MAKALAH PRAKTIKUM STUDI KASUS FARMASI RUMAH SAKIT DAN KLINIK “TUBERKULOSIS (TBC)”
DOSEN PENGAMPU
: Yane Dila Keswara, M.Sc., Apt.
KELAS A / KELOMPOK A4.2 Oleh :
HANIFATI EKA SEPTIANI
/ 1720343757
HARDIANTI SABARUDDIN
/ 1720343758
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA 2017
PENDAHULUAN
I. DEFINISI Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru. Mycobacterium tuberculosis termasuk basil gram positif, berbentuk batang, dinding selnya mengandung komplek lipidaglikolipida serta lilin (wax) yang sulit ditembus zat kimia.
II. ETIOLOGI Umumnya Mycobacterium tuberculosis menyerang paru dan sebagian kecil organ tubuh lain. Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan terhadap asam pada pewarnaan, hal ini dipakai untuk identifikasi dahak secara mikroskopis. Sehingga disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis cepat mati dengan matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup pada tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman dapat dormant (tertidur sampai beberapa tahun). TB timbul berdasarkan kemampuannya untuk memperbanyak diri di dalam sel-sel fagosit. Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan. Jadi penularan TB tidak terjadi melalui perlengkapan makan, baju, dan perlengkapan tidur. Setelah kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui system peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagianbagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Secara klinis, TB dapat terjadi melalui infeksi primer dan paska primer. Infeksi primer terjadi saat seseorang terkena kuman TB untuk pertama kalinya. Setelah terjadi infeksi
melalui saluran pernafasan, di dalam alveoli (gelembung paru) terjadi peradangan. Hal ini disebabkan oleh kuman TB yang berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru. Waktu terjadinya infeksi hingga pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6 minggu. Kelanjutan infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan respon daya tahan tubuh dapat menghentikan perkembangan kuman TB dengan cara menyelubungi kuman dengan jaringan pengikat. Ada beberapa kuman yang menetap sebagai “persister” atau “dormant”, sehingga daya tahan tubuh tidak dapat menghentikan perkembangbiakan kuman, akibatnya yang bersangkutan akan menjadi penderita TB dalam beberapa bulan. Pada infeksi primer ini biasanya menjadi abses (terselubung) dan berlangsung tanpa gejala, hanya batuk dan nafas berbunyi. Tetapi pada orang-orang dengan sistem imun lemah dapat timbul radang paru hebat, ciri-cirinya batuk kronik dan bersifat sangat menular. Masa inkubasi sekitar 6 bulan. Infeksi paska primer terjadi setelah beberapa bulan atau tahun setelah infeksi primer. Ciri khas TB paska primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura. Seseorang yang terinfeksi kuman TB belum tentu sakit atau tidak menularkan kuman TB. Proses selanjutnya ditentukan oleh berbagai faktor risiko. Kemungkinan untuk terinfeksi TB, tergantung pada : a. Kepadatan droplet nuclei yang infeksius per volume udara b. Lamanya kontak dengan droplet nuklei tsb c. Kedekatan dengan penderita TB Resiko terinfeksi TB sebagian besar adalah faktor risiko external, terutama adalah faktor lingkungan seperti rumah tak sehat, pemukiman padat & kumuh. Sedangkan risiko menjadi sakit TB, sebagian besar adalah faktor internal dalam tubuh penderita sendiri yg disebabkan oleh terganggunya sistem kekebalan dalam tubuh penderita seperti kurang gizi, infeksi HIV/AIDS, pengobatan dengan immunosupresan dan lain sebagainya. Pada penderita TB sering terjadi komplikasi dan resistensi. Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut: a. Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas. b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial
c. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru. d. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru. e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya. f. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency). Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu perawatan di rumah sakit. Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA Negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simtomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik. Resistensi terhadap OAT terjadi umumnya karena penggunaan OAT yang tidak sesuai. Resistensi dapat terjadi karena penderita yang menggunakan obat tidak sesuai atau patuh dengan jadwal atau dosisnya. Dapat pula terjadi karena mutu obat yang dibawah standar. Resistensi ini menyebabkan jenis obat yang biasa dipakai sesuai pedoman pengobatan tidak lagi dapat membunuh kuman. Dampaknya, disamping kemungkinan terjadinya penularan kepada orang disekitar penderita, juga memerlukan biaya yang lebih mahal dalam pengobatan tahap berikutnya. Dalam hal inilah dituntut peran Apoteker dalam membantu penderita untuk menjadi lebih taat dan patuh melalui penggunaan yang tepat dan adekuat. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu bakteri tahan asam yang ditularkan melalui udara yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit tuberkulosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun.
III. PATOFISIOLOGI Infeksi primer dimulai dari implantasi organisme pada alveolar, dalam ukuran yang cukup kecil (1-5 mm) untuk bisa melewati sel epitel bersilia pada saluran pernafasan atas.
Begitu tertanam, mikrooorganisme memperbanyak diri dan dimakan oleh makrofag pulmoner, mikrooorganisme tetap membelah meski lebih lambat. Nekrosis jaringan dan pengerasan tempat yang terinfeksi dan nodus limfe di area itu bisa muncul,menyebabkan pembentukan area radiodense yang disebut sebagai kompleks Ghon. Setelah nodus limfe terlibat, mikroorganisme bisa diam atau menyebar melalui peredaran darah ke berbagai sistem organ. Bersamaan dengan proliferasi mikroorganisme adalah terbentuknya hipersensitivitas yang tertunda melalui aktivasi dan perbanyakan limfosit CD4. Kontaminasi M. tuberculosis membutuhkan aktivasi bagian dari limfosit CD4 yang disebut sel Th-1, yang mengaktifkan makrofag melalui sekresi interferon γ. Penghambatan proliferasi mikobakteria dicirikan oleh pembentukan dua tipe granuloma: granuloma proliferatif, yang stabil dan dengan efektif membatasi penyebaran organism, dan caseating granuloma (penampilan seperti keju). Caseating granuloma mempunyai pusat nekrotik, relatif tidak stabil, dan membolehkan pertumbuhan terbatas M. tuberculosis yang terdapat didalam mereka. Sekitar 90% pasien yang mengalami penyakit primer tidak mempunyai manifestasi klinik lain selain uji kulit positif tunggal atau dalam kombinasi dengan bukti radiografi akan adanya granuloma stabil. Sekitar 5% pasien (biasanya anak-anak, orang tua, atau penurunan sistem imun) mengalami penyakit primer yang progresif pada tempat infeksi pertama (biasanya lobus bagian bawah) dan seringkali menyebar, menyebabkan meningitis dan sering melibatkan lobus paru-paru bagian atas. Sekitar 10% pasien mengalami penyakit reaktivasi, terjadi penyebaran organism melalui darah. Biasanya penyebaran organisme melalui masuk ke aliran darah ini menyebabkan penyakit menyebar dan pembentukan granuloma yang disebut tuberkulosis miliari.
IV. KLASIFIKASI Ada beberapa klasifikasi TB paru yaitu : a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena : 1) Tuberkulosis paru Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. 2) Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis 1) Tuberkulosis paru BTA positif
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tb positif.
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberculosis
Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi pasien dengan HIV negative
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan
c. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya 1) Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan BTA bisa positif atau negatif. 2) Kasus yang sebelumnya diobati Kasus kambuh (relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur). Kasus setelah putus berobat (default ) adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif. Kasus setelah gagal (failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
3) Kasus Pindahan (Transfer In) Adalah pasien yang dipindahkan keregister lain untuk melanjutkan pengobatannya. 4) Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas : Tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya Pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya Kembali diobati dengan BTA negative.
V. MANIFESTASI KLINIK Gejala utama pasien TB adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
VI. PEMERIKSAAN 1) Pemeriksaan Fisik Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada, dan peningkatan suara yang bergetar lebih sering diamati pada auskultasi. 2) Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS). S (sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. P (Pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Fasilitas pelayanan kesehatan. S (sewaktu) : dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi. Pengambilan 3 spesimen dahak masih diutamakan dibanding dengan 2
spesimen dahak mengingat masih belum optimalnya fungsi sistem dan hasil jaminan mutu eksternal pemeriksaan laboratorium. 3) Pemeriksaan Laboratorium Peningkatan pada perhitungan sel darah putih dengan dominasi limfosit. 4) Radiografi Dada
Infiltrasi nodus pada daerah apikal di lobus bagian atas dari bagian superior dari lobus paling bawah.
Kavitasi yang menunjukkan kadar udara-air sebagai tanda perkembangan infeksi.
5) Pemeriksaan Penunjang - Tuberculin skin testing Dilakukan dengan menginjeksikan secara intracutaneous 0.1 ml Tween-stabilized liquid PPD pada bagian punggung atau dorsal dari lengan bawah. Dalam wkatu 48 – 72 jam, area yang menonjol (indurasi), bukan eritema, diukur; dengan hasil positif bila terdapat indurasi diameter lebih dari 10 mm, meragukan bila 5-9 mm. Uji tuberkulin bisa diulang setelah 1-2 minggu. Pada anak yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 15 mm ke atas baru dinyatakan positif, sedangkan pada anak kontrak erat dengan penderita TBC aktif, diameter indurasi ≥ 5 mm harus dinilai positif. Alergi disebabkan oleh keadaan infeksi berat, pemberian immunosupreson, penyakit keganasan (leukemia), dapat pula oleh gizi buruk, morbili, varicella dan penyakit infeksi lain. - Pemeriksaan darah Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-kadang meragukan, tidak sensitif, tidak juga spesifik. Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih dibwah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Jika penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal, dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. Bisa juga didapatkan anemia ringan dengan gambaran normokron dan normositer, gama globulin meningkat dan kadar natrium darah menurun.
VII. ALGORITMA TERAPI
VIII. TERAPI FARMAKOLOGI
Terapi pengobatan tuberkulosis dapat dibagi kedalam 2 kategori yaitu OAT primer dan OAT sekunder. A. OAT Primer 1) Isoniazid (H) Isoniazid (dikenal dengan INH) bersifat bakterisid, efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Mekanisme kerja isoniazid yaitu menghambat sintesis asam mikolat, komponen esensial dari dinding sel mikobakteria. Efek samping Reaksi hipersensitivitas, neuritis perifer, nekrosis hepatotoksik, insomnia, hepatitis (pasien >35 thn). 2) Rifampisin (R) Rifampisin bekerja dengan menghambat aktivitas RNA polimerase yang bergantung DNA pada sel-sel yang rentan, bersifat bakterisid. Gangguan GI, alergi, mual muntah, anoreksia, demam disertai gejala seperti flu, gangguan fungsi hati. Dapat menyebabkan keringat, air mata, feses, dan saliva berwarna kemerah-merahan. 3) Pirazinamid (P) Analog pirazin dari nikotinamid yang bersifat bakterisid terhadap M. tuberculosis tergantung pada dosis pemberian. ekanisme kerjadapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Efek samping pirazinamid adalah Mata atau kulit berwarna kuning, mual, muntah, hepatotoksik, demam, hiperurisemia, urtikaria
4) Streptomisin (S) Bersifat bakterisid, bekerja menghambat sintesis protein. Efek samping dari streptomisin adalah nefrotoksik dan ototoksik atau toksik pada saraf otak ke 8 dapat menimbulkan vertigo, sempoyongan dan tuli. 5) Etambutol (E) Etambutol menghambat sintesis minimal 1 metabolit yang menyebabkan kerusakan pada metabolisme sel, menghambat multiplikasi, dan kematian sel. Bersifat bakteriostatik, dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna merah/hijau, maupun neuritis optik. B. OAT Sekunder 1) Asam Para-Amino Salisilat (PAS) Bekerja dengan menghambat pembentukan asam folat atau menghambat pembentukan komponen dinding sel, mikobaktin, dengan menurunkan pengambilan besi oleh M. tuberculosis. Efek samping mual, muntah, demam, nyeri abdominal, diare, 2) Kapreomisin TB dalam kombinasi dengan obat lain yang digunakan ketika OAT primer tidak efektif atau tidak dapat digunakan karena toksisitas atau resistensi. Efek samping ototoksisitas, vertigo, nyeri, urtikaria. 3) Etionamid Etionamid dapat bekerja bakteriostatik atau bakterisid tergantung pada konsentrasi obat. Efek samping depresi, pusing, konvulsi tremor, diare, mualdan muntah. C. OAT Lainnya 1) Rifapentin Memiliki mekanisme kerja yang sama dengan rifampisin. Efek samping sama dengan rifampisin, hiperurisemia, peningkatan enzim hepar. Menginduksi enzim hepar P450. 2) Kuinolon Mencegah sintesis DNA melalui penghambatan DNA girase. Ofloksasin, sifrofloksasin & pefloksasin. ES jarang. Klasifikasi Regimen Terapi Pada Berbagai Penyakit TB (Depkes, 2002) a. Kategori I Kasus baru BTA sputum (+)
Kasus baru BTA sputum (-), rontgen (+) yang sakit berat. Kasus baru dengan kerusakan berat pada TB ekstrapulmonar (meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudatif dupleks, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin) Terapi Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3 2HRZE/4HR 2HRZE/6HE b. Kategori 2 Penderita kambuh (relaps) Penderita gagal (failure) Penderita dengan pengobatan setelah lalai Terapi Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3 2HRZES/HRZE/5HRE c. Kategori 3 Kasus baru BTA sputum (-), rontgen (+) sakit ringan Kasus kerusakan ringan pada TB ekstrapulmonar [TB kelenjar limfe, pleuritis eksudatif unilateral, TB kulit, TB tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal] Terapi Kategori 3: 2HRZ/4H3R3 2HRZ/4HR 2HRZ/6HE
IX. TERAPI NON FARMAKOLOGI
Sering berjemur dibawah sinar matahari pagi (pukul 6-8 pagi), karena sinar matahari dapat membunuh bakteri penyakit TBC, bakteri bereaksi terhadap sinar matahari yang dalam waktu 10 menit bakteri ini dapat mati.
Memperbanyak istirahat (bedrest).
Diet sehat, dianjurkan mengkonsumsi banyak lemak dan vitamin A untuk membentuk jaringan lemak baru dan meningkatkan sistem imun.
Menghindari makanan bernatrium atau berkafein tinggi.
Menjaga sanitasi/kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal.
Menjaga sirkulasi udara di dalam rumah agar selalu berganti dengan udara yang baru.
Berolahraga, seperti jalan santai di pagi hari
PEMBAHASAN KASUS 2 TBC
Data Pasien : Nama
: Bpk. AZ
Usia
: 60 tahun
Alamat
: Jln bundar 24
Pekerjaan
: swasta
BB/TB
: 45 kg/ 160 cm
Tanggal masuk RS
: 1 Agustus 2013
Riwayat Masuk RS : Pasien dibawa ke IGD oleh keluarga, dengan keluhan : badan demam sudah 3 hari, batuk terus menerus, sesak nafas dan dada sakit, nyeri pada organ-organ perifer, nyeri sendi, mual dan muntah, disertai jaundice. RR =30 x/menit, TD 140/90 mmHg, suhu 37.9 C Pada pemeriksaan ditemukan ronchi dan weezing +, nafas basah, pemeriksaan BTA +. Muntah darah 1x.
Riwayat Penyakit Terdahulu : Pasien menderita DM tipe 2 sejak 3 tahun yll, obat rutin yang diminum adalah glimepiride 4 mg 1x1 dan glibenklamid 5 mg 1x1. Pasien juga memiliki riwayat epilepsy.
Diagnosa : TB Paru, BTA +, (default) DM tipe 2 Suspect neuropaty perifer
Pemeriksaan Lab : HB
= 10 mg/dL
GDS
= 240 mg/dL
GD 2 Jpp
= 180 mg/dL
SGPT
= 80 mg/dL
SGOT
= 76 mg/dL
AL
= 10.000 sel/mm3
Tanda Vital : RR =30 x/menit, TD 140/90 mmHg Pengobatan tanggal 1-3 Agt 2013 1. OAT : 2RHZES/1RHZE/5RHE 2. Hp Pro kapsul 1x1 3. Ranitidine injeksi 2x1 iv 4. Glimepiride 4 mg 1x1 5. Glibenklamid 5 mg 1x1 6. Infus RL 20 tpm
Perkembangan penyakit : 1 /8/13
batuk terus menerus, sesak nafas dan dada sakit, nyeri pada organ-organ perifer, nyeri sendi, mual dan muntah, disertai jaundice. RR =30 x/menit, TD 140/90 mmHg, suhu 37.9 C GDS= 240
2 /8/13
batuk terus menerus, sesak nafas dan dada sakit, nyeri pada organ-organ perifer, nyeri sendi, mual dan muntah, disertai jaundice. RR =28 x/menit, TD 135/90 mmHg, suhu 38 C
3 /8/13
batuk terus menerus, sesak nafas dan dada sakit, nyeri pada organorgan perifer, nyeri sendi, jaundice berkurang pasien mengalami konvulsi. RR 29x/menit, TD 120/90 mmHg, suhu 37 C
FORM DATA BASE PASIEN UNTUK ANALISIS PENGGUNAAN OBAT
Identitas Pasien
:
Nama
: Bpk. AZ
Tanggal Masuk RS
: 01 Agustus 2013
Tempt/tgl lahir
:-
No Rek Medik
:-
Umur
: 60 tahun
Dokter yg merawat
:-
Alamat
: Jln. Bundar 24
Pekerjaan
: Swasta
BB/TB
: 45 kg/160 cm
Diagnosa
: TB Paru, BTA + (default), DM tipe 2, Suspect neuropaty perifer
Riwayat Alergi
:-
Riwayat Masuk RS
: Pasien dibawa ke IGD oleh keluarga, dengan keluhan : badan demam sudah 3 hari, batuk terus menerus, sesak nafas dan dada sakit, nyeri pada organ-organ perifer, nyeri sendi, mual dan muntah, disertai jaundice. RR = 30 x/menit, TD 140/90 mmHg, suhu 37,9ºC. Pada pemeriksaan ditemukan ronchi dan weezing +, nafas basah, pemeriksaan BTA +.
Riwayat Penyakit Terdahulu : Pasien menderita DM tipe 2 sejak 3 tahun yll, obat rutin yang diminum adalah glimepiride 4 mg 1x1 dan glibenklamid 5 mg 1x1. Pasien juga memiliki riwayat epilepsy.
Riwayat Sosial
: Pola makan/diet Vegetarian
Ya / tidak
Merokok
Ya / tidak ................batang/hari
Meminum Alkohol
Ya / tidak
Meminum Obat herbal
Ya / tidak
Keluhan / Tanda Umum
:
1. Subyektif Tanggal
Data Subyektif
Saat Masuk RS
Badan demam sudah 3 hari, batuk terus menerus, sesak nafas dan dada sakit, nyeri pada organ-organ perifer, nyeri sendi, mual dan muntah, disertai jaundice.
2. Objektif a. Tanda Vital : Parameter TD (mm/Hg)
Tanggal 1/8/13 140/90 mmHg
Suhu (ºC) RR (x/menit)
37,9ºC 30 x/menit
b. Hasil Pemeriksaan Laboratorium : 1/8/13
Normal
Ket
HB
10 mg/dL
13 - 18 g/dL
Rendah
GDS
240 mg/dL
< 180 mg/dl
Tinggi
GD2Jpp
180 mg/dL
< 140 mg/dl
Tinggi
SGPT
80 mg/dL
5-35 U/L
Tinggi
Parameter
SGOT
76 mg/dL
5 – 35 U/L
Tinggi
3200 – AL
10.0000 sel/mm2
10.000 sel/
Normal
mm3
c. Perkembangan Penyakit Batuk terus menerus, sesak nafas dan dada sakit, nyeri pada organ-organ 1/8/13
perifer, nyeri sendi, mual dan muntah, disertai jaundice. RR = 30 x/menit, TD 140/90 mmHg, suhu 37,9ºC, GDS= 240 mg/dL Batuk terus menerus, sesak nafas dan dada sakit, nyeri pada organ-organ
2/8/13
perifer, nyeri sendi, mual dan muntah, disertai jaundice. RR = 28 x/menit, TD 135/90 mmHg, suhu 38ºC Batuk terus menerus, sesak nafas dan dada sakit, nyeri pada organ-organ
3/8/13
perifer, nyeri sendi, jaundice berkurang pasien mengalami konvulsi. RR 29 x/menit, TD 120/90 mmHg, suhu 37ºC
d. Pengobatan Tanggal 1-3 Agt 2013 1. OAT : 2RHZES/1RHZE/5RHE 2. Hp Pro kapsul 1x1 3. Ranitidine injeksi 2x1 iv 4. Glimepiride 4 mg 1x1 5. Glibenklamid 5 mg 1x1 6. Infus RL 20 tpm
3. Obat yang digunakan saat ini Rute
Nama Obat
Indikasi Obat
Dosis
1
Rifampisin
Terapi TB pulmoner
600 mg 1
Isoniazid:
Gangguan GI, alergi, mual
Membunuh
& ekstra pulmoner,
x/hari. Dosis
peningkatan
muntah, anoreksia, demam
bakteri TBC
leprosis
anjuran untuk
hepatotoksik
disertai gejala seperti flu,
terapi
Pemberian
Interaksi Obat
p.o
ESO
Outcome
No
Terapi
gangguan fungsi hati
intermiten yang diawasi 600 mg/hr 2
Isoniazid
Tuberkulosis yang
300 mg/hari
disebabkan oleh
p.o
Mycobacterium
Rifampisin:
Reaksi hipersensitivitas,
Membunuh
peningkatan
neuritis perifer, nekrosis
bakteri TBC
hepatotoksik
hepatotoksik, insomnia,
tuberculosis 3
Pirazinamide
hepatitis (pasien >35 thn)
TB yang disebabkan
20-35 mg/kg
Probenesid
Mata atau kulit berwarna
Membunuh
oleh Mycobacterium
BB/hari
memblok
kuning, mual, muntah,
bakteri TBC
ekskresi
hepatotoksik, demam,
pirazinamid,
hiperurisemia, urtikaria
tuberculosis dalam
p.o
kombinasi dengan TB lain
alopurinol, antidiabetik oral
4
Ethambutol
TB yang disebabkan
15-25 mg/kg
oleh Mycobacterium
BB sebagai
p.o
Antasida yg
Neuritis retrobulbar dengan
Membunuh
mengandung Al
penurunan daya
bakteri TBC
tuberculosis dalam
dosis tunggal
penglihatan, buta warna
kombinasi dengan TB
tiap 24 jam
hijau/merah, ruam alergi,
lain
gangguan GI, neuritis perifer, gangguan SSP, hiperurisemia
5
Streptomisin
TB dalam kombinasi
1g2
dengan obat TB lain
x/minggu
i.v
-
Ototoksisitas,
Membunuh
nefrotoksisitas, syok,
bakteri TBC
defisiensi vit. k dan vit. b, sindrom Steven-Johnson
6
Hp Pro
Mengehentikan
Sehari 3 kali
nekroinflamasi hepar,
1-2 kapsul
meningkatkan
selama 1-3
detoksifikasi sel
bulan.
hepar, menstimulasi
p.o
-
-
-
Sakit kepala, pusing,
Mual, muntah
hipersensitif, ruam kulit
berkurang
sintesa albumin dan glikogen oleh sel hepar. 7
Ranitidine
Tukak lambung,
Tablet: 150
injeksi
tukak duodenum,
mg 2 x/hari.
refluks esofagitis,
Ampul iv 50
gastritis
mg/20 ml tiap 6-8 jam
Warfarin
i.v
8
Glimepiride
DM tipe 2
1-8 mg/hari p.o
Insulin, alopurinol,
Hipoglikemia, gang. GI,
Menurunkan
antidiabetik lain,
nyeri lambung, kerusakan
kadar gula
ACE inhibitor,
hati
darah
Beta bloker,
Gangguan GI, sensitisasi
Menurunkan
kloramfenikol,
kulit, leukopenia
kadar gula
rifampisin 9
Glibenklamide
DM tipe 2
Awal 5 mg 1 x/hari Maks. 15 mg
p.o
biguanida
darah
Memelihara
sehari 10
Infuse RL
Pengobatan
Sesuai
Preparat kalium
kekurangan cairan
kondisi
dan kalsium
dimana rehidrasi oral
pasien
tidak mungkin dilakukan
i.v
-
keseimbangan elektrolit cairan tubuh
4. Assessment Problem Medik
Subyektif
Objektif
Terapi
Analisis
DRP
TB paru, BTA +
Badan demam
Ronchi dan
OAT kategori 2 :
- Penggunaan rifampisin dan
Efek samping
sudah 3 hari,
weezing +, nafas
batuk terus
basah,
menerus, sesak
pemeriksaan BTA
- Rifampisin
nafas dan dada
+.
- Isoniazid
2RHZES/1RHZE/5RHE :
hepatotoksik
hepatotoksik sehingga cara
- Pyrazinamide
sakit
isoniazid akan meningkatkan
minumnya diberi interval waktu - Penggunaan pyrazinamide juga diberi interval waktu minum
- Ethambutol - Streptomisin
DM tipe 2
GDS = 240
Glimepiride 4mg 1x1
mg/dL
Glibenklamide 5mg 1x1
-
Terapi sudah tepat
-
Belum diterapi
GD 2 Jpp = 180 mg/dL
Suspect
- Nyeri pada
neuropaty
organ perifer
perifer
- Nyeri sendi
Jaundice
Mual dan
-
-
SGPT : 80 mg/dL
Hp pro kapsul 1x1
Untuk mengatasi hepatotoksisk.
Terapi sudah tepat
muntah,
Epilepsy
SGOT : 76 mg/dL
Apabila nilai SGOT dan SGPT
disertai
sudah normal maka penggunaan
jaundice
obat ini boleh dihentikan
-
-
-
Pasien memiliki riwayat epilepsi
Belum diterapi
5. Care plan a.
Pada saat masuk rumah sakit pasien mengeluhkan batuk terus menerus, demam, sesak nafas, dan dada sakit. Pasien juga pernah menjalani pengobatan TBC dan dinyatakan sembuh tetapi saat ini kambuh dan mendapat pengobatan OAT kategori 2 sudah tepat dan pengobatan dapat dilanjutkan.
b.
Karena efek samping penggunaan obat TBC (rifampisin, isoniazid, dan pyrazinamid) yaitu hepatotoksik yang juga ditandai dengan mual muntah disertai jaundice, nilai SGOT dan SGPT pasien juga melebihi angka normal sehingga tetap diberikan Hp Pro 1x1 selama 1-3 bulan. Pada hari ketiga jaundice berkurang sehingga penggunaan Hp pro dapat dihentikan.
c.
Pada hari ketiga pasien masih merasakan nyeri pada organ-organ perifer dan nyeri sendi sehingga bisa diberikan vitamin B6 dengan dosis 50-75 mg perhari.
d.
Pasien juga mengalami konvulsi sehingga dapat diberikan Phenobarbital iv 50-200 mg, ulang setelah 6 jam bila perlu, maksimal 600 mg perhari.
e.
Pemberian infuse RL sudah tepat untuk mengatasi dehidrasi karena mual muntah.
6. Monitoring a.
Memonitoring penggunaan OAT
b.
Monitoring nilai SGOT dan SGPT
c.
Monitoring nyeri pada organ perifer dan nyeri sendi
d.
Monitoring kadar gula darah pasien
e. Monitoring epilepsi pasien f.
Monitoring tekanan darah pasien
7. KIE a.
Pemberian edukasi dan informasi kepada keluarga pasien untuk dapat memonitoring waktu penggunaan obat sehingga pasien dapat minum obat secara teratur.
b.
Sering berjemur dibawah sinar matahari pagi (pukul 6-8 pagi).
c.
Memperbanyak istirahat.
d.
Berolahraga.
e.
Menggunakan masker untuk mencegah penularan.
DAFTAR PUSTAKA
BPOM. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta : Sagung Seto. Dipiro J.T et al. 2015. Pharmacoterapi Handbook 9th edition. Mc Graw Hill Education. NewYork.
Kemenkes RI. 2011. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberculosis. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta.
Priyanto. 2009. Farmakoterapi & Terminologi Medis. Jakarta : Leskonfi.
Sukandar, Ellin Yulinah. et al. 2008. ISO Farnakoterapi. PT. ISFI Penerbitan. Jakarta.