BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sebuah bangunan struktur dan kontruksi merupakan bagian terpenting yang diperlukan suatu bangunan karena struktur yang menopang bangunan tersebut. Struktur adalah sesuatu yang memiliki hubungan erat dengan kontruksi yang digunakan sebagai tata ukur, tata letak, dan tata hubung dalam suatu sistem sebagai sarana untuk menyalurkan beban bangunan ke dalam tanah. Sementara perencanaan struktur bertujuan untuk menghasilkan struktur yang kuat dan stabil dan memenuhi tujuan lainnya. Agar mencapai tujuan yang diinginkan maka perencanaan struktur harus sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia). Dalam perencanaan struktur ada beberapa sistem yang dipakai seperti kolom dan balok, cantilever, tabung, core, multi core. Sistem struktur tersebut biasanya diaplikasikan pada bangunan tinggi yang memiliki banyak lantai. Contoh-contoh bangunannya seperti apartemen, hotel, rumah sakit, serta universitas, bangunan-bangunan tersebut harus ditopang dengan struktur yang baik agar dapat berfungsi dengan layak dan sesuai standar yang telah ditetapkan. Dalam makalah ini akan memperdalam tentang bagaimana struktur rumah sakit yang tepat untuk gedung tersebut karena rumah sakit memiliki karakteristik yang berbeda dengan gedung-gedung bangunan tinggi lainnya. 1.2 Rumusan Masalah
Apa saja yang harus dipenuhi dalam pembangunan suatu rumah sakit?
Bagaimana hubungan antara struktur bangunan tinggi dengan pembagian ruang di rumah sakit?
Bagaimana hubungan antara struktur bangunan tinggi dengan utilitas di rumah sakit?
Bagaimana hubungan antara struktur bangunan tinggi dengan fungsi dari rumah sakit?
1
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui kriteria yang harus dipenuhi dalam membangun sebuah rumah sakit.
Untuk mengetahui hubungan antara struktur bangunan tinggi dengan pembagian ruang di rumah sakit.
Untuk mengetahui hubungan antara struktur bangunan tinggi dengan utilitas di rumah sakit.
Untuk mengetahui hubungan antara struktur bangunan tinggi dengan fungsi rumah sakit.
2
BAB II RUMAH SAKIT 2.1 Pengertian Rumah Sakit Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah suatu bagian dari organisasi medis dan sosial yang mempunyai fungsi untuk memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat, baik pengobatan maupun pencegahan pelayanan keluarnya menjangkau keluarga dan lingkungan rumah. Rumah sakit juga harus menyediakan pelayanan medis, pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan penunjang medis dan non medis, pelayanan kesehatan masyarakat, dan sebagai tempat pendidikan, penelitian dan pengembangan. Menurut Undang-Undang No. 44 Tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Fungsi rumah sakit menurut undang-undang No. 44 tahun 2009, antara lain a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis. c. Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahan bidang kesehatan. Berdasarkan pada fungsi dan pengertian diatas, maka dapat dikatagorikan jenis-jenis dari rumah sakit dengan kemampuannya memberikan pelayanan medis kepada para pasien, antara lain : 1. Rumah Sakit tipe A Merupakan rumah sakit yang telah mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas sehingga oleh pemerintah ditetapkan sebagai tempat rujukan tertinggi (Top Referral Hospital) atau biasa juga disebut sebagai Rumah Sakit Pusat. Contohnya, Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo yang berlokasi di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Rumah sakit ini merupakan rujukan tertinggi sehingga menjadi rumah sakit pusat. Jumlah pasien yang dapat ditangani berjumlah 829 orang per tempat tidur inap dengan pelayanan 585 dokter berbagai spesialis. 3
2. Rumah sakit tipe B Merupakan rumah sakit yang telah mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis namun dalam jumlah yang terbatas. Rumah sakit ini didirikan di setiap Ibukota Propinsi yang mampu menampung pelayanan rujukan dari Rumah Sakit tingkat Kabupaten. Contohnya, Rumah Sakit Sanglah yang berada di Jalan Diponegoro, Denpasar, Bali. Rumah sakit ini memiliki pelayanan kedokteran yang cukup luas sehingga dapat menampung pasien hingga berjumlah 664 orang per tempat tidur inap. 3. Rumah Sakit Tipe C Merupakan rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis terbatas, yaitu pelayanan penyakit dalam, pelayanan bedah, pelayanan kesehatan anak dan pelayanan kebidanan dan kandungan. Rumah sakit kelas C akan didirikan di setiap ibukota kabupaten (regency hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari puskesmas. Contohnya, Rumah Sakit Umum Singaraja yang merupakan rumah sakit yang berdiri ibukota kabupaten Singaraja. Rumah sakit ini memiliki pelayanan dokter spesialis namun terbatas sehingga membutuhkan rujukan menuju rumah sakit tipe a maupun tipe b. 4. Rumah Sakit Tipe D Merupakan menjadi
rumah
rumah sakit ynag bersifat transisi karena pada satu saat akan ditingkatkan sakit
kelas
C.
Kemampuan
rumah
sakit
kelas
D
hanya
memberikan pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi. Rumah sakit kelas D juga menampung pelayanan rujukan yang berasal dari puskemas. Contohnya, Rumah Sakit Umum Manuaba di Jalan Cokroaminoto, Denpasar Bali. Rumah sakit ini hanya memberikan pelayanan kedokteran umum dan gigi yang hanya dapat menampung 45 orang per tempat tidur inap. 5. Rumah Sakit Tipe E, Merupakan rumah sakit khusus (special hospital) yang menyelenggarakan satu macam pelayanan kedokteran saja, misalnya rumah sakit kusta, rumah sakit paru-paru, rumah sakit kanker, rumah sakit jantung, rumah sakit ibu dan anak, rumah sakit gigi dan mulut dan lain sebagainya. Contohnya, Rumah Sakit Puri Bunda yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto, Denpasar, Bali. Rumah sakit ini dikhususkan untuk pelayanan kepada anak-anak dan kepada ibu hamil saja.
4
2.2 Karakteristik Rumah Sakit Karekteristik Rumah sakit menurut Djojodibroto (1997) menyatakan bahawa organisasi rumah sakit mempunyai sejumlah sifat atau karakteristik yang tidak dipunyai organisasi, antara lain:
Sebagaian besar tenaga kerja rumah sakit adalah tenaga profesional sehingga mampu memberikan pelayanan maksimal kepada pasien dan tidak terjadi kesalahan pemeriksaan.
Wewenang kepala rumah sakit berbeda dengan wewenang pimpinan perusahaan.
Tugas – tugas kelompok profesional lebih banyak dibandingkan tugas kelompok manajer.
Beban kerjanya tidak bisa diatur.
Jumlah pekerjaan dan sifat pekerjaan di unit kerja beragam sehingga segala keperluan dari pasien dan rumah sakit dapat terpenuhi.
Hampir semua kegiatannya bersifat penting.
Pelayanan rumah sakit sifatnya sangat individualistik. Setiap pasien harus dipandang sebagai individu yang utuh, aspek fisik, aspek mental, aspek sosiokultur dan aspek harus mendapat perhatian penuh.
Pelayanan bersifat pribadi, cepat dan tepat.
Pelayanan berjalan terus menerus selama 24 jam dalam sehari.
Karakteristik perencanaan dan perancangan fisik rumah sakit berdasarkan kriteria bangunan rumah sakit yang baik
Beraksitektur bagus dimaksudkan memberikan nilai positif pada komunitas dan kontes sosial dengan penyusunan komposisi yang tepat serta memberikan nilai estetis secara internal maupun eksternal. Dengan peningkatan dalam sisi berarsitektur, maka tingkat kepercayaan pasien pada rumah sakit pun semakin lebih baik.
Sesuai dengan lingkungan dengan menjadi tetangga yang baik bagi lingkungan sekitar sehingga seluruh kegiatan disekitar lingkungan menjadi tidak terhambat. Perlu diperhatikan pula persyaratan perencanaan kota dan tapak. Kesesuaian dari persayaratan tersebut harus dipenuhi keseluruhannya agar hubungan dalam lingkungan menjadi tetap terjaga.
5
Mudah bagi pengguna dalam mengenali langsung rumah sakit tersebut dengan tampak bangunan yang dirancang semenarik mungkin dalam skala yang masih manusiawi. Peletakan main entrance yang jelas sehingga memudahkan seluruh akses pasien. Perlu diperhatikan pula perancangan ruang dalam setiap kamar pasien agar memberikan kesan yang nyaman untuk pemulihan pasien. Kualitas setiap ruangan menjadi hal utama dalam perancangan sebuah rumah sakit.
Memenuhi standar bangunan kesehatan yang telah ditetapkan agar rumah sakit dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada pasien.
Memenuhi standar kontruksi yang telah ditetapkan agar mempermudah pengoperasian rumah sakit dan mencukupi kebutuhan ruang yang dibutuhkan dalam rumah sakit tersebut.
2.3 Ketentuan Umum Ketentuan umum merupakan segala kebutuhan yang harus dipenuhi dalam pembangunan sebuah rumah sakit, termasuk didalamnya material-material yang digunakan. Material yang digunakan pada rumah sakit berbeda dengan material yang digunakan pada gedung lain. Berikut ketentuan umum pemakaian material pada ruangan-ruangan di rumah sakit oleh Kementrian Kesehatan-RI. a. Komponen Penutup Lantai Komponen penutup lantai memiliki persyaratan sebagai berikut: 1. Lantai tidak boleh licin, tahan terhadap goresan atau gesekan peralatan dan tahan terhadap api. 2. Lantai mudah dibersihkan, tidak menyerap, tahan terhadap bahan kimia dan anti bakteri. 3. Penutup lantai harus dan bahan anti static, yaitu vinil anti static. 4. Tahanan listrik dan bahan penutup lantai ini bisa berubah dengan bertambahnya umur pemakaian dan akibat pembersihan, oleh karena itu tingkat ketahanan listrik lantai ruang operasi harus diukur tiap bulan, dan harus memenuhi persyaratan yang berlaku. 5. Permukaan dari semua lantai tidak boleh porous, tetapi cukup keras untuk pembersihan dengan penggelontoran (flooding), dan pemvakuman basah. 6. Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata
6
7. Hubungan atau pertemuan antara lantai dengan dinding harus menggunakan bahan yang tidak siku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan lantai (hospital plint) 8. Tinggi plint, maksimum 15 cm
b. Komponen Dinding Komponen dinding memiliki persyaratan sebagai berikut: 1. Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca, tahan bahan kimia, tidak berjamur dan anti bakteri. 2. Lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori – pori) sehingga dinding tidak menyimpan debu. 3. Warna dinding cerah tetapi tidak atau tidak menyilaukan mata. 4. Hubungan atau pertemuan antara dinding dengan dinding harus tidak siku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan dan juga untuk melancarkan arus aliran udara. 5. Bahan dinding harus keras, tahan api, kedap air, tahan karat, tidak punya sambutan (utuh), dan mudah dibersihkan. 6. Apabila dinding punya sambungan, seperti panel dengan bahan melamin (merupakan bahan anti bakteri dan tahan gores) atau insulated panel system maka sambungan antaranya harus di-seal dengan silicon anti bakteri sehingga memberikan dinding tanpa sambungan (seamless), mudah dibersihkan dan dipelihara. 7. Alternative lain bahan dinding yaitu dinding sandwich galvanis, dua sisinya dicat dengan anti bakteri dan tahan terhadap bahan kimia, dengan sambungan antaranya harus di-seal dengan silicon anti bakteri sehingga memberikan dinding tanpa sambungan (seamless) c. Komponen Langit – Langit Komponen langit – langit memiliki persyaratan sebagai berikut: 1. Harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala cuaca, tahan terhadap air, tidak mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, tidak berjamur serta anti bakteri 2. Memiliki lapisan penutup yang bersifat non porosif (tidak berpori) sehingga tidak menyimpan debu 7
3. Berwarna cerah, tetapi tidak menyilaukan pengguna ruangan 4. Selain lampu operasi yang menggantung, langit – langit juga bisa dipergunakan untuk tempat pemasangan pendan bedah, dan bermacam gantunagn sepeti diffuser air conditioning dan lampu fluorescent 5. Kebutuhan peralatan yang dipasang dilangit – langit, sangat beragam. Bagaimanapun peralatan yang digantung tidak boleh sistem geser, karena menyebabkan jatuhnya debu pengangkut mikro-organisme seriap kali digerakkan.
2.4 Utilitas Utilitas merupakan salah satu komponen penting dalam pembangunan sebuah gedung termasuk dalam rumah sakit. Utilitas membantu kelancaran pengadaan dan pembuangan segala kebutuhan dari rumah sakit. Berikut utilitas yang diperlukan dalam rumah sakit termasuk ketentuan umum yang dibutuhkan : a. Penyedian Air Bersih Target utama dalam perencanaan sistem air bersih adalah pemenuhan semua kebutuhan akan air bersih untuk rumah sakit dan menjaga kualitas air yang dialirkan. Air bersih yang dialirkan harus memenuhi kebutuhan standar higienitas hingga air siap minum. Asumsi dan dasar-dasar perencanaan sistem penyedian air bersih adalah sebagai berikut : 1. Kebutuhan air bersih pada sebuah rumah sakit adalah 700 liter per tempat tidur inap per hari. Jika dalam sebuah rumah sakit dapat menampung 300 tempat tidur maka air yang harus disediakan perhari adalah 210.000 liter per hari. 2. Direkomendasikan memanfaatkan kombinasi sumber air yaitu sumur dangkal, sumur dalam, ataupun PAM. Intinya, sumber air harus mampu mencukupi semua kebutuhan air pada segala musim. 3. Sistem jaringan terlindungi oleh shaft untuk mempertimbangkan pemeliharaan dan sistem kontrol. 4. Arah dan distribusi pipa mengikuti bangunan ataupun tegak lurus.
8
Gambar 1. Skema distribusi air bersih pada rumah sakit. Sumber : Arsitektur Rumah Sakit
b. Penyedian Air Panas Perencanaan sistem suplai air panas berpedoman pada sistem yang ekonomis dengan konsentrasi suplai pada unit-unit yang paling membutuhkan. Sistem yang paling efektif dipilih agar mudah dalam operasional dan pembangunan. Berikut dasar-dasar perencanaan penyedian air panas pada rumah sakit : 1. Kebutuhan air panas pada rumah sakit adalah 130 liter per tempat tidur per hari. Jika dalam sebuah rumah sakit dapat menampung 300 tempat tidur maka air yang harus disediakan perhari adalah 39.000 liter per hari. 2. Penyedian air panas diutamakan untuk unit sterilisasi serta sebagaian untuk ruang pengelolaan dan operasional seperti laundry rumah sakit.
c. Pengelolaan Air Kotor / Limbah Cair Target utama dari pengelolaan air kotor adalah menurunkan zat pencemar organik dan angka kuman sehingga pembuangan air kotor memenuhi syarat untuk
9
menuju
ke saluran limbah kota. Berikut syarat-syarat dasar dari sistem
pengelolaan limbah cair yang harus dipenuhi : 1. Perhitungan volume limbah cair pada rumah sakit adalah 80 % dari air bersih yang digunakan akan terbuang menjad limbah cair. Jika dalam sebuah rumah sakit tersedia 300 tempat tidur maka jumlah air bersih yang digunakan akan menjadi 210.000 liter dan akan terbuang sebagai limbah cari sebanyak 168.000 liter per hari. 2. Zona instalasi pembuangan limbah cari harus direncanakan terpisah dan berjarak dari penyedian utilitas lain dan ruang fungsional sehingga tetap menjaga kesterilan dari urmah sakit dan ruangan-ruangan disekitarnya.
Gambar 2. Skema pembuangan air limbah pada rumah sakit. Sumber : Arsitektur Rumah Sakit
d. Sistem Drainase dan Pengelolaan Air Hujan Target utama dalam perencanaan sistem drainase dan pengelolaan air hujan adalah mengalirkan air hujan yang ada secepat mungkin di lahan rumah sakit sehingga tidak ada genangan yang terjadi. Beberapa dasar perencanaan sistem drainase dan pengelolaan air hujan di lingkungan rumah sakit adalah sebagai berikut :
10
1. Jaringan saluran air hujan terpisah dengan saluran air limbah. Saluran distribusi yang direncanakan berada pada sekeliling bangunan sehingga tidak ada saluran yang crossing terhadap bangunan. 2. Sistem distribusi saluran direncanakan sesederhana dan sejelas mungkin. Dalam hal ini hanya ada 2 (dua) model distribusi yang berorientasi terhadap konfigurasi bangunan, sebaran dan keberadaan saluran drainase kota atau sungai (penerima run-off utama). Model distribusi saluran tersebut adalah tegak lurus dan searah saluran kota ataupun sungai. 3. Tidak ada toleransi genangan yang diijinkan. Ini berarti bahwa air hujan yang jatuh baik dari atap maupun yang langsung ke permukaan bumi langsung dimasukkan ke saluran air hujan. Untuk hal tersebut dapat dimaksimalkan area tangkapan air hujan (capturing areas) dengan koefisien pengaliran (run-off coefficient) sekecil mungkin. Ini berarti bahwa diluar bangunan beratap sebisa mungkin berupa taman atau kebun. 4. Permukaan jalan dan parkir menggunakan aspal dengan kemiringan memadai. Selain itu bisa digunakan kombinasi material penutup yang ideal terhadap penyerapan air permukaan adalah grass block. 5. Pada prinsipnya semua saluran drainase direncanakan terbuka atau semi terbuka untuk memudahkan perawatan dan pemeliharaan. Dimungkinkan ada saluran tertutup pada beberapa penggal yang ada dibawah bangunan. 6. Komponen pendukung saluran drainase antara lain: gorong-gorong pada saluran menyilang terhadap jalan/selasar/sirkulasi dan sumur resapan air hujan (retaining well) dengan persyaratan struktur tanah tertentu. Sumur resapan dibangun di bagian bawah jalan sehingga terhindar dari bongkar pasang akibat pengembangan bangunan.
e. Pengelolaan Sampah Untuk kepentingan pengelolaan sampah secara garis besar dapat digolongkan dalam 2 (dua) jenis yaitu 1. Sampah Medis Bisa disebut pula sampah klinis yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, farmasi atau yang sejenisnya, pengobatan, dan perawatan yang menggunakan bahan beracun, infeksius, berbahaya atau bisa membahayakan kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu. 11
2. Sampah Non Medis Merupakan sampah padat (solid waste) yang dihasilakn dari aktivitas manusia didalam rumah sakit. Sampah ini diklasifikasiakaan menjadi sampah organik dan non organik. Untuk cara pengelolaan dan pembuangan dari sampah yang dihasilkan dari rumah sakit, bak penampungan antara sampah medis dan non medis dipisahkan. Untuk sampah medis maka harus menyediakan incinerator. Incenerator adalah alat pembakaran untuk barang-barang medis, sehingga limbah beracun tersebut tidak digunakan kembali dan menimbulkan penyakit. Alat ini diletakan cukup jauh dari bangunan agar polusi dari sisa pembakaran tidak masuk ke rumah sakit.
Gambar 3. Incenerator untuk pembakaran sampah medis. Sumber: https://medikamall.com
f. Sistem Pemadam Kebakaran Pada hakekatnya, sistem penanggulangan kebakaran dapat diselesaikan dengan cara mekanis, yaitu menggunakan smoke/ heat detector, fire estinguisher, hydrant dan lainnya. Dapat juga digunakan tabung pemadam kebakaran yang diletakkan stasioner pada tempat tempat yang penting (kamar operasi, rawat inap, IGD, Kamar Intensif) dan tempat yang sekiranya mengundang resiko kebakaran, misalnya dapur, ruang diesel, laboratorium. 1. Manual Dalam sistem ini, bila terjadi kebakaran, seseorang yang melihat atau mengetahuinya harus menuju ke signal box atau tempat-tempat umum lainnya. Satu tarikan manual tertentu dalam box akan menyalakan seluruh tanda bahaya atau alarm yang dapat terdengar dari seluruh penjuru bangunan, yang memberitahukan selain tanda adanya bahaya kebakaran, juga menjadi peringatan bagi orang-orang yang berada dalam bangunan untuk melakukan usaha 12
pemadaman. Adapun usaha pemadaman itu sendiri juga dilakukan dengan peralatan yang serba manual. 2. Semi Automatic Sistem ini merupakan gabungan dari cara kerja Fire Protection sistem manual dengan Fire Protection sistem otomatis. Bila suatu ketika terjadi kebakaran, maka secara otomatis tanda bahaya kebakaran akan berfungsi, sedangkan tindakan selanjutnya adalah usaha mengatasi/memadamkan kebakaran tersebut yang masih dikerjakan dengan sistem manual. 3. Automatic Pada sistem ini, peralatannya bekerja secara otomatis, baik dalam mendeteksi bahaya kebakaran yang kemudian langsung memberikan tanda bahaya, maupun dalam mengatasi/memadamkan kebakaran. Karena peralatan bekerja secara otomatis, maka dengan sendirinya pencegahan dan pengatasan bahaya kebakaran dapat berlangsung dengan cepat dan kemungkinan adanya perluasan area kebakaran dan akibat-akibatnya dapat dikurangi semaksimal mungkin. Bangunan multi storey kebanyakan menggunakan sistem otomatis, selain karena lebih cepat, cara kerjanya juga lebih efisien.
Gambar 4. Skema rencana sistem pemadam kebakaran. Sumber : Arsitektur Rumah Sakit
g. Sistem Pengkondisian Udara
13
Sistem pengkondisian udara adalah bagian dari sitem refrigrasi yang merupakan pengaturan dari pengkondisian udara yang meliputi temperature, kelembaban, kualitas dan sirkulasi. Sistem pengkondisian udara bertujuan untuk memberikan kenyamanan bagi penghuni yang berada di dalam ruangan dengan kondisi normal udara di dalam ruangan sekitar 230C hingga 270C. Pada bangunan rumah sakit pengkondisian udara lebih ditekankan pada fungsi pelayanan dengan tingkat sterilitas yang tinggi yaitu : ruang emergency, ruang operasi, dan ruang lainnya pada rumah sakit yang memerluka sterilitas yang tinggi. Sementara pada bagian ruangan rawat inap khususnya ruang berkelas, pengkondisian udara memiliki tujuan agar pasien dan keluarganya merasa nyaman pada suhu udara dan kelembaban yang terkontrol. Prinsip AC pada umumnya yaitu memindahkan kalor dari suatu tempat ke tempat lain, contohnya jika digunakan sebagai pemanas maka kalor yang berada di luar ruangan dipindahkan ke dalam ruangan, sedangkan saat menjadi pendingin maka kalor yang berada di dalam ruangan dipindahkan ke luar ruangan. Selain penggunaan AC untuk mengatur kondisi udara pada ruangan juga dapat menggunakan pengkondisian yang alami dengan menggunakan ventilasi dan jendela pada ruangan terntentu agar dapat lebih menghemat daya listrik yang dikeluarkan.
h. Sistem Telekomunikasi Sistem telekomunikasi adalah sistem untuk mengkomunikasikan data dan informasi dari suatu lokasi ke lokasi yang lainnya yang memiliki tujuan untuk menunjang kegiatan pelayanan yang berada dalam rumah sakit maka perlu adanya hubungan telekomunikasi yang baik. Berikut merupakan beberapa sistem operasional yang dapat dipakai untuk menunjang telekomunikasi :
Sistem PABX (Private Automatic Branch eXchange), sistem ini merupakan sistem telepon yang biasa disebut dengan switchboard yang digunakan pada jaringan telepon internal kantor. Sistem PABX memiliki beberapa banyak kabel yangf mengarah pada satu switchboard itulah sebabnya ada istilah branch pada kepanjangan PABX. Sistem ini salah satu yang tercanggih karena selain digunakan untuk menelpon juga digunakan mengirim pesan fax dan sebagai modem. 14
Line Intercom, digunakan sebagai penghubung antar instalasi dan antar nurse station.
i.
Line audio, digunakan untuk memberikan pengumuman dan radio.
Sistem Gas Medik Sistem gas medik adalah sistem gas dengan spesifikasi khusus yang digunakan untuk pelayanan medis pada sarana kesehatan, sementara instalasi gas medik (IGM) adalah seperangkat sentral gas, instalasi pipa sampai dengan outlet. Berikut merupakan beberapa bagian dari instalasi gas medik, yaitu
Sentral gas medik, merupakan seperangkat prasarana beserta peralatan atau tabung liquid yang menyimpan beberapa gas medik tertentu yang dapat disalurkan melalui pipa instalasi gas medik.
Box Valve dan Alarm, box valve berfungsi sebagai pemisah aliran instalasi tiap lantai, hal ini untuk mengantisipasi apabila ada kerusakan maka tidak mengganggu aktifitas di tiap lantainya.
Jaringan Pipa dan Gas Medik, merupakan jaringan pemipaan yang terdapat di rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan supply gas medik ke ruangan yang dibutuhkan. Pipa yang dipakai biasanya merupakan pipa tembaga dengan ukuran sesuai dengan kebutuhan namun harus sesuai dengan standar.
Outlet Gas Medical, outlet gas medical biasanya dipasang di dinding yang berfungsi sebagai penyambung dengan pelengkap outlet yang lain
Perlengkapan Outlet, merupakan suatu alat yang dipasang pada outlet untuk keperluan pasien maupun alat-alat medis lainnya. Perlengkapannya seperti flowmeter (untuk mengatur kebutuhan gas pasien dan penunjuk tekanan), humidifier (memberikan kelembaban gas yang dipakai pasien), conector (penyambung antar alat), dan mesin anesthesi.
j.
Sistem CCTV CCTV (Closed Circuit Television) adalah suatu sistem yang menggunakan video kamera untuk menampilkan dan merekam gambar pada tempat yang telah dipasangi CCTV. Pada rumah sakit digunakan untuk membantu pengawasan
15
kegiatan operasi, pengunjung maupun karyawan yang berada dalam gedung tersebut. Kriteria perancangan CCTV adalah
CCTV camera diletakan pada posisi strategis sesuai dengan perencanaan.
Untuk peralat utama ditempatkan pada ruang security yang merupakan ruang control dari semua unit CCTV.
Semua hasil pantauan CCTV dapat dilihat melalui layar monitor yang berada di ruang control dengan demikian dapat menantisipasi bahaya gangguan yang terdeteksi lebih dini sehingga dapat diambil tindakan penanganan.
k. Elektrikal Tenaga listrik yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan rumah sakit dapat diperoleh dari :
PLN PLN atau Perusahaan Listrik Negara yang dikelola oleh pemerintah memiliki distribusi daya yang terbatas pada pemakaian yang diijinkan sehingga pasokan listrik dari PLN dapat sewaktu-waktu terhenti karena pasokan listrik pemerintah yang kurang.
Generator Set Generator set atau biasa disebut genset merupakan sumber daya listrik cadangan disaat pasokan listrik dari PLN terhenti. Sumber tenaga ini dikelola oleh bangunan dan meruapakan bagian fasilitas dari bangunan. Pada dasarnya genset dibagi menjadi 3 kelompok yaitu sistem bahan bakar dan tempatnya, mesin dengan perlengkapannya, serta ruangan sebagai wadahnya. Saat pemakaian genset biaya yang dikeluarkan relative lebih murah bila dihitung dalam jangka waktu yang lama tetapi pemakaian genset dapat menimbulkan kebisingan dan getaran yang dapat mengganggu aktifitas.
2.5 Modul Ruang Modul Ruang – Rawat Inap Ruang rawat inap pada rumah sakit didistribusikan menjadi 4 jenis ruang, yaitu : 1. Rawat inap 1 tempat tidur 16
Kamar privat adalah kamar yang sangat direkomendasikan dalam rumah sakit. Pada sebuah ruang VIP yang berisikan satu tempat tidur, luas minimal yang disyaratkan adalah 18m2 per tempat tidur. Berikut ini merupakan beberapa modul ruang utuk ruang rawat inap VIP: VVIP dengan Private Bath
Gambar 5. Modul Ruang VVIP Sumber : Building Planning and Design Standards Ruangan VVIP ini memiliki satu tempat tidur dan satu kamar mandi dengan shower yang terletak dekat dengan pintu masuk kamar. Kamar ini memiliki lebar 3,35 meter dan panjang 5,49 meter. Sehingga luas kamar ini adalah 18,39 m2.
Gambar 6. Modul Ruang VVIP Sumber : Building Planning and Design Standards 17
Kamar ini menggunakan bathtub dalam kamar mandinya yang memiliki letak yang sama pada kamar sebelumnya. Tetapi karena penggunaan bathub pada kamar mandi, kamar ini memiliki luasan yang lebih besar dibandingkan dengan kamar sebelumnya. Lebar yang dimiliki kedua kamar ini sama seperti kamar sebelumya, yaitu 3,35 meter. Hanya saja kamar ini memiliki panjang yang berbeda dengan kamar sebelumnya, yaitu 5,33 meter dan 5,64 meter. Sehingga luasan kamar yang dimiliki masing-masing kamar juga berbeda. Luasan kamar pada kamar sebelah kiri adalah 17,8 m2 dan luasan kamar sebelah kanan adalah 18,89 m2. VIP dengan Semi-Private Bath
Gambar 7. Modul Ruang VIP Sumber : Building Planning and Design Standards Kamar VIP ini memiliki luasan ruang yang lebih kecil dibandingkan dengan kamar VVIP yang memiliki private bathnya sendiri. Kamar ini tidak menggunakan private bath seperti beberapa modul ruang rawat inap yang lainnya dan hanya menggunakan satu shared bathroom yang dibagi dengan kamar VIP lainnya. Kamar ini memiliki lebar ruang 5,33 meter dan panjang 2,44 meter sehingga luasan yang dimiliki kamar ini adalah 13 m2.
2. Rawat inap 2 tempat tidur (Kelas 1) Ruang rawat inap kelas 1 ini merupakan ruang yang paling banyak digunakan dalam suatu rumah sakit. Kebutuhan minimal yang dibutuhkan oleh ruang rawat inap kelas 1 ini adalah 12 m2/tempat tidur. Ada beberapa jenis ruang rawat inap, yaitu:
18
Rawat Inap dengan Private Bathroom
Gambar 8. Modul Ruang Kelas 1 Sumber : Building Planning and Design Standards
Ruangan ini memiliki dua tempat tidur yang disusun secara sejajar dengan private bath yang diletakan dekat dengan koridor. Panjang ruangan ini adalah 6,09 meter sedangkan lebar ruangan ini adalah 3,66 meter sehingga luas dari kamar ini adalah 22,29 m2.
Gambar 9. Modul Ruang Kelas 1 Sumber : Building Planning and Design Standards
Perbedaan yang dimiliki dari ruang kelas 1 ini dengan ruang kelas 1 sebelumnya adalah penataan dua tempat tidur yang saling berhadapan. Karena penataan tempat tidur yang berbeda ini, maka luasan ruang yang dihasilkan pun berbeda. Ruangan ini memiliki lebar seluruhnya 6,7 meter dan panjang seluruhnya 3,81 meter. Sehingga luasan kamar yang diperlukan adalah 25,53 m2.
19
Rawat Inap dengan Semi-Private Bathroom
Gambar 10. Modul Ruang Kelas 1 Sumber : Building Planning and Design Standards
Kedua kamar ini masing-masing memiliki dua buah tempat tidur yang diletakan dengan sejajar. Tetapi kamar mandi yang dimiliki oleh kedua ruangan ini merupakan sebuah shared bathroom yang diletakan di antara kamar satu dengan lainnya. Jika kedua kamar mandi ini digabung, kamar ini memiliki lebar 7,32 meter dan panjang 5,33 meter. Sehingga luas dari kedua kamar dengan satu shared bathroom ini adalah 39,01 m2.
3. Rawat inap 4 tempat tidur (Kelas 2) Ruang rawat inap dengan 4 tidur ini merupakan ruang yang sangat effisien. Ruangan ini memiliki kebutuhan minimal sebesar 10 m2/tempat tidur. Ruangan ini memiliki 4 tempat tidur yang dikelompokan menjadi dua bagian tempat tidur tersusun sejajar yang saling berhadapan dengan bagian tempat tidur lainnya. Masing-masing ruang tempat tidur memiliki sebuah overbed table dan sebuah bedside cabinet. Dan masing-masing bagian kedua tempat tidur juga meiliki dua atau tiga loker yang teletak dekat dengan pintu masuk. Dengan jumlah tempat tidur yang lebih banyak dari kamar-kamar sebelumnya tentu luasan ruang ini memiliki luasan ruang lebih luas, yaitu seluas 34,37 m2.
20
Gambar 11. Modul Ruang Kelas 2 Sumber : Building Planning and Design Standards
4. Rawat inap 6 tempat tidur atau lebih (Kelas 3)
Gambar 12. Modul Ruang Kelas 3 Sumber : Building Planning and Design Standards Ruang rawat inap dengan enam buah tempat tidur atau delapan tempat tidur merupakan ruang rawat inap yang paling besar yang direkomendasikan. Kebutuhan minimal yang direkomendasikan dari ruangan ini adalah 7,2 m2/tempat tidur. Pada gambar di atas, ruangan ini dibagi menjadi dua bagian. Satu bagian merupakan dua bangsal yang masing-masingnya berisikan 4 tempat tidur yang saling berhadapan dan satu bagian terdiri dari dua bangsal yang berisikan masing-masing enam tempat tidur. Masing-masing dari bangsal ini memiliki lebar 6,09 meter.
21
BAB III STUDI KASUS RSUD KOJA, JAKARTA UTARA
3.1 Lokasi
Gambar 13. RSUD Koja, Jakarta Utara. Sumber : https://www.google.co.id/maps/place/Rumah+Sakit+Umum+Daerah+Koja/
RSUD Koja adalah rumah sakit negeri kelas B. Rumah sakit ini mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis terbatas dengan jumlah dokter 66 orang. Rumah sakit ini juga menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten. RSUD Koja beralamat di Jalan Deli no 4, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Rumah sakit ini terdiri dari 16 lantai yang menyediakan 4 jenis kamar yaitu kamar kelas 1, kelas 2, kelas 3 dan VIP. Dari keselurahan, rumah sakit ini dapat menampung 496 pasien. Untuk ruang pelayanan darurat, RSUD Koja menyediakan ruang ICU, ICCU, HCU, PICU, NICU dan ruang operasi.
3.2 Struktur Gedung ini memiliki 16 lantai dengan menggunakan perpaduan struktur antara struktur core dengan struktur kolom balok. Perpaduan struktur ini dikarenakan jumlah lantai gedung tersebut yang melebihi lantai 10, untuk bangunan dengan jumlah lantai
22
4-10 dapat dipertimbangkan apakah akan diisi core atau tidak tetapi untuk lantai 10 ke atas harus menggunakan core.
Gambar 14. Pengaplikasian struktur core pada bangunan Sumber : dokumentasi pribadi
Core merupakan tempat untuk meletakan transportasi vertical dan sistem mekanis pada bangunan dan untuk menambah kekakuan pada bangunan. Penggunaan core didasari atas pertimbangan kekuatan angin dan beban yang ditumpu, jika ketinggian gedung makin tinggi maka core semakin besar. 23
Selain menggunakan core, penggunaan kolom dan balok juga menjadi salah satu struktur utama bangunan ini. Kolom merupakan suatu batang vertical yang berfungsi memikul beban dari balok atau biasa dikatakan sebagai komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga beban vertical. Sedangkan balok digunakan sebagai penguat bagian horizontal bangunan terhadap beban. Secara teoritis balok biasa disebut sebagai tulangan baja tarik karena jika kontruksi baja balok menahan beban yang mengakibatkan timbulnya deformasi atau peregangan maka timbul tegangan yang harus ditahan oleh balok, agar stabilitas terjamin maka balok dari sistem menahan lentur harus kuat menahan tegangan tekan dan tarik.
Gambar 15. Pemakaian kolom balok pada bangunan RSUD Koja. Sumber : dokumentasi pribadi
Karakteristik Struktur
1. Karakteristik Core Bentuk core yang tedapat pada bangunan adalah inti tertutup, dimana core pada bangunan ini mengelilingi lift dengan jumlah inti tunggal yang berada di bagian pinggir dalam gedung yang berfungsi menahan gaya lateral secara langsung. Letak core tersebut berpengaruh terhadap beberapa factor yaitu :
Fleksibilitas ruang
: Baik
Pemanfaatan lantai dasar
: Cukup
Pencahayaan alami
: Baik
Hubungan utilitas dan atap
: Cukup 24
Hubungan utilitas di dasar
: Cukup
Gaya lateral (kekakuan)
: Kurang
2. Karakteristik Kolom dan Balok
Kolom Pengaplikasian kolom untuk menopang beban diatasnya pada bangunan ini memiliki jarak 6 meter secara horizontal serta 8 meter dan 3,3 meter secara vertikal pada bangunan ini yang kemudian akan disesuaikan pada penyusunan ruang. Kolom juga akan difungsikan untuk mewadahi utilitas bangunan ini. Kolom ini bersifat tetap sehingga harus peletakan ruang harus di maksimalkan agar kolom tidak menjadi pengganggu pemaksimalan ruang.
Gambar 16. Jarak kolom pada bangunan RSUD Koja. Sumber : dokumentasi pribadi
Balok Elemen balok adalah elemen yang paling banyak digunakan dengan pola berulang. Pola ini menggunakan susunan hirarki balok, dimana beban pada 25
permukaan mula-mula dipikul oleh elemen permukaan diteruskan ke elemen struktur sekunder, dan selanjutnya diteruskan ke tumpuan.
3.3 Material Material struktur Core, Kolom dan Balok yang diaplikasikan pada Rumah Sakit Umum Daerah Koja Material pada Struktur Core Material stuktur inti bangunan menggunakan material non struktural (dinding biasa) menggunakan bahanbatu bata, celcon atau dinding bata hebel dan lain-lain. Material yang sering digunakan untuk inti struktural yaitu beton dan baja ataupun gabungan keduanya.
Material Pada Struktur Kolom dan Balok Menggunakan material balok beton merupakan balok yang biasanya dibuat dengan aplikasi besi sebagai tulangannya. Sedangkan balok baja adalah balok induk, balok, kolom baja structural digunakan untuk membangun rangka bermacam-macam struktur mencakup bangunan satu lantai sampai gedung pencakar langit berbentuk wide-flange ( W ) yang lebih efisien secara struktural.
Material Eksterior pada RSUD Koja
Aluminium Composite Panel dengan jenis PVDF (Poly Vinyl De Flouride) dengan tebal 4 mm tahan dengan cuaca sehingga warna yang ditampilkan dapat bertahan lebih lama.
Gambar 17. Tampak samping RSUD Koja Sumber: dokumentasi pribadi
26
Kaca yang diaplikasikan pada RSUD Koja adalah kaca warna yang biasa disebut dengan tinted glass. Tinted glass yang diaplikasikan jenis kaca reflektif yang dilapisi dengan logam untuk meningkatkan reflesi panas dan cahaya. Kaca ini melindungi pasien dari cahaya matahari sehingga pasien nyaman berada didalamnya. Ketebalan kaca yang diaplikasikan 8 mm dengan warna dark grey dan sisi bagian bawah berwarna dark blue, semakin tebal kaca warnanya akan semakin gelap dan tingkat penyerapan panas matahari akan semakin tinggi. Adanya grille yang diaplikasikan pada bangunan untuk menyalurkan udara masuk kedalam ruangan. Grille bertujuan agar melindungi kaca dari tabrakan udara sehingga udara dialihkan pada sisi horizontal atau sisi vertikal.
Gambar 18. Tampak Depan RSUD Koja Sumber: dokumentasi pribadi
Spandrail dengan Back Panel penutup elemen samping yang berbahan kaca berwarna dark blue untuk menambah faktor estetika dan sebagai penghematan energy. Spandrail ini mempunyai stabilitas tinggi dan tahan pada jangka panjang.
Gambar 19. Tampak Depan RSUD Koja Dengan Memperlihatkan Spandrail Sumber: dokumentasi pribadi
27
Material Interior RSUD Koja
Ruang Operasi atau Bedah Material pada lantai
: berbahan keramik berwarna abu-abu dan vinil anti
static agar tidak menyilaukan mata. Material pada dinding
: pada elemen samping dengan finishing cat berwarna
putih yang mudah dibersihkan, tahan bahan kimia dan tidak mudah berjamur atau berbakteri. Warna putih yang diaplikasikan pada dinding runag operasi agar terlihat bersih dan steril. Material pada langit-langit : pada finishing elemen atas menggunakan kalsiboard karena bebas 100% dari bahan asbes. Kalsiboard ini dibuat dari bahan organic yaitu semen, bahan penguat dan lem alami sehingga alat-alat untuk operasi mudah digantungkan pada langit-langit.
Ruang Rawat Inap Pasien Material pada lantai
: berbahan keramik dan bertekstur berwarna putih.
Material pada dinding
: pada elemen samping dengan finishing cat berwarna
putih yang mudah dibersihkan, tahan bahan kimia dan tidak mudah berjamur atau berbakteri. Warna putih yang diaplikasikan pada dinding ruang inap pasien agar terlihat bersih dan higenis sehingga pasien tidak merasa tertekan dan warna putih juga memberikan kesan kamar yang cerah. Material pada langit-langit: pada finishing elemen atas menggunakan kalsiboard karena bebas 100% dari bahan asbes. Kebersihan dari langit-langit juga penting namun untuk ruang inap pasien dapat diaplikasikan permainan langit-langit.
Gambar 20. Ruang Inap Pasien kelas 3. Sumber : http://www.anneahira.com/images_wp/rumah-sakit-koja.jpg 28
3.4 Hubungan Fungsi – Struktur Rumah sakit merupakan sebuah fasilitas yang merawat orang sakit yang kebanyakan tidak dapat beraktivitas seperti orang lain dengan sebagaimana mestinya. Karena itu, dalam keadaan darurat dan bencana, rumah sakit harus tetap aman, mudah ditangani, dan berfungsi pada kapasitas maksimum dalam menyelamatkan jiwa. Suatu rumah sakit harus memperhatikan kelemaha-kelemahan bangunannya sendiri agar bangunan dapat terhindar dari keruntuhan saat terjadi bencana. Bangunan rumah sakit ini harus memiliki struktur yang kuat dan tidak memberikan dampak buruk baik pada pasien dan pegawai. Pada studi kasus kali ini, RSUD Koja ini menggunakan dua sistem struktur agar bangunan dapat berdiri dengan kokoh yaitu sistem struktur core dan sistem struktur kolom dan balok. Penggunaan struktur core pada RSUD Koja ini digunakan agar bangunan dapat berdiri dengan kokoh dalam menghadapi gejala-gejala alam yang ada pada daerah Jakarta Utara. RSUD Koja ini menggunakan sistem core yang diletakan di dalam bangunan. Peletakan core yang berada di dalam bangunan ini akan memberikan eksentrisitas tekanan angin yang berkurang dan memperkecil gaya torsi sehingga membuat bangunan seaman mungkin. Tetapi struktur bangunan ini juga tidak harus terlalu kokoh karena letak bangunan yang bukan pada daerah rawan gempa. Walau begitu, antisipasi tetap harus dilakukan terlebih lagi fungsi bangunan yang merupakan rumah sakit. Selain penggunaan struktur core sebagai sistem struktur, RSUD Koja juga menggunakan sistem struktur kolom dan balok. Penggunaan sistem struktur ini digunakan untuk memperkuat struktur bangunan rumah sakit ini. Kolom dan balok merupakan struktur yang mampu menahan beban berat yang cukup berat baik secara horizontal maupun vertikal. Seperti misalkan beban-beban yang dihasilkan dari alatalat berat untuk kebutuhan operasi, tempat-tempat tidur pada ruang rawat inap, dan beban bergerak pengguna gedung. Sehingga penggunaan struktur kolom dan balok ini juga sangat diperlukan untuk membantu tugas struktur core dalam mempertahankan kekokohan bangunan. 3.5 Hubungan Ruang – Struktur Struktur yang digunakan adalah core dengan kolom dan balok. Peletakan kolom dengan jarak 8 meter – 3,3 meter – 8 meter secara vertikal dan peletakan kolom secara
29
horizontal dengan jarak 6 meter. Peletakan ini tidak dapat diubah dan harus disesuaikan dengan ukuran ruang yang harus sudah ditetapkan (modul ruang). Ukuran ruang rawat ini telah diberi modul dengan ukuran 8m x 6m dengan daya tampung 7 tempat tidur dan sebuah toilet (ruang kelas 3).
Gambar 21. Modul kamar rawat inap kelas 3. Sumber : dokumentasi pribadi Ukuran ruang pemeriksaan dan ruang dokter juga telah diberikan modul-modul tersendiri agar peletakannya dapat disesuaikan dengan luas area perlantai. Dengan adanya modul ini, maka ruangan dapat diletakan bagian manapun asal sesuai dengan ukuran yang terdapat pada modul. Peletakannya tergantung pada sirkulasi yang ingin diciptakan. Pada lantai 9 – 16, diisi dengan ruangan rawat inap. Seluruh kamar disusun pada bagian pinggir
gedung sehingga
memberikan area
sirkulasi
sebagai
lobi
yang
menghubungkan seluruh area dengan lift yang terletak pada core bagunan. Modul ini juga disesuaikan dengan peletakan kolom balok yang membantu menopang gedung. Dengan begitu, kolom ataupun balok tidak mengahalangi di dalam ruangan.
30
Gambar 22. Sirkulasi akibat peletakan ruang pada lantai 9 - 16 Sumber : dokumentasi pribadi Pada lantai 2-3 difungsikan untuk pelayanan umum seperti ruang pemeriksaan dan ruang dokter. Ruangan pada lantai ini diletakan pada bagian tengah area lantai sehingga sirkulasi berada disekitar lantai (dipinggir area lantai). Kelemahan pada peletakan ini adalah area ruangan terganggu akibat peletakan kolom bangunan sehingga luasan ruangan tidak dapat terpakai secara maksimal.
Gambar 23. Penataan ruang pada lantai 2 – 3 dan alur sirkulasinya. Sumber : dokumentasi pribadi
3.6 Hubungan Utilitas – Struktur Pada studi kasus bangunan tinggi menggunakan RSUD Koja yang tereletak di Jakarta Utara. Rumah sakit ini menggunakan struktur core serta kolom dan balok. Struktur tersebut kemudian dihubungkan dengan utilitas yang terdapat di RSUD Koja. Pada objek ini struktur core merupakan tempat untuk meletakkan lift dan ruang MEP. 31
Peletakan lift dan ruang MEP di core dikarenakan untuk alasan keamanan utilitas transportasi mekanis.
Gambar 24. Peletakan lift pada core. Sumber : dokumentasi pribadi
32
Gambar 25. Potongan Denah RSUD Koja untuk memperlihatkan letak lift. Sumber : dokumentasi pribadi Sedangkan untuk struktur kolom dan balok digunakan untuk meletakkan sistem utilitas berupa duckting, springkle, kabel kelistrikan yang kemudian di tutup dengan plafon. Dan untuk penempatan dumbwaiter diletakkkan di samping kolom dikarenakan untuk keamanan utilitas transportasi mekanis.
Gambar 26. Potongan Denah RSUD Koja Sumber : dokumentasi pribadi
33
Gambar 27. Penempatan Dumbwaiter Sumber : dokumentasi pribadi
Gambar 28. Peletakan dumbwaiter kotor untuk alat-alat kesehatan yang telah digunakan. Sumber : dokumentasi pribadi
34
Gambar 29. Peletakan dumbwaiter steril untuk mengangkut alat-alat kesehatan yang telah disterilisasi. Sumber : dokumentasi pribadi
35
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Sebuah rumah sakit yang memadai harus memenuhi karakteristik yaitu pelayanan diberikan tidak hanya pelayanan kepada masyarakat saja, namun bangunan rumah sakit tersebut harus memenuhi semua ketentuan untuk menjadi rumah sakit yang layak seperti pemakaian material yang steril sehingga kebersihan dan kenyamanan pasien tetap terjaga. Selain itu, bangunan rumah sakit harus memiliki ciri khusus sehingga masyarakat dapat mengenali bangunan tersebut sebagai rumah sakit. Seluruh ketentuan tersebut telah diatur dengan standar bangunan rumah sakit karena standar tersebut memberikan panduan untuk mencapai bangunan rumah sakit yang tepat. Untuk bangunan rumah sakit itu sendiri, hubungan antara struktur dan seluruh komponen yang berperan aktif dalam pengoperasian rumah sakit ini juga sangat penting. Seperti hubungan antara struktur dengan fungsi bangunan. Struktur yang digunakan harus mampu mewadahi fungsi yang ada sehingga aktivitas didalamnya berjalan lancar. Begitu pula hubungan antara struktur dan ruangan yang disediakan. Ruangan yang mewadahi aktivitas didalamnya tidak boleh terganggu oleh struktur bangunan itu sendiri. Struktur yang dipakai harus mampu mencukupi seluruh ruang dan ruangan juga harus diletakan dengan tepat, seperti penggunaan modul-modul ruang yang telah diperhitungkan sehingga mencukupi pelayanan dan area yang tersedia. Selain itu struktur juga harus mewadahi utilitas dari rumah sakit. Kebutuhankebutuhan akan utilitas yang berbeda dari bangunan lain harus mampu diaplikasikan dalam gedung dengan penggunaan struktur tersebut. Struktur harus melindungi bagian-bagian utilitas penting seperti penyaluran gas-gas medis dan air bersih yang merupakan kebutuhan yang terpenting dari rumah sakit. 4.2 Saran Struktur yang digunakan menjadi pertimbangan paling utama untuk sebuah pembangunan gedung terutama rumah sakit. Dikarenakan beban yang dihasilkan dalam rumah sakit cukup besar seperti alat-alat medis dan penumpukan pasien maka struktur yang baik untuk digunakan adalah struktur core dan kolom balok. Struktur ini juga dapat mewadahi seluruh utilitas yang dibutuhkan rumah sakit dengan baik.
36
Namun disarankan untuk pembangunan rumah sakit tidak menggunakan bangunan yang terlalu tinggi sehingga evakuasi bencana yang mungkin saja terjadi lebih cepat ditangani dan pasien yang berada dilantai yang cukup tinggi tidak sulit untuk dievakuasi. Apabila tetap pada penggunaan bangunan tinggi untuk rumah sakit, maka pelayanan sirkulasi harus dipertimbangkan lebih matang sehingga pasien dan pengunjung dapat dengan mudah keluar dari gedung bila terjadi bencana.
37
DAFTAR PUSTAKA
Wiley, John. Sons. (1995). Building Planning and Design Standards. Penerbit : Library of Congress Catalog Card. United States of America. Sarbaguna, Boy S. (2011). Bangunan Rumah Sakit Pelayanan, Arsitektur dan Konstruksi. Penerbit : Salemba Medika. Surabaya.
38