1
I.
1.
KONSEP DASAR PSIK IATR I KLINIS
Organisme, Tubuh dan Jiwa (Lubis, B. 1989).
Psikiatri pernah dipandang sebagai ilmu tentang penyakit-penyakit jiwa, suatu bidang yang terletak di perbatasan (kalau bukan di luar) ilmu kedokteran; suatu bidang yang hanya perlu dipelajari dan diketahui hanya oleh dokter-dokter tertentu untuk mengobati orang yang berkelakuan aneh dan berpikiran kacau. Sebuah contoh kasus: Susanna H., wanita, 23 tahun, beberapa tahun yang lalu ketika menunggu bis di pinggir jalan, menyaksikan kecelakaan lalu lintas yang terjadi tiba-tiba tiga meter di depannya. Tubuh korban kecelakaan cedera hebat, banyak darah mengalir da n kelihatan kelihata n otot dan kulit yang terobek. Sesaat kemudian kemu dian Susanna muntah dan terhuyung-huyung seperti akan pingsan. Selama kurang lebih seminggu berikutnya ia susah tidur, sering bangun terkejut di waktu malam, dan kalau makan ia sering berasa mual. Meskipun keadaannya berangsur-angsur membaik, hingga sekarang ia masih kadang-kadang dihinggapi rasa takut, bukan hanya apabila ia berada di tengah kesibukan lalu-lintas, melainkan juga kalau ia mendengar mendengar pembicaraan perihal kecelakaan. Kejadia seperti yang dicontohkan di atas tidak kedengaran asing, baik dalam pengalaman kedokteran, maupun dalam pengalaman pergaulan sehari-hari bagi seseorang yang cukup cermat memperhatikan apa yang terjadi pada dirinya atau sekitarnya. Sudah lama diketahui, bahwa kegentingan kejiwaan dibawakan pada alat-alat tubuh. Apa yang dicontohkan di atas mempertunjukkan pelbagai unsur esensial dalam hubungan antara goncangan kejiwaan dan gangguan fungsifungsi tubuh: y
Suatu kejadian yang menggoncangkan menggoncangkan emosi dapat mencetuskan gangguan fungsi atau penyakit pada tubuh.
y
Semua respons emosional biasanya disertai perubahan fisiologik tertentu (rasa jijik disertai mual, putus asa disertai hilang nafsu makan, rasa takut
2
disertai keringat) dan gangguan fisiologik seringkali merupakan penyerta fisiologik tetapi yang berlebihan y
R espons
fisik dapat menjadi berkepanjangan dan jauh melampaui masa
rangsangnya berlangsung, sehingga berupa suatu penyakit dengan akibatakibat bagi kesehatan, jiwa maupun jasmani; akibat yang ka dang-kadang gawat y
Sikap, kelakuan, perkataan dokter memainkan peranan penting dalam perbaikan atau perburukan kondisi pasien. Ada perkiraan, bahwa sebagian besar diantara orang sakit ± barangkali
lebih dari separuh ± yang datang kepada dokter umum atau ahli penyakit dalam sebenarnya adalah penderita yang mempunyai kelainan emosional sebagai gangguan primer atau setidak-tidaknya sebagai factor penting yang memberatkan gejala-gejala. Akibat keadaan emosional yang terganggu, dengan penyerta fisiologiknya dan konsekuensi fisiknya- sejauh mana tingkat kegawatan yang dapat dicapai? Biarpun pada sebagian besar orang sakit kelainan emosionalnya yang primer,
mereka
tidak
selalu
mengemukakan
itu;
tidak
selalu
kelainan
emosionalnya yang dikeluhkan, yang memang seringkali juga tidak diduga-duga oleh mereka. Mereka datang kepada dokter karena menderita sakit ± terserah kepada dokter untuk menemukan apa penyakitnya. Penyakitnya berwujud keluhan jasmaniah- tubuhnya yang berasa sakit dan asumsinya ialah bahwa sesuatu kelainan pada alat-alat tubuhlah yang merupakan sumber rasa sakit itu. Seorang dokter yang kurang fasih mengenai hal-ihwal kejiwaan mungkin tidak akan melihat konflikdan kegentingan emosional yang terletak pada dasarnya. Padahal, sesungguhnya hal-ihwal kejiwaan itu cukup jelas bagi pengamat yang agak t eliti. Hal di atas seolah-olah mengatakan bahwa kelainan emosionallah yang primer dan kelainan jasmaniah sekunder. Nampaknya, yang sebaliknya juga sering terjadi: pada pasien dengan kerusakan jelas pada jaringan otak misalnya, atau kelainan toksik atau kelainan metabolic yang berat, seringkali ditemukan fungsi psikologik yang sangat terganggu yang rupanyaakibat dari kelainan fisik
3
itu. Dengan demikian kita bicara tentang ³akibat fisik dari goncangna kejiwaan´ dan ³akibat psikologik dari kelainan fisik´, dan ini mengandung pengertian bahwa manusia terdiri dari dua macam zat atau substansi: jiwa dan tubuh; dan keduaduanya saling mempengaruhi (dengan cara yang belum kita pahami dengan baik). Kesulitan ini ditembus- dalam konseptualisasi yang lazim dalam ilmu kedokteran dewasa ini- dengan menghindarkan dualism jiwa-tubuh itu, dan berpegang pada anggapan, bahwa satuan yang bereaksi terhadap stimulus bukanlah jiwa dan bukan pula tubuh melainkan organism. Seperti ditunjukkan dalam contoh kasus di atas, gangguan fungsi organism yang menyusul sesuatu peristiwa yang menggoncangkan selalu berwujud baik dalam perangkat psikologik maupun dalam perangkat fisiologiknya. Organisme memberi respons fisiologik dan (jika mempunyai kesadaran) psikologik, yang masing-masing hanyalah modus dari keseluruhan respons organisme, dan sesungguhnya tidak dapat dikatakan bahwa yang satu mendahului yang lain. Untuk memahami proses-proses respons organisme kadang-kadang kita lebih berhasil dengan menggunakan persitilahan psikologik; misalnya, untuk menerangkan penghayatan rasa kesedihan, lebih terang deskripsi psikologiknya disbanding dengan deskripsi kejadian-kejadian neurofisiologiknya. Sebaliknya, kadang-kadang penggunaan peristilahan fiisiologik yang lebih berhasil.
2.
R angsangan,
Stress dan Konflik (Lubis, B. 1989).
Sekalipun kita belum dapat merumuskan secar tuntas apa sesungguhnya kaidah hidup itu, kitadapat mengobservasi beberapa sifat pada satuan-satuan yang kita kenal sebagai organism hidup, terutama manusia. Pertama kali, kita melihat bahwa organisme hidup adalah satuan yang memberi respon atas rangsangan. Bila tubuh tertusuk jarum, orangnya mengelak dan menjerit.
R espons
hanya timbul jika rangsangan itu melebihi suatu nilai
intensitas tertentu, tetapi apabila intensitasnya di atas ambang itu maka terjadi bukan suatu gerakan yang sederhana, melainkan malah suatu pola dan urutan
4
gerak yang kompleks yang melibatkan banyak organ dan sistem komponen organisme, psikologik maupun fisiologik.
R espons
dapat merupakan gerak
organisme yang menyusul segera atas rangsangan; jadi, di antara saat rangsangan dan efeknya hampir tak ada waktu. Ini disebut reflex, contohnya ialah reflex urat lutut. Tetapi dalam banyak hal, kita dapat membedakan paling sedikit tiga fase dalam respons organisme itu. Mula-mula, rangsangan itu membangkitkan suatu ketegangan, dalam arti keadaan persiapan atau mobilisasi, semacam orgnisasi yang menuju keadaan darurat. Kemudian semasa ketegangan ini masih berlangsung, terjadi pengolahan: organism mencoba untuk mengenal rangsangan itu dan memlilih cara yang terbaik untuk menghadapinya, dengan menggunakan perbendaharaan pengalaman sebelumnya dan mekanisme-mekanisme penangkis yang tersedia. Lalu, jika cara yang disangka terbaik telah ditemukan , dilaksanakan dengan motorik yang mungkin berhasil meredakan ketegangan dan mungkin pula kurang berhasil. Berhasil atau kurang berhasil, proses ini tidak hanya meredakan ketegangan, melainkan meninggalkan pula suatu efek yang kurang lebih permanen. Organisme bertambah pengalaman, ia telah belajar, ia memperoleh strategi baru, jadi banyak sedikit ia berubah dalam proses ini. Sebagai proses faal, tidak ada perbedaan antara keadaan eksitasi yang dihayati sebagai nyeri dan mencemaskan dan yang dihayati sebagai nikmat dan menyenangkan. Fisiologi ketegangan organisme yang nyeri dan yang nikmat adalah sama. Bedanya adalah pada tingkat psikologik. Pada umumnya, apabila organisme berantisipasi (melihat ke depan) bahwa ketegangannya ± dan apa yang membangkitkan ketegangannya ± akan diatasinya; bahwa ia memiliki sumber akal, perangkat, dan tenaga untuk menguasainya; bahwa ia akan muncul dari situasinya dengan penambahan kakuatan dan kekuasaan, maka keadaan ketegangan dan eksitasi ini disertai penghayatan menyenangkan, nikmat. Individu seringkali nampak justru mencari dan menghendaki ketegangan daripada menghindarkannya, eksitasi untuk merasakan kenikmatan dengan nyata; dan ternyata bahwa keadaan tanpa eksitasi, apbila berlangsung cukup lama, justru
5
menimbulkan perasaan tidak menyenangkan, perasaan bosan dan tercekam, bahkan akhirnya samapai fungsi-fungsi organisme dapat mendegenerasi. Akan tetapi, apabila organisme berantisipasi secara sadar bahwa ia tidak akan mengatasi situasinya, karena tidak ada kesempatan untuk mengatasinya; situasi tidak dapat dikuasai karena kekurngan sumber akal, perangkat, dan tenaga, sehingga menuju kepada destruksi organisme, maka ketegangannya disertai perbagai tingkat perasaan tidak menyenangkan, terancam, nyeri, panic, dan trauma. Ketegangan semaca m ini tidak akan dicari oleh organisme, ia selalu akan berusaha untuk sedapat-dapatnya menghindarkannya. y
Sumber stress psikologis (Maramis, 2009)
Sumber atau pembangkit keadaan stress disebut stressor. Stressor dapat menimbulkan beberapa keadaan yang dapat menjadi sumber stress, yaitu frustasi, konflik, tekanan atau krisis.. Ini dapat dirasakan sebagai unsur dari luar. Oleh individu, stressor itu dipersepsikan sebagai tanda ancaman atau kebutuhan; keadaan eksitasi itu sendiri dapat menjadi stressor apabila melebihi batas intensitas tertentu. Kita dapat mengatakan, bahwa bagi pasien kita, omongan yang tidak menyenangkan merupakan salah satu stressor, dan berbagai perasaan kesal, sakit kepala dan mual merupakan manifestasi keadaan stress sebagai respons atas stressor itu. Pada penelitian lebih lanjut atas pasien tersebut terungkap bahwa pendekatan oleh teman-temannya juga merupakan stressor baginya, meskipun biasanya manusia merasakan pendekatan oleh teman-teman sebagai hal yang menyenangkan. Nampak disini, bahwa suatu rangsang dapat dirasakan sebagai hal yang menyenangkan pada orang satu, dan sebagai stressor pada orang lain; bahkan pada waktu tertentu, sesuatu jenis rangsang tertentu dapat menyenangkan pada waktu ini dan merupakan stressor di waktu lain. Ini menggambarkan suatu kenyataan penting: bahwa sifat stressor bukan inherent terletak pada jenis rangsangan, melainkan pada penanggapan rangsangan itu oleh organisme. y
Frustasi
Timbul bila ada aral melintang (stresor) antara kita dan tujuan kita, misalnya bila kita mau berpiknik lantas kemudian hujan deras atau mobil
6
mogok, atau mangga di pohon keliatan enak sekali bagi si anak, tetapi tiba-tiba keluar seekor anjing yang ga lak. y
Tek anan
Juga dapat menimbulkan masalah penyesuaian. Tekanan sehari-hari biarpun kecil tetapi bila di tumpuk-tumpuk dan berlangsung terus menerus (stresor jangka panjang), dapat menimbulkan stress yang hebat. Tekanan, seperti juga frustasi dapat bersal dari dalam atau luar individu y
Konflik
Terjadi apabila kita tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam atau tujuan. Memilih yang satu berarti tidak tercapai tujuan yang lain. Ibarat kita ada disimpang jalan tetapi kita tidak dapat memilih ke kiri atau ke kanan, misalnya seorang pemuda ingin menjadi seorang dokter, tetapi sekaligus takut akan tanggungjawab kelak bila sudah jadi ( konflik mautak-mau atau pendekatan pengelakan). Atau jika kita harus memilih antara sekolah terus atau menikah; mengurus rumah tangga atau terus aktif dalam organisasi; antara tugas dan ambisi istri atau ibu kesenangan sekarang atau ideologi, orang tua atau panggilan (konflik pendekatan ganda). y
K risis
Adalah
keadaan
karena
stresor
mendadak
dan
besar
sehingga
menimbulkan stress pada seorang individu atau kelompok, misalnya : kematian, kecelakaan, penyakit yang memerlukan operasi, masuk sekolah untuk pertama kali. Terdapat banyak tempat dengan banyak krisis (konsentrasi krisis), misalnya ruang gawat darurat di rumah sakit, kamar bersalin, kamar bedah, taman kanak-kanak dan tingkat pertama pada suatu fakultas pada minggu- minggu pertama tahun kuliah baru, desa yang kena bencana alam dan kekurangan makanan sesudahnya, atau bila kemudian bantuan makanan datang (tadi krisis karena tidak ada makanan, kemudian krisis karena tiba-tiba ada makanan). Contoh lain lagi adalah konflik yang terjadi bila kita harus memilih antara beberapa hal yang semuanya tidak kita inginkan, misalnya pekerjaan yang tidak menarik atau menganggur, menikah dengna orang yang tidaksimpatik atau
7
kemungkinan tidak menikah sama sekali; berbuat sesuatu yang berbahaya atau dicap sebagai pengecut (konflik pengelakan ganda) (Lubis, B. 1989). Konflik merupakan pertentangan dalam diri, dan dapat dilihat bahwa konflik meningkatkan ketegangan ± seringkali suatu ketegangan yang menganggu dan tidak menyenangkan, sehingga berupa stress (Lubis, B. 1989). Konflik intrapsikik yaitu konflik antara komponen-komponen jiwa itu sendiri, yang bukan merupakan konflik yang disadari, bukan yang dihayati nyata sevagai pergumulan batin antara dorongan, motif atau keinginan, melainkan konflik nirsadar (Lubis, B. 1989).
3.
Variasi
Sifat dan Pola Individual (Lubis, B. 1989).
Sifat-sifat khas diantara individu-individu manusia itu bervariasi, sekalipun semua individu itu tergolong satu spesies makhluk hidup. Dari segi badaniah saja sudah nampak. Sekalipun ada kesamaan fundamental, praktis tidak ada dua individu yang bangunan dan ciri-ciri tubuhnya tepat sama. Oleh karena itu, seorang individu tertentu dapat dikenal hanya dari wajahnya dan bentuk tubuhnya diantara ribuan orang lain. Seringkali ia sudah dapat dikenal setelah wajahnya dilihat sebentar saja; hal ini berarti bahwa sifat-sifat yang khas meninggalkan kesan yang mendalam dan lama. Begitupun mengenai hal psikologiknya, meskipun ada kesamaan dalam struktur dasar dan fase-fase perkembangan kejiwaan, kita menjumpai varisai yang luas dalam fungsi dan cara ekspresi kejiwaan di antara
individu-individu
manusia; cara berjalan, berbicara, dan menulis; apa yang disukainya atau apa yang ditakuti atau dihindarkannya; bagaimana ia memberi respon atas sukses atau kegagalan; bagaimana ia menyatakan kegembiraan atau kesedihannya. Dalam hal inipun tidak ada dua individu yang identik. Setiap individu itu unik. Kekhususan sifat ini disebut ciri (trait). Jika batas tersebut dilampaui, maka variasi sifat itu berupa sifat menyimpang dan merupakan bagian dari apa yang disebut gangguan perilaku.
8
Keseluruhan perangai sifat-sifat khas yang formulasinya dan deskripsinya pada seorang individu amat penting dalam praktek psikiatri, biasanya disebut dengan istilah watak, tabiat, karakter, dan kepribadian. Istilah ±istilah itu dapat membignungkan, karena selain dalam wacana ilmiah dipergunakan juga dalam komunikasi popular tanpa pembatasan artiyang cukup ketat. Istilah kepribadian dapat dipakai terutama untuk menandai dan merujuk pada aspek struktural kejiwaan individu, serta bagaiamana dan sejauh mana ia telah berhasil menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sedangkan karakter dapat didefinisikan sebagai suatu aspek dari kepribadian, yaitu yang menunjukkan modus habitual, kebiasaan dalam pola cirri, atau corak unik yang konstan dalam cara menghadapi dan mengelola situasi-situasi di dunianya. Untuk praktek psikiatri dan untuk praktek kedokteran pada umumnya, penelitian dan penilaian karakter sangat berguna. Ada manfaat r etrospektifnya: kita bertambah memahami, dengan latar belakang karakternya itu, bagaimana gejala-gejala tertentu timbul dalam situasi tertentu, dan apa artinya gejala-gejala itu. Dan ada manfaat prospektif atau prediktifnya, kita dapat memperkitakan respond dan reaksi seseorang atas situasi-situasi tertentu yang akan datang. Karakter adalah unik untuk setiap orang, tidak ada dua individu dengan karakter yang identik. Namun kita dapat mengumpulan sejumlah individu yang mempunyai karakter yang mirip satu dengan yang lain atau ada kemiripan karakternya dalam segi-segi tertentu. Studi perihal karakter disebut karakterologi, yang dapat dipandang sebagai cabang psikologi atau cabang antropologi. Salah satu usaha karakterologi ialah mengelompokkan karakter-karakter individual yang amat variable dan unik itu dalam sejumlah golongan, dna nmengklasifikasikannya, sehingga kemudian setiap karakter individual dapat dimasukkan ke dalam salah satu golongan itu. Beberapa tipologi kepribadian : y
Berdasarkan perangai penyesuaian sosial:eusosial, asosial, disosial, antisosial, eksentrik, dependent, menghindar, maskulin, feminin.
9
y
Berorientasi antropologik-fisik: atletik, aste nik, piknik, leptosom.
y
Berpatokan pada taraf pendewasaan: matur, imatur, infantil.
y
Berdasarkan model-model psikopatologik: tipe skizoid, paranoid, obsesifkompulsif, histerik, depresif, siklotim, distim.
y
Berpatokan pada teori psikoanalitik: tipe narsisistik, erotik, depresif.
10
DIAGNOSIS MULT IAKSIAL
DSM IV (DSM= Diagnostic & Statistical manual of Mental disorder) adalah suatu sistem multiaksial yang menilai pasien dalam beberapa variabel dan mempunyai lima aksis. Aksis I dan II terdiri dari semua klasifikasi gangguan mental, 17 klasifikasi dan lebih dari 300 gangguan spesifik. Dalam banyak keadaan, pasien mempunyai suatu gangguan pada kedua aksis (Kaplan, 2010). Aksis I mengandung gangguan klinis dan kondisi lain yang mungkin merupakan pusat perhatian klinis. Aksis II mengandung gangguan kepribadian dan retardasi mental. Aksis III menuliskan tiap gangguan fisik atau kondisi medis umum yang ditemukan di samping gangguan mental. Kondisi fisik mungkin merupakan penyebab, akibat dari gangguan mental, atau gangguan medis yang tidak berhubungan. Jika suatu gangguan medis adalah sebagai penyebab atau secara penyebab berhubungan dengan suatu gangguan mental, gangguan mental karena kondisi umumn aksis III. Aksis I V digunakan untuk memberi kode pada masalah psikologis dan lingkungan yang secara bermakna berperan pada perkembangan atau eksaserbasi gangguan sekarang. Aksis
V
adalah skala penilaian global terhadap fungsi (GAF; global
assessment of functioning ) dimana dokter mempertimbangkan keseluruhan tingkat fungsional pasien selama periode waktu tertentu. Fungsional dimengerti sebagai kesatuan dari tiga bidang utama: fungsi social, fungsi pekerjaan, dan fungsi psikologis skala GAF, yang didasarkan pada rangkaian kesatuan kesehatan mental dan penyakit mental, adalah skala dengan 100 poin, 100 mencerminkan tingkat fungsi tertinggi dalam semua bidang. Pasien yang memiliki tingkat fungsional tertinggi sebelum suatu episode penyakit biasanya mempunyai prognosis yang lebih baik dibandingkan mereka yang mempunyai tingkat fungsional yang rendah. Adalah skala penilaian global (Global Assesment
of
terhadap fungsi-sering-disebut GAF
Functioning ) dimana dokter mempertimbangkan
11
keseluruhan tingkat fungsional pasien selama periode waktu tertentu ( misalnya : saat pemeriksaan atau tingkat fungsional pasien tertinggi untuk sekurangnya 1 bulan selama 1 tahun terakhir) y
Fungsional diartikan sebagai kesatuan dari 3 bidang utama yaitu fungsi sosial, fungsi pekerjaan dan fungsi psikologis
y
Fungsi berupa skala dengan 100 poin. 100 mencerminkan tingkat fungsi tertinggi dalam semua bidang.
Tujuan diagnosis multiaksial (Maramis, 2009): y
Mencakup informasi yang menyeluruh (komprehensif) sehingga dapat membantu dala m perencanaan terapi dan pembuatan prognosis.
y
Format yang ³mudah´ dan ³sistematik´ sehingga membantu dalam menata dan mengkomunikasikan informasi klinis serta dalam menggambarkan perbedaan-perbedaan individual pada pasien dengan diagnosis klinis yang sama Antara aksis I, II, III, tidak selalu harus ada hubungan etiologi atau
patogenesis. Namun, hubungan antara aksis I-II-III dan aksis I V dapat timbal balik saling mempengaruhi. Diagnosis Multiaksial memakai lima aksis, yaitu ( R usdi, M., 2001): a. Aksis I:
y
Gangguan Klinis Kondisi Lain yang Mungkin Merupakan Pusat Perhatian Klinis
F00-F09
GANGGGUAN MENTAL OR GANIK (TER MASUK GANGGUAN MENTAL SIMTOMATIK)
F10-F19
GANGGUAN MENTAL DAN PER ILAKU AKIBAT PENGGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF
F20-F29
SKIZOFR ENIA, GANGGUAN SKIZOTIPAL, DAN GANGGUAN WAHAM
12
F30-F39
GANGGUAN SUASANA PER ASAAN MOOD ATAU AFEKTIF)
F40-F48
GANGGUAN NEUR OTIK, GANGGUAN SOMATOFOR M DAN GANGGUAN TER KAIT STR ESS
F50-F59
SINDR OM PER ILAKU YANG BER HUBUNGAN DENGAN GANGGUAN PSIKOLOGIS DAN FAKTOR FISIK
F62-F68
PER UBAHAN KEPR IBADIAN NON-OR GANIK, GANGGUAN KEBIASAAN ATAU IMPULS, GANGGUAN IDENTITTAS JENIS KELAMIN, GANGGUAN PR EFER ENSI SEKSUAL, GANGGUAN YANG BER HUBUNGAN DENGAN PER KEMBANGAN DAN OR IENTASI SEKSUAL
F80-F89
GANGGUAN PER KEMBANGAN PSIKOLOGIS
F90-F98
GANGGUAN PER ILAKU DAN EMOSIONAL, ONSET BIASANYA PADA MASA KANAK DAN R EMAJA
F99
GANGGUAN JIWA YTT
KONDISI LAIN YANG MENJADI FOKUS PERHATIAN KLINIS
F54
FAKTOR PSIKOLOGIS DAN TINGKAH LAKU YANG BER HUBUNGAN DENGAN GANGGUAN ATAU PENYAKIT YDK (YANG DI-KLASIFIKASI DI TEMPAT LAIN,
CLASSIFIED
ESLEWHERE )
G21
PAR KINSONISME SEKUNDER G21.0: Sindrom neuroleptika maligna G21.1 :Parkinsonisme sekunder akibat neuroleptika
G24
DISTONIA G24.0: Distonia akut akibat neuroleptika G24.8: Tardive dyskinesia akibat neuroleptika
G25
GANGGUAN EKSTR APIR AMIDAL DAN PER GER AKAN LAINNYA G25.1 : Tremor akibat obat G25.9 :Gangguan pergerakan akibat obat Z63.0 : Masalah hubungan dengan pasangan ( par tner )
13
Z63.7 : Masalah dalam hubungan yang berkaitan dengan gangguan jiwa atau kondisi medik umum Z63.8 : Masalah hubungan orang tua-anak Z63.9 : Masalah dalam hubungan yang lain F93.3
Masalah dalam hubungan antar saudara (sibl ing )
T74
MASALAH BER KAITAN DENGAN ³ABUSE ´ ATAU ´NEGLECT T74.0:
N egl ect of chil d
T74.1: P hysical abuse of chil d or ad ul t T74.2:
S exual
abuse of chil d or ad ul t
Z91.1
Ketidakpatuhan terhadap pengobatan
Z76.5
Berpura-pura sakit dengan motivasi yang jelas (mal ing er ing )
Z72.8
Masalah berkaitan dengan gaya hidup (perilaku antisosial)
R 41.8
Penurunan fungsi kongnitif berkaitan dengan usia
Z63.4
Kehilangan dan kematian anggota keluarga (ber eavement )
Z55.8
Masalah berkaitan dengan pendidikan dan melek huruf
Z56.7
Masalah berkaitan dengan pekerjaan dan pengangguran
Z71.8
Konseling tentang masalah agama dan kepercayaan
F93.8
Masalah identitas pada anak dan remaja Z60.0 : Masalah penyesuaian pada masa tra nsisi siklus kehidupan Z60.3 : Kesulitan akutrurasi
Z 03.2
TIDAK ADA DIAGNOSIS AKSIS I
R 69
DIAGNOSIS AKSIS I TER TUNDA
b. Aksis II (gangguan Kepribadian dan retardasi mental): F60
GANGGUAN KEPR IBADIAN KHAS
F60.0
Gangguan Kepribadian paranoid
F60.1
Gangguan Kepribadian skizoid
F60.2
Gangguan Kepribadian Disosial
F60.3
Gangguan Kepribadian Emosional Tak Stabil
F60.4
Gangguan Kepribadian Histrionik
14
F60.5
Gangguan Kepribadian Anankastik
F60.6
Gangguan Kepribadian Cemas (menghindar)
F60.7
Gangguan Kepribadian Dependen
F60.8
Gangguan kepribadian Khas Lainnya
F60.9
Gangguan Kepribadian YTT.
F61
GANGGUAN KEPR IBADIAN CAMPUR AN DAN LAINNYA
F61.0
Gangguan Kepribadian Campuran
F61.1
Perubahan Kepribadian yang bermasalah. GAMBAR AN KEPR IBADIAN MALADAPTIF (UR AIKAN) MEKANISME DEFENSI MALADAPTIF (UR AIKAN)
F70-F79
R ETAR DASI
MENTAL
Z 03.2
TIDAK ADA DIAGNOSIS AKSIS II
R 46.8
DIAGNOSIS AKSIS II TER TUNDA.
c. Aksis III (kondisi medis umum menurut ICD-9-CM): Bab I
A00-B99
Penyakit infeksi dan parasit tertentu
Bab II
C00-D48
Neoplasma
Bab IV
E00-G90
Penyakit endokrin, nutrisi, dan metabolik
Bab VI
G00-G99
Penyakit susunan saraf
Bab VII
H00-H59
Penyakit mata dan adneksa
Bab VIII
H60-H95
Penyakit telinga dan proses mastoid
Bab IX
I00-I99
Penyakit sistem sirkulasi
Bab X
J00-J99
Penyakit sistem pernapasan
Bab XI
K00-K93
Penyakit sistem pencernaan
Bab XII
L00-L99
Penyakit kulit dan jaringan subkutan
Bab XIII
M00-M99
Penyakit sistem muskuloskletal dan jaringan ikat
Bab XIV
N00-N99
Penyakit sistem genitourinaria
Bab XV
O00-O99
Kehamilan, kelahiran anak dan masa nifas
Bab XVII
Q00-Q99
Malformasi kongenital, deformasi, kelainan kranial
Bab
R 00-R 99
Gejala, tanda dan temuan klinis laboratorium abnormal
15
XVIII Bab XIX
S00-T98
Cedera, keracunan, dan akibat kausa eksternal
Bab XX
V01-Y98
Kausa eksternal dari morbiditas dan mortalitas
Bab XXI
Z00-Z99
Faktor-faktor yang mempengaruhi status kesehatan dan pelayanan
d. Aksis IV (Masalah Psikososial dan Lingkungan) Masalah dengan ³primary support group´ (keluarga) Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial Masalah pendidikan Masalah pekerjaan Masalah perumahan Masalah ekonomi Masalah akses ke pelayanan kesehatan Masalah berkaitan interaksi dengan hukum/kriminal Masalah psikososial dan lingkungan lain
e. Aksis V: GAF Scale
100-91
gejala tidak ada, fungsi maksimal, tidak ada masalah yang tidak tertanggulangi
90-81
gejala minimal, fungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah harian biasa
80-71
gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial
70-61
beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum baik
60-51
gejala dan disabilitas sedang
50-41
gejala dan disabilitas berat
40-31
beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi,
16
disabilitas berat dalam beberapa fungsi 30-21
disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak mampu berfungsi dalam hampir semua bidang
20-11
bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam komunikasi dan mengurus diri
10-01
persisten dan lebih serius
0
informasi tidak a dekuat
y
Diagnosis multipel (Kaplan, 2010)
Jika seorang pasien mempunyai lebih dari satu gangguan aksis I, diagnosis utama diharuskan ditulis pertama kali. Menurut DSM-I V gangguan lainnya dituliskan dalam urutan pusat perhatian atau pengobatan. Jika seseorang mempunyai diagnosis aksis I ataupun aksis II, diagnosis utama atau alasan untuk datang akan dianggap merupakan aksis I kecuali diagnosis aksis II diikuti oleh kata yang memenuhi syarat ³(diagnosis utama)´ atau ³(alasan datang )´ Contoh Pencacatan Diagnosis Multiaksial Aksis I
: F32.2 Episode defresif berat tanpa gejala psikotik F10.1 Penggunaan alkohol yang merugikan
Aksis II
: F60.7 Gangguan kepribadian dependen
Aksis III
: Tidak ada diagnosis
Aksis I V
: Ancaman kehilangan pekerjaan
Aksis V
: GAF 60-51 (mutakhir)
17
DAFTAR PUSTAKA Kaplan, Harold I; Sadock, Benjamin J; Grebb, Jack A. 2010.
S inopsis
Psikiat ri ,
J il id 1. Binarupa Aksara:Tangerang Lubis, B. 1989. P engant ar Psikiat ri Kl inik . Balai Penerbit FKUI: Jakarta Maramis, W. F., 2009. C at at an University Press: Surabaya Maslim R . 2001.
Diag nosis
Jaya : Jakarta
I lmu
K ed okteran J iwa,
E disi
2. Airlangga
gangguan jiwa, rujuk an r ing k as PP DGJ -III . PT Nuh