BAB II PEMBAHASAN
2.1. Ekploitasi Tambang Terbuka Eksploitasi adalah usaha penambangan dengan maksud untuk menghasilkan bahan galian dan memanfaatkannya. Kegiatan ini dapat dibedakan berdasarkan sifat bahan galiannya yaitu, galian padat dan bahan galian cair serta gas. Contohnya dalam makalah ini yaitu membahas tentang eksploitasi tambang batubara. Beberapa tahapan kegiatan eksploitasi tambang secara garis besar adalah : 1) Pembersihan lahan (clearing) Pembersihan lahan ini dilaksanakan untuk memisahkan pepohonan dari tanah tempat pohon tersebut tumbuh, sehingga nantinya tidak tercampur dengan tanah subsoilnya. Pepohonan (tidak berbatang kayu keras) yang dipisahkan ini nantinya dapat dimanfaatkan sebagai humus pada saat pelaksanaan reklamasi. Kegiatan pembersihan lahan ini baru dilaksanakan pada lahan yang benar-benar segera akan ditambang. Sedangkan lahan la han yang belum segera se gera ditambang wajib tetap dipertahankan pepohonan yang tumbuh di lahan tersebut. Hal ini sebagai wujud bahwa perusahaan tambang tetap memperhatikan aspek pengelolaan atau lindungan li ndungan lingkungan tambang. Kegiatan pembersihan lahan ( Land Clearing ) akan dilakukan sebelum masa konstruksi dilakukan. Land clearing pada periode konstruksi hanya terbatas pada lokasi yang akan digali dan areal yang akan digunakan untuk fasilitas penunjang seperti stockpile, coal processing plant, workshop, perumahan karyawan dan lain-lain. Area yang akan dibuka sekitar 15 ha pada masa konstruksi, dan pada saat memasuki tahap penambangan, akan dibuka lagi sekitar 15 ha areal yang akan dijadikan tambang terbuka. Penebangan pohon dilakukan pertama kali pada kegiatan ini dengan menggunakan chain saw dan saw dan selanjutnya dilakukan pembersihan lahan dengan menggunakan bulldozer .
1
2) Pengupasan tanah penutup (stripping) Pengupasan tanah pucuk ini dilakukan terlebih dulu dan ditempatkan terpisah terhadap batuan penutup (over burden), agar pada saat pelaksanaan reklamasi dapat dimanfaatkan kembali. Pengupasan top soil ini dilakukan sampai pada batas lapisan subsoil, yaitu pada kedalaman dimana telah sampai di lapisan batuan penutup (tidak mengandung unsur hara). Kegiatan pengupasan tanah pucuk ini terjadi jika lahan yang digali masih berupa rona awal yang asli (belum pernah digali/tambang). Sedangkan untuk lahan yang bekas penambangan liar biasanya lapisan top soil tersebut telah tidak ada, sehingga kegiatan tambang diawali langsung dengan penggalian batuan penutup. Tanah pucuk yang telah terkupas selanjutnya di timbun dan dikumpulkan pada lokasi tertentu yang dikenal dengan istilah Top Soil Bank. Untuk selanjutnya tanah pucuk yang terkumpul di top soil bank pada saatnya nanti akan dipergunakan sebagai pelapis teratas pada lahan disposal yang telah berakhir dan memasuki tahapan program reklamasi. Tanah pucuk yang dijumpai di areal penggalian mempunyai ketebalan antara 30 – 100 cm. Mengingat tanah pucuk ini kaya akan unsur hara yang sangat diperlukan untuk penanaman kembali pada areal bekas tambang, maka penanganannya harus dilakukan dengan hati-hati. Rencana penanganan dan penyimpanan tanah pucuk :
Pengupasan tanah sebaiknya jangan dilakukan dalam keadaan basah (musim penghujan) untuk menghindari pemadatan dan rusaknya struktur tanah;
Timbunan tanah pucuk tidak melebihi dari 2 meter;
Dilakukan penanaman langsung dengan tanaman penutup (cover crop) yang cepat tumbuh dan berumur pendek untuk menutup permukaan tanah agar terhindar dari erosi akibat hujan.
2
Alat berat yang digunakan untuk membongkar dan mendorong tanah pucuk apabila jarak ke tempat penimbunan kurang dari 200 m adalah bulldozer D85SS dan apabila melebihi jarak tersebut, bulldozer tidak efisien lagi sehingga harus digunakan kombinasi back hoe berupa excavator dan dump truck . Tanah pucuk ini akan dikembalikan pada lokasi bekas tambang yang sudah ditimbun dengan overburden atau menempati bagian paling atas dengan ketebalan minimal 0.15 m, sehingga penanaman tumbuhan dapat dilakukan. Pada saat meratakan tanah pucuk nantinya sebelum ditanami digunakan bulldozer . Lokasi penimbunan tanah pucuk ditempatkan di sebelah Barat masing-masing Pit yang ada.
3) Penggalian Tanah Penutup (overburden removal ) Penggalian overburden menggunakan bulldozer dan back hoe, dimana bulldozer berfungsi sebagai alat gali, alat dorong dan alat berai dan pengumpul material untuk dimuat ke
dump truck dengan
menggunakan back hoe. Bulldozer yang digunakan adalah D 85 ESS dan alat gali muat adalah excavator PC 300 LCSE-7 serta alat angkut berupa dump truck HINO 22 Ton. Berdasarkan kajian geoteknik, tinggi lereng tunggal yang masih stabil pada lapisan batuan yang menjadi overburden adalah 10 m dengan sudut 60˚ serta mempunyai faktor keamanan > 1,3. Mengingat alat gali yang digunakan yaitu excavator PC 300LCSE-7 mempunyai jangkauan lengan gali maksimum 10,5 m, maka tinggi lereng penggalian yang optimal adalah 10 m. Pada pelaksanaan penambangan lebar lantai kerja awal (working bench) sebesar 12,0 m dengan pertimbangan alat gali dan dump truck dapat beroperasi dengan leluasa. Dalam operasinya lebar working bench yang 12,0 m tersebut dapat berkurang menjadi 6,0m disesuaikan dengan kebutuhan. Pada awal produksi di setiap Pit, tanah penutup akan diangkut dan dibuang di lokasi pembuangan yang berada di luar areal penggalian (outside dump). Selanjutnya penimbunan, apabila kegiatan penambangan
3
sudah selesai pada suatu area, maka bekas areal penggalian (mined out ) tersebut akan dijadikan lokasi pembuangan untuk menimbun lubanglubang yang ada. Cara penimbunan seperti ini dapat mengurangi dampak-dampak negatif pada lingkungan karena lubang-lubang bekas tambang tertutup kembali dan selanjutnya diselimuti dengan tanah pucuk sebelum ditanami kembali. Bentuk dari bekas tambang yang siap ditanami kembali ada dua macam, yaitu : a) Berbentuk jenjang (trap) dengan ketinggian jenjang relatif rendah yaitu sekitar 1 m dan lebar sekitar 6 m. Selain sulit melakukan penimbunan tanah pucuk, bentuk seperti ini memerlukan biaya mahal untuk membentuk jenjang - jenjang tersebut. Selain itu, juga mengakibatkan tingkat erosi tanah pucuk yang cukup tinggi. b) Bentuk kedua adalah dibuat rata, dimana cara ini relatif lebih murah dan mudah dalam penimbunan kembali serta menyebarkan tanah pucuk, tingkat erosi juga relatif rendah. Dengan memperhatikan pertimbangan tersebut, maka penimbunan tanah penutup akan dilakukan dengan membuat bentuk rata.
4) Pembersihan Lapisan Batubara (Coal Cleaning ) Penggalian dilakukan secara hati-hati agar bahan galian yang digali dan diproduksi adalah bahan galian yang bersih, sehingga tidak diperlukan proses pencucian. Batubara hanya akan mengalami proses peremukan dengan menggunakan mesin peremuk (crushing plant ). Setelah tanah penutup dibongkar dan atap lapisan batubara (roof ) sudah mulai terkupas, maka dilakukan pembersihan lapisan batubara tersebut sampai ketebalan sekitar 5 cm. Pada lantai batubara ( floor ) juga disisakan ketebalan batubara yang tidak tertambang sekitar 5 cm. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar batuan atap maupun batuan lantai tidak ikut terbawa pada saat pengambilan batubara.
4
5) Penggalian dan Pengangkutan (loading and hauling ) Lapisan batubara yang siap diproduksi mulai digali dengan menggunakan excavator, disamping itu juga menggunakan bulldozer yang mempunyai ripper , sehingga pemberaian batubara dapat dilakukan dan excavator dapat lebih optimal digunakan untuk mengumpulkan dan memuat batubara ke atas dump truck . Faktor penting yang harus diperhatikan adalah keseimbangan kombinasi antar alat berat, alat gali dan muat, serta alat angkut. Keseimbangan tersebut ditentukan oleh dua kegiatan, yaitu pengambilan dan pemuatan batubara oleh alat gali dan muat serta pengangkutan batubara hasil tambang ke Run of Mine (ROM) stockpile.
6) Peremukan (crushing ) Batubara dari front tambang diangkut ke tempat penimbunan batubara di ROM Stockpile dengan menggunakan dumptruck dengan kapasitas 25 ton. Batubara tersebut ada yang ditimbun atau ditumpuk sementara dan ada juga yang langsung dimasukan ke crushing plant .
7) Pengangkutan (hauling to port ). Cara pengangkutan batubara ke tempat batubara tersebut akan digunakan tergantung pada jaraknya. Untuk jarak dekat, batubara umumnya diangkut dengan menggunakan ban berjalan atau truk. Untuk jarak yang lebih jauh di dalam pasar dalam negeri, batubara diangkut dengan menggunakan kereta api atau tongkang atau dengan alternatif lain dimana batubara dicampur dengan air untuk membentuk bubur batu dan diangkut melalui jaringan pipa. Kapal laut umumnya digunakan untuk pengakutan internasional dalam ukuran berkisar dari Handymax (4060,000 DWT), Panamax (60-80,000 DWT) sampai kapal berukuran Capesize (sekitar 80,000+ DWT). Sekitar 700 juta ton (Jt) batubara diperdagangkan secara internasional pada tahun 2003 dan sekitar 90% dari jumlah tersebut diangkut melalui laut. Pengangkutan batubara dapat sangat mahal – dalam beberapa kasus, pengangkutan batubara mencapai
5
lebih dari 70% dari biaya pengiriman batubara. Tindakan-tindakan pengamanan diambil di setiap tahapan pengangkutan dan penyimpan batubara untuk mengurangi dampak terhadap lingkungan hidup.
6
2.2.
Macam Bahaya Dalam Proses Eksploitasi Penambangan Dalam proses penambangan sering kali terjadi kecelakaan baik yang disebabkan kelalaian pekerja maupun karena faktor alam. Berikut adalah contoh dari beberapa kecelakaan yang biasa terjadi : 1. Terjepit, terlindas 2. Teriris, terpotong 3. Jatuh terpeleset 4. Tindakan yang tidak benar 5. Tertabrak 6. Berkontak dengan bahan yang berbahaya 7. Terjatuh, terguling 8. Kejatuhan barang dari atas 9. Terkena benturan keras 10. Terkena reruntuhan, roboh
Benda penyebab kecelakaan dan jenis kecelakaan yang sering terjadi.
7
2.3. Pencegahan Bahaya dari Proses Eksploitasi. Cara
pencegahan
bahaya
dari
masing-masing
bahaya
yang
kemungkinan terjadi dalam tahapan eksploitasi yaitu : 1. Terjatuh saat pengecekan alat Pencegahannya :
Pengawasan lapangan
Pagar pengaman
Memperhatikan instruksi kerja
Sabuk pengaman
Rambu k3
Izin kerja.
2. Kejatuhan peralatan Pencegahannya :
Pengawasan lapangan
Memperhatikan instruksi kerja
Helm pengaman
Rambu K3
3. Kejatuhan serpihan mineral Pencegahannya :
Memperhatikan instruksi kerja
Sefty Google
Pemasangan rambu
Helm pengaman
4. Terjepit pada alat Pencegahannya :
Memperhatikan instruksi kerja
Pengecekan alat
Memasang rambu
Helm pengaman
Sarung tangan
Sabuk pengaman
8
Izin kerja
Pengawasan lapangan
Pagar pengaman
5. Cidera akibat pemasangan mesin yang salah Pencegahannya :
Memperhatikan instruksi kerja
Helm pengaman
Sarung tangan
Sabuk pengaman
Izin kerja
Pengawasan lapangan
6. Tertimbun material Pencegahannya :
Memperhatikan instruksi kerja
Helm pengaman
Sarung tangan
Sabuk pengaman
Izin kerja
Pengawasan lapangan
7. Tertabrak truk Pencegahannya :
Memperhatikan instruksi kerja
Helm pengaman
Pemasangan rambu
Izin kerja
Pengawasan lapangan
9
2.4. Contoh Studi kasus Kelalaian Akibat Tidak Memperhatikan K3. Kecelakan kerja yang berhubungan dengan proses peledakan di PT Adaro pada tahun 2010, sebuah tambang batu bara di Kalimantan Selatan. Memang kasusnya tidak terlalu menyita perhatian masyarakat di Indonesia, tapi kecelakaan kerja yang mengakibatkan kematian merupakan suatu kecelakaan yang sangat serius di industri pertambangan. Kasusnya adalah seorang juru ledak meninggal dunia akibat terkena batuan oleh suatu peledakan dari hasil peledakan yang dikelolanya. Tragis memang, sebuah gambaran begitu tidak sempurnanya apa yang telah direncanakan dan apa yang mereka ingin hasilkan dari rencana yang telah dibuatnya. Selain dari itu, Dinas Pertambangan dan Energi Kalimantan Selatan saat ini meminta PT Adaro untuk menghentikan aktivitas yang berhubungan dengan peledakan sampai dalam batas waktu yang belum ditentukan. Ini berarti aktivitas pertambangan batubara di Adaro secara tidak langsung mengalami gangguan yang tentunya akan berpengaruh pada produksi batubara yang hendak dicapai. Kasus seorang juru ledak yang tewas memang tidak banyak terjadi di Indonesia, namun kejadian atau kecelakaan kerja yang berpotensi untuk menjadi kejadian yang lebih serius banyak terjadi di tambang-tambang di Indonesia. Sebuah makalah yang dibuat oleh peneliti dari US Mine Safety and Health Administration pada tahun 2001 menunjukkan bahwa terdapat empat kategori utama kecelakaan kerja yang berhubungan dengan peledakan, yaitu (1) keselematan dan keamanan lokasi peledakan; (2) batu terbang atau flyrock , (3) peledakan premature ( premature blasting ) dan (4) misfre (peledakan mangkir) Kasus yang terjadi di Adaro merupakan salah satu jenis kecelakaan kerja yang ditenggarai disebabkan oleh arah peledakan (keselamatan peledakan) dan terkena batuan hasil peledakan yang dapat dikategorikan sebagai flyrock (pada jarak yang dekat). Ini merupakan situasi yang masuk akal karena seorang juru ledak memang berada di daerah yang paling dekat dengan pusat kegiatan peledakan.
10
Hal ini merupakan salah satu contoh perlunya pengetahuan yang lebih mendalam dalam hal blasting management system (system pengaturan atau pengontrolan peledakan) terhadap semua yang terlibat di dalam kegiatan peledakan. Dalam suatu peledakan terdapat banyak hal-hal yang harus diperhatikan untuk mendapatkan hasil peledakan sesuai dengan yang diinginkan oleh tambang yang bersangkutan. Batuan yang diledakkan dalam hal ini bisa berwujud batu bara itu sendiri dan batuan penutup ( overburden and interburden). Dalam tambang emas kita mempunyai istilah waste (sampah) dan ore (bijih emas) yang harus diledakkan untuk memudahkan pengangkutan dan pencucian atau proses permurnian bahan galian yang ditambang.
11
12