas akan mengganggu produktivitas primer ekosistem lamun.
Temperatur
Secara umum ekosistem padang lamun ditemukan secara luas di daerah bersuhu dingin dan di tropis. Hal ini mengindikasikan bahwa lamun memiliki toleransi yang luas terhadap perubahan temparatur. Kondisi ini tidak selamanya benar jika kita hanya memfokuskan terhadap lamun di daerah tropis karena kisaran lamun dapat tumbuh optimal hanya pada temperatur 28-300C. Hal ini berkaitan dengan kemampuan proses fotosintesis yang akan menurun jika temperatur berada di luar kisaran tersebut.
Salinitas
Kisaran salinitas yang dapat ditolerir lamun adalah 10-40‰ dan nilai optimumnya adalah 35‰. Penurunan salinitas akan menurunkan kemampuan lamun untuk melakukan fotosintesis. Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi juga terhadap jenis dan umur. Lamun yang tua dapat mentoleransi fluktuasi salinitas yang besar. Salinitas juga berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih. Sedangkan kerapatan semakin meningkat dengan meningkatnya salinitas.
Substrat
Padang lamun hidup pada berbagai macam tipe sedimen, mulai dari lumpur sampai karang. Kebutuhan substrat yang utama bagi pengembangan padang lamun adalah kedalaman sedimen yang cukup. Peranan kedalaman substrat dalam stabilitas sedimen mencakup 2 hal yaitu : pelindung tanaman dari arus laut dan tempat pengolahan dan pemasok nutrien.
Kecepatan arus
Produktivitas padang lamun dipengaruhi oleh kecepatan arus.
Jenis Fauna dan Flora yang Terdapat Pada Padang Lamun
Padang
lamun
merupakan
ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang juga cukup tinggi. Pada ekosistem ini hidup beraneka ragam biota laut, seperti ikan, krustasea, moluska (Pinna sp., Lambis sp., Strombus sp.), Ekinodermata (Holothuria sp., Synapta sp., Diadema sp., Archastersp., Linckia sp.), dan cacing Polikaeta.
Ekosistem Padang Lamun di Perairan Indonesia Indonesia yang memiliki panjang garis pantai 81.000 km, mempunyai padang lamun yang luas bahkan terluas di daerah tropika. Luas padang lamun yang terdapat di perairan Indonesia mencapai sekitar 30.000 km2 (Kiswara dan Winardi, 1994).
Pembahasan Teluk Banten (5055’-605’ LS dan 10605’-106015’BT) dengan kedalaman yang tidak lebih dari 10 m dan dasarnya disusun oleh lumpur dan pasir. Di perairan teluk banten ini ditemukan 7 spesies lamun yaitu Enhalus acoroides, Cymodocea
rotundata,
C.
serrulata,
Halodule
uninervis,
Halophila
ovalis,
Syringodium
isoetifolium, dan ThalassiaHemprichii. Dan dapat diketahui jenis lamun yang dominan di perairan ini adalah Enhalus acoroides.
contoh gambar : Enhalus acoroides
Lamun Enhalus acoroides adalah salah satu jenis lamun di perairan Indonesia yang umumnya hidup di sedimen berpasir atau berlumpur dan daerah dengan bioturbasi tinggi.
Rantai Makanan Pada Ekosistem Padang Lamun Ekosistem padang lamun di Teluk Banten memiliki produktivitas yang tinggi, sehingga biota-biotanya bervariasi contohnya ; ikan muda seperti ambassis sp yang paling
dominan,
jenis-jenis
moluska,
udang,
bivalve
dan
gastropoda
serta
echinodermata. Dalam sistem rantai makanan khususnya pada daun-daun lamun yang berasosiasi dengan alga kecil yang dikenal dengan periphyton dan epiphytic dari detritus yang merupakan sumber makanan terpenting bagi hewan-hewan kecil seperti ikan-ikan kecil dan invertebrate kecil contohnya ; beberapa jenis udang, kuda laut, bivalve, gastropoda, dan Echinodermata. Lamun juga mempunyai hubungan ekologis dengan ikan melalui rantai makanan dari produksi biomasanya. Epiphyte ini dapat tumbuh sangat subur dengan melekat pada permukaan daun lamun dan sangat di senangi oleh udang-udang kecil dan beberapa jenis ikan-ikan kecil. Disamping itu padang lamun juga dapat melindungi hewan-hewan kecil tadi
dari serangan predator. Selain itu, padang lamun diketahui mendukung berbagai jaringan rantai makanan, baik yang didasari oleh rantai herbivor maupun detrivor. Perubahan rantai makanan ini bisa terjadi karena adanya perubahan yang cepat dari perkembangan perubahan makanan oleh predator,dan adanya perubahan musiman terhadap melimpahnya makanan untuk fauna.
Selain duyung, manate dan penyu, tidak banyak jenis ikan dan invertebrata yang diketahui memakan daun-daun lamun ini.
Sehingga kemungkinan yang paling
besar, lamun ini menyumbang ke dalam ekosistem pantai melalui detritus, yakni serpih-serpih bahan organik (daun, rimpang dll.) yang membusuk yang diangkut arus laut dan menjadi bahan makanan berbagai organisme pemakan detritus (dekomposer). (Nybakken 1988). Dengan kata lain aliran energy di padang lamun itu sendiri terjadi karena adanya proses makan memakan baik itu secara langsung dari daun lamunnya terus di makan konsumen I maupun secara tidak langsung sebagai detritus dimakan oleh konsumen I dan seterusnya. Lamun yang mati akan kehilangan protein dan materi organic lain yang dimakan oleh fauna pada saat permulaan dekomposisi. Struktur karbohidrat diambil dari mikroflora (bakteri dan jamur). Banyak dari metozoa yang dapat mencerna protein bakteri dan serasah
daun lamun diekskresi oleh fauna dan bentuk yang belum dicerna akan didekomposisi lagi oleh mikroba decomposer sehingga sumbar detritus akan meningkat.
Tipe interaksi antara ekosistem padang lamun dengan ekosistem mangrovedan terumbu karang (Ogden dan Gladfelter, 1983 dalam Bengen, 2001) Aliran materi dari padang lamun ke sistem lain (terumbu karang atau mangrove) kecil sekali (NIENHUIS at al .1989). Jumlah materi yang di alirkan ke sistem lain di duga tidak mencapai 10% dari total produksi padang lamun. Dengan kata lain padang lamun ini merupakan sistem yang mandiri (self suistainable system). Namun kemandirian padang lamun tidak meniadakan kehadiran dari kepentingan interaksi biotik dari ekosistem sekitarnya. Sistem dipadang lamun diketahui sebagai suatu habitat untuk ratusan jenis-jenis hewan (NONTJI, 1987; HUTOMO & MARTOSEWOJO. 1977) Posisi padang lamun tropis yang terletak diantara mangrove dan terumbu karang yang
bertindak
sebagai
daerah
penyangga
yang
baik,
mengurangi
energi
gelombang dan mengalirkan nutrisi ke ekosistem terdekatnya. Tetapi interaksi ekosistem tersebut (mangrove, padang lamun dan terumbu karang) dalam hubungannya dengan degradasi penyangga adalah jelas keterkaitannya. Kerusakan
dari salah satu ekosistem dapat menyebabkan akibat jelek pada ekosistem lainnya dalam hubungannya dengan perubahan-perubahan keseimbangan lingkungan dan konsekwensinya akan merubah struktur komunitas keseluruhannya.
Data yang diperoleh mengenai produktifitas padang lamun di teluk banten adalah seperti dibawah ini:
Namun kini daerah padang lamun tersebut semakin menyempit dikarenakan aktivitas manusia seperti reklamasi atau pengurungan pantai untuk pembangunan atau perluasan industri di daerah tersebut yang ternyata menurut data yang diperoleh telah terjadi pengurangan seluas 25 ha. Sehingga pertumbuhan, produksi ataupun biomasanya akan mengalami penyusutan. Perlu dilakukan usaha-usaha untuk memperkecil penyempitan lahan itu melalui penelitian transplantasi dan restorasi padang lamun. Keberadaannya yang berada di daerah estuaria dan pesisir, yang merupakan perbatasan antara daratan dan lautan, menyebabkan padang lamun terancam oleh berbagai faktor yang disebabkan oleh manusia, selain juga oleh perubahan iklim global saat ini. Gangguan dan ancaman terhadap lamun pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua golongan yakni gangguan alam dan gangguan dari kegiatan manusia (antropogenik). a.
Gangguan Alam Selain kerusakan fisik akibat aktivitas kebumian, kerusakan lamun karena aktivitas hayati dapat pula menimbulkan dampak negatif pada keberadaan lamun.
Sekitar 10 – 15 % produksi lamun menjadi santapan hewan herbivor, yang kemudian masuk dalam jaringan makanan di laut. Di Indonesia, penyu hijau, beberapa jenis ikan, dan bulubabi, mengkonsumsi daun lamun. Duyung tidak saja memakan bagian dedaunannya tetapi juga sampai ke akar dan rimpangnya.
b.
Gangguan dari aktivitas manusia Pada dasarnya ada empat jenis kerusakan lingkungan perairan pantai yang disebabkan
oleh
kegiatan
manusia,
yang
bisa
memberikan
dampak
pada
lingkungan lamun di Teluk Banten:
1.
Kerusakan fisik Kerusakan fisik terhadap padang lamun telah dilaporkan terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Di Pulau Pari dan Teluk Banten, kerusakan padang lamun disebabkan oleh aktivitas perahu-perahu nelayan yang mengeruhkan perairan dan merusak padang lamun. Reklamasi dan pembangunan kawasan industri dan pelabuhan juga telah melenyapkan sejumlah besar daerah padang lamun seperti terjadi di Teluk Banten.
2.
Pencemaran laut Pencemaran laut dapat bersumber dari darat (land based) ataupun dari kegiatan di laut (sea based). Pencemaran asal darat dapat berupa limbah dari berbagai
kegiatan manusia di darat seperti limbah rumah tangga, limbah industri, limbah pertanian, atau pengelolaan lahan yang tak memperhatikan kelestarian lingkungan seperti pembalakan hutan yang menimbulkan erosi dan mengangkut sedimen ke laut. Bahan pencemar asal darat dialirkan ke laut lewat sungai-sungai atau limpasan (runoff).
3.
Penggunaan alat tangkap tak ramah lingkungan Beberapa alat tangkap ikan yang tak ramah lingkungan dapat menimbulkan kerusakan pada padang lamun seperti pukat harimau yang mengeruk dasar laut. Penggunaan bom dan racun sianida juga ditengarai menimbulkan kerusakan padang lamun.
4.
Tangkap lebih Salah satu tekanan berat yang menimpa ekosistem padang lamun adalah tangkap lebih (over fishing), yakni eksploitasi sumberdaya perikanan secara berlebihan hingga melampaui kemampuan ekosistem untuk segera memulihkan diri. Tangkap lebih bisa terjadi pada ikan maupun hewan lain yang berasosiasi dengan lamun. Banyak jenis ikan lamun yang kini semakin sulit dicari, dan ukurannya pun semakin kecil. Demikian pula teripang pasir (Holothuria scabra), dan keong lola (Trochus) yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, sekarang sudah sangat sulit dijumpai dalam alam. Duyung yang hidupnya bergantung sepenuhnya pada lamun kini telah menjadi hewan langka yang dilindungi, demikian pula dengan penyu, terutama penyu hijau.
Dalam pengelolaan padang lamun, yang terpenting adalah mengenali terlebih dahulu akar masalah rusaknya padang lamun yang pada dasarnya bersumber pada perilaku manusia yang merusaknya. Berdasar acuan tersebut maka akar masalah terjadinya kerusakan padang lamun dapat dikenali sebagai berikut:
1.
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang lamun dan perannya dalam lingkungan.
2.
Kemiskinan masyarakat
3.
Keserakahan mengeksploitasi sumberdaya laut
4.
Kebijakan pengelolaan yang tak jelas
5.
Kelemahan perundangan
6.
Penegakan hukum yang lemah
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Padang lamun adalah ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi yang dominan. Lamun (seagrass) adalah kelompok tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) dan berkeping tunggal (Monokotil) yang mampu hidup secara permanen di bawah permukaan air laut. Padang lamun memiliki peranan ekologis yang sangat penting, yaitu sebagai tempat asuhan, tempat berlindung, tempat mencari makan, tempat tinggal atau tempat migrasi berbagai jenis hewan. Banyak kegiatan atau proses, baik alami maupun oleh aktivitas manusia yang mengancam kelangsungan ekosistem lamun. kondisi padang lamun semakin menyusut oleh adanya kerusakan yang disebabkan oleh gangguan alam dan aktivitas manusia.
Saran Sebaiknya kita dapat membentuk suatu forum.Untuk melakukan pelestarian dan melindungi ekosistem laut seperti lamun,terumbukarang dan mangrove. Sebaiknya melakukan pendekatan terpadu yang melibatkan berbagai pihak untuk membuat solusi tepat dalam mempertahankan fungsi ekologis dari ekosistem yaitu pengelolaan pesisir secara terpadu atau Integrated Coastal Management (ICM).
http://andrynugrohoatmarinescience.wordpress.com/2011/04/0 4/ekologi-padang-lamun/
Ekologi Padang Lamun April 4, 2011 at 18:38 (Ekologi Laut Tropis) 1. Relung Istilah relung (nische) pertama kali dikemukakan oleh Joseph Grinnell pada tahun 1917. Menurut Grinner, relung merupakan bagian dari habitat yang disebut dengan mikrohabitat. Dengan pandangan seperti ini, Grinnell mengatakan bahwa setiap relung hanya dihuni oleh satu spesies. Pandangan relung yang dikemukakan oleh Grinnell inilah yang disebut dengan relung habitat. Contoh, jika kita mengatakan relung habitat dari lamun, maka kita akan menjelaskan mikrohabitat lamun tersebut. Dengan demikian kita harus menjelaskan faktor pembatas lamun dapat hidup. Misalnya, pada suhu dan salinitas berapa lamun dapat hidup. Setelah Grinnell, Charles Elton (1927) secara terpisah menyatakan bahwa relung merupakan fungsi atau peranan spesies di dalam komunitasnya. Maksud dari fungsi dan peranan ini adalah kedudukan suatu spesies dalam komunitas dalam kaitannya dengan peristiwa makan memakan dan pola-pola interaksi yang lain. Inilang yang disebut dengan relung trophik. Sebagai contoh kalau kita menyatakan relung trophik dari lamun di daerah pesisir, maka kita harus menjelaskan bahwa lamun itu makan apa dan dimakan oleh siapa, apakah dia herbivora, karnivora, atau omnivora, apakah dia bersifat competitor bagi yang lain, dll. Berbeda dengan Elton, maka Hutchinson (1958) menyatakan bahwa relung adalah kisaran berbagai variabel fisik dan kimia serta peranan biotik yang memungkinkan suatu spesies dapat bertahan hidup dan berkembang di dalam suatu komunitas. Inilah yang disebut dengan relung multidimensi (hipervolume). Sependapat dengan pengertian relung ini, maka Kendeigh (1980)
menyatakan bahwa relung ekologik merupakan gabungan khusus antara faktor fisik kimiawi (mikrohabitat) dengan kaitan biotik (peranan) yang diperlukan oleh suatu spesies untuk aktifitas hidup dan eksistensi yang terus menerus di dalam komunitas. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa relung multidimensi merupakan gabungan dari relung habitat dan relung trophik. Sebagai contoh, kalau menyatakan relung multidimensi dari tikus sawah, berarti kita menjelaskan tentang mikrohabitatnya dan sekaligus menjelaskan tentang apa makanannya dan siapa predatornya, dll. Sebagai perkembangan dari konsep-konsep relung terdahulu, maka Odum (1971) mengetengahkan konsep /relung azasi yang dinyatakan sebagai hipervolume yang sangat kompleks (n-hipervolume) yang berpenghuni abstrak maksimum bila suatu spesies tidak terhambat oleh spesies yang lain. Di samping itu, Odum (1971) menyatakan bahwa relung nyata adalah hipervolume yang lebih kecil yang dihuni oleh sejumlah individu yang masih mungkin mendapat pengaruh/hambatan dari spesies lain. Dimensi relung Dimensi relung adalah toleransi terhadap kondisi-kondisi yang bervariasi (kelembapan, pH, temperatur, kecepatan angin, aliran air, dan sebagainya) dan kebutuhannya akan sumber daya alam yang bervariasi. Di alam, dimensi relung suatu spesies bersifat multidimensi. Relung dua dimensi contohnya adalah hubungan temperatur dan salinitas sebagai bagian dari relung lamun di pantai. Untuk relung tiga dimensi, contohnya adalah hubungan temperatur, pH, dan ketersediaan makanan sebagai bagian dari relung suatu organisme. Klasifikasi Suatu spesies biasanya memiliki relung yang lebih besar pada saat ketidakhadiran predator dan kompetitor. Dengan kata lain, ada beberapa kombinasi terntentu dari kondisi dan sumber daya alam yang dapat membuat suatu spesies mempertahankan viabilitas (kehidupan) populasinya, hanya bila tidak sedang diberi pengaruh merugikan oleh musuh-musuhnya. Atas dasar ini, Hutchinson membedakan antara relung fundamental dengan relung realitas. Relung fundamental adalah gambaran dari potensi keseluruhan suatu spesies. Sementara relung realitas menggambarkan spektrum yang lebih terbatas akan kondisi-kondisi dan sumber daya alam yang dibutuhkan untuk bertahan, bahkan dengan kehadiran kompetitor dan predator. 2. Evolusi Evolusi merupakan proses perubahan struktur tubuh makhluk hidup yang berlangsung sangat lambat dan dalam kurun waktu yang sangat lama. Evolusi berjalan terus sepanjang masa. Evolusi menyebabkan keanekaragaman makhluk hidup.
Petunjuk adanya evolusi Beberapa bukti yang dianggap memberikan petunjuk adanya evolusi antara lain, 1. Variasi makhluk Hidup Tidak ada dua individu di dunia ini yang memmpunhyai suifat yang benr-benar sama. Hal ini menunjkkan adanya variasi. Variasi adalah perbedaan yang ditemukan pada individu-individu yang masih satu spesies. Jika varian tersebu hidup pada lingkingan yang berbeda maka akan menghasilkan keturunan yang berbeda pulan. Jadi adanya variasi merupakan petunjuk adanya evolusi yang menuju ke arah terbentuknya spesies baru. 2. Fosil Fosil-fosil yan ditemukan dalam lapisan bumi dari lapisan yan tua sampai yang uda menunjkkkan adanya perubahan secara berangsur-angsur. Denga membandingkan fosil-fosil yang ditemukan di berbagai lapisan bumi dapat diketahui adanya proses evolusi. Sejarah perkembangan kuda merupakan suatu conto yang paling terkenal untuk menerangklkan adanya perubahan-perubahan bentuk dari masa ke masa. 3. Homologi dan Organ analogi Tubuh Struktur organ tubuh dari berbagai hewan dapat dibedakan menjadi homologi dan analogi Homologi adalah organ-organ makhluk hidup yang mempunyai s bentuk asal ((dasar) yang sama, kemudian berubah strukturnya sehingga fungsinya berbeda. Misalnya sayap burung homolog dengan tangan manusia. Kaki depan kuda homolog dengansirip dad ikan paus. Analigi adalah organ-organ tubuh yang mempunyai fungsi sama tetapi bentuk salnya berbeda. Misalnya sayap serangga dengan sayap burung. 4. Embriologi Perbandingan Perkembangan zigot hewan vertebrata yang berkembang biak secara seksual menunjukkan adanya persamaan sampai pada fase tertentu. Hal tersebu menunjukkan adanya hubungan kekerabatan di antara golongan hewa vertebrat tersebut. 5. Petunjuk secara Biokimia Untuk menentukan jauh dekatnya hubungan kekerebatan antara organisme yang satu dengan yang lain dapat diuji secara biokimia yang disebut denga uji presipitin. Uji[peresipitin adalah menguji adanya reaksi antara antigen-antibodi. Banyak sedikitnya endapan yang terbentuik akibat reaksi tersebut dapat digunakan untuk menentuka jauh sdekatnya hubungan kekerabatan antara suatu organisme denga organisme yang lain. Perbandingan Fisiologi Organisme Organisme mempunyai ciri-ciri fisiologi yang sama, seperti respirasi, ekskresi dll. Meskipun ciri morfologi dan jumlah sel yang membentuk setiap organisme berbeda-beda, terdapat kemiripankemiripan dalam fisiologinya.
6. Petunjuk alat tubuh yang tersisa Pada manusia dan bebrapa jenis hewan dapat dijumpai berbagai alat tubuh yang tidak berfungsi. Alat trubuh pada manusia yang tersisa antara lain adalah umbai cacing dan tulang ekor. Pada burung kiwi, burung yang tidak dapat terbang, terdapat alat tubuh yabg yersisa sebagai akibat penyusutan sayap. Mekanisme Evolusi Proses evolusi terjadi antara lain karena adanya variasi genetika dan seleksi alam. Variasi dalam suatu keturunan terjadi karena dua penyebab utama, yaitu mutasi gen dan rekombinasi gen. 3. Suksesi Suksesi adalah suatu proses perubahan, berlangsung satu arah secara teratur yang terjadi pada suatu komunitas dalam jangka waktu tertentu hingga terbentuk komunitas baru yang berbeda dengan komunitas semula. Dengan perkataan lain. suksesi dapat diartikan sebagai perkembangan ekosistem tidak seimbang menuju ekosistem seimbang. Suksesi terjadi sebagai akibat modifikasi lingkungan fisik dalam komunitas atau ekosistem. Akhir proses suksesi komunitas yaitu terbentuknya suatu bentuk komunitas klimaks. Komunitas klimaks adalah suatu komunitas terakhir dan stabil (tidak berubah) yang mencapai keseimbangan dengan lingkungannya. Komunitas klimaks ditandai dengan tercapainya homeostatis atau keseimbangan, yaitu suatu komunitas yang mampu mempertahankan kestabilan komponennya dan dapat bertahan dan berbagai perubahan dalam sistem secara keseluruhan. Berdasarkan kondisi habitat pada awal suksesi, dapat dibedakan dua macam suksesi, yaitu suksesi primer dan suksesi sekunder. a. Suksesi Primer Suksesi primer terjadi jika suatu komunitas mendapat gangguan yang mengakibatkan komunitas awal hilang secara total sehingga terbentuk habitat baru. Gangguan tersebut dapat terjadi secara alami maupun oleh campur tangan manusia. Gangguan secara alami dapat berupa tanah longsor, letusan gunung berapi, dan endapan lumpur di muara sungai. Gangguan oleh campur tangan manusia dapat berupa kegiatan penambangan (batu bara, timah, dan minyak bumi). b. Suksesi Sekunder Suksesi sekunder terjadi jika suatu gangguan terhadap suatu komunitas tidak bersifat merusak total tempat komunitas tersebut sehingga masih terdapat kehidupan / substrat seperti sebelumnya. Proses suksesi sekunder dimulai lagi dari tahap awal, tetapi tidak dari komunitas pionir. Gangguan yang menyebabkan terjadinya suksesi sekunder dapat berasal dari peristiwa alami atau akibat kegiatan manusia. Gangguan alami misalnya angina topan, erosi, banjir, kebakaran, pohon
besar yang tumbang, aktivitas vulkanik, dan kekeringan hutan. Gangguan yang disebabkan oleh kegiatan manusia contohnya adalah pembukaan areal hutan. Kecepatan proses suksesi dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut : 1. Luas komunitas asal yang rusak karena gangguan. 2. Jenis-jenis tumbuhan yang terdapat di sekitar komunitas yang terganggu. 3. Kehadiran pemencar benih. 4. Iklim, terutama arah dan kecepatan angina yang membantu penyebaran biji, sporam dan benih serta curah hujan. 5. Jenis substrat baru yang terbentuk 6. Sifat – sifat jenis tumbuhan yang ada di sekitar tempat terjadinya suksesi.
Berdasarkan tempat terbentuknya, terdapat tiga jenis komunitas klimaks sebagai berikut : 1. Hidroser yaitu sukses yang terbentuk di ekosistem air tawar. 2. Haloser yaitu suksesi yang terbentuk di ekosistem air payau 3. xeroser yaitu sukses yang terbentuk di daerah gurun.
4. Faktor Pemabatas 1. Suhu Perubahan suhu terhadap kehidupan lamun, antara lain dapat mempengaruhi metabolisme, penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup lamun pada kisaran suhu 25 – 30°C fotosintesis bersih akan meningkat dengan meningkatnya suhu. Demikian juga respirasi lamun meningkat dengan meningkatnya suhu, namun dengan kisaran yang lebih luas yaitu 5-35°C. 2. Salinitas Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi antar jenis dan umur. Lamun yang tua dapat menoleransi fluktuasi salinitas yang besar. Ditambahkan bahwa Thalassia ditemukan hidup dari salinitas 3,5-60 °°/o, namun dengan waktu toleransi yang singkat. Kisaran optimum untuk pertumbuhan Thalassia dilaporkan dari salinitas 24-35 °°/0. Salinitas juga dapat berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih lamun. Pada jenis Amphibolis antartica biomassa, produktivitas dan kecepatan pulih tertinggi ditemukan pada salinitas 42,5 °°/o. Sedangkan kerapatan semakin meningkat dengan meningkatnya salinitas, namun jumlah cabang dan lebar daun semakin menurun.
3. Kekeruhan Kekeruhan secara tidak langsung dapat mempengaruhi kehidupan lamun karena dapat menghalangi penetrasi cahaya yang dibutuhkan oleh lamun untuk berfotosintesis masuk ke dalam air. Kekeruhan, baik oleh partikel-partikel hidup seperti plankton maupun partikel-partikel mati seperti bahan-bahan organik, sedimen dan sebagainya. Pada perairan pantai yang keruh, maka cahaya merupakan faktor pembatas pertumbuhan dan produksi. 4. Kedalaman Lamun tumbuh di zona intertidal bawah dan subtidal atas hingga mencapai kedalaman 30 m. 5. Nutrien Ketersediaan nutrien menjadi fektor pembatas pertumbuhan, kelimpahan dan morfologi lamun pada perairan yang jernih. Penyerapan nutrien oleh lamun dilakukan oleh daun dan akar. Penyerapan oleh daun umumnya tidak terlalu besar terutama di daerah tropik. Penyerapan nutrien dominan dilakukan oleh akar lamun. Sumber : http://edukasi.kompasiana.com/2010/04/24/pengertian-relung-ekologi/ http://id.wikipedia.org/wiki/Relung http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/1988686-evolusi/ http://sobatbaru.blogspot.com/2008/06/pengertian-suksesi.html http://blueberrymintzs.blogspot.com/2009/05/padang-lamun.html
Mangrove
http://andihakim31.wordpress.com/2010/06/07/faunamangrove-dan-interaksi-di-ekosistem-mangrove/
FAUNA MANGROVE DAN INTERAKSI DI EKOSISTEM MANGROVE Standar
1. Pengertian Dasar Ekologi
Ekologi berasal dari bahasa Greek : oikos yang berarti “rumah” atau “tempat hidup” dan logos yang berarti ilmu, sehingga dari segi bahas, ekologi adalah ilmu yang mempelajari tentang organisme di “rumahnya”. Pada umumnya ekologi didefinisikan sebagai telaah atau studi tentang hubungan organisme atau kelompok organisme dengan lingkungannya. Istilah tersebut pertama kali diperkenalkan oleh seorang biolog Jerman, Ernest Haeckel pada tahun 1869. Dua orang pakar lingkungan hidup, yakni Odum dan Cox, pada tahun 1971 berpendapat bahwa ekologi merupakan sebuah studi tentang struktur dan fungsi ekosistem atau alam, dimana manusia adalah juga bagian dari ekosistem itu sendiri. Dalam definisi Odum dan Cox, terdapat 2 kata kunci yang memegang peranan penting serta menjadi semacam penuntun bagi peminat ekologi dan pemerhati lingkungan. 2 kata yang dimaksud adalah “struktur” dan “fungsi”. Menurut Odum dan Cox, pengertian istilah struktur dalam ranah ilmu ekologi mengandung pengertian tentang suatu keadaan dari sistem ekologi pada waktu dan tempat tertentu. Adapun pengertian “suatu keadaan” dalam definisi Odum dan Cox itu meliputi beberapa hal seperti; kerapatan/kepadatan, biomasa, penyebaran potensi unsur-unsur hara (materi), energi, faktorfaktor fisik dan kimia lainnya yang mencirikan keadaan sistem tersebut. Sedangkan pengertian fungsi, menurut Odum dan Cox adalah gambaran tentang hubungan sebab-akibat yang terjadi dalam sistem. Jadi, menurut Odum dan Cox, inti sari bahasan ekologi adalah mencari tahu sedalam-dalamnya tentang bagaimana fungsi organisme di alam (Rosdi, 2007). Sementara itu, dalam bukunya yang berjudul Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, pakar lingkungan hidup Indonesia Prof. Dr. Otto Soemarwoto, Phd., mendefinisikan ekologi sebagai ilmu tentang hubungan timbal-balik makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya. Dari definisi yang dilontarkan oleh Otto Soemarwoto tersebut, sebenarnya kita sudah bisa menentukan beberapa kata kunci bagi pemahaman mendasar tentang apa itu Ekologi. Kata kunci yang dimaksud, yakni “makhluk hidup”, “hubungan timbal-balik (interaksi)”, dan “lingkungan hidup”. Kajian ekologi meliputi populasi, komunitas, ekosistem, bioma, dan biosfer. Salah satu kajian ekologi yaitu ekosistem atau “sistem ekologik” atau biocoenosis atau biogeocoenosis yang berarti suatu sistem yang terdiri dari seluruh organisme (komunitas biotic) dan lingkungan abiotik dalam suatu area yang di dalamnya terjadi siklus materi serta aliran energi. Secara umum ekosistem dapat dibedakan menjadi dua ekosistem besar, yaitu ekosistem darat (terrestrial) dan ekosistem perairan (akuatik). Ekosistem akuatik dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu : 1. ekosistem marin (laut) 2. ekosistem estuarin (muara)
3. ekosistem riverin 4. ekosistem lakustrin 5. ekosistem palustrin 2. Pengelompokan Ekologi Jika kita melandaskan fokus ekologi kepada kata kunci “makhluk hidup”, maka sebagai sebuah ilmu, ekologi akan terbagi dalam 3 cabang besar, yakni ekologi manusia, ekologi tumbuhan, dan ekologi hewan. Sedangkan bila kata kunci “lingkungan hidup” kita maknai sebagai “rumah” atau tempat tinggal makhluk hidup, dan selanjutnya kata kunci ini kita jadikan sebagai pijakan mengkategorisasi ilmu ekologi, maka kita akan mendapatkan cabang ilmu ekologi berdasarkan habitat (tempat hidup). Contoh cabang-cabang ekologi berdasarkan habitat, antara lain; ekologi darat atau ekologi terestrial, ekologi bahari atau kelautan, ekologi padang rumput, ekologi perairan tawar, ekologi estuaria (muara sungai) dan lain-lain (Rosdi, 2007). 3. Pengertian Ekosistem Mangrove Antara komunitas dan lingkungannya selalu terjadi interaksi. Interaksi ini menciptakan kesatuan ekologi yang disebut ekosistem. Komponen penyusun ekosistem adalah produsen (tumbuhan hijau), konsumen (herbivora, karnivora, dan omnivora), dan dekomposer/pengurai (mikroorganisme). Mangrove sebagai ekosistem didefinisikan sebagai mintakat (zona) antarpasang-surut (pasut) dan supra (atas)-pasut dari pantai berlumpur di teluk, danau (air payau) dan estuari, yang didominasi oleh halofit berkayu yang beradaptasi tinggi dan terkait dengan alur air yang terus mengalir (sungai), rawa dan kali-mati (backwater) bersama-sama dengan populasi flora dan fauna di dalamnya. Di tempat yang tak ada muara sungai biasanya hutan mangrovenya agak tipis. Sebaliknya, di tempat yang mempunyai muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung lumpur dan pasir, biasanya mangrovenya tumbuh meluas. Ekosistem ini mempunyai dua komponen lingkungan, yakni darat (terestrial) dan air (akuatik). Lingkungan akuatik pun dibagi dua, laut dan air tawar. Ekosistem mangrove dikenal sangat produktif, penuh sumberdaya tetapi peka terhadap gangguan. Ia juga dikenal sebagai pensubsidi energi, karena adanya arus pasut yang berperan menyebarkan zat hara yang dihasilkan oleh ekosistem mangrove ke lingkungan sekitarnya. Dengan potensi yang sedemikian rupa dan potensi-potensi lain yang dimilikinya, ekosistem mangrove telah menawarkan begitu banyak manfaat kepada manusia sehingga keberadaannya di alam tidak sepi dari perusakan, bahkan pemusnahan oleh manusia (Anonim, 2008). 4. Fauna Mangrove
Fauna yang terdapat di ekosistem mangrove merupakan perpaduan antara fauna ekosistem terestrial, peralihan dan perairan. Fauna terestrial kebanyakan hidup di pohon mangrove sedangkan fauna peralihan dan perairan hidup di batang, akar mangrove dan kolom air. Beberapa fauna yang umum dijumpai di ekosistem mangrove dijelaskan sebagai berikut:
Mamalia
Banyak mamalia terdapat di hutan mangrove tetapi hanya sedikit yang hidup secara permanen dan jumlahnya terbatas. Hutan mangrove merupakan habitat tempat hidup beberapa mamalia yang sudah jarang ditemukan dan. Pada saat terjadinya surut banyak monyet-monyet (Macacus irus) terlihat mencari makanan seperti shell-fish dan kepiting sedangkan kera bermuka putih (Cebus capucinus) memakan cockles di mangrove. Indikasi pemangsaan ini diperoleh dari sedikitnya jumlah cockles yang ditemukan di lokasi mangrove yang memiliki banyak kera. Jika jumlah kera menjadi sangat banyak akan mempengaruhi pembenihan mangrove karena komunitas ini menginjak lokasi yang memiliki benih sehingga benih mati. Kera proboscis (Nasalis larvatus) merupakan endemik di mangrove Borneo, yang mana ia memakan daundaunan Sonneratia caseolaris dan Nipa fruticans (FAO,1982) juga propagul Rhizophora. Sebaliknya, kera-kera tersebut di mangsa oleh buaya-buaya dan diburu oleh pemburu gelap. Hewan-hewan menyusui lainnya termasuk Harimau Royal Bengal (Panthera tigris), macan tutul (Panthera pardus) dan kijing bintik (Axis axis), babi–babi liar (Sus scrofa) dan Kancil (Tragulus sp.) di rawa-rawa Nipa di sepanjang selatan dan tenggara Asia ; binatang-binatang karnivora kecil seperti ikan-ikan berkumis seperti kucing (Felix viverrima), musang (Vivvera sp. dan Vivverricula sp.), luwak (Herpestes sp.). Berang-berang (Aonyx cinera dan Lutra sp.) umum terdapat di hutan mangrove namun jarang terlihat. Sedangkan Lumba-lumba seperti lumbalumba Gangetic (Platanista gangetica) dan lumba-lumba biasa (Delphinus delphis) juga umum ditemukan di sungai-sungai hutan mangrove, yaitu seperti Manatees (Trichechus senegalensis dan Trichechus manatus latirostris) dan Dugong (Dugong dugon), meskipun spesies-spesies ini pertumbuhannya jarang dan pada beberapa tempat terancam mengalami kepunahan.
Reptil dan Ampibia
Beberapa spesies reptilia yang pernah ditemukan di kawasan mangrove Indonesia antara lain biawak (Varanus salvatoe), Ular belang (Boiga dendrophila), dan Ular sanca (Phyton reticulates), serta berbagai spesies ular air seperti Cerbera rhynchops, Archrochordus granulatus, Homalopsis buccata dan Fordonia leucobalia. Dua jenis katak yang dapat ditemukan di hutan mangrove adalah Rana cancrivora dan R. Limnocharis. Buaya-buaya dan binatang alligator merupakan binatang-binatang reptil yang sebagian besar mendiami daerah berair dan daerah muara. Dua spesies buaya (Lagarto), Caiman crocodilus (Largarto cuajipal) dapat dijumpai umum dijumpai di hutan mangrove, dan sebagai spesies yang berada dalam keadaan waspada karena kulitnya diperdagangkan secara internasional. Caiman acutus mempunyai wilayah geografi yang sangat luas dan dapat ditemukan di Cuba, Pantai lautan Pasifik di Amerika
Tengah, Florida dan Venezuela. Jenis buaya Cuba, seperti Crocodilus rhombifer terdapat di Cienaga de Lanier dan bersifat endemik. Aligator Amerika seperti Alligator mississippiensis tercatat sebagai spesies yang membahayakan di Florida ( Hamilton dan Snedaker, 1984). Buaya yang memiliki moncong panjang (Crocodilus cataphractus) terdapat di daerah hutan bakau Afrika dan di Asia. Berbagai cara dilakukan untuk melindungi hewan-hewan tersebut tergantung negara masing-masing misalnya di India, Bangladesh, Papua New Guinea dan Australia mengadakan perlindungan dengan cara konservasi, ( FAO, 1982). Sejumlah besar kadal, Iguana iguana (iguana) dan Cetenosaura similis (garrobo) pada umumnya terdapat di hutan mangrove di Amerika Latin, dimana mereka menjadi santapan masyarakat setempat sebagaimana juga jenis kadal yang serumpun dengan mereka di Afrika bagian barat (Varanus salvator). Pada umumnya penyu merupakan sebagai mahkluk sungai yang meletakkan telur-telur mereka pada pantai berpasir yang memiliki hutan mangrove. Selain hewan-hewan tersebut ular juga dapat ditemukan di sekitar area mangrove, khususnya padadataran yang mengarah ke laaut.
Burung
Pada saat terjadinya perubahan pasang surut merupakan suatu masa yang ideal bagi berlindungnya burung (dunia burung), dan merupakan waktu yang ideal bagi burung untuk melakukan migrasi. Menurut Saenger et al. (1954), tercatat sejumlah jenis burung yang hidup di hutan mangrove yang mencapai 150-250 jenis. Beberapa penelitian tentang burung di Asia Tenggara telah dilakukan oleh Das dan Siddiqi 1985 ; Erftemeijer, Balen dan Djuharsa, 1988; Howes,1986 dan Silvius, Chan dan Shamsudin,1987. Di Kuba, terdapat beberapa spesies yang menempati tempat atau dataran tinggi seperti Canario del manglar (Dendroica petechis gundlachi) dan tempat yang lebih rendah seperti Oca del manglar (Rallus longirostris caribaeus). Burung yang paling banyak adalah Bangau yang berkaki panjang. Dan yang termasuk burung pemangsa adalah Elang laut (Haliaetus leucogaster), Burung layang-layang (Haliastur indus), dan elang pemakan ikan (Ichthyphagus ichthyaetus). Burung pekakak dan pemakan lebah adalah burung-burung berwarna yang biasa muncul atau kelihatan di hutan mangrove.
Sumber Daya Perairan
Substrat yang ada di ekosistem mangrove merupakan tempat yang sangat disukai oleh biota yang hidupnya di dasar perairan atau bentos. Dan kehidupan beberapa biota tersebut erat kaitannya dengan distribusi ekosistem mangrove itu sendiri. Sebagai contoh adalah kepiting yang sangat mudah untuk membuat liang pada substrat lunak yang ditemukan di ekosistem mangrove. Beberapa sumberdaya perairan yang sering ditemukan di ekosistem mangrove dijelaskan sebagai berikut: a. Ikan Ikan di daerah hutan mangrove cukup beragam yang dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu:
Ikan penetap sejati, yaitu ikan yang seluruh siklus hidupnya dijalankan di daerah hutan mangrove seperti ikan Gelodok (Periopthalmus sp.).
Ikan penetap sementara, yaitu ikan yang berasosiasi dengan hutan mangrove selama periode anakan, tetapi pada saat dewasa cenderung menggerombol di sepanjang pantai yang berdekatan dengan hutan mangrove, seperti ikan belanak (Mugilidae), ikan Kuweh (Carangidae), dan ikan Kapasan, Lontong (Gerreidae).
Ikan pengunjung pada periode pasang, yaitu ikan yang berkunjung ke hutan mangrove pada saat air pasang untuk mencari makan, contohnya ikan Kekemek, Gelama, Krot (Scianidae), ikan Barakuda, Alu-alu, Tancak (Sphyraenidae), dan ikan-ikan dari familia Exocietidae serta Carangidae.
Ikan pengunjung musiman, ikan-ikan yang termasuk dalam kelompok ini menggunakan hutan mangrove sebagai tempat asuhan atau untuk memijah serta tempat perlindungan musiman dari predator.
b. Crustacea dan Molusca Berbagai jenis fauna yang relatif kecil dan tergolong dalam invertebrata, seperti udang dan kepiting (Krustasea), gastropoda dan bivalva (Moluska), Cacing (Polikaeta) hidup di hutan mangrove. Kebanyakan invertebrata ini hidup menempel pada akar-akar mangrove, atau di lantai hutan mangrove. Sejumlah invertebrata tinggal di dalam lubang-lubang di lantai hutan mangrove yang berlumpur. Melalui cara ini mereka terlindung dari perubahan temperatur dan faktor lingkungan lain akibat adanya pasang surut di daerah hutan mangrove. Biota yang paling banyak dijumpai di ekosistem mangrove adalah crustacea dan moluska. Kepiting, Uca sp. dan berbagai spesies sesarma umumnya dijumpai di hutan Mangrove. Kepiting-kepiting dari famili Portunidae juga merupakan biota yang umum dijumpai. Kepitingkepiting yang dapat dikonsumsi (Scylla serrata) termasuk produk mangrove yang bernilai ekonomis dan menjadi sumber mata pencaharian penduduk sekitar hutan mangrove. Udang yang paling terkenal termasuk udang raksasa air tawar (Macrobrachium rosenbergii) dan udang laut (Penaeus indicus , P. Merguiensis, P. Monodon, Metapenaeus brevicornis) seringkali juga ditemukan di ekosistem mangrove. Semua spesies-spesies ini umumnya mempunyai dasar-dasar sejarah hidup yang sama yaitu menetaskan telurnya di ekosistem mangrove dan setelah mencapai dewasa melakukan migrasi ke laut. Ekosistem mangrove juga merupakan tempat memelihara anak- anak ikan. Migrasi biota ini berbeda-beda tergantung spesiesnya. Udang Penaeus dijumpai melimpah jumlahnya hingga kedalaman 50 meter sedangkan Metapenaeus paling melimpah dalam kisaran kedalaman 11-30 meter dan Parapenaeopsis terbatas hanya pada zona 5-20 meter. Penaeid bertelur sepanjang tahun tetapi periode puncaknya adalah selama Mei – Juni dan Oktober- Desember yang bertepatan dengan datangnya musim hujan atau angin musim. P. Merquiensis setelah post larva ditemukan
pada bulan November dan Desember dan setelah 3 – 4 bulan berada di mangrove mencapai juvenile dan pada bulan Maret sampai Juni juvenil berpindah ke air yang dangkal. Setelah mencapai dewasa atau lebih besar, udang akan bergerak lebih jauh lagi keluar garis pantai untuk bertelur dengan kedalaman melebihi 10 meter. Waktu untuk bertelur dimulai bulan juni dan berlanjut sampai akhir januari. Molusca yang memiliki nilai ekonomis biasanya sudah jarang ditemukan di ekosistem mangrove karena dieksploitasi secara besar-besaran. Contohnya adalah spesies Anadara sp. saat ini jarang ditemukan di beberapa lokasi ekosistem mangrove karena dieksploitasikan secara berlebihan. Bivalva lain yang paling penting di wilayah mangrove adalah kerang darah (Anadara granosa) dan gastropoda yang biasanya juga dijumpai terdiri dari Cerithidia obtusa, Telescopium mauritsii dan T. telescopium. Kerang-kerang ini merupakan sumber daya yang penting dalam produksi perikanan, dan karena mangrove mampu menyediakan substrat sebagai tempat berkembang biak yang sesuai, dan sebagai penyedia pakan maka dapat mempengaruhi kondisi perairan sehingga menjadi lebih baik. Kerang merupakan sumberdaya penting dalam pasokan sumber protein dan sumber penghasilan ekonomi jangka panjang. Untuk penduduk sekitar pantai menjadikan kerang sebagai salah satu jenis yang penting dalam penangkapan di wilayah mangrove (Dedi, 2007).
5. Interaksi Di Ekosistem Mangrove Secara umum di perairan terdapat dua tipe rantai makanan yaitu rantai makanan langsung dan rantai makanan detritus. Di ekosistem mangrove rantai makanan yang ada untuk biota perairan adalah rantai makanan detritus. Detritus diperoleh dari guguran daun mangrove yang jatuh ke perairan kemudian mengalami penguraian dan berubah menjadi partikel kecil yang dilakukan oleh mikroorganisme seperti bakteri dan jamur. Keberhasilan dari pengaturan menggabungkan dari mangrove berupa sumber penghasil kayu dan bukan kayu, bergantung dari pemahaman kepada; satu parameter dari ekologi dan budaya untuk pengelolaan kawasan hutan (produksi primer) dan yang kedua secara biologi dimana produksi primer dari hutan mangrove merupakan sumber makanan bagi organisme air (produksi sekunder). Pemahaman aturan tersebut merupakan kunci dalam memelihara keseimbangan spesies yang merupakan bagian dari ekosistem yang penting.Rantai ini dimulai dengan produksi karbohidrat dan karbon oleh tumbuhan melalui proses Fotosintesis. Sampah daun kemudian dihancurkan oleh amphipoda dan kepiting. (Head, 1971; Sasekumar, 1984). Proses dekomposisi berlanjut melalui pembusukan daun detritus secara mikrobial dan jamur (Fell et al., 1975; Cundel et al., 1979) dan penggunaan ulang partikel detrital (dalam wujud feses) oleh bermacam-macam detritivor (Odum dan Heald, 1975), diawali dengan invertebrata meiofauna dan diakhiri dengan suatu spesies semacam cacing, moluska, udang-udangan dan kepiting yang selanjutnya dalam siklus dimangsa oleh karnivora tingkat
rendah. Rantai makanan diakhiri dengan karnivora tingkat tinggi seperti ikan besar, burung pemangsa, kucing liar atau manusia. Sumber energi lain yang juga diketahui adalah karbon yang di konsumsi ekosistem mangrove (contoh diberikan oleh Carter et al., 1973; Lugo dan Snedaker 1974; 1975 dan Pool et al; 1975). Dalam siklus ini dimasukan input fitoplankton, alga bentik dan padang lamun, dan epifit akar Odum et al. (1982).. Sebagai contoh fitoplankton mungkin berguna sebagai sebuah sumber energi dalam mangrove dengan ukuran yang besar dari perairan dalam yang relatif bersih. Akar mangrove penyangga epifit juga memiliki produksi yang tinggi. Nilai produksi perifiton pada akar penyangga adalah 1,4 dan 1,1 gcal/m2/d telah dilaporkan. (Lugo et al. 1975; Hoffman and Dawes,1980). Secara umum jaring makanan di ekosistem mangrove disajikan pada ganbar berikut:
http://rakakharisma.blogspot.com/2013/05/ekosistem-hutan-mangrove.html Ekosistem Hutan Mangrove Raka Kharisma Praditya 12513057 Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan Universitas Islam Indonesia Jalan Kaliurang Km 14,4, Sleman, Yogyakarta 55584
[email protected]
Abstrak Hutan merupakan salah satu ekosistem yang merupakan paru-paru dunia. Berbagai jenis hutan terdapat di Indonesia. Salah satu jenis hutan yang ada di Indonesia adalah hutan mangrove. Hutan mangrove hidup di wilayah , Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Hutan mangrove merupakan hutan dengan ekosistem flora dan fauna yang khas. Di kabupaten bengkalis terdapat salah satu hutan mangrove. Hutan Mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasangsurut air laut. Di ekosistem hutan mangrove setiap makhluk hidup didalamnya saling berinteraksi satu sama lainnya. Dan didalam hutan mangrove juga terdapat rantai makanan secara tidak langsung dan rantai makanan secara langsung. Secara administratif Kabupaten Bengkalis berada di Provinsi RIAU dengan luas wilayahnya11.481,77 km2. Kabupaten ini merupakan sebuah kepulauan yang ada di RIAU. Dikabupaten ini ekosistem mangrovenya sangat lebat dan asri. Hutan mangrove memiliki karakteristik yaitu memiliki jenis pohon yang relatif sedikit, memiliki akar tidak beraturan (pneumatofora), memiliki biji (propagul) yang
bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya, serta memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon. Kata kunci : Ekosistem, Hutan Mangrove
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan menjadi salah satu topic terpopuler saat ini. Berbagai macam flora maupun fauna hidup di hutan. Hutan juga merupakan paru-paru dunia, dikarenakan didalamnya mengandung banyak gas O2 yang sangat penting bagi kelangsungan makhluk hidup yang tinggal di dalamnya. Di Indonesia terdapat berbagai macam jenis hutan, seperti : hutan sabana, hutan rawa , hutan musim, hutan mangrove, hutan bakau , dan sebagainya.. Hutan mangrove adalah hutan yang berada di daerah tepi pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut, sehingga lantai hutannya selalu tergenang air. Menurut Steenis (1978) mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis pasang surut. Nybakken (1988) mengatakan bahwa hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Komposisi jenis tumbuhan penyusun ekosistem ditentukan oleh beberapa faktor lingkungan, terutama jenis tanah, genangan pasangan pasang surut dan salinitas (Bengen 2001). Pada wilayah pesisir yang terbuka, jenis pohon yang dominan dan merupakan pohon perintis umumnya adalah api-api dan pedada. Api-api lebih senang hidup pada tanah berpasir agak keras, sedangkan pedada pada tanah yang berlumpur lembut. Pada daerah yang terlindung dari hempasan ombak, komunitas mangrove biasanya didominasi oleh pohon bakau. Lebih kearah daratan (hulu), pada tanah lempung yang agak pejal biasanya tumbuh komunitas tanjang. Nipa (Nypa) merupakan sejenis palma dan merupakan komponen penyusun ekosistem mangrove sering kali tumbuh di tepian sungai lebih ke hulu, pengaruh aliran air tawar dominan Parameter lingkungan yang utama yang menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove adalah: Pasokan air tawar dan salinitas Stabilitas substrat Pasokan nutrien Ketersediaan air tawar dan salinitas (kadar garam) mengendalikan efisiensi metabolisme dari ekosistim mangrove. Ketersediaan air bergantung pada: Frekuensi dan volume aliran air tawar Frekuensi dan volume pertukaran pasang surut Tingkat evavorasi
Stabilitas substrat, kondisi yang diperlukan bagi pertumbuhan mangrove adalah nibah (ratio) antara laju erosi dan pengendapan sedimen, yang sangat dipengaruhi oleh kecepatan aliran air tawar dan muatan sedimen yang dikandungnya, laju pembilasan oleh arus pasang surut, dan gaya gelombang. Sedang pasokan nutrien bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh berbagai proses yang saling yang terkait, meliputi input/export dari ion-ion mineral anorganik dan bahan organik serta pendaurulangan nutrien secara internal melalui jaring makanan berbasis detritus. Konsentrasi relatif dan nisbah (ratio) optimal dari nutrien yang diperlukan untuk pemeliharaan produktivitas ekosistem dan ditentukan oleh : Ø Frekuensi,jumlah dan lamanya penggenangan oleh air asin atau air tawar Ø Dinamika sirkulasi internal dari kompleks detritus (Odum 1982) Secara biologi yang menyangkut rantai makanan, ekosistem mangrove merupakan produsen primer melalui serasah yang dihasilkan. Serasah hutan setelah melalui dekomposisi oleh sejumlah mikroorganisme, menghasilkan detritus dan berbagai jenis fitoplankton yang akan dimanfaatkan oleh konsumen primer yang terdiri dari zooplankton, ikan dan udang, kepiting sampai akhir dimangsa oleh manusia sebagai konsumen utama. Vegetasi hutan mangrove juga merupakan pendaur ulang hara tanah yang diperlukan bagi tanaman. 1.2 Rumusan Masalah 1.
Bagaimanakah karakteristik dari ekosistem hutan mangrove ?
2. Apa saja flora dan fauna yang ada didalam ekosistem mangrove ? 3. Apakah manfaat dan fungsi mangrove ? 4. Bagaimnakah pola interaksi ekosistem yang ada di hutan mangrove ? 1.3 Tujuan Penulisan 1. Mendeskripsikan karakteristik hutan mangrove 2. Mengidentifikasi pola interaksi pada ekosistem yang berada di hutan managrove 3. Mengidentifikasi flora dan fauna yang ada d ekosistem hutan mangrove 4. Mengidentifikasi pola interaksi Ekosistem yang ada d hutan mangrove
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ekosistem Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Komponen-komponen pembentuk ekosistem adalah: - Komponen hidup (biotik) - Komponen tak hidup (abiotik) Kedua komponen tersebut berada pada suatu tempat dan berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang teratur. Misalnya, pada suatu ekosistem akuarium, ekosistem ini terdiri dari ikan, tumbuhan air, plankton yang terapung di air sebagai komponen biotik, sedangkan yang termasuk komponen abiotik adalah air, pasir, batu, mineral dan oksigen yang terlarut dalam air. Satuan makhluk hidup dalam ekosistem dapat berupa individu, populasi, atau komunitas. Individu adalah makhluk tunggal. Contohnya: seekor kelinci,seekor serigala, atau individu yang lainnya. Sejumlah individu sejenis (satu species) pada tempat tertentu akan membentuk Populasi. Contoh : dipadang rumput hidup sekelompok kelinci dan sekelompok srigala. Jumlah anggota populasi dapat mengalami perubahan karena kelahiran, kematian, dan migrasi ( emigrasi dan imigrasi). Sedangkan komunitas yaitu seluruh populasi makhluk hidup yang hidup di suatu daerah tertentu dan diantara satu sama lain saling berinteraksi. Contoh: di suatu padang rumput terjadi saling interaksi antar populasi rumput, populasi kelinci dan populasi serigala. Setiap individu, populasi dan komunitas menempati tempat hidup tertentu yang disebut habitat. Komunitas dengan seluruh faktor abiotiknya membentuk suatu ekosistem. Suatu komunitas di suatu daerah yang mencakup daerah luas disebut bioma. Contoh: bioma padang rumput, bioma gurun, dan bioma hutan tropis. Semua bagian bumi dan atmosfer yang dapat dihuni makhluk hidup disebut biosfer. Berdasarkan proses terjadinya, ekosistem dibedakan atas dua macam : 1. Ekosistem Alami, yaitu ekosistem yang terjadi secara alami tanpa campur tangan manusia. Contoh : padang rumput, gurun,laut 2. Ekosistem Buatan, yaitu ekosistem yang terjadi karena buatan manusia. Contoh : kolam, sawah, waduk, kebun Ekosistem tidak akan tetap selamanya, tetapi selalu mengalami perubahan. Antara faktor biotik dan abiotik selalu mengadakan interaksi, hal inilah yang merupakan salah satu penyebab perubahan. Perubahan suatu ekosistem dapat disebabkan oleh proses alamiah atau karena campur tangan manusia. 2.2. Pengertian Hutan Mangrove
Hutan bakau atau hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawarawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjolyang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob. Hutan Bakau (mangrove) merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2000). Sementara ini wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut. Batas wilayah pesisir di daratan ialah daerahdaerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air dan masih dipengaruhi oleh prosesproses bahari seperti pasang surutnya laut, angin laut dan intrusi air laut, sedangkan batas wilayah pesisir di laut ialah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
BAB III METODE PENULISAN 3.1
Metode Penulisan Karya tulis ini ditulis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yakni suatu metode yang menggambarkan suatu fenomena secara sistematis, dengan hasil yang dinyatakan bukan dalam bentuk angka (non statistik).
3.2
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam proses penulisan karya tulis ilmiah ini adalah melalui studi literatur (literature reseach). Penulis melakukan telaah pustaka yang berupa buku-buku teks, jurnal-jurnal ilmiah, artikel-artikel di internet, dan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan rumusan masalah yang akan dibahas.
3.3
Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan pada penulisan karya tulis ini adalah metode analisis deskriptif kualitatif, dimana analisa deskriptif kualitatif merupakan suatu metode yang
digunakan untuk mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan data ke dalam bentuk penyajian yang sesuai. 3.4
Sistematika Penulisan Penulisan karya tulis ilmiah ini menggunakan sistematika sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, Bab II Tinjauan Pustaka, Bab III Metodologi penulisan, Bab IV Pembahasan, dan Bab V Penutup.
BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Ekosistem Mangrove Karakteristik terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang unik, adalah :
memiliki jenis pohon yang relatif sedikit.
memiliki akar tidak beraturan (pneumatofora) misalnya seperti jangkar melengkung dan menjulang pada bakau Rhizophora spp, serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil pada pidada Sonneratia spp. dan pada api-api Avicennia spp.
memiliki biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya, khususnya pada Rhizophora.
memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon.
Sedangkan tempat hidup hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan memiliki ciriciri khusus, diantaranya adalah :
tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya tergenang pada saat pasang pertama;
tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat;
daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat;
airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2 - 22 o/oo) hingga asin.
4.2. Flora Mangrove Flora mangrove umumnya di lapangan tumbuh membentuk zonasi mulai dari pinggir pantai sampai pedalaman daratan. Zonasi di hutan mangrove mencerminkan tanggapan ekofisiologis tumbuhan mangrove terhadap gradasi lingkungan. Folora magrove di bagi atas 3 : 1. Flora mangrove mayor (flora mangrove sebenarnya), yakni flora yang menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur komunitas, secara morfologi mempunyai bentukbentuk adaptif khusus (bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove, dan mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam. Contohnya adalah Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Lumnitzera, Laguncularia dan Nypa. 2. Flora mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam struktur komunitas, contoh : Excoecaria, Xylocarpus, Heritiera, Aegiceras. Aegialitis, Acrostichum, Camptostemon, Scyphiphora, Pemphis, Osbornia dan Pelliciera. 3. Asosiasi mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus, Calamus, dan lain-lain. 4.2. Fauna Mangrove Ekosistem mangrove merupakan habitat bagi berbagai fauna, baik fauna khas mangrove maupun fauna yang berasosiasi dengan mangrove. Berbagai fauna tersebut menjadikan mangrove sebagai tempat tinggal, mencari makan, bermain atau tempat berkembang biak. Fauna mangrove hampir mewakili semua phylum, meliputi protozoa sederhana sampai burung, dan mamalia. Secara garis besar fauna mangrove dapat dibedakan atas fauna darat (terrestrial), fauna air tawar dan fauna laut. Akan tetapi fauna yang terdapat di hutan mangrove Kab Subang termasuk kedalam fauna laut yang didominasi oleh Mollusca dan Crustaceae. Golongan Mollusca umunya didominasi oleh Gastropoda, sedangkan golongan Crustaceae didominasi oleh Bracyura. 4.3. Manfaat dan Fungsi Mangrove Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal. Masing-masing elemen dalam ekosistem memiliki peran dan fungsi yang saling mendukung. Kerusakan salah satu komponen ekosistem dari salah satunya (daratan
dan lautan) secara langsung berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem keseluruhan. Hutan mangrove merupakan elemen yang paling banyak berperan dalam menyeimbangkan kualitas lingkungan dan menetralisir bahan-bahan pencemar. 4.3.1 Secara Fisik 1) Penahan
abrasi pantai. 2) Penahan intrusi (peresapan) air laut. 3) Penahan angin. 4) Menurunkan kandungan gas karbon dioksida (CO2) di udara, dan bahan-bahan pencemar di perairan rawa pantai. 5) Penyerapan karbon. Proses fotosentesis mengubah karbon anorganik (C02) menjadi karbon organik dalam bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan ini membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai (C02). Akan tetapi hutan bakau justru mengandung sejumlah besar bahan organik yang tidak membusuk. Karena itu, hutan bakau lebih berfungsi sebagai penyerap karbon dibandingkan dengan sumber karbon. 6) Memelihara iklim mikro. Evapotranspirasi hutan bakau mampu menjaga kelembaban dan curah hujan kawasan tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga. 7) Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam. Keberadaan hutan bakau dapat mencegah teroksidasinya lapisan pirit dan menghalangi berkembangnya kondisi alam. 8) Pengendapan lumpur. Sifat fisik tanaman pada hutan bakau membantu proses pengendapan lumpur. Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan penghilangan racun dan unsur hara air, karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur. Dengan hutan bakau, kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi. 9) Penambah unsur hara. Sifat fisik hutan bakau cenderung memperlambat aliran air dan terjadi pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang berasal dari berbagai sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian. 10) Penambat racun. Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan terikat pada permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah air. Beberapa spesies tertentu dalam hutan bakau bahkan membantu proses penambatan racun secara aktif 4.3.3 Secara Biologi 1) Tempat hidup
(berlindung, mencari makan, pemijahan dan asuhan) biota laut seperti ikan dan
udang). 2) Sumber bahan organik sebagai sumber pakan konsumen pertama (pakan cacing, kepiting dan golongan kerang/keong), yang selanjutnya menjadi sumber makanan bagi konsumen di atasnya dalam siklus rantai makanan dalam suatu ekosistem.
3) Tempat hidup
berbagai satwa langka, seperti burung. Lebih dari 100 jenis burung hidup disini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan bakau merupakan tempat mendaratnya ribuan burug pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus). 4) Sumber plasma nutfah. Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar manfaatnya baik bagi perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun untuk memelihara populasi kehidupan liar itu sendiri. 5) Memelihara proses-proses dan sistem alami. Hutan bakau sangat tinggi peranannya dalam mendukung berlangsungnya proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi di dalamnya. 4.3.4 Secara Sosial dan Ekonomi 1) Tempat kegiatan
wisata alam (rekreasi, pendidikan dan penelitian). Hutan bakau memiliki nilai estetika, baik dari faktor alamnya maupun dari kehidupan yang ada di dalamnya. Selain itu, dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hutan mangrove berperan sebagai laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan penelitian dan pendidikan. 2) Penghasil kayu untuk kayu bangunan, kayu bakar, arang dan bahan baku kertas, serta daun nipah untuk pembuatan atap rumah. 3) Penghasil tannin untuk pembuatan tinta, plastik, lem, pengawet net dan penyamakan kulit. 4) Penghasil bahan pangan (ikan/udang/kepiting, dan gula nira nipah), dan obat-obatan (daun Bruguiera sexangula untuk obat penghambat tumor, Ceriops tagal dan Xylocarpus mollucensis untuk obat sakit gigi, dan lain-lain). 5) Tempat sumber mata pencaharian masyarakat nelayan tangkap dan petambak., dan pengrajin atap dan gula nipah. 6) Transportasi. Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara yang paling efisien dan paling sesuai dengan lingkungan. 4.4. Pola interaksi adaa ekosistem yang berada di hutan mangrove Semua organisme hidup akan selalu membutuhkan organisme lain dan lingkungan hidupnya . Hubungan yang terjadi antara individu dengan lingkungannya sangat kompleks, bersifat saling mempengaruhi atau timbal balik. Hubungan timbal balik antara unsurunsur hayati dengan nonhayati membentuk sistem ekologi didalam ekosistem. Didalam ekosistem terjadi rantai makanan/ aliran energi dan siklus biogeokimia. Rantai makanan dapat dikategorikan sebagai interaksi antar organisme dalam bentuk predasi. Rantai makanan merupakan prosespemindahan energi makanan dari sumbernya melalui serangkaian jasad-jasad dengan cara makan-dimakan yang berulang kali . Terdapat tiga macam rantai pokok ,yaitu rantai pemangsa, rantai parasit dan rantai saprofit. 4.4.1. Rantai Pemangsa
Landasan utamanya adalah tumbuhan hijau sebagai produsen. Rantai pemangsa dimulai dari hewan yang bersifat herbivore sebagai konsumen I, dilanjutkan dengan hewan karnivora yang memangsa herbivore sebagai konsumen ke 2 dan berakhir pada hewan pemangsa karnivora maupun herbivora sebagai konsumen ke-3. 4.4.2 . Rantai Parasit Rantai parasit dimulai dari organisme besar hingga organisme yang hidup sebagai parasit. Contoh cacing, bakteri dan benalu. 4.4.3. Rantai Saprofit Dimulai dari organisme mati ke jasad pengurai. Misalnya jamur dan bakteri. Rantai tersebut tidak berdiri sendiri akan tetapi saling berkaitan satu dengan yang lainnya sehingga membentuk jaring-jaring makanan. Secara umum di perairan, terdapat 2 tipe rantai makanan yang terdiri dari : a) Rantai Makanan Langsung
Rantai makanan langsung adalah peristiwa makan memakan dari mulai tingkatan trofik terendah yaitu fitoplankton mulai tingkatan trofik terendah sampai ke tingkatan trofik tertinggi yaitu ikan karnivora berukuran besar, mamalia, burung dan reptil . Hal inidapat dilihat pada ilustrasi berikut : Dari gambar diatas nampak bahwa rantai makanan langsung, bukanlah sebuah proses bukanlah
Sebuah proses ekologi yang dominanterjadi di dalam ekosistem mangrove. Oleh karena spesies ikan yang terdapat dalam ekosistem mangrove, utamanya konsumer trofik tertinggi, kebanyakan adalah ikan pengunjung pada periode tertentu atau musim tertentu. Beberapa jenis ikan komersial mempunyai kaitan dengan mangrove seperti bandeng dan belanak. Klasifikasikan ikan yang terdapat dalam ekosistem mangrove pada 4 (empat) tipe ikan, yaitu : Ikan penetap sejati, yaitu ikan yang seluruh siklus hidupnya dijalankan di daerah hutan mangrove seperti ikan Gelodok (Periopthalmus sp). Ikan penetap sementara, yaitu ikan yang berasosiasi dengan hutan mangrove selama periode anakan, tetapi pada saat dewasa cenderung menggerombol di sepanjang pantai yang berdekatan dengan hutan mangrove, seperti ikan belanak (Mugilidae), ikan Kuweh (Carangidae), dan ikan Kapasan, Lontong (Gerreidae). Ikan pengunjung pada periode pasang, yaitu ikan yang berkunjung ke hutan mangrove pada saat air pasang untuk mencari makan, contohnya ikan Kekemek, Gelama, Krot (Scianidae), ikan Barakuda / Alu-alu, Tancak (Sphyraenidae), dan ikan-ikan dari familia Exocietidae serta Carangidae. Ikan pengunjung musiman. Ikan-ikan yang termasuk dalam kelompok ini menggunakan hutan mangrove sebagai tempat asuhan atau untuk memijah serta tempat perlindungan musiman dari predator.
b) Rantai Makanan Detritus ( Tidak Langsung )
Pada ekosistem mangrove, rantai makanan yang terjadi adalah rantai makanan detritus . Sumber utama detritus adalah hasil penguraian guguran daun mangrove yang jatuh ke perairan oleh bakteri dan fungi. Rantai makanan detritus dimulai dari proses penghancuranluruhan dan ranting mangrove oleh bakteri dan fungi (detritivor) menghasilkan detritus. Hancuran bahan organik (detritus) ini kemudianmenjadi bahan makanan penting (nutrien) bagi cacing, crustacea, moluska, dan hewan lainnya, nutrien di dalam ekosistem mangrove dapat juga berasal dari luar ekosistem, dari sungai atau laut . Bakteri dan fungi tadi dimakan oleh sebagian protozoa dan avertebrata. Kemudian protozoa dan avertebrata dimakan oleh karnivor sedang, yang selanjutnya dimakan oleh karnivor tingkat tinggi.
BAB V PENUTUP 5.1
Simpulan Hutan bakau/Mangrove sebagai salah satu dari tipe formasi hutan, adalah komunitas hutan tersendiri yang merupakan tumbuhan utama intertidal tropic, dan terdiri atas banyak flora dan fauna yang hidup di area sub tropic pesisir pantai. Dengan demikian dapat dipahami keberadaannya yang khas dan tempat tumbuhnya terbatas sehingga perlu diamankan dari berbagai bentuk intervensi.Hutan bakau dengan keragaman hayatinya juga menyimpan khazanah ilmu pengetahuan tentang flora dan fauna yang memiliki makna bagi kebutuhan hidup manusia dalam berbagai aspeknya.
Asosiasi dan Interaksi di Mangrove Pengambilan data interaksi dan asosiasi di mangrove dilakukan di wilayah sekitar perairan Teluk manado, pada pesisir pantai Tongkaina,Manado sulawesi Utara. Luas transek yang digunakan sebesar 10 m x 10 m (100 m2). Pengambilan data mangrove ini dilakukan hanya satu plot transek dimana transek tersebut dianggap mewakili keseluruhan ekosistem mangrove. Interaksi yang terjadi antara makhluk hidup yang berada dalam ekosistem hutan mangrove secara umum antara lain: 1. Predasi: Pemangsaan karang oleh predatornya (Ular dan Buaya). 2. Simbiosis mutualisme: hubungan antara gologan Crustace dengan akar mangrove. Karena akar mangrove adalah tempat perlindungan utama untuk mengurangi tekanan gelombang saat pasang. Hasil metabolisme crustacea digunakan mangrove sebagai pupuknya. Selain interaksi di atas, ada juga interaksi yang kompleks seperti jaring makanan yang melibatkan berbagai makhluk hidup
yang ada dalam ekosistem hutan mangrove, yang secara umum dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 1. kelompok produsen yang terdiri dari organism autotrof, Terdiri dari semua flora yang ada di hutan mangrove. 2. kelompok konsumen yang merupakan organism heterotrof. Terdiri dari predator dan fauna yang ada dihutan mangrove. Disini berlaku siapa yang kuat maka dia yang bertahan hidup. Biasanya fauna berukuran lebih kecil selalu menjadi mangsa buat fauna yang berukuran lebih besar. Untuk mempertahankan hidup, dari masing-masing spesies yang ada di hutan mangrove mempunya cara tersendiri. Ada yang bersimbiosis namun ada juga yang mandiri.
Gambar 2. Fauna di Hutan Mangrove 3.1. Interaksi Sumber Daya Perairan dengan Hutan Mangrove Substrat yang ada di ekosistem mangrove merupakan tempat yang sangat disukai oleh biota yang hidupnya di dasar perairan atau bentos. Dan kehidupan beberapa biota tersebut erat kaitannya dengan distribusi ekosistem mangrove itu sendiri. Sebagai contoh adalah kepiting yang sangat mudah untuk membuat liang pada substrat lunak yang ditemukan di ekosistem mangrove. Beberapa sumberdaya perairan yang sering ditemukan di ekosistem mangrove dijelaskan sebagai berikut : 3.1.1. Ikan Ikan di daerah hutan mangrove cukup beragam yang dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu: 1. Ikan penetap sejati, yaitu ikan yang seluruh siklus hidupnya dijalankan di daerah hutan mangrove seperti ikan Gelodok (Periopthalmus sp). 2. Ikan penetap sementara, yaitu ikan yang berasosiasi dengan hutan mangrove selama periode anakan, tetapi pada saat dewasa cenderung menggerombol di sepanjang pantai yang berdekatan dengan hutan mangrove, seperti ikan belanak (Mugilidae), ikan Kuweh (Carangidae), dan ikan Kapasan, Lontong (Gerreidae). 3. Ikan pengunjung pada periode pasang, yaitu ikan yang berkunjung ke hutan mangrove pada saat air pasang untuk mencari makan, contohnya ikan Kekemek, Gelama, Krot (Scianidae), ikan Barakuda, Alu-alu, Tancak (Sphyraenidae), dan ikan-ikan dari familia Exocietidae serta Carangidae. 4. Ikan pengunjung musiman. Ikan-ikan yang termasuk dalam kelompok ini menggunakan hutan
mangrove sebagai tempat asuhan atau untuk memijah serta tempat perlindungan musiman dari predator. 3.1.2. Crustacea dan Moluska Berbagai jenis fauna yang relatif kecil dan tergolong dalam invertebrata, seperti udang dan kepiting (Krustasea), gastropoda dan bivalva (Moluska), Cacing (Polikaeta) hidup di hutan mangrove. Kebanyakan invertebrata ini hidup menempel pada akar-akar mangrove, atau di lantai hutan mangrove. Sejumlah invertebrata tinggal di dalam lubang-lubang di lantai hutan mangrove yang berlumpur. Melalui cara ini mereka terlindung dari perubahan temperatur dan faktor lingkungan lain akibat adanya pasang surut di daerah hutan mangrove (Perhatikan Lampiran 1) Biota yang paling banyak dijumpai di ekosistem mangrove adalah crustacea dan moluska. Kepiting, Uca sp. dan berbagai spesies Sesarma umumnya dijumpai di hutan Mangrove. Kepiting-kepiting dari famili Portunidae juga merupakan biota yang umum dijumpai. Kepitingkepiting yang dapat dikonsumsi (Scylla serrata) termasuk produk mangrove yang bernilai ekonomis dan menjadi sumber mata pencaharian penduduk sekitar hutan mangrove. Udang yang paling terkenal termasuk udang raksasa air tawar (Macrobrachium rosenbergii) dan udang laut (Penaeus indicus , Penaeus merguiensis, Penaeus monodon, Metapenaeus brevicornis) seringkali juga ditemukan di ekosistem mangrove. Semua spesies-spesies ini umumnya mempunyai dasardasar sejarah hidup yang sama yaitu menetaskan telurnya di ekosistem mangrove dan setelah mencapai dewasa melakukan migrasi ke laut. Ekosistem mangrove juga merupakan tempat memelihara anak- anak ikan. Migrasi biota ini berbeda-beda tergantung spesiesnya. Udang Penaeus dijumpai melimpah jumlahnya hingga kedalaman 50 meter sedangkan Metapenaeus paling melimpah dalam kisaran kedalaman 11-30 meter dan Parapenaeopsis terbatas hanya pada zona 5-20 meter. Penaeid bertelur sepanjang tahun tetapi periode puncaknya adalah selama Mei – Juni dan OktoberDesember yang bertepatan dengan datangnya musim hujan atau angin musim. Penaeus Merquiensis setelah post larva ditemukan pada bulan November dan Desember dan setelah 3 - 4 bulan berada di mangrove mencapai juvenile dan pada bulan Maret sampai Juni juvenil berpindah ke air yang dangkal. Setelah mencapai dewasa atau lebih besar, udang akan bergerak lebih jauh lagi keluar garis pantai untuk bertelur dengan kedalaman melebihi 10 meter. Waktu untuk bertelur dimulai bulan Juni dan berlanjut sampai akhir Januari. Molusca yang memiliki nilai ekonomis biasanya sudah jarang ditemukan di ekosistem mangrove karena dieksploitasi secara besar-besaran. Contohnya adalah spesies Anadara sp saat ini jarang ditemukan di beberapa lokasi ekosistem mangrove karena dieksploitasikan secara berlebihan. Bivalva lain yang paling penting di wilayah mangrove adalah kerang darah (Anadara granosa) dan gastropod yang biasanya juga dijumpai terdiri dari Cerithidia obtusa, Telescopium mauritsii dan Telescopium telescopium. Kerang-kerang ini merupakan sumber daya yang penting dalam produksi perikanan, dan karena mangrove mampu menyediakan substrat sebagai tempat berkembang biak yang sesuai, dan sebagai penyedia pakan maka dapat mempengaruhi kondisi perairan sehingga menjadi lebih baik. Kerang merupakan sumberdaya penting dalam pasokan sumber protein dan sumber penghasilan ekonomi jangka panjang. Untuk penduduk sekitar pantai menjadikan kerang sebagai salah satu jenis yang penting dalam penangkapan di wilayah mangrove. 3.2. Interaksi Antara Komponen Ekosistem Dalam ekosistem, komponen biotik dan abiotik merupakan komponen pokok ekosistem yang dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Antara komponen biotik dengan abiotik saling mempengaruhi. Hubungan antarkomponen dalam ekosistem tersebut disebut hubungan ekologi.
3.2.1. Pengaruh Komponen Abiotik terhadap Komponen Abiotik Banyak kasus yang menunjukkan bahwa komponen abiotik sangat berpengaruh terhadap kehidupan tumbuhan dan hewan yang ada di atasnya. Air, kelembapan udara, cahaya matahari, gaya gravitasi maupun suhu lingkungann merupakan komponen abiotik yang besar pengaruhnya terhadap kehidupan organisme a. Pengaruh Air terhadap Organisme Keberadaan air dalam setiap ekosistem sangat menentukan kelangsungan hidup semua organisme yang ada di dalamnya. Kandungan airdi berbagai lingkungan berbeda. Oleh karena itu, pada kondisi lingkungan yang kandungan airnya berbeda akan ditemukan jenis tumbuhan yang berbeda. b. Pengaruh Cahaya Matahari Terhadap Organisme Cahaya matahari merupakan sumber energi primer. Energi cahaya matahari oleh produsen atau tumbuhan hijau digunakan untuk fotosintesis. Tanpa cahaya matahari, tumbuhan hijau tidak mungkin melakukan fotosintesis. Itu berarti tidak mungkin tersedia makanan bagi tubuhan maupun organisme lain. Di samping itu, cahaya matahari juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tumbuhan. 3.2.2. Pengaruh Faktor Biotik Terhadap Abiotik a. Pengaruh Cacing Tanah Terhadap Kesuburan Tanah Cacing tanah adalah hewan tidak berangka dan berbentuk bulat panjang amat menjijikkan. Namun, hewan tersebut mempunyai peranan yang besar dalam membantu menjaga kesuburan tanah. Cacing tanah biasa hidup di tanah yang basah atau di bawah pohaon yang banyak mengandung humus. Jejaknya di dalam tanah menyebabkann terbentuknya lubang yang menimbulkan rongga udara dalam tanah. Dari dalam lubang tempat tinggalnya itulah akan keluar gundukan tanah. Makan cacing adalah sisa tumbuhan. Sisa tumbuhan tersebut akan dihancurkan dengan alat pencernaannya yang telah berkembang cukup baik. Berkat kerja cacing tanah, sisa tumbuhan dihancurkan. Dengan demikian pengaruh cacing tanah terhadap tanah amat jelas,yaitu sebagai berikut: 1. Membantu menghancurkan sampah sehingga mengembalikan hara ke dalam tanah. 2. Menjadikan pengudaraan tanah menjadi lebih baik karena jejak cacing menyebabkan terbentuknya rongga udara dalam tanah 3. Menyuburkan dan menggemburkan tanah karena adanya pengudaraan dan pembongkaran sampah