LONG CASE TINITUS ET CAUSA CERUMEN PROP AURIKULA DEXTRA SINISTRA DAN PRESBIAKUSIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Me ngikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Penyakit THT Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul
Diajukan kepada : dr. I Wayan Marthana WK., M.Kes, Sp.THT
Disusun oleh : Citra Perwita Sari 20090310040
SMF ILMU PENYAKIT THT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2014
1
LEMBAR PENGESAHAN
LONG CASE TINITUS ET CAUSA CERUMEN PROP AURIKULA DEXTRA SINISTRA DAN PRESBIAKUSIS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Telinga, Hidung dan Tenggorok RSUD Panembahan Panembahan Senopati Bantul
Disusun oleh : Citra Perwita Sari 20090310040
Telah disetujui disetujui dan dipresentasikan pada pada tanggal Agustus 2014
Pembimbing
dr. I Wayan Marthana WK., M.Kes, Sp.THT
2
LEMBAR PENGESAHAN
LONG CASE TINITUS ET CAUSA CERUMEN PROP AURIKULA DEXTRA SINISTRA DAN PRESBIAKUSIS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Telinga, Hidung dan Tenggorok RSUD Panembahan Panembahan Senopati Bantul
Disusun oleh : Citra Perwita Sari 20090310040
Telah disetujui disetujui dan dipresentasikan pada pada tanggal Agustus 2014
Pembimbing
dr. I Wayan Marthana WK., M.Kes, Sp.THT
2
BAB I LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. M
Jenis kelamin
: Perempuan
Usia
: 64 tahun
Alamat
: Gaduh Bejen DK Sulang Lor Patalan Jetis Bantul
Pendidikan
: Tamat SD
Pekerjaan
: IRT
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Bangsa
: Indonesia
Status pernikahan
: Menikah
Tanggal masuk RS
: 21 Agustus 2014
RM
: 537323
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 21 Agustus 2014 di poli THT RSUD Panembahan Senopati Bantul pada jam 10.20 WIB secara autoanamnesis dengan pasien. 1. Keluhan Utama Os datang dengan keluhan telinga kanan dan kiri berdenging kurang lebih sejak 2 bulan smrs. 2. Keluhan Tambahan Os mengeluh pendengaran terasa menurun. 3. Riwayat Penyakit Sekarang Os datang dengan keluhan telinga kanan dan kiri berdenging kurang lebih sejak 2 bulan sebelum masuk RS. Awalnya dengingan tidak begitu mengganggu namun perlahan-lahan semakin mengganggu tidur pasien hingga pasien datang memeriksakannya ke dokter. Dengingan
3
berlangsung terus menerus sekarang pendengaran telinga kanan dan kiri sedikit berkurang. Dengingan tidak dirasakan seirama dengan denyut jantung dan tidak ada suara ‘klik’. Pasien dapat mendengar suara percakapan, tetapi sulit untuk memahaminya, terutama bila diucapkan dengan cepat dan dengan latar belakang yang bising. Bila mendengar suara keras pasien merasa cekot-cekot di dalam telinga. Os mengatakan tidak ada nyeri telan dan kesulitan menelan makanan. Riwayat demam, batuk dan pilek disangkal. Nyeri di daerah telinga (-), pusing (-), mual (-) dan muntah (-). Riwayat trauma di daerah sekitar telinga (-), riwayat kemasukan air (-), riwayat keluar cairan dari telinga (-), riwayat mengkorek-korek telinga (-). Adanya telinga tertampar, terpajan bising yang terus menerus, disangkal oleh pasien. Keluhan rasa pusing berputar juga tidak dikeluhkan oleh pasien, serta adanya gigi berlubang juga disangkal. Sekitar 1 bulan yang lalu, OS mengeluh telinga kanan dan kiri berdenging kemudian OS memeriksakan ke dokter, mendapat tindakan penyedotan serumen tetapi OS merasa tidak ada perbaikan Os sudah berobat ke poli THT RSPS dan keluhan yang ada dirasa agak membaik namun kedua telinga masih berdenging. Kunjungan kali ini merupakan kontrol yang ke-2 kalinya.
4. Riwayat Penyakit Dahulu -
Riwayat sakit serupa (-)
-
Riwayat polip nasi (-)
-
Riwayat dirawat di RS (+), op katarak mata kanan 2 bulan yang lalu, mata kiri 2 minggu yang lalu
-
Riwayat HT (-), DM (-)
-
Riwayat alergi (-)
5. Riwayat Pengobatan Sebelumnya pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan rutin.
4
6. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada yang mengalami penyakit serupa pada keluarga os.
7. Anamnesis Sistem -
Sistem serebrospinal
: demam (-), mual (-), muntah (-), nyeri
kepala (-) -
Sistem respiratorius
: batuk (-), pilek (-), hidung tersumbat (-),
sekret (-) -
Sistem kardiovaskular
: berdebar-debar (-), sesak nafas (-)
-
Sistem gastrointestinal
: sebah (-), nyeri ulu hati (-), diare (-)
-
Sistem urogenitalia
: BAK lancar
-
Sistem muskuloskeletal : tidak ada hambatan gerak
-
Sistem integumentum
: akral teraba hangat
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis -
Keadaan umum
: Baik
-
Kesadaran
: Compos mentis
-
Tanda-tanda vital :
-
Nadi
: 80 kali/menit
Suhu
: afebris
Pernafasan
: 20 kali/menit
Tekanan darah
: 130/80 mmHg
Kepala
:
Normocephal,
rambut hitam dengan distribusi merata dan tidak
mudah dicabut. -
Mata
:
5
Konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor kanan dan kiri, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+. -
Hidung
: tidak tampak kelainan, deviasi septum (-), sekret (-
). -
Telinga
:
Normotia,
serumen
+/+,
membran
timpani
perforasi -/-
Mulut dan bibir
: Tidak sianosis, mukosa tidak kering
-
Leher
: Trakea lurus di tengah, tidak teraba massa
-
KGB
-
:
Submandibular
: tidak teraba
Supraklavikular : tidak teraba
Retroaurikular
: tidak teraba
Cervical
: tidak teraba
Paru
Inspeksi : kedua hemithorax simetris dalam keadaan statis dan dinamis, tidak ada retraksi sela iga.
Palpasi
: Vocal fremitus kedua hemithorax sama kuat.
Perkusi
: Sonor pada kedua hemithorax.
Auskultasi: suara nafas vesikuler pada kedua hemithorax, ronkhi (-), wheezing(-).
-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi
: ictus cordis teraba di ICS IV linea midclavicularis
sinistra.
Perkusi
: tidak dilakukan.
Auskultasi: bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-).
-
Abdomen
Inspeksi
: Datar
6
-
Auskultasi
: Bising usus (+) 3 kali / menit.
Palpasi
: supel, turgor kulit baik, nyeri tekan (-)
Perkusi
: Timpani
Ekstremitas
: lengkap, tidak ada deformitas, tidak oedem
2. Status Lokalis THT a. Telinga
Bentuk telinga luar Daun telinga
Kanan
Kiri
Normal Deformitas (-)
Normal Deformitas (-)
Normotia, nyeri tarik (), nyeri tekan tragus (), nyeri tekan mastoid (-)
Normotia, nyeri tarik (), nyeri tekan tragus (), nyeri tekan mastoid (-)
Sikatriks (-), fistel (-)
Sikatriks(-), fistel (-)
Tersumbat oleh serumen
Tersumbat oleh serumen
Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
Sekret (-)
(-)
(+) Padat, tidak berbau, berwarna coklat kehitaman, agak keras
(+) Padat, tidak berbau, berwarna coklat kehitaman, agak keras
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Retroaurikular Liang telinga
Mukosa Sekret Serumen
Membran timpani
7
CP (+)
Tes Penala Kanan
Kiri
(+)
(+)
Tes Rinne Tidak ada lateralisasi Tes Weber Tes Schwabach
Sama dengan
Sama dengan
pemeriksa
pemeriksa 512 Hz
Penala yang digunakan
b. Hidung -
Pemeriksaan Hidung Kanan
Kiri
Deformitas
Tidak ada
Tidak ada
Nyeri tekan
Dahi (-), pipi (-), depan
Dahi (-), pipi (-), depan
telinga (-)
telinga (-)
(-)
(-)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Krepitasi Transiluminasi
-
Rinoskopi anterior
8
Vestibulum
Kanan
Kiri
Sekret (-), krusta (-)
Sekret (-), krusta (-)
Konka inferior
Hipertrofi (-), hiperemis (-)
Hipertrofi (), hiperemis (-)
Konka media
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Konka superior
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Pus (-), polip (-)
Pus (-), polip
Meatus nasi media
(-)
Kavum nasi
Lapang
Lapang
Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
Sekret
(-)
(-)
Septum
Deviasi (-)
Deviasi (-)
Dasar hidung
Normal
Normal
Aliran Udara
Hambatan (-)
Hambatan (-)
Mukosa
9
1 2
6
3 5 4
-
Rinoskopi Posterior Keterangan :
: tidak dilakukan pemeriksaan
1. Concha Superior 2. Concha Media 3. Concha Inferior 4. Meatus Inferior 5. Meatus Media 6. Meatus Superior
c. Tenggorokan 1
2
Keterangan : 1.Uvula 2. Tonsila Palatina
-
Pemeriksaan Faring Cavum oris
: caries (-), stomatitis (-)
Arkus faring
: simetris (+), hiperemis (-), edema (-)
Dinding faring
: hiperemis (-)
Uvula
: letak di tengah, hiperemis (-)
Tonsila palatina
:
Besar : T1-T1 Warna : merah muda, hiperemis (-) Kripta (-) Detritus (-)
10
Perlengketan (-)
-
Pemeriksaan Laring
Keterangan : 1. Epiglotis 2. Kartilago aritenoid 3. Plika vestibularis 4. Plika vokalis 5. Plika ariepiglotika 6. Rima glotis
d. LEHER -
Kelenjar limfe submandibula
: tidak teraba membesar
-
Kelenjar limfe servikal
: tidak teraba membesar
-
Kelenjar limfe retroaurikular
: tidak teraba membesar
D. DIAGNOSIS
Tinitus et causa cerumen prop aurikula dextra sinistra dan presbiakusis E. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa -
Evakuasi cerumen
-
Jangan terkena air
Medikamentosa -
Mecobalamin 3x1
11
-
Diazepam 1x1
F. PROGNOSIS
Ad Vitam
: dubia ad bonam
Ad Fungsionam
: dubia ad bonam
Ad Sanasionam
:
dubia
12
ad
bonam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI
Telinga terdiri dari tiga bagian, yaitu telinga luar, t elinga tengah dan telinga dalam. a. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran tympani. Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan
yang
diliputi kulit. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga (meatus akustikus eksternus) berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, di sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat = kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen, dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm. Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah rambut, kelenjar sebasea dan sejenis kelenjar keringat yang telah mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler yang berkelok-kelok yang menghasilkan zat lemak setengah padat berwarna kecoklatcoklatan yang dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen berfungsi menangkap debu dan mencegah infeksi.
b. Telinga Tengah
Telinga tengah adalah ruangan yang berbentuk kubus. Isinya meliputi gendang telinga, 3 tulang pendengaran (malleus, incus dan stapes). muara tuba Eustachii juga berada di telinga tengah. Getaran suara yang diterima oleh gendang telinga akan 13
disampaikan ke tulang pendengaran. Masing-masing tulang pendengaran akan menyampaikan getaran ke tulang berikutnya. Tulang stapes yang merupakan tulang terkecil di tubuh meneruskan getaran ke koklea. Telinga tengah dan saluran pendengaran akan terisi udara dalam keadaan normal. Tidak seperti pada bagian luar, udara pada telinga tengah tidak berhubungan dengan udara di luar tubuh. Saluran Eustachius menghubungkan ruangan telinga tengah ke belakang faring. Dalam keadaan biasa, hubungan saluran Eustachii dan telinga tengah tertutup dan terbuka pada saat mengunyah dan menguap.
c. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membrane vestibuli ( Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah membrane basalis. Pada membran ini terletak organ corti.
14
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti yang membentuk organ corti.
15
B. FISIOLOGI PENDENGARAN
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.
16
C. TINITUS 1. Definisi
Tinitus adalah salah satu bentuk gangguan pendengaran berupa sensasi suara tanpa adanya rangsangan dari luar, dapat berupa sinyal mekanoakustik maupun listrik. Keluhan suara yang di dengar sangat bervariasi, dapat berupa bunyi mendenging, menderu, mendesis, mengaum atau berbagai macam bunyi lainnya. Suara yang didengar dapat bersifat stabil atau berpulsasi. Keluhan tinitus dapat dirasakan unilateral dan bilateral. Serangan tinitus dapat bersifat periodik ataupun menetap. Kita sebut periodik jika serangan yang datang hilang timbul. Episode periodik lebih berbahaya dan mengganggu dibandingkan dengan yang berifat menetap. Hal ini disebabkan karena otak tidak terbiasa atau tidak dapat mensupresi bising ini. 2. Epidemiologi
Sebanyak sepertiga dari populasi seluruh dunia setidaknya pernah mengalami tinnitus sekali seumur hidup. Prevalensi di dunia diperkirakan sekitar 10,1 % - 14,5% dan sering terjadi pada usia 10 – 70 tahun. Orang yang terpapar dengan suara mesin lebih sering mengalami hal ini dibandingankan orang lainnya. Kochkin, Tyler and Born (2011) memperkirakan prevalensi tinnitus di Amerika dengan menggunakan sampel 46.000 kepala keluarga. Mereka memperkirakan 29,7 juta populasi orang di Amerika mengalami tinnitus (2008). Meskipun tinnitus umumnya dikaitkan dengan kehilangan pendengaran tetapi 44 persen responden (12,95 juta) dilaporkan tidak mengalami kehilangan pendengaran. Rata-rata orang yang mengalami tinnitus pada umur 65
17
sampai 84 tahun. Kebanyakan 40 persen responden mengalami tinnitus selama 80 persen dalam seharinya.
3. Klasifikasi Tinitus
Tinnitus terjadi akibat adanya kerusakan ataupun perubahan pada telinga luar, tengah, telinga dalam ataupun dari luar telinga. Berdasarkan objek yang mendengar, tinitus dapat dibagi menjadi tinitus objektif dan tinitus subjektif.
a.
Tinitus Objektif
Tinitus objektif adalah tinitus yang suaranya juga dapat di dengar oleh pemeriksa dengan auskultasi di sekitar telinga. Tinitus objektif biasanya bersifat vibratorik, berasal dari transmisivibrasi sistem muskuler atau kardiovaskuler di sekitar telinga. Umumnya tinitus objektif disebabkan karena kelainan vaskular, sehingga tinitusnya berdenyut mengikuti denyut jantung. Tinitus berdenyut ini dapat dijumpai pada pasien dengan malformasi arteriovena, tumor glomus jugular dan aneurisma. Tinitus objektif juga dapat dijumpai sebagai suara klik yang berhubungan dengan penyakit sendi temporomandibular dan karena kontraksi spontan dari otot telinga tengah atau mioklonus palatal. Tuba Eustachius paten juga dapat menyebabkan timbulnya tinitus akibat hantaran suara dari nasofaring ke rongga tengah. b.
Tinitus Subjektif
Tinnitus Subjektif adalah tinnitus yang suaranya hanya dapat didengar oleh penderita saja. Jenis ini sering sekali terjadi. Tinitus subjektif bersifat nonvibratorik, disebabkan oleh proses iritatif dan perubahan degeneratif traktus auditoris mulai sel-sel rambut getar sampai pusat pendengaran. Tinitus subjektif bervariasi dalam intensitas dan frekuensi kejadiannya. Beberapa pasien dapat mengeluh mengenai sensasi pendengaran dengan intensitas yang rendah, sementara pada orang yang lain intensitas suaranya mungkin lebih tinggi. Berdasarkan kualitas suara yang didengar pasien ataupun pemeriksa, tinitus dapat dibagi menjadi tinitus pulsatil dan tinitus nonpulsatil. a.
Tinitus Pulsatil Tinitus pulsatil adalah tinitus yang suaranya bersamaan dengan suara denyut jantung. Tinitus pulsatil jarang ditemukan dalam praktek sehari-hari. Tinitus pulsatil dapat terjadi akibat adanya kelainan dari vaskular ataupun di luar vaskular. Kelaianan vaskular digambarkan dengan sebagai bising mendesis 18
yang sinkron dengan denyut nadi atau denyut jantung. Sedangkan tinitus nonvaskular digambarkan sebagai bising klik, bising goresan atau suara pernapasan dalam telinga. Pada kedua tipe tinitus ini dapat kita ketahui dengan mendengarkannya menggunakan stetoskop. b.
Tinitus Nonpulsatil Tinitus jenis ini bersifat menetap dan tidak terputuskan. Suara yang dapat didengar oleh pasien bervariasi, mulai dari suara yang berdering, berdenging, berdengung, berdesis, suara jangkrik, dan terkadang pasien mendengarkan bising bergemuruh di dalam telinganya. Biasanya tinitus ini lebih didengar pada ruangan yang sunyi dan biasanya paling menganggu di malam hari sewaktu pasien tidur, selama siang hari efek penutup kebisingan lingkungan dan aktivitas sehari-hari dapat menyebabkan pasien tidak menyadari suara tersebut.
4. Etiologi
Tinitus paling banyak disebabkan karena adanya kerusakan dari telinga dalam. Terutama kerusakan dari koklea. Secara garis besar, penyebab tinitus dapat berupa kelainan yang bersifat somatik, kerusakan N. Vestibulokoklearis, kelainan vascular, tinitus karena obat-obatan dan tinitus yang disebabkan oleh hal lainnya. 1.
Tinitus karena kelainan somatik daerah leher dan rahang
a.
Trauma kepala dan Leher Pasien dengan cedera yang keras pada kepala atau leher mungkin akan mengalami tinitus yang sangat mengganggu. Tinitus karena cedera leher adalah tinitus somatik yang paling umum terjadi. Trauma itu dapat berupa Fraktur tengkorak.
b.
Artritis pada sendi temporomandibular (TMJ). Berdasarkan hasil penelitian, 25% dari penderita tinitus di Amerika berasal dari artritis sendi temporomandibular. Biasanya orang dengan artritis TMJ akan mengalami tinitus yang berat. Hampir semua pasien artritis TMJ mengakui bunyi yang di dengar adalah bunyi menciut. Tidak diketahui secara pasti hubungan antara artritis TMJ dengan terjadinya tinitus.
2.
Tinitus akibat kerusakan n. Vestibulokoklearis Tinitus juga dapat muncul dari kerusakan yang terjadi di saraf yang menghubungkan antara telinga dalam dan kortex serebri bagian pusat pendengaran. Terdapat beberapa kondisi yang dapat menyebabkan kerusakan 19
dari n. Vestibulokoklearis, diantaranya infeksi virus pada n.VIII, tumor yang mengenai n.VIII, dan Microvascular compression syndrome (MCV). MCV dikenal juga dengan vestibular paroxysmal. MCV menyebabkan kerusakan n.VIII karena adanya kompresi dari pembuluh darah. Tapi hal ini sangat jarang terjadi. 3.
Tinitus karena kelainan vaskular Tinitus yang di dengar biasanya bersifat tinitus yang pulsatil. Akan didengar bunyi yang simetris dengan denyut nadi dan detak jantung. Kelainan vaskular yang dapat menyebabkan tinitus diantaranya:
a.
Atherosklerosis. Dengan bertambahnya usia, penumpukan kolesterol dan bentuk-bentuk deposit lemak lainnya, pembuluh darah mayor ke telinga tengah kehilangan sebagian elastisitasnya. Hal ini mengakibatkan aliran darah menjadi semakin sulit dan kadang-kadang mengalami turbulensi sehingga memudahkan telinga untuk mendeteksi iramanya.
b.
Hipertensi Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan gangguan vaskuler pada pembuluh darah koklea terminal.
c.
Malformasi kapiler Sebuah kondisi yang disebut AV malformation yang terjadi antara koneksi arteri dan vena dapat menimbulkan tinitus.
d.
Tumor pembuluh darah Tumor pembuluh darah yang berada di daerah leher dan kepala juga dapat menyebabkan tinitus. Misalnya adalah tumor karotis dan tumor glomus jugulare dengan ciri khasnya yaitu tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa adanya gangguan pendengaran. Ini merupakan gejala yang penting pada tumor glomus jugulare.
4.
Tinitus karena kelainan metabolik Kelainan metabolik juga dapat menyebabkan tinitus. Seperti keadaan hipertiroid dan anemia ( keadaan dimana viskositas darah sangat rendah) dapat meningkatkan aliran darah dan terjadi turbulensi. Sehingga memudahkan telinga untuk mendeteksi irama, atau yang kita kenal dengan tinitus pulsatil. Kelainan metabolik lainnya yang bisa menyebabkan tinitus adalah
20
defisiensi vitamin B12, begitu juga dengan kehamilan dan keadaan hiperlipidemia. 5.
Tinitus akibat kelainan neurologis Yang paling umum terjadi adalah akibat multiple sclerosis. Multiple sclerosis adalah proses inflamasi kronik dan demyelinisasi yang mempengaruhi system saraf pusat. Multiple sclerosis dapat menimbulkan berbagai macam gejala, di antaranya kelemahan otot, indra penglihatan yang terganggu, perubahan pada sensasi, kesulitan koordinasi dan bicara, depresi, gangguan kognitif, gangguan keseimbangan dan nyeri dan pada telinga akan timbul gejala tinitus.
6.
Tinitus akibat kelainan psikogenik Keadaan gangguan psikogenik dapat menimbulkan tinitus yang bersifat sementara. Tinitus akan hilang bila kelainan psikogeniknya hilang. Depresi, anxietas dan stress adalah keadaan psikogenik yang memungkinkan tinitus untuk muncul.
7.
Tinitus akibat obat-obatan Obat-obatan yang dapat menyebabkan tinitus umumnya adalah obat-obatan yang bersifat ototoksik. Diantaranya :
Aspirin dan nonsteroidal anti-inflammatory drugs, seperti ibuprofen (Motrin) dan naproxen (Aleve, Naprosyn)
Antibiotik,
seperti
ciprofloxacin
(Cipro),
doxycycline
(Vibramycin, others), gentamicin (Garamycin), erythromycin (Ery-Tab, others), tetracycline (Sumycin), tobramycin (Nebcin) dan vancomycin (Vancocin)
Obat antimalarial seperti chloroquine dan quinine
Benzodiazepin seperti alprazolam (Niravam, Xanax), diazepam (Valium), lorazepam (Ativan) dan clonazepam (Klonopin)
Anticonvulsant, seperti carbamazepine (Tegretol, others) and valproic acid (Depakote, others)
Obat kanker seperti , cisplatin (Platinol) dan vincristine (Oncovin, Vincasar)
Loop diuretik, yang diberikan intravena , seperti bumetanide (Bumex), furosemide (Lasix), dan torsemide (Demadex)
21
Antidepresan tricyclic seperti amitriptyline (Elavil, others), clomipramine (Anafranil) dan imipramine (Tofranil)
8.
Tinitus akibat gangguan mekanik Gangguan mekanik juga dapat menyebabkan tinitus objektif, misalnya pada tuba
eustachius
yang
terbuka
sehingga
ketika
kita
bernafas
akan
menggerakkan membran timpani dan menjadi tinitus. Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius serta otot-otot palatum juga akan menimbulkan tinitus. 9.
Tinitus akibat gangguan konduksi Gangguan konduksi suara seperti infeksi telinga luar (sekret dan oedem), serumen
impaksi,
efusi
telinga
tengah
dan
otosklerosis
juga
dapat
menyebabkan tinitus. Biasanya suara tinitusnya bersifat suara dengan nada rendah. 10.
Tinitus akibat sebab lainnya
a.
Tuli akibat bising Disebabkan terpajan oleh bising yang cukup keras dan dalam jangka waktu yang cukup lama. Biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Umumnya terjadi pada kedua telinga. Terutama bila intensitas bising melebihi 85db, dapat mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran korti di telinga dalam. Yang sering mengalami kerusakan adalah alat korti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000Hz sampai dengan 6000Hz. Yang terberat kerusakan alat korti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000Hz.
b.
Presbiakusis Tuli saraf sensorineural tinggi, umumnya terjadi mulai usia 60 tahun, simetris kanan dan kiri, presbikusis dapat mulai pada frekuensi 2000Hz atau lebih. Umumnya merupakan akibat dari proses degenerasi. Diduga berhubungan dengan faktor-faktor herediter, pola makanan, metabolisme, aterosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat multifaktor. Menurunnya fungsi pendengaran berangsur dan kumulatif. Progresivitas penurunan pendengaran lebih cepat pada laki-laki dibanding perempuan.
c.
Sindrom Meniere Penyakit ini gejalanya terdiri dari tinitus, vertigo dan tuli sensorineural. Etiologi dari penyakit ini adalah karena adanya hidrops endolimf, yaitu penambahan volume endolimfa , karena gangguan biokimia cairan endolimfa 22
dan gangguan klinik pada membran labirin. Penderita biasanya mengeluh tentang telinga yang terasa penuh atau gangguan pendengaran, suara mengaum dan kepala pusing yang bisa berlangsung selama berjam-jam. 5.
Faktor risiko
Dibawah ini adalah faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko tinitus :
Terpapar suara yang keras Paparan yang lama dari suara yang keras dapat merusak sensoris sel rambut pada telinga yang mentransmisikan suara ke otak. Orang-orang yang bekerja konstruksi, musisi dan tentara mempunyai risiko terkena.
Umur Dengan bertambahnya umur, fungsi serat saraf pada telinga menurun. Hal ini dapat menyebabkan masalah pendengaran yang dihubungkan dengan tinitus.
Merokok Merokok mempunyai risiko yang tinggi untuk berkembang menjadi tinnitus .
Penyakit kardiovaskular Kondisi ini memberikan efek pada aliran darah. Tekanan darah tinggi atau penyempitan arteri (atherosclerosis) dapat meningkatkan risiko tinitus.
6.
Trauma kepala
Meniere disease
Trauma nervus auditorius
Vestibular schwannoma
Obat-obatan
Patofisiologi tinitus
Gelombang suara yang dari liang telinga diteruskan ke telinga tengah dan telinga dalam. Sel rambut yang merupakan bagian dari koklea akan membantu mentransformasikan gelombang suara berupa signal listrik ke korteks auditori melalui nerveus auditorius. Tetapi apabila sel rambut rusak akibat suara keras ,obat ototoksik maka sirkuit dari otak tidak menerima signal yang diharapkan sehingga menstimulasi aktivitas normal dari neuron yang menghasilkan ilusi dari suara atau tinnitus.
23
Pada tinitus terjadi aktivitas elektrik pada area auditoris yang menimbulkan perasaan adanya bunyi namun impuls yang ada bukan berasal dari bunyi eksternal yang ditransformasikan melainkan berasal dari sumber impuls abnormal di dalam tubuh pasien sendiri. Impuls abnormal itu dapat ditimbulkan oleh berbagai kelainan telinga. Tinitus dapat terjadi dalam berbagai intensitas. Tinitus dengan nada rendah seperti bergemuruh atau nada tinggi seperti berdenging. Tinitus dapat terus menerus atau hilang timbul. Tinitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi karena gangguan konduksi. Tinitus yang disebabkan oleh gangguan konduksi, biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika disertai dengan inflamasi, bunyi dengung ini terasa berdenyut (tinitus pulsatil). Tinitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi, biasanya terjadi pada sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor, tuba katar, otitis media, otosklerosis dan lainlainnya. Tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa gangguan pendengaran merupakan gejala dini yang penting pada tumor glomus jugulare. Tinitus objektif sering ditimbulkan oleh gangguan vaskuler. Bunyinya seirama dengan denyut nadi, misalnya pada aneurisma dan aterosklerosis. Gangguan mekanis dapat juga mengakibatkan tinitus objektif, seperti tuba eustachius terbuka sehingga ketika bernapas membran timpani bergerak dan terjadi tinitus. Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius serta otot-otot palatum dapat menimbulkan tinitus objektif. Bila ada gangguan vaskuler di telinga tengah seperti tumor karotis (carotid body tumor ) maka suara aliran darah akan mengakibatkan tinitus juga. Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomisin, dehidro-streptomisin, garamisin, digitalis, kanamisin dapat terjadi tinitus nada tinggi, terus menerus atupun hilang 24
timbul. Pada hipertensi endolimfatik, seperti penyakit meniere dapat terjadi tinitus pada nada rendah atau tinggi sehingga terdengar bergemuruh atau berdengung. Gangguan ini disertai dengan vertigo dan tuli sensorineural. Gangguan vaskuler koklea terminal yang terjadi pada pasien yang stres akibat gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang menstruasi, hipometabolisme atau saat hamil dapat juga timbul tinitus dan gangguan tersebut akan hilang bila keadaannya sudah normal kembali. 7. Gejala
Orang yang menderita tinitus sering mengeluhkan tentang suara dengingan, auman, dengungan atau bunyi jangkrik yang terdengar oleh satu atau kedua telinga. Juga ada keluhan tinitus dengan gejala terkait seperti gangguan pendengaran dan kepala pusing. 8. Diagnosis
Untuk mendiagnosis pasien dengan tinitus, diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang baik. a.
Anamnesis Anamnesis adalah hal yang sangat membantu dalam penegakan diagnosis tinitus. Dalam anamnesis banyak sekali hal yang perlu ditanyakan, diantaranya:
Kualitas dan kuantitas tinnitus
Lokasi, apakah terjadi di satu telinga ataupun di kedua telinga
Sifat bunyi yang di dengar, apakah mendenging, mendengung, menderu, ataupun mendesis dan bunyi lainnya
Apakah bunyi yang di dengar semakin mengganggu di siang atau malam hari.
Gejala-gejala lain yang menyertai seperti vertigo dan gangguan pendengaran serta gangguan neurologik lainnya
Lama serangan tinitus berlangsung, bila berlangsung hanya dalam satu menit dan setelah itu hilang, maka ini bukan suatu keadaan yang patologik, tetapi jika tinitus berlangsung selama 5 menit, serangan ini biasa dianggap patologik
Riwayat medikasi sebelumnya yang berhubungan dengan obat-obatan dengan sifat ototoksik
Kebiasaan sehari-hari terutama merokok dan meminum kopi
Riwayat cedera kepala, pajanan bising, trauma akustik
Riwayat infeksi telinga dan operasi telinga
b. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk tinitus yaitu : 25
1.
Otoskopi
2.
Test garputala untuk mengetahui tuli konduktif atau sensorineural
3.
Auskultasi regio pre aurikula dan post aurikula, leher
4.
Palpasi sendi temporomandibular
5.
Observasi palatal untuk myoclonus palatal
6.
Funduskopi untuk papilledema of benign intracranial hypertension
7.
Timpanometri untuk perforasi membran timpani atau
8.
Audiometri nada murni untuk mengetahui hilangnya pendengaran
9.
Otoacoustic emissions memberikan informasi mengenai fungsi koklear dan eferen
10.
BERA (Auditory brainstem evoked responses) untuk mengetahui patologi retrokoklea pada orang dengan tinnitus asimetris
11.
Pemeriksaan darah yaitu darah rutin,gula darah,urea dan elektrolit,fungsi tiroid dan lemak.
12.
MRI pada vestibular schwannomas dengan tinnitus asimetris dan pendengaran normal.
26
Alur diagnosis dan pemeriksaan tinitus , yaitu : PANDUAN
PENATALAKSAAN
ANAMNESIS
TINITUS
1.PEMERIKSAAN FISIK
Keluhan tinitus berdiri sendiri /berupa serangan bersama keluhan lain : Dizziness, vertigo Penurunan pendengaran Telinga terasa penuh / tertutup
Hiperakusis
Uni /bilateral
2.PEMERIKSAAN NEUROTOLOGIK
CARI KARAKTERISTIK TINITUS
Uni/bilateral
Onset : lama keluhan
Faktor pencetus ?
THT rutin Tensi Artikulasio temporomandibular Auskultasi di sekitar telinga, leher dan kepala
Audiometri nada murni
Timpanometri
Ada hubungan dengan perubahan posisi tubuh ? Karakteristik tinitus
Reflek akustik Tes fungsi Tuba Bera Tes vestibular
Pemeriksaan khusus tinitus
Pola tinitus : menetap, hilang timbul,memberat /membaik
Pitch & loudness matching
Minimum masking level
Residual inhibition
CARI FAKTOR ETIOLOGIK :
Otologik/infeksi Metabolik : lipid ,gula darah
Hematologik
Gangguan fungsi tiroid
Neurologik
Obat ototoksik
Tumor
Psikologis
Vaskuler
PEMERIKSAAN LABORATORIUM DARAH
Terapi
I.Penatalaksanaan Kausatif : medikamentosa, Operatif
9.
Fungsi tiroid
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DIAGNOSIS TINITUS Jenis & kausa
Lipid darah Gula darah Kekentalan darah Agregasi trombosit
Mekanik (sendi temporomandibular , oklusi gigi )
Hb
Farmakoterapi tinitus Tergantung efek masing – masing individu Tinitus counselling PENATALAKSANAAN Terapi habituasi TRT
27
CT scan
MRI
MRA
Pemeriksaan doppler
Foto servikal
Pengobatan
tinitus
merupakan
masalah
yang
kompleks
dan
merupakan
fenomena psikoakustik murni sehingga tidak dapat diukur. Perlu diketahui penyebab tinitus agar dapat diobati sesuai dengan penyebabnya. Misalnya serumen impaksi cukup hanya dengan ekstraksi serumen. Tetapi masalah yang sering di hadapi pemeriksa adalah penyebab tinitus yang terkadang sukar diketahui. Ada banyak pengobatan tinitus objektif tetapi tidak ada pengobatan yang efektif untuk tinitus subjektif. A. Auditory Habituation atau Tinnitus Retraining Therapy Tinnitus Retraining Therapy ( TRT ) . Teknik ini didasarkan pada asumsi bahwa tinnitus adalah hasil dari aktivitas neuronal yang abnormal. Tujuannya adalah untuk membiasakan sistem pendengaran terhadap sinyal tinnitus , membuat mereka menjadi kurang mengganggu. Komponen utama dari TRT adalah konseling individual (untuk menjelaskan sistem pendengaran, bagaimana mekanisme tinitus dan bagaimana TRT dapat membantu) dan terapi suara. Sebuah perangkat dimasukkan ke dalam telinga untuk menghasilkan tingkat kebisingan yang rendah dan suara lingkungan yang sesuai dengan pitch, volume dan kualitas tinnitus pasien. Tergantung pada beratnya gejala, pengobatan dapat berlangsung satu sampai dua tahun. Dalam review Cochrane dari satu uji coba secara acak yang mengikuti protokol Jastreboff dan memenuhi standar organisasi, TRT jauh lebih efektif dalam mengurangi keparahan tinnitus dan cacat daripada teknik yang disebut masking. B. Terapi Suara Tinnitus paling mencolok pada lingkungan yang tenang. Oleh karena itu, tujuan dari terapi suara adalah untuk mengisi keheningan dengan netral, suara yang berulang-ulang untuk mengalihkan perhatian dari suara tinnitus. Terapi suara yang digunakan seperti air terjun, aliran, hujan atau angin digunakan untuk mengurangi intensitas tinitus. C. Cognitive-Behavioral Therapy CBT menggunakan teknik seperti restrukturisasi dan relaksasi kognitif untuk mengubah cara berpikir dan menanggapi tinnitus. Terapi umumnya jangka pendek misalnya selama dua sampai enam bulan. Tahun 2010 ulasan dari enam studi oleh Cochrane Collaboration (sebuah kelompok otoritas kesehatan internasional yang mengevaluasi percobaan acak) menemukan bahwa setelah CBT kualitas hidup pasien meningkat. D. Biofeedback dan manajemen stres Biofeedback dan manajemen stres. Tinnitus adalah stres dan stres dapat memperburuk tinnitus. Biofeedback merupakan teknik relaksasi yang membantu mengendalikan stres 28
dengan mengubah respons tubuh. Elektroda melekat pada kulit memberi informasi tentang proses fisiologis seperti denyut nadi, suhu kulit, dan ketegangan otot ke dalam komputer, yang menampilkan output pada monitor. Pasien belajar bagaimana proses ini terjadi dan mengurangi respon stres tubuh dengan mengubah pikiran dan perasaan mereka. Teknik pengurangan stres yang berdasarkan kesadaran juga dapat membantu . E. Koklea implan / Stimulasi Listrik. Sebuah implan koklea memiliki dua komponen: 1) elektroda array yang berulir ke dalam koklea 2) penerima yang ditanamkan tepat di bawah kulit belakang telinga Elektroda Array mengirimkan sinyal suara listrik dari telinga ke otak. Karena implantasi elektroda menghancurkan sel-sel rambut yang sehat apapun yang tersisa di dalam rumah siput, implan ini digunakan untuk pasien tuli atau tuli jarak dekat saja. Dalam satu studi, setengah dari mereka yang memiliki tinitus sebelum implan koklea , mengalami perbaikan setelah implan koklea mereka. F. Masking Masking
menggunakan perangkat elektronik eksternal untuk menghasilkan suara
yang dapat menutupi tinnitus kadang-kadang bisa sangat efektif dalam membantu tinnitus. Kadang-kadang tinnitus dapat dihambat untuk jangka pendek dan kadang-kadang lama. Ada berbagai jenis masker: - Tinnitus masker adalah perangkat elektronik seperti alat bantu dengar - Instrumen Tinnitus adalah gabungan alat bantu dengar dan masker untuk orangorang yang memiliki gangguan pendengaran dan tinnitus. G.Terapi TMJ Tinnitus dapat terjadi karena disfungsi sendi rahang (temporomandibular sendi atau TMJ). Pengobatan atau penataan gigi kembali dapat membantu meringankan rasa sakit dan tinnitus terkait TMJ. H.Transcranial Magnetic Stimulation Transcranial Magnetic Stimulation ( TMS ) dan Stimulasi Transcranial berulang ( rTMS ) adalah teknik yang menggunakan medan magnet berdenyut untuk mempengaruhi aktivitas listrik di otak . I.Terapi oksigen hyperbarik Terapi oksigen hyperbarik dengan menempatkan pasien di ruang bertekanan oksigen murni. Tujuannya adalah untuk meningkatkan aliran oksigen ke telinga dan otak. Hal ini dapat membantu seseorang dengan tinnitus J. Terapi tinnitus dari Neuromonics 29
Terapi Tinitus Neuromonics telah dikembangkan dan diperbaiki lebih dari 10 tahun dengan berbagai riset dan uji klinis. Kesuksesannya telah dibuktikan dengan percobaan klinis yang menyertakan ratusan orang yang mengalami tinnitus dan menurunnya toleransi terhadap bunyi. 10. TERAPI MEDIKAMENTOSA
Terapi medikamentosa, yaitu anestesi lokal (lidocaine, procaine, tocainide, flecainide), Sedatif (diazepam, flurazepam, oxazepam, alprazolam), Antidepressants (nortriptyline, trimipramine),
Anticonvulsants
(carbamazepine,
clonazepam,
aminooxyacetic
acid,
lamotrigine, baclofen), Vasodilator (niacin), Calcium channel blockers (nimodipine, nifedipine) dan lain-lain (misoprostol, zinc, betahistine, cinnarizine, caroverine, melatonin, furosemide, ginkgo biloba). 11. TINDAKAN BEDAH
Tindakan bedah dilakukan pada tinitus yang telah terbukti disebabkan oleh akustik neuroma. Pada keadaan yang berat, dimana tinitus sangat keras terdengar dapat dilakukan cochlear nerve section. 12. PENCEGAHAN
Berikut ini adalah cara pencegahan dan meminimalkan tinnitus adalah :
Mengurangi paparan suara keras
Menurunkan asupan garam
Monitor tekanan darah
Olahraga
Kurangi kopi dan nikotin
Manajemen stress
D. PRESBIAKUSIS Definisi
Presbiakusis
merupakan
degenerasi
fungsi
pendengaran
sensorineural
frekuensi tinggi yang progresif, bilateral, dan simetris pada telinga kanan dan kiri. Gangguan ini terjadi pada usia lanjut dan biasanya disebabkan degenerasi sel rambut pada koklea dan jaras sistem pendengaran akibat efek kumulatif penuaan. Penderita presbiakusis pada umumnya sulit mendengar bunyi nada tinggi (high pitch) namun pada keadaan lebih lanjut menyebabkan kesulitan mendengar semua nada. Selain itu, penderita
presbiakusis
juga seringkali
30
mengalami
kesulitan
mendiskriminasi
perkataan ( speech discrimination) dan kesulitan memproses informasi dari suara atau bunyi, terutama pada keadaan lingkungan yang berisik.
Karena proses penurunan pendengaran terjadi secara gradual, penderita presbiakusis sering tidak menyadari penurunan fungsi pendengaran yang dialaminya.
Etiologi
Etiologi pasti dari presbiakusis belum diketahui secara pasti, namun dipercaya multifaktorial. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan presbiakusis antara lain:
Abnormalitas struktural seperti abnormalitas telinga luar seperti penebalan atau berkurangnya elastisitas membran timpani atau abnormalitas telinga tengah seperti gangguan tulang pendengaran dapat mengganggu fungsi pendengaran.
Arteriosklerosis dapat menyebabkan berkurangnya perfusi dan oksigenasi koklea, menyebabkan terbentuknya radikal bebas yang merusak struktur telinga dalam secara langsung, atau merusak DNA mitokondria sel penyusun telinga dalam, berkontribusi menyebabkan presbiakusis.
Diet dan gaya hidup seperti asupan tinggi asam lemak yang meningkatkan risiko arteriosklerosis.
Akumulasi paparan terhadap bising dapat menyebabkan noice-induced hearing loss (NIHL), suatu gangguan pendengaran yang sering menyertai dan bersinergi dengan presbiakusis.
Obat ototoksik seperti salisilat, kuinin dan analognya, aminoglikosida, loop diuretik (furosemide, asam etacrinik), kemoterapi kanker (cisplatin).
Genetik dapat memprogram seseorang menjadi lebih cepat tua, salah satunya bermanifestasi sebagai presbiakusis atau memprogram seseorang menjadi lebih sensitif
terhadap
faktor
risiko
presbiakusis.
Gen
yang
mempengaruhi
pendengaran termasuk gen untuk protein struktural, faktor transkripsi, protein kanal ion, dan protein taut kedap.
Patofisiologi
Perubahan histologis yang berhubungan dengan penuaan pada sistem auditori terjadi dari sel rambut koklea sampai korteks auditori pada lobus temporal otak. Lokasi perubahan tersebut berhubungan dengan variasi manifestasi klinis yang
31
ditemukan. Gacek dan Schucknecht mengidentifikasi 4 situs perubahan histologis pada koklea akibat penuaan dan membagi presbiaskusis sebagai berikut:
Presbiakusis sensoris disebabkan degenerasi sel rambut dan sel penunjang pada organ corti. Proses ini bermula pada basal koklea dan secara perlahan bergerak ke arah apeks, menyebabkan gangguan pendengaran terutama nada tinggi. Keadaan presbiakusis
sensoris
tidak
mengganggu
diskriminasi
suara
( speech
discrimination).
Presbiakusis neural disebabkan atrofi sel saraf pada koklea dan jaras sensoris pusat (central neural pathway). Menurut Schucknecht, seseorang kehilangan sejumlah neuron setiap tahunnya sejak dilahirkan, namun penurunan pendengaran baru dirasakan setelah lebih dari 90% neuron rusak, pada umumnya pada usia lanjut. Neuron yang tersisa mengutamakan mendengar daripada mendiskriminasi suara, menyebabkan penderita mengalami gangguan diskriminasi suara ( speech discrimination)
Presbiakusis metabolik disebabkan atrofi stria vaskularis yang pada keadaan normal berfungsi mempertahankan keseimbangan kimia, bioelektrik, dan metabolik dari koklea. Karena gangguan mempengaruhi seluruh koklea, gangguan
pendengaran
terjadi
secara
proporsional.
Keadaan
ini
tidak
mempengaruhi diskriminasi suara.
Presbiakusis mekanis disebabkan penebalan dan kekakuan membran basilaris koklea. Keadaan ini terjadi lebih parah pada bagian basal dimana membran basilar lebih sempit. Keadaan ini menyebabkan penurunan fungsi pendengaran terutama nada tinggi tanpa mempengaruhi diskriminasi suara pada keadaan lingkungan normal. Perubahan-perubahan yang berhubungan dengan presbiakusis tersebut sangat jarang ditemukan eksklusif pada satu situs. Perkembangan presbiakusis biasanya simultan pada beberapa situs.
Klasifikasi
Berdasarkan perubahan patologik yang terjadi presbiakusis digolongkan menjadi 4 jenis, yaitu: 1. Sensorik : lesi terbatas pada koklea. Atrofi organ corti, jumlah sel-sel rambut dan sel-sel penunjang berkurang. 2. Neural : sel-sel neuron pada koklea dan jaras auditorik berkurang. 32
3. Metabolik (strial presbikusis) : atrofi stria vaskularis, potensial mikrofonik menurun. Fungsi sel dan keseimbangan biokimia/bioelektrik koklea berkurang. 4. Mekanik (cochlear presbikusis) : terjadi perubahan gerakan mekanik duktus koklearis, atrofi ligamentum spiralis, membran basalis lebih kaku.
Diagnosis
Untuk mendiagnosis presbikusis diperlukan anamnesis yang akurat meliputi riwayat pengobatan, riwayat penyakit dan dilakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan di bidang psikologi juga diperlukan karena ada kasus tinnitus yang juga berkaitan dengan keadaan stress.
Anamnesis
Pada umumnya, penderita presbiakusis datang dengan keluhan utama berkurangnya pendengaran secara perlahan-lahan dan progresif, simetris pada kedua telinga. Onset dari keluhan tersebut biasanya tidak diketahui secara pasti. Keluhan lainnya seperti kesulitan mengerti perkataan yang diucapkan dengan cepat, mengerti kosa kata yang rumit atau jarang digunakan, mendengar perkataan orang sekitar terdengar kurang jelas (mumbled atau slurred ) terutama jika keadaan sekitar berisik (cocktail party deafness), atau melokalisasi bunyi, sulit mendengar bunyi dengan nada tinggi, lebih mudah mendengar suara pria daripada wanita, penderita merasa beberapa suara terdengar sangat keras atau mengganggu. Dapat juga timbul keluhan seperti telinga mendenging (tinnitus). Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga, yang disebabkan oleh faktor kelelahan syaraf (recruitment ). Pemeriksaan fisik dan laboratorium
Pada pemeriksaan fisik, presbiakusis tidak menyebabkan abnormalitas. Namun keadaan seperti adanya serumen pada saluran telinga luar, cholesteatoma, atau otosclerosis yang menyebabkan gangguan konduksi pendengaran harus disingkirkan. Dengan pemeriksaan otoskopi tampak membran timpani suram, mobilitas berkurang. Pada tes penala, didapatkan tuli sensori neural. Pada pemeriksaan audiometric nada murni menunjukkan suatu tuli saraf nada tinggi, bilateral dan simetris. Pada tahap awal terdapat penurunan yang tajam ( slopping ) setelah frekuensi 2000Hz. Gambaran ini khas pada presbikusis jenis sensorik dan neural. Garis ambang dengar pada audiogram jenis metabolik dan mekanik lebih mendatar, kemudian pada tahap berikutnya berangsur-angsur terjadi penurunan. Pada semua jenis presbikusis tahap 33
lanjut juga terjadi penurunan pada frekuensi yang lebih rendah. Pemeriksaan audiometri tutur menunjukkan adanya gangguan diskriminasi bicara ( speech discrimination). Keadaan ini jelas terlihat pada presbikusis jenis neural dan koklear.
Penatalaksanaan
Presbiakusis merupakan penyakit yang sampai sekarang belum dapat disembuhkan, namun rehabilitasi sebagai upaya mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid ) dan implan koklea yang menjadi pengobatan pilihan pada penderita dengan jaras audiosensoris normal. Adakalanya pemasangan alat bantu dengar perlu dikombinasikan dengan latihan membaca ujaran ( speech reading ) dan latihan mendengar (auditory training ). Prosedur latihan tersebut dilakukan bersama ahli terapi wicar a ( speech therapist ). Beberapa cara lain yang dapat coba dilakukan penderita atau lawan bicara penderita presbiakusis, antara lain: berhadapan ketika berbicara, bicara sedikit lebih keras, menghindari lingkungan yang berisik, merefleksi atau meresume kalimat yang agak panjang, dan berbicara dengan tempo agak lambat. Tidak ada pantangan diet atau pantangan aktivitas khusus untuk penderita presbiakusis, namun beberapa penelitian menyatakan bahwa pengurangan porsi diet sebanyak 30% dan suplemen antioksidan dapat mengurangi produksi radikal bebas yang juga dapat mengakibatkan presbiakusis. Selain itu, pasien juga menghindari suara keras.
Prognosis
Prognosis dari prebiakusis adalah degenerasi lebih lanjut fungsi pendengaran karena penyakit ini tidak dapat disembuhkan, namun perjalanan penyakit dapat diperlambat dengan menghindari penyebab atau faktor risiko yang memperburuk penyakit yang diderita. Penderita presbiakusis tidak memerlukan perawatan khusus, namun sebaiknya penderita melakukan pemeriksaan berkala pada otolaryngist atau audiologist untuk memonitor ambang pendengaran (hearing threshold ), untuk mendapatkan atau menyesuaikan amplifikasi alat bantu pendengaran
34
BAB III PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis yang dilakukan terhadap pasien, pasien datang ke poli THT dengan keluhan utama telinga kanan dan kiri berdenging dan terjadi penurunan pendengaran pada pasien. Pasien mengaku belum pernah mengalami hal yang sama seperti ini. Berdasarkan pemeriksaan inspeksi, palpasi dan otoskopi ditemukan serumen pada liang telinga kanan dan kiri. Pada pemeriksaan garpu tala didapatkan tuli se nsorineural. Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan otoskopi dan tes garpu tala pada pasien. Pasien ini didiagnosis tinitus et causa serumen prop aurikula dextra sinistra dan presbiakusis berdasarkan gejala klinis yang ditemukan, pemeriksaan otoskopi dan tes garpu tala. Pasien datang ke poli dan diberikan penatalaksanaan dengan nonmedikamentosa. Pasien yang menderita gangguan ini perlu diberikan penjelasan yang baik, sehingga rasa takut tidak memperberat keluhan tersebut. Obat penenang atau obat tidur dapat diberikan saat menjelang tidur pada pasien yang tidurnya sangat terganggu oleh tinitus itu. Kepada pasien harus dijelaskan bahwa gangguan itu sukar diobati dan dianjurkan agar
beradaptasi
dengan
35
gangguan
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Soepardi, E.A., dkk. Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Ed. 6. 2007. Jakarta : Balai penerbit FKUI.
2.
Bertold L. Textbook of tinnitus. Dallas: Springer. 2010
3.
Dhillon R.S., East C.A. An Illustrated Colour Text Ear, Nose, and Throat and Head and Neck Surgery 2 nd Ed. 2000. United Kingdom : Churchill Livingstone.
4.
Irish J., dkk. Otolaringology – Head & Nck Surgery. 2006. MCCQE. Hal 13
5.
Snow J.B. Ballenger’s Manual Of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 2003. London : BC Decker Inc
6.
Adams G., Boies L., Higler P., 1997. Buku Ajar Penyakit THT . Edisi ke enam. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 1 35-142.
7.
Probst R., Grevers G., Iro H. Basic Otorhinolaryngology : A Step-By-Step Learning Guide. 2002. New York : Georg Thieme Verlag.
8.
Lalwani A.K. Current Diagnosis & Treatment : Otolaryngology Head and Neck Surgery 2nd Ed. 2007. New York : Mc Graw Hill
9.
Csillag A. Atlas Of The Sensory Organs : Functional and Clinical Anatomy. 2005. New Jersey : Humana Press Inc.
10. Water T.R., Staecker H. Otolaryngology : Basic Science and Clinical Review. 2006. New York : Thieme Medical Publisher. 11. Muyassaroh. Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB) : Faktor Resiko Presbikusis. 2012. J Indon Med Assoc. 12. Soetjipto D. Presbikusis . [cited on August 24 th, 2014] from http://ketulian.com/v1/web/index.php?to=article&id=16 13. Pasha R. Otolaringology Head and Neck Surgery : Clinical Reference Guide. 2000. New York : Singular. Hal 303 14. Cassel C.K., dkk. Geriatric Medicine : An evidence Based Approach 4 th Ed. 2003. New York : Springer. 15. McCarthy A. Presbyacusis; Age-Related Hearing Loss; Presbyacusia. 2011. Spanyol : EBSCO Publishing
36