ANALISA PROBABILITAS GANGGUAN AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) 20 kV ( Aplikasi : Feeder Padang Panjang GH Sicincin )
TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Program Studi Teknik Elektro-S1
RIAN FADILLA 2012310055
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI PADANG 2010
LEMBARAN PENGESAHAN
ANALISA PROBABILITAS GANGGUAN AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) 20 kV ( Aplikasi : Feeder Padang Panjang GH Sicincin )
Pas Photo Warna 4x6
RIAN FADILLA 2012310055
Di Sahkan Oleh : Program Studi Teknik Elektro S1
Di Setujui Oleh Ketua Dosen Pembimbing
( Zuriman Anthony ,MT )
( DASMAN, MT )
Di Ketahui Oleh Dekan Fakultas Teknologi Industri
( Arfita Yuana Dewi, MT)
ANALISA PROBABILITAS GANGGUAN AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) 20 kV PROBABILITY ANALYSIS OF INTERFERENCE DUE TO LIGHTNING MEDIUM VOLTAGE AIR CHANNEL (MVAC) 20 kV
Disusun Oleh :
RIAN FADILLA 2012310055
Telah dipertahankan di depan dewan penguji Pada hari : Susunan Dewan Penguji Ketua,
(DASMAN,MT) Anggota
(Erhanei, MT)
(Spannur Bandri, MT)
PERNYATAAN KEASLIAN ISI LAPORAN TUGAS AKHIR Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Rian Fadilla No Bp : 2012310055 Program Studi : Teknik Elektro (S1) Judul TA : Analisa Probabilitas Gangguan Akibat Sambaran Petir Pada Saluran Udara tegangan Menengah (SUTM) 20 kV Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Laporan Tugas Akhir (TA) yang telah saya buat ini merupakan hasil karya saya sendiri dan bukan merupakan duplikasi serta tidak mengutip sebagian atau seluruhnya karya orang lain, kecuali yang telah di sebutkan sumbernya. Padang,
(Rian Fadilla)
Abstrak Petir merupakan salah satu peristiwa di alam ini, yang pada umumnya terjadi pada musim hujan. Apabila sambaran petir ini mengenai saluran udara maka menimbulkan tegangan lebih yang dapat menyebabkan kerusakan pada peralatan di saluran dan peralatan elektronik rumah tangga. Untuk mengatasi terjadinya gangguan tersebut maka pada saluran udara tegangan menengah (SUTM) tersebut dipasang kawat tanah. Bertolak dari perlindungan yang di gunakan, maka perlu di ketahui probabilitas sambaran petir terhadap SUTM. Berdasarkan dari masalah di atas, pada penulisan Tugas Akhir ini penulis ingin mengkaji tentang bagaimana menganalisa dan menentukan probabilitas jumlah sambaran petir yang terjadi pada SUTM Feeder Padang Panjang GH Sicincin dengan panjang saluran 174 km dengan mengasumsikan sambaran yang terjadi adalah sambaran langsung dan sambaran induksi. Dari hasil analisa didapat jumlah gangguan kilat langsung untuk saluran tanpa kawat tanah adalah 22,22 kali per 96 km/th, dan saluran pakai kawat tanah adalah 18,75 kali per 96 km/th. Dan jumlah gangguan kilat induksi untuk saluran tanpa kawat tanah adalah 39,76 kali per 96 km/th, dan saluran pakai kawat tanah adalah 23,47 kali per 96 km/th. Kemudian jumlah gangguan kilat total yang terjadi pada saluran tanpa kawat tanah sebesar 61,98 kali per 96 km/th, dan untuk jumlah gangguan kilat total yang terjadi pada saluran pakai kawat tanah sebesar 43,95 kali per 96 km/th. Kata kunci : gangguan kilat, saluran udara tegangan menengah (SUTM)
Abstract Lightning is one of the events in nature, which generally occurs during the rainy season. If lightning is about air channel then generate over voltages which can cause damage to equipment in the channel and home electronics. To overcome such interference then on Medium Voltage Air Channel (MVAC) is attached the ground wire. Starting from the protection that is in use, it needs to know the probability of lightning strikes against MVAC. Based on the above issues, the writing of this final review of how the author wants to analyze and determine the probability of a lightning strike that occurred on the MVAC feeder Simpang Benteng GH Payakumbuh with channel length of 96 km assuming a bolt of lightning that occur are the direct and induced lightning. From the results of analysis shows the number of direct lightning disturbance to the channel without the ground wire is 22.22 times per 96 km/yr, and the channels use the ground wire is 18.75 times per 96 km/yr. And the number of lightning induced disturbances to the channel without the ground wire is 39.76 times per 96 km/yr, and the channels use the ground wire is 23.47 times per 96 km/yr. Then the number of total lightning disturbances that occurred in the channel without the ground wire of 61.98 times per 96 km/yr, and to express the total amount of disruption that occurred in the channel to use the ground wire of 43.95 times per 96 km/yr. Keywords: lightning disturbances, Medium Voltage Air Channel (MVAC)
KATA PENGANTAR Assamualaikum,wr wb Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, dengan rahmat, nikmat dan karunia-Nya akhirnya penulis mampu menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul “Analisa Probabilitas Gangguan Akibat Sambaran Petir Pada Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) 20 kV” dengan aplikasi Feeder Padang Panjang GH Sicincin. Shalawat beriringan salam penulis haturkan kepada tauladan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah berhasil melakukan reformasi kultural dan reformasi ketauhitan dalam tempo waktu yang relative singkat, serta peletak peradaban ilmu dan teknologi bagi umat manusia. Tugas Akhir ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana teknik di Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik Elektro /S1 Institut Teknologi Padang. Tugas akhir ini tidak akan mungkin dapat terlaksana tanpa bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini dengan penuh kerendahan dan ketulusan hati penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Rektor Institut Teknologi Padang. 2. Dekan Fakultas Teknik Industri Institut Teknologi Padang 3. Ketua Program Studi Teknik Elektro Institut Teknologi Padang 4. Ibu Ir. Erhaneli, MT. Selaku Dosen Pembimbing 5. Kepada bapak/ibu dosen di Institut Teknologi Padang 6. Kepada kedua Orang Tua dan keluargaku yang Tercinta yang selalu memberi dukungan moril maupun materil. 7. Buat semua teman Angkatan 20012 jurusan Teknik Elektro dan Teknik Informatika tanpa terkecuali. 8. Buat semuanya yang telah membantu dalam pelaksanaan Tugas Akhir ini tanpa bisa disebutkan satu per satu.
Segala usaha telah penulis lakukan untuk penyelesain Tugas Akhir ini dengan sebaik-baiknya, semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT hendaknya...Amin. Semoga penulisan Tugas Akhir ini dapat memberikan kontribusi yang positif dan menimbulkan sikap kritis kepada penulis dan pembaca umumnya untuk senantiasa terus memperoleh wawasan dan ilmu pengetahuan dibidang teknologi. Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis membutuhkan bimbingan, kritik, saran dan pengarahan yang bersifat membangun guna kesempurnaan Tugas Akhir ini untuk masa yang akan datang. Akhir kata penulis mohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam tugas Akhir ini, semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca dan penulis sendiri. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum…
Padang,
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAT KULIT HALAMAT JUDUL HALANGAN PENGESAHAN HALAMAN PENGESAHAN ABSTRAK................................................................................................................
i
KATA PENGANTAR.................................................................................. ...........
iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................
v
DAFTAR TABEL………………………………………………………………….
vii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................
viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang..........................................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah..................................................................................
2
1.3 Batasan Masalah.......................................................................................
2
1.4 Tujuan Penelitian.....................................................................................
2
1.5 Manfaat Penelitian....................................................................................
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Studi Literatur...........................................................................................
4
2.2 Landasan Teori.........................................................................................
5
2.2.1
Sistim Distribusi Tegangan Menengah.........................................
5
2.2.2
Sistim Distribusi Tegangan Rendah.............................................
6
2.2.3
Proses Terjadinya Petir.................................................................
7
2.2.4
Jenis-Jenis Pelepasan Petir……………………………………...
7
2.2.5
Gangguan Sambaran Petir pada Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM)........................................................................................
9
2.2.5.1 Sambaran Langsung.........................................................
9
2.2.5.1.1
Tegangan Lebih Akibat Sambaran Kilat
Langsung........................................................
9
2.2.5.1.2
Saluran Tanpa Kawat Tanah...........................
9
2.2.5.1.3
Saluran Dengan Tiang Kayu..........................
13
2.2.5.1.4
Saluran Dengan Kawat Tanah........................
14
2.2.5.2 Sambaran Tidak Langsung (Induksi)...............................
17
2.2.5.2.1
Tegangan Induksi pada Saluran Akibat Sambaran Induksi...........................................
2.2.5.2.2
Pengaruh Kawat Tanah Terhadap Tegangan Induksi............................................................
2.2.5.2.3
20
Perhitungan Jumlah Gangguan Kilat Akibat Sambaran Induksi..............................
2.2.6
18
22
Gangguan Kilat Total pada Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) ......................................................................................................
25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian.........................................................................................
27
3.2 Lokasi Kajian...........................................................................................
27
3.3 Data yang Dibutuhkan..............................................................................
27
3.4 Metode Pengumpulan Data......................................................................
27
3.5 Metode Perhitungan dan Analisa Data.....................................................
28
3.6 Jalannya Penelitian...................................................................................
28
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Umum.......................................................................................................
30
4.2 Deskripsi Data..........................................................................................
30
4.3 Perhitungan Analisa Data.........................................................................
30
4.3.1 Perhitungan Probabilitas Gangguan Petir Akibat Sambaran Langsung pada SUTM 20 kV Feeder Padang Panjang di GH Sicincin. .................................................................................................... 31 4.3.2 Perhitungan Jumlah Gangguan Kilat Akibat Sambaran Induksi.....
34
4.3.3 Perhitungan Jumlah Gangguan Kilat Total Pada SUTM 20 kV......
35
4.4 Pembahasan..............................................................................................
37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan..............................................................................................
44
5.2 Saran.........................................................................................................
44
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Probabilitas Peralihan Lompatan Api Menjadi Busur Api.........................
12
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Gangguan Kilat Langsung pada SUTM 20kV Feeder Padang Panjang GH Sicincin.
38
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Gangguan Kilat Tidak Langsung (Induksi) pada SUTM 20 kV Feeder Padang Panjang GH Sicincin..................................
38
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Gangguan Kilat Total pada SUTM 20 kV Feeder Padang Panjang GH Sicincin. untuk Saluran Tanpa Kawat Tanah....................... 39 Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Gangguan Kilat Total Pada SUTM 20 kV Feeder Padang Panjang GH Sicincin. untuk Saluran yang Menggunakan Kawat Tanah…………………………………………………………......
40
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Jumlah Gangguan pada Saluran Tanpa Kawat Tanah Dengan Panjang Saluran 20, 40, 60, 80, 100, 120, 140, 160, 180 dan 200………
41
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Jumlah Gangguan pada Saluran yang Menggunakan Kawat Tanah dengan Panjang Saluran 20, 40, 60, 80, 100, 120, 140, 160, 180 dan 200………………………………………………………………………
42
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Diagram Segaris Sistem Distribusi Primer...........................................
5
Gambar 2.2 Diagram Segaris Sistem Distribusi Sekunder.......................................
6
Gambar 2.3 Sambaran Petir......................................................................................
7
Gambar 2.4 Distribusi Arus Bila Kilat Menyambar Kawat......................................
10
Gambar 2.5 Sambaran Langsung pada Kawat Fasa pada Saluran dengan Tiang Kayu......................................................................................................
14
Gambar 2.6 Konstruksi Tiang Beton untuk SUTM..................................................
16
Gambar 2.7 Satu Kawat Tanah dan Tahanan Kontak................................................
20
Gambar 2.8 Saluran Udara Tegangan Menengah......................................................
23
Gambar 3.1 Jalannya Penelitian................................................................................
29
Gambar 4.1 Konfigurasi Tiang Besi Tanpa Kawat Tanah.........................................
37
Gambar 4.2 Konfigurasi Tiang Besi Pakai Kawat Tanah..........................................
37
Gambar 4.3 Grafik Perbandingan antara Panjang Saluran Terhadap Jumlah Gangguan untuk Saluran tanpa Kawat Tanah.........................................................
41
Gambar 4.4 Grafik Perbandingan antara Panjang Saluran Terhadap Jumlah Gangguan untuk Saluran yang Mengunakan Kawat Tanah....................................
42
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya teknologi yang semakin meningkat, energi listrik
merupakan salah satu kebutuhan yang memegang peranan penting bagi kegiatan kehidupan manusia sekarang ini. Dengan energi listrik manusia dapat melakukan segala aktifitas didalam kehidupan dengan lebih cepat dan sempurna. Pada sistem tenaga listrik, untuk menyalurkan daya dari pembangkit tenaga listrik ke konsumen diperlukan suatu jaringan tenaga listrik yang terdiri dari saluran transmisi dan distribusi. Salah satu penyaluran daya saluran distribusi adalah melalui Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) 20 kV. Seperti diketahui bahwa jaringan distribusi tegangan menengah adalah sebagai penyaluran / pendistribusian daya listrik dari Gardu Induk (GI) konsumen melalui saluran distribusi primer dan sekunder. Pada saluran udara tegangan menengah sering juga terjadi gangguan yang disebabkan oleh pengaruh alam, yaitu gangguan sambaran petir. Penyaluran daya listrik saluran udara tegangan menengah yang melalui daerah dengan potensi sambaran petir cukup tinggi dapat terkena sambaran petir. Kerusakan yang disebabkan oleh gangguan sambaran petir ini dapat menyebabkan kerusakan fatal pada sistem kelistrikan. Dalam suatu sistem kelistrikan, sambaran petir merupakan suatu gangguan yang dapat mengakibatkan keandalan sistem akan terganggu. Gangguan sabaran petir pada saluran udara tegangan menengah dibedakan menjadi dua macam gangguan menurut cara terjadinya sambaran, yaitu sambaran kilat langsung dan sambaran tidak langsung atau sambaran induksi. Kedua jenis sambaran ini dapat menyebabkan terganggunya saluran distribusi dalam menyalaurkan daya listrik dari Gardu Induk pusat beban ke konsumen. Gangguan petir akibat sambaran induksi ini lebih banyak terjadi dibandingkan dengan gangguan kilat akibat sambaran langsung. Pada saluran udara tegangan menengah gangguan petir akibat sambaran tidak langsung atau sambaran induksi
yang terjadi tidak dapat diabaikan. Untuk mengatasi hal ini maka salah satu pelindung yang dipakai adalah kawat tanah. Berdasarkan permasalahan diatas pada penulisan Tugas Akhir ini penulis ingin mengkaji tentang bagaimana menganalisa dan menentukan probabilitas jumlah sambaran petir yang terjadi pada Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) dengan mengasumsikan sambaran yang terjadi adalah sambaran langsung dan sambaran induksi. Adapun judul Tugas Akhir ini adalah “Analisa Probabilitas Gangguan akibat Sambaran Petir pada SUTM 20 kV di Feeder Padang Panjang GH Sicincin”. 1.2
Perumusan Masalah Untuk dapat menghitung dan menganalisa probabilitas gangguan yang terjadi akibat
sambaran petir pada SUTM 20 kV secara umum dapat dilakukan berdasarkan jenis tiang yang digunakan apakah tiang beton, tiang besi ataupun tiang kayu. Kemudian dapat juga dilakukan berdasarkan ada tidaknya kawat tanah yang terpasang pada saluran tersebut. Perhitungan dan analisa yang akan penulis lakukan akan disesuaikan dengan kondisi saluran tegangan menengah dilapangan yakni Feeder Padang Panjang GH Sicincin.. 1.3
Batasan Masalah Agar penulisan Tugas Akhir terfokus pada permasalahan yang akan dianalisa dan
tidak terjadi penyimpangan, maka penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas dalam Tugas Akhir ini . Adalapun permasalahan yang dibahas adalah : 1. Bagaimana menghitung dan menganalisa probabilitas gangguan petir akibat samabaran langsung pada SUTM 20kV di Feeder Padang Panjang GH Sicincin dengan menggunakan tiang besi. 2. Bagaimana menghitung dan menganalisa probabilitas gangguan petir akibat samabaran induksi pada SUTM 20kV di Feeder Padang Panjang GH Sicincin dengan menggunakan tiang besi. 3. Bagaimana menghitung jumlah gangguan kilat total yang terjadi pada SUTM 20kV di Feeder Padang Panjang GH Sicincin. 1.4
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menghitung dan menganalisa probabilitas gangguan petir akibat samabaran langsung pada SUTM 20kV di Feeder Padang Panjang GH Sicincin dengan menggunakan tiang Besi. 2. Menghitung dan menganalisa probabilitas gangguan petir akibat samabaran induksi pada SUTM 20kV di Feeder Padang Panjang GH Sicincin dengan menggunakan tiang besi. 3. Menghitung jumlah gangguan kilat total yang terjadi pada SUTM 20kV di Feeder Padang Panjang GH Sicincin. 1.5
Manfaat Penelitian Setelah melakukan perhitungan dan analisa terhadap permasalahan yang di uraikan
diatas dan sesuai dengan kesimpulan ahir yang didapatkan nanti, maka penulis menharapkan hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi para pembaca terutama kepada : 1. Pihak penyedia listrik dalam hal ini PLN, dapat sebagai pedoman untuk membangun atau merencanakan SUTM dimasa mendatang. 2. Keberhasilan dalam perhitungan ini nantinya diharapkan mampu memberikan manfaat dan faedah dalam dunia pendidikan khususnya Teknik Elektro.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Studi Literatur Dalam sistem kelistrikan, sambaran petir merupakan suatu gangguan yang dapat mengakibatkan keandalan sistem akan terganggu. Sambaran petir dapat mengakibatkan kerusakan pada objek yang disambarnya. Karena itu objek yang diperkirakan mudah disambar petir dan dimana kerusakan yang mungkin ditimbulkan pada objek tersebut cukup besar. Benyamin franklin (1752), seorang ahli fisika Amerika merupakan orang yang pertama membuktikan bahwa petir itu merupakan suatu peristiwa pelepasan muatan dan berhasil mengidentifikasikan sebagai listrik statis. Hal ini merupakan bukti pertama bahwa awan selama cuaca buruk mengandung muatan listrik. Pada suatu sistem kelistrikan, saluran distribusi merupakan daerah yang kemungkinan terkena sambaran petir. Sambaran petir ini dikategorikan menjadi atas dua macam, yaitu sambaran langsung dan sambaran tidak langsung (sambaran induksi). Kedua jenis sambaran ini dapat mengakibatkan terganggunya saluran distribusi dalam menyalurkan daya listrik dari GI pusat beban ke konsumen. Wagner dan Mc Cann (1942), menerbitkan makalah yang mendasar dari konsepsi modern dari sifat tegangan lebih induksi akibat sambaran tidak langsung. Dalam makalah tersebut dikemukakan pengaruh muatan dan arus dalam kanal kilat selama sambaran balik (return stroke) dan bahwa medan dari jalan kilat lebih berpengaruh.ditekankan bahwa hanya selama sambaran balik akan terjadi tegangan induksi yang tinggi. Rusck (1958), dalam teorinya untuk menghitung tegangan induksi dengan memperhitungkan potensial skalar dan potensial vektor. www.google.com, Tidak semua awan adalah awan petir, hanya awan cumolo nimbus yang bisa menghasilkan petir. Awan cumolo nimbus terletak 3000 sampai 4000
meter di atas permukaan bumi. Petir terjadi karena pelepasan muatan listrik dari satu awan cumolo nimbus ke awan lainnya, atau dari sebuah awan langsung menuju bumi. http:www.elektroindonesia.com, Bagi orang awam, petir merupakan yang menakutkan. Sudah banyak korban yang meninggal akibat sambaran petir termasuk korban manusia. Tetapi anggapan bagi orang yang mempunyai ilmu khusus tenaga listrik, petir merupakan sesuatu yang harus dikaji lebih dalam, berbagai usaha dilakukan untuk melindungi peralatan listrik dari sambaran petir. Saluran distribusi lewat saluran udara terbuka adalah sebagai sasaran sambaran petir. 2.2 2.2.1
Landasan Teori Sistem Distribusi Tegangan Menengah Pada sistem tenaga listrik, untuk menyalurkan daya dari pembangkit tenaga listrik
ke konsumen diperlukan suatu jaringan tenaga listrik yang terdiri dari saluran transmisi dan distribusi. Salah satu penyaluran daya saluran distribusi adalah saluran udara tegangan menengah 20 kV. Tenaga listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik besar dengan tegangan dari 11 kV sampai 24 kV dinaikan tegangannya oleh gardu induk dengan transformator penaik tegangan menjadi 70 kV ,150kV, 220kV atau 500kV kemudian disalurkan melalui saluran transmisi. Dari saluran transmisi, tegangan diturunkan lagi menjadi 20 kV dengan transformator penurun tegangan pada gardu induk distribusi, kemudian dengan sistem tegangan tersebut penyaluran tenaga listrik dilakukan oleh saluran distribusi primer. Dari saluran distribusi primer inilah gardu-gardu distribusi mengambil tegangan untuk diturunkan tegangannya dengan trafo distribusi (GD) menjadi sistem tegangan rendah, yaitu 220/380 Volt. Selanjutnya disalurkan oleh saluran distribusi sekunder ke konsumenkonsumen MELALUI Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR). Dengan ini jelas bahwa sistem distribusi merupakan bagian yang penting dalam sistem tenaga listrik secara keseluruhan. Sistem distribusi Tegangan Menengah ini biasanya disebut dengan Sistem Distribusi Primer, dan tegangan rendah di sebut Distribusi Sekunder. Diagram segaris system didtribusi ditunjukkan pada gambar 2.1
Distribusi Primer Distribusi Skunder
SUTR
2
Gambar 2.1 Diagram segaris system distribusi primer Sistem Distribusi Tegangan Rendah Setelah energi listrik melalui Jaringan Tegangan Menengah (JTM), diteruskan ke Jaringan Tegangan Rendah (JTR) dan Sambungan Rumah (SR). Kemudian masuk ke Alat Pembatas dan Pengukur (APP) yang terdiri dari MCB sebagai alat pembatas beban listrik dan KWH meter untuk pengukur energi listrik. Dari KWH meter energi listrik memasuki instalasi rumah
yaitu instalasi milik pelanggan. Sistem distribusi Tegangan Rendah
biasanya disebut dengan Sistem Distribusi Skunder. Diagram segaris system distribusi skunder ditunjukkan pada gambar 1.4
APP 4 5
1
2 3
Gambar 2.2 Diagram segaris sistem distribusi skunder Bagian-bagian terpenting pada sistem distribusi tenaga listrik adalah : 1) Jaringan Subtransmisi, 2) Gardu Hubung ( GH ), 3) Jaringan Primer, 4) Gardu Distribusi (GD), 5) Jaringan Skunder dan 6)Jaringan Pelanggan Jaringan Subtransmisi merupakan saluran yang menghubungkan sumber daya besar atau Gardu Induk ke satu atau lebih Gardu Hubung (GH) yang berada didaerah beban. Jaringan ini dapat berupa jaringan kabel udara maupun kabel bawah tanah. Gardu Hubung dalam suatu Sistem Distribusi berfungsi untuk menyalurkan dan membagi-bagi tenaga listrik ke gardu–gardu distribusi yang tersebar didaerah beban yang dilayani tanpa merubah tegangan. Tegangan yang masuk ke gardu hubung sama dengan tegangan keluaran dari GI begitupun tenaga listrik yang disalurkan dari gardu hubung tegangannya tidak berubah. Pada gardu hubung tenaga listrik disalurkan ke pusat beban melalui Feeder-feeder sesuai dengan daerah pelayanan. Jaringan Primer merupakan saluran distribusi 20 kV yang menghubungkan antara gardu Hubung ke Gardu Distribusi, penyalurannya dapat dilakukan memalui Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) dan Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM) yakni saluran melalui kabel tanah. Gardu Distribusi berfungsi untuk menurunkan tegangan primer ke tegangan skunder atau menurunkan Tegangan Menengah 20 KV menjadi Tegangan Rendah 380/220 Volt. Gardu distribusi biasanya terletak di pusat beban. 2.2.3
Proses Terjadinya Petir Pada keadaan tertentu dalam lapisan atmosfir bumi terdapat pergerakan angin ke
atas yang membawa udara lembab, makin tinggi dari permukaan bumi makin rendah tekanan dan suhunya. Uap air tersebut kemudian mengkondensasi menjadi titik air dan membentuk awan. Angin keras yang meniup keatas membawa awan lebih tingi pada ketinggian ± 5 km, sehingga titik air tersebut membeku menjadi Kristal es yang turun lagi karena adanya grafitasi bumi. Karena tetesan air mengalami pergeseran horizontal dan vertical, maka terjadilah pemisahan muata listrik. Tetesan air yang bermuatan positif biasanya berada pada bagian atas dan yang bermuatan negative dibagian bawah. Dengan adanya awan yang bermuatan akan timbul muatan induksi pada permukaan hingga timbul medan listrik. Mengingat dimensinya, bumi dianggap rata terhadap awan. Jadi bumi dan awan dapat dianggap kedua plat kondensator. Jika medan listrik yang terjadi
melebihi medan tembus udara, maka akan terjadi pelepasan muatan. Pada saat itulah terjadi petir. 2.2.4
Jenis-Jenis Pelepasan Petir Petir selalu mencari tempat yang terdekat untuk pelepasan muatannya. Pelepasan
yang terjadi terdiri dari berbagai jenis petir yaitu petir dari awan ketanah (cloud to ground), petir dalam awan (intra cloud lightning), dari awan ke awan (cloud to cloud), dari awan ke udara (cloud to air lightning). Bentuk sambaran petir ditunjukkan pada gambar 2.3
Gambar 2.3 : Sambaran Petir Petir Dari Awan ke Tanah (cloud to ground)bukan merupakan petir yang sering terjadi, tetapi petir jenis ini mempunyai informasi yang lebih banyak. Jenis lain sulit diamati oleh peneliti, karena biasanya terjadi di dalam awan atau di antara awan, dengan berbagai cara dapat diperkirakan bahwa kilat dari awan ke tanah tercatat dari 10 sampai 50% dari keseluruhan kilat petir. Tidak semua kilat dari awan ke tanah sama modelnya. Tipe yang sering terjadi dimulai dengan sambaran yang menjalar kebawah didekat pusat muatan negative di bawah, kemudian mengalir muatan negative ke bumi, dan ada beberapa tipe yang membawa muatan positif ke bumi. Pelepasan muatan antara daerah kecil muatan positif bagian bawah dengan muatan positif menuju bumi. Di bawah awan positif arus sambaran perintis berkisar antara 1000-3000 A, dibawah awan negative berkisar antara 503000 A tetapisambaran balik di bawah awan positif sampai 300 kV. Petir Dalam Awan (intra cloud lightning)adalah tipe pelepasan muatan yang sering terjadi, diantara dua pusat muatan yang berlawanan yang berada dalam sebuah awan dan dapat di amati dalam luar sebagian sinar terang yang bias tersebar dan kadang-kadang berkedip. Namun ada kalanya kilat petir tersebut keluar dari perbatasan awan, menampakkan suatu sinar terang yang sama dengan kilatan dari awan ke tanah. Pada petir dalam awan ini pelepasan muatan yang sering terjadi pada dasarnya tegak lurus, yaitu antara pusat muatan positif bagian atas dengan pusat muatan negative bagian bawah.
Petir Dari Awan ke Awan (cloud to cloud) , pusat muatan yang terlibat dalam petir jenis ini adalah dua jenis awan yang berbeda. Pelepasan muatan yang sering terjadi menjembatani celah-celah udara diantara kedua awan tersebut. Medan-medan yang berada diantara awan-awan lebih cepat mencapai potensial gangguan dari pada medan-medan yang berada pada area ke bumi atau sebelum daerah muatan lain pada awan yang sama. Pada ketinggian dimana kepadatan udara lebih rendah, tegangan menjadi lebih rendah, dan gangguan terjadi lebih cepat. Petir Dari Awan ke Udara (cloud to air lightning), petir jenis ini keluar dari awan dan berakhir pada udara bebas. Jenis ini biasanya punya banyak cabang, dan pada setiap cabang berakhir pada daerah yang mengandung muatan di udara bebas. Petir tipe ini sering terjadi pada daerah gersang. Dalam bidang meteorology, jumlah sambaran petir pada suatu daerah di dalam satu tahun di tentukan dengan menghitung jumlah sambaran atau Iso Keraunic Level yang merupakan ukuran keseringan sambaran petir pada suatu daerah. Garis yang menghubungkan daerah-daerah dengan jumlah hari guruh yang sama disebut Iso Keraunic Level (IKL). Di dalam hal ini jika ada minimum suatu hari guruh terdengar oleh pengamat di dalam suatu hari, maka disebut suatu hari guruh (thunderstorm day). 2.2.5 Gangguan Sambaran Petir pada Saluran Udara Tegangan Menengah 2.2.5.1 Sambaran Langsung Yang dimaksud dengan sambaran langsung adalah apabila kilat menyambar langsung pada kawat fasa (untuk saluran tanpa kawat tanah) atau pada kawat tanah (untuk saluran dengan kawat tanah). Pada Saluran Udara Tegangan Menengah diasumsikan bahwa pada saluran dengan kawat tanah tidak ada kegagalan perisaian. Asumsi ini dapat dibenarkan karena tinggi kawat diatas tanah relatif rendah (10 sampai 13 meter) dan juga karena dengan sudut perisaian yang biasanya lebih kecil 60 0 sudah dapat dianggap semua sambaran kilat mengenai kawat tanah,jadi tidak ada kegagalan perisaian. Pada waktu kilat menyambar kawat tanah atau kawat fasa akan timbul arus besar dan sepasang gelombang berjalan yang merambat pada kawat. Arus yang besar ini dapat membahayakan peralatan-peralatan yang ada pada saluran. Besarnya arus atau tegangan akibat sambaran ini tergantung pada besar arus kilat, waktu muka dan jenis tiang saluran. Oleh karena saluran Udara Tegangan Menengah tidak begitu tinggi di atas tanah, meka jumlah sambaran langsungpun rendah. Makin tinggi tegangan sistem makin tinggi tiangnya, dan makin besar jumlah sambaran ke saluran itu.
2.2.5.1.1
Tegangan Lebih Akibat Sambaran Kilat Langsung
Tegangan kilat akibat sambaran kilat dapat terjadi karena sambaran langsung ke kawat fasa (untuk saluran tanpa kawat tanah) atau sambaran ke kawat tanah (untuk saluran dengan kawat tanah). Di sini dimisalkan bahwa pada saluran dengan kawat tanah tidak ada kegagalan perisaian karena tinggi saluran di atas tanah relatif rendah (kurang lebih 10 meter) dan juga karena sudut perisaian biasanya tidak terlalu besar (di bawah 60o). 2.2.5.1.2
Saluran Tanpa Kawat Tanah
Pada saluran tanpa kawat tanah, hampir semua sambaran kilat mengenai kawat dan sangat jarang mengenai tiang. Jadi disini dimisalkan semua sambaran mengenai kawat. Parameter sambaran kilat yang berpengaruh jika terjadi sambaran kilat pada saluran tanpa kawat tanah adalah arus pucaknya, sedangkan pengaruh dari kecuraman arus dapat di abaikan. Selama terjadi sambaran pada kawat, suatu impedansi yang sama dengan setengah dari impedansi surja kawat Zp/2 dihubungkan pada tempat sambaran. Besar arus kilat pada tempat sambaran, Gambar 2.4 adalah, I =I 0
Zk Z Zk + p 2
( 2.1 )
di mana : I
=
Io =
besar arus kilat pada tempat sambaran besar arus kilat bila kilat menyambar sesuatu obyek dengan tahanan nol (zero resistance ground)
Zk =
impedansi surja kanal kilat
Zp =
impedansi surja kawat
Gambar 2.4 : Distribusi arus bila kilat menyambar kawat.
Sebagai pendekatan, umumnya diambil Zk = Zp/2, jadi Persamaan ( 2.1 ) menjadi, I = Io/ 2
(2.2)
Oleh karena itu pada tiap sisi dari titik sambaran besar arus adalah Io/4 dan besar tegangan yang timbul pada kawat
Vp =
Io 4
Zp
(2.3)
Untuk menentukan probabilitas lompatan api, tegangan pada persamaan (2.3) di atas akan dibandingkan dengan kekuatan isolasi dari semua jalan yang mungkin dari lompatan api isolasi saluran, I0 Z ≥ V 50 4 p
( 2.4 )
Probabilitas arus sama atau melebihi Io, atau probabilitas terjadinya lompatan api,
( ¿e −
PFL
I ( 34 ) =e
V 50 8,5 Z p
)
−
0
Menurut Whitehead, lebar bayang-bayang listrik (W) adalah : b+ 4 h W =(¿¿ 1,09) meter ¿ Jika di ambil panjang saluran transmisi 100 km, maka luas bayang-bayang untuk 100 km panjang saluran transmisi tersebut adalah : b+ 4 h −3 A=100 ( km ) x (¿¿ 1,09) x 10 (km) ¿
Atau b+ 4 h 2 A=0,1(¿¿ 1,09)km per 100 km saluran ¿
Jumlah sambaran yang mengenai saluran transmisi adalah dengan memakai rumus sebagai berikut : Untuk daerah indonesia, disarankan untuk menghitung jumlah sambaran kilat kebumi dapat di pakai rumus : Untuk wilayah indonesia N=0,15 IKL Dimana : N
= Jumlah sambaran petir per km
IKL(Iso Keraunik Level)
= jumlah hari guruh per tahun
2
pertahun
Jadi jumlah sambaran pada saluran sepanjang 100 km adalah : NL = N x A 1,09 A = 0,1( b+ 4 h ¿
Atau 1,09
NL = 0,15 IKL x 0,1(b + 4 h
¿
1,09 = 0,015 IKL ( b+ 4 h ¿ sambaran per 100 km per tahun
Dimana b = jarak pemisah antara kedua kawat tanah h = tinggi rata-rata kawat tanah diatas tanah Jumlah lompatan api (flashover) adalah jumlah sambaran dikali probabilitas arus sama atau melebihi arus Io yang dapat menimbulkan lompatan api, NFL = NL PFL atau 1,09
N FL =0,015 IKL ( b +4 h
( )e −
V 50 8,5Z p
)
Selanjutnya bila probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api (power arc atau powar follow) η, maka jumlah gangguan adalah, Nt = NFL x η = NL PFL η atau
N t =0,015 IKL ( b+ 4 h
1,09
( )e −
V 50 8,5Z p
)xη
( 2.5)
Probabilitas beralihnya lompatan api menjadi busur api tergantung dari sejumlah factor termasuk daya sumber. Tetapi yang paling berpengaruh ialah intensitas medan yang ditimbulkan oleh tegangan kerja dalam kanal pelepasan impuls (impuls discharge). Besarnya probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api dapat dilihat dalam tabel dibawah ini : Tabel 2.1. Probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api Gradien Tegangan Eo
(
kV rms
Probabilitas peralihan lompatan api menjadi
/ meter)
busur api, �
50
0,6
30
0,45
20
0,25
10
0,10
Dalam hal tiang kayu, lompatan api yang terjadi lebih mungkin dari fasa yang disambar kilat ke fasa yang berada di dekatnya atau disebut lompatan api samping (side flashover). Pengaruh tiang beton menambah tingkat ketahanan isolasi beberapa puluh kV, dan ini dapat ditambahkan pada V50% isolator saluran. Dari hasil-hasil pengujian diperoleh tegangan tembus beton kira-kira 23 kV/cm untuk beton kering dan 20 kV/cm untuk beton basah. Dalam perhitungan-perhitungan diambil tegangan tembus beton 20 kV/cm. Pada sistem-sistem yang tidak diketanahkan atau pada sistem-sistem yang diketanahkan dengan kumparan Petersen dengan derajat tala sempurna, maka dalam hal ini lompatan api pada satu fasa tidak dapat mengakibatkan gangguan saluran. Hal tersebut disebabkan kumparan Petersen itu telah memadamkan bunga api arus kapasitif. Jadi probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api dapat dianggap nol. Gangguan yang terjadi adalah gangguan fasa ke fasa atau gangguan tiga fasa. Pada saluran konfigurasi horisontal sambaran hampir seluruhnya terjadi pada kawat yang paling pinggir, sedang pada konigurasi vertikal pada kawat yang paling atas. Bila terjadi pelepasan kilat pada kawat dekat tiang, arus kilat penuh sebesar yang diperoleh pada obyek yang diketanahkan secara sempurna, atau tahanan R = 0, mulai
mengalir melalui tahanan pengetanahan R dan tiang memperoleh tegangan hampir sama dengan I0 R. Tegangan kawat yang disambar kilat juga mengalami tegangan sama dengan I0 R dan tegangan induksi pada kawat disebelahnya menjadi, K I0 R di mana : K = faktor gandeng anatara kawat luar dan kawat di tengah. Dalam keadaan ini tegangan yang bekerja pada isolator adalah, I0 R ( 1 – K )
( 2.6 )
Lompatan api pada isolator itu akan terjadi bila, I0 R ( 1 – K ) ≥ V50% atau I0 ≥
V 50 R( 1−K )
Jadi jumlah gangguan, yaitu gangguan fasa ke fasa :
N t =0,015 IKL ( b+ 4 h
1,09
−
)e
(34I ) x η 0
( 2.7 )
2.2.5.1.3 Saluran Dengan Tiang Kayu Selama sambaran kilat pada kawat fasa pada saluran dengan tiang kayu, ada dua kemungkinan terjadinya jalan lompatan api seperti ditunjukkan pada Gambar 2.5. Kedua jalan lompatan api tersebut mempunyai tegangan impuls minimumVa 50% dan Vb 50%. Pada jalan lompatan api a berlaku tegangan penuh (Z/4) Io dan pada jalan b (Z/4) Io (I – K). Jadi besar arus kilat yang dapat menimbulkan lompatan api, a
I 0a=
V 50 ( Z /4)
V b50 I = ( Z /4)(1−K ) b 0
( 2.8 )
( 2.9 )
Gambar 2.5 : Sambaran langsung pada kawat fasa pada saluran dengan tiang kayu Kedua jalan lompatan api terdiri dari udara, isolator dan kayu. Pada umumnya. I0a >
I0b
dan kemungkinan terjadinya lompatan api melalui jalan a sangat kecil. Jadi kemungkinan terjadinya lompatan api selalu dimulai antara fasa dengan fasa, dan bila arus kilat cukup besar, maka lompatan api ketanah melalui jalan a akan terjadi. 2.2.5.1.4
Saluran Dengan Kawat Tanah
Seperti diketahui pemasangan kawat tanah bertujuan untuk melindungi kawat fasa dari sambaran langsung kilat. Dengan adanya kawat tanah yang letaknya di atas kawat fasa dan karena tinggi kawat di atas tanah relatif rendah, dianggap semua sambaran mengenai kawat tanah, jadi tidak ada yang menyambar kawat fasa. Pada saluran udara tegangan menengah tidak semua tiang diketanahkan, tetapi selang 3 sampai 4 gawang. Panjang gawang relatif kecil (40 sampai 80 meter), jadi disini dianggap semua sambaran mengenai tiang, baik tiang kayu diketanahkan maupun tiang yang tidak diketanahkan. Jumlah sambaran pada tiang yang diketanahkan diambil sama dengan jumlah sambaran pada tiang yang tidak diketanahkan. Tiang yang diketanahkan mempunyai tahanan kontak 20 ohm dan tiang yang tidak diketanahkan tinggi, beberapa ratus sampai ribuan ohm, tergantung dari jenis pondasi (batu kali dengan pasir / tanah atau dicor beton) dan keadaan tanah (basah, kering atau tanah berpasir). Jadi sambaran ke kawat tanah di bagi dalam dua golongan, sambaran pada tiang yang diketanahkan (50%) dan sambaran pada tiang yang tidak diketanahkan (50%).
Untuk sambaran pada tiang, kilat seolah-olah menemui impedansi surja kawattanah dan impedansi surja tiang yang terhubung paralel. Tegangan pada puncak tiang sebelum pantulan dari dasar tiang sampai adalah,
V t=
Z g Zt Z g +2 Z t
( 2.10 )
di mana : Zg
=
impedansi surja kawat tanah,
Zt
=
impedansi surja tiang.
Impedansi surja tiang dihitung dari Persamaan ( 2.11) ht +90 ( h t /r t ) −60 rt
()
Z t =60∈
( 2.11 )
di mana : ht
=
tinggi tiang
rt
=
jari-jari tiang.
Jari-jari tiang rt dalam Persamaan ( 2.11 ) di atas adalah : (a)
Pada tiang besi : jari-jari luar pipa besi.
(b)
Pada tiang beton dan tiang kayu yang diketanahkan adalah jari-jari dari konduktor pengetanahan. (c) Pada tiang beton yang diketanahkan dan setelah terjadi lompatan api pada tutup beton atas dan bawah (Gambar 2.6), adalah jari-jari dari sistem besi penulangan yang berbentuk silinder. Setelah kilat menyambar tiang, gelombang merambat pada tiang ke dasar tiang.
Pada dasar tiang terjadi pantulan, dan gelombang pantulan ini merambat ke puncak tiang dimana ia mengalami pantulan kembali. Jadi pada tiang terjadi pantulan ulang. Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, besar tahanan kontak tiang yang diketanahkan diambil 20 ohm dan tahanan kontak tiang yang diketanahkan sangat besar, beberapa ratus sampai ribuan ohm. Sebagai harga rata-rata disarankan menggunakan 100 ohm untuk tiang besi dan 500 ohm untuk tiang beton. Karena gangguan pada SUTM akiabat kilat relatif tinggi dan juga tidak dibutuhkan perhitungan-perhitungan yang sangat teliti, maka rumus yang diusulkan oleh Razevig 24 dibawah ini sudah cukup memadai.
I0 =
V 50 R+ δ ht
( 2.12 )
di mana: Io
= besar arus kilat minimum yang mengakibatkan lompatan api, kA
V50% = kekuatan isolasi minimum, kV. R
= tahanan kontak tiang, ohm.
δ
= koefisien yang mana ditentukan pada dasar perbandingan dengan hasil-hasil perhitungan menurut rumus yang lebih teliti. = 0,3 untuk satu kawat tanah = 0,15 untuk dua kawat tanah
ht
= tinggi kawat tanah diatas tanah, meter.
Gambar 2.6: Konstruksi tiang beton untuk SUTM Dengan mengetahui besar arus minimum yang dapat menimbulkan lompatan api balik (back flashover), kemudian dapat dicari probabilitas terjadinya lompatan api, −(
PFL =e
I0 ) 34
Jadi jumlah gangguan karena sambaran kilat langsung pada kawat tanah, Nt = NL PFL
η
¿ 0,015 IKL ( b+ 4 h
1,09
I ( 34 ) )e xη −
0
( 2.13 )
dimana η probabilitas peralihan dari lompatan api menjadi busur api yang menyebabkan gangguan. Seperti disebutkan dimuka jumlah sambaran ke tiang yang di ketanahkan 50% dan tiang yang tidak di ketanahkan 50%. Tahanan tiang yang di ketanahkan umumnya diambil 20 ohm, tetapi tiang-tiang yang tidak diketanahkan mempunyai tahanan kontak sebesar 100 ohm untuk tiang besi dan 500 ohm untuk tiang beton. Besar probabilitas lompatan api balik pada sambaran ke tiang yang diketanahkan tergantung dari tahanan kontak tiang. Pada tiang-tiang yang tidak diketanahkan, karena tahanan kontak tiang sangat besar maka hampir semua sambaran kilat pada tiang yang tidak diketanahkan itu akan menyebabkan lompatan api balik. 2.2.5.2 Sambaran Tidak Langsung (induksi) Bila terjadi sambaran kilat ke tanah di dekat saluran maka akan terjadi fenomena transien yang diakibatkan oleh medan elektromagnetis dari kanal kilat. Fenomena kilat ini terjadi pada kawat penghantar. Akibat dari kejadian ini timbul tegangan lebih dan gelombang berjalan yang merambat pada kedua sisi kawat ditempat sambaran berlangsung. Fenomena transien pada kawat berlangsung hanya di bawah pengaruh gaya yang memaksa muatan-muatan bergerak sepanjang hantaran. Atau dengan perkataan lain transien dapat terjadi di bawah pengaruh komponen vektor kuat medan yang berarah sejajar dengan arah penghantar. Jadi bila komponen vektor dari kuat medan berarah
vertikal, dia tidak akan mempengaruhi atau menimbulkan fenomena transien pada penghantar. Lebar bayang-bayang listrik dibawah saluran atau disebut Daerah Perisaian, khususnya untuk Saluran Udara Tegangan Menengah lebar bayang-bayang listrik itu menurut persamaan adalah : W = ( b + 4h1,09 ) meter Di luar daerah perisaian ini kilat dianggap menyambar langsung ke tanah atau sambaran induksi. 2.2.5.2.1 Tegangan Induksi pada Saluran Akibat Sambaran Induksi Untuk dapat menghitung tegangan lebih pada saluran akibat sambaran induksi terlebih dahulu harus diketahui medan elektromagnetis dari sambaran kilat. Arus kilat pada tanah mempunyai waktu muka yang kecil dan ekor yang panjang. Selama proses pelompatan kepala (stepped leader) suatu muatan q0 telah terdistribusi secara merata sepanjang kanal kilat (lightning channel). Kemudian sambaran balik yang berupa surja arus dengan bentuk fungsi langkah (stepped function) akan bergerak ke atas dengan kecepatan sama dengan kecepatan sinardan menetralkan muatan yang ada pada kanal kilat. Bila waktu muka dari arus kilat tidak diperhatikan pendekatan ini dapat digunakan untuk bagian bawah dari kanal kilat, dimana variasi muatan dan kecepatan pada ketinggian diatas permukaan tanah dapat diabaikan. Hubungan antara arus I0 dan muatan q0 adalah : I0 = c q 0
( 2.14 )
di mana : I0 =
harga puncak arus kilat selama sambaran balik,
c=
kecepatan merambat sambaran balik,
q0 =
muatan listrik pada lintasan kilat persatuan panjang.
Dengan bantuan persamaan Maxwell, Rusck telah menurunkan besar potensial skalar penginduksi (penurunannya secara rinci dari persamaan itu adalah di luar ruang lingkup dari buku ini jadi tidak diberikan disini) adalah :
ct ¿ ¿ ¿2+ {1−(c /c 0)2 } r 0 ¿ √¿ 1 1 ( L2+ r 20 ) ¿ V ind =2 Z 0 I 0 h( c 0 /c)¿
( 2.15 )
√
di mana : Zo
1 (u /∈ )½ 4π 0 0
=
(
1 1,26 x 10−6 4 π 8,84 x 10−12
=
½
)
( 2.16 ) =
30 ohm.
h
=
tinggi kawat di atas tanah
co
=
kecepatan merambat sinar
c
=
kecepatan merambat sambaran balik
L
=
panjang total jalan kilat
ro
=
jarak antara kawat dengan sambaran kilat
t
=
waktu
Juga telah diturunkannya besar potensial vektor penginduksi,
h
∂ A ind ∂t
=
2 Z 0 I 0 (c /c 0 )h
1
√ ( ct ) +[ 1+(c /c ) ] r 2
2
0
0
( 2.17 ) Dari persamaan ( 2.15 ) dan ( 2.17 ) diperoleh harga gelombang tegangan induksi untuk masing-masing komponen, yaitu : V 1=V ind ( x ) +½ h
∂ A ind ∂t
V 2=V ind (−x ) +½ h Atau,
∂ A ind ∂t
( 2.18 )
y 2
(¿ ¿ 2+ ( c /c 0 ) )(c o t−x) c o t−x ¿ V 1=Z 0 I 0 h ( c / c0 ) ¿ c /c o ¿ ¿ ¿ 2( c o t−x ) ¿ c /c o ¿ ¿ ¿ 2 ( c 0 t )2 +(1−(c /c 0 )2)(x 2 + y 2) ¿ x +¿ 1+¿ x¿
V 2=V 1 (−x)
( 2.19) Jadi jumlah gelombang tegangan induksi akibat sambaran kilat tidak langsung adalah, V =V 1 +V 2
(2.20)
Dalam persamaan ( 2.19) x =
kordinat sepanjang kawat ; x = 0 adalah titik yang terdekat dengan sambaran kilat
y =
jarak kawat dengan sambaran kilat vertikal.
Pada titik x = 0, yaitu titik terdekat ke sambaran, maka setelah subsitusi dalam persamaan ( 2.19 ) dan ( 2.20 ), dan mengingat V 0,maks=
Harga
c /c 0
kecil, diperoleh harga maksimum,
Z0 I 0h 1 c 1 1+ . . y √ 2 c0 (1−½(c /c 0 )2)½
(
= 0,1 sampai 0,5, jadi
V o , maks=
c /c 0
Zo I o h (1,07−1,38) y
)
( 2.21 )
Dari persamaan ( 2.21 ) nyata kelihatan bahwa tegangan induksi itu tidak bagitu tergantung pada kecepatan merambat dari sambaran balik kilat. Tegangan induksi pada saluran di titik yang jauh dari sambaran, yaitu bila diisikan x = ± ∞ Bila harga ini diisikan dalam Persamaan ( 2.19 ) dan kemudian dihitung tegangan induksi maksimum pada titik terjauh itu diperoleh, V i=V ∞ ,maks=
Z o I o h 30 I o h = y y
( 2.22 )
Selanjutnya dalam perhitungan-perhitungan, sebagai tegangan induksi akibat gambaran induksi digunakan tegangan induksi yang diberikan oleh persamaan ( 2.22 ). Dari persamaan ( 2.22 ) terlihat bahwa harga maksimum tegangan induksi tidak tergantung lagi pada kecepatan merambat dari sambaran balik kilat. 2.2.5.2.2 Pengaruh Kawat Tanah Terhadap Tegangan Induksi Dalam menghitung pengaruh kawat tanah terhadap tegangan induksi diperkenalkan Faktor Perisaian (FP) yang didefinisikan sebagai hasil bagi tegangan induksi dengan kawat tanah dan tegangan induksi tanpa kawat tanah. Kawat tanah ideal adalah kawat tanah yang mempunyai titik pengetanahan pada setiap titik sepanjang kawat tanah, sehingga potensialnya sepanjang kawat adalah nol. Pada kenyataannya tidak ada kawat ideal, jadi kawat tanah itu mempunyai beda tegangaan tertentu terhadap tanah. Disini dibahas keadaan dengan satu kawat tanah dan tahanan kontak tiang sebesar R, gambar ( 2.7 ).
Gambar 2.7 : Satu kawat tanah dan tahanan kontak
Diasumsikan bahwa tidak terjadi pantulan pada ujung saluran. Bila gelombang tegangan yang timbul pada kawat 2 (kawat fasa) sebelum diketanahkan adalah V2, maka arus yang melalui impedansi setelah diketanahkan dengan tahanan R adalah, I2 =
V2 R+(Z 22 /2)
V2
=
tegangan induksi pada kawat 2 sebelum diketanahkan,
Z22
=
impedansi surja kawat 2,
R
=
tahanan kontak ketanah,
I2
=
arus yang mengalir pada hubungan ketanah.
( 2.23)
di mana :
Arus ini memberikan kenaikan pada gelombang tegangan pada kawat fasa 1 sebesar Δ V2, yaitu : ∆ V 2=Z 12
( )
−I 2 −Z 12 = 2 2 R+ Z 22 V 2
( 2.24 )
di mana : Z12 =
impedansi surja bersama kawat tanah dengan kawat fasa.
Jadi besar tegangan pada kawat fasa 1 setelah kawat tanah 2 diketanahkan, V '1=V 1 +∆ F 2 atau V '1=V 1−
Z12 2 R +Z 22 V 1
( 2.25 )
Jadi Faktor Perisaian (FP) adalah, V '1 Z 12 V 2 FP= =1− V1 2 R+ Z 22 V 1
( 2.26 )
di mana : V '1
= tegangan induksi pada kawat 1 setelah kehadiran kawat tanah 2. V1
2.
= tegangan induksi pada kawat 1 sebelum kehadiran kawat tanah
Karena tegangan induksi sebelum diketanahkan sebanding dengan tinggi kawat di atas tanah, atau (V2/V1) = (h2/h1), maka persamaan ( 2.26 ) menjadi, FP=1−
Z 12 h2 2 R +Z 22 h1
( 2.27 )
dan persamaan ( 2.14 ) menjadi, '
(
V 1= 1−
Z 12 h 2 V 2 R+ Z 22 h 1 1
)
(2.28)
Dalam persamaan ( 2.27 ) dan ( 2.28 ), h1 = tinggi rata-rata kawat fasa 1 di atas tanah h2 = tinggi rata-rata kawat tanah 2 di atas tanah. Pada saluran fasa tiga dengan empat kawat, yaitu tiga kawat fasa dan satu kawat netral, dan tidak ada kawat tanah, maka pengaruh kawat netral itu terhadap tegangan induksi pada kawat fasa sama seperti pengaruh kawat tanah pada tegangan induksi pada kawat fasa. Dalam hal ini tinggi kawat netral di atas tanah h2 lebih rendah dari kawat fasa h1, jadi besar faktor perisaian lebih besar dibanding dengan faktor perisaian dari saluran dengan kawat tanah. Ada kalanya kawat netral itu dipasang di atas kawat fasa, sama seperti kedudukan kawat tanah. Dalam hal ini faktor perisaian akan lebih kecil, jadi lebih baik. Tetapi dengan memasang kawat netral di atas kawat fasa akan mempertinggi tiang dan dengan demikian akan memperbesar jumlah sambaran langsung. Bila disamping kawat netral yang dipasang dibawah kawat fasa ada kawat tanah yang dipasang di atas kawat fasa, Persamaan ( 2.28 ) tetap dapat digunakan. Dalam terakhir ini Z12 dan Z22 harus dihitung untuk kawat gabungan kawat tanah dan kawat netral dengan tinggi ekivalen dari kawat gabungan itu. 2.2.5.2.3 Perhitungan Jumlah Gangguan Kilat Akibat Sambaran Induksi Pandanglah suatu kawat setinggi h di atas tanah. Misalkanlah suatu sambaran kilat vertikal menyambar tanah pada jarak y dari kawat, Gambar 2.6. Besar tegangan induksi pada kawat telah diberikan oleh Persamaan ( 2.22 ), V i= di mana :
30 I 0 h y
Vi
=
tegangan induksi pada kawat, kV
I0
=
besar arus kilat, kA
h
=
tinggi rata-rata kawat di atas tanah, v
y
=
jarak horizontal antara sambaran kilat dengan kawat, v.
Bila saluran itu dilengkapi dengan kawat tanah, maka besar tegangan induksi pada kawat fasa telah diberikan oleh Persamaan ( 2.28 ), '
Z 12 h2 V 2 R+ Z 22 h1 i
(
)
V i= 1− di mana : Vi’
=
tagangan induksi pada kawat fasa dengan kawat tanah, kV
Vi
=
tegangan induksi pada kawat fasa tanpa kawat tanah, kV
Z22
=
impedansi surja sendiri kawat tanah 2, ohm
Z 12
=
impedansi surja bersama antara kawat tanah 2 dan kawat fasa 1, ohm
h1
=
tinggi rata-rata kawat fasa 1 di atas tanah, meter
h2
=
tinggi rata-rata kawat tanah 2 di atas tanah, meter
R
=
tahanan kontak tiang, ohm
Jumlah sambaran pada daerah Δ y untuk panjang 100 km saluran, ΔN = 0,015 IKL Δy
(a) Tanpa kawat tanah
( 2.29 )
(b) Satu kawat tanah
Gambar 2.8 : Saluran udara tegangan menengah Menurut Persamaan ( 2.22 ), besar tegangan induksi pada kawat, V i=
30 I 0 h y
Supaya tagangan induksi sama atau melebihi ketahanan impuls isolasi V50% I0 ≥
V 50 y 30 h
( 2.30 )
Probabilitas arus yang demikian diperoleh dari Persamaan sebelumnya −I 0
PI =e 34 0
atau PI
V y . ( 1020 h ) =e 50
−
0
( 2.31)
Jadi jumlah sambaran pada bidang Δy yang dapat menimbulkan tegangan melebihi V50% adalah, V y x ( 1020 h ) =0,015 IKL e ∆y 50
−
∆ N FL
( 2.32 )
Bila Δy dibuat kecil sekali, Δy berobah menjadi dy dan ΔNFL berobah menjadi dNFL, dan setelah dilakukan integrasi dari ymin (= 2h1,09) sampai ymaks (= tak terhingga) untuk kedua sisi saluran diperoleh, ∞
N FL =2
∫ 2h
=
V y ( 1020h ) 0,015 IKL e dy −
50
1, 09
){
V 50
V 50
−1020 h −(1020 h ∞) −( 1020h 2 h 0,03 IKL e e V 50
(
1, 09
)}
atau V h ) ( 510 e −
N FL =30,6 IKLh
50
V 50
0,09
(2.33)
Persamaan ( 2.33 ) di atas adalah untuk keadaan tidak ada kawat tanah. Bila ada kawat tanah, maka menurut persamaan ( 2.28 ) V 'i=FP V i ¿ FP x
30 I 0 h y
di mana : FP
= Faktor Perisaian, Persamaan ( 2.27 ),
(
¿ 1−
Z 12 h2 2 R+ Z 22 h1
)
Jadi jumlah lompatan api adalah : V h ) ( 510 FP e 50
−
N FL =30,6 IKL. FP. h .
0,09
V 50
( 2.34 )
Sebagaimana dijelaskan pada sebelumnya, tidak semua lompatan api dapat beralih menjadi busur api atau gangguan, dan besarnya gangguan itu tergantung dari besar probabilitas η. Dengan demikian jumlah gangguan karena sambaran induksi adalah : a. Tanpa kawat tanah : V h ) ( 510 e −
N i=30,6 IKL h
50
0,09
V 50
xη
( 2.35 )
gangguan per 100 km per tahun b. Dengan kawat tanah : V h ) ( 510 FP e −
N i=30,6 IKL. FP .h .
2.2.6
50
V 50
0,09
xη
( 2.36)
Gangguan Kilat Total pada Saluran Udara Tegangan Menengah Setelah membicarakan sambaran induksi dan sambaran langsung pada kawat fasa
atau kawat tanah pada pasal-pasal yang lalu, sekarang kita telah siap untuk menghitung jumlah gangguan pada saluran udara tegangan menengah akibat sambaran kilat, N0 = Ni + Nt
(2.37)
di mana : N0 = jumlah gangguan kilat Ni = jumlah gangguan akibat sambaran induksi Nt = jumlah gangguan akibat sambaran langsung. Gangguan kilat akibat sambaran induksi telah diberikan oleh Persamaan-persamaan ( 2.35 ) dan ( 2.36 ), berturut-turut untuk saluran tanpa kawat tanah dan dengan kawat tanah, yang ditulis kembali dibawah ini : a).
Tanpa kawat tanah ( 2.35 ) V h ) ( e 510 50
−
N i=30,6 IKL h b).
0,09
xη
V 50
Dengan satu kawat tanah, Persamaan ( 2.36 ) V h ) ( 510 FP e 50
−
N i=30,6 IKL. FP .h
0,09
V 50
xη
Dalam persamaan-persamaan ( 2.35 ), dan ( 2.36 ), IKL = jumlah hari guruh per tahun h
= tinggi kawat fasa diatas tanah, meter
ht
= tinggi kawat tanah diatas tanah, meter
FP = faktor perisaian, Persamaan ( 2.27 ) η
= probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api atau gangguan.
Gangguan kilat akibat sambaran langsung telah telah diberikan oleh persamaanpersamaan ( 2.5 ), ( 2.7 ), ( 2.8 ), ( 2.9 ) dan ( 2.13 ). a).
Saluran tanpa kawat tanah ( 2.7 ) : N t =0,015 IKL ( b+ 4 h
1,09
−
)e
(34I ) x η 0
Yaitu untuk gangguan satu fasa ke tanah dan untuk gangguan fasa ke fasa, Persamaan ( 2.7 ), N t =0,015 IKL ( b+ 4 h
1,09
I ( 34 ) )e xη −
0
b).
Saluran dengan satu kawat tanah (b = 0), Persamaan ( 2.13 ), N t =0,015 IKL ( b +4 ht
1,09
)
I ( 34 ) e xη −
0
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis studi kasus dengan cara menghitung
probabilitas atau kemungkinan jumlah gangguan yang terjadi pada saluran udara tegangan menengah (SUTM) yang diakibatkan oleh sambaran petir yang lansung mengenai kawat fasa dan sambaran tidak lansung mengenai kawat fasa ( sambaran induksi). Perhitungan ini dilakukan berdasarkan data-data lapangan sesuai dengan data lokasi kajian yakni saluran distribusi tegangan menegah (SUTM) 20 kV di Feeder Padang Panjang GH Sicincin. Perhitungan dan analisa juga berpedomankan kepada formula-formula yang deberikan pada bab II dan berdasarkan buku-buku referensi yang digunakan.
3.2
Lokasi Kajian Untuk melengkapi data-data yang dibutuhkan dalam penulisan Tugas Akhir ini
maka penulis mengambil
lokasi /aplikasi penelitian pada Saluran Udara Tegangan
Menengah (SUTM) 20 kV di Feeder Padang Panjang GH Sicincin. 3.3
Data yang Dibutuhkan Adapun data yang dibutuhkan dalam analisa dan perhitungan adalah : Data konfigurasi Saluran Udara Tegangan Menengah di Feeder Padang Panjang
GH Sicincin. 1. Data hari guruh pertahun di Sumatera Barat yang ambil dari Badan Metorologi dan Geofisika (BMG) sicincin. 2.
Data-data penunjang lainnya adalah merupakan ketetapan-ketetapan yang terdapat dalam buku referensi.
3.4
Metode Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan dalam perhitungan dan analisa
maka penulis langsung observasi ke lokasi tempat aplikasi penelitian yakni PT. PLN Persero cabang Sicincin dan BMG sicincin , studi kepustakan yakni membaca dan mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan baik dari buku bacaan ataupun jurnal /hasil penelitian dari orang lain yang ada kaitan dengan penelitian yang akan dilakukan, dan sebagai referensi dari penelitian ini. 3.5
Metode Perhitungan dan Analisa Data Metode perhitungan dan analisa data yang dilakukan adalah dengan menggunakan
formula-formula yang diberikan pada bab sebelumnya yang
berkaitan dengan tujuan
penelitian dengan menggunakan data-data yang didapatkan dari aplikasi penelitian. Adapun langkah-langkah perhitungan yang dilakukan adalah sebagai berikut 1. Menghitung probabilitas jumlah gangguan pada SUTM yang diakibatkan oleh sambaran langsung untuk saluran tanpa kawat tanah dan pakai kawat tanah 2. Menghitung probabilitas jumlah gangguan pada SUTM yang diakibatkan oleh sambaran tidak langsung (sambaran induksi) untuk saluran tanpa kawat tanah dan pakai kawat tanah Menghitung jumlah gangguan total sambaran petir pada SUTM 20 kV di Feeder Padang Panjang GH Sicincin.
3.6
Jalannya Penelitian Bagaimana jalannya peneltian ini ditunjukkan pada gambar 3.1 Mulai Pengumpulan data Data teknis
Data konfigurasi saluran TM
Data hari guruh di Sumatra Barat
Data dari buku referensi
Pengolahan data 1.
2.
Menghitung gangguan kilat akibat sambaran langsung a.
Tanpa kawat tanah
b.
Pakai kawat tanah
N t =N L × PFL × η
-
Tiang yang diketanahkan, R, 20 ohm
-
Tiang yang tidak diketanahkan, R, 100 ohm
YES
NO
Menghitung gangguan kilat akibat sambaran induksi a.
Tanpa kawat tanah −(
i=¿ 30,6 IKLh
e
V 50 0,09 h ) 510
V 50 Analisa N¿ hasil data
×η
NO
YES Hasil
Selesai Gambar 3.1 : Jalannya penelitian BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1 Umum Dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis membahas tentang probabilitas gangguan akibat sambaran petir pada saluran distribusi 20 kV. Untuk melengkapi data-data lapangan yang digunakan dalam perhitungan dan analisa, penulis mengambil tempat atau aplikasi penelitian yakni Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) 20 kV Feeder Padang Panjang GH Sicincin dengan panjang saluran 165 km dan jenis tiang yang digunakan adalah tiang besi. Data-data yang digunakan dalam analisa dan perhitungan adalah data sesuai dengan kondisi lapangan dan data asumsi (pemisalan) seperti yang diuraikan dibawah ini 4.2
Deskripsi Data -
4.3
-
Jenis Saluran : SUTM 20 kV Panjang saluran : 165 km Jenis tiang : Tiang besi Tinggi tiang diatas tanah (h) : 9,25 meter Jarak antar kawat (b) : 1,7 meter IKL : 145,7 Kekuatan impuls isolasi ( V50%) : 160 kV Tahanan kontak tiang diketanahkan (R) : 20 ohm (tiang besi) Tahanan kontak tiang tidak diketanahkan : 100 ohm (tiang besi) Probabilitas lompatan api : 0,25 ( ketetapan dari buku) Koefisien (δ ) untuk jumlah kawat tanah 1: 0,3 (ketetapan dari buku)
-
Koefisien (δ ) untuk jumlah kawat tanah 2: 0,15(ketetapan dari buku)
-
Tinggi kawat tanah di atas tanah, (
-
Impedansi surja sendiri kawat tanah (
-
Impedansi surja bersama antara kawat tanah2 dan kawat fasa 1, (
ht
)
: 10,04 m
Z 22
)
: 500 Ω Z 12
)
: 50 Ω
Perhitungan/Analisa Data Adapun langkah-langkah perhitungan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut : 1. Menghitung jumlah gangguan petir akibat sambaran langsung pada saluran tanpa kawat tanah dengan menggunakan persamaan (2.5) 2. Menghitung jumlah gangguan petir akibat sambaran langsung pada saluran pakai kawat tanah dengan menggunakan persamaan (2.13)
3. Menghitung jumlah gangguan petir akibat sambaran tidak langsung (induksi) pada saluran tanpa kawat tanah dengan menggunakan persamaan (2.35) 4. Menghitung jumlah gangguan petir akibat sambaran tidak langsung (induksi) pada saluran pakai kawat tanah dengan menggunakan persamaan (2.36) 5. Menghitung jumlah total gangguan kilta yangbterjadi pada saluran dengan menggunakan persamaan (2.37) 4.3.1 Perhitungan Probabilitas Gangguan Petir Akibat Sambaran Langsung pada SUTM 20 kV Feeder Padang Panjang GH Sicincin. a) Sambaran langsung pada Saluran Tanpa Kawat Tanah Untuk saluran tanpa kawat tanah, jika terjadi samabaran petir akan langsung mengenai kawat fasa. Sehingga untuk menghitung kemungkinan jumlah gangguan yang terjadi pada saluran tanpa kawat tanah dapat menggunakan persamaan (2.5) sebagai berikut : N t =N L × PFL × η Jumlah sambaran pada saluran (NL) adalah : N L =0,015 IKL(b+ 4 h1,09 ) ¿ 0,015 x 145,7(1,7+ 4 × 9,251,09 ) = 102,5 sambaran per 100 km per tahun Atau untuk 165 km : 165 km x 100 km
N L =¿
102,5
= 169,125 gangguan per 165 km per tahun
Probabilitas terjadinya lompatan api ( PFL) adalah : PFL Karena dan Maka
−(
= e
Vkond = 100 I0
= PFL
160 100
Io ) 34
I0
≥V50% Atau = 1,6 kA −(
= e
Io ) 34
100
I0
= 160 kV
= e
−(
1,6 ) 34
−(0,04)
= e
= 0,96 Probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api ( η ) = 0.25. Nilai tersebut diambil berdasarkan ketetapan atau standar dari buku referensi Tabel 2.1. Jadi jumlah gangguan yang terjadi akibat sambaran langsung pada kawat fasa (karena saluran tanpa kawat tanah) adalah : N t =N L × PFL × η = 102,5 × 0,96 × 0,25 = 24,6 gangguan per 100 km per tahun Atau untuk 165 km : N t =¿
165 km x 100 km
24,6
= 40,59 gangguan per 165 km per tahun b) Sambaran langsung pada Saluran pakai Kawat Tanah Pada saluran udara tegangan menengah tidak semua tiang diketanahkan, tetapi selang 3 sampai 4 gawang. Panjang gawang relatif kecil (40 sampai 80 meter), jadi disini dianggap semua sambaran mengenai tiang, baik tiang diketanahkan maupun tiang yang tidak diketanahkan. Jumlah sambaran pada tiang yang diketanahkan diambil sama dengan jumlah sambaran pada tiang yang tidak diketanahkan. Jadi sambaran ke kawat tanah di bagi dalam dua golongan, sambaran pada tiang yang diketanahkan (50%) dan sambaran pada tiang yang tidak diketanahkan (50%). Tiang yang diketanahkan mempunyai tahanan kontak = 20 ohm Tiang yang tidak diketanahkan (tiang besi)
= 100 ohm
Sehingga untuk menghitung kemungkinan jumlah gangguan yang terjadi pada saluran yang pakai kawat tanah dengan menggunakan persamaan (2.13) sebagai berikut : N t =N L × PFL × η
Untuk tiang yang diketanahkan
Dengan menggunakan persamaan (2.12) dapat dihitung besar arus kilat minimum yang mengakibatkan lompatan api ( Io ) sebagai berikut : I0 =
V 50 R+ δx ht
=
160 20+ 0,3 ×10,04
=
160 23,012
= 6,95 kA Probabilitas terjadinya lompatan api, PFL
I ( 34 ) =e 0
−
PFL =e
( 6,95 34 )
−
−0,2
= e
= 0,82 Jadi probabilitas gangguan, Nt
= NL PFL
η
= 102,5 x 0,82 x 0,25 = 21,0125 gangguan per 100 km per tahun
Untuk tiang yang tidak diketanahkan
Dengan menggunakan persamaam (2.12) dapat dihitung besar arus kilat minimum yang mengakibatkan lompatan api ( Io ) sebagai berikut : I0 =
V 50 R+ δ ht
=
160 100+ 0,3× 10,04
=
160 103,012
= 1,55
Probabilitas terjadinya lompatan api ( PFL ) adalah PFL
I ( 34 ) =e 0
−
PFL =e
( 1,55 34 )
−
−0,05 = e
= 0,95 Jadi probabilitas gangguan, Nt
η
= NL PFL
= 102,5 x 0,95 x 0,25 = 24,344 gangguan per 100 km per tahun
Jadi jumlah gangguan karena sambaran kilat langsung pada kawat tanah, 21,0125+24,344 Nt= 2 ¿ 22,68 gangguan per 100 km per tahun
Atau untuk 165 km : N t =¿
165 km x 100 km
22,68
= 37,422 gangguan per 165 km per tahun
PFL =
0,82+ 0,95 2 = 0,89
4.3.2 Perhitungan Jumlah Gangguan Kilat Akibat Sambaran Induksi a. Tanpa Kawat Tanah N i=N FL x η −(
N FL =30,6 IKLh
e
V 50 0,09 h ) 510
V 50
−(
¿ 30,6 ×145,7 ×9,25
e
160 0,09 9,25 ) 510
160
¿ 41240,385 x 0,00426
= 175,69 Di atas telah dijelaskan bahwa probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api ( η ) = 0.25. Jadi : N i=N FL x η = 175,69 x 0,25 = 43,92 gangguan per 100 km per tahun Atau untuk 165 km : N i=¿
1 65 km x 43,92 100 km
= 72,468 gangguan per 165 km per tahun b. Dengan Kawat Tanah Bila saluran dilengkapi dengan kawat tanah kita harus menentukan dulu factor perisaian ( FP), dimana :
FP = ( 1 -
=(1-
Z 12 2 R+ Z 22
ht h
50 2 ×20+ 500
) 10.04 9,25
)
= ( 1 – 0,101 ) = 0,899 Jadi lompatan api dengan kawat tanah adalah : N i=N FL x η −(
FL=¿ 30,6 IKL FPh N¿
e
V 50 h0,09) 510 FP
V 50
−(
= 30,6 × 145,7 × 0,899× 9,25
e
160 0,09 9,25 ) 510 ×0,899
160
= 37075,10612 x 0,00408 = 151,27 probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api ( η ) = 0.25. maka jumlah sambaran induksi pada saluran yang pakai kawat tanah adalah : N i=N FL x η = 151,27 x 0,25 = 37,8175 gangguan per 100 km per tahun Atau untuk 165 km : N i=¿
165 km x 100 km
37,8175
= 62,399 gangguan per 165 km per tahun 4.3.3
Perhitungan Jumlah Gangguan Kilat Total pada SUTM 20 kV Dari hasil perhitungan tentang sambaran langsung dan sambaran tidak langsung
(induksi ) diatas, maka gangguan kilat total yang terjadi pada saluran udara tegangan menengah (SUTM) 20 kV dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 2.37 sebagai berikut : N o=N i+ N t Di mana : No
= jumlah gangguan kilat
Ni
= jumlah gangguan akibat sambaran induksi
Nt
= jumlah gangguan akibat sambaran langsung
Untuk saluran tanpa kawat tanah a) Gangguan kilat induksi : N i=N FL x η = 175,69 x 0,25
= 43,923 gangguan per 100 km per tahun b) Gangguan kilat langsung : N t =N L × PFL × η = 102,5 × 0,95 × 0,25 = 24,344 gangguan per 100 km per tahun Jadi jumlah gangguan kilat pada saluran tersebut N o=N i+ N t = 43,923 + 24,344 = 68,267 gangguan per 100 km per tahun Atau untuk 165 km : N 0=¿
165 km x 100 km
68,267
= 112,641 gangguan per 165 km per tahun Untuk saluran yang menggunakan kawat tanah a) Gangguan kilat induksi N i=N FL x η = 175,69 x 0,25 = 43,923 gangguan per 100 km per tahun b) Gangguan kilat langsung 43,923+24,344 Nt= 2 ¿ 34,13 gangguan per 100 km per tahun
Jadi jumlah gangguan kilat pada saluran tersebut : N o=N i+ N t = 43,923 + 34,13 = 78,053 gangguan per 100 km per tahun Atau untuk 165 km :
N 0=¿
165 km x 100 km
78,053
= 128,787 gangguan per 165 km per tahun Gambar 4.1 menunjukkan konfigurasi saluran udara tegangan menegah dengan menggunakan tiang besi tanpa kawat tanah, dan gambar 4.2 menunjukkan konfigurasi saluran udara tegangan menegah dengan menggunakan tiang besi pakai kawat tanah.
Gambar 4.1 Konfigurasi tiang besi tanpa kawat tanah :
Kawat tanah
Gambar 4.2 Konfigurasi tiang besi pakai kawat tanah :
ht
4.4 Pembahasan
Setelah dilakukan perhitungan untuk menentukan jumlah gangguan kilat pada SUTM 20 kV pada Feeder Padang Panjang GH Sicincin. baik sambaran kilat langsung maupun tidak langsung mengenai saluran, dan untuk lebih mudahnya melihat hasil perhitungan diatas maka hasil perhitungan tersebut dirangkum dalam Tabel 4.1 tentang hasil perhitungan sambaran kilat langsung, Tabel 4.2. hasil perhitungan samabaran kilat tidak langsung (sambaran induksi), Tabel 4.3 Jumlah total Gangguan kilat yang terjadi pada saluran untuk tanpa kawat tanah dan Tabel 4.4 Jumlah total Gangguan kilat yang terjadi pada saluran yang menggunakan kawat tanah. Tabel 4.1 Hasil perhitungan gangguan kilat langsung pada SUTM 20 kV Feeder Padang Panjang GH Sicincin.
No.
Jenis saluran
1.
Tanpa kawat tanah Pakai kawat tanah
2.
Jumlah sambaran ( NL) per 100 km/th 102,5
Jumlah sambaran ( NL) per 165 km/th 169,125
Probabilitas terjadinya lompatan api (PFL) 0,96
Jumlah gangguan ( Nt) per 100 km/th 24,6
Jumlah gangguan ( Nt) per 165 km/th 40,59
102,5
169,125
0,89
22,68
37,422
Dari hasil analisa dan perhitungan yang dilakukan terhadap gangguan kilat langsung pada SUTM 20 kV Feeder Padang Panjang GH Sicincin dengan panjang saluran 165 km seperti yang ditunjukkan pad Tabel 4.1 untuk saluran tanpa kawat tanah dan pakai kawat tanah. Dari tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa jumlah gangguan kilat yang terjadi pada saluran yang tidak menggunakan kawat tanah adalah 40,59 kali per 165 km/tahun, sedangkan pada saluran yang menggunakan kawat tanah / perisai jumlah gangguan kilat yang terjadi 37,422 kali per 165 km/tahun. Dapat disimpulkan bahwa jumlah gangguan kilat langsung lebih besar pada saluran yang tidak menggunakan kawat tanah dibandingkan dengan saluran pakai kawat tanah. Hal ini dkarenakan pemasangan kawat tanah pada saluran udara dapat mengurangi jumlah gangguan kilat, karena jika terjadi sambaran
langsung pada saluran yang memasang kawat tanah pada salurannya maka arus gangguan akan disalurkan ke tanah sehingga kawat fasa terhindar dari sambaran petir. Tetapi untuk saluran udara yang tidak menggunakan kawat tanah/perisai, maka sambaran kilat akan langsung mengenai kawat fasa yang merupakan gangguan pada saluran tersebut. Sehingga disarankan untuk saluran udara menggunakan kawat perisai/ kawat tanah agar jumlah gangguan akibat sambaran petir dapat dikurangi. Tabel 4.2 Hasil perhitungan gangguan kilat tidak langsung (induksi) pada SUTM 20 kV Feeder Padang Panjang GH Sicincin.
No.
Jenis saluran
1. 2.
Tanpa kawat tanah Pakai kawat tanah
Probabilitas terjadinya lompatan api (NFL) 175,69 151,27
Jumlah gangguan induksi ( Ni) per 100 km/th 43,92 37,8175
Jumlah gangguan induksi ( Ni) per 165 km/th 72,468 62,399
Hasil analisa dan perhitungan yang dilakukan terhadap gangguan kilat tidak langsung (sambaran induksi) pada SUTM 20 kV Feeder Simpang Benteng GH Sicincin dengan panjang saluran 165 km ditunjukkan pad Tabel 4.2, untuk saluran tanpa kawat tanah dan pakai kawat tanah. Dari tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa jumlah gangguan kilat langsung yang terjadi pada saluran yang tidak menggunakan kawat tanah adalah 72,468 kali per 165 km/tahun, sedangkan pada saluran yang menggunakan kawat tanah / perisai jumlah gangguan kilat yang terjadi 62,399 kali per 165 km/tahun. Dapat disimpulkan bahwa jumlah gangguan kilat tidak langsung (sambaran induksi) lebih besar pada saluran yang tidak menggunakan kawat tanah dibandingkan dengan saluran pakai kawat tanah. Hal ini dikarenakan pengaruh kawat tanah tehadap tegangan induksi diperkenalkan dengan Faktor Perisaian yakni hasil bagi tegangan induksi dengan kawat tanah dan dengan tanpa kawat tanah seperti yang ditunjukkan pada persamaan 2.35 dan persmaan 2.36. Tabel 4.3 Hasil perhitungan gangguan kilat total pada SUTM 20 kV Feeder Simpang Benteng GH Sicincin untuk saluran tanpa kawat tanah
No .
Jenis Sambaran
Jumlah gangguan kilat total (N0) per 100 km/th
Jumlah gangguan kilat total (N0) per 165 km/th
1. 2.
Tanpa kawat tanah Pakai kawat tanah
68,267 78,053
112,641 128,787
Tabel 4.3 adalah hasil perhitungan gangguan kilat total yang terjadi pada saluran udara tegangan menegah (SUTM) 20 kV di Feeder Simpang Benteng GH Sicincin dengan panjang saluran 165 km untuk saluran tanpa kawat tanah. Dimana jumlah gangguan kilat merupakan penjumlahan dari gangguan kilat langsung dan gangguan tidak langsung (sambaran induksi) yang terjadi pada saluran yakni sebesar 112,641 kali per 165 km/th. Sedangkan saluran 165 km dengan kawat tanah, jumlah gangguan kilat yang terjadi pada saluran yakni sebesar 128,787 kali per 165 km/th. Perhitungan yang sama selanjutnya dilakukan untuk melihat bagaimana pengaruh panjang saluran terhadap jumlah gangguan yang terjadi pada saluran udara tegangan menengah (SUTM). Dalam hal ini dilakukan perhitungan dengan menvariasikan atau menvariabelkan panjang saluran mulai dari 20,40,60,80,100,120,140,160,180 dan 200 km. Data asumsi ini bertujuan agar hasil dari perhitungan nantik bisa digambarkan grafiknya supaya lebih mudah untuk memahaminya. Perhitungan dilakukan terhadap saluran tanpa kawat tanah dan untuk saluran yang mengguanakan kawat tanah. Hasil perhitungan ini ditunjukkan pada tabel 4.4 yang merupakan hasil perhitungan jumlah gangguan kilat untuk saluran tanpa kawat tanah dan tabel 4.5 adalah hasil perhitungan jumlah gangguan kilat untuk saluran yang mengguanakan kawat tanah. Table 4.4 : Hasil perhitungan jumlah gangguan pada saluran tanpa kawat tanah dengan panjang saluran 20,40,60,80,100,120,140,160,180 dan 200 km
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Panjang saluran (km) 20 40 60 80 100 120 140 160
Jumlah gangguan kilat total (No) 13,65 27,31 40,96 54,61 68,267 81,92 95,57 109,23
9 10
180 200
122,88 136,53
Untuk lebih jelasnya pembahasan maka tabel 4.4 dapat dibuatkan grafik seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.3.
grafik jumlah gangguan kilat total (No) 140 120 100 80 jumlah gangguan kilat total (No)
jumlah gangguan kilat total (No)
60 40 20 0
panjang saluran (km)
Gambar 4.3 : Grafik perbandingan antara panjang saluran terhadap jumlah gangguan untuk saluran tanpa kawat tanah
Table 4.5 : Hasil perhitungan jumlah gangguan pada saluran yang menggunakan kawat tanah dengan panjang saluran 20,40,60,80,100,120,140,160,180 dan 200 km
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Panjang saluran (km) 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Jumlah gangguan kilat total (No) 15,61 31,22 46,83 62,44 78,053 93,66 109,27 124,88 140,495 156,106
Maka dari tabel 4.6 dapat digambarkan grafiknya seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.4.
grafik jumlah gangguan kilat total (No) 100
90
80
70
60
jumlah gangguan kilat total (No)
50
jumlah gangguan kilat total (No)
40
30
20
10
0
panjang saluran (km)
Gambar 4.4 : Grafik perbandingan antara panjang saluran terhadap jumlah gangguan untuk saluran yang menggunakan kawat tanah
Dari gambar 4.3 dan 4.4 dapat dijelaskan bahwa semakin panjang saluran maka semakin besar jumlah gangguan yang terjadi pada saluran tersebut. Untuk saluran tanpa kawat tanah lebih besar jumlah gangguan yang terjadi pada saluran dibandingkan dengan saluran yang menggunakan kawat tanah, hal ini disebabkan karena disaat terjadi gangguan (sambaran petir) pada saluran tanpa kawat tanah sambaran kilat langsung menyambar saluran (kawat fasa), sedangkan untuk saluran yang menggunakan kawat tanah apabila terjadi gangguan (sambaran petir) maka kawat tanah melindungi tersambarnya kawat fasa, karena letak kawat tanah lebih tinggi dari kawat fasa. Efek yang ditimbulkan kalau terjadi gangguan kilat adalah terganggunya sistim kelistrikan seperti pada peralatan. Untuk melindungi peralatan dari tegangan lebih digunakan arrester. Peralatan dapat dilindungi dengan menempatkan arrester sedekat mungkin pada peralatan terutama transformator. Gangguan kilat yang terjadi juga bisa mengakibatkan kerugian pada konsumen, karena apabila terjadi gangguan (sambran petir) pada saluran maka bisa merusak peralatan elektronik rumah tangga.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisa dan perhitungan yang telah dilakukan terhadap jumlah gangguan kilat yang terjadi pada SUTM 20 kV Feeder Simpang Benteng GH Sicincin baik sambaran kilat langsung maupun tidak langsung, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Jumlah gangguan kilat langsung pada SUTM 20 kV di Feeder Simpang Benteng GH Sicincin untuk saluran yang tidak menggunakan kawat tanah adalah 40,59 kali per 165 km/tahun, dan salaruran yang menggunakan kawat tanah adalah 37,422 kali per 165 km/tahun. 2. Dari hasil analisa dan perhitungan yang dilakukan terhadap gangguan kilat tidak langsung (sambaran induksi) pada SUTM 20 kV Feeder Simpang Benteng GH Sicincin bahwa jumlah gangguan kilat langsung yang terjadi pada saluran yang tidak menggunakan kawat tanah adalah 72,468 kali per 165 km/tahun, sedangkan pada saluran yang menggunakan kawat tanah / perisai jumlah gangguan kilat yang terjadi 62,399 kali per 165 km/tahun. 3. Jumlah gangguan kilat total yang terjadi pada saluran udara tegangan menengah (SUTM) 20 kV di Feeder Simpang Benteng GH Sicincin untuk saluran tanpa kawat tanah merupakan penjumlahan dari gangguan kilat langsung dan gangguan tidak langsung (sambaran induksi) yang terjadi pada saluran yakni sebesar 112,641 kali
per 165 km/tahun sedangkan jumlah gangguan kilat total saluran yang menggunakan kawat tanah yakni sebesar 128,787 kali per 165 km/tahun. 5.2 Saran Besarnya jumlah gangguan yang terjadi akibat probabilitas sambaran kilat pada saluran udara tegangan menengah tanpa kawat tanah, maka disarankan kepada pihak penyedia listrik yang berwenang dalam hal ini PT.PLN (persero), jika dilakukan perencanaan atau penambahan jaringan saluran udara tegangan menengah, pemasangan kawat perisai / kawat tanah sangatlah penting. Karena dengan pemasangan kawat tanah pada saluran maka jumlah gangguan kilat akibat sambaran langsung maupun tidak langsung dapat dikurangi. DAFTAR PUSTAKA 1.
Alex Fitriady, Study Probabilitas Sambaran Petir Pada Saluran Udara Tegangan Tinggi, ITP, Padang, 2006
2.
Http:www.elektroindonesia.com.
3.
K.T Sirait, Zoro R, “Perlindungan Terhadap Tegangan Lebih Pada Sistim Tenaga Listrik, ITB, Bandung, 1986.
4.
S. Rusck, Induced Lightning Overvoltages on Power Transmission Lines with Special Reference to the Over Voltage Protection of Low Voltage Networks, Trans. Of Chalmers University of Technology, Stockholm, Sweden, 1958.
5.
T.S. Hutauruk, “Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja” , Erlangga, Jakarta, 1991.
6.
www.google.com
LAMPIRAN PT.PLN (Persero) WILAYAH SUMBAR CABANG SICINCIN Pedoman Pemasangan Tiang Untuk Jaringan Tegangan Menengah
Panjang
Jarak Tanam
Jarak Konduktor ke Tanah
Tiang Besi
(meter) 11
(meter) 1,75
(meter) 9,25
2
Tiang Beton
11
1,75
9,25
3
Tiang Konstruksi
12
0
12
No
Jenis Tiang
1
DATA METEOROLOGI DAERAH Data Geografis dan Meteorologi Daerah Sumbar IKL
Lokasi
P (mm/th)
Padang
4147,7005
(derajat) 145,3
Li (derajat)
Ha (m)
Hd (m)
53,0 LS
588
2,0
Bukittinggi
4178,5804
137,1
47,0 LS
475
32,5
Lubuak Alung
4147,7502
145,4
51,0 LS
588
2,0
Sicincin
4147,8027
145,7
50,0 LS
588
20,5
Payakumbuh
4178,5206
137,1
44,0 LS
475
27,6
Solok
4178,6753
137,1
49,0 LS
475
33,7
KETERANGAN : P
= Curah hujan rata-rata pertahun (mm/th)
IKL
= Hari guruh rata-rata pertahun (hari/tahun)
Li
= Letang lintang geografis (derajad)
Hd
= Ketinggian daerah (m)