BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Dahulu Indonesia merupakan negara yang terjajah sebelum meraih kemerdekaan. Sebelum meraih kemerdekaan tidak serta merta keadaan pemerintahan menjadi baik kala itu. Presiden Republik Indonesia yaitu Soekarno dibuat kalang kabut dengan ulah rakyatnya dan pada saat itu juga tepat pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden Soekarno memberikan surat perintah kepada Soeharto untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu, yang menjadi mulainya Orde Baru. Soeharto yang berambisi untuk Indonesia berhasil melakukan negoisasi denga intel Amerika yang salah satu kaki tangannya waktu itu adalah Adam Malik. Mereka berdua dengan bergabung kekuatan dengan Hamengkubuwono IX yang memiliki pengaruh besar di TNI untuk melancarkan aksi mendongkel Soekarno yang sudah pasti dibiayai oleh banyak pihak yang berkepentingan. Yang terjadi setelah itu menjadi titik balik sejarah G-30 S yang dipakai untuk menghancurkan PKI, supersemar dan akhirnya pengangkatan Soeharto selaku pejabat Presiden dan kemudian menjadi Presiden setelah kematian Soekarno. 1.2 Rumusan Rumusan Mas Masalah
Berdasarkan uraian diatas yang penuli ketahui, maka penulis dapat merumuskan masalah yaitu : 1. Mengapa Surat Perintah Sebelas Maret dikeluarkan ? 2. Mengapa lahirnya Surat Perintah Sebelas Maret menandai lahirnya Orde Baru ? 3. Apakah ada kontroversi tentang Surat Perintah Sebelas Maret ?
1
1.3 Tuju ujuan an Penelitian
1. Bagi Siswa a) Untuk memberi wawasan tentang Sejarah Indonesia. b) Untuk mengetahui lebih dala m Sejarah Indonesia. 2. Bagi Sekolah a) Untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami tentang Sejarah Indonesia. b) Sebagai evaluasi dalam pembangunan siswa.
1.4 Manfaat Penu Penulis lisan
1. Bagi Siswa a) Untuk lebih memaha mi Sejarah Indonesia. b) Lebih mendalami Sejarah Sejara h Indonesia. Indonesia. 2. Bagi Sekolah a) Jika siswa kurang paham maka dalam pembelajaran lebih di evaluasi lagi.
2
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Kelu Keluarnya Sup Super erssemar
Menurut versi resmi, awalnya keluarnya supersemar terjadi ketika pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno mengadakan sidang pelantikan Kabinet Dwikora yang disempurnakan yang dikenal dengan nama "kabinet " kabinet 100 menteri". menteri". Pada saat sidang dimulai, Brigadir Jendral Sabur sebagai panglima pasukan pengawal presiden' Tjakrabirawa melaporkan bahwa banyak " pasukan liar " atau " pasukan tak dikenal " yang belakangan diketahui adalah Pasukan Kostrad dibawah pimpinan Mayor Jendral Kemal Idris yang bertugas menahan orang-orang yang berada di Kabinet yang diduga terlibat G-30-S di antaranya adalah Wakil Perdana Menteri Ment eri I Soebandrio. Soebandrio. Berdasarkan laporan tersebut, Presiden bersama Wakil perdana Menteri I Soebandrio dan Wakil Perdana Menteri III Chaerul Saleh berangkat ke Bogor dengan helikopter yang sudah disiapkan. Sementara Sidang akhirnya ditutup oleh Wakil Perdana Menteri II Dr.J. Leimena yang kemudian menyusul ke Bogor. Situasi ini dilaporkan kepada Mayor Jendral Soeharto (yang kemudian menjadi Presiden menggantikan Soekarno) yang pada saat itu selaku Panglima Angkatan Darat menggantikan Letnan Jendral Ahmad Yani yang gugur akibat peristiwa G-30-S/PKI itu. Mayor Jendral (Mayjend) Soeharto saat itu tidak menghadiri
sidang
kabinet
karena
sakit.
(Sebagian
kalangan
menilai
ketidakhadiran Soeharto dalam sidang kabinet dianggap sebagai sekenario Soeharto untuk menunggu situasi. Sebab dianggap sebagai sebuah kejanggalan).
3
Mayor Jendral Soeharto mengutus tiga orang perwira tinggi (AD) ke Bogor untuk menemui Presiden Soekarno di Istana Bogor yakni Brigadir Jendral M. Jusuf, Brigadir Jendral Amirmachmud dan Brigadir Jendral Basuki Rahmat. Setibanya di Istana Bogor, pada malam hari, terjadi pembicaraan antara tiga perwira tinggi AD dengan Presiden Soekarno mengenai situasi yang terjadi dan ketiga perwira tersebut menyatakan bahwa Mayjend Soeharto mampu menendalikan situasi dan memulihkan keamanan bila diberikan surat tugas atau surat kuasa yang memberikan kewenangan kepadanya untuk mengambil tindakan. Menurut Jendral (purn) M Jusuf, pembicaraan dengan Presiden Soekarno hingga pukul 20.30 malam. Presiden Soekarno setuju untuk itu dan dibuatlah surat perintah yang dikenal Sebelas Maret yang populer dikenal sebagai sebagai Surat Perintah Sebelas Super uperssemar yang ditujukan kepada Mayjend Soeharto selaku panglima
Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang perlu untuk memulihkan keamanan dan ketertiban. Surat Supersemar tersebut tiba di Jakarta pada tanggal 12 Maret 1966 pukul pukul 01.00 waktu setempat yang dibawa oleh Sekretaris Markas Besar AD Brigjen Budiono. Hal tersebut berdasarkan penuturan Sudharmono, dimana saat itu ia menerima telpon dari Mayjend Sutjipto, Ketua G-5 KOTI, 11 Maret 1966 sekitar pukul 10 malam. Sutjipto meminta agar konsep tentang pembubaran PKI disiapkan dan harus selesai malam itu juga. Permintaan itu atas perintah Pangkopkamtib yang dijabat oleh Mayjend Soeharto. Bahkan Sudharmono sempat berdebat dengan Moerdiono mengenai dasar hukum teks tersebut sampai surat Supersemar itu tiba.
4
2.2 Mengap Mengapa Lahirnya super superssemar menandai lahirnya orde baru bar u
Mengapa keluarnya Supersemar menandai lahirnya pemerintah Orde Baru. Agar kalian memahami, ada baiknya kita flashback ke materi yang lalu. Bagaimana kondisi bangsa pada masa Demokrasi Terpimpin? Kondisi ekonomi sangat parah dan kondisi politik memanas karena adanya persaingan politik antara PKI dan TNI AD. Puncaknya terjadi peristiwa G 30 S/PKI. Akibatnya kehidupan berbangsa mengalami kekacauan. Oleh karena itu untuk memulihkan keadaan, Presiden Soekarno mengeluarkan Supersemar. Sekarang kalian paham, bukan? Pada masa Orde Baru, pemerintah melaksanakan pembangunan untuk menata kehidupan rakyat. Dengan pembangunan tersebut, tercapai kemajuan dalam berbagai bidang. Namun keberhasilan tersebut tidak diimbangi dengan fondasi yang kokoh. Akibatnya ketika diterpa krisis moneter, ekonomi Indonesia mudah rapuh. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Bagaimana pula dampaknya terhadap kelangsungan pemerintah orde baru? Agar kalian lebih paham, maka cermatilah materi berikut ini. A. Lahirnya Orde Baru Baru
Sejak gerakan PKI berhasil ditumpas, Presiden Soekarno belum bertindak tegas terhadap G 30 S/PKI. Hal ini menimbulkan ketidaksabaran di kalangan mahasiswa dan masyarakat. Pada tanggal 26 Oktober 1965 berbagai kesatuan aksi seperti KAMI, KAPI, KAGI, KASI, dan lainnya mengadakan demonsrasi. Mereka membulatkan barisan dalam Front Pancasila.
Dalam
kondisi
ekonomi
yang
parah,
para
demonstran
menyuarakan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura). Pada tanggal 10 Januari 1966 para demonstran mendatangi DPR-GR dan mengajukan Tritura yang isinya: 1. pembubaran PKI, 2. pembubaran kabinet dari unsur-unsur G 30 S/PKI, dan 3. penurunan harga. Menghadapi
aksi
mahasiswa,
Presiden
Soekarno
menyerukan
pembentukan Barisan Soekarno kepada para pendukungnya. pendukungnya. Pada tanggal ta nggal 23 Februari 1966 kembali terjadi demonstrasi. Dalam demonsrasi tersebut, gugur seorang mahasiswa yang bernama Arif Rahman Hakim. Oleh para demonstran Arif dijadikan Pahlawan Ampera. Ketika terjadi demonsrasi, presiden merombak kabinet Dwikora menjadi kabinet Dwikora yang Disempurnakan. Oleh mahasiswa susunan kabinet yang baru ditentang 5
karena banyak pendukung G 30 S/PKI yang duduk dalam kabinet, sehingga mahasiswa memberi nama kabinet Gestapu. Saat berpidato di depan sidang kabinet tanggal 11 Maret 1966, presiden diberitahu oleh Brigjen Subur. Isinya bahwa di luar istana terdapat pasukan tak dikenal. Presiden Soekarno merasa khawatir dan segera meninggalkan sidang. Presiden bersama Dr. Soebandrio dan Dr. Chaerul Saleh menuju Istana Bogor. Tiga perwira tinggi TNI AD yaitu Mayjen Basuki Rahmat, Brigjen M. Yusuf, dan Brigjen Amir Mahmud menyusul presiden ke Istana Bogor. Tujuannya agar Presiden Soekarno tidak merasa terpencil. Selain itu supaya yakin bahwa TNI AD bersedia mengatasi keadaan asal diberi kepercayaan penuh. Oleh karena itu presiden memberi mandat kepada Letjen Soeharto untuk memulihkan keadaan dan kewibawaan pemerintah. Mandat itu dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Keluarnya Supersemar dianggap sebagai tonggak lahirnya Orde Baru. Supersemar pada intinya berisi perintah kepada Letjen Soeharto untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan kestabilan jalannya pemerintahan. Selain itu untuk menjamin keselamatan presiden. Bagi bangsa Indonesia Supersemar Supersemar memiliki arti penting berikut. 1. Menjadi tonggak lahirnya Orde Baru. 2. Dengan Supersemar, Letjen Soeharto mengambil beberapa tindakan untuk
menjamin
kestabilan
jalannya
pemerintahan
dan
revolusi
Indonesia. 3. Lahirnya Supersemar menjadi awal penataan kehidupan sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Kedudukan Supersemar secara hukum semakin kuat setelah dilegalkan melalui Ketetapan MPRS No. IX/ MPRS/1966 tanggal 21 Juni 1966. Sebagai pengemban dan pemegang Supersemar, Letnan Jenderal Soeharto mengambil beberapa langkah strategis berikut. 1. Pada tanggal 12 Maret 1966 menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang dan membubarkan membubarkan PKI termasuk ormas-ormasnya. ormas-ormasnya. 2. Pada tanggal 18 Maret 1966 menahan 15 orang menteri yang diduga terlibat dalam G 30 S/PKI. 3. Membersihkan MPRS dan DPR serta lembaga-lembaga negara lainnya dari pengaruh PKI dan unsur-unsur komunis. 6
B. Berbagai Peris Peristiwa Penting di Bidang Politik pada Mas Masa Orde Baru Baru
Dalam melaksanakan langkah-langkah politiknya, Letjen Soeharto berlandaskan pada Supersemar. Agar dikemudian tidak menimbulkan masalah, maka Supersemar perlu diberi landasan hukum. Oleh karena itu pada tanggal 20 Juni 1966 MPRS mengadakan sidang umum. Berikut ini ketetapan MPRS hasil sidang umum tersebut. 1. Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966, tentang Pengesahan dan Pengukuhan Supersemar. 2. Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966, tentang Pemilihan Umum yang dilaksanakan selambat-lambatnya selambat-lambatnya tanggal 5 Juli 1968. 3. Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966, tentang penegasan kembali Landasan Kebijaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia yang bebas dan aktif. 4. Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966, tentang Pembentukan Kabinet Ampera. 5. Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966, tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), dan menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Indonesia. Indonesia. Dalam sidang ini, MPRS juga menolak pidato pertanggungjawaban Presiden Soekarno yang berjudul ³Nawaksara´ (sembilan pasal), sebab pidato pertanggungjawaban Presiden Soekarno tidak menyinggung masalah PKI atau peristiwa yang terjadi pada tanggal 30 September 1965. Selanjutnya MPRS melaksanakan Sidang Istimewa tanggal 7 ± 12 Maret 1967. Dalam Sidang Istimewa ini MPRS menghasilkan e mpat Ketetapan penting berikut. 1.
Ketetapan
MPRS
No.
XXXIII/MPRS/1967
tentang
pencabutan
kekuasaan dari Presiden Soekarno dan mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Pejabat
Presiden sampai dipilihnya presiden oleh MPRS
hasil Pemilu. 2.
Ketetapan
MPRS
No.
XXXIV/MPRS/1967
tentang
peninjauan
kembaliKetetapan MPRS No. I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Indonesia Indonesia sebagai Garis-Gar is Besar Haluan Negara. 3.
Ketetapan
MPRS
No.
XXXV/MPRS/1967
tentang
pencabutan
Ketetapan MPRS No. XVII/MPRS/1966 XVII/MPRS/1966 tentang Pemimpin Besar Revolusi. 7
4.
Ketetapan
MPRS
No.
XXXVI/MPRS/1967
tentang
pencabutan
KetetapanMPRS No. XXVI/MPRS/1966 tentang pembentukan panitia penelitian
ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.
Berdasarkan Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 maka dibentuk Kabinet Ampera pada tanggal 25 Juli 1966. Pembentukan Kabinet Ampera merupakan upaya mewujudkan Tritura yang ketiga, yaitu perbaikan ekonomi. Tugas pokok Kabinet Ampera disebut Dwi Dharma yaitu menciptakan stabilitas politik dan stabilitas ekonomi. Program kerjanya disebut Catur Karya, yang isinya antara lain: lain: 1. Memperbaiki kehidupan kehidupan rakyat teruta ma sandang dan pangan, 2. Melaksanakan Pemilu, 3. Melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk kepentingan nasional, dan 4. Melanjutkan perjuangan antiimperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Dengan dilantiknya Jenderal Soeharto sebagai presiden yang kedua (19671998), Indonesia memasuki masa Orde Baru. Selama pemerintahan Orde Baru, stabilitas politik nasional dapat terjaga. Lamanya pemerintahan Presiden Soeharto disebabkan oleh beberapa faktor berikut. 1. Presiden Soeharto mampu menjalin kerja sama dengan golongan militer dan cendekiawan. 2. Adanya kebijaksanaan pemerintah untuk memenangkan Golongan Karya (Golkar) dalam setiap pemilu. 3. Adanya penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pengamalan Pancasila) sebagai gerakan budaya yang ditujukan untuk membentuk manusia Pancasila, yang kemudian dikuatkan dengan ketetapan MPR No II/MPR/1978.
Untuk
mewujudkan
kehidupan
rakyat
yang
demokratis,
maka
diselenggarakan pemilihan umum. Pemilu pertama pada masa pemerintahan Orde Baru dilaksanakan tahun 1971, dan diikuti oleh sembilan partai politik dan satu Golongan karya. Sembilan partai peserta pemilu tahun 1971 8
tersebut adalah Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Murba, Nahdlatul Ulama (NU), Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islam (PI Perti), Partai Katolik, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). Organisasi golongan karya yang dapat ikut serta dalam pemilu adalah Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar). Sejak pemilu tahun 1971 sampai tahun 1997, kemenangan dalam pemilu selalu diraih oleh Golkar. Hal ini disebabkan Golongan Karya mendapat dukungan dari kaum cendekiawan dan ABRI. Untuk memperkuat kedudukan Golkar sebagai motor penggerak Orde Baru dan untuk melanggengkan kekuasaan maka pada tahun 1973 diadakan fusi partai-partai politik. Fusi partai dilaksanakan dala m dua tahap berikut. 1. Tanggal 5 Januari 1963 kelompok NU, Parmusi, PSII, dan Perti menggabungkan menggabungkan diri menjadi Parta i Persatuan P embangunan embangunan (PPP) 2. Tanggal 10 Januari 1963, kelompok Partai Katolik, Perkindo, PNI, dan IPKI menggabungkan diri menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Di samping membina stabilitas politik dalam negeri, pemerintah Orde Baru juga mengadakan perubahan-perubahan dalam politik luar negeri. Berikut ini upaya-upaya pembaruan dalam politik luar negeri. 1. Indonesia Indonesia Kembali Menjadi Menja di Anggota PBB Pada tanggal ta nggal 28 September 1966 Indonesia kembali menjadi PBB. Sebelumnya pada masa Demokrasi Terpimpin Indonesia pernah keluar dari PBB sebab Malaysia diterima menjadi anggota tidak tetap t etap Dewan Keamanan PBB. Keaktifan Indonesia dalam PBB ditunjukkan ketika Menteri Luar Negeri Adam Malik terpilih menjadi ketua Majelis Sidang Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974. 2. Membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC) Sikap politik Indonesia yang membekukan hubungan diplomatik dengan RRC disebabkan pada masa G 30 S/PKI, RRC membantu PKI dalam melaksanakan kudeta tersebut. RRC dianggap terlalu mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.
9
3. Normalisasi hubungan dengan Malaysia Pada tanggal 11 Agustus 1966, Indonesia melaksanakan persetujuan normalisasi hubungan dengan Malaysia yang pernah putus sejak tanggal 17 September 1963. Persetujuan normalisasi ini merupakan hasil Persetujuan Bangkok tanggal 29 Mei sampai tanggal 1 Juni 1966. Dalam pertemuan tersebut, delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Adam Malik, sementara Malaysia dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri/Menteri Luar Negeri Tun Abdul Razak. Pertemuan tersebut menghasilkan keputusan yang disebut Persetujuan Bangkok (Bangkok (Bangkok Agreement), Agree ment), isinya sebagai berikut. berikut. a. Rakyat Sabah dan Serawak diberi kesempatan untuk menegaskan kembali keputusan yang telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia. b. Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik. c. Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak a kan dihentikan. 4. Berperan dalam Pembentukan Pe mbentukan ASEAN Peran aktif Indonesia juga ditunjukkan dengan menjadi salah satu negara pelopor berdirinya ASEAN. Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik bersama menteri luar negeri/perdana menteri Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand menandatangi kesepakatan yang disebut Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967. Deklarasi tersebut menjadi awal berdirinya organisasi ASEAN.
C.
Kebi jakan jakan Ekonom Ekono mi pada Mas Masa Orde Baru Baru
Pada masa Orde Baru, Indonesia melaksanakan pembangunan dalam berbagai aspek kehidupan. Tujuannya adalah terciptanya masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila. Pelaksanaan pembangunan bertumpu pada Trilogi Pembangunan, yang isinya meliputi halhal berikut. 1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya keadilan sosial bagi seluruh ra kyat Indonesia. 2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. 3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. 10
Pembangunan nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Berdasarkan Pola Dasar Pembangunan Nasional disusun Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang yang meliputi kurun waktu 25-30 tahun. Pembangunan Jangka Panjang (PJP) 25 tahun pertama dimulai tahun 1969 ± 1994. Sasaran utama PJP I adalah terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat dan tercapainya struktur ekonomi yang seimbang antara industri dan pertanian. Selain jangka panjang juga berjangka pendek. Setiap tahap berjangka waktu lima tahun. Tujuan pembangunan dalam setiap pelita adalah pertanian, yaitu meningkatnya penghasilan produsen pertanian sehingga mereka akan terangsang untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari yang dihasilkan ole h sektor industri. Sampai tahun 1999, pelita di Indonesia sudah dilaksanakan sebanyak 6 kali. Dalam membiayai pelaksanaan pembangunan, tentu dibutuhkan dana yang besar. Di samping mengandalkan devisa dari ekspor nonmigas, pemerintah juga mencari bantuan kredit luar negeri. Dalam hal ini, badan keuangan internasional IMF berperan penting. Dengan adanya pembangunan tersebut, perekonomian Indonesia mencapai kemajuan. Meskipun demikian, laju pertumbuhan ekonomi ekonomi yang ya ng cukup besar hanya dinikmati para pengusaha besar yang dekat dengan penguasa. Pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi dengan pemerataan dan landasan ekonomi yang mantap sehingga ketika terjadi krisis ekonomi dunia sekitar tahun 1997, Indonesia tidak mampu bertahan sebab ekonomi Indonesia dibangun dalam fondasi yang rapuh. Bangsa Indonesia mengalami krisis ekonomi dan krisis moneter yang cukup berat. Bantuan IMF ternyata tidak mampu membangkitkan perekonomian nasional. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab runtuhnya pemerintahan Orde Baru tahun 1998.
D. Runt Runtu uhnya Orde Baru Bar u dan Lahirnya R eform eformasi
1. Runtuhnya Orde Baru Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis moneter tahun 1997. Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis keuangan yang melanda Asia. Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan rakyat 11
terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total. Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu terjadi peristiwa Trisakti, yaitu me-ninggalnya empat mahasiswa Universitas Trisakti akibat bentrok dengan aparat keamanan. Empat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hariyanto, Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat mahasiswa yang gugur tersebut kemudian diberi gelar sebagai ³Pahlawan Reformasi´. Menanggapi aksi reformasi tersebut,
Presiden
Soeharto
berjanji
akan
mereshuffle
Kabinet
Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi. Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi. Dalam perkembangannya, Komite Reformasi belum bisa terbentuk karena 14 menteri menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi. 2. Kondisi Politik pada Masa Pemerintahan Habibie Ketika Habibie mengganti Soeharto s ebagai presiden tanggal 21 Mei 1998, ada lima isu terbesar yang harus dihadapinya, yaitu: a. Masa depan Reformasi; b. Masa depan ABRI; c. Masa depan daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Indonesia; d. Masa depan Soeharto, keluarganya, keluarganya, kekayaannya kekayaa nnya dan kroni-kroninya; serta e. Masa depan perekonomian perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
12
Berikut ini beberapa kebijakan yang berhasil dikeluarkan B.J. Habibie dalam rangka menanggapi tuntutan reformasi dari masyarakat. a. Kebijakan dalam bidang politik Reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undangundang masa Orde Baru dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga undang-undang tersebut. 1) UU No. 2 Ta hun 1999 tentang Partai Politik. 2) UU No. 3 Ta hun 1999 tentang Pemilihan Umum. 3) UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR. b. Kebijakan dala m bidang ekonomi Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. c. Kebebasan menyampaikan pendapat dan pers Kebebasan
menyampaikan
pendapat
dalam
masyarakat
mulai
terangkat kembali. Hal ini terlihat dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan dan ideologi. Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah. Di samping kebebasan dalam menyatakan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada pers. Reformasi dalam pers dilakukan dengan cara menyederhanakan permohonan Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP). d. Pelaksanaan Pemilu Pada masa pemerintahan Habibie, berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut
diikuti
oleh
48
partai
politik.
Keberhasilan
lain
masa
pemerintahan Habibie adalah penyelesaian masalah Timor Timur. Usaha Fretilin
yang
memisahkan
diri
dari
Indonesia
mendapat
respon.
Pemerintah Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 di bawah pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari 13
Indonesia. Sejak saat itu Timor Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste dengan presidennya yang pertama Xanana Gusmao dari Partai Fretilin.
2.3 Beberap Beberapa Kontrovers Kontroversi tentang Sup S uper erssemar y
Menurut penuturan salah satu dari ketiga perwira tinggi AD yang akhirnya menerima surat itu, ketika mereka membaca kembali surat itu dalam perjalanan kembali ke Jakarta, salah seorang perwira tinggi yang kemudian membacanya berkomentar " Lho ini k han perpinda han kekuasaan ". Tidak jelas kemudian naskah asli Supersemar karena beberapa tahun kemudian naskah asli surat ini dinyatakan hilang dan tidak jelas hilangnya surat ini oleh siapa dan dimana karena pelaku sejarah peristiwa "la "lahirnya Supersemar Supersemar " ini sudah meninggal dunia. Belakangan, keluarga M. Jusuf mengatakan bahwa naskah Supersemar itu ada pada dokumen pribadi M. Jusuf yang disimpan dalam sebuah bank.
y
Menurut kesaksian salah satu pengawal kepresidenan di Istana Bogor, Letnan Satu (lettu)
Sukardjo Wilardji to,
media massa setelah Reformasi
ketika pengakuannya ditulis di berbagai 1998
yang juga menandakan berakhirnya
Orde Baru dan pemerintahan Presiden Soeharto. Dia menyatakan bahwa
perwira tinggi yang hadir ke Istana Bogor pada malam hari tanggal 1966
11 Maret
pukul 01.00 dinihari waktu setempat bukan tiga perwira melainkan
empat orang perwira yakni ikutnya Brigadir jendral (Brigjen) Panggabean .
M.
Bahkan pada saat peristiwa Supersemar Brigjen M. Jusuf
membawa map berlogo Markas Besar AD berwarna merah jambu serta Brigjen M. Pangabean dan Brigjen Basuki Rahmat menodongkan pistol
14
kearah
Presiden
Soekarno
dan
memaksa
agar
Presiden
Soekarno
menandatangani surat itu yang menurutnya itulah Surat Perintah Sebelas Maret yang tidak jelas apa isinya. Lettu Sukardjo yang saat itu bertugas mengawal presiden, juga membalas menodongkan pistol ke arah para jenderal namun Presiden Soekarno memerintahkan Soekardjo untuk menurunkan
pistolnya
dan
menyarungkannya.
Menurutnya,
Presiden
kemudian menandatangani surat itu, dan setelah menandatangani, Presiden Soekarno berpesan kalau situasi sudah pulih, mandat itu harus segera dikembalikan. Pertemuan bubar dan ketika keempat perwira tinggi itu kembali ke Jakarta. Presiden Soekarno mengatakan kepada Soekardjo bahwa ia harus keluar dari istana. ³Saya ³ Saya harus keluar dari istana, dan kamu ati,´ hati-hati,´
harus
ujarnya menirukan pesan Presiden Soekarno. Tidak lama
kemudian (sekitar berselang 30 menit) Istana Bogor sudah diduduki pasukan dari RPKAD dan
Kostrad ,
Lettu Sukardjo dan rekan-rekan pengawalnya
dilucuti kemudian ditangkap dan ditahan di sebuah Rumah Tahanan Militer dan diberhentikan dari dinas militer. Beberapa kalangan meragukan kesaksian Soekardjo Wilardjito itu, bahkan salah satu pelaku sejarah supersemar itu, Jendral (Purn) M. Jusuf, serta Jendral (purn) M Panggabean membantah peristiwa itu. y
Menurut Kesaksian
A.M. H anaf i
dalam bukunya " A. M Hanafi Menggugat
Kudeta S oehart o ", seorang mantan duta besar Indonesia di
Kuba
yang dipecat
secara tidak konstitusional oleh Soeharto. Dia membantah kesaksian Letnan Satu Sukardjo Wilardjito yang mengatakan bahwa adanya kehadiran Jendral M. Panggabean ke Istana Bogor Bogor bersama tiga jendral lainnya (Amirmachmud, M. Jusuf dan Basuki Rahmat) pada tanggal 11 Maret 1966 dinihari yang
15
menodongkan menodongkan senjata terhadap t erhadap Presiden Soekarno. Menurutnya, pada saat itu, Presiden Soekarno menginap di Istana
Merdeka ,
Jakarta untuk keperluan
sidang kabinet pada pagi harinya. Demikian pula semua menteri-menteri atau sebagian besar dari menteri sudah menginap diistana untuk menghindari kalau datang baru besoknya, demonstrasi-demonstrasi yang sudah berjubel di Jakarta. A.M Hanafi Sendiri hadir pada sidang itu bersama Wakil Perdana Menteri (Waperdam) Chaerul
Saleh .
Menurut tulisannya dalam bukunya
tersebut, ketiga jendral itu tadi mereka inilah yang pergi ke Istana
Bogor,
menemui Presiden Soekarno yang berangkat kesana terlebih dahulu. Dan menurutnya mereka bertolak dari istana yang sebelumnya, dari istana merdeka Amir Machmud menelepon kepada Komisaris Besar Soemirat, pengawal pribadi Presiden Soekarno di Bogor, minta ijin untuk datang ke Bogor. Dan semua itu ada saksinya-saksinya. Ketiga jendral ini rupanya sudah membawa satu teks, yang disebut sekarang Supersemar. Di sanalah Bung Karno, tetapi tidak ditodong, sebab mereka datang baik-baik. Tetapi di luar istana sudah di kelilingi demonstrasi-demonstrasi dan tank-tank ada di luar jalanan istana. Mengingat situasi yang sedemikian rupa, rupanya Bung Karno
menandatangani
surat
itu.
Jadi
A.M
Hanafi
menyatakan,
sepengetahuan dia, sebab dia tidak hadir di Bogor tetapi berada di Istana Merdeka bersama dengan menteri-menteri lain. Jadi yangdatang ke Istana Bogor tidak ada Jendral Panggabean. Bapak Panggabean, yang pada waktu itu menjabat sebagai Menhankam, tidak hadir. y
Tentang pengetik Supersemar. Siapa sebenarnya yang mengetik surat tersebut, masih tidak jelas. Ada beberapa orang yang mengaku mengetik surat
16
itu, antara lain Letkol (Purn) TNI-AD
Ali Ebram ,
saat itu sebagai staf Asisten
I Intelijen Resimen Tjakrabirawa. y
Kesaksian yang disampaikan kepada sejarawan asing, Ben
Anderson,
oleh
seorang tentara yang pernah bertugas di Istana Bogor. Tentara tersebut mengemukakan bahwa Supersemar diketik di atas surat yang berkop Markas besar Angkatan Darat, bukan di atas kertas berkop kepresidenan. Inilah yang menurut Ben menjadi alasan mengapa Supersemar hilang atau sengaja dihilangkan. Berbagai usaha pernah dilakukan Arsip Nasional untuk mendapatkan kejelasan mengenai surat ini. Bahkan, Arsip Arsip Nasional telah berkali-kali meminta kepada Jendral (Purn) M. Jusuf, yang merupakan saksi terakhir hingga akhir hayatnya 8 September 2004, agar bersedia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, namun na mun selalu gagal. Lembaga ini juga sempat meminta bantuan Muladi yang ketika itu menjabat Mensesneg, Jusuf Kalla, dan M. Saelan, bahkan meminta DPR untuk memanggil M. Jusuf. Sampai sekarang, usaha Arsip Nasional itu tidak pernah terwujud. Saksi kunci lainnya, adalah mantan presiden Soeharto. Namun dengan wafatnya mantan Presiden Soeharto pada 27 Januari 2008, membuat sejarah Supersemar sema kin sulit untuk diungkap. Dengan kesimpangsiuran Supersemar itu, kalangan sejarawan dan hukum Indonesia mengatakan bahwa peristiwa G-30-S/PKI dan Supersemar adalah salah satu dari sekian sejarah Indonesia yang masih gelap
17
BAB III PENUTUP 3.1 Ke Kessimpulan mpulan
Dari pembahasan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa Surat Perintah Sebelas Maret atau yang disingkat menjadi Supersemar merupakan surat yang ditandatangani oleh Preseiden Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966. Surat tersebut diberikan kepada Soeharto untuk mengambil segala tindakan ya ng perlu untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.
3.2 Saran
Dari pembahasan diatas penulis juga dapat menyarankan kepada seluruh Warga Indonesia bahwa seharusnya Warga Indonesia dan kita sebagai generasi muda patutlah kita mengingat Sejarah Bangsa Indonesia yaitu seperti halnya Supersemar yang masih belum jelas latar belakangnya.
18
Daftar Pus Pustaka taka
http://id.wikipedia.org/wiki/Surat_perintah_sebelas_maret Tanggal 29 Januari 2011 http://wwwsejarah-agustinus.blogspot.com http://wwwsejarah-agus tinus.blogspot.com/2010/10/mengapa-lahirnya-supersem /2010/10/mengapa-lahirnya-supersemararmenandai.html Tanggal 29 Januari 2011
19