LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TOTAL HIP REPLACEMENT
disusun untuk memenuhi tugas program pendidikan ners stas e KMB di Poli Orthopedi RSD dr. Soebandi Jember
Oleh: Ririn Halimatus Sa’diah, S.Kep NIM 092311101048
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2014
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TOTAL HIP REPLACEMENT Oleh RIRIN HALIMATUS SA’DIAH, S.Kep I.
KONSEP PENYAKIT
a. Anatomi Fisiologi
Gambar 1. Kerangka manusia Sistem muskuloskeletal meliputi tulang, persendian, otot, tendon dan bursa. Struktur tulang dan da n jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan dan otot menyusun kurang lebih 50%. Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada tubuh. Tulang tersusun oleh jaringan tulang kanselus (trabekular atau spongius) atau kortikal (kompak) selain itu juga tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Ada 206 tulang dalam tubuh manusia yang terbagi menjadi empat kategori, yaitu tulang pipih, tulang tak teratur, tulang pendek dan tulang panjang misalnya femur. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang membentuk rangka penunjang dan
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TOTAL HIP REPLACEMENT Oleh RIRIN HALIMATUS SA’DIAH, S.Kep I.
KONSEP PENYAKIT
a. Anatomi Fisiologi
Gambar 1. Kerangka manusia Sistem muskuloskeletal meliputi tulang, persendian, otot, tendon dan bursa. Struktur tulang dan da n jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan dan otot menyusun kurang lebih 50%. Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada tubuh. Tulang tersusun oleh jaringan tulang kanselus (trabekular atau spongius) atau kortikal (kompak) selain itu juga tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Ada 206 tulang dalam tubuh manusia yang terbagi menjadi empat kategori, yaitu tulang pipih, tulang tak teratur, tulang pendek dan tulang panjang misalnya femur. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang membentuk rangka penunjang dan
pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsiumdan fosfat (Price dan Wilson, 2006). Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot - otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fhosfat. Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang akan suplai syaraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama garamgaram kalsium ) yang membuat tulang keras dan kaku., tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis (Price dan Wilson, 2006). Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan berperan dalam pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur tersebut terseb ut (Price dan Wilson, 2006). Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara lain : osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan osteoid melalui suatu proses yang di sebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mengsekresikan sejumlah besar fosfatase alkali yang berperan peran dalam mengendapkan kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang, sebagian fosfatase alkali memasuki aliran darah. Kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang. Osteosit adalah sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat di absorbsi. Tidak seperti osteblas dan osteosit, osteklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghsilkan enzim-enzim proteolotik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.
Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson (2006) antara lain: 1) Sebagai kerangka tubuh. Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi bentuk tubuh. 2) Proteksi Sistem musculoskeletal melindungi organ- organ penting, misalnya otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat pada rongga dada (cavum thorax) yang di bentuk oleh tulang-tulang kostae (iga). 3) Ambulasi dan Mobilisasi Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan tubuh dan perpindahan tempat, tulang memberikan suatu system pengungkit yang di gerakan oleh otot- otot yang melekat pada tulang tersebut ; sebagai suatu system pengungkit yang digerakan oleh kerja otot- otot yang melekat padanya. 4) Deposit Mineral Sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium,dan elemenelemen lain. Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh 5. Hemopoesis Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk menghasilkan sel- sel darah merah dan putih dan trombosit dalam sumsum merah tulang tertentu. Tulang panggul atau hip bone merupakan tulang yang dibentuk oleh penyatuan tiga ruas tulang yang berbeda yaitu ilium, iskium, dan pubis. Tulang panggul berfungsi sebagai penyambung antara tubuh bagian atas dan tubuh bagian bawah (Gibson, 2003).
Gambar 2. Bagian-bagian pelvis
Sambungan tulang pinggul ( hip joint ) adalah sambungan tulang yang terletak diantara pinggul dan pangkal tulang paha atas. Hip joint pada manusia terdiri dari tiga bagian utama, yaitu: femur, femoral head, dan rounded socket. Di
dalam hip joint yang normal terdapat suatu jaringan lembut dan tipis yang disebut dengan selaput synovial .
Gambar 2. Hip Joint normal Selaput ini membuat cairan yang melumasi dan hampir menghilangkan efek gesekan di dalam hip joint . Permukaan tulang juga mempunyai suatu lapisan tulang rawan (articular cartilage) yang merupakan bantalan lembut dan memungkinkan tulang untuk bergerak bebas dengan mudah. Lapisan ini mengeluarkan cairan yang melumasi dan mengurangi gesekan di dalam hip joint . Akibat gesekan dan gerak yang hampir terjadi setiap hari, maka articular cartilage akan semakin melemah dan bisa menyebabkan arthritis. Selain menimbulkan rasa sakit, juga menyebabkan gerakan hip joint menjadi tidak lancar, kadang-kadang berbunyi, dan bahkan dapat menimbulkan pergeseran dari posisi normalnya. Selanjutnya, hip joint perlu diganti dengan tulang pinggul buatan (artificial hip joint).
Gambar 3. Pembuluh darah pada daerah panggul
Gambar 4 . Perbandingan hip join normal dan hip artritis Pada hip joint yang telah terindikasi arthritis, terlihat bahwa articular cartilage pada femoral head telah berkurang. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
radang
sendi
sehingga
akan
menimbulkan
mengakibatkan pergerakan dari hip joint menjadi tidak lancar.
rasa
sakit
atau
b. Definisi
Gambar 5. Total hip replacement Total hip replacement adalah penggantian panggul yang rusak berat dengan sendi buatan (Smeltzer & Bare, 2002). Sendi buatan ini terdiri dari 3 bagian yaitu mangkuk (acetabular), caput dan batang (stem) (Sulaiman, 2011). Bagian luar acetabular terbuat dari logam sementara bagian luar terbuat dari plastik. Total hip replacement adalah penggantian sendi panggul melalui pembedahan (kepala dan mangkuk) dengan sendi panggul prostetik (Engram, 1999). Total hip replacement merupakan penggantian kaput femur dan astebulum, keduanya disemen ke dalam tulang. Total hip replacement adalah penggantian sendi total dengan prostesis untuk memberikan stabilitas dan gerakan yang dilakukan pada penderita penyakit atau trauma sendi (Tucker, 1998). Total hip replacement atau artroplasti hip adalah penggantian sendi pinggul dengan prostesis dan merupakan salah satu tindakan operasi rekonstruksi yang paling umum dilakukan (Huo et al 2008). Berdasarkan berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa total hip replacement atau artroplasti hip adalah penggantian panggul yang rusak berat dengan sendi buatan untuk memberikan stabilitas dan gerakan yang dilakukan pada penderita penyakit atau trauma sendi. Pasien yang dilakukan THR umumny berusia lebih dari 60 tahun dengan nyeri ynag tak tertahankan atau kerusakan sendi pinggul yang ireversibel. Pasien muda dengan kerusakan panggul berat yang sangat nyeri dapat menjalani penggantian total panggul (Smeltzer & Brunner, 2002).
Gambar 5. Bagian-bagian total hip replacement
c. Indikasi Pasien dengan nyeri sendi dan disabilitas berat merupakan calon untuk penggantian sendi. PPT diindikasikan bila penyakit panggul mengakibatkan nyeri berat dan kronis, gerakan terbatas, kehilangan stabilitas, dan deformitas. Indikasi penyebab pada kebanyakan total hip replacement adalah nyeri berat dan kronis pada istirahat dan ambulasi, yang tidak hilang dengan analgesik dan obat anti inflamasi. Keadaan yang mengakibatkan degenerasi sendi meliputi : 1. Arthritis rheumatoid 2. Osteoarthritis (penyakit sendi degeneratif) 3. Trauma 4. Deformitas kongenital Penggantian sendi dapat pula dilakukan pada keadaan dimana terjadi terputusnya asupan darah dan nekrosis avaskuler yang diakibatkannya. Indikasi lain yang dapat memungkinkan PPT adalah fraktur kolum femoralis, kegagalan pembedahan
rekonstruksi
sebelumnya
(kerusakan
prostesis,
osteotomi,
penggantian kaput femoralis) dan masalah karena penyakit panggul kongenital. Total hip replacement dapat dilakukan pada kedua panggul pada saat yang bersamaan, atau pembedahan dapat dilakukan pada satu panggul yang lain setelah panggul yang pertama sembuh. PPT dilakukan melalui insisi lateral di atas panggul yang sakit. Kegagalan awal pada PPT ada hubungannya dengan aktivitas yang sangat tinggi dan patologi sendi preoperatif (Smeltzer dan Brenda, 2002).
d. Komponen Tulang Pinggul Buatan
Gambar 7. Komponen Hip joint prosthesis Komponen sambungan tulang pinggul buatan terdiri dari sistem acetabular dan femoral . Dalam sistem acetabular terdiri dari komponen acetabular shell dan acetabular liner , sedangkan pada sistem femoral terdiri dari komponen femoral head dan femoral stem. Acetabular sebagai metal cup bagian permukaan luar mirip jaring-jaring) fungsinya adalah merangsang tulang agar tumbuh dan merekat pada acetabular tanam baut kedalam tulang pelvis secara permanen. Acetabular direkatkan/diikat menempel pada implant pengganti bonggol tulang femur yang telah dinyatakan secara medis tidak berfungsi lagi (rusak) oleh karena suatu sebab, baik karena penyakit atau sebab lainnya.
Gambar 8. Acetabular Cup
Keterangan: a. Acetabular shell b. Acetabular sleeve(Bearing) c. Femoral Head (Bearing) Femoral Stem adalah komponen stem untuk total hip replacemnet digunakan untuk menggantikan kepala femur yang rusak dan telah dipotong /dibuang. Fungsi Femoral Stem memberikan dudukan pada femoral head yang menggantikan fungsi kerja kepala femur yang telah hilang melalui proses operasi medis.
Spesifikasi teknik : Alat ini terdiri atas femoral stem bagian atas tengah dan bawah. Tiga komponen pada femoral stem ini dapat diatur sedemikian rupa hingga dimungkinkan dapat mempermudah dokter selama proses operasi, karena ruang gerak dalam rongga hip joint pemasangan selama operasi akan lebih leluasa dibandingkan dengan komponen stem yang utuh, yaitu yang terdiri atas femoral head dan stem yang menyatu dalam satu komponen utuh.
Gambar 9. Femoral Stem
e. Klasifikasi Hip Replacement Hingga saat ini para ilmuwan dan ahli bedah telah berusaha keras untuk mendapatkan desain dan fixation terbaik antara femur dan artificial hip joint . Sampai sekarang, ada dua metode yang digunakan untuk memasang artificial hip joint , metode ini adalah cemented (dengan semen tulang) dan cementless(tanpa semen tulang) total hip replacement (THR).
1) Cemented Total Hip Replacement Pada metode pemasangan ini, semen tulang digunakan untuk merekatkan artificial hip joint ke dalam tulang femur . Semen tulang tidak berfungsi seperti lem, melainkan sebagai material pengisi. Hingga saat ini material dari semen tulang yang banyak digunakan adalah polymethylmethacrylate (PMMA), dimana diperkenalkan oleh Sir John Chanrley pada awal tahun 1960.
Gambar 10. Cement THR 2) Cementless Total Hip Replacement Cementless THR, juga disebut dengan uncemented THR diperkenalkan pada awal 1980. Metode THR ini berkembang karena pada cemented THR memiliki kekurangan. Pertama, pengisian semen tulang kedalam tulang femur selama operasi dapat menyebabkan gangguan pada sirkulasi dan dapat menghalangi aliran darah. Kedua, semen tulang membutuhkan rata-rata 10 menit untuk mengeraas. Dalam waktu ini, ada kemungkinan artificial hip joint berubah posisi. Ketiga, semen tulang bisa retak dan menyebabkan pergeseran dari implan. Untuk cementless artificial hip joint , permukaan dari sistem artificial hip joint dibuat kasar. Hal ini untuk menghasilkan gesekan yang baik antara artificial hp joint dan kortikal sehingga lebih dapat terpasang dengan stabil. Pada metode ini juga terdapat kekurangan. Pertama, ketika artificial hip joint terpasang pada tulang, substansi tulang akan terdorong sampai sistem sirkulasi darah dan menghalangi sirkulasi darah. Femur dapat patah selama operasi karena beban yang besar.
Gambar 11. Cementless THR
3) Hybrid Total Hip Replacement Pada metode ini, menggabungkan antara metode cementeless dan cemented THR. Kombinasi ini menghasilkan cementless acetabular cup dengan femoral stem dipasang dengan menggunakan semen. Metode dapatmengurangi kerusakan atau kegagalan stem dari 30-40% sampai 3-4%
f.
Material untuk aplikasi ortopedi
Pengaplikasian biomaterial pada penggunaan implan yang disebut dengan osseointegration (osteosintesis) dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu metal, polimer, keramik dan komposit. 1) Metal Metal memiliki cakupan yang luas dalam aplikasiannya, diantaranya fixasi patah tulang, penggantian tulang, external spints, braces dan traction apparatus. Modulus elastis dan titik luluh digabungkan dengan keuletan metal membuat material jenis ini cocok untuk menopang beban tanpa mengakibatkan deformasi. Tiga material yang biasa digunakan adalah Titanium, Stainless Steel dan Paduan Cobalt-Chromium. Titanium dan paduan Titanium memiliki kelebihan yaitu modulus elastisitas rendah dan resistansi korosi tinggi, selain itu juga adanya lapisan oksida pada titanium memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap pengintegrasian metal ini
pada jaringan tulang. Keuntungan dan kerugian beberapa macam material implant prosthesis dijelaskan dalam tabel berikut: Tabel 1. Perbandingan beberapa material implant prostesis
Penggunaan metal sebagai implan ada beberapa unsur yang sangat dihindari
penggunaannya
apabila
kadarnya
melebihi
ambang
batas
dikarenakan unsur tersebut beracun terhadap tubuh. Adapun unsur-unsur tersebut adalah: Tabel 2. Batas toxity CCR50
Nilai CCR50 ini didefinisikan sebagai kosentrasi dari substrat sel hidup yang mengalami reduksi hingga 50% ketika diuji dengan unsur unsur diatas.
2) Polimer Polimer adalah rangkaian panjang dari material dengan berat molekul tinggi yang terdiri dari pengulangan unit monomer. Polimer memiliki sifat fisik yang mendekati jaringan halus, oleh karena itu polimer banyak digunakan untuk menggantikan kulit, tendon, tulang rawan, pembuluh darah dll. Polimer mengalami degradasi pada lingkungan tubuh dikarenakan faktor biokimia dan mekanik. Hal ini menyebabkan adanya serangan ion, pembentukan ion hidroksil dan terlarutnya oksigen sehingga terjadi iritasi pada jaringan dan menurunnya properti mekanik. 3) Keramik Keramik adalah senyawa inorganik yang dalam biomaterial diklasifikasikan menjadi 5 kategori berdasarkan karakter makroskopis permukaan ataupun stabilitas kimia pada lingkungan tubuh yaitu: karbon, alumina, zirconia, keramik gelas dan kalsium fosfat . Keterbatasan dari keramik adalah kekuatan tarik dan ketangguhan akan patah yang rendah sehingga aplikasinya terbatas. Hasil dari tes ex-vivo mengindikasikan bahwa keramik gagal berikatan karena lemahnya jaringan yang terbantuk pada sistem.
g. Komplikasi Komplikasi penggantian panggul total termasuk yang diakibatkan oleh imobilitas, osifikasi heterotropik dan nekrosis avaskuler. Metoda memperbaiki fiksasi semen, prostesis tumbuhke dalam, dan graft
tulang
ditujukan untuk
mengurangi kemungkinan longgarnya prostesis. 1) Dislokasi Prostesis Panggul. Dislokasi dapat terjadi karena pengubahan posisi yang melebihi prostesis. Dislokasi prostesis harus segera diketahui dan direduksi secepatnya sehingga tidak sampai terjadi kerusakan peredaran darah dan saraf. Indikasi dislokasi adalah
pemendekan
tungkai,
ketidakmampuan
menggerakkannya,
ketidaksegarisan, rotasi abnormal, dan ketidaknyamanan bertambah. Pasien diajari untuk mengubah posisi perlindungan: Tetap abduksi, menghindari rotasi interna dan eksterna, hiperekstensi, dan fleksi tajam. Pasien harus
menggunakan bantal di antara kedua tungkai bila berbaring dalam posisi telentang atau berbaring miring dan ketika membalik. Pasien diinstruksikan untuk tidak tidur dengan pinggul yang dioperasi di bawah, sampai diperbolehkan oleh ahli bedah. Pasien sangat tidak boleh menyilangkan tungkai. Fleksi tajam harus dihindari. Bila prostesis mengalami dislokasi, ahli bedah harus diberitahu agar panggul dapat direduksi dan distabilisasi. Ketika otot dan kapsul sendi mulai sembuh, kemungkinan dislokasi akan menurun. Stres terhadap sendi panggul yang baru harus sangat minimal selama 3 samapi 6 bulan pertama.
Gambar 12. Hip post op THR 2) Drainase Luka. Cairan dan darah yang terkumpul di tempat pembedahan biasanya dapat dikeluarkan dengan alat penghisap portabel. Penghisapan ini akan mencegah penumpukan cairan, yang dapat mengaakibatkan ketidaknyamanan dan dapat menjadi tempat infeksi. Haluaran cairan 200 sampai 500 ml pada 24 jam pertama biasa terjadi; pada 24 jam setelah operasi, total jumlah dalam 8 jam biasanya berkurang sampai 30 ml atau kurang, dan alat penghisap bisa dilepas. Volume cairan lebih dari yang diharapkan harus segera dilaporkan
pada dokter. Bila diperkirakan akan terjadi kehilangan darah yang banyak pada bedah penggantian sendi panggul total, maka dapat dilakukkan autotransfusi (mis. Darah yang keluar disaaring dan diinfuskan kembali ke pasien pada periode segera setelah operasi) untuk mengurangi transfusi darah homolog. 3) Trombosis Vena Profunda. Risiko
terjadinya
pembedahan
tromboembolisme
rekonstruksi
panggul.
biasanya Perawat
sangat
harus
tinggi
melakukan
setelah upaya
pencegahan dan memantau pasien secara ketat untuk kemungkinan adanya trombosis vena profunda dan emboli paru. Upaya untuk memperbaiki peredaran darah dan mengurangi statis vena merupakan prioritas bagi pasien yang menjalani rekonstruksi pinggul. Heparin dosis rendah atau enoksaparin, suatu heparin dengan berat molekul rendah yang tidak memerlukan pemantauan waktu pembekuan rutin, dapat diberikan sebagai profilaksis untuk trombosis vena profunda setelah bedah penggantian pinggul. 4) Infeksi. Infeksi merupakan komplikasi serius setelah penggantian panggul total karena bila terdapat infeksi dalam, maka implan harus diangkat. Pasien yang menderita diabetes, lansia, kegemukan, atau nutrisi buruk, yang menderita artritis reumatoid,atau yang menderita infekssi lain (mis. Infeksi saluran kemih, abses gigi) atau mengalami hematoma yang besar mempunyai risiko tinggi mengalami infeksi. Karena infeksi sendi total merupakan bencana besar,
maka
harus
diupayakan
segala
usaha
untuk
meminimalkan
kejadiannya. Potensial sumber infeksi harus benar-benar dihindari. Harus diberikan antibiotik profilaksis. Bila menggunakan kateter indwelling atau menggunakan alat penghisap portabel, harus dilepas sesegera mungkin untuk menghindari infeksi. Antibiotik profilaksis dapat diberikan bila pasien memerlukan instrumentasi bedah selanjutkan, seperti pencabutan gigi atau pemeriksaan sistoskopi.
h. Kegagalan pada Sambungan Tulang Pinggul Buatan Dari perancangan desain sambungan tulang pinggul buatan direncanakan bahwa desain ini akan dapat bertahan rata-rata selama 20 tahun. Tetapi tidak sedikit dari pasien yang dalam beberapa tahun penggunaan sudah merasakan hal yang tidak normal pada sambungan tulang pinggul buatan ini. Berbagai aspek yang dapat mempengaruhi lamanya umur pemakaian sambungan tulang pinggul buatan. Kegagalan yang sering terjadi disebabkan oleh dua aspek yaitu aspek medis dan aspek tribologi. Aspek medis yang banyak menyebabkan kegagalan sistem sambungan tulang pinggul buatan antara lain:
1)
Alergi Daya tahan dan kekebalan tubuh manusia berbeda-beda. Dalam pemasangan sambungan tulang pinggul buatan harus juga diperhatikan efek dari material penyusun terhadap tubuh pasien.
2) Infeksi Dalam penanaman sambungan tulanng pinggul sangatlah penting menjaga kehigienisan baik pada alat yang digunakan maupun sambungan tulang pinggul buatan itu sendiri. Infeksi karena kuman maupun bakteri akan mempercepat kegagalan penanaman sambungan tulang pinggul buatan. 3) Kesalahan pemasangan Penanaman
sambungan
tulang
pinggul
buatan
dibutuhkan
ketelitian
pemasangan yang sangat ekstra. Kesalahan posisi pemasangan akan semakin membuat keausan yang lebih cepat atau mengurangi kestabilan sistem. Sedangkan aspek tribologi yang ada antara lain: 1) Wear Wear resistance yang tinggi akan lebih baik digunakan daripada wear resistance yang rendah. Wear akan mempercepat keausan dari head maupun cup.
Keausan
ini
akan
menyebabkan
ketidakstabilan
sistem
yang
memungkinkan terlepasnya head dari cup. Wear sangat dipengaruhi oleh desain geometri maupun materialnya.
2) Load Load atau pembebanan dari tubuh akan mempengaruhi kekuatan system artificial hip joint . Femoral stem akan patah atau berubah bentuk jika pembebanan yang diberikan melebihi yield strength dari material femoral stem. Von Mises yang terukur dari hasil analisa akan menunjukkan distribusi tegangan dari femoral stem. 3) Friction Friction yang tinggi akan menyebabkan cepatnya keausan pada ball bearing. Seperti halnya wear , friction yang tinggi juga menyebabkan ketidakstabilan sistem. Desain geometri dan material sangat berpengaruh terhadap friction. Radial clearance antara head dan cup akan menentukan maksimal atau tidaknya lubrikasi yang bekerja untuk mengurangi friksi ini. 4) Tekanan kontak Tekanan kontak akan sangat berpengaruh pada lama tidaknya umur dari sambungan tulang pinggul buatan. Distribusi tekanan kontak yang terkonsentrasi
akan
mempercepat
keausan
dari
permukaan
kontak.
Perancangan desain dan material menentukan besar kecilnya tekanan kontak maksimum dan distribusi tekanan kontaknya . i.
Perawatan Pre Operasi
Perawatan yang perlu dilakukan selama pre operasi adalah: 1) Menilai pengetahuan pasien dan pemahaman tentang prosedur operasi. Memberikan penjelasan lebih lanjut dan klarifikasi yang diperlukan. Pentingnya
pasien memiliki pemahaman yang jelas tentang prosedur
pembedahan dan hasil yang diharapkan. 2) Pengetahuan
mengurangi
kecemasan
dan
meningkatkan
kemampuan pasien untuk membantu dengan prosedur perawatan pascaoperasi. 3) Mendapatkan riwayat perawatan dan penilaian fisik, termasuk rentang gerak sendi yang terkena. Informasi ini tidak hanya memungkinkan perawat untuk memberikan perawatan sesuai dengan kebutuhan individu
tetapi juga berfungsi sebagai dasar untuk perbandingan penilaian pasca operasi. 4) Menjelaskan
pembatasan
aktivitas
pasca
operasi.
Mengajarkan
cara menggunakan tali overhead untuk mengubah posisi. Pasien yang belajar
dan
praktek
teknik
bergerak
sebelum
operasi
dapat menggunakannya secara lebih efektif pada periode pasca operasi. 5) Memberikan atau memperkuat pengajaran latihan pasca operasi tertentu untuk sendi yang operasi akan dilakukan. Latihan diresepkan pasca operasi untuk : -
memperkuat otot menyediakan stabilitas bersama dan dukungan
-
mencegah atrofi otot dan kontraktur sendi
-
mencegah stasis vena dan kemungkinan tromboemboli.
6) Ajarkan prosedur kebersihan pernapasan seperti penggunaan insentif spirometri,
batuk,
dan
pernapasan
dalam.
Memadai
pernapasan
kebersihan sangat penting untuk semua pasien menjalani penggantian sendi untuk
mencegah
komplikasi
pernafasan
berhubungan
dengan
tidak bergerak dan efek dari anestesi. Selain itu, banyak pasien menjalani
penggantian
sendi
total
tua
dan
mungkin
memiliki
operasi,
termasuk
mengurangi clearance mukosiliar. 7) Diskusikan
tindakan
pengendalian
nyeri
pasca
penggunaan pasien-dikendalikan analgesia (PCA) atau infus epidural yang sesuai. Hal
ini
penting
bagi
pasien
untuk
memahami
tujuan
dan penggunaan langkah pengendalian nyeri pasca operasi untuk memungkinkan awal mobilitas dan mengurangi komplikasi yang terkait dengan imobilitas. 8) Ajari
atau
menyediakan
resep
persiapan
kulit
pra
operasi
seperti mandi, shampo, dan menggosok kulit dengan larutan antibakteri. Langkah-langkah ini membantu mengurangi bakteri transien yang dapat diperkenalkan ke dalam situs bedah.
9) Administer intravena antibiotik seperti yang diperintahkan. Antibiotik terapi dimulai sebelum atau selama operasi dan dilanjutkan pasca operasi untuk mengurangi risiko infeksi.
j.
Perawatan Pasca Operasi
1) Periksa tanda vital, termasuk suhu dan tingkat kesadaran, setiap 4 jam atau lebih sering seperti yang dibutuhkan. Laporan perubahan signifikan ke dokter.
Pemeriksaan
ini
memberikan
informasi
tentang
status
kardiovaskular pasien dan dapat memberikan indikasi awal komplikasi seperti perdarahan yang berlebihan, defisit volume cairan, dan infeksi. 2) Melakukan pemeriksaan neurovaskular pada anggota tubuh yang dioperasi per jam untuk 12-24 jam pertama, maka setiap 2-4 jam. Segera melaporkan temuan abnormal ke dokter. Operasi dapat mengganggu suplai darah atau persarafan pada bagian ekstremitas. Jika demikian, intervensi cepat adalah penting untuk menjaga fungsi ekstremitas tersebut. 3) Monitor perdarahan insisional dengan mengosongkan dan merekam hisap drainase setiap 4 jam dan menilai dressing sering. kehilangan darah yang signifikan dapat terjadi dengan penggantian sendi total, terutama penggantian panggul total. 4) Menjaga asupan infus dan akurat dan output catatan selama periode pasca operasi awal. 5) Mempertahankan istirahat dan posisi yang ditentukan dari ekstremitas yang terkena menggunakan sling, belat penculikan, brace, immobilizer, atau perangkat lain yang ditentukan. 6) Bantu pasien pergeseran posisi setidaknya setiap 2 jam sementara di tempat tidur beristirahat. Pergeseran posisi membantu mencegah luka tekanan dan lainnya komplikasi imobilitas. 7) Mengingatkan pasien untuk menggunakan spirometer insentif, batuk, dan bernapas dalam setidaknya setiap 2 jam. Langkah-langkah ini penting untuk mencegah komplikasi pernafasan seperti pneumonia.
8) Menilai tingkat kenyamanan pasien sering. Memelihara PCA, infus epidural, atau analgesia yang diresepkan lainnya untuk meningkatkan kenyamanan.
manajemen
nyeri
yang
memadai
meningkatkan
penyembuhan dan mobilitas. 9) Memulai terapi fisik dan latihan seperti yang ditentukan untuk bersama spesifik diganti, seperti paha depan pengaturan, menaikkan kaki, dan pasif dan aktif berbagai-latihan-gerak. Latihan ini membantu mencegah atrofi otot dan tromboemboli dan memperkuat otot-otot ekstremitas yang terkena sehingga dapat mendukung sendi prostetik. 10) Gunakan perangkat kompresi berurutan atau stocking antiembolism seperti yang ditentukan. Ini membantu mencegah tromboemboli dan pulmonary embolus untuk pasien yang harus tetap bergerak setelah operasi. 11) Menilai pasien dengan total penggantian pinggul tanda-tanda prosthesis dislokasi, termasuk rasa sakit di pinggul terpengaruh atau shortening dan internal rotasi kaki yang terkena.
k. Ambulasi Ambulasi merupakan latihan yang dilakukan dengan hati-hati tanpa tergesa-gesa
untuk
memperbaiki
sirkulasi
dan
mencegah
flebotrombosis
(Hinchliff, 1999). Ambulasi adalah latihan aerobik yang paling berat dimana pasien
yang
dirawat
di
rumah
sakit
dapat
berpartisipasi
kecuali
dikontraindikasikan oleh kondisi pasien. Hal ini harus menjadi bagian dalam perencanaan latihan untuk semua pasien (Berger & Williams, 1992). Ambulasi dini adalah tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien pasca operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempat tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien (Roper, 2002). Ambulasi dini merupakan komponen penting dalam perawatan pasca operasi karena jika pasien membatasi pergerakannya di tempat tidur dan sama sekali tidak melakukan ambulasi pasien akan semakin sulit untuk mulai berjalan (Kozier, 1987). 1) Manfaat Ambulasi Dini
Pelaksanaan ambulasi dini pada pasien akan memberikan efek positif terhadap sistem tubuh. Menurut Asmadi (2008) manfaat ambulasi adalah: mencegah dampak immobilisasi pasca operasi meliputi: sistem integumen; kerusakan integritas kulit seperti abrasi, sirkulasi darah yang lambat yang menyebabkan terjadinya atrofi otot dan perubahan turgor kulit, sistem kardiovaskuler; penurunan kardiak reserve, peningkatan beban kerja jantung, hipotensi ortostatik, phlebotrombosis, sistem respirasi; penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi volunter maksimal, penurunan ventilasi/ perfusi setempat, mekanisme batuk yang menurun, sistem pencernaan; anoreksia, konstipasi, penurunan metabolisme, sistem perkemihan; menyebabkan perubahan pada eleminasi urine, infeksi saluran kemih, hiperkalsiuria, sistem muskuloskeletal; penurunan massa otot, osteoporosis, pemendekan serat otot, sistem neurosensoris; kerusakan jaringan, menimbulkan gangguan saraf pada bagian distal, nyeri yang hebat, depresi, perubahan tingkah laku, perubahan siklus tidur, perubahan kemampuan pemecahan masalah.
2) Alat yang Digunakan Untuk Ambulasi
Banyak alat yang tersedia untuk membantu ketidakmampuan pasien melaksanakan ambulasi. Jenis dari alat dipilih dan lamanya waktu untuk menggunakan alat tersebut tergantung pada ketidakmampuannya. Terlebih dahulu terapis
harus
menentukannya
apakah
kekuatan
otot
pasien
cukup
dan
mengkoordinasikannya dengan program ambulasi (Gartland, 1987). Alat bantu yang digunakan untuk ambulasi adalah: a) kruk; dapat digunakan sementara ataupun permanen, terbuat dari logam dan kayu, misalnya Conventional, Adjustable dan Lofstrand . Kruk biasanya digunakan pada pasien fraktur hip dan ekstremitas bawah b) Canes (tongkat) adalah alat yang ringan, mudah dipindahkan, setinggi pinggang, terbuat dari kayu atau logam, digunakan pada pasien yang mengalami kelemahan pada satu kaki, terdiri dari dua tipe yaitu: single straight-legged dan quad cane c) walker adalah suatu alat yang sangat ringan, mudah dipindahkan, setinggi pinggang, terbuat dari pipa logam, dan mempunyai empat penyangga yang kokoh (Gartland, 1987; Potter & Perry, 2006; Wahyuningsih, 2005).
3) Pelaksanaan Ambulasi Pasien Pasca Operasi Ekstremitas Bawah
Pembebanan berat badan (weight-bearing ) pada kaki ditentukan oleh dokter bedah. Weight bearing adalah jumlah dari beban seorang pasien yang dipasang pada kaki yang dibedah. Tingkatan weight bearing dibedakan menjadi lima yaitu: a) Non Weight Bearing (NWB): kaki tidak boleh menyentuh lantai. Non weight bearing adalah 0 % dari beban tubuh, dilakukan selama 3 minggu pasca operasi b) Touch Down Weight Bearing (TDWB): berat dari kaki pada lantai saat melangkah tidak lebih dari 5 % beban tubuh c) Partial Weight Bearing (PWB): berat dapat berangsur ditingkatkan dari 30-50 % beban tubuh, dilakukan 3-6 minggu pasca operasi
d) Weight Bearing as Tolerated (WBAT): tingkatannya dari 50-100 % beban tubuh. Pasien dapat meningkatkan beban jika merasa sanggup melakukannya e) Full Weight Bearing (FWB): kaki dapat membawa 100 % beban tubuh setiap melangkah, dilakukan 8-9 bulan pasca operasi (Pi erson, 2002). Ada tiga jenis weight bearing ambulasi berdasarkan lewis e t al, 1998 yaitu 1. Non weight bearing: tidak menggunakan alat bantu j alan sama sekali, tungkai tidak diberi beban. Dilakukan selama 3 minggu setelah operasi 2.
Partial Weight bearing menggunakan alat bantu jalan pada sebagian aktivitas. Tungkai diberi beban hanya dari beban tungkai itu sendiri dilakukan mulai dari 3-6 minggu setelah kallus terbentuk
3.
Full Weight bearing. Berjalan menggunakan beban penuh dari tubuh dilakukan setelah 3 bulan paska operasi dimana tulang telah terjadi konsolidasi
l.
Langkah-langkah ambulasi pada pasien Post Operasi THR 1) Ambulasi pada pasien post operasi THR hari ke nol a)
Ambulasi pada pasien post operasi hari ke nol adalah dengan latihan nafas dalam dan batu efektif
b)
Ankle pumping sebanyak 50 kali
Gambar 13. Ankle pumping
c) Buttock Contractions dilakukan 5 kali sampai 10 kali selama 3-4 hari
Gambar 14. Buttock Contractions d) Static Quadriceps Strengthening
Gambar 15. Static Quadriceps Strengthening
2) Ambulasi lanjutan
Gambar 16. Hip and Knee Bending
Gambar 17. Isometric Hamstrings
Gambar 18. Quadriceps Strengthening Over a Roll
Gambar 19. Hip abduction
Gambar 20. Abdominal Activation
Gambar 21. Standing Hip Bending
Gambar 22. Standing Hip Abduction
Gambar 23. Hamstring Curls
Gambar 24. Standing Hip Extension
m. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan ambulasi pada pasien pasca operasi adalah: 1) Kesehatan umum Penyakit, kelemahan, infeksi, penurunan aktifitas, kurangnya latihan fisik, dan lelah kronik menimbulkan efek yang tidak nyaman pada fungsi muskuloskeletal (Kozier, 1987).
2) Tingkat kesadaran Pasien dengan kondisi disorientasi, bingung atau mengalami perubahan tingkat kesadaran tidak mampu melakukan ambulasi dini pasca operasi. 3) Nutrisi Pasien yang kurang nutrisi sering mengalami atrofi otot, penurunan jaringan subkutan yang serius, dan gangguan keseimbangan cairan danelektrolit.
Pasien
juga
akan
mengalami
defisiensi
protein,
keseimbangan nitrogen negatif, dan tidak adekuat asupan vitamin C (Potter & Perry, 2006). 4) Emosi Perasaan nyaman, kebahagiaan, kepercayaan, dan pengahargaan pada diri sendiri akan mempengaruhi pasien untuk melaksanakan prosedur ambulasi (Kozier, 1987). 5) Tingkat pendidikan Pendidikan keterampilan
merupakan yang
proses
diperoleh
pengembangan melalui
proses
pengetahuan belajar.
atau
Pendidikan
menyebabkan perubahan pada kemampuan intelektual, mengarahkan pada keterampilan yang lebih baik dalam menggunakan dan mengevaluasi informasi (Goldman, 2002). Pendidikan dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk mengatur kesehatan mereka, untuk mematuhi saran-saran kesehatan dan merubah perilaku yang tidak baik bagi mereka (WimGroot, 2005). Jadi tingkat pendidikan mempengaruhi pelaksanaan ambulasi dini pada pasien pasca operasi ekstremitas bawah. 6) Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Hasil penelitian mengatakan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bertahan lama daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 1993). Rendahnya pengetahuan pasien mengenai pentingnya ambulasi akan menghambat pelaksanaan ambulasi dini pasca operasi.
n. Posisi Pada Pasien THR
Gambar 25. Posisi tidur
Gambar 26. Bangun dari tempat tidur
Gambar 27. Berdiri Dari Tempat Tidur Atau Kursi
Gambar 28. Posisi duduk yang benar
Gambar 29. Posisi duduk yang salah
II.
ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Identitas Pasien: Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis. 2. Keluhan Utama: rasa nyeri, nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. 3. Riwayat Penyakit Sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari penggantian panggul total, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap pasien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain. 4. Riwayat Penyakit Dahulu Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995). 5. Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur sehingga diperlukan penggantian panggul total, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995). 6. Riwayat Psikososial Merupakan respons emosi pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995). 7. Pola-Pola Fungsi Kesehatan : a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat b) Pola Nutrisi dan Metabolisme c) Pola Eliminasi d) Pola Tidur dan Istirahat e) Pola Aktivitas f) Pola Hubungan dan Peran g) Pola Persepsi dan Konsep Diri h) Pola Sensori dan Kognitif i) Pola Reproduksi Seksual j) Pola Penanggulangan Stress k) Pola Tata Nilai dan Keyakinan 8. Pemeriksaan fisik : a) Gambaran Umum b) Keadaan Lokal c) Pemeriksaan Diagnostik d) Pemeriksaan Radiologi : sinar rontgen (x-ray), Tomografi, Myelografi, Arthrografi dan Computed Tomografi-Scanning e) Pemeriksaan Laboratorium
b. Diagnosa
Diagnosa yang muncul pada pasien dengan rekonstruksi berdasarkan rumusan diagnosa keperawatan menurut NANDA (2012-2014) antara lain : Pre Operasi
1.
Ansietas berhubungan dengan prosedur penggantian panggul total.
2.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi
3. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan. 4. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kehilangan integritas struktur tulang
Intra Operasi
1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan Post Operasi
1. Kerusakan mobilitas berhubungan dengan keharusan tirah baring setelah penggantian sendi pinggul. 2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi 3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan pembatasan mobilitas fisik 4. Kurang pengetahuan mengenai prosedur perawatan di rumah berhungan dengan kurangnya informasi 5. Nyeri akut berhubungan dengan efek anestesi berkurang/ hilang
c. Intervensi Keperawatan Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
Ansietas Tujuan: berhubungan Setelah dilakukan dengan prosedur tindakan 1 x 24 jam penggantian pasien mampu panggul total mengontrol kecemasannya Kriteria Hasil: 1. Pasien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas 2. Mengidentifikasi, mengungkapkan, dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas 3. Vital sign dalam batas normal
Intervensi
Rasional
Pre Operasi NI C: An xiety Control
1. Gunakan pendekatan yang 1. Menciptakan trust menenangkan 2. Jelaskan semua prosedur 2. Mengurangi rasa cemas pasien jika dilakukan dan apa yang dirasakan tindakan selama prosedur 3. Mencegah kondisi 3. Pahami prespektif pasien pasien agar tdk semakin terhdap situasi stres tertekan karena kondisinya 4. Agar pasien merasa 4. Temani pasien untuk bahwa dirinya tidak merasa kesepian memberikan keamanan 5. Mengurangi rasa cemas dan mengurangi takut dan takut pasien karena 5. Berikan informasi faktual tindakan yang dilakukan mengenai diagnosis, 6. agar pasien merasa tindakan prognosis disupport untuk 6. Dorong keluarga untuk kesembuhan kondisi menemani pasien pasien
4. Postur tubuh, 7. mencegah pasien agar ekspresi wajah, tidak semakin cemas bahasa tubuh, dan 7. Bantu pasien mengenal tingkat aktivitas merasa situasi yang menimbulkan 8. pasien menunjukkan dimotivasi untuk kecemasan berkurangnya perbaikan yang optimal 8. Dorong pasien untuk kecemasan. 9. untuk mengalihkan mengungkapkan perasaan, 5. Menunjukkan perhatian dan ketakutan, persepsi peningkatan mengurangi rasa cemas 9. Instruksikan pasien konsenrtasi dan menggunakan teknik akurasi dalam relaksasi berpikir Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi.
Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
NIC : Tujuan: Setelah dilakukan Knowl edge : desease process tindakan 1 x 24 jam 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga pasien tentang penyakitnya memahami mengenai 2. Jelaskan tanda gejala dan penyakit pasien dan patofisiologi dari penyakit pengobatannya. 3. Sediakan informasi pada Kriteria Hasil: 1. Pasien dan pasien tentang kondisi, keluarga dengan cara yang tepat menyatakan 4. Sediakan bagi pasien dan pemahaman keluarga tentang kemajuan tentang penyakit, pasien dengan cara yang kondisi, tepat prognosis, dan program pengobatan 2. Pasien dan 5. Diskusikan perubahan gaya keluarga mampu hidup yang mungkin melaksanakan diperlukan prosedur yang 6. Hindari menggunakan dijelaskan dengan teknik menakut-nakuti benar 7. Mengikutsertakan keluarga (bila memungkinkan) 3. Pasien dan dalam melaksanakan keluarga mampu pengobatan/ terapi menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim kesehatan. Tujuan: NIC: Setelah dilakukan Pain management tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri keperawatan 1 x 24 secara komprehensif jam pasien terbebas termasuk lokasi, dari nyeri / nyeri karakteristik, durasi, berkurang frekuensi, kualitas dan faktor
1. Mengetahui tingkat pengetahuan pasien 2. Agar pasien dapat mengetahui mengenai penyakitnya 3. Memberi pengetahuan pada pasien 4.
Memberitahukan mengenai progres penyakit pasien dan agar keluarga dapat berkolaborasi aktif terhadap pengobatan pasien 5. untuk mencegah komplikasi lebih lanjut 6. Memberi kenyamanan pada pasien dan keluarga 7. Dukungan keluarga memotivasi pasien selama menjalani perawatan
1. Mengetahui tingkatan nyeri untuk menentukan tindakan.
presipitasi 2. Observasi reaksi nonverbal Kriteria Hasil: 1. Mampu dari ketidaknyamanan mengontrol nyeri 3. Gunakan teknik komunikasi (tahu penyebab terapeutik untuk mengetahui nyeri, mampu pengalaman nyeri pasien menggunakan tehnik nonfarmakologi . Kaji kultur yang untuk mempengaruhi respon nyeri mengurangi nyeri, mencari 5. Evaluasi pengalaman nyeri bantuan) masa lampau 2. Melaporkan 6. Evaluasi bersama pasien dan bahwa nyeri tim kesehatan lain tentang berkurang dengan ketidakefektifan kontrol menggunakan nyeri masa lampau manajemen nyeri . Kontrol lingkungan yang 3. Mampu dapat mempengaruhi nyeri mengenali nyeri seperti suhu ruangan, (skala, intensitas, pencahayaan dan kebisingan frekuensi dan 8. Lakukan penanganan nyeri tanda nyeri) non farrmakologi 4. Menyatakan rasa 9. Kolaborasi: pemberian nyaman setelah analgetik nyeri berkurang 5. Tanda vital dalam rentang normal Kerusakan ujuan: Mobilitas Fisik Setelah dilakukan berhubungan indakan 1x 24 jam dengan asien terbebas dari kehilangan ambatan mobilitas integritas fisik struktur tulang riteria Hasil: - Peningkatan aktivitas pasien - Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi
2. Validasi terhadap adanya ketidaknyamanan 3. Memberikan kenyamanan pada pasien dan agar pasien lebih terbuka 4. Budaya dapat mempengaruhi respon nyeri seseorang 5. Mengetahui adanya nyeri masa lampau 6. Evaluasi ketidakefektifan kontrol nyeri 7. Menguragi faktor penyebab nyeri 8. Distraksi untuk mengalihkan perhatian dan membuat nyaman pasien. 9. Mengurangi nyeri
NI C:E xer cise therapy
1. monitor vital sign sebelum dan sesudah latihan 2. kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi 3. dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan sehari hari pasien (ADLS) 4. Ajarkan keluarga untuk membatu pasien memenuhi ADL’s pasien selama di rumah 5. berikan alat bantu jika pasien membutuhkan 6. ajarkan pasien bagaimana mengubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
1. mengetahui kondisi pasien secara umum 2. mengetahui kemampuan pasien 3. mencegah terjadinya cedera
4. mencegah cedera
terjadinya
5. memberikan keamanan bagi pasien 6. mencegah cedera pada pasien
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
Kerusakan mobilitas berhubungan dengan keharusan tirah baring setelah penggantian sendi pinggul.
Resiko infeksi berhubungan dengan luka
Intra operasi NIC : Manajemen cairan 1. Mengetahui balance ujuan : Pasien tidak 1. Catat intake dan output cairan engalami dehidrasi 2. Monitor status hidrasi seperti 2. Antisipasi tanda atau cairan tubuh membran mukosa, nadi, dehidrasi asien adekuat tekanan darah dengan cepat. 3. Mengatur balance 3. Beri cairan yang sesuai cairan Kriteria hasil : a. Kulit dan dengan terapi membran mukosa lembab b. Tidak terjadi demam c. TTV normal Post Operasi 1. Pertahankan posisi sendi 1. Agar sendi tidak kaku Tujuan: mencapai pinggul yang benar (abduksi, sendi rotasi netral, fleksi terbatas panggul 2. Instruksikan dan membantu 2. Mencegah kekakuan yang bebas perubahan posisi dan sendi nyeri, perpindahan fungsional, 3. Instruksikan dan berikan 3. Mempertahankan dan stabil pengawasan latihan pengesetan kekuatan sendi dan kuardrisep dan gluteal peningkatan sirkulasi Kriteria 4. konsultasi dengan ahli Hasil: 1. Posisi yang fisioterapi 4. Menyusun program dianjurkan aktivitas fsik secara tetap individual dipertahankan 5. Berikan semangat dan 2. Pasien dukungan terhadap program 5. Memotivasi pasien agar membantu latihan tetap semangat saat 6. Bantu pasien dan ajarkan menjalani latihan perubahan keluarga memenuhi ADLs 6. Memenuhi kebutuhan posisi pasien 3. Memperlihatk an kemandirian saat berpindah 4. Berpartisipasi dalam program ambulasi progresif 5. Mempergunak an alat bantu ambulasi dengan benar dan aman Tujuan : Pasien NIC : Pengendalian Infeksi tidak mengalami 1. Pantau tanda / gejala infeksi 1. Mencegah terjadinya infeksi atau tidak 2. Rawat luka operasi dengan infeksi
post operasi
terdapat tandatanda infeksi pada pasien. Kriteria hasil : Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi Kurang Tujuan: pengetahuan Setelah dilakukan mengenai tindakan 1 x 24 penatalaksanaan jam pasien dan kesehatan di keluarga rumah memahami berhubungan perawatan pasien dengan dirumah kurangnya Kriteria Hasil: informasi 1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang kondisi pasien 2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan dengan benar 3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim kesehatan. 4. Pasien dan keluarga mampu Melakukan perawatan Secara mandiri Di rumah
teknik steril 2. Mencegah invasi 3. Memelihara teknik isolasi, mikroorganisme batasi jumlah pengunjung 3. Mencegah infeksi 4. Ganti peralatan perawatan 4. Mencegah infeksi pasien sesuai dengan protap
1. Dorong pasien mengekspresikan kekhawatirannya mengenai perawatan di rumah; eksplorasi bersama kemungkinan pemecahan masalah. 2. Kaji ketersediaan bantuan fisik untuk aktivitas perawatan kesehatan. 3. Ajarkan pemberi perawatan tentang program perawatan kesehatan di rumah. 4. Jelaskan pada pasien dan keluarga mengenai perawatan pascahospitalisasi; 5. Anjurkan pada pasien dan keluarga untuk kontrol secara teratur
1. Agar perawat dapat memberikan penkes kepada keluarga. 2. Untuk melatih kemandirian pasien. 3. Agar kien dapat merawat dan menjaga kondisinya. 4. Mencegah terjadinya komplikasi 5. Mencegah terjadinya komplikasi