Tugas Akhir Modul 2
1. Carilah sedikitnya 3 artikel di jurnal online tentang topic penegakan hukum, kemudian analisis topic tersebut
Analisis Jurnal 1
1.
Judul
:
Problematika penegakan hukum di Indonesia menuju hukum yang responsif berlandaskan nilai-nilai Pancasila
2.
Peneliti
:
Yadyn, Abdul Razak, Aswanto
3.
Penerbit
:
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/699413c70548c75a4d377b0c9a623d8f.pdf
4.
Metode Penelitian
:
Penelitian ini merupakan penelitian hukum, yang tipe penelitiannya merupakan penelitian normatif (Legal Research) Research) dan Juridis sosiologis (Socio Legal Research).
5.
Analisis
:
Lawrence Friedman mengemukakan 3 aspek yang menjadi dasar keterpurukan hukum suatu negara, yakni struktur, substansi dan kultur. Ketiga pisau analisis Friedman tersebut, apabila dikombinasikan dengan keterpurukan penegakan hukum yang ada di Indonesia menjadi sangat tepat, mengingat berbicara mengenai sistem hukum, maka tidak akan terlepas dari 3 (tiga) komponen sistem hukum. Dari laporan penelitiannya, penulis mengungkapkan bahwa permasalahan penegakan hukum di Indonesia, terletak pada 3 faktor yakni, Integritas aparat penegak hukum, produk hukum dan tidak dilaksanakannya nilai-nilai Pancasila oleh aparat penegak hukum dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari. Analisis terhadap keseluruhan hasil penelitian berupa struktur hukum, terhadap aparat penegak hukum menempatkan 70% tingkat ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegak hukum di Indonesia., disebabkan oleh berbagai faktor antara lain integritas aparat penegak hukum tersebut, rendahnya tingkat pelaksanaan kinerja oleh aparat penegak hukum, serta tidak diaplikasikannya nilai-nilai Pancasila dalam pelaksanaan tugas seharihari oleh aparat penegak hukum. Selanjutnya terkait keterpurukan hukum dalam hal substansi hukum, yaitu keseluruhan aturan hukum, norma hukum dan asas hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis sudah ketinggalan zaman dan merupakan produk peninggalan penjajah Belanda, sehingga dirasakan kurang aspiratif dalam menyerap keinginan masyarakat Indonesia, dan tidak selaras dengan nilai-nilai Pancasila. Kemudian keterpurukan hukum dari aspek Kultur Hukum. Kebiasaan-kebiasaan atau praktek suapmenyuap merupakan kebiasan dalam penegakan hukum di
Indonesia, 87% responden dari 3 lokasi penelitian menyatakan bahwa aparat penegak hukum di Indonesia belum bersih dari praktek suap-menyuap. Atas dasar hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa keterpurukan penegakan hukum di Indonesia terletak pada faktor integritas aparat penegak hukum, aturan hukum yang tidak responsif, serta tidak diaplikasikannya nilainilai Pancasila khususnya nilai kemanusiaan, nilai musyawarah untuk mufakat dan nilai keadilan dalam penegakan hukum oleh aparat penegak hukum, sehingga menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum yang ada di Indonesia. Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat, maka dibutuhkan aparat penegak hukum yang memiliki integritas baik, aturan hukum yang responsif yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dan selanjutnya diimplementasikan ke dalam pelaksanaan tugas sehari-hari oleh aparat penegak hukum.
Analisis Jurnal 2
1.
Judul
:
Penegakan Hukum dan Perlindungan Negara (Analisys Kritis Terhadap Kasus Penistaan Agama Oleh Patahana Gubernur DKI Jakarta )
2.
Peneliti
:
M. Husein Maruapey
3.
Penerbit
:
Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi Volume VII No. 1 /Juni 2017 https://jipsi.fisip.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/volume7no1/3-m-husenmaruapey.pdf/pdf/3-m-husen-maruapey.pdf
4.
Metode Penelitian
:
Tidak dijelaskan. Kerangka penulisan hanya menyajikan pendahuluan, tinjauan pustaka, pembahasan dan penutup.
5.
Analisis
:
Tulisan M. Husein Maruapey yang dipublikasikan melalui Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi, Universitas Komputer Indonesia ini sejatinya mampu memberikan daya tarik dan rasa penasaran yang tinggi bagi siapapun untuk membaca dan menelaah lebih jauh isinya sebagai bahan referensi dan pembelajaran, terutama di kalangan praktisi hukum. Mengingat judul yang diangkat berkaitan dengan penegakan hukum dan perlindungan negara, analisis kritis terhadap kasus penistaan agama yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Kasus ini sempat menjadi tranding topic di dunia maya serta menjadi pembahasan utama berbagai media massa mainstream. Puncaknya adalah aksi demonstrasi di Monas bersandi 212 yang diikuti jutaan orang dari berbagai daerah di Indonesia.
Hanya saja secara substansi, setelah membaca seluruh pembahasan yang disajikan, tulisan ini belum menggambarkan analisis kritis secara komprehensif atas kasus yang dihadapi Ahok, termasuk menjawab pertanyaan publik, apakah kasus Ahok telah sesuai dengan kaidahkaidah hukum di Indonesia, atau sebaliknya kasus ini bergulir karena desakan publik yang begitu besar melalui berbagai aksi demontrasi. Penulis hanya menyajikan pembahasan terkait masalah utama penegakan hukum di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia bukanlah pada sistem hukum melainkan pada kualitas manusia yang menjalankan hukum (penegak hukum). Banyak faktor yang mempengaruhi lemahnya mentalitas aparat penegak hukum diantaranya lemahnya pemahaman agama, ekonomi, proses rekruitmen tidak transparan dan lain sebagainya. Persamaan dimata hukum nyatanya tidak berjalan de ngan efektif. Kepercayaan masyarakat kepada penegakan hukum semakin memprihatinkan, bahkan aksi demo yang dilakukan 4 November 2016 serta disangkakannya Ahok belum dirasakan sebagai kesungguhan pemerintah dalam melaksanakan penegakan hukum, sehingga kesepakatan kaum muslimin untuk mengawal proses hukum penistaan Alquran yang dilakukan Ahok, kembali akan dilakukan melalui demonstarsi tanggal 2 desember 2016. Selain itu, penulis lebih banyak mengulas profil pribadi Ahok, prestasi yang telah diraihnya serta gaya kepemimpinan yang tegas dinilai cocok untuk memimpin Jakarta. Pada bagian penutup, penulis juga tidak menjelaskan keterkaitan judul dengan isi pembahasan dalam bentuk kesimpulan dan hanya memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait proses penegakan hukum. Hal ini dimaksudkan agar kewibawaan Negara dimata rakyat mendapat harkat dan martabatnya. Bahwa Negara menjamin dan melindungi seluruh warga negara. Negara menjamin hak-hak setiap warga negara, sebagaimana status dan fungsi dari negara itu sendiri yang diatur dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia.
Analisis Jurnal 3
1.
Judul
:
Determinasi Media Dalam Mengawal dan Mendorong Penegakan Hukum Melawan Korupsi
2.
Peneliti
:
Amir Machmud N.S
3.
Penerbit
:
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmh/article/view/5870/9905
4.
Metode Penelitian
:
Tidak ada karena merupakan artikel ilmiah dan bukan penelitian. Kerangka penulisan terdiri dari Pendahuluan, Pembahasan, Simpulan dan Saran serta Daftar Pustaka.
5.
Analisis
:
Pasca reformasi dan terbitnya Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, determinasi media dalam mengawal dan mendorong upaya penegakan hukum melawan korupsi di Indonesia menjadi fakta nyata yang mewarnai sebagian besar pemberitaan media massa, baik cetak, elektronik maupun media siber. Banyak skandal korupsi skala besar yang melibatkan pejabat negara dan tokoh politik dengan kerugian negara hingga ratusan miliaran berhasil di ungkap ke public sekaligus menjadi penekan bagi lembaga anti rasuah dalam pemberantasan korupsi. Terakhir, kasus yang paling menyita perhatian public adalah mega korupsi KTP elektronik yang melibatkan Ketua DPR sekaligus Ketua Partai Golkar Setya Novanto. Dalam kasus ini, masifnya determinasi media berhasil memainkan peran untuk membangun opini public, sehingga Setya Novanto di jebloskan ke penjara oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tidak dapat dipungkiri, dalam konteks penegakan hukum di Indonesia yang masih diwarnai tarik menarik kepentingan politik, determinasi media menjadi salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan pemberantasan korupsi, terutama oleh KPK. Pers memainkan fungsi tersebut sebagai amanat dari Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 untuk mengawal penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang akuntabel dan transparan. Salah satu fungsi pers yakni melaksanakan control sosial yang merupakan penjabaran dari pemahaman bahwa kemerdekaan pers mencegah korupsi, kolusi dan nepotisme. Media mendeterminasi penegakan hukum melawan korupsi dengan mengetengahkan kebijakan pemberitaan yang berbasis framing atau pembingkaian dengan mengonstruksi realitas yang berorientasi pada sebesar-besarnya kemaslahatan public. Satjipto Rahardjo dalam Sisi Lain dari Hukum di Indonesia menulis bahwa sesungguhnya perjalanan hukum penuh dengan lika-liku yang tidak bisa dipolakan secara absolute-eksak. Namun hal itu tidak berarti hukum merupakan suatu institusi yang bisa dibengkak-bengkokkan menurut selera orang. Hanya ingin ditunjukkan, bahwa penegakan hukum tidak segampang dan sejelas seperti yang dikatakan undangundang, melainkan sarat akan intervensi sosial, politik, ekonomi serta praktik perilaku substansial dari orang-orang yang menjalankannya. Pada sisi inilah kebijakan pemberitaan media akan menjadi penentu, seberapa besar media berpihak dengan member ruang y ang lebih besar dan kuat bagi element-element anti korupsi. Mengonstruksi realitas dalam pemberitaan media lewat hard news, artikel opini, tajuk rencana
atau bahkan pojok merupakan langkah penting mengorientasikan keberpihakan media. Karena itu, agar determinasi media dalam mengawal dan mendorong upaya penegakan hukum melawan korupsi di Indonesia dapat terus berjalan, perlu terus didorong oleh kekuatan-kekuatan masyarakat sipil. Selain itu, pengawasan terhadap media dalam menjalankan fungsi-fungsinya harus secara konsisten dijalankan oleh lembagalembaga yang mempunyai akses pertanggungjawaban ke public, sehingga media tidak bias dalam melaksanakan tugas dan fungsi jurnalistiknya.
2. Silahkan membaca artikel pada website berikut dan berikan argumentasi saudara: Lihat Url :https://www.scribd.com/doc/82254135/Gagasan-Negara-Hukum-Indonesia
Keberadaan Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu hasil amandemen keempat Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan salah satu penegasan konsep negara hukum modern Indonesia. Keberadaan Mahkamah Konstitusi merupakan perwujudan cita-cita negara hukum yang harus di mulai dengan mengawal tegaknya konstitusi sebagai hukum tertinggi dalam sebuah negara hukum. Pembentukan Mahkamah Konstitusi diperlukan untuk menegakkan prinsip negara hukum Indonesia dan prinsip konstitusionalisme. Artinya tidak boleh ada undang-undang dan peraturan perundangundangan lainnya yang bertentangan dengan Undang-undang Dasar sebagai puncak dari tata urutan perundang-undangan di Indonesia. Mahkamah Konstitusi mempunyai fungsi mengawal dan menjaga agar konstitusi sebagai hukum tertinggi dapat ditaati dan ditegakan dengan setegak-tegaknya, sekaligus dalam rangka mengendalikan, mengawal dan mengarahkan proses demokrasi kehidupan kenegaraan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai pengawal konstitusi dan pengarah demokrasi, Mahkamah Konstitusi juga berfungsi sebagai penafsir tertinggi atas Undang-Undang Dasar melalui putusan-putusannya sebagaimana mestinya. Karena itu, kedudukan dan peranan Mahkamah Konstitusi sangat penting dan strategis dalam rangka bekerjanya sistem ketatanegaraan Republik Indonesia di masa yang akan datang, guna mendukung upaya membangun kehidupan kebangsaan dan kenegaraan kita yang semakin demokratis, damai, sejahtera, mandiri, bermartabat, dan berkeadilan.
3. Silahkan membaca artikel pada website berikut dan berikan argumentasi saudara : lihat https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmh
1.
Judul
:
Aktualisasi nilai-nilai Pancasila terhadap hak atas kebebasan beragama dan beribadah di Indonesia
2.
Peneliti/Penulis
:
Sekar Anggun Gading Pinilih, Sumber Nurul Hikmah
3.
Penerbit
:
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmh/article/view/17002/13374
4.
Argumentasi
:
Artikel berjudul aktualisasi nilai-nilai Pancasila terhadap hak atas kebebasan beragama dan beribadah di Indonesia ini sangat tepat untuk menggambarkan kondisi kekinian kehidupan beragama di Indonesia, terutama semenjak munculnya kasus penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama yang berlanjut pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Sejatinya Indonesia merupakan negara dengan pluralism agama. Namun di tengah pluralisme agama tersebut, hubungan lintas agama di Indonesia semakin terpuruk. Hal ini dapat dilihat dari berbagai aksi kekerasan atas nama agama yang semakin meningkat belakangan ini. Pancasila sebagai dasar falsafah negara yang terdapat dalam alinea keempat UUD NRI Tahun 1945 dengan sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” bukan saja menjadi dasar rohani dan dasar moral kehidupan bangsa, melainkan secara implisit mengandung toleransi beragama. Selain sila pertama tersebut, aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam menjamin hak atas kebebasan beragama dan beribah di Indonesia termaktub dalam pasal 28 E ayat (1) dan pasal 29 UUD NRI Tahun 1945. Dalam menyikapi pluralisme agama harus mendasarkan atau menyesuaikan pada nilai-nilai Pancasila, utamanya nilai Ketuhanan Yang Maha Esa yang harus dihayati dan dijadikan pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu, hak atas kebebasan bearagama adalah hak asasi manusia yang wajib dan telah dijamin oleh negara, artinya tidak ada seorangpun yang dapat mengusik ataupun mengganggu ibadah agama setiap orang, karena setiap orang memiliki kebebasan untuk bertuhan menurut agama dan kepercayaan, setiap orang menjalankan agama dan kepercayaan secara berkeadaban, saling menghormati, serta segenap agama dan kepercayaan mendapat tempat dan perlakuan yang sama. Dengan menanamkan nilai Pancasila tersebut akan dapat mewujudkan rasa kemanusiaan yang beradab dan tercipta kehidupan bermsayarakat yang humanis karena tidak adanya konflik agama. Adanya rasa humanis dan kemanusiaan tersebut akan mendorong persatuan dan kesatuan bangsa, dalam hal ini apabila rakyat bersatu mempertahankan negara
dan bela negara, maka negara akan kuat dari ancamanancaman luar yang ingin meruntuhkan Indonesia.