LAPORAN PRAKTIKUM
PENGENDALIAN LIMBAH INDUSTRI
ACARA VI
ANALISIS KADAR KARBON (C)
Disusun Oleh :
Nama : Fety Andrianing Y
NIM : 14/361795/SV/06059
Kelompok/ Shift : A2/ 2
Hari, Tanggal : Rabu, 25 Maret 2015
Waktu : 10.00 – 12.00 WIB
Co Ass : Richardus Aprillianto
LABORATORIUM REKA INDUSTRI DAN PENGENDALIAN PRODUK SAMPING
PROGRAM STUDI DIPLOMA III AGROINDUSTRI
SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2015
TUJUAN PRAKTIKUM
Menentukan kadar karbon ( C ) pada sampel limbah
METODOLOGI PRAKTIKUM
Alat dan Bahan
Alat
Pipet ukur 5 ml 2
Pipet ukur 10 ml 1
Labu ukur 2
Statif
Erlenmeyer
Buret
Ruang asam
Mangkok
Bahan
Aquadest ( H2O )
Asam Kaliium dikromat ( K2Cr2O7 )
Larutan Besi (II) Sulfat ( FeSO4 )
Limbah Bakpia
Asam sulfat pekat ( H2SO4 )
Asam Phospat pekat ( H2PO4 )
Indikator Dhipenilalamin ( DPA )
Prosedur Praktikum
Menyiapkan 1 ml sampel cair berupa limbah kacang hijau bakpia
Menyiapkan blangko Aquadest 1 ml
Memberikan asam dikromat 10 ml pada sampel dan blangko
Memasukkan sampel dan blangko ke ruang asam dengan memberikan 10 ml asam sulfat pekat
Mendinginkan ke dalam mangkok yang berisi air
Memberi asam phospat pekat 5 ml dan DPA 1 ml
Memberikan Aquadest sampai labu alas
Menghomogenkan larutan uji
Mengambil 5 ml larutan uji lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
Menambahkan Aquadest 15 ml
Menitrasi dengan Besi ( II) Sulfat
Menghitung nilai C pada sampel limbah dan Blangko
Dari data diketahui nilai kadar C sebesar 3.870 mg/L
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Bahan
ml FeSO4
Nilai C
Sampel 1
3 ml
3.870 mg/L
Blangko 1
2 ml
3.870 mg/ L
C = (B – A) x N x 3 x 10 x 100 x 1000
ml 77
= (3 – 2) x 0,1 x 3 x 10 x 100 x 1000
77
= 0,3 x 10 x 1,29 x 1000
= 3.870 mg/L
Pembahasan
Total Organik Karbon didefinisikan sebagai jumlah karbon yang terikat dialam senyawa organik yang terkadung didalam air itu sendiri. Karbon Organik total mengukur semua bahan yang bersifat organik. TOC diukur dengan konversi karbon organik dalam air limbah secara oksidasi katalik pada suhu 9000 C menjadi karbon dioksida. Metode pengukuran ini cepat dan dapat diulang, memberikan perkiraan kadar karbon organik pada suatu limbah dengan lebih cepat. Nilai TOC sangat berkolerasi dengan uji – uji BOD5 standar dan COD bila limbah relatif seragam. TOC menggunakan pendekatan karbon. Nilai TOC tidak menunjukkan laju degradasi senyawa karbon. Senyawa – senyawa yang dianalisis dalam uji TOC seperti selulosa, hanya memecah secara lambat dalam lingkungan alamiah. Nilai TOC akan berubah apabila limbah diberi penanganan dengan berbagai metode (Jenie, 1993).
TOC atau Total Organic Carbon juga dapat didefinisikan sebagai besarnya kandungan karbon di dalam suatu limbah. Selama beberapa tahun terakhir, Analisis terhadap Total Organik Karbon (TOC) merupakan teknik analisa yang bisa dikatakan paling baik untuk mengetahui kualitas suatu air. Analisis khas untuk mengukur TOC total karbon sekarang serta karbon anorganik (IC). Mengurangkan anorganik karbon dari hasil karbon total TOC. Varian umum lainnya meliputi analisis TOC mengeluarkan bagian IC terlebih dahulu dan kemudian mengukur sisa karbon. Metode ini melibatkan membersihkan sebuah diasamkan sampel dengan udara bebas karbon atau nitrogen sebelum pengukuran, dan lebih tepat disebut purgeable non-organik karbon (NPOC).
Praktikum Analisis Krbon dimulai dengan memberikan 1 ml sampel limbah dan 1 ml Aquadest ke dalam Labu ukur. Kemudian memberikan 10 ml larutan asam dikromat ke masing – masing sampel dan blangko. Setelah tercampur, labu ukur dimasukkan ke dalam lemari asam dengan ditambahkan 10 ml asam sulfat pekat. Larutan dibiarkan agar sedikit panas atau mengalami reaksi eksotermis di dalam lemari asam. Kemudian sampel dihomogenkan dengan gerakan memutar dan naik turun. Warna pada sampel harus tetap dipertahankan merah jingga atau orange, jika terjadi warna hijau atau biru maka pada sampel ditambahkan lagi larutan kalium dikromat dan asam sulfat pekat dalam perbandingan yang sama.
Ketika telah mengalami reaksi eksotermis di dalam lemari asam, sampel kemudian dikeluarkan dan didinginkan ke dalam mangkok berisi air. Setelah dingin, larutan uji ditambahkan 5 ml asam phospat dan indikator difenilamin untuk merubah warna menjadi hijau kehitaman. Setelah itu, ditambahkan Aquadest hingga volume mencapai 50 ml sampai batas labu takar. Larutan kembali dihomogenkan dengan cara mengocoknya naik turun sehingga larutan dan reagennya dapat bercampur. Setelah homogen, larutan dibiarkan mengendap hingga terlihat bagian bening di atasnya. Kemudian larutan diambil 5 ml dan diletakkan ke dalam erlenmeyer 50 ml. Untuk pengencernya ditambahkan 15 ml aquadest ke dalam erlenmeyer. Larutan sampel dan blangko kemudian dititrasi menggunakan larutan Besi (II) Sulfat hingga berwarna hijau tosca. Setelah itu, langkah terakhir adalah mencatat besar besi (II) sulfat yang digunakan, dan melakukan perhitungan kadar karbon berdasarkan data yang didapatkan.
Selama praktikum berlangsung, terdapat reagen – reagen yang digunakan untuk melakukan proses analisis karbon. Reagen adalah zat atau senyawa yang ditambahkan ke sistem dalam rangka untuk membawa tentang reaksi kimia atau ditambahkan untuk melihat jika reaksi terjadi. Meskipun istilah reaktan dan reagen sering digunakan secara bergantian, reaktan adalah lebih khusus zat yang dikonsumsi dalam proses reaksi kimia. Pelarut., meskipun mereka terlibat dalam reaksi biasanya tidak disebut sebagai reaktan (Rahayu, 2008). Reagen – reagen tersebut diantaranya adalah Aquadest atau H2O, Asam Kaliium dikromat atau K2Cr2O7, Larutan Besi (II) Sulfat yang memiliki rumus kimia FeSO4, Asam sulfat pekat atau H2SO4 dan Asam Phospat pekat atau H2PO4. Indikator yang digunakan di dalam pengujian karbon adalah Indikator Dhipenilalamin atau biasa disingkat DPA.
Masing – masing reagen memiliki fungsi dan peran tersendiri di dalam analisis total karbon. Aquadest berfungsi sebagai zat pengencer larutan uji. Kalium dikromat berfungsi sebagai pengoksidasi larutan sampel dan blangko, dan biasa ditambahkan pertama kali. Kemudian asam sulfat pekat yang di dalam praktikum harus diberikan di dalam lemari asam berfungsi untuk menyeimbangkan asam dan basa. Di dalam pemberian kalium dikromat dan asam sulfat ini terdapat ketentuan. Kedua reagen ini bertujuan untuk membentuk warna orange, sehingga, jika larutan uji belum berwarna orange, maka diperlukan penambahan kalium dikromat dan asam sulfat dengan perbandingan yang sama.
Asam phospat yang diberikan setelah alrutan keluar dari lemari asam berfungsi untuk menginversi larutan. Maksud menginversi larutan disini adalah mempertahankan warna orange dari larutan uji. Kemudian larutan uji diberi 1 ml difenilalanin atau DPA yang berfungsi sebagai indikaor perubahan warna. Setelah pemberian difenilalanin, maka pada warna pada larutan uji akan berubah menjadi coklat pekat. Reagen pada analisis karbon yang terakhir adalah larutan Besi (II) Sulfat. Larutan ini berfungsi sebagai penitrasi sampel dan blangko. Di dalam praktikum analisis karbon zat penitrasi menggunakan Besi (II) sulfat karena larutan ini berfungsi untuk merubah warna orange atau coklat menjadi warna hijau. Parameter perubahan warna pada titrasi inilah yang menunjukkan bahwa sampel mengandung karbon.
Asam sulfat atau yang memiliki rumus kimia H2SO4, merupakan asam mineral atau senyawa anorganik yang kuat. Zat ini larut dalam air pada semua perbandingan. Asam sulfat mempunyai banyak kegunaan dan merupakan salah satu produk utama industri kimia. Asam sulft murni tidak berwarna, berupa cairan kental yang membeku pada suhu 10,40 Celcius dan mendidih pada suhu 276,40 Celcius. Materi ini bereaksi keras dengan air dan senyawa organik (Bernard, 2001). Dalam praktikum di Laboratorium, asam sulfat pekat pemberiannya harus di dalam lemari asam. Hal ini dikarenakan asam suldat pekat sangat reaktif dan berbahaya jika sampai berada pada suhu kamar. Asam sulfat pekat juka smapai mengenai kulit dapat menyebabkan kulit melepuh atau mengelupas. Oleh karena itu, pemberian asam sulfat pekat ke dalam larutan uji harus dilakukan di dalam lemari asam, untuk mengantisipasi sifat kereaktifannya yang sangat besar.
Hasil analisis kadar karbon dalam limbah kacang hijau menunjukkan bahwa di dalam limbah terkandung senyawa karbon yang cukup tinggi. Dari hasil tirasai dan perhitungan, diketahui bahwa kadar karbon yang terkandung di dalam limbah kacang hijau mencapai 3.870 mg/L. Nilai ini dirasa sangat besar jika mengingat bahwa nilai ambang batas karbon yang boleh terkandung di dalam air menurut peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun 2007 tentang baku mutu air limbah bagi usaha adalah sebesar 100 mg/L. Jika dibandingkan dengan nilai ambang batas, dapat disimpulkan bahwa hasil analisa kadar karbon total di dalam limbah kacang hijau sangat besar dan berbahaya jika tidak ditangani dengan benar. Selisih jumlah yang begitu signifikan antara hasil dan nilai ambang batas juga menyatakan bahwa air limbah bakpia tidak boleh digunakan untuk keperluan sehari –ahari, terlebih untuk konsumsi.
Nilai karbon yang tinggi di dalam air limbah,dalam batas toleransi melebihi 1000 mg/L mengindikasikan bahwa limbah tersebut termasuk dalam kategori berbahaya. Limbah dengan nilai kadar karbon yang tinggi memerlukan penanganan dan pengendalian khusus terlebih dahulu sebelum dibuang. Jika nilai kadar karbon air limbah melebihi batas toleransi 1000 mg/L dan langsung dibuang tanpa pengendalian terlebih dahulu, maka hal tersebut akan berdampak buruk terhadap lingkungan. Seperti telah diketahui bahwa karbon merupakan unsur yang jika keberadaannya berlebihan di alam maka akan menyebabkan kontaminasi terhadap zat – zat yang lainnya. Untuk itu,penanganan akan limbah yang mengandung kadar karbon tinggi harus lebih spesifik dan khusus, agar dampaknya tidak diserap oleh lingkungan.
Prinsip Analisis Total Organic Carbon adalah bagaimana mengetahui jumlah kadar karbon yang terkandung di dalam suatu bahan, khususnya pada limbah industri. Karbon Organik Total (TOC) merupakan suatu cara analisis adanya senyawa organik dalam suatu materi. Pengukuran kadar karbon organik total dilakukan dengan konversi senyawa organik yang dioksidasi secara sempurna menghasilkan CO2 dan H2O. Penentuan total organik karbon dengan menggunakan ANATOC (Analyzer Total Organic carbon) secara langsung hasilnya dapat kita ketahui, apakah pada air limbah tersebut mengandung senyawa karbon organic. Apabila kadar TOC pada air limbah tinggi maka dapat meningkatkan karbon dioksida dan metana dan juga dapat mengurangi jumlah oksigen terlarut (Amalia, 2009).
Sebenarnya, carbon yang terkandung pada media terdiri dari dua jenis, yaitu Organic Carbon atau disingkat OC dan Inorganic Carbon atau disingkat IC. Sistem pengukuran carbon yang ada hingga saat ini adalah dengan cara merubah carbon menjadi CO2. Baru kemudian mengukur kadar CO2 tersebut sebagai representasi dari kadar carbon yang ada. Yang diukur sebenarnya semua unsur carbon yang ada dalam sample tanpa membedakan apakah itu OC atau IC. Terdapat dua cara pengukuran TOC, yaitu pengukuran secara langsung dan pengukuran tidak langsung (Watoni,2000).
Pada pengukuran langsung, mula-mula komponen IC dihilangkan terlebih dahulu dengan cara memberi senyawa asam ke sample (acidification) kemudian gas hasil reaksi antara IC dan asam dibuang ke udara. Selanjutnya sample yang sudah bersih dari komponen IC dioksidasi (Oxidation) untuk merubah Carbon menjadi CO2, lalu CO2 tersebut diukur sebagai NPOC (Non Purgeable Organic Carbon), yang adalah TOC. Sedangkan pada pengukuran tidak langsung, yang diukur adalah TC dan IC, kemudian mengurangkan IC dari TC untuk mendapatkan TOC (TOC = TC-IC). Proses pengukuran tidak langsung adalah, mula-mula sample dibagi menjadi 2 bagian. Setengah bagian pertama diberi senyawa asam, sehingga semua komponen IC bereaksi dengan asam tersebut untuk membentuk CO2. Setengah bagian kedua kemudian dioksidasi untuk merubah Carbon menjadi CO2. CO2 hasil dari kedua proses tersebut kemudian diukur untuk mendapatkan IC dan TC.
Analisa TOC muncul sebagai suatu cara alternatif yang cepat dan akurat dibanding cara klasik namun tidak se-lama cara BOD dan COD yang secara tradisional dapat menunjukan potensi polusi dari air limbah. Manfaat Analisa TOC adalah untuk dapt mengertahui akdar nilai karbon yang terkandung di dalam suatu limbah. Analisis TOC hanya berfungsi sebagai proses kontrol karena memiliki beberapa keunggulan dibanding BOD dan COD. Keunggulan analisis TOC diantaranya waktu analisis yang lebih singkat biasanya hanya berkisar 5 hingga 10 menit. Selain itu saat ini telah banyak di pasaran alat-alat TOC analyser yang dapat mengukur TOC secara kontinyu.
Aplikasi TOC di dalam industri tidak terlepas dengan kaitannya terhadap lingkungan. TOC dalam sumber air berasal dari pembusukan zat organik (natural organic matter :NOM) dan dari bahan sintetis. Asam Humus, fuvic acid, amina, dan urea adalah jenis-jenis dari NOM. Deterjen, pestisida, pupuk, herbisida, bahan kimia industri, dan organik terklorinasi adalah contoh sumber-sumber sintetis. Sebelum sumber air diolah untuk didisinfeksi, TOC berperan penting dalam menghitung jumlah NOM. Dalam sebuah fasilitas pengolahan air, proses reaksi desinfeksi menggunakan klorida yang mengandung disinfektan menjadi hal yang pokok. Ketika bahan air di klorinasi, senyawa klorin aktif (Cl2, HOCl, ClO-) bereaksi dengan NOM untuk menghasilkan biproduk desinfeksi terklorinasi (chlorinated disinfection byproducts: DBPs). Beberapa peneliti telah menentukan bahwa semakin tinggi level NOM dalam sumber air sepanjang proses desinfeksi dapat menambah jumlah karsinogenik di dalam pemrosesan air minum.
Aplikasi TOC di dalam bidang industri farmasi adalah bahwa keberadaan Carbon bisa saja terjadi karena ada hubungannya dengan endotoxin, pertumbuhan mikroba, dan perkembangan lapisan biologis (biofilm) di dinding saluran pipa. Selain itu terdapat biofilm yang tumbuh di dalam sistem distribusi mesin farmasi. Dipercaya ada hubungan antara konsentrasi TOC dan level endotoxin dan mikroba. Mempertahankan rendahnya level TOC dapat membantu kita untuk mengkontrol level endotoxin dan mikroba dan tentunya pertumbuhan biofilm. USP, EP, JP memeperkenalkan TOC sebagai tes yang dibutuhkan untuk air murni dan air injeksi (Water For Injection : WFI).
Untuk alasan ini, TOC telah memenuhi syarat sebagai perlengkapan kontrol proses di dalam industri bioteknologi. TOC berfungsi untuk memonitor performa dari operasional sistem yang terdiri dari purifikasi dan mesin distribusi. Dengan banyaknya operasional bioteknologi seperti preparasi obat dan makanan, FDA mengeluarkan banyak regulasi untuk melindungi kesehatan publik dan menjamin kualitas produk yang di konsumsi masyarakat. Untuk menjamin tidak-adanya kontaminasi silang antara produk obat, variasi cara prosedur cleaning dilakukan. Level konsentrasi TOC digunakan untuk mengetahui keberhasilan dari prosedur validasi cleaning terutama "clean-in-place" (CIP).
KESIMPULAN
Setelah melakukan uji analisis kandungan karbon pada Limbah kacang hijau, diketahui bahwa kadar karbon yang terkandung di dalam air limbah kacang hijau adalah sebesar 3.870 mg/L dan jumlah ini sangat melebihi ambang batas kandungan karbon yang diperbolehkan yaitu sebesar 110 mg/L.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Dian. 2009. Total Organic Carbon pada Limbah Industri. http//www.academia.edu/total-organic-carbon/html
Diakses pada Minggu, 29 Maret 2015 Pukul 17.28 WIB
Bernard, Bernie B dkk. 2001. Determination of Total Carbon, Total Organic Carbon and Inorganic Carbon in Sediments. B&B Laboratories Inc. College Station. Texas
Jenie, Betty Sri Laksmi dkk. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius. Yogyakarta
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun 2007 Tentang Baku Mutu Air Limbah bagi usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas Bumi
Rahayu, Iman. 2008. Praktis Belajar Kimia. Visindo. Jakarta
Watoni, Abdul Haris dkk. 2000. Studi Aplikasi Metode Potensiometri pada Penentuan Kandungan Karbon Organik Total Tanah. Jurnal MS Vol. 5 Nomor 01, Halaman 23 – 40. April 2000